Jurnal DISPROTEK
Volume 8 No. 1 Januari 2017
PERKEMBANGAN BENTUK TOPENG BARONGAN YANG DIGUNAKAN DALAM RITUAL MURWAKALA DI KABUPATEN BLORA DALAM KONTEKS SOSIAL BUDAYA Fivin Bagus Septiya Pambudi, S.Pd.,M.Pd. Desain Komunikasi Visual UNISNU Jepara
[email protected]
ABSTRACT A ritual of Murwakala constitutes an exorcism ritual, which is in Javanese “ngruwat wong sukerta”, because Blora peole belive in “wong sukerta”. The problem statements are (1)how the development of Barongan Blora mask is used in a ritual of Murwakala, (2)How the functions of Barongan mask are used in a ritual of Murwakala (3) How the meaning of each developments of Barongan mask is used in a ritual of Murwakala. This research is used qualitative method. The research aim is (1) to know and explain the development of the mask of Barongan Blora used in Murwakala ritual, (2) To know and explain the functions of Barongan mask in Murwaala ritual, (3) To know and explain the meaning of each developments of Barongan mask used in Murwakala ritual. This research used qualitative method. The collecting data conducted by:(1)Observing Barongan performance, artists, and spectators, (2) intervewing Barongan Blora artists, (3) documents data obtained such as files of cuture in Blora especially about Barongan. The study results is the development of Barongan mask happening during periods are before Independence Day until 1945, after Independence Day until Old Order (1946 – 1965), New Order Period until Reform (1966 – 1998), Reform Period until 2009, 2010 period until now on. The functions of Blora Barongan purely as a medium of Murwakala ritual, and as stage performance. The research suggestions are (1) to develop a local art especially Barongan mask art in Blora and art tradition preservation, (2) to increase performance in government events in order to be people’s proud of having special art performance. Kata Kunci : Barongan, Murwakala, Blora, culture
ABSTRAK Ritual Murwakala ini merupakan ritual ruwatan yaitu ngruwat wong sukerta, karena masyarakat Blora mempercayai adanya wong sukerta. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah perkembangan bentuk topeng Barongan Blora yang digunakan dalam ritual Murwakala (2) Bagaimanakah fungsi topeng Barongan yang digunakan dalam ritual Murwakala (3) Bagaimana makna dalam tiap bentuk perkembangan topeng Barongan yang digunakan dalam ritual Murwakala. Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui dan menjelaskan perkembangan bentuk topeng barongan Blora yang digunakan dalam ritual Murwakala (2) Untuk mengetahui dan menjelaskan fungsi topeng Barongan dalam ritual Murwakala (3) Untuk mengetahui dan menjelaskan makna dalam tiap bentuk perkembangan topeng Barongan yang digunakan dalam ritual Murwakala. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, sedangkan untuk mengumpulkan data dilakukan dengan (1) Observasi mengamati terhadap pertunjukan Barongan, seniman, penonton (2) wawancara yaitu dengan mewawancarai seniman Barongan Blora, Pawang barongan, dan tokoh Blora (3) Data dokumen yang didapat berupa dokumentasi arsip kebudayaan yang ada di kota Blora yaitu mengenai Barongan Blora.Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini yaitu perkembangan bentuk topeng barongan blora yang terjadi dalam beberapa periode yaitu periode sebelum kemerdekaan sampai 1945, periode setelah kemerdekan sampai orde lama (1946 – 1965), periode orde baru sampai reformasi (1966 – 1998), periode reformasi sampai tahun2009, periode 2010 sampai sekarang. Fungsi Barongan Blora yaitu, fungsi Barongan murni sebagai sarana ritual Murwakala, fungsi Barongan dalam ritual Murwakala Pertunjukan Panggung. Saran (1) Mengembangkan kesenian daerah khususnya kesenian topeng Barongan di kabupaten Blora bisa berkembang dan juga dalam hal pelestarian seni tradisi. (2) Peningkatan frekuensi pertunjukan dalam even-even pemerintah sangat diharapkan, agar masyarakat bangga dengan seni pertunjukan yang dimiliki. Kata Kunci : Barongan, murwakala, blora, budaya
57
Jurnal DISPROTEK
Volume 8 No. 1 Januari 2017
Pendahuluan
muntup-muntup
Blora mempunyai beberapa kesenian daerah
dan
kesenian
tersebut
maka
dinamakan
Untup,
dalam pewayangan tokoh ini adalah Gareng, sering juga orang menyebut sebagai Pentul
erat
hubungannya dengan seni rupa, salah satunya
karena
adalah kesenian topeng Barongan. Barongan
Adapun perubahan topeng Barongan dapat
merupakan genre pertunjukan topeng. Bentuk
dilihat dari periode sebelum kemerdekaan
topeng
kepala
sampai 1945, periode setelah kemerdekan
harimau muka mulut besar, diberi kain atau
sampai orde lama (1946 – 1965), periode orde
bagor untuk badannya yang dikenakan oleh
baru sampai reformasi (1966 – 1998), periode
penari, sehingga mirip binatang besar.
reformasi sampai tahun 2009, periode 2010
Barongan
mirip
dengan
Upacara ruwatan Murwakala salah
hidungnya
sampai
yang
Sekarang.
menonjol
bulat.
Perkembangan
bentuk
satu kegiatan ritual tolak bala terkait dengan
Barongan inilah yang menjadikan penulis ingin
wong sukerta. Kepercayaan ini di Blora
meneliti ke dalam bentuk penelitian yang
menggunakan Barongan sebagai sarana ritual
berjudul
tolak bala. Upacara ritual Murwakala yang
Barongan
menggunakan sarana Barongan pada awalnya
Murwakala di Kabupaten Blora”
hanya mementingkan segi fungsi sehingga
Rumusan
kehadiran
merupakan
Bagaimanakah perkembangan bentuk topeng
perwujudan dari tokoh yang ada dalam cerita
Barongan Blora yang digunakan dalam ritual
Murwakala, Barongan
topeng
Barongan
tokoh-tokoh perwujudannya
“Perkembangan yang
Bentuk
Digunakan
masalahnya
Topeng
Dalam
adalah
Ritual
:
1.
tersebut
adalah
Murwakala? 2. Bagaimanakah fungsi topeng
berupa
topeng
Barongan
yang
digunakan
dalam
ritual
besar berbentuk kepala harimau dengan mulut
Murwakala? 3. Bagaimana makna dalam tiap
lebar yang dapat dibuka tutup. Topeng ini
bentuk perkembangan topeng Barongan yang
hanya menampilkan kepala harimau dengan
digunakan dalam ritual Murwakala? Tujuan
mata terbuat dari kaca yang ditengahnya
penelitian adalah : 1. Untuk mengetahui dan
dikasih cat warna hitam
yang berfungsi
menjelaskan perkembangan bentuk topeng
sebagai tolak bala. Tokoh selanjutnya adalah
barongan Blora yang digunakan dalam ritual
Buto Kesipu yang berwujud topeng raksasa
Murwakala.
hitam digambarkan wajah raksasa dengan gigi
menjelaskan fungsi topeng Barongan yang
dan taring keluar berwajah hitam, tokoh ini
digunakan dalam ritual Murwakala. 3. Untuk
selalu membawa pedang yang dinamakan
mengetahui dan menjelaskan makna dalam
pedang
tiap bentuk perkembangan topeng Barongan
mentawa.
Kemudian
tokoh
2.Untuk
mengetahui
dan
punokawan yaitu Nayantaka dan Untup, tokoh
yang
Nayantaka ini diwujudkan topeng berwarna
Manfaat penelitian ini, terdiri dari 2 (dua) hal :
hitam dengan pipi tembem mata sipi dalam
secara teoritis dan praktis sebagai berikut :
pewayangan lainnya
disebut
Nayantaka
digunakan
dalam
ritual
Murwakala.
Semar
atau
nama
Manfaat Teoretis, Membuka wacana baru bagi
selain
itu
orang
peneliti untuk memperdalam pengetahuan dan
menyebutnya dengan Tembem. Tokoh Untup
wawasan
digambarkan topeng berwarna putih dengan
topeng Barongan yang digunakan sebagai
hidung bulat dan kelihatan dua gigi atau
sarana ritual Murwakala di Kabupaten Blora.
57
tentang
perkembangan
bentuk
Jurnal DISPROTEK
Volume 8 No. 1 Januari 2017
Penelitian ini juga dapat menambah wacana
atau
dan referensi sehingga dapat meningkatkan
mengamati dengan indera (Sahman 1993:1).
wawasan
dalam
melakukan
kata
penelaahan,
aisthatnomai
yang
berarti
Djelantik (1999 : 37 - 46) tentang
perumusan dan pemecahan masalah tentang
struktur
berbagai
dan
mendasari dalam struktur karya seni antara
keanekaragaman kesenian daerah khususnya
lain; keutuhan (kebersatuan), mempunyai tiga
kesenian topeng Barongan Blora.
elemen : keutuhan atau kebersatuan (unity),
informasi
bentuk
dalam
seni.
Tiga
unsur
estetik
Penonjolan atau penekanan (dominance), dan keseimbangan
Kajian teoritis
dimaksud
Perkembangan bentuk topeng Barongan
(balance).
bahwa
Keutuhan
yang
yang
indah
karya
Blora dikaji lewat peristiwa sejarah, Alfian
menunjukan dalam sifat yang utuh, ada tiga
(2000: 98) menegaskan penelitian sejarah
unsur dalam keutuhan ini yaitu simetri, ritme,
perlu peminjaman teori dan konsep ilmu sosial
dan
agar penyampaian aspek kesejarahan menjadi
maksud mengarahkan perhatian orang yang
bermakna. Mengungkap aspek kesejarahan
menikmati suatu karya seni sesuatu hak
Blora sebagai kota Barongan agar lebih
tertentu,
bermakna menggunakan teori sosial. Janet
daripada
Wolff dalam bukunya berjudul The Social
keseimbangan dalam karya seni paling mudah
Production
tercapai dengan simetri kehadiran simetri
of
Art
perkembangan masyarakat
seni
pemiliknya
mengatakan tidak atau
bahwa
lepas seni
keselarasan.
yang
dipandang
hal-hal
memberi
dari
Penonjolan
yang
ketenangan
mempunyai
lebih
penting
lain.
Rasa
karena
adanya
keseimbangan.
produk
E.B. Tylor
Unsur – unsur visual atau unsur rupa
dalam Primitive Culture, serta teori J.G. Frazer
itu merupakan bagian dari bentuk dan menjadi
dalam bukunya yang berjudul The Golden
satu kesatuan yang utuh. Sehingga jika bentuk
Bough, mengatakan bahwa hadirnya binatang
tersebut
totem
keseluruhan dapat menampilkan perwujudan
masyarakat (Wolff, 1981: 26).
berpusat
pada
binatang
pelindung
dikomposisikan,
maknanya,
(Soedarsono, 2002: 16).
dan
setiap
maka
karya
secara
seni
rupa
Teori sejarah yang mengacu pada teori
merupakan susunan unsur –unsur rupa dalam
perubahan eksternal, adapun faktor eksternal
satu kesatuan tatanan, struktur, komposisi,
perubahan kebudayaan terjadi sebagai akibat
organisasi yang teratur dan artistik (Meyer
terjadinya
dalam Iswidayati, 2006 : 18).
individu
penyebaran ke
individu
kebudayaan lain
dalam
dari satu
masyarakat atau dari suatu masyarakat ke masyarakat
lain
dalam
wacana
Semiotika
difusi
Sejalan dengan hal itu Van Zoest
kebudayaan (Redfield, 1969: 42-43).
(dalam Iswidayati, 206 : 36) menawarkan tiga pendekatan
Teori Estetika
semiotik
yakni:
sintaksis,
semantik, dan pragmatik. Secara skematis tiga pendekatan ini menemukan penerapannya
Estetika merupakan ilmu keindahan,
sebagai berikut:
ilmu mengenai kecantikan secara umum. Kata estetika dikutip dari bahasa Yunani aisthetikos
58
Jurnal DISPROTEK
Volume 8 No. 1 Januari 2017
Sintaksis
Hubungan
semiotika
tanda
–
tanda
dengan
de Saussure. De Saussure mengemukakan
tanda
lainnya:
empat konsep teoritis, yakni konsep langue-
mempelajari
parole,
memberikan
signifiant-signifie,
sintagmatik-
peraturan – peraturan yang
paradigmatik
berlaku
2011: 9-10). Konsep yang dikembangkan oleh
atau
gramatika
dan
sinkroni-diakroni
(Hoed,
semiotik.
Barthes yang relevan dalam kaitannya dengan
Semantik
Mempelajari hubungan serta
semiotik ada dua, yang pertama adalah
semiotika
konsekuensi
konsep
pada
hubungan
sintagmatik
dan
paradigmatik, dan yang kedua adalah konsep
interpretant Pragmatik
Mempelajari
semiotika
antara tanda dan pemakai
denotasi dan konotasi.
hubungan
Menurut
Barthes,
mitos
bukanlah
sembarang tipe: bahasa membutuhkan syarat
tanda tersebut
khusus
Dalam analisis perkembangan bentuk
agar
bisa
menjadi
mitos:
mitos
topeng Barongan yang digunakan dalam ritual
merupakan sistem komunikasi, dia adalah
Murwakala di Kabupaten Blora menggunakan
sebuah pesan (Barthes: 1983: 151). Di dalam
istilah yang dikemukakan dalam diagram di
bukunya yang berjudul Mitology, Barthes
atas yakni oleh Pierce tentang tipologi tanda
menjelaskan bahwa mitos adalah tipe wicara,
Van Zoest yaitu analisis semiotik sintaksis,
segala sesuatu bisa menjadi mitos asalkan
analisis
disajikan oleh sebuah wacana (Barthes, 1983:
semiotik
semantik
dan
analisis
152)..
semiotik pragmatik seperti yang tertera dalam diagram di atas.
Metode Penelitian Penelitian
Semiotika Carles Sander Peirce
ini
menfokuskan
pada
perkembangan bentuk topeng Barongan yang
Sebuah tanda atau representamen, adalah sesuatu yang bagi seseorang mewakili
digunakan
dalam
ritual
sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau
Kabupaten
kapasitas. Ia tertuju kepada seseorang, artinya
menggunakan
di dalam benak orang itu tercipta suatu tanda
menggunakan analisis semiotika dari teori
lain yang ekuivalen, atau mungkin suatu tanda
Charles Sander Peierce dan Roland Barthes.
Blora.
Murawakala
Jenis
pendekatan
di
Penelitian
kualitatif
dan
yang lebih berkembang. Tanda yang tercipta
Sejalan dengan pemaknaan, Van Zoest
itu saya sebut sebagai interpretan dari tanda
menawarkan tiga pendekatan semiotik, yaitu
yang pertama. Tanda yang menggantikan
sintaksis, semantik, dan pragmatik. Wujud
sesuatu, yaitu objeknya, tidak dalam segala
unsur-unsur perkembangan bentuk topeng
hal,
Barongan
melainkan
dalam
rujukannya
pada
yang
digunakan
dalam
ritual
sejumput gagasan, yang kadang saya sebut
Murwakala dilihat dengan teori sintaksis dari
sebagai latar dari representamen (Peirce,
Peirce dan Barthes. Hasil analisis dari teori
1986: 5).
sintaksis,
Semiotika Roland Barthes
perkembangan bentuk topeng Barongan pada
digunakan
untuk
melihat
Teori semiotik Barthes hampir secara
setiap periodenya yaitu Barongan sebelum
harfiah diturunkan dari teori bahasa menurut
kemerdekaan sampai 1945, Barongan setelah
59
Jurnal DISPROTEK
Volume 8 No. 1 Januari 2017
kemerdkaan sampai orde lama (1946 – 1965),
pengujian
Barongan era orde baru (1966 – 1998),
menggunakan teknik triangulasi.
Barongan
menurut Denzim dalam (Moleong,1999:178)
era
reformasi
sampai
2009,
Barongan tahun 2010 sampai sekarang.
validitas/
keabsahan
data
Triangulasi
adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar
Teknik pengumpulan data Teknik
data itu untuk keperluan pengecekan atau
pengumpulan
data
dalam
sebagai pembanding terhadap data tersebut.
penelitian ini antara lain sebagai berikut:. 1. Observasi,
Observasi
pada
penelitian
ini
Pembahasan dan Hasil Penelitian
dilakukan menitik beratkan pada aspek : (1)
Perkembangan Barongan dalam ritual
lingkungan masyarakat, (2) bentuk topeng
Murwakala tidak lepas dari perubahan sosial,
Barongan,
masyarakat
politik, dan ekonomi. Perkembangan bentuk
tempat penyelenggaraan pertunjukan topeng
topeng barongan tidak terlepas dari kondisi
Barongan. Dalam proses observasi, peneliti
kesenian itu sendiri di samping situasi dan
menggunakan alat bantu perekaman visual
kondisi masyarakat pendukungnya. Sesuai
(digital
menjembatani
dengan teori perubahan internal dan eksternal
keterbatasan panca indera peneliti dalam
yang dikemukakan oleh Alvin Boskoff bahwa
mengumpulkan
faktor-faktor
dan
(3)
keadaan
camera)
Wawancara,
untuk
data
di
wawancara
lapangan. dilakukan
2.
yang
mempengaruhi
dalam
perkembangan bentuk topeng Barongan di
bahasa ibu mereka yaitu bahasa Jawa,
Blora dipengaruhi oleh faktor internal dan
dikenakan pada narasumber yang sudah
faktor eksternal (Boskoff, 1964: 147-158).
ditentukan untuk mengetahui berbagai data
Faktor internal dapat menunjukkan berbagai
yang masih tersembunyi narasumber terdiri
hal
dari orang-orang yang dituakan yang memiliki
pendukung,
pengetahuan yang lebih tentang Barongan
penggarapan bentuk topeng Barongan. Faktor
Blora, seniman pertunjukan Barongan Blora,
eksternal adalah faktor di luar kesenian
dan seniman pembuat topeng Barongan Blora.
Barongan, tetapi memiliki pengaruh terhadap
Di samping itu juga mewawancarai seniman
perkembangan bentuk topeng Barongan
pelaku dan masyarakat luas yang biasa
Blora.
menonton Barongan Blora. 3. Pengumpulan
perkembangan
data dokumen, Metode ini dilakukan dengan
dipengaruhi oleh faktor internal yaitu aktivitas
cara mencari arsip yang berkaitan langsung
dan
maupun tidak langsung. Data dokumen yang
kekuatan dari dalam menjadi faktor yang
didapat berupa dokumentasi arsip kebudayaan
dominan sebagai penyebab perubahan bentuk
yang ada di kota Blora yaitu mengenai
topeng Barongan Blora.
yang
berhubungan kreativitas
Menurut
kreativitas
Barongan Blora. Data-data tersebut berupa
dengan
Slamet Barongan
seniman.
Penampilan
seniman
seniman
MD di
dalam
(2014:21) Blora
Hal
keempat
di
ini
lebih
berarti
tokoh
itu
data-data penelitian mengenai keberadaan
digunakan dalam ritual Murwakala terutama
dan naskah-naskah yang berkaitan dengan
dalam
Barongan
menampilkan pertunjukan. Bergesernya waktu
keabsahan
Blora. data,
4.
Teknik
Dalam
pemeriksaan penelitian
ini
yang
60
proses
dipengaruhi
upacara
oleh
ritual
tanpa
perkembangan
Jurnal DISPROTEK
Volume 8 No. 1 Januari 2017
masyarakat baik secara sosial, politik dan
karakter kayu sehingga membentuk sebuah
ekonomi menjadikan topeng Barongan dan
topeng tidak mengherankan kalau tampilan
tokoh-tokoh lainnya yang digunakan dalam
topeng ini menyeramkan dan penuh kekuatan
upacara ritual mengalami perubahan bentuk
magis.
dan penambahan tokoh. Hal ini juga tidak
Barongan Setelah Kemerdekaan Sampai
terlepas dari dampak Barongan sebagai seni
Orde Lama (1946 – 1965)
pertunjukan panggung. Adapun perubahan topeng Barongan dapat dilihat dari periode sebelum kemerdekaan sampai 1945, periode setelah kemerdekan sampai orde lama (1946 – 1965), periode orde baru sampai reformasi (1966 – 1998), periode reformasi sampai Topeng Barongan periode setelah kemerdekaan sampai Orde lama
tahun2009, periode 2010 sampai sekarang. Barongan Periode Sebelum Kemerdekaan
Periode setelah kemerdekaan sampai
sampai 1945
orde lama merupakan masa perkembangan pertunjukan Barongan yang mencapai pada bentuk seni pertunjukan panggung tepatnya ditahun 1964 dimasa pemerintahan bupati R Sukirno, pada tahun ini dilakukan pertunjukan Panggung dengan menggunakan cerita panji, hampir
Topeng Barongan periode sebelum kemerdekaan sampai 1945
mirip
dengan
cerita
pada
reog
ponorogo, namun Barongan yang digunakan dalam ruwatan masih tetap menampilkan
Periode
sebelum
kemerdekaan
tokoh narasima dan buto keripu. Dalam
sampai 1945 ruwatan Murwakala masih lekat dimasyarakat Blora dan sering dilakukan masyarakat terkait dengan ruwatan wong sukerta.
Pelaksanaan
ruwatan
murwakala
pembuatannyapun
disertai
ritual.
Perwujudan
topeng
ini
kadang
oleh
pembuatnya
disesuaikan
ekspresi
dan
dalam
dikarenakan
dilukan
arak-
upacara
Murwakala
untuk
kesakralan
maupun
kekuatan magis barongan. Kulit dari topeng
dalam
laku
ritual
sebelum
merak, rambut menggunakan ijuk hal ini
yang
dipercaya sebagai kayu yang mempunyai serta
prosesi
ini
menggunakan ramput yang ditambahi bulu
dalam pembuatan topeng Barongan maupun
magis,
pelaksanaan
Barongan
tanpa memperhatikan segi artistiknya, maka
kekuatan
masa
dengan bulu merak namun tidak semua
Gendruwon hanya mementingkan segi fungsi
dadap
pada
berupa
artistik seperti rambut Barongan ditambahi
Gendruwon, perwujudan topeng Barongan dan
kayu
pertunjukan,
tidak
bentuk topeng yang mengarah pada segi
menampilkan narasima atau Barongan dan
memilih
upacarapun
arakan, hal ini lah yang sedikit merubah
dengan sarana Barongan pada masa ini hanya
Gendruwon
pelaksanaan
Barongan
seperti
pada
masa
sebelum
kemerdekaan masih berusaha menggunakan kulit harimau.
61
Jurnal DISPROTEK
Volume 8 No. 1 Januari 2017
Barongan Periode orde baru (1966 – 1998)
Barongan Era Reformasi Sampai 2009
Topeng Barongan awal Orde Baru
Topeng Barongan awal era Reformasi
Topeng Barongan pertengahan Orde Baru
Topeng Barongan akhir era Reformasi
Topeng Barongan dalam hal ini terkait
Masa reformasi kekuasaan berada
dengan Barongan sebagai seni pertunjukan
pada PDI Perjuangan, pada masa ini juga
menurut fungsinya tidak sekedar sebagai
kental
sarana ritual tetapi lebih menuju pada seni
berubah wajah dengan kain penutup badan
pertunjukan, maka dari itu penampilan topeng barongan
dalam
pertunjukan
dengan
tidak
Barongan
langsung
melalui
pengamatan maupun dari buku referensi
kain
hitam
barongan
mengharuskan dan
merah.
terjadi
karena
mempengaruhi bentuk topeng Barongan yang
barongan golkar atau lebih dikenal dengan
digunakan dalam ritual murwakala.
kuningisasi Barongan. Hal ini dapat dilihat dari
Perkembangan pertunjukan Barongan
badan Barongan digunakan kain motif macan
pada masa reformasi sangat berpengaruh
tutul berwarna kuning yang dibagi dari Dinas
terhadap perkembanga topeng, pada masa ini
Pendidikan dan Kebudayaan. Selain itu di
terjadi penggarapan Barongan panggung yang
bawah atau di leher Barongan tergantung seperti
berwarna
yang
wibawa penampilan barong. Hal ini juga
pada masa ini Barongan di Blora dinamakan
Penampilan
aturan
inisiatif seniman, dengan alasan menambah
golkar. Disebutkan oleh Slamet (2012 : 184),
golkar.
ada
Perubahan
sangat kental dengan muatan politik terutama
simbul
Barongan
baru dengan reformasi pada era reformasi
yang
secara
politik,
berwarna hitam dan merah. Perbedaan orde
memiliki
perubahan terutama dari segi artistik. Data diperoleh
muatan
dilakukan oleh Slamet pada tahun 2003
ini
dengan membakukan pola pola gerak sebagai
membuktikan bahwa Barongan juga berfungsi
dasar penggarapan pertunjukan Barongan
sebagai propaganda politik.
menjadikan pertunjukan Barongan laku keras di pasaran, demikian juga para pengrajin Barongan kebanjiran pesanan sehingga yang berdampak pada persaingan bentuk topeng
62
Jurnal DISPROTEK
Volume 8 No. 1 Januari 2017
dengan kreativitas seperti merubah mata
dan Pak Gentung ini merupakan presentasi
Barongan dari cermin diganti dengan plastik
dari orang tua yang mempunyai anak Sukerta.
yang didalamnya dimotif seperti mata harimau,
Fungsi Topeng Barongan dalam Ritual
hal ini juga terjadi pada kulit topeng Barongan
Murwakala
yang dibuat dari kulit kambing diberi motif
Menurut Van Peursen (1958 : 86),
harimau.
fungsi selalu menunjuk kepada pengaruh
Pada masa ini Juga terdapat dua
terhadap
sesuatu,
dikatakan
fungsional
tambahan topeng yang digunakan sebagai
apabila memiliki hubungan, pertalian dalam
sarana
topeng
relasi. Demikian juga Barongan di Blora
Nayantaka dan Untup. Topeng Nayantaka
memiliki keterkaitan dengan konteks peristiwa
merupakan
yang ada dalam masyarakat sehingga memiliki
ritual
Murwakala
perwuudan
yaitu
dari
Semar
atau
pamong jawa yang fungsinya sebagai pemberi
fungsi bagi masyarakat.
arahan kepada Narasima untuk mengalahkan
Fungsi Barongan Murni Sebagai Sarana
Buta Kesipu. Topeng Untup ini merupakan
Ritual Murwakala
presentasi
dari
Gareng
yang
fungsinya
Menurut Talcot Parsion dalam teori
sebagai pendamping Nayantaka.
kebudayaan sebagai sistem simbol yang terdiri
Barongan Periode Tahun 2010 sampai
dari sistem kepercayaan, sistem konstitutif
Tahun 2015
atau kepercayaan, kognitif atau pengetahuan, nilai moral dan ekspresi (Harsya W. Baktiar “Biokrasi dan Kebudayaan” dalam Alfian (ed), 1985:
66).
Barongan
secara
konstitutif
dipercaya sebagai pengusir ruh jahat karena topeng berwujud macah atau harimau ini dipercaya memiliki kekuatan gaib masuknya
Topeng Barongan tahun 2010
ruh harimau dalam hal ini Narasima yang dipercaya dapat mengusir ruh jahat yaitu Buto Kesipu diwujud kan dalam bentuk topeng raksasa
hitam
di
Blora
dikenal
dengan
gendruwon. Sistem kognitif atau pengetauan
Topeng Barongan tahun 2015 Pada tahun 2010 sampai tahun 2015
musibah atau bencana baik itu berupa wabah
perkembangan topeng semakin menuju pada
penyakit maupun peristiwa - peristiwa alam
tampilan estetik, hal ini merupakan dampak
yang mengganggu keseimbangan kehidupan
dari
dan
manusia disebabkan karena gangguan ruh
penggarapan Barongan menjadi pertunjukan
jahat dalam hal ini buto kesipu ( gendruwon
panggung. Perkembangan topeng pada tokoh
serta pengikutnya) maka untuk mengusirnya
selain Barongan memunculkan tokoh baru
dibuatlah topeng Barongan dan dilakukan
yaitu Mbok Brog dan Pak Gentung, demikian
upacara Murwakala. Sistem nilai moral yang
juga topeng Untup yang dulu berwarna merah
berlaku
saat ini berwarna putih. Topeng Mbok Brog
pendukungnya harus melaksanakan kegiatan
barongan
sebagai
ikon
Blora
pada
lingkup
masyarakat
ritual berupa Murwakala dan apabila tidak
63
Jurnal DISPROTEK
Volume 8 No. 1 Januari 2017
dilakukan secara nilai adat dan moral mereka
layaknya mata harimau, demikian juga kulit
itulah penyebab bencana. Sistem ekspresi
yang digantikan dengan kain bledu bermotif
yang dimaksud dalam hal ini adalah wujud
kulit macan di samping itu masih ada yang
perlakuan
maka
menggunakan kulit dimotif kulit macan namun
terwujudlah topeng Barongan dan Gendruwon
dari bahan kulit kambing. Perubahan inilah
sebagai sarana upacara ritual Murwakala.
yang menjadikan topeng
Topeng ini hanya terkait dengan fungsi
hanya sebagai sarana upacara Murwakala
kegiatan ritual, maka bentuk topeng hanya
tetapi
sekedar
pertunjukan.
dari
ketiga
sebagai
sistem
sarana
itu,
ritual
tidak
berkembang
Barongan
menjadi
tidak
fungsi
seni
memikirkan segi estetik performennya. Fungsi Barongan dalam Ritual Murwakala
Simpulan
Pertunjukan Panggung Perkembangan dengan
hadirnya
panggung
Barongan selanjutnya
pertunjukan
terpikirlah
performen
terkait
masyarakat
sebagai
budaya
keberlangsungannya tidak luput
Barongan
dari aktivitas masyarakat pendukungnya Dari
Barongan
rangkuman
permasalahan
yang
diuraikan
dengan tampilan penonjolan segi artistik.
dalam penelitian ini dapat di tarik beberapa
Terkait dengan fungsinya sebagai sebuah seni
simpulan
pertunjukan.
seni
Barongan dalam ritual Murwakala tidak lepas
pertunjukan harus indah dan menarik shingga
dari perubahan sosial, politik, dan ekonomi.
dapat
setiap
Bergesernya waktu yang dipengaruhi oleh
pertunjukannya. Dengan demikian dibutuhkan
perkembangan masyarakat baik secara sosial,
juga tampilan topeng dengan ornamen yang
politik
indah dan secara teknik dapat dimainkan
Barongan
dalam
panggung.
digunakan dalam upacara ritual mengalami
Pertunjukan Barongan terkait dengan fungsi
perubahan bentuk dan penambahan tokoh.
sebagai sarana Murwakala tidak lepas dari
Tokoh yang digunakan pada upacara ritual
cerita Murwakala sehinga topeng-topeng yang
Murwakala pada awalnya hanya ada dua,
hadir
dengan
yaitu Narasima (Barongan) dan Buta Kesipu
ceritanya. Adapun topeng dalam Murwakala
(Gendruwon) kemudian bertambah menjadi
terdiri
enam,
Penampilan
menarik
penonton
pertunjukan
dalam
enam
sebuah
dalam
Barongan
Murwakala
topeng
sesuai
yaitu
:
Barongan,
sebagai
dan
berikut.
ekonomi dan
yaitu
menjadikan
tokoh-tokoh
Narasima
Perkembangan
lainnya
(Barongan),
topeng yang
Buta
Gendruwon, Nayantaka, Untup, Mbok Brog
Kesipu (Gendruwon), Nayantaka, Untup, Mbok
(Gainah), Pak Gentung.
Brog, dan Pak Gentung. Hal ini juga tidak
Perwujudan topeng-topeng ini dalam
terlepas dari dampak Barongan sebagai seni
pertunjukan Barongan Murwakala panggung
pertunjukan panggung. Adapun perubahan
tidak mengalami perubahan bentuk, kecuali
topeng Barongan dapat dilihat dari periode
Barongan yang mengalami perubahan bentuk
sebelum kemerdekaan sampai 1945. Periode
secara artistik menuju topeng realis yaitu
sebelum kemerdekaan sampai 1945 ruwatan
bentuk topeng yang mirip dengan kepala
Murwakala masih lekat dimasyarakat Blora
harimau asli dengan penambahan ornamen-
dan
ornamen seperti mata dibuat tiga dimensi
dengan ruwatan wong sukerta. Pelaksanaan
64
sering
dilakukan
masyarakat
terkait
Jurnal DISPROTEK
Volume 8 No. 1 Januari 2017
ruwatan murwakala dengan sarana Barongan
terkait dengan ritual Murwakala memiliki dua
pada masa ini hanya menampilkan narasima
fungsi yaitu (1) Barongan murni sebagai
atau Barongan dan Gendruwon, perwujudan
sarana ritual Murwakala. Kehadiran Barongan
topeng Barongan dan Gendruwon hanya
dan buto kesipu difungsikan sebagai sarana
mementingkan
segi
fungsi
tanpa
tolak bala. (2) Fungsi Barongan dalam Ritual
artistiknya.
Periode
Murwakala Pertunjukan Panggung. Fungsi
setelah kemerdekan sampai orde lama (1946
Barongan tidak hanya sebagai sarana ritual
– 1965). Periode setelah kemerdekaan sampai
tetapi
orde lama merupakan masa perkembangan
panggung.
Penampilan
pertunjukan Barongan yang mencapai pada
pertunjukan
harus
bentuk seni pertunjukan panggung tepatnya
sehingga dapat menarik penonton dalam
ditahun 1964, bentuk topeng Barongan lebih
setiap pertunjukannya.
memperhatikan
segi
mempunyai segi estetik dibanding dengan
juga
sebagai
Penelitian
seni
sebuah
indah
ini
pertunjukan
dan
juga
seni menarik
dapat
di
periode sebelumnya. Periode orde baru (1966
implementasikan ke dalam dunia pendidikan
– 1998). Topeng Barongan dalam hal ini
dalam hal pelestarian budaya yang ada di
terkait
seni
daerah sendiri. Kesenian topeng Barongan
pertunjukan menurut fungsinya tidak sekedar
memiliki nilai positif bagi pembelajaran siswa-
sebagai sarana ritual tetapi lebih menuju pada
siswi khususnya di Kabupaten Blora dalam
seni pertunjukan, maka dari itu penampilan
memberi pembelajaran bahwa kebudayaan
topeng barongan dalam pertunjukan memiliki
bisa
perubahan terutama dari segi artistik, pada
terhadap perkembangan jaman, dengan tetap
masa orde baru topeng barongan mengalami
memberikan
penguningan
dalam hal ini nilai-nilai budaya setempat.
dengan
Barongan
warna
karena
sebagai
sebagai
alat
berlangsung
apabila
pendidikan
beradaptasi
karakter
bangsa,
propaganda politik. Periode reformasi sampai Saran
tahun 2009. Pada masa reformasi kekuasaan berada pada PDI Perjuangan, pada masa ini
Berdasarkan hasil penelitian dapat
juga kental dengan muatan politik, Barongan
dikemukakan
berubah wajah dengan kain penutup badan
tentang pelestarian seni tradisi yang ada di
berwarna hitam dan merah. Perbedaan orde
Kabupaten Blora.
baru dengan reformasi pada era reformasi
Kepada Pemerintah daerah khususnya Dinas
tidak
Kebudayaan
ada
aturan
yang
mengharuskan
beberapa
dan
saran
mengenai
Pariwisata
agar
Barongan berwarna hitam dan merah. Periode
mengembangkan kesenian daerah khusunya
2010 sampai sekarang. Pada tahun 2010
kesenian topeng Barongan di kabupaten Blora
sampai
bisa
sekarang
perkembangan
topeng
berkembang
dan
juga
dalam
hal
semakin menuju pada tampilan estetik, hal ini
pelestarian seni tradisi.
merupakan dampak dari barongan sebagai
Perlu perhatian lebih dari pemerintah daerah
ikon
terhadap seniman Barongan baik itu seniman
Blora
dan
penggarapan
Barongan
pengrajin
menjadi pertunjukan panggung. Barongan memiliki fungsi yang sangat
Barongan
pertunjukannya.
penting bagi masyarakat. Kehadiran Barongan
65
maupun
seniman
Jurnal DISPROTEK
Volume 8 No. 1 Januari 2017
Masyarakat Blora
memaknai pertunjukan
Tanda, Simbol, dan Representasi).
Barongan
dibutuhkan
dan
patut
Yogyakarta: Jalasutra.
sebagai
seni
ritual
yang
dibanggakan,
selain
Djelantik
A.A.M.
1999.
Barongan juga sebagai seni tontonan yang
Pengantar.
sangat
(Masyarakat
digemari
masyarakat.
Deklarasi
Barongan sebagai seni daerah Blora dengan sebutan Barongan Blora
Estetika
Sebuah
Yogyakarta Seni
:
MSPI
Pertunjukan
Indonesia).
dan Blora sebagai
Hoed.
Benny
H.
2011.
Kota Barongan tidak sekedar wacana, tetapi
Dinamika
Sosial
benar-benar Barongan sebagai spirit of life.
Komunitas Bambu.
Semiotika Budaya.
dan
Depok:
Oleh karena itu perlu tetap dijaga eksistensi
Iswidayati, Sri. 2006. Pendekatan Semiotik
Barongan yang perlu dukungan dari seniman
Seni Lukis Jepang Periode 80-90an
pelaku dan masyarakat. Keberlangsungan
Kajian estetika tradisional Jepang wabi
Barongan perlu biaya, maka perlu dukungan
sabi. Semarang: UNNES Press.
dari masyarakat luas, pemerintah daerah dan
Peirce, Charles S. 1986. Logic as Semiotics:
pemerintah pusat dalam hal ini Depertemen
The Theory of Sign, dalam Robert E.
Pariwisata dan Kebudayaan, serta sponsor
Innis (ed) Semiotic: An Introductory
sangat
Reader. London: Hutchinson.
penting
untuk
keberlangsungan
perkembangan Barongan.
Redfield, Robert. 1969. The Little Community Pleasant Society and Culture. The
Daftar Pustaka
university of Chicago Press, London,
Alfian, T. Ibrahim “Tentang Metode Sejarah”,
Chicago. Sahman.
dalam T. Ibrahim Alfian ed. 1992. Dari
Yogyakarta:
Gajah
Estetika
Telaah
Semarang Press.
Mada
Slamet, MD. 2009. Barongan Blora Menari di
University Press.
atas Politik dan Terpaan Zaman.
Barthes, Roland. 1983. Mythology. London:
Surakarta: Citra Sains.
Granada.
Soedarsono.
Barthes, Roland. 1972. Mithologies dan The
Mitos-mitos
Semiotika
atau
di
Yogyakarta:Gajah
(Terj. Mahyuddin, Ikramullah. 2010. Membedah
2002.
Indonesia
Eiffel Tower and Other Mythologies.
Massa:
1993.
Sistemik dan Historik. Semarang: IKIP
Babad dan Hikayat sampai Sejarah Kritis.
Humar.
Seni
Pertunjukan
Era
Globalisasi.
Mada
University
Press.
Budaya
Wolf, Janet. 1981. The Social Production of
Sosiologi
Art. New York: St, Martin Press, Inc.
66