PERKAWIN AN USIA MUDA MENURUT HUKUM ISLAM (STUD I KASUS DESA DANG DANG KECAMATAN CISAUK TANGERANG)
Oleh:
IMIARTI SAHARA
102043224951
PROGRAM STUD! PERBANDINGAN HUKUM JURUSAN PERB.-\.\'DINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARl'AH DAN HUKUM Ull'\ SYARIF HIDAYATULLAH .JAKARTA 1-tli HI 2006 M
PERKAWINAN USIA MUDA PADA MASYARAKA T DESA DANGDANG KECAMATAN ClSAUK TANGERANG · Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari'ah dan Hukum Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukwn Islam
Oleh: L'\HAR'Il SAHARA
NL'\I: 102043224951
Di Bawah Bimbingan : Pembimbing II
Z----
~~-
Kamarusdiana MH :\IP.150 285 972
PROGRAllil STUDI PERBANDINGAN HUKUllil .JURUSAN PERBA.'.'\DINGAN
!\.1AZHA~ DA~
HlfKU.\f
FAKl'LTAS SYARI'AH DAN HUKU1VI
l'Il\' SYARIF HIDA YATl'LLAH .!.\ K.-\ RT.\ 1427 HI 2006 \I
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi yang berjudul "Perkawinan Usia Muda A1enurut Hukum Islam ( studi kasus Desa Dangdang Kecamatan Cisauk Tangerang)" telah di ajukan dalam siding munaqasyah Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23 November 2006. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh sarjana program Strata I (SI) pada jurusan Perbandingan Madzhab dan Hukum program studi Perbandingan Hukum. Jakarta, 23 November 2006 l\lengesahkan Dekan,
Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH., MA., MM KIP. 150 210 422
Panitin Ujian
Ketua_
: DR. H. Ahmad Mukri Aji, MA NIP. 150 220 544
Sekretaris
: Muhammad Taufiqi, M.Ag NIP. 150 290 159
Pembimbing I
: Yavan Sopvan, M.Ag NIP. 150 227 991
Pembimbing II
Penguji I
~------·-·--·--· -----
Kamarusdiana, MH NIP. 150 285 972
(
..... ,...................)
-(/,&.?:.. . . . ) -,_~~,_Jff;. -
: Dra. Hj. Halimah Ismail NIP. 150 075 192
~~
Pcnguji II
: Sri Hidavati, M.Ag NIP. 150 282 403
-~
.......................)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Ilahi Robbi, Tuhan semesta alam, yang telah menciptakan ilmu pengetahuan kepada manusia, sehingga manusia dapat mencari dan menemukan segala pengetahuan yang ingin ia cari. Tentunya semua itu tidak lepas dari izin dan karunia yang diberikan oleh-Nya, sehingga penulis diberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sang pemberi syafa' at, semoga kelak kita semua pengikutnya dapat diberikan syafa'atnya padahari kebangkitan nanti, Amiin. Dalam penulisan skripsi ini, banyak hal yang dapat kita jadikan pelajaran dan pengalaman yang amat berarti bagi kita. Selain untuk memenuhi persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Hukum [slam pada Program Studi Perbandingan Hukum, Fakultas Syari'ah dan Hukum Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, juga mernpakan informasi yang mungkin dibutuhkan baei petualang ilmu pengetahuan, khususnya pengetahuan tentang Perkawinan Usia Muda. Penulis sangat menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan begitu saja tanpa bantuan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hat[ dan sebagai bentuk penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu, men.:iukung, dan mengarahkan dengan tulus dan ikhlas, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya. Berdasarkan hal itu semua, penulis ingin menghaturkan terima kasih yang setulustulusnya kepada:
L Dekan Fakultas Syari'ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma SH.MA. , beserta segenap pembantu Dekan. 2. Ketua Jurusan Perbandingan Mazhab dan Hukum UIN Syarif hidayatullah Jakarta, Bapak DR. H. Ahmad Mukri Adji, M.A., dan Sekretaris Jurusan, Bapak Kamarusdiana, S.Ag, M.H. 3. Bapak Yayan Sofyan M.Ag dan Bapak Kamarusdiana sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini. 4. Kepala Perpustakaan Fakultas Syari'ah dan Hukum, Kepala Perpustakaan Utarna UIN Syarif Hidayatttllah Jakarta dan Kepala Perpustakaan Umum Iman Jama beserta karyawan-karyawannya, serta ternan-ternan yang telah rnembantu melengkapi bahan kepustakaan penulis. 5. Kedua orang tua yang tercinta, Ayahanda, !mun Sahara dan lbrmda, Sanimah, yang telah berjasa mengasuh, rnendidik dan tak henti-hentinya mendo'akan anakrnu (penulis), memberikan dorongan baik moril maupun materiil, se'.lingga penulis dapat menyelesaikan sl..-iipsi ini. 6. Kepala KUA Cisauk, Bapak H. Lukman Hakim HS.BA., beserta staf-stafnya, serta segenap warga masyarakat Desa Dangdang yang telah membantu dan memberikan data-data dalam penulisan skripsi ini. 7. Lurah Desa Dangdang beserta staf-stafnya yang telah membantu dan rnr,mberikan data-data dalarn penulisan skripsi ini. 8. Bapak K.l-l Abdul Rosvid beserta kcluarga vang tdah mernbantu penu.lis dalarn hal kesediaan memberikan ini"ormasi clan pengarahan da\am penulisan skripsi ini.
9.
Kakak - kakak dan Adik - adik tersayang, Kak Aisyah, Kak Masnah, Abang lswadi, Ipul, Pe'i, dan Hani, yang telah memberikan motivasinya kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
I 0.
Teman - teman yang telah memberikan bantuan yang tak ternilai baik secara langsung maupun tidak langsung; Nurjannah, Marli, mas bejo, Ida, Bang Oji, Opi dan sebagainya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas amal baik mereka serta mendapat ridho di sisiNya. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Amiin.
Jakarta ........................... 1427 H ........................ 2006M
Penulis
DAFfARISI Hal am an KATA PENGANTAR ......... ···········-············--·-·-·····-··················--····-··········---······ DAFfAR ISI ····················-·················································································· BABl
II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................... 8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian.................................................. 8 D. Metodelogi Penelitian dan Teknik Penulisan ··················-·······--··· 9 E. Sistematika Penulisan ····-·················-····················-·········-············ [3
BAB ll
TIN.JAUAN UMUM TENTANG PERI(A\VINAN USL\ MUDA A. Pengertian Perkawinan Usia Muda ---······-····---···--- ... ··-----·--------- !4 B. Sebab-sebab Terjadinya Perkmvinan Usia Muda ····-·····--······---···· 17
C. Dampak Dari Perkawinan Usia Muda dan Upaya Penanggulangan
Perkavvinan Usia Muda ........... -·---·······-····---·····-····--·--···-····----·····--· 27 D. Pandangan Hukum Islam Tentang Perkawinan Usia Muda -···-···- 36 BAB III
~ONDISI
OBYEI\."flF \VILA YAH DESA DANG DANG
KECAMATAN CJSAUK TANGERANG A. Kondisi ObyektifWilayah Kecamatan Cisauk Tangerang I. Letak Geografis ..... 2. Kondisi D<:mogratls ..
a_ Ju:nlah Penduduk ..
46 ---- -- 46 -l 7
b. Kondisi Ekonomi ................................................................. 47
c. Tingkat Pendidikan .............................................................. 48 d.
Sarana Umum .................................................................... 48
B. Kondisi ObyektifWilayah Desa Dangdang
l. Letak Geografis .......................................................................... 49 2. Kondisi Demografis ................................................................... 50 a. Jumlah Pnduduk................................................................... 50
b. Kondisi Ekonomi ................................................................. 51 c. Tingkat Pndidikan ................................................................ 5 l d. Sarana Um um ...................................................................... 52 BAB N
PERKA\VINAN USIA MUDA PADA MASYARAKAT DESA DANG DANG KECAl\lA TAl'J CI<;; AUK A. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Perkawinan
di Usia Muda ................................................................................. 55 B. Pemberian Izin Orang Tua Bagi Anaknya Dalam Perkawinan di Usia Muda ................................................................................ 64 C. Analisa Tentang Perkawinan Usia Muda Pada
Masyarakat Desa Dang Dang Kecamatan Cisauk Tangerang ...... 71 BAB V
PENUTlJP A. Kesimpulan. £~.
Saran-saran ....
········ 79
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BABI PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan adalah akad yang sangat knat (mitsaqan ghalidzan) yang dilakukan secara sadar oleh seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga yang pelaksanaannya didasarkan pada kerelaan dan kesempatan kedua belah pihak. Oleh karena itu, perkawinan bukanlah ibadah dalam arti kewajiban, melainkan hanya hubungan sosial kemanusiaan semata. Perkawinan akan bemilai ibadah, jika diniatkan untuk mencari keridhaan Allah SWT 1• Perkmvinan salah satu sunnatullah yang umum berlaku pada semua makhluk Tuhan, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Perkawinan suatu eara vang dipilih Allah sebagai jalan bagi manusia untuk beranak, berkembang biak dan kelestarian hidupnya, setelah masing-masing pasangan siap melakukan perantaranya yang positif dalam mewujudkan tujuan perkawinan 2. Hal ini sebagaimana terca!ltum di dalam AlQur'an surat Al-Hujuraat ayat 13:
1
/)rc?fl
t..1uhammad Zain dan Mukhtar Al Shodiq. Afe111hu1t~'Ull K.J/uarga flt1111a11is (('ounter Lcf!al Huk11111 lrlan1 Yang Kontro1·ersial flu}, (Jakarta, Grahacipta. 2005), cet_ ke-l, h~23
A:o111jJi/cz~-j 2
Say)'id Sabiq. Fikih S1mnah, ctlih Bahasa Ors. Moh Thalib. (Bandung, Al-Ma'arif !9%!
cet. kc-2. h.9
2
Artinya: "Wahai manusia, bertaqwalah kamu sekalian kepada Tuhanmu yang re/ah me1!iadikan kamu dari satu sisi, lafu fa jadikan dari padanya jodol11~va, kemudian Dia kembang-biakkan menjadi Iaki-laki dan perempuan yang banyak sekali ". (Q.S. Al-Hujuraat: 13)
Tujuau perkawinan menurut Islam untuk membentuk suatu keluarga yang bahagia dan ham1onis yaitu suatu keluarga yang hidup tenang, rukun dan damai, serta diliputi oleh rasa kasih sayang untuk mendapatkan keturunan yang sah, yang akan melanjutkan cita-cita orang tuanya. Hal ini sesuai dengan firman Allah surat ar-Rmn ayat 21: }
0
,..-~:>...,;,.,
("-'
--
"'
,.
J
~- - • ~' , \ -~J I . 0 --
'-'
. ../
--
-
- --
' 01 ..;G'1 ...... '.,..-..../
Artinya: 'Dan di antara tanda kebesaran Allah adalah Dia menciptakan pasanganpasangan untukmu dari dirimu supaya kamu hidup tenang dan Dia men/adikan antara kamu kecintaan dan kesantunan ". (Q.S. ar-Rum: 21)
Kecintaan manusia terhadap lawan jenisnya adalah salah satu bukti kekuasaan Allah, sekaligus menunjukkan keesaan-Nya dalam wujud-Nya. Di da!am perkawinan itu Allah memberi tiga anugerah kepada manusia; pertama, \vanita atau istri adalah manusia yang mulia yang diciptakan oleh Allah dari tanah sebagaimana laKi lab. Anugerah perkawinan ycng kedua ialah ketentraman jiwa yang dirasakan seorang
3
laki-laki ketika didampingi seorang istri yang mulia dalam naungan rumah tangga yang bahagia. Anugerah perkawinan yang ketiga ialah ikatan cinta kasih suami istri. 3 Keluarga yang dibentuk melalui perkawinan adalah unit yang terkecil dan fundementalis bagi pembinaan masyarakat. Berhubungan dengan akibat yang sangat penting inilah dari kehidupan bersama, maka masyarakat membutuhkan suatu peraturan dari hidup bersama ini yaitu mengenai syarat-syarat untuk peresmian, pelaksanaan dan terhentinya hidup bersama itu. 4 Mengingat tujuan perkawinan yang sangat luliur itu, sebagaimana yang disyaratkan oleh Allah dalam ayat itu, dan mengingat pula hikmah dan tujuan lain perkawinan, antara lain ialah untuk memenuhi fitrah manusia dengan cara yang halal, sehat dan terhormat, untuk memenuhi seksual instingnya, yang tidak mungkin dibunuh atau dilenyapkan dengan cara apa pun, untuk mcnjaga kelangsungan dan kemurnian nasabnya, dan sekaligus untuk menghindari perbuatan zina yang dapat merusak kesehatan dan dapat mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat5 . Perkawinan merupakan suatu hal yang dilakukan
d~ngan
serius yang
mengakibatkan seseorang akan terikat seumur hidup dengan pasangannya. Oleh karena itu, perkawinan membutuhka:: persiapan yang rnatang, yaitu kematangan fisik .serta kedewasaan mental. Pada dasarnya kematangan jiwa sangat besar artinya untuk ·' Muham1nad Ali As Shabuni. f er11ikaha11 I>tni Yan~.;; lslan1i, Penerjemah: /\;1ashuri lkhwani, (Jakarta, Pustaka Amani, 1996). cet ke-l, h.2 1
'1
Wirjono Prodjodikoro, Ff11k11111 f)erkm1·i11a11 di Indonesia, (Bandung. \ ..orkik Van lloeve,
1959), h.7
'MasjJi1k 7uhdi, S111di ls/am: Muama/a/J. (Jakarta, PT RajaGrnfindo. 1993). cet. ke-2. Jilid Ill. h 16
4
memasuki gerbang rumah tangga. Perkawinan pada usia muda di mana seseorang belum siap mental maupun fisik., sering menimbulkan masalah di belakang hari, bahkan tidak sedikit berantakan di tengah jalan 6 Para psikolog mengkhawatirkan perkawinan di usia muda akan menemui kegagalan karena sangat tergantung pada keadaan jiwa seseorang. Hal itu juga dikuatkan oleh pendapat para dokter, bahwa sebelum melangsungkan perkawinan hendaknya calon suami istri benar-benar berpikir secara matang terutama kesiapan jasmaninya. Dari sini dapat diketahui bahwa perkawinan di usia mi;da punya resiko tinggi, apalagi kalau sampai menemui kegagalan dan kehancuran dalam meniti kehidupan rumah tang,,oa7 . Akan tetapi sungguh sangat disayangkan kebanyakan orang tidak memperhatikan hal ini, bahkan ada sebagian orang yang dipaksakan menikah pada usia muda karena dorongan tradisi atau kebiasaan masyarakat yang telah mengakar dalam kehidupannya, dan ada pula karena terbentur faktor ekonomi. Undang-undang No. J Tahun 1974 tentang perkawinan mengatur batas umur seorang laki-laki maupun wanita yang akan melangsungkan perkawinan. Di dalam pasal 7 ayat 1 menyatakan bahwa "Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun·'. Adanya batasan minimal usia perkawinan bagi calon suami tersebut adalah karena keluarga
J) A. Zuhdi J\fuhdlor, AfeJT1a11a111i Hukurn l'erkm1·111an (1\rika/J, JlJ/ak. C'erai dan J\u}11k.1. (Bandung, Al-Bay•n. l 995 ), eel ke-2, h. l 8
7
Syaikh Abdul Aziz bin Abdurrahman Al Musnad Khalid bin Ali Al-Anbari. Perkawinan dan Masa/ahnya, Penerjemah DRS Musifin As'ad dkk, (Jakarta, Pustaka Al-Kautsar. 1995). cet. ke~. h. 30
5
menuntut adanya peran dan tanggtmg jawab yang besar antara lali-Jaki dan perempuan, sehingga usia tersebut dipandang matang untuk menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang suami dalam keluarga, baik secara psikologis maupun biologis untuk mengemban fungsi-fungsinya. Sedangkan adanya batasan minimal usia perkawinan bagi calon isteri adalah karena kawin pada usia muda bagi wanita rentan menimbulkan berbagai resiko, baik bersifat biologis seperti kerusakan organ-organ reproduksi kehamilan dan resiko psikologis berupa ketida1'1mmpuan mengemban tugas-tugas rumah tangga dengan baik. Di samping itu perkawinan di usia muda juga mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan.Ternyata bahwa batas umur yang lebih muda bagi seorang wanita untuk menikah, mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan batas umur yang Iebih dewasa. Berhubungan dengan itu maka Undang-undang Perkawinan menentukan batas umur untuk menikah baik bai,>i seorang laki-laki maupun wanita. Berangkat dari kondisi masyarakat yang. d;!mikian, . banyak dijumpai perkawinan yang tidak bahagia clikalangan pasanga.n muda tersebut dan tingginya angka perceraian, khususnya di daerah pedesaan, Gadis-gadis desa yang sederhana banyak yang kawin dalam usia muda dan kadang-kadang bagi mereka kawin cerai berkali-kali tidak menjadi soal, hingga dalam usia 25 tahun banyak di antara mereka yang sudah dua atau tiga kali menikah 8. Selain itu sering dijumpai kelahiran 8 Dadang l":Ia•vari dkk, 1~ersia/Jt111 Ale111y11 J>er/an1·ina11 Jl1n~({ Lestari, (Jakarta, Pustaka .~\ntara. 1996).h.9
6
abnormal, seperti bayi lahir cacat atau meninggal dan ibu sakit bahkan juga meninggal akibat kehamilan terjadi pada wanita yang masih remaja. Kompleksitas masalah dalam perkawinan yang terjadi pada masa kini banyak menyentak perhatian dari berbagai kalangan. lmplikasi-implikasi dari persoalan dalam perkawinan bukan hanya tidak tercapainya tujuan perkawinan tetapi sudah mencapai pada kondisi yang sangat memprihatinkan seperti banyaknya kasus perceraian. Kenyataan ini seharusnya dapat dijadikan sebagai masukau berharga yang dapat menggugah kesadaran semua pihak. Oleh karenanya kematangan .fisik dan kedewasaan jiwa dipandang perlu, karena diharapkan buah dari perkawinan menghasilakan keturunan atau generasi yang sehat lahir dan batin untuk memperkokoh pertumbuhan bangsa di masa mendatang. Islam tidak mengenal batas usia untuk menikah. Hal -ini dimaksudkan untuk menekan rasio nafsu sahwat serendah mungkin serta meninggikan nilai keperawanan dan kemurnian seksual. Akan tetapi akad perkawinan yang sebenamya haruslah ditunda sampai kedua belah pihak (calon suami istri) betul-betul m.emasuki usia yang siap mengikat hubungan perkawinan. 9 Menurut Abdullah al-Maraghi, pengarang kitab al-Zawaj al-Tha/aq Ji Jami 'ii .Adyan, pada umumnya seorang pria yang mencapai usia 18 tahun dan seorang wanita
yang mencapai umur 16 tahun baru mericapai kematangan fisik., psik1s, dan mental. Ali Akbar juga menegaskan bahwa umur yang baik untuk mulai menikah ialah 18 Han1n1udah Abd. A1 · Ati, f{eluarga .~1us/iJn 0·11e fOJJ1i~r S'truclure in Anshan Thayib, (Surabaya. PT. Bina llmu. 1984). cet. ke-1. h. 96-97 9
[,·/0111), .J\.Jih
Bahasa:
7
sampai dengan 20 tahun bagi \vanita dan 25 tahun ke atas bagi laki-laki.
10
Kematangan usia tersebut idealnya berupa hasil akumulasi kesiapan fisik, ekonomi, sosial, mental dan kejiwaan, agan1a dan budaya.
Perkawinan membutuhkan
kematangan yang bukan sekedar bersifat biologis, tetapi juga kematangan psikologis dan sosial 11 • Mengenai masalah perkawinan di usia muda, penulis mengambil cuplikan dari beberapa kasus yang terjadi di Desa Dangdang. Desa Da:igdang adalah salah satu desa yang berada di wilayah Kecan1atan Cisauk Tangerang yang mayoritas penduduk aslinya beragama Islam. Dari berbagai informasi secara formal maupun informal, bahwa di daerah Kecamatan Cisauk, Khususnya Desa Dangdang banyak terjadi perkawinan di usia muda. Hal ini bisa terlaksana dengan berbagai alasan yang bersifat subyektif dan kondisional. Alasan yang bersifat subye1.1:if seperti karena si perempuan itu takut kalau nanti ia dibilang perawan tua. Sedangkan alasan yang bersifat kondisional ialah karena fak'tor pendidikan dan desakan ekonomi, selain itu karena _kawin di usir: muda memang sudah menjadi tradisi atau kebiasaan di Desa Dangdang kh;;susnya untuk anak perempuan. Oleh karena itu dalam kesempatan penulisan skripsi ini, penulis . mencoba meneliti lebih jauh untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya perkm\~nan
10
di usia muda serta resiko yang mengancam eksisitensi dan keutuhim
Masjfuk Zuhdi, Studi Islam: Muamalah, Op.Cit., h. 31
~1uhan1n1ad Zain dan Muhl'1.ar A.I Shodiq, 1\.fe11rl1<.Tl1,'5U1l Keluarga Htunanis ((~ounter Legal f)rafl Ko1ur1i!asi lluk11111 Jshnu Yng Kontrovt!1:,-ial !tu), Op.Cit, h. 33 11
8
rwnah tangga tersebut, sehingga dapat diketahui dengan jelas benang merah antara perkawian tersebut dan dampaknya terhadap keutuhan rumah tangga. Lebih
dari
itu,
penuJis
juga
mencoba
untuk
mengetahui
upaya
penanggulangan perkawinan di usia muda. Kemudian penulis juga mencoba untuk mengetahui berapa batasan usia yang baik untuk menikah. Berangkat dari Iatar belakang di atas, penulis merasa tertarik untuk melakukan penulisan skripsi dengan judul: Perkawinan lf.5ia Muda Menurut Hukum l5/am (Studi Kasus Desa Dangdang Kecamatm1 Cisauk Tangerang).
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Dalam penulisan skripsi ini terbatas hanya pada faktor-faktor utama yang menyebabkan terjadinya perkawinan di usia muda, khususnya yang dilakukan u1eh anak perempuan saja. Adapun pokok masalah yang akan dibahas dalam skripsi 1m, dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa fak"tor-faktor penyebab terjadinya perkawfoan di usia ~uda? 2. Apa saja dampak perkawinan di usia rr.uda? 3. Bagaimana pandangan hukum Islam tentang perkawinan usia muda di Desa Dangdang?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian I. Tujuan yang ingin dicapai dalam peneiitian ini adalah:
9
a. Untuk mengetahui faktor-fak-tor penyebab terjadinya perkawinan di usia muda b. Untuk mengetahui dampak perkawinan di usia muda c. Untuk mengetahui pandangan hukum Islan1 tentang perkawinan usia muda di Desa Dangdang 2. Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini adalah diharapkan dapat berguna dalam
memberikan sumbangan yang
berharga bagi
khaz.anah ilmu
pengetahuan, yaitu sebagai berikut: a. Bagi Penulis sendiri, dapat menambah pengetahuan yang berharga mengenai dampak-dampak yang ditimbuikan dari perkawinan usia muda dan upaya penanggulangannya b. Sebagai bahan bacaan tambahan di kalangan akademis dan sumber referensi untuk mendalami pengetahuan mengenai masalah-masalah dalam perkawinan.
D. 1\/fetodologi Penelitian I. Jenis Penelitian
Pendekatan penelitian yang ditempuh penulis dalam menyusun skripsi
mi adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif Metode kualitatif adalah suatu tata earn penelitian yang menghasilkan data deskripti[ yaitu apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan dan juga prilakunya
10
yang nyata. Kemudian metode kualitatif digunakan untuk mengutamakan segi kualitas data. 2. Lokasi Penelitian dan Subyek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Dangdang. Desa Dangdang adalah salah satu desa yang berada di wilayah Kecamatan Cisauk. Di mana mayoritas penduduknya beragama Islam. Adapun alasan peneliti melakukan penelitian di desa Dangdang adalah karena desa tersebut merupakan salah satu desa diantara 11 (sebelas) desa lainnya yang ada di Kecamatan Cisauk yang tingkat perkawinan usia mudanya relatiftinggi. Selain itujuga karena desa Dangdang merupakan desa yang letaknya terpencil atau jauh dmi kota dibandingkan dengan desa yang lainnya. Selain penentuan lokasi, peneliti juga menentukan subyek penelitian. Dalam hal menentukan subyek penelitian ini ditunjuk beberapa infom1an dan beberepa responden untuk mendapatkan data ·atau keteran~an yang betul-betul re!evan dengan masalah yang diangkat dahm penelitian ini. Adapun para informan tersebut adalah kepala KUA Cisauk dan ketua RT
setempat maupun tokoh masyarakat yang ada di desa tersebut.
Sedangkan yang menjadi responden adalah para istri
yang melakukan
perkawinan di usia muda. Selain itu pengumpulan data primer dari informan peneliti lakukan dengan melakukan pendekatan Snowball, yaitu suatu proses menyebarnya
ll
infom1an yang seibarat bola salju, yang pada mulanya kecil kemudian semakin membesar ( Sanapiah l 990 ). Dalam konteks ini peneliti setelah mendapatkan informasi dari informan tersebut, kemudian menanyakan kepada informan yang bersangkutan untuk memberikan ganbaran kepada siapa Jagi informan yang dapat peneliti mintai data yang berkaitan dengan penelitian ini, demikian seterusnya ke infonnan Jainnya. 3.
Teknik Pengumpulan Data Dalani penelitian ini teknik pengumpulan datanya adalah sebagai berikut: a. Wawancara mendalam, yaitu metode pengumpulan data dengan jalan memberikan pertanyaan-per
dengan pihak
responden dengan wawancara bersifat pribadi. b. Pengamatan langsung. yaitu pengamatan yang bertujuan untuk manelaah sebanyak mungkin proses sosial dan prilaku dalam masyarakat. Selain
12
itu, secara Jangsung ak:an dapat memperoleh data yang dikehendald pada .
.
I"
saat itu Juga. Untuk penyempumaan data dari hasil penelitian ini khususnya data lapangan dilakukan pula penelitian pustaka sebagai data sekunder, seperti buku-buku yang menyangkut tentang perkawinan, peraturan perundangundangan dalam ha! ini Undang-undang Perkawinan No. I Tahun 1974, serta bahan-bahan pustaka lainnya yang berkaitan erat dengan masalah yang sedang penulis teliti. 4. Analisa Data Setelah data terkumpul kemudian penulis menganalisanya dengan menggunakan metode content analisys (analisis isi). Dalam penelitian kualitatif, penggunaan analisis isi lebih banyak ditekankan pada bagaimana simbol-simbol yang ada pada komunikasi itu terbaca dalam interaksi sosial, dan bagaimana simbol-simbol itu terbaca dan dianalisis oleh penelitiB Sedangkan
dalam
penulisan,
penulis
ditlam
menyl!Sun
skripsi
im
menggunakan huku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan DiseHasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Soerjono Soekanto . l)enganu1r l)e11ehtia11 f/11k11n1, (Jakarta~ Penerbit Universitas Indonesia, 1986), h. o7 JJ Burhan Bungin~ Afet{)(,fologi J>eueli1ia11 K11a/i1a1{f· A1auu/isasi Alet0tfo/of.iis ke Aarah I
13
E. Sistematika Penulisan Skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab, dan disusun dengan sistematika sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang masalah., pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan kegunan penelitian, metodologi penelitian dan teknik penulisaan, serta sistematika penulisan. BAB II: Dalam bab ini dibahas mengenai pengertian perkawinan usia muda, sebab-sebab terjadinya perkawinan usia muda, dampak dan upaya penanggulangan perkawinan usia muda, pandangan hukum Islam tentang perkawinan usia muda BAB III : Dalam bab ini diperkenalkan kondisi obyektif wilayah Kecamatan Cisauk yang meliputi letak geografis dan kondisi demografis, yang terd1ri darijumlah penduduk, kondisi ekonorni, tingkat pendidikan, dan sarana urnum. Dan juga tentang kondisi obyektif wilayah Desa Dangdang yang rneliputi letak geografis dan kondisi demoi,>rafis, yang terdiri dari jumlah penduduk, kondisi ekonomi, tingkat pendidikan, dan sarana umurn. BAB IV : Dalam bab ini dibahas tentang perkawinan usia muda pada rnasyarakat Desa Dangdang Kecamatan Cisauk, yang meliputi faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan di usia muda, pemberian izin orang tua bagi anaknya dalam perka1vinan di usii: muda, dampak terjadinya perkawinan di usia muda dan analisa tentang perkawinan usia muda pada masyarakat Desa Dangdang Kecarnatan Cisauk. BAB V: Penutup yang meliputi kesimpulan dan saran-saran.
BABU TINJAUAN UMUM TENTANG PERKA \VINAN USIA MUDA
A. Pengertian Perkawinan Usia Muda Perkawinan usia muda terdiri dari dua kata yaitu perkawinan dan usia muda. Pernikahan berasal dari bahasa arab yaitu ti.s,u1 artinya menghimpun dan mengumpul. Dalam pengertian fiqh nikah adalah akad yang mengandung kebolehan melakukan hubungan suami isteri dengan lafal nikah atau kawin atau yang sesuai dengan itu. 1 Nikah adalah salah satu asa pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau
t!;_itG IS~
masyarakat yang sempuma. Pernikahan itu bukan saja
merupakan suatu jalan yang amat mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat dipandang sebagai satu jalan menuju pintu perkenalan antara suatu kaum dengan !mum lain. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nil:a!i &dalafi suatu perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami isteri (secara resmi), dan jika perkawinan tidak dihadiri oleh saksi maka perkawinan (hidup sebagai suami isteri) itu tidak sah. 2
1
2
Ei1siklopec/i fs/a111../, (Jakarta: Ichtiar Banr Van Hove, 1994), Cet.ke-3, h. 32
Departe111en i"'en
15
Menurut Sulaiman Rasjid di dalam bukunya yang berjudul "fiqh Islam", mengartikan nikah adalah salah satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan atau masyarakat 3 Sedangkan dalam kitab Al-Fiqh al-Jslami Wa 'adillatuh karangan Wahbah az-Zuhaily,
menyebutkan bahwa definisi nikah menu rut bahasa adalah
berkumpul, sedangkan menurut hukum syara' definisi nikah adalah suatu akad perkawinan, dan perkawinan menurut istilah yaitu suatu akad yang mengandung maJ..'Ila untuk diperbolehkannya bersenang-senang antara seorang Jaki-laki dengan seorang perempuan. 4 Di dalam pasal I Undang-undang Perkawinan Tahun 1974, perkawinan adalah ikatan Jahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri.dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 5 Dengan perkataan ikatan lahir batin itu dimaksudkan bahwa baik suami isteri tidak boleh semata-mata !Janya berupa ikatan lahiria1! saja dalam makna 3eorang pria dan wanita l
3
Sulaiman Rasjid, Fiqh hlam, (Jakarta: Attariyah. 1996), h. 355
'Wahbah Al-Zuhaily, Al-Fiqh Al-fslami Wa'ad1/la111/1t1h. (Beinit. Dar al-Fikr, 1989), Cet.ke3, Juz Vll, h.29 5
Pasa1 1 lJndang-undang Pcrka\vinan No_ 1 l"ahun I 974
16
semata-mata hubungan hukum saja antara seorang pria dengan seorang \vanita, tetapi juga mengandung aspek-aspek lainya, yaitu agama, biologis, sosial, dan juga adat istiadat. 6 Sedangkan yang dimaksud perkawinan usia muda adalah perkawinan yang dilangsungkan oleh satu calon mempelai atau keduanya belum memenuhi syarat umur yang ditentukan dalam Undang-undang Perkawinan No.l Tahun 1974 terutama pasal 7 ayat (I): "Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun". Apabila dihubungkan antara pasal l ayat ( l) Undang-undang Perkawinan No. l Tahun 1974 dengan pasal 7 ayat (I), maka pengertian tersebut mengandung beberapa unsur: L. Perkawinan merupakan ikatan antara seorang pria dengan seorang wanita 2. Perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin 3. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga (mmah tan&,oa) yang kekal dan bahagia 4. Perkawinan itu d;,pat dilangsungkan setelah berusia 16 tahun bagi calon mempelai wanita dan 19 tahun bagi calon mempelai pria. 5. Dispensasi kawin dari pengadilan Dari unsur di atas dapat diambil pengertian bahwa perka\vinan di usia muda adalah perkawinan yang dilangsungkan oleh salah satu pihak atau kedua
(, rvf. Daud Ali, H11k11n1 Jslarn dan J-'eradilm1 .4ga111a, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002), Cet.ke-2, h. 27
l7
calon mempelai yang belum mencapai wnur 16 tahun bagi calon mempelai wanita dan bagi calon mempelai pria belum mencapai umur 19 tahun. Yang dimaksud dispensasi kawin di sini adalah suatu penetapan dari Pengadilan Agama bagi mereka yang beragama Islam dan Pengadilan Negeri selain yang beragama Islam.
B. Sebab-sebab Terjadinya Perkawinan Usia Muda Perkawinan disyariatkan sebagai ibadah kepada Allah dan mengikuti sunnah rasul, untuk membangun rumah tangga atau keluarga bahagia dan kekal dengan jalinan mawaddah dan rahmah, menuju keluarga sakinah guna melahirkan generasi manusia yang baik dan berkualitas. U ntuk mencapai tujuan lersebut diperlukan persyaratan-persyaratan tertentu dan kesiapan yang cukup bagi kedua calon mempelai seperti kedewasaan fisik dan mental, kesamaan pandangan hidup dan agama serta berbagai aspek lain seperti kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya. Adapun tujuan pembatasan umur yang teicantum dalai_n Undang-undang dalan1 hal
melangsungkan
perkaw1nan sangatlah penting. Karena suatu
perkawinan di samping menghendaki kematangan biologis juga ps:kologis. Maka dalam Penjelasan Umum Undang-undang
Perka\\~nan
No I Tahun 1974
dinyatakan, bahwa calon suami isteri itu hams telah masak jiwa raganya untuk dapat melangsungkan
perka\~nan,
agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan
secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik
l8
dan sehat. Untuk itu harus dicegah adanya perkawinan antara calon suami isteri yang masih di bawah umur. Di samping itu, perkawinan mempunyai hubungan masalah kependudukan. Ternyata bahwa batas umur yang lebih rendah bagi seorang wanita untuk kawin, mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan batas nmur yang lebih tinggi. Selain itn pembatasan umur ini penting pula artinya untuk mencegah prak1:ek kawin yang "terlampau muda", seperti banyak terjadi di desa-desa yang mempunyai berbagai akibat yang negatif Lebih dari itu, adanya pembatasan umur bertujuan demi untuk menjaga kesehatan, keturunan maupun kemantapan dalam mengarungi rumah tangga kelak di kemudian hari. Berhubungan dengan itu, maka Undang-undang Perkawinan menentnkan batas umur untuk kawin baik bagi pria maupun wanita Pasal 7 ayat (I) Undang-undang Perkawinan menetapkan pria harus sudah mencapai umur 19 ( sembilan belas) talmn dan wanita harus sud ah mencapai umur 6 (enam belas) tahun, barn diizinkan untuk melangsungkan perkawinan. Apabila belnm mencapai umur tersebut, untuk melangsungkan perk~winan diperlukan suatu dispensasi dari Pengadilw atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tna pihak pria maupun pihak wanita. 7 Dan jika salah satt: dari calon mempelai atau keduanya belum mencapai umur 21 tahun, maka harus mendapat izin dari kedua orang tua sabagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat 2,3,4 dan 5 Undangundang Perkm\~nan No.] Tahun J 974.
7
8, h. 26
K. \Vantjik Saleh. fl11la1111 11erka11·n1a11 J1u/011esia, (Jakarta: Ghalia Indonesia. l (JJS7). Cet ke-
19
Pada intinya agama mengajarkan kepada manusia untuk segera menikah apabila telah sanggup melaksanakannya. Untuk masyarakat perkotaan, batasan menikah jadi lebih ketat karena harus didukung oleh beberapa faktor kesiapan mental dan material. Akan tetapi tidak berarti menutup kemungkinan bagi yang telah membutuhkan pernikahan, maka tidak dilarang untuk melangsungkan pernikahan tersebut walaupun kesiapannya belum memadai. Masyarakat pedesaan misalnya, langsung segera menikahkan putra-putrinya bila anak-anak mereka telah baligh atau dewasa sec.ara lahiriyah. Dapat pula dimaklumi bahwa anakanak muda cenderung emosional karena secara psikologis, mental spritualnya belum stabil dan banyak mengalami perselisihan dalarn rumah tangga hanya 1'arena ha! "sepele". Perkawinan usia muda yang terjadi di desa-desa yang hampir rata-rata penduduknya
berpendidikan
rendah,
umumnya
dilatar
belakangi
oleh
ketidakmauan si gadis disebut sebagai perawan tua di desanya, keinginan dari orang tua si gadis supaya terlepas dari tanggung jawabnya j!ka anala1ya sudah menikah, adanya prinsip tabu yaitu apabila menentang kehendak orang tua maka ia disebut sebagai anak durhaka, kemudian perkawinan usia rr.uda bisa terjadi karena tidak adanya wewenang bagi anak laki-laki maupun anak perempuan unrnk menentukan pilihannya daJarn mencari jodoh, karena jodoh ditentukan oleh orang tua.
20
Dalam Al Qur'an disebutkan bahwa manusia diciptakan berpasangpasangan. Hal yang menjad.i pennasalahan adalah pada usia berapa dan bagaimana seseorang dipandang layak untuk menikah. Dewasa ini perkawinan muda masih banyak terjadi. Malahan yang lebih tragis banyak terjadi pemalsuan umur, yaitu anak gadis yang barn bernsia 14 (empat belas) atau 15 (lima belas) tahun diakui sudah berumur 16 (enam belas) tahun, atau anak laki-laki yang berusia l7 (tujuh belas) atau 18 (delapan belas) tahun diakui sudah 19 (sembilan belas) tahun, ha! ini d.ilakukan supaya lolos sensor untuk kawin. 8 Perkawinan usia muda tidak hanya terjadi di desa-desa tetapi juga di kolakota dengan sebab yang sama. Terlebih lagi di kota-kota besar dewasa ini sering terjadi perkawinan di bawah umur karena sebab kecelakaan atau si gad is dilarikan pacamya I sudah hamil. Jadi perkawinan hanya sebagai usaha untuk menutup rasa malu. Kehidupan di kota-kota yang penuh oleh tantangan dan aneka macam kemesuman karena ekses-ekses pergaulan. 9 Menurut Ma'sum Jauhari bahwa jika seseorang belum mencapai minimal untuk menikah, sebaiknya pernikahan itu ditunda terlebih dahulu sampai unmr itu mencapai batas miaimal. 10
~ Aisyah Dahlan, 1996). Cet.ke-4. h. 42 ';J
/)ersiGj}(JJJ
Jfe111~j11 Perkau'illGJI Jang IA!Slari, (Jakarta: PT. Pustaka r\n- tara,
/hid.
10
Ma'sun1 Jauhari, ..Bunhingan J>erkau·inan d<1n I<1unah J'angga ", (Jakarta. VC. Aji Saktl_ 1993). Cetke-4. h. 9
21
Akan tetapi jika seandainya tidak dapat ditunda sampai mencapai wnur, maka melalui orang tua memohon dispensasi ke Pengadilan A1,>ama/Negeri l daerah di mana pemikahan itu dilaksanakan. Tujuan mendirikan rumah tangga yang kekal dan harmonis yang diikat oleh tali pemikahan merupakan hal yang suci. Namun demikian, tidak jarang terjadi bahwa tujuan yang mulia tersebut tidak sesuai dengan yang diharapkan. Apabila suami isteri atau salah seorang dari mereka belum memiliki kedewasaa~ baik fisik maupun rohani, maka pembinaan rumah tangga itu akan menjadi sulit. Menurut Sarlito Wirawan Sarwono, orang muda yang akan menempuh kehidupan rumah tangga hanya dapat mengartikan cinta sebagai suatu keindahan dan romantisme belaka. Mereka barn memilild cinta emosi, karena belum diikat oleh . b yang sempuma. JJ rasa tanggung Jawa
Menurut agama Islam, suatu tindakan dan perilaku harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada AJlah
pembinaan kehidupan rumah tangga.
dan
masyarakat, termasuk dalam
Perilaku yang bertanggung jawab
merupakan salah satu indikasi kedewasaatL Dimana orang yang sudah dewasa, fisik dan mental, belum tentu bisa membina dan mendirikan rumah tangga secara sempurna, apalagi orang muda yang belwn dewasa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa masalah kedewasaan merupakan persoalan penting yang mempunyru pengaruh tidak kecii terhadap keberhasilan rumah tangga. 12
11
Helmi Karinl. "Kedeli·osa£1n lh1111k A.fenikah", Probien1atika Hukun1 lslan1 Kontemporer,
(Jakar
lbia'.
22
Di samping itu sahnya perkawinan adalah harus memenuhi ketentuanketentuan agama dan para pihak yang akan me.langsungkan perkawinan itu harus memenuhi syarat-syarat yang disebutkan dalam Undang-undang Perkawinan
. Iasannya. 13· beserta peilJe Selanjutnya tiap-tiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pencatatan ini merupakan suatu keharusan dan diperlukan untuk mendapatkan kepastian hukum. Artinya pencatatan itu merupakan bukti tertulis bahwa pasangan itu tel ah menikah dengan sah. Adapun syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan di usia muda adalah sama dengan perkawinan orang yang telah mencapai umur dewasa. Akan tetapi dalam hal ini ada penambahan berupa penetapan dispensasi kaw:i;i dari pengadilan. Apabila dibandingkan dengan perkawinan-perkawinan di negara-negara lain, maka di Indonesia secara mnum dapat dikatakan rnempunyai pola perkawinan muda. Di mana umur perkawinan lebih muda banyak terdapat di daerah pedesaan dibandingkan dengan daerah perkotaan. 14 Di mana gadis-gadis desa yang sederhana banyak yang kawin dalam usia muda, dan kadang-kadang bagi mereka kawin cerai berkali-kali tidak menjadi soal ;,ingga dalaT1J usia 25 tahun banyak diantara mereka yang sudah dua atau tiga kali menikah. 13
Bakti A. Rahn1at1 dan Alunad Sukarja, Hukunt }'erkaH·'iJKn1 .A4enurut Huk1an .lskuu. (!ndangu11Jang }'erkmvinan dc111 Huk11111 J>ercla/a (Bff'j, (Jakarta: PT. HJdya Karya Agung., 198 I), h. 31 ' ( l\ani Stnvondo, Hukurn }Jerkml'inan clan Ker>e11d11d11kcrn di Jnclonesia, (Bandung: PT Bina Cipta, 1989), Cctke-1. h.1 OS
23
Kenyataan dewasa ini menunjukkan begitu banyak pasangan usia muda yang menjalani pernikahan, tidak terkecuali pada penduduk kota apalagi masyarakat pedesaan. Pemikahan yang berlangsung pada usia muda banyak membawa dampak positifmaupun negatif. Sebab-sebab terjadinya perkawinan usia muda itu antara lain masih kuatnya adat istiadat kawin muda, pendapat orang tua yang ingin anak perempuannya cepat kawin supaya terlepas dari tanggungannya. 15 Dalam kenyataa;mya mengenai adat kebiasaan kawin muda ini, menurut Sulasikin Murpratomo bahwa adanya kebiasaan kawin muda tersebut disebabkan karena sistem nilai dan adat yang masih dipegang penduduk daerah itu. Orang tua merasa malujika anak perempuannya menjadi "perawan tua". Di samping itu perkawinan usia muda banyak dilakukan karena. kekhawatiran orang tua akan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kehamilan di luar nikah. 16 Masyarakat yang menganut adat perkawinan usia _muda, mempunya1 prinsip lebih baik kawin hari ini walau hari esok cerai ketimbang disebut sebagai per::wan tua. Adat dan kebiasaan seperti ini masih dapat dijumpai di daerah pedesaan yang tingkat pendidikannya rendah. Dalam masyarakat ini biasanya keberadaan anak didikte oleh orang tuanya dalam memilih suami atau isterinya,
"Ibid 11
1 ) Sulasikjn .~lurpraro1110, -sebab-sebab Perkav,,inan Lfsia ~1uda", 1\'1i111har l.rlc11na X\ , 156. (Januari. I 991). h 8
24
terutama anak perempuan. Hal ini didorong pula oleh kondisi masyarakat yang memegang prinsip tabu menentang kehendak orang tua, atau kerabat yang lebih tua adalah durhaka, dan sebagainya. 17 Dalam hal pendidikan, bagi masyarakat pedesaan ha! itu sangatlah sulit dijangkau. Kesulitan ini bisa terjadi karena alasan biaya, informasi dan transportasi yang sangat terbatas, atau karena memang fasilitas umum seperti sekolah sangat sedikit jumlahnya dan jaraknya yang jauh. Sehingga banyak anakanak di pedesaan yang tidak dapat melanjutkan pendidikan atau hanya sempat menempuh pendidikan di bangku Sekolah Dasar, yaitu rata-rata l-3 talnm. Hal ini disebabkan karena fahor-faktor tersebut yang akhimya tidak sedikit yang putus sekolah, bahkan tidak sama sekali. Dengan kondisi yang demikian, maka tidak lain yang rncreka lak:Jkan kecuali menikah pada usia yang relatif rnuda, karena antara anak-anak perempuan maupun laki-laki tidak memiliki ketrampilan untuk melakukan sesuatu. Selain karena faktor adat kebiasaan dan pendidika!1, perkawinan usia muda juga disebabkan oleh faktor ekonomi keluarga dan juga masih terbatasnya pengetahuan masyarakat pedesaan rnengenai rnakna dan isi Undang-undang No. l Tahun 1974 tentang Perkawinan. Di rnana arti dari sebuah perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan wanita sebagai suarni isteri untuk
17
J-Iihnan J-fadikusun1a, Huk11111 f\?rk(n1·ina11 Indonesia A1enurul }Jerundang-11ncianga11. Hukutn _A,fat, f)a11 Huku111 Agcnna, (Bandung· J\fandar Jvfaju, 1990), h 53
25
membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
18
Perkawinan usrn muda yang terjadi karena fal"1or ekonomi, lebih disebabkan karena ada sebagian orang tua yang lebih mengutamakan kepentingan sendiri ketimbang kesejahteraan anak-anaknya. Terkadang mereka merasa bahwa kekayaan danjabatan itulahjembatan untuk memperoleh kebahagiaan dan bukan karena faktor usia dan potensi yang dimilib seseorang. Selain it11 terkadang ada orang yang mengatakan, bahwa beberapa orang diantara para ayah biasanya memaksakan anak-anak gadisnya menikah pada usia yang masih muda karena mengharapkan kemanfaatan materi yang mereka senangi. Kemudian disebabkan pula karena kurang adanya pengertian tentang ajaran-ajaran agama Islam yanf! menekankan bahwa perkawinan adalah sesuatu yang tinggi dan mulia, dan adanya anggapan bahwa perceraian bukan merupal
18
19
SuJasikin }v1urpratorno. ··Sebab-sebab Perkavvinan Usia ~fuda"', Loe.Cit
Memet Tanumidjaja, '"Dampak Perkawman Usia Muda Dalam Kehictupan Rrnnah Tangga Dan Kesejahteraan Sosial", },,f;111har lfh111u1 XV, 156, (Januari. 1991 ), h, 24
26
bekerjasama dengan fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat, Universitas Brawijaya di Malang tahun 1976, temyata dari beberapa kasus kawin muda yang diajukan kepada Pengadilan Agama dalam bnlan Mei 1976 tidak ada satu pun yang ditolak. Dengan demildan, maka timbullah kesan bahwa dispensasi terlalu mudah diberikart Hal ini tentunya akan mengurangi ketentuan batas umur minimal, yang justru menurut penjelasan Undang-undang Perkawinan haruslah seminimal mungkin diusahakan untuk dicegah. Selain faktor-fal..'tor tersebut ada faktor pendorong kenapa orang tua merasa terdorong untuk
mengawinkan anaknya,
Adapun yang meajadi
penyebabnya adalah sebagai berikut : 1. Keinginan orang tua yang ingin cepat-cepat mendapat manta
2. Karena ada larnaran dari orang yang disegani 3. Harapan orang tua agar anaknya bahagia setelah menikah 4. Sedangkan bagi yang bersangkutan ada keinginan agar terbebas dari tanggungan orang tua, serta ada anggapan bahwa berk_eluargu merupakan satu kenikmatan, atau karena malu melihat teman se!Jayanya sudah .
'"'0
memkah:
. C. Dampak Dan Upaya Penanggulangan Dari Perkawinan Usia Muda Perkawinan yang dilangsungkan pada wahu usia muda memiliki berbagai dampak, yaitu dampak positif dan negatif.
~ 0 B_PA, "Nasehat Pcrka\vlnan dan Keluarga", Aicyalah B11/a11an, 139, (Desember, 1983), h_ 12
27
l . Dampak positif perkawinan usia muda Dengan melakukan perkawinan di usia muda, di mana perkawinan tersebut dilakukan sesuai dengan ketentuan syari'at mengandung beberapa manfaat @
positifterhadap individual dan sosial, diantaranya: 21 a) Pemikahan di usia muda segera dapat meqjaga diri seseorang, laki-laki maupun wanita, menjaga kehormatan agar tidak melakukan hal-hal yang diharamkan.
Dengan perkawinan di usia nmda, akan membantu
pencegahan terhadap zina. Karena zina bisa menghancurkan keluarga, menelantarkan anak., dapat menimbulkan penyakit., dan yang pasti akan merendahkan martabat dan merusak nilai kemanusiaan b) Meredam berbagai penyakit kejiwaan yang seringkali melanda para pemuda dan pemudi yang belum menik-ah. Dengan melakukan perkawinan yang sesuai dengan syari'at., makajiwa akan menjadi tenang c) Perka\vinan di usia muda bisa menjauhkan diri dari berbagai tindak kejahatan, seperti tindak kejahatan zina,
rnengkonsum~i
minuman keras
dan obat terlarang, mengurangi tindak pencurian dan pembunuhan d) Melakukan perkawinan di usia muda merupakan salah satu sebab untuk memperbanyak keturunan e) Dengan kawin di usia muda, lebih mempercepat pembiasaan individu untuk memikul tanggungjawab dan memikul beban
Butsainah As-Sayyid AJ-Iraqy, (Kathur Suhardi; _terj.), I<.ahasia J>ernikrhan Ya1~g !Jahagia, (Jakana: Pustaka Azzam, 1997). C'ecke-1, h. 91-93 21
28
t) Dengan pemikahan usia muda, laki-laki dan \vanita bisa mewujudkan
kebahagiaan yang hakili dalam kehidupan mereka, karena mereh'1l bisa menikmati indahnya pemikahan 2. Dampak negatif Tidak dapat diabaikan pula bahwa dengan melakukan perkawinan di us1a muda memiliki dampak-dampak negatif terhadap ibu dan anak khususnya, dan tidak menutup kemungkinan akan dapat mengarah kepada perceraian. Dan diantara dampak-dampak negatif dari perkawinan usia muda adalah sebagai berikut : a. Dampak perkawinan usia muda bagi kesehatan ibu dan anak Menikah pada usia muda kurang baik bagi wanita, karena secara mental dan intelektual belum siap, sehingga akan mempengaruhi kualitas keturunannya. Selain itu, wanita yang menikah terlalu muda akan menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan sewaktn melahirkan. Perkawinan yang dilangsungk
untuk
yang terjadi
memelihara
dan
mendidik
anak-anaknya.
pada wanita yang masih muda dapat
menyebabkan rendahnya derajat kesehatan ibu dan anak, serta resiko kematian yang tinggin Oleh karena itu, masalah kondisi k<:sehatan fisik wanita yang kawin pada usia muda sangat perlu diperhatikan. Karena 22
Su!asikin iv1urpraton10, "Sebab-sebab Perkawlnan lJsia !\1uda".
(Jp.('it,
h_ 9
29
wanita
yang berumur di
bawah
17-18 tah1m
belwn
mencapa.1
perkembangan fisik yang mantap. Bila pada wnur 17-18 tahun atau lebih muda seorang wanita menikah dan menjadi hamil, maka pengaruh kurang mantapnya kondisi fisik ibu, mau tidak mau, berpengarub kurang baik terhadap perkembangan janin dalam rahim. Dan akibat-akibatnya di kemudian hari adalah kelahiran prematur, retardasi mental, dan nasib bayi yang lahir dari ibu yang masih muda mengalami berat badan yang kurang, dan angka kematian yang tinggi daripada bayi yang dilahirkan dari ibu yang lebih tua. Oleh karena itu, usia terbaik untuk hamil antara 20-30 tahun, sementara jarak kehamilan yang baik adalah 3 tahun, karena dengan jarak kehamilan 3 tahun akau memberi kesempatan bagi organorgan reproduksi si ibu untuk mengembalikan fungsinya dengan baik dan memberi kesempatan bagi si anak yang lahir untuk tumbuh dan berkembang dengan perhatian yang penuh kasih sayang. Def.nisi dari kesehatan reproduksi adalah keadaan k~sejahteraan fisik, m.;ntal dan sosial yang utuh dalam segal'I hal yang berhubungan dengan sistem reproduksi, fungsi-fungsi dan prosesnya. Oleh karena itu mermrut Diyah Wara Restiyati bahwa ada hak-hak reproduksi perempuan berdasarkan basil kesimpulan Konferensi lntenasional tentang Populasi dan Pembangunan (ICPD) PBB di Kairo tahun 1994 dan Koferensi ke-4
30
tentang Pennpuan (FWCW)
untuk
mengubah adat kebiasaan
diskriminatif terhadap
perempuan e) Hak untuk menikah dan memulai kehidupan berkeluarga f) Hak untuk rnemutuskan jurnlah anak dan rentang waktu antar
kelahiran g) Hak untuk tidak menjadi korban penyiksaan atau perlakuan lainnya yang kejam, tidak rnanusiawi dan rnerendahkan h) Hak untuk bebas dari kekerasan dan eksploitasi seksual i)
Hak
untuk
menikrnati
perkembangan
sams
dan
rnelakukan
eksperirnantasi (Vicki J Semler, Hak-hak Asasi Permpuan: Sebuah Panduan Konvensi-konvensi
Utama PBB
Tentang Hak Asasi
,,
Perempuan_ Yayasan Jumal Perempuan, 200 l ). ·-
b. Dampak perkawinan usia mucia dalam kehidupan rumah tangga dan kesejahteraan sosial
23
Diyah Wara Restiyati, "'}'endidikan Seks Sehagai Hak f(eproduksi ", Ka1yanan1edia No.3. ( Oktober. 2004 ), Edisi I, h 21
31
Dilihat dari segi peran ibu di dalam keluarga dan rumah tangga, maka seringkali ibu yang masih sangat muda belum mempunyai persiapan yang cukup untuk melaksanakan perannya sebagai seorang ibu. Kurang adanya persiapan mental sering mengaJ...'ibatkan perceraian. 24 Dan aJ...'ibat dari perceraian itu adalah berdampak pada anak-anaknya. Akibat-akibat negatif dari perkawinan usia muda terhadap kesehatan ibu dan anaknya cukup serius yang dapat mengganggu terbinanya kehidupan rumah tangga yang sejahtera lahir dan batin. Untuk mencapai kehidupan rumah tangga yang demikian itu, harus berpangkal pada orang tua, terutama ibu yang sehat yang siap menjalankan peranannya sebagai seorang ibu yang dan anak-anaknya yang sehat pula. c. Dampak perkawinan usia muda pada ekonomi rumah tangga Di samping secara psikologis, perkawinan pasangan usia rnuda belurn matang untuk mengemudikan rumah tangga. Sering pula perkawinan itu menambah beban orang tua atau anggota kduarga yang .lain. Karena tidak . mudah b11gi seorang ibu yang rnasih rnuda umurnya dan berpenghasilan rendah untuk mengurus dan mendidik anaknya dengan baik dan memvina keluarganya. Selain itu karena perkawinan di usia muda pada umurnnya belum mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang cukup, sehingga tidak mendapatkan panghasilan yang dapat memenul1i kebutuhan karena
24 !vtemet Tanumidjaja, "Dan1pak Perkawinan Usia Muda Dalan1 Kehidupan Rwnah Tangga Dan Kesejahteraan Sosial ... Op.(11, h. 24
32
penghasilannya rendah, maka menyebabkan kw-angnya fasilitas kebutuhan keluarga berupa sandang, pangan dan papan atau perumahan. Dan tidak jarang terjadi perceraian pada usia muda, dengan akibat bahwa para ibu muda hams bertanggungjawab atas anak-anaknya. Dari penjelasan tentang dampak-dampak perkawinan di usia muda, baik itu yang berdampak positif maupun negatif, maka dapat disimpulkan bahwa melakukan perkawinan di usia muda lebih banyak dampak negatifnya bila dibandingkan dampak positifuya. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa dampak negatif dari perkawinan usia muda bukan hanya berdampak dari segi kesehatan saja akan tetapi lebih dari itu, yaitu dapat mengakibatkan perceraian karena belmn siapnya ;alah satu pihak yakni isteri atau suami, dalam menjalankan kehidupan rumah tangga, baik dari segi fisik maupun dari segi kematangan mental. Upaya Penanggulangan Perkawinan Usia Muda
Secara wnum baik itu dalam huJ.aun Islam rnaupun Ki.tab Undang-undang Hukurn Perdata (BW),
ke~iapan
calon untuk melangsungkan perkawinan sangat
dianjurkan karena bagaimanapun perkawinan yang di]akukan tanpa kematangan fisik maupun psikis dikhawatirkan akan menemui kegagalan dan kehancuran. Kematangan fisik maupun psikis itu dapat dicapai dengan umur yang mencukupi dan memenuhi kriteria-kriteria, sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang Perkawinan No. l Tahun 1974. Oleh karena itu, perkawinan di usia muda sedjni
33
mungkin harus diantisipasi. Beberapa cara mengantisipasi terjadinya perkav.1nan usia muda tersebut antara lain : Pertama, menumbuh kembangkan akan pentingnya pendidikalL Dengan menempuh pendidikan, setidaknya mnur untuk melangsungkan perkav.1nan akan tertunda di masa pendidikan tersebut. Kedua. Mengefektifkan peranan perangkat hukum., seperti pengawasan yang dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN), serta peranan pengadilan atau pejabat selaku pemberi dispensasi. Ketiga, memberikan penyuluhan-penynluhan mengenai umur ideal perkawinan serta penjelasan-penjelasan mengenai aspek positif dan negatifoya perkawinan di usia muda.. Keempat,
meningkatkan frekuensi
penasehatan (BP.4) kepada calon mempelai yang kelak nanti akan mempunyai anak dan berumah tangi,>a. Dalam ha! mencegah terjadinya perkawinan usia muda, Undang-undang Perkav.1nan No.I Tahun 1974 telah menentukan pembatasan usia menikah. Dalam pasal 7 ayat( 1) Undang-undang Perkawinan menetapkan usia nikah yaitu bagi calon mempelai pria harus telah mencapai umur 19 tahun dan calon mP.mpelai \vanita harus telah mencapai umur 16 tahun. Jika ada yang ingin menikal1 di luar batasan usia yang telah ditentukan, maka orang tua yang bersangkutan harus meminta dispensasi ke Pengadilan Agama sebagaimana telah tercantum di dalam pasal 7 ayat (2). Dan jika kedua calon mempelai belum mencapai umur 21 tahun maka yang bersangkutan harus meminta izin ke Pengadilan Agarna. Adapun earn mengajukan pem10honan dispensasi atau izin
34
kawin ke Pengadilan ini pun tidak mudah yaitu harus membuat surat pennohonan tertulis yang berisi identitas para pihak, posita yaitu penjelasan tentang keadaan atau peristiwa dan penjelasan yang berhubungan dengan lmkum yang dijadikan dasar atau alasan pennohonan, dan juga di dalam surat permohonan itu harus memuat petitum yaitu tuntutan yang diminta oleh pemohon agar dikabulkan oleh hakim. Setelah itu surat permohonan tersehut diaj ukan ke kepaniteraan Pengadilan Agama yaitu pada Sub Kepaniteraan Pennohonan 25 . Dan dalam jangka waJ..."tu tertentu pengadilan akan mernanggil pihak yang mengajukan pennohonan dispensasi tersebut untuk datang ke pengadilan, jika pennohonan tersebut dikabulkan oleh pengadilan maka yang bersangkutan (caion suami isteri) bisa melangsungkan perkawinannrn dan terdaftar di KUA, akan tetapi jib pengadilan menolak pennoho1un .lispensasi tersebut maka mereka tidak bis:1 mendaftarkan perkawinannya di KUA. Selain penentuan batasan umur bagi yang menikah dan berbagai prosedur yang harus dilewati sebagaimana yang tercantum dalai_n Undang-undang Perkawinan dengan maksud pencegahan terhadap terjadinya perkawinan usia muda, maka di dalam Peratciran Pemerintah Republik Indonesia No.9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-undang No. l Tahun Tentang Perkm\inan terutama pasal 6 ayat (1) menyatakan: "Pegawai pencatat yang menerima pemberitahuan kehendak melangsungkan perka\\·inan, meneliti apakah syarat-syarat perka\\inan
~s .r\ Mukti Arto. fJcrkara JJerciata f 1alla !1engadila11 AgaJJJt1. ( Yogyakana Pustaka Pelajar. 1996). Cetke-1. h 59
35
telah dipenuhi dan apakah tidak terdapat halangan perkawinan menurut Undangundang Perkawinan". Dengan adanya pemberian mutlak pada Pengadilan I Pejabat untuk mengeluarkan dispensasi nikah, rnaka seyogyanya pengadilan rnempertimbangkan secara matang alasan-alasan perrnohonan dispensasi tersebut. Selain itu, Kantor Umsan Agarna (KUA) juga mernberikan beberapa persyaratan-persyaratan dalam rnelangsungkan perkawinan hal ini tidak jauh berbeda dengan Peraturaa Pernerintah tersebut di atas yang bertnjuan agar pelaksanaan perkawinan sesuai dengan prosedur yang telah tercantum dalarn Undang-undang Perkawinan. Yaitu bagi yang hendak rnenikah harus sudah rnencapai urnur 19 tahun bagi calon mempelai pria dan bagi calon mernpelai wanita sudah rnencapai urnur 16 tahun, dan kedua ca Ion rnernpelai tersebut juga harus rnembawa beberapa persyaratan-persyaratan diantaranya: I. Kutipan akte kelahiran
2. Surat keterangan tentang orang tua 3. Surat izin dari Pengadilan Agama basi ca:on wempelai yai;ig belum mencapai umur 2 l tahun 4. Surat dispensasi dari Pengadilan Agama bagi calon suami yang belum mencapai umur 19 tahun dan bagi calon isteri yang belum mencapai urnur 16 tahun 5. Surat izin dari pejabat yang berwenang, jika salah seorang calon mempelai atau keduanva anggota angkatan bersenjata
36
D. Pandangan Hukum Islam Tentang Perkawinan Usia Muda Perkawinan disyari 'atkan oleh agama Islam, sebagai ibadah mengikuti Sunnah Rasul yang bertujuan membangun keluarga sakinah, yaitu keluarga bahagia dan sejahtera dijalin dengan mawaddah dan rahmah. Islam membuka pintu pemikahan seluas-luasnya dan menutup pintu perzinahan serapat-rapatnya. Agar seseorang tidak mudah jatuh ke perzinahan, maka pemikahan dalam Islam dipermudah. Karena ha! tersebut sesuai dengan hikmat Ilayat untuk menunjang kelestarian perkembangbiakan manusia secara wajar dan terhormat. Lebih dari itu, bahwa pernikahan di dalam Islam mempunyai tujuan yang sangat agung, tinggi dan mulia. Yaitu selain sebagai ibadah untuk mengikuti Sunnah Rasul dan membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, tetapi juga melahirkan generasi manusia yang baik dan berkualitas agar mampu memakmurkan kehidupan di dunia ini dengan berlandaskan pada tata aturan dan nilai-nilai yang diridhoi oleh Allah SWT. Dcngan melihat tujuan-tujuan daripada perkawinan tersebut, oleh karenanya maka perkawinan semestinya hams dipersiapkan sedemikian rupa oleh calon pasangan suami isteri terutama dari segi usia dari kedua pasangan tersebut. Di mana dalam agama Islam memang tidak ada pembatasan usia untuk menikah. Hal ini dimaksudkan untuk menekan rasio nafsu syahwat. Dengan demikian perkawinan yang sebenamya haruslah ditunda sampai kedua belah pihak (calon suami isteri) betuJ-betuJ memasuki usia siap untuk menikal1.
37
Dalam soal usia nikah, Islam memberi ancar-ancar dengan kemampuan (istatho 'ah), yakni kemampuan dalam segala ha!, baik kemampuan memberi nafkah lahir batin kepada isteri dan anak-anaknya maupun kemampuan dalam mengendalikan gejolak emosi yang menguasai dirinya. Jika kemampuan telah ada, ajaran agama mempersilahkan seseorang untuk menikah, namun jika belum mampu dianjurkan untuk berpuasa terlebih dahultt Syari'at Islam mengajarkan bahwa salah satu syarat utama keabsahan suatu perkawinan adalah apabila yang bersangkutan (calon suami isteri) telah akil baliqh. Pada laki-laki, baliqh ditandai dengan keluamya sperma (air mani) baik dalam mimpi maupun dalam keadaan sadar. Sedangkan pada perempuan ketentuan baliqh ditandai dengan
menstru~si
atau haidh yang dalam fiqih Syafi'i
minimal dapat terjadi pada usia 9 (sembilan tahun). Baliqh pada perempuan juga dikenakan karena sudah pemah mengandung (hamil). Tidak adanya ketentuan agama tentang batas usia minimal dan maksimal untuk menikah dianggap dapat dianggap sebagai suatu rahmat. Maka kedewasaan untuk menikah tennasu!~ masalah ijtihadiah, dalam arti kata diberi kesempatan untuk berijtihad pada usia berapa seseorang dianggap pantas untuk menikah. Menurut Abu Hanifah bahvm usia baliqh bagi laki-laki adalah J 8 (delapan belas) tahun dan untuk perempuan adalah I 7 (tujuh belas) tahun. Sementara Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan, dan al-Syaffi, menyebut 15 (lima belas) tahun baik untuk laki-laki maupun perempuan. '"
26
Husein r..1uha1n1nad, flqh JJere1111111all: l?ejleksi Kia1 {lfas H'acana Aga111a ,fan (]ender, (Yogyakarra, LKiS, 2001), Cet.Ke-1. h.68
38
Selain umur yang telah dewasa yang harus ada pada pasangan cal on suami maupun isteri untuk menikah, maka menurut para ulama bahwa calon pasangan suami isteri itu harus pula cakap bertindak karena perkawinan merupakan perbuatan hukum yang meminta tanggung jawab dan dibebani kewajibankewajiban tertentu. Maka setiap orang yang akan berumah tangga diminta kemampuannya secara utuh. Para ulama mendefinisikan kemampuan itu dengan kepantasan seseorang untuk menerima hak-hak dan memenuhi kewajibankewajiban yang diberikan syari'at (sha/lahiyya tuhu liwujub al-huquq almasyru 'ah lahu wa 'alaih ).
Menurut kesepakatan para ulama, yang menjadi dasar kecakapan bertindak adalah akal. Apabila aka! seeorang masih l-arrang, maka ia belwn dibebani kewajiban. Sebaliknya, jika akalnya telah sempuma,
ta
wajib
menunaikan beban tugas yang dipikulkan kepadanya. Kalau hal itu dihubungkan dengan perkawinan, maka akan ada suatu pertanyaan yaitu: Pada usia berapakah seseorang dipandang cakap untuk membangun rumah tangga ?_ Dan tefdapat perbedaan pcndapat di antara para ahli, yaitu sebagai berikut: I. Ulama Syafi' i dan Hanabilah menentukan bahwa batas dewasa itu mulai umur 15 (lima belas) tahun. Dengan alasan bahwa tanda-tanda kedewasaan itu datangnya tidak sama untuk setiap orang, maka kedewasaan diter:tukan oleh umur. Disamakannya masa kedewasaan untuk pria dan wanita adalah karena kedewasaan itu ditentukan oleh aka!. Dengan akallah terjadinya raklif; dan karena akal pulalah adanya hukum.
39
2. Abu Hanifah berpendapat bahwa kedewasaan itu datangnya mulai usia 19 (sembilan belas) tahun bagi laki-laki dan 17 (tujuh belas) tahun untuk perempuan. Sedang Imam Malik menetapkan 18 (delapan belas) tahun, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Mereka beralasan dengan "kctentuan dewasa menurut syara' adalah mimpi", karenanya mereka menclasarkan hukum kepacla mimpi itu saja. 3. Yusuf Musa menyatakan bahwa usia clewasa itu setelah seseorang bcrumur 20 (dua puluh) tahun. Hal ini dikarenakan pada zaman modern orang memerlukan persiapan yang matang. Kemudian di dalam bukunya Husein Muhammad yang berjuclul "Fiqih
Perempuan: Rejleksi Kiai atas Wacana Agama dan Gender", bahwa mayoritas ulama fiqih mengesahkan perkawinan di usia muda. Menurut mercka untuk masalah perkawinan, kriteria baliqh dan berakal bukan merupakan pcrsyaratan bagi keabsahannya. Beberapa argumen yang dikemukakan antara lain sebagai berikut: I. Al-Qur'an st:rat ath-Thalaq ayat 4: I
j ~\ 8f ~.ii Ll r::;~1 0! ~L ~ ~I <·
~
//
,,
/
//
/
::r ~ j1j /
/
"f
c£ :0)1w1> ·~ ~ j1 , , Artinya:
"Dan mereka yang p11111s haidnya dari isleri-isterimu ka/1111 kamu rngu, 111alw iddah 111ereka iru wla/ah liga bu/an, demikian juga mereka yang tidak berhaidh ". (QS. Ath-Thalaq: 4)
40
Ayat ini berbicara mengenai masa iddah (masa menunggu) bagi perempuanperempuan yang sudah monopouse dan bagi perempuan-perempuan yang belum haidh. Masa iddah bagi kedua kelompok perempuan ini adalah tiga bulan. Secara tidak langsung ayat ini juga mengandung pengertian bahwa perkawinan bisa dilaksanakan pada perempuan belia (usia muda), karena iddah hanya bisa dikenakan kepada orang-orang yang sudah kawin dan bercerai. 2. Al-Qur'an surat an-Nur ayat 32:
·~ Artinya: "Dan nikahkan/ah mereka yang be/um bersuami" Kata a/-ayama dalam ayat ini meliputi perempuan dewasa dan perempuan belia atau usia muda. Ayat ini secara eksplisit memperkenankan kepada wali untuk mengawinkan mereka. 3. Hadits Aisyah r.a. yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim:.
27
l'vtuhan1n1ad 1\ashiruddin Al Abani, (fn1ron Rosadi; teij.), 1\Iukhtashar Shahih A/us/in1, (Jnkarta, Pustaka .-\zzarn. 1003). Cet.ke-1, IL563
41
A11inya:
"Dari Aisyah r.a. bahwa Rasulullah SAW menikahkannya sedang ia masih berumur enam tahun, ia diserahkan kepada Rasul ketika berumur sembilan tahun dan tinggal besama Rasul selama sembilan tahun ". Hadits ini menunjukkan sahnya perkawinan usia muda. Umur 6 (enam) tahun sebagaimana ditunjukkan hadits itu jelas mengutarakan terjadinya perkawinan usia muda (belum dewasa) yang dilakukan Rasulullah. 4. Di antara para sahabat Nabi Muhammad SAW, ada yang mengawinkan puteri-puterinya atau keponakarmya. Ali bin Abi Thalib mengawinkan anak perempuannya yang bernama Ummi Kultsum dengan Umar bin Khaththab. Ummi Kultsum ketika itu juga masih muda. Selain dari mayoritas ulama fiqih yang membolehkan perkawinan usia muda, ada juga yang mengatakan bahwa perkawinan gad is di usia mucla itu tidak sah. Seperti Ibnu Syubrumah, beliau menyatakan beberapa alasannya, di antaranya sebagai berikut: I. Hadits Ab Li Hurairah yang diriwayatkan oleh Bukhari dan l\:fuslim:
.Ji1 J:;.~t; ;\~ .0~k ; J;- ~qi ~J ;l~: . f J;- ,~~\ ~(j ~ , }
Q
Q
,,
r\~ 3 <.>_;b:01 olJ_;).> Go~~.)~ ~j Artinya:
"Tidak sah dinikahkanjanda sehingga diminla perintahnya dan tidak sah dinikahkan gadis sehingga diminta izinnya. Para sahabat bertanya: "Bagaimana izinnya wahai Rasulu!lah ~" beliau menjawab: "Izinnya adalah dia11111ya ". -·'8 Ibid.,
42
Hadits ini mewajibkan wali tennasuk bapak tmtuk meminta izin dari anak gadisnya sebelum berlangsung akad nikahnya. Oleh karena sahnya akad nikah tergantung kepada izin sedangkan izin dari orang tua atau gadis yang belum dewasa tidak dianggap, maka wajiblah atas wali menunggu sampai anak gadisnya dewasa untuk mendapatkan izinnya. 2. Perkawinan
Rasulullah
dengan
Siti
Aisyah
yang
belum
dewasa
kekhususannya bagi Rasulullah. Adapun perkawinan gadis yang belum dewasa yang dilakukan oleh Qudamah bin Madh'un dengan puteri Zubair yang barn lahir dan pernikahan yang dilakukan oleh Umar bin Khaththab dengan puteri Ali bin Abi Thalib tidak dapat dijadikan dasar huktmi. 29 Selain daripada pendapat ulama di atas yang tidak memperkenankan perkawinan
usia muda, ada juga dalil-dalil syar'I lainnya yang danat
menunjukkan diperbolehkaunya usaha pendewasaan usia kawin., yaitu sebagai berikut 10 L Saddu al-d:::ari 'ah, artinya menutup jalan yang bisa me~bawa malapetaka. Karena kawin usia muda bisa membawa malapetaka bagi kel uarga dan akibatakibat lain yang negatif, maka wajib menghindari dengan jalan menunda perkmvinannya.
2')1brahin1 Hosen, Perkawinan lisia .N~uda Menurut Agan1a Islain, A1itnb<"ir (J/mna .,\1'~ (Januari. 1991 ), h.16 '"Masjfok Zuhdi. Swd1 Islam. (Jakaria. PT RajaGrafindo Persada. 1993). Cet.ke-2. h34-36
43
2. Kaidah-kaidah fiqhiyyah antara lain: a.
Artinya:
"Mudarat atau malapetaka itu harus dihilangkan ''. Karena kawin usia muda itu banyak membawa mudarat baik kepada dirinya, keluarganya maupun kepada masyarakat, maka sudah seharusnya kawin usia muda itu dihindari.
··~~Wi ~ ~ (~ LWi ~~~
b. Artinya:
"J\1enghindari mafaadah atau kerusakan harus didahulukan daripada mencari maslahat atau kebaikan ". Kawin usia muda mungkin ada pula manfaatnya atau mas!ahatnya, namun mudarat atau resikonya jauh lebih besar daripada manfaat atau maslahatnya. Oleh karena itu, suduh seharusnya kawin usia muda itu ditunda sampai orang itu cukup dewasa dan matang fisik, psikis dan mentalnya. c.
Artinya:
"Pada prinsipnya segala sesualu dan semua perbuatan manusia itv bolclz at au mubah, sehingga ada dalil yang memmjukkan larangannya ''. '" Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh: Sejarah dan Kaidah-kaidah Asasi, (Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2002), Cet.ke-1, h.105 30
Ibid,
31
Ibid_,
44
Di dalam Al-Qur'an dan hadits tidak ada satu pun nash (ayat atau hadits) yang melarang ataupun memerintahkan upaya pendewasaan kawin. Oleh karena itu, hukum asalnya adalah boleh pendewasaan usia kawin itu. Dengan memperhatikan argumen-argumen yang telab disampaikan oleh para ulama tersebut, baik yang memperbolehkan perkawinan seorang gadis yang belum dewasa (usia muda) dan yang tidak memperbolehkannya, maka penulis lebih condong kepada ulama yang tidak memperkenankan perkawinan bagi gadis yang berusia muda dengan alasan babwa perkawinan usia muda dapat mengarah kepada kegagalan dalam membina keluarga sejahtera. Di mana kegagalan tersebut bertentangan dengan tuj uan untuk mencapai kemaslabatan sebagaimana yang didambakan oleh keluarga dari kedua belah pihak (suami isteri) disebabkan persiapan mental kedua belah pihak belum matang. Kemudian persoalan yang paling krusial tentang kawin muda adalah daJam pandangan para ahli fiqih, pertama adalah faktor ada tidaknya unsur kemaslahatan atau ada tidaknya kekhawatiran terhadap kem~ngkinan terjadinya hubungan seksual yang tidak dibenarkan oleh agama.
Apa~ila
perkawinan di usia
muda itu dapat menimbulkan kemudharatan, kerusakan atau keburukan., padahal pada saat yang sama faktor-faktor kekhawatiran akan terjerumus ke dalam pergaulan seksual yang dilarang agama tidak dapat dibuktikan, maka perkawinan usia muda itu tidak dapat dibenarkan.
45
Dengan demikian, maka perkawinan antara laki-laki dan perempuan dimaksudkan sebagai upaya memelihara kehonnatan diri (h!fz al-'irdh) agar mereka tidak terjerumus ke dalam perbuatan terlarang, memelihara kelangsungan kehidupan manusia atau keturunan (hijz an-nasl) yang sehat, mendirikan kehidupan rumah tangga yang dipenuhi kasih sayang antara suami isteri dan saling membantu antara keduanya w1tuk kemaslahatan bersama. Oleh karena itu, maka pengaturan keluarga (tan::him al-usrah) dan usaha-usaha menjaga kesehatan reproduksi menjadi suatu ikhtiar yang harus mendapat perhatian yang serius dari semua pihak., termasuk di dalamnya adalah pengaturan tentang batas us1a perkawinan yang dapat menjamin terpenuhinya kesehatan reproduksi dan kemaslahatan.
BAB III KONDISI OBYEKTIF WILAYAH DESA DANGDANG KECAMATAN CISAUK
A. Kondisi Obyektif \Vilayah Kecamatan Cisauk l. Letak Geografis
Kecamatan Cisauk secara administratif tennasuk ke dalam
\~ilayah
Kabupaten Tangerang, terletak di RT 01 RW 03, JI. Raya lapan cisauk No !. Jumlab penduduk di Kecamatan Cisauk berjumlah 90.413 jiwa dengan dibagi 12 desa dan 53 dusun, dan terdiri dari 53 Rukun Warga (RW) dan 296 Ruln:m Tetangga (RT) 1• Adapun Kecamatan Cisauk berbatasan dengan '.Vilayah lainnya sebagai berikut: a. Sebelah Utara: Berbatasan dengan Kecamatan Pagedangan dan Serpong b. Sebelab Selatan: Berbatasan dengan Kecamatan Kabupaten Bogor c. Sebelah Barnt: Berbatasan dengan Kecamatan Pagedangan dan Legok d. Sebelah Timur: Berbatasan dengan Kecamatan Serpong dan Pamulang 2. Kondisi Demografis Dalam pemerin'aham,_1·a Kecamatan Cisauk dipimpin oleh seorang camat dibantu oleh beberapa stafnya dan dibantu pula oleh 53 Rukun Warga dan 269
1 Data dian1bil da1 i f.,,cq_l(>ran !Ju/anan l.l111111n Kec"1111a1a11 ('isauk IJ11k111 ./uni 2006 pada tanggal 3 l .~\gustus 2006
47
Rukun Tetangga. Sistem administrasi Kecamatan Cisauk cukup baik dan teratur, ha! ini dapat dilihat dari lengkapnya para stafKecamatan yang ada. a. J umlah Penduduk Menurut data statistik yang bersumber dari data Laporan Bulanan Umum Kecamatan Cisauk Bulan Juni 2006, saat ini jumlah penduduk di Kecamatan Cisauk sebanyak 90.413 jiwa, yang terdiri dari 44.566 jiwa laki-laki, dan 46.486 jiwa perempuan, dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 19.930 jiwa. Jumlah ini merupakan jumlah akumulatif setelah adanya para pendatang yang tinggal di Kecamatan Cisauk 2 b. Kondisi Ekonomi Perekonomian masyarakat Kecamatan Cisauk bermacam-macam. Untuk lebih jelasnya maka penulis akan melihat lintasan singkat dari kondisi ekonomi masyarakat Kecamatan Cisauk. Data ten tang jenis pekerjaan yang dimilib penduduk adalah: l. Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 4.270 orang
2. Petani sebanyak 6.920 orang a) Petani penggarap sebanyak 3.567 orang b) Buruh petani sebanyak 2.945 orang 3. Buruh industri sebanyak 2.459 orang -!. Pedagang sebanyak 3.27 l orang
'/hid.
48
5. Pertukangan sebanyak 2.674 orang3 Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa mayoritas penduduk Kecamatan Cisauk bermata pencaharian sebagai petani. c. Tingkat Pendidikan Data tingkat pendidikan warga Kecamatan Cisauk adalah: I) Taman Kanak-kanak (TK), sebanyak 1.109 orang 2) Sekolah Dasar (SD), sebanyak 10.670 orang 3) Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), sebanyak 3.675 orang 4) Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), sebanyak 3.903 orang 5) SI, sebanyak 765 orang 6) Sarjana Muda, sebanyak 1.406 orang 7) Buta Hum( sebanyak 4 67 orang 8) Drop Out, sebanyak 396 orang' Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa mayoritas penduduk Kecamatan Cisauk tingkat pendidikannya adaiah tamatan S_ekolah Dasar (SD). d. Sarana Umum Saa'. ini Kecamatan Cisauk memiliki sarana umum sebagai berikut: I. Sarana pendidikan a) Taman Kanak-kanak (TK). sebanyak l5 buah b) Sekolah Dasar (SD), sebanyak 29 buah ) !hid. "'f/>Jd
49
c) Madrasah Ibtidaiyah (Ml), sebanyak 11 buah d) Madrasah Tsanawiyah (MTS), sebanyak 5 buah e) Madrasah Aliyah (MA), sebanyak l buah 5
t) Pondok Pesantren, sebanyak 6 buah
2. Sarana peribadatan a) Masjid, sebanyak 53 buah b) Mushallah, sebanyak 122 buah c) Vihara, sebanyak 2 buah6 Bangunan fisik sarana peribadatan baik masjid, mushallah maupun pondok pesantren sudah cukup mernadai untuk menarnpung masyarakat yang akan rnenjalankan aktiritas keagamaan sepe1ti shalat dan kegiatan yang Iainnya. Dari penjelasan di atas jelaslah bahwa pada urnurnnya rnasyarakat Kecarnatan Cisauk tidak buta dalarn memaharni ajaran agama. Hal ini terbukti dengan adanya kegiatan-kegiatan spiritual
y~ng
diadakan oleh
masyarakat Kecarnatan Cisauk B. Kondisi Obyektif\Vilayah Desa Dangdang 1. Letak Geografis
Desa Dangdang secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Cisauk Kabupaten Tangerang. Desa Dangdang terdiri dari beberapa ~
I hitl
h
!bill
50
kampung di antaranya kampung Cilegong, kampung Dukuh, kampung Dukuh II, kampung Malapar, kampung Setu dan kampung Kadungmangu, mempunyai jumlah penduduk sebanyak 4.954 jiwa dengan dibagi 5 Rukun Warga (RW) dan 5 Rukun Tetangga (RT). Adapun Desa Dangdang berbatasan dengan wilayah lainnya yaitu sebagai berikut: a) Sebelah Utara: Berbatasan dengan Kelurahan Cisauk b) Sebelah Selatan: Berbatasan dengan Kabupaten Bogor c) Sebelah Barnt Berbatasan dengan Desa Mekar Wangi d) Sebelah Timur: Berbatasan dengan Desa Suradita7 2. Kondisi Demografis Dalam pemerintahannya Desa Dangdang dipimpin oleh seorang kepala desa dan dibantu oleh beberapa stafnya dan dibantu pula oleh 5 Rukun Warga (RW) dan 14 Rukun Tetangga (RT). Pemekaran yang terjadi di beberapa wilay.i.h khususnya _di Desa Dangdang disebabkan karena luas wilayah dan pertambahan penduduk yang kian tahun makin bertambah. 8 a. Jumlah Penduduk
7
Data diambil dari Buku Alo11o~~ra:fi Desa Dangdang Tahun 1006 pada tanggal 09 Oktober
2006 :-; Edi Supena. Kaur Pen1erintahan ·oesa Dangdang., J-f'<,u'ancara F'ribaLli, Tangerang 09 Oktobcr 2006
St
Memuut data statistik yang bersLUTiber dari buku Monografi Desa Dangdang, saat ini jumlah penduduk Desa Dangdang sebanyak 4.954 jiwa, yang terdiri dari 2.437 jiwa laki-laki, dan 2.l 57 jiwa perempuan, dengan jLUTilah kepala keluarga sebanyak 9.44 jiwa. b. Kondisi Ekonomi Perekonomian masyarakat Desa Dangdang bermacam-macam. Untuk lebih jelasnya maka penulis akan melihat lintasan singkat dari kondisi ekonomi masyarakat Desa Dangdang. Data tentangjenis pekerjaan yang dimiliki penduduk adalah: I) Pegawai Negeri Sipil, sebanyak 11 orang
2) Pedagang, sebanyak 75 orang 3) Petani, sebanyak 3 70 orang 4) Buruh Industri, sebanyak 55 orang 5) Pertu1.-angan, sebanyaklOO orang
6) Pertambangan, sebanyak 150 orang
c. Tingkat Pendidikan Data tingkat pendidikan waf!,>a Desa Dangdang adalah.: J) Sekolah Dasar (SD), sebanyak 500 orang
2) Sekolah Lanju1an Tingkat Pertama (SLTP). sebanyak 325 orang 3) Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), sebanyak 150 orang
4 J Akademi. sebanyak 8 orang 5) S 1, sebanyak 8 orang
52
6) Drop Out, sebanyak 396 orang 7) Buta Huruf, sebanyak 467 orang9 Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa mayoritas penduduk: Desa Dangdang tingkat pendidikannya adalah tamatan Sekolah Dasar (SD). Hal ini disebabkan karena jarak yang jauh antara rumah penduduk: dengan gedung sekolah tersebut dan juga disebabkan oleh minimmya jumlah sekolah yang ada di Desa Dangdang. JO d.
Sa~ana
Umum
Saat ini Desa Dangdang memiliki sarana umum sebagai beriln1t: I ) Sarana pendidikan
a. Sekolah Dasar (SD), seoanyak 3 buah b. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), sebanyakJ buah c. Madrasah lbtidaiyah (MI), sebanyak l buah d. Pondok Pesantren, sebanyak 2 buah 2) Sarana peribadatan a. Masj1d•. sebanyak 5 buah b. Musholla, sebanyak I l buah c. Majelis Ta'lim, sebanyak 5 buah d. Cetiya, sebaayak 1 buah
9
Buku ,\ fo11uRit{fi Desa ·oangdang l'ahun 2006
lil
Edi Supena, ircnra11cara 1-}rib(uli. ()f>.f..'·ir.
53
Dalam melaksanakan atau merayakan peringatan hari Besar Islam, masyarakat Desa Dangdang yang mayoritas penduduknya beragama Islam mengadakan berbagai kegiatan dengan berbagai cara Ada yang melakukannya dengan cara mengadakan ceramah agama. Kegiatan ini biasanya dilakukan di masjid atau musholla, bahkan ada juga yang melakukannya di rwnah yang biasa disebut dengan sedekahan. Dan haI ini tidak pemah ditinggalkan oleh masyan::kat Desa Dangdang. J J Dengan
adanya
gambaran
mengenai
kondisi
geografis
maupun
demografis, maka dapat diketahui bahwa perkawinan usia muda yang terjadi di Desa Dangdang umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya dari segi pendidikan. Seperti yang telah penulis jelaskan bahwa dari segi tingkat pendidikan rata-rata penduduk Desa Dangdang hanya tamatan Sekolah Dasar (SD), ha! ini terjadi karena dipengaruhi oleh faktor ekonomi yang rendah, dimana mayoritas masyarakat Desa Dangdang adalah sebai,>ai petani.' Selain itu di.sebabk1111 juga oleh fasilitas gedung sekolah yang sangat minim dan ditambah !agi jaraknya yang jauh dengan tern pat tinggal masyarakat Desa Dangdang. Kemudian penyebab lainnya adalah karena sebagian rnasyarakat Desa Dangdang memilih menikahkan anak mereka ke tokoh ma;;yaraka: setempat ketimbang harus mendaftarkannya ke Kantor Urusan Agama (KUA) 12 , karena
11
12
Ibid Dedi 1--lar;v'adi~ Ketua RT 013 / R\\' 05 Kampung Setu, fVlnt'ancara l)rih(llfi, 25 :\faret 2006
54
dengan menikahkan anak mereka ke tokoh agama maka umur anak mereka yang rnasih muda tidaklah menjadi masalah. Lain halnya jika daftamya di KUA, karena di KUA ada persyaratan umur yang harus dipenuhi jika seseorang hendak menikah.
.BABIV
PERKA\VINAN USIA MUDA PADA MASYARAKt\.T DESA DANGDANG KECAMATAN CISAUK TANGERt\.NG
A. Faktor-faktor
Penyebab
Terjadinya
Perkawinan
Usia
Mnda
Pada
Masyarakat Desa Dangdang Kecamatan Cisauk Tangerang Untuk mengukur sekaligus mengetahui faktor-fak'tor yang melatar belakangi terjadinya perkawinan di usia muda, penulis melakukan penelitian pada sebuah desa yaitu Desa Dangdang yang berada di wilayah Kecamatan Cisauk Tangerang. Instrumen penelitian yang penulis gunakan dalam
~al
ini adalah dengan
melakukan wawancara sebagai alat pengumpul data. Dalam hal ini penulis melakukan wawancara ke beberapa responden yaitu ibu-ibu yang menikah di usia muda, dan beberapa informan seperti Kepala KUA Cisauk dan ketua RT setempat. Dari hasil wawancara, mal::a dapat diambil kesimpulan bahwa orang yang melakukan perkawinan di usia muda cukup banyak terutama mereka yang menikah pada tahun \ 990-an, terbukti dari latar pendidikan mereka yang mayoritas hanya tamatan Sekolah Dasar (SD), dengan demikian berarti umur pasangan yang menikah terutama si perempuannya masih relatifmuda.
56
Selanjutnya, berdasarkan data-data yang didapat dari beberapa responden dan informan yang telah dikonfirmasikan dari hasil wawancara, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya perkawinan di usia muda pada masyarakat desa Dangdang adalah sebagai berikut: l. Tradisi daerah atau adat istiadat atau keluarga Di masa pra Undang-undang Perkawinan No.I Tahun 1974 sering terjadi perkawinan yang disebut "kawin gantung" (perkawinan yang ditangguhk:an percampuran suami atau isteri), kawin antara anak-anak, kawin antara anak perempuan yang belum dewasa dengan pria yang dewasa atau sebaliknya, atau juga sering terjadi kawin paksa, yaitu wanita dan pria yang tidak saling mengenal dipaksa untuk menikah. Dengan keadaan demikian, si \vanita atau pria tidak mempunyai wewenang :mtuk menentukan pilihannya dalam mencari jodoh. Jodoh ditentukan oleh orang tua atau kerabat, sedangkan menentang orang tua atau kerabat adalah tabu. Orang tua yang memaksa anaknya untuk segera menika_h dalam usia yang relatif muda seperti yang terjadi di desa-desa adalah agar anaknya tidak disebut sebagai
per~wan
atau perjaka tua dan tidak menimbulkan aib di keluarga serta
tidak menjadi bahan omongan orang, karena memang di tempat mereka tinggal seorang anak hams sudah menikah pada umur tertentu yang memang sudah menjadi kebiasaan di tempat itu. IM misalnya, ia dipaksa kawin oleh orang tuanya setelah lulus dari pesantrcn dengan seorang pria yang ia belum kenal sebelurnnya. Padahal ketika
57
itu umur IM baru 14 tahun, akhimya dengan terpaksa IM menuruti keinginan orang tuanya. Keadaan demikian dialami juga oleh saudara-saudara IM yang lainnya. Hal ini terjadi bukan hanya pada IM dan saudara-saudara saja, tetapi juga gadis-gadis yang ada di tempat tinggalnya juga mengalami ha! yang sama, menikah di usia muda, yaitu pada usia I 5 (Jima belas) tahun. Hal ini sudah menjadi tradisi di tempat tinggalnya, dan jika ada anak perempuan yang belum menikah pada usia yang sama seperti IM atau bahkan usianya lebih, maka si perempuan itu disebut s.::bagai perawan tua karena anak gadis yang seumur dengannya sudah menikah. Hal yang serupa tidak hanya terjadi pada fM saja, tetapi juga pada IY, IU dan IE. Umumnya alasan mereka sama, yaitu sama-sama menikah pada usia muda karena kebanyakan ar:ak gadis seusianya yang tinggal di daerahnya sudah menikah. Dan jika mereka tidak menikah, maka mereka akan disebut sebagai perawan tua. IY menceritakan: "Sava sekolah . menikah di usia muda karena mau melanjutkan . sudah tidak ada biaya. Tapi saya pernah bekerja itu pun tidak lama, akhirnya saya memutuskan untuk menikah, usia saya ketika itu baru 15 (lirna belas) tahun. Dan jika saya tid&k menikah saya takut dibilang perawan tua". 1 Hal yang sama juga di ungkapkan IE: "Saya memutw>kan untuk menikah mernang sudah rnenjadi keinginan sava . sendiri, karena waktu itu jodoh juga sudah ada, ,dan anak perernpuan lainnya yang sensia saya sudah pada rnenikah"."
2
TE, fVtnrancura f-lrihatli_ I I September 2006
58
Pertanyaan yang serupa juga penulis ajukan mengenai ha! yang sama kepada Bapak Dedi Haryadi, ketua RT 013 /RW 05 setempat, beliau mengatakan: "Di antara 12 desa lainnya yang ada di Kecamatan Cisauk tingkat perkawinan yang paling tinggi adalah berada di desa Dangdang dan desa Mekar Wangi. Penyebabnya selain karena faktor ekonomi dan pendidikan, tetapi juga memang sudah menjadi kebiasaan, menikah pada usia 14 sampai 16 tahun. Akan tetapi untuk tahun sekarang jumlalmya berkurang dibandingkan dengan tahun sebelumnya".3
Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa terjadinya kawin usia :nuda yang mereka (IM,IY,IU dan IE) lakukan adalah karena sudah menjadi kebiasaan di tempat tinggalnya_ Walaupun nantinya rumah tangga yang akan mereka jalani nanti tidak akan semulns seperti yang mereka impikan, yang lebih disebabkan karena kurangnya kesiapan, baik dari segi fisik maupun psikis, sehingga perceraian pun dapat
te~jadi,
dan ha! itu tidak menjadi soal bagi
mereka_ Menurut mereka yang terpenting adalah menikah, sama seperti anak perempuan lainnya yang seumuran dengan mereka yang umumnya sudah menikah_ Biasanya, masyarakat yang menganut tradisi kawin di usm muda mempunyai prinsip lebih baik kawin hari ini walau esok cerai_ Kelimbang menjadi perawan atau perjaka tua_ Adat yang demikian masih banyak dijumpai pada masyarakat pedesaan yang masih berlatar belakang pend1dikan rendah_ Dikalangan masyar.akat pedesaan_ masih berlaku tradisi yang hampir mengamhil hak semua kemerdekaan seorang gadis untuk memilih calon 3
Dedi FJarhadL Ketua RT 013 IR\\" 05 Karnpung Setu, fVaH·ancara J>riht.llli., 25 \1ei 2006
59
suaminya, dan biasanya anak itu didiJ.."te untuk rnenikah dengan seseorang yang disenangi oleh orang tuanya. 2. Faktor Ekonorni Ada sebagian orang tua yang lebih mengutarnakan kepentingan sendiri ketirnbang kesejahteraan anak-anaknya Terkadang rnereka merasa bahwa kekayaan dan jabatan itulah jernbatan untuk rnernperoleh kebahagiaan dan bukan karena faktor usia dan potensi yang dirniliki oleh seseorang. Bahkan terkadang ada juga orang tua yang rnernaksa anaknya rnenikah pada usia rnuda karena rnengharapkan materi semata. Selain itu, banyak juga terjadi perkawinan di usia rnuda karena melihat kondisi orang tua miskin, sehingga si orang tua tersebut ingin cepat-cepat mengawinkan anaknya untuk rnengurangi beban hidup. Seperti halnya yang terjadi pada sebagian rnasyarakat desa Dangdang, di rnana harnpir rata-rata penduduJ..'1ya bermata pencaharian sebagai petani. Dengan keadaan yang demikian maka hanya bisa membia)'.ai anaknya sel:o!ah sampai Sekolah Dasar (SD) saja dan adajuga sebagian rnasyarakat yang !ainnya yang menyekolahkan anaknya sampai ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). ltu pun bagi orang tuanya yang berpenghasilan lebih. Dan bagi mereka yang hanya tamatan SD dan tidak melanjutkan sekolah, hanya berdiam diri di rumah dan terkadang membantu orang tua mereka bekerja. Seperti halnya para responden yang penulis wawancarai, di mana hampir sci uruhya berpendapat bahwa karena sudah tidak sekolah lagi dan j ika
60
jodoh sudah ada maka mereka atau orang tua mereka menganjurkan mereka untuk menikah walaupun umur mereka masih muda. Dan menurut orang tua mereka anak perempuan pasti larinya ke dapur juga meskipun ia sekolahnya sampai tingkat atas bahkan sampai ke Perguruan Tinggi. Bapak Dedi Haryadi, ketua RTO 13 I 05 menceritakan:
"Kebanyakan di sini asal sudah lulus SD ya sudah dan tidak melanjutkan sekolah Jagi karena untuk perempuan nantinya larinya ke dapur". 4 Dengan kondisi yang demikian, maka perkawinan di usia muda kerap terjadi di desa Dangdang. Dengan sebab karena sudah tidak ada biaya untuk melanjutkan sekolah dan orang tua sudah tidak mampu lagi untuk membiayai sekolah ditambah Jagi dengan adanya mitos bahwa jika seorang anak perempuan sudah ada yang melamar atau mengajaknya untuk menikah maka ia tidak boleh menolaknya_ 3. Alasan Susila, Norma atau Faham Yang Dianut Pada umumnya orang tua ingin cepat-cepat rnengav1ink:3n anaknya, karena takut anaknya berbuat zina yang dilarang oleh ;;gama dan juga menyebabkan malu keluarga. Jika orang tua melihat prilalo1 anak-anaknya yang sudah sudah terlalu akrab dengan lamm jenisnya dan orang tua berasumsi bahwa perbuatan anaknya dianggap melanggar norma agama, maka orang tua te~sebut mengambil satu solusi dengan mengawinkannya. Di samping itu orang tua ingin melepaskan tanggung jawab sebagai orang tua, sehingga kalau anaknya sudah '!bid,
6l
dikawinkan maka tanggung jawabnya berpindah kepada surum anal..-i1ya tersebut. Senada dengan ha\ ini, Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 telah mengatur bahwa batas usia minimal untuk menikah adalah J 9 tahun cal on mempelai laki-laki dan 16 tahun untuk calon perempuan. Seandainya terjadi hal-hal di luar dugaan, misalnya mereka belum mencapai batas umur yang telah ditentukan, dan karena akibat dari pergaulan bebas dan sebagainya sehingga si perempuan sudah hamil sebelum perkawinan, dalam hal ini Undang-undang Perkawinan memberikan kemungkinan untuk menyimpang dari ketentuan tersebut. Dengan kondisi darurat seperti itu, penyimpangan boleh dilakukan dengan meminta dispensasi kepada Pengadilan I Pejabat yang berwenang (pasal 7 ayat 2 Undang-andang Perkawinan No. l Tahun 1974). Perkavvinan pada usia yang relatif muda yang dilakukan oleh beberapa responden yang penulis wawancarai adalah karena ketika itu jodoh (teman pria yang ingin melamarnya) sudah ada. Seperti pemyataan IY kep.ada penulis ketika diwawancarai:
"Saya menikah karena sudah ada jodoh dan menurnt anggapan orang-orang di sini, jika anak perempuan sudah datang jodohnya 5 tidak boleh menolaknya" • Selain itu, j ika sudah ada jodohnya rnaka tidak ada a\asan \agi untuk tidak menikah, hal ini dirnaksudkan agar t:idak terjadi hal-hal yang diin&>inkan, seperti
hamil di \uar nikah. ~ l'{, \\'av..'ancara Pribadi (J11_(~i1
62
Masyarakat di desa Dangdang mayoritas beragama Islam dan tekun dalam menjalankan perintah agama, jadi mereka takut kalau sampai melanggar normanom1a agama. Oleh karena itu, orang tua menganjurkan anaJu1ya untuk segera menikah. Sebagian dari masyarakat desa Dangdang masih beranggapan bahwa nikah secara agama saja sudah cukup dan tidak perlu lagi ada pencatatan di KUA Dengan adanya anggapan yang demikian, maka ada sebagian masyarakat menikah sedang usia mereka masih di luar ketentuan yang telah ditetapkan di dalam Undang-undang Perkawinan. Dan akhimya banyak yang menikah di usia muda. Bapak Ahmad Hakim, salah satu staf KUA Cisauk menceritakan: "Salah satu yang melatar belakangi terjadinya perkawinan di usia muda di desa Dangdang adalah pertama, masih kurangnya rasa percaya terhadap KUA,
6
:\hn1ad l-Iakim~ StafKLiA. Cisauk~ f-Vtnnu1cara l)rihatli, 13 Juli 2006
63
kalaupun mereka memperolehnya tapi hanya pada tingkatan yang rendah seperti Sekolah Dasar (SD). Hal ini banyak terjadi di lingkungan masyarakat pedesaan. Terbukti masih banyak gadis dan bujang yang barn belasan tahun dan masih sangat belia sudah tidak bersekolah, terlebih lagi wanita. Karena image mereka tentang wanita yang bersekolah dipandang hanya merupakan kesia-siaan, karena pada akhirnya akan kembali ke dapur pula. Dengan demikian, mereka memandang bahwa wanita lebih baik belajar memasak, mencuci dan sebagainya, selebihnya menunggu datangnya bujang untuk melamar. Dengan kondisi masyaralmt yang demikian, maim tak lain yang mereka lakukan kecuali menikah pada llSia yang relatif muda. Karena antara si gadis dan si bujang tidak memiliki ketrampilan untuk melakukan sesuatu. Pada akhimya kehidupan masyarakat semarak dengan perkawinan di usia muda tanpa memikirkan resiko yang akan dihadapi. Keadaan yang demikia:i tcrjadi pula pada TM, IY, IU
d~n
IE. Yang dilatar
belakangi oleh berbag::.i sebab, diantaranya karena sarana sekolah yang ada di Desa Dangdang sangat sedikit dan juga jaraknya yang jauh, dan juga karena kondisi ekonomi. Seperti di lingkungan tempat tinggal IY dan IU, hanya ada sebuah Pondok Pesantren, itu pun !Janya untuk belajar mengaji dan jika ingin bersekolah atau belajar di Sekolah Dasar harus ke luar kampung, karena sarana sekolah tersebut ada di luar kampungnya, itu pun jaraln1ya tidak dekat.
64
Oleh karena sedikitnya gedung sekolah ditambah lagi jaraknya yang jauh, dan tidak hanya itu, karena kondisi ekonomi keluarga mereka yang rendah., maka hanya bisa melanjutkan sekolah hanya san1pai Sekolah Dasar. Demikian halnya dengan IU, IE. Mereka. hanya sampai kelas 4 dan 5 Sekolah Dasar (SD). Seperti pemyataan ID: "Saya belajar banya sampai kelas 4 (empat) SD dan itu atas kemauan saya sendiri. Saya sudab malas belajar dan tidak mempunyai keiuginan untuk melanjutkan sekolab, kareua tidak ada biaya dan letak sekolabannya jaub dari rumab saya" .1 Alasan yang sama juga diungkapkan IE: "Saya sekolah SD hanya sampai kelas 5 (lima), karena malas dan orang tua saya tidak ada biaya lagi, dan karena sebab itu saya tidak ingin melanjutkan sekolab lagi".8 B. Pemberian Izin Orang Tua Bagi Anakuya Dalam Perkawinan di Usia Muda Dalam lmkum Islam terdapat perbedaan pendapat di antarn para ulama mengenai kedudukan orang tua dalllill hal ini ayah sebagai W'ali, dapat dikategorikan ke dalam dua macam. Pertama, dalam ha! perwalian terhadap anak gadis yang sudi:.'i dewasa, maka ayah sebagai wali serta izinnya mutlak disyaratkan. Tanpa adanya ayah, serta tidak ada izin darinya maka perkawinan dinyatakan tidaklah sah. Pendapat dinyatakan oleh Jumhur Ulan1a tennasuk Imllill Syafi' i, Imam Malik dan beberapa ulama lairmya. Kalau gadis tersebut tersebut tetap memaksa untuk melangsungkan perkawinan, namun persetujuan ayah berupa pemberian 1z1tmya belumlah 7
fl"_ Jfrnrt111cara }J-rihadi, 25 \iel 2006 'IE. Wawanc.ara Pribadi. Op.Cit.
65
diperoleh, maim perkawinannya tidaklah dapat dilangsungkan. Para ulama ini mengemukakan alasannya:
('I' 'i'I': ; .A]I)
Artinya: "Kemudian apabila te!ah habis masa iddahnya, jangan!ah kamu menghalangi mereka zmtuk kml'in lagi dengna bakal suamimya ". (QS. AlBaqarah: 232) Mereka berpendapat bahwa ayat ini ditujukan kepada para wali termasuk ayah, untuk tidak lagi menghalang-halangi anak gadisnya yang sudah kawin, untuk melangsungkan perkawin211 lagi. Mereka berpendapat kalaulah sekiranya para wali tersebut tidak mempunyai hak perwalian terhadap anak gadisnya, maka tentu mereka tidaklah akan dilarang untuk menghalang-halangi. 9 Dengan demikian, maka anak di bawah umur dapat dikawinkan dengan persetujuan dan izin dari orang tua apabila mereka menghendakinya. Para ulama memperbolehkan dan menganggap sah perkawinan mereka berdasarkan pada interpretasi, riwayat-riwayat baik dari Nabi SAW maupun yang telah terjadi di masa sahabat, dan tabi' in. Ibnu Taimiyah menyatakan pendapatnya bahwa ayah dalam ha! perwalian boleh memaksa anak gadisnya. lbnu Taimiyah lebih lanjut tidaklah merinci apakah yang dimaksud anak gadis tersebut yang sudah dewasa ataukah yang
9
Ibnu Rusyid , Hidl~ratu! .l\it{/tahilf, (Bein11. Dar aJ-_Fikri, 1_th), Juz.2, h. 7
66
masih di bawah wnur. Namun Abu Bakar dan Imam Ahmad berpendapat bahwa ayah tidaklah mempunyai hak untuk memaksa. 10 Namun, walaupun terdapat sedikit perbedaan tentang status kewenangan ayah atau wali atas anak yang masih di bawah mnur, dapatlah secara umum disimpulkan bahwa dalam pandangan dari sebagian para ulama, perka\vinan di usia muda dapat diperbolehkan dan dianggap sah. Dengan demikian izin orang tua dalan1 ha! ini ayah, berkonsekuensi pada kebolehan dan keabsahan perkawinan anaknya yang masih di bawah umur (usia muda). Secara tegas dapat dikatakan bahwa izin orang tua yang berarti membolehkan dan mendukung terjadinya perkawinan di usia muda menjadi faktor utama. Dalam ha! perkawinan di usia muda, secara teoritis dan ywidis formal perkawinan tersebut telah menyalahi ketentuan pembatasan umur sebagaimana diatur dalam Undang-undang Perkawinan No. I Tahunl974 maupun dalam Kompilasi Hukwn Islam (KHI), yaitu pasal 15 ayat 1. Menurut ketentnan pasal tersebut, untuk berlakunya suatu perkawinan, maka umur untuk calon mempelai pria hams mencapai 19 tahun dan calon mempelai wanita hams mencapai 16 tahun. Maka walaupun ayah sebagai walinya dan juga ibunya memi>eri izin bagi anaknya yang berumur di bawah ketentuan pasal tersebut, untuk melakukan perka\\~nan,
izin tersebut tidak menjadi faktor terjad.inya perkawinan, sebelwn
izin tersebut diwujudkan dengan permohonan dispensasi dari Pengadilan Agama I
rn l\fuhan11nad Ha1nidi, et.al., Cetke-1. h 2168
lf11n11111tc111
lieu/its
Jl11x11111
(Surabaya. P'f. Bina fln1u~ 1994).
67
Pejabat yang berwenang. Dengan demikian konsekuensi izin dari orang tua tidaklah dapat menjadi kebolehan terjadinya perkawinan di bawar umur. Sedangkan dalam Kitab Undang-undang Hukun1 Perdata (BW) terdapat dua kelompok yang mempunyai keharusaan meminta izin orang tua, sebelum melangsungkan perkawimm. Kategori pertama, permintaan izin bagi anak yang belum dewasa, yaitu yang belum mencapai 21 tahun dan belum pernah kawin. Hal. ini mengandung pemahaman bahwa bagi anak yang masih di bawah umur 21 tahun, namun sudah pernah menikah, maka tidak lagi memerlukan izin orang tua untuk melangsungkan perkawinan yang kedua. Kategori kedua, permintaan izin bagi anak yang sudah berumur 21 tahun dan di atas 21 tahun tapi belum mencapai 39 tahun. Bagi anak dalam kategori ini, maka izin orang tua hanyalah jatuh pada penekanan moral (graduasi moral) saja, bukan merupakan hal yang mutlak. Bahkan menurut Subekti, izin orang tua tersebut dapat diganti oleh izin dari pengadilan, apabila kedua orang tua menolak memberikan izin. I I Keberadaan izin dari orang tua tidak dapat mendorong kebolehan calon ~.
meI:Jpelai yang berumur di bawah umur, untuk melangsungkan perkawinan tanpa adanya dispensasi. Hal ini, secara teoritis dikarenakan pula oleb konsepsi hukum atau perundang-undangan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) rnengenai perkawinan yang secara irnplisit rnenekankan pada kecakapan dalarn hidup rumall
11
Subekti, I)okok-.Dokok liu/aun l'er!lata. (Jakarta, PT lntem1as.a, 1992). h. 24
68
tangga,
terutama
dalam
pengasuhan
anak.
Oleh
karenanya diperlukan
kematani,,>an, baik fisik maupun psikis, (pasal 103-110 BW}. 12 Dengan telah diberlakukannya Undang-undang No.I Tahun 1974 Tentang Perkawinan, maka pemberian dispensasi kemudian dilimpahkan kepada Pengadilan I pejabat yang ditunjuk oleh kedua pihak orang tua (pasal 7 ayat 2). Dengan ketentuan pasal 7 ayat (2) UUP ini, maka pemberian dispensasi semakin mudah prosesnya. Walaupun pemberian dispensasi semakin mudah, tidak berarti eksistensi dari orang tua semakin berkurang keharusannya. Dengan demikian, apabila si anak di bawah umur tersebut akan melangsungkan perkawinan dengan telah adanya dispensasi, tetapi setelah dispensasi tersebut kemudian orang tua berubah pikiran dan tidak mengizinkannya, maka perkawinan tersebut tidaklah dapat dilangsungkan, dan kemudian mereka berusaha meminta izin ke pengadilan, maka pengadilan tidak akan mengizinkannya, karena untuk kriteria umur tersebut, izin orang tua adalah barns ada. Kemudian kaitannya dengan penelitian yang penulis lakukan, yaitu dalam hal pt:mberian izin orang tua kepada anaknya yang bernsia muda. Bahwasannya orang tua dari para responden yang penulis wawancarai hampir seluruhnya menyetujui atau mengizinkan anaknya untuk menikah, walaupun umumya
12
Subekti Uan ljitrosudibjo, Ji."itah [_!11tlan,f!-llJJda11g li11k11n1 l'er,fata (BH1), (Jakarta. PT Pradnya Paramitha, J 992), h.23-24
69
terbilang masih muda. Hal ini disebabkan karena rasa kekhawatinm dari onmg tua yang takut anaknya melakukan hal-hal yang dilarang oleh agama. Dengan demikian, maka perkawinan di usia muda itu pun terjadi. Dari sekian responden yang penulis wawancarai ada salah satunya yang rnengaku telah memalsukan umur agar perkawinannya bisa dilakukan dan bisa terdaftar di Kantor Urusan Agama (KUA). Ada beberapa prosedur yang dijelaskan oleh responden dan dibenarkan pula oleh Ketua RT 11 I RW 04 Karnpung Dukuh Desa Dangdang, yaitu Bapak Mista, beliau menjelaskan tcntang bagaimana caranya mernalsukan umur. Per/ama, melaporkannya ke ketua RT setempat bahwa ia ingin menikah tetapi ia tidak memiliki KTP, dan kemudian ketua RT tersebut mernbuatkannya KTP. Ada juga yang membuat KTP sementara untuk memenuhi syarat pendaftaran nikah di KUA. Dalam pembuatan KTP tersebut umur dari si anak itu pun di manipulasi, ha! ini bisa terjadi karena orang tua lupa berapa umur anaknya karena ia tidak mempunyai akta kelahiran, dan bahkan ada juga yang rnernang sengaja memalsukan umur anaknya agar pernikah.annya terdaftar di KUA, dan dalam pemalsuan wnur itu tidak dipungut biaya. Kedua, setelah KTP selesai dibuat, maka ia membawa semua persyaratan lainnya, terrnasuk KTP itu, ke KUA untuk kemudian mendaftarkan pemikahannya. 13 Dengan cara memalsukan umur tersebut, maka mudah bagi seseorang yang belum mencapai batas umur yang telah ditentukan oleh UUP untuk u Bapak MJsta, Ketua RT ] l I 04 Kan1pung Dukuh Desa Dangdang, JVmt·ancm·a J>rih<.llif, 25
Juni 2006
70
menikah. Hal ini membuat pertanyaan bagi kita semua, tennasuk penulis sendiri, kenapa mereka tidak datang ke pengadilan untuk meminta dispensasi nikah.. Maka untuk mengetahui hal itu, maka penulis mendatangi Pengadilan Agan1a Kabupaten Tangerang untuk menanyakan, apakah di wilayah Cisauk khususnya Desa Dangdang pernah ada yang meminta dispensasi ke pengadilan, dan ternyata menurut panitera yang ada di pengadilan itu mengatakan bahwa tidak ada satu pun masyarakat Desa Dangdang yang datang ke pengadilan untuk meminta dispensasi. 14 Selain adanya upaya memalsukan umur agar dapat me!angsungkan perkawinan, ada juga yang melakukannya dengan cara kawin sini. Hal ini dilakukan karena tidak adanya persyaratan-persyaratan yang lengkap untuk mendaftarkannya ke KUA, maka jalan satu-satunya ad<>lru' deng2:'.l melakukan kawin sini tersebut. Pemberian izin orang tua kepada anaknya masih muda untuk dapat menikah antara lain juga karena disebabkan agar orang tua dari si anak itu dapat bebas dari segala tanggung jawab, terutama tanggung jawab dari segi materi. Karena jika anaknya sudah menikah, maka tanggung jawabnya akan berpindah kepada suami anaknya.
i-~ Bapak Dede Supardi. Panitcra Pengadilan A.ga1na Kabupaten Tangerang, fVcrwancara
J>r1batli, 28 r\gnstus 2006
71
C. Analisa Tentang Perkawinan Usia Mnda Pada Masyarakat Desa Dangdang
Kecamatan Cisauk Tangerang Berdasarkan pada penelitian yang penulis lakukan di Desa Dangdang Kecamatan Cisauk Tangerang dan uraian serta penjelasan di atas mengenai perkawinan di usia muda. Ada beberapa faktor yang melatar belakangi terjadinya perkwinan usia muda tersebut di antaranya karena faktor pendidikan. Di mana ada sebagian dari masyarakat Desa Dangdang yang hanya tamatan Sekolah Dasar (SD). Dan ha! ini disebabkan karena dmi segi tingkat ekonomi masyarakat, bahwa sebagian masih berekonomi rendah sehingga tidak dapat melanjutkan sekolah, selain itu., disebabkan juga oleh faktor sarana gedung sekolah yang ada di Desa Dangdang sendiri yang sangat minim jumlahnya. Di mana dalam hal faktor pendidikan, di mana pendidikan mempunyai peranan penting dan strategis untuk menangkal citra masyarakat tentang Perawan Tua yang akan menjadi aib keluarga. Menurut penulis, semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat akan semakin tinggi pula tlngkat kesadll;rannya, dan hal ini akan secara perlahan bahkan dapat menghilangkan budaya malu terhadap sebutan "Perawaa Tua" tersebut. Dengan demikian, maka dengan melihat kompleksnya pem1asalahan yang menyebabkan terjadinya haruslah dicarikan mendatang.
perka\\~nan
soltL~inya
di usia muda tersebut, sedini mungh.in
agar hal
1111
tidll.k berlanjut di tahun-tahun
72
Bila dipahami lebih lanjut, maka akan terlihat bahwa terjadinya kontra diksi antara realitas yang ada di masyarakat dengan ketentuan Undang-undang Perkawinan. Dan hasil ini diketahui berdasarkan research yang penulis lakukan. Temyata yang terjadinya perkawinan di usia muda tidak hanya dilatar belakangi yang tel as penulis jelaskan sebelumnya, akan tetapi ada faktor lainnya juga yang menurut penulis sangat esensial dan perlu mendapatkan perhatian lebih khusus, bahwa terjadinya perkawinan di usia muda tersebut karena pada umumnya mereka kurang mendapatkan informasi tentang Undang-undang Perkawinan. Dan lebih dari itu, bah'va ada sebagian dari masyarakat yang tidak mengetahui dampak negatif yang akan timbulkan dari perkawinan muda tersebut di kemudian hari, terutama dalam ha! keseharan reproduksi. Dengan demikian, maka perlu adanya upaya untuk mensosialisasikan perlunya menghindari segala dampak negatif yang ditimbulkan dari perkawinan usia muda tersebut. Yaitu dengan tidak melakukan perkawinan di usia muda. Dan dalam ha! ini ketua KUA Cisauk telah berupaya semaksimal mungkin .agar masyarakat mengetahui segala dampak yang ditimbulkan dari perkawinan muda tersebut, seperti himbaurmya kepada para mubaligh setempat agar di dalam acara pengajian-pengajian menyinggung soal usia perkawinan dan juga di setiap menjelang ijab qabul diberikan ceramah yang isinya menyinggung masalah perka win an. 15
15 fJr1halh, 01
Bapak Lukn1an f{aki111, Ketua Kl1,..\ Keca1natan Cisauk Kabupaten Tangerang, JVaH'OJTcVra Juni 2006
73
Setelah di analisis lebih lanjut, terjadinya perkawinan di us1a muda memiliki alasan-alasan tersendiri, yang sejauh ini pada beberapa sisi penulis menyetujui perkmvinan tersebut dilakukan oleh sebagian masyarakat, seperti karena alasan susila atau norma. Masyarakat yang masih menjunjung tinggi moraJitas akan berusaha semaksimaJ mungldn untuk mempertahankan norma yang berlaku. Ketika terdapat pelanggaran terhadap norma atau susila sepertinya terjadinya kehamilan terhadap gadis belia di luar perkawinan, naka hanya ada satu alternatif sebagai solusinya, yaitu menikahkannya. Pada kondisi seperti ini tidak mungkin lagi memperdebatkan faktor usia yang masih relatif muda yang belum mencapai batas minimal menikah, dengan keadaan yang demikian, maka yang perlu dipertimbangkan adalah masa depan si gadis dan anak yang akan dilahirkannya. Selain karena faktor pendidikan dan susila atau norma yang menjadi penyebab terjadinya perka\vinan di usia muda, ada faktor lainnya yang ikut mendukung terjadinya perkawinan tersebut, sePt:rti faktor e~onomi dan tradisi atau kebiasaan. Oleh karenanya, maka penulis setuju dan membenarkan faktorfaktor tersebut merupakan penyebab terjadinya perkawinan usia muda pada sebagian masyarakat. Ke-adaan ekonomi pada sebagian masyarakat yang rata-rata bermata pencaharian sebagai petani menyebabkan orang tua tidak mampu membiayai sekolah anaknya ke tingkat yang lebih tinggi, sehngga hanya bisa bersekolah sampai SD itu pun tidak sarnpai lulus, bahkan ada yang tidak sarnpai sekolah
74
sama sekali. Hal ini disebabkan karena beberapa hal seperti karena kondisi ekonomi yang lemah., tempat belajar (sekolah) yang jauh., dan ada juga alasan yang tidak melanjutkan sekolah karena alasan malas. Kemudian, terjadinya perkawinan pada sebagian masyarakat Desa Dangdang disebabkan karena sudah menjadi kebiasaan. Adanya batasan umur untuk menikah khususnya bagi anak perempuan yaitu di mana antara usia 14 (empat belas) sampai 17 (tujuh belas) tahun seorang anak perempuan harus sudah menikah dan jika lewat dari usia itu si perempuan belum juga menikah akan dibilang perawan tua. Hal ini sangat tidak masuk aka!, di mana pada usia tersebut dianggap sebagai usia yang produktif dan masih terbilang muda bila hams memkah.
Maka
dengan
semestinya
di
masa
usia tersebut
ia
dapat
mengembangkan diri dengan memanfatkan waktu atau masa mudanya dengan berkarya atau melakukan sesuatu lainnya yang lebih berguna dan bermanfaat. Pada dasarnya agama Islam merupakan agama "rohmatan !ii 'alamin ", yang mengajarkan kesamaan derajat di antara sesama m~nasia,. baik bagi laki-laki maupun perempuan. Sebagaimana yang terdapat dalam Al-Qur'an Surat Al-Hujurat ayat 13:
Artinya: "Hai 11u11111sia, sesunggu/11~Vll Ka111i n1e11ciptaka11 kart111 £lari sese
laki-laki danseorang perempuan, dan menfadikan kamu berbangsa-bangsa dan
75
bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesunggulmya orang yang paling mulia di mntara kamu disisi Allah ta/ah orang yang paling lakwa di antara kamu". (QS.Al-Hujurat: 13)
Islam hadir di dunia tidak Jain kecuali untuk membebaskan manusia dari berbagai bentuk ketidakadilan, yaitu dalam ha! perkawinan, di mana ada kebebasan dalam menentukan kapan waktu yang tepat bagi seseorang hams menikah. Jika ada norma yang dijadikan pegangan oleh masyarakat tetapi t:idak sejalan dengan prinsip-prinsip keadi!an, maka nonna itu harus ditolak. Demikian pula bila terjadi pemaksaan nikah karena melihat batasan usia tertentu yang dianggap oleh sebagian masyarakat yang memegang suatu nomm mengharuskan seseorang (anak perempuan) harus menikah dengan alasan akan dibilang perawan tua adalah merupakan alasan yang dicari-cari dan tidak masuk aka!. Walaupun tidak ada.satu pun ayat atau hadits yang memberikan batasan atau pendewasaan urnur untuk menikah, maka dalam ha! ini apabila lebih banyak membawa dampak negatif (mudharat) daripada dampak positif (maslahatnya)nya perkawinan usia muda itu harus dicegah. Di mana sebagian dari ulama berpe:idapat bahwa perkawinan bisa dilangsungkan jika kedua pasangan telah dewasa atau baligh. Menurut Abu Hanifah bahwa usia baligh bagi laki-laki adalah delapan belas tahun dan untuk anak perempuan adalah tujuh belas tahun. Dan ulama lainnya seperti Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan dan al-Syafi' i, menyebutkan usia lima belas tahun baik untuk laki-laki maupun perempuan. Dan menumt Yusuf Musa bahwa usia dewasa
76
itu setelah seseorang berumur dua puluh satu tahun. Hal
1111
dikarenakan pada
zaman modern orang memerlukan persiapan yang matang. Lebih lanjut para ulama memberikan pendapatnya bahwa selain umur yang tel ah de was a yang harus dimiliki seseorang j ika ia hendak menikah, maka juga harus dimiliki kecakapan bagi kedua pasangan tersebut. Dan menurut sebagian ulama mengatakan bahwa dasar dari kecakapan itu adalah aka!. Dengan cakapnya seseorang maka ia akan mampu memikul tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Selain pendapat dari sebagian ulama yang menyebutkan adanya syarat kecakapan yang hams dimiliki seseorang, malrn ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, yaitu: ,,
'
,,
),-
..-..-g_
~),Ji\ J~~( \~JG .0)1~ /
,,
0 ;
,_J:;-
"
",..
~<JI
i
,,
:1) /1~'
/
"c~---4J 0_!~\
~o
7 ~~';/I
,,
,,
C:--<:J'j
/
}
o\J_!)
,,
,..
Q
-~~ Jt:i ~~~
Artinya:
"Tidak sah dinikahkan seorang Janda sehingga diminta perintahnya dan tidak sah dinikahkan scorang gadis sehingga diminta izinnya. Para sahabat bertanya: "Bagaimana i:::innya wahai Rasulullah ? beliau menjawab: "izinnya adalah diamnya ". Hadits tersebut memerintahkan kepada orang tua, jika ingin menikahkan anaknya yang masih belia maka ia harus menunggu sampai
ar~aknya
bisa
Loe.Cit
Muhan1rnad Nashiruddin Al Abani, (In1ron Rosadi, terj.), k!ukhtashar Shahih A4usliln,
77
A1iinya:
"Jvfenghindari mafsadah atau kerusakan harus didahulukan daripada mencari maslahat atau kebaikan ". Berdasarkan kaidah tersebut jika kawin usia muda akan membawa dampak atau resiko yang lebih besar daripada manfaat atau maslahatnya, maka sudah seharusnya kawin usia muda itu ditunda sampai orang itu cukup dewasa dan telah matang fisik, psikis dan mentalnya. Pada sebagian masyarakat yang menikah di usia muda akan tetapi mendapatkan buku nikah, maka ha! ini menimbulkan suatu pertanyaan: "Apakah mungkin telah te1jadi pemalsuan umur ?". lv1engenai ha! ini penulis tidak menyetujui perbuatan tersebut, yaitu pemalsuan umur. Karena di dalam Undang-undang Perkawinan telah disebutkan bahwa perkawinan bisa dilangsungkan jika telah mencapai umt'f 19 (sembilan belas) tahun bagi laki-laki dan 16 (enam belas) tahun bagi perempuan. Adanya pembatasan umur dalam Undang-undang Perkawinan ada!ah karena dalam sebuah keluarga menuntut adanya peran dan tanggung jawabnya sebagai seorang suami, baik secara psikologis ataupun biologis untuk menjalankan fungsi-fungsinya. Sedangkan adanya batasan minimal bagi calon isteri adalah karena kawin usia rnuda bagi wanita rentan menirnbulkan berbagai resiko, baik bersifat biologis
17
Jaih :v1ubarok, Kaid(:h Fiqh: Sejarah dan Kaidah-kaidah Asasi, Loe.Cit
78
seperti kerusakan organ-organ reproduksi kehamilan dan juga resiko psikologis berupa ketidakmampuan mengemban tugas-tugas rumah tangga dengan baik. Dan jika ingin menikah sedangkan batas umurnya belum mencapai batas umur minimal, maka ia bisa meminta dispensasi ke pengadilan dengan mencantumkan alasan-alasan yang bisa diterima dan tidak dibuat-buat Dengan adaya pembatasan usia dalam perkawinan, baik yang ditetapkan dalam Undang-undang Perkawinan No. I Talmn 1974 maupun dalam syari'at Islam yang secara eksplisit tidak ditentukan tentang batasan usia tersebut, tetapi di dalam hadits ataupun dalil-dalil lainnya seperti kaidah fiqhiyyah disebutkan tentang kawin usia muda seperti yang telah penulis jelaskan, diharapkan jumlah dari perkawinan usia rnuda yang terjadi pada sebagian masyarakat Desa Dangdang khususnya rnaupun entuk masyarakat pada umumnya akan berkurang bahkan sudah tidak ada lagi untuk tahun-tahun mendatang.
79
BABV PENUTIJP
A. Kesimpulan 1. Perkawinan di us1a muda yang terjadi pada sebagian masyarakat Desa Dangdang, penelitian ini menunjukkan adanya empat faktor penyebab perkawinan tersebut yaitu: pertama, karena faktor pendidikan; kedua, karena faktor ekonomi, ketiga, karena faktor tradisi daerah atau kebiasaan keluarga,
keempat, alasan susila atau fahan1 yang dianut. Perkawinan usia muda yang ditemukan dalam penelitian ini secara umum merupakan kombinas.i dari fai-tor-faktor tersebut yang satu sama lain saling terkait dan mendukung akan terjadinya perkawioan usia nrnda. Para pelaku perka\vinan itu hampir seluruhnya hanya tamatan Sekolal1 Dasar (SD), bahkan ada juga di antara mereka yang tidak tamat SD. Hal ini terjadi karena beberapa sebab, yaitu: pertama, karena fas.ilitas gedung sekolah yang minim jumlahnya dan letaknya yang jauh, kedua, karena faktor ekonomi, di mana rata-rata
penduduknya
berrnata
pencaharian
sebagai
petani
sehingga
penghasilan dari orang tua mereka tidak seberapa jumlalmya, oleh karenanya para oarang tua tidak mampu membiayai sekolah anaknya. Ketiga, I.arena faktor malas. Para responden yang peoulis wawancarai hampir seluruhnya mcnyatakan ha! yang sama yaitu karena malas, dan malas ini disebabkan oleh karena tidak ada keinginan untuk bersekolah clan juga karena anak gadis yang
80
sewnuran dengan merekajuga tidak sampai lulus sekolah. Walaupun adajuga yang sampai lulus tetapi tidak melanjutkan ke jenjang berikutnya. Keempat, karena masih adanya anggapan yang dipegang yaitu bal1wa seorang anak perempuan meskipun ia sekolahnya sampai ke tingkat atas nantinya larinya akan ke dapur-dapur juga. 2. Perkawinan usia muda dapat herdampak pada peningkatan jwnlah penduduk, karena banyaknya angka kelahiran, ancaman eksistensi keutuhan rumah tangga, meningkatnya angka kematian bayi dan ibu serta mempertinggi kuantitas perceraian. 3. Untuk dapat membina keluarga atau rumah tangga diperlukan persyaratan serta kemampuan tertentu, pertimbangan semacam itu perlu didukung oleh batasan usia untuk menikah, yaitu di atas 2 l tahun baik bagi pria maupun wanita. Usia demikian ini sebagai batasan minimal untuk ukuran umum usia yang dipandang pantas nikah dan telah memadai. Karena tujuan yang ingin dicapai dalam suatu perkawinan adalah agar tercipta ke!uarga yang saki11alr, mawaddalr dan rahmalr. Oler, karena itu, agama Islam menganjurkan jika
perkaw:inan usia muda membawa dampak negatif yang lebih besar daripada dampak positifnya, maka perkawinan itu hams ditunda samj)<1i kedua pasangan calon suami isteri itu dapat benar-benar siap untuk menikah dengan dibarengi umur yang dianggap cukup dan siap untuk menikah agar tujuan dari perkawinan tersebut dapat tercapai.
81
B. Saran-saran 1. Untuk para wanita di Desa Dangdang khususnya, dan untuk semua \vanita
pada umumnya : a) Agar tidak menikah dalam usia yang relatif muda, sehingga dapat mengembangkan potensi diri dengan sebaik-baiknya b) Lebih mengutamakan pendidikan agar masa depan menjadi cerah. c) Jangan takut akan dibilang perawan tua, karena usia 17 (tujuh belas) tahun merupakan usia yang produktif untuk lebih meningkatkan kemampuan diri. d) Hendaknya para remaja, sebisa mungkin memanfaatkan waktu yang ada dengan belajar agar hari esok dapat lebih baik dari hari ini. 2. Untuk aparat pemerintahan yaitu : a) Desa. Diharapkan kepada aparat pemerintahan wilayah Kecamatan Cisauk khususnya Desa Dangdang agar memberikan penyuluhan-penyuluhan mel.:lui
pengajian-pengajian,
majelis ta'lim,
sebagainya tentang cara penanggulangan dari
seminar-seminar dan
perka\\~nan
usia muda dan
dampak-dampak yang ditimbulkan jika pemikahan itu dilangsungkan pada usia muda. b) Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Cisauk
Diharapkan kepada pihak KUA Kecamatan Cisauk agar Jehih selektif lagi dnlam rnemeriksa persyaratan-persyaratan dalam pemikahandan juga
82
untuk lebih meningkatkan penyuluhan-penyuluhan tentang arti clan maksud dari perkawinan yang terdapat di dalam Undang-undang No. l Tahun 1974 maupun di dalam agama Islam itu sendiri. c) Pengadilan Agama Hendaknya Pengadilan Agama Kabupaten Tangerang khususnya dan Pengadilan Agama pada umumnya agar lebih tegas lagi dalam memberikan kriteria dispensasi nikah sehingga tidak ada alasan yang dibuat-buat (rekayasa) oleh masyarakat.
3. Untuk para ulama Diharapkan kepada para ulama yang ada di wilayah Desa Dangdang khususnya dan para ulama pada umumnya agar pada setiap kesempatan yang ada untuk memberikan ceramah kepada masyarakat tentang pentingnya pendewasaan umur bagi seseorang yang ingin menikah dan j uga perlu adanya kesiapan fisik maupun mental agar dapat terciptanya keluarga yang sakim1h, mawadda!z dan rahmah. Selain itu, diharapkan juga kepada para ulama agar
me:nberikan
ketegasan
kepada
masyarakat
tentang
hal-hal
yang
bagaimanakah seseorang dipandang boleh dan tidak boleh menikah dilihat dari sisi agama.
DAFfAR PUSTAKA Al-Qur'an Al-Karim Al 'Ati, Hammudah Abd DR, Keluarga Muslim (I71e Family Stmcture in !slam), Alih Bahasa: Anshari Thayib, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1984, Cet.ke-l Ali, Daud M, Hulann ls/am dan Peradilan Agama, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2002, Cet.ke-2 Al-lraqy, Sayyid as, Butsainah, penerjemah: Kathur Suhardi, Rahasia Pemikahan Yang Bahagia, Jakarta: Pustaka Azzam, 1997, Cet.ke-l As Shabuni, Muhammad Ali, Pemilwhan Dini Yang lslami, Penerjemah: Mashuri lkhwani, Jakarta: Pustaka Amani, 1996, Cet.ke-1 Arto, A Mukti, Perkara-perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996, Cet.ke-1
Az Zuhaily, Wahbah, al Fiqh al l1-/ami Wa adillatuhuh, Beirut: Dar al Fikri, l 989, J uz VII, Cet. ke-3 Bin Abdurrahman al Musnad Khalid bin Ali al Anbari, Syaikh Abdul Azis, Perkawinan dan Permasa/ahannya, Penerjemah: Drs. Musifin As'ad dkk, Jakarta:Pustaka al-Kautsar, 1995, Cet.ke-4 Bungin, Burhan, Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi J.,fetodologi ke Arah Ragam Varian Kontenporer, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004, Cet.ke-3 Departemen Ag~ma, Al-Qur 'an dan Terjemahannya, Semarang:· CV. Thoha Putra, 1989 Hadikusuma, Hilman, Hukum Perkawinan Jnd-:mesia Menurut Perkawinan Hukum Adat dan Hukum Agama, Bandung· Mandar Maju, 1990 Hamidi, Muhammad, et.al, Pimpu;,,m Hadits Hulwm, Surabaya, PT. Bina Ilmu, 1994, Cet.ke-1 Hawari, Dadang dkk, Persiapan lvlenuju Perkawinan Yang Lestari, Jakarta: Pustaka Antari, 1996 Hosen, lbr&him, f'erkm.,•n{n ll.1-ia Muda Menurut Agama Islam, Mimbar U\ama XV, 156, Januari, 1991
Jauhari, Ma'stnn, Bimbingan Perkawtnan dan Rumah Tangga, Jakarta: VC. Aji Sakti, 1993, Cet.ke-4 Karim, Helmi, Kedewasaan Untuk Menikah, Jakarta: Pustaka Firdaus, t.th., Cet.ke-1 Kebudayaan, Departeman Pendidikan., Kmus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989, Cet.ke-2 Keluarga, Nasehat Perkawinan, B.P.4., Majalah Bulan an, 139, Desember, 1983 Muhdlor, A Zuhdi, Memahami Hukum Perkawinan (Nikah, Talak. Cerai, dan Rujuk), Bandung: al Bayan, 1995, Cet.ke-2 Murpratomo, Sulasikin., Sebab-sebab Perkmvinan Usia Muda, Mimbar Ulama X'J, 156, Januari, 1991 Prodjodikoro, Wirjono, Hulann Perkawinan di Indonesia, Bnadung: Vorkik Van Hoeve, 1959 Rahman, Bakti A, Ahmad Sukarja, Hukum Perkawinan Afenurut Hukum Islam, Undang-w1dang Perkawinan dan Hukum Perdata (BJV), Jakarta: PT. Hidya Karya, 1981 Rasyid, Sulaiman, Fiqih Islam, Jakarta, 1996 Restiyati, Diyah Warn, Pendidikan Seks Sebagai Hak Reproduksi, Kalyanair.edia No.3, Oktober, 2004 Rusyid, lbnu, Bidayatul lvfujtahid, Beirut: Dar al FikTi, tth., Juz 2 Sabiq, Sayyid, Fikih Sunnah, Alih Bahasa: Ors. Mohammad Tholib, Bandung: AlMa'arif, 1996, Cet.ke-2 Saleh, K Wantjik, Hukwn Perkawinan Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, l-:i&7, Cet.ke-8 Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia, 1986, Cet.ke-3 Subekti, Pokok Hukwn Perdata, Jakarta: PT.lntermasa, 1992,
Suwondo, Nani, Hukum Perkawinan dan Kependudukan di Indonesia, Bandung: PT. Bina Cipta, 1989, Cetke- l Tanumidjaja, Mamet, Dampak Perkawinan Usia Muda Dalam Kehidupan Rumah Tangga dan Kesejahteraan Sosial, Mimbar Ulama XV, 156, Januari, 1991 Tjitrosudibyo, Subekti, Kitab Unddng-undang Hukum Perdata (BW), Jakarta: PT. Pradnya Paramitha, l 992 Zain, Muhammad, dan Mukhtar al Shodiq, Membangun Keluarga Humanis (Cozmter Legal Draji Kompilasi Hukum Islam Yang Kontroversial !tu), Jak
DEPARTEI\11EN AGAJ.VIA RI
KA.l"<J'I'()f{ lJllUSA.N AGA.rv.tA KECAMA1"'Al\f CISATJI( l{/\.BUPATEN TAl'l"l-;ERANG JI. C.sauk - LAPAN
SURAT KETERANGAN Nomor:
Kk.122/im.01/456/'IX72CXJ6
Yang bertanda tangan di bawah ini Kepala KUA Kecarnatan
Ci~auk
Kabupaten
'angerang, dengan ini menernngkan bahwa :
Nama
: I1vIIARTI SAHARA
NIM
: 102043224951
Fakultas
: Syari'ah dan Hc.kum
Jurusan
: r·. t1-1 I PH
lvlahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif HiclayatullBh Jakarta. Bahwasany<1 :!ah ·melakukan kunjungan kc KUA Cisauk gur1a melakukan wawancara da:1 menc.lapatkan ata nikah pada tanggal 0 I Juni 2006. Data terse but dipergunakan untuk mdenekapi bahan cripsi .. yang betjudul :"Perkawinan • Usia Muda Pada · Masyarakat Desa Dangdang ecan1atan Cisauk Tangerang".
Dernikru·• 1estinp.
surat keterangan
mt dibm1t umuk
dipergunakan secagairnar:a
PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG KECAMATAN CISAUK
DESA DANGDANG , JI. Raya Maloko No ................ Telp . ........................ Kode Pos 15342
SURA~-KE~'ERANGAN
Nomor
1
420 /
q{;l -
2001/2006.
'
fang bertanda tangan di bawah ini, Kepala Desa Jhngdang !Ceca1J1atan Cisauk Kabupaten Tangerang, dengan irJ. maneran@can tabwa
Nama
NIM
1
IMIAH'I'.l SAliARA >•:I·';'
l
102043224951
Fakul tas
Syari' ab dan HUkum
Jurusan
Perbandin 15 an Madzhab dan Huku:n (FMII)
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarief Hid<JYatullah Jakar':.a .Bahwasanya tela.l-i melakukan kunjungan k.: I:esa !:1angdar..g Cuna menda;c.tk<:m d~ Ji.a mengenai kondisi obyekc Lf wila.yah Desa Dangdang
...
~Cec8rnatan
Cisauk Kaou-
paten Iangerang, pada tang;al 9 Oktober 2006. Data to:osGbut dipergunakan untuk melengka:oi bahan skri.psi, yang berjadul : " Perkawirnm Usia Muda P.'.! da Masyarakat Jiesa Dan5J.a..'1g Kecamatar1 Ciaauk Tw1&rerang ".
Demikic.a surat kete!:angan ini dibuat untuk aipei·gunakan sebagaim.'!
na
mestin~a.-
9 O'
2006,
DAFfAR \VAWANCARA UNTUK KEPALA KUA CISAllK
1. Sebagai suatu lembaga atau instansi pemerintah yang melayani masyarakat dalam masalah perkawinan, peran KUA cukup strategis. Menurut pengamatan Bapak kira-kira berapa jumlah pasangan yang melangsungkan perkawinan tiap bulan?
2. Suatu kenyataan sosial yang terjadi di tengah masyarakat bahwa kawin muda mengandung banyak resiko dan problem yang bias mengakibatkan kegagalan suatu poerkawinan. Menurut Bapak:, apa dampakyang akan timbul dari perkawinan usia muda tersebut? 3. Menurut Bapak, kira-kira faktor apa yang mmelatar belakangi perkawinanusia muda tersebut? 4. Sejauh d;ni, adakah usaha-usaha KT fA untt>k mananggulangi atau menekan
jumlah pasangan tcrsebut sekaligus memasyarakatkan undang-undang Perkawinan?
5. Apakah kendala yang untuk merealisasikan usaha tersebut yang dihadapijajaran KUA? 6. Menurut Bapak:, dari data yang di KUA ini, apakah mungkin bahwa telah terdapat pemalsuan umur bagi mereka yang ingin rnenikah sedang usia mereka rnasih di bawah umur '7 lalu konsekuensinya? 7. Dari sekian desa yang ada di wilayah Cisauk ini, desa rnanakah yang tingkat perka,vinan usia n1udanya cukup tinggi
'?
8. Apakah ada perbedaan-perbedaan yang signifikan antara desa yang satu dengan desa yang Jainnya (dari segi Jetak, pendidikan, ekonomi dan sebagainya)?
9. Apakah rata-rata masyarakat desa Dangdang mendaftarkan perkawinannya di KUA ini? l 0. Bagaimanakah pandangan Bapak terhadap perempuan khususnya yang menunda
menikah karena alas an pendidikan, karir dan sebagainya ? 11. Apa saran Bapak khususnya untuk remaja dalam rangka mengabdi kepada nusa, bangsa dan agama ?
DAFfAR \VA\VANCARA UNTUK RESPONDEN
L Berapakah usia auda ketika menikah ? 2. Apa pendidikan terakhir anda? 3. Pernahkah anda mendengar istilah perkawinan usia muda?
4. Apakah keluarga anda setttju ketika anda memutuskan untuk menikah di usia ' muda? apakah alasannya? 5. Sebelurn anda memutuskan untuk menikah, apakah anda mempunyai keinginan
untuk melanjutkan sekolah? apakah alasannya? 6. Apakah yang melatar belakangi anda menikah di usia muda ? 7. Apakah saudara andajuga menikah di usia muda? 8. Apakah di lingki113an anda mempunyai kebiasaan menikah di usia muda ') apakah
alasannya? 9. Kalau iya, berapakah batasan usia untuk anak perempuan '? 10. Bagaimana dengan anak laki-laki, apakah iajuga mempunyai batasan i;sia, kahu iya, berapa batasan usianya 'l J l. Bagaimana caranya pemikahan anda terdaftar di KUA sedangkan usia anda ketika itu belum mencapai usia 16 tahun? apakah ada kemungkinan melakukan pemalsuan umur? l 2. Bagairnana caranya ·1, Siapakah yang rnelakukannya
·1,
dan berapakah biayanya ·i
13. Apakah anda mengetahui Undang-undang Perkawinan No. I Talrnn 197.+ !.+. Menurut anda berapakah usia yang ideal untuk rnenikah '?
·>
15. Apakah menurut anda pendidikan itu penting? I 6. Bagaimana menurut anda ten1ang seseorang yang menunda menikah kru-ena alasan pendidikan, karir, dan sebagainya ?
Nama Responden (indisial)
: IU
Tanggal Wawancara
: 25Mei 2006
Lokasi
: Desa Dangdang
JAWABAN,VAWANCARA
l. Saya menikah ketika berumur 14 tiliun 2. Saya lulusan Sekolah Dasar (SD) tapi hanya sampai kelas 4 (empat)
"'·°"'
3. Tidak 4. Setuju, karena sudah kemauan sendiri 5. Tidak, karena males
lya,
9.
rata-rata yang rnenikah usianya 13 (tig.a belas) sampai l 5 (lima belas) tah'm
I 0. Tid
I 2. /\mil yang mengurus scnH:anya dan tinggal terima beres -13. Tdal: tahu
14.
~-o
(dua puluh) tahun
I 5. Pcnting 16 Bagus
Tangerang, l l November 2006
Pewawancara
Imiarti Sahara
Yang diwawanc:arai
TIJ
Nama Responden
: [E
Tanggal Wawancara
:.11 September 2006
Lokasi
: Desa Oangdang
JAWABAN WA\VANCARA
L Saya rnenikah ketika berLL~ia 14 (emr.at belas) tahun 2. Saya sekolah hanya sampai kelas 5 (lirna) SD 3. Tidak Pcrnah
4. Setuju 5. Tidak pen gen, karcna rnaies 6. Karena sudah _iodoh
7. !ya 8. Ada, sekarang masih ada
9.
15 (lima belas) sarnpai I 6 (enam belas) tahun
10. Tidak, kalau anak laki-laki i11euikah usia11ya antara 17 (ttijuh'helas) s-Jmpai 20 (du~
puluh) tahun
I I. Saya menikah di rumah dan ada sura: kawinnya
12. Yang ngurus amil, caranya usia saya dilebihkan dan buat :.uratnya Rp 200.000 13. Tidak
14. 20 (dua pLduh) sampai 25 ldua puluh lima) tahun 15. l'enting, untuk masa dcpan
16. 13agus Tangerang, 11 September 2006
Pcwawancara
Yang wawancarai . , j\ - ,
lmiarti Sahara ····--..
Nama Respvnden (indisial)
:IM
Tanggal Wawancara
: 27 A.gustus 2006
Lokasi
: Desa Dangdang
JA\V ABAN \VAW ANCAR.A
1. Saya menikah pada usia 14 (em pat belas) tahun 2. Saya hanya sampai SD kelas 2 3. Tidak Pemah 4. Setuju, karena orang tu.a jadi lepas tang;,>ung jawa~uya 5. Tidak 6. Karena dipaksa kawin sama orang tu.a, dan waktu itu saya lulus pesai•tren jadinya belum kenal clan 1iciak ada rnsa cinta 7. !ya
8. !ya, di sini banyak yang kawin usia muda dan pendidikanny;1 hanya ;;ampa.i SD clan kaclang ada juga yang ticlak sekolah 9. Untuk anak perempuan di bawah 16 (enam belas) tahw1 I0. Ticlak ada 11. !ya 12. Caranya bu.at KTP sementara sarna amil lalu kc Desa <.b1gan pernntara RT,
biayanya untuk buat KTP sementara !\p 25.000 13. Tidak panah
I 4. Menurut kedewasaanny3. 15. Penting
16. Bagus
Tangerang, l l November 2006
Pewawancara
Imiarti Sahara
13. Tidak tahu 14. 18 (delapan betas) sampai 20 (dua puluh)tahun untuk perempuandan untuk anak laki-laki 25 (dua puluh lima) sampai 27 (dua puluh tujuh) tahun 15. Penting, untuk pengetahuan 16. Bagus
Tangerang, ! I November 2006
Pewawancara
Imiarti Sah:i ra
IY