123
KAWINAN CAMPURAN MENURUT DANG - UNDANG PERKAWINAN : H. Ichtiyanto, S.A. , S.H .
ya~ beragam tenta~ perkawinan Da,purandi kala~an ahli dan pelaksana hukum
.....u,"[ ....".. n
_~,.kiballkanpelak,..naanperkawinancampur
beranekaragam pula danjatih dari rasa keadiKe"mahan prak.,k hukum demikian perlu .,iJl(lari,karena perkawinancampurnn merupaj~a masalah agama dan SARA. Keljasama manlap anlara inslansi lerkait dan pemahistoris tetbadap UU Perkawinan ada.h jalan keluar bagi masalah "rsebul.
~den
Soeharto pada waktu membtika Sidang Umum MPR tabun 1988 pada 1 Maret 1988 mengatakan : "Negara Indonesia btikanlab negara sekular, adalah negara yang ber~sar Ketuhanan Yang Maha Esa". Kedudtikan dalam negara hukum RI sangat kuat sebagai ditegaskanoleh Alamsyah Ratu ....riraneg:aia (waktu sebagai Menteri Agama) sebagai berikut: . Dala m negara Pancasifa Agama Hidup dan b~rkembang dengan per/inl1ungan Peme/uk Agama berhak Un/uk. mengembangkan agaman)
Pad!' Bab XI, pasal 29,tentang agama, ditegaskan .
.
.
Negara l)erdasar alaS Ketuhanan Yang Maha Esa egara' menjamin kemerdekaan tiap-tiap pendudtik'unttik memeltik' agamanya . • ,ng··m'lSil.g dan untuk beribadat menurut .agamanya dan kepercayaannya itu. kedua landasan hukum itu jelas bahwa negara Pancasila bukanlab negara Aiams)Ilh Ratu Perwnanegara, Penyunting Abdullah Sukarta "Kehidupan Agama dalam Negara Pancasila," Departemen Agama 1982 halaman 38 April 1989
l.i4
Hukum dan PembangUnaIf
Theokratis yang berdasarkap atas.sesuatu agama, tetapi juga bukan negara yang bersikap rnasa bodoh terhadap agama seperti pada negara-negara Kapitalis liberal. Negarlt,lndonesi'a ini' adalah negara Pancasila di mana kedudukan agarna
memang unik.
2
-
Kelima silanya merupakan satu sistim'yaug bulat dan utuh dan nilai~nilai asasi hidup bernegara yang harus mendasari dan mewarnai kehidupan bernegara dan kemasyarakatan kita dalam bidang politik, sosial, ekonomi dan budaya, Pancasila merupakan sumber dasar perundang-undangan dengan mana kehidupan kenegaraan bangsa kita diatur dan diselenggarakan, Ia merupakan prinsip-prinsip dasar cita-cita kemasyarakatan ke arah mana bangsa dibangun dan dikembarigkan.' Hubungan antara Negara Republik Indonesia dengan Pancasila, UUD 1945, hukum nasional dan Hukum Agama angat"akrab, UUP sebagai UU nasional yang memuat hukum nasional menduduk;an Hukum Agama sebagai nitai bukumyang asOsi dan fundamental. Hal tersebut terlibat dengan jetas dalam sejarab proses terbentuknya UUP dan pasal-pasal dari UUP sendiri, Pemahaman dan pelaksanaan UU No,1I1974 tentang Perkawinan harus dalam kerangka wawasan nusantara, bahwaseluruh wilayah kepulauan Indonesia adalah satu kesatuan hukum, Perbedaan (agama) jangan menjadi ~nghalang pelaksanaan wa wa sa 'n nusantam, persatuandan kesatnan bangsa Indonesia, Karenanya, pengaturan,perkawinan campuran harus benar-benar mampu meiidukiing' pembina;,n berbangsa, dipihak lain mampu memberik;an peluang kebebasan dan pertumbuhan agama yang sehal. " , , Disadari bahwa pengaturan yang kurang tepat akan menimbulkan keresahan, pengkotak-kotakan dan perpecahan bangsa, atau sebaliknya mengakibatkan pendangkalan ag.ma, menciptakan snasana yang mendorong masyarakat mengabdikan agamanya, Normajembatan antar golongan hukum karena peibedaan agama berperan menciptakan masyarakat Indonesia sebagai satu masyarakat hukum yang rukun, bersatu dan merupakan kesatuan dalam sistim hukum nasional berdasar Pancasila,'; Norma lembatan tersebut merupakan kesadaran bersatu dan saling hormat menghormati dan kesepakatan dalam perbedaan (Agree in disagiement atau agree in difference). " 2, RUMUSAN DAN PEMAHAMAN UUP TENTANG PERKAWINAN CAMPURAN a. Rumusan Pasal 57 UUP, 2, I bid halaman 39 3, I bid halaman 43 4" I bid halaman 44
5, Dalam sistim hukum Pancasila diperlukan adanY<' "norma jembatan" antar norma huk urn yang berbeda karena perbedaanagama, Norma tersebul berfungsi sebagai norma perekat dan penY<'tu dalam kehidupan Indonesia, 6, Mukti Ali, Prof. Dr, memakai istilah "agree in disa~reemenl;', Penulis lebih condong memakai istilah "agree in difference", karena ajaran dan amalan agama yang berbeda, bukan sesuatu yang dapat disepikatkan,
125
Menurut UU. NO. ·r tahoo 1974 yang dimakSud dengan: -Perkawinan campuran ialah perkawinim antani dua orang yang eli Indonesia tunduk pada hokum yang berlainan, karena perbedaan Kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraanlndonesia': 7 . (Catatan : Setelah perkataan "tundok pada hokum yang berlainan" ada tanda . bai:a:koma . - - penulis). Dalam ide semUla RUU Perkawinan mengandung unifikasi hokum, maka perbwinan camputan menurut RUUP te'ia,di antara manosia WNI denj!an'WNA, ."u perkawinan sarna-sarna WNA berlainan kewarganegaraan .yang dilaksanabn di Indonesia. (Pasal 64 R UUP) ltancangan Undang-Undang Perkaw;nan Pasal61 mengatakan: Yang dimaksud dengan .perkawinan-campuran dalam undang-undang ialah . perkaw:inan antara dua orang yang di Indonesia tundok pada hokum yang berlainan, ka"rena perbedaan kewarganegaraan salah satu pihak berkewarganegaDan Indonesia. , . J[aJau kita b,mdingkan rumusan RUUP tersebutdengan Pasal57 Undang-undang Perkawinan, maka 'terlihat bahwa rumusan Pasal57 UUP berasal dari rumusan PasaI64 RUUP. Yang mem rik \In tok d;kaji actalah berUbahn)ll kedudukan pasal, (dari pasal64 , RUU menjad; pasal57 UUP). memahaminya, harus nienggali sejarah pembentukan UUP dan saat sreta penting sehingga tercapai titik persetujuan perumusan UUP. Consensus ABRI dan Fraksi .Ppp· .yang merintis. titik perse.tujuan perumusan Uup'
im
:::~Agama
Islam dalam perkawinan tidak akan dikurangi atau'dirobah. I8eibagai konsekwensi daripada point I, maka alat-alaipehi\<sanaaruiya tidak akiln "'nmLngi ataupoo dirobah, tegasnya UU No. 22 Tahoo 1946 dan UU No. 14 1970 dijamili kelangsungannya, . .u-hal yang berten,ta-ngan dengan agama Islam dan .tidak moogkin disesuaikan UU ini dihiljKlgkan (didrop). 2 ayat (I) dari UU ini disetujui untuk dirumuskan sebagai berikut: (I) : Perkawinan adalah sah apabila' dilakukan menurut hokum masingagamanya dan kepercayaannya itu: (2) : Tiap-tiap perkawinan wajib dicatat demi ketertiban administrasi negara. • nge:nai perceraian da'n poliganii perlu diusahakanadanya ketentuan-ketentuan mencegah teIjaelinya . keS!wemng-wemngan .•. adanya konsensus .tersebut, maka lancarlah perumusan UUP dan berobahM
Aula wi "MA dan Arso Sosroatmodjo SH. Hukum Perkawinan di Binillng 1978 halaman 24 April 1989
126
Hukum dan Pembangunall
Berobahnya-kedudukan dalam -Bab, Bagian, dan Pasal tentang Perkawinan Campuran dan perobahan falsafah hukum tersebut karena tidak ada niat untuk mengurangi dan mengubah hukum Agama Islam dibidang Perkawinan ... dan rumusan RUU Perkawinan yang bertentangan dengan Agama Islam dihilangkan (di drop). (Konsensus point I dan 3). Perobahan falsafah hukum dilakukan dengan perobahan Pasa12.ayat (I) yang sangat mendudukan secara fondamental hukum agama. Sebagai kita ketahui, semula rumusan Pasal2 ayat (2) RUUP adalah : Perkawinan a<jalah sah apabila dilakukan dihada pan pegawai mencatat perkawinan, dicatatkan dallim daftar pencatat perkaWinan oleh pegawai tersebu~ dan dilangsungkan menur'!t ketentuan undang-undaug ini, danlatau ketentuan hukum perkawinan -'pihak-pihak yang melaktikan ·perkawinan, sepanjang tidak bertentangan deng"n undang-undang ini. 10· /(are!\lt.'lDtiSalah falsafah hukum lersebllt, maka didroplah Pasal II ayat (2) yang l)Jenyatakan "P"hedaan karena kebangsaan, suku ·l>angsa,~ negara asal, tempat asaL agama/ kepereayaan dan keturunan, tidak merupakan penghalang perkawinan"; didrop pula Bab m ·RUUP yang mengatur tentang Pertunangan, karena ketentuan bertentangan dengan hukum Agama Islam. Dari ketera,!~an dan gambaran proses pembentukan UUP tersebut, dapat disimpulkan hal-ft~t~i berikut : . a) BahwaUUP{UO No.1 11974) sudah tidak mengandung ketentuan yang bertentangan dengan Hukum Agama ·Islam. b) Bahwa pemahaman terhadap UUP harus bertumpu pada prinsip tidak boleh bertentangan dengan Hukum . Agama Islam. c) Bahwa pemahaman terhadap pasal-pasal yang mengatur tentang perkawinan campuran juga pada prinsipnya tidak boleh difahami bertentangan dengan Hukum Agama· Islam. d) Bahwa uniuk konsekwen melaksanakan ketentuan point 1,2,3·dan 4 konsensus, maka lembaga-Iembaga hukum pelaksanaan-ctan penegakan hukum Islam dilestarikan: UU No.2211946 dan UU No.3211954 dan WJ No.l4/ 1970 dijamin kelangsungannya (tidak akan dicabut) . . e) Bahwa Hukum Agama memegang peran fondamental dalam UUP (Pasal2 ayat (I), Pasal 6 ayat (6), Pasal 7 ayat (3) dan Pasal 8 I). Akibat dari rumusan Pasal 2 aYat (I), maka .di Indonesia kesanan perkawinan digantungkan pada hukum agama. Karena hukum mengakui p.melukan agamaagama tersebu~ maka jelas mengaklli pula adanya perbedaan-perbedaan hukum agama yang merupakan ke-Bbinneka-an di Indonesia. Maka otomatis dialiui adan~ perbedaan hukum perkawinan dari agama yang berbeda Karenanya perkawinan antara calon suami dan calon isleri yang berbeda agama adalah perkawinan antara ~rang-orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlai~n adalah perkawinan campuran. Hal tersebut merupakan akibat langsung & konsekwensi logis dari dasar falsafah negara Pancasila yang diakui perbedaan (d.h.i. agama) namun bersatu. 10. Pasal 2 (I) RUUP.
127
Pemahaman terhadap pasal 57 UUP. Sekurang-kuiangnya ada 4 (empat) pendapattentang pengertiari dan pengaturan tenta~ " Perkawinan Campuran" yang diatur dalam Undan~-undang Perkawinan (UU no.1 tahun 1974). "! PeQdapat pertama menyatakan bahwa perkawinan campuran menurut Undang-undang Perkawinan hanyalah perkawinan antara Ielaki dan wanita yang berbeda warga negara, perkawinan yang berbeda agama lidak diatur dalam Undallg-undang Perkawinan. Pendapat kedua menyatakan bahwa perkawinan eampuran hanyalah perkawinan autar warganegara (yang berbeda) dan dilarang oleh hukum agama; sesuai dengan pasal 2 (I) dan pasal 8 maka perkawioan antar periganu! agama yang berbeda lidak menurut Undang-undang,Perkawinan dan ·tidak mungkin syab. Pasal 2 ayat 1 dipahami, bahwa jlerkawinan dilaksanakan ri1enurut agama masing-masing pengantin. Pendapllt ketiga menyatakan bab",a perkawinan eampuran menurut UndarrglIri«ltng Perkawinan, hanyalah perkawinan yang berbeda warga negara. Perkawinaj,'c,;mpuran antar pemeluk agama yang berbeda tidak atau belum diatur dal.~' Undang-undang Perkawinan. Karenanya,.i>eraturan lama dan praktek perkawi_ n campuran m.enurut (GHR) (S.Il!9~-158) dan J10raturan pelaksanaarrnya masih berlaku ..Karena itu perkawinan antara lelaki muslim dan wanita beragama Iloma Katholik dilaksanakan pep1ikahannya dan pencatatannya oleh Catatan Sipil berdasar izin yang diberikan Pengadilan Negeri sesuai dengim pertimbangan urn pada umumnya (bukan hukum agama). Bahkan, perkawinan dilaksanabn eukup di CS saja tanpa pelaksanaan nikah menurut hukum agama . .h od'Lpal pertama memuat kelemahan dalam membaca pasal57 UUP. Pada hal pasal 57 UUP ada tanda koma, setelah perkataan ......... "Perkawinan dua orang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan" dan jelas perkataan "di Indonesia tundukpada hukum yang berbinan". adanya rumusan pasal 2 ayat 1, maka jelas Yang di Indonesia berbeda tersebut adalah kareha mereka berdua di Indonesia menganut agama yang .....""'a. Aturan Perkawinan campuran jelas sudah ada d,llam Bab XII bagian dari pasal ~7 sampai.dengan pasal62 ditambah denilan aturan lama yang tereabut dengan pasal-pasal UUP. Pendapat ini adalah· (sham sekule, . tertuangkan dalam Rane.angan UUI' yang k¥ena kekurangjelasan UUP, membelokkan I<embalike RUUP yang kebet.dan rumusan pasaI RUUP dan ~eJasan pa sa l KUUP men)atakan bahwa perkawioan campuran han)lllah m<. wID. n anJar \\Iuga negara . Pendarat ini lupa bahwa seraea phisolopis sudah berubah : dari sekuler menjadi U ndang-undang Nasional )ling Penda rat ini joga mengingakari ken)lllaan bahwa Indonesia adalah PallOasila )ling mengakui ken)lllaan pada pluralilas agama dan masigagama mempun)lli hukum perl
_ g'"LS.
SA SH. H. Perkawioan CampuI1In Anlar Agama, Makalah pembahasa n alas makalah Prof. H Ibrahim Husein LLM . .Perkawinan CampuI1ln Anlar Agama menurut Agama Islam, pada Simposium April 1989
128
Hukum dan Pembanguna.
karena masih berjleooaptt ptda unifikasi hukum perlping itu pendapat ini liurang menghayati hukum agama dan sejarah terbentuknya Undang-undang Perkawioan. Pendapat ini juga ada keeenderungan untok menyingkirkan Hukum Agama, Pengadilan Agama dan Kantor Urusan Agama. Pendapat ini sangat mementingkan formalitas hukum negara walaupun tanpa hukum agama dalam perkawinan.. Pendapat ini cenderung pada faham sekuler dalam perkawioan. Pendapat inijuga kurang mendudukan UUP sebagai hukum nasional Indonesia merdeka yang selayaknya meninggalkan falsafah hukum Belanda dan kemudian mengamalkan falsafah Hukum Pancasila. Pendapat keempat menyatakan bahwa perkawinan campuran menurut Undang· Undang Perkawinan adalah perkawinan antara seorang lelaki dan seorang wanita yang berbeda hokum, berbeda kewarganegaraan dan perkawinan antara seorang
Pelkal«.nan
129
warganegara Indonesia dengan warganegara asing. Pendapat ini didasarkan alas pemahaman dan pengertian sesuai dengan sejarah pembentukan Undang-Undang Perkawinan (Historical interpretation), siStematika pluralilas agama, Pancasila sebagai sumber hukum nasiOllllI, dan hak asasi beragama sebagai hak asasi dan kewajiban yang paljng 3SaS1. Untuk memahami rumusan pasal 57 UUP tersebut dengan tepa!, pedudisadari . . akan
tIaIa·: ,,:
I) Adanya agama-agama yang berbeda di Indonesia (UU No. I /PNPS/ 1965) yang mempunyai ajaran dan ketentuan hukum sendiri-seRdiri dan berbeda satu sama lain. Agama-agama yang dianut oleh penduduk Indonesia adahlh: Islam, Kristen, Roma Katolik, Hindu dan Budha., 2) Agama-agama teri;ebut meletakkan hukum perkawinan dalam agamanya sebagai hal yang sangat penting dan asasi, mengklasifikasikan perbuatan kawin sebagal ibadah yang harus dengan upacara agama (ritual) dan suei. (Islam, Roma Katholik dan Hindu) Dalam agama Kristen perkawinan dilakukan oleh negara, sedang gereja' eukup. dengan pemberkatan terhadap perkawinan tersebut 3) Pasal 2 (I), pasal 6 ayat 6, pasal 7 (3) ruin pasal 8 f UUP mendudukanhukum agama sebagal nilai hukum asasi. 4) Paneasila sebagai hukum dasar, dasar negara dan falsafah negara menerima, ·lIlf!nghormati dan merukunkan.dalam kesatuan perbedaao-perbedaan yang ada. Norma yang menjembatani perbedaao-perbedaan yang ada untuk bersatu dalam bangsa dan negara adaiail Sifat daneiii dari Pancasila: "BbinnekaTunggal Ika" dalam hukum. Disepakati prinsip "Agree in difference'; dalam agama dan hukum agama UUP adalah Undang undang yang meniuat Iin1c:um . perlnesia (calon suami isteri) nikab di luar negeri dan dicatat oleh petugas pencatatan nikah negara di maJ1ll dilangsungkan nikah, asal tidak melanggar UUP (asas nasionalilas, pasal58 UUP). UU Perkawinan menghormati pula kaidah bukum perdata Internasional yang meDy.ltakan bahwa negara berkewajiban memberikan pelay,.nan keperdataan kejllda warga negara lain yang ingin menikah di Indonesia. Asas ini konsisten dengan sikapsebagai diatur dalam pasal58 UUP (Warga Negara Indonesia !1ikah di luar negeri dan dieatat menumt pencatatan negara tersebul, narnun hukum perkawinan Indonesia tidak boleh dilanggar). Dengan gambaran di~tas, jelas dan merupakan keharusari, bahwa dalam rangka memahami pengertian pasal57 UUP, tidak ru;pat meninggalkan Hukum Againa (d.h.i Hukum Agama Islam). Memahami pa",l 57 UUP dengan mengenyampingkan hukum agama berarti sarna dengan mempertahankan pasal64 RUUP
,
lehtijanto SA SH. " Perkawinan Campuran" Majalah Pembinibing No. 63 Tahun XV. Halaman 30. April 1989
130
Hukum dan Pembangwtan
yang sudah dirubah jiwa dan falsafah hukumnya. Bukti bahwa pemamman terhadap pasal57 UUP harus memperhatikan hukum agama walaupun nimusann)'ll masib sarna dengan pasal64 RUUP adalah bahwa penjelasan pasal64 RUUP y.mg mengatakan "Dengan demikian di Indonesia hanya dikenal perkawinilD campuran karena perbedaan kewarganegaraan" tidak dimuat sebagai penjelasan pasal 57lagi, namun diganti dengan penjelasan "Cukup jelas". N~inun harus diakui, bahwa rumusan pasal 57 UUP memang mengundang adanya perbedaan pemahaman para ahli hukum; terutarna dengan adanya perkataan "karena" setelab tanda koma dibelakang kalimat" di Indonesia: tunl$uk pada. hUkum yang berlainan". Seharusnya rumusan akan lebib baikjika setelah berhasilnya rumusan pasal2 ayat(l) UUP, maka rumusanpasal57 UUP meniadi tanpa perkataan "karena" setelab tanda koma tersebut. Namun demikian rljmusan 57 UPP tersebut dapat dipahami dengan mendudukan hukum agama sebagai nilai fondamental, kalau koma setelah kalimat "yang di Indonesia tunduk I?ada hukum yang berlainan" diberikan fungsinya. Artinya perkataan "karena" bukanlah menyambung ya'!!t menggambarkan sebabdari perkataan setelah koma, namun adalab perkataan Penyambung~ri penyebab yang lain (ialab "perbed'IBn kewarganegaraan" dengan kalirilai" "antiua dua orang"). Dengan demikian lI
131
57 (yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan). Adanya pengaturan tentang perka winan campuran adalah konsekwensi logis dari sistem hukum berdasarkan Pancasila, dimana agama-agama yang dipeluk oleh orang IIionesia dihormati dan berhak mendapatkan pelayanan hukum. Asas Bhinneka Ika juga mengujud dalam hukum. itu, bentuk-bentuk perkawinan campuran yang dilaksanakan di Indonesia, ketentuanUU Perkawinan, adalah: WNI namun berbeda agama, misalnya Iaki-Iaki (Islam) dengan wanita Kmten) atau ' sebalikoya. . -';i-lall
.ukum nasionalnya; atau Salah satu dari keduanya berkewarganegaraan Indonesia, sehingga salah satu
April 1989
132
Hukum dan PembangMan
pihak tunduk pada hukum Indonesia (UUP),sedang pihak lain tunduk pada hukum nasional negaranya. !; , Pemahaman demikian didukung oleh pemikiran : I) Babwa sesoai dengan pasil2 ayat (I) UUP, mab diakui adanya peran Hukum Agama. Di Indonesia 'diakui fakta pemelukan terhadap Agama Islam, Kristen Katolik, Hindu dan Budha. Dalam tiap agama tersebut ada ajaran .di bidang bukum perkawinan. Maka dengan rumusan pasal2 ayat (1) diakui secara tersirat 5 (lima) bukum agama dalam bukum perkav,6nan. Konsekweosinya adalah bahwa ad3lahdalan\ memaha~i JXlsal57 tanJXl men;ingkirkanagama, adalah bah\v.! perkawinan ailtara doa orang yang beriainan agam;' adabh perkawinan antara doa orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan (point I setelah koma). Dengan adanya lobbying' berbuka poasayang merumuskan pasal2 ayat (I) UUP dan penjelasannya babwa : hal"hal yang bertentangan dengan agama Islam dan tidak daJXlt disesoaikan akan dihilangkan (didrop) " ', " malia ieljadilab di Indonesia adanya satu Undang-Undang tetapi memberlakukan hukum yang berbeda ialab bukum agama Islam, hukum Kristen, hukum Roma Katolik, bukum Hindu dan BUdha. Perkawinan menurut hukum masing-ma.ing agama dan agama didudubn mempunyai otoritas hukum terhadap pemeluknya, karena di Indonesia ada berbagai ketentoan hukum 'perkawioan yang berbeda-beda ialab sesuaidengan hukum agama yang dipeluk oleh calon mempela~ maka adanya pengaturan tentang perkawinan campuran adalah konsekwensi logis huk,um yang mengatur kebinekaan hukum berdasarkan Pancasila, dimaoa agatiJa,agama yang dipeluk-oleb pendnduk Indoensia dihormati, berhak mendaJXlt pelayanan IS hukum. ' UU Pnps No.1 11965 (yang' semula adalah penetapan Presiden No~ 111965 yang diundangkan menjadi UU No. 5/1969 kare,n a perintah TAP MPRS XX/MPRSI 1966, tentang memorandum DPR tentang tata susunan perundangan Indonesia) mengatakan dalam penjelasan umumnya "Agama-agama yang banyak dipeluk oleh penduduk Indonesia: Islam, Kristen, Roma Kat6lik, Hindu, Budha dan Kong
Hucu",
16
'
13. lchtijanto SA SH.H. "Perkawinan Campuran" Majalah Pembimbing Nomor63 Tahun · XV. 1987 halaman 30 (dikembangkan diperinci). 14. Lihat Wasit Aulawi MA dan Arso Sosroatmodjo SH. Hukum Perkawinan di Indonesia, Bulan Binlang, 1978 hal 24 15. Dalam negara Indonesia siakui dipeluk oleh pend ud uk Indonesia agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu dan Budha. UU No. j I PNPS/ 1965, men)"billkan pula Kong Hu Chu. Namun ka'rena Kong Hu Chu tidak berkepercayaanak.n Tuhan Yang Maha Esa danadanya Hari Akhir, maka di Indonesia. KOng Hu Chu praktis tidak meruJXlkan agama. Dari s:gi peroandingan agam. Kong Hu Chu adalah halsafah hidup (Philosophy of Life). 16. PenjelaSln UU No. I I PNPS/ 1965. Semula Undang-Undang ini adalah Peneta JXln Presiden No. I tahun 1965. Karena Pen-Pres dianggap berteotangan
133 2) Dalam perkembangan dan pembarigunan Indonesia, masyarakat dan bangsa Indonesia dihantarkan pada pergaulan Intemasional. . Sesuai dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif dan sesuai dengan amaoat UUD 1945 pada pembukaan alinea-ke empat untuk "ikut melaksanakan keterllban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadfdan keadilan sosial", maka negara, bangsa dan rakyat Indonesia ikut pula menegakan nilai-nilai hukum Internasiooal (publik dan privat) erat hubungannya dengan UUP, maka ada kewajiban hukum negara RI untuk memberikan pelayaoan hukum perdata Jtepada warganegara lain yang berada di Indonesia kalau mereka ingin bwin di Indonesia. Hukum Indonesia dapat dan boleh dijadikan pilihari hukum bagi dua orang warganegara asing yang berasaI dari negara yang berbeda untuk melaksanann pemikahan mereka. Hukum Perkawioan Indonesia (UU No. 1/1974) memuat pula pasal-pasal yang berkaitan dengan hukum Perdata Intemasional. Perkawinan di luar negeri (pasal 56) perkawinan campuran karena berbeda hukum karena berbeda warganegara sarna-sarna WNA atau salah satunya WNI (pasaI57). Akibat dari pergaulan dan hubungan intemasional dari negara bangsa Indonesia, maka kaidah huk~m perdata Iotemasional dalam pelayaoan keperdataan k.pada orang-orang yang berheda hUkum, karena berbedakewarganegaiaan, berlaku pula di Indonesia. Misalnya ada seorang laki-Iaki WNA dari Mesir dan wanita WNA dari USA, yang mengingiukan pemikahan' dan pencatatan· nikahnya di Indonesia, maka negara RI berkewajiban memberikan pelayaoan hukum. Demiltianjuga apabila adaWNI yang akan melakukan perkawioan dengan WNA dan (jelas berbeda hukumnya, walaupun agama Islam) dilangsungkan di Indonesia, maka perkawioan tersebutjuga adalah perkawioan campuran. Dalam kaitannya dengan huku~ perdata intemasional, maka UU Perkawinan (hukum perkawioan Indonesia) berstatus sebagai pilihan hukum. Sistimatika pengaturan U.UP yang menggambarkan bahwa, perkawioan campuraD diatur secara tersendiri (dan terinci) sampai pelaksanaan dan proses perkawin811.
""ngaturan Perkawioan Campuran adalah : a). Per.turan perkawinan campuran termasuk dalam satu bab (Bab XII, ketentuan lain), satu bagiao (Bagiao ketiga dengan judul Perkawioan Campuran) terdiri dari 6 pasal (pasal 57 sampai dengan ps. 62) Bab XII bagian ketiga, te,diri dari 6 pasal yang meogatur tentang pengeman perkawioan carnpuran (pasaI57), perkawinan dan kewarganegaraan (pasaI58, 59 ayat (1), perkawinan campuran di Indonesia (pasal 52 ayat 2), syarat perkawinan campuran dengan Bcntuk bcnluk peralUrJll pcrwldangan Indonesia menurul UUD 1945, maka oleh TAl' MI'RS No. XX / Ml'RSIl966 dinYJtakan bentuk Pen-Pres tidak rrcnurut hukum. Namun kart!Jla malerin}n sesuai dengan Pancasila. maka atas pcrintah Tap MI'RS terscbut diterbitkan UU No. 5 / 1969 yJng mcnYJtakan untuk scmentara Pen-Pres terscbut dijadikan UU No. I/ PNl'S/ 1965 'scbelum ada penggantinYJ. April 1989
/34
Hukum dan Pembanguna n
(pasal60a yat I ~5), pencatatan perka winan cam puran dan sanksi pelanggaran -bagi pengantin da~ pejabat pencatat (pasaI61) dan dalam perka wman campuran kedudukan anak hasil perkawioan campuran (ps. 62) b).Femaha.man rumusan UUP yang berada pada satu bagian roesti dalam satiI kerangka pengertian. Terlihat bahwa, setelah diberikan difinisi oleh pasal57, maka diberikan aturan tentang prosedur pelaksanaannya dalam pasal60 ayat I (memenubi syarat),60 ayat 2 (diperlukan sural kelerangan oleh mereka yang menurul hokum yang berlaku bagi pihak masing-masing berwenang menealal perkawinan, lentang tidak ada rintangaii unluk melangsu~gkan perka· wi nan campiuan). , c). Sesuai dengan UUP pasal12 (penjelasan) PP No.9 1 1975 pasal2 ayaf 1 dan 2. maka yang disebul Hmereka yang menurul hukum yang berlaku b~gi pihak 'masing-masing berwenang mencatal perkawirian" di Indonesia act!uah PPN dan KUA kecamatan bagi yang beragama Islam dan Caiatan Sipi) bagi yang beragama selain Islam. sehingga tidak bisa tidak, perkawioan antara dua calon suami isteri yang berbeda agama, di Indonesia, perkawioan berbeda hukum, berbeda instansi yang berwenang mencalal, sehinggaperlu sural hlerangan lidak ada 'rintangan menikah (karena terikatoleh perkawinan). Adalah termasuk perkawinan campuran menurul UUP Bab 12. Bagian ketiga pasal57 si d pasal62 hanya saja bagi mereka yang melakukan perkawinan campuran karena berbeda ,agama saja tidak berbeda warganegara, maka tidak ada problem kewarganegaraannya. ' . Pasal-pasal tentang kewarganegaraan hanya berlaku unluk yang memenukan , (pasal 58, 59 ayal (I). Dari pasal 58 juta tersirill pengertian bahwa ada orang-orang yang tidak berlainan kewarganegarain yang melakukan perkawinan percampuran. Untuk menciptakan kelenteraman ketatanegaraan dan adnunistrasi negara karena adanya perbedaan pelayanan karena perbedaan keyakinan agama, maka UUP menenlukan sanksi pelanggaran proses perkawinan campuran oleh pejabal pencatal (PPN pada KUA dan PPN pada Calatan Sipil) dengan hukuman jabatan dan hukum kurungan selama-Iamanya 3 (tiga) bulan (pasal 61 ayal I UUP). Dari rumusan UUP dan yang tersirat, tidak ada gambaran bahwil pengaturan UUP dalam rangka perkawinan campuran tidak lengkap dan masih memerlukan Undang-Undang lain atau peraluran pelaksanaan. Ini berarti bahwa UUP , sebagai pengganti peraluran perundangan lama memual pengaluran yang lengkap dari siCat fondamental peraturan perundangan di bidang perkawinan. Karena ilu memahanii UUP harus dalam kerangka sislem hukum nasionAl yang mengganti hukum kolonial ,Belanda. 3. HUKUM AGAMA TENTANG PERKAWINAN CAMPURAN. , a. Ajaran AeanialHukum Islam: ' Sebagaimana muslim, pegangan pertama adalah AI-Qur'an, kemudian Sunnah Rasul dalam Ijlihadnya '. . dan terakhir- adalah, petunjuk dan pendapat Ulil Amri .
135
(Q.S. 4:59). Dalam AI-Qur'anjelas, bah"" sistem Islam danjenjang pengaturan lersebut adalah kemngka ketaatan hukum dan laha!"n penemuan dan pengembangan hukum. Apalagi kalau kita kaitan dengan Hadisl Muadz bin Jabal yang menceritakan dialog Mu'adz dengan Rasul yang da!"t disimpulkan, bahwa sumber Hukum Islam adalah 3 (ialah AI-Kitab, Sunnah Rasul dan Ijtihad) dan keliganya adalah merupakan kelengkapan dan tahamn. Dikalangan Vlarna Islam terda!"l perbedaan Pendapat tentang perkawinan campuran untuk agama terutama tentang perkawinan laki-laki muslim dengan wanita Ahli Kitab. Karena AI-Qur'an memoat Huku~ naahi yang Rasul dan Ulama tak berhak merubahnya, maka. penda!,,1 yang kual adalah pendapat yang beitumpu pada Sumber Hukum Islam secara bertingkat/bertahap: AI-Qur'an, kemudian Sunnah Rasul, kemudian Ijtihad. Dalam AI-Qur'an dilarang perkawirian antara orang lsIam dengan orang musrik (laki-Iaki/perempuan) (QS 2 : 221). Laki-Iaki Islam dibenarkan kawin dengan perempuan Ahli Kitab (Nasrani/Yabudi) - (QS 5 : 5)., ,7' Wanita Islam ,liIarang kawin dengan laki-Iaki musrik (QS 2: 221) atau dengan Iaki-Iaki Kafir (QS. 60: 10) a.tau dengan laki-Iaki Ahli Kitab (QS 5 : 5 dan QS 60:10,50. ,, ' . . Al Qur'an suml Al Maidah (5) ayal5 menyatakan "Pada hari ini dihalalkan bagimu yang baik baik ; makanan omng-{)mng yang diberi Al Kitab halal bagimu, makananmu halal bagi mereka, dan wanita wanita yang menjaga kehormatann)Il dari wa nita wanita berimandan wanita wanita yang menjaga kehormatannya dari mereka yang diberi Al Kitab sebelum kamu, a!"bila kam u berika n ke!"da mereka mas ka'win, dengan niat menikah, bahkan bermaksud berzina dan bukan pergundikan. Barang sia!" katir akan ajaran keimanan, maka percuma amalannya dan diakhimt termasuk orang-orang yang merugi. aI Qur'an sural Al Baqoroh (2) ayat 221 menyatakan: Dan janganlah kamu nikahi wanita wanita musrik sehingga mereka beriman. Sesungguhnya budak Wanita yang beriman lebih baik dari!"da wapita musrik walaupun mereka menakjubkanmu. Danjanganlah kamu menikahi laki laki musrik. Sehingga mereka beriman. Sesungguhnya budak laki laki yang benman lebih baikdari laki laki musrik walaupun mereka menakjubkanmu. Mereka mengajak ke nemka, sedang Allah mengajak masuk syurga dan ampunanNya dan Izin Nya, dan memperjelas ayat ayat Nya bagi manusia agar mereka memelik pelajaran. Al Qur'an Surat Muntahanah (60) ayat 10 menyatakan: Hai orang omng yang beriman, apabila datang ke!"damu wanita berirnan yang hijrah kepadamu, maka ujilah mereka; Allah lebih mengetahui iman mereka; maka a!"bila kamu lelah mengetahui mereka benar ""nita beriman, janganlah kamukembalikan mereka kepada omng omng katir. W anita-wa nita beriman lidak halal bagi OIang katir. Dan laki laki kafir tidak halal bagi mereka (wa nita beriman). Maka berilah ke!"da mereka belanja yang telah mereka Aprill989
-
--------
136
Hukum dan Pembangunan
Dikalangan Ulama Islam, seperti dinyatakan oleh Prof. K.H. Ibrahim Husien, ada 3 pendapat tentang hukumlaki-Iaki muslim menikahi wanita Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrasi). .,. Pendapat pertama menyatakan halai (J amhur U1arna) dengan mendasarkan pada , A1-Qur'an Surat A1-Maidahayat 5 (QS 5:5) dan sewaktu Rasulullah SAWhidupada beberapa sahabat (Utsman bin Affan r.a., Thalhah, Khudhaifah dan lain-lain) menikahi waniia An Ii Kitab. '" Pendapat kedua menyatakan bahwa )Denikahi wanita Ahli Kitab haram hukumnj03 (Ibnu 'Umar. dan Syiah Imamiyah) denganalasan A1-Qur'an Surat 2 : 221 dan Surat , AI-Mumtabanah ayat 10 yang berisi larangan mengawini musyrikah idan menahan ~adi ,jsteri wanita kafir serta alasaJj' bahwa Ahli Kitab sellarang ini termasuk "Utusjrikah'~.
P.1;1\!hipat ketiga menyatakan bahw.i menikahi wanita ,Ahli Kitab halal hukumilya, abn 'tetapi siasah syarigah tidak meng)l~Jldakinya. Karena kekhawatiran dan fitnab QaIl!m kehidupan agama suami dan anak anaknya, rnaka hukum menikahinya ,adalah haram. Saya sependapat deugan pendapat Jumhur yang berpendirian sesiiai deagan-ketentuan Allah (A1-Qur'an Surat 5 : 5). ,\)atam,kehidupan Rasul, pernah memkahi Maria AI Kibtiyah yang adalah budak beragama Nasrani hadiah dari Muqauqis raja Koptj (Dr. Hl\ikal halaman 472);121 Selain iln Rasul jugamenikabni Safiab yang semula beragarna Yahudi . nikah dengan Rasul' dan beragama Islam. 22 Dengan adanya sababat-sahabat yang menikahi wanita Ahli Kitab semasa masih hidup, menggambarkan dengan jelas babwa Sunnab Rasul me,ngcunlrnn I Muslim menikahi wanita Ahli Kitab. Apalagi ternyata Rasuljuga menikahi wanita Ahli Kitab (tidak jelas Safiab masuk Islam"dahulu sebelu~- dinikahi oleh RasllI). Bahwa kemudian Umar bin Khattab menganjurkan cerai kepada salah seorailg sahahat 'yang beristeri Ahli Kitab adalah gambanin beratnya beristerUain namun tidak dapat disimpulkan keharaman atau siasat menghindari fitnah merupakan Sad-dudzdari'ah. 2'. '
swr
19.
20. 21.
22. 23.
berikan. Dan tidak salah atasmu kamu menikahi mereka (wan ita beriman) apabila kamu berikan mas kawin mereka, Danjanganlah kamu lahan (dalam perkawinan) deugan orang orang kafir. Minlala h pembelanjaan yang telah kamu kelll1rkan dah hendaknya mereka minla pembayaran pembelanjaan yang telah mereka kelll1rkan. Itulah hukum Allah, Allah menghukumi perkara dianlarnmu dan Allah Maha Meugelahui lagi Maha Bijaksa-na Ibrahim Husein, Prof. K.H LLM " Perkawirnn Campuran dilinjau dari SudUI Hukum Islam" ma kalah pada Simposium Ibidem. hal. 2 Haika l Dr., Sejarah Hidup Muhammad hal. 472. Ibidem hal. Dalam perkawirnn, AI-Quran (S.5 :5) memberikan hukum khusus karena wanila ahli kilab yang bernda pada kepemimpirnn suaminya ya ng muslim
137
segi pengembangan maieri hukum Islam, maka IJtibad Ulama yang dapat . adalab Ijtihad yang tidak mengnbah atau bertentangan dengan 'hukum Ijtihad yanE! bertentangan dengan materi danajaran hukum Al-Qur'an adalah ",gan:ibar,'kan tidak bertanbid. dalam hukllm. (iII!RtlRalul, dan 's ahabatjuga meniberikal)·contob.yangjelas. Saya tidak sependaneihwa d1am hal perkawinan, Ahli Kitab disamakan dengan musyrik. " .'
AgarruilHuku!D ROrila-.Katolik (Hil.I<~ Kanonik) : '. langgal I Maret 1970 Paus Paulus VI me~gumumkari peraturan baru renlang campuran; menurut Canon gereja adalah perkawinan antara orang dengan tidak Katolik. Orang yang tidak Katolik daJllt memiliki orang yang diperrnandikan atau orang yang beium'diperrnandikan samasekali. Peraruran uat tanggal31 Maret 1970 merupakan peraturan baru. Peraturan ini dibuat mendengar Uskup seluruh dunia serta usul-usul tersebut dipelajari didiskusidalam sinode (sidang para Uskup) bulan Oktober 1969. 2S' Kan6nik ini niDi"i 5erlaku sejaktanggal 27 Nopember 1983. ;.: .-.genai Perkawinan Campuran Hu~um Kanonik mengaturnya didalam Kan;yang menyatakan : ' , 1086: 1 .: Wa,wunan antMa dua orang, yang'diantaranya satu telah dibaplis dalam gereja atau dilerima didalamnya dan tidak meninggalkannya secara'resmi sedang,..ng lain tidak dibaplis, adalah tidak sah. membentuk keluarga Islam dalam pimpinan seorang Islam (laki-laki) sesuai dengan filrah dan ajaran AI-Quran (Q.S_ 4:34); hukum halal menikahi ahli Kitab. Umar bin Khotab sewaklu menyuruh cerai tidak menggambarkan keharaman dan ketidak-sah-an laki-laki muslim menikahi wanita ahli kitab, namun menggambarkan bahwa Umar kawatir \IIlnita ahii kitab yang dinikahi oleh Hudzaifahadalah pelacur ; karenany.> 1,lmar menganjurkan untuk menceraikanny.>, sebab wanita yang kotor haram bagi laki-laki mukmin (Q.S 24:26). KaiaLi dilibat yaat 5 surat AI-Maidah "'rlibat dengan j elas bahwa kehalaman itu bertumpu pada "tayyibat" (kebaikan, kesucian). Ras ut'menikahi wanita yang sewaktu bertemudengan Rasul masih ahli Kitab, kemudian nikah dengan Rasu~ menjadi muslimah dan Ummul mukminin, say.> sependaJllt dengan jumhur ulama bahw.l berbeda ahli kitab dengan musyrik. Menurut A1-Quran, (Q.S :) orang-{)r.ing ahli kitab masih mempuny.>i huhungan kebaikan dan keakraban dengan OIung Islam. SedanJ orang musyrik dan perbuatan syirik tak , terampuni (Q.s :) libat Hukum Kanolik terjemah, hal Ibidem hal. 2 Hukum Kanonik ini menggantikan Hukum Kanonik (Lama) yang berlaku sejak il smode Konsili Vinik:ln I di Perkawinan Antar Agama, Poliganii dan pelanggilran U ndang Y_n?ang Perkawinan.,
April 1969
Hukum dan Pen,bangu"","
Kan. 1086 : 2 : Dari halangan itu janganlah diberikan dispensasi, sebelum dipenuhi svarat-s\,. upacara keaga1l)llan dimana peneguh Katolik dan petngas tidak Katolik bersama-sama menyatakan kesepakatan mempelai dengan masing-rruisiiIg melaklllkan 'upacaranya sendiri. Kan 1128 - Para Ordinaris wilayah serta gembala urnat lainoya hendaknya mellgu.ahakan, agar suamilisteri Katolik serta anak-anak yang Iabir dari ne.-kawi.,an campuran dengan sampai kekll/llngan bantuan rohani untuk memenubi kel.ajlibaill-, kewajiban mereka, serta hendaknya mereka menolong para suami-isteri memupuk kesatuan hidup perkawinan serta rumah-tangga. 'Kan 1129 - Ketentuan-ketentuan Kan 1127 dan 1128 harusjuga diterapkan perkawinalf-perkawinan yang terkena halangan Beda Agama, yang disebut dalam
27. Ibidem hal. 28. Ibidem hal
139
1086 : 1. 29; . . Agama (Kristen). Protestan mengajarkan bahwa ""rkawinan adalah persekUtua~ meliputj ·keseluriilian hidup, yang menghendaki Iaki-Iaki dim perempuan satu. Satu dalam Kasih Tuhan. Satu dillam mengasihi, sat;' dalam kepatuhan, dalam menghayati kemanusiaan dan satu dalam memikul beban pemikahan. , kesejahteraan perkawinan, Gereja Proteslan menganjurkan kepada umatwituk eari pasangan Iiidup ya ng seagama dengan mereka. ~:na· menyt·'daribahwa umatnya hidup bersama-sama dengan pemeluk agama Gereja tidak melarang umatnya untuk menikah dengan orang-orang yang beragama proteslan. Perkawinan demikian dapat dilangsungklin di geieja . yang bukan proteslan bersedia membuat pemyalaan bahwa ia tidak berkeberalan perkawinanannya dilakSanakan di gereja. " , Perl
Ibidem . hal Lapom n Penelttian, Puslitbang Kehidupan Beragama, Badan Litbang Agama Departemen Agama Tahun, 1985 / 1986 hal IS, 16 Puslitbang Kehidupan Beragama, Badan Litbang Agama Laporan Penelitian tenta.ng Perka wi nan Antar Agama, Poligami dan petahun langgaran UUP, Tahoo 1985lhal. 1986 halaman 17. 4prill989
140
Hukum dan Pembangunan
hukum agarna. " ,PerkaWinan orang Hindu yang tidak memenubi syarat daplt dibatalkan. Menurut Gde Puja, MA, SH Suatu"erkawinan batal karena tidak memenubi syarat bila perkawinan itu dilakokan menurut hukum Hindu tetapi tidak memenubi syarat untuk pengesahannya, , misalnya mereka tidak menganut agarna yang sarna pada saat upacara perkawinan , itu dilakukan, misalnya dalam hal perkawinan antar agarna tidak dapa! dilakukan menurut huk urn agarna Hind u. ,,' Menurut hukum Hindu, kewenangan menikahkan oleh Pendeta mempunyai,kedudukan norma vang·penting. Gde Puia menegaskan alas hal ini : _ ; Didalam pertimbangan hukum selanjutnya yang perlu mendapat perhatian kita ialah kewenangan daripada pejabat agarna yang akOn meng~winkan. Menurut hukum agarna yang berwenang meng.winkan ad.lah y.ng mempunyai status kependetaanatau yang Iazim dikenal dengan istilah "yang mempunyai status lokapalasraya". 34" Dalam pertumbuban hukum Hindu di India, ternyata Hindu Marriage Act membolehkan perkawinancampura·nantar agama yang masihdalam .rurnpun aga"'" Hindu. Gde Puja menvata~n: Hukum Hindu mengizinkan perkawinan antar kasta dan aotar agama yang tergolong agama Hindu menurutHinduMarriageAct. Jaina dan Sikh. Pengertian Hindu itli diper1uas meliputi semua sekte Madzab Nambodi Brahmin, Wirasaiwa. (Linggayat), Waisnawa, Siweit, Aryasamaji dan lain-lain madzab Hindu ortodok. " , Dalam praktek di Bali, peng.nut agama Hindu di Bali yang melakukan perkawinan cainpuianarltai-agama ",kallgus antar wargaiiegara,iiiemajGii asas "wanita adalah bumi, laki-Iaki adalah pohon. Hukum perkawinannya dilaksanakan menuruthukum suami (pohon)" (Keterangan Kanwil Agarna di Bali). J6 , , ~ikian' pula sikap ,penganut agaJ;Da ,Budha. Pemoahasan tentang 'perkawinan campuran . menurut agamaBiJdha tidak disendinKan karena tidak ada ketentuan hukum perkaWinan daIilm Agama Budha. Bahkan agama Budha se,ndiri lebih banyak kepadaajaran danp.ngamalan moral (Drs. Oka Diputhera,.Oirektur Urusan Agania Budha Departemen Agam. RI). " '
32. Gde Pudja .MA. PenganulI tentang I'erkawinan Menurut Hukum Hindu, Mayasari Jakarta 1975 hal 3,1. '33. Ibid hal S3 , 34. Ibid hal 5S 3S. Ibid hal 47 " 36.· Wawancara aengan Kakanwil Agama bali ( 37. Oka Diputeni..,..... , .
' 14/
Kalau dikaji sejarah pe~uIllbuhan Agama' Budha, terlihat bahwa agama Budha adaJah "Protestann}ll" AgiunB. Hindu;·terutama masalah kasta. Agama Budha bukan 8pma Hukum. Karena itu tidak ada ketentuan-ketentuan yang eksplisit. Dalam ""ktek penganut agama Budha mengikuti ketentuan hukum Hindu (seperti di Bali) a u mengikuti Hukum Adatn}ll. Pelaksanaan Perkawinan Campurati dan Pencatatanny~ . Utituk memahami bagaimana pelaksanaan perkawimui' campuran, perlu diper- ' hatikan adanya: perkawinan campuran sebaiii . nl8sa~h i HATAW' lntern· dan perilawinan campuran sebagai masalah HA TAH ,Ekstern. Pemikiran dan pemahaman terse.but difaIida.'ll:', 'paPa pengertian bahwa sesuai dengan dasar negara Pancasila, hukum Nasionallndonesia (d.h.i. UUP) menganut pri'!'iPasas kewargan,egaraan dan asasbukum agama (pasa12 ayai i). Karenanya untuk pelaksanaan perkawinan Campuran di Indonesia perlu' disadari bahwa : Hak Amsi dalam beragama dalam negara Pancasila adalah hilk azasi yang paling azasi. 40:" Kita. sepakati asas Bhineka Tunggal Ika.. Ken}lltaan di Indollesia ada llluralitas agama. " '" Tiap-tiap agama tersebut rnempunyai hukum perkawinan sendiri-sendiri . .,. Pancasilamenghetid;lkj . pelaksanaan kehiduPan. beraglll)ta terlailsana .tanpa : . halangan nanlun ilalam suasana kehiduJian rukuii!bii'i para pemehik agama yang berbeda. 43 Perka wioan antara 2 (dua) orang'calon suami isteri yang berbeda agama adalab perkawinan antara 2 (dua) orang yang berbeda hOkum, yang adalah merupakan ten}lltaan sosial dan kenyataan hukum yang harus diselesaikan secara konsep-
">
.
Wawancara dengan Kakanwil Agama Bali ( ) pada tanggal di Denpasar Ken}lltaan hukum · di Bali men}lltakan demikian. Dengan adan}ll ketentuan ps. 2 ayat I, maka di Indonesia ada 5 hukum agama (Islam, Katholik, Kristen, Hindu, dan Budha). Akibat dari padan}ll ialah bah"" perkawinan campuran di Indonesia dapat beraspek HATAH Intern, karena perka winan tersebut terjadi antara dua orang yang bergolongan hukum agama }ling berbeda dan beraspek HATAH Ekstern karena men}llngkut perkawinan antara dua orang }ling berbeda warga negara. Berbeda wa rga negara dapat terjadi kedua-<Juan}ll warga negara asing atau salah satu \\!lrga negara asing dan salah satu \\!lrga negara Indonesia. Perkawinan yang beraspek HATAH Ekstern men}llngkut norma hukum Perdata Internasional. TAP MPR No. Il / MPIV 1978 tentang I'edoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila. Lihat penjelasanUodang Uodang No. IIPNPS/I965 Uncking Uodang No. 1119'(4 dan penjeiasann}ll jo. UU No I/PNPS/J965 TAP MPR No. III MPIV 197Htentang Pcdoman Penghayatan dan pengamalan Pancasila j o. TAP MPR no. IlI MPR / 1988 tenlang GBHN. April/989
142
Hukum dan Pelnbangunaw
sional dengan ' kebijaksanaanhukum y>lng menciptikan dan memantaPkan kerukunan hidup umat beragama untuk ketahanan nasional. 44'. 7 Diperlukan adanya norrnil hukum yang merupakan konsensus dan berdasar hukum, dengan menghindari vacum hukum yang menjamin terselengg.aranya. sistim hukum nasional dengan memanlapkan kerukunan. 4S 8) Karena hak asasi beragama adalah hak asasi yang paling asasi .. maka tidak dibenarkan pemaksaan pemelukan asatu agama atau pindah agama karena paksaan hukum dalam proses pelaksanaan perkawinan... ' 9) Perkawinan antara 2 (dua) orang yang berbeda agama, akibatnya berbeda hukum, dilaksanaka~ menurut hukum sua mi. Karena Undang-undang Perkawinan dan sifat universal hukum kekeluargaan mendudukan suami adalah kepala kell.iarga. 47 · IO)Di Indonesia masalahperkawinan merijadi masalah hukum materiil, hukum formil dan kewenang-wenangan administrasi dan kewenangan hukum yang mengundang kepada perbedaan-perbedaan dan kepentingan kewenangan. 'Dalam hukum perkawinan dianu~ asas bagi yang beragama Islam berlaku bukum Islam, dilaksanakan perkawinannyadi Kantor Urusan Agarna, dicatat sesuai dengan Undang-undang No.22 tahun '1946., Karena ada perkara' diur.us oleh Pengadilan Agama penasehatnya oleh BP4, kalau ada masalah hllkum, penyelesaiannya dengan fatwa Majelis Vlama, pengurusan administrasi dalam kewenangan administrasi Departemen Agama. Bagi yang I;>eragama selain Islam; hukum materiilnya sesuai dengan hukum . agamanya masing-masing (Kristen, Katolik, Hindu dan Budha), pernikahannya oleh pajahat agama masing-masing, pencatatannya dilakukan oleh Catatan SipiI, pengaturannya oleh Departemen Kehakiman, administrasi kewenangannya ditangan Departemen Dalam Negeri. lI)Perkawinan Campuran antar agama adalah salah satu bentuk perkawinan campuran yang kalali dilihat dari segi HA TAH adalah merupakan HATAH INTERN... . . 12)Disamping itu ada perkawinan camptiran antara warga negara dari negara berboo. (berbeda ke\Wrganegaraan) adalah merupakan HATAH EKSTERN ber-
44. Penelitian Perka winan Anlar Agama, Poligami dan Pelangaran UUP, Puslitbang Kehidupan Beragama, Badana Litbang Agama tahun 1985 / 1986 45. Norma tersebut adalah norma yang menjembatani terciptan}li kerukunan kehidupan bel1lgama 46. Hal tersebut adalah konsekwensi logis dari pengakwn akan plul1lJitas agama dan keharusan kerokunan kehidupan bel1lgama. 48. Hukum Antar Tata Hukum ada dandiperlukan karena adan}li plul1llitas hukum sebagai akibat dari plul1llitas penggolongan hukum atau plul1llitas agama }ling fungsionaJ terhadap hokum dalam suatu negara.
- 143.
ltailan dengan buki.un Perdala Internasiooal. " : ' -ksaIDaar dan peneatalan perkaWioail eampurandiatur dalam UU nomar I tahun pasal60s/ d 61,PP no. 9 tabun 1975 pasal2 dan pasal7; d~~ pMA no. 3 tabun pasalI7. Erat bubungannya dengan kewenangan aboolut pasaldari PA, maka '""tI.u.u tersebut dikaitkan dengan pasal 63 ayat I dan 2 : PerkaWioan eimpuran tidak dapat dilaksanakan sebelum terbukti bahwa syaratsyarat perkawinan yang ditentukan oleh hukum yang berlaku bagi pihak masingmasi'ng telah terpenubi (pasal 60 ayat I). Sebagai bukti syarat-syarat telah terpenubi dan.tidak ada rintangan \1IItuk melangS1D1gkan perkawinan eampuran oleh yang berwenang meneatat perkawinan diberikan surat keterangan bahwa syarat~syarat telah terpenuhi. (pasal 60 ayat 2). Jika pejabat yang bersangkutan menolak untuk memberikan surat keterangan maka pengadilan berhak memberikan surat keterarigan itu; Pengadilan memberilean keputusan dengan tidak beracara dan tidak dapat dimintakan banding (Pasal 60 ayat 3 dan 4). keterangan tersebut di atas berlaku hanya untuk 6 bulan setelah dikeluarlean; bila lewat dan diperlukan barus diperbahanii (Pasal 60 ayat 5). PasalI6 Peratwan Menteri Agama No.3/1975 mengatur: Apabilli salah seorangcalon rrtempelai heragama Islam yang berkewarganegaraan " donesia hendak melangsilngkan perka wioan eampuran, diperlukan surat keteI&1lgan dari Pega\W:i Peneatatan Nikab yang mewilayahi. tempat tinggalnya liebagai dimaksud Pasa160 Undang-undang Perkawinan. ret.ksanaan Perkawinan C;;mpuran menurut hukum agam.Islam d;awasi dan ,,"I
pacta
Hukum Antar Tata Hukum EKSTERN kareoa adanya hubungan hukum antar warga negam yang berbeda. Negara yang berbeda pada umumnya mempunyai lata hokum danatumn hokum yang berbeda. Diperlukan norma Hukum Perdata internasiooal sebagai pedoman.
. April 1989 .
144
Hukum dan Penwal'!gw.
baI1lsa terwujlXl dan terjamin. Sli · Asasini beJdasarkepida Pasal6 GHR (S.1898 No.158}yang menurutbUkum berlaku karena UU No.1 Tahun 1974 dan PP No. 9 Tahun 1975 dan peraturan belum mengatur (Iihat Pasal66 UUP jo. Pasal47 PP No.9 Tahun 1975). Namun memberlakukan seluruh pasal 6 GHR ada bahayanya bagi persatuan kesatuan bangsa, karena menurut Pasal6 GHR calon suami-isteri dalam n,,,·x.w;,.., eampurandapit memilih kehendak yang lain. Karenanya yang tepit untuk UUP · dalam membina dan menumbuhkan kesatuan bangsa untuk per'kawirlan eamrluOu dianut asas "Menurut Hukum Suami". Maka pelaksanaan nikah eampuran dengan eaill : 51) '(i}Hukum Agama Islam;ijab kabul dilaksanakan oleh wali dan suami, pengawasannya dan pencatatannya dilaksana~n oleh PPN: Wali dapit nasab, wali wakil atau wali hakim. Bagi \Vanita non Islam yang kawin laki-Iaki Islam, tidak beragama dengan agania suami. (2)&gi yang beiagiima R6iDaKaihoiik;" inisii perkawinaD dilaksanlikan oleh sedang pencatatannya dilakukan oleh Catatan Sipil. Pegawai Catalan Sipil .tidak . bertUgaslberwenang mengawasi tentang perkawinan itu sah menunit agama atau tidak. PetI1las Caiatan Sipil hanya bertngas mencatat perkawinan itu dari 'segi raan (administra,si perka winan negara). (3}Bagi yang beragama Kristen, Pendeta banya memberikan· Pemberkatan didas!lrkan'atas pelaksanaan perkil winan kenegaraan (pencatatan) yang dis'~leng garakano)eb Pegawai Catatan Sipil. Pendeta sendiri tidak mell!ksanakan hukum perkawinan agama dan delnikiu juga pegawai catatan sipi\. . (4)Bagi perka winan Hindu, perkawinan dilaksanakan oleh Pedande dan ol'eatat 011011 Pegawai Catatan Sipi!. Dalam praktek tidak dapat terjadi, karena agama tidak lIlembenarkan. perkawinan campuran antar agama. Perkawinan menur'" agama Hindu banya sab kalau telab dilaksanakan upacara nikah oleb Pedlandle; dan Pedande banya mau menyelenggarakan upacara perkawinan, kalau calon suami isteri beragama Hindu. Demikian pula untuk agama Budha. " · g) !lila menurut PPN/Wk.PI'N/Pembantu PPN persyaratan teknis atau adfinifii,.. tratif belum/tidak terpeDl!bi maka ia barus menolak pemberitahuan kellenclat nikah tersebut, pengan pisertai alasannya 'dan seterusnya seperti yang berl.a ka dalam 'ta'ta eara perkawinan biasa, demikian pula taiacara pe.ricatatannya. " :. 50. Norma ini adalah beraSil dari ps. 6 GMR (S. 1898~ ;;: 158). Pasal ini berlaku ' ka~na sesuai dengan ps. 66 UUP, pida asasnya BW .. .I-jOCI dan GHR tidak berlaku lagi kalau dalam UUP dan per",wran pelaksanaannya telah diatur. Ternyata hal Yang diaturdalam ps. 6 GHR belum dialur dalam UUP maupun peraturan pelaksanaannl". · 510 IiaI tersebUt sesuai dengan ps. 6- UHR(S. 1898 rio. {58) .
52: 53' Lihat
piS
60 (I) s.d.. (4) UUP.
145
Jika pihak-pihak yangdjtolak itu tidak puas, dapat mertgajukan kepada Pengadi-
Ian Agama yang mewilayahinya dad Pengadilan Agama setelah memprosesnya dapat menguatkan penolakan itu sesuai dengan alasan-alasan yang. dinyatakan oleh PPN/Wk.PPN/ Pembantu PPN termaksud atau memerilltahkan untuk melangsuogkan perka wina n.eampuran yangditolak itu dan bagi PPN/ Wk,PPNI Pembantu PPN yang menen,ma perintah itu harus melangsuogkan peroikahan itu (pasal 63 jo. 'Pasal 60 ayat 3,4 dan 5). pencatatan Perka wioan di lndoeosia ditetapkan adanya dUains!alJSi/Iem~a diberitngas dan wewenang mencatat perkawinan dan perceralan; yaitu ; "I Peoawai Pencatat Nikah (PPN) pada KantorUrusan Agaroa Kecainatan, yan!\ bertngas mengawasi dan mencatat perkawioan menurut hukum agama I$lam. " ''ega.wai' Peneatat (CS) pada Kantor Pencatatan Sipil bagi mereka yang melakuD n perkawioan tidak menuru! agaroa Islam. 54' pelaksaoaan tngasnya dianut prinsip, PPN tidak berwenang mencatat pcrInrinalD yang dilaksaoakan tidak menurut agama Ishim. . Sipil tidak berwenang mencatat perkawjnan- ~labaoakan menurut Islam. Apabila ada Perkawioan eampuran·· ·di"perhJ!(a Ii .surat keterangan dari _lin~:-masillg instansi yang berweoang mencaCUilya. rt.::atatan eukup hanya ·pada satu instansi peneatai perkawioan, jadi bila sudah oleh Catatan Sipil tidak boleh lagi dicatat oleh PPN. peotingnya keweoangan pencatat ·perkawioan campauran oleh instansi yang _ enOiog (pasa161 ayat I), UUP memberikan sanksi yang keras (hukum kuruogan IuIna-li8manl'" 3 bulan dan hukuman jabatan) terhadap pegawai pencatat oikah meneatat perkawinan tanpa telah adanya keterangan atau keputusan pengganti , , Hal tersebut adalah merupakan aneaman bagi petngas PPN/KUA dan Sipil agar selalu menjaga suasaoa saling hormat dan dalam kootdinasi ,
~~"
...damempelai laki-Iaki dan perempuan yang melakukan perkawioan campuran lebib dahulu menyerahkan surat keteran~an atau keputusan pengganti keten, dI3DCam dengan hukuman kurungan selama-Iamanya satu bulan. ,.. peiaksanaan iJiJi> Sesuai dengan'dasardaii syamt p.,rkawioiin (paSsll; Pasal I, Pasal 6, Pasal 7 ayat 3dan Pasal 8 huruf I), seharusnya tidakterjadi "win,an 'Cterm",suk perkawioan eampuran antara agama) yang melanggar hukum Namun fakta dalam masyarakat, menggambarkan kenyataan bahwa ada agama yangmengabaikan hukum agama dan hukum negara atau mengahukum agama dan hanya memerlukan formalitas hukum negara: Dalam ~llll'm Peruodang-undangan Indonesia, masih ada pula peraturan hukum·yang berpatokan pada nilai-nilai formal dan tidak meodudukkan nilai-nilai hukum
Pasal 2(2) P.P nO' 97I9'3 Dilndonesia ada 2 IDsllIns,· peneatat nikah ialah PP.N (KUA) bagi yang berngama Islam dan · Caiatan Sij:lil bagi non muslim. Pasal 6(:(3) Uti}). Ap~II989
Hukum dan PembangunaJf
ligama. . Ketentuan-ketentuan tentang Catatan Sipil, adalah satu contoh dari peraturan }'Ing . masih bersikap demikian. Dalam negara hukum Indonesia, negara dan pemerintah berdiri sebagai Badan .Publik yang bertugas memberikan pelayanan hukum kepada selurub warga negara. Dalamhal terjadi perkawinan campuran antar agama, kadang-kadaug teIjadi keadaaJ) hukum, pelayanan hukum oleh pemerintah tidak sejalan dengan ketentuan hUkum. sesuatu agama, terutama ke.tentuari huk4fll agama .pihilk peremjluan. Hal - tersebutadalah konrekwens; logis dari pilihanhukum dalam perkawinaricampuran. Pelaksanaan perkawinan campuran antar warga negara perlu diadakan pilihan hukum pihak-p;hak yang disel"'kati bersama; jika tidak ada pilihan hukum dan perkawinan dilaksanakan di Indon~ia, maka dianut prinsip m~nurut hukum suami dalam prakteknya adalah menurut hu!mm agama suami,i.ika suami beragama Islam dilaksamikan
57 DalamHATAH;problema pilihailhukilmpastilida untuk kepasiian hukum dan janrioan . hukuin
141 di Indonesia. Hal tersebut dapat teIjadi bagi para Diplomat asing di Indonesia atau selainnya (tourist). Pelaksanaandapat menuru\hukum agama Islam (KUA) ataudi Kantor Catatan Sipil, tergantung pada agama yang dipeluk oleh keduanya atau oleh suami. kelangsungan dan pencatatan perkawinan dianut asas memakai hUkum suam~ kecuali pihak-pihak menghendaki lain. Khusus untuk perkawinan campuran antar agama dianut prinsip, pelaksanaannya menurut hukum suami, demi kesatuan dan persatuan bangsa. Pela.nggaran pelaksanaan perkawinan campuran (an.tar agama atau selainnya) adalah merupakan tindak pidana dan diancam dengan hukurnan kurungan 1 bulan (terhadap suami istri) atau tiga bulan dan huklJlIlanb~ pegawai pencatat perkawinan (PPN pada KUA atau 'pegawai Catatan Sipil). Masih banyak teIjadi perbedaanpenqapat tentang perkawinaIi campuran dikaIangan paraahli, pelaksana hukum dan penegak hukurn, sehingga menglilobattan praktek pelalisanaan perkawinan campuran yang beraneka mgam. Masalah perkawinan c;ampuran di Indonesia,juga merupakan masalah Agama dan merupakan masalahSARA. Karenanya perlu mendapatkan perhatian yang
serius. Belum berkembangnya keija....ma kordinatif yang mantap dikalangan instansi yang terlibat masalahperkawinan campuran Masih ban yak anggauta mllSyarakat yang belurn memahami undang undang perkawinan dan pemturan pelaksanaannya.
" ,slflkan hal-hal tersebut disarankan : Peningkatan. pemahaman UUP. Untuk memahami pengertian dan segala hal tentang perkawinan campuran perlu Iliemahami arti dan makna UUP bagi bangsa dan negara Indonesia. Kalau kita melihat sejarah dan rurnusan UUP, maka terlihat bahwa : UU Perkawinan menipakan satu kesatuan UU Nasional yang merupakan satu keseluruhan dan satu kesatuan yang bulat Undang-undang Perkawinan merupakan satu kesatuan UU dan satu,kesatuan sistim hukum yang bab-bab, pasal pasal dan ayat-ayatnya tidak boleh ditafsirkan bertentangan satu sarna lain. 8esuai dengan sejarahnya; pemahaman dan penafsiran UUp tidak boIeh dipertentangkan dengan hukum agama khususnya hukurn Islam. 'Untuk mempelajari UUP itu harus mempunyai Iatar belakang dan dasar pemahaIlian hukum Islam, sebab sebagian besar ketentuan-ketentuan bemsal dari h,ukum , Islam. Undang-undang PerkHwinan adalah hukurn perkawinan nasional berdasarkan' Pancasila dan UUD 1945 sebagai pengganti norma-norma hukum yang ditinggalkan pemerintah Hindia Belanda. Karenanya ctalam 'memahami bab, pasal-pasal dan ayat-ayatnya harus dengan semangat merdeka, semangat mengamalkan Pancasila,,:sena semaApril 1989
148
Hukum dan p".wang'''''''
ngat meliggantlkan ketentuan hukum yang diskriminatif, yang dicipt.kalll oleh Pemerintoh i!elanda. e Disadari bahwa sesuai dengan asas Bhineka Tunggal Ika diantora negara Indoensia terdapat perbedaan fundamentol di dalam hokl!1Il daan' agama. kalau temyato ada perbedaan hokum, perbedaan hukl!1Il, dalam UU Perkawinan, pemerintob berkewajiban memb'erikllll pelayaran hukum. Norma pelayanan tersebut merupakanjembaton unan persatuan dan kesatuan da1am sistim hokum berdasarkan Pallcru,i1a. [ Undang-undang Perkawilianadalah bokum nasional.lnoonesla vanIQa,do dalam dan merupakan bagum talilnan bokl!1Il internasional (yangbelckelD bang dan berubah). Karenanya UU Perkawinal! berbubungan dan berkaliaii d~nga:n, perdato iilternasiomil yang antara laill mempunyai a..s, pemerlntah wajiban memberikan pelayanan hokl!1Il dalam · masalab keperdataan hadap warga negara lain yang berbubungan dengan warga negara sia atau mereka.yaiig tinggal di Indonesia. Karenanya itu di dalam Perkawinan ada beberapa hal yang harus dipahami dalam konteks perdata internasional (perkawinan di luar negeri, perka.winan 'carnpllIal dan lain-lain) . g Sesyai de~gan prinsippengaturan pengundangan ialah menghindari hokum, maka keterituan lama masih berlaku sepanjang UU pel,ka'Mn811 dan peraturan pelaksanaarinYa belum mengatur (Ps 66 UUP 10 Ps. 47 No. 911975). UUP. sebagai UU Nasional memuat norma hokum perkawinan rangka pengamalan Pancasila dan P4 (TAR MPR No. II/MPRII 2) Perlu adanya keIjasama kordinatif yang manta p antara K UA dan Catatan Pengadilan Agama dan Pengadilan N egeri, Departemen Agama dengan temen Dalam' Negeri dan Deparlemen Kehakirilan 3} ' Karena pelayanan perkawinan campUlan menyangkut berbagai aspek (HlJkulll Agama, kewenangan administrasi, pembiayaan dan lain-lain) maka. perlu ngembangan kesadaran akan kewajiban dan kewenangan internasional malSin~ masing instansi pelayanan administmsi dan ' bokum. 4} Perlu keseragaman surat keterangan yang digunakan oleh KUA atau Cat,faII SipiJ dalam menangani dan melayani Perkawinan Campuran (khususnya kawinan carnpuran ~tar agaD\a) ; diusulkan pada lampiran II dan llI.
••• Di bawall pemerintGlum ·QI'IIIII-ortJIIII b_. peM lebih ber/!IUIIG daripada pedant. . (Baron Lytton 1803-1873)