“Peristiwa yang terjadi pada postmodern telah membuat suatu perubahan dalam dunia bisnis pada Globalisasi Ekonomi Dunia” oleh : M Anang Firmansyah Pendahuluan Apakah post modern? Filsafat atau lebih tepat disebut peristiwa filosofis yang dewasa ini amat dominan. Ia mendominasi diskusi-diskusi di dunia intelektual. Dimana saja, post modern merambah aneka wilayah kehidupan manusia. Ia menyentuh wilayah seni, sastra, arsitek, politik model. Bahkan juga wilayah religiusitas. Perkara agama tidak luput dari gempuran peradaban post modern. Cara-cara hidup beragama mengalami pergeseran-pergeseran yang mencengangkan sekaligus mendebarkan. Model-model berelasi dan menjamin hubungan antar manusia juga terkontaminasi elemen-elemen peradaban ini. Filsafat bersifat sebagai penerang (explanation), sedangkan sains bertugas dalam penemuan-penemuan ilmiah atau dengar perkataan lain, filsafat bertugas dalam “Kontemplasi” dan sains bertugas dalam “realita” atau menyingkapkan realita dalam jagat raya ini. Dengan kontemplasi, filsafat yang pada mulanya berisi alatalat rasional pada akhirnya menjadi kontemplasi dalam mencapai maksudnya. Alat-alat rasional sudah ada dalam tubuh manusia sejak dilahirkan. Plato menyebut ini sebagai “Innate Ideas”. Kemampuan innate ideas ini adalah menjadikan ide-ide seseorang menjelma tanpa melalui observasi. Karena itu sifatnya netral. Tema Dari konstruksi ke dekonstruksi. Dengan dekonstruksi sama sekali tidak dimaksudkan penghancuran, pembubaran, peniadaan. Konstruksi memang berarti pembangunan, pendirian, sistemasi. Tetapi tidak serta merta terminologi lawannya, dekonstruksi, mengatakan kebalikannya. Konstruksi memaksudkan pendirian rasionalitas. Ini khas modernitas. Descartes adalah pionirnya. Ia mendirikan rasionalitas dalam cara yang sama sekali baru. Rasionalitas bukan semata perkara diskrepansi atau korespondensi ide akal budi dengan obyek realnya. Rasionalitas adalah kesadaran. Dengan kesadaran dimaksudkan subyektivitas. Kesadaran bahwa aku adalah entitas yang berpikir. Terminologi Cartesian melukis dengan kurang lebih tepat: res cogitans. Manusia adalah res yang menyadari. Inilah konstruksi akal budi yang digarap dengan demikian intens dan mendalam. Kesadaran manusia adalah kesadaran rasional yang tidak pernah mandeg sebelum memiliki keyakinan mengenai keabsahan. Terminologi konstruksi mau mengatakan bahwa manusia memiliki segalanya – dapat dikatakan begitu – untuk menggagas tentang dirinya, hidupnya, sesamanya,
lingkungannya, Tuhannya, dan segala sesuatu yang ambil bagian dalam kehidupannya. Produk dari konstruksi rasional ini dengan mudah dapat disebut. Yaitu, ilmu pengetahuan teknologi, ideologi, agama, hukum, metafisika, pengertian transcendental dan yang sejenisnya. Ilmu pengetahuan mengajukan kepastian, keilmiahan, keobyektifan. Teknologi memberikan iming –iming kemudahan dan keenakan. Ideologi menggagas kesatuan politis tata hidup bersama. Agama menawarkan surga. Hukum membela keadilan. Metafisika mengantar kepada kedalaman. Transcendental menembus keterbatasan dan kedangkalan. Demikianlah adagium-adagium promotif dari peradaban kemodernan. Sangat konstruktif. Dan memang tampak benar dalam kehidupan selama ini. Dalam analisis postmodern, promosi-promosi diatas sekedar menjanjikan kepalsuan. Ilmu pengetahuan bukanlah menampilkan kepastian tetapi power, kekuasaan. Benarlah apa yang dikatakan oleh Francis Bacon : science is power! Dan kekuasaan berarti kepentingan. Tidak ada rasionalitas. Science yang mengagungkan keilmiahan lantas bukan suatu rincian investigasi rasional metodogis. Tetapi membuat kepentingan-kepentingan mengemuka. Science tidak lagi scientific melainkan naratif. Bualan. Kisah. Dongeng. Itu yang meninabobokan. Tidak ada protes atas kepentingan penguasa. Simak apa yang terjadi dengan ideologi-ideologi macam nasionalisme totalitarian, komunisme, individualisme, chauvisme, fasisme. Agama adalah alat kekuasaan. Hukum mengabdi kekuasaan (simak dengan begitu jelas apa yang terjadi di Indonesia!). Metafisika menjadi ajang pengembaran rasio manusia yang nganggur. Produk-produk kemodernan pendek kata telah menjatuhkan peradaban ke tingkat sangat rendah. Orang bertengkar mengenai ideologi. Orang-orang saling membantai karena agama. Bangsa-bangsa terpecah dan saling menyisihkan karena kemajuan ilmu pengetahuan. Produk kemajuan justru membuat peradaban manusiawi mundur. Inilah paradoks kemodernan. Postmodern melabrak kepentingan. Ia menggebrak narasi, atau lebih tepat narasi agung, produk modernitas. Modernitas itu sarat dengan janji-janji palsu. Bagaimana postmodern menggebraknya? Derrida mengajukan aktivitas rasional, yang disebut dengan dekonstruksi. Dekonstruksi tidak menawarkan penghancuran. Dengan dekonstruksi dimaksudkan pembacaan ulang seluruh realitas, yang de facto merupakan produk dari modernitas sejak Cartesius. Karena merupakan aktivitas “membaca ulang,” dekonstruksi memandang realitas sebagai suatu, “teks”. Dan, karena realitas dipandang sebagai teks, dekonstruksi berhadapan dengan suatu bahasa. Dengan bahasa, tidak dimaksudkan terutama kata (word) melainkan sign (simbol). Dekonstruksi akan memandang bahwa realitas sesungguhnya adalah dunia simbol. Dari Ferdinand de Saussure, kita tahu bahwa apa yang disebut dengan sign terdiri atas struktur signified (realitas yang dimaknai) dan signifier (pemberi makna realitas tersebut). Ilmu tentang sign ini disebut semiotika. Pemandangan terhadap realitas sesungguhnya seringkali berupa produk dari signifier. Klaim modernitas atas keabsahan sesungguhnya langsung berhubungan dengan struktur signifier-nya, dan bukan menyentuh signified-nya. Artinya, ada struktur-struktur pemahaman rasional yang dalam ilmu pengetahuan terjadi penekanan-penekanan yang berlebihan dan kompromistis atas realitas.
Misalnya, dalam ideologi, apa yang orang simak adalah paradigma-paradigma rasional simplistis atas prinsip persatuan. Sebut saja, persatuan Indonesia. Prinsip persatuan memaksudkan bahwa seluruh manusia Indonesia harus bersatu. Atau, paling sedikit tidak melawan prinsip itu. Apa yang terjadi selanjutnya? Yang terjadi adalah simplifikasi prinsip persatuan. Muncul doktrin yang mengedepankan pembelaan persatuan diatas nilai-nilai moral keadilan dan kesejahteraan. Barang siapa melawan prinsip persatuan sama dengan melawan moralitas bangsa. Yang memisahkan diri atau mencoba memisahkan diri adalah musuh bangsa, teroris, penjahat kaliber kakap. Masih ingat dalam benak kita akan nama-nama Xanana Gusmao. Pemerintah Suharto bahkan menganugerahkan bintang tanda jasa sangat tinggi untuk militer yang telah berhasil menangkap Xanana. Sang separatis. Teroris. Pelaku tindak kejahatan subversive. Dan, semua orang ingat, massa media melukiskan penangkapan itu sebagai puncak keberhasilan tiada tara, sebagai suatu prestasi spektakuliar, sekaligus dengan segala uraian kotor dan busuk tentang sosok Xanana. Sekarang semua orang tahu, siapa yang kotor dan busuk dalam sejarah peristiwa itu. Semua orang tahu, siapa yang adalah penjuang kemanusiaan. Problemnya mungkin tidak sekedar bahwa itulah aman Order Baru dengan kekhasannya yang tidak dimiliki oleh jaman lain. Melainkan, wacana pada waktu itu adalah wacana ideologis, yang berupa simplifikasi atas prinsip rasional. Postmodern sekarang membuka mata akal budi manusia bahwa ideologi “persatuan bangsa” telah digeser kepada adagium yang membela kepentingan. Dan, berbicara tentang kepentingan berarti kepentingan penguasa! Itulah pencerahan yang ditampilkan oleh apa yang disebut dengan aktivitas dekonstruktif. Hal yang serupa terjadi pada sosok-sosok pejuang kemanusiaan seperti Uskup Belo, Yasser Arafat, Nelson Mandela. Dan seterusnya. Bahkan Pemerintah Inggris menyesali tindakannya, karena telah pernah menolak kehadiran Nelson Mandela – kala dia masih menjadi “buron” dan “teroris” (sekali lagi untuk rejim yang berkuasa kala itu) – di wilayah Inggris. Aktivitas dekonstruktif itu menyentuh langsung perkara pemurnian rasional dan cara berpikir. Tidak reduktif. Tidak ideologis. Melainkan mencerahkan dan memanusiawikan. Dalam pengertian ilmu ekonomi secara sederhana yang memusatkan perhatiannya pada persoalan pokok tentang bagaimana manusia dapat mempertahankan hidupnya dan bagaimana manusia mengatasi persoalan tersebut. Semua itu disebabkan karena adanya masalah kelangkaan materialisme dan dimensi kejiwaan manusia yang berhadapan dengan kebutuhan yang tidak terbatas Kebutuhan lebih besar dari kemampuan. Dalam hubungan ini , maka manusia dalam arti luas yakni sebabai masyarakat ekonomi mempunyai tugas dan tanggung jawab yang besar yang harus diselesaikan yaitu harus mengadakan mekanisme atau system bagaimana memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan dan mengatur bagaimana hasil produksi didistribusikan. Untuk mendistribusikan produk dengan kata lain bagaimana barang tersebut harus laku dijual dipasar., maka perusahaan harus jeli membuat strategi
dalam bersaing di era pasar bebas dan ini sudah mengarah kedalam system ekonomi global dimana mereka yang pandai dan dapat membuat gebrakan gebrakan baru adalah pemenangnya. Gebrakan yang dilakukan perusahaan, ini memerlukan pemikiran yang matang dalam membuat strategi. Untuk membuat strategi dalam bersaing perusahaan harus benar benar mengerti masalah manajemen. Menurut pandangan umum mengatakan bahwa filsafat dan manajemen itu tidak berhubungan satu sama lain dan sulit dihubungkan. Filsafat itu abstrak dan bahasanya susah dipahami. Disisi lain ilmu manajemen adalah ilmu yang praktis. Manajemen memikirkan tentang tindakan dan sibuk dengan penerangan di dalam kehidupan nyata. Kedua bidang itu seolah tidak memiliki kaitan. Manajemen itu praktik. Filsafat itu abstrak. Tidak ada jalan tengah diantara keduanya. Benarkah pandangan itu? Peter Drucker, seorang ahli bisnis dan profesor di bidang manajemen terkemuka di dunia, menolak pandangan itu. Baginya praktek dan ilmu manajemen memiliki dimensi filosofis yang sangat mendalam. Manajemen tidak bisa dilepaskan dari filsafat. Tanpa filsafat manajemen tidak memiliki fondasi pengetahuan yang kuat. Tanpa manajemen filsafat akan berhenti menjadi pengetahuan dan insight yang belum diterapkan ke dalam praktek. Tata politik mengandalkan filsafat politik dan manajemen politik yang kokoh. Tata bisnis mengandalkan filsafat bisnis ekonomi dan manajemen bisnis yang kokoh. Oleh karena itu kedua disiplin itu sebenarnya saling bertautan tanpa pernah bisa dipisahkan. Tujuan dasar dari manajemen adalah untuk membuat beragam orang bekerja sama untuk tujuan yang sama, berpijak pada nilai-nilai yang sama, struktur kerja yang sama , pelatihan yang sama , perkembangan bersama yang diarahkan untuk menanggapi berbagai perubahan yang terjadi di masyarakat. Praktek bisnis yang terjadi pada pasar bebas yang dilakukan oleh perusahaan dengan menggunakan modal besar banyak dilakukan di berbagai negara. Dengan demikian perusahaan besar akan banyak memproduksi barang yang akan dibeli oleh konsumen dan ini menyebabkan konsumen akan lebih konsumtif dan bayak dihadapkan pada bermacam-macam pilihan barang yang ada pada pasar bebas. Di sini menjadikan peradaban manusia berubah dari yang biasanya menjalankan ekonomi tradisional dan tidak konsumtif beralih ke ekonomi pasar yang bersifat konsumtif. Sistem ekonomi pasar ini menganggap bahwa pola perilaku masyarakat ekonomi dikendalikan oleh pertimbangan yang rasional dalam pasar ekonomi. Dalam perkembangannya yang modern system ekonomi pasar ini telah melahirkan bentuk budaya masyarakat ekonomi baru yang dinamakan dengan budaya free market liberalism. Menurut sejarah perkembangannya, dapat dikatakan bahwa kepercayaan besar pada kekuatan pasar oleh aliran kapitalis liberal ini adalah akibat dari perkembangan prinsip “Globalisasi ekonomi dunia” Dalam aneka peristiwa perundingan tingkat dunia , negara-negara kerap memaksudkan globalisasi sebagai suatu strategi liberalisasi perdagangan sedemikan rupa sehingga persaingan ekonomi sangat kejam terutama yang dialami oleh negara-negara yang infrastruktur dan sumber daya manusianya masih tertinggal . Globalisasi disini mengajukan pengertian model ekonomi dunia yang “
bordeless” ( tanpa pembatas ), “ open “ ( terbuka ). Negara-negara yang kuat dan kokoh neraca perdagangannya mengklaim inilah globalisasi sesungguhnya, yaitu pemberlakuan tarif biaya masuk dibebaskan sehingga lalu lintas perdagangan menjadi bebas. Dalam pasar bebas ini perusahaan harus dapat bertahan hidup dan dapat menjual produknya agar laku dibeli oleh konsumen. Dengan demikian yang perlu diperhatikan adalah bagaimana resep keberhasilan perusahaan yang dapat mencapai keberhasilannya dalam bertumbuh dan berkembang serta dapat menjual barang sampai ke konsumen dalam situasi yang sulit dan penuh dengan ketidak pastian. Disini ternyata ada “rahasia kecil” dibalik sukses besar itu. Dan resepnya hanya satu yaitu budaya inovasi dan perubahan. Akan tetapi, seperti halnya minum obat resep yang jitu tidak begitu saja menjadi obat manjur kalau tidak ditelan artinya kekuatan inovasi butuh kecepatan dan ketepatan implementasi yang menjadi penentu banyak perusahaan untuk memerangi permasalahan. Kesadaran akan budaya inovasi dibanyak perusahaan bukan hanya isapan jempol. Sebagai contoh bagaimana Emirtar Satar, Dirut Garuda Indonesia membawa perusahaan itu keluar dari zona rugi dan berbalik arah ke zona menguntungkan. Itu semua berkat sentuhan inovatif untuk menjadikannya sebagai perusahaan penerbangan yang terbesar di negeri ini. Contoh lain adalah Bank Mandiri di bawah kepemimpinan Agus Martowardoyo, bank itu berhasil merubah simbol bank plat merah yang birokrasi, konvensional dan konservatif menjadi bank yang bersimbol dalam hal melayani masyarakat. Pola manajemen yang inovatif telah mengantarkan bank yang pernah susah payah mengatasi kredit bermasalah itu menjadi bank terkuat di Indonesia dengan pertumbuhan pendapatan dan laba yang signifikan dari tahun ke tahun. Dari contoh perusahaan tadi, telah mendapatkan manfaat dan daya dobrak kekuatan pikiran yang menjadi inti budaya inovasi. Kemauan untuk keluar dari zona rugi, kesediaan untuk tidak terkungkung oleh kotak prosedur dan kebiasaan, sekaligus kesanggupan untuk menanggung resiko ekspektasi tinggi atas keuntungan, telah menjadi mesin penggerak yang efektif untuk tumbuh dan berkembang, bahkan secara exponensial di berbagai perusahaan. Kekuatan pikiran yang menumbuhkan budaya inovasi telah mengantarkan sekaligus menjaga kesinambungan perusahaan untuk tumbuh dan berkembang. Kuncinya adalah selalu melihat dan memperbarui model bisnis, sekaligus terus menerus meningkatkan kapasitas sumber daya manusia. James Riady pemilik kelompok LIPPO Group , mengatakan yang penting adalah bagaimana membuat kepribadian untuk memerangi persaingan dan ini butuh strategi inovatif yang menghasilkan keunggulan kompetitif. Dengan cara berbeda-beda, pengusaha menjalankan strategi sukses berdasarkan kekuatan inovatif pada perusahaannya masing- masing. Intinya menyerapkan hal-hal baru dan mengeksekusinya. Kekuatan inovatif ini merupakan strategi perusahaan yang dibuat untuk memenangi persaingan dipasar bebas. Strategi perusahaan bukan hanya urusan pimpinan saja, tetapi sudah menjadi urusan seluruh pihak terkait. Tidak ada pengecualian dalam perumusan strategi perusahaan. Disini telah terjadi pergeseran dalam pembuatan strategi perusahaan
dimana pimpinan harus berani dan mau menerima menerima kreativitas dan ideide dari manajer menengah kebawah. Dengan demikian karyawan manager menengah kebawah akan merasa mendapat pencerahan rasionalitas dan dimanusiawikan dan ide ide itu akan muncul dengan cemerlang dan netral. Filsafat mengajarkan orang untuk pertama-tama mengajukan pertanyaan yang tepat tentang hidupnya. Seringkali jawaban yang jitu bukanlah muncul dari rumusan yang sistematis, tetapi dari pertanyaan yang tepat. Pertanyaan yang tepat seolah mengandung jawaban di dalam dirinya sendiri. Hal ini berlaku untuk menentukan strategi untuk membuat inovasi inovasi yang akan dilakukan oleh perusahaan untuk bertahan hidup dan berkembang dalam globalisasi ekonomi.. Langkah pertamanya bukanlah membuat sebuah rumusan yang sistematis, tetapi dari mengajukan pertanyaan yang tepat. Cara berpikir dan praktek bisnis mempunyai beberapa prinsip esensial yang bersifat filosofis. Dulu, orang percaya bahwa soal strategi adalah soal atasan (bos). Para bawahan, baik manajer maupun karyawan bawah tidak perlu repot memikirkannya. Akan tetapi pandangan tersebut sudah bergeser dan berubah dimana strategi perusahaan bukan hanya urusan bos, tapi semua karyawan. Harapannya adalah “suara-suara baru” yang muncul dari karyawan tingkat menengah dan bawah, ini membuat inovasi-inovasi yang dilakukan perusahaan dapat merupakan suatu strategi yang tepat dan handal dan mampu bersaing dalam era globalisasi. Pola ini memiliki dasar dalam pemikiran postmodern. Postmodern adalah suatu paham yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang bersifat universal dan totaliter sudah berakhir, serta digantikan dengan pernyataan-pernyataan dan gaya hidup yang bersifat partikular, lokal dan demokratis. Jika dulu suara direktur adalah suara yang sangat menentukan, maka pandangan itu sekarang tidak berlaku. Banyak suara-suara baru yang muncul dari kalangan manajemen tingkat menengah ataupun karyawan bawahan lainnya yang memiliki fondasi pemikiran yang logis dan layak diterapkan sebagai strategi perusahaan. Semua kebijakan dan strategi haruslah didasarkan pada pertimbangan yang melibatkan semua pihak terkait secara demokratis. Hanya dengan begitulah kebijakan dan strategi perusahaan dapat dirumuskan dan diterapkan secara tepat. Intinya adalah bahwa tidak ada lagi suara yang menentukan secara otoriter strategi maupun kebijakan perusahaan. Semua kebijakan dan strategi haruslah didasarkan pada proses pertimbangan yang melibatkan semua pihak terkait secara demokratis. Dengan demikian strategi yang akan dibuat oleh perusahaan yaitu inovasi yang akan dilakukan dapat dirumuskan dan diterapkan secara efektif dan dapat diharapkan mencapai tujuan perusahaan untuk maju dan tetap survive dalam pasar bebas yang semakin konsumtif. Pada masa sekarang pasar sudah sedemikian dinamis dan tidak dapat diprediksi dengan tepat apakah konsumen akan membeli produk atau tidak. Para pemikir dibidang manajemen menganjurkan agar perusahaan berani mengambil langkah-langkah yang mengejutkan berupa inovasiinovasi untuk mengembangkan bisnisnya. Beberapa waktu lalu para manajer menengah “Intel” mendapat pujian dari berbagai pihak, ketika para pimpinan perusahaan “Intel” masih sibuk berkutat soal
kegagalan produk memory – chip mereka, para manajer tingkat menengah dengan kreatifitasnya mengajukan proposal untuk melakukan pengembangan produk di bidang micro-processor. Disini para karyawan manajer menengah merasa dimanusiawikan, karena mereka mampu membuat ide ide cemerlang yang akan mempengaruhi kehidupan perusahaan yang lebih baik . Para manajer menengah dan kebawah memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang berbeda beda untuk mewujudkan tujuan bersama yaitu membuat kekuatan budaya inovasi untuk mengembangkan dan memajukan perusahaannya. Bisnis adalah persoalan manusia dan memungkinkan terjadinya kerja sama yakni untuk membuat kekuatan orang orang yang berbeda menjadi relevan dan kelemahan menjadi tidak relevan. Karena postmodern, wilayah hubungan antar manusia juga bergeser. Orang sering meyakini peran otoritas dalam berelasi dengan sesamanya. Postmodern menggagas paradigma baru. Bermunculan pola pola hubungan yang tidak terpaku pada otoritas. Otoritas tidak diletakkan pada suatu kekuasaan , fisik hebat, kehendak yang menggebu-gebu, melainkan justru pada kesadaran keterbatasan. Dengan demikian bukan hanya pimpinan atau Bos yang dapat membuat dan menentukan strategi perusahaan , melainkan siapa saja yang memiliki kompetensi. Dan ini terdapat pemurnian rasional dan cara berpikir. Mencerahkan dan memanusiawikan. Disini manager menengah kebawah merasa dihargai dan dapat terbuka pola pikirnya untuk menjalankan kreativitas dan ideidenya untuk membantu dalam pembuatan strategi perusahaan yaitu membuat inovasi-inovasi agar perusahaannya dapat bertahan dan berkembang dalam persaingan pasar bebas pada globalisasi ekonomi dunia. Kesimpulan :
-
-
Perencanaan bisnis adalah hal yang terlalu kompleks untuk dipegang oleh pimpinan perusahaan saja. Paradigma lama yaitu strategi perusahaan adalah urusan pimpinan dan tidak dapat diganggu gugat. Disini tradisi pembuatan strategi perusahaan yang pada awalnya berfokus pada otoritas pimpinan sudah ditinggalkan. Terjadi peralihan peristiwa rumit dari yang mula-mula aktivitas konstruksi dalam hal ini suatu ide-ide untuk membuat strategi berupa inovasi yang biasanya hanya dan harus dilakukan oleh pimpinan perusahaan sudah beralih menjadi aktivitas dekonstruksi yaitu memberikan kesempatan pada manajer menengah ke bawah untuk dapat mengusulkan pendapat dan ideide serta kreativitasnya dalam melakukan suatu inovasi-inovasi untuk perusahaan. Terjadi pelanggaran tradisi, dimana tradisi yang seharusnya pimpinan yang membuat strategi perusahaan, maka telah berubah menjadi strategi perusahaan yang dapat dibuat berdasarkan ide-ide dan usulan atau masukan atau kreatifitas manager menengah ke bawah.
-
Peralihan rumit dan berat dari konstruksi ke dekonstruksi terjadi. Dalam rangka membuat kehidupan manusia lebih manusiawi. Dengan begini manajer menengah ke bawah merasa lebih menyentuh langsung pemurnian rasional dan cara berpikirnya dan seperti mendapat pencerahan dan lebih dimanusiawikan.
Bibliography : Armada Riyanto CM(2009).Prof. Globalisasi ,Filsafat di STFT Widya Sasana, Malang : Pengajar pascasarjanan Widya Mandala, Pasca FISIP Unair, Surabaya Corporate Strategy ,(2000):A Manager’s Guide . Boston, Harvard Management Update,. Evers. Hans-Dieter,(1997), Globalisasi dan Budaya Ekonomi Pasar. Prisma No. 5, Jakarta, LP3ES. M. Sumodiningrat, Gunawan ,(1997), Membangun Perekonomian Rakyat, Jakarta IDEA. Peter F. Drucker (2001), The Essential Drucker, Harper Collins Publisher. Soedjatmoko, (1984), Dimensi Manusia dalam Pembangunan, ,Jakarta, LP3ES,