BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Globalisasi telah menjadi fenomena yang tidak dapat dihindarkan dalam dunia bisnis. Perekonomian dunia semakin terbuka dan mengarah pada suatu kesatuan global. Lalu lintas barang dan jasa telah melewati batas-batas negara. Barang dan jasa yang diproduksi tidak hanya dikonsumsi oleh negera tersebut, namun sudah dikonsumsi oleh negara-negara lain. Globalisasi telah membuat batas-batas geografis dan teritorial suatu negara menjadi semakin kabur. Globalisasi dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi saling tergantung dalam jaringan internasional meliputi transportasi, distribusi, komunikasi, dan ekonomi yang melampaui garis batas teritorial negara. Kegiatan produksi dan konsumsi sudah menjadi suatu “kegiatan bersama” di muka bumi ini. Globalisasi ekonomi membuat proses produksi dan konsumsi barang dan jasa menjadi suatu “kerja internasional” yang melibatkan banyak negara. Dalam memproduksi barang, suatu negara memerlukan banyak sumberdaya yang diperolehnya dari berbagai negara. Pertimbangan yang dipakai dalam mencari berbagai sumberdaya adalah pertimbangan ekonomis. Salah satu bentuk globaliasasi ekonomi adalah tumbuhnya bisnis dalam skala global. Dewasa ini, perusahaan-perusahaan berskala multinasional yang memiliki jaringan bisnis global berkembang semakin banyak. Perusahaanperusahaan seperti IBM, Coca Cola, Philip Morris, Sony, Toyota, General Motor, DHL, UPS, Caltex, adalah beberapa perusahaan yang beroperasi di banyak
1 Universitas Sumatera Utara
negara. Setelah berhasil mengembangkan bisnis di negara asal, mereka kemudian melebarkan bisnisnya memasuki pasar global. Pada posisi lain, globalisasi dapat dipandang sebagai ancaman bagi perekonomian suatu negara. Perusahaan-perusahaan multinasional tersebut dianggap memiliki daya saing yang lebih kuat dibandingkan perusahaan nasional. Perusahaan multinasional pada umumnya memiliki keunggulan sumberdaya manusia, teknologi, dan modal yang sulit ditandingi perusahaan lokal. Dikhawatirkan ekspansi perusahaan multinasional akan dapat mematikan industri dalam negeri. Kondisi tersebut menimbulkan pro-kontra yang panjang diantara pelaku-pelaku ekonomi. Para pendukung globalisasi berpendapat bahwa dengan tidak adanya hambatan perdagangan internasional, akan membawa kemakmuran bagi perekonomian dunia. Negara-negara di dunia akan terspesialisasi untuk membuat produk
yang
paling
ekonomis.
Negara
yang
secara
ekonomis
tidak
memungkinkan memproduksi suatu barang dengan murah, tidak perlu memproduksi barang tersebut. Pada akhirnya konsumen dunia yang akan diuntungkan karena memperoleh produk dengan harga yang paling murah. Globalisasi
membawa
implikasi
timbulnya
perdagangan
bebas.
Perdagangan bebas dipandang dapat mematikan perusahaan domestik. Banyaknya perusahaan lokal yang pailit akan memnyebabkan bertambahnya pengangguran dan menurunnya daya beli konsumen. Konsumen pun tidak akan mampu membeli barang-barang kebutuhannya. Pada titik ini globalisasi dipandang berdampak negatif. Pada akhirnya, sudah tidak ada lagi negara yang dapat bertahan hidup
2 Universitas Sumatera Utara
dalam mencukupi kebutuhannya sendiri jika negara tersebut mengabaikan sektor luar negeri. Globalisasi ekonomi telah dipandang sebagai fakta yang tidak dapat dihindari oleh semua negara di dunia. Kesiapan negara-negara di dunia dalam menghadapi era globaliasasi akan menentukan “survive” tidaknya ekonomi suatu negara. Globalisasi adalah suatu proses sosial dan budaya yang dimulai dengan berinteraksinya suatu bangsa dengan bangsa lain. Interaksi sosial buadaya tersebut membawa pengaruh bagi bangsa-bangsa di dunia. Kebudayaan suatu bangsa menyerap berbagai pengaruh kebudayaan lain. Terjadi banyak penyerapan atas unsur-unsur budaya seperti nilai, adat istiadat, kebiasaan, kesenian, dan bahasa dalam suatu kebudayaan. Saat ini fenomena globalisasi mengalami proses percepatan, bangsa-bangsa di dunia saling berinteraksi dan bertukar kebudayaan. Proses globalisasi mengalami perkembangan yang amat cepat karena adanya dorongan-dorongan sebagai berikut :1 1. Dorongan Pasar Pasar dunia merupakan pasar yang amat besar. Banyak perusahaan berlomba untuk meperebutkannya. Perusahaan-perusahaan tersebut mengabaikan batasbatas negara dalam operasinya. Banyak anak perusahaan, saluran pemasaran global dan regional didirikan untuk ekspansi pasar. Upaya tersebut didukung strategi pemasaran global untuk memenuhi permintaan pasar global. 2. Dorongan Biaya Perusahaan-perusahaan yang beroperasi secara global sudah tidak lagi mempertimbangkan faktor geografis dalam bisnisnya. Mereka lebih tertarik 1
Basu Swastha, Dr., SE., MBA., Ibnu Sukotjo W., SE., Pengantar Bisnis Modern (Pengantar Ekonomi Perusahaan Modern) , Liberty, Yogyakarta, 1999, hal. 12.
3 Universitas Sumatera Utara
untuk mencari faktor-faktor produksi yang memberikan ongkos yang paling murah. Penguasaan atas sumberdaya yang murah memungkinkan mereka untuk bersaing dalam persaingan global 3. Dorongan Pemerintah Proses globalisasi semakin cepat dengan adanya perjanjian internasional untuk melakukan liberalisasi perdagangan internasional, seperti GATT, WTO, NAFTA, AFTA, APEC, dan Masyarakat Uni-Eropa, semakin memberikan fasilitas
bagi
globalisasi.
Pemerintah-pemerintah
di
dunia
memiliki
kepentingan untuk memajukan perekonomiannya dan berupaya untuk mengikuti trend perdagangan bebas agar perekonomiannya maju dan tidak terkucil. 4. Dorongan Persaingan Perluasan jaringan global antar industri terkait berlangsung sangat cepat. Persaingan bisnis global dari tahun ke tahun semakin ketat. Perusahaan yang berupaya memasuki bisnis global semakin bertambah banyak. Untuk memenangkan persaingan, beberapa perusahaan mencoba membetuk kerja sama demi mengalahkan pesaingnya, dikenal dengan aliansi startegis. 5. Dorongan Lain Proses globalisasi tidak akan mengalami percepatan apabila tidak ditunjang teknologi informasi. Kemajuan teknologi informasi dewasa ini membuat komunikasi antarwilayah menjadi lebih cepat, on-line , mudah, luas, dan handal. Perangkat-perangkat komunikasi seperti PC, internet, facsimile machines , handphone , satelit, dan jaringan serat optik, memungkinkan kemudahan arus informasi antar belahan bumi.
4 Universitas Sumatera Utara
Globalisasi memang membawa kesejahteraan dan pertumbuhan, namun hanya bagi segelintir orang karena sebagian besar dunia ini tetap menderita. Ketika budaya lokal makin hilang akibat gaya hidup global, tiga perempat penghuni Bumi ini harus hidup dengan kurang dari dua dollar sehari. Satu miliar orang harus tidur sembari kelaparan setiap malam. Satu setengah miliar penduduk bola dunia ini tidak bisa mendapatkan segelas air bersih setiap hari. Satu ibu mati saat melahirkan setiap menit (UNDP, 2004). Untuk pertama kalinya dalam sejarah, diskusi di Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum/WEF) pada bulan Januari tahun 2008 menempatkan penanganan kemiskinan secara resmi sebagai agenda eksekutif puncak bisnis dunia. Korporasi diminta berperan mengurangi kemiskinan dan mendorong pencapaian
sasaran
pembangunan
milenium
(millennium
development
goals/MDGs) melalui bisnis mereka. Lewat Global Governance Initiative bisnis diyakinkan: Bisnis akan untung jika ikut mendorong pembangunan, khususnya mengatasi kemiskinan. Rupanya ada perubahan pendapat di antara pimpinan puncak bisnis dunia. Mereka kini melihat daerah-daerah miskin di dunia sebagai lahan bisnis. Dunia bisnis terhenyak mendengarnya. Komunitas bisnis dunia melihat gagasan ini sebagai visi baru reformasi bisnis dan korporasi zaman ini, yaitu memanfaatkan kesempatan untuk mendulang untung dengan menjual produk dan jasa kepada empat miliar orang miskin di dunia sambil meningkatkan kualitas hidup mereka. Menunjuk listrik-isasi di Nikaragua, konstruksi skala kecil di Meksiko, dan yodium-isasi garam di India, bisnis terbukti bisa menangguk untung dengan menjual produk dan jasa kepada mereka yang berpenghasilan rendah,
Universitas Sumatera Utara
5
sekaligus memperbaiki kualitas hidup mereka. Korporasi transnasional seperti Unilever, Phillips, Hewlett Packard, Dupont, dan Johnson & Johnson juga sudah mengembangkan model dan strategi bisnis baru yang menarget pasar menengah ke bawah. Kuncinya pada perubahan cara penentuan harga (pricing). Secara konvensional, harga adalah biaya produksi dan distribusi ditambah marjin laba. Strategi baru ini persis kebalikannya. Ketahui dulu berapa kekuatan pembeli untuk membayar, lalu kurangi dengan marjin laba dan baru hitung bagaimana produk bisa diproduksi dan dipasarkan dalam budget itu. Maka, selain konsekuensi teknis produksi dan pemasaran, pasar pun perlu dibangun dan tak bisa hanya sekadar di penetrasi seperti kata buku ekonomi. Keadaan ekonomi global yang demikian ini tentu akan mempersempit ruang ekspor Indonesia, khususnya ke Amerika, Jepang, dan Singapura yang menyerap sekitar 70 persen dari ekspor nasional. Sementara itu, kekuatan daya beli dalam negeri juga tampak batuk-batuk. Memang ada yang tetap pertumbuhannya positif, seperti Indofood, Unilever; penjualannya
yang
meningkat terbatas pada barang-barang yang memang benar-benar dibutuhkan sehari-hari seperti sabun dan pasta gigi. Sementara itu, konsumsi rokok selama dua bulan terakhir ini menurun 10 persen. Keadaan ini menunjukkan daya beli yang terbatas di masyarakat semakin dikonsentrasikan untuk kebutuhan seharihari yang benar-benar tidak dapat di elakkan. Daya beli masyarakat domestik yang sudah sangat terbatas ini akan semakin turun dengan naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) yang memang tidak terelakkan. Apalagi mulai tahun depan praktis subsidi BBM akan
6 Universitas Sumatera Utara
dihilangkan, yang tentu akan menaikkan harga kebutuhan pokok sehari-hari. Akan tetapi dalam kaitan ini, pasar di Timur Tengah tetap potensial untuk digarap. Sebab, meskipun jumlah penduduknya tidak terlalu banyak, daya belinya masih lumayan. Thailand dalam hal ini sudah lebih cepat dari kita dan sedang bernegosiasi dengan negara di Timur Tengah untuk mengadakan perjanjian perdagangan bebas (free trade). Indonesia seharusnya memiliki akses yang lebih besar untuk pasar di Timur Tengah bagi komoditas, seperti kayu lapis, minyak sawit, produk tekstil dan sarung, teh dan kopi serta rempah-rempah. Perkembangan dunia bisnis di Indonesia dan dunia usaha di mulai semenjak
tahun 1967,
ketika pemerintah mulai memacu
pertumbuhan
perekonomian nasional dengan mengeluarkan kebijakan penanaman modal asing melalui diterbitkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. sehingga dengan dikeluarkannya undang-undang tersebut dunia bisnis di Indonesia mengalami suatu masa keemasan, di mana banyaknya para investor asing yang datang ke Indonesia untuk menanamkan modalnya. Banyaknya pihak asing yang masuk ke Indonesia dalam rangka menjalankan praktek bisnisnya membuat banyaknya perubahan mengenai hal-hal baru yang terjadi di dalam praktek hukum bisnis di Indonesia. Hal ini terjadi pula dalam masalah kontrak bisnis. Para pihak investor asing dalam hal ini banyak menganggap bahwa di Indonesia mengenai masalah kontrak masih merupakan hal yang asing sehingga tidak banyak jenis-jenis variasi atau macam-macam kontrak yang ada di Indonesia. Fenomena bahwa hukum kontrak dianggap sebagai “keranjang sampah” 2. 2
Munir Fuady,Hukum Kontrak, Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, (selanjutnya disebut Munir Fuady I), hal. 3.
7 Universitas Sumatera Utara
Hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara lain. Yang di maksud dengan fenomena hukum kontrak sebagai keranjang sampah adalah banyak hal tentang dan sekitar kontrak tidak diatur baik dalam undang-undang ataupun dalam yurisprudensi. Kalaupun diatur, tidak selamanya bersifat memaksa, dalam arti para pihak dapat mengenyampingkannya dengan aturan yang dibuatnya sendiri oleh para pihak. Pengaturan sendiri oleh para pihak ini dituangkan dalam kontrak tersebut berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak. Dalam hal ini pengaturan sendiri dalam kontrak tersebut sama kekuatannya dengan ketentuan undangundang. Para pihak dapat mengatur apapun dalam kontrak tersebut (catch all), sebatas yang tidak dilarang oleh undang-undang, yurisprudensi dan kepatutan jadi kontrak tersebut akhirnya memang berkedudukan seperti keranjang sampah saja. Banyak pebisnis tidak menyadari bagaimana pentingnya peran seorang konsultan hukum dalam suatu negosiasi transaksi bisnis. Sehingga, mereka baru datang ke konsultan hukum setelah timbul sengketa. Padahal dalam banyak hal, sengketa tersebut umumnya dapat dielakkan jika saja permulaan proses pembuatan kontrak sudah diikutsertakan konsultan hukum. Keadaan seperti ini sangat sering terjadi dewasa ini. Baik jika terjadi negosiasi antara sesama pebisnis domestik, apalagi jika salah satu pihaknya adalah pihak asing, pihak domestiklah yang perlu ekstra hati-hati. Karena biasanya pihak asing tersebut sudah berkonsultasi
terlebih
dahulu
dengan
konsultan
hukumnya,
sehingga
kedudukannya dari segi hukum benar-benar aman dan kuat. Umumnya, dalam suatu kontrak, semakin kuat kedudukan salah satu pihak, semakin besar pula ancaman terhadap pihak lainnya. 3 3
Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek, Buku Kedua, PT. Citra Ditya Bakti Bandung, 1999, (selanjutnya disebut Munir Fuadi II), hal. 1.
8 Universitas Sumatera Utara
Masalah lemahnya jaminan perlindungan hukum Indonesia terhadap kepentingan bisnis pihak mitra Indonesia merupakan akibat dari lemahnya sistem hukum kontrak yang berlaku di Indonesia di mana banyak hal-hal baru yang tidak diatur dalam sistem hukum di Indonesia terutama mengenai kontrak. Pihak Indonesia, umumnya memiliki kesempatan sangat kecil untuk menegosiasikan kepentingannya. Transaksi yang berlaku adalah transaksi take it or leave it, mau menerima atau tidak, dan karena alasan-alasan tertentu, pihak mitra Indonesia harus mengusahakan perlindungan hukum sendiri, sementara ketentuan hukum nasional belum mengakomodasikan kebutuhan itu. Sebab-sebab lain yang berpengaruh terhadap lemahnya perlindungan hukum tersebut dikarenakan kurang progresinya Indonesia dalam memanfaatkan fasilitas-fasilitas perlindungan hukum yang disediakan oleh hukum internasional. Kendatipun kini terdapat perkembangan yang sangat menggembirakan yaitu
dengan
aktifnya
keterlibatan
Indonesia
dalam
pendesainan
dan
penandatanganan perjanjian-perjanjian yang bersifat melindungi pelaku bisnis, seperti GATT Anti-Dumping Code, dan beberapa konvensi internasional penting lainnya seperti Convention of the law applicable to international sales of goods (1995) dan penandatanganan WTO Agreement. 4 Harus disadari bahwa perjanjianperjanjian itu yang misalnya WTO sebenarnya terbatas, yaitu sebatas transaksitransaksi bisnis yang dilakukan dalam kerangka WTO. Dalam hal penyelesaian sengketa, juga ditentukan bahwa Badan Penyelesaian Sengketa (Disputes Settlement Body) WTO hanya berurusan dengan sengketa-sengketa yang timbul akibat dari pelaksanaan perjanjian (WTO Agreement) dan sama sekali tidak 4
Ida Bagus Wiyasa Putra, Aspek-aspek Hukum Perdata Internasional dalam Transaksi Bisnis Internasional, Refika Aditama, Bandung, 1997, hal 39.
9 Universitas Sumatera Utara
berkaitan dengan perjanjian yang bersifat privat yang dibuat untuk suatu transaksi antar perusahaan. Ketentuan tersebut menunjukkan bahwa untuk masalah-masalah yang bersifat privat, yang berkaitan dengan transaksi bisnis internasional, tetap berlaku hukum kontrak. Oleh karena itu, subyek bisnis, tetap mengusahakan perlindungan sendiri melalui kontrak yang dibentuk dari akibat-akibat perilaku curang mitra bisnisnya. 5 Agar suatu negosiasi bisnis berjalan dengan baik, maka yang mesti hadir di meja negosiasi adalah mereka yang menguasai seluk-beluk bisnis disertai dengan konsultan hukum, mereka yang mewakili kepentingan bisnis akan melihat dari aspek bisnisnya, sementara konsultan hukum akan melihat aspek hukum dan formulasinya ke dalam draft kontrak. Untuk itu kepada para konsultan hukum sendiri dituntut untuk tidak hanya menguasai ilmu hukum kontrak, tetapi juga menguasai dasar-dasar bisnis yang dinegosiasinya. Misalnya, kalau negosiasi mengenai kontrak joint venture produksi barang-barang elektronik, maka konsultan hukum tersebut juga harus mengerti tentang bisnis elektronik yang bersangkutan. Tidak perlu mendetail, tetapi cukup dasar-dasarnya saja. Disamping itu, jika salah satu pihak merupakan pihak asing, seorang konsultan hukum juga harus dituntut untuk bisa berbahasa Inggris dengan sempurna. Bahkan dewasa ini, bagi seorang konsultan hukum yang datang ke meja negosiasi diharapkan pula untuk bisa memakai komputer sendiri, sehingga jalan dan hasil negosiasi dapat lebih cepat dan mulus. Rumusan yang berlaku umum adalah semakin banyak detil dimasukkan dalam suatu kontrak, maka akan semakin baik pula kontrak tersebut. Karena kalau
10 Universitas Sumatera Utara
kepada masalah sekecil-kecilnya sudah disetujui, kemungkinan untuk timbul perselisihan di kemudian hari dapat ditekan serendah mungkin. Karena itu tidak mengherankan jika dalam dunia bisnis terdapat kontrak yang jumlah halamannya puluhan bahkan ratusan lembar. Hanya saja demi alasan praktis terkadang kontrak sengaja dibuat tipis. Hal ini dilakukan karena yang dilakukan baru hanya ikatan dasar, di mana para pihak belum bisa berpartisipasi atau belum cukup waktu untuk memikirkan detail-detailnya dan agar ada suatu komitmen di antara para pihak, sementara detailnya dibicarakan dikemudian hari. Untuk itu disepakati dahulu prinsip-prinsip dasar dari suatu kesepakatan. Kesepakatan semacam ini sering disebut sebagai Memorandum of Understanding (Selanjutnya disingkat M.O.U). Sebelum transaksi bisnis berlangsung, biasanya terlebih dahulu dilakukan negosiasi awal. Negosiasi merupakan suatu proses upaya untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain. Dalam negosiasi inilah proses tawar menawar berlangsung. Tahapan berikutnya pembuatan M.O.U. M.O.U merupakan pencatatan atau pendokumentasian hasil negosiasi awal tersebut dalam bentuk tertulis. M.O.U penting sebagai pegangan untuk digunakan lebih lanjut di dalam negosiasi lanjutan atau sebagai dasar untuk melakukan studi kelayakan. Maksudnya sebagai studi kelayakan adalah setelah pihak-pihak memperoleh M.O.U sebagai pegangan atau pedoman awal, baru dilanjutkan dengan tahapan studi kelayakan (feasibility study, due diligent) untuk melihat tingkat kelayakan dan prospek transaksi bisnis tersebut dari berbagai sudut pandang yang diperlukan misalnya ekonomi, keuangan, pemasaran, teknik, lingkungan, sosial budaya dan hukum. Hasil studi kelayakan ini diperlukan dalam menilai apakah perlu atau
11 Universitas Sumatera Utara
tidaknya melanjutkan transaksi atau negosiasi lanjutan. 6 Banyak hal yang melatarbelakangi dibuatnya M.O.U salah satunya adalah karena prospek bisnis suatu usaha dirasa belum jelas benar dan dengan negosiasi yang rumit dan belum ada jalan keluarnya, sehingga dari pada tidak ada ikatan apa-apa maka dibuatlah M.O.U. Apa yang namanya M.O.U sebenarnya tidak dikenal dalam hukum konvensional di Indonesia, terutama dalam hukum kontrak di Indonesia. Tetapi dewasa ini sering dipraktekkan dengan meniru (mengadopsi) apa yang dipraktekkan secara internasional. Jadi sebenarnya dengan kita memberlakukan M.O.U itu telah ikut memperkaya khasanah pranata hukum di Indonesia ini. Dengan tidak diaturnya M.O.U di dalam hukum konvesional kita, maka banyak menimbulkan kesimpangsiuran dalam prakteknya, misalnya apakah M.O.U sesuai dengan peraturan hukum positif di Indonesia, atau apakah M.O.U bisa dikategorikan setingkat dengan perjanjian yang diatur dalam KUHPerdata dan siapa yang bertanggung jawab apabila terjadi suatu pengingkaran di dalam kesepakatan semacam ini, juga yang paling ekstrim adalah ada yang mempertanyakan apakah M.O.U merupakan suatu kontrak, mengingat M.O.U hanya merupakan suatu nota-nota kesepakatan saja. Dengan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk membuat karya tulis dalam bentuk skripsi dengan judul “Kedudukan dan Kekuatan Hukum Memorandum Of Understanding Ditinjau dari Segi Hukum Perikatan Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata”.
6
Ibid.
12 Universitas Sumatera Utara
B. Perumusan Masalah Permasalahan
adalah
merupakan
kenyataan
yang
dihadapi
oleh
pelaksanaan peneliti. Dengan adanya rumusan masalah maka akan dapat ditelaah secara maksimal ruang lingkup penelitian sehingga tidak mengarah pada permasalahan hal yang diluar permasalahan. Berdasarkan pembahasan tersebut, maka akan dirumuskan permasalahan sebagai berikut : 1. Sejauh mana pengaturan dan doktrin-doktrin mengenai hukum perdata? 2. Bagaimana kedudukan hukum dari M.O.U ditinjau dari hukum perdata ? 3. Akibatnya jika ada salah satu pihak atau debitur melakukan pengingkaran terhadap klausul-klausul dalam M.O.U ? Selama ini secara awam dalam dunia bisnis orang hanya mengenal apa yang disebut dengan perjanjian yang pasti terikat dengan ketentuan dari Pasal 1320 KUH Perdata yang berbunyi : Untuk sahnya persetujuan-persetujuan diperlukan 4 (empat) syarat : a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; b. Cakap untuk membuat suatu perjanjian; c. Suatu hal tertentu; d. Suatu sebab yang halal.
Kedua syarat yang pertama dinamakan syarat subyektif, karena kedua syarat tersebut mengenai subyek perjanjian yakni orangnya yang menyangkut kehendak dan keadaan diri dari si pembuat perjanjian. Sedangkan kedua syarat terakhir disebut sebagai syarat obyektif, karena mengenai obyek atau mengenai isi dari suatu perjanjian.
Universitas Sumatera Utara
13
Akan tetapi banyak orang memahami bahkan tidak mengetahui tentang keberadaan dari M.O.U dan peranannya dalam dunia bisnis. Banyak orang mengira M.O.U dipersamakan dengan kontrak, akan tetapi tidak sedikit pula yang menganggap M.O.U berbeda dengan kontrak. Oleh karena itu dalam skripsi ini, akan dikaji secara mendalam dengan didasarkan pada teori-teori yang ada untuk mengetahui mengenai kedudukan dan kekuatan hukum dari M.O.U itu sendiri.
C. Tujuan Penulisan Alasan pemilihan judul ini adalah untuk mengetahui kedudukan hukum dari M.O.U dan untuk mengetahui bagaimana kekuatan hukum dari M.O.U jika ada salah satu pihak melakukan pengingkaran terhadap klausul-klausul yang ada dalam M.O.U.
D. Manfaat Penulisan Manfaat secara khusus yaitu merupakan suatu studi dibidang hukum kontrak terutama dalam masalah M.O.U di mana penulis berharap penelitian ini dapat memberikan gambaran secara jelas dan mendetail mengenai kedudukan dan kekuatan hukum dari M.O.U yang merupakan hal baru di negara In donesia yang diharapkan pula dapat berguna bagi peneliti berikutnya, bagi civitas akademika Universitas Sumatera Utara, serta bagi masyarakat yang khususnya berkecimpung di dunia bisnis. Manfaat secara umum yaitu sebagai syarat-syarat yang telah ditentukan dalam kurikulum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dalam mencapai gelar Sarjana Hukum.
14 Universitas Sumatera Utara
E. Metode Penelitian 1. Pendekatan Perundang-undangan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif. Pendekatan yuridis adalah pendekatan terhadap masalah dengan cara melihat dari segi peraturan perundangan yang berlaku khususnya tentang segala segi hukum yang mengatur mengenai perjanjian. Sedangkan pendekatan normatif adalah pendekatan yang hanyalah menggunakan data sekunder dengan penyusunan kerangka secara konsepsionil. 2. Sumber Bahan Hukum Penelitian ini menggunakan jenis data sekunder. Pengertian dari data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber lain atau dari hasil kepustakaan antara lain buku, dokumen, artikel, serta literatur lainnya yang berhubungan dengan hak kekayaan intelektual. Data sekunder ini kemudian dibagi menjadi 2 (dua) bahan hukum, yakni : a. Bahan hukum primer Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat.7 Bahan hukum primer yang digunakan adalah peraturan perundang-undangan seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata). b. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yaitu berupa doktrin-doktrin atau pendapat-pendapat para sarjana ilmu hukum kontrak. 7
Soerjono Soekanto dan Srimamudji, Penelitian Hukum Normatif, Cet. V, IND-HILLCO, Jakarta, 2001, hal. 13.
15 Universitas Sumatera Utara
3. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Penulisan ini dilakukan dengan studi pustaka yaitu dengan cara membaca buku-buku dan mempelajari literatur-literatur yang selanjutnya diolah dan dirumuskan secara sistematis sesuai dengan masing-masing pokok bahasannya. 4. Analisis Bahan Hukum Analisis bahan hukum dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode analisis kualitatif, dalam hal ini mengkaji secara mendalam bahan hukum yang ada kemudian digabungkan dengan bahan hukum yang lain, lalu dipadukan dengan teori-teori yang mendukung dan selanjutnya ditarik kesimpulan.
F. Sistematika Penulisan Pertanggungjawaban sistematika bertujuan agar penulisan ini dapat terarah dan sistematis, sehingga dalam penulisan skripsi ini,
penulis
membagi
menjadi 5 (lima) bab yaitu sebagai berikut : Bab I.
Pendahuluan yang terbagi dalam 6 (enam) sub bab, yaitu latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian yang di dalamnya menguraikan tentang pendekatan masalah, sumber data, teknik pengumpulan data, dan analisis data, serta diuraikan pula mengenai pertanggungjawaban sistematika.
Bab II.
Pembahasan mengenai bagaimana pengaturan dan teori-teori mengenai hukum kontrak yang berlaku saat ini.
Bab III.
Pembahasan mengenai bagaimana kedudukan hukum dari M.O.U
16 Universitas Sumatera Utara
ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan doktrindoktrin atau pendapat-pendapat para pakar ilmu hukum kontrak. Bab IV.
Pembahasan mengenai bagaimana kekuatan hukum dari M.O.U jika ada salah satu pihak yang melakukan pengingkaran jika ditinjau dari segi Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Bab V.
Penutup. Berisikan tentang kesimpulan dan saran-saran dari penulis. Adapun isi dari kesimpulan adalah tentang jawaban dari rumusan masalah
baik
permasalahan
yang
pertama
kedua,
maupun
permasalahan yang ketiga agar lebih jelas. Dan bagian kedua adalah saran. Saran merupakan rekomendasi penulis kepada dunia ilmu pengetahuan di bidang hukum khususnya hukum kontrak bisnis.
17 Universitas Sumatera Utara