ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KETIDAKPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI DI BANGKALAN DEVIA AGUSTRIANA MANDIRI TARJO NURUL HERAWATI ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang mempengaruhi perilaku ketidakpatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Bangkalan. Unit analisis penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi di wilayah Bangkalan. Untuk menguji hipotesis, digunakan metode analisis Structural Equation Modelling (SEM) dengan alat bantu program AMOS versi 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) sikap tentang ketidakpatuhan pajak berpengaruh signifikan terhadap niat berperilaku tidak patuh; (2) norma subyektif berpengaruh signifikan terhadap niat berperilaku tidak patuh; (3) kewajiban moral berpengaruh signifikan terhadap niat berperilaku tidak patuh; (4) kontrol keperilakuan yang dipersepsikan tidak berpengaruh signifikan terhadap niat berperilaku tidak patuh; (5) kontrol keperilakuan yang dipersepsikan tidak berpengaruh signifikan terhadap ketidakpatuhan pajak, dan (6) niat berperilaku tidak patuh berpengaruh signifikan terhadap ketidakpatuhan pajak. Kata kunci: Sikap tentang Ketidakpatuhan Pajak, Norma Subyektif, Kewajiban Moral, Kontrol Keperilakuan yang Dipersepsikan, Niat Berperilaku tidak Patuh, Ketidakpatuhan Pajak.
1 1
1. Pendahuluan Peranan penerimaan pajak dalam mendukung pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari tahun ke tahun senantiasa meningkat. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa peranan pajak akan semakin menentukan bagi jalannya roda pemerintahan saat ini dan di masa yang akan datang. Oleh karena itu, sangat tepat jika pemerintah mengandalkan penerimaan pajak sebagai penerimaan utama negara seperti halnya di negara-negara maju. Langkah pemerintah untuk meningkatkan penerimaan dari sektor perpajakan dimulai dengan melakukan reformasi perpajakan secara menyeluruh pada tahun 1983, dan sejak saat itulah, Indonesia menganut sistem self assessment. Penelitian Damayanti (2004) meyebutkan bahwa penerapan self assessment system akan efektif apabila kondisi kepatuhan sukarela (voluntary compliance) pada masyarakat telah terbentuk. Kenyataan yang ada di Indonesia menunjukkan tingkat kepatuhan masih rendah. Hal ini bisa dilihat dari belum optimalnya penerimaan pajak yang tercermin dari tax gap dan tax ratio. Direktur Jenderal Pajak, Darmin Nasution, di sela sosialisasi kebijakan sunset
policy (penghapusan sanksi pajak) kepada pengusaha di Jakarta, mengatakan bahwa tax ratio Indonesia dinilai masih terlalu kecil. Tax ratio Indonesia hanya berkisar 16,5 persen sedangkan negara-negara lain yang sepadan dengan Indonesia mampu menghasilkan tax ratio sekitar 20 persen. Rendahnya tax ratio Indonesia terkait erat dengan belum baiknya pengelolaan potensi pajak. Darmin juga menjelaskan bahwa kesenjangan antara potensi penerimaan pajak dengan realisasi pajak (tax gap) saat ini berkisar 35-40 persen. Artinya, sekitar 35-40 persen potensi penerimaan pajak belum masuk ke kas negara (Koran Jakarta, 13 November 2008). Adanya pengaruh kepatuhan Wajib Pajak terhadap penerimaan pajak pernah diteliti sebelumnya. Simanjuntak (2008) membuktikan bahwa tingkat kepatuhan Wajib Pajak yang rendah akan mengakibatkan penerimaan pajak yang rendah pula. Hasil
2 2
studi tersebut sesuai dengan temuan Suryadi (2003), yang menyimpulkan bahwa kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak. Hal ini menunjukkan bahwa kepatuhan Wajib Pajak memiliki pengaruh besar terhadap kinerja penerimaan pajak. Berdasarkan hasil temuan penelitian tersebut, maka penelitian ini dimaksudkan untuk mengembangkan konsep tentang kepatuhan pajak. Penelitan ini mengangkat isu tentang perilaku ketidakpatuhan khususnya pada Wajib Pajak Orang Pribadi wilayah Bangkalan. Beberapa peneliti menggunakan kerangka model Theory of Planned Behavior (TPB) untuk menjelaskan perilaku kepatuhan pajak. Penelitian Mustikasari (2007) menggunakan teori perilaku individu dan perilaku organisasi untuk menjelaskan kepatuhan Wajib Pajak Badan dengan responden tax professional. Sedangkan Bobek (2003) menggunakan model TPB untuk menjelaskan perilaku kepatuhan pajak Wajib Pajak Orang Pribadi. Model TPB yang digunakan dalam penelitian memberikan penjelasan yang signifikan bahwa perilaku tidak patuh (noncompliance) Wajib Pajak sangat dipengaruhi oleh variabel sikap, norma subyektif, dan kontrol keperilakuan yang dipersepsikan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Mustikasari (2007) terletak pada objek yang diteliti. Oleh karena itu, indikator yang mempengaruhi variabel laten juga berbeda karena disesuaikan dengan Wajib Pajak yang diteliti, yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian Bobek (2003) terletak pada lokasi penelitian. Penelitian tersebut menganalisa perilaku ketidakpatuhan Wajib Pajak di Negara Bagian Florida. Perilaku kepatuhan pajak akan berbeda di setiap negara karena setiap negara memiliki kulturnya masing-masing. Alasan peneliti memilih Wajib Pajak Orang Pribadi sebagai objek penelitian ini dikarenakan sampai saat ini yang menjadi perhatian aparat pajak adalah Wajib Pajak Orang Pribadi. Menurut Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, kepatuhan masyarakat dalam membayar pajak pribadi masih sangat lemah. Hal tersebut terlihat dari kontribusi penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) yang berasal dari Orang Pribadi jauh lebih kecil dibandingkan penerimaan PPh Badan. Fenomena ini justru terbalik dengan kondisi di
3 3
luar negeri di mana PPh Orang Pribadi lebih besar dari PPh Badan (Sinar Harapan, 2008). Hal ini menunujukkan bahwa tingkat ketidakpatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi masih tinggi. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan masalah
yang diajukan
adalah faktor-faktor apakah yang
mempengaruhi perilaku ketidakpatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Bangkalan? Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apakah yang mempengaruhi perilaku ketidakpatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi di Bangkalan.
2. Landasan Teori dan Perumusan Hipotesis Ada banyak faktor yang mempengaruhi perilaku ketidakpatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam memenuhi kewajiban pajak. Variabel perilaku yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan kerangka Theory of Planned Behavior (TPB). Pada bagian ini, dibahas hubungan antar variabel yang diteliti dan perumusan hipotesis berdasarkan landasan teori maupun penelitian sebelumnya. 2.1 Pengaruh Sikap tentang Ketidakpatuhan Pajak terhadap Niat Berperilaku Tidak Patuh Menurut Ajzen (1991), sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada obyek tersebut. Sikap mempunyai peran yang penting dalam menjalankan perilaku seseorang dalam lingkungannya, walaupun masih banyak faktor lain yang mempengaruhi perilaku, seperti stimulus, latar belakang individu, motivasi, dan status kepribadian. Secara timbal balik, faktor lingkungan juga mempengaruhi sikap dan perilaku. Sikap dihasilkan dari keyakinan atas manfaat perilaku dan penilaian atas manfaat perilaku. Keyakinan atas manfaat perilaku berisi aspek pengetahuan tentang perilaku tertentu. Keyakinan seseorang menjadi dasar terbentuknya sikap terhadap suatu objek sikap, di mana keyakinan tersebut dapat muncul dari dua sumber, yaitu keyakinan yang muncul karena adanya interaksi antara individu dengan obyek dan keyakinan yang
4 4
muncul dari adanya informasi tentang obyek yang diperoleh dari berbagai sumber informasi. Keyakinan juga berarti pengetahuan seseorang terhadap berbagai aspek dari suatu objek. Sedangkan penilaian atas manfaat perilaku berkaitan dengan penilaian yang diberikan seseorang terhadap tiap-tiap akibat yang diperoleh, di mana evaluasi tersebut dapat bersifat baik atau tidak baik, positif atau negatif, setuju atau tidak setuju, dan suka atau tidak suka. Sikap yang terbentuk dalam komponen ini adalah sikap positif atau negatif yang tergantung pada segi positif atau negatif dari komponen keyakinan dan evaluasi. Semakin banyak segi positif dari komponen pengetahuan dan keyakian, maka semakin positif sikap seseorang terhadap perilaku tertentu. Demikian pula, semakin positif atau negatif evaluasi seseorang atas manfaat perilaku, maka semakin positif atau negatif sikap seseorang terhadap perilaku tersebut. Dalam kaitannya dengan perilaku ketidakpatuhan pajak, dapat dikatakan bahwa sikap ketidakpatuhan pajak akan terbentuk apabila Wajib Pajak mempunyai keyakinan dan evaluasi yang positif terhadap ketidakpatuhan pajak. Penelitian tentang perilaku ketidakpatuhan pajak terdahulu membuktikan bahwa terdapat pengaruh antara sikap ketidakpatuhan pajak terhadap niat ketidakpatuhan pajak. Temuan Mustikasari (2007), dan Bobek dan Hatfield (2003) adalah sikap terhadap ketidakpatuhan pajak berpengaruh secara signifikan terhadap niat ketidakpatuhan pajak. Maka, hipotesis penelitian yang diajukan adalah: H1 : Sikap tentang ketidakpatuhan pajak berpengaruh terhadap niat berperilaku tidak patuh.
2.2 Pengaruh Norma Subyektif terhadap Niat Berperilaku Tidak Patuh Menurut Ajzen (1991), norma subyektif adalah persepsi individu tentang pengaruh sosial dalam membentuk perilaku tertentu. Norma subyektif merupakan fungsi dari harapan yang dipersepsikan individu di mana satu atau lebih orang di sekitarnya (misalnya, saudara, teman sejawat) menyetujui perilaku tertentu dan
5 5
memotivasi individu tersebut untuk mematuhi mereka (Ajzen, 1991). Dapat dikatakan bahwa norma subyektif adalah sejauh mana seseorang memiliki motivasi untuk mengikuti pandangan orang terhadap perilaku yang akan dilakukannya. Jika individu merasa itu adalah hak pribadinya untuk menentukan apa yang akan dia lakukan, bukan ditentukan oleh orang lain di sekitarnya, maka dia akan mengabaikan pandangan orang tentang perilaku yang akan dilakukannya. Penelitian tentang kepatuhan Wajib Pajak sebelumnya menunjukkan bahwa orang-orang di sekitar Wajib Pajak mempunyai pengaruh penting untuk memprediksi perilaku Wajib Pajak. Indikator norma subyektif yang digunakan oleh Mustikasari (2007) adalah: teman, konsultan pajak, dan petugas pajak. Sedangkan Bobek dan Hatfield (2003) menggunakan indikator anggota keluarga, pimpinan perusahaan, teman, dan pasangan. Mustikasari (2007) dan Bobek dan Hatfield (2003) telah membuktikan secara empiris bahwa norma subyektif secara positif signifikan mempengaruhi niat ketidakpatuhan Wajib Pajak. Maka, hipotesis yang diajukan adalah: H2 : Norma Subyektif berpengaruh terhadap niat berperilaku tidak patuh.
2.3 Pengaruh Kewajiban Moral terhadap Niat Berperilaku Tidak Patuh Kewajiban moral merupakan norma individu yang dipunyai oleh seseorang, namun kemungkinan tidak dimiliki oleh orang lain. Norma individu ini tidak secara eksplisit termasuk dalam model TPB. Ajzen (1991) mengatakan bahwa model TPB masih memungkinkan untuk ditambahkan variabel prediktor lain selain ketiga variabel pembentuk niat yang telah dijelaskan. Dalam melakukan suatu tindakan, biasanya individu memperhatikan nilai-nilai yang diyakini dalam dirinya. Dalam kaitannya dengan perilaku Wajib Pajak dalam pelaporan pajak, dapat dikatakan bahwa kewajiban moral pajak merupakan prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai yang diyakini seseorang mengapa dia membayar pajak. Menurut Rakhmad (2007), individu yang mengutamakan orientasinya pada
6 6
nilai-nilai universal seperti kejujuran dan keadilan tentunya akan cenderung lebih patuh daripada individu yang kurang memperhatikan kejujuran dan kedailan. Penilaian Wajib Pajak bahwa ketidakpatuhan pajak merupakan tindakan yang tidak melanggar etika dan prinsip hidup akan mempengaruhi Wajib Pajak untuk berniat melakukan ketidakpatuhan pajak. Begitu juga dengan perasaan tidak bersalah dalam melakukan ketidakpatuhan pajak. Jika Wajib Pajak tidak merasa bersalah dalam melakukan ketidakpatuhan pajak, maka akan memunculkan niat Wajib Pajak untuk berperilaku tidak patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Penelitian Mustikasari (2007) membuktikan bahwa tax professional yang memiliki kewajiban moral yang tinggi, niat ketidakpatuhan pajaknya rendah atau sebaliknya. Maka, hipotesis yang diajukan adalah: H3 : Kewajiban moral berpengaruh terhadap niat berperilaku tidak patuh.
2.4 Pengaruh Kontrol Keperilakuan yang Dipersepsikan terhadap Niat Berperilaku Tidak Patuh Niat dan perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh sikap dan norma subyektif seseorang. Akan tetapi, juga dijelaskan oleh mudah atau tidaknya seseorang berperilaku. Dengan kata lain, jika seseorang yakin bahwa dia tidak mampu melakukan perilaku tertentu, maka orang tersebut kecil kemungkinannya mempunyai niat untuk melaksanakan perilaku tersebut walaupun dia mempunyai sikap positif terhadap perilaku tersebut. Kontrol keperilakuan yang dipersepsikan dapat mempengaruhi langsung perilaku atau dapat juga mempengaruhi perilaku melalui niat (Ajzen, 1991). Ajzen (2006) mengatakan bahwa kontrol keperilakuan mempengaruhi niat didasarkan atas asumsi bahwa kontrol keperilakuan yang dipersepsikan oleh individu akan memberikan impliksi motivasi pada orang tersebut. Dalam arti, bahwa niat akan terbentuk apabila individu merasa mampu untuk menampilkan perilaku. Kontrol keperilakuan yang dipersepsikan dalam konteks perpajakan adalah seberapa kuat tingkat kendali yang dimiliki seorang Wajib Pajak dalam menampilkan
7 7
perilaku tertentu, seperti melaporkan penghasilannya lebih rendah, mengurangkan beban yang seharusnya tidak boleh dikurangkan ke penghasilan, dan perilaku ketidakpatuhan pajak lainnya (Bobek dan Hatfield, 2003). Penelitian Mustikasari (2007) membuktikan bahwa semakin rendah persepsi tax
professional atas kontrol yang dimilikinya akan mendorong tax professional berniat tidak patuh. Sedangkan Bobek dan Hatfield (2003) dalam penelitiannya tidak bisa membuktikan bahwa pengaruh kontrol keperilakuan yang dipersepsikan cukup signifikan. Maka, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: H4 : Kontrol keperilakuan yang dipersepsikan berpengaruh terhadap niat berperilaku tidak patuh.
2.5 Pengaruh
Kontrol
Keperilakuan
yang
Dipersepsikan
terhadap
Ketidakpatuhan Pajak Selain berpengaruh terhadap niat berperilaku, kontrol keperilakuan yang dipersepsikan juga berpengaruh secara langsung terhadap perilaku. Pengaruh langsung dapat terjadi jika terdapat actual control di luar kehendak individu sehingga mempengaruhi perilaku. Persepsi individu terhadap kontrol yang dapat dilakukannya yang bersumber pada keyakinannya terhadap kontrol tersebut (control beliefs) dapat menentukan dilakukan atau tidak dilakukannya suatu perilaku. Semakin positif sikap terhadap perilaku dan norma subyektif, semakin besar kontrol yang dipersepsikan seseorang untuk memunculkan perilaku tertentu. Akhirnya, sesuai dengan kondisi pengendalian yang nyata di lapangan (actual behavioral
control), niat tersebut akan diwujudkan jika kesempatan itu muncul. Namun sebaliknya, perilaku yang dimunculkan bisa jadi bertentangan dengan niat individu tersebut. Hal tersebut terjadi karena kondisi di lapangan tidak memungkinkan untuk memunculkan perilaku yang telah diniatkan sehingga dengan cepat akan mempengaruhi kontrol keperilakuan yang dipersepsikan (perceived behavioral control) individu tersebut.
Perceived behavioral control yang telah berubah akan
8 8
mempengaruhi perilaku yang ditampilkan sehingga tidak sama lagi dengan yang diniatkan. Penelitian Mustikasari (2007) membuktikan bahwa semakin rendah persepsi atas kontrol yang dimiliki tax professional maka akan mendorong tax professional tidak patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakan badan yang diwakilinya. H5 : Kontrol keperilakuan yang dipersepsikan berpengaruh secara langsung terhadap ketidakpatuhan pajak.
2.6 Pengaruh Niat Berperilaku Tidak Patuh terhadap Ketidakpatuhan Pajak Niat berperilaku merupakan variabel perantara dalam membentuk perilaku (Ajzen, 1991). Hal ini berarti pada umumnya manusia bertindak sesuai dengan niat. Niat ini ditentukan oleh sejauh mana individu memiliki sikap positif pada perilaku tertentu, dan sejauh mana jika dia memilih untuk melakukan perilaku tertentu itu dia mendapat dukungan dari orang lain yang berpengaruh dalam kehidupannya. Variabel laten niat dalam penelitian ini diukur dengan dua indikator sebagaimana yang pernah dilakukan oleh beberapa peneliti kepatuhan Wajib Pajak sebelumnya, yaitu kecenderungan dan keputusan (Bobek, 2003; Mustikasari 2007). Kecenderungan adalah kecondongan atau tendensi pribadi Wajib Pajak Orang Pribadi untuk patuh atau tidak patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Keputusan adalah keputusan pribadi yang dipilih Wajib Pajak Orang Pribadi untuk mematuhi atau tidak mematuhi peraturan perpajakan. Mustikasari (2007) dan Bobek (2003) membuktikan secara empiris bahwa niat berpengaruh secara positif signifikan terhadap ketidakpatuhan pajak. Maka, hipotesis yang diajukan adalah: H6 : Niat berperilaku tidak patuh berpengaruh terhadap ketidakpatuhan pajak.
9 9
3. Metodologi Penelitian 3.1 Populasi dan Sampel Populasi penelitian ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang berada di wilayah Bangkalan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bangkalan dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pamekasan, diketahui bahwa setoran Pajak Penghasilan Orang Pribadi Kabupaten Bangkalan tergolong rendah bila dilihat dari jumlah Wajib Pajak yang terdaftar di Bangkalan.
Tabel 3.1 Penerimaan Pajak Penghasilan Orang Pribadi Tahun 2008 Kabupaten
Jumlah Wajib Pajak
Jumlah Penerimaan Pajak Penghasilan
Terdaftar
Orang Pribadi Tahun 2008
Pamekasan
10.203
Rp 1.484.786.137
Bangkalan
8.077
Rp 578.041.717
Sumenep
9.163
Rp 558.621.341
Sampang
3.991
Rp
78.733.209
Sumber: KPP Pratama Pamekasan dan KPP Pratama Bangkalan
3.2 Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah menggunakan simple
random sampling, yaitu pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi. Teknik pengambilan sampel ini dilakukan berdasarkan asumsi SEM yang menghendaki pengambilan sampel secara acak (Sugiyono, 2007). Jumlah sampel yang digunakan sebanyak 200 Wajib Pajak Orang Pribadi yang berada di wilayah Bangkalan. Jumlah sampel tersebut didasarkan pada ukuran sampel yang sesuai dengan asumsi SEM yang menyarankan
1010
bahwa jumlah sampel yang digunakan lebih dari 100 atau minimal 5 kali jumlah observasi (Sugiyono, 2007).
3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel 3.3.1 Sikap tentang Ketidakpatuhan Pajak Sikap tentang ketidakpatuhan pajak dalam penelitian ini dimaksukan sebagai aspek perasaan yang dimiliki oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang ditentukan secara langsung oleh keyakinan yang dimiliki oleh Wajib Pajak Orang Pribadi tentang perilaku ketidakpatuhan pajak. Pengkuran variabel ini mereplikasi penelitian Mustikasari (2007), yaitu: keinginan membayar pajak lebih kecil dari yang seharusnya, perasaan pemanfaatan pajak yang tidak transparan, perasaan dirugikan oleh sistem perpajakan, dan biaya suap kepada petugas pajak lebih kecil dibandingkan dengan pajak yang bisa dihemat.
Pengukuran variabel sikap terhadap ketidakpatuhan pajak, menggunakan kerangka penilaian-harapan (valuation-expectancy framework). Pernyataan pertama berfungsi untuk mengukur belief strength, yaitu responden ditanya tentang seberapa tinggi mereka memberi ”nilai (value)” setiap keyakinan (belief) yang dituangkan dalam pernyataan atau seberapa penting peran indikator tersebut dalam pengambilan keputusan ketidakpatuhan pajak. Pernyataan kedua berkaitan dengan outcome
evaluation, yaitu responden diminta untuk menentukan ”tingkat harapan (rate of expectancy)” masing-masing indikator mulai dari sangat dipertimbangkan sampai dengan sangat tidak dipertimbangkan dalam perilaku mereka (periksa pernyataan nomor 1 dan 2 dalam lampiran: kuesioner penelitian). Jawaban pernyataan pertama dikalikan dengan jawaban pernyataan kedua. Secara matematis, Ajzen (2006) memberikan formula sikap dalam persamaan berikut: AB á Ó biei di mana:
1111
AB = attitude toward the behavior b
= belief strength
e
= outcome evaluation
3.3.2 Norma Subyektif Norma subyektif yang dimaksud dalam penelitian ini adalah norma subyektif terhadap ketidakpatuhan pajak, yaitu kekuatan pengaruh pandangan orang-orang di sekitar Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap perilaku ketidakpatuhan pajak Wajib Pajak Orang Pribadi. Seseorang dapat terpengaruh atau tidak terpengaruh, sangat tergantung dari kekuatan kepribadian orang yang bersangkutan dalam menghadapi orang lain. Indikator norma subyektif yang digunakan dalam penelitian ini adalah teman, anggota keluarga, pasangan, dan petugas pajak. Pernyataan pertama berkaitan dengan
normative beliefs, dan yang kedua berkaitan dengan motivation to comply (periksa pernyataan nomor 3 dan 4 dalam lampiran: kuesioner penelitian), kemudian kedua jawaban ini dikalikan. Ajzen (2006) memberikan formula norma subyektif dalam persamaan berikut: SN á Ó nimi di mana: SN = subyektif norm n
= normative beliefs
m = motivation to comply
3.3.3 Kontrol Keperilakuan yang Dipersepsikan Kontrol keperilakuan yang dipersepsikan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sejumlah kontrol yang diyakini Wajib Pajak Orang Pribadi yang akan menghambat mereka dalam menampilkan perilaku ketidakpatuhan pajak. Pengukuran kontrol keperilakuan yang dipersepsikan yang digunakan dalam penelitian ini mereplikasi penelitian Mustikasari (2007), yaitu: kemungkinan diperiksa petugas pajak,
1212
kemungkinan dikenai sanksi, dan kemungkinan pelaporan pihak ketiga. Hasil jawaban pernyataan pertama yang mengukur control beliefs strength, dan yang kedua berkaitan dengan control beliefs power dikalikan. Ajzen (2006) memberikan formula norma subyektif dalam persamaan berikut: PBC α Σ cipi di mana: PBC = perceived behavioral control c
= control beliefs strength
p
= control beliefs power
3.3.4 Kewajiban Moral Kewajiban moral yang dimaksud dalam penelitian ini adalah norma individu yang dipunyai oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang satu, namun kemungkinan tidak dimiliki oleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang lain. Pengukuran kewajiban moral yang digunakan dalam penelitian ini mereplikasi penelitian Mustikasari (2007), yaitu: melanggar etika, perasaan bersalah, dan prinsip hidup.
3.3.5 Niat Berperilaku Tidak Patuh Niat berperilaku tidak patuh yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kecenderungan atau keputusan Wajib Pajak Orang Pribadi untuk melakukan perilaku ketidakpatuhan pajak. Dalam mengukur variabel laten niat untuk berperilaku tidak patuh, responden akan dimintai pendapatnya tentang 2 pernyataan yang mewakili 2 variabel niat, yaitu: (1) kecenderungan dan (2) keputusan untuk tidak patuh terhadap ketentuan perpajakan (periksa pernyataan nomor 10 dan 11 dalam lampiran: kuesioner penelitian).
1313
3.3.6 Ketidakpatuhan Pajak Ketidakpatuhan pajak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ketidakpatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi dalam memenuhi kewajiban perpajakan. Pengukuran variabel ini memodifikasi instrumen yang digunakan oleh Brown dan Mazur (2003) yang terdiri dari kepatuhan penyerahan SPT, kepatuhan pembayaran, dan kepatuhan pelaporan, yang kemudian dirinci menjadi 5 indikator, yang meliputi (1) menerima STP atas denda keterlambatan penyerahan SPT Masa, (2) menerima STP atas denda keterlambatan penyerahan SPT Tahunan, (3) menerima STP atas bunga keterlambatan pembayaran pajak terhutang, (4) menerima STP atas denda dan bunga kekurangan pajak yang disetorkan, (5) menerima koreksi dari pemeriksaan pajak atas tambahan Pajak Penghasilan.
3.4 Model Analisis Model yang dibangun dalam penelitian ini melibatkan 6 variabel laten yang diidentifikasi mempengaruhi perilaku Wajib Pajak Orang Pribadi, yaitu: (1) sikap tentang ketidakpatuhan pajak (SKP), (2) norma subyektif (NRM), (3) kewajiban moral (MRL), (4) kontrol keperilakuan yang dipersepsikan (KTR), (5) niat berperilaku tidak patuh (NIA), dan (6) ketidakpatuhan pajak (KPT). Adapun model analisis dari penelitian ini dapat di lihat pada gambar Gambar 3.1 (Lampiran).
3.5 Teknik Analisis Dalam penelitian ini, data dianalisis dengan menggunakan teknik analisis
Structural Equation Modeling (SEM) dengan alat bantu program AMOS versi 5. 4. Analisis Hasil Penelitian 4.2 Statisitik Deskriptif Jumlah kuesioner yang disebar sebanyak 240 kuesioner. Dari 240 kuesioner tersebut, tingkat pengembalian hanya mencapai 217 kuesioner saja dan total sebanyak 200 kuesioner yang terisi lengkap yang dapat dianalisis lebih lanjut. Sebanyak 17
1414
kuesioner tidak dapat diolah karena tidak terisi lengkap, baik pada bagian identitas responden maupun pada bagian item pertanyaan kuesioner penelitian. Dalam tabel 4.2 dapat dilihat jumlah kuesioner yang didistribusikan, kembali, dan diolah. Tabel 4.2 Jumlah Kuesioner yang Didistribusikan, Kembali, dan Diolah Keterangan
Jumlah
Persentase
Didistribusikan
240
100%
Tidak kembali
( 23)
Kembali
217
Tidak lengkap
( 17)
Diolah
200
90,41%
83,33%
Sumber: Data Primer, 2009
4.3 Analisis Model dan Pembuktian Hipotesis Hasil pengujian koefisien jalur secara terperinci disajikan pada tabel berikut:
Tabel 4.3 Ringkasan Estimasi Parameter Model Persamaan Struktural Penelitian Variabel
Koefisien
C.R.
Prob.
Keterangan
1515
SKP (X1)
NIA (Y1)
0,035
2,695
0,007
signifikan
NRM (X2)
NIA (Y1)
0,035
2,073
0,038
signifikan
MRL (X3)
NIA (Y1)
-0,292
-2,846
0,004
signifikan
KTR (X4)
NIA (Y1)
-0,014
-1,011
0,312
tidak signifikan
KTR (X5)
KTP (Y2)
-0,004
-0,583
0,560
tidak signifikan
NIA (Y1)
KTP (Y2)
0,486
5,420
0,000
signifikan
Sumber: Lampiran 11
4.3.1
Hasil Pengujian Hipotesis 1: Sikap tentang Ketidakpatuhan Pajak Berpengaruh terhadap Niat Berperilaku Tidak Patuh Sikap tentang ketidakpatuhan pajak yang diukur dengan keinginan membayar
pajak lebih kecil dari yang seharusnya, perasaan pemanfaatan pajak yang tidak transparan, perasaan dirugikan oleh sistem perpajakan, dan biaya suap kepada petugas pajak lebih kecil dibandingkan dengan pajak yang bisa dihemat berpengaruh signifikan terhadap niat berperilaku tidak patuh. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai koefisien jalur (regresi terstandar) sebesar 0,035 dengan nilai CR sebesar 2,695 dan diperoleh probabilitas signifikansi (p) sebesar 0,007. Arah hubungan yang ditunjukkan adalah positif. Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki sikap terhadap ketidakpatuhan positif, maka niat ketidakpatuhan pajaknya tinggi. Dari hasil tersebut, dapat dijelaskan bahwa H1 diterima. Hal ini sesuai dengan temuan Mustikasari (2007), dan Bobek dan Hatfield (2003), yaitu sikap terhadap ketidakpatuhan pajak berpengaruh secara signifikan terhadap niat ketidakpatuhan pajak. Sikap tentang Ketidakpatuhan Pajak
merupakan sikap
mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada perilaku ketidakpatuhan pajak. Sikap ketidakpatuhan pajak akan terbentuk apabila Wajib Pajak mempunyai keyakinan dan evaluasi yang positif terhadap ketidakpatuhan pajak. Semakin banyak segi positif dari komponen keyakinan tentang ketidakpatuhan pajak, maka semakin positif sikap seseorang
1616
terhadap perilaku ketidakpatuhan pajak. Demikian pula, semakin positif atau negatif evaluasi seseorang atas manfaat perilaku ketidakpatuhan pajak bagi dirinya, maka semakin positif atau negatif sikap seseorang terhadap perilaku ketidakpatuhan pajak. Dengan demikian, seseorang yang memiliki sikap positif atau mendukung terhadap ketidakpatuhan pajak, maka akan menimbulkan niat untuk melakukan ketidakpatuhan pajak.. Berdasarkan model penelitian, Sikap tentang Ketidakpatuhan Pajak dibentuk oleh 4 indikator. Indikator ini jika diurutkan berdasarkan kuatnya loading factor tergambar sebagai berikut: perasaan dirugikan oleh sistem perpajakan (X3-1,064), perasaan pemanfaatan pajak yang tidak transparan (X2-1,022), biaya suap kepada petugas pajak lebih kecil dibandingkan dengan pajak yang bisa dihemat (X4-1,000), dan keinginan membayar pajak lebih kecil dari yang seharusnya (X1-0,941). Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa indikator-indikator tersebut cukup mampu membentuk konstruk Sikap tentang Ketidakpatuhan Pajak. Kontribusi terbesar dari dimensi ini adalah perasaan Wajib Pajak bahwa sistem perpajakan merugikan mereka. Sebagian besar responden menerima pernyataan ini yang berarti bahwa Wajib Pajak belum memahami sistem perpajakan yang berlaku sehingga merasa dirugikan. Dengan demikian, hal tersebut cenderung mendorong mereka untuk tidak mengikuti sistem perpajakan. Kontribusi kedua dari dimensi ini adalah perasaan Wajib Pajak bahwa pemanfaatan pajak tidak transparan. Sebagian besar responden menerima pernyataan ini yang berarti bahwa Wajib Pajak tidak menyadari bahwa kontribusi pembayaran pajak yang dihimpun oleh pemerintah adalah untuk kepentingan bersama melalui kepentingan umum, seperti membiayai pendidikan, memperbaiki fasilitas kesehatan, fasilitas keamanan, dan banyak lagi hal lainnya yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut akan mendorong Wajib Pajak untuk berniat tidak patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Demikian pula dengan indikator biaya suap kepada petugas pajak lebih kecil dibandingkan dengan pajak yang bisa dihemat (X4-1,000), dan keinginan membayar
1717
pajak lebih kecil dari yang seharusnya (X1-0,941) menunjukkan hal yang sama. Penerimaan terhadap pernyataan-pernyataan tersebut bermakna bahwa Wajib Pajak mempunyai pandangan positif terhadap sikap tentang ketidakpatuhan pajak. Dengan demikian, berarti hal tersebut akan mendorong mereka untuk berniat tidak patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya.
4.3.2 Hasil Pengujian Hipotesis 2: Norma Subyektif Berpengaruh terhadap Niat Berperilaku Tidak Patuh Norma Subyektif yang diukur dengan teman, anggota keluarga, dan petugas pajak berpengaruh signifikan terhadap niat berperilaku tidak patuh. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai koefisien jalur (regresi terstandar) sebesar 0,035 dengan nilai CR sebesar 2,073 dan diperoleh probabilitas signifikansi (p) sebesar 0,038. Arah hubungan yang ditunjukkan adalah positif. Dari hasil tersebut, dapat dijelaskan bahwa H2 diterima. Hal ini sesuai dengan temuan Mustikasari (2007) dan Bobek dan Hatfield (2003) yang telah membuktikan secara empiris bahwa norma subyektif secara positif signifikan mempengaruhi niat ketidakpatuhan Wajib Pajak. Norma Subyektif merupakan komponen yang berisi keputusan yang dibuat Wajib Pajak setelah mempertimbangkan pandangan orang-orang yang mempengaruhi norma-norma subyektif tentang ketidakpatuhan pajak. Wajib Pajak yang memiliki keyakinan bahwa orang lain (teman, anggota keluarga, dan petugas pajak) berpendapat sebaiknya dia melakukan ketidakpatuhan pajak, akan menyebabkan dirinya berniat untuk berperilaku tidak patuh. Dan begitu juga sebaliknya, jika Wajib Pajak tidak memiliki keyakinan bahwa orang lain berpendapat sebaiknya dia melakukan ketidakpatuhan pajak, maka kecil kemungkinannya muncul niat berperilaku tidak patuh pada Wajib Pajak tersebut. Berdasarkan model penelitian, Norma Subyektif dibentuk oleh 3 indiktor. Jika diurutkan berdasarkan kuatnya loading factor, indikator ini tergambar sebagai berikut: teman (X5-1,164), anggota keluarga (X6-1,097), pasangan (X7-1,000), dan petugas
1818
pajak (X8-0,969). Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa indikator-indikator tersebut cukup mampu membentuk konstruk Norma Subyektif. Kontribusi terbesar dari dimensi ini diberikan oleh dorongan teman untuk tidak mematuhi ketentuan perpajakan. Sebagian besar responden menerima pernyataan ini yang berarti bahwa dorongan teman untuk tidak mengikuti ketentuan perpajakan yang berlaku akan menyebabkan seseorang untuk berniat melakukan ketidakapatuhan pajak. Kontribusi indikator yang lain terhadap dimensi ini menunjukkan hal yang sama, di mana responden akan mengikuti hal-hal yang disetujui oleh anggota keluarga, pasangan, dan petugas pajak dalam usahanya memenuhi kewajiban perpajakan. Jika anggota keluarga, pasangan atau petugas pajak mendorong Wajib Pajak untuk melakukan ketidakpatuhan pajak, maka akan memunculkan niat Wajib Pajak untuk berperilaku tidak patuh.
4.3.3
Hasil Pengujian Hipotesis 3: Kewajiban Moral Berpengaruh terhadap Niat Berperilaku Tidak Patuh Berdasarkan hasil analisis data yang ada, dapat dijelaskan bahwa kewajiban
moral berpengaruh secara negatif terhadap niat berperilaku tidak patuh dengan dengan koefisien jalur -0,292 dengan nilai CR sebesar -2,846 dan diperoleh probabilitas signifikansi (p) sebesar 0,004. Dari hasil tersebut, dapat dijelaskan bahwa H3 diterima. Hal ini sesuai dengan temuan Mustikasari (2007) dan Bobek dan Hatfield (2003) yang telah membuktikan secara empiris bahwa kewajiban moral secara negatif signifikan berpengaruh terhadap niat berperilaku tidak patuh. Kewajiban Moral pajak merupakan prinsip-prinsip moral atau nilai-nilai yang diyakini seseorang mengapa dia membayar pajak. Jika Wajib Pajak menilai bahwa ketidakpatuhan pajak merupakan tindakan yang tidak melanggar etika dan prinsip hidupnya, maka akan memunculkan niat untuk melakukan ketidakpatuhan pajak. Begitu juga dengan perasaan tidak bersalah dalam melakukan ketidakpatuhan pajak. Jika Wajib Pajak tidak merasa bersalah dalam melakukan ketidakpatuhan pajak, maka akan memunculkan niat Wajib
1919
Pajak untuk berperilaku tidak patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Berdasarkan model penelitian, Kewajiban Moral dibentuk oleh 3 indikator. Indikator ini jika diurutkan berdasarkan kuatnya loading factor tergambar sebagai berikut: perasaan bersalah (X13-1,227), prinsip hidup (X14-1,000), dan melanggar etika (X12-0,783). Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa indikator-indikator tersebut cukup mampu membentuk konstruk Kewajiban Moral. Kontribusi terbesar dimensi ini adalah perasaan tidak bersalah Wajib Pajak jika melakukan ketidaptuhan pajak. Sebagian besar responden menerima pernyataan ini yang berarti bahwa Wajib Pajak belum mengerti pentingnya pajak. Mereka tidak menyadari bahwa pajak merupakan bentuk tanggung jawab masyarakat sebagai warga negara dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dapat dikatakan, Wajib Pajak yang seperti ini memiliki kewajiban moral yang rendah. Semakin rendah kewajiban moral yang dimiliki Wajib Pajak, maka semakin tinggi niat Wajib Pajak untuk berperilaku tidak patuh. Kontribusi indikator lain pada dimensi ini menunjukkan hal yang sama di mana responden menganggap bahwa melakukan ketidakpatuhan pajak merupakan hal yang tidak melanggar prinsip hidup dan etika sehingga akan memunculkan niat untuk berperilaku tidak patuh. 4.3.4
Hasil Pengujian Hipotesis 4: Kontrol Keperilakuan yang Dipersepsikan Berpengaruh terhadap Niat Berperilaku Tidak Patuh Kontrol keperilakuan yang dipersepsikan yang diukur dengan kemungkinan
diperiksa petugas pajak, kemungkinan dikenai sanksi, dan kemungkinan pelaporan pihak ketiga tidak berpengaruh signifikan terhadap niat berperilaku tidak patuh yang ditunjukkan dengan nilai koefisien jalur (regresi terstandar) sebesar -0,014 dengan nilai CR -1,011 dan probabilitas signifikansi sebesar 0,312. Angka tersebut menunjukkan bahwa kontrol keperilakuan yang dipersepsikan tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap niat berperilaku tidak patuh dengan kemungkinan terjadi kesalahan sebesar 0,312. Dari hasil tersebut, dapat dijelaskan bahwa H4 ditolak, artinya tidak ada pengaruh signifikan kontrol keperilakuan yang dipersepsikan
2020
terhadap niat berperilaku tidak patuh. Walaupun demikian, arah hubungan yang ditunjukkan adalah negatif, yaitu jika seseorang memiliki persepsi yang kecil atas kontrol yang dimilikinya, maka semakin besar niatnya untuk tidak patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Sebaliknya, jika seseorang memiliki kontrol yang besar, maka niat ketidakpatuhan pajaknya rendah. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Bobek dan Hatfield (2003) yang menemukan bahwa kontrol keperilakuan yang dipesepsikan tidak berpengaruh signifikan terhadap niat berperilaku tidak patuh. Namun, hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian Mustikasari (2007) yang mengungkapkan bahwa semakin rendah persepsi tax professional atas kontrol yang dimilikinya akan mendorong tax professional berniat tidak patuh. Kontrol Keperilakuan yang Dipersepsikan merupakan sejumlah kontrol yang dimiliki Wajib Pajak apakah dia mampu untuk memunculkan niat untuk berperilaku tidak patuh atau tidak. Semakin besar kekhawatiran Wajib Pajak akan diperiksa oleh petugas pajak, dikenai sanksi, atau dilaporkan pihak ketiga jika melakukan ketidakpatuhan pajak, maka akan semakin kecil niat ketidakpatuhan
Wajib Pajak tersebut dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Berdasarkan model penelitian, Kontrol Keperilakuan yang Dipersepsikan dibentuk oleh 3 indikator. Jika diurutkan berdasarkan kuatnya loading factor, indikator ini
tergambar
sebagai
berikut:
kemungkinan
dikenai
sanksi
(X10-1,013),
kemungkinan diperiksa petugas pajak (X9-1,002), dan kemungkinan pelaporan pihak ketiga (X11-1,000). Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa indikator-indikator tersebut cukup mampu membentuk konstruk Kontrol Keperilakuan yang Dipersepsikan. Kontribusi terbesar dimensi ini adalah Wajib Pajak takut dikenai sanksi jika melakukan ketidakpatuhan pajak. Sebagian besar Wajib Pajak berpikir daripada dikenai sanksi lebih baik dia mematuhi ketentuan parpajakan yang berlaku. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar kontrol yang dimiliki oleh Wajib Pajak, maka semakin kecil niat Wajib Pajak untuk berperilaku tidak patuh.
2121
4.3.5
Hasil Pengujian Hipotesis 5: Kontrol Keperilakuan yang Dipersepsikan Berpengaruh terhadap Ketidakpatuhan Pajak Kontrol keperilakuan yang dipersepsikan tidak berpengaruh signifikan terhadap
ketidakpatuhan pajak yang ditunjukkan dengan nilai koefisien jalur (regresi terstandar) sebesar -0,004 dengan nilai CR -0,583 dan probabilitas signifikansi sebesar 0,560. Angka tersebut menunjukkan bahwa kontrol keperilakuan yang dipersepsikan tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap niat berperilaku tidak patuh dengan kemungkinan terjadi kesalahan sebesar 0,560. Dari hasil tersebut, dapat dijelaskan bahwa H5 ditolak, artinya tidak ada pengaruh signifikan kontrol keperilakuan yang dipersepsikan terhadap ketidakpatuhan pajak. Walaupun demikian, penelitian ini membuktikan bahwa kontrol keperilakuan yang dipersepsikan terhadap perilaku ketidakpatuhan pajak mempunyai hubungan yang negatif. Semakin besar kontrol yang dimiliki sesorang, maka semakin kecil perilaku ketidakpatuhan pajaknya. Sebaliknya, semakin kecil kontrol yang dimiliki seseorang, maka semakin besar kemungkinan orang tersebut melakukan ketidakpatuhan pajak. Hal ini sesuai dengan penelitian Bobek dan Hatfield (2003) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan antara kontrol keperilakuan yang dipersepsikan terhadap ketidakpatuhan pajak. Namun, hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian Mustikasari (2007) yang membuktikan bahwa semakin rendah persepsi atas kontrol yang dimiliki tax professional maka akan mendorong tax
professional tidak patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakan badan yang diwakilinya. Berdasarkan model penelitian, Ketidakpatuhan Pajak dibentuk oleh 5 indikator. Jika diurutkan berdasarkan kuatnya loading factor, indikator ini tergambar sebagai berikut: menerima STP atas denda keterlambatan penyerahan SPT Tahunan (Y4-1,398), menerima STP atas denda keterlambatan penyerahan SPT Masa (Y3-1,364), menerima STP atas bunga keterlambatan pembayaran pajak terhutang (Y5-1,106), menerima koreksi dari pemeriksaan pajak atas tambahan Pajak
2222
Penghasilan (Y7-1,047), menerima STP atas denda dan bunga kekurangan pajak yang disetorkan (Y6-1,000). Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa indikator-indikator tersebut cukup mampu membentuk konstruk Niat Berperilaku Tidak Patuh.
4.3.6
Hasil Pengujian Hipotesis 6: Niat Berperilaku Tidak Patuh Berpengaruh terhadap Ketidakpatuhan Pajak Niat berperilaku tidak patuh yang diukur dengan kecenderungan dan keputusan
untuk tidak patuh terhadap ketentuan perpajakan berpengaruh signifikan terhadap ketidakpatuhan pajak. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai koefisien jalur (regresi terstandar) sebesar 0,245 dengan nilai CR sebesar 4,003 dan diperoleh probabilitas signifikansi (p) sebesar 0,000. Arah hubungan yang ditunjukkan adalah positif. Dari hasil tersebut, dapat dijelaskan bahwa H6 diterima. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Mustikasari (2007) dan Bobek (2003) yang membuktikan secara empiris bahwa niat berpengaruh secara positif signifikan terhadap ketidakpatuhan pajak. Hal tersebut menunjukkan bahwa niat yang dimiliki oleh tax professional maupun Wajib Pajak Orang Pribadi akan berpengaruh terhadap perilaku ketidakpatuhan pajak. Semakin besar niat berperilaku tidak patuh yang dimiliki Wajib Pajak, maka semakin besar pula perilaku ketidakptuhan pajaknya. Berdasarkan model penelitian, Niat Berperilaku Tidak Patuh dibentuk oleh 2 indikator. Kedua indikator, yaitu kecenderungan dan keputusan Wajib Pajak untuk melakukan ketidakpatuhan pajak, mempunyai nilai loading factor yang sama yaitu 1,000. Penerimaan terhadap kedua pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Wajib Pajak mempunyai kecenderungan dan keputusan untuk melakukan ketidakpatuhan pajak pada tahun pajak terakhir. Secara keseluruhan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa indikator-indikator tersebut cukup mampu membentuk konstruk Niat Berperilaku Tidak Patuh. Namun demikian, tidak selamanya niat tersebut diwujudkan dalam bentuk perilaku nyata, yaitu ketidakpatuhan pajak. Hal ini dapat dilihat dari
2323
sedikitnya responden yang menyatakan pernah menerima STP atas denda keterlambatan penyerahan SPT Masa, menerima STP atas denda keterlambatan penyerahan SPT Tahunan, menerima STP atas bunga keterlambatan pembayaran pajak terhutang, menerima STP atas denda dan bunga kekurangan pajak yang disetorkan, dan menerima koreksi dari pemeriksaan pajak atas tambahan Pajak Penghasilan.
5. Penutup 5.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka simpulan yang bisa ditarik adalah: 1. Sikap tentang ketidakpatuhan pajak berpengaruh signifikan terhadap niat berperilaku tidak patuh. Hal ini sesuai dengan temuan Mustikasari (2007), dan Bobek dan Hatfield (2003), yaitu sikap terhadap ketidakpatuhan pajak berpengaruh secara signifikan terhadap niat ketidakpatuhan pajak. 2. Norma Subyektif berpengaruh signifikan terhadap niat berperilaku tidak patuh. Arah hubungan yang ditunjukkan adalah positif. Hal ini sesuai dengan temuan Mustikasari (2007) dan Bobek dan Hatfield (2003) yang telah membuktikan secara empiris bahwa norma subyektif secara positif signifikan mempengaruhi niat ketidakpatuhan Wajib Pajak. 3. Kewajiban moral berpengaruh signifikan terhadap niat berperilaku tidak patuh. Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki kewajiban moral yang tinggi, maka niat berperilaku tidak patuhnya rendah atau sebaliknya. 4. Berdasarkan penelitian ini, ternyata kontrol keperilakuan yang dipersepsikan tidak berpengaruh signifikan terhadap niat berperilaku tidak patuh. Hal ini sesuai dengan penelitian Bobek dan Hatfield (2003) yang menunjukkan bahwa kontrol keperilakuan yang dipersepsikan tidak berpengaruh signifikan terhadap niat ketidakpatuhan. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Mustikasari (2007) yang mengungkapkan bahwa semakin rendah persepsi tax professional atas kontrol yang dimilikinya akan mendorong tax professional berniat tidak patuh.
2424
Hal ini menunjukkan bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi kurang memiliki kontrol yang dapat menghambat maupun mendorongnya untuk berniat tidak patuh dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. 5. Berdasarkan penelitian ini, ternyata kontrol keperilakuan yang dipersepsikan tidak berpengaruh signifikan terhadap ketidakpatuhan pajak. Hal ini sesuai dengan penelitian Bobek dan Hatfield (2003) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan antara kontrol keperilakuan yang dipersepsikan terhadap ketidakpatuhan pajak. Namun, hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian Mustikasari (2007) yang membuktikan bahwa semakin rendah persepsi atas kontrol yang dimiliki tax professional maka akan mendorong tax professional tidak patuh dalam melaksanakan kewajiban perpajakan badan yang diwakilinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi kurang memiliki kontrol yang dapat mengahambat maupun mendorongnya untuk melakukan ketidakpatuhan pajak. 6. Niat berperilaku tidak patuh berpengaruh terhadap ketidakpatuhan pajak. Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki niat berperilaku tidak patuh rendah, keteidakpatuhan pajaknnya rendah atau sebaliknya. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Mustikasari (2007) dan Bobek (2003) membuktikan secara empiris bahwa niat berpengaruh secara positif signifikan terhadap ketidakpatuhan pajak.
5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan simpulan penelitian yang telah dilakukan, maka berikut ini disampaikan saran-saran yang bersifat operasional dan spesifik untuk berbagai pihak yang memerlukan, yaitu sebagai berikut: 1. Bagi aparat pajak Aparat pajak perlu melakukan tindakan persuasif dengan melakukan penyuluhan kapada Wajib Pajak dengan cara-cara yang lebih simpatik, meningkatkan peran
Complaint Center , dan memberikan penghargaan bagi Wajib Pajak patuh.
2525
Selanjtnya Direktorat Jenderal Pajak hendaknya mengkaji beberapa karakteristik Wajib Pajak yang mempengaruhi perilaku masyarakat Wajib Pajak, tidak hanya dengan melihat faktor sosial, budaya, dan ekonomi tetapi juga mempertimbangkan faktor kepribadian dan psikologis Wajib Pajak, karena hal tersebut dapat mempengaruhi perilaku Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perepajakannya. 2. Bagi peneliti selanjutnya Perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam dengan menggunakan instrumen penelitian dengan lebih banyak item-item pertanyaan dan mendiskusikan dengan berbagai pihak yang ahli dan memahami konsep dari variabel-variabel yang relevan sehingga diharapkan dapat lebih meningkatkan validitas alat ukur yang digunakan.
2626
DAFTAR PUSTAKA Icek. 2002. Constructing a TPB Questionnaire: Conceptual and Methodological Considerations (Revised January,2006), (Online), (http://people.umass.edu/aizen/pdf/tpb.measurement.pdf, diakses 27 April 2009). , 1991. The Theory of Planned Behavior. Organizational Behavior and HumanDecisionProcesses, (Online), Vol. 50, No. 2: 179-211, (http://philosci40.unibe.ch/lehre/winter06/wtwg_sozwi/sozwi_quelle3.pdf, diakses 3 Juni 2009). Bobek, D., Richard C. Hatfield. 2003. An Investigation of Theory of Planned Behavior and the Role of Moral Obligation in tax Compliance. Behavioral ResearchainaAccounting,a(Online),aVol.15,a(http://www.accessmylibrary.co m/coms2/summary_0286-23163204_ITM, diakses 27 April 2009). Brown, Robert E. and Mark J. Mazur. 2003. IRS’s Comprehensive Approach to Compliance Measurement. National Tax Journal, Vol. 56. Damayanti, Theresia Woro. 2004. Pelaksanaan Self Assessment System Menurut Persepsi Wajib Pajak (Studi pada Wajib Pajak Badan Salatiga). Jurnal Ekonomi dan Bisnis (Dian Ekonomi), Vol. X No. 1: 109-128. Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit UNDIP. Ghozali, Imam. 2004. Model Persamaan Struktural: Konsep dan Aplikasi dengan Program Amos Ver. 5.0. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Kepatuhan Pajak, Koran Jakarta, (Online), 13 November 2008, (http://www.ortax.org/ortax/?mod=berita&page=show&id=4033&q=dividen &hlm=4, diakses 31 April 2009). Mustikasari, Elia. 2006. Kajian Empiris tentang Kepatuhan Wajib Pajak Badan di Perusahaan Industri Pengolahan di Surabaya. Simposium Nasional Akuntansi X, Makassar. Putanto, Novan Dwi. 2008. Kepatuhan Bayar Pajak Pribadi Masih Lemah. Sinar Harapan,a(Online),a(http://www.sinarharapan.co.id/berita/0901/30/uang04.ht ml, diakses 31 April 2009). Rakhmad, Basuki. 2007. Menakar Risiko Ketidakpatuhan. Majalah Berita Pajak, 15 Oktober 2007: 28. Simanjuntak, Timbul Hamonangan. 2008. Analisis Kepatuhan Pajak dan Dampaknya pada Dana Perimbangan Keuangan dan Pengeluaran Pemerintah Daerah serta Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten/ Kota di Provinsi Jawa Timur. Disertasi tak diterbitkan, Universitas Airlangga Surabaya. Suryadi. 2003. Model Hubungan Kausal Kesadaran, Pelayanan, Kepatuhan Wajib Pajak dan Pengaruhnya terhadap Kinerja Penerimaan Pajak: Suatu Survei di Wilayah Jawa Timur. Jurnal Keuangan Publik, Vol. 4. No. 1: 105-121. Tarjo dan Indra Kusumawati. 2005. Analisis Perilaku Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap Pelaksanaan Self Assessment System Suatu Studi di Bangkalan. JAAI, Ajzen,
2727
Vol. 10. No. 1: 133-160. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.
2828
Lampiran 1 : Structural Equation Modelling Assessment of normality (Group number 1) Variable X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X5 X6 X7 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y2 Y1 X4 X3 X2 X1 Multivariate
min 1.000 3.000 1.000 1.000 2.000 2.000 1.000 1.000 2.000 1.000 2.000 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000 2.000 2.000 2.000 4.000 2.000
max 24.000 25.000 25.000 25.000 7.000 7.000 7.000 30.000 30.000 25.000 6.000 5.000 4.000 4.000 4.000 6.000 6.000 42.000 49.000 42.000 42.000
skew .405 .783 .554 .551 .323 .310 .081 .236 .394 .412 .037 -.422 -.382 -.031 .550 -.323 .123 1.170 1.264 1.008 .895
c.r. 1.490 2.877 2.035 2.025 1.187 1.137 .298 .868 1.449 1.514 .136 -1.549 -1.402 -.113 2.021 -1.188 .453 4.299 4.642 3.705 3.288
kurtosis -.841 -1.026 -1.216 -1.057 .566 -.362 -.368 -.995 -.827 -.778 -.429 -.573 -.780 -.799 -.574 -.519 -.510 1.682 2.140 .651 .486 10.675
c.r. -1.546 -1.885 -2.234 -1.943 1.041 -.665 -.676 -1.827 -1.520 -1.430 -.789 -1.052 -1.433 -1.467 -1.054 -.953 -.937 3.089 3.931 1.196 .894 1.546
Notes for Model (Default model) Computation of degrees of freedom (Default model) Number of distinct sample moments: Number of distinct parameters to be estimated: Degrees of freedom (231 - 54):
231 54 177
Result (Default model) Minimum was achieved Chi-square = 206.881 Degrees of freedom = 177 Probability level = .062 Regression Weights: (Group number 1 - Default model) NIAT NIAT NIAT NIAT KETIDAKPATUHAN KETIDAKPATUHAN X1
<--<--<--<--<--<--<---
SIKAP NORMA MORAL KONTROL NIAT KONTROL SIKAP
Estimate .035 .035 -.292 -.014 .486 -.004 1.000
S.E. .013 .017 .103 .014 .090 .007
C.R. 2.695 2.073 -2.846 -1.011 5.420 -.583
P .007 .038 .004 .312 *** .560
Label par_9 par_10 par_18 par_25 par_11 par_24
2929
X2 X3 X4 Y1 Y2 Y7 Y6 Y5 Y4 Y3 X7 X6 X5 X14 X13 X12 X11 X10 X9 X8
<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<---
SIKAP SIKAP SIKAP NIAT NIAT KETIDAKPATUHAN KETIDAKPATUHAN KETIDAKPATUHAN KETIDAKPATUHAN KETIDAKPATUHAN NORMA NORMA NORMA MORAL MORAL MORAL KONTROL KONTROL KONTROL NORMA
Estimate 1.085 1.130 1.061 1.000 1.125 1.000 .945 1.087 1.480 1.539 1.000 1.097 1.164 1.000 1.172 .795 1.000 1.012 1.002 .969
S.E. .065 .057 .053
C.R. 16.768 19.819 20.151
P *** *** ***
Label par_1 par_2 par_3
.077
14.668
***
par_4
.208 .203 .259 .246
4.540 5.366 5.720 6.267
*** *** *** ***
par_5 par_6 par_7 par_8
.039 .039
28.124 30.141
*** ***
par_12 par_13
.144 .106
8.144 7.495
*** ***
par_14 par_15
.051 .051 .020
19.690 19.608 48.675
*** *** ***
par_16 par_17 par_27
Standardized Regression Weights: (Group number 1 - Default model) NIAT NIAT NIAT NIAT KETIDAKPATUHAN KETIDAKPATUHAN X1 X2 X3 X4 Y1 Y2 Y7 Y6 Y5 Y4 Y3 X7 X6 X5 X14 X13 X12 X11 X10
<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<--<---
SIKAP NORMA MORAL KONTROL NIAT KONTROL SIKAP SIKAP SIKAP SIKAP NIAT NIAT KETIDAKPATUHAN KETIDAKPATUHAN KETIDAKPATUHAN KETIDAKPATUHAN KETIDAKPATUHAN NORMA NORMA NORMA MORAL MORAL MORAL KONTROL KONTROL
Estimate .293 .238 -.302 -.104 .813 -.047 .921 .952 .989 .992 .970 .910 .600 .589 .737 .810 .959 .990 .963 .969 .784 .911 .799 .942 .968
3030
X9 X8
<--<---
Estimate .967 .994
KONTROL NORMA
Model Fit Summary CMIN Model Default model Saturated model Independence model
NPAR 54 231 21
CMIN 206.881 .000 2437.707
DF 177 0 210
P .062
CMIN/DF 1.169
.000
11.608
RMR, GFI Model Default model Saturated model Independence model
RMR .702 .000 17.736
GFI .813 1.000 .196
AGFI .756
PGFI .623
.116
.179
Baseline Comparisons Model Default model Saturated model Independence model
NFI Delta1 .915 1.000 .000
RFI rho1 .899
IFI Delta2 .987 1.000 .000
.000
TLI rho2 .984
CFI .987 1.000
.000
.000
Parsimony-Adjusted Measures Model Default model Saturated model Independence model
PRATIO .843 .000 1.000
PNFI .771 .000 .000
PCFI .832 .000 .000
NCP Model Default model Saturated model Independence model
NCP 29.881 .000 2227.707
LO 90 .000 .000 2072.458
HI 90 69.843 .000 2390.336
FMIN Model Default model Saturated model Independence model
FMIN 2.586 .000 30.471
F0 .374 .000 27.846
RMSEA .046 .364
LO 90 .000 .351
LO 90 .000 .000 25.906
HI 90 .873 .000 29.879
RMSEA Model Default model Independence model
HI 90 .070 .377
PCLOSE .585 .000
AIC Model Default model
AIC 314.881
BCC 355.847
BIC 444.181
CAIC 498.181
3131
Model Saturated model Independence model
AIC 462.000 2479.707
BCC 637.241 2495.638
BIC 1015.118 2529.990
CAIC 1246.118 2550.990
HI 90 4.436 5.775 33.029
MECVI 4.448
ECVI Model Default model Saturated model Independence model
ECVI 3.936 5.775 30.996
LO 90 3.563 5.775 29.056
7.966 31.195
HOELTER Model Default model Independence model Minimization: Miscellaneous: Bootstrap: Total:
HOELTER .05 81 9
HOELTER .01 87 9 .094 1.687 .000 1.781
3232
10.68 7.25 1.72 e1
e2
1
X5
e6
X6
.85 1 e7 .43 1 e8
.33
X12
1
e10
.58
X13
1
e11
3.16 1 3.13 1 e13 5.791 e12
e14
X8
1
e9
.26
X7
1.16 1.10 1.00 .97
.79 1.17 1.00
40.05
e4
1
1
X1
3.58 1 e5 3.801
1.04
e3
X2
1 X3
X4
1.09 1.06 1.00 1.13 59.68 SIKAP
NORMA
.47 28.24 .04 z1 .04 -1.88 1 -1.03 .93 1.00 -.29 -17.65 NIAT 1.12 MORAL -15.82 .10
1 Y1
1 Y2
.05 e15
.23 e16
X14
-.01 2.51 X9
X10
1.00 1.01 1.00
.49
45.74 .00
z2
1
KETIDAKPATUHAN
KONTROL
X11
1.00 1.09 .95
1.541.48
Y3
Y4
1 1 .06 .36 e17
e18
Y6
Y5
1
1 .31 e19
Y7
1 .52 e20
.55 e21
Chi-Square=206.881 Prob=.062 GFI=.813 AGFI=.756 TLI=.984 RMSEA=.046 L
3333