Struktur
PERILAKU ELEMEN BETON SANDWICH TERHADAP PENGUJIAN GESER MURNI (036S) Firdaus Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Bina Darma, Palembang Email:
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK Kemajuan dalam bidang konstruksi bangunan saat ini mendorong orang untuk menciptakan dan menggunakan sistem struktur bangunan yang ringan dan diolah secara prapabrikasi, sehingga dapat menghemat tenaga kerja dan waktu konstruksi. Salah satu sistem struktur yang dapat digunakan adalah struktur sandwich beton yang merupakan gabungan antara 2 jenis beton. Pada sistem struktur sandwich beton, bagian tengah penampang digunakan beton ringan yang mempunyai kekuatan rendah tetapi dengan bobot yang ringan dan pada bagian atas dan bawah penampang digunakan beton normal yang mempunyai kekuatan yang tinggi. Oleh karena struktur sandwich beton terdiri dari dua lapisan kulit beton normal yang mengapit satu lapisan inti beton ringan, maka untuk meningkatkan kekakuan, kekuatan dan daktilitas diperlukan lekatan yang baik antara lapisanlapisan beton tersebut. Pada penelitian ini mempelajari perilaku elemen Beton sandwich terhadap pengujian geser murni. Benda uji terbuat atas 3 lapisan dengan dimensi, lapisan kulit lebar 60 mm , tebal 100 mm dan lapisan inti lebarl 80 mm, tebal 100 mm. Mutu beton yang dipergunakan untuk lapisan kulit beton normal 50 MPa dan lapisan inti beton ringan 30 MPa.Untuk menghubungkan antara lapisan kulit dan inti, digunakan beberapa variasi konektor. Kata kunci: beton sandwich, beton normal, beton ringan, konektor, geser murni
1.
PENDAHULUAN
Dari berbagai teori yang berkaitan dengan analisis elemen struktur beton yang mengalami momen lentur, diketahui bahwa bagian elemen struktur beton yang mengalami gaya hanya bagian atas dan bawah penampang. Oleh karena itu sangat tidak efisien apabila pada bagian dari penampang beton yang tidak terlalu memikul gaya disekitar garis netral digunakan bahan yang sama dengan bagian yang memikul gaya yang cukup besar. Untuk bagian penampang yang menerima gaya relatif kecil digunakan lapisan beton ringan yang mempunyai kekuatan rendah tetapi dengan bobot yang ringan dan untuk bagian dari penampang yang menerima gaya yang cukup besar, digunakan lapisan beton normal yang mempunyai kekuatan cukup tinggi. Kombinasi antara kedua lapisan beton ini yang terdiri atas dua lapisan beton kulit yang mengapit satu lapisan beton inti dalam suatu penampang struktur beton disebut dengan struktur sandwich beton. Masalah yang sering timbul dalam struktur sandwich beton adalah masalah lekatan antara kedua lapisan beton tersebut. Karena besar kemungkinan keruntuhan yang terjadi disebabkan oleh tidak terjadinya lekatan yang baik antara kedua lapisan beton tersebut (debonding). Sehingga didalam mendesain struktur beton sandwich, tidak hanya harus mengerti perilaku individual elemen beton, tetapi juga lekatan (bond) antara kedua lapisan beton pada struktur beton sandwich tersebut. Salah satu persyaratan struktur komposit sandwich untuk dapat memikul beban adalah kompabilitas antara beban dan deformasi. Oleh karena itu, struktur sandwich beton harus dapat bekerja sebagai elemen struktur komposit monolit. Hal ini seperti disebutkan sebelumnya sangat dipengaruhi oleh lekatan antara lapisan beton kulit dan beton inti. Untuk mendapatkan lekatan yang baik antara kedua elemen beton tersebut sehingga keadaan komposit monolit tersebut tercapai, maka dibutuhkan konektor yang menghubungkan lapisan beton kulit dan beton inti pembentuk struktur sandwich beton. Untuk itu perlu dilakukan pengkajian kekakuan, yang berhubungan dengan deformasi dan kekuatan dari struktur sandwich beton.
2.
DASAR TEORI
Struktur sandwich merupakan struktur yang terdiri dari dua lapisan tipis, kaku dan kuat dari material padat yang dipisahkan oleh satu lapisan tebal yang terbuat dari material dengan berat jenis yang rendah, yang memiliki kekakuan dan kekuatan yang lebih rendah dari lapisan pengapitnya (Callister, 1997). Dua lapisan tipis yang terdapat pada struktur sandwich ini disebut dengan lapisan kulit, dan satu lapisan tengah disebut dengan lapisan inti (Gambar 1). Pada kebanyakan kasus (Corden, 1990), sebuah struktur sandwich yang efisien didapat bila berat inti dari sandwich kira-kira sama dengan jumlah berat lapisan pengapitnya.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
S - 39
Struktur
Menurut Jones, R.M. (1975), bahan struktur sandwich merupakan gabungan keunggulan kekuatan dan kekakuan dari lapisan beton kulit dengan massa dari lapisan beton inti yang rendah. Hasilnya adalah suatu struktur yang lebih ringan tetapi kuat dan kaku. kulit inti kulit Gambar 1. Struktur beton sandwich Menurut Van Straalen (1998), hal-hal yang perlu diperhatikan untuk lapisan inti (core), antara lain: $ Lapisan inti harus cukup kaku pada arah tegak lurus lapisan pengapit sehingga jarak antara lapisan dapat tetap. $ Lapisan inti harus cukup kaku terhadap geser, sehingga saat struktur sandwich melentur, lapisan-lapisan pengapit tidak mengalami pergeseran satu sama lain. Bila pergeseran antara lapisan terjadi maka efek komposit hilang, karena lapisan-lapisan tersebut berdiri sendiri. $ Lapisan inti harus cukup kaku sehingga lapisan-lapisan pengapit tetap datar dalam menerima beban lentur, bila tidak kaku maka akan memungkinkan terjadinya delaminasi antara lapisan-lapisan. Demikian pula untuk lapisan kulit (skin) yang harus diperhatikan, antara lain: $ Lapisan kulit harus dapat menahan beban tarik, tekan dan geser pada bidang x-y struktur sandwich. $ Lapisan kulit juga harus dapat menahan beban lentur, yaitu beban tarik pada satu lapisan kulit dan beban tekan pada lapisan kulit lainnya. $ Material lapisan kulit dapat terbuat dari material isotropik ataupun anisotropik. Masing-masing lapisan kulit pada umumnya terdiri dari material yang sama. Propertis utama material lapisan kulit adalah modulus elastisitas, kekuatan tarik dan tekan, serta Poisson’s rasio. Pada konstruksi komposit, pengikatan antara lapisan kulit dan inti dapat dilakukan dengan lem (chemical bond), penggarukkan (screeding) atau dengan menggunakan konektor (mechanical connector). Ikatan antara lapisan kulit dengan lapisan inti berguna untuk menjaga agar elemen struktur sandwich tetap menyatu dan meneruskan beban antara lapisan kulit dan inti. Adhesive dan pengelasan seringkali digunakan untuk pengikatan. Jenis ikatan yang digunakan tergantung kepada permintaan struktur dan lingkungan dimana elemen dibuat dan digunakan. Properties ikatan yang utama adalah kekuatan pada arah tarik dan geser. Menurut Oehler, DJ dan Bradford, M.A (1995), ikatan antara lapisan-lapisan pada struktur sandwich tersebut harus direncanakan agar dapat menahan gaya-gaya geser horizontal pada permukaan (interfaces) lapisan kulit dan inti. Selain itu, ikatan juga harus direncanakan untuk dapat menahan perpisahan antara lapisan pada struktur sandwich sehingga kurvatur yang terjadi pada elemen lapisan kulit dan inti sama. Oleh karena itu ikatan permukaan antar lapisan harus dapat menahan tidak hanya gaya-gaya tarik normal terhadap permukaan lapisan kulit dan inti, tetapi juga gaya-gaya geser paralel terhadap lapisan kulit dan inti. Deformasi, distribusi tegangan, dan model keruntuhan struktur komposit sandwich tergantung dari perilaku ikatan antara lapisan kulit dan inti. Pada umumnya digunakan konektor mekanis yang ditanam melintang pada kedua lapisan dan direncanakan untuk mentransfer gaya-gaya geser longitudinal. Konektor tersebut memiliki komponen yang direncanakan untuk menahan gaya-gaya tarik normal sehingga dapat menghindari perpisahan pada permukaan lapisan kulit dan lapisan inti. Deformasi, distribusi tegangan dan model keruntuhan struktur sandwich tergantung dari perilaku ikatan antara lapisan beton. Bila menggunakan konektor mekanis, seperti tulangan melintang/memotong kedua lapisan beton, maka pada umumnya keruntuhan yang terjadi adalah daktail dan slip yang terjadi terbatas. Ini dikarenakan kapasitas slip dikontrol oleh kapasitas deformasi konektor. Dalam CEB-FIP (1998), menjelaskan mekanisme dasar penyaluran tegangan geser sepanjang permukaan kasar
τ σ tan φ c
(1)
Membandingkan persamaan (1) dengan beberapa hasil penngujian pada permukaan yang berbeda, maka dapat disimpulkan persamaan yang lebih baik sebagai berikut:
τ c σ tan φ c
(2)
dimana : σ = tegangan tegak lurus permukaan τ = tegangan geser c = kohesi Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
S - 40
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Struktur
Bila permukaan kedua lapisan beton diikat dengan tulangan yang melintang dikedua lapisan beton tersebut, tulangan ini akan mengalami tegangan tarik selama pergeseran. Jika kekasaran permukaan lapisan beton cukup besar, tulangan akan mencapai tegangan leleh, sehingga persamaan 2 menjadi:
τ c (σ ρ . f sy ) tan φc
(3)
dimana :
ρ
= rasio tulangan melintang retak = tegangan leleh
fy
Kekuatan konektor geser pada struktur sandwich tergantung pada kemampuan konektor mendistribusikan beban geser dari konektor yang lemah terhadap konektor yang kuat, ini tergantung dari karakteristik beban-slip konektor geser. Konektor mekanis dikatakan getas bila kemampuan menahan beban hilang setelah kapasitas puncak tercapai. Sedangkan bila konektor tersebut dapat mempertahankan kemampuan menahan beban setelah tercapai puncak kapasitas dalam displacement yang besar, maka konektor tersebut dikatakan daktail. Perilaku ideal konektor dapat dikategorikan menjadi dua; pertama berdasarkan plastis plateu, artinya berdasarkan daktilitas, biasanya digunakan untuk analisis kekuatan batas. Kedua berdasarkan kekakuan K, yang biasa digunakan untuk analisis beban layan. Pada analisis beban layan, K merupakan kekakuan konektor per-mm panjang struktur komposit.
3. PROGRAM EKSPERIMENTAL 3.1 Material Pembentuk Beton Pemeriksaan fisik terhadap material pembentuk beton dilakukan terhadap agregat kasar, agregat ringan dan agregat halus yang memenuhi prosedur standar American Society for Testing and Material (ASTM). Agregat halus yang digunakan adalah pasir galunggung yang berasal dari Tasikmalaya, agregat kasar dari Batujajar Jawa Barat, dan agregat ringan (ALWA) berasal dari Cilacap, Jawa Tengah. Pada penelitian ini digunakan dua jenis beton dengan karakteristik yang berbeda, yaitu beton normal (BN) dan beton ringan (BR). Tabel 1. Komposisi campuran beton normal 50 MPa per m3 kondisi SSD No 1 2 3 4 5 6
Jenis Material Semen Abu terbang (fly ash) Agregat halus (pasir) Agregat kasar (batu pecah) Air Superplastizer
Jumlah 411,11 72,55 580,06 964,80 193,90 3,20
Satuan kg kg kg kg kg kg
No 1 2 3 5
Tabel 2. Komposisi campuran beton ringan 30 MPa per m3 kondisi SSD Jenis Material Jumlah Satuan Semen 420,95 kg Agregat halus (pasir) 564,88 kg Agregat kasar (batu pecah) 552,54 kg Air 206,51 kg
3.2 Baja Tulangan Pada penelitian ini dipergunakan baja tulangan polos satu diameter saja, baik untuk tulangan utama maupun untuk konektor. Diameter tulangan yang dipergunakan adalah 5,8 mm. Sebelum dipergunakan, baja tulangan tersebut diuji tarik terlebih dahulu untuk mengetahui kekuatan tarik lelehnya. Pengujian baja tulangan berdasarkan pada ASTM A 370-92 (Standard Test Methods and Definitions for Mechanical Testing of Steel Products sub bagian Methods For Testing Steel Reinforcing Bars). Dari kurva hasil uji tarik baja tulangan, didapat kuat tarik leleh, fy = 353 MPa. 3.3 Struktur Benda Uji Geser Murni Parameter yang digunakan dalam pembuatan benda uji geser murni adalah permukaaan beton pracetak yang tidak dikasarkan dan yang diberi konektor dengan jenis yang berbeda-beda. Pada pembuatan benda uji geser murni ini selain beton pengapit dan beton bagian tengahnya (NWC-LWC-NWC) yang berbeda mutu dan jenis juga dibuat benda uji dengan mutu dan jenis yang sama (NWC-NWC-NWC) sebagai pembanding.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
S - 41
Struktur
Gambar 2. Benda uji geser murni tipe-1 dan tipe-2 Tabel 3. Jenis benda uji geser murni sandwich beton Komposisi Lapisan Beton No
Kode Benda Uji
1
A
2
B
3
C
Tipe Konektor
Kulit
Inti
Kulit
Total (Buah)
A-tk A-tk A-1 A-1 A-2 A-2 B-tk B-tk B-1 B-1 B-2 B-2 C-tk C-tk C-1 C-1 C-2 C-2
N N N N N N N N N N N N N N N N N N
L N L N L N L N L N L N L N L N L N
N N N N N N N N N N N N N N N N N N
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
3.4 Pengujian Benda Uji Pengujian geser murni dilakukan pada alat Universal Testing machine (UTM). Benda uji ditempatkan vertikal dan pada kedua beton pelapis diberi bantalan beban yang berguna untuk meninggikan posisi beton pelapis pada saat pengujian geser murni agar antara dua permukaan beton terjadi slip. Beban diberikan pada beton inti yang diatasnya ditempatkan bantalan besi yang yang berguna agar beban yang diterima merata. Pada lapisan beton inti dan beton kulit diberi alat ukur deformasi LVDT yang berguna untuk mengukur slip yang terjadi pada permukaan kedua lapisan beton saat menerima beban. Gambar set-up pengujian geser murni dapat pada Gambar 3.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
S - 42
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Struktur
Beban
Beban
Pelat penahan
Sphearing
Pelat penahan
Beton LVDT LVDT
Beton kulit
Bearing
Tampak Depan
Tampak Samping
Gambar 3. Set-up pengujian geser murni sandwich beton
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Material Beton Data hasil uji tekan dan modulus elastisitas didapat dari rata-rata pengujian silinder beton untuk umur > 28 hari. Berdasarkan data tersebut didapat kuat tekan beton, modulus elastisitas dan Poisson ratio sesuai umur balok-kolom saat diuji. Juga dilakukan pengujian uji belah (splitting test) yang berguna untuk mendapatkan kuat tarik beton, pengujian lentur statik terhadap benda uji beton yang berguna untuk mendapatkan modulus keruntuhan beton (modulus of Rupture). Tabel 4. Karakteristik Beton Normal dan Beton Ringan Hasil pengujian rata-rata umur Beton Normal Beton Ringan >28 Hari Kuat Tekan (MPa) 52,000 31,000 Modulus Elastisitas (MPa) 27942 16285 Poisson Ratio 0,1911 0,1745 Splitting (MPa) 3,8445 2,5596 Modulus of Rupture (MPa) 4,350 3,107
No 1 2 3 4 5
4.2 Uji Geser Murni Perilaku Tegangan Geser – Slip Hasil eksperimental berupa kurva hubungan antara tegangan geser dengan slip permukaan lapisan beton dibedakan atas tipes konektor dan jenis beton inti, seperti terlihat pada Gambar 4. Pada gambar-gambar tersebut menunjukkan bahwa sebelum retak terbentuk pada pemukaan kedua lapisan beton, kurva hubungan tegangan geser-slip permukaan adalah vertikal, dimana tegangan geser yang terjadi meningkat dengan slip yang mendekati nol.
3
3
A-tk
A-tk
B-tk 2.5
C-tk
2.5
2
Tegangan Geser (MPa)
Tegangan Geser (MPa)
B-tk
C-tk
1.5
1
2
1.5
1
0.5
0.5
0
0 0
4
8
12
16
20
Slip Perm ukaan (m m )
0
4
8
12
16
20
Slip Perm ukaan (m m )
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
S - 43
Struktur
3.5
3.5 A-1
A-1
B-1
B-1 3
3
C-1
2.5 Tegangan Geser (MPa)
Tegangan Geser (MPa)
2.5
C-1
2
1.5
2
1.5
1
1
0.5
0.5
0
0 0
4
8
12
16
20
0
4
Slip Perm ukaan (m m )
8
12
16
3.5
3.5 A-2
A-2 B-2 3
B-2 3
C-2
2.5
C-2
2.5
Tegangan Geser (MPa)
Tegangan Geser (MPa)
20
Slip Perm ukaan (m m )
2
1.5
2
1.5
1
1
0.5
0.5
0
0 0
4
8
12
Slip Perm ukaan (m m )
16
20
0
4
8
12
16
20
Slip Perm ukaan (m m )
Gambar 4. Grafik hubungan tegangan geser vs slip Dari Gambar 4, memperlihatkan adanya pengaruh tipe konektor, tebal lapisan beton inti dan jenis beton pada lapisan terhadap kurva tegangan geser-slip permukaan lapisan beton. Pada benda uji tanpa konektor (tk) untuk N-LN, kekuatan geser permukaan diantara kedua lapisan beton terlihat lebih rendah dibandingkan dengan benda uji NN-N. Selain itu pada benda uji tanpa konektor (tk), setelah retak permukaan terjadi, secara tiba-tiba dan drastis terjadi penurunan kurva tegangan geser-slip, pada eksperimental ditunjukkan dengan lepasnya ikatan kedua permukaan lapisan beton. Sedangkan pada benda uji yang menggunakan konektor tipe-1 dan tipe-2, kekuatan geser permukaan yang terjadi antara lapisan beton kulit dan lapisan beton inti terlihat lebih tinggi. Untuk benda uji N-N-N terlihat setelah retak permukaan terjadi dan beban maksimum tercapai, tegangan geser naik secara non liniear dan kemudian bagian descending kurva menunjukkan lebih landai dibandingkan dengan benda uji N-N-N. Kapasitas Kuat Geser Permukaan Hasil pengujian untuk benda uji geser murni dapat dilihat pada Tabel 5 yang memperlihatkan hasil beban maksimum, kuat geser dan slip permukaan. Kuat geser yang terjadi pada benda uji geser murni didapat dari beban maksimum yang terjadi dibagi dengan luas bidang geser antara lapisan beton kulit dan lapisan beton inti. Dari hasil pengujian untuk benda uji Adan B tanpa konektor (tk) terlihat bahwa benda uji dengan lapisan N-N-N memiliki ikatan permukaan antara kedua lapisan beton yang lebih baik dibandingkan dengan benda uji N-L-N kecuali untuk benda uji C. Ini terlihat dari hasil yang didapat dari pengujian benda uji A dengan lapisan N-N-N, kuat geser permukaan sebesar 1,681 MPa dan benda uji N-L-N sebesar 0,852 MPa. Untuk benda uji B dengan lapisan N-N-N didapat kuat geser sedikit lebih tinggi sebesar 1,293 MPa dan benda uji N-L-N sebesar 1,169 Mpa. Sedangkan untuk benda uji C, kuat geser yang terjadi pada lapisan N-N-N sebesar 0,885, lebih kecil dibandingkan dengan lapisan NL-N sebesar 1,110 MPa.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
S - 44
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
Struktur
No
Kode
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
A A A A A A B B B B B B C C C C C C
Tabel 5 Hasil pengujian geser murni sandwich beton Komposisi Tipe Beban maks Kuat Geser lap.beton konektor (kN) (MPa) N-L-N A-tk 85,200 0,852 N-N-N A-tk 168,100 1,681 N-L-N A-1 209,767 2,098 N-N-N A-1 268,367 2,684 N-L-N A-2 175,600 1,756 N-N-N A-2 238,767 2,388 N-L-N B-tk 116,867 1,169 N-N-N B-tk 129,300 1,293 N-L-N B-1 245,100 2,451 N-N-N B-1 272,100 2,721 N-L-N B-2 226,667 2,267 N-N-N B-2 266,600 2,666 N-L-N C-tk 111,000 1,110 N-N-N C-tk 88,500 0,885 N-L-N C-1 279,267 2,793 N-N-N C-1 315,633 3,156 N-L-N C-2 256,533 2,565 N-N-N C-2 287,167 2,872
Slip max (mm) 0,103 0,073 0,453 0,523 0,200 0,173 0,227 0,040 0,113 0,753 0,600 0,563 0,070 0,140 0,493 0,823 0,377 0,730
Untuk benda uji A, B dan C yang menggunakan konektor tipe-1 dengan lapisan N-N-N secara umum mempunyai kuat geser yang lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan N-L-N. Benda uji A dengan lapisan N-N-N mempunyai kuat geser sebesar 2,684 MPa dan lapisan N-L-N sebesar 2,098 MPa. Benda uji B untuk lapisan N-N-N, kuat geser yang terjadi sebesar 2,721 MPa dan lapisan N-L-N sebesar 2,451 MPa. Untuk benda uji C dengan lapisan N-N-N, kuat geser yang terjadi sebesar 3,156 MPa dan lapisan N-L-N sebesar 2,793 MPa. Pada benda uji yang menggunakan konektor tipe-2, baik untuk benda uji A, B dan C dengan lapisan N-N-N secara umum memperlihatkan kuat geser yang terjadi pada permukaan antara lapisan beton lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan N-L-N. Untuk benda uji A, kuat geser yang terjadi pada lapisan N-N-N sebesar 2,388 MPa dan lapisan N-L-N sebesar 1,756 MPa. Benda uji B, kuat geser yang terjadi pada lapisan N-N-N sebesar 2,666 MPa dan lapisan N-L-N sebesar 2,267 MPa. Dan untuk benda uji C, kuat geser yang terjadi sebesar 2,872 MPa dan lapisan NL-N sebesar 2,562 MPa. Pola Retak dan Keruntuhan Retak pada benda uji geser murni tanpa konektor (tk) lapisan beton N-N-N dan lapisan beton N-L-N terjadi diawali terbentuknya retak diantara permukaan lapisan beton kulit dan lapisan beton inti, yang disusul dengan lepasnya ikatan diantara dua lapisan beton tersebut pada permukaan bidang geser. Sedangkan,pada badan uji tidak terbentuk retak-retak. Karena tidak ada konektor yang menghubungkan kedua lapisan beton tersebut, menyebabkan keruntuhan terjadi secara tiba-tiba, yaitu dengan terlepasnya ikatan antara lapisan beton kulit dan lapisan beton inti. Keruntuhan ini merupakan keruntuhan geser murni yang terjadi pada semua benda uji non konektor untuk lapisan beton N-N-N dan lapisan beton N-L-N. Pada benda uji yang menggunakan konektor tipe-1, umumnya retak pertama terjadi diantara permukaan lapisan beton kulit dan lapisan beton inti, yang diikuti dengan lepasnya ikatan diantara dua lapisan beton tersebut. Selanjutnya, konektor bekerja untuk menahan geser diantara dua permukaan lapisan beton, bersamaan dengan terjadinya retak-retak pada badan lapisan beton. Pada benda uji N-L-N yang lapisan beton intinya merupakan lapisan beton ringan, dan lapisan beton kulit merupakan lapisan beton normal, retak-retak terbentuk pada lapisan beton ringan, sampai akhirnya keruntuhan terjadi yang diawali dengan runtuhnya lapisan beton ringan tersebut. Saat runtuh, lapisan beton ringan terbelah sepanjang penampang longitudinal menjadi dua, tepat pada posisi konektor tertanam. Sedangkan pada benda uji N-N-N yang lapisan beton intinya merupakan lapisan beton normal, retak-retak yang terjadi mulai terbentuk pada lapisan beton inti, setelah tercapainya kekuatan geser maksimum retak-retak juga mulai terjadi pada lapisan beton kulit. Retak-retak yang terjadi berupa kombinasi antara retak longitudinal dan transversal pada penampang benda uji. Saat runtuh, lapisan beton inti terbelah sepanjang penampang longitudinal menjadi dua, tepat pada posisi konektor tertanam. Untuk benda uji yang menggunakan konektor tipe-2, pada lapisan beton N-L-N umumya pola retak terjadi pada lapisan permukaan beton inti dan membentuk garis-garis diagonal yang saling bersilang dan tidak beraturan. Dengan bertambahnya beban geser, perambatan retak berlangsung sepanjang permukaan lapisan beton inti, yang diikuti hancurnya lapisan beton inti menyerupai kerucut (conical rupture). Sedangkan untuk lapisan beton N-N-N, pola Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7) Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013
S - 45
Struktur
retak yang terbentuk pada benda uji hampir sama dengan yang terjadi pada benda uji N-N-N, tetapi disini retak-retak juga terjadi pada lapisan beton kulit setelah konektor bekerja. Keruntuhan benda uji ditandai dengan hancurnya lapisan beton inti yang terbelah dua sepanjang penampang diagonal, tepat diposisi konektor tertanam pada lapisan beton inti.
5. KESIMPULAN Dari hasil pengujian geser murni yang dilakukan terhadap benda uji balok-kolom beton sandwich diperoleh : a. Beban maksimum yang mampu dipikul oleh benda uji sangat dipengaruhi oleh lekatan permukaan yang terjadi pada lapisan-lapisan beton sandwich dan jenis beton inti yang ada pada lapisan inti.Beban maksimum tertinggi diperoleh pada benda uji C (N-N-N) sebesar 315,633 kN. b. Tipe konektor memberikan pengaruh yang signifikan terhadap beban maksimum yang mampu dipikul benda uji. Untuk kode benda uji A kuat geser maksimum didapat dari tipe konektor A1 (N-N-N) sebesar 2,684 MPa, untuk kode benda uji B kuat geser maksimum dari konektor tipe B1 (N-N-N) sebesar 2,721 MPa dan untuk kode benda uji C kuat geser maksimum didapat dari konektor jenis C1 (N-N-N) sebesar 3,156 MPa. c. Slip Maksimum yang dicapai terjadi pada benda uji C (N-N-N) dnegna konektor tipe C1 sebsar 0,823 mm.
DAFTAR PUSTAKA ACI Committee 211 (1995), Standard practice for selecting proportion for normal, heavyweight, and mass concrete (ACI 211.1-91), ACI Manual of Concrete Practice, Part I, 211.1-1 s/d 211.1-38. ACI Committee 211 (1995), Standard practice for selecting proportion for structural lightweigaht concrete (ACI 211.2-91), ACI Manual of Concrete Practice, Part I, 211.2-1 s/d 211.2-14. ASTM (1996), Annual Books of ASTM Standards, Vol. 04.02. Concrete and Aggregate. Callister, W. D. (1997), Materials Science and Engineering – An Introduction, John Wiley & Sons, Inc. CEB-FIP (1998), “FIP Guide to Good Practice Composite Floor Structures,” FIB CEB-FIP, May’98. Corden,J.(1990),”Honeycomb Structure, in Engineered Materials Handbook,” ASTM Int., Ohio, pp. 721-728. Jones, R. M. (1975 “Mechanics of Composite Materials,” McGraw-Hill. Van Straaln, I. J. (1998), Comprehensive Overview of Theories for Sandwich Panels, TNO Bulding and Construction Research, The Netherlands.
Konferensi Nasional Teknik Sipil 7 (KoNTekS 7)
S - 46
Universitas Sebelas Maret (UNS) - Surakarta, 24-26 Oktober 2013