PERILAKU BELAJAR PADA MAHASISWA YANG MENGALAMI INSOMNIA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Kartika Putri NIM 12104244024
PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA JANUARI 2017
iii
MOTTO “Hari tuamu, cerminan pola hidupmu saat ini” (Penulis) “Jangan sia-siakan masa mudamu dengan kegiatan yang tidak bermanfaat, Belajarlah…. karena belajar akan membuatmu mengerti arti kehidupan ” (Penulis)
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan mengucap syukur kehadirat ALLAH SWT atas berkat Rahmat, hidayah, dan Kemudahan yang telah diberikan. Karya ini ku persembahkan untuk: 1. Ibu Fantri Yhuniarti, SKM dan Bapak Sukiyo 2. Almamater Universitas Negeri Yogyakarta, Fakultas Ilmu Pendidikan, Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, khususnya Program Studi Bimbingan dan Konseling. 3. Agama, Bangsa dan Negara.
vi
PERILAKU BELAJAR PADA MAHASISWA YANG MENGALAMI INSOMNIA
Oleh Kartika Putri NIM 12104244024
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya insomnia, (2) mendeskripsikan gambaran perilaku belajar pada mahasiswa yang mengalami insomnia, dan (3) menggambarkan dampak insomnia terhadap perilaku belajar pada mahasiswa yang mengalami insomnia. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif menggunakan metode studi kasus. Setting penelitian di universitas swasta di kota Surakarta. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling dengan kriteria mahasiswa yang memasuki tahap dewasa awal, mengalami insomnia setiap malam, bersedia menjadi informan penelitian, dan diperoleh informan penelitian sebanyak tiga mahasiswa universitas swasta di kota Surakarta. Metode pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam dan observasi. Teknik analisis data menggunakan model analisis dari Miles & Huberman yang meliputi pengumpulan data, reduksi data, display data, dan kesimpulan. Teknik keabsahan data menggunakan teknik triangulasi sumber dan metode. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya insomnia pada ketiga informan adalah stress dan lingkungan pergaulan; (2) Perilaku belajar pada mahasiswa yang mengalami insomnia membuat aktivitas belajarnya berantakan, tidak mampu konsentrasi, tidak fokus, mengantuk, dan penjelasan dosen tidak dapat dipahami dengan baik; dan (3) Dampak terjadinya insomnia adalah perilaku belajar dan kesehatan terganggu. Upaya yang dilakukan adalah dengan mengurangi waktu bergadang dengan teman-teman, olah raga, membuat jadwal tidur, mengulang mata kuliah yang tidak lulus, berencana untuk tranfer kuliah ke kampus lain, merubah gaya hidup, memperbaiki pola tidur, dan berkonsultasi ke dokter sampai sembuh. Kata kunci: perilaku belajar, mahasiswa, dan insomnia
vii
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmannirrahim. Alhamdulillah, tiada kata yang pantas terucap kecuali Puji Syukur kehadirat ALLAH SWT, atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan. Sholawat dan salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan jalan kebenaran dan menuntun manusia menuju agama Allah SWT yang mulia. Selanjutnya, dengan kerendahan hati penulis ingin menghaturkan penghargaan dan rasa terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi yang berjudul “Perilaku Belajar Pada Mahasiswa Yang Mengalami Insomnia”. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan partisipasi berbagai pihak, skripsi ini tidak akan terwujud dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk kuliah dan menyelesaikan tugas akhir skripsi. 2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah mendukung secara akademik maupun administrasi. 3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan yang telah mendukung secara akademik maupun administrasi. 4. Sri Iswanti, M.Pd selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing penulis dengan penuh perhatian dan kesabaran. 5. Bapak/Ibu dosen prodi BK, terimakasih telah memberikan banyak ilmu kepada penulis.
viii
ix
DAFTAR ISI hal HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN ...........................................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iv HALAMAN MOTTO ........................................................................................
v
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... vi ABSTRAK ......................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii DAFTAR ISI .....................................................................................................
x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..............................................................
1
B. Identifikasi Masalah .....................................................................
8
C. Pembatasan Masalah ....................................................................
8
D. Rumusan Masalah .........................................................................
8
E. Tujuan Penelitian ..........................................................................
9
F. Manfaat Penelitian ........................................................................
9
BAB II KAJIAN TEORI A. Perilaku Belajar……………………………………… .................
11
1. Pengertian Belajar ....................................................................
11
2. Pengertian Perilaku Belajar ......................................................
12
3. Perwujudan Perilaku Belajar ....................................................
13
4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Belajar...............
14
x
B. Insomnia……………………………………… ............................
16
1. Pengertian Insomnia .................................................................
16
2. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Insomnia ..........................
18
3. Jenis-jenis Insomnia .................................................................
21
4. Tanda dan Gejala Insomnia ......................................................
22
5. Dampak Terjadinya Insomnia ..................................................
23
C. Karakteristik Mahasiswa…………………………………… .......
25
1. Pengertian Mahasiswa ..............................................................
25
2. Pengertian Mahasiswa sebagai Dewasa Awal .........................
26
3. Ciri Perkembangan Mahasiswa Pada Tahap Dewasa Awal .....
28
4. Jenis-Jenis Masalah Mahasiswa ...............................................
30
5. Tanggung jawab Mahasiswa ....................................................
33
D. Keterkaitan Insomnia dengan Perilaku Belajar Mahasiswa..........
34
E. Bidang Garapan dan Bimbingan Konseling .................................
35
F. Penelitian Yang Relevan ...............................................................
42
G. Kerangka Pikir ..............................................................................
43
H. Pertanyaan Penelitian ....................................................................
48
BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ........................................................................
50
B. Langkah-langkah Penelitian .........................................................
50
C. Informan Penelitian ......................................................................
52
D. Setting Penelitian ..........................................................................
53
E. Teknik Pengumpulan Data ............................................................
53
F. Instrumen Penelitian .....................................................................
54
G. Teknik Analisis Data.....................................................................
56
H. Teknik Keabsahan Data ................................................................
59
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian .................................................................................... 61 B. Pembahasan ......................................................................................... 101 C. Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 110
xi
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan .............................................................................................. 112 B. Saran .................................................................................................... 113
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 116 DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... 120
xii
DAFTAR TABEL
hal Tabel 1. Pedoman Observasi .............................................................................. 55 Tabel 2. Pedoman Wawancara Mahasiswa yang Mengalami Insomnia ............. 55 Tabel 3. Pedoman Wawancara Informan ........................................................... 56 Tabel 4. Display Profil Mahasiswa yang Mengalamis Insomnia ....................... 95
xiii
DAFTAR GAMBAR hal Gambar 1. Skema Kerangka Pikir ..................................................................... 47 Gambar 2. Teknik Analisis Data ....................................................................... 57
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
hal Lampiran 1.
Pedoman Observasi ................................................................... 121
Lampiran 2.
Pedoman Wawancara ................................................................ 122
Lampiran 3.
Hasil Wawancara ...................................................................... 125
Lampiran 3.
Reduksi Data .............................................................................. 158
Lampiran 4.
Surat Ijin Penelitian .................................................................. 179
xv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Tidur merupakan bagian penting dalam kebutuhan hidup manusia. Tidur merupakan kebutuhan primer yang harus dipenuhi. Upaya apapun pada seseorang untuk bertahan tidak tidur dalam waktu yang terbatas, dan pada akhirnya dia akan tertidur juga, karena dengan tidak tidur seseorang dapat mengalami halusinasi dan permasalahan konsentrasi. Tidur bukan sekedar respon terhadap kebutuhan fisiologis tetapi juga dibutuhkan untuk menjaga fungsi otak agar tetap berfungsi dengan normal. Selain itu juga tidur dibutuhkan untuk memperbaharui kebutuhan fisik dan fungsi mental seseorang setiap hari, dan tidur memiliki fungsi utama untuk istirahat dan memperbaiki level energi dalam tubuh (Carlson, 2003: 66). Tidur sangat penting bagi manusia, karena dalam tidur terjadi proses pemulihan, proses ini bermanfaat mengembalikan kondisi seseorang pada keadaan semula, dengan begitu, tubuh yang tadinya mengalami kelelahan akan menjadi segar kembali. Proses pemulihan yang terhambat dapat menyebabkan organ tubuh tidak bisa bekerja dengan maksimal, akibatnya orang yang kurang tidur akan cepat lelah dan mengalami penurunan konsentrasi. Kondisi tidur dapat memasuki suatu keadaan istirahat periodik dan pada saat itu kesadaran terhadap alam menjadi terhenti, sehingga tubuh dapat beristirahat. Otak memiliki sejumlah fungsi, struktur, dan pusat-pusat tidur yang mengatur siklus tidur dan terjaga. Tubuh pada saat yang sama menghasilkan substansi yang
1
ketika dilepaskan ke dalam aliran darah akan membuat mengantuk. Proses tersebut jika diubah oleh stres, kecemasan, gangguan dan sakit fisik dapat menimbulkan insomnia (Potter & Perry, 2006: 33). Insomnia adalah ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur baik kualitas maupun kuantitas. Insomnia dapat menjadi kronis, mampu menyebabkan kelelahan, kegelisahan, dan gangguan kejiwaan pada segi mental atau kejiwaan. Insomnia akan mempengaruhi sistem syaraf, menyebabkan timbulnya perubahan suasana kejiwaan, sehingga penderita akan menjadi lesu, lemah menghadapi rangsangan, dan sulit berkonsentrasi. Insomnia adalah keluhan sulit untuk masuk tidur atau sulit mempertahankan tidur (sering terbangun saat tidur) dan bangun terlalu awal serta tetap merasa badan tidak segar meskipun sudah tidur (Maramis, 2000: 34). Insomnia adalah gejala yang dialami oleh orang yang mengalami kesulitan kronis untuk tidur, sering terbangun dari tidur, dan tidur singkat atau tidur nonrestoratif. Penderita insomnia mengalami kondisi mengantuk yang berlebihan di siang hari, dimana kuantitas dan kualitas tidurnya tidak cukup. Gejala-gejala insomnia secara umum adalah seseorang sulit untuk memulai tidur, sering terbangun pada malam hari ataupun di tengah-tengah saat tidur. Orang yang menderita insomnia juga bisa terbangun lebih dini dan kemudian sulit untuk tidur kembali. Insomnia merupakan ganggguan tidur yang paling sering dikeluhkan. Nurmiati Amir (2010: 12), dokter spesialis kejiwaan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, mengatakan bahwa
2
insomnia menyerang 10 persen dari total penduduk di Indonesia atau sekitar 28 juta orang. Total angka kejadian insomnia tersebut 10-15 persennya merupakan gejala insomnia kronis. Seseorang dapat mengalami insomnia akibat stres situasional seperti masalah keluarga, kerja atau sekolah, penyakit, atau kehilangan orang yang dicintai. Insomnia temporer akibat situasi stres dapat menyebabkan kesulitan kronik untuk mendapatkan tidur yang cukup, mungkin disebabkan oleh kekhawatiran, stres, dan kecemasan. Usia mahasiswa menunjukkan bahwa para mahasiswa umumnya berada dalam tahap remaja hingga dewasa muda. Seseorang pada rentang usia ini masih labil dalam hal kepribadiannya, sehingga dalam menghadapi masalah, mahasiswa cenderung terlihat kurang berpengalaman. Masalah-masalah tersebut, baik dalam hal perkuliahan maupun kehidupan di luar kampus dapat menjadi distress yang mengancam, karena ketika ada stressor yang datang, maka tubuh akan meresponnya. Stressor yang dialami mahasiswa sangat besar dampaknya, hal tersebut dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Hadiyanto (2006: 8). Penelitian tersebut mendapatkan data sebanyak 3% mahasiswa mengalami stres berat dan akan bertambah jika institusi pendidikan tidak melakukan pencegahan stres terhadap mahasiswa keperawatan. Stres yang tidak mampu dikendalikan dan diatasi oleh individu akan memunculkan dampak negatif. Dampak negatif pada mahasiswa secara kognitif antara lain sulit berkonsentrasi, sulit mengingat pelajaran, dan sulit memahami pelajaran. Dampak negatif secara emosional antara lain sulit memotivasi diri, munculnya perasaan cemas, sedih,
3
kemarahan, frustrasi, dan efek negatif lainnya. Dampak negatif secara fisiologis antara lain gangguan kesehatan, daya tahan tubuh yang menurun terhadap penyakit, sering pusing, badan terasa lesu, lemah, dan insomnia. Dampak perilaku yang muncul antara lain menunda-nunda penyelesaian tugas kuliah, malas kuliah, penyalahgunaan obat dan alkohol, terlibat dalam kegiatan mencari kesenangan yang berlebih-lebihan serta berisiko tinggi (Spagenberg & Theron, 1998: 78). Gangguan tidur kronis (kurang dari 6 jam semalam untuk tiga malam atau lebih) dapat secara serius memperburuk performa kognitif bahkan ketika orang tersebut tidak menyadarinya (Van Dongen, 2003: 76). Sehingga, kondisi tersebut dapat menimbulkan gangguan pada proses pikir, konsentrasi belajar, persepsi, dan dapat menimbulkan kendala dalam kehidupan mereka yang masih belajar sehingga akan mempengaruhi indeks prestasi belajarnya. Hasil penelitian Dewi (2005: 2) menemukan bahwa sebanyak 6 mahasiswa
keperawatan
mengalami
insomnia dikarenakan
mengalami
kesulitan untuk memulai tidur (tidur lebih dari jam sembilan malam) merasakan keluhan seperti pusing dan letih ketika bangun tidur, dan kebanyakan dari mereka tidak konsentrasi dalam mengikuti mata kuliah terutama jika jadwal kuliah berlangsung pada pagi hari dan mereka cenderung akan merasa mengantuk. Hasil penelitian Dewi (2005: 2) membuktikan bahwa adanya insomnia mampu memberikan dampak pada perilaku belajar mahasiswa.
4
Perilaku dalam belajar dapat diartikan sebagai sebuah aktivitas yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap (Muhibbin Syah, 2008: 118). Belajar adalah kunci untuk memajukan pendidikan. Perwujudan perilaku belajar ditunjukkan pada perubahanperubahan yang meliputi kebiasaan, keterampilan, berpikir rasional dan kritis, sikap, inhibisi, dan tingkah laku afektif. Hasil penelitian Dewi (2005: 2) sejalan dengan teori Nasoetion (2005: 46) yang menjelaskan bahwa salah satu dampak yang sering dialami oleh mahasiswa yang mengalami insomnia adalah penurunan konsentrasi belajar. Menurut Nasution (2010: 47) konsentrasi belajar adalah kemampuan untuk memusatkan pikiran terhadap aktivitas belajar. Konsentrasi belajar dapat diartikan sebagai suatu perilaku untuk memusatkan perhatian mahasiswa terhadap pelaksanaan pembelajaran dan dapat memahami setiap materi pelajaran yang telah diberikan. Sehingga, jika seseorang mampu memperbaiki perilaku belajarnya maka pendidikannya akan menunjukkan hasil yang baik pula. Jadi, seseorang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan tidurnya, akan mengalami gangguan tidur salah satunya insomnia yang akan menyerang segala usia termasuk mahasiswa, dan akan berakibat bagi perilaku belajarnya. Penelitian ini dilakukan di salah satu universitas swasta di kota Surakarta. Peneliti memilih universitas tersebut sebagai lokasi penelitian karena berdasarkan informasi yang dihimpun diketahui bahwa di universitas tersebut terdapat beberapa mahasiswa yang mengalami insomnia dan berdampak pada
5
perilaku berlajarnya. Selain itu, peneliti menetapkan universitas tersebut sebagai lokasi penelitian karena pada universitas swasta peraturan yang ditetapkan tidak seketat peraturan pada universitas negeri, sehingga masih banyak kelonggaran-kelonggaran yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa pengidap insomnia tersebut dalam kegiatan belajar. Kondisi ini ternyata dimanfaatkan oleh mahasiswa pengidap insomnia. Mahasiswa pengidap insomnia tersebut merasa bahwa pihak universitas akan memudahkan kesulitan yang dihadapi oleh mahasiswa pengidap insomnia ketika tidak mengikuti perkuliahan. Mahasiswa merupakan kelompok yang paling rentan menderita insomnia. Akibatnya mereka mempunyai risiko yang lebih tinggi dalam mengalami dampak negatif yang ditimbulkan akibat insomnia. Oleh karena itu, perlunya bimbingan dan konseling dalam membantu mengatasi permasalahan perilaku belajar pada mahasiswa pengidap insomnia. Bimbingan dan konseling adalah suatu proses tolong menolong untuk mencapai tujuan yang dimaksud, dapat juga diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua orang untuk menangani masalah klien, yang di dukung dengan keahlian dalam suasana yang laras dan integrasi, berdasarkan norma-norma yang berlaku untuk tujuan yang berguna bagi klien. Bidang garapan bimbingan dan konseling mencakup bidang bimbingan pribadi, bidang bimbingan sosial, bidang bimbingan belajar, dan bidang bimbingan karier. Pada penelitian ini perilaku belajar pada mahasiswa pengidap insomnia termasuk dalam bidang garapan bimbingan dan konseling pada ranah bidang
6
bimbingan pribadi, bidang bimbingan sosial, dan bimbingan belajar. Perilaku belajar pada mahasiswa pengidap insomnia termasuk dalam bidang garapan bimbingan dan konseling pada ranah bidang bimbingan pribadi dikarenakan adanya bimbingan dan konseling tersebut bertujuan untuk membantu individu agar bisa memecahkan masalah-masalah yang bersifat pribadi. Perilaku belajar pada mahasiswa pengidap insomnia termasuk dalam bidang garapan bimbingan dan konseling pada ranah bidang bimbingan sosial dilakukan supaya individu yang dibimbing mampu melakukan interaksi sosial secara baik dengan lingkungannya. Perilaku belajar pada mahasiswa pengidap insomnia termasuk dalam bidang garapan bimbingan dan konseling pada ranah bidang bimbingan belajar dikarenakan adanya bimbingan dan konseling tersebut bertujuan untuk membantu individu (mahasiswa) agar mencapai perkembangan yang optimal, sehingga tidak menghambat perilaku belajar mahasiswa pengidap insomnia. Berdasarkan permasalahan tentang insomnia yang termasuk dalam bidang garapan bimbingan dan konseling pada ranah bidang bimbingan pribadi, bidang bimbingan sosial, dan bimbingan belajar maka peneliti selaku mahasiswa jurusan bimbingan dan konseling tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab insomnia, gambaran perilaku belajar pada mahasiswa pengidap insomnia, dan dampak yang ditimbulkan. Hal ini menjadi penting mengingat, perilaku belajar mahasiswa dewasa awal akan mempengaruhi masa studi yang akan ditempuh mahasiswa dan kualitas dari tugas yang dikerjakan mahasiswa tersebut. Oleh karena itu,
7
peneliti bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Perilaku Belajar Pada Mahasiswa Yang Mengalami Insomnia”. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas dapat diidentifikasi beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Mahasiswa merupakan kelompok yang paling rentan menderita insomnia. 2. Mahasiswa mengalami insomnia karena stress yang bersumber dari kehidupan pribadinya. 3. Insomnia dapat memberikan dampak yang besar bagi mahasiswa terutama pada perilaku belajarnya. 4. Belum diketahui perilaku belajar pada mahasiswa yang mengalami insomnia. C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka penelitian hanya membatasi tentang masalah perilaku belajar mahasiswa yang mengalami insomnia. D. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas maka masalah-masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu: 1. Apakah faktor-faktor penyebab terjadinya insomnia? 2. Bagaimanakah gambaran perilaku belajar pada mahasiswa yang mengalami insomnia? 3. Bagaimanakah dampak yang ditimbulkan dari insomnia terhadap perilaku belajar pada mahasiswa yang mengalami insomnia?
8
E. Tujuan Penelitian Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk : 1. Mengidentifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya insomnia. 2. Mendeskripsikan gambaran perilaku belajar pada mahasiswa yang mengalami insomnia. 3. Menggambarkan dampak yang ditimbulkan dari insomnia terhadap perilaku belajar pada mahasiswa yang mengalami insomnia. F. Manfaat Penelitian Secara umum ada dua manfaat yang dapat diperoleh dari hasil penelitian ini, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis. 1. Manfaat Teoritis Sebagai tambahan ilmu pengetahuan khusunya di bidang bimbingan konseling 2. Manfaat Praktis a. Bagi Informan Membantu memahami tentang gangguan insomnia yang terjadi pada dirinya beserta dampaknya bagi perilaku dan belajarnya serta strategi yang bisa ditempuh untuk mengatasi gangguan insomnia agar perilaku dan belajarnya tetap terkendali. b. Bagi Peneliti Menambah wawasan dan pengetahuan serta pengalaman yang bisa digunakan sebagai bekal untuk memasuki lapangan kerja mendatang.
9
c. Bagi Mahasiswa Menambah pengetahuan tentang gangguan insomnia, tentang belajar, dan dampak-dampak insomnia bagi perilaku belajar mahasiswa, serta mengetahui strategi untuk mengatasi gangguan insomnia.
10
BAB II KAJIAN TEORI
A. Perilaku Belajar 1. Pengertian Belajar Menurut pengertian secara psikologis belajar merupakan suatu proses perubahan, yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dan interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2010: 2). Durton dalam Muhtadi (2012: 12) mengartikan belajar adalah suatu perubahan dalam diri individu sebagai hasil interaksi lingkungannya untuk memenuhi kebutuhan dan menjadikannya lebih mampu
melestarikan
lingkungan secara memadai. Menurut Baharuddin (2010: 13) menjelaskan bahwa belajar memiliki pengertian memperoleh pengetahuan atau menguasai pengetahuan melalui pengalaman, mengingat, menguasai pengalaman, dan mendapatkan informasi atau menemukan. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari berbagai bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman sikap, tingkah laku, ketrampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspekaspek lain yang ada pada individu yang belajar.
11
2. Pengertian Perilaku Belajar Perilaku Belajar dapat diartikan sebagai sebuah aktivitas belajar. Sebenarnya konsep dan pengertian belajar itu sangat beragam tergantung dari sudut pandang setiap orang yang mengamatinya. Belajar sendiri diartikan sebagai perubahan yang secara relatif berlangsung lama pada perilaku yang diperoleh kemudian dari pengalaman-pengalaman (Davidoff, 1998: 178). Perilaku atau yang disebut behavior adalah semua aktivitas yang dilakukan manusia pada umunya. Perilaku atau yang biasa di sebut sikap mengandung makna yang luas, menunjukkan bahwa sikap itu tidak muncul seketika atau dibawa lahir, tetapi disusun dan dibentuk melalui pengalaman serta memberikan pengaruh langsung kepada respons seseorang (Djali, 2013: 114). Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003: 45). Menurut Muhibbin Syah (2008: 118) menyatakan bahwa perilaku dalam belajar dapat diartikan sebagai sebuah aktivitas yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap.
12
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas dari manusia itu sendiri baik berupa reaksi, tanggapan, jawaban, atau balasan yang dilakukan individu. Sedangkan, perilaku belajar dapat diartikan sebagai sebuah aktivitas dalam belajar. Perilaku belajar dapat juga diartikan kecenderungan perilaku seseorang tatkala ia mempelajari hal-hal yang bersifat akademik. 3. Perwujudan Perilaku Belajar Menurut Muhibbin Syah (2008: 118) dalam perwujudan perilaku belajar biasanya lebih sering tampak dalam perubahan-perubahan sebagai berikut: a. Kebiasaan Kebiasaan itu timbul karena proses penyusutan respon menggunakan stimulus yang berulang, pembiasaan juga meliputi pengurangan perilaku yang tidak diperlukan karena proses penyusutan inilah yang baru dan menjadi kebiasaan baru. b. Keterampilan Indikator tentang keterampilan perilaku belajar antara lain meminjam catatan teman apabila tidak masuk kelas karena kegiatan lain, keterampilan membuat rumus yang lebih mudah setelah mempelajarinya, keterampilan dalam hal belajar kelompok, keterampilan dalam hal membagi waktu. c. Berpikir Rasional (Kritis) Indikator dalam berfikir rasional (kritis) antara lain meminta bantuan teman jika mengalami kesulitan, sering berdiskusi untuk memecahkan masalah dalam soal. d. Sikap (Attitude) Kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu. Indikator dalam sikap antara lain selalu mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, lebih banyak belajar untuk persiapan ujian nasional. e. Inhibsi Merupakan kesanggupan siswa untuk mengurangi atau menghentikan tindakan yang tidak perlu lalu memilih atau melakukan tindakan lainnya yang lebih baik. Indikator dalam inhibsi antara lain mudah bosan dalam hal belajar sesuatu, belajar lebih giat lagi jika mendapatkan nilai yang jelek, lebih mementingkan belajar untuk ujian nasional daripada kegiatan lain. f. Tingkah Laku Afektif Merupakan tingkah laku yang menyangkut keaneragaman perasaan seperti takut, marah, sedih, gembira, senang, was-was, dan sebagainya. 13
Perasaan ini tidak terlepas dari pengaruh pengalaman belajar oleh karena itu dimasukkan dalam perwujudan perilaku belajar. Indikator tentang tingkah laku afektif antara lain perasaan jika terlalu lama mengerjakan skripsi, perasaan tentang kesiapan menghadapi siding pendadaran, ketakutan jika tidak mampu menjawab pada saat pendadaran, konsentrasi saat mempelajari skripsi yang akan diujikan. Menurut Rebber (1998: 110) dalam perwujudan perilaku belajar biasanya lebih sering tampak dalam perubahan-perubahan sebagai berikut: a. Kebiasaan Kebiasaan itu timbul karena proses penyusutan kecenderungan respons dengan menggunakan stimulasi yang berulang-ulang. b. Keterampilan Keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu. c. Berpikir Rasional dan Kritis Berpikir rasional dan kritis adalah perwujudan perilaku belajar terutama yang bertalian dengan pemecahan masalah. d. Sikap Sikap (attitude) adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk terhadap orang tertentu. e. Inhibisi Kemampuan siswa dalam melakukan inhibisi pada umumnya diperoleh lewat belajar. f. Tingkah Laku Afektif Tingkah laku afektif adalah tingkah laku yang menyangkut keanekaragaman perasaan seperti takut, marah, sedih, gembira, kecewa, senang, benci, was-was, dan sebagainya. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perwujudan perilaku belajar ditunjukkan pada perubahan-perubahan yang meliputi kebiasaan, keterampilan, berpikir rasional dan kritis, sikap, inhibisi, dan tingkah laku afektif. 4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Belajar Secara global, faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa menurut Nasution (2010: 91) dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
14
a. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan atau kondisi jasmani dan rohani, faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang meliputi 2 aspek yakni: 1) Aspek Fisiologis Kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendi-sendinya. Kondisi fisik yang sehat dan bugar akan memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Oleh karena keadaan tonus dan jasmani sangat mempengaruhi proses belajar, maka perlu ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani. Cara untuk menjaga kesehatan jasmani antara lain adalah menjaga pola makan yang sehat, rajin berolahraga, istirahat yang cukup. 2) Aspek Psikologis Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa. Namun diantara faktor-faktor rohaniah siswa yang pada umumnya lebih essential itu adalah sebagai berikut: yang pertama adalah tingkat kecerdasan/ inteligensi siswa merupakan faktor yang paling penting dalam proses belajar siswa karena itu menentukan kualitas belajar siswa, kedua adalah sikap siswa, yang ketiga adalah bakat siswa, keempat minat siswa dan yang terakhir motivasi siswa. b. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yakni kondisi lingkungan disekitar siswa. Faktor-faktor yang memengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu faktor lingkungan nonsosial dan lingkungan sosial yang meliputi lingkungan sekolah, lingkungan sosial masyarakat dan lingkungan sosial keluarga. c. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran. Faktor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa, begitu juga dengan metode mengajar guru, disesuaikan dengan perkembangan siswa. Oleh karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang terhadap aktivitas belajar siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan berbagai metode. Menurut Slameto (2010: 54), faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dapat digolongkan menjadi 2, yaitu “faktor intern faktor ekstern”: a. Faktor intern: 1) Faktor jasmani, yaitu faktor kesehatan dan cacat tubuh. 2) Faktor psikologis, yaitu inteligensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan dan kesiapan. 3) Faktor kelelahan, yaitu kelelahan jasmani yang terlihat dengan lemahnya kondisi tubuh dan timbul kecenderungan untuk membaringan tubuh,
15
sedangkan kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan akan berkurang. b. Faktor ekstern: 1) Faktor keluarga, meliputi cara orang tua mendidik, relasi antara anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua dan latar belakang kebudayaan. 2) Faktor sekolah, meliputi metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah. 3) Faktor masyarakat, meliputi kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku belajar seseorang meliputi faktor internal yang terdiri dari aspek fisiologis dan psikologis, faktor ekternal meliputi lingkungan sosial, lingkungan non sosial, dan faktor pendekatan belajar. B. Insomnia 1. Pengertian Insomnia Insomnia adalah ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur baik kualitas maupun kuantitas. Jenis insomnia ada 3 macam yaitu insomnia inisial atau tidak dapat memulai tidur, insomnia intermitten atau tidak bisa mempertahankan tidur atau sering terjaga dan insomnia terminal atau bangun secara dini dan tidak dapat tidur kembali (Potter & Perry, 2006: 59). Untuk menyembuhkan insomnia, maka terlebih dahulu harus dikenali penyebabnya. Artinya, kalau disebabkan penyakit tertentu, maka untuk mengobatinya maka penyakitnya yang harus disembuhkan terlebih dahulu (Aman Ruli, 2005: 56). Insomnia berasal dari kata in artinya tidak dan somnus yang berarti tidur, jadi insomnia berarti tidak tidur atau gangguan tidur. Selanjutnya dijelaskan bahwa insomnia ada tiga macam, yaitu pertama, Initial Insomnia artinya gangguan tidur saat memasuki tidur. Kedua, Middle Insomnia yaitu terbangun di tengah 16
malam dan sulit untuk tidur lagi. Ketiga, Late Insomnia yaitu sering mengalami gangguan tidur saat bangun pagi (Hawari, 2006: 72). The Diagnostic and Statistical of Mental Disorder IV (DSM-IV) mendefinisikan gangguan insomnia primer adalah keluhan tentang kesulitan mengawali tidur dan/atau menjaga keadaan tidur atau keadaan tidur yang tidak restoratif minimal satu bulan terakhir (Espie, 2002: 41). Menurut Espie (2002: 43), insomnia merupakan keadaan tidak dapat tidur atau terganggunya pola tidur. Orang yang bersangkutan mungkin tidak dapat tidur, sukar untuk jatuh tidur, atau mudah terbangun dan kemudian tidak dapat tidur lagi. Hal ini terjadi bukan karena penderita terlalu sibuk sehingga tidak mempunyai kesempatan untuk tidur, tetapi akibat dari gangguan jiwa terutama gangguan depresi, kelelahan, dan gejala kecemasan yang memuncak. Insomnia adalah ketidakmampuan atau kesulitan untuk tidur. Kesulitan tidur ini bisa menyangkut kurun waktu (kuantitas) atau kelelapan (kualitas) tidur. Penderita insomnia sering mengeluh tidak bisa tidur, kurang lama tidur, tidur dengan mimpi yang menakutkan, dan merasa kesehatannya terganggu. Penderita insomnia tidak dapat tidur pulas walaupun diberi kesempatan tidur sebanyakbanyaknya. Pada keadaan normal, dari pemeriksaan kegiatan otak melalui elektroensefalografi (EEG), sepanjang masa tidur terjadi fase-fase yang silih berganti antara tidur sinkronik dan tidur asinkronik. Pergantian ini kira-kira setiap dua jam sekali. Fase tidur sinkronik ditandai dengan tidur nyenyak, dengan tubuh dalam keadaan tenang. Fase tidur asinkronik ditandai dengan kegelisahan dan reaksireaksi jasmaniah lainnya, seperti gerakan-gerakan bola mata yang merupakan fase
17
mimpi. Orang normal yang tidurnya terganggu pada fase asinkronik akan merasa jengkel, tidak puas, dan menjadi murung (Espie, 2002: 45). Penderita insomnia mengalami gangguan dalam masa peralihan dan kualitas dari fase-fase tidur, terutama pada fase asinkronik. Dari penelitian ternyata bahwa saat yang dianggap penderita sebagai terjaga di malam hari sebenarnya merupakan fase-fase mimpi. Sebaliknya, beberapa masa tidur yang singkat sebenarnya merupakan tidur yang sesungguhnya Insomnia dikelompokkan dalam tiga tipe. Tipe pertama adalah penderita yang tidak dapat atau sulit tidur selama 1 sampai 3 jam pertama. Namun, karena kelelahan akhirnya tertidur juga. Tipe ini biasanya dialami penderita usia muda yang sedang mengalami kecemasan. Tipe kedua, dapat tidur dengan mudah dan nyenyak, namun setelah 2 sampai 3 jam tidur terbangun. Kejadian ini bisa berlangsung berulang kali. Tipe ketiga, penderita dapat tidur dengan mudah dan nyenyak, namun pada pagi buta dia terbangun dan tidak dapat tidur lagi. Ini biasa dialami orang yang sedang mengalami depresi. Jadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa insomnia adalah suatu gangguan tidur yang dialami oleh penderita dengan gejala-gejala selalu merasa letih dan lelah sepanjang hari dan secara terus menerus (lebih dari sepuluh hari) mengalami kesulitan untuk tidur atau selalu terbangun di tengah malam dan tidak dapat kembali tidur. Seringkali penderita terbangun lebih cepat dari yang diinginkannya dan tidak dapat kembali tidur. 2. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Insomnia Sebab-sebab terjadinya insomnia menurut (Joewana Satya, 2006: 45) antara lain: 18
a. Suara atau Bunyi Biasanya orang dapat menyesuaikan dengan suara atau bunyi sehingga tidak mengganggu tidurnya. Misalnya seseorang yang takut diserang atau dirampok, pada malam hari terbangun berkali-kali hanya suara yang halus sekalipun. b. Suhu Udara Kebanyakan orang akan berusaha tidur pada suhu udara yang menyenangkan bagi dirinya. Bila suhu udara rendah memakai selimut dan bila suhu tinggi memakai pakaian tipis, insomnia ini sering dijumpai didaerah tropic. c. Tinggi Suatu Daerah Insomnia merupakan gejala yang sering dijumpai pada mountain sickness (mabuk udara tipis), terjadi pada pendaki gunung yang lebih dari 3500 meter diatas permukaan air laut. d. Penggunaan Bahan Yang Mengganggu Susunan Saraf Pusat Insomnia dapat terjadi karena penggunaan bahan-bahan seperti kopi yang mengandung kafein, tembakau yang mengandung nikotin dan obat-obat pengurus badan yang mengandung anfetamin atau yang sejenis. e. Penyakit Psikologi Beberapa penyakit psikologi ditandai antara lain dengan adanya insomnia seperti pada gangguan afektif, gangguan neurotic, beberapa gangguan kepribadian, gangguan stress pasca-trauma dan lain-lain. Beberapa faktor yang merupakan penyebab Insomnia (Potter, 2006: 66) yaitu: a. Faktor Psikologi Stres yang berkepanjangan paling sering menjadi penyabab dari Insomnia jenis kronis, sedangkan berita-berita buruk gagal rencana dapat menjadi penyebab insomnia transient. b. Faktor Problem Psikiatri Depresi paling sering ditemukan. Jika bangun lebih pagi dari biasanya yang tidak diingininkan, adalah gejala paling umum dari awal depresi, Cemas, Neorosa, dan gangguan psikologi lainnya sering menjadi penyebab dari gangguan tidur. c. Faktor Sakit Fisik Sesak nafas pada orang yang terserang asma, sinus, flu sehingga hidung yang tersumbat dapat merupakan penyebab gangguan tidur. Selama penyebab fisik atau sakit fisik tersebut belum dapat ditanggulangi dengan baik, gangguan tidur atau sulit tidur akan dapat tetap dapat terjadi. d. Faktor Lingkungan Lingkungan yang bising seperti lingkungan lintasan pesawat jet, lintasan kereta api, pabrik atau bahkan TV tetangga dapat menjadi faktor penyebab susah tidur.
19
e. Faktor Gaya Hidup Alkohol, rokok, kopi, obat penurun berat badan, jam kerja yang tidak teratur, juga dapat menjadi faktor penyebab sulit tidur. Menurut Aman (2005: 55) faktor faktor yang menyebabkan seseorang mengalami insomnia diantaranya adalah rasa nyeri, kecemasan, ketakutan, tekanan jiwa, dan kondisi yang tidak menunjang untuk tidur. Secara garis besarnya, faktor-faktor penyebab insomnia yaitu: a. Stres atau kecemasan Didera kegelisahan yang dalam, biasanya karena memikirkan permasalahan yang sedang dihadapi. b. Depresi Depresi selain menyebabkan insomnia, depresi juga bisa menimbulkan keinginan untuk tidur terus sepanjang waktu karena ingin melepaskan diri dari masalah yang dihadapi. Depresi bisa menyebabkan insomnia dan sebaliknya insomnia menyebabkan depresi. c. Kelainan-kelainan kronis Kelainan tidur (seperti tidur apnea), diabetes, sakit ginjal, artritis, atau peyakit yang mendadak seringkali menyebabkan kesulitan tidur. d. Efek samping pengobatan Pengobatan untuk suatu penyakit juga dapat menjadi penyebab insomnia. e. Pola makan yang buruk Mengonsumsi makanan berat saat sebelum tidur bisa menyulitkan untuk tertidur. f. Kafein, Nikotin, dan Alkohol Kafein dan nikotin adalah zat stimulan. Alkohol dapat mengacaukan pola tidur. g. Kurang olahraga Kurang olahraga juga dapat menjadi faktor sulit tidur yang signifikan. h. Usia lanjut (insomnia lebih sering terjadi pada orang berusia diatas 60 tahun). i. Wanita hamil j. Riwayat depresi/penurunan Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa faktor-faktor
yang
menyebabkan seseorang mengalami insomnia yaitu stress atau kecemasan, depresi, kelainan kronis, efek samping pengobatan, pola makan yang buruk,
20
penggunaan alcohol, kurangnya olah raga, usia lanjut, wanita hamil, faktor lingkungan tempat tinggal, dan gaya hidup seseorang. 3. Jenis-Jenis Insomnia Cukup banyak orang yang mengalami satu dari ketiga jenis gangguan tidur ini (Espie, 2002: 55). Adapun uraiannya sebagai berikut: a. Tidak Dapat Atau Sulit Masuk Tidur (Sleep Onset Insomnia) Keadaan ini sering dijumpai pada ansietas pasien muda, ber-langsung 1 - 3 jam dan kemudian karena kelelahan tertidur juga. b. Terbangun Tengah Malam Beberapa Kali (Sleep Maintenance Insomnia) Pasien ini dapat masuk tidur dengan mudah tetapi setelah 2-3 jam terbangun lagi, dan ini terulang beberapa kali dalam satu malam. c. Terbangun Pada Waktu Pagi Yang Sangat Dini (Early Awakening Insomnia) Pasien ini dapat tidur dengan mudah dan tidur dengan cukup nyenyak, tetapi pagi buta sudah terbangun lalu tidak dapat tidur lagi. Keadaan ini sering dijumpai pada keadaan depresi. Sedangkan, menurut Erri (2002: 51) insomnia terdiri atas tiga tipe yaitu: a. Tidak bisa masuk atau sulit masuk tidur yang disebut juga insomnia inisial dimana keadaan ini sering dijumpai pada orang-orang muda. Berlangsung selama 1-3 jam dan kemudian karena kelelahan ia bisa tertidur juga. Tipe insomnia ini bisa diartikan ketidakmampuan seseorang untuk tidur. b. Terbangun tengah malam beberapa kali, tipe insomnia ini dapat masuk tidur dengan mudah, tetapi setelah 2-3 jam akan terbangun dan tertidur kembali,
21
kejadian ini dapat terjadi berulang kali. Tipe insomnia ini disebut jaga intermitent insomnia. c. Terbangun pada waktu pagi yang sangat dini disebut juga insomnia terminal, dimana pada tipe ini dapat tidur dengan mudah dan cukup nyenyak, tetapi pada saat dini hari sudah terbangun dan tidak dapat tidur lagi. Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa macam-macam gangguan insomnia, yaitu susah tidur (sleep onset insomnia), selalu terbangun di tengah malam (sleep maintenance insomnia), dan selalu bangun jauh lebih cepat dari yang diinginkan (early awakening insomnia). 4. Tanda dan Gejala Insomnia Tanda insomnia menurut Faridah (2008: 77) diantaranya adalah: a. Sukar untuk tidur, berbaring dalam keadaan terjaga lebih dari satu jam atau lebih sebelum dapat terlelap. b. Tidur yang tidak nyenyak dan sering terganggu, contohnya terjaga beberapa kali pada malam hari. c. Terangun di awal pagi dan susah untuk tidur lagi. d. Tidur yang buruk. e. Aktifitas tidur yang terganggu karena mimpi yang tidak biasa dan mengganggu. Gejala insomnia menurut Faridah (2008: 79) diantaranya adalah: a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.
Mengantuk Resah Mudah Kaget Sulit Berkonsentrasi Sulit Mengingat Gampang Tersinggung Murung Mata Merah Badan Lesu Pernafasan Dan Denyut Jantung Tidak Normal
22
Tanda dan gejala insomnia menurut Lumbantobing (2004: 37) adalah sebagai berikut: a. Sulit memulai tidur b. Sulit mempertahankan keadaan tidur c. Bangun terlalu cepat di pagi hari d. Tidur yang tidak menyegarkan Insomnia merupakan keadaan dimana seseorang yang tidur, mengalami kesulitan untuk memulai tidur (jatuh tidur), sulit mempertahankan keadaan tidur, dan bangunnya terlalu pagi. Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa tanda dan gejala terjadinya insomnia diindikasikan meliputi sulit memulai tidur, sulit mempertahankan keadaan tidur, bangun terlalu cepat di pagi hari, dan tidur yang tidak menyegarkan. 5. Dampak Terjadinya Insomnia Insomnia dapat memberi efek pada kehidupan seseorang, menurut Turana Yuda (2007: 55) antara lain: a. Efek fisiologis Karena kebanyakan insomnia diakibatkan oleh stress, terdapat peningkatan noradrenalin serum, peningkatan ACTH dan kortisol, juga penurunan produksi melatonin. b. Efek psikologis Dapat berupa gangguan memori, gangguan berkonsentrasi, irritable, kehilangan motivasi, depresi, dan sebagainya. c. Efek fisik/somatic Dapat berupa kelelahan, nyeri otot, hipertensi, dan sebagainya. d. Efek sosial Dapat berupa kualitas hidup yang terganggu, seperti susah mendapat promosi pada lingkungan kerjanya, kurang bisa menikmati hubungan sosial dan keluarga. e. Kematian Orang yang tidur kurang dari 5 jam semalam memiliki angka harapan hidup lebih sedikit dari orang yang tidur 7-8 jam semalam. Hal ini mungkin 23
disebabkan karena penyakit yang menginduksi insomnia yang memperpendek angka harapan hidup atau karena high arousal state yang terdapat pada insomnia mempertinggi angka mortalitas atau mengurangi kemungkinan sembuh dari penyakit. Selain itu, orang yang menderita insomnia memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar untuk mengalami kecelakaan lalu lintas jika dibandingkan dengan orang normal. Menurut Rafknowledge (2004: 60-61) insomnia dapat memberikan dampak seperti: a. Orang dengan insomnia lebih muda mendera depresi dibanding mereka yang bisa tidur dengan baik. b. Kekurangan tidur akibat insomnia memberikan kontribusi pada timbulnya suatu penyakit, termasuk penyakit jantung. c. Dampak mengantuk/ketiduran disiang hari dapat mengancam keselamatan kerja, termasuk mengemudi kendaraan. d. Tidur malam yang buruk, dapat menurunkan kemampuan dalam memenuhi tugas harian serta kurang menikmati aktifitas hidup. Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa orang yang mengalami insomnia akan mudah diserang rasa depresi, menimbulkan berbagai macam gangguan penyakit, kelelahan, dan dapat menyebabkan kematian. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia sebelum terjadi
dampak
seperti
yang diuraikan
di
atas
diantaranya
adalah
(Rafknowledge, 2004: 65): a. Memakan makanan berprotein tinggi sebelum tidur, seperti keju atau susu. Tripofan yang merupakan suatu asam amino dari protein yang dicerna, dapat membantu agar mudah tidur. b. Usahakan agar selalu beranjak tidur pada waktu yang sama. 24
c. Hindari tidur diwaktu siang atau sore hari. d. Berusaha untuk tidur hanya apabila merasa benar-benar kantuk dan tidak pada waktu kesadaran penuh. e. Hindari kegiatan-kegiatan yang membangkitkan minat sebelum tidur. f. Lakukan latihan-latihan gerak badan setiap hari, tetapi tidak menjelang tidur. g. Gunakan teknik-teknik pelepasan otot-otot serta meditasi sebelum berusaha untuk tidur. C. Karakteristik Mahasiswa 1. Pengertian Mahasiswa Mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba ilmu ataupun belajar dan terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah satu bentuk perguruan tinggi yang terdiri dari akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas (Hartaji Damar, 2012: 5). Menurut Siswoyo Dwi (2007: 121) mahasiswa dapat didefinisikan sebagai individu yang sedang menuntut ilmu ditingkat perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan perguruan tinggi. Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan dalam berpikir dan kerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat pada diri setiap mahasiswa, yang merupakan prinsip yang saling melengkapi. Seorang mahasiswa dikategorikan pada tahap perkembangan yang usianya 18 sampai 25 tahun. Tahap ini dapat digolongkan pada masa remaja akhir sampai masa dewasa awal dan dilihat dari segi perkembangan, tugas 25
perkembangan pada usia mahasiswa ini ialah pemantapan pendirian hidup (Yusuf Syamsu, 2012: 27). Mahasiswa dapat didefinisikan sebagai individu yang sedang menuntut ilmu ditingkat perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan perguruan tinggi. Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan dalam berpikir dan keerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat pada diri setiap mahasiswa, yang merupakan prinsip yang saling melengkapi. Mahasiswa adalah manusia yang tercipta untuk selalu berpikir yang saling melengkapi (Siswoyo, 2007: 121). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa mahasiswa ialah seorang peserta didik berusia 18 sampai 25 tahun yang terdaftar dan menjalani pendidikannnya di perguruan tinggi baik dari akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas. Sedangkan dalam penelitian ini, subyek yang digunakan ialah mahasiswa yang berusia 23 tahun dan masih tercatat sebagai mahasiswa aktif dan tergolong pada fase dewasa awal. 2. Pengertian Mahasiswa sebagai Dewasa Awal Dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja. Masa remaja yang ditandai dengan pencarian identitas diri, pada masa dewasa awal, identitas diri ini didapat sedikit-demi sedikit sesuai dengan umur kronologis dan mental egenya. Berbagai masalah juga muncul dengan bertambahnya umur pada masa dewasa awal. Dewasa awal adalah masa peralihan dari ketergantungan kemasa
26
mandiri, baik dari segi ekonomi, kebebasan menentukan diri sendiri, dan pandangan tentang masa depan sudah lebih realistis. Erickson (2001: 78) mengatakan bahwa seseorang yang digolongkan dalam usia dewasa awal berada dalam tahap hubungan hangat, dekat dan komunikatif dengan atau tidak melibatkan kontak seksual. Bila gagal dalam bentuk keintiman maka ia akan mengalami apa yang disebut isolasi (merasa tersisihkan dari orang lain, kesepian, menyalahkan diri karena berbeda dengan orang lain). Hurlock (1990: 31) mengatakan bahwa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif. Secara umum, mereka yang tergolong dewasa muda (young) ialah mereka yang berusia 20-40 tahun. Menurut seorang ahli psikologi perkembangan, Santrock (1999: 52), orang dewasa muda termasuk masa transisi, baik transisi secara fisik (physically trantition) transisi secara intelektual (cognitive trantition), serta transisi peran sosial (social role trantition). Perkembangan
sosial
masa
dewasa
awal
adalah
puncak
dari
perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah masa beralihnya padangan egosentris menjadi sikap yang empati. Pada masa ini, penentuan relasi sangat memegang peranan penting. Menurut Knoers dan Haditono (2001: 24) tugas perkembangan dewasa awal adalah menikah atau membangun suatu keluarga, mengelola rumah tangga, mendidik atau mengasuh anak, memikul tangung jawab sebagai warga negara, membuat hubungan dengan suatu
27
kelompok sosial tertentu, dan melakukan suatu pekerjaan. Dewasa awal merupakan masa permulaan dimana seseorang mulai menjalin hubungan secara intim dengan lawan jenisnya. Hurlock (1993: 39) dalam hal ini telah mengemukakan beberapa karakteristik dewasa awal dan pada salah satu intinya dikatakan bahwa dewasa awal merupakan suatu masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru dan memanfaatkan kebebasan yang diperolehnya. Dari segi fisik, masa dewasa awal adalah masa dari puncak perkembangan fisik. Perkembangan fisik sesudah masa ini akan mengalami degradasi sedikit-demi sedikit, mengikuti umur seseorang menjadi lebih tua. Segi emosional, pada masa dewasa awal adalah masa dimana motivasi untuk meraih sesuatu sangat besar yang didukung oleh kekuatan fisik yang prima. Sehingga, ada steriotipe yang mengatakan bahwa masa remaja dan masa dewasa awal adalah masa dimana lebih mengutamakan kekuatan fisik daripada kekuatan rasio dalam menyelesaikan suatu masalah. 3. Ciri Perkembangan Mahasiswa Pada Tahap Dewasa Awal Dewasa awal adalah masa kematangan fisik dan psikologis. Menurut Mappiare (1983: 17) terdapat 7 ciri kematangan psikologi, ringkasnya sebagai berikut: a. Berorientasi pada tugas, bukan pada diri atau ego; minat orang matang berorientasi pada tugas-tugas yang dikerjakannya, dan tidak condong pada perasaan-perasaan diri sendri atau untuk kepentingan pribadi. b. Tujuan-tujuan yang jelas dan kebiasaan-kebiasaan kerja yang efesien; seseorang yang matang melihat tujuan-tujuan yang ingin dicapainya secara jelas dan tujuan-tujuan itu dapat didefenisikannya secara cermat dan tahu mana pantas dan tidak serta bekerja secara terbimbing menuju arahnya. c. Mengendalikan perasaan pribadi; seseorang yang matang dapat menyetir perasaan-perasaan sendiri dan tidak dikuasai oleh perasaan-perasaannya dalam mengerjakan sesuatu atau berhadapan dengan orang lain. Dia tidak 28
d. e.
f.
g.
mementingkan dirinya sendiri, tetapi mempertimbangkan pula perasaanperasaan orang lain. Keobjektifan; orang matang memiliki sikap objektif yaitu berusaha mencapai keputusan dalam keadaan yang bersesuaian dengan kenyataan. Menerima kritik dan saran; orang matang memiliki kemauan yang realistis, paham bahwa dirinya tidak selalu benar, sehingga terbuka terhadap kritikkritik dan saran-saran orang lain demi peningkatan dirinya. Pertanggungjawaban terhadap usaha-usaha pribadi; orang yang matang mau memberi kesempatan pada orang lain membantu usahan-usahanya untuk mencapai tujuan. Secara realistis diakuinya bahwa beberapa hal tentang usahanya tidak selalu dapat dinilainya secara sungguh-sunguh, sehingga untuk itu dia bantuan orang lain, tetapi tetap dia brtanggungjawab secara pribadi terhadap usaha-usahanya. Penyesuaian yang realistis terhadap situasi-situasi baru; orang matang memiliki cirri fleksibel dan dapat menempatkan diri dengan kenyataankenyataan yang dihadapinya dengan situasi-situasi baru. Perguruan tinggi dapat menjadi masa penemuan intelektual dan
pertumbuhan kepribadian. Mahasiswa berubah saat merespon terhadap kurikulum yang menawarkan wawasan dan cara berpikir baru seperti; terhadap mahasiswa lain yang berbeda dalam soal pandangan dan nilai, terhadap kultur mahasiswa yang berbeda dengan kultur pada umumnya, dan terhadap anggota fakultas yang memberikan model baru. Pilihan perguruan tinggi dapat mewakili pengejaran terhadap hasrat yang menggebu atau awal dari karir masa depan (Papalia, 2008: 672). Memasuki fase dewasa awal sebagai fase perkembangan, seseorang yang telah memiliki corak dan bentuk kepribadian tersendiri. Menurut Ahmadi & Sholeh (1991: 90) ciri-ciri kedewasaan seseorang antara lain: a. Dapat berdiri sendiri dalam kehidupannya. Ia tidak selalu minta pertolongan orang lain dan jika ada bantuan orang lain tetap ada pada tanggung jawabnya dalam menyelesaikan tugas-tugas hidup. b. Dapat bertanggung jawab dalam arti sebenarnya terutama moral. 29
c. Memiliki sifat-sifat yang konstruktif terhadap masyarakat dimana ia berada. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karakteristik mahasiswa dewasa awal ialah berorientasi pada tugas, tujuan-tujuan yang jelas dan kebiasaan-kebiasaan kerja yang efesien, mengendalikan perasaan pribadi, keobjektifan, menerima kritik dan saran, pertanggungjawaban terhadap usahausaha pribadi, penyesuaian yang realistis terhadap situasi-situasi baru. Mahasiswa dewasa awal mulai memiliki intelektualitas yang tinggi dan kecerdasan berpikir yang matang untuk masa depannya, memiliki kebebasan emosional untuk memiliki pergaulan dan menentukan kepribadiannya. Mahasiswa dewasa awal juga ingin meningkatkan prestasi dikampus, memiliki tanggung jawab dan kemandirian dalam menyelesaikan tugas-tugas kuliah, serta mulai memikirkan nilai dan norma-norma di lingkungan kampus maupun di lingkungan masyarakat dimana dia berada. 4. Jenis-Jenis Masalah Mahasiswa Masalah masalah yang dialami mahasiswa sangat beragam. Menurut Ahmadi & Sholeh (1991: 109) menemukan adanya lima kategori permasalahan menonjol yang dihadapi mahasiswa adalah: (1) kekhawatiran memperoleh nilai yang rendah dalam ujian ataupun tugas-tugas, (2) kelemahan memahami bakat dan pekerjaan yang akan dimasuki, (3) rendah diri atau kurang percaya diri, (4) ceroboh atau kurang hati-hati, (5) kurang mampu berhemat atau kemampuan keuangan yang tidak mencukupi, baik untuk keperluan sehari-hari atau keperluan pelajaran, (6) kurangnya kemampuan melaksanakan tuntutan
30
keagamaan dan atau khawatir tidak mampu menghindari larangan yang ditentukan oleh agama. Winkel (1997: 44 – 49) menyebutkan ada beberapa permasalahan yang dihadapi mahasiswa, antara lain: (1) penyesuaian dengan lingkungan, (2) stress menghadapi ujian, (3) malas belajar, (4) ketidakmampuan belajar yang spesifik, (5) kehilangan teman baik, (6) pengalaman kegagalan, (7) peraturanperaturan sekolah/lembaga yang dirasa memberatkan, (8) tekanan dan ambisi orang tua, (9) hubungan antara mahasiswa dengan dosennya, dengan teman seangkatan, sepondokan dan sebagainya. Prayitno (1999: 238) mengidentifikasi 330 masalah yang digolongkan ke dalam sebelas kelompok masalah, yaitu kelompok masalah yang berkenaan dengan: (1) perkembangan jasmani dan kesehatan, (2) keuangan, keadaan lingkungan, dan pekerjaan, (3) kegiatan sosial dan reaksi, (4) hubungan mudamudi, pacaran dan perkawinan, (5) hubungan sosial kejiwaan, (6) keadaan pribadi kejiwaan, (7) moral dan agama, (8) keadaan rumah dan keluarga, (9) masa depan pendidikan dan pekerjaan, (10) penyesuaian terhadap tugas-tugas sekolah, (11) kurikulum sekolah. Masalah-masalah tersebut apabila tidak bisa diatasi dengan baik maka dapat menimbulkan stress. Stres tidak dapat dipisahkan dari setiap aspek kehidupan. Stres dapat dialami oleh siapa saja dan memiliki implikasi negatif jika berakumulasi dalam kehidupan individu tanpa solusi yang tepat. Akumulasi stres merupakan akibat dari ketidakmampuan individu dalam mengatasi dan mengendalikan stresnya (Crampton & Mishra, 1995: 77).
31
Walaupun demikian, stres yang optimal akan menghasilkan tantangan dan motivasi untuk maju bagi individu (Spangenberg & Theron, 1998: 65). Mahasiswa, dalam kegiatannya, juga tidak terlepas dari stres. Stresor atau penyebab stres pada mahasiswa dapat bersumber dari kehidupan akademiknya, terutama dari tuntutan eksternal dan tuntutan dari harapannya sendiri. Tuntutan eksternal dapat bersumber dari tugas-tugas kuliah, beban pelajaran, tuntutan orang tua untuk berhasil di kuliahnya, dan penyesuaian sosial di lingkungan kampusnya. Tuntutan ini juga termasuk kompetensi perkuliahan dan meningkatnya kompleksitas materi perkuliahan yang semakin lama semakin sulit. Tuntutan dari harapan mahasiswa dapat bersumber dari kemampuan mahasiswa dalam mengikuti pelajaran (Heiman & Kariv, 2005: 66). Stres yang tidak mampu dikendalikan dan diatasi oleh individu akan memunculkan dampak negatif. Pada mahasiswa, dampak negatif secara kognitif antara lain sulit berkonsentrasi, sulit mengingat pelajaran, dan sulit memahami pelajaran. Dampak negatif secara emosional antara lain sulit memotivasi diri, munculnya perasaan cemas, sedih, kemarahan, frustrasi, dan efek negatif lainnya. Dampak negatif secara fisiologis antara lain gangguan kesehatan, daya tahan tubuh yang menurun terhadap penyakit, sering pusing, badan terasa lesu, lemah, dan insomnia. Dampak perilaku yang muncul antara lain menunda-nunda penyelesaian tugas kuliah, malas kuliah, penyalahgunaan obat dan alkohol, terlibat dalam kegiatan mencari kesenangan yang berlebihlebihan serta berisiko tinggi (Spagenberg & Theron, 1998: 55).
32
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa masalah-masalah yang dialami mahasiswa sangat beragam. Secara umum masalah-masalah itu dapat dikelompokkan kedalam beberapa masalah utama seperti: masalah kesehatan jasmani, ekonomi, kondisi sosial ekonomi, keluarga, kondisi kejiwaan, masalah lingkungan, hubungan dalam pergaulan, masalah akademis. Masalah masalah tersebut akan mempengaruhi prestasi akademik yang akan diperoleh mahasiswa jika tidak segera ditemukan solusi penyelesaian masalah tersebut. 5. Tanggungjawab Mahasiswa Sebagai mahasiswa yang menempuh pendidikan yang tinggi, para mahasiswa harus belajar bagaimana bersikap, bertingkah laku yang baik dan benar. Mahasiswa harus pandai memilah-milah mana yang baik dan mana yang buruk. Karena setiap keputusan yang akan diambil akan menentukan pandangan masyarakat terhadap mahasiswa itu sendiri. Semua itu dilakukan supaya para mahasiswa belajar bagaimana menjadi manusia yang lebih beradab dan bertanggung jawab. Berikut adalah macam-macam tanggungjawab mahasiswa menurut Prayitno (1999: 245) diantaranya adalah: a. Tanggung Jawab Terhadap Diri Sendiri Tanggung jawab terhadap diri sendiri menuntut kesadaran setiap orang untuk memenuhi kewajibannya sendiri dalam mengembangkan kepribadian sebagai manusia pribadi. b. Tanggung Jawab Terhadap Keluarga Sebagai mahasiswa yang masih meminta orang tua untuk membiayai pendidikan kita, maka mahasiswa haruslah bersungguh-sungguh menjalani kuliahnya. Berikan hasil terbaik dan tunjukkan pada orang tua bahwa para mahasiswa mampu menjadi seperti yang orang tua harapkan. c. Tanggung Jawab Terhadap Masyarakat Manusia adalah makhluk sosial, dalam artian tidak dapat hidup sendiri tanpa orang lain. Jadi segala sesuatu hal yang dilakukan akan berdampak 33
pada kehidupan bermasyarakat. Sebagai mahasiswa diharapkan dapat menentukan mana yang baik dan mana yang buruk, mampu menjadi contoh, panutan, dan mampu berbaur dengan masyarakat sekitar. d. Tanggung Jawab Kepada Bangsa/Negara Sebagai makhluk sosial yang bernegara dan berbangsa sudah sepatutnya para mahasiswa menjalankan peraturan, norma, dan hukum yang berlaku di negaranya. Salah satunya dapat dilakukan dengan cara belajar giat demi mengejar cita-cita yang bisa membanggakan diri sendiri, orang tua, Bangsa dan Negara. e. Tanggung Jawab Terhadap Tuhan Peraturan agama tidak memandang status sosial, ras, atau sebagainya. Sebagai seorang mahasiswa dituntut untuk senantiasa bertanggungjawab secara agama kepada Tuhan salah satunya dengan cara berbuat baik, menolong sesama, bersikap dan berbuat baik kepada sesama. Uraian di atas dapat dijelaskan bahwa tanggungjawab seorang individu sebagai mahasiswa meliputi tanggung jawab terhadap diri sendiri, tanggung jawab terhadap keluarga, tanggung jawab terhadap masyarakat, tanggung jawab kepada bangsa/negara, dan tanggung jawab terhadap tuhan. D. Keterkaitan Insomnia Dengan Perilaku Belajar Mahasiswa Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan
tinggi
(Prayitno,
1999:
241).
Mahasiswa
dalam
tahap
perkembangannya digolongkan sebagai remaja akhir dan dewasa awal, yaitu usia 18-21 tahun dan 22-24 tahun. Pada usia tersebut mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke dewasa awal. Salah satu penyebab terjadinya insomnia adalah stress akibat berbagai macam permasalahan diantaranya adalah kekhawatiran memperoleh nilai yang rendah dalam ujian ataupun tugas-tugas, kelemahan memahami bakat dan pekerjaan yang akan dimasuki, rendah diri atau kurang percaya diri, ceroboh atau kurang hati-hati, kurang mampu berhemat atau kemampuan keuangan yang tidak mencukupi, baik untuk keperluan sehari-hari atau keperluan pelajaran. 34
Kesulitan tidur pada mahasiswa adalah keadaan saat individu merasakan kesulitan tidur, tidur tidak tenang, kesulitan menahan tidur, sering terbangun dipertengahan malam, dan seringnya terbangun diawal yang berlangsung beberapa hari atau beberapa minggu. Hal ini disebabkan bahwa peserta didik dengan usia 18-21 tahun dan 22-24 tahun yang aktif kuliah dan sedang menyelesaikan berbagai macam tugas, mengalami stress yang berlebih sehingga berujung pada insomnia. Banyak orang tidak tahu bahwa kurang tidur selama satu atau dua jam menyebabkan seseorang sulit untuk belajar. Kesulitan berkonsentrasi muncul di antara mahasiswa yang mengantuk. Kurang tidur berkali-kali menunjukkan dampak yang negatif terhadap suasana hati, kemampuan kognitif, dan fungsi motorik dalam kaitannya dengan kecendrungan peningkatan tidur dan tidak stabilnya keadaan tidur. Efek kurangnya tidur terhadap kemampuan kognitif diantaranya adalah respon yang lambat, ingatan jangka pendek dan kemampuan kerja daya ingat menurun, serta penurunan belajar (keahlian) tugas kognitif (Espie, 2002: 55). Jadi, dapat dimungkinkan apabila kekurangan tidur akibat insomnia dapat mempengaruhi aktivitas belajar seseorang. E. Bidang Garapan Bimbingan dan Konseling Bidang garapan bimbingan dan konseling adalah tingkah laku klien yang perlu biubah untuk dikembangkan apabila hendak mengatasi masalah-masalah yang dihadapinya atau ingin mencapai tujuan-tujuan yang dikehendaki (Hallen, 2002: 51). Dalam melaksanakan bimbingan dan konseling agar siswa dapat
35
mengembangkan bakat, minat, dan keterampilan siswa, serta untuk mengatasi kesulitan belajar perlu adanya penerapan dalam berbagai bidang. Bimbingan dan Konseling merupakan proses bantuan atau pertolongan yang diberikan oleh pembimbing (konselor) kepada individu (konseli) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya, agar konseli memiliki kemampuan atau kecakapan melihat dan menemukan masalahnya serta mampu memecahkan masalahnya sendiri. Atau proses pemberian bantuan atau pertolongan yang sistematis dari pembimbing (konselor) kepada konseli (mahasiswa) melalui pertemuan tatap muka atau hubungan timbal balik antara keduanya untuk mengungkap masalah konseli sehingga konseli mampu melihat masalah sendiri, mampu menerima dirinya sendiri sesuai dengan potensinya, dan mampu memecahkan sendiri masalan yang dihadapinya (Baraja Abu Bakar, 2006: 61). Menurut Tohirin (2007: 82) bidang-bidang garapan bimbingan dan konseling meliputi empat bidang yaitu: 1. Bidang Bimbingan Pribadi Bimbingan pribadi (personal guidance) adalah suatu bimbingan untuk membantu individu mengatasi masalah-masalah yang bersifat pribadi. Dalam bidang bimbingan pribadi, pelayanan bimbingan dan konseling membantu siswa menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, mantap dan mandiri serta sehat jasmani dan rohani. Bidang bimbingan pribadi ini dapat dirinci menjadi pokok-pokok berikut:
36
a. Penanaman dan pemantapan sikap dan kebiasaan serta pengembangan wawasan dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. b. Penanaman dan pemantapan pemahaman tentang kekuatan diri dan pengembangannya untuk kegiatan-kegiatan yang kreatif, produktif, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk peranan di masa depan. c. Pengenalan dan pemantapan pemahaman tentang bakat dan minat pribadi serta penyaluran dan pengembangannya melalui kegiatan-kegiatan yang kreatif dan produktif. d. Pengenalan dan pemantapan pemahaman tentang kelemahan diri dan usaha-usaha penanggulangannya. e. Pemantapan kemampuan mengambil keputusan. f. Pengembangan kemampuan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang telah diambilnya. g. Pemantapan dalam perencanaan dan penyelenggaraan hidup sehat, baik secara rohaniah maupun jasmaniah. 2. Bidang Bimbingan Sosial Bimbingan sosial adalah suatu bimbingan atau bantuan dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah social seperti pergaulan, penyelesaian masalah konflik, penyesuaian diri dan sebagainya. Bimbingan social juga bermakna suatu bimbingan atau bantuan dari pembimbing kepada individu agar dapat mewujudkan pribadi yang mampu bersosialisasi dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya secara baik. Dalam bidang bimbingan social, pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah berusaha
37
membantu peserta didik mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosialnya yang dilandasi budi pekerti, tanggung jawab kemasyarakatan dan kenegaraan. Bidang ini dirinci menjadi pokok-pokok berikut: a. Pengembangan dan pemantapan kemampuan berkomunikasi baik melalui ragam lisan maupun tulisan secara efektif. b. Pengembangan kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial, baik di rumah, di sekolahan maupun di masyarakat dengan menjunjung tinggi tata karma, sopan santun serta nilai-nilai agama, adat, peraturan dan kebiasaan yang berlaku. c. Pengembangan dan pemantapan hubungan yang dinamis, harmonis dan produktif dengan teman sebaya, baik di sekolah yang sama, di sekolah lain, di luar sekolah maupun dimasyarakat pada umumnya. d. Pengenalan, pemahaman dan pemantapan tentang peraturan, kondisi dan tuntutan sekolah, rumah dan lingkungan serta upaya dan kesadaran untuk melaksanakannya secara dinamis dan bertanggug jawab. e. Pemantapan kemampuan menerima dan mengemukakan pendapat serta beragumentasi secara dinamis, kreatif dan produktif. f. Orientasi tentang hidup berkeluarga. 3. Bidang Bimbingan Belajar Bimbingan belajar atau bimbingan akademik adalah suatu bantuan dari pembimbing kepada individu (siswa) dalam hal menemukan cara belajar yang tepat, dalam memilih program studi yang sesuai, dan dalam mengatasi kesukaran-kesukaran yang timbul berkaitan dengan tuntutan-
38
tuntutan belajar di institute pendidikan. Berdasarkan pengertian di atas, bimbingan belajar bisa bermakna suatu bantuan dari pembimbing kepada terbimbing (siswa) dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah belajar. Dalam bidang bimbingan belajar, pelayanan bimbingan dan konseling
membantu
peserta
didik
untuk
menumbuhkan
dan
mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik dalam menguasai pengetahuan dan keterampilan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian serta mempersiapkan peserta didik untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi atau untuk terjun ke lapangan pekerjaan tertentu. Bidang bimbingan ini memuat pokok-pokok materi berikut: a. Pengembangan sikap dan kebiasaan belajar untuk mencari informasi dari berbagai sumber belajar, bersikap terhadap guru dan narasumber lainnya, mengembangkan keterampilan
belajar,
mengerjakan
tugas-tugas
pelajaran, dan menjalani program penilaian hasil belajar. b. Pengembangan dan pemantapan disiplin belajar dan berlatih, baik secara mandiri maupun kelompok. c. Pemantapan menguasai materi program belajar di sekolah sesuai dengan perkembangan ilmu, teknologi dan kesenian. d. Pemantapan pemahaman dan pemanfaatan kondisi fisik, social dan budaya yang ada di sekolah, lingkungan sekitar dan masyarakat untuk pengembangan pengetahuan dan kemampuan serta pengembangan pribadi.
39
e. Orientasi dan informasi tentang pendidikan yang lebih tinggi, pendidikan tambahan. 4. Bidang Bimbingan Karier Bimbingan karier merupakan bantuan dalam mempersiapkan diri menghadapi dunia pekerjaan, pemilihan lapangan pekerjaan atau jabatan (profesi) tertentu serta membekali diri agar siap memangku jabatan tersebut dalam menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan dari lapangan pekerjaaan yang telah dimasuki. Dari pengertian di atas, bimbingan karier bisa bermakna suatu bantuan dari pembimbing kepada terbimbing (siswa) dalam menghadapi dan memecahkan masalah-masalah karier. Dalam bidang bimbingan karier ini, pelayanan bimbingan dan konseling ditujukan untuk mengenal potensi diri, mengembangkan dan memantapkan pilihan karier. Bidang ini memuat pokok-pokok berikut: a. Pengenalan terhadap dunia kerja dan usaha untuk memperoleh penghasilan serta untuk memenuhi kebutuhan hidup. b. Pengenalan dan pemantapan pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan karier yang hendak dikembangkan. c. Pengembangan dan pemantapan informasi tentang kondisi tuntunan dunia kerja, jenis-jenis pekerjaan tertentu, serta latihan kerja sesuai dengan pilihan karier. d. Pemantapan cita-cita karier sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan, serta pemantapan sikap positif dan obyektif terhadap pilihan karier.
40
Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa bimbingan dan konseling adalah suatu proses tolong menolong untuk mencapai tujuan yang dimaksud, dapat juga diartikan sebagai hubungan timbal balik antara dua orang untuk menangani masalah klien, yang di dukung dengan keahlian dalam suasana yang laras dan integrasi, berdasarkan norma-norma yang berlaku untuk tujuan yang berguna bagi klien. Bidang garapan bimbingan dan konseling mencakup bidang bimbingan pribadi, bidang bimbingan sosial, bidang bimbingan belajar, dan bidang bimbingan karier. Pada penelitian ini perilaku belajar pada mahasiswa yang mengalami insomnia termasuk dalam bidang garapan bimbingan dan konseling pada ranah bidang bimbingan pribadi, bidang bimbingan sosial, dan bimbingan belajar. Perilaku belajar pada mahasiswa yang mengalami insomnia termasuk dalam bidang garapan bimbingan dan konseling pada ranah bidang bimbingan pribadi dikarenakan adanya bimbingan dan konseling tersebut bertujuan untuk membantu individu agar bisa memecahkan masalah-masalah yang bersifat pribadi. Perilaku belajar pada mahasiswa yang mengalami insomnia termasuk dalam bidang garapan bimbingan dan konseling pada ranah bidang bimbingan sosial dilakukan supaya individu yang dibimbing mampu melakukan interaksi sosial secara baik dengan lingkungannya. Perilaku belajar pada mahasiswa yang mengalami insomnia termasuk dalam bidang garapan bimbingan dan konseling pada ranah bidang bimbingan belajar dikarenakan adanya bimbingan dan konseling tersebut bertujuan untuk membantu individu (mahasiswa) agar
41
mencapai perkembangan yang optimal, sehingga tidak menghambat perilaku belajar mahasiswa. F. Penelitian Yang Relevan Penelitian ini merupakan penelitian awal yang membahas tentang perilaku belajar pada mahasiswa yang mengalami
insomnia. Akan tetapi,
meskipun demikian berikut beberapa penelitian relevan yang dianggap relevan terhadap penelitian yang penulis lakukan, adapun sebagai berikut. 1. Penelitian yang dilakukan oleh Bahrul Ulumuddin (2011) dengan judul Hubungan Tingkat Stres Dengan Kejadian Insomnia Pada Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Diponegoro. Hasil penelitian ini adalah: 34 responden (23,4%) mengalami stres ringan, 31 (21,4%) responden mengalami stres sedang, 3 responden (2,1%) mengalami stres berat, 1 responden (0,7%) mengalami stres sangat berat, dan 62 responden (42,8%) mengalami insomnia. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara tingkat stres dengan kejadian insomnia pada mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Diponegoro. Perbedaannya terletak pada variabel yang diteliti, penelitian ini meneliti tentang hubungan tingkat stres dengan kejadian insomnia pada mahasiswa, sedangkan penelitian yang penulis lakukan meneliti tentang perilaku belajar pada mahasiswa yang mengalami insomnia. Persamaannya adalah sama-sama penelitian yang meneliti tentang insomnia. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Novia Nurbaya (2010) dengan judul Kecemasan
Dan
Insomnia
Pada
42
Mahasiswi.
Hasil
penelitian
ini
menunjukkan bahwa mahasiswi ini mengalami insomnia kronis dikarenakan kecemasan yang berbeda-beda dan mereka merasa terganggu karena insomnia yang mereka derita. Insomnia sendiri merupakan kesukaran dalam memulai atau mempertahankan tidur, sedangkan tidur merupakan salah satu kebutuhan fisiologis manusia yang harus dipenuhi, dimana dengan tidur tubuh yang lelah karena aktifitas yang dijalani dapat kembali segar dan dapat membuat seseorang akan lebih siap untuk melakukan aktifitas baru. Seperti yang dijelaskan diatas setiap manusia akan mengalami kecemasan, termasuk pada mahasiswi, mahasiswi memiliki beberapa tuntutan baik di kampus, rumah atau lingkungan sosialnya, namun apabila mahasiswi tersebut tidak dapat mengatasi kecemasannya akan berdampak buruk pada dirinya seperti mereka dapat mengalami kesulitan tidur (insomnia). Insomnia sendiri dapat menambah beban mahasiswi, dimana ia akan mengalami kesulitan tidur dan sulit berkonsentrasi saat perkuliahan karena rasa kantuk yang dialaminya akibat kurang tidur di malam hari. Perbedaannya terletak pada variabel yang diteliti, penelitian ini meneliti tentang kecemasan dan insomnia pada mahasiswi, sedangkan penelitian yang penulis lakukan meneliti tentang perilaku belajar pada mahasiswa yang mengalami
insomnia. Persamaannya adalah sama-sama penelitian yang
meneliti tentang insomnia. G. Kerangka Pikir Berbagai macam permasalahan yang dihadapi mahasiswa dewasa awal seperti kekhawatiran memperoleh nilai yang rendah dalam ujian ataupun tugastugas, kelemahan memahami bakat dan pekerjaan yang akan dimasuki, rendah 43
diri atau kurang percaya diri, ceroboh atau kurang hati-hati, kurang mampu berhemat atau kemampuan keuangan yang tidak mencukupi, baik untuk keperluan sehari-hari atau keperluan pelajaran, dan kurangnya kemampuan melaksanakan tuntutan keagamaan. Permasalahan tersebut merupakan stresor yang dialami oleh mahasiswa dewasa awal. Stresor ini berasal dalam diri mahasiswa ataupun dari luar diri mahasiswa, banyaknya stresor dan tuntutan yang dihadapi menyebabkan mahasiswa rentan mengalami stres, jika mahasiswa rentan dengan stress maka akan rentan pula mengalami kesulitan tidur. Kurang tidur berkali-kali menunjukkan dampak yang negatif terhadap suasana hati, kemampuan kognitif, dan fungsi motorik dalam kaitannya dengan kecendrungan peningkatan tidur dan tidak stabilnya keadaan tidur. Efek kurangnya tidur terhadap kemampuan kognitif diantaranya adalah respon yang lambat, ingatan jangka pendek dan kemampuan kerja daya ingat menurun, serta penurunan belajar (keahlian) tugas kognitif. Kurang tidur akan menyebabkan berbagai macam gangguan tidur, salah satunya yaitu insomnia. Dimana telah dijelaskan bahwa Insomnia adalah ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur baik kualitas maupun kuantitas. Insomnia tidak dapat disejajarkan dengan tidak tidur. Keluhan insomnia berlaku bagi orang yang walaupun sudah berbaring di tempat tidur, tetap tidak dapat tidur (Moses Wong, 1995: 54). Selain itu, dampak negatif insomnia ditinjau dari segi emosional antara lain sulit memotivasi diri, munculnya perasaan cemas, sedih, kemarahan,
44
frustrasi, dan efek negatif lainnya. Dampak negatif secara fisiologis antara lain gangguan kesehatan, daya tahan tubuh yang menurun terhadap penyakit, sering pusing, dan badan terasa lemah, letih, lesu. Dampak perilaku yang muncul antara lain menunda-nunda penyelesaian tugas kuliah, malas kuliah, penyalahgunaan obat dan alkohol, terlibat dalam kegiatan mencari kesenangan yang berlebih-lebihan serta berisiko tinggi. Insomnia akan mengganggu aktivitas seseorang dalam keseharian karena tubuhnya yang kurang tidur sehingga menjadi letih, lesu, lemah. Aktivitas sehari-haripun akan terganggu dan tidak produktif. Insomnia tentu menyerang segala usia, termasuk saat seseorang memasuki masa mahasiswa atau masa dewasa awal. Usia dimana seseorang memikul banyak sekali beban akademik dan tugas perkuliahan, sehingga memicu stress yang mengakibatkan insomnia. Efek gaya hidup akibat rokok, nikotin, alkohol, pola tidur juga akan sangat mempengaruhi seseorang apalagi bagi mahasiswa yang sering menghabiskan waktunya untuk begadang di malam hari, hura-hura, dan melakukan aktivitas yang kurang positif. Dengan demikian, waktu istirahat dan kebutuhan tidur mereka tidak terpenuhi dengan baik, insomniapun dengan mudah akan menyerang mereka. Akibatnya akan berdampak pada kegiatan belajar mereka, dimana mereka akan malas untuk pergi ke kampus pada pagi hari, malas mengikuti perkuliahan, tugaspun terbengkalai, sehingga aktivitas belajarnya pun akan berantakan. Padahal, diketahui bahwa belajar adalah sesuatu yang penting dalam kehidupan seseorang.
45
Rafknowledge (2004: 65) menyatakan bahwa adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia diantaranya adalah dengan memakan makanan berprotein tinggi sebelum tidur, seperti keju atau susu; usahakan agar selalu beranjak tidur pada waktu yang sama; hindari tidur diwaktu siang atau sore hari; berusaha untuk tidur hanya apabila merasa benar-benar kantuk dan tidak pada
waktu kesadaran penuh; hindari kegiatan-kegiatan yang
membangkitkan minat sebelum tidur; lakukan latihan-latihan gerak badan setiap hari, tetapi tidak menjelang tidur; dan gunakan teknik-teknik pelepasan otot-otot serta meditasi sebelum berusaha untuk tidur. Belajar adalah kunci untuk memajukan pendidikan. Sehingga, jika seseorang mampu memperbaiki perilaku belajarnya maka pendidikannya akan menunjukkan hasil yang baik pula. Jadi, seseorang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan tidurnya, akan mengalami gangguan tidur salah satunya insomnia yang akan menyerang segala usia termasuk mahasiswa, dan akan berakibat bagi perilaku belajarnya. Diharapkan jika seseorang mampu memenuhi kebutuhan tidurnya, maka aktivitasnya termasuk aktivitas belajarnya akan berjalan optimal dan memberikan hasil yang terbaik bagi pendidikannya. Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kesulitan tidur/insomnia pada mahasiswa adalah kekhawatiran memperoleh nilai yang rendah dalam ujian ataupun tugas-tugas, kelemahan memahami bakat dan pekerjaan yang akan dimasuki, rendah diri atau kurang percaya diri, ceroboh atau kurang hati-hati, kurang mampu berhemat atau
46
kemampuan keuangan yang tidak mencukupi, baik untuk keperluan sehari-hari atau keperluan pelajaran. Maka dari itu, penulis bermaksud melakukan penelitian untuk menggali informasi tentang perilaku belajar pada mahasiswa yang mengalami insomnia. Adapun skema kerangka pikir dalam penelitian ini sebagai berikut. Mahasiswa Dewasa Awal Permasalahan yang dihadapi adalah kekhawatiran memperoleh nilai yang rendah dalam ujian ataupun tugas-tugas, kelemahan memahami bakat dan pekerjaan yang akan dimasuki, rendah diri atau kurang percaya diri, ceroboh atau kurang hati-hati, kurang mampu berhemat atau kemampuan keuangan yang tidak mencukupi, baik untuk keperluan sehari-hari atau keperluan pelajaran.
Mahasiswa mengalami stress, depresi, dan terjerumus pergaulan bebas Mengalami gangguan tidur Insomnia
Dampak yang ditimbulkan
Dampak insomnia terhadap perilaku belajar mahasiswa: 1. Menunda-nunda penyelesaian tugas kuliah 2. Malas kuliah 3. Penyalahgunaan obat dan alkohol 4. Terlibat dalam kegiatan mencari kesenangan yang berlebih-lebihan serta berisiko tinggi Gambar 1. Skema Kerangka Pikir
47
H. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka dapat ditentukan beberapa pertanyaan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian. Adapun pertanyaan penelitiannya sebagai berikut. 1. Jelaskan faktor-faktor penyebab terjadinya insomnia? a. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya insomnia ditinjau dari faktor psikologi? b. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya insomnia ditinjau dari faktor fisik? c. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya insomnia ditinjau dari faktor lingkungan? d. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya insomnia ditinjau dari faktor gaya hidup? 2. Perilaku belajar pada mahasiswa yang mengalami insomnia. a. Bagaimana perilaku belajar selama kuliah? b. Bagaimana perilaku belajar apabila tidak mengikuti perkuliahan? 3. Dampak insomnia terhadap perilaku belajar pada mahasiswa yang mengalami insomnia. a. Dampak insomnia terhadap perilaku belajar 1) Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari adanya insomnia secara fisiologis? 2) Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari adanya insomnia secara kognitif?
48
3) Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari adanya insomnia secara emosional? 4) Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari adanya insomnia secara tingkah laku? b. Upaya dalam mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya insomnia 1) Bagaimanakah upaya dalam mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya insomnia secara fisiologis? 2) Bagaimanakah upaya dalam mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya insomnia secara kognitif? 3) Bagaimanakah upaya dalam mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya insomnia secara emosional? 4) Bagaimanakah upaya dalam mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya insomnia secara tingkah laku?
49
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Lexy J. Moleong (2006: 6) menyebutkan bahwa penelitian kualitatif ditujukan untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik bersifat alamiah ataupun rekayasa manusia, yang lebih memperhatikan mengenai karakteristik, kualitas, keterkaitan antar kegiatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus (case study). Penelitian ini memusatkan diri secara intensif pada satu obyek tertentu yang mempelajarinya sebagai suatu kasus. Data studi kasus dapat diperoleh dari semua pihak yang bersangkutan, dengan kata lain dalam studi ini dikumpulkan dari berbagai sumber (Hadari Nawawi, 2005: 1). Haris Herdiansyah (2010: 76) menyatakan bahwa studi kasus (case study) adalah suatu model yang menekankan pada eksplorasi dari suatu “sistem yang terbatas” (bounded system) pada satu kasus atau beberapa kasus secara mendetail, disertai dengan penggalian data secara mendalam yang melibatkan beragam sumber informasi yang kaya akan konteks. Peneliti ini dilakukan untuk menggambarkan perilaku belajar pada mahasiswa yang mengalami insomnia. B. Langkah-Langkah Penelitian Dalam pelaksanaan penelitian mengenai perilaku belajar mahasiswa yang mengalami insomnia dilakukan dengan cara sistematis dan terarah, dengan
50
menggunakan tahap penelitian menurut Lexy J. Moleong (2006: 127-148), yang meliputi: 1. Tahap Pra Lapangan Dalam tahap ini peneliti mengadakan observasi awal yang dilakukan pada bulan Desember 2015. Pada proses observasi, peneliti melakukan penjajagan lapangan mengenai latar penelitian, mencari data, dan informasi mengenai perilaku belajar mahasiswa yang mengalami insomnia. Selain itu, peneliti mencari referensi dan teori sebagai pendukung penelitian. Pada tahap ini, peneliti juga menyusun rancangan penelitian yang meliputi garis besar metode penelitian yang digunakan. Proses selanjutnya berkaitan dengan perijinan kepada pihak terkait yang akan dilaksanakan pada bulan Mei 2016. 2. Tahap Lapangan Pada tahap ini peneliti melakukan observasi, dan mendokumentasikan data yang diperlukan. Informan beserta key informan memberikan penjelasan sesuai dengan informasi yang dibutuhkan peneliti. 3. Tahap Pasca lapangan Tahap ini peneliti melakukan pengamatan sesuai dengan langkahlangkah yang telah dirancang sebelumnya. Pada tahap ini peneliti melakukan wawancara mendalam bersama informan penelitian. Dalam kesempatan ini peneliti bertanya tentang mengidentifikasi faktor-faktor penyebab insomnia, gambaran perilaku belajar pada mahasiswa yang mengalami insomnia, dan dampak yang ditimbulkan. Selanjutnya, peneliti
51
mencatat dengan cermat tentang apa saja yang di ceritakan oleh informan penelitian. Peneliti menyiapkan alat tulis, kamera dan hal-hal yang dianggap penting dalam membantu pengumpulan data penelitian. C. Informan Penelitian Pemilihan informan penelitian menggunakan cara purposive sampling yaitu teknik pengambilan sumber data dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2010: 300). Dalam penelitian ini, informan penelitian ditentukan berdasarkan penentuan karakteristik informan penelitian dengan tujuan untuk memperoleh data yang obyektif mengenai perilaku belajar mahasiswa yang mengalami insomnia. Adapun karakteristik yang harus dipenuhi oleh informan yaitu: 1. Mahasiswa yang memasuki tahap dewasa awal berusia antara 18 – 25 tahun. 2. Mengalami insomnia setiap malam. 3. Bersedia menjadi subyek penelitian. Dari kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya, peneliti menggunakan 2 tahap dalam memperoleh informan (Sugiyono, 2010: 300), yaitu: 1. Tahap Penjaringan Pada tahap ini, peneliti melakukan observasi dan wawancara awal kepada beberapa mahasiswa tingkat akhir untuk mendapatkan informasi tentang adanya gangguan tidur yang dialaminya. 2. Tahap Penyaringan Peneliti menggunakan kriteria mengalami insomnia setiap malamnya dalam tahap penyaringan. Berdasarkan informasi dari dari berbagai sumber,
52
terdapat beberapa mahasiswa yang masuk dalam kategori tersebut. Peneliti lebih mengutamakan mahasiswa yang mengalami insomnia setiap malamnya sebagai informan penelitian. Hal ini dikarenakan supaya informan tersebut dapat memberikan gambaran yang jelas sesuai dengan tujuan penelitian. D. Setting Penelitian Setting penelitian ini berisi tentang waktu penelitian, dan tempat penelitian. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli tahun 2016. Penelitian ini dilakukan di salah satu universitas swasta di kota Surakarta karena berdasarkan informasi yang dihimpun peneliti diketahui bahwa di universitas tersebut terdapat beberapa mahasiswa yang mengalami insomnia dan berdampak pada perilaku berlajarnya. Selain itu, peneliti menetapkan universitas tersebut sebagai lokasi penelitian karena terdapat mahasiswa yang mengalami insomnia dan salah satu mahasiswa tersebut tersebut pernah melakukan konsultasi ke psikiater dan ditetapkan sebagai penderita insomnia secara medis. E. Teknik Pengumpulan Data Pada penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Observasi Teknik observasi yang digunakan adalah teknik observasi partisipasi pasif. Menurut Sugiyono (2010: 312) observasi partisipasi pasif, peneliti datang di tempat kegiatan orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. Alasan peneliti menggunakan teknik ini karena
53
peneliti ingin mengetahui serta mengumpulkan data tentang perilaku belajar mahasiswa yang mengalami
insomnia. Observasi dilakukan di tempat
dimana informan melakukan aktivitasnya sebagai mahasiswa di universitas tersebut. Salah satunya adalah dengan mendatangi universitasnya atau kos informan. 2. Wawancara Mendalam Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan pewawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Lexy J. Moleong, 2006: 186). Wawancara dipergunakan untuk mengadakan komunikasi dengan informan penelitian sehingga diperoleh data-data yang diperlukan. Teknik wawancara mendalam (deep interview) ini diperoleh langsung dari subyek penelitian melalui serangkaian tanya jawab dengan pihak-pihak yang terkait langsung dengan pokok permasalahan. Wawancara ini dilakukan untuk mengumpulkan data tentang perilaku belajar mahasiswa yang mengalami insomnia. F. Instrumen Penelitian Dalam penelitian kualitatif, peneliti berperan sebagai instrumen penelitian atau alat penelitian. Peneliti sebagai instrumen harus divalidasi sejauh mana peneliti siap dalam melakukan penelitian yang selanjutnya terjuan ke lapangan. Untuk memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data, maka peneliti menggunakan pedoman wawancara, dan pedoman observasi. Berikut ini adalah kisi-kisi instrumen penelitian yang peneliti kembangkan berdasarkan variabel yang diteliti: 54
1. Pedoman Observasi Pedoman observasi digunakan sebagai panduan peneliti dalam memperoleh informasi yang lebih mendalam tentang informan penelitian. Berikut ini kisi-kisi pedoman observasi pada perilaku belajar yang mengalami insomnia. Tabel 1. Pedoman Observasi No 1
2
3
Komponen Keadaan psikologis
Aspek yang diungkap Kondisi psikis informan ketika mengalami insomnia dan berdampak pada perilaku belajarnya
Kondisi fisik informan ketika mengalami Keadaan jasmani insomnia dan berdampak pada perilaku belajarnya a. Hubungan interaksi informan dengan Kehidupan sosial lingkungan sosialnya, kampusnya, dan rumah informan
2. Pedoman Wawancara Pedoman wawancara digunakan sebagai panduan peneliti dalam memperoleh informasi yang lebih mendalam dari hasil observasi. Pedoman wawancara terdiri dari pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan perilaku belajar yang mengalami insomnia. Berikut ini kisi-kisi pedoman wawancara perilaku belajar yang mengalami insomnia. Tabel 2. Pedoman Wawancara Yang mengalami Insomnia No 1.
Aspek Kronologi terjadinya insomnia
2.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya insomnia
3.
Perilaku Belajar
Komponen Riwayat insomnia
terjadinya
Kemampuan yang mengalami insomnia dalam menganalisis segala faktor yang ditimbulkan akibat terjadinya insomnia Aktivitas Belajar yang mengalami insomnia
55
Aspek yang diungkap Kronologi terjadinya pada mahasiswa
insomnia
Analisis terhadap faktor internal dan faktor eksternal yang menyebabkan insomnia Perilaku belajar sebagai penderita insomnia
4.
Dampak insomnia terhadap perilaku belajar pada mahasiswa yang mengalami insomnia
Dampak yang ditimbulkan akibat mengalami insomnia.
Cara yang mengalami insomnia menganalisis dampak-dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya insomnia secara mendetail dan mendalam
Tabel 3. Pedoman Wawancara Informan No 1.
2.
Aspek Kronologi terjadinya insomnia Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya insomnia
Komponen Riwayat insomnia
Aspek yang diungkap
terjadinya Kronologi terjadinya insomnia pada mahasiswa
Analisis faktor internal Faktor yang dan faktor eksternal yang menyebabkan terjadinya menyebabkan insomnia insomnia menurut berdasarkan sudut pandang informan informan Aktivitas belajar Aktivitas belajar informan informan menurut yang diukur berdasarkan informan sudut pandang informan
3.
Perilaku Belajar
4.
Dampak insomnia terhadap perilaku Dampak insomnia yang belajar pada yang dialami informan mahasiswa menurut informan yang mengalami insomnia
Dampak-dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya insomnia menurut informan
G. Teknik Analisis Data Analisis data yang dilakukan peneliti berdasarkan model analisis interaktif sebagaimana dikemukakan oleh Mathew B. Miles dan A. Michael Huberman sebagaimana dikutip dan diterjemahkan oleh Sugiyono (2010: 246) analisis data pada model ini terdiri dari empat komponen yang saling berinteraksi yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi. Keempat komponen itu merupakan siklus yang berlangsung secara terus menerus antara pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan 56
penarikan kesimpulan serta verifikasi. Proses siklusnya dapat dilihat pada gambar berikut (Sugiyono, 2010: 246). Pengumpulan
Penyajian
data
data
Reduksi data
Penarikan kesimpulan dan verifikasi Gambar 1. Teknik Analisis Data Berdasarkan gambar tersebut, dapat dikemukakan sistematika analisis data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut. a. Pengumpulan Data Pada tahapan ini data yang dibutuhkan dalam penelitian dikumpulkan melalui wawancara, observasi dan dokumentasi. b. Reduksi Data Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan pemusatan perhatian penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari lapangan. Reduksi data berlangsung terus menerus selama proses penelitian berlangsung dan berlanjut terus sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun. Selain itu reduksi data merupakan bentuk
analisis
yang
menajamkan,
57
menggolongkan,
mengarahkan,
membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat ditarik kesimpulan akhir. c. Penyajian Data Penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan informasi tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dalam pengambilan data kecenderungan kognitif manusia menyederhanakan informasi yang kompleks kedalam satuan yang mudah dipahami. Penyajian ini dapat dilakukan dengan menyusun matriks, grafik atau bagian untuk menggabungkan informasi sehingga mencapai analisis kualitatif yang valid. d. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi Penarikan kesimpulan atau verifikasi merupakan tahap paling akhir dalam analisa data yang dilakukan dengan melihat hasil reduksi data dan tetap mengacu pada rumusan masalah serta tujuan yang hendak dicapai. Pada penarikan kesimpuan, peneliti dari awal mengumpulkan data
dan
mencari arti data yang telah dikumpulkan, setelah data disajikan penelitian dapat memberikan makna, tafsiran, argumen, membandingkan data dan mencari hubungan antara satu komponen dengan komponen yang lain sehingga dapat ditarik kesimpulan. Data yang telah tersusun kemudian dihubungkan dan dibandingkan antara satu dengan yang lainnya sehingga mudah ditarik kesimpulan sebagai jawaban dari permasalahan yang ada. Pada penelitian ini, peneliti melakukan kegiatan mereduksi data yaitu menyeleksi, memusatkan,
58
menyederhanakan dan mengubah data kasar yang berasal dari catatancatatan lapangan. Hal ini dilakukan karena data yang terkumpul relatif banyak dan tidak mungkin disajikan secara mentah. Dengan melihat kembali reduksi data maupun penyajian data, maka kesimpulan yang diambil tidak menyimpang dari data yang dianalisis. H. Teknik Keabsahan Data Agar data atau informasi yang diperoleh memiliki keabsahan, maka data atau informasi dari satu pihak dicek kebenarannya dengan cara memperoleh data dari sumber lain, misalnya dari pihak kedua, ketiga dan seterusnya. Tujuannya ialah membandingkan informasi tentang hal yang sama yang diperoleh dari berbagai pihak, agar ada jaminan tentang tingkat kepercayaan data. Cara ini mencegah bahaya informantivitas. Metode ini disebut dengan triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Selain untuk mengecek kebenaran data triangulasi juga dilakukan untuk memperkaya data. Denzin membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik dan teori (Lexy J. Moleong, 2006: 178). Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber dan metode. Triangulasi sumber adalah membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif (Lexy J. Moleong, 2006: 330-
59
331). Pada penelitian ini yang menjadi sumber penelitian adalah teman kos dan teman kuliah informan sebagai mahasiswa yang mengalami insomnia. Sedangkan, triangulasi metode dengan membandingkan data hasil wawancara dengan data hasil observasi.
60
BAB VI HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
G. Hasil Penelitian Pada bagian ini terbagi atas dua penjelasan: pertama, bagian hasil. Bagian hasil menjelaskan masalah perilaku belajar yang mengalami insomnia dalam bentuk deskripsi yang panjang kasus per kasus. Bagian kedua, bagian pembahasan. Pada bagian pembahasan merupakan analisis kasus yang dikaitan dengan kajian teori. 1. Deskripsi Setting Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tiga mahasiswa universitas swasta di kota Surakarta yang mengidap insomnia dan berdampak pada perilaku belajarnya. Pencarian informan penelitian diperoleh dengan cara informal, yaitu dengan meminta beberapa teman kuliahnya untuk mengenalkan dengan orang yang memenuhi kriteria dan bersedia menjadi informan. Informan dipilih dengan beberapa kriteria yang telah ditetapkan pada penentuan informan penelitian berdasarkan pada metode penelitian, sehingga, diperoleh informan sebanyak tiga orang dengan inisial RA, PDA, dan YS. Ketiga informan tersebut berasal dari lokasi yang sama dengan daerah yang berbeda, latar belakang keluarga yang berbeda, jurusan dan strata yang berbeda pula. Pada RA dan PDA berada pada strata I dan YS berada pada strata 2. Setting penelitian ini berada di universitas swasta di kota Surakarta. Berdasarkan informasi yang diterima peneliti, insomnia yang di alami oleh mahasiswa universitas swasta di kota Surakarta menyebabkan mahasiswa 61
maupun mahasiswi tersebut hampir tidak pernah mengikuti perkuliahan, dan berujung pada drop out. Berdasarkan informasi yang dihimpun oleh penulis diketahui bahwa insomnia yang dialami mahasiswa universitas swasta di kota Surakarta dikarenakan pergaulan yang cenderung menyukai bergadang pada malam hari. Selain itu, tidak diberlakukannya jam wajib belajar bagi masyarakat di sekitar kos universitas swasta di kota Surakarta serta rendahnya pengawasan dari induk semang dan masyarakat sekitar menjadi salah satu faktor yang mendukung kegiatan malam dilingkungan sekitar kos universitas swasta di kota Surakarta. 2. Deskripsi Informan Penelitian Penelitian ini menggali data dengan sumber sebanyak 3 mahasiswa yaitu mahasiswa yang mengidap insomnia. Dalam penelitian ini, yang menjadi informan adalah teman kelas informan dan satu teman kos yang mengenal informan lebih jauh. Informan tersebut diperoleh informasinya melalui key informan. a. Key Informan Key informan dalam penelitian ini sebanyak tiga orang. Ketiga key informan ini adalah informan RA, PDA, dan YS. Berikut deskripsi profil mahasiswa yang mengalami insomnia yang menjadi informan dalam penelitian, yaitu: 1) Key Informan RDH RDH berusia 24 tahun berjenis kelamin laki-laki dan masih terdaftar sebagai mahasiswa. RDH dalam kesehariannya suka bermain di lingkungan kos RA. RDH mengenal RA dari KA yang satu tempat
62
tinggal dengan RA. Melalui KA RDH mengetahui informasi bahwa RA adalah mahasiswa yang mengalami insomnia yang berdampak pada perilaku belajarnya. 2) Key Informan VN VN berjenis kelamin perempuan dan berusia 21 tahun. VN mengenalkan peneliti kepada informan PDA. VN mengetahui jika PDA mengidap insomnia karena beberapa kali PDA menelpon VN dan mengutarakan permasalahan yang dialaminya. Salah satunya adalah masalah insomnia. 3) Key Informan NGR NGR adalah mahasiswa universitas swasta di kota Surakarta program S2. NGR berjenis kelamin perempuan dan berusia 30 tahun. NGR mengetahui jika YS adalah yang mengalami insomnia berdasarkan informasi dari IND selaku ketua kelas tempat YS kuliah. Adapun identitas key informan dalam penelitian ini dijelaskan pada tabel 3 berikut: Tabel 3. Identitas Informan No
Informan
Nama Informan
Jenis Kelamin
Usia (Tahun)
1
RA
RDH
Laki-laki
24
2
PDA
VN
Perempuan
21
3
YS
NGR
Perempuan
30
b. Informan Penelitian Semua data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari informan yang berjumlah 3 orang. Informan yang ada dalam penelitian 63
ini merupakan mahasiswa universitas swasta di kota Surakarta yang mengidap insomnia. Mahasiswa yang mengalami insomnia tersebut didapatkan berdasarkan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tersebut meliputi mahasiswa yang memasuki tahap dewasa awal, mengalami insomnia setiap malam, dan bersedia menjadi informan penelitian. Berikut merupakan deskripsi profil mahasiswa yang mengalami insomnia yang menjadi informan dalam penelitian, yaitu: 1) Identitas Informan “RA” Mahasiswa
berinisial
“RA”
berjenis
kelamin
laki-laki,
merupakan mahasiswa universitas swasta di kota Surakarta jurusan Teknik Informatika dan mengidap insomnia. Berdasarkan hasil informasi yang dihimpun informan “RA” mengidap insomnia dikarenakan faktor stress. Insomnia dialami oleh informan “RA” semenjak masih kelas dua SMA. Informan “RA” tidak bisa tidur setiap hari meskipun mengantuk sekalipun. Biasanya informan “RA” dapat tertidur setelah dua sampai tiga hari sekali. Informan “RA” pernah melakukan pemeriksaan medis ke psikolog di daerah UMS dan dinyatakan sebagai yang mengalami insomnia karena stress. Informan “RA” juga pernah mencoba mengobati sendiri insomnia yang diderita dengan minum obat tidur CTM, obat warung seperti lelap, juga obat tidur cair yang dibeli di apotik, akan tetapi tetap tidak bisa tertidur. 2) Identitas Informan “PDA” Mahasiswa berinisial “PDA” berjenis kelamin laki-laki, merupakan mahasiswa universitas swasta di kota Surakarta jurusan 64
komunikasi (broadcasting) dan mengalami insomnia semenjak memasuki bangku perkuliahan. Berdasarkan hasil informasi yang dihimpun informan “PDA” mengidap insomnia dikarenakan faktor pergaulan yang membiasakan diri keluar pada malam hari bersama teman-temannya. Informan “PDA” bisa tertidur setiap harinya akan tetapi ketika sudah pagi hari dan hanya 2-3 jam setiap harinya. Informan “PDA” belum pernah memeriksakan diri ke dokter dan belum pernah juga mencoba mengobati insomnia yang di alami karena takut ketergantungan. Informan “PDA” hanya melakukan konsultasi dengan teman informan yang tercatat sebagai mahasiswa kedokteran dan masih Koas. 3) Identitas Informan “YS” Mahasiswa
berinisial
“YS”
berjenis
kelamin
laki-laki,
merupakan mahasiswa S2 universitas swasta di kota Surakarta jurusan Ekonomi dan mengidap insomnia. Berdasarkan hasil informasi yang dihimpun informan “YS” mengidap insomnia sejak tahun 2007 hingga tahun 2016. Informan “YS” mengalami insomnia berawal dari kurangnya perhatian orang tua karena ibunya meninggal dunia dan ayahnya menikah lagi. Ibu sambung informan “YS” dianggap “YS” sebagai masalah karena setelah menikah dengan ayahnya, ibu sambung tersebut mengatur segala hal sampai ke kehidupan pribadi “YS”. Kondisi ini membuat “YS” kurang nyaman dan merasakan kasih sayang yang berbeda dari kasih sayang ibu kandung “YS”.
65
Setiap hari terjadi pertengkran di rumah dan membuat YS dan adikadik selalu disalahkan oleh ayahnya akibat pegaduan ibu sambungnya. Informan “YS” mulai mengalami stress dan melarikan diri dengan mengkonsumsi minuman keras hingga terjerumus narkoba dan mulai mengalami insomnia. Lambat laun insomnia informan “YS” tidak kunjung sembuh, dan menjadikan informan “YS” menjadi orang depresi, mudah panik, ragu-ragu mengambil keputusan, suka menyendiri, dan sulit berkomunikasi dengan orang baru. Informan “YS” hingga saat ini masih tercatat sebagai pasien RS Kustati di Solo. Selama pengobatan disana, informan “YS” mengobati insomnia sekaligus depresi dan diberi obat “sentralin” sebagai obat anti depresi, obat “alprazolam” sebagai obat penenang atau agar tidak panik, dan obat “clozapine” sebagai obat tidur. Sejak mengkonsumsi obat tersebut, informan “YS” bisa tidur dengan nyenyak, akan tetapi dokter yang merawat sedang mengurangi dosis yang diberikan supaya informan “YS” tidak mengalami ketegantungan terhadap obat-obatan tersebut. Adapun identitas informan penelitian dalam penelitian ini dijelaskan pada tabel 4 berikut:
66
Tabel 4. Identitas Informan Penelitian Pertimbangan Menjadi Sampel No
Nama
Jenis Kelamin
Usia
1. 2. 3.
RA PDA YS
Laki-laki Laki-laki Laki-laki
22 tahun 22 tahun 27 tahun
Mahasiswa tahap dewasa awal
Mengalami insomnia setiap malam
Bersedia menjadi informan penelitian
c. Informan Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan 5 informan yaitu temanteman informan. Berikut identitas kelima informan yang merupakan teman dari informan: 1. KA KA berusia 24 tahun. Mengenal RA sejak tinggal di kos yang sama. 2. NA NA berjenis kelamin laki-laki dan berusia 22 tahun. NA mengenal RA sedari masuk bangku perkuliahan dan satu kelas. 3. RO RO berusia 22 tahun. Mengenal PDA sejak tinggal di kos yang sama. 4. DW DW berusia 22 tahun. Mengenal PDA semenjak memasuki bangku perkuliahan dan satu kelas. 5. IND IND berjenis kelamin perempuan berusia 26 tahun. Mengenal YS sedari SMP hingga memasuki bangku perkuliahan hingga YS
67
melanjutkan S2. IND merupakan orang terdekat YS yang mengetahui tentang insomnia yang dialami informan YS. Ke lima informan di atas mengetahui banyak tentang insomnia yang dialami masing-masing informan penelitian, sehingga dapat dijadikan peneliti sebagai triangulasi sumber dan metode. Adapun penggambaran dari informan tersebut diuraiakan melalui tabel sebagai berikut. Tabel 5. Identitas Informan Penelitian No 1. 2. 3. 4. 5.
Informan RA PDA YS
Informan
Jenis Kelamin
Usia
KA NA RO DW
Laki-Laki Laki-Laki Laki-Laki Laki-Laki
24 22 22 22
IND
Perempuan
26
3. Kronologi Informan sebagai Mahasiswa Yang mengalami Insomnia Berikut adalah kronologi informan sebagai mahasiswa yang mengalami insomnia dalam penelitian ini. Kronologi informan sebagai mahasiswa yang mengalami insomnia di sajikan oleh peneliti untuk menggambarkan riwayat masing-masing informan dapat memiliki insomnia. Adapun penggambarannya sebagai berikut: a. Kronologi Informan “RA” Mengidap Insomnia Berdasarkan hasil wawancara dengan informan “RA” diketahui bahwa informan “RA” mengalami insomnia sejak kelas 2 SMA. Informan “RA” tidak dapat tertidur meskipun sangat mengantuk. Informan “RA” dapat tertidur dua sampai tiga hari sekali. Hal ini senada
68
dengan ungkapan informan pada saat wawancara berlangsung. Informan “RA” menyatakan bahwa: “Saya insomnia sejak SMA kelas 2. Awalnya stress, saya lalu lari ke pergaulan bebas dan berlanjut hingga insomnia. Sekarang saya sudah kuliah semester 9. Insomnia yang saya alami yaitu susah untuk tidur, sekalipun mengantuk saya susah untuk tidur. Bahkan saya itu tidurnya tidak setiap hari. Bisa dua atau tiga hari sekali baru bisa tidur, namun terkadang juga saya tidur saat pagi hari, namun malam saya tidak bisa tidur”. (Hasil Wawancara 18 Juli 2016) Informan “RA” mengalami insomnia karena faktor stress dan mengalihkan stresnya dengan mengikuti pergaulan bebas teman-teman sebaya yang selalu melalukan kegiatan seperti mabuk, nongkrong, ngopi, dan sekedar ngobrol dari sore hari hingga pagi hari. Kondisi itu terjadi saat informan masih SMA dan tinggal dengan orang tua. Pada saat itu terjadi informan merasa tidak ada masalah karena ada orang tua yang ikut andil dalam mengurus keperluan informan. Kondisi ini berlangsung lama dan menjadi kebiasaan hingga tanpa sadar informan mengidap insomnia. Setelah lulus SMA kondisi ini pun tidak serta merta berkurang justru menjadi-jadi. Semenjak informan kuliah di universitas swasta di kota Surakarta dan bertempat tinggal jauh dari orang tua (kos) menyebabkan informan mengkonsumsi obat-obatan dan minuman keras dengan teman-temannya tanpa ada yang mengontrol. Kondisi ini menjadi kebiasaan baru bagi informan dimana informan rutin melakukan kegiatan pergi sore hari dan pulang pagi atau siang hari. Hal ini senada dengan hasil wawancara dengan informan “RA” yang menyatakan bahwa:
69
“Saya melakukan kegiatan malam saya setiap hari. Hal itu menjadi kebiasaan. Karena waktu itu masih sekolah dan sekolahnya dekat dengan rumah jadi saya tidak kos, sehingga orang tua masih mengurus saya, misalkan dibangunkan pagi untuk ke sekolah, walau mengantuk dan di kelas suka tidur, saya masih bisa mengikuti pelajarannya, meskipun dengan menyontek teman misalkan. Setelah kuliah pergaulan semakin tidak terkendali, semakin bebas juga karena jauh dari orang tua”. (Hasil Wawancara 18 Juli 2016) Kebiasaan baru informan semenjak tidak tinggal satu atap dengan orang tua tanpa disadari membawa dampak negatif tersendiri. Informan “RA” mulai mengkonsumsi narkoba dan pada akhirnya kecanduan. Dampak negatif lainnya selain kecanduan adalah informan “RA” merasa jika kecanduannya mengkonsumsi narkoba membuat informan kesulitan untuk tidur karena jenis narkoba yang dikonsumsi justru mampu membuat informan bertahan atau terjaga hingga berhari-hari. Berikut penuturannya: “Saya mulai kenal dengan obat- obatan dan memakai narkoba. Saya hanya penasaran awalnya, dan saya juga ingin menghilangkan stress. Namun saya menjadi ketagihan, dan saya memakai narkoba sangat sering, bisa seminggu dua atau tiga kali. Dan karena narkoba tersebut saya semakin tidak bisa tidur. Saya tidak punya rasa kantuk, bahkan saya tidak tidur selama tiga hari, sama sekali tidak tidur. Pernah juga karena terlalu banyak dosis, saya malah tidak tidur selama dua minggu, bisa tidur mungkin hanya 5 menit atau 10 menit. Saya mengkonsumsi obat-obatan selama 1,5 tahun. Saya mendapatkannya dari teman saya yang juga pemakai sekaligus pengedar”. (Hasil Wawancara 18 Juli 2016) Informan “RA” mengalami insomnia selain karena pergaulan bebas juga disebabkan kekurangan perhatian dari keluarga. Informan merasa kekurangan kasih sayang dari keluarga dan orang tua. Kondisi ini diperburuk dengan kondisi informan yang kos sehingga membuat orang
70
tua dan keluarga jarang memberikan perhatian kepada informan meskipun hanya sekedar untuk menelepon, mengirim pesan singkat, mengunjungi informan atau sekedar menyakan kabar kapan informan pulang kerumah. Orang tua informan mempunyai anggapan bahwa anak laki-laki tidak perlu terlalu dikhawatirkan karena mampu menjaga dirinya sendiri. Persepsi tersebut ternyata dimaknai lain oleh informan “RA”. Informan merasa diabaikan dan tidak diperhatian karena informan sebagai anak laki-laki dianggap mampu menjaga diri dibandingkan dengan saudara perempuannya. Berikut penuturannya: “Selain pergaulan bebas, saya juga ada masalah keluarga yang membuat saya depresi dan menjadikan saya gelisah, tidak tenang, banyak pikiram, sehingga insomnia saya semakin menjadi-jadi. Jadi, orang tua saya tidak begitu peduli dengan saya, karena saya anak laki–laki dan dianggap sudah dewasa maka mereka semakin acuh. Padahal sebagai anak, saya juga ingin diperhatiikan orang tua walau saya sudah dewasa dan sebagai laki-laki. Minimal orang tua menanyakan bagaimana keadaan saya, kapan pulang kerumah, seperti itu saja saya sudah senang, namun orang tua saya tidak pernah menanyakan seperti itu. Apalagi ketika saya kos, orang tua semakin tidak peduli semakin saya merasa tidak disayangi dan hal itu menjadi pikiran saya. Orang tua saya seperti itu bukan karena sibuk, ibu saya guru SD ayah saya wiraswasta, jadi kesibukan mereka masih wajar, namun orang tua saya itu punya persepsi bahwa anak laki-laki bisa menjaga diri”. (Hasil Wawancara 18 Juli 2016) Hal ini sejalan dengan hasil wawancara pada berikut penuturan informan “KA” yang menyatakan bahwa: “RA sangat kasihan karena tidak dapat tidur meskipun dia merasa mengantuk. RA mengalami semua itu sebetulnya hanya karena kurang kasih sayang saja. RA mencoba mencari kasih sayang di luar rumah dengan mengikuti pergaulan bebas dan terjerumus narkoba. Kondisi ini tidak membuat RA sembuh justru memperparah insomnia RA. RA pernah terjaga selama 2 sampai 3 hari”. (Hasil Wawancara 26 Juli 2016) 71
Informan “KA” diketahui sebagai teman kos informan “RA”. Diantara seluruh teman kos informan “KA” merupakan teman yang paling dekat dengan RA. Selain itu, informan “KA” juga merupakan teman sekampus dan sekelas informan “RA”. “KA” merupakan orang yang paling dekat dengan RA dari awal perkuliahan hingga semester 9. Dalam wawancaranya informan “KA” juga menjelaskan bahwa: “RA itu insomnianya sudah parah dan sangat mengganggu aktivitas belajarnya. Seluruh kegiatan belajarnya berantakan dan menjadi tidak termotivasi untuk melanjutkan perkuliahan. RA bisa insomnia karena pergaulan bebas dan kurang kasih sayang dari orang tuanya”. (Hasil Wawancara 28 Juli 2016) Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa informan “RA” mengalami insomnia sejak kelas 2 SMA dan berlanjut saat informan memasuki jenjang perkuliahan hingga semester 9 saat ini. Awal mulanya kondisi ini terjadi ketika informan mulai merasa stress diabaikan oleh orang tua dan munculnya anggapan orang tua informan bahwa sebagai anak laki-laki mampu menjaga diri sendiri sehingga tidak perlu lagi perhatian dari orang tua. Kondisi ini membuat informan stress dan mencoba mencari pengalihan kasih sayang melalui pergaulan bebas informan. Pergaulan bebas tersebut dilakukan pada sore hari dan pulang pagi hari. Kondisi ini diperparah dengan kondisi informan yang tidak tinggal satu atap dengan orang tua sehingga pergaulan bebas pun menjadi-jadi. Tidak hanya sekedar nongkrong akan tetapi informan sudah berani mencoba mengkonsumsi narkoba dan akhirnya kecanduan. Kondisi ini justru memperburuk insomnia informan karena narkoba 72
tersebut justru mampu membuat informan bertahan hingga berhari-hari tanpa tertidur. b. Kronologi Informan “PDA” Mengidap Insomnia Insomnia yang dialami PDA semenjak perkuliahan dimulai, akan tetapi PDA belum pernah melakukan pemeriksaan secara langsung ke dokter hanya berkonsultasi saja ke teman kuliahnya yang tercatat sebagai mahasiswa kedokteran dan masih Koas. Gejala yang dialami oleh PDA adalah kesulitan tidur dimalam hari dan dapat tertidur menjelang pagi hari serta tidur yang dirasakan tidak berkualitas. Hal yang dirasakan PDA adalah ketika tidurnya tidak nyenyak sehingga setelah bangun badan terasa pegal-pegal dan lemas. Hasil wawancara dengan informan “PDA” menuturkan bahwa: “Saya mengalami insomnia sejak perkuliahan di mulai”. (Hasil Wawancara 01 Agustus 2016) Informan “PDA” menambahkan dalam wawancaranya bahwa: “Saya susah tidur di malam hari, dan jika bisa tidur itu di pagi hari, itupun tidurnya tidak berkualitas, karena sering terbangun dan tidak nyenyak. Kalaupun bisa tidur, tetap saja saya merasa kurang tidur, masih tidak enak badannya, pegal-pegal, dan lemas”. (Hasil Wawancara 01 Agustus 2016) Lebih lanjut informan “PDA” menjelaskan bahwa: “Saya belum pernah periksa, namun saya pernah konsultasi dengan teman saya di fakultas psikologi tentang hal-hal yang saya alami dan dia mengatakan jika saya termasuk seseorang yang mengalami insomnia”. (Hasil Wawancara 01 Agustus 2016) Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa informan “PDA” mengalami insomnia semenjak memasuki bangku
73
perkuliahan. Informan “PDA” mengidap insomnia dikarenakan faktor pergaulan yang membiasakan diri keluar pada malam hari bersama teman-temannya. Informan “PDA” bisa tertidur setiap harinya akan tetapi ketika sudah pagi hari dan hanya 2-3 jam setiap harinya. Informan “PDA” belum pernah memeriksakan diri ke dokter dan belum pernah juga mencoba mengobati insomnia yang di alami karena takut ketergantungan. c. Kronologi Informan “YS” Mengidap Insomnia YS adalah mahasiswa S2 jurusan ekonomi. Berbeda dengan kedua informan lainnya informan YS merupakan informan yang paling lama mengidap insomnia dan akut. Informan YS mengalami insomnia semenjak
9
tahun
lalu
dikarenakan
faktor
keluarga.
Berikut
penuturannya: “Saya mengalami insomnia sudah 9 tahun sejak tahun 2007 sampai tahun 2016”. (Hasil Wawancara, 14 Agustus 2016) YS mengalami insomnia setelah ibu YS meninggal dunia dan ayah YS menikah kembali. Sebetulnya ini bukan menjadi permasalahan bagi YS. Permasalahan muncul ketika ibu sambung YS mulai mengatur YS dan selalu melaporkan ke ayahnya dan membuat ayah YS marah sehingga memicu pertengkaran dirumah. Kondisi ini membuat YS stress, sedih tertekan, dan komunikasi dengan ayah YS juga berjalan tidak baik. Berikut penuturannya: “Saya mengalami insomnia setelah ibu meninggal dunia dan ayah menikah kembali. Stres, tekanan, emosi dan depresi merupakan
74
salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya insomnia”. (Hasil Wawancara 14 Agustus 2016) Mengatasi kondisi tersebut tentunya tidak mudah bagi YS. Awal mula YS tidak menyangka jika mengidap insomnia. Cara YS mengatasi kesulitan tidurnya dalah dengan mengkonsumsi obat tidur tanpa anjuran dokter. Kondisi tersebut informan YS lalukan selama kurang lebih 3 tahun. Mengingat lamanya waktu dan belum ada perubahan akhirnya informan YS memutuskan untuk berobat ke dokter syaraf. Obat yang diberikan pada dokter syaraf memang memberikan efek yang berbeda dibanding obat tidur yang digunakan sebelumnya. Waktu tidur YS relatif lebih lama akan tetapi YS hanya bisa tertidur pada dini hari. Obat tersebut juga menyebabkan YS mengalami ketergantungan dan dosis yang diminum pun lambat laun meningkat karena sudah tidak memberikan efek kepada YS. Berikut penuturannya: “Awalnya saya susah tidur lalu mengobati sendiri seperti minum obat tidur biasa yang dijual bebas. Namun sudah banyak obat yang saya coba namun tidak ada efeknya sama sekali. Itu saya lakukan selama 3 tahun yaitu pada tahun 2007 – 2010. Karena tidak ada efek atau perubahan sama sekali, saya kemudian periksa ke dokter syaraf. Saya diberi obat “diasepam” . sejak diberi obat tersebut saya bisa tidur dan nyenyak tidurnya. Kuantitas tidurnya sekitar 4 – 8 jam. Namun, saya dapat memulai tidur juga pagi sekitar subuh baru bisa tidur, kadang juga bisa normal, sehabis tengah malam sudah bisa tidur. namun, semakin lama semakin ketergantungan, dosisnya yang awalnya satu obat saja sudah membuat saya tidur, lama – lama tidak berefek, saya tidak bisa tidur lagi”. (Hasil Wawancara 14 Agustus 2016) Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa informan mengalami insomnia sudah 9 tahun sejak tahun 2007 sampai tahun 2016. Insomnia tersebut berawal dari kurangnya perhatian orang 75
tua karena ibunya meninggal dunia dan ayahnya menikah lagi. Ibu sambung informan “YS” dianggap “YS” sebagai masalah karena setelah menikah dengan ayahnya, ibu sambung tersebut mengatur segala hal sampai ke kehidupan pribadi “YS”. Kondisi ini membuat “YS” kurang nyaman dan merasakan kasih sayang yang berbeda dari kasih sayang ibu kandung “YS”. Setiap hari terjadi pertengkaran di rumah dan membuat YS dan adik-adik selalu disalahkan oleh ayahnya akibat pegaduan ibu sambungnya. Informan “YS” mulai mengalami stress dan melarikan diri ke pergaulan bebas hingga terjerumus narkoba dan mulai mengalami insomnia. Lambat laun insomnia informan “YS” tidak kunjung sembuh, dan menjadikan informan “YS” menjadi orang depresi, mudah panik, ragu-ragu
mengambil
keputusan,
suka
menyendiri,
dan
sulit
berkomunikasi dengan orang baru. Informan “YS” hingga saat ini masih tercatat sebagai pasien RS Kustati di Solo. Selama pengobatan disana, informan “YS” mengobati insomnia sekaligus depresi dan diberi obat “sentralin” sebagai obat anti depresi, obat “alprazolam” sebagai obat penenang atau agar tidak panik, dan obat “clozapine” sebagai obat tidur. Sejak mengkonsumsi obat tersebut, informan “YS” bisa tidur dengan nyenyak, akan tetapi dokter yang merawat sedang mengurangi dosis yang diberikan supaya informan “YS” tidak mengalami ketegantungan terhadap obat-obatan tersebut.
76
4. Deskripsi Hasil Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab insomnia, gambaran perilaku belajar pada mahasiswa yang mengalami insomnia, faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku belajar pada mahasiswa yang mengalami insomnia, dan dampak yang ditimbulkan insomnia terhadap perilaku belajar pada mahasiswa yang mengalami insomnia. Oleh karena itu,
dalam
penelitian ini perlu diketahui latar
belakang informan menjadi yang mengalami insomnia. Adapun uraiannya sebagai berikut. a. Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Terjadinya Insomnia Berdasarkan hasil wawancara terhadap informan “RA” diketahui bahwa banyak faktor yang menyebabkan terjadinya insomnia diantaranya faktor lingkungan keluarga, dan faktor lingkungan pergaulan. Hasil wawancara dengan informan “RA” menyatakan bahwa: “Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya insomna diantaranya faktor lingkungan keluarga, dan faktor lingkungan pergaulan”. (Hasil Wawancara 20 Juli 2016) Informan RA menjelaskan bahwa faktor utama dan faktor dominan penyebab insomnia adalah faktor keluarga. Kurangnya perhatian dan kasih sayang dari anggota keluarga terutama ayah dan ibu membuat RA tidak yakin dalam menjalani kehidupannya. Perasaan diabaikan, di telantarkan, tidak dihiraukan menjadi alasan utama RA bergadang kesana-kemari setiap malam tanpa ada tujuan yang jelas. Selain itu, tidak adanya respon keluarga terhadap perkuliahan RA membuat RA juga
77
semakin tidak terkendali untuk membolos kuliah dan hampir tidak pernah mengikuti kegiatan perkuliahan. Kegiatan yang justru diikuti RA adalah berkumpul setiap malam, terjerumus ke dalam narkoba, dan insomnia. Kegiatan bergadang RA ini biasa dilakukan di kos maupun ditempattempat yang disepakati oleh RA dan teman-teman. Lemahnya pengawasan di kos juga dimanfaatkan oleh sebagian anak kos untuk membuat acara kumpul-kumpul hingga pagi. Berikut penuturannya: “Tidak hanya itu faktor dianggap mempengaruhi insomnia adalah faktor lingkungan khususnya lingkungan keluarga. Hal ini dikarenakan orang tua yang terlalu cuek dan mempunyai persepsi jika anak laki-laki tidak harus dikhawatirkan ternyata membuat saya menjadi hilang arah karena tidak ada sosok yang mengingatkan, memarahi, dan mengarahkan. Berawal dari sini saya bertemu dengan teman-teman yang waktu itu saya anggap dapat mengerti situasi dan kondisi yang saya alami. Akan tetapi ternyata dampak pergaulan bebas tersebut banyak. Diantaranya adalah terjerumus narkoba, dan insomnia”. (Hasil Wawancara 20 Juli 2016) Informan “RA” menambahkan bahwa: “Selain itu, lingkungan sekitar kos saya juga tidak peduli dengan aktivitas anak kos. Baik induk semang maupun para aparat desa membiarkan acara kos-kosan hingga larut malam setiap harinya tanpa ada teguran lisan maupun tertulis”. (Hasil Wawancara 20 Juli 2016) Banyaknya faktor yang memicu insomnia salah satunya akibat salah memilih teman dalam bergaul. Aktivitas malam yang seharusnya menjadi waktu untuk beristirahat justru dijadikan sebagai waktu untuk melakukan aktivitas lain seperti bergadang. Tidak hanya berhenti pada bergadang saja, yang membuat anak muda betah melakoni aktivitas malam adalah karena selain bergadang hal lain seperti minum minuman
78
keras, narkoba, berjudi, ngopi dan merokok juga menjadi rutinitas setiap malamnya. Hal ini senada dengan penuturan PDA bahwa: “Faktor – faktor yang mempengaruhi saya menjadi insomnia itu yang pertama karena pergaulan atau bisa dibilang gaya hidup. Biasanya malam saat saya berkumpul dengan teman – teman yang dilakukan adalah begadang sampai pagi. Aktivitas saat bergadang biasanya minum minuman keras, narkoba, berjudi, sekedar ngopi dan merokok”. (Hasil Wawancara 02 Agustus 2016) Informan PDA juga mengalami insomnia setelah mengkonsumsi narkoba. Hal ini dikarenakan pola konsumsi narkoba yang relatif sering dan narkoba tersebut memberikan efek yang mampu membuat pengguna terjaga selama berjam-jam hingga berhari-hari. Informan “PDA” menuturkan bahwa: “Faktor kedua yang menyebabkan menjadi insomnia adalah faktor gaya hidup yang mencoba ikut-ikutan teman mengkonsumsi narkoba. Pola konsumsi yang relatif sering setiap minggu antara 34 kali pemakaian menyebabkan saya tetap terjaga meskipun badan sudah sangat lelah. Saat ini saya sudah tidak mengkonsumsi narkoba lagi, akan tetapi kebiasan dan gaya hidup tetap membuat saya menjadi seorang insomnia”. (Hasil Wawancara 02 Agustus 2016) Selain itu, faktor lainnya yang membuat PDA mengalami insomnia adalah karena faktor stress. Berdasarkan informasi yang dihimpun peneliti diketahui bahwa PDA stress diakibatkan tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas dalam kuliahnya dan memiliki IPK yang rendah. Informan PDA menuturkan bahwa: “Faktor ketiga yang menyebabkan menjadi insomnia adalah karena faktor stress. Stressnya itu karena tugas saya menumpuk sedangkan saya tidak pernah mengerjakan tugas. Hal ini dikarenakan tugasnya susah, saya tidak paham, sehingga saya menjadi malas dan tidak niat. Disamping itu nilai IPK saya itu jelek, rendah, dan saya hanya
79
diijinkan mengambil beberapa SKS saja, hal ini membuat saya semakin malas saja”. (Hasil Wawancara 02 Agustus 2016) Selain tugas kuliah yang menumpuk skripsi juga menjadi faktor penentu stress informan PDA. Informan PDA mengalihkan stress tersebut dengan cara mengikuti pergaulan malam dengan temantemannya hingga berujung insomnia. Informan “PDA” menuturkan bahwa: “Saya juga sedang menyusun skripsi, itu semakin membuat saya stress lalu memicu insomnia saya, jadinya skripsi juga terbengkalai, sampai saat ini skripsi saya belum berkembang. Stress akademik seperti ini semakin memicu saya untuk berusaha lari dari tanggungjawab saya sebagai mahasiswa dan memilih hura-hura dengan teman-teman”. (Hasil Wawancara 02 Agustus 2016) Selain faktor keluarga menurut informan faktor lingkungan juga menjadi faktor yang dianggap mendukung kegiatan aktivitas malam anak kos secara tidak langsung. Lemahnya pengawasan aparat setempat dan induk semang menyebabkan aktivitas tersebut berlanjut setiap malam tanpa ada teguran baik lisan maupun tertulis. Berikut penuturannya: “Begitu juga dengan lingkungan masyarakat, saya disini sewa rumah bersama teman-teman. Tidak ada aturan yang mengikat dari pihak induk semang maupun aparat setempat. Kondisi seperti ini sangat menguntungkan bagi saya dan teman-teman dan membuat insomnia saya menjadi-jadi. Akan tetapi berbeda dengan lingkungan kampus, teman-teman dikampus justru menjadi sosok yang mendukung kegiatan malam saya dan justru menganjurkan untuk tidak masuk kuliah. Pada akhirnya saya lebih terbujuk ajakan teman dengan mulai mengikuti pola hidup teman hingga sekarang dan saya insomnia.” (Hasil Wawancara 02 Agustus 2016) Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya insomnia berdasarkan hasil wawancara dengan informan “YS” menyatakan bahwa:
80
“Awalnya yang membuat saya menjadi insomnia yaitu karena saya stress lalu saya lari ke narkoba, alhasil saya kecanduan narkoba. Temen saya ada yang makai narkoba lalu saya ikut- ikutan karena katanya narkoba itu menyelesaikan masalah. Sejak saya menggunakan narkoba, saya jadi susah tidur, karena pengaruhnya yang begitu kuat membuat saya melek terus”. (Hasil Wawancara 18 Agustus 2016) Faktor kedua yang dianggap YS memicu terjadinya insomnia adalah faktor keluarga. Belum adanya kesiapan dalam menerima ibu sambung dan keluarga barunya membuat YS menjadi terketan, bahkan depresi
dan membuat
YS mengalami
kesulitan tidur. Berikut
penuturanya: “Faktor kedua yang menyebabkan terjadi insomnia adalah faktor keluarga. Setelah ibu meninggal dunia dan ayah menikah lagi semuanya berubah total. Ayah yang dulu perhatian menjadi pemarah dan cuek dengan anak-anak. Selain itu, ibu tiri juga tidak terlalu menghiraukan saya dan adik-adik. Setiap hari adanya hanya bertengkar, suasana di rumah menjadi tidak nyaman dan anak-anak menjadi sosok yang disalahkan ketika pertengkaran terjadi”. (Hasil Wawancara 18 Agustus 2016) Informan “YS” menambahkan bahwa: “Lingkungan keluarga sangat berpengaruh, karena sumber masalah saya terletak pada mereka, mereka yang egois, cuek, dan tidak peduli dengan saya, menjadikan saya stress lalu insomnia dan depresi sehingga belajar saya kacau seperti ini, lingkungan kampus orangnya individual, tidak menyemangati, karena saya orangnya juga tertutup dan pendiam, suka menyendiri. Namun ada pacar saya yang satu kampus namun beda kelas, jadi dia cukup membantu saya, cukup menyemangati saya. Saya tidak ada teman dekat selain dia”. (Hasil Wawancara 18 Agustus 2016) Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa pada informan “RA” faktor yang menyebabkan terjadinya insomnia diantaranya faktor lingkungan keluarga, dan faktor lingkungan pergaulan. Faktor lingkungan keluarga disebabkan oleh kondisi keluarga yang cuek 81
dan tidak memperhatikan RA. Pada faktor lingkungan pergaulan RA bergaul dengan teman-teman yang mempunyai pergaulan bebas. Hal ini menyebabkan RA selalu pergi sore dan pulang pagi. Dampak jangka panjangnya adalah insomnia dan terjerumus narkoba. Selain itu, kondisi lingkungan sekitar kos RA juga terkesan tidak peduli dan membiarkan adanya jam malam di kos-kosan tanpa diberi teguran atau peringatan. Pada informan “PDA” adalah faktor pergaulan bebas yang melakukan kebiasaan pergi malam pulang pagi, faktor konsumsi narkoba dan minuman keras yang membuat PDA terjaga berhari-hari, faktor lingkungan tempat tinggal yang jauh dari orang tua sehingga tidak mendapatkan perhatian dan pengawasan penuh serta kondisi tempat tinggal di kos-kosan yang tidak ada kontrol dari induk semang dan aparat setempat sehingga PDA dan teman-teman dibolehkan melakukan aktivitas kapan pun tanpa ada batasan. Pada informan “YS” faktor yang menyebabkan terjadinya insomnia informan “YS” adalah faktor keluarga karena ayah menikah lagi setelah ibunya YS meninggal, stress, depresi, faktor konsumsi narkoba dan minuman keras. b. Perilaku Belajar Mahasiswa Sebagai Penderita Insomnia Perilaku belajar dapat diartikan sebagai sebuah aktivitas dalam belajar. Perilaku belajar dapat juga diartikan kecenderungan perilaku seseorang tatkala ia mempelajari hal-hal yang bersifat akademik. Adanya insomnia yang dialami oleh mahasiswa universitas swasta di kota
82
Surakarta menyebabkan perubahan-perubahan tertentu terhadap perilaku belajarnya. Insomnia adalah ketidakmampuan atau kesulitan untuk tidur. Kesulitan tidur ini bisa menyangkut kurun waktu (kuantitas) atau kelelapan (kualitas) tidur. Penderita insomnia sering mengeluh tidak bisa tidur, kurang lama tidur, tidur dengan mimpi yang menakutkan, dan merasa kesehatannya terganggu. Penderita insomnia tidak dapat tidur pulas walaupun diberi kesempatan tidur sebanyak-banyaknya. Berdasarkan informasi yang diterima diketahui bahwa insomnia yang dialami informan “RA” ternyata memberikan dampak tersendiri pada perilaku belajar informan. Semenjak informan mengalami insomnia aktivitas belajar dan perkuliahan informan menjadi berantakan. Informan menjadi sosok yang tidak dapat membagi waktu antara belajar, bermain, dan kegiatan lainnya di kampus. Hal ini sejalan dengan hasil wawancara pada informan yang menyatakan bahwa: “Sejak saya insomnia, pola tidur menjadi berantakan. Aktivitas saya berantakan, tidak terjadwal. Kuliah saya jelas sangat berantakan. Aktivitas malam hari dan pulang pagi secara otomatis membuat saya malas untuk kuliah inginnya istirahat dan tertidur akan tetapi tidak bisa tidur”. (Hasil Wawancara 23 Juli 2016) Dalam wawancaranya informan “RA” menambahkan bahwa: “jika saya sedang tidak mengikuti perkuliahan waktunya saya habiskan untuk bermalas-malasan atau sekedar tiduran mengingat malam harinya saya tidak dapat tidur sama sekali”. (Hasil Wawancara 23 Juli 2016) Tidak hanya RA, adanya insomnia yang di alami informan “PDA” juga memberikan pengaruh tersendiri dalam perilaku belajarnya. Salah satunya adalah selama dua semester tidak pernah mengikuti kegiatan 83
perkuliahan, hingga saat ini PDA sudah mulai mengerjakan skripsi dan nihil karena PDA sudah tidak aktif lagi di kampus. Berdasarkan informasi melalui wawancara dengan informan “PDA” menyatakan bahwa: “Insomnia mengganggu aktivitas belajar saya. Saya jadi malas kuliah, apalagi semester 8 sampai semester 10, sudah tidak pernah kuliah sama sekali. Tugas skripsi juga terabaikan, dan ada mata kuliah yang megulang saya juga tidak dapat optimal”. (Hasil Wawancara 05 Agustus 2016) Dalam wawancaranya informan “PDA” menambahkan bahwa: “jika sedang tidak mengikuti perkuliahan saya lebih banyak kumpul dengan teman-teman di kos hanya untuk berkumpul atau sekedar bermain gitar”. (Hasil Wawancara 05 Agustus 2016) Insomnia juga memberikan andil dalam mempegaruhi perilaku belajar “YS”. Berdasarkan informasi melalui wawancara dengan informan “YS” menyatakan bahwa: “Insomnia sangat mengganggu konsentrasi belajar saya. Karena siklus tidur terbalik, siang jadi malam, malam jadi siang. Jarang sekali bisa kuliah pagi. Karena lebih seringnya saya tidur di pagi hari. Bisa kuliah paling jam kuliah diatas jam10. Karena saya bisa tidur itu subuh, bangunnya jam 10 atau jam 12 siang. Setiap kuliah saya tidak fokus, dan mengantuk, makanya apa saja yang dijelaskan dosen, saya tidak bisa menangkap. Jadi, saya memilih membaca materi atau mempelajari materi di buku atau internet dan saya baca sendiri di malam hari saat saya tidak bisa tidur. Hasilnya tentu tidak maksimal karena saya belajarnya otodidak dengan pemahaman saya sendiri melalui apa yang saya baca, bukan dari penjelasan dosen yang tentunya lebih memahamkan”. (Hasil Wawancara 19 Agustus 2016) Dalam wawancaranya informan “YS” menambahkan bahwa: “jika saya sedang tidak mengikuti perkuliahan waktunya saya habiskan untuk membaca buku karena saya merasa banyak ketinggalan materi dengan teman-teman yang lain”. (Hasil Wawancara 19 Agustus 2016)
84
Berdasarkan informasi yang dihimpun diketahui bahwa informan “RA”, “PDA”, dan “YS” pernah memaksakan untuk kuliah akan tetapi tidak berhasil karena ketiga informan tersebut tidak mampu konsentrasi, tidak fokus, mengantuk, dan berbagai macam penjelasan dosen tentang materi perkuliahan tidak dapat dipahami dengan baik. Kondisi ini membuat informan beranggapan bahwa informan tidak perlu lagi datang kuliah karena hanya akan sia-sia, buang-buang waktu, dan informan juga merasa kesulitan memahami materi perkuliahan. Hal ini sejalan dengan wawancara informan “RA” yang menyatakan bahwa: “Saya malas kuliah karena buang-buang waktu saja dan saya juga kesulitan memahami materi dari dosen. Pernah satu ketika saat saya sedang mengkonsumsi narkoba dan narkoba tersebut membuat saya terjaga berhari-hari, saya termotivasi untuk aktif mengikuti perkuliahan namun tidak mampu konsentrasi, tidak fokus, mengantuk, dan berbagai macam penjelasan dosen tentang materi perkuliahan tidak dapat saya pahami dengan baik. Kondisi ini membuat saya malas dan lebih menyukai aktivitas malam hari bersama teman-teman saya”. (Hasil Wawancara 19 Agustus 2016) Hal senada juga diungkapkan oleh informan NA yang menyatakan bahwa: “RA kalau di kelas, waktu dia masuk kuliah biasanya dia mengantuk, matanya merah, lesu itu seperti orang tidak sehat, matanya sembab dan tidak fresh”. (Hasil Wawancara 28 Juli 2016) Informan “KA” sebagai teman kos informan “RA” menjelaskan bahwa: “RA memiliki perilaku belajar yang tidak baik. Hampir setiap hari saya melihat RA di kos tanpa pernah ada aktivitas yang mebilabtkan diri dalam kegiatan perkuliahan”. (Hasil Wawancara 26 Juli 2016)
85
Hal senada juga diungkapkan oleh informan NA. Dalam wawancaranya informan “NA” juga menjelaskan bahwa: “RA jarang ke kampus, kata RA malas, badan tidak fit, dan mengantuk meskipun tidak bisa tertidur”. (Hasil Wawancara 28 Juli 2016) Informan “PDA” menjelaskan bahwa yang membuat PDA enggan mengikuti perkuliahan karena PDA merasa tidak fokus jika berada di ruang kuliah, mengantuk, malas, lupa, dan kurang mampu menangkap materi yang diberikan oleh dosen. Adanya insomnia juga menyebabkan PDA malas mengikuti kegiatan perkuliahan dan menyelesaikan tugas skripsi. Berikut penuturannya: “Insomnia membuat saya tidak bisa fokus mengikuti perkuliahan, ketika di kelas saya mengantuk, malas, mudah lupa, dan kurang dapat menangkap materi yang diberikan oleh dosen”. (Hasil Wawancara 05 Agustus 2016) Hal senada diungkapkan oleh informan “RO” selaku teman kos informan “PDA yang memaparkan perilaku belajar PDA selama mengalami insomnia. Informan RO menyatakan bahwa: “Kuliah PDA sekarang berantakan, PDA jarang kuliah, kalau malam begadang, pulang dan tidur pagi hari. Setahun ini malah PDA tidak kuliah. Dikos saja PDA lebih memilih tidur dari pada kuliah bareng teman-temannya”. (Hasil Wawancara 05 Agustus 2016) Ungkapan yang sama disampaikan oleh informan “DW” selaku teman kuliah PDA. DW dianggap sebagai teman yang paling dekat dengan PDA karena sejak awal perkuliahan selalu bersama-sama dengan PDA. DW menjelaskan bahwa:
86
“PDA hampir tidak pernah masuk kuliah, saya jarang bertemu dia di kampus, apalagi kalau pagi. Semester akhir – akhir juga jarang masuk, apalagi skripsinya, belum dikerjakan.” (Hasil Wawancara 12 Agustus 2016) Tidak jauh berbeda dengan kedua informan di atas, informan “YS” juga menceritakan bahwa dirinya jarang mengikuti perkuliahan dan lebih menyukai membeli buku untuk dibaca di rumah. Ungkapan informan “YS” ini sejalan dengan informasi dari Informan IND selaku teman dekat informan “YS” juga menuturkan bahwa: “YS terganggu belajarnya, dia jarang masuk kuliah terutama kuliah pagi, karena dia ngantuk biasanya, bisa tidur itu sekitar jam 4 atau 5 saat subuh, bangunnya juga siang. Jarang saya melihat dia di kampus. Kalau saya tengok ke kalsnya juga jarang sekali dia masuk. Kalau saya bangunkan dia ke kosnya, dia pasti tidak mau bangun. Susah bangunnya, dipaksa –paksa pun kadang mau tapi banyak tidak maunya. Dia juga kurang sosialisasi dengan teman – teman kampusnya, jadi kalau ketinggalan pelajaran gitu temannya juga cuek. Paling saya yang meminjamkan catatan atau minta file materi dari teman kelasnya lalu saya berikan pada dia untuk dibaca – baca. Karena dia termasuk orang yang suka baca kalau lagi ngak bisa tidur. Saya juga menemani dia cari buku mata kuliah yang diampu dosen, kan dia jarang masuk kuliah, jarang mendengarkan dosen, malah tidak masuk materinya, jadi memilih beli buku dan belajar sendiri katanya”. (Hasil Wawancara 19 Agustus 2016) Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa insomnia yang dialami oleh informan “RA” membuat aktivitas belajar dan perkuliahan informan menjadi berantakan. Informan menjadi sosok yang tidak dapat membagi waktu antara belajar, bermain, dan kegiatan lainnya di kampus. Perilaku belajar informan menjadi tidak mampu konsentrasi, tidak fokus, mengantuk, dan berbagai macam penjelasan dosen tentang materi perkuliahan tidak dapat dipahami dengan baik.
87
Pada informan “PDA” insomnia juga memberikan pengaruh terhadap perilaku belajarnya. Perilaku belajar PDA menjadi tidak terkontrol karena sudah tidak pernah mengikuti perkuliahan selama satu semester dan juga insomnia membuat PDA menjadi sosok pemalas, kurang konsentrasi, pelupa, dan tidak dapat menerima materi pembelajaran yang diberikan dosen dengan baik. Pada informan “YS” insomnia menyebabkan perilaku belajar YS menjadi berantakan. Informan YS lebih menyukai belajar sendiri dari pada mengikuti perkuliahan dosen. Informan YS juga kesulitan membagi waktu antara istirahat dengan kuliah mengingat saat malam hari informan YS terjaga hingga pagi dan saat pagi hari informan YS tertidur. c. Dampak Terjadinya Insomnia Insomnia
selain
berdampak
pada
perilaku belajar
hingga
berdampak pada kesehatan. Jika pagi hari seharusnya RA berada di kampus untuk mengikuti perkuliahan nyatanya RA lebih memilih untuk membolos kelas karena banyak keluhan selama mengidap insomnia. Keluhan tersebut seperti seluruh badan dirasa letih, lesu, lemah, lunglai, malas, tidak ada semangat untuk melakukan dan mengerjakan sesuatu. Dampak lainnya selama RA mengidap insomnia adalah penyakit asma RA menjadi sering kambuh, selain itu karena RA sebagai perokok berat RA juga mengalami batuk yang tidak kunjung sembuh dalam jangka panjang. Berikut penuturannya: “Dampaknya selama insomnia badan saya menjadi letih, lesu, lemah, lunglai, malas, tidak ada semangat. Badan rasanya pegal88
pegal, ngilu, ngantuk tapi tidak bisa tidur juga menyebabkan saya pusing. Setiap saya tidur tidak nyenyak, beberapa kali terbangun, dan tidak berkualitas tidurnya jadi rasanya tidak enak di badan, tidak karu – karuan. Penyakit asma saya juga sering kambuh, karena bergadang dan kena angin malam. Selain itu, saya menjadi perokok berat hingga sekarang sering batuk dalam jangka panjang”. (Hasil Wawancara 24 Juli 2016) Informan “RA” menambahkan bahwa: “Dampaknya lainnya adalah saya jarang masuk kuliah karena insomnia, ketinggalan materi kuliah, absen saya tidak penuh, tugas tidak saya kerjakan, banyak mata pelajaran yang tidak boleh ikut ujian, tidak mampu mengerjakan soal ujian dan IPK saya rendah”. (Hasil Wawancara 24 Juli 2016) Informan “RA” menambahkan bahwa: “Semester 1 saya mendapat IP 1,9. Terakhir ini IP saya 2,6 itu paling tinggi”. (Hasil Wawancara 24 Juli 2016) Dalam mengatasi kondisi tersebut Informan RA juga melakukan berbagai macam cara supaya insomnia yang diderita tidak berdampak lebih luas lagi diantaranya dengan melakukan olah raga. Berikut penuturannya: “Beberapa kali saya mencoba olahraga dan capek berolahraga saya jadi mengantuk dan saya bisa tidur nyenyak. Kemudian saya tidak lagi memakai narkoba, saya mengurangi alkohol juga, mengurangi minum kopi, dan mengurangi berkumpul dengan teman-teman. Saya juga mencoba menjadwal tidur, akan tetapi butuh proses karena harus membiasakan diri kembali.” (Hasil Wawancara 24 Juli 2016) Informan “RA” menambahkan bahwa: “Upaya lainnya yaitu mengulang mata kuliah yang tidak lulus, mendekati dosen, meminta tugas tambahan dan minta motivasi dari dosen”. (Hasil Wawancara 24 Juli 2016) Hal yang sama juga dirasakan oleh informan PDA. Banyaknya dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya insomnia. Hasil
89
wawancara diketahui bahwa dampak yang mula-mula dirasakan oleh informan PDA yaitu kesehatan, pikiran kacau, badan menjadi letih, lesu, lemah, lunglai, anemia, dan lingkar mata menghitam. Berikut penuturannya: “Dampaknya selama insomnia salah satunya membuat kesehatan saya terganggu, pikiran kacau, badan menjadi letih, lesu, lemah, lunglai, saya juga kurang darah karena kebanyakan begadang, mata menghitam”. (Hasil Wawancara 08 Agustus 2016) Dampak lainnya yang dirasa informan adalah stress, tidak fokus, kurang bersosialisasi, dan perasaan yang cemas dan tidak menentu. Berikut penuturanaya: “Dampak lain yang saya rasakan karena insomnia yaitu perasaan saya tidak menentu, stress dan muncul banyak kekhawatiran, kuliah berantakan, kehilangan konsentrasi dan fokus belajar, hubungan sosialisasi dengan teman – teman dan keluarga yang kurang membaur.” (Hasil Wawancara 08 Agustus 2016) Informan “PDA” juga menambahkan bahwa dampak lain yang dirasakan adalah
informan
mulai
jarang mengikuti
kegiatan
perkuliahan dan memiliki IPK rendah. Berikut penuturannya: “Sejak insomnia kuliah saya terganggu. IP saya rendah hanya berkisar antara 1,5 sampai paling tinggi 2,9. Saya pernah mendapatkan IP 0,75 di semester 3. Hal itu dikarenakan saya sering tidak masuk karena insomnia, saya tidak pernah belajar.” (Hasil Wawancara 08 Agustus 2016) Informan “PDA” menjelaskan bahwa dari sekian banyak dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya insomnia, terdapat juga upaya penanganan dalam mengatasi masalah tersebut. Dalam wawancara informan “PDA” menjelaskan bahwa: 90
“Upaya yang saya lakukan yaitu mengulang mata kuliah yang tidak lulus, kemudian saya berencana untuk pindah kuliah, tranfer kuliah ke kampus lain tapi kalau bisa ya melanjutkan semester tidak mengulang dari semester satu, saya sedang mencari info tentang kampus mana yang kira – kira sesuai dengan minat saya. Selain itu, saya berniat dalam merubah gaya hidup, memperbaiki pola tidur, intinya menyembuhkan insomnianya dulu, biar nanti selanjutnya kan bisa mengikuti, bisa terarah.” (Hasil Wawancara 08 Agustus 2016) Informan YS juga menjelaskan kondisi yang sama. Dampak insomnia bagi YS selain kesulitan untuk mengikuti perkuliahan juga berdampak pada kesehatan YS. Berikut penuturannya: “Dampaknya terjadinya insomnia yaitu daya tahan tubuh saya menurun, istirahat yang kurang akan mempengaruhi sistem imun dan menurunkan kekebalan tubuh saya, saya jadi lebih mudah sakit. Karena tidur yang kurang tentu badan akan letih dan lesu, serta lemah dan mudah terserang virus penyakit. Daya ingat dan konsentrasi saya juga menurun, diajak bicara saja saya bingung.” (Hasil Wawancara 21 Agustus 2016) Dampak lainnya yang dirasakan YS adalah perasaan yang tidak menentu, muncul banyak kekhawatiran, cemas, tidak fokus, dan kurang bersosialisasi dengan lingkungan bahkan dengan keluarga informan. Berikut penuturannya: “Dampak lain yang saya rasakan karena insomnia yaitu perasaan saya tidak menentu, stress dan muncul banyak kekhawatiran, kuliah berantakan, kehilangan konsentrasi dan fokus belajar, hubungan sosialisasi dengan teman – teman dan keluarga yang kurang membaur.” (Hasil Wawancara 21 Agustus 2016) Dampak lainnya juga membuat informan menjadi pelupa, badan pegal-pegal, nyeri, tidak fit, dan susah menerima materi yang diberikan oleh dosen. Berikut penuturannya: “Saya tidak fokus. Dan sangat mudah lupa, kejadian baru beberapa hari saja kadang saya lupa. Badan saya terasa pegal – 91
pegal, tidak enak badan terus rasanya, yang nyeri, yang pegal, yang sakit, yang ngilu, pokoknya tidak fit rasanya. Dengan kondisi tubuh seperti itu, tentu membuat saya semakin tidak nyaman untuk belajar, khususnya belajar di kampus, pergi kuliah, mendengarkan dosen, karena sama saja percuma malah buang – buang waktu menurut saya karena hasilnya zonk. Saya tetap tidak fokus, gagal paham, ngantuk, tidak ada konsentrasi. Saya memilih belajar secara otodidak semampunya sepahamnya.” (Hasil Wawancara 21 Agustus 2016) Informan YS yang menjadi pelupa dan sukar memahami materi dari dosen menyebabkan YS memiliki IPK yang rendah meskipun dahulu sebelum ibu informan YS meninggal prestasi belajarnya selalu ranking 1. Berikut penuturannya: “insomnia membuat IPK saya rendah, padahal waktu masih ada ibu saya termasuk siswa yang memiliki predikat ranking 1 setiap tahunnya.” (Hasil Wawancara 21 Agustus 2016) Informan “YS” menjelaskan bahwa dari sekian banyak dampak yang ditimbulkan akibat terjadinya insomnia, terdapat juga upaya penanganan dalam mengatasi masalah tersebut. Dalam wawancara informan “YS” menjelaskan bahwa: “Upaya yang saya lakukan yaitu pertama dengan cara berobat. Lalu saya juga konsumsi multivitamin, kemudian saya olahraga juga. Saya makan dan minum yang bergizi, menambah nutrisi dengan cara minum susu.” (Hasil Wawancara 21 Agustus 2016) Informan “YS” juga menambahkan bahwa: “Upaya lain yaitu dengan cara mencoba untuk lebih membuka diri agar tidak terlalu tertutup menyendiri supaya saya bisa membaur dengan orang lain dan saya bisa sharing atau menyibukkan diri agar saya tidak stress dan larut dengan masalah saya yang menjadikan saya insomnia dan juga depresi.” (Hasil Wawancara 21 Agustus 2016)
92
Informan “YS” juga menambahkan bahwa: “Dampaknya jelas kuliah saya berantakan, kuliah saya terganggu, dan tersendat-sendat sampai sekarang.sosialisasinya menjadi kurang karena cenderung jadi pemurung, pendiam dan suka menyendiri jadi susah untuk berkumpul. Hidup kurang semangat, tidak bergairah dan males ngapa-ngapain. Cara mengatasi ya dengan berobat, dengan menyembuhkan insomnia dulu agar semua bisa terselesaikan.” (Hasil Wawancara 21 Agustus 2016) Berdasarkan hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa dampak terjadinya insomnia pada informan “RA” memberikan dampak pada perilaku belajarnya dan juga kesehatannya. Pada perilaku belajarnya insomnia membuat RA menjadi malas ke kampus mengikuti perkuliahan, jarang masuk kuliah, ketinggalan materi kuliah, absen tidak penuh, tugas tidak dikerjakan, banyak mata pelajaran yang tidak boleh ikut ujian, tidak mampu mengerjakan soal ujian dan IPK rendah. Pada semester 1 IPK sebesar 1,9 dan terakhir IPK informan “RA” sebesar 2,6. Hal ini dikarenakan kondisi bergadang setiap malam yang dilakukan oleh RA menyebabkan kesehatan RA terganggu sehingga muncul berbagai macam keluhan seperti seluruh badan dirasa letih, lesu, lemah, lunglai, malas, tidak ada semangat untuk melakukan dan mengerjakan sesuatu. Kondisi inilah yang menyebabkan RA bermalas-malasan untuk mengikuti perkuliahan, sehingga pagi hari hingga sore hari dijadikan RA untuk beristirahat memulihkan kondisi fisiknya dan pada malam hari dijadikan sebagai waktu untuk menikmati aktivitas bergadangnya.
93
Pada informan PDA dampak insomnia yang dirasakan adalah kesehatan terganggu, pikiran kacau, badan menjadi letih, lesu, lemah, lunglai, kurang darah karena kebanyakan begadang, mata menghitam, perasaan saya tidak menentu, stress dan muncul banyak kekhawatiran, kuliah berantakan, kehilangan konsentrasi dan fokus belajar, hubungan sosialisasi dengan teman – teman dan keluarga yang kurang membaur, kuliah terganggu dengan nilai IPK berkisar antara 1,5 sampai 2,9. Pada informan “YS” dampak insomnia yang dirasakan adalah perasaan tidak menentu, stress, depresi, dan muncul banyak kekhawatiran, kuliah berantakan, kehilangan konsentrasi dan fokus belajar, hubungan sosialisasi dengan teman – teman dan keluarga yang kurang membaur. 5. Display Data Hasil Penelitian Mahasiswa Yang mengalami Insomnia Dari hasil data yang direduksi, data-data tersebut secara rinci dibentuk dalam display data berikut ini:
94
Tabel 1. Display Profil Mahasiswa Yang mengalami Insomnia Aspek Faktor Penyebab Kronologi Mahasiswa Mahasiswa Mahasiswa Yang Mengalami Insomnia Mengalami mengalami Insomnia Insomnia Informan RA Semenjak kelas 2 Faktor lingkungan SMA hingga saat ini keluarga, dan faktor lingkungan pergaulan. Faktor lingkungan keluarga disebabkan oleh kondisi keluarga yang cuek dan tidak memperhatikan RA. Pada faktor lingkungan pergaulan RA bergaul dengan teman-teman yang mempunyai pergaulan bebas. Informan PDA
Semenjak memasuki Faktor pergaulan bebas, bangku perkuliahan faktor konsumsi hingga saat ini narkoba dan minuman keras, faktor lingkungan tempat tinggal yang jauh dari orang tua sehingga tidak mendapatkan 95
Perilaku Belajar Mahasiswa Mengalami Insomnia Perilaku belajar berantakan menyebabkan tidak mampu konsentrasi, tidak fokus, mengantuk, dan berbagai macam penjelasan dosen tentang materi perkuliahan tidak dapat dipahami dengan baik.
Perilaku belajar menjadi tidak terkontrol karena sudah tidak pernah mengikuti perkuliahan selama satu semester dan juga insomnia membuat PDA
Dampak Terjadinya Insomnia
Upaya Mengatasi Insomnia
Kesehatan terganggu, jarang masuk kuliah, ketinggalan materi kuliah, absen kehadiran tidak penuh, tugas tidak dikerjakan, banyak mata pelajaran yang tidak boleh ikut ujian, tidak mampu mengerjakan soal ujian dan IPK informan RA rendah. Kesehatan terganggu, pikiran kacau, badan menjadi letih, lesu, lemah, lunglai, anemia, mata menghitam, perasaan tidak menentu, stress
Upaya yang dilakukan adalah dengan mengurangi waktu bergadang, olah raga, dan membuat jadwal tidur.
Upaya dilakukan oleh PDA yaitu mengulang mata kuliah yang tidak lulus, berencana untuk tranfer kuliah ke kampus lain, merubah gaya
Informan YS
perhatian dan menjadi sosok dan muncul banyak pengawasan penuh. pemalas, kurang kekhawatiran, kuliah konsentrasi, pelupa, berantakan, dan tidak dapat kehilangan menerima materi konsentrasi dan pembelajaran yang fokus belajar, diberikan dosen hubungan sosialisasi dengan baik. dengan teman – teman dan keluarga yang kurang membaur, kuliah terganggu dengan nilai IPK berkisar antara 1,5 sampai 2,9. Semenjak tahun Faktor keluarga karena Perilaku belajar Perasaan tidak 2007 hingga 2016 ayah menikah lagi menjadi berantakan. menentu, stress dan setelah ibunya YS Informan lebih muncul banyak meninggal, stress, menyukai belajar kekhawatiran, kuliah depresi, faktor sendiri dari pada berantakan, konsumsi narkoba dan mengikuti perkuliahan kehilangan minuman keras dosen. Informan juga konsentrasi dan kesulitan membagi fokus belajar, IPK waktu antara istirahat rendah, hubungan dengan kuliah. sosialisasi dengan teman – teman dan keluarga yang kurang membaur. 96
hidup, dan memperbaiki pola tidur.
Upaya yang dilakukan YS adalah memperbaiki pola hidup, pola tidur, bersosialisasi agar mengurangi depresi dan akan berobat ke dokter hingga sembuh.
Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa informan RA mengalami insomnia semenjak kelas 2 SMA hingga saat ini. Insomnia pada informan RA disebabkan karena faktor lingkungan keluarga, dan faktor lingkungan pergaulan. Insomnia membuat perilaku belajar RA menjadi berantakan sehingga menyebabkan RA tidak mampu konsentrasi, tidak fokus, mengantuk, dan berbagai macam penjelasan dosen tentang materi perkuliahan tidak dapat dipahami dengan baik. Dampak yang ditimbulkan dari insomnia terhadap RA yaitu kesehatan terganggu, jarang masuk kuliah, ketinggalan materi kuliah, absen kehadiran tidak penuh, tugas tidak dikerjakan, banyak mata pelajaran yang tidak boleh ikut ujian, tidak mampu mengerjakan soal ujian dan IPK
informan RA rendah. Upaya yang
dilakukan adalah dengan mengurangi waktu bergadang dengan temanteman, olah raga, dan membuat jadwal tidur. Informan PDA mengalami insomnia semenjak memasuki bangku perkuliahan hingga saat ini. Faktor yang mempengaruhi terjadinya insomnia adalah faktor pergaulan bebas, faktor konsumsi narkoba dan minuman keras, faktor lingkungan tempat tinggal yang jauh dari orang tua sehingga tidak mendapatkan perhatian dan pengawasan penuh. Semenjak mengalami insomnia perilaku belajar menjadi tidak terkontrol karena sudah tidak pernah mengikuti perkuliahan selama satu semester, menjadi sosok pemalas, kurang konsentrasi, pelupa, dan tidak dapat menerima materi pembelajaran yang diberikan dosen dengan baik. Dampak terjadinya insomnia menyebabkan PDA mengalami kesehatan terganggu, pikiran kacau, badan
97
menjadi letih, lesu, lemah, lunglai, anemia, mata menghitam, perasaan tidak menentu, stress dan muncul banyak kekhawatiran, kuliah berantakan, kehilangan konsentrasi dan fokus belajar, hubungan sosialisasi dengan keluarga yang kurang membaur, kuliah terganggu dengan nilai IPK berkisar antara 1,5 sampai 2,9. Upaya dilakukan oleh PDA yaitu mengulang mata kuliah yang tidak lulus, berencana untuk tranfer kuliah ke kampus lain, merubah gaya hidup, dan memperbaiki pola tidur. Informan YS mengalami insomnia semenjak tahun 2007 hingga 2016. Faktor penyebab terjadinya insomnia dikarenakan faktor keluarga karena ayah menikah lagi setelah ibunya YS meninggal, stress, depresi, faktor konsumsi narkoba dan minuman keras. Semenjak mengalami insomnia perilaku belajar menjadi berantakan. Informan lebih menyukai belajar sendiri dari pada mengikuti perkuliahan dosen. Informan juga kesulitan membagi waktu antara istirahat dengan kuliah. Dampak yang muncul setelah mengalami insomnia adalah perasaan tidak menentu, stress, muncul banyak kekhawatiran, kuliah berantakan, kehilangan konsentrasi, IPK rendah, hubungan sosialisasi dengan keluarga yang kurang membaur. Upaya yang dilakukan YS adalah memperbaiki pola tidur, dan berkonsultasi ke dokter. 6. Penarikan Kesimpulan (Verifikasi) Berdasarkan pada hasil reduksi dan display data pada sepuluh aspek penerimaan diri yang telah diteliti, maka dapat diverifikasi sebagai berikut faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya insomnia pada ketiga informan
98
adalah karena stress. Pada informan RA dan PDA faktor stress disebabkan karena faktor lingkungan keluarga, dan faktor lingkungan pergaulan. Sedangkan pada informan YS faktor stress yang menyebabkan terjadinya insomnia disebabkan karena faktor lingkungan keluarga. Hal ini sejalan dengan teori Aman Ruli (2005: 55) yang menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan seseorang mengalami insomnia yaitu stress atau kecemasan, depresi, kelainan kronis, efek samping pengobatan, pola makan yang buruk, penggunaan alkohol dan narkoba, kurangnya olah raga, usia lanjut, wanita hamil, faktor lingkungan tempat tinggal, dan gaya hidup seseorang. Perilaku belajar mahasiswa yang mengalami insomnia pada informan RA, PDA, dan YS memiliki kesamaan yaitu insomnia yang diderita membuat ketiga informan tersebut menjadi berantakan aktivitas belajarnya. Kesamaan perilaku belajar ketiga informan sebagai yang mengalami insomnia tersebut ditunjukkan dari tidak mampu konsentrasi, tidak fokus, mengantuk, dan berbagai macam penjelasan dosen tentang materi perkuliahan tidak dapat dipahami dengan baik. Akan tetapi, meskipun ketiga informan memiliki kesamaan perilaku belajar sebagai mahasiswa yang mengalami insomnia namun terdapat beberapa perbedaan pada ketiga informan terhadap perilaku belajarnya yaitu pada informan RA menjadi sosok yang tidak dapat membagi waktu antara belajar, bermain, dan kegiatan lainnya di kampus. Pada informan PDA, insomnia menyebabkan perilaku belajar PDA menjadi tidak terkontrol karena sudah tidak pernah
99
mengikuti perkuliahan selama satu semester. Pada informan YS lebih menyukai belajar sendiri dari pada mengikuti perkuliahan dosen. Dampak terjadinya insomnia pada ketiga informan dalam penelitian memiliki kesamaan yaitu menyebabkan perilaku belajar dan kesehatan masing-masing informan dalam penelitian terganggu. Pada informan “RA” insomnia membuat perilaku belajarnya menjadi malas ke kampus mengikuti perkuliahan dan memiliki IPK rendah antara 1,9 hingga 2,6. Upaya yang dilakukan adalah dengan mengurangi waktu bergadang dengan temanteman, olah raga, dan membuat jadwal tidur. Pada informan PDA dampak insomnia yang dirasakan adalah kesehatan terganggu, pikiran kacau, badan menjadi letih, lesu, stress dan muncul banyak kekhawatiran, dan memiliki nilai IPK berkisar antara 1,5 sampai 2,9. Upaya dilakukan oleh PDA yaitu mengulang mata kuliah yang tidak lulus, berencana untuk tranfer kuliah ke kampus lain, merubah gaya hidup, dan memperbaiki pola tidur. Pada informan “YS” dampak insomnia yang dirasakan adalah perasaan tidak menentu, stress, depresi dan muncul banyak kekhawatiran, kuliah berantakan, kehilangan konsentrasi dan fokus belajar, hubungan sosialisasi dengan teman – teman dan keluarga yang kurang membaur. Upaya YS adalah memperbaiki pola tidur, pola hidup, bersosialisasi agar mengurangi depresi dan akan meneruskan berobat ke dokter hingga sembuh. Hal ini sejalan dengan teori Joewana Satya (2006: 45) yang menyatakan bahwa selain yang sudah diuraikan sebelumnya faktor-faktor yang menyebabkan
100
seseorang mengalami insomnia dikarenakan rasa nyeri, kecemasan, ketakutan, tekanan jiwa, dan kondisi yang tidak menunjang untuk tidur. H. Pembahasan Insomnia adalah ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan tidur baik kualitas maupun kuantitas. Insomnia merupakan keadaan tidak dapat tidur atau terganggunya pola tidur. Orang yang bersangkutan mungkin tidak dapat tidur, sukar untuk jatuh tidur, atau mudah terbangun dan kemudian tidak dapat tidur lagi. Hal ini terjadi bukan karena penderita terlalu sibuk sehingga tidak mempunyai kesempatan untuk tidur, tetapi akibat dari gangguan jiwa terutama gangguan depresi, kelelahan, dan gejala kecemasan yang memuncak. 1. Faktor-faktor yang Menyebabkan Terjadinya Insomnia Berdasarkan
hasil
penelitian
diketahui
bahwa
faktor
yang
menyebabkan terjadinya insomnia pada ketiga informan adalah karena stress. Pada informan RA dan PDA faktor stress disebabkan karena faktor lingkungan keluarga, dan faktor lingkungan pergaulan. Sedangkan pada informan YS faktor stress yang menyebabkan terjadinya insomnia disebabkan karena faktor lingkungan keluarga. Pada informan “RA” faktor yang menyebabkan terjadinya insomnia adalah stress yang berasal dari faktor lingkungan keluarga, dan faktor lingkungan pergaulan. Faktor lingkungan keluarga disebabkan oleh kondisi keluarga yang cuek dan tidak memperhatikan RA. Pada faktor lingkungan pergaulan RA bergaul dengan teman-teman yang mempunyai pergaulan bebas. Hal ini menyebabkan RA selalu pergi sore dan pulang pagi. Dampak
101
jangka panjangnya adalah insomnia dan terjerumus narkoba. Selain itu, kondisi lingkungan sekitar kos RA juga terkesan tidak peduli dan membiarkan tidak adanya jam malam di kos-kosan tanpa diberi teguran atau peringatan. Pada informan “PDA” adalah faktor pergaulan bebas yang melakukan kebiasaan pergi malam pulang pagi, faktor konsumsi narkoba dan minuman keras yang membuat PDA terjaga berhari-hari, faktor lingkungan tempat tinggal yang jauh dari orang tua sehingga tidak mendapatkan perhatian dan pengawasan penuh serta kondisi tempat tinggal di kos-kosan yang tidak ada kontrol dari induk semang dan aparat setempat sehingga PDA dan temanteman dibolehkan melakukan aktivitas kapan pun tanpa ada batasan. Pada informan “YS” faktor yang menyebabkan terjadinya insomnia informan “YS” adalah faktor keluarga karena ayah menikah lagi setelah ibunya YS meninggal, stress, depresi, faktor konsumsi narkoba dan minuman keras. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya insomnia pada informan dalam penelitian ini adalah faktor lingkungan, dan faktor lingkungan pergaulan. Faktor-faktor penyebab terjadinya insomnia yang dialami oleh masing-masing informan dalam penelitian ini sejalan dengan teori Potter (2006: 66) yang menjelaskan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan seseorang mengalami insomnia yaitu faktor psikologi, faktor problem psikiatri, faktor sakit fisik, dan faktor lingkungan, dan faktor gaya hidup.
102
Apabila ditinjau lebih lanjut teori Potter (2006: 66) tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang menemukan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan ketiga informan mengalami insomnia dikarenakan kurangnya perhatian keluarga yang menyebabkan tekanan jiwa dan adanya kecemasan, ketakutan, serta faktor pergaulan yang lebih mengarah ke gaya hidup dimana lebih menyukai aktivitas pada malam hari dibandingkan aktivitas siang hari. 2. Perilaku Belajar Mahasiswa Yang mengalami Insomnia Berdasarkan hasil penelitian dari ketiga informan dalam penelitian ini diketahui
bahwa insomnia
yang dialami
masing-masing informan
menyebabkan perilaku belajar yang menyimpang dimana kondisi tersebut membuat aktivitas belajar dan perkuliahan informan menjadi berantakan. Pada informan “RA” diketahui bahwa insomnia yang dialami oleh informan “RA” membuat aktivitas belajar dan perkuliahan informan menjadi berantakan. Informan menjadi sosok yang tidak dapat membagi waktu antara belajar, bermain, dan kegiatan lainnya di kampus. Perilaku belajar informan menjadi tidak mampu konsentrasi, tidak fokus, mengantuk, dan berbagai macam penjelasan dosen tentang materi perkuliahan tidak dapat dipahami dengan baik. Perilaku Belajar dapat diartikan sebagai sebuah aktivitas belajar. Sebenarnya konsep dan pengertian belajar itu sangat beragam tergantung dari sudut pandang setiap orang yang mengamatinya. Belajar sendiri diartikan sebagai perubahan yang secara relatif berlangsung lama pada
103
perilaku yang diperoleh kemudian dari pengalaman-pengalaman (Davidoff, 1998: 178). Seseorang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan tidurnya, akan mengalami gangguan tidur salah satunya insomnia yang berakibat bagi perilaku belajarnya. Sedangkan, bagi seseorang yang mampu memenuhi kebutuhan tidurnya, maka aktivitasnya termasuk aktivitas belajarnya akan berjalan optimal dan memberikan hasil yang terbaik bagi pendidikannya. Pada informan “PDA” insomnia juga memberikan pengaruh terhadap perilaku belajarnya. Perilaku belajar PDA menjadi tidak terkontrol karena sudah tidak pernah mengikuti perkuliahan selama satu semester dan juga insomnia membuat PDA stress menjadi sosok pemalas, kurang konsentrasi, pelupa, tidak dapat menerima materi pembelajaran yang diberikan dosen dengan baik, dan malas mengerjakan skripsi. Hal ini disebabkan bahwa peserta didik dengan usia 18-21 tahun dan 22-24 tahun yang aktif kuliah dan sedang menyelesaikan berbagai macam tugas, mengalami stress yang berlebih sehingga berujung pada insomnia dan berdampak pada perilaku belajarnya. Kondisi yang dialami informan PDA ini sejalan dengan teori Prayitno (1999: 241) yang menyatakan bahwa kesulitan tidur pada mahasiswa adalah keadaan saat individu merasakan kesulitan tidur, tidur tidak tenang, kesulitan menahan tidur, sering terbangun dipertengahan malam, dan seringnya terbangun diawal yang berlangsung beberapa hari atau beberapa minggu. Insomnia yang dialami informan “YS” ternyata juga memberikan pengaruh terhadap perilaku belajarnya. Perilaku belajar YS menjadi
104
berantakan. Informan YS lebih menyukai belajar sendiri dari pada mengikuti perkuliahan dosen. Informan YS juga kesulitan membagi waktu antara istirahat dengan kuliah mengingat saat malam hari informan YS terjaga hingga pagi dan saat pagi hari informan YS tertidur. Hal ini sejalan dengan teori Espie (2002: 43) yang menyatakan bahwa insomnia merupakan keadaan tidak dapat tidur atau terganggunya pola tidur. Insomnia akan mengganggu aktivitas seseorang dalam keseharian karena tubuhnya yang kurang tidur sehingga menjadi letih, lesu, lemah. Dengan demikian, waktu istirahat dan kebutuhan tidur mereka tidak terpenuhi dengan baik, insomniapun dengan mudah akan menyerang mereka. Akibatnya akan berdampak pada kegiatan belajar mereka, dimana mereka akan malas untu pergi ke kampus pada pagi hari, malas mengikuti perkuliahan, tugaspun terbengkalai, sehingga aktivitas belajarnya pun akan berantakan. Padahal, diketahui bahwa belajar adalah sesuatu yang penting dalam kehidupan seseorang. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa insomnia yang dialami masing-masing informan menyebabkan perilaku belajar yang menyimpang dimana kondisi tersebut membuat aktivitas belajar dan perkuliahan informan menjadi berantakan. Pada informan RA, informan menjadi sosok yang tidak dapat membagi waktu antara belajar, bermain, dan kegiatan lainnya di kampus. Perilaku belajar informan menjadi tidak mampu konsentrasi, tidak fokus, mengantuk, dan berbagai macam penjelasan dosen tentang materi perkuliahan tidak dapat dipahami dengan baik. Pada
105
informan PDA, insomnia menyebabkan perilaku belajar PDA menjadi tidak terkontrol karena sudah tidak pernah mengikuti perkuliahan selama satu semester dan juga insomnia membuat PDA menjadi sosok pemalas, kurang konsentrasi, pelupa, dan tidak dapat menerima materi pembelajaran yang diberikan dosen dengan baik. Sedangkan, pada informan YS insomnia menyebabkan perilaku belajar YS menjadi berantakan. Informan YS lebih menyukai belajar sendiri dari pada mengikuti perkuliahan dosen. Informan YS juga kesulitan membagi waktu antara istirahat dengan kuliah mengingat saat malam hari informan YS terjaga hingga pagi dan saat pagi hari informan YS tertidur. Prayitno (1999: 241) menjelaskan bahwa mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada perguruan tinggi. Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke dewasa awal. Salah satu penyebab terjadinya insomnia pada mahasiswa adalah stress akibat berbagai macam permasalahan diantaranya adalah kekhawatiran memperoleh nilai yang rendah dalam ujian ataupun tugas-tugas, kelemahan memahami bakat dan pekerjaan yang akan dimasuki, rendah diri atau kurang percaya diri, ceroboh atau kurang hati-hati, kurang mampu berhemat atau kemampuan keuangan yang tidak mencukupi, baik untuk keperluan sehari-hari atau keperluan pelajaran. Stres terhadap permasalahan-permasalahan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik maka mahasiswa akan mencari cara untuk mengatasi permasalahan dengan cara sendiri. Salah satunya adalah melalui kegiatan
106
malam atau bergadang yang dianggap oleh mahasiswa sebagai solusi ampuh untuk menghabiskan waktu dan mengalihkan permasalahan yang sedang dihadapi. Kondisi ini tanpa disadari menyebabkan mampu insomnia bagi mahasiswa tersebut. Insomnia adalah suatu gangguan tidur yang dialami oleh penderita dengan gejala-gejala selalu merasa letih dan lelah sepanjang hari dan secara terus menerus (lebih dari sepuluh hari) mengalami kesulitan untuk tidur atau selalu terbangun di tengah malam dan tidak dapat kembali tidur. Seringkali penderita terbangun lebih cepat dari yang diinginkannya dan tidak dapat kembali tidur. Menurut Potter (2006: 66) faktor faktor yang menyebabkan seseorang mengalami insomnia diantaranya adalah rasa nyeri, kecemasan, ketakutan, tekanan jiwa, dan kondisi yang tidak menunjang untuk tidur. Apabila kondisi tersebut tidak mampu diatasi dengan baik oleh mahasiswa maka dapat berdampak pada perilaku belajarnya. Muhibbin Syah (2008: 118) menjelaskan bahwa perilaku belajar dapat diartikan sebagai sebuah aktivitas yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Espie (2002: 55) menjelaskan bahwa adanya insomnia mampu membuat perilaku belajar mahasiswa menjadi sulit berkonsentrasi disebabkan mahasiswa tersebut mengantuk. Selain itu, efek insomnia terhadap kemampuan kognitif pada mahasiswa menyebabkan perilaku belajarnya memiliki respon yang lambat, ingatan
107
jangka pendek dan kemampuan kerja daya ingat menurun, serta penurunan belajar (keahlian) pada tugas kognitif. 3. Dampak Terjadinya Insomnia Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa insomnia mampu memberikan dampak pada perilaku belajar dan kesehatan masing-masing informan penelitian. Pada informan “RA” dampak pada perilaku belajarnya menyebabkan RA menjadi malas ke kampus mengikuti perkuliahan, jarang masuk kuliah, ketinggalan materi kuliah, absen tidak penuh, tugas tidak dikerjakan, banyak mata pelajaran yang tidak boleh ikut ujian, tidak mampu mengerjakan soal ujian dan IPK rendah. Pada semester 1 IPK sebesar 1,9 dan terakhir IPK informan “RA” sebesar 2,6. Hal ini dikarenakan kondisi bergadang setiap malam yang dilakukan oleh RA menyebabkan kesehatan RA terganggu sehingga muncul berbagai macam keluhan seperti seluruh badan dirasa letih, lesu, lemah, lunglai, malas, tidak ada semangat untuk melakukan dan mengerjakan sesuatu. Kondisi inilah yang menyebabkan RA bermalas-malasan untuk mengikuti perkuliahan, sehingga pagi hari hingga sore hari dijadikan RA untuk beristirahat memulihkan kondisi fisiknya dan pada malam hari dijadikan sebagai waktu untuk menikmati aktivitas bergadangnya. Kondisi yang dialami RA tersebut sejalan dengan teori Rafknowledge (2004: 60-61) yang menjelaskan bahwa orang yang mengalami insomnia akan mudah diserang rasa depresi, menimbulkan berbagai macam gangguan penyakit, kelelahan, dan dapat menyebabkan kematian. Upaya yang
108
dilakukan dalam mengatasi insomnia adalah dengan mengurangi waktu bergadang dengan teman-teman, olah raga, dan membuat jadwal tidur. Upaya tersebut sangat membantu informan “RA” dalam mengatasi insomnia meskipun belum maksimal karena membutuhkan proses dan melatih kebiasaan. Selain itu, upaya lainnya yang dilakukan informan dalam mengatasi dampak yang ditimbulkan dari insomnia yaitu mengulang mata kuliah yang tidak lulus, mendekati dosen, meminta tugas tambahan dan minta motivasi dari dosen. Pada informan PDA dampak insomnia yang dirasakan adalah kesehatan terganggu, pikiran kacau, badan menjadi letih, lesu, lemah, lunglai, kurang darah karena kebanyakan begadang, mata menghitam, perasaan saya tidak menentu, stress dan muncul banyak kekhawatiran, kuliah berantakan, kehilangan konsentrasi dan fokus belajar, hubungan sosialisasi dengan teman-teman dan keluarga yang kurang membaur, kuliah terganggu dengan nilai IPK berkisar antara 1,5 sampai 2,9. Upaya dilakukan oleh PDA yaitu mengulang mata kuliah yang tidak lulus, berencana untuk tranfer kuliah ke kampus lain, merubah gaya hidup, dan memperbaiki pola tidur. Pada informan “YS” dampak insomnia yang dirasakan adalah perasaan tidak menentu, stress dan muncul banyak kekhawatiran, kuliah berantakan, kehilangan konsentrasi dan fokus belajar, hubungan sosialisasi dengan teman – teman dan keluarga yang kurang membaur. Upaya yang dilakukan oleh informan YS adalah dengan memperbaiki pola hidup, pola
109
tidur, bersosialisasi agar mengurangi depresi dan akan berobat ke dokter hingga sembuh. Hasil temuan penelitian di atas sejalan dengan teori Espie (2002: 55) yang menjelaskan bahwa banyak orang tidak tahu bahwa kurang tidur selama satu atau dua jam menyebabkan seseorang sulit untuk belajar. Kesulitan berkonsentrasi muncul di antara mahasiswa yang mengantuk. Kurang tidur berkali-kali menunjukkan dampak yang negatif terhadap suasana hati, kemampuan kognitif, dan fungsi motorik dalam kaitannya dengan kecendrungan peningkatan tidur dan tidak stabilnya keadaan tidur. Efek kurangnya tidur terhadap kemampuan kognitif diantaranya adalah respon yang lambat, ingatan jangka pendek dan kemampuan kerja daya ingat menurun, serta penurunan belajar (keahlian) tugas kognitif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya insomnia yang dialami oleh ketiga informan di atas
berdampak pada respon yang lambat, ingatan jangka
pendek dan kemampuan kerja daya ingat menurun, serta penurunan belajar (keahlian) tugas kognitif. I. Keterbatasan Penelitian Berdasarkan penelitian yang dilakukan, terdapat keterbatasan dalam penelitian yaitu: 1. Peneliti kesulitan mengatur waktu pertemuan dengan informan karena informan PDA dan RA tidak selalu stand by di kos, kecuali informan YS yang mudah ditemui oleh peneliti. 2. Peneliti belum dapat mengungkap lebih dalam tentang tindakan yang dilakukan informan pada saat mengalami kondisi tertekan. Hal ini dikarenakan peneliti 110
tidak dapat menjadikan orangtua informan sebagai informan dalam penelitian ini sehingga informasi yang didapatkan kurang mendalam.
111
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan tentang “perilaku belajar mahasiswa yang mengalami insomnia”, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya insomnia pada ketiga informan adalah karena stress. Pada informan RA dan PDA faktor stress disebabkan karena faktor lingkungan keluarga, dan faktor lingkungan pergaulan. Sedangkan pada informan YS faktor stress yang menyebabkan terjadinya insomnia disebabkan karena faktor lingkungan keluarga. 2. Perilaku belajar mahasiswa yang mengalami insomnia pada informan RA, PDA, dan YS memiliki kesamaan yaitu insomnia yang diderita membuat ketiga informan tersebut menjadi berantakan aktivitas belajarnya. Kesamaan perilaku belajar ketiga informan sebagai yang mengalami insomnia tersebut ditunjukkan dari tidak mampu konsentrasi, tidak fokus, mengantuk, dan berbagai macam penjelasan dosen tentang materi perkuliahan tidak dapat dipahami dengan baik. 3. Dampak terjadinya insomnia pada ketiga informan dalam penelitian memiliki kesamaan yaitu menyebabkan perilaku belajar dan kesehatan masing-masing informan dalam penelitian terganggu. Pada informan “RA” insomnia membuat perilaku belajarnya menjadi malas ke kampus mengikuti perkuliahan dan memiliki IPK rendah antara 1,9 hingga 2,6. Upaya yang
112
dilakukan oleh informan RA adalah dengan mengurangi waktu bergadang dengan teman-teman, olah raga, dan membuat jadwal tidur. Pada informan PDA dampak insomnia yang dirasakan adalah kesehatan terganggu, pikiran kacau, badan menjadi letih, lesu, stress dan muncul banyak kekhawatiran, dan memiliki nilai IPK berkisar antara 1,5 sampai 2,9. Upaya dilakukan oleh PDA yaitu mengulang mata kuliah yang tidak lulus, berencana untuk tranfer kuliah ke kampus lain, merubah gaya hidup, dan memperbaiki pola tidur. Pada informan “YS” dampak insomnia yang dirasakan adalah perasaan tidak menentu, stress, depresi dan muncul banyak kekhawatiran, kuliah berantakan, kehilangan konsentrasi dan fokus belajar, hubungan sosialisasi dengan teman – teman dan keluarga yang kurang membaur. Upaya yang dilakukan YS adalah memperbaiki pola hidup, pola tidur, bersosialisasi agar mengurangi depresi dan berobat ke dokter hingga sembuh.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah diuraikan di atas maka diberikan saran bagi: 1. Informan Penelitian a. Informan RA disarankan supaya memeriksakan diri ke dokter sehingga masalah yang berkaitan dengan insomnia dapat diatasi sesegera mungkin. Selain itu, RA disarankan supaya memberi melakukan komunikasi dan memberi pengertian orangtuanya bahwa baik anak laki-laki juga
113
membutuhkan perhatian dari orangtuanya seperti saudara-saudara RA yang perempuan. b. Informan PDA merupakan informan yang belum terlalu parah insomnianya, oleh karena itu informan PDA disarankan supaya berpikir positif terhadap keluarganya dan memeriksakan diri ke dokter sehingga masalah yang berkaitan dengan insomnia dapat diatasi sesegera mungkin. Selain itu, informan disarankan supaya membina hubungan baik dan mencoba mengkomunikasikan setiap masalah yang ada kepada keluarga. Hal ini dikarenakan bisa saja bukan karena keluarganya tidak peduli akan tetapi lebih dikarenakan kesibukan masing-masing sehingga bentuk perhatian yang diberikan berbeda. c. Informan YS merupakan informan dengan penderita insomnia yang mengalami depresi dibandingkan kedua informan lainnya. Oleh karena itu, informan YS disarankan supaya berserah kepada Alloh dan berpikir positif supaya tekanan dan depresi yang dialami dapat teratasi dan dapat lebih mudah menghadapi serta menerima kenyataan. Selain itu, YS disarankan supaya melajutkan pengobatan dokter yang sudah dilakukan selama ini hingga YS dinyatakan sembuh oleh dokter. d. Bagi seluruh informan dalam penelitian ini disarankan supaya para yang mengalami insomnia mengatur pola hidup agar lebih teratur dan tertata lagi.
114
2. Penelitian Selanjutnya Penelitian selanjutnya diharapkan meneliti tentang perilaku belajar mahasiswa yang mengalami insomnia di Universitas Negeri Yogyakarta. Hal ini dilakukan untuk mengetahui terdapat tidaknya mahasiswa yang mengalami insomnia di Universitas Negeri Yogyakarta.
115
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi dan Sholeh. (1991). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Rineka Cipta. Aman Ruli. (2005). Penuhi Kebutuhan Tidur. Diakses dari www.republika.co.id. pada Tanggal 27 Februari 2010. Baharuddin. (2010). Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. Bahrul Ulumuddin. (2011). Hubungan Tingkat Stres Dengan Kejadian Insomnia Pada Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Diponegoro. Journal. Universitas Diponegoro. Vol 7: 1-15. Tahun 2011. Baraja Abu Bakar. (2008). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Grafindo. Carlson. (2003). The effects of internal career orientation on multiple dimensions of work-family conflict. Journal of Family and Economic Issues. _____. (2005). Stress Disorders. In: Foundations of Physiological Psychology 6. Edition. USA: Thomson Wadsworth, 99-122. Crampton, & Mishra. (1995). Stress and Stress Management. Journal of Advance Management. Vol 60. Tahun 1995. Davidoff, Linda L. (1998). Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga. Dewi. (2005). Faktor-Faktor Yang Berkaitan Dengan Prevalensi Kurang Tidur Kronis Pada Mahasiswa di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Kesehatan. Surya Medika Yogyakarta. Djaali. (2013). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Erickson dan Berns. (2001). Contextual Teaching and Learning. Diakses dari http://ncete.org/publication/infosythensis/highlightzone/highlightes.index.a s.highlightes.index.as pada tanggal 14 Juni 2016. Erry. (2002). Pengaruh Insomnia Dalam Kehidupan Sehari-Hari. Jurnal. Jakarta. Vol 13. Tahun 2000. Espie, Colin A. (2002). Insomnia: Conceptual Issue in the Development, Persistence, and Treatment of Sleep Disorder in Adult. Annual Reviews 53:215-43. 116
Faridah Anni. (2008). Mengatasi Insomnia Pada Penderita Depresi. Yogyakarta: Buku Biru. Hadari Nawawi. (2005). Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hadiyanto. (2006). Tingkat Stress Pada Mahasiswa Tingkat Profesi Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Jurnal Pendidikan Kedokteran Dan Profesin Kesehatan Indonesia. Jurnal. Yogyakarta: UGM. Sandy Hallen. (2002). Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Ciputat Pers. Haris Herdiansyah. (2010). Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Salemba Humanika. Hartaji Damar. (2012). Motivasi Berprestasi Pada Mahasiswa yang Berkuliah Dengan Jurusan Pilihan Orangtua. Jurnal Fakultas Psikologi. Universitas Gunadarma. Hawari Dadang. (2006). Manajemen Stress, Cemas, Depresi. Jakarta: FKUI. Heiman, T., & Kariv, D. (2005). Task-Oriented versus Emotion-Oriented Coping Strategies: The Case of College Students. College Student Journal, 39 (1): 72-89. Hurlock, Elizabeth B. (1990). Psikologi Perkembangan. Edisi 5. Jakarta: Erlangga. _______. (1993). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (edisi kelima). Jakarta: Erlangga. Joewana Satya. (2006). Psikopatologi Insomnia, Cermin Dunia Kedokteran. Diakses dari www.kalbe.co.id. pada Tanggal 7 Maret 2016. Knoers, A.M.P., & Haditono, S.R. (2001). Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagian. Cetakan ke-12. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Lexy J. Moleong. (2006). Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. Lumbantobing. (2004). Gangguan Universitas Indonesia.
Tidur.
Jakarta:
Fakultas
Mappiare Andi. (1983). Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional. 117
Kedokteran
Maramis, W.F. (2000). Gangguan jiwa). Surabaya: Usaha Nasional.
Tidur
Insomnia (Ilmu
Kedokteran
Moses Wong. (1995). Sleep Without Dregs. Malaysia: Pelanduk Publication. Muhibbin Syah. (2008). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya. Muhtadi. Ali. (2005). Managemen Sumber Belajar. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta. Nasution. (2010). Teknologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Notoatmodjo. (2003). Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Novia Nurbaya. (2010). Kecemasan dan Insomnia Pada Mahasiswi. Journal Psikologi. Universitas YARSI. Nurmiati Amir. (2010). Tata Laksana Insomnia Insomnia Bisa Terjadi Pada Semua Lapisan Usia, Tak Terkecuali Anak-Anak. Jakarta: Bumi Aksara. Papalia, Old, Feldman. (2008). Human Development Perkembangan). Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
(Psikologi
Potter and Perry. (2006). Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC. Prayitno dan Anti Erman. (1999). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta. Rafknowledge. (2004). Insomnia dan Gangguan Tidur Lainnya. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo. Reber, Arthur S. dan Emily S. (1998). Kamus Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Santrock, J. W. (1999). Life Span Development. (Terjemahan). Boston: Mac Graw Hill. Siswoyo Dwi. (2007). Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press. Slameto. (2010). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta. Spagenberg and Theron. (1998). Stress and Coping Strategies in Spouses of Depressed Patients, Iran University. Diakses dari 118
http://www.biomedcentral.com/1472-6955/6/11 pada tanggal 12 Maret 2016. Sugiyono. (2010). Metodologi Penelitian Kombinasi. Bandung: Alfabeta. Tohirin. (2007). Bimbingan Konseling di Sekolah dan Madrasah. Jakarta: Raja. Grafindo Persada. Turana
Yuda. (2007). Gangguan Tidur: Insomnia. www.medikaholistik.com. pada tanggal 10 April 2016.
Diakses
dari
Van Dongen. (2003). The Cumulative Cost Of Additional Wakefulness: Doseresponse Effects On Neurobehavioral Functions And Sleep Physiology From Chronic Sleep Restriction And Total Sleep Deprivation. Journal. Winkel, W.S. (1997). Bimbingan dan Konseling di Intitusi Pendidikan. Jakarta. PT. Gramedia. Yusuf Syamsu. (2012). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.
119
LAMPIRAN
120
PERILAKU BELAJAR PADA MAHASISWA MAHASISWA YANG MENGALAMI INSOMNIA PEDOMAN OBSERVASI 1. Mengamati Situasi dan Kondisi Lingkungan Subjek. 2. Mengamati Situasi dan Kondisi Subjek. 3. Mengamati Perilaku Belajar Subjek sebagai mahasiswa yang mengalami insomnia. 4. Mengamati Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya insomnia pada Subjek. 5. Mengamati dampak yang ditimbulkan akibat insomnia yang dialami subjek. 6. Mengamati upaya yang dilakukan subjek dalam mengatasi insomnia.
No
Aspek Observasi
Deskripsi
No. Item
1
Kondisi Subjek
2
Perilaku Belajar
3
4
Faktor-faktor Terjadinya Insomnia
Dampak akibat insomnia
Upaya subjek terhadap 5
dampak yang ditimbulkan dari insomnia
Mengamati Situasi dan Kondisi Lingkungan Subjek. Mengamati Situasi dan Kondisi Subjek. Melakukan pengamatan tentang perilaku belajar subjek selama di kos dan di kampus. Mengamati faktor terjadinya insomnia ditinjau dari faktor psikologis. Mengamati faktor terjadinya insomnia ditinjau dari faktor fisik. Mengamati faktor terjadinya insomnia ditinjau dari faktor lingkungan. Mengamati faktor terjadinya insomnia ditinjau dari faktor gaya hidup.
Mengamati dampak insomnia secara fisiologis Mengamati dampak insomnia secara kognitif Mengamati dampak insomnia secara emosional Mengamati dampak insomnia secara tingkah laku Mengamati upaya subjek terhadap dampak insomnia secara fisiologis Mengamati upaya subjek terhadap dampak insomnia secara kognitif Mengamati upaya subjek terhadap dampak insomnia secara emosional Mengamati upaya subjek terhadap dampak insomnia secara tingkah laku
121
1, 2 3
4-7
8-11
12-15
PERILAKU BELAJAR PADA MAHASISWA MAHASISWA YANG MENGALAMI INSOMNIA PEDOMAN WAWANCARA SUBJEK
A. Identitas Responden 1. Nama
:
2. Jenis Kelamin : 3. Hari, tanggal
:
B. Daftar pertanyaan: 1. Sejak kapan anda mulai mengalami insomnia? 2. Mengapa anda bisa mengalami insomnia? Sebutkan dan jelaskan faktorfaktor yang mempengaruhi insomnia pada anda. 3. Bagaimana dengan kondisi tersebut, apakah insomnia menggangu kegiatan belajar anda? Seperti apa dan jelaskan. 4. Bagaimana insomnia mempengaruhi kesehatan anda dan menggangu aktivitas belajar anda? 5. Bagaimana perasaan yang anda alami sebagai mahasiswa yang mengalami insomnia dan apakah hal tersebut mempengaruhi belajar anda? 6. Bagaimana dengan lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat apakah mempengaruhi belajar anda sebagai mahasiswa yang mengalami insomnia? 7.
Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari adanya insomnia secara ditinjau dari segi kesehatan anda dan bagaimana cara mengatasinya? 122
8.
Bagaimana dengan indeks prestasi anda, apakah insomnia memiliki dampak terhadap indeks prestasi anda dan bagaimana cara mengatasinya?
9.
Bagaimana perasaan anda jika mengalami insomnia dan bagaimana cara anda mengatasinya?
10. Bagaimana dampak insomnia terhadap kegiatan sehari-hari anda dan bagaimana cara mengatasinya?
123
PERILAKU BELAJAR PADA MAHASISWA MAHASISWA YANG MENGALAMI INSOMNIA PEDOMAN WAWANCARA INFORMAN
C. Identitas Responden 1. Nama
:
2. Jenis Kelamin : 3. Hari, tanggal :
D. Daftar pertanyaan: 1. Bagaimana tanggapan anda terhadap Subjek yang mengalami insomnia? 2. Bagaimana dengan kegiatan belajarnya, apakah subjek aktif mengikuti kelas meskipun subjek mengalami insomnia? 3. Bagaimana dengan kesehatan subjek selama mengalami gangguan insomnia dan bagaimana cara subjek mengatasi? 4. Bagaimana dampak prestasi belajar subjek selama mengalami insomnia? 5. Bagaimana menurut pandangan apakah ketika subjek mengalami insomnia emosinya menjadi stabil ataukah sebaliknya? 6. Bagaimana dampak yang ditimbulkan pada keseharian subjek ketika mengalami insomnia?
124
HASIL WAWANCARA Subjek 1 Tanggal Wawancara
: 18 Juli 2016
A. Identitas Subjek 1. Nama
: Religia Archida Ilham Firdaus (RA)
2. Jenis Kelamin
: Laki –laki
B. Hasil Wawancara 1. Sejak kapan anda mengalami insomnia? Saya insomnia sejak SMA kelas 2. Sekarang saya sudah kuliah semester 9. Insomnia yang saya alami saya susah untuk tidur, sekalipun mengantuk saya susah untuk tidur. Bahkan saya itu tidurnya tidak setiap hari. Bisa dua atau tiga hari sekali baru bisa tidur.namun terkadang juga saya tidur saat pagi hari, namun malam saya tidak bisa tidur. Saya pernah periksa ke psikolog di daerah kampus, konsultasi, dan memang psikolog tersebut menyatakan saya insomnia karena stress. Waktu itu diberi resep tapi tidak saya tebus karena mahal. Saya pernah mencoba mengobati sendiri dengan minum obat tidur CTM, obat warung seperti lelap, juga obat tidur cair saya beli di apotik, tapi sama saja saya tidak bias tidur. 2. Mengapa anda bisa mengalami insomnia ?sebutkan dan jelaskan faktor – faktor yang mempengaruhi insomnia pada anda Awalnya saya insomnia karena pergaulan saya. karena faktor teman – teman saya. saya bergaul dengan orang-orang yang suka melakukan kegiatan malam. Seperti : mabuk, nonhkrong, ngopi, ngobrol,dan itu dilakukan hampir setiap hari. Hal itu menjadi kebiasaan. Jadi setiap malam seperti itu, pulang pagi , paginya mengantuk. Karena waktu itu masih sekolah dan sekolahnya dekat dengan rumah jadi saya tidak kos, sehingga orang tua masih mengurus saya, misalkan dibangunkan pagi untuk ke sekolah, walau mengantuk dandi kelas suka tidur, saya masih bisa mengikuti pelajarannya, ya sambil nyontek teman misalkan. Itu 125
waktu masih sekolah,setelah itu saya kuliah. Pergaulan semakin tidak terkendali, semakin bebas juga karena jauh dari orang tua. Nah, saya mulai kenal denganobat- obatan juga. Saya mulai memakai narkoba.saya Cuma ikut – ikutan teman, saya Cuma coba-coba awalnya. Saya hanya penasaran awalnya, dan saya juga ingin menghilangkan stress. Namun saya menjadi ketagihan, dan saya memakai narkoba sangat sering, bisa seminggu dua atau tiga kali. Dan karena narkoba tersebut saya semakin tidak bisa tidur. Saya tidak punya rasa kantuk.bahkansaya tidak tidur selama tiga hari, sama sekali tidak tidur. Pernah juga karena terlalu banyak dosis, saya malah tidak tidur selama dua minggu, bisa tidur mungkin hanya 5 menitatau 10 menit. Saya mengkonsumsi obat – obatan selama 1,5 tahun. saya mendapatkannya dari teman saya yang juga pemakai sekaligus pengedar. Teman – teman saya banyak yang nakal, jadi saya ikut nakal. Kalau di kos ya begitu misal tidak keluar, saya nongkrong sama teman- teman kos tapi ya sama saja,saya mabuk, saya begadang. Kalau tidak ya saya di kamar sendirian, merokok, mainan hp, main gitar sambil nangis di pojokan kamar. Selainfaktor tersebut, saya juga ada masalah keluarga yang membuat saya depresi dan menjadikan saya gelisah, tidak tenang, banyak pikiram, sehingga insomnia saya semakin menjadi-jadi. Jadi, orang tua saya tidak begitu peduli dengan saya, karena saya anak laki –laki dan dianggap sudah dewasa maka merekasemakin acuh. Seperti minim kasih sayang. Padahal sebagai anak, saya juga ingin diperhatiikanorang tua walau saya sudah dewasa dan saya laki – laki. Minimal orang tua menanyakan bagaimana keadaan saya, kapan pulang kerumah, seperti itu saja saya sudah senang, namun orang tua saya tidak pernah menanyakan seperti itu . apalagi kan saya disini kos, jauh dari orang tua, semakin mereka tidak peduli semakin saya merasa tidak disayangi dan hal itu menjadi pikiran saya. orang tua saya seperti itu bukan karena sibuk, ibu saya guru SD 126
ayah saya wiraswasta, jadi kesibukan mereka masih wajar, namun orang tua saya itu punya persepsi bahwa anak laki – laki bisa menjaga diri. Saya anak terakir dari 4 bersaudara, 2 kakak laki – laki dan 1 kakak perempuan, dengan semua anak – anaknya juga cuek . bahkan kakak perempuan saya juga bisa dibilang nakal. Hubungan dengan keluarga terkesandingin,sangat jarang komunkasi lewat hp kalau tidak ada hal penting. Kalau bertemu pun juga jarang ngobrol, hanya seperlunya. Apalagi dengan ayah, saya sampai sekarang rasanya canggung kalau ngobrol dengan ayah, ayah saya dulu pergi kerja diluar negeri sejak saya TK dan baru kembali kesini saat saya kelas 2 SMA. Jadi dia itu seperti orang baru, apalagi saya kuliah jarang pulang, pulang sekitar 2 atau 3 minggu sekali. Kalau denganibu saya pernah curhat namun jawaban beliau “cowok kok ngeluh mas” jadi sejak saat itu saya tidak pernah lagi curhat atau cerita apapun ke ibu. Untuk kebutuhan saya, misal untuk kuliah saya dipenuhi, namun jika untuk keperluan lain seperti beli baju,dsb saya harus menabung dan membeli sendiri.selain ketiga hal tersebut,saya juga sebenarnya stress karena kesepian, saya tidaki pernah punya pacar. Sudah tidak dipedulikan orang tua, tidak punya pacar, temanpun nakal semua. Apa - apa saya lakukan sendiri.jadi saya itu seperti kurang motivasi, kurang penyemangat. Saya setiap mendekati cewek pasti tidak bisa jadi pacar, deket deket saja dan akhirnya diberi harapan palsu, makin meracuni pikiran saya, makin stress lah saya, makin saya tidak bisa tidur.namun pernah saya mendekati cewek dan dia mensuport saya untuk berhenti memakai obat – obatan. Dan saya mulai mencoba akhirnya saya bisa berhenti memakai obat – obatan. Hubungan saya juga begitu – begitu saja. tidak berlanjut, hanya dekat sebatas teman. Namun walau sudah berhenti obat, tetap saja insomnia saya tidak bisa sembuh. Itu hal - hal yang memicu insomnia saya. 127
3. Bagaimana dengan kondisi tersebut, apakah insomnia mengganggu kegiatan belajar anda? Kondisi tersebut jelas sangat mengganggu karena : Sejak saya insomnia , saya kan pola tidurnya berantakan. Aktivitas saya berantakan, tidak terjadwal. Kuliah saya jelas sangat berantakan. Saya kan kalau malam nongkrong dengan segala aktivitas malam saya dan teman-teman saya yang seperti itu, pulang pagi otomatis saya sudah malas untuk kuliah, pengennya ya di kos istirahat, kalau bisa tidur ya tidur, kalau tidak ya diam saja karena rasanya itu malas .pernah saya memaksakan masuk kuliah pagi, tapi saya tidak mampu konsentrasi, saya tidak fokus, saya ngantuk, dosen menjelaskan saja saya tidak paham. Apalagi dulu saya megkonsumsi narkoba itu,kalau pas konsumsi kan ON terus tidak ngantuk,tidak tidur, saya mencoba masuk kuliah tapi saya malah ngomnyang, ngelantur, sama sekali tidak masuk materinya. Maka dari itu saya jadi malas kuliah, buat apa kuliah kalau di kampus saya tidak ada konsentrasinya jadi saya mending ngak usah kuliah.jadi selama ini saya jarang kuliah,masuk hanya beberapa kali, makanya banyak makul yang tidak lulus. Saya juga tidak pernah belajar malam hari, kan saya sibuk dengan aktivitas malam saya. 4. Bagaimana insomnia mempengaruhi kesehatan anda dan mengganggu aktivitas belajar anda ? Selama insomnia saya semakin gemuk, karena apa, karena pola makan tidak teratur, lebih sering makan di malam hari, padahal makan malam yang terlalu malam kan tidak baik. Badan juga letih, lesu,lemah, lunglai, malas, tidak ada semangat tidakbergairah. Badan rasanya pegal – pegal, ngilu, ngantuk tapi tidak bisa tidur juga menyebabkan saya pusing. Dan tiap saya tidur saya itu tidak nyenyak, beberapa kali terbangun, dan tidak berkualitas tidurnya jadi rasanya tidak enak di badan, tidak karu – karuan. Penyakit asma saya juga sering kambuh, ya kan saya begadang terus , keluar malam terus, kena angin malam. 128
Danjuga merokoknya makin kenceng, ngak bisa tidur yaudah merokok terus jadi sering batuk – batuk juga. apalagi kalau di kos misal lagi ngak ada yang ngajak keluar, saya merokok saja itu di kos, main games, main laptop, sampai pagi. Kondisi seperti ini saya ya jadi malas pergi ke kampus, belajar ya jelas tidak fokus. Tidak ada konsentrasinya . badan tidak fit ya pikiran ikut tidak fit. 5. Bagaimana perasaan yang anda alami sebagai mahasiswa yang mengalami insomnia dan apakah hal tersebut mempengaruhi belajar anda ? Waktu mengalami insomnia tentunya saya gelisah tidak tenang tidak nyaman juga karena tidak bisa tidur.Perasaan saya ya stress depresi rasanya karena memikirkan saya itu insomnia ngak bisa tidur kuliah berantakan , saya menyesal juga karena akibat pergaulan, akibat narkoba, saya jadi insomnia, akhirnya kuliah saya ikut berantakan, aktivitas sehari – hari saya kacau tidak jelas. Hidup seperti tidak ada gunanya. Nah perasaan – perasaan seperti inikan mengganggu pikiran saya, saya juga sering murung kalau lagi sendiri, meratapi nasib lah kasarnya, semakin saya mikir kenceng saya makin insomnianya tidak sembuh – sembuh. Hla kalau insomnia saya tidaksembuh- sembuh, jelas sekali kuliah saya dan aktivitas belajar saya akan selalu terganggu.
Banyak
makul
yang
jadinyamengulang,
kondisi
badanmakin drop. 6. Bagaimana dengan lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat, apakah mempengaruhi belajar anda sebagai mahasiswa yang mengalami insomnia ? Lingkungan keluarga yang acuhtak acuh dan cuek membuat saya semakin tidak ada semangat untuk sungguh – sungguh kuliah. Saya kuliah biar jadi sarjana biar orang tua bangga, biar bisa kerja lalu memberi orang tua, tapi orang tua saya malah seolah tidak peduli tidak mau tau dengan usaha saya, jadi saya ya males untuk berusaha lebih 129
giat. Lingkungan kampus mempengaruhi karena teman – teman kampus malah mengojok – ojoki saya untuk tidak usah masuk, teman – teman kampus ada yang teman nongkrong juga, jadinya ya sama saja dengan saya, suka membolos kuliah, jarang masuk kuliah, dan mereka tidak menyemangati saya untuk kuliah malah meyemangati saya untuk main. Lingkungan masyarakat disini cuek, karena rata – rata daerah kos – kosan.jadi masyarakatnya acuh. Kebanyakan juga anak kos. Jadi misal disini di kos masih ada aktivitas sampai larut malam ya dibiarkan saja, tidak dilarang, jadinya yaudah kalau malam misal tidak keluar ya di kos rame – rame tidak belajar. 7. Bagaimanadampak yang ditimbulkan dari adanya insomnia ditinjau dari segi kesehatan anda dan bagaimana mengatasinya ? Dampaknya seperti yang saya jelaskan tadi, Selama insomnia saya semakin gemuk, karena apa, karena pola makan tidak teratur, lebih sering makan di malam hari, padahal makan malam yang terlalu malam kan tidak baik. Badan juga letih, lesu,lemah, lunglai, malas, tidak ada semangat tidakbergairah. Badan rasanya pegal – pegal, ngilu, ngantuk tapi tidak bisa tidur juga menyebabkan saya pusing. Dan tiap saya tidur saya itu tidak nyenyak, beberapa kali terbangun, dan tidak berkualitas tidurnya jadi rasanya tidak enak di badan, tidak karu – karuan. Penyakit asma saya juga sering kambuh, ya kan saya begadang terus , keluar malam terus, kena angin malam. Dan juga merokoknya makin kenceng, ngak bisa tidur yaudah merokok terus jadi batuki – batuk juga . cara untuk mengatasi , saya pernah melakukan diet OCD ya untuk badan saya yang gemuk tadi, lalu saya juga mencoba olahraga. Beberapa kali saya mencoba olahraga dancapek berolahraga saya jadi mengantuk dan saya bisa tidur nyenyak. Kemudian saya tidak lagi memakai narkoba, saya mengurangi alkohol juga, mengurangi minum kopi, karena kalau nongkrong ya biasanya ngobrol sambil minum kopi, nah itu saya kurangi. Saya juga mencoba menjadwal 130
tidur, ini sedang saya lakukan. Lumayan membantu sebenarnya, tapi saya masih belum bisa rutin karena ya berubah itu butuh proses. 8. Bagaimana dengan IP anda,apakah insomnia memiliki dampak terhadap IP anda dan bagaimana cara mengatasinya ? Sangat
berpengaruh,
saya
kan
jarang masuk
kuliah
karena
insomnia,saya ketinggalan materi kuliah,absen saya tidak penuh, tugas tidak saya kerjakan, banyak mapel yang tidak boleh ikut ujian juga, bila saya ikut ujian juga saya mengerjakan sebisanya asal –asalan saja, yasudah IP saya rendah. Semester 1 saya mendapat IP 1,9 . IP saya selama itu berkisar satu koma sekian hingga dua koma sekian. Terakhir ini IP saya 2,6 itu paling tinggi . upaya saya untuk memperbaiki yang jelas saya mengulang makul yang tidak lulus. Ada juga ini yang belum lulus dan harus diulang di semester 9 dan10.saya juga belum mengambil skripsi, jadi semster depanbaru boleh. Usaha lain, saya mendekati dosen, meminta tugas tambahan dan minta motivasi dari dosen. 9. Bagaimana perasaan anda jika mengalami insomniadan bagaimana cara mengatasinya ? Waktu mengalami insomnia tentunya saya gelisah tidak tenang tidak nyaman juga karena tidak bisa tidur.Perasaan saya ya stress depresi rasanya karena memikirkan saya itu insomnia ngak bisa tidur kuliah berantakan , saya menyesal juga karena akibat pergaulan, akibat narkoba, saya jadi insomnia, akhirnya kuliah saya ikut berantakan, aktivitas sehari – hari saya kacau tidak jelas. Hidup seperti tidak ada gunanya. Nah perasaan – perasaan seperti inikan mengganggu pikiran saya, saya juga sering murung kalau lagi sendiri, meratapi nasib lah kasarnya, semakin saya mikir kenceng saya makin insomnianya tidak sembuh – sembuh. Perasaan saya juga campur aduk, kuliah tidak selesai – selesai, padahal sudah ingin cepat lulus. Saya merasa terbebani dengansemua ini, seperti menumpuk di pikiran saya. upaya 131
yang saya lakukan biasanya saya mencari ketenangan, main musik contohnya. Ngobrol atau curhat dengan sahabat yang bisa diajak berbagi. Olahraga, atau mencari kesibukan untuk melupakan masalah. 10. Bagaimana dampak insomnia terhadap kegiatan sehari – hari anda dan bagaimana cara mengatasinya ? Dampaknya banyak sekali, badan saya tidak sehat, pikiran saya tidak tenang, saya tidak bisa menikmati udara pagi, aktivitas saya di pagi hari juga terbengkelai, kuliah saya tidak lancar karena saat mau berangkat kuliah saya tidak semangat, loyo badannya, lesu, mengantuk, jadi lebih memilih tidur saja kalau pagi. Hubungan dengan teman kampus juga renggang karena jarang masuk kan jadi tidak akrab dengan teman – teman kampus. Misal ada tugas atau ada apa – apa juga canggung mau minta tolong karena tidak akrab itu tadi.
132
HASIL WAWANCARA Hasil Wawancara Informan 19 Juli 2016 a. Identitas Responden Nama
: Kuncoro Aris Dwi Wibowo (KA)
Jenis kelamin : Laki- laki Status
: Teman kos Subjek
b. Hasil Wawancara 1. Bagaimana tanggapan anda terhadap subjek yang mengalami insomnia? Kasian melihat dia menderita insomnia. Saat yang lain tertidur lelap dia masih terjaga. Hampir setiap hari dia keluar, kalau saya tanya dia kemana pasti jawabnya mau main, mau nongkrong, selalu begitu. Pulangnya biasanya pagi, karena kamarnya hanya sebelah saya jadi tiap dia buka pintu pasti brisik jadi saya dengar, biasanya dia pulang ke kos jam-jam 3 lah kurang lebih. Kalaupun tidak keluar pasti di kos ikut ngumpul sama anak – anak kos. Tapi ya sama saja, disini pada main PS, main games, mabuk, ngobrol, sama saja begadang sampai pagi juga. Tapi saat yang lain ngantuk, biasanya dia yang paling tahan melek sampai pagi. Kalau melek biasanya dia merokok, mainan hp, main PS,kadang, ngobrol ngalor ngidul, nanti kalau yang lain sudah tidur dia balik ke kamarnya sendiri.jarang sekali sayalihat dia tidur normal seperti orang biasanya, bahkan tidak pernah normal tidurnya. 2. Bagaimana dengankegiatan belajarnya, apakah subjek aktif mengikuti kelas meskipun subjek mengalami insomnia ? Setahu saya dia jarang kuliah, kalau saya berangkat kuliah dia masih tidur di kos. Kebetulan saya satu kampus tapi beda jurusan. Katanya males, ngantuk, capek, ngak fit, seperti itu. 3. Bagaimana dengan kesehatan subjek selama mengalami gangguan insomnia dan bagaimana cara subjek mengatasi ? 133
Ya kalau dilihat itu seperti orang tidak sehat, namanya orang kurang tidur ya. Matanya sembab. Kurang semangat kalau dilihat, lesu begitu.dia dia pernah mengeluh badannya sakit semua, pegel- pegel katanya. Tidak segar tidak fit begitu. Dia juga sepertinya kebanyakan rokok, suka batuk – batuk kalau lagi merokok, kenceng bener rokoknya. Cara mengatasi , dia pernah olahraga katanya biar capek biar ngantuk. Kemudian akhir – akhir ini dia mabuk tidak begitu sering, masih mabuk tapi tidak separah dulu. 4. Bagaimana dampak prestasi belajar subjek selama mengalami insomnia? Kalau dia pernah cerita ke saya ya prestasinya buruk,IP nya jelek . dia saja tidak pernah belajar. Nongkrong, main, begitu terus . 5. Bagaimana menurut pandangan anda apakah ketika subjek mengalami insomnia emosinya menjadi stabil atau sebaliknya ? Labil. Karena kadang ceria kadang murung. Apalagi kalau pagi – pagi, mungkin karena dia kurang tidur atau belum tidur badannya capek ,kalau diajak ngobrol atau ditanya gitu jawabnya pakek emosi, ngotot, kayak orang ngajak berantem malah. 6. Bagaimana dampak yang ditimbulkan pada keseharian subjek ketika mengalami insomnia ? Yang saya lihat ya kesehatannya dilihat dia terlihat kurang fit karena kurang tidur, lalu aktivitasnya sehari – hari dia jadi berantakan begitu, kuliahnya terutama jadi terbengkalai karena jarang masuk, yang saya lihat itu.
134
HASIL WAWANCARA Hasil Wawancara Informan 20 Juli 2016 c. Identitas Responden Nama
: novi ardiyanto (NA)
Jenis kelamin : Laki- laki Status
: Teman kampus Subjek
d. Hasil Wawancara 1. Bagaimana tanggapan anda terhadap subjek yang mengalami insomnia? Sebagai teman kampusnya, saya ikut prihatin karena pastinya tidak enak ya menjadi penderita insomnia begitu. Aktivitas jadi berantakan. 2. Bagaimana dengan kegiatan belajarnya, apakah subjek aktif mengikuti kelas meskipun subjek mengalami insomnia ? Saya jarang melihat dia di kampus, jarang masuk kuliah.dan juga dia itu banyak mengulang mata kuliah. Absennya pun banyak yang tidak penuh. Beberapa makul dia tidak mengikuti ujian karena absen tidak penuh dan tugas – tugas yang tidak dikumpulkan. 3. Bagaimana dengan kesehatan subjek selama mengalami gangguan insomnia dan bagaimana cara subjek mengatasi ? Kalau
di
kelas,
waktu
dia
masuk
kuliah
biasanya
dia
mengantuk,matanya merah, lesu . ya terlihat seperti orang kurang tidur begitu .matanya sembab dan tidak fresh. Karena jarang masuk, jadi jareang ngobrol, jadi saya tidak begitu paham apa yang sudah dilakukan dia untuk menangani insomnianya. 4. Bagaimana dampak prestasi belajar subjek selama mengalami insomnia? Tentu berefek pasti ya, dia kalau dijelaskan dosen tidak paham, tidak fokus, karena pasti sehabis dijelaskan atau diberi materi biasanya diminta mengerjakan tugas, tapi dia tidak paham biasanya tanya sama 135
saya atau sama teman yang lain minta dijelaskan lagi. Dia kan juga jarang masuk, otomatis ketinggalan materi, sedangkan materinya saja sudah susah, ditekuni saja belum tentu paham, apalagi jika sering tidak masuk begitu, pasti makin kalang kabut. 5. Bagaimana menurut pandangan anda apakah ketika subjek mengalami insomnia emosinya menjadi stabil atau sebaliknya ? Menurut saya ya dia terlihat murung dan capek begitu, diajak bicara ya pasti tidak begitu nyambung, tapi ya tidak ngamuk ngamuk, hanya mood nya kurang bagus kalau saya lihat. Ya tidak ceria tidak fresh seperti yang tidak insomnia. 6. Bagaimana dampak yang ditimbulkan pada keseharian subjek ketika mengalami insomnia ? Dampaknya pasti untuk tubuhnya kalau lama –lama ya tidak bagus, kesehatannya itu. Lalu prestasi belajarnya, kuliahnya, aktivitasnya di pagi hari pasti awut – awutan. Yang jelas, sosialisasinya dengan teman – teman kampus pasti kurang. Karena jarang masuk ya jarang ngobrol dengan teman – teman kampus.
136
HASIL WAWANCARA Subjek 2 Tanggal Wawancara
: 21 Juli 2016
A. Identitas Subjek 1. Nama
: Puthut Dwi Aksara (PDA)
2. Jenis Kelamin
: Laki –laki
B. Hasil Wawancara 1. Sejak kapan anda mengalami insomnia ? Saya mengalami insomnia sejak masuk kuliah. Saya susah tidur di malam hari, untuk memulai tidur di malam hari saya susah, dan jika bisa tidur itu di pagi hari, itupun tidurnya tidak berkualitas, karena sering terbangun dan tidak nyenyak. Kalaupun sudah tidur, tetap saja saya merasa kurang tidur, masih tidak enak badannya. Ya pegal – pegal, lemas. Saya belum pernah periksa, namun saya pernah konsultasi dengan teman saya di fakultas psikologi tentang hal – hal yang saya alami dan dia mengatakan jika saya termasuk seseorang yang mengalami insomnia. Saya juga membaca buku dan berdasarkan pengetahuan yang saya dapat, saya memang merasa mengalami gangguan tidur atau insomnia. Saya belum pernah mencoba minum obat tidur, saya takut ketergantungan, lagipula saya itu bisa tidur tapi kalau sudah pagi, tapi kalau malam sangat susah untuk memulai tidur. Ya walaupun kalau bisa tidur tidak nyenyak dan merasa selalu kurang tidur. 2. Mengapa anda bisa mengalami insomnia ? sebutkan dan jelaskan faktor – faktor yang mempengaruhi insomnia pada anda Faktor – faktor yang mempengaruhi saya menjadi insomnia itu yang pertama karena pergaulan. Pergaulan saya bisa dibilang nakal . karena teman – teman saya juga nakal.kalau malam itu biasanya saya ngumpul sama teman – teman lalu kita begadang sampai pagi. Hal yang kita 137
lakukan yaitu biasanya kita minum minuman keras, kita main judi, kadang ya nongkrong sambil ngopi +ngrokok. Dan saya juga pernah menjadi pecandu narkoba, dan itu yang memicu saya menjadi insomnia. Ya bagaimana tidak,saat mengkonsumsi narkoba saya menjadi ON, tidak mengantuk, tidak bisa tidur. Saya memakai nerkoba bisa seminggu 3 – 4 kali, jadi saya tidak bisa tidur jika mengkonsumsi itu. Nah, saat saya sudah berhenti narkoba, tetap saja menjadi kebiasaan tidak bisa tidur.kalau minuman keras malah hampir setiap hari, rokok apalagi. Saya seperti ini juga karena gaya hidup saya yang bisa dibilang ngikut temen, biar dibilang anak muda jaman sekarang gitu. Jadinya benar – benar saya lebih asik dengan kegiatan seperti itu daripada tidur.aktivitas ya nongkrong, main games, hura – hura asik – asikan lah. Faktor selanjutnya yaitu karena saya stress dengan kuliah saya. stress nya itu karena tugas saya menumpuk sedangkan saya tidak pernah mengerjakan tugas, ya mengerjakan tapi jarang, karena saya itu menyepelekan tugas. Saya menyepelekan tugas karena tuganya itu susah, saya tidak paham, jadinya saya jadi malas dan tidak niat. Dan IPK saya itu jelek, rendah, jadinya saya hanya diijinkan mengambil beberapa SKSsaja, tidak bisa penuh, jadinya kan saya makin malas saja. saya itu pengen pindah kuliah karena saya stress saya sepaneng dengan kuliah saya, sudah ngak niat mau dijalani ya buat apa, tapi saya juga tidak mau kalau mengulang kuliah di lain kampus dan mengulang dari semester satu saya ngak mau, mau selesai tahun berapa saya nanti, dan percuma kuliah saya selama lima tahun ini. Tapi kalau tidak bisa transfer, saya juga bingung mau gimana. Kalau saya teruskan disini, masih ada beberapa makul juga yang mengulang karena tidak lulus, harus nambah berapa tahun lagi saya disini. Saya juga sudah mengambil skripsi, saya sedang menyusun skripsi, itu semakin membuat saya stress lalu memicu insomnia saya, jadinya skripsi juga terbengkalai, sampai saat ini skripsi saya belum berkembang, baru 138
judul. Stress akademik seperti ini semakin memicu saya untuk berusaha lari dari tanggungjawab saya sebagai mahasiswa dan memilih hura – hura dengan teman – teman, jadinya saya jadi insomnia dan malah semakin kacau saja hidup saya. 3. Bagaimana dengan kondisi tersebut, apakah insomnia mengganggu kegiatan belajar anda ? seperti apa, jelaskan Jelas insomnia sangat mengganggu aktivitas belajar saya, saya jadi malas kuliah, apalagi semester 8 – 10, sudah ngak pernah saya kuliah, sama sekali, kan saya ini sedang skripsi, tidak saya kerjakan, ada makul yang mengulang saya juga ngak masuk, karena saya ngak bisa fokus. Konsentrasi itu tidak ada, karena kalau kuliah pagi biasanya saya mengantuk. Malamnya misal mau mengerjakan tugas,sudah males pilih nongkrong. Pulang nongkrong pagi, mau belajar atau mengerjakan tugas sudah tidak mood, pagi hari mau kuliah malah ngantuk. Pernah dipaksakan kuliah, malah ngantuk, tidur di kelas. Apalagi dosen saya susah, nilainya juga susah keluar. Saya juga mudah lupa, sudah tidak paham, kalau mulai paham, baru sebentar jadi lupa, ya karena lelah dan konsentrasi juga buyar. 4. Bagaimana insomnia mempengaruhi kesehatan anda dan mengganggu aktivitas belajar anda? Kesehatan saya terganggu, jiwanya juga tergungcang karena stress masalah lalu insomnia lalu tidak bisa tidur jadi makin stress, pikiran kacau. Badan jadi letih, lesu, loemah, lunglai, saya juga kurang darah karena kiebanyakan begadang. Boyoken atau punggung nyeri – nyeri. Rasanya ngilu – ngilu, capek . mata saya juga kantung matanya mulai menghitam seperti mata panda, dan kalau diperhatikan mata saya menjadi merah dan sayu seperti mata lelah. Nah selama saya insomnia saya jadi merokoknya semakin kenceng, jadi bibir mulai menghitam juga. Saya jarang sakit, namun sekalinya sakit saya drop, sudah ngak bisa bangun ngak bisa kemana – mana. Jelas hal tersebut berdampak 139
bagi kegiatan belajar, kalau badannya saja tidak sehat bagaimana pikiran bisa sehat, kuliah kan juga butuh mikir, sedangkan mau mikir ya males kalau badannya tidak fit, enggak bisa mikir intinya. Otaknya tidak mau diajak mikir. Fokus dan konsentrasi sudah hilang. 5. Bagaimana perasaan yang anda alami sebagai mahasiswa yang mengalami insomnia dan apakah hal tersebut mempengaruhi belajar anda ? Perasaan saya ya saya ingin seperti orang normal, yang dapat tidur dan bangun di waktu yang tepat. Ada perasaan muak dengankeadaan ini.pengen normal seperti orang pada umumnya yang tidak insomnia dan aktivitasnya berjalan normal, tertata, terstruktur, dan terarah. Kalau seperti saya ini bagaimana bisa menata aktivitas saya dengan baik, kalau tidur saya saja kacau ya aktivitas lainnya ikut – ikutan kacau, jadwalnya jadi berantakan. Saya punnya penesalan, yaitu saya jarang
sekali melihat pagi, indahnya pagi, sejuknya udara pagi,
hangatnya matahari, saya jarang sekali merasakannya dan saya itu merasa menyesali insomnia saya. iya jelas berefek, perasaan saya kan gundah, ada penyesalan, ngefek ke pikiran jadi makin kacau makin ngak bisa saya fokus mikirin kuliah. Lagian gimana saya mikirin kuliah atau mikirin belajar, saya saja tidak pernah belajar. Kalau malam main.kalau pagi tidur. Bangunnya siang. Jadinya berantakan semuanya. 6. Bagaimana dengan lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat apakah mempengaruhi belajar anda sebagai mahasiswa yang mengalami insomnia ? Keluarga saya kan merantau,bekerja di jakarta, wiraswasta,jadi saya dirumah tinggaal dengan kakak saya dan suami serta anaknya .orang tua saya cuek sih, maksudnya ya tidak detail bertanya – tanya tentang kuliah saya atau keadaan saya, ya seperlunya saja, tetapi hubungan saya dengan keluarga saya baik – baik saja, dengan kakak saya juga 140
dia tidak pernah tanya – tanya kuliah saya karena tau saya orangnya bagaimana. Keluarga saya tau kalau saya insomnia karena kalau lagi berkumpul itu saya kalau malam saat mereka tidur saya kelayapan pulang pagi, kalau pagi mereka aktivitas, saya tidur. Tapi mereka tidak mempermasalahkan, ya tapi beberapa kali diingatkan supaya bangun pagi biar sehat katanya. Kalau lingkungan kampus, malah menjadi kompor. Teman – teman saya malah menghasyut supaya saya tidak masuk kuliah, katanya titip absen saja, bolos saja, jadinya yaudah saya merasa seperti didukung untuk tidak kuliah. Kalau lingkungan masyarakat, saya disini kan ngontrak rumah sama teman – teman, disini bebas, tidakada aturan yang mengikat, mau gimana aja bebas. Pulang jam berapapun portal juga tidak ditutup walau disini termasuk perumahan warga, namun orangnya cuek – cuek masa bodoh. Dengan lingkungan yang seperti ini kan saya dan teman –teman jadi semakin merasa bebas mau melakukan aktivitas apa saja di kontrakan, mau sampai jam berapapun juga tidak ada yang menegur, kalau ada yang terganggu ya tidak tau, yang jelas tidak ada yang mengingatkan. Kondisi seperti ini kan malah membuat insomnia saya semakin menjadi – jadi. 7. Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari adanya insomnia ditinjau dari segi kesehatan anda dan bagimana cara mengatasinya ? Kesehatan terganggu, ya letih, lesu, jadi kurang darah, kantong mata menghitam,bibir menghitam kebanyakan rokok, mata jadi merah dan capek, saya jadi stress karena beda dengan teman – teman lain yang normal. Saya juga jadi mudah lupa, tidak fokus, konsentrasi hilang. Cara mengatasinya saya mengurangi rokok, miras, kopi, berhenti narkoba pastinya. Memperbaiki pola tidur sedikit – sedikit, yang biasanya jam 4 jam 5 dipaksakan tidur jam 1 atau jam 2. Merubah gaya hidup yang setiap hari nongkrong, jadi dikurangi seminggu 2 – 3kali.
141
Mengurangi kegiatan yang membangkitkan minat untuk tidak tidur, contohnya hp, games, laptop. 8. Bagaimana dengan IP anda, apakah insomnia memiliki dampak terhadap IP anda dan bagaimana cara mengatasinya ? Sangat berdampak. Sejak insomnia kuliah saya terganggu. IP saya jeblok. Saya IP berkisar 1,5 sampai paling tinggi 2,9. Saya pernah mendapatkan IP 0,75 di semester 3. Itu ya kaerena saya sering tidak masuk karena insomnia, saya tidak pernah belajar. Upaya yang saya lakukan yaitu mengulang makul yang tidak lulus, kemudia saya berencana untuk pindah kuliah, tranfer kuliah ke kampus lain tapi kalau bbisa ya melanjutkan smester tidak mengulang dari semester satu, saya sedang mencari info tentang kampus mana yang kira – kira sesuai dengan minat saya. kemudian untuk kejanggalan nilai seperti yang saya katakan tadi, saya protes dengan dosen, ya ada yang mau mengeluarkan nilai, ada yang masa bodoh, ada yang menyuruh mengulang. 9. Bagaimana perasaan anda jika nmengalami insomnia dan bagaimana cara mengatasinya Perasaan saya ya seperti tadi gundah, ada penyesalan, ngefek ke pikiran jadi makin kacau makin ngak bisa saya fokus mikirin kuliah. Lagian gimana saya mikirin kuliah atau mikirin belajar, saya saja tidak pernah belajar. Kalau malam main.kalau pagi tidur. Bangunnya siang. Jadinya berantakan semuanya dan sejak insomnia saya kan gelisah saya jadi kurang motivasi dan tidak punya tujuan, kalaupun saya tau saya harus ngapain ,saya males untuk melakoninya. Cara mengatasinya ya saya berupaya untuk mengumpulkan niat dan berdoa supaya diberikan hidayah untuk segera merubah hidup saya dan memperbaiki hidup saya yang berantakan ini, dan saya mengumpulkan niat untuk benar –benar ingin sembuh dari insomnia agar dapat menjalani aktivitas seperti orang normal. 142
10. Bagaimana dampak insomnia terhadap kegiatan sehari – hari anda dan bagaimana cara mengatasinya ? Dampak bagi kehidupan saya, hidup saya berantakan, mawut. Kesehatan saya terganggu, perasaan saya juga tidak menentu jadi stress dan muncul banyak kekhawatiran, kuliah saya berantakan, konsentrasi dan fokus saya hilang, ditambah lagi hubungan sosialisasi saya dengan teman – teman dan keluarga juga kurang membaur, terutama teman – teman kuliah, karena jarang masuk ya jarang ketemu, dengan orang tua kan orang tua merantau jarang pulang, kalau pulang, bertemu mengobrol hanya sore, karena pagi saya tidurmalam saya begadang, ketemunya sore saja, saya jadi kehilangan moment berkumpul yang sebentar itu tidak bisa saya manfaatkan dengan baik. Cara mengatasi ya dengan memulai dari niat, merubah gaya hidup, memperbaiki pola tidur, intinya menyembuhkan insomnianya dulu, biar nanti selanjutnya kan bisa mengikuti, bisa terarah.
143
HASIL WAWANCARA Hasil wawancara informan a. Identitas informan Nama
: Ray Oktafiardi (RO)
Jenis kelamin : laki – laki Status
: teman kos
b. Hasil wawancara 1. Bagaiman tanggapan anda terhadap subjek yang mengalami insomnia ? Sebagai
teman
dekatnya
lihatnya,pengenmenyemangati
saya supaya
prihatin, tidak
kasian
insomnia
tapi
gitu ya
bagaimana karena insomnia itu kan bukan niat, tapi sesuatu yang dialami, dan terlihat menyiksa. tapi gimana, saya sendiri juga ikut dia nonkrong kalau malam, tapi saya tidak separah dia yang kalau melek sampai pagi. 2. Bagaimana dengan kegiatan belajarnya, apakah subjek aktif mengikuti kelas meskipun subjek mengalami insomnia? Kuliahnya jelas berantakan, dia jarang kuliah, kalau malam begadang, kalau nongkrong pulang pagi, tidurnya pagi. Setahun ini malah dia ngak kuliah. Dikos aja itu anak kalau pagi temen –temen kuliah, dia masih tidur. Malah baru berangkat tidur. 3. Bagaimana dengan kesehatan subjek selama mengalami gangguan insomnia dan bagaimana cara mengatasinya ? Kalau saya liahat memang matanya itu merah, kantung mata menghitam, dan juga terlihat lelah tidak semangat . dia mengurangi alkohol sepertinya, karena sekarang kalau minum tidak sekenceng dulu, bisa kontrol lah, terus sekarang kalau jam1 atau 2 sudah di kos, di kamarnya, katanya mau tidur gasik, begitu.
144
4. Bagaimana dampak prestasi belajar subjek selama mengalami insomnia ? Kuliah juga belum lulus – lulus dia, malah mau pindah juga, ip nya jelek, rendah karena juga jarang masuk kuliah . kuliahnya berantakan karena malas ke kampus dia. 5. Bagaimana menurut pandangan anda apakah ketika subjek mengalami insomnia emosinya stabil atau sebaliknya ? Kalau dengan saya, dia biasa saja. tapi kadang ya jadi emosian, mudah marah, kalau mulai ngantuk lalu terpancing emosi biasanya marah – marah, kata – kata kasar, paling Cuma gitu. 6. Bagaimana dampak yang ditimbulkan pada keseharian subjek ketika mengalami insomnia ? Yang paling jelas terlihat menurut saya ya kesehatan dan kuliahnya. Jadi kurang sehat dan juga kuliahnya berantakan.
145
HASIL WAWANCARA Hasil wawancara informan a. Identitas informan Nama
: Danut Wahono (DW)
Jenis kelamin : laki – laki Status
: teman kampus
b. Hasil wawancara 1. Bagaiman tanggapan anda terhadap subjek yang mengalami insomnia ? Walau saya tidak mengalami insomnia., tapi sayabisa merasakan pasti tidak enak mengalami gangguan tidur begitu, aktivitas sehari – hari pasti berantakan 2. Bagaimana dengan kegiatan belajarnya, apakah subjek aktif mengikuti kelas meskipun subjek mengalami insomnia? Kuliahnya dia jarang kuliah, saya jarang bertemu dia di kampus, apalagi kalau pagi. Semester akhir – akhir juga jarang masuk,apalagi skripsinya, belum dikerjakan, malah dia sudah tidak pernah ke kampus semseter ini. 3. Bagaimana dengan kesehatan subjek selama mengalami gangguan insomnia dan bagaimana cara mengatasinya ? Dia lesu, kurang semangat, sepeerti orang lelah. Matanya juga merah.saya kurang tau kalau usahanya, mungkin olahraga. Lalu akhir – ikhir ini pernah saya ajak minum tapi dia bilang lagi ngurangin, mungkin itu termasuk usahanya. 4. Bagaimana dampak prestasi belajar subjek selama mengalami insomnia ? Kalau cowok jarang yang IP nya tinggi, tapi kalau dia sudah termasuk yang rendah di kelas, karena kuliahnya ya jarang masuk itu tadi, jadi ketinggalanmateri itu pasti. 146
5. Bagaimana menurut pandangan anda apakah ketika subjek mengalami insomnia emosinya stabil atau sebaliknya ? Kalau dikampus sih biasa saja, paling Cuma kalau tanya apa terus ngak dijawab atau kurang pas menurut dia, dia langsung badmood kayak muka kesel gitu. 6. Bagaimana dampak yang ditimbulkan pada keseharian subjek ketika mengalami insomnia ? Yang terlihat jelas ya kuliahnya dan aktivitas kampusnya, dia kan jadi kurang sosialisasi dengan teman-teman kampus karena jrang masuk, jrang ikut kegiatan dengan anak – anak kelas juga.pastinya kuliah juga berantakan tidak terarah. Dan juga kesehatan subjek saya yakin, pasti terganggu tidak seperti orang yang tidak insomnia.
147
HASIL WAWANCARA Subjek 3 A. Identitas Subjek 1. Nama
: Yudo Susanto (YS)
2. Jenis Kelamin
: Laki –laki
B. Hasil wawancara 1. Sejak kapan anda mulai mengalami insomnia ? Saya mengalami insomnia sejak tahun 2007 – 2016. Saya tersiksa sudah 9 tahun ini. Ativitas saya terbalik jadinya. Kacau. Pagi jadi malam. Malam jadi pagi. 2. Apa pernah periksa ? Awalnya saya susah tidur lalu mengobati sendiri seperti minum obat tidur biasa yang dijual bebas. Namun sudah banyak obat yang saya coba namun tidak ada efeknya sama sekali. Itu saya lakukan selama 3 tahun yaitu pada tahun 2007 – 2010. Karena tidak ada efek atau perubahan sama sekali, saya kemudian periksa ke dokter syaraf. Saya diberi obat “diasepam” . sejak diberi obat tersebut saya bisa tidur dan nyenyak tidurnya. Kuantitas tidurnya sekitar 4 – 8 jam. Namun, saya dapat memulai tidur juga pagi sekitar subuh baru bisa tidur, kadang juga bisa normal, sehabis tengah malam sudah bisa tidur. namun, semakin lama semakin ktergantungan .dosisnya yang awalnya satu obat saja sudah membuat saya tidur, lama – lama tidak berefek, saya tidak bisa tidur lagi. Kemudian saya periksa lagi, lalu dosisnya ditingkatkan menjadi dua obat sekali minum. Dua obat lama –lama tidak berefek, ditingkatkanlagi menjadi tiga, begitu seterusnya sehingga saya mencapai dosis yaitu sekali minum enam obat. Saya mulai berhenti minum obat tersebut. Kemudian saya tidak bisa tidur lagi, nah saya minum alkohol jadi saya bisa tidur. Jadi saya berhenti minum obat tersebut, dan saya menggantinya dengan sering minum 148
alkohol. Saat itu saya merasa tidur saya tidak nyaman dan tidak berkualitas. Karena banyak masalah dan juga insomnia saya tak kunjung sembuh, saya lama – lama jadi depresi. Insomnia saja belum tersembuhkan tetapi masalah semakin banyak, saya jadi depresi juga, jadi saya berobat ke dokter jiwa di RSJD, RS Puri Waluyto, dan yang terakhir yang berlanjut sampai sekarang yaitu RS.Kustati di Solo. Selama pengobatan disana, saya mengobati insomnia sekaligus depresi saya. saya diberi obat “sentralin” sebagai obat anti depresi, obat “alprazolam” sebagai obat penenang atau agar tidak panik, dan obat “clozapine” sebagai obat tidur. Sejak mengkonsumsi obat tersebut, saya bisa tidur dengan nyenyak jika obatnya saya konsumsi sesuai dengan dosis. “sentralin” dan “alprazolam” diminum dipagi hari, dan “clozapine” diminum di malam hari. Namun, saya ketergantungan juga dengan obat ini. Saya tidak bisa tidur jika tidak mengkonsumsi obat tersebut. Untuk sekarang ini dokter sedang mencoba melakukan pengurangan dosis secara bertahap agar saya bisa lepas dari obat tersebut nantinya. 3. Mengapa anda bisa mengalami insomnia ? sebutkan dan jelaskan faktor – faktor yang mempengaruhi insomnia pada anda Awalnya yang membuat saya menjadi insomnia yaitu karena saya stress lalu saya lari ke narkoba, alhasil saya kecanduan narkoba. Temen saya ada yang makai narkoba lalu saya ikut- ikutan karena katanya narkoba itu menyelesaikan masalah. Sejak saya menggunakan narkoba, saya jadi susah tidur, karena pengaruhnya yang begitu kuat membuat saya melek terus. Saya bisa kecanduan narkoba itu karena sikap keluarga saya yang acuh tak acuh dan tidak peduli dengan saya. mereka terlalu sibuk dengan pekerjaan mereka.
Orang tua saya
pengusaha,mereka memiliki pabrik kerupuk. Jadi mereka bekerja seharian dan tidak ada waktu untuk saya. saya seperti dilepas begitu saja.Sudah begitu, saya sangat terpukul dengan meninggalnya ibu 149
saya. ibu saya sakit dan meninggal dunia.walau beliau juga sibuk dengan pekerjaan, namun masih ada sedikit perhatiannya dengan saya, namun beliau malah meninggal. Belum lama ibu meninggal, ayah saya menikah lagi.dan itu masalah baru untuk saya. saya sangat tidak menyukai ibu tiri saya karena dia tidak menunjukkan sosok ibu yang baik. Dia terlalu mengatur saya. bahkan hal – hal yang seharusnya bukan urusan dia ikut diatur – atur. Dia terlalu egois, seperti ingin menguasai semuanya, harta, dan juga menguasai saya dan adik saya. mengatur tapi asal mengatur. Melarang, menyuruh seenaknya seperti itu. Jadi hubungan saya dengan dia sangat tidak baik, dan ayah saya lebih membela dia daripada saya yang anaknya sendiri. Dia punya 3 orang anak, namun sikapnya ke anaknya berbeda dengan sikapnya dengansaya dan adik saya, ya mungkin karena bukan anak kandung maka seperti itu. Hal tersebut benar – benar membuat saya stress . saya jadi bingung mau ngapain, tiaphari yang saya pikirkan adalah hal tersebut. Saya jadi tidak nafsu makan, saya jadi tidak bisa tidur, saking stressnya yasudah saya lari ke narkoba. Sudah insomnia ditambah konsumsi narkoba, jadi makin tidak bisa tidur saya. insomnya semakin menjadi. Sampai narkoba itu di hentikan, saya terlanjur insomnia dan tetap saja saja insomnia. Tetapi, saya lebih suka menyendiri dan diam sendiri. Kalau tidak bisa tidur, saya suka membaca buku. Buku apa saja saya baca. Kalau saya stress, saya minum alkohol, saya memakai narkoba, itu saya lakukan sendirian, tidak dengan teman – teman saya, tidak ramai – ramai. Lambat laun,insomnia saya juga tidak kunjung sembuh, saya malah depresi, saya mudah panik, saya ragu mengambil keputusan, saya jadi makin suka menyendiri. Insomnia saya semakin tidak kunjung sembuh, namun saya tetap berobat makanya bisa tertolong. 4. Bagaimana dengan kondisi tersebut, apakah insomnia mengganggu kegiatan belajar anda ? seperti apa dan jelaskan. 150
Sangat mengganggu. Karena siklus tidur terbalik, siang jadi malam, malam jadi siang. Jarang sekali bisa kuliah pagi. Karena lebih seringnya saya tidur di pagi hari. Bisa kuliah paling jam kuliah diatas jam10. Karena saya bisa tidur itu subuh, bangunnya jam 10 atau jam12. Setiap kuliah saya tidak fokus, dan mengantuk, makanya apa saja yang dijelaskan dosen, saya tidak bisa menangkap. Jadi, saya memilih membaca materi atau mempelajari materi di buku atau internet dan saya baca sendiri di malam hari saat saya tidak bisa tidur. Hasilnya tentu tidak maksimal karena saya belajarnya otodidak dengan pemahaman saya sendiri melalui apa yang saya baca, bukan dari penjelasan dosen yang tentunya lebih memahamkan. 5. Bagaimana insomnia mempengaruhi kesehatan anda dan mengganggu aktivitas belajar anda ? Sejak mengalami insomnia, daya tahan tubuh saya menurun, istirahat yang kurang akan mempengaruhi sistem imun dan menurunkan kekebalan tubuh saya,saya jadi lebih mudah sakit. Karena tidur yang kurang tentu badan akan letih dan lesu, serta lemah dan mudah terserang virus penyakit. Daya ingat dan konsentrasi saya juga menurun, diajak bicara saja saya bingung. Misal saya jawab A, ketika diulang pertanyaan yang sama jawabannya jadi B. Saya tidak fokus. Dan sangat mudah lupa, kejadian baru beberapa hari saja kadang saya lupa. Badan saya terasa pegal – pegal, tidak enak badan terus rasanya, yang nyeri, yang pegal, yang sakit, yang ngilu, pokoknya tidak fit rasanya. Dengan kondisi tubuh seperti itu, tentu membuat saya semakin tidak nyaman untuk belajar, khususnya belajar di kampus, pergi kuliah, mendengarkan dosen, karena sama saja percuma malah buang – buang waktu menurut saya karena hasilnya zonk. Saya tetap tidak fokus, gagal paham, ngantuk, tidak ada konsentrasi. Saya memilih belajar secara otodidak semampunya sepahamnya.
151
6. Bagaimana perasaan yang anda alami sebagai mahasiswa yang mengalami insomnia dan apakah hal tersebut mempengaruhi belajar anda ? Saat mengalami insomnia, saat saya tidak bisa tidur, rasanya gelisah, cemas, khawatir, gundah, panik, tidak menentu, pikiran kemana – mana.kalau obat yang saya minum belum bekerja, saya belom bisa tidur Jadi saya mencoba menenangkannya dengan membaca buku, main games, membuka – buka internet, kadang saya mencoba tidak minumobat, tapi menggantinya denganminum alkohol yang banyak kan saya mabuk jadi teler jadi tidur. Tentu mempengaruhi, semua pasti ada pengaruhnya, badan yang tidak sehat,pikiran yang tidak fresh, perasaan yang tidak tenang pasti mood untuk belajar tidak sebagus orang normal. Tetap saja terganggu dan tidak bisa maksimal hasilnya. Belajar itu moodnya rusak. Sekalipun saat malam saya belajar, saya baca buku, tetep tidak maksimal karena pikiran tidak tenang. 7. Bagaimana dengan lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat, apakah mempengaruhi belajar anda sebagai mahasiswa yang mengalami insomnia ? Lingkungan keluarga sangat berpengaruh, karena sumber masalah saya terletak pada mereka, mereka yang egois, cuek, dan tidak peduli dengan saya, menjadikan saya stress lalu insomnia dan depresi sehingga belajar saya kacau seperti ini, lingkungan kampus orangnya individual, tidak menyemangati, karena saya orangnya juga tertutup dan pendiam, suka menyendiri. Namun ada pacar saya yang satu kampus namun beda kelas, jadi dia cukup membantu saya. cukup menyemangati saya. saya berobat juga dengan dia. Karena saya pacaran sejak SMA, jadi dia cukup mengenal saya dengan baik. Saya tidak ada teman dekat selain dia. Istilahnya ya dia yang paling mengerti tentang saya. kalau lingkungan masyarakat, saya disini kos, dan karena disini lingkungan perkotaan jadi orangnya cuek – cuek, 152
tidak peduli, jadi mereka juga masa bodoh dengan warganya,termasuk dengan anak kos di daerah sini, ibu bapak kos juga tidak disini, hanya ada penjaga dan tukang bersih – bersih saja. namun cuek terhadapwarga kos. 8. Bagimana dampak yang ditimbulkan dari adanya insomnia ditinjau dari segi kesehatan anda dan bagaimana cara mengatasinya ? Sejak mengalami insomnia, daya tahan tubuh saya menurun, istirahat yang kurang akan mempengaruhi sistem imun dan menurunkan kekebalan tubuh saya,saya jadi lebih mudah sakit. Karena tidur yang kurang tentu badan akan letih dan lesu, serta lemah dan mudah terserang virus penyakit. Daya ingat dan konsentrasi saya juga menurun, diajak bicara saja saya bingung .cara mengatasi yang saya lakukan yang pertama yaitu berobat. Orang tua saya memang tidak peduli apa yang terjadi dengan saya, namun kalaun masalah materi berapapun saya minta pasti dikasih, maka dari itu saya minta uang pada orang tua dan meminta pacar saya untuk menemani saya berobat. Saya terus melakukan pengobatan untuk insomnia saya. lalu saya juga konsumsi multivitamin, kemudian saya olahraga juga. Saya makan dan minum yang bergizi, menambah nutrisi saya, seperti minum susu juga artinya saya me4mperbaiki pola hidup saya. 9. Bagaimana dengan IP anda, apakah insomnia memiliki dampak terhadap IP anda dan bagaimana cara mengatasinya ? Sangat berdampak. Awal kuliah saja IP saya hanya 2. Itu berkutat sekitar itu saja. saya memperoleh IP tertinggi yaitu 2,6. Itu IP terakhir saya selama kuliah S1. Saya lulus S! Sebenarnya juga karena saya membayar dosen, karena saya sudah yakin nilai – nilai saya jelek, banyak makul yang mengulang juga, dan saya malas untuk mengulang, saya juga malas kuliah lama –lama, karena percuma juga kuliah lamalama kalau gitu – gitu aja,karena saya merasa orang tua saya orang berada, jadi daripada susah- susah, makanya saya skripsi beli di jasa 153
membuat skripsi, sedangkan untuk nilai – nilai atau makul yang mengulang, saya membayar dosen supaya mau meluluskan saya. setelah S1 selesai,orang tua saya meminta saya kuliah lagi, lanjut S2, saya sebenarnya sudah malas sekali, insomnia saya ini mengganggu, tapi bagaimana lagi orang tua meminta saya kuliah lagi, jadi saya mengikuti permintaan orang tua saya untuk kuliah lagi. 10. Bagaimana perasaan anda jika mengalami insomnia dan bagaimana cara anda mengatasinya ? Saat mengalami insomnia, saat saya tidak bisa tidur, rasanya gelisah, cemas, khawatir, gundah, panik, tidak menentu, pikiran kemana – mana. cara mengatasi yaitu dengan sebenarnya saya sedang mencoba untuk lebih membuka diri agar tidak terlalu tertutup
menyendiri
supaya saya bisa membaur dengan orang lain dan saya bisa sharing atau menyibukkan diri agar saya tidak stress dan larut dengan masalah saya yang menjadikan saya insomnia dan juga depresi. 11. Bagaimana dampak insomnia terhadap kegiatan sehari – hari anda dan bagaimana cara mengatasinya ? Dampaknya jelas kuliah saya berantakan, kuliah saya terganggu, dan tersendat – sendat sampai sekarang.sosialisasinya menjadi kurang karena cenderung jadi pemurung,pendiam dan suka menyendiri jadi susah untuk berkumpul. Hidup kurang semangat,tidak bergairah dan males ngapa – ngapain. Cara mengatasi ya dengan berobat, dengan menyembuhkan insomnia dulu agar semua bisa terselesaikan. Cara mengatasinya ya yang seperti tadi yang sudah saya sebutkan.
154
HASIL WAWANCARA Hasil wawancara informal a. Identitas informan Nama
: Indah
Jenis kelamin : perempuan Status
: teman dekat subjek
b. Hasil wawancara 1. Bagaimana tanggapan anda terhadap subjek yang mengalami insomnia? Melihat dia insomnia, empati saya tergugah. Saya ingin menggugah semangatnya agar dia mau terus mengejar mimpi dan cita – citanya supaya bisa menjadi orang sukses. Karena saya termasuk orang terdekatnya, memahami aktivitasnya sehari
- hari, jadi saya turut
merasakan apa yang dirasakannya. Tapi bagaimana, dia termasuk orang yang tertutup juga, kadang mau cerita kadang enggak, kadang mau mendengarkan kadang masa bodoh. Ya walaupun begitu, harus tetap disemangati. 2. Bagaimana dengan kegiatan belajarnya, apakah subjek aktif mengikuti kelas meskipun subjek mengalami insomnia ? Dia terganggu belajarnya, dia jarang masuk kuliah terutama kuliah pagi, karena dia ngantuk biasanya, bisa tidur itu sekitar jam 4atau 5 saat subuh, bangunnya juga siang. Jarang saya melihat dia di kampus. Kalau saya tengok ke kalsnya juga jarang sekali dia masuk. Kalau saya bangunkan dia ke kosnya, dia pasti tidak mau bangun. Susah bangunnya, dipaksa –paksa pun kadang mau tapi banyak tidak maunya. Dia juga kurang sosialisasi dengan teman – teman kampusnya, jadi kalau ketinggalan pelajaran gitu temannya juga cuek. Paling saya yang meminjamkan catatan atau minta file materi dari teman kelasnya lalu saya berikan pada dia untuk dibaca – baca. Karena 155
dia termasuk orang yang suka baca kalau lagi ngak bisa tidur. Saya juga menemani dia cari buku mata kuliah yang diampu dosen, kan dia jarang masuk kuliah, jarang mendengarkan dosen, malah tidak masuk materinya, jadi memilih beli buku dan belajar sendiri katanya. 3. Bagaimana dengankesehatan subjek selama mengalami gangguan insomnia dan bagaimana cara subjek menangani ? Kesehatannya terganggu, dia jadi sering sakit- sakitan, loyo, letih. Terlihat capek seperti itu. Seringkali dia mengeluh badannya juga tidak enak, nyeri, pegel. Kurang semangat dilihatnya. Karena terlalu sering begadang itu. Dia menangani dengan berobat, dia menjalami pengeobatan, saat ini di RS kustati, saya selalu menemaninya berobat dari dulu. Sudah pindah – pindah dokter, dan kali ini rutin di kustati. Dia juga berolahraga, kemudian makan danminumnyalebih konsumsi yang bergizi. 4. Bagaimana dampak prestasi belajar subjek selama mengalami insomnia ? IP nya jelek. Hanya berkisar 2,sekian. Karena kan kuliah jarang masuk, materi yang diterima juga tidak maksimal karena lebih banyak belajar sendiri. Dia lulus kuliah S1 saja dengan membayar dosen. S2 ini saya semangati terus biar lebih semangat dan bisa lulus dengan hasil sendiri, tidak membayar dosen lagi. 5. Bagaimana menurut pandangan apakah ketika subjek mengalami insomnia emosinya menjadi stabil ataukah sebaliknya ? Iya, kerap kali marah – marah, badmood, sering saya jadi sasaranya. Marah – marah dilampiaskan ke saya. mungkin karena efek kurang tidur, jadi tidak stabil emosinya. Berbeda denganorang normal pada umumnya. 6. Bagaimana dampak yang ditimbulkan pada keseharian subjek ketika mengalami insomnia ?
156
Berkurangnya aktivitas fisik, karena kan kalau pagi tidur, padahal aktivitas kebanyakan dilakukan di pagi hari. Kuliahnya terganggu. Kesehatannya. Emosinya. Dan juga lingkungannya jadi renggang.
157
hubungan sosial
dengan
REDUKSI DATA Subjek 1 Tanggal Wawancara
: 18 Juli 2016
C. Identitas Subjek 3. Nama
: Religia Archida Ilham Firdaus (RA)
4. Jenis Kelamin
: Laki –laki
D. Hasil Wawancara 11. Sejak kapan anda mengalami insomnia? Saya insomnia sejak SMA kelas 2. Awalnya stress, saya lalu lari ke pergaulan bebas dan berlanjut hingga insomnia. Sekarang saya sudah kuliah semester 9. Insomnia yang saya alami yaitu susah untuk tidur, sekalipun mengantuk saya susah untuk tidur. Bahkan saya itu tidurnya tidak setiap hari. Bisa dua atau tiga hari sekali baru bisa tidur, namun terkadang juga saya tidur saat pagi hari, namun malam saya tidak bisa tidur. 12. Mengapa anda bisa mengalami insomnia ?sebutkan dan jelaskan faktor – faktor yang mempengaruhi insomnia pada anda Saya melakukan kegiatan malam saya setiap hari. Hal itu menjadi kebiasaan. Karena waktu itu masih sekolah dan sekolahnya dekat dengan rumah jadi saya tidak kos, sehingga orang tua masih mengurus saya, misalkan dibangunkan pagi untuk ke sekolah, walau mengantuk dan di kelas suka tidur, saya masih bisa mengikuti pelajarannya, meskipun dengan menyontek teman misalkan. Setelah kuliah pergaulan semakin tidak terkendali, semakin bebas juga karena jauh dari orang tua. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya insomna diantaranya faktor lingkungan keluarga, dan faktor lingkungan pergaulan.
158
13. Bagaimana dengan kondisi tersebut, apakah insomnia mengganggu kegiatan belajar anda? Sejak saya insomnia, pola tidur menjadi berantakan. Aktivitas saya berantakan, tidak terjadwal. Kuliah saya jelas sangat berantakan. Aktivitas malam hari dan pulang pagi secara otomatis membuat saya malas untuk kuliah inginnya istirahat dan tertidur akan tetapi tidak bisa tidur. 14. Bagaimana perasaan yang anda alami sebagai pengidap insomnia dan apakah hal tersebut mempengaruhi belajar anda ? Waktu mengalami insomnia tentunya saya gelisah tidak tenang tidak nyaman juga karena tidak bisa tidur.Perasaan saya ya stress depresi rasanya karena memikirkan saya itu insomnia ngak bisa tidur kuliah berantakan, saya menyesal juga karena akibat pergaulan, akibat narkoba, saya jadi insomnia, akhirnya kuliah saya ikut berantakan, aktivitas sehari – hari saya kacau tidak jelas. Hidup seperti tidak ada gunanya. 15. Bagaimana dengan lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat, apakah mempengaruhi belajar anda sebagai pengidap insomnia ? Tidak hanya itu faktor dianggap mempengaruhi insomnia adalah faktor lingkungan khususnya lingkungan keluarga. Hal ini dikarenakan orang tua yang terlalu cuek dan mempunyai persepsi jika anak laki-laki tidak harus dikhawatirkan ternyata membuat saya menjadi hilang arah karena tidak ada sosok yang mengingatkan, memarahi, dan mengarahkan. Berawal dari sini saya bertemu dengan teman-teman yang waktu itu saya anggap dapat mengerti situasi dan kondisi yang saya alami. Akan tetapi ternyata dampak pergaulan bebas tersebut banyak. Diantaranya adalah terjerumus narkoba, dan insomnia. Selain itu, lingkungan sekitar kos saya juga tidak peduli dengan aktivitas anak kos. Baik induk semang maupun para aparat desa membiarkan acara
159
kos-kosan hingga larut malam setiap harinya tanpa ada teguran lisan maupun tertulis. 16. Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari adanya insomnia ditinjau dari segi kesehatan anda? Dampaknya selama insomnia badan saya menjadi letih, lesu, lemah, lunglai, malas, tidak ada semangat. Badan rasanya pegal-pegal, ngilu, ngantuk tapi tidak bisa tidur juga menyebabkan saya pusing. Setiap saya tidur tidak nyenyak, beberapa kali terbangun, dan tidak berkualitas tidurnya jadi rasanya tidak enak di badan, tidak karu – karuan. Penyakit asma saya juga sering kambuh, karena bergadang dan kena angin malam. Selain itu, saya menjadi perokok berat hingga sekarang sering batuk dalam jangka panjang. 17. Bagaimana dengan IP anda, apakah insomnia memiliki dampak terhadap IP anda dan bagaimana cara mengatasinya ? Sangat berpengaruh, Semester 1 saya mendapat IP 1,9. Terakhir ini IP saya 2,6 itu paling tinggi. Upaya lainnya yaitu mengulang mata kuliah yang tidak lulus, mendekati dosen, meminta tugas tambahan dan minta motivasi dari dosen. 18. Bagaimana perasaan anda jika mengalami insomniadan bagaimana cara mengatasinya ? Beberapa kali saya mencoba olahraga dan capek berolahraga saya jadi mengantuk dan saya bisa tidur nyenyak. Kemudian saya tidak lagi memakai narkoba, saya mengurangi alkohol juga, mengurangi minum kopi, dan mengurangi berkumpul dengan teman-teman. Saya juga mencoba menjadwal tidur, akan tetapi butuh proses karena harus membiasakan diri kembali.
160
Hasil Wawancara Informan 19 Juli 2016 e. Identitas Responden Nama
: Kuncoro Aris Dwi Wibowo (KA)
Jenis kelamin : Laki- laki Status
: Teman kos Subjek
f. Hasil Wawancara 7. Bagaimana tanggapan anda terhadap subjek yang mengalami insomnia? Kasian melihat dia menderita insomnia. Saat yang lain tertidur lelap dia masih terjaga. Hampir setiap hari dia keluar, kalau saya tanya dia kemana pasti jawabnya mau main, mau nongkrong, selalu begitu. 8. Bagaimana dengan kegiatan belajarnya, apakah subjek aktif mengikuti kelas meskipun subjek mengalami insomnia ? Setahu saya dia jarang kuliah, kalau saya berangkat kuliah dia masih tidur di kos. 9. Bagaimana dengan kesehatan subjek selama mengalami gangguan insomnia? Ya kalau dilihat itu seperti orang tidak sehat, namanya orang kurang tidur ya. Matanya sembab. Kurang semangat kalau dilihat, lesu begitu.dia dia pernah mengeluh badannya sakit semua, pegel- pegel katanya. Tidak segar tidak fit begitu. Dia juga sepertinya kebanyakan rokok, suka batuk – batuk kalau lagi merokok, kenceng bener rokoknya. 10. Bagaimana dampak prestasi belajar subjek selama mengalami insomnia? Kalau dia pernah cerita ke saya ya prestasinya buruk, IP nya jelek . dia saja tidak pernah belajar. Nongkrong, main, begitu terus . 11. Bagaimana menurut pandangan anda apakah ketika subjek mengalami insomnia emosinya menjadi stabil atau sebaliknya ? Labil. Karena kadang ceria kadang murung. Apalagi kalau pagi – pagi, mungkin karena dia kurang tidur atau belum tidur badannya capek, 161
kalau diajak ngobrol atau ditanya gitu jawabnya pakek emosi, ngotot, kayak orang ngajak berantem malah. 12. Bagaimana dampak yang ditimbulkan pada keseharian subjek ketika mengalami insomnia ? Yang saya lihat ya kesehatannya dilihat dia terlihat kurang fit karena kurang tidur, lalu aktivitasnya sehari – hari dia jadi berantakan begitu, kuliahnya terutama jadi terbengkalai karena jarang masuk, yang saya lihat itu.
162
Hasil Wawancara Informan 20 Juli 2016 g. Identitas Responden Nama
: novi ardiyanto (NA)
Jenis kelamin : Laki- laki Status
: Teman kampus Subjek
h. Hasil Wawancara 7. Bagaimana tanggapan anda terhadap subjek yang mengalami insomnia? Sebagai teman kampusnya, saya ikut prihatin karena pastinya tidak enak ya menjadi penderita insomnia begitu. Aktivitas jadi berantakan. 8. Bagaimana dengan kegiatan belajarnya, apakah subjek aktif mengikuti kelas meskipun subjek mengalami insomnia ? Saya jarang melihat dia di kampus, jarang masuk kuliah dan juga dia itu banyak mengulang mata kuliah. 9. Bagaimana dengan kesehatan subjek selama mengalami gangguan insomnia dan bagaimana cara subjek mengatasi ? Kalau di kelas, waktu dia masuk kuliah biasanya dia mengantuk, matanya merah, lesu. 10. Bagaimana dampak prestasi belajar subjek selama mengalami insomnia? Dia kan juga jarang masuk, otomatis ketinggalan materi, sedangkan materinya saja sudah susah, ditekuni saja belum tentu paham, apalagi jika sering tidak masuk begitu, pasti makin kalang kabut. 11. Bagaimana menurut pandangan anda apakah ketika subjek mengalami insomnia emosinya menjadi stabil atau sebaliknya ? Menurut saya ya dia terlihat murung dan capek begitu, diajak bicara ya pasti tidak begitu nyambung, tapi ya tidak ngamuk ngamuk, hanya mood nya kurang bagus kalau saya lihat. Ya tidak ceria tidak fresh seperti yang tidak insomnia. 12. Bagaimana dampak yang ditimbulkan pada keseharian subjek ketika mengalami insomnia ? 163
Dampaknya pasti untuk tubuhnya kalau lama –lama ya tidak bagus, kesehatannya itu. Lalu prestasi belajarnya, kuliahnya, aktivitasnya di pagi hari pasti awut – awutan. Yang jelas, sosialisasinya dengan teman – teman kampus pasti kurang. Karena jarang masuk ya jarang ngobrol dengan teman – teman kampus.
164
Subjek 2 Tanggal Wawancara
: 21 Juli 2016
C. Identitas Subjek 3. Nama
: Puthut Dwi Aksara (PDA)
4. Jenis Kelamin
: Laki –laki
D. Hasil Wawancara 11. Sejak kapan anda mengalami insomnia ? Saya mengalami insomnia sejak perkuliahan di mulai. Saya susah tidur di malam hari, dan jika bisa tidur itu di pagi hari, itupun tidurnya tidak berkualitas, karena sering terbangun dan tidak nyenyak. Kalaupun bisa tidur, tetap saja saya merasa kurang tidur, masih tidak enak badannya, pegal-pegal, dan lemas. Saya belum pernah periksa, namun saya pernah konsultasi dengan teman saya di fakultas psikologi tentang halhal yang saya alami dan dia mengatakan jika saya termasuk seseorang yang mengalami insomnia. 12. Mengapa anda bisa mengalami insomnia ? sebutkan dan jelaskan faktor – faktor yang mempengaruhi insomnia pada anda Faktor – faktor yang mempengaruhi saya menjadi insomnia itu yang pertama karena pergaulan atau bisa dibilang gaya hidup. Biasanya malam saat saya berkumpul dengan teman – teman yang dilakukan adalah begadang sampai pagi. Aktivitas saat bergadang biasanya minum minuman keras, narkoba, berjudi, sekedar ngopi dan merokok. Faktor kedua yang menyebabkan menjadi insomnia adalah faktor gaya hidup yang mencoba ikut-ikutan teman mengkonsumsi narkoba. Pola konsumsi yang relatif sering setiap minggu antara 3-4 kali pemakaian menyebabkan saya tetap terjaga meskipun badan sudah sangat lelah. Saat ini saya sudah tidak mengkonsumsi narkoba lagi, akan tetapi kebiasan dan gaya hidup tetap membuat saya menjadi seorang insomnia. Faktor ketiga yang menyebabkan menjadi insomnia adalah karena faktor stress. Stressnya itu karena tugas saya menumpuk sedangkan saya tidak pernah mengerjakan tugas. Hal ini dikarenakan 165
tugasnya susah, saya tidak paham, sehingga saya menjadi malas dan tidak niat. Disamping itu nilai IPK saya itu jelek, rendah, dan saya hanya diijinkan mengambil beberapa SKS saja, hal ini membuat saya semakin malas saja. 13. Bagaimana dengan kondisi tersebut, apakah insomnia mengganggu kegiatan belajar anda ? seperti apa, jelaskan Jelas insomnia sangat mengganggu aktivitas belajar saya, saya jadi malas kuliah, apalagi semester 8 – 10, sudah ngak pernah saya kuliah, sama sekali, kan saya ini sedang skripsi, tidak saya kerjakan. 14. Bagaimana insomnia mempengaruhi kesehatan anda dan mengganggu aktivitas belajar anda? Kesehatan saya terganggu, jiwanya juga tergungcang karena stress masalah lalu insomnia lalu tidak bisa tidur jadi makin stress, pikiran kacau. Badan jadi letih, lesu, lemah, lunglai, saya juga kurang darah karena kebanyakan begadang. 15. Bagaimana perasaan yang anda alami sebagai pengidap insomnia dan apakah hal tersebut mempengaruhi belajar anda ? Ada perasaan muak dengan keadaan ini.pengen normal seperti orang pada umumnya yang tidak insomnia dan aktivitasnya berjalan normal, tertata, terstruktur, dan terarah. Kalau seperti saya ini bagaimana bisa menata aktivitas saya dengan baik, kalau tidur saya saja kacau ya aktivitas lainnya ikut – ikutan kacau, jadwalnya jadi berantakan. 16. Bagaimana dengan lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat apakah mempengaruhi belajar anda sebagai pengidap insomnia ? orang tua saya cuek sih, maksudnya ya tidak detail bertanya – tanya tentang kuliah saya atau keadaan saya, ya seperlunya saja, tetapi hubungan saya dengan keluarga saya baik – baik saja, dengan kakak saya juga dia tidak pernah tanya – tanya kuliah saya karena tau saya orangnya bagaimana.
166
17. Bagaimana dampak yang ditimbulkan dari adanya insomnia ditinjau dari segi kesehatan anda? Kesehatan terganggu, ya letih, lesu, jadi kurang darah, kantong mata menghitam,bibir menghitam kebanyakan rokok, mata jadi merah dan capek, saya jadi stress karena beda dengan teman – teman lain yang normal. Saya juga jadi mudah lupa, tidak fokus, konsentrasi hilang. 18. Bagaimana dengan IP anda, apakah insomnia memiliki dampak terhadap IP anda dan bagaimana cara mengatasinya ? Sangat berdampak. Sejak insomnia kuliah saya terganggu. IP saya jeblok. Saya IP berkisar 1,5 sampai paling tinggi 2,9. Saya pernah mendapatkan IP 0,75 di semester 3. 19. Bagaimana perasaan anda jika nmengalami insomnia dan bagaimana cara mengatasinya Sejak insomnia saya kan gelisah saya jadi kurang motivasi dan tidak punya tujuan, kalaupun saya tau saya harus ngapain ... saya males untuk melakoninya. Cara mengatasinya ya saya berupaya untuk mengumpulkan niat dan berdoa supaya diberikan hidayah untuk segera merubah hidup saya dan memperbaiki hidup saya yang berantakan ini, dan saya mengumpulkan niat untuk benar –benar ingin sembuh dari insomnia agar dapat menjalani aktivitas seperti orang normal. 20. Bagaimana dampak insomnia terhadap kegiatan sehari – hari anda dan bagaimana cara mengatasinya ? Dampak bagi kehidupan saya, hidup saya berantakan, mawut. Kesehatan saya terganggu, perasaan saya juga tidak menentu jadi stress dan muncul banyak kekhawatiran, kuliah saya berantakan, konsentrasi dan fokus saya hilang, ditambah lagi hubungan sosialisasi saya dengan teman – teman dan keluarga juga kurang membaur, terutama teman – teman kuliah, karena jarang masuk ya jarang ketemu, dengan orang tua kan orang tua merantau jarang pulang, kalau pulang, bertemu mengobrol hanya sore, karena pagi saya tidurmalam saya begadang, ketemunya sore saja, saya jadi kehilangan moment 167
berkumpul yang sebentar itu tidak bisa saya manfaatkan dengan baik. Cara mengatasi ya dengan memulai dari niat, merubah gaya hidup, memperbaiki pola tidur, intinya menyembuhkan insomnianya dulu, biar nanti selanjutnya kan bisa mengikuti, bisa terarah.
168
Hasil wawancara informan c. Identitas informan Nama
: Ray Oktafiardi (RO)
Jenis kelamin : laki – laki Status
: teman kos
d. Hasil wawancara 7. Bagaiman tanggapan anda terhadap subjek yang
mengalami
insomnia? Sebagai
teman
dekatnya
lihatnya,pengenmenyemangati
saya supaya
prihatin, tidak
kasian
insomnia
tapi
gitu ya
bagaimana karena insomnia itu kan bukan niat, tapi sesuatu yang dialami, dan terlihat menyiksa. tapi gimana, saya sendiri juga ikut dia nonkrong kalau malam, tapi saya tidak separah dia yang kalau melek sampai pagi. 8. Bagaimana dengan kegiatan belajarnya, apakah subjek aktif mengikuti kelas meskipun subjek mengalami insomnia? Kuliahnya jelas berantakan, dia jarang kuliah, kalau malam begadang, kalau nongkrong pulang pagi, tidurnya pagi. Setahun ini malah dia ngak kuliah. Dikos aja itu anak kalau pagi temen –temen kuliah, dia masih tidur. Malah baru berangkat tidur. 9. Bagaimana dengan kesehatan subjek selama mengalami gangguan insomnia dan bagaimana cara mengatasinya ? Kalau saya liahat memang matanya itu merah, kantung mata menghitam, dan juga terlihat lelah tidak semangat . dia mengurangi alkohol sepertinya, karena sekarang kalau minum tidak sekenceng dulu, bisa kontrol lah, terus sekarang kalau jam1 atau 2 sudah di kos, di kamarnya, katanya mau tidur gasik, begitu. 10. Bagaimana dampak prestasi belajar subjek selama mengalami insomnia ?
169
Kuliah juga belum lulus – lulus dia, malah mau pindah juga, ip nya jelek, rendah karena juga jarang masuk kuliah . kuliahnya berantakan karena malas ke kampus dia. 11. Bagaimana menurut pandangan anda apakah ketika subjek mengalami insomnia emosinya stabil atau sebaliknya ? Kalau dengan saya, dia biasa saja. tapi kadang ya jadi emosian, mudah marah, kalau mulai ngantuk lalu terpancing emosi biasanya marah – marah, kata – kata kasar, paling Cuma gitu. 12. Bagaimana dampak yang ditimbulkan pada keseharian subjek ketika mengalami insomnia ? Yang paling jelas terlihat menurut saya ya kesehatan dan kuliahnya. Jadi kurang sehat dan juga kuliahnya berantakan.
170
Hasil wawancara informan c. Identitas informan Nama
: Danut Wahono (DW)
Jenis kelamin : laki – laki Status
: teman kampus
d. Hasil wawancara 7. Bagaiman tanggapan anda terhadap subjek yang mengalami insomnia ? Walau saya tidak mengalami insomnia., tapi saya bisa merasakan pasti tidak enak mengalami gangguan tidur begitu, aktivitas sehari – hari pasti berantakan 8. Bagaimana dengan kegiatan belajarnya, apakah subjek aktif mengikuti kelas meskipun subjek mengalami insomnia? Kuliahnya dia jarang kuliah, saya jarang bertemu dia di kampus, apalagi kalau pagi. Semester akhir – akhir juga jarang masuk,apalagi skripsinya, belum dikerjakan, malah dia sudah tidak pernah ke kampus semseter ini. 9. Bagaimana dengan kesehatan subjek selama mengalami gangguan insomnia dan bagaimana cara mengatasinya ? Dia lesu, kurang semangat, sepeerti orang lelah. Matanya juga merah.saya kurang tau kalau usahanya, mungkin olahraga. Lalu akhir – ikhir ini pernah saya ajak minum tapi dia bilang lagi ngurangin, mungkin itu termasuk usahanya. 10. Bagaimana dampak prestasi belajar subjek selama mengalami insomnia ? Kalau cowok jarang yang IP nya tinggi, tapi kalau dia sudah termasuk yang rendah di kelas, karena kuliahnya ya jarang masuk itu tadi, jadi ketinggalan materi itu pasti. 11. Bagaimana menurut pandangan anda apakah ketika subjek mengalami insomnia emosinya stabil atau sebaliknya ?
171
Kalau dikampus sih biasa saja, paling Cuma kalau tanya apa terus ngak dijawab atau kurang pas menurut dia, dia langsung badmood kayak muka kesel gitu. 12. Bagaimana dampak yang ditimbulkan pada keseharian subjek ketika mengalami insomnia ? Yang terlihat jelas ya kuliahnya dan aktivitas kampusnya, dia kan jadi kurang sosialisasi dengan teman-teman kampus karena jrang masuk, jrang ikut kegiatan dengan anak – anak kelas juga.pastinya kuliah juga berantakan tidak terarah. Dan juga kesehatan subjek saya yakin, pasti terganggu tidak seperti orang yang tidak insomnia.
172
Subjek 3 Tanggal Wawancara
:
C. Identitas Subjek 3. Nama
: Yudo Susanto (YS)
4. Jenis Kelamin
: Laki –laki
D. Hasil wawancara 12. Sejak kapan anda mulai mengalami insomnia ? Saya mengalami insomnia sejak tahun 2007 – 2016. Saya tersiksa sudah 9 tahun ini. 13. Apa pernah periksa ? Pernah, saya diberi obat “diasepam”. Sejak diberi obat tersebut saya bisa tidur dan nyenyak tidurnya. Kuantitas tidurnya sekitar 4 – 8 jam. Namun, semakin lama semakin ketergantungan dosisnya yang awalnya satu obat saja sudah membuat saya tidur, lama – lama tidak berefek, saya tidak bisa tidur lagi. Kemudian saya periksa lagi, lalu dosisnya ditingkatkan menjadi dua obat sekali minum. Dua obat lama –lama tidak berefek, ditingkatkanlagi menjadi tiga, begitu seterusnya sehingga saya mencapai dosis yaitu sekali minum enam obat. Saya mulai berhenti minum obat tersebut. Kemudian saya tidak bisa tidur lagi, nah saya minum alkohol jadi saya bisa tidur. Jadi saya berhenti minum obat tersebut, dan saya menggantinya dengan sering minum alkohol. Untuk sekarang ini dokter sedang mencoba melakukan pengurangan dosis secara bertahap agar saya bisa lepas dari obat tersebut nantinya. 14. Mengapa anda bisa mengalami insomnia ? sebutkan dan jelaskan faktor – faktor yang mempengaruhi insomnia pada anda Saya menjadi insomnia yaitu utamanya karena saya stress lalu saya lari ke narkoba, alhasil saya kecanduan narkoba kemudian itu membuat saya semakin insomnia. 15. Bagaimana dengan kondisi tersebut, apakah insomnia mengganggu kegiatan belajar anda ? seperti apa dan jelaskan. 173
Sangat mengganggu. Jarang sekali bisa kuliah pagi. Setiap kuliah saya tidak fokus, dan mengantuk, makanya apa saja yang dijelaskan dosen, saya tidak bisa menangkap. Jadi, saya memilih membaca materi atau mempelajari materi di buku atau internet dan saya baca sendiri di malam hari saat saya tidak bisa tidur. Hasilnya tentu tidak maksimal karena saya belajarnya otodidak dengan pemahaman saya sendiri melalui apa yang saya baca, bukan dari penjelasan dosen yang tentunya lebih memahamkan. 16. Bagaimana insomnia mempengaruhi kesehatan anda dan mengganggu aktivitas belajar anda ? Sejak mengalami insomnia, daya tahan tubuh saya menurun, istirahat yang kurang akan mempengaruhi sistem imun dan menurunkan kekebalan tubuh saya,saya jadi lebih mudah sakit. Karena tidur yang kurang tentu badan akan letih dan lesu, serta lemah dan mudah terserang virus penyakit. Daya ingat dan konsentrasi saya juga menurun, diajak bicara saja saya bingung. Saya tidak fokus, gagal paham, ngantuk, tidak ada konsentrasi. Saya memilih belajar secara otodidak semampunya sepahamnya. 17. Bagaimana perasaan yang anda alami sebagai pengidap insomnia dan apakah hal tersebut mempengaruhi belajar anda ? Saat mengalami insomnia, saat saya tidak bisa tidur, rasanya gelisah, cemas, khawatir, gundah, panik, tidak menentu, pikiran kemana – mana. Tentu mempengaruhi, semua pasti ada pengaruhnya, badan yang tidak sehat, pikiran yang tidak fresh, perasaan yang tidak tenang pasti mood untuk belajar tidak sebagus orang normal. Belajar itu moodnya rusak. Sekalipun saat malam saya belajar, saya baca buku, tetep tidak maksimal karena pikiran tidak tenang. 18. Bagaimana dengan lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat, apakah mempengaruhi belajar anda sebagai pengidap insomnia ?
174
Lingkungan keluarga sangat berpengaruh, karena sumber masalah saya terletak pada mereka, mereka yang egois, cuek, dan tidak peduli dengan saya, menjadikan saya stress lalu insomnia dan depresi sehingga belajar saya kacau seperti ini, lingkungan kampus orangnya individual, tidak menyemangati, karena saya orangnya juga tertutup dan pendiam, suka menyendiri. Kalau lingkungan masyarakat, saya disini kos, dan karena disini lingkungan perkotaan jadi orangnya cuek – cuek, tidak peduli, jadi mereka juga masa bodoh dengan warganya, termasuk dengan anak kos di daerah sini, ibu bapak kos juga tidak disini, hanya ada penjaga dan tukang bersih – bersih saja. namun cuek terhadap warga kos. 19. Bagimana dampak yang ditimbulkan dari adanya insomnia ditinjau dari segi kesehatan anda dan bagaimana cara mengatasinya ? Dampaknya terjadinya insomnia yaitu daya tahan tubuh saya menurun, istirahat yang kurang akan mempengaruhi sistem imun dan menurunkan kekebalan tubuh saya, saya jadi lebih mudah sakit. Karena tidur yang kurang tentu badan akan letih dan lesu, serta lemah dan mudah terserang virus penyakit. Daya ingat dan konsentrasi saya juga menurun, diajak bicara saja saya bingung. Dampak lain yang saya rasakan karena insomnia yaitu perasaan saya tidak menentu, stress dan muncul
banyak
kekhawatiran,
kuliah
berantakan,
kehilangan
konsentrasi dan fokus belajar, hubungan sosialisasi dengan teman – teman dan keluarga yang kurang membaur. 20. Bagaimana dengan IP anda, apakah insomnia memiliki dampak terhadap IP anda dan bagaimana cara mengatasinya ? Sangat berdampak, insomnia membuat IPK saya rendah, padahal waktu masih ada ibu saya termasuk siswa yang memiliki predikat ranking 1 setiap tahunnya. 21. Bagaimana cara anda mengatasinya ? Upaya yang saya lakukan yaitu pertama dengan cara berobat. Lalu saya memperbaiki pola hidup dengan cara menjaga tubuh saya dengan 175
konsumsi multivitamin, kemudian saya olahraga juga. Saya makan dan minum yang bergizi, menambah nutrisi dengan cara minum susu. Saya menjaga pola tidur juga. Upaya lain yaitu dengan cara mencoba untuk lebih membuka diri agar tidak terlalu tertutup menyendiri supaya saya bisa membaur dengan orang lain dan saya bisa sharing atau menyibukkan diri agar saya tidak stress dan larut dengan masalah saya yang menjadikan saya insomnia dan juga depresi. 22. Bagaimana dampak insomnia terhadap kegiatan sehari – hari anda dan bagaimana cara mengatasinya ? Dampaknya jelas kuliah saya berantakan, kuliah saya terganggu, dan tersendat – sendat sampai sekarang.sosialisasinya menjadi kurang karena cenderung jadi pemurung,pendiam dan suka menyendiri jadi susah untuk berkumpul. Hidup kurang semangat,tidak bergairah dan males ngapa – ngapain. Cara mengatasi ya dengan berobat, dengan menyembuhkan insomnia dulu agar semua bisa terselesaikan. Cara mengatasinya ya yang seperti tadi yang sudah saya sebutkan.
176
Hasil wawancara informan c. Identitas informan Nama
: Indah
Jenis kelamin : perempuan Status
: teman dekat subjek
d. Hasil wawancara 7. Bagaimana tanggapan anda terhadap subjek yang mengalami insomnia? Melihat dia insomnia, empati saya tergugah. Saya ingin menggugah semangatnya agar dia mau terus mengejar mimpi dan cita – citanya supaya bisa menjadi orang sukses. Karena saya termasuk orang terdekatnya, memahami aktivitasnya sehari
- hari, jadi saya turut
merasakan apa yang dirasakannya. Tapi bagaimana, dia termasuk orang yang tertutup juga, kadang mau cerita kadang enggak, kadang mau mendengarkan kadang masa bodoh. Ya walaupun begitu, harus tetap disemangati. 8. Bagaimana dengan kegiatan belajarnya, apakah subjek aktif mengikuti kelas meskipun subjek mengalami insomnia ? Dia terganggu belajarnya, dia jarang masuk kuliah terutama kuliah pagi. Dia juga kurang sosialisasi dengan teman – teman kampusnya, jadi kalau ketinggalan pelajaran gitu temannya juga cuek. Paling saya yang meminjamkan catatan atau minta file materi dari teman kelasnya lalu saya berikan pada dia untuk dibaca – baca. Karena dia termasuk orang yang suka baca kalau lagi ngak bisa tidur. Saya juga menemani dia cari buku mata kuliah yang diampu dosen, kan dia jarang masuk kuliah, jarang mendengarkan dosen, malah tidak masuk materinya, jadi memilih beli buku dan belajar sendiri katanya. 9. Bagaimana dengan kesehatan subjek selama mengalami gangguan insomnia dan bagaimana cara subjek menangani ? Kesehatannya terganggu, dia jadi sering sakit- sakitan, loyo, letih. Terlihat capek seperti itu. Seringkali dia mengeluh badannya juga tidak 177
enak, nyeri, pegel. Dia menangani dengan berobat, dia menjalami pengeobatan, saat ini di RS kustati, saya selalu menemaninya berobat dari dulu. Sudah pindah – pindah dokter, dan kali ini rutin di kustati. Dia juga berolahraga, kemudian makan danminumnyalebih konsumsi yang bergizi. 10. Bagaimana dampak prestasi belajar subjek selama mengalami insomnia ? IP nya jelek. Hanya berkisar 2,sekian. Karena kan kuliah jarang masuk, materi yang diterima juga tidak maksimal karena lebih banyak belajar sendiri. 11. Bagaimana menurut pandangan apakah ketika subjek mengalami insomnia emosinya menjadi stabil ataukah sebaliknya ? Iya, kerap kali marah – marah, badmood, sering saya jadi sasaranya, jadi tidak stabil emosinya. Berbeda dengan orang normal pada umumnya. 12. Bagaimana dampak yang ditimbulkan pada keseharian subjek ketika mengalami insomnia ? Berkurangnya aktivitas fisik, karena kan kalau pagi tidur, padahal aktivitas kebanyakan dilakukan di pagi hari. Kuliahnya terganggu. Kesehatannya. Emosinya. Dan juga lingkungannya jadi renggang.
178
hubungan sosial
dengan
158
158
158