Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Agustus 2008
PERHITUNGAN BIAYA PEMELIHARAAN GAS TURBINE GENERATOR Susetiyadi Purwonugroho dan Budi Santosa Program Studi Magister Manajemen Teknologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember Email :
[email protected]
ABSTRAK Model pemeliharaan produktif terpadu (total productive maintenance, TPM) dalam jangka pendek perhatian difokuskan pada program pemeliharaan secara otonomi pada departemen produksi, program pemeliharaan terencana untuk departemen pemeliharaan, dan pengembangan ketrampilan untuk pekerja di departemen pemeliharaan maupun para operator. Hal ini berarti bahwa model pemeliharaan terpadu terdapat sifat preventif dan prediktif dalam memelihara peralatan serta menghindarkan sifat reaktif. Penelitian ini ditujukan untuk menghitung biaya pemeliharaan gas turbine generator (GTG). Fokus penelitian ditujukan pada komponen combustion liners dan bucket merupakan dua komponen vital pada GTG. Kegagalan pada dua komponen ini akan mengakibatkan kegagalan GTG. Hasil penelitian menunjukkan bahwa MTTF combustion liners berdistribusi eksponensial 2 parameter dengan nilai 7994,7348 jam dan MTTF bucket berdistribusi eksponensial 2 parameter dengan nilai 46.781 jam. Sedangkan pada pola pemeliharaan yang dilakukan yaitu combustion inspection menghasilkan distribusi weibull 2 parameter dengan nilai MTTR = 165,65 jam, hot gas path inspection menghasilkan probabilitas distribusi normal dengan MTTR = 325,25 jam serta major inspection menghasilkan probabilitas distribusi eksponensial 2 parameter dengan nilai MTTR = 498,49 jam. Biaya yang timbul akibat aktifitas pemeliharaan adalah combustion inspection sebesar Rp. 1.045.086.983,-, hot gas path inspection tanpa penggantian bucket sebesar Rp. 1.652.161.431,- bila dengan penggantian bucket adalah sebesar Rp. 7.652.161.431,-. Sedangkan major inspection mengeluarkan biaya sebesar Rp. 2.378.586.463,-. Kata kunci: Pemeliharaan, biaya, gas turbine generator PENDAHULUAN Kegiatan pemeliharaan merupakan salah satu hal yang penting didalam produktifitas industri. Model pemeliharaan produktif terpadu (total productive maintenance, TPM) telah dikenal luas karena kemudahan dan kemanfaatannya dalam maintenance delivery system. Baik akademisi maupun praktisi belum dapat menemukan isu-isu kontekstual yang mempengaruhi adopsi TPM (McKone dkk, 1999). TPM merupakan pola pemeliharaan peralatan yang komprehensif sepanjang masa hidup peralatan dan melibatkan semua pekerja dari departemen produksi dan departemen pemeliharaan sampai dengan para pimpinan puncak. TPM yang memberikan pendekatan menyeluruh pada manajemen pemeliharaan biasanya terbagi dalam elemen jangka pendek dan jangka panjang. Pada jangka pendek perhatian difokuskan pada program pemeliharaan secara otonomi pada departemen produksi, program pemeliharaan terencana untuk departemen pemeliharaan, dan pengembangan ketrampilan untuk pekerja di departemen pemeliharaan maupun para operator. Sedangkan untuk jangka panjang usaha difokuskan pada disain peralatan dan
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Agustus 2008
pengurangan penyebab-penyebab hilangnya waktu hidup peralatan. Dari elemen jangka pendek dapat berarti bahwa model pemeliharaan terpadu terdapat sifat preventif dan prediktif dalam memelihara peralatan serta menghindarkan sifat reaktif. Kebijakan memilih jenis pemeliharaan yang bersifat preventif daripada reaktif merupakan cara yang paling efektif dalam menurunkan biaya yang disebabkan oleh kegagalan dan berhenti beroperasinya suatu peralatan yang tidak terprediksikan. Pemeliharaan yang bersifat reaktif dilakukan pada saat peralatan sudah dalam keadaan gagal dan berhenti beroperasi tanpa adanya perawatan yang bersifat preventif. Tindakan pemeliharaan yang bersifat preventif akan dilanjutkan menjadi tindakan kuratif bila tindakan preventif yang dilaksanakan tidak bisa mengembalikan kecacatan suatu peralatan ke keadaan “as good as new”. Untuk mendukung pemeliharaan yang bersifat preventif maka diperlukan suatu penjadwalan pemeliharaan yang dilakukan atas berbagai pertimbangan. Saat ini penjadwalan pemeliharaan suatu repairable system dilakukan berdasarkan atas pengalaman teknisi, rekomendasi pabrik, karakteristik variabel yang dipantau, atau analisis keandalan (Kumar dkk, 1997). Penelitian ini akan dititikberatkan pada usaha-usaha pemeliharaan jangka pendek yang pada umumnya banyak dijumpai pada level operasional dalam suatu organisasi. Penelitian pendahuluan mengenai pemeliharaan telah dilakukan diantaranya oleh Kumar dkk (1997), dimana penjadwalan pemeliharaan menggunakan proportional hazard model (PHM) dan Total time on test (TTT) plotting. Pendekatan PHM digunakan untuk menentukan apakah karakteristik kegagalan suatu sistem tergantung dari waktu kegagalan saja atau juga tergantung dari nilai variabel yang dipantau. Sedangkan TTT plotting yang hanya mempertimbangkan waktu kegagalan digunakan ketika tidak adanya informasi dari variabel yang dipantau atau ketika variabel yang dipantau dianggap tidak penting untuk menjelaskan karakteristik kegagalan suatu sistem. McKone dkk (1999) menduga bahwa terdapat perbedaan yang cukup penting antara tahap pengembangan dengan implementasi yang dapat dijelaskan melalui faktor-faktor organisasi, lingkungan dan manajerial. Contreras dkk (2002) melakukan penelitian di gudang distribusi sebuah industri menggunakan pendekatan predictive maintenance pada conveyor system. Integrasi pemantauan kondisi peralatan pada conveyor dengan simulasi model distribusinya menghasilkan suatu analytical tool bagi manajemen bahwa predictive maintenance dapat menurunkan production downtime dibandingkan dengan unplanned maintenance. METODA Metoda yang digunakan dalam penelitian ini adalah melakukan kajian pustaka pada tema manajemen pemeliharaan. Langkah berikutnya adalah mengumpulkan, mengolah serta melakukan analisis data. Pemeliharaan diartikan sebagai aktifitas untuk memastikan keberlangsungan kerja aset-aset fisik seperti yang pengguna inginkan (Moubray, 1997). Blanchard (1995) mendefinisikan perawatan sebagai salah satu kegiatan pendukung yang bertujuan untuk menjamin kelangsungan fungsional suatu sistem produksi (peralatan, mesin, dan fasilitas lainnya), sehingga pada saat dibutuhkan dapat dipakai sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Moubray (1997) menyebut planned maintenance sebagai proactive tasks yaitu suatu aktivitas yang dilakukan sebelum terjadinya kegagalan yang didalamnya termasuk pemeliharaan predictive dan preventive. Connor (1995) menyebutkan bahwa pemeliharan dikategorikan 2 jenis yaitu corrective dan preventive. Pemeliharaan corrective adalah semua aktifitas untuk mengembalikan sistem dari keadaan gagal menjadi tersedia atau beroperasi seperti semula.
ISBN : 978-979-99735-6-6 A-7-2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Agustus 2008
Repairable dan Non-repairable Assets Keandalan non-repairable suatu assets didefinisikan sebagai probabilitas bertahan suatu assets saat hanya terjadi satu kegagalan dalam rentang waktu hidup yang telah diperkirakan, atau selama periode hidupnya (Connor, 1995). Selama waktu hidup suatu assets, probabilitas kegagalan pertama dan satu-satunya disebut hazard rate. Nilai hidup (life value) disebut juga rata-rata hidup (mean life) atau mean time to failure (MTTF) adalah karakteristik keandalan lain yang dapat digunakan. Assets yang diperbaiki saat gagal (jika dapat terjadi lebih dari satu kegagalan), keandalannya didefinisikan sebagai probabilitas kegagalan tidak akan terjadi pada waktu yang telah ditentukan. Karakter ini disebut failure rate atau rate of occurence of failures. Saat terjadi beberapa kegagalan dalam rentang waktu yang kontinyu, failure rate menyatakan probabilitas kegagalan per unit waktu. Artinya dalam repairable system yang tersusun dari beberapa komponen, maka setiap komponen memiliki kontribusi failure rate pada failure rate sistem. Suatu komponen yang non-repairable tidak dapat memiliki failure rate. Dalam prakteknya antara hazard rate dengan failure rate tidak terdapat perbedaan yang significant (Connor, 1995). Distribusi probabilitas Metode yang digunakan untuk mengkuantifikasi ketidakpastian (uncertainty) dalam melakukan analisis keandalan secara matematis adalah menggunakan pendekatan probabilitas dan statistik (Connor, 1995). Penanganan keandalan secara statistik yang perlu diperhatikan adalah pada discrete functions, dan continuous functions. Discrete functions berkaitan dengan peluang suatu komponen atau sistem bekerja atau gagal saat akan diuji atau dipakai. Continuous functions menjelaskan situasi keandalan yang ditimbulkan oleh variabel kontinyu, seperti waktu atau jarak yang ditempuh. Beberapa fungsi distribusi kontinyu yang akan digunakan dalam penelitian ini akan dijelaskan dalam sub-sub bab berikut ini. Distribusi Normal Disebut juga distribusi Gaussian memiliki persamaan fungsi densitas probabilitas:
f (t ) =
1
σ 2π
e
1 t −µ 2 − 2 σ
, -∞
………………………………(1)
Dimana: µ
= parameter location, atau rata-rata waktu kegagalan normal, dalam jam. (= T menurut Kececioglu, 2002). σ = parameter scale, atau standar deviasi waktu kegagalan, dalam jam. Sedangkan fungsi distribusi kumulatifnya (cumulative distribution function, c.d.f) merupakan integrasi dari p.d.f : t
F (t ) =
∫ f (t )dt −∞
1 = σ 2π
t
∫e
1 t − µ 2 − 2 σ
……………………………..(2) dt
−∞
ISBN : 978-979-99735-6-6 A-7-3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Agustus 2008
Distribusi Eksponensial a) Distribusi exponensial satu parameter. Persamaan fungsi densitas probabilitas: 1 1 − t f (t ) = λe −λt = e m t > 0, λ > 0, m > 0……………….…………(3) m dimana: λ = constant failure rate, dalam kegagalan per unit periode pengukuran. e = 2.718281828 = Operating time. t m = mean time between failure Persamaan fungsi failure rate exponensial: f (t ) …………………….….…………...(4) λ (t ) = =λ R (t ) b) Distribusi exponensial dua parameter. Persamaan fungsi densitas probabilitas: f(t) > 0, λ > 0, t > γ …… ………………………(5) f (t ) = λe − λ (t −γ ) , Persamaan rata-rata: 1 T =γ + …………………………………....(7)
λ
Distribusi Weibull Jika time to failure suatu komponen adalah t mengikuti distribusi Weibull dengan parameter-parameter shape β, scale η, dan failure free time γ maka persamaan fungsi densitas probabilitas dapat dinyatakan sebagai berikut: β −1
t −γ
β
− β t −γ …………………………………....(8) f (t ) = e η η η Jika nilai γ = 0 , maka akan diperoleh persamaan distribusi weibull dengan dua
parameter. Persamaan failure rate:
β T −γ λ (T ) = η η
β −1
Persamaan rata-rata: 1 rata − rata = γ + η Γ + 1 β
……………………………(9)
…………………………...(10)
HASIL DAN DISKUSI Uji Distribusi Penelitian ini diterapkan pada pemeliharaan gas turbine generator milik PT Petrokimia Gresik (PTPG) terletak di area Pabrik I yang merupakan salah satu pemasok daya mekanik bagi generator listrik agar menghasilkan energi listrik. Fokus penelitian ditujukan pada komponen combustion liners dan bucket. Pola pemeliharaan yang dilakukan adalah berdasarkan time based yaitu mengikuti Inspection and Maintenance
ISBN : 978-979-99735-6-6 A-7-4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Agustus 2008
Instructions dari pabrikan. Terdapat 3 macam pemeliharaan yaitu Combustion Inspection (CI) dilakukan setiap 8000 jam, Hot Gas Path Inspection (HGPI) setiap 24.000 jam serta Major Inspection (MI) setiap 48.000 jam. Data kegagalan combustion liners dan bucket (dengan tanda *) yang diperoleh adalah: Tabel 1. Data Operasi dan Inspeksi GTG
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Running Tanggal 16-11-1993 22-10-1994 28-09-1995 09-09-1996 15-08-1997 21-07-1998 09-07-1999 13-06-2000 27-05-2001 08-05-2002 14-04-2003 19-03-2004 08-03-2005 11-02-2006 17-01-2007 28-12-2007
Waktu 22.00 23.00 00.00 23.00 22.00 23.00 22.00 23.00 00.00 23.00 23.00 00.00 23.00 22.00 00.00 23.00
Shut Down Tanggal Waktu 15-10-1994 22.00 20-09-1995 22.00 26-08-1996 22.00 08-08-1997 22.00 14-07-1998 22.00 19-06-1999 22.00 06-06-2000 22.00 12-05-2001 22.00 24-04-2002 22.00 07-04-2003 22.00 12-03-2004 22.00 15-02-2005 22.00 04-02-2006 22.00 10-01-2007 22.00 15-12-2007 22.00
Jenis Inspeksi Saat Shut Down CI CI HGPI CI CI MI CI CIHGPI HGPI CI CI MI CI CI HGPI
Setelah dihitung TTF dan TTR pada rentang waktu diatas maka dilakukan uji distribusi dibantu software Webull++ 7 demo version dan hasilnya adalah: 1. Pada combustion liners diperoleh distribusi eksponensial 2 parameter dengan λ = 0,1225 dan γ = 7986,5715. Dengan nilai MTTF : 1 1 MTTFCL = γ + = 7986,5715 + = 7994,7348 jam 0,1225 λ 2. Sedangkan untuk bucket menghasilkan probabilitas distribusi eksponensial 2 parameter dengan λ = 5,5141 x 10-5 dan γ = 41.683 sehingga nilai MTTF-nya 46.781 jam. 3. Combustion inspection menghasilkan distribusi weibull 2 parameter dengan β = 29,7661 dan η = 168,4207 dengan nilai MTTR = 165,65 jam. 4. Hot gas path inspection menghasilkan probabilitas distribusi normal dengan parameter rata-rata = µ = 325,25 jam = MTTR 5. Major inspection menghasilkan probabilitas distribusi eksponensial 2 parameter dengan λ = 0,0353 dan γ = 470,1695 dengan nilai MTTR = 498,49 jam.
Nilai Konsekuensi Ekonomi Nilai konsekuensi ekonomi tersusun atas rata-rata biaya operasi normal, rata-rata biaya pemeliharaan, dan kerugian akibat tidak beroperasinya peralatan selama masa pemeliharaan. 1. Biaya operasi normal (CNO) merupakan biaya yang dikeluarkan untuk mengoperasikan GTG selama masa hidupnya yang terdiri atas biaya bahan bakar dan biaya tenaga kerja.
ISBN : 978-979-99735-6-6 A-7-5
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Agustus 2008
a. Biaya tenaga kerja (CWNO) untuk memantau dan mengendalikan GTG saat operasi normal dihitung berdasarkan jam kerja perusahaan yaitu 1 bulan terdapat 22 hari kerja dan 8 jam per hari sehingga 1 bulan terdapat 176 jam kerja. Untuk tingkatan Kabag beban kerja/perhatian yang diberikan pada saat operasi normal dan saat pemeliharaan adalah berbeda maka dinyatakan dengan man-month. Tabel 2. Biaya tenaga kerja saat operasi normal
Jabatan Kabag Kasi Pelaksana
Jumlah Personel 1 1 6
Gaji per Bulan (Rp) 5.000.000,3.500.000,2.800.000,-
ManMonth 0,25 1 1
Total Gaji (Rp) 1.250.000,3.500.000,16.800.000,Jumlah
Gaji per Jam (Rp) 7.102,19.886,95.455,122.443,-
b. Biaya bahan bakar (CG) berupa biaya pembelian gas untuk mengoperasikan GTG dalam 1 jam adalah : Pembelian gas = US$ 2,6/mmscfd x 8 mmscfd = US$ 20,8 = Rp. 187.200,- (1US$ = Rp. 9000) (mmscfd = Million Standard Cubic Feet per Day of gas) Sehingga besarnya rata-rata biaya operasi normal adalah penjumlahan antara biaya tenaga kerja dan bahan bakar. CNO = CWNO + CG = Rp. 112.443,- + Rp. 187.200,= Rp. 299.643,- per jam 2. Biaya konsekuensi pemeliharaan (CR) merupakan biaya yang timbul pada saat shutdown untuk inspeksi dan penggantian. Biaya ini meliputi biaya tenaga kerja, penggantian komponen, dan kerugian akibat tidak beroperasinya GTG. a. Biaya Tenaga Kerja Saat Pemeliharaan (CWR). Merupakan biaya tenaga kerja perusahaan (CWRC) maupun dari outsourcing (CWRO). Tabel 3. Biaya tenaga kerja saat pemeliharaan
Jabatan Kabag Kasi Pelaksana
Supervisor Mechanical Fitter
Jumlah Personel 1 1 6
Gaji per Bulan (Rp) 5.000.000,3.500.000,2.800.000,-
ManMonth 0,875 1 1
1 5
Gaji per Hari (Rp) 750.000,500.000,-
ManHour 12 12
Total Gaji (Rp) 4.375.000,3.500.000,16.800.000,Jumlah (CWRC)
Gaji per Jam (Rp) 24.858,19.886,95.455,140.199,-
62.500,208.333,Jumlah (CWRO)
270.833,-
b. Biaya penggantian komponen (CC) bucket adalah Rp. 6 miliar dan combustion liners adalah Rp 415 juta.
ISBN : 978-979-99735-6-6 A-7-6
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Agustus 2008
c. Nilai kerugian saat GTG shut down (CE) dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan untuk membayar energi listrik tambahan ke PLN karena tidak berfungsinya GTG dan STG. Saat GTG berhenti beroperasi selama 166 jam untuk CI awal tahun 2007 biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk membeli energi listrik tambahan dari PT. PLN adalah Rp. 1.400.000.000,-. Karena GTG memiliki keluaran daya 23 MW dan STG memiliki keluaran daya 28 MW, maka biaya per jam yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menggantikan fungsi GTG adalah : Rp.1,4 miliar 23 CE = × = Rp.3.803.449,− per jam 166 23 + 28 Jadi biaya yang dikeluarkan perusahaan saat GTG shut down adalah: i. Saat CI MTTRCI CRCI = (CWRC × MTTRCI ) + CWRO × + 2 CCLINERS + (CE × MTTRCI )
ii.
iii.
= Rp. 1.045.086.983,− Saat HGPI tanpa penggantian bucket MTTRHGPI CRHGPI = (CWRC × MTTRHGPI ) + CWRO × + 2 CCLINERS + (CE × MTTRHGPI )
= Rp. 1.652.161.431,− Saat HGPI dengan penggantian bucket MTTRHGPI CRHGPI = (CWRC × MTTRHGPI ) + CWRO × + 2 CC LINERS + (CE × MTTRHGPI ) + CC BUCKET = Rp. 7.652.161.431,−
iv.
Saat MI
MTTRMI CRCI = (CWRC × MTTRMI ) + CWRO × + 2 CCLINERS + (CE × MTTRMI ) = Rp. 2.378.586.463,− KESIMPULAN 1. Pada combustion liners diperoleh distribusi eksponensial 2 parameter dengan λ = 0,1225 dan γ = 7986,5715 memiliki nilai MTTF = 7994,7348 jam. Komponen bucket memiliki probabilitas distribusi eksponensial 2 parameter dengan λ = 5,5141 x 10-5 dan γ = 41.683 sehingga nilai MTTF-nya 46.781 jam. 2. Sedangkan pada pola pemeliharaan yang dilakukan yaitu combustion inspection menghasilkan distribusi weibull 2 parameter dengan β = 29,7661 dan η = 168,4207 dengan nilai MTTR = 165,65 jam, hot gas path inspection menghasilkan probabilitas distribusi normal dengan MTTR = 325,25 jam serta major inspection menghasilkan probabilitas distribusi eksponensial 2 parameter dengan λ = 0,0353 dan γ = 470,1695 dengan nilai MTTR = 498,49 jam.
ISBN : 978-979-99735-6-6 A-7-7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi VIII Program Studi MMT-ITS, Surabaya 2 Agustus 2008
3. Biaya yang timbul akibat aktifitas pemeliharaan adalah combustion inspection sebesar Rp. 1.045.086.983,− hot gas path inspection tanpa penggantian bucket sebesar Rp. 1.652.161.431,− bila dengan penggantian bucket adalah sebesar Rp. 7.652.161.431,− . Sedangkan major inspection mengeluarkan biaya sebesar Rp. 2.378.586.463,−
DAFTAR PUSTAKA Billinton, R., Allan, R.N., (1992), Reliability Evaluation of Engineering Systems: Concepts and Techniques, 2nd Edition, Plenum Press, New York. Blanchard, B.S.(1995), Maintainability: A Key to Effective Serviceability & Maintenance Management, John Willey & Sonc Inc., NewYork. Contreras, Luis Rane., Modi, Chirag., Pennathur, Arunkumar. (2002), ’Procedings of The 2002 Winter Simulation Conference’ In: Integrating Simulation Modeling and Equipment Condition Diagnostics for Predictive Maintenance Strategies-A Case Study, eds: E. Yucesan, C.-H. Chen and J.M Charnes., 1289-1296. Gönen, Turan., (1986), Electric Power Distribution System Engineering, McGraw-Hill, Inc., New York. Haryono., (2004), Perencanaan Suku Cadang berdasarkan Analisis Reliabilitas (Studi Kasus di PT. PowerGen, Paiton), Laporan Penelitian Jurusan Statistik FMIPAITS Kececioglu, Dimitri (2002), Reliability Engineering Handbook, vol. 1, DEStech Publication Inc., Pennsylvania. Kumar, Dananjay., Westberg, Ulf. (1997), Maintenance Scheduling Under Age Replacement Policy Using Proportional Hazards Model and TTT-plotting, European Journal of Operational Research, 99, 507-515. Lewis, E.E. (1994), Introduction to Reliability Engineering, John Wiley & Sons, New York. McKone, Kathleen E., Schroeder, Roger G., Cua, Kristy O. (1999), Total Productive Maintenance: A Contextual View, Journal of Operations Management, 17, 123144. Modarres, Mohammad., Kaminsky, Mark., Krivtsov, Vasily. (1999), Reliability Engineering and Risk Analysis: A Practical Guide, Marcel Dekker Inc., New York. Moubray, John.(1997), Reliability-Centered Maintenance, 2nd Edition, Industrial Press Inc., New York
ISBN : 978-979-99735-6-6 A-7-8