Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa Proyek HIV dan Pembangunan Asia Tenggara
Pergerakan Penduduk dan Kerentanan Terhadap HIV : KAITAN BRUNEI-INDONESIA-MALAYSIA-FILIPINA DI WILAYAH PERTUMBUHAN ASEAN TIMUR
Pembangunan Kapasitas
Mobilisasi Sosial
Kemitraan Kelembagaan
Advokasi & Informasi
UNDP South-East Asia HIV dan Development Project, United Nations Building, Rajadamnern Nok Avenue, Bangkok 10200, Thailand Tel: (662) 288-2165; Fax: (662) 280-1852; Web page: www.hivundp.apdip.net/sea.htm
Pembangunan adalah proses memperluas pilihan orang untuk hidup lama dan sehat, untuk memiliki akses ke ilmu pengetahuan, pendapatan dan aset: menikmati standar kehidupan yang layak.
ISBN: 974-680-175-9
i
Menilai Pergerakan Penduduk dan Kerentanan Terhadap HIV: KAITAN BRUNEI-INDONESIA-MALAYSIA-FILIPINA DI WILAYAH PERTUMBUHAN ASEAN TIMUR
Disusun oleh: SCALABRINI MIGRATION CENTRE Editing bahasa Inggris oleh: MICHAEL SMITHIES
Manager: LEE-NAH HSU South-East Asia HIV and Development Project
November 2000
ii
Hak Cipta milik Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Development Programme). Semua hak dilindungi. Publikasi ini dapat dikutip, digandakan atau diterjemahkan, sebagian atau keseluruhannya, dengan menyebutkan sumber. Dilarang menggandakan untuk tujuan komersial apapun tanpa persetujuan tertulis dari UNDP. Kontak informasi: Lee-Nah Hsu, Manager UNDP South-East Asia HIV and Development Alamat Email:
[email protected]
Katalog National Library of Thailand dalam terbitan ISBN: 974-680-175-9
Pandangan-pandangan dalam publikasi ini tidak mewakili pandangan negara-negara anggota Dewan Eksekutif UNDP atau lembaga-lembaga dalam Sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa yang tersebut disini. Istilah-istilah yang digunakan serta penyajian materi bukan merupakan pernyataan pendapat dari Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai status hukum suatu negara, wilayah, kota, daerah, penguasa, tapal-batas atau perbatasan.
iii
PRAKATA Mobilitas penduduk dan migrasi jarang ditentukan oleh garis-garis batas internasional. Melainkan didasarkan pada keterkaitan sejarah, budaya, sosio-ekonomi dan ikatan kekeluargaan yang telah ada jauh sebelum tapal batas yang sekarang. Di dalam wilayah pertumbuhan ASEAN bagian timur (East ASEAN Growth Area / EAGA), yang meliputi Brunei-Indonesia-Malaysia-Filipina (Brunei-Indonesia-Malaysia-Philippines/BIMP), pergerakan penduduk antar-pulau dan di antara komunitas pulau kurang dipahami dalam konteks kerentanan terhadap HIV oleh karena berhubungan dengan pembangunan. Perlu dilakukan pemeriksaan terhadap faktor-faktor yang berpengaruh pada kerentanan maupun ketahanan terhadap HIV agar dapat mengatur intervensi-intervensi yang paling efektif. Untuk menghadapi tantangan ini UNDP South-East Asia HIV and Development Project (SEAHIV) dan UNAIDS Asia-Pacific Intercountry Team (APICT) telah mendukung penelitian mengenai kaitan antara Filipina-Malaysia-Indonesia, sebagai langkah pertama dalam rangka menciptakan suatu program kerjasama regional yang komprehensif mengenai kondisi-kondisi sebelum berangkat, setelah tiba, dan integrasi penduduk yang pulang kembali.
Lee-Nah Hsu Manager UNDP South-East Asia HIV and Development Project
iv
UCAPAN TERIMA KASIH Proyek ini didanai oleh United Nations Development Programme South-East Asia HIV and Development Project (UNDP-SEAHIV) dan UNAIDS Asia-Pacific Intercountry Team (APICT). Terima kasih yang tak terhingga kami ucapkan kepada pihak-pihak berikut ini atas dukungan mereka: Dr. Vicente Salas, mantan HIV Programme Manager di UNDP, Filipina, atas keyakinannya terhadap proyek ini dan kerjasamanya yang sangat berharga sepanjang pelaksanaan penelitian; Dr. Lee-Nah Hsu atas komentar-komentarnya yang dalam serta usul-usulnya; Ms. Sharifa Pearlsia Dans dari Departemen Pendidikan, Budaya dan Olahraga-Wilayah IX, dan kepada Mr. Jerome A. Serrano dari Universitas Ateneo de Davao, yang menjadi mitra proyek dan rekan peneliti di Mindanao. Ms. Dans dan Mr. Serrano yang tak kenal lelah dalam mengumpulkan data-data relevan, masing-masing di Zamboanga City dan Davao City serta General Santos City; Ms. Asuncion Alawi dan Mr. Bertilo Cuaton, yang membantu pengumpulan data, masing-masing di Tawi-Tawi dan General Santos City; Duta Besar Jose Brillantes dan Atase Perburuhan Jeffrey Cortazar dari Kedutaan Besar Filipina di Kuala Lumpur yang telah membantu dengan memberi kontak-kontak masyarakat Filipina di Sabah; serta para pejabat pemerintah dan staf instansi pemerintah, para wakil dari LSM-LSM, migranmigran, masyarakat Filipina di Sabah, dan para nelayan yang telah bersedia meluangkan waktu dan berbagi pemikiran dan pengalaman mereka demi penelitian ini.
M.M.B. ASIS Scalabrini Migration Centre
v
DAFTAR ISI Halaman
PRAKATA............................................................................................................................iv RANGKUMAN ...................................................................................................................vii DAFTER SINGKATAN DAN AKRONIM .......................................................................xi DAFTAR ISTILAH MELAYU (M) DAN FILIPINA ....................................................xiv I.
PENDAHULUAN .....................................................................................................1
II.
BIMP-EAGA: LATAR BELAKANG .....................................................................5 Pembangunan regional melalui EAGA .............................................................................. 5 Hasil yang dicapai dan tantangan sejak 1994 .................................................................... 7
III.
KAITAN MINDANAO-BIMP-EAGA: DARI PINTU BELAKANG HINGGA PINTU GERBANG.................................................................................................10 Sub-sistem Tawi-Tawi-Zamboanga-Sabah ...................................................................... 10 Pandangan dari Tawi-Tawi ........................................................................................ 11 Pandangan dari Zamboanga City............................................................................... 17 Pandangan dari tempat tujuan: Kota Kinabalu dan Sandakan.................................. 22 Suara Filipina di Sabah .............................................................................................. 23 Masalah Kesehatan Orang-Orang Filipina di Sabah................................................. 27 Sub-sistem Davao City-General Santos-Manado............................................................. 28
IV.
KERENTANAN HIV DAN ARUS LINTAS BATAS DI DALAM BIMPEAGA .......................................................................................................................34 Kerentanan HIV dalam subsistem Mindanao-Sabah (Tawi-Tawi-Zamboanga-Sabah) .............................................................................................................................................. 35 Daerah asal................................................................................................................. 35 Para migran lintas perbatasan dan kondisi di Sabah................................................. 41 Kerentanan HIV di subsistem Mindanao-Manado (Davao City-General SantosManado)............................................................................................................................... 43 Daerah-daerah asal .................................................................................................... 43 Fokus pada para nelayan laut dalam ......................................................................... 48
V.
DISKUSI DAN REKOMENDASI.........................................................................51
APPENDIKS: Pertanyaan-pertanyaan bimbingan/instrumen-instrumen yang digunakan dalam dokumen-dokumen studi.........................................................58 REFERENSI........................................................................................................................78
vi
RANGKUMAN Kaitan antara mobilitas penduduk dan HIV sepertinya sudah cukup jelas. Para migran dan penduduk yang berpindah-pindah sudah biasa menjadi “tersangka” pembawa dan/atau penyebar HIV. Namun bila dipikirkan kembali, akan terkesan bahwa bukan migrasi atau mobilitas penduduk itu sendiri yang membuat orang rentan terhadap HIV, melainkan kondisi lingkungan dari para migran tersebut. Perilaku para migran yang berani mengambil risiko serta peran migrasi dalam penularan HIV merupakan bidang-bidang penting yang perlu diselidiki (UNAIDS dan International Organization of Migration (IOM), 1998:454). Di Asia, telah dilakukan cukup banyak penelitian untuk memeriksa keterkaitan antara pergerakan penduduk dan kerentanan terhadap HIV. Terutama di Asia Tenggara, upaya-upaya ini menargetkan “titik-titik rawan” dan penduduk yang bergerak, seperti para pengemudi truk, pekerja seks, nelayan, serta migran lintas perbatasan, yang dianggap sebagai kelompok-kelompok berisiko tinggi (lihat Bain, 1998:558). Meninjau penelitian-penelitian ini, Skeldon (2000) melihat bahwa temuan-temuan yang berhubungan dengan keterkaitan antara mobilitas penduduk dan kerentanan terhadap HIV masih jauh dari suatu kesimpulan yang pasti. Dia mengusulkan tiga pendekatan untuk penelitian-penelitian yang akan datang, yaitu: menggantikan migrasi dengan mobilitas, memandang HIV/AIDS sebagai masalah pembangunan, dan mempertimbangkan dampak yang berbeda-beda dari proyek-proyek prasarana jangka pendek dan jangka panjang terhadap timbulnya HIV/AIDS (Skeldon, 2000:14-17). Penelitian ini memusatkan perhatian pada Wilayah Pertumbuhan ASEAN Timur yaitu Brunei-Indonesia-Malaysia-Filipina, atau BIMP-EAGA [Brunei-Indonesia-Malaysia-Philippines (BIMP) East ASEAN Growth Area (EAGA)]. Peluncuran BIMP-EAGA dalam tahun 1994 serta peningkatan dalam volume investasi, pariwisata dan perdagangan yang diperkirakan akan terjadi di wilayah ini akan semakin mendorong mobilitas penduduk dan lebih banyak interaksi di antara negaranegara anggota. Dengan meneliti kemungkinan adanya keterkaitan antara mobilitas penduduk dan kerentanan terhadap HIV di wilayah ini, dapat diperoleh penjelasan mengenai suatu wilayah tanpa batas-batas negara, lingkungan budaya yang berbeda, dan rendahnya penyebaran infeksi HIV pada saat dimana pembangunan belum lagi tinggal landas. Penelitian ini tidak memusatkan perhatian pada populasi-populasi “berisiko tinggi”, melainkan memilih untuk mempelajari berbagai kelompok yang bergerak di antara negara-negara di wilayah tersebut. Kaitan Filipina-Malaysia, khususnya Mindanao-Sabah, menjadi fokus penelitian ini. Karena Davao City memainkan peran penting dalam mengembangkan BIMP-EAGA, penelitian ini juga meninjau keterkaitan antara Davao City dan General Santos City dengan Manado, Indonesia. Dalam menilai pergerakan penduduk dan kerentanan terhadap HIV, dipelajari hal-hal berikut: 1. Karakteristik dan dinamika pergerakan penduduk di antara kedua daerah ini; 2. dampak dari pergerakan para migran dan keluarganya yang melintasi batas-batas negara, terhadap masyarakat asal dan masyarakat tujuan; 3. kebijakan-kebijakan mengenai masalah migrasi dan kesehatan di daerah asal dan daerah tujuan; dan 4. faktor-faktor yang mendorong kerentanan dan ketahanan terhadap HIV.
vii
Kerangka sistem-sistem migrasi telah menjadi pedoman bagi penelitian ini. Daerah asal dan daerah tujuan dianggap berinteraksi dalam menentukan jenis dan sifat dari pergerakan migrasi. Selain itu migrasi dianggap hanya merupakan salah satu dari berbagai jenis arus yang menghubungkan daerah asal dengan daerah tujuan, dimana satu arus dapat menjadi pencetus terjadinya pertukaranpertukaran antar daerah. Jadi, disamping arus manusia (migrasi), arus barang (perdagangan) atau arus modal (investasi) dapat mencetus atau memperkuat kaitan-kaitan lain di antara paling sedikit dua daerah. Data dikumpulkan dari lima tempat: Bongao (Tawi-Tawi), Zamboanga City, Davao City, General Santos City, dan Sabah (Kota Kinabalu dan Sandakan). Dalam penelitian ini telah digunakan beberapa metode pengumpulan data: kajian terhadap berbagai dokumen dan data administratif; wawancara dengan informan-informan penting dari setiap jenis migran, pejabat pemerintah lokal; pejabat atau wakil dari instansi pemerintah dan organisasi non-pemerintah (lembaga swadaya masyarakat / LSM); wawancara singkat dengan para penumpang yang menuju Sandakan, Sabah, dan pekerja seks di Zamboanga City; diskusi kelompok terfokus (focus group discussion) yang terdiri dari nelayan-nelayan laut lepas dari General Santos City; observasi terhadap tempat-tempat hiburan dan terminal transportasi; dan analisa terhadap isi peliputan mengenai BIMP-EAGA, HIV/AIDS, masalah migrasi dan pariwisata yang terbit dalam media cetak setempat. Data dari berbagai pendekatan dan sumber tersebut disusun dalam bagian-bagian sebagai berikut: latar belakang BIMP-EAGA; pemetaan keterkaitan Mindanao dengan daerah-daerah BIMPEAGA yang lain (terutama, sub-sistem Tawi-Tawi-Zamboanga-Sabah dan sub-sistem Davao CityGeneral Santos-Manado); kerentanan terhadap HIV dan arus melintas perbatasan antara Mindanao dan Sabah; kerentanan terhadap HIV dan pergerakan penduduk lainnya; serta diskusi dan rekomendasi. Berikut ini adalah beberapa pokok penelitian: Tujuan BIMP-EAGA untuk mendorong pembangunan wilayah melalui peningkatan dalam investasi, kegiatan pariwisata dan perdagangan di wilayah ini pernah gencar diupayakan antara tahun 1994 dan 1996. Namun timbulnya krisis ekonomi pada tahun 1997 telah “mematikan” momentum tersebut. Kini, dengan semakin membaiknya perekonomian, sudah ada usulan-usulan untuk menghidupkan kembali diskusi-diskusi dan rencana-rencana yang dahulu. Di antara hasil-hasil yang telah dicapai dan dapat dibanggakan sejak 1994 adalah perluasan hubungan udara dan laut serta investasi dalam beberapa proyek pariwisata pilihan. Mindanao telah menerima investasi lintas perbatasan yang terbesar, melalui investasi Ekran Berhad Malaysia senilai US$300 juta untuk mengembangkan Samal Island Casino Resort di Davao. Adanya BIMP-EAGA merupakan suatu promosi dan telah menyadarkan orang tentang peluang-peluang investasi yang ada di wilayah ini, namun dampaknya tidak merata. Keterkaitan dengan perdagangan dan migrasi sudah lama dikembangkan dalam sub-sistem Mindanao-Sabah (Tawi-Tawi-Zamboanga-Sabah) jauh sebelum ada BIMP-EAGA. Untuk Tawi-Tawi, keterikatan ini sudah ada sejak “zaman baheula”. Arus manusia yang terus-menerus antara TawiTawi dan Sabah masih berlanjut – terdiri dari pengunjung, pedagang, dan pekerja migran – melalui rute-rute perdagangan barter, yang lebih baik. Bagi para migran, pergi ke Sabah sama seperti pergi ke bagian lain dari Tawi-Tawi. Meskipun sebagian besar migrasi dari Tawi-Tawi adalah tidak sah atau tanpa dokumen resmi, risiko dari migrasi yang tidak sah ini sebagian terimbangi oleh adanya keluarga dan sanak saudara di Sabah. Dibukanya hubungan laut antara Zamboanga City dan Sandakan menjadi alternatif dari rute perdagangan barter yang tradisional. Volume lalu lintas penumpang dan kargo terus meningkat semenjak dibuka pelayaran kapal feri antara kedua kota tersebut pada tahun 1995. Tetapi, migrasi yang tidak sah masih terus berlangsung dan justru dalam volume yang lebih besar daripada migrasi melalui jalur legal. Bagi penduduk Tawi-Tawi dan kepulauan Sulu, berangkat dari Tawi-Tawi (Bongao, Sitangkai, Taganak) adalah lebih cepat dan lebih mudah. Perlu diketahui bahwa migrasi
viii
tidah sah juga terjadi pada rute Zamboanga-Sandakan. Dokumen-dokumen yang palsu atau yang telah diubah keterangannya, pelanggaran terhadap batas waktu tinggal dan syarat-syarat untuk tinggal sering terjadi. Rute feri dimanfaatkan oleh para pencari tenaga kerja ilegal dan pedagang perempuan untuk menyelundupkan korban-korban mereka, yang sebagian disalurkan ke industri seks di Sabah. Orang-orang Filipina di Sabah merupakan kelompok beragam yang terdiri dari penghunipenghuni lama (termasuk orang-orang Filipina generasi kedua atau ketiga di daerah tersebut); pendatang-pendatang yang telah mendapat status pengungsi dalam tahun 1970-an; sejumlah kecil pekerja tanpa keahlian atau dengan keahlian tertentu yang memiliki izin kerja; dan sejumlah besar penduduk migran dan transien yang tidak memiliki dokumen-dokumen resmi. Keadaan dan waktu masuknya menentukan status orang-orang Filipina di Sabah. Yang migran dan transien dianggap sebagai penduduk yang problematik. Dan karena tidak ada Konsulat Filipina atau LSM-LSM, maka akses mereka untuk meminta bantuan menjadi sangat terbatas. Meskipun status mereka tidak legal, kebanyakan orang Filipina ini tidak mengalami kesulitan mencari pekerjaan. Namun, melihat kondisi lingkungan dimana mereka tinggal maupun kondisi pekerjaan, jelas bahwa posisi migran-migran Filipina di Sabah yang tidak memiliki dokumendokumen resmi sangat merugikan. Kesempatan untuk bekerja, mendapat upah, tempat tinggal, rekreasi, dan perawatan kesehatan menjadi terbatas karena status mereka yang tidak sah. Selain itu mereka selalu merasa takut akan ditangkap dan dideportasi. Masalah utama orang-orang Filipina di Sabah adalah kurang/tidak adanya dokumen-dokumen resmi. Para migran Filipina mengatasi masalah ini dengan mempelajari bahasa setempat, mengaku sebagai orang Melayu, memberi sogokan, dan membeli kartu identitas palsu. Bekerja untuk mencari nafkah menyita sebagian besar waktu para migran di Sabah. Karena upah yang diterima tidak mencukupi, anak-anak ikut bekerja untuk membantu keuangan keluarga. Dengan upah yang rendah dan jam kerja yang panjang, hanya sedikit waktu yang tersisa untuk bersantai, untuk rekreasi, atau pengembangan diri. Kesehatan tidak dianggap sebagai masalah utama di antara tantangan-tantangan dan masalahmasalah yang dihadapi oleh para migran Filipina di Sabah. Beberapa masalah kesehatan yang umum adalah penyakit kulit, penyakit menular, dan malaria, yang disebabkan oleh kondisi tempat tinggal mereka. Perawatan kesehatan dasar tersedia untuk beberapa jenis pekerja, terutama pekerja-pekerja perkebunan, dimana manajemen menyediakan klinik dan bidan. Yang lain dapat mencari pelayanan kesehatan swasta. Bahkan migran yang mempunyai surat izin kerja (terutama pembantu rumahtangga dan pekerja di restoran) mendatangi praktek pribadi dokter karena tidak punya waktu untuk mengunjungi pusat kesehatan masyarakat. Hanya sedikit migran yang pernah mendengar atau tahu tentang infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual (STI) dan HIV/AIDS. Pada umumnya, penyakit-penyakit ini diasosiasikan dengan pekerja seks perempuan. Kebanyakan migran dari kepulauan Sulu berada di Sabah bersama keluarga mereka. Waktu luang yang terbatas, keuangan yang juga terbatas, dan rasa takut ditangkap membuat mereka cenderung bersikap tidak mau menonjol, bahkan tidak mau diketahui keberadaannya. Lingkungan tempat tinggal dan lingkungan kerja yang berbeda-beda dari para migran Filipina mengesankan bahwa mereka mempunyai tingkat kerentanan terhadap HIV yang juga berbeda-beda. Ada tiga faktor yang berpengaruh pada kerentanan mereka terhadap HIV: yaitu apakah mereka migran legal (sah) atau ilegal (tanpa dokumen), apakah mereka bersama keluarga atau sendirian, dan kondisi tempat tinggal dan lingkungan kerja di Sabah. Yang paling rentan terhadap HIV adalah mereka yang bekerja di industri hiburan/seks. Informasi dan pelayanan yang berhubungan dengan kesehatan tidak diberikan kepada orang-orang ini, terutama yang bekerja di bordil.
ix
Pergerakan penduduk dalam sub-sistem Davao-General Santos-Manado tidak begitu sering terjadi dibandingkan di atas. Nelayan-nelayan Filipina kadang-kadang ditangkap karena melanggar batas negara tetangga dan atau menangkap ikan tanpa izin. Hampir 7,000 orang Indonesia telah berpindah dan menetap di Mindanao bagian selatan. Dampak dari pariwisata dan BIMP-EAGA kurang terasa. Namun publisitas sebagai akibat dari BIMP-EAGA cukup menyumbang dalam membuat Mindanao dikenal oleh dunia luar, dan dengan demikian meningkatkan potensi untuk investasi dan pariwisata di daerah ini. Nelayan-nelayan Filipina memasuki perairan Indonesia dan wilayah internasional lain untuk menangkap ikan. Banyak diantara mereka, kalau tidak sebagian besar, melakukan hubungan seks tanpa perlindungan (kondom), memakai “implant”, dan menyuntik obat-obatan terlarang. Mengenai kerentanan terhadap HIV yang dinilai berdasarkan beberapa faktor, Tawi-Tawi dinilai “rendah”, Zamboanga City “sedang”, dan Davao City serta General Santos City “tinggi”. Faktor-faktor tersebut, antara lain, adalah jumlah populasi pekerja seks, besarnya industri hiburan/seks, kasus-kasus HIV positif yang terdeteksi, keadaan STI (infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual), jumlah wisatawan, tersedianya kondom dan apotik / klinik, adanya Klinik Higien Sosial dan LSM-LSM. Sedangkan mengenai daya tahan terhadap HIV, Tawi-Tawi dan Zamboanga City mempunyai ketahanan rendah, sementara Davao City dan General Santos City tinggi. Migrasi yang ilegal membuat para migran terpapar banyak kerentanan, tetapi juga dapat menciptakan kondisi yang akan memperkuat ketahanan mereka. Adanya keluarga dan sanak saudara, terbatasnya waktu luang, keterbatasan dana, lokasi tempat kerja yang terpencil (terutama untuk pekerja-pekerja perkebunan), dan rasa takut ditangkap oleh yang berwajib, semua berperan untuk mengekang mereka sehingga tidak terlibat dalam perilaku seksual yang berisiko tinggi. Penelitian ini mengkonfirmasi bahwa migrasi itu sendiri bukanlah faktor dalam penyebaran HIV. Selain itu, penelitian ini membuyarkan mitos bahwa perbatasan internasional merupakan pertanda dari penyebaran HIV. Masalah HIV/AIDS perlu dimasukkan ke dalam agenda dari BIMP-EAGA dan juga pada institusi-institusi regional lainnya. Filipina perlu mengambil langkah-langkah sebagai berikut, terutama di pelabuhan-pelabuhan internasional di Mindanao: (1)
mengidentifikasi titik-titik intervensi di dalam proses migrasi sebelum pemberangkatan, untuk menyebarkan pendidikan pencegahan HIV;
(2)
memperkuat komponen pencegah HIV dalam program-program informasi sebelum pemberangkatan;
(3)
mengembangkan program pencegahan HIV untuk para nelayan laut lepas dan keluarga mereka;
(4)
mendukung lembaga-lembaga non-kesehatan pemerintah untuk mengambil kegiatan pencegahan HIV sebagai bagian dari pekerjaan mereka;
(5)
mendorong sektor swasta untuk terlibat dalam kegiatan pencegahan HIV;
(6)
memelihara dialog dan kerjasama yang terus menerus dengan Sabah untuk memastikan dan melindungi kesejahteraan orang-orang Filipina disana;
(7)
memberitahu orang-orang Filipina tentang bahayanya pergerakan ilegal, terutama yang bersangkutan dengan perdagangan perempuan dan anak-anak.
x
DAFTER SINGKATAN DAN AKRONIM AIDS
Acquired Immuno-Deficiency Syndrome (Sindrom Defisiensi Imunitas Tubuh)
AFRIM
Alternate Forum for Research in Mindanao (Forum Riset Alternatif di Mindanao)
ALAGAD
Name of a Local Philippino NGO Nama LSM lokal Filipina
ARMM
Autonomous Region of Muslim Mindanao Daerah Otonomi Mindanao Muslim
APICT
Asia-Pacific Intercountry Team Tim Antar-Negara Asia-Pasifik
ASEAN
Association of Southeast Asian Nations Persatuan Negara-Negara Asia Tenggara
BIMP
Brunei-Indonesia-Malaysia-Philippines Brunei-Indonesia-Malaysia-Filipina
CIQ
Customs-Immigration-Quarantine Pabean-Imigrasi-Karantina
DSWD
Department of Social Welfare and Development (Philippines) Departemen Pembangunan dan Kesejahteraan Sosial (Filipina)
DTI
Department of Trade and Industry Departemen Perdagangan dan Perindustrian
EAGA
East ASEAN Growth Area Wilayah Pertumbuhan ASEAN Timur
FGDs
focus group discussions diskusi kelompok terfokus
FOMEMA
Foreign Workers’ Medical Examination Monitoring Agency Badan Pengawas Pemeriksaan Kesehatan Pekerja Asing
HAIN
health action information network jaringan informasi tindakan kesehatan
HIV
human immunodeficiency virus virus defisiensi imunitas manusia
ICs
Identity Cards Kartu Identitas
IEC
information-education-communication informasi-pendidikan-komunikasi
ILO
International Labour Organization
xi
Organisasi Buruh Internasional IOM
International Organization for Migration Organisasi Internasional untuk Migrasi
IWAG
A Davao NGO LSM di Davao
MAP
Monitoring the AIDS Pandemic Network Jaringan Pemantauan Pandemi AIDS
MEDCo
Mindanao Economic and Development Council Dewan Ekonomi dan Pembangunan Mindanao
MOA
Memorandum of Agreement Nota Kesepakatan
MOU
Memorandum of Understanding Nota Kesepahaman
MSF
Médecins sans Frontières Layanan Kesehatan Tanpa Batas
NEDA
National Economic Development Authority Otorita Pembangunan Ekonomi Nasional
NGO
non-governmental organization organisasi non pemerintah
PDOS
pre-departure orientation seminars seminar orientasi sebelum keberangkatan
PNAC
Philippines National AIDS Council Dewan AIDS Nasional Filipina
SEAHIV
South-East Asia HIV and Development Project Proyek Pembangunan dan HIV Asia Tenggara
SIJORI
Singapore-Johor-Riau Singapura-Johor-Riau
SMC
Scalabrini Migration Centre Pusat Migrasi Scalabrini
Socsargen
South Cotabato, Sarangani, General Santos Cotabato Selatan, Sarangani, General Santos
SOMM
Senior Officials’ and Ministers’ Meeting Pertemuan Pejabat Senior dan Menteri
STDs
sexually transmitted diseases penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual
STIs
sexually-transmitted infections infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual
xii
SZPD
Special Zone for Peace and Development Zona Khusus untuk Perdamaian dan Pembangunan
TB
Tuberculosis Tuberkulosa
UNAIDS
United Nations Joint and Cosponsored Programme on HIV/AIDS Program Patungan dan Ko-sponsor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk HIV/AIDS
UNDP
United Nations Development Programme Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa
UNFPA
United Nations Population Fund Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa
UNICEF
United Nations Children’s Fund Dana Anak-Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa
VFA
Visiting Forces Agreement Perjanjian Pengunjung
xiii
DAFTAR ISTILAH MELAYU (M) DAN FILIPINA akyatbarko
orang-orang yang memanjat kapal
babaing baratuhan
perempuan murahan
babaing mubo ug lupad
perempuan tunasusila
barangay
desa
bolitas
semacam ‘alat bantu’ yang ditanamkan pada kemaluan pria
carinderias
restoran terbuka (tidak di dalam bangunan)
fuso
nama sejenis kapal yang digerakkan oleh mesin
haji (Arabic)
orang Muslim yang telah menunaikan ibadah haji ke Mekkah
halaw
orang yang dideportasi
kampung (M)
pemukiman, desa
kedai (M)
warung, toko kecil
kumpit
kapal dengan lambung kayu
lantsa
kapal lain dengan lambung kapal dari kayu
malas
musibah
nasigpit
sulit, susah
pas palarian (M)
surat pengungsian
patsamba
kesempatan
pribumi (M)
warga asli Melayu
shabu
mariyuana
takot sa asawe
takut sama istri
temper
perahu di daerah pedesaan
timpil
sejenis perahu lain di daerah pedesaan
ukay-ukay
tekstil
ulama
tokoh/ahli dalam keagamaan (Islam)
xiv
I.
PENDAHULUAN
HIV mulai menyebar di Asia pada awal dasawarsa 1980-an. Pada tahun 1999, di wilayah Asia-Pasific terdapat 60 persen dari populasi orang dewasa sedunia (usia 15-49 tahun) dan 20 persen dari estimasi infeksi HIV pada orang dewasa (menurut Monitoring the AIDS Pandemic (MAP), 1999:2). Perkiraan prevalensi HIV pada orang dewasa di Asia adalah 2-3 persen di Kambodia, Myanmar, Muangthai, dan beberapa negara-bagian India (MAP, 1999:2). Mobilitas yang tinggi di antara populasi negara-negara Asia dan bagian lain dunia dapat mendorong terjadinya penyebaran HIV yang sangat cepat. Menurut estimasi-estimasi terakhir (sekitar 1997 dan 1998) dari Hong Kong, Jepang, Korea, Malaysia, Singapura, Taiwan dan Muangthai, jumlah penduduk yang bergerak adalah 3,6 juta (Battistella, akan datang), di samping 2 juta orang yang diperdagangkan, khususnya perempuan dan anak-anak. Kaitan antara mobilitas penduduk dan kerentanan terhadap HIV tampaknya sudah jelas. Namun, bukan migrasi atau mobilitas penduduk itu sendiri yang membuat orang rentan terhadap HIV, melainkan kondisi lingkungan migran tersebut (Skeldon, 2000). Upah yang rendah, kondisi tempat tinggal yang buruk, kurang akses ke pelayanan kesehatan, dan kendala bahasa dapat mendorong migran, terutama yang perempuan, untuk menjadi pekerja seks komersial. Karena terpisah dari keluarga, mereka merasa terkucil dan kesepian. Dan bila tidak ada kontrol sosial, tingkah laku orang yang biasanya bersikap hati-hati dapat menjadi tidak terkendali di dalam lingkungan yang lain. Di Asia Tenggara, beberapa peneliti telah memusatkan perhatian mereka pada apa yang dinamakan “titik-titik rawan” dan populasi yang banyak bergerak, seperti pengemudi truk, pekerja seks, nelayan, dan migran yang melintasi batas negara, yang dianggap merupakan kelompok-kelompok “risiko tinggi” (lihat Bain, 1998:558). Pendekatan yang demikian, menurut Skeldon (2000), “cenderung memusatkan perhatian hanya pada bagian-bagian yang terisolir dari keseluruhan sistem mobilitas di Asia Tenggara dan dengan demikian mengabaikan banyak mekanisme-mekanisme yang sesungguhnya menyebarkan HIV/AIDS. Selain itu, para migran, terutama migran mancanegara yang bergerak di darat, tampaknya dianggap sebagai pelaku penting dalam proses tersebut, sedangkan mereka sebenarnya hanya salah satu kaitan dalam jaringan yang sangat kompleks.” Data mengenai migrasi dan timbulnya HIV/AIDS masih sedikit dan bersifat subyektif, dan tidak memberi bukti yang pasti tentang kaitan yang diduga ada antara pergerakan penduduk dan HIV/AIDS. Melihat kekurangan dan keterbatasan penelitian-penelitian yang ada, maka diusulkan hal-hal berikut (Skeldon, 2000:14-17): x
mengganti istilah migrasi dengan mobilitas, dengan maksud mobilitas lokal di dalam lintasan-lintasan interaksi tetap, dalam mempelajari keterkaitan antara pergerakan penduduk dengan HIV/AIDS;
x
menganggap HIV/AIDS sebagai masalah pembangunan dan bukan hanya masalah migrasi, atau bahkan masalah penduduk yang bergerak atau tidak bergerak; dan
x
mempertimbangkan dampak-dampak yang berbeda dari proyek pembangunan jangka pendek dan jangka panjang mengenai timbulnya HIV/AIDS.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, telah muncul himbauan-himbauan agar ada tanggapan dari wilayah terhadap masalah-masalah yang “tak kenal perbatasan”, seperti migrasi-intern dan HIV/AIDS. Berbagai penyelidikan mengenai pergerakan penduduk yang melintasi perbatasan negara di wilayah Mekong (Kambodia, Laos, Myanmar, Muangthai, Vietnam dan Yunnan, Cina) dilakukan dengan tujuan agar lebih tuntas menghadapi masalahmasalah tersebut. Mobilitas yang sangat tinggi di wilayah ini, sifat dari mobilitas tersebut (pria pada umumnya bermigrasi sendirian), dan interaksi dengan industri seks sudah dikenal sebagai faktor-faktor yang akan membuat penduduk di kota-kota perbatasan, terutama perempuan,
1
semakin terpapar risiko terkena HIV (UNAIDS dan IOM, 1998:462). Sebagai perbandingan, gerakan melintasi perbatasan dan kerentanan terhadap HIV di semenanjung Asia Tenggara tidak mendapat begitu banyak perhatian. Arus manusia dan barang yang melintasi perbatasan sudah menjadi ciri khas daerah ini (misalnya di Sabah, Malaysia Timur). Peluncuran Wilayah Pertumbuhan ASEAN Timur Brunei-Indonesia-Malaysia-Filippina (BIMP-EAGA) dalam tahun 1994 serta peningkatan dalam volume investasi, pariwisata dan perdagangan yang diperkirakan akan terjadi di wilayah ini akan semakin mendorong mobilitas penduduk dan lebih banyak interaksi di antara negara-negara anggota. Dengan meneliti kemungkinan adanya keterkaitan antara mobilitas penduduk dan kerentanan terhadap HIV di wilayah ini, dapat diperoleh penjelasan mengenai suatu wilayah tanpa batas-batas negara, lingkungan budaya yang berbeda, dan rendahnya penyebaran infeksi HIV pada saat dimana pembangunan belum lagi tinggal landas. Wilayah ini menarik perhatian para periset bukan karena banyaknya infeksi HIV/AIDS tetapi karena semakin meningkatnya mobilitas penduduk. Keterkaitan antara daerah-daerah di BIMP-EAGA sesungguhnya sudah terjalin jauh sebelum organisasi ini dibentuk. Khususnya kaitan antara Mindanao-Sabah tetap bertahan sekalipun masing-masing negara mengeluarkan larangan terhadap mobilitas penduduk dan perdagangan. Kedua daerah inilah yang menjadi fokus daripada penelitian ini. Selain itu, semenjak Davao City memainkan peran penting dalam pengembangan BIMP-EAGA, penelitian ini juga mencoba menyelidiki kaitan antara Davao City dan General Santos City, pusat-pusat penting di Mindanao bagian selatan, dengan Manado di Indonesia (Gambar 1). Tujuan Penelitian Penelitian ini menyelidiki hal-hal berikut: 1.
karakteristik dan dinamika pergerakan populasi antara Mindanao dan Sabah, Davao City-General Santos dan Manado, Indonesia;
2.
dampak daripada pergerakan melintasi perbatasan terhadap para migran dan keluarga mereka di komunitas asal dan di komunitas tujuan;
3.
kebijakan-kebijakan mengenai migrasi dan kesehatan di daerah asal dan daerah tujuan; dan
4.
faktor-faktor yang mendorong kerentanan dan daya tahan terhadap HIV/AIDS.
Wawasan dan metodologi Penelitian ini tidak memusatkan perhatian pada populasi-populasi yang dianggap “berisiko tinggi”, melainkan melihat berbagai kelompok yang bergerak di antara daerahdaerah yang diteliti. Dalam mengidentifikasi faktor-faktor kerentanan dan ketahanan terhadap HIV/AIDS, telah diusahakan untuk mengikutsertakan faktor-faktor latar belakang dan indikator-indikator tingkah laku.
2
Kerangka sistem migrasi, yang menuntut perhatian terhadap dua titik interaksi yaitu daerah asal dan daerah tujuan, dalam menentukan jenis-jenis dan karakteristik pergerakan migrasi, menjadi tuntunan dari penelitian ini. Dalam penelitian ini, migrasi dilihat sebagai hanya salah satu dari beberapa jenis arus yang mengkaitkan daerah asal dengan daerah tujuan; lagipula satu jenis arus dapat memicu arus pertukaran yang lain. Jadi, selain arus manusia (migrasi), arus barang (perdagangan) atau arus modal (investasi) juga dapat menimbulkan atau memperkuat keterkaitan lain di antara paling sedikit dua daerah. Sebelum mengumpulkan data, tim penelitian mengikuti suatu seminar tentang migrasi dan HIV/AIDS. Bagian migrasi diurus oleh Scalabrini Migration Centre (SMC) dan bagian HIV/AIDS difasilitasi oleh Health Action Information Network (HAIN). Selain tim riset, peserta dari lembaga-lembaga pemerintah lain – Departemen Kesehatan, Departemen Perburuhan dan Penempatan Kerja, National Economic Development Authority (Otorita Pembangunan Ekonomi Nasional), dan Philippine Overseas Employment Administration (Kantor Administrasi Penempatan Kerja di Luar Negeri) – juga mengikuti seminar ini. Pengumpulan data dilakukan di lima tempat: Bongao, Tawi-Tawi; Zamboanga City; Davao City; General Santos City; dan Sabah (Kota Kinabalu dan Sandakan). Bagian terbesar pengumpulan data dilakukan antara pertengahan Februari dan Maret 2000. Penelitian ini telah menggunakan beberapa cara pengumpulan: seperti pengkajian terhadap dokumen atau data administratif; wawancara informan utama dengan tipe-tipe migran yang berbeda, pejabat pemerintah lokal, wakil instansi pemerintah dan organisasi non pemerintah (LSM); wawancara dengan penumpang yang akan pergi ke Sandakan, Sabah, dan para pekerja hiburan; diskusi kelompok terfokus dengan nelayan-nelayan laut di General Santos; observasi terhadap tempattempat hiburan dan terminal transportasi; dan analisa terhadap isi peliputan mengenai BIMP-
3
EAGA, HIV/AIDS, masalah migrasi dan pariwisata yang terbit dalam media cetak setempat (lihat Lampiran untuk sumber-sumber yang dipakai). Sebagian besar wawancara direkam oleh peneliti. Namun kadang-kadang tidak dapat digunakan alat perekam atau membuat catatan (misalnya ketika berbicara dengan karyawan tempat hiburan atau dengan pekerja seks di jalanan). Walaupun wawancara dengan beberapa orang tidak akan cukup untuk digeneralisasikan pada populasi yang lebih besar, penelitian ini bermaksud memberikan informasi yang mendalam. Dalam memilih responden untuk wawancara, tim riset juga mengikutsertakan informan-informan penting yang pandangan dan pengalamannya secara kolektif dapat memberi wawasan dan pemahaman mengenai berbagai kondisi tertentu. Mengenai masalah “sampel yang representatif”, Blumer (1979, sebagaimana dikatakan dalam Plummer, 1983:101) menegaskan kekayaan informasi yang dapat disumbangkan oleh beberapa puluh orang dengan pengetahuan yang lengkap tentang suatu masalah atau hal, dibandingkan seribu orang yang tidak mempunyai pengetahuan itu. Tim riset mengalami kesulitan melacak orang-orang yang dideportasi (disebut halaw dalam bahasa Melayu) di Bongao, Tawi-Tawi atau Zamboanga City. Begitu sampai di Bongao atau Zamboanga, para halaw itu biasanya mengambil transportasi berikutnya untuk pulang ke pulau mereka masing-masing, atau langsung kembali ke Sabah. Selama pekerjaan lapangan di Tawi-Tawi, ada beberapa kejadian dimana tenaga riset kami diberitahu tentang kemungkinan mewawancarai halaw, tetapi ternyata mereka sudah pergi. Melihat keadaan tersebut, rencana awal untuk melakukan diskusi kelompok terfokus dengan para halaw (yang diharapkan akan memberi data terbaru tentang keadaan orang-orang Filipina di Sabah) diganti oleh wawancara dengan informan. Halaw yang berhasil diwawancarai adalah yang datang ke Departemen Pembangunan dan Kesejahteraan Sosial di Zamboanga City. Tim riset tidak dapat menjangkau halaw yang memiliki keluarga atau sanak saudara di daerah tersebut atau yang mampu membayar transportasi sendiri serta biaya-biaya lain (termasuk halaw perempuan yang bekerja di sektor hiburan di Sabah). Bahasa dan gender juga menjadi penghalang untuk menghubungi kelompok-kelompok tertentu. Data administratif dan informasi tidak lengkap. Terlihat adanya data yang tidak konsisten pada beberapa sumber data. Rencana untuk melakukan analisa seri-waktu (1994-2000) terhadap peliputan tentang BIMP-EAGA, HIV/AIDS, migrasi dan pariwisata yang ditulis dalam surat-surat kabar lokal terpaksa dimodifikasi oleh karena di beberapa tempat terbitan-terbitan yang lampau tidak diarsipkan. Kegiatan ini akhirnya harus dipersingkat atau menggunakan materi apa saja yang ada. Data penelitian dibagi sebagai berikut: x
informasi latar belakang BIMP-EAGA: tujuan-tujuannya, organisasi, pengembangan sejak 1994, celah atau kaitan yang ‘hilang’, dan proyeksi untuk masa depan;
x
Mindanao dan keterkaitan dengan daerah BIMP-EAGA lain: sub-sistem ZamboangaTawi-Tawi-Sabah; sub-sistem Davao City-General Santos City-Manado;
x
kerentanan terhadap HIV dan arus melintasi perbatasan dalam sub-sistem MindanaoSabah dan sub-sistem Mindanao-Manado;
x
diskusi dan rekomendasi.
4
Temuan-temuan dan rekomendasi-rekomendasi penelitian ini telah dipresentasikan dalam lokakarya yang diadakan 15 Mei di NEDA sa Makati. Para pesertanya termasuk wakilwakil dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (ILO, UNAIDS, UNDP, UNFPA, UNICEF); wakilwakil dari LSM; Organisasi Internasional untuk Migrasi; anggota-anggota Dewan AIDS Nasional Filipina; dan wakil-wakil dari instansi-instansi pemerintah Filipina (Bureau of Immigration, Philippines Overseas and Employment Administration, Department of Health AIDS Unit Monitoring and Evaluation, dan National Economic Development Authority). Pendapat dan usul dari para peserta telah dimasukkan di dalam diskusi dan rekomendasi laporan ini.
II.
BIMP-EAGA: LATAR BELAKANG
Pembangunan regional melalui EAGA BIMP-EAGA merupakan organisasi subregional terbaru yang muncul di Asia, setelah daerah-daerah pertumbuhan lain, seperti yang ada antara Hong Kong, Taiwan dan Cina Selatan (Segitiga Pertumbuhan Cina Selatan), yang mencakup Shenzhen, Zhuhai dan Shantou di Guangdong, dan Xiamen di Fujian); Indonesia, Malaysia dan Muangthai (Segitiga Pertumbuhan Utara yang mencakup Sumatra Utara di Indonesia, negara-bagian Malaysia bagian utara, termasuk Penang, dan Muangthai selatan), serta Indonesia, Malaysia dan Singapore (Singapore-Johor-Riau) (Gambar 2). Organisasi-organisasi regional atau subregional ini dibentuk dengan tujuan mempercepat pembangunan lokal. Peran pemerintah dalam organisasi-organisasi ini pada dasarnya adalah untuk memfasilitasi arus investasi, arus buruh, arus uang dan barang yang melintasi batas-batas negara, dan menyediakan prasarana untuk transportasi dan perdagangan (Lee, 1995:16-17). Pelaku utama dalam mempromosikan integrasi regional diharapkan muncul dari sektor swasta. “Pemerintah dapat saja memprakarsai, menjadi ujung tombak dan memfasilitasi, tetapi pertumbuhan ekonomi berawal dari investasi-investasi sektor swasta dan kelanjutannya” (Lee, 1995). BIMP-EAGA, atau disebut “EAGA” saja, terdiri dari seluruh kesultanan Brunei Darussalam; 10 propinsi di beberapa pulau Indonesia yaitu di Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya; Sabah, Sarawak dan Labuan di Malaysia; serta Mindanao dan Palawan di Filipina (Gambar 1). Luasnya sekitar 1,54 juta kilometer persegi dengan populasi 45,6 juta jiwa. Selain menjadi wilayah pertumbuhan terbaru, EAGA juga dipromosikan sebagai wilayah pertumbuhan yang terbesar (BIMP-EAGA Portfolio).
5
Tujuan EAGA – yaitu untuk meningkatkan perdagangan, pariwisata dan investasi di wilayah ini – disepakati dalam Pertemuan Pejabat Senior dan Menteri (Senior Officials’ and Ministers’ Meeting / SOMM) yang diadakan di Davao City, Filipina, dalam bulan Maret 1994. Tujuan ini akan dicapai dengan memfasilitasi pergerakan bebas manusia, barang dan jasa; berbagi prasarana umum dan sumber-sumber daya alam; dan mengupayakan kondisi saling melengkapi secara ekonomi (BIMP-EAGA Portfolio). Seperti dalam blok-blok regional lainnya, sektor swasta akan mempunyai peran yang sangat penting dalam pengembangan EAGA. Sektor publik mempunyai wakil-wakil dalam setiap kelompok kerja EAGA yang berbeda. Kelompok-kelompok kerja ini terdiri dari para peserta sektor publik dan sektor swasta yang akan membahas masalah-masalah dan meluncurkan proyek-proyek yang relevan dengan sektor mereka masing-masing yang akan menguntungkan EAGA secara keseluruhan. Ada 13 kelompok kerja, lima diantaranya untuk bidang-bidang “jalur cepat”, yaitu hubungan udara, hubungan laut, pariwisata, penangkapan ikan, dan konstruksi. Masing-masing kelompok kerja ini dibina oleh satu negara utama (Tabel 1). Sebagai organisasi, EAGA tidak menetapkan syarat bahwa ke-empat negara anggota harus menyetujui suatu proyek patungan. Dua negara anggota saja dapat meluncurkan proyek EAGA tanpa persetujuan dari anggota kelompok lainnya.
6
Tabel 1: Kelompok kerja BIMP-EAGA Bidang kerjasama * Pengembangan pariwisata bersama Energi Pengembangan sumber daya manusia Pembentukan modal/jasa keuangan * Perluasan hubungan laut, sumber perkapalan Mobilitas manusia Kehutanan * Hubungan udara Perlindungan dan pengelolaan lingkungan Telekomunikasi * Perusahaan perikanan * Konstruksi/material konstruksi Agro-industri
Negara utama Malaysia Malaysia Malaysia Malaysia Indonesia Indonesia Indonesia Brunei Brunei Filipina Filipina Filipina Filipina
* Sektor jalur cepat.
Hasil yang dicapai dan tantangan sejak 1994 Meskipun baru, EAGA sudah membuahkan hasil. Di antaranya yang menonjol adalah perkembangan dalam hubungan udara dan laut. Sebelum EAGA, hanya ada lima jalur hubungan udara di wilayah ini; semenjak tahun 1994 telah bertambah menjadi 11. Hubungan udara dan laut antara Mindanao dengan negara-negara anggota EAGA diperluas setelah organisasi ini dibentuk (Tabel 2). Kelompok kerja untuk hubungan laut telah memungkinkan terjadinya perkembangan yang cukup menyolok dalam industri transportasi laut, yang menghubungkan tidak saja daerah-daerah yang sebelumnya tidak terjangkau di EAGA tetapi juga daerah-daerah di dalam negara. Di Mindanao, misalnya, investasi Indonesia dalam industri transportasi laut telah membantu perluasan dan peningkatan hubungan antar-pulau. Mindanao juga telah menerima investasi lintas perbatasan terbesar dari satu anggota EAGA kepada anggota lainnya: yaitu Ekran Berhad dari Malaysia yang mengucurkan dana investasi US$300 juta untuk pengembangan Samal Island Casino Resort di Davao. Brunei juga menyumbangkan sebagian dari investasi senilai US$500 juta untuk pariwisata di Mindanao. Bila dinilai dari volume kegiatan-kegiatan yang dilakukan, maka tahun 1996 tampaknya merupakan puncak dari eksistensi EAGA. Banyak misi dan peristiwa terjadi di seluruh wilayah pada saat itu. Namun, momentum dari berbagai inisiatif EAGA terhalang oleh krisis keuangan yang merebak tahun berikutnya. Diantara dampak yang ditimbulkan, krisis tersebut membuat banyak negara “berbalik dan menarik diri”. Sektor swasta, yang menjadi kekuatan di belakang EAGA, mengambil sikap berhati-hati sampai ada tanda-tanda pemulihan. Ketua Mindanao Economic and Development Council (MEDCo) mengungkapkan adanya 151 nota kesepahaman (MOU) atau nota kesepakatan (MOA) yang sudah ditandatangani, tetapi hanya sedikit yang dapat direalisasikan karena iklim usaha tidak kondusif untuk melakukan investasi. Menurut pandangannya, dasar-dasar untuk EAGA sudah diletakkan sejak enam tahun yang lalu dan kini – terutama dalam skenario pasca-krisis – kita harus menerjemahkan inisiatif-inisiatif tersebut menjadi kebijakan-kebijakan dan programprogram. Salah satu bidang yang diprioritaskan adalah untuk mempererat hubungan udara dan laut, yang diperkirakan dapat mendorong lebih banyak investasi di wilayah ini. Ini saatnya menghidupkan kembali pembicaraan-pembicaraan yang dulu terpaksa dihentikan selama krisis
7
– sebagai contoh, tidak pernah dilakukan pertemuan petinggi-petinggi negara semenjak munculnya krisis. Filipina telah mengajukan diri untuk menjadi tuan rumah bagi suatu konferensi tingkat tinggi BIMP-EAGA CIQ (Pabean, Imigrasi, Karantina), yang bertujuan menghasilkan kebijakan-kebijakan yang seragam dan selaras, yang merupakan pra-syarat untuk mendorong terciptanya iklim investasi yang lebih baik. Tabel 2: Hubungan transportasi internasional, Mindanao-Indonesia-MalaysiaSingapura Rute A. Rute laut Umum Santos-Bitung
Tarif pp.
Jadwal
Kapal
Kapasitas
PhP 2,100
Tidak ada jadwal
MV Surya MV Kathrina MV Dayasakti
100org
100 org
MV Kara
Zamboanga-Sandakan
Zamboanga-Sandakan
PhP 2,100
Tidak ada jadwal
PhP 2,100
Tidak ada jadwal
PhP 2,100
Tidak ada jadwal
MV Alken Pamata MV Alken Persada MV Satria MV Pulao Seribu MV Santosa MV Mentari MV Alken Pemay Merinda Setia Rosanas II MV Selat Mas
Kabin: PhP 1,600.00
Zamboanga-
MV Mary Lady Joy
750 org
Sandakan 1 X seminggu SandakanZamboanga 1 X seminggu ZamboangaSandakan
MV Sampaguita Feri I
1,000 org
MV Sampaguita Feri II
900 org
Maharlika Suite: PhP 3,000.00 Kabin: 2,000.00 AC: 1,000.00
100 org 100 org
2 X seminggu Sandakan-
Ekonomi: 800.00
Zamboanga,
Rute Rute udara
Tarif pp.
Jadwal
Penerbangan
Pesawat
Kapasitas
DavaoManado
US$ 269
Davao-Manado 2 X seminggu Manado-Davao 2 X seminggu
Bouraq Airlines
Boeing 737200
106 org
DavaoSingapura
US$472
Davao-Singapura 2 X seminggu Singapura-Davao 2 X seminggu
Silk Air
Boeing 737200
116 org
US$522
Sumber: MEDCo Secretariat, BIMP-EAGA Travel Statistics.
8
Diskusi-diskusi di EAGA pada saat ini membicarakan pembentukan modal, terutama membentuk dana modal ventura untuk usaha-usaha kecil dan menengah, membuka kembali hubungan-hubungan transportasi yang pernah ditutup (misalnya hubungan udara Davao-Kota Kinabalu yang ditutup sementara ketika terjadi krisis ekonomi), serta proposal-proposal untuk mendukung program “Tahun Pariwisata BIMP-EAGA 2001”. Maksud dari program Tahun Pariwisata BIMP-EAGA 2001 adalah untuk meningkatkan pariwisata di wilayah ini dengan menawarkan tur keliling EAGA daripada hanya mengunjungi satu tujuan saja. Laju kegiatan dan kemajuan di kelompok-kelompok kerja lain selama ini tidak merata. Sebagai contoh, Kelompok Kerja Mobilitas Rakyat, yang diketuai oleh Indonesia, terakhir mengadakan pertemuan pada tahun 1997. Filipina cukup aktif dalam kelompok kerja ini, mengingat pentingnya migrasi buruh mancanegara dalam kehidupan ekonomi negaranya. Sampai sekarang, EAGA lebih banyak berorientasi kepada promosi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi wilayah. Sejauh ini, kecuali kelompok kerja kehutanan dan lingkungan (yang mendiskusikan masalah-masalah lingkungan hidup), belum ada diskusi atau minat kepada dimensi-dimensi pembangunan regional yang non-ekonomi. Masalah kesehatan, misalnya, menurut MEDCo Davao tidak pernah dibicarakan dalam diskusi-diskusi, baik di waktu lampau maupun sekarang. Juga, sekalipun diadakan diskusi-diskusi dan upaya lain untuk melibatkan sektor publik dan sektor swasta, tidak adanya partisipasi masyarakat sipil di dalam kegiatan EAGA cukup menyolok. Diusulkan agar masyarakat sipil dilibatkan dan pembangunan jaringan di antara organisasi-organisasi non pemerintah dengan organisasiorganisasi rakyat di dalam EAGA ditingkatkan untuk memantau proyek-proyek EAGA dan dampaknya terhadap komunitas, serta mendorong pembangunan yang berkelanjutan dan merata di antara negara, komunitas, dan kelas atau sektor di wilayah ini (AFRIM, 1998a:5455). Laporan-laporan mengenai memburuknya perdamaian dan ketertiban di beberapa bagian Mindanao, dan belum lama ini peristiwa penyanderaan Sipadan-Sulu, dapat menghambat upaya-upaya menghidupkan kembali inisiatif EAGA. Pada tanggal 23 April 2000, anggota-anggota kelompok Abu Sayyaf (kelompok ekstrimist yang menuntut ditetapkannya negara-bagian Islam yang merdeka di Filipina) menculik 21 orang yang sebagian besar turis asing dan karyawan peristirahatan Pulau Sipadan, Malaysia Timur dan membawa mereka ke Sulu.1 Penculikan ini memfokuskan perhatian dunia pada situasi orangorang Filipina di Sabah dan merupakan persoalan bagi pemerintah Filipina maupun Malaysia. Insiden ini kemungkinan besar mempengaruhi proyek-proyek yang berskala regional (misalnya, Tahun Pariwisata BIMP-EAGA 2001). Dan juga menyoroti dimensi-dimensi politik wilayah ini, yang sebelum ini diabaikan dalam orientasi ekonomi dan pertumbuhan BIMP-EAGA.
1
Sejak 3 June 2000, kelompok Abu Sayyaf masih menahan delapan orang Filipina di Basilan. Sandera yang tersisa adalah bagian dari sekelompok besar sandera yang diculik pada tanggal 20 Maret yang terdiri dari sembilan guru, kepala sekolah, pendeta dan 35 murid. Meskipun beberapa sandera sudah dibebaskan, kelompok Abu Sayyaf telah membunuh empat orang, termasuk pendeta.
9
III. KAITAN MINDANAO-BIMP-EAGA: DARI PINTU BELAKANG HINGGA PINTU GERBANG Dari penelitian terhadap wilayah BIMP-EAGA yang laporan hasilnya mencapai tujuh volume, Bank Pembangunan Asia mencatat bahwa daerah-daerah sub-nasional di dalam EAGA memiliki ciri yang sama, yaitu merupakan daerah yang tertinggal pembangunannya di negara masing-masing. Meskipun kaya dengan sumber daya alam, pembangunan di Mindanao kurang maju karena diabaikan oleh pemerintah. Konflik yang timbul dalam tahun 1970-an semakin memperburuk prospek untuk pembangunan. Melalui swadaya dan inisiatif-inisiatif sendiri, prospek pembangunan di Mindanao telah menjadi lebih cerah dalam dua dasawarsa terakhir abad ke duapuluh. Dalam tahun 1990-an, pembentukan BIMP-EAGA turut mempercepat proses pembangunan. Pemberitaan tentang BIMP-EAGA mempunyai dampak positif bagi Mindanao, karena para investor di wilayah tersebut maupun wilayah lain melihat potensi Mindanao sebagai daerah investasi. BIMP-EAGA juga diakui sebagai faktor yang menyumbang kepada suksesnya Mindanao 2000 Development Framework Plan (AFRIM, 1998b:4). Bagian ini mengulas kaitan-kaitan tradisional maupun kontemporer Mindanao dengan daerah-daerah tetangganya serta dampak BIMP-EAGA terhadap prospek pembangunan di daerah tersebut, terutama berkenaan dengan investasi, perdagangan, pariwisata, dan pergerakan penduduk.
Sub-sistem Tawi-Tawi-Zamboanga-Sabah Keterkaitan antara Mindanao Barat2 dengan Sabah didasarkan pada ikatan-ikatan yang telah terjalin berabad-abad yang lalu yang tidak lekang oleh waktu ataupun garis-garis perbatasan yang ditetapkan oleh negara-negara. Perdagangan barter di antara daerah-daerah ini sudah ada sejak abad ke-sembilan, sedangkan migrasi dari kepulauan Sulu ke Sabah dimulai setelah abad ke enambelas ketika bangsa Spanyol meningkatkan penjajahan mereka di Sulu dan Tawi-Tawi.3 Di antara rakyat yang pertama-tama mencari suaka di Sabah adalah orangorang Cina dari Jolo. Sempornah, dan kemudian Sandakan, Tawau dan Lahad Datu menampung migran-migran lain dari negara-kepulauan tetangga (Ho, 1989:226). Kaitankaitan ini diperkokoh dalam tahun 1704, ketika Sabah (Borneo Utara) diserahkan oleh Sultan Brunei kepada Sultan Sulu atas bantuannya dalam mematahkan pemberontakan (Klaim Filipina atas Borneo Utara, 1963:13).4 Ikatan-ikatan sejarah, kesamaan budaya dan kedekatan geografis membantu pergerakan bangsa Filipina di antara kedua wilayah ini. 2
Mindanao Barat mencakup propinsi Basilan, Sulu, Tawi-Tawi, Zamboanga del Norte dan Zamboanga del Sur. Ketika ditetapkan Daerah Otonomi Mindanao Muslim atau ARMM pada tahun 1989, Sulu dan Tawi-Tawi memilih untuk menjadi bagian dari ARMM. Dengan demikian, meskipun secara geografis Sulu dan Tawi-Tawi adalah bagian dari Mindanao Barat, secara politik dan administratif mereka berada di bawah ARMM sejak 1989 (dicantumkan dalam Battistella, Asis dan Abubakar, 1997:20).
3
Tawi-Tawi dahulu adalah bagian dari Sulu sampai menjadi propinsi terpisah dalam tahun 1973 (First Tawi-Tawi Comprehensive Development Plan 1999-2008, p. 15).
4
Filipina belum secara resmi menarik klaimnya atas Sabah, dan karena itu belum mendirikan konsulat disana. Filipina mengusulkan akan mendirikan konsulat di Labuan, suatu daerah federal yang cukup dekat dengan Sabah, namun ini tidak disetujui oleh pemerintah Malaysia. Dalam bulan Maret tahun ini, masalah pendirian konsulat Filipina sempat dibicarakan dalam pertemuan tingkat menteri luar negeri kedua negara. Menlu Malaysia mengatakan bahwa pemerintah Filipina sudah setuju untuk mendirikan konsulat dalam suatu pertemuan komisi bersama dan Pemerintah Malaysia berharap ini akan segera dilaksanakan (Daily Express, 22 Maret 2000, hal. 2). Dari tanggal 16 sampai 24 Maret 2000, bangsa Filipina di Sabah menunggu perkembangan rencana ini. Sebagian
10
Pandangan dari Tawi-Tawi Tawi-Tawi adalah salah satu diantara 20 propinsi termiskin di Filipina. Persepsi pemerintah lokal adalah bahwa Tawi-Tawi belum banyak merasakan manfaat daripada EAGA. Ini sebagian disebabkan karena terbatasnya prasarana-prasarana propinsi tersebut, antara lain lapangan terbang dan pelabuhan yang kecil, pasokan tenaga listrik yang tidak lancar, hubungan telekomunikasi yang terbatas. Contohnya, adalah rencana untuk membuat koridor Tasulba dengan maksud mempromosikan integrasi ekonomi dari Tawi-Tawi, Sulu dan Basilan. Namun, dari sudut pandang kaum pedagang, BIMP-EAGA sudah menyumbang kepada pembangunan propinsi. Jaringan dan keterkaitan dengan bagian-bagian lain EAGA telah dibangun. Beberapa perjalanan penjajagan dan misi dagang juga sudah datang ke Tawi-Tawi, namun karena kurangnya prasarana di propinsi tersebut, banyak investasi potensial yang tidak dapat diwujudkan. Kedekatan propinsi ini dengan Sabah pun tidak membantu menarik investasi, karena alasan yang sama. Maka pemerintah lokal perlu melengkapi pelayanan dasar dan utilitas di propinsi ini untuk membantunya lepas landas secara ekonomi. Meskipun tidak ada hubungan resmi antara Tawi-Tawi dan Sabah, banyak kontak terjadi secara informal. Ada hubungan dagang yang terus menerus di antara dua tempat ini. BIMP-EAGA membantu para investor besar, bukan perdagangan gaya “kumpit” yang dijalankan oleh para investor lokal. Rencana induk propinsi mengakui bahwa Sabah merupakan sumber komoditas penting melalui “perdagangan pintu belakang” (Rencana I Pembangunan Komprehensif Tawi-Tawi 1999-2008, hal. 41). Perdagangan antara Tawi-Tawi dan Sabah dikatakan berasal dari “zaman baheula yang tidak dapat diingat lagi”. Seorang petugas malah tidak menganggap perdagangan dengan Sabah sebagai “penyelundupan” melainkan menyebutnya sebagai “perdagangan tradisional”. Menurut seorang informanpedagang, sekitar 90 persen dari barang-barang konsumen di Tawi-Tawi berasal dari Sabah, dan tanpa barang-barang tersebut, barang-barang di tingkat propinsi akan menjadi lebih mahal. Barang-barang yang dijual di pasar rakyat di Bongao didominasi oleh barang-barang dari Sabah. Selain komoditi (mis., beras “Sabah”, gula), barang-barang elektronika, pakaian bekas, mainan, tekstil (disebut “ukay-ukay”) dari Sabah dijual di pasar umum di Bongao. Barangbarang yang sama sudah diperdagangkan selama bertahun-tahun – yaitu kopra dan rumput laut dari Tawi-Tawi; barang-barang konsumen dan elektronika dari Sandakan. Akhir-akhir ini para pedagang dari Tawi-Tawi mulai berdagang minyak kelapa sawit, yang kini merupakan barang ekspor di Malaysia. Perdagangan ini lebih banyak menguntungkan Sabah. Para pedagang Filipina tidak membawa banyak barang dagangan ke Sabah. Ini dikonfirmasi oleh penelitian terhadap perdagangan barter antara Sabah, Filipina, dan Indonesia yang melaporkan bahwa Sabah benar menikmati neraca pembayaran sebesar RM 2.26 juta dari perdagangannya dengan Filipina (Vu, 1997:46). Ada usulan untuk meninjau kembali praktek-praktek dagang di antara ketiga negara, terutama apakah perdagangan akan diteruskan seperti sekarang atau secara resmi akan dianggap sebagai ekspor dan impor barang (Vu, 1997). Dari sisi Sabah, hubungan dagang dengan Filipina juga menimbulkan masalah karena dikhawatirkan barangbarang subsidi dari Malaysia (misalnya beras dan gula) akan diteruskan ke Filipina. Para pedagang dan pejabat pemerintah lokal berharap akan disahkan Perjanjian Pelintasan
berharap konsulat akan didirikan, dan sebagian lain skeptis apakah dapat diwujudkan tanpa menyelesaikan masalah tuntutan wilayah teritorial lebih dahulu.
11
Perbatasan (Border Pass Agreement 5) untuk lebih meningkatkan iklim perdagangan. Jika disahkan, maka menurut pemerintah, para pedagang, dan bukan pejabat-pejabat korup, yang akan diuntungkan dari pajak yang dipungut dari berbagai transaksi. Mengenai pergerakan penduduk, yang menarik adalah bahwa migrasi ke Sabah dianggap sebagai suatu proses alami, terutama di Tawi-Tawi (Battistella, Asis dan Abubakar, 1997). Di antara ikatan-ikatan yang terbentuk, arus manusia di antara kedua daerah ini adalah yang paling “awet”. Wawancara dengan para migran memberi kesan bahwa pergi ke Sabah tidak dirasakan sebagai pergi ke luar negeri (ada responden yang mengatakan ‘seperti pergi ke Simunul’, suatu kotamadya-pulau di Tawi-Tawi). Diperkirakan bahwa sekitar 80 persen warga Tawi-Tawi mempunyai sanak saudara di Sabah. Generasi keluarga-keluarga yang telah memilih tinggal di seberang perbatasan menjadi jaringan pengaman bagi para migran untuk melindungi mereka dari risiko dan bahayanya menjadi migran tanpa dokumen (migran gelap).6 Siapakah migran ke Sabah? Profil dari para migran Filipina di Sabah dari Tawi-Tawi belum berubah. Jenis-jenis migran ke Sabah adalah: x
Pengunjung – yaitu mereka yang pergi ke Sabah untuk mengunjungi keluarga. Ada yang pergi ke Sabah sebagai keluarga dengan disertai anak-anak. Yang lain pergi ke Sabah dalam kunjungan singkat untuk suatu pekerjaan sementara (misalnya, pelajar/mahasiswa yang mengunjungi anggota keluarga dan bekerja pada waktu yang sama).
x
Pedagang – yaitu mereka yang pergi ke Sabah secara teratur untuk membeli barangbarang disana untuk didistribusikan di Tawi-Tawi atau tempat lain. Jenis pedagang berkisar dari pedagang independen kecil hingga pedagang besar yang lebih terorganisir.
x
Pekerja Migran – yaitu mereka yang pergi ke Sabah dengan maksud mencari pekerjaan. Ada yang mengaturnya sendiri melalui jaringan pribadi sementara yang lain tergantung pada biro pencari tenaga kerja. Ada pula yang “diperdagangkan” karena persentase perempuan di antara para pekerja migran semakin meningkat. Dan sebagai tanggapan terhadap meningkatnya permintaan untuk pekerja industri hiburan di Sabah, jumlah pekerja migran perempuan terus meningkat.
Namun demikian, seorang pengunjung jangka-pendek dapat menjadi pekerja jika ada kesempatan untuk bekerja atau ia dapat menjadi warga de facto jika tidak terdeteksi oleh pihak imigrasi atau kepolisian. Ada anak-anak yang lahir dan dibesarkan di Sabah tanpa kartu identitas. Satu hal yang sama pada semua orang ini adalah masuknya ke Sabah yang tidak disertai dokumen-dokumen resmi.
5
Sebagaimana dibicarakan dalam pertemuan komisi bersama bulan Maret 2000, Perjanjian Pas Perbatasan akan dilaksanakan Januari 2001 di Bongao, Filipina dan Sandakan, Sabah. Sekarang, Filipina sedang menyempurnakan format kartu identitas untuk disetujui oleh Malaysia.
6
“Migrasi ilegal” atau migran gelap mengesankan bahwa migran adalah pelanggar hukum, yang tidak selalu benar. Resolusi 3449 dari Sidang Umum PBB (per 9 Desember 1975) mengusulkan istilah “pekerja migran tanpa dokumen”. Istilah inilah yang digunakan dalam penelitian ini.
12
Pergi ke Sabah: rute dan tariff Ada beberapa titik keberangkatan dari Tawi-Tawi ke Sabah. Rute-rute tradisional untuk perdagangan barter dari Bongao, Sitangkai, dan Cagayan de Tawi-Tawi ke Sandakan, Tawau, Lahad Datu dan Sempornah adalah rute-rute yang sama yang digunakan oleh para migran sekarang untuk pergi dari Tawi-Tawi ke Sabah. Ada lagi satu rute perdagangan barter yaitu dari Balabac di Palawan ke Kudat atau Kota Kinabalu. Rute-rute ini menjadi saksi dari arus manusia dan barang-barang tanpa dokumen. Pengiriman uang dan hadiah juga melintasi perbatasan melalui rute-rute ini. Seperti di masa-masa lampau, perjalanan dilakukan dengan kapal-kapal yaitu kumpit, lantsa, Fuso (sebenarnya nama mesin), timpil atau temper. Namun, tidak seperti masa lampau, kapal-kapal ini sekarang dijalankan dengan mesin. Keadaan diatas kapal-kapal ini jauh dari aman. Selama “musim ramai”, kapal-kapal seringkali dijejali dengan penumpang hingga jauh melebihi kapasitas. Beberapa responden mengungkapkan ketika mereka berangkat dari Bongao ke Sandakan, lantsa yang ditumpangi penuh sesak dengan orang dan mereka hampir tidak dapat bergerak di tempat kecil yang diberikan untuk mereka. Beberapa lantsas ditutup, yang lainnya terbuka (mungkin untuk memudahkan membuang barang-barang ke laut apabila ditangkap oleh yang berwajib). Bila semua lancar, lama perjalanan berkisar antara 45 menit (dari Taganak ke Sandakan) hingga 13-14 jam (dari Bongao ke Sandakan). Waktu perjalanan dapat menjadi lebih lama karena cuaca buruk atau bila perlu berhenti/berlabuh, pindah kapal atau mengambil rute memutar untuk menghindari petugas. Biaya perjalanan dari Tawi-Tawi ke Sabah tidak banyak meningkat selama ini. Di pertengahan tahun 1980-an, biaya dari Bongao ke Sandakan adalah 800 Peso. Dewasa ini, perjalanan kapal dari Bongao ke Sandakan berkisar antara P1,200-P1,500 per orang. Perjalanan balik dari Sandakan ke Bongao adalah P500.* Pencarian penumpang untuk perjalanan ini dilakukan secara terbuka. Contohnya, di pelabuhan Bongao, para operator kumpit atau lantsa (kapal berlambung kayu) mempunyai ‘agen’ yang akan naik ke atas kapalkapal yang baru tiba untuk mencari penumpang ke Sabah. Bahkan di Sandakan, Sabah, anak buah kumpit atau lantsa secara terbuka berjalan keliling memberitahu tarif dan jadwal keberangkatan ke Bongao kepada siapa saja yang berminat. *
1 U.S. dollar = 50 Peso dalam bulan November 2000.
Bagi penduduk kepulauan Sulu, perjalanan ke Sabah dari Tawi-Tawi adalah lebih cepat dan lebih murah. Sebelum tahun 1995 ketika Aleson Shipping membuka pelayaran kapal feri dari Sandakan ke Zamboanga, tidak mungkin berangkat langsung dari Mindanao ke Sabah secara legal. Menggunakan feri berarti harus mempunyai paspor dan harus melalui Zamboanga City. Banyak yang menyadari bahwa dengan menempuh perjalanan dari Tawi-Tawi, mereka sebenarnya menggunakan ‘pintu belakang’, namun risikonya terimbangi oleh adanya anggotaanggota keluarga dan sanak saudara di seberang perbatasan. Mereka yang berasal dari luar kepulauan Sulu terpaksa harus tergantung pada seorang perantara atau ‘recruiter’ yang akan mengurusi transportasi mereka ke Sabah dan sekaligus mencarikan pekerjaan di sana. Salah seorang perempuan yang dideportasi, atau halaw, dari General Santos City mengatakan bahwa ia dan suaminya telah membayar masing-masing P2,500 kepada recruiter mereka yang menceritakan tentang kesempatan-kesempatan kerja yang ada di Sabah. Sementara yang lain tidak perlu membayar. Perempuan lain dan sepupunya, kedua-duanya dari Baguio City, direkrut oleh seorang ibu berpenampilan baik hati yang menawarkan pekerjaan kepada mereka di Sabah. Mereka menaiki kapal dari Manila ke Zamboanga, kemudian ke Tawi-Tawi, dan selanjutnya ke Sandakan. Mereka dibawa ke rumah-rumah yang berbeda ketika sampai di Lahad Datu. Keesokan harinya, “teman” mereka membawanya kepada seorang majikan pria berusia lanjut yang mengatakan bahwa ia telah membelinya seharga RM3,000* untuk
13
“berlaku seperti isteri”. Ia dapat meloloskan diri dan lari ke sebuah halte bis. Seorang pria Filipina kebetulan lewat dan berhenti untuk menawarkan bantuan. Ia didampingi oleh istrinya dan mereka membawanya pulang ke rumah mereka. Ia tinggal dengan pasangan ini selama beberapa bulan dan membantu merawat anak-anak mereka sebagai balas budi. Ia juga mempelajari bahasa setempat yang di kemudian hari membantunya mendapatkan pekerjaan sebagai petugas promosi bir. *
1 U.S. dollar = 3.8 R.M. dalam bulan November, 2000.
BIMP-EAGA mempunyai dampak terhadap jumlah orang yang bermigrasi ke Sabah. Sampai dengan tahun 1995, rata-rata ada 500 orang yang berangkat setiap hari dari Tawi-Tawi ke Sabah. Tahun 1998, jumlah ini telah turun menjadi 250 per hari. Adanya kapal feri dari Zamboanga dan mudahnya memperoleh paspor di kantor Departemen Luar Negeri di Zamboanga mendorong orang untuk melakukan perjalanan yang legal. Terjadinya arus manusia yang terus menerus tidak melulu disebabkan oleh faktor-faktor ekonomi di daerah asal melainkan lebih karena adanya jaringan keluarga yang telah dibangun di seberang lautan selama bertahun-tahun. Kehidupan di Sabah Mereka yang bekerja di perkebunan menggambarkan pengalaman-pengalaman mereka sebagai “sulit” (nasigpit). Memang, mereka mendapat rumah, tetapi pekerjaan mereka sangat berat dan upahnya kecil. Para pekerja dibayar per hari. Selama musim hujan, sulit bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup karena ada hari-hari dimana mereka tidak dapat bekerja. Ayah dari salah satu informan kami bekerja di perusahaan penebangan kayu sehingga lebih sering tidak ada di rumah. Anak-anak terpaksa bekerja dan mengumpulkan seluruh penghasilan mereka – ia sendiri mendapat RM170 sebulan, saudara laki-lakinya mendapat RM100, dan saudara perempuannya RM270 – untuk menghidupi keluarga pada masa-masa paceklik. Tidak satupun di antara enam saudara ini dapat bersekolah. Banyak anak-anak di kampung mereka tidak bisa sekolah dan harus bekerja pada usia muda. Banyak juga yang menikah pada usia muda. Bila membandingkan hidup di Sabah dan Tawi-Tawi, banyak yang lebih suka hidup di Tawi-Tawi karena ada kesempatan untuk sekolah. Setidaknya ada satu pasangan yang datang ke Sabah dan mendapat pengalaman positif. Meskipun ada waktu-waktu dimana mereka tidak mempunyai pekerjaan tetap (mereka bekerja di bidang konstruksi), mereka mampu bertahan karena banyaknya kesempatan bekerja di Sabah. Hanya di Sabah mereka dapat merasakan kenikmatan-kenikmatan hidup, tidak seperti di Filipina dimana mereka selalu khawatir tentang bagaimana mencari uang. Namun, pikiran tidak tenang yang selalu menyertai para migran yang tidak memiliki dokumen resmi, tetap merupakan masalah bagi orang-orang Filipina di Sabah. Karena tidak ada Konsulat Filipina, maka orang-orang Filipina seolah-olah berjuang sendiri dibandingkan orang-orang Indonesia yang pada prinsipnya dapat meminta bantuan dari konsulat Indonesia di Sabah. Masyarakat Filipina mempunyai beberapa strategi untuk menjalani kehidupan yang sembunyi-sembunyi. Ketakutan akan terkena razia dan pemeriksaan polisi senantiasa menghantui para migran Filipina di Sabah. Mereka mengatakan ini adalah soal untunguntungan (patsamba). Banyak yang tidak pernah keluar dari perkebunan karena takut bertemu dengan polisi. Seorang informan pernah ditangkap oleh polisi ketika sedang menunggu taksi pulang kerja. Majikannya harus mendatangi kantor polisi keesokan harinya dan membayar RM900 untuk membebaskannya. Banyak yang menganggap penting untuk menyamarkan penampilan mereka dan mengaku sebagai orang Melayu. Menurut mereka, suku bangsa seseorang dapat diketahui dari “tampangnya saja”, dan bahkan polisi memakai penampilan sebagai dasar untuk membedakan orang Tagalog dari orang Sulluk.7 Orang Filipina juga dapat 7
Istilah Melayu untuk Tausugs (penduduk Sabah dan Sulu).
14
dikenali dari cara mereka berpakaian. Untuk tampil seperti orang Melayu, para pria harus memakai celana panjang biasa bukan jeans, dan sepatu kulit bukan sandal. Banyak orang Filipina juga mencoba membeli kartu identitas. Ada yang membeli kartu identitas palsu seharga RM700, dengan bantuan pamannya yang mempunyai kenalan di lingkungan pemerintahan. Menurut seorang pejabat Filipina, pembelian kartu-kartu identitas palsu sudah biasa dilakukan oleh orang-orang Filipina di Sabah. Ada yang mencoba mempercayai bahwa kartu-kartu yang mereka beli adalah otentik. Kartu-kartu ini memang dijual di banyak kampung (kamp perkebunan) (Ho, 1989). Masalah-masalah kesehatan yang sering dialami oleh masyarakat migran Filipina di kampung mereka adalah malaria dan penyakit kulit. Ada penyembuh-penyembuh tradisional (dukun). Beberapa diantaranya adalah orang Indonesia yang dikenal dapat membantu ibu-ibu yang akan melahirkan dan menyembuhkan pasien yang menjadi gila karena “disantet”. Salah satu informan mengatakan bahwa ia mengobati pasien-pasien setiap kali pergi ke Sabah. Ia membawa kulit kayu, akar-akar, dan daun-daun dari Tawi-Tawi. Di dalam areal perkebunan juga terdapat klinik-klinik. Klinik atau rumah sakit ini dapat diakses asalkan pasien mampu membayar perawatan medis tersebut. Persepsi umum adalah bahwa fasilitas kesehatan masyarakat cenderung mengabaikan pasien-pasien yang dicurigai sebagai orang-orang ilegal, sekalipun mereka mampu membayar pengobatannya. Tetapi dengan dokter-dokter swasta tidak ada masalah seperti itu. Petugas Kesehatan Propinsi (Provincial Health Officer) membenarkan bahwa malaria dan penyakit-penyakit kulit banyak diderita oleh masyarakat Filipina di Sabah. Dalam hal malaria, adalah sulit untuk memastikan apakah mereka ketularan di Sabah atau di Tawi-Tawi, dimana penyakit malaria memang selalu ada. Pergerakan manusia yang terus terjadi menimbulkan tantangan terhadap penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Pada saat ini, Kantor Pelayanan Kesehatan Propinsi tidak mempunyai program-program khusus untuk para migran. Status dan keberadaan para migran yang tidak sesuai dengan hukum menambah sulitnya memantau status kesehatan dari para migran. Dalam keadaan normal, prosedur-prosedur seperti pemeriksaan kesehatan sebelum berangkat dan setelah kembali dapat diterapkan. Kesehatan adalah suatu masalah transnasional, yang seharusnya mendapat perhatian dari semua pihak. Ada kecenderungan pada masyarakat Sabah untuk menyalahkan orang-orang Filipina karena membawa masuk penyakit-penyakit, sedangkan Pemerintah Filipina mempertimbangkan untuk mengembalikan para migran yang menjadi pengimpor (pembawa) penyakit ke masyarakat asal mereka. Kerjasama dibutuhkan dari kedua belah pihak untuk menanggulangi masalah-masalah kesehatan. Misalnya, kasus-kasus TBC akan dapat dipantau dengan baik jika ada mekanisme kelembagaan untuk koordinasi antara Sabah dan Filipina. Migrasi Balik Meskipun arah utama pergerakan penduduk adalah dari Mindanao ke Sabah, ada juga migrasi balik ke Mindanao, yang bersifat sukarela atau dipaksa (seperti halnya para halaw). Di antara orang-orang yang diwawancarai di Tawi-Tawi, dua telah dideportasi. Satu dideportasi ke Filipina, (naik feri) bulan Desember 1999. Ia pertama kali pergi ke Sabah dengan ibu dan saudara-saudaranya ketika berusia 11 tahun. Semenjak itu, ia menetap dan bekerja di Sandakan. Pada awalnya ia membantu ibunya menjual makanan dan rokok di daerah pelabuhan. Ia menjadi buruh bangunan ketika berumur 12 tahun dan kemudian menjadi mandor ketika berumur 16 tahun. Bersama para buruh bawahannya, ia ditangkap dengan tuduhan mencuri alat rekam video. Di penjara, mereka diinterogasi setiap hari dan dipukuli dengan rotan. Akhirnya mereka dilepas dan dikembalikan ke Filipina. Isteri dan anaknya telah menyusul ke Tawi-Tawi dan mereka merencanakan untuk tinggal di Filipina. Namun demikian, ia masih akan kembali lagi ke Sabah dalam waktu dekat untuk menarik uangnya dari bank disana. Kasus lain adalah seorang pria yang pergi ke Sabah tiga tahun yang lalu
15
untuk mengunjungi anak laki-lakinya. Ketika disana, ia mengobati keluhan-keluhan seperti sakit kepala, sakit perut, patah tulang dan penyakit-penyakit lain yang tidak dapat disembuhkan oleh dokter. Ia tidak meminta bayaran atas jasa-jasanya, tetapi pasien-pasiennya dengan sukarela memberikan sumbangan untuknya. Ia ditangkap di suatu pos jaga perbatasan dan ditahan selama tiga hari. Pengalamannya selama ditahan tidak buruk, yang menurutnya disebabkan oleh statusnya sebagai haji (seorang Muslim yang pernah melakukan perjalanan ibadah ke Mekkah). Ia tidak mempunyai rencana untuk kembali ke Sabah. Di Bongao, kebanyakan migran yang kembali adalah karena kemauan sendiri. Salah satunya seorang pekerja bangunan di Sabah, yang telah kembali ke Filipina dengan keluarganya ketika izin kerjanya habis dalam bulan Agustus 1999. Dulu keluarganya mencoba mencari suaka di Sabah dalam tahun 1970. Hanya ia sendiri di antara keluarganya yang tidak membuat kartu identitas. Kesempatan bagi anak-anak untuk belajar merupakan faktor yang ikut mendorong terjadinya migrasi balik ke Filipina. Di Sabah, anak-anak migran boleh masuk sekolah dasar, dengan membayar uang sekolah RM120 per tahun - namun mereka tidak berhak menerima bantuan dari pemerintah seperti susu gratis, buku tulis dan buku pelajaran, dan tidak dapat tinggal di asrama-asrama pada sekolah negara. Siswa-siswa dari keluarga migran tidak dapat masuk ke sekolah menengah, kecuali bila mereka anak dari golongan profesional yang bekerja secara legal. (Kurus, Goddos and Koh, 1998:171-172).
16
Pandangan dari Zamboanga City Zamboanga, ibu kota daerah Mindanao Barat atau Wilayah IX, juga sedang menempatkan diri untuk menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara. Secara geografis letaknya dekat dengan negara-negara BIMP-EAGA tetangga. Dibandingkan dengan ibu kotaibu kota daerah lainnya seperti Davao, General Santos dan Cagayan de Oro, Zamboanga tertinggal pembangunannya, antara lain disebabkan terjadinya konflik di daerah-daerah sekitarnya. Penandatanganan perjanjian perdamaian tahun 1996 antara pemerintah dan Front Pembebasan Nasional Moro (Moro National Liberation Front) ketika itu menjanjikan adanya pembangunan yang damai. Cukup banyak dana pemerintah dan investasi yang dikucurkan ke Zona Khusus Untuk Perdamaian dan Pembangunan serta Daerah Otonomi untuk Mindanao Muslim. Namun demikian, proses perdamaian tidak berjalan lancar karena Front Pembebasan Islam Moro (Moro Islamic Liberation Front) dan kelompok Abu Sayyaf mempunyai solusisolusi mereka sendiri untuk mengatasi masalah Mindanao. Bentrokan, penculikan, pengeboman dan masalah-masalah lain muncul kembali. Meskipun kebanyakan insiden tersebut terjadi di luar Zamboanga, nama kota itu menjadi terkait. Bila media, misalnya, melaporkan insiden yang terjadi di propinsi-propinsi terdekat, laporan-laporan ini dikirimkan dari Zamboanga City dan para pembaca mendapat kesan bahwa kota Zamboanga sedang mengalami pergolakan. Publisitas negatif ini menghambat investasi dan pariwisata (Tourism Masterplan of Region IX, hal. 2; Zamboanga City Master Development Plan, Vol. II, 49). Tabel 3 menunjukkan jumlah pengunjung ke Wilayah IX antara tahun 1997 dan 1999. Dengan pariwisata sebagai bidang utama untuk kerjasama multilateral di BIMP-EAGA, Wilayah IX diharapkan memperoleh manfaat dari meningkatnya jumlah pengunjung dari Brunei, Indonesia dan Malaysia dalam jangka pendek (kebanyakan adalah usahawan dan investor), dan meningkatnya volume pengunjung dari EAGA dan negara lain dalam jangka panjang (Rencana Induk Pariwisata untuk Wilayah IX). Zamboanga diharapkan dapat menjadi satu dari lima lokasi, selain Pagadian, Basilan, Dipolog dan Dpitan, yang akan dijadikan tujuan pariwisata-ekologis pada tahun 2005 (Rencana Induk Pariwisata untuk Wilayah IX).
Tabel 3: Kedatangan Pengunjung di Wilayah IX, 1997-1999* Tahun
Non-ASEAN
1997
1998
1999
33,158
26,067
24,507
20 550 1,250 291 108 –
90 415 1,905 261 134 36
117 509 1,625 238 54 108
2,219
2,841
2,651
Dari ASEAN Brunei Indonesia Malaysia Singapura Thailand Viet Nam Total
Sumber: Departemen Pariwisata, Wilayah IX Note:
* Kedatangan dari ASEAN, termasuk orang Filipina di luar negeri dan balikbayan.
17
Dampak dari BIMP-EAGA terhadap Zamboanga City dirasakan terutama dalam bidang perkapalan dan berbagai misi perdagangan. Di bidang perdagangan, seorang responden dari Departemen Perdagangan dan Industri mengatakan pengesahan arus manusia dan barang adalah akibat dari BIMP-EAGA. Departemen Perdagangan dan Industri juga telah mengadakan banyak pameran perdagangan di wilayah BIMP-EAGA, yang cukup menjanjikan dari tahun 1994 sampai 1997. Tetapi, penurunan yang cukup besar dalam penjualan di tahun 1998 dan 1999 (Tabel 4a) mencerminkan dampak dari krisis ekonomi. Sekalipun demikian, Wilayah IX tercatat mempunyai tingkat penjualan tertinggi dalam tahun 1999 (Tabel 4b). Tabel 4a: Hasil penjualan “Mindanao Exposition” 1994-1999 (dalam ringgit Malaysia M$) Mindanao Exposition ke-1 ’94 Pameran Apung di Sandakan Mindanao Exposition ke-2 ’95 Pameran Apung di Sandakan Mindanao Exposition ke-3 ’96 Kota Kinabalu Comm. Centre Mindanao Exposition ke-4 ’97 Sabah Trade Centre, KK Mindanao Exposition ke-5 ’98 KK dan Labuan Roadshow Mindanao Exposition ke-6 ’99 KK dan Sandakan Roadshow
–
RM
50.150
–
RM
236.979
–
RM
1.204.999
–
RM
1.212.138
–
RM
319.958
–
RM
205.868
Sumber: Departemen Perdagangan & Industri, Wilayah IX.
Tabel 4b: Hasil penjualan dalam Exposition 1999 per wilayah (dalam ringgit Malaysia M$) Wilayah
Jumlah Perusahaan
Penjualan Tunai
IX XII XI X Caraga Palawan Malaysia Armm
13 4 2 2 2 2 3 2
83.707 17.262 10.283 7.734 5.974 6.013 33.230 1.873
118.497 37.262 16.283 11.734 10.974 6.013 3.230 1.873
Total
30
166.076
205.866
Sumber: Departemen Perdagangan & Industri, Wilayah IX.
18
Total
Bila Tawi-Tawi merupakan pintu belakang ke Sabah, maka Zamboanga City menjadi pintu gerbang legal untuk memasuki negara-bagian tersebut semenjak ada pelayanan feri tahun 1995. Dalam tahun-tahun pertama pengoperasian feri, pemilik Aleson Shipping meragukan apakah usaha ini dapat berlanjut (Battistella, Asis & Abubakar, 1997). Dibukanya hubungan laut antara Zamboanga dan Sandakan merupakan akibat dari terbentuknya BIMP-EAGA. Jumlah pelancong yang naik feri sejak tahun 1995 dapat dilihat dalam Tabel 5. Kini ada empat kapal yang menjalani rute Zamboanga-Sandakan dengan menawarkan pilihan tariff dan akomodasi kepada penumpang, dan waktu perjalanan telah berkurang dari 20 jam menjadi 16 jam. Volume kargo juga meningkat (Tabel 6). Namun, volume muatan-muatan yang masuk jauh lebih besar daripada volume yang keluar.
Tabel 5: Jumlah penumpang, rute laut Zamboanga-Sandakan 1994-1999* Penumpang
Tahun
1994 1995 1996 1997 1998 1999
Masuk
Keluar
691 14.890 11.041 19.058 28.474 17.198
367 6.199 9.525 17.679 20.942 11.873
Sumber: Sekretariat MEDCo, Statistik Perjalanan BIMP-EAGA (berdasar data dari Sampaguita dan Aleson Shipping). Catatan: * Data untuk 1994 adalah dari kuartal ke-empat, permulaan operasi Aleson Shipping. Data untuk 1999 adalah dari dua kuartal pertama 1999. Sampaguita Shipping memulai pengoperasian Sampaguita Ferry – Satu dalam bulan Mei 1997, dan Sampaguita Ferry – Dua bulan Maret 1998.
Tabel 6: Volume kargo, rute laut Zamboanga-Sandakan , 1996-1999* (dalam metrik ton)
Tahun
1996 1997 1998 1999
Beban Masuk
Keluar
3.628,85 6.891,00 8.517,45 10.369,57
137,00 738,00 775,28 421,59
Sumber: Sekretariat MEDCo, Statistik Perjalanan BIMP-EAGA (berdasar data dari Sampaguita dan Aleson Shipping). Catatan: * Tidak ada data untuk 1994 dan 1995; data untuk 1999 adalah untuk dua kuartal pertama.
19
Sekalipun para penumpang feri melakukan perjalanan dengan dokumen, ada kemungkinan dokumen-dokumennya tidak otentik, atau mereka melanggar syarat-syarat masuk atau ketentuan-ketentuan untuk tinggal di Sabah (misalnya, mereka terlibat kegiatan ekonomi padahal mereka masuk sebagai wisatawan, atau melampaui izin tinggal 15 hari, sehingga dokumen mereka tidak berlaku lagi). Para recruiter, termasuk yang memperdagangkan tenaga manusia, menggunakan feri untuk menyelundupkan orang ke Sabah. Ada persepsi bahwa paspor dapat diperoleh secara mudah di Zamboanga atau bahwa Biro Imigrasinya bersikap lunak.8 Selain itu, biaya transportasi yang lebih murah dan tidak adanya pajak perjalanan (P1,620) yang biasanya harus dibayar oleh orang-orang asing (internasional) yang melakukan perjalanan, juga menjadi insentif untuk pergi dari Zamboanga ke tempat-tempat tujuan lain di EAGA.9 Karena itu, lalu lintas penumpang lewat feri tidak selalu menjadi petunjuk adanya peningkatan dalam migrasi legal. Para petugas imigrasi mungkin akan meminta penumpang menunjukkan bahwa mereka mempunyai paling sedikit P5,000 (“uang tunjuk”) untuk memperkuat pengakuan bahwa mereka adalah wisatawan. Lalu lintas penumpang dalam perjalanan kembali dari Sandakan tampaknya menunjukkan gerakan balik yang cukup besar (Tabel 5). Di antara orang-orang yang kembali ini adalah para halaw yang dipaksa pulang. Sejak 1997, Sabah secara aktif melakukan repatriasi para migran yang tidak memiliki dokuken-dokumen resmi. Di waktu lampau, pihak imigrasi akan menyerahkan halaw kepada operator kumpit atau lantsa, tetapi setelah ada feri, mereka dikembalikan dengan feri (2-400 halaw setiap perjalanan) dari Sandakan, suatu tren yang kemungkinan besar akan terus dilakukan, karena orang akan tetap berusaha pergi ke Sabah untuk bekerja (Biro Imigrasi, Zamboanga City).10 Pusat Lansia dari Departemen Kesejahteraan Sosial memperkirakan jumlah orang Filipina yang dideportasi mencapai “ratusan” setiap kali ada kapal tiba dari Sandakan, setiap hari Rabu, Jumat dan Sabtu (Sun Star Zamboanga, 17 Februari 2000, hal. 1). Pengalaman Para Migran Dalam wawancara dengan 17 penumpang feri yang sedang menuju Sandakan pada tanggal 10 April 2000, 11 dari 17 penumpang mengatakan akan mengunjungi keluarga di Sabah, sebagai alasan melakukan perjalanan. Mungkin beberapa diantara mereka akan tinggal lebih lama atau mencari kerja setelah berada di Sabah. Hubungan yang erat dengan anggota keluarga yang tinggal di seberang perbatasan ditunjukkan oleh tiga penumpang yang pergi ke Sabah untuk urusan keluarga, yaitu: memberitahu saudara laki-laki bahwa anaknya disandera oleh kelompok Abu Sayyaf di Basilan, meminta bantuan dari kakak/adik untuk ibu yang sedang sakit, dan membawa pulang saudara laki-laki yang sedang sakit. Tiga pedagang yang diwawancarai mengatakan bahwa mereka secara teratur pulang dan pergi ke Sandakan. Seorang wanita pedagang menceritakan ia biasa menginap di sebuah 8
Salah satu arsitek yang diwawancarai di Sabah pertama kali mencoba berangkat ke Kota Kinabalu dalam tahun 1996. Ia dicegah oleh Biro Imigrasi di bandara. Ia pergi ke Zamboanga City dan bisa masuk ke Sabah melalui Sandakan. Artis atau perempuan penghibur (yang akan bekerja di bidang hiburan) diketahui memakai feri untuk sampai ke Sabah, kadang-kadang didampingi oleh orang yang telah merekrut mereka.
9
Presiden Ramos membebaskan penumpang dari pajak perjalanan guna mendukung perkembangan pariwisata di EAGA. Pemerintah yang sekarang melanjutkan kebijakan pembebasan pajak perjalanan ini sampai tahun 2004, pada akhir masa jabatan Estrada.
10
Pada tahun 1997, Departemen Kesejahteraan Sosial dan Pembangunan di Bongao menangani banyak sekali kasus repatriasi. Dalam tahun-tahun terakhir terjadi penurunan cukup berarti di Bongao sedangkan di Zamboanga jumlah kasus terus meningkat.
20
hotel di Sandakan milik seorang Filipina yang hanya memasang tarif RM10/malam untuk orang-orang Filipina. Salah seorang pekerja migran (yang memegang izin kerja) adalah insinyur listrik yang bekerja pada sebuah perusahaan Amerika-Malaysia. Enambelas diantara 17 penumpang berasal dari Mindanao. Pengecualiannya adalah seorang penumpang perempuan dari Pampanga. Ia mengaku melakukan perjalanan seorang diri untuk mengunjungi sepupunya yang menikah dengan orang Cina di Labuan. 11 Enam halaw (satu perempuan, lima laki-laki) yang telah dideportasi, kami wawancarai di Departemen Kesejahteraan Sosial dan Pembangunan di Zamboanga. Mereka mengatakan untuk sementara waktu mereka diizinkan tinggal di Departemen sampai mendapat transportasi untuk kembali ke daerah asal mereka. Antara bulan Januari dan September 1999, departemen telah memberi bantuan kepada 4,047 orang yang telah dideportasikan : 3,644 laki-laki dan 403 perempuan. Dalam rencana kerja tahun 2000, departemen berharap dapat melayani sampai 4,000 halaw (orang yang dideportasi). Di antara keenam halaw diatas terdapat tiga laki-laki yang sudah tinggal di Sabah paling sedikit selama 15 tahun. Ketika dideportasi, mereka tibatiba terpisah dari keluarga. Sebagian dari mereka terkena razia yang dilakukan di tempat kerja. Sedangkan yang lain, ada yang diawali oleh tawuran di antara tetangga, ada juga yang tertangkap di pasar. Penangkapan-penangkapan seperti ini tidak memberi waktu kepada orang yang bersangkutan untuk mengemasi barang-barangnya atau memberitahu keluarga. Bila penangkapan terjadi di tempat kerja, maka ada kemungkinan masih ada upah yang belum diterima oleh si pekerja, dan ini menjadi salah satu alasan mengapa beberapa halaw kembali ke Sabah secepat mungkin. Dalam tahun 1984, ongkos dari Bongao ke Sandakan adalah P800 untuk orang dewasa, sedangkan anak-anak gratis. Pada waktu itu, pergi melalui jalan belakang menjadi “mode” dan juga mudah karena tidak perlu mempersiapkan dokumen-dokumen. Dengan adanya keluarga yang sudah lebih dulu menetap di Sabah dan hadirnya orang-orang Filipina Muslim, dua perempuan bersaudara pergi ke Sabah dengan keyakinan bahwa mereka akan aman di Sabah. Mereka menyadari adanya kemungkinan mereka akan tertangkap oleh polisi namun para agen kumpit berhasil meyakinkan mereka bahwa ada orang yang dapat membantu seandainya itu terjadi. Mereka berdua bekerja di sebuah restoran. Masing-masing mendapat upah RM10/hari tetapi mendapat makan dan akomodasi gratis dari ibu mereka. Selama tinggal di Sandakan, mereka mendapat macam-macam pekerjaan: sebagai kasir, petugas penjual, operator di binatu, dan pelayan restoran. Waktu itu, mencari pekerjaan adalah hal yang mudah. Meskipun tidak memiliki dokumen-dokumen, mereka tidak menemukan persoalan di Sabah karena nenek dan tante mereka juga tinggal disana. Makanan tidak mahal dan ada banyak lowongan kerja. Tetapi kampung dimana mereka tinggal digambarkan mirip dengan perkampungan liar. Kebanyakan orang tidak memiliki rumah yang mereka huni. Tempatnya kotor dan tidak ada sambungan air. Mereka kemudian kembali ke Zamboanga secara sukarela. Semenjak pulang, mereka belum mendapat pekerjaan.
11
Ini mungkin merupakan masalah mengenali seorang artis atau perempuan penghibur berdasarkan “tampang”, dimana perempuan-perempuan muda paling banyak dicurigai. Bahwa dia bermaksud pergi ke Labuan, suatu tempat yang diasosiasikan dengan bar-bar dan para pekerja seks, merupakan faktor lain yang tidak menguntungkan baginya. Dia mengaku melakukan perjalanan sendiri, tetapi ternyata merupakan anggota suatu rombongan. Dia kemudian diketahui sedang berbicara dengan rombongan orang yang sama. Selain para petugas imigrasi, banyak informan lain mengatakan bahwa beberapa penumpang perempuan “kelihatan seperti artis”. Mereka melakukan perjalanan dengan orang yang merekrut mereka atau “mami”nya. Beberapa informan mengatakan bahwa ada penumpang-penumpang perempuan yang mendapat perlakuan istimewa – misalnya, mereka tidak harus antri dan mereka boleh naik atau turun dari kapal sebelum penumpang-penumpang yang lain.
21
Tiga pedagang yang telah lama menjalankan usaha dagang dengan basis di Zamboanga memberikan wawasan tentang tren yang berubah-ubah di bisnis perdagangan. Mereka sudah cukup lama berkecimpung di bidang perdagangan (dua orang sejak tahun 1970an, dan satu orang menjelang akhir 1980-an), mereka mengalami masa jaya perdagangan dalam dekade 1970 dan 1980 dan melihat perubahan dalam tempat asal barang-barang dagangan mereka. Sampai tahun 1990-an, sebagian besar barang dagangan mereka berasal dari Sabah, yang pada dasarnya adalah suatu titik pemindahan muatan, namun tidak semua barang-barang berasal dari Malaysia. Walaupun banyak pedagang masih mengambil barangbarang dari Sabah, ketiga orang ini telah melakukan diversifikasi hingga mencakup Indonesia. Salah satu dampak BIMP-EAGA terhadap perdagangan adalah masuknya para kapitalis besar yang diuntungkan dari pembukaan Labuan sebagai pelabuhan bebas. Pedagang-pedagang kecil masih tetap mengandalkan barang-barang dari Sandakan, tetapi persaingan dengan para kapitalis besar sangat memberatkan para pedagang kecil. Pengiriman barang langsung dari Bangkok, Hong Kong dan Singapura ke Manila juga mempengaruhi bisnis mereka. Mereka mulai mengadakan hubungan dagang dengan Indonesia pada tahun 1998. Krisis ekonomi ternyata justru menguntungkan mereka pada saat itu. Mereka dapat membina kontak dengan pedagang-pedagang lain, kebanyakan orang Cina. Selama periode 1998-1999, mereka pergi ke Indonesia empat kali. Mereka melakukan perjalanan ke Indonesia dengan feri ke Sandakan kemudian pindah kapal ke Kota Kinabalu, Brunei dan Jakarta. Ongkos pesawat udara dirasakan terlalu mahal dan mereka biasa menggunakan kapal feri dan bis. Seluruh perjalanan menghabiskan waktu sekitar 15 hari dengan mengeluarkan P13,000-15,000. Perdagangan dengan Indonesia pada umumnya bersifat satu arah. Meskipun banyak barang dibeli di Indonesia, penjualan barang-barang Filipina disana kurang sukses. Mereka merencanakan untuk menggali lebih banyak kesempatan dagang di Indonesia (barang-barang, sepatu dan jaket kulit dari Bandung, mebel dari Surabaya, dan tekstil dari Jakarta). Mereka menganggap perdagangan barter sebagai prinsip lama di dalam bisnis. Dewasa ini, adanya pajak, persaingan, dan perdagangan satu-arah menjadikan bisnis perdagangan suatu pertarungan dimana hanya yang kuat dan cerdik yang mampu bertahan.
Pandangan dari tempat tujuan: Kota Kinabalu dan Sandakan Sabah menarik tenaga kerja dari luar. Indonesia dan Filipina secara tradisional menjadi sumber tenaga kerja untuk Sabah. Selama masa kolonial, bangsa Inggris merekrut orang-orang Indonesia dan Filipina untuk bekerja di ladang pertanian, perkebunan dan industri perkayuan. Bahkan setelah Sabah bergabung dengan Federasi Malaysia dalam tahun 1963, migrasi buruh dari kedua negara tetangga ini tetap berlangsung. Pembatasan terhadap masuknya tenaga kerja dan syarat-syarat kondisi kerja mulai diterapkan dengan semakin meningkatnya populasi pekerja migran dalam tahun-tahun 1970-an, bersamaan dengan masuknya bangsa Filipina Muslim yang melarikan diri ke Sabah pada puncak konflik Mindanao. Keprihatinan tentang percampuran etnis di Sabah serta implikasinya terhadap kekuasaan dan tata pemerintahan negara; persaingan antara penduduk setempat dan para migran dalam mencari pekerjaan dan mendapatkan pelayanan publik; konflik antara realitas ekonomi dan agenda politik dan persepsi bahwa kriminalitas akan meningkat karena kedatangan para migran telah mengakibatkan dikeluarkannya peraturan pengaturan migrasi. Sabah memulai dengan pendaftaran warga negara asing pada tahun 1977. Sejak tahun 1979, rekrutmen pekerja-pekerja Indonesia diatur melalui Malaysian Migration Fund Board (Kurus, 1998:284), tetapi ini tidak menghalangi orang-orang Indonesia masuk dan bekerja di Sabah tanpa dokumen-dokumen resmi. Sebaliknya, pekerja-pekerja Filipina mengatur sendiri keberangkatan mereka ke Sabah. Rasa prihatin tentang banyaknya migran gelap tanpa dokumen, telah mendorong pemerintah nasional untuk melaksanakan program pengaturan yang lain (1 Maret 1997 – 31 Agustus 1997) untuk para pekerja migran Indonesia dan Filipina. Ketika latihan berakhir, sejumlah 413.832 imigran telah didaftarkan, terdiri dari 294.565 orang Indonesia dan 119.267 Filipina.
22
Dokumentasi resmi dan pemberian pekerjaan secara sah kepada para pekerja migran telah menjadi salah satu bahasan utama dalam kebijakan migrasi tenaga kerja di Sabah. Sabah mempekerjakan tenaga kerja tanpa ketrampilan dari Indonesia dan Filipina. Izin kerja akan diberikan kepada tenaga kerja trampil jika tidak ada pekerja lokal untuk suatu lowongan. Majikan/pemberi kerja di Sabah tidak diizinkan merekrut dan mempekerjakan tenaga kerja yang sudah terdaftar di Semenanjung Malaysia atau Sarawak. Lagipula, negara tidak mengizinkan pemberi kerja mempekerjakan orang yang hanya memegang surat izin kunjungan sosial. Semenjak tahun 1998, para pekerja migran wajib menjalani pemeriksaan medis setiap tahun yang dilakukan oleh Badan Pemantau Pemeriksaan Medis Pekerja Asing (Foreign Workers Medical Examination Monitoring Agency /FOMEMA). Pekerja yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan tidak akan diperpanjang kontraknya. Pemberi kerja wajib menyediakan asuransi bagi pekerja-pekerjanya. Karena tidak ada Upah Minimum di Sabah, besarnya upah akan ditentukan oleh pemberi kerja dan pekerja (Kurus, 1998). Krisis ekonomi pada tahun 1997 telah mendorong Sabah untuk memperketat pengawasan di perbatasan, memperberat sanksi atas pelanggaran keimigrasian, dan meningkatkan upaya-upaya repatriasi. Namun demikian, semua langkah ini tidak mengurangi migrasi tanpa dokumen ke Sabah.
Suara Filipina di Sabah Dalam tahun 1980, Sensus Penduduk dan Perumahan Sabah membagi penduduk sebagai “Pribumi” dan “Lain-lain”. Dalam sensus 1991, orang dari mancanegara disebut “Lain-lain” dan “Warga Non-Malaysia”. Menurut sensus 1981, “Lain-lain” terdiri dari 20 persen populasi Sabah yang jumlahnya lebih dari satu juta jiwa. Tahun 1991, “Warga NonMalaysia” merupakan 24,5 persen dari populasi Sabah yang 1.734.685. Tahun 1997, Warga Non-Malaysia dalam perkiraan populasi tengah-tahun sebanyak 2.663.800 jiwa naik 29,4 persen (n = 784.100) (Kurus, Goddos dan Koh, 1998:161). Tahun 1999, ada 600.000 imigran di Sabah, yaitu sekitar 25 persen dari populasi negara yang 2,75 juta jiwa. Jumlah ini berubahubah dan menurut sumber dari pemerintah menunjukkan adanya kurang lebih 500.000 migran yang tidak terdokumentasi. Orang-orang Filipina yang mencari perlindungan di Sabah pada awal tahun-tahun 1970 diberi status sebagai pengungsi (pas palarian). Besarnya kelompok ini berkisar antara 65.000 hingga 130.000. Menurut pemerintah Sabah, jumlahnya 70.000 pada tahun-tahun 1970an sementara UNHCR memperkirakan sekitar 100.000. Tetapi menurut para tokoh masyarakat, ada lebih dari 130.000 (Kurus, Goddos dan Koh, 1998:161). Sedangkan perkiraan dari Kedutaan Besar Filipina adalah 65.000 (pejabat Pemerintah Filipina, Maret 2000). Dewasa ini, para pejabat dari Filipina maupun Malaysia – termasuk Perdana Menteri Malaysia, Menteri Luar Negeri, dan Komisaris Imigrasi – memperkirakan ada sekitar 500,000 orang Filipina tanpa dokumen resmi di Sabah (Philippine Daily Inquirer, 28 Mei 2000, hal. 14; Today, 27 Mei 2000, hal. 12; Philippine Daily Inquirer, 21 Mei 2000). Orang-orang Filipina di Sabah datang dalam gelombang-gelombang. Banyak yang mengaku bisa membedakan – dari melihat tampang, logat bicara atau gaya berpakaian – ciriciri khas dari berbagai kelompok bangsa Filipina (mis. asal etnis, apakah baru datang atau sudah lama). Beberapa orang Filipina yang beragama Kristen merasa bahwa orang-orang Filipina Muslim mendapat perlakuan yang lebih baik di Sabah karena adanya pas palarian (status pengungsi) yang diberikan kepada orang Muslim. Orang-orang lama dan yang mempunyai dokumen Salah satu orang Filipina, mengikuti suaminya ke Tawau, Sabah, dalam tahun 1950an. Suaminya, yang berasal dari Jolo, direkrut untuk menjadi pengawas toko oleh sebuah perusahaan kayu milik Inggris, dan merupakan salah satu dari 12 orang Filipina yang direkrut oleh perusahaan yang sama. Yang lainnya juga membawa keluarga mereka dan mereka menjadi orang-orang Filipina pertama yang tinggal di Tawau pada waktu itu. Kecuali anak
23
kedua, yang lahir di Jolo, kelima anak mereka yang lain dilahirkan di Sabah. Dari Tawau, mereka kemudian pindah ke Kota Kinibalu, dimana mereka tinggal sampai sekarang. Ia mengingat bahwa kesan pertamanya tentang Sabah adalah sebagai tempat yang sangat damai. Ia mempunyai hubungan yang sangat baik dengan tetangga-tetangganya yang orang Kadazan dan Cina, dan anak-anaknya mampu berbicara dalam bahasa-bahasa yang berbeda. Ia mengaku bahwa keluarganya mengalami kesulitan ketika terjadi konflik antara Filipina dan Malaysia mengenai klaim terhadap Sabah. Suaminya, yang ketika itu menjadi ketua sebuah perkumpulan Filipina, dituduh anti Malaysia dan dipecat dari pekerjaannya. Karena tidak dapat mencari pekerjaan di Sabah maka suaminya pindah ke Brunei sementara keluarganya ditinggal di Sabah. Pada waktu itu, Pemerintah Malaysia memberlakukan peraturan baru dalam sistem pendidikan, yaitu untuk menggunakan bahasa Malaysia sebagai bahasa perantara, maka ia tidak dapat mengajar. Namun tidak terlintas dalam pikirannya untuk kembali lagi ke Filipina. Dengan hasil dari memberi les privat serta kiriman uang dari suaminya di Brunei, keluarganya mampu bertahan. Ke enam anaknya dapat bersekolah dan empat diantaranya sudah mendapatkan gelar sarjana di Filipina. Ketika suaminya pensiun, mereka mendirikan sebuah kedai (toko). Acara wisuda anak-anak mereka memberi mereka kesempatan untuk berkunjung ke Filipina. Dengan anak-anak yang sudah cukup mapan di bidang mereka masing-masing, ia merasa bahwa keluarganya telah berhasil mengatasi banyak kesulitan hidup. Kontaknya dengan orang-orang Filipina adalah melalui kegiatan-kegiatannya di gereja. Ia memperhatikan bahwa jumlah orang Filipina semakin banyak di Sabah. Masalah mereka yang utama adalah paspor, terutama sebelum program pengaturan, ketika banyak yang “menyembunyikan diri”. Sekarang, orang-orang Filipina lebih bebas bergerak, kecuali bila izin kerjanya habis dan tidak diperpanjang lagi sehingga mereka tidak memiliki dokumen resmi. Informan-informan dari generasi kedua dan ketiga menceritakan bahwa orang-orang Filipina dahulu cukup dihormati di Sabah. Bahkan yang tua-tua mengatakan orang Filipina mempunyai peran penting dalam mengembangkan Sabah, tetapi pendapat ini tidak banyak dianut sekarang. Perubahan mulai terjadi pada tahun 1970-an, dengan datangnya pengungsipengungsi beragama Islam. Semenjak itu, yang lain-lain (termasuk orang-orang Filipina non Muslim) terus berdatangan sampai pemerintah tidak dapat lagi mengendalikan arus manusia yang masuk. Bangsa Filipina didiskriminasi di Sabah, termasuk yang memegang paspor Malaysia. Warga asli Sabah menganggap orang-orang Filipina sebagai pencuri dan pemerkosa. Setiap hari, surat-surat kabar memberitakan kejahatan-kejahatan yang dilakukan oleh orang Filipina. Bahkan kaum profesional Filipina dipandang dengan sebelah mata. Warga Sabah menganggap bahwa perempuan Filipina yang bekerja di industri perhotelan mempunyai moral yang meragukan, suatu persepsi yang mungkin diperkuat oleh laporan-laporan media yang memberitakan tertangkapnya perempuan-perempuan Filipina dan Indonesia ketika polisi melakukan penggerebegan terhadap tempat-tempat hiburan. Di Kota Kinabalu, orang-orang Filipina generasi kedua dan kalangan muda menyadari perlunya menanamkan kebudayaan Filipina di hati anak-anak mereka dan generasi-generasi mendatang. Organisasi-organisasi Filipina yang ada, seperti organisasi gereja, berorientasi pada kesejahteraan dan responsif terhadap kebutuhan para pekerja Filipina. Orang-orang Filipina yang menjadi warganegara Malaysia atau penduduk Sabah yang lama berharap mempunyai suatu forum yang akan menanggapi kebutuhan dan kepentingan orang-orang yang sudah lama sekali tinggal di Sabah. Salah satu faktor yang telah membantu menghidupkan kembali minat terhadap warisan budaya Filipina adalah semakin tuanya atau bahkan meninggalnya orang-orang Filipina generasi terdahulu. Ada perasaan khawatir pada generasi sekarang bahwa jika mereka tidak melakukan sesuatu, maka anak-cucu mereka akan kehilangan kontak dengan warisan budaya Filipina. Seorang perempuan dari Maguindanao yang pindah ke Sabah pada tahun 1974 memperhatikan bahwa manusia akan membantu dirinya sendiri atau mencari sanak saudaranya bila sedang membutuhkan bantuan. Ketika ditanya tentang asosiasi atau organisasi di kampungnya, ia mengatakan tidak tahu tentang keberadaannya. Disamping itu, ia percaya bahwa pembentukan kelompok-kelompok seperti itu berlawanan dengan pengakuan beberapa
24
orang Filipina bahwa mereka adalah warganegara Malaysia atau penduduk Malaysia. Orangorang Filipina yang berhasil mendapatkan status penduduk cenderung menjauhkan diri dari orang Filipina lainnya. Sekalipun sudah tinggal lama di Sabah, ia masih bimbang apakah akan terus menetap di Sabah. Di lain pihak, karena ketiga anaknya lahir dan dibesarkan di Sabah, ia juga ragu-ragu apakah akan kembali ke Filipina. Pendatang baru, pekerja sementara, dan pekerja tanpa dokumen Istilah pendatang baru dikaitkan dengan mereka yang tiba di Sabah setelah gelombang pengungsi politik dalam tahun 1970-an dan tidak memiliki dokumen-dokumen resmi. Kelompok inilah yang merupakan kelompok “problematik”. Semenjak program regularisasi dalam tahun 1997, kelompok pendatang baru juga mencakup mereka yang mempunyai izin kerja. Enam perempuan Filipina (pembantu rumah tangga dan pelayan restoran atau kedai) diwawancarai setelah misa Minggu di salah satu gereja Katolik di Kota Kinabalu. Mereka bekerja secara legal di Sabah, berkat program regularisasi 1997. Namun, sebelum tahun 1997, mereka adalah pekerja “tanpa dokumen” yang memenuhi kebutuhan tenaga kerja fleksibel untuk industri-industri dan keluarga-keluarga. Keenam perempuan tersebut berasal dari Mindanao dan Visayas ketika mendengar tentang adanya kesempatan bekerja di Sabah. Dibandingkan dengan tempat-tempat tujuan lainnya, biaya rekrutmen untuk Sabah lebih murah. Sebagai contoh, pada tahun 1992 seorang recruiter hanya dibayar P4.500. Mereka berangkat ke Sabah melalui Tawi-Tawi bersama calon tenaga kerja lainnya. Mereka ingat harus turun dari lantsa (kapal kayu) dan berjalan dalam air sebatas pinggang dengan koper dan tas yang diangkat ke atas kepala. Kemudian mereka harus tinggal beberapa hari di sebuah rumah sebelum akhirnya dijemput dan dikirimkan ke rumah-rumah dimana mereka akan bekerja di Kota Kinabalu. Mereka bekerja secara diam-diam, kebanyakan di kedai-kedai sampai mereka mengajukan permohonan regularisasi. Beberapa diantara mereka pernah mengalami ditangkap oleh polisi namun berhasil lolos setelah memberi uang sogokan. Dapat berbicara bahasa setempat merupakan hal penting, selain itu harus mampu berbicara seperti penduduk lokal sebab bila tidak, logat bicara yang berbeda akan membongkar rahasia mereka. Semuanya sependapat bahwa program regularisasi membuat mereka tidak lagi takut akan ditangkap. Tetapi, ada kondisi-kondisi tertentu yang malah menjadi lebih sulit. Sebelumnya, mereka mudah berganti-ganti majikan. Dengan adanya regularisasi, mereka terikat dengan majikan/perusahaan tempat mereka bekerja – yang menjadi sponsor mereka dan kini harus membayar pajak. Karena harus ada sponsor yang mau memperpanjang izin kerja mereka bila habis, para pekerja ini menjadi rentan dan “tidak berdaya”. Para pembantu rumah tangga mengeluhkan jam-jam kerja yang panjang serta pengawasan ketat atas setiap gerak-gerik mereka oleh majikan. Dibanding itu, pekerja-pekerja di restoran mempunyai jam kerja yang lebih pasti. Pembantu rumah tangga dan pekerja di restoran mendapat 2 hari libur dalam sebulan. Menghadiri misa Minggu dan pertemuan doa sesudah itu merupakan bagian dari kegiatan rutin mereka. Beberapa pembantu rumah tangga secara patungan bersama temanteman lain menyewa kamar dimana mereka dapat beristirahat pada hari-hari libur mereka. Ada dua orang arsitek yang merupakan pengecualian di antara para pendatang baru. Sampai dengan program regularisasi tahun 1997, mereka pun tidak memiliki dokumendokumen resmi dan berada dalam situasi tidak menentu. Meskipun mereka dapat ditahan oleh pihak kepolisian, ini tidak pernah terjadi karena mereka mengaku sebagai orang Melayu. Mereka datang ke Sabah dalam tahun 1996 sebagai pengunjung jangka pendek. Sebelum pas (visa) kunjungan habis, mereka pergi ke Brunei, tinggal selama satu hari, kemudian kembali ke Kota Kinabalu dan mendapat cap baru di paspor untuk 15 hari lagi. Program regularisasi menguntungkan mereka karena memungkinkan mereka membuat izin kerja. Situasi tak menentu yang dihadapi oleh pekerja-pekerja Filipina di Sabah yang tidak mempunyai dokumen digambarkan dengan jelas dalam cerita-cerita berikut ini yang
25
disampaikan oleh beberapa pekerja restoran dan toko. Seorang wanita usia duapuluh tahunan bekerja di restoran di sebuah pusat perbelanjaan (mal) di Kota Kinabalu. Ia menerima gaji bulanan sebesar RM250. Jam kerjanya adalah dari jam 8:30 sampai 20:30. Tetapi seorang pekerja restoran lain yang memiliki izin kerja mendapat gaji RM500 per bulan dan jam kerjanya lebih sedikit. Ia juga berhak mendapat dua kali makan gratis di tempat kerja dan libur dua hari dalam sebulan. Pada hari-hari liburnya, ia berdiam di rumah dan istirahat. Ia terusmenerus mengeluh “kawawa ang buhay namin” (hidup kami menyedihkan). Ia mengatakan ingin sekolah lagi tetapi merasa hal ini tidak mungkin, mengingat penghasilannya yang kecil. Sebagian besar uangnya dikirimkan ke ibunya di Filipina. Dahulu kakak laki-lakinya tinggal di Kota Kinabalu dan bekerja sebagai kondektur bis tetapi penghasilannya hanya untuk dirinya sendiri. Pada waktu wawancara dilakukan, kakaknya sudah dideportasi ke Zamboanga dan telah menulis surat kepadanya meminta uang agar ia dapat kembali ke Sabah. Di Kota Kinabalu, salah satu tempat yang dikenal untuk mencari orang-orang Filipina adalah “pasar Filipina”, sebuah bangunan kayu berisi kios-kios yang menjual aneka kerajinan tangan, barang-barang suvenir, dan beberapa kosmetik dan produk kecantikan Filipina. Seorang informan kami mengkonfirmasikan bahwa sebagian besar kios dimiliki oleh orang Filipina. Bila polisi melakukan penggerebegan ke pasar ini, maka informan tersebut akan bersembunyi di salah satu lemari sampai polisi pergi. Seorang pekerja Filipina di sebuah restoran mengaku ia sudah lama bekerja di restoran ini; ia datang ke Sabah dari Zamboanga dalam tahun 1978. Salah satu petugas promosi bir yang bekerja untuk perusahaan bir itu, juga berasal dari Filipina. Ia telah berpisah dengan suaminya, orang Malaysia, dan mempunyai dua orang anak. Anak-anaknya dibawa pulang ke Tanjay, Negros Oriental, agar dapat bersekolah di Filipina. Ia sendiri akan terus bekerja di Sabah, walau pada akhirnya akan pulang kembali ke Filipina. Band dan penyanyi dari Filipina sudah lama menjadi inti dari sektor hiburan di Sabah. Sebuah band dari Filipina yang sebagian besar pemainnya berasal dari Cebu, menjadi atraksi utama di sebuah hotel terkenal di Kota Kinabalu. Mereka tidak dapat memperpanjang kontrak mereka dengan pihak hotel karena ada peraturan baru dari pemerintah yang menetapkan bahwa pekerjaan di bidang hiburan harus diberikan kepada artis-artis lokal. Beberapa tempat hiburan malah kehilangan klien ketika mempekerjakan artis lokal. Hotel-hotel yang besar harus melakukan “lobbying” untuk dapat mempekerjakan atau mempertahankan para artis Filipina, dengan menyebut “tuntutan pelanggan” dan “kepentingan bisnis” sebagai alasan mereka. Seorang penyanyi Filipina di Sandakan mengaku sama sekali tidak terganggu dengan peraturan baru ini. Menurut dia, peraturan ini sudah diberlakukan dan ditarik kembali beberapa kali. Sebagai “veteran” dalam lingkungan hiburan, dia sudah bekerja di Sabah – Lahad Datu, Tawau, Kota Kinabalu, Sandakan – sejak 1994. Sebelum itu dia pernah menyanyi di Jepang dan Korea. Ketika baru mulai bekerja di Sabah dengan kelompok bandnya, dia mempunyai seorang agen, namun ketika bandnya bubar, dia melanjutkan karirnya sendiri. Dia merencanakan untuk pulang ke Filipina pada saat kontraknya habis, tetapi akan segera kembali ke Sandakan. Dia sudah beberapa kali mengunjungi Filipina dan bahkan paspornya sudah pergi ke Filipina dan kembali ke Sabah dengan feri tanpa dirinya. Dia berhasil masuk dan tinggal di Sabah secara legal, yaitu masuk sebagai wisatawan (turis), tetapi sebelum izinnya habis dia pergi ke Brunei, tinggal disana selama satu hari, dan kemudian kembali ke Sabah dengan cap baru di paspornya. Kadang-kadang dia bahkan kembali ke Sabah pada hari yang sama. Ketika ditanya apakah ini tidak diketahui oleh petugas imigrasi, dia mengaku harus melakukan beberapa “transaksi di bawah meja”. Karena tujuan dia adalah untuk mencari uang, maka dia menganggap praktek-praktek seperti ini dapat dibenarkan. Industri hiburan juga mencakup sektor seks, yang merupakan suatu industri multi-lapis (Lim, 1998). Di Sabah, industri yang berhubungan dengan seks tumbuh subur. Labuan, sebagai daerah pelabuhan bebas, penuh dengan bar-bar, “taman bir” dan tempat-tempat serupa. Banyak perempuan Filipina yang bekerja di tempat-tempat ini juga melakukan pekerjaan
26
seks.12 Ada banyak perempuan Filipina yang bekerja di restoran, “taman bir”, dan tempat karaoke/videoke. Juga dikabarkan adanya hotel-hotel dimana terdapat perempuan-perempuan yang menunggu pelanggan/tamu hotel datang. Di Sandakan, dua perempuan Filipina yang bekerja di sebuah videoke milik orang Cina-Melayu menceritakan bahwa dulu lebih banyak perempuan Filipina bekerja di tempat tersebut, tetapi sekarang tinggal mereka berdua sedangkan semua pegawai lain untuk urusan tamu adalah orang Cina. Di lantai-lantai teratas gedung tersebut ada beberapa kamar, yang ditempati oleh pegawai-pegawai Cina tersebut dan pelanggan mereka.
Masalah Kesehatan Orang-Orang Filipina di Sabah Di Sabah, tidak ada program-program kesehatan yang khusus mentargetkan para migran. Majikan/perusahaan menyediakan pelayanan kesehatan untuk para pekerja. Sedangkan majikan yang mempekerjakan pembantu rumah tangga tidak memberi pelayanan kesehatan. Kekhawatiran bahwa para migran akan membebani sistem kesehatan publik telah diajukan kepada pemerintah Sabah. Jumlah orang asing yang memanfaatkan pelayanan rawat jalan rumah sakit pemerintah antara tahun 1987 dan 1997 menurun. Jumlah orang asing yang menjalani rawat inap dan melahirkan adalah stabil. Perbandingan tempat tidur per pekerja asing telah naik dari 1:8 inci dalam tahun 1987 menjadi 1:10 dalam tahun 1997 (Kurus, Goddos dan Koh 1998:169-170). Dewasa ini, orang-orang asing yang dirawat di bangsal kelas tiga di rumah-rumah sakit pemerintah dikenakan tarif kelas satu. Departemen Kesehatan telah mengusulkan untuk menaikkan tarif bagi orang-orang asing. Pemerintah juga sedang mempertimbangkan untuk mewajibkan para pekerja asing mengambil asuransi, untuk mengurangi jumlah tagihan rumah sakit yang tidak dibayar oleh pasien asing. (Borneo Mail, 18 Maret 2000, hal. 7). Kampung-kampung dimana orang Filipina bertempat tinggal digambarkan sebagai penuh sesak, tidak higienis, dan tidak mempunyai jalan, jembatan ataupun fasilitas dasar untuk rekreasi (Ho, 1989:234-235). Para penghuni mengkhawatirkan kemungkinan rumah mereka terbakar atau tertular penyakit dari tetangga karena rumah-rumahnya terlalu berdekatan. Pada umumnya, para pekerja yang mempunyai dokumen resmi/izin kerja tidak akan mengalami kesulitan untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Sebagai contoh, ada seorang wanita penghuni lama yang harus menjalani operasi pengangkatan payudara (mastectomy). Ia merasa puas dengan pelayanan medis yang diterimanya. Ada wanita lain yang suaminya harus dirawat di rumah sakit selama empat bulan (setelah mengalami kecelakaan yang membuatnya separuh lumpuh). Karena ia seorang pegawai negeri, maka perawatan suaminya di rumah sakit ditanggung oleh asuransi kesehatan yang dimilikinya. Sedangkan pembantu-pembantu rumah tangga dan pegawai-pegawai restoran, sekalipun mempunyai izin kerja, tidak mendatangi rumah sakit/klinik umum. Mereka menganggap prosesnya terlalu memakan waktu sehingga lebih suka berobat pada dokter-dokter yang membuka praktek pribadi. Menurut mereka, biaya konsultasi berkisar antara RM35-45, termasuk obat-obatnya. Perusahaan-perusahaan menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi para pekerja perkebunan. Masalah kesehatan yang paling sering diderita oleh pekerja perkebunan adalah sakit kepala, pilek, batuk, diare, dan linu-linu. Pekerja-pekerja perempuan diberi pil anti hamil 12
Terkesan bahwa perempuan-perempuan Filipina di Labuan dianggap sebagai pekerja seks. Anggapan ini mungkin merupakan generalisasi yang berlebihan. Di antara responden penelitian ini ada beberapa perempuan yang bekerja sebagai petugas promosi bir yang menjelaskan bahwa pekerjaan mereka hanya mempromosikan produk, tetapi mungkin saja ada yang terlibat pekerjaan seks setelah selesai bekerja di restoran atau taman bir. Di lingkungan restoran, para petugas promosi bir (yang dapat dikenali dari pakaian seragam mereka dengan logo perusahaan) tidak boleh duduk di meja pelanggan/pengunjung restoran.
27
oleh klinik, tetapi tidak ada kondom sebab para pemilik perkebunan tidak setuju menyimpan persediaan kondom di klinik. Pekerja yang membutuhkannya disarankan untuk pergi ke klinik di luar areal perkebunan. Seorang pekerja restoran yang tidak mempunyai izin kerja pergi ke dokter praktek pribadi. Ia menghabiskan RM40 untuk konsultasi dan tidak masuk kerja selama lima hari, untuk mana ia tidak menerima upah. Ia kembali bekerja segera setelah merasa sembuh karena tidak sanggup terlalu lama tidak bekerja. Seorang pekerja bangunan (wanita) yang tidak mempunyai izin kerja menceritakan bahwa perusahaan dimana ia bekerja menyediakan klinik untuk para pekerjanya. Penyakit yang sering diderita oleh rekan-rekan kerjanya adalah pilek dan malaria. Ia menganggap dirinya beruntung tidak pernah sakit ketika di Sabah. Sedangkan pekerja bangunan lainnya (pria), menceritakan bahwa ia sendiri membayar biaya perawatan di rumah sakit ketika ia sakit asma.
Sub-sistem Davao City-General Santos-Manado Davao dan General Santos pada umumnya dianggap oleh masyarakat di Mindanao sebagai tempat-tempat yang paling diuntungkan oleh BIMP-EAGA. Iklim investasi untuk Wilayah XI adalah positif dalam dekade 1990-an; bahkan investasi mulai masuk pada tahun 1994 senilai 11 milyar Pesos. Jumlahnya memuncak pada tahun 1997 dengan 42 milyar Pesos dan kemudian menurun karena ada krisis ekonomi serta fenomena cuaca El Niño dan La Niña. BIMP-EAGA telah meningkatkan kesadaran dan publisitas mengenai prospek investasi di Mindanao. Selain itu, ada faktor-faktor lain yang telah mendorong perkembangan Davao. Salah satu adalah sikap mendiri dari penduduk Davao/ Davaoeños. Davao menggunakan sumber-sumber dayanya sendiri untuk mendorong pembangunan. Lokasi yang strategis serta prasarana yang relatif maju merupakan kelebihan Davao dibanding tempat-tempat lain. Dampak dari BIMP-EAGA adalah minim di luar industri perikanan General Santos, yang telah mengubahnya menjadi tempat yang tak dikenal menjadi suatu kota dengan pertumbuhan ekonomi yang melesat. Investasi yang mengalir deras ke kota ini setelah tahun 1986 mengubah kegiatan perikanan skala kecil dari nelayan-nelayan perorangan menjadi suatu industri perikanan besar. Ini diikuti dengan perkembangan prasarana: membangun suatu kompleks pelabuhan perikanan modern, bandara, pelabuhan, dan jaringan jalan. Para investor dan orang-orang yang tertarik oleh adanya kesempatan bekerja datang bermigrasi ke General Santos. Populasinya tumbuh sebanyak 5 persen. BIMP-EAGA telah dapat menyumbang kepada tercapainya pembangunan berkelanjutan di kota ini. Rencana Perdagangan dan Industri untuk South Cotabato dan General Santos City, CY 2000-2004 mencatat bahwa “rencanarencana untuk mendorong investasi dan perluasan industri mencakup “mengintensifkan” partisipasi dalam integrasi dan kerjasama subregional BIMP-EAGA guna mendukung kelanjutan investasi lintas batas, industri, teknologi perdagangan dan pertukaran jasa antara SOCSARGEN dan negara-negara anggota BIMP-EAGA serta sub-wilayah”. Dalam Rencana Regional Mindanao Selatan 1999-2004, General Santos diharapkan dapat menjadi bagian dari jaringan kota-kota (Davao-General Santos-Zamboanga) yang menghubungkan Filipina dengan Malaysia, Indonesia, Singapura, Brunei, Australia dan Selandia Baru. Seirama dengan arus investasi, pariwisata di Davao City juga berkembang cepat dalam tahun 1990-an. Kebanyakan pengunjung di Wilayah XI pergi ke Davao City (Tabel 7 dan 8). Para pejabat di bidang pariwisata mengakui bahwa BIMP-EAGA telah mendorong kemajuan pariwisata di Davao dengan berbagai cara: dengan mendorong sektor swasta untuk menanamkan modal pada industri perhotelan (sebelum EAGA, jumlah kamar tidak cukup; kini ada sekitar 3,000 kamar); dengan menarik pengunjung, kebanyakan pejabat dan pengusaha, terutama antara 1994 sampai 1996; dengan masuknya investasi Malaysia di sektor pariwisata; dan dengan publisitas (pemberitaan) yang timbul karena kegiatan-kegiatan BIMP-EAGA.
28
Krisis ekonomi telah mempunyai dampak negatif terhadap pariwisata, sebagaimana diisyaratkan oleh menurunnya jumlah pengunjung serta penangguhan hubungan udara antara Davao-Kota Kinabalu. Malaysian Airlines mengaktifkan kembali kantornya di Davao pada tanggal 1 Maret 2000 yang dapat menjadi pembuka jalan bagi dihidupkannya kembali rute penerbangan Davao-Kota Kinabalu route. Davao City bertekad menjadi pusat pariwisata di Mindanao dan EAGA serta salah satu tujuan wisata utama di wilayah Asia Pasifik. (Kantor Operasi Pariwisata Kota, Proyek-Proyek Prioritas untuk CY 2000: Visi Baru Industri Pariwisata Davao). Rencana untuk menghidupkan kembali diskusi serta optimisme melanjutkan proyek-proyek dalam periode pasca-krisis mungkin akan terpukul oleh kejadiankejadian belakangan ini. Krisis penyanderaan mungkin akan mematahkan semangat orang untuk mengunjungi Mindanao selain dapat mempengaruhi keputusan-keputusan mengenai investasi. Tabel 7: Kedatangan Pengunjung di Wilayah XI, 1991-1998 EAGA Tahun 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998
Non-EAGA 10.721 14.182 17.115 20.889 33.218 53.300 57.542 41.464
Domestik Brunei
Indonesia
Malaysia
Singapura
Thailand
– – – 236 449 2.051 1.238 152
173 759 1.813 2.013 1.486 2.465 2.014 1.109
278 400 580 1.285 915 4.448 4.185 2.478
308 457 369 600 537 895 1.804 1.178
62 138 77 273 403 489 589 450
157.768 162.867 176.264 183.660 261.484 417.376 434.934 398.332
Sumber: Departemen Pariwisata, berdasarkan laporan bulanan.
Sebagian besar pengunjung adalah wisatawan domestik. Pengunjung dari EAGA biasanya adalah anggota suatu delegasi dan pertukaran (Tabel 8). General Santos bukan tujuan untuk turis, melainkan melayani mereka yang datang dengan keperluan bisnis, bukan wisata. Profil kedatangan di General Santos hampir sama dengan di Davao City (Tabel 9). Di kedua kota tersebut, pengunjung-pengunjung dari Asia kebanyakan berasal dari Asia Timur. Lima sumber turis terbesar adalah Amerika Serikat, Jepang, Taiwan, Cina, dan Korea Selatan. Dibandingkan dengan Davao City, hanya sedikit dampak EAGA terhadap pariwisata di General Santos. Yang lebih banyak berpengaruh adalah arus masuk investasi yang kemudian menimbulkan tuntutan untuk menyediakan akomodasi yang lebih banyak atau lebih baik. Oleh karena General Santos menarik jenis orang-orang tertentu yang melakukan perjalanan – yaitu investor dan pengusaha – maka industri pariwisata kota ini sangat peka terhadap perubahan dalam iklim perekonomian.
29
Tabel 8: Kedatangan pengunjung di Davao City, 1992-1999 EAGA Tahun 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999
Non-EAGA 13.705 15.046 16.702 27.873 42.929 38.088 36.485 55.750
Domestik Brunei
Indonesia
Malaysia
Singapura
Thailand
– – 173 348 1.504 1.065 115 65
– – 1.471 1.128 2.045 1.592 934 1.352
– – 1.003 749 3.256 3.444 2.241 1.075
– – 439 439 770 1.478 975 1.577
– – 203 383 435 435 358 185
143.142 154.409 157.236 186.826 240.999 257.398 234.060 302.879
Sumber: Departemen Pariwisata.
Tabel 9: Kedatangan Pengunjung di General Santos City, 1998-1999 EAGA Tahun 1998 1999
Non-EAGA 1.956 11.170
Domestik Brunei
Indonesia
Malaysia
Singapura
Thailand
4 0
91 419
69 196
53 390
42 473
69.907 78.664
Sumber: Data untuk 1998 didasarkan pada laporan bulanan dari 7 hotel, 5 rumah penginapan, dan 1 rumah pensiun yang diserahkan ke Departemen Pariwisata. Data untuk 1999 didasarkan laporan bulanan dari 9 hotel, 1 rumah pensiun, 1 losmen, 2 peristirahatan pantai, 1 peristirahatan pertanian, dan 1 rumah penginapan yang diserahkan kepada Departemen Pariwisata.
Arus keluar manusia dari Davao dan General Santos ke tujuan-tujuan BIMPEAGA yang lain, dapat diukur dari statistik perjalanan yang dilaporkan oleh maskapaimaskapai penerbangan dan pelayaran. (Tabel 10a-c dan 11). Sayangnya, selain angka, tidak ada perincian atau keterangan lain mengenai karakteristik orang-orang yang melakukan perjalanan serta maksud mereka melakukan perjalanan. Volumenya cukup kecil, meskipun ada pembebasan pajak perjalanan bagi mereka yang berangkat dari Mindanao ke tujuan-tujuan BIMP-EAGA. Tidak ada data tentang arus keluar walaupun, menurut pejabat dinas pariwisata, beberapa orang pergi ke Bali melalui Bitung. Diperkirakan akan ada pergerakan penduduk yang lebih besar begitu jalur-jalur penerbangan dibuka kembali (misalnya dari Davao-Kota Kinabalu) dan ada usulan untuk mengadakan perjalanan keliling BIMP-EAGA sebagai bagian proyek Kunjungi BIMP-EAGA Tahun 2001.
30
Tabel 10a: Jumlah penumpang pesawat Davao-Manado-Kota Kinabalu-Singapura via Bouraq Airlines, 1992-1999 Tahun
1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999
Penumpang Masuk
Keluar
701 1.803 2.396 2.476 3.231 2.897 4.194 1.590
738 1.736 2.350 2.670 3.276 2.902 4.216 1.560
Sumber: MEDCo Secretariat, BIMP-EAGA Travel Statistics berdasarkan data dari Bouraq Airlines. Catatan: Data untuk 1992 adalah dari April, awal operasi; data untuk 1999 adalah dari Januari - Juli.
Tabel 10b: Jumlah Penumpang, Davao-Kota Kinabalu-Davao via Malaysia Airlines, 1995-1997
Tahun
Penumpang Masuk
1995 1996 1997
Keluar
392 4.765 4.965
491 4.306 4.676
Sumber: MEDCo Secretariat, BIMP-EAGA Travel Statistics berdasarkan data dari Malaysia Airlines. Catatan: Data 1995 adalah dari November, awal operasi; data 1997 adalah untuk seluruh tahun.
Tabel 10c: Jumlah Penumpang, Davao-Singapura-Davao via Silk Airlines, 1997-1999 Tahun
Penumpang Masuk
1997 1998 1999
Keluar
3.629 3.968 2.497
Sumber: MEDCo Secretariat, BIMP-EAGA Travel Statistics berdasarkan data dari ATO – Area Management Office. Catatan: Data 1997 adalah dari Maret, awal operasi; data 1999 adalah dari Januari - Juni.
31
3.416 4.117 2.614
Tabel 11: Jumlah Penumpang, General Santos-Bitung rute laut, 1995-1999*
Tahun
Penumpang Masuk
1995 1996 1997 1998 1999
Keluar
78 1.392 1.468 5.221 1.078
Sumber: MEDCo Secretariat, BIMP-EAGA Travel Statistics berdasar data dari Kantor PPA-GSC. Catatan: Operasi dimulai pada triwulan terakhir 1995. Data untuk 1995 adalah untuk triwulan keempat, yaitu awal operasi; data untuk 1999 adalah untuk dua triwulan pertama.
Sebagai rangkuman, selain investasi senilai US$300 juta oleh Ekran Berhad Malaysia untuk kasino di Pulau Samal (Samal Island Garden Casino) dan investasi Indonesia di General Santos (dalam industri pengalengan dan kapal-kapal yang berlayar antara General Santos dan Bitung), sedangkan investasi lain belum terealisasi. Arus manusia kurang dominan dalam sub-sistem Davao City-General Santos CityManado. Salah satu dampak langsung dari BIMP-EAGA dalam sub-sistem ini adalah legalisasi praktek perdagangan di wilayah ini. Juga pembukaan hubungan laut langsung antara General Santos dan Bitung. Tidak seperti rute Zamboanga-Sandakan, hubungan laut antara General Santos dan Bitung tidak begitu teratur dan lebih sedikit lalu lintas penumpangnya (Tabel 11). Volume kargo yang masuk juga lebih besar dibandingkan kargo yang keluar (Tabel 12a-b dan 13). Seperti dalam sub-sistem Tawi-Tawi-Zamboanga-Sabah subsystem, arus barang-barang sebagian besar masuk ke Mindanao, sehingga Mindanao menjadi penerima maupun pusat distribusi barang-barang. Ada kenaikan tajam dalam volume kargo dari Indonesia pada tahun 1998 (Tabel 13), tahun dimana krisis Asia semakin parah, ketika perdagangan barang-barang dengan Indonesia menghasilkan keuntungan. Dengan pulihnya serta meningkatnya nilai rupiah, terjadi penurunan yang jelas maupun kestabilan dalam jumlah permintaan. Tidak seperti barang-barang dari Sabah yang kebanyakan aadalah barangbarang konsumsi seperti beras dan gula, barang-barang dari Indonesia sebagian besar berupa pakaian batik, baju jadi, yang tidak stabil permintaannya. Prospek jangka panjang untuk perdagangan dengan Indonesia sedang ditinjau kembali. Pemerintah Filipina menginginkan perubahan dalam hubungan dagangnya dengan Indonesia, terutama dalam mengidentifikasi produk-produk yang dapat diperdagangkan di Indonesia.
32
24 1.221 863 3.038 1.016
Tabel 12a: Volume kargo, Davao-Manado-Davao via Bouraq Airlines, 1997-1999* (dalam kilogram) Muatan Tahun
Masuk
Keluar
1997 1998 1999
3.650 8.386 3.858
1.654 2.803 494
Sumber: MEDCo Secretariat, BIMP-EAGA Travel Statistics berdasar data dari Bouraq Airlines. Catatan * Data untuk 1997 adalah dari Oktober, awal operasi; data untuk 1999 adalah dari Januari dari Juli.
Tahun 1995 1996 1997
Tabel 12b: Volume kargo, Davao-Kota Kinabalu-Davao via Malaysia Airlines, 1995-1997* (dalam kilogram) Muatan Masuk
Keluar
0 7.991 8.905
160 4.255 8.000
Sumber: MEDCo Secretariat, BIMP-EAGA Travel Statistics berdasar data dari Malaysia Airlines. Catatan * Data untuk 1995 adalah dari November, awal operasi; data untuk 1996 dan 1997 adalah untuk seluruh tahun.
Tabel 13: Volume kargo, General Santos-Bitung Rute Laut, 1995-1999* (dalam ton metrik) Muatan Tahun 1995 1996 1997 1998 1999
Masuk
Keluar
1 644 1.049 27.688 4.390
Sumber: MEDCo Secretariat, BIMP-EAGA Travel Statistics berdasar data dari Kantor PPA-GSC. Catatan: * Data untuk 1995 adalah dari triwulan ke-empat, awal operasi; data untuk 1999 adalah untuk dua triwulan pertama.
33
7 21 9 0 46
Tidak seperti Sabah, ada lebih sedikit kesempatan bekerja di propinsi-propinsi Indonesia yang termasuk dalam EAGA yang menarik bagi para pekerja Filipina. Sebaliknya, pola-pola migrasi menunjukkan bahwa orang-orang Indonesia berdatangan ke Mindanao bagian selatan. Ini didokumentasikan dalam sebuah survei terhadap warganegara Indonesia yang dilakukan oleh Biro Imigrasi Filipina [sekitar tahun 1998]. Survei tersebut menemukan adanya 6.869 orang Indonesia yang sudah tinggal beberapa lama di Mindanao selatan. Profil demografis dari orang-orang Indonesia menunjukkan bahwa 54,4 persen adalah laki-laki dan 52,4 persen berusia 21 tahun atau lebih muda. Lebih dari separuh (53,5 persen) ingin melegalisasi status mereka di Filipina, sekitar 26 persen ingin kembali ke Indonesia, dan hanya 3,7 persen yang mengatakan lebih senang berintegrasi dengan Filipina (16,8 persen tidak menjawab). Dimensi lain dari migrasi tanpa dokumen resmi melibatkan orang-orang Filipina yang tertangkap di Indonesia karena masuk secara ilegal dan karena penangkapan ikan secara ilegal. Departemen Kesejahteraan Sosial dan Pembangunan di General Santos telah menangani kasus-kasus nelayan Filipina yang dipulangkan dari luar negeri, kebanyakan dari Indonesia; beberapa dipulangkan dari Palau dan Mikronesia. Antara tahun 1995 dan 1998, Departemen Kesejahteraan Sosial dan Pembangunan di General Santos membantu 1.649 orang Filipina yang dipulangkan (Bagian Perencanaan, Pemantauan dan Penelitian, Divisi Jasa Teknik, Kantor Kesejahteraan Sosial dan Pembangunan Kota, Oktober 1999). Lamanya penahanan para nelayan di luar negeri bervariasi. Masalah utama yang dihadapi nelayan-nelayan Filipina yang ditahan adalah makanan dan kadang-kadang berjangkitnya penyakit seperti malaria. Beberapa diantara mereka juga menderita syok psikologis ketika pulang. Karakteristik, arah dan volume yang berbeda-beda dalam arus manusia, modal dan barang-barang yang melintasi perbatasan dalam sub-sistem-sub-sistem ini mempunyai implikasi terhadap kerentanan manusia terhadap HIV di wilayah BIMP-EAGA.
IV. KERENTANAN HIV DAN ARUS LINTAS BATAS DI DALAM BIMP-EAGA Hingga sekarang ini, epidemi HIV/AIDS di Filipina telah digambarkan memiliki tingkat insiden dan prevalensi yang rendah. Hal itu diproyeksikan meningkat secara perlahan dalam tiga hingga lima tahun mendatang (MAP, 1999:14). Antara bulan Januari 1984 dan Maret 2000, sejumlah 1374 kasus HIV telah dilaporkan, yang mana angka kumulatif kasus AIDS telah mencapai 456. Delapan puluh satu persen dari infeksi HIV yang dilaporkan diperoleh melalu penularan seksual (HIV/AIDS Registry, Pembaruan bulan Maret). Baru-baru ini, kaitan di antara infeksi HIV dan migrasi luar negeri telah disampaikan dalam sebuah laporan yang menjelaskan bahwa 22 persen orang-orang Filipina yang telah didiagnosis terkena HIV/AIDS merupakan para mantan pekerja luar negeri (Manila Standard, 13 Maret 2000, p.16). Menurut laporan tersebut, 298 dari 1336 orang-orang Filipina yang terdaftar dalam National AIDS Registry (pada tanggal 31 Januari 2000) merupakan para mantan pekerja luar negeri, 96 orang telah terjangkit AIDS, dan 45 orang telah meninggal dunia. Meskipun dengan catatan bahwa laporan tersebut tidak jelas apakah mereka memperoleh infeksi tersebut di luar negeri atau pada saat mereka kembali, Senator Loren Legarda menegaskan bahwa “Besar kemungkinannya bahwa sebagian besar dari mereka memperoleh virus tersebut di luar negeri, dimana mereka dalam keadaan terbuka terhadap budaya asing yang cenderung mendorong seks heteroseksual dan homoseksual secara biasa.” Enam puluh tujuh persen para pekerja luar negeri yang positif HIV memperoleh virus tersebut melalui hubungan heteroseksual. Legarda meminta lebih banyak dukungan pada anggaran anti-AIDS Departemen Kesehatan dan program pendidikan pencegahan dan untuk program pendidikan preventif bagi para pekerja luar negeri.
34
Pada empat lokasi di Filipina yang disertakan dalam studi tersebut, 8 kasus positif HIV dideteksi di Davao City (yang mana 5 di antaranya meninggal dunia) dan 4 kasus positif HIV di General Santos (yang mana 2 di antaranya meninggal dunia). Tidak ada satu pun laporan di Zamboanga City atau Bongao. Malaysia (terutama Semenanjung Malaysia), sebaliknya, diperhitungkan dengan negara-negara di Wilayah Asia Pasifik dengan insiden HIV menengah dan semakin meningkat, dan suatu prevalensi HIV digambarkan rendah tapi semakin meningkat. Berlawanan dengan Filipina, dimana infeksi HIV diperoleh sebagian besar melalui penularan seksual, penggunaan obat-obat suntikan adalah sarana utama penularan di Malaysia. Epidemi tersebut diproyeksikan meningkat secara perlahan dalam tiga atau lima tahun ke depan (MAP, 1999: 14). Sampai sejauh ini, insiden dan prevalensi HIV dalam negara-negara BIMP-EAGA belum menjadi pusat penyidikan. Data yang tersedia (berdasarkan pada data tingkat negara untuk Brunei, Indonesia, Malaysia dan Filipina) menunjukkan insiden dan prevalensi HIV yang lebih rendah di dalam subwilayah ini dibandingkan dengan negara-negara di tanah daratan Asia Tenggara tanah daratan dimana pergerakan lintas perbatasan (khususnya, Thailand, Myanmar dan Kamboja). Bagian ini mempelajari kerentanan dan ketahanan HIV dalam daerah-daerah BIMP-EAGA terpilih dengan memandang konteks daerah asal, sifat pergerakan lintas perbatasan, karakteristik para migran lintas perbatasan, pengetahuan dan perilaku yang terkait dengan STI dan HIV/AIDS, dan konteks dari tujuan tersebut. .
Kerentanan HIV dalam subsistem Mindanao-Sabah (Tawi-TawiZamboanga-Sabah) Daerah asal Tawi-Tawi dan Zamboanga City berfungsi sebagai daerah asal dan titik singgah bagi para pelancong yang menuju Sabah. Persepsi badan-badan pemerintah dan LSM-LSM tentang keseriusan STI dan HIV/AIDS dan program-program yang ada atau yang direncanakan yang terkait dengan HIV/AIDS diperiksa. Di Tawi-Tawi, Laporan Kantor Kesehatan Provinsi tentang Program STD/AIDS, CY 1997 dan 1998 menyatakan: “Program Penyakit yang Ditularkan Secara Seksual/Sindrom Penurunan Kekebalan Tubuh (STD/AIDS) merupakan salah satu program prioritas dari Departemen Kesehatan dalam provinsi Tawi-Tawi, mengingat bahwa Bongao, ibukota provinsi tersebut, menjadi titik singgah para pekerja yang menuju dan kembali dari Negara Bagian Sabah, mengingat sebagian para pekerja wanita di Sabah dipekerjakan sebagai penghibur dan pekerjaan terkait lainnya, kesempatan memperoleh penyakit tersebut adalah suatu kemungkinan yang besar”. Program STI/AIDS dalam rumah sakit provinsi, yang didirikan tahun 1996, sebenarnya merupakan bagian dari program kesehatan reproduksi yang lebih besar. Antara tahun 1997 dan 1999, jumlah kasus STI yang ditangani klinik tersebut berkisar mulai 4 kasus pada tahun 1997 (satu kotoran vagina yang abnormal, 3 kotoran saluran kencing); menjadi 2 kasus pada tahun 1998 (bisul alat kelamin); menjadi 4 kasus pada tahun 1999 (3 bisul alat kelamin; 1 kotoran saluran kencing). Dimaklumi bahwa kemungkinan terdapat lebih banyak kasus yang tidak terdeteksi akibat kurangnya pengetahuan dan keterampilan tentang deteksi dan pencegahan STI/AIDS dan kurangnya fasilitas dan peralatan untuk melakukan deteksi STI/AIDS. (hanya pemeriksaan biasa karena STI dapat dilakukan di rumah sakit provinsi). Meski prevalensi STI di daerah tersebut sedikit, hal itu merupakan suatu masalah karena hal itu adalah AIDS.
35
Sebagian penyebab rendahnya prevalensi STI kemungkinan adalah budaya, khususnya pengaruh keagamaan, yang mempengaruhi penduduk ke arah perilaku dan kebiasaan yang konservatif. Sejauh ini, tingkat infeksi yang rendah telah terjaga karena penduduknya sedikit, hanya terdapat sedikit tempat-tempat hiburan, sedikit pekerjaan seks komersial (dan para wanita yang terlibat berasal dari luar kota), dan tingkat urbanisasi masih rendah. Ancaman akan datang dari mereka “yang bekerja di sisi lain” [Sabah] dan mereka yang melancong ke kota-kota besar. Selain rumah sakit provinsi, terdapat seorang dokter swasta yang menyediakan perawatan untuk STI. Pada saat ini, penekanan dari program STI/AIDS adalah pencegahan, maka sebagian besar kegiatan dipusatkan pada informasi-pendidikan-komunikasi (information-education-communication) (IEC). HIV/AIDS telah diketengahkan dalam program-program radio mereka, kunjungan-kunjungan ke kampus dan kampanye IEC lainnya. Para ulama ikut melibatkan diri dalam program kesehatan reproduksi tersebut. Saat ini, ada beberapa tempat-tempat usaha hiburan di Tawi-Tawi. Daftar fasilitas dan pelayanan wisatawan provinsi tersebut meliputi empat fasilitas hotel, enam tempat bersantap, dan beberapa fasilitas rekreasi dan olah raga (lima lapangan tenis, dua bioskop, dua rumah sakit besar, dua gedung olah raga, dan satu lintasan boling), yang seluruhnya terdapat di Bongao (First Tawi-Tawi Comprehensive Development Plan, 1999-2008, p. 51). Fasilitas dan sumber daya penduduk lain meliputi enam rumah sakit (lima adalah rumah sakit pemerintah), dengan jumlah kapasitas 130 tempat tidur. Para profesional kesehatan (pada tahun 1997) terdiri atas 14 dokter, 51 perawat, 10 bidan, 10 dokter gigi, 11 ahli farmasi, 8 asisten dokter gigi, 24 ahli teknologi medis, 1 insinyur kesehatan, dan 4 ahli gizi. Selain itu, terdapat 80 pembantu kelahiran tradisional terlatih dan 156 pekerja kesehatan barangay yang aktif (First Tawi-Tawi Comprehensive Development Plan, 1999-2008, p. 30). Dua apotek yang terdapat di dekat pasar umum dikunjungi oleh tim penelitian. Fasilitas ini buka hingga pukul 6:00 sore, tetapi hanya satu yang menjual kondom Trust seharga P5/pak berisi tiga kondom. Tidak terdapat informasi apapun tentang STD atau HIV/AIDS yang ditempelkan di dalam apotek tersebut. Suatu malam dilakukan sebuah pengamatan tentang kehidupan malam di Bongao. Jalan utama pasar umum tersebut pada waktu itu dipenuhi dengan kios-kios makanan sementara. Minuman yang dijual adalah minuman buah/fruit shakes. Tidak terlihat adanya bir atau minuman keras. Sangat sedikit tempat usaha komersial yang buka, di antaranya adalah dua pusat panggilan telepon dan beberapa toko roti, toko serba ada dan toko video. Dalam sebuah tempat disko, terdapat kurang dari 10 orang pria yang sedang minum. Menurut pelayannya, tempat tersebut lebih menyerupai sebuah rumah bir dan hanya pada setiap hari Jumat tempat tersebut diubah menjadi tempat disko dan buka hingga pukul 11:00 malam. Harga bir P15/botol. Meski Bongao memiliki beberapa tempat karaoke, tempat tersebut sebagian besar berupa carinderias dengan cahaya penerangan yang baik yang menyediakan makan dan bir – dengan sebuah karaoke, mungkin sebagai daya penarik bagi pelanggan. Di lantai dua terdapat sebuah lintasan boling dengan sebuah karaoke, yang dikatakan sebagai tempat berkumpul penduduk setempat. Di sana tersedia sekitar dua puluh meja dan bir (seharga P17/botol), tetapi para pengunjungnya berbaur. Para stafnya sebagian besar pelayan pria. Kesadaran akan ancaman STD dan HIV/AIDS, atau pemikiran mereka sebagai faktor pembangunan, tampaknya hanya terbatas pada para pejabat dan personel kesehatan. Pengakuan STD dan HIV/AIDS sebagai sebuah masalah yang serius hanya diartikulasikan dalam dokumen-dokumen yang berasal dari Departemen Kesehatan. First Tawi-Tawi Comprehensive Development Plan, 1999-2008 tidak menyinggung apapun mengenai STD dan HIV/AIDS. Ancaman kerentanan yang datang dari industri hiburan dan seks mungkin belum terwujud di Tawi-Tawi. Meski demikian, tindakan atau tanggapan balik terhadap STD atau HIV/AIDS juga tidak ada. Kecuali dengan komik dan brosur tentang STD, HIV/AIDS dan penggunaan kondom di rumah sakit provinsi dan beberapa aspek yang membahas masalah tersebut di program-program radio, masih kurang adanya suatu penyebaran informasi yang lebih luas tentang STD, HIV/AIDS dan pencegahannya. Kantor Kesehatan Provinsi juga memerlukan lebih banyak sumber daya dan lebih banyak pelatihan agar dapat memberikan tes dan penyaringan, perawatan dan pelayanan pendukung lain yang lebih baik.
36
Zamboanga City direncanakan untuk memainkan peran yang lebih besar dalam pembangunan Mindanao barat di abad keduapuluhsatu. Rencana Regional Mindanao Barat (Western Mindanao Regional Plan), 1999-2004 mempersiapkan Zamboanga City untuk muncul sebagai pintu gerbang dan penghubung perdagangan BIMP-EAGA, yang menghubungkan dengan Australia dan Selandia Baru pada tahun 2025 (p. 1). Perhubungan lautnya dengan Sabah telah meningkatkan peran Zamboanga City sebagai sebuah titik simpul. Banyak para pelancong Sabah dari provinsi-provinsi lain di Mindanao dan bagian negara lainnya menggunakan Zamboanga City sebagai titik perhentian mereka. Kedamaian yang memburuk di provinsi-provinsi tetangga (Basilan dan Jolo) juga telah membawa para migran ke kota tersebut. Mengingat tingkat urbanisasinya yang lebih tinggi, Zamboanga City memiliki infrastruktur yang maju dan suatu ekonomi yang terdiferensiasikan. Tempat-tempat usaha yang terkait penerimaan tamu di kota tersebut meliputi 102 restoran, 12 hotel, 5 penginapan wisatawan, 9 motel dan 9 rumah penginapan (Zambostatwatch, Februari 2000). Sebuah pemeriksaan terhadap buku petunjuk telepon mengenai daftar tempat-tempat usaha menghasilkan informasi berikut: 19 hotel, 8 hotel kecil swasta (pension houses), 3 motel, 3 resor, 2 panti pijat dan 7 ruang karaoke (Philippine Long Distance and Telephone Co., Zamboanga Directory, 1999-2000). Klinik Kebersihan Masyarakat memuat daftar 45 tempat usaha tercatat. Meski angkanya tidak konsisten seluruhnya, bagaimanapun mereka menunjuk pada kehadiran suatu sektor penerimaan tamu/hiburan yang penting. Menurut Zamboanga City Master Development Plan (p. 16), terdapat 724 pekerja seks komersial yang tercatat di kota tersebut pada tahun 1996, naik 11 persen dibandingkan angka pada tahun 1995. Pada tahun 1996, STD yang lazim di kota tersebut adalah kencing nanah, sifilis, mucopurulent cervicitis, trichomas vaginitis, dan candidiasis. Tidak ada pekerja seks tercatat yang positif diuji HIV (Zamboanga City Master Development Plan p. 16). Pengamatan HIV dilakukan di Zamboanga City sejak tahun 1996, dengan menargetkan dua kelompok berisiko tinggi, 300 pekerja seks tercatat dan 300 pekerja lepas. Di samping sebuah industri seks yang berkembang, tingkat urbanisasi Zamboanga City menawarkan fasilitas dan pelayanan menanggapi kemungkinan infeksi STD dan HIV/AIDS. Gambar 3 dan 4 menunjukkan lokasi berbagai tempat usaha hiburan di kota tersebut dan fasilitas yang berlawanan di lingkungan sekelilingnya misalnya apotek, klinik dan rumah sakit. Sebagian besar apotek beroperasi hingga pukul 8:30 malam. Di daerah pusat kota dimana para pekerja lepas berkumpul (mis., Tomas Claudio Street dan Plaza Pershing), terdapat beberapa apotek dalam jarak yang dekat. Kondom (Trust) biasanya tersedia di apotek, seharga P4-P5/pak berisi tiga kondom. Banyak dokter swasta juga membuka praktik. Bagaimanapun, selain Klinik Kebersihan Masyarakat, hanya ada satu LSM, AIDS Surveillance and Education Programme, yang menyediakan informasi, pendidikan dan pelatihan teman sebaya bagi para pekerja seks. Informasi tentang HIV/AIDS umumnya sulit diperoleh bagi penduduk keseluruhan. Dua dokter medis swasta diwawancarai dan ditanyai tentang penilaian mereka atas keseriusan STD dan HIV/AIDS di kota tersebut. Seorang dokter swasta mengatakan ia tidak dapat menilai keseriusan masalah tersebut karena ia tidak memiliki data. Berdasarkan pasienpasiennya, ia mengatakan bahwa ia mempunyai dua pasien rawat jalan yang datang untuk berkonsultasi dengannya dua tahun yang lalu mengenai persoalan STD. Tahun ini ia mempunyai delapan pasien, sebagian besar pria berusia 18 hingga 35 tahun termasuk sejumlah tentara yang mungkin menghabiskan waktu di Zamboanga untuk istirahat dan rekreasi. Menurutnya kurangnya informasi tentang STD dan HIV/AIDS dapat menyebabkan timbulnya lebih banyak kasus di masa depan. Fakta bahwa Zamboanga adalah sebuah pelabuhan terbuka dan pintu gerbang ke Sabah juga dapat menambah ancaman infeksi HIV. Dokter lainnya mengatakan bahwa perkiraannya tentang keseriusan masalah tersebut di Zamboanga City adalah meningkatnya jumlah petugas hubungan tamu (guest relations officers). Jika para
37
pekerja seks ini tidak dipantau, STI akan menjadi suatu masalah. Selain hal ini, ia mengatakan bahwa ia tidak memiliki banyak data untuk menilai keseriusan situasi STI dan HIV/AIDS. Kedua dokter tersebut menyatakan bahwa dibutuhkan lebih banyak informasi. Asosiasi Medis Filipina di Zamboanga City akan mengadakan sebuah program radio dimulai Maret 2000, setiap hari Minggu, pukul 11:00 – 11:30 siang. Sebuah topik akan dibahas dalam setiap program, dan STI telah diberikan kesempatan dalam bulan Juli. Wawancara yang dilakukan dengan para pekerja seks menemukan bahwa banyak di antara mereka yang berasal dari luar Zamboanga City. Di antara para pekerja lepas yang diwawancarai di Tomas Claudio Street, mereka menghasilkan hingga P200-300. Sebagian dari mereka mendapatkan dua hingga tiga klien setiap malam. Seorang pria, seorang mantan anggota militer, yang disebut sebagai “King of the Road” berfungsi sebagai seorang agen nonformal bagi para wanita tersebut. Ia akan didekati olwh para klien yang potensial, dan para wanita memberinya bagian dari pendapatan mereka. Klien mereka adalah penduduk setempat dan para pendatang atau orang yang singgah. Beberapa wanita terpisah dari suami mereka tapi saat ini bersama rekannya yang menyokong mereka secara ekonomi. Tiga pekerja seks lepas pria yang melayani klien pria juga diwawancarai. Salah satu pekerja seks pria itu mengatakan bahwa pekerja seks gay telah menjadi suatu alternatif bagi para klien yang mungkin khawatir terinfeksi oleh para pekerja seks wanita yang “dipakai berlebihan”. Tiga pekerja seks wanita dalam sebuah tempat usaha memperoleh P250-300 untuk sebuah pekerjaan tarian ditambah komisi minuman wanita (mereka memperoleh P40 setiap minuman). Tidak adanya kekuatan negosiasi di pihak pekerja seks dalam kaitannya dengan para klien mereka ditunjukkan oleh penjelasan salah seorang wanita tersebut yang mengatakan bahwa ia ditolak dengan kasar oleh kliennya (yang mengatakan bahwa ia toh bukan lagi perawan) ketika ia meminta penggunaan kondom. Karena para wanita tersebut terafiliasi dengan sebuah tempat usaha, mereka harus mengikuti pemeriksaan mingguan. Meskipun sebagian pekerja seks tersebut menyadari STD dan HIV/AIDS dan risiko infeksi akibat seks yang tidak terlindungi, penjelasan mereka mengungkapkan bahwa mereka tidak menggunakan kondom dengan konsisten.
38
39
40
Para migran lintas perbatasan dan kondisi di Sabah Seperti dibahas sebelumnya, para migran ke Sabah membentuk sebuah kelompok yang beragam. Walaupun terdapat pembukaan perhubungan laut di antara Mindanao dan Sabah, banyak arus lintas perbatasan terjadi tanpa dokumentasi. Para pengunjung dan pedagang yang bisa dipercaya biasanya tinggal di Sabah selama maksimum dua minggu. Mereka yang telah direkrut sebagai pekerja – baik dalam kategori tidak terlatih atau terlatih – hanya merupakan sebagian kecil dari penduduk migran orang Filipina. Mereka dapat tinggal dan bekerja di Sabah untuk waktu yang ditentukan, dengan syarat memperbarui izin kerja mereka. Jumlah para migran tidak terdokumentasi yang tidak dapat dipastikan tetapi besar jumlahnya terdiri atas mereka yang membuat pengaturan mereka sendiri, mereka yang direkrut secara ilegal dan mereka yang diperdagangkan.13 Lama tinggal mereka di Sabah dapat menjadi sangat singkat jika mereka ditangkap oleh yang berwajib atau dapat diperpanjang untuk waktu kehidupan di persembunyian yang lama. Para migran yang berminat dapat bergabung bersama anggota keluarga lain yang mendahului mereka pergi ke Sabah ata dapat menyeberang perbatasan bersama dengan anggota keluarga yang lain. Seringkali, para migran lintas perbatasan dari kepulauan Sulu sudah memiliki jaringan keluarga yang pasti di sisi lainnya, dan perpindahan mereka jarang dilakukan sebagai suatu proyek individu. Bagi para migran ini, keluarga menyediakan tempat tinggal, pekerjaan, informasi, dan bantuan lain yang mendukung mereka. Kehadiran anggota keluarga juga mengungkapkan bahwa suatu bentuk kontrol masyarakat dipelihara dalam lingkungan baru tersebut. Mencari nafkah tampaknya menyita sebagian besar kehidupan para migran di Sabah. Kegiatan bersenang-senang terbatas karena terbatasnya waktu, tidak adanya sumber daya, dan rasa takut ditangkap oleh yang berwajib. Karena mereka tidak memiliki dokumen, banyak para migran menghindari bepergian ke tempat-tempat umum. Mereka yang telah bekerja di perkebunan mengatakan bahwa mereka jarang pergi ke luar dari perkebunan tersebut karena jarak yang jauh dengan kota. Menurut mereka, bila mereka mendapat hari libur, mereka beristirahat, melakukan pekerjaan rumah tangga, atau mengadakan pesta dengan teman-teman dan keluarga. Kesibukan mencari nafkah bagi kelangsungan atau pemeliharaan keluarga berlaku tidak hanya bagi orang dewasa, tetapi juga untuk anak-anak. Berdasarkan wawancara, anakanak bekerja sejak dini hari untuk membantu penghasilan keluarga. Konsekuensi yang tidak menguntungkan dari hal ini adalah bahwa anak-anak itu tidak dapat bersekolah. 13 Rekrutmen ilegal adalah bagian dari fenomena yang lebih luas dari migrasi tidak terdokumentasi yang telah didefinisikan sebagai “pergerakan antar negara yang terjadi di luar norma-norma pengaturan dari negaranegara pengirim, persinggahan, dan penerima” (Ghosh, 1998:8). Perdagangan secara umum dipahami sebagai perdagangan gelap manusia. Definisi Organisasi Internasional untuk Migrasi (International Organization for Migration) mengenai perdagangan mengidentifikasi elemen-elemen dasar perdagangan: memfasilitasi pergerakan ilegal para wanita ke negara-negara lain, dengan atau tanpa persetujuan mereka, menipu para wanita tentang tujuan migrasi tersebut, menyiksa wanita secara fisik atau seksual dengan tujuan memperdagangkan mereka, menjual wanita ke dalam, atau memperdagangkan wanita dengan tujuan pekerjaan, pernikahan, pekerjaan seks atau bentuk lain penghasilan laba. Meskipun videokes, beer gardens dan tempat-tempat usaha serupa telah menjamur di Kota Kinabalu dan Sandakan, tampaknya sedikit orang-orang Filipina yang mengunjungi tempat-tempat hiburan ini. Para promotor bir dan para informan yang bekerja di videokes mengatakan bahwa sebagian besar pelanggan mereka adalah penduduk setempat, sebagian besar orang Cina, dan sebagian orang Melayu. Menurut pengamatan mereka, sebagian besar orang-orang Filipina tidak dapat mengunjungi tempat-tempat ini, dan jika mereka tidak terdokumentasi, mereka berisiko ditangkap. Para pedagang biasanya dijamu ke tempat-tempat ini oleh para pemasok mereka sesudah menyelesaikan suatu persetujuan. Mereka menguatkan bahwa sebagian besar guest relations officers di tempattempat usaha ini adalah wanita Filipina. Menurut seorang informan yang bekerja sebagai seorang kasir di sebuah bar karaoke, biasanya guest relations officers tersebut hanya bernyanyi atau menari; surat izin mereka menetapkan bahwa mereka tidak dapat melakukan pertunjukkan seks. Bagaimanapun, ia juga mengatakan bahwa sebagian perempuan ini dapat memberikan jasa seks tambahan. Majikan mereka secara tegas melarang para promotor bir keluar bersama para klien tetapi sebagian wanita tersebut tetap melakukannya.
41
Kesadaran akan STD dan HIV/AIDS kecil. Mereka yang pernah mendengar infeksi ini meliputi penyembuh tradisional, mereka yang mempunyai tetangga yang bekerja sebagai guest relations officers di Kota Kinabalu, mereka yang bekerja sebagai promotor bir di bar-bar karaoke dan para pedagang. Umumnya, mereka menghubungkan STD dan HIV/AIDS dengan para pekerja seks. Para pedagang juga menyinggung pemakaian obat-obatan sebagai suatu faktor. Beberapa responden menyinggung papan-papan reklame di Sabah sebagai sumber informasi mereka tentang cara penularan dan pencegahan HIV/AIDS. Meskipun wanita Filipina di sektor hiburan tampakya terpusat di tempat-tempat seperti bar-bar karaoke, videokes dan beer gardens – berbeda dengan wanita Indonesia yang konon ditempatkan di kamar-kamar hotel, terdapat juga sejumlah wanita Filipina yang ditempatkan dalam kondisi semacam bordil. Seorang Filipina semacam itu direkrut untuk bekerja pada tahun 1998 tetapi berakhir dengan pekerjaan seks di sebuah klub milik seorang Cina. Ia mendapat tiga pelanggan setiap malam. Ia mampu menabung kira-kira P3,000 dari jumlah RM450 yang ia peroleh selama tiga bulan waktu tinggalnya di Sabah. Ia mengatakan bahwa ia tidak jatuh sakit ketika ia berada di sana. Ia tidak menggunakan kondom; malahan ia mengobati diri sendiri, menggunakan tablet-tablet penisilin ketika ia mendapatkan 2-3 klien. Ia membeli tablet-tablet tersebut dari seorang penjual Tausug. Ia mengatakan bahwa mereka menerima klien-klien Filipina di klub mereka. Pada bulan November 1999, 60 wanita Filipina diselamatkan dari sebuah tempat usaha pijat di Sandakan. Sejumlah 28 wanita lainnya ditemukan bekerja di tempat-tempat usaha serupa di Sandakan. Ada sebuah jaringan perekrut ilegal, personel feri, dan petugas polisi dan imigrasi. Para wanita, bersama dengan perekrut mereka, akan menaiki kapal feri dan dibawa ke sebuah tempat tersembunyi atau kamar mesin. Di Sandakan, mereka kemudian dijual antara RM2,000 dan RM3,000 kepada para pembeli yang meneruskan mereka ke “outlets”. Selama mereka bekerja, para pemilik memotong RM300 dari pendapatan para wanita tersebut untuk “perlindungan polisi”. Berbeda dari promotor bir yang terlihat jelas, para wanita dalam situasi ini tersembunyi. Para klien diberikan sebuah album foto, dimana mereka dapat memilih seorang wanita (ditunjukkan dengan sebuah nomor). Para pelanggan membayar antara RM210 dan RM250 untuk wanita yang dipilih, yang mana dari jumlah tersebut ia akan menerima RM30-50. Para wanita tersebut dijaga ketat (ada pria yang duduk atau berdiri santai di pintu masuk tempat usaha tersebut) dan mereka tidak dapat pergi keluar tanpa pengawalan. Selain para klien mereka, tampaknya salah satu hubungan yang dimiliki oleh para wanita ini dengan dunia luar adalah dengan para penjual. Kondisi ini menguangkapkan kerentanan para wanita ini terhadap infeksi STD dan tidak adanya akses apapun ke informasi dasar dan perawatan kesehatan yang dapat dipercaya. Meskipun terdapat kegiatan ilegal di banyak kampung – menjual obat-obatan, perjudian – (mis., Ho, 1989), tidak ada migran yang mengakui mengikuti kegiatan-kegiatan ini. Hanya beberapa informan yang telah mendengar atau membaca tentang HIV/AIDS tapi tidak mengetahui tentang penularan dan pencegahannya. Dari mereka yang memiliki sedikit pengetahuan tentang penularan, merek menghubungkannya dengan pekerja seks wanita. Hanya satu informan yang menyinggung transfusi darah sebagai salah satu kemungkinan cara penularan. Seorang profesional mengatakan bahwa HIV/AIDS ditularkan melalui seks, tapi ia merasa bahwa salah satu cara pencegahan adalah dengan menghindari mereka yang batuk dan ia tidak yakin bila kondom dapat mencegah HIV/AIDS. Seorang informan menyebutkan gigitan nyamuk dan perpindahan air liur dari satu orang ke orang lain sebagai cara penularan HIV. Papan-papan reklame umum tentang HIV dipampangkan di
42
lokasi-lokasi yang menonjol atau strategis di Kota Kinabalu (di daerah taman, yang juga dekat dengan terminal bus) dan di Sandakan (satu di dekat terminal bus dan satu di pusat kota).
Kerentanan HIV di subsistem Mindanao-Manado (Davao City-General Santos-Manado) Profil orang-orang yang berpindah-pindah dalam subsistem Davao-General SantosManado meliputi para pengunjung jangka pendek misalnya para pengusaha, para investor, para pejabat pemerintah dan para pedagang. Industri perikanan General Santos semakin melibatkan penangkapan ikan di perairan asing yang membawa para nelayan laut dalam ke Indonesia dan juga Palau, Mikronesia dan Papua New Guinea.
Daerah-daerah asal Dalam Wilayah XI, ada sejumlah faktor yang mendorong HIV. Jalan-jalan dalam keadaan baik. Ada banyak orang yang datang dan meninggalkan Davao City karena kota tersebut merupakan pusat bagi BIMP-EAGA. Banyak investor datang ke Davao City karena perkembangan baru ini. Kinerja ekonomi yang pesat dari Davao juga telah diikuti oleh industri hiburan yang meluas, termasuk sektor seks. Data yang diberikan oleh Social Hygiene Clinic memuat daftar 74 tempat-tempat usaha hiburan dan 2,269 pekerja seks pada tahun 1999. Daftar pekerja seks tercatat mereka menunjukkan suatu pola penurunan sejak 1995. Ini dapat berarti bahwa para pekerja seks sedang beralih ke pekerjaan lepas. Suatu estimasi adalah bahwa terdapat kira-kira 6,000 prostitusi wanita dan anak-anak. Gambar 5 (distrik pusat) dan 6 (daerah pelabuhan dan bandar udara) menunjukkan pertumbuhan tempat-tempat usaha yang terkait seks di kota tersebut, dan juga tempat-tempat dimana pekerja seks dapat ditemukan. Sama pesatnya adalah berkembangnya apotek di sekeliling daerah tersebut. Kondom tersedia di banyak apotek.
43
44
45
Social Hygiene Clinic mengobati STI. LSM di daerah tersebut telah menerapkan berbagai program untuk membantu para pekerja seks melindungi diri mereka sendiri melalui pendidikan dan penyuluhan. Bagaimanapun, meski para wanita telah mencapai suatu tingkat kesadaran yang tinggi tentang STI dan HIV/AIDS, masih terdapat kesenjangan dalam hal praktik. Sebagai satu contoh, jika pelanggan berkeras tidak menggunakan kondom, mereka tidak memiliki keterampilan untuk bernegosiasi atau menegaskan kebutuhan untuk melindungi diri mereka sendiri atau mereka tidak dapat memiliki banyak pilihan karena kebutuhan ekonomi. Sebagian wanita tersebut mungkin juga merasionalkan persetujuan mereka terhadap permintaan pelanggan: “Menurut mereka, mereka tetap memperoleh keuntungan betapapun risiko kesehatannya. Wanita kami beralasan bahwa dengan P1,000, mereka dapat menggunakan separuhnya untuk membeli obat apabila terinfeksi STI. Separuh lainnya masih menjadi keuntungan mereka”. Sebagian wanita tersebut tidak menggunakan kondom secara konsisten, khususnya dengan pacar atau pasangan mereka, karena mereka tidak dianggap sebagai pasangan yang berisiko (Ratliff, 1999 seperti dikutip dalam PNAC, 2000:23). LSM yang ikut serta dalam pekerjaan HIV/AIDS adalah Talikala, yang menyelenggarakan sebuah program pendidikan dan pembangunan-kapasitas untuk para wanita prostitusi, ALAGAD-Mindanao, yang mengoperasikan sebuah hotline tentang HIV/AIDS, Kaugmanon, Lawig Bubai, IWAG-Davao, Higala, Tambayan, dan Pusat Pendidikan dan Pengembangan Sekolah Kedokteran Davao. Beberapa responden LSM juga menunjukkan bahwa pembuatan jaringan tidak mudah karena adanya perbedaan kepribadian dan tujuan organisasi. Ada beberapa informan yang menganggap bahwa program pendidikan di Davao City sudah tersedia, dan bahwa prioritas berikutnya seharusnya memperkuat perlakuan dan perawatan medis. Meski demikian, hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa penduduk umum Davao memiliki pengetahuan yang terbatas tentang STI dan HIV/AIDS. Juga, kesalahan persepsi tentang cara penularan tetap dialami para responden (O’Brien et al., 1998). Perlakuan dan perawatan medis disediakan oleh Médecins Sans Frontières (MSF) dan Departemen Kesehatan-Wilayah XI. MSF telah pergi dan fungsi DOH-Wilayah XI diorientasi kembali ke arah bantuan teknis daripada penyerahan pelayanan. Seperti dikutip sebelumnya, ledakan General Santos telah mengundang banyak migran untuk mencari kesempatan di daerah tersebut. Mobilitas penduduk – orang-orang yang memasuki, para nelayan menuju negara lain, kehadiran sejumlah besar orang yang singgah, para penonton angkatan Visiting Forces Agreement (VFA) – sering dikutip sebagai sebuah faktor yang mendorong STD di kota tersebut. HIV/AIDS dianggap sebagai hal yang berpotensi serius dalam kaitannya dengan prospek-prospek pembangunan, kedatangan lebih banyak pengusaha, dan VFA. Menurut Social Hygiene Clinic, data garis dasar mereka pada tahun 1995 menunjukkan bahwa General Santos memiliki prevalensi sifilis yang tinggi di antara para pekerja seks lepas, para nelayan dan anak-anak jalanan. Tingginya tingkat infeksi STI juga melukiskan sebuah jumlah penduduk tertular yang semakin meningkat. Seperti di Davao, pertumbuhan yang cepat dari General Santos juga telah mendorong berkembangnya industri seks. Ada kira-kira 1,000 pekerja seks tercatat dan 3,000 pekerja lepas (Sun Star Davao Superbalita, 7 Oktober 1999, p. 4). Ada kira-kira 80 tempat usaha yang terkait dengan hiburan,. Gambar 7 menggambarkan distribusi outlet hiburan, tempat-tempat di mana para pekerja seks berkumpul dan apotek-apotek. Kondom dijual oleh banyak apotek. Salah satu apotek yang terletak di pusat kota menjual kondom Trust P5/pak berisi tiga buah. Menurut
46
47
pramuniaga tersebut, mereka menjual sekitar 15 pak sehari, umumnya kepada pria dan wanita menikah dan kemungkinan beberapa pekerja seks. Sebuah apotek yang terletak di dekat dermaga juga menyediakan kondom Trust seharga P5/pak berisi tiga. Pramuniaga tersebut mengatakan bahwa mereka menjual sekitar 10-15 pak per hari dan para pelanggan umumnya adalah para pekerja dermaga, kemungkinan pria menikah; hanya sedikit wanita yang membeli kondom. Ada sedikitnya tiga LSM di General Santos yang menangani HIV/AIDS, masing-masing Talikala yang, seperti di Davao City, memberikan pembangunan kapasias dan pendidikan/pelatihan untuk wanita prostitusi, Yayasan Mahintana yang diorganisasi oleh Asosiasi Pemilik Bar, dan Social Health Environment and Development, Inc. yang melakukan penelitian dan menyediakan program informasi-pendidikan-komunikasi tentang STD dan HIV/AIDS kepada para pekerja seks, para pekerja mal dan pengalengan, dan anak-anak jalanan. Social Hygiene Clinic, satu-satunya di daerah Socsargen (South Cotabato, Sarangani, General Santos), memiliki beberapa program dan kegiatan – pelatihan para pendidik teman sebaya di mal-mal, program pendidikan bagi para nelayan, menyubsidi obat-obatan (yakni lembaga itu membeli obat-obatan seharga P800 dan menjualnya kepada para klien seharga P300), dan pekerjaan laboratorium (penodaan gram, tes sifilis dan pengujian anti bodi HIV selama masa pengamatan). Seorang informan LSM mengatakan bahwa terdapat kebutuhan lebih banyak kegiatan informasi. Responden LSM lain mengatakan bahwa terdapat cukup informasi tentang STI dan HIV/AIDS dan apa yang diperlukan adalah pembahasan di antara Social Hygiene Clinic, LSM dan pemegang kepentingan lain mengenai mekanisme terbaik untuk mencegah dan mengontrol STI dan HIV/AIDS. Telah terjadi sejumlah pertentangan tentang beberapa program atau inisiatif yang bertujuan meningkatkan kesadaran atau tindakan pencegahan. Sebagai contoh, gerakan untuk mengorganisasi Asosiasi Pemilik Bar dikritik oleh sebuah LSM sebagai mengorbankan para wanita. Asosiasi Pemilik Bar sebenarnya telah membatalkannya dan mengajukan ‘Garis pedoman Pelaksanaan, Kebijaksanaan untuk Pencegahan HIV/STD dalam Industri Hiburan di General Santos City’. Di antara persyaratan tersebut, garis pedoman memberikan pendidikan HIV/STI wajib untuk para operator dan penghibur, menyebutkan tanggung jawab para operator untuk menampilkan poster dan bahan yang meningkatkan penggunaan kondom, kewajiban untuk menyediakan keondom di tempat usaha tersebut, mengadakan pemeriksaan teratur bagi para penghibur, mensyaratkan para penghibur untuk membawa kondom di tas tangannya, dan melarang mempekerjakan anak di bawah umur. Garis pedoman tersebut sedang dalam proses untuk diundangkan sebagai peraturan. Bila diundangkan, para pemilik tempat usaha yang terkait dengan hiburan akan disyaratkan untuk menjadi anggota dari asosiasi tersebut sebelum mereka diberikan surat izin beroperasi. Salah satu resolusi yang menarik perhatian media di General Santos pada tahun 1999 didaftarkan oleh seorang penyuluh yang meminta bar-bar dan hotel-hotel di kota tersebut untuk membagikan kondom-kondom gratis kepada para pelanggan dan kepada para pekerja seks tidak tercatat sebagai suatu tindakan pencegahan terhadap STI dan HIV (Sun Star Superbalita, 7 Oktober 1999, p. 6).
Fokus pada para nelayan laut dalam Para nelayan laut dalam, khususnya mereka yang bekerja ke negara lain, telah disebut oleh berbagai informan sebagai salah satu faktor dalam peningkatan STD di General Santos. Beberapa informan menyinggung adanya suatu budaya di antara para nelayan laut dalam untuk melakukan seks di luar pernikahan, jika tidak mereka akan dicap sebagai “takot sa asawa” (ditakutkan oleh si istri). Studi-studi sebelumnya telah mendokumentasikan bahwa para nelayan laut dalam melakukan kebiasaan berisiko seperti seks tidak terlindung (dengan para pekerja seks di Indonesia sewaktu singgah atau ketika kembali dari perjalanan menangkap ikan mereka) dan penggunaan implan penile (lihat juga “Like Fry Among Leviathans: the plight of commercial
48
fish workers in General Santos City”, Bantaaw, 11(7-8), 1998, untuk mendapatkan gambaran dari industri tersebut). Tiga babak pengamatan tingkah laku di General Santos City menemukan penggunaan obat suntik/berbagi alat penyuntik yang konsisten di antara para nelayan laut dalam (21.7 persen pada tahun 1997; 62.5 persen pada tahun 1998; 19 persen pada tahun 1999). Penggunaan obat suntik (Injecting drug use) (IDU) biasanya rendah di Filipina dan tingginya tingkat penggunaan di antara para nelayan laut dalam adalah suatu pengecualian. IDU dipercaya meningkatkan kenikmatan seksual dan stamina dalam meminum. Turunnya penggunaan obat suntik menjadi 19 persen pada tahun 1999 mungkin akibat pergantian obat yang dapat disuntikkan dengan shabu akibat sulitnya memperoleh obat yang dapat disuntikkan (para informan mengatakan bahwa mereka perlu memalsukan tanda tangan seorang dokter untuk memperoleh obat tersebut). Penggunaan jarum suntik bersama-sama di antara para pemakai obat suntik semakin meningkat. 38 persen pada tahun 1997, 71 persen pada tahun 1998, dan 65 persen pada tahun 1999. Pengamatan tersebut juga mencatat bahwa 35 persen memiliki implan penile, sebagian besar (60.9 persen) di antaranya dipasang oleh para nelayan sendiri. Penggunaan kondom yang konsisten jarang ditemukan di antara para nelayan laut dalam, sebesar 5.8 persen. Sebagian besar nelayan melaporkan pernah singgah di tempat-tempat di Indonesia. Mereka dapat pergi ke darat, jika diberikan izin oleh kepala desa. Mereka akan tinggal selama satu atau dua minggu. Mereka akan pergi melihat-lihat, minum-minum di bar atau makan di restoran. Sesudah bertanya lebih jauh, beberapa informan menyampaikan bahwa ada tempattempat untuk mendapatkan pelayanan seks yang cepat, dengan menjelaskan bahwa hal ini adalah “alami” di tempat-tempat dimana kapal-kapal berlabuh. Wanita dapat dihubungi melalui para penjual di toko-toko terdekat. Beberapa peserta mencatat mengatakan bahwa orang-orang Filipina dapat dengan mudah bersahabat dengan wanita Indonesia karena para pria orang Filipina sangat disukai. Jika mereka meminta kencan, wanita Indonesia biasanya menerima undangan tersebut. Ditanya tentang biaya pelayanan seks tersebut, peserta mengatakan bahwa tidak ada pembayaran karena orang-orang Filipina dianggap menarik. Mereka mengaku bahwa mereka tidak terbiasa dengan panti pijat; malahan mereka biasanya pergi ke tempat-tempat hiburan malam yang lebih murah untuk mendapatkan hiburan seks mereka. Beberapa peserta melaporkan bahwa ada videokes yang dapat dikunjungi nelayan. Ditanya bila di sana terdapat wanita “akyat-barko” (secara harfiah berarti mereka yang memanjat ke kapal), mereka mengatakn bahwa mereka hanya dapat ditemui pada kapal-kapal besar. Kapten tersebut berkata bahwa ia tidak mengizinkan wanita-wanita ini naik ke kapalnya karena kehadiran mereka dapat mendatangkan kemalangan (malas). Tentang ketersediaan dan penggunaan kondom, jawaban yang diberikan samar-samar. Pada satu titik, para informan mengatakan bahwa kondom yang digunakan tidak populer di antara para nelayan karena diyakini bahwa akan menurunkan gairah seks dan mereka merasa tidak perlu menggunakannya karena memilih wanita yang ingin mereka ajak berkencan (yakni, mereka memilih pasangan yang tampak sehat). Para peserta mengatakan mendengar tentang penggunaan bolitas atau implan penile, kadang-kadang disebut sebagai “bulu mata kambing”. Menurut mereka benda ini dianggap dapat meningkatkan kenikmatan seks dari pasangan mereka. Ini juga merupakan lambang kemaskulinan. Sebelum pemasukan implan tersebut, orang tersebut harus mandi terlebih dulu. Metode pemasukan bolitas ini biasanya melibatkan penggunaan sebuah benda yang tajam misalnya tutup pulpen, sisir plastik (yang ditajamkan). Benda runcing ini digunakan untuk pemasukan bolitas direndam dalam alkohol gosok, sesudahnya bolitas dimasukkan dalam kulit penis.
49
Dalam satu kelompok, ditemukan bahwa beberapa nelayan menggunakan obat-obatan untuk menghadapi rasa takut ketika mereka bekerja di laut dalam. Ketika ditanya tentang seks bersama sesama anggota awak, mereka mengatakan tidak tahu menahu tentang hal tersebut. Kelompok lainnya mengatakan bahwa hal ini tidak memungkinkan karena mereka seluruhnya “jantan”, dan bahwa jika mereka menemukan bahwa terdapat seorang homoseksual di antara mereka, mereka akan membuang orang ini ke dalam laut. Demikian pula, kapten menunjukkan bahwa ia tidak tahu menahu tentang tejadinya hal ini. Masturbasi disebut pula sebagai salah satu cara memuaskan nafsu seks mereka ketika mereka berada di laut. Membaca komik juga memberikan suatu pengalihan. Mereka pernah mendengar tentang STI, bahwa ini merupakan penyakit yang diperoleh dari melakukan hubungan seks dengan “wanita nakal” (babaing baratuhon) atau prostitusi (babaing mubo ug lupad). Meski demikian, terungkap bahwa ini juga dapat diperoleh dari wanita yang tampak bersih. Mereka menyadari bahwa STI dapat diobati dengan memakan beberapa tablet, yang lainnya juga menyatakan bahwa mereka yang tidak memiliki uang dapat meminum air panas yang dicampur dengan Perla, sebuah deterjen. STI dapat dihindari dengan cara tidak berhubungan seks dengan pelacur atau wanita yang tidak mereka kenal, dengan tetap setia pada istrinya masing-masing, dengan memakan antibiotik sebelum melakukan hubungan seks. STI bukan masalah yang serius di antara para nelayan, menurut para peserta dalam kedua kelompok yang diwawancarai, terutama karena mereka tahu cara menangani mereka. Tidak seorangpun dalam kedua kelompok tersebut telah mengikuti sebuah tes STI.. Kesadaran tentang HIV/AIDS, tampaknya tinggi di antara para peserta, meski bukan tanpa kesalahpahaman. Cara penularan yang diketahui mereka adalah sebagai berikut: itu diperoleh melalui hubungan seks dengan pelacur, itu dapat diperoleh dari homoseksual, itu ditularkan melalui luka – sebuah contoh yang diberikan mendapatkan luka dari sebuah benda terinfeksi misalnya pemotong kuku atau pendorong kuku yang digunakan oleh ahli manikur. Dalam kedua kelompok, ada sebuah konsensus bahwa seluruh pelacur (khususnya wanita) adalah orang-orang yang kemungkinan terinfeksi HIV/AIDS. Seluruhnya mengatakan bahwa tidak ada obat untuk HIV/AIDS. HIV/AIDS tidak dianggap sebagai suatu masalah di antara para nelayan – tidak ada yang terjangkit penyakit semacam itu – tetapi mereka mengakui bahwa hal tersebut dapat menjadi masalah potensial jika para nelayan terus berganti-ganti pasangan. Kami berpendapat bahwa ini mungkin masalah dari dalam General Santos, Kami berpendapat bahwa hal ini dapat menjadi suatu masalah di General Santos, dengan ditundanya kedatangan VFA, karena hal itu akan membawa masuk banyak orang asing ke kota tersebut. Tidak ada seorangpun dalam kedua kelompok tersebut yang telah mengambil pengujian antibodi HIV. Sementara Davao City dan General Santos mungkin dikatakan lebih rentan terhadap HIV/AIDS berdasarkan pada adanya infeksi, ukuran populasi pekerja seks dan hadirnya sejumlah tempat-tempat usaha hiburan, kedua kota tersebut juga memiliki lebih banyak fasilitas dan lembaga untuk menanggapi epidemi tersebut. Sementara LSM telah aktif di kotakota ini, badan-badan pemerintah lain, unit pemerintahan setempat, dan dokter-dokter swasta belum aktif dalam pencegahan HIV. Pengalaman dari Davao City dan General Santos juga menggarisbawahi bahwa meskipun usaha penyebaran informasi mungkin ekstensif, kesalahpahaman tetap ada dan informasi penting masih belum diinformasikan secara efektif kepada penduduk umum. Juga, perilaku atau kebiasaan yang belum berubah, meskipun dengan pengetahuan dari risiko yang terlibat dan tindakan pencegahan diperluakan (mis., para pekerja seks tidak dapat meminta penggunaan kondom dengan klien mereka). Programprogram informasi, oleh karena itu, perlu lebih berfokus pada menterjemahkan pengetahuan ke dalam perilaku seks yang bertanggungjawab.
50
V.
DISKUSI DAN REKOMENDASI
Dalam bagian-bagian sebelumnya, diskusi terfokus pada karakteristik dan dinamika pergerakan lintas perbatasan, pengalaman-pengalaman para migran di daerah asalnya dan tujuannya, dimensi kesehatan pergerakan lintas perbatasan, dan faktor-faktor yang meningkatkan kerentanan dan ketahanan terhadap HIV/AIDS. Apakah kesimpulan studi tersebut mengenai mobilitas penduduk dan kerentanan HIV di daerah-daerah BIMP-EAGA yang terpilih? Khususnya, (1) apakah arti penting faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kerentanan atau ketahanan HIV di daerah-daerah ini dan (2) apakah karakteristik faktor-faktor tambahan dari proses migrasi yang dapat berkontribusi terhadap kerentanan atau ketahanan terhadap HIV para migran? Untuk menjawab pertanyaan yang pertama, faktor-faktor sosial yang dihipotesiskan berhubungan dengan kerentanan atau ketahanan HIV menuntun penilaian kerentanan HIV dari studi saat ini (mis. Tuladhar, 1999:116). Subsistem-subsistem dari sisi Filipina dapat ditempatkan pada sebuah rangkaian dengan derajat kerentanan dan ketahanan terhadap HIV yang bervariasi (Tabel 14). Pada ujung rendah skala kerentanan adalah Tawi-Tawi, Zamboanga City akan berada di tengahtengah, sementara Davao City dan General Santos akan berada pada ujung yang tinggi. Dari keempatnya, Tawi-Tawi memiliki industri seks yang paling sedikit berkembang, tidak ada kasus positif HIV pernah dideteksi pada provinsi tersebut, dan jumlah kedatangan wisatawan dapat diabaikan. Kasus STI di provinsi tersebut, berdasarkan data dari klinik STI, juga berjumlah kecil. Meski demikian, kasus-kasus STI dapat meningkat, mengingat posisi Tawi-Tawi sebagai titik singgah bagi Sabah. Kerentanan menengah untuk Zamboanga City diperoleh dari industri seksnya yang lebih berkembang. Perannya sebagai pusat regional, sebagai sebuah titik singgah bagi Sabah, sebagai pelabuhan utama, dan sebagai sebuah area penerimaan para migran dan pemondok sementara (termasuk personel militer yang datang untuk beristirahat dan berekreasi) menciptakan suatu permintaan dan pasar untuk kegiatan hiburan dan yang terkait dengan seks. Kehadiran HIV telah dipastikan di Davao City dan General Santos. Keduanya juga memiliki industri seks yang besar, dengan populasi pekerja seks dan tempat usaha yang terkait dengan seks dalam jumlah yang besar. Mereka juga merupakan pusat perdagangan, pariwisata dan investasi dan mereka berfungsi sebagai pelabuhan masuk dan keluar utama ke wilayah lainnya di Mindanao dan yang lebih jauh lagi. Para informan dari sektor kesehatan dan LSM-LSM kesehatan di kedua area tersebut menganggap situasi HIV/AIDS sebagai ‘serius’ (di Davao City) dan ‘cukup serius’ hingga ‘sangat serius’ (di General Santos).
Tabel 14: Faktor-faktor sosial yang dihubungkan dengan kerentanan dan ketahanan HIV Subsistem Mindanao-Sabah Bongao
Subsistem Mindanao-Manado
Zamboanga
Davao
General Santos
A. Faktor-faktor yang meningkatkan kerentanan HIV Para pekerja seks
Rendah
724 tercatat 362 (tempat usaha tidak tercatat (pada tahun 1996)
2,269 tercatat (1999, Social Hygiene Clinic)
1,000 tercatat 3,000 tidaktercatat (1999)
Tempat usaha yangterkait seks (videokes, tempat disko, klub-klub)
Rendah
Luas
Luas
Luas
Kasus-kasus positif HIV (5 meninggal)
Tidak ada (2 meninggal)
Tidak ada
8
4
Penilaian situasi STD
Rendah
Kemungkinan serius
Serius
cukup serius hingga sangat serius
Penilaian situasi HIV/AIDS
Tidak ada dasar
Tidak ada dasar
Serius
cukup serius hingga sangat serius
66,000 (1999)
358,629 (1999)
89,834
Kedatangan wisatawan
Rendah (1999) B. Faktor-faktor yang meningkatkan ketahanan HIV Kondom tersedia?
Ya
Ya
Ya
Ya
Apotek/klinik
Sedikit
Banyak
Banyak
Banyak
Klinik Kesehatan Sosial
Memiliki STD/AIDS sebagai bagian dari program kesehatan reproduksi Ya 1 1
Ya 7
Ya 3
LSM yang ada
52
Tawi-Tawi berperingkat rendah dalam hal kerentanan HIV, dan Tawi-Tawi juga berperingkat rendah dalam hal ketahanan HIV. Utamanya, Tawi-Tawi tidak memiliki fasilitas, pelayanan dan lembaga yang dapat menghadapi ancaman infeksi HIV: ada beberapa apotek di daerah tersebut, hanya satu LSM, dan secara umum tiadanya informasi HIV/AIDS. Di sisi lain adalah Davao City dan General Santos, yang berperingkat tinggi dalam kerentanan HIV tetapi mereka juga berperingkat tinggi dalam ketahanan HIV karena terdapatnya sejumlah apotek, LSM-LSM kesehatan dan lebih banyak kegiatan informasi tentang HIV/AIDS. Zamboanga City menonjol karena berperingkat menengah dalam hal kerentanan HIV, tetapi kota ini mungkin tidak siap untuk menekan atau menghadapi insiden HIV yang meningkat karena fasilitas dan lembaganya tidak memadai. Kampanye informasi tentang kesadaran HIV/AIDS juga kurang di daerah tersebut. Konteks atau faktor-faktor sosial di daerah asal tiada lain merupakan satu dari faktor-faktor saling berhubungan dalam proses migrasi yang dapat mempengaruhi para migran kepada perilaku berisiko yang lambat laun dapat mengakibatkan infeksi. Studi-studi yang ada belum menemukan atau mendokumentasikan faktor-faktor dalam proses migrasi yang berhubungan dengan kerentanan atau ketahanan HIV. Ada tiga aspek proses migrasi yang memerlukan perhatian khusus: status hukum para migran, konteks keluarga migrasi, dan kondisi kehidupan dan pekerjaan para migran. Bagaimanapun, faktor-faktor semacam itu tidak bekerja ke satu arah sejauh menyangkut kerentanan atau ketahanan HIV. Para migran terdokumentasi vs. tidak terdokumentasi: Sudah dikenal luas bahwa sebagian besar pergerakan lintas perbatasan dalam subsistem Mindanao-Sabah adalah tidak terdokumentasi. Kerentanan para migran terhadap risiko kesehatan dan HIV dimulai bahkan dimulai sebelum mereka bertolak ke Sabah. Sebagai migran yang tidak terdokumentasi mereka tidak menjalani pemeriksaan medis. Maka, setiap masalah kesehatan yang mungkin mereka miliki dapat lolos tanpa deteksi dan tetap tidak terobati. Sebagai migran yang tidak terdokumentasi, mereka tidak menjalanii seminar-seminar orientasi pra-keberangkatan (pre-departure orientation seminars) yang dapat memberikan mereka informasi dasar tentang kenyataan migrasi, termasuk tentang kesehatan dan STD dan HIV/AIDS. Pada saat berada di tujuan, pemeriksaan kesehatan tahunan yang disyaratkan untuk para pekerja migran reguler dapat memberikan sejumlah indikasi tentang status kesehatan para pekerja. x
Migrasi keluarga vs. migrasi mandiri: Sebagian besar para migran, khususnya mereka yang berasal dari kepulauan Sulu, jarang bermigrasi sendiri. Maka, citra migran yang kesepian yang terputus dari keluarganya di tujuan tidak selalu benar bagi banyak migran. Sebagian besar migran memiliki keluarga di seberang perbatasan, yang merupakan salah satu alasan mengapa migrasi tetap terjadi selama ini. Dengan adanya jaringan keluarga yang terjaga baik di seberang perbatasan, keluarga tersebut dapat diandalkan untuk dukungan sosial. Maka, bahkan jika masyarakat mayoritas tidak menyambut baik, para migran menemukan dukungan dan makanan dari keluarga tersebut. Kehadiran anggota keluarga juga bertindak sebagai suatu pencegah perilaku berisiko.
x
Kondisi kehidupan dan pekerjaan: Status orang-orang Filipina yang tidak didokumentasi di Sabah tidak mencegah mereka menemukan pekerjaan yang dapat menghidupi mereka. Meski demikian, karena upah mereka yang rendah, beberapa anggota keluarga harus bekerja untuk memastikan kelangsungan hidup keluarga tersebut. Strategi ini melibatkan memperkerjakan anak-anak, yang merupakan satu faktor yang menghalangi kesempatan mereka untuk memperoleh pendidikan. Juga, karena upah mereka yang rendah, para migran harus bekerja lembur. Studi itu menemukan bahwa dorongan untuk mencari nafkah memenuhi sebagian besar waktu orang-orang Filipina di Sabah. Mereka yang di perkebunan, industri konstruksi, pekerjaan rumah tangga dan sektor-sektor pelayanan lain (mis. para pekerja restoran) memanfaatkan sebagian besar waktu mereka di pekerjaan. Sebagian besar para pekerja hanya memperoleh dua hari libur dalam satu bulan. Jadi, menurut para migran tersebut, waktu luang mereka sebagian besar digunakan untuk beristirahat, mengerjakan pekerjaan rumah tangga
53
dan pergi ke gereja. Banyak migran mengatakan bahwa mereka menghindari datang ke tempat-tempat umum karena takut tertangkap. Kondisi kehidupan orang-orang Filipina di Sabah, menurut beberapa studi dan menurut keterangan para migran sendiri, tidak meningkatkan kesehatan yang baik. Kampung-kampung tempat mereka tinggal digambarkan sudah sangat padat penduduk dan tercemar, menebarkan penyakit kulit dan infeksi dan malaria. Meskipun demikian, sedikit yang melaporkan telah jatuh sakit. Para migran yang mencari atau memerlukan perawatan kesehatan berkunjung ke dokter praktik swasta. Di antara para pekerja migran, mereka yang di sektor perkebunan dilengkapi dengan sebuah klinik oleh manajemen. Para pekerja lain pada dasarnya bertanggungjawab atas kesehatan mereka sendiri. Terbatasnya informasi yang terkait dengan kesehatan yang mencapai para migran disimpulkan dari kesadaran mereka yang umumnya rendah mengenai STD dan HIV/AIDS. Dengan mempertimbangkan kondisi kehidupan dan pekerjaan di Sabah, para migran mungkin memiliki derajat kerentanan HIV yang bervariasi. Seperti disebutkan, mereka yang merupakan bagian dari migrasi keluarga kemungkinan kurang rentan daripada para migran mandiri. Faktor lainnya adalah pekerjaan, yang berhubungan dengan akses para migran memperoleh perawatan dan informasi kesehatan pada satu sisi (mis. klinik-klinik untuk para pekerja perkebunan), atau akses ke perilaku berisiko pada sisi lainnya. Di antara beragam kelompok pekerjaan, para pekerja hiburan dan yang terkait dengan seks adalah lebih rentan terhadap HIV daripada yang lainnya, dan mereka yang dipelihara dalam situasi semacam rumah bordil adalah yang paling rentan. Wanita-wanita ini tidak memiliki akses ke perawatan kesehatan dan informasi tentang STD dan HIV/AIDS. Perilaku berisiko dari para nelayan laut dalam (dari subsistem Mindanao-Manado), berdasarkan studi-studi lain dan studi saat ini, juga membuat mereka sangat rentan terhadap HIV. Derajat kerentanan HIV yang beragam ini perlu dipertimbangkan dalam merancang intervensi untuk para migran. Hal ini khususnya berguna dalam mengidentifikasi prioritas, meskipun hal ini mungkin berakibat stigmatisasi kelompok-kelompok tertentu. Dengan rendahnya insiden HIV dan pemerataan di wilayah tersebut, kesehatan dan kesadaran akan risiko HIV bukan masalah yang dipikirkan oleh para migran. Pemikiran utama mereka berpusat pada status tidak terdokumentasinya mereka di Sabah, yang menentukan dan membatasi pilihan hidup mereka di negara bagian tersebut. Mobilitas penduduk yang paling luas dan beranekaragam terjadi di dalam batas-batas nasional. Delapan puluh persen wisatawan adalah penduduk lokal. Ada kecenderungan mengenakan HIV/AIDS kepada orang luar – mis. para wisatawan, angkatan VFA, para pekerja seks yang datang dari luar. Kaitan antara pergerakan internal dan kerentanan HIV adalah satu hal yang memerlukan perhatian yang lebih terprogram. Rendahnya tingkat kesadaran HIV/AIDS para migran di Sabah (dan juga di dalam daerahdaerah terpilih di sisi Filipina), kerentanan khusus dari para wanita yang direkrut atau diperdagangkan ke dalam prostitusi dan budaya perilaku berisiko di antara para nelayan laut dalam adalah daerahdaerah masalah yang memerlukan perhatian untuk tetap membuat HIV/AIDS terkendali. Agenda dan struktur organisasi BIMP-EAGA saat ini tidak menangani kerentanan HIV. Dimensi sosial dari tujuan-tujuan ekonomis (termasuk dampak kesehatan), banyaknya kepentingan yang bersifat tanpa batas, dan implikasi kejadian di salah satu bagian dari wilayah tersebut terhadap yang lain mendorong dibutuhkannya BIMP-EAGA untuk mengadopsi sebuah agenda yang lebih komprehensif dan untuk menyertakan partisipasi kelompok-kelompok lain seperti masyarakat sipil dalam proses dan kegiatan BIMP-EAGA.
54
Yang berikut adalah rekomendasi untuk wilayah BIMP-EAGA: x
Mengangkat, di dalam kelompok bekerja yang sesuai (mis. kelompok-kelompok yang berkepentingan dengan mobilitas penduduk) atau organisasi/forum regional lain, masalah migrasi yang tidak terdokumentasi untuk mengidentifikasi pendekatan bilateral atau regional terhadap masalah tersebut.
Pendekatan-pendekatan terhadap migrasi yang tidak terdokumentasi secara khas telah bersifat satu pihak, dengan negara-negara daerah asal dan tujuan menjalankan program-program mereka sendiri secara mandiri. Hampir seluruh BIMP-EAGA dipengaruhi oleh pergerakan lintas perbatasan. Ada arus lintas perbatasan di antara Indonesia dan Sabah, di antara Sabah dan Brunei, di antara Sarawak dan Brunei. Para migran keluar ke Brunei dan memasuki kembali Sabah sebagai suatu strategi untuk memperpanjang masa tinggal mereka di Sabah. Meskipun pendekatan dua pihak dan regional diperlukan, kemajuannya sangat lambat. Migrasi yang tidak terdokumentasi adalah penting dalam BIMP-EAGA, dan praktis seluruh anggota negara bagian dipengaruhi oleh itu. Betapapun usaha seperti kontrol perbatasan yang lebih besar, deportasi dan pemulangan kembali, orang-orang terus menyeberang perbatasan. Kaitan dengan forum-forum dan kelompok-kelompok regional selain daripada BIMP-EAGA juga dapat digali untuk menempatkan masalah migrasi di dalam agenda mereka untuk diskusi dan aksi. x
Mengembangkan program informasi untuk para migran lintas perbatasan pada berbagai fase migrasi, memberikan mereka informasi yang menyangkut hak-hak, pilihan-pilihan dan kerentanan mereka.
Seperti dicatat oleh studi tersebut, berlanjutnya arus orang-orang di antara Mindanao dan Sabah menghasilkan para migran potensial, para migran reguler, para migran tidak terdokumentasi, perdagangan orang, para migran yang kembali, orang yang dideportasi, dan mereka yang berniat untuk bermigrasi kembali ke Sabah. Program-program informasi untuk memberikan para migran lintas perbatasan dengan informasi yang lebih akurat tentang kebutuhan apa yang diberikan oleh status mereka, khususnya di tempat tujuan. Ada kebutuhan akan kampanye informasi terintegrasi dari daerah asal ke daerah tujuan untuk meningkatkan pemahaman kenyataan migrasi tidak terdokumentasi dan konsekuensi mereka bagi para migran dan keluarga mereka. x
Mengadakan konsultasi di antara biro-biro kesehatan dan LSM-LSM yang membantu kebutuhan kesehatan para migran secara umum, dan program-program HIV/AIDS khususnya; membagikan pengalaman dan praktik yang baik.
HIV/AIDS telah ditekan dalam wilayah tersebut sejauh ini. Bagaimanapun, studi tersebut menyebutkan bahwa kerentanan HIV dapat meningkat akibat industri seks yang berkembang (yang termasuk para pekerja migran atau berpindah). Pengalaman, praktik yang baik dan inisiatif yang dilakukan oleh negara-negara individu dapat menjadi masukan yang berharga bagi yang lainnya dalam memulai dan memperbaiki pendekatan terhadap HIV/AIDS. Konsultasi dan pertukaran ini dapat menggali kesamaan dan perbedaan dalam respons nasional terhadap HIV/AIDS, dan mengidentifikasi mekanisme untuk menyelaraskan lingkungan di sekitar negara-negara anggota. Orientasi yang berbeda di antara negara-negara anggota dapat menghambat kerjasama dan pembangunan respons regional terhadap HIV/AIDS. Sebagai contoh, memajukan prinsip-prinsip pengujian antibodi HIV sukarela dapat diterima bagi rakyat Filipina (Undang-undang Pencegahan dan Kontrol AIDS Filipina tahun 1998 atau RA 8504 menegakkan pengujian antibodi-HIV sukarela)14 tetapi negara-negara lain seperti Malaysia, yang menjalankan pengujian wajib bagi para migran, mungkin ragu-ragu. Adalah penting untuk mengakui perbedaan ini dan untuk menggali sarana-sarana untuk menanganinya.
14
Bag 2b(1): pengujian HIV wajib harus dianggap tidak sah kecuali jika ditentukan lain dalam Undang-undang
ini.
55
Dengan adanya status tidak terdokumentasi dari sebagian besar orang-orang Filipina, klaim Sabah yang tidak terselesaikan, dan tidak adanya sebuah konsulat dan LSM Filipina, menentukan bagaimana menyediakan pelayanan masyarakat dasar bagi orang-orang Filipina tetap bermasalah. Karena HIV tidak memiliki perbatasan, promosi kesadaran HIV/AIDS harus diintegrasikan dengan perawatan kesehatan dan pelayanan masyarakat dasar lainnya bagi para migran. x
Menekankan informasi yang melibatkan perubahan perilaku yang akan mengajak para migran mencapai pencegahan HIV/AIDS.
Untuk memastikan bahwa para migran memiliki akses ke informasi HIV/AIDS, pelabuhan utama masuk dan keluar, masyarakat pinggiran, daerah asal, dan daerah tujuan (termasuk tempattempat yang seringkali dikunjungi para migran) harus diprioritaskan untuk mengantarkan informasi tentang perubahan perilaku yang diperlukan. x
Membangun program informasi dan strategi untuk para penumpang yang berangkat di bandar udara internasional masuk dan keluar di Mindanao, menyorot bahaya dari migrasi yang tidak terdokumentasi, termasuk perdagangan wanita dan anak-anak.
Ini akan menjadi bagian dari rencana aksi keseluruhan dan strategi yang bertujuan membatasi migrasi yang tidak terdokumentasi, khususnya perdagangan wanita dan anak-anak. Nomor-nomor hotline atau biro-biro pemerintah atau LSM yang dapat dimintai dukungannya harus menjadi bagian dari informasi dasar yang tersedia di tempat-tempat aplikasi paspor, pembelian tiket atau pada saat kliring dengan para pejabat Biro Keimigrasian. Program-program radio dan program-program berbasis masyarakat di daerah yang ditinggali dapat digali. x
Memperkuat komponen HIV/AIDS dalam program-program pra-keberangkatan untuk memberangkatkan orang-orang Filipina, dan untuk menggali sarana-sarana alternatif dalam menyediakan informasi HIV/AIDS kepada mereka yang bermigrasi dalam keadaan tidak terdokumentasi.
Bag. 7 dari Undang-undang Pencegahan dan Kontrol AIDS Filipina tahun 1998 atau RA 8504 memberikan Pendidikan HIV/AIDS bagi orang-orang Filipina yang pergi ke Luar Negeri: “Negara harus memastikan bahwa para pekerja dan diplomat, militer, perdagangan, dan pejabat dan personel tenaga kerja orang-orang Filipina yang akan ditugaskan ke luar negeri harus menjalani sebuah seminar tentang sebab, pencegahan dan konsekuensi HIV/AIDS sebelum sertifikasi untuk penempatan di luar negeri. Departemen Tenaga Kerja dan Pekerjaan atau Departemen Luar Negeri, Departemen Pariwisata dan Departmen Kehakiman melalui Biro Keimigrasian, dalam hal ini, bekerjasama dengan Departemen Kesehatan, yang akan mengawasi implementasi bagian ini”. Seminar-seminar orientasi pra-keberangkatan yang bersifat wajib, disediakan bagi para pekerja orang-orang Filipina yang terdokumentasi yang mana STD dan HIV/AIDS disertakan di dalam kurikulum. Bagaimanapun, karena keterbatasan waktu dan banyak topik yang akan dibahas, topik-topik HIV dapat dilewati atau tidak disertakan dalam implementasi aktual. Sebuah tinjauan komponen ini dalam Pre-Departure Orientation Seminars (PDOS) yang ada harus dilakukan untuk mengidentifikasi informasi dasar yang harus dikuasai dalam modul ini dan bagaimana hal ini dapat disajikan secara efektif kepada audiens yang dimaksud. Sebuah tinjauan serupa dapat dilakukan untuk seminar pra-keberangkatan bagi pejabat pemerintahan dan personel yang ditugaskan di luar negeri. Salah satu batasan PDOS sebagai sebuah intervensi adalah pemilihan waktu mereka. Beberapa hari sebelum keberangkatan mereka, PDOS dapat hadir sangat terlambat sebagai suatu intervensi atau secara sederhana dihadiri karena diwajibkan. Dalam keadaan ini, seminar orientasi pra keberangkatan dapat didekati sebagai bagian dari suatu rangkaian program informasi prakeberangkatan yang didukung oleh kampanye informasi lain yang disebarkan melalui beragam media. Rencana-rencana aksi untuk menyebarkan informasi HIV/AIDS kepada para migran potensial dapat dilakukan oleh media, biro-biro pemerintah yang terkait dengan migrasi (Philippines Department of Labour and Employment, Philippine Overseas Employment Administration, Overseas Workers and
56
Welfare Administration, Department of Foreign Affairs, Bureau of Immigration, Commission on Filipinos), LSM-LSM, biro-biro pemerintah, perusahaan penerbangan dan pelayaran. Membangun program informasi bagi para nelayan laut dalam dan keluarga mereka, dengan • suatu pandangan untuk mempromosikan perilaku dan gaya hidup yang sehat. Tingkat pendidikan yang rendah dari para nelayan laut dalam ditambah dengan kecenderungan mereka dalam seks yang tidak terlindung, penggunaan implan penile dan obat suntikan meningkatkan kerentanan mereka akan terjangkit STD dan HIV/AIDS. Istri-istri atau pasangan-pasangan mereka juga berisiko tertular dan dengan demikian seharusnya juga menjadi bagian dari program pencegahan HIV. Program pencegahan HIV dapat dikembangkan bagi para nelayan dan keluarga mereka dengan bekerjasama dengan perusahaan perikanan. Mengimplementasikan Bag. 8 dari RA 8504 (Information Campaign for Tourists and • Transients),15 dalam pelabuhan masuk dan keluar internasional. Hingga saat ini, tidak ada informasi pencegahan HIV/AIDS di bandar-bandar udara dan terminal-terminal daerah pelabuhan di Bongao, Zamboanga City, Davao City dan General Santos. Pelabuhan-pelabuhan masuk ini memberikan kesempatan menjangkau tidak hanya para wisatawan asing tapi juga para pelancong orang-orang Filipina. Dengan menyediakan informasi ini di pelabuhan-pelabuhan dan kapal-kapal yang melayani tujuan BIMP-EAGA akan membantu mengurangi kesenjangan informasi bagi para migran yang tidak dapat dicapai melalui program prakeberangkatan yang biasa. x
Mempromosikan suatu penghargaan HIV/AIDS sebagai sebuah masalah yang luas dalam biro-biro pemerintah di luar sektor kesehatan, dan untuk menyatukan masalah-masalah HIV/AIDS dalam program mereka tentang perencanaan strategis multisektoral.
Ada suatu kecenderungan di antara biro-biro di luar sektor kesehatan untuk menganggap HIV/AIDS hanya masalah kesehatan semata-mata, suatu masalah yang menjadi tanggungjawab Departemen Kesehatan untuk menanganinya. Ada kebutuhan untuk mendorong penyatuan informasi HIV/AIDS dalam kegiatan-kegiatan biro pemerintah setempat lainnya. x
Mendorong keikutsertaan para praktisi swasta dalam pekerjaan kegiatan pencegahan perawatan dan dukungan HIV/AIDS.
Kerjasama dengan para praktisi swasta dapat menjadi salah satu cara memperkuat kepedulian dan dukungan kepada orang-orang yang hidup dengan HIV, area paling lemah di antara kegiatankegiatan HIV/AIDS di negara tersebut (PNAC, 2000:56) dan juga penyuluhan/pengobatan STI (manajemen sindrom).
15
Informasi pencegahan HIV harus disediakan pada seluruh pelabuhan masuk dan keluar internasional. Departemen Pariwisata, Departemen Luar Negeri, Departemen Kehakiman melalui Biro Keimigrasian, bekerjasama dengan Departemen Kesehatan (DOH), akan mengawasi implementasi.
57
APPENDIKS: Pertanyaan-pertanyaan bimbingan/instrumeninstrumen yang digunakan dalam dokumendokumen studi Data
1. Indikator-indikator pembangunan dengan rencanarencana pembangunan; kunciacuan ke BIMP-EAGA
2. Investasi / Perdagangan (Investasi di area tersebut; arus masuk modal; kunci, produksi, ekspor dan arah; impor dan sumber; target-target)
3. Pariwisata (Kedatangan wisatawan; tingkat hunian resor dan hotel, rencana indux untuk pariwisata; target-target; acuan khusus pada BIMPEAGA)
Sumber utama
Wawancara para pejabat
Departmen Perdagangan dan Investasi
Wawancara para pejabat kelompok usaha, kamar dagang, dewan bisnis
Departemen Pariwisata; Sektor Pariwisata
Wawancara dengan para pejabat kunci, Departmen Pariwisata dan sektor pariwisata
4. Data migrasi resmi
Biro Keimigrasian, kantor migrasi, program regulerisasi dan survei
5. Para penumpang bandar udara ;
Catatan perusahaan penerbangan, Pengapalan Otorita Pelabuhan Filipina
para penumpang pelabuhan; penyeberangan perbatasan; dimana memungkinkan, dapatkan data tentang sumber dan tujuan
Metode-metode Tambahan
Badan Pembangunan Ekonomi Nasional Rencana pembanguanan provinsi / kota
Wawancara dengan pejabat bandar perusahaan udara, perusahaan pegapalan
Wawancara para informan kunci
6. Pergerakan tidak resmi dalam BIMP-EAGA
7. Indikator kesehatan (penyebab
Departemen Kesehatan
Wawancara dengan pejabat / personel kesehatan; LSM-LSM
Petunjuk telepon (1994-kini atau paling akhir), iklan
Wawancara; pengamatan
Departmen kesehatan, Petunjuk telpon, iklan surat kabar
Wawancara; pengamatan
utama mortalitas, morbiditas, LSM- LSM kesehatan fasilitas, prioritas program; data STD, HIV/AIDS)
8. Tempat-tempat usaha hiburan a. Hotel, karaoke lounges,pantipanti, resor b. Klinik-klinik, LSM-LSM, apotek / toko obat, klinik STD
58
PERTANYAAN PEMBIMBING Para pejabat/personel/LSM-LSM kesehatan* Nama yang diwawancara: Tujuan/kantor: Tanggal wawancara: Perkenalan Hallo! Nama saya adalah . Pusat Migrasi Scalabrini telah ditugaskan oleh UNDP dan UNAIDS untuk melakukan sebuah studi tentang mobilitas penduduk dan masalah kesehatan, khususnya kerentanan HIV, dalam wilayah BIMP-EAGA. Wawancara kami akan berpusat pada pembangunan di wilayah tersebut sejak peluncuran BIMP-EAGA pada tahun 1994 dan kemungkinan konsekuensi dari kecenderungan ini pada kondisi kesehatan di dalam masyarakat lokal dan untuk orang-orang yang berpindah-pindah. Profil kesehatan daerah tersebut1 1.
Bagaimanakah keadaan (daerah) tersebut dalam hal situasi kesehatan penduduk umumnya? Faktor-faktor apakah yang berkontribusi untuk situasi ini (perbaikan, tidak ada perubahan, penurunan)? Apakah yang telah diidentifikasi oleh kantor anda sebagai program-program prioritas anda; mengapa program-program khusus ini?
Masalah-masalah yang terkait dengan HIV 2. Seberapa seriuskah masalah penyakit yang ditularkan secara seksual (sexually transmitted diseases) (STD) di daerah anda? Sangat serius, serius, tidak serius, atau bukan suatu masalah? Apakah alasan-alasan anda mengatakan demikian? (JIKA SERIUS hingga SANGAT SERIUS, TANYAKAN): Faktor-faktor apakah yang berkontribusi terhadap kondisi ini? (JIKA TIDAK SERIUS ATAU BUKAN SUATU MASALAH, TANYAKAN): Faktorfaktor apakah yang telah menekan penyebaran STD di daerah anda? Apakah menurut anda hal ini mungkin berubah di masa depan? Dengan cara bagaimana dan apakah yang akan menyebabkan perubahan tersebut? (ATAU: Mengapa situasinya tetap sama?) 3.
Apakah anda memiliki program-program yang berhubungan dengan pencegahan STD? (JIKA YA, TANYAKAN): Apakah program-program anda yang ada sekarang? (UNTUK MASING-MASING JAWABAN, TANYAKAN a-d): a. Apakah tujuan program-program ini? Apakah ada kelompok tertentu yang telah didefinisikan oleh kantor anda sebagai “risiko tinggi”; jika demikian, siapakah kelompok-kelompok ini? b. Bagaimana program-program ini diimplementasikan? c. Berapa banyak sumber daya yang telah dialokasikan untuk program-program ini? d. Apakah sudah dilakukan evaluasi menyangkut program-program ini? Apakah pengalaman anda sejauh ini? Aspek-aspek apakah dari program tersebut yang berjalan lancar? Aspek-aspek apakah yang tidak berjalan lancar? (JIKA TIDAK, TANYAKAN): Mengapa kantor anda belum mengimplementasikan program apapun tentang pencegahan STD? Apakah anda memiliki rencana untuk menjalankan program yang terkait STD di masa depan? Dapatkah anda menggambarkan rencana-rencana ini?
59
4.
Bagaimanakah biro anda menilai keseriusan infeksi HIV/AIDS di daerah anda pada saat ini? Apakah menurut anda hal itu sangat serius, serius, tidak serius, atau bukan suatu masalah? Apakah hal ini akan berubah di masa depan; ke arah apakah? Apakah yang akan menjadi penyebab perubahan tersebut?
5.
Bagaimana tentang program-program yang terkait dengan pencegahan HIV/AIDS, apakah kantor anda telah mengimplementasikan program semacam itu? (JIKA YA, TANYAKAN): Mohon gambarkan program-program ini. (UNTUK MASING-MASING JAWABAN, TANYAKAN a-d): a. Apakah tujuan program-program ini? Apakah ada kelompok tertentu yang telah didefinisikan oleh kantor anda sebagai “risiko tinggi”; jika demikian, siapakah kelompok-kelompok ini? b. Bagaimana program-program ini diimplementasikan? c. Berapa banyak sumber daya yang telah dialokasikan untuk program-program ini? d. Apakah sudah dilakukan evaluasi menyangkut program-program ini? Apakah pengalaman anda sejauh ini? Aspek-aspek apakah dari program tersebut yang berjalan lancar? Aspek-aspek apakah yang tidak berjalan lancar?
6.
Apakah anda bekerjasama dengan biro apapun mengenai HIV/AIDS? Biro-biro manakah itu?
7.
Apakah ada orang yang menyediakan informasi tentang HIV/AIDS di daerah tersebut? Jika demikian, siapa? (JIKA TIDAK ADA: Siapakah yang kiranya akan menjadi sumber informasi yang baik tentang HIV/AIDS?)
8.
Apakah ada kebutuhan untuk mengembangkan atau memperkuat kerjasama dengan biro apapun mengenai HIV/AIDS? Jika demikian, apakah yang akan anda sarankan mengenai hal ini?
9.
(UNTUK PARA PENYEDIA PELAYANAN KESEHATAN) Apakah anda pernah menerima klien yang mencari informasi atau pelayanan mengenai STD, HIV/AIDS? (SELIDIKI: JUMLAH/KECENDERUNGAN)
Migrasi dan kerentanan HIV 10. Migrasi dan pariwisata telah dihubungkan dengan peningkatan pekerjaan seks, penyakit yang ditularkan secara seksual atau STD, dan infeksi HIV/AIDS. Apakah menurut anda hal ini merupakan masalah yang “serius” di daerah anda? Harap jelaskan (SELIDIKI UNTUK SETIAP: PEKERJAAN SEKS, STD, HIV/AIDS). Program-program atau rencana-rencana apakah yang biro anda miliki untuk menangani masalah ini? Apakah masalah ini “serius” di daerah-daerah tujuan lain dalam wilayah BIMP-EAGA? Mengapa/mengapa tidak? Apakah yang dapat dilakukan untuk memperkecil risiko ini? (JIKA RESPONDEN TIDAK MENGANGGAP STD dan HIV/AIDS SUATU MASALAH YANG “SERIUS”, TANYAKAN MENGAPA. JUGA, SELIDIKI KEMUNGKINAN FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MENINGKATKAN KERENTANAN STD, HIV/AIDS.)
* Untuk para responden LSM, harap sertakan sebuah profil singkat dari LSM tersebut (tujuan, tanggal berdiri, program-program utama). Ini akan berlaku juga bagi para dokter sektor swasta yang dikenal menangani STD. 1 Kota, provinsi, wilayah. Aturlah wawancara dengan para pejabat/personel yang terlibat dengan program-program STD, HIV/AIDS pada tingkat regional, provinsi dan kota.
60
Sektor pariwisata* Nama yang diwawancara: Tujuan/kantor: Tempat wawancara: Tanggal wawancara: Perkenalan Hallo! Nama saya adalah . Pusat Migrasi Scalabrini telah ditugaskan oleh UNDP dan UNAIDS untuk melakukan sebuah studi tentang mobilitas penduduk dan masalah kesehatan, khususnya kerentanan HIV, dalam wilayah BIMP-EAGA. Wawancara kami akan berfokus pada pembangunan pariwisata di wilayah tersebut sejak peluncuran BIMP-EAGA pada tahun 1994, rencana-rencana untuk masa depan, dan kemungkinan dampak dari kecenderungan ini pada kondisi kesehatan di dalam masyarakat setempat dan untuk orang-orang yang berpindahpindah. Pariwisata 1. Bagaimana anda akan menggambarkan keadaan pariwisata di daerah anda?1 Faktorfaktor apakah yang menyebabkan situasi ini? Bagaimanakah perbandingan wisatawan lokal vs. wisatawan asing? (SELIDIKI: MUSIM RAMAI, MUSIM SEPI) Apakah nilai jual daerah anda sebagai suatu tujuan wisata? 2.
Bagaimanakah pengaruh peluncuran BIMP-EAGA terhadap pariwisata di daerah anda? (SELIDIKILAH JIKA TERDAPAT KEUNTUNGAN, TIDAK ADA PERUBAHAN, ATAU DAMPAK NEGATIF DAN TANYAKAN FAKTOR-FAKTOR APAKAH YANG BERKONTRIBUSI PADA DAMPAK INI ATAU KEKURANGAN ITU.) Wisatawan macam apakah yang datang dari wilayah BIMP-EAGA?
3.
Apakah rencana-rencana anda di masa depan? (MINTALAH RENCANA INDUK, JIKA TERSEDIA) Apakah rencana-rencana spesifik anda untuk meningkatkan pariwisata dalam wilayah BIMP-EAGA? Apakah diskusi berjalan atau paling akhir mengenai pembangunan pariwisata di wilayah BIMP-EAGA?2
4.
Pariwisata macam apakah yang ingin anda kejar? Bagaimanakah biro (organisasi) anda menerjemahkan tujuan ini menjadi program-program dan rencana-rencana aksi?
5.
Bagaimana tentang para wisatawan dari daerah anda: apakah tujuan wisata mereka biasanya? Apakah pernah terjadi peningkatan jumlah wisatawan yang berkunjung ke tempat tujuan BIMP-EAGA; untuk tujuan apakah; siapakah para wisatawan yang biasa ini (MIS. JENIS KELAMIN, PEKERJAAN)?
Masalah-masalah kesehatan dan yang terkait dengan HIV 6. Pernahkah biro anda memikirkan kemungkinan dampak dari lebih banyak pariwisata terhadap kondisi kesehatan di daerah tersebut? Apakah dampak positifnya terhadap kondisi kesehatan, jika ada? Apakah dampak negatifnya terhadap kondisi kesehatan, jika ada, dan apakah yang direncanakan biro anda untuk dikerjakan guna menangani dampakdampak ini? 7.
Pariwisata telah dihubungkan dengan peningkatan prostitusi, penyakit yang ditularkan secara seksual atau STD, dan infeksi HIV/AIDS. Apakah menurut anda hal tersebut masalah yang “serius” di daerah anda? Harap jelaskan (SELIDIKI UNTUK SETIAP: PROSTITUSI, STD, HIV/AIDS). Program-program atau rencana-rencana apakah yang
61
dimiliki biro anda untuk menangani masalah-masalah ini? Apakah masalah ini “serius” di tempat-tempat tujuan lain dalam wilayah BIMP-EAGA? Mengapa/mengapa tidak? Apakah yang dapat dilakukan untuk memperkecil risiko ini? (JIKA RESPONDEN TIDAK MENGANGGAP STD dan HIV/AIDS SEBUAH MASALAH YANG “SERIUS”, TANYAKAN MENGAPA. JUGA, SELIDIKI KEMUNGKINAN FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MENINGKATKAN KERENTANAN STD, HIV/AIDS.) 8.
Apakah anda bekerjasama dengan biro apapun mengenai HIV/AIDS? Biro-biro manakah itu? Apakah yang dilibatkan dalam kerjasama atau kemitraan tersebut?
9.
Apakah ada orang yang menyediakan informasi tentang HIV/AIDS di daerah tersebut. Jika demikian, siapa? Apakah biro anda telah melakukan kampanye informasipendidikan yang ditujukan kepada para wisatawan; bagaimana dengan mereka yang bekerja di industri pariwisata? (JELASKAN DENGAN CONTOH-CONTOH)
10. Apakah terdapat kebutuhan untuk membangun atau memperkuat kerjasama dengan birobiro apapun mengenai HIV/AIDS? Apakah yang akan anda sarankan mengenai hal ini?
* Para responden: Para pejabat/personel Departemen Pariwisata; dewan pariwisata provinsi/kota; para pejabat kunci dalam organisasi pariwisata; perwakilan/para peserta dalam kelompok kerja mengenai pembangunan pariwisata di dalam BIMP-EAGA. 1 Kota, provinsi, wilayah. 2 Ini adalah salah satu kelompok bekerja dalam BIMP-EAGA; kelompok tersebut diketuai oleh Malaysia.
62
Sektor pembangunan* Nama yang diwawancara: Tujuan/kantor: Tempat wawancara: Tanggal wawancara: Perkenalan Hallo! Nama saya adalah . Pusat Migrasi Scalabrini telah ditugaskan oleh UNDP dan UNAIDS untuk melakukan sebuah studi tentang mobilitas penduduk dan masalah kesehatan, khususnya kerentanan HIV, dalam wilayah BIMP-EAGA. Wawancara kami akan berfokus pada prospek pembangunan di wilayah tersebut sejak peluncuran BIMP-EAGA pada tahun 1994 dan dampak kesehatan dari pembangunan ini pada masyarakat lokal dan pada orangorang yang berpindah-pindah.
Pembangunan, perdagangan dan investasi 1. a. Bagaimanakah biro anda menilai keadaan pembangunan di daerah anda? 1 Faktorfaktor apakah yang menyebabkan situasi ini? (STATUS) b.
(KHUSUSNYA UNTUK PEMBANGUNAN, PERDAGANGAN DAN INVESTASI [DTI], PARA INVESTOR): Bagaimanakah biro anda menilai investasi dalam daerah anda? Apakah penyebab situasi ini? (STATUS) Bagaimanakah hal ini dapat diperbaiki?
2.
Apakah peluncuran BIMP-EAGA telah berkontribusi pada pembangunan/prospek investasi di daerah anda; dengan cara apakah? (JIKA TIDAK, TANYAKAN): Mengapa BIMP-EAGA belum berkontribusi demikian? Apakah anda melihat BIMP-EAGA sebagai suatu faktor yang penting untuk meningkatkan pembangunan di daerah anda? Mengapa/mengapa tidak?
3.
Apakah target-target atau rencana-rencana anda untuk masa depan? (MINTALAH RENCANA INDUK, JIKA TERSEDIA) Apakah diskusi berjalan atau yang paling baru mengenai masalah-masalah pembangunan dalam berbagai kelompok bekerja dalam BIMP-EAGA?
4.
Pembangunan/investasi macam apakah yang ingin anda kejar? Bagaimana biro (organisasi) anda menerjemahkan tujuan ini ke dalam program-program dan rencanarencana aksi?
Masalah kesehatan dan yang terkait dengan HIV 5. Apakah biro anda telah mempertimbangkan kemungkinan dampak dari pariwisata yang lebih besar terhadap kondisi kesehatan di daerah tersebut? Apakah dampak positifnya pada kondisi kesehatan, jika ada? Apakah dampak negatifnya pada kondisi kesehatan, jika ada, dan apakah yang direncanakan biro anda untuk menangani pengaruh ini? 6.
Pembangunan, urbanisasi dan migrasi telah dihubungkan dengan peningkatan prostitusi, penyakit yang ditularkan secara seksual atau STD, dan infeksi HIV/AIDS. Apakah menurut anda hal ini adalah masalah yang “serius” di daerah anda? Harap jelaskan (SELIDIKI UNTUK MASING-MASING: PROSTITUSI, STD, HIV/AIDS). Program atau rencana apakah yang dimiliki biro anda untuk menangani masalah ini? Apakah masalah-masalah ini dipandang “serius” di daerah tujuan lain dalam wilayah BIMPEAGA? Mengapa/mengapa tidak? Apakah yang dapat dikerjakan untuk memperkecil risiko ini? (JIKA RESPONDEN TIDAK MENGANGGAP STD DAN HIV/AIDS
63
SUATU MASALAH YANG “SERIUS”, TANYAKAN MENGAPA. JUGA, SELIDIKI TENTANG KEMUNGKINAN FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MENINGKATKAN KERENTANAN STD, HIV/AIDS.) 7.
Apakah anda bekerjasama dengan biro apapun mengenai HIV/AIDS? Biro-biro manakah itu? Apakah yang dilibatkan dalam kerjasama atau kemitraan tersebut?
8.
Apakah ada orang yang menyediakan informasi tentang HIV/AIDS di daerah tersebut? Jika demikian, siapa? Apakah biro anda telah melakukan kampanye informasi pendidikan yang ditujukan pada para wisatawan; bagaimana dengan mereka yang bekerja di industri pariwisata? (MINTALAH PENJELASAN, CONTOH-CONTOH)
9.
Apakah terdapat suatu kebutuhan untuk membangun atau memperkuat kerjasama dengan biro apapun mengenai HIV/AIDS? Apakah yang akan anda sarankan mengenai hal ini?
* Para responden: NEDA, Para pejabat/personel Departemen Perdagangan dan Investasi; kantor perencanaan pembangunan provinsi/kota. 1 Kota, provinsi, wilayah.
64
MEDCo & biro-biro terkait*
Nama yang diwawancara: Tujuan/kantor: Tempat wawancara: Tanggal wawancara: Perkenalan Hallo! Nama saya adalah . Pusat Migrasi Scalabrini telah ditugaskan oleh UNDP dan UNAIDS untuk melakukan sebuah studi tentang mobilitas penduduk dan masalah kesehatan, khususnya kerentanan HIV, dalam wilayah BIMP-EAGA. Wawancara kami akan berfokus pada program dan kegiatan BIMP-EAGA, prospek pembangunan di wilayah tersebut sejak peluncuran BIMP-EAGA tahun 1994, dan dampak kesehatan dari pembangunan ini pada masyarakat lokal dan untuk orang-orang yang berpindah-pindah.
Latar belakang BIMP-EAGA 1. BIMP-EAGA diluncurkan pada tahun 1994 untuk mengangkat pembangunan di wilayah tersebut. Bagaimana anda akan menilai kinerja dari organisasi tersebut selama ini? Keberhasilan macam apakah yang telah dicapai oleh badan regional? Masalah-masalah utama apakah yang ditemui? (SELIDIKI: DAMPAK KRISIS PADA BIMP-EAGA) Apakah yang telah dicapai BIMP-EAGA untuk wilayah tersebut? Apakah dampak BIMP-EAGA bagi negara? Khususnya, di daerah anda? 2.
Apakah diskusi berjalan atau yang paling baru dalam kelompok-kelompok bekerja yang berbeda? (SELIDIKI: MOBILITAS PENDUDUK, PEMBANGUNAN PARIWISATA GABUNGAN, PEMBENTUKAN MODAL DAN PELAYANAN KEUANGAN, PENGHUBUNG TRANSPORTASI)
Pembangunan, perdagangan dan investasi, mobilitas 3. Bagaimana peluncuran BIMP-EAGA telah mempengaruhi pembangunan/prospek investasi di daerah anda? (SELIDIKI JIKA TELAH TERDAPAT KEUNTUNGAN, TIDAK ADA PERUBAHAN, ATAU EFEK NEGATIF DAN TANYAKAN FAKTORFAKTOR APAKAH YANG MENYEBABKAN DAMPAK INI ATAU KEKURANGANNYA.) Apakah anda melihat BIMP-EAGA sebagai suatu faktor penting untuk meningkatkan pembangunan di daerah anda? Mengapa/mengapa tidak? 4.
Dalam hal mobilitas penduduk, pariwisata, sebagai contoh – apakah yang telah disumbangkan oleh BIMP-EAGA agar lebih banyak pariwisata di antara negara-negara anggota? Bagaimanakah dampak yang telah terjadi di daerah anda ini? Apakah ada kaitan peningkatan jumlah wisatawan dari sini ke tempat tujuan BIMP-EAGA lainnya?
5.
Masalah mobilitas penduduk telah didominasi oleh perpindahan dalam yang disebutsebut “southern backdoor”. Cara terbaik apakah untuk menangani mobilitas jenis ini? Bagaimana BIMP-EAGA dapat campur tangan untuk meningkatkan perpindahan penduduk melalui saluran-saluran yang biasa?
Masalah-masalah kesehatan dan yang terkait dengan HIV 6.
Biasanya, tampaknya diskusi BIMP-EAGA telah berfokus pada masalah pertumbuhan dan pembangunan, dan belum ada diskusi yang diarahkan pada implikasi atau konsekuensi dari pembangunan di negara-negara anggota. Sebagai contoh, pembangunan, urbanisasi dan migrasi telah dihubungkan dengan peningkatan prostitusi,
65
penyakit yang ditularkan secara seksual atau STD, dan infeksi HIV/AIDS. Apakah menurut anda hal-hal ini merupakan masalah yang “serius” di daerah anda? Harap jelaskan (SELIDIKI UNTUK MASING-MASING: PROSTITUSI, STD, HIV/AIDS). Bagaimanakah cara kita menanggapi masalah ini? Apakah masalah ini “serius” di tempat tujuan lain dalam wilayah BIMP-EAGA? Mengapa/mengapa tidak? Apa yang dapat dilakukan untuk memperkecil risiko ini? (JIKA RESPONDEN TIDAK MENGANGGAP STD dan HIV/AIDS SUATU MASALAH “SERIUS”, TANYAKAN MENGAPA. JUGA, SELIDIKI KEMUNGKINAN FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MENINGKATKAN KERENTANAN STD, HIV/AIDS.) 7.
Bagaimanakah masalah kesehatan semacam kerentanan HIV di wilayah tersebut dapat menjadi bagian dari diskusi BIMP-EAGA? Apakah terdapat kebutuhan untuk membangun atau memperkuat kerjasama dengan biro-biro apapun mengenai HIV/AIDS? Apa yang anda sarankan mengenai hal ini? Kerjasama macam apakah yang memungkinkan di antara negara-negara anggota? (SELIDIKI: KETERBUKAAN UNTUK MEMBAHAS MASALAH TERSEBUT, KEMUNGKINAN BLOK-BLOK PENGHALANG)]
* Responden: para pejabat MEDCo di masa lalu dan saat ini. Harap memberikan informasi dasar tentang responden (usia, pekerjaan, jenis kelamin, tujuan, dst.).
66
Para responden kunci lainnya
Nama yang diwawancara: Tujuan/kantor: Tempat wawancara: Tanggal wawancara: Perkenalan Halo! Nama saya adalah . Pusat Migrasi Scalabrini telah ditugaskan oleh UNDP dan UNAIDS untuk melakukan sebuah studi tentang mobilitas penduduk dan masalah kesehatan, khususnya kerentanan HIV, dalam wilayah BIMP-EAGA. Wawancara kami akan berfokus pada program dan kegiatan BIMP-EAGA, prospek pembangunan di wilayah tersebut sejak peluncuran BIMP-EAGA pada tahun 1994, dan pengaruh kesehatan dari pembangunan ini pada masyarakat lokal dan untuk orang-orang yang berpindah-pindah. Para pejabat pemerintahan lokal 1. Apakah BIMP-EAGA telah berkontribusi pada prospek pembangunan di daerah anda? Mengapa/mengapa tidak? 2.
Peristiwa atau kegiatan macam apakah yang telah anda selenggarakan dalam kaitannya dengan BIMP-EAGA? Peristiwa atau kegiatan yang terkait BIMP-EAGA macam apakah yang pernah anda (atau kota/provinsi) ikut berpartisipasi?
3.
Kaitan atau bentuk kerjasama macam apakah yang pernah anda buat bersama anggotaanggota BIMP-EAGA lainnya? (SELIDIKI: DENGAN SIAPA, JENIS KAITAN, KERJASAMA, STATUS BERJALAN)
4.
Apakah anda melihat BIMP-EAGA sebagai suatu badan regional yang dapat bertahan hidup, khususnya dalam meningkatkan pembangunan di wilayah tersebut? Mengapa/mengapa tidak?
5.
Mobilitas penduduk di wilayah tersebut telah seakan didominasi oleh perpindahan tidak biasa dengan menggunakan yang disebut “southern backdoor”. Bagaimanakah hal ini dapat ditangani? Dapatkah ini dihentikan sama sekali? Apa yang akan mendorong orang-orang untuk menggunakan saluran yang biasa?
DSWD 1. Apakah yang telah menjadi kecenderungan dalam pemulangan kembali dan deportasi dari Sabah sebelum 1977? (SELIDIKI: TREN 1997-SEKARANG, JUMLAH DAN KARAKTERISTIK DARI ORANG YANG DIDEPORTASI) 2.
Bantuan macam apakah yang disediakan untuk orang yang dideportasi? Sumber-sumber pendanaan? Sumber daya dan kemampuan yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah pemulangan kembali? Biro-biro lain apakah yang terlibat dalam memberikan bantuan kepada orang yang dideportasi?
3.
Masalah macam apakah yang telah dilaporkan oleh orang yang dideportasi? (SELIDIKI: DIMENSI JENIS KELAMIN) Masalah kesehatan macam apakah yang telah dilaporkan oleh orang yang dideportasi? Bagaimanakah orang yang dideportasi mengatasi masalah kesehatan mereka? Bagaimana DSWD menanggapi masalah-masalah kesehatan orang yang dideportasi? Biro-biro lain apakah yang terlibat dalam memberikan bantuan kepada orang yang dideportasi?
67
4.
Seberapa “serius”-kah infeksi seperti STD dan HIV/AIDS di antara para migran ke Sabah? Mengapa terjadi hal yang demikian?
5.
Jika sebuah kampanye informasi pencegahan STD dan infeksi HIV/AIDS dirancang bagi para migran, apakah yang akan anda rekomendasikan? (SELIDIKI: PENANGANAN TOPIK, BAHASA, DSB.)
6.
Apakah biro anda terlibat dalam program atau kegiatan apapun yang terkait dengan HIV/AIDS? Mengapa/mengapa tidak?
DFA/POEA/OWWA (Zamboanga) 1.
Apakah kantor anda terlibat dalam pemulangan kembali orang-orang Filipina dari Sabah? Dengan cara apakah? 1.Apakah kecenderungan dalam pemulangan kembali dan deportasi dari Sabah sejak 1997? (SELIDIKI: TREN 1997-SEKARANG; JUMLAH DAN KARAKTERISTIK ORANG YANG DIDEPORTASI)
3.
4.
Masalah macam apakah yang telah dilaporkan oleh orang yang dideportasi? (SELIDIKI: DIMENSI JENIS KELAMIN) Masalah kesehatan macam apakah yang telah dilaporkan oleh orang yang dideportasi? Bagaimanakah orang yang dideportasi mengatasi masalah kesehatan mereka? Bagaimana DSWD menanggapi terhadap masalah-masalah kesehatan orang yang dideportasi? Biro-biro lain apakah yang terlibat dalam memberikan bantuan kepada orang yang dideportasi? Seberapa “serius”-kah infeksi seperti STD dan HIV/AIDS di antara para migran ke Sabah? Mengapa demikian halnya?
5.
Jika sebuah kampanye informasi pencegahan STD dan infeksi HIV/AIDS hendak dirancang bagi para migran, apakah yang akan anda rekomendasikan? (SELIDIKI: PENANGANAN TOPIK, BAHASA, DSB.)
6.
Apakah biro anda terlibat dalam program atau kegiatan apapun yang terkait dengan HIV/AIDS? Mengapa/mengapa tidak?
7.
Program-program macam apakah yang telah anda lakukan untuk mendorong para migran untuk menggunakan saluran-saluran yang biasa dalam memasuki Sabah? Bagaimanakah migrasi tidak biasa dapat dikurangi/dihentikan?
Biro/agen perjalanan, para operator hotel 1. Bagaimana peluncuran BIMP-EAGA telah mempengaruhi pariwisata di daerah anda? (SELIDIKI JIKA TELAH TERDAPAT KEUNTUNGAN, TIDAK ADA PERUBAHAN, ATAU EFEK NEGATIF DAN TANYAKAN FAKTOR-FAKTOR APAKAH YANG MENYEBABKAN DAMPAK INI ATAU KEKURANGANNYA.) Wisatawan macam apakah yang datang dari wilayah BIMP-EAGA? Dari manakah asal para wisatawan ke daerah ini; ke manakah para wisatawan dari daerah ini pergi? (SELIDIKI: BAGIAN PARA WISATAWAN BIMP-EAGA VS. YANG LAINNYA; JENIS-JENIS WISATAWAN, DURASI TINGGAL, DSB.) Otoritas bandar udara, maskapai penerbangan, perusahaan pengapalan 1. Apakah perkembangan dalam penghubung udara, laut, dan dan transportasi lain sejak tahun 1994? Apakah yang telah mempengaruhi pembangunan ini (atau menunda bila demikian yang terjadi)? Seperti apakah keadaan lalu lintas penumpang? Pada waktu musim ramai? Musim sepi? Rencana-rencana untuk masa depan (Perluasan? Rute baru? Lain-lain?)
68
2.
Seberapa besarkah – sangat penting, penting, tidak penting, tidak ada sama sekali – peranan yang telah dimainkan BIMP-EAGA dalam pembangunan dalam sektor angkutan? Harap jelaskan.
69
Para pekerja migran* Nama orang yang diwawancarai: Tempat wawancara: Tanggal wawancara: Perkenalan Halo! Nama saya adalah . Pusat Migrasi Scalabrini telah ditugaskan oleh UNDP dan UNAIDS untuk melakukan sebuah studi tentang mobilitas penduduk di antara Mindanao dan wilayah BIMP-EAGA, khususnya ke Sabah. Kami ingin mengetahui lebih jauh tentang kondisi orangorang Filipina di sana, khususnya masalah kesehatan. Pengalaman-pengalaman anda dan pengamatan-pengamatan anda akan sangat berharga untuk membantu kami mengidentifikasi sarana untuk memperbaiki situasi para warga negara kita di Sabah. Kami yakinkan bahwa informasi apapun yang anda akan bagi dengan kami akan dijaga kerahasiaannya. Informasi latar belakang Usia: Jenis kelamin:
Pria
Wanita
Status perkawinan: Tidak menikah (lajang) Menikah Terpisah Bercerai Menjanda Jumlah dan usia anak-anak: Tanpa anak-anak Memiliki anak-anak (HARAP JELASKAN JUMLAH DAN USIANYA): Pendidikan R: Pekerjaan: Proses migrasi 1. Tampaknya orang-orang dari daerah ini telah bepergian ke Sabah dalam waktu yang sangat lama. Kapankah waktu anda mengetahui tentang Sabah? Gambaran macam apakah yang anda miliki tentang Sabah? Mengapa orang-orang pergi ke sana? Apakah orang-orang menganggap Sabah sebagai sebuah “tempat asing” (“tempat yang berbeda”)? 2.
Kapankah anda pergi ke Sabah? (SELIDIKI: SEJARAH MIGRASI KE SABAH – JUMLAH KEPERGIAN, DURASI LAMA TINGGAL SETIAP KALI, DIMANA RESPONDEN TINGGAL/BEKERJA DI SABAH SETIAP PERJALANAN) Mengapa anda pergi ke Sabah? Dimanakah anda mendapatkan informasi tentang Sabah? (SELIDIKI JUGA: BAGAIMANA CARA PERGI KE SANA, KONDISI PEKERJAAN, KONDISI KEHIDUPAN)
3.
Bagaimanakah anda pergi ke Sabah? (SELIDIKI: PROSES, PENGATURAN DAN BIAYA-BIAYA, DURASI, RUTE, PERSEPSI RISIKO, INFORMASI TENTANG PENUMPANG LAINNYA – JUMLAH, JENIS KELAMIN, TEMPAT ASAL DI FILIPINA)
4.
Apakah orang-orang di sini menyadari bahwa orang memerlukan “surat-surat” untuk pergi ke Sabah? Mengapa orang-orang lebih memilih pergi tanpa “surat-surat”? Bagaimana dengan risiko tertangkap atau kemungkinan dikenai hukuman? (UNTUK PARA OPERATOR KUMPIT, TANYAKAN): Harap ceritakan pada saya pengaturan
70
apakah yang perlu untuk mengangkut orang-orang dari sini ke Sabah. (SELIDIKI: MENGAPA DAN KAPAN MEMULAI USAHA PENGANGKUTAN, FREKUENSI PERJALANAN, MUSIM RAMAI/SEPI, BIAYA-BIAYA, JUMLAH PENUMPANG, JUMLAH ANGGOTA AWAK, BAGAIMANA PARA PENUMPANG MENGETAHUI TENTANG PELAYANAN TERSEBUT, RUTE-RUTE YANG DIAMBIL, WAKTU PERJALANAN, BERHADAPAN DENGAN OTORITAS IMIGRASI ATAU PERBATASAN, PERSEPSI RISIKO, PENGANGKUTAN DAN REPATRIASI SELAMA DAN SESUDAH KRISIS) Kondisi pekerjaan dan kehidupan 5. Siapakah orang-orang Filipina di Sabah? (SELIDIKI: SUKU BANGSA/ASAL DI FILIPINA, KOMPOSISI JENIS KELAMIN, DISTRIBUSI PEKERJAAN) Tempat atau daerah manakah di Sabah yang banyak ditinggali oleh orang-orang Filipina. Apakah anda memiliki keluarga atau teman yang telah berada di Sabah dalam waktu yang lama? (SELIDIKI: HUBUNGAN, STATUS MIGRASI, LAMA TINGGAL) Bagaimanakah orang-orang di Sabah memandang orang-orang Filipina? Mengapa hal demikian terjadi? 6.
Harap ceritakan pada saya tentang pengalaman anda di Sabah. Bagaimana anda mendapatkan pekerjaan? Bagaimanakah suasana sehari-hari di Sabah? (SELIDIKI: BERMIGRASI DENGAN ANGGOTA KELUARGA, PEKERJAAN, JAM KERJA, GAJI/MANFAAT, CARA PEMBAYARAN – MINGGUAN/BULANAN ATAU PENGATURAN LAINNYA, JARAK TEMPAT BEKERJA DAN/ATAU TEMPAT TINGGAL KE FASILITAS KESEHATAN, REKREASI, KEAGAMAAN, DAN FASILITAS MASYARAKAT LAINNYA; SUKU BANGSA MAJIKAN DAN PARA PEKERJA LAIN; KEANGGOTAAN DALAM ORGANISASI/ASOSIASI)
7.
Apakah yang anda kerjakan untuk berlibur? Bagaimana dengan orang-orang Filipina lainnya – bagaimana mereka bersantai, di mana anda dapat pergi untuk bersantai? Apakah ada tempat-tempat hiburan di Sabah misalnya taman-taman umum, beer gardens, bar-bar karaoke, rumah-rumah disko, dan panti-panti pijat? Seberapa populerkah tempattempat ini di antara orang Filipina di Sabah? (SELIDIKI: DAYA LIHAT DARI TEMPAT-TEMPAT USAHA INI, JAM-JAM KERJA, BIAYA/DAYA JANGKAU FASILITAS-FASILITAS DAN SEKS KOMERSIAL INI (BILA SESUAI), PERTEMUAN DENGAN PARA PEKERJA SEKS) Bagaimana tentang wanita – kemana mereka pergi untuk bersantai? (SELIDIKI MEREKA YANG TERPISAH DARI KELUARGANYA: HUBUNGAN DENGAN ANGGOTA KELUARGA YANG DITINGGALKAN DI RUMAH? PULANG MUDIK DAN DURASI KUNJUNGAN) (SELIDIKI PENGALAMAN R SENDIRI, ATAU ALASAN-ALASAN TIDAK MENGUNJUNGI TEMPAT-TEMPAT INI)
8.
Masalah-masalah macam apakah yang anda temui ketika anda berada di Sabah? Bagaimana anda menghadapi masalah ini? Siapakah yang membantu anda pada saat anda mendapatkan masalah ini? (SELIDIKI: PENGALAMAN DITANGKAP ATAU PERTEMUAN DENGAN PIHAK YANG BERWAJIB)
9.
Apakah masalah utama yang dihadapi orang-orang Filipina di Sabah? Bagaimana orangorang Filipina menangani masalah ini?
10. Kapankah anda kembali dari Sabah? (YANG PALING TERAKHIR BAGI MEREKA YANG TELAH PERGI KE SABAH BEBERAPA KALI) Mengapa anda kembali? Apakah anda berencana untuk kembali ke Sabah? Kapan; mengapa; bagaimana anda berencana untuk pergi? (SELIDIKI: CARA PEMULANGAN KEMBALI, YAKNI PULANG SECARA SUKARELA ATAU DIDEPORTASI) 11. Tampaknya pemerintah Sabah telah menjadi kian ketat dalam menyaring mereka yang memasuki atau bekerja di wilayah mereka. Pemerintah Sabah juga mengatakan bahwa
71
mereka akan memulangkan kembali mereka yang berada di wilayah mereka tanpa dokumen yang sesuai. Bagaimana pembangunan ini akan mempengaruhi perpindahan penduduk ke Sabah? Mengapa orang-orang tidak menggunakan saluran yang biasa atau sah. Faktor-faktor apakah yang akan mendorong orang untuk pergi ke Sabah melalui saluran yang biasa atau sah? Masalah-masalah kesehatan dan yang terkait dengan HIV 12. Apakah anda pernah jatuh sakit ketika anda berada di Sabah? Apakah yang anda lakukan (bagaimana anda menghadapinya?) – apakah anda memiliki akses ke pelayanan kesehatan; siapa yang anda temui; mengapa orang/penyedia kesehatan tertentu ini; bantuan macam apakah itu, jika ada, apakah majikan/perusahaan anda menyediakan? Apakah anda pernah mengalami kecelakaan di sana – bantuan medis apakah, jika ada, yang anda perlukan; siapakah yang anda temui; bantuan macam apakah, jika ada, yang diberikan majikan/perusahaan anda? (BAGI MEREKA YANG TELAH PERGI KE SEBUAH KLINIK KESEHATAN/RUMAH SAKIT): Perawatan macam apakah yang anda terima dalam klinik/rumah sakit tersebut? 13. Apakah masalah kesehatan orang Filipina yang umum di Sabah? Pelayanan kesehatan apakah yang tersedia bagi orang Filipina? Bagaimana orang Filipina biasanya menanggapi kebutuhan kesehatan mereka? 14. Apakah yang pernah anda dengar tentang STD? (SELIDIKI: SUMBER-SUMBER INFORMASI, BAGAIMANA, PROFIL, MANAJEMEN/PENGOBATAN) Apakah STD suatu masalah “serius” di Sabah, khususnya di antara orang Filipina? Mengapa hal demikian terjadi? (SELIDIKI: PROFIL, AKSES KE INFORMASI, PELAYANAN STD di SABAH) Bagaimana dengan di sini di dalam masyarakat anda, apakah STD sebuah masalah “serius”? (SELIDIKI: PROFIL, AKSES KE INFORMASI, PELAYANAN STD DI MASYARAKAT) Mengapa hal demikian terjadi? (JIKA RESPONDEN TIDAK MENGANGGAP INI SERIUS, TANYAKAN MENGAPA TIDAK.) 15. Bagaimana mengenai HIV/AIDS: apakah yang pernah anda dengar tentang itu? (SELIDIKI: SUMBER-SUMBER INFORMASI, CARA PENULARAN, PROFIL KELOMPOK BERISIKO, PENGUJIAN, MANAJEMEN/PENGOBATAN) Apakah HIV/AIDS sebuah masalah “serius” di Sabah, khususnya di antara orang Filipina? Mengapa hal demikian terjadi? (SELIDIKI: PROFIL, AKSES KE INFORMASI, PELAYANAN STD di SABAH) 16. Dalam masyarakat anda di sini, apakah HIV/AIDS suatu masalah “serius”? (SELIDIKI: PROFIL, AKSES KE INFORMASI, PELAYANAN HIV/AIDS DALAM MASYARAKAT) Mengapa hal demikian terjadi? (SELIDIKI FAKTOR-FAKTOR YANG AKAN MENINGKATKAN/MENEKAN HIV/AIDS) 17. Mencegah HIV/AIDS dapat dilakukan, tapi hal ini akan memerlukan pembelajaran masyarakat tentang penyebab dan cara dan praktik yang akan mencegah penyebaran HIV/AIDS. Antara lain, ini akan melibatkan pembahasan hal-hal seperti tubuh kita, seks, kondom, dan obat-obatan. Apakah yang akan menjadi cara terbaik untuk mendekati topik ini dalam masyarakat anda? Bagi para migran di Sabah? (SELIDIKI: SUMBERSUMBER INFORMASI YANG DAPAT DIPERCAYA; CARA PENYAMPAIAN INFORMASI; PESAN-PESAN) * Para responden yang memenuhi syarat adalah para migran yang telah bekerja di Sabah dari 1996 dan seterusnya (yakni, untuk menyertakan mereka yang telah berada di sana sebelum krisis ekonomi, selama krisis, dan sesudah krisis yang berat). Pertanyaan penuntun juga dapat digunakan dalam pembahasan-pembahasan kelompok fokus (focus group discussions) (FGD). FGD-FGD direncanakan untuk para migran yang kembali yang ditempatkan di Tawi-Tawi (3 kelompok; pria, berusia 25-44; wanita, berusia 25-44; orang yang mengalami deportasi) dan Zamboanga City (dua kelompok: pria, berusia 25-44; wanita, berusia 25-44). Petunjuk yang sama dapat dilakukan pada para nelayan dan para operator kumpit, dengan beberapa modifikasi seperti disebutkan di atas.
72
Para migran lainnya* Nama orang yang diwawancarai: Tempat wawancara: Tanggal wawancara: Perkenalan Halo! Nama saya adalah . Pusat Migrasi Scalabrini telah ditugaskan oleh UNDP dan UNAIDS untuk melakukan sebuah studi tentang mobilitas penduduk di antara Mindanao dan wilayah BIMP-EAGA, khususnya ke Sabah. Pengalaman-pengalaman anda dan pengamatanpengamatan anda akan sangat berharga untuk membantu kami mengidentifikasi sarana untuk memperbaiki situasi para warga negara kita di Sabah. Kami yakinkan bahwa informasi apapun yang anda akan bagi dengan kami akan dijaga kerahasiaannya. Informasi latar belakang Usia: Jenis kelamin:
Pria
Wanita
Status perkawinan: Tidak menikah (lajang) Menikah Terpisah Bercerai Menjanda Jumlah dan usia anak-anak: Tanpa anak-anak Memiliki anak-anak (HARAP JELASKAN JUMLAH DAN USIANYA): Pendidikan R: Pekerjaan: Proses migrasi 1. a. (BAGI MEREKA YANG BERADA DI ZAMBOANGA/TAWI-TAWI): Tampaknya orang-orang dari daerah ini telah pergi ke Sabah dan bagian lain dari BIMP-EAGA untuk waktu yang sangat lama. Apakah orang-orang di daerah ini menganggap Sabah sebagai sebuah “tempat asing” ? Harap jelaskan. Pada waktu apakah dalam tahun tersebut yang merupakan “musim ramai” (yakni, banyak pengunjung); “musim sepi”? b.
2.
(BAGI MEREKA YANG BERADA DI DAVAO/GENERAL SANTOS): Apakah terdapat suatu kenaikan, tidak ada perubahan, atau penurunan dalam perpindahan penduduk dari sini ke Sabah dan daerah BIMP-EAGA lain sejak peluncuran BIMPEAGA? Apakah penyebab perubahan ini, jika ada? (JELASKAN RUTE-RUTE: DARI MANA, KE MANA? KEMUNGKINAN PERAN DARI BIMP-EAGA?) Bagaimana mengenai para pengunjung dari negara-negara BIMP-EAGA lain? – apakah telah terjadi suatu peningkatan, tidak ada perubahan, atau penurunan – dalam jumlah pengunjung sejak BIMP-EAGA diluncurkan? (SELIDIKI: JENIS PENGUNJUNG, JENIS KELAMIN)
Kapankah anda pergi ke Sabah/BIMP-EAGA lainnya? (SELIDIKI: SEJARAH MIGRASI KE DAERAH-DAERAH BIMP-EAGA – JUMLAH KEPERGIAN, DURASI TINGGAL SETIAP KALI, DIMANA RESPONDEN TINGGAL) Mengapa anda pergi
73
ke Sabah/BIMP-EAGA lainnya? Dimana anda mendapatkan informasi tentang tempat tujuan ini? 3.
Bagaimana anda pergi ke Sabah/BIMP-EAGA lainnya? Apakah anda menganggapnya mudah atau sulit untuk mengunjungi daerah-daerah ini? Harap jelaskan. (SELIDIKI: PROSES, PENGATURAN DAN PENGELUARAN, DURASI, RUTE, INFORMASI TENTANG PARA MIGRAN/PENGELANA LAIN – JUMLAH, JENIS KELAMIN, TEMPAT ASAL DI FILIPINA, TUJUAN PERJALANAN) (BAGI MEREKA YANG PERGI MELALUI SALURAN YANG TIDAK BIASA: PERSEPSI RISIKO/NONRISIKO?)
4.
Di tempat-tempat yang telah anda kunjungi di Sabah/ BIMP-EAGA lainnya, apakah anda mengenali tempat-tempat hiburan seperti taman-taman umum, beer gardens, bar-bar karaoke, rumah-rumah disko, dan panti-panti pijat? sage parlors? Apakah tempattempat tersebut mudah terlihat? Dimanakah tempat-tempat itu biasanya berada? Apakah telah terjadi suatu kenaikan, tidak ada perubahan, atau penurunan dalam jumlah tempattempat semacam itu? Apakah yang dapat menjadi penyebab perubahan tersebut, jika ada?
5.
(JIKA SESUAI, TANYAKAN) Dampak macam apakah yang telah diberikan BIMPEAGA di wilayah Mindanao, jika ada? Dalam daerah khusus anda, jika ada? Apakah harapan anda mengenai BIMP-EAGA? (SELIDIKI: PERGERAKAN PENDUDUK, PEMBANGUNAN, KEMUNGKINAN KONSEKUENSI)
Pengamatan orang-orang Filipina di Sabah/BIMP-EAGA lainnya 6. Siapakah orang-orang Filipina di Sabah/BIMP-EAGA lainnya? (SELIDIKI: SUKU BANGSA/ASAL DI FILIPINA, KOMPOSISI JENIS KELAMIN, DISTRIBUSI PEKERJAAN) DISTRIBUTION) Tempat atau daerah manakah di Sabah/BIMP-EAGA lain yang banyak ditinggali oleh orang Filipina. Apakah anda memiliki keluarga atau teman yang kini bekerja atau hidup di sana? Bagaimanakah situasi mereka kini? 7.
a.
(BAGI PARA PEDAGANG/PARA USAHAWAN): Harap ceritakan kepada saya tentang pengalaman anda di Sabah/BIMP-EAGA lain. (BILA SESUAI, SELIDIKI: PERSEPSI KESEMPATAN USAHA, SIAPAKAH MITRA-MITRA ANDA, SIAPAKAH KLIEN-KLIEN ANDA) Masalah macam apakah yang telah anda temui dalam kunjungan anda (JIKA ADA)?
b.
(BAGI PARA PENGUNJUNG/WISATAWAN): Harap ceritakan kepada saya tentang pengalaman anda di Sabah/BIMP-EAGA lain. Masalah macam apakah yang telah anda temui dalam kunjungan anda (JIKA ADA)?
8.
Apakah yang telah anda ketahui tentang situasi orang-orang Filipina di Sabah/BIMPEAGA lain? Bagaimanakah masyarakat tuan rumah menilai mereka? Apakah masalah utama orang-orang Filipina di sana? Bagaimanakah mereka menanggapi masalah ini? Apakah masalah kesehatan umum orang Filipina di Sabah? Pelayanan kesehatan apakah yang tersedia bagi orang Filipina? Bagaimana orang Filipina biasanya menanggapi kebutuhan kesehatan mereka?
9.
Apakah anda memiliki rencana kembali ke (atau mengunjungi) Sabah/BIMP-EAGA lainnya? Kapan; mengapa; bagaimana anda merencanakan untuk pergi?
10. Tampaknya pemerintah Sabah telah menjadi kian ketat dalam menyaring mereka yang memasuki dan bekerja di wilayah mereka. Pemerintah Sabah juga mengatakan bahwa mereka akan memulangkan kembali mereka yang berada di wilayah mereka tanpa dokumen yang sesuai. Bagaimana perkembangan ini akan mempengaruhi perpindahan penduduk ke Sabah? Apakah yang akan menghentikan perpindahan penduduk ke Sabah? Mengapa orang-orang tidak menggunakan saluran yang biasa atau sah. Faktor-faktor
74
apakah yang akan mendorong orang untuk pergi ke Sabah melalui saluran yang biasa atau sah? 11. Selain Sabah, apakah ada daerah lain dalam wilayah BIMP-EAGA yang akan menarik orang-orang Filipina? Tempat-tempat apakah itu; daya tarik apakah yang dimilikinya bagi orang-orang Filipina Masalah-masalah kesehatan dan yang terkait dengan HIV 12. Apakah anda pernah jatuh sakit atau mengalami suatu kecelakaan ketika anda berada di Sabah/BIMP-EAGA lain? Apakah yang anda lakukan (bagaimana anda menghadapinya?) – apakah anda memiliki akses ke pelayanan kesehatan; siapa yang anda temui; mengapa orang/penyedia kesehatan tertentu ini? 13. Apakah yang pernah anda dengar tentang STD? (SELIDIKI: SUMBER-SUMBER INFORMASI, BAGAIMANA, PROFIL, MANAJEMEN/PENGOBATAN) Apakah STD suatu masalah “serius” di Sabah/BIMP-EAGA lain, khususnya di antara orang Filipina? Mengapa hal demikian terjadi? (SELIDIKI: PROFIL, AKSES KE INFORMASI, PELAYANAN STD di SABAH/BIMP-EAGA LAIN) Bagaimana dengan di sini di dalam masyarakat anda, apakah STD sebuah masalah “serius”? (SELIDIKI: PROFIL, AKSES KE INFORMASI, PELAYANAN STD DI MASYARAKAT) Mengapa hal demikian terjadi? 14. Bagaimana mengenai HIV/AIDS: apakah yang pernah anda dengar tentang itu? (SELIDIKI: SUMBER-SUMBER INFORMASI, CARA PENULARAN, PROFIL KELOMPOK BERISIKO, MANAJEMEN/PENGOBATAN) Apakah HIV/AIDS sebuah masalah “serius” di Sabah/BIMP-EAGA lainnya, khususnya di antara orang Filipina? Mengapa hal demikian terjadi? (SELIDIKI: PROFIL, AKSES KE INFORMASI, PELAYANAN STD DI SABAH/BIMP-EAGA) 15. Dalam masyarakat anda di sini, apakah HIV/AIDS suatu masalah “serius”? (SELIDIKI: PROFIL, AKSES KE INFORMASI, PELAYANAN HIV/AIDS DALAM MASYARAKAT) Mengapa hal demikian terjadi? (SELIDIKI FAKTOR-FAKTOR YANG AKAN MENINGKATKAN/MENEKAN HIV/AIDS) (JIKA RESPONDEN TIDAK MENGANGGAP STD dan HIV/AIDS SUATU MASALAH “SERIUS”, TANYAKAN MENGAPA. JUGA, SELIDIKI KEMUNGKINAN FAKTOR-FAKTOR YANG DAPAT MENINGKATKAN KERENTANAN STD, HIV/AIDS.) 16. Mencegah HIV/AIDS dapat dilakukan, tapi hal ini akan memerlukan pembelajaran masyarakat tentang penyebab dan cara dan praktik yang akan mencegah penyebaran HIV/AIDS. Antara lain, ini akan melibatkan pembahasan hal-hal seperti tubuh kita, seks, kondom, dan obat-obatan. Apakah yang akan menjadi cara terbaik untuk mendekati topik ini dalam masyarakat anda? Bagi para migran di Sabah/BIMP-EAGA lainnya? (SELIDIKI: SUMBER-SUMBER INFORMASI YANG DAPAT DIPERCAYA; CARA PENYAMPAIAN INFORMASI; PESAN-PESAN) * Lihat jenis migran lain – yakni, selain daripada para pekerja – yang pergi ke Sabah ATAU bagian lain dari BIMP-EAGA. Kelompok ini dapat menyertakan pengunjung, pedagang, investor, usahawan yang telah pergi ke Sabah atau bagian lain dari BIMP-EAGA mulai dari 1996 dan seterusnya (periode waktu mencakup krisis ekonomi, krisis tahun 1997, dan sesudah krisis berat). Bagi para pedagang, usahawan atau investor, anda dapat melewati pertanyaan-pertanyaan tentang jumlah dan usia anak-anak. Harap tanyakan tentang organisasi atau asosiasi asal mereka, dan bila memungkinkan, tanyakan tentang jenis usaha yang dijalankan oleh mereka.
75
Data lain dan metode-metode pengumpulan data I. A.
Analisis isi dasar dari media lokal Jumlah koran lokal di daerah tersebut; nama-nama koran lokal tersebut; tahun didirikannya surat kabar tersebut; sirkulasi; frekuensi. (BILA LEBIH DARI SATU, PILIH DUA YANG PALING LUAS PEREDARANNYA – LEBIH DISUKAI, SALAH SATU YANG MENGGUNAKAN BAHASA INGGRIS SEBAGAI PERANTARA DAN YANG LAINNYA DALAM BAHASA LOKAL SEBAGAI PERANTARA)
B.
Cakupan: (1994-1999: Maret, Juni, Agustus, Oktober, 2000: Maret)1 i. Jenis-jenis cakupan tentang HIV/AIDS. Tema? ii. Jenis-jenis cakupan tentang migrasi dan/atau para migran (lokal dan internasional). Tema? iii. Jenis-jenis cakupan tentang BIMP-EAGA. Tema? [UNTUK i-iii, TULISKAN JUDUL, PENGARANG, NAMA SURAT KABAR, TANGGAL, NOMOR HALAMAN; TERMASUK TAJUK RENCANA. BUAT SALINAN ARTIKEL-ARTIKEL YANG “PENTING”]
C.
Iklan-iklan baris (periode yang sama seperti B) i. iklan pelayanan: STD, HIV/AIDS ii. iklan untuk hiburan seksual
II. A.
Pengamatan Hotel-hotel, resor-resor, tempat-tempat usaha hiburan * *
B.
iklan untuk hiburan seksual material informasi tentang STD, HIV/AIDS (jenis material – mis. poster, stiker, pesan-pesan kunci; bahasa)
Tempat-tempat usaha yang terkait dengan kesehatan i. * * * *
Toko obat yang populer di beberapa daerah kunci waktu operasi; lokasi dan daya akses (untuk klien tipe manakah? Dalam hubungan dengan tempat usaha lain) ketersediaan kondom (ragam, kisaran harga (bandingkan harga dengan rokok, bir), kuantitas) lokasi/penempatan kondom (terlihat atau sulit ditemukan) material informasi tentang STD, HIV/AIDS (jenis material – mis. poster, stiker, pesan-pesan kunci; bahasa)
[NB: DATA TENTANG PENJUALAN KONDOM JUGA DAPAT DIPEROLEH DARI WAWANCARA DENGAN PARA PENGELOLA/PEMILIK TOKO OBAT.] ii. Pusat-pusat kesehatan di beberapa daerah kunci * waktu pengoperasian; lokasi dan daya akses (untuk klien tipe manakah? Dalam kaitannya dengan tempat usaha lainnya?) * iklan tentang pelayanan: STD dan HIV/AIDS * material informasi untuk STD, HIV/AIDS (jenis material – mis. poster, stiker, komik, selebaran, lembar peraga, pesan-pesan kunci; bahasa) iii. LSM-LSM kesehatan di daerah tersebut * waktu pengoperasian; lokasi dan daya akses (untuk klien tipe manakah? Dalam kaitannya dengan tempat-tempat usaha lain) * material informasi untuk STD, HIV/AIDS (jenis material – mis. poster, stiker, komik, selebaran, lembar peraga, pesan-pesan kunci; bahasa)
76
C.
Pusat-pusat pengangkutan (bandar udara, stasiun bus, pelabuhan/daerah bersandar) *
* *
survei tempat-tempat usaha yang terkait dengan keramahtamahan dan kesehatan di daerah tersebut (hotel-hotel, restoran-restoran, tempat-tempat bersantap lain, beer gardens, bar-bar/klub-klub karaoke, panti-panti pijat; pusat kesehatan; rumah sakit; klinik STD; jarak dan daya akses) iklan untuk hiburan seksual yang dipasang di bandar udara, stasiun bus, pelabuhan/daerah bersandar material informasi untuk STD, HIV/AIDS (jenis material – mis. poster, stiker, pesanpesan kunci; bahasa) yang dipasang di bandar udara, stasiun bus, pelabuhan/daerah bersandar
[Foto-foto dan/atau peta penunjuk akan disediakan, bila memungkinkan.]
1 Karena keterbatasan waktu, sebuah tinjauan komprehensif dari masalah-masalah di masa lalu surat kabar-surat kabar lokal tidak dapat dilakukan. Malahan, suatu pilihan satu bulan yang acak setiap triwulan telah dilakukan (kecuali Maret, yang dengan sengaja dipilih sebagai garis dasar; BIMPEAGA diluncurkan dalam bulan Maret 1994). Beberapa masalah dihadapi selama pengumpulan data aktual – mis. tidak adanya catatan masalah-masalah di masa lalu – dan pada akhirnya, para peneliti hanya dibatasi pada material yang tersedia.
77
REFERENSI Alternate Forum for Research in Mindanao (AFRIM) 1998a Globalization and Regionalization: A Baseline Study in BIMP-EAGA, 15(2). Series of 1998. 1998b
“Globalization and Regionalization: The Case of the Philippines-EAGA,” Bantáaw, 11(3-4):1-16.
Bantaaw, 11(7-8), 1998 Bain, Irene 1998 “South-East Asia,” International Migration, 36(4): 553-586. Battistella, Graziano Forthcoming “Return Migration to the Philippines: Issues and Prospects.” In International Migration at Century’s End. Edited by J.E. Taylor. Battistella, Graziano, Maruja M.B. Asis and Carmen Abubakar 1997 Migration from the Philippines to Malaysia: An Explanatory Study. submitted to the International Organization Migration.
A report
Ho Ting Seng 1989 “International Migration and Urban Development: The Case of the Filipino Immigrants in Sabah”. In Urbanization and Development: Prospects and Policies for Sabah Beyond. Edited by Mohd.Yaakub Hj Hoqri and Baldev S. Sidhu. Kota Kinabalu: Institute for Development Studies. Kurus, Bilson 1998 “Migrant Labor: The Sabah Experience”, Asian and Pacific Migration Journal, 7(23):281-295. Kurus, Bilson, Ramlan Goddos and Richard T. Koh 1998 “Migrant Labour Flows in the East ASEAN Region”, Borneo Review, 9(2):156-186. Lim, Lin Lean 1998 Sex Sector: The Economic and Social Bases of Prostitution in Southeast Asia. Geneva: International Labour Office. Monitoring the AIDS Pandemic Network (MAP) 1998 The Status and Trends of the HIV/AIDS/STD Epidemics in Asia and the Pacific. Provisional Report presented at the Kuala Lumpur MAP Network Symposium, 19-21 October, Fifth International Congress on AIDS in Asia and the Pacific, Kuala Lumpur. O’Brien, Elizabeth et al. 1998 A Study on the Knowledge, Attitudes, and Practices of the General Population in Davao City in Terms of HIV/AIDS/STD Issues. Davao City. Philippine National AIDS Council (PNAC) 2000 HIV/AIDS Country Profile & Philippines. Quezon City: Health Action Information Network. Plummer, Ken
78
1983
Documents of Life: An Introduction to the Problems & Literature of a Humanistic Method. London: George Allen & Unwin.
Skeldon, Ronald 2000 Population Mobility and HIV Vulnerability in South East Asia: An Assessment and Analysis. Bangkok: United Nations Development Programme South East Asia HIV and Development Project. Tuladhar, Jayanti 1999 “Migration and Health”, Asian Migrant, 12(4):111-118. UNAIDS and IOM 1998 “Migration and AIDS”, International Migration, 36(4):445-468. U.S. Bureau of the Census 1999 HIV/AIDs in the Developing World. Government Printing Office.
Report WP/98-2.
Washington DC: U.S.
Vu, Gwendolen 1997 “Barter Trade Between Sabah, Philippines and Indonesia”. In BIMP-EAGA Integration Issues and Challenges. Edited by Mohd. Yaakub Hj Johari, Bilson Kurus and Janiah Zaini. Kota Kinabalu: Institute for Development Studies.
79
Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-bangsa Program HIV dan Pembangunan Asia Tenggara http://www.hiv-development.org
DAFTAR TERBITAN SAMPUL
JUDUL Pertanian Afrika-Asia Melawan AIDS African-Asian Agriculture against AIDS http://www.hiv-development.org/publications/5A_id.htm
Membangun Pengelolaan yang Demokratis-dinamis dan Ketahanan Masyarakat Terhadap HIV Building Dynamic Democratic Governance and HIV-Resilient Societies http://www.hiv-development.org/publications/Oslo_Paper_id.htm Pedoman Farmers’ Life School Farmers’ Life School Manual http://www.hiv-development.org/publications/FLS_id.htm
Perpindahan Penduduk dan HIV/AIDS: Kasus Ruili, Yunnan, Cina Population Movement and HIV/AIDS: The case of Ruili, Yunnan, China http://www.hiv-development.org/publications/Ruili_Model_id.htm
Dari Peringatan Dini Menuju Tanggapan Sektor Pembangunan Menghadapi Wabah HIV/AIDS From Early Warning to Development Sector Responses against HIV/AIDS Epidemics http://www.hiv-development.org/publications/EWDSR_id.htm Tanggapan Multisektoral terhadap Kerentanan HIV pada Penduduk yang Berpindahpindah Tempat: Contoh-contoh dari Republik Rakyat Cina, Thailand dan Viet Nam Multisectoral Responses to Mobile Populations’ HIV Vulnerability: Examples from People’s Republic of China, Thailand and Viet Nam http://www.hiv-development.org/publications/Multisectora_id.htm HIV/AIDS dan Ancaman terhadap Ketersediaan Pangan: peran teknologi tepat daya (labour saving technology/LST) dalam rumah tangga petani Meeting the HIV/AIDS Challenge to Food Security: The role of labour-saving technologies in farm-households http://www.hiv-development.org/publications/meeting-challenge_id.htm Konsultasi Negara Cluster Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura Tentang Pengurangan Kerentana HIV Para Pekerja Migran: Pra-Keberangkatan, PascaKedatangan dan Reintegrasi Pekerja Yang Kembali Brunei, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore Cluster Country Consultation on Migrant Workers’ HIV Vulnerability Reduction: Pre-departure, post-arrival and returnee reintegration http://www.hiv-development.org/publications/BIMPS-Report_id.htm
TANGGAL ISBN 974-91418-5-7 April 2004
974-91870-8-3 Feburari 2004
974-91708-1-4 Januari 2004
974-91669-7-3 Agustus 2003
974-91330-6-4 Mei 2003
974-91165-8-5 Februari 2003
974-680-220-8 Desember 2002
974-680-221-6 September 2002
Masyarakat Menghadapi Tantangan HIV/AIDS: Dari Krisis ke Kesempatan Dari Kerentanan Masyarakat ke Ketangguhan Masyarakat Communities Facing the HIV/AIDS Challenge: From crisis to opportunities, from community vulnerability to community resilience http://www.hiv-development.org/publications/Crisis_id.htm Suatu Strategi Pembangunan Untuk Memberdayakan Para Petani Pedessaan dan Mencegah HIV A Development Strategy to Empower Rural Farmers and Prevent HIV http://www.hiv-development.org/publications/HESA_id.htm
Mobilitas Penduduk dan HIV/AIDS di Indonesia Population Mobility and HIV/AIDS in Indonesia http://www.hiv-development.org/publications/Indonesia_id.htm
Pergerakan Penduduk dan Kerentanan Terhadap HIV: Kaitan Brunei-IndonesiaMalaysia-Filipina Di Wilayah Pertumbuhan Asean Timur Assessing Population Movement & HIV Vulnerability: Brunei – Indonesia – Malaysia – Philippines linkages in the East ASEAN Growth Area http://www.hiv-development.org/publications/BIMP_id.htm Pengetahuan tentang HIV Para Pekerja Kontrak Dari Indonesia Di Luar Negeri: Jeda dalam informasi Indonesian Overseas Contract Workers’ HIV Knowledge: A gap in information http://www.hiv-development.org/publications/Contract%20Workers_id.htm
974-680-271-8 Juli 2002
974-680-200-3 Januari 2002
92-2-112631-5 November 2001
974-680-175-9 November 2000
974-680-173-2 September 2000
Pengembangan Kapasitas
Kemitraan Multisektoral
Advokasi Kebijakan
Pembangunan Ketahanan
UNDP adalah jaringan pembangunan global PBB yang mengadvokasi perubahan dan menghubungkan negara-negara ke pengetahuan, pengalaman dan sumber daya untuk membantu masyarakat membangun kehidupan yang lebih baik. Program HIV dan Pembangunan Asia Tenggara UNDP, United Nations Building, Rajdamnern Nok Avenue, Bangkok 10200, Thailand Tlp: +66-2-288-2165; Fax: +66-2-280-1852; Website: www.hiv-development.org
Pembangunan adalah proses memperbesar pilihan rakyat untuk menjalin kehidupan yang lebih panjang dan sehat, memiliki akses ke pengetahuan, dan untuk memiliki akses ke penghasilan dan aset; untuk menikmati taraf kehidupan yang layak.
ISBN: 974-680-175-9