PERENCANAANRUANG TERBUKA HIJAU EKOLOGIS SEBAGAI HABITAT BURUNG DI KAWASAN PERUMAHAN BUKIT CIMANGGU CITY
DIAN KHAERUNNISA
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Ekologis sebagai Habitat Burung di Kawasan perumahan Bukit Cimanggu City adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber data informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan pada daftar pustaka skripsi ini.
Bogor, Februari 2013
Dian Khaerunnisa A44062918
© Hak Cipta Milik Dian Khaerunnisa dan IPB Tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izinDian Khaerunnisa dan IPB
RINGKASAN DIAN KHAERUNNISA. Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Ekologis sebagai Habitat Burung di Perumahan Bukit Cimanggu City. Dibimbing oleh QODARIAN PRAMUKANTO. Semakin banyaknya penduduk menyebabkan meningkatnya kebutuhan papan yaitu kawasan permukiman dan perumahan. Bertambahnya kawasan perumahan menyebabkan Ruang Terbuka Hijau yang ada menjadi semakin sedikit. Hal ini mempengaruhi fungsi ekologis yang dimiliki oleh Ruang Terbuka Hijau yaitu sebagai habitat burung. Habitat burung tergusur oleh keinginan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut Sembiring (dalam Antara News, 2010), semakin banyaknya pertumbuhan pembangunan mengurangi jumlah ruang terbuka hijau sebagai tempat tinggal burung-burung. Beliau juga menyatakan bahwa Indonesia memiliki 1.599 jenis burung, atau peringkat keempat di dunia tetapi dari 1.599 spesies itu, 234 jenis di antaranya terancam punah. Oleh karena itu diperlukan adanya upaya untuk merencanakan Ruang Terbuka Hijau yang dapat berfungsi secara ekologis yaitu sebagai habitat burung. Tujuan studi ini adalah merencanakan ruang terbuka hijau di kawasan permukiman Bukit Cimanggu City dengan cara mengevaluasi Ruang Terbuka Hijau yang ada lalu mengembangkan menjadi Ruang Terbuka Hijau sebagai habitat burung. Pengambilan data lapang dilakukan pada bulan September hingga Oktober 2011 dengan menggunakan teknik sampling. Teknik sampling yang digunakan adalah sampling acak. Contoh sampel yang diambil meliputi data taman komunitas, taman RT/ketetanggaan dan taman halaman rumah. Data yang diambil dalam contoh sampel adalah data jenis vegetasi dan satwa. Selain dengan teknik sampling dilakukan pula teknik wawancara untuk mendapatkan data jenis satwa. Kesesuaian tapak untuk dijadikan kawasan permukiman ekologis sebagai habitat burung dapat diketahui dengan proses analisis. Analisis pertama adalah menganalisis kebutuhan RTH untuk permukiman dengan cara membandingkan luas eksisting RTH dengan standard berupa aturan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.5 tahun 2008. Kedua dilakukan analisis kesesuaian lahan. Analisis kesesuaian lahan terbagi menjadi dua yaitu analisis kesesuaian RTH sebagai tempat bersarang dan analisis biofisik. Analisis kesesuaian RTH sebagai tempat
bersarang dilakukan dengan membandingkan luas eksisting RTH dengan standard luas habitat burung ideal berdasarkan kriteria The University of Montana (2010). Analisis biofisik dilakukan dengan membandingkan jenis tanah, vegetasi, iklim dan hidrologi eksisting dengan kriteria berdasarkan teori Van Hoeve (1989) mengenai iklim, jenis tanaman dan jenis makanan yang dihasilkan (Hails et al., 1990), bentuk tajuk (Halle, dalam Rusilawati, 2002) dan tinggi tanaman (Handayani, 1995). Hasil analisis pertama menyatakan bahwa masih ada beberapa luas Ruang Terbuka Hijau yang tidak memenuhi luas standard dari PU. Hasil analisis kesesuaian RTH sebagai tempat bersarang menyatakan bahwa luas Ruang Terbuka Hijau yang ada, tidak memenuhi standard sebagai area perlindungan sumber burung (source) tetapi dapat dikembangkan sebagai area perlindungan penampung (sink). RTH di sekitar lokasi dianggap sebagai potensi area sumber. Berdasarkan hasil analisis biofisik diketahui bahwa jenis tanaman yang dominan adalah tanaman penghasil pakan biji-bijian dengan tipe percabangan nezeran dan rauh. Tipe
percabangan nezeran
kurang
disukai oleh
burung karena
percabangannya terlalu terbuka sedangkan tipe percabangan rauh sangat disukai sebagai tempat bersarang karena percabangannya tertutup. Analisis drainase menunjukan tipe drainase yang ada adalah saluran drainase terbuka dan tertutup. Analisis iklim menunjukan bahwa suhu dan kelembaban di lokasi studi telah sesuai untuk satwa burung. Berdasarkan hasil analisis dan sintesis, dapat disusun rencana ruang terbuka hijau dengan pengembangan konsep perencanaan yang meliputi konsep ruang ekologis, konsep vegetasi dan konsep aktivitas satwa. Konsep ruang ekologis dibagi menjadi daerah perlindungan daerah burung sumber (source), daerah penampung (sink) dan koridor. Konsep vegetasi menerapkan teori Leedy (1978) mengenai enam jenis tanaman di area perlindungan yaitu tanaman konifer, tanaman peneduh, semak, tanaman tepi air, rumput, gabungan tanaman. Konsep aktivitas dibuat untuk aktivitas burung. Burung dapat masuk ke kawasan perumahan lalu menuju ke kawasan sink yang telah dikembangkan. Rencana Ruang Terbuka Hijau disusun ke dalam ruang vegetasi untuk bersarang (sink), ruang vegetasi koridor dan ruang potensi area sumber (source).
PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU EKOLOGIS SEBAGAI HABITAT BURUNG DI KAWASAN PERUMAHAN BUKIT CIMANGGU CITY
DIAN KHAERUNNISA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperolah gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
LEMBAR PENGESAHAN Judul
:
Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Ekologis Sebagai Habitat Burung di Kawasan Perumahan Bukit Cimanggu City
Nama
:
Dian Khaerunnisa
NRP
:
A44062918
Program Studi
:
Arsitektur Lanskap
Mengetahui, Dosen Pembimbing
Ir. Qodarian Pramukanto, MSi. NIP. 19620214 1987031 1 002
Menyetujui, Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP.19480912 1974122 2 001
Tanggal lulus:
ix
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia-Nya dan Rasulullah SAW sebagai suri tauladan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tugas akhir dengan baik. Ucapan terima kasih penulis sampaikan sebesar-besarnya kepada: 1. Orang tua yang telah mendukung baik secara moril maupun materil. 2. Ir.Qodarian Pramukanto, MSi. selaku pembimbing skripsi. 3. Teman-teman departemen Arsitektur Lanskap angkatan 43 atas dukungan dan doanya. Penelitian ini penulis susun dalam rangka menyelesaikan tugas akhir yaitu skripsi. Skripsi ini dibuat supaya dapat bermanfaat untuk masyarakat. Sesungguhnya penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan dan memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima kritik dan saran yang membangun untuk perkembangan berikutnya.
Bogor, Februari 2013
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman Daftar Isi.. ......................................................................................................x Daftar Tabel ...................................................................................................xii Daftar Gambar ........................................................................................... xiii Daftar Lampiran ..........................................................................................xvi BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ....................................................................................1 1.2 Tujuan ..................................................................................................2 1.3 Manfaat ................................................................................................2 1.4 Kerangka Pikir Studi ...........................................................................2 BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Definisi Lanskap Ekologi... .................................................................5 2.2 Kawasan Permukiman .........................................................................6 2.3 Ruang Terbuka Hijau ..........................................................................7 2.4 Ruang Terbuka Hijau pada Permukiman. ..........................................10 2.5 Mengembangkan RTH Untuk Burung ................................................17 2.6 Perencanaan Lanskap ..........................................................................29 BAB III Metodologi 3.1 Tempat dan Waktu........................................................................... 31 3.2 Batasan Studi..................................................................................... 32 3.3 Alat dan Bahan Penelitian ...................................................................32 3.4 Metodologi ..........................................................................................33 BAB IV Analisis dan Sintesis 4.1 Data Biofisik ........................................................................................48 4.1.1 Kondisi Umum Tapak ....................................................................48 4.1.2 Kondisi Biofisik Tapak ..................................................................51 4.1.2.1 Bukit Cimanggu City .............................................................51 4.1.2.2 Alokasi Ruang dan Lahan Tapak ...........................................51 4.1.2.3 Iklim .......................................................................................57 4.1.2.4 Saluran Drainase ....................................................................58
xi
4.1.2.5 Vegetasi..................................................................................58 4.1.2.6 Topografi dan Tanah ..............................................................61 4.1.2.7 Kondisi Satwa Burung .........................................................61 4.2 Analisis ................................................................................................61 4.2.1 Analisis Kebutuhan RTH untuk Permukiman ...............................61 4.2.2 Analisis Kesesuaian Lahan untuk Bersarang .................................66 4.2.3 Analisis Biofisik.............................................................................67 4.3 Sintesis .................................................................................................87 BAB V Perencanaan Lanskap 5.1 Konsep Perencanaan ............................................................................92 5.2 Pengembangan Konsep ........................................................................ 92 5.2.1 Konsep Ruang ........................................................................... 92 5.2.2 Konsep Vegetasi ......................................................................... 93 5.2.3 Konsep Aktivitas ......................................................................... 93 5.3 Block plan ............................................................................................ 94 5.4 Rencana Lanskap ................................................................................. 96 BAB VI Simpulan dan Saran 6.1 Simpulan ............................................................................................ 105 6.2 Saran .................................................................................................. 106 Daftar Pustaka ..............................................................................................107 LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL No
Halaman
1. Kepemilikan RTH ......................................................................................9 2. Penyediaan RTH berdasarkan jumlah penduduk .......................................10 3. Standar kebutuhan RTH oleh Umum.........................................................15 4. Cara Membedakan Jenis Vegetasi secara Spasial ......................................21 5. Jenis Pohon Yang Disukai Burung ............................................................22 6. Klasifikasi Iklim Menurut Schmidt-Ferguson ...........................................29 7. Tahap Pelaksanaan dan Alokasi Waktu Studi ...........................................31 8. Jenis, Bentuk Pengambilan, Sumber dan Bentuk Data ..............................32 9. Kunci Identifikasi Citra IKONOS .............................................................35 10. Kriteria luas berdasarkan peraturan ........................................................41 11. Kriteria luas habitat burung ideal daerah .................................................42 12. Persaratan/Kriteria Biofisik Lokasi Habitat Burung ................................43 13. Klasifikasi Vegetasi Berdasarkan Kriteria ..............................................45 14. Penggunaan Lahan pada Bukit Cimanggu City ......................................53 15. Klasifikasi Tata Guna Lahan Bukit Cimanggu City ...............................53 16. Alokasi Jenis Ruang dan Lahan untuk Pemukim yang Direncanakan Oleh Pengembang ...................................................................................55 17. Vegetasi Pohon di Bukit Cimanggu Villa ...............................................58 18. Standard Kebutuhan RTH menurut PU ..................................................62 19. Luas Beberapa Sampel Taman Ketetanggaan .........................................63 20. Luas RTH taman lingkungan kawasan ................................................64 21. Jenis RTH dan Fungsi area yang dapat dikembangkan .........................66 22. Karakter jenis tanah latosol ...................................................................69 23. Jumlah ragam tanaman berdasarkan kriterianya ...................................71 24. Ragam jenis tanaman dengan kriteria di RTH halaman rumah .............79 25. Tingkat kesesuaian lahan BCC sebagai habitat burung .........................88 26. Matrik hubungan kesesuaian lahan dengan konsep pengembangan ........94 27. Jenis vegetasi dan fungsinya ....................................................................99 28. Rekomendasi jenis vegetasi yang disukai burung ................................103
xiii
DAFTAR GAMBAR No
Halaman
1. Kerangka pikir ...........................................................................................3 2. Contoh Tata Letak Jalur Hijau Jalan ..........................................................14 3.Skema hipotetik penyebaran populasi dengan struktur sumber dan penampung (sink-source) ............................................................................18 4. Ketebalan RTH optimal pada koridor burung ..........................................19 5. Diagram skematis perbandingan bentuk-bentuk areal ...............................19 6. Penataan spasial lokasi ideal habitat burung ..............................................20 7. Tipe tanaman yang harus ada merencanakan suatu kawasan di perkotaan menjadi perlindungan habitat liar ..............................................................22 8. Tipe-tipe arsitektur pohon (Halle dalam Rusilawati, 2002)......................24 9. Tata vegetasi pada daerah perlindungan, transisi, koridor dan lapangan rumput bagi satwa burung.....................................................................25 10. Jaring-jaring makanan .............................................................................26 11. Denah Lokasi ...........................................................................................31 12. Diagram Alur metodologi ........................................................................33 13. Sampel Taman Lingkungan .....................................................................36 14. Sampel Taman RT ...................................................................................36 15. 3 (Tiga) pembagian wilayah untuk sampel taman rumah ........................37 16. Penentuan sampel melalui layar monitor computer .................................37 17. Struktur penggunaan lahan Bukit Cimanggu City ...................................38 18. Tahapan Analisis- Sintesis .......................................................................40 19. Jarak yang dibutuhkan dalam area penampung .......................................43 20. Masterplan Bukit Cimanggu City (BCC) ...............................................49 21. Peta Batas Penelitian ................................................................................50 22. Peta Eksisting Bangunan..........................................................................52 23. Peta Tata Guna Lahan ..............................................................................54 24. RTH Permukiman: (a) Taman Rumah, (b) Taman RT, (c) Taman Komunitas, dan (d) Jalur Hijau Jalan ......................................56 25. Data Iklim kota Bogor Tahun 1996-2006 ................................................57 26. Aliran Drainase Permukiman BCC .........................................................58
xiv
27. Beberapa Jenis Vegetasi di RTH Publik BCC .........................................59 28. Peta Vegetasi ...........................................................................................60 29. Sampel Taman Ketetanggaan / RT: (a) Sampel 1, (b) Sampel 2, (c) Sampel 3, dan (d) Sampel 4 ..........................................................62 30. Taman Lingkungan: (a) Taman 1, (b) Taman 2, dan (c) Taman 3 .........63 31. Lokasi Tempat Usulan penambahan RTH ...............................................64 32.Peta Sebaran Sampel RTH .......................................................................65 33. Tempat penampungan sampah ................................................................67 34. Koridor ....................................................................................................68 35. Taman lingkungan Casa Grande ............................................................70 36. Lapangan Tenis .......................................................................................73 37. RTH Taman Masjid ................................................................................75 38. Sampel RT-1 ......................................................................................... 76 39. Sampel RT-2 ...........................................................................................77 40. Sampel RT-3 ...........................................................................................77 41. Sampel RT-4 ...........................................................................................78 42. Segment 1 Master plan ............................................................................80 43. Sampel Blok A3-9 ...................................................................................80 44. Sampel Blok H16 ....................................................................................81 45. Sampel Blok R3-1 ...................................................................................81 46. Segment 2 Master plan ............................................................................81 47. Sampel Blok M3-23 ................................................................................82 48. Sampel Blok L4-07 .................................................................................82 49. Sampel Blok N8-9 ...................................................................................82 50. Segment 3 Master plan ............................................................................83 51. Sampel Blok W5-19 ................................................................................83 52. Sampel Blok T6-7 ...................................................................................83 53. Sampel Blok W5-19 ................................................................................84 54. Peta Aliran Drainase ...............................................................................86 55. Teori area penampung-sumber (sink-source) Wiens dan Rotenberry yang diterapkan pada BCC ...........................................................................87 56. Overlay peta .............................................................................................89 57. Peta Kesesuaian Lahan ...........................................................................91
xv
58 Konsep ruang sebagai habitat burung ......................................................92 59. Jenis tanaman yang ada di area perlindungan .........................................93 60. Aktivitas pergerakan burung ...................................................................94 61. Block Plan ................................................................................................95 62. Rencana Ruang Terbuka Hijau ...............................................................97 63. Peletakkan area bersarang dalam area perlindungan ..............................98 64. Jalur hijau sebagai koridor ......................................................................98 65. Struktur dalam penanaman roof garden .................................................98 66. Strata tanaman dalam perlindungan habitat liar ......................................99 67. Rencana Taman Komunitas – Taman Masjid ...................................... 100 68. RTH danau Casa Grande .................................................................... 101 69. RTH Taman RT ................................................................................... 101 70. Rencana Taman RT .............................................................................. 102 71. Rencana Taman Atap ............................................................................ 102
xvi
DAFTAR LAMPIRAN No
Halaman
1. Daftar Klasifikasi Tanaman di Taman Casa Grande .............................112 2. Daftar klasifikasi tanaman Lapangan Tenis BCC ...................................113 3. Daftar klasifikasi tanaman Taman Masjid BCC .....................................114 4. Tabel Jenis Pohon Yang Disukai Burung ..............................................115
RIWAYAT HIDUP Dian Khaerunnisa merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Moerdianto dan Yunifiati. Lahir di kota Jakarta pada tanggal 24 November 1988. Pendidikan formal penulis dilalui di SD Kartika XI-10 Bandung tahun 1994 -2000, selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Jayapura tahun 2001-2004, dan SMUN 77 Jakarta tahun 2004-2006. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI). Penulis diterima di Mayor Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam bidang keorganisasian. Penulis aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP) pada divisi Informasi dan Komunikasi (Infokom) tahun 2007. Pada tahun 2008, penulis menjabat sebagai ketua Badan Pengawas Himpro HIMASKAP. Penulis juga aktif dalam mengikuti kegiatan sekolah yaitu Bina Sekolah untuk mengajarkan Pendidikan Lingkungan. Prestasi yang pernah diraih yaitu Medali Emas dalam Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) bidang pengabdian masyarakat pada PIMNAS tahun 2009.
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara global, masalah lingkungan disebabkan oleh empat faktor utama, yaitu pertambahan penduduk yang cepat, polusi, pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan, menurunnya etika dalam menghargai alam dengan perlahan. Semakin banyaknya penduduk menyebabkan pertambahan kebutuhan akan perumahan. Perumahan merupakan lingkungan hidup yang perlu ditata untuk memberikan kenyamanan bagi penghuninya. Kenyamanan lingkungan dapat dibangun melalui penataan ruang terbuka hijau (RTH) yang menjamin fungsi baik psikis, fisik, maupun ekologis. Fungsi ekologi RTH merupakan salah satu fungsi lingkungan yang penting namun seringkali diabaikan. Adanya asosiasi antara hidupan liar dengan aktivitas manusia di lingkungan permukiman ini, selain menciptakan kenyamanan melalui berbagai bentuk atraksi (seperti pengamatan burung) dan sarana pendidikan lingkungan, juga sangat bermanfaat sebagai sarana penyeimbang lingkungan (fungsi edapis) yang sangat diperlukan di kawasan permukiman. Bentuk integrasi antara hidupan liar dengan aktivitas kehidupan manusia di kawasan permukiman yang berjalan seimbang mencerminkan adanya kualitas lingkungan yang baik. Fungsi penyeimbang lingkungan dari ruang terbuka hijau permukiman dapat diwujudkan melalui penataan ruang terbuka hijau yang kaya akan keanekaragaman biologi. Keanekaragaman biologi tersebut menandakan stabilitas lingkungan. Menurut Sembiring (dalam, Antara News, 2010), burung merupakan salah satu kelompok terbesar vertebrata yang banyak dikenal, diperkirakan ada sekitar 8.600 jenis yang tersebar di dunia. Daerah Jawa dan Bali memiliki hampir 500 jenis avifauna yang mewakili setengah dari suku burung di dunia. Di daerah Jawa dan Bali terdapat lebih dari 100 cagar alam tetapi umumnya berukuran sangat kecil dan tidak cukup untuk melindungi komunitas burung secara lengkap. Menurut Sembiring (2010), kerusakan lingkungan berdampak pada punahnya burung itu, di samping ulah manusia yang melakukan perburuan unggas tersebut.
2
"Rusaknya lingkungan membuat burung berpindah ke tempat lain mencari tempat perlindungan yang lebih aman," ujarnya. Dia mengatakan bahwa semakin banyaknya pertumbuhan pembangunan mengurangi jumlah ruang terbuka hijau sebagai tempat tinggal burung-burung itu. Permasalahan yang terjadi di kawasan terbangun perkotaan, termasuk permukiman adalah adanya ketidakseimbangan ekologis. Berkurangnya populasi dari satwa burung di kawasan pemukiman yang perkotaan akan menimbulkan ketidakseimbangan ekologis. Salah satu upaya untuk menciptakan keseimbangan ekologis ini, adalah dengan memberdayakan fungsi ruang terbuka, termasuk ruang terbuka hijau di kawasan permukiman sebagai habitat burung.
1.2 Tujuan Tujuan dari studi ini adalah merencanakan ruang terbuka hijau ekologis sebagai habitat burung di kawasan permukiman.
1.3 Manfaat Hasil studi ini diharapkan dapat dijadikan alternatif pemikiran bagi pemerintah dan pengembang perumahan dalam cara mengembangkan RTH secara ekologis di kawasan perumahan.
1.4 Kerangka Pikir Studi Bukit Cimanggu City merupakan salah satu perumahan terbesar di kota Bogor yang menerapkan konsep green. Konsep green diaplikasikan dengan banyaknya ruang terbuka hijau berupa taman dan jalur hijau. Bukit Cimanggu City memiliki fungsi-fungsi penting dari perumahan yaitu berupa hunian, fasilitas umum, fasilitas sosial dan infrastruktur. Beberapa fungsi tersebut memiliki ruang terbuka hijau (RTH) yang luas dan bentuknya disesuaikan dengan bentuk perumahan. Faktor- faktor yang menentukan akan berpengaruh dalam merencanakan kawasan Bukit Cimanggu City sebagai habitat burung. Gambar 1 adalah kerangka pikir dalam studi ini.
3
RTH Permukiman Ketidakseimbangan Ekologis
RTH Komunitas
RTH RT
RTH Halaman Rumah
RTH Infrastruktur
RTH Drainase
Evaluasi RTH Menurut PU - RTH Komunitas - RTH RT - RTH Halaman Rumah
‐
+
Evaluasi Kriteria Ekologis • Pola ruang habitat burung - Area Bersarang - Area Transisi - Koridor • Biofisik
Perencanaan RTH
Gambar 1. Kerangka pikir
Berkurangnya
Ruang
Terbuka
Hijau
(RTH)
yang
diakibatkan
meningkatnya pembangunan papan menjadi salah satu penyebab terjadinya ketidakseimbangan ekologis. Salah satu dampaknya yaitu berkurangnya habitat burung. Oleh karena itu, diperlukan adanya perencanaan Ruang Terbuka Hijau ekologis sebagai habitat burung dengan mempertimbangkan aspek peraturan pemerintah, fisik dan biofisik tapak. Pertama luas RTH perlu dievaluasi supaya dapat diketahui kesesuaiannya dengan standard Peraturan Menteri Pekejaan Umunu No.5 Tahun 2008. RTH yang dievaluasi yaitu RTH komunitas, RTH RT atau ketetanggaan dan RTH halaman rumah. Kedua dievaluasi menurut kriteia ekologis yaitu pola ruang habitat burung untuk bersarang dan evaluasi secara
4
biofisik. Analisis kesesuaian RTH untuk tempat besarang dilakukan dengan membandingkan luas eksisting RTH dengan standard luas habitat burung ideal berdasarkan standard The University of Montana (2010). Ruang-ruang yang dibutuhkan sebagai habitat burung yaitu area bersarang, area transisi dan koridor. Analisis biofisik dilakukan dengan membandingkan jenis tanah, vegetasi, iklim dan hidrologi eksisting dengan teori Van Hoeve (1989) mengenai iklim, jenis tanaman dan jenis makanan yang dihasilkan (Hails et al., 1990), bentuk tajuk (Halle, dalam Rusilawati, 2002) dan tinggi tanaman (Handayani, 1995). Selanjutnya dilanjutkan dengan tahap perencanaan RTH.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Lanskap Ekologi Menurut Forman dan Godron (1986) bahwa lanskap mempunyai sifat yang heterogen dengan struktur yang berbeda pada distribusi spesies, energi, dan material pada elemen patches, koridor dan matriks. Ekologi dapat disebut sebagai bagian dari ekosistem yang menunjuk kepada organisme atau makhluk hidup yang berada di suatu tempat dan berinteraksi dengan lingkungan. Lanskap ekologi mempunyai teori dasar ekologi yang kuat antara perencana lanskap dan ekologis yang berhubungan dengan bagian-bagian lanskap antara tiga pandangan yaitu aspek visual, aspek kronologi dan aspek ekosistem. Kesepahaman pada kerja lanskap menggambarkan struktur, proses dan lokasi. Dengan struktur, komposisi biologi dan elemen alami dengan lingkungan manusia. Hubungan fungsional antara elemen seperti, iklim, bentukan lahan, tanah, flora dan fauna. Proses menggambarkan pergerakan energi, material, dan organisme di lanskap. Sedangkan lokasi menunjuk pada distribusi elemen dan proses di lanskap dan hubungannya dengan iklim dan bentukan lahan (Thompson, 1997). Taman ekologi memiliki definisi bahwa heterogenitas, atau pola-pola spasial yang berbeda, terdiri atas inti pertanyaan penelitian dalam lanskap ekologi. Tema utama yang terdiri dari lanskap ekologi meliputi: •
pola spasial atau struktur lanskap, mulai dari padang gurun ke kota
•
hubungan antara proses pola dan lanskap, termasuk implikasi ekologis pola populasi, komunitas, dan ekosistem
•
efek skala pada lanskap
•
proses yang terlibat dalam pembentukan pola, seperti fisik (abiotik) lingkungan hidup, tanggapan demografis ini, dan gangguan rezim
•
hubungan antara aktivitas manusia untuk lanskap pola, proses dan perubahan (misalnya aplikasi dalam perencanaan penggunaan lahan)
Lansekap ekologi terjadi pada berbagai skala, sehingga sebuah "pemandangan" dapat mencakup wilayah yang terdiri dari beberapa ekosistem, atau mungkin merupakan rumah berbagai serangga yang memanjang beberapa meter di
6
seberang. Daripada ukuran tertentu, lanskap didefinisikan oleh pola spasial (heterogenitas) dan proses-proses yang terjadi di atasnya yang berada di bawah pertimbangan. Dengan demikian, resolusi, gandum, dan sejauh mana konsepkonsep penting dalam ekologi lansekap. Ini juga berarti bahwa tingkat organisasi, berbeda dari skala, adalah konsep yang penting, yang berasal dari jenis interaksi di bawah pertimbangan dalam usaha penelitian tertentu. Dengan penentuan aspekaspek studi, pola dapat dinilai, yang biasanya digambarkan sebagai suatu mosaik tambalan. Lanskap memiliki beberapa hal yang tidak diharapkan: a
Kumuh (slum [slúm]) yaitu lanskap dengan sarana dan prasarana lingkungan yang inferior.
b
Squatter [skówtu(r)] yaitu liar, hunian liar.
c
Urban sprawl [sprol] yaitu menyebar tidak teratur Berakibat pada penurunan kualitas estetika dan penyediaan sarana dan prasarana (jejaring lintas wilayah, penyediaan air bersih, sanitasi lingkungan dll) menjadi tidak layak.
d Konurbasi (conurbation [‘kónur’beyshun]), agregasi atau jejaring yang kontinyu komuniti kota, tidak ada jeda kota-desa. Relevan dengan efisiensi sarana dan prasarana. e
Lapuk (blight [blIt]), integritas lanskap rusak Satu atau beberapa sentra prasarana dan sarana permukiman dengan
aksesibilitas tertinggi secara internal (dengan seluruh bagian di kawasan urban) dan secara eksternal (dengan pusat-pusat perkotaan lainnya lainnya) dengan standard memadai.
2.2. Kawasan Permukiman Populasi penduduk yang secara alami meningkat dan terjadinya pemusatan penduduk di kota-kota pulau Jawa menyebabkan masalah pembangunan permukiman semakin mendesak terutama di pulau Jawa. Perumahan dan prasarana lingkungan merupakan kebutuhan dasar setiap keluarga dalam masyarakat Indonesia dan merupakan faktor yang sangat penting dalam
7
peningkatan stabilitas sosial, dinamika dan produktivitas masyarakat. (Batubara, 1982) Permukiman kota dihadapkan dengan permasalahan penggunaan lahan yang sangat padat disebabkan mahalnya lahan dan ruang yang terbatas (Carpenter dan Walker, 1975). Hal ini menciptakan suasana kota yang menekan. Skala yang terbentuk dalam pembangunan kota dan ruang kota seringkali gagal mencapai skala manusia. Oleh karena itu, kekurangan ruang menjadi faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam pembangunan kota. Dalam UU No. 4 tahun 1992, disebutkan pula bahwa ciri–ciri utama dari permukiman adalah sebagai berikut: • Mayoritas peruntukan adalah hunian • Fasilitas yang dikembangkan lebih pada pelayanan skala lingkungan (neighbourhood) • Luas kawasan yang dikembangkan lebih kecil dari 1000 Ha • Kebutuhan fasilitas perkotaan bagi penduduk kawasan hunian skala besar masih tergantung atau memanfaatkan fasilitas perkotaan yang berada di pusat kota
2.3. Ruang Terbuka Hijau Dinas Tata Kota DKI, membagi Ruang Terbuka Hijau menjadi tiga yaitu : a) Ruang Terbuka Hijau Makro, seperti kawasan pertanian, perikanan, hutan lindung, hutan kota dan landasan pengaman bandar udara. b) Ruang Terbuka Hijau Medium, seperti kawasan area pertamanan (city park), sarana olah raga, sarana pemakaman umum. c) Ruang Terbuka Hijau Mikro, lahan terbuka yang ada di setiap kawasan permukiman yang disediakan dalam bentuk fasilitas umum seperti taman bermain (play ground), taman lingkungan (community park), lapangan olah raga. Menurut PERMENDAGRI no.1 tahun 2007 tentang penataaan RTH kawasan perkotaan, ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas balk dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjangljalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang
8
selanjutnya disingkat RTHKP adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Ruang Terbuka Hijau mempunyai fungsi sebagai berikut: a
sebagai area perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan penyangga kehidupan
b
sebagai area untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan keindahan lingkungan
c
sebagai sarana rekreasi
d
sebagai sarana pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran baik di darat, perairan maupun udara,
e
sebagai sarana penelitian dan pendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran lingkungan
f
sebagai tempat perlindungan plasma nutfah
g
sebagai sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro,
h
sebagai sarana pengatur tata air. Hernowo dan Prasetyo (1989) menyatakan bahwa bentuk RTH kota dapat
berupa taman lingkungan, jalur hijau, kebun pekarangan, areal rekreasi, lapangan rumput, makam, tepian sungai, kanal dan lain-lain. Kriteria penataan RTH menurut Supriyanto (1996) adalah merupakan keterkaitan hubungan antara bentang alam dengan jenis pemanfaatan ruang serta kriteria vegetasi. Alokasi RTH : (1) rencana RTH dikembangkan sesuai dengan jenis pemanfaatan ruang kotanya, (2) pada lahan yang bentang alamnya bervariasi menurut keadaan lereng dan kegiatan di atas permukaan laut serta kedudukannya terhadap jalur sungai, jalur jalan dan jalur pengaman utilitas. Menurut Peraturan Menteri Pekerjan Umum No.5 tahun 2008 mengenai penyediaan dan pemanfaatan RTH di kawasan perkotaan, RTH dibedakan ke dalam RTH publik dan RTH privat. Penyediaan RTH berdasarkan luas wilayah di perkotaan adalah sebagai berikut: 1. ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat;
9
2. proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat; 3. apabila luas RTH baik publik maupun privat di kota yang bersangkutan telah memiliki total luas lebih besar dari peraturan atau perundangan yang berlaku, maka proporsi tersebut harus tetap dipertahankan keberadaannya. Pembagian jenis-jenis RTH publik dan RTH privat adalah sebagaimana Tabel 1 berikut. Tabel 1. Kepemilikan RTH No Jenis 1 RTH Pekarangan a. Pekarangan rumah tinggal b. Halaman perkantoran, pertokoan, dan tempat usaha c. Taman atap bangunan 2 RTH Taman dan Hutan Kota a. Taman RT b. Taman RW c. Taman kelurahan d. Taman kecamatan e. Taman kota f. Hutan kota g. Sabuk hijau (green belt) 3 RTH Jalur Hijau Jalan a. Pulau jalan dan median jalan b. Jalur pejalan kaki c. Ruang dibawah jalan layang 4 RTH Fungsi Tertentu a. RTH sempadan rel kereta api b. Jalur hijau jaringan listrik tegangan tinggi c. RTH sempadan sungai d. RTH sempadan pantai e. RTH pengamanan sumber air baku/mata air f. Pemakaman Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.5 Tahun 2008
Area Publik
Area Privat V V V
v v v v v v v
V V V V
v v v
V V
v v v v v v
10
2.4. Ruang Terbuka Hijau pada Pemukiman Proses kehidupan di kota, menuntut manusianya berkompetisi dan terlibat dalam aktivitas rutin yang menyebabkan stress dan kejenuhan sehingga manusia yang hidup di lingkungan perkotaan memerlukan lingkungan yang sehat dan bebas polusi. RTH memberikan manfaat kehidupan yang nyaman dengan berperan sebagai penyumbang ruang bernapas yang segar dan memberikan keindahan visual (Simonds, 1983). Carpenter, Lanphear dan Walker (1975) mengatakan bahwa manusia membutuhkan lingkungan hijau di tengah-tengah lingkungan tempat tinggalnya. Oleh karena itu, RTH berfungsi untuk melembutkan kesan keras dari struktur fisik, menolong manusia mengatasi tekanan- tekanan dari kebisingan, udara panas dan polusi di sekitarnya sebagai pembentuk kesatuan ruang. Menurut Peraturan Menteri Perumahan Rakyat no.34 tahun 2006 mengenai penyelenggaraan prasarana, sarana dan utilitas kawasan perumahan, kawasan perumahan perlu menyediakan ruang terbuka hijau yang bermanfaat untuk menjaga kualitas dan keseimbangan lingkungan di sekitar kawasan. Ruang terbuka hijau bermanfaat tidak langsung seperti perlindungan tata air, dan konservasi hayati atau keaneka-ragaman hayati, dan bermanfaat langsung seperti kenyamanan fisik (teduh, segar) dan mendapatkan bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga), tempat wisata (bermain) serta bangunan umum yang bersifat terbatas (WC umum, pos polisi, lampu taman, gardu listrik, dan lain-lain). Persyaratan ruang terbuka hijau didasarkan luas wilayah dan berdasarkan jumlah penduduk. Bentuk tipologi ruang terbuka hijau berupa ruang terbuka hijau taman lingkungan dan taman kota, jalur hijau, jalur hijau sempadan sungai, jalur hijau sempadan rel kereta api, jalur hijau tegangan tinggi, RTH pemakaman, dan RTH pekarangan (Tabel 2). Tabel 2. Penyediaan RTH berdasarkan jumlah penduduk No
Unit lingkungan
Tipe RTH
Luas minimal /kapita (m²)
Taman RT
Luas minimal /unit (m²) 250
1
250 jiwa
1,0
di tengah
2
2500 jiwa
Taman RW
1.25
0,5
di pusat kegiatan
3
30000 jiwa
Taman
9
0,3
Dikelompokan
Lokasi
11 120000 jiwa
4
480000 jiwa
5
Taman
24
0,2
Dikelompokan
Pemakaman
Disesuaikan
1,2
Tersebar
Taman kota
144
0,3
di pusat wilayah/
Hutan kota
Disesuaikan
4,0
Untuk fungsiDisesuaikan 12,5 fungsi tertentu Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 5 Tahun 2008
di dalam/ kawasan disesuaikan dengan kebutuhan
Beberapa kriteria RTH permukiman (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.5 Tahun 2008) 1. RTH Pekarangan Pekarangan adalah lahan di luar bangunan, yang berfungsi untuk berbagai aktivitas. Luas pekarangan disesuaikan dengan ketentuan koefisien dasar bangunan (KDB) di kawasan perkotaan, seperti tertuang di dalam PERDA mengenai RTRW di masing-masing kota. Untuk memudahkan di dalam pengklasifikasian pekarangan maka ditentukan kategori pekarangan sebagai berikut: a. Pekarangan Rumah Besar Ketentuan penyediaan RTH untuk pekarangan rumah besar adalah sebagai berikut: 1) kategori yang termasuk rumah besar adalah rumah dengan luas lahan di atas 500 m2; 2) ruang terbuka hijau minimum yang diharuskan adalah luas lahan (m2) dikurangi luas dasar bangunan (m2) sesuai peraturan daerah setempat; 3) jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 3 (tiga) pohon pelindung ditambah dengan perdu dan semak serta penutup tanah dan atau rumput. b. Pekarangan Rumah Sedang Ketentuan penyediaan RTH untuk pekarangan rumah sedang adalah sebagai berikut: 1) kategori yang termasuk rumah sedang adalah rumah dengan luas lahan antara 200 m² sampai dengan 500 m²; 2) ruang terbuka hijau minimum yang diharuskan adalah luas lahan (m²) dikurangi luas dasar bangunan (m²) sesuai peraturan daerah setempat;
12
3) jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 2 (dua) pohon pelindung ditambah dengan tanaman semak dan perdu, serta penutup tanah dan atau rumput. c. Pekarangan Rumah Kecil Ketentuan penyediaan RTH untuk pekarangan rumah kecil adalah sebagai berikut: 1) kategori yang termasuk rumah kecil adalah rumah dengan luas lahan dibawah 200 m²; 2) ruang terbuka hijau minimum yang diharuskan adalah luas lahan (m²) dikurangi luas dasar bangunan (m²) sesuai peraturan daerah setempat; 3) jumlah pohon pelindung yang harus disediakan minimal 1 (satu) pohon pelindung ditambah tanaman semak dan perdu, serta penutup tanah dan atau rumput. 4)
keterbatasan luas halaman dengan jalan lingkungan yang sempit, tidak menutup kemungkinan untuk mewujudkan RTH melalui penanaman dengan menggunakan pot atau media tanam lainnya.
2. RTH Taman Rukun Tetangga Taman Rukun Tetangga (RT) adalah taman yang ditujukan untuk melayani penduduk dalam lingkup 1 (satu) RT, khususnya untuk melayani kegiatan sosial di lingkungan RT tersebut. Luas taman ini adalah minimal 1 m² per penduduk RT, dengan luas minimal 250 m². Lokasi taman berada pada radius kurang dari 300 m dari rumah-rumah penduduk yang dilayani. Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 70% - 80% dari luas taman. Pada taman ini selain ditanami dengan berbagai tanaman, juga terdapat minimal 3 (tiga) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang. 3. RTH Taman Rukun Warga RTH Taman Rukun Warga (RW) dapat disediakan dalam bentuk taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu RW, khususnya kegiatan remaja, kegiatan olahraga masyarakat, serta kegiatan masyarakat lainnya di lingkungan RW tersebut. Luas taman ini minimal 0,5 m² per penduduk RW, dengan luas minimal 1.250 m². Lokasi taman berada pada radius kurang dari 1000 m dari
13
rumah-rumah penduduk yang dilayaninya. Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 70% - 80% dari luas taman, sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas. Pada taman ini selain ditanami dengan berbagai tanaman sesuai keperluan, juga terdapat minimal 10 (sepuluh) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang. 4. RTH Kelurahan RTH kelurahan dapat disediakan dalam bentuk taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu kelurahan. Luas taman ini minimal 0,30 m² per penduduk kelurahan, dengan luas minimal taman 9.000 m2. Lokasi taman berada pada wilayah kelurahan yang bersangkutan. Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 80% - 90% dari luas taman, sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas. Pada taman ini selain ditanami dengan berbagai tanaman sesuai keperluan, juga terdapat minimal 25 (dua puluh lima) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang untuk jenis taman aktif dan minimal 50 (lima puluh) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang untuk jenis taman pasif. 5. RTH Kecamatan RTH kecamatan dapat disediakan dalam bentuk taman yang ditujukan untuk melayani penduduk satu kecamatan. Luas taman ini minimal 0,2 m² per penduduk kecamatan, dengan luas taman minimal 24.000 m². Lokasi taman berada pada wilayah kecamatan yang bersangkutan.Luas area yang ditanami tanaman (ruang hijau) minimal seluas 80% - 90% dari luas taman, sisanya dapat berupa pelataran yang diperkeras sebagai tempat melakukan berbagai aktivitas. Pada taman ini selain ditanami dengan berbagai tanaman sesuai keperluan, juga terdapat minimal 50 (limapuluh) pohon pelindung dari jenis pohon kecil atau sedang untuk taman aktif dan minimal 100 (seratus) pohon tahunan dari jenis pohon kecil atau sedang untuk jenis taman pasif. 6. Sabuk Hijau Sabuk hijau merupakan RTH yang berfungsi sebagai daerah penyangga dan untuk membatasi perkembangan suatu penggunaan lahan (batas kota, pemisah kawasan, dan lain-lain) atau membatasi aktivitas satu dengan aktivitas lainnya agar tidak
14
saling mengganggu, serta pengamanan dari faktor lingkungan sekitarnya. Sabuk hijau dapat berbentuk: - RTH yang memanjang mengikuti batas-batas area atau penggunaan lahan tertentu, dipenuhi pepohonan, sehingga berperan sebagai pembatas atau pemisah; - Hutan kota; - Kebun campuran, perkebunan, pesawahan, yang telah ada sebelumnya (eksisting) dan melalui peraturan yang berketetapan hukum, dipertahankan keberadaannya. Fungsi lingkungan sabuk hijau: - Peredam kebisingan; - Mengurangi efek pemanasan yang diakibatkan oleh radiasi energy matahari; - Penapis cahaya silau; - Mengatasi penggenangan; daerah rendah dengan drainase yang kurang baik sering tergenang air hujan yang dapat mengganggu aktivitas kota serta menjadi sarang nyamuk. - Penahan angin; untuk membangun sabuk hijau yang berfungsi sebagai penahan angin perlu diperhitungkan beberapa faktor yang meliputi panjang jalur, lebar jalur. 7. RTH Jalur Hijau Jalan Untuk jalur hijau jalan, RTH dapat disediakan dengan penempatan tanaman antara 20–30% dari ruang milik jalan (rumija) sesuai dengan kelas jalan. Untuk menentukan pemilihan jenis tanaman, perlu memperhatikan 2 (dua) hal, yaitu fungsi tanaman dan persyaratan penempatannya. Disarankan agar dipilih jenis tanaman khas daerah setempat, yang disukai oleh burung-burung, serta tingkat evapotranspirasi rendah.
Gambar 2. Contoh Tata Letak Jalur Hijau Jalan
15
Tabel 3. Standar kebutuhan RTH oleh umum (Simonds, 1983) Hierarki
∑KK/wilayah
RTH
Bentuk perumahan
(m²/jiwa) Ketetanggaan
2500
12
Komuniti
10000
20
Kota
40
Wilayah
80
•Pekarangan, taman rumah •T. lingkungan skala kecil •Taman bermain •T. lingkungan skala besar •Lapangan olah raga •Koridor lingkungan •Termasuk RT Ketetanggaan Taman kota •Jalur hijau •Lapangan olah raga •Koridor, ada 2. T. Rekreasi sekitar kota •Jalur lingkar kota •Hutan kota •Sawah/kebun
Kriteria Vegetasi untuk RTH Pekarangan (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, 2008): a. Kriteria Vegetasi untuk RTH Pekarangan Rumah Besar, Pekarangan Rumah Sedang, Pekarangan Rumah Kecil, Halaman Perkantoran, Pertokoan, dan Tempat Usaha Kriteria pemilihan vegetasi untuk RTH ini adalah sebagai berikut: a) memiliki nilai estetika yang menonjol; b) sistem perakaran masuk ke dalam tanah, tidak merusak konstruksi dan bangunan; c) tidak beracun, tidak berduri, dahan tidak mudah patah, perakaran tidak mengganggu pondasi; d) ketinggian tanaman bervariasi, warna hijau dengan variasi warna lain seimbang; e) jenis tanaman tahunan atau musiman; f) tahan terhadap hama penyakit tanaman; g) mampu menjerap dan menyerap cemaran udara; h) sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang kehadiran burung.
16
b. Kriteria Vegetasi untuk RTH Taman dan Taman Kota Kriteria pemilihan vegetasi untuk taman lingkungan dan taman kota adalah sebagai berikut: a) tidak beracun, tidak berduri, dahan tidak mudah patah, perakaran tidak mengganggu pondasi; b) tajuk cukup rindang dan kompak, tetapi tidak terlalu gelap; c) ketinggian tanaman bervariasi, warna hijau dengan variasi warna lain seimbang; d) perawakan dan bentuk tajuk cukup indah; e) kecepatan tumbuh sedang; f) berupa habitat tanaman lokal dan tanaman budidaya; g) jenis tanaman tahunan atau musiman; h) jarak tanam setengah rapat sehingga menghasilkan keteduhan yang optimal; i) tahan terhadap hama penyakit tanaman; j) mampu menjerap dan menyerap cemaran udara; k) sedapat mungkin merupakan tanaman yang mengundang burung. c. Kriteria Vegetasi untuk Sabuk Hijau Kriteria pemilihan vegetasi untuk RTH ini adalah sebagai berikut: - Peredam kebisingan; untuk fungsi ini dipilih penanaman dengan vegetasi berdaun rapat. Pemilihan vegetasi berdaun rapat berukuran relatif besar dan tebal dapat meredam kebisingan lebih baik. - Ameliorasi iklim mikro; tumbuhan berukuran tinggi dengan luasan area yang cukup dapat mengurangi efek pemanasan yang diakibatkan oleh radiasi energi matahari. - Penapis cahaya silau; peletakan tanaman yang diatur sedemikian rupa sehingga dapat mengurangi dan menyerap cahaya. - Mengatasi penggenangan. - Tanaman yang ditanam didominasi oleh tanaman yang cukup tinggi, dengan dahan yang kuat namun cukup lentur; - Memiliki kerapatan daun berkisar antara 70–85%. Kerapatan yang kurang, tidak dapat berfungsi sebagai penahan angin. Sebaliknya kerapatan yang terlalu tinggi akan mengakibatkan terbentuknya angin turbulen;
17
- Tanaman harus terdiri dari beberapa strata yaitu tanaman tinggi sedang dan rendah, sehingga mampu menutup secara baik.
2.5. Mengembangkan RTH Untuk Burung Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam mengembangkan RTH untuk pelestarian burung: 1. Lokasi, Luas dan Bentuk Habitat Burung merasa betah tinggal di suatu tempat apabila terpenuhi tuntutan hidupnya seperti habitat yang mendukung dan aman dari gangguan. Lokasi yang direncanakan menjadi habitat burung harus mempunyai hubungan dengan daerah sumber populasi satwa burung (Gambar 4). Hubungan ini didasari bahwa populasi burung penyebarannya bersifat mosaic pada berbagai tipe di suatu tempat. Menurut Hails et al. (1990), tipe habitat yang diperlukan untuk membentuk habitat burung di perkotaan adalah: -
Daerah alami yang merupakan “sumber burung” bagi taman-taman kota atau daerah yang berfungsi sebagai penampung.
-
Taman-taman atau area lain yang dapat dikembangkan sebagai area burung berkembang biak.
-
Koridor tanaman untuk menghubungkan antara sumber burung dan daerah berkembang biak. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membentuk habitat burung
perkotaan, yaitu: -
Keanekaragaman jenis tanaman
-
Penutup tanah dan tanaman rendah
-
Kompleksitas dan kerapatan pohon.
Konsep desain RTH sebagai habitat burung berupa : -
Daerah perlindungan (refugee)
-
Daerah transisi
-
Hamparan rumput
-
Koridor tanaman Lokasi RTH yang direncanakan dianggap sebagai suatu ruang dengan
populasi penampung (sink population). Populasi sumber (source population)
18
merupakan populasi yang menempati habitat yang sesuai untuk berkembang biak. Bila jumlah keturunan yang dihasilkan melebihi daya tampung habitat setempatnya maka akan terjadi penyebaran keluar populasi sumber tersebut. Kadang terjadi kondisi populasi penampung menempati tipe-tipe habitat yang tidak memadai sebagai tempat untuk berbiak dan hasil reproduksinya tidak cukup besar untuk mempertahankan tingkat populasi setempat. Dalam hal ini ukuran populasi penampung dipertahankan dengan perpindahan-perpindahan dari populasi sumber dan sebaliknya individu-individu dari populasi penampung dapat berpindah mengisi kekosongan-kekosongan yang terjadi pada habitat populasi sumber di dekatnya (Wiens dan Rotenberry, 1981).
Sumber Penampung
Penampung Sumber Sumber Penampung
Gambar 3. Skema hipotetik penyebaran populasi dengan struktur sumber dan penampung (sink-source) (Wiens dan Rotenberry, 1981) Jarak dan bentuk ketebalan RTH koridor yang ideal terdapat pada Gambar 5 (Meurk, 2005). Bila total area adalah 6.25 hektar, maka jarak batas terluar dengan area inti adalah 50 meter. Perbandingan antara luas area inti dengan total luas area adalah 1 banding 5. Jarak antara jalanan dan area bermain adalah 10 meter. Bentuk habitat yang baik untuk keberlangsungan hidup burung adalah habitat yang mampu melindungi dari gangguan maupun menyediakan kebutuhan hidupnya. Berdasarkan teori biogeografi pulau terdapat alternatif bentuk habitat satwa seperti pada Gambar 6 (Hernowo dan Prasetyo, 1989).
19
625 m 50 m Zona Pembatas
100 m
Core area = 0 ha
Total area = 6.25 ha
Jalanan dan Area bermain
Jalur Ketetanggaan Untuk Habitat Burung
10 m
125 m
10 m
25 m 25 m
125 m
Core area0.06 ha Total area 1.56 ha Gambar 4. Ketebalan RTH optimal pada koridor burung (Meurk, 2005)
A B C D E F
Gambar 5. Diagram skematis perbandingan bentuk-bentuk areal. Gambar sebelah kiri merupakan alternatif yang lebih baik dari gambar di sebelah kanan. Menurut The University of Montana (2010), ada 3 jenis lokasi yang harus didirikan (Gambar 7): 1. Open and Cavity Nests Luas sebesar 5 meter dan plot radius 11.3 meter berpusat pada sarang untuk semua sarang yang diketahui telah mengandung telur.
20
2. Systematic Description Of Vegetation on Plots Serangkaian poin dalam sistem grid harus dibentuk untuk vegetasi sampel di tingkat plot. Untuk situs yang melakukan penghitungan titik burung, plot poin vegetasi harus berpusat pada titik-titik survei. Empat pasang 5 - dan plot m 11,3 vegetasi harus dilakukan pada setiap titik vegetasi plot. 3. Vegetation on Nests Without Eggs Biasanya menggunakan minimal jenis vegetasi ( misalnya jenis 30 tanaman).
Gambar 6. Penataan spasial lokasi ideal habitat burung 2. Komposisi dan Struktur Vegetasi Komposisi dan struktur vegetasi mempengaruhi jenis dan jumlah burung yang terdapat di suatu habitat. Hal ini disebabkan karena tiap jenis burung mempunyai relung yang berbeda. Menurut Hails, Kavanagh, Kumari dan Arifin (1990) bahwa keanekaragaman struktur vegetasi dan penutupan vegetasi merupakan faktor penting yang mempengaruhi keanekaragaman dan populasi burung di daerah perkotaan. Struktur
vegetasi
suatu
habitat
merupakan
penentu
kuat
bagi
keanekaragaman jenis satwa ( Meents, Rice, Anderson dan Ohmart, 1983). Hasil penelitian mereka menunjukan bahwa keanekaragaman jenis satwa mempunyai korelasi dengan distribusi dedaunan atau ketinggian tajuk. Keragaman tinggi tajuk
21
merupakan fungsi dari lapisan vegetasi serta distribusi dedaunan/tajuk di antara lapisan-lapisan tadi dan keragaman jenis akan semakin meningkat sesuai dengan meningkatnya keragaman tajuk. Hal ini disebabkan banyak faktor-faktor lain yang turut menentukan keragaman jenis satwa pada suatu habitat. Sebagai contoh adalah keterbukaan atau kerapatan kanopi termasuk faktor yang menentukan. Habitat yang kanopinya relatif terbuka mempunyai lebih banyak jenis burung dibandingkan dengan habitat yang rapat dan tertutup. Tabel 4. Cara Membedakan Jenis Vegetasi secara Spasial Tekstur
Bentuk
Bayangan
Pohon
Kasar
Bulat
Panjang, Warna gelap
Semak
Sedang
Bergerombol
Sedang, Warna Abuabu
Penutup Tanah
Halus
Kotak, Persegi panjang, Sedikit, Warna redup Tak Beraturan
Sumber : http://sundana.wordpress.com/
Hails et al. (1990) mengelompokan tata letak tanaman menjadi dua daerah, yaitu: -
Tanaman daerah dalam (interior species) yaitu species yang hanya dapat hidup di tengah atau pedalaman hutan. Dibuat begitu rapat untuk menghindari datangnya gangguan.
-
Tanaman daerah tepi (edge species) yaitu tanaman yang hidup di tepi-tepi habitat tertentu dimana habitat tersebut masih dapat dinikmati untuk rekreasi. Menurut Leedy (1978), ada beberapa tipe tanaman yang harus ada
merencanakan suatu kawasan di perkotaan menjadi perlindungan habitat liar yaitu tanaman konifer, semak berbunga sepanjang tahun, rerumputan, gabungan tanaman, kolam, tanaman tepi air dan tanaman peneduh (Gambar 8). Jenis tanaman yang ideal sebagai elemen RTH kota untuk habitat burung adalah jenis tanaman yang mempunyai fungsi bermacam-macam bagi satwa burung. Fungsi tanaman tersebut adalah sebagai tempat berlindung, bertengger dan beristirahat, tempat mencari makan dan tempat berkembang biak.
22
Tanaman konifer
Semak berbunga sepanjang tahun
Rumput
Gabungan tanaman
Kolam
Tanaman tepi air
Tanaman peneduh
Gambar 7. Tipe tanaman yang harus ada merencanakan suatu kawasan di perkotaan menjadi perlindungan habitat liar (Leedy, 1978) Karakter jenis tanaman yang disukai burung berkaitan dengan strata ketinggian tanaman, diameter tajuk, sistem percabangan, struktur tanaman dan kelebatan tajuk dan jenis makanan yang dihasilkan (Pakpahan, 1993). Tabel 5 adalah daftar jenis pohon yang disukai burung. Tabel 5. Jenis Pohon Yang Disukai Burung (www.kutilang.or.id) Nama Lokal Aren Bambu Harendong nagri Dadap ayam Dadap srep Kaliandra Kantil Trembelekan Kenanga Murbei Nusa indah Palem Palem merah Pinang sirih Pohon Kupukupu Si anak nakal Soka Pisang hias Arbei Belimbing
Nama Latin Arengga pinnata Bambusa Miconia speciosa Erythrina variegate Erythrina indica Caliandra callothyrsus Michelia campaka Lantana camara Cananga odorata Morus alba Mussaenda frundosa Livistona rotundifolia Cyrtostachys lacca Areca catechu
Nama local Kersen/Talok Langsat Lobi-lobi Menteng/bencoy Namnam Nangka Pala Rambutan Rukem Salam Srikaya Sawo kecik Asem kranji Bodi
Nama Latin Muntingia calabura Lansium domesticum Flacourtia inermis Baccaurea lanceolata Cynometra cauliflora Artocarpus communis Myristica fragrans Nephelium lappaceum Flacourtia rukam Eugenia polyanthum Annonona squamosa Manilkara kauki Pithecellobium dulce Ficus religiosa
Bauhinia variegate
Beringin
Ficus benjamina
Duranta repens Ixora spp Heliconia spp Rubus rosaefolium Averrhoa carambola
Cemara laut Flamboyan Jarak pagar Keben Kayu putih
Casuarina equisetiolia Delonix regia Jatropha curcas Baringtonia asiatica Melaleuca leucadendron
23 Buni Duku condeet Durian Gowok Jomblang Jambu air Jambu biji Jambu bol Kelapa Kemang Kepel
Antid desma buniuss Lanssium domestikkum Durio zibethinus Eugeenia polychephalum Eugeenia cumini Eugeenia jambos Psidiium guajava Eugeenia malaccaeensis Cocoos nucifera Manggivera caesiaa Steleechocarpus burahhol
Kap puk Kareet kebo Lo
Ceiba peetandra Ficus elaastica Ficus gloomerata
Laban
Vitex pub bercens
Min ndi Preh h Ranndu alas Sem mpur Senggon Tanjjung
Melia azzedarach Ficus strricta Gossamp pinus heptaphhylla Dillenia pubescens Albizzia falcataria f Mimusop pos elengi
Turii
Sesbania a grandiflora
Hailss et al. (19990) menyatakkan bahwa jenis tanamaan yang dipilih sebagai p penghasil m makanan adaalah yang menghasilkan buah, dapaat mengundaang burung d seranggga, menghassilkan bunga, baik tanaaman tahunnan maupun musiman, dan s sedang untuk burung peemakan biji-bbijian maka sumber bijii-bijian didap patkan dari j jenis rumpuut-rumputan. Pohon yanng bertekstuur daun haluus sperti Peeltophorum p pterocarpum m, berbuah seperti Ficuus benjamina dan berbuunga seperti Bauhinia a acuminate, b bersifat men ngundang serrangga. Sisteem percabaangan pohoon yang disukai d buruung pada umumnya m merupakan p percabangan n yang kontinnyu (Mukhtaar dan Elvizaar, 1986). Beentuk tajuk y yang disukaai burung addalah tajuk tertutup t nam mun adapulaa yang menyyukai tajuk t terbuka. Menurut Hallle (dalam Rusilawati, 2002), pohhon berdasarkan tipe a arsitekturnya a bagi habittat burung ddibagi menjaadi empat tippe yaitu tipe Nezeran, R Roux, Rauh dan Altim (Gambar 9).
Gamb bar 8. Tipe-tiipe arsitekturr pohon (Haalle, dalam Rusilawati, R 2002)
24
Tipe arsitektur pohon Nezeran mempunyai tipe percabangan kontinyu pada batang utama dengan tajuk terbuka. Tipe pohon Roux mempunyai tipe percabangan yang sama dengan Nezeran tetapi dengan tajuk tertutup. Tipe arsitektur pohon Rauh mempunyai tipe percabangan kontinyu pada cabang samping (cabang sekunder) dan bentuk tajuk tertutup. Tipe arsitektur pohon Attim mempunyai percabangan kontinyu pada cabang tersier dan bentuk tajuknya tertutup. Hails et al. (1990) membedakan tata letak penanaman vegetasi pada ruang terbuka hijau kota sebagai habitat burung berdasarkan fungsi daerahnya, yaitu vegetasi pada daerah perlindungan (refuges), vegetasi pada daerah transisi, vegetasi koridor dan vegetasi padang rumput. Tata letak tanaman pada RTH sebagai habitat burung (Gambar 10) dibedakan sebagai berikut: - Tanaman pada daerah perlindungan (refugee), terdiri dari komponen pepohonan yang ditanam rapat satu sama lain dan kelompok perdu tahan naungan yang ditanam di antara pepohonan tersebut. - Tanaman pada daerah transisi, merupakan daerah yang berada di luar daerah perlindungan dan mengelilingi daerah perlindungan. Tanaman di daerah transisi berupa semak dan rumput. - Tanaman koridor adalah tanaman penghubung antara daerah perlindungan, dimana burung-burung dapat melintas mudah dari suatu tempat ke tempat lainnya untuk mencari makan, mencari pasangan maupun tempat bersarang. Koridor dapat berupa jalur pepohonan, semak atau berupa sungai kecil untuk burung air dan rawa. - Tanaman padang rumput merupakan daerah terluar setelah transisi atau dapat berdiri sendiri, terpisah dari daerah yang lebih rapat. Tanamannya berupa hamparan atau lapangan. Ruang dimana burung-burung dapat ditemukan untuk mencari makan, beristirahat dan berkembang biak oleh Handayani (1995) dikelompokan dalam beberapa strata yaitu strata 1 (0 - 0,6 m), strata 2 (0,6 - 1,8 m), strata 3 ( 1,8 – 4,5 m), strata 4 (4,5 – 15 m) dan strata 5 ( >15 m). Jenis burung yang menggunakan strata 1 dan 2 adalah prenjak, kutilang dan burung gereja. Strata 3 dan 4 lebih
25
banyak digunakan sebagai tempat untuk beristirahat dan bersarang bagi burungburung karena menyediakan lebih banyak tempat untuk sembunyi. Selain itu, strata 3 dan 4 juga menyediakan makanan, baik berupa buah-buahan maupun serangga. Hampir semua jenis burung menggunakan ruang ini. Sedang strata 5 banyak digunakan oleh jenis burung yang menyukai tajuk pohon, baik mencari makan, bersarang maupun beristirahat. Burung yang sering terlihat pada strata ini adalah kepodang dan kutilang.
Gambar 9. Tata vegetasi pada daerah perlindungan, transisi, koridor dan lapangan rumput bagi satwa burung (Hails et al., 1990) 3. Sumberdaya Pakan Untuk Burung Rantai makanan adalah peristiwa memakan dan dimakan dengan urutan tertentu. Contoh : Makanan --> Ulat --> burung prenjak --> burung rajawali --> bakteri. Tumbuhan dimakan ulat, ulat dimakan burung prenjak, burung prenjak di makan burung rajawali. Keterangan : 1. Tumbuhan bertindak sebagai produsen 2. Ulat bertindak sebagai konsumen tingkat I 3. Burung prenjak bertindak sebagai konsumen tingkat II 4. Burung Rajawali bertindak sebagai konsumen tingkat III --> konsumen puncak
26
5. Bakteri bertindak sebagai decomposer / pengurai Jaring-jaring makanan adalah kumpulan beberapa rantai makanan yang saling berhubungan. Gambar 10 merupakan gambaran jaring-jaring makanan.
Gambar 10. Jaring-jaring makanan Menurut Boer (1994), ritme dan sedikit perubahan-perubahan stokastik dalam penawaran sumberdaya makanan dan kelimpahannya, menentukan pola dan cara pemanfaatan habitat oleh banyak jenis burung. Komponen makanan adalah penting, yaitu : (a) jenis makanan, (b) banyaknya sumberdaya makanan dan (c) distribusi makanan berdasarkan waktu. Jenis-jenis burung tersebut dapat diklasifikasikan dalam kelas-kelas makanannya, sebagai berikut : a. Frugivore Frugivore adalah jenis burung pemakan buah. Frugivore terbagi kedalam dua kelompok yaitu burung-burung yang memakan buah-buah ukuran besar dan burung-burung yang memakan buah-buah ukuran kecil (Karr dalam Boer, 1994). b. Insectivore Insectivore adalah jenis burung pemakan serangga. Fauna serangga ataupun kepadatan kehadiran Arthropoda berkorelasi erat dengan derajat penutupan tanah hutan (Numelin dalam Boer, 1994). Oleh karena itu, perubahan iklim mikro akibat penutupan tajuk merupakan hal yang penting.
27
c. Generalist Secara teoritis, kelompok burung tidak begitu terspesialisasi dalam makanan yaitu insectivore-frugivore, nectarivore-insectivore, nectarivoreinsectivore-frugivore atau nectarivore-frugivore (Boer, 1994). 4. Faktor Pendukung RTH Ekologis Berdasarkan penelitian Deppe dan Rottenberry (2008), migrasi burung bergantung pada distribusi spesies baik luas area maupun tipe vegetasi dan hubungan migran dengan arsitektur atribut antara skala spasial dan ekologis. Komposisi dari tanaman dan arsitektur vegetasi menjadi salah satu yang berpengaruh untuk migrasi burung pada skala yang luas termasuk jenis vegetasi pantai. Hubungan migran dengan arsitektur atribut antara skala spasial dan ekologis membuktikan bahwa burung mempertimbangkan bentuk arsitektural dan sisi ekologis untuk bermigrasi pada suatu tempat. Burung-burung di alam mempunyai perilaku mendekati air bersih yang tergenang. Oleh karena itu, ketersediaan air bersih untuk mandi dan minum merupakan hal yang penting. Pergerakan satwa antar patch melintasi gap tersebut yang kemudian ditanggapi oleh satwa secara berbeda pada skala spasial yang sangat spesifik. Pergerakan satwa antar patch melintasi gap akan bervariasi pada tiap spesies tergantung pada tipe patch dan faktor lain, seperti cuaca, musim, rute alternatif, serta resiko yang mungkin dihadapi (predator, jarak) (Wiens dan Rotenberry, 1981). Beberapa sistem klasifikasi iklim yang sampai sekarang masih digunakan dan pernah digunakan di Indonesia antara lain adalah (mbojo.wordpress.com): a. Sistem Klasifikasi Koppen Koppen
membuat
klasifikasi
iklim berdasarkan
perbedaan
temperatur dan curah hujan. Koppen memperkenalkan lima kelompok utama iklim di muka bumi yang didasarkan kepada lima prinsip kelompok nabati (vegetasi). Kelima kelompok iklim ini dilambangkan dengan lima huruf besar dimana tipe iklim A adalah tipe iklim hujan tropik (tropical rainy climates), iklim B adalah tipe iklim kering (dry climates), iklim C adalah tipe iklim hujan suhu sedang (warm temperate rainy climates),
28
iklim D adalah tipe iklim hutan bersalju dingin (cold snowy forest climates) dan iklim E adalah tipe iklim kutub (polar climates). b. Sistem Klasifikasi Mohr Klasifikasi Mohr didasarkan pada hubungan antara penguapan dan besarnya curah hujan, dari hubungan ini didapatkan tiga jenis pembagian bulan dalam kurun waktu satu tahun dimana keadaan yang disebut bulan basah apabila curah hujan >100 mm per bulan, bulan lembab bila curah hujan bulan berkisar antara 100 – 60 mm dan bulan kering bila curah hujan < 60 mm per bulan. c. Sistem Klasifikasi Schmidt-Ferguson Sistem iklim ini sangat terkenal di Indonesia. Menurut Irianto, dkk (2000) penyusunan peta iklim menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson lebih banyak digunakan untuk iklim hutan. Pengklasifikasian iklim menurut Schmidt-Ferguson ini didasarkan pada nisbah bulan basah dan bulan kering seperti kriteria bulan basah dan bulan kering klasifikasi iklim Mohr. Schmidt-Fergoson membagi tipe-tipe iklim dan jenis vegetasi yang tumbuh di tipe iklim tersebut adalah sebagai berikut; tipe iklim A (sangat basah) jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis, tipe iklim B (basah) jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis, tipe iklim C (agak basah) jenis vegetasinya
adalah
hutan
dengan
jenis
tanaman
yang
mampu
menggugurkan daunnya dimusim kemarau, tipe iklim D (sedang) jenis vegetasi adalah hutan musim, tipe iklim E (agak kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe iklim F (kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe iklim G (sangat kering) jenis vegetasinya padang ilalang dan tipe iklim H (ekstrim kering) jenis vegetasinya adalah padang ilalang. Tabel 6. Klasifikasi Iklim Menurut Schmidt-Ferguson
29
Berdasarkan Van Hoeve (1989), burung memiliki suhu yang naik turun, namun waktu burung keluar dari sarang adalah saat bulan kering. Suhu udara untuk burung di daerah tropis bertahan berkisar 25 – 30º C. Menurut Thomas (1979), penyediaan RTH merupakan salah satu usaha pengelolaan habitat satwa di perkotaan. Dalam membentuk RTH kota yang dapat digunakan sebagai habitat burung, maka dilakukan pendekatan yang bertujuan: 1. Untuk memperoleh keanekaragaman spesies yang tinggi. Dalam hal ini, semua spesies dianggap penting dan diharapkan populasi semua spesies cukup memadai. 2. Untuk meningkatkan populasi spesies tertentu. Dalam hal ini hanya spesies tertentu yang diutamakan. Menurut Bennett (1999), berdasarkan asalnya koridor dapat dibedakan atas: -
Koridor alami, seperti sungai dengan tanaman pinggiran sungai (riparian), termasuk kontur lingkungan yang merupakan hasil dari proses lingkungan.
-
Koridor remnant, seperti strip hutan yang tidak ditebang dalam suatu pembukaan lahan, pepohonan di sisi jalan, atau habitat alami yang dipertahankan sebagai penyambung antar kawasan lindung,yang terpecah karena adanya pembukaan lahan atau gangguan lingkungan.
-
Koridor regenerasi, merupakan hasil dari pertumbuhan kembali suatu strip tanaman yang dulu telah mengalami pembukaan atau gangguan.
-
Koridor buatan seperti tanaman pertanian, windbreaks atau shelterbelts, umumnya merupakan tanaman introduksi (non-indigenous atau eksotik).
-
Koridor gangguan, seperti jalan kereta, jalan raya, atau fitur lainnya yang merupakan hasil dari gangguan yang bersifat tetap dan berbentuk strip panjang.
2.6.Perencanaan Lanskap Menurut Siti Nurisjah (2009), perencanaan lanskap adalah salah satu bentuk produk utama dalam kegiatan arsitektur lanskap. Perencanaan lanskap ini merupakan suatu bentuk kegiatan penataan yang berbasis lahan (land based planning) melalui kegiatan pemecahan masalah yang dijumpai dan merupakan proses untuk pengambilan keputusan berjangka panjang guna mendapatkan suatu
30
model lanskap atau bentang alam yang fungsional, estetik dan lestari yang mendukung
berbagai
kebutuhan
dan
keinginan
manusia
dalam
upaya
meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraan termasuk kesehatannya. Kegiatan perencanaan lanskap adalah satu bentuk kegiatan yang menitik beratkan pada data dan informasi yang dikumpulkan serta proses pengolahan data dan informasi tersebut untuk mendapatkan hasil seperti yang diinginkan atau dikonsepkan. Hasil perencanaan lanskap yang baik bila produk yang dihasilkan akan berdaya guna tinggi bagi para pemakainya dan berkelanjutan bagi lanskap atau kawasan yang direncanakan penataannya. Dalam kegiatan perencanaan lanskap ini maka proses perencanaan dinyatakan sebagai suatu proses yang dinamis, saling terkait dan saling mendukung satu dengan yang lain. Proses ini merupakan suatu alat yang terstruktur dan sistematis yang digunakan untuk menentukan keadaan awal dari suatu bentukan fisik dan fungsi lahan/tapak bentang alam, keadaan yang diinginkan setelah dilakukan berbagai rencana perubahan, serta cara dan pendekatan yang sesuai dan terbaik untuk mencapai keadaan yang diinginkan tersebut. Rachman (1984) menyatakan bahwa dalam proses perencanaan meliputi beberapa tahap yang harus dilaksanakan yaitu tahap inventarisasi data, analisis, sintesis, perencanaan, perancangan, pelaksanaan dan diakhiri dengan tahap pemeliharaan.
31
BAB III MET TODOLO OGI 3.1 3 Tempatt dan Waktu u Stud di dilakukan di kawasan pperumahan Bukit B Cimannggu City, Kota K Bogor, Provinsi P Jaw wa Barat (Gaambar 11).
Tanppa skala
Gambar 11. Denah Lokasi L di ini dilaksaanakan dalam m jangka waaktu 6 (enam m) bulan yaang dimulai Stud bulan b Juli 20011 hingga Desember D 20011 sebagaim mana disajikkan pada Tabbel 7. Tabel T 7. Tahhap Pelaksannaan dan Alookasi Waktuu Studi No
Jeniss Kegiatan
1
Pembuaatan Proposall
2
Mengurrus perizinan
3
Survey Lapang
4
Perencaanaan RTH Ekologis E
5
Penyusunan laporann
Bulaan ke1
2
3
4
5
6
32
3.2 Batasan Studi Studi ini dibatasi sampai tahap penyusunan rencana lanskap (landscape plan) ruang terbuka hijau perumahan Bukit Cimanggu City, Bogor.
3.3 Alat dan Bahan Penelitian Alat – alat yang digunakan pada kegiatan penelitian ini terdiri atas : a. Kamera digital untuk mengambil data visual yang dibutuhkan b. Perangkat komputer dengan software Arcview 3.3 untuk analisis spasial, Microsoft Word 2007, AutoCAD 2007, Adobe Photoshop CS4, Adobe Illustrator CS3 dan Google SketchUp 7 untuk pembuatan perencanaan RTH ekologis. Bahan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan penelitian ini, disamping dilakukan pengkajian data lapangan juga membutuhkan data dan peta pendukung sebagaimana disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Jenis, Bentuk Pengambilan, Sumber dan Bentuk Data Jenis Data
Bentuk Pengambilan Data
Sumber Data
Bentuk Data
Interpretasi
Sekunder
Developer
Data spasial
-Batas tapak
Data Fisik/ Lanskap 1. Master plan
-Tata Guna Lahan 2.
Tanah
3. Peta Tata Guna Lahan 4. Citra Satelit
Sekunder
Bappeda
Primer dan
Developer,
sekunder
Survey lapang
Sekunder
Pemda/ Bappeda Kota
(Quickbird 2006)
5. Iklim
Sekunder
Deskriptif
Jenis Tanah
Data spasial
Tata Guna Lahan - Vegetasi
Data Spasial
Bogor
- Infrastruktur
Kantor
-Suhu
Meteorologi
Data statistik
dan Geofisika 6.
Data Satwa
Primer
- Aksesibilitas
Lapang
-Curah Hujan -Kelembaban
Data deskriptif
Data Satwa Burung
33
3.4 Metodologi Tahap metodologi terdiri dari persiapan (inventarisasi), pengumpulan data, analisis-sintesis dan perencanaan. Diagram alur tahap metodologi terdapat pada Gambar 12. PERSIAPAN
Proposal
Desk study
Memilih lokasi studi
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
ANALISIS DAN SINTESIS Membandingkan Luas eksisting RTH dengan peraturan PU No.5 Tahun 2008
Pengumpulan Data: -survey lapang, -studi pustaka, - wawancara
Pengolahan Data: -Pembuatan Peta Dasar -Pembuatan Peta Tematik (Peta penutup lahan dan peta tata guna lahan) -Menentukan lokasi contoh sampel
PERENCANAAN Konsep perencanaan
Pengembangan konsep Membandingkan Luas eksisting RTH dengan kriteria habitat burung ideal dari University of Montana (2010)
Analisis Biofisik Pengecekan lapang RTH sampel
Block plan Rencana RTH Ekologis sebagai Habitat Burung
Peta kesesuaian lahan
Gambar 12. Diagram Alur metodologi
3.4.1 Persiapan Proses persiapan meliputi penyusunan proposal, desk study, memilih lokasi penelitian, serta pengumpulan data. Tahap ini dilanjutkan dengan pemilihan lokasi
dengan pengecekan lapang untuk mengetahui kondisi eksisting dari tapak. Kawasan perumahan Bukit Cimanggu City dipilih sebagai tempat studi karena dianggap memiliki potensi dan kriteria yang dapat dikembangkan ruang terbuka hijau ekologis.
3.4.2 Pengumpulan dan Pengolahan Data Pengumpulan data dilakukan melalui survei lapang, wawancara dan studi pustaka. Data yang telah terkumpul akan diolah menjadi peta dasar dan peta tematik. Peta dasar akan membantu dalam proses menentukan lokasi sampel.
34
3.4.2.1 Peta Dasar Penyiapan peta dasar dilakukan dengan menggunakan data yang tersedia yaitu master plan. Peta dasar digunakan sebagai acuan dalam pembuatan peta-peta tematik lainnya. 3.4.2.2 Peta Tematik Peta tematik dibuat 2 (dua) jenis peta yaitu peta penutupan lahan dan peta tata guna lahan. ¾ Penutupan Lahan Klasifikasi penggunaan lahan disusun berdasarkan informasi spasial seperti master plan kawasan pemukiman dan citra satelit. Peta ini berguna untuk mengetahui pola permukiman kawasan berdasarkan kondisi eksisting pada tapak yang meliputi ruang terbangun dan non-terbangun. Peta ini juga berguna dalam membantu identifikasi penutupan lahan serta membantu dalam menganalisis lokasi-lokasi di luar tapak sebagai daerah sumber asal burung dan daerah potensial untuk dikembangkan. Klasifikasi penutupan lahan dilakukan melalui intepretasi visual terhadap citra satelit Quickbird 2006. Penutupan lahan diklasifikasikan ke dalam dua kelas yaitu ruang terbuka dan ruang terbangun. a. Ruang terbangun b. Ruang terbuka Ruang terbuka terdiri atas RTH (Ruang Terbuka Hijau) dan badan air. RTH terdiri dari kelompok tanaman sedangkan badan air berupa sungai dan danau. Citra satelit digunakan untuk mengklasifikasikan jenis tanaman menjadi beberapa sub-klas yaitu pohon, semak, dan penutup tanah. Delineasi kelas penutup lahan dilakukan pada layar monitor komputer. Setelah klasifikasi penutup lahan, dilakukan verifikasi dan survei lapang untuk setiap kelasnya. Kunci interpretasi citra yang digunakan berdasarkan karakteristik citra, seperti bentuk, warna, tekstur, dan bayangan (Tabel 9). Untuk memastikan data dan jenis tanaman, akan dilakukan pengecekan lapang.
35
Tabel 9. Kunci Identifikasi Citra Bentuk
Warna
Tekstur
-Bulat -Titik,bulat, memanjang -Kotak, Tidak beratuuran -Tidak beraturan
- Hijau tua - Hijau tua/muda -Hijau muda -Hijau agak kehitaman
Kasar Agak kasar Halus Kasar
- Memanjang, kotak, tidak beraturan
-Hijau pekat, cokelat
Halus
-Memanjang -Kotak
-Abu-abu, Hitam -Warna terang
Halus Agak kasar
Ruang Terbuka a.RTH - Pohon -Semak - Penutup tanah -Kompleks (penutup tanah, semak, pohon) b. Ruang Terbuka lain - air Ruang Terbangun -Jalan -Rumah/Bangunan
Bayangan
-Ada, memanjang -Ada, sedikit -Tidak ada -Ada
-Tidak ada Tidak ada Ada
Interpretasi citra dilakukan secara visual melalui digitasi pada layar monitor. Pelaksanaan interpretasi mengikuti langkah- langkah sebagai berikut : -
Memasukan data kedalam sistem komputer
-
Registrasi untuk menempatkan koordinat citra pada pada koordinat geografisnya
-
Pemilihan lokasi dengan luasan tertentu untuk areal interpretasi
-
Identifikasi obyek berdasarkan kunci interpretasi citra
-
Delineasi (digitasi) obyek hasil identifikasi dan klasifikasi
-
Penyajian hasil interpretasi Cara mendigitasi tapak pada Arcview 3.2 adalah sebagai berikut:
•
Buka data tapak yang telah diregistrasi.
•
Tekan tombol “View” pada toolbar lalu tekan “New Theme” untuk membuat tema baru. Bentuk tema yang akan dipilih berbentuk “polygon”. Beri nama sesuai kunci interpretasi citra, misalnya: Tema Bangunan.
•
Untuk memulai mendigitasi, tekan tombol ”Theme” lalu tekan ”Start editing”. Bila sudah selesai mendigitasi, tekan tombol “Theme” lalu tekan “Stop editing”.
•
Bila sudah selesai membuat digitasi, simpan file project dalam bentuk apr. Untuk pengecekan lapang , metode yang dilakukan adalah berupa teknik
sampling. Sampling yang digunakan adalah sampling acak. Cara pengacakan dilakukan dengan menutup mata lalu memilih contoh sampel melalui layar
36
monitor computer. Klasifikasi sampel berdasarkan jenis RTH yang ada di perumahan yaitu taman lingkungan, taman ketetanggaan/RT, taman halaman rumah dan koridor. Kawasan BCC tidak memiliki ruang terbuka hijau yang diperuntukan untuk kawasan RW sehingga taman RW tidak dimasukkan dalam klasifikasi. Berikut adalah metode pengambilan sampel tiap RTH: -
Taman lingkungan. Untuk taman lingkungan, data diambil pada setiap taman lingkungan yang ada di perumahan. Data yang diambil berupa data jenis vegetasi dan satwa. Ketiga sampel merupakan keseluruhan taman lingkungan yang ada di perumahan Bukit Cimanggu City. Pada Gambar 13 terdapat hasil digitasi sampel taman lingkungan.
Gambar 13. Sampel Taman Lingkungan -
Taman RT. Untuk taman RT, data diambil pada beberapa taman RT yang ada di perumahan. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan menutup mata lalu memilih lokasi contoh sampel pada layar komputer. Banyaknya sampel yang diambil adalah 4(empat) sampel dari total keeluruhan taman RT yang berjumlah 16 taman. Data yang diambil adalah berupa data jenis vegetasi dan satwa. Pada Gambar 14 terdapat hasil digitasi sampel taman RT.
Gambar 14. Sampel Taman RT
37
-
Taman halaman rumah. Berdasarkan master plan terdapat tiga kelompok segment. Dibagi menjadi 3 (tiga) bagian untuk memudahkan dalam menentukan wilayah sampel. Berdasarkan Peraturan Mentei Pekerjaan Umum No.5 Tahun 2008, kategori RTH pekarangan/ halaman rumah dibagi menjadi 3(tiga) yaitu pekarangan rumah besar, rumah sedang dan rumah kecil sehingga masing-masing bagian dipilih tiga sampel rumah. Pengambilan sampel dilakukan secara acak dengan menutup mata lalu memilih lokasi contoh sampel pada layar komputer karena diharapkan sampel yang didapat adalah tiga kategori luas rumah. Sampel rumah yang didapat akan dibagi menjadi tiga kategori luas yaitu kategori rumah besar ( ≥ tipe 90), rumah sedang (tipe 90-45) dan rumah kecil ( ≤ tipe 45).
Gambar 15. Penentuan sampel melalui layar monitor komputer Gambar 16 adalah pembagian tapak menjadi tiga bagian untuk dapat menentukan lokasi sampel taman rumah. Titik biru pada gambar merupakan sampel yang telah dipilih.
Gambar 16. 3 (Tiga) pembagian wilayah untuk sampel taman rumah
38
-
Koridor. Penghubung antar taman. Data koridor yang diambil berupa data jenis vegetasi yang berada di jalur hijau jalan dan jalur biru yang menghubungkan dengan antar RTH taman dan antara RTH taman dengan sumber di luar tapak.
¾ Peta Tata Guna Lahan Peta tata guna lahan diperoleh dari master plan lalu dilakukan klasifikasi berdasarkan fungsi lanskap perumahan yaitu hunian, fasilitas umum, fasilitas sosial dan infrastruktur. Bukit Cimanggu City (BCC) membagi kawasannya menjadi empat yaitu hunian, fasilitas umum, infrastruktur dan lain-lain. Fasilitas umum terbagi menjadi RTH taman, area komersil, mesjid dan area rekreasi. Infrastruktur terbagi menjadi dua yaitu saluran drainase dan jalan sedangkan lainlain terbagi menjadi kavling dan kebun. Diagram penggunaan lahan di kawasan Bukit Cimanggu City terdapat pada Gambar 17.
Bukit Cimanggu City Fasilitas Umum
Hunian
RTH Taman
Area komersil
Mesjid
Infrastruktur
Area rekreasi
Saluran drainase
Jalan
Lain-lain
Kavling
Kebun
Gambar 17. Struktur penggunaan lahan Bukit Cimanggu City 3.4.2.3 Data Pendukung 1. Tanah Data tanah berguna untuk mengetahui jenis tanah dan tingkat kesuburan tanah. 2. Iklim Data iklim disusun berdasarkan kriteria kenyamanan manusia yang mempengaruhi yaitu suhu dan kelembaban.
39
3. Saluran Drainase Data yang dibutuhkan adalah sistem/saluran drainase yang ada di sekitar tapak seperti saluran drainase primer dan sekunder seperti penyerapannya. Data hidrologi berguna dalam menentukan daerah-daerah yang dapat digunakan oleh burung untuk minum, mandi dan bermigrasi. 4. Data Satwa Data satwa ditujukan pada penghuni kawasan perumahan Bukit Cimanggu City. Cara pengambilan data dilakukan dengan mengajukan wawancara kepada pengguna taman. Isi wawancara berkaitan dengan jenis burung yang pernah dilihat pengguna dalam RTH. Metode wawancara adalah sebagai berikut: -Wawancara dilakukan kepada salah seorang penghuni di tiap taman sampel. - Menanyakan jenis burung yang pernah dilihat di dalam atau sekitar taman. - Menunjukan foto atau gambar jenis burung untuk memastikan benar atau tidaknya jenis burung yang disebutkan oleh narasumber. Metode pengambilan sampel telah dijelaskan pada pengambilan data vegetasi. Selain dengan metode wawancara, dilakukan pendataan tanaman untuk mengetahui potensi burung yang ada di kawasan perumahan.
3.4.3 Analisis dan Sintesis Kesesuaian tapak untuk dijadikan kawasan permukiman ekologis kawasan burung dapat diketahui dengan proses analisis. Analisis pertama adalah menganalisis kebutuhan RTH untuk permukiman dengan cara membandingkan luas eksisting sampel dengan standard berupa aturan PU No.5 tahun 2008. Berikutnya adalah analisis kesesuaian lahan. Analisis kesesuaian lahan terbagi menjadi dua yaitu analisis kesesuaian RTH sebagai tempat bersarang dan analisis biofisik. Analisis kesesuaian RTH sebagai tempat bersarang dilakukan dengan membandingkan luas eksisting dengan kriteria habitat burung ideal menurut The University of Montana (2010) sedangkan analisis biofisik membandingkan jenis tanah, vegetasi, iklim dan hidrologi eksisting dengan kriteria. Adapun tahapan analisis-sintesis tersaji pada Gambar 18.
40
Kebutuhan RTH PU
Luas Tapak
E<S
E=S
Biofisik
Kebutuhan RTH
Luas Tapak
E>S
Kriteria Biofisik -tanah -vegetasi -hidrologi, iklim
Kesesuaian Luas RTH untuk Habitat burung
Ket :
E
Eksisting
S
Standard
Kesesuaian Biofisik Tapak untuk Bersarang
Sintesis
Gambar 18. Tahapan Analisis- Sintesis
Luas eksisting RTH taman sampel akan dibandingkan dengan standard kebutuhan RTH menurut Menteri Pekerjaan Umum No.5 tahun 2008 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan RTH di Kawasan Perkotaan. Selanjutnya akan didapatkan hasil E<S, E=S atau E>S. Bila E<S atau eksisting lebih kecil dari standard yang ditetapkan maka diperlukan penambahan luasan RTH dengan memanfaatkan ruang-ruang kosong yang belum terpakai. Sedangkan bila luas sudah sesuai dengan standard atau melebihi standard maka tahap analisis dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya. 3.4.3.1 Analisis Kebutuhan RTH untuk Permukiman Pertama-tama dilakukan evaluasi ketersediaan luas RTH berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum (Tabel 10). Hal ini untuk menentukan kebutuhan RTH manusia.
41
Tabel 10. Kriteria luas berdasarkan peraturan daerah No
Unit
Tipe RTH
1
250 jiwa
Taman RT
Luas minimal /unit (m²) 250
Luas minimal /unit (m²)
2
2500 jiwa
Taman RW
1.25
0,5
di pusat kegiatan
3
30000 jiwa
Taman
9
0,3
dikelompokan
120000 jiwa
Taman
24
0,2
dikelompokan
4
Pemakaman
Disesuaikan
1,2
tersebar
5
480000 jiwa
1,0
Lokasi
di tengah
Taman kota
144
0,3
di pusat wilayah/
Hutan kota
Disesuaikan
4,0
di dalam/ kawasan
Untuk fungsiDisesuaikan 12,5 fungsi tertentu Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.5 Tahun 2008
disesuaikan dengan kebutuhan
Data luas kebutuhan RTH berdasarkan PU akan dibandingkan dengan luas RTH yang ada di lapang. Perhitungan luas RTH di lapang menggunakan data tematik yang telah didigitasi. Data luas berdasarkan PU yang telah dihitung kemudian akan dibandingkan dengan luas hasil digitasi. Hasilnya akan diketahui apakah luas RTH kawasan telah sesuai dengan peraturan pemda atau belum. Untuk cara mendapatkan luas RTH yang ada, digunakan peta hasil dari digitasi penutupan lahan. Berikut adalah cara untuk mendapatkan luas RTH: •
File Arcview yang telah didigitasi (.shp) dipindahkan ke program Adobe Illustrator CS3, lalu di-save as dengan format .dwg.
•
Buka file di Autocad 2007, rubah unit satuan menjadi meter. Simpan dalam format .dwg.
•
Buka file di Sketch Up7 -
Peta dalam bentuk polyline.
-
Rubah bentuk polyline peta menjadi bidang (tertutup sempurna) dengan cara membuat kotak di-on face menutupi seluruh peta. Klik kanan pilih “Intersect” lalu tekan “Intersect With Model”.
-
Hapus kotak yang telah dibuat sebelumnya.
-
Untuk mendapatkan luas, pilih seluruh area lalu klik kanan tekan “Area” pilih “Selection”.
-
Hasil yang akan keluar berupa luas dengan satuan meter persegi.
42
3.4.3.2 Analisis Kesesuaian Lahan RTH Sebagai Habitat Burung Analisis kesesuaian RTH, dilakukan dengan menyepadankan (matching) antara data yang diperoleh dengan kriteria. a. Analisis kesesuaian RTH sebagai tempat bersarang Kesesuaian RTH sebagai tempat bersarang ditentukan berdasarkan kriteria yang dikeluarkan The University of Montana (2010) mengenai luas yang dibutuhkan untuk mengoptimalisasi satwa burung yang ada (Tabel 10). Setelah itu dilakukan evaluasi jumlah dari “edges” menggunakan rumus L/2√Aߨ, di mana L = keliling patch dan A = luas (Forman and Godron, 1986). Koridor dianalisis untuk mengetahui kesesuaian fungsi koridor sebagai penghubung antar RTH dan antara RTH dengan sumber di sekitar tapak. Analisis koridor juga berguna untuk mengetahui arah pergerakan burung. Tabel 11. Kriteria luas habitat burung ideal Area yang
Luas area (meter²)
Keterangan
Kriteria
diperlukan Area perlindungan
Lebih dari 50 ha
Untuk daerah bertelur
( sumber )
-pepohonan yang ditanam rapat -perdu tahan naungan yang ditanam di antara pepohonan tersebut
Area perlindungan
5 meter dengan daerah
- Daerah bertelur
-pepohonan yang
(penampungan)
buffer sebesar 11.3 meter
sebesar 5 meter dan
ditanam rapat
daerah transisi 11.3
-perdu tahan naungan
meter
yang ditanam di antara
-Memiliki 30 jenis
pepohonan tersebut
tanaman Koridor
Tak tentu (kontinyu)
berupa jalur pepohonan, semak atau berupa sungai kecil
Luas perlindungan penampung ditentukan dengan melakukan perhitungan luas menggunakan rumus lingkaran. Panjang jari-jari lingkaran bagian dalam sebesar 5 meter dengan daerah transisi sebesar 11.3 meter dari tepi lingkaran
43
terluar. Pada Gambar 19, terdapat lingkaran untuk memudahkan dalam perhitungan area perlindungan penampung.
11.3 meter
5 meter
Gambar 19. Jarak yang dibutuhkan dalam area penampung b. Analisis Biofisik Setelah dilakukan klasifikasi dengan kriteria luas burung ideal kemudian dilakukan klasifikasi habitat burung berdasarkan persaratan atau kriteria biofisik habitat burung disusun dari beberapa sumber (Tabel 11) yaitu berdasarkan teori Van Hoeve (1989) mengenai iklim, jenis tanaman dan jenis makanan yang dihasilkan (Hails et al., 1990), bentuk tajuk (Halle, dalam Rusilawati, 2002) dan tinggi tanaman (Handayani, 1995). Hasil dari klasifikasi dianalisis menurut bagiannya masing-masing. Tabel 11. Persaratan/Kriteria Biofisik Lokasi Habitat Burung Karakteristik Lokasi Lahan
Persaratan Lokasi Habitat Burung
Iklim¹ - Suhu udara
Berkisar antara 25-30º C
-
Curah hujan
60- 100 mm per bulan
Jenis tanah
Subur
Vegetasi - Jenis tanaman²
Pohon, semak, rumput, kompleks
-
Tinggi tanaman³
a. b. c. d. e.
Strata 1 ( 0-0,6 meter) Strata 2 (0,6-1,8 meter) Strata 3 (1,8-4,5 meter) Strata 4 (4,5- 15 meter) Strata 5 ( >15 meter)
44
-
Jeniss makanan yang y dihassilkan²
-
Tipe arsitektural4
Biji, buah h, penarik serangga, berbbunga a. Neezeran
b. Rooux
c. Raaux
d. Alltim
Saluran draiinase
Terbuka
¹ http://mbojo.wordpress.com m/2007/05/02/kklasifikasi-iklim m/.(diakses 7 D Desember 20100]
² Hails (1990) ³ Handayani (11995) 4
•
Rusilawati (22002)
Analisis Tanah d deengan cara membandinngkan data tanah t yang Anallisis tanah dilakukan
telah t didapaat
dengan deskripsi kkesuburan tanah menurrut literatur mengenai
kesuburan k taanah.
45
•
Analisis Vegetasi Analisis vegetasi menggunakan peta dan data sampel yang telah diperoleh
sebelumnya lalu hasilnya diklasifikasi pada Tabel 12. Data vegetasi yang telah diperoleh diklasifikasikan berdasarkan jenis, sumber pakan, tipe arsitektural dan tinggi tanaman. Data vegetasi ini diambil berdasarkan sampel jenis RTH permukiman yang diperoleh. Analisis vegetasi berguna untuk mengetahui lokasi mayoritas burung untuk bersarang, makan dan mandi serta potensi jenis burung yang dapat dikembangkan. Tabel 13. Klasifikasi Vegetasi Berdasarkan Kriteria Nama
Jenis tanaman
Jenis makanan yang
Tipe arsitektural
Tinggi Tanaman
Jenis burung
Tanaman
(pohon, semak,
dihasilkan ( biji,
(Nezeran, Roux,
( Strata 1, 2, 3, 4,
yang sesuai
rumput)
buah, penarik
Rauh, Altim)
5)
serangga, berbunga)
Klasifikasi ini untuk mempertahankan jenis burung yang telah ada dan menentukan upaya yang diperlukan mempertahankan keberadaan jenis-jenis tanaman tertentu. •
Analisis Iklim Data iklim yang ada dibandingkan dengan data literatur (Tabel 11). Data
iklim yang akan dianalisis adalah data iklim makro selama sepuluh tahun terakhir. Hal ini untuk menghindari kesalahan pada analisis iklim akibat terjadinya perubahan iklim. •
Analisis Saluran Drainase Peta saluran drainase digunakan untuk mengetahui aliran saluran drainase
kawasan BCC. Berdasarkan penelitian Deppe dan Rottenberry (2008), burungburung di alam mempunyai perilaku mendekati air bersih yang tergenang. Analisis saluran drainase dilakukan untuk mengetahui apakah kawasan memiliki ketersediaan air bersih yang dapat digunakan sebagai sumber kehidupan burung.
46
Hasil akhir dari tahap analisis adalah untuk mengetahui kesesuaian kawasan BCC untuk dikembangkan sebagai kawasan ekologis habitat burung yang dinilai dari segi ketersediaan luas RTH dan kesesuaian lahan. 3.4.3.3 Sintesis Sintesis adalah tahap penyusunan program kebutuhan ruang untuk mendapatkan bentuk RTH ekologis serta pembentukan sistem RTH pada lingkungan permukiman yang memiliki fungsi sebagai RTH untuk keseimbangan ekologis wilayah permukiman. Hasil sintesis berupa suatu rumusan alternatif bentuk RTH ekologis yang dapat dikembangkan sesuai dengan karakter tapak dan jenis burung yang potensial untuk dikembangkan berdasarkan hasil analisa tapak dan rumusan penghadiran elemen perlengkapan ruang RTH ekologis yang mendukung habitat satwa. Untuk meningkatkan populasi spesies burung perlu dilakukan perbaikan habitat, misalnya: melakukan penanaman jenis-jenis tumbuhan sumber pakan. Berdasarkan pemikiran-pemikiran di atas, secara garis besar faktor-faktor penting yang perlu diperhatikan dalam perencanaan kawasan habitat burung sebagai berikut : 1. Ruang- ruang dalam pengembangan habitat burung di daerah perumahan yaitu daerah perlindungan daerah burung sumber (source), daerah penampung (sink) dan koridor. 2. Jenis burung yang potensial untuk dikembangkan. 3. Jenis tanaman yang akan dikembangkan dapat mendukung dalam perencanaan habitat burung.
3.4.4 Perencanaan Lanskap RTH Ekologis Tahap ini merupakan tahapan lanjutan dari tahap sintesis. Selanjutnya dilakukan tahap konsep, pembuatan konsep dasar mengacu pada tujuan dari studi perencanaan. Bentuk RTH merupakan pengajuan dari bentuk alternatif berupa rencana blok yang telah didapatkan pada tahap sintesis. Tahapan perencanaan lanskap dimulai dengan menjabarkan konsep sesuai dengan kepentingan-kepentingan penataan kawasan perumahan Bukit Cimanggu City. Selanjutnya penerapan konsep ke dalam bentuk arsitektural sehingga dapat
47
menjadi dasar untuk pengembangan kawasan, baik yang terkait dengan kebutuhan habitat burung maupun yang terkait dengan kepentingan masyarakat yang ada. Hasil akhir dari studi ini berbentuk rencana ruang terpadu baik bentuk, lokasi dan luas
RTH ekologis dalam kawasan permukiman yang menyediakan
ruang luar aktivitas manusia, penetapan jenis-jenis ruang habitat satwa burung dan faktor-faktor pendukung kehidupan satwa burung. Tahap ini merupakan penerapan dari kriteria habitat burung ideal yang sesuai dengan tapak kemudian diterapkan pada kawasan perumahan. Hasil perencanaan secara arsitektural berupa gambar rencana lanskap (landscape plan) untuk tiap zona berbeda yaitu daerah perlindungan burung, daerah transisi burung dan lanskap daerah koridor. Ruang aktivitas manusia di dalam RTH ekologis dan suasana ruang digambarkan dengan ilustrasi perspektif. Elemen perlengkapan ruang dan perkerasan lantai beton berpola disajikan dalam gambar-gambar ilustrasi model untuk tiap jenis RTH. Serta didukung spasial kawasan yang dilengkapi dengan sarana, prasarana dan fasilitas pendukung.
48
BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Data Biofisik 4.1.1 Kondisi Umum Tapak Penelitian dilakukan di kawasan Bukit Cimanggu City yang terletak di kota Bogor, Kecamatan Tanah Sereal dan Bogor Barat, Kotamadya Bogor. Secara geografis, terletak pada 06.53°LS-06.56°LS dan 106.47°BT -106.78°BT. Kawasan ini dibatasi oleh Jalan Soleh Iskandar atau dikenal dengan Jalan Baru di bagian selatan, di selatan dibatasi Jalan Cilebut dan Desa Sukadamai, di bagian barat berbatasan dengan Desa Sukadamai sedangkan di sebelah timur berbatasan dengan Desa Mekarwangi dan Cibadak. Kawasan ini terdiri dari area perumahan, area komersil, fasilitas umum, fasilitas sosial, prasarana serta lahan kosong yang masih dalam tahap pembangunan. Kawasan Bukit Cimanggu City memiliki dua tipe zona permukiman (Gambar 20). Zona pertama yaitu permukiman yang berada di Bukit Cimanggu Villa sedangkan zona kedua yaitu permukiman yang berada di Green Land. Titik merah pada gambar merupakan batas pemisah antara dua zona permukiman sedangkan warna biru tua merupakan batas perumahan Bukit Cimanggu City. Bukit Cimanggu City menerapkan sistem cluster berdasarkan kesamaan desain arsitektur pada bangunan rumah. Jenis-jenis cluster yang diidentifikasi pada perumahan Bukit Cimanggu Villa adalah Cluster Mediterania, Rafflesia, Royal Lakeside, Tropical Garden, Taman Permata, Taman Chrysant, Taman Bunga, dan Cluster Bali. Sedangkan cluster yang berada di Greenland Residence, yaitu Cluster River Park View, Valley Park View, Hills Park View dan Cluster Raya Kencana. Kawasan permukiman Bukit Cimanggu Villa sudah selesai dibangun sementara permukiman Greenland masih dalam tahap pembangunan. Oleh karena itu, studi difokuskan pada Bukit Cimanggu Villa (Gambar 21).
49
BUKIT CIMANGGU VILLA
GREENLAND
Sumber : Pihak Pengembang Perumahan Bukit Cimanggu City Legenda
Judul Penelitian
Judul Gambar Batas Perumahan Bukit Cimanggu City
Greenland
PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU EKOLOGIS DI KAWASAN PERUMAHAN
Dibuat Oleh Dian Khaerunnisa A44062918
Bukit Cimanggu Villa
Dibimbing Oleh Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si
Batas
Kawasan BCC
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Orientasi Skala
No Gambar
20
50
Desa Sukadamai
Desa Mekarwangi
Jalan Soleh Iskandar
Legenda
Judul Penelitian
Batas kawasan studi
PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU EKOLOGIS SEBAGAI HABITAT BURUNG DI KAWASAN PERUMAHAN
Judul Gambar Peta Batas Penelitian Dibuat Oleh Dian Khaerunnisa A44062918 Dibimbing Oleh Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si
Sumber Peta QUICKBIRD 2006
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Orientasi Skala
No Gambar
21
51
4.1.2 Kondisi Biofisik Tapak 4.1.2.1 Bukit Cimanggu City Bukit Cimanggu City dahulu dikenal sebagai Bukit Cimanggu Villa, dikembangkan oleh PT Perdana Gapura Prima (PGP) mulai tahun 1990. Luas areal kawasan ini 1.295.514 m² atau ±129 hektar dengan kisaran elevasi (ketinggian tanah dari permukaan laut) 194 m dari permukaan laut dengan slope kemiringan lahan 0-5 %. Kawasan perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) dahulu berada pada daerah yang berbukit dengan curah hujan per tahun mencapai 3500-4000 mm dan suhu ratarata berkisar antara 23-30º C (Monografi Kelurahan Mekarwangi, 2009). Menurut Mackinnon (1995), daratan pulau Jawa bagian barat merupakan penyedia ekosistem terestrial tropis dengan kelimpahan jenis burung yang tinggi yaitu 340 jenis bila dibandingkan dengan pulau Jawa bagian tengah dan timur yaitu 316 jenis dan 299 jenis. Daratan pulau Jawa bagian barat dikunjungi burung migran pada saat belahan bumi bagian utara mengalami musim dingin. Hal ini dikarenakan berada di kawasan tropis yang subur sehingga menjadi penyedia sumber daya pakan yang berlimpah dengan suhu yang hangat sepanjang tahun. Oleh karena itu, tapak yang berada di daratan pulau Jawa bagian barat memiliki potensi sebagai penyedia sumber daya pakan yang berlimpah untuk habitat burung.
4.1.2.2 Alokasi Ruang dan Lahan Tapak Rencana umum pembangunan kawasan BCC terdiri dari pembangunan kawasan perumahan yang didukung oleh fasilitas-fasilitas publik. Apartemen, Driving range, shopping mall, pusat bisnis dan masih banyak pembangunan dari pengembangan lain di Bukit Cimanggu City, baik residensial, fasilitas umum dan sosial, commercial dan high rest project. Batas kawasan tapak dalam rencana pengembangan kawasan terbangun oleh pengembang membentuk pola batasan kawasan yang memanjang (Gambar 22).
52
Legenda
Judul Penelitian
Judul Gambar Peta Eksisting Bangunan
bangunan
PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU EKOLOGIS SEBAGAI HABITAT BURUNG DI KAWASAN PERUMAHAN
QUICKBIRD 2006
Dian Khaerunnisa A44062918 Dibimbing Oleh Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si
Sumber Peta
Dibuat Oleh
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Orientasi Skala
No Gambar 22
53
Jumlah keluarga dalam tiap cluster dapat mencapai 20 hingga 50 keluarga. Alokasi penggunaan lahan pada Bukit Cimanggu City tersaji pada Tabel 14.
Tabel 14. Penggunaan Lahan pada Bukit Cimanggu City Tata Guna Lahan Perumahan Bukit Cimanggu City a. Bukit Cimanggu Villa b. Greenland Jumlah
Luas (m2)
Penggunaan (%)
915.644 379.870 1.295.514
70,7 29,3 100%
Sumber : Master Plan Bukit Cimanggu City, Bogor
Tabel 15. Klasifikasi Tata Guna Lahan Bukit Cimanggu City Klasifikasi Kavling Perumahan Efektif Area Komersil Prasarana Jalan & Fasos-Fasum Rencana Pengembangan Jumlah
Luas (m2) 527.876 36.901 629.427 101.310 1.295.514
Penggunaan (%) 39,0 2,2 51,4 7,4 100,0%
Sumber : Master Plan Bukit Cimanggu City, Bogor
Menurut wawancara dengan pihak pengembang, umumnya penghuni di perumahan lebih menyukai area taman atau ruang-ruang terbuka lainnya. Tamantaman kantung (vest pocket park) dan taman lingkungan dibentuk untuk menjawab kebutuhan tersebut. Taman-taman tersebut berfungsi untuk tempat berkumpul dan sebagai area terbuka hijau.
Gambar 23 tersaji peta tata guna lahan kawasan Bukit Cimanggu City
sedangkan pada Tabel 16 tersaji alokasi jenis ruang dan lahan untuk pemukim yang telah direncanakan oleh pihak pengembang. Berdasarkan fungsinya, peta tata guna lahan ruang dibagi menjadi tujuh ruang sedangkan jenis ruang yang direncanakan oleh pengembang terbagi menjadi tiga yaitu ruang bermukim, fasilitas umum dan infrastuktur. Selain jenis ruang dan alokasi lahan, pada tabel juga terdapat lokasi tiaptiap ruang.
54
Legenda
Judul Penelitian
Judul Gambar
Permukiman Ruang Terbuka Hijau Area komersil
Peta Tata Guna Lahan
PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU EKOLOGIS SEBAGAI HABITAT BURUNG DI KAWASAN PERUMAHAN
Area rekreasi
Saluran drainase terbuka
Dian Khaerunnisa A44062918 Dibimbing Oleh Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si
Masjid Kebun
Dibuat Oleh
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Orientasi Skala
No Gambar
23
55
Tabel 16. Alokasi Jenis Ruang dan Lahan untuk Pemukim yang Direncanakan Oleh Pengembang Jenis Ruang Ruang bermukim
Fasilitas Umum
Alokasi Lahan Bangunan rumah
Lokasi ruang Menyatu dalam lingkungan cluster
Taman Rumah
Menyesuaikan luas bangunan
• Jalan
Menghubungkan kelompok cluster pemukiman
dengan
• RTH a. Taman Lingkungan Lokasi tersebar dengan jarak aksesibilitas yang tidak merata di tepi jalan ramai dan luas tidak konsisten sama b. Taman Ketetanggaan
Lokasi tersebar dengan luas yang tidak merata dengan satu taman untuk per dua RT
c. Jalur Hijau
Lebar rata-rata 1 hingga 2 meter
• Mesjid
Lokasi ada di tepi jalan dengan aksesibilitas kurang terjangkau bagi pemukim
• Areal Rekreasi Olahraga Lokasi berada di tengah pemukiman dan cukup mudah untuk diakses oleh pemukim • Kawasan Komersial
Lokasi berada di tengah pemukiman dan cukup mudah untuk diakses oleh pemukim
56
Tabel 16. Lanjutan Infrastruktur
• Pos satpam
Lokasi tersebar pada pintu masuk tiap cluster dan fasilitas pemukiman
• Jaringan kabel listrik dan telepon
Peletakan jaringan kabel listrik dan telepon di atas udara
• Saluran air bersih
Peletakan pipa air bersih ditanam di bawah tanah
• Saluran air drainase dan saluran air kotor
Saluran pembuangan air drainase terbagi menjadi dua yaitu terbuka dan tertutup
Sumber : Hasil Survey
Beberapa Ruang Terbuka Hijau yang terdapat pada kawasan permukiman Bukit Cimanggu City antara lain taman ketetanggaan, taman rumah, taman komunitas dan jalur hijau jalan (Gambar 24).
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 24. RTH Permukiman: (a) Taman Ketetanggaan, (b) Taman Rumah, (c) Taman Komunitas, dan (d) Jalur Hijau Jalan
57
4.1.2.3 Iklim Iklim yang digunakan pada penelitian berasal dari Badan Metereologi dan Geofisika (BMG) Balai Besar Wilayah II Stasiun Klimatologi Klas I, Dramaga Bogor. Data iklim diambil dalam kurun waktu sepuluh tahun yaitu dari tahun 19962006. Data iklim kota Bogor dari tahun 1996-2006 terdapat pada Gambar 25.
Rata‐rata Bulanan Iklim Kota Bogor 1996‐2006 400 360 320 280 240 200 160 120 80 40 0 1996
1997
1998
1999
2000
curah hujan (mm)
2001
2002
2003
kelembapan (%)
2004
suhu (C)
Sumber : Data Klimatologi BMG
Gambar 25. Data Iklim kota Bogor Tahun 1996-2006
2005
2006
58
4.1.2.4 Saluran Drainase Sistem drainase di Bukit Cimanggu City (BCC) dilengkapi dengan sistem drainase terbuka dan drainase tertutup (Gambar 26). Kanal-kanal air berfungsi sebagai tempat mengalirkan air yang berasal dari air hujan, saluran rumah tangga dan Marcopolo Water Park menuju ke kolam resapan atau danau. Kawasan BCC terdapat situ atau danau yang berfungsi sebagai daerah resapan air yang dapat menampung air dalam kapasitas yang cukup besar. Area danau ini terletak di Casa Grande. Luas area danau mencapai lebih kurang 7.360 m². Selain berfungsi sebagai area resapan air, situ tersebut dijadikan sebagai objek rekreasi.
Gambar 26. Aliran Drainase Permukiman BCC
4.1.2.5 Vegetasi Vegetasi prasarana jalan dan Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang berada di kawasan Bukit Cimanggu City dapat diidentifikasi berdasarkan letak cluster-cluster yang berada di kawasan perumahan. Pada kawasan Bukit Cimanggu Villa (BCV) terdapat 8 cluster sedangkan pada Green Land terdapat 6 cluster. Vegetasi pohon yang terdapat di Bukit Cimanggu Villa pada umumnya telah mengalami pertumbuhan yang optimal dan dapat diidentifikasi (Tabel 17) sedangkan vegetasi yang terdapat di Greenland sebagian besar masih dalam tahap pembangunan.
Tabel 17. Vegetasi Pohon di Bukit Cimanggu Villa No. 1
Cluster Mediterania
Vegetasi Pohon Cemara cunninghamii Palem raja Kamboja kuburan
Nama Latin Pohon (Araucaria cunninghamii) (Roystonea regia) (Plumeria rubra)
59
Tabel 17. Lanjutan Rafflesia 2
3
Royal Lakeside
4
Tropical Garden
5
Taman Permata
6
Taman Chrysant
7
Taman Bunga
8
Bali
Cemara norflok Pinang Biola cantik Palem sadeng Tabibuya Chinese jupiter Palem merah Dadap merah Palem botol Cemara kipas Palem putri Kayu manis Kerai payung Krisan Palem ekor tupai Kenanga Sikat botol Pisang hias Cempaka Ketapang Kelapa
(Araucaria heterophilla) (Areca catechu) (Ficus lyrata) (Livistona chinensis) (Tabebuya sp) (Juniperus chinensis) (Cyrtostachis renda) (Erythrina cristagalli) (Mascarena lagenicaulis) (Thuja orientalis) (Veitchia merilii) (Cinnamomun burmanii) (Felicium decipiens) (Chrysanthemum sp.) (Wodyetia bifurcata) (Cananga odorata) (Callistemon cifrinus) (Heliconia sp) (Michelia champaca) (Terminalia catappa) (Cocos nucifera)
Sumber : Pihak Pengembang Perumahan Bukit Cimanggu City
Vegetasi semak dan penutup tanah yang banyak ditemukan di RTH publik pada kawasan BCC (Gambar 27) adalah Kana (Canna generalis), Ruelia tegak (Ruellia brittoniana), Sutra bombay (Portulaca grandiflora), Kucai (Carex morrowii), Lili paris (Chlorophytum sp), Siklok (Agave attenuate), Agave (Agave angustifolia), dan Rumput gajah (Axonopus compressus). Pada Gambar 28 tersaji peta persebaran vegetasi kawasan BCC.
Gambar 27. Beberapa Jenis Vegetasi di RTH Publik BCC
60
Legendda
Judul Penelitiann
J Judul Gambar P Peta Vegetasi
Pohon Semak Groundcoveer
PERENCANA AAN RUANG TERBUKA HIJAU EK KOLOGIS SEBA AGAI HABITAT BU URUNG DI KA AWASAN PE ERUMAHAN
Diaan Khaerunnisa A44062918 Dibimbing Oleh D M Ir. Qodariian Pramukanto, M.Si
Gabungan Sumberr Peta I Interpretasi visua al citra QUICKBIRD 2006 2
D Dibuat Oleh
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP L FAKUL LTAS PERTANIA AN INSTITUT T PERTANIAN BO OGOR 2011
O Orientasi S Skala
No Gambbar
28
61
4.1.2.6 Topografi dan Tanah Kawasan Bukit Cimanggu City (BCC) memiliki kemiringan yang pada umumnya datar yaitu berkisar 0%-5% . Kemiringan tersebut menjadikan kawasan BCC bebas dari bahaya erosi atau longsor. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (2004) tentang kesesuaian penggunaan lahan berdasarkan kemiringan lereng, kedua kawasan perumahan tersebut telah memenuhi kriteria yaitu untuk lahan permukiman dibangun pada lahan dengan kemiringan 0-15%. Menurut Lembaga Penelitian Tanah Bogor (dalam, Saputra, 2010) jenis tanah yang teridentifikasi di kawasan Bukit Cimanggu City merupakan jenis tanah Latosol. Mahasiswa tidak melakukan uji lab terhadap tanah di daerah ini.
4.1.2.7 Kondisi Satwa Data kondisi satwa yang diperolah melalui wawancara kepada orang yang berada di RTH dan memiliki intensitas tinggi di RTH. Pada taman ketetanggaan memiliki fasilitas pos satpam. Dari beberapa satpam dan penghuni yang telah diwawancara, diketahui jenis burung yang sering terlihat pada pemukiman. Jenis burung berdasarkan hasil wawancara tersebut antara lain: -
Burung gereja (Passer montanus),
-
Burung emprit (Lonchura puntulata),
-
Burung kutilang (Pycnonotus aurigaster),
-
Burung merpati (Columba oenas),
-
Burung perkutut (Geopelia striata), biasanya pada pagi hari
-
Burung sriti/walet rumah (Collocalia esculanta) ,
-
Burung ciblek/prenjak jawa (Prinsa familiaris), setiap pagi dan
-
Burung hummingbird.
4.2 Analisis 4.2.1 Analisis Kebutuhan RTH untuk permukiman Berdasarkan fungsinya, ruang terbuka hijau permukiman akan dibagi menjadi beberapa bagian yaitu taman lingkungan, taman ketetanggaan (RT) dan halaman
62
rumah. Luas sampel dibandingkan dengan standard kebutuhan RTH dari PU (Tabel 18). Gambar 29 merupakan sampel taman ketetanggaan Bukit Cimanggu City sedangkan luas taman ketetanggaan/RT dan perbandingan dengan standard Menteri Pekerjaan Umum (2008) terdapat pada Tabel 19. Tabel 18. Standard Kebutuhan RTH menurut PU No
Unit
Tipe RTH Taman RT
Luas minimal /unit (m²) 250
Luas minimal /unit (m²) 1,0
1
250 jiwa
2
2500 jiwa
Taman RW
1.25
0,5
di pusat kegiatan
3
30000 jiwa
Taman
9
0,3
dikelompokan
4
Taman
24
0,2
dikelompokan
120000 jiwa
Pemakaman
Disesuaikan
1,2
tersebar
Taman kota
144
0,3
di pusat wilayah/
Hutan kota
Disesuaikan
4,0
di dalam/ kawasan
12,5
disesuaikan dengan kebutuhan
5
480000 jiwa
Untuk fungsiDisesuaikan fungsi tertentu Sumber : Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.5 Tahun 2008
(a)
(c)
Lokasi di tengah
(b)
(d)
Gambar 29. Sampel Taman Ketetanggaan / RT: (a) Sampel 1, (b) Sampel 2, (c)Sampel 3, dan (d) Sampel 4
63
Tabel 19. Luas Beberapa Sampel Taman Ketetanggaan Taman Ketetanggaan/RT
Luas (m²)
Sampel 1
367.9493
Sampel 2
223.5442
Sampel 3
787.5076
Keterangan - Satu taman untuk dua RT - Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau = Luas minimal PU x Jumlah RT
Sampel 4 972.0216 Ket : E = Eksisting ; S = Standard
Kebutuhan Ruang minimal berdasarkan PU menjadi 250 m²/ unit E>S E<S E>S E>S
Berdasarkan hasil perbandingan, diketahui bahwa pada sampel 2 luas eksisting tidak mencukupi standard PU. Pada 2, luas eksisting RTH tidak mencukupi 26,4558 m² sehingga diperlukan adanya penambahan luas taman ketetanggaan untuk memenuhi standard PU. Gambar 30 merupakan gambar Taman Lingkungan Bukit Cimanggu City.
(a)
(b)
(c) Gambar 30. Taman Lingkungan: (a) Taman 1, (b) Taman 2, dan (c) Taman 3
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 5 Tahun 2008, pada Tabel 20 tersaji hasil perhitungan luas RTH taman lingkungan kawasan Cimanggu City.
Bukit
64
Tabel 20. Luas RTH taman lingkungan kawasan Taman Lingkungan
Luas (m²)
Taman 1
2249.5346
Taman 2
2130.9228
Taman 3
3888.1305
Ket :
E =
Keterangan
Kebutuhan Ruang minimal PU adalah 9000 m²
BCC memiliki kurang dari 3000 KK Jumlah penduduk kurang dari 30000 jiwa
8268.5879 Eksisting ; S = Standard
E<S
Kawasan BCC memiliki jumlah penduduk kurang dari 30000 jiwa maka luas RTH taman lingkungan minimal yang harus dimiliki adalah sebesar 9000 m². RTH taman lingkungan yang dimiliki oleh BCC tersebar menjadi beberapa macam fungsi seperti taman olahraga, taman mesjid dan hijauan danau. Jumlah luas RTH taman lingkungan seluruhnya mencapai 8268,5879 m² sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa RTH taman lingkungan kawasan BCC belum memenuhi standard dari PU. Di kawasan BCC diperlukan penambahan luas taman lingkungan sebesar 731,4121 m² untuk memenuhi standard PU. Pada tabel perbandingan dapat diketahui perlu adanya penambahan luas RTH. Hal ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan adanya kavling-kavling kosong tak terbangun atau tanah kosong secara permanen menjadi RTH dengan fungsi sebagai area sink (Gambar 31). Peta persebaran sampel RTH terdapat pada Gambar 32.
Gambar 31. Lokasi tempat usulan penambahan RTH
65
Bagian III
Bagian II
Bagian I
Legenda
Judul Penelitian
Judul Gambar Peta Sebaran Sampel RTH
RTH komunitas
RTH ketetanggaan
PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU EKOLOGIS SEBAGAI HABITAT BURUNG DI KAWASAN PERUMAHAN
Dian Khaerunnisa A44062918 Dibimbing Oleh Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si
Halaman rumah DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Dibuat Oleh
Orientasi Skala
No Gambar 32
66
4.2.2 Analisis Kesesuaian Lahan untuk Bersarang Luas RTH yang dibutuhkan oleh satwa burung untuk bersarang menggunakan teori dari The University of Montana (2010). Berdasarkan hasil perhitungan dibutuhkan area minimum seluas 401.3 meter² untuk keseluruhan area perlindungan penampung. Luas area perlindungan penampung (sink) didapatkan dengan menghitung luas area dengan menggunakan rumus lingkaran, sebagai berikut: 22 11.3 7 401.3
²
Jari-jari lingkaran merupakan lingkaran terluar dari area perlindungan yaitu 11.3 meter. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, maka masing-masing RTH publik dapat dikelompokkan menjadi tipe-tipe habitat burung ideal. Tabel 21. Jenis RTH dan Fungsi area yang dapat dikembangkan Jenis RTH Taman lingkungan 1
Luas (m²) 2640.2
Perimeter (m) 596.3
L/2√A 3.3
Taman lingkungan 2
2521.6
203.4
1.1
Taman lingkungan 3
3885.3
274.7
1.2
Sampel ketetanggaan 1
367.9
110.5
1.6
Sampel ketetanggaan 2
223.5
81.5
1.5
Sampel ketetanggaan 3
878.7
126.1
1.2
Sampel ketetanggaan 4
1037.5
136.5
1.2
Fungsi Area Area perlindungan (penampung) Area perlindungan (penampung) Area perlindungan (penampung) Koridor Koridor Area perlindungan (penampung) Area perlindungan (penampung)
Berdasarkan Tabel 21, dapat diketahui bahwa kawasan Bukit Cimanggu City tidak memenuhi kriteria luas area perlindungan sebagai sumber (source). Dari tujuh sampel RTH taman, dua diantaranya tidak memenuhi luas sebagai area perlindungan penampung. Semakin besar nilai ratio maka semakin banyak edges yang tersedia. Berpengaruh pada implikasi penyebaran tanaman dan pergerakan hewan, namun semakin besar edges maka gangguan yang akan diterima akan semakin banyak.
67
Koridor berfungsi untuk menyambungkan antar area perlindungan dan antara area perlindungan dan sumber (source). Semakin tinggi kerapatan vegetasi maka tingkat pergerakan burung akan semakin tinggi. Pada Gambar 33 terlihat keterkaitan antar RTH yang dihubungkan oleh koridor. Koridor dapat berupa jalur pepohonan, semak atau berupa sungai kecil untuk burung air dan rawa. Koridor yang ada pada kawasan BCC adalah koridor buatan. Menurut Bennett (1999), koridor buatan seperti tanaman pertanian, windbreaks atau shelterbelts, umumnya merupakan tanaman introduksi (non-indigenous atau eksotik). Tanaman yang ada bukan merupakan tanaman habitat asli kawasan BCC namun merupakan hasil penanaman dari pembukaan lahan permukiman. Beberapa lokasi di kawasan koridor terputus (tidak rapat) karena adanya koridor gangguan berupa jalan raya. Jalur masuk ke kawasan BCC berada di bagian atas, bawah dan bagian kanan lokasi. Hal ini dikarenakan bagian kiri BCC didominasi oleh kawasan perumahan. Arah masuk lokasi terdapat gangguan berupa tempat penampungan sampah (Gambar 34) sehingga dapat mengganggu pergerakan burung ke arah dalam BCC.
Gambar 34. Tempat penampungan sampah 4.2.3 Analisis Biofisik 4.2.3.1 Analisis Tanah Berdasarkan data yang telah diperoleh, jenis tanah pada tapak adalah tanah latosol. Karakter jenis tanah latosol tersaji pada Tabel 22.
68
Legendda
Judul Penelitiann
J Judul Gambar
Koridor Hijaau Koridor biru Sumber
Koridor
PERENCANA AAN RUANG TERBUKA HIJAU EK KOLOGIS SEBA AGAI HABITAT BU URUNG DI KA AWASAN PE ERUMAHAN
Batas permuk kiman BCC
Diaan Khaerunnisa A44062918 Dibimbing Oleh D M Ir. Qodariian Pramukanto, M.Si
RTH sampel Jalur masuk burung b
D Dibuat Oleh
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP L LTAS PERTANIA AN FAKUL INSTITUT T PERTANIAN BO OGOR 2011
O Orientasi S Skala
No Gambar 33
69
Tabel 22. Karakter jenis tanah latosol Jenis karakter A. Karakter fisik 1. Bahan induk 2. Proses pembentukan 3. Corak a.warna b.ketebalan (solum) c.horizon 4. Struktur 5. Tekstur 6. Konsistensi 7. Sifat kepekaan erosi B. Karakter Kimia 1. Kemasaman (pH) 2. Kandungan BO (%) 3. KB (%) 4. KTK (me/100 g) 5. Daya absorbs 6. Mineral liat penyusun 7. Kandungan unsur hara 8. Permeabilitas 9. Kejenuhan Al(%) C. Karakter Biologi Aktivitas biologi D. Tipe vegetasi
Latosol Tuf volkan dan Volkan Laterisasi Merah 1.5-10 Terselubung (tidak nyata) Remah sampai gumpal lemah Liat berpasir Gembur dan homogeny (tetap) Rendah Masam (pH 4) 1.0 (sedang) 65 (sedang) 40 (tinggi) 15-25 (m.s) (sedang) Kaolinit Sedang Tinggi 20 (rendah) Baik Hutan tropis
Sumber: Soepraptohardjo, 1961
Pada Tabel 22 disebutkan bahwa jenis tanah latosol berdasarkan karakter fisiknya dari bahan induk tuf volkan dan volkan menyediakan mineral hara yang dibutuhkan oleh tanaman. Struktur, tekstur, dan konsistensinya mempunyai sifat yang baik untuk aerasi udara tanah bagi akar tanaman. Kepekaan yang rendah menunjukan tanah dapat ditanami dengan semua karakter fisik tanaman. Berdasarkan karakter kimianya tanah tergolong subur dengan ketersediaan ion-ion mineral yang penting. Kesuburan tanah akan semakin baik dengan usaha pengapuran dan penambahan bahan organik. Kemampuan serap dan resap tanah yang tinggi diimbangi permeabilitasnya yang tinggi. Karakter biologinya menunjukan aktivitas biologi yang menunjang kesuburan tanah dan vegetasi yang cocok dengan tanah tersebut adalah vegetasi hutan hujan tropis. Kemiringan yang relatif datar memudahkan usaha pengembangan kawasan permukiman. Kondisi kemiringan yang cukup datar meminimalkan terjadinya erosi tanah sehingga vegetasi pengisi RTH yang direncanakan dapat dihadirkan dari jenis yang beragam.
70
4.2.3.2 Analisis Vegetasi Berdasarkan data yang telah diperoleh, data vegetasi akan dibagi menjadi tiga jenis RTH yaitu RTH taman lingkungan, RTH taman ketetanggaan dan RTH halaman rumah. 4.2.3.2.1 Taman lingkungan a. Casa Grande Jenis RTH taman lingkungan Casa Grande (Gambar 35) adalah taman yang mengelilingi danau atau situ resapan air buatan. Casa Grande dibatasi oleh Cluster Victoria di sebelah utara, di sebelah selatan berbatasan dengan Marcopolo Water Park sedangkan di sebelah timur berbatasan dengan perkampuan desa Sukadamai. Casa Grande memiliki luas ±1,2 ha. Alokasi pemakaian untuk RTH sebesar 2249.5346 meter², danau sebesar 7360 meter² dan sisanya dipakai untuk lain-lain.
Gambar 35. Taman lingkungan Casa Grande
71
Berdasarkan Tabel 23, taman didominasi oleh tanaman penghasil pakan berupa biji-bijian. Tanaman-tanaman penghasil biji tersebut diantaranya cemara norflok (Araucaria heteropylla), Chinese Jupiter (Juniperus chinensis), trembesi (Samanea saman), Ruelia tegak (Ruellia brittoniana), kucai (Allium schoenoprasum), lili paris (Chlorophytum camosum), kacang-kacangan (Arachis pintoi), dan rumput gajah (Axonopus compressus). Hal ini berarti jenis burung pemakan biji seperti burung gereja, perkutut, emprit/pipit dan merpati berpotensi untuk dikembangkan dalam kawasan Bukit Cimanggu City.
Tabel 23. Jumlah ragam tanaman berdasarkan kriterianya Lokasi Jumlah ragam tanaman Biji Buah Jenis pakan yang dihasilkan Penarik serangga
Tipe arsitektural
Tinggi tanaman (Strata ke-)
Nektar Nezeran Roux Rauh Altim 1 2 3 4 5
Taman Danau 16 8 2 1 6 2 2 3 7 2 4 2 2
Lapangan Tenis 5 5 1 2 1 2 1 2
Taman Masjid 24 10 6 10 4 5 1 6 5 3 3 8 6 5
Tipe arsitektural pohon yang terdapat pada taman lingkungan danau ada tiga macam yaitu nezeran, roux dan rauh. Tipe arsitektural roux terdapat lebih banyak dibanding tipe arsitektural lain. Rosana (2005) menyatakan bentuk tajuk tipe roux yang tertutup dan tipe percabangan yang kontinyu pada batang utama menyebabkan tipe ini lebih sering digunakan burung untuk bertengger. Tipe rauh memiliki tipe
72
percabangan sekunder dengan bentuk tajuk tertutup digunakan sebagai tempat bersarang sedangkan tipe nezeran yang terbuka kurang disukai oleh burung. Handayani (1995) mengelompokkan tinggi tanaman ke dalam beberapa strata yaitu strata 1 (0 - 0,6 m), strata 2 (0,6 - 1,8 m), strata 3 ( 1,8 – 4,5 m), strata 4 (4,5 – 15 m) dan strata 5 ( >15 m). Taman lingkungan Casa Grande memiliki ketinggian beragam yang berarti memiliki fungsi bermacam-macam. Taman ini didominasi oleh oleh strata 1 yaitu dengan tinggi tanaman 0- 0,6 meter sehingga taman ini lebih sering digunakan untuk bermain dan mencari pakan. Jenis burung yang menggunakan strata 1 dan 2 adalah prenjak, kutilang dan burung gereja. Strata 3 dan 4 digunakan untuk istirahat, bersarang dan bersembunyi. Taman lingkungan Casa Grande memiliki keragaman jenis tanaman yang beragam yaitu pohon, semak dan pohon. Tipe arsitektural pohon dan tinggi tanaman yang ada pada taman lingkungan Casa Grande memiliki keragaman yang cukup tinggi dengan dominasi pakan yang dihasilkan berupa biji-bijian. Oleh karena itu, taman lingkungan Casa Grande dapat dikembangkan untuk habitat burung jenis pemakan biji.
b. Lapangan Tenis Lapangan tenis Bukit Cimanggu City terletak bersebelahan dengan Marcopolo Water Park. Taman lingkungan yang berbentuk lapangan tenis dibuat untuk digunakan oleh penghuni Bukit Cimanggu City. Luas lapangan tenis adalah sebesar 2130.9228 meter². Secara umum, bentuk taman lingkungan lapangan tenis terdapat pada Gambar 36. Taman lingkungan lapangan tenis memiliki luas RTH sekitar 70-80% dari luasnya sedangkan sisanya berupa perkerasan, bangunan dan pedestrian. Pada Gambar 36 diketahui bahwa tanaman taman lingkungan lapangan tenis didominasi oleh tanaman pinus dan penutup tanah. Daftar klasifikasi tanaman yang ada di lapangan tenis terlampir.
73
Gambar 36. Lapangan Tenis
Berdasarkan Tabel 23, jenis pakan yang dominan dihasilkan adalah tanaman biji-bijian. Semua tanaman yang ada di RTH taman ini merupakan penghasil bijibijian. Tipe arsitektur yang dimiliki adalah tipe nezeran dan rauh. Tipe rauh memiliki tipe percabangan sekunder dengan bentuk tajuk tertutup digunakan sebagai tempat bersarang sedangkan tipe nezeran yang terbuka kurang disukai oleh burung. Tinggi pohon yang dimiliki oleh taman ini kurang beragam karena hanya memiliki dua strata yaitu strata satu dan lima. Strata ke-satu memiliki fungsi untuk tempat bermain burung dan mencari pakan sedangkan strata 5 banyak digunakan oleh jenis burung yang menyukai tajuk pohon, baik mencari makan, bersarang maupun beristirahat. Keragaman tanaman yang dimiliki oleh RTH taman lingkungan lapangan tenis dinilai kurang beragam karena hanya memiliki dua jenis tanaman yaitu pohon
74
dan penutup tanah. Tipe percabangan yang dimiliki yaitu rauh, mendominasi tanaman yang ada di tapak, menjadikan taman lingkungan dapat dikembangkan sebagai tempat bersarang habitat burung. Tanaman yang dimiliki RTH taman ini merupakan penghasil biji-bijian sehingga dapat mengundang burung pemakan biji. Oleh karena itu, RTH di taman ini lebih cocok digunakan sebagai habitat burung, singgah dan bertengger burung pemakan biji-bijian.
c. RTH Taman Masjid RTH Taman masjid bersebelahan dengan masjid di sebelah timur, kantor polisi di sebelah utara, taman ketetanggaan di sebelah barat dan sungai di selatan. Luas yang dimiliki taman masjid adalah sebesar 3888.1 meter². Taman ini merupakan taman pasif karena 90% dari wilayahnya merupakan ruang terbuka hijau dan jarang diadakan kegiatan aktif didalamnya. Berdasarkan papan penunjuk/informasi, status lahan ini sudah dikembalikan ke Pemda kota Bogor. Gambar 37 merupakan gambar eksisting tanaman di taman masjid. Vegetasi yang dimiliki oleh taman masjid paling beragam bila dibandingkan dengan ragam vegetasi di RTH taman lain. Jumlah ragam vegetasi yang dimiliki ada 24 (dua puluh empat) jenis tanaman. Pakan yang dominan dihasilkan pada taman ini adalah pakan biji-bijian dan penarik serangga sehingga dapat menarik beragam jenis burung. Tipe arsitektural rauh dan altim membuat taman ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai area bersarang burung. Bentuk tajuk yang tertutup dengan percabangan sekunder dapat menjadi sarang yang paling bagus untuk burung beristirahat dan bersarang. Strata tanaman yang dimiliki didominansi oleh tanaman dengan strata 3 yang biasa digunakan untuk istirahat bersarang dan sembunyi. Sedangkan banyaknya penutup tanah berupa alang-alang sangat disukai oleh jenis burung prenjak, kutilang dan burung gereja.
75
Gambar 37. RTH Taman Masjid
76
4.2.3.2.2 Taman Ketetanggaan/ Taman RT Rata-rata tanaman yang ada berupa penghasil pakan biji-bijian dan buahbuahan. Tanaman penghasil biji-bijian pohon pinus (Pinus merkusii) dan tanaman buah-buahan pohon mangga (Mangifera indica) banyak terdapat di taman RT. Pada 2 (dua) taman sampel, arsitektural pohon yang dimiliki didominasi oleh tanaman nezeran dan rauh. Jenis arsitektural nezeran yang terbuka, membuat taman dapat digunakan sebagai tempat bertengger sedangkan tipe arsitektural rauh membuat taman dapat digunakan sebagai tempat bersarang. Oleh karena itu, ada beberapa taman RT yang dapat dikembangkan sebagai area perlindungan burung penampung. Hal ini dapat terlaksana bila tanaman yang dimiliki oleh taman RT lebih beragam. Pakan yang dihasilkan membuat jenis taman dapat dikembangkan untuk 2 (dua) jenis burung yaitu burung pemakan biji dan buah. Gambar 38- 41 merupakan gambar sampel eksising taman RT.
a. Sampel 1
Pohon kayu manis (Cinnamomun burmanii)
Pohon kamboja (Plumeria sp.)
Pohon nangka (Artocarpus heterophyllus)
Pohon mangga (Mangifera indica L.)
Pohon ketapang (Terminalia catappa)
Alang‐alang (Imperata cylindrica)
Cemara cunninghamii (Araucaria cunninghamii)
Pos satpam
Pohon tanjung (Mimusops elengi) Pohon pepaya (Carica papaya)
Gambar 38. Sampel RT-1
77
b. Sampel 2 Pohon nangka (Artocarpus heterophyllus) Pohon tanjung (Mimusops elengi) Pohon kersen (Muntingia calabura.) Pohon mangga (Mangifera indica L.) Rumput gajah (Axonopus compressus) Alang‐alang (Imperata cylindrica)
5.1.3.3 Analisis Iklim
Gambar 39. Sampel RT-2
c. Sampel 3 Cemara norflok (Araucaria heteropylla) Pohon dadap merah (Erythrina cristagalli) Soka (Ixora sp.) Melati costa (Jasminum sp.) Hanjuang (Cordyline sp.) Palem raja (Roystonea regia)
Teh‐tehan (Acalypha macrophylla)
Pos kesehatan
Gambar 40. Sampel RT-3
78
d. Sampel 4
Pohon pinus (Pinus merkusii) Pohon kersen (Muntingia calabura) Pohon kayu manis (Cinnamomun burmanii) Teh‐tehan (Acalypha macrophylla) Pohon tanjung (Mimusops elengi) Cemara norflok (Araucaria heteropylla) Bugenvil (Bougainvillea sp.) Palem raja (Roystonea regia) Sengon (Paraserianthes falcataria) Batu
Gambar 41. Sampel RT-4 4.2.3.2.3 Taman Halaman Rumah Lokasi sampel halaman rumah terbagi dalam 3 (tiga) wilayah dengan masingmasing bagian terdiri dari tiga sampel rumah. Sampel taman rumah yang diperoleh terdiri dari 2 (dua) rumah kecil, 4 (empat) rumah besar dan 3 (tiga) rumah sedang. Rumah dengan tipe kecil hanya memiliki satu hingga dua pohon yang berjenis pohon penghasil buah-buahan yaitu pohon mangga dan pohon ceri. Bahkan pada salah satu sampel rumah tidak terdapat ditemukan tanaman didalamnya. Luas taman yang terbatas membuat tipe rumah kecil hanya dapat dijadikan koridor. Pada tipe rumah sedang, tanaman yang ditemukan rata-rata didominasi oleh jenis penutup tanah dan semak. Jenis pakan yang dihasilkan tiap rumah sampel berbeda. Pada sampel W5-19, tanaman yang dominan adalah tanaman berbunga sedangkan pada sampel V4-10, tanaman didominasi jenis tanaman berbiji. Tipe rumah besar memiliki keragaman tanaman yang cukup tinggi. Pada sampel A3-9 dan R3-1, tanaman yang dominan adalah jenis penghasil buah yaitu
79
tanaman mangga dan pohon ceri sedangkan sampel H16 dan N8-9 didominasi oleh tanaman penghasil biji-bijian yaitu pinus. Jenis-jenis tanaman yang ada pada halaman rumah dipengaruhi oleh besarnya luas rumah sehingga tanaman yang ada kebanyakan berupa penutup tanah dan semak. Pohon-pohon yang ditanam rata-rata adalah tanaman penghasil buah-buahan agar dapat dikonsumsi oleh pemilik rumah. Ketersediaan tanaman dianggap kurang memiliki manfaat bila tidak dapat dimanfaatkan untuk dikonsumsi. Hal ini membuat minimnya luas halaman rumah dan banyaknya perkerasan. Terbatasnya luas area taman dan jenis tanaman pada rumah, membuat area rumah hanya dapat dikembangkan sebagai koridor. Pada Tabel 24 terdapat jumlah ragam jenis tanaman dengan kriterianya yang berada di RTH halaman rumah.
Tabel 24. Ragam jenis tanaman dengan kriteria di RTH halaman rumah Lokasi Jumlah ragam tanaman
Jenis pakan yang dihasilkan
Tipe arsitektural
Tinggi tanaman (Strata ke-)
H16
R3-1
M3-23
L4-07
N8-9
W5-19
T6-7
9
4
4
4
8
4
6
Biji
2
1
2
1
3
1
1
Buah
4
1
1
1
2
1
1
1 1
Penarik serangga
2
1
2
1
4
1
1
Nektar
2
1
2
1
1
1
2
Nezeran
2
2
2
1
2
1
Rauh
1
1
1
Altim
2
1
3
2
2
3
2
4
2
3
V4-10 5 3
1 2
Roux
5
A3-9
1
1
1 1
1 3 1
3
1
2
1
3
1
2
1
1
2
2
1
1
1
1
1
2
1 2
80
a. Segment I Bagian I terdapat di bagian selatan tapak. Lokasi sampel RTH di bagian I terdapat pada Gambar 42. Pada gambar 43, 44 dan 45 merupakan contoh sampel halaman rumah. Berikut adalah gambar ilustratif sampel RTH Halaman Rumah Bagian I. R3‐1 H16 A3‐9
Gambar 42. Segment 1 Master plan
Pohon saputangan (Maniltoa grandiflora) Pohon saputangan (Maniltoa grandiflora) Pohon kersen (Muntingia calabura) Pohon dadap merah (Erythrina cristagalli) Pohon mangga (Mangifera indica L.) Pohon pepaya Iris (Iris sp.) Teh‐tehan (Acalypha macrophylla)
Gambar 43. Sampel Blok A3-9
81
Pohon mangga (Mangifera indica L.)
Cemara norflok (Araucaria heteropylla)
Palem putri (Araucaria heteropylla)
Agave
Gambar 44. Sampel Blok H16
Cemara angin (Casuarina equisetifolia)
Palem merah (Cyrtostachys lakka Becc.)
Pohon belimbing (Averrhoa carambola L.)
Palem raja (Roystonea regia)
Gambar 45. Sampel Blok R3-1 b. Segment II Segment II terdapat di bagian selatan tapak. Lokasi sampel RTH di segment II terdapat pada Gambar 46. Pada Gambar 47, 48 dan 49 merupakan contoh sampel halaman rumah. Berikut adalah gambar ilustratif sampel RTH Halaman Rumah Bagian II.
N8‐9
L4‐07 M3‐34
Gambar 46. Segment 2 Master plan
82
Pohon kersen (Muntingia calabura) Agave
Gambar 47. Sampel Blok M3-23
Pohon nangka (Artocarpus heterophyllus) Pohon jambu air ( Syzgium aqueum)
Pohon mangga (Mangifera indica L.) Pohon rambutan (Nepheliium lappaceum)
Pinus (Pinus merkusii.) Soka (Ixora sp.)
Bugenvil (Bougenvillea sp.) Teh‐tehan (Acalypha macrophylla)
Gambar 48. Sampel Blok L4-07
Pohon mangga (Mangifera indica L.) Cemara norflok (Araucaria heteropylla) Palem raja (Roystonea regia) Teh‐tehan (Acalypha macrophylla)
Gambar 49. Sampel Blok N8-9
83
c. Segment III Segment III terdapat di bagian selatan tapak. Lokasi sampel RTH di segment III terdapat pada Gambar 50. Pada gambar 51, 52 dan 53 merupakan contoh sampel halaman rumah. Berikut adalah gambar ilustratif sampel RTH Halaman Rumah Bagian III.
V4‐10
T6‐7 W5‐19
Gambar 50. Segment 3 Master plan
Pohon mangga (Mangifera indica L.) Pohon tabebuya (Tabebuia aurea) Pohon kupu‐kupu (Bauhinia purpurea) Teh‐tehan (Acalypha macropyhlla) Soka (Ixora sp.)
Gambar 51. Sampel Blok W5-19
Pohon mangga (Mangifera indica L.) Teh‐tehan (Acalypha macropyhlla) Kucai (Allium scoenoprasum)
Gambar 52. Sampel Blok T6-7
84
Cemara norflok (Araucaria heteropylla) Teh‐tehan (Acalypha macropyhlla) Pohon mangga (Mangifera indica L.) Palem putri (Araucaria heteropylla) Kucai (Allium scoenoprasum)
Gambar 53. Sampel Blok V4-10 4.2.3.3 Iklim 4.2.3.3.1 Suhu Rata-rata suhu selama sepuluh tahun dari tahun 1996 hingga tahun 2006 adalah 26 ºC. Suhu udara untuk burung di daerah tropis bertahan berkisar 25 – 30º C. Hal ini menunjukan bahwa suhu pada tapak memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi RTH ekologis untuk burung. Berdasarkan grafik temperatur di atas dapat diketahui terjadi peningkatan suhu beberapa tahun terakhir. Penambahan satu kanopi pohon sebesar 1 meter persegi dapat menurunkan suhu sebesar 0.06 ºC. Hal ini menunjukan perlunya penambahan pohon untuk menghindari kenaikan suhu yang dapat berpengaruh pada populasi burung.
4.2.3.3.2 Curah Hujan Berdasarkan data BMG Dramaga, rata-rata curah hujan selama sepuluh tahun dari 1996 hingga 2006 memiliki rata-rata 321 mm/tahun. Banyaknya curah hujan mempengaruhi intensitas burung untuk migrasi, makan, bertelur dan berkembang biak. Berdasarkan Van Hoeve (1989), burung dapat bertahan pada suhu yang beragam, namun waktu burung keluar dari sarang adalah saat bulan kering. Curah hujan yang rendah menandakan keadaan dimana burung dapat keluar dari sarangnya untuk makan, migrasi dan berkembang biak. Hal ini terjadi pada bulan Agustus hingga September dimana debit air hujan mengalami penurunan dibanding bulan lainnya. Sedangkan bulan lainnya memiliki debit air hujan yang cukup tinggi dan
85
tidak mengalami perubahan yang signifikan disebut juga bulan basah yang menandakan keadaan dimana burung sedang berteduh dan jarang keluar dari sangkarnya. Dapat disimpulkan bahwa bulan Agustus hingga September adalah bulan yang paling berpotensi untuk melihat burung di kawasan ini. Schmidt-Fergusson membagi tipe-tipe iklim dan jenis vegetasi yang tumbuh di tipe iklim. Iklim pada tapak sesuai dengan teori Schmidt-Fergusson yaitu tipe iklim A (sangat basah) dan jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis. Oleh karena itu jenis vegetasi yang sesuai dengan keadaan iklim di tapak adalah jenis vegetasi hutan hujan tropis.
4.2.3.3.3 Kelembaban Kelembaban rata-rata adalah 84%. Hal ini berarti kelembapan pada kawasan Bukit Cimanggu City sudah sesuai untuk habitat burung yang memerlukan kelembaban tinggi.
4.2.3.4 Analisis Drainase Berdasarkan penelitian Wiens dan Rottenberry (2008), burung-burung di alam mempunyai perilaku mendekati air bersih yang tergenang. Oleh karena itu, ketersediaan air bersih untuk mandi dan minum merupakan hal yang penting. Saluran drainase (Gambar 54) berupa saluran air terbuka yang dangkal untuk daerah perlindungan dan transisi burung menyediakan aliran air bagi satwa burung. Burungburung dapat memanfaatkan aliran air terbuka tersebut untuk kebutuhan hidupnya akan air sesaat setelah turun hujan. Selain itu, saluran air terbuka dengan bentuk konstruksi yang permukaannya merupakan hamparan rumput dan bukan dengan perkerasan beton dapat memungkinkan terjadinya peresapan air ke tanah. Pada daerah yang tinggi intensitas penggunaannya, drainase tertutup lebih diutamakan karena lebih aman, nyaman dan lebih efisien dalam penggunaan ruang. Pada lingkungan permukiman, penggunaan drainase tertutup dapat digunakan pada bagian bawah pedestrian yang berdampingan dengan jalur hijau.
86
Legenda
Judul Penelitian Saluran drainase terbuka Primer Saluran drainase terbuka Sekunder
Peta Saluran Drainase
PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU EKOLOGIS SEBAGAI HABITAT BURUNG DI KAWASAN PERUMAHAN
Batas permukiman BCC
Dibuat Oleh Dian Khaerunnisa A44062918 Dibimbing Oleh Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si
Saluran drainase terbuka tersier Danau
Judul Gambar
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Orientasi Skala
No Gambar
54
87
4.3 Sintesis Kawasan Bukit Cimanggu City dapat dikembangkan sebagai area perlindungan penampung (sink). Menurut Wiens dan Rotenberry (1981), lokasi RTH yang direncanakan dianggap sebagai suatu ruang dengan populasi penampung (sink population). Populasi sumber (source population) merupakan populasi yang menempati habitat yang sesuai untuk berkembang biak. Dalam hal ini ukuran populasi penampung dipertahankan dengan perpindahan-perpindahan dari populasi sumber dan sebaliknya individu-individu dari populasi penampung dapat berpindah mengisi kekosongan-kekosongan yang terjadi pada habitat populasi sumber di dekatnya. Ruang habitat burung secara horizontal terdiri dari daerah perlindungan, daerah transisi dan koridor. Daerah perlindungan merupakan daerah dengan sedikit gangguan dan mencakup wilayah cukup luas dan aman bagi burung. Gambar 55 merupakan teori sink dan source satwa burung Wiens dan Rotenberry yang diterapkan pada tapak.
Sumber Bukit Cimanggu City Sumber Sumber Penamp
Gambar 55. Teori area penampung-sumber (sink-source) Wiens dan Rotenberry yang diterapkan pada BCC Pada gambar di atas, kawasan permukiman Bukit Cimanggu City adalah area perlindungan penampung (sink) burung yang berpindah dari area perlindungan sumber (source). Ini merupakan bentuk sistem RTH ekologis secara makro sedangkan untuk skala mikro, bentuk sistem RTH ditekankan ke dalam RTH permukiman Bukit Cimanggu City.
88
Kesesuaian lahan permukiman dapat dikembangkan menjadi 3 (tiga) yaitu kurang sesuai, sesuai dan cukup sesuai. Peta kesesuaian lahan merupakan hasil dari proses analisis. Mengenai kriteria kesesuaian lahan, masing-masing akan dijelaskan pada Tabel 25.
Tabel 25. Tingkat kesesuaian lahan BCC sebagai habitat burung Tingkat Kesesuaian Lahan Sesuai
Cukup sesuai
Kurang sesuai
Ketentuan* Luas memenuhi syarat sebagai area penampung Taman yang memiliki jenis vegetasi beragam (pohon, semak, penutup tanah) Aktivitas semi aktif (daerah dengan sedikit gangguan) Berupa RTH, kebun, jalur hijau jalan atau saluran drainase terbuka Untuk RTH luas tidak memenuhi syarat sebagai penampung Jenis vegetasi kurang beragam Aktivitas aktif sampai dengan pasif Berupa bangunan dan perkerasan Aktivitas aktif
* Kriteria luas dari The University of Montana (2010) * Kriteria jenis tanaman dari Hails et al. (1990) * Tingkat dan jenis aktivitas teori Leedy (1978)
Ketentuan kesesuaian lahan dibuat berdasarkan dari kriteria-kriteria habitat burung pada proses analisis. Lahan yang sesuai memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai area perlindungan penampung (sink). Lahan cukup sesuai dapat dikembangkan sebagai koridor untuk pergerakan burung sedangkan lahan yang kurang sesuai mayoritas merupakan bangunan perumahan. Lahan yang sesuai dapat dikembangkan untuk bersarang, bertelur, mencari makan, dan bermain sedangkan lahan cukup sesuai dikembangkan sebagai tempat singgah, mencari makan dan bermain. Gambar 56 merupakan overlay dari peta tematik. Peta kesesuaian lahan pada Gambar 57 merupakan hasil dari overlay peta-peta analisis yang digabung dengan tingkat kesesuaian lahan pada Tabel 25.
89
Peta Vegetasi
Peta Hidrologi
Peta Bangunan
Peta Infrastruktur Jalan
Peta Komposit
Gambar 56. Overlay Peta
Pada Gambar 57 diketahui lahan yang sesuai terdiri dari 9 (sembilan) RTH taman dan satu rekomendasi RTH. Taman tersebut terdiri dari 5 (lima) taman sampel dan 4 (empat) taman yang diusulkan untuk dikembangkan. Rekomendasi atau usulan RTH sebelumnya berbentuk sebagai lahan kosong tak terbangun sehingga dapat dikembangkan menjadi RTH ekologis. Lokasi usulan pengembangan ini didukung dengan ketersediaan vegetasi liar yaitu semak dan groundcover (penutup tanah). Hal ini berarti, konsep sistem RTH pada permukiman tidak dapat dilakukan namun konsep Hails et al. (1990) mengenai ruang yang dibutuhkan habitat burung di
90
perkotaan dapat diterapkan dalam penelitian ini. Menurut Hails et al. (1990), tipe habitat yang diperlukan untuk membentuk habitat burung di perkotaan adalah: -
Daerah alami yang merupakan “sumber burung”.
-
Taman yang dapat dikembangkan sebagai area burung berkembang biak atau area penampung. Daerah perlindungan burung merupakan daerah yang cukup luas dengan sedikit gangguan dan aman bagi habitat burung.
-
Daerah transisi merupakan kawasan sekitar daerah perlindungan disebut sebagai “edge” (tepi habitat).
-
Koridor tanaman merupakan ruang penghubung perpindahan atau sirkulasi spesies burung ke daerah-daerah perlindungannya. Koridor berfungsi sebagai habitat burung untuk mencari makan, tidur, kawin, bersarang dan berkembang biak. Area RTH di sekitar tapak dianggap sebagai area potensi sumber karena
dianggap memiliki peran penting dalam ketersediaan jenis burung. Area potensi sumber (source) berada di luar kawasan permukiman karena luas yang dimiliki tapak hanya cukup bila difungsikan sebagai area perlindungan penampung (sink). Jalur hijau dan koridor air/saluran drainase terbuka difungsikan sebagai koridor penghubung antara area sumber dan penampung. Selain untuk koridor, RTH yang ada juga berfungsi sebagai sumber pakan. Jenis tanah tapak tergolong subur sehingga sangat potensial untuk pengembangan RTH yang direncanakan. Vegetasi yang potensial dikembangkan pada tapak sesuai dengan jenis tanahnya yaitu vegetasi hutan hujan tropis yang merupakan penyedia pakan melimpah bagi burung. Sedangkan jenis pakan yang dominan dihasilkan tanaman adalah jenis biji-bijian sehingga jenis burung yang berpotensi dikembangkan adalah burung pemakan biji yaitu gereja dan pipit/emprit. Jenis burung pemakan biji atau pemakan serangga banyak mencari makan di tipe rumput sehingga penggunaan tanaman berstrata rendah disarankan dalam pengembangannya. Menurut hasil analisis, diperlukan penambahan pohon unuk mengurangi terjadinya peningkatan suhu. Oleh karena itu diperlukan usaha penanaman tanaman dengan menggunakan stratifikasi yang beragam.
91
Legendda
Judul Penelitiann Kurang Sesu uai Sesuai
Peta Kesesuaian K Lahan n
PERENCANA AAN RUANG TERBUKA HIJAU EK KOLOGIS SEBA AGAI HABITAT BU URUNG DI KA AWASAN PE ERUMAHAN
Cukup sesuaai
D Dibuat Oleh Diaan Khaerunnisa A A44062918 Dibimbing Oleh D M Ir. Qodariian Pramukanto, M.Si
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP L LTAS PERTANIA AN FAKUL INSTITUT T PERTANIAN BO OGOR 2011
J Judul Gambar
O Orientasi S Skala
No Gambar
57
92
BAB V PERENCANAAN LANSKAP
5.1 Konsep Perencanaan Konsep dasar dalam penelitian ini adalah untuk merencanakan lanskap ruang terbuka hijau ekologis sebagai habitat burung di kawasan permukiman. Berdasarkan hasil sintesis, menurut fungsinya kawasan perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) dapat dikembangkan menjadi area perlindungan penampung (sink), transisi dan koridor dengan jenis burung yaitu burung pemakan biji, sehingga konsep dasar dapat dikembangkan menjadi menciptakan lanskap ruang terbuka hijau ekologis sebagai habitat burung pemakan biji di kawasan Bukit Cimanggu City.
5.2 Pengembangan Konsep 5.2.1 Konsep Ruang Pengembangan konsep ruang berdasarkan fungsinya (Gambar 58) dibagi menjadi area penampung (sink), transisi, dan koridor. Koridor berdasarkan bentuknya dibagi menjadi dua yaitu koridor permukiman penduduk atau halaman rumah dan koridor ruang terbuka (koridor hijau dan koridor biru). Konsep pembagian ruang ini dimaksudkan agar pergerakan dan migrasi burung lebih terarah dan terkendali.
Gambar 58. Konsep ruang sebagai habitat burung
93
5.2.2 Konsep Vegetasi Konsep vegetasi untuk habitat burung direncanakan memiliki fungsifungsi untuk bersarang, sumber pakan, bermain dan berkembang biak (Gambar 51). Dengan demikian, jenis-jenis vegetasi yang diterapkan pada kawasan perlindungan berdasarkan Leedy (1978) dapat dibedakan menjadi 6 (enam) jenis vegetasi ,yaitu: tanaman konifer, semak, rumput, gabungan tanaman, tanaman tepi air dan tanaman peneduh. Area bersarang Area perlindungan (sink) Transisi
Gabungan (pohon, semak, perdu, penutup tanah)
Pohon peneduh Pohon konifer Tanaman tepi air Semak Penutup tanah (rumput)
Gambar 59. Jenis tanaman yang ada di area perlindungan
5.2.3 Konsep Aktivitas Aktivitas yang dikembangkan di dalam tapak difokuskan pada aktivitas pergerakan burung. Konsep aktivitas yang direncanakan memiliki fungsi mengarahkan pergerakan burung. Burung yang berasal dari luar area kawasan penelitian masuk melalui koridor menuju area perlindungan penampung (sink). Gambar 60 merupakan konsep aktivitas.
94
Gambar 60. Aktivitas pergerakan burung
Berdasarkan area yang dapat dikembangkan, maka dibuat rencana blok (block plan) dengan mengikuti konsep erencanaan. Gambar 61 merupakan rencana.
5.3 Block Plan Block
plan
merupakan
integrasi
peta
kesesuaian
lahan
dengan
pengembangan konsep. Pada Tabel 26 yaitu matrik hubungan kesesuaian lahan dengan konsep pengembangan. Tabel 26. Matrik Hubungan kesesuaian lahan dengan konsep pengembangan Konsep Pengembangan
Kurang sesuai
Konsep Ruang
Konsep vegetasi
Konsep Aktivitas
Non-Available
Semak,
Pasif
Penutup tanah Cukup sesuai
Koridor
Pohon konifer,
Semi Aktif
Penutup tanah, Semak
Kesesuaian Lahan
Sesuai
Area Perlindungan,
Gabungan,
Transisi
Pohon peneduh,
Aktif
Pohon konifer, Tanaman tepi air, Semak, Penutup tanah
Pada tabel diatas diketahui bahwa konsep pengembangan kurang sesuai diterapkan pada bangunan dan perkerasan. Gambar 61menyajikan Block plan.
95
Legenda
Judul Penelitian Potensi Area sumber Koridor hijau Area penampung
Block Plan
PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU EKOLOGIS SEBAGAI HABITAT BURUNG DI KAWASAN PERUMAHAN
Koridor air Area transisi Pergerakan Burung Batas permukiman BCC
Judul Gambar
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Dibuat Oleh Dian Khaerunnisa A44062918 Dibimbing Oleh Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si Orientasi Skala
No Gambar 61
96
5.4 Rencana Lanskap Rencana ruang terbuka hijau merupakan pengembangan dari block plan yang dituangkan berupa detail bentuk dan struktur ruang terbuka hijau. Rencana Ruang Terbuka Hijau Bukit Cimanggu City dapat dilihat pada Gambar 62. a. Rencana Ruang Terbuka Hijau Rencana ruang secara makro merupakan hubungan antara sink ( perumahan) dan source ( sekitar perumahan) sedangkan secara mikro merupakan hubungan antara area-area penampung. Di dalam area penampung terdapat dua area yang berbeda yaitu area bersarang dan area transisi. Area perlindungan penampung (sink) memiliki fungsi utama sebagai tempat bersarang dan sumber utama pakan. Perbandingan luas antara area bersarang dengan daerah transisi adalah 1 : 5. Area bersarang dalam area perlindungan, dapat diletakkan di tengah, di pinggir atau tersebar namun harus tetap dikelilingi oleh area transisi (Gambar 63). Koridor merupakan penghubung antara area penampung dengan area penampung dan area penampung dan source. Koridor dibuat kontinyu dengan tujuan mengarahkan burung ke area penampung. Noise (gangguan) berbentuk jalan beraspal dapat menggunakan RTH jalur hijau jalan. Penggunaan jalur hijau jalan bertujuan agar koridor penghubung tidak terputus dan dapat berfungsi sebagai pengarah burung ke area penampung (Gambar 64). Noise (gangguan) tidak hanya berbentuk jalan, salah satu gangguan lainnya dapat berbentuk bangunan. Menurut Permen PU (2008) tiap rumah harus menyediakan minimal 1 (satu) pohon pelindung dengan ditambah tanaman semak dan perdu, serta penutup tanah dan atau rumput, namun terbatasnya luas tanah membuat koridor hijau menjadi terputus. Keterbatasan luas halaman dengan jalan lingkungan yang sempit, tidak menutup kemungkinan untuk mewujudkan RTH melalui penanaman dengan menggunakan pot atau media tanam lainnya. Salah satu cara untuk menyambungkan koridor yang terputus tersebut adalah dengan menggunakan roof garden (taman atap).
97
98
(a)
(b)
(c) Gambar 63. Tiga tipe peletakkan area bersarang dalam area perlindungan, yaitu tipe A, tipe B, dan tipe C
Gambar 64. Jalur hijau sebagai koridor
Gambar 65. Struktur dalam penanaman roof garden
b. Rencana Tata Vegetasi Konsep vegetasi untuk habitat burung direncanakan memiliki fungsifungsi untuk bersarang, sumber pakan, bermain dan berkembang biak. Dengan demikian, jenis-jenis vegeasi yang diterapkan pada kawasan perlindungan berdasarkan Leedy (1978) dapat dibedakan menjadi 6 (enam) jenis vegetasi, yaitu:
99
tanaman konifer, semak, rumput, gabungan tanaman, tanaman tepi air dan tanaman peneduh. Tabel 26 menjelaskan jenis vegetasi dan fungsinya dalam pengembangan habitat burung sedangkan Gambar 66 menunjukan strata vegetasi yang direncanakan.
Tabel 27. Jenis vegetasi dan fungsinya Jenis vegetasi Tanaman konifer
Fungsi -
Berada di tepi daerah perlindungan
-
Sebagai batas dari area transisi
-
Sebagai cadangan makanan
-
Sebagai tempat sembunyi
-
Sebagai tempat bermain
-
Sebagai cadangan makanan
Rumput
-
Sebagai tempat bermain
Gabungan
-
Tempat bersarang dan berkembang
Semak
biak -
Sumber pakan utama
Tanaman tepi air
-
Sebagai sumber air minum
Tanaman peneduh
-
Berada di tepi daerah perlindungan
-
Sebagai batas dari area transisi
-
Sebagai cadangan makanan
Tanaman konifer
Semak berbunga sepanjang tahun
Rumput Gabungan tanaman
Kolam
Tanaman tepi air
Tanaman peneduh
Gambar 66. Strata tanaman dalam perlindungan habitat liar (Leedy, 1978)
100
Jenis tanaman yang ada dalam kawasan Bukit Cimanggu City didominasi oleh tanaman penghasil biji tetapi dalam rencana vegetasi ini, jenis pohon direncanakan memiliki keragaman yang tinggi. Hal ini supaya jenis burung eksisting lainnya dan burung migran tetap akan mendapat suplai makanan sehingga burung yang ada di kawasan ini akan lebih beragam. Burung pemakan biji menyukai tempat-tempat yang tidak terlalu tinggi seperti rumput dan semak-semak. Pakan burung pemakan biji juga dapat dihasilkan oleh rerumputan, semak-semak bahkan alang-alang. Oleh karena itu, area hamparan rumput lebih luas dari pada area tanaman lain. Pada lampiran terdapat beberapa tanaman yang dapat ditambahkan pada area perumahan serta fungsinya. Berikut adalah rencana pengembangan dari RTH tiap jenis taman yaitu taman lingkungan, taman RT dan taman halaman rumah. Masing-masing terdapat satu contoh detail rencana taman. 5.4.1Rencana RTH Taman Lingkungan A
A¹
A
Pohon Tanaman konifer tepi air
Air
Gabungan tanaman
Semak Rumput
Pohon peneduh
Gambar 67. Rencana Taman Komunitas – Taman Masjid
A¹
101
Penerapan pada jenis vegetasi pada RTH taman lingkungan sesuai dengan konsep Leedy (1978) sedangkan fungsi ruang yang ada di dalamnya sesuai dengan Hails et al. (1990) yaitu area bersarang dan transisi. Gambar 68 merupakan gambar ilustrasi rencana danau Casa Grande.
Gambar 68. RTH danau Casa Grande
5.4.2 Rencana RTH Taman RT Vegetasi pada RTH taman RT menerapkan
konsep Leedy (1978)
sedangkan fungsi ruang yang ada di dalamnya sesuai dengan Hails et al. (1990) yaitu area bersarang dan transisi. Gambar 69 adalah gambar ilustrasi taman RT.
Gambar 69. RTH taman RT
Taman RT digambarkan sebagai taman dengan aktivitas aktif dengan memikirkan sisi ekologi. Hal ini dicerminkan dengan luasnya hamparan rumput
102
dengan pohon peneduh di sekitarnya. Gambar 70 merupakan rencana taman RT beserta gambar section.
Pohon peneduh
Tanaman tepi air
Semak Air
Gabungan tanaman Pohon konifer
Gambar 70. Rencana Taman RT
5.4.3 Rencana RTH Halaman Rumah Pada tahap pengembangan konsep telah diusulkan adanya taman atap atau roof garden untuk membantu terhubungnya koridor. Pada Gambar 71 terdapat rencana taman atap rumah.
Gambar 71. Rencana Taman Atap
103
Pada Tabel 28 terdapat beberapa tanaman yang yang disukai oleh burung. Tanaman-tanaman ini sebagai rekomendasi tanaman yang dapat dikembangkan pada kawasan perumahan Bukit Cimanggu City. Selain disukai oleh burung, jenis tanaman ini berfungsi sebagai penarik burung sehingga keragaman jenis burung yang ada di kawasan dapat meningkat.
Tabel 28. Rekomendasi Jenis Vegetasi Yang Disukai Burung Nama Lokal
Nama Latin
Aren
Arengga pinnata
9
9
Bambu
Bambusa
9
9
Dadap ayam
Erythrina variegate
9
9
Dadap srep
Erythrina indica
9
9
Kaliandra
9
9
Kantil
Caliandra callothyrsus Michelia campaka
9
9
Trembelekan
Lantana camara
9
9
Kenanga
Cananga odorata
9
9
Murbei
Morus alba
9
9
Nusa indah
9
9
9
9
9
Palem merah
Mussaenda frundosa Livistona rotundifolia Cyrtostachys lacca
9
9
9
Pinang sirih
Areca catechu
9
9
9
Pohon Kupu-kupu
Bauhinia variegate
9
9
9
Soka
Ixora spp
9
9
9
Pisang hias
Heliconia spp
9
9
9
Arbei
Rubus rosaefolium
9
9
9
Belimbing
Averrhoa carambola Antidesma bunius
9
9
9
9
9
9
9
9
9
Jambu air
Lansium domestikum Eugenia polychephalum Eugenia jambos
9
9
Jambu biji
Psidium guajava
9
9
9
Jambu bol
9
9
9
Kelapa
Eugenia malaccaensis Cocos nucifera
9
9
Kemang
Mangivera caesia
9
9
Kepel
Stelechocarpus burahol
9
9
T.Ling
Palem
Buni Duku condet Gowok
Lokasi T. RT T. Rum
9
104
Tabel 28. Lanjutan Kersen/Talok Langsat Lobi-lobi Menteng/bencoy Nangka Pala Rambutan Salam Srikaya Sawo kecik Asem kranji Beringin Cemara laut
Muntingia calabura Lansium domesticum Flacourtia inermis Baccaurea lanceolata Artocarpus communis Myristica fragrans Nephelium lappaceum Eugenia polyanthum Annonona squamosa Manilkara kauki Pithecellobium dulce Ficus benjamina
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
9
Flamboyan
Casuarina equisetiolia Delonix regia
9
9
Jarak pagar
Jatropha curcas
9
9
Kayu putih
9
9
Laban
Melaleuca leucadendron Vitex pubercens
9
9
Preh
Ficus stricta
9
9
Randu alas
9
Sempur
Gossampinus heptaphylla Dillenia pubescens
9
9
Sengon
Albizzia falcataria
9
9
Tanjung
Mimusopos elengi
9
9
Turi
Sesbania grandiflora
9
9
9
9
Legenda
Judul Gambar
Judul Penelitian
RENCANA RUANG TERBUKA HIJAU
vegetasi untuk bersarang vegetasi untuk koridor Potensi Area Sumber (Source)
PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU EKOLOGIS SEBAGAI HABITAT BURUNG DI KAWASAN PERUMAHAN
Dibuat Oleh Dian Khaerunnisa A44062918
Air
Dibimbing Oleh
Bangunan
Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si Jalan
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN
Orientasi
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Skala
No Gambar 62
106
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan 1. Perencanaan RTH ekologis sebagai habitat burung di kawasan perumahan Bukit Cimanggu City dapat disusun berdasarkan pengembangan konsep ruang ekologis, konsep vegetasi dan konsep aktivitas satwa yang dituangkan ke dalam ruang vegetasi untuk bersarang (sink), ruang untuk koridor dan ruang potensi area sumber (source). 2. Berdasarkan hasil analisis mengenai kebutuhan RTH untuk permukiman, diketahui bahwa taman komunitas dan beberapa
taman RT tidak
memenuhi standard yang ada. 3. Pada kawasan permukiman dapat diterapkan konsep sink-source dengan area sumber (source) berada di luar tapak studi. 4. Kawasan
Bukit
Cimanggu
City
Bogor memiliki
potensi
untuk
dikembangkan sebagai area perlindungan penampung (sink) burung. 5. Tata ruang yang dapat dikembangkan secara makro adalah hubungan antara area penampung dengan area sumber dan area penampung dengan area penampung. Tiap area dihubungkan dengan koridor. Di dalam area perlindungan terdapat dua ruang yaitu area bersarang dan area transisi. Letak area bersarang dalam area perlindungan, dapat dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu terpusat, ke samping dan menyebar. Perbandingan antara area transisi dengan area bersarang adalah 5 : 1. 6. Pemilihan jenis vegetasi masing-masing RTH ditentukan berdasarkan fungsinya yaitu untuk bersarang, bermain atau berlindung. 7. Tanaman yang mendominasi adalah jenis tanaman penghasil biji-bijian sehingga berpotensi dikembangkan untuk jenis burung pemakan bijibijian. Oleh karena itu, rerumputan, semak dan alang-alang yang disukai oleh burung pemakan biji-bijian perlu diperluas lagi.
107
6.2 Saran 1.
Pengembang perumahan perlu menyadari pentingnya keberadaan ruang terbuka hijau di kawasan perumahan sehingga dapat membantu terciptanya keseimbangan ekosistem.
2.
Desain dan perencanaan ruang terbuka hijau perumahan harus lebih mementingkan aspek ekologis.
3.
Studi ini tidak mengkaji ekosistem berdasarkan rantai dan jejaring makanan pada satwa burung. Oleh karena itu, perlu diadakan studi lebih lanjut mengenai food chain.
108
DAFTAR PUSTAKA (www.kutilang.or.id) As-syakur, A.R. 2007. http://mbojo.wordpress.com/2007/05/02/klasifikasi-iklim/. [23:12, 7 Desember 2010] Batubara,C. 1982. Kebijakan Pembangunan Perumahan Nasional Sebuah Sumbangan Saran (Sumbangan Saran Dari Menteri Muda Urusan Perumahan Rakyat Kepada MPR RI Dalam Rangka Penyusunan GBHN Menyongsong Pelita IV, Juni 1982). Penerbit Alumni Bandung. Bandung. Bennett, AF. 1999. Linkage in the Landscape : The role of corridors and connectivity in wildlife conservation. IUCN-The World Conservation Union. UK. Boer, C. 1994. Mulawarman Forestry Reports : Studi Tentang Keragaman Jenis Burung Berdasarkan Tingkat Pemanfaatan Hutan Hujan Tropis di Kalimantan Timur Indonesia. Faculty of Forestry-Mulawarman Univ. Brooks, R. Gene. 1988. Site Planning: Environment, Process and Development. Prentice Hall Career & Technology. Carpenter, P.L., T.D. Walker dan F.O. Lanphear. 1975. Plants in The Landscape. W,H. Freemen and Company. SanFrancisco. 487 p. Dinas Pertamanan DKI Jakarta. 1988. Pengelolaan Taman-Taman Kota dengan Mengambil Acuan pada Upaya Penyediaan dan Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Kota Jakarta. Bahan Kuliah Mata Ajaran Pengelolaan Lanskap bagi Mahasiswa Arsitektur Pertamanan-Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. (tidak dipublikasikan). Forman, R.T.T. and M. Godron. 1986. Landscape Ecology. John Wiley & Sons, New York. 619p. Hails, C.J., M.Kavanagh, K. Kumari dan I. Arifin. 1990. Bring Back The Bird (Planning for Trees and Other Plants to Support Wildlife in Urban Area). WWF Malaysia, Kuala Lumpur. 30p. Handayani, Elsa. 1995. Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Sebagai Habitat Burung (Studi Kasus Kotamadya Bogor, Jawa Barat). Skripsi Fakultas Pertanian IPB. Hernowo, J.B. dan L.B. Prasetyo. 1989. Konsepsi Ruang Terbuka Hijau Di Kota Sebagai Pendukung Pelestarian Burung. Media Konservasi.
109
Lyle, J.Tillman. 1994. Regenerative Design for Sustainable Development. John Wiley &Sons, Inc. Leedy, D.L. 1978. Planning Wildlife in Cities and Suburbs. Washington : U.S.Printing Government Office. MacKinnon, J. 1993. Panduan Lapangan Pengenalan Burung-Burung di Jawa dan Bali. Gadjah Mada University Press. Meents, J.K., J.Rice, B.W.Anderson dan R.D. Ohmart. 1983) Non-linier Relationships Between Birds and Vegetation. Ecology 64: 1022-1027 Meurk, C.D. 2005. Planning for Sustainable in The Cultural Landscape. NewZaland : Wanaaki Whenua Landcare Research. Nurisjah, S. 2009. Penuntun Praktikum Perencanaan Lanskap. Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pakpahan,A.M. 1993. Penanaman Pohon Untuk Habitat Burung (Makalah Sarasehan Penanaman Sejuta Pohon di Wilayah DKI Jakarta, 5 Desember 1993). Jakarta. Peggie, D. dan Amir, M. Practical Guide to the Butterflies of Bogor Botanical Garden. Bogor : LIPI. Permen. 2006. Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No.34 mengenai Pedoman Umum Penyelenggaraan Keterpaduan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) Kawasan Perumahan. Pete, E. h. Erich J. 2004. Human Security in A Changing Environment. Germany: United Nations University, Institute for Environment and Human Security. Rachman, Z. 1984. Proses Berpikir Lengkap Merencanakan dan Melaksanakan dalam Arsitektur Lanskap (Makalah Diskusi pada Festival Tanaman VIHimpunan Mahasiswa Agronomi. Bogor. Ramdan Sundana. 2008. http://sundana.wordpress.com/2008/12/09/penginderaan -jauh-interpretasinya/. [22:25, 18 Januari 2011] Rusilawati, S.K. 2002. Perencanaan Ruang Terbuka Hijau untuk Habitat Burung di Kawasan Permukiman Real Estat Bintaro Jaya Sektor 9 Tangerang. Jurusan Budidaya Pertanian-Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sembiring. 2010. http:// antaranews.com. [21.59, 25 Desember 2012] Simonds, J.O. 1983. Landscape Architecture. McGraw-Hill Pub.Co., New York : 331p.
110
Thomas, J. Et al. 1979. Wild Life Habitat Management Forest. Jackward Thomas ed. USDA. Wiens, J.A. dan J.T. Rottenberry. 1981. Censusing and The Evaluation of Avian Habitat Occupancy. Dalam C.J. Ralph dan J.M. Scot. 1981. Testimating The Numbers of Terrestrial Birds. Studie Avian Biology.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Daftar Klasifikkasi Tanaman dii Taman Casa G Grande* Jenis ppakan yang dihasilkan N Nama Tanaman
N Nama Latin
JJenis tan naman
Biji
Bu uah
Penarik serangga
Neektar
Tipee arsitektural Nezeran
Rooux
Rauh
Tinggi tanaman ((Strata ke-) Altim
1
2
3
4
5
Jeniss burung yang dapat dikembangkan
C Cemara norflok
Araucaria heteeropylla
po ohon
gerejaa, perkutut, emprit, merpati
C Chinese jupiter
Juniiperus chinnensis
po ohon
gerejaa, perkutut, emprit, merpati
T Tabebuya
Tab bebuia aurea
po ohon
Humm mingbird
K Kamboja
Plum meria sp.
po ohon
Humm mingbird
D Dadap merah
Erytthrina cristagalli Sam manea saman
po ohon
po ohon
B Bunga tasbih
Munntingia calaabura Can nna indica
seemak
Humm mingbird
bbugenvil
Bouugainvillea sp.
seemak
Humm mingbird
R Ruelia tegak
Rueellia brittoniana
seemak
gerejaa, pipit
eeuphorbia
Eupphorbia mili
seemak
Humm mingbird
P Pisang kipas
Ravvenala maddagascariensis
seemak
kkucai
Alliu um schooenoprasum
pennutup taanah
gerejaa, emprit/pipit
Chlo orophytum cam mosum
pennutup taanah
gerejaa, emprit/pipit
K Kacangkkacangan
Arachis pintoi
pennutup taanah
gerejaa, emprit/pipit
rrumput gajah
Axo onopus com mpressus
pennutup taanah
gerejaa, emprit/pipit
T Trembesi K Kersen
llili paris
*Hasil analisis pribadi
po ohon
mingbird Humm gerejaa, perkutut, emprit, merpati sriti, kutilang k
kutilan ng
L Lampiran 2. Daftar klasifikasi ttanaman Lapanggan Tenis BCC**
Nama Tanaman
Pinus merkusii
Palem raja
Roystonea regia
Palem ekor tupai rumput gajah h
Wodyetia bifurcatta
pohon
Axonopus compressus Allium schoenoprasum
pohon pohon penutup tanah penutup tanah
*Hasil anallisis pribadi
Jenis tanaman
Jenis pakan yangg dihasilkan Biji
Pinus
kucai
Nama Latin
Buah
P Penarik seerangga
Nektar
Tipe arsitekturral N Nezeran
Roux
Raauh
Tinggii tanaman (Strata ke-) Altim
1
2
3
4
5
Jenis burung yang dapat dikembangkan gereja, perkutut, emprit, merpati gereja, perkutut, emprit, merpati gereja, perkutut, emprit, merpati gereja, emprit/pipit gereja, emprit/pipit
Lampiran 3. Daftar klasifikasi tanam man Taman Masjjid BCC* Nama Taanaman
Namaa Latin
Pinus
Pinus merkkusii
Kersen
Muntingia ccalabura
tanjung
Mimusops eelengi
mangga
Mangifera indica i L.
Palem putri
Veitchia meerilii
Cemara laaut ketapang
Casuarina a equisetifolia Terminalia catappa
Pala
Myristica fragrans fr
Jeniss tanamaan
pohon
pohon pohon pohon pohon pohon
Jenis pakann yang dihasilkan Biji
Buah
Penarik serangga
Nektar
Tipe arsiitektural Nezeran
Roux
Rauh
Tinggi tanaman (Strrata ke-) Altim
1
2
3
4
5
Jenis burung b yang dapat bangkan dikemb gereja, pperkutut, emprit, merpati m gereja, sriti, kutilang gereja, sriti, kutilang gereja, sriti, kutilang gereja, pperkutut, emprit, merpati m gereja, pperkutut, emprit, merpati m
pohon Cerberra od dollam rambutan n
pohon pohon
Nephellium m lappaceum
Palem raja
Roystonea rregia
palem ekoor tupai
Wodyetia bifurcata
Pohon baambu
Bambussa ssp.
nangka Cemara kkipas
Artocarpus heterophylllus Thuja orien ntalis
pohon kuupu-kupu
Bauhinia puurpurea
Palem meerah angsana
Cyrtostachyys lakka Becc. Pterocarpus indicus
Teh-tehan n
Acalypha m macrophylla
Pisang kip pas bugenvil
Ravenala madagascariensis Bougainvilllea sp.
alang-alan ng
Imperata cyylindrica
pohon pohon
pohon
gereja, sriti, kutilang gereja, pperkutut, emprit, merpati m gereja, pperkutut, emprit, merpati m
pohon pohon pohon pohon pohon
gereja, sriti, kutilang gereja, pperkutut, emprit, merpati m Hummin ngbird gereja, pperkutut, emprit, merpati m
pohon semak
*Hasil annalisis pribadi
semak semak penutupp tanah
Gereja, emprit e
110
Lampiran 4. Tabel Jenis Pohon Yang Disukai Burung Nama Lokal Aren
Nama Latin Arengga pinnata
Nama local Kersen/Talok
Bambu
Bambusa
Langsat
Harendong nagri Dadap ayam
Miconia speciosa Erythrina variegate
Lobi-lobi Menteng/bencoy
Dadap srep
Erythrina indica
Namnam
Kaliandra
Nangka
Kantil Trembelekan
Caliandra callothyrsus Michelia campaka Lantana camara
Kenanga Murbei
Cananga odorata Morus alba
Rukem Salam
Nusa indah
Mussaenda frundosa
Srikaya
Palem Palem merah
Livistona rotundifolia Cyrtostachys lacca
Sawo kecik Asem kranji
Pinang sirih Pohon Kupukupu Si anak nakal
Areca catechu Bauhinia variegate
Bodi Beringin
Duranta repens
Cemara laut
Soka Pisang hias Arbei
Ixora spp Heliconia spp Rubus rosaefolium
Flamboyan Jarak pagar Keben
Belimbing
Averrhoa carambola
Kayu putih
Antidesma bunius Lansium domestikum Durio zibethinus Eugenia polychephalum Eugenia cumini Eugenia jambos Psidium guajava
Kapuk Karet kebo Lo Laban
Buni Duku condet Durian Gowok Jomblang Jambu air Jambu biji Jambu bol Kelapa Kemang Kepel
Eugenia malaccaensis Cocos nucifera Mangivera caesia Stelechocarpus burahol
Pala Rambutan
Mindi Preh Randu alas Sempur Sengon Tanjung Turi
Nama Latin Muntingia calabura Lansium domesticum Flacourtia inermis Baccaurea lanceolata Cynometra cauliflora Artocarpus communis Myristica fragrans Nephelium lappaceum Flacourtia rukam Eugenia polyanthum Annonona squamosa Manilkara kauki Pithecellobium dulce Ficus religiosa Ficus benjamina Casuarina equisetiolia Delonix regia Jatropha curcas Baringtonia asiatica Melaleuca leucadendron Ceiba petandra Ficus elastica Ficus glomerata Vitex pubercens Melia azedarach Ficus stricta Gossampinus heptaphylla Dillenia pubescens Albizzia falcataria Mimusopos elengi Sesbania grandiflora
111