PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN DAN PERBAIKAN TANAH DASAR PADA OPRIT KRIAN INTERCHANGE, JALAN TOL SURABAYAMOJOKERTO Nama Mahasiswa NRP Jurusan Dosen Pembimbing
: : : :
Dodi Angga Kusuma 3106 100 109 Teknik Sipil FTSP – ITS Ir. Soewarno MEng. Catur Arif Prastyanto, ST, M.Eng.
Abstrak Oprit adalah akses penghubung antara jembatan dengan jalan yang ada. Elevasi jalan pendekat yang ada lebih rendah apabila dibandingkan dengan elevasi jembatannya. Pada beberapa kasus terdapat keadaan dimana terjadi kerusakan pada bagian oprit jembatan. Diantaranya yaitu penurunan elevasi oprit yang menyebabkan patahnya pelat injak pada jembatan. Agar konstruksi oprit dapat melayani arus lalu lintas sesuai dengan umur rencana, maka perlu diadakan perencanaan perkerasan yang baik, karena dengan perencanaan perkerasan yang baik diharapkan konstruksi perkerasan jalan mampu memikul beban kendaraan yang melintas dan menyebarkan beban tersebut kelapisanlapisan di bawahnya dan tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi jalan itu sendiri. Dengan demikian akan memberikan kenyamanan kepada pengguna jalan selama masa pelayanan jalan/umur rencana. Mengingat hal tersebut di atas sangat penting maka perlu dirancang suatu jenis perkerasan yang tepat untuk oprit Krian Interchange. Ada dua jenis konstruksi perkerasan jalan yang umum kita kenal saat ini; Konstruksi perkerasan Lentur (flexible pavement) dan konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement). Perencanaan perkerasan yang digunakan pada proyek tersebut menggunakan perkerasan kaku (rigid pavement) dan atas alasan itulah pada penulisan Tugas Akhir ini dilakukan perencanaan perkerasan yang berbeda, yaitu perkerasan lentur (flexible pavement). Untuk kontruksi oprit itu sendiri menggunakan konstruksi timbunan. Yang akan dibahas dalam tugas Akhir ini adalah mengenai volume pekerjaan yang diperlukan dalam perencanaan tebal perkerasan lentur (flexible pavement) dan konstruksi timbunan yang ditambah dengan perbaikan pada tanah dasarnya. Oprit yang dijadikan bahan studi dalam Tugas Akhir ini adalah oprit Krian Interchange pada proyek jalan tol Surabaya-Mojokerto (sta. 0+675 s/d 0+875). Konstruksi Perkerasan yang digunakan dalam Tugas Akhir ini adalah konstruksi perkerasan lentur, untuk perkerasan lentur dengan umur rencana 10 tahun didapatkan tebal lapisan permukaan setebal 20 cm (Laston),lapisan pondasi atas setebal 20 cm (batu pecah kelas A) dan lapisan pondasi bawah 20 cm (sirtu kelas A). Untuk perbaikan tanah dasarnya digunakan kombinasi preloading dan Prefabricated Vertical Drain (PVD) agar waktu settlement bisa lebih singkat untuk mencapai derajat konsolidasi yang ditetapkan. Dan juga geotextile sebagai alternatif perkuatan tanah timbunan, untuk menjaga agar daya dukung pada timbunan meningkat dan lebih stabil.
PVD yang digunakan berupa jenis PVD “NYLEX FLODRAIN” dengan Spesifikasi Lebar : 100 mm dan dengan ketebalan : 5 mm. Pola pemasangan digunakan pola segitiga dengan jarak 0,8 m. Sedangkan geotextile menggunakan produk stabilenka 800/100. Geotextile dipasang sejarak 25 cm sebanyak 2 lapis. Kata kunci : oprit Krian Interchange, perkerasan lentur, timbunan, preloading, PVD, geotextile.
BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang
Pembangunan fisik yang dilakukan oleh Pemerintah bertujuan untuk mengembangkan suatu wilayah. Yang dimaksud dengan pembangunan fisik disini adalah pembangunan perumahan, gedung, perkantoran, sekolah, sarana hiburan, dan fasilitas – fasilitas lainnya yang dapat menunjang kehidupan masyarakat di suatu wilayah. Seiring dengan pembangunan fisik yang dilakukan, diperlukan juga sarana penunjang yang diantaranya berupa jalan raya bebas hambatan yang dapat menghubungkan satu tempat ke tempat lain dengan lancar. Jawa Timur sebagai propinsi yang mengalami perkembangan lalu lintas yang sangat pesat sehingga dapat menimbulkan dampak yang luas terhadap kondisi jaringan, sebagai contohnya dapat kita lihat kondisi lalu lintas transportasi darat di wilayah GERBANG KERTOSUSILO (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan) di Jawa Timur. Oleh karena itu perlu ada sebuah solusi untuk pemecahan masalah tersebut, salah satunya adalah dengan cara menambah prasarana jalan. Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini Badan Pengatur Jalan Tol/BPJT selaku Regulator Infrastruktur Transportasi memutuskan untuk segera membangun jalan tol yang menghubungkan Kota Surabaya dengan Kabupaten Mojokerto sebagai alternatif jalan nasional.
Dalam pembangunannya jalan tol ini membentang dari Surabaya melewati Sidoarjo dan berakhir di Mojokerto dan dibagi dalam 5 seksi, yaitu: • Seksi IA antara Waru s/d Sepanjang : 2,3 km • Seksi IB antara Waru s/d Western Ring Road : 4,3 km • Seksi II antara Western Ring Road s/d Driyorejo : 5,1 km • Seksi III antara Driyorejo s/d Krian : 6,3 km • Seksi IV antara Krian s/d Mojokerto : 18,47 km
Pada perencanaan konstruksi ini diharapkan dapat melayani arus lalu lintas sesuai dengan umur rencana. Disamping itu
besar kecilnya biaya untuk pembangunan jalan tol ini juga perlu diperhatikan. Maka perlu diadakan perencanaan yang baik, karena dengan perencanaan yang baik diharapkan konstruksi mampu memikul beban kendaraan yang melintas dan menyebarkan beban tersebut kelapisanlapisan di bawahnya dan tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti pada konstruksi itu sendiri. Dengan demikian akan memberikan kenyamanan kepada pengguna selama masa pelayanan jalan/umur rencana. Dalam perencanaan jalan tol ini banyak terdapat konstruksi oprit. Yang dimana pada beberapa kasus terdapat kerusakan pada bagian oprit jembatan. Diantaranya yaitu penurunan elevasi oprit yang menyebabkan patahnya pelat injak pada jembatan. Dilihat dari kondisi tanah dasar yang sangat lunak tersebut adalah sangat tidak menguntungkan apabila didirikan suatu konstruksi jalan maupun oprit. Konstruksi yang ideal direncanakan tidak boleh mengalami differential settlement. Oleh sebab itu, perencanaan nya memerlukan suatu metode perbaikan tanah yang mampu untuk menghilangkan pemampatan dan meningkatkan daya dukung pada tanah dasar. Oprit adalah akses penghubung antara jembatan dengan jalan yang ada. Elevasi jalan pendekat yang ada lebih rendah apabila dibandingkan dengan elevasi jembatannya. Yang akan dibahas dalam tugas Akhir ini adalah mengenai analisa biaya yang diperlukan dalam perencanaan konstruksi timbunan yang ditambah dengan perbaikan pada tanah dasarnya dan juga metode pelaksanaannya. Oprit yang dijadikan bahan studi dalam Tugas Akhir ini adalah oprit Krian Interchange pada proyek jalan tol Surabaya-Mojokerto. Kondisi tanah dasar pada daerah oprit ini merupakan tanah lunak.
1.2.
Perumusan Masalah Dari uraian diatas, masalah yang akan dibahas dalam Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Berapa tebal perkerasan lentur yang sesuai dengan kondisi lalu lintas dan umur rencana yang direncanakan?
2. Berapakah Hinitial yang diperlukan untuk mendapatkan tinggi timbunan yang diinginkan? 3. Bagaimana perhitungan stabilitas embankment setelah adanya perbaikan tanah dengan menggunakan PVD? 4. Bagaimana merencanakan perkuatan geotextile pada embankment badan jalan bila stabilitas tanah yang dilakukan belum memenuhi syarat? 5. Berapa volume pekerjaan yang diperlukan untuk desain konstruksi tersebut? 1.3.
1.5.
Metodologi
Metodologi penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai berikut : Mulai
Studi Literatur
Pengumpulan Data Sekunder 1.Data LHR 2.Data Timbunan dan CBR 3.Data Tanah Dasar 4.Data Spesifikasi Bahan geotextile dan PVD
Data Lalu LintaS
Data Tanah
Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam Tugas Akhir ini adalah dapat merencanakan konstruksi oprit yang stabil ( tidak memampat dan tidak longsor ) beserta tebal perkerasan lentur yang sesuai dengan umur rencana dan menghitung volume pekerjaan.
1.4.
Batasan Masalah Adapun batasan masalah dalam penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. Tidak membahas alignment dari jalan. 2. Konstruksi jalan direncanakan menggunakan perkerasan lentur. 3. Umur rencana perkerasan adalah 10 tahun.
4. Tidak membahas perhitungan upperstructure jembatan. 5. Tidak membahas perhitungan abutment jembatan. 6. Hanya direncanakan pada salah satu sisi oprit saja. 7. Tidak merencanakan drainase jalan.
Tinggi Timbunan Perencanaan Tebal Perkerasaan Penentuan Hinisial
A
diambil maka saya mengasumsikan data LHR untuk off to Krian menggunakan data LHR dari Mojokerto ke arah Legundi dan Krian, untuk on to Krian menggunakan data LHR dari Legundi dan Krian ke arah Surabaya. Sedangkan data tersebut tidak ada maka saya melakukan pendekatan dengan mengambil persentase dari data LHR Krian By Pass. Data LHR Krian By Pass didapat dari PU Bina Marga Jawa Timur dan untuk persentase itu sendiri didapat dengan cara survey lalu lintas selama 1 jam. Lokasi survey dapat dilihat pada Gambar 2.1 dan hasil survey dapat dilihat pada Tabel 2.1.
A
Ti Stabilitas Timbunan Metode Perbaikan Tanah Kombinasi PVD& Geotextile
Y
Cek daya dukung
Ti
Y Perhitungan Volume Pekerjaan
Gambar 2.1 Lokasi Survey Lalu Lintas Tabel 2.1 Data Lalu Lintas 1 Jam. Kesimpulan Perencanaan
Sele le-
BAB II PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 2.1 Data Lalu Lintas
Pada perencanaan Tugas Akhir ini, data lalu lintas harian (LHR) sesuai dengan kriteria beban sumbunya. Penggolongan jenis kendaraan didasarkan pada klasifikasi kendaraan Bina Marga. Lalu lintas yang akan melewati Krian interchange, jalan tol Surabaya-Mojokerto adalah 2arah, yaitu : Mojokerto-Krian (off to Krian) dan Krian-Surabaya (on to Krian). Dikarenakan data LHR rencana tersebut tidak dapat
GOLONGAN
LALU LINTAS 1 JAM
1
2
3
4
5
32
201
3
38
39
0
7
0
29
0
19
30
1
29
25
Bus Kecil berat 6 ton (1.2 L).
0
2
0
0
0
Bus Besar berat 9 ton (1.2).
0
29
0
0
0
150
148
0
13
51
16
28
0
1
6
30
33
0
4
5
6
24
0
1
4
4
35
0
0
5
Sedan, Jeep,station dan taxi berat 2 ton (1.1). Opelet Pich-up, Suburban,Combi,Mini Bus (MPU Pich-up, Micro Truk, Mobil Hantaran, dan Truk Ban Belakang berat 6 ton (1.2L).
Truk/Box, Truk Tangki 2 Sumbu 3/4 berat 6 ton (1.2L). Truk/Box, Truk Tangki 2 Sumbu berat 14 ton (1.2H). Truk/Box, Truk Tangki 3 Sumbu berat 20 ton (1.22 ). Truk/Truk Tangki Gandeng berat 25 ton (1.2+2.2 ). Truk/Semi Trailer dan Truk Trailer berat 32 ton (1.2-2.2).
Data lalu lintas truk gandeng dan truk trailer pada jalan Krian By Pass dijadikan satu, sedangkan pada waktu survey data tersebut dipisah. Jadi diperlukan persentase agar data tersebut dapat dipisahkan, nilai persentase dapat di lihat di Tabel 2.2
Tabel 2.2 Data Persentase Truk Gandeng dan Truk Trailer PERSENTASE
GOLONGAN
MOJOKERTO-KRIAN
KRIAN-SURABAYA
43
41
57
59
Truk/Truk Tangki Gandeng berat 25 ton (1.2+2.2 ). Truk/Semi Trailer dan Truk Trailer berat 32 ton (1.2-2.2).
Berdasarkan dari hasil survey didapat persentase LHR pada ruas jalan Mojokerto-Krian dan Krian-Surabaya. Untuk lebih lengkapnya dapat di lihat di Tabel 2.3 dan Tabel 2.4. Tabel 2.3 Data Persentase MojokertoKrian GOLONGAN
PERSENTASE 1
2
3
14
85
1
0
100
0
38
60
2
Bus Kecil berat 6 ton (1.2 L).
0
100
0
Bus Besar berat 9 ton (1.2).
0
100
Truk/Box, Truk Tangki 2 Sumbu 3/4 berat 6 ton (1.2L). Truk/Box, Truk Tangki 2 Sumbu berat 14 ton (1.2H). Truk/Box, Truk Tangki 3 Sumbu berat 20 ton (1.22 ). Truk/Truk Tangki Gandeng berat 25 ton (1.2+2.2 ). Truk/Semi Trailer dan Truk Trailer berat 32 ton (1.2-2.2).
50
Sedan, Jeep,station dan taxi berat 2 ton (1.1). Opelet Pich-up, Suburban,Combi,Mini Bus (MPU Pich-up, Micro Truk, Mobil Hantaran, dan Truk Ban Belakang berat 6 ton (1.2L).
Tabel 2.4 Surabaya
Data
GOLONGAN
Tabel 2.5 Data Lalu Lintas (LHR). TOTAL LHR RENCANA
GOLONGAN Sedan, Jeep,station dan taxi berat 2 ton (1.1).
3339
Opelet Pich-up, Suburban,Combi,Mini Bus (MPU dan Angkot) berat 2 ton (1.1).
860
Pich-up, Micro Truk, Mobil Hantaran, dan Truk Ban Belakang berat 6 ton (1.2L).
6864
Bus Kecil berat 6 ton (1.2 L).
0
Bus Besar berat 9 ton (1.2).
0
Truk/Box, Truk Tangki 2 Sumbu 3/4 berat 6 ton (1.2L).
1624
0
Truk/Box, Truk Tangki 2 Sumbu berat 14 ton (1.2H).
423
50
0
Truk/Box, Truk Tangki 3 Sumbu berat 20 ton (1.22 ).
350
36
3
0
48
52
0
Truk/Truk Tangki Gandeng berat 25 ton (1.2+2.2 ).
114
20
80
0
107
10
90
0
Truk/Semi Trailer dan Truk Trailer berat 32 ton (1.2-2.2).
Persentase PERSENTASE 2
4
5
72
14
14
78
22
0
36
35
30
Bus Kecil berat 6 ton (1.2 L).
100
0
0
Bus Besar berat 9 ton (1.2).
100
0
0
Truk/Box, Truk Tangki 2 Sumbu 3/4 berat 6 ton (1.2L). Truk/Box, Truk Tangki 2 Sumbu berat 14 ton (1.2H). Truk/Box, Truk Tangki 3 Sumbu berat 20 ton (1.22 ). Truk/Truk Tangki Gandeng berat 25 ton (1.2+2.2 ). Truk/Semi Trailer dan Truk Trailer berat 32 ton (1.2-2.2).
70
6
24
80
3
17
79
10
12
83
3
14
85
2
12
Sedan, Jeep,station dan taxi berat 2 ton (1.1). Opelet Pich-up, Suburban,Combi,Mini Bus (MPU Pich-up, Micro Truk, Mobil Hantaran, dan Truk Ban Belakang berat 6 ton (1.2L).
Dari persentase tersebut dapat ditentukan LHR rencana, dimana LHR rencana didapat dari nilai persentase dikali dengan LHR Krian By Pass, sedangkan data LHR Krian By Pass sendiri didapat dari PU Bina Marga Jawa Timur disajikan pada lampiran. Dari data tersebut ditentukan jumlah LHR rencana untuk penentuan tebal perkerasan yang disajikan pada Tabel 2.5.
Krian-
Untuk mempermudah perhitungan saya mengelompokan data LHR rencana berdasarkan sumbu kendaraannya. Data LHR tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.6 Tabel 4.6 Data Lalu Lintas (LHR) Berdasarkan Sumbu Kendaraan GOLONGAN 1.1 1.2 1.2L 1.2H 1.22 1.2+2.2 1.2-2.2
TOTAL LHR RENCANA 4199 0 8488 423 350 114 107
2.2 ANALISA DATA TANAH DASAR Data tanah dasar yang didapatkan berupa Bore log, SPT dari konsultan.
Pada perencanaan kemiringan talud 1:2. Dimensi rinci Gambar 2.3 :
Tabel 2.6 Data Tanah
a 1 :2
ini,
timbunan
L
direncanakan
rencana
pada
a
γt= 1,90t/m3
H
Gambar 2.3 Potongan melintang embankment
2.4 DATA SPESIFIKASI BAHAN PREFABRICATED VERTICAL DRAIN (PVD)
PVD yang digunakan berupa jenis PVD “NYLEX FLODRAIN” dengan Spesifikasi Lebar : 100 mm dan dengan ketebalan : 5 mm. 2.5
DATA SPESIFIKASI BAHAN GEOTEXTILE
Geotextile yang digunakan sebagai perkuatan adalah geotextile dengan jenis woven dari STABILENKA.
Gambar 2.2 Profil Tanah
2.3 ANALISA DATA TANAH TIMBUNAN Data tentang timbunan di lapangan yang didapat meliputi sifat fisik timbunan, dan dimensi timbunan. 1. Sifat fisik timbunan meliputi: γt = 1.90 t/m2, φ = 300, Cu = 0. 2. Dimensi timbunan Timbunan direncanakan dengan tinggi final sesuai dengan elevasi pada oprit fly over.
Gambar 2.4 Spesifikasi Geotextile
BAB III PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN DAN PERBAIKAN TANAH DASAR
Tabel 3.2 Distribusi Beban Pada Roda Kendaraan % Distribusi Beban Pada Roda Kendaraan Golongan
3.1.
Perencanaan Tebal Perkerasan Seperti yang sudah dijelaskan pada analisa data bahwa perencanaan untuk tebal perkerasan menggunakan perkerasan lentur (flexible pavement) metode Bina Marga, 1987. Sebelum melakukan design terhadap perkerasan, perencanaan jalan ini direncanakan 4 lajur 2 arah (4/2D), dengan rincian sebagai berikut: 1. Perkerasan jalan tol ini direncanakan dengan umur jalan (n)10 tahun dan masa pertumbuhan volume kendaraan (i) sebesar 2 %. Untuk perhitungan selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 3.1 : Tabel 3.1 Perhitungan LHR Umur Rencana. GOLONGAN 1.1 1.2 1.2L 1.2H 1.22 1.2+2.2 1.2-2.2
TOTAL LHR RENCANA 4199 0 8488 423 350 114 107
i 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02 0.02
UMUR RENCANA 10 10 10 10 10 10 10
LHR UMUR RENCANA 5118 0 10346 516 427 139 130
2. Menghitung nilai angka ekivalen beban sumbu kendaraan yang disesuaikan dengan konfigurasi sumbu dan pembagian beban sesuai dengan konfigurasi sumbu Bina Marga. Sedangkan dalam perhitungan persentase distribusi beban pada masing-masing jenis kendaraan dapat dilihat di Tabel 3.2 :
(1.1) (1.2) (1.2L) (1.2H) (1.22) (1.2+2.2) (1.2-22)
Roda Depan 50 % 34 %
50 % 66 %
34 %
66 %
34 % 25 % 16 %
66 % 75 % 36 %
24 %
18 %
28 %
54 %
Roda Belakang
24 %
Hasil rekapitulasi total EAL pada tiap jenis kendaraan ditunjukkan pada Tabel 3.3 : Tabel 3.3 Perhitungan EAL Tiap Kendraan. EAL GOLONGAN 1.1 0.002 1.2 0.384 1.2L 0.278 1.2H 6.420 1.22 5.242 1.2+2.2 5.887 1.2-2.2 15.536 1. Menghitung LEP perlu diketahui koefisien lajur jalan (Cj). Dengan lebar jalan 7 meter dan 4/2 D didapat Cj dengan melihat Tabel 2.2. Harga Koef. Lajur Rencana C . Untuk perhitungan selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 3.4 : Tabel 3.4 Perhitungan Lintas Ekivalen Permulaan (LEP). GOLONGAN 1.1 1.2 1.2L 1.2H 1.22 1.2+2.2 1.2-2.2
LHR AWAL 4199 0 8488 423 350 114 107
E 0.002 0.384 0.278 6.420 5.242 5.887 15.536
C 0.3 0.45 0.45 0.45 0.45 0.45 0.45
LEP 2.96 0 1060.68 1222.06 825.65 302 748.07 ∑ LEP 4161.41
2. Menghitung LEA hampir sama dengan LEP hanya berbeda di LHR. Untuk perhitungan selengkapnya ditunjukkan pada Tabel 3.5 :
Tabel 3.5 Perhitungan Lintas Ekivalen Akhir (LEA). LHR AKHIR 5118 0 10346 516 427 139 130
GOLONGAN 1.1 1.2 1.2L 1.2H 1.22 1.2+2.2 1.2-2.2
E 0.002 0.384 0.278 6.420 5.242 5.887 15.536
C 0.3 0.45 0.45 0.45 0.45 0.45 0.45
LEA 3.61 0 1292.86 1490.74 1007.29 368.22 908.87 ∑ LEA 5071.58
Maka didapat tebal perkerasan pada umur rencana adalah: D1 = 20 cm. D1=20cm D2 = 20 cm. D2=20cm D3 = 20 cm. D3=20cm
3.2 PENENTUAN TINGGI TIMBUNAN AWAL (Hinitial) dan SETTLEMENT Dari
1. Lintas ekivalen tengah (LET) adalah adalah jumlah lintas harian rata-rata sumbu tunggal 8,16 ton pada jalur rencana ditengah umur rencana. Rumusnya sebagai berikut:
LET =
didapatkan
H final vs H initial
∑ LEP + ∑ LEA 2
10.000 9.000 8.000 7.000 6.000 5.000 4.000 3.000 2.000 1.000 0.000
4161.41 + 5071.58 = 4616.496 2
y = -0.005x 2 + 1.147x + 0.221 R² = 1
2.000
0.000
4.000
6.000
8.000
10.000
H final (m)
Gambar 3.1 Grafik Hfinal VS Hinisial
2. Lintas ekivalen rencana (LER) adalah besaran yang dalam penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan jumlah lintas ekivalen sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18000 lb) pada jalur rencana. Rumusnya sebagai berikut:
SC vs H final 1.200
y = -0.005x 2 + 0.147x + 0.221 R² = 0.999
1.000 0.800
SC (m)
LER = LET x FP
perhitungan
grafik
H initial (m)
LET =
hasil
0.600 0.400 0.200 0.000
Perhitungan nilai LER disajikan dibawah ini:. LER = 4616.496 X 1 ~ FP =10/10 = 1 = 4616.496 ITP log Wt18 = 9,36 log + 1 − 0,2 + 2,54 0,40 +
Gt 1094 ITP + 1 2,54
+ log 5,19
0.000
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
H final (m)
Gambar 3.2 Grafik Hfinal VS Sc Tabel 3.6
1 DDT + 0,372 − 3 FR 1,2
Pemberian Timbunan yang Harus Diberikan pada Masing-masing Hrencana pada Oprit
No.
q (t/m²)
Sc (m)
1 2 3 4 5
9 11 13 15 17
0.761 0.859 0.942 1.015 1.080
H initial (m) 5.138 6.241 7.338 8.429 9.516
H final (m) 4.376 5.383 6.396 7.414 8.436
3.3 PERHITUNGAN DERAJAT KONSOLIDASI TOTAL Perhitungan waktu konsolidasi didapat dengan menggunakan persamaan 5.20, Hansbo, 1979 : 𝐷𝐷2 1 � 𝑡𝑡 = � � �2. 𝐹𝐹(𝑛𝑛)�𝐿𝐿𝐿𝐿 � ���� 8. 𝐶𝐶ℎ 1 − 𝑈𝑈ℎ
dimana : t = lama waktu konsolidasi D = diameter equivalent dari ligkaran tanah yang merupakan pengaruh PVD Ch = koefisien konsolidasi arah radial/horizontal, Ch berkisar 2 sampai 5 kali Cv, dipakai Ch = 3 x Cv F(n) = faktor tahanan akibat jarak antar PVD ���� 𝑈𝑈ℎ = derajat konsolidasi arah horizontal 1. Perhitungan Diameter Equivalent Diameter equivalent untuk PVD 2(𝑎𝑎 + 𝑏𝑏) 𝑑𝑑𝑑𝑑 = 𝜋𝜋 Diameter equivalent (D) dari lingkaran tanah pengaruh dari PVD. Harga D = 1,05 S, untuk pola susunan Segitiga D = 1,13 S, untuk pola susunan Segiempat
2. Perhitungan Fungsi Hambatan yang Diakibatkan Jarak Antar PVD (F(n)) Dapat dicari dengan persamaan di bawah ini : 𝑛𝑛2 3 1 𝐹𝐹(𝑛𝑛) = � 2 � �ln(𝑛𝑛) − − � 2 �� 4 𝑛𝑛 − 1 4𝑛𝑛 Dimana : n = D/dw dw= diameter equivalent dari vertical drain (equivalent terhadap bentuk lingkaran) Tabel 3.7 Perhitungan Fungsi Hambatan Akibat Jarak Antar PVD untuk Pola Pemasangan Segitiga Jarak PVD D a b dw n F(n) S (m) mm mm mm mm 0.8 840 100 5 66.84508 12.56637 1.790781 1 1050 100 5 66.84508 15.70796 2.011306 1.2 1260 100 5 66.84508 18.84956 2.191955 1.5 1575 100 5 66.84508 23.56194 2.41353
Tabel 3.8 Perhitungan Fungsi Hambatan Akibat Jarak Antar PVD untuk Pola Pemasangan Segiempat Jarak PVD D S (m) mm 0.8 904 1 1130 1.2 1356 1.5 1695
a mm 100 100 100 100
b mm 5 5 5 5
dw mm 66.84508 66.84508 66.84508 66.84508
n
F(n)
13.52381 16.90476 20.28571 25.35714
1.863273 2.084013 2.264813 2.486539
Dari perhitungan tersebut dibuat grafik hubungan antara waktu dengan derajat konsolidasi gabungan (U)% yang diberikan pada Gambar 3.5.
S D
S
40
30
S
S
S
S
60
70
50
80
S
S
S
S
S
50
Gambar 3.3 Pola Susunan Segiempat D = 1,13 S
55
Pola Segiempat :
Pola Segitiga :
S
S
Keterangan:
(PVD)
S
45
S S
S S
40
S S
0,866s
S
25 20 15 10
0,866s
5 0
10
0
D
20
100
90
110
Gambar 3.4 Pola Susunan Segitiga D = 1,05 S
(minggu ke W
0,866s
30
0,866s
)-
35
0,866s
Prefabricated Vertical Drain G
S
7
5
ta
ta
ta
ta
ta
ta
3
ta
55 50 45 40 35 )
30
Settlement
25
(Minggu ke W
20 15
G
10 5 0 8. 5 6. 5 5.4 5.2 5 8. 4 6. 4 4.4 4.2 4 8. 3 3.6 4. 3 3.2 3 8. 2 6. 2 4. 2 2.2 2 8. 1 6. 1 4. 1 1.2 1 0.8 6. 0 0.4 2. 0 0
Pada pelaksanaan di lapangan, tinggi timbunan yang dibutuhkan (Hinitial) tidak langsung diurug di atas tanah dasar, sehingga pada pelaksanaannya dilakukan penimbunan secara bertahap (Preloading). Dalam perencanaan Tugas Akhir ini penimbunan secara bertahap direncanakan memiliki kecepatan penimbunan 50 cm/minggu. Jumlah tahapan penimbunan yang dilakukan untuk Hfinal = 4 m adalah : • Hinitial = 6,869 m • Kecepatan penimbunan = 0,5/minggu • Jumlah pentahapan = 6,869 / 0.5 = 13,8 ≈ 14 Tinggi penimbunan juga harus memperhatikan tinggi timbunan kritis (Hcr) yang masih mampu dipikul oleh tanah dasar. Dengan bantuan program XSTABL didapatkan Hcr untuk SF = 1,2 (hasil perhitungan XSTABL, SF = 1.267) adalah Hcr = 0,8 meter. Karena tinggi timbunan kritis yang mampu diterima tanah (Hcr) adalah 0,8 meter maka pentahapan penimbunan hanya bisa dilakukan pada pentahapan pertama. Untuk tahap berikutnya, daya dukung tanah dasar harus cukup kuat menumpu penimbunan berikutnya, untuk itu harus dilakukan pengecekan daya dukung tanah terlebih dahulu. Dari Cu baru didapatkan safety factor untuk tanah dasar SF = 1,433 > 1,2 (perhitungan menggunakan DXSTABLE), maka penimbunan tahap kedua bisa langsung dilakukan pada minggu kedua. Untuk penimbunan tahap ketiga dengan H = 1,5 meter diperlukan penundaan selama 3 minggu untuk mencapai SF > 1,2 yaitu SF = 1,205. Pada tahap keempat dengan H = 2 meter, pada penundaan 5 minggu didapat SF = 1,065 < 1,2. Karena waktu penundaan yang terlalu lama, maka diperlukan perkuatan. Perkuatan direncanakan dengan menggunakan geotextile. Karena telah dipasang perkuatan tanah, maka daya dukung tanah dasar tidaklah menjadi masalah lagi sehingga penimbunan dapat terus menerus dilakukan tanpa adanya penundaan pentahapan. Grafik konsolidasi tanah dasar yang terjadi akibat pentahapan penimbunan dapat dilihat pada Gambar 3.6 , sedangkan perhitungan lengkapnya dapat dilihat pada lampiran 6.
2
PRELOADING DENGAN KOMBINASI PVD
1
3.1
Se
3.2
PERENCANAAN GEOTEXTILE
1.
Dalam perencanaan kali ini dipilih geotextile STABILENKA tipe 800/100 yang mempunyai kekuatan tarik maximal arah memanjang = 800 kN/m’
Tallow =
Tallow
Dimana : δ = sudut geser antara tanah timbunan dan material geotextile ≈ Ø = 30° SF = 1,35 untuk jalan sementara = 2,00 untuk jalan permanen ∅ Ka = tan(45 − ) 2
T FSib xFScr xFScd xFSbd
dimana : = Kekuatan geotextile yang terTallow sedia T = Kekuatan tarik max geotextile yang digunakan FSid =Faktor keamanan akibat kerusakan saat pemasangan (untuk timbunan = 1.1-2.0) diambil = 1.3 =Faktor keamanan terhadap keFScr rusakan akibat rangkak (untuk timbunan = 2.0-3.0) diambil = 2.5 = Faktor keamanan terhadap FScd kerusakan akibat bahan- bahan kimia (untuk timbunan = 1.1-1.5) diambil = 1.25 =Faktor keamanan terhadap keFSbd rusakan akibat aktifitas biologi dalam tanah (untuk timbunan = 1.1-1.3) diambil = 1.2
800 = 1.3 x 2.5 x1.25 x1.2 =
164 kN/m
1. Internal Stability Kondisi internal stability tercapai bila tidak terjadi longsor pada lereng AC.
Syarat Tidak Terjadi Failure di Lereng AC (𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩𝑩 𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆𝒆 𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨𝑨)𝒙𝒙 𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕𝒕 𝑷𝑷𝒂𝒂𝟏𝟏 ≤ 𝑺𝑺𝑺𝑺
1 2 γH Ka + γH 2 Ka 2 ���� x BC ���� x tan 30 �γ − γw �AB ≤ sat 2
Pa1 =
1 30 . 1,961. 6,92 . tan(45 − ) 2 2 30 2 + 1,961 . 6,9 . tan(45 − ) 2 (1,961 − 1)6,9 x 6,9 x tan 30 ≤ 2 Pa1 = 120,3 t/m’ > 17,61 t/m’ ..................Not OK =
2.
Syarat Kekuatan Bahan 𝐏𝐏𝐚𝐚𝐚𝐚 ≤ 𝐒𝐒𝟏𝟏 Dimana : S1 = kekuatan tarik material geotextile yang diijinkan (Tallowable) 𝐏𝐏𝐚𝐚𝐚𝐚 ≤ 𝐒𝐒𝟏𝟏 120,3 t/m′ > 16,4 t/m′ ..........................Not OK
Maka geotextile.
diperlukan
beberapa
lapis
2. Foundation Stability
Gambar 3.7 Gaya-gaya Pada Timbunan dengan Perkuatan Geotextile Gambar 3.8 Gaya-gaya Pada Timbunan dengan Perkuatan Geotextile
1. 𝐏𝐏𝐚𝐚𝐚𝐚 ≤
𝐏𝐏𝐏𝐏+𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐𝟐 𝐱𝐱 𝐋𝐋 𝐒𝐒𝐒𝐒
Dimana : Su = Undrained Shear Strength dari tanah lunak SF = 1,35 untuk jalan sementara = 2,00 untuk jalan permanen ∅ Ka = tan(45 − ) 2 ∅ Kp = tan(45 + ) 2
Pa2 = (½ (γsat2 – γw)h .Ka – 2Su.h.√Ka) + q.Ka.h = (½ (1,585 – 1)42.0,577 – 2.0,6.4.√0,577) + 1.0,577.4 Pa2 = 2,308 t/m’ 2
Pp = (½ (γsat2 – γw)h2.Kp – 2Su.h.√Kp = (½ (1,585 – 1)42.1,732 2.0,6.4.√1,732)
–
Pp = 1,793 t/m’ Jadi,
Pp + 2Su x L SF 1,798 + 2.0,6.6,9 2,308 ≤ 2 2,308 < 5,039 ...................................OK Pa2 ≤
2. 𝐒𝐒𝟐𝟐 ≥ (𝐒𝐒𝐒𝐒 𝐱𝐱 𝐋𝐋)𝐱𝐱 𝐒𝐒𝐒𝐒
16,4 t/m’ > (0,6 . 6,9).2 16,4 t/m’ > 8,28 ................................OK
Tabel 3.9 Tabel Hasil Perhitungan Momen Penahan oleh Geotextile dan Panjang Geotextile di Belakang Bidang Longsor Jumlah (buah) 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Hi (m) 6,9 6,65 6,4 6,15 5,9 5,65 5,4 5,15 4,9
Ti (m) 7,68 7,43 7,18 6,93 6,68 6,43 6,18 5,93 5,68
τ1
τ2 3
(kN/m ) 78,12069 75,29023 72,45977 69,62931 66,79885 63,96839 61,13793 58,30747 55,47701
3
(kN/m ) 6 75,29023 72,45977 69,62931 66,79885 63,96839 61,13793 58,30747 55,47701
Mgeotextile (kN.m) 1260,307692 1219,282051 1178,25641 1137,230769 1096,205128 1055,179487 1014,153846 973,1282051 932,1025641
ΣMgeotextile (kN.m) 1260,307692 2479,589744 3657,846154 4795,076923 5891,282051 6946,461538 7960,615385 8933,74359 9865,846154
Le (m) 3,66 2,04 2,12 2,21 2,30 2,41 2,52 2,64 2,77
Tabel 3.10 Tabel Hasil Perhitungan Panjang Geotextile di depan Bidang Longsor Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Koordinat Y 30 30,25 30,5 30,75 31 31,25 31,5 31,75 32
koordinat x 22,12 24,97 23,85 23,85 23,85 23,85 23,85 23,85 23,85
pakai y 30 36,9 36,9 36,9 36,9 36,9 36,9 36,9 36,9
koordinat X tepi 10 9,75 9,5 9,25 9 8,75 8,5 8,25 8
Ld (m) 12,12 15,22 14,35 14,6 14,85 15,1 15,35 15,6 15,85
Tabel 3.11 Tabel Hasil Perhitungan Panjang Total Geotextile Jumlah 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Le 3,66 2,04 2,12 2,21 2,30 2,41 2,52 2,64 2,77
1 sisi Ld 12,12 15,22 14,35 14,6 14,85 15,1 15,35 15,6 15,85
Ltotal 15,78 17,26 16,47 16,81 17,15 17,51 17,87 18,24 18,62
1/2 lebar panjang pakai timbunan 11,4 11,40 11,15 11,15 10,9 10,90 10,65 10,65 10,4 10,40 10,15 10,15 9,9 9,90 9,65 9,65 9,4 9,40
2 sisi 22,8 22,3 21,8 21,3 20,8 20,3 19,8 19,3 18,8 187,2
Jadi digunakan geotextile type stabilenka 800/100 dengan pemasangan arah memanjang. Kebutuhan geotextile sebesar 187,2 per meter panjang.
BAB IV VOLUME PEKERJAAN 4.1 Volume Pekerjaan
3. Overall Stability Syarat Overall Stability Momen Penahan (Mr) = R . Στi . li + Ti . Si = Mr + ΔMr Kebutuhan Geotextile ditentukan dari ΣMomen akibat pemasangan geotextile lebih besar dari momen tambahan nyang dibutuhkan, ΣMomen > ∆MR
.
Dalam bab ini akan membahas mengenai volume pekerjaan yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan oprit Krian Interchange (0+675 s/d 0+875) dengan menggunakan konstruksi timbunan.
1. Volume perkerasan AC/WC (Laston) =14x0.20x200 m3 = 560 m3 Batu Pecah (Klas A) = 14x0.2x200 m3 =560 m3 Sirtu (Klas A) = 14x0.2x200 m3 =560 m3
3. Total Settlement (Sc) yang harus dihilangkan adalah sebesar 1,126 m. Untuk menghilangkan 90% dari total settlement (U% = 90%) diperlukan waktu 6 minggu untuk pentahapan penimbunan D3=20c 50 cm/minggu. Metode perbaikan tanah yang digunakan untuk mempercepat m pemampatan adalah dengan cara memberikan beban timbunan (preloading) dikombinasi PVD; jenis PVD tipe Nylex Flodrain dengan lebar 100 mm, tebal 5 mm, pola pemasangan segi-3, jarak pemasangan 0.8 m. PVD dipasang sedalam 20 m.
D1=20c m D2=20c m
2. Volume timbunan Tanah Uru = 31027.5
m3
3. Volume PVD PVD =16875
m
4. Volume Geotextile Geotextile = 98,5
m2
BAB V KESIMPULAN Dalam perencanaan Tugas Akhir ini dapat diperoleh kesimpulan yaitu: 1. Tebal lapisan perkerasan Surface (AC/WC Laston) = 20 cm Base Course (Batu Pecah Klas A) = 20 cm Sub Base Course (Sirtu Klas A) = 20 cm
D1=20cm D2=20cm D3=20cm
2. Tinggi awal timbunan (Hinitial ) yang harus diletakkan sebelum pemampatan terjadi adalah Tabel 8.1
Tabel Hfinal, Hinisial, dan Settlement H final (m) H initial (m) SC (m) 1.952888 0.4329 1.52 3.283 3.932710555 0.6497 5.169 6.016250195 0.8473 7.155 8.171814875 1.0168 8.773 9.898803355 1.1258
4. Digunakan geotextile type stabilenka 800/100 dengan pemasangan arah memanjang. Kebutuhan geotextile sebesar 187,2 meter per meter lari. Geotextile dipasang setiap 25 cm sebanyak 2 lapis. Geotextile dipasang sepanjang 450 meter.