PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP PT KRAKATAU DAYA LISTRIK CILEGON BANTEN
DESI ANJANA DWIPUTRI
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
ABSTRACT DESI ANJANA DWIPUTRI. Planning of Green Open Space on Steam Power Plant PT Krakatau Daya Listrik Cilegon Banten. Supervised by NIZAR NASRULLAH. The most significant impact of steam power plant is air pollution and noise. One of steam power plant in Cilegon is PT Krakatau Daya Listrik (PT KDL) where located in Krakatau Steel Industrial Area. Nowadays, PT KDL used a natural gas and residue oil for powering the turbin. Furthermore, the noise of electric power system disturb the employees, so their comfort was reduced. Therefore, purposes of this research are to plan of green open space in steam power plant in Cilegon to decrease air pollution including decrease noise level, to give comfortable environment, and also provide rest places to employees. Method used in this research is the method of Planning Design Process by Simonds (1983), hence this research cover some phase, that is commission, research, analysis, synthesis, operation and construction. Output of this research is planting plan dan green open space plan. The number of emission in area are about 1.112.950,5 mg/day. That about 1.795 trees to adsorb particles. The trees will be planted as a green belt throughout the power plant area. It planned the tree composition are 30 % Polyalthia fragrans (140 tress), 20% Terminalia catappa (221 trees), 20% Mangifera indica (499 trees), and 30% Thuja orientalis (935 trees). Tree using as noise barrier arranged surround the facilities which generate noise barrier trees including Thuja orientalis and Casuarina equisetifolia. Its also planned to allocate space for park, soccer field and jogging track. Keyword: green open space, noise, particle pollutant, steam power plant.
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Perencanaan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Uap PT Krakatau Daya Listrik Cilegon Banten adalah karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2012
Desi Anjana Dwiputri NIM. A44080047
iii
ABSTRACT DESI ANJANA DWIPUTRI. Planning of Green Open Space on Steam Power Plant PT Krakatau Daya Listrik Cilegon Banten. Supervised by NIZAR NASRULLAH. The most significant impact of steam power plant is air pollution and noise. One of steam power plant in Cilegon is PT Krakatau Daya Listrik (PT KDL) where located in Krakatau Steel Industrial Area. Nowadays, PT KDL used a natural gas and residue oil for powering the turbin. Furthermore, the noise of electric power system disturb the employees, so their comfort was reduced. Therefore, purposes of this research are to plan of green open space in steam power plant in Cilegon to decrease air pollution including decrease noise level, to give comfortable environment, and also provide rest places to employees. Method used in this research is the method of Planning Design Process by Simonds (1983), hence this research cover some phase, that is commission, research, analysis, synthesis, operation and construction. Output of this research is planting plan dan green open space plan. The number of emission in area are about 1.112.950,5 mg/day. That about 1.795 trees to adsorb particles. The trees will be planted as a green belt throughout the power plant area. It planned the tree composition are 30 % Polyalthia fragrans (140 tress), 20% Terminalia catappa (221 trees), 20% Mangifera indica (499 trees), and 30% Thuja orientalis (935 trees). Tree using as noise barrier arranged surround the facilities which generate noise barrier trees including Thuja orientalis and Casuarina equisetifolia. Its also planned to allocate space for park, soccer field and jogging track. Keyword: green open space, noise, particle pollutant, steam power plant.
iv
RINGKASAN DESI ANJANA DWIPUTRI. Perencanaan ruang terbuka hijau di kawasan pembangkit listrik tenaga uap PT Krakatau Daya Listrik Cilegon Banten. Dibimbing oleh NIZAR NASRULLAH. Kota Cilegon, kota yang terletak di Provinsi Banten, dikenal sebagai kota industri, dan menjadi pusat industri di kawasan Banten bagian barat. Perkembangan industri di Cilegon dapat dilihat dari dibangunnya sebuah kawasan industri Krakatau Steel. Asupan listrik pada kawasan industri Krakatau Steel dikelola oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap PT Krakatau Daya Listrik (PT KDL). Saat ini, PT KDL menggunakan gas dan minyak residu sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Penggunaan bahan bakar gas memang tidak merusak lingkungan karena bahan bakar gas tidak mengeluarkan polusi. Namun penggunaan minyak residu menghasilkan polusi, selain itu juga pengembangan kawasan di PT KDL akan menggunakan batubara sebagai bahan bakar dalam membangkitkan energi listrik. Masalah utama pembangkit listrik berbahan bakar batubara adalah pembangkitan listrik ini merupakan salah satu kontributor pencemaran gas CO2 yang terbesar. Selain itu, masalah lain yang dihasilkan adalah kebisingan dari kinerja mesin-mesin pembangkit listrik yang dapat mengganggu kenyamanan karyawan sehingga berdampak negatif bagi kinerja dan produktivitas karyawan. Oleh karena itu permasalahan ini perlu dikaji dan diselesaikan agar kondisi lingkungan tidak terdegradasi parah akibat pencemaran yang berasal dari kawasan industri. Salah satu upaya mengurangi masalah polusi udara dan kebisingan adalah dengan membuat ruang terbuka hijau di kawasan industri. Tujuan dari penelitian ini adalah membuat perencanaan ruang terbuka hijau di kawasan pembangkit listrik tenaga uap di Kota Cilegon yang dapat mengurangi pencemaran udara ke lingkungan sekitar, mengurangi tingkat kebisingan kawasan, memberikan kenyamanan dan keindahan bagi para pengguna kawasan, serta menyediakan tempat-tempat istirahat bagi karyawan. Metode yang digunakan mengacu pada metode proses perencanaan desain oleh Simonds (1983) yang terdiri dari tahapan kerja commission, research, analysis, synthesis, operation and construction. Penelitian dimulai dengan pengumpulan data fisik, biofisik, dam sosial. Jenis data fisik yaitu lokasi, tanah, topografi, hidrologi, tata guna lahan, iklim, polusi, pembagian kawasan, sistem pembangkit listrik. Jenis data biofisik yaitu jenis dan penyebaran vegetasi, kapasitas jerapan debu. Kapasitas vegetasi mengurangi polutan partikel diketahui dengan pengukuran jerapan partikel oleh daun dengan metode gravimetri. Pengumpulan data sosial dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan pengelola dan penyebaran kuesioner kepada 30 karyawan. Tahapan selanjutnya yaitu analisis data dengan mengacu pada tujuan penelitian, yaitu analisis kebutuhan ruang untuk rekreasi, analisis potensi penanaman vegetasi pereduksi polutan serta analisis penanaman untuk vegetasi peredam kebisingan. Semua aspek analisis di-overlay yang menghasilkan peta komposit yang menunjukkan rencana blok penanaman yang sesuai pada tapak. Selanjutnya tahap sintesis yang merupakan studi skematik yang dibuat untuk
v
menentukan penggunaan ruang dan sirkulasi yang selanjutnya dituangkan ke dalam conceptual plan yang sesuai dengan kondisi tapak. Dalam conceptual plan dilakukan perencanaan ruang terbuka hijau kawasan dan perhitungan jumlah vegetasi yang digunakan untuk ruang terbuka hijau di kawasan PLTU serta direncanakan fasilitas dan utilitas yang dibutuhkan dalam tapak. Hasil dari tahapan ini merupakan gambar rencana RTH dan rencana penanaman. Pembagian ruang dalam kawasan akan dibuat menurut fungsi-fungsi yang ada pada kawasan PLTU tanpa mengubah struktur eksisting tapak namun terdapat sedikit penambahan ruang sesuai kebutuhan dalam tapak. Pembagian ruang dalam kawasan PT KDL dibagi menjadi dua, yaitu ruang pembangkit dan ruang pendukung pembangkit. Setiap ruang dibagi menjadi beberapa sub ruang sesuai dengan fungsinya. Ruang pembangkit merupakan area inti dalam kawasan yang memiliki kegiatan utama dalam membangkitkan energi listrik. Kegiatan tersebut mulai dari pengambilan bahan baku, penimbunan, pembakaran dalam boiler, pembangkitan energi listrik dalam turbin hingga pembuangan limbah. Tata hijau di ruang pembangkit diutamakan untuk mengurangi dampak pencemaran, yaitu untuk menjerap polutan terutama debu, meredam kebisingan, melembutkan struktur bangunan, serta memperbaiki iklim mikro. Ruang pendukung pembangkit merupakan ruang yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan istirahat dan rekreasi karyawan, melindungi kawasan, dan mengurangi dampak negatif lingkungan keluar kawasan. Berdasarkan kebutuhannya, ruang pendukung pembangkit dibagi menjadi empat bagian, yaitu ruang rekreasi, ruang penerimaan, ruang pelayanan serta ruang green belt. Ruang rekreasi dibagi menjadi rekreasi aktif dan pasif. Tata hijau di ruang rekreasi diutamakan untuk memberikan kenyamanan bagi manusia, dengan memperbaiki iklim mikro, meredam kebisingan, dan estetis. Tata hijau untuk ruang penerimaan ini adalah tata hijau yang dapat memberikan identitas bagi tapak dan vegetasi estetik untuk memberikan kesan yang baik di awal masuk kawasan. Vegetasi yang digunakan di ruang pelayanan menggunakan vegetasi peneduh untuk memperbaiki iklim mikro kawasan yang cenderung panas sehingga meningkatkan kenyamanan karyawan. Tata hijau untuk green belt adalah untuk konservasi air dan tanah serta pereduksi polutan. Sirkulasi menghubungkan ruang-ruang serta fasilitas yang ada dalam kawasan. Berdasarkan fungsinya, sirkulasi dalam kawasan dibagi menjadi dua, yaitu sirkulasi primer dan sekunder. Sirkulasi primer merupakan sirkulasi yang menghubungkan antar ruang dalam tapak. Sirkulasi sekunder merupakan sirkulasi yang fasilitas di dalam ruang tersebut. Pola sirkulasi primer tetap mengikuti sirkulasi yang sudah ada dalam tapak eksisting dan master plan yang sudah dibuat oleh PT Krakatau Daya Listrik. Sirkulasi sekunder dibuat untuk menghubungkan fasilitas-fasilitas dalam ruang Jumlah emisi partikel debu kawasan sebesar 1,1129 ton/hari direncanakan penggunaan vegetasi yang dapat mereduksi seluruh polutan partikel dengan jumlah populasi pohon yang ditanam sebanyak 1.795 ditanam sebagai green belt di seluruh kawasan pembangkit. Komposisi vegetasi yang ditanam berdasarkan persentase proporsi emisi yang diambil tiap tanaman yaitu 30% (140 batang) glodogan bulat (Polyathia fragrans), 20% (221 batang) ketapang (Terminalia catappa), 20% (499 batang) mangga (Mangifera indica), 30% (935 batang)
vi
cemara kipas (Thuja orientalis). Seluruh vegetasi ditanam di area green belt, sisi jalan, di sekitar sumber polutan dan sumber bising. Penempatan penanaman disesuaikan dengan konsentrasi polutan pada kawasan. Vegetasi yang ditanam untuk peredam kebisingan yaitu glodogan bulat dan cemara kipas. Serta penambahan vegetasi cemara laut (Casuarina equisetifolia) yang merupakan vegetasi khas pantai. Vegetasi ditanam dekat dengan sumber kebisingan. Vegetasi yang ditanam untuk kenyamanan ditanam khususnya di jalur sirkulasi yaitu tanjung (Mimusops elengi), mangga (Mangifera indica), glodogan bulat (Polyalthia fragrans), cemara kipas (Thuja orientalis), dan cemara laut (Casuarina equisetifolia). Rencana pengembangan fasilitas istirahat untuk karyawan yaitu dengan menambahkan taman untuk kebutuhan rekreasi karyawan. Fasilitas yang direncanakan yaitu gazebo, kolam, bangku taman, lapangan olahraga, jogging track, serta vegetasi peneduh. Kata kunci: bising, PLTU, polutan partikel, ruang terbuka hijau.
vii
©Hak Cipta Milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
viii
PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP PT KRAKATAU DAYA LISTRIK CILEGON BANTEN
DESI ANJANA DWIPUTRI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
ix
LEMBAR PENGESAHAN
Judul
: Perencanaan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Uap PT Krakatau Daya Listrik Cilegon Banten
Nama
: Desi Anjana Dwiputri
NIM
: A44080047
Departemen
: Arsitektur Lanskap
Disetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr NIP. 19620118 198601 1 001
Diketahui, Ketua Departemen Arsitektur Lanskap
Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA NIP. 19480912 197412 2 001
Tanggal lulus:
x
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Serang, Banten pada tanggal 30 Desember 1989. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dalam keluarga Bapak Djadja Djuhana dan Ibu Nafsiah. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Ciracas Serang, Banten pada tahun 1996–2002. Pendidikan menengah di SMPN 1 Serang, Banten pada tahun 2002-2005 dan pendidikan atas di SMA Negeri 1 Serang, Banten pada tahun 2005-2008. Penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun 2008 dan diterima pada program S1 di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif mengikuti organisasi, diantaranya yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian pada tahun 2010 menjadi staf divisi komunikasi dan informasi umum, dan Himpunan Mahasiswa Asitektur Lanskap pada tahun 2011 menjadi bendahara divisi keprofesian. Penulis juga pernah mengikuti program kreativitas mahasiswa di bidang pengabdian masyarakat pada tahun 2011. Selain itu, penulis menjadi asisten mata kuliah Desain Penanaman Lanskap (ARL 321) pada tahun ajaran 2011-2012 dan Tanaman dalam Lanskap (ARL 320) pada tahun ajaran 2012-2013.
xi
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi dengan judul “Perencanaan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Uap PT Krakatau Daya Listrik Cilegon Banten” dapat diselesaikan dengan baik. Penulisan skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor . Dalam penulisan usulan penelitian ini penulis banyak mendapat bimbingan, motivasi dan bantuan dari berbagai pihak. Sebagai ungkapan rasa syukur penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini, yaitu kepada: 1. Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, waktu, dan ilmunya dengan penuh kesabaran. 2. Ir. Qodarian Pramukanto, M.Si dan Dr. Ir. Setia Hadi, MS selaku dosen penguji atas saran dan masukannya. 3. Dr. Ir. Tati Budiarti, MS selaku dosen pembimbing akademik, atas bimbingan dan arahannya selama perkuliahan setiap semesternya. 4. Keluarga penulis, Bapak Djadja Djuhana, Mamah Nafsiah, Teh Neng Widya Anjana Pratami dan Adek Yana Anjana Saputra untuk kasih sayang, doa, dukungan, dan semangat yang selalu dikirimkan selama penulis hidup. 5. Sahabat terbaik, Naili Lutfi Nugrahani dan Ai Karwati atas persahabatan, kebersamaan serta kasih sayang yang indah. 6. Sahabat-sahabat ARL 45 atas persahabatan, kebersamaan, canda tawa, suka dan duka yang menemani penulis selama 4 tahun kuliah ini. 7. Kakak-kakak dan adik-adik ARL IPB atas dukungan dan semangatnya. 8. Staff PT KDL, Pak Yuli, Pak Feri, Mas Ilham, Mas Ikhwan, Opung dan staf KDL lainnya yang membantu dalam pengumpulan data penelitian penulis. 9. Seluruh dosen ARL yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat selama penulis kuliah serta seluruh staff departemen ARL yang telah membantu kelancaran dalam perkuliahan. 10. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu Penulis menyadari tentunya penulisan skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan dan kelemahan, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari para pembaca. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan dan bernilai ibadah bagi Allah SWT.
Bogor, September 2012
Desi Anjana Dwiputri
xii
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................xvii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1.2. Tujuan .................................................................................................. 1.3. Manfaat ................................................................................................ 1.4. Batasan Penelitian ................................................................................ 1.5. Kerangka Pikir .....................................................................................
1 1 3 3 3 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 2.1. Perencanaan ........................................................................................ 2.2. Ruang Terbuka Hijau .......................................................................... 2.3. Industri ................................................................................................ 2.4. Kawasan Industri ................................................................................ 2.5. Pembangkit Listrik Tenaga Uap ......................................................... 2.6. Pencemaran Udara .............................................................................. 2.7. Partikel ................................................................................................ 2.8. Peranan Vegetasi dalam Mengurangi Partikel .................................... 2.9. Dampak Teknologi dan Industri pada Lingkungan............................. 2.10. Perencanaan dan Pengeloaan RTH Kota ............................................
5 5 5 7 8 8 10 11 12 14 15
BAB III METODOLOGI .................................................................................... 3.1. Lokasi dan Waktu ............................................................................... 3.2. Alat dan Bahan .................................................................................... 3.3. Metode Penelitian ...............................................................................
16 16 16 17
BAB IV INVENTARISASI ................................................................................ 4.1. Aspek Fisik ......................................................................................... 4.1.1. Sejarah PT Krakatau Daya Listrik .......................................... 4.1.2. Lokasi ..................................................................................... 4.1.3. Iklim ....................................................................................... 4.1.4. Tanah ...................................................................................... 4.1.5. Topografi ................................................................................ 4.1.6. Hidrologi ................................................................................. 4.1.7. Tata Guna Lahan .................................................................... 4.1.8. Pembagian Kawasan PLTU .................................................... 4.1.9. Sistem Pembangkit Listrik ..................................................... 4.1.10. Polusi ...................................................................................... 4.1.11. Fasilitas ................................................................................... 4.1.12. Utilitas .................................................................................... 4.2. Aspek Biofisik .................................................................................... 4.2.1. Vegetasi .................................................................................. 4.2.2. Kapasitas Jerapan Debu ..........................................................
25 25 25 25 26 28 28 28 32 32 37 39 43 47 47 47 50
xiii
4.3. Aspek Sosial........................................................................................ 4.3.1. Karyawan ................................................................................ 4.3.2. Aktivitas ................................................................................. 4.3.3. Kebutuhan Istirahat di Luar Ruangan Bagi Karyawan ...........
52 52 52 52
BAB V ANALISIS ............................................................................................. 5.1. Aspek Fisik ......................................................................................... 5.1.1. Lokasi dan Aksesibilitas ......................................................... 5.1.2. Iklim ....................................................................................... 5.1.3. Tanah ...................................................................................... 5.1.4. Topografi ................................................................................ 5.1.5. Hidrologi ................................................................................. 5.1.6. Tata Guna Lahan .................................................................... 5.1.7. Bagian-bagian Kawasan PLTU .............................................. 5.1.8. Sistem Pembangkit Listrik ..................................................... 5.1.9. Polusi ...................................................................................... 5.2. Aspek Biofisik .................................................................................... 5.2.1. Vegetasi .................................................................................... 5.2.2. Hasil Analisis Kapasitas Jerapan Debu .................................... 5.3. Aspek Sosial........................................................................................ 5.4. Hasil Analisis Keseluruhan .................................................................
56 56 56 56 56 58 59 60 65 65 66 76 76 77 78 79
BAB VI SINTESIS ............................................................................................. 85 6.1. Studi Skematik Penggunaan Ruang ..................................................... 85 6.2. Perencanaan Ruang Terbuka Hijau ...................................................... 89 BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 99 DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................101 LAMPIRAN ........................................................................................................104
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman 2.1. Sumber Pencemaran Partikel ....................................................................... 12 3.1. Jenis, Bentuk dan Sumber Data ................................................................... 18 4.1. Hasil Pengujian Kualitas Udara di PT KDL ................................................ 40 4.2. Fasilitas di PT Krakatau Daya Listrik .......................................................... 43 4.3. Berat Debu Empat Spesies Tanaman Empat Kali Pengamatan ................... 51 4.4. Kapasitas Jerapan Debu Empat Spesies Tanaman per Hari ........................ 51 4.5. Kapasitas Jerapan Debu per Pohon .............................................................. 52 5.1. Analisis Kemiringan Lahan untuk Rekreasi Karyawan ............................... 59 5.2. Analisis Hidrologi untuk Rekreasi Karyawan ............................................. 60 5.3. Analisis Tata Guna Lahan untuk Rekreasi Karyawan ................................. 61 5.4. Analisis Distribusi Polutan untuk Rekreasi Karyawan ................................ 68 5.5. Analisis Potensi Penanaman Vegetasi Pereduksi Polutan ........................... 68 5.6. Analisis Distribusi Kebisingan untuk Rekreasi Karyawan dan Rencana
Penanaman Vegetasi Peredam Kebisingan ...................................................... 76 5.7. Rencana Jumlah Pohon yang Ditanam Di Seluruh Kawasan PLTU ........... 77 5.8. Lokasi Penanaman Empat Spesies Pohon dengan Jarak Tanam dan Luas Tertentu pada Green Belt. ............................................................................ 78 5.9. Solusi Permasalahan di PT Krakatau Daya Listrik Cilegon Banten ............ 80 6.1. Rencana Tata Ruang dan Fasilitas .............................................................. 86 6.2. Rencana Sirkulasi ......................................................................................... 92 6.3. Rencana Fasilitas .......................................................................................... 93 6.4. Rencana Penanaman..................................................................................... 94
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1.1. Kerangka Pikir ...........................................................................................
4
2.1. Siklus PLTU ...............................................................................................
9
3.1. Lokasi Penelitian ........................................................................................ 16 3.2. Bagan Proses Perencanaan Lanskap .......................................................... 17 3.3. Sampel Daun .............................................................................................. 19 3.4. Gelas Beker yang Ditimbang ..................................................................... 20 3.5. Gelas Beker yang Diisi Air ........................................................................ 20 3.6. Sampel Daun yang Dicuci .......................................................................... 20 3.7. Oven ........................................................................................................... 21 3.8. Hasil Endapan Debu Setelah Dioven ......................................................... 21 3.9. Model Daun yang Ditimbang ..................................................................... 21 4.1. Lokasi PT Krakatau Daya Listrik .............................................................. 26 4.2. Grafik Beberapa Unsur Iklim Bulanan ..................................................... 27 4.3. Peta Topografi ............................................................................................ 29 4.4. Peta Kemiringan Lahan .............................................................................. 30 4.5. Peta Hidrologi ............................................................................................ 31 4.6. Peta Tata Guna Lahan ................................................................................ 33 4.7. Peta Pembagian Kawasan .......................................................................... 34 4.8. Rencana Pengembangan Kawasan ............................................................. 35 4.9. Master Plan PT KDL.................................................................................. 36 4.10. Siklus PLTU PT KDL ................................................................................ 39 4.11. Peta Sumber Polutan .................................................................................. 41 4.12. Peta Sumber Bising .................................................................................... 42 4.13. Peta Lokasi Fasilitas................................................................................... 44 4.14. Mesjid As-Sulthon ..................................................................................... 45 4.15. Pos Jaga ...................................................................................................... 45 4.16. Tempat Parkir ............................................................................................. 45 4.17. Kantin ......................................................................................................... 46 4.18. Lapangan Bola ........................................................................................... 46
xvi
4.19. Gazebo........................................................................................................ 46 4.20. Peta Persebaran Vegetasi ........................................................................... 49 4.21. Mangrove ................................................................................................... 50 4.22. Pembibitan Pohon dan Mangrove .............................................................. 50 4.23. Peta Aktivitas Pengguna ............................................................................ 55 5.1. Peta Kesesuaian Topografi untuk Rekreasi Karyawan .............................. 62 5.2. Peta Kesesuaian Hidrologi untuk Rekreasi Karyawan .............................. 63 5.3. Peta Kesesuaian Tata Guna Lahan untuk Rekreasi Karyawan .................. 64 5.4. Peta Distribusi Polutan ............................................................................... 69 5.5. Peta Kesesuaian Distribusi Polutan untuk Rekreasi Karyawan ................. 70 5.6. Peta Potensi Penanaman Vegetasi Pereduksi Polutan ................................ 71 5.7. Peta Distribusi Bising................................................................................. 73 5.8. Peta Rencana Blok Penanaman Vegetasi Peredam Kebisingan ................. 74 5.9. Peta Kesesuaian Distribusi Bising untuk Rekreasi Karyawan ................... 75 5.10. Peta Kesesuaian Lahan untuk Rekreasi Karyawan .................................... 83 5.11. Peta Rencana Blok Penanaman .................................................................. 84 6.1. Peta Skematik Rencana Blok dan Sirkulasi ............................................... 87 6.2. Ilustrasi Arah Penanaman .......................................................................... 88 6.3. Site Plan ..................................................................................................... 90 6.4. Perspektif Keseluruhan Tapak ................................................................... 91
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1. Lembar Kuesioner ..........................................................................................105 2. Arah Angin Bulanan Rata-rata 2011 ..............................................................107 3. Site Plan Ruang Rekreasi ...............................................................................108 4. Site Plan Ruang Penerimaan ..........................................................................109 5. Site Plan Ruang Pelayanan ............................................................................110 6. Penanaman di Jalur Kendaraan dan Pejalan Kaki ..........................................111 7. Penanaman di Jalur Pedestrian dan Jogging Track ........................................112 8. Penanaman di Belt Conveyor .........................................................................113
1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pemanasan global yang diakibatkan oleh penipisan lapisan ozon di udara memberikan dampak yang sangat signifikan, yakni perubahan iklim di dunia. Dampak yang dirasakan di wilayah Indonesia yaitu pergantian musim hujan dan musim kemarau menjadi tidak menentu. Selain itu, pada beberapa daerah di Indonesia kondisi iklim menjadi sangat ekstrem, salah satunya adalah Kota Cilegon, Banten. Penyebab utama dari kondisi iklim yang ekstrem ini adalah berkurangnya ruang terbuka hijau di saat berkembangnya pembangunan industri, sehingga CO2 yang seharusnya dapat diserap oleh pepohonan menjadi polusi bagi daerah sekitar. Kota Cilegon, kota yang terletak di Provinsi Banten, dikenal sebagai kota industri, dan menjadi pusat industri di kawasan Banten bagian barat. Mata pencaharian penduduk di kota ini pada awalnya di sektor pertanian, namun perkembangan industri yang sangat pesat mengakibatkan berubahnya mata pencaharian menjadi di sektor industri. Pembangunan dan pengembangan Kota Cilegon dilaksanakan dengan pembangunan berbagai infrastruktur sebagai corak dari perubahan morfologi Kota Cilegon yang pada awalnya sebagai kota dengan corak pertanian berubah menjadi kota industri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan pertumbuhan indutri di kawasan Industri Cilegon sangat pesat dan berpengaruh secara signifikan terhadap perubahan pola tata guna lahan, konversi lahan terbangun dan dinamika sosial kemasyarakatan selama kurun waktu 1998-2007 (Fatah 2009). Telah terjadi potensi terdegradasinya mutu lingkungan sekitar kawasan industri Cilegon, dilihat dari adanya indikasi telah terjadinya ketidaksesuaian konversi lahan terbangun, berkurangnya ruang terbuka hijau, serta menurunnya kualitas lingkungan akibat adanya potensi pencemaran limbah industri yang telah melampaui baku mutu di berbagai wilayah sekitar kawasan industri Cilegon. Perkembangan industri di Cilegon dapat dilihat dari dibangunnya sebuah kawasan industri Krakatau Steel. Asupan listrik pada kawasan industri Krakatau Steel dikelola oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap PT Krakatau Daya Listrik (PT
2
KDL). Saat ini, PT KDL menggunakan gas dan minyak residu sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Penggunaan bahan bakar gas memang tidak merusak lingkungan karena bahan bakar gas tidak mengeluarkan polusi. Namun penggunaan minyak residu menghasilkan polusi, selain itu juga pengembangan kawasan di PT KDL akan menggunakan batubara sebagai bahan bakar dalam membangkitkan energi listrik. Secara global, fakta menyebutkan bahwa lebih banyak energi listrik dibangkitkan dengan batubara dibandingkan dengan bahan bakar lain (Sutrisna & Rahardjo 2009). Masalah utama pembangkit listrik berbahan bakar batubara adalah pembangkitan listrik ini merupakan salah satu kontributor pencemaran gas CO2 yang terbesar. Selain itu, masalah lain yang dihasilkan adalah kebisingan dari kinerja mesin-mesin pembangkit listrik yang dapat mengganggu kenyamanan karyawan sehingga berdampak negatif bagi kinerja dan produktivitas karyawan. Oleh karena itu permasalahan ini perlu dikaji dan diselesaikan agar kondisi lingkungan tidak terdegradasi parah akibat pencemaran yang berasal dari kawasan industri. Salah satu upaya mengurangi masalah polusi udara dan kebisingan adalah dengan membuat ruang terbuka hijau di kawasan industri. Secara ekologis unsur alam sebagai pembentuk RTH seperti vegetasi dapat meningkatkan kualitas lingkungan, terutama dalam memperbaiki iklim mikro atau ameliorasi iklim, penyerapan pulusi udara (terutama CO2) dan produksi O2 yang sangat diperlukan oleh manusia dalam pernapasan (Ismaun 2008). Dengan adanya vegetasi, partikel padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan (Dahlan 1992). Penanaman pohon dan semak dapat mengurangi tingkat kebisingan di udara (Laurie 1986). Chiara dan Koppelman (1990) juga menyatakan bahwa kombinasi dari pepohonan, perdu pendek, dan permukaan penutup akan memberikan pelemahan kebisingan, apabila masa vegetasi penyerap yang dilibatkan cukup banyak. Selain itu, RTH pada kawasan juga diperlukan untuk rekreasi bagi karyawan. Rekreasi pada RTH di kawasan industri bertujuan menyegarkan kembali kondisi badan karyawan yang sudah penat dan jenuh dengan kegiatan rutin, supaya siap menghadapi tugas yang baru (Dahlan 1992). Untuk mendapatkan kesegaran diperlukan suatu masa istirahat yang terbebas dari proses
3
berpikir yang rutin sambil menikmati sajian alam yang indah, segar, dan penuh ketenangan. Perencanaan RTH ini juga merupakan salah satu upaya memenuhi kewajiban daerah untuk memiliki RTH seluas 30 persen dari luas wilayahnya serta mengganti ruang-ruang hijau yang selama ini beralih fungsi. Perencanaan ruang terbuka hijau yang akan dihasilkan akan mengurangi pencemaran udara, mengurangi kebisingan serta meningkatkan kenyamanan bagi pengguna tapak, terutama karyawan. 1.2. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah membuat perencanaan ruang terbuka hijau di Kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Uap PT Krakatau Daya Listrik yang dapat mengurangi pencemaran udara ke lingkungan sekitar kawasan, mengurangi tingkat kebisingan kawasan, memberikan kenyamanan dan keindahan bagi para pengguna kawasan, serta menyediakan tempat-tempat istirahat bagi karyawan. 1.3. Manfaat Manfaat dari penelitian ini adalah menjadi bahan pertimbangan bagi perusahaan serta pemerintah setempat dalam perencanaan ruang terbuka hijau di kawasan industri. 1.4. Batasan Penelitian Batasan penelitian ini adalah menghasilkan sebuah perencanaan ruang terbuka hijau dalam kawasan PT Krakatau Daya Listrik Cilegon yang berbentuk rencana ruang terbuka hijau dan rencana penanaman. 1.5. Kerangka Pikir Kawasan PLTU PT Krakatau Daya Listrik terbentuk dari beberapa elemen pembentuk, yaitu ruang terbangun, ruang terbuka, dan manusia. Setiap elemen memiliki karakteristik permasalahan ruang berbeda yang berpengaruh terhadap kualitas tapak. Permasalahan pada ruang terbangun adalah pencemaran udara, partikel, bising, monoton, dan panas sehingga menyebabkan penurunan kualitas lingkungan dan rendahnya nilai estetika serta masalah pada iklim mikro. Ruang terbuka yang monoton dan sederhana serta luas RTH yang masih rendah merupakan permasalahan yang menyebabkan degradasi lingkungan. Permasalahan pada manusia (karyawan) yaitu jenuh, stress, dan kurangnya fasilitas istirahat mengakibatkan penurunan produktivitas kerja. Solusi dari setiap permasalahan
4
yang ada dalam penelitian ini adalah dengan membuat perencananaan RTH kawasan PLTU. Melalui perencanaan RTH ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan dan meningkatkan kualitas lingkungan di kawasan PLTU. Kerangka pikir permasalahan ini dapat dilihat pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1. Kerangka Pikir
5
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perencanaan Perencanaan merupakan suatu aktivitas universal manusia, suatu keahlian dasar dalam kehidupan yang berkaitan dengan pertimbangan suatu hasil sebelum diadakan pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada (Feldt AG dalam Catanese AJ&Snyde JC 1998). Perencanaan ini dilakukan dengan beberapa langkah yang terstruktur agar memperoleh hasil yang sesuai dengan tujuan. Langkah pertama yang harus dilakukan oleh perencana menurut Simonds (1983), adalah mengidentifikasi tapak selama waktu yang telah ditentukan untuk dapat merasakan potensi dan kendala yang ada pada tapak. Tujuannya adalah untuk mengeksploitasi potensi dan kendala tersebut dengan sebaik-baiknya, dengan kata lain perencana harus menonjolkan karakter lanskap yang ada pada tapak tersebut. Pada intinya, perencanaan suatu tapak atau lanskap harus melalui analisis yang tepat untuk dapat membedakan dampak, esensi serta manfaat terbesar dari proyek yang dihadapi. Dengan demikian hasil perencanaan akan tersusun untuk mendapatkan korelasi yang baik antara unsur-unsur alam dengan fungsi yang akan diterapkan. 2.2. Ruang Terbuka Hijau Pengertian RTH, (1) adalah suatu lapang yang ditumbuhi berbagai tetumbuhan, pada berbagai strata, mulai dari penutup tanah, semak, perdu dan pohon (tanaman tinggi berkayu); (2) “Sebentang lahan terbuka tanpa bangunan yang mempunyai ukuran, bentukdan batas geografis tertentu dengan status penguasaan apapun, yang di dalamnya terdapat tetumbuhan hijau berkayu dan tahunan (perennial woody plants), dengan pepohonan sebagai tumbuhan penciri utama dan tumbuhan lainnya (perdu, semak, rerumputan, dan tumbuhan penutup tanah lainnya), sebagai tumbuhan pelengkap, serta benda-benda lain yang juga sebagai pelengkap dan penunjang fungsi RTH yang bersangkutan” (Purnomohadi, 2002). Sedang Ruang Terbuka (RT), tak harus ditanami tetumbuhan, atau hanya sedikit terdapat tetumbuhan, namun mampu berfungsi sebagai unsur ventilasi
6
kota, seperti plaza dan alun-alun. Tanpa RT, apalagi RTH, maka lingkungan kota akan menjadi „Hutan Beton‟ yang gersang, kota menjadi sebuah pulau panas (heat island) yang tidak sehat, tidak nyaman, tidak manusiawi, sebab tak layak huni. Secara hukum (hak atas tanah), RTH bisa berstatus sebagai hak milik pribadi
(halaman
rumah),
atau
badan
usaha
(lingkungan
skala
permukiman/neighborhood), seperti: sekolah, rumah sakit, perkantoran, bangunan peribadatan, tempat rekreasi, lahan pertanian kota, dan sebagainya), maupun milik umum, seperti: Taman-taman Kota, Kebun Raja, Kebun Botani, Kebun Binatang, Taman Hutan Kota/Urban Forest Park, Lapang Olahraga (umum), Jalur-jalur Hijau (green belts dan/atau koridor hijau): lalu-lintas, kereta api, tepian laut/pesisir pantai/sungai, jaringan tenaga listrik: saluran utama tegangan ekstra tinggi/SUTET, Taman Pemakaman Umum (TPU), dan daerah cadangan perkembangan kota (bila ada). Lebih jelasnya, bila berdasar pada status penguasaan lahan, RTH kota dapat terletak di: 1. Lahan Kawasan Kehutanan. Berdasarkan fungsi hutannya, RTH Kawasan Hutan Kota dapat berupa Hutan Lindung, Hutan Wisata, Cagar Alam, dan Kebun Bibit Kehutanan. 2. Lahan Non-Kawasan Hutan. Menurut kewenangan pengelolaannya berada di bawah unit-unit tertentu, seperti: Dinas Pertamanan, Dinas Pertanian dan Kehutanan, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pemakaman, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan, dan lain-lain atau bentuk kewenangan lahan lain yang dimiliki atau dikelola penduduk. Menurut Gunadi (1995) dalam perencanaan ruang kota (townscapes) dikenal istilah Ruang Terbuka (open space), yakni daerah atau tempat terbuka di lingkungan perkotaan. RT berbeda dengan istilah ruang luar (exterior space), yang ada di sekitar bangunan dan merupakan kebalikan ruang dalam (interior space) di dalam bangunan. Definisi ruang luar adalah ruang terbuka yang sengaja dirancang secara khusus untuk kegiatan tertentu, dan digunakan secara intensif, seperti halaman sekolah, Lapang olahraga, termasuk plaza (piazza) atau square. Adapun ”zona hijau” bisa berbentuk jalur (path), seperti jalur hijau jalan, tepian air waduk atau danau dan bantaran sungai, bantaran rel kereta api, saluran/jejaring
7
listrik tegangan tinggi, dan simpul kota (nodes), berupa ruang taman rumah, taman lingkungan, taman kota, taman pemakaman, taman pertanian kota, dan seterusnya, sebagai Ruang Terbuka (Hijau). Ruang terbuka yang disebut Taman Kota (park), yang berada di luar atau di antara beberapa bangunan di lingkungan perkotaan, semula dimaksudkan pula sebagai halaman atau ruang luar, yang kemudian berkembang menjadi istilah Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota, karena umumnya berupa ruang terbuka yang sengaja ditanami pepohonan maupun tanaman, sebagai penutup permukaan tanah. Tanaman produktif berupa pohon buah-buahan dan tanaman sayuran pun kini hadir sebagai bagian dari RTH berupa lahan pertanian kota atau lahan perhutanan kota yang amat penting bagi pemeliharaan fungsi keseimbangan ekologis kota. Berdasarkan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Bumi di Rio de Janeiro, Brazil (1992) dan dipertegas lagi pada KTT Johannesburg, Afrika Selatan 10 tahun kemudian (2002, Rio + 10), disepakati bersama bahwa sebuah kota idealnya memiliki luas RTH minimal 30% dari total luas kota. Hal ini juga tercantum pada UU No.26 tahun 2007 pasal 3. 2.3. Industri Industri merupakan semua kegiatan ekonomi manusia yang mengolah barang mentah atau bahan baku menjadi barang setengah jadi atau barang jadi. Dari definisi tersebut, istilah industri sering disebut sebagai kegiatan manufaktur (manufacturing), padahal pengertian industri sangatlah luas, yaitu menyangkut semua kegiatan manusia dalam bidang ekonomi yang sifatnya produktif dan komersial (Anonim 2010). Disebabkan kegiatan ekonomi yang luas maka jumlah dan macam industri berbeda-beda untuk tiap negara atau daerah. Pada umumnya, makin maju tingkat perkembangan perindustrian di suatu negara atau daerah, makin banyak jumlah dan macam industri, dan makin kompleks pula sifat kegiatan dan usaha tersebut. Cara penggolongan atau pengklasifikasian industri pun berbeda-beda. Tetapi pada dasarnya, pengklasifikasian industri didasarkan pada kriteria yaitu berdasarkan bahan baku, tenaga kerja, pangsa pasar, modal, atau jenis teknologi yang digunakan. Selain faktor-faktor tersebut, perkembangan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara juga turut menentukan keanekaragaman
8
industri negara tersebut, semakin besar dan kompleks kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi, maka semakin beranekaragam jenis industrinya. 2.4. Kawasan Industri Kata kawasan adalah kata yang diadopsi dari bahasa lain, menurut bahasa Inggris kata kawasan lebih tepat dipinjam dari kata “Area” yang berarti “Scope or range of activity” yang terjemahan bebasnya adalah “daerah yang dipakai untuk suatu kegiatan”. Sedangkan kawasan menurut kamus bahasa Indonesia adalah “Daerah” sedangkan daerah berarti wilayah. Dengan demikian kawasan menurut pemahaman umum adalah sebuah kawasan yang diperuntukkan bagi suatu kepentingan
tertentu.
Kawasan
industri
adalah
sebuah
kawasan
yang
diperuntukkan bagi kemanfaatan manusia, tetapi di sisi lain, adalah adanya persoalan
mulai
adanya
kegiatan
yang
telah
membuat
keseimbangan
ekosistemnya menjadi terganggu yang disebabkan oleh penebangan pohon, dan pemotongan-pemotongan wilayah dataran tinggi (Hartono 2007). Sesuai dengan Keppres 53 tahun 1989 yang telah diperbaiki dengan Keppres 41 tahun 1996 pengertian Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri. Terminologi Kawasan Industri di Indonesia sering disebut dengan istilah Industrial Estate sementara di beberapa negara digunakan istilah Industrial Park. Berdasarkan pengertian di atas, suatu lokasi dapat menggunakan istilah Industrial Estate atau Industrial Park, harus memenuhi 2 ciri utama, yaitu : 1. Lahan yang disiapkan sudah dilengkapi prasarana dan sarana penunjang 2. Terhadap lahan yang dipersiapkan tersebut terdapat suatu badan/manajemen pengelola yang telah memiliki izin usaha sebagai Kawasan Industri 2.5. Pembangkit Listrik Tenaga Uap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah pembangkit listrik yang memanfaatkan energi panas dari steam untuk memutar turbin sehingga dapat digunakan untuk membangkitkan energi listrik melalui generator. Steam yang dibangkitkan ini berasal dari perubahan fase air yang berada pada boiler akibat mendapatkan energi panas dari hasil pembakaran bahan bakar. Secara garis besar
9
sistem pembangkit listrik tenaga uap terdiri dari beberapa peralatan utama diantaranya: boiler, turbin, generator, dan kondensor. Boiler adalah bejana tertutup dimana panas pembakaran dialirkan ke air sampai terbentuk air panas atau steam. Air panas atau steam pada tekanan tertentu kemudian digunakan untuk mengalirkan panas ke suatu proses. Sistem boiler terdiri dari: sistem air umpan, sistem steam, dan sistem bahan bakar. Pembangkit Listrik Tenaga Uap menggunakan air sebagai penghasil uap yang mana uap tersebut disini hanya sebagai tenaga pemutar turbin, sementara untuk menghasilkan uap dalam jumlah tertentu diperlukan air. Menariknya didalam PLTU terdapat proses yang terus menerus berlangsung dan berulangulang. Prosesnya antara air menjadi uap kemudian uap kembali menjadi air dan seterusnya. Proses ini dimaksud dengan Siklus PLTU.
Gambar 2.1. Siklus PLTU Sumber: Anonim (2010) PLTU menggunakan batubara sebagai bahan bakar atau pemasok kebutuhan energi listrik bagi industri tersebut (Wardhana 1995). Pada pembakaran dan pemecahan batubara, selain dihasilkan gas buangan (CO, NOx, dan Sox), juga banyak dihasilkan partikel-partikel yang terdispersi ke udara sebagai bahan pencemar. Partikel-partikel tersebut antara lain:
10
a. Karbon dalam bentuk abu atau fly ash (C); b. Debu silika (SiO2); c. Debu alumina (Al2O3); d. Oksida-oksida besi (Fe2O3 atau Fe3O4). Selain itu, pembakaran batubara juga mngeluarkan unsur-unsur radioaktif yang menyebar ke lingkungan. Unsur-unsur radioaktif yang menyebar ke lingkungan sebanyak 36 unsur, dengan unsur yang paling dominan adalah sebagai berikut: a. Partikel Timbal 210 atau Pb210; b. Partikel Polonium 210 atau Po210; c. Partikel Proctactinium 231 atau Pa231; d. Partikel Radium 226 atau Ra226; e. Partikel Thorium 232 atau Th232; f. Partikel Uranium 238 atau U238. Keenam unsur radioaktif tersebut termasuk golongan logam berat yang apabila masuk ke dalam tubuh manusia akan mengikuti lever route yang berdampak pada tubuh manusia. Paparan radiasi lingkungan yang dihasilkan oleh PLTU-batubara relatif lebih besar dibandingkan dengan paparan radiasi lingkungan dari PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir). 2.6. Pencemaran Udara Dalam UU No. 4 Tahun 1982, pencemaran lingkungan merupakan masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau berubahnya tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat lagi berfungsi sesuai peruntukannya. Terdapat tiga unsur dalam pencemaran, yaitu: sumber perubahan oleh kegiatan manusia atau proses alam, bentuk perubahannya adalah berubahnya konsentrasi suatu bahan (hidup/mati) pada lingkungan, dan merosotnya fungsi lingkungan dalam menunjang kehidupan. Pencemaran dapat diklasifikasikan dalam bermacam-macam bentuk menurut pola pengelompokannya:
11
a. pengelompokan menurut bahan pencemar yang menghasilkan bentuk pencemaran biologis, kimiawi, fisik, dan budaya; b. pengelompokan
menurut
medium
lingkungan
menghasilkan
bentuk
pencemaran udara, air, tanah, makanan, dan sosial; c. pengelompokan menurut sifat sumber menghasilkan pencemaran dalam bentuk primer dan sekunder. 2.7. Partikel Menurut Wardhana (1995), partikel adalah pencemar udara yang dapat berada bersama-sama dengan bahan atau bentuk pencemar lainnya. Partikel dapat diartikan secara murni atau sempit sebagai bahan pencemar udara yang berbentuk padatan. Dalam pengertian yang lebih luas, dalam kaitannya dengan pencemaran lingkungan, pencemar partikel dapat meliputi berbagai macam bentuk, mulai dari bentuk yang sederhana sampai bentuk yang rumit atau kompleks yang semuanya merupakan bentuk pencemaran udara. Aerosol merupakan salah satu bentuk partikel, yang terhambur dan melayang di udara. Pendapat lain menyatakan bahwa partikel maupun aerosol adalah suatu bentuk pencemaran udara yang berasal dari zarah-zarah kecil yang terdispersi ke udara, baik berupa padatan, cairan, ataupun padatan dan cairan secara bersamasama, yang dapat mencemari lingkungan. Dengan demikian partikel maupun aerosol hampir sama. Perbedaannya hanya terletak pada ukurannya. Ukuran (diameter) partikel berkisar antara 0,0002 u – 500 u (micron). Aerosol mempunyai ukuran yang relatif lebih besar daripada ukuran partikel. Sumber pencemaran partikel dapat berasal dari peristiwa alami dapat juga berasal dari akibat ulah manusia dalam rangka mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik. Pencemaran partikel yang berasal dari alam contohnya adalah: a. debu tanah/pasir halus yang terbang terbawa oleh angin kencang; b. abu dan bahan-bahan vulkanik yang terlempar ke udara akibat letusan gunung berapi; c. semburan uap air panas di sekitar daerah sumber panas bumi di daerah pegunungan. Sedangkan sumber pencemaran partikel akibat ulah manusia sebagian besar berasal dari pembakaran batubara, proses industri, kebakaran hutan dan gas
12
buangan alat transportasi. Di negara-negara industri, pemakaian batubara sebagai bahan bakar merupakan sumber utama pencemaran partikel (Tabel 2.1). Tabel 2.1. Sumber Pencemaran Partikel Sumber Pencemaran Transportasi - mobil bensin - mobil diesel - pesawat terbang (dapat diabaikan) - kereta api - kapal laut - sepeda motor dll Pembakaran stasioner - batubara - minyak - gas alam - kayu Proses industri: Pembuangan limbah padat Lain-lain: - Kebakaran hutan - Pembakaran batubara sisa - Pembakaran limbah pertanian - Lain-lain
% bagian
% total 4,3
1,8 1,0 0,0 0,7 0,4 0,4 31,4 29,0 1,0 0,7 0,7 26,5 3,9 33,9 23,7 1,4 8,4 0,4 100,0
100,0
Sumber: Sastrawijaya 1991. 2.8.Peranan Vegetasi dalam Mengurangi Partikel Debu atau partikulat terdiri dari beberapa komponen zat pencemar. Dalam sebutir debu terdapat unsur-unsur seperti garam sulfat, sulfuroksida, timah hitam, asbestos, oksida besi, silika, jelaga, dan unsur kimia lainnya. Pencemaran debu secara langsung dapat menyebabkan kerusakan pada organ pernapasan dan kulit. Dengan adanya vegetasi, partikel padat yang tersuspensi pada lapisan biosfer bumi akan dapat dibersihkan oleh tajuk pohon melalui proses jerapan dan serapan. Dengan adanya mekanisme ini jumlah debu yang melayang-layang di udara akan menurun. Partikel tersebut sebagian akan terjerap (menempel) pada permukaan daun, khususnya daun yang berbulu dan mempunyai permukaan yang kasar dan sebagian lagi terserap masuk ke dalam ruang stomata daun. Ada juga partikel yang menempel pada kulit pohon, cabang, dan ranting. Daun yang berbulu dan berlekuk seperti halnya daun bunga matahari dan kersen mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menjerap partikel daripada daun yang mempunyai permukaan yang halus (Wedding dkk. dalam Smith 1981).
13
Hasil
penelitian
Zoer‟aini
Djamal
Irwan
dalam
Dahlan
(2004)
menunjukkan bahwa hutan kota dapat menurunkan kadar debu sebesar 46,13% di siang hari pada permulaan musim hujan. Hutan kota yang berstrata banyak lebih efektif menurunkan kadar debu, yaitu sebesar 53,56%, dibandingkan dengan hutan kota yang berstrata dua menurunkan kadar debu sebesar 42,89%. Tumbuhan dapat mengurangi debu dengan tajuk yang rindang sesuai dengan ketentuan berikut : 2
1) Sebidang tanah seluas 300 x 400 m dapat menurunkan kadar debu dalam udara dari 7.000 partikel/liter menjadi 4.000 partikel/liter. 2) Antara ujung-ujung suatu jalur hijau sepanjang 5 km dengan lebar 2 km, konsentrasi debu menurun dengan perbandingan 50 : 3. Dalam buku “Hutan Kota” karya Dahlan (1992), ditemukan berbagai jenis penelitian lainnya yang menunjukkan bahwa vegetasi dapat mengakumulasi berbagai jenis polutan, yaitu: a. Penelitian Wargasasmita et. al. (1991) menunjukkan bahwa tumbuhan dapat mengakumulasi Pb pada daun dan kulit batangnya. b. Jahja Fakuara et. al., menemukan dalam penelitiannya bahwa Cassia siamea (johar), Pithecellobium dulce (asam landi), dan Swietenia macrophylla (mahoni) mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menyerap Pb. c. Badri (1986) mengemukakan bahwa merupakan tumbuhan dari pencemaran logam berat. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa Axonopus compressus, Acalypha wilkesana, dan Pterocarpus indicus dapat menyerap logam berat seperti Zn, Cu, dan Pb. d. Hasil penelitian Dahlan (1989) menunjukkan bahwa kandungan Pb jerapan dan Pb serapan sangat bervariasi menurut jenis daun. Daun tanaman Agathis Alba (damar), Bixa orellana (kesumba), Filicium decipiens (kiara payung), Swietenia macrophylla (mahoni), Podocarpus imricatus (jamuju), dan Myristica fragrans (pala) mempunyai potensi yang tinggi sebagai pereduksi Pb. Sedangkan daun pohon pala, jamuju, kupu-kupu, damar, kesumba, mahoni, dan kirai payung mempunyai kemampuan untuk mereduksi Pb dengan kadar tinggi dan sedang. Daun pohon kupu-kupu mempunyai kemampuan penyerapan relatif lebih rendah.
14
e. Penelitian Misawa et. al. (1993) mengenai studi sabuk hijau terhadap kualitas udara dengan enam jenis tumbuhan, yaitu Pasania edulis, Quercus myrsinaefolia, Mirica rubra, Ilex integra, Ilex rotunda, dan Cryptomeria japonica dengan bebagai bentuk struktur jalan. Oleh karena itu sebaiknya, agar penyerapan partikulat dapat terjadi sebanyak mungkin, perlu dikembangkan struktur jalan dan penutupan jalan dengan sabuk vegetasi. f. Grey dan Deneke (1976) mengemukakan bahwa ada beberapa tumbuhan tertentu yang dapat menyerap polutan tertentu seperti sebagian spesies kayu manis dan yellow birch dapat menyerap sulfur dioxide. g. Ahli dari Rusia, Robinette (1972), menunjukkan hasil penelitiannya bahwa lingkungan pabrik dengan luas 500 m lahan hijau dapat menurunkan sekitar 70% sulfur dioxide dan 67% nitrit oxide. 2.9. Dampak Teknologi dan Industri pada Lingkungan Masuknya teknologi ke Indonesia sudah dimulai sejak diundangkannya UUPMA (UU No. 1 tahun 1967, yang diperbarui dengan PP.No. 20 tahun 1994). Dengan dukungan UU tentang Hak Paten (Property Right) dan UU Perlindungan Hak Cipta (Intellectual Right), maka banyak perusahaan multinasional dan asing yang
menggunakan,
memakai
dan
mengembangkan
teknologi
dalam
menghasilkan berbagai produk industri. Dalam hal merebaknya teknologi industri masuk ke Indonesia, dapat melalui : (a) Science agreement, (b) technical assistance and cooperation, (c). turnkey project, (d) foreign direct investment, dan (e) purchase of capital goods. Atau dalam bentuk equity participation dalam rangka joint operation agreement, know-how agreement, kontrak-kontrak pembelian mesin-mesin, trade fair dan berbagai lokakarya. Pembangunan
yang mengandalkan teknologi dan industri dalam
mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi seringkali membawa dampak negatif bagi lingkungan hidup manusia.
Pencemaran lingkungan akan
menyebabkan menurunnya mutu lingkungan hidup, sehingga akan mengancam kelangsungan makhluk hidup, terutama ketenangan dan ketentraman hidup manusia.
15
2.10. Perencanaan dan Pengendalian RTH Kota Menurut Adisasmito (2008), inventarisasi potensi alam merupakan dasar kelayakan pembangunan RTH, khususnya sebagai dasar untuk menentukan letak dan jenis tanaman. Inventarisasi ini sangat diperlukan berdasar pada keterkaitan kondisi fisik, sosial dan ekonomi, meliputi pendataan keadaan iklim (curah hujan, arah angin, suhu dan kelembaban udara); data topografi dan konfigurasi kondisi alam adalah untuk menentukan tipe RTH; kemudian geologi, jenis tanah dan erodibilitas untuk penentuan jenis RTH; jaringan sungai, potensi dan pelestarian jenis, jumlah, dan kondisi fauna dan flora lokal. Umumnya keberadaan dan jenis fauna sangat berkaitan erat pula dengan jenis flora yang ada (existing, biota endemic). Penggunaan tanah (land use) dan keadaan yang mempengaruhinya perlu dikompilasi melalui pengumpulan data mengenai kedua hal tersebut, yaitu: meliputi penggunaan tanah serta penyebaran bangunan, daerah permukiman, perdagangan, industri, pusat pemerintahan, pusat perbelanjaan, tempat rekreasi, dan jaringan transportasi. Keadaan yang mempengaruhi penggunaan tanah adalah demografi jumlah dan persebaran penduduk, presentase pertambahan jumlah, komposisi penduduk, dan keadaan sosial ekonomi. Kedua data ini dipergunakan untuk menentukan tipe, lokasi, dan jumlah RTH. Inventarisasi aktivitas dan permasalahannya meliputi data aktivitas yang dikumpulkan, terutama kegiatan-kegiatan yang bisa menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Tingkat atau besaran aktivitas akan menentukan luas RTH yang dibutuhkan dalam upaya menetralisir pengaruh negatif yang ditimbulkannya tersebut. Pengumpulan data fisik (utama), meliputi: 1. jumlah dan laju pertambahan kebutuhan air dan oksigen; 2. jumlah dan tingkat pertambahan penggunaan bahan bakar; 3. jumlah dan laju pertambahan kendaraan bermotor; 4. jumlah dan laju pembuangan limbah industri/rumah tangga; dan 5. nilai kualitatif dan kuantitatif dari permasalahan lain yang sering timbul, seperti banjir, intrusi air laut, abrasi, erosi amblasan tanah, dan tingkat pencemaran lain.
16
METODOLOGI
3.1. Lokasi dan Waktu Kegiatan penelitian ini dilakukan pada kawasan industri PLTU di Kota Cilegon, yaitu PT Krakatau Daya Listrik Cilegon, yang berada di sisi barat kawasan Krakatau Industrial Estate, tepatnya di pinggir pantai Selat Sunda (Gambar 3.1). Penelitian dilakukan selama 6 bulan, yaitu pada bulan Februari sampai dengan bulan Juli 2012. Selama penelitian dilakukan pengumpulan data, pengolahan data serta penyusunan skripsi. Pengumpulan data di lapang dilakukan selama 2 bulan, yaitu pada bulan Februari dan Maret, kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data serta penulisan laporan.
Gambar 3.1. Lokasi Penelitian 3.2.Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua berdasarkan fungsinya, yaitu untuk mendapatkan dan data dan untuk mengolah data. Alat dan bahan untuk mendapatkan data yaitu:
17
1. oven, gelas beaker, kuas, timbangan, gunting pangkas, alat tulis, sampel daun, air aquades untuk mengambil data kapasitas jerapan debu dengan metode gravimetri; 2. digital camera untuk mengambil foto kondisi eksisting tapak; 3. peta dasar. Sedangkan alat dan bahan untuk mengolah data yaitu: 1. Autocad 2009 untuk mendigitasi peta dari peta dasar; 2. Adobe Photoshop CS untuk mengolah data inventarisasi dan hasil analisis serta hasil akhir (site plan); 3. Global Mapper 11 dan Arc View GIS 3.2 untuk membuat peta topografi; 4. Screen3 untuk menghasilkan data distribusi polutan. 3.3. Metode Penelitian Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode yang mengacu pada tahapan kerja yang dikemukakan oleh Simonds (1983) mengenai Planning Design Process, penelitian ini meliputi beberapa tahap, yaitu commission, research, analysis, synthesis, construction and operation (Gambar 3.2).
Gambar 3.2. Bagan Proses Perencanaan Lanskap (Simonds 1983) A. Commision (Pemberian Tugas) Pada tahapan ini dilakukan pertemuan antara klien dan pelaksana. Dalam penelitian ini mahasiswa sebagai pelaksana, direktur perusahaan sebagai klien. Tahap ini klien memberikan gambaran tugas dan pelayanan yang diinginkan. Tugas pelayanan yang diberikan adalah perencanaan ruang terbuka hijau pada kawasan pembangkit. Pada tahap ini mahasiswa meminta kepada pimpinan perusahaan tentang kebijakan pada RTH yang digunakan.
18
B. Research (Inventarisasi) Pada tahapan ini dilakukan pengamatan tapak dan pengumpulan data. Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapang, yaitu pengukuran langsung dengan alatalat survei, pengamatan secara langsung pada lokasi penelitian serta dokumentasi dengan menggunakan kamera. Data sekunder adalah data yang tidak bisa didapat langsung dari lapang sehingga harus dicari dari sumber lain seperti studi pustaka dan sumber terkait. Data yang dikumpulkan berupa data fisik, bio-fisik, sosial, serta teknik yang berhubungan dengan perencanaan ruang terbuka hijau di kawasan industri. Aspek, jenis, bentuk dan sumber data yang dikumpulkan dapat dilihat pada Tabel 3.1. Tabel 3.1. Jenis, Bentuk dan Sumber Data Aspek Fisik
Jenis Lokasi
Bentuk data Primer- sekunder
Tanah
Primer-sekunder
Sumber data Studi pustaka, Survei lapang Survei lapang, studi pustaka
Iklim a. Curah hujan b. Suhu udara c. Kelembaban d. Kecepatan dan arah angin bulanan e. Penyinaran matahari Topografi Polusi/emisi
Sekunder
Studi pustaka
Primer-sekunder Primer-sekunder
Bagian-bagian kawasan industri Sistem pembangkit listrik a. Bahan bakar b. Jenis boiler c. Generator d. Transmisi Fasilitas dan utilitas Tata guna lahan
Primer-sekunder
Survei lapang, studi pustaka Survei lapang, studi pustaka, PT KDL Survei lapang, studi pustaka, PT KDL Survei lapang, studi pustaka, PT KDL
Primer-sekunder Primer-sekunder
Survei lapang, PT KDL Survei lapang, studi pustaka
Vegetasi a. Jenis b. Penyebaran Kapasitas jerapan debu
Primer-sekunder
Survei lapang, studi pustaka
Primer
Sosial
Karyawan Aktivitas
Primer-sekunder Primer-sekunder
Teknik
Baku mutu udara
Sekunder
Survei lapang, analisis di laboratorium Wawancara, studi pustaka Penyebaran kuesioner, wawancara, studi pustaka Pemerintah, studi pustaka
Biofisik
Primer-sekunder
19
Survei lapang dilakukan untuk mengetahui keadaan awal tapak melalui pengamatan, pengukuran dan dokumentasi serta penghayatan tapak (feel of the land). Pengumpulan data sosial dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan pengguna dan pengelola kawasan industri serta melalui penyebaran kuesioner. Penyebaran kuesioner dilakukan untuk mengetahui keinginan dan kebutuhan istirahat karyawan di dalam tapak dengan mengambil sampel karyawan sebanyak 30 responden. Untuk mengetahui kapasitas vegetasi mengurangi polutan partikel dilakukan pengukuran jerapan partikel oleh daun dengan metode gravimetri. Metode gravimetri merupakan metode yang digunakan untuk menghitung kapasitas daun menjerap debu yang pada akhirnya akan diperoleh populasi pohon yang akan ditanam pada suatu kawasan (Irianti 2010). Sampel daun yang digunakan merupakan spesies tanaman yang paling dominan pada kawasan. Sampel daun diambil sebanyak 12 lembar dengan 4 jenis spesies pohon yang berbeda. Empat jenis spesies yang dijadikan sampel yaitu mangga (Mangifera indica), ketapang (Terminalia catappa), glodogan bulat (Polyalthia fragrans), dan cemara kipas (Thuja orientalis) (Gambar 3.3). Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 4 kali dengan selang 10 hari.
(a)
(b)
(c) (d) Gambar 3.3. Sampel Daun: mangga (Mangifera indica) (a), ketapang (Terminalia catappa) (b), glodogan bulat (Polyalthia fragrans) (c), dan cemara kipas (Thuja orientalis) (d)
20
Tahapan pengerjaan metode gravimetri adalah sebagai berikut: 1. gelas beker kosong ditimbang, kemudian hasil penimbangan tersebut dicatat;
Gambar 3.4. Gelas Beker Kosong yang Ditimbang 2. gelas beker kosong tersebut diisi dengan air sebanyak 50 ml;
Gambar 3.5. Gelas Beker yang Diisi Air 3. sampel daun kemudian dicuci dengan menggunakan kuas;
Gambar 3.6. Sampel Daun yang Dicuci 4. hasil cucian daun dioven selama dua hari pada suhu 800c;
21
Gambar 3.7. Oven 5. setelah kering, gelas beker ditimbang kembali.
Gambar 3.8. Hasil Endapan Debu Setelah Dioven Cara untuk mengukur luas daun: 1. kertas ukuran 10 cm x 10 cm ditimbang; 2. membuat model daun dengan kertas, lalu ditimbang;
Gambar 3.9. Model Daun yang Ditimbang 3. luas daun diperoleh dengan perhitungan: berat model daun x luas kertas ukuran 10 cm x 10 cm berat kertas ukuran 10 cm x 10 cm
22
Rumus-rumus yang digunakan dalam menganalisis kapasitas daun menjerap debu adalah sebagai berikut: 1. Untuk memperoleh bobot debu hasil jerapan daun digunakan rumus: bobot beker gelas yang telah terisi debu yang sudah dioven selama dua hari dikurangi bobot beker gelas kosong; 2. Untuk memperoleh kapasitas jerapan debu per spesies tanaman pada setiap harinya digunakan rumus: kapasitas jerapan debu: bobot beker gelas yang sudah dioven-bobot beker gelas kosong (gram) luas daun (m2) kapasitas jerapan debu per hari: kapasitas jerapan debu 10 hari 3. Untuk memperoleh kapasitas jerapan debu setiap spesiesnya, digunakan rumus: luas tajuk x kapasitas jerapan debu luas tajuk dihitung dengan rumus: 4/3πr2 4. Penghitungan emisi (partikulat debu) adalah: 2𝑑𝐷
diameter equivalen (E) : (𝑑+𝐷) luas penampang cerobong : 1/4πE2 emisi : gas velocity x luas penampang cerobng x kadar partikulat C. Analisis Tahap ini merupakan tahap pengolahan dan pembahasan dari semua data yang telah dikumpulkan pada tahap inventarisasi. Analisis dilakukan secara spasial (dibuat peta tematik) yang selanjutnya semua peta tematik dioverlay untuk mendapatkan peta kesesuaian lahan. Analisis aspek fisik menghasilkan titik-titik pada tapak yang dapat digunakan untuk fungsi yang akan dikembangkan. Analisis sosial dapat menentukan bentuk aktivitas dan fasilitas pada tapak serta vegetasi yang sesuai dengan fungsi yang dikembangkan. Analisis teknik dijadikan sebagai acuan dan batasan dalam pengembangan tapak. Hasil pengukuran jerapan debu dengan metode gravimetri dapat dilakukan untuk menganalisis keperluan populasi vegetasi yang dibutuhkan dalam tapak, dengan rumus-rumus sebagai berikut:
23
1. Untuk memperoleh jumlah pohon yang akan ditanam di kawasan PLTU per spesiesnya digunakan rumus: jumlah emisi yang dibuang per hari kapasitas jerapan debu per pohon 2. Untuk memperoleh jumlah baris tanaman yang akan digunakan di dalam penanaman green belt kawasan PLTU, digunakan rumus: jumlah pohon (keliling kawasan industri x jarak tanam) Distribusi polutan didapatkan dengan menganalisis arah dan kecepatan angin bulanan dengan metode distribusi Gaussian. Salah satu faktor utama yang mempengaruhi dispersi polutan adalah kecenderungan polutan-polutan tersebut untuk berdifusi. Proses difusi pada arah tertentu merupakan suatu fenomena statistika. Hal ini ditandai dengan perilaku molekul-molekul material sepanjang arah yang dipilih memiliki distribusi Gaussian. Selain itu, kurva konsentrasi material terhadap lokasi dari sumber material yang berdifusi berbentuk lonceng yang serupa dengan kurva distribusi Gaussian. Konsentrasi polutan maksimum berada dekat sumber dan konsentrasi semakin berkurang untuk lokasi yang jauh dari sumber. Dispersi Gaussian berhubungan dengan tipe umum persamaan matematis yang digunakan untuk menjelaskan distribusi vertikal dan horizontal dengan jarak arah angin yang berasal dari sumber emisi. Kepulan asap menyebar secara horizontal dan vertikal kemudian diikuti dengan pengurangan konsentrasi polutan ketika pergerakan arah angin. Daerah pencampuran vertikal dan horizontal dengan jarak arah angin dari sumber emisi pada umumnya terjadi pada tingkat yang berbeda-beda, disebabkan pergerakan-pergerakan turbulensi di atmosfer yang terjadi pada skala waktu dan ruang yang bervariasi. Persamaan umum dispersi Gaussian yang digunakan dalam sumber titik ini adalah (Cooper & Alley 1994):
c ( x, y , z )
y2 exp 2 2u y z 2 y Q
( z H ) 2 ( z H ) 2 exp exp 2 z2 2 z2
24
c(x,y,z) = Konsentrasi permukaan (g/m3) Q = Laju emisi (g/s)
y , z = Standar deviasi kepulan u = Kecepatan angin (m/s) H = tinggi sumber emisi (m) x,y = arah penyebaran (m) Distribusi bising didapatkan dari hukum taraf intensitas bunyi. Ketika gelombang bunyi merambat makin jauh dari sumber makin lemah bunyinya atau energi makin berkurang ini terjadi karena amplitudo (simpangan) partikel-partikel yang dilalui makin kecil. Jadi amplitudo gelombang berbanding terbalik dengan jaraknya. Persamaannya sebagai berikut (Drajat 2009):
TI 2 TI1 20 Log
R2 R1
TI1 = Taraf intensitas bunyi pada jarak 1 TI2 = Taraf intensitas bunyi pada jarak 2 R1 = Jarak 1 dari sumber bunyi R2 = Jarak 2 dari sumber bunyi Pembagian ruang didasarkan atas analisis aktivitas karyawan di ruang terbuka (outdoor) serta aktivitas produksi. Keperluan ruang untuk karyawan dianalisis berdasarkan hasil kuesioner, sehingga dihasilkan jenis aktivitas yang dibutuhkan karyawan serta lokasi yang sesuai dengan aktivitas tersebut dan akhirnya didapatkan vegetasi yang sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan tersebut. D. Sintesis Tahap ini merupakan studi skematik yang dibuat untuk mempelajari alternatif-alternatif penggunaan ruang berdasarkan hasil overlay dari tahapan analisis. Selanjutnya dituangkan ke dalam ide konsep (conceptual plan) yang sesuai dengan kondisi tapak. Kemudian dilakukan perencanaan ruang terbuka hijau kawasan, dan perhitungan jumlah vegetasi yang digunakan untuk ruang terbuka hijau di kawasan industri. Hasil dari tahapan ini merupakan gambar rencana RTH dan rencana penanaman.
25
INVENTARISASI
4.1. Aspek Fisik 4.1.1. Sejarah PT Krakatau Daya Listrik PT Krakatau Daya Listrik (PT KDL) merupakan salah satu divisi yang berada di bawah Direktorat Perencanaan PT. Krakatau Steel (PT. KS). Saat itu, pabrik dan prasarana di kawasan industri baja terpadu membutuhkan kehandalan suplai listrik dari unit yang mandiri Atas kebutuhan inilah maka, PT. KS membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berkapasitas 400 Megawatt (MW). Pada 25 April 1995, Divisi PLTU 400 MW berubah status menjadi Unit Otonomi PLTU 400 MW PT KS. Hal ini mengikuti turunnya Surat Keputusan Direksi PT KS Nomor 37/C/DUKSIKpts/1995 tentang perubahan status. Karena unit ini berpotensi berkembang menjadi perusahaan energi yang diperhitungkan dari sisi kapasitas pembangkitan listrik, maka pemisahan manajemen dilakukan. Pemisahan ini sejalan dengan restrukturisasi yang dilaksanakan oleh PT KS kepada seluruh unit otonom-nya. Oleh karena itu, pada 28 Februari 1996, Unit Otonomi PLTU 400 MW ditingkatkan statusnya menjadi Badan Usaha Mandiri dengan nama PT Krakatau Daya Listrik. Sejalan dengan semakin berkembangnya Krakatau Industrial Estate, maka dapat dipastikan kebutuhan energi yang perlu didistribusikan akan meningkat pula. Oleh karena itu, keberadaan PT KDL sebagai salah satu distributor energi terbesar di kawasan Krakatau Industrial Estate menjadi krusial dan memegang peran kunci. 4.1.2. Lokasi PT Krakatau Daya Listrik berlokasi di Jalan Amerika I, Kawasan Industri Krakatau, Cilegon, Banten, Indonesia. Terletak di sisi barat kawasan Krakatau Industrial Estate (Gambar 4.1), tepatnya di pinggir pantai Selat Sunda. Luas keseluruhan PT KDL mencapai 87,7 ha dan areal utamanya mencakup luas 15 ha. 1,9 ha diantaranya difungsikan sebagai bangunan. Pabrik PT KDL sendiri berada 13,65 meter di atas permukaan laut rata-rata.
26
Gambar 4.1. Lokasi PT Krakatau Daya Listrik 4.1.3. Iklim Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Stasiun Meteorologi Kelas II Serang pada tahun 2011 (Gambar 4.2) diketahui bahwa temperatur udara rata-rata bulanan pada tapak tidak mengalami fluktuasi secara signifikan, bahkan cenderung stabil, dengan temperatur rata-rata sekitar 26,5ºC-27,3ºC, temperatur tertinggi sebesar 31,6ºC dan temperatur terendah sebesar 23ºC. Kelembaban udara pada tapak cukup tinggi, yaitu antara 76-85%. Lama penyinaran matahari sebesar 33-92% dengan lama penyinaran terbesar pada bulan September. Arah angin rata-rata pada tapak umumnya berasal dari arah barat, timur laut, dan utara dengan kecepatan angin rata-rata sebesar 2-4 knot (Gambar Lampiran 2). Kecepatan angin terbesar sebesar 28 knot dengan arah angin dari barat. Curah hujan pada tahun 2011 sebesar 1141 mm/tahun dengan rata-rata hari hujan 13,3 hari dan curah hujan terbesar di bulan Januari serta curah hujan terkecil di bulan Agustus.
27
Gambar 4.2. Grafik Beberapa Unsur Iklim Bulanan Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Stasiun Meteorologi Kelas II Serang (2011)
28
4.1.4. Tanah Berdasarkan peta jenis tanah dari Bappeda Cilegon, jenis tanah di seluruh kawasan PT Krakatau Daya Listrik merupakan tanah regosol dengan kedalaman efektif kurang dari 90 cm dengan tekstur pasir (kadar liat kurang dari 40 %). Tanah regosol berasal dari material gunung api (abu vulkanik). Tanah regosol umumnya belum menampakkan deferensiasi horison, struktur kursai/lemah, konsistensi lepas sampai gembur, pH 6-7, makin tua struktur dan konsistensi makin padat/memadas dengan drainase dan porositas yang terhambat, umumnya belum membentuk hakikat sehingga peka terhadap erosi, cukup mengandung P & K yang masih segar, tetapi kurang N. 4.1.5. Topografi Seluruh kawasan PT Krakatau Daya Listrik merupakan dataran rendah dengan ketinggian 0-2 m di atas permukaan laut (dpl) dengan kemiringan lahan sekitar 0-8% (Gambar 4.3 dan Gambar 4.4). Secara umum tapak ini memiliki topografi yang relatif datar dengan lahan sedikit bergelombang. 4.1.6. Hidrologi Air baku yang digunakan PT Krakatau Daya Listrik berasal dari PT Krakatau Tirta Industri. Air baku tersebut diambil dari sungai Cidanau berasal dari danau alam “Rawa Dano” yang diolah di Water Treatment Plant (WTP). Air baku yang telah dipakai untuk pembakaran dan telah menjadi uap memerlukan air pendingin uap untuk mengembalikan jadi air sehingga dapat menggerakkan turbin pada tekanan rendah. PT KDL memanfaatkan air laut sebagai air pendingin. Air laut dihisap dari laut melalui pipa siphon pada kedalaman 6 m dari permukaan air laut agar diperoleh air laut dengan suhu lebih dingin (28º C). Semua air sisa penguapan yang tidak terpakai akhirnya mengalir menuju laut. Peta hidrologi kawasan dapat dilihat pada Gambar 4.5. Menurut Lembaga Oseanologi Nasional-LIPI, keadaan laut di sekitar kawasan pada umumnya agak tenang atau sedang. Selama musim barat, antara bulan Oktober dan Maret keadaan laut lebih berombak daripada bulan-bulan yang lain. Dalam periode ini tinggi ombak dapat mencapai 1,5 sampai 2 m. Pada musim timur, antara April dan September ombak biasanya lebih kecil, antara 0,5 – 1 m. Keadaan laut yang paling tenang biasanya terjadi bulan-bulan April, Mei dan Juni
29
30
31
32
dengan tinggi gelombang kurang daripada 0,5 m. Sifat pasang surut air laut adalah campuran, condong ke harian ganda. Dua kali pasang dan dua kali surut terjadi dalam satu hari bulan secara tak teratur. Perbedaan pasang surut biasanya lebih daripada 1 m. 4.1.7. Tata Guna Lahan Penggunaan lahan pada kawasan dibagi menjadi dua, yaitu area terbangun dan area terbuka (Gambar 4.6). Area terbangun terdiri dari area PLTU, bangunan administrasi, kantin dan mesjid serta penggunaan lain, sedangkan area terbuka terdiri dari area terbuka hijau (ditanami pepohonan) serta area kosong (hanya berupa hamparan rumput). Luas keseluruhan PT KDL mencapai 87,708 ha dan areal utamanya mencakup luas 15 ha, 1,9 ha diantaranya difungsikan sebagai bangunan. Perbandingan area terbuka dan terbangun adalah 90:10 dengan area terbuka didominasi oleh area kosong berumput sebesar 80% dan area hijau pepohonan hanya 20%. 4.1.8. Pembagian Kawasan PLTU Kawasan PT KDL dibagi menjadi dua zona, yaitu zona 1 dan zona 2 (Gambar 4.7). Zona 1 merupakan area inti dari kawasan, yaitu area yang terdiri dari komponen-komponen PLTU yang mengoperasikan sistem pembangkit listrik. Komponen-komponen PLTU yang paling utama yaitu boiler, turbin, dan pompa air laut. Boiler adalah bejana tertutup dimana panas pembakaran dialirkan ke air sampai terbentuk air panas atau steam. Air panas atau steam pada tekanan tertentu kemudian digunakan untuk mengalirkan panas ke suatu proses. Sistem boiler terdiri dari: sistem air umpan, sistem steam, dan sistem bahan bakar. Turbin merupakan jenis penggerak awal mula generator listrik, PT Krakatau Daya Listrik menggunakan turbin uap yaitu sebagai penggerak generator dan penggerak pompa air pengumpan boiler. Komponen penunjang lainnya yaitu WTP (Water Treatment Plant), tangki timbun olie residu, dan rumah tegangan 150 KV. Water Treatment Plant berfungsi untuk memproduksi semua kebutuhan air bagi operasional PLTU. Pada zona 1, setiap orang yang akan beraktivitas di area tersebut wajib menggunakan APD (Alat Pelindung Diri), yaitu helm dan sepatu khusus untuk menghindari bahaya yang diakibatkan dari pengoperasian PLTU.
33
34
35
Zona 2 dalam kawasan terdiri dari beberapa area, yaitu area penerimaan, area administrasi, dan area pelayanan. Berbeda dengan zona 1, dalam zona 2 ini setiap orang boleh beraktivitas dengan bebas tanpa perlu pelindung seperti di zona 1. Area penerimaan. Fasilitas yang ada pada area ini yaitu main sign PT KDL, taman kecil, tempat parkir motor dan mobil, pos jaga, serta portal yang berfungsi mengontrol kendaraan yang dapat keluar masuk kawasan. Area administrasi merupakan area yang terdiri dari bangunan khusus untuk karyawan yang bekerja di bagian administrasi. Area pelayanan pada kawasan tidak terpusat pada suatu area, namun penempatannya terpisah-pisah. Fasilitas pelayanan pada kawasan terdiri dari kantin, mesjid, lapangan bola, dan gazebo. Kawasan di PT KDL belum sepenuhnya digunakan secara optimal, oleh karena itu sisa lahan kosong yang belum terpakai tersebut akan didirikan unit pengembangan kawasan yang akan digunakan bahan bakar berbeda dari kondisi eksisting sekarang dalam membangkitkan listriknya, yaitu PLTGU dan PLTU dengan bahan bakar batu bara. Namun pada tahun ini sedang diprioritaskan pengembangan kawasan untuk PLTGU, yaitu pembangkit listrik yang menggunakan bahan baka gas uap. PLTGU adalah sebuah pembangkitan listrik dimana prosesnya terdiri dari dua yaitu proses menggunakan turbin gas dan turbin uap. Rencana area pengembangan kawasan dapat dilihat pada Gambar 4.8,
sedangkan master plan PT KDL dapat dilihat pada Gambar 4.9.
Gambar 4.8. Rencana Pengembangan Kawasan Sumber: PT Krakatau Daya Listrik Cilegon Banten.
36
37
4.1.9 Sistem Pembangkit Listrik 4.1.9.1. Komponen Pembangkit Listrik PT Krakatau Daya Listrik (PT KDL) memiliki lima unit Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang masing-masing berkapasitas 80 MW dengan total kapasitas terpasang 400 MW. Tiap unit pembangkit, terdiri dari satu boiler (ketel), satu turbin generator dan ragam peralatan pembantu lainnya. Masingmasing unit pembangkit dipasangkan sistem pengumpul (manifold) pada sisi air, uap dan bahan bakar. Saat ini manifold yang ada berjumlah tujuh pipa. Dengan adanya manifold di tiap unit ini, maka antara boiler dengan turbin generator dapat dioperasikan dari unit yang berbeda. Sebagai ilustrasi jika turbin generator dari unit dua hendak dioperasikan dari boiler unit satu, maka sistem kontrol pembangkit milik PT KDL ini dapat melakukannya secara langsung tanpa harus mengatur ulang sistem yang ada. 4.1.9.2. Bahan Bakar Bahan bakar utama dari PLTU PT KDL adalah Gas alam (Natural Gas) dan Bahan Bakar Minyak (BBM) Residu. Kedua bahan bakar ini dapat digunakan sendiri-sendiri maupun bersamaan. Pembangkit listrik PT KDL mampu mengaplikasikan mekanisme Dual Firing, yaitu mekanisme pembakaran yang dapat menggunakan bahan bakar gas juga BBM secara bersamaan. Kebutuhan bahan bakar baik BBM dan BBG disuplai dari line pertamina/PGN. 4.1.9.3. Jenis Boiler Boiler MAN-Lentjes adalah suatu instalasi yang berfungsi untuk merubah air menjadi uap kerja. Air yang digunakan di PT Krakatau Daya Listrik adalah air deionat. Boiler ini menggunakan bahan bakar gas dan minyak yang dapat digunakan secara bersamaan tetapi tidak dalam satu burner. Jenis boiler di PT Krakatau Daya Listrik adalah sirkulasi alam (natural circulated boiler). Boiler di PT Krakatau Daya Listrik memanfaatkan gas hasil pembakaran untuk memanaskan permukaan pemanas pada evaporator, ekonomizer dan superheater hingga gas buang tersebut meninggalkan boiler melalui cerobong asap. PT Krakatau Daya Listrik memiliki lima unit boiler yang mempunyai kapasitas maksimum 350 ton/jam untuk tiap unitnya.
38
4.1.9.4. Transmisi Mekanisme distribusi aliran listrik PT KDL bermula dari pembangkitan energi listrik di masing-masing generator sebesar 10,5 kilovolt (kV). Agar dapat tersalur dengan baik, tegangan tersebut kemudian dinaikkan menjadi 150 kV ke rel pembagi (busbar). Dari tiap busbar inilah tegangan yang telah disesuaikan disalurkan ke tiap pelanggan PT KDL mulai dari 30 kV, 20 kV, 6 kV hingga 400 Volt. Awalnya pembangkit PT KDL ini dirancang untuk beroperasi secara mandiri (isolated system). Namun seiring berjalannya waktu, pembangunan pabrik-pabrik baru di Kawasan Industri Krakatau juga terus berkembang. Untuk mengantisipasi hal tersebut PLTU PT KDL berinterkoneksi dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Jaringan transmisi PT KDL terinterkoneksi dengan jaringan 150 kV PLN melalui Hantaran Udara Tegangan Tinggi (HUTT). Saat ini kontrak suplai listrik dari PLN sebesar 200 MVA. Sejak Agustus 2003, kontrak suplai ini diperluas dengan perjanjian sinergi pengiriman listrik antara PLN, PT KS, dan PT KDL. Hal ini demi mengimbangi kondisi krisis energi listrik saat Waktu Beban Puncak (WBP). Saat kondisi darurat, jaringan interkoneksi ini akan saling bahumembahu dalam proses start up pembangkit. 4.1.9.5. Siklus PLTU PLTU menggunakan fluida kerja air uap yang bersirkulasi secara tertutup. Siklus tertutup artinya menggunakan fluida yang sama secara berulang-ulang. Urutan sirkulasinya secara singkat adalah sebagai berikut: Pertama, air diisikan ke boiler hingga mengisi penuh seluruh luas permukaan pemindah panas. Di dalam boiler, air ini dipanaskan dengan gas panas hasil pembakaran bahan bakar dengan udara sehingga berubah menjadi uap. Kedua, uap hasil produksi boiler dengan tekanan dan temperatur tertentu diarahkan untuk memutar turbin sehingga menghasilkan daya mekanik berupa putaran. Ketiga, generator yang dikopel langsung dengan turbin berputar menghasilkan energi listrik sebagai hasil dari perputaran medan magnet dalam kumparan. Uap bekas keluar turbin masuk ke kondensor untuk didinginkan dengan air pendingin agar berubah kembali menjadi air. Air kondensat hasil kondensasi uap kemudian digunakan lagi sebagai air pengisi boiler. Secara rinci, siklus PLTU di PT KDL dapat dilihat pada Gambar 4.10.
39
Gambar 4.10. Siklus PLTU PT Krakatau Daya Listrik Sumber: PT Krakatau Daya Listrik Cilegon Banten. 4.1.10. Polusi 4.1.10.1. Debu Berdasarkan hasil pengukuran debu ambient yang dilakukan di laboratorium lingkungan oleh bagian divisi K3LH (Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan Hidup) di PT KDL pada tahun 2011, rata-rata konsentrasi debu ambient yang ada di sekitar pabrik sebesar 0,9625 mg/M3. Hal ini menunjukkan debu yang dihasilkan pada pabrik tidak melewati nilai ambang batas yang ditetapkan pemerintah (10 mg/M3). 4.1.10.2. Limbah Cair Kandungan limbah cair yang dihasilkan PLTU yakni terdiri dari besi terlarut, mangan terlarut, tembaga, seng, krom, timbal, nikel, kobalt, cadmium, sianida, klorin bebas, nitrat, nitrit, KOK, dan KOB. Seluruh kandungan limbah cair tersebut masih di bawah baku mutu air. Namun, pH pada limbah cair pada kawasan tergolong rentan, yaitu sebesar 6-8, sedangkan baku mutu pH yang ditetapkan sebesar 6-9.
40
4.1.10.3. Udara Emisi merupakan polutan yang langsung dikeluarkan oleh sumber emisi, dalam hal ini yaitu cerobong gas buang PLTU. Hasil pengujian udara oleh bagian K3LH PT KDL pada pengukuran terakhir di bulan Desember 2011 menunjukkan bahwa kualitas udara di sekitar kawasan masih tergolong aman, karena berada di bawah ambang batas baku mutu yang ditetapkan pemerintah (Tabel 4.1). Sumber polusi udara ini berasal dari zona PLTU (pembakaran bahan bakar minyak residu), area pengembangan (pembakaran dan penimbunan batu bara) serta kendaraan bermotor di sekitar kawasan. Peta sumber polusi udara dapat dilihat pada Gambar 4.11. Tabel 4.1. Hasil Pengujian Kualitas Udara di PT KDL Parameter Hasil Baku Mutu Nitrogen Oksida 103 Partikel/Debu TSP 2,35 150 Sulfur Dioksida 3 800 Oksigen 4,31 Karbon Monoksida 3 Karbon Dioksida 9,53 1000 Nitrogen Dioksida 0 NOx 158 T-Gas 195 Lokasi pengujian: Zona PLTU Sumber: PT Krakatau Daya Listrik Cilegon Banten.
Satuan mg/Nm3 mg/m3 mg/Nm3 % mg/Nm3 % mg/Nm3 mg/Nm3 C
4.1.10.4. Kebisingan Pencemaran yang paling dapat dirasakan pada kawasan adalah kebisingan, karena dapat didengar secara langsung. Kebisingan merupakan bunyi yang dapat mengganggu dan merusak pendengaran manusia. Kebisingan yang dihasilkan terutama berasal dari area inti atau tempat proses siklus PLTU itu terjadi. Kebisingan ini termasuk dalam kebisingan kontinyu karena datang secara terus menerus dalam waktu yang cukup lama (Sastrawidjaya 2009). Berdasarkan hasil pengukuran tingkat kebisingan di tempat kerja oleh bagian K3LH ditunjukkan bahwa tingkat kebisingan pada kawasan sangat tinggi, karena berada di atas nilai ambang batas yang ditetapkan (85 dB). Berdasarkan hasil pengukuran tersebut bagian yang menghasilkan kebisingan tertinggi yaitu pada bagian turbin yang ada di area inti. Sumber kebisingan lainnya yang dihasilkan berasal dari kendaraan bermotor di sekitar kawasan (Gambar 4.12).
41
42
43
4.1.11. Fasilitas Fasilitas pendukung yang ada dalam kawasan yaitu tempat ibadah, pos jaga, tempat parkir, lapangan olahraga, kantin, tempat istirahat (berbentuk gazebo dan shelter), rambu-rambu lalu lintas, tempat sampah. Spesifikasi dari masingmasing fasilitas terdapat dalam Tabel 4.2, Gambar 4.14-4.19, dan lokasinya dalam kawasan dapat dilihat pada Gambar 4.13. Tabel 4.2. Fasilitas di PT Krakatau Daya Listrik No Nama Fasilitas Jumlah Keterangan Hanya ada masjid yang berukuran cukup besar yang dapat menampung seluruh 1 Tempat Ibadah 1 karyawan di PT KDL, kondisinya masih sangat baik. Hanya terdapat satu pos jaga di welcome 2 Pos Jaga 1 area yang mengatur keluar masuk tamu atau karyawan dan kendaraan. Tempat parkir disediakan untuk mobil 3 Tempat Parkir 1 dan motor dalam satu area, namun penempatan spesifiknya dipisahkan. Kantin hanya dalam bentuk satu bangunan yang dalamnya dilengkapi oleh 4 Kantin 1 tempat duduk dan hanya dikelola oleh PT KDL, orang luar dilarang berjualan. Hanya ada lapangan sepak bola yang 5 Lapangan Olahraga 1 tidak terawat dan jarang digunakan. Tempat istirahat berupa gazebo dan shelter ada di dua spot dan jarang 6 Tempat Istirahat 2 digunakan, kondisinya juga kurang terawat. Deskripsi dari masing-masing fasilitas di PT KDL adalah sebagai berikut: 1. Tempat ibadah (mesjid). Tempat ibadah yang berada pada kawasan ini adalah mesjid As-Sulthon. Lokasi mesjid ini berada di tepi pantai. Selain memiliki taman yang luas dan asri serta tempat wudhu yang banyak, mesjid ini juga dilengkapi dengan Air Conditioner (AC) yang berfungsi baik sehingga terasa nyaman ketika para jamaah sholat di mesjid ini meskipun suhu di luar terasa panas dan terik. Mesjid ini memiliki arsitektur yang cukup unik dan mengingatkan kita dengan mesjid-mesjid sejenis yang ada di Mekkah, Madinah, Jeddah dan sekitarnya.
44
45
Gambar 4.14. Mesjid As-Sulthon 2. Pos jaga. Pada area penerimaan, terdapat fasilitas pos jaga yang berfungsi menerima para karyawan dan tamu yang akan memasuki kawasan. Setiap orang yang bertamu akan ditanyakan keperluannya oleh satpam dan diharuskan meninggalkan kartu tanda pengenal untuk ditukar dengan kartu tamu agar dapat memasuki kawasan.
Gambar 4.15. Pos Jaga 3. Tempat parkir. Tempat parkir juga terdapat pada area penerimaan, berfungsi sebagai tempat penyimpanan kendaraan para karyawan. Tempat parkir ini dilengkapi dengan shelter dengan atap yang terbuat dari seng untuk melindungi kendaraan dari sinar matahari, namun di sini hanya sedikit vegetasi yang menaungi.
Gambar 4.16. Tempat Parkir
46
4. Kantin. Kantin pada kawasan ini hanya ada satu, dan berada dekat dengan bangunan administrasi. Kantin ini tidak terlalu besar, dan hanya menjual makanan “rumahan” dan minuman yang jumlahnya tidak terlalu banyak.
Gambar 4.17. Kantin 5. Lapangan bola. Kawasan ini juga terdapat lapangan bola yang letaknya berada di samping mesjid As-Sulthon. Lapangan bola ini digunakan hanya saat-saat tertentu saja oleh para karyawan, sehingga tidak terlihat keberadaannya.
Gambar 4.18. Lapangan Bola 6. Tempat istirahat. Di kawasan ini sebenarnya disediakan tempat istirahat di luar ruangan berupa gazebo dan shelter. Namun karena letaknya yang kurang strategis, yaitu berada di belakang kawasan, tempat istirahat ini jarang dikunjungi oleh para karyawan.
Gambar 4.19. Gazebo
47
4.1.12. Utilitas 4.1.12.1. Listrik Kebutuhan listrik untuk seluruh kawasan tentunya berasal dari PLTUnya sendiri. PLTU menyediakan kebutuhan listrik pada kawasan hanya sebagian kecil dibandingkan dengan kebutuhan listrik untuk kawasan industri Krakatau. Secara garis besar, jaringan transmisi dan distribusi milik PT KDL berupa jaringan listrik bawah tanah (underground). Bila hendak dibandingkan dari segi kehandalan, jaringan listrik underground akan lebih mudah dioperasikan daripada jaringan overhead (hantaran udara). Sekitar 95 % jaringan distribusi PT KDL menggunakan saluran kabel bersistem ring. 4.1.12.2. Air Air baku yang digunakan PT Krakatau Daya Listrik berasal dari PT Krakatau Tirta Industri. Air baku tersebut diambil dari sungai Cidanau berasal dari danau alam “Rawa Dano” yang diolah di Water Treatment Plant (WTP) dengan cara deionisasi menjadi air yang bebas dari ion-ion yang terkandung dalam air. Deionisasi merupakan pengolahan air dengan cara pertukaran ion sehingga dihasilkan air deionat. Karena air mengalami berbagai proses, maka air harus diuji disetiap tahapannya agar kondisinya dapat dikontrol dan tidak menyebabkan kerusakan pada boiler. 4.1.12.3. Pipa PT KDL juga melayani distribusi hilir gas alam dan minyak bumi. Untuk menunjang jalannya distribusi ini maka dibangun pipa gas berukuran diameter 20 inchi sepanjang 16 kilometer dari stasiun gas Perusahaan Gas Negara (PGN) Bojonegara ke PT KDL. Pipa tersebut akan memudahkan distribusi gas ke seluruh Kawasan Industri Krakatau. 4.2. Aspek Biofisik 4.2.1. Vegetasi Vegetasi di kawasan PT KDL cukup variatif. Vegetasi pohon yang dominan pada kawasan adalah mangga (Mangifera indica), dan glodogan tiang (Polyalthia longifolia). Vegetasi pohon yang mendominasi zona PLTU diantaranya yaitu angsana (Pterocarpus indicus), asem (Manilkara kauki), pulai (Alstonia scholaris), mahoni (Swietenia mahagoni), akasia (Acacia mangeum),
48
rambutan (Nephelium lappaceum), kelengkeng (Dimocarpus longan), glodogan bulat (Polyalthia fragrans). cemara kipas (Thuja orientalis). mangga (Mangifera indica) dan sukun (Arthocarpus communis) mendominasi area depan kawasan, yaitu pada area gedung administrasi baru. Palem-paleman (palem putri (Veitchia merilii), palem ekor tupai (Wodyetia bifurcata), palem raja (Roystonea regia)) sebagian besar ditanam di lokasi depan bangunan administrasi, terutama di pinggir jalan yang berfungsi sebagai pengarah jalan. Pohon tanjung (Mimusops elengi) mendominasi area sekitar kantin. Glodogan tiang (Polyalthia longifolia), tertanam di sepanjang jalan utama menuju area penerimaan kawasan. Pohonpohon lainnya tersebar di seluruh kawasan PLTU. Peta persebaran vegetasi pohon dapat dilihat pada Gambar 4.20. Vegetasi pohon hampir tertanam di seluruh bagian kawasan PT KDL, sedangkan vegetasi semak sebagian besar tertanam di area penerimaan dan administrasi yang berfungsi sebagai vegetasi estetik. Vegetasi semak pada lokasilokasi tersebut adalah teh-tehan (Acalypha macrophylla), drasena (Dracaena sp.), euphorbia (Euphorbia milii), soka (Ixora sinensis), bogenvil (Bougainvillea spectabilis), dan agave. Vegetasi groundcover pun hanya terdapat di kedua lokasi tersebut, diantaranya yaitu adam hawa (Rhoeo discolor), lidah mertua (Sansiviera trifasciata) dan kacang-kacangan (Arachis pintoi). Kawasan PT KDL yang berada di tepi pantai membuat kawasan ini ditumbuhi oleh vegetasi khas tepi pantai, seperti ketapang (Terminalia catappa), cemara laut (Casuarina equisetifolia) dan kelapa (Cocos nucifera). Bahkan, untuk mengurangi dampak abrasi yang berasal dari ombak laut, maka PT KDL sengaja menanami tanaman mangrove (Gambar 4.21), yaitu api-api (Avicennia spp.) dan bakau (Rhizopora mucronata). Namun, mangrove yang umurnya masih baru ini banyak yang rusak dan terlepas dari akarnya karena hempasan ombak yang terlalu besar dan tertabrak perahu nelayan yang melabuhkan perahunya dekat dengan penanaman mangrove.
49
50
Gambar 4.21. Mangrove PT KDL tidak hanya mempertahankan vegetasi yang ada pada kawasan, namun juga menyediakan tanaman yang akan ditanam dengan membuat pembibitan tanaman (nursery) kecil di dalam kawasan, baik untuk vegetasi pohon yang umum maupun vegetasi mangrove (Gambar 4.20). Namun, karena masih tergolong baru, pengelolaan untuk pembibitan ini masih kurang baik.
Gambar 4.22. Pembibitan Pohon (kiri) dan Mangrove (kanan) 4.2.2. Kapasitas Jerapan Debu Kapasitas jerapan debu didapatkan dari metode gravimetri yang dilakukan selama empat kali pengamatan dalam selang waktu 10 hari dengan tiga kali pengulangan setiap kali pengamatan. Pengamatan pertama dilakukan pada tanggal 22 Februari 2012, pengamatan kedua pada tanggal 3 Maret 2012, pengamatan ketiga 13 Maret 2012, dan pengamatan keempat pada tanggal 23 Maret 2012. Berdasarkan hasil pengamatan tersebut, didapatkan data bahwa berat debu yang dihasilkan dalam pengamatan pertama sampai dengan keempat pada keempat sampel vegetasi mengalami peningkatan walaupun pengambilan sampel dilakukan setelah datangnya hari hujan (Tabel 4.3).
51
Tabel 4.3. Berat Debu Empat Spesies Tanaman Empat Kali Pengamatan Pengamatan 1 22 Februari 2012
Vegetasi Ketapang (Terminalia catappa) Mangga (Mangifera indica) Glodogan Bulat (Polyathia fragrans) Cemara Kipas (Thuja orientalis)
Pengamatan 2 3 Maret 2012 Berat Luas Debu Daun (g) (cm2)
Pengamatan 3 13 Maret 2012 Berat Luas Debu Daun (g) (cm2)
Pengamatan 4 23 Maret 2012 Berat Luas Debu Daun (g) (cm2)
Berat Debu (g)
Luas Daun (cm2)
0,457
197,2
0,459
62,1
0,749
134,5
0,772
125,3
0,547
63,9
0,549
63,1
1,027
124,3
1,047
78,8
0,637
38,5
0,647
30,3
1,025
44,9
1,022
24,4
0,912
118,1
0,891
95,2
0,897
76,5
0,887
54,6
Berdasarkan perhitungan dari data berat debu dan luas daun, maka didapatkan kapasitas jerapan debu. Kapasitas jerapan debu pada masing-masing sampel tanaman mengalami kenaikan dalam empat kali pengamatan (Tabel 4.4), kecuali pada tanaman mangga (Mangifera indica), yang pada pengamatan ketiga mengalami penurunan sebesar 0,044 g/m2. Hal ini dipengaruhi oleh turunnya hujan sebelum pengamatan dilakukan. Dari hasil perhitungan, maka kapasitas jerapan debu per hari yang paling besar dari keempat sampel tanaman adalah glodogan bulat (Polyalthia longifolia) sebesar 0,253 g/cm2. Tabel 4.4. Kapasitas Jerapan Debu Empat Spesies Tanaman per Hari Kapasitas Jerapan Debu (g/m2) Vegetasi Pengamatan kerata-rata per 1 2 3 4 hari Ketapang (Terminalia catappa) 0,232 0,283 0,557 0,616 0,038 Mangga (Mangifera indica) 0,856 0,870 0,826 1,329 0,047 Glodogan Bulat (Polyathia 1,655 2,135 2,283 fragrans) Cemara Kipas (Thuja orientalis) 0,772 0,936 1,173 Rata-rata Kapasitas Jerapan Debu Seluruh Vegetasi
4,189
0,253
1,625
0,085 0,106 Keempat sampel tanaman memiliki luas tajuk yang berbeda-beda, oleh
karena itu masing-masing tanaman memiliki kemampuan menjerap debu yang berbeda pula. Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan, maka tanaman yang memiliki kapasitas jerapan debu per pohon tanaman yang tertinggi adalah glodogan bulat (Polyalthia fragrans) yaitu sebesar 2.389,18 mg/hari (Tabel 4.5).
52
Tabel 4.5. Kapasitas Jerapan Debu per Pohon Vegetasi Ketapang (Terminalia Catappa) Mangga (Mangifera indica) Glodogan Bulat (Polyalthia fragrans) Cemara Kipas (Thuja Orientalis)
Jari-jari Tajuk (m)
Luas Tajuk (m2)
5 3 3 2
26,190 9,429 9,429 4,190
Kapasitas Jerapan Debu Per Pohon (mg) per hari
1.006,70 445,65 2.389,18 357,16
4.3. Aspek Sosial 4.3.1. Karyawan Pengguna tapak di PT Krakatau Daya Listrik adalah karyawan tetap, pelajar yang sedang PKL atau penelitian, satpam, petugas kebersihan, penjaga kantin, serta tamu perusahaan. Jumlah karyawan di sini sebanyak 308 orang yang sebagian besar berjenis kelamin pria, jumlah karyawan wanita hanya sebanyak 27 orang, dan itu pun hanya bekerja di bagian administrasi. Sebagian besar karyawan berdomisili di sekitar Cilegon, Serang, dan sekitarnya. Sistem kerja di PT Krakatau Daya Listrik meliputi dua macam, yaitu sistem kerja shift dan non-shift. Sistem kerja shift adalah sistem kerja yang mengharuskan karyawan bekerja secara efektif setiap hari (tidak mengenal hari libur kerja atau nasional). Karyawan PT KDL yang bekerja shift adalah karyawan di divisi operasi yang bertugas mengawasi kerja mesin di semua unit. Sedangkan sistem kerja non-shift yaitu sistem kerja yang memberlakukan karyawan bekerja secara efektif hari Senin sampai dengan Jumat (lima hari kerja). Pada hari Senin sampai Kamis jam kerja dimulai pada pukul 08.00-16.30 dengan masa istirahat 12.00-12.30 (setengah jam), sedangkan pada hari Jumat jam kerja dimulai pukul 08.00-17.00 dengan masa istirahat 12.00-13.00 (satu jam) dan jam kerja efektif baik karyawan shift atau non-shift pada PT KDL adalah delapan jam per hari. 4.3.2. Aktivitas Aktivitas pada tapak sebatas melakukan pekerjaan dalam ruangan. Jarang sekali pengguna menggunakan area luar tapak untuk melakukan aktivitasnya (Gambar 4.23). Area dalam kawasan yang terbagi menjadi dua zona, yaitu zona 2 yang merupakan daerah aman, setiap orang bebas berkeliaran dalam zona ini. Sedangkan pada zona 1, yaitu zona yang dekat dengan area inti kawasan, pengguna harus menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) berupa helm dan sepatu khusus demi keamanan. Hal ini mengakibatkan jarangnya orang yang beraktivitas
53
di luar ruangan. Terkadang, karyawan juga melakukan aktivitas olahraga sepak bola yang lapangannya berada di lokasi zona 2. Aktivitas lain yang tidak berhubungan dengan pekerjaan yaitu kerja bakti setiap satu bulan sekali. Kerja bakti ini dilakukan oleh seluruh karyawan di PT KDL untuk membersihkan seluruh area di kawasan, biasanya dilakukan setiap hari Sabtu. Selain itu, di PT KDL juga melakukan aktivitas penanaman mangrove serta pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kinerja karyawan. 4.3.3. Kebutuhan Istirahat di Luar Ruangan Bagi Karyawan 4.3.3.1. Persepsi Berdasarkan hasil kuesioner yang telah disebar kepada 30 orang karyawan di PT KDL sebagai responden (Lampiran 1), maka didapatkan kesimpulan mengenai persepsi karyawan terhadap aktivitas dan fasilitas di luar ruangan yang ada saat ini. Aktivitas istirahat yang dilakukan karyawan saat ini yaitu sebagian besar adalah makan dan minum di kantin (46,7%) aktivitas lainnya yaitu mengobrol dengan sesama karyawan (20%), tetap di dalam ruangan (16,7%), istirahat dalam mesjid (10%), serta sisanya sebanyak 6,7% memilih lebih dari satu aktivitas istirahat. Fasilitas istirahat di luar ruangan (outdoor) bagi karyawan di PT KDL saat ini menurut 53,3% karyawan menyatakan belum cukup.. Lokasi tempat-tempat istirahat karyawan di luar ruangan (outdoor) sebanyak 63,2% menyatakan belum sesuai keinginan. Kebisingan yang ada pada kawasan saat ini tidak mengganggu karyawan, karena sebanyak 80% menyatakan tidak terganggu dengan kebisingan yang ada pada kawasan. Terkait dengan persepsi karyawan terhadap ruang terbuka hijau kawasan, sebanyak 56,7% menyatakan pohon peneduh di sekitar kawasan sudah cukup untuk memberikan kenyamanan istirahat karyawan di luar ruangan dan sebanyak 70% menyatakan keindahan dari penataan pohon-pohon di sekitar kawasan dapat mengurangi kejenuhan karyawan dalam bekerja. 4.3.3.2. Preferensi Tempat favorit karyawan ketika beristirahat di luar ruangan adalah 36,7% mesjid, 26,7% kantin, 10% taman, dan 26,7% memberikan jawaban yang variatif, diantaranya yaitu memilih keluar kawasan PT KDL, dan tetap di dalam ruangan
54
(kantor). Tempat-tempat tersebut dipilih karena 30% sejuk, 20% tidak berisik, 10% teduh dan luas, 3,3% indah, dan 26,7% memberikan jawaban lain, yaitu karena tidak ada pilihan lain, banyak variasi makanan, dan nyaman. Fasilitas yang perlu ditambahkan untuk menunjang kebutuhan istirahat karyawan di luar ruangan yaitu 40% taman kecil, 30% gazebo, 6,7% lapangan olahraga, 3,3% pasar swalayan, 3,3% kantin dan 16,7% memberikan pilihan lain, diantaranya yaitu ruang driver, kantin yang menyediakan makanan yang lebih variatif. Kriteria lokasi beristirahat di luar ruangan yang paling sesuai untuk karyawan yaitu 30% teduh, 20% sejuk, 13,3% tidak berisik, 6,7% luas, 3,3% indah, serta 26,7% memberikan jawaban lain yaitu nyaman, alamiah, bebas dari asap rokok, dan sepi. Kegiatan yang ingin lakukan karyawan di luar ruangan dalam kawasan untuk mengurangi kejenuhan setelah bekerja yaitu 56,7% berkumpul dengan teman 23,3% bersantai di taman, 6,7% berolahraga, 6,7% jalan-jalan dan 6,7% lain-lain. Fasilitas yang sesuai untuk menunjang kegiatan
yang mengurangi
kejenuhan tersebut adalah gazebo, bangku taman, jogging track, serta kantin dengan taman yang asri dan hijau (kantin outdoor).
55
56
ANALISIS
5.1. Aspek Fisik 5.1.1. Lokasi dan Aksesibilitas Lokasi PT Krakatau Daya Listrik berada barat kawasan Krakatau Industrial Estate Cilegon (KIEC), tepatnya berada di tepi pantai. Lokasi ini berada di tengah-tengah kawasan industri, dan berada jauh dari pemukiman. Hal ini menunjukkan lokasi ini cukup strategis dan aman karena pencemaran yang dihasilkan pabrik tidak berdampak langsung pada pemukiman penduduk. Selain itu, letaknya yang berada di tepi pantai juga menjadi potensi bagi pabrik karena air laut yang dimanfaatkan sebagai air pendingin bisa didapatkan dalam jumlah yang memadai. Namun, lokasi yang berada di tepi pantai ini rentan terhadap abrasi ombak pantai, sehingga diperlukan penanaman mangrove. Lokasi kawasan yang berada di tengah-tengah kawasan industri dan di tepi pantai membuatnya jauh dijangkau. Kawasan PT KDL hanya dapat dijangkau oleh kendaraan bermotor dan angkutan umum tidak boleh sembarangan masuk dalam kawasan. Aksesibilitas yang tinggi oleh kendaraan bermotor ini membuat pencemaran udara dan kebisingan yang berdampak buruk bagi kesehatan dan kenyamanan karyawan serta pengguna jalan di sekitar kawasan. Oleh karena itu dibutuhkan elemen tanaman yang dapat mengurangi dampak pencemaran dari kendaraan bermotor tersebut. 5.1.3. Iklim Menurut Robbinete (1977), suhu udara yang nyaman untuk manusia sebesar 21-27ºC, ini berarti suhu udara pada tapak sudah hampir tidak nyaman manusia karena suhu tertinggi sebesar 31,6ºC dan suhu terendah sebesar 23ºC. Lama penyinaran matahari sebesar 33-92% yang cukup tinggi ini mengakibatkan suhu permukaan pada tapak meningkat sehingga menyebabkan panas dan kurang sesuai untuk kenyamanan. Kelembaban udara pada tapak sebesar 76-85%, kondisi ini membuat ketidaknyamanan bagi manusia karena menurut Laurie (1986), kelembaban yang ideal bagi kenyamanan manusia untuk melakukan aktivitasnya adalah berkisar antara 40-75%. Semua kondisi iklim tersebut mengakibatkan ketidaknyamanan pada tapak, oleh karena itu dibutuhkan tanaman yang dapat
57
memodifikasi iklim mikro, penanaman pohon penaung/peneduh dengan tajuk spread, pemilihan tanaman sebagai fitoshelter yang dapat mengurangi radiasi matahari langsung pada tapak serta pemanfaatan angin untuk mengurangi kelembaban dengan mengarahkan angin ke pusat aktivitas dan istirahat pengguna tapak. Robbinette (1977) menyatakan bahwa vegetasi dapat mengontrol sinar matahari melalui penyaringan radiasi matahari, penurunan suhu permukaan tanah dan pemantulan radiasi matahari. Agustini (1994) dalam Jahara (2002) menyatakan bahwa pohon bertajuk memayung merupakan jenis pohon yang sesuai untuk dijadikan sebagai tanaman penaung. Curah hujan yang cukup tinggi bermanfaat sebagai penyedia kebutuhan air bagi tanaman. Selain itu, air hujan dapat menghapus debu yang terjerap pada daun, karena jika daun terlalu banyak tertimbun oleh debu maka tanaman tidak efektif lagi untuk menjerap debu yang dihasilkan pabrik dan juga mengakibatkan tanaman mati. Apabila debu yang terlalu banyak bergabung dengan uap air atau hujan gerimis membentuk kerak yang tebal pada permukaan daun dan tidak dapat tercuci dengan air hujan kecuali dengan menggosoknya, lapisan kerak tersebut akan mengganggu proses fotosintesis pada tanaman karena menghambat masuknya sinar matahari dan mencegah pertukaran CO2 dengan atmosfer, akibatnya
pertumbuhan
tanaman
menjadi
terganggu
(Fardiaz
1992).
Menempelnya debu pada tanaman pun mengakibatkan penurunan kualitas visual karena tanaman terlihat kotor. Curah hujan pada tapak cocok untuk vegetasi khas hutan hujan tropis. Namun curah hujan pada tapak tidak terlalu tinggi, sehingga alternatif perencaanaan penunjang ruang terbuka hijau untuk permasalahan ini adalah penggunaan vegetasi berkayu yang memiliki evapotranspirasi rendah, sehingga cadangan air yang terserap oleh tanaman tidak mudah menguap. Arah angin rata-rata pada tapak umumnya berasal dari arah barat, timur laut, dan utara dengan kecepatan angin rata-rata sebesar 2-4 knot. Kecepatan angin sudah nyaman bagi manusia, namun arah angin yang bervariasi ini mengakibatkan debu dan pencemaran udara yang dihasilkan pabrik menuju ke segala arah, sehingga dibutuhkan tanaman sebagai pengontrol arah angin agar pencemaran tidak berdampak ke luar kawasan.
58
5.1.4. Tanah Tanah Regosol yang merupakan jenis tanah pada kawasan adalah tanah yang berasal dari material gunung berapi, bertekstur (mempunyai butiran) kasar bercampur dengan pasir dengan solum tebal, dan memiliki tingkat kesuburan rendah. Menurut penjelasan Soepraptohardjo (1975), tanah regosol mempunyai corak dan sifat-sifat sebagai berikut: warna kelabu hingga kuning, bertekstur pasir (kadar liat kurang dari 40%), berstruktur berbutir tunggal, kadar bahan organik rendah, daya adsorbsi rendah, permeabilitas tinggi, kejenuhan basa beragam, kemasaman beragam, dan kepekaan erosi besar. Berdasarkan sifat-sifat tanah regosol tersebut, maka jenis tanah ini menahan air sehingga menyebabkan penggenangan, permeabilitas tinggi yang artinya pada saat kering tanah mengerut dan ketika basah tanah mengembang, hal ini membuat ion-ion dalam tanah mudah hilang, dan ketersediaan N dalam tanah rendah sehingga bahan organik pun rendah. Oleh karena itu dibutuhkan penambah bahan organik, vegetasi yang toleran terhadap penggenangan, dapat menambat N dalam tanah (Leguminosae), serta penanaman dianjurkan antara tanaman pengikat N dari udara diselingi dengan spesies tanaman lain. Kepekaaan erosi yang besar dari jenis tanah ini membutuhkan tanaman untuk mengkonservasi tanah dengan memilih tanaman yang memiliki perakaran dalam dan kuat. 5.1.5. Topografi Kawasan PT Krakatau Daya Listrik yang memiliki kemiringan relatif datar cocok untuk pembangunan karena tidak membutuhkan rekayasa dan modifikasi tapak. Selain itu topografi yang relatif datar cocok untuk segala macam aktivitas di atasnya, begitu pula untuk berbagai macam aktivitas rekreasi untuk karyawan. Namun topografi yang datar ini menyebabkan kawasan menjadi rentan dengan penggenangan air, dan juga banjir serta masalah drainase pada tapak. Oleh karena itu dibutuhkan tanaman yang toleran penggenangan serta perbaikan sistem drainase agar air tidak tergenang. Drainase yang baik diperlukan untuk menciptakan dan memperbaiki sistem aerasi bagi pertumbuhan perakaran tanaman. Selain itu, drainase yang baik di kawasan diperlukan untuk mengalirkan dan membuang debu yang tercuci oleh hujan. Tapak yang terlalu landai pun mengakibatkan kemonotonan dalam hal kualitas visual, oleh karena itu perlu
59
penanaman vegetasi dalam berbagai strata. Hasil analisis hidrologi dapat dilihat pada Gambar 5.1. Klasifikasi kemiringan lahan mempengaruhi kesesuaian untuk rekreasi karyawan, analisisnya dapat dilihat pada Tabel 5.1. Tabel 5.1. Analisis Kemiringan Lahan untuk Rekreasi Karyawan Kemiringan Kesesuaian untuk Alternatif Analisis Lahan Rekreasi Karyawan Perencanaan 0-3% Tinggi - Ideal untuk - Penempatan berbagai ruang dan struktur fasilitas fasilitas luar ruang. rekreasi untuk - Mempunyai karyawan. fleksibilitas maksimum untuk pengembangan bangunan, dan dapat menempatkan struktur yang massif di atasnya - Berbagai aktivitas dapat di lakukan di atasnya 3-8% Sedang - Sesuai untuk - Penempatan berbagai tipe struktur tertentu penggunaan dan yang tidak fungsi lahan masif seperti namun penempatan bangku. bangunan atau struktur disesuaikan dengan arah dan orientasi lereng. - Drainase baik 5.1.6. Hidrologi Aliran air keluar kawasan (drainase) pada tapak seluruhnya menuju ke laut. Topografi yang relatif datar mengakibatkan tapak yang bearda di tepi laut menjadi rentan penggenangan, terutama pada saat air laut mengalami pasang. Oleh karena itu dibutuhkan tanaman tepi pantai yang toleran penggenangan pada area tepi laut. Tipe pasang surut perairan di tepi kawasan adalah pasang surut campuran condong ke harian ganda yang dalam 24 jam akan mengalami dua kali periode pasang dan dua kali periode surut. Hal ini mengakibatkan wetland akan terendam secara periodik ketika air mencapai pasang ukuran menengah, dan
60
hanya Rhizopora dan Avicennia yang dapat hidup di lingkungan dengan klasifikasi tersebut (Kusumastuti 2009). Aliran air yang masuk kawasan terdapat dua tipe, yaitu sumber air berasal dari air laut yang masuk melalui pipa siphon serta sumber air dari Rawa Dano yang berlokasi di luar kawasan. Kedua aliran masuk air ini tidak membuat tapak menjadi rentan dengan penggenangan karena aliran air tidak berada di atas permukaan tanah. Aliran air yang masuk dan keluar kawasan berpengaruh terhadap kesesuaian
untuk rekreasi karyawan, analisisnya dapat dilihat pada
Tabel 5.2 dan Gambar 5.2. Tabel 5.2. Analisis Hidrologi untuk Rekreasi Karyawan Kesesuaian untuk Hidrologi Analisis Rekreasi Karyawan Outlet Rendah Tapak rentan dengan penggenangan, terutama pada saat air laut pasang serta hujan lebat, sehingga aktivitas di atasnya sangat terbatas. Inlet Sedang Tapak tidak rentan dengan penggenangan, namun aktivitas di atasnya masih terbatas karena adanya aliran air di bawah permukaan tanah. 5.1.6. Tata Guna Lahan
Alternatif Perencanaan Penanaman vegetasi toleran penggenangan dan perbaikan drainase.
Membatasi pembangunan struktur di atasnya.
Menurut Inmendagri No. 14 tahun 1988, standar luas ruang terbuka hijau suatu kota/kawasan sebesar 40-60% dari total wilayah yang bersangkutan. Hal ini berarti dengan luas kawasan sebesar 87,7 ha maka luas area yang harus dihijaukan pada kawasan minimal sebesar 35 ha. Berdasarkan standar tersebut, perbandingan area terbangun dan area terbuka saat ini (existing) sebesar 10:90 sudah cukup baik untuk kawasan sebelum area pengembangan dilakukan. Namun penggunaan lahan yang didominasi oleh area kosong berupa hamparan rumput kurang baik untuk kawasan, karena hamparan rumput kurang efektif dalam menyerap debu dan gas. Area kosong yang merupakan area pengembangan kawasan PLTGU dan PLTU
61
dengan bahan bakar batu bara memungkinkan pencemaran udara yang lebih besar, sehingga dibutuhkan penanaman pohon yang dapat menjerap debu dari batu bara, dengan penanaman berbentuk green belt di sekitar lahan penimbunan batu bara untuk mengurangi dampak pencemaran tersebut. Area terbangun yang terdiri dari bangunan yang memiliki struktur yang kuat diberi penanaman vegetasi di sekitar bangunan untuk memperhalus struktur tersebut. Tata guna lahan pada tapak saat ini berpengaruh terhadap kesesuaian lahan untuk rekreasi karyawan. Hasil analisis tata guna lahan untuk rekreasi karyawan dapat dilihat pada Gambar 5.3 dan Tabel 5.3. Tabel 5.3. Analisis Tata Guna Lahan untuk Rekreasi Karyawan Tata Guna Kesesuaian untuk Alternatif Analisis Lahan Rekreasi Karyawan Perencanaan Area Rendah Sebagian besar Penanaman terbangun merupakan zona vegetasi yang PLTU, lokasi sumber dapat polutan dan bising melembutkan sehingga rekreasi struktur karyawan tidak cocok bangunan di ditempatkan di area sekitar area ini.Selain itu struktur terbangun bangunan yang kuat mengurangi keindahan pada tapak Area terbuka Tinggi Vegetasi yang Mempertahankan (pohon) meningkatkan vegetasi pohon kenyamanan manusia yang telah dan dapat tertanam. mengurangi dampak polusi dan bising sangat cocok untuk tempat istirahat karyawan. Area terbuka Sedang Lahan kosong Menambahkan (lahan berpotensi untuk elemen vegetasi kosong) tempat rekreasi untuk karyawan, namun memperbaiki karena radiasi iklim mikro dan matahari langsung meningkatkan mencapai permukaan kenyamanan. lahan sehingga area menjadi kurang nyaman.
62
63
64
65
5.1.7. Pembagian Kawasan PLTU Setiap bagian-bagian di kawasan PT KDL telah memiliki penanaman masing-masing, namun ada beberapa yang perlu ditambahkan.
Penanaman
vegetasi pada area penerimaan perlu ditambahkan, terutama di lokasi parkir yang membutuhkan vegetasi peneduh. Pada taman kecil yang menjadi area selamat datang pada tapak perlu ditata lebih baik lagi serta penambahan vegetasi estetik yang menunjukkan identitas tapak. Penanaman vegetasi pada area gedung administrasi sudah cukup baik, vegetasi yang telah tertanam dipertahankan. Area pelayanan yang diletakkan terpisah-pisah perlu dibuat dalam satu area, penambahan fasilitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pengguna dalam tapak. Lokasi area ini perlu diperhatikan, sebaiknya jauh dengan area inti yang memiliki banyak permasalahan, baik polusi udara maupun suara yang mengganggu aktivitas istirahat bagi pengguna. Vegetasi pada area ini disesuaikan dengan kebutuhan dalam tapak. Permasalahan terbesar terdapat pada area inti, yaitu polusi udara dan suara. Permasalahan ini dapat diatasi dengan penanaman vegetasi yang dapat mengurangi pencemaran udara serta peredam kebisingan dengan pemilihan vegetasi yang sesuai dan penanaman tertentu. Area pengembangan merupakan area yang saat ini masih kosong dan hanya didominasi oleh rerumputan. Oleh karena itu perlu penambahan vegetasi dengan variasi strata yang sesuai dengan kebutuhan area ini, terutama vegetasi yang dapat mengatasi permasalahan yang akan dihadapi apabila area ini telah terbangun. 5.1.7. Sistem Pembangkit Listrik Tiap unit pembangkit di PT Krakatau Daya Listrik terdiri dari satu boiler (ketel), satu turbin generator dan ragam peralatan pembantu lainnya. Setiap komponen dari pembangkit listrik ini mengeluarkan suara yang terus
menerus
(kontinyu) dan mengakibatkan kebisingan di sekitar kawasan yang dekat dengan komponen pembangkit (zona PLTU). Berdasarkan hasil pengukuran kebisingan oleh divisi K3LH didapatkan hasil bahwa komponen turbin yang paling besar mengeluarkan bising dalam tempat kerja. Kebisingan ini perlu diredam agar tidak mengganggu kenyamanan para karyawan di luar area inti dengan penanaman tanaman peredam kebisingan di sekitar area inti dengan penanaman tertentu.
66
Sistem pembangkit memerlukan bahan bakar untuk menjalankan mesinnya. Bahan bakar utama dari PLTU PT KDL saat ini adalah Gas alam (Natural Gas) dan Bahan Bakar Minyak (BBM) Residu. Bahan bakar gas alam sangat ramah untuk lingkungan karena tidak menghasilkan polusi dari sisa pembakarannya sehingga tidak ada permasalahan untuk ini. Namun, penggunaan bahan bakar minyak residu menjadi masalah karena polusi udara dan debu dihasilkan dari pembakaran ini. Oleh karena itu dibutuhkan tanaman yang dapat mengurangi dampak negatif pencemaran tersebut. Jenis boiler di PT Krakatau Daya Listrik adalah sirkulasi alam (natural circulated boiler). Jenis Boiler ini ramah untuk lingkungan di PT Krakatau Daya Listrik karena gas hasil pembakaran dimanfaatkan untuk memanaskan komponen di dalam boiler sehingga gas buang yang dikeluarkan dari cerobong menjadi berkurang, polusi yang dihasilkan pun semakin sedikit. 5.1.8. Polusi 5.1.8.1. Kualitas Udara Kualitas udara yang terdapat pada tapak tidak melewati ambang batas yang ditetapkan pemerintah, namun tetap diperlukan rencana ruang terbuka hijau untuk mengurangi pencemaran yang ada saat ini. Bahkan, jika rencana pengembangan kawasan PLTU dengan bahan bakar batu bara telah terlaksana, maka hal ini menjadi pertimbangan yang sangat besar karena pencemaran debu yang dihasilkan dari bahan batu bara merupakan polusi yang terbesar dibandingkan dengan bahan bakar lainnya (Sutrisna & Rahardjo 2009). Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi pencemaran debu ini adalah dengan memilih tanaman yang efektif dalam menjerap debu, penanaman dengan jarak tanam tertentu dengan mempertimbangkan arah dan kecepatan angin agar penyebaran debu tidak berdampak besar di dalam maupun di luar kawasan. Menurut Grey dan Deneke (1978) pola penanaman yang tegak lurus terhadap arah angin, konsentris mengelilingi sumber polusi dan menggunakan pembatas (tanaman) yang rapat mampu mengurangi polusi udara. Menurut Frick dan Suskiyatno (1998) tanaman semak dan pohon yang lebar dan beraneka ragam dapat mengurangi debu dan meredam kebisingan.
67
Pemilihan pohon yang berdaun kasar efektif untuk mengurangi pencemaran debu, karena daun yang berbulu dan berlekuk seperti halnya daun bunga matahari dan kersen mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menjerap partikel daripada daun yang mempunyai permukaan yang halus (Wedding dkk. dalam Smith 1981). Penanaman pada tapak pun dilakukan berstrata, karena pohon tinggi yang bertajuk perlu dilindungi bagian bawahnya dengan semak atau perdu untuk menjerap debu dan mengontrol kecepatan angin. Menurut Zoer‟aini Djamal Irwan (1994) dalam Dahlan
(2004) hutan kota yang berstrata banyak lebih efektif menurunkan kadar debu, yaitu sebesar 53,56%, dibandingkan dengan hutan kota yang berstrata dua menurunkan kadar debu sebesar 42,89%. 5.1.8.2. Distribusi Polutan Polusi udara dan partikel (debu) mudah terbawa oleh angin, oleh karena itu distribusi polutan dapat dianalisis dari arah dan kecepatan angin rata-rata di kawasan. Arah dan kecepatan angin akan menentukan daerah yang akan terkena dampak dari penyebaran polutan (Rouse (1975) dalam Aji BS (2006)). Pencemaran udara dianggap memasuki atmosfer dengan laju satu satuan per detik. Semakin besar kecepatan angin pada suatu daerah sumber pencemar maka konsentrasi pencemar pada daerah itu sendiri berkurang, Jika kecepatan angin lebih kecil dimungkinkan konsentrasinya akan tetap berada di daerah sumber. Menurut Sastrawijaya (1991), kecepatan angin akan mempengaruhi distribusi pencemar. Konsentrasi pencemar akan berkurang jika angin berkecepatan tinggi dan membagikan kecepatan tersebut secara mendatar atau vertikal. Angin dapat berperan sebagai pengencer polutan. Kecepatan angin akan mengalami peningkatan seiring dengan ketinggian tempat. Semakin tinggi letak sumber pengeluar pencemar akan memudahkan dalam pengenceran polutan. Selain itu, pada kelerengan yang datar angin akan menyebarkan polutan dengan merata karena sedikitnya halangan. Berdasarkan data yang didapat dari Stasiun BMKG Serang, arah angin rata-rata bulanan pada tapak mengarah dari utara, barat, dan timur laut, sedangkan kecepatan angin rata-rata sebesar 2,33 knot. Jika dikonversikan, 1 knot = 1,852 km/jam = 0,5144 m/s, maka 2,33 knot = 4,315 km/jam = 1,199 m/s. Berdasarkan hal tersebut, maka polusi yang terbawa angin dapat mencapai ke 4,315 km dari sumber polusi dalam waktu satu jam atau 1,119 m dalam waktu 1 sekon. Hal ini
68
menjadikan distribusi polutan mencapai keluar dari kawasan sehingga polusi yang dihasilkan kawasan dapat memberi dampak negatif bagi kawasan sekitarnya. Berdasarkan pengaruh kecepatan dan arah angin maka distribusi penyebaran polutan dapat dillihat pada Gambar 5.4. Permasalahan polusi ini berpengaruh besar terhadap kesesuaian lahan untuk rekreasi karyawan, komponen yang berpengaruh adalah konsentrasi polutan, baku mutu, serta vegetasi eksisting pada tapak sehingga dihasilkan analisis pada Tabel 5.4 dan Gambar 5.5. Tabel 5.4. Analisis Distribusi Polutan untuk Rekreasi Karyawan Kesesuaian untuk Konsentrasi Baku Mutu Vegetasi Eksisting Rekreasi Polutan (µg/m3) Karyawan di bawah baku Ada Sedang >0,296 mutu Tidak ada Rendah di bawah baku Ada Sedang 0,265-0,296 mutu Tidak ada Rendah di bawah baku Ada Tinggi 0,027-0,265 mutu Tidak ada Sedang di bawah baku Ada Tinggi <0,027 mutu Tidak ada Tinggi Permasalahan ini dapat diatasi dengan menanam vegetasi pereduksi polutan dan pengontrol arah angin di dekat sumber polutan dan di sepanjang perbatasan kawasan PT KDL sehingga menjadi green belt kawasan. Penanaman vegetasi pereduksi polutan akan semakin rapat pada lokasi yang dekat dengan sumber polutan untuk mengurangi penyebarannya ke sekitar sumber polutan (Gambar 5.6 dan Tabel 5.5). Tabel 5.5. Analisis Potensi Penanaman Vegetasi Pereduksi Polutan Konsentrasi Jarak dengan Rintangan Kerapatan Penanaman 3 Polutan (µg/m ) Sumber Polutan Penanaman Tinggi Tidak ada penanaman >0,296 Dekat Rendah Sedang Tinggi Tidak ada penanaman 0,265-0,296 Jauh Rendah Rendah Tinggi Tidak ada penanaman 0,027-0,265 Sangat dekat Rendah Tinggi Tinggi Tidak ada penanaman <0,027 Dekat Rendah Rendah
69
70
71
72
5.1.8.3. Kebisingan Tingkat kebisingan yang dihasilkan pada tapak, terutama di zona PLTU dinilai sangat tinggi karena berada di atas ambang batas yang ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini menyebabkan terganggunya kenyamanan pengguna tapak. Reduksi kebisingan pada jalur yang dilalui oleh transmisi suara dapat dilakukan dengan meningkatkan jarak antara sumber suara dengan penerima atau dengan menggunakan tabir atau screen barrier massif maupun transparan yang bisa berupa dinding, tembok, atau vegetasi (Fitriyati 1998). Pemilihan tanaman yang dapat meredam kebisingan dan pola penanaman yang tepat adalah solusi untuk permasalahan ini. Namun, kerapatan tanaman lebih penting daripada jenis spesies untuk mengurangi kebisingan. Menurut Grey dan Deneke (1978) pohon dan semak dapat meredam kebisingan 5-8 dB bahkan sampai 10 dB untuk penanaman yang lebar, tinggi dan rapat. Menurut Harris dan Dines (1988) kombinasi antara pohon dan semak dengan lebar penanaman 30 m mampu mereduksi kebisingan 35 dB. Tipe tanaman yang paling baik mereduksi bising adalah tipe daun jarum, tipe daun tebal kaku besar, tipe daun tipis lembut kecil, tipe daun tipis lembut besar dan tipe daun tebal kaku kecil (Yuliarti 2002). Keputusan
Menteri
Lingkungan
Hidup
No.
48/MENLH/11/1996,
menetapkan Kriteria Daerah Bising (KDB), yaitu Daerah Aman Bising (DAB) untuk tingkat kebisingan 60-65 dB, Daerah Moderat Bising (DMB) dengan tingkat kebisingan antara 65 s/d 75 dB serta Daerah Resiko Bising (DRB) dengan tingkat kebisingannya lebih dari 75 dB. Tingkat kebisingan pada tapak pun dibagi berdasarkan kriteria tersebut, namun ditambah dengan satu daerah lagi, karena tingkat kebisingannya kurang dari 60 dB, sehingga disebut dengan daerah tidak bising (Gambar 5.7 dan Tabel 5.6). Penanaman vegetasi untuk meredam kebisingan pada masing-masing daerah pun dibedakan berdasarkan kerapatannya, yaitu DAB dengan kerapatan rendah, DMB dengan kerapatan sedang, dan DRB dengan kerapatan tinggi (Gambar 5.8). Pada daerah tidak bising tidak perlu ditambahkan vegetasi khusus untuk peredam kebisingan. Jenis tanaman yang dapat digunakan untuk penghalang kebisingan harus memiliki kerimbunan dan kerapatan daun yang cukup dan merata mulai dari permukaan tanah hingga ketinggian yang diharapkan. Untuk itu perlu diatur suatu kombinasi antara
73
74
75
76
tanaman penutup tanah, perdu dan pohon atau kombinasi dengan bahan lainnya sehingga efek penghalang menjadi optimum. Berdasarkan hasil kuesioner, karyawan PT KDL memilih salah satu kriteria tempat istirahat yang ideal di kawasan, yaitu tidak bising. Oleh karena itu, tingkat kebisingan sangat mempengaruhii kesesuaian lahan untuk rekreasi karyawan. Hasil analisis kesesuaian distribusi bising untuk rekreasi karyawan dapat dilihat pada Tabel 5.6 dan Gambar 5.9. Tabel 5.6. Analisis Distribusi Kebisingan untuk Rekreasi Karyawan dan Rencana Penanaman Vegetasi Peredam Kebisingan Kesesuaian untuk Rekreasi Tingkat Kebisingan Kerapatan Penanaman Karyawan Daerah Resiko Bising Rendah Tinggi (DRB) (>75 dB) Daerah Moderat Bising Rendah Sedang (DMB) (65-75 dB) Daerah Aman Bising Sedang Rendah (DAB) (60-65 dB) Daerah tidak bising Tidak ada penanaman Tinggi (<60 dB) khusus 5.2. Aspek Biofisik 5.2.1. Vegetasi Vegetasi yang ada pada tapak saat ini yang sebagian besar merupakan tanaman berkayu sangat baik untuk membantu mengurangi masalah kualitas lingkungan sehingga keberadaannya dipertahankan. Keragaman dari vegetasi pun sudah tinggi, setiap vegetasi sudah tertanam sesuai dengan fungsinya dalam tapak dan tertata dengan cukup baik sehingga kualitas visual pada tapak sudah baik terutama di area penerimaan dan administrasi. Pada area inti yang didominasi oleh bangunan perlu penambahan jumlah vegetasi yang dapat memperlembut struktur kuat dari bangunan. Pada area pengembangan tapak yang masih kosong dan masih didominasi oleh rerumputan perlu ditanami vegetasi yang sesuai dengan kebutuhan dalam tapak, baik dari segi fungsi dan estetika. Ketersediaan pembibitan tanaman pada tapak merupakan potensi yang sangat tinggi untuk memenuhi kebutuhan vegetasi pada area pengembangan, oleh karena itu pengelolaan dalam pembibitan ini perlu ditingkatkan lagi. Secara keseluruhan, perlu direncanakan penanaman dalam berbagai strata dan penempatan yang sesuai dengan kebutuhan serta kondisi tapak. Tata letak tanaman pun perlu didekatkan
77
pada sumber polusi dan pemilihannya disesuaikan dengan jenis polutan yang dikeluarkan. Penanaman mangrove untuk mencegah intrusi dari ombak air laut baru dilaksanakan pada sebagian area tepi pantai di tapak. Pembibitan mangrove pada tapak pun menjadi potensi yang sangat besar untuk menambah vegetasi mangrove pada area yang belum tertanam. Permasalahan tanaman mangrove yang baru ditanam banyak yang rusak dan terlepas dari akarnya karena hempasan ombak yang terlalu besar dapat diatasi dengan menanam vegetasi mangrove yang sudah agak besar sehingga dapat menahan ombak laut. 5.2.2. Hasil Analisis Kapasitas Jerapan Debu Berdasarkan hasil analisis metode gravimetri, maka didapatkan jumlah populasi pohon yang harus ditanam pada kawasan, yaitu terdiri dari jumlah pohon, lokasi penanaman dan luas area yang ditanam. Jumlah pohon yang ditanam pada tapak dapat dilihat pada Tabel 5.7. Dari keempat sampel tanaman yang diamati, maka tanaman yang dominan akan ditanam pada tapak adalah cemara kipas (Thuja orientalis), karena vegetasi ini memenuhi kriteria sebagai tanaman penjerap polutan dan bentuk tajuknya yang indah menjadi identitas bagi tapak. Tabel 5.7. Rencana Jumlah Pohon yang Ditanam di Seluruh Kawasan PLTU Persentase proporsi Jumlah emisi Jumlah Vegetasi emisi yang diambil (mg/hari) Pohon tiap tanaman (%) Ketapang (Terminalia 1.112.950,5 20 221 catappa) Mangga (Mangifera 1.112.950,5 20 499 indica) Glodogan Bulat 1.112.950,5 30 140 (Polyalthia fragrans) Cemara Kipas (Thuja 1.112.950,5 30 935 orientalis) Jumlah Pohon yang ditanam 1.795 Seluruh vegetasi ditanam di area green belt, sisi jalan, di sekitar sumber polutan dan sumber bising. Green belt merupakan ruang yang ditanami di sekitar tepi batas mengelilingi kawasan dan pada lokasi lainnya. Penanaman tanaman pantai (Ketapang) yang bertajuk lebar jarak tanam ideal adalah 5 m x 5 m. Sedangkan penanaman pohon yang bertajuk kecil jarak tanam idealnya 3 m x 3 m.
78
Penanaman pohon glodogan bulat di area yang paling dekat dengan sumber polutan dan memiliki kerapatan yang tinggi karena memiliki kapasitas menjerap debu paling tinggi. Penanaman mangga di area konsentrasi polutan tinggi dengan kerapatan penanaman sedang dan penanaman cemara kipas di area konsentrasi sedang dengan kerapatan rendah. Sedangkan penanaman ketapang di area dengan konsentrasi polutan rendah dengan kerapatan penanaman rendah karena ketapang memiliki tajuk yang besar dan hanya dapat ditanam dengan kerapatan penanaman rendah. Lokasi penanaman empat spesies pohon tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.8. Tabel 5.8. Lokasi Penanaman Empat Spesies Pohon dengan Jarak Tanam dan Luas Tertentu pada Green Belt Lokasi dengan Luas Jarak konsentrasi Jumlah Nama Spesies Area Tanam polutan (µg/ Pohon (Ha) (m x m) m3 ) Ketapang (Terminalia <0,027 3,21 5x5 221 catappa) Mangga (Mangifera >0,296 6,46 5x5 499 indica) Glodogan Bulat 0,027-0,265 2,81 3x3 140 (Polyalthia fragrans) Cemara Kipas (Thuja 0,265-0,296 6,46 3x3 935 orientalis) 5.3. Aspek Sosial Berdasarkan hasil kuesioner yang telah disebar kepada 30 responden pada tapak, dihasilkan bahwa sebagian besar responden lebih memilih untuk melakukan istirahat di dalam ruangan, pertimbangan paling besar adalah karena kurangnya fasilitas istirahat di luar ruangan, kurang sesuainya lokasi tempattempat istirahat yang ada saat ini serta kondisi luar ruangan dalam kawasan yang tidak memungkinkan untuk beristirahat. Hal ini dikarenakan lokasi aktivitas karyawan dekat dengan zona 1 yang tidak memungkinkan keleluasaan karyawan untuk berlalu lalang. Namun, kebisingan yang ada pada tapak saat ini tidak mengganggu kenyamanan istirahat bagi karyawan, jumlah pohon yang ada pada tapak sudah cukup memberikan kenyamanan serta penataan tanaman pada tapak pun mengurangi kejenuhan karyawan. Berdasarkan hal tersebut, maka yang perlu dilakukan adalah menambah fasilitas istirahat di luar ruangan yang sesuai dengan keinginan karyawan.
79
Tempat favorit karyawan ketika beristirahat di luar ruangan saat ini adalah mesjid dan kantin, bahkan sebagian juga memilih untuk keluar kawasan karena tidak ada tempat istirahat yang sesuai untuk mereka. Sebagian besar memilih tempat istirahat dengan kondisi yang sejuk dan teduh, sehingga ruangan yang berAC menjadi pilihan karyawan untuk beristirahat. Menurut Kuchelmeister dan Braatz (1993) dalam Dahlan (2004) tanaman yang mengitari sebuah gedung mampu memberikan efek kesejukan setara dengan 15 buah AC dengan kemampuan
4.200
KiloJoule.
Pemanfaatan
pohon
untuk
menciptakan
kenyamanan akan memberikan efisiensi yang dapat mengurangi pengeluaran untuk biaya penggunaan AC dan mengurangi pemicu global warming. Oleh karena itu dibutuhkan tempat istirahat di luar ruangan yang nyaman dengan penanaman pohon peneduh. Faktor lain yang menjadi pilihan karyawan dalam memilih tempat istirahat yaitu kebisingan, sehingga perlu ditanami pohon peredam bising dan penempatan lokasi tempat istirahat yang jauh dari sumber kebisingan. Aktivitas istirahat yang ingin dilakukan sebagian besar karyawan di luar ruangan dalam kawasan untuk mengurangi kejenuhan setelah bekerja adalah berkumpul dengan teman. Fasilitas utama yang perlu ditambahkan untuk menunjang kebutuhan tersebut yaitu taman kecil. Taman kecil yang dimaksud adalah taman yang mengakomodasi kebutuhan karyawan dalam berkumpul dengan teman, yaitu dilengkapi dengan fasilitas untuk berkumpul, elemen taman yang menyejukkan, penataan tanaman yang sedemikian rupa, dan penambahan pohon peneduh untuk meningkatkan kenyamanan. Fasilitas lainnya yaitu gazebo, bangku taman, kantin outdoor.
Aktivitas istirahat lain yang ingin dilakukan
karyawan yaitu olahraga (sepak bola), dan jalan-jalan. Fasilitas yang sesuai untuk menunjang aktivitas tersebut adalah lapangan dengan penempatan lokasi yang tepat, jogging track dengan penanaman pohon peneduh dan pengarah. 5.4. Hasil Analisis Keseluruhan Berdasarkan hasil analisis secara deskriptif dan overlay dari beberapa peta tematik maka diperoleh deskripsi permasalahan lingkungan di Kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Uap di PT Krakatau Daya Listrik Cilegon Banten (Tabel 5.9) serta peta alternatif penyelesaiannya melalui ruang terbuka hijau.
80
Alternatif penyelesaian digambarkan melalui pemilihan tanaman dan fasilitas RTH yang dibutuhkan dalam tapak. Peta kesesuaian lahan untuk rekreasi karyawan (Gambar 5.10) didapatkan dari overlay 5 peta, yaitu peta kesesuaian kemiringan lahan, peta kesesuaian hidrologi, peta kesesuaian topografi, peta distribusi polutan serta peta distribusi kebisingan, sehingga dihasilkan peta yang menunjukkan lokasi yang dapat dimanfaatkan untuk rekreasi karyawan. Peta rencana blok penanaman didapatkan dari hasil overlay 4 peta, yaitu peta kesesuaian lahan untuk rekreasi karyawan, peta sirkulasi, peta potensi ruang penanaman vegetasi pereduksi polutan serta peta rencana blok penanaman vegetasi peredam kebisingan (Gambar 5.11).
Peta rencana blok penanaman
menjadi acuan dalam menentukan penanaman yang sesuai pada tapak. Tabel 5.9. Solusi Permasalahan di PT Krakatau Daya Listrik Cilegon Banten No. 1.
2.
Elemen Lokasi dan Aksesibilitas
Iklim a. Suhu
b. Penyinaran Matahari
c. Kelembaban
Masalah
Solusi
Lokasi yang berada di tepi pantai rentan terhadap abrasi ombak pantai Aksesibilitas yang tinggi oleh kendaraan bermotor ini membuat pencemaran udara dan kebisingan
Penambahan vegetasi mangrove Penggunaan vegetasi peredam kebisingan dan pereduksi polutan
31,6ºC dan suhu terendah sebesar 23ºC. (tidak nyaman) Lama penyinaran matahari sebesar 3392% yang cukup tinggi ini mengakibatkan suhu permukaan pada tapak meningkat sehingga menyebabkan panas dan kurang sesuai untuk kenyamanan. Kelembaban udara pada tapak sebesar 7685%, kondisi ini membuat ketidaknyamanan bagi manusia karena menurut Laurie (1986), kelembaban yang ideal bagi kenyamanan manusia untuk
Penanaman pohon penaung/peneduh dengan tajuk spread Pemilihan tanaman sebagai fitoshelter yang dapat mengurangi radiasi matahari langsung
Pemanfaatan angin untuk mengurangi kelembaban dengan mengarahkan angin ke pusat aktivitas dan istirahat pengguna tapak
Alternatif Penggunaan Tanaman
●●
●●
●●
●●
81
d. Curah Hujan
e. Angin
3.
4.
5.
6.
7.
Tanah
Topografi
Hidrologi
Tata Guna Lahan
Pembagian Kawasan PLTU
melakukan aktivitasnya adalah berkisar antara 40-75% Curah hujan rendah
Kecepatan angin sudah nyaman bagi manusia, namun arah angin yang bervariasi mengakibatkan debu dan pencemaran udara yang dihasilkan pabrik menuju ke segala arah Jenis Regosol bertekstur pasir (kadar liat kurang dari 40%) bersifat menahan air (kadar adsorbsi rendah) Kadar bahan organik rendah. permeabilitas tinggi, dan kepekaan erosi besar Relatif landai, mengakibatkan penggenangan Kemonotonan Penggenangan terutama saat air laut pasang Pasang surut air laut semi diurnal Area terbangun merpakan sumber polusi udara dan kebisingan Bangunan memiliki struktur yang kuat, mengurangi keindahan Lahan parkir minim pohon Area penerimaan kurang indah Penempatan area pelayanan yang kurang efektif Zona PLTU menghasilkan polusi udara dan suara
Penggunaan vegetasi khas hutan hujan tropis Penggunaan vegetasi yang memiliki evapotranspirasi rendah Penggunaan tanaman sebagai pengontrol arah angin
●●
●●
Penggunaan vegetasi toleran penggenangan Vegetasi Leguminosae atau asosiasi dengan spesies lain Tanaman yang memiliki perakaran dalam dan kuat
Penggunaan vegetasi toleran penggenangan Tanaman dalam berbagai strata Perbaikan sistem drainase Pemilihan vegetasi mangrove Rhizopora dan Avicennia Penanaman pohon yang dapat menjerap debu, dengan penanaman berbentuk green belt Penanaman vegetasi di sekitar area terbangun untuk melembutkan struktur bangunan Vegetasi peneduh di lahan parkir Vegetasi estetik untuk identitas tapak Pembuatan satu area pelayanan yang jauh dari sumber polusi (area inti) Vegetasi peredam bising dan pereduksi polutan
●●
●
●●
●●
●
82
8.
9.
10.
11.
12.
Menghasilkan polusi udara dan suara
Sistem Pembangkit Listrik Polusi
Fasilitas Utilitas
Vegetasi
Sosial
Polusi debu dari batu bara dan minyak residu
dan
Fasilitas istirahat minim Masalah kenyamanan, keindahan, polusi, bising, dan memperkuat struktur bangunan
Fasilitas istirahat minim Iklim luar ruang masih kurang nyaman untuk istirahat
Vegetasi peredam suara dan pereduksi polutan Memilih tanaman yang efektif dalam menjerap debu Penanaman dengan jarak tanam tertentu, Vegetasi pengontrol arah angin Pemilihan tanaman yang dapat meredam kebisingan dan pola penanaman yang tepat Penambahan fasilitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pengguna dalam tapak Pemilihan tanaman yang memiliki fungsi ganda Seleksi tanaman direncanakan dalam berbagai ketinggian untuk mengatasi masalah kenyamanan,polusi, bising, memperlembut struktur kuat bangunan Tata letak tanaman didekatkan dengan sumber polusi dan pemilihan tanaman yang sesuai dengan jenis polutan Distribusi tanaman pada areal sumber polusi lebih padat dan massif Menambah fasilitas istirahat di luar ruangan yang sesuai dengan keinginan karyawan. Pemanfaatan pohon untuk menciptakan kenyamanan
Keterangan: ●●
: Penggunaan elemen tanaman tinggi
●
: Penggunaan elemen tanaman dan kombinasi dengan elemen lain
●●
●●
●●
●●
●
83
84
85
SINTESIS
6.1. Studi Skematik Penggunaan Ruang Tujuan dari perencanaan ini adalah membuat ruang terbuka hijau di kawasan PLTU PT Krakatau Daya Listrik yang bermanfaat baik secara fisik, maupun sosial pada tapak. Secara fisik, RTH yang dibuat dapat mengurangi dampak pencemaran udara (khususnya partikel debu) dan kebisingan yang ada pada tapak. Secara sosial, RTH dapat memenuhi kebutuhan istirahat dan rekreasi karyawan di luar ruangan sehingga dapat menambah kenyamanan, mengurangi kejenuhan dan meningkatkan kinerja karyawan. Pada studi skematik ini ditetapkan penggunaan ruang, fasilitas dan sirkulasi (Gambar 6.1). Pembagian ruang dalam kawasan akan dibuat menurut fungsi-fungsi yang ada pada kawasan PLTU tanpa mengubah struktur eksisting tapak namun terdapat sedikit penambahan ruang sesuai kebutuhan dalam tapak. Pembagian ruang dalam kawasan PT KDL dibagi menjadi dua, yaitu ruang pembangkit dan ruang pendukung pembangkit. Setiap ruang dibagi menjadi beberapa sub ruang sesuai dengan fungsinya. (Tabel 6.1). Ruang pembangkit merupakan area inti dalam kawasan yang memiliki kegiatan utama dalam membangkitkan energi listrik. Kegiatan tersebut mulai dari pengambilan bahan baku, penimbunan, pembakaran dalam boler, pembangkitan energi listrik dalam turbin hingga pembuangan limbah. Tata hijau di ruang pembangkit diutamakan untuk mengurangi dampak pencemaran, yaitu untuk menjerap polutan terutama debu, meredam kebisingan, melembutkan struktur bangunan, serta memperbaiki iklim mikro. Ruang pendukung pembangkit merupakan ruang yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan istirahat dan rekreasi karyawan, melindungi kawasan, dan mengurangi
dampak
negatif
lingkungan
keluar
kawasan.
Berdasarkan
kebutuhannya, ruang pendukung pembangkit dibagi menjadi empat bagian, yaitu ruang rekreasi, ruang penerimaan, ruang pelayanan serta ruang green belt. Ruang rekreasi dibagi menjadi rekreasi aktif dan pasif. Tata hijau di ruang rekreasi diutamakan untuk memberikan kenyamanan bagi manusia, dengan memperbaiki iklim mikro, meredam kebisingan, dan estetis. Tata hijau untuk ruang penerimaan
86
ini adalah tata hijau yang dapat memberikan identitas bagi tapak dan vegetasi estetik untuk memberikan kesan yang baik di awal masuk kawasan. Vegetasi yang digunakan
di
ruang
pelayanan
menggunakan
vegetasi
peneduh
untuk
memperbaiki iklim mikro kawasan yang cenderung panas sehingga meningkatkan kenyamanan karyawan. Tata hijau untuk green belt adalah untuk konservasi air dan tanah serta pereduksi polutan. Tabel 6.1. Rencana Tata Ruang dan Fasilitas Ruang Pembangkit
Pendukung Pembangkit
Sub Ruang Boiler dan Turbin
Fungsi
Fasilitas
Pengoperasian sistem pembangkit listrik
Boiler, turbin (PLTU 1), WTP, rumah tegangan, dan rumah PP air laut, tangki timbun oli residu, PLTGU, PLTU 2 Penimbunan batu bara, penimbunan fly ash & bottom ash, coal heating, coal port, tangki timbun batu bara. Ruang perawatan, workshop, switch yard, kantor pengoperasian dan gudang Lapangan olahraga, Pedestrian track, Gazebo, Taman kecil
Penimbunan batu bara dan Ash
Penimbunan bahan baku dan limbah
Pengelolaan Pembangkit
Mengelola dan mendukung pembangkitan listrik Menyediakan kebutuhan rekreasi dan istirahat bagi karyawan Menjaga kawasan serta mengurangi dampak negatif pencemaran keluar kawasan Gerbang keluar masuk pengguna kawasan Menyediakan fasilitas pelayanan bagi karyawan
Rekreasi Karyawan
Green belt
Penerimaan
Pelayanan
Luas (ha)
Persent ase (%)
16,00
18,22
17,00
19,36
11,60
15,52
4,78
5,40
31,47
35,80
3,51
4,10
1,44
1,60
Jogging track, pedestrian track, pembibitan pohon, pembibitan mangrove
Tempat parkir, portal, pos satpam, gerbang utama, gedung administrasi Kantin, masjid
87
87
88
Sirkulasi menghubungkan ruang-ruang serta fasilitas yang ada dalam kawasan. Berdasarkan fungsinya, sirkulasi dalam kawasan dibagi menjadi dua, yaitu sirkulasi primer dan sekunder. Sirkulasi primer merupakan sirkulasi yang menghubungkan antar ruang dalam tapak. Sirkulasi sekunder merupakan sirkulasi yang fasilitas di dalam ruang tersebut. Pola sirkulasi primer tetap mengikuti sirkulasi yang sudah ada dalam tapak eksisting dan master plan yang sudah dibuat oleh PT Krakatau Daya Listrik. Sirkulasi sekunder dibuat untuk menghubungkan fasilitas-fasilitas dalam ruang. Sirkulasi dalam kawasan pun dibagi menjadi tiga berdasarkan objek yang melakukan sirkulasi, yaitu sirkulasi untuk manusia (pejalan kaki), sirkulasi untuk kendaraan, serta sirkulasi barang. Tata hijau yang digunakan pada area sirkulasi atau jalan adalah vegetasi yang dapat meningkatkan kenyamanan dan berfungsi sebagai peneduh, pengarah serta penjerap polutan kendaraan dan peredam kebisingan. Vegetasi di sepanjang jalur sirkulasi ditata secara geometrik dan atau organik untuk mengurangi kesan monoton dan memberi kesan bergerak dan mengalir. Penanaman untuk mereduksi polutan partikel sebaiknya tegak lurus dengan arah angin. Arah angin kawasan umumnya berasal dari arah barat, utara, dan timur laut. Berdasarkan hal itu, maka tatanan vegetasi yang digunakan pada ruang penimbunan adalah mengelilingi area penimbunan untuk menghalangi bahan pencemar di dalamnya agar tidak berdampak ke sekitarnya (Gambar 6.2).
Gambar 6.2. Ilustrasi arah penanaman
89
6.2. Perencanaan Ruang Terbuka Hijau Ruang terbuka hijau di kawasan PLTU PT Krakatau Daya Listrik Cilegon direncanakan sebagai green belt bagi kegiatan PLTU yang bermaanfaat baik secara fisik dan sosial pada tapak. Pembuatan site plan dikembangkan berdasarkan studi skematik untuk mengurangi tingkat pencemaran lingkungan terutama akibat kegiatan pembangkit listrik, bengkel, pengangkutan bahan baku dari sumber bahan baku menuju tempat penimbunan bahan baku, maupun pengangkutan bahan baku dari penimbunan menuju area tangki serta lalu lintas kendaraan. Pengembangan site plan selain untuk menjaga kualitas dan keseimbangan lingkungan, konservasi air dan tanah juga untuk meningkatkan produktivitas karyawan dengan menyediakan fasilitas istirahat dan rekreasi dalam kawasan. Pengembangan perencanaan ruang terbuka hijau ini terdiri dari rencana sirkulasi, rencana fasilitas, dan rencana tata hijau. Site plan dapat dilihat pada Gambar 6.3 dan perspektif keseluruhan tapak dapat dilihat pada Gambar 6.4. 6.2.1. Sirkulasi Sirkulasi merupakan sarana yang dapat menghubungkan antar ruang dalam kawasan serta berbagai fasilitas yang terdapat dalam ruang tersebut. Sirkulasi yang direncanakan merupakan sirkulasi yang dapat memenuhi bagi pengguna kendaraan besar, kendaraan kecil, serta pejalan kaki. Rencana sirkulasi pada tapak dibagi menjadi dua, yaitu sirkulasi primer dan sekunder. Sirkulasi primer adalah sirkulasi yang menghubungkan antar ruang dalam kawasan, memiliki lebar jalan yang sesuai dengan pengguna jalan, yaitu kendaraan besar 20 m, kendaraan kecil 5-7 m dengan menggunakan material aspal serta jalur pejalan kaki 1,2 m dengan material conblock.. Sirkulasi sekunder adalah sirkulasi yang menghubungkan fasilitas dalam ruang, dibuat khusus untuk pejalan kaki dan pe-jogging serta pengangkutan bahan baku dengan conveyor. Jalur pejalan kaki dan pe-jogging masing-masing dengan lebar jalan 1,2 m menggunakan material conblock. Belt conveyor dibuat untuk menghubungkan pengangkutan bahan baku batu bara dari coal port menuju tempat penimbunan yang kemudian dialirkan ke coal heating untuk digunakan di PLTU. Ukuran panjang dan lebar sirkulasi pada tapak dan penembatannya dapat dilihat pada Tabel 6.2.
90
90
91
92
Sirkulasi dalam kawasan pun dibagi menjadi tiga berdasarkan objek yang melakukan sirkulasi, yaitu sirkulasi untuk manusia (pejalan kaki), sirkulasi untuk kendaraan, serta sirkulasi barang. Sirkulasi untuk manusia terutama berada di ruang rekreasi, ruang pelayanan, ruang penerimaan serta green belt. Fasilitas untuk sirkulasi manusia ini berupa jalur pejalan kaki dan jalur jogging. Sirkulasi untuk kendaraan berada di ruang penerimaan serta di ruang pembangkit yang membutuhkan pengangkutan barang dengan kontainer. Sedangkan sirkulasi barang berada di ruang industri terutama untuk mengangkut bahan bakar batu bara dari coal port menuju ke penimbunan bahan kemudian diolah di coal hearing dan akhirnya diangkut menuju ke pembangkit listrik. Fasilitas pengangkut bahan ini menggunakan belt conveyor. Sirkulasi barang yang lainnya yaitu pada ruang green belt, khususnya untuk pemeliharaan vegetasi green belt. Pemeliharaan tersebut berupa pengadaan bibit tanaman beserta pengangkutan dari tempat pembibitan ke lokasi penanaman serta pemeliharaan lain seperti pembersihan dan penataan lahan. Jalur sirkulasi kendaraan dipisahkan antara kendaraan yang besar seperti truk dan kontainer dengan kendaraan yang berukuran kecil seperti mobil dan motor. Jalur hijau untuk sirkulasi untuk kendaraan kecil dibuat kesan yang lebih lembut dan ditempatkan di kanan kiri jalan. Tabel 6.2. Rencana Sirkulasi Sirkulasi Primer
Sekunder
Pengguna Kendaraan besar Kendaraan kecil Pejalan kaki Pejalan kaki Pe-jogging Conveyor
Panjang (m) 700
Lebar (m) 20
Aspal
2600
5-7
Aspal
300
1,2
Conblock
4000
1,2
Conblock
1000 1380
1,2 4
Conblock -
Material
Penempatan Ruang boiler dan turbin, ruang penimbunan Ruang penerimaan, ruang pengelolaan pembangkit Ruang pengelolaan pembangkit Ruang rekreasi, pengelolaan pembangkit, ruang pelayanan, green belt Green belt Ruang penimbunan
6.2.2. Fasilitas Fasilitas-fasilitas saat ini yang dipertahankan yaitu fasilitas di ruang industri, ruang non industri (ruang penerimaan). Fasilitas yang perlu ditambahkan terutama fasilitas untuk aktivitas rekreasi karyawan, seperti jogging, jalan santai, berolahraga, berkumpul dengan sesama karyawan, menikmati pemandangan, serta
93
fasilitas pelayanan yaitu kantin. Jumlah dan spesifikasi fasilitas di kawasan dapat dilihat pada Tabel 6.3. Tabel 6.3. Rencana Fasilitas No. 1.
Jenis Fasilitas Jogging track
Jumlah 1
2. 3.
Lapangan bola Gazebo
1 15
4. 5.
Kolam Bangku taman
2 10
6.
Kantin
1
Spesifikasi Panjang = 1000 m Lebar = 1,2 m Dimensi (panjang x lebar) = 45 m x 80 m Tinggi = 4 m Diameter atap = 3 m Luas = 10 m2 Tinggi = 50 cm Lebar = 30 cm Panjang = 1 m Tinggi = 6 m Dimensi = 45 m x 20 m
1. Jogging dan Jalan Santai Para karyawan dalam kawasan dapat melakukan kegiatan jogging dan jalan santai di dalam zona rekreasi. Fasilitas pendukungnya yaitu berupa jalur jogging yang menyatu dengan pedestrian track yang nyaman dengan penanaman vegetasi pohon peneduh di sepanjang jalur. Lebar minimal jalur untuk dua orang berjalan berlawanan arah adalah 1,2 m, namun karena jalur ini digunakan untuk jogging dan jalan santai, maka lebar jalur yang direncanakan adalah 1,8 m. 2. Olahraga Fasilitas olahraga yang ada saat ini dipertahankan, dengan perbaikan pembangunan lapangan yang lebih baik, yaitu diberi perkerasan sesuai dengan ukuran lapangan olahraga, dalam hal ini adalah lapangan sepak bola. Selain itu di sekitar lapangan ditanam vegetasi peneduh dan penempatan bangku taman untuk mengakomodasi kenyamanan orang yang menonton olahraga. 3. Bersantai dan berkumpul Fasilitas yang tepat untuk mengakomodasi kegiatan bersantai dan berkumpul adalah taman kecil yang dilengkapi berbagai vegetasi peneduh dan estetik dengan penambahan elemen keras seperti gazebo, kolam kecil, serta bangku taman. Bangku dan gazebo taman terbuat dari kayu agar dapat memberikan kesan natural. Semua elemen taman dibuat secara permanen dan diletakkan di bawah naungan pohon untuk mencegah pemindahan fasilitas oleh pengguna.
94
6.2.3. Tata Hijau Perencanaan tata hijau ditempatkan sesuai kebutuhan dalam ruang. Rencana vegetasi serta jumlah populasi tanaman dan penempatannya dapat dilihat pada Tabel 6.4. Tabel 6.4. Rencana Penanaman Ruang Pembangkit
Sub Ruang Boiler dan Turbin
Penimbunan batu bara dan Ash
Pendukung Pembangkit
Pengelolaan Pembangkit Rekreasi Karyawan
Green belt
Penerimaan
Pelayanan
Jenis Vegetasi Cemara laut (Casuarina equisetifolia) Ketapang (Terminalia catappa) Glodogan bulat (Polyalthia fragrans) Cemara kipas (Thuja orientalis) Ketapang (Terminalia catappa) Mangga (Mangifera indica) Cemara kipas (Thuja orientalis) Glodogan bulat (Polyalthia fragrans) Kerai payung (Filicium decipiens) Beringin (Ficus benjamina) Tanjung (Mimusops elengi) Ketapang (Terminalia catappa) Mangga (Mangifera indica) Api-api (Avicennia spp.) Keben (Baringtonia asiatica) Cemara laut (Casuarina equisetifolia) Cemara kipas (Thuja orientalis) Trembesi (Samanea saman) Bunga kupu-kupu (Bauhinia purpurea) Dadap merah (Erythrina cristagalli) Palem putri (Veitchia merilii) Pelem raja (Roystonea regia) Cemara kipas (Thuja orientalis) Cemara laut (Casuarina equisetifolia) Trembesi (Samanea saman)
Populasi 48
Jarak Tanam (m) 5x5
54
5x5
140
3x3
98
3x3
250
5x5
234
5x5
136
3x3
233
3x3
15
10 x 10
37
6x6
60
5x5
221
5x5
499
5x5
1050
2x2
150
6x6
50
5x5
935
3x3
11
8x8
14
6x6
6
6x6
16
6x6
28
6x6
21
3x3
32
5x5
18
8x8
95
6.2.3.1. Green belt Tata hijau di area green belt terutama untuk pereduksi polutan. Pemilihan vegetasi untuk penjerap debu terutama yang memiliki daun yang rimbun, permukaan daun yang kasar atau berbulu, berdaun jarum, memiliki kerapatan trikoma tinggi, serta toleran terhadap polutan. Penanaman tegak lurus dengan arah angin, penanaman rapat/massif, penanaman semak dan pohon yang lebat dan beraneka ragam serta massif, serta konfigurasi tanaman dapat berbentuk gerombol atau menumpuk atau berbentuk jalur mengikuti bentukan jalan sebagai penjerap debu. Area dengan konsentrasi polutan paling rendah ditanami oleh ketapang (Terminalia catappa) dengan jumlah pohon 221 batang, vegetasi ini ditanam dengan jarak tanam 5 m x 5 m mendominasi di sekitar tepi pantai. Area dengan dengan konsentrasi tinggi ditanami vegetasi mangga berjumlah 499 pohon di area konsentrasi polutan tinggi dengan kerapatan penanaman sedang (5 m x 5 m) berlokasi di area jogging track. Penanaman cemara kipas berjumlah 935 di area konsentrasi sedang dengan jarak tanam 3 x 3 m di lokasi jogging track, pedestrian track dan tepi jalan raya. Vegetasi semak yang digunakan yaitu bougenvill (Bougainvillea spectabilis) yang ditanam menutupi cabang pohon utama yang tidak sampai ke permukaan tanah untuk mencegah debu yang keluar dari kawasan. Tata hijau green belt untuk konservasi tanah dan air terutama di sekitar tepi pantai yang rentan dengan penggenangan serta abrasi ombak laut. Vegetasi yang digunakan vegetasi Leguminosae atau asosiasi dengan spesies lain, vegetasi yang memiliki perakaran dalam dan kuat, penutupan yang rapat, laju transpirasi rendah, serta penggunaan jenis vegetasi asli hutan pantai. Untuk area di sekitar tepi pantai ditanam vegetasi keben (Barringtonia asiatica), cemara laut (Casuarina equisetifolia) dan ketapang (Terminalia catappa) dengan jarak tanam 6 m x 6 m. Untuk area ekoton, ditanami mangrove Avicennia spp. dengan jarak tanam 6 m x 6 m. Penanaman dilakukan secara berkelompok dan padat. 6.2.3.2. Ruang Pembangkit Vegetasi pohon yang digunakan untuk area yang paling dekat dengan sumber polutan (PLTU eksisting, PLTGU dan PLTU batu bara) serta ruang pengelolaan pembangkit dengan kerapatan tinggi yaitu glodogan bulat (Polyathia
96
fragrans) karena sesuai dengan hasil analisis jerapan debu dengan metode gravimetri memiliki kemampuan menjerap debu paling besar. Jumlah vegetasi yang dibutuhkan adalah 140 pohon dengan pola penanaman kerapatan tinggi dengan jarak tanam 3 m x 3 m. Vegetasi glodogan bulat berfungsi ganda sebagai peredam kebisingan karena ruang pembangkit sebagian besar merupakan sumber kebisingan. Pemilihan vegetasi untuk peredam kebisingan adalah vegetasi yang mempunyai tajuk yang rapat, kerapatan daun yang tinggi dan mempunyai daun yang padat dari permukaan tanah sampai ke atas, ukuran daun besar, kuat, berstruktur keras, dan ditempatkan dekat dengan sumber kebisingan. Oleh karena itu vegetasi yang dipilih untuk meredam kebisingan adalah cemara laut (Casuarina equisetifolia) dan cemara kipas (Thuja orientalis). Selain berguna sebagai peredam bising, vegetasi tersebut berguna sebagai pelembut struktur bangunan sehingga ditanam di dekat bangunan. Titik-titik pencemaran suara (bising) terutama berada di ruang pembangkit di sekitar turbin dan area workshop/bengkel. Penanaman untuk meredam kebisingan yaitu vegetasi ditanam dalam posisi sejajar dan berurutan serta peletakan tanaman di dekat sumber bising. Kerapatan tanaman berbanding lurus dengan tingkat kebisingan, sehingga dengan tingkat kebisingan tinggi maka kerapatan tanaman dalam tapak akan tinggi pula. Tatanan vegetasi yang digunakan pada ruang penimbunan adalah mengelilingi area penimbunan untuk menghalangi bahan pencemar di dalamnya agar tidak berdampak ke sekitarnya. Vegetasi yang digunakan di sekeliling penimbunan batu bara adalah ketapang (Terminalia catappa), sedangkan di sekeliling penimbunan fly ash dan bottom ash adalah mangga (Mangifera indica). Selain itu penanaman vegetasi cemara kipas (Thuja orientalis) dan mangga (Mangifera indica) digunakan di sepanjang belt conveyor untuk mengurangi kebisingan. Vegetasi ini memiliki tajuk tidak sampai menutupi jalur belt conveyor serta ditempatkan di kiri dan kanan belt conveyor. Penanaman pada belt conveyor dapat dilihat pada Gambar Lampiran 8.
97
6.2.3.3. Ruang Rekreasi Karyawan Penanaman di ruang rekreasi untuk memberi kenyamanan bagi pengguna sehingga ditanam vegetasi peneduh kerai payung (Filicium decipiens) di area rekreasi pasif dan beringin (Ficus benjamina) di area rekreasi aktif di sekeliling lapangan bola. Selain itu ditanami vegetasi tanjung (Mimusops elengi) di sepanjang jalur pedestrian yang berfungsi sebagai pengarah jalan. Site plan untuk ruang rekreasi dapat dilihat pada Gambar Lampiran 3. 6.2.3.4. Ruang Penerimaan Penanaman di ruang penerimaan berfungsi sebagai identitas kawasan serta pemberi estetika. Pada area depan bangunan administrasi ditanam berbagai jenis vegetasi estetik dengan strata ketinggian. Pemilihan tanaman yang berukuran kecil seperti semak, dan penutup tanah bertujuan agar gedung administrasi tetap mencolok dan tidak terhalangi oleh vegetasi sebagai penambah estetik dan penghilang kemonotonan serta kekakuan bangunan. Jenis tanaman semak dan tanaman penutup tanah yang digunakan sama dengan yang ada saat ini, yaitu tehtehan (Acalypha macrophylla), drasena (Dracaena sp.), euphorbia (Euphorbia milii), soka (Ixora sp.), bogenvil (Bougainvillea spectabilis.), adam hawa (Rhoeo discolor), lidah mertua (Sansiviera trifasciata) serta ditambah penutup tanah yang lain, yaitu kacang-kacangan (Arachis pintoi), serta semak pangkas kuning (Duranta repens). Selain itu, jenis pohon tetap digunakan sebagai fungsi estetis, terutama jenis pohon peneduh karena iklim tapak yang relatif panas. Jenis pohon yang dipilih yaitu jenis palem-paleman (palem putri dan palem raja) yang memiliki estetika tinggi serta vegetasi pohon berbunga yang cocok untuk peneduh seperti bunga kupu-kupu (Bauhinia purpurea) dan dadap merah (Erythrina cristagalli) yang ditempatkan di area gerbang utama. Penanaman trembesi sebagai vegetasi peneduh di sekitar tempat parkir. Site plan untuk ruang penerimaan dapat dilihat pada Gambar Lampiran 4. 6.2.3.5. Ruang Pelayanan Penanaman vegetasi di ruang pelayanan untuk memberikan kenyamanan. Oleh karena itu ditanam vegetasi peneduh dan peredam kebisingan. Vegetasi peneduh ditempatkan dengan posisi dan radius relatif tegak lurus terhadap arah pencemaran matahari sehingga tajuk pohon dapat menghalangi sinar matahari
98
langsung ke ruang pelayanan terutama untuk kantin outdoor. Vegetasi yang dipilih adalah trembesi (Samanea saman). Sedangkan vegetasi
peredam
kebisingan yang digunakan yaitu cemara laut (Casuarina equisetifolia) ditanam di area tepi jalan ruang pelayanan. Site plan untuk ruang pelayanan dapat dilihat pada Gambar Lampiran 3. 6.2.3.6. Sirkulasi Vegetasi pengarah terutama digunakan di seluruh jalur sirkulasi dalam kawasan sebagai pengarah yang ditanam di di kiri dan kanan jalan (tepi). Kriteria pemilihan tanaman antara lain perdu dengan ketinggian 3-6 m dan pohon dengan ketinggian ≥6 m mempunyai batang yang besar, percabangan sedikit, daun sedikit, tinggi, berkesinambungan, berkesan rapi dan memudahkan orientasi. Vegetasi pengarah jalan utama yang dipilih adalah cemara kipas (Thuja orientalis) karena memenuhi kriteria dan multifungsi sesuai untuk kebutuhan dalam tapak. Vegetasi lainnya yaitu mangga (Mangifera indica), tanjung (Mimusops elengi), glodogan bulat (Polyalthia fragrans), cemara laut (Casuarina equisetifolia). Penanaman dilakukan secara massal/berbaris di tepi jalan dan jarak tanaman rapat. Pada zona penerimaan, sirkulasi untuk manusia dan kendaraan dalam satu jalur, namun ditambahkan jalur hijau diantara kedua sirkulasi tersebut untuk memberi kenyamanan pejalan kaki dan kelancaran lalu lintas kendaraan. Jalur hijau dengan strata ketinggian akan memberikan perlindungan bagi pejalan kaki dari debu yang diterbangkan dari lalu lintas kendaraan (Gambar Lampiran 6). Pada jalur sirkulasi kendaraan dibuat jalur hijau di kiri kanan jalan. Pada green belt terdapat jalur pedestrian dan jogging track yang ditempatkan dalam satu jalur, di kiri kanan jalur sirkulasi ditanam vegetasi peneduh dan vegetasi pengarah untuk kenyamanan para pengguna (Gambar Lampiran 7).
99
SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan Perencanaan RTH di PT Krakatau Daya Listrik bertujuan untuk mengurangi dampak negatif kegiatan PLTU berupa pencemaran udara terutama partikel debu dan kebisingan serta meningkatkan kinerja karyawan dengan menyediakan tempat-tempat istirahat. Upaya untuk mengurangi penyebaran polusi dan meredam kebisingan adalah dengan menanam vegetasi yang sesuai dengan kriteria masing-masing fungsi. Metode gravimetri digunakan untuk menghitung kapasitas jerapan debu sehingga didapatkan populasi pohon yang dapat menjerap emisi yang dihasilkan PLTU. Jumlah emisi partikel debu kawasan sebesar 1,1129 ton/hari direncanakan penggunaan vegetasi yang dapat mereduksi seluruh polutan partikel dengan jumlah populasi pohon yang ditanam sebanyak 1.795 ditanam sebagai green belt di seluruh kawasan pembangkit. Komposisi vegetasi yang ditanam berdasarkan persentase proporsi emisi yang diambil tiap tanaman yaitu 30% (140 batang) glodogan bulat (Polyathia fragrans), 20% (221 batang) ketapang (Terminalia catappa), 20% (499 batang)
mangga (Mangifera indica), 30% (935 batang)
cemara kipas (Thuja orientalis). Seluruh vegetasi ditanam di area green belt, sisi jalan, di sekitar sumber polutan dan sumber bising. Penempatan penanaman disesuaikan dengan konsentrasi polutan pada kawasan. Vegetasi yang ditanam untuk peredam kebisingan yaitu glodogan bulat dan cemara kipas. Serta penambahan vegetasi cemara laut (Casuarina equisetifolia)
yang merupakan vegetasi khas pantai. Vegetasi ditanam dekat
dengan sumber kebisingan. Vegetasi yang ditanam untuk kenyamanan ditanam khususnya di jalur sirkulasi yaitu tanjung (Mimusops elengi), mangga (Mangifera indica), glodogan bulat (Polyalthia fragrans), cemara kipas (Thuja orientalis), dan cemara laut (Casuarina equisetifolia). Rencana pengembangan fasilitas istirahat untuk karyawan yaitu dengan menambahkan taman untuk kebutuhan rekreasi karyawan. Fasilitas yang direncanakan yaitu gazebo, kolam, bangku taman, lapangan olahraga, jogging track, serta vegetasi peneduh.
100
7.2. Saran Dalam melakukan perencanaan ruang terbuka hijau yang bertujuan untuk menjerap debu sebaiknya dipilih vegetasi yang memiliki kapasitas jerapan debu yang tinggi dengan penanaman green belt yang mengelilingi kawasan.
101
DAFTAR PUSTAKA Adisasmito W. 2008. Rancangan Peraturan Daerah Kota Cilegon Tentang Ruang Terbuka Hijau Kota Cilegon, Case Study : Pembuatan Kebijakan Kesehatan. Fakultas Kesehatan Masyarakat UI. Aji BS. 2006. Pemetaan Penyebaran Polutan sebagai Bahan Pertimbangan Pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Cilegon [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 87 hlm. Anonim. 2010. Uraian Teoritis [internet]. [diunduh 2011 Oktober 26]. Tersedia pada: http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17768/4/Chapter%20II.pdf Arnold HF. 1980. Trees in urban design. New York (USA): Von Nostrand reinhold Co Inc. Catanese AJ & Snyde JC. 1988. Perencanaan kota. Jakarta: Erlangga. Chiara J, Koppelman. 1990. Standar Perencanaan Tapak (Terjemahan). Jakarta: Erlangga. 204 hal. Cooper DC, Alley FC. 1994. Air Pollution Control. Illinois: Waveland Press, Inc. Dahlan EN. 1992. Hutan Kota: Untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup. Jakarta: Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia, IPB. _________. 2004. Membangun Kota Kebun (Garden City) Bernuansa Hutan Kota. Bogor: IPB Press Drajat. 2009. Fisika: untuk SMA/MA Kelas XII. Departemen Pendidikan Nasional: PT. Sutra Benta Perkasa. Departemen Dalam Negeri. 1988. INMENDAGRI Nomor 14 Tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan. Direktorat Jendral Pembangunan Daerah Departemen Dalam Negeri Jakarta. 22 hal. Departemen Pekerjaan Umum. 1999. Pedoman Perencanaan Teknik Bangunan Peredam Bising. Direktorat Jenderal Bina Marga: PT. Mediatama Saptakarya. Fardiaz S. 1992. Polusi Air dan Udara. Cetakan pertama. Jakarta: Kanisius. Fatah. 2009. Strategi Pengelolaan Kawasan Industri Menuju Eco Industrial Park (Studi pada Kawasan Industri Cilegon Provinsi Banten) [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
102
Firiyati N. 1998. Studi Peranan Tanaman sebagai Pereduksi Kebisingan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 67 hlm. Frick, Suskiyatno. 1998. Dasar-dasar Eko-Arsitektur. Yogyakarta: Kanisius. 174 hal. Grey GW, Deneke FJ. 1978. Urban Forestry. New York: John Wiley and Sons. 278 p. Gunadi S. 1995. Arti RTH Bagi Sebuah Kota. Makalah pada Buku: “Pemanfaatan RTH di Surabaya”, bahan bacaan bagi masyarakat serta para pengambil keputusan Pemerintahan Kota. Harris CW, NT Dines. 1988. Time-Savers Standarts for Landscape Architecture. Mc Graw-Hill. Inc. USA. 800 p. Hartono. 2007. Pembangunan Kawasan Industri Menurut Kajian Hukum Lingkungan (Studi Kasus Kawasan Industri Candi Di Kota Semarang) [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. 206 hlm. Irianti N. 2010. Perencanaan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Industri PT. Pindo Deli Pulf and Paper Mills Karawang Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 96 hlm. Ismaun I. 2008. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Reklamasi Jakarta International Resort. Jurnal Arsitektur Lansekap (Perencanaan, Perancangan dan Pengelolaan Bentang Alam). 2 (1): 2. Jahara LM. 2002. Perencanaan Hutan Kota Kawasan Industri Krakatau Cilegon Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 115 hlm. Laurie M. 1986. Pengantar kepada Arsitektur Pertamanan. Bandung: Intermatra. 136 p (terjemahan). Kaule G. 2000. Ecologically Orientated Planning. Frankfurt: Peter Lang GmbH Kusumastuti W. 2009. Evaluasi Lahan Basah Bervegetasi Mangrove Dalam Mengurangi Pencemaran Lingkungan (Studi Kasus Di Desa Kepentingan Kabupaten Sidoarjo) [tesis]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro. Lynch K. 1981. Site planning. The M. I. T. Press Masschussetts. Purnomohadi N. 2002. Pengelolaan RTH Kota dalam Tatanan Program BANGUN PRAJA Lingkungan Perkotaan yang Lestari di NKRI. Widyaiswara LH, Bidang Manajemen SDA dan Lingkungan. KLH. Robinette GO. 1977. Landscape Planning for Energy Conservation. Virginia: Environmental Design Press.
103
Sastrawijaya T. 1991. Pencemaran Lingkungan. Jakarta: PT Rineka Cipta. Simonds JO. 1983. Landscape Architecture. New York (USA): Mc Graw-Hill Book Co. 331 p. Smith WH. 1981. Air Pollution and Forest: Interaction Between Air Contaminants and Forest Ecosystems. New York: Springer-Verlag. Soepraptohardjo M. 1975. Jenis Tanah yang Ditemukan di Indonesia. Bogor: Pusat Penelitian Tanah. Sutrisna KF, Rahardjo AP. 2009. Pembangkit Listrik Masa Depan Indonesia [internet]. [diunduh 2011 Desember 22]. Tersedia pada: http://konversi.wordpress.com/2009/02/18/pembangkit-listrik-masa-depanindonesia. Wardhana WA. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan (Edisi Revisi). Yogyakarta: Andi. Yuliarti D. 2002. Karakteristik Tanaman yang Efektif Mereduksi Kebisingan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. 150 hlm.
104
LAMPIRAN
105
Lembar Kuisioner PERENCANAAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KAWASAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP PT KRAKATAU DAYA LISTRIK CILEGON BANTEN Oleh : Desi Anjana Dwiputri (A44080047) Departemen Arsitektur Lanskap Institut Pertanian Bogor Selamat pagi/siang/sore, saya Desi Anjana Dwiputri, mahasiswi Departemen Arsitektur Lanskap, Institut Pertanian Bogor. Saat ini saya sedang melakukan penelitian yang berjudul ”Perencanaan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Uap PT Krakatau Daya Listrik Cilegon Banten”. Saya mohon bantuan serta kesediaan bapak/ibu/saudara/saudari meluangkan waktu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan kebutuhan istirahat di luar ruangan bagi karyawan. Saya mohon kesediaan untuk menjawab dengan jujur dan sebenarnya demi kelancaran penelitian saya. Sebelum dan sesudahnya saya ucapkan terima kasih. Cilegon, Maret 2012 A. Identitas Responden Nomor responden : _____ (diisi oleh peneliti) Lingkari jawaban Anda. 1. Asal Daerah : ____________________________________________ 2. Jenis Kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan 3. Umur : a.15-24 tahun b. 25-55 tahun c. > 55 tahun 4.Pendidikan terakhir : a. SD b. SMP c. SMA d. Akademik/Diploma e. Sarjana (S1, S2, S3) 5. Lama bekerja di PT KDL : a. <1 tahun b. 1-5 tahun c. 5-10 tahun d. >10 tahun B. Persepsi Karyawan terhadap Aktivitas dan Fasilitas Istirahat di PT KDL 1. Apa aktivitas anda di luar ruangan ketika beristirahat? a. Tetap di dalam ruangan b. Makan dan minum di kantin c. Duduk-duduk di bawah pohon d. Beristirahat di mesjid e. Olahraga f. Belanja g. Mengobrol dengan sesama karyawan h. Lain-lain, sebutkan:____________________________________________ 2. Menurut anda, apakah fasilitas istirahat di luar ruangan (outdoor) bagi karyawan di PT KDL sudah cukup? a. Sudah b. Belum 3. Menurut anda, apakah lokasi tempat-tempat istirahat karyawan di luar ruangan (outdoor) sudah sesuai dengan yang anda inginkan? a. Sudah b. Belum
106
4. Menurut anda, apakah kebisingan di sekitar kawasan mengganggu istirahat anda? a. Ya b. Tidak 5. Menurut anda, apakah pohon peneduh di sekitar kawasan sudah cukup untuk memberikan kenyamanan istirahat anda di luar ruangan? a. Ya b. Tidak 6. Menurut anda, apakah keindahan dari penataan pohon-pohon di sekitar kawasan dapat mengurangi kejenuhan anda dalam bekerja? a. Ya b. Tidak C. Preferensi Karyawan terhadap Aktivitas dan Fasilitas Istirahat di PT KDL 1. Dimana tempat favorit anda ketika beristirahat di luar ruangan? a. Mesjid b. Kantin c. Lapangan Olahraga d. Shelter e. Taman f. Tempat Parkir g. Lain-lain, sebutkan:____________________________ 2. Mengapa anda memilih tempat tersebut? a. Teduh d. Tidak berisik b. Luas e. Indah c. Sejuk f. Lain-lain, sebutkan:____________________________ 3. Fasilitas apa yang perlu ditambahkan untuk menunjang kebutuhan istirahat karyawan di luar ruangan? a. Taman Kecil b. Lapangan Olahraga c. Gazebo/Shelter d. Pasar Swalayan e. Pasar Tradisional yang bersih f. Kantin g. Lain-lain, sebutkan:___________________________________________ 4. Kriteria lokasi beristirahat di luar ruangan yang paling sesuai untuk anda seperti apa? a. Teduh d. Tidak berisik b. Luas e. Indah c. Sejuk f. Lain-lain, sebutkan:____________________________ 5. Kegiatan apa yang ingin anda lakukan di di luar ruangan dalam kawasan untuk mengurangi kejenuhan setelah bekerja? a. Berolahraga (sebutkan jenis olahraga:___________________________) b. Jalan-jalan c. Bersepeda d. Bersantai di taman e. Berkumpul dengan teman f. Lain-lain, sebutkan:__________________________________________ 6. Fasilitas apa yang sesuai untuk menunjang kegiatan yang mengurangi kejenuhan tersebut? (sambungan dari no.5) ______________________________________________________________ Terima kasih atas partisipasinya
107
108
109
110
111
112
113