PROSIDING 201 2© Arsitektur
Elektro
Geologi
Mesin
HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil
PENGARUH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP (PLTU) TERHADAP PERILAKU SISTEM TENAGA LISTRIK SULAWESI SELATAN DALAM KEADAAN TRANSIEN Ikhlas Kitta Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Tamalanrea - Makassar, 90245 Telp./Fax: (0411) 588111 e-mail:
[email protected]
Abstrak Ketidakseimbangan sistem yang timbul, pada batas tertentu dapat mengancam keamanan penyaluran daya pada sistem. Sistem tenaga listrik yang andal dan baik adalah sistem tenaga yang dapat melayani beban secara kontinu pada tegangan dan frekuensi yang konstan. Agar dapat melayani beban secara kontinu, maka saluran transmisi harus dapat menghantarkan daya dari pembangkit ke beban dan juga sistem harus dapat kembali dengan cepat ke kondisi normal setelah terjadi gangguan. Pada penelitian ini, analisis kestabilan transien dilakukan pada sistem Sulsel dengan kondisi masuknya dua pusat pembangkit yaitu PLTU Bosowa (2 x 100MW) dan PLTU Barru (2 x 50 MW). Kata Kunci:PLTU, kestabilan transien, sistem sulsel
PENDAHULUAN Dalam sistem interkoneksi, semua pembangkit perlu dikoordinir agar dicapai biaya pembangkitan yang minimum, tentunya dengan tetap memperhatikan mutu serta keandalan. Mutu dan keandalan penyediaan tenaga listrik menyangkut frekuensi, tegangan dan gangguan. Demikian pula masalah penyaluran daya yang juga perlu diamati dalam sistem interkoneksi agar tidak ada peralatan penyaluran (transmisi) yang mengalami beban lebih. Pembangkitan dalam sistem interkoneksi merupakan pembangkitan terpadu dari semua pusat listrik yang ada dalam sistem pembagian bebabn antara pusat-pusat listrik pada sistem interkoneksi yang menghasilkan aliran daya dalam saluran transmisi dan juga menghasilkan profil tegangan dalam sistem. Keseluruhan sistem harus dijaga agar tegangan, arus dan dayanya masih terdapat dalam batas-batas yang diizinkan. Pada wilayah Sulawesi Selatan, terdapat banyak pembangkit tenaga listrik seperti PLTA Bili-bili, PLTA Bakaru, PLTD Tello, PLTG Sengkang dan PLTA Sawito dimana pembangkit-pembangkit ini diintekoneksikan satu sama lain. Kapasitas-kapasitas semua pembangkit di wilayah Sulawesi Selatan ini mencapai 615 MW sedangkan pada tahun 2011 beban puncak mencapai angka 600 MW. Angka ini melebihi beban puncak pada tahun 2010 yaitu berkisar pada 563 MW atau naik sekitar 15% dari tahun sebelumnya. Oleh karena itu untuk menghindari adanya pemadaman bergilir pada tahun 2012 akibat penambahan beban puncak pada sistem maka PLN menambah lagi pembangkit listrik yaitu PLTU Barru dengan kapasitas 2x50 MW dan PLTU Bosowa di Kabupaten Jeneponto dengan kapasitas pembangkit 2x100 MW. Dengan demikian maka pasokan energi pada sistem interkoneksi Sulawesi Selatan bertambah 300 MW. Hal ini sudah cukup untuk menghindari adanya pemadaman bergilir pada tahun 2012 ini akibat adanya penambahan beban. Setelah mengetahui bahwa akan terjadi penambahan pasokan listrik dari PLTU Barru dan PLTU Bosowa di Kabupaten Jeneponto tentu kita ingin mengetahui bagaimana pengaruh pasokan listrik ini terhadap sistem interkoneksi Sulawesi Selatan.
TEORI PENDUKUNG Kestabilan Transien Karakteristik khas yang penting dari energi listrik adalah bahwa energi ini harus dibangkitkan ketika diperlukan karena tidak dapat disimpan secara efisien. Untuk itu, generator harus dijadwalkan untuk menyesuaikan
Volume 6 : Desember 2012
Group Teknik Elektro TE5 - 1
ISBN : 978-979-127255-0-6
Pengaruh Pembangkit Listrik Tenaga.... Arsitektur Elektro
Geologi
Mesin
Perkapalan
Ikhlas Kitta Sipil
kebutuhan beban. Setiap generator beroperasi pada kecepatan sinkron yang sama, frekuensi 50 Hz, serta adanya keseimbangan antara masukan energi mekanik dan keluaran energi listrik. Sistem tenaga listrik sering sekali mengalami gangguan yang menyebabkan keseimbangan antara masukan energi mekanis dengan keluaran energi listrik terpengaruh. Akibatnya sebagian generator akan berputar lebih cepat dan sebagian lain mengalami perlambatan. Oleh karena sistem terinterkoneksi dengan saluran transmisi, ketidakseimbangan antara keluaran energi elektrik dan masukan energi mekanis menyebabkan perubahan aliran daya pada saluran transmisi. Hasilnya, terdapat osilasi yang besar pada aliran daya di saluran transmisi yang disebabkan usaha generator untuk mengatasi ketidakseimbangan melalui penyesuaian diri masing-masing putaran untuk menuju keseimbangan. Kemampuan sistem tenaga listrik untuk bertahan akibat ganggunan besar serta mencapai titik operasi yang masih dijinkan disebut kestabilan transien. Pemodelan Generator Persamaan gerak governor rotor dari mesin sinkron adalah berdasarkan prinsip dasar kondisi dinamis yaitu percepatan torsi yang dihasilkan dari perkalian momen inersia dengan percepatan angularnya. 𝐽
𝑑 2 𝜃𝑚 𝑑𝑡 2
= 𝑇𝑎 = 𝑇𝑚 − 𝑇𝑒
(1)
Dimana; J = total momen inersia dari rotor (Kg.m2) Θm = pergeseran angular dari rotor (rad) T = waktu (detik) Tm = torsi mekanik yang disuplai dari prime mover dikurangi torsi retarding akibat losses rotasi (N.m) Te = Besar torsi elektrik atau torsi elektromagnetik (N.m) Ta = Besar torsi percepatan (N.m) Torsi mekanik dan elektrik bernilai positif untuk generator sinkron. Artinya T m merupakan resultan torsi mekanik yang menyebabkan rotor mengalami perubahan arah θm yang positif. Pada kondisi operasi steady state besar Tm dan Te adalah sama sehingga torsi percepatan bernilai nol. Pada kondisi ini tidak ada percepatan atau perlambatan pada rotor, kecepatan pada kondisi inilah yang sering kita sebut sebagai kecepatan sinkron. Generator dan prime mover dikatakan berada pada kondisi sinkron dengan mesin-mesin lainnya apabila beroperasi pada kecepatan sinkron dalam sistem. Nilai Tm dianggap konstan pada kondisi operasi asumsi ini didasarkan karena input dari prime mover dikontrol oleh governor. Governor tidak akan bekerja sampai terjadi perubahan kecepatan. Periode waktu dalam dinamika tersebut tidak terlalu efektif untuk diperhitungkan dalam studi stabilitas. Nilai T e (torsi elektrik) menggambarkan besar daya air gap pada mesin yang merupakan total daya keluaran pada generator ditambah |I|2R losses pada kumparan jangkar. Te menyatakan daya air gap udara yang disuplai oleh sistem elektrik untuk mengendalikan rotor, sedangkan Tm merepresentasikan torsi beban dan losses rotasi yang cenderung memperlambat rotor. θm merupakan sudut rotor yang dihitung dari axis stasioner pada stator sebagai referensi. Oleh karena itu, θm meningkat secara kontinu sejalan dengan waktu pada kecepatan sinkron yang konstan, yang dinyatakan oleh persamaan: 𝜃𝑚 = 𝜔𝑠𝑚 𝑡 + 𝛿𝑚
(2)
Dimana; ωsm = kecepatan sinkron mesin (rad/detik) δm = pergeseran angular pada rotor (rad) Faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Transien Kestabilan transien pada generator/sistem tergantung hal-hal berikut: Besar pembebanan pada generator Output genetator selama gangguan. Hal ini dipengaruhi oleh lokasi dan tipe gangguan Waktu pemutusan atau penghilangan gangguan Reaktansi sistem transmisi pasca gangguan Reaktansi generator. Semakin kecil nilai reaktansi akan meningkatkan daya puncak dan mengurangi sudut rotor awal
ISBN : 978-979-127255-0-6
Group Teknik Elektro TE5 - 2
Volume 6 : Desember 2012
PROSIDING 201 2© Arsitektur
Elektro
Geologi
Mesin
HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil
Inersia generator. Semakin besar inersia semakin lambat laju perubahan sudut. Hal ini mengurangi perbesaran energi kinetik selama periode gangguan Besar tegangan internal generator. Hal ini tergantung pada medan eksitasi Tegangan infinite bus Peningkatan Kestabilan Transien Gangguan besar dalam sistem tenaga listrik memiliki konsekuensi tertentu terhadap performasi sistem, tipikal konsekuensi dari ketidakstabilan sistem diantaranya: Terjadi blackout pada area yang besar dalam sistem Interupsi beban Kondisi operasi sistem dalam tegangan rendah Kerusakan pada peralatan Malfungsi pada relay dan peralatan proteksi Berdasarkan tipikal konsekuensi diatas, beberapa perbaikan yang dapat diajukan untuk meningkatkan kestabilan sistem diantaranya: Mengembangkan konfigurasi dan desain sistem Penambahan daya sinkronisasi Perancangan peralatan pembangkit seperti pengembangan regulator tegangan, karakteristik exciter,dll Penerapan power sistem stabilizer Perancangan dan penambahan sistem proteksi Penambahan skema load shedding
METODOLOGI Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di wilayah Sulawesi Selatan yang merupakan area administrasi dari PT. PLN (Persero) Wilayah SULSELRABAR. Lokasi ini dipilih karena adanya kasus penambahan pembangkit baru pada sistem interkoneksinya yaitu PLTU Barru dengan kapasitas 2x50 MW dan PLTU Bosowa yang bertempat di Jeneponto dengan kapasitas 2x100 MW. Peralatan Semua data yang telah diberikan oleh PT.PLN (persero) Wilayah SULSELRABAR akan disimulasikan ke sistem interkoneksi Sulawesi Selatan dan Barat. Dalam proses simulasi digunakan software “DIGSILENT” Sistem Interkoneksi SULSEL Data yang didapat dari Single Line Diagram sistem Sulsel terlihat terdapat banyak pembangkit yang ada di wilayah Sulsel ini. Namun terdapat empat pembangkit utama yaitu: 1. 2. 3. 4.
PLTA Bakaru yang terdiri dari dua generator dan dua transformator daya dua kumparan. PLTG Sengkang yang terdiri dari tiga generator dengan tiga transformator daya dua kumparan. PLTD Suppa yang terdiri dari enam generator dengan dua transformator daya dua kumparan. Pusat Pembangkit Listrik Tello
Selain pembangkit dalam sistem interkoneksi sistem Sulsel ini terdiri dari 27 gardu induk, 25 saluran transmisi 150 kV, 8 saluran transmisi 70 kV dan 1 saluran 30 kV. Adapun besaran yang dipakai oleh PT. PLN (Persero) Wilayah SULSELRABAR untuk menentukan nilai besaran per unit ialah sebagai berikut: 1. Dasar daya diambil 100 MVA 2. Dasar tegangan ditentukan oleh letak tempat dan transformator daya yang dipakai di tempat tersebut 3. Dasar impedansi ditentukan menurut tegangan yang digunakan. Untuk tegangan 150 kV impedansi dasarnya 225 Ohm, untuk tegangan 70 kV impedansi dasarnya 49 Ohm dan untuk tegangan 30 kV impedansi dasarnya 9 Ohm.
Volume 6 : Desember 2012
Group Teknik Elektro TE5 - 3
ISBN : 978-979-127255-0-6
Pengaruh Pembangkit Listrik Tenaga.... Arsitektur Elektro
Geologi
Mesin
Perkapalan
Ikhlas Kitta Sipil
Pemodelan Sistem Interkoneksi Dalam studi kestabilan ini keadaan sistem sebelum gangguan dan konfigurasi jaringannya selama dan setelah terjadinya gangguan harus diketahui. Karenanya, dalam hal multi mesin ini, diperlukan dua langkah pendahuluan : 1. Kondisi-kondisi pra gangguan keadaan tetap untuk sistem itu dihitung dengan menggunakan suatu program aliran beban 2. Representasi jala-jala pra gangguan ditentukan dan kemudian diubah untuk dapat melukiskan kondisi gangguan dan setelah gangguan. Untuk mengurangi kerumitan pembuatan model sistem, dan dengan demikian juga mengurangi beban perhitungan, biasanya adalam studi kestabilan peralihan dibuat beberapa pengandaian sebagai berikut : 1. Masukan daya mekanis ke masing-masing mesin adalah tetap konstan selama keseluruhan perioda perhitungan lengkung ayunan. 2. Daya peredaman dapat diabaikan 3. Setiap mesin dapat diwakili oleh suatu reaktansi peralihan yang konstan yang terhubung seri dengan suatu tegangan dalam peralihan yang konstan pula. 4. Sudut rotor mekanis dari setiap mesin adalah bersamaan, yaitu sudut fasa listrik dari tegangan dalam peralihan. 5. Semua beban dapat dianggap sebagai impedansi shunt ke tanah dengan nilai yang ditentukan oleh keadaan yang berlangsung tepat sebelum keadaan peralihan. Semua data yang telah diberikan oleh PT.PLN (persero) Wilayah SULSELRABAR Area Penyalur dan Pengatur Beban (AP2B) akan disimulasikan ke dalam contoh gangguan hubung singkat 3 fasa pada sistem interkoneksi Sulawesi Selatan dan Barat.
HASIL DAN PEMBAHASAN Data Sistem Interkoneksi SULSELBAR Setelah pengambilan data yang dilakukan di PT. PLN (Persero) AP2B Wilayah SULSEL yang digunakan sebagai referensi untuk menganalisa kestabilan transien pada sistem interkoneksi SULSELBAR. Data yang diperoleh berupa data saluran transmisi , data transformator, data pembangkit dan data beban seperti pada tabel berikut ini: Dalam studi sistem interkoneksi SULSELBAR untuk menghitung load flow dan menganalisa kestabilan transien dalam sistem interkoneksi digunakan suatu aplikasi sistem tenaga yaitu DIgSILENT PowerFactory versi 13.2.0. Adapun gambar Single Line Diagram dari sistem interkoneksi SULSELBAR yang sudah dibuat dalam aplikasi DIgSILENT ini yaitu sebagai berikut.
Gambar 1. Single Line Diagram Sistem Interkoneksi SULSELBAR
ISBN : 978-979-127255-0-6
Group Teknik Elektro TE5 - 4
Volume 6 : Desember 2012
PROSIDING 201 2© Arsitektur
Elektro
Geologi
Mesin
HASIL PENELITIAN FAKULTAS TEKNIK Perkapalan Sipil
Hasil Simulasi Hasil dari perhitungan aliran daya pada sistem interkoneksi SULSEL dengan menggunakan aplikasi DIgSILENT dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Aliran daya sistem interkoneksi SULSEL dengan mengunakan aplikasi DIgSILENT NO
DARI BUS
KE BUS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 23 24 25 26 27 28 29 30 31
BAKARU BAKARU BULUKUMBA BULUKUMBA BULUKUMBA BONE BONE BOSOWA BOSOWA JENEPONTO MAJENE PANGKEP PARE-PARE PARE-PARE SIDRAP SENGKANG SNGMINASA PANGKEP PLTU BARRU SIDRAP SNGMINASA TELLO TELLO TLLASA JLR TENGAH POLEWALI POLEWALI BRNGLOE DAYA PANGKEP
PINRANG POLEWALI JENEPONTO BONE SINJAI SINJAI SOPPENG TELLO PANGKEP TALLASA POLEWALI TELLO SIDRAP PINRANG SOPPENG SOPPENG TBUNGA BOSOWA PARE-PARE JLUR TNGH TELLO TLLAMA PNKKNG SNGGMNASA SNGGMNASA MAJENE PARE-PARE TELLO TELLO MAROS
DAYA (MW) 37.86 43.49 9.41 11.31 9.85 12.39 26.07 5.32 2.22 3.13 12.12 2.80 13.02 18.99 10.73 28.50 20.04 2.22 37.49 25.71 25.57 29.66 33.23 5.88 25.66 12.12 6.65 21.16 31.30 8.66
LEVEL TEGANGAN (kV) 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 150 66 66 66
Untuk menganalisa kestabilan transien pada sistem interkoneksi SULSELBAR dipilih lokasi gangguan pada bus Pangkep. Pemilihan lokasi gangguan ini berdasarkan pertimbangan bahwa bus ini merupakan jalur utama dan jalur terdekat suplai daya listrik dari pembangkit-pembangkit utama menuju pusat beban yaitu Makassar. Adapun gangguan transien yang dipakai adalah gangguan hubung singkat 3 fasa karena efek dari gangguan ini sangat besar terhadap kestabilan pembangkit. Dalam analisa kestabilan transien ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu amplitude gelombang, frekuensi gelombang, dan posisi sumbu utama rotor generator. Amplitudo dari gelombang merupakan amplitude dari singkronisasi generator tersebut dengan sistem yang terhubung dengannya. Generator dikatakan stabil jika amplitude dari sudut rotor pembangkit tidak melampaui batas 90 0 atau minus 900, jika osilasi sudut rotor pembangkit melampaui 900atau minus 900 maka pembangkit akan kehilangan singkronisasi Frekuensi dari gelombang menunjukan kestabilan dari generator. Rotor yang stabil memiliki frekuensi gelombang yang besar yang diartikan sebagai perubahan posisi sudut kecil terhadap waktu dan stabil dengan sempurna saat frekuensi rotor generator sama dengan nol atau dikatakan tidak ada perubahan posisi sudut lagi. Posisi sumbu rotor generator menunjukan perubahan percepatan dari rotor generator saat sebelum dan setelah terjadinya gangguan. Jika sumbu rotor generator stabil maka kecepatan dari putaran rotor generator juga stabil. Grafik di bawah ini merupakan grafik sistem interkoneksi SULSEL. Dengan waktu pemutusan gangguan 0.01 detik sistem tetap stabil meskipun terjadi perubahan sudut daya rotor pada pembangkit. Saluran yang dibuka saat terjadi gangguan pada bus Pangkep adalah saluran Bosowa-Pangkep. Grafik ini merupakan grafik dari Sudut daya rotor pada generator pembangkit.
Volume 6 : Desember 2012
Group Teknik Elektro TE5 - 5
ISBN : 978-979-127255-0-6
Pengaruh Pembangkit Listrik Tenaga.... Arsitektur Elektro
Geologi
Mesin
Perkapalan
Ikhlas Kitta Sipil
Gambar 2. Grafik Kestabilan Transien Sistem Interkoneksi SULSEL
Berdasarkan hasil simulasi yang didapatkan, baik berupa hasil load flow maupun hasil analisa kestabilan transien, maka dapat diketahui bahwa: Pada grafik kondisi kestabilan transien interkoneksi sistem SULSEL yang didapatkan dari software DIgSILENT terlihat bahwa kondisi transien berada dalam kondisi yang stabil. Hal ini terlihat bahwa amplitudo ayunan rotor tidak melebihi sudut 900 sehingga masih stabil.
SIMPULAN Berdasarkan hasil simulasi yang telah dilaksanakan dengan menggunakan software DIgSILENT PowerFactory maka dapat disimpulkan bahwa: Kondisi kestabilan transien setelah dilihat menggunakan software DIgSILENT, dapat diketahui berada dalam kondisi yang stabil. Hal ini terlihat pada gambar grafik yang dihasilkan, amplitudo ayunan rotor tidak melebihi sudut 900 sehingga dikatakan stabil.
DAFTAR PUSTAKA [1] Stevenson D William, 1983. “Analisis Sistem Tenaga Listrik, edisi keempat”: Penerbit Erlangga, Ciracas, Jakarta. [2] Hadi Saadat, 2004. “Power Sistem Analisis, Second Edition”: Mc.Graw-Hill International Edition, Singapura. [3] Berahim Hamzah,2011.”Teknik Tenaga Listrik”. http://tokobukujogja.com/teknik-tenaga-listrik-dasarhamzah-berahim/ [4] Gonzales-Longatt M Franscisso, 2009. “Example:P.M. andreson 9 Bus Test Case”:
[email protected] or www.fglongatt.org.ve [5] Hutauruk, T. S., 1984. “Analisa Sistem Tenaga Listrik,jilid I”:Juusan Elektroteknik, ITB [6] Arismunandar, A., (2001). “TeknikTeganganTinggi”, Jakarta :PradnyaParamita. [7] Sulasno ,1993. “Analisa Sistem Tenaga Listrik”: Satya Wacana, Semarang
ISBN : 978-979-127255-0-6
Group Teknik Elektro TE5 - 6
Volume 6 : Desember 2012