PERENCANAAN HUTAN RAWA PAYAU UNTUK EKOWISATA DI KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN, JAKARTA
Oleh: Widuriyani Darmawan A 34201013
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
2
PERENCANAAN HUTAN RAWA PAYAU UNTUK EKOWISATA DI KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN, JAKARTA.
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh
WIDURIYANI DARMAWAN A 34201013
PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
3
RINGKASAN WIDURIYANI DARMAWAN. Perencanaan Hutan Rawa Payau untuk Ekowisata di Kota Baru Bandar Kemayoran, Jakarta. Dibawah bimbingan NURHAJATI A. MATTJIK. Hutan Rawa Payau (HRP) Kemayoran merupakan salah satu lahan basah yang berada diperkotaan yang terancam keberadaannya, serta flora dan fauna di dalamnya semakin berkurang. Kehadiran HRP ini mempunyai arti penting sebagai salah satu contoh ekosistem rawa payau daerah tropis yang masih tersisa di Jakarta terutama jenis burung dan mamalia, serta sebagai kantung-kantung air pencegah intrusi air laut dan banjir. Berdasarkan keputusan gubernur propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 339 Tahun 2002, 4.6 Ha HRP Kemayoran ditetapkan sebagai hutan kota konservasi. Untuk mempertahankan keberadaan rawa payau sebagai salah satu lahan basah perkotaan, perlu dilakukan upaya pengelolaan dan pemanfaatan. Salah satu upaya pemanfaatan hutan mangrove adalah dengan menjadikannya sebagai tempat wisata ekologis. Kondisi HRP Kemayoran telah mengalami kerusakan tingkat sedang, sehingga diperlukan upay rehabilitasi sebagai langkah awal penataan kawasan sebagai areal wisata ekologis. Penelitian ini bertujuan untuk merencanakan areal Hutan Rawa Payau (HRP) Kemayoran dengan konsep ekowisata sebagai wujud pengelolaan dan pemanfaatan untuk menciptakan keseimbangan antara ekologis tapak dengan penggunaannya sebagai kawasan wisata. Metode yang digunakan mengikuti tahapan perencanaan yang dikemukakan oleh Gold (1980) melalui pendekatan sumberdaya alam. Konsep dasar perencanaan adalah menciptakan kawasan wisata alternatif di Jakarta dengan konsep ekowisata, dimana aktivitas wisata dikembangkan dengan tetap memperhatikan kelestarian sumberdaya tapak yang mampu memberikan dan meningkatkan pengetahuan serta pengalaman terhadap ekosistem lingkungan lahan basah terutama hutan rawa payau. Pada akhirnya diharapkan mampu meningkatkan rasa kepeduliaan masyarakat untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam melalui pemanfaatan potensi alam sebagai tempat berwisata dengan memperhatikan kondisi ekologis tapak. Objek dan atraksi wisata diutamakan pada ekosistem hutan rawa payau sebagai habitat flora dan fauna yang beraneka ragam dan memiliki karakteristik yang khas. Konsep dasar dikembangkan kedalam konsep ruang, konsep aktivitas wisata dan konsep sirkulasi. Konsep ruang dikembangkan dengan memperhatikan tiga aspek pengembangan ekowisata yaitu alam sebagai modal utama, wisata sebagai aktivitas yang diakomodasikan dan bernilai ekonomi serta manusia. Maka ruang yang dikembangkan terdiri dari ruang wisata, ruang penyangga dan ruang pelayanan. Konsep aktivitas wisata berupa wisata pasif interpretatif yang dapat memberikan hiburan, informasi, pengetahuan dan pengalaman pengunjung pada sumber daya sesungguhnya di alam. Aktivitas wisata diarahkan pada aktivitas kelompok dengan pembatasan waktu kunjungan dan lebih berorientasi pada jalur. Aktivitas wisata dikembangkan dengan paket wisata berdasarkan jarak dan
4
ketersediaan waktu luang. Sedangkan konsep sirkulasi dikembangkan menjaid sirkulasi interpretatif dan sirkulasi pelayanan. Alokasi rencana tata ruang HRP Kemayoran: 65% ruang wisata, 20% ruang penyangga dan 15% adalah ruang pelayanan. Ruang wisata meliputi areal rawa dan delta, merupakan ruang aktivitas wisata utama dimana terdapat objek dan atraksi wisata berupa vegetasi khas alami rawa payau serta satwa terutama burung. Aktivitas wisata yang direncanakan merupakan aktifitas wisata pasif berupa jalan-jalan mengikuti jalur boardwalk. Ruang penyangga sebagai ruang perlindungan terhadap keberadaan objek dan atraksi wisata pada ruang wisata utama dari pengaruh negatif masyarakat maupun aktivitas berlebih pengunjung. Sehingga keseimbangan dan kelestarian ekosistem hutan rawa payau dapat terjaga. Ruang pelayanan merupakan ruang yang mengakomodasikan keperluan pengunjung selama berwisata dan mengakomodasikan kebutuhan masyarakat dilihat dari kepentingan mata pencaharian. Masyarakat sebagai pengelola kawasan wisata seperti tenaga pemandu wisata/interpreter, penyediaan konsumsi dan petugas keamanan, maupun pengelola kios cinderamata. Sirkulasi dibedakan menjadi sirkulasi interpretatif dan sirkulasi pelayanan. Sirkulasi interpretatif berfungsi sebagai jalur interpretasi wisata baik pendidikan maupun non pendidikan, merupakan jalur yang mengelilingi tapak (loop) berupa boardwalk terapung untuk mengantisipasi fluktuasi debit air rawa akibat hujan maupun pasang surut. Sirkulasi pelayanan merupakan sirkulasi penunjang aktivitas wisata. Sirkulasi ini dibedakan menjadi pelayanan wisata dan pemeliharaan. Sirkulasi pemeliharaan berfungsi sebagai jalur inspeksi dengan akses dari arah utara tapak, lebar 3 m. Jalur ini dapat digunakan oleh pengunjung diluar hari pemeliharaan. Aktivitas wisata dibagi kedalam dua paket wisata, paket wisata I dengan jarak tempuh 750.8 m dimulai dari ruang persiapan wisata ke arah selatan tapak. Wisatawan dapat menginterpretasi burung-burung, satwa lain seperti reptil dan serangga serta beberapa vegetasi khas merupakan objek dan atraksi yang menarik. Paket wisata II jarak tempuh 3. 503 m dimulai dari ruang persiapan wisata ke arah utara tapak. Objek wisata yang dapat dinikmati adalah burung-burung yang jumlah dan jenisnya lebih beragam dari paket I dan vegetasi khas. Pada kedua area wisata disediakan menara pandang, untuk menikmati perilaku burung-burung dalam tapak, lapangan golf dan waduk. Selain itu, untuk menikmati burung yang bermain di area waduk, disediakan terucuk untuk bertengger burung-burung dan pengunjung menikmati atraksinya dari papan intip yang disertai papan interpretasi mengenai burung-burung yang ada ataupun dari menara pandang. Pada tapak juga terdapat fasilitas pelayanan yang dapat menunjang kegiatan berwisata yang terdiri dari loket penjualan tiket, tempat parkir, pos jaga, pusat informasi, mushalla, café, kios cinderamata, studio foto mini dan toilet. Fasilitas yang diakomodasikan menggunakan material alami dan diusahakan sedikit mungkin pembangunan fisik. Perjalanan wisata ditemani oleh seorang interpreter yang akan menceritakan mengenai satwa, vegetasi dan ekologi mangrove. Pada hari sabtu terdapat pelayanan ekstra dengan menyediakan interpreter secara gratis.
5
Judul
: Perencanaan Hutan Rawa Payau untuk Ekowisata di Kota Baru Bandar Kemayoran, Jakarta.
Nama Mahasiswa
: Widuriyani Darmawan
NRP
: A 34201013
Program Studi
: Arsitektur Lanskap
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Ir. Nurhajati A. Mattjik, MS. NIP. 130 367 074
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian,
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, MAgr. NIP 130 422 698
Tanggal Lulus :
6
RIWAYAT HIDUP Widuriyani Darmawan lahir di Sukabumi 22 Desember 1983 merupakan putri ketiga dari tiga bersaudara pasangan Almarhum Wawan Darmawan dan Ade Kartini Iskandar. Pendidikan dasar diselesaikan di SDN Cimahi II Cisaat Sukabumi pada tahun 1995. Tahun 1998 penulis menyelesaikan pendidikan menengah di SMPN 1 Cisaat Sukabumi dan melanjutkan dengan sekolah menengah atas SMUN 1 Sukabumi dan lulus tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Arsitektur Lankap, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan kampus diantaranya menjadi Staff Divisi Kemahasiswaan, Himpunan Mahasiswa Agronomi (HIMAGRON) tahun 2002-2003 dan Staff Divisi Keprofesian, Himpunan Mahasiswa Arsitektur Lanskap (HIMASKAP) tahun 2004-2005 serta berperan serta aktif dalam kepanitiaan berbagai kegiatan kemahasiswaan. Penulis yang biasa disapa akrab Widuri atau d0e juga pernah menjadi Asisten Mata Kuliah Tanaman Lanskap I tahun 2005-2006, dan pada tahun 2006 menjadi Relawan Rimbawan Muda Indonesia (RMI) untuk perencanaan penataan ruang desa Parigi dan desa Nyuncung, Kecamatan Nanggung, Bogor Barat.
7
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas ridho dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi untuk meraih gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Perencanaan Hutan Rawa Payau untuk Ekowisata di Kota Baru Bandar Kemayoran, Jakarta. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimasih kepada : 1. Almarhum papa dan mama terkasih atas semua cinta, pengorbanan, derai tawa dan air mata. You are the best single mother ever!! Semoga engkau bangga. 2. Kakak-kakak terbaikku, A’Ucing dan Teh Wida dan iparku yang lumayan bawel :?. Terimakasih dukungan, peringatan dan kasih sayangnya. 3. Bapak Ir. Trian Purwanto, IALI. beserta Staff DP3KK atas kesempatan, dukungan, informasi serta keakraban yang terjalin. 4. Bapak Dr. Ir. Aris Munandar, MS. Selaku dosen pembimbing akademik atas pengertian, perhatian dan perasaan nyaman selama berkonsultasi. 5. Ibu Prof. Dr. Ir. Nurhayati A. Mattjik, MS. selaku dosen pembimbing skripsi, terimakasih atas waktu, pengertian dan bimbingannya. 6. Dr. Ir. Siti Nurisjah, MSLA. dan Ibu Ir. Marietje M. Wungkar, MSi. selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan, kritik dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini. 7. Seluruh keluarga besar Departemen Arsitektur Lanskap atas kerjasama dan rasa kekeluargaan. 8. Orang-orang yang pernah sangat dekat sekali, terimakasih atas indahnya gelap terang yang kalian beri. Suatu masa nanti kita akan berterimakasih atas semuanya. 9. Rinrin, Mia, Inke dan Achie (terimakasih atas semangat dan ’tamparan’ saatsaat terpuruk). 10. Liza dan Bessy Miss J.Lo, atas kebersamaan pencarian data dan bershadaqoh ke BMG,,,perjalanan menjadi tanpa rasa takut dan penuh tawa, thanks sist’. Muti dan Katrin, teman menanti sampai masuk angin… :?
8
11. Ms. Cannon_printernya Icha, Adi Jupree+Davi (Thanx 4 ’midnight ink’). 12. Landcsape 38+ dengan keceriaan, kegilaan, kebersamaan yang begitu berarti, tiada pujian tanpa celaan :?. semoga bersahabat sampai ke surga. Rida, Livana, Nina, Tata, tante Rika, Nuning gitu loch,,, Asti (jaga kesehatan neng,,,), Ani jangkung, Annisa+Fams (sorry lo liat gw nangis, makasih ya jeng,,,), Rr. Aloen, Faika (makasih tumpangannya), Dine (semoga jadi anggota dewan PKS), Alma, Iffa (Caiyo jeng!!), Retno, Pimszkoy, Dian, Imam, Yuki Kasuya dan Ami Takahashi si Jepang error dan Nura, anak angkat La38. Para boyzband38, Rizky tanpa huruf R biang segalanya, GinGin (mandi atuh kang,,,), kang Sandi (sukses ya pak Direktur), Aldoko, Angga, Hijrah, Asril, kang Yayat, The world never b dSame without all of u, iM gonna Miz all this. Siapa yang dapet piala pertama kali ya,,,:? 13. Serta semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat dan menjadi masukan yang berharga bagi yang berkepentingan.
Bogor, Maret 2006 Penulis
9
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR PENDAHULUAN Latar Belakang ....................................................................................
1
Tujuan .................................................................................................
3
Manfaat Penelitian ..............................................................................
4
Kerangka Pikir Penelitian....................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA Perencanaan ........................................................................................
6
Perencanaan Kawasan Wisata .............................................................
7
Rekreasi dan Wisata ...........................................................................
7
Sumberdaya Kegiatan Wisata .............................................................
8
Daya Dukung Kegiatan Wisata ...........................................................
9
Hutan Rawa Payau .............................................................................. 10 Ekowisata ............................................................................................ 12 METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................... 15 Metode Penelitian ............................................................................... 15 Proses Perencanaan ............................................................................. 16 KONDISI UMUM LOKASI Letak dan Luas .................................................................................... 19 Riwayat Penunjukkan.......................................................................... 19 Tata Guna Lahan ................................................................................. 21 INVENTARISASI Data Ekologis ...................................................................................... 24 Data Teknis ......................................................................................... 34 ANALISIS DAN SINTESIS Data Ekologis Lahan dan Aksesibilitas ....................................................... 37
10
Topografi.............................................................................. 37 Hidrologi .............................................................................. 38 Vegetasi................................................................................ 42 Satwa .................................................................................... 46 Tanah.................................................................................... 50 Iklim ..................................................................................... 51 Akustik ................................................................................. 56 Kenyamanan dan Nilai Visual Tapak ................................... 56 Data Teknis ......................................................................................... 57 KONSEP Konsep Dasar ...................................................................................... 60 Konsep Pengembangan ....................................................................... 61 Konsep Ruang ...................................................................... 61 Konsep Sirkulasi .................................................................. 63 Konsep Aktivitas Wisata ...................................................... 64 PERENCANAAN Rencana Tata Ruang ........................................................................... 66 Rencana Sirkulasi................................................................................ 67 Rencana Aktivitas Wisata ................................................................... 69 Rencana Daya Dukung Wisata ............................................................ 74 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ......................................................................................... 81 Saran .................................................................................................. 82 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 83 LAMPIRAN ................................................................................................... 87
11
DAFTAR TABEL Nomor
Teks
Halaman
1. Jenis, bentuk, sumber dan cara pengambilan data ..................................... 18 2. Daftar Nilai Parameter Kualitas Air......................... ................................. 27 3. Daftar Vegetasi di HRP Kemayoran ......................................................... 28 4. Daftar Jenis Burung di HRP Kemayoran .................................................. 29 5. Data Iklim KBBK tahun 2000-2004 ......................................................... 31 6. Perhitungan Nilai THI .............................................................................. 52 7. Kebutuhan Ruang dan Daya Dukung ........................................................ 75
Lampiran 1. Lahan basah di Jawa dan Bali dengan Status Dilindungi ......................... 87 2. Potensi Lokasi Objek Wisata Satwa HRP ................................................ 88 3. Potensi Lokasi Objek Wisata Vegetasi HRP ........................................... 89 4. Ilustrasi Objek Wisata Burung HRP Kemayoran. .................................... 90 5. Ilustrasi Objek WisataVegetasi HRP Kemayoran. ................................... 95
12
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Kerangka Pikir Penelitian .........................................................................
5
2. Peta Orientasi Tapak ................................................................................. 15 3. Tahapan Proses Perencanaan .................................................................... 17 4. Peta Tata Guna Lahan KBBK ................................................................... 23 5. Saluran Suplesi ......................................................................................... 25 6. Peta Inlet dan Outlet ................................................................................. 26 7. Grafik Suhu Tahun 2000-2004 ................................................................. 31 8. Grafik Kelembaban Udara Rata-rata Tahun 2000-2004 ........................... 32 9. Grafik Intensitas Penyinaran Tahun 2000-2004 ........................................ 32 10. Grafik Curah Hujan Tahunan Tahun 2000-2004....................................... 32 11. Grafik Tekanan Udara Tahun 2000-2004 ................................................. 33 12. Grafik Kecepatan Angin Rata-rata Tahun 2000-2004 ............................... 33 13. Ilustrasi Penggunaan Jeruji pada Saluran Maindrain ................................ 39 14. Ilustrasi Pintu Air Berjeruji pada Saluran Suplesi ..................................... 39 15. Siklus Oksidasi pada Badan Air Alami ..................................................... 42 16. Sketsa Tipe Akar Mangrove ..................................................................... 43 17. Regenerasi Pohon Mangrove .................................................................... 44 18. Ilustrasi Vegetasi Sebagai Kontrol Visual ................................................ 54 19. Vegetasi Sebagai Peredam Kebisingan ..................................................... 56 20. Peta Kondisi Eksisting Tapak ................................................................... 59 21. Konsep Ruang .......................................................................................... 63 22. Konsep Sirkulasi ....................................................................................... 63 23. Ilustrasi Stop Area pada Ruang Penyangga .............................................. 68 24. Ilustrasi Alternatif Boardwalk.................................................................. 68 25. Ilustrasi Penataan Gerbang Masuk Kawasan ............................................ 70 26. Ilustrasi Parkir Kendaraan 45˚ (Chiara dan Koppelman, 1997) ............... 71 27. Ilustrasi Beberapa Papan Informasi pada Tapak ....................................... 72 28. Ilustrasi Pengamatan Burung melalui Papan Intip dan Terucuk ................ 73 29. Ilustrasi Pengamatan Burung Melalui Menara Pandang ........................... 73
13
30. Ilustrasi Menara Pandang ......................................................................... 74 31. Rencana Tata Letak Aktivitas ................................................................... 76 32. Rencana Tata Letak Fasilitas .................................................................... 77 33. Site Plan.................................................................................................... 78 34. Touring Plan ............................................................................................. 79 35. Detail Area Pelayanan .............................................................................. 80
14
PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu masalah yang memerlukan pengelolaaan dengan serius disuatu daerah adalah keberadaan
lahan basah. Menurut Konvensi Ramsar (MNLH,
2005), lahan basah merupakan daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut, dan perairan; alami atau buatan; tetap atau sementara; dengan air yang tergenang atau mengalir; tawar, payau, atau asin; termasuk wilayah laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu air surut. Selain sebagai sumberdaya alam yang penting untuk kehidupan ekonomi dan pembangunan, secara ekologi, lahan basah adalah habitat flora dan fauna. Lahan basah mempunyai peranan yang sangat penting, diantaranya adalah merupakan tempat mencari makan bagi ribuan burung pengembara yang menempuh perjalanannya dari daratan Asia ke Australia dan sebaliknya. Namun keberadaan lahan basah di Indonesia semakin terdesak akibat alih fungsi menjadi kawasan pertanian, sentra bangunan produksi ataupun menjadi kawasan pemukiman elit. Alih fungsi lahan basah dapat diartikan sebagai hilangnya daerah tangkapan air, kehilangan lahan basah akan mengurangi debit air yang masuk ke dalam tanah melalui proses infiltrasi dan akan meningkatkan debit air permukaan, air yang masuk akan serta merta dialirkan kembali kesungai dan menuju kelaut tanpa adanya proses pengikatan oleh tanah terlebih dulu. Hal ini juga menyebabkan sumber air didarat menjadi asin (Nainggolan, 1994). Hutan Rawa Payau (HRP) Kemayoran merupakan salah satu lahan basah perkotaan yang terancam keberadaannya, serta flora dan fauna di dalamnya semakin berkurang. Kehadiran HRP ini mempunyai arti penting sebagai salah satu contoh ekosistem rawa payau yang masih tersisa di Jakarta terutama jenis burung dan mamalia, serta sebagai kantung-kantung air pencegah banjir. HRP Kemayoran telah ditetapkan sebagai kawasan yang dilindungi sebagai Taman Wisata Alam Kemayoran (Tabel Lampiran 8). Menurut Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI (2002), bahwa areal hutan mangrove dan areal yang berasosiasi dengannya, seperti dataran lumpur dan rawa-rawa di sekitar teluk Jakarta merupakan areal yang penting bagi burung-burung air yang menghuni
Comment [S1]:
15
Pulau Rambut. Mardiastuti (2005) menambahkan, lahan basah yang masih tersisa perlu dikonservasi tidak hanya sebagai tempat mencari makan burung air tetapi juga untuk perlindungan banjir dan intrusi air laut. Selain itu, berdasarkan keputusan gubernur propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 339 Tahun 2002, bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup di wilayah perkotaan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dibutuhkan unsur penghijauan berupa hutan kota yang berfungsi untuk mengatur tata air, pengendalian pencemaran udara, habitat flora/fauna, sarana kesehatan, olahraga, pelestarian plasma nutfah, wadah sanctuari satwa burung, wisata, sarana pendidikan dan penyuluhan, penangkal angin dan gangguan alam lainnya serta estetika. Maka ditetapkan hutan wisata Kemayoran seluas 4.6 Ha sebagai hutan kota konservasi. Kota Baru Bandar Kemayoran (KBBK) Jakarta adalah kota mandiri dengan luasan 454 Ha. KBBK menyediakan 23.5% (106.5 Ha) dari luas total wilayah sebagai ruang terbuka, hutan rawa payau sebagai salah satu bentuk ruang terbuka terletak di ujung utara kawasan ini. Hutan rawa payau ini dipengaruhi oleh pasang surut air laut yang masuk melalui saluran suplesi yang dihubungkan melalui sungai Sunter. Keberadaan rawa payau ini sangat penting untuk menjaga intrusi air laut dan pencemaran kota. Untuk mempertahankan keberadaan rawa payau sebagai salah satu lahan basah perkotaan, perlu dilakukan upaya pengelolaan dan pemanfaatan. Salah satu upaya pemanfaatan hutan mangrove adalah dengan menjadikannya sebagai tempat wisata. Menurut Labahi dan Udiana (2004), untuk menjaga pemanfaatan sumberdaya alam hayati perlu dilakukan upaya konservasi agar sumberdaya alam hayati dan ekosistem terpelihara dan mampu mewujudkan keseimbangan serta menyatu dengan pembangunan, adapun kegiatannya adalah perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dan pemanfaatan secara lestari dimana diantaranya adalah dengan mengembangkan wisata ekologis di kawasan hutan konservasi. Akan tetapi, hutan mangrove merupakan areal yang rentan, sehingga pemanfaatan areal ini harus memperhatikan kondisi ekologis dan daya dukung. Selain itu pengelolaan hutan mangrove secara lestari juga menimbulkan masalah
16
antara kepentingan ekologis dan kepentingan sosial ekonomi masyarakat. Sehingga strategi yang ditetapkan harus mampu mengatasi masalah ekonomi masyarakat selain tujuan konservasi hutan mangrove yang tercapai. Selain itu kondisi HRP Kemayoran saat ini sudah mengalami kerusakan tingkat sedang, dimana diperlukan tindakan rehabilitasi sebagai langkah awal penataan ruang untuk kegitan wisata ekologis yang berkelanjutan. Ekowisata merupakan suatu konsep wisata yang mencerminkan wawasan lingkungan dan mengikuti kaidah keseimbangan dan kelestarian yang bertujuan mengintegrasikan tujuan konservasi alam dengan tujuan pembangunan ekonomi dengan melibatkan masyarakat lokal. Untuk dapat mengakomodasikan kebutuhan wisata dengan meminimalkan dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat sekitarnya sehingga tercipta keseimbangan antara kapasitas ekologis dan pemanfaatan tapak diperlukan perencanaan yang mampu memadukan faktor ekologis dan pengunjung serta masyarakat lokal sebagai faktor ekonomi sehingga tercipta suatu keseimbangan berdasarkan konsep daya dukung dimana penggunaan sumberdaya alami tidak boleh melampaui kapasitas lingkungan. Menurut UU No. 5 Tahun 1990, Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan: •
Perlindungan sistem penyangga kehidupan;
•
Pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;
•
Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Ekowisata
juga
merupakan
model
pengembangan
wisata
yang
bertanggung jawab di daerah yang masih alami atau yang dikelola secara kaidah alam dimana tujuannya selain untuk menikmati keindahan juga melibatkan unsur pendidikan, pemahaman dan dukungan terhadap usaha konservasi sumberdaya alam dan peningkatan pendapatan masyarakat setempat (Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Depdagri, 2000). Tujuan Penelitian Secara umum tujuan dari penelitian ini bertujuan untuk merencanakan areal Hutan Rawa Payau (HRP) Kemayoran dengan konsep ekowisata sebagai
17
wujud pengelolaan dan pemanfaatan untuk menciptakan keseimbangan antara ekologis tapak dengan penggunaannya sebagai kawasan wisata. Tujuan khusus •
Memanfaatkan hutan rawa payau sebagai tempat pendidikan, penelitian terhadap ekosistem rawa payau serta kegiatan wisata pasif interpretatif dengan memanfaatkan potensi tapak melalui penataan ruang, kegiatan wisata dan sirkulasi, sehingga pengunjung mendapatkan pengalaman selama berwisata.
•
Membuat suatu perencanaan alternatif berwisata Jakarta berdasarkan konsep ekowisata sehingga diharapkan kegiatan berwisata dapat berjalan dengan tetap menjaga kelestarian alam. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pengelola
kawasan maupun kawasan ekowisata lainnya yang serupa dalam pengembangan aktivitas wisata ekologis sebagai bahan pertimbangan dan acuan dalam usaha melestarikan sumberdaya alam suatu kawasan. Kerangka Pikir Penelitian Hutan
rawa
payau
mempunyai
potensi
sebagai
penyumbang
keanekaragaman hayati di perkotaan. Komponen biota dari ekosistem mangrove adalah komunitas mangrove yang terdiri dari populasi tumbuhan (hutan) dan fauna mangrove yang berinteraksi dengan komponen abiotik mangrove seperti tanah, oksigen, nutrisi, angin, arus, air, cahaya, suhu, kelembaban, gelombang dan salinitas. Selain itu, hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem alamiah yang unik dan mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi (Bengen dan Adrianto, 1998). Hutan Rawa Payau (HRP) Kemayoran yang terletak lebih kearah daratan belum banyak diketahui kalangan umum, walaupun telah menjadi kawasan taman wisata alam Kemayoran dengan potensi sumberdaya alam yang mulai terancam keberadaannya seiring dengan perkembangan pembangunan kota. Keberadaan hutan ini dapat dimanfaatkan sebagai kawasan wisata yang mencerminkan wawasan lingkungan dengan tetap mengikuti kaidah keseimbangan dan
18
kelestarian. Akan tetapi upaya rehabilitasi merupakan langkah awal yang harus dilakukan untuk menjamin kelangsungan HRP Kemayoran. Dalam rencana pengembangan Badan Pengelola Komplek Kemayoran (BPKK) menetapkan 23.5% wilayah sebagai daerah hijauan yang di antaranya adalah pengembangan hutan wisata untuk melindungi keberadaan sumberdaya alam dari kepunahan. Untuk itu diperlukan suatu perencanaan yang mampu memanfaatkan keberadaan HRP dengan tetap menjaga kelestariannya. Konsep ekowisata merupakan salah satu alternatif untuk mengembangkan kawasan pariwisata dalam suatu wilayah yang tetap memperhatikan konservasi lingkungan dengan memanfaatkan potensi sumberdaya serta budaya masyarakat lokal. Konsep perencanaan ekowisata memungkinkan pemanfaatan potensi tapak yang ada melalui penataan area yang akan dikembangkan yang mampu mengakomodasikan aktivitas wisata dan menjaga kelestarian. Faktor yang mempengaruhi tapak dianalisis sesuai dengan konsep yang dikembangkan sehingga menghasilkan rencana pengembangan yang terdiri dari konsep ruang, konsep sirkulasi, dan konsep wisata. Hutan Rawa Payau (potensi tapak) Degradasi Kualitas Ekosistem
Kebijaka
Pelestarian
Rahabilitasi
Konsep Ekowisata Kegiatan Wisata Ekologis Interpretatif
Rekreatif
Edukatif
Objek dan Atraksi Wisata
Jalur Wisata
Perencanaan Ekowisata untuk Pelestarian Hutan Rawa Payau Kemayoran
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
19
TINJAUAN PUSTAKA
Perencanaan Perencanaan adalah mengumpulkan dan menginterpretasikan data, memproyeksikannya kemasa depan, mengidentifikasi masalah dan memberi pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut (Knudson, 1980). Sedangkan menurut Gold (1980), perencanaan adalah suatu alat yang sistematis, yang digunakan untuk menentukan saat awal suatu keadaan dan cara terbaik untuk pencapaian keadaan tersebut dimana perencanaan lanskap dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, antara lain: 1. Pendekatan sumberdaya, yaitu penentuan tipe-tipe serta alternatif aktivitas wisata berdasarkan pertimbangan kondisi dan situasi sumberdaya. 2. Pendekatan aktivitas, yaitu penentuan tipe dan alternatif aktivitas berdasarkan seleksi terhadap aktivitas pada masa lalu untuk memberikan kemungkinan apa yang dapat disediakan pada masa yang akan datang, 3. Pendekatan ekonomi, yaitu penentuan tipe, jumlah, dan lokasi kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan ekonomi. 4. Pendekatan prilaku, yaitu penentuan kemungkinan aktivitas berdasarkan pertimbangan prilaku manusia dan kejadian-kejadian di mempengaruhi
tentang
bagaimana,
dimana
dan
kapan
waktu luang orang-orang
menggunakan waktu luangnya. Siti Nurisjah dan Pramukanto (1995) menambahkan, terdapat hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam perencanaan suatu kawasan, diantaranya : •
Mempelajari hubungan antara kawasan tersebut dengan lingkungan sekitar.
•
Memperhatikan keharmonisan antara daerah sekitarnya dengan kawasan yang akan direncanakan.
•
Menjadikan sebagai objek (wisata) yang menarik.
•
Merencanakan kawasan tersebut sehingga dapat menghasilkan suatu kawasan yang dapat menampilkan kesan masalalunya.
20
Perencanaan Kawasan Wisata Perencanaan lanskap kawasan wisata, terutama wisata alam adalah merencanakan suatu bentuk penyesuaian program rekreasi dengan suatu penataan lanskap untuk menjaga kelestariannya. Program wisata alam dibuat untuk menciptakan lingkungan fisik luar atau bentang alam yang dapat mendukung tindakan dan aktivitas rekreasi manusia yang menunjang keinginan, kepuasan, dan kenyamanannya, dimana proses perencanaan dimulai dari pemahaman sifat dan karakter serta kebijakan manusianya dalam menggunakan tapak untuk kawasan wisata (Knudson, 1980). Untuk menghasilkan suatu rencana dan rancangan areal rekreasi yang baik, ada beberapa hal yang harus diperhatikan, dipelajari dan dianalisis (Siti Nurisjah dan Pramukanto, 1995), yaitu: potensi dan kendala tersedia, potensi pengunjung, kebijakan dan peraturan yang terkait dengan sumberdaya dan penggunaannya, alternatif dan dampak dari perencanaan dan pelaksanaan yang dilakukan, dan pemantauan hasil perencanaan dan perancangan. Perencanaan rekreasi hutan adalah penggunaan sumberdaya rekreasi dalam menyediakan fasilitas dan area rekreasi yang memuaskan untuk mempertemukan kebutuhan penduduk sekarang dan masa yang akan datang. Perencanaan membantu menentukan tipe, kuantitas, lokasi dan waktu dalam pembangunan rekreasi (Douglass, 1992). Rekreasi dan Wisata Menurut Douglass (1992), rekreasi adalah suatu kegiatan yang menyenangkan dan konstruktif serta menambah pengetahuan dan pengalaman mental dari sumberdaya alam dalam waktu dan ruang yang terluang. Kesenangan tersebut dapat diperoleh melalui lima tahap perjalanan rekreasi yaitu, 1) antisipasi, termasuk perencanaan perjalanan rekreasi, 2) perjalanan ketempat tujuan rekreasi, 3) pengalaman dalam kawasan rekreasi, 4) perjalanan kembali, dan 5) kesan. Dilihat dari sudut tempat dimana kegiatan rekreasi dilakukan, terdapat rekreasi yang dilakukan di dalam ruangan (indoor) dan rekreasi luar ruangan (outdoor). Douglass (1992) mengungkapkan rekreasi alam terbuka adalah semua kegiatan
rekreasi yang
dilakukan tanpa dibatasi oleh suatu bangunan, atau
21
rekreasi yang berhubungan dengan lingkungan dan berorientasi pada penggunaan sumberdaya alam seperti air, hujan, pemandangan alam atau kehidupan bebas. Wisata merupakan pergerakan orang sementara menuju tempat tujuan yang berada di luar tempat biasa mereka bekerja dan tinggal, aktivitas yang dilakukan selama mereka tinggal ditempat tujuan dan fasilitas yang diciptakan untuk melayani kebutuhan mereka (Gunn, 1994). Holden (2000), menambahkan bahwa pembangunan wisata ditempat tujuan meliputi penggunaan sumberdaya fisik dan alam yang kemudian akan berdampak terhadap ekonomi, budaya dan ekologi di tempat tujuan wisata yang sedang berkembang. Wisata adalah sebuah sistem, tidak hanya bertemunya bisnis pengunjung, tetapi juga masyarakat dan lingkungan. Input penting wisata dipandang dari sudut lingkungan meliputi sumberdaya alam dan manusia, penggunaan tersebut didorong oleh permintaan konsumen di sistem pasar wisata (Holden, 2000). Sumberdaya Kegiatan Wisata Sumberdaya untuk kegiatan wisata menurut Gold (1980) adalah tempat tujuan bagi orang yang melakukan wisata yang merupakan suatu kesatuan ruang tertentu dan dapat menarik keinginan untuk berwisata. Ketersediaan sumberdaya untuk berwisata dapat dilihat dari jumlah dan kualitas dari sumberdaya yang tersedia serta dapat digunakan pada waktu tertentu. Untuk mengetahui sumberdaya yang tersedia dapat dilakukan identifikasi dan inventarisasi kemudian dianalisis potensi dan kendalanya. Sedangkan menurut Clawson and Knetsch (1966) suplai rekreasi adalah kuantitas dan kualitas sumberdaya rekreasi yang tersedia untuk digunakan pada waktu dan ruang tertentu. Suplai harus dilihat dari 1) penyebaran fisik, 2) status kepemilikan, pemerintah
atau perorangan/swasta,
3) daya dukung, dan 4)
manajemen. Selanjutnya Clawson and Knetsch (1966) menyatakan bahwa tak ada sesuatupun dalam lingkungan fisik atau bagian dari lahan atau badan air yang membentuk sumberdaya rekreasi melainkan kombinasi kualitas alami maupun kemampuan yang menarik manusia untuk menggunakannya sebagai tempat kegiatan rekreasi.
22
Adapun klasifikasi sumberdaya untuk rekreasi dilihat dari orientasinya terdiri dari: 1. Orientasi kepada pengunjung (users oriented). 2. Orientasi
pertengahan
(intermediate),
yakni
pemenuhan
kebutuhan
pengunjung seimbang dengan pengelolaan sumberdayanya. 3. Orientasi kepada sumberdaya (resources based) untuk tujuan pelestarian. Daya Dukung Kegiatan Wisata Daya dukung adalah konsep dasar yang dikembangkan untuk kegiatan pengelolaan suatu sumberdaya alam dan lingkungan yang lestari, melalui ukuran kemampuannya. Konsep ini dikembangkan, terutama untuk mencegah kerusakan atau degradasi dari suatu sumberdaya alam dan lingkungan. Sehingga keberadaan, kelestarian dan fungsinya dapat terwujud dan pada saat dan ruang yang sama juga pengguna atau masyarakat pemakai sumberdaya tersebut tetap berada dalam kondisi sejahtera dan/atau tidak dirugikan (Bahar, 2004). Daya dukung merupakan kemampuan sumberdaya rekreasi untuk mempertahankan fungsi dan kualitasnya guna memberikan pengalaman rekreasi yang diinginkan. Daya dukung menyangkut daya dukung fisik lokasi dan daya dukung sosial (Clawson and Knetsch, 1966). Sedangkan menurut Gold (1980), daya dukung rekreasi merupakan kemampuan suatu area rekreasi secara alami, segi fisik dan sosial untuk mendukung penggunaan aktifitas rekreasi dan dapat memberikan kualitas pengalaman rekreasi yang diinginkan. Dalam kontek pariwisata, daya dukung didefinisikan sebagai tingkat keberadaan pengunjung yang menciptakan dampak pada masyarakat, lingkungan dan perekonomian setempat, yang diterima baik oleh pengunjung, masyarakat maupun lingkungan serta aktivitas wisata yang berkelanjutan (Undang-undang No. 23 tahun 1997). Bengen (2002) dalam
Bahar (2004) mengemukakan pengertian daya
dukung : •
Daya dukung : tingkat pemanfaatan sumberdaya alam atau ekosistem secara berkesinambungan lingkungan.
tanpa
menimbulkan
kerusakan
sumberdaya
dan
23
•
Daya dukung ekologis : tingkat maksimum (baik jumlah maupun volume) pemanfaatan suatu sumberdaya atau ekosistem yang dapat diakomodasikan oleh suatu kawasan atau zona sebelum terjadi penurunan kualitas lingkungan ekologis.
•
Daya dukung fisik : jumlah maksimum pemanfaatan suatu sumberdaya atau ekosistem yang dapat diadopsi oleh suatu kawasan atau
zona tanpa
menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas fisik. •
Daya dukung sosial : tingkat kenyamanan dan apresiasi pengguna suatu sumberdaya atau ekosistem terhadap suatu kawasan atau zona akibat adanya penggunaan lain dalam waktu yang bersamaan.
•
Daya dukung ekonomi : tingkat skala usaha dalam pemanfaatan suatu sumberdaya yang memberikan keuntungan ekonomi maksimum secara berkesinambungan. Hal-hal yang mempengaruhi daya dukung suatu kawasan rekreasi dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: 1. Karakteristik sumberdaya alam, seperti geologi dan tanah, topografi, vegetasi, hewan, iklim dan air. 2. Karakteristik pengelolaan, seperti kebijaksanaan dan metode pengelolaan. 3. Karakteristik pengunjung, seperti psikologi, peralatan, perilaku sosial dan pola penggunaan (Knudson, 1980). Hutan Rawa Payau Lahan basah menurut Konvensi Ramsar (MNLH, 2005) merupakan daerah yang mencakup berbagai jenis habitat dengan komunitas dan ekosistem yang umumnya sangat dipengaruhi oleh keberadaan perairan didaerah tersebut ataupun sekitarnya. Menurut Konvensi Ramsar lahan basah adalah daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut, dan perairan; alami atau buatan; tetap atau sementara; dengan air yang tergenang atau mengalir; tawar, payau, atau asin; termasuk wilayah laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter pada waktu air surut. Definisi tersebut mencakup dataran terumbu karang dan padang lamun didaerah pesisir, dataran lumpur, hutan bakau, muara sungai, rawa air tawar, hutan rawa dan danau, juga rawa dan danau bergaram.
24
Dalam Konvensi Ramsar juga dinyatakan bahwa selain sebagai sumberdaya alam yang penting untuk kehidupan ekonomi dan pembangunan, secara ekologi, lahan basah adalah merupakan habitat flora dan fauna. Berdasarkan letaknya lahan basah dikelompokkan menjadi lahan basah pesisir dan lahan basah daratan. •
Lahan basah pesisir Lahan basah jenis ini meliputi daerah pesisir yang jenuh atau tergenang air, yang umumnya payau atau asin, baik secara tetap atau musiman, umumnya terpengaruh oleh pasang surut air laut dan kondisi lainnya atau limpasan hutan bakau, daratan lumpur dan pasir, muara, padang lamun dan rawa-rawa daerah pesisir.
•
Lahan basah daratan Lahan basah ini meliputi daerah yang jenuh atau tergenang oleh air yang pada umumnya bersifat tawar (dapat pula asin tergantung pada faktor-faktor edafik dan sejarah geomorfologinya) baik secara permanen maupun musiman, terletak didarat atau dikelilingi oleh daratan dan tidak terkena pasang surut air laut. Tipe lahan basah yang termasuk dalam kelompok ini adalah air terjun, danau, telaga, sungai, rawa air tawar, danau-danau musiman, kolam dan rawa asin didaratan. Rawa adalah areal tanah yang rendah dan digenangi air, biasanya banyak
terdapat tumbuhan air, istilah umum yang digunakan untuk menentukan semua lahan basah bervegetasi, termasuk didalamnya daerah air tawar, daerah air asin dan payau yang mungkin berhutan atau tergenang hampir sepanjang tahun. Hal itu berpengaruh pada kondisi tanah yang tergenang secara permanen (Claridges and Zuwendra, 1991). Hutan payau merupakan formasi hutan yang khas daerah tropika, terdapat di pantai yang rendah, tenang, berlumpur atau sedikit berpasir yang mendapat pengaruh pasang surut air laut dimana tidak ada ombak yang keras. Hutan ini disebut juga hutan bakau karena dominasi tegakannya jenis bakau atau disebut juga hutan payau karena dilokasi yang payau akibat mendapat buangan air dari sungai (Arief, 2001).
25
Lebih lanjut Arief (2001) menyatakan bahwa pada hutan payau terdapat campuran air tawar dari sungai dan air laut: pohon yang tumbuh umumnya berdaun tebal dan mengkilat karena adaptasi evapotranspirasi. Tajuk pepohonan dengan ketinggian umumnya rata-rata dapat mencapai 50 m. komposisi hutan bakau terdiri atas asosiasi beberapa jenis tanaman yang khas. Sedangkan hutan rawa adalah hutan yang tumbuh pada tanah aluvial yang selalu tergenang air tawar dengan ciri-ciri adanya tempat tumbuh beraerasi dan udara yang buruk. Ciri khas lainnya adalah tumbuhannya banyak yang berakar lutut yang tunasnya terendam air. Hutan rawa payau adalah gabungan keduanya, yakni hutan yang letaknya beberapa ratus meter kedaratan dengan vegetasi yang mirip dengan hutan mangrove dan mendapat pengaruh pasang surut. Nybakken (1992) dalam Oni (1995) menyatakan, untuk hutan rawa payau yang dipengaruhi oleh air laut, maka ph yang terdapat di rawa payau juga akan dipengaruhi oleh ph air laut yang berkisar antara 7.5-8.4. Berdasarkan keputusan gubernur propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 339 Tahun 2002, bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup di wilayah perkotaan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dibutuhkan unsur penghijauan berupa hutan kota yang berfungsi untuk mengatur tata air, pengendalian pencemaran udara, habitat flora/fauna, sarana kesehatan, olahraga, pelestarian plasma nutfah, wadah sanctuari satwa burung, wisata, sarana pendidikan dan penyuluhan, penangkal angin dan gangguan alam lainnya serta estetika. Maka ditetapkan hutan wisata Kemayoran seluas 4.6 Ha sebagai hutan kota konservasi. Ekowisata Ekowisata/pariwisata alam dalam PP No.18/1994 adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata alam, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata alam serta usaha-usaha pariwisata alam dalam kawasan hutan berikut,
terkait dibidang tersebut. Secara umum mengandung
ciri-ciri utama sebagai
1) Meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan, 2) Menyediakan
sebuah pengalaman wisata dengan lingkungan yang masih alami dan kesempatan menambah pengetahuan, 3) Secara aktif melibatkan masyarakat dalam proses pelaksanaan
pariwisata alam, sehingga mereka
memperoleh keuntungan,
26
4) Mendidik wisatawan dan masyarakat setempat dalam arti penting konservasi, dan 5) Peluang pendapatan bagi pemerintah (Subadia, 2003). Pengembangan pariwisata alam dalam kawasan hutan dikembangkan dengan tetap memperhatikan 5 prinsip utama ekowisata, yaitu konservasi, pendidikan, ekonomi, peran serta masyrakat dan rekreasi; dengan melalui kegiatan wisata alam, kualitas sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dapat terus dipertahankan dan ditingkatkan. Melalui rekreasi pengunjung akan dapat memperoleh kepuasan, pengalaman serta kesegaran jasmani dan kejiwaan, dapat meningkatkan kepedulian dan apresiasi pengunjung akan arti pentingnya keberadaan objek wisata alam. Dengan produk wisata alam yang optimal akan meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap konservasi dan tetap berusaha untuk mempertahankan objek, sehingga diharapkan dapat meningkatkan kelestarian sumberdaya alam. Ekowisata menurut definisi Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Departemen Dalam Negeri (2000), adalah suatu model pengembangan wisata yang bertanggungjawab didaerah yang masih alami atau daerah-daerah yang dikelola secara kaidah alam dimana tujuannya selain untuk menikmati keindahannya, juga melibatkan unsur pendidikan, pemahaman, dan dukungan terhadap usaha-usaha konservasi sumberdaya alam dan peningkatan pendapatan masyarakat setempat. Aspek pendidikan menjadi bagian utama dalam pengelolaan kawasan ekowisata karena membawa misi sosial untuk menyadarkan keberadaan manusia, lingkungan dan akibat yang akan timbul bila terjadi kesalahan dalam manajemen pemberdayaan lingkungan global. Misi tersebut tidak mudah karena untuk menjabarkannya dalam suatu paket wisata seringkali bentrok dengan perhitungan ekonomis atau terjebak dalam metode pendidikan yang kaku (Wiraman, 1998). Selanjutnya dinyatakan bahwa ekowisata memungkinkan pemanfaatan potensi keanekaragaman hayati tidak mengganggu apalagi merusak. Para wisatawan akan mendapatkan pengalaman secara langsung bercengkrama dengan alam yang masih terjaga, dan yang tak kalah penting mereka dapat memperoleh pengetahuan tentang rahasia alam, baik vegetasi maupun satwa yang terlihat dan terdengar sepanjang perjalanan wisata.
27
Adhikerana
(1999)
menyatakan
bahwa
ekowisata
yang
akan
dikembangkan diharapkan dapat memberikan dukungan bagi konservasi suberdaya alam hayati melalui: 1. Ekowisata memperhatikan kualitas daya dukung alam dan bersifat ramah lingkungan. 2. Ekowisata merupakan salah satu program pembangunan dan pelestarian secara
terpadu
antara
upaya
konservasi
sumberdaya
alam
dengan
pengembangan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan. 3. Keberadaan ekowisata dapat meningkatkan status suatu kawasan menjadi diakui sebagai kawasan alam yang dilindungi. 4. Ekowisata merupakan alternatif yang dapat dipakai untuk meningkatkan partisipasi pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam konservasi sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati. 5. Kegiatan ekowisata mengusahakan sumbangan dana (Eco-cost) bagi upaya konservasi sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati. Ekowisata juga meminimalkan dampak negatif terhadap mutu dan kuantitas keanekaragaman hayati yang disebabkan kegiatan wisata yang bersifat massal/konvensional (mass-tourism).
28
Comment [s2]:
METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di areal Hutan Rawa Payau (HRP) Kota Baru Bandar Kemayoran, Jakarta. Lokasi yang direncanakan seluas 6.3 Ha, yang dibatasi oleh sungai Pademangan dan rumah pompa disebelah utara, Jl. Griya Utama disebelah selatan, Sungai Pademangan dan pemukiman disebelah timur dan waduk pengendali banjir di barat. Inventarisasi data dilakukan bulan Maret sampai bulan Juni 2005. Pemukiman
Pemukiman
Waduk Aparteman Griya Sunter Pratama
Jakarta
Lapangan Golf Tanpa Skala Kota Baru Bandar Kemayoran
Hutan Rawa Payau Kemayoran
Gambar 2. Peta Orientasi Tapak Kemayoran Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survai dengan mengikuti proses tahapan perencanaan yang dikemukakan Gold (1980), dengan pendekatan sumber daya alam, dimana faktor alam lebih diutamakan daripada faktor sosial. Karena pada dasarnya apabila lingkungan telah teroganisir dengan baik, sosial ekonomi akan
terdukung.
Lingkungan
cenderung
menentukan
penambahan
dan
pemeliharaan ruang terbuka tanpa menghiraukan keinginan manusia/sumber fiskal yang harus dikeluarkan untuk ruang tersebut. Pendekatan ekologis atau pendekatan ekosistem, selain dapat digunakan untuk mendapatkan gambaran daya dukungnya atau kemampuannya juga dapat untuk menentukan indikator kerusakan ekosistem atau lingkungan yang
29
diakibatkan oleh kegiatan manusia terutama pada tingkat jumlah pemakai yang berlebihan atau eksploitatif (Siti Nurisjah dan Pramukanto, 2003) Dengan pendekatan tersebut diharapkan dapat merencanakan kawasan wisata dengan konsep ekowisata yang dapat menjamin kelestarian kawasan hutan rawa payau yang direncanakan sebagai area wisata dan pelestarian ekosistemnya. Proses Perencanaan Persiapan Pada tahap ini dilakukan penetapan tujuan perencanaan, pengumpulan informasi dan perizinan dari instansi terkait serta penetapan konsep awal perencanaan. Pengumpulan Data Merupakan tahap pengambilan data meliputi data ekologis dan data teknis yang mempengaruhi tapak yang direncanakan sebagai kawasan ekowisata. Data tersebut terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan di lapang dan dari hasil wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi pustaka, laporan-laporan kegiatan dan informasi dari dinas terkait. Jenis, bentuk, sumber data cara pengambilan data disajikan dalam tabel 1. Analisis Data dan informasi yang dikumpulkan kemudian dianalisis, yang dilakukan terhadap berbagai aspek dan faktor yang mempengaruhi tapak baik dalam tapak maupun sekitar tapak. Pengembangan rencana disesuaikan dengan kondisi tapak dan konsep awal. Analisis meliputi analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif berdasarkan pada potensi, kendala, amenity dan danger signal tapak. Sedangkan analisis kuantitatif dengan menghitung daya dukung tapak terhadap fungsi dan tujuan yang dikembangkan. Analisis ini menghasilkan potensi dan kendala tapak dan pengembangan berdasarkan kemampuan lahan. Nilai daya dukung wisata diperhitungkan berdasarkan rata-rata dalam 2
m /orang (Boulon dalam WTO dan UNEP, 1992 dalam Siti Nurisjah et. al., 2003): DD = A S
DD A
: Daya Dukung tapak (m2/orang) : Area yang digunakan sebagai wisata
30
T = DD x K K=N R
S T K N R
: Standar rata-rata individu : Total hari kunjungan yang diperkenankan : Koefisien rotasi : Jam kunjungan per hari yang diijinkan : Rata-rata waktu kunjungan
Sintesis Merupakan tahapan pemaduan hasil analisis baik data ekologis maupun teknis serta kebijakan pengelola sesuai dengan fungsi yang akan dikembangkan. Pada tahapan ini diperoleh konsep dasar yang merupakan dasar dari pengembangan tapak yang meliputi konsep ruang, konsep aktivitas wisata dan konsep sirkulasi. Aktivitas wisata yang dimaksud dalam perencanaan ini adalah wisata pasif interpretatif baik bersifat pendidikan maupun non pendidikan. Perencanaan Pada tahap ini dihasilkan rencana tapak (site plan) dan rencana sirkulasi wisata (touring plan), rencana tata letak fasilitas dan rencana tata letak aktivitas. Tahapan Kegiatan
Persiapan
Perumusan Masalah dan Tujuan Serta Konsep Awal
Pengumpulan Data (Tabel
Survey Lapang Studi Pustaka Wawancara
Analisis
Sintesis konsep
Perencanaan
Produk/Hasil
Data Karakteristik Tapak Alami (Ekologis dan Teknis)
• Analisis Kualiatatif Deskriptif (Potensi, kendala, Amenities, dan Danger Signal) • Analisis Kuantitatif (Daya Dukung Tapak)
Data Potensi Pengembangan Tapak
•
Pemecahan Masalah dan Alternatif Solusi • Konsep Ekowisata
Tata Ruang Wisata Tata Ruang Penyangga Wisata Jalur Wisata
Rencana Hutan Rawa Payau Kemayoran untuk Ekowisata
Site Plan Touring Plan Rencana Aktivitas Wisata Rencana Fasilitas Wisata
Gambar 3. Tahapan Proses Perencanaan
31
Tabel 1. Jenis, bentuk, sumber dan cara pengambilan data Jenis data
Bentuk data
Sumber data
Cara pengambilan
Sekunder, Primer
Dinas terkait (DP3KK)
Studi Pustaka, survey
Sekunder Sekunder, Primer
Dinas terkait Dinas terkait, lapang
Studi Pustaka Studi Pustaka, survey
Sekunder, Primer
DP3KK
Studi Pustaka, survey
Sekunder, Primer
DP3KK
Studi Pustaka, survey
Sekunder, primer
DP3KK, lapang
Studi Pustaka, survey
Sekunder
Bakosurtanal, Bappedal
Studi Pustaka
Sekunder Sekunder Sekunder Sekunder
BMG BMG BMG BMG
Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka Studi Pustaka
Sekunder Primer Primer
BMG Lapang Lapang
Studi Pustaka Survey Survey
Primer
Lapang
Survey
Sekunder, Primer Primer
DP3KK, Lapang Lapang
Studi Pustaka,Survey Survey
Sekunder, Primer
DP3KK
Studi Pustaka, Wawancara
DATA EKOLOGIS 1. Lahan 1.1 Lokasi, batas dan luasan 2. Topografi dan drainase 2.1 Kemiringan lahan 2.2 Drainase alami 3. Hidrologi 3.1 Pola sirkulasi air (pasang surut) 3.2 Kualitas air 4. Vegetasi dan Satwa 4.1 Jenis dan penyebaran 5. Tanah 5.1 Jenis dan kriteria umum 6. Iklim 6.1 Curah hujan 6.2 Suhu rata-rata 6.3 Kelembaban 6.4 Kecepatan dan arah angin 6.5 Radiasi matahari 7. Akustik 8. Kenyamanan 9. Visual 10. Aksesibilitas 10.1 Jaringan transportasi 10.2 Sirkulasi DATA TEKNIS Keinginan pengelola, Peraturan dan kebijakan
32
KONDISI UMUM KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN (KBBK) Letak dan Luas Kawasan Kota Baru Bandar Kemayoran (KBBK) merupakan kawasan bekas bandar udara, luas kawasan Kemayoran berdasarkan sertifikat hak pengelolaan lahan yang merupakan hasil ukur Departemen Pekerjaan Umum tahun 1985 dan inventarisasi kembali oleh Direktorat Agraria adalah 420 ha. Luas total setelah perencanaan kembali komplek Kemayoran sekitar 454 ha. Kawasan Kemayoran secara administratif terletak dalam dua wilayah yaitu Jakarta Pusat dengan Jakarta Utara. Wilayah Jakarta Pusat antara lain Kelurahan Gunung Sahari, Kecamatan Sawah Besar serta Kelurahan Kebon Kosong dan Gunung Sahari Selatan,
Kecamatan Kemayoran dan sebagian lagi masuk wilayah
administrasi Jakarta Utara antara lain Kelurahan Pademangan Timur, Kecamatan Penjaringan. Kota Baru Bandar Kemayoran dibatasi oleh: •
Utara, Daerah rekreasi Ancol, Jl. RE Martadinata yang merupakan bagian dari kelurahan Pademangan Barat, Kecamatan Pademangan Barat, Jakarta Utara.
•
Timur, Sungai Pademangan yang berbatasan dengan Kelurahan Sunter Agung dan Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
•
Barat, Jl. Angkasa, Jl. Industri dan Jl. Rajawali Selatan yang merupakan bagian dari Kelurahan Gunung Sahari Utara dan Kelurahan Kemayoran, Kecamatan Kemayoran, Jakarta Pusat.
•
Selatan, Jl. Kolektor Dakota, Kemayoran Gempol yang menerus ke Jl. Garuda yang berbatasan dengan bagian dari Kelurahan Utan Panjang, Kecamatan Kemayoran, Jakarta Pusat. Riwayat Penunjukkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1985 menyatakan bahwa kekayaan
negara yang merupakan sebagian modal Perum Angkasa Pura I berupa tanah beserta bangunan fasilitas lainnya di Bandara Kemayoran ditarik kembali dan dipisahkan dari modal perusahaan. Kekayaan tanah dan fasilitas lainnya
33
dikembalikan
kepada
negara
sebagai
kekayaan
negara.
Dalam
rangka
pemanfaatan dan pengelolaan komplek Kemayoran, maka dibentuk Badan Pengelola Komplek Kemayoran (BPKK) berdasarkan Keppres No. 53 tahun 1985 dan berdasarkan SK Mensesneg No. 34 Tahun 1987 sebagai ketua BPKK, telah dibentuk Direksi Pelaksana Pengendalian Pembangunan Komplek Kemayoran (DP3KK). Selanjutnya dalam pelaksanaan pengelolaan diserahkan kepada pihak developer dengan Hak Guna Bangunan antara 20-30 tahun, yang selanjutnya dapat diperpanjang dengan kesepakatan. KBBK merupakan kawasan bekas sebuah bandar udara Internasional pertama di Indonesia. Keberadaan ini mendorong perkembangan kawasan dengan pembangunan pusat-pusat bisnis dan pemukiman sekitar bandara. Kepadatan bangunan yang tinggi menyebabkan Kemayoran tidak lagi memenuhi syarat keamanan sistem penerbangan bandara. Selain itu keinginan untuk memiliki bandara yang lebih modern dan representatif menjadi pertimbangan lain dalam pemindahan bandara Kemayoran ini. Pada tanggal 1 Oktober 1985, pemerintah akhirnya secara resmi memindahkan operasional Bandara Kemayoran ke Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Kota Baru Bandar Kemayoran (KBBK) merupakan komplek Kemayoran dengan arah pengembangan “New city in the city”, yang dikembangkan sebagai pusat niaga antar bangsa. Sesuai dengan paket kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi
yang
dimulai
tahun
1985,
pemerintah
berusaha
untuk
meningkatkan ekspor komoditi non migas, dengan meningkatkan hubungan kerjasama ekonomi internasional. Sehubungan dengan itu maka salah satu langkah adalah menyelenggarakan dan meningkatkan prasarana penunjang pemasaran khususnya menyangkut informasi,
pameran
dan
kerjasama
promosi.
Sejalan
dengan
rencana
pengembangan bekas Bandar Internasional Kemayoran, maka KBBK difungsikan sebagai suatu sentra hunian, bisnis, dan perdagangan berskala internasional. DP3KK sebagai pelaksana harian, menyediakan lebih dari 23% dari keseluruhan luas Kemayoran sebagai ruang hijau dengan mempersiapkan kawasan Hutan Wisata Kemayoran yang terdiri dari : 1. Areal waduk/ danau seluas 15 ha.
34
2. Areal Hutan Rawa Payau seluas 6.3 ha. 3. Areal pemanfaatan berupa Gardu Induk Listrik dan Instalasi Waste Water Treatment Plan (WWTP) selaus 2.5 ha. 4. Areal terbuka hijau lainnya yang berupa daratan seluas 20.2 Ha. Pengembangkan kawasan ruang hijau tersebut sebagai sarana kota maupun keseimbangan ekologis kota. Adapun tujuan dan sasaran pembangunan KBBK ini adalah: 1. Menciptakan lingkungan yang fungsional dan integral dengan Rencana Umum Tata Ruang DKI Jakarta tahun 2005, melalui penyediaan sistem transportasi dan komunikasi terpadu. 2. Menciptakan sebuah sentra baru di dalam kota Jakarta. 3. Membantu menyediakan alternatif perumahan bagi berbagai lapisan penduduk serta memberikan kesempatan kerja yang lebih luas. 4. Menciptakan suatu lingkungan yang diharapkan akan dapat membantu mengatasi berbagai masalah kota Jakarta, baik mengenai lalu lintas ataupun perumahan. Tata Guna Lahan Pembangunan KBBK sebagai pusat perdagangan dan jasa bertaraf internasional, khususnya berfungsi sebagai pusat informasi dan pameran dagang serta sarana pelayanan perdagangan luar negeri yang menunjang keberadaannya sebaga Indonesian International Trade Centre (IITC). Untuk itu tingkat pelayanan kota baik sarana, prasarana, dan utilitas disediakan secara lengkap dan modern berstandar internasional. Penyediaan sarana yang lengkap diharapkan dapat memberikan pelayanan “One Stop Service” yang terpadu dan terkoordinir bagi para pengguna jasa di KBBK Tata guna lahan KBBK meliputi empat fungsi yang dilaksanakan (DP3KK, 2001), yaitu: 1. Fungsi Marga (30.1%), meliputi prasarana utama seperti jaringan jalan, trotoar, jalur utilitas dan saluran-saluran air. 2. Fungsi Karya (26.8%), meliputi pusat kegiatan bisnis perekonomian dan pelayanan jasa seperti Jakarta trade centre, Kemayoran shopping arcade, perkantoran, area perdagangan, hotel/restoran, dan lain-lain.
35
3. Fungsi Suaka (23.6%), merupakan ruang terbuka hijau seperti hutan kota, waduk, taman lingkungan dan penghijauan jalan. 4. Fungsi Wisma (19.5%), meliputi daerah pemukiman dan fasilitasnya. Pada daerah ini terdapat 3.350 unit rumah mewah, 10.000 unit rumah menengah dan 16.650 unit rumah sederhana. DP3KK juga menetapkan penciptaan ruang terbuka yang lebih di antara bangunan, sehingga pemanfaatan ruang di KBBK berorientasi vertikal dengan proporsi ruang terbangun dan ruang terbuka 60:40. Berdasarkan RUTR
khusus tahun 2005, kawasan Kemayoran dibagi
dalam empat blok perencanaan, yaitu: 1. Blok A Terletak di bagian timur-selatan landasan pacu bandara seluas ±73 Ha (16%). Blok ini merupakan perwujudan dari fungsi wisma yaitu sebagai zona pengembangan perumahan melalui proses peremajaan (resettlement project) dengan perubahan dari lingkungan perumahan horisontal, padat, tidak beraturan menjadi pembangunan perumahan secara vertikal. Pemanfaatan ini diutamakan untuk golongan masyarakat kecil mengengah. 2. Blok B dan Blok C Blok B terletak di bagian barat-selatan landasan pacu seluas ±101.4 Ha (22.3%). Blok C terletak di bagian barat-utara dengan luas ±137 Ha(30.2%). Kedua blok ini diperuntukkan sebagai zona perdagangan dan jasa (fungsi karya). Aksesibilitas yang mendukung, serta berdekatan dengan daerah komersil di Jl. Angkasa, Jl. Garuda dan Jl. Gunung Sahari. 3. Blok D Terletak di sebelah timur-utara KBBK dengan luas ±186 Ha(31.4%). Blok ini diperuntukkan bagi zona penghijauan (fungsi suaka), yang didukung pula dengan keberadaan waduk dan hutan kota yang memiliki kekayaan visual. Berdasarkan pada pembagian blok perencanaan tersebut, DP3KK menginginkan adanya pelestarian dan pemanfaatan areal fungsi suaka (Gambar 4).
Ke Ancol
Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor 2005
Jalur Jalan
Sungai
Jalur Hijau
Hutan Wisata Kemayoran
Hutan Rawa Payau
Waduk
Pusat Olahraga
Areal Perkantoran
Areal Perdagangan
Jakarta Fair
ali ajaw Jl. R
Perencanaan Hutan Rawa Payau untuk Ekowisata di Kota Baru Bandar Kemayoran, Jakarta
Judul Studi
Peta Tata Guna Lahan KBBK
Judul Gambar
Kel. Gunung Sahari
Kel. Pademangan Timur
Sunter Podomoro
Di Gambar
Diperiksa
Pembimbing
Kel. kebon Kosong
Ke P. Gadung
ruda Jl. Ga
Ke Jl. Suprapto
Widuriyani Darmawan A 34201013
Disetujui
Orientasi
Tanpa Skala
4
No. Gambar
Prof. Dr. Ir. Nurhajati A. Mattjik, MS.
a Jl. Angkas
Areal Perumahan
36
37
INVENTARISASI Data Ekologis Lahan Secara geografis Kota Baru Bandar Kemayoran (KBBK) terletak pada posisi 06°09' LS dan 106°51' BT. Secara keseluruhan luas kawasan KBBK menurut SK. Mendagri No. 24/HPL/DA/1982 adalah ± 454 Ha setelah mengalami perencanaan ulang. Hutan Rawa Payau (HRP) sebagai lokasi penelitian merupakan kawasan hutan dengan dominasi vegetasi mangrove yang terletak di ujung utara kawasan ini dengan luas 6.3 Ha, dengan kerusakan tingkat sedang. Secara administratif HRP termasuk kedalam kawasan kelurahan Pademangan Timur, kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. HRP ini dibatasi oleh : Utara
: Sungai Pademangan dan Pemukiman
Selatan
: Jalan Griya Utama
Timur
: Sungai Pademangan dan Perumahan Sunter Griya Pratama
Barat
: Hutan Kota dan Waduk Lokasi dapat dicapai dari beberapa jalur, antara lain Sunter Podomoro,
Cempaka Putih, Angkasa, Tol Cawang, Tanjung Priok serta Ancol. Ukuran jalan yang relatif lebih lebar memudahkan akses ke HRP. Selain itu, lokasi yang strategis karena terletak dekat dengan objek rekreasi seperti Taman Impian Jaya Ancol dan Pekan Raya Jakarta (PRJ). Topografi Topografi HRP relatif datar dengan kemiringan lahan sekitar 1%, sehingga kawasan ini sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut yang masuk melalui sungai Sunter dan sungai Pademangan. HRP yang terletak sekitar 1.15 km dari pantai utara jakarta ini mempunyai ketinggian ± 3.5 m diatas permukaan laut. Hidrologi Kawasan HRP pada dasarnya merupakan kawasan hutan rawa mangrove yang masih tersisa di Jakarta. Sebagai kawasan rawa mangrove, HRP merupakan lahan basah yang lebih dipengaruhi saluran suplesi dan sungai Pademangan pada saat pasang surut.
38
Pola Sirkulasi Air Permukaan air tanah HRP relatif tinggi, berkisar antara 1-2 m dibawah permukaan tanah dengan kecepatan aliran air permukaan relatif rendah. Disebelah timur terdapat sebuah badan air alami yaitu sungai Pademangan dengan lebar 15 m, beberapa meter kearah selatan dan barat tapak saluran ini tidak mempunyai cabang (buntu) yang berfungsi sebagai waduk tunggu. Sebagian air buangan KBBK ditampung di waduk buatan yang terdapat di sebelah barat HRP. Air yang ditampung di waduk merupakan air buangan yang telah mengalami pengolahan melalui WWTP (Waste Water Treatment Plan) yang dimiliki oleh setiap bangunan di KBBK. Air buangan yang telah bersih dialirkan melalui saluran utama (maindrain) menuju ke rumah pompa kemudian dialirkan kepertemuan antara sungai Sunter dan sungai Pademangan serta ke HRP, tergantung kelimpahan air (Gambar 6.). Air pada pertemuan kali Sunter dan Pademangan biasanya tidak mengalir kelaut, sehingga air tersebut akan menekan kesegala arah dan mencari saluran untuk menyalurkan kelebihan air yang akan dialirkan ke HRP melalui saluran suplesi (Gambar 5.).
A
B Gambar 5. A. Saluran Suplesi kearah Hutan Rawa Payau. B. Saluran Suplesi kearah sungai Sunter.
Pintu Air 2
2
Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor 2005
Pintu Air 1
1
Sungai
Hutan rawa payau
Maindrain
Saluran Suplesi
Rumah Pompa
Arah Aliran Air
Gardu Listrik
Garduu PLN
Waduk
Lapangan Golf
Peta Inlet-Outlet KBBK
Jl. Benyamin Sueb (Runway)
Perencanaan Hutan Rawa Payau untuk Ekowisata di Kota Baru Bandar Kemayoran, Jakarta
Judul Studi
Judul Gambar
2
Di Gambar
Diperiksa
Pembimbing
Jl. Griya Utama
Widuriyani Darmawan A 34201013
Disetujui
Orientasi
1
Skala 5000
6
No. Gambar
Prof. Dr. Ir. Nurhajati A. Mattjik, MS.
1
39
40
Tipe pasang surut yang mempengaruhi tapak adalah pasang surut harian tunggal, artinya dalam 24 jam terjadi satu kali pasang dan satu kali surut. Pengamatan pasang surut air laut yang dilakukan oleh Perum Pelabuhan Tanjung Priok yang terletak pada 106°52 BT dan 6°6’ LS, •
Kecepatan maksimum arus pada saat surut 1 knot arah 50° dan kecepatan arus surut 0.3 knot arah 45 °.
•
Dan pada saat springtides, kecepatan 1.1 knot arah 150° pada saat surut dan arah 230° pada saat pasang.
•
Tunggang air rata-rata pada saat pasang purnama adalah 86 cm, sedangkan tunggang air pada saat pasang mati 26 cm.
•
Air pasang tertinggi
: 1.80 m
•
Air pasang terendah
: 1.40 m
•
Surut terendah
: 0.56 m
•
Surut tertinggi
: 0.23 m
Kualitas Air Kualitas perairan HRP Kemayoran sangat buruk, air berwarna keruh dan berbau, telah mengalami pendangkalan serta permukaan perairan tertutup selaput hitam. Tipe substrat pada perairan HRP merupakan lumpur yang kaya akan bahan organik pada kedalaman antara 0.1-1 m. Berdasarkan penelitian Parulian (1995), kualitas air HRP sangat buruk. Berikut adalah tabel nilai beberapa parameter kualitas air. Tabel 2. Daftar Nilai Parameter Kualitas HRP Kemayoran. Parameter
Nilai
Oksigen Terlarut/DO Kebutuhan Oksigen Biokimia /BOD Sulfat Amonia
Tidak terdeteksi 5.19 mg/l – 39 mg/l 967.3 mg/l 43.3 mg/l
Vegetasi Hutan Rawa Payau merupakan ekosistem alami dengan dominasi vegetasi mangrove. Kekayaan vegetasi yang beragam meliputi vegetasi alami yang masih dapat dijumpai, antara lain :
41
Tabel 3. Daftar Vegetasi di HRP Kemayoran No.
Nama Ilmiah 1. Acanthus ilicifolius 2. Acrosticum aureum 3. Avicennia marina 4. Avicennia alba 5. Bruguiera cylindrica 6. Bruguiera gymnorrhiza 7. Calophyllum inophyllum 8. Cypirus papyrus 9. Imperata cylindrica 10. Ipomea sp. 11. Musa paradisiaca 12. Passiflora foetida 13. Pluchea indica 14. Samanea saman 15. Sonneratia alba 16. Terminalia cattapa 17. Thespia populnea Sumber: Pengamatan dan DP3KK.
Nama Lokal Jeruju Hitam Paku Laut Api-api Api-api Tanjang Putih Tanjang Merah Nyamplung Papyrus Alang-alang Ipomea Pisang Bunga Pulir Beluntas Kihujan/Trembesi Pedada Ketapang Waru Laut
Vegetasi lahan basah mempunyai nilai ekologis yang tinggi sebagai produsen dan ekosistem. Vegetasi mangrove tersebar hampir merata pada tapak. Pada pulau paling selatan yang berada dekat dengan aliran suplesi, vegetasi cukup banyak dan beragam mulai dari mangrove sampai vegetasi bawah/semak. Pulau ini merupakan pulau terbesar dengan sedikit gangguan dari manusia. Sedangkan pada pulau-pulau yang berukuran lebih kecil vegetasi kurang beragam selain karena adanya aktivitas masyarakat sekitar juga dikarenakan adanya pembuatan jalan sementara pelaksanaan proyek penghutanan area waduk yang membagi pulau yang berada di tengah. Pulau-pulau lain tersebar sampai kearah utara tapak. Pulau-pulau tersebut berukuran relatif kecil. Satwa Daerah hutan rawa payau dipengaruhi oleh daratan dan lautan, sehingga sangat subur. Disamping itu termasuk daerah yang fragile, dengan perubahan sedikit saja maka keseimbangan ekosistemnya akan terganggu. Karena kondisi tersebut daerah HRP Kemayoran menjadi suatu ekosistem yang sangat penting. Kawasan HRP kemayoran mempunyai potensi keanekaragaman jenis burung yang tinggi, yaitu :
42
Tabel 4. Daftar Jenis Burung-Burung di HRP Kemayoran No. Nama Ilmiah Burung Merandai 1 Phalacrocorax sulcirotris 2 Phalacrocorax niger 3 Anhinga melanogaster 4 Egretta intermedia 5 Ardeola Speciosa 6 Nycticorax nycticorax 7 Mycteria cineria 8 Plegadus falcinellus
Nama Lokal
Famili
Pecuk Hitam Pecuk Kecil Pecuk Ular Kuntul Perak Kecil Blekok Sawah Kowak Maling Bluwok Roko-roko
Phalacrocoracidae Phalacrocoracidae Phalacrocoracidae Ardeidae Ardeidae Ardeidae Ciconiidae Threskiornithidae
Burung Rawa 9 Gallicrex cinerea 10 Gallinula chloropus 11 Porpyrio porphyrio 12 Porzana fusca
Ayam-Ayaman Mandar Batu Mandar Besar Mandar Merah
Rallidae Rallidae Rallidae Rallidae
Burung Terrestrial 13 Streptopelia chinensis 14 Centrofus bengalensis 15 Apus affinis 16 Alcedo Athis 17 Alcedo Coerulescens 18 Halcyon chloris 19 Hirundo rustica 20 Pynonotus aurigaster 21 Cisticola juncidis 22 Prinia polychroa 23 Prinia familaris 24 Orthotomus sutorius 25 Rhipidura javanica 26 Passer montanus 27 Disrurus macrocercus
Tekukur Bubut Alang-alang Kepinis rumah Raja Udang Raja Udang Biru Cekakak Layang-layang asia Kutilang Cici Padi Prenjak Coklat Prenjak Sayap Garis Cinenen biasa Kipasan Burung Gereja Srigunting Hitam
Columbidae Curculidae Apodidae Alcedinidae Alcedinidae Alcedinidae Hirundinidae Pycnonotidae Sylvidae Sylvidae Sylvidae Sylvidae Monarchidae Estrililidae Disciridae
Sumber: Oni (1995), DP3KK dan Pengamatan.
Jenis-jenis burung dilindungi yang ditemukan di HRP Kemayoran yaitu Pecuk Ular (Anhinga melanogaster), Kuntul Perak (Egretta intermedia), Raja Udang Biru (Alcedo caerulescens), Raja Udang (Alcedo athis), Bluwok (Mycterea cinerea), Roko-roko (Plegadus falcinellus), Mandar Batu (Gallinula chloropus), Mandar Merah (Porzana fusca) dan Cekakak (Halcyon chloris). Sedangkan burung-burung yang diperkirakan berbiak di Suaka Margasatwa Pulau Rambut dan mencari makan di HRP Kemayoran adalah Pecuk Ular (Anhinga melanogaster), Kuntul (Egretta Sp.) dan Roko-Roko (Plegadis falcinellus). Berdasarkan penelitian Oni (1995), komposisi burung yang ditemukan di KBBK adalah burung merandai (26%), burung pantai (4%), dan burung terestrial (59%) dengan tipe pakan burung tersebut terdiri dari insekta (31%), karnivora
43
(30%), omnivora (24%), granivora (12%), dan nektarivora (3%). Terjadi fluktuasi jumlah jenis burung pada setiap bulannya, tapi tidak menunjukan perbedaan yang menyolok, karena sebagian adalah burung penetap (63%), burung pendatang (19%), burung pengunjung (16%), burung migran (<1%) dan burung eksotis (1%) dan 4 jenis burung diantaranya burung pendatang yang menetap. Aktivitas burung paling tinggi dijumpai pada saat pagi hari, kemudian sore hari dan aktivitas terkecil pada malam hari. Penyebaran satwa paling banyak terdapat pada area pulau dekat aliran suplesi, karena merupakan delta/pulau yang paling besar dan berlumpur. Sedangkan pada area pulau lain, satwa yang ada hanya sedikit. Satwa lain yang terdapat pada HRP diantaranya adalah Ikan Gabus, Keting,
Mujair,
Musang
(Paradoxurus
hermaprodirus),
Berang-berang
(Barchyura sp.), Tupai (Tupaia sp.), Biawak (Varanus salvator), Ular (Phyton sp.), Katak (Rana sp.), Kadal (Dasin sp.), Kupu-kupu, laba-laba (Nephila maculata) dan beberapa jenis Macrozobenthos dan Mollusca. Tanah Tanah Hutan Rawa Payau Kemayoran termasuk klasifikasi tanah azonal atau entisol, yaitu tanah yang tidak memiliki diferensiasi horizon dan belum berkembang. Termasuk jenis tanah aluvial hidromorf tersusun dari bahan induk aluvium sungai yang bersolum dalam dengan tipe substrat perairan lumpur yang kaya akan bahan organik pada kedalaman bervariasi antara 0.1-1 m. Tekstur tanah liat berdebu dan liat berpasir, permeabilitas tergolong lambat sehingga jumlah aliran air permukaan tanah besar. Kondisi air tanah telah tercemar air laut sehingga menjadi payau. pH tanah termasuk normal 6.2-7.7 dengan kandungan bahan organik dan Nitrogen total yang rendah. Tanah disekitar rawa mempunyai kandungan Al yang juga relatif rendah dengan salinitas yang cukup tinggi. Tanah di daerah mangrove terbentuk dari akumulasi sedimen yang berasal dari daerah pantai atau akibat erosi tepian sungai. Tanah jenis ini peka terhadap erosi, salinitas tinggi, drainase jelek, permeabilitas yang lambat menyebabkan daya menahan air yang lambat, dan memperbesar jumlah aliran permukaan tanah.
44
Iklim Data iklim Kemayoran diperoleh dari Badan Metereologi dan Geofisika (BMG), stasiun 745 Jakarta Pusat. Data diambil pada kisaran waktu 2000-2004, unsur yang diamati meliputi suhu, curah hujan, kelembaban udara, radiasi matahari, tekanan udara, kecepatan dan arah angin. Tabel. 5. Data Iklim Kota Bandar Baru Kemayoran 2000-2004 Bulan
Suhu ( C) Maksimum Rata-rata
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Rataan
31.1 29.82 31.88 32.66 32.86 32.4 32.6 32.7 32.94 33.12 32.22 31.9 32.18
27.52 26.52 27.9 27.98 28.78 28.14 28.24 28.3 28.5 28.74 28.14 28.08 28.07
Minimum
Kelembaban Udara (%)
24.8 23.62 25.22 25.3 25.54 24.84 24.82 25 25.14 25.22 25.14 25.14 24.98
80.24 79.08 78.16 77.7 76.16 73.96 66.4 72.08 69.54 73.48 77.58 77.58 75.16
Intensitas Curah Hujan Tekanan Kecepatan Penyinaran (mm) Udara Angin (%) (Mb) Rata-rata (Knot) 35.28 1761.3 1009.68 2.96 31.64 2129.8 1002.92 3 49.68 902.5 1003.6 2.76 63.32 838.6 1009.28 2.28 63.78 459.2 1009.6 2.4 70.18 279.9 1010.2 2.32 76.76 230.1 1010.44 2.38 73.7 142.8 1010.84 2.36 78.5 68.8 1010.82 2.6 62.62 457.5 1010.24 2.42 34.14 473.7 1009.54 2.34 31.43 969.6 1009.96 2.78 55.92 726.15 1008.93 2.55
Suhu berada pada kisaran 24.98˚C -32.18˚C dengan suhu rata-rata 28.07˚C. Seperti umumnya daerah tepi pantai, terasa adanya hembusan garam (salt spray) dari pantai Ancol yang hanya berjarak 1.15 Km.
Suhu ( C)
Su h u Suhu max
35 30 25 20 n Ja
Suhu ratarata Suhu min Ma
r
Me
i
l Ju
p Se
t
v No
Gambar 7. Grafik Suhu Tahun 2000-2004 (Sumber: BMG, 2005)
Kelembaban udara KBBK sekitar
66.4% - 80.24% dengan rata-rata
kelembaban tahunan 75.16°C, kelembaban tertinggi bulan Januari dan kelembaban terendah pada bulan Juli.
Ke le m b a b a n u d a r a r a t a - r a t a 90 80 70 60 50 N
ov
Se pt
Ju l
M ar
M ei
K e le mb a b a n Ud a r a r a ta - r a ta
Ja n
Kelembaban udara (%)
45
Gambar 8. Grafik Kelembaban Udara Rata-rata Tahun 2000-2004 (Sumber: BMG 2005)
Intensitas penyinaran adalah lamanya matahari bersinar dalam satu hari yang turut mempengaruhi terciptanya kelembaban udara dan suhu. Rata-rata penyinaran bulanan KBBK 31.43%-78.5% dengan intensitas radiasi terbanyak pada bulan September, intensitas terendah pada bulan Desember.
85 75 65 55 45 35 25 ov N
Se pt
l Ju
M ei
Ja
M ar
In te n s ita s Pe n y in a r a n ( % )
n
Intensitas (%)
In te n s ita s P e n yin a r a n
Gambar 9. Grafik Intensitas Penyinaran Tahun 2000-2004 (Sumber: BMG, 2005)
Kisaran curah hujan tahunan dalam tapak adalah 68.8-2189.8 mm, dengan rata-rata 726.15 mm. Curah hujan tertinggi pada Februari dan curah hujan terendah pada bulan September.
2100 1800 1500 1200 900 600 300 0 ov N
Se pt
Ju l
M ei
M ar
Curah Hujan
Ja n
Curah Hujan (mm)
Curah Hujan
Gambar 10. Grafik Curah Hujan Tahun 2000-2004 (Sumber: BMG, 2005)
Tekanan udara tertinggi pada tapak 1010.84 Mb pada bulan Agustus, terendah 1002.92 Mb pada bulan Februari dengan rata-rata tekanan udara 1008.93 Mb.
46
Tek anan Uda ra
102 0 101 5 101 0 100 5 100 0
Tek an an Ud ar a ( M b)
Gambar 11. Grafik Tekanan Udara Tahun 2000-2004 (Sumber: BMG,2005)
Kecepatan angin rata-rata 2.55 Knot (4.59 km/Jam), dimana kecepatan angin terbesar 3 Knot pada bulan Februari dan kecepatan angin terendah 2.28 Knot terjadi pada bulan April. Arah angin dipengaruhi oleh angin Muson Barat antara bulan November-April dan angin Muson Timur antar bulan Mei-Oktober.
4 3 2 1 0
N ov
Se pt
Ju l
M ei
K e c e p a ta n r a ta - r a ta
M ar
Ja n
(Knot)
Kecepatan Angin
K e c e p a t a n A n g in R a t a - r a t a
Gambar 12. Grafik Kecepatan Angin Rata-rata 2000-2004 (Sumber: BMG, 2005)
Akustik Bunyi yang berpengaruh dalam tapak terdiri dari bunyi alami dan non alami. Suara kicauan burung, gesekan daun serta semilir angin merupakan bunyi alami yang terdengar ditapak, sedangkan bunyi non alami adalah bunyi kendaraan bermotor, bunyi dari aktivitas rumah pompa dan aktivitas penduduk disekitar tapak yang menimbulkan kebisingan. Kenyamanan dan Nilai Visual Tapak Tingginya intensitas penyinaran pada tapak serta area terbuka mengurangi kenyamanan. Area yang teduh dan banyak vegetasi merupakan area pulau-pulau yang tidak dapat di akses karena selain tidak ada jalur juga tidak ada aktivitas manusia. Namun pada sore hari saat intensitas matahari tidak terlalu tinggi, hembusan angin dari arah pantai Ancol ditambah dengan aktivitas satwa yang terlihat memberikan kesan tersendiri.
47
Secara visual pemandangan kearah tapak merupakan view yang bagus, dengan vegetasi rindang dan beberapa satwa yang terlihat. Namun pemukiman penduduk dan sungai Pademangan yang berair hitam serta berbau merupakan hal yang mengganggu aktivitas. Selain itu pemandangan menjadi terganggu karena adanya sampah yang terbawa saat pasang dan tertinggal di tapak pada saat surut.
Data Teknis Kebijakan dan Keinginan Pengelola Pada awal perkembangannya, DP3KK telah menetapkan bahwa areal seluas 44 ha yang terdapat di ujung utara kawasan KBBK sebagai hutan wisata yang mampu memberikan empat fungsi, yaitu: •
Fungsi Waduk, sebagai pengendali banjir, penampung limbah dan untuk mempertahankan keberadaan hutan rawa mangrove.
•
Fungsi Hutan, sebagai daerah penyerapan air, mencegah intrusi air laut, menciptakan iklim mikro yang nyaman, serta sebagai miniatur formasi hutan mangrove dan rawa payau di perkotaan.
•
Fungsi Rekreasi, mampu mengakomodasikan pengunjung dari semua tingkatan ekonomi dan usia, kegiatan dan fasilitas rekreasi yang disediakan harus mempunyai selang alternatif kegiatan.
•
Fungsi Konservasi hutan mangrove, sebagai penjaga keseimbangan ekosistem lahan basah kota Jakarta, sebagai kantung air pencegah banjir dan intrusi air laut, memberikan sarana edukasi
untuk mengakomodasikan kebutuhan
pendidikan, penelitian, pengamatan alam, serta alternatif rekreasi terbatas. Untuk mewujudkan fungsi ini DP3KK menjadikan area ini sebagai area konservasi habitat. Peraturan Terkait
•
Berdasarkan Convention on Wetlands of International Importance Especially as Waterfowl Habitat (Konvensi RAMSAR), yang diratifikasi oleh Indonesia melalui Keputusan Presiden No. 48 Tahun 1991 pada tanggal 19 Oktober 1991. Konvensi ini bertujuan untuk konservasi lahan basah yang memiliki nilai-nilai ekonomis, budaya, ilmiah dan rekreasi sebagai pengatur tata air dan
48
habitat bagi tumbuhan dan hewan yang khas, khususnya burung air (MNLH, 2005). •
Undang-undang No.5 Tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati beserta ekosistemnya.
•
Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 339 Tahun 2002, bahwa dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup di wilayah perkotaan Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dibutuhkan unsur penghijauan berupa hutan kota yang berfungsi untuk mengatur tata air, pengendalian pencemaran udara, habitat flora/fauna, sarana kesehatan, olahraga, pelestarian plasma nutfah, wadah pelestarian satwa burung, wisata, sarana pendidikan dan penyuluhan, penangkal angin dan gangguan alam lainnya serta estetika. Maka ditetapkan: Pasal 1: Hutan Wisata Kemayoran seluas 4.6 Ha sebagai hutan kota konservasi. Pasal 2: Pengelolaan oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta bekerjasama dengan Direksi Pelaksana Pengendalian Pembangunan Kompleks Kemayoran (DP3KK) Kemayoran. Pasal 3: Rancangan teknis pembangunan hutan kota konservasi disusun oleh Dinas Pertanian dan Kehutanan Propinsi DKI Jakarta bersama instansi terkait. Pasal 4: Kegiatan pemeliharaan dua tahun pertama menjadi tanggungjawab Dinas Pertanian dan Kehutanan yang selanjutnya diserahkan kepada pihak pengelola dengan tetap berkoordinasi dengan Dinas Pertanian dan Kehutanan Propinsi DKI Jakarta. Pasal 5: 5 % dari luas areal hutan kota diperbolehkan untuk pembangunan infrastruktur dan pengamanan.
•
PP No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam Pasal 1 dan 8, mengenai lahan basah dengan ciri khas dapat menjadi bagian kawasan suaka alam yang mempunyai fungsi pokok sebagai pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya dan sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan.
•
Undang-Undang No. 34 Tahun 2002 Pasal 8 mengenai tata hutan pada kawasan hutan pelestarian alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b,
49
terdiri dari: a. taman nasional; b. taman hutan raya; dan c. taman wisata alam. •
UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan dan Penataan Ruang Secara Terpadu Pasal 8 mengenai pengaturan konservasi dan pengelolaan sumber daya alam. Dan PP No. 27 Tahun 1991 tentang Rawa Pasal 2, 3, 4, 5, 6, 7, mengenai konservasi, fungsi, pengelolaan dan wewenang pengaturan rawa sebagai salah satu sumber daya lahan. Serta PP No. 35 Tahun 1991 tentang sungai
Pasal 7 ayat (2) terkait dengan artikel 3 (1) tentang pelestarian,
peningkatan fungsi, pemanfaatan dan pengendalian sungai (perencanaan & pelaksanaan pelestarian lahan basah) (MNLH, 2005).
50
ANALISIS dan SINTESIS Data Ekologis Lokasi dan Aksesibilitas Secara geografis Kota Baru Bandar Kemayoran (KBBK) terletak pada posisi 06°09' LS dan 106°51' BT. Kemayoran terletak sekitar 1.15 km dari pantai utara pulau Jawa Ukuran jalan beraspal yang relatif lebih lebar memudahkan akses ke HRP. Tapak dapat di capai melalui beberapa jalur dengan kendaraan pribadi maupun dengan kendaraan umum, sehingga memberikan beberapa alternatif pencapaian menuju tapak. Lokasi tapak cukup strategis, karena selain terletak didalam kota juga dekat dengan objek rekreasi lain seperti Taman Impian Jaya Ancol, Pekan Raya Jakarta (PRJ) serta beberapa pusat perbelanjaan. Pengembangan tapak sebagai tempat wisata dalam kota mampu memberikan kontribusi positif terhadap perekonomian kota dan juga berperan dalam menjaga keseimbangan lingkungan alamiah perkotaan. Topografi Topografi HRP Kemayoran relatif datar dengan kemiringan lahan sekitar 0-1%, sehingga sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut yang masuk melalui sungai Sunter. Secara visual topografi yang relatif landai kurang menguntungkan karena kurang bervariasi (monoton) dan kurang dapat dieksploitasi keindahannya. Selain itu, mempunyai tingkat kecenderungan terjadi banjir yang besar, baik dikarenakan oleh pasang surut air laut maupun besarnya curah hujan. Namun dari segi teknis lereng yang landai mempunyai daya dukung yang lebih besar diantaranya dalam pelaksanaan pekerjaan teknis dalam pembangunan struktur fasilitas wisata, dan penggunaan berbagai aktifitas. Menurut Laurie (1986), kelandaian kurang dari 4% memiliki daya pengaliran yang baik, sehingga cocok untuk segala macam kegiatan. Untuk menciptakan variasi dapat dibuat bukit-bukit atau gundukan tanah (mounding) pada beberapa bagian tapak, seperti bagian selatan tapak yang berbatasan dengan jalan raya, karena selain untuk meningkatkan kualitas visual juga dapat mereduksi kebisingan yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor.
51
Hidrologi Kawasan HRP merupakan lahan basah yang lebih dipengaruhi luapan sungai Sunter melalui saluran suplesi pada saat pasang surut. Sehingga proses pasang surut yang terjadi di teluk Jakarta mempengaruhi tapak melalui sungai tersebut. Pola Sirkulasi Air Kecepatan aliran air permukaan yang relatif rendah dengan tinggi muka air tanah berkisar 1-2 m dibawah permukaan tanah memungkinkan air tergenang. Hal tersebut merupakan potensi untuk mempertahankan genangan air untuk kelangsungan ekosistem mangrove. Sungai Sunter yang terletak di sebelah Timur tapak, berpotensi membawa endapan sungai kedalam rawa bersama dengan aliran air saat pasang, endapan yang terbawa dan terendapkan dalam rawa sebagai lumpur merupakan habitat yang disukai oleh burung-burung air. Disebelah timur terdapat sebuah badan air alami yaitu sungai Pademangan dengan lebar 15 m, sehingga pada saat pasang air bertambah dan pada saat surut air yang ada dipompa ke laut, sungai ini tidak akan mengalami kekeringan meski laut sedang surut, karena rumah pompa akan membuka saluran ke HRP. Dalam perjalanannya, air limbah dari bangunan yang telah diproses melalui setiap WWTP, akan membawa sampah, tanah/endapan serta daun-daun kering yang ada disepanjang saluran utama (maindrain) yang akan mempengaruhi kualitas perairan. Terdapat dua pintu air dari saluran utama ini yang menuju kewaduk langsung dan menuju rumah pompa. Untuk mengatasi masalah sampah yang terbawa, Maindrain dilengkapi dengan penyaring/jeruji untuk menyaring sampah maupun endapan yang terbawa aliran air, sehingga diharapkan air yang masuk ke waduk tidak kotor. Jeruji dapat dipasang dalam radius tertentu yang dikontrol secara periodik.
52
Gambar 13. Ilustrasi Penggunaan Jeruji pada Saluran Maindrain
Keberadaan pasang surut air laut yang masuk melalui saluran suplesi dari sungai Sunter sangat penting untuk kehidupan mangrove yang terdapat di HRP Kemayoran karena mangrove hanya dapat hidup jika akarnya senantiasa dilimpasi oleh air asin atau payau. Pengaruh pasang surut memungkinkan kehidupan HRP. Menurut Kusmana (2003), pasang surut menentukan zonasi komunitas flora dan fauna mangrove, durasi pasang surut berpengaruh besar terhadap perubahan salinitas pada areal mangrove. Perubahan tingkat salinitas pada saat pasang merupakan salah satu faktor yang membatasi distribusi spesies mangrove, terutama distribusi horizontal. Pengaruh negatif adanya pasang surut yaitu buruknya kualitas air serta banyak sampah yang terbawa saat pasang. Untuk mencegah masuknya sampah yang terbawa bersama aliran air maka saluran suplesi dilengkapi dengan pintu air berjeruji.
Jeruji
yang
digunakan
sebaiknya
masih
mampu
mengontrol
sedimen/lumpur, karena lumpur sangat penting untuk kelangsungan hidup beberapa burung air. Alternatif lain yaitu dengan dibersihkan secara manual dan teratur, namun cara ini memerlukan banyak tenaga kerja dan apabila penanganan terlambat sampah terlanjur masuk ke area rawa dan tersangkut pada akar mangrove dan hal ini lebih menyulitkan.
Gambar 14. Ilustrasi Pintu Air Berjeruji pada Saluran Suplesi Sumber: http://images.google.co.id/images?q=water+gates&btnG=Cari&svnum=10&hl=id&lr
53
Kualitas Air Perairan HRP Kemayoran dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga memungkinkan terjadinya fluktuasi sifat kimia fisika air yang besar. Keberadaan oksigen terlarut sangat penting bagi eksistensi flora dan fauna mangrove dan percepatan dekomposisi serasah sehingga konsentrasi oksigen terlarut berperan mengontrol distribusi dan pertumbuhan mangrove (Kusmana, 2003). Suatu perairan tercemar serius bila DO<5 ppm. DO yang rendah bahkan tidak terdeteksi bukan berarti tidak ada kandungan oksigen dalam perairan, kandungan oksigen yang kecil disebabkan banyaknya jumlah mikroorganisme yang melakukan proses respirasi maupun proses kimiawi lainnya yang membutuhkan oksigen. Selain itu menurut Parulian (1995), DO yang rendah juga disebabkan kurangnya intensitas sinar matahari yang mencapai perairan akibat tertutup baik oleh selaput air maupun daun-daun tumbuhan air, seperti pada bagian paling selatan tapak yang seluruh permukaannya tertutup oleh eceng gondok dan tanaman lainnya. Konsentrasi oksigen terlarut harian tertinggi dicapai pada siang hari dan terendah pada malam hari. BOD merupakan jumlah oksigen terlarut yang dikonsumsi dalam proses biologi untuk menguraikan bahan organik yang masuk ke perairan. BOD yang tinggi mengidentifikasikan terdapat banyak bahan organik dalam perairan dan banyak kebutuhan oksigen untuk menguraikannya. Menurut Hankins and Hankins (1974), perairan telah tercemar apabila BOD≥5 ppm. Nilai-nilai tersebut telah melewati ambang batas untuk bahan baku air minum dan perikanan. Selain itu salinitas air cukup tinggi. Salinitas merupakan jumlah (berat) garam terlarut dalam setiap liter air atau banyaknya ion-ion yang bermuatan listrik/garam terlarut perairan. Salinitas yang tinggi menyebabkan daya hantar listrik yang tinggi. Perubahan salinitas menyebabkan plasmolisis pada batang dan daun akibat tekanan osmotik (kadar salinitas untuk mencegah terjadinya plasmolisis adalah ≤4‰). Penurunan salinitas suatu perairan akan meningkatkan tingkat Kadmium bagi ikan (ambang batas Cd <0,02 ppm). Penumpukan logam Kadmium mengakibatkan kerusakan insang pada ikan, sedangkan ikan sangat penting keberadaanny asebagai makanan burung. Salinitas air dan salinitas tanah
54
rembesan merupakan faktor penting dalam pertumbuhan, daya tahan, dan zonasi spesies mangrove. Tumbuhan manrove tumbuh subur di daerah estuaria dengan salinitas 10-30 ppt (Kusmana, 2003). Ketersediaan oksigen terlarut dalam air merupakan syarat utama terjadinya atau adanya kehidupan dalam air, terutama yang terkait dengan kehidupan biota (seperti ikan, tanaman air, dan organisme mikro lainnya). Berbagai hal atau perlakuan yang menghalangi penetrasi sinar matahari terhadap perairan atau yang menyebabkan
berkurangnya
ketersediaan
oksigen
dalam
air,
seperti
turbiditas/kekeruhan, adanya sampah dan limbah, suhu air yang tinggi, perkembangan gulma atau jenis-jenis tanaman air yang berlebihan (seperti eceng gondok, siperus dan ganggang) harus dihindari (Siti Nurisjah 2004). Menurut Siti Nurisjah (2004), dari banyaknya penyebab kualitas air yang menurun parameter yang harus diperhitungkan dalam kegiatan analisis mengembangkan tapak dan lanskap secara arsitektural adalah parameter bau dan warna air. Kedua parameter ini mempengaruhi segi estetikanya (visual, aroma). Air HRP Kemayoran berwarna abu-abu sampai hitam dan seringkali berbau disebabkan oleh masuknya bahan-bahan buangan/limbah organik. Perubahan warna pada badan air akan menurunkan penetrasi sinar matahari ke dalam air yang selanjutnya menurunkan kegiatan fotosintesis atau kehidupan biota air. Bau disebabkan oleh bahan-bahan yang terdapat atau juga terjadi karena aktivitas manusia. Umumnya bau tidak sedap pada air ini disebabkan karena terurainya buangan organis yang membusuk, terutama protein atau oleh zat kimia. Untuk mengatasi hal tersebut maka dibuat penyaringan dengan penggunaan jeruji besi pada setiap aliran air juga dapat menahan sampah yang masuk pada saat air pasang yang membawa endapan lumpur dan sampah. Eceng gondok yang berlimpah karena pengaruh salinitas air yang tawar akibat banyak penggenangan dari sungai daripada pasang dari laut. Pembersihan ganggang atau eceng gondok yang populasinya berlebih dapat dilakukan secara manual dan teratur untuk meningkatkan penetrasi sinar matahari kedalam perairan, selain itu untuk memperbaiki aerasi perairan digunakan kincir-kincir air yang ditempatkan pada areal perairan terbuka HRP, adanya pengaturan aliran air yang masuk dan keluar HRP Kemayoran, sehingga pergerakan air dalam rawa tidak mati.
55
Sewage
Pemupukan
Nutrisi
Aerasi Oksigen
Industri Kimia
Fotosintesis Tumbuhan Algae
Dekomposisi (Aerobik) Kematian
Satwa Dekomposisi (Anaerobik)
Fuel Gases
Gambar 15. Siklus Oksidasi pada Badan Air Alami (Sumber: Siti Nurisjah, 2004) Vegetasi Hutan rawa payau merupakan ekosistem alami dengan dominasi vegetasi mangrove. Vegetasi lahan basah mempunyai nilai ekologis yang tinggi sebagai produsen dan ekosistem. Tumbuhan merupakan sumber energi satu-satunya bagi berbagai konsumen tingkat satu, itulah sebabnya produktivitas primer dari sebuah ekosistem diukur dari jumlah bahan organik yang diproduksi tumbuhan dalam jangka waktu tertentu. Komponen biota dari ekosistem mangrove adalah komunitas mangrove yang terdiri dari populasi tumbuhan (hutan) dan fauna mangrove yang berinteraksi dengan komponen abiotik mangrove seperti tanah, oksigen, nutrisi, angin, arus, air, cahaya, suhu, kelembaban, gelombang dan salinitas. Secara fisik, vegetasi mangrove menjaga pantai dari gempuran ombak dan tebing sungai dari abrasi, menahan angin, mengendapkan lumpur, mencegah intrusi air laut dan sebagai perangkap zat pencemar dan limbah. Sedangkan secara biologis diantaranya berfungsi juga sebagai habitat burung air, kelelawar, primata, reptil dan jenis-jenis insekta; serta sebagai penghasil bahan organik yang merupakan sumber makanan biota; oleh karenanya manjadi penting dalam rantai makanan pada ekosistem perairan (BPLHD 2002). Keberadaan vegetasi mangrove HRP Kemayoran sangat penting untuk dipertahankan karena fungsi-fungsi tersebut diatas dan karena keberadaanya yang
56
terbatas. Menurut Dinas Kehutanan DKI Jakarta (1996) dalam BPLHD (2002) ekosistem mangrove di pesisir Teluk Jakarta terdapat di daerah hutan wisata Kamal, suaka margasatwa Muara Angke, hutan lindung Angke Kapuk, Kemayoran dan sekitar Cilincing – Marunda. Vegetasi mangrove memiliki kemampuan khusus untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan yang ekstrim seperti tanah tergenang, kadar garam yang tinggi serta kondisi tanah yang kurang stabil. Dengan kondisi lingkungan seperti ini, beberapa mangrove mengembangkan mekanisme yang memungkinkan secara
aktif
mengeluarkan
garam dari
jaringan,
sementara yang
lain
mengembangkan sistem akar nafas untuk membantu mendapat oksigen bagi sistem perakarannya. Adaptasi terhadap konsentrasi garam yang tinggi dilakukan melalui sekresi garam pada jaringan daun, mencegah masuknya garam dan akumulasi garam (Kusmana, 2003). Keunikan vegetasi mangrove ini merupakan potensi untuk wisata interpretatif . Tipe perakaran khas vegetasi mangrove : ¤ Akar Tunjang dan udara pada Rhizophora sp. (Rhizophora) dan Ceriops tagal (Tengar). ¤ Akar nafas pada Avicennia sp. (Api-api) dan Sonneratia sp. (Pedada). ¤ Akar lutut pada Bruguiera sp. (Tunjang), Lumnitzera sp. (Teruntum) dan Xylocarpus induccensis (Pohon Nyiri).
Akar Papan
Akar Nafas
Akar Tunjang
Akar Lutut
Gambar 16. Sketsa Tipe Akar Mangrove (Sumber : Bengen, 1999) Dalam beberapa hal beberapa jenis mangrove berkembang dengan buah sudah berkecambah sewaktu masih di pohon induknya (vivipar) Vegetasi
57
mangrove mampu menyerap dan mengakumulasikan logam berat pada daun dan akar. Tumbuhan mangrove mempunyai karakteristik morfologis dan fisiologis yang tergolong sangat spesifik dan relatif berbeda dengan komunitas tumbuhan di darat, sehingga merupakan material yang istimewa untuk dikaji dan dijadikan potensi wisata (Kitamura, et al. dalam Bengen 1999). Vegetasi mangrove HRP Kemayoran hampir tidak mempunyai anakan, sehingga kemampuan regenerasinya rendah. Kondisi ini terkait dengan kualitas perairan yang buruk, banyaknya sampah yang menutupi akar, dan tanah lumpur yang mengalami pemadatan karena kekurangan limpasan air dan akibat adanya aktivitas, sehingga saat buah mangrove yang telah berkembang jatuh, ujung tunasnya tidak mampu tertancap sehingga ujungnya tidak akan tumbuh sebagai anakan mangrove. Biji Berkecambah Pada Pohon Masuk ke Perairan
Formatted: Font: (Default) Arial, 8 pt Formatted: Font: (Default) Arial
Menyentuh Dasar
Terapung Tegak Lurus
Formatted: Font: (Default) Arial
Menancapkan Akar dan Berdaun
Formatted: Font: (Default) Arial Formatted: Font: (Default) Arial
Gambar 17. Regenerasi Pohon Mangrove (Sumber: Bengen, 1999) Hutan rawa mangrove mempunyai jumlah jenis yang lebih banyak karena mempunyai variasi komponen habitat lebih banyak dan stabil, artinya habitat ini mampu mendukung kehidupan jenis burung secara terus-menerus. Vegetasi HRP berfungsi sebagai penyerap karbondioksida, penghasil oksigen, pengikat air tanah, sebagai miniatur hutan yang masih tersisa di Jakarta dan mengurangi intrusi air laut karena kemampuannya dalam menyerap garam dan toleran pada salinitas tinggi. Menurut Oni (1995), variasi habitat pada pohon komunitas mangrove di HRP Kemayoran terbagi menjadi udara, pohon tajuk atas, pohon tajuk bawah, semak, air, terucuk dan lumpur.
Formatted: Swedish (Sweden)
58
Vegetasi asli merupakan tempat hidup satwa yang harus dipertahankan keberadaannya untuk menjaga fungsi ekologis dan sebagai media pendidikan lingkungan. Penambahan vegetasi dipilih dengan fungsi tertentu dan mampu beradaptasi dengan lingkungan HRP. Apabila memungkinkan dilakukan penanaman vegetasi mangrove, untuk mempertahankan regenerasi mangrove mengingat terbatasnya vegetasi mangrove dalam umur dewasa dipasaran. Vegetasi yang digunakan dipilih selain karena mampu beradaptasi pada perairan payau juga harus mempunyai fungsi tertentu seperti barrier terhadap bising, dan visual yang buruk, seperti tapak bagian selatan yang berbatasan dengan jalan raya serta bagian timur dan utara yang berbatasan dengan rumah pompa, sungai dan pemukiman kumuh. Serta sebagai koridor burung-burung dari arah pantai utara maupun hutan mangrove sekitar tapak seperti Muara angke, Kamal Muara, Cilincing-Marunda, dan Angke Kapuk. Setiap aktivitas memberikan perubahan terhadap tapak, meskipun dampak yang ditimbulkan sedikit. Aktivitas masyarakat di sekitar kawasan HRP Kemayoran mempengaruhi keberadaannya. HRP Kemayoran terdiri dari beberapa pulau/delta, pada delta yang terletak hampir ke selatan dekat saluran suplesi vegetasinya masih rapat dan rimbun namun dikarenakan saluran suplesi berupa saluran terbuka yang tidak mampu mengkontrol sampah yang terbawa aliran air, maka banyak terdapat sampah plastik baik pada saluran maupun menutupi perakaran mangrove. Delta ini merupakan delta terbesar yang dapat dikatakan utuh, karena sedikitnya gangguan dari manusia. Sedangkan pada pulau-pulau yang berukuran lebih kecil vegetasi tidak banyak selain karena adanya aktivitas masyarakat sekitar juga dikarenakan adanya akses kedalam delta seperti pembuatan jalan sementara pelaksanaan proyek penghutanan area waduk yang membagi pulau yang berada di tengah. Pulau-pulau lain tersebar sampai kearah utara tapak. Pulau-pulau tersebut berukuran relatif sangat kecil dan akibat pemadatan tanah rawa, batas delta menjadi tidak jelas. Agar terbentuk kesatuan, batas delta diperjelas dengan jalan mengeruk lumpur rawa dan ditimbunkan ke areal delta-delta sehingga terbentuk pulau yang memanjang. Melalui penyatuan pulau ini diharapkan habitat satwa terutama burung menjadi lebih luas, dan tercipta suatu area terbuka ditengah-
59
tengah. Burung air menggunakan habitat pada tanah timbul dan rawang sebagai tempat mencari makan, sedangkan habitat bervegetasi hutan mangrove digunakan sebagai tempat istirahat dan berlindung. Kondisi vegetasi HRP Kemayoran sangat memprihatinkan karena kualitas perairan yang buruk akibat pencemaran serta kurangnya kontrol terhadap rencana pengelolaan. Kerusakan pada ekosistem mangrove menimbulkan gangguan terhadap sifat fisik-kimia yang meliputi peningkatan suhu air, pencemaran oksigen, nutrien, keseimbangan salinitas, hidrologi, sedimentasi, turbiditas, bahan-bahan toksik dan erosi tanah. Gangguan terhadap sifat fisik-kimia ini berdampak terhadap keserasian proses alami pada lingkungan (Kusmana, 2003). Selain itu gangguan terhadap ekosistem mangrove dapat mengakibatkan perubahan spesies dominan, kerapatan populasi serta struktur tanaman dan hewan. Apabila hal ini terjadi maka HRP Kemayoran tidak lagi mempunyai ciri khas sebagai miniatur lahan basah perkotaan. Upaya konservasi merupakan salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam hayati agar ekosistemnya terpelihara. HRP Kemayoran perlu dilakukan upaya rehabilitasi sehingga dapat menjamin keberadaanya serta pemanfaatannya sebagai tempat wisata ekologis. Menurut UU No. 5 Tahun 1990 wilayah sistem penyangga kehidupan yang mengalami kerusakan secara alami dan atau oleh karena pemanfaatannya serta oleh sebab-sebab lainnya diikuti dengan upaya rehabilitasi secara berencana dan berkesinambungan. Karena kondisi HRP Kemayoran telah mengalami kerusakan tingkat sedang maka upaya rehabilitasi merupakan langkah awal yang harus dilakukan untuk menjaga kelestariannya. Satwa Hutan rawa payau merupakan ekosistem yang komplek, dinamis dan labil karena keberadaanya dipengaruhi oleh daratan dan lautan, sehingga sangat subur. Hutan mangrove merupakan habitat berbagai jenis satwa liar seperti primata, reptilia dan burung, untuk berlindung, mencari makan dan berkembang biak. Burung merupakan salah satu (bahkan mungkin satu-satunya) jenis satwa liar yang sering dijumpai di perkotaan. Burung penting bagi unsur keseimbangan alam dan memiliki nilai ekonomi. Namun demikian, keberadaan burung di daerah
60
perkotaan
semakin
terancam
karena
habitatnya
beralih
fungsi
akibat
pembangunan yang pesat seiring dengan perkembangan kota. Bagi beberapa jenis burung HRP menyediakan ruang yang memadai untuk membuat sarang karena minimnya gangguan predator, tenggeran dan sumber makanan yang berlimpah. Burung air adalah jenis burung yang secara ekologis kehidupannya bergantung pada keberadaaan lahan basah, burung juga merupakan indikator mutu lingkungan perairan. Hamparan tumbuhan bambu (Bambusa sp), merupakan habitat kehidupan jenis burung sawah seperti blekok, cangak, kuntul dan belibis (BPLHD 1999). Pada batas sebelah timur terdapat tanaman bambu meskipun hanya beberapa rumpun, untuk dapat menciptakan habitat untuk beberapa jenis burung dapat dilakukan penanaman bambu di tepi sungai Pademangan, selain sebagai habitat bambu mampu mengikat air dan mempertahankan struktur tanah sehingga tidak mudah tererosi, serta mampu mereduksi kebisinginan. Fauna yang terdapat pada ekosistem mangrove di pesisir Teluk Jakarta didominasi oleh burung pantai yang jenisnya hampir sama dengan yang terdapat di cagar alam Pulau Rambut dimana kawasan tersebut merupakan habitat berbagai jenis burung, khususnya sebagai tempat berlindung, berbiak dan mencari makan. Menurut Wiriosoepartho (1979) dalam Purwaningsih (1995), hutan mangrove merupakan tempat yang paling digunakan untuk melakukan aktivitas harian bagi burung air. Aktivitas yang dilakukan antara lain pembuatan sarang, membesarkan anak, beristirahat dan berlindung. Penyebaran satwa paling banyak terdapat pada area delta dekat aliran suplesi, karena pada area ini banyak terdapat vegetasi bertajuk rapat, dan merupakan area berlumpur. Selain itu gangguan dari manusia juga relatif tidak ada karena tidak ada akses menuju area ini. Sedangkan pada area delta lain satwa sangat sedikit, selain karena area yang relatif terbuka, juga dikarenakan aktivitas penduduk yang memanfaatkan tapak cukup tinggi terutama pada sore hari. Penduduk menggunakan tapak sebagai tempat bermain layang-layang, bersepeda atau sekedar duduk-duduk dan mengobrol. Hal ini terjadi karena terdapat jembatan dari pemukiman penduduk ke tapak. Penutupan area terhadap akses masyarakat sekitar diperlukan untuk meminimalisir dampak gangguan satwa.
61
Pengamatan prilaku satwa terutama burung merupakan atraksi wisata yang mulai banyak diminati masyarakat Indonesia. Pengamatan burung (Birdwacthing) merupakan perjalanan kealam bebas dengan penekanan pada apresiasi manusia terhadap keindahan burung yang hidup bebas di habitatnya. Pengunjung dapat menikmati keindahan bentuk dan warna tubuh serta keunikan prilaku mandi, mencari makan ataupun berjemur. Aktivitas birdwacthing merupakan kegiatan yang murah dan dapat dilakukan dimana saja serta oleh siapa saja. Lapangan golf Kemayoran yang terdapat di sebelah barat HRP senantiasa digunakan oleh burung-burung untuk bermain atau sekedar berjemur pada pagi menjelang petang. Berdasarkan penelitian Nainggolan (1994), padang golf merupakan areal yang paling banyak didatangi oleh burung-burung terutama jenis Pecuk. (Phalacrocorax sp.) sedangkan burung jenis Kuntul menyukai danau atau empang yang dangkal untuk berdiri pada waktu makan. Waduk yang terdapat disebelah barat HRP merupakan tapak yang potensial untuk mencari makan beberapa burung pendatang. Untuk memfasilitasi kegiatan ini, direncanakan adanya menara pandang dan papan intip yang diletakkan dibeberapa titik dengan aktivitas burung tinggi. Terucuk (tempat bertengger) juga diperlukan burungburung. Terucuk dapat berupa batang linier ataupun bongkahan sebuah pohon. Pelandaian tepian delta berlumpur kearah perairan terbuka menciptakan area yang dangkal berlumpur tempat burung-burung memperlihatkan aksinya. Untuk mencegah adanya gangguan dari masyarakat sekitar yang memanfaatkan tapak, diperlukan adanya pembatasan akses terhadap tapak, maka dibuat suatu pagar pembatas antara pemukiman dan tapak. Pagar yang digunakan dapat berupa pagar fisik sebagai batas terluar tapak dan vegetasi sebagai barrier dan batas dalam ataupun salah satunya. Selain itu untuk mencegah pengikisan daratan oleh air sungai maka disepanjang aliran sungai ditanami vegetasi yang mampu mengikat tanah dan menyerap polutan atau tahan terhadap polutan (sampai aliran sungai yang mengarah ke teluk Jakarta). Menurut Mardisatuti dan Imanuddin (2003), penyediaan suatu koridor satwa berupa hutan bakau disepanjang pantai utara pulau jawa merupakan suatu hal yang perlu diusahakan. Untuk itu disepanjang tepian sungai yang menghubungkan HRP Kemayoran dan laut ditanami beberapa lapis bakau sebagai
62
penyambung burung-burung air (koridor) terhadap tapak selebar sempadan sungai yang dianjurkan. Namun dikarenakan sungai Pademangan maupun sungai Sunter merupakan batas tapak wilayah Kemayoran dan keberadaan sungai yang lebar sangat penting dalam penanganan saat banjir di Jakarta, maka pengadaan sempadan sungai tidak memungkinkan. Sehingga alternatif yang dipilih adalah dengan penanaman beberapa lapis mangrove disepanjang pinggiran perairan HRP. Pengembangan suatu kawasan untuk wisata, bila tidak terkendali dapat mengganggu kehidupan satwa yang ada didalamnya. Hal ini terjadi apabila perkembangan wisata mengganggu habitatnya, dimana ruang gerak dan sumber makanan berkurang. Di barat HRP Kemayoran telah dibuat hutan kota melalui proyek penghutanan waduk, keberadaan hutan kota ini merupakan potensi bagi ketersediaan sumber makanan dan habitat. Satwa liar yang ada dalam tapak hidupnya sangat tergantung pada keberadaan vegetasi dan juga tergantung pada perairan atau rawa itu sendiri. Keberadaan beberapa sumber makanan disekitar tapak merupakan potensi bagi kelangsungan keberadaan burung air di HRP Kemayoran. Keberadaan
satwa
merupakan
potensi
utama
tapak.
Alternatif
pengembangannya adalah dengan memelihara habitat alami satwa tersebut, membuat spot pengamatan dan jalur sirkulasi yang tepat, dimana pengunjung dapat mengamati satwa tanpa mengganggu satwa tersebut. Sesuai dengan pasal 10 UU No. 5 Tahun 1990 yaitu dilakukan upaya rehabilitasi habitat secara berencana dan berkesinambungan. Menurut Kusmana (2003), keseimbangan dalam proses alami seperti regenerasi, pertumbuhan habitat, rantai makanan, ekosistem mangrove dan ekosistem sekitar pantai dapat terganggu jika hutan mangrove mengalami kerusakan. Gangguan keseimbangan akan mengubah distribusi, kerapatan dan struktur alami spesies yang terdapat di kawasan mangrove yang mengalami kerusakan tersebut.
Dengan
terancamnya
keseimbangan
HRP
Kemayoran,
maka
pemanfaatan HRP sebagai tempat wisata ekologis tidak dapat berkelanjutan. HRP Kemayoran dikembangkan secara terbatas dalam arti tidak banyak perubahan terhadap kondisi alami tapak, diharapkan dapat mendukung kehidupan liar didalamnya.
Comment [W3]: Comment [W4R3]:
63
Tanah Tanah di daerah mangrove terbentuk dari akumulasi sedimen yang berasal dari daerah pantai atau akibat erosi tepian sungai, atau akibat erosi tanah dari area yang lebih tinggi yang terbawa melalui sungai. Tempat tumbuh hutan mangrove merupakan daerah endapan baru dibawah air yang tenang. Oleh karena itu kebanyakan tanah mangrove merupakaan tanah yang belum matang, berupa lumpur yang lunak, tekstur halus, serta kandungan liat dan debu umumnya tinggi. Curah hujan yang tinggi dengan topografi yang datar pada kondisi ini menyebabkan tanah menjadi becek, lembek, dan berlumpur. Hal tersebut sangat mengganggu kenyamanan, demi kenyamanan dan melestarikan tanah maka kontak langsung pengunjung dengan tanah dikurangi dengan membuat dek yang tahan karat dan pelapukan seperti dek-dek kayu (boardwalk). Tanah jenis ini peka terhadap erosi, salinitas tinggi, drainase jelek, permeabilitas yang lambat menyebabkan daya menahan air yang lambat, dan memperbesar jumlah aliran permukaan tanah. Permeabilitas yang lambat perlu dilakukan penggemburan dan perbaikan sistem drainase. Keterbatasan kedalaman tanah dan kadar liat menyebabkan terbatasnya penggunaan jenis tanah ini secara intensif. Bila dipupuk cukup dan didrainasekan dengan sempurna, tanah jenis ini cukup produktif (Soepardi, 1983). Warna kelabu atau biru gelap tanah aluvium menandakan buruknya reaksi oksidatif. Hal ini biasanya terjadi jika pada dataran rendah terdapat air yang berlebihan, sukar terbuang dengan cepat. Kecepatan pengaliran air permukaan relatif rendah karena pori-pori drainase rendah. Sifat fisik tanah seperti ini plastisitasnya tinggi dan menghambat masuknya air. Kisaran pH 6.2-7.7 mengindikasikan kondisi netral namun kandungan hara fungsional seperti besi, mangan dan seng kurang tersedia. Sehingga diperlukan penambahan pupuk, kapur dan kompos. Tekstur liat berdebu dan liat berpasir mempunyai plastisitas tinggi, dengan daya menahan air yang besar dan umumnya berat diolah karena banyak mengandung air, terutama setelah hujan. Dalam keadaan kering tanah berbentuk bongkahan. Untuk mencegah pengikisan tepi rawa ataupun delta digunakan retaining wall atau turap. Penggunaan turap ini juga untuk mencegah agar air rawa tidak
64
tercemar oleh tanah yang tererosi (mengkonservasi kualitas air), sehingga mengurangi pendangkalan rawa (mengkonservasi kuantitas air rawa), dan yang tidak kalah penting adalah untuk keamanan dan kenyamanan pengguna tapak. Turap yang digunakan dengan material alami seperti bambu ataupun kayu untuk mempertahankan kesan alami tapak. Iklim Iklim adalah gabungan dari keadaan cuaca yang diamati dalam jangka waktu yang lama dan meliputi daerah luas. Pengamatan terhadap iklim dalam perencanaan suatu lanskap dilakukan untuk menciptakan suasana yang nyaman bagi aktivitas rekreasi, terutama rekreasi yang dilakukan diluar ruangan (Brooks, 1988). Suhu rata-rata 28.07˚C. Suhu rata-rata berada dalam kisaran suhu nyaman manusia yaitu 27°C-28°C (Laurie, 1986). Walaupun berada dalam kisaran suhu nyaman namun tapak relatif panas dikarenakan kurangnya area bernaungan, baik buatan maupun alami. Vegetasi dapat dimanfaatkan sebagai pengendali iklim mikro, dimana vegetasi dapat menurunkan suhu dan menyejukkan udara sekitarnya karena vegetasi dapat mengurangi intensitas sinar matahari yang masuk ke tapak. Selain itu vegetasi mampu menyerap panas yang dipantulkan oleh perkerasan maupun permukaan air. Badan air yang luas bertindak sebagai buffer terhadap suhu yang ekstrim. Air memerlukan energi panas yang lebih banyak untuk meningkatkan suhu pada musim kemarau daripada yang dibutuhkan atmosfer, energi panas tersebut akan dilepaskan pada musim hujan. Vegetasi mempunyai efek sangat penting terhadap suhu udara. Lahan kosong atau permukaan yang gelap lebih cepat panas, vegetasi menghalangi refleksi sebanyak radiasi datang, penghalangan radiasi ini mengurangi pemanasan tanah. Sehingga dibawah naungan suhu permukaan tanah lebih dingin dari suhu udara (Carpenter, et. al. 1975). Selain itu elemen air juga dapat mempengaruhi pembentukan iklim mikro, uap air yang terbawa angin memberikan efek penyejukan pada area sekitarnya. Keberadaan air ini juga penting bagi kelangsungan hidup vegetasi dan satwa pada tapak. Suhu penting dalam proses fotosintesis dan respirasi. Menurut Kusmana
65
(2003), pertumbuhan mangrove yang baik memerlukan suhu rata-rata minimal >20˚C dan perbedaan suhu musiman tidak melebihi 5˚C. Kisaran kelembaban nyaman untuk manusia menurut Laurie (1986) adalah
40%-75%. Kelembaban udara rata-rata tahunan KBBK 75.16°C,
kelembaban tertinggi bulan Januari dan kelembaban terendah pada bulan Juli. Kelembaban yang terlalu tinggi dapat menimbulkan ketidaknyamanan, karena kelembaban yang tinggi membuat manusia cepat merasa lelah dalam berbagai aktivitas. Hal tersebut dapat diatasi dengan pemilihan struktur vegetasi dan penempatan vegetasi yang memungkinkan masuknya sinar matahari yang cukup kedalam tapak. Seperti umumnya daerah tepi pantai, terasa adanya hembusan garam (salt spray) dari pantai Ancol yang hanya berjarak 1.15 Km. Adanya garam dalam kandungan udara merupakan salah satu penyebab tingginya kelembaban udara di kawasan HRP Kemayoran. Vegetasi berdaun jarum dapat digunakan untuk mengatasi salt spray. Kenyamanan bersifat subjektif, namun dapat digeneralisir sehingga diperoleh nilai standar yang dapat dikuantifikasi. Sebagai acuan dalam penataan lanskap untuk kepentingan pengguna kondisi iklim awal dapat ditinjau melalui kuantifikasi kenyamanan salah satunya dengan Thermal Humidity Index (THI). THI= 0.8 T + (RH*T) 500 dimana, T : Temperatur (°C) RH : Kelembaban Relatif (%) Tapak nyaman THI< 27°C Tabel 6. Perhitungan Nilai THI Temperatur (°C) 26.5 28.07 28.78
Kelembaban (%) 79.08 75.16 76.16
THI 25.39 26.68 27.4
Keterangan < 27 < 27 > 27
Dari tabel terlihat bahwa pada suhu rata-rata maksimum menunjukkan tapak berada dalam kondisi yang kurang nyaman. Tingginya nilai THI dikarenakan suhu yang relatif tinggi serta adanya elemen air yang cukup dominan
66
yaitu rawa pada tapak berperan dalam meningkatkan kelembaban. Sedangkan nilai THI pada suhu rata-rata minimum menunjukkan bahwa tapak berada dalam kondisi nyaman. Sehingga secara umum tapak berada dalam kondisi nyaman untuk kegiatan wisata ekologis. Untuk mengurangi kelembaban udara pada tapak maka dalam perencanaan mempertimbangkan kemungkinan aliran udara, sehingga dapat mengalirkan uap air. Pengaturan vegetasi dengan memperhatikan arah angin dapat sebagai filter garam yang terbawa angin dari laut serta dapat menurunkan suhu dalam tapak. Arah angin pada siang hari berhembus dari utara, dan pada malam hari angin berhembus dari selatan. Menurut Brooks (1988), penempatan vegetasi dapat menciptakan keteduhan tetapi tidak menghambat pergerakan angin dengan cara membebaskan daerah setinggi 2.5-3 m di bawah cabang terendah sehingga mendukung aliran udara (area bebas cabang). Intensitas penyinaran adalah lamanya matahari bersinar dalam satu hari yang turut mempengaruhi terciptanya kelembaban udara dan suhu. Rata-rata penyinaran bulanan KBBK 31.43%-78.5% dengan intensitas radiasi terbanyak pada bulan September, intensitas terendah pada bulan Desember. Tingginya intensitas penyinaran merupakan potensi, karena Vegetasi mangrove merupakan vegetasi hari panjang yang membutuhkan intensitas matahari yang tinggi dengan penyinaran penuh. Kisaran intensitas cahaya optimal untuk mangrove menurut Kusmana (2003) untuk pertumbuhan mangrove adalah 3000-3800 kkal/m2/hari. Pertumbuhan mangrove akan terhambat dan laju kematian vegetasi mangrove akan meningkat apabila lamanya penyinaran matahari tidak seimbang dengan intensitas penyinaran matahari, hal ini terjadi karena cahaya matahari mempengaruhi perkecambahan, pembungaan dan pertumbuhan spesies mangrove. Untuk mencegah kematian vegetasi mangrove, maka habitat ini harus dibiarkan mendapat penyinaran matahari secara penuh tanpa ternaungi (struktur bangunan misalnya). Tapak di sebelah Timur merupakan area terbuka mengakibatkan intensitas penyinaran matahari lebih dominan daripada bagian lain tapak. Sehingga dapat mengganggu kenyamanan pengunjung dalam beraktivitas terutama pada tengah hari. Tapak bagian ini direncanakan sebagai area penyangga ekosistem mangrove,
67
sehingga pada area ini ditanami vegetasi yang berfungsi konservasi tanah dan air. Selain itu untuk menjaga kenyamanan pengunjung pada saat matahari terik, juga berfungsi sebagai barrier atau penghalang dari pemukiman kumuh.
Gambar 18. Ilustrasi Vegetasi sebagai Kontrol Visual
Kisaran curah hujan tahunan rata-rata 147.54mm. Curah hujan tertinggi pada bulan Februari dan curah hujan terendah pada bulan September. Curah hujan pada tapak relatif rendah sehingga diperlukan adanya pengaturan air agar tapak tidak kekeringan pada musim kemarau yang akan mengancam keberadaan mangrove. Rumah pompa dapat mengatur jumlah air yang dialirkan dari dan ke rawa, namun kualitas dan jumlahnya harus terjaga, oleh karena itu disekitar romah pompa maupun waduk dapat ditanam vegetasi yang dapat mengikat air. Curah hujan mempengaruhi faktor lingkungan seperti suhu air dan udara, salinitas air permukaan tanah dan air tanah yang akan berpengaruh pada daya tahan spesies mangrove. Dalam hal ini mangrove tumbuh subur didaerah dengan curah hujan rata-rata 1500-3000 mm/tahun (Kusmana, 2003). Tekanan udara tergantung pada suhu akibat dari peredaran matahari. Tekanan udara berbanding terbalik dengan suhu dan berbanding lurus dengan kelembaban. Pada saat kelembaban tinggi tekanan udara juga tinggi namun suhu menurun. Tekanan udara tertinggi pada tapak 1010.84 Mb pada bulan Agustus, terendah 1002.92 Mb pada bulan Februari dengan rata-rata tekanan udara 1008.93 Mb. Pada bulan Agustus kelembaban lebih tinggi dari bulan Februari dan suhunya lebih kecil dari pada bulan Februari. Kecepatan angin rata-rata 2.55 Knot, dimana kecepatan angin terbesar 3 Knot pada bulan Februari dan kecepatan angin terendah 2.28 Knot terjadi pada bulan April. Arah angin dipengaruhi oleh angin Muson Barat antara bulan November-April dan angin Muson Timur antara bulan Mei-Oktober.
68
Berdasarkan skala Beaufort, angin HRP Kemayoran berada dalam skala 1, dimana kisaran kecepatannya 2-6 km/jam. Angin jenis ini merupakan angin yang bertiup sepoi-sepoi, dan merupakan potensi dalam pengembangan wisata. Selain itu hembusan angin sepoi-sepoi dari arah laut (sebelah utara tapak) pada siang hari akan memberikan kesegaran bagi wisatawan karena hembusan angin mengandung uap air sehingga udara menjadi lebih dingin dan segar. Akan tetapi karena tapak dipengaruhi oleh angin muson barat dan timur, angin barat berasal dari arah Samudera Hindia, angin ini cukup kencang dan mengandung uap air dengan kadar garam tinggi. Angin barat ini dapat mengganggu kenyamanan pengunjung dalam beraktifitas. Sehingga diperlukan adanya penghalang angin, dapat berupa penghalang fisik atau secara alami dengan memanfaatkan vegetasi, karena vegetasi dapat mengurangi kecepatan angin di daerah terbuka sampai 75-80% (Chiara dan Koppelmen, 1997). Angin musim timur ditandai dengan angin lemah, laut tenang dan terjadi pada musim kemarau. Angin yang bertiup bersifat kering, sehingga daerah pantai akan terasa panas. Angin panas ini bertiup ke tapak dan dapat mengganggu kenyamanan. Untuk mengurangi efek yang terjadi maka keberadaan vegetasi disekitar pantai dan vegetasi yang ada di HRP Kemayoran harus dipertahankan. Udara yang tidak mengalir/berputar dalam tapak dapat menggangu kenyamanan. Vegetasi mempunyai porositas yang memugkinkan melewatkan angin menembus dedaunan, sedangkan barrier permanen/fisik tidak dapat melewatkan aliran angin sehingga terjadi turbulensi (Laurie 1986). Tapak berupa jalur linier yang dapat berfungsi sebagai koridor angin, untuk mencegah terjadinya turbulensi dibuat jalan untuk angin yang dapat diarahkan ke pusat kegiatan yang terdapat di tengah tapak. Angin berpengaruh terhadap gelombang dan arus pantai, yang dapat menyebabkan
abrasi
dan
mengubah
struktur
mangrove,
meningkatkan
evapotranspirasi dan angin kuat dapat menghalangi pertumbuhan menyebabkan karakteristik fisiologis abnormal, namun demikian diperlukan untuk proses polinasi dan penyebaran benih tanaman (Kusmana, 2003).
69
Akustik Burung-burung sangat peka terhadap suara, gerak dan warna. Prilaku burung akan berubah apabila kebisingan suara >95 db (Prawoto 1990 dalam Oni 1995). Burung-burung tersebut adalah Ardeola Speciosa (Blekok sawah), Egretta sp. (Kuntul), dan Phalacrocorax sp.(Pecuk). Bunyi-bunyian alami seperti kicauan burung, gemerisik daun maupun semilir angin dalam tapak merupakan potensi tapak sebagai kawasan wisata. Sedangkan terhadap bunyi-bunyian yang dirasa akan mengganggu seperti kendaraan bermotor di sebelah selatan dan aktivitas masyarakat dan rumah pompa di sebelah timur dan utara, alternatif pemecahannya adalah dengan membuat barrier antara sumber kebisingan dan tapak. Kebisingan dapat diredam dengan penggunaan vegetasi, vegetasi yang bertajuk rapat, struktur daun rapat atau mengandung air dapat digunakan untuk meredam kebisingan non alami pada tapak. Menurut Laurie (1986), Penggunaan kombinasi semak dan pohon sangat efektif karena mampu mereduksi bising hingga 50% untuk kendaraan biasa dan 75% untuk truk. Reduksi bising lebih efektif dengan menggunakan kombinasi antara penghalang solid dan vegetasi. Penghalang solid berupa dinding dengan struktur tebal dan memantulkan bunyi.
Gambar 19. Vegetasi sebagai Peredam Kebisingan. (Sumber : Carpenter et. al., 1975) Kenyamanan dan Nilai Visual Tapak Secara visual pemandangan kearah tapak merupakan view yang bagus, dengan vegetasi rindang dan beberapa satwa yang terlihat. Namun pemukiman penduduk dan sungai Pademangan yang berair hitam serta berbau merupakan hal yang mengganggu ativitas wisata. Selain itu pemandangan menjadi terganggu
70
karena adanya sampah yang terbawa saat pasang dan tertinggal di tapak pada saat surut. Untuk mengurangi intensitas radiasi yang tinggi dapat digunakan beberapa vegetasi yang berfungsi naungan selain itu juga dibangun beberapa naungan fisik untuk berteduh disaat hujan maupun panas terik. Naungan tersebut dapat merupakan tempat pemberhentian (stop area) untuk beristirahat, berfoto, dan berdiskusi. Pemilihan vegetasi dengan memperhatikan arah penyinaran, sehingga terbentuk bayangan vegetasi yang mampu memberikan kesan visual. Selain itu penggunaan vegetasi eksotik atau berbunga juga dapat dijadikan sebagai alternatif pengembangan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan HRP, vegetasi eksotik ditanam pada ruang penerimaan ataupun ruang pelayanan. Sedangkan pada ruang wisata vegetasi yang dipilih merupakan vegetasi alami ataupun vegetasi yang mampu beradaptasi pada lingkungan rawa sehingga pada saat memasuki ruang wisata tercipta suasana yang berbeda dengan kehidupan luar atau dengan kata lain benar-benar memunculkan kesan hutan rawa payau. Data Teknis Sesuai dengan keinginan pengelola KBBK dan beberapa peraturan terkait, untuk menjaga keletarian hutan rawa mangrove yang ada dan untuk mewujudkan fungsi hutan konservasi burung. Maka, keberadaan Hutan Rawa Payau Kemayoran ini dimanfaatkan sebagai tempat berwisata terbatas, dimana aktivitas wisata yang dikembangkan merupakan wisata pasif interpretatif dengan memperhatikan sumberdaya tapak yang ada dan penggunaan aktivitas dalam batas daya dukung tapak. Sehingga pemanfaatan tapak untuk memenuhi konsep ekowisata. Sesuai dengan konsep ekowisata, pemanfaatan tapak harus berdasarkan daya
dukung
sumberdaya,
maka
masyarakat
harus
dilibatkan
dalam
pengelolaannya. Sehingga masyarakat tidak hanya dijadikan sebagai penonton tanpa ikut terlibat, hal ini pada akhirnya dapat menimbulkan rasa tidak memiliki yang cenderung dapat merusak tapak yang ada. Oleh karena itu untuk mengurangi pengangguran di sekitar HRP, masyarakat dilibatkan sebagai interpreter dan
71
pedagang. Guide/interpreter akan diberi pelatihan
secara intensif, sehingga
mampu menjelaskan ekosistem HRP Kemayoran kepada pengunjung. Akan tetapi, kondisi HRP Kemayoran telah mengalami kerusakan tingkat sedang yang apabila tidak dilakukan penanganan yang tepat dapat mengancam keberadaannya. Upaya penetapan sebagai kawasan konservasi yang dilakukan oleh pemerintah DKI Jakarta melalui Keputusan Gubernur No. 339 Tahun 2002 merupakan upaya perlindungan sistem penyangga kehidupan ditujukan bagi terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan kehidupan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1990 pasal 7. Selain itu diikuti dengan upaya rehabilitasi secara berencana dan berkesinambungan suatu wilayah sistem penyangga kehidupan yang mengalami kerusakan secara alami dan atau oleh karena pemanfaatannya serta oleh sebab-sebab lainnya (Pasal 10). Konsep pengelolaan untuk HRP ini adalah kawasan wisata terbuka minat khusus. Pengunjung dibatasi baik jumlah maupun waktu kunjungan (sesuia konsep aktivitas ekowisata), dipungut biaya, diberi pengarahan dan pemutaran slide di ruang persiapan wisata, dilarang melakukan aktivitas makan selama perjalanan wisata serta aktivitas lain yang dapat menganggu keberadaan satwa maupun vegetasi. Makan dan minum di fasilitasi di ruang pelayanan.
72
73
KONSEP Konsep Dasar Merencanakan kawasan wisata alternatif di Jakarta dengan konsep ekowisata, dimana aktivitas wisata dikembangkan dengan tetap memperhatikan kelestarian sumberdaya tapak yang mampu memberikan dan meningkatkan pengetahuan serta pengalaman terhadap ekosistem lingkungan lahan basah terutama hutan rawa payau. Pada akhirnya diharapkan mampu meningkatkan rasa kepeduliaan masyarakat untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam melalui pemanfaatan potensi alam sebagai tempat berwisata dengan memperhatikan kondisi ekologis tapak. Objek dan atraksi wisata diutamakan pada ekosistem hutan rawa payau sebagai habitat flora dan fauna yang beraneka ragam dan memiliki karakteristik yang khas. Pengelolaan maupun pengembangan hutan rawa payau harus mampu mengakomodasikan kepentingan masyarakat dengan tanpa mengorbankan kepentingan ekologis. Sehingga dalam perencanaan hutan rawa payau ini dikembangkan beberapa fungsi yaitu: Fungsi Wisata, dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan wisata masyarakat perkotaan yang dituangkan dalam aktivitas-aktivitas wisata serta fasilitas penunjangnya yang dapat diakomodasikan dalam tapak. Fungsi Konservasi, dikembangkan mengingat strategisnya posisi hutan mangrove sebagai penjaga pantai dan daratan, dengan keanekaragaman hayati yang tinggi maka kelestarian ekosistem mangrove merupakan prioritas utama yang harus dijaga dan dipelihara. Pemanfaatan sumber daya alam hayati dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman. Fungsi Pendidikan, berkaitan dengan pendidikan lingkungan dan rasa cinta alam yang hendak dicapai melalui kegiatan wisata alam dan pengenalan ekosistem rawa payau yang diharapkan mampu menggugah pengunjung untuk lebih memperhatikan dan melindungi alam dan kehidupan didalamnya. Fungsi Ekosistem, berkaitan dengan kawasan sebagai suatu hutan mangrove yang
bersifat kompleks (hutan mangrove, perairan maupun tanah
74
dibawahnya merupakan habitat berbagai satwa darat dan biota perairan), dinamis (hutan mangrove dapat terus tumbuh, berkembang dan dapat mengalami suksesi serta perubahan zonasi sesuai perubahan tempat tumbuhnya) serta bersifat labil (mudah sekali rusak dan sulit untuk pulih kembali). Fungsi ini erat kaitannya dengan fungsi konservasi. Fungsi ini dikembangkan untuk menjaga keseimbangan ekologis kota, apabila salah satu komponen terganggu maka akan mempengaruhi seluruh ekosistem. Konsep Pengembangan Hutan rawa payau merupakan kawasan yang rentan dengan daya dukung ekologis yang rendah, sehingga tapak dimanfaatkan dengan mengutamakan kelestarian sumberdayanya. Meskipun begitu, bukan berati objek wisata tidak dapat dikunjungi sama sekali, tetapi hanya dibatasi penggunaannya. Inti dari konsep ekowisata adalah penggunaan kawasan/objek yang dibatasi sesuai dengan kemampuan daya dukungnya. Konsep dasar kemudian dikembangkan kedalam konsep ruang, konsep sirkulasi dan konsep aktivitas wisata. Konsep Ruang Ruang merupakan wadah untuk melakukan aktivitas, program ruang yang akan diakomodasikan pada tapak didasarkan pada konsep ekowisata, perlindungan sumber daya alam, keberadaan objek dan atraksi wisata pada tapak serta fungsi yang akan diterapkan. Terdapat tiga aspek pengembangan ekowisata yaitu alam sebagai modal utama, wisata sebagai aktivitas yang diakomodasikan dan bernilai ekonomi serta manusia. Maka tata ruang yang dikembangkan terdiri dari ruang wisata, ruang penyangga dan ruang pelayanan. Ruang Wisata Ruang wisata adalah ruang yang digunakan untuk melakukan aktivitas utama wisata. Area ini didominasi oleh vegetasi alami dan merupakan habitat satwa yang keberadaannya perlu dipertahankan. Pada ruang ini terdapat objek dan atraksi wisata, sehingga ruang ini digunakan sebagai ruang untuk melakukan aktivitas wisata interpretatif baik wisata pendidikan maupun wisata non pendidikan. Aktivitas wisata yang dikembangkan berupa aktivitas pasif dan terbatas seperti jalan-jalan, bersantai, duduk-duduk, fotografi, dan viewing.
75
Fasilitas yang disediakan berupa jalur trekking (boardwalk) dan sudut-sudut untuk berfoto (photography corner), menara pandang dan papan intip. Ruang ini mengakomodasikan fungsi wisata, fungsi pendidikan dan fungsi ekosistem. Ruang Penyangga Ruang ini merupakan area perlindungan terhadap flora dan fauna HRP. Ruang ini ditujukan untuk melindungi ruang wisata dari aktivitas negatif masyarakat dan aktivitas berlebih pengunjung. Pada ruang penyangga dapat dilakukan aktivitas wisata berupa duduk-duduk, beristirahat dan berdiskusi. Aktivitas wisata yang dilakukan pada ruang ini dimaksudkan untuk mengurangi aktivitas wisata yang diakomodasikan pada ruang wisata sehingga kerusakan yang mungkin timbul pada ruang wisata dapat ditekan. Fasilitas yang disediakan adalah gazebo/shelter dan tempat duduk untuk beristirahat maupun berdiskusi sesaat sebelum/setelah melakukan wisata interpretatif. Ruang ini dikembangkan untuk mendukung fungsi konservasi, fungsi wisata dan fungsi ekosistem. Vegetasi yang digunakan pada ruang ini merupakan vegetasi yang berfungsi untuk konservasi air dan tanah serta sebagai sumber kehidupan bagi satwa sehingga pada akhirnya mampu menjaga kelestarian ekosistem hutan rawa payau. Ruang Pelayanan Ruang pelayanan terdiri dari area penerimaan dan area pelayanan wisata. Area penerimaan merupakan ruang yang pertama didatangi oleh pengunjung. Sedangkan area pelayanan wisata merupakan ruang yang mengakomodasikan berbagai fasilitas wisata seperti makan, minum, beristirahat dan memperoleh informasi. Area pelayanan mencakup juga ruang persiapan wisata, pemutaran slide, foto-foto, film mengenai ekosistem lahan basah dan aturan berwisata. Manusia yang dimaksud dalam pengembangan ekowisata adalah masyarakat sekitar dan pengunjung. Sehingga selain mengakomodasikan kebutuhan pengunjung, juga mengakomodasikan kebutuhan masyarakat dilihat dari segi kepentingan masyarakat lokal yaitu mata pencaharian penduduk. Kebutuhan penduduk tersebut diakomodasikan berupa pengelolaan kios cinderamata dan fasilitas pendukung wisata lainnya. Vegetasi yang dipilih pada ruang ini merupakan vegetasi dengan fungsi fisik baik sebagai eksotis-naungan, pembatas/barrier maupun untuk kontrol visual.
76
Ruang Wisata
65%
Ruang Penyangga
15% Ruang Pelayanan
20% Gambar 21. Konsep
Konsep Sirkulasi Konsep sirkulasi yang direncanakan dalam tapak berfungsi sebagai penghubung antar ruang dalam tapak atau dalam ruang itu sendiri secara fungsional. Sirkulasi dikembangkan menjadi sirkulasi interpretatif, dan sirkulasi pelayanan. Sirkulasi interpretatif berfungsi sebagai jalur interpretasi wisata baik pendidikan maupun non pendidikan dengan pola tertutup (loop) dengan titik-titik perhentian untuk menikmati objek dan atraksi wisata, jalur ini berupa boardwalk terapung, jalan aspal ataupun conblok. Sirkulasi pelayanan pada ruang wisata dan pelayanan merupakan sirkulasi penunjang aktivitas wisata interpretatif berupa jalan setapak. Sedangkan sirkulasi pelayanan pada ruang penyangga berfungsi sebagai jalur pemeliharaan/inspeksi, dimana akses masuk dibedakan dengan akses wisata. Kelompok pengunjung melakukan briefing di area pelayanan, kemudian dipandu mengelilingi tapak dalam selang waktu tertentu. Ruang Wisata Ruang Penyangga Ruang Pelayanan
Akses Wisata
Objek dan Atraksi
Akses Pemeliharaan
Sirkulasi Pelayanan Wisata
Sirkulasi Interpretatif
Sirkulasi Pemeliharaan
Gambar 22. Konsep Sirkulasi
77
Konsep Aktivitas Wisata Konsep aktivitas wisata yang dikembangkan merupakan wisata pasif interpretatif, baik aktivitas wisata pendidikan maupun non pendidikan. Sehingga selain memberikan hiburan, kawasan juga berguna untuk memberikan informasi, pengetahuan dan pengalaman pengunjung pada sumber daya sesungguhnya di alam. Aktivitas wisata yang dikembangkan adalah aktivitas wisata pasif terbatas, mengingat kondisi HRP Kemayoran berupa lahan basah dan kepekaan sumber daya alamnya terhadap kehadiran dan aktivitas pengunjung. Aktivitas wisata diarahkan pada aktivitas kelompok dengan pembatasan waktu kunjungan dan lebih berorientasi pada jalur. Jalur berfungsi sebagai tempat beristirahat, bersosialisasi dan menikmati pemandangan serta pengamatan sumberdaya alam. Interpretasi merupakan andalan dalam sebuah ekowisata, karena interpretasi merupakan jembatan antara pengunjung dengan sumber daya yang dikunjuginya sehingga dapat dimengerti, memahami dan apabila mungkin dapat ikut melakukan konservasinya (Muntasib, 2005). Pengunjung berkeliling mengikuti jalur yang ada untuk menginterpretasi flora (arsitektur pohon, pengelompokan vegetasi, warna daun, warna buah dan bunga, kerindangan, jenis dan kekhasan vegetasi) dan fauna (jenis satwa, kekhasan, waktu terlihat, prilaku, estetika satwa, penyebaran, warna, keunikan, kelangakaan dan musim kawin) yang terdapat dalam HRP. Pengunjung dibekali dengan pengetahuan mengenai HRP Kemayoran terlebih dahulu pada ruang pelayanan persiapan wisata. Pengunjung ditunjukkan slide, foto-foto serta film mengenai ekosistem HRP. Dan selama perjalanan interpretatifnya, pengunjung ditemani oleh seorang pemandu/interpreter yang ahli mengenai ekosistem lahan basah terutama HRP Kemayoran. Pada radius yang telah ditentukan terdapat stop area/gazebo untuk melakukan diskusi dan beristirahat, pengunjung mengamati prilaku satwa melalui papan pengamatan burung/papan intip ataupun menara pandang tanpa mengganggu aktivitas burung tersebut. Melalui menara pandang dapat dinikmati prilaku burung tidak hanya didalam tapak (HRP) tetapi juga aktivitas burung yang berada di luar tapak yang terletak berbatasan dengan tapak seperti danau ataupun lapangan golf.
78
Wisata dikemas menjadi dua paket wisata. Paket wisata pertama, diperuntukkan bagi wisatawan yang tidak mampu menempuh perjalanan jauh. Perjalanannya diawali dari ruang persiapan wisata dan berjalan sepanjang boardwalk kearah selatan tapak dimana 16.445 m2 merupakan hutan kota konservasi berdasarkan keputusan gubernur DKI Jakarta. Wisatawan dapat menginterpretasi burung serta satwa lain seperti reptil dan dan serangga serta beberapa vegetasi khas rawa payau merupakan objek dan atraksi yang menarik. Paket wisata kedua merupakan perjalanan hampir menjelajahi seluruh Hutan Rawa Payau Kemayoran, perjalanan dimulai dari ruang persiapan wisata, berjalan sepanjang boardwalk hingga ujung utara tapak. Objek wisata yang dapat dinikmati adalah burung-burung yang jumlah dan jenisnya lebih beragam dari paket pertama dan vegetasi khas rawa mangrove serta satwa lain.
79
PERENCANAAN Berdasarkan konsep yang telah dibuat, dikembangkan rencana tapak (site plan) dan rencana sirkulasi wisata (touring plan) serta rencana tata letak aktivitas dan tata letak fasilitas wisata. Touring plan, merupakan rencana jalur wisata dengan objek dan atraksi wisata yang terdapat pada tapak. Rencana tapak meliputi rencana tata ruang, rencana sirkulasi dan rencana aktivitas wisata beserta fasilitas yang mendukung kegiatan wisata. Rencana Tata Ruang Kawasan HRP Kemayoran dibagi kedalam tiga ruang yaitu ruang wisata, ruang penyangga dan ruang pelayanan. Ruang wisata merupakan ruang dengan alokasi luas terbesar (65%) meliputi areal rawa dan delta-delta dan merupakan ruang aktivitas wisata utama. Pada ruang ini terdapat objek dan atraksi wisata berupa vegetasi alami khas hutan rawa payau dan satwa terutama burung-burung. Aktivitas wisata yang direncanakan merupakan aktifitas wisata pasif berupa jalan-jalan mengikuti jalur boardwalk. Ruang penyangga merupakan ruang yang diperuntukkan sebagai ruang untuk melindungi keberadaan objek dan atraksi wisata pada ruang wisata utama dari pengaruh negatif masyarakat maupun aktivitas berlebih pengunjung. Sehingga keseimbangan dan kelestarian ekosistem hutan mangrove dapat terjaga. Pada ruang ini dilakukan aktivitas wisata berupa duduk-duduk, bersantai, berdiskusi maupun berfoto. Luasnya (20%) berupa ruang yang relatif lebih terbuka dan panas. Pada ruang ini ditanami vegetasi yang mampu meningkatkan dan menjaga kelestarian ekosistem. Vegetasi berfungsi konservasi air dan tanah, sebagai buffer, baik fisik maupun visual dan ditujukan untuk mendukung habitat burung. Penanaman vegetasi juga direncanakan sepanjang sempadan sungai kearah pantai, sebagai koridor yang mampu mendukung perpindahan burungburung dari area lahan basah disekitarnya maupun dari pantai. Pada ruang wisata juga direncanakan penanaman jenis pohon mangrove terutama beberapa lapis pada bagian tepian HRP sebagai koridor.
80
Ruang pelayanan merupakan ruang yang mengakomodasikan keperluan pengunjung selama berwisata dan mengakomodasikan kebutuhan masyarakat dilihat dari kepentingan mata pencaharian. Masyarakat sebagai pengelola kawasan wisata seperti tenaga pemandu wisata/interpreter, penyediaan konsumsi dan petugas keamanan, maupun mengelola kios cinderamata. Rencana Sirkulasi Tapak hanya dapat dilalui oleh pejalan kaki, karena keberadaan kendaraan bermotor dalam tapak dapat mengganggu satwa yang ada. Kendaraan bermotor hanya sampai pada ruang penerimaan. Jalur kendaraan merupakan akses kendaraan dari gerbang menuju area parkir. Jalur ini berupa jalur dua arah dengan lebar 4-6 m. Menurut Chiara dan Koppelman (1997) lebar jalan masuk mobil berkisar antara 9-12 kaki untuk jalan masuk satu kendaraan dan untuk dua kendaraan minimal 15-18 kaki. Perkerasan dibuat dari bahan yang kuat dan mampu mengalirkan air, dasar dipadatkan dengan baik dan diberi saluran. Untuk jalan masuk tapak digunakan beton dengan lapisan permukaan aspal setebal 1-2 inchi. Sirkulasi
dibedakan menjadi sirkulasi interpretatif
dan sirkulasi
pelayanan. Sirkulasi interpretatif berfungsi sebagai jalur interpretasi wisata baik pendidikan maupun non pendidikan, merupakan jalur yang mengelilingi (loop) tapak berupa boardwalk terapung untuk mengantisipasi fluktuasi debit air rawa akibat hujan maupun pasang surut. Sirkulasi pelayanan merupakan sirkulasi penunjang aktivitas wisata. Sirkulasi ini dibedakan menjadi pelayanan wisata dan pemeliharaan. Sirkulasi pemeliharaan berfungsi sebagai jalur inspeksi dengan akses dari arah utara tapak, lebar 3 m. Jalur ini dapat digunakan oleh pengunjung diluar hari pemeliharaan. Untuk menunjang kenyaman pejalan kaki setiap jarak ± 500 m disediakan stop area berupa shelter/gazebo. Stop area ini merupakan tempat beristirahat, santai dan berdiskusi mengenai hasil interpretasi yang telah dan akan dilakukan berukuran 6x5 m. Stop area terdapat pada ruang penyangga, hal ini dimaksudkan untuk mengurangi gangguan terhadap objek wisata. Boardwalk yang digunakan dari
81
material kayu yang tahan rendaman dan salinitas, dengan lebar 1.5 m dan tinggi 0.5-1 m dari permukaan air rawa pada keadaan air normal.
Gambar. 23. Ilustrasi Stop Area
Gambar. 24. Ilustrasi Alternatif Boardwalk Sumber: http://images.google.co.id/images?q=boardwalk+mangroves&btnG=Cari&svnum=10&hl=id&lr
Hal ini berdasarkan penelitian Tim Fakultas Kehutanan dimana perbedaan saat pasang dan surut sungai Sentiong sekitar 40 cm. Sungai Sentiong adalah sungai yang direncanakan sebagai masukan air bagi rawa mangrove apabila sungai Pademangan ditutup. Boardwalk dibuat dengan perbedaan ketinggian pada selang 0.5-1 m untuk menciptakan kesan petualangan. Boardwalk semakin rendah pada beberapa bagian objek wisata burung dan vegetasi untuk memudahkan interpretasi. Pada bagian HRP yang terlalu sempit boardwalk dibuat satu jalur namun lebih lebar. Hal ini untuk mengantisipasi kemungkinan bertemunya kelompok pengunjung dari arah yang berlawanan. Selain itu juga stop area pada bagian ini jaraknya lebih pendek daripada jalur lain, sehingga pada saat kelompok pengunjung saling berpapasan salah satu kelompok dapat beristirahat, sehingga tidak menimbulkan keributan maupun gangguan pada satwa. Lebar boardwalk pada bagian ini adalah 3 m.
82
Rencana Aktivitas Wisata Aktivitas wisata yang dikembangkan pada tapak merupakan aktivitas pasif terbatas. Pengunjung dapat mencapai pemahaman, kesadaran dan apresiasi terhadap lingkungan yang lebih baik melalui wisata interpretatif. Aktivitas wisata yang dilakukan berupa wisata kelompok dengan disertai oleh seorang interpreter yang akan memandu perjalanan wisata interpretatif. Kegiatan wisata dibagi menjadi paket wisata yang dibedakan berdasarkan jarak tempuh dan ketersediaan waktu untuk berwisata. Paket wisata pertama, diperuntukkan bagi wisatawan yang tidak mampu menempuh perjalanan jauh. Perjalanannya diawali dari ruang persiapan wisata dan berjalan sepanjang boardwalk kearah selatan tapak dimana 16.445 m2 merupakan hutan kota konservasi berdasarkan keputusan gubernur DKI Jakarta. Jarak tempuh 750.8 m dengan jalur interpretasi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, a, b, c, d, e, f dan g (Gambar 34). Wisatawan dapat menginterpretasi objek dan atraksi I dan II (Tabel Lampiran 2, 3, 4 dan 5) serta satwa lain seperti reptil dan serangga serta beberapa vegetasi khas rawa payau merupakan atraksi yang menarik. Paket wisata kedua merupakan perjalanan hampir menjelajahi seluruh Hutan Rawa Payau Kemayoran, perjalanan dimulai dari ruang persiapan wisata, berjalan sepanjang boardwalk hingga ujung utara tapak jarak tempuh 3.503 m. Jalur interpretasi 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N, O, P, Q dan R (Gambar 34). Objek dan atraksi wisata yang dapat dinikmati adalah burung-burung yang jumlah dan jenisnya lebih beragam dari paket pertama dan vegetasi khas hutan rawa payau. Pada area wisata kedua ini disediakan dua buah menara pandang, untuk menikmati perilaku burung-burung di tapak, lapangan golf dan waduk. Selain itu, untuk menikmati burung yang bermain di area waduk, disediakan terucuk untuk bertengger burung-burung dan pengunjung menikmati atraksinya dari papan intip yang disertai papan interpretasi mengenai burungburung yang ada ataupun dari menara pandang. Objek dan atraksi tersebut adalah III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, XI, XII serta satwa lain dan vegetasi yang terdapat di HRP Kemayoran (Tabel Lampiran 2, 3, 4 dan 5). Interpreter akan menceritakan mengenai satwa, vegetasi dan ekologi mangrove. Mempelajari lebih umum dari pohon dan kegunaannya, zonasi hutan
83
mangrove, serta beberapa satwa lain yang terlihat sepanjang boardwalk. Pada hari sabtu terdapat pelayanan ekstra dengan menyediakan interpreter secara gratis. Yang hanya diperlukan adalah datang pada waktu yang telah ditetapkan dan interpreter akan memperkenalkan ekosistem Hutan Rawa Payau Kemayoran. Pada tapak juga terdapat fasilitas pelayanan yang dapat menunjang kegiatan berwisata yang terdiri dari loket penjualan tiket, tempat parkir, pos jaga, pusat informasi, mushalla, café, kios cinderamata, studio foto mini dan toilet. Fasilitas yang diakomodasikan menggunakan material alami
dan diusahakan
sedikit mungkin pembangunan fisik. Area wisata diawali dengan pintu masuk atau gerbang yang direncanakan berkesan alami melalui pemilihan material kayu atau paduan kayu dan besi dan didesain secara menarik. Pintu gerbang merupakan roman pertama yang dilihat pengunjung dan juga memberikan daya tarik pertama. Lebar gerbang sesuai dengan lebar jalan masuk dua arah kendaraan dengan median yaitu sekitar 4-6 m dengan tinggi 4-7 m, dan median selebar 60 cm. Papan nama didesain secara jelas dan menarik dengan gambar burung sebagai maskot wisata. Pada ujung pintu masuk terdapat relief berukuran 3.5x2.5 m, yang menggambarkan kehidupan ekosistem hutan mangrove.
Jalur Hijau Jalur Jalan Median Jalan
Gambar 25. Ilustrasi Penataan Gerbang Masuk Kawasan Area parkir disediakan pada ruang penerimaan, tidak jauh dari pintu masuk. Area parkir direncanakan untuk menampung kendaraan kecil dan sedang dibuat dengan pola parkir 45˚, dengan jalan antara cukup lebar untuk memungkinkan masuk langsung tanpa menyulitkan kendaraan lain yang parkir. Untuk keteraturan dan kejelasan tempat parkir, maka dibuat tanda atau tepi batas parkir bagi tiap kendaraan untuk menjamin keamanan dan kapasitas parkir yang
84
direncanakan. Untuk parkir bus wisata disediakan tempat parkir dengan luasan 23 m2 per unit bis. Parkir bis terletak letaknya terpisah dengan parkir kendaraan kecil dan sedang yaitu di ujung selatan dekat pintu gerbang.
19 8
11 Ft
8 Ft
16 Ft
20
Gambar. 26. Parkir Kendaraan 45˚ (Chiara dan Koppelman, 1997) Dari tempat parkir, pengunjung menuju loket karcis masuk kawasan. Loket jalur masuk dan keluar pengunjung dibedakan. Jalur masuk wisata paket pertama terletak disebelah kiri loket, jalur masuk wisata paket kedua terdapat disebelah kanan sedangkan jalur keluar dari kedua paket wisata adalah jalur yang terdapat antara kedua jalur paket wisata, dengan titik pertemuan pada area hamparan rumput dekat gardu PLN. Hal ini dimaksudkan agar antrian pengunjung yang masuk dan pengunjung yang akan keluar kawasan tidak saling mengganggu. Lebar jalur keluar dua kali lebih besar dari jalur masuk. Loket direncanakan berukuran 4x4.5 m. Untuk mengetahui informasi tentang kawasan terdapat ruang informasi yang menyediakan berbagai macam informasi tentang keadaan umum secara keseluruhan. Selain itu terdapat ruang persiapan wisata, didalam ruang ini pengunjung dibekali mengenai ekosistem hutan rawa payau melalui pemutaran film berdurasi singkat, foto-foto dan slide. Sehingga pengunjung mendapatkan gambaran awal mengenai objek yang dapat ditemui dalam berwisata. Ruang persiapan wisata berukuran 15x7 m. Baik pada ruang informasi maupun ruang persiapan wisata, terdapat beberapa papan informasi mengenai objek dan atraksi wisata ekosistem Hutan Rawa Payau Kemayoran terutama burung-burung yang dilindungi berikut deskripsinya.
85
Gambar. 27. Ilustrasi Beberapa Papan Informasi pada Tapak Sumber: http://images.google.co.id/images?q=information%20board&btnG=Cari&hl=id&sa=N&tab=wi
Papan informasi berfungsi sebagai identitas, petunjuk arah, peringatan dan identitas objek. Sebagai identitas tempat, papan informasi diletakkan pada pos jaga atau pintu masuk, berisi peta ruang, fasilitas penunjang, dan aktifitas yang dapat dilakukan pengunjung. Sebagai petunjuk arah, menunjukkan jalan yang dapat ditempuh serta jarak tempuhnya. Ditempatkan pada titik yang diperlukan pada titik atau jalur sirkulasi. Sebagai peringatan, berisi peringatan atau larangan bagi pengunjung terhadap aktivitas yang tidak diperkenankan dalam tapak. Sebagai informasi mengenai suatu objek, berkaitan dengan objek atau fasilitas yang memberikan informasi singkat mengenai keunikan dan objek, diletakkan didekat objek. Pada ruang pelayanan juga terdapat kios-kios cinderamata yang dikelola oleh masyarakat, studio foto mini, café, wartel, dan toilet. Sehingga pengunjung dapat berjalan-jalan sambil menunggu giliran berwisata pada tapak apabila jumlah kunjungan meningkat, mengingat aktivitas wisata yang direncanakan merupakan wisata terbatas. Kegiatan pengamatan burung (birdwatching) ataupun pengamatan vegetasi dilakukan sepanjang boardwalk yang disediakan. Selain itu terdapat tiga buah menara pengamat yang terletak di ujung utara dekat rumah pompa, di tengah delta dan pada ujung selatan. Menara pengamat ini untuk mengamati aktivitas burung yang sedang terbang atau bertengger pada puncak pohon maupun sedang mencari makan pada area waduk dan lapangan golf. Menara pengamat berukuran 5x5 m terbuat dari kayu dengan tinggi 20 m dimana setiap 5 m terdapat dek untuk beristirahat dan pengamatan..
86
Sedangkan untuk mengamati aktivitas burung di rawa dalam jarak dekat, direncanakan suatu papan intip. Papan ini berupa papan dengan lubang mata setinggi mata pengamat orang dewasa maupun anak-anak. Melalui papan intip, aktivitas satwa tidak terganggu dengan kehadiran pengunjung dan pengunjung dapat menikmati setiap gerak-gerik burung yang ada. Pada area rawa terbuka juga disediakan terucuk kayu dan bongkahan batang pohon untuk bertengger burung setelah aktivitas makan atau mandi. Papan intip berukuran 2.5x3x0.2 m, dengan material kayu atau bahan lain yang dibuat menyerupai kayu sehingga keberadaannya tidak terlalu ekstrim untuk kehidupan satwa pada tapak. Dekat papan intip terdapat papan interpretasi mengenai burung yang mungkin dapat dijumpai pada lokasi tersebut. Selain itu juga tersebar beberapa papan informasi mengenai kawasan.
Alternatif 1
Tampak Samping Alternatif 2
Gambar 28. Ilustrasi Pengamatan Burung Melalui Papan Intip dan Terucuk
Gambar 29. Ilustrasi Pengamatan burung Melalui Menara Pandang
87
Gambar 30. Ilustrasi Menara Pengamat Sumber: http://images.google.co.id/images?q=wacth+tower&btnG=Cari&hl=id&sa=N&tab=wi
Rencana Daya Dukung Daya dukung wisata dihitung berdasarkan penggunaan intensif tapak. Dimana pengunjung benar-benar melakukan aktivitas pada fasilitas yang disediakan. Kapasitas pengunjung yang dapat ditampung pada tapak adalah untuk satu kali pemakaian pada saat yang bersamaan. Daya dukung tapak 5.250 orang/kunjungan. Sedangkan daya dukung wisata sebesar 2.021 orang/hari, dengan rata-rata waktu kunjungan setiap kelompok adalah 120 menit untuk paket wisata I dan 240 menit untuk paket wisata II, jam kunjungan perhari yang diijinkan adalah 8 jam (09.00-17.00 WIB).
88
Tabel 7. Kebutuhan Ruang dan Daya Dukung
Aktivitas
Fasilitas
Standar Kebutuhan Ruang (m2/orang)
Satuan ∑
Total Luas
Luas
(m2 )
(m2)
Daya Dukung (Orang)
Penerimaan : Keluar masuk
Gerbang
2
1
11.7
11.7
-
Retribusi
Loket/pos
2
1
17.55
17.55
8
Parkir Mobil Kecil dan Sedang
Area parkir 45˚
16
1
675
675
23 unit
Area Parkir
23
1
274
274
11 unit
2
2
-
110
55
Parkir Bus Wisata Informasi
Pusat informasi
Pelayanan : 2
-
454.5
454.5
227
1.5
8
50.9
407
271
-
1
21
21
10
1.5
40
8.025
321
214
Pos jaga
2
3
7.3
22
11
Ibadah
Mushalla
2
1
60
60
30
Komunikasi
Wartel
-
2
16.3
32.6
16
MCK
Toilet
2.25
4
4.9
19.6
8
Persiapan wisata
Ruang persiapan
2
1
103.5
103.5
52
Berfoto
Studio Foto Mini
-
1
21
21
15
Jalan-jalan
Boardwalk
8
-
7056.6
Shelter/gazebo
-
7
30.6
7056. 6
882
Diskusi Bersantai Viewing
Melihat-lihat
Jalan Setapak
Makan
Café/warung makan
Kesehatan
Klinik
Belanja
Kios cinderamata
Keamanan
Wisata :
Interpretasi
Menara pandang, Papan intip
Duduk-duduk
Tempat duduk
-
3 -
Sumber : Gold (1980), Chiara dan Koppelman (1994 dan Douglas (1982).
25 -
214.2 75 -
142 50 -
89
90
Legenda
Rawa Mangrove
Jalan Raya
Saluran Suplesi
Rumah Pompa
Sungai Gardu PLN
Gardu Listrik
Vegetasi Bam bu
Judul Gambar
Klinik
Menara Pandang
Terucuk
Di Gambar
Direncanakan
Diperiksa Tanggal
D isetujui
Perencanaan Hutan Rawa Payau untuk Ekowisata di Kota Baru Bandar Kemayoran, Jakarta
M ushalla
Boardwalk
Papan Intip
Stop Area
Prof. Dr. Ir. Nurhajati A. Mattjik, MS.
Pembimbing
Judul Studi
Studio Foto M ini
Kios Cinderam ata W arung Makan
Pos Keamanan
Ruang Inform asi
Lapangan Golf
Apartem en Sunter Griya Pratam a
Persiapan W isata
Departemen Arsitektur Lanskap Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor 2006
Site Plan
Sarana Kom unikasi
Parkir
Vegetasi M angrove Vegetasi Penyangga
Gerbang M asuk Loket Karcis
Vegetasi Rawa
Pulau/Delta
Vegetasi Eksisting Tapak
Vegetasi Eksotis(Naungan)
Vegetasi Barrier (Naungan) Vegetasi Barrier (Kebisingan)
W aduk
Pem ukim an
Skala
32
No. G ambar
Orientasi
79
91
92
Legenda
Pos Keamanan Ruang Persiapan Wisata
Sarana Komunikasi Klinik
Rumah Pompa
Sungai Gardu PLN Jembatan Jalan Inspeksi Rawa Mangrove
Vegetasi Median
Vegetasi Eksotis(Naungan)
Pembimbing
Judul Studi
A 34201013
Direncanakan
Disetujui
Widuriyani Darmawan A 34201013
Diperiksa Tanggal
Perencanaan Hutan Rawa Payau untuk Ekowisata di Kota Baru Bandar Kemayoran, Jakarta
Program Studi Arsitektur Lanskap Prof. Dr. Ir. Nurhajati A. Mattjik, MS. Fakultas Pertanian Di Gambar Institut Pertanian Bogor Widuriyani Darmawan 2006
Detil Ruang Pelayanan
Judul Gambar
Vegetasi Penyangga Vegetasi Bambu
Vegetasi Barrier (Naungan)
Vegetasi Barrier (Kebisingan)
Vegetasi Barrier (Naungan)
Vegetasi Eksisting Tapak
Saluran Suplesi
Pulau/Delta
Gardu Listrik
Parkir Kendaraan Sedang/Kecil
Relief Kawasan
Kios Cinderamata
Vegetasi Mangrove
Parkir Bis Wisata
Ruang informasi
Toilet
Vegetasi koridor
Warung Makan
Studio Foto Mini
Mushalla
Skala
1000
35
No. Gambar
2000
Orientasi
81
93
94
KESIMPULAN dan SARAN Kesimpulan •
Pemanfaatan HRP Kemayoran sebagai salah satu alternatif wisata di Jakarta
harus tetap memperhatikan daya dukung ekologis tapak,
mengingat kondisi HRP Kemayoran berupa lahan basah dan kepekaan sumber daya alamnya terhadap kehadiran dan aktivitas pengunjung. Wisata yang dikembangkan merupakan wisata ekologis (ekowisata) yang mencerminkan wawasan lingkungan dan mengikuti kaidah keseimbangan dan kelestarian yang bertujuan mengintegrasikan tujuan konservasi alam dengan tujuan pembangunan ekonomi dengan melibatkan masyarakat lokal. •
Kondisi hutan telah mengalami kerusakan tingkat sedang, sehingga diperlukan upaya rehabilitasi hutan sebagai langkah awal penataan ruang untuk kegitan wisata ekologis yang berkelanjutan.
•
Program ruang terdiri dari ruang wisata, ruang penyangga dan ruang pelayanan. Ruang wisata (65%) merupakan ruang terbesar dimana terdapat vegetasi alami khas hutan rawa mangrove dan habitat satwa terutama burung, ruang penyangga (20%) adalah ruang yang ditujukan untuk perlindungan objek dan atraksi wisata
utama dari aktivitas berlebih
pengunjung dan aktivitas masyarakat, sedangkan ruang pelayanan (15%) adalah ruang untuk mengakomodasikan kebutuhan pengunjung dan kebutuhan ekonomi masyarakat. •
Konsep wisata yang dikembangkan merupakan wisata pasif interpretatif terbatas, baik aktivitas wisata pendidikan maupun non pendidikan. Sehingga selain memberikan hiburan, kawasan juga berguna untuk memberikan informasi, pengetahuan dan pengalaman pengunjung pada sumber daya sesungguhnya di alam. Aktivitas wisata diarahkan pada aktivitas kelompok dengan pembatasan waktu kunjungan dan lebih berorientasi pada jalur.
•
Pengunjung berkeliling mengikuti jalur yang ada untuk menginterpretasi flora (arsitektur pohon, pengelompokan vegetasi, warna daun, warna buah
95
dan bunga, kerindangan, jenis dan kekhasan vegetasi) dan fauna (jenis satwa, kekhasan, waktu terlihat, prilaku, estetika satwa, penyebaran, warna, keunikan, kelangkaan dan musim kawin) yang terdapat dalam HRP.
Saran •
Dalam
upaya
pengembangan
suatu
kawasan
wisata
hendaknya
memperhatikan daya dukung tapak, sehingga keseimbangan ekosistem yang menunjang kelestarian tapak sebagai tujuan dari perencanaan dapat tercapai. •
Peran serta pemerintah baik daerah, swasta, maupun pengembang terhadap kawasan HRP kemayoran sangat penting untuk menghindari konflik penggunaan
lahan.
Selain
itu
pengelolaan
kawasan
tetap
mengikutsertakan masyarakat sekitar untuk keberlanjutan kawasan wisata ekologis. •
Perlu adanya manajemen pengunjung kawasan untuk menjaga kelestarian tapak sesuai dengan daya dukung.
96
DAFTAR PUSTAKA Adhikerana, A.S.1999. Ekowisata di Indonesia; Antara Angan-angan dan Kenyataan. Makalah Seminar Pengembangan Industri Pariwisata di Indonesia. Bandung. 10 hal. Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius. Yogyakarta. 83 hal. Bahar, A. 2004. Kajian Kesesuaian dan Daya Dukung Ekowisata Mangrove untuk Pengembangan Ekowisata Gugus Pulau Tanakeke Kepulauan Takalar, Sulawesi Selatan. Tesis. Pascasarjana IPB. Bogor. 159 hal. Balai
Penelitian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD), 1999. http://bplhd.jakarta.go.id/info/nkld/1999/Docs/Buku-/docs%5C23_10.htm. (23 September 2005).
__________________________________________________________, 2002. http://bplhd.jakarta.go.id/info/nkld/2002/Docs/Buku-I/docs/3-3155.htm (23 September 2005). Bengen, D.G dan Luky Adrianto. 1998. Strategi Pemberdayaan Masyarakat dalam Pelestarian Hutan Mangrove. Makalah Lokakarya Jaringan Kerja Pelestarian Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Kelautan IPB. Pemalang, 12-13 Agustus 1998. 22 hal. Bengen, D. G. 1999. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisr dan Kelautan. IPB. Bogor. 56 hal. Bengen, D.G. 2002. Pengembangan Konsep Daya Dukung dalam Pengelolaan Lingkungan Pulau-Pulau Kecil [laporan akhir]. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB. Bogor. 25 hal. Brooks, R. G. 1988. Site Planning (Environment, Procces and Development. Prentice Hall Career & Technology). Englewood Cliffs. New Jersey. 322p. Carpenter, P. L., Theodore D. Walker, and Frederick O. Lanphear. 1975. Plants in the Landscape. W. H Freemand and Co,. San Francisco. 480 p. Chiara, J dan L.E. Koppelman. 1997. Standar Perencanaan Tapak (Terjemahan). Penerbit Airlangga, Jakarta. 379 p. Claridges, CP dan GF Hughes Zuwendra. 1991. Pedoman Perlingkupan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan di Lahan Basah Indonesia. Dirjen Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. 173 hal.
97
Clawson, M. and J.L Knetsch. 1966. Economics of Outdoor Recreation. The Hopkins Press. Baltimore. USA. 328 p. Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta. 2002. Prosiding Seminar Mangrove DKI Jakarta. Konservasi dan Rehabilitasi sebagai Upaya Pelestarian Ekosistem Mangrove DKI Jakarta. 21 hal. Direktorat Jenderal Pembangunan Daerah Depdagri. 2000. Pedoman Umum Pengembangan Ekowisata Daerah. Departemen Dalam Negeri RI. Jakarta. 18 hal. Douglass, R.W. 1992 Forest Recreation. Pergamon Press. New York. 326 p. DP3KK, 2001. Kota Baru Bandar Kemayoran. Jakarta. 71 hal. (tidak dipublikasikan). Gold, S. M. 1980. Recreation Planning and Design. McGraw Hill Book Co. New York. 322 p. Gunn, C. A. 1994. Tourism Planning; Basics, Concept, Cases. Taylor and Francis. Washington. 460 p. Holden, A. 2000. Environment and Tourism. Routledge Introductions to Environment Series. Taylor and Francis, New York. 225 p. Knudson, J.D. 1980. Outdoor Recreation. MacMillan Pub. Co., Inc. New York. 815 p. Kusmana, C., Sri Wilarso, Iwan Hilwan, Prijanto Pamoengkas, Cahyo Wibowo, Tatang Tiryana, Adi Triswanto, Yunasfi dan Hamzah. 2003. Teknik Rehabilitasi Mangrove. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 181 hal. Labahi, P. A dan I Nyoman Udiana. 2004. Potensi Ekowisata di Kawasan Konservasi. Buletin ANOA (Merajut Citra Konservasi). Balai Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Tenggara. Edisi IV tahun 2004. 20 hal. Laurie, M. 1986. An Introduction to Landscape Architecture (terjemahan). American Elsevier Publishing Co, Inc. New York.134 p. Mardiastuti, A. dan Imanuddin. 2003. Ekologi Bangau Bluwok Mycteria cinerea di Pulau Rambut, Jakarta. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. 58 hal. Mardiastuti, A. 2005. The Challenge of Wildlife Reserve Near Metropolitan Area Pulau Rambut, Jakarta Bay, Indonesia.
98
http://www.cerc.columbia.edu/training/forum_01cs/AniMardiastuti1CS.ht ml. (23 September 2005). Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2005. Konvensi Ramsar. http://www.menlh.go.id/kli/?aksi=konvensi&idkonv=7 (23 September 2005). Muntasib, E.K.S. H. 2005. Pengembangan Ekowisata Indonesia dalam Rangka Meningkatkan Devisa Negara dari Sektor Pariwisata. Prosiding Seminar Ekowisata, Pekan Ilmiah Kehutanan Nasional 2005. Badan Eksekutif Mahasiswa, Fakultas Kehutanan, IPB. Bogor. 39 hal. Nainggolan, E. B. 1994. Potensi Kawasan Hutan Angke-Kapuk sebagai Kawasan Perlindungan Burung Air dan Habitatanya di Wilayah DKI Jakarta. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB. 82 hal. (tidak dipublikasikan). Oni. 1995. Potensi Burung untuk Kegiatan Wisata di Kota Baru Bandar Kemayoran, Jakarta. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB. 96 hal. (tidak dipublikasikan). Parulian, H. 1995. Tingkat Pencemaran Perairan Mangrove, Non Mangrove dan Waduk di Hutan Wisata Kota Baru Bandar Kemayoran. Skripsi. Jurusan Konservasi Semberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB. 72 hal. (tidak dipublikasikan). Purwaningsih, M. S. 1995. Kajian Karakteristik Kawasan Hutan Angke-Kapuk untuk Pembinaan Habitat Burung Air sebgai Penunjang Kegiatan Wisata di DKI Jakarta. Skripsi. Jurusan Konservasi Semberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 100 hal. (Tidak Dipublikasikan). Siti Nurisjah dan Q. Pramukanto. 1995. Penuntun Praktikum Perencanaan Lanskap. Program studi Arsitektur Pertamanan Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian IPB. Bogor. 58 hal. (tidak dipublikasikan). Siti Nurisjah, Q. Pramukanto dan Siswantinah W. 2003. Daya Dukung Dalam Perencanaan Tapak. Bahan Praktikum Analisis dan Perencanaan Tapak. Program Studi Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 30 hal. (tidak dipublikasikan). Siti Nurisjah. 2004. Aspek Hidrologis dalam Analisis Tapak. Program Studi Arsitektur Lanskap, Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian IPB. 46 hal. (tidak dipulikasikan). Subadia, I Made. 2003. Peranan Ekowisata dalam Peningkatan Kualitas Sumberdaya Alam. Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Departemen Kehutanan. 8 hal. Jakarta.
99
Soepardi, G. 1983. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. 591 Hal. Wirawan, N. 1998. Catatan dari Toraja; Pertemuan Nasional Masyarakat Ekowisata Indonesia. Warta KEHATI. Edisi triwulan Oktober-Desember 1998. 7 hal.
100
LAMPIRAN Tabel Lampiran 1. Lahan basah di Jawa dan Bali dengan Status Dilindungi (Wibowo dan Suyatno, 1997) N o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Nama Lokasi
Status
Cagar Alam Rawa Danau Cagar Alam Pulau Dua Cagar Alam Pulau Rambut Cagar Alam Muara Angke dan Muara Kamal Telaga Patenggang Leuweng Sancang Cagar Alam Pulau Bawean Cagar Alam Kawah Ijen Merapi Ungup-Ungup Cagar Alam Nusa Barung, Jember Suaka Margasatwa Cikepuh, Sukabumi Suaka Margasatwa Banyuwangi Selatan Taman Nasional Baluran Taman Nasional Meru Betiri Taman Nasional Bali BArat Taman Nasional Ujung Kulon Pananjung Pangandaran Taman Wisata Alam Kemayoran Muara Bobos Mangrove Sedayu
CA CA CA CA CA, TWA CA, HL CA CA CA SM SM TN TN TN TN TWA TWA HL HL
Keterangan : CA: Cagar Alam, SM: Suaka Margasatwa, TN: Taman Nasional, TWA: Taman Wisata Alam, HL: Hutan lindung
101
Tabel Lampiran 2. Potensi Lokasi Objek Wisata Satwa HRP Lokasi
Waktu Pengamatan
Jenis Satwa yang berpeluang dijumpai (A/v/AV)
I (HRP)
06.00-12.00
II (Waduk)
06.00-17.00
Gallinula chloropus (V), Porpyrio porphyrio (V), Porzana fusca (V), Prinia sp.(AV), Centropus belangensis (V). Phalacrocorax sulcirotris (V), Phalcarocorax niger (V), Anhinga melanogaster (V), Egretta intermedia (V), Ardeola speciosa (V), Alcedo coerulescens (AV), Alcedo athis (AV), Halcyon chloris (AV).
III (HRP)
06.00-17.00
IV (HRP)
06.00-17.00
V (Waduk)
06.00-17.00
VI (HRP)
06.00-18.00
VII (Waduk)
09.00-17.00
VIII (HRP)
06.00-18.00
IX (HRP)
06.00-17.00
X (HRP)
06.00-18.00
XI
06.00-18.00
XII (Waduk)
06.00-17.00
Prinia sp. (AV), Sterptopelia chinensis (AV), Disrurus macrocercus (V), Gallinula chloropus (V), Porpyrio porphyrio (V), Porzana fusca (V), Orthothomus sutorius (AV). Gallinula chloropus (V), Porpyrio porphyrio (V), Porzana fusca (V), Pynonotus aurigaster (AV), Prinia sp.(AV), Disrurus macrocercus (V), Centropus belangensis (V). Phalacrocorax sulcirotris (V), Phalcarocorax niger (V), Anhinga melanogaster (V), Egretta intermedia (V), Ardeola speciosa (V), Alcedo coerulescens (AV). Egretta intermedia (V), Phalacrocorax sulcirotris (V), Phalcarocorax niger (V), Anhinga melanogaster (V), Nycticorax nycticorax (V), Rhipidura javanica (V), Gallinula chloropus (V), Porpyrio porphyrio (V), Porzana fusca (V), Gallicrex cinerea (V), Varanus salvator (V), Orthothomus sutorius (AV). Egretta intermedia (V), Phalacrocorax sulcirotris (V), Phalcarocorax niger (V), Anhinga melanogaster (V). Gallinula chloropus (V), Porpyrio porphyrio (V), Porzana fusca (V), Nycticorax nycticorax (V), Rhipidura javanica (V), Ardeola speciosa (V), Alcedo coerulescens (AV), aurigaster (AV), Phalacrocorax sulcirotris (V), Phalcarocorax niger (V), Anhinga melanogaster (V), Alcedo athis (AV). Prinia sp.(AV), Pynonotus aurigaster (AV), Rhipidura javanica (V). Ardeola speciosa (V), Alcedo coerulescens (AV), Egretta intermedia (V), Gallicrex cinerea (V), Prinia sp.(AV), Rhipidura javanica (V), Pynonotus aurigaster (AV), Nycticorax nycticorax (V), Phalacrocorax sulcirotris (V), Phalcarocorax niger (V), Anhinga melanogaster (V), Varanus salvator (V), Alcedo athis (AV), Halcyon chloris (AV). Passer montanus (AV), Cisticola juncidis (A), Sterptopelia chinensis (AV). Phalacrocorax sulcirotris (V), Phalcarocorax niger (V), Anhinga melanogaster (V), Egretta intermedia (V), Apus affinis (V).
Sumber:Oni (1995), DP3KK, Pengamatan. Keterangan: interpretasi Audio (A), Visual (V). Audiovisual (AV).
102
Tabel Lampiran 3. Potensi Lokasi Objek Wisata Vegetasi HRP Lokasi Jenis vegetasi (HRP_rawa)
Pohon: Soneratia caseolaris, Avicenia marina, Semak dan alang-alang: Ipomea sp.,
Acrostichum aureum,
Pluchea indica, Cypirus papyrus (HRP_Mangrove)
Pohon: Avicenia marina, Avicenia alba, Sonneratia alba, Soneratia caseolaris, Bruguiera sp., Callophyllum inophyllum. Semak dan alang-alang: Acrostichum aureum, Acanthus ilicifolius, Pluchea indica, Imperata cylindrica, Cypirus papyrus, thespia populnea, Passiflora foetida,
(HRP_terestrial)
Terminalia cattapa, Musa paradisiaca, Samanea saman.
103
Tabel Lampiran 4. Ilustrasi Objek Wisata Burung HRP Kemayoran. Objek dan
Atraksi
Ciri-ciri
Dijumpai
Waktu terlihat 06.0017.00 Istirahat, bertengger , makan dan berkicau.
Keterangan Paket Wisata 1,2
Ardeola Speciosa (Blekok Sawah, Ardeidae)
Berukuran sedang (45), berwarna coklat suram dan bagian bagian bawah putih. Makanan: ikan, kodok, serangga air, berudu.
HRP: Pohon Tajuk Bawah, Terucuk dan tanah atau lumpur.
Nycticorax nycticorax (Kowak Maling, Ardeidae)
Ukuran sedang, (60), berwarna hitam putih, kaki kuning, Makanan: Ikan, kodok, serangga, ular kecil, tikus kecil, cecurut.
HRP (mangrove): Pohon Tajuk Atas, Terucuk,
06.0018.00 Istirahat, bertengger .
Paket Wisata 2
Prinia sp. (Prenjak, Sylvidae)
Prenjak berukuran kecil (18), berwarna coklat bergaris diatas mata warna kuning. Makanan serangga.
HRP Pohon atjuk atas dan bawah, semak/perdu ,
06.0017.00 Makan, istirahat, berkicau.
Paket 1,2
Phalacrocorax sulcirotris (Pecuk Hitam, Phalacrocoracidae)
Ukuran sedang (62), berwarna hitam. Makanan: ikan,
HRP Pohon Tajuk atas, Terucuk, Air.
06.0017.00 Istirahat, makan, berenang.
Paket wisata 1,2
Phalcrocorax niger (Pecuk Kecil, Phalacrocoracidae).
Berukuran lebih kecil, (50), berwarna kecil. Makanan: ikan.
HRP, Waduk. Pohon Tajuk
10.0016.00 Istirahat,
Paket Wisata 1,2
Wisata
104 Lanjutan Tabel Lampiran 4. Objek dan
Atraksi
Ciri-ciri
atas, Terucuk, Air
Waktu terlihat makan dan berenang.
Dijumpai
Keterangan
Anhinga melanogaster (Pecuk Ular, Ardeidae)
Berukuran panjang(84), leher meliuk-liuk seperti ular,berwarna putih hitam. Makanan: ikan.
HRP, Waduk. Pohon Tajuk atas, Terucuk, Air
10.0016.00 Istirahat, makan dan berenang.
Paket Wisata 1, 2
Gallinula chloropus (Mandar Batu, Rallidae)
Ukuran sedang, warna hitam putih, bersifat akuatik. Makanan: serangga kecil, pucuk daun muda, dan dedaunan.
HRP Pohon Tajuk bawah, tanah/lumpu r, air.
Berlindung, Makan, istirahat.
Paket Wisata 1,2
Rhipidura javanica (Kipasan, Monarchidae)
Berukuran sedang (19), warna ekor putih dan hitam, banyak bergerak sambil mengipas-kipaskan ekor dan berjungkir balik. Dan terus bersuara.
HRP (mangrove) Pohon Tajuk atas dan bawah, Terucuk, Air.
06.0017.00 Istirahat, makan, berkicau.
Paket wisata 1,2
Streptopelia chinensis (Tekukur, Columbidae).
Berukuran sedang (30), warna agak merah jambu, saat terbang ujung ekor berwarna putih. Mempunyai bintik-bintik halus pada leher.
Semak Pohon tajuk atas.
06.0018.00 Istirahat
Paket Wisata 1,2
105 Lanjutan Tabel Lampiran 4. Objek dan
Atraksi
Waktu terlihat Istirahat, makan dan berenang.
Ciri-ciri
Dijumpai
Egretta intermedia (Kuntul Perak Kecil, Ardeidae).
Berukuran (67-71), berwarna putih. Hidup berkelompok maupun soliter Makanan: ikan, kodok, serangga air dan belalang.
HRP Pohon tajuk atas, tanah/lumpu r.
Gallicrex cinerea (Ayamayaman, Rallidae)
Berukuran vesar (40), berwarna coklat kuning tua. Paruh pendek berwarna hijau dan bergaris halus pada bagian bawah. Makanan: Pucuk daun yang lembut, biji rerumputan dan tumbuhan air, serangga dan molusca. Berukuran besar (42), bertubuh tegap. Berwarna biru keunguan paruh pendek dan kokoh berwarna merah, bulu seluruhnya hitam berkilat ungu dan hijau kecuali penutup ekor berwarna putih. Makanan: Rerumputan dan tunas-tunas rumput rawa, serangga dan molusca.
HRP tanah/lumpu r
Berlindung, Makan, istirahat.
Paket Wisata 2
HRP Pohon Tajuk bawah, tanah/lumpu r, air.
Berlindung, Makan, istirahat.
Paket wisata 1,2
Porzana fusca (Mandar Merah, Rallidae)
Berukuran kecil (21), berwarna coklat kemerahan dengan paruh pendek, kepala dan dada coklat. Dagu putih. Bagian atas coklat kemerahan, perut dan bawah ekor kehitaman bergaris putih. Mengunjungi belukar sepanjang payau dan danau. Makanan: Cacing, serangga.
HRP Pohon Tajuk bawah, tanah/lumpu r, air.
Berlindung, Makan, istirahat.
Paket Wisata 1,2
Centropus bengalensis (Bubut Alang-alang, Curculidae).
Berukuran agak besar (42), coklat kemerahan dan hitam, ekor panjang. Mencari makan ditanah atau terbang jarak pendek mengepak rendah diatas vegetasi. Makanan: Ulat, laba-laba, belalang dan serangga lainnya.
HRP
Istirahat, makan dan berenang.
Paket Wisata 1, 2
Porpyrio porphyrio (Mandar Besar, Rallidae)
Keterangan Paket Wisata 1, 2
106 Lanjutan Tabel Lampiran 4. Objek dan
Atraksi
Ciri-ciri
Dijumpai
Waktu terlihat
Keterangan
Apus affinis (Kepinis rumah, Apodidae)
Berukuran menengah (15), berwarna agak hitam dengan keromgkongan dan tungging putih, ekor sedikit bercelah. Berkelompok. Makanan: Serangga terbang yang kecil-kecil.
HRP Tanah dan udara
Terbang, Makan.
Paket Wisata 2
Alcedo athis (Raja Udang, Alcedinidae)
Berukuran sangat kecil (15), berwarna biru menyala kemerahan. Tubuh bagian atas berkilat kehijauan, bagian bawah jingga kemerahan dagu putih.bintik putih pada sisi leher, sering didekat aliran air tawar dan rawa bakau, daerah terbuka. Makanan: Ikan, udang dan serangga.
HRP Pohon Tajuk bawah, terucuk.
istirahat.
Paket wisata 1,2
Alcedo coerulescens ( Raja Udang Biru, Alcedinidae)
Berukuran sangat kecil (14), berwarna biru dan putih, tubuh bagian atas dan dada bergaris berkilat biru kehijauan, mahkota dan penutup sayap bergaris hitam kebiruan. Bertengger pada pohon tepi sungai, payau dan hutan bakau, menyelam mencari ikan. Makanan: Ikan kecil, serangga kecil dan krustase
HRP Pohon Tajuk bawah, terucuk.
Istirahat.
Paket Wisata 1,2
Halcyon chloris (Cekakak, Alcedinidae)
Ukuran sedang (24) warna putih dan biru besih. Mahkota, sayap, punggung dan ekor biru kehijauan berkilau terang, garis hitam melalui mata, berbintik putih diatas paruh. Makanan: Kadal, serangga besar, katak, ulat kecil dan cacing.
HRP
Istirahat, makan .
Paket Wisata 2
Hirundo rustica (Layanglayang Asia, Hirundinidae)
Berukuran sedang (20) termasuk bulu ekor yang memanjang, Tubuh bagian atas biru baja, dada kemerahan denga tepi bergaris biru. Perut putih. Bertengger pada ranting mati yang ringan, tonggak.
Terbang, Makan.
Paket Wisata 1, 2
107 Lanjutan Tabel Lampiran 4. Objek dan
Atraksi
Ciri-ciri
Dijumpai
Waktu terlihat
Keterangan
Makanan; Serangga kecil yan ditangkap saat terbang.
Pynonotus aurigaster (Kutilang, Pycnonotidae)
Berukuran sedang (20), bertopi hitam dengan tungging kepuihan dan perut bawah jingga. Berkelompok, aktif dan ribut, kadang bercampur dengan kelompok campuran atau Srigunting. Makanan: Buah kecil-kecil dan serangga.
HRP Pohon Tajuk atas.
Makan, berkicau, istirahat.
Paket wisata 2
Cisticola juncidis ( Cici padi, Sylviae)
Berukuran kecil (10), bergaris coklat dengan tungging kuning tua agak merah, ujung putih yang khas pada ekor. Bagian bawah lebih putih lagi. Makanan: Serangga kecil. Berukuran kecil (10) dengan mahkota, kemerahan, perut putih dan ekor panjang tegak, bagian sisi kepala kemerahan, pada tengkuk menjadi coklat. Biasa menetap pada bagian bawah atau pada tempat tertutup rapat. Makanan Kumbang, ulat, serangga kecil dan telurnya.
HRP udara
Terbang, berkicau
Paket Wisata 1,2
Passer montanus (Burung Gereja, Estrillidae)
Berukuran sedang (14), berwarna coklat dengan garis mata dan mahkota coklat. Bagian bawah kuning tua agak abu, tubuh bagian atas berbintik coklat diselingi lurik putih hitam. Makanan: Bulir rumput, butir padi, buah kecil, serangga.
HRP Semak/perd u
Terbang, Makan, istirahat.
Paket Wisata 1, 2
Disrurus macrocercus (Srigunting hitam, Disciridae)
Berukuran lebih kecil (29), seluruhnya berwarna hitam tapi tidak berkilau. Paruh relatif kecil, ekor sangat panjang dan menggarpu sangat dalam, sering menyudut aneh dengan badannya jika angin kuat. Makanan: Capung, belalang, kumbang, rayap dan kupu-kupu.
HRP Pohon Tajuk atas.
Makan, berkicau, istirahat.
Paket wisata 2
Orthotomus sutorius (Cinenen biasa, Sylvidae)
Sumber: Oni (1995)
HRP
Paket Wisata 2
108
Tabel Lampiran 5. Ilustrasi Objek Wisata Vegetasi HRP Kemayoran. Objek dan Atraksi
Ciri-ciri
Avicennia marina (Api-api)
Pohon, buah seperti namnam bulat pepat, kulit batang coklat muda. Tinggi 30 m, akar nafas tegak dengan lentisel, daun permukaan atas berbintik, elips dan meruncing. Buah agak membulat, hijau keabuan. Terdapat di HRP mangrove.
Avicennia alba (Api-api)
Pohon, mangrove yang tumbuh cepat, baik untuk regenarasi, tinggi 25 m, akar pneumotophore/nafas, daun mengkilat dan berlilin, bunga kuning, buah berupa kapsul datar berisi satu biji.
Sonneratia alba (Pedada)
Pohon, tinggi 15 m, batang berwarna krem hingga coklat dengan garis vertikal terang, akar pneumotophore dengan ujung corong, daun bulat. Bunga putih, mekar hanya untuk satu malam, buah hijau (4cm), dengan dasar berbentuk bintang, berisi 100-150 biji yang kurus.
Achantus ilicifolius (Jeruju hitam)
Semak, terjurai kepermukaan tanah, gaka berkay, tinggi 2m, daun berduri dengan permukaan yang halus, mahkota bunga biru muda hingg aungu lembayung, warna buah hijau, bulat lonjong sperti melinjo. Ekologinya dekat dengan mangrove, jarang tumbuh didaratan.
Calophyllum inpphyllum (Nyamplung)
Pohon berwarna gelap, daun rimbun, tinggi 10-30m, bergetah. Daun berurat dan mengkilap berbentuk elips, bunga menggerombol, dan menggantung. Buah berbentuk bulatdengan tempurung yang kuat. Tumbuh dekat mangrove atau daerah transisi.
Acrostichum aureum (Paku laut)
Ferna berbentuk tandan ditanah, tinggi 4 m,bagian bawah daun penuh dengan spora, berduri, berwarna hitam. Tanpa akar permukaan
Bruguiera cylindrica (Tanjang putih)
Pohon selalu hijau, berakar lutut dan akar papan, tinggi 23 m. kulit kayu abu-abu dan berlentisel. Daun elips, ujung agak meruncing. Bunga putih-coklat. Buah silindris memanjang. Ujungnya hijau keunguan. Tumbuh dibelakang zona avicenia tumbuh pada tanah liat.
109
Lanjutan Tabel Lampiran 5. Objek dan Atraksi Bruguiera gymnorrhiza (Tanjang merah)
Passiflora foetida (Bunga pulir)
Ciri-ciri Pohon selalu hijau, tinggi 30 m, kulit kayu ada lentisel, akar papan melebar kesamping, dan beberapa akar lutut. Daun hijau kekuningan pada bagian bawah, bentuk elips ujung meruncing. Bunga panjang bergelantungan, berwarna putih-coklat pada mahkota dan kelopak merah.buah melingkar spiral. Akar lutut. Terna meramabat, panjang 1.5-5 m, dengan alat pembelit spiral. Daun hijau kekuningan dan mengkilat dengan rambut halus. Bunga putih-ungu pucat. Buah seperti kelereng atau agak lonjong.
Terminalia cattapa (Ketapang)
Pohon meluruh, tinggi 10-35m, daun lebar dan berurat, daun beruabah merah saat rontok, bunga berwarna putih atau hijau pucat. Buah seperti almond.
Thespia populnea (Waru laut)
Pohon dengan tinggi 2-10 m, daun tebal, berkulit dengan permukaan yang halus, berbentuk hati dan meruncing. Bunga sperti lonceng, kuning muda-jingga gelap berisi cairan. Buah bulat bersegmen. Tumbuh dibelakang zona avicenia tumbuh pada tanah liat.