Perempuan Pebisnis Dalam Budaya Jawa Di Semarang Anna Rindhian Tika Magister Manajemen Universitas Diponegoro
Abstraksi Penelitian ini merupakan fenomena perempuan pebisnis yang ada saat ini. Dengan informan anggota IWAPI semarang. Data diperoleh dengan menggunakan wawancara dan dokumentasi, yang selanjutnya dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian perempuan pebisnis yang bergabung dengan organisasi IWAPI memiliki 3 motivasi yaitu motivasi berprestasi, motivasi afiliasi dan motivasi berkuasa. Motif berprestasi dalam berbisnis terletak pada kemauan dan kemampuan untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dan efisien, seseorang akan menjadi giat dan tekun dalam berupaya, tidak hanya sekedar mencari keuntungan, namun berusaha lebih keras agar mencintai pekerjaan untuk mendapatkan kepuasan dalam hidup. Motif berkuasa adalah orang yang bisa mempengaruhi orang lain dengan caranya sendiri. Lebih mementingkan kedudukan dan harga diri. Orang yang memiliki motif berkuasa akan sukses menjadi seorang pemimpin. Motif afiliasi dalam menjalankan bisnis lebih senang menjalin persahabatan dengan orang lain. Perempuan pebisnis Jawa memiliki motivasi untuk membantu suami dalam hal memperbaiki perekonomian keluarga. konsep konco wingki dalam budaya Jawa tidak mempengaruhi para perempuan pebisnis dalam menjalankan bisnisnya. Dalam berbisnis mereka menerapkan konsep nrimo ing pandum. Berapapun hasil yang didapat mereka terima dengan senang hati. Karena rejeki sudah ada yang mengatur. Meskipun mereka tidak ngoyo dalam berbisnis, kontribusi mereka membantu suami dalam menambah penghasilan keluarga membantu memperbaiki perekonomian keluarga.
Kata kunci : Perempuan Pebisnis Jawa, Motivasi, Budaya Jawa dan IWAPI.
PENDAHULUAN Di Indonesia dikenal sistem patriarki, meskipun terdapat variasi corak patriarki antar budaya. Salah satu masyarakat yang kental dengan kebudayaan patriarki adalah Jawa. Masyarakat Jawa merupakan masyarakat yang memiliki pembatasan-pembatasan tertentu dalam relasi gender yang memperlihatkan 1
kedudukan dan peran laki-laki yang lebih dominan dibanding perempuan. Perempuan Jawa diharapkan dapat menjadi seorang pribadi yang selalu tunduk dan patuh pada kekuasaan laki-laki, yang pada masa dulu terlihat dalam sistem kekuasaan kerajaan Jawa (keraton). Perempuan pada masa kerajaan tidak diperkenankan menjadi pemimpin kerajaan. Di masa itu perempuan Jawa lebih banyak menjadi sasaran ideologi gender yang menimbulkan subordinasi terhadap perempuan (http://kisah-cerita-sejarah.blogspot.com/2012/07/perempuan-dalamadat Jawa.html). Terbatasnya ruang gerak perempuan pada masa lalu membuat perempuan tidak bisa melakukan kegiatan diluar rumah. Adanya aturan yang mengikat mereka yaitu tugas domestik perempuan, membuat para perempuan hanya bisa berdiam diri dirumah dan mereka tidak bisa berkembang. Secara struktural perempuan terlanjur disosialisasikan perannya sebagai ibu rumah tangga sesuai dengan apa yang diutarakan oleh Arief Budiman berikut ini : “Tujuan perempuan seakan-akan hanyalah untuk menikah dan membentuk keluarga sesudahnya hampir seluruh kehidupannya dilewatkan dalam keluarga. Dalam keadaan ini perempuan jadi tergantung pada laki-laki secara ekonomis karena pekerjaan yang dilakukan di rumah tidak menghasilkan gaji, dengan ditambah lagi, perempuan seakan-akan dipenjarakan di suatu dunia yang tidak merangsang kepribadiannya” (Arief Budiman, 1985 dalam Budiati, 2010). Seiring dengan perubahan jaman, menimbulkan keragaman persepsi diantara diantara kaum perempuan itu sendiri. Perempuan yang tradisional masih menganggap bahwa sudah menjadi kodratnya perempuan harus patuh dan tunduk terhadap suami. Tugas perempuan hanyalah disektor domestik yaitu mengurus rumah tangga. Jika perempuan harus bekerja, itu hanya untuk membantu suami karena gaji yang dihasilkan oleh suaminya tidak mencukupi untuk keluarga, itu hanya untuk mencari uang tambahan saja bukan untuk mengembangkan kemampuannya dalam bekerja. Sedangkan perempuan modern beranggapan kalau perempuan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam mengembangkan kemampuannya dalam sektor kehidupan. Seperti suami dipecat dari perusahaan sehingga perempuan mengambil alih untuk bekerja. Sebenarnya perempuan juga mampu dalam bekerja apabila dia diberi kesempatan menunjukkan kemampuannya. Kesetaraan perempuan dengan laki-laki diatur Dalam GBHN 1993 diamanatkan pula bahwa pembinaan peranan perempuan sebagai mitra sejajar pria dalam pembangunan harus dikembangkan dengan memperhatikan kodrat, harkat, dan martabatnya. Agaknya, kontruksi budaya Jawa tentang peranan perempuan yang terbatas di sektor domestik kiranya sukar berubah karena perempuan dengan senang hati menempatkan dirinya sebagai makhluk inferior yang sesuai dengan kontruksi budaya di masyarakatnya (Sukri dan Sofwan, 2001). Tingkat perkembangan kewirausahaan perempuan yang masih rendah di pengaruhi oleh banyak faktor, yang sebagian bersifat langsung dan sebagian lainnya tidak langsung. Faktor-faktor determinan langsung adalah termasuk tekanan-tekanan ekonomi (keuangan) dan latar belakang sosial dan budaya, sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi secara tidak langsung adalah termasuk kebijakan-kebijakan pemerintah dan stabilitas dari lingkungan2
lingkungan sosial-ekonomi domestik. Sebagian dari kedua kelompok faktor tersebut saling terkait satu dengan yang lainnya dalam mempengaruhi keputusan atau keinginan seorang perempuan untuk menjadi pengusaha dan kemampuannya bertahan sebagai pengusaha (Tulus Tambunan, 2012). Faktor-faktor itu yang membuat perempuan untuk berpikir dua kali untuk melakukan bisnis. Mereka takut kalau nanti masyarakat cuman memandang sebelah mata pada bisnis mereka. Karena sebagian besar pebisnis adalah laki-laki. Maka perempuan masih takut bersaing dengan mereka. Monaci (1997 dalam Bruni, A, Gherardi, S and Poggio, B, 2004) mengenai alasan mengapa perempuan mungkin memutuskan untuk memulai bisnis membedakan antara faktor paksaan (yang membatasi perempuan lebih banyak dari kebutuhan daripada pilihan) dan faktor positifnya atau (yang mendorong perempuan untuk melihat kewirausahaan sebagai peluang. Studi lain menunjukkan beberapa perbedaan dalam motivasi untuk masuk bisnis pria dan perempuan pengusaha. Misalnya, penelitian yang dilakukan oleh (Buttner dan Moore, 1997 dalam Aramand and Terhune, 2010) pada 129 eksekutif perempuan yang meninggalkan organisasi besar untuk menjadi pengusaha menunjukkan sebagian besar perempuan dalam penelitian ini termotivasi oleh keinginan untuk menghindari diskriminasi gender di tempat kerja sebagai alasan utama untuk menentukan nasib sendiri dan kemajuan karir mereka. Pria menjadi pengusaha berbagi beberapa motif ini, seperti keinginan untuk tantangan dan penentuan nasib sendiri atau keinginan untuk karir prestasi. Namun, karena mereka menghadapi sedikit diskriminasi gender dalam tempat kerja, menghindari diskriminasi bukanlah motif utama bagi mereka untuk memulai bisnis baru. TELAAH PUSTAKA a.
Budaya Jawa
Budaya Jawa adalah budaya yang berasal dari Jawa khususnya Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Budaya Jawa mengutamakan keseimbangan, keselarasan dan keserasian dalam kehidupan sehari-hari. Budaya Jawa menjunjung tinggi kesopanan dan kesederhanaan http://id.wikipedia.org/. Orang Jawa cenderung dikenal orang yang lemah lembut dalam bertutur kata dan sopan dalam bertindak. Selain itu orang Jawa juga lebih suka menghindari pertikaian terhadap orang lain. Salah satu aspek budaya Jawa yang potensial adalah toleransi yang angat besar terhadap hal-hal yang berbeda serta sifatnya yang baik yang dilandasi dengan rasa asih ing sesami itulah ciri dari orang Jawa yang saling kasih mengasihi terhadap sesama. Koentjaraningrat (1997) sejak dulu selalu ada Agami Jawi yang merasa bahwa kehidupan beragama yang hanya berpusat kepada serangkaian upacara slametan, memberikan sajian pada waktu-waktu tertentu dan di tempat-tempat tertentu, serta berziarah kemakam-makam, sebagai tidak berarti, tidak memuaskan, dan dangkal. Oleh karena itu mereka mencari pengkhayatan 3
mengenai inti hidup dan kehidupan spiritual manusia yang dinamakan kebatinan kejawen. Orang Jawa masih percaya adanya ritual-ritual yang menggunakan sesajen seperti kemenyan dan bunga. Orang Jawa yang hidup di desa masih kental menggunakan ritual-ritual seperti itu. Mereka percaya kalau mereka menyediakan sesajen mereka akan selamat dan dilindungi oleh nenek moyang mereka. kepercayaan kejawen seperti itu masih kita jumpai pada orang-orang yang hidup didesa. b. Karakteristik Masyarakat Jawa Menurut Soedjipto Abimayu (2013) ada beberapa ciri khas karakter orang Jawa yaitu : 1. Narimo Ing pandum Ciri khas narimo ing pandum adalah salah satu konsep hidup yang dianut oleh orang Jawa. Pola ini menggambarkan sikap hidup yang serba pasrah dengan segala keputusan yang ditentukan oleh Tuhan. Orang Jawa memang meyakini bahwa kehidupan ini ada yang mengatur dan tidak dapat ditentang begitu saja. Setiap hal yang terjadi dalam kehidupan adalah sesuai dengan kehendak sang pengatur hidup. Kita tidak dapat mengelak, apabila melawan semua itu. Inilah yang dikatakan sebagai nasib kehidupan. Dan, nasib kehidupan adalah rahasia Tuhan, dan kita sebagai makhluk hidup tidak dapat megelak. Orang Jawa sangat memahami kondisi tersebut. Sehingga, mereka yakin bahwa Tuhan telah mengatur segalanya. Konsep hidup nrimo ing pandum (ora ngoyo) mengisyaratkan bahwa orang Jawa hidup tidak terlalu berambisi. Jalani saja segala yang harus dijalani. Tidak perlu terlalu ambisi untuk melakukan sesuatu yang nyata-nyata tidak dapat dilakukan. Orang Jawa tidak menyarankan hal tersebut. Hidup sudah mengalir sesuai dengan koridor. Kita boleh saja mempercepat laju aliran tersebut, tetapi laju itu jangan terlalu drastis. Perubahan tersebut hanya sebuah improvisasi kita atas kehidupan yang lebih baik daripada sebelumnya. Orang Jawa mengatakan dengan istilah jangan ngoyo. Biarkan hidup membawa kita sesuai dengan alirannya. Jangan membawa hidup dengan tenaga kita. 2.
Gotong Royong Ciri khas lain yang tidak bisa ditinggalkan dari orang Jawa adalah gotong royong atau saling membantu satu sama lain. Bila kita bertandang kepelosokpelosok daerah suku Jawa, niscaya sikap gotong-royong akan selalu terlihat di dalam setiap sendi kehidupan mereka, baik itu suasana suka maupun duka. Pola hidup kerja sama ini dapat kita temukan pada kerja gotong royong yang banyak diterapkan dalam masyarakat Jawa. Orang Jawa sangat memegang teguh pepatah ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Ini merupakan konsep dasar hidup bersama yang penuh kesadaran dan tanggung jawab. Kita harus mengakui bahwa kehidupan orang Jawa memang sangat specifik. Dari sekian banyak suku bangsa di Indonesia, bahkan yang ada di dunia, 4
orang Jawa mempunyai pola hidup yang berbeda. Kebiasaan hidup secara berkelompok menyebabkan rasa diri mereka sangat dekat satu dengan yang lainnya, sehingga saling menolong merupakan sebuah kebutuhan. Mereka selalu memberikan pertolongan kepada orang lain yan membutuhkan pertolongan. Bahkan, dengan segala cara, mereka ikut membantu seseorang keluar dari permasalahan, apalagi jika masih tergolong saudara atau teman. 3.
Ngajeni orang yang Lebih Tua Sikap hidup orang Jawa adalah menjunjung tinggi nilai-nilai positif dalam kehidupan. Dalam interaksi antarpersonal di masyarakat, mereka selalu saling menjaga kata dan perbuatan agar tidak menyakiti hati orang lain. Mereka sangat menghargai persahabatan sehingga eksistensi orang lain sangat dijunjung sebagai sesuatu yang sangat penting. Mereka tidak ingin orang lain atau diri mereka mengalami sakit hati atau tersinggung oleh perkataan atau perbuatan yang dilakukan. Sebab, bagi orang Jawa, ajining diri soko lathi, ajining rogo soko busono, artinya, harga diri seseorang dari lidahnya (omongannya), dan harga badan dari pakaiannya. c. Peran Perempuan dalam Budaya Jawa Peran dan kedudukan perempuan dalam sistem budaya Jawa telah terjadi pola pemikiran umum di mana tidak hanya berlaku bagi perempuan Jawa, tetapi telah menjadi pemikiran mayoritas yang membentuk pandangan stereotip untuk perempuan. Seorang istri harus bisa manak, macak, masak yaitu seorang perempuan harus bisa memberikan keturunan, bisa berdandan termasuk buat suami dan harus bisa memasak untuk suaminya (Budiati, 2010). Filosofi perempuan Jawa http://nisyacin.blogdetik.com : Masak Wanita atau perempuan jawa tidak sekedar membuat/mengolah makanan, melainkan memberi nutrisi dalam rumah tangga sehingga tercipta keluarga yang sehat. Dalam aktivitas memasak pula seorang wanita harus memiliki kemampuan meracik, menyatukan, dan mengkombinasikan berbagai bahan menjadi satu untuk menjadi sebuah makanan. Ini adalah wujud kasih sayang istri terhadap seluruh anggota keluarga. 1.
2.
Macak Macak adalah bersolek atau berhias. Jangan dimaknai hanya sebagai aktivitas bersolek mempercantik diri. Di dalamnya terkandung makna menghiasi atau memperindah bangunan rumah tangga. juga mempercantik batinnya supaya memiliki sifat yang lemah lembut, ikhlas, penyayang, sabar dan mau bekerja keras. 3.
Manak Manak artinya melahirkan anak. Tidak semata proses bekerja sama dengan suami dalam membuat anak, mengandung dan melahirkan seorang buah hati. 5
Akan tetapi mengurus, mendidik, dan membentuk karakteristik seorang anak hingga menjadi manusia seutuhnya. Pola pikir orang-orang Jawa yang menganggap perempuan hanya bertugas mengurus rumah tangga terbawa sampai sekarang. Meskipun pemikiran itu sekarang sedikit berkurang seiring berkembangnya jaman tapi pandangan terhadap perempuan tentang 3m (macak, masak, manak) masih ada dalam masyarakat Jawa sampai sekarang. Perempuan dalam budaya Jawa berada pada posisi subordinat dan marginal. Contohnya saja, di kalangan masyarakat Jawa dikenal istilah kanca wingking (teman belakang) untuk menyebut istri. Hal itu menunjukkan bahwa perempuan tempatnya bukan di depan sejajar dengan laki-laki, melainkan di belakang di dapur, karena dalam konsep budaya Jawa wilayah kegiatan istri adalah seputar dapur (memasak), sumur (mencuci) dan kasur (melayani kebutuhan biologis suami). Pemetaan wilayah kerja bagi perempuan semacam itu kemudian dirangkaikan dengan tugas perempuan, yaitu macak (berhias untuk menyenangkan suami), manak (melahirkan), dan masak (menyiapkan makanan bagi keluarga). Hal itu juga menunjukkan sempitnya ruang gerak dan pemikiran perempuan sehingga perempuan tidak memiliki cakrawala di luar tugas-tugas domestiknya. Sementara itu, kerja di wilayah domestik tidak menghasilkan keuntungan materi, padahal masyarakat pada umumnya mengukur kebahagiaan hidup berdasarkan materi (Sukrin, Sri Suhandjati dan Ridin Sofwan, 2001). d.
Konsep Motivasi McClelland
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan usaha untuk mencapai suatu tujuan (Robbins, 2009). Sedang menurut Luthans (2009) motivasi adalah proses yang dimulai dengan defiensi fisiologis atau psikologis yang menggerakkan perilaku atau dorongan yang ditujukan untuk tujuan atau insentif. Motivasi muncul dari diri seseorang yang memiliki keinginan kuat dalam mewujudkan sesuatu yang ingin dicapai. Banyak orang memiliki motivasi dengan alasan tertentu. Motivasi tidak bisa dipengaruhi oleh orang lain maupun lingkungan dimana orang itu berada. Menurut Kinicki (2014) motivasi adalah proses psikologis yang memberikan stimulasi dan mengarahkan pada perilaku yang memiliki tujuan. Manusia harus memiliki tujuan dalam hidupnya. Tujuan yang mereka miliki akan menentukan keputusan-keputusan yang akan diambil untuk masa depan mereka. motivasi muncul karena adanya tujuan itu sendiri. Motivasi terbentuk dari keinginan kuat seseorang untuk mewujutkan tujuannya itu.
1.
Motivasi menurut McClelland ada 3 (Robbins, 2009) : Kebutuhan pencapaian (need for achievement) Kebutuhan berprestasi, indikatornya dorongan untuk lebih unggul, dorongan untuk memperoleh seperangkat standar, dorongan untuk meraih keberhasilan. Kebutuhan untuk berprestasi (Luthans, 2006) : a. Melakukan sesuatu lebih baik daripada pesaing. 6
2.
3.
e.
b. Memperoleh atau melewati sasaran yang sulit. c. Menyelesaikan tugas yang menantang dengan hasil d. Mengembangkan cara terbaik untuk melakukan sesuatu. Kebutuhan Kekuasaan (need for Power) Kebutuhan kekuasaan, indikatornya terdiri atas kebutuhan untuk mempengaruhi orang lain. Kebutuhan akan kekuasaan (Luthans, 2006) : a. Mempengaruhi orang untuk mengubah sikap atau perilaku b. Mengontrol orang dan aktivitas c. Berada pada posisi berkuasa melebihi orang lain. d. Memperoleh kontrol informasi dan sumber daya. e. Mengalahkan lawan atau musuh. Kebutuhan hubungan (need for affiliation) Kebutuhan berafiliasi, indikatornya adanya hasrat untuk berteman, bersahabat, dan kebutuhan untuk berhubungan lebih dekat secara antarpersonal. Kebutuhan akan afilisi (Luthans, 2006) : a. Disukai banyak orang. b. Diterima sebagai bagian kelompok atau tim. c. Bekerja ddengan orang yang ramah dan kooperatif. d. Mempertahankan hubungan yang harmonis dan mengurangi konflik. e. Berpartisipasi dalam aktivitas sosial yang menyenangkan. Karakteristik Wirausaha
Ciri-ciri umum wirausaha dapat dilihat dari berbagai aspek kepribadian, seperti jiwa, watak, sikap, dan perilaku seseorang. Wiraswasta umumnya mempunyai sifat yang sama. Mereka adalah orang yang mempunyai tenaga, keinginan untuk inovatif, kemauan untuk menerima tanggung jawab pribadi dalam mewujudkan suatu peristiwa dengan cara yang mereka pilih dan keinginan untuk berprestasi tinggi. Menurut M. Scarborough dan Thomas W. Zimmerer (1993) dalam (Suryana, 2013) ada 7 karakteristik yaitu: 1. Rasa tanggung jawab yaitu memiliki rasa tanggung jawab atas usaha-usaha yang dilakukannya. Seseorang yang memiliki rasa tanggung jawab akan selalu berkomitmen dan mawas diri. 2. Memiliki resiko yang moderat yaitu menghindari resiko baik yang terlalu rendah maupun terlalu tinggi. 3. Percaya diri terhadap kemampuan sendiri yaitu memiliki kepercayaan diri atas kemampuan yang dimilkinya untuk memperoleh kesuksesan. 4. Menghendaki umpan balik segera, yaitu selalu menghendaki adanya umpan balik dengan segera, ingin segera melihat hasil. 5. Semangat dan kerja keras yaitu memiliki semangat dan kerja keras untuk mewujudkan keinginannya demi masa depan yang lebih baik. 6. Berorientasi ke depan yaitu berorientasi masa depan dan memiliki perspektif dan wawasan jauh ke depan. 7
7. f. 1.
Menghargai prestasi yaitu lebih menghargai prestasi daripada uang. Karakteristik Perempuan Pebisnis Motivasi
Pengusaha perempuan kurang termotivasi oleh keuntungan daripada rekan-rekan pria mereka. Seperti perempuan Yunani mereka termotivasi untuk jadi Pengusaha karena faktor ekonomi dan pemenuhan diri, termasuk kebutuhan untuk kreativitas, otonomi dan kemerdekaan ( Sarri and Trihopoulou, 2005). Misalnya, bahwa kebanyakan perempuan yang terlibat dalam penciptaan baru, didorong oleh rasa pemenuhan diri dan mencari keseimbangan kerja dan kehidupan yang sesuai dengan pribadi mereka dan situasi keluarga. Wirausaha sering dipandang oleh perempuan sebagai pilihan kerja lebih fleksibel bila dibandingkan dengan pekerjaan kantor, memberikan lebih banyak waktu luang dan memfasilitasi tanggung Jawab pengasuhan anak. 2.
Pendidikan Dan Pengalaman Kerja
Bila dibandingkan dengan laki-laki, akan terlihat bahwa kebanyakan perempuan memasuki wirausaha dengan pengalaman manajemen kurang dan aset keuangan yang lebih sedikit dan relatif di bawah sumber daya dalam hal sumber daya manusia. Namun, perempuan pengusaha saat ini mempunyai pendidikan yang lebih dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, dengan banyak mencapai kualifikasi gelar yang secara langsung relevan dengan sektor bisnis yang mereka pilih. Meskipun perempuan cenderung kurang dalam bidang manajemen namun sering dianggap penting untuk kesuksesan bisnis dan tidak tampak telah mencapai tingkat yang sama dalam karir mereka sebagai laki-laki. Mengingat relatif kurangnya perempuan mengejar studi lebih lanjut dalam disiplin ilmu dan teknologi, itu tidak sepenuhnya mengejutkan bahwa ada sedikit perempuan memulai bisnis di bidang ini. Perempuan cenderung lebih tertarik pada sektor jasa, memulai bisnis dalam pelatihan dan konsultasi, keindahan, desain, dan berbagai layanan profesional dan terapi. Perempuan pebisnis sekarang Mulai membuka bisnis di ritel, fesyen dan pakaian, seni dan kerajinan. 3.
Percaya Diri
Perempuan pengusaha memiliki keyakinan kurang dalam kemampuan kewirausahaan mereka daripada pria. Ini sering terlihat dari awal dalam cara di mana mereka mempresentasikan proposal bisnis mereka, sikap mereka terhadap sumber keuangan, hubungan mereka dengan penyedia keuangan, dan sikap mereka terhadap risiko. Seperti kurangnya rasa percaya diri telah dikaitkan dengan perempuan sering memiliki lebih sedikit sumber daya pada tahap start-up, kurangnya pengalaman manajemen, pengalaman manajemen terutama senior yang mana keputusan tentang sumber daya yang dibuat, pemahaman dengan bahasa 8
bisnis, dan pandangan tradisional perempuan sebagai ibu dan pengasuh daripada sebagai pengusaha dan pengambil risiko. Dengan demikian, kurangnya kepercayaan diri untuk orientasi risiko dan akses untuk membiayai bisnis (Henry, 2008). 4.
Pedoman Resiko
Usaha kecil menunjukkan bahwa risiko dan kewirausahaan terkait erat dengan pengambilan risiko kecenderungan yang diidentifikasi sebagai karakteristik kunci kewirausahaan. Namun, harus diingat bahwa dalam penciptaan usaha baru, risiko tidak murni dibatasi untuk membiayai. (Liles, 1974, dalam Henry, 2008) mengidentifikasi tiga jenis risiko kewirausahaan di samping keuangan : karir, keluarga / sosial dan psikologis. Setelah mengatakan ini, tidak mengherankan, diskusi tentang risiko cenderung berfokus pada aspek keuangan, karena ini adalah jenis yang paling nyata dari risiko. Dalam hal ini, pengusaha sukses dianggap dihitung pengambil risiko, dan dalam beberapa kasus, karena kewajiban terbatas perusahaan, bahkan tidak harus menanggung risiko keuangan itu sendiri . g.
Perempuan Wirausaha
Sekarang ini sudah banyak kemajuan kita lihat dari berbagai bidang. Perempuan-perempuan Indonesia sudah mampu memasuki lapangan kerja seperti pekerjaan di bidang kesehatan, perdagangan, keamanan, perhubungan darat, laut dan udara, dan sebagainya (Alma, 2010). Kesempatan kerja yang dimiliki perempuan saat ini membuat mereka bisa berkembang dan berinovasi dalam mengembangkan pekerjaan mereka. Banyak sekarang perempuan-perempuan bekerja baik di luar rumah maupun di dalam rumah. Perempuan-perempuan sekarang makin melebarkan sayapnya dalam dunia bisnis. Mereka ingin menunjukkan kalau mereka juga bisa menjalankan bisnis seperti laki-laki. Banyak pihak memahami bahwa kesempatan berkarya bagi perempuan lebih terbatas dibandingkan dengan laki-laki. Jumlah perempuan yang aktif dalam bidang usaha masih jauh lebih sedikit dibandingkan laki-laki. Teknologi dapat membuka kesempatan bagi perempuan untuk meningkatkan peranannya di bidang usaha, selain sebagai salah satu faktor penentu dalam persaingan juga memungkinkan perempuan untuk bekerja dan berusaha di rumah, memperluas jaringan usaha atau meringankan beban kerjanya (Ribhan, 2007). Peranan teknologi yang sekarang semakin berkembang yang juga bisa membantu para perempuan pebisnis membuat mereka mudah dalam mengakses informasi yang mereka butuhkan untuk mengembangkan bisnis mereka. h.
Alur Pola Penelitian Pebisnis
9
Pelaku Bisnis
Perempuan Pebisnis
Laki-Laki Pebisnis
Peran Perempuan dalam keluarga
Motivasi
Metode Analisis
Analisis dan Interpretasi
Kesimpulan dan Saran
METODE PENELITIAN a.
Jenis Penelitian
Metode kualitatif menurut Lincoln dan Denzin (2009), mendefinisikan metode kualitatif adalah mencangkup penggunaan subjek yang dikaji dan kumpulan berbagai data empiris, studi kasus, pengalaman pribadi, instropeksi, perjalanan hidup, wawancara, teks-teks hasil pengamatan, historis, interaksional, dan visual yang menggambarkan saat-saat dan makna keseharian dan problematis dalam kehidupan seseorang. Sedangkan menurut Moleong (2005) penelitian kualitatif penelitian yang menggunakan pendekatan naturalistik untuk mencari dan menemukan pengertian atau pemahaman tentang fenomena dalam suatu latar yang berkonteks khusus. Menurut Iskandar (2009) penelitian kualitatif merupakan proses kegiatan mengungkapkan secara logis, sistematis, dan empiris terhadap 10
fenomena-fenomena sosial yang terjadi di sekitar kita untuk direkntruksi guna mengungkapkan kebenaran bermanfaat bagi kehidupan masyarakat dan ilmu pengetahuan. Kebenaran dimaksud adalah keteraturan yang menciptakan keamanan, ketertiban, keseimbangan, dan kesejahteraan masyarakat. b. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan etnografi, dimana studi etnografi merupakan metode penelitian yang banyak dilakukan dalam bidang antropologi terutama yang berhubungan dengan setting budaya. Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan tentang budaya masyarakat dalam bentuk cara berpikir, cara hidup, adat, berperilaku, bersosial (Iskandar, 2009). Menurut Dedi Mulyana (2004) etnografi adalah kegiatan penelitian untuk memahami cara orang-orang berinteraksi dan bekerjasama melalui fenomena teramati kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut Emzir (2011) etnografi adalah sebuah metode penelitian yang dipilih ketika masalah atau topik tersembunyi dalam kompleksitas kultural dan peneliti ingin memahami realitas kultural dari perspektif partisipan. Langkah yang dimaksud adalah seperti dikemukakan Spradley (2006), sebagai berikut: - Pertama, menetapkan informan. - Kedua, melakukan wawancara kepada informan. - Ketiga, membuat catatan etnografis. - Keempat, mengajukan pertanyaan deskriptif. - Kelima, melakukan analisis wawancara etnografis. - Keenam, membuat analisis domain. - Ketujuh, mengajukan pertanyaan struktural. - Kedelapan, membuat analisis taksonomik. - Kesembilan, mengajukan pertanyaan kontras. - Kesepuluh, membuat analisis komponen. - Kesebelas, menemukan tema-tema budaya. - Keduabelas, menulis suatu etnografi. Selain menggunakan pendekatan Etnografi peneliti juga menggunakan pendekatan fenomenologi. Penelitian fenomenologi berorientasi untuk memahami, menggali dan menafsirkan arti dari peristiwa-peristiwa, fenomenafenomena dan hubungan dengan orang-orang yang biasa dalam situasi tertentu (Iskandar, 2009). Ini biasa disebut dengan penelitian kualitatif dengan menggunakan pengamatan terhadap fenomena-fenomena atau gejala-gejala sosial yang alamiah (nature), digunakan sebagai sumber data, pendekatan ini berdasarkan kenyataan lapangan (empiris). Adapaun karakteristik pendekatan fenomenologi menurut (Iskandar, 2009) adalah : 1. Tidak berasumsi mengetahui hal-hal apa yang berarti bagi manusia yang akan diteliti.
11
2. Menekankan pada aspek subjektif perilaku manusia, berusaha masuk dalam dunia konseptual subyek, agar dapat memahami bagaimana dan makna apa yang mereka kontruksi di sekitar peristiwa dalam kehidupan sehari-hari. 3. Mempercayai bahwa dalam kehidupan manusia banyak cara yang dipakai untuk menafsirkan pengalaman-pengalaman, melalui interaksi kita dengan orang lain, dan ini merupakan makna dari pengalaman realita. 4. Semua cabang kualitatif berpendirian bahwa untuk memahami subyek adalah dengan melihatnya dari sudut pandangan subyek sendiri, artinya dalam melakukan penelitian kualitatif, peneliti menggunakan pendekatan mengkontruksikan penelitiannya.
c.
Subjek Penelitian
Subyek dalam penelitian kualitatif disebut juga dengan informan. Informan adalah seseorang yang sangat penting karena memiliki informasi (data) banyak mengenai objek yang sedang diteliti, dimintai informasi mengenai objek peneliti tersebut. Lazimnya informan adalah penelitian berupa “kasus” dapat berupa lembaga atau organisasi atau institusi sosial. Di antara sekian banyak informan tersebut ada yang disebut narasumber kunci (key informan) yaitu seorang ataupun beberapa orang yang paling banyak menguasai informasi (paling banyak tahu) mengenai objek yang akan diteliti ( Sugiono, 2005). Tabel. 3.1 Data Responden No 1
2 3 4 5 6
7 8 9 10
Nama Hj. Nurul Laila Hastuti
Jenis Usaha Handicraft
Jabatan
Wakabid. Dana dan Usaha Hj. Lidya Rini Hartono Jajanan Pasar Ketua Yohana Rahayu Produksi Roti Anggota Anggraeni Bakar Sri Kusiminah Sanggar Kabid.Umum Sukaryono Dekorasi Ning Blekok Batik Blekok Anggota Amila Produksi Roti Anggota Kering Dan Roti Basah Hj.Munifah Wo Anggota Yuniar Alfa Flanel Dan Kain Anggota Perca Sulistiyani Produksi Sprei Anggota Enny Listiyawati Produksi Tas Anggota Rajut
Lama Usaha 2009
1990 2003 1990 2009 2001
1975 2005 2002 2000 12
d.
Objek Penelitian
Objek penelitian adalah keseluruhan gejala yang ada di sekitar kehidupan manusia. Apabila dilihat dari sumbernya, maka objek penelitian kualitatif adalah situasi sosial yang terdiri dari tempat, perilaku, dan aktivitas yang berinteraksi secara sinergi (Sugiono, 2005). Selanjutnya objek dalam penelitian ini adalah motivasi perempuan pebisnis dalam budaya Jawa.
e.
Metode Pengumpulan Data
Dalam rangka pengumpulan data dalam kegiatan penelitian diperlukan cara-cara teknik pengumpulan data tertentu, sehingga proses penelitian dapat berjalan dengan lancar. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan wawancara, dokumentasi dan studi pustaka. f.
Teknik Analisis Data
Melakukan analisis berarti melakukan kajian untuk memahami struktur suatu fenomena-fenomena yang berlaku dilapangan. Analisis dilaksanakan dengan melakukan telaah terhadap fenomena atau peristiwa secara keseluruhan, maupun terhadap bagian-bagian yang membentuk fenomena-fenomena tersebut serta hubungan keterkitannya Iskandar (2010). Menurut Bogda dan Taylor dalam Iskandar (2010) menyatakan analisis data sebagai proses yang mencari usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan ide seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan ide itu. Analisis model miles dan Huberman. Analisis data penelitian kualitatif dapat dilakukan melalui langkah-langkah ; (1) reduksi data, (2) display / penyajian data, dan (3) mengambil kesimpulan lalu diverifikasi. g.
Keabsahan Data Dalam menguji keabsahan data peneliti menggunakan teknik triangulasi, yaitu pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut, dan teknik triangulasi yang paling banyak digunakan adalah dengan melalui sumber yang lainnya. PEMBAHASAN Motivasi Perempuan Pebisnis a.
Kebutuhan berprestasi (need for achievement) 13
Setiap orang memiliki keinginan yang kuat untuk berhasil. Keinginan yang dimiliki oleh seseorang akan membuat orang tersebut berjuang lebih keras untuk memperoleh pencapaian pribadi daripada memperoleh penghargaan. Orang-orang yang memiliki kebutuhan pencapaian yang tinggi cenderung tertarik dengan bagaimana mereka bekerja secara pribadi dan tidak akan mempengaruhi pekerjaan orang lain untuk bekerja dengan baik. Orang-orang seperti itu mencoba untuk mendapatkan kepuasan dalam melakukan hal-hal yang lebih baik. Berikut adalah penyataan dari informan: “ I2 : Hobi trus orang pada seneng saya juga seneng akhirnya saya termotivasi bikin bisnis ini.” “ I4 : Saya hadapi saya senangi dan kepuasan. Kalau kerja berat pun pasti merasa senang tapi kalau kita cuman ngejar untung kalau gak untung kita akan patah semangat. Kesenanagan itu nomer satu, mencari uang itu nomer dua. “ “ I7 : Kalau dari hati tuh senang. Meskipun dibayar berapapun kalau dari hati pasti senang. “ I9 : Hobi karena saya suka menjahit. Jadi saya kalau menjahit saya tuh merasa senang.” Dalam menjalankan bisnis perempuan pebisnis lebih cenderung merasakan kepuasan. Merasa senang disaat melihat orang lain senang dengan apa yang mereka lakukan. Kepuasan yang mereka dapatkan bukan berbentuk uang melainkan kepuasan melihat pembeli senang dan senang dengan apa yang mereka kerjakan. Keinginan mereka hanya sebatas membantu suami mereka dalam menambah income keluarga. Berikut adalah pernyataan dari informan : “ I2 : Untuk menambah penghasilan keluarga.” “ I5 : membantu suami bekerja untuk mendapatkan uang tambahan.” “ I6 : Untuk membantu perekonomian keluarga.” “ I8 : membantu suami dalam mencari uang untuk keluarga.” Mereka menjalankan bisnis tidak mengejar keuntungan yang besar. Barang dagangan laku terjual mereka sudah merasa senang. Keinginan mereka hanya ingin membantu suami mereka dalam mencari tambahan pendapatan untuk memperbaiki perekonomian keluarga. Selain membantu suami untuk mendapatkan income keluarga, melihat anak-anak sukses. Menyekolahkan anakanak sampai ke jenjang yang lebih tinggi dan lulus dari perguruan tinggi adalah harapan mereka. Memperjuangkan cita-cita anak-anak mereka jangan sampai putus di tengah jalan karena tidak ada biaya. Berikut adalah penyataan dari informan : “ I3 : Saya ingin memperjuangkan cita-cita anak saya.” “ I4 : Saya semangat untuk menyekolahkan anak-anak sampai lulus sarjanah.” “ I5 : Anakku harus kuliah semua dan kebutuhan mereka harus tercukupi.” Keinginan yang sangat besar ingin melihat anak-anak sukses membuat mereka tidak putus asa dalam mencari uang. Setiap masalah ada masalah dalam berbisnis mereka menganggap itu semua adalah ilmu baru untuk mereka dalam berbisnis. Jatuh bangun menjalankan bisnis mereka rasakan dengan penuh ikhlas demi masa depan anak-anak mereka. Mereka tidak mau bergantung sepenuhnya 14
pada suami. Mereka ingin mandiri secara financial seandainya suami mereka pensiun /sakit/ meninggal dan anak-anak masih membutuhkan biaya untuk sekolah. Mereka sudah memiliki cadangan untuk membiayai kehidupan mereka dan anak-anak mereka. Berikut pernyataan dari informan : “ I5 : saya tidak mau tergantung dengan suami saya.” “I6 : saya tidak mau tergantung dengan suami saya.” “I8 : Saya ingin punya pengahasilan sendiri.” “ I9 : saya berpikir kenapa saya tidak menghasilkan uang sendiri. Kalau saya pengen bantu saudara saya harus bilang suami dan minta uang pada suami. Kalau saya punya uang sendiri kan saya bisa membantu saudara saya tanpa harus minta uang sama suami. Keinginan yang kuat untuk bisa mandiri secara financial membuat mereka semangat dalam menjalankan bisnis. Mereka tidak ingin selamanya bergantung kepada suami mereka. Walaupun mereka terjun kedunia bisnis hanya untuk mencari tambahan pendapatan tapi mereka menjalankan dengan sungguhsungguh. Mereka total dalam menjalankan bisnis yang mereka jalankan. Mereka ingin suatu hari nanti berkembang dan menjadi bisnis yang besar. b. Kebutuhan Kekuasaan (Need For Power) Keinginan akan kekuasaan biasanya memiliki keinginan untuk mempengaruhi, melatih, mengajar atau menyemangati orang lain. Orang yang memiliki kebutuhan keuasaan tinggi lebih suka bertanggung jawab, berjuang untuk mempengaruhi orang lain. Senang ditempatkan dalam situasi yang kompetitif. Kebutuhan kekuasaan yang nantinya akan membuat perempuan pebisnis ini sukses dalam menjalankan bisnis mereka. Kemampuan dalam memimpin dibutuhkan dalam menjalankan bisnis. Perempuan pebisnis juga memiliki kemampuan dalam mengajak orang disekitar rumah mereka untuk bisa seperti mereka ataupun bekerja sama dengan mereka. Berikut pernyataan dari informan : “ I1 : saya bepikir kalau saya bisa memberdayakan lingkungan kenapa enggak. Karena saya juga tidak punya jahit dan ibu-ibu disini juga pada punya jahit, orderan kan sepi. Ya sudahlah saya orderin saja saya yang design dan mereka yang menjahit, cari tukang bordir dll.” “ I6 : kalau disini saya gak pernah diem dirumah saya dijadikan contoh. Itu lo kayak mbak Mila. Jadi mereka juga ikut usaha meskipun kecilkecilan.” Pengaruh mereka sebagai perempuan pebisnis di lingkungan tempat tinggal mereka sangat besar. Tetangga melihat mereka sebagai orang yang bisa di contoh kerja kerasnya dalam membangun perekonomian keluarga. Banyak tetangga yang ingin kerja bersama mereka. Menjadi karyawan bisnis mereka. Mereka juga ingin mengajak semua orang terutama tetangga dekat rumah mereka untuk bekerja bersama-sama. Meskipun terlahir sebagai perempuan dan sekarang menjadi ibu rumah tangga harus tetaplah menjadi orang yang bermanfaat. Tidak 15
hanya menghabiskan uang suami dan ngrumpi di depan rumah. Minimal mereka bisa melakukan sesuatu untuk keluarga. Mereka mencoba untuk mengajak para tetangga bekerja sama dengan bisnis mereka. memberikan kesempatan kepada para tetangga untuk bisa berkembang bersama mereka. Membantu mereka dalam memmasarkan produk yang dihasilkan oleh tetangga atau orang lain. Membantu ibu-ibu yang tidak memiliki pekerjaan bisa menjual barang jualan mereka. Berikut pernyataan dari informan : “ I9 : Saya cuman mau membantu ibu-ibu yang mau menjualkan sprei saya karena mereka ingin membiayai anak-anak mereka sekolah.” Memberikan kesempatan kepada orang lain menjadi karyawan yang menjual barang-barang bisnis mereka. Mereka menunjukkan kalau mereka bisa mempengaruhi orang lain untuk melakukan apa yang ingin dia lakukan. Menjadi pebisnis harus memiliki sifat berwibawa dan tanggung jawab sebagai pemimpin yang bisa dihormati oleh karyawannya. Tanpa mereka perintah karyawan akan dengan sendirinya menuruti apa yang diperintahkan oleh mereka. Kata-kata yang keluar dari mulut mereka akan dipatuhi oleh karyawan yang bekerja dengan mereka. Karena harga diri mereka sangat penting buat mereka. Mereka tidak mau dianggap tidak bisa menjadi seorang pemimpin dalam menjalankan bisnis. harga diri mereka sangatlah penting dihadapan karyawannya. c.
Kebutuhan Hubungan (Need For Affiliation)
Kebutuhan hubungan adalah kebutuhan untuk memperoleh hubungan sosial yang baik dengan orang lain. Memiliki motif yang tinggi untuk bersahabat dengan orang lain. Lebih menyukai kondisi kooperatif (dibanding dengan komperatif). Orang yang memiliki kebutuhan hubungan ingin disukai oleh orang lain. Biasanya orang-orang seperti ini tidak cocok menjadi pemimpin karena mereka mementingkan perasaan yang tinggi. Dalam kebutuhan hubungan perempuan pebisnis memiliki hubungan yang baik kepada temaa-teman maupun kepada konsumen. Menjalin hubungan yang baik dengan teman-teman sesama pebisnis dan konsumen membantu mereka dalam melancarkan bisnis yang mereka miliki. Berikut pernyataan dari Informan : “I3 : Banyak yang membantu saya dari bahan-bahan mereka tetep mensuplay tapi dengan sistem pembayaran bayar ambil selanjutnya. Harga roti 1 bungkusnya Rp 3000. Mereka mengakui Kualitas roti kami memang bagus.” “ I5 : saya tawarkan kepada teman-teman, saudara-saudara dan saya titipkan sama kakakku karena kakaku tuh darmawanita dan akhirnya sampai seperti ini.” “ I6 : Nitip bawa sampel, karena habis lebaran banyak yang nolak. Tapi saya tidak patah semangat. Akhirnya saya jadwal Semarang Utara daerah Bulu, Karangayu sampai sekarang masih. Trus daerah peterongan. Pertama kali yang nerima tuh namanya mbk ema dikios dalem. La itu, mbk saya minta 5 toples 1 toplesnya tuh 7 kg saya kaget. Duh enak juga ya 16
mudah gitu trus dipasar Bulu trus dipasar Johar trus saya coba tawarkan di dargo itu ada cina yang ambil trus akhirnya kebablasen seneng.” “I9 : saya pasarkan di seksi ekonomi di persit dan laku orang pada seneng karena tidak lungset. Akhirnya dari mulut ke mulut pemasarannya.” Menjalin hubungan baik dengan orang lain sangat membantu dalam menjalankan bisnis mereka. Perempuan pebisnis membutuhkan jaringan luas dalam memasarkan bisnis mereka. Menjalankan bisnis harus memiliki jaringan yang luas untuk memperlancar bisnis. Menjaga hubungan baik dengan konsumen membuat mereka mudah dalam memperkenalkan produk mereka. Konsumen baru akan datang dari konsumen lama yang pernah membeli produk mereka. Mereka akan mendapat promosi gratis melalui konsumen-konsumen mereka maupun lewat teman-teman mereka. Mereka juga menjalin hubungan yang sangat baik dengan tetangga. Mereka masih ikut menjalani arisan RT dan pengajian yang ada di sekitar rumah mereka. berikut pernyataan dari informan : “I1 : saya masih ada waktu untuk pkk dan pengajian.” “I5 : saya kan gak ada waktu untuk ngerumpi kecuali pas arisan dan kumpulan RT.” Perempuan yang mmemiliki bisnis bisa membuktikan kalau mereka masih bisa berkumpul dengan para tetangga dan menjalin hubungan yang baik dengan tetangga. Pernyataan itu juga didukung dengan pernyataan informan (I3 dan I4) setiap ada yang sakit di sekitar rumah, mereka selalu diajak untuk menjenguk. Kalau mereka tidak bisa ikut menjenguk para tetangga tahu kalau mereka lagi sibuk bekerja dan para tetangga memaklumi itu. Sifat penuh persahabatan yang membuat mereka bisa diterima dimasyarakat dan mudah dalam menjalankan bisnis mereka. Menjalin hubungan baik dengan semua orang akan mempermudah mereka membentuk jaringan bisnis yang nantinya akan membuat bisnis mereka berkembang. Suka bersosialisasi dengan orang banyak akan memberikan mereka pengalaman-pengalaman baru. Mereka bisa saling memberikan saran-saran mengenai bisnis yang dijalankan oleh mereka. Bisa saling bertukar pikiran mengenai bisnis, baik dari segi pendapatan modal sampai pengembangan bisnis.
KESIMPULAN Motif berprestasi dalam berbisnis terletak pada kemauan dan kemampuan untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dan efisien, seseorang akan menjadi giat dan tekun dalam berupaya, tidak hanya sekedar mencari keuntungan, namun berusaha lebih keras agar mencintai pekerjaan untuk mendapatkan kepuasan dalam hidup. Keuntungan dalam berbisnis itu nomer dua. Kepuasan yang didapat dalam berbisnis adalah tipe orang yang memiliki motif berprestasi. Pebisnis dengan motif berkuasa adalah orang yang bisa mempengaruhi orang lain dengan caranya sendiri. Lebih mementingkan kedudukan dan harga diri. Orang yang memiliki motif berkuasa akan sukses menjadi seorang pemimpin 17
atau pebisnis. Dengan keahlianya dalam mempengaruhi orang lain secara tidak langsung orang lain akan mengikuti perintah orang yang memiliki motif berkuasa. Motif afiliasi dalam menjalankan bisnis lebih senang menjalin persahabatan dengan orang lain. Motif afiliasi yang dimiliki oleh perempuan pebisnis menunjukkan kalau perempuan pebisnis menjalin hubungan baik dengan sesama pebisnis maupun kepada konsumennya. Pebisnis yang memiliki motif afiliasi dengan sistem percaya kepada konsumen karena konsumen diperlakukan seperti teman sendiri. Keterbatasan Penelitian 1. Peneliti hanya mengambil objek penelitian pada satu organisasi perempuan pebisnis yang ada di Semarang. 2. Penelitian ini hanya dibatasi oleh perempuan pebisnis Jawa di Semarang. 3. penelitian ini hanya dibatasi oleh motivasi Mc.Clallend. Penelitian Mendatang 1. Agenda penelitian mendatang diharapkan dapat meneliti mengenai perempuan pebisnis selain perempuan bisnis Jawa. 2. untuk penelitian mendatang diharapkan dapat meneliti beberapa organisasiorganisasi bisnis yang lain seperti HIPMI, Kowani dll. 3. untuk penelitian selanjutnya dapat pula digunakan teori motivasi yang lain seperti teori motivasi Maslow yang mendukung dalam penelitian mengenai motivasi bisnis yang ada di Semarang. DAFTAR PUSTAKA Alma, Buchari, 2010, Kewirausahaan, Alfabeta, Bandung. Aramand, M and Terhune, T , 2010, “Women Entrepreneurship in Mongolia: The Role of Culture”, Hannam University. Bruni, A, Gherardi, S and Poggio, B, 2004, “Entrepreneur Mentality, Gender And Study Of Women Entrepreneur’s”, Journal of organizational change, pp. 256-268. Budiati, Atik Catur, 2010, “Aktualisasi Diri Perempuan Dalam Sistem Budaya Jawa”, Pamator, Volume 3, Nomor 1, 51-59. Budi Susanto, dkk, 1992, Citra Wanita dan Kekuasaan (Jawa), Kanisius, Yogyakarta. Decker, Wayne et al, 2012, “Affiliation Motivation And Interestin Entrepreneurial Careers”, Journal of Managerial Psychology, Vol. 27 No. 3, pp. 302-320. Dedi Mulyana, 2004, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. Emzir, 2011, Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data, Rajagrafindo Persada, Jakarta. Fakih, Mansour, 1996, Analisis Gender dan Tranformasi Sosial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
18
Hasan, Sandi Suwardi, 2011, Pengantar Cultural Studies, AR-RUZZ Media, Yogyakarta. Henry, Colette, 2008, “Women Entrepreneurs”, SAGE Publications, Inc, United States of America. ________, 2012, Perempuan, http://beritasurabaya.net/, diakses tanggal 06 Januari 2014. ________, 2012, Kisah-CeritaSejarah, http://kisah-ceritasejarah.blogspot.com/2012/07/perempuan- dalam-adat-jawa.html, diakses tanggal 17 Desember 2013. ________, 2013, Wanita Dalam Budaya Jawa, http://sainswindow.blogspot.com, diakses tanggal 20 Desember 2013. ________, 2013,Perempuan Dominasi 60 % Jagad http://swa.co.id/, diakses tanggal 10 Januari 2014.
Wirausaha
Tanah
Air,
________, 2012, 3 Tantangan Pebisnis Perempuan, http://www.sby.dnet.net.id, diakses tanggal 25 November 2013. ________, 2011, 3 Problem yang Dihadapi Perempuan http://www.Kompas.com, diakses tanggal 25 November 2013.
Wirausaha,
Iskandar, 2009, Metodologi Penelitian Kualitatif, GP Press, Jakarta. Kinanthi, 2011, Filosofi Perempuan Jawa, Kinicki, Angelo and Kreitner, Robert, 2005, Perilaku Organisasi, Salemba Empat, Jakarta. Kinicki, Angelo and Kreitner, Robert, 2014, Perilaku Organisasi, Salemba Empat, Jakarta. Koentjaraningrat, 1997, Kebudayaan Jawa, PN Balai Pustaka, Jakarta. Lee, J, 1996, “ The Motivation Of Women Entrepreneurs in Singapore “, Women in Management Review, Volume 11. Number 2. Lincoln, Yvonna S and Denzin, Norman K, 2009, Qualitative Research, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Longenecker et al, 2001, Kewirausahaan, Salemba Empat, Jakarta. Luthans, Fred, 2006, Perilaku Organisasi, ANDI Yogyakarta, Yogyakarta. Moleong, Lexy, 2005, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosda Karya, Bandung. Rahmawati, 2010, Modernisasi Dan Peran Perempuan Dalam Pembangunan, prodibpi.wordpress.com, diakses tanggal 30 maret 2014. Rahmi Febrina, 2013, perempuan dan pembangunan nindyasakura.wordpress.com. diakses tgl 30 maret 2014.
(WID,WAD,GAD),
19
Ribhan, 2007, “Analisis Perbandingan Kemampuan Entrepneurship Antara Pengusaha Wanita dan Pria pada Usaha Kecil dan Menengah di Bandar Lampung”, Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol 3 No 2 Hal 129 -257. Ridjal, Fauzie, 1993, Dinamika Gerakan Perempuan di Indonesia. PT. Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta. Robbins, Stephen, S, 2009, Perilaku Organisasi, PT. INDEKS Kelompok Gramedia. Sarri, Katerina and Trihopoulou, Anna, 2005, “ Female Entrepreneurs’ Personal Characteristics and Motivation : A Review of the Greek Situation”, Women in Management Review, Vol. 20 No. 1, pp 24-36.
Siswanto, Victorianus Aries, 2009, Studi Peran Perempuan Dalam Pengembangan Usaha Kecil Menengah Melalui Teknologi Informasi Di Kota Pekalongan, DINAMIKA INFORMATIKA – Vol I No 1. Soedjipto Abimayu, 2013, Babad Tanah Jawi, Laksana, Yogyakarta. Spradley P., James, 2006, Metode Etnografi (terj. Elizabeth, Misbah Z.), Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogyakarta. Sri Lestari Prasilowati, 2000, AN ANALYSIS OF WOMEN'S EDUCATION IN INDONESIA:EMPOWERMENT AND BARRIERS, Thesis International Development Studies Saint Mary's University Halifax – Canada. Sugiyono, 2009, Memahami Penelitian Kualitatif, Alfabeta, Bandung. Suharsimi Arikunto, 2010, Manajemen Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta. Sukrin, Sri Suhandjati dan Ridin Sofwan, 2001, Perempuan dan Seksualitas dalam Tradisi Jawa, Gama Media, Yogyakarta. Suryana, 2013, KEWIRAUSAHAAN, Salemba Empat, Jakarta. Tulus Tambunan, 2002, Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia, Salemba Empat, Jakarta.
Tulus Tambunan, 2012, Wanita Pengusaha Di Umkm Di Indonesia: Motivasi Dan Kendala, LPFE Trisakti University, Jakarta. Waluya Jati, 2009, “Analisis Motivasi Wirausaha Perempuan (Wirausahawati) di Kota Malang”, HUMANITY, Volume IV Nomor 2, Maret 2009 : 141-153. Windasari, M, 2010, Konsep Gender, http://repository.usu.ac.id/, diakses tanggal 24 Januari 2014.
________, 2013, 20 Wanita Profesional dan Pengusaha Indonesia Paling Sukses Sepanjang Masa Versi Indoline, 20
http://newindonesiaonline.wordpress.com/, diakses tanggal 05 Maret 2014. ________,______, gender dan definisi hingga implementasi, bulletin.penataanruang.net, diakses pada tanggal 30 maret 2014.
21