JurnalBioprosesKomoditasTropis Vol. 1 No. 2, Agustus 2013
Perekayasaan Pangan Berbasis Produk Lokal Indonesia (Studi Kasus Sosis Berbahan Baku Tempe Kedelai) Food Engineering Based on Indonesian Local Product (Case Study of Tempeh Sausages) Dina Wulandari*), Nur Komar, Sumardi Hadi Sumarlan Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi Pertanian - Universitas Brawijaya Malang Jl. Veteran - Malang 65145, Indonesia - Telp. (0341) 551611 *) Penulis korespondensi, Email :
[email protected]
Abstrak Perubahan bentuk dan kualitas pangan tempe kedelai dalam pengolahan sosis diharapkan menjadi alternatif pengembangan produk sosis. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh komposisi yang dipilih bernilai baik juga pengaruhnya terhadap sifat fisik, kimia dan organoleptik sosis tempe; dan mengetahui keseimbangan massa yang terjadi pada proses pengolahannya; serta mengetahui kelayakan usaha dinilai dari aspek finansial. Metode penelitian digunakan mathematical additive model dengan pendekatan empirik dengan variasi campuran bahan yakni proporsi penambahan putih telur (5% dan 8%) dan tepung tapioka (12%; 17%; 25%). Hasil penelitian menunjukkan formulasi penambahan 25% tepung tapioka dan 8% putih telur menghasilkan komposisi yang dipilih bernilai baik terhadap sifat fisiknya meliputi rerata kadar air 44.88%, tekstur kekerasannya 1.86 kgf/cm 2, dan rerata pengembangan volume 18.76 cm3; sifat kimianya meliputi kadar protein 6.37% dan kadar lemak 13.19%; serta uji organoleptik produk meliputi rerata tingkat kesukaan agak disukai dengan skor warna 4.55, rasa 5.30 dan aroma 5.40, serta tekstur yang disukai dengan skor 5.95. Kelayakan finansial usaha diperoleh Harga Pokok Produksi tiap bungkus sosis Rp1.080,00. Usaha sosis tempe pada tingkat harga jual Rp1.296,00 mengalami Titik Impas pada pendapatan minimum Rp154.388.402,53 atau mampu mencapai target penjualan produk sebanyak 2.318 kemasan toples. Pada penerimaan proyeksi usaha lima tahun maka dapat diketahui bahwa periode pengembalian investasi dapat dicapai selama 3 tahun 5 bulan 7 hari. Usaha ini dinilai layak efisien dan menguntungkan sesuai dengan perolehan rasio total hasil penerimaan dengan total biaya pengeluaran sebesar 1.20. Kata kunci : Sosis, Tempe kedelai, Keseimbangan massa. Abstract Food quality of proceeding tempeh in sausage is expectable to be alternative sausage product development. This research aims to gain composition which chooses to had good value along with physical, chemical characteristic and organoleptic tempeh sausage; and knowing mass balance that occured on it proceed; also knowing feasibility study valuated from financial aspect. Mathematical additive model is used with empiric approximation with variant of ingredients mixing is defined by albumine proportion (5% and 8%), and tapioca flour proportion (12%; 17%; 25%) to get good value mixing products. This study had been shown results that formulation of tempeh sausage by adding 25% tapioca flour and 8% albumine chooses to had good quality toward physical characteristic such as 44.88% water-content (wet-basis) and 1.86 kgf/cm2 texture measurement, and volume expansion 18.76 cm3; chemical charateristic including 6.37% protein-content and 13.19% fat-content in average; also organoleptic test include average liked-scale had rather like scored by color 4.55, taste 5.30, flavour 5.40, and preferably texture scored 5.95. Financial feasibility of manufacture obtain Cost of good manufacturing each sausage was Rp1,080.00. Sausage tempeh manufactured with sales price Rp1,296.00 would break-even at minimum revenue Rp154,388,402.53 or able to reach sales target minimum at 2.318 unit. Manufacture projecting on five years get the result of payback period as long as 3 years 5 month and 7 days. This manufactured estimate to be efficient and profitable accord with 1.20 Return Cost Ratio, explain that every Rp 1.00 investment can get Rp 1.20 revenue in exchange. Keywords: Sausages, Tempeh, Mass Balance.
73
JurnalBioprosesKomoditasTropis Vol. 1 No. 2, Agustus 2013
PENDAHULUAN Perkembangan historis dan kultural menunjukkan sebagian besar penduduk Indonesia menggunakan tempe kedelai dalam pola makanan tradisionalnya. Menurut Astuti (1995), tempe merupakan sumber protein potensial dari nilai gizi yang seimbang protein hewani daging sapi dengan harga relatif murah dan tekstur yang menyerupai daging. Selain itu, proses fermentasi menjadikannya memiliki daya cerna dan asam amino essensial relatif tinggi dibandingkan bahan dasarnya (Syarief dkk.,1999). Namun, selama ini tempe kedelai belum mampu diangkat menjadi produk yang bergengsi. Penggunaan tempe kedelai menjadi olahan sosis diharapkan dapat berkembang menjadi alternatif sajian pangan tersier yang bergizi. Sosis merupakan produk sistem emulsi, stabilitas emulsi dapat dicapai bila globula lemak yang terdispersi dalam emulsi diselubungi oleh emulsifier (protein daging) yang dimantapkan oleh binder dan filler (Kanoni, 1993). Permasalahan yang sering kali timbul dalam pembuatan sosis ialah pecahnya emulsi, tekstur yang meremah (tidak kompak), terlalu keras maupun terlalu lembek, dan daya ikat air yang rendah akibat proses perlakuan emulsifikasi yang tidak baik. Mutu sosis dapat ditingkatkan dengan menaikkan daya ikat air dan emulsi lemak menggunakan bahan pengikat dan pengisi yang tepat. Berdasarkan pengujian rutin tahun 1960 menunjukkan rata-rata kandungan sosis daging yakni kadar air 67-68%, protein 14-16% dan lemak 5-6% (Amano dalam Borgstorm, 1965). Penggunaan bahan baku tempe yang ditepungkan menjadi bahan dasar pembuatan sosis tempe dimana digunakan kombinasi tepung tapioka sebagai bahan pengisi dan putih telur sebagai bahan pengikat. Bahan pengisi adalah bahan yang mampu mengikat sejumlah air, tetapi mempunyai pengaruh yang kecil terhadap emulsifikasi (Soeparno, 1998). Tepung tapioka banyak digunakan sebagai bahan pengisi karena kemampuan menyerap air dan dalam suhu panas akan membentuk gel, sehingga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki tekstur produk olahan pangan (Mc. Williams, 1997 dalam Widyastuti dkk., 2000). Fungsi penambahan putih telur dalam pembuatan sosis yaitu kemampuan mengikat air untuk meningkatkan WHC (Water Holding Capacity) serta mengemulsikan lemak sehingga lebih stabil. Desrosier (1998) menyatakan denaturasi dan koagulasi protein putih telur dapat terjadi pada suhu antara 57-82oC. Tujuan penelitian ini ialah untuk memperoleh formulasi komposisi yang dipilih bernilai baik dan pengaruhnya terhadap sifat fisik, kimia dan organoleptik sosis tempe, serta mengetahui keseimbangan massa yang terjadi dalam proses pengolahannya. Studi kelayakan usaha disertakan untuk memperoleh perkiraan usaha yang dinilai dari beberapa aspek finansialnya apabila aktualisasi produksi dilakukan. Analisa finansial yang dilakukan untuk mengetahui nilai Harga Pokok Produksi (HPP), Titik Impas (Break Even Point), Periode Pengembalian (Payback Period), dan efisiensi usaha dengan perhitungan Rasio Penerimaan dengan Biaya (R/C Ratio). METODE PENELITIAN Bahan. Bahan baku yang digunakan ialah tempe kedelai murni tanpa campuran (terfermentasi 24 jam) yang diperoleh dari daerah Sanan, Malang. Tepung tempe kedelai yang digunakan berwarna putih kecokelatan, bersih dan butirannya halus serta berukuran 80-100 mesh (Syarief dkk., 1999). Komposisi bahan lainnya antara lain tepung tapioka, putih telur ayam, karagenan, rempah-rempah berupa bawang putih bubuk, lada putih bubuk, dan bubuk pala, gula, garam halus, minyak nabati, air, serta dipergunakan plastik berdimensi tebal 0.03 mm dan lebar 3 cm yang digunakan sebagai selongsong (casing) sosis. Alat. Alat yang dipergunakan dalam proses pembuatan sosis tempe antara lain pisau, panci pengukus, kompor, sendok, spatula, gunting, piping bag, mangkok. Sedangkan alat yang dipergunakan untuk analisa meliputi timbangan digital Denver Instrument M-310, timbangan digital MettlerPM 460, termometer, oven Heraeus T 5050, Hand Penetrometer Force Gauge PCE-FM200, jangka sorong dan penggaris, desikator, cawan. Metode Penelitian Alur proses pembuatan sosis tempe terdapat pada Gambar 1 sedangkan alur proses pembuatan tepung tempe kedelai 80 mesh dengan perlakuan pemblansiran terdapat pada Gambar 2. Metode penelitian yang digunakan adalah mathematical additive model dengan pendekatan empirik yakni dengan rumus umum : yij = µ + i + βj + ij
74
JurnalBioprosesKomoditasTropis Vol. 1 No. 2, Agustus 2013
Dimana : yij = µ = i = βj = ij =
pengamatan pada perlakuan-i dan perlakuan-j rataan umum pengaruh perlakuan-i pengaruh perlakuan-j pengaruh acak pada perlakuan-i dan perlakuan-j
Sehingga apabila perlakuan-i ialah dengan penambahan putih telur dan perlakuan-j dengan penambahan tepung tapioka dan dengan asumsi µ=0 ; ij=0 maka diperoleh persamaan : yij = i + βj Adapun variasi campuran bahan dari dua faktor untuk memperoleh campuran yang baik. Perlakuan pendahuluan dengan pemblansiran sebagai upaya untuk meminimalisir rasa tempe yang tidak diinginkan seperti halnya langu dan getir hingga pahit. Proporsi penambahan putih telur sebagai bahan pengikat terdiri dari 2 level dan tepung tapioka sebagai bahan pengisi terdiri dari 3 level. Faktor I : Perbandingan proporsi penambahan putih telur (T) T1 = 5% penambahan putih telur (b/berat adonan) T2 = 8% penambahan putih telur (b/berat adonan) Faktor II : Perbandingan proporsi penambahan tepung tapioka (K) K1 : 12% penambahan tepung tapioka (b/berat adonan) K2 : 17% penambahan tepung tapioka (b/berat adonan) K3 : 25% penambahan tepung tapioka (b/berat adonan) Kelayakan Finansial Analisis finansial dilakukan sebagai upaya untuk memperkirakan sejauh mana usaha yang telah dirancang mampu mencapai keberhasilan atau layak untuk dilaksanakan yang didasarkan pada perhitungan aspek finansial. MULAI
Tepung Tapioka dan Putih Telur sesuai variasi proporsi perlakuan, tepung tempe 80 mesh, rempah 3%, gula 1.25%, Garam 1.25%, Minyak nabati 13%, Karageenan 2%, Air 35%
Pencampuran
Adonan Sosis Tempe
Stuffing
(casing p=12 cm; Ø= 3 cm)
Diukur massa dan suhu adonan Diukur massa dan volume awal sosis mentah
Pemasakan dengan pengukusan (100 + 5oC selama 30 menit)
Desikator
Sosis Tempe
Analisa 1. Kadar Lemak 2. Kadar Protein 3. Kadar Air 4. Tekstur
Pemasakan dengan digoreng (selama + 3 menit)
Pengukuran 1. Massa 2. Volume akhir 3. Temperatur akhir
Sosis tempe yang digoreng
Uji organoleptik
SELESAI
Gambar 1. Alur proses pembuatan sosis tempe
75
JurnalBioprosesKomoditasTropis Vol. 1 No. 2, Agustus 2013
MULAI Ditimbang massa tempe segar
Tempe kedelai segar
Dipotong dadu kecil-kecil
Pemblansiran dengan pengukusan (100 ͦ C selama + 10 menit)
Desikator Ditimbang massa tempe blanch
Tempe kedelai blanch
Pengeringan oven (+ 600C selama 24 jam) Desikator Ditimbang massa tempe kering oven
Tempe kedelai kering
Penggilingan
Tepung tempe tak lolos 80 mesh
Pengayakan (80 mesh) Ditimbang massanya lalu dilakukan analisa : - Kadar air - Kadar lemak - Kadar protein
Tepung tempe kedelai 80 mesh
SELESAI
Gambar 2. Alur proses pembuatan tepung tempe kedelai 80 mesh dengan perlakuan pemblansiran Harga Pokok Produksi (HPP) Biaya produksi merupakan jumlah keseluruhan dari biaya tetap dan biaya tidak tetap dalam satu tahun yang meliputi bahan baku dan bahan pembantu, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik (Kartadinata, 1990). HPP dapat dihitung dengan menggunakan rumus: HPP (Rp) =
TC (Rp) Q (unit)
Break Even Point (BEP) Break Even Point (BEP) atau titik impas memberikan petunjuk bahwa tingkat produksi telah menghasilkan pendapatan yang sama besarnya dengan biaya produksi yang dikeluarkan (Soeharto, 1995). Dalam perhitungan BEP ini diasumsikan biaya variabel naik sebanding dengan volume produksi. Perhitungan BEP adalah sebagai berikut: BEP (unit) BEP (rupiah)
FC P VC FC = 1 VC P =
Payback Period Pay Back Period yaitu waktu yang dibutuhkan agar manfaat proyek telah menutupi seluruh biaya yang dikeluarkan sebelumnya. Untuk mendapatkan nilai waktu yang sebenarnya, maka biaya dan manfaat yang digunakan juga nilai sebenarnya (dengan diskonto). Kriteria ini konsepnya sama dengan Break Event Point, yaitu waktu ketika nilai input sama dengan nilai output, atau pada posisi keuntungan bernilai 0 (nol). Rumusan Payback Period
Dimana : PP : periode lama pengembalian modal (tahun) np : periode lama pengembalian ketika kumulatif arus kas bernilai sama dengan nol (tahun) a : Nilai investasi awal (Rp) b : kumulatif arus kas pada tahun ke-np (Rp) c : kumulatif arus kas pada tahun ke-np+1 (Rp)
76
JurnalBioprosesKomoditasTropis Vol. 1 No. 2, Agustus 2013
Efisiensi Usaha Return Cost Ratio merupakan perbandingan antara Total Revenue (TR) atau total penerimaan dengan Total Cost (TC) atau total biaya produksi. R/C dirumuskansebagaiberikut :
R/C TR TC
TR TC
=PxQ = TFC + TVC
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rerata Kadar Protein (%)
Kadar Protein Sosis Tempe Nilai kadar protein sosis tempe terhadap pengaruh perlakuan variasi proporsi tepung tapioka dan putih telur pada grafik yang tersaji pada Gambar 3 menunjukkan nilai kadar protein sosis tempe yang cenderung menurun seiring dengan penambahan komposisi tapioka dan putih telur. Namun nilai kadar protein sosis tempe yang dihasilkan masih lebih unggul bila dibandingkan dengan produk sosis siap makan yang beredar seperti sosis ayam champ 7.72% dan sosis sapi so nice 9.77%. 15
11.62
13.1 10.4
10.22
10
7.93
6.37
5 0
12 17 25 Proporsi Tepung Tapioka (%) proporsi putih telur 5% proporsi putih telur 8%
Gambar 3. Grafik kadar protein sosis tempe Nilai kadar protein sosis tempe sebagian besar diperoleh dari bahan baku yang digunakan yakni tepung tempe berasal dari tempe kedelai segar yang diperoleh dari daerah Sanan. Sedangkan nilai kadar protein bahan putih telur mengandung 11% (Doi dan Kitabatake, 1997) dan pada tapioka hanya mengandung 1.1% saja (Makfoeld,1982). Menurut Astawan dan Andreas (2008), tempe kedelai dalam 100 gr bahan kering memiliki kadar protein yang tidak jauh berbeda dengan kedelai yakni 46.5%. Hal ini sesuai dengan hasil analisa kadar protein yang dilakukan terhadap bahan baku tempe kedelai segar yang diolah menjadi tepung dengan ukuran 80 mesh memiliki rerata nilai kadar protein sebesar 48.46%.
Rerata Kadar Lemak (%)
Kadar Lemak Sosis Tempe Nilai kadar lemak sosis tempe terhadap pengaruh perlakuan variasi proporsi tepung tapioka dan putih telur pada grafik yang tersaji pada Gambar 4 menunjukkan nilai kadar lemak sosis tempe yang cenderung menurun seiring dengan penambahan komposisi tapioka dan putih telur. Sedangkan kadar lemak produk sosis siap makan yang beredar seperti sosis ayam champ 6.76% dan sosis sapi so nice 6.61%. 20 15
15.34 15.35
16.61
15.42
14.6
13.19
10 5 0 12 17 25 Proporsi Tepung Tapioka (%) Proporsi putih telur 5% Proporsi Putih Telur 8%
Gambar4.Grafik kadar lemak sosis tempe Sumber lemak terdapat pada bahan baku yang digunakan yakni tepung tempe berasal dari tempe kedelai yang diperoleh dari daerah Sanan dan penambahan minyak nabati sebesar 13% sehingga mempengaruhi nilai kadar lemak sosis tempe. Menurut Astawan dan Andreas (2008), tempe kedelai
77
JurnalBioprosesKomoditasTropis Vol. 1 No. 2, Agustus 2013
dalam 100 gr bahan kering memiliki kadar lemak yang tidak jauh berbeda dengan kedelai yakni 19.7%. Hasil analisa kadar lemak yang dilakukan terhadap bahan baku tempe kedelai segar yang diolah menjadi tepung dengan ukuran 80 mesh memiliki rerata nilai kadar lemak sebesar 25.77%. Sedangkan nilai kadar lemak tidak terdapat pada bahan putih telur (Doi dan Kitabatake, 1997) dan pada tapioka hanya mengandung 0.5% (Makfoeld,1982).
Rerata Kadar Air (%)
Kadar Air Sosis Tempe Nilai kadar air sosis tempe terhadap pengaruh perlakuan variasi proporsi tepung tapioka dan putih telur pada grafik yang tersaji pada Gambar 5 menunjukkan nilai kadar air sosis tempe yang cenderung meningkat seiring dengan penambahan komposisi tapioka dan putih telur. Produk sosis ayam champ memiliki kadar air 59.26% dan produk sosis sapi so nice yakni 23.35%. Nilai kadar air pada sosis tempe yang dihasilkan masih memenuhi ketentuan standar mutu sosis daging yang menyatakan standar produk sosis daging memiliki kadar air maksimal 67% (%bb). Keadaan ini dikarenakan adanya penambahan tepung tapioka dan putih telur yang mampu mengikat air dengan baik. 46.34
47 46 45 44 43 42
45.53
45.88
44.95 44.08
43.66
12
17
25
Proporsi Tepung Tapioka (%) Proporsi putih telur 5%
Proporsi Putih Telur 8%
Gambar 5. Grafik kadar air sosis tempe Protein dalam putih telur sebagian besar ialah albumin, dimana berupa sitoplasma yang utamanya terdiri dari air. Protein albumin ini dapat menghasilkan asam amino yang bermanfaat. Menurut Susrini dan Thohari (1989) menyatakan bahwa putih telur sebagai bahan pengikat mempunyai kemampuan mengikat molekul-molekul air yang cukup tinggi karena adanya gugus reaktif asam amino yang terkandung dalam protein putih telur sehingga air akan sulit untuk menguap.
Tekstur (Kekerasan) (Kg/cm2)
Tekstur Kekerasan Sosis Tempe Nilai tekstur kekerasan sosis tempe terhadap pengaruh perlakuan variasi proporsi tepung tapioka dan putih telur pada grafik yang tersaji pada Gambar 6 menunjukkan menunjukkan nilai tekstur sosis tempe yang cenderung meningkat seiring dengan penambahan komposisi tapioka dan putih telur. Nilai uji tekstur kekerasan sosis tempe mendekati nilai tekstur pada produk sosis ayam champ yaitu 2.14 kg/cm2, sedangkan pada produk sosis sapi so nice nilai teksturnya sebesar 1.77 kg/cm2. 3 2
2.08 1.21
1.12
1.86
1.26 1.16
1 0 12 17 25 Proporsi Tepung Tapioka (%) Proporsi Putih Telur 5% Proporsi Putih Telur 8%
Gambar 6. Grafik tekstur (kekerasan) sosis tempe Hal ini dikarenakan jumlah proporsi tapioka dan putih telur yang semakin besar mengurangi jumlah proporsi tepung tempe yang ditambahkan. Sebagian air dalam adonan diikat oleh molekulmolekul protein putih telur yang mengalami koagulasi sehingga tekstur menjadi lebih keras dan padat. Sedangkan tapioka yang digunakan sebagai bahan pengisi memiliki kemampuan gelatinisasi dan pembentukan gel sehingga dapat memperbaiki tekstur dari produk.
78
JurnalBioprosesKomoditasTropis Vol. 1 No. 2, Agustus 2013
Pengembangan Volume (cm3)
Volume Pengembangan Nilai volume ekspansi sosis tempe terhadap pengaruh perlakuan variasi proporsi tepung tapioka dan putih telur pada grafik yang tersaji pada Gambar 7 menunjukkan nilai koefisien ekspansi volume pada sosis tempe yang cenderung meningkat seiring dengan penambahan komposisi tapioka dan putih telur. 21 18 15 12 9 6 3 0
18.76
17.68 13.26 6.63
8.84
9.95
12
17 25 Proporsi Tepung Tapioka (%) Proporsi Putih Telur 5 % Proporsi Putih Telur 8 %
Gambar 7. Grafik pengembangan volume (△V) sosis tempe Komposisi bahan-bahan yang dicampur akan mempengaruhi hasil akhir produk. Tepung tapioca mengandung amilosa 17% dan amilopektin sebanyak 83% (Fennema, 1976). Menurut Whitt et al. (2002), struktur kimia amilosa dan amilopektin memberikan karakterisitik khusus dalam pengolahan pangan. Amilosa memiliki efek yang lebih kuat terhadap gelatinisasi, sedangkan amilopektin dapat menyebabkan mengembangnya granula pati. Adanya penambahan putih telur juga memberikan efek dalam pengembangan volume sosis tempe yang dihasilkan. Menurut Muwarni (2008), putih telur mengandung protein utama albumin yang bersifat larut air serta penstabil antara air dan udara dalam sistem pangan. Protein telur dapat menyerap dan memperangkap berbagai bahan pencita rasa, mengikat butiran lemak, memperangkap air dan gas/udara yang masuk dalam matriks protein. Ini berarti juga menambah volume produk (Muwarni, 2011). Keseimbangan Massa Perhitungan komponen mass balance berguna untuk mengetahui jumlah dan konsentrasi komponen yang ada pada tiap proses sehingga mempermudah menjelaskan mengenai suatu aliran proses. Pada keseimbangan material, massa dan konsentrasi unit biasa dinyatakan dengan fraksi massa atau persen massa (Toledo, 1980). Selama proses pembuatan tepung tempe kedelai banyak dipengaruhi oleh pertambahan dan kehilangan air selama tahap pengolahan blanching, dan pengovenan. Pada tahap pengayakan, terjadi kehilangan massa karena tepung hasil giling tidak seragam sehingga tidak lolos dari ayakan 80 mesh seperti pada Gambar 8. Tempe Kedelai Segar 4277.8 gr (T1)
Massa yang hilang (L) 122.65 gr
Pemotongan
Blanching kukus
Pengeringan
Tempe Kering Oven (T2)
T3 = T2 – L = 1771.7 – 122.65 = 1649.05 gr
T2 = T1-U = 4277.8 - 2506.1 = 1771.7 gr Uap Air (U) 2506.1 gr
Tempe Kedelai Giling (T3)
Penggilingan
Tepung Tempe 80 mesh (T4) T4 = T3 - R = 1649.05 – 874.21 = 774.84 gr
Pengayakan
Tidak lolos 80 mesh (R) 874.21 gr
Gambar 8. Diagram mass balance pembuatan tepung tempe kedelai 80 mesh Keseimbangan massa pada proses pengolahan tepung tempe kedelai menjadi sosis dapat dihitung rendemen proses penepungan tempe dengan bahan baku tempe kedelai kering oven 1771.7 gram menghasilkan tepung tempe kedelai 80 mesh sebanyak 774.84 gram sehingga rendemen proses pembuatan tepung tempe kedelai 80 mesh ialah 43.73%. Pada proses pengolahan tepung tempe kedelai menjadi sosis diperoleh rendemen terendah sebesar 96.75% pada proporsi penambahan 5% putih telur, 25% tepung tapioka, 11.5% tepung tempe; sedangkan rendemen tertinggi sebesar 98.5% pada proporsi penambahan 8% putih telur, 17% tepung tapioka, 19.5% tepung tempe.
79
JurnalBioprosesKomoditasTropis Vol. 1 No. 2, Agustus 2013
(G) Minyak Nabati 52 gr (H) Karaginan 8 gr (I) Air 140 gr
Air (U) 6.9 gr
Tep. Tempe 110 gr (A) Tep. Tapioka 48 gr (B)
Pencampuran (400 gr)
Putih telur 20 gr (C)
Adonan (P) 398.2 gr
(F) Gula 5 gr (E) Garam 5 gr
Pengukusan (steaming)
Stuffing 393.9 gr
Penirisan didestikator
Sosis Tempe (P) 387 gr
Massa yang hilang (L) 4.3 gr
(D) bumbu Rempah 12 gr (bawang putih 6gr, lada 4gr, pala 2gr)
Gambar 9. Diagram mass balance pembuatan sosis tempe pada T1K1 Pada Gambar 9 ditunjukkan adanya perubahan sejumlah massa bahan pada setiap proses yang dilakukan. Perubahan massa yang terjadi cenderung mengalami penyusutan pada setiap prosesnya. Hal ini dikarenakan adanya massa yang hilang ketika dilakukan pengolahan pada setiap prosesnya seperti pada proses pencampuran, proses pengisian adonan kedalam casing (stuffing), dan ketika proses pemasakan menggunakan pemanasan. Pada proses pencampuran diperoleh penyusutan nilai massa adonan, ini disebabkan karena adanya massa yang tidak dapat terangkut ketika pemindahan adonan bahan yang telah dicampur kedalam piping bag, begitu pula ketika proses stuffing (pengisian kedalam selongsong sosis). Sedangkan penyusutan jumlah massa yang terjadi ketika proses pemasakan terjadi karena adanya pemanasan dengan temperatur tinggi yang memungkinkan terjadinya penguapan sehingga sejumlah massa air yang tidak dapat terikat dalam bahan akan teruapkan. PENENTUAN PERLAKUAN TERBAIK Penentuan Terbaik dilakukan dengan membandingkan data pengamatan dengan standar nasional yakni Standar Mutu Sosis Daging dalam SNI 01-3820-1995. Data yang dibandingkan meliputi kadar air, kadar protein, dan kadar lemak, dan penjajakan tingkat kesukaan konsumen melalui uji organoleptik yang dilakukan oleh 20 orang panelis uji tak terlatih. Nilai terbaik yang terbanyak diperoleh perlakuan T2K3 sehingga perlakuan tersebut ditentukan menjadi komposisi yang dipilih baik. Parameter KriteriaUji Kadar (%)
Perlakuan
Rerata Tingkat Kesukaan (UjiOrganoleptik)
Protein
Lemak
Air
SNI
Maks. 13
Maks. 25
Maks. 67
T1K1
11.62*
15.34
43.42*
T1K2
10.40
16.60
44.14
T1K3
7.93
14.60
44.69
T2K1
13.10
15.35
45.47
T2K2
10.22
15.42
46.44
T2K3
6.37
13.19*
45.88
Aroma Normal 2.90 (kurang disukai) 3.25 (kurang disukai) 4.20 (normal) 3.65 (normal) 4.50 (agak disukai) 5.40* (agak disukai)
Rasa Normal 2.7 (kurang disukai) 4.00 (normal) 5.05 (agak disukai) 3.15 (kurang disukai) 4.80 (agak disukai) 5.30* (agak disukai)
Warna Normal 2.70 (kurang disukai) 4.15 (normal) 4.90* (agak disukai) 3.55 (normal) 5.00 (agakdisukai) 4.45 (agak disukai)
Tekstur Normal 2.15 (tidak disukai) 3.25 (kurang disukai) 5.35 (agak disukai) 2.50 (kurang disukai) 4.45 (normal) 5.95* (disukai)
Kelayakan Finansial Harga Pokok Produksi (HPP) Pengolahan tempe kedelai menjadi produk sosis tempe dari hasil perhitungan masing-masing komponen biaya diperoleh total biaya pengeluaran yang diperlukan untuk kegiatan usaha sebesar Rp1,665,024,134.00 merupakan jumlah total biaya tetap (Rp27,886,175.00) dan total biaya variabel (Rp 1,637,137,959.00). Dengan jumlah produksi tahunan sebanyak 1.500.000 bungkus ukuran satuan 20gr sehingga diperoleh HPP tiap bungkus Rp1,080.00 dengan tingkat keuntungan 20% maka harga jual tiap bungkusnya menjadi Rp1,296.00. Produk sosis ini akan dijual ke pasaran dalam bentuk kemasan toples yang masing-masing berisi 50 bungkus sosis sehingga jumlah produksi tahunan sebanyak 30,000 kemasan toples maka diperoleh HPP tiap kemasan toples Rp55,500.80 dan memiliki harga jual Rp66,600.97.
80
JurnalBioprosesKomoditasTropis Vol. 1 No. 2, Agustus 2013
Break Even Point (BEP) Untuk pengolahan tempe kedelai menjadi produk sosis tempe akan diperoleh titik impas ketika target pencapaian penjualan produk minimun sebesar 2,318 kemasan toples atau target pencapaian pendapatan minimum sebesar Rp154,388,402.53. Payback Period (PP) Usaha sosis tempe dengan proyeksi usaha 5 tahun pada tingkat suku bunga acuan tahun 2013 sebesar 6% diperoleh pengembalian investasi awal usaha sebesar Rp280,439,988.25 dicapai selama 3 tahun 5 bulan 7 hari. Periode pengembalian ini lebih pendek dari periode yang telah ditentukan penerimaan proyek yakni 5 tahun, sehingga usaha sosis tempe ini dapat diterima. Efisiensi Usaha (R/C Ratio) Usaha sosis tempe dengan proyeksi usaha 5 tahun pada tingkat suku bunga acuan tahun 2013 sebesar 6% diperoleh nilai R/C sebesar 1.20 yang menyatakan bahwa Rp1.00 modal yang diinvestasikan pada usaha sosis tempe akan memberikan penerimaan sebesar Rp 1.20. Hal ini menunjukkan bahwa usaha tersebut sudah efisien dan menguntungkan sesuai dengan kriteria efisiensi usaha dimana nilai rasio lebih besar dari 1 maka usaha dinilai layak dan menguntungkan. KESIMPULAN Proporsi penambahan 8% putih telur dan 25% tepung tapioka menghasilkan sosis tempe yang dipilih bernilai baik terhadap sifat fisiknya meliputi rerata nilai kadar air 44.88%, tekstur kekerasannya 1.86 kgf/cm2, dan ekspansi volume sebesar 18.76 cm3; sifat kimianya meliputi rerata kadar total protein sebesar 6.37% dan kadar total lemak 13.19%; serta uji organoleptik produk meliputi rerata tingkat kesukaan warna, rasa, dan aroma yang agak disukai, serta tekstur disukai. Usaha sosis tempe akan diperoleh titik impas ketika target pencapaian penjualan produk minimum 2,318 toples atau pencapaian pendapatan minimumnya Rp154,388,402.53. Payback Period dengan penerimaan proyek 5 tahun dapat dicapai selama 3 tahun 5 bulan 7 hari. Rasio penerimaan dengan biaya sebesar 1.20 yang sesuai dengan kriteria efisiensi usaha menyatakan menguntungkan. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 1995. Standar Nasional Indonesia – SNI.01.3818.1995. Jakarta Astawan, Made, dan Andreas Leomitro Kasih. 2008. Khasiat Warna Warni Makanan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Astuti, Mary. 1995. Memperbaiki Kualitas Tempe. Pangan Vol. VI No.22, 15-16 Bosgstrom, G. 1965. Fish As Food Vol. III. Academic Press. New York. San Fransisco. London Desrosier, N.W.1998. Teknologi Pengawetan Pangan. Terjemahan Mulyoharjo, M. UI Press. Jakarta Doi, E. and Kitabatake N. 1997. Food Protein and Their Application : Structure and Functionality of Egg Protein. Marcell Dekker. New York Fennema, Q.R. 1976. Principle of Food Science : Food Chemistry. Marcel Dekker Inc. New York Kanoni, S. 1993. Kajian Protein Daging fase Pre-Rigor Selama Pendinginan Sebagai Emulsifier Sosis. Agritech. Majalah Ilmu dan Teknologi Pertanian ISSN:0216-0455. Volume 13. No 3. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta Kartadinata, A. 1990. Pembelanjaan, Pengantar Manajemen Keuangan. Bina Aksara. Jakarta Makfoeld, D. 1982. Deskripsi Pengolahan Hasil Pertanian. Departemen Ilmu dan Teknologi Makanan. Fakultas Teknik Pertanian UGM. Yogyakarta Muwarni, Retno. 2008. Fungsi Telur dalam Industri Bakery. Food Review Indonesia. Jakarta (http://www.foodreview.biz/login/preview.php?view&id=55989) (diakses 14 Januari 2012) .2011.Functional Ingredients from Egg. Food Review Indonesia Vol.VII No.4. Jakarta (http://www.foodreview.biz/preview.php?view2&id=56 368#.UXi0HfSA62B) (diakses 14 Januari 2012) Susrini, I dan M, Thohari. 1989. Ilmu Pengetahuan Telur dan Pemanfaatannya. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya Malang. Malang Soeharto, I. 1995. Manajemen Proyek : Dari Konseptual sampai Operasional. Penerbit Erlangga. Jakarta Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Gajah Mada University Press.Yogyakarta Syarief, R., J. Hermanianto, P. Hariyadi dan S. Wiriatmadja. 1999. Wacana Tempe Indonesia. Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya. Surabaya.
81
JurnalBioprosesKomoditasTropis Vol. 1 No. 2, Agustus 2013
Toledo, R. T. 1980. Fundamental of Food Processing Engineering 2nd Edition. An Aspen Publishers Inc. Gaithersbur Whitt, Sherry, Larissa, M. Wilson, Maud I., Tenaillon, Brandon S. Gaud, and Edward S Buckler. 2002. Genetic Diversity And Selection in The Maize Starch Pathway. PNAS Vol. 99 No.20, page 1295912962.(http://www.pnas.org/cgi /doi/10.1073/pnas.20247999/) Widyastuti, E.S., Sawitri M.E., Padaga, M., Ardhana M., dan Manab A. 2000. Perbedaan Kualitas Bakso Daging Sapi dengan Bahan Pengisi Tapioka dan Kombinasi Antara Tapioka dengan Tapioka Termodifikasi Selama Penyimpanan Suhu Rendah. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang
82