Ill.
KERANGKA MODEL MAKROEKONOMI INDONESIA
Setelah dalam
bab-bab
sebelumnya diuraikan mengenai
perumusan masalah, tujuan penelitian serta tinjauan pustaka, maka dalam bab ini akan dirumuskan suatu model makroekonomi Indonesia yang mampu menangkap fenomena liberalisasi perdagangan. Hubunganhubungan makroekonomi tersebut diformulasikan sebagai suatu model makroekonometrika. Dalam bab ini juga dibahas mengenai tahapan prosedur analisis dari tahap spesifikasi, identifikasi dan metode pendugaan, validasi, dan akhirnya tahap simulasi model. 3.1
Kebijakan Liberalisasi Perdagangan
3.1.I Arti Kebijakan Liberalisasi Perdagangan
Perdagangan atau Pertukaran secara ekonomi dapat diartikan sebagai proses tukar menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela. Perdagangan akan terjadi bila paling tidak ada satu pihak yang memperoleh manfaat dan tidak ada pihak lain yang merasa dirugikan. Demikian pula dalam Perdagangan lnternasional, negara-negara akan melakukan perdagangan bila mereka dapat memperoleh manfaat atau keuntungan perdagangan (gains from trade). Ada dua alasan mengapa ha1 ini terjadi (Krugman dan Obstfeld, 1994), yaitu karena setiap negara mempunyai keunggulan 'komparatif yang berbeda, dan alasan kedua adalah untuk tujuan skala ekonomis (economies of scale).
Sementara
itu
kita
mengetahui bahwa dengan adanya
perdagangan internasional akan berdampak cukup luas terhadap perekonomian suatu negara, baik dalam aspek ekonomi maupun nonekonomi. Secara ekonomi akan berpengaruh terhadap aspek-aspek Konsumsi, Produksi, dan Distribusi Pendapatan (Boediono, 1993). Berarti kebijakan-kebijakan perdagangan yang ditempuh suatu negara akan sangat penting artinya, apakah dapat memberikan manfaat riii bagi negara tersebut. Semenjak era Adam Smith, banyak ekonom yang beranggapan bahwa perdagangan bebas adaiah sesuatu yang ideal. Perdagangan bebas diharapkan akan menghilangkan inefisiensi yang disebabkan adanya proteksi. Keyakinan terhadap perdagangan bebas itu terutama didasarkan pada anatisis ekonomi yang menunjukkan bahwa perdagangan yang lebih bebas umumnya memberikan manfaat bagi kedua negara dan bagi dunia, berarti akan meningkatkan kemakmuran global. Namun demikian masih saja ada yang pro dan kontra, dan beberapa argumen yang mendukung pengenaan proteksi menunjukkan bahwa kebijakan proteksi masih diperlukan dalam kasus-kasus tertentu. Kebijakan
liberalisasi
perdagangan
adalah
kebijakan
perdagangan yang mengikis berbagai bentuk hambatan perdagangan. Bila diterapkan secara utuh berarti arus komoditi perdagangan dan investasi baik dalam ,bentuk modal, barang atau jasa akan bebas masuk antar negara, tanpa harus berhadapan dengan hambatan-hambatan tarif dan non tarif, termasuk kebijakan-kebijakanyang berbau proteksionis. Jika situasi ini
terjadi maka tidak ada alternatif lain, bahwa setiap negara harus mampu menghasilkan produk yang kompetitif agar dapat menembus pasar global. Semangat perdagangan bebas sebenarnya telah dimulai secara formal semenjak terbentuknya GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) yaitu suatu organisasi internasional mengenai persetujuan umum tentang tarif dan perdagangan berdasarkan Havana Charter pada tahun 1948. Tujuan organisasi ini adalah dalam rangka untuk meningkatkan arus
perdagangan internasional berdasarkan prinsip-prinsip yang disebut dengan GATT Clause, terdiri dari tiga prinsip utama yaitu : (a) Free Trade, artinya prinsip perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi berbagai hambatan perdagangan internasional, baik yang bersifat tariff barrier
maupun
non-tariff
barrier
,
(b)
Reciprocity,
artinya
penurunanlpenghapusantarif oleh suatu negara terhadap komoditi tertentu, hendaknya dilakukan pula oleh negara partner , dan (c) Nondiscrimination, artinya barang-barang impor dan domestik mempunyai hak sama dalam melakukan persaingan. Organisasi ini merupakan manifestasi yang bertitik tolak dari teon' Keunggulan Komparatif Ricardo, dengan hipotesis bahwa perdagangan internasional yang bebas akan menimbulkan kemakmuran kepada negaranegara yang mengkhususkan diri pada produk-produk yang diproduksi di negara tersqbut dengan biaya dan kualitas yang lebih kompetitif. Memang teori perdagangan internasional sendiri terus berkembang dari waktu ke waktu, dimana teori klasik Comparative Advantage tersabut kemudian
disempumakan oleh Heckscher-0hlin (H-0) dengan "The Proportional Factors Theory" yang begitu terkenal. Teori H-0 berpendapat bahwa walaupun fungsi faktor produksi negara yang berdagang sama, tetapi perdagangan internasional akan tetap terjadi bila adanya perbedaan jumlah/proporsi faktor produksi yang dimiliki masing-masing negara. Sementara itu pada dekade terakhir ini kita mencatat beberapa teori perdagangan internasional yang muncul yaitu International Product Life Cycle, Competitive Advantage, dan Hyper Competitive. Yang cukup dominan diantaranya adalah teori Competitive Advantagenya Michael Porter, dimana dikemukakan bahwa dalam era persaingan global ini, suatu negara akan dapat bersaing bila memiliki faktor-faktor dominan yaitu Factor and Demand Conditions, Related & Supporfing Industry, dan Firm Strategy Structure and Rivalry. Bahkan akhir-akhir ini telah muncul kecenderungan terjadinya
Competitive
Liberalization
yang
merupakan
kombinasi
implementasi teori Comparative Advantage yang dinamis dengan teori Competitive Advantage. Titik tolak dari perkembangan sistem perdagangan internasional dicapai ketika ditanda tanganinya Kesepakatan Putaran Uruguay oleh 123 negara pada tahun 1994 di Maroko. Kesepakatan tersebut telah berhasil menurunkan tingkat tarif serta menambah jumlah pos tarif yang diturunkan. Bahkan negara-negara anggota diharapkan tidak menggunakan hambatan non-tarif untuk melindungi industri domestiknya, dimana hambatan non-tarif tersebut dianjurkan untuk dikonversikan menjadi hambatan tarif. Secara
statistik, maka Putaran Uruguay telah meningkatkan persentase keterikatan pos tarif dari 78% menjadi 99% untuk negara maju, dari 21% menjadi 73% untuk negara berkembang, serta dari 73% menjadi 98% untuk negaranegara dalam masa transisi (Idris et.al., 1997). Bagi lndonesia yang sudah berkomitmen dalam GATTWO, APEC, dan AFTA, akan membawa 2 konsekuensi. Disatu sisi komitmen ini akan mendorong upaya peningkatan efisiensi dan peningkatan daya saing sehingga diharapkan dapat menambah volume perdagangan di pasar dunia. Namun apabila upaya ini gagal, maka pasar domestik lndonesia akan diintervensi barang-barang impor. Dan secara umum komitmen lndonesia meliputi dua ha1 yaitu Akses Pasar dan Aturan Perdagangan, dimana dalam Aturan-Aturan Perdagangan kita mengikuti kesepakatan yang bersifat multilateral khusus bagi negara-negara berkembang, sedangkan Akses Pasar merupakan hasil perundingan bilateral dengan negara-negara mitra yang terkait.
3.1.2 Dampak Pengenaan Tarif Proteksi dapat diartikan sebagai perlindungan yang diberikan kepada suatu sektor ekonomi dan industri di dalam negeri terhadap persaingan dari luar negeri. Alasan pemberian proteksi ini bisa bermacammacam, baik yang dapat dipertanggung jawabkan secara ekonomis maupun tidak. Bentuk proteksi beraneka ragam tetapi hakekat ekonomisnya tidak berbeda, dapat berupa tarif, subsidi maupun kuota. Selain hambatan
perdagangan yang bersifat tarif, adapula hambatan yang bersifat non-tarif (hambatan birokrasi), diantaranya (Halwani, 1993): Customs Clearance,
Customs Valuation, Customs Classification, Import Prohibition, lmpor hcensing, State Trading Practices, Packaging and Labelling Regulations, Foreign Exchange Control, dan Consular Formalities. Namun sejalan dengan semangat liberalisasi perdagangan, seperti dituangkan dalam perjanjian-perjanjian W O , APEC, dan AFTA yang diikuti Indonesia, maka hambatan-hambatan tarif ini akan makin dikurangi dan akhirnya dihapuskan. Perlakuan yang sama juga diterapkan terhadap hambatan yang bersifat non-tarif setelah mengalami tarifikasi. Mengenai masalah hambatan non-tarif, GATT telah menetapkan bahwa negara anggota harus menggunakan tarif bea masuk sebagai alat untuk melindungi industri domestik, dan dilarang menggunakan alasan non-tarif untuk tujuan tersebut. Walaupun ada beberapa pengecualian, diyakini bahwa umumnya tarif akan menurunkan kesejahteraan dunia, menurunkan kesejahteraan masing-masing
negara termasuk
yang
mengenakan tarif.
Dalam
pembahasan berikutnya diuraikan bagaimana pengaruh tarif (tarif impor) sebagai suatu bentuk proteksi yang paling dominan terhadap kesejahteraan suatu negara (Lindert and Kindleberger, 1993 ; Tweeten, 1992). Bagaimana dampak tarif dalam keseimbangan parsial akan dicermati berikut ini dengan bantuan kurva Produksi dan kurva lndeferen (lihat Gambar 1). Diasumsikan bahwa negara yang ditinjau adalah negara
kecil, yang tidak dapat mempengaruhi syarat perdagangan. Negara ini menjual barang ekspor ke pasaran dunia dengan harga Pe, dan membeli barang impor pada harga dunia Pi. Tanpa kebijakan tarif, maka negara tersebut akan memproduksi pada titik QO dan mengkonsumsi pada titik DO, melalui garis dengan slope (- PelPi). Diasumsikan pemerintah mengenakan tarif ad valorem sebesar t maka harga barang impor yang diterima konsumen sebesar Pi ( I + t), dengan demikian akan merubah slope garis harga relatif, menjadi - PelPi (1 + t). Hal ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan produksi terhadap
barang impor dan penurunan produksi terhadap barang ekspor dan kombinasi produksi negara tersebut akan bergeser ke titik Q1. Bagaimana dampaknya terhadap konsumsi? Tarif menghasilkan pendapatan bagi negara, dan bila diasumsikan bahwa pendapatan ini diredistribusikan kepada konsumen, maka garis harga relatif yang juga merupakan kendala biaya akan bergeser keatas dengan slope yang sama. Garis ini akan memotong kurva indiferen I1 di titik D l , berarti tingkat kepuasan konsumen menurun dari kurva 10. Dengan demikian Tarif mengurangi kesejahteraan nasionai, baik yang disebabkan efek produksi maupun konsumsi. Dampak pemberlakuan tarif impor juga dapat dijelaskan secara grafis melalui Gambar 2 dibawah ini. Asumsi-asumsi yang digunakan adalah: (a) terdapat
2 negara, A sebagai negara pengimpor, dan B sebagai negara pengekspor yang merupakan gabungan negara-negara lainnya atau Rest of the World (ROW), (b) tarif impor yang diberlakukan adalah specific tariff, yaitu tarif
yang dikenakan per-unit produk impor, dan (c) negara pengimpor diasumsikan negara besar yang dapat mempengaruhi harga dunia. QI (Barang Impor)
T
.
Kurva I n d i f e r e n
QE (Barang Ekspor)
Gambar 1. Keseirnbangan Perdagangan setelah adanya Tarif (melalui Kurva-kurva Produksi dan Indiferen) Sumber : Krugrnan, P.R. dan M. Obstfeld (1997)
NEGARA EKSPORTIR B
NEGARA IMPORTIR A
Gambar 2. Dampak Tarif lmpor terhadap Kesejahteraan Nasional Sumber : Tweeten, L. (1992)
Keterangan :
=
t
Pw & Pw' =
Tarif impor (specific tariff). Harga dunia sebelum dan sesudah berlakunya tarif.
Pw' + t
=
Harga domestik di negara A setelah tarif.
s&d
=
Supply dan demand domestik dinegara A.
S& D
=
Supply dan demand di negara 6.
ES
=
Excess supply untuk importir A, S - D.
,
=
ED
qc & qc' = qp &qp'
=
Excess demand untuk importir A, d - s. Konsumsi di negara A sebelum dan sesudah tarif. Produksi di negara A sebelum dan sesudah tarif.
Qc & Qc' =
Konsumsi di negara B sebelum dan sesudah tarif.
Qp & Qp' =
Produksi di negara B sebelum dan sesudah tarif.
Dengan diberlakukan tarif impor menyebabkan biaya impor meningkat, sehingga menggeser kurva ED paralel kebawah sebesar tarif, menjadi EDt. Pergeseran kurva ini menyebabkan harga dunia turun menjadi Pw', sehingga harga yang dibayar konsumen menjadi (Pw' + t). Pada kondisi ini jumlah barang yang masih diimpor sebesar (qc' - qp'). Di negara B (Gambar 2 (a)), dengan harga dunia menjadi Pw', maka excess
- Qc') yang sama dengan besarnya (qc' - qp').
supply turun menjadi (Qp'
Dari gambar diatas terlihat bahwa pemberlakuan tarif impor akan menyebabkan meningkatnya harga produk di negara pengimpor, dan terjadi penurunan konsumsi, peningkatan produksi, penurunan volume impor, serta adanya penerimaan pemerintah dari tarif. Berdasarkan analisa welfare akan diketahui siapa saja yang memperoleh manfaat dengan diberlakukan tarif, sekaligus dapat diketahui bagaimana
dampaknya
terhadap
kesejahteraan
nasionalldunia
dibandingkan dengan kondisi perdagangan bebas (Tabel 5). Dalam analisa tersebut terlihat bahwa pemberlakuan tarif impor akan menurunkan kesejahteraan
dunia.
Di
negara
pengekspor
terjadi
penurunan
kesejahteraan sebesar (2 +3 + 4). Sedangkan di negara pengimpor masih ditentukan oleh elastisitas penawaran ekspor (kurva ES). Jika kurva ES makin elastis berarti bidang (b + d) akan makin besar, sehingga bila lebih besar bidang e, akan terjadi penurunan kesejahteraan nasional. Tabel 5 . Analisis Welfare akibat Pemberlakuan Tarif lmpor Perubahan
lmportir (A)
Eksportir (6)
Konsumen Surplus
-(a+b+c+d)
1
Produsen Surplus
a
-(I +2+3+4)
Penerimaan Pemerintah
c+e
0
Kesejahteraan Nasional Bersih
e-b-d
-(2+3+4)
Kesejahteraan Dunia Bersih
-b-d-2-4
Catatan :
-
bidang e sama dengan 3
- total deadweight loss = (b + d) + (2 + 4) Dalam kasus dimana negara pengimpor A adalah negara kecil yang tidak dapat mempengaruhi syarat perdagangan, maka kurva ES akan elastis sempurna, sehingga harga domestik setelah diberlakukan tarif adalah (Pw + t), sedangkan harga dunia tetap Pw. Bagi negara pengekspor tidak terjadi perubahan kesejahteraan nasional. Sementara itu bagi negara pengimpor terjadi penurunan kesejahteraan nasional sebesar (b + d). Dari analisa ini terlihat bahwa kerugian negara pengimpor sebagai negara kecil *
lebih besar dari pada negara besar.
3.1.3 Pendekatan Offer Curve
a.
Menurunkan Offer Curve Untuk melihat bagaimana dampak perdagangan terhadap
kesejahteraan suatu negara, kita juga dapat menganalisisnya melalui pendekatan Offer Curve. Dan dengan pendekatan ini pula kita akan melihat bagaimana dampak liberalisasi perdagangan melalui penurunan atau penghapusan tarif terhadap kesejahteraan suatu negara. Offer Curve memperlihatkan bagaimana kuantitas ekspor dan impor yang dipilih suatu negara akan
berubah sesuai
dengan
rasio harga perdagangan
internasional. Kurva ini sebenarnya identik dengan kurva Penawaran Ekspor dan kurva Penawaran lmpor suatu negara, yang merupakan fungsi dari rasio harga perdagangan. Offer Curve diturunkan dari kurva Kemungkinan Produksi dan kurva lndiferen suatu negara. Berikut ini akan diuraikan bagaimana menurunkan sebuah Offer Curve dari negara A, dimana barang E dan I adalah barang ekspor dan impor dari negara yang bersangkutan. Untuk setiap rasio harga perdagangan tertentu, maka negara A menghasilkan suatu kuantitas ekspor tertentu, yang sedia ditukarkan dengan kuantitas impor tertentu. Jumlah barang yang diekspor dan diimpor sesuai dengan Gambar 3, dipindahkan ke Gambar 4 dimana sumbu absisnya menyatakan kuantitas barang yang di ekspor, sedangkan sumbu ordinatnya menyatakan kuantitas barang yang diimpor. Kemiringan garis-garis yang digambarkan melewati titik 0 mewakili
QE (Barang Ekspor)
,
QI (Barang Impor) Gambar 3. Pertukaran (trade-off) barang-barang yang diproduksi dan dikonsumsi Sumber : Lindert, P.H. dan P. Kindleberger (1986) QI (Barang Impor)
QE (Barang Ekspor ) Gambar 4. Offer Curve suatu negara Sumber : Lindert, P.H. dan P. Kindleberger (1986)
rasio harga barang ekspor dan impor. Dengan merubah-rubah rasio harga tadi, maka akan diperoleh Offer Curve negara A yaitu OA. Bila negara A berdagang dengan RW (negara-negara selain A), maka dengan cara yang identik akan diperoleh pula Offer Curve negara RW (ORW).Bagi negara A tentunya akan lebih diuntungkan bila Offer Curve nya lebih didorong kearah sudut kanan atas (lihat Gambar 4), berarti bahwa dengan sejumlah barang ekspor tertentu dapat ditukar dengan lebih banyak barang impor. Dengan kata lain terjadi peningkatan kesejahteraan bagi negara A. Hal ini juga dapat dilihat dengan meningkatnya Kurva Indeferen Sosial dari l2ke 13. Bila negara A menerapkan pajak terhadap komoditi ekspornya, maka akan merubah rasio harga perdagangan, akibatnya pula menggeser Offer Curve negara A dari OAke OA'. b.
Akibat Penurunan Tarif Sepihak Secara
teoritis
dampak
Liberalisasi
Perdagangan
pada
perekonomian suatu negara melalui penurunanlpembebasan tarif, dapat dijelaskan sesuai dengan Gambar 5 dm Gambar 6. Gambar 5 menjelaskan suatu kerangka teoritis adanya perdagangan bebas, namun hanya dilakukan sepihak oleh sebuah negara, katakanlah negara Indonesia. Untuk menyederhanakan fenomena dalam kasus ini diasumsikan bahwa dalam era perdagangan bebas terjadi penurunan atau pembebasan tarif sepihak
oleh Indonesia. Secara grafis ha1 ini dijelaskan melalui Offer Curve (Kurva Kesediaan) pada gambar 5. QI (Barang Impor)
QE (Barang Ekspor)
0
Gambar 5. Liberalisasi Perdagangan Sepihak Sumber : Nopirin (1995) Offer Curve OH dan OF masing-masing mewakili untuk negara Indonesia (H) dan negara asing lainnya (F) dengan titik keseimbangan perdagangan pada kondisi Perdagangan Bebas (free trade) adalah titik R. Dalam keadaan perdagangan bebas negara Indonesia akan mencapai tingkat kesejahteraan yang ditunjukkan dengan kurva indeferen h,. Jika negara lndqnesia mengenakan tarif optimum maka offer curve akan bergeser ke OH' memotong offer curve OF pada titik T dengan kurva indeferen hz. Pengurangan atau pembebasan tarif akan mengakibatkan
volume perdagangan naik tetapi Term of Trade turun relatif lebih besar, sehingga kesejahteraan negara lndonesia justru turun (dari hzmenuju kurva indeferen hl). Tetapi jika kondisi sebelumnya sudah dikenakan tarif yang lebih tinggi dari tingkat optimum sehingga titik keseimbangan perdagangan terletak diantara titik S dan T (misal pada titik W), maka pengurangan tarif sepihak oleh lndonesia yang mengarah pada tarif optimum akan meningkatkan kesejahteraan, mengarah ke h2 . Kemudian pembebasan tarif justru akan mengurangi kesejahteraan kembali. Jika kondisi sebelumnya sudah dikenakan tarif yang besar sehingga titik keseimbangan berada dikiri titik S, maka pembebasan tarif akan meningkatkan kesejahteraan sehingga dicapai hi. c.
Akibat Penurunan Tarif secara Bilateral Pengurangan atau Pembebasan Tarif secara bilateral akan lebih
baik daripada hanya dilakukan oleh satu negara (unilateral). Perjanjian pengurangan tarif secara bilateral ini dapat berbentuk : (a) kedua negara menghilangkantarif, atau (b) kedua negara hanya sepakat mengurangi tarif. Untuk melihat dampaknya terhadap negara lndonesia dapat dilihat Gambar 6. Offer curve OH (negara Indonesia) dan OF (negara lainnya) berpotongan pada titik T dan kurva indiferen negara H adalah h l .
Jika kedua negara
,
mengenakan tarif, titik potong keseimbangan perdagangan berada didalam offer curve OH dan OF seperti misalnya pada titik S dengan offer curve
masing-masing pada OH' dan OF'. Pembebasan tarif bilateral akan menggeser titik keseimbangan menuju titik T dan akan meningkatkan kesejahteraan kedua negara. Kesejahteraan negara Indonesia akan meningkat dari h2 ke h l . Bila titik keseimbangan awal dengan adanya tarif ada pada daerah M, maka pembebasan tarif bilateral justru akan merugikan negara lndonesia karena kesejahteraan menurun yang ditunjukkan dengan makin rendahnya kurva indeferen yang dicapai, sehingga bagi negara lndonesia adanya liberalisasi perdagangan justru merugikan.
QI (Barang Impor)
0 Gambar 6. Liberalisasi Perdagangan Bilateral Sumber : Nopirin (1995)
QE (Barang Ekspor)
Sebaliknya apabila titik keseimbangan perdagangan awal dengan adanya tarif berada dalam OH dan OF tetapi diluar daerah M, maka pembebasan tarif akan menguntungkan Indonesia.
Dari gambaran tersebut tampak bahwa dampak liberalisasi perdagangan tidak selalu menguntungkan suatu negara. Bagaimana dampaknya
apabiia yang terjadi
adalah pengurangan tarif
saja.
Pengurangan tarif akan menguntungkan kedua negara bila menuju daerah
V (daerah ber-arsir), dan pengurangan tarif selanjutnya dalam rangka pembebasan tarif masih tetap menguntungkan kedua belah pihak. Dengan demikian daerah yang diarsir merupakan daerah yang menguntungkan kedua belah pihak untuk mengadakan perjanjian pengurangan tarif menuju perdagangan bebas (titik T). Bila pengurangan tarif menuju daerah M atau N, nantinya ketika terjadi pembebasan tarif hanya menguntungkan salah satu negara saja (daerah M merugikan negara H, daerah N merugikan negara F). Selain pertimbangan ha1 diatas,
pada akhirnya dampak
liberalisasi perdagangan akan sangat tergantung pada selisih nilai ekspor dan impor. Besarnya perubahan Ekspor akibat liberalisasi perdagangan (seperti hilangnya pajak pkspor atau tarif impor dari negara lain) masih perlu diteliti apakah peningkatannya lebih besar dari pada peningkatan lmpor akibat hilangnya tarif impor. Jika diandaikan BOT adalah neraca perdagangan, maka
pengaruh
liberalisasi
perdagangan dapat
diidentifikasi sebagai berikut : BOT d BOT
,=X-M=Px*x-Pm*m
= (Px.dx + x.dPx) - (Pm.dm + m.dPm)
(3-1)
d BOT
= x.dPx
[I +
(Px.dx)/(x.dPx)]
-
m.dPm
[I
+
(Pm.dm)/(m.dPm)] atau d BOT = x.dPx ( I + Ex) - m.dPm (1 + Em) dimana
(3.2)
:
Ex = Elastisitas supply ekspor = (Px.dx)/(x.dPx) Em = Elastisitas demand impor = (Pm.dm)/(m.dPm) Sedangkan perubahan Harga Ekspor dan Harga lmpor akibat perubahan Pajak Ekspor dan Tarif lmpor adalah sebagai berikut : dPx
= (1 - dTx - dTmf) * dPxW
dPm
= ( I - dTm) * dPmW
dimana : Pm
= Harga komposit barang impor setelah tarif impor.
PmW
= Harga komposit barang impor.
Px
= Harga komposit barang ekspor setelah pajak ekspor.
PxW
= Harga komposit barang ekspor.
Tmf
= Tarif impor negara lain.
Tx
= Pajak ekspor.
Tm
= Tarif impor.
m
= Kuantitas impor.
x
= Kuantitas ekspor. ~ i n ~ acara n mensubsitusikan nilai dPx dan dPm kedalam
persamaan (3.2) maka akan diperoleh dBOT, yang selain tergantung dari
besamya Perubahan Restriksi Perdagangan, juga tergantung dari besar Elastisitas Supply Ekspor dan Demand Impor. Berdasarkan pendekatan ini, jika tidak ada perubahan harga ekspor dan impor maka perubahan neraca perdagangan sangat ditentukan oleh besarnya Elastisitas supply ekspor (Ex) dan Elastisitas permintaan impor (EM). Jika elastisitas ekspomya lebih besar dari pada elastisitas impor, maka neraca perdagangan akan semakin membaik. Namun jika sebaliknya maka neraca perdagangan justru akan memburuk.
Liberalisasi Perdagangan dalam Keseimbangan Makroekonomi
3.2
Dampak liberalisasi perdagangan terhadap ekonomi secara makro dapat diidentifikasikan melalui perubahan kinerja perdagangan yang memberikan dampak sebagai berikut :
Y = C + I + G + X - M Dengan mengasumsikan bahwa : C
=
C*+mpcY
I
=
I*
G
=
G*
X
=
X*
M
=
M* + mpiY
(tanda * menunjukkan otonomus) dimana : Y
=
Pengeluaran nasional.
C
=
Konsumsi masyarakat.
I
=
Investasi.
G
=
Pengeluaran pemerintah.
X
=
Ekspor.
mpc =
Marginal propensity to consume.
mpi =
Marginal propensity to import.
mps =
Marginal propensity to save.
Dengan mensubstitusikan seluruh komponen dari pendapatan nasional, maka : Y
C* + mpc.Y + I* + G*
=
+ X* - (M* + mpi.Y)
dC* + dl* + dG* + dX* dY =
1
-
-
dM* ,atau
mpc + mpi
dC* + dl* + dG* + dX* dY =
-
dM*
mps + mpi Dari persamaan (3.3) diatas terlihat bahwa perubahan komponen pendapatan nasional akan menentukan perubahan pendapatan nasional. Dengan mengasumsikan bahwa :
= dX*
dBOT*
-
dM* maka persamaan (3.3) dapat ditulis :
,
dC* + dl* + dG* + dBOT* mps + mpi
dimana : dBOT* = x.dPx (I+ Ex)
- m.dPm (1 + Em), sesuai dengan pers. (3.2)
Disamping itu perubahan dari neraca perdagangan dapat dievaluasi pula dengan cara : BOT
=
X - M
BOT
=
X* - M* - mpi.Y
dBOT
=
dX* - dM*
dBOT
=
dBOT*
-
-
mpi.dY
atau
mpidY
(3.5)
Dengan mensubsitusikan pers (3.4) ke (3.5), maka diperoleh :
dBOT
mPs
=
mpi
(dBOT*) -
mps + mpi
(dC* + dl* + dG*)
mps + mpi
(3.6)
Pers (3.4), (3.5), dan (3.6) menjelaskan bahwa dampak liberalisasi perdagangan akan memberikan pengaruh terhadap Neraca Perdagangan dan selanjutnya akan mempengaruhi Pendapatan Nasional. Pengaruh dari perubahan Pendapatan Nasional ini selanjutnya juga akan berdampak pada Neraca Perdagangan. Dengan demikian dampak liberalisasi perdagangan bersifat sirkuler. Pendekatan sebagaimana tersebut diatas adalah pendekatan dengan
hanya
mempertimbangkan
pasar
barang,
tanpa
mempertimbangkan pasar uang, neraca pembayaran internasional serta sektor riil (produksi). Sedangkan dampak liberalisasi perdagangan dalam
keseimbangan makro ekonomi keseluruhan secara sederhana digambarkan dalam Gambar 7. Pendekatan ini dirancang dalam perekonomian devisa bebas, sehingga segala restriksi dalam perdagangan maupun arus modal intemasional
dapat
dievaluasi sebagai dasar
kajian liberalisasi
perdagangan. Pada gambar tersebut keseimbangan makro ekonomi akan terjadi apabila terjadi keseimbangan internal dan ekstemal (Glahe, 1977). Keseimbangan internal adalah ketika aggregate supply (AGS) sama dengan
aggregate demand (AGD), yang rnembentuk Pendapatan Nasionai pada kesempatan kerja penuh dengan stabilitas harga. Keseimbangan eksternal adaiah ketika sektor luar negeri berada dalam keadaan seimbang, dimana
Net Capital Flow (aliran modal netto) sama dengan Balance of Trade (Ekspor - Impor). Pada Gambar (7c) diperlihatkan bahwa net capital flow merupakan fungsi dari tingkat bunga. Pada Gambar (7a) menunjukkan kondisi balance of payment, sedangkan dalam Gambar (7b) menunjukkan net ekspor (X
- M) yang merupakan fungsi dari pendapatan nasional.
Melalui kondisi balance of payment dapat dirumuskan keseimbangan eksternal EB yang ditunjukkan dalam Gambar (7d). Pada Gambar (7d) tersebut, juga ditunjukkan kurva IS yang merupakan keseimbangan di pasar barang dan kurva LM yang menunjukkan keseimbangan pasar uang. Sedangkan , pada Gambar (7h) ditunjukkan kondisi keseimbangan
aggregate demand dan aggregate supply.
Berdasarkan
pendekatan
tersebut,
dampak
liberalisasi
perdagangan akan dapat dievaluasi pengaruhnya terhadap keseimbangan makro ekonomi. Perubahan-perubahan restriksi perdagangan pada ekspor dan impor ditunjukkan pengaruhnya pada kurva X-M sehingga akan mempengaruhi EB sekaligus juga mempengaruhi kurva IS, sedangkan perubahan restriksi pada net capital flow ditunjukkan pada perubahan fungsi net capital flow sehingga juga akan mempengaruhi kurva EB. Secara matematis kondisi keseimbangan dalam model yang sederhana dijelaskan sebagai berikut : 1. Net capital Row :
K
=
f (i, Z l ) ; 6W6i < 0
2. Nilai ekspor : X
=
e * Px * x (e,Px,P,Z2) ; 6W6e > 0, 6W6Px > 0, 6W6P c 0
3. Harga komposit barang ekspor setelah pajak ekspor : Px
=
(1-Tx-Tmf)*PxW
4. Nilai impor :
M
=
e * Pm * m (e,Pm,P,Y,Z3) ; 6Ml& c 0, 6Ml6Pm < 0, 6Ml6P > 0 ; 6Ml6Y > 0
5. Harga komposit barang impor setelah tarif : Pm =
(I - Tm) * PmW
6. Neraca perdagangan :
BOT=
X - M
7. Perubahan international monetary reserves : IMR =
BOT
-
K (menunjukkan kurva EB pada waktu IMR=O)
8. Pengeluaran nasional :
Y
=
C + I+ G + X
-
M (menunjukkan kurva IS)
9. Penawaran uang :
MS =
f(i,Rr,lMR) ; 6MSI6i > 0 ; 6MSl6Rr < 0
10. Permintaan uang :
MD =
f(i,Y,P) ; 6MDl6i < 0 ; 6MDl6Y > 0
=
MD (menunjukkan kurva LM)
Y
=
Pengeluaran nasional.
C
=
Konsumsi masyarakat.
I
=
Investasi.
G
=
Pengeluaran pemerintah.
X
=
Nilai ekspor.
M
=
Nilai impor.
K
=
MS dimana :
BOT =
#
Net capital flow. Neraca perdagangan.
IMR =
Perubahan international monetary reserves.
MS =
Penawaran uang.
MD =
Permintaan uang.
I
-
Tingkat bunga.
P
=
Harga umum.
Tx
=
Pajak ekspor.
Tm =
Pajak impor (tarif).
Pm =
Harga komposit barang impor setelah tarif.
PmW =
Harga komposit barang impor.
Px
Harga komposit barang ekspor setelah pajak ekspor.
=
PxW =
Harga komposit barang ekspor.
z
=
Shifter.
Rr
=
Required reverve ratio.
Tmf =
Tarif impor negara lain.
Jika diasumsikan bahwa
liberalisasi perdagangan mampu
meningkatkan ekspor dan menurunkan impor (asumsi Marshal-Leiner terpenuhi), maka terjadi pergeseran kurva X - M pada Gambar (7b) dimana akan bergeser ke kanan, akibat selanjutnya adalah kurva EB juga akan bergeser ke kanan. Pada waktu yang bersamaan, kurva IS juga akan bergeser ke kanan sehingga menyebabkan tingkat bunga meningkat. ,
Naiknya tingkat bunga ini menyebabkan aliran modal masuk sehingga menggeser kurva LM ke kanan. Akibat yang terjadi adalah suku bunga
Gambar 7 . Keseimbangan Internal dan Eksternal Makroekonomi
turun kembali. Apabila dilihat aggregate demand pada Gambar (7h), maka perubahan kurva IS dan LM tersebut menyebabkan aggregate demand meningkat ke kanan, sehingga keseimbangan terjadi pada tingkat pendapatan nasional yang lebih tinggi dari sebelumnya. Namun kejadiannya akan menunjukkan keadaan yang sebaiknya jika asumsi Marshal-Leiner tidak terpenuhi, dimana pendapatan nasional justru akan turun. Berdasarkan kajian ini maka dampak liberalisasi perdagangan dari blok-blok ekonomi internasional dapat dievaluasi pengaruhnya terhadap perekonomian Indonesia. 3.3
Model Makroekonomi Indonesia Keseimbangan
perekonomian
dalam
suatu
analisa
makroekonomi diperlihatkan melalui perpotongan antara aggregate demand dengan aggregate supply. Aggregate
demand
mencerminkan sisi
permintaan dari para pelaku ekonomi yaitu konsumen, produsen, pemerintah, dan pihak luar negeri terhadap seluruh barang dan jasa, dimana sekaligus menunjukkan kondisi keseimbangan antara pasar barang dengan pasar uang pada setiap harga tertentu. Sedangkan aggregate supply menggambarkan sisi penawaran seluruh barang dan jasa yang
dihasilkan para pelaku ekonomi, sekaligus mencerminkan fungsi produksi dan kondisi pasar faktor produksi. ~alam rangka melihat dampak liberaiisasi perdagangan terhadap kinerja ekonomi Indonesia, maka dalam disertasi ini dikembangkan suatu
model makroekonomi yang menggunakan pendekatan hanya pada sisi aggregate demand tanpa memerinci lebih jelas sisi aggregate supply. Pendapatan Nasional diperoleh dengan menghitung komponen-komponen Pengeluaran Nasional. Beberapa pertimbangan yang mendasarinya adalah : (a) Secara teoritis pendekatan sisi Produksi akan menghasilkan
pendapatan nasional yang sama dengan pendekatan sisi Pengeluaran dan (b) Sangat heterogennya sektor produksi di Indonesia menyebabkan
analisa menjadi lebih kompleks disamping kendala ketersediaan data. Dalam suatu model ekonomi terbuka, maka komponen-komponen penyusun pasar barang meliputi konsumsi ( C ), investasi (I), pengeluaran pemerintah (G), ekspor (X), dan impor (M). Sedangkan komponen penyusun pasar uang adalah money demand (Md) serta money supply (Ms). Perubahan-perubahan yang terjadi pada komponen-komponen tersebut tentunya akan mempengaruhi kondisi keseimbangan, sehingga perlu diteliti bagaimana perilaku dari setiap komponen. Modelmakro ekonomi yang dikembangkan akan diperinci berdasarkan blok-blok Perdagangan,
Harga, Neraca
Pembayaran,
Fiskal,
Moneter, dan
Keseimbangan. (Lihat gambar 8). 3.3.1 Blok Perdagangan dan Harga
Ditinjau dari aspek perdagangan, model ini mencoba untuk memerinci bbrdasarkan komoditi serta negara tujuan ekspor maupun asal impor. Dari sisi impor diasumsikan bahwa liberalisasi perdagangan hanya
didasarkan pada pengurangan atau penghapusan tarif impor yang dilakukan Indonesia. Model lmpor yang dikembangkan adalah model
Standard yang umum digunakan dalam teori mikroekonomi. Sedangkan untuk model Ekspor menggunakan pendekatan Hibrid, yakni memasukkan unsur variabel eksogen dari domestik lndonesia dan dari negara tujuan ekspor.
Kelebihan pendekatan ini adalah bahwa pengaruh internal dan
eksternal dapat sekaligus diidentifikasi. Dampak liberalisasi perdagangan pada sisi ekspor diidentifikasi dua arah, yakni dari pengurangan atau penghapusan pajak ekspor yang dilakukan lndonesia serta tarif impor yang diberlakukan negara lain. Secara umum volume impor merupakan fungsi dari harga impor komoditi tersebut serta komoditi substitusinya, nilai tukar, serta GDP negara pengimpor. Demikian pula secara identik untuk volume ekspor. Sedangkan harga ekspor maupun impor tergantung dari proteksi yang diberlakukan diantara kedua negara yang bertransaksi, dalam ha1 ini adalah pajak ekspor atau tarif impor. Disamping itu harga ekspor dan impor juga dipengaruhi harga dunia komoditi tersebut, serta nilai tukar negara yang terlibat. Secara umum fenomena perdagangan dapat dimodelkan sebagai berikut :
1. lmpor lndonesia dari negara asal k : Mjk
= f( PMjk, PMjl,e , GDPI )
2. Nilai impor komoditi j dari negara asal k : NMjk = PMjk * e * Mjk 3. Nilai impor total untuk semua komoditi impor j :
NMT = CNMjk
4. Harga impor komoditi j dari negara asal k : PM,k
= f( PMW,, e , ek, TMjk )
5. Ekspor komoditi j ke negara tujuan k : q k
= f(PXjk,PXj~,e,ek,GDPk)
6. Nilai ekspor komoditi j ke negara tujuan k :
N&k
= Pqk *
8
* Xjk
7. Nilai ekspor total untuk semua komoditi ekspor j : NXT = ;T, NXjk 8. Harga ekspor komoditi j ke negara tujuan k :
PX,k
= f( PXW,, el ek, T>4kI TMFjk )
9. Neraca Perdagangan :
BOT = NXT
-
NMT
dimana : Mjk
=
Jumlah impor komoditi j dari negara asal k.
PMjk
=
Harga impor komoditi j dari negara asal k.
NMjk
=
Nilai impor komoditi j dari negara asal k.
NMT
=
Nilai total impor semua komoditi impor.
e
=
Nilai tukar (Rp/US$).
ek
=
Nilai tukar US$ dengan mata uang negara tujuan ekspor k.
GDPl
=
Pendapatan nasional Indonesia.
GDPk
=
Pendapatan nasional negara k.
TMjk
--
Tarif impor komoditi j terhadap negara asal k.
PMWi
=
Harga dunia komoditi impor j.
-
Jumlah ekspor komoditi j ke negara tujuan k.
Px,k
=
Harga ekspor komoditi j ke negara tujuan k.
Nx,k
=
Nilai ekspor komoditi j ke negara tujuan k.
NXT
=
Nilai total ekspor semua komoditi ekspor.
T
=
Pajak ekspor komoditi j oleh Indonesia.
TMFjk
=
Tarif impor komoditi j oleh negara k.
PXWj
=
Harga dunia komoditi ekspor j.
BOT
=
Neraca perdagangan.
Xlk
k
3.3.2 Blok Neraca Pembayaran Dalam laporan Keuangan Bank Indonesia, Neraca Pembayaran terdiri dari 2 faktor utama, yaitu : (a) Neraca Transaksi Berjalan yang terdiri dari transaksi ekspor-ekspor untuk Barang (Neraca Perdagangan) dan Jasa (Neraca Jasa), dan (b) Neraca Transaksi Modal yang terdiri dari transaksi modal bersih Pemerintah dan Swasta. Pengaruh liberalisasi pada neraca pembayaran dalam pembahasan ini diidentifikasi melalui perubahan neraca perdagangan (balance of trade) dan melalui perubahan net capital flow yang tercerrnin pada neraca transaksi modal bersih. I
Sesuai dengan komponen utama yang membentuknya, maka transaksi modal swasta bersih akan dipengaruhi oleh Foreign Direct
Investment, disamping neraca perdagangan serta suku bunga domestik dan internasional. Sedangkan transaksi modal pemerintah bersih dibentuk oleh penerimaan bantuan asing serta pelunasan pinjaman, yang didekati dengan penerimaan serta pengeluaran pemerintah disamping kondisi defisit transaksi berjalan. Secara umum model dalam blok neraca pembayaran adaiah sebagai berikut : 1. Neraca Pembayaran :
BOP = BOT + NJASA + K + SEL
2. Transaksi Modal Swasta Bersih : SWASTA = f( FDI, BOT, I, LIBOR ) 3. Transaksi Modal Pemerintah Bersih :
=
PEMER
f(G,GR,BOT,NJASA)
4. Transaksi Modal Bersih :
K
= SWASTA + PEMER
dimana : BOP
=
Neraca pembayaran.
BOT
=
Neraca perdagangan.
NJASA
=
Transaksi jasa bersih.
SEL
=
Selisih perhitungan.
=
Transaksi modal bersih.
K
,
SWASTA = FDI
=
Transaksi modal swasta bersih. Penanaman modal langsung.
I
=
Suku bunga domestik.
LlBOR
=
Suku bunga internasional.
PEMER =
Transaksi modal pemerintah bersih.
G
=
Pengeluaran pemerintah.
GR
=
Penerimaan pemerintah.
3.3.3
Blok Fiskal
Dalam kajian blok fiskal, model yang dikembangkan adalah bersifat umum. Pengeluaran pemerintah merupakan penjumlahan dari pengeluaran pemerintah untuk investasi dan pengeluaran konsumsi pemerintah. Konsumsi pemerintah yang merupakan pengeluaran rutin dikembangkan sebagai persamaan perilaku. Disamping itu model memasukkan penerimaan pemerintah yang terdiri dari penerimaan asal asing dan domestik. Sementara itu persamaan konsumsi rumah tangga dibuat standar. Sedangkan perilaku investasi swasta digambarkan dipengaruhi oleh pinjaman swasta, GDP, suku bunga, serta penanaman modal langsung (FDI). Secara rinci model dalam blok fiskal diuraikan sebagai berikut : 1. Pendapatan siap dibelanjakan :
YD =
TGDP
-
TAX
2. Konsumsi Rumah Tangga : t
C
= f (YD)
3. Penerimaan dari Pajak :
TAX = f (GDP, INF) 4. lnvestasi Swasta : IS = f( PMDN, GDP, I, FDI ) 5. Pengeluaran Rutin Pemerintah : GC = f (POP, GR, INF, e ) 6. Pengeluaran Pemerintah : G = IP + GC
7. Penerimaan Pemerintah Dalam Negeri : GDR = f (TAX) 8. Penerimaan Pemerintah :
GR = GDR + GFR dimana :
C
= Konsumsi swasta.
YD
= Pendapatan siap dibelanjakan.
GDP = Produk Domestik Bruto perkapita. TGDP = Total Produk Domestik Bruto. TAX
= Pendapatan dari pajak.
IS
= lnvestasi swasta.
I
= Tingkat bunga.
INF
= Tingkat inflasi.
e
=, Nilai tukar.
PMDN= Pinjaman swasta. FDI
= Penanaman modal langsung.
IP
= lnvestasi pemerintah.
G
= Pengeluaran pemerintah.
GC
= Pengeluaran konsumsi pemerintah.
POP = Jumlah penduduk. GR
= Penerimaan pemerintah.
GFR = Penerimaan asal asing. GDR = Penerimaan asal domestik. 3.3.4 Blok Moneter Dalam blok moneter ini, model mengidentifikasi bahwa tingkat bunga ditentukan oleh kekuatan permintaan uang dan penawaran uang. Dari sisi permintaan uang diasumsikan bahwa total permintaan uang adalah jumlah dari total uang currency, giral serta tabungan dan deposit0 baik dalam rupiah maupun valuta asing. Sedangkan dari sisi penawaran uang, model mengacu pada perilaku uang primer (base money) yang ditetapkan oleh Bank Indonesia, serta variabel money multiplier yang mencerminkan perilaku dari lembaga-lembaga keuangan dan masyarakat. Untuk lebih memahami perilaku sistem moneter Indonesia, maka ada baiknya kita lihat unsur-unsur apa saja yang terdapat pada Neraca Sistem Moneter Indonesia yang dibentuk oleh 2 neraca yaitu Neraca Otoritas Moneter (Balance Sheet of Monetary Authorities) dan Neraca Gabungan ~ a n Umum k (CombinedBalance Sheet of Commercial Banks). Dalam Neraca Otoritas Moneter (NOM) terdiri dari :
1. Sisi Aktiva (Assets),
a. Aktiva Luar Negeri (ForeignAssets). b. Tagihan pada Sektor Pemerintah (Claims on Public Sector),
mencakup Central Govt. dan Official Entities and State Enterprises. c. Tagihan pada Perusahaan & Perorangan (Claims on Private
Enterprises and Individuals), mencakup Loans dan Others Claims. d. Tagihan pada Bank (Claims on Banks).
e. Aktiva lainnya (Other Assets). 2. Sisi Pasiva (Liabilifies), a. Uang Primer (Reserve Money) yang mencakup Currency, Cash In
Vault Held by Banks, Demand Deposits, dan Private Sector Demand Deposits.
b. Rekening Valas & lainnya (Foreign Exchange & Other Account) c. Rekening Valas Bank Devisa (Forex BanksJ Demand Deposits in Foreign Currency). d. Pasiva Luar Negeri (Foreign Liabilities).
e. Rekening Pemerintah (GovernmentAccount). f. Modal dan Cadangan (Capital Accounts).
g. Pasiva lainnya (Other Liabilifes). Dalam Neraca Gabungan Bank Umum (NGBU) terdiri dari : 1. Sisi Aktiva (Assets).
a. Alat Likuid (Reserves). b. Aktiva Luar Negeri (Foreign Assets).
c. Tagihan pada Sektor Pemerintah (Claims on Public Sector).
d. Tagihan pada Perusahaan & Perorangan (Claims on Private
Enterprises & Individuals). e. Aktiva Lainnya (Other Assets). 2. Sisi Pasiva (Liabilities).
a. Saldo Rekening Giro (Demand Deposits). b. Simpanan Berjangka & Tabungan (Time & Saving Deposits).
c. Rekening Valas (Foreign Exchange Account). d. Pasiva Luar Negeri (Foreign Liabilities).
e. Rekening Pemerintah (Government Account). f. Jaminan lmpor (Impor Guarantee).
g. Utang pada BI (Borrowingsfrom BI).
h. Modal (Capital Equity). i. Pasiva lainnya (Other Liabilities). Berdasarkan perincian diatas, maka total perrnintaan uang mencakup :
1. Uang Kartal (Currency)yang tercantum daiam NOM. 2. Uang Giral, yaitu Demand Deposits pada NGBU dan Private Sector Demand Deposits pada NOM. 3. Uang Kuasi, yaitu Time & Savings Deposits dan Foreign Exchange
Account pada NGBU, serta Foreign Exchange & Other Account pada NOM.
Sementara itu penawaran uang (Money Supply) dipengaruhi oleh Uang Primer (Base Money) dan Koefisien Pengganda Uang (Money Multiplier). Otoritas Moneter memegang peranan penting dalam penciptaan uang beredar yang diawali dari uang primer. Lembaga-lembaga Keuangan akan berperan menentukan Reserve Deposits Ratio, sedangkan perilaku masyarakat tercermin dalam Currency Deposits Ratio. Secara rinci model dalam blok moneter diuraian sebagai berikut : 1. Uang Kartal di Neraca Otoritas Moneter :
CURRA = f ( GDP, I, INF, e ) 2. Saldo Rekening Giro di Neraca Gabungan Bank Umum : DDB = f (GDP, I, INF ) 3. Simpanan Berjangka & Tabungan di Neraca Gabungan Bank Umum :
TSDB = f ( GDP, I, INF ) 4. Rekening Valuta Asing di Neraca Gabungan Bank Umum :
FEAB = f ( I, LIBOR, INF, e ) 5. Total Money Demand : TMD = CURRA + DDB + TSDB + FEAB + PSDDA + FEOAA 6. Suku Bunga : I = f(TMD, INF)
7. Money Supply : MS = f ,( I, BASE ) 8. Uang Primer :
BASE = f ( BOP, I, INF )
9. Total Dana yang dapat dipinjamkan : TDANA = DDB + TSDB + FEAB + GAB + BBlB 10. Pinjaman Swasta :
PMDN = f ( TDANA, I, INF ) dimana : CURRA = Uang kartal di NOM. DDB
= Saldo rekening Giro di NGBU.
TSDB
= Simpanan berjangka dan tabungan di NGBU.
FEAB
= Rekening valuta asing di NGBU.
PSDDA = Saldo giro perusahaan dan perorangan di NOM. FEOAA = Rekening valuta asing dan rekening lainnya di NOM. TMD
= Total permintaan uang.
GDP
= Produk Domestik Bruto per-kapita.
I
= Suku bunga.
LIBOR
= Suku bunga LIBOR.
INF
= Tingkat inflasi nasional.
e
= Nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar.
MS
= Uang beredar.
BASE
= Uang primer di NOM.
BOP
= Neraca pembayaran.
TDANA' = Total dana yang dapat dipinjamkan. PMDN
= Pinjaman swasta.
GAB
= Rekening pemerintah.
BBlB
= Hutang pada Bank Indonesia.
3.3.5 Biok Keseimbangan Sesuai dengan pendekatan pendapatan nasional dari sisi
aggregate demand, maka pendapatan nasional tersebut terbentuk dari penjumlahan konsumsi masyarakat, investasi, pengeluaran pemerintah dan neraca perdagangan. Sedangkan untuk melihat perubahan nilai tukar dalam kasus ini dibuat model floating exchange rate yang besarnya ditentukan oleh kekuatan ekspor, impor dan net capital flow dari sisi pemerintah maupun swasta. lnflasi dihitung berdasarkan perubahan indeks harga konsumen (consumer price index). Sementara itu perilaku indeks ini dipengaruhi oleh jumlah uang beredar , nilai tukar, dan GDP perkapita pada tahun sebelumnya. Secara rinci persamaan -persamaan dalam blok keseimbangan diuraikan sebagai berikut : 1. Total GDP lndonesia :
TGDP = C + IS + IP + GC + BOT + NJASA
2. Nilai Tukar Rupiah terhadap US-Dollar : e
= f ( BOT, SWASTA, PEMER )
3. lndeks Harga Konsumen Indonesia : ,
INDEX = f ( MS, e, GDP )
4. GDP lndonesia :
GDP = TGDPI POP
5. lnflasi Nasional : INF = (INDEX
- tag (INDEX)) * 100 / lag (INDEX)
dimana : TGDP
= Total Produk Domestik Bruto.
C
= Konsumsi swasta.
IS
= lnvestasi swasta.
IP
= lnvestasi pemerintah.
GC
= Pengeluaran konsumsi pemerintah.
BOT
= Neraca perdagangan.
NJASA
= Neraca jasa.
e
= Nilai tukar Rupiah terhadap US-Dollar.
SWASTA = Transaksi modal swasta bersih. INDEX
= lndeks harga konsumen.
MS
= Penawaran uang.
GDP
= Produk Domestik Bruto per-kapita.
POP
= Populasi penduduk.
INF
= Tingkat inflasi nasional.
1 7 Variabel ENDOGEN Variabel E K N G E N L J
Gamhar 8. Model Makroekonomi Indonesia.