1V. HASH, DAN PEMBAHASAN
Percobaan I. Prehidrolisis Enzimatis Rumput Gajah oleh P. crysosporium Lignin Rumput Rataan kandungan lignin rumput gajah yang difermentasi dengan P. crysosporium disajikan dalam Tabel 1. Data tersebut menunjukkan bahwa
pemberian inokulan P. crysosporium (dosis lo7, lo8 clan 10' sporafkg rumput segar) tidak mempengadi kadar lignin rurnput gajah (urnur 60 hari dan telah berbunga). Hal ini menunjukkan bahwa dengan lama pelayuan sarnpai 4 (empat) hari dan dosis P. crysosporium sarftpai 10' spora/kg rumput, belum cukup waktu bagi P. crysosporium untuk mendegradasi lignin. Menurut SchlegeI(1994) bahwa hbandingkan dengan selulosa dan hemiselulosa, lignin dipecah sangat lamban. Lignin sangat sulit dirombak walau oleh mikroba rumen sekalipun, terutama pada pemecahan cincin aromatiknya (Orphin, 1984). Tabel 1. Kadar Lignin Rumput Gajah yang difermentasi dengan P. crysosporium Pelayuan (Hari)
0
0 2 4 Rataan
15,56 15,58 22,23 17,79"
Dosis ( x lo6 sporaj Kg ~ u m p u )t 10 100 1000 11,55 15,OO 16,93 14,49a
16,63 16,61 16,76 16,67a
13,57 15,44 13,84 14,28"
Rataan
13,92" 15,68" 17,44" 15,81
Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan
perbedaan (p<0,05)
Hasil percobaan Jha et al. (1995) menunjukkan bahwa inokulan P. crysosporium yang diinkubasikan selama 6 hari pada suhu 25 "C belum menghasilkan lignase namun menghasilkan enzim selulase. Hasil penelitian lain diketahui bahwa untuk dapat mendegradasi lignin, miselium P. crysosporium ditumbuhkan pada media agar selama seminggu, kemudian diambil dan ditumbuhkan kembali pada media lain selama dua minggu (Johansson et al., 1999). Dalam penelitian ini penambahan w a h pelayuan yang terlalu lama untuk memberikan kesempatan bagi P. crysosporium dalam memproduksi lignase tidak dilakukan, karena disamping mempertimbangkan kualitas hijauan, juga terjadinya perombakan komponen bahan organik rumput yang terlalu besar tidak Qharapkan. Tidak adanya interaksi antara lama pelayuan dan dosis inokulan diduga belum diproduksinya enzim lignase pada pelayuan sampai empat hari, sehingga kombinasi penambahan dosis inokulan dan pelayuan t tidak berpengaruh terhadap kandungan lignin. Kecernaan Bahan Kering (KCBK) dan Kecernaan Bahan Organik (KCBO) Rumput Gajah Nilai
rataan kecernaan bahan kering (KCBK) dan kecernaan bahan
organik (KCBO) sebagai alubat dari lama pelayuan dan dosis inokulan P.
crysosporium diperlihatkan pada tabel 2 dan tabel 3. Berdasarkan analisis statistik ternyata ada interaksi yang nyata antara pelayuan dengan dosis inokulan yang diberikan. Terlihat bahwa pada pelayuan empat hari penggunaan inokulan sampai dosis lo7 sporakg berat segar rumput gajah, tidak berpengaruh terhadap kecernaan rumput. Pada dosis 10'
sporakg berat segar rurnput, baru
memperlihatkan pengaruh yang signifikan, namun pemberian inokulan pada dosis yang lebih tinggi lagi memberikan hasil yang tidak nyata. Dengan kata lain bahwa perlakuan yang terbaik adalah pada pelayuan 4 (empat) hari dengan dosis pemberian inokulan sebesar lo8 spora /kg berat segar rurnput. Tabel 2. Kecernaan Bahan Kering (KCBK) Rumput Gajah yang diferrnentasi dengan P. crysosporium Pelayuan (Hari) 0
Dosis ( X lo6 sporal Kg Rumput ) 10 100 1000
4 26,14~ 26,14~ Rataan 28-24 29.38
3739" 30.01
3 1,06"~ 29-72
Rataan
30,23 29.34
Keterangan: Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan (p<0,05)
Hasil pada Tabel 1, bahwa tidak terjadi degradasi lignin namun terjadi perubahan KCBK dan KCBO, ha1 ini mengindikasikan bahwa dengan dilayukan selama 4 (empat) hari, P crysosporium (dosis lo8 spora k g berat segar rumput) tersebut &pat bekerja secara baik dengan memecah ikatan lignin kompleks, yaitu memisahkan lignin yang mengikat non selulosa karbohidrat. Menurut Paterson (1986) bahwa ada dua model degradasi lignin selain memecah lignin itu sendiri dengan cara mineralisasi, model lain adalah dengan melepaskan lignin yang mengikat karbohdrat non selulosa, dimana karbohidrat non selulosa tersebut menjah water soluble complex (senyawa komplek yang dapat larut dalarn air) yang lebih mudah dicerna. Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalarn pembuatan silase, bahwa rurnput perlu dilayukan terlebih dahulu agar kapang P.
crysosporium dapat bekerja secara efektif dalam memecah komponen dinding sel
tanaman yang sulit dicerna oleh mikroba rumen sekalipun, dengan tidak adanya atau kompetisi dengan mikroba yang tidak diinginkan. Sedangkan dosis pemberian inokulan yang terbaik untuk ferrnentasi rumput gajah yang telah berbunga adalah sebesar lo8 spora /kg berat segar rumput. Tabel 3. Kecernaan Bahan Organik (KCBO) Rurnput Gajah yang Difennentasi dengan P. crysosporium Pelayuan (Hari) 0 0 2 4 Rataan
20,68~ 29,50ab" 20,39& 23,52
Dosis ( x lob sporal Kg Rumput ) 10 100 1000 26,82ab" 29,98ak 22,27b"d 26,36
(%) 15,54~ 30,83"~ 32,14" 26,17
Rataan
23,47b"d 2 1,63 2 7 , 0 3 ~ ~ 29,33 24,79ab" 24,90 25,lO 25,29
Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan (p<0,05)
Percobaan 11. Pengaruh Prehidrolisis Enzimatis P. crysosporium dan Inokulasi L plantarum terhadap Kualitas Silase Rumput Gajah. Keadaan Umum Silase
Rumput yang telah mengalami proses prehidrolisis enzimatis (sesuai pada percobaan I) dibuat silase dengan penambahan bakteri asam laktat L. plantarum. Setelah 30 hari dinkubasikan diperoleh silase dengan data keadaan fisik seperti nampak pada Tabel 4. Silase yang dihasilkan dari rumput gajah yang sebelumnya telah diferrnentasi dengan P. crysosporium dan dlakukan pelayuan (0, 2, dan 4 hari) adalah berbau segar dan bertekstur lunak. Hal ini menunjukkan bahwa telah
terjadi fermentasi secara sempurna dengan terbentuknya asam laktat. Kondisi ini nampak pula dari nilai pH yang dihasilkan dengan rata-rata 4,4 (Tabel 5). penambahan L.
Hal ini dimungkinkan oleh pengaruh positip dan
plantarum dalam pembuatan silase. Menurut Pelezer et al. (1986) bahwa L. plantarum termasuk dalam kelompok bakteri tipe homofermentatif, yaitu akan
menghasilkan dua mol asarn laktat untuk setiap mol glukosa dan fiuktosa. Tidak menghasilkan asam lain seperti asam butirat dan gas yang tidak dikehendaki dalam pernbuatan silase.
Dengan
penarnbahan
L.
plantarum
sebagai
penghasil asarn laktat akan dapat mempercepat proses p e n m a n pH silase. Rendahnya pH akan dapat menghentikan pertumbuhan bakteri anaerob yang tidak dikehendab seperti Enterobakteriaceae, Bacilli, Clostridia clan Listeria, untuk itu kerusakan silase dapat ditekan, pada akhirnya akan meningkatkan daya simpan silase yang dihasilkan. Tabel 4. Keadaan Umum Silase dengan Perlakuan Lama Pelayuan dan Prehidrolisis Enzimatis P. crysosporium yang Diperkuat dengan L. plantarum Perlakuan Pelayuan Dosis -1
Warna
Bau
Peubah Tekstur
Jamur*
(lo6 spora/ kg WP)
0
0
10 100 1000
Hijau kekuningan Hijau kekuningan Hijau kekuningan Hijau kekuningan Hijau kekuningan Hijau kekuningan Hijau kekuningan Hijau kekuningan Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan
* Adanya jamur pada permukaan silase
Harum
Harum Harum Harum
lunak lunak lunak lunak lunak lunak lunak lunak lunak lunak lunak lunak
Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada Ada
Cairan yg keluar basah basah basah basah agak basah agakbasah agakbasah agak basah cukup kering cukup kering cukup kering cukup kering
Warna silase, di samping dipengaruhi oleh adanya pelayuan sebelum proses ensilase, juga disebabkan oleh adanya pengaruh suhu selama proses ensilase. Pelayuan menyebabkan warna rumput menjadi kecoklatan karena rusaknya pigrnen daun, sedangkan suhu yang
tinggi selama ensilasi dapat
menyebabkan perubahan warna silase, alubat dari terjadinya reaksi Maillard. Menurut Bolsen clan Sapienza (1993) bahwa suhu yang tinggi selama proses ensilase dapat menyebabkan reaksi Maillard atau reaksi yang berwarna coklat. Dalam reaksi ini, gula dan asam amino bebas akan membentuk polimer yang nantinya akan terdeteksi sebagai fiaksi serat deterjen asam (ADF) dan nitrogen tidak terlarut dalam deterjen asam (ADIN). Suhu yang tingg selama proses ensilase dapat disebabkan oleh karena adanya udara didalam silo sebagai akibat kurang sempurnanya dalam pemadatan atau penutupan silo. Menurut Susetyo et al. (1977) bahwa sel-sel hijauan yang masih hidup melakukan respirasi terus selama tersedia oksigen dalam silo dan menghasilkan C02,H20 dan panas. Dari hasil penelitian narnpak bahwa pelayuan mempengaruhi cairan silase yang dihasilkan. Menurut McDonald et al. (199 1) bahwa pembuatan silase dengan kondisi yang sangat basah akan menghasilkan cairan silase yang cukup banyak, sehingga kondisi lebih kering diperlukan untuk mempermudah penanganan dan kandungan bahan kering yang diperoleh lebih tinggi. Silase yang dihasilkan ditumbuhi jamur pada permukaannya. Ensminger (1971) menyatakan bahwa pertumbuhan jamur pada permukaan silase disebabkan pemadatan yang kurang baik, sehingga terdapat udara dalarn silo. Dijelaskan juga
oleh McCullough (1978) bahwa jamur biasanya tumbuh di atas atau di sisi silo
dan jurnlahnya tergantung pada cara pemadatan. pH dan Kadar Asam Laktat Silase
Nilai pH silase sangat penting sebagai salah satu tolok ukur dari kualitas silase, terutama dalam kaitannya dengan daya simpan silase yang dihasilkan. Menurut Bolsen dan Sapienza (1993) bahwa rendahnya pH sangat penting untuk mencapai keadaan stabil bagi silase. Semakin rendah pH semakin banyak asam laktat dan atau asam lemak terbang terbentuk. Lebih lanjut dinyatakan bahwa mikroba yang terpenting dalam proses ensilase disini adalah bakteri penghasil asam laktat. Nilai pH clan kadar asam laktat silase tersebut Qsajikan dalam Tabel 5 dan Tabel 6. Tabel 5. pH Silase dengan Perlakuan Lama Pelayuan dan Prehidrolisis Enzimatis P. crysosporium yang Diperkuat dengan L. plantarum Pelayuan (Hari) 0
Dosis ( x lo6 sporal Kg ~ u m p u )t 10 100 1000
4,62ab"d 4,72ab" 4 Rataan 4,34 4,60
4,8ga 4,57
4,46ab"d" 4,26
Rataan
4,67 4,44
Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan (p<0,05)
Nilai rata-rata pH secara umurn cukup baik, yaitu 4,4 (Tabel 5). Secara statistik narnpak adanya interaksi antara perlakuan dosis inokulan P. crysosporium (yang dikombinasikan dengan bakteri asam laktat) dengan perlakuan pelayuan. Jika dihubungkan dengan kandungan asam laktat, maka narnpak adanya variasi nilai pH. Hal ini dmungkinkan penambahan bakteri penghasil asam laktat, dalam
ha1 ini L. plantar~~w, tidak dapat mencegah berkembangnya bakteri asam laktat heterofermentatif, yaitu bakteri yang tidak hanya menghasilkan asarn laktat saja tetapi juga asam lain seperti asam asetat. Tabel 6. Asam Laktat Silase dengan Perlakuan Lama Pelayuan dan Prehidrolisis Enzimatis P. crysosporium yang Diperkuat dengan L. plantarum Pelayuan (Hari) 0 0 2 4 Rataan
Dosis ( x lo6 s~ora/Kg Rumput ) 10 100 1000 (
>
Rataan -
0.33~"~ 0 . 2 2 ~ ~
0.37~~'
0.45=
0,34
0,04' 0.15e
0.31 0.27'~
0.41ab 0.27'~
0,27 0,24
0.31 0.26'~
0,17 0,26 0,32 0,38 Keterangan : Huruf yang berbeda menunjukkan perbedaan (p<0,05)
0,28
-
Hasil penelitian yang ditunjukkan pada Tabel 6 nampak bahwa untuk setiap lama pelaym, penambahan inokulan cenderung akan
meningkatkan
kandungan asam l a h t silase. Hal ini dimungkinkan karena bakteri asam laktat @. plantarum) yaing dtambahkan dalam pembuatan silase dapat memanfaatkan
karbohidrat ter1aru.t yang dihasilkan dari perombakan komponen yang lebih komplek oleh P. crysosporium menjadi komponen yang mudah dicema. Menurut Rahayu et al. (1992) bahwa bakteri asam laktat dapat mengubah glukosa dan heksosa lainnya mcsnjadi asam laktat dan asam-asam volatil. Perlakuan pelayuan dengan dosis inokulan saling mempengaruhi kadar asam laktat yang dihasilkan (Tabel 6). Hal ini dikarenakan pelayuan rumput gajah sebelwn dibuat silase akan memberikan kesempatan pada inokulan
P.
crysosporium untuE-. berkembang. Asam laktat terbaik dihasilkan pada silase yang diberi dosis inokulan paling banyak (10' sporaf kg rumput gajah) dengan tanpa
pelayuan. Pemberian inokulan 109sporal kg rurnput gajah pada pelayuan selama 4 (empat) hari justru menurunkan asarn laktat, dimungkinkan oleh karena banyaknya nutrien yang hilang selama pelayuan, yang tidak memungkinkan mikroba, baik P.crysosporium maupun mikroba yang berkembang selama ensilase, untuk berkembang secara baik. Menurut McDonald et al. (1991) bahwa pelayuan selama 48 jam dibawah kondisi yang bagus maupun yang jelek, hijauan masih seQkit mengalami penurunan karbohidrat terlarut. Dengan semakin tingginya kandungan asam laktat, akan mempercepat penurunan pH, sehingga perkembangan mikroba yang tidak diinginkan dapat dihambat, pada akhirnya akan meningkatkan kualitas silase dan daya simpan silase. Bolsen dan Sapienza (1983) menjelaskan bahwa proses ensilase berfungsi untuk mengawetkan komponen nutrien lainnya yang terdapat dalam bahan silase. Semakin cepat pH turun semakin dapat ditekan enzim proteolisis yang bekerja pada protein. Rendahnya pH juga menghentikan perturnbuhan bakteri anaerob seperti Enterobacteriaceae, bacelli, clostridza dan listeria.
Bahan Kering (BK) Silase Analisa kadar air silase dalarn percobaan ini tidak &lakukan dengan metode Destilasi Toluene, melainkan dengan metode konvensional, yaitu Metode Weende. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan peralatan dan kadar bahan- bahan organik terutama asam laktat yang cukup rendah. Adapun kadar bahan kering silase segar disajikan dalam Tabel 7. Nilai rataan bahan kering silase untuk pelayuan selama 0, 2 dan 4 hari berturut-turut adalah 14,72%, 18,27% dan 22,34%.
Tabel 7. Bahan Kering (BK) Silase Segar dengan Perlakuan Lama Pelayuan dan Prehidrolisis Enzimatis P. crysosporium yang Diperkuat dengan L. plantarum Pelayuan (Hari)
0
Dosis ( x lo6 sporaf Kg Rumput ) 10 100 1000
Rataan
(%I 4 22,OO 22,40 Rataan 18,07~ 18,25b
21,50 17.92~
23,46 19,53"
22,34a 18,44
Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom atau baris yang - sama menuniukkan perbedaan (p<0,05)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin lama pelayuan, kandungan bahan kering silase semakin besar, kondisi ini nampak pula dari kualitas fisik silase yang lebih kering (Tabel 4). Menurut McDonald et al. (1991) kondisi rumput yang lebih kering akan menghasilkan kandungan bahan kering silase yang lebih tinggi. Dinyatakan oleh Ross (1984), antara lain bahwa dalam pembuatan silase sering dilayukan terlebih dahulu dikarenakan antara lain: 1). bahan kering yang diperoleh dari silase basah menjadi rendah 2). nutrien yang hilang bersarna cairan yang keluar menjadi lebih kecil. Pemberian inokulan 10' sporakg berat segar menghasilkan bahan kering silase yang paling tinggi dibandingkan yang lainnya, yaitu sebesar 19,53 %, sedangkan untuk dosis inoldan 10" dan lo8 sporakg rumput adalah 18,25% dan 17,92%. Hal ini dikarenakan penarnbahan inokulan kapang P. crysosporium pada dosis tertinggi, banyak membutuhkan air untuk kebutuhan hidup ataupun untuk aktivitas kapang tersebut. Menurut Nandika (1986), kebutuhan kapang akan oksigen sesuai dengan kebutuhan akan air. Dalam ha1 ini kadar air minimum adalah 16%, optimum 35-50% dengan temperatur yang bervariasi.
Bahan Organik Silase Hasil analisa bahan organik menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara pengaruh pelayuan dengan dosis inokulan. Semakin lama pelayuan, akan menurunkan kandungan bahan organik silase (Tabel 8). Dari data tersebut nampak bahwa untuk pelayuan selama 0, 2 dan 4 hari berturut-turut sebesar 87,32%, 86,54% dan 85,18%.
Hal ini disebabkan adanya kandungan nutrien yang
dikatabolis oleh enzim tanaman itu sendiri saat pelayuan rumput gajah maupun oleh enzim tanaman yang berkembang selarna proses ensilase. Menurut McDonald et al. (1991) bahwa
sukrosa dikatabolis menjadi karbondioksida
dengan perlakuan pelayuan rumput, selain itu fiuktan dan total fruktosa terlarut mengalami penurunan secara kontinyu selama periode pelayuan. Pemecahan ini kemungkinan disebabkan oleh aktivitas enzim tanaman. Bakteri yang berkembang selama ensilase juga dapat menghidrolisis senyawa fruktan. Perubahan level fruktosa diikuti dengan perubahan total karbohidrat terlarut. Tabel 8. Bahan Organik Silase dengan Perlakuan Lama Pelayuan dan Prehidrolisis Enzimatis P. crysosporium yang Diperkuat dengan L. plantarum Pelayuan (Hari) 0 2 4 Rataan
0 86,74 86,05 84,94 85,91b
Dosis ( x 10" sporafKg ~umput) 10 100 1000 87,94 85,51 84,73 ~ 6 ~ 0
87,14 87,40 84,99 686,5 ~ lab
87,46 87,19 86,06 86,90a
Rataan 87,32a 86,54b 85,18' 86,35
Keterangan:Huruf yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan perbedaan (p<0,05)
Penambahan dosis inokulan meningkatkan kandungan bahan organik silase, ha1 ini dimungkinkan dengan semakin banyak inokulan yang ditambahkan,
degradasi dinding sel semakin besar, menyebabkan semakin banyak mineral yang terlepas dari sel dan ikut terlarut dalam cairan silase. Hal ini akan mengakibatkan semakin berkurangnya kandungan mineral silase, dan pada akhirnya secara persentase kandungan bahan organik silase akan meningkat ( Bahan kering terdiri atas bahan organik dan mineral). Menurut Bolsen dan Sapienza (1993) cairan silase selain mengandung asam-asam organik juga mengandung mineral-mineral. Protein Kasar (PK) Kadar protein kasar silase yang dihasilkan disajikan pada Tabel 8. Tidak ada interaksi antara dosis inokulan P. crysosporium, yang diperkuat dengan bakteri asam laktat L.
plantarum, dengan lama pelayuan. Rataan secara
keseluruhan kandungan protein kasar silase adalah 13,29 %. Kadar protein kasar silase cukup besar jika dibandingkan dengan kadar protein kasar (PK) rumput gajah segar. Menwut Sutardi (1980) kadar PK rurnput gajah adalah 9,3 %. Hal ini dimungkinkan bahwa disamping dari rumput gajah itu sendiri, surnber PK silase juga berasal dari mikroba yang berkembang selama proses sebelum maupun sesudah ensilase. Protein disini sebagai komponen utarna penyusun struktur sel (Prawirokusurno, 1994). Secara keseluruhan hasil silase menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan dosis inokulan, yang dikombinasikan dengan L plantarum, dengan pengaruh pelayuan menunjukan tidak ada perbedaan nyata terhadap kadar protein kasar silase. Selama proses ensilase diduga tidak terjad proteolisis oleh mikroba yang tidak diinginkan seperti bakteri clostridia, karena bakteri penghasill asam laktat cukup dominan, sebagai akibat penambahan tetes pada semua rumput yang akan
dibuat silase. Tetes berfungsi sebagai stimulan ferrnentasi (McDonald et al.,
Tabel 9. Kadar Protein Kasar Silase dengan Perlakuan Lama Pelayuan dan Prehidrolisis Enzimatis P. crysosporium yang Diperkuat dengan L. plantarum Pelayuan
(Hari)
0
Dosis ( x lo6 sporal Kg ~ u m p u )t 10 100 1000
Rataan
2
13,61 13,13 13,30 13,48a 13,88 12,79 13,22 13,05 13,2~~ 14,08 Rataan 13,73a 13,05a 13,2Ia 13,18a 13,29 Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (p<0,05)
4
Pelayuan hijauan memberikan kesempatan bagi perkembangan P. crysosporium sebelum dibuat silase, namun dengan ditambahkannya tetes, pelayuan sampai empat hari (pada suhu kamar) tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap kadar protein kasar silase. Dinyatakan oleh McI>onald et al. (1991) bahwa hijauan tropis mempunyai kadar gula terlarut rendah, oleh karena
itu perlu penambahan gula terlarut. Untuk itu penambahan tetes tersebut dapat dimanfaatkan oleh kedua mikroba tersebut untuk aktivitasnya. Tetes tersebut, pada kondisi aerob oleh Phanerochaete cryssoporium akan diubah menjadi glukosa, untuk selanjutnya dihasilkan asam laktat sehingga akan mempercepat penurunan pH yang sangat berpengaruh terhadap kualitas silase, rendahnya pH akan mendukung perkembangan bakteri asam laktat dan menghambat bakteri proteolisis.
Kadar Lignin Silase Rataan umim kadar lignin silase yang berasal dari rumput gajah yang mengalami prehidrolisis enzimatis P. crysosporium dan penarnbahan bakteri L. plantarum adalah lsebesar 9,05 % (Tabel 10). Jika dibanhngkan dengan kadar
lignin rumput gajah terferrnentasi sebelurn mengalami proses ensilase yaitu 15,81% (rataan urnum) (Tabel I), maka proses ensilase secara umum dapat menurunkan kadar lignin rumput gajah. Namun penambahan dosis inokulan tidak berpengaruh terhatlap kadar lignin silase. Kadar lignin silase yang mendapat penambahan inokulan P. crysosporium dengan dosis sebesar 0, lo7, 10' dan 10' spora/ kg berat segar rumput gajah tidak berbeda nyata, yaitu berturut-turut 9,39%; 8,99%; 8,4'7% dan 9,34%. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan kadar lignin secara urnurrl tidak disebabkan oleh aktivitas kapang, namun dimungkinkan oleh terlarutnya lignin (bersama-sama dengan nutrien lain) dalam larutan asam yang dihasilkan selarna proses ensilase. Menurut Woolford (1984) bahwa salah satu penyebab hilangnya komponen silase yaitu melalui cairan yang dihasilkan selama proses ensilase. Tabel 10. Kadar Lignin Silase dengan Perlakuan Lama Pelayuan dan Prehidrolisis Enzimatis P. crysosporium yang Diperkuat dengan L. plantarum Pelayuan
(Hari) 0 2 4
0
-
10,14
8,64 9,38 Rataan 9,3ga
Dosis ( x lo6 s ~ o r aKg / Rumput ) Rataan 10 100 1000 9,39 7,71 9,86 8,9ga
(%I
7,51 7,37 10,53 8,47a
8,81 8,77 10,44 9,34a
8,96b 8,l 2b 10,05a 9,05
Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan perbedaan (p<0,05)
Pelayuan sdama empat hari menghasilkan kadar lignin yang paling besar, karena pada pelayilan selama empat hari tersebut terdapat beberapa komponen bahan organik yanlg rusak seperti pigrnen tanaman (Tabel 4), maupun adanya komponen karboliidrat yang dikatobolis oleh enzim tanaman. Dengan berkurangnya proporsi komponen bahan organik secara nyata tersebut, secara proporsional akan rneningkatkan persentase kadar lignin.
Neutral Detergent Fiber ( NDF ) dan Acid Detergent Fiber (ADF) Tidak ada .interaksi antara pengaruh lama pelayuan dan dosis inokulan terhadap persentast: NDF dan ADF, namun dosis inokulan dan pelayuan masingmasing berpengaruh terhadap prosentase NDF dan ADF. Rataan kandungan NDF silase, dengan penzunbahan dosis inokulan sebesar 0, lo7, lo8 dan lo9 spord kg berat segar rumput berturut-turut adalah : 71, 06%, 70,62%, 74,04% dan 71,19% (Tabel 11). Tabel 11. NDF Sila.sedengan Perlakuan Lama Pelayuan dan Prehidrolisis Enzimati!;P. crysosporium yang Diperkuat dengan L. plantarum Pelayuan
Dosis ( X lo6 sporal Kg R u m ~ u t
Rataan
-
Rataan 71,06~ 70,62~ 74,04a 71,1gb 71,73 Keterangan : Humf ya~ngberbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan perbedaan (p<0,05)
Kandungan
NDF
silase
dengan
penambahan
inokulan
(yang
dikombinasikan de~nganL. plantarum) terus mengalami peningkatan. Kandungan NDF tertinggi yaitu pada pemberian inokulan lo8 sporal kg berat segar rumput,
yaitu sebesar 74,04.%. Namun pada dosis pemberian inokulan lo9 spord kg berat segar kandungan NDF mulai mengalami p e n m a n , yaitu menjadi 71,19%. Trend ini terjadi juga unttik kadar hemiselulosa (NDF-ADF) silase. Hal ini menunjukkan bahwa dalam proses fennentasi tersebut, kapang tidak terlalu banyak memerlukan zat-zat makanan yang terdapat pada isi sel dan hemiselulosa, namun dengan dtambahkan l a g dosis inokulan sarnpai lo9 sporal kg berat segar rumput, kapang tersebut mulai merigambil zat-zat yang ada dalam isi sel clan hemiselulosa untuk perturnbuhan diriqya maupun untuk memproduksi enzim. Pengaruh penambahan dosis inokulan P. lcrysosporiumterhadap nilai rataan ADF silase adalah: 57, 35% (dosis O), 53,66% (dosis lo7), 53,30% (lo8) dan 55,65% (lo9)(Tabel 12). Tabel 12. ADF Silase dengan Perlakuan Lama Pelayuan dan Prehidrolisis Enzimatis P. crysosporium yang Diperkuat dengan L. plantarum
0
Dosis ( x lo6 S P O ~ Rumput) ~ K ~ 10 100 1000
59,93
54,70
Pelayuan
(Hari) 0 2 4
Rataan
-
(%I
53,88 57,86 56,5ga 57,06 52,19 51,94 55,63 54,20b 55,07 54,08 54,08 53,47 54,l 8b Rataan 517,35~ 53,66b 53,30b 55,65ab 54,99 Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan perbedaan (p<0,05)
Penarnbahan inokulan semalun menurunkan ADF dan kadar terendah sebesar 53,30% pada dosis pemberian inokulan lo8. Namun dengan ditambah dosis sampai 1o9 spord kg berat segar rumput, akan terjad kenaikan ADF. Hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan inokulan P. crysosporium, terjadi pemecahan dndiqg sel yang sulit dicerna. Dalam ha1 ini karena kandungan lignin silase (Tabel 10) tidak berbeda nyata, maka kemungkinan yang banyak
dipecah adalah sehdosa. Kondisi ini sangat diharapkan untuk meningkatkan nilai cerna silase, namurl jika pemberian inokulan sampai pada dosis yang berlebih (lo9 spora/ kg berat segu atau lebih) akan mengurangi nilai nutrien silase. Selulosa adalah unsur utama pembentuk kerangka tanaman dan penyusun dinding sel tanaman selain hemiselulosa dan lignin (Mayes et al., 1992). Selulosa merupakan sumber energi yang sangat potensial bagi ternak. Kesempurnaan pemecahannya tergantung pada jenis hewannya, yaitu ada tidaknya enzim selulase. Agosin el al. (1987) menyatakan bahwa Phanerochaete crysosporium merupakan strain yang paling cepat aktivitasnya dalam rnendegradasi lignin, tetapi kemarnpuanrlya dalam mendegradasi selulosa juga besar. Rataan kandungan NDF silase dengan lama pelayuan 0, 2 dan 4 hari berturut-turut ada1,ah : 70,47%, 72,04% dan 72,67% (Tabel ll), sedangkan kandungan ADF silase adalah : 56,59% (0 hari), 54,20% (2 hari) dan 54,18% (4 hari) (Tabel 12). Perlakuan pelayuan memberikan kontribusi terhadap kandungan NDF dan ADF silase yang cukup baik. Semakin lama pelayuan akan meningkatkan kanclungan NDF dan hemiselulosa, serta dapat menurunkan ADF. Pelayuan akan menurunkan kandungan air tanaman, sehingga dapat menekan perkembangan miliroba yang tidak diinginkan selama proses ensilase (Ross, 1984), sehingga tingkat kerusakan silase dapat ditekan, pada akhirnya perombakan komponen dinding sel selama ferrnentasi menjadi leblh efektif.
Kecernaan Bahan Kering (KCBK) dan Kecernaan Bahan Organik (KCBO) Silase Nilai kecernaan silase yang dihasilkan diukur menggunakan teknik in sacco dengan lama inkubasi 24 jam. Pengaruh perlakuan terhadap kecernaan
bahan kering dan b.ahan organik disajikan pada Tabel 13 dan Tabel 14. Tabel 13. Kecernaan Bahan Kering Silase dengan Perlakuan Lama Pelayuan dan Prehidrolisis Enzimatis P. crysosporium yang Diperkuat dengan L. plantarum Pelayuan
(Hari) 0 2 4
0
-
31,47
Dosis ( X lo6 spora/Kg Rurn~ut 10 100 1000 26,42
(%)
22,94
28,93
Rataan
27,44ab
29,29 27,76 26,93 30,88 28,72a 22,78 23,46 25,61 24,83 24,l 7b Rataan 27.85a 25,88a 25,l 6a 28.2Ia 26.77 Keterangan : Huruf yang berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan perbedaan (p<0,05)
Hasil peneli tian menunjukkan bahwa pemberian inokulan P. crysosporium belum mampu meningkatkan kecernaan bahan kering maupun bahan organik silase. Rataan umwn KCBK dan KCBO silase adalah 26.77% dan 20.61% (Tabel 13 dan Tabel 14). Jika dibandingkan dengan KCBK dan KCBO rumput, yang mengalami prehidmolisis enzimatis tanpa dilanjutkan proses ensilase, maka nilai KCBK dan KCBO rumput lebih tinggi yaitu sebesar 29,34% dan 25,29%. Penambahain inokulan dalam proses ensilase tidak meningkatkan kualitas nutrisi ditinjau dari nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik, meskipun mampu menurunkan nilai ADF silase (Tabel 11). Kombinasi dengan L. plantarum hanya mampu menlingkatkan daya simpan silase (Tabel 4,5 dm 6).
Tabel 14. Kecernaa~nBahan Organik Silase dengan Perlakuan Lama Pelayuan dan Prehidrolisis Enzimatis P. crysosporium yang Diperkuat dengan L. Rataan
0
Dosis ( x lo6 sporal Kg Rumput ) 10 100 1000
15,55
15,86
17,34b
Pelayuan
(Hari)
4
19,27
18,70
Rataan 21 .93a 19.3!ja 19.98a 21,1ga 20.61 Keterangan : Huruf yslng berbeda pada kolom atau baris yang sama menunjukkan perbedaim (p<0,05)
Penambahan P. crysosporium akan efektif daya kerjanya jika diberikan langsung pada m ~ p u tdan tanpa dibuat silase (Tabel 1, 2 dan 3). Kondisi ini menunjukkan bahcva meskipun P. crysosporium hidup pada pH asarn, namun tidak dapat turnbull ataupun bekerja secara baik pada silase karena ketersediaan oksigen selama proses ensilase tidak mencukupi. Seperti pada kapang pendegradasi lignin lainnya, Phunerochuete membutuhkan oksigen untuk melakukan respirasi yang menghasilkan C02 dan H20(Nandika, 1986). Pelayuan selama empat hari pada suhu karnar, menghasilkan nilai kecernaan bahan kering dan bahan organik silase yang terendah, yaitu 24,17% (KCBK) dan 17,34% (KCBO). Hal ini dikarenakan pelayuan selama empat hari mempunyai kandungan lignin tertinggi secara persentase (Tabel 10). Lignin sebenarnya bukan karbohidrat, namun di dalarn dinding sel biasanya berikatan dengan selulosa dan hemiselulosa, sehingga mempengaruhi pencemaan dinding sel yang sebagian besar terdiri dari selulosa (Prawirokusumo, 1994). Memperhatikan peligaruh lama pelayuan terhadap kandungan lignin rumput gajah terfermentasi dan lkadar lignin silase rumput gajah, maka lama pelayuan yang
terbaik adalah dua hari, ha1 ini nampak dkngan pelayuan dua hari meningkatkan kecernaan silase.
akan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
- Prehidrolisis rumput gajah, yang berumur tua dan sebagan telah berbunga, dengan P. crysc>sporiumdapat meningkatkan nilai nutrisi ditinjau dari KCBK dan KCBO. Dosis inokulan yang tepat adalah lo8 sporal kg rumput dengan lama pelayuan empat hari.
- Proses penyimpanan melalui ensilase dan penambahan L. plantarum tidak dapat meningkatkan mutu rumput ghjah yang mengalami prehidrolisis tersebut, namurl dapat dipakai sebagai upaya pengawetan. Penambahan P, crysosporium tersebut tidak mempengaruhi proses ensilase, ditinjau dari segi kecernaan, walaupun ada penurunan kadar ADF, khususnya komponen selullosa.
Saran Perlu peneliitian lebih lanjut mengenai manfaat penambahan inokulan P.
crysosporium pada silase, dengan cara memecah batang rurnput gajah yang akan digunakan dalam pembuatan silase, agar dinding sel menjadi lebih terbuka. Hal ini diharapkan aka1 lebih memudahkan P. crysosporium dalarn memecah lignin, sehingga akan meningkatkan kecernaan silase nunput gajah. lebih mudah.