PERBEDAAN TINGKAT STRESS KERJA PADA TENAGA KERJA YANG MENGALAMI KEBISINGAN DI ATAS NAB BAGIAN MESIN TENUN DAN DI BAWAH NAB BAGIAN MESIN CUCUK DI PT. ISKANDARTEX SURAKARTA SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sain Terapan
Oleh : ELMIANA TARTIKA R0206067
PROGRAM D.IV KESEHATAN KERJA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
PENGESAHAN SKRIPSI Skripsi dengan Judul : Perbedaan Tingkat Stress Kerja Pada Tenaga Kerja yang Mengalami Kebisingan di atas NAB Bagian Mesin Tenun dan di Bawah NAB Bagian Mesin Cucuk PT. Iskandar Tex Surakarta. Elmiana Tartika , R0206067, Tahun 2010 Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Validasi Skripsi Program D.IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran UniversitaS Sebelas Maret Pada Hari:
Pembimbing Utama Hari Wujoso, dr., MM, SP. F NIP. 19621022 199503 1 001
Pembimbing Pendamping Reni Wijayanti, dr., M.Sc
Penguji Putu Suriyasa,dr.,MS,PKK,Sp.Ok NIP. 19481105 198111 1 001
, Tanggal :
2010
.............................................
.............................................
...............................................
Surakarta,........................................
Tim Skripsi
Ketua Program D. IV Kesehatan Kerja
Lusi Ismayenti, ST, M.Kes NIP. 19720322 200812 2 001
Putu Suriyasa, dr., MS, PKK, Sp.Ok NIP. 19481105 198111 1 001
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara yang tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustakaan.
Surakarta,…………………………
Elmiana Tartika NIM. R0206067
ABSTRAK
ELMIANA TARTIKA, D.IV KESEHATAN KERJA NIM R0206067, PERBEDAAN TINGKAT STRESS KERJA PADA TENAGA KERJA YANG MENGALAMI KEBISINGAN DI ATAS NAB BAGIAN MESIN TENUN DAN DI BAWAH NAB BAGIAN MESIN CUCUK PT. ISKANDARTEX SURAKARTA. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan stress kerja pada intensitas kebisingan yang kurang dari NAB dan lebih dari NAB. Stress keja di kategorikan ke dalam stress dan tidak stress. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional. Terdapat 20 sampel yang memenuhi kriteria teknik analisa data purposive sampling. Kemudian dilakukan pengukuran stress kerja dan intensitas kebisingan. Dan dihitung dengan uji analisa chi-square test, dalam perhitungannya dikelompokkan dalam 2 kategori yaitu kelompok sampel dengan intensitas kebisingan lebih dari NAB dan kelompok sampel dengan intensitas kebisingan kurang dari NAB. Hasil uji statistik bahwa harga chi square (X2) hitung > (X2) tabel yaitu 5,051 > 3,481 sehingga signifikan antara kebisingan dengan stress kerja. Hasil uji statistik dinyatakan signifikan karena p value ≤ 0,025, maka Ho ditolak, H1 diterima. Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan, bahwa ada perbedaan tingkat stress kerja tenaga kerja pada kebisingan di atas NAB dan di bawah NAB, semakin tinggi intensitas kebsingan semakin banyak tenaga kerja yang mengalami stress kerja.
Kata kunci : Intensitas Kebisingan – Stress Kerja * Mahasiswa D.IV Kesehatan Kerja FK UNS.
ABSTRACT
ELMIANA TARTIKA, D. IV HEALTH WORK, NIM R0206067 Working stress DIFFERENCES IN LABOR WHICH HAVE NOISE IN THE MACHINES PART TENUN TLV BELOW TLV AND MACHINE PART PT.ISKANDARTEX SURAKARTA. This research was conducted to determine differences in job stress on the intensity noise is less than the NAV and more than NAV. Stress crimes categorized into stress and no stress. This research is an observational cross sectional analytic approach. There are 20 samples that meet the criteria for purposive sampling of data analysis techniques. Then do the measurement work stress and noise intensity. Test analysis and calculated by chi-square test, the calculations are grouped into two categories: the sample group with more than NAV intensity noise and intensity noise sample groups with less than NAV. The statistical result that the price of the chi square (X2) count> (X2) table in which 5.051> 3.481 so that the significant correlation between the noise with job stress. Results revealed statistically significant test for p value ≤ 0.025, then Ho is rejected, H1 accepted. From the research that has been done can be concluded, that there are differences in job stress levels of workers in noise above NAV and below the NAV, the higher the intensity the more labor noise experiencing job stress.
Keywords: Intensity Noise - Work Stress * D. IV Student Health at Work FK UNS.
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO 1. “ Jalani hidup ini dengan syukur, sabar, dan iklas maka langkahmu akan terasa ringan dan hanya tertuju kepada Allah ” (Penulis).
2. “Sabarlah menghadapi hari-hari yang sulit, karena kesulitan ada akhirnya” (Aidh Al Qarni, 2004:267)
PERSEMBAHAN Skripsi ini kupersembahkan kepada : 1. Ibu dan Almarhum Bapak tercinta serta adikku tersayang 2. Temen-temenku D.IV Kesehatan Kerja angkatan 2006 dan Almamaterku.
KATA PENGANTAR
Penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang bahwasannya penulis telah berhasil menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan judul “ Perbedaan Tingkat Stress Kerja Pada Tenaga Kerja Yang Mengalami Kebisingan di Atas NAB Bagian Mesin Tenun dan di Bawah NAB Bagian Mesin Cucuk di PT. Iskandartex Surakarta “ dengan baik. Adapun maksud penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat dalam rangka menyelesaikan studi diploma IV untuk mencapai gelar Sarjana Sain Terapan. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan semua pihak, oleh karena itu penulis menghaturkan terima kasih kepada: 1.
Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta, Bapak Prof. Dr. Much. Syamsulhadi, dr., Sp. KJ. (K)
2.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta,
Bapak
Prof. Dr. A.A Subijanto, dr., MS. 3.
Bapak Putu Suriyasa., dr., MS., PKK., Sp.Ok, selaku penguji dan ketua program D. IV Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan dukungan dan saran dalam penyusunan skripsi ini.
4.
Dosen pembimbing I , Bapak Hari Wujoso, dr., MM, Sp.F selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan pengarahan untuk terselesainya skripsi ini.
5.
Dosen pembimbing pendamping, Ibu Reni Wijayanti, dr., M. Sc yang dengan sabar membimbing penulis menyelesaikan skripsi ini.
6.
Bapak Agus Mulya, selaku pembimbing lapangan di PT. Iskandartex Surakarta yang telah meluangkan waktunya untuk mendampingi penulis dalam pengambilan data.
7.
Ibu, ibu, ibu yang paling berpengaruh atas doanya yang sampai membawa sekarang menyelesaikan skripsi dan banyak terima kasih telah memberikan
jiwa dan tenaganya memeras keringat demi anaknya tercinta mencapai citacitanya, serta almarhum ayah yang tercinta ucapkan banyak terima kasih atas semua doa, dukungan dan kasih sayang yang dulu telah diberikan kepada penulis. 8.
Semua rekan, adikku tersayang dan kekasihku yang tercinta terima kasih telah banyak memberikan semangat yang tiada henti.
9.
Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu, atas perhatian dan segala bantuan yang telah diberikan. Semoga segala kebaikan dan keikhlasan yang telah diberikan kepada
penulis mendapat balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan sehingga kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan skripsi ini sangat diharapakan. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat memberi manfaat dan tambahan pengetahuan bagi banyak pihak.
Surakarta,
Juli 2010
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………................................... i HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………… ii HALAMAN PERNYATAAN………………………………………………... iii ABSTRAK......................................................................................................... iv ABSTRACT....................................................................................................... v MOTTO DAN PERSEMBAHAN..................................................................... vi KATA PENGANTAR....................................................................................... vii DAFTAR ISI..................................................................................................... ix DAFTAR TABEL............................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... xii BAB I. PENDAHULUAN................................................................................ 1 A. Latar Belakang................................................................................ 1 B. Perumusan Masalah......................................................................... 5 C. Tujuan Penelitian............................................................................ 5 D. Manfaat Penelitian.......................................................................... 5 BAB II. LANDASAN TEORI.......................................................................... 6 A. Kebisingan...................................................................................... 6 B. Stress Kerja..................................................................................... 14 C. Hubungan Paparan Kebisingan dan Stress Kerja........................... 24 D. Kerangka Konsep............................................................................ 25
E. Hipotesis.......................................................................................... 25 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN........................................................ 26 A. Jenis Penelitian............................................................................. 26 B. Lokasi Penelitian.......................................................................... 26 C. Populasi dan Subyek Penelitian................................................... 26 D. Teknik Sampling.......................................................................... 27 E. Variabel Penelitian....................................................................... 27 F. Definisi Operasional Variabel.....................................................
29
G. Kerangka Penelitian..................................................................
32
H. Instrumen Penelitian..................................................................
32
I. Teknik Analisa Data....................................................................
33
J. Hipotesis......................................................................................
33
BAB IV. HASIL PENELITIAN....................................................................
34
A. Gambaran Umum Perusahaan.......................................................
34
B. Hasil Pengukuran Stress Kerja.....................................................
38
C. Uji Perbedaan Stress Kerja...........................................................
41
BAB V. PEMBAHASAN...............................................................................
43
A. Hasil Pengukuran Stress Kerja.....................................................
43
B. Uji Perbedaan Stress Kerja..........................................................
44
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN........................................................
46
A. Kesimpulan....................................................................................
46
B. Saran..............................................................................................
47
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
49
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Nilai Intensitas Kebisingan pada Bagian Mesin Tenun
38
(Lokasi Lebih dari Nilai Ambang Batas) Tabel 2. Nilai Intensitas Kebisingan pada Bagian Mesin Cucuk
38
(Lokasi Kurang dari Nilai Ambang Batas) Tabel 3. Data Stress Kerja Tenaga Kerja pada Intensitas Kebisingan
39
Lebih dari Nilai Ambang Batas (Lokasi Mesin Tenun). Tabel 4. Data Stress Kerja Tenaga Kerja pada Intensitas Kebisingan
40
Kurang dari Nilai Ambang Batas (Lokasi Mesin Cucuk). Tabel 5. Data Kategori Stress Kerja Tenaga Kerja.
40
Tabel 6. Hasil Uji Statistik Berdasarkan Kelompok Stress Kerja
41
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di PT. Iskandartex, Surakarta. Lampiran 2. Data sample tenaga kerja wanita di lokasi mesin tenun PT. Iskandartex Surakarta. Lampiran 3. Data sample tenaga kerja wanita di lokasi mesin cucuk PT. Iskandartex Surakarta. Lampiran 4. Hasil Perhitungan Tekanan Darah Rata-rata di Lokasi Kerja Mesin Tenun PT. Iskandartex Surakarta. Lampiran 5. Tekanan Darah Rata-rata di Lokasi Kerja Mesin Cucuk PT. Iskandartex Surakarta. Lampiran 6. Hasil uji statistik dengan SPSS versi 15.0 Lampiran 7. Nilai Intensitas Kebisingan pada Bagian Mesin Tenun (Lokasi Lebih dari Nilai Ambang Batas). Lampiran 8. Nilai Intensitas Kebisingan pada Bagian Mesin Cucuk (Lokasi Kurang dari Nilai Ambang Batas). Lampiran 9. Tabel nilai Chi Kuadrat. Lampiran 10. Quesioner Bourdon Wiersma Test. Lampiran 11. Dokumentasi penelitian di PT. Iskandartex Surakarta.
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah negara berkembang yang sedang menuju era industrialisasi dan era perdagangan bebas. Kemajuan teknologi khususnya dibidang industri sangat dibutuhkan dan didorong perkembangannya. Teknologi
yang
dikembangkan
dimaksudkan
untuk
meningkatkan
kesejahteraan manusia, oleh karena itu rekayasa teknologi diusahakan agar sesuai dengan manusia itu, jangan sampai menimbulkan gangguan kesehatan tenaga kerja dengan menekan seminimal mungkin dampak negatif yang ditimbulkan oleh teknologi tersebut. Tenaga kerja sebagai pelaku sekaligus sasaran dari pembangunan harus dibina dan dikembangkan. Kualitas tenaga kerja tercermin dari pada produktivitas tenaga kerja tersebut. Sehingga perlu adanya upaya–upaya menciptakan suatu lingkungan kerja yang aman dan sehat untuk menunjang produktivitas (Retno H, 1996). Tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaannya mendapat tekanan langsung dari pekerjaannya dan dari lingkungan kerjanya. Untuk efisiensi dan produktivitas kerja maupun untuk proteksi tenaga kerja, keseimbangan yang optimal antara beban langsung dan beban tambahan oleh lingkungan kerja dan kapasitas kerja perlu dicapai. Beban tambahan akibat kerja disebabkan oleh
faktor–faktor antara lain : faktor fisik, faktor kimia, faktor biologi, faktor fisiologis, faktor psikologis (Suma’mur, 1994). Lingkungan kerja bising perlu mendapat perhatian yang lebih karena tenaga kerja yang terpapar bising akibat proses produksi dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan kenyamanan kerja. Bising yang berlebih sekitar 80 dB(A) yang berulangkali didengar, untuk jangka waktu yang lama, dapat menimbulkan stress. Dalam keadaan stress otot-otot kepala dan leher menjadi tegang yang menyebabkan sakit kepala, susah tidur (insomnia), hipertensi, ginjal, serangan jantung, maag, dan menurunnya daya tahan tubuh (Novitasari, 2008). Indonesia intensitas bising di tempat kerja yang diperkenankan adalah 85 dB(A) untuk waktu kerja 8 jam perhari, seperti yang diatur dalam Kepmenaker no. KEP 51/MEN/1999 tentang NAB Faktor Fisika di Tempat Kerja. Pekerja yang terpapar bising kadang mengeluh gugup, susah tidur dan lelah. Pemaparan bising yang berlebihan dapat menurunkan gairah kerja dan menyebabkan meningkatnya absensi, bahkan penurunan produktivitas. Maka perlu adanya suatu manajemen stress serta kebisingan yang baik agar pekerja dapat bekerja secara nyaman, efektif, efisien sehingga performansi dan produktivitas kerja meningkat (Hartono, 2007). Suara bising akan menimbulkan gangguan pendengaran atau ketulian pada seseorang yang bekerja atau berada di lingkungan industri. Istilah-istilah occupational deafness, industrial deafness, noise induced hearing loss, trauma akustik, adalah istilah-istilah untuk menggambarkan
ketulian akibat suara bising. Bila suara bising menyebabkan ketulian pada anggota militer, disebut military deafness (Hadi Kusnan, 1977). Suara yang tidak diinginkan akan memberikan efek yang kurang baik terhadap kesehatan. Suara merupakan gelombang mekanik yang dihantarkan oleh suatu medium yaitu umumnya oleh udara. Kualitas dan kuantitas suara ditentukan antara lain oleh intensitas (loudness), frekuensi, periodesitas (kontinyu atau terputus) dan durasinya. Faktor-faktor tersebut juga ikut mempengaruhi dampak suatu kebisingan terhadap kesehatan (Mansyur, 2003). Pengaruh buruk kebisingan, didefinisikan sebagai suatu perubahan morfologi dan fisiologi suatu organisma yang mengakibatkan penurunan kapasitas fungsional untuk mengatasi adanya stress tambahan atau peningkatan kerentanan suatu organisma terhadap pengaruh efek faktor lingkungan yang merugikan, termasuk pengaruh yang bersifat sementara maupun gangguan jangka panjang terhadap suatu organ atau seseorang secara fisik, psikologis atau sosial. Pengaruh khusus akibat kebisingan berupa gangguan pendengaran, gangguan kehamilan, pertumbuhan bayi, gangguan komunikasi, gangguan istirahat, gangguan tidur, psikofisiologis, gangguan mental, kinerja, pengaruh terhadap perilaku permukiman, ketidak nyamanan, dan juga gangguan berbagai aktivitas seharihari (Mansyur, 2003). Biaya yang harus ditanggung akibat kebisingan ini sangat besar. Misalnya, bila terjadi di tempat-tempat bisnis dan pendidikan, maka bising dapat mengganggu komunikasi yang berakibat menurunnya kualitas bisnis
dan pendidikan. Trauma akustik ataupun gangguan pendengaran lain yang timbul akibat bising di tempat kerja, gangguan sistemik yang timbul akibat kebisingan, penurunan kemampuan kerja, bila dihitung kerugiannya secara nominal dapat mencapai milyaran rupiah. Ketulian ini bisa dicegah, dengan cara penanggulangan bising di industri yang pada hakekatnya adalah pemeliharaan pendengaran di industri. Pemeliharaan pendengaran di industri ditujukan untuk mencegah terjadinya ketulian bagi para pekerja yang masih normal telinganya dan mencegah agar tak jadi lebih jelek pada pekerja-pekerja yang sudah terdapat kekurang pendengaran. Untuk itu, tenaga kesehatan perlu mengenali pengaruh bising terhadap kesehatan tenaga kerja, melakukan deteksi dini dan pengendalian bising di tempat kerja (Wiyadi, 1987). Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di PT. Iskandartex Surakarta, penulis menjumpai mesin-mesin yang mengeluarkan suara bising melebihi NAB. Hal itu tidak diimbangi dengan pemakaian alat pelindung telinga oleh para pekerjanya. Mereka merasa tidak nyaman jika memakai alat pelindung telinga tersebut dan mereka kurang paham dengan akibat yang ditimbulkan dari kebisingan yang melebihi NAB. Mereka tidak mengetahui akibat dari kebisingan yang ada karena mereka tidak melakukan pemeriksaan secara rutin terhadap pendengarannya.
B. Rumusan Masalah Apakah ada perbedaan tingkat stress kerja pada tenaga kerja yang mengalami kebisingan di atas NAB bagian mesin tenun dan di bawah NAB bagian mesin cucuk di PT. Iskandartex Surakarta ?
C. Tujuan Penelitian Untuk memahami perbedaan tingkat stress kerja pada tenaga kerja yang mengalami kebisingan di atas NAB bagian mesin tenun dan di bawah NAB bagian mesin cucukdi PT. Iskandartex Surakarta.
D. Manfaat Penelitian 1. Teoritis Diharapkan dalam penelitian ini dapat membuktikan teori adanya perbedaan tingkat stress kerja pada tenaga kerja yang mengalami kebisingan di atas NAB bagian mesin tenun dan di bawah NAB bagian mesin cucuk di PT. Iskandartex Surakarta. 2. Aplikatif a. Diharapkan pekerja dapat mengetahui atau memahami tentang pengaruh paparan kebisingan terhadap terjadinya stress kerja. b. Diharapkan pihak perusahaan dapat lebih memahami kondisi lingkungan kerja dan perlu adanya rotasi kerja untuk mengurangi terjadinya stress kerja pada pekerja.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kebisingan Bising dalam kesehatan kerja, bising diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran baik secara kwantitatif (meningkatkan ambang pendengaran) maupun secara kwalitatif (penyempitan sepektrum pendengaran), berkaitan dengan faktor intensitas, durasi, frekuensi dan pola waktu (Buchari, 2007). Jadi dapat disimpulkan bahwa kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dan dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan, serta dapat menimbulkan ketulian (Buchari, 2007). Kebisingan (noise) adalah suara yang tidak dikehendaki. Menurut Wall (1979), kebisingan adalah suara yang mengganggu. Sedangkan menurut Kep.Men-48/MEN.LH/11/1996,
kebisingan
adalah
bunyi
yang
tidak
diinginkan dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan, termasuk ternak, satwa, dan sistem alam. Pengertian kebisingan adalah suara yang tidak dikehendaki
dan
dapat menimbulkan gangguan komunikasi, gangguan terhadap pekerjaan karena turunnnya konsentrasi serta meningkatkan kelelahan kerja yang akhirnya dapat berdampak pada terjadinya stress kerja (Suma’mur, 1994).
Menurut Kepmenaker (1999) dalam Arif Susanto (2006), yang dimaksud dengan kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Adapun jenis-jenis kebisingan menurut Buchari, 2007 dibagi menjadi 4 yaitu : a. Kebisingan yang kontinyu dengan spektrum frekwensi yang luas, misalnya mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar dan lain-lain. b. Kebisingan yang kontinyu dengan spektrum frekwensi yang sempit, misalnya gergaji sirkuler, katup gas dan lain-lain. c. Kebisingan terputus-putus (intermitten/interuted noise) adalah kebisingan dimana suara mengeras dan kemudian suara mengeras dan kemudian melemah secara perlahan-lahan, misalnya lalu lintas, suara kapal terbang di lapangan udara. d. Kebisingan impulsif, misalnya pukulan pukul, tembakan bedil, ledakan. e. Kebisingan impulsif berulang, misalnya mesin tempa. Menurut Rasmito soemanegara (1975), bising diberbagai industri dalam garis besar dapat digolongkan dalam 2 golongan, yaitu : 1) Bising-bising impulsif Kebisingan impulsif (impact/impulse noise) adalah kebisingan yang ditimbulakan oleh sumber tunggal atau bunyi yang pada saat tertentu terdengar secara tiba-tiba, misal kebisingan yang ditimbulkan oleh ledakan
bom, meriam. Sedangkan impulsive berulang terjadi pada mesin produksi di industri. Kebisingan impulsif yang berintensitas tinggi dapat menyebabkan rusaknya alat-alat pendengaran. Kerusakan dapat terjadi pada gendang pendengaran dan tulang-tulang halus di telinga tengah. Getaran-getaran yang menyebabkan kerusakan ini dapat melalui udara maupun melalui tulang. Pencegahan dilakukan dengan selalu menghindarkan diri dari sumber terjadinya bising impulsif. Ledakan-ledakan yang diadakan dalam hubungan pekerjaan harus dilakukan pada saat tenaga kerja berada di tempat yang aman. Dalam hal sangat perlu, bahwa tenaga kerja berada cukup dekat dari sumber kebisingan. 2) Bising-bising tetap Kebisingan tetap (steady state noise) adalah kebisingan dimana fluktuasi dari intensitasnya tidak lebih dari 6 dB. Sebagai contoh suara yang ditimbulkan oleh kompresor, kipas angin, dapur pijar (steady state wide band noise), suara mesin gergaji sirkuler (circular chain saw), dan suara yang ditimbulkan oleh katup (steady state narrow band noise). Sumber Kebisingan: Aktivitas dari berbagai proyek pembangunan menghasilkan dampak yang berbeda-beda dari bermacam-macam sumber kebisingan dan dapat dibagi kedalam 4 tipe pembangunan yaitu (Men KLH,1989):
a) Tipe pembangunan pemukiman. b) Tipe pembangunan gedung bukan untuk tempat tinggal tetap, misalnya perkantoran, gedung umum, hotel, rumah sakit, sekolah dan lain sebagainya. c) Tipe pembangunan industri. d) Tipe pekerjaan umum, misalnya jalan, saluran induk air, selokan induk air, selokan dan lainnya. Dampak kebisingan dapat pula kita bagi berdasarkan fase pembangunan proyek yaitu fase konstruksi dan fase operasi. Besarnya kebisingan yang ditimbulkan dari fase pembangunan fisik proyek (gedung dan industri) dapat dibagi lagi menjadi kebisingan yang disebabkan oleh: 1) Pembersihan lahan 2) Penggalian 3) Pondasi 4) Menegakkan pembangunan 5) Penyelesaian akhir bangunan Menurut Dirjen PPM dan PL., DEPKES & KESSOS RI. Tahun 2000, sumber kebisingan dibedakan menjadi: 1) Bidang industri Industri besar termasuk didalamnya pabrik, bengkel dan sejenisnya. Bidang industri dapat dirasakan oleh karyawan maupun masyarakat disekitar industri.
2) Bidang rumah tangga Umumnya disebabkan oleh alat-alat rumah tangga dan tidak terlalu tinggi tingkat kebisingannya. 3) Bidang spesifik Bising yang disebabkan oleh kegiatan-kegiatan khusus, misalnya pemasangan tiang pancang tol atau bangunan. Bila sumber kebisingan dilihat dari sifatnya dibagi menjadi 2 yaitu (Wisnu, 1996) : 1) Sumber kebisingan statis: pabrik, mesin, tape, dan lainnya. 2) Sumber kebisingan dinamis: mobil, pesawat terbang, kapal laut dan lainnya. Sedangkan sumber bising yang dilihat dari bentuk sumber suara yang dikeluarkannya, ada dua macam yaitu (Men.KLH, 1989): 1) Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu titik/bola/lingkaran. Contoh: sumber bising dari mesin-mesin industri/mesin yang tak bergerak. 2) Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu garis, misalnya: kebisingan yang timbul karena kendaraan-kendaraan yang bergerak dijalan. Dampak kebisingan 1) Pada indra pendengaran (auditory effect) Telinga siap menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan tingkat suara/bising, tetapi setelah terlalu sering mengalami perubahan
yang berulang-ulang lama-kelamaan daya akomodasinya akan menjadi lelah dan gagal dalam memberikan reaksi. Dalam keadaan ini pendengaran timbul akibat pekerjaan (occupational deafnessI), tidak hanya terdapat pada pekerja pabrik saja tetapi juga pada pekerjaanpekerjaan luar, seperti supir taksi/alat transportasi, polisi lalu lintas, dan sebagainya. Efek yang timbul pada pendengaran dapat diklasifikasikan menjadi: a. Trauma akustik, gangguan pendengaran yang disebabkan oleh pemaparan tunggal terhadap intensitas kebisingan yang sangat tinggi dan terjadi secara tiba-tiba. Sebagai contoh ketulian yang disebabkan oleh suara ledakan bom. b. Ketulian sementara (Temporary Treshold Shift/ TTS), gangguan pendengaran yang dialami oleh seseorang yang sifatnya sementara. Daya dengar sedikit demi sedikit pulih kembali, waktu untuk pemulihan kembali adalah berkisar dari beberapa menit sampai beberapa hari (3-7 hari), namun yang paling lama tidak lebih dari 10 hari. c. Ketulian permanen (Permanent Treshold Shift/PTS), bilamana seorang pekerja mengalami TTS dan kemudian terpajan bising kembali sebelum pemulihan secara lengkap terjadi, maka akan terjadi ”akumulasi”sisa ketulian (TTS), dan bila hal ini berlangsung secara berulang dan menahun, sifat ketuliannya akan berubah menjadi menetap (permanen). PTS sering disebut juga NIHL (Noise
Induced Hearing Loss) dan NIHL terjadi umumnya setelah terpajan 10 tahun atau lebih. 2) Efek kebisingan bukan pada indera pendengaran (Non Auditory Effect) a. Gangguan komunikasi, kebisingan dapat mengganggu percakapan sehingga dapat menimbulkan salah pengertian dari penerimaan pembicaraan. b. Gangguan tidur (sleep interferenceI), menurut EPA (1974), manusia dapat terganggu tidurnya pada intensitas suara 33-38 dBA dan keluhan ini akan semakin banyak ditemukan bila tingkat intensitas intensitas suara di ruang tidur mencapai 48 dBA. c. Gangguan plaksanaan tugas (task interference), terutama pada tugas-tugas yang membutuhkan ketelitian atau pekerjaan yang rumit dan pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi tinggi. d. Perasaan tidak senang/mudah marah (annoyance). e. Stress, pengalaman pada pemeriksaan di perusahaan menunjukkan beberapa tahapan akibat stress kebisingan, yaitu: menurunnya daya konsentrasi, cenderung cepat lelah, gangguan komunikasi, gangguan fungsi pendengaran secara bertahap, ketulian/penurunan daya dengar yang menetap. Program pengendalian kebisingan Berdasarkan
teknik
dibedakan dalam tiga cara:
pelaksanaannya,
pengendalian
bising
1) Pengendalian pada sumbernya Beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam cara ini adalah sebagai berikut: a. Meredam bising/getaran yang ada. b. Mengurangi luas permukaan yang bergetar. c. Mengatur kembali tempat sumber. d. Mengatur waktu operasi mesin. e. Pengecilan atau pengurangan volume. f. Pembatasan jenis dan jumlah lalu lintas dan lainnya. 2) Pengendalian pada media bising Langkah-langkah yang bisa dilakukan dengan cara ini adalah sebagai berikut: a. Memperbesar jarak sumber bising dengan pekerjaan atau pemukiman. b. Memasang peredam suara pada dinding dan langit-langit. c. Membuat ruang kontrol agar dapat dipergunakan mengontrol pekerjaan dari ruang terpisah. d. Bila sumber bising adalah lalu lintas, bisa dilakukan pembatasan jalan dengan rumah/gedung/rumah sakit, dan lainlain. Dengan penanaman pohon, pembuatan gundukan tanah, pembuatan tembok/pagar, pembuatan jalur hijau dan daerah penyangga dan lainnya.
3) Pengendalian pada penerima Pengendalian dengan cara ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: a. Memberi alat pelindung diri seperti ear plug, ear muff dan helmet. b. Memberikan keselamatan
latihan kerja,
dan
pendidikan
khususnya
tentang
kesehatan
dan
kebisingan
dan
pengaruhnya. c. Tindakan pengamanan juga dapat dilakukan dengan cara memindahkan tenaga kerja terkena bising.
B. Stress Kerja Stress adalah reaksi seseorang secara psikologi, fisiologi, maupun perilaku bila seseorang mengalami ketidakseimbangan antara tuntutan yang dihadapi dengan kemampuannya untuk memenuhi tuntutan tersebut dalam jangka waktu tertentu. Selye mendefinisikan stress sebagai reaksi non spesifik tubuh terhadap beberapa tuntutan yang melebihi dari kemampuannya (Bambang Tarupolo, 2002:4). Definisi stress menurut Agus M (1994:23) adalah tanggapan menyeluruh dari tubuh terhadap setiap tuntutan yang datang atasnya . David Hager dan Linda C (1999:21) menyatakan stress sebagai suatu keadaan ketegangan fisik atau mental atau kondisi yang menyebabkan ketegangan.
Menurut David A (1990:240), stress adalah respon otomatis dari tubuh, termasuk pikiran sampai pada perubahan- perubahan, tantangantantangan, dan tuntutan lain yang kita temui dalam setiap bagian kehidupan sehari- hari. Stress dapat juga berarti respon fisiologi, psikologi dan perilaku dari seseorang dalam upaya untuk menyesuaikan dari tekanan baik secara internal maupun eksternal (Laurentius Panggabean, 2003:2). Terdapat beberapa pengertian tentang stress yang dapat dimaknai dari beberapa sudut pandang keilmuan. Levi (1991) mendefinisikan stress sebagai berikut : 1) Dalam bahasa teknik. Stress dapat diartikan sebagai kekuatan dari bagianbagian tubuh. 2) Dalam bahasa biologi dan kedokteran. Stress dapat diartikan sebagai proses tubuh untuk beradaptasi terhadap pengaruh luar dan perubahan lingkungan terhadap tubuh. 3) Secara umum. Stress dapat diartikan sebagai tekanan psikologis yang dapat menimbulkan penyakit baik fisik maupun penyakit jiwa. Menurut Manuaba (1998) stress adalah segala rangsangan atau aksi dari tubuh manusia baik yang berasal dari luar maupun dari dalam tubuh itu sendiri yang dapat menimbulkan bermacam-macam dampak yang merugikan mulai dari menurunnya kesehatan sampai kepada dideritanya suatu penyakit. Dalam kaitannya dengan pekerjaan, semua dampak dari stres tersebut akan
menjurus kepada menurunnya performansi, efisiensi dan produktivitas kerja yang bersangkutan. Heerdjan (1990) menguraikan bahwa stress dapat digambarkan sebagai suatu kekuatan yang dihayati mendesak atau mencekam dan muncul dalam diri seseorang sebagai akibat ia mengalami kesulitan dan menyesuaikan diri. Mendelson (1990) mendefinisikan stress akibat kerja secara lebih sederhana, dimana stress merupakan suatu ketidakmampuan pekerja untuk meghadapi tuntutan tugas dengan akibat suatu ketidaknyamanan dalam kerja. Stress kerja adalah suatu perasaan yang menekan atau rasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaannya (Anwar Prabu, 1993: 93). Beehr
dan
Franz
(dikutip
Bambang
Tarupolo,
2002:17),
mendefinisikan stress kerja sebagai suatu proses yang menyebabkan orang merasa sakit, tidak nyaman atau tegang karena pekerjaan, tempat kerja atau situasi kerja yang tertentu. Menurut Pandji Anoraga (2001:108), stress kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkunganya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam. Gibson dkk (1996:339), menyatakan bahwa stress kerja adalah suatu tanggapan penyesuaian diperantarai oleh perbedaan- perbedaan individu dan atau proses psikologis yang merupakan suatu konsekuensi dari setiap tindakan
dari luar (lingkungan), situasi, atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan kepada seseorang. Setiap aspek di pekerjaan dapat menjadi pembangkit stress. Tenaga kerja yang menentukan sejauhmana situasi yang dihadapi merupakan situasi stres atau tidak. Tenaga kerja dalam interaksinya dipekerjaan, dipengaruhi pula oleh hasil interaksi di tempat lain, di rumah, di sekolah, di perkumpulan, dan sebagainya (Ashar Sunyoto, 2001: 380). Phillip L (dikutip Jacinta, 2002), menyatakan bahwa seseorang dapat dikategorikan mengalami stress kerja jika: 1) Urusan stress yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat individu bekerja. Namun penyebabnya tidak hanya di dalam perusahaan, karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa ke rumah dapat juga menjadi penyebab stress kerja. 2) Mengakibatkan dampak negatif bagi perusahaan dan juga individu. 3) Oleh karenanya diperlukan kerjasama antara kedua belah pihak untuk menyelesaikan persoalan stres tersebut. Sebenarnya stress kerja tidak selalu membuahkan hasil yang buruk dalam kehidupan manusia. Selye membedakan stres menjadi 2 yaitu distress yang destruktif dan eustress yang merupakan kekuatan positif. Stress diperlukan untuk menghasilkan prestasi yang tinggi. Semakin tinggi dorongan untuk berprestasi, makin tinggi juga produktivitas dan efisiensinya. Demikian pula sebaliknya stres kerja dapat menimbulkan efek yang negatif. Stress dapat
berkembang menjadikan tenaga kerja sakit, baik fisik maupun mental sehingga tidak dapat bekerja lagi secara optimal (Ashar Sunyoto, 2001: 371,374). Faktor Penyebab Terjadinya Stress Kerja Menurut Patton (1998) faktor-faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah: 1) Kondisi individu seperti umur, jenis kelamin, temperamental, genetic, intelegensia, pendidikan, kebudayaan, dan lain-lain. 2) Ciri kepribadian seperti introvert atau ekstrovert, tingkat emosional, kepasrahan, kepercayaan diri, dan lain-lain. 3) Sosial-kognitif seperti dukungan sosial, hubungan sosial dengan lingkungan sekitarnya. 4) Strategi untuk menghadapi setiap stress yang muncul. Clark (1995) dan Wantoro (1999) mengelompokkan penyebab stress di tempat kerja menjadi tiga kategori yaitu fisik, psikofisik dan psikologis. Selanjutnya Cartwright et, al (1995) mencoba memilah-milah penyebab stress akibat kerja menjadi 6 kelompok penyebab, yaitu: 1) Faktor intrinsik pekerjaan Faktor tersebut meliputi keadaan fisik lingkungan kerja yang tidak nyaman, stasiun kerja yang tidak ergonomis, kerja shift, jam kerja yang panjang, pekerjaan beresiko tinggi dan berbahaya, pembebanan berlebih, dan lain-lain.
2) Faktor peran individu dalam organisasi kerja. Beban tugas yang bersifat mental dan tanggung jawab dari suatu pekerjaan lebih memberiakan stres yang tinggi dibanding dengan beban kerja fisik. Karasek et al (1998) dalam suatu penelitian tentang stress akibat kerja menemukan bahwa karyawan yang mempunyai beban psikologis lebih tinggi dan ditambah dengan keterbatasan wewenang untuk mengambil keputusan yang mempunyai resiko terkena penyakit jantung koroner dan tekanan darah yang tinggi. 3) Faktor hubungan kerja Hubungan baik antara karyawan di temapat kerja adalah faktor yang potensial sebagai penyebab terjadinya stress. Kecurigaaan antara pekerja, kurangnya komonikasi, ketidaknyamanan dalam melakukan pekerjaaan merupakan tanda-tanda adanya stress akibat kerja (Cooper dan Payne, 1988) 4) Faktor pengembangan karier Menurut Wantoro (1999) faktor pengembangan karier yang dapat memicu stress adalah ketidakpastian pekerjaan seperti adanya reorganisasi perusahaan dan mutasi kerja, promosi berlebihan atau kurang, promosi yang terlalu cepat atau tidak sesuai dengan kemampuan individu. 5) Faktor struktur organisasi dan suasana kerja Penyebab stress yang berhubungan dengan struktur organisasi dan model manajemen yang dipergunakan. Selain itu seringkali pemilihan dan
penempatan karyawan pada posisi yang tidak tepat juga dapat menyebabkan stress. 6) Faktor di luar pekerjaan Faktor kepribadian seseorang juga dapat menyebabkan stress. Perselisihan antar anggota keluarga, lingkungan tetangga dan komunitas juga merupakan faktor penyebab timbulnya stress yang kemungkinan besar masih akan terbawa dalam lingkungan kerja. Pengaruh stress Menurut Mathews(1989) pengaruh stress akibat kerja yaitu: 1) Pengaruh psikologis Stress biasanya merupakan perasaan subyektif sebagai bentuk kelelahan, kegelisahan dan depresi. Reaksi psikologis kepada stress dapat dievaluasi dalam bentuk beban mental, kelelahan dan perilaku. 2) Pengaruh sosial Setelah lama mengalami stress di tempat kerja, kegelisahan, depresi, maka pengaruhnya akan dibawa ke dalam lingkungan sosial. 3) Pengaruh kesehatan atau fisiologis Bila tubuh mengalami stress, maka akan terjadi perubahan fisiologis sebagai jawaban atas terjadinya stress. Adapun sistem di dalam tubuh yang mengadakan respon adalah diperantarai oleh saraf otonom, hypothalamic-pituitari axis dan pengeluaran katekolamin yang akan mempengaruhi fungsi-fungsi organ seperti sistem kardiovaskuler, sistem gastro intestinal dan gangguan penyakit lain (Wantoro, 1999)
4) Pengaruh individu Individu dengan kepribadian introvert akan bereaksi lebih negatif dan menderita ketegangan lebih besar dibandingkan dengan mereka yang berkepribadian
ekstrovert.
Begitu
juga
dengan
orang
dengan
berkepribadian luwes akan mengalami ketegangan yang lebih besar daripada yang berkepribadian rigrid. Sedangkan menurut Cartwright et al (1995) dikutip dari Cooper dan Marrshall (1978) dan Levi (1991) pengaruh stress ada dua yaitu: 1) Pengaruhnya terhadap individu seseorang a. Reaksi emosi. Tanda-tandanya adalah mudah marah, emosi tidak terkontrol, mudah curiga, dll (Mendelson, 1990). b. Reaksi perubahan kebiasaan. Mudah merokok, minum-minuman keras, penggunaan obat terlarang. c. Perubahan fisiologis. Mudah sakit kepala, insomnia, hipertensi, serangan jantung, dll. 2) Pengaruhnya terhadap organisasi Akibat stress pada organisasi kerja akan memberikan pengaruh yang kurang baik. Pengaruhnya dapat berupa tingginya angka tidak masuk kerja, turnover, hubungan kerja jadi tegang dan rendahnya kualitas kerja. Pencegahan dan pengendalian stress akibat kerja Sauter, et a.l (1990) dikutip dari National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) memberikan rekomendasi tentang bagaimana cara untuk mengurangi atau meminimalisasi stress akibat kerja sebagai berikut :
1) Beban kerja baik fisik maupun mental harus disesuaikan dengan kemampuan atau kapasitas kerja pekerja yang bersangkutan dengan menghindari adanyan beban berlebih maupun beban yang terlalu ringan. 2) Jam kerja harus disesuaikan baik terhadap tuntutan tugas maupun tanggung jawab di luar pekerja. 3) Setiap pekerja harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan karier, mendapatkan promosi dan pengembangan kemampuan keahlian. 4) Membentuk lingkungan sosial yang sehat, hubungan antara tenaga kerja yang satu dengan yang lain, tenaga kerja-supervisor yang baik dan sehat dalam organisasi akan membuat situasi yang nyaman. 5) Tugas-tugas pekerjaan harus didesain untuk dapat menyediakan stimulasi dan kesempatan agar pekerja dapat menggunakan keterampilannya. Rotasi tugas dapat dilakukan untuk meningkatkan karier dan pengembangan usaha. Cartwright (1995) dikutip dari Elkin dan Rosch (1990), cara untuk mengurangi stress akibat kerja secara lebih spesifik yaitu : a. Redesain tugas-tugas pekerjaan. b. Redesain lingkungan kerja. c. Menetapkan waktu kerja yang fleksibel. d. Menetapkan manajemen partisipatoris. e. Melibatkan karyawan dalam pengembangan karier. f. Menganalisis peraturan kerja dan menetapkan tujuan (goals). g. Mendukung aktifitas sosial.
h. Membangun tim kerja yang kompak. i.
Menetapkan kebijakan tenaga kerja yang adil.
C. Hubungan Paparan Bising terhadap Stress Kerja Pekerja yang sering mengeluh karena terpapar bising untuk jangka waktu yang lama, dapat menimbulkan stress. Dampak psikologis dari bising yang berlebih ialah mengurangi toleransi dari tenaga kerja terhadap pembangkit stress yang lain, dan menurunkan motivasi kerja. Faktor yang mempengaruhi ambang seseorang adalah usia, jenis kelamin, pendidikan, temperamental, genetic, intelegensia, kebudayaan dan lain-lain; ciri kepribadian seperti introvert dan ekstrovert, tingkat emosional, kepasrahan, kepercayaan diri, gizi dan lain-lain; sosial-kognitif seperti dukungan sosial, hubungan sosial dengan lingkungan sekitarnya; strategi untuk menghadapi setiap stress yang muncul. Stress bisa berupa gangguan psikologi yang berupa rasa kurang nyaman, tegang, cemas, kurang konsentrasi, ingin pergi ke kamar mandi, ingin meninggalkan situasi stress, emosi dan lain-lain. Serta efek fisiologis seperti jantung berdegub kencang, denyut jantung meningkat, bibir kering, berkeringat, serta mual.
Di samping pengaruh di atas, kebisingan juga
menyebabkan stress pada bagian tubuh lain yang mengakibatkan sekresi hormon abnormal dan tekanan pada otot. Pekerja yang terpapar bising kadang mengeluh gugup, susah tidur dan lelah. Pemaparan bising yang berlebihan dapat menurunkan gairah kerja dan menyebabkan meningkatnya absensi,
tingkat kecelakaan, bahkan penurunan produktivitas. Maka perlu adanya suatu manajemen stress serta kebisingan yang baik agar pekerja dapat bekerja secara nyaman, efektif, efisien sehingga performansi dan produktivitas kerja meningkat. Kebisingan juga menyebabkan stress pada bagian tubuh lain yang mengakibatkan sekresi hormon abnormal dan tekanan pada otot. Pekerja yang terpapar bising kadang mengeluh gugup, susah tidur dan lelah. Pemaparan bising yang berlebihan dapat menurunkan gairah kerja dan menyebabkan meningkatnya absensi, bahkan penurunan produktivitas.
D. Kerangka Konsep -
Usia Kondisi Kesehetan Jenis Kelamin Masa Kerja
Kebisingan
Lebih dari NAB
Stressor kuat
Kurang dari NAB
Stressor lemah
Gangguan Psikolog (emosi, cemas, kurang konsentrasi)
Penurunan gairah kerja, efek pada saraf otonom (saraf simpatis dan parasimpatis)
Stress Kerja
Bagan 1. Kerangka Konsep E. Hipotesis Ada perbedaan tingkat stress kerja tenaga kerja pada kebisingan di atas NAB bagian mesin tenun dan di bawah NAB bagian mesin cucuk di PT. Iskandartex Surakarta.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik yaitu penelitian yang menjelaskan adanya pengaruh antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya (Sumadi Suryabrata, 1989). Berdasarkan pendekatannya, maka penelitian ini menggunakan pendekatan Cross Sectional karena variabel sebab dan akibat yang terjadi pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan dan dilakukan pada situasi saat yang sama (Soekidjo Notoatmojo, 1993).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Iskandartex Surakarta, pada bulan Februari 2010 di bagian mesin tenun dan mesin cucuk.
C. Populasi dan Subjek Penelitian Besar populasi penelitian adalah 20 pekerja yang terdiri dari 10 pekerja dari bagian cucuk dan 10 pekerja dari bagian tenun. Subjek penelitian adalah pekerja di PT. Iskandartex Surakarta, dengan ciri-ciri sebagai berikut : a. Jenis kelamin : Perempuan
b. Usia
: 35-55 tahun
c. Tidak mempunyai riwayat penyakit pendengaran sebelumnya. d. Tidak disiplin memakai APD seperti ear plug maupun ear muff. e. Masa kerja lebih dari 5 tahun dan lama kerja 8 jam sehari.
D. Teknik Sampling Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive
sampling
methode,
dimana
sampel
diambil
berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan tertentu. Pertimbangan atau ketentuan tersebut berdasarkan kriteta inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitianpada populasi target dan populasi terjangka (Sudigdo Sastroasmoro, 1995:22). Sedangkan kriteria eksklusi adalah sebagian subjek yang memenuhi kriteria inklusi tetapi harus dikeluarkan dari studi karena berbagai sebab.
E. Identifikasi Variabel Penelitian a. Variabel Bebas Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kebisingan.
b. Variabel Terikat Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah stress kerja. c. Variabel Pengganggu Variabel pengganggu adalah variabel yang mempengaruhi hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Variabel pengganggu dalam penelitian ini ada dua, yaitu: 1) Variabel pengganggu terkendali : usia, jenis kelamin, lama dan masa kerja, kondisi kesehatan a. Usia Umur dikendalikan dengan cara memilih sampel yang berusia 3555 tahun. b. Kondisi Kesehatan Dikendalikan dengan pemilihan responden yang berbadan sehat, tidak sedang sakit/baru sembuh dari sakit. c. Jenis kelamin Dikendalikan dengan pemilihan responden berjenis kelamin perempuan. d. Masa kerja Lamanya tenaga kerja yang bekerja dengan pemilihan responden dengan masa kerja > 5 tahun, hal ini disebabkan karena rata-rata tenaga kerja mengalami paparan kebisingan yang hampir sama.
2) Variabel pengganggu tidak terkendali : riwayat penyakit dan pemakaian alat pelindung telinga. a. Riwayat Penyakit Dikendalikan dengan pemilihan responden yang tidak pernah mengalami kelainan/penyakit pada saluran telinga. b. Pemakaian Alat Pelindung Telinga (APT) Dikendalikan dengan pemilihan responden yang tidak memakai APT. Hal ini disebabkan karena efek yang ditimbulkan akibat tidak memakai APT yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran.
F. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas : Kebisingan a. Definisi Kebisingan adalah suara yang dihasilkan oleh mesin tenun pada proses produksi. Dalam penelitian ini yang diukur adalah intensitas kebisingan di ruangan kerja tersebut. b. Alat ukur Kebisingan diukur dengan menggunakan sound level meter merk Rion type Na-20/21. Dengan satuan decibel (dB). c. Satuan
: dBA (desibel)
d. Skala Pengukuran
: Ordinal
Hasil pengukuran kebisingan dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu di atas NAB dan di bawah NAB. NAB berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor KEP-51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di Tempat Kerja menyebutkan bahwa intensitas kebisingan 85 dBA selama 8 jam kerja dalam sehari. 2. Variabel Terikat : Stress kerja a. Definisi Stress kerja merupakan suatu ketidakmampuan pekerja untuk meghadapi tuntutan tugas dengan akibat suatu ketidaknyamanan dalam kerja (Mendelson, 1990). Stress kerja adalah suatu perasaan yang menekan atau rasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaannya (Anwar Prabu, 1993: 93) b. Alat ukur
: Bourdon Wiersma Test
c. Skala pengukuran : Ordinal Hasil pengukuran stress kerja dikelompokkan juga menjadi 2, yaitu : 1) Tidak mengalami stress kerja. 2) Mengalami stress kerja. 3. Variabel Pengganggu a. Berumur 35-55 tahun, hal ini disebabkan pada umur ini merupakan usia produktif.
b. Masa kerja 5-20 tahun, hal ini disebabkan karena rata-rata tenaga kerja mengalami paparan kebisingan yang hampir sama, menurut (Soekidjo Notoatmodjo, 2002:70). c. Kondisi kesehatan, badan sehat tidak sedang/baru sembuh dari sakit. d. Kondisi telinga, tidak tuli/tidak ada gangguan pada saluran telinga (Otitis Media) yaitu mengandung cairan steril di dalam telinga tengah di belakang membran tympani yang utuh dan mudah terlihat pada pemeriksaan otoskopsi. Gejala umum gangguan pendengaran dan nyeri telinga ringan. (Petrus Andrianto dan Sonny samsudin, 1986) e. Jenis kelamin (sex) perempuan, laki-laki dan wanita berbeda dalam kemampuan fisiknya, kekuatan kerja otot. Menurut pengalaman, ternyata siklus biologi pada wanita tidak mempengaruhi kemampuan fisik, melainkan lebih banyak bersifat sosial dan kulturil.
G. Desain Penelitian Populasi Purposive Sampling
1. 2. 3. 4. 5.
Sampel 20 tenaga kerja Kriteria : Perempuan Usia 35-55 tahun Tidak mempunyai riwayat penyakit pendengaran sebelumnya. Tidak disiplin memakai APD seperti ear plug maupun ear muff. Masa kerja lebih dari 5 tahun dan lama kerja 8 jam sehari.
Terpapar bising melebihi NAB
Mengalami stress kerja
Terpapar bising di bawah NAB
Tidak mengalami stress kerja
Mengalami stress kerja
Tidak mengalami stress kerja
Chi square Bagan 2. Desain Penelitian
H. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian merupakan peralatan untuk mendapatkan data sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam penelitian ini peralatan yang digunakan untuk pengambilan data beserta pendukungnya adalah : a. Sound level meter, yaitu alat untuk mengukur intensitas kebisingan.
b. Bourdon Wiersma Test, yaitu alat untuk mengukur intensitas stress akibat kerja. c. Stopwatch, yaitu alat untuk menghitung waktu. d. Alat tulis, yaitu untuk mencatat hasil dari pengukuran.
I. Teknik Pengolahan dan Analisis Data Analisis observasional analitik, dengan mencari hubungan antara paparan kebisingan dengan stress kerja yang analisanya untuk menentukan ada tidaknya hubungan kedua variabel itu sehingga perlu disusun hipotesisnya. Analisis Inferensial, untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan tingkat stress kerja pada tenaga kerja yang mengalami intensitas kebisingan yang berbeda digunakan rumus Chi Square dengan SPSS versi 15.0 dengan interpretasi hasil sebagai berikut: 1. Jika p value ≤ 0,01 maka hasil uji dinyatakan sangat signifikan. 2. Jika p value > 0,01 tetapi ≤ 0,05 maka hasil uji dinyatakan signifikan. 3. Jika p value > 0,05 maka hasil uji dinyatakan tidak signifikan (Teguh W, 2004).
J. Hipotesis H0 = Tidak ada perbedaan tingkat stress kerja antara yang bekerja di atas NAB dengan di bawah NAB H1 = Ada perbedaan tingkat stress kerja antara yang bekerja di atas NAB dengan di bawah NAB.
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Perusahaan PT. Iskandar Indah Printing Textile merupakan salah satu dari sekian banyak perusahaan textile yang mengolah bahan baku benang menjadi kain mentah (grey) yang kemudian meningkatkan jenis produksi berupa kain bercorak atau lebih dikenal dengan sebutan batik printing. PT. Iskandar Indah Printing Textile didirikan tepatnya pada tanggal 25 Mei 1975, bentuk badan usaha CV (Commanditer Vennonschap) dengan nama CV Iskandartex, berdasarkan akta perusahaan No 98 tanggal 23 Mei 1975, CV Iskandartex memulai produksinya satu tahun setelah berdiri yaitu pada tahun 1976. Pada awal berdirinya perusahaan bermodalkan 25 mesin tenun, dan kemudian mengalami perkembangan hingga pada tahun 1977 perusahaan memiliki 77 unit mesin tenun. Produksi perusahaan terus meningkat, hal ini dibuktikan pada tahun 1980 perusahaan mendatangkan mesin kanji dari Taiwan yang fungsinya mengeringkan secara otomatis. Pada tahun yang sama perusahaan juga memperluas bangunan dan menambah mesin tenun hingga 300 unit. Karena permintaan yang semakin meningkat, maka perusahaan merasa perlu menambah kapasitas produksi dengan menambah mesin tenun, hingga pada akhir tahun 1993 jumlah mesin tenun yang dimiliki perusahaan berjumlah 614 unit.
Melihat usaha yang terus berkembang, maka pimpinan perusahaan mengambil kebijakan untuk mengubah bentuk perusahaan dari bentuk CV (Commanditer Vennonschap) atau persekutuan komanditer menjadi bentuk PT (Perseroan Terbatas). Perusahaan bentuk ini didasarkan alasan bahwa dengan bentuk PT, perusahaan lebih mempunyai peluang dalam mengembangkan usahanya. Perusahaan ini resmi menjadi PT. Iskandartex pada tanggal 2 Januari 1991 dengan nomor ijin usaha 199/II.16/PB/VIII/1991/PT. Pergantian nama terjadi sejak bulan Februari 1996 menjadi PT. Iskandar Indah Printing Textile. Tahap-Tahap Proses Produksi a. Tahap Persiapan 1. Pembuatan Benang Lusi Benang lusi adalah benang yang membujur dalam proses penenunan. Benang tersebut digulung ke dalam alat yang disebut LOOM Warping. Kelanjutannya pada proses warping adalah proses pengkajian, yaitu proses menganji benang yang sudah terbentuk melalui
proses
pengeringan,
untuk
meratakan
bulu-bulu,
menghilangkan kotoran agar benang tidak kaku sehingga tidak mudah putus. Benang lusi agar dapat dipisah-pisahkan dimasukkan ke dalam proses cucuk yang berbentuk dropper, gun, dan sisir.
2. Pembuatan Benang Pakan Benang pakan adalah benang yang menyilang dalam proses penenunan, diproses melalui mesin kelos dan mesin palet yang akan menggulung benang ke dalam kayu klinting. b. Tahap Penenunan Penenunan adalah proses penyilangan dari benang lusi dan benang pakan sehingga terbentuk suatu kain yang memenuhi suatu rancangan yang telah ditentukan. Inspeksi adalah pemeriksaan kian hasil tenun untuk menentukan tingkatan kain. Kain grey yang telah diperiksa (inspecting) selanjutnya diputihkan ke perusahaan lain. Hasil dari pemutihan tersebut dalam kain putih (mori) sebagai bahan baku departemen printing. c. Proses Printing Kain mori yang akan disablon/printing dapat langsung dari mori atau terlebih dahulu dilakukan pencelupan sebagai warna dasar (grounding). Agar hasil dari penyablonan/pewarna mati diproses melalui steamer (fixedtation). Kotoran atau bercak penyablonan yang tidak dikehendaki dicuci dan kemudian dikeringkan dengan mengusahakan lebar kain sesuai dengan ukuran yang diharapkan (stenter). Tahap akhir proses printing adalah menyeterika kain printing (calender). Kain printing yang sudah diperiksa dipotong sesuai dengan
ukurannya dan diberi label, kemudian dilakukan pengepakan, siap dilempar ke pasaran. (PT. Iskandartex, 2010) Penelitian telah dilakukan di PT. Iskandar Tex kotamadya Surakarta pada tenaga kerja wanita sebanyak 20 responden yang memenuhi kriteria. Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2010. Salah
satu
metode
pengukuran
kebisingan
adalah
dengan
menggunakan alat ukur sound level meter. Pengukuran kebisingan bertujuan untuk membandingkan hasil pengukuran pada suatu saat dengan standar atau Nilai Ambang Batas (NAB) yang telah ditetapkan yaitu sebesar 85 dB. Pengukuran ini bertujuan untuk mengetahui efek kebisingan terhadap stress kerja tenaga kerja, perlu dilaksanakan secara intensif selama jam kerja. Bila pekerja selalu berpindah tempat maka di samping dilaksanakan pengukuran intensitas kebisingannya juga dicatat waktu lama kerja terkena paparan bising. Metode pengukuran kebisingan, antara lain: diambil 10 titik pengukuran sesuai luas bangunan pada mesin tenun dan 10 titik sesuai luas bangunan pada mesin cucuk, posisi pengukuran dilaksanakan dari ketinggian 1,2 sampai 1,5 meter di atas tanah. Hasil pengukuran intensitas kebisingan telah dikelompokkan dalam kategori Kurang dari Nilai Ambang Batas dan Lebih dari Nilai Ambang Batas, dengan Nilai Ambang Batas sebesar 85 dB dengan waktu pemajanan 8 jam per hari. Untuk lebih jelas hasil pengukuran intensitas kebisingan yang lebih dari Nilai Ambang Batas dan kurang dari Nilai Ambang Batas adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Nilai Intensitas Kebisingan pada Bagian Mesin Tenun (Lokasi Lebih dari Nilai Ambang Batas) No Titik 1 I 2 II 3 III 4 IV 5 V 6 VI 7 VII 8 VIII 9 IX 10 X Rata-rata Sumber Data Primer
Nilai Intensitas Kebisingan (dB) 105 108 105 105 103 103 104 106 103 105 104,7
Tabel 2. Nilai Intensitas Kebisingan pada Bagian Mesin Cucuk (Lokasi Kurang dari Nilai Ambang Batas) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata Sumber Data Primer
Titik I II III IV V VI VII VIII IX X
Nilai Intensitas Kebisingan (dB) 75 79 76 74 77 79 76 77 78 78 76,9
B. Hasil Pengukuran Stress Kerja Sebanyak 20 sampel tenaga kerja wanita dilakukan pengukuran stress kerja, setelah didapatkan data maka dikategorikan ke dalam stress dan tidak stress. Untuk lebih jelas hasil pengukuran stress kerja yang lebih dari
Nilai Ambang Batas (lokasi mesin tenun) yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 3, sebagai berikut: Tabel 3. Data Stress Kerja Tenaga Kerja pada Intensitas Kebisingan Lebih dari Nilai Ambang Batas (Lokasi Mesin Tenun). No
Nama Kecepatan Baik
Kategori Ketelitian Baik
1
A
Konstansi Cukup
2
B
Baik
Ragu-ragu
Ragu-ragu
3
C
Cukup
Ragu-ragu
Ragu-ragu
4
D
Cukup Baik
Ragu-ragu
Ragu-ragu
5
E
Baik
Baik
Baik
6
F
Baik
Cukup
Cukup
7
G
Baik
Ragu-ragu
Ragi-ragu
8
H
Baik
Baik
Ragu-ragu
9
I
Baik
Cukup
Cukup
10
J
Baik
Cukup
Cukup
Kondisi Telinga Tidak ada gangguan Tidak ada gangguan Tidak ada gangguan Tidak ada gangguan Tidak ada gangguan Tidak ada gangguan Tidak ada gangguan Tidak ada gangguan Tidak ada gangguan Tidak ada gangguan
Keterangan Tidak Stress Stress Stress Stress Tidak Stress Stress Stress Tidak Stress
Sumber data primer Untuk lebih jelas hasil pengukuran stress kerja yang kurang dari Nilai Ambang Batas (lokasi mesin cucuk) yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 4, sebagai berikut:
Stress Stress
Tabel 4. Data Stress Kerja Tenaga Kerja pada Intensitas Kebisingan Kurang dari Nilai Ambang Batas (Lokasi Mesin Cucuk). No
Nama Kecepatan Baik
Kategori Ketelitian Baik
1
K
Konstansi Cukup
2
L
Baik
Baik
Ragu-ragu
3
M
Baik
Baik
Baik
4
N
Cukup Baik
Cukup Baik
Cukup
5
O
Baik
Baik
Kurang
6
P
Baik
Baik
Ragu-ragu
7
Q
Baik
Cukup
Cukup
8
R
Baik
Baik
Cukup
9
S
Baik
Baik
Ragu-ragu
10
T
Baik
Baik
Ragu-ragu
Kondisi Telinga Tidak ada gangguan Tidak ada gangguan Tidak ada gangguan Tidak ada gangguan Tidak ada gangguan Tidak ada gangguan Tidak ada gangguan Tidak ada gangguan Tidak ada gangguan Tidak ada gangguan
Keterangan Tidak Stress Tidak Stress Tidak Stress Stress Tidak Stress Tidak Stress Stress Tidak Stress Tidak Stess Tidak Stress
Sumber data primer
Tabel 5. Data Kategori Stress Kerja Tenaga Kerja. Intensitas Kategori Kebisingan Di atas Stress NAB Tidak Stress Di bawah Stress NAB Tidak Stress Sumber data primer
Cakupan
Prosentase
Jumlah
7 3 2 8
70% 30% 20% 80%
100% 100%
C. Uji Perbedaan Stress Kerja pada Intensitas Kebisingan yang Berasal dari Mesin Tenun dan Mesin Cucuk Dari tabel diatas didapat sebanyak 7 orang (70%) termasuk kategori stress dan sebanyak 3 orang (30%) termasuk kategori tidak stress pada intensitas kebisingan di atas NAB atau pada bagian mesin tenun, sedangkan sebanyak 2 orang (20%) termasuk kategori stress dan 8 orang (80%) termasuk kategori tidak stress pada intensitas kebisingan di bawah NAB atau pada bagian mesin cucuk. Dari hasil pengujian statistik untuk perbedaan stress kerja tenaga kerja pada intensitas kebisingan lebih dari nilai ambang batas (mesin tenun) dan kurang dari nilai ambang batas (mesin cucuk) PT. Iskandar Tex kotamadya Surakarta maka didapatkan hasil sangat signifikan dengan nilai signifikasi 0,010 berarti p value ≤ 0,01 maka Ho ditolak, H1 diterima. Tabel 6. Hasil Uji Statistik Berdasarkan Kelompok Stress Kerja
Symmetric Measures
Nominal by Nominal
Contingency Coefficient
N of Valid Cases
Value ,449
Approx. Sig. ,025
20
.
Dari tabel 6, hasil uji statistik sebesar 0,025 yang berarti p < 0,025 artinya signifikan antara kebisingan dengan stress kerja di bagian mesin tenun dengan di bagian mesin cucuk.
Bila dilihat dari harga chi square (X2) hitung 5,051 sedangkan harga chi square tabel pada db= 2-1 : 1, pada taraf signifikan 0,05 adalah 3,481, hal ini berarti bahwa X2 hitung > X2 tabel maka dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara kebisingan dengan stress kerja di bagian mesin tenun dengan di bagian mesin cucuk. Oleh karena probabilitas yang diperoleh 0,025 < 0,05, maka H0 ditolak dan H1 diterima sehingga ada perbedaan tingkat stress kerja pada tenaga kerja pada kebisingan diatas NAB bagian mesin tenun dan di bawah NAB bagian mesin cucuk.
BAB V PEMBAHASAN
A. Hasil Pengukuran Stress Kerja Beberapa metode cara mengukur intensitas kebisingan dengan menggunakan alat ukur sound level meter, dengan mengambil 10 titik pengukuran sesuai luas bangunan pada mesin tenun dan 10 titik pengukuran sesuai luas bangunan pada mesin cucuk, pengukuran dapat dilakukan dari titik sembarangan di luar lokasi, posisi pengukuran dilaksanakan dari ketinggian 1,2 sampai 1,5 meter di atas tanah (Heru Subaris dan Haryono, 2008:29). Dari data pada intensitas kebisingan yang lebih dari nilai ambang batas (lokasi kerja mesin tenun) terdapat 3 tenaga kerja yang tidak mengalami stress kerja dan 7 tenaga kerja mengalami stress kerja, sedangkan untuk intensitas kebisingan yang kurang dari nilai ambang batas (lokasi kerja mesin cucuk) terdapat 2 tenaga kerja yang mengalami stress kerja dan 8 tenaga kerja tidak mengalami stress kerja Dari 20 sampel yang memenuhi kriteria penelitian, maka dilakukan pengukuran stress kerja untuk mengelompokkan ke dalam 2 kategori stress kerja, antara lain: yang mengalami stress keja dan yang tidak mengalami stress kerja. Dari hasil pengukuran stress kerja dari 20 sampel maka didapat didapat sebanyak 7 orang (70%) termasuk kategori stress dan sebanyak 3 orang (30%) termasuk kategori tidak stress pada intensitas kebisingan di atas
NAB atau pada bagian mesin tenun, sedangkan sebanyak 2 orang (20%) termasuk kategori stress dan 8 orang (80%) termasuk kategori tidak stress pada intensitas kebisingan di bawah NAB atau pada bagian mesin cucuk. Melihat perbedaan tersebut yang berasal dari intensitas kebisingan yang lebih dari nilai ambang batas dan kurang dari nilai ambang batas pada tabel.6 sebelum dilakukan uji statistik sudah dapat dilihat perbedaan stress kerja pada intensitas kebisingan lebih dari nilai ambang batas dan kurang dari nilai ambang batas. Sehingga makin tinggi tingat desibel dari kebisingan maka banyak tenaga kerja yang mengalami stress kerja.
B. Uji Perbedaan Kebisingan pada Intensitas Kebisingan yang Berasal dari Mesin Tenun dan Mesin Cucuk Ternyata tenaga kerja di bagian mesin tenun yang lebih tinggi tingkat stressnya dibanding dengan bagian mesin cucuk. Secara fisiologis intensitas kebisingan yang masih dibawah NAB kehadirannya sering dapat menyebabkan penurunan performansi kerja yang kesemuanya itu akan bermuara pada kehilangan efisiensi dan produktivitas. Dalam hal ini bising merangsang situsi reseptor vestibuler pada telinga
dalam yang akan
menimbulkan efek pusing atau vertigo kemudian rangsangan bising mengenai sistem saraf, keseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan darah dan keseimbangan elektrolit yang akhirnya berakibat seperti : perasaan mual, susah tidur dan sesak nafas yang disebabkan.
Dalam sistem manusia-suara mesin di lingkungan kerja terdapat elemen-elemen yang saling berinteraksi satu sama lainnya. Elemen-elemen tersebut meliputi alat, cara kerja dan lingkungan kerja (penerangan) yang sangat berpengaruh terhadap performansi kerja. Untuk mendapatkan performansi yang tinggi, maka elemen-elemen tersebut harus betul-betul serasi terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia pekerja. Dalam hal sistem-suara mesin di tempat kerja, khusunya bagian mesin tenun yang menanggung beban langsung berupa kebisingan di atas NAB harus mampu berinteraksi dengan kondisi lingkungan tersebut. Hal demikian tentunya akan memberikan beban tambahan baik fisik maupun mental. Menurut Nurina Sendang Rusdayani (2004) Pekerja yang terpapar kebisingan tidak dapat terhindar dari penyakit akibat kerja (PAK) khususnya yang bersifat psikologis yaitu stres, akibat stres dapat menurunkan produktivitas kerja. Apabila tingkat stresnya kronis dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti: serangan jantung, tekanan darah tinggi, migraine dan rematik.. Ada perbedaan tingkat stress kerja pada tenaga kerja pada kebisingan diatas NAB bagian mesin tenun dan di bawah NAB bagian mesin cucuk.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Ada perbedaan tingkat stress kerja pada intensitas kebisingan yang berasal dari mesin tenun dengan intensitas kebisingan yang berasal dari mesin cucuk PT. Iskandar Tex Kotamadya Surakarta, dengan hasil uji statistik sebesar 0,025 hasil uji statistik dinyatakan signifikan karena p value ≤ 0,05, maka Ho ditolak, H1 diterima sehingga semakin tinggi intensitas kebisingannya maka tingkat stress kerja semakin banyak. Dilihat dari harga chi square (X2), maka X2 hitung > X2 tabel yaitu 5,051 > 3,481 dapat disimpulkan ada perbedaan yang signifikan antara kebisingan dengan stress kerja di bagian mesin tenun dengan di bagian mesin cucuk. 2. Pada intensitas kebisingan yang lebih dari nilai ambang batas terdapat 3 (30%) tenaga kerja yang tidak mengalami stress kerja dan 7 (70%) tenaga kerja mengalami stress kerja, sedangkan untuk intensitas kebisingan yang kurang dari nilai ambang batas terdapat 2 (20%) tenaga kerja yang mengalami stress kerja dan 8 (80%) tenaga kerja tidak mengalami stress kerja.
B. Saran 1. Sebaiknya perlu disediakan APD kepada tenaga kerja (jenis kapas). 2. Perlu adanya sosialisasi dalam pemakaian alat pelindung diri sehingga untuk mengurangi masuknya suara bising pada telinga. 3. Perlu adanya rekayasa teknik untuk mengurangi kebisingan, dengan cara: pemasangan pagar pembatas pada mesin, penggantian alat-alat kerja yang menimbulkan bising tinggi dengan peralatan yang dapat meredam bising ( fiberglass, karpet), pondasi mesin harus baik dijaga agar baut dan sambungannya tidak goyang, mengisolasi mesin. 4. Pengendalian pada sumbernya Beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam cara ini adalah sebagai berikut: a. Meredam bising/getaran yang ada. b. Mengurangi luas permukaan yang bergetar. c. Mengatur kembali tempat sumber. d. Mengatur waktu operasi mesin. e. Pengecilan atau pengurangan volume. f. Pembatasan jenis dan jumlah lalu lintas dan lainnya. 5. Pengendalian pada media bising Langkah-langkah yang bisa dilakukan dengan cara ini adalah sebagai berikut: a. Memperbesar jarak sumber bising dengan pekerjaan atau pemukiman. b. Memasang peredam suara pada dinding dan langit-langit.
c. Membuat ruang kontrol agar dapat dipergunakan mengontrol pekerjaan dari ruang terpisah. d. Bila sumber bising adalah lalu lintas, bisa dilakukan pembatasan jalan dengan rumah/gedung/rumah sakit, dan lain-lain. Dengan penanaman pohon,
pembuatan
gundukan
tanah,
pembuatan
tembok/pagar,
pembuatan jalur hijau dan daerah penyangga dan lainnya. 6. Pengendalian pada penerima Pengendalian dengan cara ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain: a. Memberi alat pelindung diri seperti ear plug, ear muff dan helmet. b. Memberikan latihan dan pendidikan kesehatan dan keselamatan kerja, khususnya tentang kebisingan dan pengaruhnya. c. Tindakan pengamanan juga dapat dilakukan dengan cara memindahkan tenaga kerja terkena bising. 7. Sebaiknya perlu diadakan pemeriksaan sebelu kerja, pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus secara rutin.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
Cartwright, S., Cooper, C.L., and Murphy, L.R. 1995. Diagnosing a Healhty Organisation A Protective Approach Stress in The Workplace. Amercan Psysholical Assosiation. Wasington. 15:217-229. David A. 1990. Industrial Safety Management and Technology. New Jersey: Prectice Hall. David Hager dan Linda C. 1999. Stres dan Tubuh Wanita. Alih Bahasa: Widjaja Kusuma. Batam: Interaksa. Hadi, S. 2004. Statistik 2, Yogyakarta: Andi Offset. Levi, L. 1991. Stress Dalam: Parmeggiani, L. Edt. Encyclopdia of Occupational Health and Safety. ILO. Geneva. Manuaba, 1998. Stress and Strain. Dalam: Bunga Rampai Ergonomi Vol I. Program Studi Ergonomi-Fisiologi Kerja universitas Udayana Denpasar. Mathew, J. 1989. Stress and Burnout. Dalam: Health and Safety at Work. Australia Trade Union Safety Representative Handbooks. New South Wales. Australia. 16: 408-415. Mendelson, G. 1990. Occupational Stress. Dalam: Journal of Occupational Health and Safety. Aust NZ, 6(3): 175-180. Notoatmodjo, S. 1993. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. Novitasari, 2009. Stress Kerja http://www.damandiri.or.id/file/novitasari.html. (16 November 2009). Patton, P., 1998. Emotional Intelegence di Tempat Kerja. Ed. Julia Tahitoe. Jakarta.
Sastroastnoro, S., dkk. 1995. Dasar-dasar MetodologiPenelitian Klinis. Jakarta: UI. Sauter, S.L., murphy, L.R. and Hurrell, J.J., 1990. A National Strategy for The Prevention of Work-Related Psychological Disorder. American Psychologist. 45:146-1158. Sugiyono.2002. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Suma'mur.1989. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Gunung Agung . .1994. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Gunung Agung . .1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Gunung Agung. Sumadi Suryabrata, 1989. Metodologi Penelitian, Jakarta: CV Rajawali. Sumardiyono, 2007. Buku Pedoman Praktikum Semester II, Surakarta. Sunyoto, A. 2001. Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia. Tarwaka, 2004. Ergonomi untuk Keselamatan Produktivitas. Surakarta : PT UNIBA PRESS.
Kesehatan
Kerja
dan
Teguh W, 2004. Cara Mudah Melakukan Analisa Statistik Dengan SPSS. Jogjakarta : Gava Media. Wantoro, B. 1999. Stress Kerja. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Jakarta. VolXXXII (3): 3-9.