PERBEDAAN TINGKAT KELELAHAN BERDASARKAN VARIASI KEBISINGAN PADA PEKERJA PEMBUAT KOMPONEN-KOMPONEN TEKSTIL DI CV.AKBAR JAYA KIARACONDONG KOTA BANDUNG
Wati Sumiati 1) Yuldan Faturrahman dan Sri Maywati 2) Mahasiswa Fakultas Ilmu Kesehatan Peminatan Kesehatan Lingkungan dan Kesehatan Kerja Universitas Siliwangi (
[email protected]) 1) Dosen Pembimbing Bagian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Siliwangi 2)
ABSTRAK Intensitas kebisingan yang melebihi standar dapat menyebabkan gangguan pendengaran dan kelelahan sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP-51/MEN/1999 tentang nilai ambang batas faktor fisika di tempat kerja yaitu 85 dB untuk 8 jam kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan tingkat kelelahan berdasarkan variasi kebisingan pada pekerja pembuat komponen-komponen tekstil. Penelitian ini menggunakan metode survey dengan pendekatan cross sectional. Sampel diambil secara purposive sampling 34 orang responden dari 57 populasi berdasarkan criteria inklusi.Uji statistik yang digunakan yaitu uji Mann-Whitney pada taraf signifikasi < 0.05. Hasil pemeriksaan intensitas kebisingan
: Kebisingan, Tingkat Kelelahan
Kepustakaan : 10 (1985-2012)
abstract
The intensity of the noise that exceeds standard can cause hearing loss and fatigue in accordance with the Decree of the Minister of Manpower No. KEP-51/MEN/1999 limit value of physical factors in the workplace that is 85 dB for 8 hours. The aims of this study to determine the differences based on variations in the noise level of fatigue on workers who made textile components. This study uses a cross sectional survey. Samples were taken by purposive sampling 34 respondents from 57 population based criteria inclutions. Statistical tests used were testing system MannWhitney. The significance level α <0.05. The result of the intensity noise
Literature: 10 (1985-2012)
I. Pendahuluan Pemakaian teknologi disamping memberikan dampak positif, juga bisa mengakibatkan pengaruh buruk jika tidak dikelola dengan baik. Berbagai sumber bahaya ditempat kerja baik karena faktor fisik, kimia, biologi, fisiologi, psikososial mesin, peralatan kerja dan perilaku serta kondisi manusia merupakan faktor resiko yang tidak dapat diabaikan begitu saja (Budiono,2003:7). Semua jenis industri baik besar maupun kecil menggunakan alat alat modern untuk mengolah dan memproduksi barangnya sesuai dengan perkembangan ilmu dan tekhnologi saat ini. Pemakaian mesin-mesin tersebut seringkali menimbulkan kebisingan yang dapat mengganggu lingkungan kerja (Wardhana, 1995:62). Intensitas
kebisingan
yang
tinggi
di
tempat
kerja
dapat
menyebabkan beberapa akibat seperti kerusakan organ dalam telinga, kehilangan pendengaran bahkan ketulian. Selain pengaruh tersebut, kebisingan juga dapat mempercepat denyut nadi, menaikkan tekanan darah dan mempersempit pembuluh darah, dalam jangka waktu yang lama keadaan tersebut akan membebani jantung dan dapat menyebabkan stress yang pada akhirnya terjadi sekresi hormone yang abnormal pada organ lain sehingga menyebabkan kelelahan (Soeripto,2000:47). Analisis data pembanding standar yaitu Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP-51/MEN/1999 tentang nilai ambang batas faktor fisika di tempat kerja yaitu 85 dB untuk 8 jam kerja/hari dan 40 jam kerja/minggu. Ada beberapa bukti bahwa keluhan tentang kelelahan lebih sering terjadi pada pekerja yang terpapar tingkat kebisingan yang tinggi (McDonald &
Ronayne, 1989) dan baru-baru Melamed dan Bruhis (1996) melaporkan sebuah studi pada pekerja tekstil terkena kebisingan selama satu minggu tanpa pelindung. Mereka menemukan efek subjektif seperti kelelahan dan mudah tersinggung. Sebagian besar, kelelahan ini merupakan konsekuensi alami dari tugas kerja, tetapi lingkungan fisik juga dapat menyebabkan kelelahan ini. Studi laboratorium telah berulang kali menunjukkan bahwa kinerja mungkin terganggu setelah bekerja dalam kebisingan bahkan jika tidak ada efek diamati selama eksposur (Cohen, 1980; Glass & Singer, 1972).
II. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode survey dengan pendekatan cross sectional. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi kebisingan. Variabel terikatnya yaitu tingkat kelelahan. Intensitas bising dan tingkat kelelahan dilakukan pengukuran langsung terhadap responden. Variabel luar dikendalikan menurut kriteria inklusi yaitu umur ≤ 45 tahun, jenis kelamin laki-laki, tenaga kerja yang tidak sedang sakit atau baru sembuh berdasarkan pengakuan responden, beban kerja relatif sama yaitu pada bagian produksi, tenaga kerja yang tidak sakit ginjal, jantung, asma, tekanan darah tinggi, dan rendah berdasarkan pengakuan responden, status gizi yang memenuhi syarat IMT (Indeks Masa Tubuh) normal dan tidak mengalami obesitas. Intensitas kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan berasal dari kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Intensitas kebisingan diukur di dua tempat produksi yang berbeda yaitu bagian
pembubutan dan pengepressan. Intensitas bising diukur dengan Sound Level Meter satuannya desibel (dB). Tingkat kelelahan adalah kondisi tubuh pekerja pada saat melakukan pekerjaan yang ditandai dengan perlambatan waktu reaksi dan perasaan lelah. Bentuk dan ukuran obyek kerja adalah komponen-komponen tekstil yang akan di distribusikan langsung ke perusahaan-perusahaan lain. Kelelahan diukur dengan Reaction Timer, dan KAUPK2 kuisioner untuk pembanding serta menguatkan hasil pengukuran secara lebih objektif satuannya milli detik. Pada penelitian ini bentuk benda yang diamati subyek adalah Rubber Stop, Receliance Bush, dan Ring Rear Tube LH 1. Sampel sebanyak 34 orang
dari total populasi 57 orang responden yang diperoleh
berdasarkan kriteria inklusi. Data yang telah terkumpul di analisis dengan uji Mann-Whitney pada taraf signifikasi = 0.05.
III. Hasil dan Pembahasan Besarnya intensitas kebisingan diperoleh dengan mengukur tingkat kebisingan di masing-masing ruang kerja yaitu di ruang pembubutan dan pengepressan dengan aktifitas mesin yang berlangsung secara terus menerus dan menimbukan suara bising terhadap para pekerja. Hasil pengukuran yang di dapat terhadap pekerja yang mengalami kelelahan berat yaitu dari ruang pembubutan adalah 87,5 dB (>NAB=85dB) sebanyak 12 orang dengan rata-rata 21,33, sedangkan di ruang pengepresan sebesar 83,6 dB (
bersamaan dengan ruangan yang tidak begitu luas menyebabkan terjadinya pantulan suara. Uji statistik yang dilakukan untuk mengetahui perbedaan tingkat kelelahan kerja berdasarkan pengukuran waktu reaksi rangsang cahaya pada kebisingan di dua tempat yang berbeda didapatkan hasil p=0,046, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara tingkat kelelahan kerja berdasarkan waktu reaksi rangsang cahaya pada intensitas kebisingan di dua tempat yang berbeda. Perbedaan
tingkat
kebisingan
dengan
tingkat
kelelahan
berdasarkan KAUPK2 yaitu responden yang mengalami kelelahan ringan yang berintensitas kebisingan 83,6dB (
NAB) yang mengalami kelelahan ringan dan berat sebanyak 5 orang rata-ratanya 21,67. Uji statistik yang dilakukan untuk mengetahui perbedaan tingkat kelelahan kerja berdasarkan hasil kaupk2 pada kebisingan di dua tempat yang berbeda didapatkan hasil p=0,030, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan antara tingkat kelelahan kerja berdasarkan hasil KAUPK2 pada intensitas kebisingan di dua tempat yang berbeda. Jam kerja yang diberlakukan adalah 8 jam, sedangkan menurut OSHA (Occupational Safety and Health Administration) menerapkan hukum 5 dB. Apabila intensitas bising meningkat 5 dB maka waktu pajanan yang diperkenankan harus dikurangi setengahnya. Maka dapat disimpulan bahwa untuk intensitas bising 87,5 dB di ruang pembubutan hanya 6 jam
kerja yang diperbolehkan untuk pekerja. Bila waktu kerja diperpanjang melebihi kemampuan tenaga kerja,
dapat menimbulkan kelelahan
(Suma’mur, 1996). Kelelahan kerja merupakan suatu pola yang timbul pada suatu keadaan, yang secara umum terjadi pada setiap orang yang telah tidak sanggup lagi melakukan kegiatan. Kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk sisa dalam otot dan peredaran darah, dimana produk sisa ini bersifat membatasi kelangsungan kegiatan otot. (Sedarmayanti, 2011) Menurut para ahli ergonomi, terdapat keterkaitan antara kelelahan dengan tingkat stres, atau lebih tepatnya kelelahan dengan produkivitas kerja. Hal ini ditunjukkan melalui reaksi tubuh terhadap jenis-jenis stres yang
berbeda-beda,
oleh
itu
perlu
dilakukan
pengukuran
untuk
mendapatkan solusi bagi kecenderungan implikasi kelelahan yang diderita oleh tenaga kerja dan pengaruhnya terhadap kinerja perusahaan (Ramandhani dalam Budiono, 2003). Hasil uji analisis dengan menggunakan Mann-Whitney diperoleh hasil p=0,046 dimana p value < 0,05, sehingga ada perbedaan antara tingkat kelelahan kerja berdasarkan waktu reaksi rangsang cahaya pada intensitas kebisingan di dua tempat yang berbeda dan kelelahan kerja berdasarkan
KAUPK2
didapatkan
hasil
p=0,030,
sehingga
dapat
disimpulkan bahwa ada perbedaan antara tingkat kelelahan kerja berdasarkan hasil KAUPK2 pada intensitas kebisingan di dua tempat yang berbeda.
Hasil pengukuran ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Soeripto (2004) bahwa kebisingan dapat mempercepat denyut nadi, menaikkan tekanan darah dan mempersempit pembuluh darah, dalam jangka waktu yang lama keadaan tersebut akan membebani jantung dan dapat menyebabkan stres yang pada akhirnya terjadi sekresi hormon yang abnormal pada organ luar sehingga menyebabkan kelelahan. Data
standar
sebagai
pembanding
yaitu
KEP/51/MEN/1999
(Budiono, 2003:33) menjelaskan bahwa NAB kebisingan adalah 85 dB untuk 8 jam/hari dan 40 jam/minggu. Beberapa bukti bahwa keluhan tentang kelelahan lebih sering terjadi pada pekerja yang terpapar tingkat kebisingan yang tinggi (McDonald & Ronayne, 1989) dan baru-baru Melamed dan Bruhis (1996) melaporkan sebuah studi pada pekerja tekstil terkena kebisingan selama satu minggu tanpa pelindung. Mereka menemukan efek subjektif seperti kelelahan dan mudah tersinggung. Sebagian besar, kelelahan ini merupakan konsekuensi alami dari tugas kerja, tetapi lingkungan fisik juga dapat menyebabkan kelelahan ini. Studi laboratorium telah berulang kali menunjukkan bahwa kinerja mungkin terganggu setelah bekerja dalam kebisingan bahkan jika tidak ada efek diamati selama eksposur (Cohen, 1980; Glass & Singer, 1972).
IV. Kesimpulan CV. Akbar Jaya Kiaracondong Bandung merupakan perusahaan yang memproduksi komponen-komponen tekstil seperti Receilance bush, Rubber stop, Ring rear tube LH1 dan komponen pembuat panser.
Intensitas kebisingan yang diterima oleh pekerja masih dibawah 85 dB (
pada intensitas
kebisingan di dua tempat yang berbeda p=0,030. Maka upaya kesehatan kerja harus ditingkatkan, untuk itu disarankan adanya penyediaan fasilitas istirahat yang nyaman dan tidak terpapar bising untuk memulihkan daya pendengaran pada pekerja, disediakan dan diterapkannya pemakaian alat pelindung telinga yang nyaman, aman dan efektif. Melakukan pengujian dan evaluasi kinerja tenaga kerja secara priodik untuk mendeteksi indikasi kelelahan secara lebih dini dan menemukan solusi yang tepat dan merekayasa alat/mesin yang digunakan dengan maksud mengurangi paparan bising yang terjadi dengan cara menambah alas/dudukan mesin dengan bahan yang dapat menyerap bising yaitu terbuat dari karet atau ruangan yang di desain menjadi kedap suara dengan cara melapisi setiap dinding ruangan.
Daftar Pustaka
Budiono. 1992. AM Sugeng, Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Surakarta : Tunggal Tata Fajar Budiono. 2003. AM Sugeng, Bunga Rampai Hiperkes dan Keselamatan Kerja, Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro Cohen, 1980; Glass & Singer, 1972. Skripsi Windahyani hal 63.2005 Departemen Kesehata RI.1982. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta Grandjean.Etienne. 1988. Fitting the Task to the Man : A Text Book of Occupational Ergonomic, Taylor & Prancis : New York Melamed & Bruhis 1996;McDonald & Ronayne 1989. Penggunaan Alat Perlindungan Diri. Surabaya Sedarmayanti. 1996. Tata Kerja dan Produktivitas Kerja, Bandung : Mandar Maju Soeripto. 2000. Teknologi Pengendalian Intensitas Kebisingan, Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja XXXIII (2) Suma’mur. 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT. Gunung Agung Wardhana, Wisnu Aria. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Yogyakarta : Andi Offset