JURNAL VISIKES - Vol. 8 / No. 1 / Maret 2009
PERBEDAAN PAPARAN GAS CO DALAM DARAH PADA TUKANG PARKIR DI AREA PARKIR TERBUKA & TERTUTUP DI KOTA SEMARANG
MG Catur Yuantari*) *) Staf pengajar Fakultas Kesehatan UDINUS
ABSTRACT Background: Motor vehicle exhaust gas of the most widely produced is carbon monoxide (CO). The presence of CO in the air as a pollutant can be identified through increased levels carbon hemoglobin (HbCO) in human blood. The CO gas causes chronic poisoning, the poisoning that occurred after the human repeatedly exposure to middle and low of CO gas. Method: The research is observational approach by cross-sectional approach. The method was survey method. Result: The statistical Mann-Whitney test has been getting p-value 0.124>0.05, which concluded that there was no difference between CO exposure in blood of parking in the closed and open areas in the Semarang city. Keywords: Carbon monoxide, parking, Parking Area
PENDAHULUAN Kegiatan perkotaan, yang meliputi kegiatan sektor permukiman, transportasi, komersial, industri, pengelolaan limbah padat dan sektor penunjang lainnya merupakan kegiatan yang potensial dalam merubah kualitas udara perkotaan. Perkembangan sektor perkotaan ini sangat dinamik, mengikuti perkembangan sosial ekonomi perkotaan sendiri. Dengan demikian dapatlah diperkirakan pula, bahwa dengan semakin berkembangnya perkotaan, dalam hal wilayah spasial dan aktivitas ekonominya, akan semakin besar pula beban pencemaran udara yang dikeluarkan ke atmosfer perkotaan. Dampak ini akan semakin terasa di daerah-daerah pusat kegiatan yang ada, Sektor transportasi telah dikenal sebagai
salah satu sektor indikatif yang sangat berperan dalam pembangunan ekonomi yang menyeluruh. Perkembangan sektor ini akan secara langsung mencerminkan pertumbuhan pembangunan ekonomi yang sedang berlangsung. Namun demikian sektor ini dikenal pula sebagai salah satu sektor yang dapat memberikan dampak terhadap lingkungan dalam cakupan spasial dan temporal yang besar, Penggunaan bahan bakar minyak secara intensif dalam sektor ini menjadi penyebab utama timbulnya dampak terhadap lingkungan udara, terutama di daerah-daerah perkotaan. Proses pembakaran bahan bakar minyak akan mengeluarkan unsur-unsur dan senyawasenyawa pencemar ke udara, seperti padatan total tersuspensi (debu), karbon
39
Perbedaan Paparan Gas Co Dalam...- MG Catur Y. monoksida, total hidrokarbon, oksida-oksida -nitrogen, oksida-oksida sulfur, partikel timbal dan oksidan fotokimia. Penggunaan BBM bensin dalam motor bakar akan selalu mengeluarkan senyawasenyawa seperti CO, THC, TSP (debu), NOx dan SOx. BBM premium yang dibubuhi TEL, akan mengeluarkan pula partikel timbal. Solar dalam motor diesel akan mengeluarkan beberapa senyawa tambahan di samping senyawa tersebut diatas, yang terutama adalah fraksi-fraksi organik seperti aldehida, PAH (Poli alifatik hidrokarbon) yang mempunyai dampak kesehatan yang lebih besar (karsinogenik), dibanding dengan senyawa-senyawa lainnya. Pola berkendaraan dengan kecepatan rata-rata akan sangat mempengaruhi jumlah pelepasan senyawa-senyawa pencemar tersebut. Pola berkendaraan yang ditandai dengan besarnya frekuensi jalan-berhenti akan mengeluarkan pencemar dalam jumlah yang lebih besar, disertai dengan penggunaan bahan bakar, yang semakin banyak, bila dibandingkan dengan pola berkendaraan yang berjalan dengan kecepatan konstan, untuk semua jenis motor, baik motor bensin maupun motor diesel. Dalam keadaan ini proses pembakaran yang berlangsung kurang sempurna, sehingga .rasio udara/ bahan bakar mengecil. Kebutuhan bahan bakar akan bertambah, namun dalam sistem pembakaran yang kurang sempurna. .Akibatnya kadar pencemar yang keluar akan semakin besar, terutama yang berasal dari bahan bakar sendiri, seperti TSP, CO, THC, SO2 dan Pb. Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat polusi terparah di dunia. Asap knalpot dari sekian juta kendaraan telah membuat langit tidak lagi biru, melainkan hitam. Terlebih lagi dengan semakin banyaknya pengguna kendaraan bermotor yang tidak peduli dengan lingkungan alam, semakin menambah kepekatan udara.
40
Perkembangan jumlah kendaraan bermotor jauh lebih cepat dibanding dengan kapasitas jalan. Di Jakarta, pertumbuhan kendaraan bermotor rata-rata per tahun 14 persen sedang pertumbuhan jalah hanya 4 persen. Gejala yang sama juga terjadi di Semarang. Menurut penelitian yang dilakukan oleh sebuah konsultan tentang beban jalan di empat pintu gerbang masuk Kota Semarang yakni Srondol, Pedurungan, Genuk, dan Tugu pada tahun 1992, menunjukkan bahwa pertumbuhan kendaraan bermotor mencapai 17 persen. Beban jalan di empat gerbang Ibu Kota Jawa Tengah itu makin berat. Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan kendaraan bermotor di kota-kota besar, maka tingkat pencemarannya juga kian meningkat. Pada suatu forum di Semarang, Direktur Pengendalian Pencernaran Udara, Bapedal menyatakan bahwa tingginya tingkat pencemaran akibat karbon monoksida berturut-turut adalah Jakarta, Bandung dan Semarang (Suara Merdeka, 13 Maret 1996). Penelitian UNEP menyimpulkan bahwa 70% gas beracun di udara berasal dari kendaraan bermotor. Lebih dari 20 persen kendaraan bermotor di Jakarta diperkirakan melepas gas beracun melebihi ambang batas. Pada tahun 1994 saja, Jakarta menghasilkan 1100 ton polutan setiap bulan atau 13.200 ton bahan pencemar setiap tahun. Karena pencemaran dan kemacetan, Dr. Bianpoen, seorang arsitek yang banyak melakukan penelitian lingkungan menyimpulkan bahwa hidup di Jakarta tidak lagi nyaman. Ketidaknyamanan ini telah dirasakan di beberapa kota besar seperti; Bandung, Surabaya, dan Semarang. Jika tidak diantisipasi sejak dini cepat atau lambat kota-kota lain akan menyusul jejak Jakarta. Pertumbuhan pemilikan kendaraan bermotor melaju dengan cepat. Di Jakarta dengan penduduk sekitar 9 juta jiwa, kepemilikan kendaraan 1:10 (artinya satu
JURNAL VISIKES - Vol. 8 / No. 1 / Maret 2009 kendaraan untuk 10 penduduk). Di Propinsi Ball, saat ini rasio kepemilikan 1:2 (Kompas 26 Pebruari 1997). Angka ini merupakan yang tertinggi di Indonesia. Meningkatnya jumlah pemilikan kendaraan bermotor menjadi penyebab kemacetan lalu lintas dan polusi udara. Menurut hasil penelitian di Bali, penyebab kemacetan adalah penggunaan kendaraan pribadi yang kurang efisien. Setiap hari di Bandung dan Denpasar, terdapat sekitar 80,36 persen kendaraan pribadi berpenumpang 1-2 orang. Sementara itu, hanya 4,37 persen yang dimuati empat orang. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) Universitas Diponegoro bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Tingkat II Kodia Semarang menunjukkan bahwa jumlah penumpang mobil pribadi (sedan, jeep, minibus, dan pick-up) di lima gerbang kota pada pagi hari (6:30 - 8:30) sebagian besar (50% 60%) dari mobil yang lewat hanya berpenumpang 1 orang. Yang berpenumpang 2 orang berkisar antara 30% - 35%. Untuk kendaraan minibus pun jumlah penumpang yang lebih dari 5 orang hanya 0,60% dari kendaraan yang lewat. Pada sore hari, kendaraan minibus memuat lebih banyak penumpang yakni rata-rata 2 - 2,25 penumpang. Gambaran ini menunjukkan bahwa penggunaan kendaraan bermotor (dalam hal ini mobil) tidak efisien karena rasionya kecil. Hal ini menimbulkan makin banyak kendaraan bermotor, sehingga sarana jalan tidak pernah mencukupi dan akibatnya kemacetan terjadi di mana-mana. Kemacetan lalu lintas dan tingginya pencemaran udara di kota terjadi karena meningkatnya intensitas pergerakan penduduk dari satu zona ke zona lain. Pergerakan ini terjadi karena tata ruang kota kita memisahkan antara tempat konsumsi (permukiman) dengan tempat produksi (tempat kerja, sekolah, pusat perbelanjaan). Permukiman terletak di pinggiran kota, sedangkan kantor, sekolah favorit, shopping
mall berada di pusat kota. Pemisahan ini mengharuskan orang untuk commute atau nglajo dari rumah ke tempat-tempat produksi. Pola bekerja, berbelanja, bersekolah favorit, mendorong orang tergantung pada kendaraan bermotor, dalam hal ini mobil. Tidak berlebihan kalau masyarakat disebut sebagai automobile dependent society, masyarakat yang tergantung pada kendaraan bermotor. Dengan banyaknya kendaraan bermotor yang digunakan oleh pengendara untuk menjalankan aktivitasnya seperti bekerja, sekolah, berbelanja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan kegiatan-kegiatan lainnya maka dibutuhkan banyak sekali lahan parkir untuk memarkir kendaraan bermotor selama pemiliknya melakukan aktivitas. Lahan parkir di kota Semarang ada dua jenis yaitu lahan parkir terbuka dan tertutup (dalam gedung) sehingga tukang parkir mempunyai potensi untuk terpapar asap knalpot secara langsung, dimana tukang parkir merupakan tenaga kerja informal yang kesehatannya tidak mendapat jaminan. Selama ini diketahui bahwa asap knalpot tidak baik untuk kesehatan, khususnya pada penyakit asma, paru-paru dan penyakit saluran pernafasan lainnya. Sejumlah penelitian mengatakan bahwa polusi udara dapat mempercepat usia seseorang akibat dari berbagai macam penyakit yang ditimbulkan. Namun, masih banyak yang belum tersadarkan bahayanya asap kendaraan ini tidak hanya bagi saluran pernafasan, tapi juga pada bagian tubuh lain. Bank Dunia melaporkan bahwa adanya kandungan timbal dari asap knalpot dapat menyebabkan menurunnya tingkat kecerdasan (IQ), meningkatkan penyakit jantung koroner dan hipertensi, serta menurunkan kemampuan darah untuk mengikat oksigen. Gas buang kendaraan bermotor yang paling banyak dihasilkan adalah karbon monoksida (CO). Keberadaan CO di udara
41
Perbedaan Paparan Gas Co Dalam...- MG Catur Y. sebagai pencemar dapat diketahui melalui peningkatan kadar karboksihemoglobin (HbCO) darah manusia yang menghirupnya. Gas CO dapat menimbulkan keracunan kronik, yaitu keracunan yang terjadi setelah manusia terpapar berulang-ulang dengan CO yang berkadar rendah dan sedang. METODOLOGI Jenis penelitian ini adalah observasional dengan pendekatan cross sectional. Untuk pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan pengukuran kadar CO dalam darah pada tukang parkir di area terbuka dan tertutup dengan menggunakan Conway unit.
Populasi yang diambil dalam penelitian ini adalah semua tukang parkir yang ada di kota di Semarang, dengan mempertimbangkan pembagian wilayah kota Semarang yaitu Semarang Tengah dengan mengambil lokasi di area parkir Ada Swalayan Jl. Siliwangi, pasar Bulu serta UDINUS, Semarang Utara dengan mengambil lokasi di Pasar Johar, Semarang selatan dengan mengambil lokasi di Java Supermall serta Semarang Utara dengan mengambil lokasi di ruko Semarang Indah. Sampel yang diambil berjumlah 20 responden dengan rincian 10 responden bekerja di area parkir tertutup dan 10 responden bekerja di area terbuka.
Tabel 1. Distribusi Responden Penelitian menurut umur Umur Responden (Tahun)
Jumlah
%
18 20 22 24 27 32 34 39 40 42 43 45 47 50 52
1 1 1 3 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 2
5 5 5 15 5 5 15 5 5 5 5 5 5 5 10
Total
20
100
Tabel 2. Distribusi Responden Penelitian menurut Tingkat Pendidikan
42
Tingkat Pendidikan
Jumlah
%
SD
5
25
SMP
6
30
SMA
9
45
Total
20
100
JURNAL VISIKES - Vol. 8 / No. 1 / Maret 2009 HASIL DAN PEMBAHASAN Tukang parkir di kota Semarang sangat banyak sekali hampir di setiap pertokoan maupun warung makan terdapat tukang parkir. Lokasi tukang parkir ada dua tempat yang membedakan yaitu lokasi parkir yang berada di area terbuka seperti dipinggirpinggir jalan, dilapangan. Ada juga lokasi parkir yang berada di area tertutup yaitu berada di ruangan khusus untuk parkir seperti di ruang bawah tanah sebagai lahan parkir. Dari data penelitian terdapat 20 responden tukang parkir 10 responden di area tertutup dan 10 responden di area terbuka dengan pembagian wilayah sebagai berikut: Semarang Tengah : a. Ada Swalayan 2 orang ( diarea tertutup) b. Pasar Bulu 2 orang (diarea terbuka) c. Udinus 4 orang (di area terbuka) Tabel 3
Tabel 4
Semarang Utara : Lokasi pasar Johar a. Matahari Johar 4 orang (di area tertutup) b. Lokasi pasar Johar 2 orang (di area terbuka) Semarang Barat : Pertokoan Puri Anjasmoro 2 orang (di area terbuka) Semarang Selatan : a. Java super Mall 4 orang (di area tertutup) KARAKTERISTIK RESPONDEN Karakteristik responden dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Umur Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa umur responden yang paling muda adalah 18 tahun sebesar 5 % sedangkan umur yang paling
Distribusi Responden menurut Lama Kerja Lama Kerja (Tahun) 1 2 3 6 7 10 11 13 15 17
Jumlah 5 1 3 1 4 2 1 1 1 1
% 25 5 15 5 20 10 5 5 5 5
Total
20
100
Hasil Uji Perbedaan antara kadar gas CO dalam darah pada tukang parkir di area tertutup dan terbuka di kota Semarang tahun 2007
Kadar Co darah Mann-Whitney U
33.500
Wilcoxon W
88.500
Z
-1.540
Asymp. Sig. (2-tailed)
.124
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.218(a)
43
Perbedaan Paparan Gas Co Dalam...- MG Catur Y. tua dalam penelitian ini adalah 52 tahun sebesar 10 % b. Pendidikan Pada tabel 2 dapat dilihat tingkat pendidikan renponden yang paling banyak adalah SMA sebanyak 45 % dan tingkat terendah adalah SD sebesar 25 %. c. Lama Kerja Pada tabel 3 dapat dilihat bahwa lama kerja responden yang paling banyak adalah 1 tahun sebesar 25 %. Untuk lama kerja yang paling lama adalah 17 tahun hanya 5% . 3. Hasil Analisis Bivariat Pada hasil analisis bivariat ini menguji perbedaan antara paparan gas CO dalam darah pada tukang parkir di area tertutup dan terbuka di kota Semarang tahun 2007, dengan menggunakan uji Mann- Whitney didapatkan hasil sebagai berikut: Hasil uji statistic menunjukkan bahwa Ho diterima yang berarti tidak ada perbedaan paparan gas CO dalam darah pada tukang parkir di area tertutup dan terbuka di kota Semarang tahun 2007, karena p value lebih dari 0,05 yaitu 0,124. PEMBAHASAN 1. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan penelitian ini yang utama adalah dana sehingga sampel yang diambil hanya 20 responden karena untuk pemeriksaan laboratorium 1 sampel biayanya Rp 100.000,-. Karena keterbatasan dana tersebut sehingga tidak dapat mengukur kadar gas CO di ruangan atau di tiap-tiap lahan parkir. 2. Perbedaan paparan gas CO dalam darah pada tukang parkir di area tertutup dan terbuka di kota Semarang Berdasarkan uji statistik uji MannWhitney telah di dapatkan p value 0,124 > a (0,05), sehingga disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan paparan gas CO dalam darah pada tukang parkir di area tertutup dan terbuka
44
di kota Semarang. Pada penelitian ini mengambil paparan gas CO karena gas ini merupakan pencemar terbanyak di udara bebas yaitu 52 % serta merupakan bahan pencemar primer (bentuknya seperti pada saat di keluarkan dari sumbernya) dan keberadaannya dapat bertahan lama di udara. Dan juga asap mobil mengandung gas CO ± 12 %. Dari data ini dapat diketahui bahwa tukang parkir merupakan orang yang sering terpapar gas CO, sehingga pada penelitian ini menggunakan respondennya adalah tukang parkir. Karena area parkir ada dua macam yaitu di area terbuka dan tertutup sehingga pada penelitian ini peneliti ingin melihat perbedaan paparan gas CO di area parkir terbuka dan tertutup dan ternyata hasilnya tidak ada beda. Pada penelitian ini banyak sekali keterbatasannya yang pertama seharusnya mengukur paparan gas CO di tiap-tiap lahan parkir. Sehingga kemungkinan paparan gas CO di area tertutup maupun terbuka bisa jadi sama dengan asumsi bahwa lahan parkir di area tertutup diperkirakan tukang parkirnya terpapar gas CO lebih banyak dibandingkan di luar, karena asap knalpot baik dari mobil maupun kendaraan bermotor tidak dapat keluar ke atas atau ke udara bebas. Demikian juga untuk tukang parkir yang berada di luar diasumsikan paparan gas COnya tidak sebanyak di area tertutup, ternyata belum tentu juga karena paparan gas CO juga dapat lebih banyak dibandingkan di area tertutup karena di lahan terbuka jumlah mobil dan kendaraannya lebih banyak di luar yang dekat jalan raya. Tidak ada beda paparan gas CO dalam darah pada tukang parkir di area tertutup maupun terbuka karena gas CO dapat keluar dalam tubuh, pengeluaran paparan gas CO terjadi apabila paparan gas CO terhenti. Karboksihemoglobin dan CO yang larut didalam plasma dikeluarkan melalui udara
JURNAL VISIKES - Vol. 8 / No. 1 / Maret 2009 ekspirasi. Waktu rata-rata yang diperlukan seorang dalam keadaan istirahat untuk mengeluarkan gas CO sampai kadarnya menjadi setengah konsentrasi (half-life) adalah 240 menit. Pengeluaran gas CO dari dalam tubuh dapat dipercepat dengan pemberian oksigen murni 2 atmosfer di dalam udara atmosfer atau diberi campuran oksigen dengan 5-7 % gas CO. Pemberian 5-7% gas CO dapat menyebabkan terjadinya hiperventilasi dan penurunan pH darah. Akibatnya pengeluaran gas CO dipercepat. Dari teori diatas dapat disimpulkan bahwa paparan gas CO dalam tubuh tidak terakumulasi tetapi dapat terurai kembali. Dari hasil pengukuran pada responden kadar gas CO dalam darah terendah adalah 0,14 % dan tertinggi adalah 2,38 %. Hubungan antara HbCO dengan gejala keracunan CO ternyata pada prosentase 0-10% tidak ada keluhan maupun gejala. Responden pada penelitian ini semuanya tidak merasakan keluhan seperti sakit kepala atau pusing-pusing. Walaupun paparan gas CO dalam darah kadarnya masih rendah tetapi sebaiknya responden perlu waspada karena menurut teori bahwa terpapar gas CO pada kadar rendah dapat menyebabkan perbuhan neorologik, aktivitas menurun, kenaikan hemotokrit dan perubahan pada fetus atau janin bagi wanita hamil. Sehingga tukang parkir baik di area tertutup maupun terbuka walaupun kadar gas CO dalam darah masih rendah sebaiknya menggunakan pelindung diri seperti masker untuk menjaga kesehatan diri sendiri SIMPULAN Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan paparan gas CO dalam darah pada tukang parkir di area tertutup dan terbuka di Kota Semarang tahun 2007 karena p value > dari 0,05 yaitu 0,124
SARAN Sebaiknya tukang parkir baik di area tertutup maupun terbuka menggunakan pelindung diri seperti masker untuk menjaga kesehatannya masing-masing karena walaupun kadar gas CO dalam darahnya rendah dapat menimbulkan penyakit. Untuk penelitian berikutnya yang berhubungan dengan paparan gas CO perlu di lakukan pengukuran gas CO di tiap tempat DAFTAR PUSTAKA Tri Joko, Pencemaran Udara, Diponegoro University Press, Semarang, 1999 Agus Hadiyarto, dkk, Pengendalian Pencemaran Udara, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Jakarta 1998 Mustikahadi, Pencemaran Udara, Penerbit ITB, Bandung, 2001 Woro Riyadina, Efek Pemaparan Gas Karbon monoksida (CO) Pada Manusia, Jurnal Hiperkes Dan Keselamatan Kerja, Volume XXIX No. 2, April-Juni, 1996 Surna T. Djajadiningrat, Penilaian Secara Cepat Sumber-Sumber Pencemaran Air, Tanah Dan Udara, Gajah Mada University Press, Jogjakarta, 1998 ———, Pedoman Pengendalian Pencemaran Udara Ambien Yang Berhubungan Dengan Kesehatan Masyarakat, Depkes, Jakarta, 1993 Sopiyudin Dahlan, Statistika untuk Kedokteran dan Kesehatan, Uji Hipotesis Dengan menggunakan SPSS Program 12 Jam, PT ARKANS, Jakarta, 2004.
45