Perbedaan Kadar Platelet Activating Factor Plasma antara Penderita Demam Berdarah Dengue dan Demam Dengue Djatnika Setiabudi, Budi Setiabudiawan, Ida Parwati, Herry Garna Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung Abstrak Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat berupa demam dengue atau keadaan yang lebih berat yaitu demam berdarah dengue. Patogenesis yang menerangkan hal tersebut belum jelas. Teori yang sering dikemukakan yaitu pada penyakit dengue berat terjadi peningkatan kadar mediator proinflamasi. Tujuan penelitian ini untuk melihat perbedaan kadar platelet activating factor plasma penderita demam berdarah dengue dengan demam dengue. Penelitian observasional dengan rancangan potong lintang dilakukan pada Januari–Februari 2013. Subjek penelitian adalah penderita dengue usia 1–14 tahun yang dirawat di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung, RSUD Kota Bandung (Ujungberung), dan RSUD Kota Cimahi (Cibabat). Diagnosis dengue dikonfirmasi dengan pemeriksaan antigen nonstruktural-1 dan atau pemeriksaan serologis imunoglobulin M dan G. Sampel darah fase demam, kritis dan pemulihan diambil untuk pemeriksaan kadar platelet activating factor plasma menggunakan metode enzymelinked immunosorbent assay. Selama kurun waktu penelitian didapat 26 penderita dengue, terdiri atas 14 kasus demam dengue dan 12 demam berdarah dengue. Kadar platelet activating factor plasma pada fase kritis penderita demam berdarah dengue [541,45 (239,30–2.449,00)] pg/mL lebih tinggi secara bermakna dibandingkan dengan penderita demam dengue [289,55 (149,50–961,50)] pg/mL; p=0,007. Simpulan, kadar platelet activating factor plasma pada fase kritis penderita demam berdarah dengue lebih tinggi daripada penderita demam dengue. [MKB. 2013;45(4):251–6] Kata kunci: Demam berdarah dengue, demam dengue, platelet activating factor
The Difference of Platelet Activating Factor Plasma Level between Dengue Hemorrhagic Fever and Dengue Fever patients Abstract Dengue virus infection can manifest as dengue fever and, more severely, as dengue hemorrhagic fever. Their pathogenesis until now is not fully understood. One of the most favorable theories stated the presence of increasing titer of pro-inflammatory mediator in severe dengue. The aim of this study was to determine the difference of plasma platelet activating factor titer between dengue hemorrhagic fever and dengue fever patients. This observational study with cross sectional design was conducted during January–February 2013. Subjects were dengue patients, 1 to 14 years old, hospitalized at Dr. Hasan Sadikin General Hospital, Bandung District Hospital (Ujungberung), and Cimahi District Hospital (Cibabat). Dengue cases were confirmed based on nonstructural-1 antigen and/or immunoglobulin M and G rapid test. Blood samples from febrile, critical and recovery phase were drawn for the examination of platelet activating factor titer using the enzyme-linked immunosorbent assay method. There were 26 dengue cases (14 as dengue fever and 12 as dengue hemorrhagic fever). Plasma platelet activating factor titer at the critical phase was significantly higher in dengue hemorrhagic fever patients [541.45 (239.30–2,449.00)] pg/ mL compared to dengue fever patients [289.55 (149.50–961.50)] pg/mL; p=0.007. In conclusion, plasma platelet activating factor titer at the critical phase is higher in dengue hemorrhagic fever patients than in dengue fever patients. [MKB. 2013;45(4):251–6] Key words: Dengue hemorrhagic fever, dengue fever, platelet activating factor
Korespondensi: Djatnika Setiabudi, dr., Sp.A(K), Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung, mobile 0811232417
MKB, Volume 45 No. 4, Desember 2013
251
Djatnika S.: Perbedaan Kadar Platelet Activating Factor Plasma antara Penderita Demam Berdarah dan Demam Dengue
Pendahuluan Infeksi virus dengue masih salah satu masalah kesehatan di daerah tropis dan subtropis termasuk di Indonesia, oleh karena berpotensi menimbulkan kejadian yang luar biasa dan dapat menyebabkan kematian. Manifestasi klinis pada infeksi virus dengue bervariasi dengan spektrum yang luas, mulai dari demam yang tidak khas atau sindrom infeksi virus yang tidak spesifik (undifferentiated febrile illness atau viral syndrome), demam dengue (DD/dengue fever) dengan atau tanpa perdarahan, demam berdarah dengue atau DBD/ dengue hemorrhagic fever, sampai keadaan yang paling berat yang dapat menyebabkan kematian yaitu sindrom syok dengue (SSD/dengue shock syndrome).1 Infeksi dengue sekarang telah dilaporkan oleh lebih dari 100 negara, terdapat kecenderungan negara yang terkena akan makin bertambah. Saat ini diperkirakan sekitar 3,5 miliar orang atau hampir setengah penduduk dunia mempunyai risiko terinfeksi virus dengue.2 Menurut laporan World Health Organization (WHO) setiap tahun terdapat sekitar 5–10 juta kasus penyakit dengue termasuk di dalamnya 500.000 kasus DBD/SSD yang memerlukan perawatan di rumah sakit. Dari sejumlah kasus tersebut hampir 90%-nya penderita anak di bawah usia 15 tahun dengan angka kematian sebesar 2,5%.2 Menurut Profil Kesehatan Indonesia tahun 2010 yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan, DBD merupakan urutan kedua dari seluruh penderita rawat inap di rumah sakit dengan incidence rate (IR) sebesar 65,7 per 100.000 penduduk dan case fatality rate (CFR) sebesar 0,87%.3 Patogenesis yang dapat menerangkan mengapa orang yang telah terinfeksi virus dengue dapat memperlihatkan manifestasi berat, sementara itu sebagian besar tidak, sampai saat ini belum dapat diterangkan sepenuhnya. Secara umum ada tiga faktor yang berperan, yaitu faktor pejamu, virus, serta respons imun pejamu (imunopatogenesis).4 Faktor pejamu yang sering dikemukakan yaitu usia (pada umumnya anak lebih berat daripada dewasa), status gizi lebih, dan faktor genetik. Dari faktor virus yang sering dilaporkan yaitu jumlah virus pada saat viremia, virulensi, serta jenis serotipenya dan genotipe tertentu.5 Faktor respons imun yang paling sering dikemukakan adalah pada infeksi sekunder oleh serotipe yang berbeda dengan serotipe sebelumnya lebih berat dibandingkan dengan infeksi primer.6,7 Faktor lain yang dapat menerangkan terjadi dengue berat yaitu produksi sitokin dan mediator inflamasi lain yang berlebihan, serta aktivasi sistem komplemen yang berlebihan.8,9 Platelet activating factor (PAF) itu termasuk
252
golongan fosfolipid yang mempunyai aktivitas sebagai mediator inflamasi yang sangat kuat. Molekul tersebut dihasilkan oleh berbagai sel yang berperan dalam proses inflamasi seperti sel endotel vaskular, leukosit (terutama monosit/ makrofag), dan trombosit. Untuk menimbulkan aksinya, PAF berikatan dengan reseptor spesifik yaitu reseptor PAF yang terdapat banyak pada sel leukosit (monosit, makrofag dan neutrofil), trombosit, dan sel endotel vaskular. Semua sel tersebut mempunyai peranan yang besar dalam patogenesis infeksi virus dengue. Sampai saat ini belum ada publikasi tentang penelitian PAF pada penderita dengue in vivo. Tujuan penelitian ini untuk menilai perbedaan kadar platelet activating factor plasma antara penderita DBD dan DD.
Metode Penelitian observasional yang mempergunakan rancangan potong lintang dilaksanakan pada bulan Januari–Februari 2013. Subjek penelitan semua penderita tersangka penyakit dengue yang dirawat di Ruang Perawatan Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung, RSUD Kota Bandung (Ujungberung), dan RSUD Kota Cimahi (Cibabat). Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah usia penderita 1–14 tahun, lamanya demam sebelum dirawat 2–5 hari, berasal dari wilayah Kota Bandung dan sekitarnya yaitu Kabupaten Bandung, Bandung Barat, dan juga Kota Cimahi. Kriteria eksklusi penderita dengan gizi buruk dan yang diketahui menderita penyakit gangguan sistem imun seperti sindrom nefrotik, keganasan, dan infeksi human immunodeficiency virus/aquired immunodeficiency syndrome (HIV/ AIDS); penderita yang mendapat obat-obatan imunosupresan seperti preparat kortikosteroid/ sitostatika; penderita yang diketahui mempunyai kelainan atau penyakit yang disertai anemia berat (seperti thalassemia) dan polisitemia (seperti penyakit jantung bawaan sianotik); penderita yang sudah mendapat cairan infus dan atau transfusi sebelum ke rumah sakit tempat penelitian. Pemilihan subjek penelitian dilakukan dengan cara consecutive sampling yaitu semua subjek yang telah memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk kriteria eksklusi diikutsertakan dalam penelitian ini sebagai sampel yang berdasarkan urutan waktu datang untuk dirawat. Sebelumnya orangtua/wali penderita telah diberi penjelasan dan mereka setuju ikut dalam penelitian (informed consent). Penelitian ini telah mendapat persetujuan dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran Bandung. Diagnosis infeksi virus dengue sesuai dengan
MKB, Volume 45 No. 4, Desember 2013
Djatnika S.: Perbedaan Kadar Platelet Activating Factor Plasma antara Penderita Demam Berdarah dan Demam Dengue
pedoman WHO tahun 2011 yaitu: (1) penderita tersangka infeksi virus dengue (probable dengue fever) adalah penderita dengan demam akut disertai dua atau lebih dari keadaan berikut: nyeri kepala, nyeri bola mata (retroorbital), nyeri otot, nyeri sendi atau tulang, ruam kulit, atau manifestasi perdarahan (termasuk uji tourniquet positif), leukopenia (sesuai usia), dan jumlah trombosit <150.000/mm3; (2) penderita DD adalah penderita penyakit dengue (confirmed) yang tidak disertai tanda perembesan plasma, (3) penderita DBD adalah penderita penyakit dengue (confirmed) yang disertai dengan tanda perembesan plasma (salah satu dari hemokonsentrasi, efusi pleura, asites/hipoalbunemia), walaupun tidak disertai dengan tanda perdarahan atau trombositopenia.1 Penderita penyakit dengue (confirmed) adalah penderita tersangka infeksi virus dengue disertai hasil pemeriksaan antigen nonstruktural-1(NS1) dan atau pemeriksaan serologis imunoglobulin M (IgM) dan imunoglobulin G (IgG) positif. Infeksi primer bila didapatkan hasil IgM positif dan IgG negatif, sedangkan infeksi sekunder bila didapatkan IgG positif dan IgM positif atau negatif. Darah penderita diambil untuk pemeriksaan PAF plasma pada fase demam, kritis, dan juga pemulihan. Fase demam itu merupakan waktu mulai perawatan dengan lama demam 2–5 hari dan penderita masih demam; fase kritis diambil 48 jam setelah fase demam dan atau suhu tubuh mulai turun selama 24 jam bebas panas. Fase pemulihan merupakan waktu pada saat penderita memenuhi kriteria pulang (WHO, 2011), yaitu bebas panas minimal 24–48 jam tanpa pemberian obat penurun panas, tanda-tanda vital dan nilai
hematokrit stabil dan jumlah trombosit sudah mulai terdapat kenaikan minimal dengan jumlah 50.000/mm3. Platelet activating factor plasma diperiksa di Laboratorium Utama Prodia dengan teknik enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) menggunakan kit Human PAF ELISA (USCN Life Science Inc., Cat:E90256Hu; lot: L130207151). Nilai rentang baku adalah 123,45– 20.000 pg/mL dengan nilai limit deteksi 92,30 pg/mL. Untuk melihat perbedaan kadar PAF plasma pada ketiga fase perjalanan penyakit penderita DBD dengan DD, dianalisis dengan Uji MannWhitney. Untuk analisis data lain mempergunakan variabel kategorik dilakukan dengan uji statistik chi-kuadrat atau Uji Fisher. Analisis data memakai perangkat SPSS versi 17. Hasil analisis dikatakan terdapat hasil yang bermakna bila dari masingmasing uji statistik didapatkan nilai p<0,05.
Hasil Selama kurun waktu penelitian ini terdapat 26 penderita dengue dengan rincian 14 penderita DD dan 12 penderita DBD. Usia penderita berkisar 3–14 tahun (rata-rata 8,00±2,79 tahun). Berdasarkan jenis kelamin sebanyak 15 lakilaki dan 11 perempuan (ratio 1,4:1). Status gizi penderita terdiri atas 3 gizi lebih, 15 gizi normal, dan 8 gizi kurang. Status infeksi primer sebanyak 15 penderita dan sisanya sebanyak 11 orang dengan infeksi sekunder. Perbedaan karakteristik antara penderita DBD dan DD dapat dilihat pada Tabel 1. Usia penderita DBD lebih tua dibandingkan
Tabel 1 Karakteristik Penderita Demam Berdarah Dengue dan Demam Dengue Variabel Usia (tahun) Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Status gizi Lebih Normal Kurang Status infeksi Primer Sekunder
DBD (n=12) 8,67±2,06
DD (n=14) 43±3,25
5 7
10 4
0,126b
2 6 4
1 9 4
0,676b
4 8
11 3
0,020b
p 0,252a
Keterangan: aUji-t sampel tidak berpasangan, buji chi-kuadrat
MKB, Volume 45 No. 4, Desember 2013
253
Djatnika S.: Perbedaan Kadar Platelet Activating Factor Plasma antara Penderita Demam Berdarah dan Demam Dengue
Tabel 2 Kadar PAF Plasma Penderita Demam Berdarah Dengue dan Demam Dengue Variabel Fase demam DBD DD Fase kritis DBD DD Fase pemulihan DBD DD
Jumlah
Median (Minimum–Maksimum)
12 14
251,95 (92,30–957,40) 242,00 (99,30–384,30)
0,571
12 14
541,45 (239,30–2.449,00) 289,55 (149,50–961,50)
0,007
12 14
276,60 (92,30–1.335,10) 247,95 (92,30–380,30)
0,110
p*
Keterangan: * Uji Mann-Whitney
dengan penderita DD, meskipun perbedaannya tidak bermakna. Begitu pula jenis kelamin dan status gizi penderita DBD tidak berbeda secara bermakna bila dibandingkan dengan penderita DD, meskipun terdapat kecenderungan penderita DBD lebih banyak pada perempuan. Penderita DBD lebih banyak pada status infeksi sekunder dibandingkan dengan infeksi primer (p=0,020) (Tabel 1). Kadar PAF pada penderita DBD fase kritis lebih tinggi bermakna bila dibandingkan dengan penderita DD (p=0,007). Pada fase demam dan pemulihan kadar PAF lebih tinggi pada penderita DBD bila dibandingkan dengan penderita DD, meskipun perbedaannya tidak bermakna (Tabel 2). Kadar PAF penderita dengue infeksi sekunder pada semua fase perjalanan penyakit lebih tinggi dibandingkan dengan infeksi primer, meskipun
tidak ada yang bermakna secara statistik. Kadar PAF plasma penderita dengue infeksi sekunder fase kritis memiliki perbedaan yang paling besar bila dibandingkan dengan fase demam dan fase pemulihan (Tabel 3).
Pembahasan Penderita DBD lebih banyak pada status infeksi sekunder dibandingkan dengan infeksi primer (p=0,020). Keadaan ini sesuai dengan pendapat bahwa salah satu faktor risiko terjadinya DBD yaitu infeksi sekunder yang disebabkan oleh serotipe virus yang berbeda dari serotipe virus yang telah menginfeksi sebelumnya. Fenomena ini dapat diterangkan berdasarkan teori antibody dependent enhancement (ADE).10–13 Infeksi virus dengue primer oleh satu serotipe tertentu dapat
Tabel 3 Kadar PAF Plasma Penderita Dengue Infeksi Sekunder dan Infeksi Primer Variabel Fase demam Infeksi primer Infeksi sekunder Fase kritis Infeksi primer Infeksi sekunder Fase pemulihan Infeksi primer Infeksi sekunder
Jumlah
Median (Minimum–Maksimum)
p*
15 11
239,30 (92,30–414,20) 245,80 (92,30–957,40)
0,640
15 11
308,70 (149,50–1001,50) 480,70 (239,30–2449,00)
0,102
15 11
249,00 (92,30–380,30) 277,60 (92,30–1335,10)
0,112
Keterangan: * Uji Mann-Whitney
254
MKB, Volume 45 No. 4, Desember 2013
Djatnika S.: Perbedaan Kadar Platelet Activating Factor Plasma antara Penderita Demam Berdarah dan Demam Dengue
menimbulkan kekebalan yang menetap untuk serotipe bersangkutan (homotipik), namun tidak mampu untuk melindungi dari infeksi (sekunder) berikutnya oleh serotipe jenis yang berbeda dari yang pertama. Apabila kemudian terjadi infeksi oleh serotipe yang berbeda (heterotipik), maka antibodi yang bersifat non atau subnetralisasi yang telah dibentuk pada waktu infeksi pertama, berikatan dengan virus atau partikel tertentu dari virus serotipe yang berbeda membentuk kompleks imun. Kompleks imun inilah yang menimbulkan efek/reaksi yang tidak menguntungkan, sehingga terjadi infeksi yang berat. Kadar PAF plasma yang bermakna secara statistik hanya pada fase kritis (Tabel 2). Hal ini sesuai dengan teori bahwa pada fase kritis terjadi peningkatan maksimal perembesan plasma yang diakibatkan oleh karena peningkatan permeabilitas vaskular. PAF yang diberikan pada hewan coba dan manusia secara sistemik dilaporkan dapat menimbulkan keadaan yang menyerupai systemic inflammatory response syndrome (SIRS), yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas vaskular, hemokonsentrasi, peningkatan kadar berbagai sitokin, hipotensi, dan syok.14 Souza dkk.15 melakukan penelitian pada hewan mencit dengan hasil inokulasi mencit dewasa oleh virus dengue (strain virus yang telah diadaptasi) menyebabkan penyakit sistemik dengan gejala yang mirip terjadi pada manusia. Pada mencit yang tidak mempunyai gen reseptor PAF (PAFR −/−) ternyata memperlihatkan trombositopenia, hemokonsentrasi, dan juga peningkatan kadar beberapa sitokin yang lebih ringan dibandingkan dengan mencit normal. Kematian pada mencit tersebut juga terjadi lebih lambat. Manifestasi gejala yang lebih ringan juga ditemukan pada mencit normal (PAFR +/+) yang diberi antagonis reseptor PAF. Kadar PAF plasma pada fase demam atau awal penyakit tidak berbeda bermakna pada penderita DBD bila dibandingkan dengan pada fase kritis, mungkin diakibatkan PAF merupakan mediator sekunder setelah peningkatan berbagai sitokin. Keadaan tersebut dihubungkan dengan puncaknya peningkatan kadar mediator misalnya berbagai sitokin proinflamasi. Dari beberapa penelitian sitokin yang paling banyak dikemukakan adalah tumor necrosis factor-α (TNF-α).16–18 Tumor necrosis factor-α mempunyai hubungan yang saling memengaruhi dengan PAF. Sel endotel dapat menyintesis PAF melalui jalur remodeling sebagai akibat dari stimulasi oleh berbagai zat misalnya trombin, histamin, plasmin, berbagai leukotrien, prostasiklin, interleukin (IL)-1, dan TNF-α.19 Sebaliknya, sel endotel vaskular yang diaktivasi oleh PAF juga dapat menyintesis dan
MKB, Volume 45 No. 4, Desember 2013
mengeluarkan berbagai eikosanoid, kemokin (IL8), serta berbagai sitokin seperti TNF-α, IL-1, dan IL-6.20 Kadar PAF plasma semua fase perjalanan klinis lebih tinggi pada penderita dengue infeksi sekunder dibandingkan dengan penderita infeksi primer, meskipun tidak bermakna secara statistik. Hal ini sesuai dengan penelitian secara ex vivo yang dilakukan oleh Yang dkk. pada tahun 1995 (dikutip oleh Souza dkk.15). Penelitian tersebut menghasilkan infeksi DENV-2 pada monosit yang berasal dari penderita yang sebelumnya pernah terinfeksi virus DENV-1 menghasilkan kadar PAF yang lebih tinggi secara bermakna daripada monosit penderita yang tidak mempunyai riwayat penyakit dengue sebelumnya. Simpulan, kadar PAF plasma pada semua fase perjalanan penyakit penderita DBD lebih tinggi bila dibandingkan dengan penderita DD. Kadar PAF plasma pada penderita DBD fase kritis lebih tinggi secara bermakna bila dibandingkan dengan penderita DD. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemungkinan PAF memiliki peran dalam patogenesis terjadi penyakit dengue berat. Hal ini memberi peluang untuk mencegah dengue berat dengan pemberian obat yang mempunyai efek sebagai inhibitor reseptor PAF atau rekombinan enzim PAF-acetyl hydrolase (PAF-AH). Seperti diketahui patogenesis terjadi dengue yang berat (DBD dan DSS) sangat dipengaruhi oleh faktor virus, pejamu, dan respons imun (imunopatogenesis) yang melibatkan berbagai macam mediator inflamasi dan sistem komplemen. Kekurangan penelitian ini yaitu untuk melihat perbedaan antara penderita DBD dan DD, tidak menilai peran faktor virus seperti jumlah virus (yang dapat diwakili oleh kadar antigen NS1), sitokin seperti TNF-α, dan kadar produk aktivasi komplemen seperti C5a.
Ucapan Terima Kasih Penelitian ini telah dibiayai oleh Dana Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran dengan Nomor SK.671/UN6.C/Kep.PN/2012. Penelitian ini merupakan salah satu bagian dari penelitian profil kadar platelet-activating factor (PAF) plasma pada penderita dengue serta hubungannya dengan kadar antigen nonstruktural-1, tumor necrosis factor-α, dan beratnya penyakit. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktur, dokter spesialis anak, perawat ruang anak, dan petugas laboratorium di Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin Bandung, RSUD Kota Bandung (Ujungberung), dan RSUD Kota Cimahi (Cibabat).
255
Djatnika S.: Perbedaan Kadar Platelet Activating Factor Plasma antara Penderita Demam Berdarah dan Demam Dengue
Daftar Pustaka 1. World Health Organization. Comprehensive
guidelines for prevention and control of dengue and dengue haemorrhagic fever. Revised and expanded edition. New Delhi: WHO, Regional Office for South-East Asia; 2011. 2. World Health Organization. Dengue: guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control. New edition. Geneva: WHO; 2009. 3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil kesehatan Indonesia 2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2011. 4. Martina BE, Koraka P, Osterhaus AD. Dengue virus pathogenesis: an integrated view. Clin Microbiol Rev. 2009;22(4):564–81. 5. Guilarde AO, Turchi MD, Siqueira JB Jr, Feres VC, Rocha B, Levi JE, dkk. Dengue and dengue hemorrhagic fever among adults: clinical outcomes related to viremia, serotypes, and antibody response. J Infect Dis. 2008;197(6):817–24. 6. Sierra B, Perez AB, Vogt K, Garcia G, Schmolke K, Aguirre E, dkk. Secondary heterologous dengue infection risk: Disequillibrium between immune regulation and inflammation? Cell Immunol. 2010;262(2):134–40. 7. Zompi S, Montoya M, Pohl MO, Balmaseda A, Harris E. Dominant cross-reactive B cell response during secondary acute dengue virus infection in humans. PLoS Negl Trop Dis. 2012;6(3):e1568. 8. Lei HY, Huang KJ, Lin YS, Yeh TM, Liu HS, Liu CC. Immunopathogenesis of dengue hemorrhagic fever. Am J Infect Dis. 2008;4(1):1–9. 9. Nielsen DG. The relationship of interacting immunological components in dengue pathogenesis. Virol J. 2009;6:211. 10. Halstead SB. Neutralization and antibodydependent enhancement of dengue viruses. Adv Virus Res. 2003;60:421–67. 11. Halstead SB, Mahalingam S, Marovich, MA,
256
Ubol S, Mosser DM. Intrinsic antibodydependent enhancement of microbial infection in macrophages: disease regulation by immune complexes. Lancet Infect Dis. 2010;10(10):712–22. 12. Sun P, Bauza K, Pal S, Liang Z, Wu SJ, Beckett C, dkk. Infection and activation of human peripheral blood monocytes by dengue viruses through the mechanism of antibody-dependent enhancement. Virology. 2011;421(2):245–52. 13. Rothman AL. Immunity to dengue virus: a tale of original antigenic sin and tropical cytokine storms. Nat Rev Immunol. 2011;11(8):532– 43. 14. Yost CC, Weyrich AS, Zimmerman GA. The platelet activating factor (PAF) signaling cascade in systemic inflammatory responses. Biochimie. 2010;92(6):692–7. 15. Souza DG, Fagundes CT, Sousa LP, Amaral FA, Souza RS, Souza AL, dkk. Essential role of platelet-activating factor receptor in the pathogenesis of Dengue virus infection. Proc Natl Acad Sci USA. 2009;106(33):14138–43. 16. Chaturvedi UC. Tumour necrosis factor & dengue. Indian J Med Res. 2006;123(1):11–4. 17. Dewi BE, Takasaki T, Sudiro TM, Nelwan RH, Kurane I. Elevated levels of soluble tumour necrosis factor receptor 1, thrombomodulin and soluble endothelial cell adhesion molecules in patients with dengue haemorrhagic fever. Dengue Bull. 2007;31:103–10. 18. Ganda IJ. Nilai prognostik tumor necrosis factor alpha demam berdarah dengue pada anak. Sari Pediatri. 2010;12(4):254–9. 19. Henson PM. Platelet-activating factor. Dalam: Oppenheim JJ, Feldmann M, penyunting. Cytokine reference: a compendium of cytokines and other mediators of host defense. Volume 1: ligands. Edisi ke-1. San Diego: Academic Press; 2001. hlm. 1335–55. 20. Muller WA. Leukocyte-endothelial cell interactions in the inflammatory response. Lab Invest. 2002;82(5):521–33.
MKB, Volume 45 No. 4, Desember 2013