Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014
PERBEDAAN IKLIM ORGANISASI SEKOLAH PADA SD NEGERI DAN SWASTA Karen Chandra Sukma Rani Fakultas Psikologi Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta
[email protected] [email protected]
Abstrak Organizational climate will affect the organizational quality and achievement. In educational field, there were organizational school climate which occurs as a perception of school climate from the principal, teachers, students and school employee. This research aim to found out the difference in organizational climate between state primary school and private primary school in Central Jakarta. Using cluster ramdom sampling technique, two state primary school and two private primary school chosen as subject. School organizational climate measured with organizational climate indes from Hoy and Miskel (2001). The result showed there was no differences in organizational climate between private and state primary school. Kata kunci: organizational climate, primary school
Pendahuluan Pendidikan merupakan fondasi awal bagi generasi muda (Foreman, 2003). Pendidikan yang maju dapat mendukung perkembangan generasi Indonesia untuk mampu bersaing dengan negara lain. Sumber daya manusia (SDM) sebagai tenaga pendidik merupakan senjata utama bagi perkembangan pendidikan (Harber & Mncube, 2011). Tenaga pendidik yang berkualitas akan menghasilkan generasi muda yang berkualitas juga, sehingga dapat menghasilkan generasi penerus bangsa yang mampu memimpin dan mengelola negeri. Penelitian Selamat, Samsu & Kamalu (2013) mengungkapkan bahwa sekolah dapat dirasakan nyaman apabila ada atmosfir yang harmonis bagi seluruh guru dan
1
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014
warga sekolah. Lingkungan yang disebutkan dapat memengaruhi persepsi guru dan warga sekolah, kegiatan belajar-mengajar guru dan warga sekolah, cara guru dan warga sekolah berperilaku dan mengambil keputusan. Atmosfir yang harmonis tersebut disebut sebagai iklim organisasi sekolah (Welsh, 2000). Menurut Hoy & Miskel (2001), iklim organisasi sekolah terbagi menjadi empat jenis, yaitu iklim terbuka, iklim terkendali, iklim lepas dan iklim tertutup. Penelitian Gunbayi (2007) menyatakan iklim terbuka adalah kondisi yang kondusif yang membuat guru berhubungan baik, guru mampu berkomitmen dalam pekerjaannya, terdapat keintiman dan dukungan, serta faktor resiko konflik lebih mudah ditangani. Penelitian Cohen (2010) menyatakan bahwa iklim terkendali pada lingkungan antar guru adalah adanya rasa saling menghargai perbedaan dalam komunitas sekolah, adanya rasa peduli antar guru, murid dan keluarga murid, serta secara aktif berpartisipasi dengan kegiatan sekolah yang mengikutsertakan murid dengan keluarganya, namun adanya pengawasan ketat dari kepala sekolah. Menurut Pretorius & Villiers (2009), iklim lepas dapat menyebabkan adanya masalah yang serius bagi iklim sekolah, karena guru tidak berkomitmen kerja, mengabaikan tugas, tidak bekerja sama, dan tidak mengembangkan diri, serta mengeluhkan pekerjaan secara verbal maupun non verbal. Hal ini disebabkan kepuasan kerja yang tidak terpenuhi, motivasi yang rendah, dan kualitas pengalaman hidup yang rendah sehingga mengganggu kualitas belajar dan mengajar di sekolah. Terakhir, penelitian Hoy (2013) yang juga mengatakan iklim tertutup membuat suasana yang sangat memprihatinkan karena guru bermain di waktu bekerja, pengawasan oleh kepala sekolah yang ketat, dan rendahnya moralitas guru. Iklim yang bersifat kondusif adalah iklim terbuka dan terkendali sedangkan iklim yang bersifat tidak kondusif adalah iklim lepas dan iklim tertutup (Pretorius & Villiers, 2009). Menurut Musfah (2011), iklim organisasi sekolah di Indonesia adalah suasana yang terjalin antara kepala sekolah, guru, karyawan yang menghasilkan pola perilaku, cara guru mengajar, dan bersosialisasi. Sergiovani dalam Suryaman (2004), menjelaskan iklim organisasi sekolah yang ideal khususnya Sekolah Dasar (SD) swasta adalah iklim terkendali, yaitu kondisi yang dialami di mana kepala sekolah untuk mengawasi kinerja guru, kepala sekolah bersifat keras dan otoriter; sedangkan kondisi
2
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014
antara guru dengan guru lainnya adalah saling menghargai, saling memperhatikan, bangga dan berkomitmen dengan pekerjaan yang dimiliki (Hoy & Miskel, 2001). Kemudian, iklim organisasi sekolah yang ideal khususnya SD negeri adalah iklim terbuka yaitu iklim yang ditandai dengan adanya kerja sama dan rasa menghargai antara guru dan kepala sekolah, kepala sekolah mendengarkan dan terbuka terhadap guru, guru juga mempunyai hubungan yang baik dengan sejawat dan karyawan lainnya (Saleh, 2009). Kondisi ideal yang dijelaskan oleh Hoy & Miskel di atas diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Wahono (2006) yang menunjukkan bahwa iklim organisasi sekolah pada SD swasta adalah iklim terkendali dimana hubungan kepala sekolah dengan guru mempunyai tuntutan pekerjaan, sehingga apabila terjadi kesalahan atau penyimpangan yang dilakukan guru, maka guru diberikan sanksi berupa teguran langsung, peringatan tertulis, pemotongan insentif, dan skors tidak boleh mengajar di kelas; sedangkan hubungan antar guru harmonis. Iklim pada sekolah negeri adalah iklim terbuka, yaitu iklim dimana guru dengan kepala sekolah dan rekan sekerja guru mempunyai hubungan yang baik, saling mendukung, menghormati secara professional, memiliki keintiman dan pertemanan yang baik sehingga menciptakan lingkungan kondusif (Subrayanti, 2013). Fakta yang dipaparkan oleh Nasution (2008) terkait dengan iklim organisasi sekolah yaitu iklim organisasi sekolah pada SD Negeri kecamatan Patumbak adalah iklim tertutup. Kondisi ini merupakan kondisi kontradiktif. Setelah ditelusuri lebih jauh ternyata kepala sekolah cenderung kurang transparan dalam mengelola pembiayaan di sekolahnya. Pada akhirnya beberapa guru mengeluh terhadap sikap kepala sekolah. Hal ini yang mengundang masalah antar guru karena kurang harmonisnya hubungan kepala sekolah dengan guru. Ketidakharmonisan hubungan guru dan kepala sekolah tentu akan membentuk iklim organisasi sekolah yang tidak kondusif bagi penyelenggaraan sistem pendidikan di sekolah. Indikasi lainnya ialah sejumlah guru cenderung kurang menunjukkan kinerja yang baik terhadap tugasnya, diantaranya ada guru yang malas untuk membuat rencana pembelajaran (RP), tidak melakukan evaluasi belajar, kurang inovatif dalam menggunakan metode dan strategi pembelajaran yang berpusat kepada siswa, tidak berkeinginan menggunakan alat bantu mengajar seperti media belajar,
3
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014
tidak memantau kemajuan belajar siswa, bahkan ada yang kurang disiplin seperti terlambat masuk, suka bersenda gurau sesama guru dengan meninggalkan kelas pada saat mengajar, bahkan hingga tidak masuk kelas. Berdasarkan fenomena-fenomena yang terjadi di lapangan, membuat peneliti tertarik untuk meneliti perbedaan iklim organisasi di sekolah negeri dan swasta. Hal yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti SDN 11 dan 013 merupakan Sekolah Dasar percontohan yang berada di Jakarta Pusat, dengan harapan apabila iklim organisasi sekolah di SDN 11 dan 013 merupakan iklim yang baik maka penelitian ini dapat menjadi faktor pendukung citra bagi SD lain yang berada di Jakarta Pusat. Pada SD K Ketapang 1 dan SDS Tarsisius tampak bahwa atmosfir yang dirasakan adanya ajaran kristiani yang mempengaruhi lingkungan sekolah sehingga iklim organisasi sekolah lebih terasa disiplin dan berasaskan ajaran kristiani. Ajaran kristiani tersebut ditandai dengan adanya kebiasaan rutin ibadah bersama tiap minggu, kemudian adanya kebiasaan berdoa Doa Bapa Kami terlebih dahulu sebelum memulai pelajaran, dan adanya pelajaran agama yang berlaku bagi siswa-siswi beragama lain. Berdasarkan penjelasan fenomena dari latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut bagaimana perbedaan iklim organisasi pada di SD Swasta dan Negeri? Tujuan penelitian ini untuk melihat Perbedaan Iklim Organisasi pada di SD Swasta dan Negeri. Melalui penelitian ini diharapkan peneliti akan mendapat manfaat, yaitu diantaranya penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan memperdalam ilmu pengetahuan di bidang psikologi khususnya pada Psikologi Industri dan Organisasi dan Psikologi Pendidikan yang membahas tentang perbedaan iklim organisasi pada guru di SD Swasta dan Negeri. Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi sekolah dasar dalam hal perbedaan iklim organisasi pada karyawan di SD Swasta dan Negeri.
Iklim Organisasi Sekolah Menurut Hoy dan Miskel (2001), iklim organisasi sekolah sebagai kondisi konstan yang bertahan lama dari lingkungan sekolah yang dialami oleh tenaga akademik, di mana hal ini memengaruhi perilaku mereka dan didasarkan pada persepsi kolektif dari perilaku di sekolah. Welsh (2000) mendefinisikan iklim organisasi sekolah sebagai
4
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014
atmosfir sekolah, yang dipersepsikan oleh karyawan yang bekerja juga warga sekolah meliputi murid dan karyawan pendukung lain. Iklim organisasi sekolah juga dapat didefinisikan sebagai kondisi jangka panjang yang dirasakan antara kepala sekolah dan guru serta warga sekolah lainnya sehingga tercipta rasa bersama di suatu tempat (Cohen, 2006). Berdasarkan definisi-definisi yang dikemukakan para ahli dapat disimpulkan bahwa iklim organisasi sekolah adalah kondisi konstan yang bertahan lama yang diciptakan oleh gurukemudian menjadi atmosfir yang dapat dirasakan bersama sehingga mempengaruhi perilaku dan persepsi kolektif di sekolah. Menurut Hoy & Miskel (2001), terdapat dua faktor yang menyebabkan terjadinya iklim organisasi sekolah, yaitu perilaku kepala sekolah dan interaksi guru. Perilaku kepala sekolah adalah faktor pertama ini ditandai dengan penugasan rutinitas dan tugas yang memberatkan guru, dengan kontrol ketat, dekat dan konstan dari guru, perilaku yang juga kurang perhatian dan keterbukaan terhadap guru, adanya perilaku yang fungsional serta keterbukaan juga ketertutupan satu dengan yang lain. Faktor umum pertama adalah tingkat keterbukaan kepala sekolah dapat dibuat dengan menggabungkan nilai perilaku suportif, perilaku direktif dan perilaku restriktif (Hoy & Miskel, 2001). Faktor kedua yaitu interaksi para guru sangat bermakna dan toleran, memiliki keramahtamahan, saling dekat dan mendukung satu dengan yang lain, antusias, menerima dan saling menghormati. Secara umum, faktor ini menunjukkan fleksibilitas keterbukaan dan fungsional dalam hubungan guru. Hal ini dapat menyesuaikan keterbukaan dalam hubungan fakultas dan indeks keterbukaan dapat dibuat dengan menggabungkan nilai kolegial, keintiman, dan ketidakbergantungan (Hoy & Miskel, 2001). Hoy & Miskel (2001) menjelaskan enam dimensi yang dapat digunakan untuk mengukur iklim organisasi sekolah. Enam dimensi tersebut adalah supportive behavior (perilaku suportif), directive behavior (perilaku direktif), restrictive behavior (perilaku restriktif), collegial behavior (perilaku kolegial), intimate behavior (perilaku intim), disengaged behavior (perilaku ketidakbergantungan).
5
Jurnal NOETIC Psychology Dimensi
pertama
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014
adalah
perilaku
suportif
yang
berarti
perilaku
yang
mencerminkan perhatian dasar bagi para guru. Kepala sekolah mendengarkan dan terbuka untuk saran guru. Kepala sekolah sering memberikan pujian dan kritik yang membangun. Kepala sekolah mendukung, serta menghormati kompetensi profesional guru-guru (bawahan) mereka. Kepala sekolah juga menunjukkan kepribadian yang baik serta menghargai kepentingan profesional masing-masing guru (Hoy & Miskel, 2001). Hoy & Miskel (2001) menjelaskan dimensi kedua adalah perilaku direktif. Perilaku direktif ditandai dengan perilaku yang kaku dan pengawasan yang ketat. Kepala sekolah mengontrol pekerjaan dan konstan
mengenai kegiatan guru dan sekolah,
dengan sangat detail. Kepala sekolah sangat disiplin dan tegas dalam menjalankan aturan. Kepala sekolah sangat dihormati bahkan ditakuti oleh guru sehingga guru kesulitan untuk bersikap terbuka. Menurut Hoy & Miskel (2001), dimensi ketiga adalah perilaku restriktif yaitu perilaku yang menghambat guru untuk menyelesaikan tugas pokoknya. Kepala sekolah membebani guru dengan dokumen-dokumen, persyaratan komite, tugas rutin, dan tuntutan lainnya yang mengganggu tanggung jawab mengajar mereka. Akibatnya guru kesulitan untuk memprioritaskan pekerjaannya yaitu mengajar, karena guru dituntut untuk menyelesaikan dokumentasi yang digunakan sebagai laporan kepada kepala sekolah. Dimensi keempat perilaku kolegial yaitu perilaku yang mendukung interaksi terbuka dan profesional di antara para guru. Guru bangga dengan sekolah dimana mereka bekerja, senang bekerja dengan rekan-rekan mereka, antusias, dapat menerima, dan saling menghormati kompetensi profesional rekan-rekan mereka (Hoy & Miskel, 2001). Hubungan kolegial guru ini dapat menumbuhkan rasa bangga dirinya dalam lingkungan kerjanya (Douglas, 2010). Menurut Douglas (2010), perilaku kolegial yang kuat dapat menumbuhkan komitmen guru untuk bertahan sebagai pengajar dalam suatu sekolah. Berdasarkan pernyataan Hoy & Miskel (2001) dimensi kelima adalah perilaku intim yaitu perilaku yang mencerminkan kedekatan dan dukungan sosial yang kuat antara sesama guru. Guru saling mengenal dengan baik, menjadi teman dekat, bersosialisasi bersama-sama secara teratur, dan memberikan dukungan yang kuat untuk satu sama
6
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014
lain. Guru juga saling mengenal dengan keluarga rekan kerja. Guru dapat memahami cara kerja rekan kerjanya dan kepribadian rekan guru sehingga guru tidak kesulitan bekerja ketika harus menjadi suatu panitia dalam sebuah acara di sekolah. Dimensi keenam adalah perilaku ketidakbergantungan yaitu perilaku yang tidak mempunyai visi dan fokus untuk kegiatan profesional. Guru hanya menghabiskan waktu kegiatan berkelompok. Mereka tidak memiliki orientasi tujuan bersama. Perilaku mereka sering negatif yaitu mengkritisi setiap pekerjaan guru lain dan tidak menghargai kerja keras seorang guru (Hoy & Miskel, 2001). Menurut Hoy & Miskel (2001), iklim organisasi sekolah terbagi menjadi empat jenis, yaitu iklim terbuka, iklim terkendali, iklim lepas dan iklim tertutup. Iklim terbuka adalah iklim yang ditandai dengan adanya kerja sama dan rasa menghargai antara guru dan kepala sekolah. Kerja sama tersebut menciptakan iklim dimana kepala sekolah mendengarkan dan terbuka terhadap guru. Kepala sekolah memberikan hadiah yang benar-benar tulus, dan menghargai kemampuan profeisonalisme dari guru serta memberikan kebebasan bagi guru. Guru juga mempunyai hubungan yang baik dengan sejawat. Guru juga mempunyai komitmen yang tinggi akan pekerjaannya. Hoy & Miskel (2001) iklim terkendali adalah kondisi di mana usaha yang tidak efektif yang dilakukan oleh kepala sekolah untuk mengontrol kinerja guru. Kepala sekolah bersifat keras dan otoriter disertai dengan petunjuk, instruksi dan perintah serta perilaku tidak menghargai kemampuan dan kebutuhan guru. Kondisi yang dialami antara guru dengan guru adalah saling menghormati, saling mendukung, bangga dan menikmati pekerjaan yang dimiliki. Guru memiliki rasa yang kompak, berkomitmen dan saling mendukung meskipun memiliki kepala sekolah yang lemah atau kurang bersahabat. Iklim lepas adalah Iklim yang ditandai dengan perilaku kepala sekolah yang terbuka, peduli dan mendukung. Kepala sekolah mau mendengarkan dan memberikan kebebasan bagi guru. Namun guru tidak mempunyai respek terhadap kepala sekolah juga rekan sesama guru. Guru tidak bertanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya. Terakhir iklim tertutup adalah keadaan dimana kepala sekolah dan rekan sesama guru saling menutup diri (Hoy & Miskel, 2001). Karakteristik iklim tertutup adalah
7
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014
perilaku kepala sekolah memberikan tugas yang kurang penting dan guru tidak meresponi dengan baik. Kepala sekolah melakukan pengawasan, bersifat kaku, tidak peduli, tidak simpatik, dan kurang memberikan dukungan. Kepala sekolah juga menunjukkan kecurigaan, kurang perhatian, tertutup, kurang fleksibel dan tidak berkomitmen. Guru menunjukkan komitmen yang rendah terhadap pekerjaan. Guru juga tidak bersahabat dengan guru-guru lain.
Tabel 1. Indeks Keterbukaan Kepala Sekolah dan Guru Keterangan
Indeks Keterbukaan Kepala Sekolah Terbuka Tertutup
Terbuka
Iklim Terbuka
Iklim Lepas
Tertutup
Iklim Terkendali
Iklim Tertutup
Indeks Keterbukaan Guru
Dinamika Penelitian Iklim organisasi sekolah adalah kondisi konstan yang bertahan lama dari lingkungan sekolah yang dialami oleh tenaga akademik. Hal ini memengaruhi perilaku mereka dan didasarkan pada persepsi kolektif dari perilaku di sekolah (Hoy & Miskel, 2001). Iklim organisasi sekolah mencirikan sifat dari seluruh karyawan di sekolah. Berdasarkan iklim organisasi sekolah juga kepala sekolah dan karyawan dapat mengevaluasi atau menunjukkan reaksi emosional satu dengan yang lain. Karyawan yang dapat membuka diri dan menerima kekurangan karyawan yang lain adalah karyawan yang mampu mempererat kerja sama antar karyawan. Kerja sama yang kompak dapat membangun komitmen yang kuat antar guru terhadap pekerjaannya. Penghargaan serta dukungan dari kepala sekolah kepada guru juga dapat memberikan semangat kerja pada guru. Kepala sekolah yang mau mendengarkan keluhan dan saran guru dapat memenuhi kebutuhan afeksi guru. Kepala sekolah yang
8
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014
jujur atau tidak pura-pura serta memberikan pujian dapat menstimulasi keaktifan guru. Kepala sekolah yang percaya dan mampu memimpin para guru memberikan suasana kemandirian bagi para guru. Kombinasi antara kerja sama antar karyawan dan dukungan kepala sekolah dapat menciptakan iklim organisasi sekolah yang kondusif. Karyawan yang bekerja di SD negeri Y1 dan Y2 merasa masih belum nyaman dengan lingkungan kerjanya. Dukungan antara kepala sekolah dan rekan kerja juga cenderung kurang. Hal tersebut menyebabkan karyawan merasa bahwa iklim organisasi di sekolah kurang mendukung aktivitas pekerjaan mereka. Karyawan nampak bekerja dengan rutinitas. Karyawan terkadang melakukan kegiatan lain seperti bermain game computer, mengobrol, menyindri, mengeluh dan kurang membantu rekan kerja yang lain. Pada SD Swasta X1 dan X2 suasana terjalin kondusif, masalah mudah diselesaikan, konflik mampu diminimalkan dipengaruhi dari asas agama kristiani yang dianut dalam SD Swasta tersebut. Suasana tersebut memberikan dukungan yang baik secara psikologis bagi kepala sekolah, guru dan karyawan. Suasana tersebut mampu menciptakan keintiman dan persahabatan antar kepala sekolah, guru dan karyawan. Adanya persahabatan dapat menumbuhkan rasa inisiatif untuk saling membantu apabila guru dan karyawan mengalami kesusahan. Peneliti dapat menyimpulkan sesuatu yaitu iklim organisasi sekolah pada SD Swasta lebih kondusif dari pada SD negeri, karena adanya pengaruh dari asas agama kristiani yang dianut oleh SD swasta. Ajaran kristiani tersebut ditandai dengan adanya kebiasaan rutin ibadah bersama tiap minggu, kemudian adanya kebiasaan berdoa Doa Bapa Kami dulu sebelum memulai pelajaran, dan adanya pelajaran agama yang berlaku bagi siswa-siswi beragama lain. Untuk itu peneliti tertarik untuk meneliti penelitian ini lebih lanjut karena diharapkan dapat membantu SD menciptakan iklim organisasi sekolah yang kondusif. Berdasarkan penjelasan di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah ada perbedaan iklim organisasi sekolah pada SD Negeri dan Swasta. Iklim organisasi pada guru di SD Swasta lebih kondusif dibanding iklim organisasi sekolah pada guru SD negeri.
9
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014
Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif yang bekerja dengan angka dan teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan statistic t-test (Azwar, 2012). Variabel dalam penelitian ini adalah iklim organisasi sekolah. Iklim organisasi merupakan iklim organisasi sekolah adalah kualitas relatif yang bertahan lama yang diciptakan oleh guru kemudian menjadi atmosfir yang dapat dirasakan bersama sehingga mempengaruhi perilaku dan persepsi kolektif di sekolah. Iklim organisasi sekolah diukur dengan menggunakan skala iklim organisasi sekolah yang disusun oleh peneliti dengan jumlah 42 aitem iklim organisasi sekolah. Skor yang akan dianalisis ialah skor total yang diperoleh subyek dari skala iklim organisasi dan akan menunjukkan tingkat iklim organisasi sekolah pada guru. Karakteristik populasi dalam penelitian ini adalah guru SD Negeri dan Swasta seJakarta. Sampel adalah bagian dari populasi penelitian yang dipilih sebagai wakil representatif dari keseluruhan untuk diteliti (Sugiyono, 2007). Sampel yang dipilih harus dapat mewakili gambaran keseluruhan yang benar mengenai populasi (Setyosari, 2010). Sampel dalam penelitian ini adalah guru SD Swasta dan Negeri di Jakarta Pusat, yaitu guru di SD negeri 11 dan 013 Jakarta Pusat pula guru SD swasta dari SD Ketapang 1 dan SDS Tarsisius 1 Jakarta Pusat. Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah guru, rentang usia 25 sampai 60 tahun ke atas sudah bekerja di sekolah x selama 1 tahun tingkat pendidikan minimal D3 sampai dengan maksimal Strata-2. Alasan peneliti menentukan kriteria subyek harus berusia 25 sampai 60 tahun, karena usia guru pada masa produktif sampai pensiun adalah 25 - 60 tahun; sudah bekerja di sekolah X selama 1 tahun karena dengan lama bekerja 1 tahun agar dapat mengetahui iklim organisasi yang terbentuk selama kepala sekolah yang memimpin berada pada tingkat pendidikan minimal D3 sampai dengan maksimal Strata-2. Hal ini bertujuan untuk melihat kemampuan kepala sekolah dan guru dalam pengambilan keputusan, penyelesaian solusi, perencanaan kurikulum, pengaturan sekolah, manajerial sekolah, kepemimpinan dan kerja sama tim (team work)
10
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah non probability sampling. Jenis pengambilan sampel non probability sampling adalah sampel acak bertingkat (cluster random sampling). Sampel acak bertingkat dilakukan dengan memilih populasi penelitian, kemudian dibagi menjadi dua yaitu sampel uji percobaan (try out) dan sampel
uji
analisa
(Setyosari,
2010).
Pengumpulan
data
dilakukan
dengan
menyebarkan skala penelitian yang telah disediakan, yaitu skala iklim organisasi. Pernyataan-pernyataan dalam skala dikembangkan dari efektivitas atau faktor variabel dan disusun dengan menggunakan skala Likert, dengan 4 kategori, yaitu: Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), dan Sangat Setuju (SS) (Azwar, 2012). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas konstruk dengan batas penerimaan aitem yang dinyatakan tepat dengan konstruk yang hendak diukur adalah lebih besar sama dengan dari 0,30 (Azwar, 2007). Uji reliabilitas alat ukur ini menggunakan pendekatan konsistensi internal (internal consistency), dengan batas penerimaan aitem yang dinyatakan reliabel yang hendak diukur adalah lebih besar sama dengan 0,80. Pengukuran reliabilitas untuk kedua skala menggunakan konsistensi internal dengan teknik hitung koefisien alfa. Teknik analisis sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik dengan cara perhitungan uji perbedaan (t-test), yang juga menggunakan program SPSS 20 for windows (Sarwono, 2012). Penelitian ini dilaksanakan melalui dua tahap. Tahap pertama adalah tahap persiapan, dan tahap kedua adalah tahap pelaksanaan. Tahap persiapan dimulai dengan pembuatan alat ukur yaitu skala iklim organisasi. Aitem-aitem yang digunakan sebagai skala harus berdasarkan teori yang telah dipaparkan. Skala iklim organisasi mempunyai aitem-aitem pernyataan yang berjumlah 42 pernyataan. Skala-skala tersebut juga mempunyai kolom jawaban dari setiap pernyataan. Setelah kedua skala selesai dibuat, maka aitem-aitem yang telah dibuat akan diuji cobakan terlebih dahulu. Peneliti akan melaksanakan penelitian di SDN 11 dan 013 Jakarta Pusat dan SD Ketapang 1 dan SDS Tarsisius 1 Jakarta Pusat, oleh sebab itu peneliti harus mengurus surat ijin terlebih dahulu dari Fakultas Psikologi Universitas Kristen Krida Wacana. Peneliti juga mencari informasi penting mengenai Ukrida yang dibutuhkan untuk penelitian. Peneliti mendatangi SDN 11 dan 013 Jakarta Pusat dan SD Ketapang 1 dan
11
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014
SDS Tarsisius 1 Jakarta Pusat serta meminta izin dengan membawa surat keterangan dari Fakultas Psikologi untuk mengadakan penelitian di SDN 11 dan 013 Jakarta Pusat dan SD Ketapang
1 dan SDS Tarsisius 1 Jakarta Pusat. Peneliti juga meminta
informasi dari institusi mengenai jumlah karyawan yang akan dijadikan populasi penelitian. Tahap pelaksanaan meliputi penyebaran skala alat ukur untuk uji coba dan pengambilan data sebenarnya. Pembahasan Tabel 2 Data demografis subyek penelitian Data Demografi
Jumlah
Persentase
Jumlah
Subyek
Subyek
(SD Negeri)
(SD Swasta)
Persentase
Jumlah
Persent
Subyek
ase
35.30%
25
36,77%
Jenis Kelamin Pria
13
38,23%
12
Wanita
21
61.77%
22
64,70%
43
63,23%
Tidak diisi
0
100%
0
100%
0
100%
Jumlah
34
100%
34
100%
68
100%
SMA/SPK/SMK
1
2,94%
0
0
1
1,47%
D3
5
14,70%
4
11,77%
9
13,23%
Sarjana Strata 1
24
70,58%
30
88,23%
54
79,41%
Sarjana Strata 2
4
11,78%
0
0
4
5,88%
Tidak diisi
0
0
0
0
0
Jumlah
34
100%
34
100%
68
100%
Pegawai Kontrak
7
20,58%
2
5,88%
9
13,85%
Pegawai Tetap
15
44,11%
32
94,11%
47
69,11%
Pegawai Honorer
2
5,88%
0
0
2
2,94%
PNS
10
29,43%
0
0
10
14,70%
Tidak diisi
0
0
0
0
0
Jumlah
34
Tingkat Pendidikan
0
Status Kerja
100%
34
12
100%
68
0 100%
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014
Lama Bekerja < 5 tahun
7
20,58%
9
26,47%
16
23,52%
5-10 tahun
13
38,23%
10
29,41%
23
33,82%
10-15 tahun
5
14,70%
3
8,82%
8
23,52%
10-20 tahun
0
0
7
20,58%
7
10,29%
20 tahun <
9
26,51%
5
14,70%
14
20,58%
Tidak diisi
0
0
0
0
Jumlah
34
100%
34
< Rp 1.000.000,-
1
2,94%
0
Rp 1.000.000,- - Rp
21
61,76%
3
Rp 2.100.000,- - Rp
4
11,76%
3.000.000,-
0
0
4.000.000,-
8
Rp 4.100.000,- <
0
100%
0
0
68
100%
1
1,47%
8,82%
24
35,29%
13
38,23%
17
25%
16
47,05%
16
23,52%
23,55%
2
5,88%
10
14,70%
0
0
Penghasilan 0
2.000.000,-
Rp 3.100.000,- - Rp
0
0
0
Tidak diisi Jumlah
34
100%
34
100%
68
100%
Status
6
17,64%
13
38,23%
19
25%
Belum Menikah
28
82,35%
23
67,64%
51
75%
Menikah Tidak diisi
0
0
0
0
0
0
Jumlah
34
100%
34
100%
68
100%
21-30 tahun
6
17,64%
8
23,52%
14
20,58%
31-40 tahun
13
38,23%
10
29,41%
23
33,82%
41-50 tahun
11
32,35%
5
14,70%
16
47,05%
51-60 tahun
5
14,70%
7
20,58%
12
17,64%
60 tahun <
1
2,96%
2
5,88%
3
4,41%
Tidak diiisi
0
Jumlah
34
Usia
0
0
100%
34
13
0 100%
0 68
0 100%
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014
Penelitian yang dilakukan terhadap 68 orang guru diantaranya 34 guru SD Swasta dan 34 SD Negeri mengenai iklim organisasi sekolah menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara iklim organisasi sekolah swasta maupun negeri. Nilai t probabilitas (sig) sebesar 0.945, maka Ha ditolak dan Ho diterima, artinya tidak ada perbedaan varians antara guru di SD Swasta dan Negeri pada cakupan sampel. Angka F test pada hasil perhitungan statistik adalah 0.043 mengasumsikan kedua varians berbeda dalam cakupan populasi. Artinya ada perbedaan varians iklim organisasi sekolah antara guru di SD Swasta dan Negeri pada cakupan populasi di Jakarta Pusat. Berdasarkan hasil perhitungan statistik iklim organisasi sekolah yang dirasakan oleh kepala sekolah dan guru pada SD swasta maupun negeri berada dalam kategori sedang. Nilai rerata SD swasta adalah 134.7941 dan nilai rerata SD negeri adalah 134.6471. Iklim organisasi sekolah yang sedang, mengartikan iklim di sekolah tersebut cukup kondusif yang ditandai dengan kepala sekolah yang tepat memberikan instruksi kepada guru, guru pun dapat bertanggung jawab di kala kepala sekolah pergi tugas dinas, kepala sekolah dapat menegakkan kedisiplinan dalam sekolah. Hasil perhitungan pada SD swasta menunjukkan bahwa skor tinggi didapat dari dimensi suportif (97,05%), direktif (91,17), kolegial (85,29), dan intim (67,64) sedangkan skor rendah dimensi restriktif (26,47) dan dimensi lepas (8,82). Tidak begitu berbeda pula dengan hasil perhitungan statistik pada SD Negeri yang juga memiliki skor tinggi pada dimensi suportif (88,23), direktif (88,23), kolegial (97,05), dan intim (97,05), serta skor yang rendah pada dimensi dimensi restriktif (23,53) dan dimensi lepas (2,94). 97,05 % guru pada SD swasta merasakan adanya dukungan dari kepala sekolah yang memberikan perhatian, yang mau menerima pendapat guru dan juga memberikan pujian pada guru yang berprestasi. Sedikit dari guru pada SD swasta dengan persentase 2,95% yang belum merasakan adanya dukungan dari kepala sekolah seperti pujian secara pribadi, pendapat yang dapat diterima, dan penghargaan atas prestasi kerja. Sebanyak 88,23% guru pada SD negeri merasa sudah mendapatkan dukungan dari kepala sekolah, tetapi 11,77% guru tidak merasakan hal yang demikian. Hal ini perlu diketahui kepala sekolah sehingga ke depannya guru bisa merasakan dukungan yang menyeluruh dari kepala sekolah. Komunikasi kepala sekolah bagi guru
14
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014
sangat penting dengan demikian guru dapat memahami maksud dari kepala sekolah dan meminimalkan persepsi lain (Duff, 2013) Guru pada SD swasta sebanyak 91,17 % dan pada SD negeri 88,23 % dapat menjalani perlakuan direktif yang diberikan kepala sekolah kepada guru seperti pengawasan yang ketat, deadline yang memenuhi aktivitas kerja, dan cara kerja kepala sekolah yang terperinci. Hal tersebut bisa menjadi makna yang positif juga negatif. Makna positif mengartikan bahwa guru membutuhkan instruksi langsung dari kepala sekolah mengenai pekerjaannya (Mine, 2009), sedangkan makna negatifnya guru merasa bahwa perlakuan direktif ini membuat guru kurang bisa berotonomi juga mengembangkan diri karena kepala sekolah yang selalu memberikan arahan pada bawahannya (Azzara, 2001). 8,83% guru pada SD swasta merasa perlakuan direktif ini adalah wajar dan cenderung memiliki sikap kerja yang sama sehingga komunikasi antar kepala sekolah dan guru nampak terasa jelas. Hal tersebut juga dirasakan bagi 11,77 % guru SD negeri. Menurut Mine (2009), kepala sekolah yang hanya berfokus pada aturan dan kebijakan dan sangat direktif dapat menciptakan lingkungan moral dan kepuasan yang rendah. Skor dimensi restriktif pada SD swasta dan negeri tergolong rendah. Skor dimensi restriktif pada SD swasta adalah 26,47% dan SD negeri adalah 23,53 %. Nilai tersebut menjelaskan sikap kepala sekolah cukup fleksibel terhadap guru-guru, tetapi tetap membebani pekerjaan guru guru untuk membuat dokumentasi rutinitas pekerjaan berupa laporan kerja, laporan evaluasi, perencanaan kegiatan belajar mengajar dan tuntutan lain untuk menjadi panitia acara dalam kegiatan sekolah. Hubungan kolegial guru dengan rekan kerja guru pada SD swasta maupun negeri sangat baik yang ditandai dengan skor 85,29% pada SD swasta dan 97,05 pada SD negeri. Keakraban guru satu dengan yang lain tampak jelas dengan adanya interaksi yang terbuka dan saling menghormati profesionalitas masing-masing guru. Guru nyaman bekerja di sekolah tersebut bahkan telah bekerja sampai bertahun-tahun karena tidak adanya kemauan untuk pindah ke sekolah lain. Menurut penelitian Douglas (2010), perilaku kolegial merupakan indikator komitmen guru dalam suatu sekolah.
15
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014
Keintiman juga terjalin pada guru di SD swasta dan negeri. Keintiman guru pada SD negeri lebih tinggi dibandingkan dengan keintiman guru pada SD swasta. Skor dimensi keintiman pada SD negeri adalah 97,05 % sedangkan pada SD swasta 67,64%. Terjalinnya keintiman antar guru membuat iklim organisasi sekolah terasa sangat nyaman. Menurut Duff (2013), kenyamanan tersebut terjalin dari dukungan sosial yang kuat, antar guru saling bersahabat, antar guru mengenal keluarga dengan dekat, berkomunikasi dapat dipahami dengan baik sehingga dalam bekerja dapat meminimalkan hambatan-hambatan. Skor yang minim juga nampak pada dimensi ketidakbergantungan. Skor guru SD swasta adalah 8,82 %. Skor guru SD negeri adalah 2,94%. Minimnya skor yang diperoleh dari hasil perhitungan statistik menjelaskan bahwa guru saling bergantung satu dengan yang lain. Keterlibatan guru yang tinggi dengan rekan kerjanya dapat meningkatkan produktivitas guru dalam suatu sekolah (Grayson & Alvarez, 2008). Guru dapat menggunakan waktu produktif saat bekerja mandiri maupun dengan tim. Guru juga memiliki tujuan dalam setiap acara yang direncanakan. Guru dapat memberikan saran yang positif maupun negatif bagi rekan-rekan kerja dengan harapan dapat mengevaluasi kekurangan dalam setiap acara. Hal tersebut bertujuan untuk meminimalkan kesalahan yang telah terjadi saat bekerja antar tim. Persamaan pada SD Swasta dan Negeri tersebut yaitu adanya kesamaan ciri-ciri perlakuan kepala sekolah dengan guru yaitu kepala sekolah memperlakukan guru dengan disiplin bahwa aturan harus dituruti dan tidak boleh dilanggar, apabila melanggar maka ada sanksi yang harus diterima, kepala sekolah kurang dapat menerima kritik dan saran yang diberikan guru, dan kurangnya komunikasi yang baik antar kepala sekolah dan guru sehingga maksud yang disampaikan kepala sekolah berbeda dengan persepsi guru. Kondisi sebaliknya terjadi pada hubungan antar guru yaitu saling ramah ditunjukkan dengan perilaku yang saling menyapa satu dengan yang lain, saling mendukung ditunjukkan perilaku guru yang terbuka untuk bercerita dengan guru lain dan guru saling membantu memberikan solusi, adanya rasa kebersamaan yang ditunjukkan dengan perkumpulan senam dan acara makan bersama. Hasil data demografi SD swasta dan negeri juga tidak menunjukkan perbedaan dalam hal jenis kelamin, lama masa kerja guru dan usia guru. Pertama hasil penelitian
16
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014
pada SD negeri diperoleh prosentase guru yang berjenis kelamin wanita yaitu 61,77% dan pria 38,23%, dan SD swasta diperoleh prosentase guru yang berjenis kelamin wanita yaitu 64,70% dan pria 35,30%, dari kedua data tersebut dapat disimpulkan bahwa guru yang berjenis kelamin wanita mempunyai prosentase 63,23% dan pria 36,77%. Hal ini menjelaskan bahwa jumlah guru wanita lebih banyak dibanding pria. Kepala sekolah SD swasta Tarsisius I adalah wanita, demikian juga kepala sekolah SD Swasta Ketapang I. Pada sekolah negeri, kepala sekolah SDN 011 juga wanita, tetapi kepala sekolah SDN 013 adalah pria. Dengan adanya kepemimpinan wanita maka tercipta iklim terkendali di dalam suatu organisasi. Menurut Boatwright & Forrest (2003), karakter kepemimpinan wanita adalah transformasional, sedangkan karakter kepemimpinan pria adalah transaksional. Ciri-ciri kepemimpinan transformasional adalah karisma, bersifat ideal, dan pemberi stimulasi intelektual dan bersifat individu (Robbins & Judge, 2010). Robbins & Judge (2010) menjelaskan juga ciri-ciri kepemimpinan transaksional adalah pemimpin yang membimbing atau memotivasi para pengikut mereka pada arah tujuan yang telah ditetapkan dengan cara memperjelas peran dan tugas mereka. Lingkungan aktivitas sekolah dijalani lebih banyak oleh guru wanita dan ini mempengaruhi hubungan antar guru dalam sekolah sebagai subjek penelitian. Oleh karena itu karakter tersebut yang memberikan kontribusi terciptanya suatu iklim terkendali pada SD Swasta maupun SD Negeri. Ciri kontradiktif terjadi pada pemimpin wanita yang dikatakan perempuan dinilai sangat emosional, subjekif, mudah tersinggung, tidak percaya diri dan tidak mudah bersikap sebagai pemimpin (Laksanti, 2014). Selain itu, perempuan juga dinilai kurang tangkas dalam pengambilan keputusan, terlalu banyak diam dan kurang terlatih dalam menghadapi tugas – tugas kantor (Laksanti, 2014). Ciri-ciri tersebut terkait dengan ciriciri iklim terkendali dimana kepala sekolah mengontrol kerja guru, bersifat keras, otoriter, memberikan perintah yang cukup banyak dan tidak menghargai guru (Hoy & Miskel, 2001). Kedua data guru negeri guru berusia 31-40 tahun merupakan prosentase tertinggi yaitu 38,23%, usia 41-50 tahun 32,35%, 21-30 tahun 17, 64%, 51-60 tahun 14,70 % dan 60 tahun ke atas 2, 96%. Pada data guru swasta guru berusia 31-40 tahun
17
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014
merupakan prosentase tertinggi yaitu 29,41%, 21-30 tahun 23,52%, 51-60 tahun 20,58 %, usia 41-50 tahun 14,70%, dan 60 tahun ke atas 5,88%. Data tersebut dapat menjelaskan bahwa hubungan pertemanan yang baik dan stabil adalah pada usia 3140 tahun yaitu usia dewasa madya, karena di usia tersebut seseorang dapat berpikir dengan dewasa, bertindak dengan baik, juga mampu mengendalikan emosi dengan baik (Papalia, 2008). Oleh karena itu kedewasaan seseorang juga dapat menciptakan hubungan yang baik pada guru yang merupakan salah satu faktor dari iklim terkendali. Ketiga data demografi lama kerja guru yaitu prosentase guru SD negeri 38,23% berada pada lama kerja 5-10 tahun, 26, 51% berada dalam kategori lama kerja lebih dari 20 tahun. Pada SD swasta juga mempunyai prosentase tertinggi pada lama kerja 5-10 tahun dengan 29,41%. Hubungan yang lama dapat membantu seseorang dalam mengenal satu dengan yang lain (Lulofs & Cahn, 2000). Menurut (Lulofs & Cahn, 2000), semakin kenal satu dengan yang lain maka guru juga dapat semakin dekat dengan guru lain. Hubungan yang baik tersebut menciptakan suatu iklim dimana guru dapat menjadi kompak, memiliki kedekatan karena sudah saling mengenal. Namun diperoleh hasil penelitian yang kontradiktif oleh dimana tidak ada hubungan iklim terkendali dengan lama bekerjanya seorang guru (Wheelock, 2005). Penelitian ini ingin mengetahui adanya perbedaan iklim organisasi sekolah pada guru yang berada di sekolah swasta dan negeri. Kesimpulan dari penelitian ini adalah tidak ada perbedaan iklim organisasi pada guru yang berada di sekolah swasta dan negeri, diperoleh dari angka F test 0.043 mengasumsikan kedua varians sama adalah dengan probabilitas (sig) sebesar 0.945. Oleh karena itu angka probabilitas 0.945 > 0.05, maka Ha ditolak dan Ho diterima. Iklim organisasi sekolah pada guru di sekolah swasta dan negeri adalah iklim terkendali, dengan kategori nilai kepala sekolah sekolah swasta 378 dan negeri 377 berada di skor rendah, sedangkan hubungan guru swasta bernilai 602 sangat tinggi dan sekolah negeri bernilai 597 berada di kategori tinggi. Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, peneliti memberikan saransaran.
Secara
teoritis, peneliti
menyarankan
bagi peneliti
selanjutnya
untuk
memperhatikan penggunaan skala Hoy dan Miskel, diadaptasi atau dimodifikasi sehingga peneliti selanjutnya dapat meminimalkan Social desirable yang tinggi yang dapat membuat subjek memberikan jawaban yang bersifat faking respons atau jawaban
18
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014
yang diinginkan oleh peneliti. Peneliti juga ingin agar peneliti selanjutnya dapat memperhatikan teknik pengambilan sampel. Kecermatan dalam teknik pengambilan sampel sangat penting sehingga tidak terjadi kesalahan yang tidak diinginkan misalnya saja hasil yang tidak valid dan reliabel. Peneliti selanjutnya juga perlu memperhatikan waktu saat pengambilan data, sehingga meminimalkan tertundanya sidang skripsi bagi peneliti selanjutnya. Saran secara praktis diantaranya ialah peneliti melihat bahwa dimensi suportif merupakan nilai terendah dari enam dimensi lainnya. Peneliti menyarankan sekolah untuk meningkatkan dimensi suportif bagi kepala sekolah dan guru dengan membentuk relasi antar rekan kerja yaitu mengadakan Forum Group Discussion
(FGD),
mengadakan acara kebersamaan yang cukup sering dalam bentuk makan bersama atau wisata bersama. Kepala sekolah juga perlu memberikan penghargaan bagi karyawan yang terbaik sesuai dengan kinerja. Melalui penghargaan tersebut guru mampu merasa bahwa usahanya tidak sia-sia dan dapat memotivasi guru lainnya. Selain itu kepala sekolah juga perlu mengenal juga menyejahterakan keluarga karyawan berkomitmen untuk bekerja di sekolah tersebut. Hoy dan Miskel (2001) menjelaskan
bahwa
perilaku
mendengarkan
dan
terbuka
serta
mendukung
mencerminkan perhatian dasar bagi para guru sehingga dapat terciptalah iklim organisasi sekolah. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti berpendapat bahwa nilai keterbukaan guru yang bernilai tinggi dapat mengembangkan sekolah ke arah iklim organisasi sekolah yang baik. Nilai keterbukaan guru didapat dari hasil perhitungan tiga dimensi kolegial, dimensi intim dan dimensi lepas. Peneliti menyarankan bahwa hubungan ini harus dipertahankan sehingga iklim organisasi sekolah dapat membantu perkembangan sekolah ke arah yang lebih baik. Relasi antar guru dapat dipertahankan dengan adanya acara kebersamaan seperti olah raga bersama, lomba cerdas cermat bagi guru, dsb. Melalui acara tersebut maka guru dapat menumbuhkan kepercayaan, kedekatan juga keakraban antar rekan guru.
19
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014
Daftar Pustaka Azzara, J. R. (2001). The heart of leadership. Educational Administration, 58(4), 62–64. Azwar, S. (2005). Sikap manusia: teori dan pengukuran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. (2007). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya (ed. 2). Yogyakarta: Pustaka Pelajar Azwar, S. (2012). Reliabilitas dan Validitas (4th Ed.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Boatwright, K. J., Egidio, R. K., & Kalamazoo College Women's Leadership Research Team (2003). Psychological predictors of college women's leadership aspirations. Journal of College Student Development, 44, 653-669. Cohen, J. (2006). Social and emotional education: Core principles and practices. In J. Cohen (ed.). Caring classrooms/intelligent schools: The social emotional education of young children. New York: Teachers College Press. Cohen, J. (2010). Jonathan Cohen on school climate: Engaging the whole village, teaching the whole child. The challenge a publication of the office of safe and drugfree schools, the journal of National School Climate Center. Vol. 16. No. 4: December 2010. Creswell, J. W. (2003). Research design: Qualitative, quantitative, and mixed methods approaches (2 nd. Ed). California: Sage Publcations. Domino, G. & Domino M. L. (2006). Psychological Testing: An Introduction. New York: McGraw-Hill. Duff, B. K. (2013). Differences In Assessments of Organizational School Climate Between Teachers And Adminsitrators. Liberty University. Foreman, J. (2003). Next generation educational technology versus the lectur. Retrieved from HYPERLINK "https://net.educause.edu/ir/library/pdf/erm0340.pdf" https://net.educause.edu/ir/library/pdf/erm0340.pdf Grayson, J. L., & Alvarez, H. K. (2008). School climate factors relating to teacher burnout: A mediator model. Teaching and Teacher Education, 24(4), 1349–1363. Gunbayi, I. (2007). School climate and teachers’s perceptions on climate factors: Research into nine urban high schools.The Turkish Online Journal of Educational Technology. Vol. 6. No. 3: July 2007 Harber, C. & Mncube, V. (2011). Is schooling good for the development of society? The
20
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014
case of south Africa. South Africa Journal of Education. Vol. 31. No.2: Pretoria 2011 Hoy, W. K. & Miskel, C. G. (2001). Educational administration: Theory, research, and practice. New York: McGraw-Hill. Hoy, W. K. (2013). Academic optimism: Decades of research in a quest for school characteristics that make a difference for the achievement of all students. Seton Hall: April 2013. Laksanti, S. C. (2014). Potret kepemimpinan perempuandari sudut pandang laki - laki. Retrieved from http://eprints.undip.ac.id/43089/1/11_laksanti.pdf Lulofs, R. S., & Cahn, D. D. (2000). Conflict and action: (2nd Edition). Pearson. Maulana, Y. (2014, Mei 13). siswi Sd dicabuli guru, kepala sekolah dinonaktifkan. Retrieved from http://ns1.kompas.web.id/read/read/2014/05/13/501/984432/siswi-sddicabuli-guru-kepala-sekolah-dinonaktifkan Mine, S. (2009). Leadership behaviors of school principals in relation to teacher job satisfaction in north Cyprus. Procedia-Social and Behavioral Sciences, 1(1), 2855–2864. Musfah, J. (2011 ). Peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan dan sumber belajar teori dan praktik. Jakarta: Kencana Papalia & Olds. (2008). Human development (Edisi kesembilan). New York: Mc GrawHill Book. Pretorius, S. & Villiers, E. d. (2009). Educators’ perceptions of school climate and health in selected primary schools. South African Journal of Education. Vol. 29. No. 1: February 2009 Robbins, S. P., & Judge, T. A. (2010). Organizational behavior. New York: Prentice Hall Saleh ( 2009). Persepsi Guru Terhadap Kemampuan Manajerial Kepala Sekolah Dan Iklim Organisasi Dalam Hubungan Dengan Kinerja Mengajar Guru Bandung. Program Pascasarjana UPI Bandung. Sancorella, D. (2013). Disiplin belajar ditinjau dari faktor internal dan eskternal. Retrieved from HYPERLINK http://skripsippknunj.com/wpcontent/uploads/2013/02/Jurnal-DEVITA.pdf Selamat, N., Samsu, N. Z., & Kamalu, N. S. M. (2013). The impact of organizational climate on teachers’s job performance. Educational research Journal University of Alicante. Vol. 2. No. 1: January 2013
21
Jurnal NOETIC Psychology
ISSN : 2088-0359 Volume 4 Nomor 1, Januari-Juni 2014
Setyosari, P. (2010). Metode penelitian pendidikan dan pengembangan edisi ke-2. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Subrayanti, D. (2013). Pengaruh supervisi akademik kepala sekolah dan iklim organisasi terhadap kinerja mengajar guru sekolah dasar negeri Kecamatan sukaresmi Kabupaten Cianjur. Universitas Pendidikan Indonesia. Retrieved from repository.upi.edu Sugiyono. (2012). Metode penelitian kuantitatif, kualitatif dan r & d. Bandung: Penerbit Alfabeta. Sugiyono. (2012). Statistika untuk penelitian. Bandung: Penerbit Alfabeta. Suryaman (2004). Budaya Organisasi di Sekolah. Jurnal Buana Pendidikan. I (01): 6572 Urbina, S. (2004). Essentials of psychological testing. New Jersey: John Wiley & Sons, Inc. Sarwono, J. (2012). Mengenal SPSS statistics 20: Aplikasi untuk riset eksperimental. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Wahono.(2006).Pengaruh motivasi kerja dan iklim organisasi terhadap kompetensi pen gelolaan kelas di sekolah dasar kristen YSKI Semarang (Work motivation influence a nd climate organization to the competency manage the class at sd kristen YSKI Sem arang). Fokus Ekonomi, Vol. 1 No. 2 Desember 2006 : 40 - 53 Welsh, W.N. (2000). The effects of school climate on school disorder. Annals of the American A Wheelock, M. (2005). Teacher Assesment of school climate and its relationship to years of working with an elementary school administrator. University of South Dakota
22