PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU DENGAN MENGGUNAKAN METODE PEMBELAJARAN MAKE A-MATCH DAN METODE TEAM QUIZ DI SMP ISLAMIYAH CIPUTAT
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)
Oleh Siti Ngaisah NIM : 107015000001
JURUSAN PENDIDIKAN IPS FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H./2011 M.
ABSTRAK SITI NGAISAH. Perbedaan Hasil Belajar IPS Terpadu Dengan Menggunakan Metode Pembelajaran Make A-match Dan Metode Team Quiz Di SMP Islamiyah Ciputat. Skripsi. Jakarta: Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah. 2011. Permasalahan utama yang dikaji dalam penelitian ini perbedaan hasil belajar IPS antara siswa yang diajar menggunakan metode Make A-Match dengan siswa yang diajar menggunakan metode Team Quiz. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan ada atau tidak ada perbedaan hasil belajar IPS antara siswa diajar menggunakan metode Make A-Match dan metode Team Quiz, membuktikan tinggi rendahnya hasil belajar IPS siswa yang diajar menggunakan metode Make A-Match dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan metode Team Quiz. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen yaitu cara melakukan penelitian dengan percobaan. Metode ini digunakan untuk menelaah adanya perbedaan hasil belajar IPS antara siswa diajar menggunakan metode Make A-Match dan siswa yang diajar menggunakan metode Team Quiz. Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah siswa kelas VII-A dan kelas VII-B SMP Islamiyah Ciputat. Kelas VII-A terdiri dari 45 siswa dengan komposisi perempuan 24 siswa dan laki-laki 21 siswa, yang metode pembelajarannya menggunakan Make A-Match. Kelas VII-B Terdiri dari 40 siswa dengan komposisi perempuan 21 siswa dan laki-laki 19 siswa, yang metode pembelajarannya menggunakan metode Team Quiz.. Instrumen yang dipakai adalah tes. Teknik analisis data menggunakan metode statistik uji βtβ (uji beda), untuk menguji hipotesis penelitian dilakukan konsultasi pada tabel distribusi βtβ pada taraf signifikansi 5%. Temuan hasil penelitian ini adalah: 1) Tidak terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) metode Make A-Match dengan siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) metode Team Quiz dalam pelajaran IPS Terpadu dengan diperoleh nilai π‘βππ‘π’ππ < π‘π‘ππππ π¦πππ‘π’ 0,0042 < 1,66; 2) Perbedaan hasil belajar IPS siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) metode Team Quiz dapat terlihat dari mean gainnya sebesar 0,63 lebih baik daripada mean-gain kelompok yang diajarkan dengan pendekatan Cooperative Learning metode Make A-Match yaitu 0,53. Dengan demikian Nampak bahwa hasil belajar IPS siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif metode Team Quiz lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar IPS siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Cooperatif Learning metode Make A-Match; dan 3) berdasarkan hasil observasi, model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) metode Make A-Match dan metode Team Quiz merupakan metode pembelajaran yang dapat meningkatkan rasa ingin tahu, keberanian mengungkapkan pendapat maupun pertanyaan, dan sifat menghargai serta tanggung jawab siswa.
i
ABSTRAC SITI NGAISAH. The Defference of Social Science Education Learning Achievement With Make A-Match Learning Method and Team Quiz Learning Method: Study to Student of SMP Islamiyah Ciputat. Thesis. Jakarta: Social Sciene Education Program Faculty of Tarbiyah and Teaching Science of State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta (UIN). 2011. The objective of this research is to examine the defference of student's learning achievement at social science education between whom learned with Make A-Match learning method and whom learned with Team Quiz learning method, to compare the student's learning achievement by Make A-Match learning method and Team Quiz learning method, and to know student's response with cooperative learning applied. The research is held 85 students from Class VII of SMP Darussalam that device to two group of experiment and control with the number of experiment group is 45 students and the number of control group is 40 students. Data were collected from test (30 items), and observation to know learning method process, using experiment design. Analyse data with t-test at signification Ξ± 5%. The results of this research: There is nothing the defference between student's learning achievement at social science education with Make A-Match learning method and student's learning achievement at social science education with Team Quiz learning method and obtained value π‘βππ‘π’ππ 0,0042 and π‘π‘ππππ 1,66 . The result show that at signifikan 5% with mean gain Make A-Match 0,53 and mean gain Team Quiz 0,63 hence can be said that cooperative learning Team Quiz method is better than cooperative learning Make A-Match method. Student and observer give a positive response with this cooperative learning applied. According to the result of this research the author recommended: The teachers should had a knowledge and enough abbility to choose the right learning methods and suitable with the matter learned by student so the students learning achievement could be increased. The research about Make A-Match and Team Quiz learning technique that applied for other matter or lessons should be held to resolved its function to increases student's learning achivement and motivates them.
ii
KATA PENGANTAR
Hanya ungkapan rasa syukur yang tiada terkira atas segala limpahan nikmat yang luas tanpa batas serta anugerah yang agung tak terhitung dari Illahi Rabbi, karena berkat itu semua penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan umat manusia, Nabi Muhammad SAW, makhluk mulia yang penuh dengan rasa cinta dan kasih sayang kepada sesama manusia. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik moril maupun materiil, maka penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada: 1. Prof. Dr. Dede Rosyada, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Drs. H. Nurochim MM, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dan sekaligus sebagai pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan mencurahkan pikirannya selama penyusunan skripsi ini. 3. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang tidak terhingga banyaknya dan sangat berguna bagi penulis. 4. Seluruh civitas akademi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Staf perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan motivasi penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Bapak Mudalih, S.Ag selaku kepala sekolah SMP Islamiyah Ciputat yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian.
iv
8. Bapak Drs. Sayuti Supriatna, selaku guru IPS Terpadu SMP Islamiyah Ciputat yang telah memberikan bimbingan selama penulis melaksanakan penelitian di kelas VII. 9. Sahabat dan adik-adik penulis yaitu Nurlela, Ismi Lutfiyah, Nurlita Marya, Reyita Mardati Sakinah, Raga Wiranata, Masruroh, Neneng Suwartini, Arif Rahman Hakim yang selalu memberikan bantuan, dukungan, dan menghibur penulis ketika merasa tidak mampu dalam menyelesaikan berbagai tugas dan semoga persahabatan kita tak lekang oleh waktu. Atas bantuan mereka yang sangat berharga, penulis berdo'a semoga Allah s.w.t. memberikan balasan yang berlipat ganda sebagai amal shaleh dan ketaatan kepada-Nya, Amin.
Jakarta, 03 Agustus 2011
Penulis
v
DAFTAR ISI ABSTRAK
............................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv DAFTAR ISI
............................................................................................ vi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1 A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1 B. Identifikasi Masalah ........................................................................ 8 C. Pembatasan Masalah ....................................................................... 9 D. Perumusan Masalah ........................................................................ 10 E. Tujuan Penelitian ............................................................................ 10 F. Manfaat Penelitian .......................................................................... 10 1.
Manfaat Teoritis ................................................................. 10
2.
Manfaat Praktis .................................................................. 11
BAB II DISKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN ....................................................................................... 12 A. Deskripsi Teori ............................................................................... 12 1. Hasil Belajar .............................................................................. 12 a. Pengertian Belajar .............................................................. 12 b. Prinsip-Prinsip Belajar ....................................................... 15 c. Teori-Teori Belajar............................................................. 16 d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Belajar .......... 19 e. Hasil Belajar ....................................................................... 20 f. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar ............ 24 g. IPS Terpadu ........................................................................ 26 h. Hasil Belajar IPS Terpadu.................................................. 29 2. Metode Pembelajaran ................................................................. 32 a. Pengertian Metode Pembelajaran ....................................... 32 b. Jenis-Jenis Metode Pembelajaran ...................................... 34 3. Pengaruh Metode Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar ........... 53
vi
vii
B. Kerangka Berpikir .......................................................................... 54 C. Perumusan Hipotesis Penelitian ..................................................... 56 BAB III METODOLOGI PENELITIAN......................................................... 57 A. Tempat Dan Waktu Penelitian ....................................................... 57 B. Subjek Penelitian............................................................................ 57 C. Metode Penelitian........................................................................... 57 D. Desain Penelitian ............................................................................ 58 E. Tehnik Pengumpulan Data ............................................................. 58 F. Instrumen Penelitian ...................................................................... 59 F.1. Definisi Konseptual ................................................................ 59 F.2. Definisi Operasional ............................................................... 59 F.3. Kisi-Kisi Instrumen ................................................................. 60 G. Uji Coba Instrumen ....................................................................... 62 a. Uji Validitas ....................................................................... 62 b. Uji Reliabilitas ................................................................... 62 c. Uji Taraf Kesukaran Soal ................................................... 63 d. Daya Beda .......................................................................... 63 H. Tehnik Analisis Data ...................................................................... 64 I. Analisis Data .................................................................................. 65 J. Hipotesis Statistik .......................................................................... 66 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 67 A. Deskripsi Data ............................................................................... 67 1.
Gambaran Umum SMP Islamiyah Ciputat .......................... 67 a. Sejarah Berdirinya SMP Islamiyah Ciputat .................... 67 b. Visi dan Misi SMP Islamiyah Ciputat ............................ 68 c. Struktur Organisasi SMP Islamiyah Ciputat ................... 68
2. Praktik Pembelajaran ............................................................. 68 a. Praktik Pembelajaran Metode Make A-Match ................ 68 b. Praktik Pembelajaran Metode Team Quiz ....................... 70 3. Data Hasil Belajar IPS Siswa ................................................. 71 a. Data Hasil Belajar IPS Siswa Kelompok Make A-Match..71 b. Data Hasil Belajar IPS Siswa Kelompok Team Quiz ..... 71
viii
B. Persyaratan Analisis Data.............................................................. 72 1. Uji Normalitas Data
72
2. Uji Homogenitas Data
72
C. Pengujian Hipotesis
74
D. Pembahasan Hasil Penelitian
74
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 76 A. Kesimpulan
76
B. Saran
76
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tugas bangsa Indonesia setelah merdeka dan terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, salah satunya adalah mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional. Citacita dan tujuan nasional ini tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita dan tujuan tersebut adalah melalui pendidikan. Menurut Muhibin Syah, βpendidikan adalah proses dengan metode-metode tertentu sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan.β1 Berdasarkan definisi tersebut, pendidikan merupakan sebuah proses yang dilakukan untuk memberikan pemahaman kepada seseorang untuk melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan tugas dan tanggung jawab yang dimiliki. Proses pendidikan diawali ketika individu dilahirkan dalam lingkungan keluarga kemudian dilanjutkan dan dikembangkan melalui jenjang pendidikan formal, terstruktur dan sistematis dalam lingkungan sekolah. Di sekolah terjadi interaksi secara langsung antara siswa sebagai peserta didik dan guru sebagai pendidik dalam suatu proses pembelajaran. Melalui sekolah, peserta didik tidak hanya diberikan pemahaman tentang ilmu pengetahuan, tetapi juga pemahaman
1
Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru (Bandung: PT. Remaja Rosydakarya, 2009), h.10
1
2
moral dan keagamaan. Namun pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah, akan tetapi keluarga dan masyarakat juga ikut bertanggung jawab. Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan pendidikan nasional adalah sebagaimana dirumuskan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratif serta bertanggung jawab. Dalam rumusan tujuan pendidikan dalam undang-undang tersebut melalui pendidikan dapat terbentuk warga negara yang memiliki tanggung jawab, memiliki kesopanan dan kesusilaan, serta menjadi warga negara yang demokratis. Melalui pendidikan diharapkan peserta didik memiliki kecakapan dan keterampilan sehingga dapat melaksanakan perannya sebagai warga lokal, nasional, dan global. Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang memperlukan usaha dan dana yang cukup besar, hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa untuk kelangsungan masa depannya. Sama halnya dengan Bangsa Indonesia mengharapkan melalui pendidikan dapat mengembangkan masa depan bangsa, sebab melalui pendidiakan pembentukan generasi penerus sebagai sumber daya yang berkualitas dapat dilakukan. Walaupun mengakui bahwa pendidikan adalah investasi besar jangka panjang yang harus ditata, dipersiapkan dan diberikan sarana maupun prasarananya dalam hal ini modal material yang cukup besar, tetapi hingga sekarang ini Indonesia masih berada pada proses penyelesaian masalah yakni kualitas pendidikan terbukti Indonesia berada dalam peringkat bawah dalam kualitas pendidikan dibandingkan negara-negara Asia Tenggara yang lainnya. Pendidikan adalah salah satu cara yang digunakan untuk menciptakan masyarakat yang memiliki kualitas. Atas dasar hal tersebut pihak pemerintah Indonesia melakukan upaya-upaya yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan, meskipun hasilnya tidak dengan seketika dapat terlihat. Upaya peningkatan
3
kualitas pendidikan dilakukan melalui berbagai perbaikan seperti perbaikan kebijakan pendidikan, peningkatan kualitas pendidik, melengkapi sarana dan prasarana pendidikan, dan perbaikan kurikulum yang sesuai dengan tuntutan zaman. Keberhasilan pendidikan ditentukan oleh proses pembelajaran. Para peserta didik yang sudah mengikuti proses pembelajaran diharapkan mengalami perubahan baik dalam bidang pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai dan sikap. Salah satu standar mutu pendidikan di suatu sekolah adalah hasil belajar yang dicapai oleh para peserta didik di sekolah tersebut. Maka hasil belajar peserta didik pada suatu mata pelajaran tertentu merupakan salah satu indikator kualitas pendidikan di suatu sekolah. Peningkatan kualitas ilmu pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dilakukan pada semua kelompok mata pelajaran yang tertuang dalam Standar Isi. Diantaranya adalah kelompok mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Terpadu (IPS Terpadu), yang menjadi mata pelajaran wajib pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs.). Terkait dengan mutu pendidikan khususnya pendidikan pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs.) hingga saat ini masih jauh dari apa yang diharapkan. Banyak para peserta didik SMP atau MTs. pada mata pelajaran IPS Terpadu, memperoleh hasil belajar yang rendah, dan kurang memiliki motivasi dalam belajar. Berdasarkan hasil pengamatan, peserta didik kurang aktif dalam kegiatan belajar-mengajar. Para peserta didik mengeluhkan jika pelajaran IPS hanya pelajaran yang sifatnya menghafal dengan cara yang membosankan, IPS kurang menekankan aspek penalaran sehingga menyebabkan rendahnya minat belajar dalam mata pelajaran IPS para peserta didik di sekolah. Beberapa masalah yang terdapat dalam proses pembelajaran IPS Terpadu antara lain proses pembelajaran mata pelajaran IPS kurang kondusif. Hal tersebut antara lain disebabkan karena interaksi guru dan peserta didik kurang, para peserta didik hanya mendengarkan, sedangkan guru menerangkan dari awal pembelajaran hingga bel tanda jam pelajaran selesai, inilah situasi yang membosankan bagi para
4
peserta didik. Proses pembelajaran yang dilakukan hanya bersifat satu arah, ditambah lagi dengan metode mengajar yang digunakan oleh guru kurang menarik, kadang-kadang guru hanya duduk depan kelas sambil menerangkan, tanpa peduli apakah yang disampaikan diperhatikan oleh para peserta didiknya, ditambah lagi dengan guru tidak menggunakan media yang relevan. Dalam hal ini guru hanya sekedar memenuhi kewajibannya memenuhi tugas mengajar sebagai tukang ajar, atau mengisi daftar hadir guru. Seharusnya guru harus menciptakan suasana kelas yang dapat membuat peserta didik mendapat kesempatan untuk saling berinteraksi aktif dengan seluruh komponen kelas. Dampaknya dari proses pembelajaran IPS Terpadu yang kurang kondusif adalah motivasi para peserta didik dalam mengikuti mata pelajaran IPS rendah, banyak peserta didik yang sering melakukan hal-hal yang bukan aktivitas belajar ketika pelajaran IPS, seperti berbicara dengan peserta didik yang lain, mengerjakan tugas mata pelajaran lain, atau mengantuk di dalam kelas selama proses pembelajaran berlangsung. Dengan motivasi yang rendah, para peserta didik tidak dapat mengembangkan potensi yang dimiliki, dan hasil belajar para peserta didik dalam mata pelajaran IPS Terpadu rendah. Banyak faktor yang menyebabkan hasil belajar IPS Terpadu peserta didik rendah yaitu faktor internal dan eksternal dari peserta didik. Faktor internal antara lain: motivasi belajar, intelegensi, sikap peserta didik terhadap guru, sikap peserta didik terhadap mata pelajaran, sikap peserta didik terhadap metode yang digunakan guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, kebiasaan dan rasa percaya diri peserta didik. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang terdapat di luar peserta didik, seperti: guru sebagai pembina kegiatan belajar, strategi dan metode pembelajaran, sarana dan prasarana, kurikulum dan lingkungan dalam hal ini adalah lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan lingkungan tempat tinggal. Selain metode pembelajaran yang digunakan guru dalam proses pembelajaran, hasil belajar akan mengalami peningkatan apabila sikap peserta didik terhadap proses pembelajaran IPS Terpadu adalah sikap yang positif. Menurut Aunurrahman, bahwa βsikap peserta didik dalam proses belajar yang paling utama sekali ketika kegiatan belajar dimulai, sebab menjadi penentu sikap
5
belajar selanjutnyaβ 2. Ketika proses pembelajaran dimulai peserta didik memiliki sikap menerima atau ada kesediaan emosional untuk belajar, maka akan cenderung untuk berusaha terlibat dalam kegiatan belajar dengan baik, namun jika yang lebih dominan adalah sikap menolak sebelum belajar atau ketika akan memulai pembelajaran, maka peserta didik cenderung kurang memperhatikan dan mengikuti kegiatan belajar. Sikap terhadap belajar juga terlihat dari kesungguhan mengikuti pelajaran, atau sebaliknya bersikap acuh terhadap aktivitas belajar. Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap hasil belajar adalah lingkungan belajar. Lingkungan belajar terdiri dari tiga tempat yakni lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan lingkungan tempat tinggal. Lingkungan sekolah seperti: pergantian pelajaran, pergantian guru, jadwal belajar atau jadwal aktivitas sekolah yang kurang cermat, suasana yang gaduh, karena lokasi sekolah yang dekat dengan jalan raya atau pasar, sehingga membuat para peserta didik tidak konsentrasi dalam belajar, sehinggga berdampak pada hasil belajar. Lingkungan rumah atau keluarga, seperti kurang perhatian, ketidakteraturan, pertengkaran, masa bodoh, tekanan, dan sibuk urusannya masing-masing, ketidakpedulian orang tua terhadap anak, orang tua hanya menitipkan anak ke sekolah, sehingga tidak ada kontrol orang tua terhadap hasil belajar anak, hal ini juga berdampak terhadap hasil belajar peserta didik sebab tidak ada motivasi dari keluarga, peserta didik merasa tidak diperhatikan sehingga bertindak semaunya sendiri merasa tidak perlu memiliki hasil belajar yang bagus. Lingkungan atau situasi tempat tinggal, seperti lingkungan kriminal, lingkungan bising, dan lingkungan minuman keras, yang mempengaruhi aktivititas peserta didik untuk belajar sehingga tidak mendapatkan hasil belajar yang baik. Kemampuan pedagogik dan profesional guru juga menjadi faktor penentu keberhasilan dalam pembelajaran. Menurut Farida Sarimaya kemampuan pedagogik meliputi β pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar.β3 Salah satu kompetensi pedagogik guru adalah mengelola proses pembelajaran. Banyak guru yang kurang
2
http://www.rhynosblog.com/2010/02/sikap-peserta didik-terhadap-pembelajarankimia.html, akses Senin 1 November 2010 3 Farida Sarimaya, Sertifikasi Guru, Apa, Mengapa, dan Bagaimana, (Bandung: Yrama Widya, 2008), h. 19
6
mampu mengelola proses pembelajaran. Pada saat sekarang ini masih banyak guru yang memiliki anggapan bahwa guru adalah sumber belajar yang paling utama namun, guru tidak mengembangkan wawasan yang dimilikinya, dan guru hanya menggunakan sumber belajar hanya satu buku serta guru tidak menggunakan media yang relevan dengan materi pembelajaran atau guru tidak mampu mengoperasikan media-media yang tersedia, khususnya media yang berkaitan dengan tehnologi atau komputer serta guru tidak mampu memanfaatkan mediamedia sederhana yang tersedia di lingkungan sekitar, sehingga materi mata pelajaran IPS hanya merupakan materi yang tersimpan dalam fikiran para peserta didik. Kemampuan pedadogik guru juga termasuk bagaimana guru menerapkan metode yang sesuai dengan karakteristik peserta didik dan materi pelajaran. Menurut Dalyono, βmetode mengajar yang menyebabkan peserta didik pasif, sehingga anak tidak ada aktivitas. Hal ini bertentangan dengan dasar psikologis, sebab pada dasarnya individu itu makhluk dinamis.β4 Berdasarkan masalah-masalah yang diungkapkan tersebut harus dicari penyelesaiannya untuk mencapai peningkatan hasil belajar, khususnya hasil belajar IPS. Peningkatan hasil belajar IPS Terpadu peserta didik dapat dilakukan dengan melakukan perbaikan, perubahan dan pembaharuan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan hasil belajar dalam hal ini salah satunya adalah metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru. Hal ini disebabkan karena metode
pembelajaran,
merupakan
penciptaan
suasana
belajar.
Metode
pembelajaran menjadi motivasi bagi para peserta didik untuk belajar di kelas, suasana kelas yang menyenangkan sehingga peserta didik tidak merasa terpaksa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar, namun dapat memberikan pemahaman materi. Perlu dicari strategi baru dalam pembelajaran IPS Terpadu yang melibatkan peserta didik secara lebih aktif. Pembelajaran yang mengutamakan penguasaan kompetensi harus berpusat pada peserta didik (Focus on Learners), memberikan pembelajaran dan pengalaman belajar yang relevan dan kontekstual dalam kehidupan nyata (provide relevant and contextualized subject matter) dan mengembangkan mental yang kaya dan kuat pada peserta didik. 4
M. Dalyono, Psikologi Pendidikan. (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), h.243
7
Dalam proses pembelajaran di kelas, guru diharuskan untuk merancang kegiatan pembelajaran yang mampu mengembangkan kompetensi, baik dalam ranah kognitif, ranah afektif maupun psikomotorik peserta didik. Strategi pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan penciptaan suasana yang menyenangkan sangat diperlukan untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam mata pelajaran IPS Terpadu, salah satunya adalah Metode βMake AMatchβ. Menurut Sugiyanto, βMetode Make A-Match dikembangkan oleh Lorna Curran, pada tahun 1994β.5 Selain itu metode Make A-Match, metode Team Quiz merupakan salah satu metode pembelajaran yang mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam proses belajar. Menurut Retno Parminingsih, βdalam pelaksanaan metode pembelajaran ini, siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil dan masing-masing anggota kelompok mempunyai tanggung jawab yang sama atas keberhasilan kelompoknya dalam memahami materi dan menjawab soal, melalui metode ini siswa dilatih untuk bekerja sama.β6 Pembelajaran dengan menggunakan metode Make A-Match adalah suatu proses belajar mengajar di dalam kelas yang dilakukan dengan cara peserta didik dibagi menjadi beberapa kelompok. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang sesuai untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban. Setiap kelompok mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal dan jawaban. Tiap anggota kelompok memikirkan jawaban dan soal dari kartu yang di miliki oleh masing-masing anggota kelompok. Setiap kelompok memasangkan kartu jawaban dan kartu soal. Misalnya: pemegang kartu soal yang bertuliskan β Apa yang dimaksud dengan manusia sebagai makhluk sosialβ harus dipasangkan dengan kartu jawaban yang berisi βmanusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain.β Setiap kelompok yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin. Guru bersama-sama dengan peserta didik membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran.
5
Sugiyanto, Model-Model Pembelajaran Inovatif. (Surakarta: Yuma Presindo, 2009),
h.49 6
Retno Parminingsih, βPenerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Quiz Dan Genuis Learning Strategy Dalam Pembelajaran Matematika Ditinjau Dari Sikap Belajar Siswa,β (Skripsi S1 Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2008), h. 3.
8
Metode Team Quiz salah satu metode pembelajaran yang mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam proses belajar. Pelaksanaan model pembelajaran ini adalah siswa dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil dan masing-masing anggota kelompok mempunyai tanggung jawab yang sama atas keberhasilan kelompoknya. Masing-masing kelompok diberi tugas untuk memahami materi, kemudian guru memberikan pertanyaan untuk Quiz, dalam hal ini peserta didik dilatih untuk bekerja sama dengan sesama anggota kelompoknya. Guru bersama-sama dengan peserta didik membuat kesimpulan terhadap materi pelajaran. Pembelajaran aktif harus diterapkan oleh pendidik supaya suasana dalam proses pembelajaran menyenangkan. Menurut E. Mulyana, βpembelajaran aktif dilakukan dengan menciptakan suatu kondisi supaya peserta didik dapat berperan aktif, sedangkan guru bertindak sebagai fasilitatorβ.7 Pembelajaran harus dibuat dalam suatu kondisi dan situasi yang menyenangkan sehingga peserta didik akan terus termotivasi dari awal sampai akhir kegiatan belajar mengajar. Dalam hal ini pembelajaran dengan metode Make A-Match sebagai salah satu bagian dari pembelajaran kooperatif learning dan metode Team Quiz, merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan guru disekolah untuk meningkatkan kualitas pembelajaran IPS Terpadu tingkat SMP dan MTs. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini dirancang untuk mengkaji penerapan pembelajaran metode βMake A-Match dan Team Quiz β dalam meningkatkan hasil belajar dalam mata pelajaran IPS Terpadu. B. Identifikasi Masalah Sesuai dengan uraian yang ada dalam latar belakang masalah dan pengamatan awal terhadap para peserta didik, interaksi guru dengan peserta didik dalam proses belajar mengajar, ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar peserta didik yang dipilih sebagai objek perhatian untuk dikaji secara ilmiah antara lain sebagai berikut:
7
E. Mulyana, Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteistik dan Implementasi (Bandung, Remaja Rosda Karya, 2003) h. 45.
9
1) Metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru dalam proses pembelajaran guru kurang menarik, guru hanya duduk depan kelas sambil menerangkan, dan menggunakan sumber belajar hanya satu buku. 2) Sikap peserta didik terhadap guru, mata pelajaran, terhadap metode pembelajaran rendah. Banyak peserta didik yang menganggap mata pelajaran IPS adalah pelajaran yang hanya menghafal, guru IPS adalah tukang cerita, dan metode pembelajaran IPS yang selalu dilakukan dengan ceramah. 3) Lingkungan belajar, yang terdiri dari tiga tempat yakni lingkungan sekolah, lingkungan keluarga, dan lingkungan tempat tinggal kurang mendukung proses pembelajaran. 4) Motivasi belajar peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran IPS terpadu rendah, hal ini ditunjukkan dengan adanya aktivitas mengerjakan tugas rumah mata pelajaran lain atau melakukan berbagai kegiatan negatif lainnya ketika proses pembelajaran IPS terpadu. 5) Kemampuan pedagogik dan profesional guru dalam mengelola proses pembelajaran rendah, guru masih beranggapan bahwa guru adalah sumber belajar yang paling utama, sehingga guru tidak mengembangkan wawasan yang dimilikinya, dan guru hanya menggunakan sumber belajar hanya satu buku serta guru tidak menggunakan media yang relevan dengan materi pembelajaran atau guru tidak mampu mengoperasikan media-media yang tersedia, khususnya media komputerisasi. 6) Hasil belajar IPS Terpadu peserta didik rendah, hal ini ditunjukkan dengan belum tercapainya KKM yang ditetapkan yaitu 65.
C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang sudah dijelaskan di atas, maka masalah yang diteliti dibatasi pada: Hasil belajar IPS Terpadu peserta didik yang rendah, hal ini diterlihat dengan banyaknya peserta didik yang belum mencapai KKM yang ditetapkan yaitu 65. Hal tersebut salah satu penyebabnya adalah metode yang digunakan guru dalam proses pembelajaran kurang menarik dan mengaktifkan peserta didik dalam proses pembelajaran.
10
D. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang penelitian dan identifikasi masalah serta pembatasan masalah yang sudah dikemukakan di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut: βApakah ada perbedaan hasil belajar IPS Terpadu siswa di SMP Islamiyah Ciputat kelas VII yang menggunakan metode pembelajaran Make A-match dan metode pembelajaran Team Quiz?β.
E. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: Untuk mengetahui ada atau tidak ada perbedaan hasil belajar IPS Terpadu siswa di SMP Islamiyah Ciputat kelas VII yang menggunakan metode pembelajaran Make A-match dan metode pembelajaran Team Quiz.
F. Manfaat Penelitian Hasil penelitian dilakukan dapat bermanfaat bagi peneliti, para peserta didik, guru, dan komponen pendidikan di sekolah. Manfaat penelitian tersebut adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Bagi penulis, dapat menambah pengetahuan dan mengembangkan ilmu yang telah diperoleh selama kuliah, sehingga penelitian ini merupakan wahana untuk mengembangkan ilmu yang dimiliki oleh penulis. b. Bagi para akademisi, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi atau bahan kajian dalam menambah ilmu pengetahuan di bidang pendidikan, sehingga dapat mengembangkan penerapan metode pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas. c. Bagi peneliti lebih lanjut, dapat dijadikan referensi dalam mengembangkan pengetahuan tentang penerapan metode pembelajaran make a-match dan Team Quiz sehingga dapat meningkatkan hasil belajar IPS Terpadu. 2. Manfaat Praktis a. Bagi peserta didik, lebih berani mengemukakan pendapat, ide, gagasan, dan saran yang mereka miliki, dan memiliki motivasi untuk memperhatikan dan
11
mengikuti proses pembelajaran dengan baik sehingga mendapatkan hasil belajar yang sesuai dengan KKM yang sudah ditentukan. b. Bagi guru dapat menjadi salah satu acuan untuk menggunakan metode pembelajaran Make A-Match atau metode Team Quiz dalam proses belajar mengajar mata pelajaran IPS Terpadu di kelas VII di SMP Islamiyah Ciputat, sebab guru merupakan pengatur dan pencipta kondisi yang menyenangkan, namun dapat memberikan pemahaman konsep terhadap peserta didik dengan strategi pembelajaran yang tepat tidak konvensional namun, bersifat variatif. c. Bagi sekolah hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap administrasi pendidikan, sebagai saran bagi kepala sekolah untuk mengambil keputusan dalam pembinaan guru untuk menggunakan metode pembelajaran yang inovatif dalam proses pembelajaran.
BAB II DESKRIPSI TEORITIK, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
A. Deskripsi Teori 1.
Hasil Belajar
a.
Pengertian Belajar Ada beberapa pendapat tentang pengertian belajar yang pertama menurut
James O. Whittaker, belajar adalah βproses perubahan tingkah laku melalui latihan atau pengalaman.β1 John Dewey seorang ahli pendidikan Amerika Serikat dari aliran Behavioral Approach, belajar merupakan proses perubahan yang terjadi pada diri seseorang melalui penguatan (reinforcement), sehingga terjadi perubahan yang bersifat permanen dan persisten pada dirinya sebagai hasil pengalaman (Learning is a change of behaviour as a result of experience). Definisi belajar menurut Lee J. Croubach adalah βbelajar itu tampak oleh perubahan tingkah laku sebagai akibat dari pengalaman.β2 Pengertian belajar yang lain adalah menurut Slameto yang mengemukakan belajar adalah βsuatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh 1 2
Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990) , h. 99 M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 212
12
13
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.β3 Dalam definisi ini dapat dipahami bahwa belajar harus menunjukan adanya perubahan perilaku yang disebabkan karena interaksi dengan lingkungan. Menurut Slameto, belajar merupakan βsuatu proses usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan.β4 Sedangkan menurut Winkel belajar adalah βsuatu aktivitas mental dan psikis yang berlangsung dalam interaksi yang aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Perubahan yang terjadi tersebut bersifat secara relatif konstant.β5 Hamalik mendefinisikan belajar adalah suatu pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru yang disebabkan pengalaman dan latihan. Menurut Hamalik pengertian belajar βmerupakan proses suatu kegiatan dan bukan hasil atau tujuan.β 6 Sedangkan pengertian belajar menurut Ahmad Sabri adalah β perilaku berkat pengalaman dan latihan.β7 Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses perubahan yang terjadi pada diri seseorang perubahan tersebut berupa perubahan pengetahuan, pengalaman, ketrampilan, dan nilai sikap, perubahan-perubahan tersebut merupakan hasil pengalaman dalam berinteraksi dengan lingkungan (pengalaman dan latihan), perubahan-perubahan tersebut bersifat tetap. Dari berbagai pendapat tersebut ada elemen-elemen penting yang menjadi ciri seseorang disebut belajar. Elemen-elemen tersebut adalah perubahan tingkah laku, adanya interaksi dengan lingkungan, dan adanya perubahan yang relatif tetap. 3
Ridwan, Kegiatan Belajar dan prestasi, artikel diakses dari http://ridwan202.wordpress.com/2008/04/23/kegiatan-belajar-dan-prestasi/, Pada 16 Juni 2010. 4 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta, Bina Aksara, 1998) , h. 2 5 Pengertian Belajar Menurut Ahli. Artikel diakses pada 15 Juni 2011 dari http://belajarpsikologi.com/pengertian-belajar-menurut-ahli/ 6 Pengertian Belajar Mengajar, artikel diakses dari http://www.scribd.com/doc/56617565/20/Pengertian-Belajar-Mengajar, pada 03 Juni 2011. 7 Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar&Micro Teaching, (Jakarta, PT Ciputat Press, 2010), h. 19
14
Perubahan yang dihasilkan oleh proses belajar bersifat progresif dan akumulatif, mengarah kepada kesempurnaan, misalnya dari tidak mampu menjadi mampu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, baik mencakup aspek pengetahuan (cognitive domain), aspek afektif (afektive domain) maupun aspek psikomotorik (psychomotoric domain). Ada empat pilar belajar yang dikemukakan oleh UNESCO, yaitu sebagai berikut:
1. Learning to Know, yaitu suatu proses pembelajaran yang memungkinkan peserta didik menguasai tehnik menemukan pengetahuan dan tidak hanya memperoleh pengetahuan. 2. Learning to do adalah pembelajaran untuk mencapai kemampuan untuk melaksanakan Controlling, Monitoring, Maintening, Designing, Organizing. Belajar dengan melakukan sesuatu dalam potensi yang nyata tidak hanya terbatas pada kemampuan mekanistis, melainkan juga meliputi kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain serta mengelola dan mengatasi konflik. 3. Learning to live together adalah membekali kemampuan untuk hidup bersama dengan orang lain yang berbeda dengan penuh toleransi, saling pengertian dan tanpa prasangka. 4. Learning to be adalah individu diharuskan untuk mengembangkan aspek pribadinya secara optimal dan seimbang, untuk menghadapi tantangan kehidupan yang berkembang cepat dan sangat kompleks. Tuntutan perkembangan kehidupan global, tidak hanya menuntut berkembangnya manusia secara menyeluruh dan utuh, tetapi juga manusia yang utuh dan unggul. Keunggulan tersebut diperkuat dengan moral yang kuat.8 Keberhasilan pembelajaran yang untuk mencapai tingkatan ini diperlukan dukungan keberhasilan dari pilar pertama, kedua, ketiga dan keempat. Empat pilar tersebut di atas akan membentuk peserta didik yang mampu mencari informasi dan menemukan ilmu pengetahuan yang mampu menyelesaikan masalah, bekerjasama, bertenggang rasa, dan toleransi terhadap perbedaan yang ada di masyarakat. Keempat pilar tersebut yakni learning to know, learning to do, learning to live together, dan learning to be menumbuhkan rasa percaya diri pada peserta didik sehingga menjadi manusia yang mampu mengenal dirinya, berkepribadian mantap dan mandiri, memiliki kemantapan emosional dan intelektual, serta sosial. 8
Agus Suhani, Empat Pilar Belajar Menurut UNESCO, artikel diakses pada 04 April 2011 dari http://agussambeng.blogspot.com/2010/10/empat-pilar-belajar-menurut-unesco.html
15
b. Prinsip-Prinsip Belajar Dalam mengerjakan berbagai kegiatan dalam kehidupan sehari-hari, seseorang harus mempunyai prinsip-prinsip tertentu, begitu juga halnya dengan belajar. Berdasarkan kutipan berikut ini, dalam belajar peserta didik seharusnya dapat terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, minat yang harus ditingkatkan dan dibimbing supaya tujuan instruksional dapat dicapai. Belajar juga harus bisa memperkuat pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik. Belajar perlu ada interaksi antara peserta didik dan lingkungan. Prinsip-prinsip belajar menurut Slameto adalah sebagai berikut: Dalam belajar peserta didik harus diusahakan berpartisipasi aktif, meningkatkan minat, dan membimbing untuk mencapai tujuan instruksional. Belajar harus dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi yang kuat pada peserta didik untuk mencapai tujuan instruksional. Belajar perlu lingkungan yang menantang di mana anak dapat mengembangkan kemampuan bereksplorasi dan belajar dengan efektif. Belajar perlu ada interaksi peserta didik dengan lingkungannya.9 Untuk menertibkan diri dalam belajar seseorang harus mempunyai prinsip. Seperti yang diketahui prinsip belajar memang kompleks, tetapi dapat juga dianalisis dan dirinci dalam bentuk-bentuk prinsip atau azas belajar. Seperti yang dinyatakan oleh Oemar Hamalik meliputi belajar adalah suatu proses aktif dalam hal ini terjadi hubungan saling mempengaruhi secara dinamis antara peserta didik dan lingkungan. Belajar harus memiliki tujuan yang jelas bagi peserta didik. Belajar yang paling efektif apabila didasari oleh dorongan motivasi yang murni dan bersumber dari dalam diri peserta didik itu sendiri. Selalu ada hambatan dan rintangan dalam belajar, karena itu peserta didik harus sanggup menghadapi atau mengatasi secara tepat. Belajar memerlukan bimbingan baik itu dari guru atau panduan dari buku pelajaran itu sendiri. Jenis belajar yang paling utama ialah belajar yang berpikiran kritis, daripada hanya pembentukan kebiasaan-kebiasaan mekanis. Cara belajar yang paling efektif adalah dalam pembentukan penyelesaian masalah melalui kerja kelompok asalkan masalah tersebut disadari bersama. Belajar memerlukan pemahaman atas hal-hal yang dipelajari, sehingga diperoleh 9
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi Bagi Pendidik Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif Dan Berkualitas, (Jakarta: Kencana. 2009), h. 63
16
pengertian-pengertian. Belajar memerlukan latihan dan pengulangan, agar materi pelajaran yang dipelajari dapat dikuasai. Belajar harus disertai dengan keinginan dan kemauan yang kuat untuk mencapai tujuan. Belajar dianggap berhasil apabila si pelajar telah sanggup menerapkan dalam prakteknya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa prinsipprinsip belajar adalah dalam belajar, peserta didik harus terlibat aktif sehingga dapat memahami materi pelajaran sendiri. Adanya peningkatan minat dan bimbingan untuk mencapai tujuan belajar. Dalam belajar harus ada hubungan yang dinamis antara peserta didik dengan lingkungannya, sehingga dapat memahami materi pelajaran yang terkait dengan hal-hal yang kontekstual. Belajar perlu latihan dan pengulangan, sehingga pemahaman yang diperoleh selalu diingat oleh peserta didik. Belajar yang paling efektif adalah belajar yang berpikiran kritis, daripada hanya menghafal materi.
c. Teori-Teori Belajar Ada beberapa teori belajar yang dikemukakan para ahli. Berikut ini adalah beberapa teori belajar yang mendukung pembelajaran dalam sistem pendidikan. 1. Teori Belajar yang dikemukakan oleh Ausubel. Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Ausubel, belajar akan menghasilkan manfaat bila peserta didik mencoba menghubungkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang dimilikinya. Menurut Ausubel, βbelajar bermakna merupakan suatu proses menghubungkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Faktor yang paling penting yang mempengaruhi belajar ialah apa yang telah diketahui peserta didik.β 10 Dalam hal ini belajar akan bermanfaat jika ada hubungan antara pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang dengan apa yang ditemukan dalam kehidupan seseorang tersebut. Jika seseorang mendapatkan pengetahuan baru tanpa ada pengetahuan sebelumnya, maka akan sulit untuk memahami pengetahuan baru tersebut. Sebaliknya pengetahuan lama yang tidak dihubungkan dengan pengetahuan baru maka tidak akan berkembang.
10
Trianto, Metode-Metode Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), h. 25.
17
2. Teori Belajar yang dikemukakan oleh Piaget. Menurut Piaget, perkembangan kognitif seseorang melalui beberapa tahapan, yaitu sensorimotor (sampai dengan usia 2 tahun), Concreteoperations (usia 2-11 tahun), dan formalβoperations (setelah usia 11 tahun). Pada tahap sensorimotor pengetahuan yang diperoleh masih sangat terbatas sejalan dengan perkembangan fisik dari anak tersebut. Pada tahap Concrete-operations anak sudah mulai belajar simbol yang merupakan representasi dari obyek tertentu. Anak mulai belajar menghubungkan suatu obyek dengan simbol tertentu. Sedangkan pada tahap formalβoperations pengetahuan yang diperoleh anak semakin kompleks, karena anak telah banyak perbendaharaan kata dan memahami arti serta dapat mengasosiasikan dengan kata-kata lainnya. Dalam tahap ini anak sudah dapat merangkum atau mengkombinasikan dua konsep atau lebih untuk membentuk suatu aturan. Menurut Piaget, βpengalaman fisik dan manipulasi lingkungan penting untuk perkembangan pengetahuan yang dimiliki oleh peserta didik.β
11
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif berkembang sesuai dengan pertambahan usia sehingga dalam memberikan materi pelajaran harus disesuaikan dengan perkembangan usia individu dan metode yang digunakan juga harus disesuaikan. 3. Teori Conditioning. Menurut Baharuddin βteori Conditioning dikembangkan oleh Pavlov, yang mengemukakan teori bahwa belajar merupakan proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang kemudian menimbulkan respon dan reaksi.β12 Yang paling penting dalam teori ini adalah latihan-latihan yang dilakukan secara terus menerus, sehingga memperoleh pemahaman dan tidak mudah dilupakan tentang materi pelajaran. Berdasarkan teori conditioning belajar itu adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang kemudian menimbulkan reaksi (response). Untuk menjadikan seseorang itu belajar haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu. Yang terpenting dalam belajar menurut teori conditioning ialah adanya latihan-latihan yang continue 11
Trianto, Metode-Metode Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, h. 14. Baharuddin Dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar Dan Pembelajaran, (Yogyakarta:ArRuzz Media, 2007), h. 58. 12
18
(terus-menerus). Yang diutamakan dalam teori ini adalah hal belajar yeng terjadi secara otomatis. 4. Teori Connectinism (Thorndike). Dalam belajar menurut Thorndike melalui dua proses yakni Trial and error (mencoba dan gagal), dalam hal ini Thorndike mengembangkan hukum Law of effect, yaitu βsegala tingkah laku manusia ditentukan oleh stimulus yang ada di lingkungan sehingga menimbulkan respons secara refleks, dan stimulus yang terjadi mempengaruhi perilaku selanjutnya.β 13 Dalam teori ini dapat dipahami bahwa sebuah tindakan jika menghasilkan perubahan yang memuaskan maka ada kemungkinan tindakan tersebut diulang kembali, namun jika suatu tindakan menimbulkan ketidakpuasan maka tindakan tersebut cenderung dihentikan. Dalam proses belajar juga, jika seseorang mempelajari suatu materi pelajaran dan merasa bahwa materi pelajaran tersebut penting untuk dipelajari maka seseorang tersebut akan mempelajari materi pelajaran tersebut. Oleh sebab itu pendidik harus membuat kondisi bahwa materi pelajaran yang disampaikan merupakan materi yang penting, sehingga peserta didik tertarik untuk belajar. 5. Teori Psikology Gestalt. Faktor penting dalam belajar adalah pemahaman. Dengan belajar dapat memahami hubungan antara pengetahuan dan pengalaman. Menurut Anwar Kholil βbelajar dilaksanakan dengan sadar dan memiliki tujuan.β14 6. Teori Vygotsky. Berdasarkan pendapat Vygotsky, hasil belajar dapat berkembang ketika para peserta didik mendapatkan ide baru, dan berinteraksi dengan individu lainnya sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran. Selama proses interaksi terjadi, baik interaksi antara guru dengan siswa maupun antar siswa, kemampuan seperti saling menghargai, menguji kebenaran pernyataan pihak lain, bernegosiasi, dan saling mengadopsi sehingga pendapat dapat berkembang. Pendapat Vygotsky didasarkan pada tiga ide utama: (1) bahwa intelektual berkembang pada saat individu menghadapi ide-ide baru dan sulit 13
Baharuddin Dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar Dan Pembelajaran, h. 65 http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/skripsi/archives/HASH01b7/f5610c3c.dir/doc.pdf, Akses Jumβat 5 November 2010 14
19
mengaitkan ide-ide tersebut dengan apa yang mereka telah ketahui; (2) bahwa interaksi dengan orang lain memperkaya perkembangan intelektual; (3) peran utama guru adalah bertindak sebagai seorang pembantu dan mediator pembelajaran siswa.15 Berdasarkan beberapa teori belajar yang sudah dikemukakan di atas, seharusnya pendidik dapat menerapkan metode pembelajaran yang sesuai, sehingga dapat meningkatkan pemahaman peserta didik. Dalam hal ini materi pelajaran akan bermanfaat jika ada interaksi antara pengetahuan baru dengan pengetahuan yang dimilikinya, maka guru harus menerapkan metode yang dapat menerapkan pengetahuan peserta didik, sehingga tidak hanya menjadi pengetahuan yang abstrak. Dalam teori belajar pengalaman sangat penting untuk perkembangan pengetahuan, maka dalam penerapan metode seharusnya lebih menekankan aspek melihat dan mengalami langsung tentang materi pelajaran. Teori belajar yang lain adalah adanya latihan, setelah mendapatkan pengetahuan seharusnya langsung ada penerapan. Yang tidak kalah penting adalah dalam belajar seharusnya ada interaksi dan kerjasama antara individu yang menjadi komponen proses pembelajaran, sehingga saling bertukar informasi dan ide antar individu. d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Belajar Dalam belajar ada faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar. Faktorfaktor tersebut ada yang berasal dari dalam diri orang yang belajar dan ada yang berasal dari luar diri orang yang belajar. Faktor yang berasal dari luar diri pembelajar adalah waktu, udara, letak tempat belajar yang bising, alat-alat peraga yang digunakan dalam belajar sebagai media belajar sehingga belajar tidak bersifat memperkenalkan materi saja. Menurut Sumadi Suryabrata, βfaktor-faktor tersebut disebut faktor nonsosial dalam belajar.β16Faktor lain yang mempengaruhi proses belajar adalah pendekatan belajar. Pendekatan belajar merupakan cara dalam menyampaikan materi belajar. Muhibin Syah berpendapat bahwa
15
Anwar Kholil, βTeori Vygotsky tentang Pentingnya Strategi Belajar,β artikel diakses pada 26 Februari 2011 dari http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/teori-vygotsky-tentangpentingnya.html 16
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2008), h.
233.
20
βpendekatan belajar merupakan faktor yang berasal dari luar diri manusia yang mempengaruhi belajar.β 17 Pendekatan belajar dapat berupa penyampaian materi secara berulang-ulang, melibatkan siswa dalam penelitian ilmiah, atau melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran. Menurut Sumadi Suryabrata, βfaktor-faktor yang berasal dari dalam diri manusia adalah faktor fisiologis dan psikologis.β 18 Faktor fisiologis berupa kondisi jasmani yang sehat dalam hal ini dipengaruhi oleh kecukupan nutrisi dan kondisi kesehatan. Kondisi fisiologis juga termasuk kondisi fungsi-fungsi pancaindera. Faktor lain yang berasal dari dalam diri pembelajar adalah keadaaan psikologis pembelajar seperti motivasi yang mendorong seseorang untuk melaksanakan aktivitas belajar, minat, cita-cita, sifat manusia yang ingin mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi proses belajar adalah faktor yang berasal dari dalam diri manusia yang berupa kondisi fungsi pancaindera, motivasi, minat, cita-cita, dan sifat manusia yang ingin mengembangkan kemampuan yang dimilikinya. Faktor lain yang mempengaruhi proses belajar adalah kondisi tempat belajar, sarana dan prasarana, metode pembelajaran, lingkungan belajar, dan pendidik.
e. Hasil Belajar Ada beberapa definisi hasil belajar yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan, antara lain adalah pengertian hasil belajar menurut Kunandar yakni βkemampuan siswa dalam memenuhi suatu tahapan pencapaian pengalaman belajar dalam suatu kompetensi dasar, hasil belajar bisa berbentuk pengetahuan, ketrampilan, maupun sikap.β19 Pengertian hasil belajar menurut Dimyati dan Mudjiono adalah, βhasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi yaitu sisi peserta didik dan dari sisi guru. Dari sisi peserta didik, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum 17
Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosydakarya, 2009), h.136 18 Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, h. 235. 19 Kunandar Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru (Jakarta:PT RajaGrafindo Persada, 2007), h.229.
21
belajar.β20 Tingkat perkembangan mental tersebut terwujud pada jenis-jenis ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Sedangkan dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran. Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh karena adanya aktivitas belajar yang telah dilakukan. Hasil belajar merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar merupakan proses, sedangkan hasil belajar merupakan hasil dari proses belajar. Menurut Poerwanto hasil belajar yaitu hasil yang dicapai oleh seseorang dalam usaha belajar seperti yang dinyatakan dalam rapor. Hasil belajar adalah segala kemampuan yang dapat dicapai peserta didik melalui proses belajar yang berupa pemahaman dan penerapan pengetahuan dan keterampilan yang berguna bagi peserta didik dalam kehidupannya sehari-hari serta sikap dan cara berpikir kritis dan kreatif dalam rangka mewujudkan manusia yang berkualitas, bertanggung jawab bagi diri sendiri, masyarakat, bangsa dan negara serta bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa. Hasil
belajar
merupakan
perubahan
perilaku,
pengetahuan,
dan
ketrampilan yang diperoleh oleh peserta didik setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran. Perolehan aspek-aspek perubahan perilaku tersebut berdasarkan pada hal-hal yang dipelajari oleh para peserta didik. Jika peserta didik mempelajari pengetahuan tentang konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan konsep, atau jika mempelajari tentang sebab akibat tentang suatu peristiwa, maka perubahan tingkah lakunya adalah kemampuan menganalisis tentang sebab akibat suatu peristiwa. Pada proses pembelajaran, perubahan perilaku yang harus dicapai oleh para peserta didik setelah melaksanakan kegiatan belajar yang dirumuskan dalam tujuan pembelajaran. Istiqomah mengutip beberapa pendapat tentang pengertian tujuan pembelajaran menurut beberapa ahli adalah sebagai berikut: Menurut Robert F. Mager tujuan pembelajaran adalah perilaku yang hendak dicapai atau yang dapat dikerjakan oleh peserta didik pada kondisi dan tingkat kompetensi tertentu. Kemp dan David E. Kapel menyebutkan 20
Indra Munawar, β Hasil Belajar (Pengertian dan Definisi),β artikel diakses pada Senin 25 Oktober 2010dari http://indramunawar.blogspot.com/2009/06/hasil-belajar-pengertian-dandefinisi.html,
22
bahwa tujuan pembelajaran suatu pernyataan yang spesifik yang dinyatakan dalam perilaku atau penampilan yang diwujudkan dalam bentuk tulisan untuk menggambarkan hasil belajar yang diharapkan. Henry Ellington menyatakan bahwa tujuan pembelajaran adalah pernyataan yang diharapkan dapat dicapai sebagai hasil belajar. Oemar Hamalik menyebutkan bahwa tujuan pembelajaran adalah suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah berlangsung pembelajaran. Sementara itu, berdasarkan Standar Proses dalam Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi dasar.21 Tujuan pembelajaran adalah gambaran tentang perubahan tingkah laku yang diinginkan atau deskripsi produk yang menunjukkan bahwa belajar telah berlangsung. Tujuan pembelajaran merupakan bentuk harapan yang dijelaskan melalui pernyataan dengan cara menggambarkan perubahan yang diinginkan pada diri peserta didik setelah mengalami pengalaman belajar. Perumusan tujuan pembelajaran di dalam kegiatan pembelajaran perlu dilakukan karena adanya beberapa alasan. Alasan-alasan tersebut adalah sebagai berikut yang pertama adalah memberikan arah kegiatan pembelajaran. Bagi guru, tujuan pembelajaran akan mengarahkan pemilihan strategi, metode dan jenis kegiatan yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Sedangkan bagi peserta didik, tujuan itu mengarahkan para peserta untuk melakukan kegiatan belajar yang diharapkan dan mampu mengunakan waktu dengan baik. Yang kedua adalah untuk mengetahui kemajuan belajar dan perlu atau tidak perlu pemberian pembelajaran pembinaan bagi para peserta didik. Dengan tujuan pembelajaran itu guru akan mengetahui seberapa jauh peserta didik telah menguasai tujuan pembelajaran tertentu dan tujuan pembelajaran mana yang belum dikuasai. Yang ketiga sebagai bahan komunikasi. Dengan tujuan pembelajaran guru dapat mengkomunikasikan tujuan pembelajarannya kepada para peserta didik sehingga peserta didik dapat mempersiapkan diri dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Menurut Gagne perubahan perilaku yang merupakan hasil belajar dapat berbentuk:
21
Istiqomah,βTaksonomi Dan Tujuan Pembelajaran,βartikel diakses pada 26 Februari 2011 dari http://materibidan.blogspot.com/2010/05/taksonomi-dan-tujuan-pembelajaran.html,
23
1. Informasi verbal: yaitu penguasaan informasi dalam bentuk verbal, baik secara tertulis maupun lisan, misalnya pemberian nama-nama terhadap suatu benda, definisi, dan pengertian tentang suatu konsep. 2. Kecakapan intelektual: yaitu keterampilan individu dalam melakukan interaksi dengan lingkungannya dengan menggunakan simbol-simbol, misalnya: penggunaan simbol matematika. Termasuk dalam keterampilan intelektual adalah kecakapan dalam membedakan, memahami konsep konkrit, konsep abstrak, aturan dan hukum. Keterampilan ini sangat dibutuhkan dalam menghadapi pemecahan masalah. 3. Strategi kognitif: yaitu kecakapan individu untuk melakukan pengendalian dan pengelolaan keseluruhan aktivitasnya. Dalam konteks proses pembelajaran, strategi kognitif yaitu kemampuan mengendalikan ingatan dan caraβcara berfikir agar terjadi aktivitas yang efektif. Kecakapan intelektual menitikberatkan pada hasil pembelajaran, sedangkan strategi kognitif lebih menekankan pada pada proses pemikiran. 4. Sikap: yaitu hasil pembelajaran yang berupa kecakapan individu untuk memilih macam tindakan yang akan dilakukan. Dengan kata lain, sikap adalah keadaan dalam diri individu yang akan memberikan kecenderungan bertindak dalam menghadapi suatu obyek atau peristiwa, di dalamnya terdapat unsur pemikiran, perasaan yang menyertai pemikiran dan kesiapan untuk bertindak. 5. Kecakapan motorik: ialah hasil belajar yang berupa kecakapan pergerakan yang dikontrol oleh otot dan fisik.22 Menurut Benjamin S. Bloom hasil belajar dikelompokkam dalam tiga ranah yaitu: βranah kognitif (cognitive domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah psikomotor (psychomotor domain).β 23 Hasil belajar dalam ranah kognitif terdiri dari enam kategori yaitu: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Sedangkan ranah afektif berhubungan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek, yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisasi dan internalisasi. Dan yang terakhir ranah psikomotorik berhubungan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Hasil belajar diharapkan terjadi perubahan pengetahuan, perilaku, dan ketrampilan yang bersifat tetap dalam bentuk penguasaan informasi, penguasaan
22
βPengertian Belajar dan Perubahan Perilaku dalam Belajar,β artikel diakses pada 26 Februari 2011 dari http://cafestudi061.wordpress.com/2008/09/11/pengertian-belajar-danperubahan-perilaku-dalam-belajar/, 23 http://spesialis-torch.com/content/view/20/32/, Akses 16 Juni 2010
24
ketrampilan pemecahan masalah dan penerapan pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari sesuai dengan peran individu tersebut di masyarakat. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah semua kemampuan yang dicapai peserta didik
berupa perubahan perilaku,
pemahaman dan pengetahuan, dan ketrampilan yang bermanfaat setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, perubahan perilaku dirumuskan dalam tujuan pembelajaran, sehingga proses pembelajaran lebih terarah.
f. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah sebagai berikut. Faktor intern adalah faktor yang timbul dari dalam diri individu itu sendiri, adapun yang dapat digolongkan ke dalam faktor intern yaitu kecerdasan atau intelegensi, bakat, minat dan motivasi. Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya. Menurut Sarlito Wirawan Sarwono bakat adalah β kondisi dalam diri seseorang yang memungkinkannya dengan suatu latihan khusus mencapai kecakapan, pengetahuan, dan ketrampilan.β 24 Bakat adalah kemampuan tertentu yang telah dimiliki seseorang sebagai kecakapan pembawaan. Tumbuhnya keahlian tertentu pada seseorang sangat ditentukan oleh bakat seseorang. Selain kecerdasan dan bakat, minat juga merupakan faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan memahami beberapa kegiatan. Menurut Winkel minat adalah kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada bidang atau hal tertentu dan merasa senang menggeluti dalam bidang itu. Menurut Slameto mengemukakan bahwa minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan, kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus yang disertai dengan rasa sayang. Minat belajar yang telah dimiliki peserta didik merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Apabila seseorang mempunyai minat yang tinggi
24
Tim Pembina Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik, Perkembangan Peserta Didik.( Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi, 2007), h.85
25
terhadap sesuatu hal maka akan terus berusaha untuk melakukan tindakan sehingga apa yang diinginkannya dapat tercapai sesuai dengan keinginannya. Hal yang penting yang menjadi faktor intern yang mempengaruhi hasil belajar adalah motivasi. Menurut Arifuddin motivasi dapat diartikan βsebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan antusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).β25 Motivasi sangat terkait dengan belajar. Dengan motivasi inilah peserta didik menjadi tekun dalam proses belajar, dan dengan motivasi juga kualitas hasil belajar peserta didik kemungkinan dapat diwujudkan. Motivasi dalam belajar adalah faktor yang penting karena hal tersebut merupakan keadaan yang mendorong keadaan peserta didik untuk melakukan belajar. Persoalan mengenai motivasi dalam belajar adalah bagaimana cara mengatur agar motivasi dapat ditingkatkan. Demikian pula dalam kegiatan belajar mengajar sorang anak didik akan berhasil jika mempunyai motivasi untuk belajar. Faktor ekstern yang mempengaruhi hasil belajar para peserta didik adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar yang sifatnya di luar diri peserta didik, yaitu beberapa pengalaman-pengalaman, keadaan keluarga, dan lingkungan. Adanya rasa aman dalam keluarga sangat penting dalam keberhasilan seseorang dalam belajar. Rasa aman itu membuat seseorang akan terdorong untuk belajar secara aktif, karena rasa aman merupakan salah satu kekuatan pendorong dari luar yang menambah motivasi untuk belajar. Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar peserta didik, karena itu lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong peserta didik untuk belajar yang lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran, hubungan guru dengan peserta didik, alat-alat pelajaran dan kurikulum. Hubungan antara guru dan peserta didik kurang baik akan mempengaruhi hasil-hasil belajarnya. Menurut Kartono guru dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang akan diajarkan, dan
25
Arifuddin, βHubungan Antara Motivasi Dengan Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Geografi Di Kelas XI IPS SMA Negeri 2 Singarajaβ, artikel diakses pada Kamis 21 Oktober 2010 dari http://lambitu.wordpress.com/2009/10/28/hubungan-antara-motivasi-denganprestasi-belajar-peserta didik-pada-mata-pelajaran-geografi-di-kelas-xi-ips-sma-negeri-2-singaraja/
26
memiliki tingkah laku yang tepat dalam mengajar. Oleh sebab itu, guru harus dituntut untuk menguasai bahan pelajaran yang disajikan, dan memiliki metode yang tepat dalam mengajar. Selain orang tua dan sekolah, lingkungan juga merupakan salah satu faktor yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap hasil belajar peserta didik dalam proses pelaksanaan pendidikan. Lingkungan sekitar sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi anak, sebab dalam kehidupan sehari-hari anak akan lebih banyak bergaul dengan lingkungan tempat para peserta didik tersebut tinggal. Menurut Abu Ahmadi, βlingkungan ada dua macam yakni lingkungan alami dan lingkungan sosial. Lingkungan alami berupa kondisi suhu, udara, dan pencahayaan. Lingkungan sosial berupa keadaan orang lain yang berada di sekelilingnya, lingkungan sosial yang lainnya adalah berupa suasana lingkungan yang bising atau tenang, atau lingkungan belajar yang dekat dengan pasarβ.
26
Dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor intern, yakni faktor yang berasal dari dalam diri individu, dan faktor ekstern yakni faktor yang berasal dari luar diri individu. Faktor intern dalam hal ini adalah kecerdasan, bakat, minat, dan motivasi. Faktor ekstern yang menjadi faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar adalah pengalaman, keadaan keluarga, dan lingkungan. g. IPS Terpadu Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD/MI/SDLB sampai SMP/MTs/SMPLB termasuk SMK atau MAK. IPS mengkaji serangkaian peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SMP/MTs mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat yang dinamis.
26
Abu Ahmadi, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2005), h. 105
27
Pada dasarnya studi sosial lebih banyak menekankan pada studi hubungan manusia dengan lingkungnnya. Menurut Barr, βstudi sosial pada hakekatnya merupakan kajian mengenai manusia dengan segala aspeknya dalam sistem hidup bermasyarakat. Kajian tersebut dilakukan dalam bentuk pembelajaran IPS di sekolah untuk mempersiapkan siswa menjadi warga negara yang baik, berdasarkan nilai-nilai kemasyarakatan yang berlaku dan perlu dikembangkan.β27 Menurut Sapriya, Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) βmerupakan suatu mata pelajaran yang mengkaji serangkaian peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial dan kewarganegaraan.β28 Bahan-bahan pembelajaran IPS diambil dari ilmu-ilmu sosial yang bertujuan untuk kepentingan kewarganegaraan. Materi dipilih secara selektif, sehingga relevan dan mampu membantu peserta didik memahami banyak manusia dan berbagai hal yang berkaitan dengan interrelasinya, baik yang terjadi pada masa lalu, masa kini, maupun masa datang. Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada mata pelajaran IPS. Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan untuk mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya, memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan,
memiliki
kemampuan
berkomunikasi,
bekerjasama
dan
berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. IPS perlu difokuskan kepada upaya untuk menyediakan pengalaman belajar yang dapat membantu peserta didik dalam hal memahami bahwa lingkungan fisik menentukan bagaimana manusia hidup, memahami bagaimana manusia berusaha menyesuaikan dan menggunakan sumber lingkungan, 27
Tanto Sukardi,. βMenggagas Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Yang Kontruktivis.β Kajian Ilmu Sosial, Vol. 1 No. 2 (Oktober 2007): h. 19 28 Sapriya, dkk., Konsep Dasar IPS, (Bandung:UPI Press, 2006), h.
28
memahami perubahan masyarakat, peserta didik harus mampu terlibat dalam perubahan sosial dan kebudayaan di dalam masyarakat, memahami dampak dari perkembangan saling ketergantungan antar manusia, dan memahami serta menghargai persamaan semua ras, agama, dan kebudayaan. Ruang lingkup mata pelajaran IPS meliputi yang pertama manusia, tempat, dan lingkungan, yang ke dua waktu, keberlanjutan, dan perubahan, yang ketiga sistem sosial dan budaya, yang ke empat adalah perilaku ekonomi dan kesejahteraan. Masing-masing mata pelajaran memiliki karakteristik yang berbeda-beda, termasuk mata pelajaran IPS. Menurut Wahidmurni, salah satu karakteristik mata pelajaran IPS pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ditekankan bahwa: Substansi mata pelajaran IPS merupakan IPS terpadu, maka tuntutannya adalah guru IPS harus memahami dan menerapkan metode-metode pembelajaran terpadu. Karakteristik mata pelajaran IPS lainnya adalah bahwa masalah-masalah sosial kemasyarakatan sebagai obyek kajian IPS selalu berkembang terus menerus, maka sebagai guru mata pelajaran IPS dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan tersebut agar apa yang diajarkannya merupakan hal-hal yang baru sehingga dapat mengikuti perkembangan zaman.29 Mata Pelajaran IPS dalam kurikulum 2006 merupakan IPS Terpadu yang merupakan gabungan antara berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial, yang terdiri atas beberapa bagian disiplin ilmu seperti Geografi, Sosiologi, Ekonomi, dan Sejarah, maka dalam pelaksanaannya tidak lagi terpisah-pisah melainkan menjadi satu kesatuan. Hal ini memberikan dampak terhadap guru yang mengajar di kelas. Guru harus menerapkan berbagai metode pembelajaran, menggunakan media yang relevan, memberikan informasi yang terbaru dan bermanfaat khususnya yang terkait dengan mata pelajaran IPS. Berdasarkan beberapa pengertian yang sudah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa IPS terpadu merupakan mata pelajaran gabungan disiplin ilmu-ilmu sosial, yang objek kajiannya adalah peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan masalah-masalah sosial dan kewarganegaraan, 29
Wahidmurni, βPembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Terpadu Pada Satuan Pendidikan MI/SD Dan MTs./SMP.β Artikel diakses pada 6 April 2011 dari http://tarbiyah.uinmalang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=89:pembelajaranipsterpadu&catid =62:artikel&Itemid=128.
29
dengan tujuan untuk membentuk peserta didik yang memiliki kemampuan untuk mengenal
konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungannya, memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan,
memiliki
kemampuan
berkomunikasi,
bekerjasama
dan
berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. IPS merupakan harapan untuk terbentuknya sikap warga negara yang diharapkan sesuai dengan tuntutan masyarakat.
h. Hasil Belajar IPS Terpadu Sesuai dengan tujuan dari penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh guru yang terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007, yakni βuntuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran.β30 Melaui proses pembelajaran, diharapkan ada peningkatan kompetensi yang dimiliki oleh peserta didik, yang dapat dilihat salah satunya adalah melalui penilaian hasil belajar. Mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 tahun 2007, βpenilaian dilakukan secara konsisten, sistematik, dan terprogram dengan menggunakan tes dan nontes dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan atau produk, portofolio, dan penilaian diri. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan Standar Penilaian Pendidikan dan Panduan Penilaian Kelompok Mata Pelajaran.β31 Dalam melakukan penilaian terhadap hasil belajar dilakukan sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan, dengan menggunakan tes atau nontes. Standar dalam penilaian pendidikan meliputi mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2007, βulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk 30 31
memantau kemajuan, melakukan perbaikan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007 Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007
30
pembelajaran, dan menentukan keberhasilan belajar peserta didik. Ulangan dapat berupa ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan kenaikan kelas, ujian sekolah atau madrasah, dan ujian nasional.β
32
Berdasarkan hal tersebut,
pencapaian kompetensi peserta didik diukur melalui proses ulangan harian, ulangan kenaikan kelas, ujian sekolah atau madrasah, dan ujian nasional. Hasil belajar IPS adalah hasil belajar yang dicapai peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran IPS berupa seperangkat pengetahuan, sikap, dan keterampilan dasar yang berguna bagi peserta didik untuk kehidupan sosialnya baik untuk masa kini maupun masa yang akan datang yang meliputi: sosialisasi, kelompok sosial, struktur sosial lembaga sosial, perubahan sosial, dan konflik serta terciptanya integrasi sosial, serta keragaman tingkat kemampuan intelektual dan emosional. Hasil belajar dapat diperoleh dari hasil tes (formatif, subsumatif dan sumatif), hasil kerja (performance), penugasan (proyek), hasil kerja (produk), portofolio, sikap serta penilaian diri. Untuk meningkatkan hasil belajar IPS, dalam proses pembelajaran harus menggunakan metode yang menarik sehingga peserta didik termotivasi untuk belajar. Diperlukan metode pembelajaran interaktif yang dilakukan dengan, guru lebih banyak memberikan peran kepada peserta didik sebagai subjek belajar, dan guru mengutamakan proses daripada hasil. Guru merancang proses belajar mengajar yang melibatkan peserta didik secara integratif dan komprehensif pada aspek kognitif, afektif dan psikomotorik sehingga tercapai hasil belajar yang sesuai dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang sudah ditentukan. Agar hasil belajar IPS meningkat diperlukan situasi, cara dan strategi pembelajaran yang tepat untuk melibatkan peserta didik secara aktif baik pikiran, pendengaran, penglihatan, dan psikomotor dalam proses belajar mengajar. Keberhasilan hasil belajar IPS Terpadu adalah tercapainya Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang sudah ditentukan. Berikut ini adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS Terpadu kelas Tujuh (VII) SMP/MTs., semester genap beradasarkan Standar Isi, Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2006.
32
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2007
31
Tabel 1 Standar kompetensi dan kompetensi dasar IPS Terpadu kelas Tujuh:33 Standar Kompetensi 4. Memahami usaha manusia untuk mengenali perkembangan lingkungannya
Kompetensi Dasar 4.1 Menggunakan peta, atlas, dan globe untuk mendapatkan informasi keruangan 4.2 Membuat sketsa dan peta wilayah yang menggambarkan objek geografi 4.3 Mendeskripsikan kondisi geografis dan penduduk 4.4 Mendeskripsikan gejala-gejala yang terjadi di atmosfer dan hidrosfer, serta dampaknya terhadap kehidupan
5. Memahami perkembangan masyarakat sejak masa Hindu-Budha sampai masa Kolonial Eropa
5.1 Mendeskripsikan perkembangan masyarakat, kebudayaan dan pemerintahan pada masa Hindu-Budha, serta peninggalan-peninggalannya 5.2 Mendeskripsikan perkembangan masyarakat, kebudayaan, dan pemerintahan pada masa Islam di Indonesia, serta peninggalanpeninggalannya 5.3 Mendeskripsikan perkembangan masyarakat, kebudayaan dan pemerintahan pada masa Kolonial Eropa
6. Memahami kegiatan ekonomi masyarakat
6.1 Mendeskripsikan pola kegiatan ekonomi penduduk, penggunaan lahan dan pola permukiman berdasarkan kondisi fisik permukaan bumi 6.2 Mendeskripsikan kegiatan pokok ekonomi yang meliputi kegiatan konsumsi, produksi, dan distribusi barang/jasa 6.3 Mendeskripsikan peran badan usaha, termasuk koperasi, sebagai tempat berlangsungnya proses produksi dalam kaitannya dengan pelaku ekonomi 6.4 Mengungkapkan gagasan kreatif dalam tindakan ekonomi untuk mencapai kemandirian dan kesejahteraan
33
Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2006
32
2.
Metode Pembelajaran
a.
Pengertian Metode Pembelajaran Pengetahuan tentang metode-metode pembelajaran sangat diperlukan oleh
para pendidik, sebab berhasil atau tidaknya peserta didik dalam belajar sangat bergantung pada tepat atau tidaknya metode pembelajaran yang digunakan oleh guru. Hal ini sesuai dengan tuntutan terhadap guru dan tenaga kependidikan dalam undang-undang No. 20 tahun 2000 pasal 40, yang berbunyi sebagai berikut: Guru dan tenaga kependidikan berkewajiban untuk menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis, dan dialogis dan Peraturan Pemerintah No.19 tentang Standar Nasional Pendidikan, pasal 19 ayat 1. Dalam Peraturan Pemerintah No.19 ayat 1 dinyatakan bahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, memberi ruang gerak yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologi siswa.34 Metode berasal dari Bahasa Yunani Methodos yang artinya adalah cara atau jalan yang ditempuh. Dalam kegiatan-kegiatan ilmiah, metode berkaitan dengan masalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Menurut Oemar Hamalik, βfungsi metode berarti sebagai alat untuk mencapai tujuan.β35 Menurut Indrawati dan Wawan Setiawan metode pembelajaran dapat diartikan sebagai βkerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematik dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar mengajar.β36 Menurut Wina Sanjaya metode adalah βcara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal.β37 Dalam pengertian ini metode 34
Indrawati dan Wanwan Setiawan, Pembelajaran Aktif , Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan Untuk Guru SD, (Bandung: PPPPTK IPA, 2009), h. 9 35 βPengertian Metode,β artikel diakses pada 3 November 2010 dari http://ktiptk.blogspirit.com/, 36 Rachmad Widodo, βMetode Pembelajaranβ, artikel diakses pada 21 Juni 2010 dari http://www.infogue.com/viewstory/2009/10/13/pengertian_dan_macam_metode_pembelajaran/?ur l=http://wyw1d.wordpress.com/2009/10/12/metode-pembelajaran. 37 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 147
33
merupakan penerapan suatu rencana. Rencana dalam proses pembelajaran yang tertuang dalam Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), direalisasikan dengan penerapan metode yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan pembelajaran. Dengan demikian metode pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Menurut Syaiful B. Djamarah metode memiliki kedudukan sebagai β alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar, menyiasati perbedaan individual anak didik, untuk mencapai tujuan pembelajaran.β38 Peserta didik yang memiliki karakter yang berbeda-beda, tingkat kecerdasan yang berbeda-beda, tujuan yang berbeda, sedangkan tuntutannya sama yakni memahami materi pelajaran, maka dalam hal ini peran metode pembelajaran sangat penting. Semakin tepat dalam menentukan metode pembelajaran, semakin efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pemilihan metode harus disesuaikan dengan tujuan intruksional khusus, karena salah satu tujuan menggunakan metode pembelajaran adalah untuk mencapai tujuan. Menurut Pupuh Fathurrohman Dan M.Sobry Sutikno, dalam memilih media harus memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut β tujuan yang hendak dicapai, materi pelajaran, peserta didik, situasi, fasilitas yang tersediaβ39 Berdasarkan beberapa definisi yang dikemukakan di atas, metode pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam mengkoordinasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar, yang berfungsi sebagai pedoman guru dalam merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaran, mengelola lingkungan pembelajaran dan mengelola kelas. Dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran diperlukan perangkat pembelajaran yang dapat disusun dan dikembangkan oleh guru. Perangkat-perangkat itu meliputi buku pedoman bagi guru dan para peserta didik, lembar kerja peserta didik, media yang dipakai untuk membantu terlaksanakannya 38
Pupuh Fathurrohman Dan M.Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar-Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Pemahaman Konsep Umum&Konsep Islami, (Bandung: Retika Aditama, 2007), h.55. 39 Pupuh Fathurrohman Dan M.Sobry Sutikno, Strategi Belajar Mengajar-Strategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Pemahaman Konsep Umum&Konsep Islami. h. 60
34
proses pembelajaran seperti komputer, Over Head Proyektor (OHP), film, pedoman pelaksanaan pembelajaran, seperti kurikulum dan administrasi pembelajaran. Dalam metode pembelajaran terdapat lima unsur dasar yakni yang pertama langkah-langkah operasional pembelajaran, yang ke dua suasana dan norma yang berlaku dalam pembelajaran, yang ketiga menggambarkan seharusnya guru memandang, memperlakukan, dan merespon peserta didik, yang ke empat semua sarana, bahan, alat, atau lingkungan belajar yang mendukung pembelajaran, yang terakhir adalah hasil belajar yang diperoleh langsung berdasarkan tujuan yang akan dicapai.
b.
Jenis-Jenis Model Pembelajaran Berbagai metode pembelajaran dikelompokkan berdasarkan model-model
yang merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Pengertian model pembelajaran menurut Nurochim, dkk, adalah βkesatuan yang utuh antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran.β
40
Sedangkan pengertian model
pembelajaran menurut Sugandi adalah βkerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan bagi para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar mengajar.β41 Jadi model pembelajaran merupakan bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran yang digunakan sebagai pedoman pendidik untuk mencapai tujuan belajar. Modelmodel pembelajaran adalah sebagai berikut: 1) Model Pembelajaran Kontekstual Pembelajaran
kontekstual
adalah
konsep
pembelajaran
yang
mengharuskan guru untuk menghubungkan antara materi pelajaran dengan situasi
40
Nurochim, dkk, Bahan Ajar Strategi Pembelajaran IPS, h.81 Nurul Inayah, βKeefektifan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Circ (Cooperatife Integrated Reading And Composition) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Pokok Bahasan Segiempat Siswa Kelas VII Smp Negeri 13 Semarang Tahun Ajaran 2006/2007β, Skripsi S1 Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang, 2007. h. 15 41
35
dunia
nyata
peserta
didik.
Model
pembelajaran
ini
berusaha
untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk menghubungkan antara pengetahuan yang dimilikinya dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga dan anggota masyarakat. Dengan konsep ini diharapkan proses pembelajaran menjadi lebih bermakna. Pembelajaran kontekstual ini didasarkan pada hasil penelitian dari John Dewey yang menyimpulkan bahwa peserta didik akan belajar dengan baik apabila apa yang dipelajari terkait dengan apa yang diketahui dan kegiatan atau peristiwa yang terjadi di sekelilingnya. Juga dilandasi oleh teori belajar dari Jerome Brunner yang mengatakan belajar merupakan usaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya sehingga siswa mendapatkan pengetahuan yang benar-benar bermakna bagi dirinya.42 Dalam penerapan model pembelajaran kontekstual, tugas guru adalah membantu peserta didik mencapai tujuan pembelajaran melalui peristiwa yang terjadi di sekelilingnya. Dalam hal ini guru lebih banyak menerapkan dengan strategi penyelesaian suatu masalah daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi peserta didik. Hakekat Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and learning) adalah konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, dengan melibatkan tujuh komponen utama pembelajaran efektif, yakni: konstruktivisme (Constructivism), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiri), masyarakat belajar (Learning Community), pemetodean (Metodeing), dan penilaian sebenarnya (Authentic Assessment).43 Konstrukstivisme adalah membangun pemahaman peserta didik dari pengalaman baru berdasar pada pengetahuan awal dan pembelajaran harus diatur menjadi proses membangun bukan menerima pengetahuan. Inquiry adalah proses perpindahan dari pengamatan menjadi pemahaman dan peserta didik belajar
42
βMetode Pembelajaran Berbasis Kontekstualβ, artikel diakses pada 27 Februari 2011 dari http://wahyuti4tklarasati.blogspot.com/2010/10/metode-pembelajaran-berbasiskontekstual.html 43 Sohibul Mutolib Al Jabaly, β Metode Pembelajaran Kontekstualβ, artkel diakses pada 27 Februari 2011 dari http://pendidikanberkarakter.blogspot.com/2008/10/metode-pembelajarankontekstual.html
36
menggunakan keterampilan berpikir kritis. Questioning adalah kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa. Learning community (masyarakat belajar) adalah sekelompok orang yang terikat dalam kegiatan belajar, bekerja sama dengan orang lain lebih baik daripada belajar sendiri untuk bertukar pengalaman dan berbagi ide. Metodeing adalah proses penampilan suatu contoh agar orang lain berpikir, bekerja dan belajar. Reflection adalah berpikir tentang apa yang telah dipelajari kemudian mencatat apa yang telah dipelajari lalu membuat jurnal, karya seni, diskusi kelompok. Authentic Assesment (Penilaian yang sebenarnya) adalah kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa dengan menggunakan penilaian kinerja dan tugas-tugas yang relevan dan kontekstual. Dapat disimpulkan bahwa karakteristik dari metode pembelajaran kontekstual
teaching
learning
adalah
kerjasama,
saling
menunjang,
menyenangkan, belajar dengan bersemangat, pembelajaran yang terintegrasi dengan menggunakan berbagai sumber, peserta didik berperan aktif dan kritis sedangkan guru kreatif, laporan kepada orang tua tidak hanya rapor tetapi hasil karya siswa. Melalui metode pembelajaran kontekstual teaching learning peserta didik memperoleh pengalaman dari lingkungan sekitar.
2) Model Pembelajaran Kuantum Menurut Herdian, βPengembang dari Quantum Teaching adalah De Porter dan mulai dipraktekkan pada tahun 1992 dengan mengilhami rumus yang terkenal dalam fisika kuantum yaitu masa kali kecepatan cahaya kuadrat sama dengan energi. Dengan rumus itulah mendefinisikan Quantum sebagai interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya.β 44 Dalam hal ini makna dari pembelajaran quantum adalah adanya interaksi-interaksi yang dapat mengubah kemampuan dan bakat alamiah peserta didik yang berbeda-beda (dalam hal ini sebagai energi) menjadi ketrampilan yang bermanfaat (dalam hal ini dianggap sebagai cahaya). Karakteristik quantum teaching adalah sebagai berikut: berdasar pada psikologi kognitif, pembelajar sebagai pusat perhatian, menyeimbangkan potensi manusia dengan lingkungan, pembelajaran dipandang sebagai penciptaan intekasi44
Herdian, βMetode Pembelajaran Quantum,β artikel diakses pada 27 Februari 2011 dari http://herdy07.wordpress.com/
37
interaksi bermutu dan bermakna yang dapat mengubah pikiran dan bakat alamiah yang bermanfaat, dan memadukan konteks dan isi pembelajaran. Quantum adalah interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Dengan demikian menurut Rachmad Widodo quantum teaching adalah βberbagai macam interaksi yang terjadi di dalam dan di sekitar peristiwa belajar.β 45 Interaksiinteraksi ini membangun landasan dan kerangka untuk belajar yang dapat mengubah kemampuan dan bakat siswa menjadi cahaya yang bermanfaat bagi peserta didik. Quantum Teaching ini juga menerapkan percepatan belajar dengan menhilangkankan hambatan-hambatan yang menghalangi proses belajar alamiah dengan menggunakan musik, mewarnai lingkungan sekeliling, menyusun bahan pengajaran yang sesuai, cara penyajian yang efektif, dan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Di samping itu Quantum Teaching juga memudahkan segala hal untuk menghilangkan hambatan belajar dan mengembalikan proses belajar ke keadaan yang mudah dan alami. Prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaan model pembelajaran quantum adalah segala sesuatu yang ada di lingkungan kelas mengandung dan menyampaikan pesan tentang belajar. Belajar mempunyai tujuan yang terukur. Model pembelajaran quantum menghendaki agar siswa belajar dengan mengalami sesuatu yang terkait dengan informasi yang sedang dipelajarinya. Belajar merupakan suatu rangkaian usaha siswa dalam mencapai tujuan-tujuan belajar, dan usaha itu sendiri mengandung resiko. Oleh sebab itu siswa-siswa pantas memperoleh pengakuan terutama dari guru atas usaha, kerja keras, kecakapan, dan kepercayaan diri siswa. Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran quantum merupakan model pembelajaran yang dapat mengubah potensi yang ada di diri siswa menjadi hal yang bermanfaat dengan menggunakan lingkungan yang terkait dengan materi yang sedang dipelajari sehingga siswa dapat terlibat aktif dalam belajar.
45
Rachmad Widodo, βModel Pembelajaran,β artikel diakses pada Artikel diakses pada 21
Juni
2010
dari
http://www.infogue.com/viewstory/2009/10/13/pengertian_dan_macam_model_pembelajaran/?url =http://wyw1d.wordpress.com/2009/10/12/model-pembelajaran.
38
3) Model Pembelajaran Tematik Model pembelajaran yang lain adalah model pembelajaran tematik. Pengertian tema menurut Departemen Pendidikan Nasional, βtema adalah pokok pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan.β 46 Sedangkan menurut Kunandar, βtema merupakan alat atau wadah untuk mengedepankan berbagai konsep kepada anak didik secara utuh.β47 Di dalam pembelajaran, tema diberikan untuk menyatukan isi kurikulum dalam satu kesatuan yang utuh, memperkaya
perbendaharaan
pengetahuan
peserta
didik
dan
membuat
pembelajaran yang melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang bermakna. Jadi, pembelajaran tematik adalah pembelajaran terpadu yang menggunakan tema sebagai pemersatu materi yang terdapat di dalam beberapa mata pelajaran dan diberikan dalam satu kali pertemuan. Dengan model pembelajaran tematik diharapkan peserta didik dapat memahami konsep-konsep yang dipelajari melalui pengalaman langsung dan menghubungkan dengan konsep lain yang telah dipahami. Pelaksanaan model pembelajaran tematik ini, berawal guru memilih tema yang berkaitan dengan materi pelajaran. Tema dalam pembelajaran tematik menjadi pokok bahasan yang harus dikembangkan. Tema yang dipilih diharapkan peserta didik dapat memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu sehingga mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai kompetensi dasar antar mata pelajaran dalam tema yang sama. Beberapa keuntungan dari pelaksanaan model pembelajaran tematik adalah sebagai berikut yang pertama pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan sehingga kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi. Yang kedua peserta didik lebih mampu merasakan manfaat dan makna belajar karena materi disajikan dalam konteks tema yang jelas sehingga lebih bersemangat belajar karena dapat berkomunikasi dalam situasi nyata. Yang ketiga guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan secara tematik dapat 46
Tarmidzi Ramadhan, βPembelajaran Tematik,β artikel diakses pada 27 Februari 2011 dari http://tarmizi.wordpress.com/2008/12/04/metode-pembelajaran-tematik-kelebihan-dankelemahannya/ 47 Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru. h.311.
39
dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan remedial, pemantapan, atau pengayaan. Menurut Kunandar kelebihan dari model pembelajaran tematik adalah sebagai berikut: 1. Menyenangkan karena berangkat dari minat dan kebutuhan peserta didik. 2. Memberikan pengalaman dan kegiatan belajar mengajar yang relevan dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik. 3. Hasil belajar dapat bertahan lama karena lebih berkesan dan bermakna. 4. Mengembangkan keterampilan berpikir peserta didik sesuai dengan persoalan yang dihadapi. 5. Menumbuhkan keterampilan sosial melalui kerja sama 6. Memiliki sikap toleransi, komunikasi dan tanggap terhadap gagasan orang lain. 7. Menyajikan kegiatan yang bersifat nyata sesuai dengan persoalan yang dihadapi dalam lingkungan peserta didik.48 Selain terdapat beberapa kelebihan pembelajaran tematik memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan pembelajaran tematik tersebut terjadi apabila dilakukan oleh guru tunggal. Contohnya seorang guru kelas kurang menguasai secara mendalam penjabaran tema sehingga dalam pembelajaran tematik akan merasa sulit untuk mengaitkan tema dengan materi pokok setiap mata pelajaran. Di samping itu, jika skenario pembelajaran tidak menggunakan metode yang inovatif maka pencapaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar tidak akan tercapai. Karakteristik model pembelajaran tematik adalah sebagai berikut berpusat pada peserta didik yang terlibat langsung sebagai subjek belajar sedangkan guru sebagai fasilitator. Pembelajaran tematik memberikan pengalaman langsung sehingga siswa dapat memahami hal-hal yang lebih abstrak. Dalam pembelajaran tematik pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas. Pembelajaran tematik menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran. Pembelajaran tematik menggunakan prinsip belajar sambil bermain dan menyenangkan.
48
Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru. h.315
40
Dalam pembelajaran tematik tidak semua mata pelajaran dapat dipadukan. Tema yang dipilih hendaknya dekat dengan kehidupan peserta didik, dari tema yang paling sederhana hingga yang lebih sulit, tema tersebut hendaknya menarik minat untuk belajar, tema yang dipilih seharusnya adalah peristiwa-peristiwa yang sedang terjadi. Tahap-tahap pelaksanaan model pembelajaran tematik adalah sebagai berikut: penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar kedalam indikator, menentukan tema, menghubungkan kompetensi dasar dan indikator dengan tema pemersatu,
sebelum
pelaksanaan
pembelajaran
guru
menyusun
rencana
pelaksanaan pembelajaran.
4) Model Pembelajaran PAIKEM Model pembelajaran PAIKEM merupakan singkatan dari Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan. Yang dimaksud dengan aktif menurut A.Tarmidzi Ramadhan adalah βsuasana kelas yang peserta didiknya aktif bertanya dan mengungkapkan gagasan.β 49 Menurut Agus Suprijono, inovatif dalam hal ini adalah βproses pembelajaran yang dapat memberikan fasilitas kepada peserta didik untuk menemukan sesuatu melalui aktivitas belajarβ. 50 Kreatif adalah pembelajaran seharusnya dapat mengembangkan pemikiran kritis kemampuan berpikir tentang hal-hal yang baru dan menghasilkan penyelesaian tentang suatu masalah. Efektif adalah memudahkan peserta didik untuk belajar sesuatu yang bermanfaat. Menyenangkan dalam hal ini adalah pembelajaran diciptakan sebagai kondisi yang peserta didik dapat melaksanakan proses pembelajaran dengan ikhlas tanpa ada beban dalam diri peserta didik tersebut. Menurut Bustamam Ismail ada empat prinsip utama dalam proses pembelajaran PAIKEM. Prinsip utama tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama, proses Interaksi dalam hal ini adalah siswa berinteraksi secara aktif dengan guru, rekan siswa, multi-media, referensi, dan 49
A.Tarmizi Ramadhan, βPembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan,β artikel diakses pada Jumβat 3 Juni 2011 dari http://tarmizi.wordpress.com/2008/11/11/pembelajaran-aktif-inovatif-kreatif-efektif-danmenyenangkan/ 50 Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori Dan Aplikasinya, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2009) h. X
41
lingkungan. Kedua, proses Komunikasi siswa mengkomunikasikan pengalaman belajar mereka dengan guru dan rekan siswa lain melalui cerita, dialog atau melalui simulasi role-play. Ketiga, proses Refleksi, siswa memikirkan kembali tentang kebermaknaan apa yang mereka telah pelajari, dan apa yang mereka telah lakukan. Keempat, proses Eksplorasi siswa mengalami langsung dengan melibatkan semua indera mereka melalui pengamatan, percobaan, penyelidikan dan wawancara.51 Berdasarkan pendapat di atas model pembelajaran PAIKEM merupakan model pembelajaran yang dapat mengaktifkan siswa untuk mengungkapkan ide dan gagasanya sehingga dapat menemukan dan memahami materi pelajaran sendiri. Model pembelajaran PAIKEM juga menekankan adanya interaksi antar siswa dengan siswa yang lain atau dengan sumber belajar sehingga suasana belajar menjadi menyenangkan dan dapat saling bertukar ide.
5) Model Pembelajaran Kolaboratif Menurut Ted Panitz, βpembelajaran kolaboratif adalah filsafat interaksi dan gaya hidup yang menjadikan kerjasama sebagai suatu struktur interaksi yang dirancang sedemikian rupa guna memudahkan usaha kolektif untuk mencapai tujuan bersama.β 52 Dari pendapat tersebut dapat diperoleh pengertian bahwa kolaborasi adalah sekelompok orang yang saling menghormati dan menghargai kemampuan dan sumbangan setiap anggota kelompok. Di kelompok tersebut terdapat pembagian kewenangan dan penerimaan tanggung jawab di antara para anggota kelompok untuk melaksanakan tindakan kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kolaboratif adalah pembelajaran yang dilaksanakan untuk mengembangkan kerjasama, interaksi, berbagi ide dan gagasan, saling membina antar peserta didik atau dengan guru untuk mencapai tujuan pembelajaran. Inti dari pembelajaran kolaboratif adalah adanya saling belajar dan membelajarkan saling bertukar pikiran, bertanggung jawab untuk mencapai tujuan bersama, keberhasilan kelompok adalah keberhasilan inividu begitu juga sebaliknya. 51
Bustamam Ismail, βPengembangan model Pembelajaran PAIKEM dengan Pendekatan SETS, Artikel diakses pada 3 Juni 2011 dari http://hbis.wordpress.com/2010/07/04/pengembanganmodel-pembelajaran-paikem-dengan-pendekatan-sets/ 52 βPembelajaran Kolaboratifβ, artikel diakses pada 27 Februari 2011 dari http://ruhcitra.wordpress.com/2008/08/09/pembelajaran-kolaboratif/
42
Pembelajaran kolaboratif dilandasi oleh pandangan bahwa pengetahuan diperoleh sebagai dari proses konstruksi yang berkesinambungan di dalam diri setiap peserta didik. Pembelajaran kolaboratif menciptakan lingkungan sosial yang kondusif untuk terlaksananya interaksi yang memadukan segenap kemauan dan kemampuan belajar peserta didik. Lingkungan sosial yang dibentuk berupa kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari empat atau lima peserta didik pada setiap kelas dengan anggota-anggota kelompok yang sedapat mungkin tidak bersifat homogen. Anggota-anggota suatu kelompok diupayakan terdiri dari siswa laki-laki dan perempuan, siswa yang relatif aktif dan yang kurang aktif, siswa yang relatif pintar dan yang kurang pintar. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kolaboratif adalah peserta didik belajar secara berkelompok dan bekerjasama, sehingga keberhasilan individu tergantung pada keberhasilan kelompoknya, pengetahuan diperoleh melalui interaksi antara panca indra dan anggota kelompoknya. Menurut Johnsons terdapat lima unsur dasar agar dalam suatu kelompok terjadi pembelajaran kolaboratif, yaitu: 1. Saling ketergantungan positif. Dalam pembelajaran ini setiap peserta didik harus merasa bahwa ia bergantung secara positif dan terikat dengan antarsesama anggota kelompoknya dengan tanggung jawab untuk menguasai bahan pelajaran dan memastikan bahwa semua anggota kelompoknya pun menguasainya. 2. Interaksi langsung antar peserta didik. Hasil belajar yang terbaik dapat diperoleh dengan adanya komunikasi verbal antar anggota kelompok yang didukung oleh saling ketergantungan positif. Siswa harus saling berhadapan dan saling membantu dalam pencapaian tujuan belajar. 3. Pertanggungjawaban individu. Agar dalam suatu kelompok dapat menyumbang, mendukung dan membantu satu sama lain, setiap anggota dituntut harus menguasai materi yang dijadikan pokok bahasan. Dengan demikian setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk mempelajari pokok bahasan dan bertanggung jawab pula terhadap hasil belajar kelompok. 4. Keterampilan berkolaborasi. Keterampilan sosial peserta didik sangat penting dalam pembelajaran. Siswa dituntut mempunyai keterampilan berkolaborasi, sehingga dalam kelompok tercipta interaksi yang dinamis untuk saling belajar dan membelajarkan sebagai bagian dari proses belajar kolaboratif. 5. Keefektifan proses kelompok. Peserta didik memproses keefektifan kelompok belajarnya dengan cara menjelaskan tindakan mana yang dapat
43
menyumbang belajar dan mana yang tidak serta membuat keputusankeputusan tindakan yang dapat dilanjutkan atau yang perlu diubah.53 Ada banyak macam metode pembelajaran yang termasuk ke dalam model pembelajaran kolaboratif yang pernah dikembangkan oleh para ahli maupun praktisi pendidikan yaitu sebagai berikut Learning Together, Teams-GamesTournament
(TGT),
Group
Investigation
(GI),
Academic-Constructive
Controversy (AC), Jigsaw Proscedure (JP), Student Team Achievement Divisions (STAD), Complex Instruction (CI), Team Accelerated Instruction (TAI), Cooperative Learning Stuctures (CLS), Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC). Dapat disimpulkan bahwa belajar yang kolaboratif sebagai proses untuk meningkatkan tanggung jawab pribadi dan sikap menghormati sesama. Para pelajar bertanggung jawab atas belajar mereka sendiri dan berusaha menemukan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dihadapkan pada mereka. Dalam hal ini, guru bertindak sebagai fasilitator, yang memberikan dukungan tetapi tidak mengarahkan kelompok ke arah hasil yang sudah disiapkan sebelumnya.
6) Model Pembelajaran Kooperatif a) Latar Belakang Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif dikembangkan berdasarkan teori belajar konstruktivis. Hal ini terlihat pada salah satu teori Vygotsky, yaitu penekanan pada hakikat sosiokultural dari pembelajaran, Vigotsky mengemukakan bahwa fungsi mental yang lebih tinggi pada umumnya muncul dalam diskusi atau kerjasama antar individu sebelum fungsi mental yang lebih tinggi itu terserap ke dalam individu. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran dimana pebelajar yang memiliki tingkat kemampuan berbeda belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling bekerjasama dan membantu untuk memahami suatu materi pembelajaran. Belajar belum selesai jika salah satu teman dalam
53
βPembelajaran Kolaboratifβ, artikel diakses pada 27 Februari 2011 dari http://ruhcitra.wordpress.com/2008/08/09/pembelajaran-kolaboratif/
44
kelompok belum menguasai bahan pembelajaran yang diberikan, sehingga keberhasilan kelompok merupakan keberhasilan individu.
b) Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Cooperative mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Dalam kegiatan kooperatif terjadi pencapaian tujuan secara bersama-sama yang sifatnya merata dan menguntungkan setiap anggota kelomponya. Pengertian pembelajaran kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil dalam proses pembelajaran yang memungkinkan kerja sama dalam menyelesaikan permasalahan. Berdasarkan pengertian tersebut, menurut Slavin, kooperatif learning adalah βmodel pembelajaran di mana peserta didik belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil dengan bekerja sama yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan strukur anggotanya yang bersifat heterogen, keberhasilan dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik aktivitas secara individual maupun secara kelompok.β 54 Dalam hal ini, keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok, baik secara individual maupun secara kelompok. Pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Cooperative Learning juga dapat diartikan sebagai suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan di antara sesama anggota kelompok. Unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif menurut Made Wena adalah βsaling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, tanggung jawab individu untuk mencapai keberhasilan kelompok, ketrampilan menjalin hubungan antarpribadi.β55 Dalam Wikipedia, βpembelajaran kooperatif atau Cooperative Learning merupakan istilah umum untuk sekumpulan strategi pengajaran yang dirancang 54
Etin Solihatin dan Raharjo, Cooperative Learning (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 4 Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. (Jakarta: Bumi Aksara, 2009) h. 191 55
45
untuk mendidik kerja sama kelompok dan interaksi antar peserta didik. Strategi ini berlandaskan pada teori belajar Vygotsky yang menekankan pada interaksi sosial sebagai sebuah mekanisme untuk mendukung perkembangan kognitif.β56 Menurut Holubec yang dikutip oleh Yusti Arini mengemukakan belajar kooperatif adalah sebagai berikut. Belajar koopertif merupakan pendekatan pembelajaran melalui kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar. Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang saling asah, silih asih, dan silih asuh. Sementara itu, Bruner dalam Siberman menjelaskan bahwa belajar secara bersama merupakan kebutuhan manusia yang mendasar untuk merespons manusia lain dalam mencapai suatu tujuan.57 Pembelajaran kooperatif menurut Made Wena adalah βsiswa membentuk kelompok kecil dan saling mengajar sesamanya untuk mencapai tujuan bersama, siswa yang pandai mengajar siswa yang kurang pandai, siswa yang kurang pandai belajar dalam suasana yang menyenangkan karena banyak teman yang memotivasinya, siswa yang kurang aktif harus berpartisipasi aktif supaya diterima oleh anggota kelompokknya.β58 Jadi inti dari model pembelajaran kooperatif adalah adanya kerjasama antar anggota kelompok peserta didik yang memiliki karakteristik dan kemampuan yang berbeda-beda untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sudah ditentukan. Namun pembelajaran kooperatif tidak hanya belajar kelompok, tetapi ada tanggung jawab yang bersifat kooperatif sehingga terjadi interaksi aktif antar anggota kelompok untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif diskusi dan komunikasi dikembangkan, hal ini bertujuan untuk peserta didik saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain.
56
Wikipedia, βPembelajaran Kooperatif, βArtikel diakses pada 26 Februari 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran_kooperatif 57 Yusti Arini, βMetode Pembelajaran Kooperatif (Coopertive Learning) Dan Aplikasinya Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran,β artikel diakses pada 26 Februari 2011 dari http://yusti-arini.blogspot.com/2009/08/metode-pembelajaran-kooperatif.html 58 Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer, h. 189
46
Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dengan kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan perbedaan anggota kelompok sebagai tempat peserta didik bekerjasama dan menyelesaikan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebaya. Ciri-ciri metode pembelajaran kooperatif adalah untuk memahami materi pelajaran para peserta didik belajar dalam kelompok secara kooperatif yang anggota kelompoknya terdiri dari peserta didik memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah, jika dalam kelas terdapat peserta didik yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya jenis kelamin yang berbeda, maka diupayakan agar dalam tiap kelompok terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula, penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada perorangan.59 Dalam model pembelajaran kooperatif, untuk
mencapai
tujuan
pembelajaran dilakukan dengan membentuk kelompok-kelompok yang berbeda tingkat kecerdasannya, ras, suku, dan budaya untuk saling berinteraksi, keberhasilan kelompok merupakan keberhasilan individu. Untuk itu setiap anggota berkelompok bertanggung jawab atas keberhasilan kelompoknya. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian model pembelajaran kooperatif adalah kerangka konseptual dalam proses pembelajaran yang dilakukan dengan cara membentuk kelompok yang beranggotakan empat sampai enam orang, yang berbeda tingkat kecerdasannya, ras, suku, dan budaya untuk saling berinteraksi, untuk mencapai tujuan pembelajaran, model pembelajaran kooperatif ini tidak hanya belajar kelompok, tetapi ada tanggung jawab yang bersifat kooperatif sehingga terjadi interaksi aktif antar anggota kelompok untuk memahami materi pelajaran. Dalam pelaksanaan model kooperatif peserta didik saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain. c) Tujuan Model Pembelajaran Kooperatif Menurut Slavin tujuan pembelajaran kooperatif adalah menciptakan kondisi yang keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan
59
Wikipedia,βPembelajaran Kooperatifβ artikel diakses pada 26 Februari 2011 dari http://ipotes.wordpress.com/2008/05/10/metode-pembelajaran-kooperatif/
47
kelompoknya. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai tiga tujuan pembelajaran sebagai berikut: Pembelajaran kooperatif menurut Departemen Pendidikan Nasional ada tiga tujuan seperti yang dikutip oleh Sofyan. Tujuan tersebut adalah sebagai berikut: Tujuan pertama, yang pertama yaitu meningkatkan hasil akademik, dengan meningkatkan kinerja peserta didik dalam tugas-tugas akademiknya. Peserta didik yang lebih memahami materi pelajaran akan menjadi nara sumber bagi yang kurang paham materi. Sedangkan tujuan yang kedua, pembelajaran kooperatif memberi peluang agar peserta didik dapat menerima teman-teman yang mempunyai berbagai perbedaan dalam belajar. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial. Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah untuk mengembangkan keterampilan sosial peserta didik. Keterampilan sosial yang dimaksud antara lain, berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mendukung teman untuk bertanya, menjelaskan ide atau pendapat, dan bekerja.60 Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Model ini dapat membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Struktur penghargaan pada pembelajaran kooperatif telah dapat meningkatkan hasil belajar. Selain itu, pembelajaran kooperatif dapat memberikan keuntungan baik pada siswa yang memiliki kemampuan akademik yang rendah maupun siswa yang memiliki kemampuan akademik yang tinggi untuk bekerjasama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Tujuan lain dari model pambelajaran kooperatif adalah penerimaan terhadap orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial, maupun kemampuan. Komunikasi di antara orang-orang yang berbeda ras atau kelompok etnis tidak cukup untuk mengurangi kecurigaan dan perbedaan ide. Pembelajaran kooperatif memungkinkan pebelajar yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerja saling bergantung satu dengan yang lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu dengan yang lain. Keterampilan sosial penting untuk dimiliki oleh masyarakat. Banyak jenis pekerjaan di masyarakat dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung 60
Sofyan, βMetode Pembelajaran Kooperatifβ, artikel diakses pada 26 Februari 2011 dari http://forum.um.ac.id/index.php?topic=18078.0
48
satu sama lain dan di dalam masyarakat yang memiliki kebudayaan beragam. Atas dasar itu, tujuan penting yang lain dari pembalajaran kooperatif adalah untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Cooper mengungkapkan keuntungan dari model pembelajaran kooperatif, antara lain: β1) peserta didik mempunyai tanggung jawab dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran, 2) peserta didik dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, 3) meningkatkan ingatan peserta didik, dan 4) meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran.β
61
Berdasarkan pendapat tersebut, pembelajaran kooperatif sesuai untuk diterapkan dalam proses pembelajaran karena untuk mendidik siswa bertanggung jawab dan terlibat aktif dalam proses pembelajaran, kemampuan berpikir dan ingatan serta pemahaman siswa menjadi meningkat.
d) Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif Berbagai model pemelajaran yang diterapkan dalam proses pembelajaran memiliki krakterisktik masing-masing yang membedakan model yang satu dengan model yang lain. Karakteristik model pembelajaran kooperatif menurut Lundgren dan Arends adalah memiliki unsur-unsur sebagai berikut: Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka "sehidup sepenanggungan". Siswa memiliki tanggung jawab terhadap siswa lainnya dalam kelompok, di samping tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi. Siswa haruslah berpandangan bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya. Siswa akan diberikan evaluasi atau penghargaan. yang akan berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok. Siswa berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani di dalam kelompoknya.62 Berdasarkan pendapat tersebut dapat dijabarkan bahwa karakteristik pembelajaran kooperatif adalah para siswa memiliki tanggung jawab individu dan tanggung jawab kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sudah 61
Wikipedia,βPembelajaran Kooperatifβ artikel diakses pada 26 Februari 2011 dari http://ipotes.wordpress.com/2008/05/10/metode-pembelajaran-kooperatif/ 62 Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24 Universitas Negeri Makassar. h. 178
49
ditetapkan, para siswa berbagi tugas dan tanggung jawab dengan sesame anggota kelompok, evaluasi dan penghargaan dilakukan secara berkelompok. e) Prosedur Umum Pembelajaran Kooperatif Pada dasarnya, kegiatan pembelajaran model pembelajaran kooperatif dipilah menjadi empat langkah, yaitu; βorientasi, bekerja kelompok, kuis, dan pemberian penghargaan.β 63 Setiap langkah dapat dikembangkan lebih lanjut sebagai berikut: Yang pertama adalah orientasi. Sebagaimana halnya dalam setiap pembelajaran, kegiatan diawali dengan orientasi untuk mengarahkan tentang apa yang
akan
dipelajari
dan
bagaimana
strategi
pembelajarannya.
Guru
mengkomunikasikan tujuan, materi, waktu, langkah-langkah dan hasil akhir yang diharapkan dikuasai oleh siswa. Yang kedua adalah kerja kelompok. Pada tahap ini siswa melakukan kerja kelompok sebagai inti kegiatan pembelajaran. Kerja kelompok dapat dalam bentuk kegiatan memecahkan masalah, atau menerapkan suatu konsep yang dipelajari. Kerja kelompok dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti berdiskusi, melakukan ekslporasi, observasi, percobaan, atau browsing internet. Waktu untuk bekerja kelompok disesuaikan dengan luas dan dalamnya materi yang harus dikerjakan. Kegiatan yang memerlukan waktu lama dapat dilakukan di luar jam pelajaran, sedangkan kegiatan yang memerlukan sedikit waktu dapat dilakukan pada jam pelajaran. Guru berperan sebagai fasilitator dan dinamisator bagi masing-masing kelompok, dengan cara melakukan pemantauan terhadap kegiatan belajar pebelajar, mengarahkan ketrampilan kerjasama, dan memberikan bantuan pada saat diperlukan. Yang ketiga adalah tes atau kuis untuk evaluasi. Pada akhir kegiatan kelompok diharapkan semua siswa telah memahami konsep, topik, atau masalah yang sudah dikaji bersama. Kemudian masing-masing siswa menjawab tes atau kuis untuk mengetahui pemahaman terhadap konsep, topik, atau masalah yang dikaji. Penilaian individu ini mencakup penguasaan ranah kognitif, afektif dan keterampilan. 63
Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24 Universitas Negeri Makassar. h. 178
50
Yang keempat adalah penghargaan kelompok. Langkah ini dimaksudkan untuk memberikan penghargaan kepada kelompok yang berhasil memperoleh kenaikan skor dalam tes individu. Dapat disimpulkan bahwa belajar kooperatif (cooperative learning) adalah konsep yang lebih luas, yang meliputi semua jenis kerja kelompok, termasuk bentuk-bentuk yang lebih dibimbing oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum, belajar kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, dalam hal ini guru menetapkan tugas dan pertanyaannya serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu murid dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.
f) Jenis-Jenis Metode Pembelajaran Model Kooperatif Berikut ini dua jenis metode yang termasuk ke dalam model pembelajaran kooperatif. a) Metode Make A-Match Langkah-langkah metode pembelajaran Make A-Match menurut Agus Suprijono adalah sebagai berikut:
1. Guru mempersiapkan dua kelompok kartu, yakni kartu soal dan kartu jawaban. 2. Guru membagi peserta didik menjadi tiga kelompok, yakni kelompok pembawa kartu soal, pembawa kartu jawaban, dan kelompok penilai. 3. Guru mengatur posisi kelas seperti huruf U, kelompok pembawa kartu soal dan pembawa kartu jawaban posisinya saling berhadapan. 4. Setelah masing-masing kelompok berada pada posisi yang sesuai, guru membunyikan peluit, sebagai tanda agar kelompok pembawa kartu soal dan pembawa kartu jawaban mencari pasangan pertanyaan dan jawaban yang cocok. 5. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berdiskusi. 6. Pasangan kartu soal dan kartu jawaban yang sudah ditemukan, ditunjukkan kepada kelompok penilai, kelompok ini membaca apakah pasangan kartu soal dan jawaban tersebut merupakan pasangan kartu yang cocok. 7. Setelah penilaian dilakukan, guru mengatur kembali agar kelompok pembawa soal dan pembawa kartu jawaban menjadi satu kelompok, dan berperan sebagai kelompok penilai, sedangkan kelompok penilai pada sesi yang pertama, dibagi menjadi dua kelompok menjadi kelompok
51
pembawa kartu soal dan kartu jawaban, pada sesi ini guru melaksanakan tahapan yang sama dari tahap 1 sampai 6. 8. Tahap terakhir guru memberikan kesempatan kepada para siswa untuk bertanya, guru menyimpulkan materi bersama-sama dengan siswa.64 Melalui metode pembelajaran Make A-Match peserta didik bertanggung jawab untuk mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartu yang dimilikinya, dengan cara mencari dan berdiskusi dengan peserta didik yang lainnya, dengan demikian metode Make A-Match dapat menciptakan proses pembelajaran yang menyenangkan karena ada interaksi aktif dengan teman sebaya. Kebaikan dari metode Make A-match adalah terciptanya suasana kegembiraan dalam proses pembelajaran sebab siswa akan bergerak untuk mencari pasangan dari kartu yang dimilikinya dengan bergerak juga akan mengatasi kejenuhan siswa. Model pembelajaran ini akan menumbuhkan kerjasama dan interaksi yang dinamis antar sesama siswa untuk menemukan pasangan kartu sesuai dengan waktu yang ditentukan. Selain itu model pembelajaran ini akan memunculkan gotong royong yang merata diseluruh siswa. Kelemahan dari metode Make A-match adalah jika jumlah siswa yang ada lebih dari 30 orang, akan timbul suasana yang gaduh yang tidak terkendali. Suasana ini akan mengganggu ketenangan belajar kelas yang lainnya, apalagi jika gedung kelas tidak kedap suara. Hal ini dapat diantisipasi dengan menyepakati beberapa komitmen ketertiban dengan siswa sebelum menerapkan model pembelajaran ini, seperti tidak membuat kegaduhan. b) Metode Team Quiz Model pembelajaran aktif Tipe quiz team yang dikemukakan oleh Dalvi bahwa: βMerupakan salah satu tipe pembelajaran yang mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam proses belajar.β65 Dalam tipe quiz team ini, diwali dengan guru menerangkan materi secara klasikal, lalu siswa dibagi kedalam tiga kelompok besar. Semua anggota kelompok bersama-sama mempelajari materi tersebut, saling memberi arahan, saling memberikan pertanyaan dan jawaban
64
Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori Dan Aplikasinya, h. 94 Setia Telaumbanua. Penerapan Metode Belajar Aktif Tipe Quiz Team Kepada Siswa. Artikel diakses pada 17 Juni 2011 dari http://www.psb-psma.org/content/blog/3479-penerapanmetode-belajar-aktif-tipe-quiz-team-kepada-siswa. 65
52
untuk memahami materi pelajaran tersebut. Setelah selesai materi maka diadakan suatu pertandingan akademis. Dengan adanya pertandingan akademis ini maka terciptalah kompetisi antar kelompok, para siswa akan berusaha belajar dengan motivasi yang tinggi agar dapat memperoleh nilai yang tinggi dalam pertandingan. Langkah-langkah metode pembelajaran Team Quiz menurut Hisyam Zaini adalah sebagai berikut: 1. Pilihlah topik yang dapat disampaikan dalam tiga segmen 2. Bagi peserta didik menjadi tiga kelompok, A,B,C. 3. Sampaikan kepada peserta didik format pembelajaran yang akan disampaikan kemudian mulai presentasi. Batasi presentasi maksimal 10 menit. 4. Setelah presentasi, minta kelompok A untuk menyiapkan pertanyaanpertanyaan berkaitan dengan materi yang disampaikan. Kelompok B, dan C menggunakan waktu ini untuk melihat lagi catatan yang dimiliki. 5. Kelompok A sebagai pemimpin quiz memberi pertanyaan kepada kelompok B, jika kelompok B tidak bisa menjawab pertanyaan, lempar pertanyaan tersebut kepada kelompok C. 6. Kelompok A memberi pertanyaan kepada kelompok C, jika kelompok C tidak bisa menjawab, lempar pertanyaan tersebut kepada kelompok B. 7. Jika tanya jawab sesi pertama selesai, lanjutkan pembelajaran sesi kedua, dan tunjuk kelompok B untuk menjadi kelompok penanya, lakukan seperti proses untuk kelompok A. 8. Setelah kelompok B selesai dengan pertanyanya, dilanjutkan pembelajaran sesi ketiga, dan kemudian tunjuk kelompok C sebagai penanya. 9. Akhiri proses pembelajaran dengan menyimpulkan, tanya jawab dan penjelasan sekiranya ada pemahaman peserta didik yang keliru.66 Metode Team Quiz menurut Melvin L. Siberman βdapat meningkatkan kemampuan dan tanggung jawab peserta didik terhadap apa yang mereka pelajari melalui cara yang menyenangkan dan tidak menakutkan.β67 Dengan peserta didik dibagi menjadi kelompok-kelompok yang memiliki tugas dan tanggung jawab yang sama yakni untuk memimpin dan bertanggung jawab untuk menjawab pertanyaan yang diberikan, maka kemampuan dan tanggung jawab peserta didik dapat meningkat. 66
Hisyam Zaini, dkk, Strategi Pembelajaran Aktif (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008) h.54-55 67 Melvin L. Siberman, 101 Strategi Pembelajaran Aktif ( Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2006) h. 163
53
3.
Pengaruh Metode Pembelajaran Terhadap Hasil Belajar Berdasarkan pembahasan tentang metode pembelajaran pada sub judul
sebelumnya, metode pembelajaran adalah langkah efektif yang diterapkan oleh guru dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran agar didapatkan hasil pembelajaran maksimal. Untuk melakukan peningkatan hasil belajar diperlukan metode yang sesuai dengan tingkat kemampuan dan karakteristik peserta didik. Metode pembelajaran harus dikuasai oleh guru untuk menciptakan kondisi proses pembelajaran yang kondusif. Guru harus mampu untuk menerapkan metode yang sesuai dengan kondisi peserta didik dan materi pelajaran. Metode pembelajaran adalah teknik yang diterapkan oleh guru dalam proses pembelajaran. Hal ini karena proses pembelajaran itu merupakan proses transfer ilmu dari guru ke peserta didik dan untuk hal tersebut harus ada teknik khusus agar efektif. Jika metode pembelajaran yang diterapkan tepat, maka hasil belajar dapat meningkat. Metode yang tepat akan menyebabkan peserta didik merasa nyaman dan dapat berkonsentrasi pada saat proses belajar. Peserta didik merasa ada kesinambungan antara proses di luar dan di dalam diri. Hal ini menyebabkan anak didik lebih fokus dalam mengikuti proses pembelajaran. Dalam penelitian yang sudah dilakukan oleh Widyaningsih metode make a-match merupakan metode yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa. βPembelajaran kooperatif metode make a match memberikan manfaat bagi peserta didik, di antaranya adalah mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan, materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian peserta didik, mampu meningkatkan hasil belajar peserta didik mencapai taraf ketuntasan belajar secara klasikal 87,50%.β68 Berdasarkan kegiatan proses belajar mengajar, peserta didik terlihat lebih aktif mencari pasangan kartu antara jawaban dan soal. Dengan metode pencarian kartu ini peserta didik dapat mengidentifikasi permasalahan
yang terdapat
di
dalam
kartu
yang ditemukannya
dan
menceritakannya dengan sederhana dan jelas secara bersama-sama.
68
Tarmizi Ramadhan, βMetode Pembelajaran Kooperatif Make A-match,β artikel diakses pada 21 Oktober 2010 dari http://tarmizi.wordpress.com/2008/12/03/pembelajaran-kooperatifmake-a-match/,
54
Dalam penelitian Eva Nurhayati metode Team Quiz yang diterapkan pada mata pelajaran Akuntansi lebih baik dibandingkan dengan metode konvensional. Menurut Eva Nurhayati, βpengaruh pembelajaran aktif tipe quiz team terhadap hasil belajar akuntansi menunjukkan bahwa nilai hasil belajar pada kelompok eksperimen berbeda dengan nilai hasil belajar pada kelompok kontrol. Hasil belajar pada kelompok eksperimen menunjukkan nilai rata-rata yang lebih baik daripada hasil belajar pada kelompok kontrolβ.69 Berdasarkan beberapa penelitian yang sudah dilakukan maka dapat diketahui bahwa metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru dalam mengelola kelas dapat berpengaruh terhadap hasil belajar. Dengan metode yang menarif, inovatif dan kreatif maka dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik, dibandingkan dengan metode yang konvensional tanpa ada variasi metode, maupun media yang digunakan.
B. Kerangka Berpikir Berdasarkan latar belakang dan landasan teori yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat diambil suatu kerangka pemikiran sebagai berikut. Pembelajaran IPS Terpadu merupakan suatu proses atau kegiatan guru mata pelajaran IPS dalam mengajarkan IPS Terpadu kepada para peserta didiknya, yang di dalamnya terkandung upaya guru untuk menciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan peserta didik tentang IPS Terpadu yang beragam agar tejadi interaksi optimal antara guru dengan peserta didik serta antara peserta didik dengan peserta didik dalam mempelajari mata pelajaran IPS. Dengan demikian setiap guru harus bisa menciptakan suasana yang menyenangkan namun peserta didik dapat memahami konsep atau materi yang disampaikan oleh guru salah satunya adalah dengan memilih metode pembelajaran yang lebih memperdayakan peserta didik, sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan tercapai dan hasil belajar yang diperoleh peserta didik akan lebih baik.
69
Eva Nurhayati, βPengaruh Penggunaan Metode Belajar Aktif Tipe Team Quiz Terhadap Minat Dan Hasil Belajar Akuntansi Siswa Kelas X AK SMK Negeri 3 Jeparaβ, Skripsi S1 Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang, 2007.
55
Menurut kurikulum 2006 standar kompetensi mata pelajaran IPS SMP/MTs. tujuan pembelajaran IPS yaitu: Mengembangkan pengetahuan kesejarahan, mengembangkan kemampuan berpikir, inkuiri, pemecahan masalah, dan keterampilan sosial; membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan; meningkatkan kemampuan berkompetisi dan bekerjasama dalam masyarakat yang majemuk, baik dalam skala nasional maupun internasional. Untuk itu diperlukan suatu strategi pembelajaran yang lebih mementingkan peserta didik untuk belajar berpikir daripada hanya menghafal.70 Pembelajaran IPS adalah untuk membentuk peserta didik yang dapat berpikir dan menyelesaikan masalah dan memiliki ketrampilan sosial. Ketrampilan sosial dalam hal ini seperti memiliki kepekaan terhadap masalahmasalah yang terjadi di lingkungan sekitarnya pada khususnya dan lingkungan nasional sebagai lingkungan yang lebih luas. Pembelajaran IPS juga untuk membentuk peserta didik yang dapat bekerjasama dalam masyarakat yang memiliki karakter dan latar belakang yang berbeda-beda. Untuk mencapai tujuan pembelajaran IPS, maka metode pembelajaran yang berorientasi kepada peserta didik sangat diperlukan dalam proses pembelajaran. Metode pembelajaran yang dilakukan guru dalam menyampaikan materi bahan ajar kepada para peserta didiknya merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar peserta didik, sehingga pemilihan metode pembelajaran yang tepat untuk peserta didik sangat diperlukan. Metode pembelajaran make a-match, pembelajarannya menitikberatkan pada kemampuan mengingat, bekerja sama dan interaksi antar peserta didik, ketepatan waktu sebab dalam mencari pasangan kartu soal dan jawaban waktunya dibatasi. Proses pembelajaran menjadi menyenangkan sehingga bisa memotivasi peserta didik untuk belajar sehingga hasil belajarpun meningkat. Metode pembelajaran Team Quiz salah satu metode pembelajaran yang mampu meningkatkan keaktifan siswa dalam proses belajar dan peserta didik dilatih untuk mempunyai tanggung jawab yang sama atas keberhasilan kelompoknya. Dengan menggunakan metode Team Quiz, para peserta didik diharapkan dapat memahami materi yang dipelajari.
70
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006
56
C. Hipotesisis Penelitian Berdasarkan kajian teori dan kerangka berfikir di atas, dapat diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut: H0 : Tidak ada perbedaan antara hasil belajar IPS Terpadu kelas VII semester II SMP Islamiyah Ciputat yang menggunakan metode pembelajaran Make a-match dan metode pembelajaran Team Quiz. Ha : Ada perbedaan antara hasil belajar mata pelajaran IPS terpadu kelas VII semester II SMP Islamiyah Ciputat dengan menggunakan metode pembelajaran Make a-match dan metode pembelajaran Team Quiz.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat penelitian dilaksanakan di kelas VII-A dan VII-B SMP Islamiyah Ciputat. 2. Waktu Penelitian dilaksanakan selama dua bulan, dimulai pada bulan April hingga Mei 2011.
B. Subjek Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah peserta didik kelas VII-A dan kelas VII-B. Kelas VII-A terdiri dari 45 peserta didik dengan komposisi perempuan 24 peserta didik dan laki-laki 21 peserta didik, yang metode pembelajarannya menggunakan Make A-Match. Kelas VII-B Terdiri dari 40 peserta didik dengan komposisi perempuan 21 peserta didik dan laki-laki 19 peserta didik, yang metode pembelajarannya menggunakan metode Team Quiz. Subjek penelitian ini yang diambil karena, penerapan metode make A-Match dan metode Team Quiz lebih menekankan pada proses interaksi peserta didik, dan peserta didik kelas VII yang masih dalam tahap transisi dari Sekolah Dasar ke Sekolah Menengah Pertama.
C. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode kuantitatif komparatif, yaitu data yang berbentuk angka. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen, menurut Husaini Uman dan
57
58
Purnomo Setiady Akbar, βmetode ini dilakukan dengan memberikan perlakuan kepada subjek penelitian kemudian memberikan tes pada subjek penelitanβ.1 Dalam penelitian ini penerapannya adalah peserta didik di kelas VII-A, dalam proses pembelajaran guru menerapkan metode Make A-Match kemudian para peserta didik tersebut di tes secara tertulis tentang materi yang telah dipelajari. Sedangkan di kelas VII-B guru menerapkan metode pembelajaran Team Quiz.
D. Desain Penelitian Untuk mengetahui hasil penelitian, kedua kelompok eksperimen diberikan pretes dan postes. Adapun desain penelitian tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 2 Desain Penelitian Two Group Pretest posttest design Kelompok
Pretes
Perlakuan
Postes
πΈ1
π1
π1
π1
πΈ2
π2
π2
π2
Keterangan: πΈ1 = πΎππππ π¦πππ ππππππ’πππππ πππ‘πππ ππππ π β πππ‘ππ πΈ2 = πΎππππ π¦πππ ππππππ’πππππ πππ‘πππ π‘πππ ππ’ππ§ π1 = ππππ‘ππ ππππππππ ππππ π β πππ‘ππ π2 = ππππ‘ππ ππππππππ π‘πππ ππ’ππ§ π1 = ππππππ πππππ πππ‘πππ ππππππππππππ ππππ π β πππ‘ππ π2 = ππππππ πππππ πππ‘πππ ππππππππππππ π‘πππ ππ’ππ§ π1 = πππ π‘ππ ππππππππ ππππ π β πππ‘ππ π2 = πππ π‘ππ ππππππππ π‘πππ ππ’ππ§ E. Teknik Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini adalah hasil penilaian di ranah kognitif. Penilaian ranah kognitif diperoleh melalui pretes dan postes. Pretes adalah tes hasil belajar yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengetahuan awal 1
Husaini Uman dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hal 139.
59
peserta didik sebelum penerapan metode pembelajaran. Postes adalah tes hasil belajar sesudah penerapan metode pembelajaran untuk melihat ketuntasan hasil belajar terhadap perlakuan. Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes tertulis yang berbentuk pilihan ganda. Untuk mengetahui kualitas pelaksanaan penerapan metode digunakan teknik observasi.
F. Instrumen Penelitian 1. Definisi Konseptual Dari variabel yang telah ditentukan yakni metode pembelajaran dan hasil belajar. Metode adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Pembelajaran adalah interaksi guru dan peserta didik di dalam kelas. Team Quiz adalah kuis atau pertanyaan yang diajukan kepada kelompok. Make a-match adalah mencari kartu soal atau jawaban dan kemudian dipasangkan. Hasil menunjuk kepada suatu perolehan akibat dilakukan suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional. Belajar adalah kegiatan atau proses perubahan perilaku seseorang karena pengalaman. 2. Definisi Operasional a. Variabel bebasnya (X1) adalah metode pembelajaran make a-match dan (X2) adalah metode pembelajaran Team Quiz. b. Variabel terikatnya (Y) adalah hasil belajar peserta didik yang diperoleh dari skor tes setelah dilaksanakan proses pembelajaran dengan metode make a-match dan metode Team Quiz, yang bertujuan untuk mengukur aspek kognitif pengetahuan dan pemahaman tentang konsep IPS Terpadu yang dimiliki peserta didik setelah melaksanakan proses pembelajaran yang menggunakan metode make a-match dan metode Team Quiz. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar IPS Terpadu. Tes hasil belajar yaitu tes yang digunakan untuk mengukur pemahaman materi peserta didik setelah melaksanakan proses pembelajaran mata pelajaran IPS. Tes hasil belajar IPS diberikan setelah seluruh peserta didik mempelajari materi IPS dengan metode pembelajaran make a-match dan metode pembelajaran
60
Team Quiz. Instrumen yang digunakan untuk mengetahui kualitas proses pelaksanaan metode adalah lembar observasi. Tes yang akan diberikan merupakan tes tertulis berbentuk pilihan ganda yang terdiri dari 30 soal, sebab meskipun materi IPS terpadu adalah integrasi dari berbagai mata pelajaran seperti ekonomi, sosiologi, sejarah, dan geografi, dalam penelitian ini konsep yang disampaikan kepada para peserta didik dibatasi yakni pada standar kompetensi β Memahami Kegiatan Ekonomi Masyarakatβ. Selain menggunakan instrumen tes, dalam menelitian ini digunakan lembar observasi untuk mengamati proses pembelajaran, sehingga dapat diketahui pelaksanaan pembelajaran sudah sesuai dengan tahapan pelaksanaan metode pembelajaran. 3. Kisi-Kisi Instrumen Penelitian Tabel 3 Kisi-kisi intrumen penelitian Kompetensi Dasar
Materi
Mendeskripsikan 1. Kegiatan Kegiatan Pokok Ekonomi Yang Ekonomi. Meliputi Kegiatan Konsumsi, Produksi, Dan Distribusi 2. Kegaiatan Barang Atau produksi Jasa.
Indikator
1. Mendefinisikan Pengertian Kegiatan Ekonomi. 2. Menyebutkan macammacam kegiatan ekonomi. 1. Mendefinisikan kegiatan produksi. 2. Menyebutkan salah satu sumber daya produksi asli. 3. Menyebutkan salah satu dampak negatif produksi. 4. Menyebutkan salah satu kegiatan produksi 5. Menyebutkan salah satu cara pemanfaatan sumber daya ekonomi yang beretika ekonomi 6. Menyebutkan jenis tenaga kerja. 7. Mendefinisikan cara
Aspek Yang Diukur C1
C2
C1
C2
C2 C2
C2
C2
61
meningkatkan hasil produksi dengan tidak menambah jumlah faktor produksi. 8. Menyebutkan jenis modal tetap 9. Menyebutkan penyebab peningkatan kegiatan produksi 3. Kegiatan Distribusi
4. Kegiatan Konsumsi
1. Mendefinisikan kegiatan distribusi. 2. Mendefinisikan keuntungan distribusi bagi produsen. 3. Mendefinisikan salah satu sistem distribusi. 4. Menjelaskan fungsi penunjang dari kegiatan distribusi. 5. Menyebutkan salah satu lembaga kegiatan distribusi. 6. Menyebutkan kegiatan distribusi. 7. Menyebutkan etika ekonomi dalam kegiatan distribusi yang memenuhi unsur keadilan dan pemerataan. 8. Menyebutkan pihak yang melakukan kegiatan distribusi 9. Menyebutkan salah satu tujuan kegiatan distribusi 1. Mendefinisikan kegiatan konsumsi 2. Menyebutkan tujuan konsumsi 3. Menyebutkan salah satu aspek positif perilaku konsumtif 4. Menyebutkan faktorfaktor yang mempengaruhi kegiatan
C1
C2
C4
C1 C1 C1 C3
C2
C1
C2
C2 C3
C1 C2 C4
C2
62
konsumsi seseorang 5. Menerapkan salah satu faktor yang mempengaruhi kegiatan konsumsi seseorang 6. Menyebutkan barang konsumsi pelajar 7. Menyebutkan salah satu contoh kegiatan produksi jasa 8. Menyebutkan contoh peningkatan produksi secara ekstensifikasi
Keterangan: C1 = Menghafal C4 = Menganalisis
C2 = Memahami C5 = Mengevaluasi
C3
C2
C1
C4
C3 = Mengaplikasikan C6 = Mencipta
G. Uji Coba Instrumen Sebelum diberikan kepada subjek penelitian, soal terlebih dahulu diujicobakan pada peserta didik kelas VIII SMP Islamiyah Ciputat. Uji coba ini bertujuan untuk mengetahui apakah soal tersebut memenuhi persyaratan seperti validitas, realiabilitas, tingkat kesukaran maupun daya beda. a. Uji Validitas Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu instrumen. Instrumen disebut valid jika mampu mengukur apa yang diinginkan. Untuk mengukur keabsahan instrumen digunakan program ANATES. b. Uji Reliabilitas Untuk memperoleh data yang dipercaya, instrumen penelitian yang digunakan harus realiabel. Reliabilitas adalah instrumen cukup dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena data tersebut sudah baik. Perhitungan realiabilitas menggunakan program ANATES
63
c. Uji Taraf Kesukaran Soal Tingkat kesukaran soal adalah bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya suatu soal. Tingkat kesukaran dari suatu tes untuk mengetahui setiap butir soal termasuk kategori mudah, sedang, atau sukar. Kriteria tingkat kesukaran soal menurut Ahmad Sofyan adalah sebagai berikut: 2 Tabel 4 Indeks Tingkat Kesukaran Soal Indeks Tingkat Kesukaran
Kriteria
0-0,25
Sukar
0.26-0,75
Sedang
0.76-1
Mudah
d. Daya Pembeda Menurut Arikunto Suharsimi daya pembeda soal adalah βkemampuan soal untuk membedakan antara peserta didik yang berkemampuan rendah dan peserta didik yang berkemampuan tinggi.β3 Daya pembeda dihitung dengan program ANATES. Tabel 5 Kriteria Daya Beda Indeks Daya Beda > 0,2
Kriteria Jelek
0,2-0,4
Sedang
0,4-0,7
Baik
0,7-1,00
Baik Sekali
Bertanda negatif
Jelek Sekali
2
Ahmad Sofyan, dkk, Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi, (Jakarta:UIN Press, 2006), h. 103 3 Suharsimi Arikunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007). h.218
64
H. Teknik Analisis Data Setelah data terkumpul, data dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Uji Persyaratan Analisis Data a. Uji Normalitas Pretes dan Postes Kedua Sampel dengan Uji Lilifors Uji Normalitas dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Data diurutkan dari yang terkecil hingga data yang paling besar 2. Cari angka baku dengan rumus: π =
πβπ π
3. Cari distribusi bakunya F(z) 4. Cari proposisi kumulatifnya S(z) 5. Cari πΏπ = πππ₯ πΉ π§ β π(π§) 6. Membandingkan statistik hitung dengan statistik tabel. Hipotesis uji Normalitas: π»π = π πππππ π‘πππππ π‘ππππ’π π πππππ π»π = π πππππ ππππππ π‘ππππ’π π π‘ππππ ππππππ Kriteria Uji Normalitas: Jika πΏπ β€ πΏπ‘ππππ , maka sampel terdistribusi normal pada taraf signifikansi β= 0.05% b. Uji Homogenitas Hasil Pretes dan Postes Kedua Sampel dengan Uji Fishers Uji homogenitas dilakukan dengan menggunakan uji Fhiser, menurut Sugiyono rumus uji Fhiser adalah sebagai berikut:4 πΉ=
π12 ; ππ: ππ πππππππππ, ππ ππππ¦πππ’π‘ π22
Keterangan: πΉ = π»ππππππππ‘ππ π12 = πππππππ ππππππ ππ π22 = π£ππππππ π‘πππππππ Langkah-langkah pengujian homogenitas adalah sebagai berikut: 1) Mencari statistik hitung 4
Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian, (Bandung: CV ALFABETA, 2007). h.140
65
2) Mencari statistik tabel 3) Membandingkan statistik hitung dengan statistik tabel Jika πΉπππ‘π’ππ < πΉπ‘ππππ ; ππππ π»π πππ‘πππππ Jika πΉπππ‘π’ππ > πΉπ‘ππππ ; ππππ π»π πππ‘πππππ Hipotesis uji homogenitas: π»π = ππππ’π ππππππππ πππππ ππ ππππ ππππ’πππ π π¦πππ πππππππ π»π = ππππ’π ππππππππ π‘ππππ πππππ ππ ππππ ππππ’πππ π π¦πππ πππππππ I. Analisis Data Setelah diketahui normalitas dan homogenitas kedua kelompok sampel, langkah analisis data dalam penelitian ini adalah uji hipotesis dengan penghitungan statisik Uji Beda Rata-Rata (Uji t). a) Jika kedua kelompok sampel homogen maka rumus yang digunakan adalah sebagai berikut: π1 β 1 π1 2 + π2 β 1 π2 2 π‘= ; ππΊ = ; ππ = π1 + π2 β 2 π1 + π2 β 2 1 1 ππΊ π + π 1 2 π₯2 β π1
Keterangan π1 = πππππ πππ‘π β πππ‘π π’ππ‘π’π ππππππππ 1 π2 = πππππ πππ‘π β πππ‘π π’ππ‘π’π ππππππππ 2 π1 = ππ’ππππ π πππππ ππππππππ 1 π2 = ππ’ππππ π πππππ ππππππππ 2 π1 2 = π£ππππππ π πππππ ππππππππ 1 π2 2 = π£ππππππ π πππππ ππππππππ 2 ππΊ = π ππππππ‘ πππ£πππ π ππππ’ππππ b) Jika kelompok sampel tersebut heterogen, maka Uji Beda Rata-Rata (Uji t) menggunakan rumus sebagai berikut:
π‘=
π2 β π1 2
; ππ 2
π1 π2 π1 + π2
π1 2 π2 2 π1 + π2 2
2
2
π1 2 π2 2 π1 π2 + π1 β 1 π2 β 1
66
Setelah diperoleh nilai statistik hitung, kemudian mencari nilai dalam statistik tabel dengan taraf kepercayaan 95%. Selanjutnya membandingkan statistik hitung dengan statistik tabel. Jika t hitung lebih besar daripada t tabel maka H0 ditolak dan Ha diterima, jika t hitung lebih kecil daripada t tabel maka H0 diterima dan Ha ditolak.
J. Hipotesis Statistik Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil belajar IPS pada pokok bahasan Kegiatan Ekonomi Masyarakat melalui pembelajaran kooperatif metode Make A-Match dan Metode Team Quiz, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah: 1. π»0 = π1 = π2 ; Tidak ada perbedaan antara hasil belajar mata pelajaran IPS terpadu kelas VII semester II SMP Islamiyah Ciputat yang menggunakan metode pembelajaran Make A-Match dan metode pembelajaran Team Quiz. 2. π»π = π1 β π2 ; Ada perbedaan antara hasil belajar mata pelajaran IPS Terpadu kelas VII semester II SMP Islamiyah Ciputat yang menggunakan metode pembelajaran make a-match dan metode pembelajaran Team Quiz. πΎππ‘πππππππ: π»0 = π»ππππ‘ππ ππ π»π = π»ππππ‘ππ ππ π1=π»ππ ππ πππππππ
πππ
π΄ππ‘πππππ‘ππ
π ππ π€π ππππππ πππ‘πππ ππππ πβπππ‘π π
π2 =π»ππ ππ πππππππ
π ππ π€π ππππππ πππ‘πππ π‘πππ ππ’ππ§
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data 1. Gambaran Umum SMP Islamiyah Ciputat a. Sejarah Berdirinya SMP Islamiyah Ciputat Berdirinya yayasan Islamiyah Ciputat diawali dengan berdirinya PGA Islamiyah yang diprakarsai oleh para pemuda wilayah Ciputat dan sekitarnya dengan tujuan untuk menanamkan nilai-nilai keagamaan di wilayah Ciputat dan sekitarnya, selain itu lembaga pendidikan menengah pada saat itu masih jarang, sehingga masyarakat yang mampu saja yang dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan menengah yang terdapat di wilayah Jakarta. Tanggal 25 Mei 1764 lembaga pendidikan PGA Islamiyah didirikan dan mendapat sambutan yang cukup apresiatif dari tokoh-tokoh ahlu al sunnah wa al jamaah wilayah Ciputat dan sekitarnya. PGA Islamiyah terdiri atas Pendidikan Guru Agama Pertama (PGAP) dengan masa belajar empat tahun dan Pendidikan Guru Agama Atas (PGAA), dengan masa belajar dua tahun. Pada tahun 1966 didirikan Sekolah Kesejahteraan Keluarga Pertama (SKKP) oleh masyarakat Ciputat dan sekitarnya dengan Surat Keputusan Lembaga Pendidikan Maarif. Karena itulah, sekolah ini disebut SKKPNU. Pada tahun 1968 sekolah ini diubah menjadi Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang pada saat sekarang ini menjadi SMP Islamiyah. Pendirian SMP ini didasari atas
67
68
pemikiran bahwa Sekolah Menengah Pertama masih sangat jarang, baik negeri maupun swasta. Berdasarkan Surat Keputusan nomor 326/I.02.4/R.1983 tentang pengukuhan pendirian SMP Islamiyah Ciputat, sekolah ini dikukuhkan pada 10 Maret 1983, setelah memenuhi persyaratan untuk mendirikan sekolah.
b. Visi dan Misi SMP Islamiyah Ciputat Visi Terdepan dalam Imtaq dan Iptek Misi 1) Mewujudkan manusia yang memiliki IPTEK. 2) Mewujudkan manusia yang beriman dan bertakwa. 3) Mewujudkan manusia yang bermoral dan berdisiplin tinggi. 4) Mewujudkan manusia yang berkompetitif.
c. Struktur Organisasi SMP Islamiyah Ciputat Pada saat ini SMP Islamiyah memiliki struktur organisasi seperti yang tercantum dalam lampiran 10.
2. Praktik Pembelajaran a. Praktik Pembelajaran Metode Make A-Match Dalam penerapan metode Make A-Match ini siswa terlibat langsung dalam mempelajari dan memahami suatu materi secara bersama-sama melalui pencarian dan mencocokkan kartu soal dan kartu jawaban. Pelaksanaan metode Make AMatch diawali dengan, guru mempersiapkan dua kelompok kartu, yakni kartu soal dan kartu jawaban. Kemudian siswa dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok pemegang kartu soal, pemegang kartu jawaban, dan kelompok penilai. Untuk mengetahui kemampuan awal siswa, sebelum pelaksanaan metode ini guru memberikan pretest. Tahap pertama penerapan metode Make A-Match adalah penjelasan materi Memahami Kegiatan Ekonomi Masyarakat di kelas VII-A. Tahap kedua, siswa di bagi ke dalam tiga kelompok yang masing-masing berjumlah 15 orang. Tahap
69
ketiga guru mengatur posisi kelas seperti huruf U, kelompok pembawa kartu soal dan pembawa kartu jawaban posisinya saling berhadapan. Setelah masing-masing kelompok berada pada posisi yang sesuai, guru memberikan aba-aba, sebagai tanda agar kelompok pembawa kartu soal dan pembawa kartu jawaban mencari pasangan pertanyaan dan jawaban yang cocok. Kemudian guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berdiskusi untuk mencocokkan kartu soal dan kartu jawaban. Pasangan kartu soal dan kartu jawaban yang sudah ditemukan, ditunjukkan kepada kelompok penilai, kelompok ini menilai apakah pasangan kartu soal dan jawaban tersebut merupakan pasangan kartu yang cocok. Setelah penilaian dilakukan, guru mengatur kembali agar kelompok pembawa soal dan pembawa kartu jawaban menjadi satu kelompok, dan berperan sebagai kelompok penilai, sedangkan kelompok penilai pada sesi yang pertama, dibagi menjadi dua kelompok menjadi kelompok pembawa kartu soal dan kartu jawaban, pada sesi ini guru melaksanakan tahapan yang sama seperti tahap sebelumnya. Tahap terakhir dari metode Make A-Match adalah, guru memberikan kesempatan kepada para siswa untuk bertanya, kemudian guru menyimpulkan materi bersama-sama dengan siswa. Untuk mengetahui hasil belajar siswa, setelah pelaksanaan metode Make A-Match, guru memberikan posttest. Penerapan metode Make A-Match ini dalam pembelajaran dilakukan sebanyak dua kali pertemuan, pada pertemuan pertama penerapan metode Make A-Match berdasarkan pengamatan (observasi) suasana kelas terlihat kurang kondusif, hal ini terlihat dari suasana kelas yang gaduh dalam mencocokkan kartu soal dan kartu jawaban dan tidak saling menghargai sesama teman. Pada penerapan metode Make A-match pertemuan kedua, suasana kelas dalam keadaan lebih kondusif dari pertemuan sebelumnya, hal ini terlihat dari suasana gaduh berkurang karena ada kesepakatan sebelumnya bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran harus dilakukan dengan tenang dan saling menghargai sesama teman.
70
b. Praktik Pembelajaran Metode Team Quiz Dalam penerapan metode Team Quiz ini siswa terlibat langsung dalam mempelajari dan memahami suatu materi secara bersama-sama melalui pelaksanaan kegiatan berquiz. Dalam metode Team Quiz diawali dengan, guru membagi materi untuk disampaikan dalam tiga bagian. Kemudian ini siswa dibagi kelompok-kelompok, yaitu kelompok A, B, dan C. Untuk mengetahui kemampuan awal siswa, sebelum pelaksanaan metode ini guru memberikan pretest. Tahap pertama penerapan metode Team Quiz guru memberi penjelasan tentang materi Memahami Kegiatan Ekonomi Masyarakat di kelas VII-B. Tahap kedua, siswa di bagi ke dalam kelompok yang masing-masing berjumlah 13 orang. Tahap ketiga guru menyampaikan kepada siswa alur pembelajaran yang akan dilaksanakan, kemudian guru mulai presentasi. Tahap selanjutnya setelah presentasi, guru meminta kelompok A untuk menyiapkan pertanyaan-pertanyaan berkaitan dengan materi yang telah disampaikan oleh guru. Kelompok B, dan C menggunakan waktu ini untuk melihat lagi catatan yang dimiliki. Guru menunjuk kelompok A sebagai pemimpin quiz memberi pertanyaan kepada kelompok B, jika kelompok B tidak bisa menjawab pertanyaan, pertanyaan tersebut diajukan kepada kelompok C. Kemudian Kelompok A memberi pertanyaan kepada kelompok C, jika kelompok C tidak bisa menjawab, maka pertanyaan tersebut diajukan kepada kelompok B. Setelah tanya jawab sesi pertama selesai, dilanjutkan dengan pembelajaran sesi kedua. Pada sesi kedua kelompok B untuk menjadi pemimpin quiz. Setelah kelompok B selesai dengan pertanyaanya, dilanjutkan pembelajaran sesi ketiga, dan kemudian guru menunjuk kelompok C sebagai pemimpin quiz. Tahap terakhir dari metode Team Quiz adalah guru bersama dengan siswa menyimpulkan, dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya tentang materi yang belum dipahami. Untuk mengetahui hasil belajar siswa, setelah pelaksanaan metode Team Quiz, guru memberikan posttest. Penerapan metode Team Quiz ini dalam pembelajaran dilakukan sebanyak dua kali pertemuan, pada pertemuan pertama penerapan metode Team Quiz berdasarkan pengamatan (observasi) suasana kelas terlihat kurang kondusif, hal
71
ini terlihat dari suasana kelas yang gaduh karena siswa belum memahami pelaksanaan metode Team Quiz ini. Pada penerapan metode Team Quiz pertemuan kedua, suasana kelas dalam keadaan lebih kondusif dari pertemuan sebelumnya, hal ini terlihat dari suasana gaduh berkurang karena siswa sudah lebih memahami metode pelaksanaan Team Quiz, dan anggota kelompok harus melaksanakan perannya masing-masing yakni sebagai pembaca soal, pencatat skor, atau sebagai penilai jawaban.
3. Data Hasil Belajar IPS Siswa a. Data Hasil Belajar IPS Siswa Kelompok Make A-Match 1) Hasil Pretest Kelompok Make A-Match Nilai yang diperoleh siswa dari pretest yang dilakukan terhadap kelompok Make A-Match dapat ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 6 Data Hasil Pretest Siswa Kelompok Make A-Match N
Jumlah Nilai
45
2336
Nilai
Nilai
Mean
Median
Modus
Varians Simpangan
Terendah Tertinggi
40
67
Baku
51,91
50
50
63,17
7,94
2) Hasil Posttest Kelompok Make A-Match Nilai yang diperoleh siswa dari Posttest yang dilakukan terhadap kelompok Make A-Match dapat ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 7 Data hasil Posttest Siswa Kelompok Make A-Match N
Jumlah Nilai
45
3158
Nilai
Nilai
Mean
Median
Modus
Varians Simpangan
Terendah Tertinggi
54
87
Baku
70,17
70
73
67,74
8,23
b. Data Hasil Belajar IPS Siswa Kelompok Team Quiz 1) Hasil Pretest Kelompok Team Quiz Nilai yang diperoleh siswa dari pretest yang dilakukan terhadap kelompok Team Quiz dapat ditunjukkan pada tabel berikut:
72
Tabel 8 Data Hasil Pretest Siswa Kelompok Team Quiz N
Jumlah Nilai
40
1800
Nilai
Nilai
Mean
Median
Modus
Varians Simpangan
Terendah Tertinggi
24
76
Baku
45
54
47
112,30
10,59
2) Hasil Posttest Kelompok Team Quiz Nilai yang diperoleh siswa dari Posttest yang dilakukan terhadap kelompok Team Quiz dapat ditunjukkan pada tabel berikut: Tabel 9 Data hasil Posttest Siswa Kelompok Team Quiz N
Jumlah Nilai
40
2805
Nilai
Nilai
Mean
Median
Modus
Varians Simpangan
Terendah Tertinggi
50
84
Baku
70,12
70
77
39,85
6,31
B. Uji Persyaratan Analisis Data 1. Uji Normalitas Data a) Uji Normalitas Data Pretest Kelompok Make A-Match Untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berasal dari populasi berdistribusi normal atau tidak, maka dilakukan uji normalitas (Liliefors). Kriteria uji normalitas adalah Ho diterima jika, πΏπ β€ πΏπ‘ππππ . Dengan diterimanya Ho berarti data dalam penelitian berasal dari populasi berdistribusi normal, jika Ho ditolak berarti data berasal dari populasi berdistribusi tidak normal. Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh πΏπ pretes kelompok Make AMatch sebesar 0,17. Jika dikonsultasikan dengan tabel Liliefors pada taraf signifikansi = 0.05 dan N = 45 diperoleh πΏπ‘ππππ 0,13. Dengan demikian Ho ditolak karena πΏπ > πΏπ‘ππππ (0,17 > 0,13 ). Dapat disimpulkan bahwa data pretest kelompok Make A-Match berdistribusi tidak normal.
b) Uji Normalitas Data Posttest Kelompok Make A-Match Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh πΏπ posttest kelompok Make AMatch sebesar 0,11. Jika dikonsultasikan dengan tabel Liliefors pada taraf
73
signifikansi = 0.05 dan N = 45 diperoleh πΏπ‘ππππ 0,13. Dengan demikian Ho diterima karena πΏπ < πΏπ‘ππππ (0,11< 0,13). Dapat disimpulkan bahwa data posttest kelompok Make A-Match berdistribusi normal.
c) Uji Normalitas Data Pretest Kelompok Team Quiz Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh πΏπ pretest kelompok Team Quiz sebesar 0,12. Jika dikonsultasikan dengan tabel Liliefors pada taraf signifikansi = 0.05 dan N = 40 diperoleh πΏπ‘ππππ 0,14. Dengan demikian Ho diterima karena πΏπ < πΏπ‘ππππ (0,12< 0,14). Dapat disimpulkan bahwa data pretest kelompok Team Quiz berdistribusi normal.
d) Uji Normalitas Data Posttest Kelompok Team Quiz Setelah dilakukan perhitungan, diperoleh πΏπ posttest kelompok Team Quiz sebesar 0,13. Jika dikonsultasikan dengan tabel Liliefors pada taraf signifikansi = 0.05 dan N = 40 diperoleh πΏπ‘ππππ 0,14. Dengan demikian Ho diterima karena πΏπ < πΏπ‘ππππ (0,13 < 0,14 ). Dapat disimpulkan bahwa data posttest kelompok Team Quiz berdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas Data a) Uji Homogenitas Data Pretest Untuk mengetahui apakah data yang diperoleh berasal dari populasi yang homogen atau tidak, maka dilakukan uji homogenitas dengan Uji Fisher. Kriteria uji homogenitas adalah Ho diterima jika πΉβππ‘π’ππ β€ πΉπ‘ππππ , atau Ho ditolak jika πΉβππ‘π’ππ β₯ πΉπ‘ππππ . Dengan diterimanya Ho berarti data dalam penelitian berasal dari populasi yang homogen, jika Ho ditolak berarti data berasal dari populasi yang tidak homogen. Hasil perhitungan uji homogenitas data pretest diperoleh πΉβππ‘π’ππ sebesar 1,78. Jika dikonsultasikan dengan πΉπ‘ππππ pada taraf signifikansi 0,05 dengan db penyebut 39 dan db pembilang 44 diperoleh πΉπ‘ππππ sebesar 1,66. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa data pretest tidak berasal dari populasi yang homogen, karena πΉβππ‘π’ππ > πΉπ‘ππππ (1,78 > 1,66).
74
b) Uji Homogenitas Data Posttest Hasil perhitungan uji homogenitas data posttest diperoleh πΉβππ‘π’ππ sebesar 1,69. Jika dikonsultasikan dengan πΉπ‘ππππ pada taraf signifikansi 0,05 dengan db penyebut 44 dan db pembilang 39 diperoleh πΉπ‘ππππ sebesar 2,08. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa data posttest berasal dari populasi yang homogen, karena πΉβππ‘π’ππ < πΉπ‘ππππ (1,69 < 2,08).
C. Pengujian Hipotesis Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan antara hasil belajar IPS siswa antara yang diajarkan dengan metode Make A-match dengan metode Team Quiz maka dilakukan uji t (uji beda). Kriteria uji hipotesis data adalah π»π diterima jika π‘βππ‘π’ππ < π‘π‘ππππ , atau π»π ditolak jika π‘βππ‘π’ππ > π‘π‘ππππ . Dengan ditolaknya Ho berarti data dalam penelitian terbukti bahwa hasil belajar IPS antara siswa yang diajar dengan metode Make A-match dan metode Team Quiz adalah berbeda secara signifikan. Dengan diterimanya Ho berarti data dalam penelitian terbukti bahwa hasil belajar IPS antara siswa yang diajar dengan metode Make A-match dan metode Team Quiz adalah tidak berbeda secara signifikan. Dari
hasil
perhitungan
diperoleh π‘βππ‘π’ππ
sebesar
0,0042.
Jika
dikonsultasikan dengan π‘π‘ππππ pada taraf signifikansi 95% dan db = 83 (45+40-2) diperoleh π‘π‘ππππ sebesar 1,66. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa tidak ada perbedaan antara hasil belajar yang diajarkan dengan metode pembelajaran Make A-Match dan metode pembelajaran Team Quiz.
D. Pembahasan Hasil Penelitian Hasil analisis data menunjukkan nilai rata-rata hasil belajar IPS siswa kelas VII-A yang diajarkan dengan menggunakan metode Make A-Match adalah 70,17 dan nilai rata-rata hasil belajar belajar IPS siswa kelas VII-B yang diberikan pembelajaran dengan metode Team Quiz adalah 70,12 dengan nilai π‘βππ‘π’ππ = 0,0042 dan nilai π‘π‘ππππ = 1,66, hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil belajar IPS siswa antara yang diberikan pembelajaran melalui metode Make A-Match dengan metode Team Quiz. Hal ini dimungkinkan karena pendekatan kedua metode tersebut lebih banyak menekankan kepada tanggung
75
jawab pribadi sebagai kelompok yang harus memahami materi dan menyelesaikan suatu tugas secara bersama-sama. Sebagaimana dipaparkan dalam teori, bahwa kedua metode pembelajaran kooperatif tersebut dapat memotivasi siswa untuk terlibat secara aktif untuk bekerjasama, berdiskusi dan saling membantu antar anggota kelompok dalam belajar sehingga mereka dapat membangun sendiri pemahaman secara bersama-sama. Walaupun, masih terdapat siswa yang masih enggan terlibat aktif dalam pembelajaran karena kedua metode ini masih baru bagi siswa. Pada penerapan metode Make A-Match, diperoleh beberapa temuan bahwa metode Make A-Match dapat meningkatkan kerja sama siswa dalam menjawab pertanyaan dengan mencocokkan kartu yang yang ada di tangan mereka, proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa tampak sekali pada saat siswa mencari pasangan kartunya masing-masing. Pada penerapan metode Team Quiz, diperoleh beberapa temuan bahwa metode ini dapat meningkatkan tanggung jawab individu sebagai anggota kelompok dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh kelompok pemimpin quiz untuk mendapatkan skor yang lebih tinggi dari pada kelompok lain, proses pembelajaran lebih menarik dan nampak sebagian besar siswa lebih antusias mengikuti proses pembelajaran, dan keaktifan siswa terlihat ketika berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan quiz. Melalui kedua metode pembelajaran tersebut, siswa yang biasanya belajar secara individu, tanpa kompetisi dan penghargaan dicoba dikondisikan dengan adanya kompetisi dan penghargaan yang menjadi motivasi bagi keberhasilan belajar mereka, serta suasana pembelajaran dapat menjadi lebih menarik dan bervariasi. Kedua pembelajaran ini juga dapat menciptakan suasana kegiatan belajar mengajar yang baik, karena siswa tidak cepat merasa bosan dalam belajar dan dapat meningkatkan rasa percaya diri siswa karena siswa dilatih untuk berpendapat, menghargai perbedaan dan termotivasi untuk meningkatkan prestasinya karena adanya persaingan dan penghargaan yang diberikan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dapat disimpulkan bahwa Tidak terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) metode Make AMatch dengan siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) metode Team Quiz dalam pelajaran IPS dengan diperoleh nilai π‘βππ‘π’ππ < π‘π‘ππππ
yaitu
0,0042 < 1,66.
Model
pembelajaran
kooperatif
(Cooperative Learning) metode Make A-Match dan metode Team Quiz merupakan metode pembelajaran yang dapat meningkatkan rasa ingin tahu, keberanian dan sifat menghargai serta tanggung jawab siswa.
B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Guru diharapkan mempunyai pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk memilih metode pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi yang diajarkan sehingga dapat meningkatkan hasil belajar. Di antara metode pembelajaran yang seharusnya dikuasai guru adalah metode Make
76
77
A-Match dan metode Team Quiz, sebab kedua metode tersebut tidak hanya dapat meningkatkan hasil belajar siswa tapi juga dapat membentuk kompetensi sosial siswa, seperti saling menghargai dan tanggung jawab. Pembelajaran dengan menerapkan metode Make A-Match dan metode Team Quiz merupakan usaha yang dilakukan oleh guru untuk menarik perhatian siswa sehingga pada akhirnya dapat menciptakan keaktifan dan motivasi siswa dalam diskusi. Penerapan metode Make A-Match dan metode Team Quiz dapat meningkatkan rasa ingin tahu dan kerja sama di antara siswa. Hal ini sesuai dengan tuntutan dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) bahwa pelaksanaan proses pembelajaran mengikuti
standar
kompetensi,
yaitu:
berpusat
pada
siswa,
mengembangkan keingintahuan dan imajinasi, memiliki semangat mandiri, bekerja sama, dan kompetisi secara sehat, menciptakan kondisi yang menyenangkan,
mengembangkan
berbagai
kemampuan
dan
pengalaman belajar serta karakteristik mata pelajaran. 2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah model pembelajaran kooperatif metode Make A-Match dan Team Quiz dapat diterapkan serta memberikan hasil dan perbedaan yang lebih baik lagi pada materi maupun mata pelajaran yang lain dan meningkatkan motivasi belajar yang lebih baik lagi bagi siswa.
DAFTAR PUSTAKA Ahmadi, Abu. (2005). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Pustaka Setia. Arifuddin. βHubungan Antara Motivasi Dengan Prestasi Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Geografi Di Kelas XI IPS SMA Negeri 2 Singarajaβ. Artikel diakses pada Kamis 21 Oktober 2010 dari http://lambitu.wordpress.com/2009/10/28/hubungan-antara-motivasidengan-prestasi-belajar-peserta didik-pada-mata-pelajaran-geografi-dikelas-xi-ips-sma-negeri-2-singaraja/ Arikunto, Suharsimi. (2007). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara,. Al Jabaly, Sohibul Mutolib β Model Pembelajaran Kontekstualβ, artikel diakses pada 27 Pebruari 2011 dari http://pendidikanberkarakter.blogspot.com/2008/10/model-pembelajarankontekstual.html. Arini, Yusti. βModel Pembelajaran Kooperatif (Coopertive Learning) Dan Aplikasinya Sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Proses Pembelajaran.β artikel diakses pada 26 Februari 2011 dari http://yusti-arini.blogspot.com/2009/08/model-pembelajaran-ooperatif.html Baharuddin Dan Esa Nur Wahyuni. (2007. Teori Belajar Dan Pembelajaran. Yogyakarta:Ar-Ruzz Media . Dalyono, M. (1997). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Fathurrohman, Pupuh Dan Sutikno, M.Sobry. (2007). Strategi Belajar MengajarStrategi Mewujudkan Pembelajaran Bermakna Melalui Pemahaman Konsep Umum&Konsep Islami. Bandung: Retika Aditama. Herdian. βModel Pembelajaran Quantum.,β artikel diakses pada 27 Februari 2011 dari http://herdy07.wordpress.com/ Inayah, Nurul.βKeefektifan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Circ (Cooperatife Integrated Reading And Composition) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Pokok Bahasan Segiempat Siswa Kelas Vii Smp Negeri 13 Semarang Tahun Ajaran 2006/2007β. Skripsi S1 Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang, 2007. Istiqomah.βTaksonomi Dan Tujuan Pembelajaran. βartikel diakses pada 26 Februari 2011 dari http://materibidan.blogspot.com/2010/05/taksonomi-dantujuan-pembelajaran.html
78
79
Indrawati dan Setiawan, Wanwan. (2009). Pembelajaran Aktif , Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan Untuk Guru SD. Bandung: PPPPTK IPA. Ismail, Bustamam. βPengembangan model Pembelajaran PAIKEM dengan Pendekatan SETS. Artikel diakses pada 3 Juni 2011 dari http://hbis.wordpress.com/2010/07/04/pengembangan-model-pembelajaranpaikem-dengan-pendekatan-sets/ Kunandar. (2007). Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru. Jakarta:PT RajaGrafindo Persada. Kholil, Anwar. βTeori Vygotsky tentang Pentingnya Strategi Belajar.β artikel diakses pada 26 Februari 2011 dari http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/teori-vygotsky-tentang pentingnya.html Makmun, Abin Syamsuddin. (2005). Psikologi Kependidikan. Bandung: PT Remaja Rosyda Karya. Munawar, Indra. β Hasil Belajar (Pengertian dan Definisi).β artikel diakses pada Senin 25 Oktober 2010 dari http://indramunawar.blogspot.com/2009/06/hasil-belajar-pengertian-dandefinisi.html, Mulyana, E. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteistik dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosda Karya. Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG) Penyelenggara Sertifikasi Guru Rayon 24 Universitas Negeri Makassar. Nurkancana, Wayan dan Sunartana, P.P.N. (1982). Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usana Offset Printing. Nurhayati, Eva. βPengaruh Penggunaan Metode Belajar Aktif Tipe Team Quiz Terhadap Minat Dan Hasil Belajar Akuntansi Siswa Kelas X AK SMK Negeri 3 Jepara.β Skripsi S1 Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang, 2007. Parminingsih, Retno. βPenerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Quiz Dan Genuis Learning Strategy Dalam Pembelajaran Matematika Ditinjau Dari Sikap Belajar Siswa.β Skripsi S1 Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2008. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007
80
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2007 Ramadhan, Tarmizi. βMetode Pembelajaran Kooperatif Make A-match.β artikel diakses pada 21 Oktober 2010 dari http://tarmizi.wordpress.com/2008/12/03/pembelajaran-kooperatif-make-amatch/. Ramadhan, Tarmizi. βPembelajaran Tematik.β artikel diakses pada 27 Februari 2011 dari http://tarmizi.wordpress.com/2008/12/04/model-pembelajarantematik-kelebihan-dan-kelemahannya/. Ramadhan, A.Tarmizi. βPembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan,β artikel diakses pada Jumβat 3 Juni 2011 dari http://tarmizi.wordpress.com/2008/11/11/pembelajaran-aktif-inovatifkreatif-efektif-dan-menyenangkan/ Riyanto,Yatim. (2009). Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi Bagi Pendidik Dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif Dan Berkualitas. Jakarta: Kencana. Sabri, Ahmad. (2010). Strategi Belajar Mengajar&Micro Teaching. Jakarta: PT Ciputat Press. Salam, Syamsir dan Aripin, Jaenal. (2006). Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: UIN Jakarta Press. Sanjaya, Wina. (2010). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana. Sapriya, dkk. (2006). Konsep Dasar IPS. Bandung: UPI Press. Sarimaya, Farida. (2008). Sertifikasi Guru, Apa, Mengapa, dan Bagaimana. Bandung: Yrama Widya. Siberman, Melvin L. (2006). 101 Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani. Slameto. (1998). Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: Bina Aksara. Sofyan. Metode Pembelajaran Kooperatif. artikel diakses pada 26 Februari 2011 dari http://forum.um.ac.id/index.php?topic=18078.0 Sofyan, Ahmad dkk. (2006). Evaluasi Pembelajaran IPA Berbasis Kompetensi. Jakarta:UIN Press. Solihatin, Etin dan Raharjo. (2008). Cooperative Learning. Jakarta: Bumi Aksara.
81
Sugiyanto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Presindo, 2009. Sugiyono. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV ALFABETA. Suhani, Agus. Empat Pilar Belajar Menurut UNESCO. Artikel diakses pada 04 April 2011 dari http://agussambeng.blogspot.com/2010/10/empat-pilarbelajar-menurut-unesco.html Sukardi, Tanto. βMenggagas Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Yang Kontruktivis.β Kajian Ilmu Sosial, Vol. 1 No. 2 (Oktober 2007). Suprijono, Agus. (2009). Cooperative Learning. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Suryabrata, Sumadi. (2008). Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Syah, Muhibin. (2009). Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosydakarya. Soemanto,Wasty. (1990). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Setia Telaumbanua. Penerapan Metode Belajar Aktif Tipe Quiz Team Kepada Siswa. Artikel diakses pada 17 Juni 2011 dari http://www.psb-psma.org/content/blog/3479-penerapan-metode-belajaraktif-tipe-quiz-team-kepada-siswa. Trianto. (2007). Model-Model Pembelajaran Inovatif Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.
Berorientasi
Tim Pembina Mata Kuliah Perkembangan Peserta Didik. (2007) Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Dirjen Pendidikan Tinggi. Umar, Husaini dan Akbar, Purnomo Setiady. (2009). Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. Pengertian Belajar dan Perubahan Perilaku dalam Belajar. Artikel diakses pada 26 Februari 2011 dari http://cafestudi061.wordpress.com/2008/09/11/pengertian-belajar-danperubahan-perilaku-dalam-belajar/. Model Pembelajaran Berbasis Kontekstual. Artikel diakses pada 27 Februari 2011 dari http://wahyuti4tklarasati.blogspot.com/2010/10/model-pembelajaranberbasis-kontekstual.html Pembelajaran Kolaboratif. Artikel diakses pada 27 Februari 2011 dari http://ruhcitra.wordpress.com/2008/08/09/pembelajaran-kolaboratif/
82
Widodo, Rachmad. Model Pembelajaran. Artikel diakses pada 21 Juni 2010 dari http://www.infogue.com/viewstory/2009/10/13/pengertian_dan_macam_mo del_pembelajaran/?url=http://wyw1d.wordpress.com/2009/10/12/modelpembelajaran. Wahidmurni. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Terpadu Pada Satuan Pendidikan MI/SD Dan MTs./SMP. Artikel diakses pada 6 April 2011 dari http://tarbiyah.uinmalang.ac.id/index.php?option=com_content&view=articl e&id=89:pembelajaranipsterpadu&catid=62:artikel&Itemid=128. Wena, Made. (2009). Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara. Wikipedia. Pembelajaran Kooperatif. Artikel diakses pada 26 Februari 2011 dari http://id.wikipedia.org/wiki/Pembelajaran_kooperatif Wikipedia. Pembelajaran Kooperatif. Artikel diakses pada 26 Februari 2011 dari http://ipotes.wordpress.com/2008/05/10/metode-pembelajaran-kooperatif/ Zaini, Hisyam dkk. (2008). Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.