PERBEDAAN FAKTOR PERILAKU PADA KELUARGA BALITA PNEUMONIA DAN NON PNEUMONIA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS MUNJUL KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014
Oleh : Eti Rohayati
ABSTRAK Angka kejadian pneumonia yang tinggi maka diperlukan upaya-upaya kesehatan masyarakat dalam mencegah terjadinya pneumonia. Secara umum terdapat tiga faktor risiko terjadinya pneumonia, yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak serta faktor perilaku. Kejadian pneumonia pada balita di UPTD Puskesmas Munjul pada tahun 2013 masih menempati 10 besar dengan jumlah kasus sebanyak 298 kasus (8,37%). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan faktor perilaku pada keluarga balita pneumonia dan non pneumonia di wilayah kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka tahun 2014. Penelitian ini menggunakan penelitian korelasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu balita pneumonia dan non pneumonia dengan jumlah sampelnya sebanyak 136 keluarga balita pneumonia dan 136 keluarga balita non pneumonia. Uji hipotesis yang digunakan yaitu uji TIndependen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata perilaku pada keluarga balita pneumonia sebesar 64,75% dan rata-rata perilaku pada keluarga balita non pneumonia sebesar 79,05%. Ada perbedaan faktor perilaku pada keluarga balita pneumonia dan non pneumonia terhadap kejadian pneumonia pada balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2014 ( value = 0,0001). Perlunya petugas kesehatan untuk lebih menjaga dan meningkatkan kegiatan penyuluhan pada masyarakat dan keluarga mengenai perilaku yang dapat meningkatkan kejadian pneumonia melalui kegiatan pemberian informasi dan penyuluhan secara rutin.
I.
PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pencapaian derajat kesehatan yang optimal bukan hanya menjadi tanggung jawab dari sektor kesehatan saja, namun sektor pendidikan, ekonomi, sosial dan pemerintahan juga memiliki peranan yang cukup besar. Upaya pembangunan di bidang kesehatan tercermin dalam program kesehatan melalui upaya promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Salah satu indikator untuk mengukur derajat kesehatan masyarakat adalah angka kesakitan dan kematian balita. World Health Organization (WHO) memperkirakan angka kematian balita setiap tahunnya di atas 40 per 1.000 kelahiran hidup dan 15%-20% pada golongan usia balita karena insiden penumonia. Pneumonia adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia. Hampir empat juta orang meninggal akibat ISPA setiap tahun, 98%-nya disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan bawah (WHO, 2011). Angka kematian balita di Indonesia telah berhasil diturunkan dari 44 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007 menjadi 40 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2014, sementara target Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup. Insiden kejadian pneumonia selalu menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Selain itu pneumonia juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Kejadian pneumonia pada balita di Indonesia pada tahun 2014 sebanyak 312.014 kasus. Adapun angka kematian karena pneumonia pada balita sebanyak 251 kejadian (Kementerian Kesehatan RI, 2013). Adapun penemuan pneumonia di Jawa Barat pada tahun 2014 sebesar 168.140 kasus dan angka ini merupakan
yang tertinggi di Indonesia. Adapun kematian karena balita karena pneumonia di Jawa Barat sebanyak 23 kejadian (Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat, 2013). Usia balita merupakan kelompok yang paling rentan dengan infeksi saluran pernafasan. Penyakit pneumonia merupakan penyakit pernafasan yang terberat dan banyak menimbulkan kematian (Saydam, 2011). Proses infeksi akut berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran nafas, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Gejala awal yang timbul biasanya berupa batuk pilek, yang kemudian diikuti dengan nafas cepat dan nafas sesak. Pada tingkat yang lebih berat terjadi kesukaran bernafas, tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun dan meninggal bila tidak segera diobati (Misnadiarly, 2008). Angka kejadian pneumonia yang tinggi maka diperlukan upaya-upaya kesehatan masyarakat dalam mencegah terjadinya pneumonia. Secara umum terdapat tiga faktor risiko terjadinya pneumonia, yaitu faktor lingkungan, faktor individu anak serta faktor perilaku. Faktor lingkungan meliputi pencemaran udara dalam rumah (asap rokok dan asap hasil pembakaran bahan bakar untuk memasak dengan konsentrasi yang tinggi), ventilasi rumah dan kepadatan hunian. Faktor individu anak meliputi umur anak, berat badan lahir, status gizi, vitamin A dan status imunisasi. Faktor perilaku meliputi perilaku pencegahan dan penanggulangan pneumonia atau peran aktif keluarga dalam menangani penyakit pneumonia (Departemen Kesehatan RI, 2008). Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku manusia merupakan respon atau reaksi seorang individu terhadap stimulus
yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Respons ini dapat bersifat pasif atau tanpa tindakan yaitu berpikir, berpendapat dan bersikap maupun bersifat aktif yaitu dengan tindakan (Maulana, 2009).
Perilaku keluarga yang dapat meningkatkan risiko pneumonia diantaranya mempunyai kebiasaan merokok yang dilakukan didalam rumah, perilaku dalam hal membuang dahak saat batuk, perilaku dalam pengobatan secara medis misalnya membawa anaknya ke puskesmas atau rumah sakit (Syahriyanti, 2010). Dalam kehidupan sehari-hari terdapat banyak rumah tangga yang masih menggunakan kayu bakar untuk memasak. Kebiasaan ibu menggendong anak sambil memasak juga masih banyak hal ini disebabkan mereka beranggapan anak akan menangis jika ditinggalkan ibunya untuk memasak. Beberapa keluarga juga mempunyai kebiasaan untuk menggunakan anti nyamuk bakar ketika akan tidur (Aditama, 2009). Berdasarkan Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka pada tahun 2014 balita yang mengalami infeksi saluran pernapasan sebanyak 37.392 balita, terdiri dari pneumonia sebanyak 4.053 balita (10,83%) dan non pneumonia sebanyak 33.339 balita (89,16%) (Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, 2014). Adapun pada tahun 2013 jumlah balita yang mengalami infeksi pernapasan sebanyak 30.607 balita, terdiri dari pneumonia sebanyak 3.163 balita (10,33%) dan non pneumonia sebanyak 27.444 balita II. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini menggunakan penelitian korelasional dengan pendekatan cross sectional. Menurut Notoatmodjo (2010) pendekatan cross sectional yaitu untuk mempelajari
(89,66%) (Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, 2013).
Angka pneumonia di Kabupaten Majalengka tahun 2014-2013 sedikit mengalami penurunan. Meskipun demikian kejadian pneumonia pada balita perlu menjadi perhatian dan kerja keras dari semua pihak terutama oleh keluarga. Karena keluarga merupakan bagian terpenting dalam pencegahan dan penyebaran penyakit pneumonia pada balita seperti kebiasan merokok dalam rumah, membakar sampah di sekitar rumah, menggunakan obat nyamuk bakar, kebiasaan mencuci tangan dan menurup ketika batuk, kesadaran akan pemberian ASI secara eksklusif, imunisasi lengkap serta memperhatikan gizi pada makanan keluarga.
Adapun Puskesmas di Kabupaten Majalengka pada tahun 2013 dengan kasus pneumonia pada balita paling tinggi terdapat di UPTD Puskesmas Munjul yaitu sebanyak 298 balita (8,37%) dari 3.562 balita. Apabila dibandingkan dengan Puskesmas terdekat seperti Puskesmas Majalengka hanya 124 balita (3,56%) dari 3.480 balita (Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka, 2013). Dengan adanya masalah tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Perbedaan faktor perilaku pada keluarga balita pneumonia dan non pneumonia di wilayah kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka tahun 2014”.
dinamika korelasi antara faktor-faktor dengan efek dengan cara pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat artinya tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja.
III. HASIL PENELITIAN 1. Analisis Univariat 1) Gambaran Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka tahun 2014 Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka tahun 2014
Kejadian Pneumonia pada Balita Pneumonia Non pneumonia Jumlah Penentuan besar sampel menggunakan perbandingan 1 : 1 sehingga didapatkan frekuensi kejadian besarnya menjadi 50%, namun sesungguhnya berdasarkan data didapatkan bahwa kejadian pneumonia pada balita di UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten
f
%
136 136 272
50,0 50,0 100
Majalengka pada tahun 2013 sebesar 298 kasus (8,37%) dari jumlah 3.562 balita. Berdasarkan tabel 4.1 tersebut, maka setengahnya balita di UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka mengalami kejadian pneumonia.
2) Gambaran Perilaku pada Keluarga Balita Pneumonia di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2014 Tabel 4.2
Distribusi Tendensi Sentral Perilaku pada Keluarga Balita Pneumonia di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2014
Variable
Mean
Median
Standar Deviasi
Skor Minimal
Skor Maksimal
Perilaku pada Keluarga Balita Pneumonia
64,75
63,60
13,424
27,30
90,90
Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa rata-rata perilaku pada keluarga balita pneumonia sebesar 64,75 dengan skor minimal sebesar 27,30% dan maksimal 90,90%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata
perilaku keluarga balita pnuemonia adalah kurang baik. Sementara hasil pengumpulan data diperoleh bahwa perilaku keluarga yang berisiko terhadap pneumonia yang masih ditemukan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.3
Rekapitulasi Perilaku Keluarga Balita Pneumonia yang Berisiko terhadap Pneumonia pada Balita
No
Perilaku Keluarga
1 2 3
Kebiasaan merokok dalam rumah Kebiasaan batuk tidak ditutup mulutnya Adanya anggota keluarga membuang dahak disembarang tempat Tidak segera membawa anak ke dokter ketika mengalami batuk Masih menggunakan obat nyamuk bakar Terbiasa mencuci tangan tanpa sabun Masih membakar sampah di sekitar rumah Masih menggunakan kayu bakar dalam memasak Tidak memberikan ASI secara eksklusif Pemberian imunisasi pada anak tidak lengkap Tidak memperhatikan gizi seimbang
4
5 6 7 8 9 10 11
Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa tiga besar perilaku berisiko teradap pneumonia yang masih banyak ditemukan pada keluarga balita pneumonia di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2014 yaitu tidak memperhatikan gizi yang seimbang pada menu makanan untuk balita (74,0%), pemberian ASI
Frekuensi n % 42 31 47 35 28 21 57
26 74 27 8 92 26 100
42
19 54 20 5.9 68 19 74
tidak eksklusif (68,0%) dan kebiasaan mencuci tangan tanpa menggunakan sabun (54%). Adapun perilaku lainnya dengan jumlah yang beragam masih berada di bawah angka 50%. Hal tersebut menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat mengenai ASI eksklusif dan pemberian makanan dengan gizi seimbang masih rendah.
3) Gambaran Perilaku pada Keluarga Balita Non Pneumonia di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2014 Tabel 4.4
Distribusi Tendensi Sentral Perilaku pada Keluarga Balita Non Pneumonia di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2014
Variable
Mean
Median
Standar Deviasi
Skor Minimal
Skor Maksimal
Perilaku pada Keluarga Balita Pneumonia
79,05
81,90
12,683
36,40
100
Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa rata-rata perilaku pada keluarga balita non pneumonia sebesar 79,05 dengan skor minimal sebesar 36,40% dan maksimal 100%. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata perilaku keluarga pada balita non pneumonia lebih baik dibanding rata-rata keluarga balita pneumonia. Berdasarkan pengumpulan data diperoleh bahwa perilaku keluarga yang berisiko terhadap pneumonia yang masih ditemukan adalah sebagai berikut :
Tabel 4.4
Rekapitulasi Perilaku Keluarga Balita Non Pneumonia yang Berisiko terhadap Pneumonia pada Balita
No
Perilaku Keluarga
1 2 3
Kebiasaan merokok dalam rumah Kebiasaan batuk tidak ditutup mulutnya Adanya anggota keluarga membuang dahak disembarang tempat Tidak segera membawa anak ke dokter ketika mengalami batuk Masih menggunakan obat nyamuk bakar Terbiasa mencuci tangan tanpa sabun Masih membakar sampah di sekitar rumah Masih menggunakan kayu bakar dalam memasak Tidak memberikan ASI secara eksklusif Pemberian imunisasi pada anak tidak lengkap Tidak memperhatikan gizi seimbang
4
5 6 7 8 9 10 11
Berdasarkan table 4.5 menunjukkan bahwa secara keseluruhan perilaku berisiko teradap pneumonia yang masih banyak ditemukan pada keluarga balita pneumonia di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2014 jumlahnya di bawah angka 50%. Namun, yang masih banyak ditemukan yaitu
1. Analisis Bivariat
Perbedaan Faktor Perilaku pada Keluarga Balita Pneumonia dan Non Pneumonia terhadap Kejadian Tabel 4.6
Frekuensi n % 60 44 43 32 12 8,8 22 20 40 26 3 35 23 29
16
15 29 19 2,2 26 17 21
kebiasaan anggota keluarga yang merokok di dalam rumah (44%). Hal tersebut menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat dalam penggunaan kayu bakar, kebiasaan buang dahak sembarang serta segera membawa anaknya ke petugas kesehatan untuk diperiksa jika mengalami tanda-tanda pneumonia sudah baik.
Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2014
Perbedaan Faktor Perilaku pada Keluarga Balita Pneumonia dan Non Pneumonia terhadap Kejadian Pneumonia pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2014
Variabel Perilaku pada Keluarga Balita Pneumonia Perilaku pada Keluarga Non Balita Pneumonia
Mean
Standar Deviasi
Standar Error
64,75
13,425
1,151
79,06
Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa rata-rata perilaku pada keluarga balita
12,684
1,088
value 0,0001
N 136 136
pneumonia sebesar 64,75 dengan standar deviasinya sebesar 13,425, sementara pada rata-rata perilaku
pada keluarga balita non pneumonia sebesar 79,06 dengan standar deviasinya sebesar 12,684. Hal ini menunjukkan ada perbedaan ratarata sebesar 14,31. Hasil uji-t independent pada α = 0,05 diperoleh value = 0,0001 yang berarti value <
IV. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan faktor perilaku pada keluarga balita pneumonia dan non pneumonia terhadap kejadian pneumonia pada balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2014 ( value = 0,0001). Adanya hubungan dapat dikarenakan keluarga yang dapat mengurangi perilaku yang berisiko dapat mencegah kejadian pneumonia pada balita. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Departemen Kesehatan RI (2008), yaitu faktor perilaku meliputi perilaku pencegahan dan penanggulangan pneumonia atau peran aktif keluarga dalam menangani penyakit pneumonia. Faktor perilaku keluarga tersebut diantaranya adalah kebiasaan merokok dalam rumah, batuk dan membuang dahak, membawa anak ke petugas kesehatan, penggunaan obat nyamuk bakar dan menggendong anak ketika memasak.
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Suprajitno (2010) menyatakan bahwa fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan. Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena segala sesuatu tidak akan berarti jika mengalami masalah kesehatan, sehingga akan mempengaruhi secara sosial dan ekonomi keluarga. Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga.
α sehingga ada perbedaan faktor perilaku pada keluarga balita pneumonia dan non pneumonia terhadap kejadian pneumonia pada balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2014.
Menurut Syahriyanti (2010), perilaku keluarga yang dapat meningkatkan risiko pneumonia diantaranya mempunyai kebiasaan merokok yang dilakukan didalam rumah, perilaku dalam hal membuang dahak saat batuk, perilaku dalam pengobatan secara medis misalnya membawa anaknya ke puskesmas atau rumah sakit. Sementara menurut Aditama (2009), dalam kehidupan sehari-hari terdapat banyak rumah tangga yang masih menggunakan kayu bakar untuk memasak. Kebiasaan ibu menggendong anak sambil memasak juga masih banyak hal ini disebabkan mereka beranggapan anak akan menangis jika ditinggalkan ibunya untuk memasak. Beberapa keluarga juga mempunyai kebiasaan untuk menggunakan anti nyamuk bakar ketika akan tidur. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Hendarwan (2010) di Kabupaten Serang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pneumonia pada balita adalah perilaku keluarga. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Indriastuti (2010) menyatakan bahwa terdapat perbedaan rata-rata perilaku keluarga pada balita penderita ISPA di Kota Banda Aceh Tahun 2010. Pada penelitian ini didapatkan menunjukkan ada perbedaan rata-rata perilaku pada keluarga balita pneumonia dan non pneumonia terhadap kejadian pneumonia pada balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2014 sebesar 14,31. Hasil ini lebih rendah disbanding hasil penelitian Makhfudin (2009) menyatakan bahwa ada perbedaan rata-rata perilaku keluarga antara keluarga dengan balita terkena infeksi pernafasan dan balita
keluarga dengan balita tidak terkena infeksi pernafasan di Desa Pasar Banggi Rw 4 Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang sebesar 53,00%. Kejadian pneumonia pada balita dapat dikarenakan perilaku keluarga yang kurang baik dalam menjaga kondisi lingkungan atau adanya kebiasaan yang V. KESIMPULAN 1. Kejadian pneumonia pada balita di UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka pada tahun 2013 sebesar 298 kasus (8,37%) dari jumlah 3.562 balita. 2. Rata-rata perilaku pada keluarga balita pneumonia di UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka tahun 2014 sebesar 64,75%. 3. Rata-rata perilaku pada keluarga balita non pneumonia di UPTD Puskesmas
dapat beriksiko pada tingginya penyakit pneumonia. Maka dari itu, perlu adanya intervensi petugas kesehatan melalui pengawasan dan penyuluhan pada keluarga mengenai perilaku yang dapat mencegah kejadian pneumonia pada balita.
Munjul Kabupaten Majalengka tahun 2014 sebesar 79,05%. 4. Ada perbedaan faktor perilaku pada keluarga balita pneumonia dan non pneumonia terhadap kejadian pneumonia pada balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Munjul Kabupaten Majalengka Tahun 2014 ( value = 0,0001).
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, T.Y. 2009. Polusi Udara dan Kesehatan. Jakarta: Arcan.
Arikunto, S. 2006. Prosedur Penelitian: Suatu Pengantar Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Betz, C. L. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.
Brashers, V. L. 2009. Aplikasi Klinis Patofisiologi: Pemeriksaan dan Manajemen; Alih Bahasa H.Y Kuncara; Editor Edisi Bahasa Indonesia, Devi Yulianti, Edisi 2. Jakarta: EGC. Crowin, E. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Departemen Kesehatan RI, 2008. Pneumonia pada Balita. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka. 2013. Kejadian ISPA pada Balita di Kabupaten Majalengka Tahun 2013. Majalengka: Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka. Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Barat. 2013. Assessment GAVI-HSS. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Anak Provinsi Jawa Barat.
Djojodibroto. 2009. Pedoman Program Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita. Bogor: Litbang Institut Pertanian Bogor. Erlien.
2008. Penyakit Saluran Pernapasan. Jakarta: Sunda Kelapa Pustaka.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2014. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). www.idai.or.id/kesehatananak/art ikel, diakses tanggal 25 April 2014.
Ismawati, C. 2010. Posyandu & Desa Siaga Panduan Untuk Bidan dan Kader. Yogyakarta : Muha Medika. Kementerian Kesehatan RI. 2013. Survei Demografi Kesehatan Indonesia Tahun 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Maulana. 2009. Promosi Kesehatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Napas Pneumonia pada Anak, Orang Dewasa, Usia Lanjut, Pneumonia Atipik dan Pneumonia Atypik Mycobacterium. Jakarta: Pustaka Obor Populer. Muaris, H. 2006. Makanan Bergizi untuk Anak Balita. Jakarta: Gramedia.
Mukty dan Alsagaf, H. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press.
Notoadmodjo. S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. ___________. 2007. Promosi Kesehatan Teori dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta. Nurhidayah, I. 2008. Upaya Keluarga dalam Pencegahan dan Perawatan ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) di Rumah pada Balita di Kecamatan Ciawi Kabupaten
Tasikmalaya. Bandung: Lembaga Penelitian UNPAD.
Rudianto, 2010. Penyakit Pneumonia (Radang Paru). http://medicastore.com, diakses tanggal 12 Maret 2014. Said,
A. 2010. Determinan Perilaku Pencarian Pengobatan Infeksi Saluran Pernafasan Atas (ISPA) Pada Balita. Buletin Penelitian Kesehatan, Volume 29 No I.
Santoso, A. 2007. Penilaian Pertumbuhan dan Perkembangan Anak. Jakarta: Salemba Medika. Saydam, G. 2011. Memahami Berbagai Penyakit. Bandung: Alfabeta. Somantri. 2010. Informasi tentang Penyakit Pneumonia. http://www.persify.com, diakses tanggal 20 Maret 2014. Sugiyono. 2009. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Syahriyanti, E. 2010. Stop Yogyakarta: Dara Ilmu. WHO.
Merokok.
2011. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. WHO.