MDVI
Vol. 40 No.4 Tahun 2013: 154 - 158
Artikel Asli
PERBANDINGAN PENGGUNAAN ARBUTIN DAN AZELAIC ACID UNTUK PENGOBATAN MELASMA Satya Wydya Yenny, Wahyu Lestari Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FK Universitas Andalas/ RSUP dr. M. Djamil Padang ABSTRAK Melasma adalah hipermelanosis yang sering dijumpai, pengobatannya membutuhkan waktu yang lama, ketekunan, kesabaran dan hasilnya seringkali kurang memuaskan. Arbutin 4% dan azelaic acid 20% merupakan alternatif terapi untuk melasma. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas dan efek samping krim arbutin 4% dan azelaic acid 20% pada pengobatan melasma. Dilakukan studi observasional dengan desain cross sectional dengan single blind study, membandingkan wajah kiri dan kanan secara berurutan (right-left comparison study) dengan pengobatan arbutin 4% dan azelaic acid 20% malam hari. Pagi dan siang hari menggunakan tabir surya SPF 30, diberikan pada pasien baru melasma yang berobat ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr M Djamil Padang mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Mei 2012. Jumlah pasien sebanyak 20 orang dengan rentang usia 25-54 tahun. Faktor pencetus yang terbanyak adalah kosmetik (50%). Seluruh pasien memiliki melasma tipe epidermal dengan pola klinis sentrofasial 50% dan malar 50%. Setelah 2 bulan pengobatan terdapat perbaikan yang bermakna dengan nilai P < 0,05. Efek samping arbutin 4% berupa sedikit rasa panas dan merah di wajah dan efek samping azelaic acid 20% yaitu sedikit nyeri. Disimpulkan bahwa penggunaan arbutin 4% untuk pengobatan melasma memberikan hasil yang lebih signifikan dibandingkan azelaic acid 20%. (MDVI 2013; 40/4:154-158) Kata kunci: Melasma, arbutin, azelaic acid
ABSTRACT Melasma is a common hypermelanosis, and needs longterm treatment and patience meanwhile the results often unsatisfactory. Four percents arbutin and 20% azelaic acid are one of the therapies for melasma with minimal side effects. Knowing the effectiveness of 4 % arbutin and 20% azelaic acid cream in the treatment of melasma is the aim of these study. This observational study with cross sectional design with a single-blind, comparing the left and right side faces sequentially (right-left comparison study) with each treatment 20% azelaic acid and 4% arbutin at night use. In the morning and afternoon participants uses SPF 30 sunscreen which is given to new patients seeking treatment for melasma at Dermatology Clinic in Dr M Djamil Hospital Padang from February to May 2012. The number of melasma patients as many as 20 people, with ages between 25-54 years old. The most trigger factor: cosmetics: 10 (50%). Patients had epidermal melasma with clinical pattern sentrofasial: 50% and malar 50%. After 2 months of treatment there were significant improvements in the use of 20% azelaic acid and 4% arbutin with a value of P <0.05. Side effects of 4% arbutin, patient feels warm and reddish on the face and where else for 8% azelaic acid occurs mild irritation. The treatment of melasma using arbutin 4% shows significant decline comparing 8% azelaic acid. (MDVI 2013; 40/4:154-158) Key word: Melasma, arbutin, azelaic acid Korespondensi: Jl. Perintis Kemerdekaan – Padang Telp: 0751-810256 Email:
[email protected]
154
S W Yenny & W Lestari
PENDAHULUAN Melasma adalah hipermelanosis didapat yang paling sering timbul di wajah, pada daerah yang terpajan sinar matahari, biasanya terjadi pada wanita usia produktif. Insidens melasma tidak diketahui pasti, sekitar 5-6 juta perempuan Amerika Serikat menderita melasma.1 Secara epidemiologis melasma ditemukan pada semua ras. Umumnya lebih banyak pada usia 30-50 tahun.1-3 Melasma banyak dijumpai di daerah tropis, termasuk Indonesia, dan paling sering terjadi pada individu dengan tipe kulit IV-VI. Di Indonesia, perbandingan kasus melasma antara perempuan dan laki-laki adalah 24:1.4 Melasma berbentuk irregular, sering berbatas tegas, simetris, pigmentasi dari terang sampai coklat kehitaman, dan terdapat pada bagian tubuh yang terpajan sinar UV. Bercak biasanya terlihat di atas bibir, hidung, pipi, dagu, dahi dan kadang-kadang di leher.5 Beberapa faktor yang berperan dalam patogenesis melasma adalah peningkatan produksi melanosom akibat sinar UV, bahan farmakologik seperti perak dan psoralen, serta hambatan dalam proses malphigian cell turn over akibat obat sitostatika.1,2 Diagnosis melasma ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan penunjang menggunakan lampu Wood dan pemeriksaan histopatologis.1-3 Pengobatan melasma membutuhkan waktu, ketekunan, kesabaran namun hasilnya seringkali kurang memuaskan. Oleh karena itu, penelitian tentang bahan-bahan depigmentasi untuk melasma terus dilakukan.6-7 Tujuan pengobatan adalah untuk memperlambat proliferasi melanosit, menghambat pembentukan melanosom, dan merangsang degradasi melanosom. Berbagai terapi topikal yaitu hidrokuinon 2-4%, steroid potensi ringan, asam kojik, arbutin, azelaic acid, asam hidroksi, retinoid, asam askorbat dan zink sulfat serta terapi kombinasi formula Kligman (tretinoin 0,1%, hidrokuinon 5%, dan dexametason 0,1%) telah digunakan.3,4 Hidrokuinon merupakan bahan depigmentasi baku yang sering digunakan pada kasus melasma, bekerja menghambat enzim tirosinase. Penggunaan hidrokuinon akan menyebabkan fenomena rebound, okronosis eksogen, serta efek mutagenik dan karsinogenik bila dipakai berlebihan, Seiring dengan banyaknya efek samping, saat ini dikembangkan bahan-bahan depigmentasi lain yang sama atau lebih efektif namun bersifat kurang iritatif dibandingkan hidrokuinon, diantaranya arbutin dan azelaic acid (AZA). Kedua obat tersebut menunjukkan aktivitas yang sama dalam menghambat pembentukan melasma.7,8 Arbutin merupakan turunan hidrokuinon (hydroquinone-beta-D-glucopyronoside) yang bekerja sebagai inhibitor aktivitas tirosinase melanosom dan berkompetisi dengan L-dopa pada reseptor dopa tirosinase, sehingga menghalangi proses oksidasi L-dopa menjadi L-dopakuinon. Arbutin tidak toksik terhadap melanosit, lebih aman dan kurang toksik dibandingkan hidrokuinon.9,10 Azelaic acid (AZA) merupakan bahan alami terdiri atas asam dikarboksilat dan berasal dari Pityrosporum
Arbutin vs azelaic acid untuk pengobatan melasma
ovale. Mekanisme kerjanya belum diketahui pasti, namun secara tidak langsung menghambat aktivitas enzim tirosinase dan pembentukan ATP sel, serta merusak struktur sel melanosit, bersifat anti proliferatif dan sitotoksik terhadap melanosit, yang dimediasi melalui penghambatan aktivitas mitokondrial oksireduktase pada sintesis DNA. Dapat menimbulkan efek samping berupa gatal, eritema, rasa terbakar, kulit kering dan bersisik yang akan berkurang dan menghilang setelah 2-4 minggu.7,8 Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan efektivitas dan efek samping krim arbutin 4% dengan azelaic acid 20% pada pengobatan melasma.
PASIEN DAN METODE Penelitian dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Dr. M. Djamil Padang mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Mei 2012. Penelitian ini dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Komite Etik RS Dr. M. Djamil Padang. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisis. Terhadap semua subyek penelitian (SP) diberikan penjelasan kemungkinan efek samping yang terjadi akibat penggunaan obat dan dimintakan informed consent. Kriteria inklusi yaitu wanita dewasa, usia 25-59 tahun dan menderita melasma. Kriteria eksklusi adalah wanita hamil, menyusui, pengguna kontrasepsi hormonal, terdapat keganasan pada wajah, riwayat hipersensitif terhadap arbutin 4% dan/ atau azelaic acid 20%, dan telah mendapat pengobatan dalam waktu kurang dari 1 bulan. Dilakukan anamnesis mengenai pekerjaan, riwayat keluarga, durasi melasma, hubungan dengan kehamilan, kontrasepsi, pajanan sinar matahari dan terapi sebelumnya. Pemeriksaan klinis dan foto wajah (kiri dan kanan) dilakukan sebelum dan sesudah terapi (setelah 8 minggu pengobatan). Keparahan melasma dinilai berdasarkan MASI (Melasma Area Severity Index). Penilaian MASI berdasarkan letak, warna/kegelapan serta homogenitasnya, lokasi yang dinilai meliputi daerah dahi (F=forehead), malar kanan (MR=malar right), malar kiri (ML=malar left) dan dagu (C=chin) yang berturut-turut mewakili 30%, 30%, 30% dan 10% pada wajah. Persentase keterlibatan (A) pada masingmasing area dievaluasi pada skala 0 hingga 6 (0 = tidak ada keterlibatan, 1 = 1-9%, 2 = 10-29%, 3 = 30-49%, 4 = 5069%, 5 = 70-89%, 6 = 90-100%). Darkness (D) melasma dibandingkan dengan kulit normal sekitarnya. Homogenitas (H) hiperpigmentasi diukur pada skala 0 sampai 4 (0 = tidak ada,1 = samar-samar, 2 = ringan, 3 = nyata, 4 = sangat gelap). Skor MASI kemudian dihitung untuk masing-masing setengah wajah menggunakan persamaan berikut: 0,15 (DF+ HF) AF + 0,15 (DMR+ HMR) AMR + 0,15 (DML+ HML) AML+ 0,05 (DC +HC) AC. Penilaian tipe melasma menggunakan lampu Wood sebagai skala nominal: 1). Tipe epidermal: terdapat perbedaan intensitas warna yang kontras/jelas antara melasma dan kulit sekitarnya, 2). Tipe dermal: perbedaan intensitas
155
MDVI
warna tidak jelas, 3). Tipe campuran: terdapat bagian yang kontras dan tidak kontras.7 Setiap subyek penelitian (SP) mendapat arbutin 4% (obat A, di wajah sebelah kanan) dan azelaic acid 20% (obat B, wajah sebelah kiri) dan tabir surya. Obat dioleskan pada lesi sekali sehari pada malam hari pada bagian wajah yang berbeda, sedangkan tabir surya digunakan pada pagi dan siang hari. Peserta diminta mencatat efek samping yang timbul dan diberi kartu kontrol yang memuat jadwal kunjungan berikutnya dengan jarak setiap kunjungan 2 minggu. Pasien dievaluasi dengan nilai MASI setiap 2 minggu dengan masa penelitian 8 minggu. Kesembuhan klinis pada akhir penelitian ditentukan menurut kriteria klinis berskala ordinal sebagai berikut: 1). Sangat baik: pengurangan nilai MASI ≥ 80%, 2). Baik: pengurangan nilai MASI 60% <80%, 3). Sedang: pengurangan nilai MASI 40% - < 60%, 4). Kurang: pengurangan nilai MASI kurang dari 40%, 5). Buruk: pengurangan nilai MASI tetap atau bertambah. Pengurangan nilai MASI ≥ 40% dikelompokkan pada kelompok terdapat perbaikan, sedangkan pengurangan nilai MASI <40% dikelompokkan tidak ada perbaikan (skala nominal).7 Pada akhir penelitian dilakukan evaluasi secara klinis, pemeriksaan lampu Wood, dan foto dokumentasi. Pada setiap kunjungan dicatat semua efek samping akibat pengobatan yaitu eritema, gatal, rasa panas/seperti terbakar atau kulit mengelupas (skala nominal).
ANALISIS STATISTIK Data diolah dan dianalisis dengan program SPSS (Statistical Programme for Social Sciences) serta disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Perbedaan hasil perbaikan klinis pada sampel antara arbutin 4% dan azelaic acid 20% dinilai dengan menggunakan Wilcoxon test dengan kemaknaan p < 0,05.
HASIL PENELITIAN Data pasien Usia SP yang termuda berada dalam kelompok umur 25 - 29 tahun dan yang paling tua berumur antara 50-54 tahun dengan jumlah SP yang terbanyak pada usia 35-39
156
Vol. 40 No.4 Tahun 2013: 154 - 158
tahun (30%). Pekerjaan SP yang terbanyak adalah wiraswasta 9 (45%). Tabel 1.
Karakteristik usia dan pekerjaan subyek penelitian melasma di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr. M, Djamil Padang Februari - Mei 2012
Karakteristik Sampel Usia 25-29 tahun 30-34 tahun 35-39 tahun 40-44 tahun 45-49 Tahun 50-54 tahun 55-59 tahun Pekerjaan Ibu rumah tangga PNS Wiraswasta Lain-lain
Jumlah
%
2 1 6 4 4 3 -
10 5 30 20 20 15 -
5 6 9 -
25 30 45 -
Tabel 2. Karakteristik faktor pencetus subyek penelitian melasma di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr. M. Djamil Padang Februari - Mei 2012 Karakteristik SP Riwayat Kontrasepsi hormonal Pernah Tidak Pernah Faktor Pencetus Pajanan sinar matahari Kontrasepsi hormonal Kosmetik Keturunan Kombinasi
Jumlah
%
15 5
75 25
3 10 7
15 50 35
Pada sebagian besar SP terdapat riwayat penggunaan kontrasepsi hormonal (75%). Faktor pencetus yang terbanyak adalah kosmetik (50%) sedangkan yang paling sedikit disebabkan oleh pajanan sinar matahari 3 (15%). Pada penelitian ini semua SP (100%) menunjukkan melasma tipe epidermal. Perbandingan antara penggunaan arbutin 4% di wajah kanan dengan azelaic acid 20% di wajah kiri adalah pada bulan pertama, tidak ada perbedaan yang bermakna (p 0,853).
S W Yenny & W Lestari
Arbutin vs azelaic acid untuk pengobatan melasma
Setelah 8 minggu pengobatan terdapat perbaikan yang bermakna dengan nilai P < 0,05. Tabel 3. Distribusi pola klinis dan hasil pemeriksaan lampu Wood pada subyek penelitian melasma di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr M Djamil Padang Februari - Mei 2012 Karakteristik SP Pola klinis melasma Sentrofasial Malar Mandibula
Jumlah
Persentase (%)
10 10 -
50% 50% -
Tipe melasma (lampu Wood) sebelum terapi Epidermal Dermal Campuran
20 -
100% -
Tipe melasma (lampu Wood) sesudah terapi Epidermal Dermal Campuran
20 -
100% -
PEMBAHASAN
Tabel 4. Evaluasi perbaikan klinis pada kedua kelompok penelitian pasien melasma di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr. M. Djamil Padang Februari - Mei 2012 Hari
Sangat baik
Baik
2 minggu terapi Azelaic acid 20% Arbutin 4%
-
-
4 minggu terapi Azelaic acid 20% Arbutin 4%
-
-
6 minggu terapi Azelaic acid 20% Arbutin 4%
-
-
8 minggu terapi Azelaic acid 20% Arbutin 4%
-
-
Perbaikan Klinis Sedang Kurang -
Menetap /buruk
-
20 20
15 10
5 10
4 10
16 10
-
10 18
10 2
-
P
0,853
0,05
Tabel 5. Perbandingan Skor MASI SP melasma yang mendapat pengobatan azelaic acid 20% dengan arbutin 4% di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr.M.Djamil Padang Februari - Mei 2012 Keterangan Azelaic acid 20% (pipi kiri) Arbutin 4% (pipi kanan)
Minggu 0 N Rerata 20 7.42 20 7,24
N 20 20
arbutin 4% memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan azelaic acid 20%. Hasil perbandingan sebelum dan sesudah pengobatan didapatkan p<0,05. Efek samping arbutin 4% berupa sedikit rasa panas dan merah di wajah ditemukan pada 3 pasien yang terjadi pada awal pengolesan dan menghilang pada hari ke-5. Efek samping azelaic acid 20% berupa sedikit nyeri pada 3 hari pertama pengolesan dialami oleh 5 pasien.
Minggu 8 Rerata 5.53 4.73
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada kunjungan pertama, tidak terdapat perbedaan skor MASI wajah kanan dan kiri yaitu masing-masing 7,24 dan 7,42. Setelah kunjungan kelima (8 minggu), terjadi perbedaan yang bermakna pada azelaic acid 20% adalah 5,53 dan pada arbutin 4% adalah 4,73, terlihat bahwa penggunaan
Melasma dapat dijumpai pada semua usia, umumnya pada kelompok umur 40-an, wanita mulai memperhatikan perubahan pada penampilannya termasuk gangguan di wajah. Jumlah SP berumur 35-39 tahun (30%), dalam periode ini wanita lebih menyadari dan khawatir mengenai penampilan.11,12 Berdasarkan tabel 3, sebagian besar sampel SP ini menderita melasma dengan pola klinis sentrofasial 50% dan malar 50%. Pada beberapa penelitian mengenai melasma, pola sentrofasial paling banyak dijumpai, sekitar 63%, sedangkan tipe mandibular merupakan tipe yang paling jarang (sekitar 16%). Dengan pemeriksaan lampu Wood, pada awal penelitian semua SP mengalami melasma epidermal. Beberapa penelitian melaporkan bahwa melasma tipe epidermal adalah yang terbanyak, sekitar 72%. Setelah dua bulan terapi semua pasien tetap mengalami melasma tipe epidermal namun terdapat perbaikan berdasarkan skor MASI. Hasil pengobatan azelaic acid 20% dan arbutin 4 % setelah 2 bulan pengobatan didapat perbedaan yang bermakna. Pada penggunaan azelaic acid 20% skor MASI dari 7,42 berkurang menjadi 5,53 setelah pengobatan sedangkan pada arbutin 4% skor MASI dari 7,24 berkurang menjadi 4,73. Terlihat bahwa penggunaan arbutin 4% memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan penggunaan azelaic acid 20%. Penelitian ini memiliki kelemahan yaitu kemungkinan bias akibat tidak dilakukan randomisasi tempat pengolesan kedua krim. Hal ini terjadi karena keterbatasan dari peneliti. Pornikorn (2010) melaporkan penggunaan solusio arbutin 7% dan Q-switched Nd:YAG laser untuk terapi melasma. Setelah 6 bulan terapi, 81% pasien memberikan hasil yang sangat baik dan 36,7% baik. Efek samping yang terjadi selama pengobatan adalah eritema, urtikaria dan 3 kasus mengalami bintik-bintik hipopigmentasi serta 3 kasus mengalami rekurensi (5,71%).13 Penelitian lainnya melaporkan penggunaan krim azelaic acid 20% pada 155 pasien. Setelah 24 minggu 73% pasien memberikan hasil yang baik dan sangat baik.6 Ertam, dkk. (2008) melaporkan penggunaan gel yang mengandung arbutin, dan ellagic acid pada pasien melasma. Terjadi perbaikan yang bermakna pada semua pasien yang menggunakan arbutin.14 Bernardo, dkk (2012) melaporkan
157
MDVI
penggunaan arbutin, glycolic acid, lactic acid, kojic acid, arbutin, dan UVA/UVB pada 35 pasien wanita dengan melasma. Setelah 30 hari, terjadi penurunan skor MASI pada 42% pasien dengan efek samping yang ringan berupa iritasi dan rasa terbakar akibat alphahydroxy acids (AHAs).15
KESIMPULAN DAN SARAN Hasil pengobatan melasma menggunakan arbutin 4% secara bermakna lebih baik dibandingkan dengan azelaic acid 20% berdasarkan skor MASI. Perbaikan melasma berdasarkan pengurangan skor MASI mulai tampak setelah 1 bulan pengobatan. Efek samping arbutin 4% yaitu eritema dan sedikit rasa panas sedangkan efek samping azelaic acid 20% berupa sedikit nyeri dan semuanya menghilang dalam waktu 1 minggu. Berdasarkan penelitian ini, disarankan bahwa Arbutin 4% dapat diberikan sebagai terapi melasma dengan masa penggunaan lebih dari 8 minggu.
Vol. 40 No.4 Tahun 2013: 154 - 158
3.
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
UCAPAN TERIMA KASIH: Kepada Skinnase® farmasi untuk arbutin 4%, dan Ferron® farmasi untuk azelaic acid 20%. DAFTAR PUSTAKA 1. 2.
Trout CR, Levine N, Chang MW. Disorders of pigmentation. Dalam: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini R, penyunting. Dermatology. Edisi ke2. London: Mosby; 2004.h. 975-1004. Soepardiman L. Kelainan Pigmen. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, penyunting. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. Edisi ke-5. Jakarta: FKUI; 2007.h. 289-99.
158
13. 14. 15.
Lapeere H, Boone B, Schepper SD, Verhaeghe E, Ongenae K, Geel NV, Lambert J. Brochez L. Naeyaert JM. Hypomelanoses and hypermelanoses. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffel DJ, penyunting. Dermatology in general medicine. Edisi ke-7. New York: Mc Graw Hill; 2008.h. 622-40. Rizal Y, Lestari S. Insidens melasma di Poli Kulit dan Kelamin RSUP Dr. M.Djamil Padang tahun 2001-2006. MDVI 2008; 35: 56-9. Odom RB, James WD. Disturbances of pigmentation. Dalam: Andrews disease of the skin clinical dermatology. Edisi ke-10. New York: WB Saunders Comp; 2006.h. 217-25. Rendom M, Berneburg M, Arellano I, Picardo M. Treatment of melasma. J Am Acad Dermatol 2006; 54: S272-81. Katsambas, Ch. Antoniou. Melasma. Classification and treatment. JEADV 1995;4: 217-23. Pearl E, Grimes. Melasma. Etiologic and Therapeutic considerations. Arch Dermatol. 1995; 131: 1453-7. Lorizzo M, Tosti A, Padova MPD. Melasma. Dalam: Tosti A, Grimes PE, Padova MPD, penyunting. Color atlas of chemical peels. London: Springer; 2012.h. 149-59. Kimberly A. Cayce, Amy J. McMichael, Steven R. Feldman. Hyperpigmentation: an overview of the common afflictions. Dermatol Nurs. 2004; 16: 401-16. Sanches JL, Garcia MRF, Munoz C, Busquets AC. Melasma Myths. Cosm Derm. 2006; 19: 525-33. Gupta AK, Gover M, Nouri K, Taylor S. The treatment of melasma: A review of clinical trials. J Am Acad Dermatol. 2006; 55: 1048-65. Pornikorn N. Treatment of refractory melasma with the medlite c6 q-switched Nd:YAG laser and alpha arbutin: A prospective study. J Cosm Laser Ther12. 2010: 126–31. Ertam I, Mutlu B, Unal I, Alper S, Kivcak B, Ozer O. Efficiency of ellagic acid and arbutin in melasma: A randomized, prospective, open-label study. J Dermatol. 2008; 35: 150–4. Bernardo S, Gomes A, Filho CM. Assessment of a new skin brightening emulgel containing glycolic acid, lactic acid, kojic acid, arbutin, and UVA/UVB filters in females with melasma. J Am Acad Dermatol. 2012: 66: A3-A11.