PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA
PONCO BUDI SUSILO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Perbandingan Beberapa Model Binomial untuk Penentuan Harga Opsi Eropa” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, 27 Agustus 2008 Ponco Budi Susilo NIM G55106011
ABSTRACT PONCO BUDI SUSILO. Comparison of the Convergence of Some Binomial Models for European Option Valuation. Under direction of I GUSTI PUTU PURNABA and DONNY CITRA LESMANA. Binomial models, which describe the asset price dynamics of the continuous time model in the limit, serve for approximate valuation of option, especially where formula cannot be derived analytically due to properties of the considered option type. To evaluate results, one inevitably must understand the convergence properties. The objectives of this thesis are: to explore convergence behaviour and speed of binomial models for determining European call option valuation, and to compare several binomial models with respect to speed and accuracy. The binomial models under consideration are CRR, JR, Tian, PP1, and PP2. The results show that the computed option price of CRR, JR, and Tian models oscillate and wavily converge to the Black-Scholes solution with order of convergence one, whereas option price of PP1 and PP2 models also oscillate but non wavily converge with order two. Keywords: binomial models, option valuation, order of convergence, convergence behaviour.
RINGKASAN PONCO BUDI SUSILO. Perbandingan Kekonvergenan Beberapa Model Binomial untuk Penentuan Harga Opsi Eropa. Dibimbing oleh I GUSTU PUTU PURNABA dan DONNY CITRA LESMANA. Kontrak opsi (selanjutnya disebut opsi) adalah suatu jenis kontrak antara dua pihak, satu pihak memberi hak kepada pihak lain untuk menjual atau membeli aset tertentu pada harga dan periode waktu tertentu. Terdapat dua jenis opsi yang paling mendasar, yaitu opsi call dan opsi put. Berdasarkan waktu eksekusi maka terdapat dua tipe opsi, yaitu opsi Eropa dan opsi Amerika. Untuk menentukan besarnya premi opsi maka dirumuskan dua cara yaitu dengan solusi analitik dan solusi numerik. Solusi analitik telah ditemukan oleh Black-Scholes pada tahun 1973. Metode numerik yang sering digunakan adalah metode beda hingga dan metode binomial dan trinomial. Beberapa model binomial hanya mendasarkan pada perbedaan faktor naik dan turun dari perkembangan harga saham. Metode binomial terutama digunakan untuk penentuan nilai opsi yang tidak dapat diturunkan secara analitik. Di antara modelmodel binomial tersebut adalah model CRR, JR, Tian, PP1, dan PP2. Model ini konvergen ke solusi Black-Scholes. Untuk melihat kevalidan masing-masing model perlu diketahui sifat-sifat kekonvergenannya, maka perlu melihat pendekatan numeriknya. Tujuan penelitian ini adalah mengeksplorasi perilaku dan kecepatan kekonvergenan dari model-model binomial dan membandingkan akurasi beberapa model binomial untuk menentukan harga opsi Eropa. Metode penelitian yang digunakan adalah kajian literatur dan eksplorasi penghitungan numerik dengan langkah-langkah sebagai berikut: pertama merumuskan metode penentuan solusi analitik dengan formula Black-Scholes, dan menentukan penurunan rumus pada metode binomial. Langkah yang kedua adalah menguji sifat-sifat kekonvergenan model binomial, yang meliputi perilaku dan kecepatan kekonvergenan dengan definisidefinisi dan teorema yang ada. Selanjutnya menentukan perbaikan kekonvergenan model binomial dengan mempertimbangkan sifat-sifatnya. Penghitungan numerik dilakukan untuk menampilkan gambar-gambar perkembangan harga opsi serta nilai error sesuai dengan perbaikan n pada banyaknya periode binomial. Penghitungan besarnya harga opsi dengan n yang berbeda dilakukan untuk melihat error-relatif masing-masing model. Langkah akhir, dengan menggunakan RMS ( relative rootmean-squared error ), akurasi dari tiap model binomial akan dibandingkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model CRR, JR, dan Tian konvergen ke solusi Black-Scholes dengan pola osilasi dan bergelombang, dengan derajat kekonvergenan satu. Sedangkan model PP1 dan PP2, pola kekonvergenannya adalah osilasi dan tidak bergelombang dengan derajat kekonvergenan dua. Dengan menggunakan RMS terlihat bahwa akurasi terbaik diperoleh model PP2 dan PP1. Sedangkan model CRR, JR, dan Tian tidak terdapat urutan yang konsisten.
Kata kunci: Model binomial, penentuan harga opsi, perilaku dan kecepatan kekonvergenan, akurasi model..
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a
b
Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.
Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.
PERBANDINGAN KEKONVERGENAN BEBERAPA MODEL BINOMIAL UNTUK PENENTUAN HARGA OPSI EROPA
PONCO BUDI SUSILO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Matematika
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Ir. Retno Budiarti, M.S.
Judul Tesis Nama NIM
: Perbandingan Kekonvergenan Beberapa Model Binomial untuk Penentuan Harga Opsi Eropa : Ponco Budi Susilo : G551060111
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. I Gusti Putu Purnaba, DEA Ketua
Donny Citra Lesmana, S.Si., M.Fin.Math. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Matematika Terapan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, M.S.
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Tanggal Ujian: 27 Agustus 2008.
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januri 2008 ini ialah masalah Penentuan harga opsi dengan metode binomial, dengan judul Perbandingan Kekonvergenan Beberapa Model Binomial untuk Penentuan Harga Opsi Eropa Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. I Gusti Putu Purnaba, DEA dan Bapak Donny Citra Lesmana, S.Si., M.Fin.Math. selaku pembimbing, atas segala saran dan bimbingannya. Terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Ir. Retno Budiarti, M.S. yang telah banyak memberikan saran selaku penguji luar komisi. Ucapan terima kasih penulis disampaikan kepada Departemen Agama Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada istri dan anak serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Tidak lupa juga, ucapan terimakasih kepada teman-teman seperjuangan dari BUD Depag atas kerjasama dan bantuannya sehingga bisa terselesainya tesis ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Agustus 2008 Ponco Budi Susilo
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sleman pada tanggal 13 April 1970 dari ayah Puja Hartono dan ibu Juwariyah. Penulis merupakan putra kelima dari lima bersaudara. Tahun 1988 penulis lulus dari SMA Negeri Kalasan dan pada tahun yang sama lulus seleksi IKIP Yogyakarta. Penulis memilih Jurusan Pendidikan Matematika pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Program D2 dan selesai pada tahun 1990 serta lulus D3 pada jurusan yang sama di IKIP Yogyakarta. Penulis melanjutkan kembali pada jenjang S1 dan lulus pada tahun 1998 di IKIP Yogyakarta. Tahun 1999 penulis diterima sebagai PNS dan menjadi staf pengajar di MTs Negeri Nglipar Gunungkidul Yogyakarta. Pada tahun 2006 penulis lulus seleksi masuk Program Magister Program Studi Matematika Terapan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah Departemen Agama Republik Indonesia.
DAFTAR ISI I
Halaman PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5
Latar Belakang .......................................................................................... Rumusan Masalah ..................................................................................... Tujuan Penelitian ...................................................................................... Ruang Lingkup Penelitian......................................................................... Sistematika Pembahasan ...........................................................................
1 3 3 3 3
LANDASAN TEORI ....................................................................................... 2.1 Pengertian Opsi ......................................................................................... 2.2 Aset yang Mendasari Opsi ........................................................................ 2.3 Nilai Opsi .................................................................................................. 2.4 Tipe Opsi ................................................................................................... 2.5 Keuntungan Opsi ...................................................................................... 2.6 Faktor-fator yang Mempengaruhi Opsi ................................................... 2.7 Persamaan Black-Scholes ......................................................................... 2.8 Formulasi Harga Black-Scholes ............................................................. 2.9 Pengertian Model Binomial ...................................................................... 2.10 Rasio Lindung Nilai (Hedge Ratio) ......................................................... 2.11 Model Binomial dengan Suku Bunga Diskret .......................................... 2.12 Model Binomial dengan Suku Bunga Kontinu ...................................... 2.13 Kekonvergenan .........................................................................................
5 5 5 5 6 7 8 9 12 17 17 17 19 21
III PERBANDINGAN MODEL-MODEL BINOMIAL .................................... 3.1 Model Kontinu dan Model Diskret Perkembanagn Harga Saham ........... 3.2 Uji Kekonvergenan Model Binomial ........................................................ 3.3 Model Binomial dengan Perbaikan Sifat-Sifat Kekonvergenan ............... 3.4 Perbandingan Kekonvergenan Lima Model Binomial ............................
22 22 25 32 35
IV PENGHITUNGAN NUMERIK ...................................................................... 4.1 Prosedur Penghitungan Numerik .............................................................. 4.2 Penghitungan Numerik ............................................................................. 4.3 Pembahasan...............................................................................................
37 37 38 40
II
V
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 42 5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 42 5.2 Saran ......................................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 43 LAMPIRAN ............................................................................................................. 44
x
DAFTAR TABEL Halaman 3.1 4.1 4.2 4.3
4.4 4.5
4.6
Definisi alternatif dari parameter tree pada pendekatan lattice oleh model CRR, model JR dan model Tian ........................................................... Harga opsi call yang dihitung dengan formula Black-Scholes, CRR, JR, Tian, PP1, dan PP2 serta nilai RMS dengan n = 25 ....................................... Harga opsi call yang dihitung dengan formula Black-Scholes, CRR, JR, Tian, PP1, dan PP2 serta nilai RMS dengan n = 35 ........................................ Harga opsi call yang dihitung dengan formula Black-Scholes, CRR, JR, Tian, PP1, dan PP2 serta nilai RMS dengan n = 55 ........................................ Harga opsi put yang dihitung dengan formula Black-Scholes, CRR, JR, Tian, PP1, dan PP2 serta nilai RMS dengan n = 25 ........................................ Harga opsi put yang dihitung dengan formula Black-Scholes, CRR, JR, Tian, PP1, dan PP2 serta nilai RMS dengan n = 35 ........................................ Harga opsi put yang dihitung dengan formula Black-Scholes, CRR, JR, Tian, PP1, dan PP2 serta nilai RMS dengan n = 55 ........................................
24 38 38 38 39 39 39
xi
DAFTAR GAMBAR 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7
Halaman Grafik pola kekonvergenan model CRR ......................................................... 26 Grafik pola kekonvergenan model JR............................................................. 26 Grafik pola kekonvergenan model Tian ......................................................... 26 Grafik error dan batas error untuk model CRR ............................................... 27 Grafik error dan batas error untuk model JR ................................................... 28 Grafik error dan batas error untuk model Tian ................................................ 28 Grafik ilustrasi proposisi 1 untuk pilihan parameter berikut: S 100, K 90, T 1, r 0.05, 0.3, n 10,...,1000 .............................. 31
3.8
Grafik ilustrasi proposisi 2 untuk pilihan parameter berikut: S 100, K 110, T 1, r 0.05, 0.3, n 10,...,1000 ........................... 31
3.9
Grafik ilustrasi proposisi 3 untuk pilihan parameter berikut: S 100, K 100, T 1, r 0.05, 0.3, n 10,...,1000 .......................... 32
3.10 Grafik ilustrasi hasil perbaikan konstruksi binomial menggunakan pendekatan PP1 dan PP2 .................................................................................. 34 3.11 Perbandingan perilaku kekonvergenan lima model ........................................ 35 3.12 Perbandingan error dan derajat kekonvergenan lima model ............................ 36
xii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Penurunan persamaan (2.8) .................................................................................. 44 2 Penurunan persamaan (2.15) ................................................................................ 45 3 Program gambar dan penghitungan numerik dengan Software Matlab 65........... 47
xiii
I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Dalam dunia keuangan, dikenal adanya pasar keuangan (financial market) yang
terdiri atas pasar uang (money market) dan pasar modal (capital market). Pada pasar uang terjadi jual beli aset keuangan dalam jangka pendek, sedangkan untuk pasar modal terjadi jual beli aset keuangan untuk jangka panjang. Pasar modal terdiri atas pasar obligasi, pasar saham dan pasar untuk derivatif (Bodie et al. 2006). Hull (2003) menyatakan bahwa derivatif adalah instrumen keuangan yang nilainya didasarkan atau diturunkan dari aset yang mendasarinya. Beberapa produk derivatif antara lain: kontrak berjangka (future contract), kontrak forward dan kontrak opsi. Kontrak berjangka merupakan suatu kewajiban untuk membeli atau menjual suatu aset pada harga yang telah ditentukan pada saat jatuh tempo. Kontrak forward merupakan perjanjian untuk melakukan penyerahan aset di masa datang pada harga yang disepakati. Kontrak opsi (selanjutnya disebut opsi) adalah suatu jenis kontrak antara dua pihak, satu pihak memberi hak kepada pihak lain untuk menjual atau membeli aset tertentu pada harga dan periode waktu tertentu (Niwiga 2005). Terdapat dua jenis opsi yang paling mendasar, yaitu opsi call dan opsi put. Suatu opsi call memberikan hak kepada pembeli untuk membeli suatu aset tertentu dengan jumlah tertentu pada harga yang telah ditentukan selama periode waktu tertentu pula. Sedangkan opsi put memberikan hak kepada pembeli untuk menjual suatu aset tertentu dengan jumlah tertentu pada harga yang telah ditentukan selama periode waktu tertentu pula. Untuk bisa menggunakan hak tersebut maka pemegang opsi wajib menyerahkan sejumlah uang kepada penerbit opsi yang disebut sebagai premi opsi. Penggunaan hak untuk menjual atau membeli aset dalam kontrak opsi dikatakan sebagai tindakan eksekusi. Berdasarkan waktu eksekusi maka terdapat dua tipe opsi, yaitu opsi Eropa dan opsi Amerika. Opsi tipe Eropa hanya dapat dieksekusi pada waktu jatuh tempo, sedangkan opsi Amerika dapat dieksekusi pada sebarang waktu sampai dengan jatuh tempo (Hull 2003). Pada awal pembukaan perdagangan opsi, harga opsi ditentukan oleh penerbit opsi dengan mempertimbangkan nilai kewajaran dari harga saham dan kemungkinan-
2 kemungkinan adanya kenaikan serta penurunan harga saham. Sehingga tidak ada formula yang baku terhadap penentuan harga opsi. Pada tahun 1973, Fisher Black, Myron Scholes (Hull 2003) berhasil menentukan solusi analitik dari suatu persamaan Black-Scholes-Merton. Solusi analitik tersebut dikenal sebagai formula Black-Scholes. Formula Black-Scholes itu menyatakan
harga opsi call Eropa. Sedangkan Harga opsi put Eropa dapat
ditentukan melalui kesetaraan antara put dan call yang sering disebut sebagai put call parity. Di samping adanya penelitian untuk menentukan solusi analitik harga opsi, juga dikembangkan pendekatan numerik untuk penentuan harga opsi. Hull dan White (1990) menyatakan bahwa dua pendekatan numerik yang sering dilakukan untuk menentukan nilai suatu derivatif adalah dengan menggunakan metode beda hingga dan metode lattice (binomial dan trinomial). Metode binomial untuk kali pertama dikembangkan secara simultan oleh Cox, Ross dan Rubinstein (1979) atau CRR serta Rendlemen dan Bartter (1979) dengan mengasumsikan bahwa dalam suatu interval waktu, harga saham akan naik sebesar faktor u (up) dan akan turun sebesar faktor d (down) karena dipengaruhi oleh faktor suku bunga. Selanjutnya CRR mempertimbangkan bahwa pergerakan harga saham juga dipengaruhi faktor volatilitas. Jarrow dan Rudd (1983) (JR) memperbaiki model binomial pada penentuan penaksiran. Sedangkan Tian (1993) menggunakan model binomial dan trinomial pada penilaian dari opsi eksotik. Penilaian dan perbaikan metode binomial senantiasa dilakukan oleh para ahli dari waktu ke waktu. Metode binomial pada umumnya dipergunakan untuk menentukan nilai opsi terutama yang tidak bisa diturunkan secara analitik, di antaranya opsi Amerika. Metode binomial terdiri atas beberapa model yaitu model CRR, JR, Tian, PeizerPratt 1 (PP1), dan Peizer-Pratt 2 (PP2). Dengan aplikasi Teorema Limit Pusat (CLT= Central Limit Theorem) dibuktikan bahwa model-model tersebut konvergen ke solusi Black-Scholes ketika tahapan waktu antar perdagangan mendekati nol. Untuk mengetahui numeriknya.
sifat-sifat
kekonvergenannya,
maka
perlu
dilihat
pendekatan
3 Berdasarkan uraian di atas, maka perlu kekonvergenannya, serta perlu dibandingkan
diketahui perilaku dan kecepatan akurasi tiap-tiap model terhadap
harga opsi Eropa. 1.2
Rumusan Masalah Dari latar belakang tersebut di atas, rumusan masalah dapat dituliskan sebagai
berikut: 1 Model-model binomial untuk penentuan harga opsi akan konvergen ke solusi Black-Scholes. Bagaimana tingkah laku dan kecepatan kekonvergenan dari tiaptiap model binomial tersebut? 2 Bagaimana perbandingan akurasi dari tiap-tiap model binomial tersebut bila dibuktikan secara numerik? 1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut: 1 Mengeksplorasi perilaku dan kecepatan kekonvergenan dari
model-model
binomial. 2 Membandingkan akurasi beberapa model binomial untuk menentukan harga opsi Eropa secara numerik. 1.4
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut:
1 Model penentuan harga opsi Black-Scholes untuk opsi tipe Eropa. 2 Model penentuan harga opsi dengan metode binomial. 3 Pola kekonvergenan dari metode binomial. 4 Kecepatan serta derajat kekonvergenan model binomial. 5 Akurasi model-model binomial yang diukur dengan besarnya RMS. 1.5
Sistematika Pembahasan Dalam memahami masalah kekonvergenan model binomial untuk menentukan
harga opsi, dibahas beberapa konsep dasar yaitu: pengertian opsi dan hal-hal yang berhubungan dengan opsi, persamaan Black-Scholes untuk harga opsi, pengertian
4 model binomial, penurunan formula metode binomial dengan suku bunga diskret dan kontinu, yang akan dibahas pada bagian dua tesis ini. Pada bagian tiga akan dipaparkan tentang perbandingan perkembangan harga saham
dengan waktu kontinu (solusi Black-Scholes) dan perkembangan harga
saham dengan waktu diskret (binomial). Tiga model binomial, yaitu model CRR, JR, dan Tian akan dibandingkan dalam perilaku kekonvergenan dan kecepatan kekonvergenan. Beberapa definisi dan teorema tentang
kekonvergenan, derajat
kekonvergenan dan kecepatan kekonvergenan akan ditunjukkan pada bagian ini. Selanjutnya akan dipaparkan model binomial lain untuk memperbaiki sifat kekonvergenan. Pada bagian keempat akan dilakukan perhitungan harga opsi dengan lima macam model, serta akan dibandingkan akurasi
harga opsi yang diperoleh dari masing-
masing model dengan cara menghitung error-relatif. Pada bagian kelima akan dituliskan tentang kesimpulan dan saran.
II LANDASAN TEORI 2.1
Pengertian Opsi Salah satu instrumen derivatif yang mempunyai potensi untuk dikembangkan
adalah opsi. Pengertian dari opsi adalah suatu kontrak antara dua pihak di mana salah satu pihak (sebagai pembeli) mempunyai hak untuk membeli atau menjual suatu aset tertentu dengan harga yang telah ditentukan pula, pada atau sebelum waktu yang ditentukan. Pemegang opsi tidak diwajibkan untuk menggunakan haknya atau akan menggunakan
haknya jika perubahan dari harga aset yang mendasarinya akan
menghasilkan keuntungan, baik dengan menjual atau membeli aset yang mendasari tersebut. 2.2
Aset yang Mendasari Opsi Dalam perdagangan opsi terdapat beberapa aset yang mendasari, antara lain
opsi indeks (index option), opsi valuta asing (foreign currency option) opsi berjangka (future option) dan opsi saham (stock option). Opsi indeks adalah suatu opsi dengan aset berbasis indeks pasar saham. Opsi valuta asing adalah suatu opsi dengan aset berbasis mata uang asing dengan kurs tertentu, opsi berjangka adalah suatu opsi dengan aset berbasis kontrak berjangka. Sedangkan opsi saham adalah suatu opsi dengan aset yang mendasarinya adalah saham. 2.3
Nilai Opsi
2.3.1 Nilai intrinsik Nilai intrinsik opsi adalah nilai ekonomis, menggambarkan keuntungan investor jika opsi dieksekusi dengan segera. Jika nilai ekonomis dari eksekusi opsi dengan segera tidak positif, maka nilai intrinsik adalah nol. Untuk opsi call, nilai intrinsik akan positif jika harga saham yang terjadi (ST) lebih besar dari pada harga eksekusi (K). Sedangkan untuk opsi put nilai intrinsik akan positif jika harga saham berlaku (ST) kurang dari harga eksekusi (K). 2.3.2 Nilai waktu Nilai waktu adalah selisih antara nilai intrinsik dengan harga opsi. Harga atau premi suatu opsi adalah nilai yang wajar dari suatu opsi yang ditentukan oleh pasar kompetitif yang dibayarkan oleh pembeli opsi pada saat kontrak dibuat. Opsi Eropa
6 tidak mempuyai nilai waktu karena eksekusi dilaksanakan hanya saat waktu jatuh tempo. 2.4
Tipe Opsi Terdapat dua tipe opsi yang paling mendasar, yaitu opsi call dan opsi put.
Suatu opsi call memberikan hak kepada pemegangnya untuk membeli suatu aset tertentu dengan jumlah tertentu pada harga yang telah ditentukan (strike price, exercise price) sampai waktu jatuh tempo. Sedangkan opsi put memberikan hak kepada pembeli untuk menjual suatu aset tertentu dengan jumlah tertentu pada harga yang telah ditentukan sampai waktu jatuh tempo. Dalam kontrak opsi call tersebut ada empat hal utama: 1 Harga aset yang mendasari yang akan dibeli 2 Jumlah aset yang mendasari yang dapat dibeli 3 Harga eksekusi aset yang mendasari 4 Tanggal berakhirnya hak membeli, atau disebut dengan expiration date. Pada kontrak opsi put empat hal tersebut hampir sama dengan yang tertuang dalam opsi call. Transaksi opsi akan terkait dengan pelaksanaan hak. Berdasarkan waktu pelaksanaannya opsi dibagi menjadi dua, yaitu opsi Eropa dan opsi Amerika. Misalkan harga awal (pada saat disetujui kontrak) adalah S, waktu jatuh tempo T dan harga eksekusi (harga yang ditetapkan pada saat jatuh tempo) adalah K, serta
c
c t, S
menyatakan harga opsi call Eropa, dan p
p t, S
menyatakan harga
opsi put Eropa. Nilai intrinsik dari opsi call Eropa pada saat jatuh tempo dapat dituliskan sebagai suatu payoff atau penerimaan bagi pemegang kontrak opsi, yaitu
c Jika ST
max ST
K,0 .
K , opsi dikatakan dalam keadaan in the money. Pemegang opsi akan
mengeksekusi opsi call, yaitu dengan menjual saham dengan harga ST yang lebih besar dari K, dan akan mendapatkan hasil sejumlah ST
K . Jika ST
K opsi call
dikatakan dalam keadaan at the money. Sedangkan apabila ST
K opsi call
dikatakan dalam keadaan out of the money. Kondisi payoff dari opsi put Eropa adalah
7
p Jika ST
max K ST , 0 .
K , opsi tidak bernilai sehingga pemegang opsi tidak menggunakan
haknya. Hubungan antara harga opsi call Eropa dengan put Eropa yang dikenal dengan put call parity, dapat dinyatakan sebagai berikut:
c Ke
rT
p S
dengan r menyatakan suku bunga bebas risiko. Apabila C
C t, S
menyatakan harga opsi call Amerika dan P
P t, S
menyatakan harga opsi put Amerika, maka payoff pada waktu maturity untuk call adalah: C
max S T
K,0 .
Sedangkan untuk opsi put P
2.5
max K
S T ,0 .
Keuntungan Opsi Dengan melaksanakan perdagangan opsi, akan dapat diperoleh beberapa
manfaat: 1 Manajemen risiko: penerbit dari put atas suatu aset yang mendasari dapat melakukan hedging, yaitu berinvestasi pada suatu aset untuk mengurangi risiko portofolio keseluruhan. Hal ini dilakukan bila harga aset yang mendasarinya turun drastis secara tiba-tiba, sehingga dapat menghindari risiko kerugian. 2 Memberikan waktu yang fleksibel: untuk opsi tipe Amerika, maka pemegang opsi call maupun opsi put dapat menentukan apakah akan melaksanakan haknya atau tidak hingga masa jatuh tempo. 3 Menyediakan sarana spekulasi: para investor dapat memperoleh keuntungan jika dapat menentukan dengan tepat kapan membeli opsi put atau call. Apabila diperkirakan harga naik maka akan membeli opsi call, dan sebaliknya bila harga cenderung turun maka akan membeli opsi put. 4 Diversifikasi:
dengan
melakukan
perdagangan
opsi
dapat
memberikan
kesempatan kepada investor untuk melakukan diversifikasi portofolio untuk tujuan memperkecil risiko investasi portofolio.
8 5 Penambahan pendapatan: perusahaan yang menerbitkan saham akan memperoleh tambahan pemasukan apabila menerbitkan opsi, yaitu berupa premi dari opsi tersebut. 2.6
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Harga Opsi
2.6.1 Harga aset yang mendasari dan harga eksekusi Jika suatu opsi call dieksekusi pada suatu waktu di masa yang akan datang, pembayarannya sebesar selisih antara harga aset yang mendasari dan harga eksekusi. Suatu opsi call akan menjadi lebih bernilai jika harga aset yang mendasarinya meningkat dan kurang bernilai jika harga eksekusi meningkat. Sementara pada opsi put, pembayaran atas eksekusi hak sebesar selisih antara harga eksekusi dan harga aset yang mendasarinya. 2.6.2 Tanggal jatuh tempo Untuk tipe Amerika, dari kedua macam opsi baik opsi call maupun opsi put menjadi lebih berharga jika jatuh temponya semakin meningkat. Sementara untuk tipe Eropa nilai terhadap opsi baik call mupun put tidak terpengaruh dengan jatuh tempo, hal ini berkenaan dengan waktu eksekusi hak. 2.6.3 Volatilitas Volatilitas atas aset yang mendasari adalah sebuah ukuran tingkat ketidakpastian mengenai pergerakan aset yang mendasari tersebut di masa datang. Jika volatilitas semakin meningkat maka akan semakin meningkat pula peluang aset yang mendasari untuk mengalami peningkatan atau penurunan. Pemilik dari suatu opsi call memperoleh manfaat dari kenaikan harga tetapi dibatasi oleh risiko penurunan harga. Begitu pula bagi pemegang opsi put yang memperoleh manfaat dari penurunan harga tetapi dibatasi oleh risiko kenaikan harga. 2.6.4 Suku Bunga Bebas Risiko (Risk free interest rate) Suku bunga bebas risiko mempengaruhi harga suatu opsi. Jika tingkat suku bunga dalam perekonomian mengalami kenaikan akan mempengaruhi harapan kenaikan harga aset yang mendasari (dalam hal ini saham). Dengan mengasumsikan bahwa semua peubah tetap, maka harga opsi put akan menurun jika suku bunga bebas risiko mengalami peningkatan. Begitu pula sebaliknya, harga opsi call akan selalu meningkat seiring dengan peningkatan suku bunga bebas risiko.
9 2.6.5 Dividen Dividen yang diharapkan selama opsi masih berlaku akan mempunyai pengaruh terhadap pengurangan harga aset yang mendasari pada tanggal pembagian dividen. Tanggal pembagian dividen dapat memberikan sentimen negatif bagi nilai opsi call, tetapi baik untuk meningkatkan nilai opsi put. 2.7
Persamaan Black-Scholes Fischer Black dan Myron Scholes dalam merumuskan nilai suatu opsi
mendasarkan pada beberapa asumsi, yaitu: 1
Harga dari aset yang mendasari mengikuti proses Wiener yang mempunyai fungsi kepekatan peluang lognormal.
2
Tidak ada biaya transaksi dan pajak.
3
Tidak ada pembayaran dividen selama opsi berlaku.
4
Tidak terdapat peluang arbitrage.
5
Perdagangan dari aset yang mendasari bersifat kontinu.
6
Short selling diijinkan.
7
Suku bunga bebas risiko r adalah konstan dan sama untuk semua waktu jatuh tempo.
Untuk memodelkan Persamaan Black-Scholes, didefinisikan atau ditentukan beberapa istilah, yaitu: Definisi 2.1 (Proses Stokastik) Proses stokastik X
X t ,t
H
adalah suatu koleksi (himpunan) dari peubah
acak. Untuk setiap t pada himpunan indeks H, X t adalah suatu peubah acak dan t sering diinterpretasikan sebagai waktu (Ross 1996). Definisi 2.2 (Gerak Brown) Proses stokastik X 1 X 0
H disebut proses gerak Brown jika:
0.
2 Untuk 0 t1 bebas.
X t ,t
t2
tn peubah acak X ti
X ti
1
, i 1, 2,3,..., n saling
10
3 Untuk setiap t
0, X t
2
berdistribusi normal dengan rataan 0 dan varian
t
(Ross 1996). Definisi 2.3 (Gerak Brown Geometris) Jika
X t ,t
adalah gerak Brown, maka proses stokastik
0
eX
yang didefinisikan Z t
t
Z t ,t
0
disebut gerak Brown geometris (Ross 1996).
Definisi 2.4 (Proses Wiener) Proses Wiener adalah Gerak Brown dengan rataan 0 dan variansi 1 (Niwiga 2005). Definisi 2.5 (Proses Wiener Umum) Proses Wiener Umum untuk suatu peubah acak X dapat dinyatakan sebagai berikut (Hull 2003):
dX t
a dt b dW (t )
(2.1)
adt disebut sebagai komponen deterministik dan b dW (t ) menyatakan komponen stokastik, serta W (t ) adalah proses Wiener, sedangkan a dan b masing-masing menyatakan rataan dan standar deviasi dari X. Definisi 2.6 (Proses Ito’) Proses Ito’ adalah proses Wiener umum dengan a dan b menyatakan suatu fungsi dari peubah acak X dan waktu t. Proses Ito’ dapat dinyatakan sebagai berikut (Hull 2003): dX t
(2.2)
a X t , t dt b X t , t dW t
Lema 2.1 (Lema Ito’) Misalkan proses X t adalah
kontinu serta turunan-turunan
kontinu, maka Y t
dY t dengan
memenuhi persamaan (2.2) dan fungsi Y t
ft X t , t dt
f X t ,t
f t X t , t , f X X t , t , f XX X t , t
f X t , t memenuhi persamaan berikut (Gihman 1972):
f X X t , t dX t
1 f XX X t , t dX t 2
2
,
(2.3)
11
f , fX t
ft
2
f , f XX X
f X2
dan
dt
2
dW t dt
dt dW t
0, dW t
2
dt
Definisi 2.7 (Model Harga Saham) Jika S harga saham pada waktu t, µ adalah parameter konstan yang menyatakan tingkat rata-rata pertumbuhan harga saham dan
volatilitas harga saham, maka
model dari perubahan harga saham, yaitu (Hull 2003): dS t
S t dt
(2.4)
S t dW t .
Berdasarkan ketentuan-ketentuan di atas akan diturunkan persamaan BlackScholes. Misalkan X(t) mengikuti proses Wiener umum, yaitu persamaan (2.1). Persamaan ini
dapat dikembangkan menjadi (2.2). Selanjutnya akan ditentukan
model dari proses harga saham S. Diasumsikan bahwa tidak terjadi pembayaran dividen pada saham. Misalkan S(t) adalah harga saham pada waktu t. Mengingat proses Ito’, perubahan S(t) akan memiliki nilai harapan drift rate
S . Parameter
menyatakan tingkat rata-rata pertumbuhan harga saham dan
S t dt disebut
komponen deterministik. Karena harga saham juga dipengaruhi oleh faktor ketidakpastian maka komponen stokastiknya adalah
S t dW t , dengan
menyatakan volatilitas harga saham. Volatilitas harga saham mengindikasikan tingkat risiko dari harga saham. Dengan demikian model dari harga saham adalah berbentuk (2.4), yaitu: dS t
S t dt
S t dW t .
Dengan (2.4) ini, dapat diterapkan lema Ito’ untuk suatu fungsi V(t,S), yaitu nilai opsi dengan harga saham S pada waktu t, sehingga diperoleh:
dV
S
V S
V t
1 2
2
2
S2
V dt S2
S
V dW t . S
(2.5)
Untuk menghilangkan proses Wiener dipilih sebuah portofolio yang diinvestasikan pada saham dan derivatif. menjual
Strategi yang dipilih adalah membeli satu opsi dan
V saham. Misalkan S
adalah nilai portofolio yang didefinisikan oleh
12
V S. S
V
(2.6)
Perubahan portofolio pada selang waktu dt didefinisikan sebagai
d
V dS . S
dV
(2.7)
Dengan mensubstitusikan persamaan (2.3) dan (2.5) ke dalam (2.7) diperoleh
V t
d
2
1 2
2
V dt. S2
S2
(2.8)
(lihat lampiran 1) Return dari investasi sebesar pertumbuhan sebesar r
pada saham tak berisiko akan memiliki
dt dalam selang waktu dt . Agar tidak terdapat peluang
arbitrage, nilai pertumbuhan ini harus sama dengan ruas kanan dari (2.8), yaitu:
V t
r dt
1 2
2 2
V2 dt. S2
S2
(2.9)
Substitusi Persamaan (2.6) ke dalam (2.9), menghasilkan
V rS dt t
rV 1 2
2
2
S2
V S2
rS
V t V S
1 2 V t
2 2
S2
rV
V2 dt. S2
0.
(2.10)
Persamaan (2.10) ini dikenal sebagai Persamaan Black-Scholes.
2.8 Formulasi Harga Black-Scholes Hull (2003) menunjukkan bahwa salah satu cara untuk menentukan solusi analitik persamaan Black-Scholes, yang merupakan harga opsi dan disebut formula Black-scholes, adalah dengan menggunakan pendekatan penilaian risiko netral. Untuk sebuah opsi call Eropa, nilai harapan payoff dari opsi call pada saat jatuh tempo adalah Eˆ max S T
(2.11)
K ,0 . .
Didefinisikan g(ST) adalah fungsi kepekatan peluang dari ST , maka Eˆ max ST
K ,0
ST K
K g ST dST .
(2.12)
13
Misalkan G
ln S , maka
G S
1 2G , S S2
1 S
0
1 2
1 G dan S2 t
0 . Berdasarkan Lema Ito’
diperoleh G
S
1 2
dan
Karena 1 2
2
2
2
S2
2
S
1 dz S
dz .
dt
konstan maka G
dan variansi
1 dt S2
ln S mengikuti gerak Brown dengan rataan
.
Berdasarkan Persamaan (2.3),
dS merupakan tingkat pengembalian dari harga S
saham. Bentuk pengembalian dari harga saham yang dapat diprediksi dan bersifat deterministik adalah
dt . Sebagai contoh dari pengembalian yang bersifat
deterministik adalah pengembalian dari sejumlah dana yang diinvestasikan di bank yang bersifat bebas risiko. Karena bersifat bebas risiko maka ekspektasi dari harga saham dapat dikatakan sebagai tingkat suku bunga r, sehingga konstanta diganti dengan r. Karena G
ln S berubah dari 0 sampai dengan T dan G
mengikuti gerak Brown, maka ln S berdistribusi normal dengan rataan r dan variansi
dapat
1 2
ln S 2
T
2
T.
Misalkan pada waktu t
ln S 0 dan pada waktu T nilai G ln ST ,
0 nilai G
maka pada selang waktu 0 sampai dengan T, ln ST
ln S 0
adalah berdistribusi
normal dengan rataan dan varian seperti di atas, sehingga diperoleh:
ln ST
ln S 0 ~ N
1 2
r
2
T,
T
atau dapat dituliskan ln ST berdistribusi normal dengan
ln ST ~ N ln S 0
r
1 2
2
T,
T .
Dengan demikian ln ST berdistribusi normal dengan rataan
14 m
ln S 0
1 2
r
2
T
dan standar deviasi
s
T.
(2.13)
Selanjutnya didefinisikan juga sebuah peubah Q dengan ln S T
Q=
m T
(2.14)
.
Substitusi m dari Persamaan (2.13) ke dalam Persamaan (2.14) diperoleh
1
Q
ln ST
T
ln S 0
2
1 T
r
2
T,
maka peubah Q juga berdistribusi normal dengan rataan 0 dan standar deviasi 1, dan fungsi kepekatan peluang dari Q dinyatakan dengan h(Q), yaitu 1 e 2
hQ
Q2 / 2
(2.15)
.
(lihat lampiran 2) Persamaan (2.14) dinyatakan menjadi
eQ
ST
T
m
.
(2.16)
Perubahan batas integral pada sisi kanan dari persamaan (2.12), dari integral menurut
ST menjadi integral menurut Q adalah sebagai berikut: Jika ST
, maka Q =
Jika ST
K maka K = e
. Q
T
m
sehingga Q =
ln K
m
.
T
Dengan menggunakan persamaan (2.15), (2.16), misalkan s =
Eˆ max ST
perubahan batas integral dan
T , maka Persamaan (2.12) menjadi:
e Qs
K ,0
m
K h Q dQ
ln K m / s
=
e Qs
m
h(Q) dQ – K
(ln K m ) / s
e Qs
= (ln K m ) / s
h(Q) dQ (ln K m ) / s
m
1 2
e
Q2 / 2
dQ – K
h(Q) dQ (ln K m ) / s
15
1
=
2
(ln K m ) / s
(ln K m ) / s
em
=
(Q s )2
em
s2
1 ( e 2
s2 / 2
s2 / 2
dQ – K
h(Q) dQ
2m) / 2
dQ – K
h(Q) dQ (ln K m ) / s
(ln K m ) / s
=
2m) / 2
(ln K m ) / s
1 ( e 2
=
Q 2 2 Qs
e(
(Q s )2 ) / 2
dQ – K
h(Q) dQ (ln K m ) / s
h(Q s ) dQ – K
(ln K m ) / s
h(Q) dQ, (ln K m ) / s
sehingga persamaan (2.12) dapat dinyatakan dengan Eˆ max S T
s2 / 2
em
K ,0 =
h(Q s ) dQ – K
(ln K m ) / s
h(Q) dQ.
(2.17)
(ln K m ) / s
Jika N(x) menyatakan notasi dari fungsi distribusi normal baku kumulatif maka
em
s2 / 2
h(Q s) dQ = e m
2
T /2
[1 N [(ln K
m) / s
s ]]
(ln K m ) / s
= em
2
T /2
[ N [( ln K
m) / s s ]].
Peubah m pada ruas kanan yang terdapat dalam tanda kurung siku persamaan di atas disubstitusi dengan Persamaan (2.13) dan s = em
s2 / 2
h(Q s ) dQ e m
2
T , maka diperoleh 2
T /2
N
ln K ln S 0
N
ln S0 / K
r
N
ln S0 / K
r
r
2
(ln K m ) / s
2
em
2
em
2
ln S 0 / K
T
2
em
T /2
2
T
2
T /
2
T /2
T /2
N d1 , 2
dengan d1
T /
r
2
T /
T.
Dengan alasan yang serupa di atas, maka
2
T /
T
T
T
16
K
h(Q) dQ
ln K m s
K 1 N
(ln K m ) / s
ln K s
KN
m
Dengan mensubstitusikan m dan s pada persamaan (2.13) ke dalam persamaan di atas diperoleh 2
K
h(Q) dQ
KN
ln K ln S0
r
2
(ln K m ) / s
T /
T
2
KN
ln S0 / K
r
T /
2
T
= KN d 2 , 2
dengan d 2
ln S0 / K
r
T /
2
T,
sehingga Persamaan (2.12) menjadi
Eˆ [max(ST – K, 0)] e ln S0
em r
2
/2 T
= S 0 e rT N d 1
2
T /2
N d1
2
T /2
KN d 2
N d1
KN d 2
KN d 2 .
(2.18)
Berdasarkan argumentasi penilaian risiko netral, harga opsi call Eropa yang dilambangkan dengan c adalah nilai harapan yang didiskon pada suku bunga bebas risiko yang dapat dinyatakan sebagai c
e
rT
Eˆ max S T
K ,0 .
(2.19)
Dengan substitusi Persamaan (2.18) dan (2.19) diperoleh
formula Black-
Scholes untuk opsi call Eropa tanpa membayarkan dividen pada saat kontrak opsi dibuat, yaitu c
S 0 N d1
Ke
rT
N d2 .
(2.20)
dengan 2
d1
ln S 0 / K
r
2
T /
T dan
17 2
d2
2.9
ln S 0 / K
r
2
T /
T
d1
T.
Pengertian Model Binomial Model binomial adalah suatu
bentuk cara penentuan harga opsi, yang
mengasumsikan bahwa sebuah saham hanya bisa memiliki dua nilai yang mungkin pada saat kadaluwarsa opsi. Saham tersebut mungkin meningkat (up) hingga harga tertinggi atau turun (down) tampaknya
merupakan
hingga harga terendah (Bodie 1997). Meskipun
penyederhanaan
yang
berlebihan,
tetapi
cara
ini
memungkinkan untuk lebih dekat memahami model-model yang lebih rumit dan realistik. 2.10 Rasio Lindung Nilai (Hedge Ratio) Rasio lindung nilai adalah perbandingan dari pergerakan yang mungkin dari nilai opsi dan saham pada akhir periode. Rasio itu adalah cu c d uS 0 dS 0
(2.21)
dengan cu dan cd adalah nilai opsi yang mengacu saat harga saham naik atau turun, sedangkan uS0 dan dS0 merupakan harga saham dalam dua kondisi setelah terjadi perubahan naik atau turun. Jika investor menerbitkan satu opsi dan memegang lembar saham, maka nilai portofolio tidak akan dipengaruhi oleh harga saham akhir. Portofolio itu sering disebut portofolio bebas risiko ( riskless portofolio). 2.11 Model Binomial dengan Suku Bunga Diskret Perhitungan nilai opsi call Eropa menggunakan metode binomial dengan suku bunga diskret, dengan langkah-langkah sebagai berikut: Definisikan proses harga saham, yaitu diberikan harga sekarang saat T 1 maka harga saham pada saat T akan bergerak naik dengan faktor u atau akan bergerak turun dengan faktor d dengan 1 d 1 1 u . ST ,u
(1 u ) ST
1
S T ,u
(1 d ) ST
1
ST 1 Jika cT menyatakan nilai opsi call pada waktu T, maka:
18
cT
cT ,u
maks{0,(1 u ) ST
1
K}
cT , d
maks{0,(1 d ) ST
1
K}
1
Pada waktu T 1 dapat dibentuk portofolio leverage yang terdiri atas saham S dan obligasi sebesar B yang akan memberikan payoff yang sama seperti payoff opsi call pada waktu T :
ST
(1 u ) ST
1
(1 r ) B
(1 d ) ST
1
(1 r ) B
B
1
Dengan menyamakan payoff dari opsi call dan payoff dari portofolio leverage pada waktu T diperoleh: (2.22)
(1 u ) ST
1
(1 r ) B
cT ,u
(1 d ) ST
1
(1 r ) B
cT , d .
(2.23)
Setelah diselesaikan sistem persamaan linier
pada (2.22) dan (2.23) di atas
diperoleh:
cT ,u cT ,d (u d ) ST
(2.24) 1
(1 u )cT , d
B
(1 d )cT ,u
(2.25)
(u d )(1 r )
dengan
menyatakan rasio lindung nilai, artinya untuk membentuk portofolio yang
bebas risiko maka diperlukan perbandingan, yaitu sejumlah
saham dan satu opsi
call. Langkah selanjutnya, jika pada waktu T , opsi call dan portofolio leverage memberikan payoff yang sama, maka pada T 1 harus memiliki nilai yang sama pula. Maka substitusikan persamaan (2.24) dan (2.25) dalam persamaan berikut, diperoleh
cT
1
ST
1
B
cT ,u cT ,d (u d ) ST ( r d )cT ,u
ST
(1 u )cT ,d 1
1
(u r )cT ,d
(u d )(1 r )
(1 d )cT ,u
(u d )(1 r ) .
(2.26)
19
r d , dan 1 p u d
Dengan mensubstitusikan p cT
pcT ,u 1
u r diperoleh u d
(1 p )cT , d
(2.27)
(1 r )
Dengan cara yang sama bisa diturunkan nilai opsi call Eropa dengan metode binomial 2 periode , 3 periode dan n periode yaitu
cT
cT
p 2cT ,uu 2
(1 p)2 cT ,dd
(2.28)
(1 r ) 2
p3cT ,uuu 3 p 2 (1 p)cT ,uud 3
3 p(1 p)2 cT ,udd
(1 p)3 cT ,ddd
(2.29)
(1 r )3
n
n j 0
cT
2 p(1 p)cT ,ud
n
j
p j (1 p)n j ( ST
K) (2.30)
(1 r )n
2.12 Model Binomial Dengan Suku Bunga Kontinu Perhitungan nilai opsi call Eropa menggunakan metode binomial dengan suku bunga kontinu, dengan langkah-langkah sebagai berikut: Definisikan proses harga saham, yaitu diberikan harga sekarang saat T 1 maka harga saham pada saat T akan naik dengan faktor kenaikan u dan akan turun dengan faktor penurunan d dengan
d
1 u , demikian juga
terhadap
nilai
opsinya yaitu dari f menjadi fu dan fd
S 0u
fu
f
S0 S0 d
fd
dengan S0 merupakan harga saham saat waktu T 1 , fu dan fd adalah harga opsi
T
pada
waktu
fd
maks(0, S0 d
yang
didefinisikan
sebagai
fu
maks(0, S0u K )
K ) dengan K merupakan harga eksekusi pada waktu T .
Portofolio yang dibentuk adalah posisi long untuk sejumlah short untuk satu opsi call
S0
dan
S 0u
fu
S0 d
fd
f
saham dan posisi
20
S 0u
Portofolio akan menjadi bebas risiko ketika
fu
S0 d
f d , sehingga
diperoleh nilai fu f d S0u S0 d
.
(2.31)
Nilai portofolio pada waktu T adalah ini merupakan present value dari
S 0u
S 0u
fu , sehingga nilai portofolio pada saat
fu yaitu ( S 0u
f u )e
rT
, dengan r adalah
suku bunga bebas risiko. Ekspresi lain dari portofolio pada saat ini adalah
S0
f . Sehingga dengan
membandingkan di antara dua pernyataan di atas diperoleh f
( S 0u
f u )e
rT
S0
( S 0u
f u )e
rT
S0 f
Substitusikan nilai
.
(2.32)
.
pada persamaan (2.32)
f
fu fu S0 S0u S0 d
f
e rT d fu u d
f
pfu
(
(1
fu fu S 0u S0u S0 d
e rT d ) fd e u d
(1 p) f d e
f u )e
rT
rT
rT
(2.33)
e rT d dan untuk pembahasan selanjutnya p disebut sebagai peluang u d
dengan p risiko netral.
Dengan langkah-langkah yang dilakukan seperti di atas, untuk metode binomial dengan dua periode, diperoleh
fu
pfuu
(1 p ) fud e
r t
fd
pf du
(1 p ) f dd e
r t
f
pf u
dengan p
(1 p) f d e
(2.34) (2.35)
rT
(2.36)
er t d u d
Substitusikan persamaan (2.34) dan (2.35) ke dalam (2.36) diperoleh harga opsi call dengan model binomial dua periode adalah f
p 2 f uu
2 p(1 p) fud
(1 p ) 2 f dd e
2r t
.
(2.37)
21 Untuk penentuan harga opsi call dengan metode binomial tiga periode dirumuskan p 3 f uuu
f
3 p 2 (1 p ) f uud
3 p (1 p ) 2 f udd
(1 p )3 f ddd e
3r t
(2.38)
.
Sehingga untuk n periode pada metode binomial dengan waktu kontinu diperoleh n
f
j 0
n j p (1 p)n j ( Sn j
K)
e
nr t
.
(2.39)
T n
dengan t
2.13 Kekonvergenan Untuk melihat kembali tentang kekonvergenan, maka akan diberikan beberapa definisi yang berkaitan dengan barisan dan limit sebagai berikut (Purcell 1997): Definisi 2.8 (Barisan Bilangan Real) Barisan bilangan real adalah suatu fungsi dari N ke R. Misalkan X : N
R
adalah suatu barisan bilangan real dengan
X ( n)
xn
n
N.
xn disebut suku ke-n dari barisan X. Barisan X bisa dilambangkan dengan X
{ xn }n =1 = { xn }n
N
={ xn } .
(2.40)
Definisi 2.9 (Limit Barisan) Misalkan
{xn }n=1 adalah barisan bilangan real. Barisan {xn }n=1 dikatakan
R untuk n menuju tak hingga, jika
mempunyai limit L
0, n0 ( )
N,
sehingga
xn
L
,
n
n0 .
(2.41)
Barisan {xn }n =1 mempunyai limit L, dituliskan dengan lambing lim xn n
L
Definisi 2.10 (Barisan Konvergen) Jika barisan bilangan real {xn }n=1 mempunyai limit L, maka barisan {xn }n =1 dikatakan konvergen ke L
III PERBANDINGAN MODEL-MODEL BINOMIAL
3.1
Model Kontinu dan Model Diskret Perkembangan Harga Saham Saham merupakan aset finansial yang nilainya berubah-ubah mengikuti harga
pasar, sehingga dalam jangka waktu tertentu harga saham dapat mengalami kenaikan maupun penurunan atau bahkan tidak mengalami perubahan harga. Jadi perubahan harga saham dipengaruhi oleh perubahan waktu dan dipengaruhi pula oleh peubahpeubah pengganggu yang berupa peubah acak yang mengikuti gerak Brown. Perubahan harga saham tersebut dapat dimodelkan sebagai berikut: dS
S dt
(3.1)
S dW
dengan:
S
: harga saham : tingkat harapan pendapatan : volatilitas dari harga saham
dt
: periode waktu
W
: peubah acak dengan drift rate 0 dan variance rate 1, serta mengikuti gerak Brown (Hull 2003).
Perkembangan harga saham ditinjau dari sisi waktu terdiri atas dua macam, yaitu
model diskret dan model kontinu. Dari model harga saham itu,
ditentukan
nilai
suatu
akan
aset turunannya, di antaranya adalah opsi call yang
mempunyai harga eksekusi K dan waktu jatuh tempo T. Suatu portofolio lindung nilai yang didefinisikan pada (2.6) yang memuat aset S dan sejumlah pinjaman tanpa risiko pada suku bunga r dibentuk
untuk
mereplikasi nilai dari suatu opsi pada setiap titik waktu t . Dengan syarat tanpa adanya arbitrase, portofolio itu
bersesuaian dengan persamaan diferensial Black-
Scholes untuk fungsi c(t , S ) yaitu c t
rS
c S
1 2
2
2
S2
c S2
(3.2)
rc
Solusi dari persamaan diferensial (PD) dengan batas
f :x
fungsi payoff yang diberikan oleh formula opsi Black-Scholes
c(t , S )
S N (d1 ) K e
rT
N (d 2 ) dengan
( x K ) merupakan
23
1 2
ln( S / K ) (r d1,2 dengan
2
)T (3.3)
T 1/ 2
N (.) adalah fungsi distribusi normal baku. Sesuai dengan Harrison dan
Pliska (1981) maka nilai dari c(t , S ) merupakan present value dari nilai opsi pada waktu T yang dapat dituliskan sebagai
c(t , S ) : e
rT
E ([ f ( ST )] .
(3.4)
Solusi di atas apabila diselesaikan dengan model binomial memerlukan beberapa penyesuaian, yaitu perkembangan harga saham pada interval waktu (0, T ) akan dibuat menjadi sub-sub interval yang lebih kecil. Misalkan diberikan ruang peluang ( , F , P ) , dan suatu bilangan n yang menyatakan waktu perdagangan, di mana perdagangan saham hanya terjadi pada waktu tin
tin 1 tin
tn
T , (i n
(0 t0n , t1n ,..., tnn
T ) dengan
0,1,..., n 1).
Pendapatan dalam satu periode Rn ,i (i=1,..., n) dimodelkan oleh dua variabel acak binomial yang iid (independent identically distributed) pada ruang peluang
( , F , P ) dengan Rn ,i
un dengan peluang pn d n dengan peluang 1 pn
(3.5)
qn
dengan un menyatakan faktor kenaikan harga saham dan d n menyatakan faktor penurunan harga saham. Sehingga untuk semua k
0,..., n perkembangan
aset
diskret pada waktu tkn dinyatakan oleh k
Sn,k
S0
i 1
Rn ,i .
(3.6)
Deskripsi dari pendapatan satu periode perdagangan telah menggambarkan perkembangan harga aset diskret terbatas dari Rn
( Rn ,i )i
1,..., n
S n secara keseluruhan. Selanjutnya barisan
disebut sebagai lattice (tree). Sedangkan pemberian
nilai tertentu terhadap parameter r , disebut sebagai pendekatan lattice.
, S0 dan t untuk masing-masing perbaikan n
24 Beberapa
pendekatan lattice yang berbeda telah
memperhitungkan
argumentasi risiko netral seperti yang disampaikan oleh Harrison dan Pliska (1981)
E[ Rn ,1 ] harus sama
yang menunjukkan bahwa harapan pendapatan satu periode dengan pendapatan satu periode dari obligasi bebas risiko rn
exp{r tn } . Cox,
Ross dan Rubinstein, Jarrow dan Rudd dan Tian telah merumuskan beberapa definisi alternatif dari parameter tree yang hanya bersandar pada penentuan faktor kenaikan dan faktor penurunan harga aset, yang tertuang dalam tabel berikut Tabel 3.1 Definisi alternatif dari parameter tree pada pendekatan lattice oleh model CRR, model JR dan model Tian. CRR un
exp
dn
exp
JR T n
Tian
un
T n
dn
'
exp
'
exp
'
r
1 2
T n
T n
T n
T n
un
rn vn vn 1 (vn 2 2
dn
rnvn vn 1 (vn2 2vn 3)1/ 2 2
1/ 2
1/ 2
2
rn
exp r
vn
exp
2vn
3)1/ 2
T n 2
T n
Keterangan: CRR : Model yang disampaikan oleh Cox, Ross dan Rubinstein JR
: Model yang disampaikan oleh Jarrow dan Rudd
Tian : Model yang disampaikan oleh Tian. Substitusi parameter pada tabel 3.1 ke dalam persamaan 3.8 diperoleh nilai opsi call dengan metode binomial untuk masing-masing model. Metode binomial tersebut untuk kali yang pertama disampaikan oleh Cox, Ross dan Rubinstein yang menyatakan bahwa harga opsi pada t = 0 merupakan present value dari nilai harapan harga opsi pada t = T yang dinyatakan sebagai cn (0 t0n , S0 )
rn n E[ f ( S n ,n ) S0 ] n
rn n j 0
(3.7)
n pn j (1 pn ) n j [ Sn,n j
K]
(3.8)
dan menurut Leisen dan Reimer (1996) persamaan (3.8) ekivalen dengan
cn (0 t0n , S0 ) dengan
S0
[a; n, pn' ] K rn n
[a; n, pn ]
(3.9)
25 ( rn d n ) , pn' (u n d n )
pn
dan
un ln( K / S0 ) n ln d n pn , a= rn ln un ln d n
(.) menyatakan fungsi distribusi binomial.
Formula (3.7), (3.8), dan (3.9) merupakan suatu pendekatan terhadap formula Black-Scholes pada (3.3). Pendekatan
ini diperoleh dengan diskretisasi waktu
terhadap perkembangan harga saham pada (3.1). sehingga secara implisit menggambarkan perkembangan harga opsi melalui argumentasi replikasi backward. 3.2
Uji Kekonvergenan Model Binomial Semua pendekatan lattice disusun sedemikian sehingga S n ,n konvergen
ke
ST . Selanjutnya ditentukan rata-rata serta varian dari ln S n ,n , yaitu ˆ n , ˆ 2 n dan rata-rata serta varian dari ln ST adalah
t,
2
t . Menurut Leisen dan Reimer (1996),
dengan teorema limit pusat dan syarat batas Liapunov telah memberikan jaminan terhadap kekonvergenan masalah berikut. n
ˆn
n
ˆ 2n
n
n k 1
2
(3.10) (3.11)
n
E (ln Rn , k ( ˆ n )3
ˆ )3
n
(3.12)
0
Ketiga model (CRR, JR dan Tian) konvergen lemah pada akhir periodenya. Tetapi dalam penelitian ini hanya akan memfokuskan pada perilaku dan kecepatan kekonvergenannya. Gambar 3.1, 3.2, dan 3.3 memperlihatkan suatu pola tertentu dari perubahan harga opsi yang diperoleh dari beberapa refinement tree yang berbeda. Garis lurus horizontal menunjukkan solusi Black-Scholes. Untuk penghitungan dengan metode binomial, hasil dari setiap refinement
dihubungkan dengan
garis yang
menggambarkan perubahan hasil. Dari ketiga model di atas ditemukan suatu pola khusus yaitu perkembangan harga opsi berosilasi dan bergelombang. Lebih jauh digambarkan bahwa interval dengan pengurangan error diikuti oleh interval dengan peningkatan error kembali. Pada suatu refinement n tertentu dari harga opsi selalu
26 berada di atas solusi Black-Scholes tetapi untuk n yang cukup besar, solusi dengan metode binomial akan konvergen ke solusi Black-Scholes. Gambar 3.1, 3.2, dan 3.3 adalah grafik yang menunjukkan pola kekonvergenan dari model CRR, JR dan Tian untuk suatu pilihan parameter: S
100, K
110, T
1, r
0.05,
0.3, n 10,...,100 .
Gambar 3.1 Grafik pola kekonvergenan model CRR
Gambar 3.2 Grafik pola kekonvergenan model JR
Gambar 3.3 Grafik pola kekonvergenan model Tian
27 Barisan dari (un ) n dan (dn )n akan konvergen ke satu dengan bertambahnya refinement n, demikian pula untuk perubahan S n ,n akan mendekati saham awalnya. Posisi harga akhir opsi senantiasa bersilangan dengan jarak yang semakin kecil. Sebagai hasilnya, penghitungan harga opsi berosilasi dan bergelombang konvergen ke solusi Black-Scholes. Pola kekonvergenan yang ada pada semua model binomial dengan pilihan parameter acak dapat ditunjukkan dengan nilai distribusi error. Nilai itu diperoleh dengan cara membandingkan antara solusi formula Black-Scholes dengan solusi dari perluasan barisan Rn
( Rn ,i )i
1,..., n
untuk setiap model binomialnya.
Untuk melihat kecepatan kekonvergenan, maka diambil satu barisan lattice tertentu, di mana harga yang diperoleh dari model diskret dan model kontinu tidak sama, maka akan terdapat error en diperoleh
lim n
en
c(0, S0 ) cn (0, S0 ) . Dengan teorema limit pusat
0 , yang berarti bahwa harga yang dihitung oleh barisan
lattice konvergen ke solusi Black-Scholes. Gambar 3.4, 3.5 dan 3.6 adalah grafik yang menunjukkan error dari setiap nilai perbaikan n beserta batas error yang digambarkan dengan garis lurus pada model CRR, JR dan Tian. Sumbu-x dan sumbu-y digambarkan dengan skala log. Contoh untuk suatu pilihan parameter berikut: S
100, K
110, T
1, r
0.05,
0.3, n 10,...,100
Gambar 3.4 Grafik error dan batas error untuk model CRR
28
Gambar 3.5 Grafik error dan batas error untuk model JR
Gambar 3.6 Grafik error dan batas error untuk model Tian Dalam kaitan dengan pola gelombang pada perilaku kekonvergenan, maka akan dideskripsikan suatu pendekatan kecepatan secara formal, yang menggunakan batas atas untuk error en . Untuk ini digunakan konsep matematika kekonvergenan”. Untuk menjelaskan masalah tersebut diperlukan
“derajat
pendefinisian
berikut. Definisi 3.1 Misalkan
f :x
(x K )
adalah fungsi payoff opsi call Eropa. Suatu barisan
lattice konvergen berderajat
0 , jika ada suatu konstanta
0 sedemikian
sehingga
n N : en
n
.
(3.13)
Suatu pendekatan lattice konvergen dengan derajat
S0 , K , r ,
0 , jika untuk semua
, T barisan khusus dari lattice konvergen dengan derajat
0.
Derajat kekonvergenan selalu lebih besar dari nol. Semakin tinggi derajatnya berarti
semakin
cepat
kekonvergenannya.
Konsep
teoritis
untuk
derajat
29 kekonvergenan tidak tunggal, artinya pendekatan lattice dengan derajat mempunyai derajat
juga
.
Derajat kekonvergenan sangat mudah diamati pada simulasi, yaitu dengan menggambarkan error en terhadap perbaikan n pada skala log-log. Karena
log / n
log
gradien
log n , maka fungsi batas
seiring dengan perubahan
menjadi garis lurus dengan
/n
. Garis lurus pada gambar 3.4, 3.5 dan 3.6
minimal melalui satu titik dari nilai error-nya. Nilai log
pada
n 10
menggambarkan letak suatu titik pada sumbu log en yang berpotongan dengan garis yang bergradien
. Nilai log
untuk masing-masing model di atas untuk n = 10
adalah: model CRR = 0.2482, JR = 0.3248 dan Tian = 0.3375.
Sebagai contoh
ilustrasi, pada gambar 3.4, 3.5, dan 3.6 ditunjukkan bahwa model CRR, JR dan Tian konvergen berderajat satu karena garis batas untuk en bergradien satu. Untuk memeriksa kriteria yang lebih spesifik pada penentuan derajat kekonvergenan untuk pendekatan lattice tertentu diberikan definisi berikut. Definisi 3.2 Untuk suatu barisan lattice ( Rn )n N dan untuk semua n
N maka
m1n : E[ Rn ,1 1] E[ Rn ,1 1]
(3.14)
mn2 : E[( Rn ,1 1) 2 ] E[( Rn ,1 1) 2 ]
(3.15)
mn3 : E[( Rn ,1 1)3 ] E[( Rn ,1 1)3 ]
(3.16)
disebut momen dan pn : E[(ln Rn ,1 )( Rn ,1 1)3 ]
(3.17)
disebut momen semu. Untuk sebarang n
N dinotasikan Rn
( Rn ) n
N
sebagai pendapatan kontinu
antara waktu tin dan tin 1 , yang merupakan varibel acak iid pada ruang peluang ( , F , P ) sedemikian sehingga St n k
S0
k i 1
Rn,i
k
0,..., n.
Momen sebagaimana pada definisi 2 merupakan generalisasi dari momen per periode. Momen per periode pada pendekatan
diskret tidak sama dengan momen
per periode pada pendekatan kontinu sehingga mengakibatkan adanya error.
30 Implikasi
dari persamaan (3.10), (3.11) dan (3.12)
adalah momen
m1n , mn2 dan mn3 akan konvergen ke nol. Sedangkan dari simulasi diperoleh bahwa tiga pendekatan lattice yang telah didefinisikan di atas konvergen sangat lemah. Suatu pendekatan lattice konvergen dengan derajat
0 akan berimplikasi
pada kekonvergenan harga opsi. Akan tetapi, kekonvergenan harga opsi tidak memberikan
informasi tentang derajat kekonvergenan. Sementara kekonvergenan
yang sesuai dengan momen tidak cukup menjamin kekonvergenan opsi. Pada pembahasan
ini
akan
ditetapkan
suatu
formula
lain
untuk
menentukan
kekonvergenan harga opsi. Teorema 3.1 Misalkan ( Rn )n N barisan lattice dan mn2 , mn3 , pn masing-masing adalah momen (semu). Derajat kekonvergenan ( Rn )n
N
merupakan derajat paling kecil yang dimuat
dalam mn2 , mn3 dan pn dikurangi 1, tetapi tidak lebih kecil dari pada 1. Pembuktian teorema 3.1 ada pada Leisen (1996). Persepsi lain dari teorema di atas menyatakan bahwa derajat kekonvergenan dari ( Rn )n
N
paling sedikit 1. Sehingga derajat kekonvergenan yang dimiliki oleh
momen semu harus lebih dari satu. Selanjutnya agar memberikan kriteria yang lebih spesifik untuk membandingkan model yang titik perhatiannya pada kecepatan kekonvergenan, maka diberikan proposisi berikut. Proposisi 3.1 Pendekatan lattice yang disampaikan Cox, Ross dan Rubinstein (1979) konvergen dengan derajat 1. Proposisi 3.2 Pendekatan lattice yang disampaikan Jarrow dan Rudd (1983) konvergen dengan derajat 1. Proposisi 3.3 Pendekatan lattice yang disampaikan Tian (1993) konvergen dengan derajat 1. Pembuktian proposisi 3.1, 3.2, dan 3.3 ada pada Leisen (1996). Pada gambar 3.7, 3.8 dan 3.9 ditunjukkan
penggunaan simulasi dari
pendekatan lattice CRR, JR, dan Tian. Bagian kiri menunjukkan error dengan pola gelombang tertentu. Bagian kanan menggambarkan momen semu. Untuk semua
31 model, tingkah laku kekonvergenan dari momen semu sangat halus dan berbanding lurus dengan barisan (1/ n2 )n artinya momen tersebut berderajat dua. Ketiga model tidak
ditemukan
suatu
perbedaan
yang
nyata.
Namun
demikian
derajat
kekonvergenan momen semu dapat disimpulkan secara mudah lewat simulasi. Menurut teorema 3.1 terdapat kekonvergenan
harga
berderajat satu.
Perbandingan tingkah laku kekonvergenan pada sisi kiri dan kanan pada setiap gambar, tercatat bahwa derajat kekonvergenan harga opsi melalui momen semu lebih mudah diamati dari pada melalui gambar error-nya. Gambar 3.7, 3.8 dan 3.9 adalah grafik yang merupakan ilustrasi dari proposisi 3.1, 3.2, dan 3.3, yang menyatakan perbandingan derajat kekonvergenan dari model CRR, JR dan Tian dengan derajat kekonvergenan pada momennya, yang diuji untuk pilihan parameter yang berbeda.
Gambar 3.7 Grafik ilustrasi proposisi 3.1 dengan pilihan parameter berikut: S 100, K 90, T 1, r 0.05, 0.3, n 10,...,1000
Gambar 3.8 Grafik ilustrasi proposisi 3.2 dengan pilihan parameter berikut: S 100, K 110, T 1, r 0.05, 0.3, n 10,...,1000
32
Gambar 3.9 Grafik ilustrasi proposisi 3.3 dengan pilihan parameter berikut: S 100, K 100, T 1, r 0.05, 0.3, n 10,...,1000 . Gambar 3.7, 3.8,, dan 3.9 menunjukkan bahwa model CRR, JR, dan Tian konvergen berderajat satu sebab momen kedua, momen ketiga dan momen semu masing-masing model konvergen berderajat dua. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan pada Teorema 3.1. 3.3 Model Binomial dengan Perbaikan Sifat-Sifat kekonvergenan Sebelumnya telah dipelajari pengujian perilaku dan kecepatan kekonvergenan dengan pendekatan lattice. Secara umum definisi dan teorema untuk pengukuran derajat kekonvergenan telah dibangkitkan. Aplikasi teorema tersebut terhadap model CRR, JR, dan Tian tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada kekonvergenan ke solusi Black-Scholes. Konstruksi perbaikan dengan pendekatan tree dilakukan untuk menghitung harga opsi agar diperoleh kekonvergenan yang besar.
kecepatan
Pada dasarnya, kekonvergenan tidak dapat dicapai
dengan dua titik peubah acak. Selanjutnya yang mungkin digunakan adalah sifatsifat struktur lain dari opsinya. Metode ini dikatakan sebagai perluasan pendekatan lattice, untuk memberikan penekanan perbedaan terhadap pendekatan lattice yang biasa. CRR menunjukkan kekonvergenan dari model-model tersebut pada formula Black-Scholes dengan pengujian
binomial secara terpisah pada (3.9). Hal yang
sama untuk penilaian opsi call Eropa dapat digambarkan sebagai dari tipe
( a; n, p )
Penghitungan
dua pendekatan
N ( z ) . Pendekatan ini digunakan sebagai awal perbaikan.
peluang
binomial
sangat
sulit
karena
melibatkan
penghitungan beberapa faktorial dari bilangan bulat yang besar atau penjumlahan
33 suatu bilangan
besar dari masing-masing elemen. Oleh karena itu, pendekatan
normal untuk distribusi binomial diturunkan dengan metode pendekatan Peizer dan Pratt (1968). Metode tersebut mengungkapkan suatu pendekatan yang baik, dengan peluang kebenaran P dihitung secara binomial yang didekati dengan fungsi normal standar
N ( z ) . Input ditentukan oleh fungsi z = h( a; n, p ) dengan a adalah
banyiaknya pergerakan naik dari harga saham pada saat eksekusi n periode binomial dengan
ukuran peluang p . Pada kasus sederhana digunakan teorema Moivre-
Laplace. P 1 dengan
( a; n, p ) didekati oleh P
N [h(a; n, p) (a np /(np(1 p))1/ 2 )]
( a; n, p ) merupakan fungsi distribusi binomial dari (3.9).
Harga suatu opsi dapat diselesaikan dalam dua pendekatan yang berbeda. Penghitungan pada harga opsi binomial menyatakan bahwa elemen dari distribusi normal didekati dengan elemen dari distribusi binomial. Sehingga untuk perbaikan tree dari binomial yang diberikan, merupakan kebalikan dari fungsi h( a; n, p ) yang ditetapkan P 1
dengan parameter h 1 ( z )
p untuk mendekati P
N ( z ) dengan
( a; n, p ) . Peizer dan Pratt dalam Leisen dan reimer (1996) menurunkan
suatu formula sebagai berikut: A
Metode Invers Peizer-Pratt 1
h 1 ( z ) 0.5 B
0.25 0.25exp
z n 1/ 3
2
n
1 2
1 6
Metode Invers Peizer-Pratt 2 1 2
2
h 1 ( z)
0.5
z
0.25 0.25exp n
1 3
0.1 ( n 1)
n
1 6
Selanjutnya akan paparkan langkah-langkah untuk mengkonstruksi model binomial baru seperti CRR. Sistem persamaan dibangkitkan untuk menentukan secara tunggal parameter tree yang menjamin kekonvergenan. Pertama, menentukan dua komponen pada formula harga pada (3.3) dan (3.9), d1 dan d 2 merupakan input dari persamaan (3.3) pada h 1 ( z ) dan didapatkan
34
p serta p ' sebagai parameter distribusi dari dua buah komponen binomial pada (3.9). Nilai h 1 ( z ) diperoleh dengan menggunakan aturan A atau B. Kedua, dibangkitkan parameter un dan d n dari persamaan (3.9). Ketiadaan arbitrase mengakibatkan pn
(rn d n ) . Selanjutnya p 'n didefinisikan p 'n (un d n )
ur pn . rn
Dari dua persamaan di atas diperoleh parameter un dan d n . Sehingga diperoleh model binomial baru yang dituliskan sebagai:
p 'n : h 1 (d1 )
pn : h 1 (d 2 ) un : rn
dn :
p 'n pn
rn pnun ln( K / S0 ) n ln d n dan parameter a dirumuskan a:= . 1 pn ln un ln d n
Dengan mengambil nilai S 100, K
110, T
1, r
0.05,
0.3, pada
n 10,...,150 untuk penghitungan harga opsi dan n 10,...,1000 untuk error-relatif,
maka ilustrasi perkembangan harga opsi serta error-relatif model PP1 dan PP2 ditunjukkan pada Gambar 3.10.
Gambar 3.10 Grafik ilustrasi hasil perbaikan konstruksi binomial menggunakan pendekatan PP1 dan PP2 Gambar 3.10 menunjukkan hasil dengan metode PP1 dan PP2. Penerapan kedua metode untuk penentuan harga opsi tidak memperlihatkan perbedaan secara signifikan di antara keduanya. Pemilihan n ganjil sebagai batasan daerah asal, tidak
35 akan berpengaruh pada
hasil penghitungan opsi. Selain itu pendekatan error
menurun secara monoton dengan derajat kekonvergenan dua. Dengan mensubstitusikan nilai-nilai untuk parameternya, dengan semua n bilangan Asli, diperoleh suatu gambar yang menyatakan adanya pola osilasi dari perkembangan harga opsi. Sedangkan untuk n genap didapatkan
suatu pola
kekonvergenan berupa garis lurus dengan derajat kekonvergenan satu. Metode ini memperlihatkan adanya perbaikan kekonvergenan untuk penghitungan harga opsi 3.4
Perbandingan Kekonvergenan lima Model Binomial Untuk melihat perbedaan kelima model binomial tentang perilaku dan
kecepatan kekonvergenan yang ditunjukkan dengan derajat kekonvergenan, maka ditampilkan perbandingan dari kelima macam model. Gambar 3.11 memperlihatkan perbandingan pola kekonvergenan model CRR, JR, Tian, PP1, dan PP2 dengan pilihan parameter berikut: S
100, K
110, T
1, r
0.05,
0.3, untuk n 10,...,150 , sedangkan model
PP1 dan PP2 dipilih untuk n ganjil.
model CRR
model JR
36 model Tian
model PP1 dan PP2
Gambar 3.11 Perbandingan perilaku kekonvergenan lima model Gambar 3.12 memperlihatkan perbandingan error dan derajat kekonvergenan model CRR, JR, Tian, PP1, dan PP2 dengan pilihan parameter berikut: S
100, K
110, T
1, r
0.05,
0.3 , untuk n 10,...,150 , sedangkan model
PP1 dan PP2 dipilih untuk n ganjil.
model CRR
model Tian
model JR
model PP1 dan PP2
Gambar 3.12 Perbandingan error dan derajat kekonvergenan
IV PENGHITUNGAN NUMERIK 4.1
Prosedur Penghitungan Numerik Dengan memperhatikan formula penentuan harga opsi pada persamaan (3.8)
dan (3.9) serta dengan memasukkan parameter-parameter dari model CRR, JR, Tian, PP1 dan model PP2 maka penghitungan numerik tidak mudah dikerjakan. Hal ini disebabkan adanya formula yang begitu banyak dan melelahkan apabila dihitung dengan manual. Untuk itu penghitungan secara numerik dilakukan dengan menggunakan software Matlab 6.5. Dalam rangka memudahkan penyusunan tabel, maka nilai-nilai yang diperoleh dari proses running pada Matlab ditransformasi ke worksheet excel. Selanjutnya ditentukan nilai error-nya. Untuk menentukan perbandingan akurasi dari setiap model yang dibahas maka ditentukan pendekatan error-relatif (errel). Hal itu disampaikan oleh Broadie dan Detempel (1996) dalam Leisen (1996) yaitu error akar rata-rata kuadrat relative (relative root-mean-squared (RMS) error) yang didefinisikan sebagai
RMS dengan
ei
1 m
1/ 2 m
2 i 1 i
e
(ci ci ) / ci , dengan ci menyatakan harga opsi call atau put yang
dihitung dengan formula Black-Scholes dan ci menyatakan nilai opsi call atau put yang dihitung dengan menggunakan pendekatan model binomial. Hasil yang diperoleh dibandingkan dari kelima model. Model dengan RMS terkecil dikatakan sebagai
model yang terbaik pada sisi akurasinya. Sedangkan
model dengan RMS terbesar dikatakan sebagai model terjelek pada sisi akurasinya. Parameter-parameter yang digunakan adalah S 100, T
0.5, r
0.07,
0.3, n 10,...,1000, dengan K berjalan dari 80 sampai 120 dalam selang 10
satuan, serta nilai perbaikan n dipilih dalam tiga macam yaitu n
25 , n 35 dan
n 55 . Pemilihan nilai parameter tertentu merupakan suatu yang tidak mengikat.
38 4.2
Hasil Penghitungan Numerik Tabel 4.1 sampai dengan 4.6 menyatakan harga opsi yang dihitung dengan
formula Black-Scholes dan harga opsi yang dihitung dengan lima macam model binomial yaitu model CRR, JR, Tian, PP1, dan PP2. Nilai error-relative dihitung dengan RMS dengan pilihan parameter berikut: S
100, T
0.5, r
0.3 .
0.07,
Tabel 4.1 Harga opsi call yang dihitung dengan formula Black-Scholes, CRR, JR, Tian, PP1, dan PP2 serta nilai RMS dengan n = 25 CRR K
JR
Tian
PP1
PP2
BS dugaan
errel
dugaan
errel
dugaan
errel
dugaan
errel
dugaan
Errel
80
23.7580
23.7408
0.0007
23.7630
0.0002
23.7066
0.0022
23.7588
0.00003
23.7582
0.00001
90
16.0996
16.1338
0.0021
16.0849
0.0009
16.1249
0.0016
16.1004
0.00005
16.0994
0.00001
100
10.1338
10.2132
0.0078
10.2014
0.0067
10.2042
0.0069
10.1344
0.00006
10.1332
0.00006
110
5.9495
6.0122
0.0105
6.0248
0.0127
6.0130
0.0107
5.9502
0.00012
5.9489
0.00010
120
3.2828
3.3189
0.0110
3.3343
0.0157
3.3332
0.0153
3.2837
0.00026
3.2826
0.00007
RMS
0.0077
0.0095
0.0090
0.00013
0.00006
Tabel 4.2 Harga opsi call yang dihitung dengan formula Black-Scholes, CRR, JR, Tian, PP1, dan PP2 serta nilai RMS dengan n = 35 CRR K
JR
Tian
PP1
PP2
BS dugaan
errel
dugaan
Errel
dugaan
errel
dugaan
errel
dugaan
errel
80
23.7580
23.7750
0.0007
23.7606
0.0001
23.7528
0.0002
23.7584
0.00002
23.7581
0.00001
90
16.0996
16.0636
0.0022
16.0931
0.0004
16.0629
0.0023
16.1000
0.00002
16.0995
0.00001
100
10.1338
10.1904
0.0056
10.1780
0.0044
10.1800
0.0046
10.1341
0.00003
10.1335
0.00003
110
5.9495
5.9500
0.0001
5.9932
0.0074
5.9885
0.0066
5.9498
0.00006
5.9492
0.00005
120
3.2828
3.2281
0.0166
3.2666
0.0049
3.2606
0.0068
3.2832
0.00014
3.2827
0.00003
RMS
0.0079
0.0044
0.0048
0.00007
0.00003
Tabel 4.3 Harga opsi call yang dihitung dengan formula Black-Scholes, CRR, JR, Tian, PP1, dan PP2 serta nilai RMS dengan n = 55 CRR K
JR
Tian
PP1
PP2
BS dugaan
errel
dugaan
errel
dugaan
errel
dugaan
errel
dugaan
errel
80
23.7580
23.7607
0.0001
23.7689
0.0005
23.7592
0.0000
23.7582
0.00001
23.7580
0.00000
90
16.0996
16.1147
0.0009
16.1280
0.0018
16.1159
0.0010
16.0998
0.00001
16.0996
0.00000
100
10.1338
10.1726
0.0038
10.1596
0.0025
10.1313
0.0002
10.1339
0.00002
10.1336
0.00001
110
5.9495
5.9325
0.0029
5.9364
0.0022
5.9693
0.0033
5.9496
0.00003
5.9493
0.00002
120
3.2828
3.3041
0.0065
3.3011
0.0056
3.2937
0.0033
3.2830
0.00006
3.2827
0.00002
RMS
0.0036
0.0030
0.0022
0.00003
0.00001
39 Tabel 4.4 Harga opsi put yang dihitung dengan formula Black-Scholes, CRR, JR, Tian, PP1 dan PP2 serta nilai RMS dengan n = 25 CRR K
JR
Tian
PP1
PP2
BS dugaan
errel
dugaan
Errel
dugaan
errel
dugaan
errel
dugaan
errel
80
1.0064
0.9893
0.0171
1.0114
0.0050
0.9550
0.0511
1.0072
0.00076
1.0066
0.00023
90
3.0041
3.0382
0.0114
2.9893
0.0049
3.0294
0.0084
3.0049
0.00025
3.0039
0.00007
100
6.6943
6.7737
0.0119
6.7620
0.0101
6.7647
0.0105
6.6949
0.00009
6.6937
0.00009
110
12.1661
12.2288
0.0052
12.2414
0.0062
12.2296
0.0052
12.1667
0.00006
12.1655
0.00005
120
19.1555
19.1915
0.0019
19.2069
0.0027
19.2058
0.0026
19.1563
0.00004
19.1552
0.00001
RMS
0.0109
0.0063
0.0238
0.00036
0.00012
Tabel 4.5 Harga opsi put yang dihitung dengan formula Black-Scholes, CRR, JR, Tian, PP1, dan PP2 serta nilai RMS dengan n = 35 CRR K
JR
Tian
PP1
PP2
BS dugaan
errel
dugaan
Errel
dugaan
errel
dugaan
errel
dugaan
errel
80
1.0064
1.0235
0.0170
1.0091
0.0026
1.0012
0.0051
1.0068
0.00039
1.0065
0.00012
90
3.0041
2.9681
0.0120
2.9975
0.0022
2.9674
0.0122
3.0045
0.00013
3.0040
0.00004
100
6.6943
6.7510
0.0085
6.7385
0.0066
6.7405
0.0069
6.6946
0.00005
6.6940
0.00005
110
12.1661
12.1666
0.0000
12.2098
0.0036
12.2051
0.0032
12.1664
0.00003
12.1658
0.00002
120
19.1555
19.1008
0.0029
19.1393
0.0008
19.1332
0.0012
19.1559
0.00002
19.1553
0.00001
RMS
0.0101
0.0037
0.0069
0.00019
0.00006
Tabel 4.6 Harga opsi put yang dihitung dengan formula Black-Scholes, CRR, JR, Tian, PP1, dan PP2 serta nilai RMS dengan n = 55 CRR K
JR
Tian
PP1
PP2
BS dugaan
errel
dugaan
Errel
dugaan
errel
dugaan
errel
dugaan
errel
80
1.0064
1.0091
0.0027
1.0173
0.0108
1.0076
0.0012
1.0066
0.00019
1.0065
0.00006
90
3.0041
3.0192
0.0050
3.0325
0.0094
3.0204
0.0054
3.0043
0.00006
3.0041
0.00002
100
6.6943
6.7331
0.0058
6.7201
0.0039
6.6919
0.0004
6.6945
0.00002
6.6942
0.00002
110
12.1661
12.1491
0.0014
12.1530
0.0011
12.1859
0.0016
12.1662
0.00001
12.1659
0.00001
120
19.1555
19.1768
0.0011
19.1737
0.0010
19.1664
0.0006
19.1557
0.00001
19.1554
0.00000
RMS
0.0037
0.0067
0.0026
0.00009
0.00003
40 4.2
Pembahasan Dengan memperhatikan hasil penghitungan numerik yang disajikan dalam
setiap tabel, menunjukkan bahwa: 1
Solusi yang dihitung dengan model binomial akan mendekati solusi yang dihitung dengan formula Black-Scholes.
2
Nilai RMS terkecil dari kelima model binomial adalah model PP2, selanjutnya model PP1.
3
Untuk model CRR, model JR dan model Tian tidak terdapat kekonsistenan urutan
yang didasarkan pada nilai RMS, hal itu disebabkan perilaku
kekonvergenannya berosilasi dan bergelombang. 4
Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari penggunaan RMS, maka harus menggunakan sample penghitungan yang banyak, sehingga rata-rata ketepatan urutan bisa dihitung proporsinya.
5
Untuk nilai opsi call, semakin besar harga eksekusi mengakibatkan naiknya nilai opsi call. Sedangkan untuk opsi put, semakin besar harga eksekusi akan mengakibatkan penurunan nilai opsi put.
6
Untuk semua model, apabila banyaknya periode n untuk partisi waktu ditambah mengakibatkan nilai RMS semakin kecil. Hal itu menunjukkan bahwa semakin besar n maka solusi yang dihitung dengan model binomial akan semakin mendekati solusi Black-Scholes.
7
Penggunaan RMS untuk pengukuran error-relatif hanya akan akurat terhadap model yang pola kekonvergenan monoton, sedangkan untuk kekonvergenan yang bergelombang tidak mampu memberikan hasil yang optimal.
V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dengan memperhatikan uraian pada bagian III dan bagian IV, dapat disimpulkan bahwa: 1
Penghitungan harga opsi dengan metode binomial yang disampaikan oleh Cox, Ross dan Rubinstein, Jarrow dan Rudd serta Tian konvergen mendekati solusi Black-Scholes dengan pola berosilasi dan bergelombang dengan derajat kekonvergenan satu .
2
Penghitungan harga opsi dengan metode binomial yang disampaikan oleh Peizer-Pratt yaitu PP1 dan PP2
konvergen mendekati solusi Black-Scholes
dengan pola berosilasi dan tidak bergelombang dengan derajat kekonvergenan dua. 3
Pada penghitungan numerik, tingkat akurasi paling baik dicapai oleh model PP2 selanjutnya model PP1. Sedangkan untuk model CRR, model JR dan model Tian tidak terdapat urutan yang konsisten.
4
Dengan mempertimbangkan besarnya nilai
, maka dari ketiga model yang
terbaik adalah model CRR, selanjutnya model JR dan model Tian 5.2 Saran Dengan memperhatikan kesimpulan yang diperoleh, maka diberikan saransaran sebagai berikut: 1
Untuk menentukan harga opsi dengan menggunakan metode binomial, bisa dipilih model yang paling baik yaitu model PP2.
2
Pada
penelitian
lebih
lanjut,
disarankan
bisa
mendapatkan
sifat-sifat
kekonvergenan lebih spesifuk, sebagai wujud dari keakuratan suatu model.
DAFTAR PUSTAKA Bodie Z, Kane A, Marcus AJ. 2005. Investasi. Jilid 1, 2. Budi Wibowo, penerjemah; Salemba Empat. Terjemahan dari: Invesment . Higham DJ. An Introduction to Financial Option Valuation. Department of Mathematics University of Strathclyde. Hull JC. 2003. Option Future and Other Derivative. University of Toronto: Prentice Hall International Inc. Leisen DPJ and Reimer M. 1996. Binomial Model for Option Valuation-Examining and Improving Convergence. Journal of Applied Mathematical Finance 3: 319-345. Niwiga DB. 2005. Numerical Method For Valuation Of Financial Derivatives [tesis]. University of Werstern Cape, South Africa. http://User.aim.ac.za/~ bundi/thesis. pdf [24 Oktober 2007]. Purcell EJ and Varberg D. 1997. Kalkulus dan Geometri Analitik. Jilid 2. I Nyoman Susilo at.al. penerjemah; Erlangga. Terjemahan dari: Calculus With Analytic Geometry.
LAMPIRAN
44 Lampiran 1 Penurunan persamaan (2.8) Persamaan (2.3) adalah dS
Sdt
Persamaan (2.5) adalah dV
S
Persamaan (2.7) adalah d
Sdz.
V S
V t
1 2
2
2
S2
V dt S2
S
V dz. S
V dS . S
dV
Substitusi (2.3) dan (2.5) ke dalam (2.7) diperoleh
d
V dS . S
dV
V S
S
V dt S
V dt t
S
V dt S
S
V dt t
0
V t Jadi d
V t
2
S
V t
1 2 1 2
1 2
1 2
2
S2
1 2
V dt S 2
2
S2
S2
V dt S2 2
2
S2
V dt S2
V dz S
S
2
2
S2
V dt S2
V dt t
V dt 0 S2
2
2
V dt S2
1 2
S
V S
V dz S
Sdt
S
V dt S
S
V dz S
S
V dz S
S
V dz S
2
2
S2
V dt S2
Sdz
45 Lampiran 2 Penurunan persamaan (2.15). Telah diturunkan bahwa ln ST rataan dari ln ST
ln S 0 ~ N
1 2
r
2
T,
T , sehingga
ln S 0 adalah 1 2
r
2
T
dan variansinya 2
T.
(L2.1)
Persamaan (2.13) menyebutkan bahwa ln ST berdistribusi normal dengan rataan m
ln S 0
1 2
r
2
T dan standar deviasi s
Persamaan (2.14) adalah Q
ln ST
m T
T , sehingga variansinya
.
Substitusi (2.13) ke dalam (2.14) diperoleh
1
Q
T
ln ST
ln S 0
2
1
r
T
2
T
Jika a dan b suatu konstanata serta X suatu peubah acak maka (Buchanan 2007):
aX Var aX
Q
b
aE X
b
a 2 Var X
b 1 T
1 T
ln ST
ln S0
ln ST
ln S0
2
1
r
T
T
2 2
1 T
r
2
T
2
T
46
1
ln ST
T
2
1
ln S0
T
r
T
2
(L2.2)
Substitusi (L2.1) ke dalam (L2.2) diperoleh 2
1
E Q
T
r
2
T
2
1 T
r
T
2
=0 1
Var Q =Var
=
=
ln S0
Var ln ST
ln S0
T
2
1 T
r
2
1 T
1 2 T
ln ST
2
T
=1 Jadi rataan dari Q adalah 0 dan variansinya 1.
2
T
47 LAMPIRAN PROGRAM DENGAN SOFTWARE MATLAB 6.5 UNTUK GAMBAR DAN PENGHITUNGAN NILAI PADA TABEL Lampiran program untuk gambar 3.1 clear clc % Program untuk gambar 3.1 tic S=100; E=110; T=1; r=0.05; sigma=0.3; % M adalah banyak refinement, sebagai n %M=40; for M=1:100 dt=T/M; u=exp(sigma*sqrt(dt)); d=exp(-sigma*sqrt(dt)); p=(exp(r*dt)-d)/(u-d); W=max(S*d.^([M:-1:0]').*u.^([0:M]')-E,0); for i=M:-1:1 W=exp(-r*dt)*(p*W(2:i+1)+(1-p)*W(1:i)); end %disp('harga opsi call adalah'),disp(W) disp([M,W]) B(M)=W; end x=10:1:M; y=B(10:100) plot(x,y) hold off % solusi Black-scholes untuk CALL d1=(log(S/E)+(r+sigma^2/2)*T)/(sigma*T^0.5); d2=(log(S/E)+(r-sigma^2/2)*T)/(sigma*T^0.5); Nd1=normcdf(d1,0,1); Nd2=normcdf(d2,0,1); C=S*Nd1-E*exp(-r*T)*Nd2; disp('nilai call untuk Black-Scholes adalah'),disp(C) line([10,100],[C,C]) toc
48 Lampiran program untuk gambar 3.2 clear clc % Program untuk gambar 3.2 tic S=100; E=110; T=1; r=0.05; sigma=0.3; % M adalah banyak refinement, sebagai n %M=40; for M=1:100 dt=T/M; % p pilihan sendiri %p=0.5059008; u=exp(sigma*sqrt(dt)+(r-0.5*sigma^2)*dt); d=exp(-sigma*sqrt(dt)+(r-0.5*sigma^2)*dt); p=(exp(r*dt)-d)/(u-d); W=max(S*d.^([M:-1:0]').*u.^([0:M]')-E,0); for i=M:-1:1 W=exp(-r*dt)*(p*W(2:i+1)+(1-p)*W(1:i)); end %disp('harga opsi call adalah'),disp(W) disp([M,W]) B(M)=W; end hold on % solusi Black-scholes untuk CALL d1=(log(S/E)+(r+sigma^2/2)*T)/(sigma*T^0.5); d2=(log(S/E)+(r-sigma^2/2)*T)/(sigma*T^0.5); Nd1=normcdf(d1,0,1); Nd2=normcdf(d2,0,1); C=S*Nd1-E*exp(-r*T)*Nd2; disp('nilai call untuk Black-Scholes adalah'),disp(C) line([10,100],[C,C]) % gambar grafik x=10:1:M; y=B(10:100) plot(x,y) toc
49 Lampiran program untuk gambar 3.3 clear clc % program untuk gambar 3.3 tic S=100; E=110; T=1; r=0.05; sigma=0.3; % M adalah banyak refinement, sebagai n for M=1:100 dt=T/M; rn=exp(r*dt); vn=exp(sigma.^2*dt); u=rn*vn*0.5*(vn+1+(vn.^2+2*vn-3).^0.5) d=rn*vn*0.5*(vn+1-(vn.^2+2*vn-3).^0.5) p=(exp(r*dt)-d)/(u-d); W=max(S*d.^([M:-1:0]').*u.^([0:M]')-E,0); for i=M:-1:1 W=exp(-r*dt)*(p*W(2:i+1)+(1-p)*W(1:i)); end %disp('harga opsi call adalah'),disp(W) disp([M,W]) B(M)=W; end x=10:1:M; y=B(10:100) plot(x,y) axis([10 100 9.7 10.3]) hold off d1=(log(S/E)+(r+sigma^2/2)*T)/(sigma*T^0.5); d2=(log(S/E)+(r-sigma^2/2)*T)/(sigma*T^0.5); Nd1=normcdf(d1,0,1); Nd2=normcdf(d2,0,1); C=S*Nd1-E*exp(-r*T)*Nd2; disp('nilai call untuk Black-Scholes adalah'),disp(C) line([10,100],[C,C]) toc
50 Lampiran program untuk gambar 3.4 clear clc format long % Program untuk gambar 3.4 tic S=100; K=90; T=1; r=0.05; sigma=0.3; k=10; for i=1:6 for n=10:1:1000 %METODE CRR Versi Lain %=============================================== un=exp(sigma*(T/n)^(0.5)); dn=exp(-sigma*(T/n)^(0.5)); rn=exp(r*T/n); a=(log(K/S)-n*log(dn))/(log(un)-log(dn)); pn=(rn-dn)/(un-dn); pna=(un/rn)*pn; cnCRRVL=S*(1-binocdf(a,n,pna))-K*rn^(-n)*(1-binocdf(a,n,pn)); %METODE BS d1=(log(S/K)+(r+0.5*sigma^2)*T)/(sigma*T^0.5); d2=(log(S/K)+(r-0.5*sigma^2)*T)/(sigma*T^0.5); cnBS=S*normcdf(d1,0,1)-K*exp(-r*T)*normcdf(d2,0,1); %ERROR error(n-9)=abs(cnCRRVL-cnBS); y(n-9)=k/n; end m=min(y-error); for j=1:1:991 if (y(j)-error(j)) == m break else end
51 end k=(j+9)*(k/(j+9)-m); end %Gambar Error hold on n=10:1:1000; plot(n,error) plot(n,y) toc Lampiran program untuk gambar 3.5 clear clc format long % Program untuk gambar 3.5 tic S=100; K=110; T=1; r=0.05; sigma=0.3; k=10; for i=1:6 for n=10:1:1000 %METODE JR Versi Lain %=============================================== un=exp((r-0.5*sigma^2)*T/n+sigma*(T/n)^(0.5)); dn=exp((r-0.5*sigma^2)*T/n-sigma*(T/n)^(0.5)); rn=exp(r*T/n); a=(log(K/S)-n*log(dn))/(log(un)-log(dn)); pn=(rn-dn)/(un-dn); pna=(un/rn)*pn; cnJRVL=S*(1-binocdf(a,n,pna))-K*rn^(-n)*(1-binocdf(a,n,pn)); %METODE BS d1=(log(S/K)+(r+0.5*sigma^2)*T)/(sigma*T^0.5); d2=(log(S/K)+(r-0.5*sigma^2)*T)/(sigma*T^0.5); cnBS=S*normcdf(d1,0,1)-K*exp(-r*T)*normcdf(d2,0,1);
52 %ERROR error(n-9)=abs(cnJRVL-cnBS); y(n-9)=k/n; end m=min(y-error); for j=1:1:991 if (y(j)-error(j)) == m break else end end k=(j+9)*(k/(j+9)-m); end %Gambar Error hold on n=10:1:1000; plot(n,error) plot(n,y) toc
Lampiran program untuk gambar 3.6 clear clc format long % Program untuk gambar 3.6 tic S=100; K=100; T=1; r=0.05; sigma=0.3; k=10; for i=1:6 for n=10:1:1000 %METODE Tian Versi Lain %=============================================== vn=exp(sigma^2*T/n);
53 rn=exp(r*T/n); un=(rn*vn/2)*(vn+1+(vn^2+2*vn-3)^0.5); dn=(rn*vn/2)*(vn+1-(vn^2+2*vn-3)^0.5); a=(log(K/S)-n*log(dn))/(log(un)-log(dn)); pn=(rn-dn)/(un-dn); pna=(un/rn)*pn; cnJRVL=S*(1-binocdf(a,n,pna))-K*rn^(-n)*(1-binocdf(a,n,pn)); %METODE BS d1=(log(S/K)+(r+0.5*sigma^2)*T)/(sigma*T^0.5); d2=(log(S/K)+(r-0.5*sigma^2)*T)/(sigma*T^0.5); cnBS=S*normcdf(d1,0,1)-K*exp(-r*T)*normcdf(d2,0,1); %ERROR error(n-9)=abs(cnJRVL-cnBS); y(n-9)=k/n; end m=min(y-error); for j=1:1:991 if (y(j)-error(j)) == m break else end end k=(j+9)*(k/(j+9)-m); end %Gambar Error hold on n=10:1:1000; plot(n,error) plot(n,y) toc Lampiran program untuk gambar 3.7 sisi kanan clear clc %gambar 3.9 kanan
54 %gambar momen definisi 2 tic S=100; K=90; T=1; r=0.05; sigma=0.3; for n=10:1:1000 un=exp(sigma*(T/n)^(0.5)); dn=exp(-sigma*(T/n)^(0.5)); rn=exp(r*T/n); vn=exp(sigma^2*T/n); pn=(rn-dn)/(un-dn); m2(n-9)=((un-1)^2*pn+(dn-1)^2*(1-pn))-(rn-1)^2*vn; m3(n-9)=((un-1)^3*pn+(dn-1)^3*(1-pn))-(rn-1)^3*vn^3; pm(n-9)=log(un)*(un-1)^3; end hold on n=10:1:1000; line([10 1000],[0.0007 0.00000007]) %plot(n,m2,'red') plot(n,m3,'k--') plot(n,pm,'k-.') legend('momen ke-2','momen ke-3','momen semu') toc Lampiran program untuk gambar 3.8 sisi kanan clear clc %gambar 3.8 sisi kanan tic S=100; K=100; T=1; r=0.05; sigma=0.3; for n=10:1:1000 rn=exp(r*T/n);
55 vn=exp(sigma^2*T/n); un=(rn*vn/2)*(vn+1+(vn^2+2*vn-3)^0.5); dn=(rn*vn/2)*(vn+1-(vn^2+2*vn-3)^0.5); pn=(rn-dn)/(un-dn); m2(n-9)=((un-1)^2*pn+(dn-1)^2*(1-pn))-(rn-1)^2*vn; m3(n-9)=((un-1)^3*pn+(dn-1)^3*(1-pn))-(rn-1)^3*vn^3; pm(n-9)=log(un)*(un-1)^3; end hold on n=10:1:1000 line([10 1000],[0.0007 0.00000007]) %plot(n,m2,'red') plot(n,m3,'k-') plot(n,pm,'k-.') legend('momen ke-2','momen ke-3','momen semu') toc Lampiran program untuk gambar 3.9 sisi kanan clear clc %gambar 3.9 kanan %gambar momen definisi 2 tic S=100; K=90; T=1; r=0.05; sigma=0.3;
for n=10:1:1000 un=exp(sigma*(T/n)^(0.5)); dn=exp(-sigma*(T/n)^(0.5)); rn=exp(r*T/n); vn=exp(sigma^2*T/n); pn=(rn-dn)/(un-dn);
56
m2(n-9)=((un-1)^2*pn+(dn-1)^2*(1-pn))-(rn-1)^2*vn; m3(n-9)=((un-1)^3*pn+(dn-1)^3*(1-pn))-(rn-1)^3*vn^3; pm(n-9)=log(un)*(un-1)^3; end hold on n=10:1:1000; plot(n,m2,'red') plot(n,m3,'k--') plot(n,pm,'k-.') legend('momen ke-2','momen ke-3','momen semu') %line([10 1000],[0.0004 0.00000004]) toc Lampiran program untuk gambar 3.10 sisi kiri clear clc % grafik dari gambar 3.10 sisi kiri tic S=100; K=110; T=1; r=0.05; sigma=0.3; %n=4; for n=11:2:150 d1=(log(S/K)+(r+0.5*sigma^2)*T)/(sigma*T^0.5); d2=(log(S/K)+(r-0.5*sigma^2)*T)/(sigma*T^0.5); % untuk PP1 if K <= S pna1=0.5+(0.25-0.25*exp(-(d1/(n+(1/3)))^2*(n+(1/6))))^0.5; pn1 =0.5+(0.25-0.25*exp(-(d2/(n+(1/3)))^2*(n+(1/6))))^0.5; else pna1=0.5-(0.25-0.25*exp(-(d1/(n+(1/3)))^2*(n+(1/6))))^0.5; pn1 =0.5-(0.25-0.25*exp(-(d2/(n+(1/3)))^2*(n+(1/6))))^0.5; end rn1=exp(r*T/n); un1=rn1*(pna1/pn1);
57 dn1=(rn1-pn1*un1)/(1-pn1); a1=(log(K/S)-n*log(dn1))/(log(un1)-log(dn1)); cnPP1(n-10)=S*(1-binocdf(a1,n,pna1))-K*rn1^(-n)*(1-binocdf(a1,n,pn1)); % untuk PP2 if K <= S pna2=0.5+(0.25-0.25*exp(-(d1/(n+(1/3)+0.1/(n+1)))^2*(n+(1/6))))^0.5; pn2 =0.5+(0.25-0.25*exp(-(d2/(n+(1/3)+0.1/(n+1)))^2*(n+(1/6))))^0.5; else pna2=0.5-(0.25-0.25*exp(-(d1/(n+(1/3)+0.1/(n+1)))^2*(n+(1/6))))^0.5; pn2 =0.5-(0.25-0.25*exp(-(d2/(n+(1/3)+0.1/(n+1)))^2*(n+(1/6))))^0.5; end rn2=exp(r*T/n); un2=rn2*(pna2/pn2); dn2=(rn2-pn2*un2)/(1-pn2); a2=(log(K/S)-n*log(dn2))/(log(un2)-log(dn2)); cnPP2(n-10)=S*(1-binocdf(a2,n,pna2))-K*rn2^(-n)*(1-binocdf(a2,n,pn2)); end hold on %Gambar Garis Black Scholes %========================== d1=(log(S/K)+(r+0.5*sigma^2)*T)/(sigma*T^0.5); d2=(log(S/K)+(r-0.5*sigma^2)*T)/(sigma*T^0.5); cnBS=S*normcdf(d1,0,1)-K*exp(-r*T)*normcdf(d2,0,1); line([10,150],[cnBS,cnBS]) %Gambar opsi CRR %=============== n=11:2:150; axis([10 150 10.015 10.025]) c1=cnPP1(n-10); c2=cnPP2(n-10); plot(n,c1,'k',n,c2,'k') gtext('PP1') gtext('PP2') toc Lampiran program untuk gambar 3.10 sisi kanan clear clc
58 % grafik dari gambar 3.10 sisi kanan tic S=100; K=110; T=1; r=0.05; sigma=0.3; %n=4; for n=11:2:1000 d1=(log(S/K)+(r+0.5*sigma^2)*T)/(sigma*T^0.5); d2=(log(S/K)+(r-0.5*sigma^2)*T)/(sigma*T^0.5); % untuk Black-Scholes cnBS=S*normcdf(d1,0,1)-K*exp(-r*T)*normcdf(d2,0,1); % untuk PP1 if K <= S pna1=0.5+(0.25-0.25*exp(-(d1/(n+(1/3)))^2*(n+(1/6))))^0.5; pn1 =0.5+(0.25-0.25*exp(-(d2/(n+(1/3)))^2*(n+(1/6))))^0.5; else pna1=0.5-(0.25-0.25*exp(-(d1/(n+(1/3)))^2*(n+(1/6))))^0.5; pn1 =0.5-(0.25-0.25*exp(-(d2/(n+(1/3)))^2*(n+(1/6))))^0.5; end rn1=exp(r*T/n); un1=rn1*(pna1/pn1); dn1=(rn1-pn1*un1)/(1-pn1); a1=(log(K/S)-n*log(dn1))/(log(un1)-log(dn1)); cnPP1(n-10)=S*(1-binocdf(a1,n,pna1))-K*rn1^(-n)*(1-binocdf(a1,n,pn1)); % error PP1 error1(n-10)=abs(cnPP1(n-10)-cnBS); % untuk PP2 if K <= S pna2=0.5+(0.25-0.25*exp(-(d1/(n+(1/3)+0.1/(n+1)))^2*(n+(1/6))))^0.5; pn2 =0.5+(0.25-0.25*exp(-(d2/(n+(1/3)+0.1/(n+1)))^2*(n+(1/6))))^0.5; else pna2=0.5-(0.25-0.25*exp(-(d1/(n+(1/3)+0.1/(n+1)))^2*(n+(1/6))))^0.5; pn2 =0.5-(0.25-0.25*exp(-(d2/(n+(1/3)+0.1/(n+1)))^2*(n+(1/6))))^0.5; end rn2=exp(r*T/n); un2=rn2*(pna2/pn2); dn2=(rn2-pn2*un2)/(1-pn2);
59 a2=(log(K/S)-n*log(dn2))/(log(un2)-log(dn2)); cnPP2(n-10)=S*(1-binocdf(a2,n,pna2))-K*rn2^(-n)*(1-binocdf(a2,n,pn2)); %error PP2 error2(n-10)=abs(cnPP2(n-10)-cnBS); end %Gambar Error hold on n=11:2:1000; plot(n,error1(n-10),'k-') plot(n,error2(n-10),'k-.') legend('PP1','PP2') toc Lampiran program pembuatan tabel penghitungan nilai call untuk n = 25 clear clc format long %tic S=100; T=0.5; r=0.07; sigma=0.3; n=25; disp('======================================================== =======================================') disp(' K CRR JR Tian CRRVL PP1 PP2 BS') disp('======================================================== =======================================') for K=80:10:120; %METODE CRR %=============================================== un=exp(sigma*(T/n)^(0.5)); dn=exp(-sigma*(T/n)^(0.5)); rn=exp(r*T/n); pn=(rn-dn)/(un-dn); for j=0:n f=nchoosek(n,j)*pn^(n-j)*(1-pn)^(j)*max(0,un^(n-j)*dn^j*S-K);
60 fa(j+1)=f; end cnCRR=rn^(-n)*sum(fa); %METODE JR %=============================================== un=exp((r-0.5*sigma^2)*T/n+sigma*(T/n)^(0.5)); dn=exp((r-0.5*sigma^2)*T/n-sigma*(T/n)^(0.5)); rn=exp(r*T/n); pn=(rn-dn)/(un-dn); for j=0:n f=nchoosek(n,j)*pn^(n-j)*(1-pn)^(j)*max(0,un^(n-j)*dn^j*S-K); fa(j+1)=f; end cnJR=rn^(-n)*sum(fa); %METODE Tian %=============================================== rn=exp(r*T/n); vn=exp(sigma^2*T/n); un=(rn*vn/2)*(vn+1+(vn^2+2*vn-3)^0.5); dn=(rn*vn/2)*(vn+1-(vn^2+2*vn-3)^0.5); pn=(rn-dn)/(un-dn); for j=0:n f=nchoosek(n,j)*pn^(n-j)*(1-pn)^(j)*max(0,un^(n-j)*dn^j*S-K); fa(j+1)=f; end cnTian=rn^(-n)*sum(fa); %METODE CRR Versi Lain %=============================================== un=exp(sigma*(T/n)^(0.5)); dn=exp(-sigma*(T/n)^(0.5)); rn=exp(r*T/n); a=(log(K/S)-n*log(dn))/(log(un)-log(dn)); pn=(rn-dn)/(un-dn); pna=(un/rn)*pn; cnCRRVL=S*(1-binocdf(a,n,pna))-K*rn^(-n)*(1-binocdf(a,n,pn)); %METODE PP1 %===============================================
61 d1=(log(S/K)+(r+0.5*sigma^2)*T)/(sigma*T^0.5); d2=(log(S/K)+(r-0.5*sigma^2)*T)/(sigma*T^0.5); if K <= S pna=0.5+(0.25-0.25*exp(-(d1/(n+(1/3)))^2*(n+(1/6))))^0.5; pn =0.5+(0.25-0.25*exp(-(d2/(n+(1/3)))^2*(n+(1/6))))^0.5; else pna=0.5-(0.25-0.25*exp(-(d1/(n+(1/3)))^2*(n+(1/6))))^0.5; pn =0.5-(0.25-0.25*exp(-(d2/(n+(1/3)))^2*(n+(1/6))))^0.5; end rn=exp(r*T/n); un=rn*(pna/pn); dn=(rn-pn*un)/(1-pn); a=(log(K/S)-n*log(dn))/(log(un)-log(dn)); cnPP1=S*(1-binocdf(a,n,pna))-K*rn^(-n)*(1-binocdf(a,n,pn)); %METODE PP2 %=============================================== d1=(log(S/K)+(r+0.5*sigma^2)*T)/(sigma*T^0.5); d2=(log(S/K)+(r-0.5*sigma^2)*T)/(sigma*T^0.5); if K <= S pna=0.5+(0.25-0.25*exp(-(d1/(n+(1/3)+0.1/(n+1)))^2*(n+(1/6))))^0.5; pn =0.5+(0.25-0.25*exp(-(d2/(n+(1/3)+0.1/(n+1)))^2*(n+(1/6))))^0.5; else pna=0.5-(0.25-0.25*exp(-(d1/(n+(1/3)+0.1/(n+1)))^2*(n+(1/6))))^0.5; pn =0.5-(0.25-0.25*exp(-(d2/(n+(1/3)+0.1/(n+1)))^2*(n+(1/6))))^0.5; end rn=exp(r*T/n); un=rn*(pna/pn); dn=(rn-pn*un)/(1-pn); a=(log(K/S)-n*log(dn))/(log(un)-log(dn)); cnPP2=S*(1-binocdf(a,n,pna))-K*rn^(-n)*(1-binocdf(a,n,pn)); %METODE BS %=============================================== d1=(log(S/K)+(r+0.5*sigma^2)*T)/(sigma*T^0.5); d2=(log(S/K)+(r-0.5*sigma^2)*T)/(sigma*T^0.5); cnBS=S*normcdf(d1,0,1)-K*exp(-r*T)*normcdf(d2,0,1); W=[K,cnCRR,cnJR,cnTian,cnCRRVL,cnPP1,cnPP2,cnBS]; fprintf('%3.0f %12.8f %12.8f %12.8f %12.8f %12.8f %12.8f %12.8f\n',W);
62 end disp('======================================================== =======================================') %toc Lampiran tabel penghitungan nilai put untuk n = 25 clear clc format long tic S=100; T=0.5; r=0.07; sigma=0.3; n=25; disp('Nilai put opsi Eropa') disp('======================================================== =========================') disp(' K CRR JR Tian pnCRRVL PP1 PP2 BS') disp('======================================================== =========================') for K=80:10:120; %METODE CRR %=============================================== un=exp(sigma*(T/n)^(0.5)); dn=exp(-sigma*(T/n)^(0.5)); rn=exp(r*T/n); pn=(rn-dn)/(un-dn); for j=0:n f=nchoosek(n,j)*pn^(n-j)*(1-pn)^(j)*max(0,K-un^(n-j)*dn^j*S); fa(j+1)=f; end pnCRR=rn^(-n)*sum(fa); %METODE JR %=============================================== un=exp((r-0.5*sigma^2)*T/n+sigma*(T/n)^(0.5)); dn=exp((r-0.5*sigma^2)*T/n-sigma*(T/n)^(0.5));
63 rn=exp(r*T/n); pn=(rn-dn)/(un-dn); for j=0:n f=nchoosek(n,j)*pn^(n-j)*(1-pn)^(j)*max(0,K-un^(n-j)*dn^j*S); fa(j+1)=f; end pnJR=rn^(-n)*sum(fa); %METODE Tian %=============================================== rn=exp(r*T/n); vn=exp(sigma^2*T/n); un=(rn*vn/2)*(vn+1+(vn^2+2*vn-3)^0.5); dn=(rn*vn/2)*(vn+1-(vn^2+2*vn-3)^0.5); pn=(rn-dn)/(un-dn); for j=0:n f=nchoosek(n,j)*pn^(n-j)*(1-pn)^(j)*max(0,K-un^(n-j)*dn^j*S); fa(j+1)=f; end pnTian=rn^(-n)*sum(fa); %METODE CRR Versi Lain %=============================================== un=exp(sigma*(T/n)^(0.5)); dn=exp(-sigma*(T/n)^(0.5)); rn=exp(r*T/n); a=(log(K/S)-n*log(dn))/(log(un)-log(dn)); pn=(rn-dn)/(un-dn); pna=(un/rn)*pn; pnCRRVL=K*rn^(-n)*binocdf(a,n,pn)-S*binocdf(a,n,pna); %METODE PP1 %=============================================== d1=(log(S/K)+(r+0.5*sigma^2)*T)/(sigma*T^0.5); d2=(log(S/K)+(r-0.5*sigma^2)*T)/(sigma*T^0.5); if K <= S pna=0.5+(0.25-0.25*exp(-(d1/(n+(1/3)))^2*(n+(1/6))))^0.5; pn =0.5+(0.25-0.25*exp(-(d2/(n+(1/3)))^2*(n+(1/6))))^0.5; else pna=0.5-(0.25-0.25*exp(-(d1/(n+(1/3)))^2*(n+(1/6))))^0.5;
64 pn =0.5-(0.25-0.25*exp(-(d2/(n+(1/3)))^2*(n+(1/6))))^0.5; end rn=exp(r*T/n); un=rn*(pna/pn); dn=(rn-pn*un)/(1-pn); a=(log(K/S)-n*log(dn))/(log(un)-log(dn)); pnPP1=K*rn^(-n)*binocdf(a,n,pn)-S*binocdf(a,n,pna); %METODE PP2 %=============================================== d1=(log(S/K)+(r+0.5*sigma^2)*T)/(sigma*T^0.5); d2=(log(S/K)+(r-0.5*sigma^2)*T)/(sigma*T^0.5); if K <= S pna=0.5+(0.25-0.25*exp(-(d1/(n+(1/3)+0.1/(n+1)))^2*(n+(1/6))))^0.5; pn =0.5+(0.25-0.25*exp(-(d2/(n+(1/3)+0.1/(n+1)))^2*(n+(1/6))))^0.5; else pna=0.5-(0.25-0.25*exp(-(d1/(n+(1/3)+0.1/(n+1)))^2*(n+(1/6))))^0.5; pn =0.5-(0.25-0.25*exp(-(d2/(n+(1/3)+0.1/(n+1)))^2*(n+(1/6))))^0.5; end rn=exp(r*T/n); un=rn*(pna/pn); dn=(rn-pn*un)/(1-pn); a=(log(K/S)-n*log(dn))/(log(un)-log(dn)); pnPP2=K*rn^(-n)*binocdf(a,n,pn)-S*binocdf(a,n,pna); %METODE BS %=============================================== %d1=(log(S/K)+(r+s^2/2)*T)/(s*T^0.5); %d2=(log(S/K)+(r-s^2/2)*T)/(s*T^0.5); %Nd1=normcdf(-d1,0,1); %Nd2=normcdf(-d2,0,1); %p=K*exp(-r*T)*Nd2-S*Nd1;
d1=(log(S/K)+(r+0.5*sigma^2)*T)/(sigma*T^0.5); d2=(log(S/K)+(r-0.5*sigma^2)*T)/(sigma*T^0.5); pnBS=K*exp(-r*T)*normcdf(-d2,0,1)-S*normcdf(-d1,0,1); W=[K,pnCRR,pnJR,pnTian,pnCRRVL,pnPP1,pnPP2,pnBS]; fprintf('%3.0f %10.6f %10.6f %10.6f %10.6f %10.6f %10.6f %10.6f\n',W); end
65 disp('======================================================= ==========================') toc