UNIVERSITAS INDONESIA
PERBANDINGAN CAROTID STIFFNESS PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER STABIL DENGAN DAN TANPA DIABETES MELLITUS TIPE 2
TESIS
HENGKY GOSAL 1206326876
FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-II PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT DALAM JAKARTA DESEMBER 2013
Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
PERBANDINGAN CAROTID STIFFNESS PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER STABIL DENGAN DAN TANPA DIABETES MELLITUS TIPE 2
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar dokter spesialisII Ilmu Penyakit Dalam
HENGKY GOSAL 1206326876
FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS-II PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT DALAM KEKHUSUSAN KARDIOVASKULAR JAKARTA DESEMBER 2013
Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
KATA PENGANTAR Puji dan syukur saya panjatkan kehadapan Tuhan Yang Esa, karena telah memberikan kekuatan, kesehatan, bimbingan dan perlindungan sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini tanpa ada hambatan yang berarti. Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan Program Pendidikan Profesi Dokter Spesialis II Ilmu Penyakit Dalam dengan kekhususan Kardiovaskular, Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Pada kesempatan ini perkenankan saya menyampaikan rasa hormat, penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: •
Dr. dr. Czeresna H. Soejono, SpPD-KGer, FINASIM, MEpid, selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM terdahulu, atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk dapat mengikuti pendidikan Profesi Dokter Spesialis II di Departemen Ilmu Penyakit Dalam.
•
Dr. dr. Imam Subekti, SpPD-KEMD, FINASIM, selaku Ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, dan Ketua Program Studi PPDS-II Ilmu Penyakit Dalam terdahulu, atas kesempatan yang telah diberikan kepada saya untuk dapat mengikuti pendidikan Profesi Dokter Spesialis II di Departemen Ilmu Penyakit Dalam.
•
Dr. E. Mudjaddid, SpPD-KPsi, FINASIM, selaku Ketua Program Studi PPDS-II Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, atas kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan kepada saya selama mengikuti pendidikan keahlian.
•
Prof. Dr. Lukman H. Makmun, SpPD-KKV, KGer, FINASIM, selaku Ketua Divisi Kardiovaskular Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM terdahulu, yang senantiasa memberikan bimbingan dan berbagi ilmu kepada saya selama mengikuti pendidikan.
•
Prof. Dr. dr. Idrus Alwi, SpPD-KKV, FACC, FESC, FAPSIC, FINASIM, selaku Ketua Divisi Kardiovaskular Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM dan pembimbing, atas kesempatan, bimbingan, pengarahan, masukan, dan kepercayaan serta senantiasa berbagi ilmu kepada saya selama mengukuti pendidikan maupun dalam proses penelitian ini.
Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
•
Dr. Marulam M. Panggabean, SpPD-KKV, SpJP, FINASIM, selaku pembimbing dan staf Divisi Kardiovaskular Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM yang banyak memberikan pengarahan dan masukan kepada saya, baik yang berhubungan dengan penelitian ini maupun berbagi ilmu kepada saya selama mengikuti pendidikan.
•
Dr. Sally A. Nasution, SpPD-KKV, FINASIM, selaku Ketua Program Pendidikan Profesi Dokter Spesialis II/Konsultan Kardiovaskular Departemen Ilmu
Penyakit
Dalam
FKUI/RSCM,
yang
senantiasa
memberikan
kesempatan, bimbingan, saran-saran dan berbagi ilmu kepada saya selama mengikuti pendidikan. •
Prof. Dr. dr. Siti Setiati, SpPD-Kger, MEpid yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan metode penelitian dan statistik pada penelitian ini.
•
Prof. dr. Nurhay Abdurahman, SpPD-KKV, FINASIM, Prof. Dr. dr. Yahya Kisyanto, SpPD-KKV, FACC, FINASIM, Prof. Dr. dr. T. Santoso Sukamto, SpPD-KKV, FACC, FESC, FINASIM, Prof. dr. Hanafi B. Trisnohadi, SpPDKKV, FINASIM, Prof. dr. Dasnan Ismail, SpPD-KKV, Prof. dr. Daulat Manurung, SpPD-KKV, FINASIM, Prof. dr. Sjaharuddin Harun, SpPD-KKV selaku guru besar emeritus Divisi Kardiovaskular Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM yang senantiasa memberikan bimbingan dan berbagi ilmu kepada saya selama mengikuti pendidikan.
•
Dr. Kasim Rasjidi, SpPD-KKV, SpJP, FINASIM, Dr. dr. H.M. Yamin, SpJP (K), FACC, FSCAI, FIHA, Dr. Dono Antono, SpPD-KKV, FINASIM, Dr. Ika P. Wijaya, SpPD-KKV, FINASIM, selaku staf Divisi Kardiovaskular Departemen
Ilmu
Penyakit
Dalam
FKUI/RSCM,
yang
senantiasa
memberikan bimbingan dan berbagi ilmu kepada saya selama mengikuti pendidikan. •
Dr. Eka Ginanjar, SpPD, Dr. Muhadi, SpPD, Dr. Lusiana, SpPD, Dr. Simon Salim, SpPD, Dr. Rachmat Hamonangan, SpPD, Dr. Wawan Kurniawan, SpPD, Dr. Birry Karim, SpPD,selaku staf Divisi Kardiovaskular Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM, yang senantiasa memberikan dukungan selama mengikuti pendidikan.
Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
•
Dr. dr. Jusuf Rachmat, SpB, SpBTKV(K), MARS, selaku Kepala Unit Pelayanan Jantung Terpadu Rumah Sakit Ciptomangunkusumo yang memberikan bimbingan selama pendidikan dan memberikan saran dan kesempatan melakukan penelitian di PJT RSCM.
•
Teman sejawat, senior dalam program pendidikan Kardiovaskular, dr. Edwin S.,SpPD-KKV, FINASIM, dr. Todung DAS., SpPD-KKV, FINASIM, dr. Joko BJ, SpPD-KKV, FINASIM, dr. Charles L., SpPD-KKV, FINASIM, dr. Ryan R., SpPD-KKV, FINASIM, dr. Tommy P. Sibuea, SpPD,FINASIM.
•
Teman saya dr. Hardjo P, SpPD-KKV, Dr. Sri S., SpPD-KKV, dr. Indra M,, SpPD, dr. Rahmat I., SpPD, dr. Andreas Ari, SpPD, dr. Dedi W., SpPD yang senantiasa memberikan dukungan dan saling membantu selama pendidikan maupun penelitian dan teman-teman peserta pendidikan SP-II Kardiovaskular yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.
•
Kawan-kawan paramedis yang bertugas di polikliklinik Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI dan Pelayanan Jantung Terpadu Rumah Sakit Ciptomangunkusumo yang telah membantu saya selama pendidikan dan penelitian.
•
Staf administrasi Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM : Bu Mumun, Mbak Ella, Mbak Kiki yang telah banyak membantu kelancaran baik dalam pendidikan maupun penelitian ini.
•
Staf Bagian Pendidikan Sp2 dan Epidemiologi Klinik, Mba Intan Prihartini (terdahulu), Ibu Lidya, Mba Gumi, Ibu Utami, Bpk. Bayu, yang membantu kelancaran proses pendidikan dan penyusunan hasil penelitian ini.
•
Ir. Ruhana Supendi, yang telah membantu meminjamkan alat ultrasound Esaote My Lab Class.
•
Semua pasien dengan penyakit jantung koroner stabil yang telah bersedia ikut berpartisipasi dalam penelitian ini.
•
Kedua orang tua saya Bapak H. A. Gosal (Alm) dan Ibu Lanny (Alm) yang senantiasa memberikan semangat dalam hidup dan menjalankan pendidikan.
•
Mertua saya Bapak Drs. Johannes Hendra Amita dan Ibu Bernadina Nike ST yang senantiasa memberikan semangat sehingga saya mampu menyelesaikan pendidikan.
Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
•
Istri tercinta dr. Angela Shinta Dewi Amita, SpM yang selalu mendukung, memberi dorongan dan semangat sehingga saya berhasil menyelesaikan pendidikan dan penelitian ini.
•
Kakak dan ipar saya: Susiana Gosal (alm) dan serta kakak ipar, Frans Hutama Gosal serta kakak ipar, Robert Gosal (alm) serta kakak ipar, Ronny Gosal serta kakak ipar, Robby Gosal (alm) serta kakak ipar, Effendy Gosal serta kakak ipar, dan adik ipar Enrico Amita yang selalu mendorong dan memberi dukungan moril selama pendidikan saya, sehingga dapat berjalan lancar.
•
Serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan, kerjasama dan perhatian kepada saya, sehingga saya bisa menyelesaikan pendidikan dan penelitian ini.
Semoga Tuhan Yang Esa senantiasa memberikan berkat dan perlindungan kepada mereka yang telah memberi bantuan tanpa pamrih kepada saya. Saya menyadari bahwa hasil penelitian ini jauh dari sempurna dan masih banyak kekurangan, namun besar harapan saya semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat umumnya dan untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang Kardiovaskular.
Jakarta, Desember 2013
Hengky Gosal
Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
ABSTRAK
Nama : Hengky Gosal Program Studi : Pendidikan Dokter Spesialis-II Ilmu Penyakit Dalam Judul : Perbandingan carotid stiffness pada pasien penyakit jantung koroner stabil dengan dan tanpa diabetes mellitus tipe 2 Latar Belakang: Carotid stiffness (CS) merupakan perubahan fungsional pada arteri karotis akibat aterosklerosis. Diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) akan mempercepat dan memperburuk aterosklerosis sehingga meningkatkan risiko kejadian kardiovaskular. Sampai saat kini belum ada data di Indonesia tentang CS pada pasien penyakit jantung koroner (PJK) stabil dengan DMT2 yang menggunakan sistem otomatis echotracking ultrasound berbasis frekuensi radio. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan CS pada pasien PJK stabil dengan dan tanpa DMT2. Metode: Comparative cross-sectional antara kelompok pasien PJK stabil dengan dan tanpa pasien DMT2. Pemeriksaan CS dilakukan dengan posisi pasien berbaring telentang secara non-invasif pada 1 cm sebelum bulbus arteri karotis kiri dan kanan menggunakan automatic echotracking radiofrequency-based ultrasound dengan probe linear 3-13 MHz. Pengukuran CS dilakukan sebanyak enam kali pada masing-masing sisi arteri karotis dengan nilai tertinggi rerata carotid Pulse Wave Velocity (car-PWV) sebagai nilai CS individu. Hasil: Dari total 42 pasien (21 pasang) yang diperiksa didapatkan nilai rerata carPWV pasien PJK stabil dengan DMT2 lebih tinggi dibandingkan pasien PJK stabil tanpa DMT2 (9,8 ± 1,3m/s vs 6,7 ± 1,3m/s, p< 0,001). Kesimpulan: Nilai carotid stiffness pasien PJK stabil dengan DMT2 lebih tinggi dibandingkan pasien PJK stabil tanpa DMT2. Kata kunci: Carotid stiffness, diabetes mellitus tipe 2, penyakit jantung koroner stabil, automatic echotracking.
Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
ABSTRACT Name Study Program Title
: Hengky Gosal : Pendidikan Dokter Spesialis-II Ilmu Penyakit Dalam :
Comparison of carotid stiffness between stable coronary artery disease with and without type 2 diabetes mellitus Background: Carotid stiffness (CS) represents the functional changes in carotid arteries due to atherosclerosis. Progression of atherosclerosis was more accelerated in type 2 diabetes mellitus (T2DM) compared to non-diabetic patient, thus increasing the risk of cardiovascular events. Until now there is no data of CS in stable coronary artery disease (CAD) with T2DM in Indonesia using automatic echotracking radiofrequency-based ultrasound. The aim of this study was to compare CS in stable CAD with and without T2DM patient. Method: Comparative cross-sectional between group of stable CAD with and without T2DM patients. CS was measured in patient lying down non-invasively at 1 cm proximal to bulbus of the left and right carotid artery using automatICechotracking radiofrequency-based ultrasound system, 3-13 MHz linear probe. The highest mean carotid pulse wave velocity (car-PWV) value of six measurements of both side was used as an individual CS. Result: Total 42 patients (21 pairs) was examined. Mean value of car-PWV stable CAD with T2DM patient is higher than stable CAD without T2DM patient (9.8 1.3 m/s vs. 6.7 1.3 m/s, p<0.001) Conclusion: Carotid stiffness value of stable CAD with T2DM patient is higher than stable CAD without T2DM patient. Key words: Carotid stiffness, type 2 diabetes mellitus, stable coronary artery disease, automatic echotracking.
Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
DAFTAR ISI Halaman Pernyataan Orisinalitas ……………………………………………………...ii Halaman Pengesahan …………………………………………………………………..iii Kata Pengantar ………………………………………………………………………....v Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi Karya Ilmiah untuk Kepentingan Akademis ………………………………………………………………………………ix Abstrak ………………………………………………………………...………………x Daftar Isi …………………………………………………………………...………….xii Daftar Gambar ………………………………………………………………………...xiv Daftar Tabel …………………………………………………………………………...xv Daftar Singkatan ………………………………………………………………………xvi BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang Masalah ......................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 4 1.3 Pertanyaan Penelitian .............................................................................................. 4 1.4 Tujuan Penelitian ..................................................................................................... 5 1.5 Hipotesis .................................................................................................................. 5 1.6 Manfaat Penelitian ................................................................................................... 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 6 2.1 Penyakit Jantung Koroner (PJK) ............................................................................. 6 2.2 Arterial Stiffness ...................................................................................................... 8 2.3 Diabetes Mellitus Tipe 2 (DMT2) ........................................................................... 22 2.4 Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Carotid Stiffness .................................................. 23 2.5 Diabetes Mellitus Tipe 2, Carotid Stiffness, Penyakit Jantung Koroner .................. 25 2.6 Kerangka Teori ........................................................................................................ 28 BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL............................. 30 3.1 Kerangka Konsep ..................................................................................................... 30 3.2 Definisi Operasional ................................................................................................ 30 BAB 4 METODE PENELITIAN .................................................................................. 32 4.1 Rancangan Penelitian ............................................................................................... 32 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................................................. 32 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................................... 32 4.4 Perkiraan Besar Sampel ........................................................................................... 32 4.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi.................................................................................... 33 4.6 Tehnik Pengumpulan Data ....................................................................................... 34 4.7 Cara Pengukuran Carotid Stiffness .......................................................................... 34 4.8 Alur Penelitian ......................................................................................................... 36 BAB 5 HASIL PENELITIAN ....................................................................................... 37 5.1 Karakteristik Subyek Penelitian ............................................................................... 37 5.2 Pulse Wave Velocity ................................................................................................ 39 BAB 6 PEMBAHASAN ................................................................................................ 42
Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................................... 47 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 48 LAMPIRAN ................................................................................................................... 53
Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Struktur Arteri Berukuran Sedang .........................................................................9 Gambar 2.2 Ringkasan Beberapa Penyebab dan Lokasi dari Kekakuan Arteri............14 Gambar 2.3 Local arterial distensibility .........................................................................................18 Gambar 2.4 Gelombang distensi arteri karotis ..........................................................................19 Gambar 2.5 Distensi arteri karotis ..................................................................................................19 Gambar 2.6 Beberapa nilai hasil pemeriksaan Carotid Stiffness .......................................20 Gambar 2.7 Kerangka teori ................................................................................................................28 Gambar 5.1 Korelasi antara sistolik dan nilai PWV maksimal ……...……………………….41 Gambar 5.2. Korelasi antara HDL dan nilai PWV maksimal ………………………………….41
Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Indices of arterial stiffness applied to geometrical measurements of large arteries with ultrasounds …………………………………………….......…………………………………15 Tabel 2.2 Longitudinal studies reporting the independent predictive value of arterial stiffness according to the site of measurement ….........……………….……………………………16 Tabel 3.2.1 Batasan Operasional ………………………………………………………………………...30 Tabel 5.1.1 Sebaran subyek menurut karakteristik dan kelompok ...………………..……38 Tabel 5.1.2 Sebaran subyek menurut pengobatan dan kelompok ……….........................38 Tabel 5.1.3 Nilai rerata variabel menurut kelompok penelitian ........................................39 Tabel 5.2.1 Nilai rerata carotid-PWV menurut kelompok penelitian ..............................40 Tabel 5.2.2 Koefisien korelasi antara faktor penentu dengan nilai PWV .......................40
Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
DAFTAR SINGKATAN PJK DMT2 PKV AS PWV cf-PWV car-PWV RF FBF MRI AIx PP IMT QAS DC MAP SMC ECM MMP AGEs RAGE NO eNOS ROS RAAS ICAMs ERK-5 ERK-5 SUMOylation KLF-2 PPAR- NADPH oxidase MAPK VCAM-1 VEGF IL-6 TNF- TDS TDD LVH Met demand LV dysfunction
Penyakit Jantung Koroner Diabetes Mellitus Tipe 2 Penyakit Kardiovaskular Arterial Stiffness Pulse Wave Velocity carotid to femoral Pulse Wave Velocity carotid Pulse Wave Velocity Radiofrequency Forearm Blood Flow Magnetic Resonance Imaging Augmentation index Pulse Pressure Intima-Media Thickness Quality Arterial Stiffness Distensibility Coefficient Mean Arterial Pressure Smooth Muscle Cells (sel otot polos) Extra Cellular Matrix Matriks Metalloprotein Advanced Glycation Endproducts Receptor For Advanced Glycation Endproduct Nitrite Oxyde endothelial Nitric Oxide Synthase Reacive Oxygen Species Renin-Angiotensin-Aldosteron System Intercellular Adhesion Molecules Extracellular Signal-Regulated Kinase 5 Extracellular Signal-Regulated Kinase 5 Small Ubiquitin-Related Modifier Krupple-Like Factor 2 Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma Nicotinamide Adenine Dinucleotide Phosphate-Oxidase Mitogen-Activated Protein Kinase Vascular Cell Adhesion Molecule 1 Vascular Endothelial Growth Factor Interleukin 6 Tumor Necrosis Factor Alpha Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik Left Ventricular Hypertrophy Metabolic Demand Left Ventricular Dysfunction
Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit jantung koroner merupakan penyebab utama kematian dan kecacatan di negara maju, demikian pula di Indonesia.
(1), (2)
Hal ini tentu akan
menjadi beban buat pasien, keluarga karena pasti membutuhkan biaya dan fasilitas yang mahal. (3) Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan manifestasi aterosklerosis pada arteri koroner. Proses aterosklerosis yang mendasari terjadinya PJK terjadi pada dinding pembuluh darah. Secara histologis, aterosklerosis mempunyai dua komponen utama yakni ateroma dan sklerosis. Proses ini bertanggung jawab terhadap perubahan struktur dan fungsi dinding pembuluh darah yang menyebabkan disfungsi endotel, penebalan, deposisi plak, penyempitan dinding pembuluh darah (perubahan struktur) serta kekakuan dan berkurangnya distensibilitas dinding pembuluh darah (perubahan fungsi). Hal ini berlangsung bertahun-tahun tanpa disertai gejala klinis (preclinical disease) namun sudah mengakibatkan perubahan pada dinding pembuluh darah (subclinical organ damage), sampai suatu saat akan bermanifestasi klinis (clinical disease). (4) Oleh karena itu European Society of Cardiology bekerja sama dengan European Society of Hypertension dalam guideline tahun 2007 menganjurkan pentingnya melakukan deteksi dini organ damage dan mengevaluasi faktor risiko kardiovaskular pada pasien hipertensi.
(5)
Bahkan pada tahun 2009 menetapkan
subclinical organ damage sebagai marker of high cardiovascular risk. (6) Berbagai penelitian memperlihatkan hubungan antara arterial stiffness (AS) atau kekakuan arteri dengan risiko terjadinya PJK. Kekakuan arteri sentral telah ditetapkan sebagai prediktor independen yang kuat terhadap kejadian kardiovaskular dan kematian, terutama pada pasien penyakit ginjal stadium akhir, hipertensi, diabetes mellitus, dan lansia. (7), (8) Arterial Stiffness (AS) merupakan kemampuan arteri untuk melakukan ekspansi dan kontraksi selama siklus jantung. Dengan mengukur AS kita dapat mendeteksi adanya perubahan fungsional pada dinding pembuluh darah. Pengukuran AS dapat bersifat sistemik, regional, dan lokal. Yang diukur adalah perubahan diameter dan tekanan pada pembuluh darah. Alat untuk mengukur AS
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
2
antara lain
menggunakan osiloskop, aplanasi tonometer, phletysmography,
ultrasound, FBF (forearm blood flow), MRI (magnetic resonance imaging). (9) Pulse Wave Velocity (PWV) merupakan salah satu parameter AS. Parameter ini sering digunakan dalam penelitian AS diluar negeri. Umumnya metoda yang dipakai adalah pengukuran carotid to femoral PWV (cf-PWV), dengan menggunakan aplanasi tonometer (regional arterial stiffness). Pengukuran ini meliputi penilaian regional terhadap pembuluh darah sentral atau pembuluh darah perifer. (9), (10), (11) Usia, hipertensi, dislipidemia, merokok, obesitas, aktifitas fisik, dan diabetes mellitus akan mempengaruhi AS melalui mekanisma disfungsi endotel, perubahan pada matriks metalloprotein (MMP), sel otot polos, inflamasi, Advanced Glycation Endproducts (AGEs), glukosa, insulin. (12) Diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) merupakan salah satu faktor risiko independen yang sangat potensial untuk terjadinya PJK, telah diakui sebagai cardiovascular disease equivalent. Dibandingkan dengan individu tanpa DMT2, maka individu dengan DMT2 memiliki kecenderungan prevalensi PJK yang lebih tinggi.
(13)
Pembuluh darah pasien dengan DMT2 lebih rentan terhadap
terbentuknya plak aterosklerosis dibandingkan dengan pasien tanpa DMT2.
(14)
Oleh karena itu pasien DMT2 sering mengalami komplikasi mikrovaskular seperti nefropati diabetik, retinopati atau neuropati dan komplikasi makrovaskular seperti PJK.
(15)
Penelitian lain menyebutkan DMT2 menyebabkan premature and
accelerated atherosclerosis dengan peningkatan risiko kejadian kardiovaskular. (16)
Pada pasien DMT2, iskemia dan infark miokard karena aterosklerosis koroner
umumnya terjadi tanpa gejala. Aterosklerosis multivessel sering didapatkan sebelum gejala iskemik terjadi dan sebelum pengobatan diberikan. Diagnosis atau deteksi yang terlambat terhadap berbagai bentuk komplikasi aterosklerosis dipastikan akan memperburuk prognosis penderita DMT2. (17) Berbagai penelitian menunjukkan pasien dengan DMT2 dijumpai adanya peningkatan AS dibandingkan pasien tanpa DMT2, penelitian yang dilakukan oleh Dymott (2011)
(18), (19), (20) (21)
namun hasil
pada populasi PJK
memperlihatkan tidak ada perbedaan AS antara kelompok DMT2 dan kelompok tanpa DMT2. Penelitian oleh Dymott mengukur brachial-PWV. Sebaliknya hasil penelitian Lee (2007) (22) dengan menggunakan MRI dan Keymel (2011) (23) yang
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
3
menggunakan plethysmography menunjukkan ada peningkatan AS pada pasien PJK dengan DMT2. Penelitian-penelitian mengenai AS umumnya dilakukan secara regional (regional stiffness), sedangkan pengukuran AS secara lokal (local stiffness) belum banyak dilakukan, hal ini disebabkan hambatan teknis.
(24)
Kekurangan
pemeriksaan AS secara regional antara lain operator dependent, waktu pengukuran lebih lama, kurang praktis, tidak real-time, dan terdapat variabilitas interoperator. Beberapa keterbatasan yang harus diperhatikan, bahwa femoral pressure waveform mungkin sulit untuk direkam secara akurat pada pasien dengan sindrom metabolik, obesitas, diabetes, penyakit arteri perifer. Adanya stenosis aorta, iliaka, femoralis proksimal melemahkan dan menghambat pressure wave. Akurasi dalam mengukur jarak antara proksimal dan distal akan mempengaruhi hasil akhir PWV, obesitas sentral dan ukuran payudara yang besar dapat membuat pengukuran jarak menjadi tidak akurat. (9) Dengan kemajuan teknologi ultrasound, saat ini telah dikembangkan metode pengukuran AS secara lokal dengan menggunakan high-resolution ultrasound dengan teknik automatic echotracking system dan Radio Frequencydata processing sehingga lebih akurat mengukur AS, serta mengatasi hambatan teknis yang ada sebelumnya. Oleh karena itu perangkat ini dijadikan sebagai rujukan teknis (reference techniques) dalam pengukuran AS secara lokal. Kelebihan teknik ini adalah hasil yang lebih akurat, control quality feedback oleh operator,
minimal
operator
variability,
dan
real–time.
Perangkat
ini
dikembangkan untuk mengukur perubahan diameter pembuluh darah pada akhir diastole dengan presisi sangat tinggi. Sistem ini memungkinkan mengukur perubahan diameter terhadap perubahan tekanan dan volume pada dinding pembuluh darah sehingga memungkinkan mengukur PWV secara lokal, sehingga dapat melengkapi kekurangan dan mengatasi keterbatasan pengukuran AS secara regional. (24) Carotid stiffness merupakan suatu isu yang menarik, karena arteri karotis adalah pembuluh darah sentral dan tergolong pembuluh darah besar yang merupakan cabang aorta yang paling dekat dan memiliki struktur mirip dengan aorta. Arteri karotis merupakan tempat dimana aterosklerosis sering dijumpai.
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
4
Karena letak arteri karotis yang superfisial, sehingga memungkinkan pengukuran secara lokal. (25) Indonesia sebagai salah satu negara berkembang memiliki penduduk dengan penyakit kardiovaskular yang cukup banyak, namun sampai dengan saat kini belum ada data tentang dampak atau pengaruh DMT2 terhadap perubahan fungsional arteri karotis (carotid stiffness) pada pasien PJK stabil. Dari data penelitian yang dilakukan di luar negeri tentangAS pada pasien PJK stabil dengan DMT2 telah dilaporkan, namun hasil yang dilaporkan beragam karena menggunakan alat dan metoda yang berbeda. (21) (22) (23) 1.2 Rumusan Masalah DMT2 merupakan salah satu faktor risiko aterosklerosis yang dapat berakhir dengan terjadinya PJK. Faktor risiko lain yaitu usia, jenis kelamin, dislipidemia, hipertensi, merokok, obesitas dan kurang aktivitas fisik. Pengaruh aterosklerosis pada pembuluh darah dapat mengakibatkan perubahan fungsional pembuluh darah berupa AS. AS menyebabkan kecepatan hantaran gelombang yang ditimbulkan akibat kontraksi ventrikel jantung saat sistolik meningkat, yang lama kelamaan menyebabkan penebalan, deposisi matrix, dan penyempitan pembuluh darah. Data dari kepustakaan menunjukkan bahwa DMT2 akan mempercepat dan memperburuk aterosklerosis. Sampai saat ini belum ada data tentang dampak atau pengaruh DMT2 terhadap perubahan fungsional arteri karotis (carotid stiffness) pada pasien PJK stabil di Indonesia. Meskipun penelitian tentang AS pada pasien PJK stabil dengan DMT2 telah dilaporkan, namun hasil yang dilaporkan beragam karena menggunakan alat dan metoda yang berbeda). (21), (22), (23) Untuk itu peneliti bermaksud melakukan penelitian local stiffness menggunakan high resolution, automatic echotracking system, radiofrequency based ultrasound untuk mendapatkan gambaran tentang Carotid Stiffness dan membandingkan Carotid Stiffness pada pasien PJK stabil dengan dan tanpa DMT2 di RSCM. 1.3 Pertanyaan Penelitian Apakah terdapat perbedaan nilai Carotid Stiffness pada pasien PJK stabil dengan dan tanpa DMT2 di RSCM
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
5
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum 1.4.1.1 Untuk melihat perbedaan Carotid Stiffness pada pasien PJK stabil dengan dan tanpa DMT2 di RSCM 1.4.2 Tujuan Khusus 1.4.2.1 Untuk mengetahui nilai Carotid Stiffness pada pasien PJK stabil dengan DMT2 di RSCM 1.4.2.2 Untuk mengetahui nilai Carotid Stiffness pada pasien PJK stabil tanpa DMT2 di RSCM 1.4.2.3 Untuk membandingkan nilai Carotid Stiffness pada pasien PJK stabil dengan dan tanpa DMT2 di RSCM 1.5 Hipotesis Nilai Carotid Stiffness pada pasien PJK stabil dengan DMT2 lebih tinggi dibandingkan pasien PJK stabil tanpa DMT2 di RSCM 1.6 Manfaat Penelitian 1.6.1 Bagi tenaga medis :
Pemeriksaan carotid stiffness dapat dilakukan sebagai pemeriksaan rutin di klinik pada pasien DMT2 sebagai salah satu pemeriksaan faktor risiko PJK.
Bila carotid stiffness meningkat maka morbiditas dan mortalitas akan lebih meningkat, sehingga perlu tindakan yang lebih agresif dengan memberikan obat-obatan yang dapat menurunkan stiffness.
1.6.2 Bagi Pasien :
Dengan melakukan pemeriksaan carotid stiffness, pasien akan memperoleh informasi tentang kualitas kesehatan vaskularnya.
1.6.3 Bagi institusi:
Menambah / memperluas khasanah ilmu pengetahuan / pemahaman tentang Carotid Stiffness.
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Jantung Koroner (PJK) 2.1.1 Epidemiologi PJK Penyakit kardiovaskular (PKV) saat kini merupakan penyebab utama kematian di seluruh dunia. Sebelum tahun 1900, penyakit menular dan kekurangan gizi adalah penyebab utama dan PKV bertanggung jawab atas kurang dari 10% dari semua kematian. (26) Perubahan pola penyakit penyebab kematian ini dikenal sebagai transisi epidemiologi. Pergeseran ini didorong oleh industrialisasi, urbanisasi, dan perubahan gaya hidup yang terkait dan berlangsung di setiap bagian dunia di antara semua ras, kelompok etnis, dan budaya. (26), (27) Pada negara-negara industri, aktivitas fisik terus menurun sementara jumlah asupan kalori meningkat. Hal ini menimbulkan epidemi kelebihan berat badan dan obesitas, kecenderungan peningkatan diabetes mellitus tipe 2, hipertensi, dan dislipidemia. Jika kecenderungan faktor risiko ini terus berlanjut, maka mortalitas PKV akan meningkat di tahun mendatang. (26) Di
Indonesia,
data
Survei
Kesehatan
Rumah
Tangga
(SKRT)
menunjukkan kecenderungan peningkatan kejadian penyakit kardiovaskuler dari urutan ke-11 (tahun 1972) menjadi urutan ke-3 (tahun 1986) dan menjadi penyebab kematian utama pada tahun 1992, 1995 dan 2001. (2) 2.1.2 Definisi dan Diagnosis PJK Penyakit Jantung Koroner (PJK) merupakan suatu keadaan penyempitan arteri koroner akibat proses aterosklerosis sehingga pasokan darah ke miokardium berkurang. PJK stabil terjadi pada penderita PJK yang mempunyai gejala klinis stabil, dapat bermanifestasi sebagai nyeri dada (angina). Stable angina merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai oleh rasa tidak nyaman atau nyeri di dada, rahang, bahu, punggung atau lengan kiri; dengan durasi kurang dari 15 menit, nyeri ini akan muncul saat beraktifitas, stres emosional, dan akan hilang dengan istrahat atau pemberian nitrogliserin. Jika terus berlanjut dan memberat dapat bermanifestasi sebagai sindrom koroner akut (SKA), yang akan semakin meningkatkan angka kematian. (28), (29), (30)
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
7
Nyeri dada akibat iskemia miokard disebabkan oleh ketidakseimbangan antara supply dan konsumsi oksigen pada miokard. Oksigen supply ditentukan oleh saturasi oksigen arteri dan ekstraksi oksigen miokard, yang sangat bergantung pada diameter dan tonus arteri koroner. Adanya plak aterosklerosis pada dinding arteri koroner akan mempengaruhi keseimbangan ini. (28) Iskemia miokard kadang bersifat silent (painless). Hal ini disebabkan karena durasi iskemia yg insufisien maupun adanya gangguan syaraf aferen kardiak ataupun inhibisi nyeri pada tingkat spinal dan paraspinal. Pada keadaan ini manifestasi dapat berupa nafas pendek dan palpitasi, keluhan ini dikenal sebagai anginal equivalent (28), (31) Proses patologi angina pektoris stabil adalah adanya ateroma yang menyebabkan diameter lumen arteri koroner menyempit. Arteri koroner normal mempunyai kapasitas untuk meredam kenaikan resistensi akibat peningkatan aliran darah koroner sewaktu melakukan exercise maksimal. Namun kapasitas ini akan berkurang bila terjadi penurunan diameter lumen arteri koroner akibat adanya plak ateroma sehingga terjadi iskemia miokard saat melakukan exercise maksimal (tergantung derajat stenosis arteri koroner) (28), (32) Klasifikasi angina pektoris stabil berdasarkan klinis menurut Canadian Cardiovascular Classification System of Angina Pectoris (CCCS): (28) a. Kelas I : Nyeri dada timbul saat aktifitas, stres berat dan lama; aktifitas fisik biasa tidak menimbulkan nyeri (berjalan, naik tangga) b. Kelas II : Nyeri dada timbul saat aktifitas biasa (berjalan cepat atau berjalan >2 blok, naik tangga cepat atau naik lebih dari satu lantai); nyeri dapat memberat setelah makan, dingin, atau emosi. c. Kelas III: Nyeri dada timbul pada aktivitas biasa yang sangat ringan. d. Kelas IV: Nyeri dada timbul saat istirahat.
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
8
Diagnosis dan evaluasi PJKstabil dapat dilakukan melalui (28): 1. Anamnesis 2. Pemeriksaan fisik 3. Pemeriksaan laboratorium 4. Foto thorak 5. Pemeriksaan jantung non-invasif :
Resting EKG
Treadmill test
Resting echocardiography
Uji latih jasmani dengan echocardiography
Uji latih jasmani dengan myocardial perfusion scintigraphy
Uji latih jasmani farmakologik dengan tehnik imaging
Monitoring EKG ambulatoar
Tehnik non invasif untuk menilai kalsifikasi dan anatomi koroner :
- Computed tomography - Magnetic resonance arteriography
6. Pemeriksaan jantung invasif untuk menilai anatomi koroner :
Coronary arteriography
Intravascular Ultrasound
2.2 Arterial Stiffness Arterial Stiffness (AS) dapat digambarkan sebagai hubungan perubahan geometris pembuluh darah sebagai akibat dari pulsasi tekanan darah pada dinding pembuluh darah, khususnya perubahan diameter dari waktu ke waktu pada arteri (distension wave). Hubungan antara perubahan tekanan dan perubahan diameter akan menentukan sifat elastis dari dinding arteri. (9), (33) Dinding arteri terdiri dari tiga lapisan yakni tunika intima, media dan adventitia. Tunika intima merupakan lapisan terdalam berupa lapisan tunggal sel endotel dan jaringan ikat. Lapisan tengah adalah tunika media yang terdiri dari jaringan elastis dan sel otot polos tergantung pada ukuran dan lokasi dari arteri. Lapisan terluar adalah tunika adventitia yang merupakan jaringan ikat fibrosa.
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
9
Gambar 2.1 Struktur arteri berukuran sedang. Adapted from: Clinical assessment of arterial stiffness. Claridge MWC. (34)
Sistem arteri terdiri dari dua kelompok arteri yang memiliki struktur yang berbeda. Kelompok arteri elastis seperti aorta, arteri karotis dan brakiosefalika. Kelompok arteri ini berfungsi sebagai saluran dan cadangan / buffer selama siklus jantung. Kelompok lain adalah kelompok arteri muskular yang terletak lebih distal dan memiliki efek vasodilatasi aktif pada pemberian obat-obatan. (35) Arteri merupakan sistem yang unik dari pembuluh darah karena dapat berdistensi dan menyalurkan gelombang pulsasi akibat kontraksi ventrikel jantung dan memberikan aliran darah kontinu ke jaringan seluruh tubuh. Pada fase sistolik, jantung memompa darah dan menghasilkan menghasilkan gelombang tekanan (pressure wave) yang dialirkan ke seluruh arteri. Gelombang tekanan ke depan (forward pressure wave) dialirkan dengan kecepatan antara 5-15 m/s, kecepatan transmisi gelombang ini jauh lebih cepat dibandingkan kecepatan aliran darah. Setibanya pada titik impedance mismatch (percabangan pembuluh darah), gelombang tekanan akan dipantulkan (reflected wave) dan dialirkan ke jantung. Reflected pressure wave ini akan tiba kembali di jantung pada fase diastolik dan akan bergabung dengan gelombang awal yang menghasilkannya atau terlihat setelah itu. Jika detak jantung cepat, gelombang yang dipantulkan dapat diteruskan dan bergabung dengan pulsa gelombang berikutnya. (10) Dalam tubuh manusia, wave reflection dapat berasal dari berbagai lokasi, termasuk bifurcatio / percabangan arteri perifer dan muskular arteri (arteri kecil).
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
10
Struktur geometri, jumlah arteriol, dan arsitektur mikrovaskuler berperan penting dalam proses timbulnya wave reflection. (10) 2.2.1 Proksimal dan Distal Arterial Stiffness (9) Sifat elastis dari arteri sangat bervariasi, arteri yang terletak proksimal bersifat lebih elastis dan arteri yang terletak distal sifatnya lebih kaku. Heterogenitas ini disebabkan oleh perbedaan struktur molekul, seluler, dan histologis dari dinding arteri, yang berbeda pada berbagai bagian arterial tree. Sebagai contoh, pada manusia, PWV pada ascending aorta 4-5 m/s meningkat menjadi 5-6 m/s pada aorta abdominalis dan 8-9 m/s pada arteri iliaka dan femoralis. Pada subyek dewasa normotensi, didapatkan penurunan distensibilitas dinding arteri (penilaian menggunakan sistem echotracking) dari 40 kPa-1x10-3 pada aorta thorakalis, menjadi 10-20 kPa-1x10-3 pada arteri karotis dan 5 kPa-1x10 3
pada arteri radialis. Heterogenitas pada kekakuan arteri ini memiliki konsekuensi fisiologis
dan patofisiologis yang penting. Jika suatu gelombang tekanan (pressure wave) disalurkan sepanjang tabung viskoelastik tanpa cabang (situs refleksi) maka gelombang ini akan semakin melemah secara eksponential. Sebaliknya, pressure wave yang merambat di sepanjang tabung viskoelastik dengan banyak cabang akan semakin diperkuat karena adanya wave reflection. Pada arteri perifer, wave reflection akan memperkuat pressure wave karena situs refleksi lebih banyak ditemukan pada perifer daripada sentral, dan PWV akan lebih tinggi pada arteri perifer, sehingga amplitudo pressure wave akan lebih tinggi pada arteri perifer daripada arteri sentral, hal ini dikenal sebagai “amplification phenomenon” atau fenomena amplifikasi. Adanya amplifikasi pulse pressure antara arteri sentral dan perifer, mengakibatkan pengukuran brachial pulse pressure sebagai pengganti (surrogate) untuk aortic atau carotid pulse pressure tidak akurat. Bila menggunakan brachial pulse pressure (sebagai ganti dari central pulse pressure) dalam mengukur local stiffness (yang dihitung sebagai rasio antara pulse pressure terhadap perubahan relatif diameter) maka hasil yang diperoleh akan overestimasi.
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
11
Saat ini model yang paling diterima untuk pengukuran kekakuan arteri yaitu model propagatif. Model ini terdiri dari sebuah tabung visko-elastis yang mendistribusikan sifat elastis (sehingga memungkinkan timbulnya gelombang tekanan sepanjang tabung) dan mempunyai banyak cabang dan tingkat resistensi tabung yang tinggi sehingga menghasilkan retrograde wave. Semakin kaku suatu arteri, semakin tinggi kecepatan hantar forward wave dan retrograde wave. Faktor seperti usia, hipertensi, dislipidemia, merokok, obesitas, aktifitas fisik, dan diabetes mellitus akan mempengaruhi arterial stiffness melalui mekanisma disfungsi endotel, perubahan pada matriks metalloprotein (MMP), sel otot polos, inflamasi, Advanced Glycation Endproducts (AGEs), peran glukosa dan insulin. (9), (12) 2.2.2 Mekanisme Arterial Stiffness Perkembangan ilmu pengetahuan menunjukkan bahwa arterial stiffness dikaitkan dengan disfungsi endotel, ekspresi akibat perubahan matriks protein, perubahan jumlah sel otot polos, perubahan struktur dan fungsi, inflamasi dinding pembuluh darah, faktor genetik, AGEs, serta peran glukosa dan insulin. (9), (12) 2.2.2.1 Peran Sel Endotel Sel endotel terlibat dalam banyak aspek biologi vaskular, termasuk (i) proses vasokonstriksi dan vasodilatasi, dan kontrol tekanan darah, (ii) pembekuan darah (trombosis & fibrinolisis), (iii) inflamasi vaskular dan aterosklerosis, (iv) pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis), dan (v) retensi cairan dan edema. Disfungsi endotel merupakan suatu tanda atau ciri dari penyakit pembuluh darah dan berkontribusi terhadap proses aterosklerosis, yang sering dijumpai pada pasien dengan DMT2, hipertensi, atau penyakit kronis lainnya. Salah satu mekanisme utama disfungsi endotel adalah berkurangnya bioaktivitas nitrite oxyde (NO), suatu endothelium-derived relaxing factor yang berperan penting dalam menjaga tonus dan reaktivitas pembuluh darah. (36) Penghambatan sintesa nitrite oxyde mengakibatkan peningkatan local arterial stiffness akut pada relawan sehat. Disfungsi endotel dapat meningkatkan kekakuan arteri dengan menginduksi kontraksi sel otot polos pembuluh darah atau dengan mendorong proses aterosklerosis. Beberapa studi memperlihatkan
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
12
hubungan langsung antara arterial stiffness dan disfungsi endotel pada arteri koroner dan pembuluh darah lengan bawah. (8), (36) 2.2.2.3 Peran Sel Otot Polos Vascular Sel otot polos vascular (Smooth muscle cells / SMCs) berperan penting dalam fungsi dan compliance pembuluh darah. Dengan melakukan kontraksi dan relaksasi, SMCs pembuluh darah akan mengontrol diameter lumen dan memungkinkan pembuluh darah untuk mempertahankan tekanan darah yang tepat. Selain itu SMCs vaskular mensintesis sejumlah besar komponen matriks ekstraseluler (Extra Cellular Matrix / ECM) dan meningkatkan proliferasi dan migrasi sel. Sehingga SMCs terlibat tidak hanya dalam regulasi jangka pendek diameter pembuluh darah, tetapi juga dalam proses adaptasi jangka panjang, melalui proses remodelling struktural dengan mengubah jumlah sel dan komposisi jaringan ikat. SMCs melepaskan sejumlah matriks metaloproteinase (MMPs) seperti MMP-9, yang dapat mengdegradasi elastin. Kehilangan elastin atau lamellae elastis dari tunika media vaskular berperan terhadap kekakuan arteri. Sebuah studi menunjukkan pada pasien dengan mutasi gen MYH11 (efek dominan-negatif) yang mempengaruhi C-terminal coiled-coil region of the smooth muscle myosin heavy chain (protein kontraktil spesifik dari SMCs), tampak kekakuan aorta meningkat secara paralel terhadap luas daerah degenerasi tunika medial arteri dan jumlah SMCs yang sangat rendah pada aorta, hal ini memberikan bukti langsung peran SMCs vaskular pada kekakuan arteri. (12) 2.2.2.4 Peran Inflamasi (12,36) Inflamasi telah diketahui sebagai salah satu faktor risiko utama yang berkontribusi terhadap aterosklerosis dan kekakuan arteri besar. Kekakuan arteri besar akibat inflamasi terjadi melalui sejumlah mekanisme yang akan berujung dengan perubahan fungsional dan struktural komponen arteri. Pertama, inflamasi dikaitkan dengan penurunan waktu paruh endothelialderived nitrite oxyde (NO) akibat peningkatan oksidatif stres yang dihasilkan oleh peradangan sehingga menginaktifasi NO dan menyebabkan disfungsi endotel (vide supra). Kedua, peradangan kronis diketahui memainkan peran penting dalam perkembangan dan progresi aterosklerosis. Mediator inflamasi dapat meningkatkan infiltrasi leukosit dan mengaktifkan vaskular SMCs, yang pada
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
13
gilirannya meningkatkan ekspresi dan aktivitas MMPs dan berkontribusi terhadap kekakuan arteri. Beberapa penelitian memperlihatkan adanya hubungan yang signifikan antara arterial stiffness (dinilai dengan PWV) dan inflamasi, dibuktikan dengan peningkatan kadar high sensitive C-reactive protein (hs-CRP), tumor necrosis factor alpha (TNF-α), dan interleukin-6 (IL-6) pada pasien hipertensi esensial. 2.2.2.5 FaktorGenetik (12) Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kekakuan arteri dapat dikaitkan dengan predisposisi genetik, yang sebagian besar independen dari pengaruh hipertensi dan faktor risiko kardiovaskular lainnya. Sebuah studi awal menunjukkan bahwa nilai arterial stiffness lebih tinggi pada remaja dengan riwayat orangtua infark miokard atau diabetes dibandingkan yang tidak memiliki riwayat orangtua tersebut. Penelitian lain memperlihatkan nilai arterial stiffness lebih tinggi pada keturunan
keluarga
dengan
hipertensi
dibanding
subyek
kontrol.
Namun, penebalan dinding vaskular yang diinduksi oleh hipertensi tidak terkait dengan peningkatan arterial stiffness pada pasien dengan hipertensi esensial dan dalam model tikus hipertensi. Menggunakan pendekatan gen kandidat, memperlihatkan bahwa sistem renin-angiotensin-aldosteron (RAAS), yang terlibat dalam mekanisme kontrol tekanan darah berperan penting dalam proses kekakuan arteri. Selain itu, polymorphysms matriks protein, seperti elastin dan MMP-3, juga dikaitkan dengan kekakuan arteri. 2.2.2.6 Peran Advanced Glycation Endproducts (AGEs) (8) Advanced Glycation Endproducts (AGEs) merupakan hasil dari glikasi protein nonenzimatik yang membentuk ireversibel cross-links pada jaringan protein yang stabil seperti kolagen. Ketika terjadi crosslinking, maka kolagen yang dihasilkan akan bersifat kaku dan tahan terhadap regulasi turnover. Jaringan elastin juga sensitif terhadap AGEs-associated cross-linking, sehingga terjadi penurunan matriks dinding pembuluh darah akibat paparan glikasi protein ini. Advanced Glycation Endproducts (AGEs) juga mempunyai dampak
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
14
terhadap fungsi endotel melalui penurunan kadar NO dan peningkatan pembentukan spesies oksigen reaktif (ROS) terutama peroxynitrite. Banyak bukti menunjukkan AGEs menstimulasi sinyal stres dan respon inflamasi seperti peningkatan ekspresi p12 (ras), NF-kB, ROS sintesis, pembentukan sitokin, growth factors dan ICAMs. Hal ini akan memediasi kekakuan pembuluh darah melalui aktifitas MMP, disfungsi endotel, peningkatan tonus sel otot polos (pada muscular arteries), mengganggu respon endotel terhadap cedera, mempengaruhi angiogenesis dan memicu aterosklerosis. 2.2.2.7 Peran glukosa dan insulin Arterial stiffness (AS) merupakan anomali yang paling penting diantara ciri dari diabetes vasculopathology. Pada individu dengan diabetes mellitus atau sindrom metabolik, AS dijumpai pada semua kelompok umur. Pada anak-anak yang mengalami obesitas atau telah didiagnosis sindrom metabolik, ditemukan tanda-tanda dini dari kekakuan arteri. positif
dengan
AS.
Kronik
(8)
Resistensi insulin sangat berkorelasi
hiperglikemia
dan
hiperinsulinemia
akan
meningkatkan aktifitas dari sistem renin angiotensin aldosteron dan ekspresi reseptor angiotensin-2 pada jaringan pembuluh darah, sehingga menyebabkan hipertrofi dinding pembuluh darah dan fibrosis jaringan. (37) Gangguan toleransi glukosa akan meningkatkan glikasi kolagen sehingga mengubah sifat vasoelastic dari pembuluh darah. AS akan diperberat oleh LDL-induced endothelial dysfunction, insulin-induced anomalies in vascular tone dan gangguan biologik akibat peptida natriuretik. (38), (39)
Gambar 2.2 Ringkasan beberapa penyebab dan lokasi dari kekakuan arteri. Adapted from: Zieman et al. Arterioscler Thromb Vasc Biol. 2005;25:932-943 (12)
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
15
2.2.3 Pengukuran Arterial Stiffness Berbeda dengan systemic arterial stiffness yang hanya dapat diestimasi berdasarkan model sirkulasi. Regional dan local arterial stiffness dapat diukur secara langsung dan non-invasive pada berbagai arteri superfisial. Keuntungan utama pengukuran secara langsung ini, parameter yang diperoleh sangat berhubungan erat dengan kekakuan dinding arteri. Berbagai ulasan telah dipublikasikan tentang aspek metodologis pengukuran arterial stiffness. (40), (41)
Tabel 2.1 Indices of arterial stiffness applied to geometrical measurements of large arteries with ultrasounds
Adapted from: Laurent S, Cockcroft J, Bortel LV, et al. European Heart Journal. 2006;27:2588–2605 (9)
Pada pengukuran arterial stiffness (AS), umumnya yang diukur adalah ukuran diameter, perubahan diameter, tekanan serta kecepatan rambat gelombang pada dinding pembuluh darah. Alat yang digunakan antara lain osiloskop, aplanasi tonometer, phletysmography, ultrasound, Forearm Blood Flow (FBF), Magnetic Resonance Imaging (MRI) dengan parameter AS yaitu Pulse Wave Velocity (PWV), Augmentation index (AIx), dan Pulse Pressure (PP). (9) Pulse Wave Velocity (PWV) lebih sering digunakan sebagai parameter AS. PP dan AIx sangat tergantung pada kecepatan hantar gelombang, amplitudo reflected wave, reflectance point, durasi dan pola ejeksi ventrikel (yang dipengaruhi oleh heart rate dan kontraktilitas ventrikel jantung) sedangkan PWV sendiri merupakan kecepatan rambat gelombang yang menggambarkan kekakuan arteri secara intrinsik sesuai dengan formula Bramwell-Hill. (9)
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
16
2.2.3.1 Pengukuran Regional Arterial Stiffness Terdapat dua alasan utama mengapa aorta merupakan pembuluh darah utama yang menarik dalam menentukan kekakuan arteri regional: aorta thorakalis dan aorta abdominalis mempunyai kontribusi terbesar terhadap fungsi penyangga arteri (buffering function) (42) dan aortic-PWV merupakan prediktor independen pada berbagai populasi penelitian. (20), (43), (44), (45), (46) 2.2.3.1.1 Pengukuran PWV Pengukuran Pulse Wave Velocity (PWV) secara umum diterima sebagai metode yang paling sederhana, non-invasif, kuat, dan reproduksibel untuk menentukan nilai arterial stiffness (AS). Carotid-femoral PWV (cf-PWV) merupakan pengukuran langsung, dan sudah diterima secara luas sesuai dengan model propagative dari sistem arteri. Cf-PWV memperlihatkan nilai prediktif terhadap kejadian kardiovaskular pada berbagai studi epidemiologi. Jarak yang diukur harus mempunyai presisi yang akurat, karena sedikit perbedaan saja akan sangat mempengaruhi nilai absolut dari PWV. Semakin pendek jarak antara dua situs rekaman, maka semakin besar kesalahan mutlak dalam menentukan transit time. (9)
Tabel 2.2 Longitudinal studies reporting the independent predictive value of arterial stiffness, according to the site of measurement.
Adapted from : Laurent S, Cockcroft J, Bortel LV, et al. European Heart Journal. 2006;27:2588–2605 (9)
Beberapa keterbatasan yang harus diperhatikan, bahwa femoral pressure waveform sulit untuk direkam secara akurat pada pasien dengan sindrom metabolik, obesitas, diabetes, dan penyakit arteri perifer. Adanya stenosis aorta, iliaka, femoralis proksimal akan melemahkan dan menghambat pressure wave. Obesitas sentral dan ukuran payudara yang besar pada wanita juga dapat membuat pengukuran jarak menjadi tidak akurat. (9)
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
17
2.2.3.2 Pengukuran Lokal Arterial Stiffness Pengukuran kekakuan ateri karotis secara lokal (lokal stiffness) juga memberikan informasi prognostik penting. Kekakuan arteri secara lokal dapat ditentukan dengan menggunakan perangkat ultrasound. Kekakuan arteri karotis (carotid stiffness / CS) merupakan isu yang menarik, karena aterosklerosis (ateroma) sering ditemukan pada arteri karotis. Semua jenis bi-dimensi vaskular ultrasound dapat digunakan untuk mengukur perubahan diameter saat diastole dan perubahan stroke akibat perubahan diameter, namun kebanyakan alat ini mempunyai keterbatasan presisi pengukuran karena umumnya menggunakan sistim video-image analysis. Saat kini beberapa peneliti mengukur kekakuan arteri lokal pada deep artery seperti aorta dengan menggunakan cine magnetic resonance imaging (cine-MRI) dan sebagian besar penelitian patofisiologi dan farmakologi telah menggunakan teknik echotracking. (9) Keuntungan utama mengukur kekakuan arteri secara lokal yakni dapat langsung dilakukan tanpa menggunakan model sirkulasi namun memerlukan tingkat keahlian teknis tinggi dan membutuhkan waktu lebih lama daripada pengukuran regional PWV. Sebelumnya pengukuran kekakuan arteri secara lokal hanya diindikasikan untuk analisis mekanistik dalam patofisiologi, farmakologi, dan terapi, bukan untuk studi epidemiologi. Sampai saat kini USG merupakan satu-satunya perangkat untuk menentukan sifat elastisitas dari dinding arteri secara non-invasif, (modulus elastisitas Young)
(47), (48)
dan hubungan antara
intima-media thickness (IMT) dan sifat elastis, atau pengaruh inward or outward remodeling pada distensibilitas arteri. (49), (50) Perangkat Echotracking dikembangkan untuk mengukur perubahan diameter saat end diastolic dan perubahan stroke dalam diameter dengan presisi yang sangat tinggi. Dua perangkat pertama yang menggunakan sistem echotracking adalah WallTrack System dan NIUS02. Kedua perangkat ini menggunakan sinyal radiofrekuensi untuk mendapatkan presisi 6-10 kali lebih tinggi dibandingkan dengan video-image system (yang dibatasi oleh spatial resolution of pixel analysis). Perbandingan presisi dalam mengukur perubahan stroke diameter adalah 1 �m dengan sistem echotracking dan ~150 �m dengan video-image
analysers sedangkan untuk pengukuran jarak absolut, standar
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
18
deviasi antara 9-25 �m untuk sistem echotracking dan 54-60 �m untuk videoimage analysers. (9)
Gambar 2.3 Local arterial distensibility. (A) Simultaneous recording of stroke changes in BP and diameter. (B)Pressure–diameter curve. (C) Calculation of distensibility. (D) Schematic representation of the stroke change (DA) in lumen cross-sectional area. Adapted from: Laurent S, Cockcroft J, Bortel LV, et al. European Heart Journal. 2006;27:2588–2605 (9)
Sistem Echotracking memiliki keunggulan utama terhadap video-image systems. Dari data ultrasound yang sama, IMT dapat diekstraksi, sehingga memungkinkan pengukuran modulus elastis Young, yang pada tahap selanjutnya menentukan kurva tekanan-diameter arteri, sehingga memungkinkan untuk menentukan kekakuan arteri pada tekanan darah tertentu berdasarkan time delay antara dua distension waveform yang berdekatan (sehingga memungkinkan untuk menghitung PWV lokal). (9) Dengan kemajuan teknologi dibidang ultrasound saat kini, kendala teknis yang dijumpai sebelumnya dapat diatasi dan waktu pengukuran carotid stiffness menjadi relatif cepat. Hal ini dimungkinkan dengan penemuan automatic radiofrequency guided echotracking system (RF-QAS) yang merupakan hasil riset dari ART.LAB. Berkat Frame Rate (500 fps) dan resolusi sinyal RF yang sangat tinggi maka dinding pembuluh darah dapat terdeteksi dengan akurasi yang sangat
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
19
tinggi, sehingga parameter yang menggambarkan sifat dinding pembuluh darah 99%, dan akurasi 98%. (51) Dengan RF-QAS parameter yang dapat dideteksi berupa: (33) a. Gelombang distensi, yang merupakan perubahan dalam diameter arteri sebagai fungsi dari waktu selama siklus jantung, akan ditampilkan di tempat Track EKG sebagai gambar B Mode
Gambar 2.4 Gelombang distensi arteri karotis. Adapted from: Guraschi N, Geijsen J. RF-Based Measurement. (33)
b. Distensi, merupakan nilai maximun perubahan diameter arteri selama siklus jantung, khususnya perbedaan antara fase sistolik dan diastolik.
Gambar 2.5 Distensi arteri karotis. Adapted from: Guraschi N, Geijsen J. RF-Based Measurement. (33)
c. Diameter diastolik, merupakan diameter arteri diukur dalam fase diastolik.
Berdasarkan parameter diatas dikombinasikan dengan nilai tekanan darah sistolik dan diastolik maka akan diperoleh nilai lokal Pulse Wave Velocity (PWV), lokal Blood Pressure (Loc PSys / Dia), Stiffness Coefficients (α, β, DC, CC).
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
20
Gambar 2.6 Beberapa nilai hasil pemeriksaan Carotid Stiffness. Adapted from: Guraschi N, Geijsen J. RF-Based Measurement. (33)
Local Pulse Wave Velocity (PWV) (33) PWV digunakan sebagai ukuran terhadap kekakuan arteri, semakin kaku arteri, semakin tinggi nilai PWV yang diperoleh. Persamaan Bramwell-Hill menghubungkan PWV dengan koefisien distensibility (DC).
Ketika jantung berkontraksi akan menghasilkan gelombang pulsa atau energi yang bergerak melalui sirkulasi. Kecepatan rambat gelombang pulsa ini (PWV) terkait dengan kekakuan arteri.
Dalam metode berbasis RF, tekanan darah lokal diestimasi dengan asumsi: terdapat hubungan linear dengan Distension Waveform
Oleh karena itu faktor skala δ dapat dinyatakan sebagai :
Karena perbedaan (MAP-Pd) diasumsikan konstan, maka kita dapat
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
21
menggunakan nilai tekanan darah brachialis dalam rumus berikut :
Sekarang parameter MAP dan BPd dapat digunakan untuk menghitung Faktor Scaling (δ) dalam rumus (2), mengingat bahwa integral dari waktu ke waktu dari kurva distensi secara otomatis dihitung oleh perangkat lunak QAS. Faktor Scaling (δ) berkorelasi distensi dan Local Pressure Wave, dan memungkinkan perhitungan Local Pulse Pressure (ΔP) sebagai perbedaan antara tekanan sistolik lokal dan tekanan diastolik lokal.
Tekanan lokal dapat dinilai dengan menggunakan rumus berikut: Local Psys = BPd + ΔP Stiffness Coefficients (DC, CC, α, β) a. Distensibility Coefficient adalah perubahan absolut diameter pembuluh darah selama fase sistolik terhadap perubahan tekanan tertentu.
b. Compliance Coefficient adalah perubahan relatif diameter pembuluh darah selama fase sistolik terhadap perubahan tekanan tertentu.
c. α Coefficient adalah elastis koefisien dari rumus Meinders Hoeks. Disini diasumsikan hubungan eksponensial antara Pressure Wave dan Distension Wave.
d. β Coefficient :
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
22
2.3 Diabetes Mellitus Tipe 2 (DMT2) 2.3.1 Epidemiologi DMT2 Prevalensi global diabetes mellitus meningkat pesat sebagai akibat dari peningkatan usia
penduduk, urbanisasi dan perubahan gaya hidup. Jumlah
penderita diabetes melitus di seluruh dunia telah meningkat lebih dari dua kali lipat selama tiga dekade terakhir. Pada tahun 2010, diperkirakan 285 juta orang di seluruh dunia menderita diabetes mellitus, 90% di antaranya dengan diabetes mellitus tipe 2 (DMT2). Pada tahun 2030 di seluruh dunia jumlah orang dengan diabetes mellitus diproyeksikan akan meningkat menjadi 439 juta, yang merupakan 7,7% dari total populasi orang dewasa yang berusia 20-79 tahun. (52) Beban utama diabetes mellitus kini terletak di negara berkembang daripada di negara maju. 80% kasus diabetes mellitus berada di negara-negara sedang berkembang. Asia telah muncul sebagai “pusat diabetes” di dunia, sebagai akibat pertumbuhan ekonomi yang cepat, urbanisasi, dan transisi nutrisi dalam periode yang relatif singkat.
(53)
Diantara sepuluh negara yang diprediksi akan
memiliki jumlah penduduk dengan diabetes mellitus terbesar pada tahun 2030, lima berada di Asia (Cina, India, Pakistan, Indonesia dan Bangladesh). WHO memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi 21,3 juta pada tahun 2030. (54) 2.3.2 Definisi Diabetes Mellitus Tipe 2 Diabetes mellitus tipe 2 (DMT2) merupakan suatu gangguan metabolisma karbohidrat yang ditandai dengan hiperglikemia, resistensi insulin, dan gangguan sekresi insulin relatif. (54) 2.3.3 Diagnosis Diabetes Mellitus Tipe 2 (54) Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya Diabetes Mellitus Tipe 2 (DMT2) perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik seperti di bawah ini:
Keluhan klasik berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
23
Diagnosis DMT2 dapat ditegakkan melalui tiga cara: 1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DMT2. 2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik. 3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus. 2.4 Diabetes Mellitus Tipe 2 dengan Carotid Stiffness Penyakit jantung merupakan penyebab utama kematian pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2.
(55)
Mekanisme patofisiologis yang
mendasarinya saat kini belum dipahami secara sempurna. Peningkatan arterial stiffness (AS) mungkin menjadi salah satu jalur penting yang menghubungkan diabetes dengan peningkatan risiko kardiovaskular.
(56)
Peningkatan AS dapat
memprediksi perkembangan penyakit kardiovaskular dan kematian pada populasi umum (9) dan pada diabetes tipe 2. (20) Peningkatan arterial stiffness (AS) terutama ditentukan oleh sifat dari matriks ekstraselular (elastin, kolagen) dan fungsi sel otot polos pembuluh darah. (12), (57)
Variabel ini sangat dipengaruhi oleh usia dan tekanan darah, yang
menyebabkan pulsatile stress yang berulang pada dinding arteri, menyebabkan gangguan struktural dan fungsional dari jaringan elastin-kolagen pada tunika media arteri (misalnya fraktur dari serat elastin akibat kelelahan mekanik dan perubahan tekanan pada serat kolagen). (58) Bagaimana arterial stiffness (AS) meningkat pada pasien dengan diabetes dan sindrom metabolik sebagian besar belum diketahui.
(12), (59)
Salah satu
mekanisme utama yang dianggap terlibat, terutama pada individu diabetes, adalah pembentukan AGEs pada dinding arteri yang menyebabkan cross-linking dari molekul kolagen, yang berakibat hilangnya elastisitas kolagen dan selanjutnya meningkatkan kekakuan arteri. (60) Hiperglikemia kronis dan hiperinsulinemia juga meningkatkan aktivitas lokal dari sistem renin-angiotensin-aldosteron dan
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
24
ekspresi dari angiotensin type-I receptor pada jaringan pembuluh darah, merangsang perkembangan hipertrofi dan fibrosis dinding arteri. Faktor lain yang berperan adalah low-grade inflammation dan disfungsi endotel. (59) Stres oksidatif memainkan peranan penting dalam perkembangan komplikasi diabetes baik mikrovaskular maupun kardiovaskular. Kelainan metabolik pada diabetes menyebabkan overproduksi superoksida mitokondria sel endotel pembuluh darah besar, kecil dan miokardium. Peningkatan produksi superoksida ini menyebabkan aktivasi dari jalur utama yang terlibat dalam patogenesis komplikasi diabetes, yakni jalur poliol, peningkatan pembentukan AGEs (Advanced Glycation End Products), peningkatan ekspresi reseptor AGEs dan ligan yang mengaktifkan, aktivasi protein kinase C isoform, dan aktifitas yang berlebih dari jalur hexosamine. Disisi lain peningkatan produksi superoksida ini juga secara langsung menginaktivasi 2 enzim antiaterosklerotik, yakni endothelial nitric oxide synthase (eNOS) dan prostacyclin synthase. Melalui jalur ini, peningkatan intracellular reactive oxygen species (ROS) menyebabkan gangguan angiogenesis saat terjadi iskemia, mengaktifkan sejumlah jalur proinflamasi, dan menyebabkan long-lasting epigenetic changes yang mendorong ekspresi gen proinflamasi walaupun kadar gula darah sudah normal (“hyperglycemic memory”). (61) Aterosklerosis dan kardiomiopati pada diabetes mellitus tipe 2 sebagian disebabkan oleh resistensi insulin, yang meningkatkan produksi mitokondria ROS dari asam lemak bebas serta akibat inaktivasi enzim antiatherosclerosis oleh ROS. Ekspresi dari superoksida dismutase pada tikus diabetes transgenik mencegah retinopati diabetik, nefropati, dan kardiomiopati. (61) Studi epidemiologis selama dekade terakhir mengungkapkan bahwa diabetes secara signifikan mempengaruhi proses aterosklerosis melalui proses inflamasi pada sel endotel. Inflamasi dianggap sebagai faktor inisiasi penting dalam patogenesis aterosklerosis dan komplikasi kardiovaskular, dan terapi antiinflamasi memperoleh perhatian dalam pengembangan obat penyakit jantung. (62) Akaike dkk (2004) melaporkan bahwa stimulasi stabil aliran laminar akan mengaktivasi peroxisome proliferator activated receptor gamma-1 (PPARγ-1) melalui
aktivasi
extracellular
signal-regulated
kinase-5
(ERK-5),
yang
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
25
berkontribusi terhadap efek anti-inflamasi dan atheroprotective dan menghambat ikatan leukosit, serta ekspresi intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan vascular cell adhesion molecule-1 (VCAM-1). Woo dkk (2008) menemukan bahwa diabetes dapat menghambat aktifasi transkripsi ERK-5 melalui ERK-5sumoylation dan hydrogen peroxide (H2O2) dan advanced glycation endproducts (AGEs) menghambat aktivasi transkripsi ERK-5 dan ekspresi krupple-like factor2 (KLF-2) dan endothelial nitric oxide synthase (eNOS) melalui ERK5sumoylation pada sel endotel. Penelitian pada tikus percobaan menunjukkan bahwa ERK5-sumoylation secara signifikan meningkat setelah terjadi cedera iskemik dan hal ini mengakibatkan eksaserbasi pada disfungsi jantung dan gagal jantung. Mekanisme baru dengan regulasi apoptosis miosit melalui ERK5sumoylation pada diabetes diharapkan dapat memberikan target terapi yang penting dalam pengobatan kardiomiopati diabetes. (62) 2.5 Diabetes Mellitus Tipe 2, Carotid Stiffness, Penyakit Jantung Koroner Arterial stiffness (AS) akan menyebabkan peningkatan arterial pulse pressure, yang sangat mempengaruhi pembuluh darah dan biologi jantung. Pada arteri, dampaknya terutama berhubungan dengan perubahan stimulasi mekanis vaskular yang disebabkan oleh peningkatan tekanan dan pulsatile shear. (63), (64) Daerah lokal di dekat bifurcatio memiliki aliran darah yang lebih turbulen dan amplitudo tegangan geser osilasi yang lebih tinggi disertai peningkatan tegangan (amplitude of oscillatory shear stress with elevated stress), hal ini akan memperburuk disfungsi endotel dan penyakit pembuluh darah.
(65)
Pada arteri
yang compliant, peningkatan pulsatile perfusion dapat menyebabkan vasodilatasi, suatu perubahan yang terkait dengan peningkatan produksi NO serta aktivasi calcium-sensitive K-channels yang berhubungan dengan endothelial-derived hyperpolarizing factor. (66), Hal ini akan di amplifikasi saat terjadi peningkatan pulse pressure akibat stimulasi lokal ATP-sensitive K-channels
(67)
suatu
mekanisme yang mengatur aliran regional di arteri koroner dan pembuluh darah perifer. Namun, proses augmentasi oleh aliran pulse perfusion memerlukan distensibilitas vaskular yang normal, adanya penurunan komplians vaskular akan memblokir sinyal kunci yang terlibat dalam repons ini. (68) Dari perspektif jantung, arterial stiffness (AS) akan mempengaruhi beban
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
26
ventrikel, efisiensi ejeksi jantung, dan perfusi jantung itu sendiri. Saat jantung memompa darah kedalam arteri yang kaku maka diperlukan energi yang lebih besar agar supaya menghasilkan higher end-systolic pressure yang lebih tinggi untuk mencapai stroke volume yang sama. (69) Ejeksi kronis ke dalam arteri yang kaku akan menginduksi hipertrofi jantung walau pada tingkat mean arterial pressure (MAP) yang sama. (70) AS akan mengubah pola perfusi dari otot jantung. Dalam keadaan normal, aliran koroner terjadi pada saat diastolik, sehingga perubahan tekanan sistolik memiliki dampak yang relatif kecil terhadap perfusi otot jantung. Jika terjadi peningkatan AS, perfusi koroner akan menampilkan aliran sistolik yang dominan terkait dengan peningkatan systolic perfusion pressure. (66), (71) Hal ini akan sangat berpengaruh saat kinerja jantung (cardiac perfomance) berkurang, misalnya saat terjadi iskemia koroner akut maka aliran koroner akan jauh lebih sensitif terhadap penurunan fungsi sistolik daripada seharusnya. Hal ini ditunjukkan pada percobaan menggunakan model anjing, dengan aorta yang komplian dan aorta yang dibuat kaku (arterial stiffness). Dibandingkan dengan aorta yang komplian, anjing dengan kekakuan arteri akan mengalami dilatasi ruang jantung dan cardiodepresi yang lebih berat saat dilakukan oklusi akut arteri koroner. (71) Penyakit pembuluh darah, terutama aterosklerosis, merupakan penyebab utama kecacatan dan kematian pada pasien dengan diabetes mellitus. Diabetes mellitus secara substansial meningkatkan risiko penyakit arteri koroner, serebrovaskular, dan perifer. (59) Patofisiologi penyakit pembuluh darah pada diabetes melibatkan gangguan pada sel endotel, sel otot polos pembuluh darah, dan fungsi trombosit. Kelainan metabolik yang menjadi ciri diabetes, seperti hiperglikemia, peningkatan asam lemak bebas, dan resistensi insulin, masing-masing akan memprovokasi mekanisme molekul yang berkontribusi terhadap disfungsi vaskular. Ini termasuk penurunan bioavailabilitas NO, peningkatan stres oksidatif, gangguan transduksi sinyal intraseluler, dan aktivasi reseptor AGEs. Selain itu, fungsi trombosit yang abnormal, dan ada peningkatan produksi beberapa faktor protrombotik. Ketidaknormalan ini berkontribusi pada kejadian selular (cellular events) yang menyebabkan aterosklerosis, kekakuan arteri dan kemudian meningkatkan risiko
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
27
kejadian kardiovaskular yang merugikan (terjadi pada pasien dengan diabetes dan aterosklerosis). (59) Dengan pemahaman
yang lebih
baik
tentang mekanisme
yang
menyebabkan disfungsi vaskular diharapkan dapat memberikan strategi baru untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular pada pasien dengan diabetes.
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
28
2.6 Kerangka Teori
DMT2
non-DMT2
ERK 5
⊖
ERK5SUMOylation
↑ Polyol- Sorbitol ↑ Hexosamine ↑ AGEs, H2O2 Activation PKC
↑ eNOS
PPAR Ɣ
KLF 2
↑ NO
AGEs-RAGE interaction
NADPH oxidase
P21 RAS
↑ ROS
MAPK
MAPK (p38)
↑ transcription of:
Nuclear transcription factors (NFƙB)
RAGE, endothelin-1, E-selectin, VCAM-1, tissue factors, VEGF, IL-6, TNF-
Perubahan Fungsional
Hipertensi Dislipidemia Obesitas Merokok
∝
Perubahan Struktural
CAROTID STIFFNESS
↑ TDS, ↓ TDD, ↑ PP, ↑ afterload, LVH, ↑ met demand, ↓ coronary perfusion, LV dysfunction
Gambar 2.7 Kerangka Teori.
Catatan : Parameter yang diperiksa
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
29
Keterangan: 1. AGEs: advanced glycation endproducts 2. H2O2: hydrogen peroxide 3. ERK-5 SUMOylation: extracellular signalregulated kinase-5 small ubiquitin-related modifier 4. ERK-5: extracellular signal-regulated kinase-5 5. eNOS: endothelial nitric oxide synthase 6. NO: nitric oxide 7. KLF-2: krupple-like factor 2 8. PPAR-: peroxisome proliferator activated receptor gamma 9. RAGE: receptor for advanced glycation endproducts 10. NADPH oxidase: nicotinamide adenine dinucleotide phosphate-oxidase 11. MAPK: mitogen-activated protein kinase 12. ROS: reactive oxygen species 13. VCAM-1: vascular cell adhesion molecule-1 14. VEGF: vascular endothelial growth factor 15. IL-6: interleukin 6 16. TNF-: tumor necrosis factor alpha 17. TDS: tekanan darah sistolik 18. TDD: tekanan darah diastolik 19. PP: pulse pressure 20. LVH: left ventricular hypertrophy 21. Met demand: metabolic demand 22. LV dysfunction: left ventricular dysfunction
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
30
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep
PJK STABIL CAROTID STIFFNESS
DMT2
OBESITAS HIPERTENSI DISLIPIDEMIA MEROKOK
3.2 Batasan Operasional Tabel 3.2.1 Batasan Operasional Variabel PJK stabil (72)
DMT2 (54)
Carotid Stiffness (33), (73)
Definisi Penyakit jantung koroner dengan gejala klinis stabil, atau adanya riwayat infark miokard, atau adanya plak yang dibuktikan oleh kateterisasi, telah dilakukan revaskularisasi dengan intervensi koroner perkutan (PCI) atau operasi bypass arteri koroner (CABG). Merupakan gangguan metabolisma karbohidrat yang ditandai dengan hiperglikemia, resistensi insulin, dan gangguan sekresi insulin relatif. Diagnosis DMT2 ditegakkan dengan: - keluhan klasik disertai glukosa plasma sewaktu > 200 mg/dl atau - keluhan klasik disertai glukosa plasma puasa ≥ 126 mg/dL atau - tes toleransi glukosa oral (TTGO) atau - telah rutin berobat dan memakai obat oral antidiabetika atau insulin. Kekakuan arteri karotis yang diperoleh dengan mengukur kecepatan rambat gelombang (Pulse WaveVelocity/PWV) pada dinding arteri karotis.
Cara Pengukuran Kateterisasi koroner
Skala Nominal
Pemeriksaan glukosa plasma
Nominal
Memakai automatic High Resolution Echotracking system Radio Frequency based Ultrasound (ESAOTE MyLab Class) setelah berbaring 15 menit pada a.karotis kiri dan
Numerik
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
31
kanan. Transducer linear, frekuensi 10-12 MHz. Pendekatan anterolateral, pada 1 cm proksimal bulbus a.karotis. Nilai rerata sisi yang tertinggi digunakan sebagai nilai yang mewakili tiap individu. Hipertensi (74)
Tekanan darah pasien ≥ 140/90 mmHg pada dua pengukuran atau lebih atau riwayat sedang menggunakan obat anti hipertensi.
Obesitas (75)
jika didapatkan indeks masa tubuh (IMT) ≥ 25 kg/m2.
Dislipidemia (76)
Bila kadar : - Kolesterol total 200 mg/dL - LDL-Kolesterol 100 mg/dL - HDL-Kolesterol 40 mg/dL atau 60 mg/dL - Trigliseridemia 150 mg/dL atau sedang menggunakan obat antidislipidemia.
Pengukuran tekanan darah dilakukan di poliklinik setelah pasien berbaring 10 menit dengan memakai tensimeter digital merek AND (A&D Medical UA-852). Membandingkan berat badan (kg) terhadap tinggi badan (m). Pemeriksaan serum darah
Nominal
Nominal Nominal
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
32
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dengan design potong lintang perbandingan (comparative cross sectional) pada pasien PJK stabil. Variabel yang digunakan adalah variabel bebas dan variabel tergantung sebagai berikut : a. Variabel bebas : DMT2 b. Variabel tergantung: Carotid Stiffness 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Ciptomangunkusumo selama 3 bulan (Januari-Maret 2013). Subjek penelitian adalah pasien penyakit jantung koroner stabil dengan dan tanpa DMT2, yang datang ke Poli Kardiologi, Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, dan Pelayanan Jantung Terpadu Rumah Sakit Ciptomangunkusumo, Jakarta. 4.3 Populasi dan Sampel Penelitian Populasi penelitian adalah pasien PJK stabil dengan dan tanpa DMT2. Sampel penelitian adalah anggota populasi penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi selama rentang waktu yang telah ditentukan atau sampai jumlah sampel terpenuhi. 4.4 Perkiraan Besar Sampel (77) Pada penelitian ini akan dibandingkan nilai carotid stiffness antara kelompok subyek PJK stabil dengan DMT2 dan PJK stabil tanpa DMT2. Faktor risiko yang telah diketahui berperan dalam carotid stiffness adalah hipertensi, dislipidemia, obesitas, kebiasaan merokok dan obat-obatan. Mengingat prevalensi merokok di Indonesia sangat tinggi serta belum diterapkan peraturan larangan merokok di tempat umum, maka dapat diasumsikan bahwa penderita PJK stabil ini semuanya terpapar dengan asap rokok, baik sebagai perokok aktif maupun pasif, demikian juga faktor obat-obatan yang dapat mempengaruhi carotid stiffness seperti obat golongan ACEI (angiotensinconverting enzyme inhibitor), ARB (angiotensin receptor blockers), CCB ( calcium channel blockers), beta-blocker dan golongan statin yang merupakan obat standar pada pengobatan pasien PJK, merupakan obat rutin pada kedua kelompok
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
33
penelitian ini tetap diberikan sehingga diasumsikan pengaruh obat pada kedua kelompok adalah sama. Pada pemilihan sampel akan dilakukan secara berpasangan berdasarkan ada tidaknya faktor hipertensi, sedangkan faktor dislipidemia dan obesitas akan dianalisis sebagai confounding factor dan akan dibersihkan melalui analisa statistik multivariat dengan metoda ANOVA two-way. Besar sampel dihitung dengan metoda “rule of thumb” dengan memperhitungkan 3 faktor perbedaan yakni adanya DMT2, obesitas dan dislipidemia, yang masing-masing bersifat nominal dikotomi. Berdasarkan persyaratan bahwa untuk setiap sel diperlukan minimal 5 kasus, maka untuk penelitian ini diperlukan 23x5=40 kasus, yang dibagi menjadi 20 kasus PJK stabil dengan DMT2 dan 20 kasus PJK stabil tanpa DMT2. Cara pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif bagi kelompok PJK stabil tanpa DMT2 yang memenuhi persyaratan inklusi dan eksklusi, kemudian dicarikan pasangan yang sesuai kondisi hipertensi dikalangan kasus PJK stabil dengan DMT2. Langkah ini dilanjutkan sampai tercapainya jumlah sampel yang diperlukan. 4.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria inklusi : a. Subjek pria dan perempuan dewasa usia 40-60 tahun. b. Penderita PJK stabil dengan dan tanpa DMT2, ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan elektrokardiografi, pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan kateterisasi arteri koroner dan telah dilakukan revaskularisasi berupa intervensi koroner perkutan (PCI) atau operasi bypass arteri koroner (CABG). c. Menerima pemberian informasi serta persetujuan partisipasi bersifat sukarela dan tertulis (informed concent) untuk menjalani pengambilan darah. Kriteria eksklusi : a. Gangguan irama jantung b. Gagal jantung
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
34
c. Adanya stenosis arteri karotis,yang ditandai dengan adanya bruit pada pemeriksaan fisik atau yang didapat pada pemeriksaan doppler arteri carotis. d. Gangguan fungsi ginjal, ditandai dengan peningkatan creatinin 1,5 gr/dl Pada pembuluh darah pasien dengan gangguan fungsi ginjal sudah mengalami diffuse aterosklerosis sehingga terjadi kekakuan pembuluh darah dan akan meningkatkan nilai carotid stiffness. e. Penyakit infeksi/inflamasi akut f. Minum alkohol Alkohol akan menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah dan akan meningkatkan denyut jantung.
4.6 Tehnik Pengumpulan Data Sebelum pengumpulan data, peneliti menyebarkan informasi kepada pasien PJK stabil di poli Kardiologi,
Divisi Kardiologi Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI dan Pelayanan Jantung Terpadu Rumah Sakit Ciptomangunkusumo mengenai penelitian ini dengan persyaratan yang telah ditetapkan dalam kriteria inklusi dan eksklusi. Calon subjek yang memenuhi persyaratan dalam kriteria inklusi dan eksklusi serta bersedia menjadi peserta penelitian mengisi dan menanda tangani informed consent. Kemudian dilakukan pengambilan darah dan dilanjutkan dengan pengukuran carotid PWV sebagai parameter kekakuan arteri.
4.7 Cara Pengukuran Carotid Stiffness 1. Pemeriksaan dilakukan dengan posisi pasien berbaring telentang kurang lebih 15 menit pada suhu ruangan yang stabil sesuai dengan standar pengukuran international. (9) 2. Lakukan pemeriksaan tekanan darah pada arteri brachialis. Data yang diperoleh dimasukkan ke dalam mesin (input data). 3. Mesin ultrasound yang digunakan adalah Esaote MyLab Class dengan transducer linier frekuensi10-12 MHz 124 RF-lines.
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
35
4. Lakukan pemindaian pada dinding arteri karotis komunis, 1 cm sebelum bifurcatio dengan pendekatan anterolateral sesuai protokol Mannheim.
(73)
Selama proses pemindaian akan terjadi proses pelacakan dinding pembuluh darah secara otomatis dengan gelombang suara (automatic echotracking). Pemindaian akan mengukur dan mendapatkan diameter dan distensi dinding pembuluh darah selama enam siklus jantung beserta standar deviasi secara otomatis. 5. Saat melakukan pemindaian, pada layar monitor pemeriksa / operator akan mendapatkan real-time feedback pengukuran berupa garis jingga untuk dinding pembuluh darah dan garis hijau untuk distensi pembuluh darah. Real-time feedback akan membantu pemeriksa untuk mendapatkan posisi pemindaian yang terbaik pada dinding pembuluh darah. 6. Data yang diperoleh akan diolah menggunakan radiofrekuensi sehingga mempunyai presisi yang tinggi. 7. Hasil pengukuran diameter dan distensi pembuluh darah dikombinasikan dengan data tekanan darah kemudian diolah sehingga didapatkan nilai carotid stiffness berupa Pulse Wave Velocity. 8. Pengukuran dilakukan pada kedua sisi arteri karotis komunis.
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
36
4.8 Alur Penelitian
PJK STABIL Anamnesa Pemeriksaan Fisik Pemerisaan Elektrokardiografi Pemeriksaan Laboratorium
DENGAN DMT2
TANPA DMT2
Pengukuran CAROTID PWV
DATA PENELITIAN
HASIL PENELITIAN
KESIMPULAN
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
37
BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik Subyek Penelitian Selama bulan Maret-April 2013 dilakukan pengambilan sampel penelitian secara berpasangan berdasarkan faktor hipertensi pada pasien penyakit jantung koroner stabil dengan dan tanpa diabetes mellitus tipe 2 di poliklinik rawat jalan divisi kardiologi departemen ilmu penyakit dalam FKUI dan Pelayanan Jantung Terpadu RSCM. Subyek penelitian yang diambil adalah subyek yang bersedia ikut penelitian dan memenuhi kriteria penelitian. Didapatkan 42 subyek (21 pasangan) yang terdiri dari 25 orang laki-laki dan 17 orang wanita. Dari keseluruhan subyek penelitian, jumlah subyek laki-laki (59,5%) lebih banyak daripada subyek wanita (40,5%), bila dijabarkan maka pada kelompok PJK stabil dengan DMT2 didapatkan subyek laki-laki 16 orang ( 76,2%) dan subyek wanita 5 orang (23,8%), sebaliknya pada kelompok PJK stabil tanpa DMT2 didapatkan subyek laki-laki 9 orang (42,9%) dan subyek wanita 12 orang (57,1%). Usia sampel yang diambil antara 40-60 tahun, terdapat 16 subyek berusia dibawah 55 tahun (8 subyek pada kelompok PJK stabil dengan DMT2 dan 8 subyek pada kelompok PJK stabil tanpa DMT2) dan 26 subyek berusia diatas 55 tahun (13 subyek pada kelompok PJK stabil dengan DMT2 dan 13 subyek pada kelompok PJK stabil tanpa DMT2). Terdapat 30 subyek dengan hipertensi (15 subyek pada kelompok PJK dengan DMT2 dan 15 subyek pada kelompok PJK tanpa DMT2) dan 12 subyek tanpa hipertensi (6 subyek pada kelompok PJK dengan DMT2 dan 6 subyek pada kelompok PJK tanpa DMT2). Selengkapnya data sebaran subyek menurut karakteristik dan kelompok dapat dilihat pada tabel 5.1.1
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
38
Tabel 5.1.1 Sebaran subyek menurut karakteristik dan kelompok Karakteristik Jenis kelamin Laki-laki Wanita Kelompok umur < 55 thn 55 + thn Gizi Under/Normo Over Obese Hipertensi Ada Tidak ada
Kelompok PJK DMT2
Non-DMT2
16(76.2%) 5(23.8%)
9(42.9%) 12(57.1%)
8(38.1%) 13(61.9%)
8(38.1%) 13(61.9%)
4(19.1%) 7(33.3%) 10(47.6%)
8(38.1%) 8(38.1%) 5(23.8%)
15(71.4%) 6(28.6%)
15(71.4%) 6(28.6%)
Berdasarkan sebaran subyek menurut pengobatan dan kelompok, dapat dilihat bahwa seluruh subyek pada kelompok PJK stabil dengan dan tanpa DMT2 mengkonsumsi statin dan aspirin. Pada kelompok PJK dengan DMT2 terdapat 4 subyek yang menggunakan insulin dan OAD (oral anti diabetika) selebihnya hanya menggunakan OAD. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 5.1.2 Tabel 5.1.2 Sebaran subyek menurut pengobatan dan kelompok Pengobatan Pengobatan ACEI Ya Tidak Pengobatan Beta Blocker Ya Tidak Pengobatan ARB Ya Tidak Pengobatan CCB Ya Tidak Pengobatan Aspirin Ya Tidak Pengobatan Statin Ya Tidak Pengobatan Insulin Ya Tidak Pengobatan OAD Ya Tidak
Kelompok PJK DMT2
Non-DMT2
13(61.9%) 8(38.1%)
10(47.6%) 11(52.4%)
20(95.2%) 1(4.8%)
17(81.0%) 4(19.0%)
5(23.8%) 16(76.2%)
10(47.6%) 11(52.4%)
10(47.6%) 11(52.4%)
7(33.3%) 14(66.7%)
21(100%) 0(0.0%)
21(100%) 0(0.0%)
21(100%) 0(0.0%)
21(100%) 0(0.0%)
4(19.0%) 17(81.0%)
0(0.0%) 21(100%)
21(100%) 0(0.0%)
0(0.0%) 21(100%)
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
39
Tabel 5.1.3 Nilai rerata variabel menurut kelompok penelitian. Variabel Umur subyek (tahun) Tinggi badan (cm) Berat badan (kg) 2 BMI (kg/m ) Tekanan darah sistolik (mmHg) Tekanan darah diastolic (mmHg) Kolesterol total (mg/dL) HDL (mg/dL) *) LDL (mg/dL) *) Triigliserida (mg/dL) *) Lama hipertensi (tahun) *) Keterangan: Uji Mann Whitney Rank
PJK_DMT2 (n=21) Mean SD 55.4 5.1 162.2 7.1 73.4 17.1 27.6 5.1 145.6 26.2 83.9 11.1 197.4 45.6 40.9 10.0 126.1 39.0 167.1 78.0 4.6 4.8
PJK_non-DMT2 (n=21) Mean SD 54.4 4.7 159.1 8.1 62.5 8.5 24.7 3.5 128.3 16.8 79.2 8.8 195.5 42.2 49.8 9.8 126.3 40.1 136.2 59.4 4.4 4.5
Dari tabel 5.1.3 dapat dilihat bahwa rerata umur subyek pada kelompok PJK stabil dengan dan tanpa DMT2 hampir sama (55.4 5.1 dan 54.4 4.7). Terdapat perbedaan pada variabel berat badan, BMI (body mass index), tekanan darah sistolik, dan kadar HDL antara kelompok PJK stabil dengan dan tanpa DMT2 (73.4 17.1 vs 62.5 8.5; 27.6 5.1 vs 24.7 3.5; 145 26.2 vs 128.3 16.8; 40.9 10.0 vs 49.8 9.8) 5.2 Pulse Wave Velocity Pemeriksaan PWV (Pulse Wave Velocity) pada arteri karotis pada penelitian ini dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan mesin ultrasonografi Doppler beresolusi tinggi dengan teknik automatic echotracking berdasarkan sinyal radiofrekuensi. Pemeriksaan dilakukan pada arteri karotis kanan dan kiri setelah pasien berbaring 15 menit memakai transducer linear, frekuensi 10-12 MHz. Pendekatan anterolateral, pada 1 cm proksimal bulbus a.karotis sesuai protokol Mannheim. Nilai rerata sisi yang tertinggi digunakan sebagai nilai yang mewakili tiap individu. Hasil pemeriksaan dievaluasi ulang oleh dokter senior. Pemeriksaan dilakukan terhadap kedua kelompok pasien yakni kelompok pasien PJK stabil dengan dan tanpa DMT2 (masing-masing terdiri dari 21 subyek, jumlah total 42 subyek). Dari analisis statistik didapatkan distribusi data carotidPWV adalah normal.
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
40
Tabel 5.2.1 Nilai rerata carotid-PWV menurut kelompok penelitian PWV (m/s)
Sisi kanan Sisi kiri Nilai maksimal
PJK_DMT2 (n=21) Mean SD
8.6 9.4 9.8
1.7 1.2 1.3
PJK_non-DMT2 (n=21) Mean SD
6.4 6.5 6.7
1.4 1.3 1.3
p value
< 0.001 < 0.001 < 0.001
Dari tabel 5.2.1, kita dapat melihat nilai rerata carotid-PWV menurut kelompok penelitian. Tampak perbedaan yang bermakna nilai rerata PWV antara kelompok PJK stabil dengan DMT2 dan kelompok PJK stabil tanpa DMT2 baik pada sisi kanan dan sisi kiri (arteri karotis dekstra dan sinistra) maupun nilai maksimal PWV antara kedua sisi tersebut ( 8.6 1.7 m/s vs 6.4 1.4 m/s, p < 0.001; 9.4 1.2 m/s vs 6.5 1.3 m/s, p < 0.001; 9.8 1.3 m/s vs 6.7 1.3 m/s, p < 0.001). Tabel 5.2.2 Koefisien korelasi antara faktor penentu dengan nilai PWV maksimal (n=42)
Faktor penentu Berat badan BMI Sistolik HDL
PWV maksimal Nilai r p 0.29 0.061 0.21 0.179 0.54 < 0.001 - 0.31 0.043
Dari tabel 5.2.2 kita dapat melihat bahwa tekanan darah sistolik berpengaruh terhadap carotid-PWV yakni setiap kenaikan tekanan darah sistolik akan meningkatkan nilai carotid-PWV dengan r 0,54, sebaliknya HDL-kolesterol terbukti merupakan faktor yang bersifat protektif, karena setiap kenaikan kadar HDL-kolestesterol maka nilai carotid PWV akan makin menurun dengan r -0,31.
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
41
Gambar 5.1 Korelasi antara sistolik dan nilai PWV maksimal (n=42)
Gambar 5.2. Korelasi antara HDL dan nilai PWV maksimal (n=42)
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
42
BAB 6 PEMBAHASAN Diabetes tipe 2 sangat berhubungan dengan peningkatan risiko morbiditas dan mortalitas penyakit kardiovaskular (78) yang mana peningkatan risiko ini tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh faktor risiko klasik seperti merokok, kolesterol LDL, hipertensi (79) Pada individu non-diabetes, peningkatan nilai kekakuan arteri merupakan penyebab penting penyakit kardiovaskular.
(78)
Henry dkk (2003)
menunjukkan bahwa status toleransi glukosa memiliki pengaruh terhadap kekakuan arteri pada arteri elastis (sentral) dan arteri muskularik (perifer). (80) Pulse wave velocity (PWV) telah diakui sebagai indeks kekakuan arteri dan dapat diukur pada berbagai pembuluh darah superfisial. cf-PWV telah terbukti sebagai marker / petanda kekakuan arteri pada arteri sentral dan prediktor penting terhadap risiko kardiovaskular. (81) Dari hasil penelitian didapatkan nilai rerata carotid-PWV (car-PWV) pasien PJK stabil dengan DMT2 lebih tinggi dibandingkan dengan pasien PJK stabil tanpa DMT2. Hasil penelitian ini secara tidak langsung memperlihatkan ada pengaruh DMT2 terhadap peningkatan nilai car-PWV pada pasien PJK stabil. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lee (2007) menggunakan cine-MRI, Keymell (2011)
(23)
(22)
menggunakan plethysmography, dan
Nakamura (2010) (82) menggunakan tonometer, namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Dymott (2011) (21) yang menggunakan tonometer. Lee dkk (2007) (22) melaporkan penelitian disfungsi vaskuler pada pasien DMT2 dengan menggunakan vascular magnetic resonance imaging (MRI). Parameter yang diukur PWV. Penelitian ini bersifat potong-lintang dan mengikutsertakan 38 pasien PJK stabil (18 pasien PJK stabil dengan DMT2 dan 20 pasien PJK stabil tanpa DMT2 sebagai kontrol). Pengukuran PWV pada aorta dengan ECG-gated MRI. Waktu pengukuran kurang-lebih 60 menit. Ditemukan rerata aortic PWV pada pasien PJK stabil dengan DMT2 lebih tinggi dibandingkan dengan pasien PJK stabil tanpa DMT2 (8.80.8 m/s vs 6.20.5 m/s, p< 0.05). Cruickshank dkk (2002)
(20)
melakukan penelitian aortic-PWV sebagai
prediktor mortalitas pada pasien DM dan Intoleransi glukosa meliputi 433 pasien
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
43
menggunakan continuous-Doppler ultrasound dengan follow-up kurang lebih 10 tahun dan target end-point adalah mortalitas pasien. Penelitian ini mendapatkan nilai aortic-PWV pasien DM lebih tinggi dibandingkan non-DM serta risiko mortalitas meningkat dua kali pada pasien DM (Hazard Ratio 2.34, 95% CI 1.5 3.74) dan Intoleransi Glukosa (Hazard Ratio 2.12, 95% CI 1.11 - 4.0) dibandingkan kontrol. Cardoso dkk (2013) (83) pada The Rio de Janeiro Type 2 Diabetes Cohort Study melakukan penelitian dampak prognostik aortic stiffness pada pasien DMT2 risiko tinggi. Penelitian ini melibatkan 565 pasien dengan median follow-up 5.75 tahun menggunakan alat Complior dengan parameter cf-PWV dan target endpoint adalah fatal atau non-fatal cardiovascular events dan all-cause mortality. Penelitian ini mendapatkan bahwa cf-PWV merupakan prediktor terhadap kejadian kardiovaskular pada pasien DMT2 usia kurang dari 65 tahun dengan komplikasi mikrovaskular dan HbA1C 7.5%. Nakamura dkk (2010)
(82)
pada The Shinken Database Cohort Study
melakukan penelitian terhadap 546 pasien PJK stabil (diantaranya 191 pasien PJK stabil dengan DMT2) yang dibagi atas dua kelompok pasien berdasarkan nilai baPWV. Median follow-up 25.4 bulan. Penelitian ini menggunakan tonometer dengan parameter ba-PWV. Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa pada pasien PJK stabil dengan DMT2 yang mempunyai nilai ba-PWV yang tinggi (> 1730 cm/s) memiliki prognosis jangka pendek yang buruk (Hazard Ratio 1.97, 95% CI 1.01-3.84). Penelitian ini menganjurkan pengobatan yang lebih aggresif serta follow-up yang ketat pada pasien PJK dengan DMT2. Sebaliknya penelitian oleh Dymott (2011) (21) memperlihatkan hasil bahwa tidak ada perbedaan nilai arterial stiffness antara kelompok pasien PJK stabil dengan DMT2 dan PJK stabil tanpa DMT2. Hal ini disebabkan perbedaan dalam metodologi, jumlah sampel yang kurang, tidak dilakukan proses matching, dan komposisi kelompok kontrol yang lebih muda serta hambatan teknis pemeriksaan, serta kualitas hasil pengukuran yang kurang baik. Kekurangan dan hambatan teknis ini dapat diatasi dengan teknik pengukuran arterial stiffness secara lokal (carotid
stiffness)
menggunakan
high
resolution
ultrasound
automatic
echotracking system radiofrequency based. Kelebihan metoda ini waktu
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
44
pengukuran yang sangat singkat (kurang lebih 3 menit), akurasi tinggi, quality feedback to the operator control, reduced operator variability, real-time, simple, lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan pengukuran segmental arterial stiffness. Gaszner dkk (2012)
(25)
melaporkan bahwa tidak ada perbedaan antara
parameter kekakuan aorta dan arteri carotis pada pasien PJK stabil. Diabetes Mellitus, hipertensi, dyslipidemia, obesitas, merokok, usia, dan obat-obatan mempengaruhi carotid stiffness. Usia subyek pada penelitian ini dibatasi antara usia 40-60 tahun, dengan tujuan untuk menghindari pengaruh faktor usia (aging). Mengingat prevalensi merokok di Indonesia sangat tinggi serta belum diterapkan peraturan larangan merokok di tempat umum, maka dapat diasumsikan bahwa penderita PJK stabil ini semuanya terpapar dengan asap rokok, baik sebagai perokok aktif maupun pasif. Penderita PJK stabil ini juga mengkonsumsi obat-obat rutin (standar pengobatan PJK berupa antihipertensi, lipid lowering agent, anti platelet), sehingga diasumsikan tidak ada pengaruh obat-obatan. Analisa multivariat yang dilakukan untuk melihat faktor yang berpengaruh terhadap carotid-PWV didapatkan bahwa tekanan darah sistolik (r=0.54, p<0.001) dan kadar HDL (r= -0.31, p<0.043) mempunyai pengaruh tehadap carotid PWV. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Cruickshank dkk (2002) (20) dan Heffernan dkk (2009) (84) Korelasi antara tekanan darah sistolik dan nilai PWV maksimal diperlihatkan dengan rumus: PWVmax = 1.88+0.05xTekanan darah sistolik, yang berarti bahwa setiap kenaikan tekanan darah sistolik akan menyebabkan kenaikan PWV. Peningkatan
PWV mempunyai pengaruh yang kurang baik terhadap
jantung. Pembuluh darah aorta yang mengalami penurunan distensibiltas (peningkatan stiffness) tidak dapat mengakomodasi secara efisien volume darah yang dipompa oleh jantung saat fase sistolik. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan darah sistolik, penurunan tekanan darah diastolik dan peningkatan pulse pressure. Perubahan hemodinamik ini mempengaruhi kinerja ventikel kiri (meningkatkan afterload) sehingga jantung harus bekerja lebih berat
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
45
untuk memompa darah agar dapat memenuhi kardiak output sehingga lama kelamaan terjadi peningkatan dan penebalan massa otot ventikel kiri (left ventricular hypertrophy) dan mengganggu perfusi arteri koroner. Peningkatan PWV berhubungan erat dengan peningkatan pulse pressure. Peningkatan ini akan mengakibatkan peningkatan regional stress dan turbulensi aliran darah pada aorta dan cabang-cabangnya sehingga memudahkan terjadinya fokal aterosklerosis pada tempat ini. Peningkatan pulse pressure dan strain pada pembuluh darah akan memicu ruptur plak aterosklerosis yang sudah ada sehingga dapat terjadi kejadian klinis yang tidak dikehendaki seperti infark miokard, stroke, dementia, dan gagal ginjal. (85) Sehingga sangat penting untuk memantau dan mengendalikan PWV dan tekanan darah pada pasien PJK dengan diabetes mellitus. Penelitian ini juga memperlihatkan hubungan antara kadar HDL-kolesterol dengan nilai PWV maksimal yang bersifat korelasi negative, diperlihatkan dengan rumus: PWVmax=10.93-0.06xkadar HDL-kolesterol,
yang berarti semakin
rendah kadar HDL-kolesterol pasien PJK dengan diabetes mellitus akan menyebabkan kenaikan PWV. Pasien dengan PJK merupakan pasien dengan risiko tinggi untuk terjadinya kejadian kardiovaskular. Pemberian statin wajib diberikan. Target terapi LDL-kolesterol pada pasien dengan risiko tinggi < 70 mg/dL atau penurunan >50% dari nilai sebelumnya bila target terapi tak dapat dicapai. Pada umumnya target terapi ini dapat dicapai dengan pemberian obat statin monoterapi. Pemberian obat golongan lain seperti fibrat, resin, asam nikotinat, ezetimibe juga dapat menurunkan kadar LDL-kolesterol namun sampai saat kini belum ada laporan tentang manfaat klinis dari obat-obatan ini. (72) Penelitian TNT (Treating to New Targets) memperlihatkan bahwa ratio total kolesterol terhadap HDL-kolesterol
dan ratio LDL-kolesterol terhadap
HDL-kolesterol mempunyai nilai prediktif yang tinggi terhadap risiko kejadian kardiovaskular, penelitian ini juga memperlihatkan bahwa kadar HDL-kolesterol yang rendah merupakan prediktor yang bermakna terhadap risiko kardiovaskular walaupun kadar LDL-kolesterol yang rendah (<70mg/dL). Sehingga penting untuk mengendalikan kadar HDL pada pasien PJK dengan diabetes mellitus walaupun target LDL-kolesterol sudah tercapai. (86)
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
46
Terdapat beberapa penelitian menunjukkan upaya menurunkan kekakuan arteri baik secara non farmakologik maupun farmakologik. Upaya nonfarmakologik antara lain latihan fisik, menurunkan berat badan, modifikasi makanan berupa diit rendah garam, konsumsi alkohol moderat, konsumsi asam αlinoleic, dark chocolate, minyak ikan. (87) Sedangkan upaya farmakologik antara lain dengan penggunaan renin–angiotensin–aldosterone system (RAAS) inhibitors seperti golongan penghambat ACE dan angiotensin II receptor blockers (ARBs) (88), (89)
, pioglitason (90), maupun AGEs-breaker. (91) Penelitian ini mempunyai keterbatasan karena sifatnya potong-lintang.
Disain potong-lintang sesuai dengan tujuan penelitian ini untuk mendapatkan gambaran dan membandingkan carotid stiffness pada pasien PJK stabil dengan dan tanpa DMT2 di RSCM. Kekurangan lainnya yaitu tidak memperhitungkan lamanya diabetes mellitus tipe 2 dan faktor perancu lainnya. Sepanjang yang dapat ditelusuri, maka penelitian ini adalah penelitian yang pertama di Indonesia yang tentang carotid stiffness pada pasien PJK dengan DMT2.
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
47
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pasien PJK stabil dengan DMT2 mempunyai nilai carotid stiffness yang lebih tinggi dibandingkan pasien PJK stabil tanpa DMT2.
Saran 1. Pemeriksaan carotid stiffness dapat dipertimbangkan sebagai pemeriksaan rutin di klinik pada pasien PJK stabil dengan DMT2 dan sebagai alat untuk mengevaluasi pengobatan yang sudah diberikan sehingga dapat membantu dalam pemilihan obat yang dapat mengontrol stiffness pembuluh darah. 2. Perlu dilakukan penelitian follow-up (kohort) untuk mendapatkan gambaran jangka panjang (end point) dampak carotid stiffness pada pasien PJK stabil dengan DMT2. 3. Penelitian lanjutan dengan jumlah sampel yang lebih besar untuk melihat pengaruh faktor risiko lainnya.
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
48
DAFTAR PUSTAKA 1. Wilson PW, Douglas PS. Epidemiology of Coronary Heart Disease. UpToDate. 20.7 (DVD-ROM).Watham: Wolters Kluwer; 2012 2. Tim Surkesnas. Laporan Studi Mortalitas 2001: Pola Penyakit Penyebab Kematian di Indonesia. Jakarta: Litbang Depkes; 2002. 3. Gaziano TA. Reducing the Growing Burden of Cardiovascular Disease in the Developing World. Health Affairs. 2007;26:13-24. 4. Pasterkamp G, Falk E. Atherosclerotic Plaque Rupture. J Clin Basic Cardiol. 2000;3: 81-86. 5. The Task Force for the Management of Arterial Hypertension of the European Society of Hypertension (ESH) and of the European Society of Cardiology (ESC). 2007 Guidelines for the Management of Arterial Hypertension. Eur Heart J. 2007;28:1462–536. 6. Mancia G, Laurent S, Agabiti-Rosei E, et al. Reappraisal of European Guidelines on Hypertension Management: a European Society of Hypertension Task Force document. J Hypertens. 2009;27:2121-58. 7. Vlachopoulos C, Aznaouridis K, Stefanadis C. Prediction of Cardiovascular Events and All-Cause Mortality with Arterial Stiffness: A Systematic Review and MetaAnalysis. JACC. 2010;13:1318–27. 8. Shirwan NA, Zou MH. Arterial stiffness: A Brief Review. Acta Pharmacol Sin. 2010;210:1267-76. 9. Laurent S, Cockcroft J, Bortel LV, et al. Expert Consensus Document on Arterial Stiffness: Methodological Issues and Clinical Applications. Eur Heart J. 2006;27:2588–605. 10. Zoungas S, Asmar RP. Arterial Stiffness and Cardiovascular Outcome. Clin Exp Pharmacol Physiol. 2007;34:647-51. 11. DeLoach SS, Townsend RR. Vascular Stiffness: Its Measurement and Significance for Epidemiologic and Outcome Studies. Clin J Am Soc Nephrol. 2008;3:184-92. 12. Zieman SJ, Melenovsky V, Kass DA. Mechanisms, Pathophysiology, and Therapy of Arterial Stiffness. Arterioscler Thromb Vasc Biol. 2005;25:932-43. 13. Juutilainen A, Lehto S, R¨Onnemaa T, Pyorala K, Laakso M. Type 2 Diabetes as a “Coronary Heart Disease Equivalent” An 18-year prospective population-based study in Finnish subjects. Diabetes Care. 2005;28:2901–07. 14. Colwell JA, Virella ML, Halushka P. Pathogenesis of Atherosclerosis in Diabetes Mellitus. Diabetes Care. 1981;4:121-33. 15. Kampoli AM, Tousoulis D, Marinou K, Siasos G, Stefanadis C. Vascular Effects of Diabetes Mellitus. Vascular Disease Prevention. 2009;6:85-90. 16. Kanter JE, Johansson F, LeBoeuf RC, Bornfeldt KE. Do Glucose and Lipids Exert Independent Effects on Atherosclerotic Lesion Initiation or Progression to Advanced Plaques? Circ Res. 2007;100:769-81. 17. Nesto RW. Prevalence of and Risk Factors for Coronary Heart Disease in Diabetes Mellitus. UpToDate. 20.7 (DVD-ROM).Watham: Wolters Kluwer; 2012 18. Salomaa V, Riley W, Kark JD, Nardo C, Folsom AR. Non–Insulin-Dependent Diabetes Mellitus and Fasting Glucose and Insulin Concentrations are Associated with Arterial Stiffness Indexes. The ARIC Study. Circulation. 1995;91:1432-43. 19. Brooks B, Molyneaux L, Yue D. Augmentation of Central Arterial Pressure in Type 2 Diabetes. Diabetic Med. 2001;18:374-80.
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
49
20. Cruickshank K, Riste L, Anderson S, Wright J, Dunn G, Gosling R. Aortic Pulse Wave Velocity and Its Relationship to Mortality in Diabetes and Glucose Intolerance: An Integrated Index of Vascular Function? Circulation. 2002;106:2085-90. 21. Dymott JA. Cardiovascular Disease and Type 2 Diabetes Mellitus:Investigation of Underlying Mechanisms. MD Thesis. [Online].; 2011. Available from: http://theses.gla.ac.uk/2788/. 22. Lee JM, Shirodaria C, Jackson CE, et al. Multi-Modal Magnetic Resonance Imaging Quantifies Atherosclerosis and Vascular Dysfunction in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus. Diabetes Vasc Dis Res. 2007;4:44-48. 23. Keymel S, Heinen Y, Balzer J. Characterization of Macro- and Microvascular Function and Structure in Patients with Type 2 Diabetes Mellitus. Am J Cardiovasc Dis. 2011;1:68-75. 24. Bianchini E, Bozec E, Gemignani V, et al. Assessment of Carotid Stiffness and Intima-Media Thickness From Ultrasound Data Comparison Between Two Methods. J Ultrasound Med. 2010;29:1169–75. 25. Gaszner B, Lenkey Z, Illy´es M, S´arszegi Z, et al. Comparison of Aortic and Carotid Arterial Stiffness Parameters in Patients with Verified Coronary Artery Disease. Clin. Cardiol. 2012;35:26-31. 26. Gaziano JM. Global Burden of Cardivascular Disease. In Libby P, Bonow RO, Mann DL, editors. Braunwald's Heart Disease. A Textbook of Cardiovascular Medicine. 8th ed. Philadelphia: Saunders Elservier; 2008. p.1-22. 27. Yusuf S, Reddy S, Ôunpuu S, Anand S. Global Burden of Cardiovascular Diseases Part I: General Considerations, the Epidemiologic Transition, Risk Factors, and Impact of Urbanization. Circulation. 2001;104:2746-53. 28. The Task Force on the Management of Stable Angina Pectoris of the European Society of Cardiology. Guidelines on the Management of Stable Angina Pectoris. Eur Heart J. 2006;27:1341-81. 29. Abrams J. Chronic Stable Angina. N Engl J Med. 2005;352:2524-33. 30. Grech ED, Ramsdale DR. Acute Coronary Syndrome: Unstable Angina and non-ST Segment Elevation Myocardial Infarction. BMJ. 2003;326:1259-61. 31. Cohn PF, Fox KM. Silent Myocardial Ischemia. Circulation. 2003;108:1263-77. 32. Gould KL. Physiological Severity of Coronary Artery Stenosis. Am J Physiol Heart Circ Physiol. 2006;291:2583-85. 33. Guraschi N, Geijsen J. RF-Based Measurement. Ultrasound Technical WhitePaper. Genoa, Italy: Esaote S.p.A. 34. Claridge MWC. Clinical Assessment of Arterial Stiffness (MD thesis). Academic Department of Vascular Surgery: University of Birmingham; 2009. 35. Kim KS. Imaging Markers of Subclinical Atherosclerosis. Korea Circulation J. 2007;37:1-8. 36. Anderson TJ. Arterial Stiffness or Endothelial Dysfunction as A Surrogate Marker of Vascular Risk. Can J Cardiol. 2006;22 (Suppl B):72B-80B. 37. Jesmin S, Sakuma I, Hattori Y, Kitabatake A. Role of Angiotensin II in Altered Expression of Molecules Responsible for Coronary Matrix Remodeling in InsulinResistant Diabetic Rats. Arterioscler Thromb Vasc Biol. 2003;23:2021-26. 38. Matsuzawa Y, Funahashi T, Kihara S, Shimomura i. Adiponectin and Metabolic Syndrome. Arterioscler Thromb Vasc Biol. 2004;24:29-33. 39. Wang TJ, Larson MG, Levy D. Impact of Obesity on Plasma Natriuretic Peptide Levels. Circulation. 2004;109:594-600.
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
50
40. O’Rourke MF, Staessen JA, Vlachopoulos C. Clinical Applications of Arterial Stiffness; Definitions and Reference Values. Am J Hypertens. 2002;15:426–44. 41. Bortel LMV, Duprez D, Starmans-Kool MJ, Safar ME, CG. Clinical Applications of Arterial Stiffness, Task Force III: Recommendations for User Procedures. AJH. 2002;15:445-52. 42. Latham RD, Westerhof N, Sipkema P. Regional Wave Travel and Reflections along the Human Aorta: A Study with Six Simultaneous Micromanometric Pressures. Circulation. 1985;72:1257-69. 43. Blacher J, Guerin AP, Pannier B. Impact of Aortic Stiffness on Survival in End-Stage Renal Disease. Circulation. 1999;99:2434-39. 44. Boutouyrie P, Tropeano AI, Asmar R, et al. Aortic Stiffness is an Independent Predictor of Primary Coronary Events in Hypertensive Patients. Hypertension. 2002;39:10-15. 45. Laurent S, Boutouyrie P, Asmar R, Gautier I, et al. Aortic Stiffness is an Independent Predictor of All-Cause and Cardiovascular Mortality in Hypertensive Patients. Hypertension. 2001;37:1236-41. 46. Mattace-Raso FUS, Cammen TJMvd, Hofman A, et al. Arterial Stiffness and Risk of Coronary Heart Disease and Stroke: The Rotterdam Study. Circulation. 2006;113:657-63. 47. Hayoz D, Rutschmann B, Perret F, Niederberger M. Conduit Artery Compliance and Distensibility are Not Necessarily Reduced in Hypertension. Hypertension. 1992;20:1-6. 48. Bussy C, Boutouyrie P, Lacolley P, Challande P. Intrinsic Stiffness of the Carotid Arterial Wall Material in Essential Hypertensives. Hypertension. 2000;35:1049-54. 49. Lauren S. Arterial Wall Hypertrophy and Stiffness in Essential Hypertensive Patients. Hypertension. 1995;26:355-62. 50. Boutouyrie P, Bussy C, Hayoz D. Local Pulse Pressure and Regression of Arterial Wall Hypertrophy During Long Term Antihypertensive Treatment. Circulation. 2000;101:2601-06. 51. Hoeks AP, Willekes C, Boutouyrie P. Automatied Detection of Local Wall Artery Thickness Based on M-line Signal Processing. Ultrasound Med Biol. 1997;7:1017-23. 52. Shaw JE, Sicree RA, Zimmet PZ. Global Estimates of The Prevalence of Diabetes for 2010 and 2030. Diabetes Res Clin Pract. 2010;87:4-14. 53. Chan JC. Diabetes in Asia: Epidemiology, Risk Factors, and Pathophysiology. JAMA. 2009;301:2129–40. 54. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta: PERKENI; 2011. 55. The Task Force on Diabetes and Cardiovascular Diseases of the European Society of Cardiology (ESC) and of the European Association for the Study of Diabetes (EASD). Guidelines on Diabetes, Pre-Diabetes, and Cardiovascular Diseases: Executive Summary. European Heart Journal. 2007;28:88-136. 56. Stehouwer CDA, Henry RMA, Ferreira I. Arterial Stiffness in Diabetes and the Metabolic Syndrome: A Pathway to Cardiovascular Disease. Diabetologia. 2008;51:527-39. 57. Dao HH, Essalihi R, Bouvet C. Evolution and Modulation of Age-Related Medial Elastocalcinosis: Impact on Large Artery Stiffness and Isolated Systolic Hypertension. Cardiovasc Res. 2005;66:307– 17. 58. Greenwald SE. Ageing of The Conduit Arteries. J Pathol. 2007;211:157–72.
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
51
59. Creager MA, Luscher TF, Cosentino F, Beckman JA. Diabetes and Vascular Disease: Pathophysiology, Clinical Consequences, and Medical Therapy. Circulation. 2003;108:1527–32. 60. Aronson D. Cross-linking of Glycated Collagen in the Pathogenesis of Arterial and Myocardial Stiffening of Aging and Diabetes. J Hypertens. 2003;21:3-12. 61. Giacco F, Brownlee M. Oxidative Stress and Diabetic Complications. Circ Res. 2010;107:1058-70. 62. Woo CH, Abe J. SUMO a Post-Translational Modification with Therapeutic Potential? Curr Opin Pharmacol. 2010;10:146-55. 63. Glagov S, Zarins CK, Masawa N, Xu CP. Mechanical Functional Role of NonAtherosclerotic Intimal Thickening. Front Med Biol Eng. 1993;1:37-43. 64. Glagov S, Vito R, Giddens DP, Zarins CK. Micro-Architecture and Composition of Artery Walls: Relationship to Location, Diameter and the Distribution of Mechanical Stress. J Hypertens Suppl. 1992;10:S101–S104. 65. Moore JEJ, Xu C, Glagov S, Zarins CK, Ku DN. Fluid Wall Shear Stress Measurements in a Model of the Human Abdominal Aorta: Oscillatory Behavior and Relationship to Atherosclerosis. Atherosclerosis. 1994;110:225–40. 66. Recchia FA, Senzaki H, Saeki A, Byrne BJ, Kass: DA. Pulse Pressure Related Changes in Coronary Flow in Vivo Are Modulated by Nitric Oxide and Adenosine. Circ Res. 1996;79:849–56. 67. Pagliaro P, Senzaki H, Paolocci N. Specificity of Synergistic Coronary Flow Enhancement by Adenosine and Pulsatile Perfusion in the Dog. J Physiol. 1999;1:271-80. 68. Peng X, Haldar S, Deshpande S. Wall Stiffness Suppresses Akt/eNOS and Cytoprotection in Pulse-Perfused Endothelium. Hypertension. 2003;41:378 –81. 69. Kelly RP, Tunin R, Kass DA. Effect of Reduced Aortic Compliance on Cardiac Efficiency and Contractile Function of In Situ Canine Left Ventricle. Circ Res. 1992;71:490 –502. 70. Lartaud-Idjouadiene I, Lompre AM, Kieffer P. Cardiac Consequences of Prolonged Exposure to an Isolated Increase in Aortic Stiffness. Hypertension. 1999;34:63-69. 71. Saeki A, Recchia F, Kass DA. Systolic Flow Augmentation in Hearts Ejecting into a Model of Stiff Aging Vasculature. Influence on Myocardial Perfusion-Demand Balance. Circ Res. 1995;76:132–41. 72. Marchetti P. AGEs and RAGEs in Diabetic Vascular Disease. Medicographia. 2009;31:257-65. 73. Woodman RJ, Watts GF. Measurement and Application of Arterial Stiffness in Clinical Research: Focus on New Methodologies and Diabetes Mellitus. Med Sci Monit. 2003;5:RA 81-89. 74. The Task Force on the Management of Stable Coronary Artery Disease of the European Society of Cardiology. 2013 ESC Guidelines on the Management of Stable Coronary Artery Disease. Eur Heart J. 2013;34:2949–3003. 75. Touboul PJ, Hennerici MG, Meairs S, Adams H, Amarenco P, Bornstein N, et al. Mannheim Carotid Intima-Media Thickness Consensus (2004–2006). Cerebrovasc Dis. 2007;23:75-80. 76. Chobanian AV. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. 2004. 77. Zimmet PA, Inoue S. The Asia-Pacific Perspective: Redefining Obesity and its Treatment. In Health Communications Australia Pty Limited; 2000.
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
52
78. National Cholesterol Education Program National Heart, Lung, and Blood Institute National Institutes of Health. Third Report of the National Cholesterol Education Program (NCEP) Expert Panel on Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Cholesterol in Adults (Adult Treatment Panel III) Final Report. Circulation. 2002;106:3143-421. 79. Sastroasmoro S, Ismail S. Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis. 2nd ed. Jakarta: CV Sagung Seto; 2002. 80. Zhang M, Bai Y, Ye P, et al. Type 2 Diabetes is Associated with Increased Pulse Wave Velocity Measured at Different Site of the Arterial System but Not Augmentation Index in a Chinese Population. Clin Cardiol. 2011;10:622-27. 81. Henry R, Kostense P, Spijkerman A, et al. Arterial Stiffness Increases with Deteriorating Glucose Tolerance Status (The Hoorn Study). Circulation. 2003;107:2089-95. 82. The Task Force for the Management of Arterial Hypertension of the European Society of Hypertension (ESH) and of the European Society of Cardiology (ESC). 2013 ESH/ESC Guidelines for the Management of Arterial Hypertension. J Hypertens. 2013;31:1281-357. 83. Nakamura M, Yamashita T, Yajima J, et al. Brachial-ankle Pulse Wave Velocity as a Risk Stratification Index for the Short-Term Prognosis of Type 2 Diabetic Patients with Coronary Artery Disease. Hypertens Res. 2010;33:1018-24. 84. Cardoso CRL, Leite NC, Ferreira MT, Salles GF, et al. Prognostic Impact of Aortic Stiffness in High-Risk Type 2 Diabetic Patients. The Rio de Janeiro Type 2 Diabetes Cohort Study. Diabetes Care. 2013;36:3772-78. 85. Heffernan KS, Karas RH, Kuvin JT, et al. Carotid Artery Stiffness, High-Density Lipoprotein Cholesterol and Inflammation in Men with Pre-hypertension. J Hum Hypertens. 2009;9:590-96. 86. Catalano M, Scandale G, Dimitrov G. Arterial Stiffness: A Review in Type 2 Diabetes. InTech. [Online].; 2013. Available from: http://dx.doi.org/10.5772/56582. 87. Barter P, Gotto A, LaRosa J, et al. Treating to New Targets Investigators. HDL Cholesterol, Very Low Levels of LDL Cholesterol, and Cardiovascular Events. N Engl J Med. 2007;357:1301-10. 88. Laurent S, Boutouyrie P. Recent Advances in Arterial Stiffness and Wave Reflection in Human Hypertension. Hypertension. 2007;49:1202-06. 89. Tropeano AI, Boutouyrie P, Pannier B, et al. Brachial Pressure-Independent Reduction in Carotid Stiffness after Long-term Angiotensin-Converting Enzyme Inhibition in Diabetic Hypertensives. Hypertension. 2006;48:80-86. 90. Karalliedde J, Mith A, De Angelis L, et al. Valsartan Improves Arterial Stiffness in Type 2 Diabetes Independently of Blood Pressure Lowering. Hypertension. 2008;51:1617-23. 91. Satoh N, Ogawa Y, Usui T, et al. Antiatherogenic Effect of Pioglitazone in Type 2 Diabetic Patients Irrespective of the Responsiveness to Its Antidiabetic Effect. Diabetes Care. 2003;26:2493-99. 92. Kass DA, Shapiro EP, Kawaguchi M, et al. Improved Arterial Compliance by a Novel Advanced Glycation End-Product Crosslink Breaker. Circulation. 2001;104:1464-70.
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
53
LAMPIRAN 1
LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN PENELITIAN: PERBANDINGAN CAROTID STIFFNESS PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER STABIL DENGAN DAN TANPA DIABETES MELLITUS TIPE 2 MENGGUNAKAN HIGH RESOLUTION AUTOMATIC ECHOTRACKING SYSTEM RADIOFREQUENCY BASED ULTRASOUND
PENDAHULUAN Bapak/Ibu/Saudara/Saudari yang terhormat, Mohon informasi di bawah ini dibaca dengan baik. Anda diminta untuk berpartisipasi dalam penelitian ini karena anda adalah seorang pasien penyakit jantung koroner (terdapat sumbatan/timbunan plak pada dinding pembuluh darah koroner di jantung. Penyakit jantung koroner merupakan salah satu manifestasi aterosklerosis pada pembuluh darah koroner. Aterosklerosis merupakan suatu proses pengerasan/ kekakuan pembuluh darah yang bersifat kronis progresif, yang dapat terjadi pada pembuluh darah jantung, otak, leher, ginjal, maupun pembuluh darah lainnya diseluruh tubuh. Proses aterosklerosis dapat dipicu oleh usia, diabetes mellitus, hipertensi, kegemukan, kadar lemak/ kolesterol yang tinggi, dan aktifitas fisik yang kurang. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan peran arterial stiffness (kekakuan arteri, suatu teknik pemeriksaan pembuluh darah yang baru) dalam proses aterosklerosis. Pemeriksaan ini dapat dilakukan pada pembulih darah yang terletak superfisial (permukaan kulit) seperti pada arteri karotis yang terletak di leher. Dengan melakukan pemeriksaan ini, diharapkan kita dapat mengetahui kualitas/perubahan fungsional dari pembuluh darah kita (carotid stiffness) Pada penelitian ini kami bermaksud menilai carotid stiffness pada pasien penyakit jantung koroner stabil dengan atau tanpa diabetes mellitus tipe 2. BAGAIMANA PERAN ANDA DALAM PENELITIAN INI? Kami akan sangat berterima kasih jika anda ikut serta dalam penelitian ini. Jika anda bersedia, dokter akan melakukan wawancara singkat mengenai riwayat kesehatan anda, pemeriksaan fisik, pemeriksaan rekam jantung, dan pengambilan laboratorium (sampel darah), dan pemeriksaan USG pembuluh darah leher (karotis) untuk menilai kekakuan pembuluh darah. Pemeriksaan ini bersifat noninvasive, jadi tidak akan membuat sakit ataupun menyakiti anda.
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
54
DAPATKAH ANDA MENGUBAH KEPUTUSAN MENGIKUTI PENELITIAN INI? Anda dapat mengundurkan diri dari penelitian ini setiap saat tanpa mempengaruhi cara pelayanan kami di masa yang akan datang. Keikutsertaan anda dalam penelitian ini bersifat sukarela. Jika anda mengundurkan diri dari penelitian ini, anda akan tetap mendapatkan dan melanjutkan pengobatan yang sesuai dengan kebutuhan anda. Jika selama penelitian ini anda menjadi sakit akibat keikutsertaan anda dalam penelitian ini, pengobatan akan segera diberikan. APAKAH KEUNTUNGAN DARI PENELITIAN INI? Anda akan mendapat keuntungan atas keikutsertaannya dalam setiap penelitian apapun. Diantaranya adalah kemungkinan mendapatkan pengobatan yang lebih baik untuk penyakit anda. Selain itu anda akan mendapat informasi tentang kualitas kesehatan pembuluh darah anda, sehingga diharapkan akan membantu kepatuhan berobat anda dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik. APAKAH CATATAN MEDIK ANDA TETAP DIRAHASIAKAN? Keikutsertaan anda dalam penelitian ini akan diperlakukan secara sangat rahasia. Jika anda masih mempunyai pertanyaan mengenai hak-hak anda berkaitan dengan penelitian ini, silahkan menghubungi: Dr. Hengky Gosal, Sp.PD Divisi Kardiologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSUPN CiptoMangunkusumo Jl. Diponegoro 71, Jakarta Pusat Telp (021)31934636 / no HP 08124302488
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
55
LAMPIRAN 2 LEMBAR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN PENELITIAN: PERBANDINGAN CAROTID STIFFNESS PADA PASIEN PENYAKIT JANTUNG KORONER STABIL DENGAN DAN TANPA DIABETES MELLITUS TIPE 2 MENGGUNAKAN HIGH RESOLUTION AUTOMATIC ECHOTRACKING SYSTEM RADIOFREQUENCY BASED ULTRASOUND Saya yang bertanda tangan di bawah ini, dengan ini menyatakan bahwa: 1. Saya telah mendapatkan cukup informasi tentang latar belakang, tujuan, prosedur dan risiko dari penelitian ini. 2. Saya setuju untuk ikut serta pada penelitian ini. 3. Saya menerima dan mengetahui bahwa data penelitian ini akan dirahasiakan oleh peneliti. 4. Saya menerima bahwa data yang dikumpulkan akan diproses sesuai dengan prosedur penelitian dan berhak untuk mengetahui / mendapatkan data penelitian diri saya dari peneliti. 5. Saya berhak untuk mengundurkan diri kapan saja bila saya tidak bersedia untuk melanjutkan keikutsertaan saya pada penelitian ini tanpa dampak apapun.
Jakarta, …………………………..2013 Peserta penelitian,
(Tanda tangan dan nama jelas)
Saksi penelitian,
(Tanda tangan dan nama jelas)
Peneliti,
Dr. Hengky Gosal, Sp.PD
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
56
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
57
LAMPIRAN
CONTOH HASIL PEMERIKSAAN CAROTID STIFFNESS
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
58
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013
59
Universitas Indonesia Perbandingan carotid…., Hengky Gosal, FK UI, 2013