PERBAIKAN PERAMUAN BAHAN BAKU PELEBURAN BESI COR KELABU PADA TANUR TUNGKIK Oleh: Soedihono Staf Pengajar Politeknik Manufaktur Bandung, Direktur Politeknik Manufaktur Ceper
ABSTRAK Besi cor kelabu penggunaannya dibidang permesinan sangat banyak baik untuk pembuatan bagian kendaraan bermotor, mesin perkakas, mesin hidrolis, peralatan pabrik dan rumah tangga. Sifat besi cor kelabu sangat erat kaitannya dengan kandungan struktur mikro yang pembentukannya sangat dipengaruhi oleh karakteristik dan komposisi logam cair seta laju pendinginan saat logam berada di dalam cetakan. Di lingkungan Industri Kecil pembuatan besi cor kelabu pada umumnya menggunakan tanur tungkik yang sudah dikenal sejak nenek moyang mereka. Namun karena proses pembuatan hanya sebatas melebur kembali besi cor bekas maka hasil produksinya tidak memenuhi persyaratan industri. Untuk mencegah terjadinya kesalahan pada proses peleburan, di lakukan proses peramuan bahan baku dengan menambah pig iron, cast iron scrap dan baja bekas dan bahan paduan. Penambahan bahan baku tersebut untuk menambah unsur yang hilang akibat terbakar dan mengurani unsur yang masuk karena kontak langsung dengan kokas maupun bahan tahan api yang dipasang pada diding tanur.
1. PENDAHULUAN Besi cor kelabu banyak dipergunakan untuk pembuatan rumah pompa, rumah mesin, suku cadang mesin, ornamen dan peralatan
rumah tangga. Dia harus mempunyai kualitas sesuai standard industri, dan harus mempunyai harga jual yang mampu bersaing di pasar lokal maupun internasional. Untuk memproduksi besi cor kelabu, sebagian besar Industri Pengecor Logam di Lingkungan Ceper menggunakan tanur tungkik. Tanur ini memiliki konstruksi seperti tabung dengan diameter luar sekitar 1000 mm. Dibagian dalam diberi lapisan batu tahan api untuk mengisolasi panas, sedang dibagian bawah diberi lubang untuk memasukan angin untuk memasukan oksigen kedalam tanur, dan sekaligus untuk mengeluarkan logam cari dari dalam tanur. Di bagian tengah dipasang poros melintang untuk menungkik tanur saat mengeluarkan logam cair dari dalam tanur. Beberapa Industri Kecil hanya menggunakan besi cor bekas (cast iron scrap) sebagai bahan bakunya dan kokas sebagai bahan bakarnya. Besi cor bekas dan kokas dimuat kedalam tanur secara bergantian hingga tanur penuh dengan perbandingan sekitar 100 kg besi cor bekas : 15 kg kokas. Alas kokas yang sudah membara karena disulut sebelum bahan baku dimuat, disembur dengan udara segar untuk memasukan oksigen kedalam tanur. Dalam waktu yang tidak lama setelah angin disemburkan, sebagian besar kokas terbakar dan bahan baku mencair, setelah mencapai jumlah dan suhu tertentu besi cair dikeluarkan dan kemudian dituang kedalam dituang kedalam cetakan.
1.1. Permasalahan Proses
peleburan
besi
cor
kelabu
tidak
hanya
sekedar
mencairkan besi cor bekas, kemudian menuangkannya kedalam cetakan. Melainkan harus meramu kembali agar komposisi logam terjaga, hal ini harus dilakukan karena selama proses peleburan beberapa unsur hilang atau berkurang karena terbakar, dan sebagian unsur bertambah karena kontak langsung dengan bahan bakar atau bahan tahan api yang ada pada dinding tanur.
Sifat besi cor kelabu sangat rapat hubungannya dengan kandungan struktur mikro. Karena pembentukan struktur mikro erat kaitannya dengan komposisi dan laju pendinginan, maka setiap kali membuat besi cor kelabu harus selalu melakuan peramuan bahan baku dengan memperhitungkan laju pendinginan agar hasil produksinya mempunyai kualitas sesuai standard industri. Laju pendinginan besi cor di dalam cetakan sangat erat kaitannya dengan tebal dinding coran, maka sampailah pada permasalahannya: Bagaimana menentukan ramuan bahan baku yang tepat sesuai tebal coran, agar sifat besi cor kelabu yang dihasilkan sesuai standard mutu yang diharapkan?
2. LANDASAN TEORI Besi cor kelabu merupakan salah satu jenis besi cor yang tergolong penggunaannya paling banyak, untuk:
Bagian kendaraan bermotor: blok mesin, tutup silinder, rumah
engkol, selubung silinder, roda daya, tromol rem, dst Mesin perkakas: gear box, badan mesin, meja, pegangan, dst. Mesin hidrolis: rumah pompa, turbin, motor, katup, dst Peralatan pabrik: ragum, kupling, rumah roda gigi, roda gigi, dst
Besi cor kelabu memiliki warna patahan kelabu dengan masa jenis: 7,2 kg/dm3, titik cair: 1160 oC, kekerasan 170–229 HB, kekuatan tarik dari 100-250 N/mm2 untuk benda uji yang dicor pada diameter 30 mm. ASTM menyaratkan spesifikasi besi cor kelabu untuk suku cadang otomotive adalah sebagai berikut:diameter 30 mm. ASTM menyaratkan spesifikasi besi cor kelabu untuk suku cadang otomotive adalah sebagai berikut:
2.2. Komposisi Unsur terpenting dalam besi cor kelabu adalah karbon, silikon, phospor dan mangan. Karbon sebagai unsur paling penting mempunyai pengaruh sangat besar terhadap sifat mekanik, seperti: kekuatan tarik, regangan patah, kekerasan, dll. Jumlah karbon di dalam besi cor kelabu sekitar 23,7 %, dia menempatkan diri pada dua kondisi, yaitu membentuk senyawa kimia Fe3C yang dikenal dengan sementit, dan dalam keadaan bebas yang dikenal dengan grafit. Silikon memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perubahan sifat mekanik. Karbon dan silikon mempunyai fungsi yang mirip, keduaduanya mendorong pembentukan grafit sehingga kandungan kedua unsur
ditentukan
(sattigungsgrad).
berdasarkan Silikon
harga
ditambahkan
tingkat sekitar
kejenuhan 1,4-2,3%
karbon untuk
menggalakkan pembentukan grafit. Silikon didalam besi menempatkan diri didalam ferit.
Phospor di dalam besi cor kelabu hingga 0,3% akan membentuk senyawa Fe3P dan mampu alir menjadi lebih tinggi karena suhu eutektik turun hingga 956°C. Phospor diperlukan untuk pembuatan benda cor tipis, namun pemberian terlalu banyak bisa mengakibatkan timbulnya lubang-lubang kecil pada permukaan maka kandungan phospor dibatasi antara 0,2-2,0%. Mangan dibutuhkan untuk merangsang pembentukan struktur perlit, juga diperlukan untuk mengikat sulfur membentuk senyawa MnS. Jumlah sekitar 0,5-0,7%. Sulfur tidak memberikan keuntungan, justru merugikan karena pada saat cair, besi menjadi kental dan pada saat padat besi menjadi rapuh. Kandungan sulfur maksimal 0,15%. Sulfur masuk ke dalam besi karena kontak langsung dengan kokas atau terbawa oleh bahan baku: pig iron (besi kasar), besi cor bekas atau baja bekas.
2.3. Struktur Mikro Pada Besi Cor Struktur mikro besi cor kelabu pada umumnya perlitik atau feritik,dengan susunan grafit “A” (gambar 2, I), dan ukuran 2 s.d 4. Ferit lunak dihasilkan akibat kandungan karbon-silikon tinggi pada laju pendinginan lambat. Sedangkan perlit yang kuat dihasilkan karena karbon-silikon lebih rendah pada laju pendinginan relatif lebih cepat. Semakin banyak kandungan ferit, besi cor menjadi lunak, tetapi regangannya
meningkat.
Sebaliknya
bertambahnya
meningkatkan kekerasan dan menurunkan regangan.
2.3.1. Ferit
perlit
akan
Ferit atau larutan padat Fe-alpha pada sistem Fe–C. Kelarutan karbon di dalam ferit sangat kecil max. 0,02% sehingga struktur mikro ini mempunyai kekerasan hanya sekitar 60 HB, mampu tarik sekitarnya 200 N/mm2, titik luluhnya 100 N/mm2) dengan regangan patah 80%. 2.3.2. Perlit Perlit sebagai lapisan ferit dan sementit dengan komposisi sekitar 88 % ferit dan 12 % sementit. Perlit memiliki kekerasan sekitar 160-180 HB. Dibawah ini adalah gambar struktur mikro besi cor kelabu dengan kandungan ferit 30% dan perlit 100%. 2.3.3. Grafit Grafit adalah kumpulan karbon yang dihasilkan selama proses pembekuan dan pendinginan lambat. Grafit memiliki kekerasan sekitar 1 HB, kekuatan tariknya sekitar 2 kgf/mm2 (N/mm2) dan masa jenisnya kira-kira 2,2 Kg/dm3. Grafit memberikan pengaruh sangat besar terhadap sifat-sifat mekanik besi cor kelabu. Karakteristik grafit didalam besi cor dikelompokan dalam bentuk, distribusi dan ukuran.
2.3.3.1. Distribusi Grafit Bentuk dan distribusi grafit erat kaitannya dengan proses perlakuan
peleburan
terutama
mencegah
terjadinya
undercooling.
beberapa distribusi grafit.
inokulasi
yang
Gambar
bertujuan
berikut
untuk
menunjukan
Distribusi grafit A dimiliki oleh besi cor kelabu kelas tinggi dengan matrik perlit. Distribusi grafit B kecenderungan terjadi pada coran tipis, untuk kandungan
karbon
atau
silikon
relatif
rendah.
Besi
cor
yang
memerlukan kekuatan tarik 25-30 kgf/mm2 diperbolehkan memiliki distribusi grafit B sebanyak 20-30%. Distribusi grafit C muncul pada sistem hypereutektik. Pada struktur ini grafit yang panjang dan lebar numpuk dan dikelilingi oleh serpihan grafit yang mengkristal di daerah eutektik. Struktur demikian begitu lemah mengakibatkan hasil produksi menjadi kurang kuat. Distribusi grafit D terjadi karena potongan-potongan grafit eutektik yang halus, yang mengkristal diantara dendrit-dendrit kristal mula dari austenit karena pendinginan lanjut (undercooling) pada pembekuan
eutektik.
Keadaan
ini
umumnya
diperbaiki
dengan
pemberian inokulasi. Distribusi grafit semacam ini kadang-kadang muncul pada besi cor yang teroksidasi.
Distribusi grafit E muncul pada kandungan karbon rendah. Kekuatan rendah karena jarak yang dekat antara potongan-potongan grafit seperti pada distribusi D. Tetapi kadang-kadang kekuatan juga tinggi apabila kandungan karbon rendah dan berkurangnya endapan grafit.
3.HASIL PENELITIAN 3.1. Pengamatan di industri Dari pengamatan dibeberapa industri kecil di Ceper, pada umumnya pembuatan besi cor kelabu menggunakan bahan baku 100% besi cor bekas. Menggunakan komposisi bahan baku seperti tersebut di atas dihasilkan produk dengan spseifikasi sebagai berikut:
Analisis :
Dihasilkan grafit D disebabkan oleh kurangnya tunas (inti butir) dalam cairan, mengakibatkan mampu tarik besi cor menjadi
rendah. Kurang selektif pemilihan bahan, sehingga logam tidak bersih
3.2. Uji coba
Kualitas
hasil
pengecoran
di
atas
tersebut
perlu
untuk
diperbaikan agar mutu hasil produksi meningkat, penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut: 3.2.1. Peramuan Bahan Baku Untuk menjaga agar komposisi hasil produksi sesuai dengan standard industri, bahan baku terdiri dari beberapa material: pig iron, besi cor bekas, baja bekas, ditambah bahan paduan FeSi, FeMn dan inokulasi. Bahan tersebut diramu untuk benda cor tebal 10 mm. Bahan Baku yang dipergunakan:
Analisis : Hasil sebelumnya
yang
didapatkan
(skala
Lab.),
tidak
artinya
jauh
berbeda
menunjukkan
dengan bahwa
hasil proses
peramuan dengan teknologi tanur tungkik ini bisa menghasilkan tuangan besi tuang kelabu (FC) yang mempunyai spesifikasi sesuai dengan standar industri, disamping ada penekanan biaya bahan.
4. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan
Dengan penerapan teknologi peramuan yang benar maka dihasilkan kualitas produk yang lebih baik, sehingga industri kecil dengan tanur tungkiknya mampu memproduksi besi tuang
kelabu (FC) sesuai standar baku industri. Efek positif lain yang bisa diraih adalah adanya peningkatan produktivitas melalui penurunan biaya bahan baku dan menekan tingkat kegagalan (rejection). Dengan demikian harga jual
produk dapat lebih rendah (meningkatkan daya saing) Adanya peningkatan kualitas dan penurunan biaya proses akan menaikan
nilai
berdampak
tambah
secara
produk
nasional
(potensi
dengan
ekonomis)
timbulnya
yang
kesiapan
pengusaha kecil untuk terjun dalam persaingan perdagangan bebas. 4.2. Saran-saran
Harus ada pembinaan berlanjut atas industri kecil ini baik dari
pemerintah maupun pengusaha pengguna produk tuangan. Tindak lanjut pengembangan proses pendukung lain dalam pengecoran
logam (desain
tuangan, gugus kendali mutu,
manajerial, dll.).
5. DAFTAR PUSTAKA 5.1. Laporan hasil survey di sentra industri kecil Pengecoran logam Batur - Ceper - Kabupaten Klaten, Polman - ITB, 1994 5.2. Charles F. Walton, Iron Casting Handbook, Iron Casting Society,Inc.,1981. 5.3. JIS Handbook 1985, Ferrous Materials and Metalurgy, Japanese Standards Association, 1985.
5.4. F Roil,Dr., Handbuch der Giesserei Technik, Springer Verlag Berlin/Goettingen/Heidelberg, 1960.