569
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014
PERBAIKAN MUTU KULIT KAKAO DAN TONGKOL JAGUNG MELALUI FERMENTASI UNTUK BAHAN PAKAN IKAN Kamaruddin, Neltje Nobertine Palinggi, dan Usman Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Kulit kakao dan tongkol jagung merupakan limbah pertanian yang cukup melimpah di beberapa wilayah di Indonesia dan belum dimanfaatkan secara optimum. Kulit kakao dan tongkol jagung ini berpotensi dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan ikan herbivora-omnivora khususnya sebagai sumber energi. Kualitas kedua bahan ini masih sangat rendah karena memiliki kandungan serat kasar yang sangat tinggi dan protein yang sangat rendah, sehingga perlu ditingkatkan mutunya sebelum dijadikan bahan pakan ikan. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan mutu kulit kakao dan tongkol melalui fermentasi untuk bahan pakan ikan. Ada tiga jenis mikroba yang digunakan dalam fermentasi bahan tersebut yaitu: (A) Aspergillus niger, (B) Rhizopus oryzae, dan (C) Trichoderma viride. Jumlah dosis masing-masing jamur tersebut sebanyak 1% dari substrat dan diinkubasi selama 4 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fermentasi tongkol jagung menyebabkan penurunan kandungan serat kasar (51,3% menjadi 41,0-41,5%) dan peningkatan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) (43,0% menjadi 50,7-51,6%) untuk semua perlakuan jenis mikroba fermentasi. Sementara fermentasi kulit kakao hanya menyebabkan peningkatan kandungan protein (8,6% menjadi 11,8%) oleh Trichoderma viride dan penurunan serat kasar (55,9% menjadi 38,3%) dan peningkatan BETN (16,1% menjadi 39,5%) oleh Aspegillus niger. Meskipun telah terjadi penurunan kandungan serat kasar bahan, namun kandungan serat kasar bahan uji ini masih cukup tinggi untuk bahan pakan ikan sehingga masih perlu perbaikan. KATA KUNCI: fermentasi, kulit kakao, tongkol jagung, jenis jamur
PENDAHULUAN Saat ini, harga pakan komersil cenderung semakin meningkat, sementara harga ikan hasil budidaya tidak mengalami peningkatan yang seimbang, menyebabkan pembudidaya ikan terus mencari pakan alternatif yang dapat menunjang keberlanjutan usahanya. Para pembudidaya ikan bandeng di tambak misalnya, saat ini banyak menggunakan mi afkiran sebagai pakan alternatif. Akibat permintaan yang banyak menyebabkan mi afkiran ini juga menjadi rebutan para pembudidaya dan menjadi langka. Oleh karena itu, harus diupayakan pakan alternatif lainnya dengan menggunakan bahan baku lokal, utamanya limbah-limbah pertanian yang ketersediaannya cukup banyak dan sepanjang tahun. Selain protein, komponen yang juga cukup penting dalam pakan ikan adalah sumber energi yang dapat berasal dari lemak dan karbohidrat, khususnya untuk ikan herbivora dan omnivora. Karbohidrat merupakan sumber energi yang lebih murah dibandingkan protein, terutama karbohidrat yang bersumber dari limbah-limbah pertanian. Tanaman kakao merupakan salah satu tanaman perkebunan yang luas areal penanamannya terus mengalami peningkatan. Indonesia merupakan negara terbesar ketiga produsen kakao di dunia setelah pantai Gading dan Ghana. Luas areal tanaman kakao di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 1.473.259 ha, dengan total produksi 792.791 ton (Deptan 2009). Peningkatan luas areal tanaman dan produksi kakao, diikuti juga dengan peningkatan jumlah hasil ikutan pengolahan buah kakao. Selama ini dari buah kakao hanya keping biji yang dimanfaatkan sebagai komoditas ekspor, sedangkan bagian lain belum dimanfaatkan secara optimal seperti kulit buah kakao. Kulit kakao merupakan limbah agroindustri yang komposisinya terdiri dari 74% kulit, 24% biji kakao dan 2% plasenta. Selain itu kulit kakao mengandung protein 22%, lemak 3-9%, bahan kering 88%, protein kasar 8%, dan serat kasar 40,15% (Priyanto. et al., 2004). Rendahnya penggunaan kulit kakao sebagai makanan hewan
Perbaikan mutu kulit kakao dan tongkol jagung ..... (Kamaruddin)
570
disebabkan oleh dua faktor yaitu kandungan serat detergen netral (NDF) yang tinggi sekitar 88% dan kandungan protein yang rendah sekitar 8%. Tongkol jagung merupakan bagian dari buah jagung yang telah diambil bijinya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, ketersediaan tongkol jagung di Indonesia pada tahun 2006 adalah sebesar 3.482.839 ton, pada tahun 2007 sebesar 3.986.258 ton, dan pada tahun 2008 tongkol jagung ada sekitar 4.456.215 ton. Komponen tanaman jagung tua dan siap panen terdiri atas 38% biji, 7% tongkol, 12% kulit, 13% daun dan 30% batang (Perry et al., 2003). Komposisi nutrisi tongkol jagung terdiri dari bahan kering 90,0%; protein kasar 2,8%; lemak kasar 0,7%; abu 1,5%; serat kasar 32,7%; selulosa 25,0%; lignin 6,0%; dan ADF 32,0% (Murni, 2008). Limbah-limbah tersebut berpotensi dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan utama yaitu sebagai sumber energi (karbohidrat) karena mengandung Corganik cukup tinggi (>50% bahan kering). Kendala yang dihadapi saat ini, yaitu bahan-bahan tersebut memiliki kandungan serat kasar, dan lignin yang cukup tinggi serta kemungkinan adanya beberapa zat anti nutrisi lainnya, sehingga perlu upaya perbaikan mutunya antara lain melalui fermentasi. Fermentasi merupakan proses yang melibatkan aktifitas mikroba untuk memperoleh energi melalui pemecahan substrat yang berguna untuk keperluan metabolisme dan pertumbuhannya sehingga dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pakan sebagai akibat dari pemecahan kandungan zat makanan dalam bahan pakan tersebut (Rachman, 1989). Sementara Winarno et al. (1980) menjelaskan bahwa hasil fermentasi terutama tergantung pada substrak, jenis mikroba dan kondisi di sekelilingnya yang akan mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme mikroba tersebut. Pada proses fermentasi, mikroba akan membutuhkan sejumlah energi untuk pertumbuhan dan perkembangbiakannya yang diperoleh melalui perombakan zat makanan di dalam substrat. Perubahan kimia yang terjadi di dalam substrat diakibatkan oleh aktifitas enzim yang dihasilkan oleh mikroba tersebut yang meliputi perubahan molekul komplek seperti karbohidrat, protein, dan lemak menjadi molekul yang lebih sederhana dan mudah dicerna. Adhiyudanto et al. (2012) telah melaporkan adanya peningkatan kadar protein dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) serta penurunan kadar serat kasar pada tepung jerami padi yang difermentasi dengan beberapa jenis mikroba. Beberapa jenis mikroba seperti Aspergillus sp, Rhizopus sp, Saccharomyces cereviceae, Bacillus sp. dan lain-lain dikenal memiliki aktivitas enzim ekstra-selluler yang dapat memperbaiki kualitas bahan/substrat (dapat menurunkan kandungan serat kasar dan lemak, tetapi dapat meningkatkan protein dan BETN bahan). Menurut Fardiaz (1989), kapang merupakan salah satu golongan mikroba yang dapat digunakan dalam proses fermentasi karena pertumbuhannya cepat, dan mudah dilihat penampakannya yang berserabut seperti kapas. Oleh karena itu, fermentasi kulit kakao dan tongkol jagung dengan mikroorganisme berpotensi besar meningkatkan kualitas substrat, sehingga diharapkan dapat menjadi bahan baku yang memiliki karakteristik sesuai untuk bahan pakan ikan. BAHAN DAN METODE Penyediaan Bahan Baku Perbaikan mutu bahan baku dilakukan melalui metode fermentasi. Ada dua jenis bahan baku (hasil samping) yang difermentasi yaitu tongkol jagung dan kulit kakao. Tongkol jagung dan kulit kakao tersebut diambil langsung dari tempat pengolahan pertama di lokasi petani pembudidaya. Kadar air dari bahan-bahan tersebut berbeda, untuk tongkol jagung kadar airnya sekitar 8-10%, sedangkan kulit kakao kadar airnya sekitar 50-70%. Dalam proses penepungan, kulit kakao terlebih dahulu dijemur hingga kadar airnya lebih rendah (sekitar 10-12%). Setelah dijemur kulit kakao dan tongkol jagung tersebut langsung dihaluskan dengan menggunakan (mesin penepung) untuk siap difermentasi. Sebagian bahan-bahan tersebut diambil sampelnya yang representatif kemudian ditimbang (menggunakan timbangan merk Tanita satu desimal) sebanyak 30 g untuk selanjutnya dianalisis proksimat sebagai data awal bahan yang tidak difermentasi. Ada tige jenis mikroba kapang sebagai perlakuan yang digunakan untuk memfermentasi bahan-bahan tersebut yaitu (A) Aspergillus niger, (B) Rhizopus oryzae, dan (C) Trichoderma viride. Mikroba tersebut diperoleh dari hasil isolasi di Laboratorium Mikrobiologi PAU, Institut Pertanian Bogor.
571
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014
Perbanyakan Mikroba Fermentasi (Kapang) Hasil isolasi mikroba diperbanyak dengan metode sebagai berikut: Kapang diinokulasi pada media Potato Dextrose Agar (Difco TM PDA) yang ditambah yeast extract (Bacto TM yeast extract) 0,3% dengan metode agar miring. Kemudian dilanjutkan dengan membiakkannya pada cawan petri (diameter 9 cm) dengan media yang sama. Hasil biakan ini siap digunakan pada fermentasi beras. Beras (jenis Ciliwung) dicuci, lalu ditambahkan air sebanyak 400 ml air per 1 kg beras. Beras yang sudah ditambahkan air, dimasak (diaron), kemudian dikukus selama 30 menit, lalu didinginkan. Setelah dingin dicampur dengan biakan mikroba (kapang) sebanyak 3 petri per 1 kg beras. Setelah tercampur rata diinkubasi (didiamkan) selama 4 hari, kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 40oC (selama 3 hari), lalu ditepungkan menjadi stok, dan siap digunakan dalam fermentasi bahan pakan. Fermentasi Bahan Pakan Fermentasi bahan dilakukan berdasarkan metode yang dikembangkan oleh Palinggi (2009) dengan tahapan proses seperti pada Gambar 1. Bahan-bahan yang akan difermentasi terlebih dahulu disterilkan dalam autoclave (ALP Co. Ltd) pada suhu 121oC tekanan 1 atm selama 15 menit, kemudian didinginkan. Setelah dingin, bahan-bahan (substrat) dimasukkan ke dalam baskom plastik. Air steril ditambahkan dengan perbandingan substrat dan air sebanyak 1 : 1. Selanjutnya diaduk rata kemudian ditambahkan mikroba sebanyak 1% dari substrat, lalu diaduk rata lagi hingga homogen. Campuran bahan dimasukkan ke dalam nampan plastik dengan ketebalan ± 3 cm lalu ditutup dengan plastik yang sudah dilubang-lubangi kemudian didiamkan pada suhu ruang selama 4-5 hari. Percobaan ini didesain dengan rancangan acak kelompok, masing-masing 4 kelompok berdasarkan waktu. Setelah proses fermentasi berlangsung, produk yang dihasilkan dikeringkan dan ditepungkan, lalu dianalisis proksimat untuk melihat kelayakannya sebagai bahan pakan ikan herbivora-omnivora. Analisis proksimat dilakukan berdasarkan metode AOAC International (1999): bahan kering (DM) dikeringkan dengan oven pada suhu 105ºC selama 16 jam, serat kasar dengan ekstraksi ether, abu dengan pembakaran dalam muffle furnace pada suhu 550ºC selama 24 jam dan protein kasar dianalisis dengan micro-Kjeldahl, lemak dideterminasi secara gravimetrik dengan ekstraksi khloroform : metanol Bahan pakan (tongkol jagung dan kulit kakao)
Disterilkan dalam autoclave
Didinginkan
Ditambahkan mikroorganisme
Difermentasi (4 hari)
Dikeringkan dalam oven (50oc)
Analisa proksimat
Gambar 1. Skema fermentasi bahan pakan
Perbaikan mutu kulit kakao dan tongkol jagung ..... (Kamaruddin)
572
pada sampel. Peubah komposisi proksimat hasil fermentasi tersebut dianalisis ragam menggunakan rancangan acak kelompok, jika terdapat perbedaan yang nyata di antara perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji Tukey (Steel dan Torrie, 1995). HASIL DAN BAHASAN Metode fermentasi merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas bahan hasil samping pertanian / industri untuk pemanfaatannya dalam pakan ikan. Hasil fermentasi tongkol jagung dengan beberapa jenis perlakuan mikroba disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil fermentasi tongkol jagung dengan perlakuan beberapa jenis mikroba
Peubah Protein kasar Lemak Serat kasar Abu BETN
Tanpa fermentasi 2,92±0,34a 1,03±0,31a 51,3±3,35a 2,27±0,66a 43,0±4,47a
Tongkol jagung yang difermentasi dengan Aspergillus Rhizopus Trichoderma Niger oryzae viride a a 3,29±0,39 3,08±0,32 3,27±0,32a 1,48±0,18a 1,59±0,19a 1,22±0,82a 41,48±0,53b 41,44±2,50b 41,04±1,57b 2,93±1,10a 3,20±0,98a 2,96±0,92a 50,82±2,66b 50,74±3,54b 51,6±0,83b
Pada fermentasi tongkol jagung, nilai nutrisi substrat yang mengalami perubahan secara nyata (P<0,05) dibandingkan tanpa fermentasi adalah kandungan serat kasar dan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) tongkol jagung. Kandungan serat kasar menurun dan sebaliknya kandungan BETN substrat meningkat secara nyata (P<0,05) pada semua jenis kapang yang digunakan dalam fermentasi. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga jenis kapang tersebut mampu mendegradasi kandungan serat kasar tongkol jagung dan mengkonversinya menjadi BETN yang merupakan karbohidrat sehingga dapat dicerna oleh hewan monogastrik seperti ikan. Kapang seperti Aspergillus niger, Rhizopus oryzae dan Trichoderma viride dapat menghasilkan enzim ektraselluler yang memiliki aktivitas enzim amilolitik, proteolitik, lipolitik, selulolitik, dan lignolitik (Schuster et al., 2002; Sana et al., 2002; Buyukkileci, 2007). Walaupun ketiga jenis mikroba tersebut dapat menurunkan kandungan serat kasar tongkol jagung, namun nilai kandungan serat kasar tongkol jagung hasil fermentasi masih tergolong cukup tinggi (>40%), sehingga masih sulit digunakan sebagai bahan pakan ikan. Pada penggunaan tepung jerami hasil fermentasi (kandungan serat kasar 19,3-22,5%) sebanyak 5% dalam pakan masih memberikan laju pertumbuhan ikan bandeng yang relatif lebih lambat dibandingkan pada ikan yang diberi pakan kontrol (tanpa tepung jerami) akibat kecernaan pakan yang rendah (Kamaruddin et al., 2013). Oleh karena itu, metode fermentasi tongkol jagung ini masih perlu diperbaiki. Kandungan protein tongkol jagung hasil fermentasi cenderung mengalami sedikit peningkatan untuk semua jenis kapang, namun belum memberikan perbedaan yang nyata (P>0,005) dibandingkan tongkol jagung yang tidak difermentasi. Demikian juga dengan nilai kandungan lemak dan abu tongkol jagung relatif sama (P>0,05) untuk semua perlakuan jenis kapang dan tanpa fermentasi. Hal ini menunjukkan bahwa aktifitas enzim proteolitik dan lipolitiknya tidak bekerja secara baik dalam proses fermentasi tongkol jagung ini. Rendahnya perubahan protein dari hasil fermentasi tersebut, disebabkan karena kapang tidak berkembang dengan baik. Hasil ini jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian Marlia (2011) yang menggunakan jenis kapang Trichoderma viride, Trichoderma cerevisae, Aspergillus orysae dan Rhizopus oligosporus, dengan dosis 3% dan lama fermentasi 6 hari, mampu meningkatkan nilai gizi protein kasar tongkol jagung (dari 2,57% meningkat menjadi 12,48%), dan menurunkan kadar lemak kasar (dari 5,52% menjadi 1,08%). Adanya perbedaan dari kedua hasil penelitian ini,
573
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014
disebabkan karena metode yang digunakan tidak sama serta dosis dan lama fermentasinya juga berbeda. Pada Tabel 2 terlihat bahwa nilai kandungan protein kulit kakao tertinggi diperoleh dari fermentasi dengan jenis mikroba Trichoderma viride, dan menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) dengan perlakuan jenis mikroba A. niger dan tanpa fermentasi (kontrol), tetapi tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan perlakuan jenis mikroba Rhizopus oryzae. Namun demikian, peningkatan kandungan protein yang diperoleh dari kegiatan ini (fermentasi dengan Trichoderma viride), masih lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil penelitian Anas et al. (2011) yang mampu meningkatkan kandungan protein kulit kakao dari hasil fermentasi sekitar 17,68%. Tabel 2. Hasil fermentasi kulit kakao dengan perlakuan beberapa jenis mikroba
Peubah Protein kasar Lemak Serat kasar Abu BETN
Tanpa fermentasi 8,64±2,04a 1,71±0,05a 55,87±3,74a 16,87±2,92a 16,11±7,91a
Kulit kakao yang difermentasi dengan Aspergillus Rhizopus Trichoderma Niger oryzae viride a ab 8,95±0,93 9,51±2,82 11,78±0,78b 1,38±0,95a 1,68±0,10a 1,50±0,02a 38,34±11,34b 51,1±2,59a 53,9±1,46a 11,78±2,10b 12,88±0,96b 13,3±1,03ab 39,55±9,62b 24,74±4,79ab 19,51±1,29a
Penurunan terbanyak nilai kandungan serat kasar kulit kakao diperoleh pada fermentasi dengan jenis mikroba A. niger yaitu dari 55,9% menjadi 38,3%, dan menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) dengan perlakuan lainnya dan kontrol. Sementara kandungan serat kasar kulit kakao yang difermentasi dengan Rhizopus oryzae, Trichoderma viride dan tanpa fermentasi memiliki nilai yang relatif sama (P>0,05). Hasil yang diperoleh dari penelitian ini hampir sama dengan hasil penelitian Anas et al. (2011) yang memperoleh serat kasar 32,7% pada kulit kakao yang telah difermentasi. Secara umum faktor yang menyebabkan proses fermentasi tidak berjalan dengan baik yang ditandai perubahan protein dan penurunan serat kasar yang masih rendah adalah suhu dan pH, kisaran suhu selama proses fermentasi 27-30oC (Gambar 2 dan 3), sedangkan pH berkisar antara 6,5-7,5 (Gambar 4 dan 5).
31
Suhu (oC)
30 29 28
Aspergillus niger
27
Rhizopus oryzae Trichoderma viride
26 25 Hari-1
Hari-2
Hari-3
Hari-4
Periode fermentasi (hari)
Gambar 2. Rata-rata suhu media (substrat) pada fermentasi tongkol jagung dengan beberapa jenis mikroba kapang
Perbaikan mutu kulit kakao dan tongkol jagung ..... (Kamaruddin)
574
30,5 30
Suhu ( C)
29,5 29 28,5
Aspergillus niger
28
Rhizopus oryzae
27,5
Trichoderma viride
27 26,5 Hari-1
Hari-2
Hari-3
Hari-4
Periode fermentasi (hari)
Gambar 3. Rata-rata suhu media (substrat) pada fermentasi kulit kakao dengan beberapa jenis mikroba kapang
9 8 7
pH
6 5 4
Aspergillus niger
3
Rhizopus oryzae
2
Trichoderma viride
1 0 Hari-1
Hari-2
Hari-3
Hari-4
Periode fermentasi (hari)
Gambar 4. Rata-rata pH media (substrat) pada fermentasi tongkol jagung dengan beberapa jenis mikroba kapang 9 8 7
pH
6 5
Aspergillus niger
4
Rhizopus oryzae
3
Trichoderma viride
2 1 Hari-1
Hari-2
Hari-3
Hari-4
Periode fermentasi (hari)
Gambar 5. Rata-rata pH media (substrat) pada fermentasi kulit kakao dengan beberapa jenis mikroba kapang
575
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian ini disimpulkan bahwa Aspergillus nigerr, Rhizopus sp dan Trichoderma sp dapat menurunkan serat kasar dan meningkatkan BETN tongkol jagung.- Aspergillus niger dapat menurunkan serat kasar dan meningkatkan BETN kulit kakao. Teknik fermentasi hasil samping ini masih perlu diperbaiki khususnya menurunkan kandungan serat kasarnya untuk bahan pakan ikan DAFTAR ACUAN Adhiyudanto, N.B., Usman, & Laining, A. 2012. Fermentasi jerami padi dengan berbagai mikroba komersil untuk produksi bahan pakan ikan. Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros, 14 hlm. Anas, S., Zubair, A., & Rohmadi. 2011. Kajian pemberian kulit kakao fermentasi terhadap pertumbuhan sapi Bali. Jurnal Agrisistem, Desember, 7 (2) : 79-86 hlm. AOAC International. 1999. Official Methods of Analysis, 16th edn. Association of Official Analytical Chemists International, Gaithersberg, Maryland, USA. Buyukkileci, A.O. 2007. Investigation of sugar metabolism in Rhizopus oryzae. A Thesis submitted to The Graduate School of Natural and Applied Sciences of Middle East Technical Univeristy. 78 p. Depertemen Pertanian. 2009. Pusat Data dan Informasi Pertanian : Komoditas Kakao. [online]. http:// database.go.id. Fardiaz, S. 1987. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor, 186 hlm. Kamaruddin, Adhiyudanto, N.B., Usman, & Laining, A. 2013. Pemanfaatan tepung jerami hasil fermentasi dalam pakan pembesaran ikan bandeng. Dipresentasikan pada Forum Innovasi Teknologi Akuakultur di Lombok, Tgl. 11-13 Juni 2013, 11 hal. Marlia. 2012. Fermentasi tongkol jagung tingkatkan kandungan protein ikan tawes. [online]. http:// www.unpad.ac.id/archives/20130. Murni, R., Suparjo, Akmal, & Ginting, B.L. 2008. Buku Ajar. Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi. Palinggi, N.N. 2009. Penambahan Aspergillus niger dalam dedak halus sebagai bahan pakan pada pembesaran ikan kerapu bebek. Prosiding Seminar Nasional Perikanan 2009. Pusat Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Sekolah Tinggi Perikanan, 7 hal. Perry, T.W., Cullison, A.E., & Lowrey, R.S. 2003. Feeds and Feeding, 6th Ed. New Jersey: Prentice Hall Inc. Priyanto, D., Priyanti, A., & Inonu, I. 2004. Potensi dan peluang pola integrasi ternak Kambing dan perkebunan kakao rakyat. Pemda Lampung. Rachman, A. 1989. Pengantar Teknologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas. Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sana, M., Asma, M., Ines, S., Mourad, B. S., Mondher, M., Philippe, T., & Moktar, H. 2012. Improvement of protease production by Rhizopus oryzae CH4 grown on wheat gluten using response surface methodology and its scale-up in a bioreactor. Archives of Applied Science Research, 4 (4): 1571-1577 pp. Schuster, E., Dunn-Coleman, N., Frisvad, J., & van Dijck, P. 2002. On the safety of Aspergillus niger – a review. Applied Microbiology and Biotechnology, 59 : 426-435 pp. Steel, R.G.D. & Torrie, J.H. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Alih bahasa: Bambang Sumantri. Gramedia Pusaka Utama, Jakarta, 748 hlm. Winarno, F.G., Fardiaz, S., & Fardiaz, D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta.
Perbaikan mutu kulit kakao dan tongkol jagung ..... (Kamaruddin)
576
DISKUSI
Nama Penanya: Ahmad Komar Pertanyaan: Mekanisme apa yang membedakan 3 sumber bahan baku? Enzim bekerja dimana pada proses pembuatan? Tanggapan: Mekanisme kerja perbaikan fermentasi. Untuk mengurai serat kasar.