Artikel Penelitian
Perbaikan Kemampuan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari Setelah Latihan Kombinasi Anggota Gerak Atas dan Bawah Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronik Irma Kurniawati,* Emmy Hermiyati Pranggono,** Irma Ruslina Defi* *Departemen Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran, Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung **Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas, Kedokteran Universitas Padjadjaran, Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung
Abstrak Pendahuluan: Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit kronik dengan komplikasi sistemik yang menyebabkan disfungsi otot anggota gerak sehingga pasien mudah sesak dan lelah serta mempengaruhi kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). Latihan kombinasi anggota gerak atas dan bawah meningkatkan ketahanan otot anggota gerak dan kapasitas fungsional paru sehingga diharapkan meningkatkan kemampuan AKS. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan efek latihan kombinasi anggota gerak atas dan bawah dengan latihan anggota gerak bawah saja terhadap kemampuan AKS. Metode: Uji klinis dirandomisasi pada Maret-Oktober 2013 yang melibatkan 30 pasien PPOK derajat sedang dan berat usia 60-75 tahun, dibagi menjadi dua kelompok perlakuan mendapat latihan anggota gerak atas dan treadmill dan kelompok kontrol hanya mendapat latihan treadmill, 3 kali seminggu selama 6 minggu. Parameter yang diukur adalah kemampuan AKS dengan tes Glittre ADL sebelum dan sesudah program. Hasil: Analisa Independent T-test menunjukkan peningkatan bermakna kemampuan AKS setelah 6 minggu dengan endpoint menurunnya waktu melakukan tes Glittre ADL pada kelompok perlakuan (p=0,001, p<0,05). Simpulan: Latihan kombinasi anggota gerak atas dan bawah meningkatkan kemampuan AKS pasien PPOK derajat sedang dan berat. J Indon Med Assoc. 2014;64:9-15. Kata kunci: AKS, Latihan kombinasi AGA dan AGB, PPOK, Tes Glittre AD.
Korespondensi: Irma Kurniawati Email:
[email protected]
J Indon Med Assoc, Volum: 64, Nomor: 1, Januari 2014
9
Kehidupan Sehari-hari Setelah Latihan Kombinasi Anggota Gerak Atas dan Bawah Pasien
Activities Daily Living Improvement After Exercise Combination of Upper and Lower Extremities in Moderate and Severe COPD Patients Irma Kurniawati,* Emmy Hermiyati Pranggono,** Irma Ruslina Defi* *Physical Medicine and Rehabilitation Department, Faculty of Medicine Universitas Padjadjaran, Hasan Sadikin Hospital, Bandung **Internal Medicine Department, Faculty of Medicine Universitas Padjadjaran, Hasan Sadikin Hospital, Bandung
Abstract Introduction: Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is chronic disease with systemic complication that may caused muscle dysfunction. Patient complain short of breathness and fatigue that affect to Activity Daily Living (ADL). Both, upper and lower extremity exercises in combination could increase muscle endurance and functional capacity thus improve ADL. The objective of this study is to compare the effect of combination exercises and lower extremity exercises only in ADL Methods: The Design is Randomized Control Trial, from March-October 2013, 30 patient moderate and severe COPD aged 60-75 years were assigned into two groups. The intervention group receive upper extremities and treadmill exercises and control grup receive treadmill exercises only, 3 times a week for 6 week. The main outcome is ADL improvement by decreasing ADL-time with Glittre ADL test Result: Independent T-test use to assess significance of ADL improvement in intervention group after 6 weeks (p=0.001p<0.05). Conclusion: Combination exercises of upper and lower extremities improve ADL better than lower extremity exercise only in moderate and severe COPD patients. J Indon Med Assoc. 2014; 64:9-15. Keyword: ADL (Activity Daily Living), COPD (Chronic Obstructive Pulmonary Disease), Combination upper and lower extremity exercise, Glittre ADL test.
Pendahuluan Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di dunia.1 Data Badan Kesehatan Dunia, WHO menunjukkan bahwa pada tahun 1990, PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di dunia setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker. PPOK diperkirakan akan menjadi penyebab morbiditas dan mortilitas nomor empat pada tahun 2020 di dunia.1,2 Gejala dan tanda khas dari PPOK adalah batuk lama dan sesak.1,2 Penyebab utama adalah merokok yang sampai saat ini masih belum tertangani dengan baik. Penyebab lainnya adalah semakin tingginya pajanan faktor risiko yaitu faktor lingkungan meliputi paparan pekerjaan, polusi udara dan status sosial ekonomi yang rendah.2 Salah satu komplikasi PPOK adalah hilangnya massa tubuh dan menurunnya kerja otot.3-5 Disfungsi otot yang terjadi bersifat sistemik mempengaruhi semua otot rangka termasuk otot anggota gerak atas dimana terjadi perubahan tipe serabut otot, menurunnya daya kapilaritas dan kapasitas enzim oksidatif yang mempengaruhi kekuatan dan ketahanan 10
otot. Hal ini mendasari terjadinya kelelahan sehingga pasien PPOK membutuhkan butuh waktu yang lebih lama saat melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS). Anggota gerak atas berperan penting pada sebagian besar AKS seperti mandi, berpakaian, menjemur pakaian dan berbelanja. Aktivitas sehari-hari banyak melibatkan anggota gerak atas dengan gerakan lengan di atas bahu. Pada orang sehat saat mengangkat lengan, maka otot anggota gerak atas hanya dipakai untuk mengangkat lengan sedangkan pada pasien PPOK, otot anggota gerak atas seperti trapezius superior, pectoralis mayor dan minor selain ikut berkontraksi bekerja membantu mengangkat lengan atas, juga diperlukan untuk membantu inspirasi. Hal ini menyebabkan kerja pernapasan menjadi berat karena otot inspirasi tambahan pada pasien PPOK tidak bekerja efektif membantu pernapasan. Pernapasan torakoabdominal yang tidak sinkron terjadi karena diafragma bekerja melebihi batas kemampuannya.6-10 Penelitian Dirceu Costa, et al.4 menunjukkan bahwa dengan latihan anggota gerak atas pada pasien PPOK akan menghasilkan efek pernapasan torakoabdominal yang lebih sinkron pada pengukuran dengan alat respiratory inductive J Indon Med Assoc, Volum: 64, Nomor: 1, Januari 2014
Kehidupan Sehari-hari Setelah Latihan Kombinasi Anggota Gerak Atas dan Bawah Pasien plethysmography (RIP). Subin, et al.3 menunjukkan bahwa latihan kombinasi anggota gerak atas dan bawah pada penderita PPOK menunjukkan perbaikan yang signifikan pada tes ketahanan lengan, perbaikan jarak tempuh dan berkurangnya sesak sehingga kualitas hidup meningkat.3,4 Hasil keluaran penelitian Subin tidak meneliti efek perbaikan terhadap kemampuan AKS yang menggabungkan kemampuan atau ketahanan anggota gerak atas dan bawah. Pasien PPOK walaupun pada fase stabil akan mengalami sesak, depresi dan imobilisasi sehingga akan berpengaruh pada kemampuan melakukan AKS dan oleh karenanya kualitas hidup akan menurun.11 Panduan terbaru yang dikeluarkan oleh American Thoracic Society, European Respiratory Society dan GOLD 2011 menyatakan bahwa rehabilitasi pada pasien PPOK ditekankan pada latihan fisik yang bertujuan untuk memutus lingkaran setan dari efek imobilisasi. Manajemen rehabilitasi paru yang telah ada selama ini menekankan latihan anggota gerak bawah untuk memperbaiki kapasitas latihan, mengurangi gejala sesak dan meningkatkan kualitas hidup.11-13 Sementara kombinasi latihan anggota gerak atas dan bawah menunjukkan perbaikan yang bermakna terhadap kapasitas latihan lengan berupa peningkatan kekuatan dan ketahanan otot, penurunan kebutuhan ventilasi dan peningkatan kapasitas fungsional paru.14-17 Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat perbedaan latihan kombinasi anggota gerak atas dan bawah dan latihan anggota gerak bawah saja pada pasien PPOK yang sedang menjalani program rehabilitasi paru terhadap kemampuan melakukan AKS. Metode Penelitian Subjek penelitian adalah semua pasien PPOK derajat sedang dan berat yang berkunjung ke Poliklinik Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Rumah Sakit DR. Hasan Sadikin (RSHS) bulan Maret-Oktober 2013. Kriteria penerimaan adalah jenis kelamin laki-laki dan perempuan, usia 60–75 tahun, pasien PPOK fase stabil yang memiliki derajat sedang dan berat pada pemeriksaan spirometri, mampu melakukan uji latih jalan 6 menit, memahami perintah baik secara lisan, tulisan, isyarat (MMSE = 22-30). Kriteria penolakan adalah terdapat gangguan penglihatan, pendengaran dan neuromuskuloskeletal di daerah anggota gerak atas dan bawah sehingga tidak dapat melakukan prosedur latihan, gangguan keseimbangan berat, saturasi oksigen kurang dari 90%, memiliki gangguan kardiovaskular yang didiagnosis di Poli Penyakit Dalam RSHS Bandung dan termasuk dalam kelompok kontraindikasi untuk dilakukan uji latih yaitu gambaran EKG istirahat menunjukkan terdapat infark, infark miokard dengan komplikasi, angina tidak stabil, aritmia ventrikel tidak terkontrol. Penelitian ini menggunakan desain randomized control trial (RCT) dengan metode randomisasi disamar tunggal. Penelitian ini mendapat persetujuan dari komite etik Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, Jawa Barat. J Indon Med Assoc, Volum: 64, Nomor: 1, Januari 2014
Bahan dan Cara Kerja Pasien mendapat penjelasan tentang tujuan dan program penelitian. Pasien menyetujui program latihan dengan menandatangani lembar persetujuan. Pemeriksaan dasar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisiis, uji faal paru dengan bronkodilator, uji jalan 6 menit. Seluruh subjek dibagi secara acak menjadi kelompok perlakuan dan kontrol. Kelompok perlakuan adalah kelompok yang mendapatkan latihan anggota gerak atas dengan dumble, latihan anggota gerak bawah dengan treadmill dan rehabilitasi paru standar (edukasi, kontrol napas, teknik batuk efektif, teknik konservasi energi, teknik relaksasi saat sesak, strategi nutrisi, dan manajemen mandiri untuk mencegah serangan akut). Kelompok kontrol adalah kelompok yang mendapatkan latihan anggota gerak bawah saja dengan treadmill dan program rehabilitasi paru standar. Kedua kelompok melakukan latihan selama 6 minggu (18 sesi) dengan frekuensi 3 kali perminggu dan intensitas latihan treadmill yang dimulai berdasarkan 80% hasil uji jalan 6 menit dengan batasan skala Borg. Hari berikutnya pasien melakukan tes glittre ADL dan program latihan awal yang meliputi edukasi, latihan fleksibilitas, latihan pengembangan paru, latihan batuk, purse lip breathing, konservasi energi dan pengenalan treadmill dengan kecepatan awal 80% dari hasil uji jalan 6 menit. Pertemuan kedua pasien dibagi menjadi 2 kelompok dengan cara acak. Latihan ketahanan anggota gerak atas tanpa tumpuan adalah latihan pembebanan pada 4 kelompok otot spesifk (pektoralis, deltoid, trisep brakii dan bisep brakii) yang dibutuhkan pada saat bernapas dan menyokong shoulder girdle selama melakukan AKS dengan lengan diatas bahu. Subjek penelitian melakukan latihan dengan posisi duduk dengan posisi awal lengan atas sejajar bahu. Setiap subjek dinilai kemampuan mengangkat barbel pada gerakan siku fleksi penuh dengan posisi awal siku fleksi 90 derajat selama 10 kali repetisi untuk mewakili kemampuan 1 RM. Kemudian dosis awal ditentukan 50% dari 1 RM. Subjek penelitian melakukan lima gerakan pada kelompok otot spesifik dengan 3 kali 5 repetisi pada masing -masing lengan. Subjek penelitian diwajibkan istirahat selama 30 detik diantara latihan setiap kelompok otot. Beban barbel ditambah 500 gram setiap minggu dengan batasan skala sesak dan kelelahan tangan <= 3. Sebelum latihan treadmill, semua subjek diukur tekanan darah dan nadi, saturasi oksigen dan skala Borg. Latihan diawali dengan peregangan selama 6 detik dan pengulangan 3-5 kali untuk setiap otot yang diregangkan. Subjek diminta berdiri di treadmill, tangan berpegangan pada hand support dengan sudut 0 derajat. Satu menit pertama, subjek melakukan pemanasan pada treadmill dengan kecepatan awal 0,5 km/ jam. Treadmill dijalankan dengan nilai kecepatan awal yang telah dihitung untuk tiap subjek penelitian (80% dari jarak tempuh pada uji jalan 6 menit) dengan sudut elevasi 00. Durasi kemudian dipertahankan untuk 2 sesi berikutnya dengan 11
Kehidupan Sehari-hari Setelah Latihan Kombinasi Anggota Gerak Atas dan Bawah Pasien intensitas 60-80% Heart Rate Reserve (HRR) dan target durasi minimal 30 menit persesi batasan gejala dan skala Borg. Latihan dilanjutkan dengan peningkatan durasi latihan 5 menit setiap minggu dengan intensitas maksimal 80% dari Heart Rate Reserve (HRR) dan disesuaikan dengan batasan skala Borg. Setelah latihan 6 minggu, dilakukan uji jalan 6 menit dan pemeriksaan Glittre ADL pada semua subjek penelitian. Hasil Seluruh subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 30 orang. Hasil analisis independent T-test pada derajat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa secara statistik, tidak terdapat perbedaan karakteristik subjek penelitian berdasarkan usia, body metabolic index (BMI) dan stadium PPOK, nilai awal VEP 1, VEP1/KVP dan kemampuan AKS berdasarkan tes Glitre ADL diantara kedua kelompok. Hasil analisis chi square test pada derajat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa secara statistik, tidak terdapat perbedaan karakteristik subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin pada subjek penelitian (Tabel 1 dan 2) Hasil uji normalitas dengan Shapiro wilks test untuk jumlah sampel kurang dari 50 orang menunjukkan bahwa data kemampuan AKS dan jarak tempuh berdistribusi norTabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin, Pendidikan, Pekerjaan, BMI dan Derajat PPOK Variabel
Kelompok Latihan Kombinasi Latihan AGB (n=15) (n=15) Rerata ±SB n Rerata± SB
Usia 64,40±5,35 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Pendidikan SD SMP SMA D3 S1 SD Pekerjaan IRT Pensiunan PNS Pensiunan Swasta Pedagang PNS Pensiunan BUMN Guru Swasta BMI 22,69±3,04 Derajat PPOK Derajat II Derajat III
Nilai p
n
68,20± 5,29 13 2
86,7 13,3
0,061* 12 3
0,5**
Pembahasan Karakteristik usia pada subjek penelitian ini diambil rentang 60-75 tahun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh The Latin American Project for Investigation of Obstructive Lung Disease bahwa nilai volume ekspirasi paksa dibanding kapasitas paru paksa <0,7 banyak dialami oleh pasien yang berusia >60 tahun. Jenis kelamin laki-laki mendominasi subjek penelitian karena penderita PPOK paling banyak laki laki yang berhubungan dengan faktor merokok dan pajanan polusi udara.1,2 Subjek perempuan hanya ada 2 Tabel 2. Tes Fungsi Paru, Kemampuan AKS Berdasarkan Tes Glittre ADL dan Jarak Tempuh pada Kelompok Latihan Kombinasi dan Latihan AGB Variabel
2 0 6 2 5 2
5 0 5 0 5 5
0,241*
3 5 3 1 1 1 1 0
3 8 0 1 0 0 0 3
0,068*
22,82±4,25 6 9
40 60
0,867* 7 8
0,35*
*) Independent T- Test BMI = Basal Metabolic Index AGB :Anggota Gerak Bawah. SB :Simpang Baku **)Chi Square Test
12
mal (p>0,05), sehingga uji yang digunakan adalah dependent T-test untuk menguji perbedaan rerata sebelum dan sesudah perlakuan pada masing-masing kelompok serta digunakan independent T-test untuk menguji perbedaan rerata dua kelompok (Tabel 3). Kemampuan AKS membaik secara bermakna yang ditandai dengan penurunan waktu melakukan tes Glitre-ADL (dalam menit) pada kelompok yang diberikan latihan kombinasi setelah latihan 6 minggu dengan nilai p=0,05 (Tabel 4). Pengaruh latihan kombinasi terhadap kemampuan AKS yang ditandai dengan penurunan bermakna waktu melakukan tes Glitre ADL pada pasien PPOK derajat sedang dan berat dengan nilai p=0,001 dibandingkan kelompok latihan AGB saja (Tabel 5) Peningkatan jarak tempuh sesudah latihan 6 minggu didapatkan bermakna pada kelompok latihan kombinasi (p=0,001) dan latihan AGB dengan p=0,001 (Tabel 6). Sedangkan perbedaan peningkatan jarak tempuh didapatkan tidak bermakna diantara kedua kelompok setelah latihan 6 minggu dengan nilai p=0,365 (Tabel 7).
Kelompok Latihan Latihan AGB Kombinasi (n=15) (n=15) Rerata±SB Rerata±SB
Fungsi paru VEP1 56,06±10,76 VEP1/KVP 64,44±5,08 Kemampuan ADL (menit) Glitre ADL 4,67±0,79 Sebelum Jarak tempuh (meter) Jarak tempuh 331,86±64,75 Sebelum
Nilai p
54,4±10,19 62,25±7,47
0,667 *) 0,355 *)
5,12±0,22
0,154*)
344,66±64,86
0,593 *)
*) Independent T Test SB : Simpang Baku AGB= Anggota Gerak Bawah ADL=Activity Daily Living AKS=Aktivitas Kehidupan Sehari-hari VEP1=Volume Ekspirasi Paksa detik pertama KVP=Kapasitas Vital Paru
J Indon Med Assoc, Volum: 64, Nomor: 1, Januari 2014
Kehidupan Sehari-hari Setelah Latihan Kombinasi Anggota Gerak Atas dan Bawah Pasien Tabel 3. Distribusi Data Kemampuan AKS dan Jarak Tempuh pada Kelompok Latihan Kombinasi dan Kontrol Variabel
Kemampuan AKS Perubahan Glitre ADL detik Perubahan glitre ADL menit Jarak tempuh Peningkatan jarak tempuh
Kelompok Latihan Kombinasi Latihan AGB (n=15) (n=15) Nilai p Distribusi Nilai p Distribusi
0,287
Normal
0,394
Normal
0,396
Normal
0,338
Normal
0,069
Normal
0,18
Normal
*) Shapiro Wilks Test Tabel 4. Perubahan Tes Glitre ADL Sebelum dan Sesudah 6 Minggu pada Kelompok Latihan Kombinasi dan Latihan AGB Pasien PPOK Derajat Sedang dan Berat Variabel
Kemampuan AKS (Menit) Glitre ADL Glitre ADL Sebelum Sesudah 6 mg (t 0) 6 mg (t 6) Rerata±SB
Latihan Kombinasi 4,67 ±0,79 (n=15) Latihan AGB 5,12±0,86 (n=15)
p#
Rerata±SB 4,08±0,82
0,001*)
5,15±1,07
0,68
#)paired t-test *)p<0,05 SB : Simpang Baku AGB= Anggota Gerak Bawah ADL=Activity Daily Living PPOK=Penyakit Paru Obstruktif Kronik AKS= Aktivitas Kehidupan Sehari-hari
orang pada kelompok kontrol dan 3 orang pada kelompok perlakuan. Rerata BMI pada kelompok perlakuan dan kontrol masing-masing adalah 22,69 dan 22,82. Subjek penelitian ratarata memiliki status nutrisi yang baik. Hasil pengujian dengan T-test tidak ada perbedaan yang bermakna pada karakteristik BMI sehingga pengaruh berat badan dan tinggi badan tidak dipertimbangkan dalam penelitian ini (Tabel 1). Rerata nilai VEP1 adalah 56,06 pada kelompok perlakuan dan 54,4 pada kelompok kontrol (Tabel 1). Rerata nilai VEP1/KVP adalah 64,44 pada kelompok perlakuan dan 62,25 pada kelompok kontrol. Penelitian ini mengambil data pasien PPOK (VEP1/ KVP<70) dengan derajat sedang (50³VEP1<80) dan derajat berat (50< VEP1>30) sesuai GOLD 2011. Subjek penelitian dipilih derajat sedang dan berat karena disfungsi otot banyak terjadi pada stadium ini sesuai penelitian yang dilakukan oleh Hamilton dkk.18 yang menyatakan bahwa kelemahan otot quadricep terjadi 20-30% pada pasien PPOK derajat sedang dan berat (Tabel 2). Kemampuan AKS pasien PPOK dalam kelompok latihan kombinasi mengalami perbaikan ditandai dengan menuJ Indon Med Assoc, Volum: 64, Nomor: 1, Januari 2014
runnya waktu melakukan tes Glittre ADL secara bermakna setelah 6 minggu mendapatkan latihan anggota gerak atas tanpa tumpuan menggunakan barbel dan latihan anggota gerak bawah dengan treadmill, p=0,001. Kelompok kontrol yang hanya mendapatkan latihan anggota gerak bawah mengalami kenaikan waktu melakukan tes Glittre ADL kemungkinan disebabkan rerata waktu melakukan tes Glittre ADL sebelum latihan 6 minggu dalam kelompok ini sudah lebih tinggi dibanding kelompok latihan kombinasi dan disamping itu terdapat kemungkinan kelompok latihan AGB terlatih hanya pada ekstremitas bawah saja sehingga otot anggota gerak atas tidak terlatih (Tabel 4). Kemampuan AKS berdasarkan tes Glittre ADL sebelum program latihan pada kelompok latihan kombinasi rata-rata 4,26 menit dan kelompok latihan AGB rata-rata 5,32 menit. Khrislainy et al. membandingkan waktu tes Glittre ADL penderita PPOK dan orang sehat, didapatkan bahwa pasien PPOK mengalami penurunan melakukan tes Glittre ADL sebanyak 2 menit.19 Pasien PPOK mengalami penurunan kemampuan melakukan aktivitas sehari-hari karena sesak dan adanya komplikasi sistemik yaitu disfungsi semua otot rangka termasuk otot anggota gerak atas. Kelelahan otot terjadi lebih dini sebelum mereka mencapai ambang kelelahan otot yang sebenarnya.20-22 Pasien PPOK mudah merasa lelah dan sesak sehingga waktu melakukan Glittre ADL menjadi lebih lama.23 Skumlien et al. melakukan penelitian pada pasien PPOK 5 kali seminggu selama 4 minggu pada penderita PPOK rawat inap, didapatkan penurunan waktu mengerjakan tes Glittre ADL secara bermakna.24 Penggunaan anggota gerak atas pada pasien PPOK saat melakukan aktivitas sehari-hari akan menimbulkan torakoabdominal tidak sinkron sehingga pola pernapasan menjadi cepat, tidak teratur dan dalam.14 Hal ini bukan semata-mata disebabkan kelemahan dari diafragma akan tetapi juga disebabkan berkurangnya fungsi otot anggota gerak atas. Pasien PPOK saat melakukan gerakan anggota gerak di atas bahu, maka otot anggota gerak atas
Tabel 5. Perbandingan Latihan Kombinasi dan Latihan AGB terhadap Kemampuan AKS berdasarkan Tes Glitre ADL Pasien PPOK Derajat Sedang dan Berat Variabel `
Kemampuan AKS (Menit) Glitre ADL Glitre ADL Sebelum (t 0) Sesudah(t 6)
Perubahan
Rerata±SB
Rerata±SB
Rerata±SB
Latihan Kombinasi (n=15)
4,26±0,82
4,00±0,79
0,26±0,34
Latihan AGB (n=15) Nilai p*)
5,32±1,26
5,29±1,33
0,03±0,10
0,154
0,05*
0,001*
a) Independent T Test *)p<0,05 SB : Simpang Baku AGB= Anggota Gerak Bawah ADL=Activity Daily Living
13
Kehidupan Sehari-hari Setelah Latihan Kombinasi Anggota Gerak Atas dan Bawah Pasien Tabel 6. Peningkatan Jarak Tempuh Penderita PPOK Derajat Sedang dan Berat Berdasarkan 6 Minutes Walking Test Variabel
Kelompok Latihan Kombinasi Latihan AGB (n=15) (n=15) Rerata±SB Rerata±SB
Jarak tempuh Jarak tempuh Sebelum 6 mg Jarak tempuh Sesudah 6 mg P a)
331,86±64,75 410,86±77,48 0,001*
344,66±64,86 409,4±82,25 0,001*
a)Dependent T Test *)p<0,05 SB : Simpang Baku AGB= Anggota Gerak Bawah ADL=Activity Daily Living
Tabel 7. Pengaruh Latihan Kombinasi Terhadap Peningkatan Jarak Tempuh Penderita PPOK Derajat Sedang Dan Berat Berdasarkan 6 Minutes Walking Test Variabel
Kelompok Latihan Kombinasi Latihan AGB (n=15) (n=15) Rerata±SB Rerata±SB
Jarak tempuh Jarak tempuh Sebelum 331,86±64,75 6 minggu Jarak tempuh Sesudah 410,86±77,48 6minggu Peningkatan jarak 79±52,28 tempuh
p#)
344,66±64,86
0,593
409,4±82,25
0,96
64,73±29,36
0,365
#) Independent T test * (p<0,05) SB : Simpang Baku AGB= Anggota Gerak Bawah ADL=Activity Daily Living
yang seharusnya membantu pernapasan menjadi berkurang fungsinya disebabkan adanya penurunan kekuatan dan ketahanan otot yang terjadi secara sistemik pada pasien PPOK, sehingga terjadi sesak yang lebih awal saat melakukan aktivitas.6,25 Latihan anggota gerak atas pada pasien PPOK meningkatkan kapasitas kerja lengan, memperbaiki kapasitas aerobik dan menurunkan sesak.3 Mekanisme yang mendasari perbaikan kapasitas latihan lengan adalah perbaikan koordinasi otot, perbaikan kapasitas aerobik anggota gerak atas, disensitisasi gejala sesak, memperbaiki asinkroni pernapasan torakoabdominal dan meningkatkan volume paru selama gerakan anggota gerak atas sehingga mengurangi sesak dan waktu melakukan AKS lebih singkat.26-30 Kelompok yang tidak mendapatkan latihan anggota gerak atas tidak mengalami perbaikan kapasitas lengan sehingga asinkroni pernapasan torakoabdominal tidak membaik, akibatnya otot lengan atas mudah lelah saat AKS dan sesak terjadi lebih dini saat melakukan AKS (Tabel 5).25 Latihan aerobik dengan treadmill selama 6 minggu memberikan efek yang positif pada peningkatan kapasitas latihan dan ketahanan kardiopulmonal pasien PPOK sehingga peningkatan jarak tempuh terjadi pada kedua kelompok. Peningkatan jarak tempuh pada kedua kelompok 14
memenuhi standar minimal perbedaan jarak tempuh atau minimal important difference (MID) setelah latihan (>54 m) yaitu 79 m pada kelompok perlakuan dan 64,73 pada kelompok kontrol.31,32 Perubahan fisiogis yang terjadi setelah latihan aerobik adalah peningkatan kapilarisasi otot, densitas mitokondria dan kapasitas oksidatif serabut otot serta perlambatan metabolisme anaerob selama latihan sehingga pasien mampu melakukan latihan yang lebih tinggi intensitasnya sebelum mencapai ambang metabolisme anaerobnya.33 Perubahan tersebut menyebabkan perbaikan kapasitas fungsional yang terlihat dari peningkatan jarak tempuh uji jalan 6 menit pada pasien PPOK setelah latihan 6 minggu (Tabel 6). Analisis independent T-test pada derajat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa secara statistik, tidak terdapat perbedaan bermakna peningkatan jarak tempuh pasien PPOK derajat sedang dan berat pada kelompok latihan kombinasi dan kontrol. Hal ini mungkin disebabkan rerata jarak tempuh kelompok latihan AGB sebelum latihan lebih tinggi daripada kelompok latihan kombinasi. Perlu diperhatikan bahwa peningkatan jarak tempuh pada kedua kelompok telah memenuhi standar minimal perbedaan jarak tempuh atau minimal important difference (MID) setelah latihan yaitu lebih dari >54 m dan perbaikan jarak tempuh dalam kelompok perlakuan terlihat lebih besar dibandingkan kelompok kontrol tetapi perbedaan diantara kedua kelompok tidak signifikan. Hasil penelitian ini sedikit berbeda dengan penelitian Subin et al. yang mendapatkan perbedaan yang bermakna jarak tempuh uji jalan 6 menit pada pasien yang mendapatkan latihan kombinasi atas dan bawah, kemungkinan disebabkan frekuensi latihan Subin et al. lebih sering yaitu 5x seminggu sedangkan pada penelitian ini hanya 3x perminggu karena mempertimbangkan tingkat kepatuhan pasien (Tabel 7).3 Dalam penelitian Vector Zuniga et al.26 menyebutkan korelasi positif antara kekuatan genggaman tangan dan kemampuan jarak tempuh pada uji jalan 6 menit.26 Pasien PPOK yang memiliki kekuatan genggaman lebih kuat akan memiliki kapasitas fungsional paru yang lebih baik. Selain itu penurunan asinkroni torakoabdominal dan meningkatnya volume paru setelah latihan anggota gerak atas akan mengurangi sesak sehingga meningkatkan jarak tempuh pada uji jalan 6 menit.4,25,28 Uji jalan 6 menit merupakan uji submaksimal yang menggambarkan kapasitas fungsional paru sehingga perbaikan pada jarak tempuh akan menggambarkan perbaikan kapasitas fungsional. ATS telah menyetujui uji berjalan 6 menit sebagai standar uji latih untuk penilaian fungsional pada pasien PPOK.29 Gail Dechman et al. meneliti uji jalan 6 menit memiliki korelasi positif dengan tes Glittre ADL, sehingga perbaikan pada uji jalan 6 menit akan mempengaruhi perbaikan AKS berdasarkan tes Glittre ADL.30 Keterbatasan dalam penelitian ini adalah pengaruh tingkat aktivitas fisik subjek penelitian yang beragam sebelum penelitian tidak dipertimbangkan. J Indon Med Assoc, Volum: 64, Nomor: 1, Januari 2014
Kehidupan Sehari-hari Setelah Latihan Kombinasi Anggota Gerak Atas dan Bawah Pasien Sebagai simpulan, Latihan kombinasi anggota gerak atas dan bawah memperbaiki kemampuan AKS lebih baik secara bermakna dibandingkan latihan anggota gerak bawah saja berdasarkan tes Glittre ADL pada pasien PPOK derajat sedang dan berat. Ucapan Terima Kasih Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr. Marina Moeliono, Sp.KFR sebagai kepala Departemen Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran – Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung dan Rr.Nur Fauziyah, SKM., MM.KM sebagai konsultan statistik pada penelitian ini. Daftar Pustaka 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9. 10.
11.
12.
13.
14.
Global iniative for chronic obstructive lung disease. Global strategy for the diagnostic, management and prevention of chronic obstructive pulmonary disease. Revised 2011. Dec 2011. p. 190. Tim Kelompok Kerja PPOK Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Diagnosis dan penatalaksanaan PPOK. 1 st rev. Jakarta: Perhimpunan DOkter Paru Indonesia; July 2011. p. 1-25. Subin, Vaishali R, Prem V, Sahoo. Effect of upper limb, lower limb and combined training on health-related quality of life in COPD. Lung India. 2010 Jan-Mar;27(1):4–7. Costa D, Cancelliero KM, Daniela IKE, Laranjeira TL, Pantoni CBF, Borghi-Silva A. Strategy for respiratory exercise pattern associated with upper limb movements in COPD patients. Clinics. 2011;66(2):299-305. Velloso M, Jardim JR. Functionality of patients with chronic obstructive pulmonary disease: energy conservation technique. Jornal Brasileiro de PneumologiaDec. 2006; 32(6):580-6. Beyond the basics of respiratory care: pulmonary anatomy, physiology, evaluation and intervention. Self learning pocket guide. Orlando Regional Healthcare, Education & Development; 2005. [cited 2014 March 30]. Available from: http://www.orlandohealth.com/MediaBank/Docs/SLP/2010%20Basic%20Pulm%20SLP.pdf . Ries AL, Bauldoff GS, Carlin BW, Casaburi R, Emery CF, Mahler DA, et al. Joint ACCP/AACVPR evidence-based clinical practice guidelines. Chest. 2007. p. 2-41. Kisner C, Colby LA. Therapeutic exercise: foundations and techniques. 5th ed. Philadelphia: F.A. Davis Company; 2007. p. 85160. Cooper G, editor. Essential physical medicine and rehabilitation. Humana Press Inc.; 2006 . p. 157-81. Whittom F, Jobin J, Simard PM, LeBlanc P, Simard C, Bernard S, et al. Histochemical and morphological characteristicsof the vastus lateralis muscle in patients with chronicobstructive pulmonary disease. Med Sci Sports Exerc. 1998;30(10):1467-74. Casaburi R, ZuWallack R. Pulmonary rehabilitation for management of chronic obstructive pulmonary disease. N Engl J Med; 2009:360(13):1329-34. Haas F, Salazar-Schicchi J, Axen K. Desensitization to dyspnea in chronic obstructive pulmonary disease. In: CasaburiR, Petty TL. Principles and practice of pulmonary rehabilitation. Philadelphia: W.B. Saunders; 1993. p. 241-51. Casaburi R, Patessio A, Ioli F, Zanaboni S, Donner CF, Wasserman K. Reductionsin exercise lactic acidosis and ventilationas a result of exercise training in patients with obstructive lung disease. Am Rev Respir Dis. 199;143:9-18. Velloso M, Jardim JR. Functionality of patients with chronic obstructive pulmonary disease: energy conservation technique. J Bras de Pneumol. 2006;32(6):580-6.
J Indon Med Assoc, Volum: 64, Nomor: 1, Januari 2014
15. Couser JI Jr, Martinez FJ, Celli BR. Respiratory response and ventilatory muscle recruitment during arm elevation in normal subjects. Chest. 1992;101(2):336-40. 16. Kathiresan G, Jeyaraman SK, Jaganathan J. Effect of upper extremity exercise in people with COPD. J Thorac Dis. 2010;2:223236. 17. Gosselink R, Langer D, Burtin C, Probst V, Hendriks HJM, van der Schans CP, et al. Clinical practice guideline for physical therapy in patients with COPD – practice guidelines. KNGFguideline. Suppl to the Dutch Journal of Physical Therapy. 2008;118(4):1-59. 18. Hamilton AL, Killian KJ, Summers E, Jones NL. Muscle strength,symptom intensity, and exercise capacity in patients with cardiorespiratory disorders. Am J Respir Crit Care Med. 1995;152:2021–31. 19. Corrêa1 KS, Karloh M, Martins LQ, dos Santos K, Mayer AF. Can the Glittre ADL test differentiate the functional capacity of COPD patients from that of healthy subjects?. Rev Bras Fisioter. 2011;15(6): 467-73. 20. Eliason G. Skeletal muscle characteristics and physical activity pattern in COPD. In: Orebro Studies in Sport Science 10. Obreo: Obreo University; 2010. p. 10-65. 21. Mador MJ, Bozkanat E. Review: Skeletal muscle dysfunction in chronic obstructive pulmonary disease. Respir Res. 2001;2:216– 24. 22. Nawal N, Al Ghamdi B. Peripheral muscle dysfunction in chronic obstructive pulmonary disease. Med. Sci. 2009;16(4):77-90. 23. Couser JI Jr, Martinez FJ, Celli BR. Respiratory response and ventilatory muscle recruitment during arm elevation in normal subjects. Chest. 1992;101(2):336-40. 24. Skumlien S, Hagelund T, Bjortuft O, Ryg MS. A field test of functional status as performance of activities of daily living in COPD patients. Resp Med. 2006;100:316-23. 25. Costi S, Crisafulli E, Antoni FD, Beneventi C, Fabbri LM, Clini EM. Effect of unsupported exercise training in patients with COPD. Chest. 2009;136(2):387-95. 26. Dourado VZ, Antunes LC, Tanni SE, de Paiva SA, Padovani CR, Godoy I. Relationship of upper-limb and thoracic muscle strength to 6-min walk distance in COPD patients. Chest. 2006;129(3): 1-7. 27. Belman MJ. Ventilatory muscle training and unloading. In: Casaburi R, Petty L. Principles and practice of pulmonary rehabilitation. 2nd ed. Philadelphia: WB Saunders Company; 1993. p. 225-39. 28. Giselle F, Panka L, Oliveira MM, França DC, Parreira VF, Britto RR, et al. Ventilatory and muscular assessment in healthy subjects during an activity of daily living with unsupported arm elevation. Rev Bras Fisioter. 2010;14(4):337-43. 29. Celli BR, MacNee W, Agusti A, Anzueto A, Berg B, Buist AS, et al. Standards for the diagnosis and management patients with COPD: a summary of the ATS/ERS position paper. ERJ. 2004; 23(6):93246. 30. Dechman G, Scherer S. Outcome measures in cardiopulmonary physical therapy: focus on the glittre ADL-test for people with chronic obstructive pulmonary disease. Cardiopulm Phys Ther J. Dec 2008; 19(4):115-8. 31. American college sports medicine. Other clinical conditions influencing exercise prescription; pulmonary disease. In: ACSM’s guidelines for exercise testing and prescription. 9th ed. Philadelphia: Lipincott William Wilkins; 2006. p. 227-9. 32. Cooper CB. Pulmonary disease. In: Durstine JL, Moore G, Painter P, Roberts S, editors. ACSM’s exercise management for person with chronic diseases and disabilities. American College of Sports Medicine; 1997. p. 74-80. 33. Gosselink R, Troosters T,Decramer M. Exercise training in COPD patients: the basic questions. Eur Respir J. 1997;10(12):288491.
15