PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : 1 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SOLOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SOLOK, Menimbang :
a. bahwa untuk melaksanakan pasal 22 ayat (2) UndangUndang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Solok; b. bahwa untuk mengarahkan pemanfaatan ruang di Kota Solok secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, serta mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah dan masyarakat, maka Rencana Tata Ruang Wilayah merupakan arahan lokasi investasi pembangunan yang dilaksanakan pemerintah, masyarakat, dan/atau dunia usaha; c. bahwa untuk lebih mengoptimalkan fungsi pelayanan terhadap masyarakat diperlukan pengaturan pemanfaatan ruang yang terarah dan terencana; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b dan c, perlu membentuk peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Solok.
Mengingat
:
1. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota Besar dalam lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah jo Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1970 tentang pelaksanaan Pemerintah Kotamadya Solok dan Kotamadya Payakumbuh; 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 nomor 104); 3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501); 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699); 5. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888);
1
6. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389); 7. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4421); 8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437); 9. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4438); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peranserta Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3660); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3721); 12. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang di Daerah; 13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 1998 tentang Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah; 14. Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 327/KPTS/2002 tentang Penetapan Enam Pedoman Penataan Ruang Kawasan Perkotaan; 15. Peraturan Daerah Kota Solok Nomor 5 Tahun 2000 tentang Kewenangan Kota Solok sebagai Daerah Otonom; 16. Peraturan Daerah Kota Solok Nomor 6 Tahun 2006 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah;
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SOLOK dan WALIKOTA SOLOK MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SOLOK 2
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Daerah Kota Solok. 2. Pemerintahan Daerah adalah Penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 4. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. 5. Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik direncanakan maupun tidak. 6. Penataan Ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 7. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang. 8. Pola Pemanfaatan Ruang adalah bentuk pemanfaatan ruang yang menggambarkan ukuran fungsi, serta karakter kegiatan manusia atau kegiatan alam 9. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. 10. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya. 11. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan 12. Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan. 13. Visi tata ruang adalah suatu pandangan kedepan yang menggambarkan arah dan tujuan yang ingin dicapai dalam penataan ruang kota. 14. Strategi Pengembangan adalah langkah-langkah penataan ruang dan pengelolaan kota yang perlu dilakukan untuk mencapai visi pembangunan kota yang telah ditetapkan. 15. Kota adalah kawasan perkotaan yang memiliki status administratif daerah kota sebagaimana diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004. 16. Kawasan Permukiman adalah kawasan yang diarahkan dan diperuntukkan bagi pengembangan permukiman atau tempat tinggal/hunian beserta prasarana dan sarana lingkungan terstruktur. 17. Kawasan Wisata adalah kawasan yang diarahkan untuk pengembangan berbagai kegiatan wisata. 18. Kawasan tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai strategis yang penataan ruangnya diperioritaskan. 19. Bagian Wilyah Kota (BWK) adalah sebahagian dari wilayah kota yang mempunyai kesamaan dalam stuktur dan fungsi. 20. Kawasan agroindustri adalah kawasan yang diperuntukkan bagi pengembangan industri yang berbasis pertanian baik. 21. Kawasan terminal/sub terminal adalah kawasan yang diperuntukkan sebagai simpul perangkutan dengan skala regional, kota dan lingkungan yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas penunjang.
3
22. Intensitas ruang adalah besaran ruang untuk fungsi tertentu yang ditentukan berdasarkan pengaturan koefisien lantai bangunan, koefisien dasar bangunan dan ketinggian bangunan tiap kawasan/bagian kota sesuai dengan kedudukan dan fungsinya dalam pembangunan kota. 23. Koofesien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka prosentase berdasarkan perbandingan jumlah luas lantai dasar bangunan terhadap luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang kota 24. Koofesien Lantai Bangunan (KLB) adalah besar ruangan yang dihitung dari angka perbandingan jumlah luas seluruh lantai bangunan terhadap luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang kota 25. Sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai buatan/kanal, saluran irigasi primer yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi sungai. 26. Jalan arteri adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna; 27. Jalan kolektor adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang , kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi; 28. Jalan lokal adalah jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah dengan jumlah jalan masuk tidak dibatasi. BAB II AZAS, TUJUAN, FUNGSI DAN KEDUDUKAN Bagian Pertama Azas dan Tujuan Pasal 2 (1) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) berazaskan : a. Manfaat yaitu setiap perencanaan dan pengembangan tata ruang harus memberikan manfaat yang maksimal baik yang bernilai ekonomi maupun sosial budaya bagi masyarakat secara keseluruhan. b. Berwawasan lingkungan yaitu setiap perencanaan dan pengembangan tata ruang harus memperhatikan aspek lingkungan hidup baik yang mempunyai dampak pada kehidupan sosial budaya maupun lingkungan alam. c. Pelestarian yaitu setiap perencanaan dan pengembangan tata ruang memperhatikan dan mempertahankan nilai budaya, tradisi, adat istiadat, agama, serta nilai-nilai luhur lainnya dalam kehidupan masyarakat. d. Keterpaduan yaitu setiap perencanaan dan pengembangan tata ruang harus dapat memadukan kepentingan masyarakat, dunia usaha dan pemerintah. e. Kesinambungan yaitu setiap perencanaan dan pengembangan tata ruang harus merupakan rangkaian program yang berkelanjutan. f. Adil dan merata yaitu setiap hasil perencanaan dan pengembangan tata ruang harus dapat dinikmati secara adil dan merata oleh seluruh lapisan masyarakat. (2) Tujuan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) adalah : a. Menciptakan tata ruang yang terarah, terencana, harmonis dan dinamis pada setiap ruang wilayah kota. b. Memberikan arah pemanfaatan ruang sesuai dengan fungsi dan potensi wilayah kota.
4
c. Menentukan pola dan struktur tata ruang kota yang dapat menampung dan mengarahkan perkembangan kota. Bagian Kedua Fungsi dan Kedudukan Pasal 3 (1) Rencana Tata Ruang Wilayah berfungsi sebagai : a. Pedoman pengembangan kota yang serasi dengan wilayah sekitarnya. b. Pengarah keterpaduan pembangunan sektoral dan daerah. c. Pengendali tata ruang wilayah kota dengan memperhatikan tata ruang propinsi Sumatera Barat dan strategi perkotaan nasional jangka panjang. (2) Kedudukan Rencana Tata Ruang Wilayah adalah sebagai : a. Dasar pertimbangan dalam penyusunan program pembangunan daerah. b. Dasar penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kawasan dan Rencana Teknik Ruang Kota(RTRK). BAB III VISI DAN ARAH KEBIJAKAN RUANG Pasal 4 (1) Visi Tata Ruang Kota adalah terwujudnya struktur dan pola pemanfaatan ruang yang memberikan kenyamanan bagi warga kota menuju masyarakat yang sejahtera, adil dan merata. (2) Kebijakan pemanfaatan ruang Kota diarahkan untuk mewujudkan fungsi Kota sebagai pusat pemerintahan, pendidikan, perdagangan dan jasa. BAB IV WILAYAH, SUBSTANSI DAN JANGKA WAKTU RENCANA Pasal 5 (1) Wilayah perencanaan Tata Ruang Kota adalah wilayah administratif pemerintahan. (2) Substansi Rencana Tata Ruang Wilayah meliputi : a. Visi dan arah kebijakan penataan ruang. b. Rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang. c. Pengendalian pemanfaatan ruang. (3) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Solok adalah 10 tahun. BAB V KEBIJAKAN PENATAAN RUANG Bagian Pertama Kebijakan Perencanaan Ruang Pasal 6 Kebijakan Perencanaan Ruang Kota terdiri dari : a. Kebijakan Struktur Ruang. b. Kebijakan Pola Pemanfaatan Ruang. c. Kebijakan Sistem Transportasi. d. Kebijakan Prasarana dan Sarana Kota.
5
Pasal 7 Kebijakan Struktur Ruang Kota membagi wilayah Kota Solok menjadi 4 (empat) Bagian Wilayah Kota. Pasal 8 Kebijakan Pola Pemanfaatan Ruang Kota terdiri dari : a. Mengarahkan pemanfaatan ruang pada lahan-lahan yang kurang produktif . b. Mempertahankan lahan pertanian produktif terutama yang beririgasi teknis. c. Menitikberatkan pengembangan kota ke bagian utara dan bagian timur. Pasal 9 Kebijakan Sistem Transportasi Kota terdiri dari : a. Meningkatkan aksesibilitas dan mobilitas orang, barang dan jasa, dari dan ke pusat pelayanan utama dan sub pusat pelayanan. b. Memperkuat interaksi antar pusat-pusat kegiatan ke wilayah-wilayah sekitarnya. c. Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan ekonomi kota. Pasal 10 Kebijakan Prasarana dan Sarana Kota terdiri dari : a. Meningkatkan jumlah dan mutu serta cakupan pelayanan prasarana dan sarana. b. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum di pusat-pusat pelayanan kota dan lingkungan sesuai dengan skala pelayanannya. Bagian Kedua Kebijakan Pemanfaatan Ruang Pasal 11 Kebijakan pemanfaatan ruang Kota terdiri dari : a. Mengatur pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang. b. Pemberian insentif untuk mendorong pengembangan kegiatan yang sesuai dengan rencana tata ruang. c. Pemberian disinsentif untuk mengendalikan perkembangan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Bagian Ketiga Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Pasal 12 Kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui : a. Mekanisme perijinan yang efektif dan efisien sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. Pengawasan secara terus menerus dan berjenjang. c. Penertiban dengan sanksi yang tepat dan tegas terhadap setiap pelanggaran rencana tata ruang.
6
BAB VI RENCANA TATA RUANG WILAYAH Bagian Pertama Struktur Tata Ruang Pasal 13 Rencana struktur tata ruang kota terdiri dari: a. Rencana Struktur Kegiatan Fungsional. b. Rencana Pengembangan Sistem Pusat Pelayanan. c. Rencana struktur jaringan transportasi. Pasal 14 Rencana Struktur Kegiatan Fungsional Tata Ruang Kota adalah : a. Bagian Wilayah Kota (BWK) I dengan fungsi pusat kawasan bisnis, perdagangan (regional dan lokal), transportasi lokal, jasa, perkantoran, permukiman (terbatas), pertanian dan kesehatan. b. Bagian Wilayah Kota (BWK) II dengan fungsi perdagangan (regional dan lokal), transportasi (regional dan lokal), kesehatan, permukiman, pertanian dan industri kecil. c. Bagian Wilayah Kota (BWK) III dengan fungsi konservasi, hutan lindung, pertanian, pemerintahan kota, pemerintahan skala lingkungan, permukiman terbatas dan perdagangan. d. Bagian Wilayah Kota (BWK) IV dengan fungsi konservasi, hutan lindung, pemerintahan skala kota, pendidikan tinggi, pariwisata, pertanian, industri (kecil, menengah, besar), jasa perhotelan, perdagangan, transportasi (regional dan lokal), olahraga, kesehatan, permukiman dan fasilitas pemakaman umum. Pasal 15 Rencana Pengembangan Sistem Pusat Pelayanan Kota terdiri dari 4 (empat) Bagian Wilayah Kota (BWK) yaitu : a. Bagian Wilayah Kota (BWK) I meliputi: 1. Kelurahan Koto Panjang; 2. Sebagian besar Kelurahan PPA; 3. Sebagian besar Kelurahan Aro IV Korong; 4. Sebagian kecil Kelurahan Sinapa Piliang; 5. Sebagian kecil Kelurahan IX Korong; 6. Sebagian kecil Kelurahan KTK; 7. Sebagian kecil Kelurahan Simpang Rumbio; 8. Sebagian kecil Kelurahan VI Suku dan 9. Sebagian kecil Kelurahan Kampung Jawa. b. Bagian Wilayah Kota (BWK) II meliputi: 1. Sebagian besar Kelurahan KTK; 2. Sebagian besar Kelurahan Simpang Rumbio; 3. Sebagian kecil Kelurahan Aro IV Korong, dan 4. Sebagian kecil Kelurahan PPA. c. Bagian Wilayah Kota (BWK) III meliputi: 1. Kelurahan Tanah Garam; 2. Sebagian kecil Kelurahan VI Suku; 3. Sebagian besar Kelurahan Sinapa Piliang; 4. Sebagian besar Kelurahan IX Korong dan 5. Sebagian kecil Kelurahan KTK. 7
d. Bagian Wilayah Kota (BWK) IV meliputi: 1. Kelurahan Laing 2. Kelurahan Nan Balimo; 3. Kelurahan Tanjung Paku; 4. Sebagian besar Kelurahan Kampung Jawa, dan; 5. Sebagian besar Kelurahan VI Suku. Pasal 16 Rencana struktur jaringan transportasi meliputi : a. Jalan arteri yang menghubungkan Kota Solok dengan Kabupaten Solok Kota Padang, Kota Padang Panjang, Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Sawahlunto/Sijunjung. b. Jalan kolektor yang menghubungkan jalan kota dengan jalan arteri. c. Jalan lokal yang menghubungkan pusat kota dengan kecamatan. Bagian Kedua Rencana Pola Pemanfaatan Ruang Pasal 17 Rencana pola pemanfaatan ruang terdiri dari: a. Kawasan lindung. b. Kawasan budidaya. Pasal 18 Rencana Pola Pemanfaatan Kawasan Lindung sebagaimana dimaksud pasal 17 huruf a terdiri dari : a. Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya. b. Kawasan perlindungan setempat. c. Kawasan suaka alam dan cagar budaya. d. Kawasan rawan bencana. Pasal 19 (1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud pasal 18 huruf a mencakup : (2) Kawasan hutan lindung. (3) Kawasan resapan air. (2) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pasal 18 huruf b mencakup : a. Kawasan sempadan sungai. b. Kawasan sekitar mata air. (3) Kawasan suaka alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud pasal 18 huruf c mencakup kawasan taman wisata alam. (4) Kawasan rawan bencana sebagaimana dimaksud pasal 18 huruf d adalah kawasan rawan banjir dan kawasan rawan erosi/longsor/gempa. Pasal 20 Rencana pola pemanfaatan kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pasal 17 huruf b terdiri dari : a. Kawasan perumahan. b. Kawasan perkantoran/pemerintahan. 8
c. d. e. f. g. h.
Kawasan Kawasan Kawasan Kawasan Kawasan Kawasan
terminal/sub terminal. pendidikan tinggi. perdagangan dan jasa. pertanian. wisata. industri dan pergudangan. Pasal 21
(1) Kawasan perumahan sebagaimana dimaksud pasal 20 huruf a diarahkan ke Bagian Wilayah Kota (BWK) IV dan Bagian Wilayah Kota (BWK) II. (2) Kawasan perkantoran/pemerintahan sebagaimana dimaksud pasal 20 huruf b diarahkan ke Bagian Wilayah Kota (BWK) IV. (3) Kawasan terminal/sub terminal sebagaimana dimaksud pada pasal 20 huruf c diarahkan pada Bagian Wilayah Kota (BWK) I, Bagian Wilayah Kota (BWK) II dan Bagian Wilayah Kota (BWK) IV. (4) Kawasan pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada pasal 20 huruf d diarahkan pada Bagian Wilayah Kota (BWK) IV. (5) Kawasan perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud pada pasal 20 huruf e diarahkan pada Bagian Wilayah Kota (BWK) I, Bagian Wilayah Kota (BWK) II, Bagian Wilayah Kota (BWK) III dan Bagian Wilayah Kota (BWK) IV. (6) Kawasan pertanian sebagaimana dimaksud pada pasal 20 huruf f diarahkan pada Bagian Wilayah Kota(BWK) III, Bagian Wilayah Kota (BWK) IV, Bagian Wilayah Kota (BWK) II dan Bagian Wilayah Kota (BWK) I. (7) Kawasan wisata sebagaimana dimaksud pada pasal 20 huruf g diarahkan pada Bagian Wilayah Kota (BWK) IV. (8) Kawasan industri dan pergudangan sebagaimana dimaksud pada pasal 20 huruf h diarahkan pada Bagian Wilayah Kota (BWK) II dan Bagian Wilayah Kota (BWK) IV. Bagian ketiga Pengaturan Intensitas Penggunaan Ruang Pasal 22 (1)
Pengaturan intensitas penggunaan ruang bertujuan untuk menciptakan hubungan yang serasi antara manusia dengan lingkungannya disamping itu merupakan upaya pengendalian dan pengawasan bangunan guna menjaga keteraturan dan tata letak bangunan serta aspek keselamatan dan kelestarian lingkungan.
(2)
Pengaturan intensitas bangunan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan melalui pendekatan: a. rencana kepadatan bangunan yang ditentukan berdasarkan Koefisien Dasar Bangunan (KDB). b. rencana ketinggian bangunan yang ditentukan berdasarkan Koefisien Lantai Bangunan (KLB). c. garis sempadan sungai yang ditentukan berdasarkan kedalaman sungai
9
Bagian Keempat Rencana Sistem Jaringan Transportasi Pasal 23 (1)
Rencana sistem jaringan transportasi mencakup rencana pengembangan prasarana jaringan jalan dan fasilitas transportasi pelayanan.
(2)
Rencana pengembangan prasarana jaringan jalan sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri dari : a. pengembangan fungsi jalan. b. pembangunan jalan baru.
(3)
Rencana pengembangan fasilitas transportasi pelayanan sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri dari: a. pengembangan trayek angkutan. b. pengembangan Terminal Bareh Solok. c. pengembangan terminal barang. d. pembuatan sub terminal di BWK IV. Bagian Kelima Rencana Pengembangan Prasarana dan Sarana Kota Pasal 24
(1)
Rencana pengembangan prasarana dan sarana kota mencakup: a. Rencana pengembangan fasilitas sosial ekonomi. b. Rencana pengembangan prasarana dan sarana.
(2)
Rencana pengembangan fasilitas sosial ekonomi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a terdiri dari : a. Rencana pengembangan fasilitas perumahan dan permukiman. b. Rencana pengembangan fasilitas pendidikan. c. Rencana pengembangan fasilitas kesehatan. d. Rencana pengembangan fasilitas perdagangan dan jasa. e. Rencana pengembangan fasilitas perkantoran. f. Rencana fasilitas industri dan pergudangan. g. Rencana fasilitas rekreasi, hotel, hiburan dan olahraga. h. Rencana pengembangan fasilitas transportasi. i. Rencana fasilitas pemakaman umum.
(3) Rencana pengembangan prasarana dan sarana sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b terdiri dari : a. Rencana pengembangan air bersih. b. Rencana prasarana sanitasi dan air limbah. c. Rencana prasarana drainase. d. Rencana pengelolaan prasarana persampahan. e. Rencana prasarana listrik. f. Rencana prasarana telekomunikasi. BAB VII PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Bagian Pertama Pola Penatagunaan Tanah, Air dan Udara Pasal 25 (1)
Pola penatagunaan tanah dilakukan melalui pengaturan alokasi penggunaan lahan yang terdiri dari kawasan yang dikendalikan perkembangannya dan kawasan yang didorong perkembangannya. 10
(2)
Kawasan yang dikendalikan perkembangannya sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi kawasan sempadan sungai, sempadan mata air dan kawasan lindung.
(3)
Kawasan yang didorong perkembangannya sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah kawasan yang merupakan pusat pertumbuhan meliputi : a. kawasan BWK II sebagai kawasan agroindustri. b. kawasan BWK IV sebagai kawasan permukiman. Pasal 26
Pola penatagunaan air dilakukan untuk menjamin ketersediaan air melalui pengelolaan sumber daya air serta rehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS). Pasal 27 Pola penatagunaan udara dilakukan untuk menjaga kualitas udara melalui pengendalian kualitas udara. Bagian Kedua Program Pembangunan Pasal 28 Penyusunan dan pelaksanaan program-program serta kegiatan-kegiatan di kawasan budidaya dan kawasan yang berfungsi lindung, yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah, swasta dan masyarakat harus berdasarkan pada kebijakan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Bab V Peraturan Daerah ini. Bagian Ketiga Insentif dan Disinsentif Pasal 29 (1)
Insentif diberikan untuk memberikan rangsangan terhadap kegiatan yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah.
(2)
Disinsentif diberikan untuk mengendalikan atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. BAB VIII PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Bagian Pertama Perizinan Pasal 30
(1)
Perizinan merupakan budidaya.
pengendalian
pembangunan
fisik
di
kawasan
(2)
Penerbitan izin dalam pemanfaatan ruang harus mengacu pada rencana umum dan rencana yang lebih rinci terdiri dari : a. RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) digunakan sebagai acuan penerbitan perizinan lokasi peruntukan ruang untuk suatu kegiatan. b. RDTRK (Rencana Detail Tata Ruang Kota/Kawasan) digunakan sebagai acuan penerbitan izin perencanaan pembangunan (advis planning). c. RTRK (Rencana Teknik Ruang Kota/Kawasan) digunakan sebagai acuan dalam penerbitan perizinan tata letak dan rancang bangun, bangunan dan bukan bangunan termasuk Izin Mendirikan Bangunan (IMB). 11
Pasal 31 Pengendalian pemanfaatan ruang diselenggarakan melalui pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang. Bagian Kedua Pengawasan Pasal 32 (1)
Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pasal 31 diselenggarakan melalui kegiatan : a. Pelaporan. b. Pemantauan. c. Evaluasi pemanfaatan ruang.
(2)
Pelaporan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a berupa pemberian informasi obyektif mengenai pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang.
(3)
Pemantauan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b berupa tindakan mengamati, mengawasi dan memeriksa dengan cermat perubahan kualitas tata ruang dan lingkungan yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang.
(4)
Evaluasi sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c berupa penilaian kemajuan kegiatan pemanfaatan ruang dalam mencapai tujuan rencana tata ruang. Bagian Ketiga Penertiban Pasal 33
Penertiban sebagai bagian dari pengendalian pemanfaatan ruang harus mengacu kepada rencana tata ruang yang lebih rinci dan atau pedoman penataan ruang dan penataan bangunan sebagai acuan operasional pelayanan perijinan pemanfaatan ruang dengan tetap memperhatikan rencana struktur dan arahan yang ditetapkan dalam RTRW. Bagian Keempat Koordinasi Pasal 34 Koordinasi pengendalian penataan ruang dilakukan melalui Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Kota (BKPRD) atau sebutan lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. BAB IX HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT Bagian Pertama Kewajiban Masyarakat Pasal 35 Dalam kegiatan penataan ruang wilayah, masyarakat wajib : a. Berlaku tertib dalam keikutsertaannya dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. b. Mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan. c. Berperan serta dalam memelihara kualitas ruang. 12
Bagian kedua Hak Masyarakat Pasal 36 Dalam kegiatan penataan ruang wilayah, masyarakat berhak : a. berperan-serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. b. mengetahui secara terbuka Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Solok dan rencana penataan ruang lainnya sebagai tindak lanjut dari Rencana Tata Ruang Wilayah. c. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari penataan ruang. d. memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang. Pasal 37 Untuk mengetahui Rencana Tata Ruang Wilayah sebagaimana dimaksud pasal 36 huruf b, masyarakat dapat mengetahui dari Lembaran Daerah, pengumuman atau penyebarluasan oleh Pemerintah Kota pada tempat-tempat yang memungkinkan masyarakat mengetahui dengan mudah. Pasal 38 (1) Hak memperoleh penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pasal 36 huruf d diselenggarakan dengan cara musyawarah dengan pihak yang berkepentingan. (2) Dalam hal tidak tercapai kesepakatan mengenai penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini maka penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Bagian Kedua Peran Serta Pasal 39 Dalam pengendalian pemanfaatan ruang, peran serta masyarakat dapat berbentuk : a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang wilayah termasuk pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang, dan/ atau ; b. bantuan pemikiran atau pertimbangan untuk penertiban kegiatan pemanfaatan ruang dan peningkatan kualitas pemanfaatan ruang. Pasal 40 (1) Peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang disampaikan secara lisan atau tertulis mulai dari tingkat Kelurahan ke Kecamatan kepada Kepala Daerah dan pejabat yang berwenang. (2) Tata cara peran serta masyarakat dalam pengendalian pemanfaaatan ruang di daerah sebagaimana dimaksud pasal 40 ayat (1) dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
13
BAB X PENINJAUAN KEMBALI RENCANA TATA RUANG WILAYAH Pasal 41 (1)
Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan dapat ditinjau kembali dan dirubah untuk disesuaikan dengan keadaan.
(2)
Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dilakukan secara berkala menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3)
Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini ditetapkan dengan peraturan daerah. BAB XI SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 42
(1)
Sanksi administratif dikenakan atas pelanggaran pemanfaatan ruang yang berakibat pada terhambatnya pelaksanaan program pemanfaatan ruang.
(2)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dapat berupa : a. penghentian sementara pelayanan administratif. b. penghentian sementara pemanfaatan ruang di lapangan. c. denda administratif. d. pengurangan luas pemanfaatan ruang. e. pencabutan ijin pemanfataan ruang. BAB XII KETENTUAN PIDANA Pasal 43
(1)
Barang siapa yang tidak mematuhi dan atau melanggar ketentuanketentuan dalam Peraturan daerah ini dapat diancam dengan hukum kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan atau denda setingi-tingginya Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah).
(2)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini adalah merupakan tindak pidana pelanggaran.
(3)
Selain tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini, tindak pidana yang mengakibatkan pengrusakan dan atau pencemaran lingkungan, diancam pidana sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. BAB XIII PENYIDIKAN Pasal 44
Penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pasal 43 Peraturan Daerah ini dapat dilakukan selain oleh Penyidik Umum, penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah ini dapat dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
14
BAB XIV KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 45 Buku rencana dan album peta dengan skala ketelitian 1 : 100.000 sebagaimana terlampir merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. BAB XV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 46 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka : a. Kegiatan budidaya yang telah ditetapkan dan berada di kawasan lindung dapat diteruskan sejauh tidak mengganggu fungsi lindung. b.
Dalam hal kegiatan budidaya yang telah ada dan dinilai mengganggu fungsi lindung dan atau terpaksa mengkonversi kawasan yang berfungsi lindung, diatur sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c.
Kegiatan budidaya yang sudah ada di kawasan lindung dan dinilai mengganggu fungsi lindungnya harus segera dicegah perkembangannya. BAB XVI KETENTUAN PENUTUP Pasal 47
(1)
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkat II Solok Nomor 8 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Solok tahun 1996-2006 dinyatakan tidak berlaku lagi.
(2)
Segala sesuatu yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Walikota.
(3)
Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Solok. Ditetapkan di Pada tanggal
: Solok : April 2007
WALIKOTA SOLOK,
SYAMSU RAHIM Diundangkan di : Solok Pada Tanggal : April 2007 SEKRETARIS DAERAH KOTA SOLOK,
MASRIAL MAMAR
LEMBARAN DAERAH KOTA SOLOK TAHUN 2007 NOMOR.. 15
PEJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR : TAHUN 2007 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA SOLOK I. UMUM.
Ruang Wilayah Kota Solok merupakan wadah atau tempat bagi manusia khususnya masyarakat Kota Solok dan sekitarnya dan makhluk lainnya untuk hidup dan melakukan kegiatan, merupakan bagian dari wilayah propinsi dan nasional, sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa dan perlu dimanfaatkan dengan seefektif mungkin dan berkelanjutan. Ruang sebagai salah satu sumberdaya alam tidaklah mengenal batas wilayah, akan tetapi kalau ruang dikaitkan dengan pengaturannya maka haruslah jelas batas, fungsi dan sistemnya satu sama lain. Dengan demikian ruang wilayah harus dimanfaatkan secara terkoordinasi terpadu dan seefektif mungkin dengan memperhatikan faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan serta kelestarian kemampuan lingkungan untuk menopang pembangunan nasional demi terciptanya masyarakat yang adil dan makmur. Ruang meliputi ruang daratan, dan ruang udara beserta sumberdaya alam yang terkandung didalamnya bagi kehidupan dan penghidupan. Kegiatan manusia dan makhluk hidup lainnya membutuhkan ruang sebagaimana lokasi berbagai pemanfaatan ruang atau sebaliknya, suatu ruang dapat mewadahi berbagai kegiatan, sesuai dengan kondisi alam setempat dan teknologi yang diterapkan. Ketersediaan itu sendiri tidak tak terbatas, bila pemanfaatan ruang tidak diatur dengan baik, kemungkinan besar terdapat pemborosan pemanfaatan ruang dan penurunan kualitas ruang oleh karena itu diperlukan penataan ruang untuk mengatur pemanfaatan berdasarkan jenis kegiatan, fungsi lokasi, kualitas ruang dan estetika lingkungan. Berkaitan denga maksud tersebut maka pelaksanaan pembangunan harus sesuai pengendalian pemanfaatan ruang merupakan suatu kesatuan sistem yang baik terpisahkan satu sama lainnya. Penataan ruang sebagai proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan suatu kesatuan sistem yang tidak terpisahkan satu sama lainnya.
II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 : cukup jelas Pasal 2 : cukup jelas Pasal 3 : cukup jelas
16
Pasal 4 : cukup jelas Pasal 5 : cukup jelas Pasal 6 : cukup jelas Pasal 7 : cukup jelas Pasal 8 : cukup jelas Pasal 9 : cukup jelas Pasal 10 : cukup jelas Pasal 11 : cukup jelas Pasal 12 : Huruf a. Mekanisme perijinan yang efektif dan efisien disusun dengan memperhatikan ketentuan dan standar teknis sebagai rujukan bagi penerbitan ijin. Huruf b. Pengawasan secara terus menerus dan berjenjang oleh aparatur mulai dari tingkat paling rendah dengan melibatkan peran serta masyarakat, baik individu maupun organisasi sosial kemasyarakatan. Huruf c. Sanksi yang tepat sesuai dengan jenis/tingkat pelanggaran dengan mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 13 : cukup jelas Pasal 14 : cukup jelas Pasal 15 : cukup jelas Pasal 16 : cukup jelas Pasal 17 : cukup jelas Pasal 18 Kawasan bawahannya adalah Kawasan yang memberikan perlindungan yaitu kawasan hutan lindung dan kawasan resapan air. Pasal 19 : cukup jelas Pasal 20 : cukup jelas Pasal 21 : cukup jelas Pasal 22 : cukup jelas Pasal 23 : cukup jelas
17
Pasal 24 : cukup jelas Pasal 25 : cukup jelas Pasal 26 : cukup jelas Pasal 27 : cukup jelas Pasal 28 : cukup jelas Pasal 29 : cukup jelas Pasal 30 : cukup jelas Pasal 31 : cukup jelas Pasal 32 : cukup jelas Pasal 33 : cukup jelas Pasal 34 : cukup jelas Pasal 35 : cukup jelas Pasal 36 : cukup jelas Pasal 37 : cukup jelas Pasal 38 : cukup jelas Pasal 39 : cukup jelas Pasal 40 : cukup jelas Pasal 41 : cukup jelas Pasal 42 : cukup jelas Pasal 43 : cukup jelas Pasal 44 : cukup jelas Pasal 45 : cukup jelas Pasal 46 : cukup jelas Pasal 47 : cukup jelas
*****rtrw 07*****
18