PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 20 TAHUN 2012 TENTANG PELARANGAN PENGUNAAN ALAT-ALAT TANGKAP YANG DAPAT MERUSAK HABITAT IKAN DAN BIOTA LAUT DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERDANG BEDAGAI, Menimbang : a. bahwa dengan ditetapkannya Undang – Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, dalam rangka pengelolaan sumberdaya ikan, diperlukan upaya pelestarian sumber daya perikanan dan kelautan; b. bahwa potensi sumberdaya ikan saat ini terancam punah, disebabkan pemanfaatan dan cara penangkapan ikan yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan; c. bahwa dengan adanya pemanfaatan dan cara penangkapan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, diperlukan pengawasan dan perlindungan yang optimal guna menjaga kelestarian sumber daya ikan, terutama jenis ikan yang dilindungi serta kerusakan lingkungan sekitarnya; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pelarangan Penggunaan Alat-alat Tangkap Yang Dapat Merusak Habitat Ikan dan Biota Laut di Kabupaten Serdang Bedagai; Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2
Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 491, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nmor 491, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
3. Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Samosir dan Kabupaten Serdang Bedagai di Propinsi Sumatera Utara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4346); 4. Undang – Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang – Undang Nomor 45
Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang- undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 nomor 154 Tambahan lembaran negara nomor 5073); 5. Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang – Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 6. Undang – Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 7. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739); 8. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849); 9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 10. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencamaran dan atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisi Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 89 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4741);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4779); 16. Keputusan Presiden Republik Indonesia No 39 Tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl;
Dengan Persetujuan Bersama : DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI dan BUPATI SERDANG BEDAGAI
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PELARANGAN PENGGUNAAN ALAT-ALAT TANGKAP YANG DAPAT MERUSAK HABITAT IKAN DAN BIOTA LAUT DI KABUPATEN SERDANG BEDAGAI.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Serdang Bedagai. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah. 3. Bupati adalah Bupati Serdang Bedagai. 4. Dinas Perikanan dan Kelautan adalah Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serdang Bedagai. 5. Pejabat adalah Pegawai yang diberi Tugas tertentu sesuai Peraturan Perundang Undangan yang berlaku . 6. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Serdang Bedagai. 7. Sumberdaya Ikan adalah Potensi semua jenis ikan termasuk biota yang ada di perairan 8. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian siklus hidupnya berada didalam lingkungan perairan. 9. Pengawasan adalah suatu kegiatan yang ditujukan untuk tercapainya kesadaran dan kepatuhan pada pemanfaatan sumberdaya ikan terhadap peraturan dan Perundang - Undangan serta tegakya hukum perikanan demi ketertiban pemanfaatan sumberdaya perikanan.
10. Pemanfaatan sumberdaya ikan adalah kegiatan penangkapan ikan dan/atau budidaya ikan. 11. Kapal Perikanan adalah kapal, perahu, alat apung lainnya yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/ eksplorasi perikanan. 12. Penangkapan Ikan adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan diperairan yang tidak dalam keadaan di budidaya dengan alat atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, manangani, mengolah, dan/ atau mengawetkannya. 13. Perlindungan sumberdaya Ikan adalah setiap upaya atau kegiatan yang dilakukan dengan penuh tanggung jawab agar sumberdaya ikan tetap baik dan lestari. 14. Alat Penangkap Ikan adalah sarana dan perlengkapan atau benda-benda lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan. 15. Lingkungan sumberdaya Ikan adalah perairan tempat kehidupan sumberdaya ikan termasuk biota air lainnya dan faktor alamiah lainnya. 16. Pencemaran sumberdaya Ikan adalah tercampurnya sumberdaya ikan dengan makhluk hidup, zat, energi dan / atau komponen lain akibat perbuatan manusia sehingga sumberdaya ikan menjadi kurang atau tidak berfungsi sebagaimana seharusnya dan / atau berbahaya bagi yang mengkonsumsinya. 17. Huatan Mangrove adalah hutan yang terdapat di daerah pantai yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak terpengaruh iklim. 18. Pengawas Perikanan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan yang berlaku untuk melaksanakan tugas pengawasan terhadap kapal perikanan, pengolahan, pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan. 19. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yaitu Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan. 20. Nelayan adalah orang yang mata pencariannya melakukan penangkapan ikan. 21. Jaring Trawl adalah suatu jaring kanting yang ditarik dibelakang kapal berjalan menelusuri permukaan dasar perairan untuk menangkap ikan, udang dan jenis ikan demersal lainnya. BAB II MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 2 Maksud larangan alat-alat tangkap yang dapat merusak habitat Ikan dan biota laut adalah: a. melindungi dan melestarikan sumber daya ikan di perairan laut Kabupaten Serdang Bedagai; dan
b. mengawasi dan melarang penggunaan alat-alat tangkap yang dapat merusak habitat ikan dan biota laut di perairan laut Kabupaten Serdang Bedagai. Pasal 3 Tujuan pelarangan alat-alat tangkap yang dapat merusak habitat ikan dan biota laut adalah: a. menjamin kelestarian dan ketersediaan sumber daya ikan dan habitatnya yang menjadi sumber mata pencaharian masyarakat pesisir baik untuk masa kini maupun dimasa-masa yang akan datang; b. mencegah konflik antar Nelayan pengguna alat-alat tangkap yang dapat merusak habitat dan biota laut di perairan laut Kabupaten Serdang Bedagai; c. meningkatkan kesejahteraan nelayan tradsional/ kecil di Kabupaten Serdang Bedagai; d. membatasi beroperasinya alat-alat tangkap modifikasi yang dapat merusak habitat dan biota ikan. BAB III WILAYAH PELARANGAN Pasal 4 Wilayah pelarangan penggunaan alat tangkap yang dapat merusak habitat ikan dan biota laut adalah wilayah perairan laut Kabupaten Serdang Bedagai.
BAB IV LARANGAN Pasal 5 (1) Setiap orang dilarang melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan alat-alat bantu seperti : a. pukat harimau (pukat Trawl); b. jaring/pukat yang ditarik dengan 2 (dua) kapal; c. jaring/pukat lampara dasar; d. pukat layang; e. pukat Pantai (beach neet) ; f. jaring pukat tank Kerang ; g. bahan peledak seperti ammonium dan potasium nitrat atau bom; h. bahan Kimia; i. bahan biologis; j. strum baik menggunakan aki ataupun listrik; k. alat dan tekhnologi lain sejenisnya yang tidak ramah dan dapat merusak kelestarian sumberdaya ikan serta ekosistem laut lainnya. (2) Setiap orang dilarang melakukan perbuatan dan atau cara menangkap ikan yang dapat mengakibatkan pencemaran dan pengerusakan sumber daya ikan dan/ atau lingkungannya. (3) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud ayat (1) dan (2) tidak berlaku untuk kepentingan ilmiah.
Pasal 6 Setiap
orang
dilarang
melakukan
pengerusakan
dan/
atau
melakukan
penebangan hutan mangrove yang berada disekitar sempadan pantai dan/ atau sempadan sungai kecuali ada undang-undang yang memperbolehkannya.
BAB V PENGAWASAN Pasal 7 (1) Pengawasan perikanan dilaksanakan oleh pengawas yang terdiri atas PPNS Perikanan, Non PPNS dan Masyarakat. (2) Pengawasan oleh masyarakat selanjutnya disebut Kelompok Masyarakat Pengawas (POKMASWAS) melakukan pengawasan terhadap penggunaan alatalat tangkap yang dilarang dan sebagai mediator dengan pemerintah atau petugas. (3) POKMASWAS melakukan tugas / tanggung jawab sebagai berikut: a. menyebarluaskan informasi kepada masyarakat tentang fungsi, gangguan/ ancaman dan kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan (SDKP); b. berperan aktif dalam penyusunan rencana operasional pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan (SDKP); c. melaksanakan operasional pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan (SDKP), baik sendiri maupun bersama aparat penegak hukum; d. melaporkan pelaksanaan kegiatan pengawasan. (4) Peran POKMAS a. menyebarluaskan informasi kepada masyarakat tentang arti dan nilai penting ekosistem laut; upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kelestarian ekosistem perairan laut; b. berperan aktif dalam penyusunan rencana operasional pengawasan SDKP, dengan melibatkan berbagai Pokmas yang ada di beberapa desa/kecamatan; c. mengimplementasikan rencana operasional pengawasan SDKP sesuai dengan wilayah operasional masing-masing; d. membuat laporan pelaksanaan kegiatan sesuai dengan program pengawasan masing-masing. BAB VI KETENTUAN PIDANA Pasal 8 (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, b,c, d, e, f dan j diancam dengan pidana kurungan paling lama 5 (lima) tahun atau denda maksimal Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah), sesuai dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Pasal 85. (2) Setiap orang dengan sengaja melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf g, h dan i diancam dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) tahun atau denda maksimal
Rp. 1.200.000.000,- (satu milyar dua ratus juta rupiah) sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 pasal 84 ayat (1). (3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah pelanggaran BAB VII PENYIDIKAN Pasal 9 Penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 8, dapat dilakukan oleh: a. Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia; b. Penyidik Perwira TNI AL; atau c. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Perikanan di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam peraturan daerah ini. Pasal 10 (1) Kewenangan Penyidik sebagaimana yang dimaksud pada Pasal 9 adalah : a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana di bidang perikanan; b. memanggil dan memeriksa tersangka / saksi; c. membawa dan menghadapkan seseorang sebagai tersangka dan atau saksi untuk di dengar keterangannya; d. menggeledah sarana dan prasarana perikanan yang diduga di pergunakan dalam atau menjadi tempat melakukan tindak pidana di bidang perikanan; e. menghentikan, memeriksa, menangkap, membawa, dan atau menahan kapal dan atau orang yang disangka melakukan tindak pidana di bidang perikanan; f. memeriksa kelengkapan dan keabsahan dokumen usaha perikanan; g. memotret tersangka dan atau barang bukti tindak pidana di bidang perikanan; h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan tindak pidana di bidang perikanan; i. membuat dan menandatangani berita acara pemeriksaan; j. melakukan penyitaan terhadap barang bukti yang digunakan dan atau hasil tindak pidana; k. melakukan penghentian penyidikan, dan l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. (2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyidik bertugas : a. memberitahukan dimulainya penyidikan kepada penuntut umum paling lama 7 (tujuh) hari sejak ditemukan adanya tindak pidana di bidang perikanan; b. untuk kepentingan penyidikan, penyidik dapat menahan tersangka paling lama 20 (dua puluh) hari; c. jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), apabila diperlukan untuk kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut umum paling lama 10 (sepuluh) hari;
d. ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak menutup kemungkinan tersangka dikeluarkan dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi; e. setelah waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum; f. penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 menyampaikan hasil penyidikan ke penuntut umum paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pemberitahuan dimulainya penyidikan
BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 11 Ketentuan lebih lanjut mengenai hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksaksanaannya diatur dengan Peraturan Bupati atau Keputusan Bupati. Pasal 12 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai. Ditetapkan di Sei Rampah pada tanggal 8 Desember 2011 BUPATI SERDANG BEDAGAI, dto H. T. ERRRY NURADI Diundangkan di Sei Rampah pada tanggal 6 Agustus 2012 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI, dto H. HARIS FADILLAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN 2012 NOMOR 20
c. jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), apabila diperlukan untuk kepentingan pemeriksaan yang belum selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut umum paling lama 10 (sepuluh) hari; d. ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) tidak menutup kemungkinan tersangka dikeluarkan dari tahanan sebelum berakhir waktu penahanan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi; e. setelah waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut, penyidik harus sudah mengeluarkan tersangka dari tahanan demi hukum; f. penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 menyampaikan hasil penyidikan ke penuntut umum paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak pemberitahuan dimulainya penyidikan
BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 11 Ketentuan lebih lanjut mengenai hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenai teknis pelaksaksanaannya diatur dengan Peraturan Bupati atau Keputusan Bupati. Pasal 12 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Serdang Bedagai.
PERATURAN DAERAH INI DINYATAKAN SAH
Diundangkan di Sei Rampah pada tanggal SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI,
H. HARIS FADILLAH LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI TAHUN NOMOR