PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 1 TAHUN 2002
TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka optimalisasi pelaksanaan Otonomi Daerah yang harus didukung suatu sistem Pengelolaan Keuangan Daerah yang adil, rasional, partisipatif dan Akuntabel perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pokokpokok Pengelolaan Keuangan Daerah. Mengingat :
1. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Tahun 1958 Nomor 122; Tambahan Lembaran Negara Nomor 1655 ); 2. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839); 3. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 104 tahun 2000 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 201, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4021) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 84 tahun 2001 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2001 Nomor 159; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4165); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara tahun 2000 Nomor 202, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4022); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 107 tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 204, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4024); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 209, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4027); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 210, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4028); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 tewntang Kedudukan Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 211, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4029); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah; 11. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Perundang-undangan dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan rancangan Keputusan Presiden;
12. Keputusan Presiden Nomor 17 tahun 2000 tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; 13. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instalasi Pemerintah;
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN
DAERAH
KABUPATEN
KLUNGKUNG
TENTANG
POKOK-POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Klungkung; 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati beserta Perangkat Daerah Otonomi yang lain sebagai Badan Eksekutif Daerah. 3. Bupati adalah Bupati Klungkung; 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten Klungkung; 5. Sekretaris Daerah adalah Sekretaris Daerah Kabupaten Klungkung; 6. Perangkat Daerah adalah lembaga pada Pemerintah Daerah yang bertanggungjawab kepada Bupati dan membantu Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan yang terdiri atas Sekretariat Daerah, Dinas Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan dan Kelurahan sesuai dengan kebutuhan Daerah; 7. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban Daerah tersebut dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; 8. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana Keuangan Tahunan Daerah; 9. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah adalah Pejabat dan atau Pegawai Daerah yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku diberi kewenangan tertentu dalam kerangka Pengelolaan Keuangan Daerah; 10. Pemegang Kekuasan Umum Pengelola Keuangan Daerah adalah Bupati yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan Keuangan Daerah dan mempunyai kewajiban menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kewenangan tersebut kepada DPRD;
11. Bendahara Umum Daerah adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh pemegang Kekuasan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah untuk mengelola penerimaan dan pengeluaran Kas Daerahserta segala bentuk kekayaan Daerah lainnya; 12. Otorisator adalah pejabat yang mempunyai hak mengambil tindakan keuangan yang mengakibatkan pengeluaran umum daerah atau penerimaan daerah; 13. Ordonator adalah pejabat yang mempunyai wewenang mengadakan pengujian dan penelitian atas tagihan yang diajukan yang membebani anggaran Daerah; 14. Pengguna Anggaran Daerah adalah pejabat pemegang kekuasan penggunaan Anggaran Belanja Daerah; 15. Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh Bupati; 16. Bendaharawan adalah pegawai yang ditunjuk dan diserahi tugas melaksanakan kegiatan kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan APBD setiap unit kerja Pengguna Anggaran Daerah; 17. Dana cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif cukup besar yang tidak dapat dibebankan dalam 1 (satu) tahun anggaran; 18. Penerimaan Daerah adalah semua penerimaan Kas Daerah dalam periode tahun anggaran tertentu; 19. Pengeluaran Daerah adalah semua pengeluaran Kas Daerah dalam periode tahun anggaran tertentu; 20. Pendapatan Daerah adalah semua penerimaan Kas Daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi hak daerah; 21. Belanja Daerah adalah semua pengeluaran Kas Daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi beban Daerah; 22. Pembiayaan adalah transaksi Keuangan Daerah yang dimaksud untuk menutup selisih antara Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah; 23. Sisa Lebih Perhitungan APBD tahun lalu adalah lebih realisasi pendapatan terhadap realisasi Belanja Daerah dan merupakan komponen pembiayaan; 24. Bendahara Barang adalah orang/pegawai yang ditugaskanuntuk menerima menyimpan dan mengeluarkan barang-barang milik Daerah yang diangkat dengan Keputusan Bupati untuk masa 1 (satu) tahun anggaran dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui atasannya; 25. Utang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar Daerah sesuai akibat penyerahan uang, barang atau jasa kepada Daerah atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku; 26. Piutang Daerah adalah jumlah uang yang menjadi hak Daerah atau kewajiban pihak lain kepada Daerah sebagai akibat penyerahan uang, barang atau jasa oleh Daerah atau akibat lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 27. Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang timbul sebagai akaibat Daerah menerima dari pihak lain sejumlah uang atau barang yang bernilai uang sehingga Daerah dibebani kewajiban untuk membayar kembali, tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi di dalam perdagangan;
28. Pergeseran Anggaran adalah suatu upaya didalam kerangka APBD untuk memindahkan pembebanan anggaran dari satu jenis pengeluaran ke jenis pengeluaran lainnya; 29. Dokumen Daerah adalah semua dokumen yang diterbitkan Pemerintah Daerah yang bersifat terbuka dan ditempatkan dalam Lembaran Daerah; 30. Surat Keputusan Otorisasi yang selanjutnya disingkat SK.O adalah surat keputusan yang mengakibatkan pembebanan pada Anggaran Belanja Daerah; 31. Surat Perintah Membayar Uang yang selanjutnya disingkat SPMU adalah surat Bupati yang berisi perintah kepada pemegang kas Daerah untuk mencairkan dana sesuai SPP yang diajukan oleh Bendahara; 32. Surat Permintaan pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah SPP yang diajukan oleh Bendaharawan kepada Bupati berdasarkan SKO sebagai dasar penerbitan SPMU; 33. Rencana Strategik yang selanjutnya disingkat Renstra adalah rencana lima tahunan yang menggambarkan visi, misi, tujuan, strategi, program dan kegiatan Daerah; 34. Tuntutan Perbendaharaan adalah suatu tata cara perhitungan terhadap bendahara, jika dalam pengurusannya terdapat kekurangan perbendaharaan dan kepada Bendaharawan yang bersangkutan diharuskan mengganti kerugian; 35. Tuntutan Ganti Rugi adalah suatu proses tuntutan terhadap Pegawai dalam kedudukannya bukan sebagai Bendaharawan dengan tujuan menuntut pengantian kerugian disebabkan oleh perbuatannya melanggar hukum dan atau melalaikan kewajibannya atau tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana mestinya sehingga baik secara langsung ataupun tidak langsung Daerah menderita kerugian; 36. Tuntutan Perbendaharaan dan Tututan ganti Rugi adalah suatu proses tuntutan melaui Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi bagi Bendaharawan atau Pegawai bukan Bendaharawan yang merugikan keuangan dan atau barang Daerah; 37. Majelis Pertimbangan Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi adalah para pejabat yang ex-officio ditunjuk dan ditetapkan oleh Bupati yang bertugas membantu Bupati dalam penyelesaian kerugian Daerah; 38. Pengelolaan Barang Daerah adalah rangkaian kegiatan dan tindakan terhadap barang Daerah yang
meliputi
perencanaan
penyimpanan,
penyaluran,
pencatatan,
pengendalian,
pemeliharaan, pengamanan, pemanfaatan, penghapusan dan penjualan/sewa-beli; 39. Perubahan Status Hukum adalah setiap perbuiatan/ tindakan hukum dari Pemerintaj yang mengakibatkan terjadinya perubahan status pemilikan/ penguasaan atas barang Daerah; 40. Kendaraan Perorangan Dinas adalah kendaraan dinas yang dipergunakan/ dipakai oleh Pejabat karena jabatnnya;
BAB II ASAS UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
Pasal 2 Pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan secara tertib, efisien, efektif dan akuntabel sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan.
Pasal 3 (1) APBD merupakan dasar Pengelolaan Keuangan Daerah dalam Tahun Anggaran yang bersangkutan. (2) APBD disusun dengan pendekatan kinerja. (3) APBD, Perubahan APBD dan Perhitungan APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah dan merupakan Dokumen Daerah. (4) Tahun fiskal APBD sama dengan tahun fiskal Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) (5) Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dicatat dan dikelola dalam APBD.
Pasal 4 (1) Daerah dapat membentuk dana cadangan guna membiayai kebutuhan tertentu, yang tidak dapat dibebankan dalam satu tahun anggaran. (2) Dana cadangan berasal dari sumber pendapatan APBD. (3) Sumber pendapatan APBD yang diperuntukan sebagai dana cadangan ditetapkan dengan Peraturan Daerah tersendiri.
Pasal 5 (1) Daerah dapat menyediakan anggaran untuk membiayai pengeluaran yang sifatnya mendesak dan atau tidak tersangka. (2) Anggaran sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini disediakan dalam bagian Anggaran Pengeluaran Tidak Tersangka yang dikelola oleh Sekretariat Daerah. (3) Pengeluaran yang dibebankan pada Anggaran Pengeluaran Tidak Tersangka adalah untuk penanganan bencana alam, bencana sosial dan Pengeluaran Tidak Tersangka lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. (4) Pengeluaran Anggaran Tidak Tersangka dilakukan dengan pemberitahuan DPRD.
Pasal 6 (1) Disamping sumber pembiayaan yang telah ditetapkan, Pemerintah Daerah dapat mencari sumber pembiayaan lainnya baik berupa pinjaman, penerbitan obligasi maupun kerjasama dengan pihak lain dengan prinsip kehati-hatian dan saling menguntungkan guna menambah pendapatan Daerah. (2) Pemerintah Daerah dapat melakukan investasi dalam bentuk pendirian Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), penyertaan modal pembelian saham dan diposito atau bentuk investasi lainnya sepanjang menguntungkan bagi Daerah baik jangka pendek maupun jangka panjang serta memberi manfaat bagi peningkatan pelayanan masyarakat. (3) Kebijakan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (20 pasal ini, ditetapkan Peraturan Daerah tersendiri. (4) Pemerintah Daerah bertanggungjawab atas pengelolaan kebijakan pembiayaan dan investasi sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2), dan melaporkan hasil pelaksanaannya kepada DPRD setiap akhir tahun anggaran.
Pasal 7 (1) Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional dengan asumsi dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan yang bersangkutan. (2) Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja yang bersangkutan. (3) Setiap Pejabat Daerah dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut.
Pasal 8 (1) Semua transaksi Keuangan Daerah baik penerimaan maupun pengeluaran dilaksanakan melalui Kas Daerah. (2) Dikecualikan dari ketentuan ayat (1) terhadap Pengelolaan Keuangan pada Unit Swadana Daerah. (3) Ketentuan mengenai Pengelolaan Keuangan pada Unit Swadana Daerah sesuai ketentuan yang berlaku.
BAB III PEJABAT PENGELOLA KEUANGAN DAERAH DAN KAS DAERAH Bagian Pertama Pejabat Pengelola Keuangan Daerah
Pasal 9 (1) Bupati adalah pemegang kekuasan umum Pengelolaan Keuangan Daerah. (2) Pemegang Kekuasaan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah mempunyai kewajiban menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kewenangan tersebut kepada DPRD.
Pasal 10
(1) Dalam rangka melakukan kewajibannya dalam Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pasal 9 ayat (1) Peraturan Daerah ini. Bupati dapat mendelegasikan sebagian atau seluruh kewenangannya kepada Sekretaris Daerah atau Pejabat Pengelola Keuangan Daerah. (2) Sebagian kewenangan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini adalah kewenangan Otorisasi
di
Bidang
pengeluaran,
kewenangan
ordonansi
dan
kewenangan
kebendaharaan. (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) sesuai ketentuan yang berlaku.
Pasal 11 (1) Bupati menunjuk para pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (2) Pejabat Pengelola Keuangan sebagaimana dimaksud ayat (1) terdiri dari : a. Bendahara Umum Daerah; b. Atasan Langsung Bendaharawan / Atasan Langsung Bendaharawan Barang; c. Bendaharawan; dan d. Bendahara Barang. (3) Bendaharawan sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf e Pasal ini terdiri dari : a. Bendaharawan Penerimaan /Penyetor; b. Bendaharawan Gaji; c. Bendaharawan Pengeluaran Rutin; d. Bendaharawan Pengeluaran Modal. (4) Bendaharawan sebagaimana dimaksud ayat (3) tidak boleh merangkap kecuali atas ijin Bupati. (5) Bendahara Barang sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf d terdiri dari : a. Bendahara Umum Barang; dan b. Bendahara Khusus Barang.
Pasal 12 (1) Untuk kepentingan pelaksanaan anggaran, pada setiap awal tahun anggaran, ditunjuk para pejabat yang diberi kewenangan oleh Bupati untuk mengelola keuangan daerah. (2) Penunjukan para Pejabat sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini terdiri dari : a. Pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani SKO; b. Pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani SPMU; c. Pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani Daftar Pembukuan Administratif (DPA); d. Pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani pengesahan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) ; dan e. Pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani Daftar Penguji.
Bagian Kedua Kas Daerah
Pasal 13 Untuk menjamin keamanan dan ketertiban pengelolaan Kas ditunjuk pemegang Kas Daerah yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
BAB IV PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBD Struktur APBD
Pasal 14 (1) APBD disusun secara terencana oleh Pemerintah Daerah dengan memperhatikan aspirasi masyarakat melalui DPRD dan berorientasi pada kepentingan publik. (2) APBD meliputi anggaran pendapatan dan belanja yang saling berkaitan dalam pencapaian tujuan. (3) Struktur APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari : a. Pendapatan Daerah; b. Belanja Daerah; c. Pembiayaan.
Pasal 15 (1) Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud Pasal 14 ayat (3) huruf a Peraturan Daerah ini menurut kelompoknya terdiri dari : a. Pendapatan Asli Daerah yaitu : 1. Hasil Pajak Daerah; 2. Hasil Retribusi Daerah; 3. Hasil Perusahaan Milik Daerah dan hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan; dan 4. lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah. b. Dana Perimbangan; c. Pinjaman Daerah; dan d. Lain-lain Pendapatan daerah yang sah. (2) Belanja Daerah sebagaimana dimaksud Pasal 14 ayat (3) huruf b Peraturan daerah ini, disamping menurut organisasi dan fungsi juga dikategorikan menjadi : a. Belanja pegawai; 1) Belanja Pegawai; 2) Belanja Barang dan Jasa; 3) Belanja Pemeliharaan; 4) Belanja Perjalanan Dinas. b. Belanja Operasional dan pemeliharan Sarana Publik : 1) Belanja Pegawai; 2) Belanja Barang dan Jasa; 3) Belanja Pemeliharaan; 4) Belanja Perjalanan Dinas. c. Belanja Modal : 1) Belanja Aparatur; 2) Belanja Publik.
d. Belanja Transper; e. Belanja Tidak Tersangka. (3) Pembiayaan sebagaimana dimaksud Pasal14 ayat (3) huruf c Peraturan Daerah ini, menurut sumbernya, terdiri dari : a. Pendapatan Daerah, yaitu : 1) Sisa Lebih Perhitungan Anggaran tahun lalu; 2) Pinjaman; 3) Obligasi; dan 4) Penjualan aset Daerah yang dipisahkan. b. Belanja Daerah. 1) Transper ke Dana Cadangan; 2) Penyertaan Modal; 3) Pembayaran utang pokok yang jatuh tempo; 4) Sisa lebih Perhitungan Anggaran Tahun ini.
Pasal 16
(1) APBD yang disusun dengan pendekatan kinerja memuat : a. sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja; b. standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan; dan c. bagian pendapatan APBD yang membiayai belanja administrasi umum, belanja operasional dan pemeliharaan, belanja modal, belanja transfer dan belanja tidak tersangka. (2) Untuk mengukur kinerja keuangan Pemerintah Daerah dikembangkan standar analisa belanja, tolak ukur kinerja dan standar biaya.
Pasal 17
(1) Dalam rangka penyiapan Rancangan APBD Pemerintah Daerah bersama DPRD membuat kesepakatan tentang Arah dan Kebijakan Umum APBD. (2) Berdasarkan Arah dan Kebijakan Umum APBD Pemerintah Daerah akan menyusun strategi dan priorotas APBD. (3) Berdasarkan strategi dan prioritas APBD dan dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi danj keungan Daerah, Pemerintah Daerah menyiapkan Rancangan APBD.
Bagian Kedua Penyusunan APBD Pasal 18 (1) Proses penyusunan APBD meliputi tahap-tahap sebagai berikut : (2) Apabila rancangan APBD tidak disetujui DPRD , Pemerintah Daerah berkewajiban menyempurnakan rancangan APBD tersebut.
(3) Penyempurnaan rancangan APBD sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak disetujui DPRD, Pemerintah Daerah menggunakan APBD Tahun sebelumnya sebagai dasar pengurusan Keuangan Daerah.
Bagian Ketiga Anggaran Multi Tahunan Pasal 20
(1) terhadap belanja investasi berupa kegiatan atau program yang tidak dapat diselesaikan /dibiayai dalam 1 (satu) tahun anggaran, dapat dilanjutkan pada tahun anggaran, dapat dilanjutkan pada tahun anggaran berikutnya dengan untuk kemudian dievaluasi. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Bupati, setelah mendapatkan persetujuan DPRD.
Bagian Keempat Perubahan APBD
Pasal 21 (1) Perubahan APBD dilakukan apabila : a. kebijaksanaan Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah yang bersifat strategis; b. penyesuaian akibat tidak tercapainya target Penerimaan Daerah yang ditetapkan; dan c. terjadinya kebutuhan yang mendesak. (2) Rancangan Perubahan APBD disusun oleh Pemerintah Daerah dan selanjutnya disampaikan kepada DPRD untuk dilakukan pembahasan bersama. (3) Rancangan Perubahan APBD yang telah disetujui DPRD ditetapkan menjadi Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD. (4) Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir.
Bagian Kelima Pergeseran Anggaran
Pasal 22 (1) Pergeseran anggaran untuk Belanja administrasi umum, Belanja Operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana publik dilakukan antar kegiatan/ pasal dalam lingkup 1 (satu) jenis belanja, 1 (satu) kelompok belanja, 1 (satu) pos dan 1 (satu) Bagian Anggaran. (2) Pergeseran anggaran untuk belanja modal dilakukan antar Pasal / kegiatan dalam 1 (satu) pos dan 1 (satu) Bagian Anggaran. (3) Penggeseran anggaran sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) Peraturan Daerah ini dilakukan melalui Perubahan APBD.
Pasal 23
Pergeseran Anggaran antar uraian kegiatan/ digit dalam 1 (satu) kegiatan/ pasal dilakukan melalui perubahan Keputusan Bupati Klungkung.
Bagian Keenam Anggaran Belanja DPRD, Bupati, Wakil Bupati dan Belanja Pegawai Paragraf Satu Kedudukan Keuangan DPRD
Pasal 24 Kedudukan Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah diatur dengan Peraturan Daerah tersendiri.
Pasal 25
(1) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas DPRD, pada Belanja Sekretariat DPRD disediakan : a. belanja Pegawai; b. belanja barang; c. belanja Perjalanan Dinas; d. belanja Pemeliharaan; dan e. belanja Penunjang Kegiatan. (2) Besar biaya Penunjang Kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c, ditetapkan berdasarkan klasifikasi Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Pasal 26 Anggaran Belanja DPRD dan Sekretariat DPRD ditetapkan dengan Keputusan DPRD dan dicantumkan dalam APBD.
Paragraf Dua Kedudukan Keuangan Bupati dan Wakil Bupati
Pasal 27 Kedudukan Keuangan Bupati dan Wakil Bupati diatur dengan Peraturan Daerah tersendiri.
Pasal 28 Sekretariat Daerah merencanakan pembiayaan sebagaimana dimaksud pasal 27 Peraturan Daerah ini dan selanjutnya dicantumkan dalam APBD.
Paragraf Tiga Belanja Pegawai
Pasal 29 (1) Gaji Pegawai Negeri Sipil Daerah dialokasikan pada APBD. (2) Pegawai Negeri Sipil Daerah dapat diberikan tambahan penghasilan berdasarkan pertimbngan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan Keuangan Daerah. (3) Pembiayaan Pensiun Pegawai Negeri Sipil sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB V PELAKSANAAN APBD Bagian Pertama Penerimaan dan Pengeluaran APBD
Pasal 30 Penerimaan APBD adalah semua penerimaan uang yang dimasukkan dalam Kas Daerah dan semua perhitungan yang merupakan penerimaan APBD selama tahun Anggaran yang bersangkutan.
Pasal 31 (1) Bupati menjaga agar semua peraturan dan penetapan lainnya mengenai pendapatan Daerah dilaksanakan sebaik-baiknya serta semua piutang Daerah ditagih dan dipertanggung jawabkan tepat pada waktunya. (2) Bupati dengan persetujuan DPM3 dapat menetapkan Keputusan tentang penghapusan sebagian atau seluruh piutang Daerah yang tidak tertagih. (3) Tata cara penghapusan piutang sebagaimana dimaksud ayat (2), ditetapkan dengan Keputusan Bupati dengan persetujuan DPRD.
Pasal 32 (1) Setiap Perangkat Daerah yang mempunyai tugas memungut atau menerima Pendapatan Daerah wajib melaksanakan intensifikasi pemungutan atas pendapatan tersebut. (2) Semua Semua manfaat yang bernilai uang berupa komisi, rabat potongan bunga atau nama lainnya sebagai akibat dari penjualan dan atau penempatan uang Daerah merupakan Pendapatan Daerah. (3) Semua Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2), disetor sepenuhnya dan tepat pada waktunya. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (3), ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 33 (1) Tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBD tidak dapat dilakukan sebelum ditetapkan dengan Peraturan Daerah tentang APBD.
(2) Apabila Rancangan APBD belum ditetapkan maka untuk membiayai keperluan gaji dan belanja tetap lainnya untuk mendukung operasionalsetiap bulannya Pemerintah Daerah dapat melaksanakan pengeluaran berdasarkan realisasi APBD tahun anggaran sebelumnya setelah mendapat persetujuan DPRD.
Pasal 34 (1) Setiap pengeluaran atas beban APBD dilakukan dengan SKO atau Surat Keputusan lainnya yang dipersamakan. (2) Berdasarkan SKO atau Surat Keputusan lainnya yang dipersamakan pengguna Anggaran mengajukan SPP kepada Bupati. (3) Apabila SPP telah memenuhi syarat, Bupati atau pejabat yang ditunjuk menerbitkan SPMU.
Pasal 35 (1) setiap pembebanan APBD harus didukung bukti-bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih. (2) Setiap Pejabat yang menandatangani dan atau mengesahkan surat bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBD bertanggungjawab atas kebenaran bukti tersebut.
Bagian Kedua Prinsip-prinsip Pengelolaan Kas
Pasal 36 (1) Setiap transaksi baik penerimaan maupun pengeluaran Kas dicatat dalam Buku Kas Umum dan Buku Kas Pembantu. (2) Persediaan maksimal uang tunai dalam Kas pada Bendaharawan ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (3) Setiap Pemegang Kas harus mempunyai brankas/peti kas untuk menyimpan uang tunai yang ditempatkan sedemikian rupa sehingga terjamin keamanannya. (4) Untuk penyimpanan uang di bank, Bendaharawan hanya diperkenankan mempunyai 1 (satu) rekening bank pada bank milik Pemerintah dan dilarang pada Bank Swasta dan menyimpan uang di bank dilarang atas nama pribadi. (5) Saldo rekening Bank merupakan bagian dari sisa Buku Kas Umum.
Bagian Ketiga Pengadaan Barang dan Jasa
Pasal 37 (1) Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dilaksanakan melalui prosedur pelelangan, pemilihan langsung, penunjukkan langsung dan swakelola. (2) Tata cara pelaksanaan pengadaan sebagaimana dimaksud ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 38 Pelelangan sebagaimana dimaksud Pasal 37 ayat (1) merupakan serangkaian kegiatan untuk menyediakan kebutuhan barang/jasa dengan cara menciptakan persaingan yang sehat dan terbuka diantara penyedia barang/jasa yang antara dan memenuhi syarat.
Pasal 39 (1) Pemilihan langsung sebagaimana dimaksud Pasal 37 ayat (1) adalah pengadaan barang/jasa tanpa melalui pelelangan dan hanya diikuti oleh penyedia barang/jasa yang memenuhi syarat, yang dilakukan dengan cara membandingkan penawaran dan melakukan negosiasi, baik teknis maupun harga sehingga diperoleh hargayang wajar dan teknis dapat dipertanggungjawabkan. (2) Kretaria pemilihan langsung adalah sebagai berikut : a. penanganan darurat untuk keamanan dan keselamatan masyarakat; b. pekerjaan yang perlu dirahasiakan yang menyangkut keamanan dan keselamatan negara yang ditetapkan oleh Presiden; c. pengadaan barang/jasa yang setelah dilakukan pelelangan ulang ternyata jumlah penyedia barang/jasa yang lulus prakualifikasi atau yang memasukkan penawaran kurang dari 3 (tiga) peserta.
Pasal 40
(1) Penunjukkan langsung sebagaimana dimaksud Pasal 37 ayat (1) adalah pengadaan barang/jasa yang penyedia barang/jasanya ditentukan oleh Kepala Dinas/Instansi/Unit Kerja/Pemimpin proyek/Pimpinan Bagian proyek/Pejabat dipersamakan yang ditunjuk. (2) Penunjukan langsung diterapkan untuk : a. pengadaan barang/jasa yang berkala kecil; atau b. pengadaan barang/jasa yang setelah dilakukan pelelangan ulang hanya 1 (satu) peserta yang memenuhi syarat; atau c. pengadaan yang bersifat mendesak/khusus setelah mendapat persetujuan dari Bupati; atau d. penyediaan barang/jasa tunggal.
Pasal 41
(1) Swakelola sebagaimana dimaksud Pasal 37 ayat (1) adalah pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan dan diawasi sendiri dengan menggunakan tenaga sendiri, alat sendiri atau upah borongan tenaga. (2) Pekerjaan yang dapat dilakukan dengan swakelola, adalah sebagai berikut : a. Tidak dapat dilakukan dengan cara Pelelangan/ Pemilihan langsung/ Penunjukkan langsung; atau b. Tidak dapat dihitung secara rinci terlebih dahulu; atau
c. Pendidikan dan latihan, kursus, penataran, seminar, lokakarya atau penyuluhan; atau d. Proyek percontohan khusus untuk pengembangan teknologi metode kerja; atau e. Pemrosesan data, perumusan kebijakan, pengujian Laboratorium Pengembangan Sistem/ Penelitian.
Pasal 42
Tata cara dan prosedur pemilihan langsung, penunjukkan langsung dan swakelola sebagaimana ditetapkan pasal 39, 40 dan 41 pelaksanaannya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
Bagian Keempat Kerjasama Pembiayaan Pasal 43
Pemerintah Daerah dapat melakukan kerjasama
pembiayaan dengan Kabupaten/ Kota,
Propinsi, Pemerintah atau pihak lain dalam menunjang percepatan, efisiensi, dan efektifitas pelaksanaan pembangunan yang diatur dengan Keputusan Bersama dan mendapat persetujuan DPRD.
BAB VI AKUNTANSI KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Pasal 44
(1) Pengelolaan Keuangan Daerah berpedoman pada Standar Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah yang berlaku. (2) Pengaturan lebih lanjut mengenai pengelolaan Keuangan Daerah ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
BAB VII PERHITUNGAN APBD
Pasal 45 (1) Setiap akhir tahun anggaran, Pemerintah Daerah wajib membuat perhitungan APBD yang memuat perbandingan antara realisasi pelaksanaan APBD dengan APBD. (2) Perhitungan APBD harus menghitung selisih antara realisasi penerimaan dengan anggaran penerimaan dan realisasi pengeluaran dengan anggaran pengeluaran. (3) Rancangan Perhitungan APBD disusun oleh Bupati dan selanjutnya disampaikan kepada DPRD untuk dilakukan pembahasan bersama. (4) Rancangan Perhitungan APBD yang telah disetujui DPRD ditetapkan menjadi Peraturan Daerah tentang Perhitungan APBD.
BAB VIII PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH Bagian Pertama Laporan Triwulan Pasal 46
(1) Pemerintah Daerah menyampaikan laporan triwulan mengenai kemajuan pelaksanaan APBD kepada DPRD dengan tembusan ke Mendagri dan Gubernur. (2) Laporan triwulan disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan setelah berakhirnya triwulan yang bersangkutan. (3) Laporan triwulan memuat : a. target dan realisasi penerimaan daerah; b. plafon dana dan realisasi belanja.
Bagian Kedua Pertanggungjawaban Akhir Tahun Anggaran Pasal 47
(1) Laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dalam bentuk perhitungan APBD berikut penilaian kinerja berdasarkan tolok ukur Renstra. (2) Bupati menyusun laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran dalam satu dokumen yang terdiri dari : a. Laporan Perhitungan APBD; b. Nota Perhitungan APBD; c. Laporan Aliran Kas; dan d. Neraca Daerah. (3) Tata cara pertanggungjawaban akhir tahun anggaran sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 48
(1) Laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran Bupati sebagaimana dimaksud pasal 47, dapat ditolak apabila terdapat perbedaan nyata antara rencana dengan realisasi APBD dan merupakan menyimpangan yang alasannya tidak dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan tolok ukur Renstra. (2) Apabila laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran ditolak, Bupati harus melengkapi dan atau menyempurnakan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari. (3) Apabila Bupati tidak melengkapi dan atau tidak menyempurnakan dokumen pertanggungjawaban dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari, DPRD dapat mengusulkan pemberhentian kepada Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah melalui Gubernur.
(4) DPRD melakukan penlilaian atas laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran yang telah dilengkapi dan atau telah disemournakan, selesai paling lama 30 (tiga Puluh) hari setelah laporan tersebut diserahkan. (5) Apabila
sampai
dengan
30
(tiga
puluh)
hari
sejak
penyerahan
Dokumen
Pertanggungjawaban Akhir Tahun Anggaran yang telah dilengkapi dan atau telah disempurnakan, penilaian DPRD belum dapat diselesaikan, Laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran tersebut dianggap diterima. (6) Laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran Bupati yang telah dilengkapi dan atau telah disempurnakan dapat ditolak apabila dalam laporan tersebut masih tidak dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan tolok ukur Renstra. (7) Apabila laporan pertanggungjawaban akhir tahun anggaran Bupati ditolak untuk kedua kalinya, DPRD mengusulkan pemberhentian kepada Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah melalui Gubernur.
Bagian Ketiga Pertanggungjawaban Bendaharawan Pasal 49
Bebdaharawan secara periodik berkewajiban menyampaikan pertanggungjawaban atas Pengelolaan Keuangan Daerah kepada Bupati.
BAB IX BARANG DAERAH Pasal 50
(1) Barang Daerah adalah semua kekayaan Daerah yang dimiliki maupun yang dikuasai, yang berwujud barang bergerak dan tidak bergerak serta bagian-bagiannya ataupun yang merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur atau ditimbang termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan kecuali uang dan aurat berharga lainnya. (2) Barang Daerah yang dipergunakan untuk melayani kepentingan umum tidak dapat digadaikan, dibebani hak tanggungan dan atau dipindah tangankan. (3) Semua penerimaan yang berkaitan dengan Pengelolaan Barang Daerah disetor ke Kas Daerah sebagai pendapatan daerah.
Bagian Pertama Pengelolaan Barang Daerah Pasal 51
(1) Pengelolaan Barang Daerah meliputi : a. perencanaan dan pengadaan; b. penyimpanan dan penyaluran; c. pemeliharaan; d. inventarisasi;
e. perubahan status hukum; f. pemanfaatan; g. pengamanan; h. pembinaan, pengendalian dan pengawasan; i.
pembiayaan; dan
j.
tuntutan pembendaharaan dan tuntunan ganti rugi barang.
(2) Pengaturan pengelolaan barang daerah ayat (1), sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Bagian Kedua Perubahan Status Hukum Pasal 52
Perubahan Status Hukum Barang Daerah dilakukan dengan 3 (tiga) cara yaitu : 1. Penghapusan Barang; 2. Penjualan Barang; dan 3. Pelepasan hak atas tanah dan atau bangunan.
Pasal 53 (1) Perubahan Status Hukum Barang Daerah dilaksanakan melalui Panitia yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (2) Panitia mempunyai tugas meneliti barang-barang yang rusak seperti pemilikan, administrasi penggunaan, pembiayaan, pemeliharaan perbaikan maupun data lainnya dipandang perlu, yang hasilnya dituangkan dalam berita acara. (3) Dari hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (2), Bupati meminta persetujuan DPRD. (4) Setelah mendapat persetujuan DPRD maka, pelaksanaan perubahan status hukum barang daerah dapat dilaksanakan sesuai ketentuan dan tata cara yang berlaku.
Paragraf Satu Penghapusan Barang Pasal 54
(1) Penghapusan barang tidak bergerak berdasarkan pertimbangan/ alasan sebagai berikut : a. rusak berat, terkena bencana alam/force majeure; b. tidak dapat digunakan; c. terkena planologi kota; d. kebutuhan organisasi karena perkembangan tugas; e. penyatuan lokasi dalam rangka efisiensi dan memudahkan koordinasi; dan f. pertimbangan dalam rangka pelaksanaan rencana strategis pertahanan keamanan. (2) Penghapusan barang bergerak berdasarkan pertimbangan/ alasan sebagai berikut : a. pertimbangan teknis; b. pertimbangan ekonomis;
c. hilang/kekurangan perbendaharaan atau kerugian yang disebabkan : 1. kesalahan atau kelalaian Bendahara Barang/Pengurus Barang; 2. mati bagi tanamanatau hewan/ternak dan 3. alasan yang tidak terduga (force mejeure).
Pasal 55 (1) Untuk barang-barang yang mempunyai nilai ekonomis, penghapusan dapat dilakukan dengan cara : a. pelelangan; b. disumbangkan/dihibahkan; dan c. guna usaha. (2) Untuk barang-barang yang tidak mempunyai nilai ekonomis penghapusan dilakukan dengan cara pemusnahan yang dituangkan dalam Berita Acara Penghapusan. (3) Penghapusan/sumbangan dengan memperhatikan kepentingan sosial, agama dan kemanusiaan ditetapkan dengan Keputusan Bupati setelah mendapat persetujuan DPRD.
Pasal 56 (1) Penghapusan secara khusus dilakukan terhadap gedung milik Daerah yang harus dibangun kembali sesuai dengan peruntukan semula serta yang sifatnya mendesak dan membahayakan. (2) Dalam keadaan bangunan yang membahayakan keselamatan jiwa dapat dilakukan pembongkaran terlebih dahulu sambil menunggu Keputusan Bupati untuk penghapusan, setelah mendapatkan persetujuan DPRD. (3) Pembongkaran bangunan gedung dilakukan berdasarkan pertimbangan/alasan sebagai berikut : a. rusak berat yang disebabkan oleh kondisi konstruksi; b. rusak berat yang disebabkan oleh bencana alam, kebakaran dan alasan force mejeure lainnya; dan c. kebutuhan organisasi karena perkembangan tugas.
Paragraf Dua Pelepasan hak Atas Tanah dan atau Bangunan
Pasal 57 (1) Pelepasan hak atas tanah dan atau bangunan Pemerintah Daerah melalui 2 (dua) cara yaitu : a. pelepasan dengan cara pembayaran ganti rugi (dijual); dan b. pelepasan dengan cara tukar menukar (ruislag/tukar guling). (2) Pelepasan hak atas tanah dan atau bangunan harus mengingat prinsip pokok bahwa fungsi tanah yang dalam penghapusan Pemerintah Daerah harus benar-benar dipergunakan secara tertib dan tidak menimbulkan pertentangan dalam masyarakat atau merugikan Pemerintah Daerah dan masyarakat pada umumnya. (3) Pelepasan atas tanah dan atau bangunan dilaksanakan dengan Keputusan Bupati setelah
mendapatkan persetujuan DPRD.
Bagian Ketiga Pemanfaatan Pasal 58 (1) Pemanfaatan barang daerah dilakukan dalam bentuk sebagai berikut : a. pinjam pakai; b. penyewaan; dan c. penggunausahaan. (2) Pemanfaatan
barang
daerah
dalam
bentuk
pinjam
pakai
dilakukan
dengan
dilakukan
dengan
mempertimbangkan : a. dapat dimanfaatkan secara ekonomis dan b. untuk kepentingan sosial, dan keagamaan. (3) Pemanfaatan
barang
daerah
dalam
bentuk
penyewaan
mempertimbangkan optimalisasi daya guna dan hasil guna barang milik daerah.
Bagian Keempat Pembiayaan Pasal 59
(1) Penyediaan biaya yang diperlukan untuk kegiatan pengelolaan barang daerah harus memperhatikan kemampuan keuangan daerah. (2) Terhadap pengelolaan Barang Daerah, biaya yang dialokasikan melalui APBD meliputi : a. kegiatan operasional yang meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pemeliharaan, penganggaran, penyaluran, penggunaan/pemanfaatan, inventarisasi, penghapusan dan pengamanan; b. pelaksanaan sensus barang daerah setiap 5 (lima) tahun; dan c. tunjangan/insentif bagi bendahara barang/pengurus barang dan Kepala Gudang. (3) Pelaksanaan kegiatan pengelolaan barang daerah yang mengakibatkan penerimaan Daerah dapat diberikan upah pungut/intensif.
BAB X PENGAWASAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Bagian Pertama Pengawasan Pemerintah
Pasal 60
Peraturan Daerah tentang APBD, Perubahan APBD dan Perhitungan APBD disampaikan kepada Gubernur Bali, paling lambat 15 (lima belas) hari setelah ditetapkan.
Bagian Kedua Pengawasan Eksternal Pasal 61
(1) Pengawasan atas pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan oleh DPRD dan aparat Pengawasan Fungsional. (2) Pengawasan oleh DPRD adalah pengawasan yang mengarah untuk menjamin pencapaian sasaran dengan memperhatikan aspirasi masyarakat. (3) Pengawasan oleh aparat pengawas Fungsional berupa pemeriksaan sesuai Standar Audit yang berlaku.
Bagian Ketiga Pengawasan Internal Pasal 62
(1) Pengawasan atas pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan oleh aparat Pengawasan Fungsional Daerah. (2) Pengawasan oleh aparat pengawas Fungsional Daerah berupa pemeriksaan sesuai Standar Audit yang berlaku.
Pasal 63 (1) Bupati mengangkat pejabat yang bertugas melakukan pengawasan internal pengelolaan Keuangan Daerah. (2) Pejabat pengawas internal tidak diperkenankan merangkap jabatan lain Pemerintah Daerah. (3) Pejabat
pengawas
internal
Pengelolaan
Keuangan
Daerah
melaporkan
hasil
pengawasannya kepada Bupati dan tembusannya kepada Lembaga/Instansi terkait.
BAB XI KERUGIAN KEUANGAN DAERAH Pasal 64
(1) Bendaharawan dan Bendahara Barang yang dalam melaksanakan tugasnya merugikan daerah dikenakan tuntutan perbendaharaan. (2) Pegawai bukan Bendaharawan dan bukan Bendaharawan Barang yang merugikan daerah atau lalai dalam menjalankan tugasnya sehingga merugikan daerah dikenakan tuntutan ganti rugi. (3) Apabila penyelesaian kerugian daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2), diselesaikan melalui badan peradilan dan putusan Hakim menetapkan pengembalian kerugian daerah, maka pengembalian kerugian daerah tersebut disetor ke Kas daerah. (4) Tata cara prosedur mengenai Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi sesuai ketentuan yang berlaku.
Pasal 65 (1) Setiap kerugian Daerah baik langsung maupun tidak langsung sebagai akibat perbuatan melanggar hukum dan atau kelalaian harus diganti oleh yang bersalah dan atau yang lalai. (2) Bupati wajib melakukan tuntutan perbendaharaan atau tuntutan ganti rugi atas kerugian Daerah yang diakibatkan oleh kelalaian atau kesenjangan dari Bendaharawan dan Bendahara Barang atau Pegawai bukan Bendaharawan dan Bukan Bendahara Barang. (3) Penyelesaian kerugian Daerah dilakukan melalui Majelis Pertimbangan Tuntutan Perbendaharawan dan Tuntutan Ganti Rugi yang dibentuk oleh Bupati.
BAB XII INFORMASI PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pasal 66
(1) Pemerintah Daerah menetapkan Pedoman Sistem Informasi Pengelolaan Keuangan Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Pedoman sistem informasi pengolahan Keuangan Daerah ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 67
(1) Perubahan Menuju Penerapan Standar Akuntansi keuangan sebagaimana yang dimaksud pasal 44 ayat (1) Peraturan Daerah ini dilakukan secara bertahap. (2) Sebelum Standar Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah tersusun, Pemerintah Daerah menggunakan Tata Administrasi Pengelolaan Keuangan yang berlaku. (3) Penyusunan Neraca Daerah sebagaimana dimaksud Pasal 47 ayat (2) huruf d Peraturan Daerah ini dilakukan setelah Pemerintah Daerah menerapkan Standar.
BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 68
Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan berlaku surut terhitung mulai tanggal 2 Januari 2002.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Klungkung.
Ditetapkan di Semarapura Pada tanggal 28 Pebruari 2002 BUPATI KLUNGKUNG,
TJOKORDA GDE NGURAH
Diundangkan di Semarapura Pada tanggal : 28 Pebruari 2002 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG,
DRS. I DEWA GDE PURNAMA Pembina Utama Madya NIP. 600001950 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG TAHUN 2002 NOMOR 1 SERI D NOMOR 1
PENJEKASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG POKOK – POKOK PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH
I. UMUM Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah mempunyai misi utama selain pada keinginan untuk melimpahkan kewenangan dan pembiayaan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah, juga berkeinginan untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas pengelolaan sumber daya Keuangan Daerah dalam rangka peningkatan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat.Untuk itu semangat desentralisasi, demokratisasi, transparansi dan akuntabilitasi menjadi sangat dominan dalam mewarnai proses penyelenggaraan pemerintahan pada umumnya dan proses pengelolaan Keuangan Daerah pada khususnya. Sejalan dengan hal tersebut, sudah tentu pelaksanaan Otonomi Daerah tidak hanya dilihat dari seberapa besar Daerah memperoleh Dana Perimbangan akan tetapi juga harus diimbangi dengan sejauh mana instrumen atau sistem pengelolaan Keuangan daerah mampu memberikan nuansa manajemen Keuangan yang lebih adil, rasional, partisipasif dan bertanggungjawab sebagaimana diamanatkan oleh kedua Undang-undang tersebut diatas. Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas perlu menetapkan Peraturan daerah Kabupaten klungkung tentang Pokok-pokok Pengelolaan keuangan Daerah.
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Yang dimaksud dengan : - tertib adalah mengelola keuangan sesuai dengan sistem, prosedur dan ketentuan yang berlaku; - efesien adalah mengupayakan hasil pengelolaan keuangan yang optimal dengan pengorbanan seminimal mungkin; - efektif adalah pengelolaan keuangan yang dilakukan denganh penerapan suatu sistem yang tepat sehingga target yang telah ditetapkan dapat tercapai semaksimal mungkin; - akuntabel adalah semua asset yang dikelola dapat dipertanggung jawabkan baik secara keuangan maupun secara hukum; - keadilan adalah dalam mengelola keuangan senantiasa memberikan kewajiban, perlakuan dan atau pembagian alokasi dana yang tidak memihak salah satu diantara para pihak sesuai dengan hak dan kewajibannya dan; - kepatutan adalah dalam mengelola keuangan selain menerapkan dasar keadilan juga mempertimbangkan kepantasan/kelayakan, kesesuaian atau kecocokan.
Pasal 3 Cukup Jelas Pasal 4 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Dikecualikan dari sumber pendapatan APBD dalam ayat ini adalah Dana Alokasi Khusus, dana Darurat dan Pinjaman Daerah. Pengeluaran yang disisihkan untuk pembentukan Dana Cadangan dicantumkan pada anggaran belanja. Ayat (3) Yang dimaksud dengan dicatat dan dikelola dalam APBD adalah dibukukan di dalam rekening tersendiri yang memperlihatkan saldo awal setiap transaksi penerimaan dan pengeluaran serta saldo akhir tahun anggaran. Ayat (4) Cukup Jelas Pasal 5 Ayat (1) Cukup Jelas
Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4) Selain untuk penanganan bencana dan kepentingan umum yang sangat mendesak, pengeluaran anggaran tidak tersangka dengan pemberitahuan kepada DPRD. Pasal 6 Ayat (1) - Pinjaman Daerah dicantumkan pada anggaran pembiayaan Penggunaan dana yang bersumber dari pinjaman Daerah ini dipergunakan untuk membiayai kegiatan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk Pinjaman Daerah. - Obligasi adalah surat pengakuan hutang yang berjangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun bersuku bunga tertentu yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah untuk keperluan anggaran belanjanya. - Apabila Pemerintah Daerah dalam rangka pembangunan fasilitas pelayanan publik tidak memiliki dana ataupun dana yang ada tidak mencukupi, maka Daerah dapat mencari alternatif sumber-sumber pembiayaan jangka panjang melalui kerjasama dengan pihak lain termasuk masyarakat. Ayat (2) - Yang dimaksud dengan investasi dalam bentuk penyertaan modal adalah penyertaan modal Pemerintah Daerah yang dilakukan melalui Badan Usaha Daerah (BUMD). - Yang dimaksud dengan deposito adalah simpanan berjangka pada Bank.
- Dalam rangka penganggaran investasi dicantumkan pada anggaran pembiayaan. Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4) Cukup Jelas Pasal 7 Cukup Jelas Pasal 8 Cukup Jelas Ayat (1) Kekuasaan Umum Pengelolaan keuangan Daerah meliputi antara lain : d.fungsi perencanaan umum; e.fungsi penyusunan anggaran; f. fungsi pemungutan anggaran; g.fungsi pembendaharaan umum daerah; h.fungsi penggunaan anggaran; i.fungsi pengawasan dan pertanggungjawaban. Pasal 10 Cukup Jelas Pasal 11 Cukup Jelas Pasal 12 Cukup Jelas Pasal 13 Cukup Jelas Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan satu kesatuan dalam ayat ini adalah bahwa dokumen APBD merupakan rangkuman seluruh jenis pendapatan, jenis belanja dan sumber-sumber pembiayaannya. Pasal 15 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) Yang dimaksud dengan : -
Belanja menurut organisasi adalah pengguna anggaran seperti DPRD dan Sekretariat DPRD, Bupati dan Wakil Bupati, Sekretariat Daerah, Dinas Daerah dan Lembaga Teknis Daerah lainnya.
-
Belanja menurut fungsinya misalnya fungsi pendidikan.
-
Belanja administrasi umum adalah semua pengeluaran daerah yang tidak menambah
kekayaan dan untuk memenuhi kepentingan aparatur dalam melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing. -
Belanja operasi, pemeliharaan sarana dan prasarana publikadalah semua pengeluaran yang tidak menambah kekayaan daerah dan untuk memenuhi kepentingan dalam melaksanakan fungsi pelayanan publik.
-
Belanja modal adalah pengeluaran daerah yang menambah kekayaan dan manfaatnya lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal diklasifikasikan menjadi belanja modal aparatur dan belanja modal publik.
-
Belanja aparatur adalah jenis-jenis belanja modal untuk memenuhi kepentingan aparatur dalam melaksanakan tugasnya. Belanja publik adalah jenis-jenis belanja modal untuk memenuhi kepentingan publik.
-
Belanja transfer adalah pengeluaran daerah kepada pihak ketiga tanpa mengharapkan imbalan atau keuntungan atas pengeluaran tersebut.
-
Belanja tak tersangka adalah pengeluaran yang dilakukan oleh daerah untuk membiayai kegiatan-kegiatan tidak tersangka dan kejadian luar biasa, misalnya untuk penanganan bencana alam, bencana sosial dan pengeluaran tidak tersangka lainnya.
Ayat (3) Cukup jelas Pasal 16 Ayat (1) Uraian tersebut merupakan indikator dan atau sasaran kinerja Pemerintah Daerah yang menjadi acuan Laporan Pertanggungjawaban tentang Kinerja Daerah. Ayat (2) Yang dimaksud dengan : -
Standar analisa belanja adalah penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya terhadap suatu kegiatan.
-
Tolok ukur kinerja adalah ukuran keberhasilan yang dicapai pada setiap unit organisasi Perangkat Daerah. “Standar biaya adalah harga satuan unit biaya sesuai standarisasi yang berlaku.
Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas Pasal 21 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas Ayat (1) Huruf b
Cukup jelas Ayat (1) Huruf c Yang dimaksud dengan kebutuhan mendesak adalah untuk penanggulangan kerusakan sarana dan prasarana sebagai akibat bencana alam, bencana sosial yang belum atau tidak cukup disediakan anggarannya dalam pengeluaran tidak tersangka. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Tambaan penghasilan diberikan dalam rangka peningkatan kesejahteraan pegawai berdasarkan prestasi kerja, tempat bertugas dan kelengkapan profesi. Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Bupati dalam mengusulkan penghapusan sebagian atau seluruhnya piutang Daerah, terlebih dahulu harus mengambil upaya-upaya sesuai ketentuan yang berlaku. Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 32 Cukup jelas Pasal 33 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud Belanja tetap lainnya untuk mendukung operasional antara lain langganan listrik, langganan telpon, sewa gedung, air, pelumas dan BBM. Pasal 34 Cukup jelas Pasal 35 Ayat (1) Bukti-bukti dimaksud antara lain kwitansi, faktur, surat penerimaan barang, perjanjian pengadaan barang dan jasa. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 36 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Apabila Bendaharawan tidak mempunyai brankas/peti kas, maka uang tunai tidak dibenarkan disimpan dalam laci/lemari/filling cabinet dan lain-lainnya tetapi harus dititipkan kepada Bendaharawan lainnya yang mempunyai brankas/peti kas dan uang titipan tersebut ditempatkan dalam bungkusan atau amplop tertutup sehingga tidak tercampur dengan uang lainnya serta dibuatkan berita acara/surat keterangan penitipan uang. Ayat (4) Cukup Jelas Ayat (5) Cukup Jelas Pasal 37 Cukup Jelas Pasal 38 Cukup Jelas Pasal 39 Cukup Jelas Pasal 40 Cukup Jelas Pasal 41 Cukup Jelas Pasal 42 Cukup Jelas
Pasal 43 Cukup Jelas Pasal 44 Cukup Jelas Pasal 45 Cukup Jelas Pasal 46 Cukup Jelas Pasal 47 Ayat (1) Huruf a Cukup Jelas Ayat b Huruf b Nota perhitungan APBD memuat ringkasan realisasi Pendapatan Daerah, Belanja Daerah dan Pembiayaan serta Kinerja Keuangan Daerah mencangkup antara lain : a. Kinerja Daerah dalam rangka pelaksanaan program yang direncanakan dalam APBD tahun anggaran berkenaan b. Kinerja pelayanan yang dicapai c. Bagian belanja APBD yang digunakan untuk membiayai administrasi umum, kegiatan operasi dan pemeliharaan serta belanja modal / pembangunan untuk aparatur Daerah dan pelayanan publik, Belanja Transfer dan Belanja Tak Tersngka; d. Vagian belanja APBD yang digunakan untuk anggaran DPRD termasuk Sekretariat DPRD; dan e. Posisi Dana Cadangan, bila ada Dana cadangan. Ayat (2) Cukup Jelas Pasal 48 Ayat (1) Yang dimaksud dengan : -
Ditolak dalam ayat ini ditujukan sebagai bagian mekanisme pengawasan DPRD atas pelaksanaan APBD supaya semakin efesien, efektif dan transparan.
-
Perbedaan yang nyata antara rencana dan realisasi APBD dalam ayat ini adalah penyimpangan-penyimpangan baik dipandang dari sudut ukuran pencapaian target maupun ukuran peraturan perundang-undangan.
-
Masing-masing fraksi menyusun penilaian disertai analisis yang obyektif dan terukur berkenaan dengan laporan pertanggung jawaban Bupati.
Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4) Cukup Jelas
Ayat (5) Cukup Jelas Ayat (6) Cukup Jelas Ayat (7) Cukup Jelas Pasal 49 Yang dimaksud periode adalah setiap bulan, paling lambat tanggal 10 (sepuluh) Bulan berikutnya Pasal 50 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas Pasal 51 Cukup Jelas Pasal 52 Cukup Jelas Pasal 53 Cukup Jelas Pasal 54 Cukup Jelas Pasal 55 Cukup Jelas Pasal 56 Cukup Jelas Pasal 57 Cukup Jelas Pasal 58 Cukup Jelas Pasal 59 Cukup Jelas Pasal 60 Peraturan Daerah mengenai APBD disampaikan kepada Gubernur Bali selaku wakil Pemerintah Pusat Pasal 61 Cukup Jelas Pasal 62 Cukup Jelas
Pasal 63 Ayat (1) Pengawasan internal pengelolaan Keuangan Daerah bertujuan untuk menjaga efisiensi, efektifitas dan kehematan dalam pengelolaan Keuangan Daerah. Pengawasan internal pengelolaan Keuangan Daerah selain melakukan pengawasan atas urusan kas/uang, memperhatikan pula tata laksana penyelenggaraan program, kegiatan dan manajemen oleh Pemerintah Daerah dari segi efisiensi dan efektifitasnya, yang dapat mempengaruhi kekuatan dan dayaguna Keuangan Daerah. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 64 Cukup jelas Pasal 65 Ayat (1) Yang dimaksud dengan kerugian Daerah adalah berkurangnya kekayaan Daerah yang disebabkan oleh suatu tindakan melanggar hukum dan atau kelalaian Bendaharawan dan Bendahara Barang atau Pegawai bukan Bendaharawan dan bukan Bendahara Barang. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 66 Cukup jelas Pasal 67 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Standar Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah disusun paling lambat 1 (satu) tahun setelah berlakunya peraturan perundang-undangan mengenai Pedoman Penyusunan Standar Akuntansi Keuangan Daerah atau ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan dimaksud. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 68 Cukup jelas