PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR ……. TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP Menimbang
:
Mengingat
:
a. bahwa dengan diundangkannya UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 2 Tahun 2010 tentang Perencanaan Pembangunan Desa sudah tidak sesuai lagi sehingga harus diganti; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pembangunan Perdesaan. 1. Pasal 18 Ayat (6) UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. UndangUndang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerahdaerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah (Berita Negara tanggal 8 Agustus 1950); 3. UndangUndang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 4. UndangUndang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); 5. UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014
Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5495); 6. UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas UndangUndang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik In donesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5539), sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UndangUndang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5717); 9. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5558); 10. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 199); 11. Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 5); 12. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 23 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Cilacap Tahun 20052025 (Berita Daerah Kabupaten Cilacap Tahun 2008 Nomor 23, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Cilacap Tahun 2008 Nomor 31); 13. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 9 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cilacap Tahun 20112031 (Lembaran Daerah Kabupaten Cilacap Tahun 2011 Nomor 9, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 63); 14. Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 5 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Cilacap Tahun 20122017 (Lembaran Daerah Kabupaten Cilacap Tahun 2013 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Cilacap Nomor 96);
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PEWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN CILACAP MEMUTUSKAN : Menetapkan
: Peraturan Daerah Kabupaten Cilacap tentang Pembangunan Desa BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap.
2. Bupati adalah Bupati Cilacap. 3. Desa adalah Desa dan Desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 4. Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. 6. Pembangunan Desa adalah upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesarbesarnya kesejahteraan masyarakat Desa. 7. Kawasan Perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 8. Badan Permusyawaratan Desa disingkat BPD atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis. 9. Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal yang bersifat strategis. 10. Perencanaan Pembangunan Desa adalah hasil kesepakatan antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat dalam Musyawarah Desa. 11. Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa, selanjutnya disebut Musrenbang Desa adalah forum musyawarah yang diselenggarakan oleh Pemerintah Desa dan diikuti oleh Badan Permusyawaratan Desa dan unsur masyarakat untuk menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten. 12. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa, selanjutnya disingkat RPJM Desa, adalah Rencana Kegiatan Pembangunan Desa untuk jangka waktu 6 (enam) tahun. 13. Rencana Kerja Pemerintah Desa, selanjutnya disebut RKP Desa, adalah penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. 14. Peraturan Desa adalah peraturan perundangundangan yang ditetapkan oleh Kepala Desa setelah dibahas dan disepakati bersama Badan Permusyawaratan Desa. 15. Dana Desa adalah dana yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui
anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. 16. Alokasi Dana Desa, selanjutnya disingkat ADD, adalah dana per imbangan yang diterima kabupaten dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus. 17. Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, selanjutnya disebut APB Desa, adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Desa. 18. Aset Desa adalah barang milik Desa yang berasal dari kekayaan asli Desa, dibeli atau diperoleh atas beban APB Desa atau perolehan hak lainnya yang sah. 19. Badan Usaha Milik Desa, yang selanjutnya disebut BUM Desa, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan Desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesarbesarnya kesejahteraan masyarakat Desa. 20. Barang Milik Desa adalah kekayaan milik Desa berupa barang bergerak dan barang tidak bergerak. 21. Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan ke mandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa. 22. Tugas Pembantuan Pemerintah adalah penugasan dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah dan atau Desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, prasarana, dan sarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan. 23. Tugas Pembantuan Pemerintah Daerah adalah penugasan dari Pe merintah Daerah kepada Desa untuk melaksanakan tugas tertentu yang disertai pembiayaan, prasarana, dan sarana serta sumber daya manusia dengan kewajiban melaporkan pelaksanaannya dan mempertanggungjawabkannya kepada yang menugaskan. BAB II ASAS, TUJUAN DAN RUANG LINGKUP Pasal 2 Pembangunan perdesaan diselenggarakan berdasarkan asas: a. Asas kepastian hukum yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundangundangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara;
b. Asas tertib penyelenggaraan negara yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan Negara; c. Asas kepentingan umum yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif; d. Asas keterbukaan yaitu asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia Negara; e. Asas proporsionalitas yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara Negara; f. Asas profesionalitas yaitu asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundangundangan; dan g. Asas akuntabilitas yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Pasal 3 Tujuan pembangunan perdesaan adalah: a. meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan; b. mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat Desa melalui pendekatan pembangunan partisipatif; Pasal 4 Ruang lingkup pembangunan perdesaan adalah: a. pembangunan Desa; dan b. pembangunan kawasan perdesaan. BAB III PEMBANGUNAN DESA Bagian Kesatu Perencanaan Pembangunan Desa Paragraf Satu Musyawarah Desa
Pasal 5 (1) Perencanaan pembangunan Desa disusun berdasarkan hasil kesepakatan dalam musyawarah Desa. (2) Badan Permusyawaratan Desa menyelenggarakan Musyawarah Desa yang diikuti oleh Badan Permusyawataran Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat Desa. (3) Hasil musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi Rencana Pembangunan Desa yang menjadi dasar bagi penyusunan Rancangan RPJM Desa, Rancangan RKP Desa, dan daftar usulan RKP Desa. (4) Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurangkurangnya diselenggarakan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. (5) Musyawarah Desa paling lambat dilaksanakan bulan Juni tahun anggaran berjalan. Paragraf Dua Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa Pasal 6 (1) Dalam menyusun RPJM Desa dan RKP Desa, Pemerintah Desa wajib menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang) Desa secara partisipatif. (2) Musrenbang Desa sebagaimana dimaksud ayat (1) diselenggarakan setelah Musrenbang Dusun. (3) Musrenbang Dusun diselenggarakan oleh Pemerintah Desa untuk menyerap aspirasi pembangunan Desa di lingkup Dusun. (4) Musrenbang Dusun diikuti oleh Pemerintah Desa, Rukun Tetangga, Rukun Warga, Kepala Dusun, dan unsur masyarakat di tingkat Dusun. (5) Hasil Musrenbang Dusun menjadi materi pembahasan Musrenbang Desa. (6) Peraturan lebih lanjut berkaitan Musyawarah Dusun ditetapkan melalui Peraturan Desa. Pasal 7 (1) Musrenbang Desa menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat Desa, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten. (2) Prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumuskan berdasarkan penilaian terhadap kebutuhan masyarakat Desa yang meliputi: a. peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar; b. pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan berdasarkan kemampuan teknis dan sumber daya lokal yang tersedia; c. pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif;
d. pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk kemajuan ekonomi; dan e. peningkatan kualitas ketertiban dan ketenteraman masyarakat Desa berdasarkan kebutuhan masyarakat Desa. (3) Musrenbang Desa sebagaimana maksud pada ayat (1) dalam rangka penyusunan RPJM Desa paling lambat dilaksanakan 1 (satu) bulan setelah kepala Desa terpilih dilantik. (4) Musrenbang Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rangka penyusunan RKP Desa paling lambat dilaksanakan pada bulan Juli tahun anggaran berjalan. (5) Ketentuan mengenai tata cara dan peserta Musrenbang Desa diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati. Paragraf Tiga Penetapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa Pasal 8 (1) Pemerintah Desa membahas dan menetapkan RPJM Desa dan RKP Desa dalam Musrenbang Desa. (2) RPJM Desa dan RKP Desa merupakan pedoman dalam penyusunan APB Desa. (3) Tata cara penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 10 (1) RPJM Desa dan RKP Desa ditetapkan melalui Peraturan Desa. (2) Peraturan Desa tentang RPJM Desa dan RKP Desa merupakan dokumen perencanaan Desa. (3) RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah kepala Desa terpilih dilantik. (4) RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling lambat bulan September tahun anggaran berjalan. (5) RPJM Desa dan RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Pemerintah Daerah melalui dinas terkait. Pasal 9 (1) RPJM Desa mengacu pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. (2) RPJM Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat visi dan misi Kepala Desa, rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, pemberdayaan masyarakat, dan arah kebijakan pembangunan Desa.
(3) RPJM Desa disusun dengan mempertimbangkan kondisi objektif Desa dan prioritas pembangunan Kabupaten. Pasal 10 (1) RKP Desa merupakan penjabaran dari RPJM Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. (2) RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat rencana penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat Desa. (3) RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit berisi uraian: a. evaluasi pelaksanaan RKP Desa tahun sebelumnya; b. prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola oleh Desa; c. prioritas program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola melalui kerja sama antarDesa dan pihak ketiga; d. rencana program, kegiatan, dan anggaran Desa yang dikelola oleh Desa sebagai kewenangan penugasan dari Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan/atau Pemerintah Daerah Kabupaten; dan e. pelaksana kegiatan Desa yang terdiri atas unsur perangkat Desa dan/atau unsur masyarakat Desa. (4) RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh Pemerintah Desa sesuai dengan informasi dari Pemerintah Daerah berkaitan dengan pagu indikatif Desa dan rencana kegiatan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah. (5) RKP Desa menjadi dasar penetapan APB Desa. Pasal 11 Pemerintah Daerah dalam perencanaan pembangunan Desa memiliki kewajiban sebagai berikut: a. melakukan pendampingan dalam penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa; b. memeriksa kesesuaian antara RPJM Desa dengan RPJM Daerah; c. memeriksa kesesuaian antara RKP Desa dengan RPJM Desa; d. memberi penilaian terhadap RPJM Desa dan RKP Desa sesuai ketentuan teknis berdasar peraturan dan perundangundangan yang berlaku; dan e. memberi koreksi, rekomendasi, dan evaluasi perbaikan terhadap RPJM Desa dan RKP Desa. Pasal 12 (1) Pemerintah Daerah dalam rangka melaksanakan kewajiban sebagaimana pasal 11 menunjuk SKPD terkait dan atau membentuk tim khusus. (2) Tim khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh Peraturan Bupati. Pasal 13
(1) Pemerintah Desa dapat mengusulkan kebutuhan pembangunan Desa kepada Pemerintah Daerah. (2) Dalam hal tertentu, Pemerintah Desa dapat mengusulkan kebutuhan pembangunan Desa kepada Pemerintah dan Pemerintah Daerah Provinsi. (3) Usulan kebutuhan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapatkan persetujuan Bupati. (4) Dalam hal Bupati memberikan persetujuan, usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Bupati kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah Provinsi. (5) Usulan Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dihasilkan dalam Musrenbag Desa. (6) Dalam hal Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah menyetujui usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), usulan tersebut dimuat dalam RKP Desa tahun berikutnya. Pasal 14 (1) RPJM Desa dan/atau RKP Desa dapat diubah dalam hal: a. terjadi peristiwa khusus, seperti bencana alam, krisis politik, krisis ekonomi, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan; atau b. terdapat perubahan mendasar atas kebijakan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan/atau Pemerintah Daerah. (2) Perubahan RPJM Desa dan/atau RKP Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas dan disepakati dalam Musrenbang Desa dan selanjutnya ditetapkan dengan Peraturan Desa. Bagian Kedua Pelaksanaan Pembangunan Desa Pasal 15 (1) Pembangunan Desa dilaksanakan sesuai dengan RKP Desa. (2) Pembangunan lokal berskala Desa dilaksanakan sendiri oleh Desa. (3) Kepala Desa mengkoordinasikan kegiatan pembangunan Desa yang dilaksanakan oleh perangkat Desa dan/atau unsur masyarakat Desa. (4) Pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengutamakan pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya alam yang ada di Desa serta mendayagunakan swadaya dan gotong royong masyarakat. (5) Pelaksana kegiatan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan mempertimbangkan keadilan gender. Pasal 16 (1) Pelaksana kegiatan pembangunan melaporkan hasil pembangunan Desa.
(2) Laporan pembangunan Desa disampaikan oleh pelaksana kepada Kepala Desa dalam forum yang diselenggarakan khusus oleh Pemerintah Desa. (3) Pada forum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Desa mengikutsertakan Badan Permusyawaratan Desa, Perangkat Desa, dan unsur masyarakat Desa. (4) Tata cara penyelenggaraan forum laporan pembangunan desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut melalui Peraturan Desa. Pasal 17 (1) Pemerintah Daerah menyelenggarakan program sektoral dan program daerah yang masuk ke Desa. (2) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diinformasikan kepada Pemerintah Desa untuk diintegrasikan ke dalam pembangunan Desa. (3) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berskala lokal Desa didelegasikan pelaksanaannya kepada Desa melalui penugasan. (4) Program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam Lampiran APB Desa. (5) Pengintegrasian program sektoral dan program Daerah ke dalam pembangunan Desa dimaksudkan untuk menghindari tumpang tindih program dan anggaran. Pasal 18 (1) Pengadaan barang dan/atau jasa di Desa yang pembiayaannya bersumber dari APB Desa tidak termasuk dalam ruang lingkup pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 sebagaimana diubah dalam Peraturan Presiden Nomor 70 tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. (2) Pengadaan barang dan/atau jasa di Desa diatur dengan peraturan Bupati yang mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh LKPP. Pasal 19 (1) Pengadaan barang dan/atau jasa di Desa pada prinsipnya dilaksanakan secara swakelola dengan memaksimalkan penggunaan material/bahan dari wilayah setempat, dilaksanakan secara gotong royong dan melibatkan partisipasi masyarakat setempat. (2) Pengadaan barang dan/atau jasa di Desa yang tidak bisa dilakukan secara swakelola sebagaimana dimaksud ayat (1) baik sebagian maupun keseluruhan, dapat dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa yang dianggap mampu. (3) Pemerintah Daerah dapat membentuk tim asistensi dalam masa transisi pemberlakukan Peraturan Bupati tentang Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Desa. (4) Tim asistensi sebagaimana dimaksud ayat (3) terdiri dari:
a. Unit Layanan Pengadaan; b. Satuan Kerja Perangkat Daerah; dan c. unsur lain terkait di Pemerintah Daerah. (5) Tugas dan fungsi tim asistensi adalah: a. meningkatkan kapasitas SDM; dan b. melakukan pendampingan pengadaan barang dan/atau jasa di Desa. Pasal 20 (1) Pekerjaan swakelola oleh Pemerintah Desa merupakan kegiatan Pengadaan Barang/Jasa dimana pekerjaannya direncanakan, dikerjakan dan/atau diawasi sendiri oleh Pemerintah Desa sebagai penanggung jawab anggaran. (2) Pekerjaan yang dapat dilakukan dengan Swakelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pekerjaan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan dan/atau memanfaatkan kemampuan teknis sumber daya manusia serta sesuai dengan tugas pokok Pemerintah desa; b. pekerjaan yang operasi dan pemeliharaannya memerlukan partisipasi langsung masyarakat setempat; c. pekerjaan yang dilihat dari segi besaran, sifat, lokasi atau pembiayaannya tidak diminati oleh Penyedia Barang/Jasa; d. pekerjaan yang secara rinci/detail tidak dapat dihitung/ ditentukan terlebih dahulu, sehingga apabila dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa akan menimbulkan ketidakpastian dan risiko yang besar; e. penyelenggaraan diklat, kursus, penataran, seminar, lokakarya atau penyuluhan; f. pekerjaan untuk proyek percontohan (pilot project) dan survei yang bersifat khusus untuk pengembangan teknologi/metode kerja yang belum dapat dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa; g. pekerjaan Industri Kreatif, inovatif dan budaya dalam negeri; (3) Prosedur Swakelola meliputi kegiatan perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, penyerahan, pelaporan dan pertanggungjawaban pekerjaan. (4) Pengadaan Pemerintah Desa melalui Swakelola dapat dilakukan oleh: a. Penanggung Jawab Anggaran; b. Instansi Pemerintah lain Pelaksana Swakelola; dan/atau c. Kelompok Masyarakat Pelaksana Swakelola. (5) PA/KPA menetapkan jenis pekerjaan serta pihak yang akan melaksanakan Pengadaan Barang/Jasa secara Swakelola. (6) Pengadaan barang dan/atau jasa di Desa yang bisa dilaksanakan secara swakelola senilai di bawah nilai swakelola kabupaten. (7) Tata cara pelaksanaan pekerjaan Pemerintah Desa melalui swakelola mengikuti peraturan dan perundangundangan yang berlaku. Bagian Ketiga Pemantauan Dan Pengawasan Pembangunan Desa
Pasal 21 (1) Pemerintah Daerah dan Pemerintah Desa melakukan upaya pemberdayaan masyarakat Desa. (2) Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui pengawasan dan pemantauan penyelenggaraan Pemerintahan Desa dan pembangunan Desa yang dilakukan secara partisipatif oleh masyarakat Desa. (3) Masyarakat Desa berhak melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan Pembangunan Desa. (4) Hasil pengawasan dan pemantauan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menjadi dasar pembahasan musyawarah Desa dalam rangka pelaksanaan pembangunan Desa. Pasal 22 (1) Pemantauan pembangunan Desa oleh masyarakat Desa dilakukan pada tahapan perencanaan pembangunan Desa dan tahapan pelaksanaan pembangunan Desa. (2) Pemantauan tahapan perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan cara menilai penyusunan RPJM Desa dan RKP Desa. (3) Pemantauan tahapan pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan cara menilai antara lain: a. pengadaan barang dan/atau jasa; b. pengadaan bahan/material; c. pengadaan tenaga kerja; d. pengelolaan administrasi keuangan; e. pengiriman bahan/material; f. pembayaran upah; dan g. kualitas hasil kegiatan pembangunan Desa. Pasal 23 (1) Bupati melakukan pemantauan dan pengawasan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Desa dengan cara: a. memantau dan mengawasi jadwal perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Desa; b. menerima, mempelajari dan memberikan umpan balik terhadap laporan realisasi pelaksanaan APB Desa; c. mengevaluasi perkembangan dan kemajuan kegiatan pembangunan Desa; dan d. memberikan pembimbingan teknis kepada pemerintah Desa. (2) Dalam hal terjadi keterlambatan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai akibat ketidakmampuan dan/atau kelalaian Pemerintah Desa, Bupati melakukan: a. menerbitkan surat peringatan kepada Kepala Desa;
b. membina dan mendampingi Pemerintah Desa dalam hal mempercepat perencanaan pembangunan Desa untuk memastikan APB Desa ditetapkan 31 Desember tahun berjalan; dan c. membina dan mendampingi Pemerintah Desa dalam hal mempercepat pelaksanaan pembangunan Desa untuk memastikan penyerapan APB Desa sesuai peraturan perundangundangan. Pasal 24 (1) Masyarakat Desa berhak mendapatkan informasi mengenai rencana dan pelaksanaan Pembangunan Desa. (2) Masyarakat Desa berhak melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan Pembangunan Desa. (3) Masyarakat Desa melaporkan hasil pemantauan dan berbagai keluhan terhadap pelaksanaan Pembangunan Desa kepada Pemerintah Desa dan BPD. (4) Pemerintah Desa wajib menginformasikan perencanaan dan pelaksanaan RPJM Desa, RKP Desa, dan APB Desa kepada masyarakat Desa melalui layanan informasi kepada umum dan melaporkannya dalam Musyawarah Desa paling sedikit 1 (satu) tahun sekali. (5) Masyarakat Desa berpartisipasi dalam Musyawarah Desa untuk menanggapi laporan pelaksanaan Pembangunan Desa. BAB IV PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN Pasal 25 (1) Pembangunan Kawasan Perdesaan merupakan perpaduan pembangunan antarDesa dalam 1 (satu) Kabupaten. (2) Pembangunan Kawasan Perdesaan dilaksanakan dalam upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat Desa di Kawasan Perdesaan melalui pendekatan pembangunan partisipatif. (3) Pembangunan Kawasan Perdesaan meliputi: a. penggunaan dan pemanfaatan wilayah Desa dalam rangka penetapan kawasan pembangunan sesuai dengan tata ruang Kabupaten; b. pelayanan yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perdesaan; c. pembangunan infrastruktur, peningkatan ekonomi perdesaan, dan pengembangan teknologi tepat guna; dan d. pemberdayaan masyarakat Desa untuk meningkatkan akses terhadap pelayanan dan kegiatan ekonomi.
(4) Rencana pembangunan Kawasan Perdesaan dibahas bersama oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah, dan Pemerintah Desa. (5) Rencana pembangunan Kawasan Perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Bupati sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah. Pasal 26 (1) Pembangunan Kawasan Perdesaan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah, dan/atau pihak ketiga yang terkait dengan pemanfaatan Aset Desa dan tata ruang Desa wajib melibatkan Pemerintah Desa. (2) Perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, dan pendayagunaan Aset Desa untuk pembangunan Kawasan Perdesaan merujuk pada hasil Musyawarah Desa. Pasal 27 (1) Pembangunan Kawasan Perdesaan dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten melalui satuan kerja perangkat daerah, Pemerintah Desa, dan/atau BUM Desa dengan mengikutsertakan masyarakat Desa. (2) Pembangunan Kawasan Perdesaan yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten, dan pihak ketiga wajib mendayagunakan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia serta mengikutsertakan Pemerintah Desa dan masyarakat Desa. (3) Pembangunan Kawasan Perdesaan yang berskala lokal Desa wajib diserahkan pelaksanaannya kepada Desa dan/atau kerja sama antarDesa. Pasal 28 (1) Pembangunan kawasan perdesaan merupakan perpaduan pembangunan antarDesa yang dilaksanakan dalam upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat Desa melalui pendekatan pembangunan partisipatif. (2) Pembangunan kawasan perdesaan terdiri atas: a. penyusunan rencana tata ruang kawasan perdesaan secara partisipatif; b. pengembangan pusat pertumbuhan antarDesa secara terpadu; c. penguatan kapasitas masyarakat; d. kelembagaan dan kemitraan ekonomi; dan e. pembangunan infrastruktur antarperdesaan. (3) Pembangunan kawasan perdesaan memperhatikan kewenangan berdasarkan hak asal usul dan kewenangan lokal berskala Desa serta pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial melalui pencegahan dampak sosial dan
lingkungan yang merugikan sebagian dan/atau seluruh Desa di kawasan perdesaan. Pasal 29 (1) Pembangunan kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilaksanakan di lokasi yang telah ditetapkan oleh Bupati. (2) Penetapan lokasi pembangunan kawasan perdesaan dilaksanakan dengan mekanisme: a. Pemerintah Desa melakukan inventarisasi dan identifikasi mengenai wilayah, potensi ekonomi, mobilitas penduduk, serta sarana dan prasarana Desa sebagai usulan penetapan Desa sebagai lokasi pembangunan kawasan perdesaan; b. usulan penetapan Desa sebagai lokasi pembangunan kawasan perdesaan disampaikan oleh kepala Desa kepada Bupati; c. Bupati melakukan kajian atas usulan untuk disesuaikan dengan rencana dan program pembangunan Daerah; dan d. berdasarkan hasil kajian atas usulan, Bupati menetapkan lokasi pembangunan kawasan perdesaan dengan Keputusan Bupati. (3) Bupati dapat mengusulkan program pembangunan kawasan perdesaan di lokasi yang telah ditetapkannya kepada Gubernur dan kepada Pemerintah melalui Gubernur. (4) Program pembangunan kawasan perdesaan yang berasal dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah Provinsi dibahas bersama Pemerintah Daerah untuk ditetapkan sebagai program pembangunan kawasan perdesaan. (5) Program pembangunan kawasan perdesaan yang berasal dari Pemerintah ditetapkan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional. (6) Program pembangunan kawasan perdesaan yang berasal dari Pemerintah Daerah Provinsi ditetapkan oleh Gubernur. (7) Program pembangunan kawasan perdesaan yang berasal dari Pemerintah Daerah ditetapkan oleh Bupati. (8) Bupati melakukan sosialisasi program pembangunan kawasan perdesaan kepada Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, dan masyarakat. (9) Pembangunan kawasan perdesaan yang berskala lokal Desa ditugaskan pelaksanaannya kepada Desa. Pasal 30 (1) Perencanaan, pemanfaatan, dan pendayagunaan aset Desa dan tata ruang dalam pembangunan kawasan perdesaan dilakukan berdasarkan hasil Musyawarah Desa yang selanjutnya ditetapkan dengan Peraturan Desa. (2) Pembangunan kawasan perdesaan yang memanfaatkan aset Desa dan tata ruang Desa wajib melibatkan Pemerintah Desa. (3) Pelibatan Pemerintah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam hal:
a. memberikan informasi mengenai rencana program dan kegiatan pembangunan kawasan perdesaan; b. memfasilitasi Musyawarah Desa untuk membahas dan menyepakati pendayagunaan aset Desa dan tata ruang Desa; dan c. mengembangkan mekanisme penanganan perselisihan sosial. BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 31 Halhal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang teknis pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 32 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam lembaran Daerah Kabupaten Cilacap. Ditetapkan di: CILACAP Pada Tanggal: Bupati Cilacap Ttd H. Tatto Suwarto Pamuji LEMBARAN DAERAH TAHUN …… NOMOR ……
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR ……. TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN PERDESAAN Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Ayat (2) Yang dimaksud dengan “kewenangan pembangunan lokal berskala Desa” meliputi : a. kewenangan yang mengutamakan kegiatan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat; b. kewenangan yang mempunyai lingkup pengaturan dan kegiatan hanya di dalam wilayah dan masyarakat Desa yang mempunyai dampak internal Desa; c. kewenangan yang berkaitan dengan kebutuhan dan kepentingan seharihari masyarakat Desa; d. kegiatan yang telah dijalankan oleh Desa atas dasar prakarsa Desa;
e. program kegiatan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dan pihak ketiga yang telah diserahkan dan dikelola oleh Desa; dan f. kewenangan lokal berskala Desa yang telah diatur dalam peraturan perundangundangan tentang pembagian kewenangan pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Pihak ketiga sebagaimana dimaksud dalam huruf e meliputi: a. individu; b. organisasi kemasyarakatan; c. perguruan tinggi; d. lembaga swadaya masyarakat; e. lembaga donor; dan f. perusahaan. Kewenangan lokal berskala Desa meliputi: a. bidang pemerintahan Desa, b. pembangunan Desa; c. kemasyarakatan Desa; dan d. pemberdayaan masyarakat Desa. Kewenangan lokal berskala Desa di bidang pemerintahan Desa sebagaimana dimaksud huruf a antara lain meliputi: a. penetapan dan penegasan batas Desa; b. pengembangan sistem administrasi dan informasi Desa; c. pengembangan tata ruang dan peta sosial Desa; d. pendataan dan pengklasifikasian tenaga kerja Desa; e. pendataan penduduk yang bekerja pada sektor pertanian dan sektor non pertanian; f. pendataan penduduk menurut jumlah penduduk usia kerja, angkatan kerja, pencari kerja, dan tingkat partisipasi angkatan kerja; g. pendataan penduduk berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan jenis pekerjaan dan status pekerjaan; h. pendataan penduduk yang bekerja di luar negeri; i. penetapan organisasi Pemerintah Desa; j. pembentukan Badan Permusyaratan Desa; k. penetapan perangkat Desa; l. penetapan BUM Desa; m. penetapan APB Desa; n. penetapan peraturan Desa; o. penetapan kerja sama antarDesa; p. pemberian izin penggunaan gedung pertemuan atau balai Desa; q. pendataan potensi Desa; r. pemberian izin hak pengelolaan atas tanah Desa;
s. penetapan Desa dalam keadaan darurat seperti kejadian bencana, konflik, rawan pangan, wabah penyakit, gangguan keamanan, dan kejadian luar biasa lainnya dalam skala Desa; t. pengelolaan arsip Desa; dan u. penetapan pos keamanan dan pos kesiapsiagaan lainnya sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sosial masyarakat Desa. Kewenangan lokal berskala Desa di bidang pembangunan meliputi: a. pelayanan dasar Desa; b. sarana dan prasarana Desa; c. pengembangan ekonomi lokal Desa; dan d. pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan Desa. Kewenangan lokal berskala Desa di bidang pelayanan dasar meliputi: a. pengembangan pos kesehatan Desa dan Polindes; b. pengembangan tenaga kesehatan Desa; c. pengelolaan dan pembinaan Posyandu melalui: 1) layanan gizi untuk balita; 2) pemeriksaan ibu hamil; 3) pemberian makanan tambahan; 4) penyuluhan kesehatan; 5) gerakan hidup bersih dan sehat; 6) penimbangan bayi; dan 7) gerakan sehat untuk lanjut usia. d. pembinaan dan pengawasan upaya kesehatan tradisional; e. pemantauan dan pencegahan penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif di Desa; f. pembinaan dan pengelolaan pendidikan anak usia dini; g. pengadaan dan pengelolaan sanggar belajar, sanggar seni budaya, dan perpustakaan Desa; dan h. fasilitasi dan motivasi terhadap kelompokkelompok belajar di Desa. Kewenangan lokal berskala Desa di bidang sarana dan prasarana Desa meliputi: a. pembangunan dan pemeliharaan kantor dan balai Desa; b. pembangunan dan pemeliharaan jalan Desa; c. pembangunan dan pemeliharaan jalan usaha tani; d. pembangunan dan pemeliharaan embung Desa; e. pembangunan energi baru dan terbarukan; f. pembangunan dan pemeliharaan rumah ibadah; g. pengelolaan pemakaman Desa dan petilasan; h. pembangunan dan pemeliharaan sanitasi lingkungan; i. pembangunan dan pengelolaan air bersih berskala Desa; j. pembangunan dan pemeliharaan irigasi tersier; k. pembangunan dan pemeliharaan lapangan Desa; l. pembangunan dan pemeliharaan taman Desa;
m. pembangunan dan pemeliharaan serta pengelolaan saluran untuk budidaya perikanan; dan n. pengembangan sarana dan prasarana produksi di Desa. Kewenangan lokal berskala Desa bidang pengembangan ekonomi lokal Desa meliputi: a. pembangunan dan pengelolaan pasar Desa dan kios Desa; b. pembangunan dan pengelolaan tempat pelelangan ikan milik Desa; c. pengembangan usaha mikro berbasis Desa; d. pendayagunaan keuangan mikro berbasis Desa; e. pembangunan dan pengelolaan keramba jaring apung dan bagan ikan; f. pembangunan dan pengelolaan lumbung pangan dan penetapan cadangan pangan Desa; g. penetapan komoditas unggulan pertanian dan perikanan Desa; h. pengaturan pelaksanaan penanggulangan hama dan penyakit pertanian dan perikanan secara terpadu; i. penetapan jenis pupuk dan pakan organik untuk pertanian dan perikanan; j. pengembangan benih lokal; k. pengembangan ternak secara kolektif; l. pembangunan dan pengelolaan energi mandiri; m. pendirian dan pengelolaan BUM Desa; n. pembangunan dan pengelolaan tambatan perahu; o. pengelolaan padang gembala; p. pengembangan wisata Desa di luar rencana induk pengembangan pariwisata kabupaten/kota; q. pengelolaan balai benih ikan; r. pengembangan teknologi tepat guna pengolahan hasil pertanian dan perikanan; dan s. pengembangan sistem usaha produksi pertanian yang bertumpu pada sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal. Kewenangan lokal berskala Desa di bidang kemasyarakatan Desa meliputi: membina keamanan, ketertiban dan ketenteraman wilayah dan masyarakat Desa; a. membina kerukunan warga masyarakat Desa; b. memelihara perdamaian, menangani konflik dan melakukan mediasi di Desa; dan c. melestarikan dan mengembangkan gotong royong masyarakat Desa. Kewenangan lokal berskala Desa bidang pemberdayaan masyarakat antara lain: a. pengembangan seni budaya lokal; b. pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi lembaga kemasyarakatan dan lembaga adat; c. fasilitasi kelompokkelompok masyarakat melalui: 1) kelompok tani;
d. e. f. g. h. i. j. k. l.
2) kelompok nelayan; 3) kelompok seni budaya; dan 4) kelompok masyarakat lain di Desa. pemberian santunan sosial kepada keluarga fakir miskin; fasilitasi terhadap kelompokkelompok rentan, kelompok masyarakat miskin, perempuan, masyarakat adat, dan difabel; pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi paralegal untuk memberikan bantuan hukum kepada warga masyarakat Desa; analisis kemiskinan secara partisipatif di Desa; penyelenggaraan promosi kesehatan dan gerakan hidup bersih dan sehat; pengorganisasian melalui pembentukan dan fasilitasi kader pembangunan dan pemberdayaan masyarakat; peningkatan kapasitas melalui pelatihan usaha ekonomi Desa; pendayagunaan teknologi tepat guna; dan peningkatan kapasitas masyarakat melalui: 1) kader pemberdayaan masyarakat Desa; 2) kelompok usaha ekonomi produktif; 3) kelompok perempuan; 4) kelompok tani; 5) kelompok masyarakat miskin; 6) kelompok nelayan; 7) kelompok pengrajin; 8) kelompok pemerhati dan perlindungan anak; 9) kelompok pemuda; dan 10)kelompok lain sesuai kondisi Desa.
Pasal 16 Pasal 17 Ayat (2) Pemerintah kabupaten memberitahukan kepada kepala desa mengenai lingkup urusan pemerintahan yang akan ditugaskan pada tahun anggaran berikutnya segera setelah ditetapkannya PPAS. Ayat (3) Penugasan dari Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah kepada Desa meliputi penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. Pasal 18 Pasal 19 Ayat (2) Penyedia Barang/Jasa yang dianggap mampu dalam pelaksanaan pengadaan Barang/Jasa harus memenuhi persyaratan memiliki tempat/lokasi usaha dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Selain itu, Penyedia Barang/Jasa untuk pekerjaan konstruksi, mampu menyediakan
tenaga ahli dan/atau peralatan yang diperlukan dalam pelaksanaan pekerjaan. Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Pasal 29 Pasal 30