PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELU NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BELU TAHUN 2011 - 2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELU, Menimbang
:
a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Belu dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, dan berkelanjutan dalam kurun waktu 20 (dua puluh) tahun diperlukan adanya penataan ruang wilayah kabupaten; b. bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, maka perlu disusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Belu; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Belu Tahun 2011-2031.
Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 64 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649); 2. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1655); 3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 23, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 3469); 4. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 5. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 4169); 6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 7. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073); 8. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 9. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 10. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 177, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4925); 11. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049); 12. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21 Tambahan Lembaran Negara
2
Republik Indonesia Nomor 5103); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Di Wilayah Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5107); 18. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5110); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 511); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 59 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5125); 21. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 Tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160); 22. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Daerah; 23. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 17 Tahun 2009 tentang Pedoman Penentuan Daya Dukung Lingkungan Hidup dalam Penataan Ruang Wilayah; 24. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah; 25. Peraturan Daerah Kabupaten Belu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Daerah (Lembaran Daerah Kabupaten Belu Tahun 2008 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Belu Nomor 17); 26. Peraturan Daerah Kabupaten Belu Nomor 3 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kabupaten Belu Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Daerah Kabupaten Belu Tahun 2009 Nomor 03, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Belu Nomor 27); 27. Peraturan Daerah Kabupaten Belu Nomor 15 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Belu Tahun 2009–2014 (Lembaran Daerah Kabupaten Belu Tahun 2009 Nomor 15, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Belu Tahun 2009 Nomor 19);
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BELU dan BUPATI BELU MEMUTUSKAN : Menetapkan :
PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BELU TAHUN 2011-2031. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal I 3
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Belu. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Belu. 3. Bupati adalah Bupati Belu. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selanjutnya disingkat DPRD adalah DPRD Kabupaten Belu. 5. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. 6. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. 7. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistim jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkhis memiliki hubungan fungsional. 8. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. 9. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. 10. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Belu yang selanjutnya disingkat RTRW adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah daerah yang menjadi pedoman bagi penataan wilayah yang merupakan dasar dalam penyusunan program pembangunan. 11. Wilayah Daerah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. 12. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2. 13. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. 14. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya. 15. Pusat Kegiatan Strategis Nasional selanjutnya disebut PKSN adalah kawasan perkotaan yang di tetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara. 16. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. 17. Pusat Kegiatan Wilayah Promosi yang selanjutnya disebut PKWp adalah kawasan perkotaan yang akan dipromosikan untuk menjadi PKW dengan fungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. 18. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan. 19. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLp adalah kawasan perkotaan yang akan dipromosikan untuk menjadi PKL dengan fungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan. 20. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa. 21. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan sekala antar desa. 22. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. 23. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untukdibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan. 24. Kawasan agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas satu atau lebih pusat kegiatan pada wilayah perdesaan sebagai sistem produksi pertanian dan pengolahan sumber daya alam tertentu yang ditunjukan oleh adanya keterkaitan fungsional dan hierarki keruangan satuan sistem permukiman dan sistem agrobisnis.
4
25. Kawasan Minapolitan adalah suatu kawasan yang sebagian besar masyarakatnya memperoleh pendapatan dari kegiatan minabisnis atau kegiatan perikanan. 26. Kawasan strategis Nasional atau disingkat KSN adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya dan atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia. 27. Kawasan strategis provinsi atau disingkat KSP adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya dan atau lingkungan. 28. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya dan atau lingkungan. 29. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. 30. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. 31. Kawasan pesisir adalah kawasan yang merupakan peralihan antara darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. 32. Masyarakat adalah orang peseorangan, kelompok orang, termasuk masyarakat hukum adat, korporasi, dan/atau pemangku kepentingan non pemerintah lain dalam penyelenggaraan penataan ruang. 33. Peran Masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 34. Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional yang selanjutnya disebut BKPRN adalah badan yang dibentuk dengan Keputusan Presiden yang bertugas untuk mengkoordinasikan penataan ruang Nasional. 35. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Propinsi Nusa Tenggara Timur yang selanjutnya disebut BKPRD Provinsi adalah Badan yang dibentuk dengan Keputusan Gubernur yang bertugas untuk mengkoordinasikan penataan ruang wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur. 36. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang di Kabupaten Belu dan mempunyai fungsi membantu pelaksanaan tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah. 37. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan. 38. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. 39. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu kesatuan lainnya tidak dapat dipisahkan. 40. Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah. 41. Hutan Rakyat adalah hutan yang tumbuh, ditanam dan dikelola di atas tanah yang dibebani hak milik atau pun hak lainnya dan arealnya berada diluar kawasan hutan negara. Hutan Rakyat dapat dimiliki oleh orang baik sendiri maupun bersama orang lain atau badan hukum. 42. Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. 43. Hutan Lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah. 44. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. 45. Kawasan hutan suaka adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. 46. Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
5
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. 47. Izin pemanfaatan ruang adalah ijin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfataan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan. 48. Orang adalah orang perseorangan dan/atau korporasi. 49. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang penataan ruang. 50. Kawasan peruntukan pertambangan (KPP) adalah wilayah yang memiliki potensi sumber daya bahan tambang yang berwujud padat, cair, atau gas berdasarkan peta/data geologi dan merupakan tempat dilakukannya sebagian atau seluruh tahapan kegiatan pertambangan yang meliputi penelitian, penyelidikan umum, eksplorasi, operasi produksi/eksploitasi dan pasca tambang, baik diwilayah daratan maupun perairan, serta tidak dibatasi oleh penggunaan lahan, baik kawasan budidaya maupun lindung. 51. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. 52. Sistem jaringan jalan adalah satu kesatuan ruas jalan yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis. BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH Bagian kesatu Tujuan Penataan Ruang Wilayah Pasal 2 Penataan Ruang Daerah bertujuan untuk mewujudkan ruang daerah yang produktif dan berwawasan lingkungan sebagai pusat distribusi barang dan jasa pada kawasan perbatasan negara yang berbasis pertanian.
Bagian kedua Kebijakan Penataan Ruang Wilayah Pasal 3 (1) Untuk menjadikan tujuan penataan ruang wilayah kabupaten tercapai perlu disusun kebijakan penataan ruang kabupaten. (2) Kebijakan penataan ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas : a. pengembangan pusat-pusat pelayanan secara berhirarki dan bersinergis antara pusat pengembangan utama di ibukota kabupaten dan perkotaan lainnya serta pengembangan sistem permukiman perdesaan berbasis agropolitan; b. pendistribusian persebaran penduduk sesuai dengan kebijakan pusat-pusat pelayanan; c. pengembangan kelengkapan prasarana wilayah meliputi: transportasi, energi, telekomunikasi dalam mendukung pengembangan distribusi barang dan jasa secara terpadu dan efisien; d. pemantapan fungsi kawasan lindung dengan meminimalkan alih fungsi kawasan; e. pengembangan kawasan budidaya melalui optimasi fungsi kawasan pada kawasan pertanian, perkebunan, kehutanan, pariwisata, industri, pertambangan dalam mendorong ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat serta melalui pelestarian sumber daya pesisir dan mendorong perkembangan fungsi budidaya pesisir untuk perikanan, permukiman, pariwisata, dan prasarana perhubungan untuk memperlancar pendistribusian barang dan jasa; f. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan, meliputi:
6
1)
g.
h. i.
j. k. l. m. n. o.
mendukung penetapan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus pertahanan dan keamanan di perbatasan negara RI-RDTL; 2) mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif didalam dan disekitar kawasan strategis nasional untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan; 3) mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tidak terbangun disekitar kawasan strategis nasional sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan strategis nasional dengan kawasan budidaya terbangun;dan 4) turut serta menjaga dan memelihara aset-aset pertahanan/TNI. pengembangan sistem agropolitan berbasis pertanian dan perkebunan diarahkan di 2 (dua) kawasan, meliputi : 1) Kawasan Agropolitan Malaka yang terdiri dari Kecamatan Malaka Tengah, Kecamatan Malaka Barat, Kecamatan Weliman, Kecamatan Wewiku, Kecamatan Kobalima dan Kecamatan Rinhat; dan 2) Kawasan Agropolitan Haekesak yang terdiri dari Kecamatan Raihat, Kecamatan Tasifeto Timur, Kecamatan Lasiolat, Kecatan Lamaknen, Kecamatan Lamaknen Selatan, Kecamatan Tasifeto Barat dan Kecamatan Raimanuk; pengembangan kawasan pertambangan yang berbasis pada teknologi yang ramah lingkungan; pengembangan kawasan minapolitan dengan meningkatkan produksi dan nilai tambah produk perikanan baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya melalui sentra pengolahan hasil perikanan yang diarahkan di 2 (dua) kawasan, meliputi ; 1) kawasan minapolitan perikanan budidaya yang terdiri dari Kecamatan Wewiku, Kecamatan Malaka Tengah, Kecamatan Kobalima dan Kecamatan Kakuluk Mesak; dan 2) kawasan minapolitan perikanan tangkap yang terdiri dari Kecamatan Kakuluk Mesak dan Kecamatan Tasifeto Timur. pengembangan kawasan wisata bahari terpadu; pengembangan kawasan usaha peternakan dengan meningkatkan produk dan nilai tambah peternakan; pengembangan kawasan industri dan perdagangan Antar Negara RI – RDTL; pengembangan kawasan untuk kepentingan sosial budaya; pengembangan kawasan pendayagunaan sumber daya alam dan/ atau teknologi tinggi; dan pengembangan kawasan penyelamatan lingkungan hidup di kabupaten.
Bagian Ketiga Strategi Penataan Ruang Wilayah Pasal 4 (1) Untuk melaksanakan kebijakan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ditetapkan strategi penataan ruang wilayah. (2) Strategi pengembangan pusat-pusat pelayanan secara berhirarki dan bersinergis antara pusat pengembangan utama di ibukota kabupaten dan perkotaan lainnya serta pengembangan sistem permukiman perdesaan berbasis agropolitan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a, meliputi : a. meningkatkan fungsi kawasan perkotaan dan perdesaan secara berhirarki sebagai pusat perkotaan dan pusat pengembangan agropolitan; dan b. meningkatkan interaksi desa-kota dalam meningkatkan efisiensi pengembangan agropolitan. (3) Strategi pendistribusian persebaran penduduk sesuai dengan kebijakan pusat-pusat pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b, meliputi: a. mendistribusikan persebaran penduduk dengan pengembangan sarana – prasarana dan pada kawasan pusat pertumbuhan baru; dan b. memeratakan persebaran penduduk dengan perbaikan sarana-prasarana dan infrastruktur di kawasan perdesaan atau kawasan kurang berkembang guna mengurangi urbanisasi.
7
(4) Strategi pengembangan kelengkapan prasarana wilayah meliputi: transportasi, energi, telekomunikasi dalam mendukung pengembangan distribusi barang dan jasa secara terpadu dan efisien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c, meliputi : a. mengembangkan sistem transportasi secara intermoda sampai ke pusat produksi pertanian dan pelayanan pariwisata; dan b. meningkatkan jumlah, mutu dan jangkauan pelayanan komunikasi serta kemudahan mendapatkannya yang diprioritaskan untuk mendukung pengembangan pertanian, pariwisata dan industri. (5) Strategi pemantapan fungsi kawasan lindung dengan meminimalkan alih fungsi kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf d, meliputi: a. memantapkan fungsi kawasan hutan lindung melalui peningkatan kelestarian hutan untuk keseimbangan tata air dan lingkungan hidup; b. meningkatkan kualitas kawasan yang memberi perlindungan di bawahnya berupa kawasan resapan air untuk perlindungan fungsi lingkungan; c. memantapkan kawasan perlindungan setempat melalui upaya konservasi alam, rehabilitasi ekosistem yang rusak, pengendalian pencemaran dan perusakan lingkungan hidup serta penetapan kawasan lindung spiritual; d. memantapkan fungsi dan nilai manfaatnya pada kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya; e. menangani kawasan rawan bencana alam melalui pengendalian dan pengawasan kegiatan perusakan lingkungan terutama pada kawasan yang berpotensi menimbulkan bencana alam (longsor dan banjir), serta pengendalian untuk kegiatan manusia secara langsung; dan f. memantapkan kawasan lindung lainnya sebagai penunjang usaha pelestarian alam. (6) Strategi pengembangan kawasan budidaya melalui optimasi fungsi kawasan pada kawasan pertanian, kehutanan, pariwisata, industri, pertambangan dalam mendorong ekonomi dan kesejahteraan masyarakat; serta melalui pelestarian sumber daya pesisir dan mendorong perkembangan fungsi budidaya pesisir untuk perikanan, permukiman, pariwisata, dan prasarana perhubungan untuk memperlancar pendistribusian barang dan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf e, meliputi: a. mengembangkan kawasan hutan produksi untuk meningkatkan produktivitas lahan dengan memperhatikan keseimbangan lingkungan; b. menetapkan dan mengembangkan kawasan hutan rakyat dalam mendukung penyediaan hutan oleh rakyat; c. mengamankan lahan pertanian berkelanjutan dan menjaga suplai pangan dalam sistem agropolitan; d. mengembangkan komoditas-komoditas unggul perkebunan di setiap wilayah; e. meningkatkan produk dan nilai tambah perikanan baik ikan tangkap dan budidaya melalui sentra pengolah hasil ikan dalam wadah Minapolitan; f. mengembangkan kawasan pertambangan yang berbasis pada teknologi yang ramah lingkungan; g. menata dan mengendalikan kawasan dan lokasi Industri yang ramah lingkungan; h. meningkatkan pengembangan pariwisata berbasis ekowisata dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan, pelestarian budaya leluhur dan melibatkan peran serta masyarakat; i. meningkatkan kawasan permukiman perkotaan secara sinergis dengan permukiman perdesaan; dan j. mengembangkan zona kawasan pesisir dan laut yang potensial di Kabupaten. (7) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf f, meliputi: a. menetapkan kawasan perbatasan RI–RDTL dengan fungsi khusus pertahanan dan keamanan; b. mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan strategis nasional untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan; c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tak terbangun di sekitar kawasan perbatasan sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan strategis nasional dengan kawasan budidaya terbangun; dan d. turut serta memelihara dan menjaga aset – aset pertahanan/TNI. (8) Strategi pengembangan sistem agropolitan berbasis pertanian dan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf g, meliputi:
8
a. memantapkan sentra-sentra produksi pertanian unggulan sebagai penunjang agropolitan; b. meningkatkan produksi, pengolahan dan pemasaran produk pertanian unggulan sebagai satu kesatuan sistem; c. mengembangkan infrastruktur penunjang agropolitan; d. mengembangkan kelembagaan penunjang agropolitan; e. mengembangkan industri berbasis agro pada sentra-sentra produksi; dan f. mengembangkan keterkaitan antara industri berbasis agro dengan pasar regional dan nasional. (9) Strategi pengembangan kawasan pertambangan yang berbasis pada teknologi yang ramah lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf h, meliputi: a. menetapkan lokasi potensi komoditas pertambangan dan penggalian yang tersebar di wilayah Kabupaten meliputi emas, marmer, magnesium, asbes, nikel, gipsum, tembaga (copper), rembesan minyak dan mangan; b. menetapkan lokasi potensi mineral yang bisa dikategorikan sebagai komoditas pertambangan yang tersebar di Wilayah Kabupaten meliputi batugamping, batulempung, garam dapur, batu setengah permata, pyrite (FES), agate (S1O2), gabro dan diorit; c. mengelola kawasan bekas penambangan diantaranya melalui rehabilitasi/ reklamasi lahan bekas penambangan; d. meminimalisasi penggunaan bahan bakar kayu untuk pembakaran pada pengolahan hasil pertambangan; e. menghindari dan meminimalisir kemungkinan timbulnya dampak negatif dari kegiatan sebelum, saat dan setelah kegiatan penambangan, sekaligus disertai pengendalian yang ketat; dan f. memanfaatkan lahan bekas tambang yang merupakan lahan marginal untuk pengembangan komoditas lahan dan memiliki nilai ekonomis. (10) Strategi pengembangan kawasan minapolitan dengan meningkatkan produk dan nilai tambah perikanan baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya melalui sentra pengolah hasil perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf i, meliputi: a. meningkatkan daya saing produk perikanan; b. mengupayakan perlindungan nelayan serta peningkatan penyadaran untuk tetap menjaga kelestarian sumberdaya ikan; c. mengembangkan, meningkatkan dan mengoptimalkan kegiatan budidaya perikanan di wilayah pesisir, berdasarkan potensi yang tersebar di wilayah utara dan selayan; dan d. meningkatkan bantuan permodalan usaha kepada kegiatan usaha masyarakat pertambakan. (11) Strategi pengembangan kawasan wisata bahari terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf j, yaitu: mengembangkan kawasan wisata bahari pantai utara meliputi pantai di Kecamatan Kakuluk Mesak dan Kecamatan Tasifeto Timur serta Kawasan wisata bahari pantai selatan meliputi pantai di Kecamatan Wewiku, Kecamatan Malaka Barat dan Kecamatan Kobalima. (12) Strategi pengembangan kawasan usaha peternakan dengan meningkatkan produk dan nilai tambah peternakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf k, meliputi: a. mengembangkan, meningkatkan dan mengoptimalkan kegiatan peternakan yang dilakukan dengan cara peningkatan jumlah ternak, penggemukan ternak, pembibitan ternak, penyediaan pakan ternak, dan pengembangan industri pengolahan hasil ternak, berdasarkan potensi yang tersebar di Kawasan Usaha Peternakan Kapitanmeo berada di Kecamatan Laenmanen, Kawasan Usaha Peternakan Solis Laloran/Bakustulama berada di Kecamatan Tasifeto Barat, Kawasan Manumutin Silole berada di Kec Sasitamean dan Kec Io Kufeu , Kawasan Wekakoli berada di Kecamatan Malaka Tengah dan Rinhat, Kawasan Laloren berada di Kecamatan Kobalima, Malaka Timur dan Raimanuk , dan Kawasan Sadi berada di Kecamatan Tasifeto Timur; dan b. meningkatkan bantuan permodalan usaha kepada kegiatan usaha masyarakat peternak. (13) Strategi pengembangan kawasan industri dan perdagangan Antar Negara RI – RDTL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf l, meliputi :
9
a. menetapkan kawasan pengembangan I yang terdiri atas Kecamatan Raihat, Kecamatan Lasiolat, Kecamatan Lamaknen dan Kecamatan Lamaknen Selatan dengan pusat pengembangan di Haekesak/Kecamatan Raihat, kawasan pengembangan II yang terdiri atas Kecamatan Tasifeto Timur dan Kecamatan Kakuluk Mesak dengan pusat pengembangan khusus perdagangan di Lakafehan dan pusat industri di Desa Kenebibi/Kecamatan Kakuluk Mesak, kawasan pengembangan III yang terdiri atas Kecamatan Tasifeto Barat dan Kecamatan Nanaet Dubesi dengan pusat pengembangan di Kinbana/Kecamatan Tasifeto Barat, kawasan pengembangan IV yang terdiri atas Kecamatan Kobalima dan Kecamatan Kobalima Timur dengan pusat pengembangan di Rainawe/Kecamatan Kobalima sebagai kawasan strategis industri dan perdagangan Antar Negara RI – RDTL; dan b. menetapkan PKSN Perkotaan Atambua dan PKLp Perkotaan Betun sebagai pusat distribusi barang dan jasa Antar Negara RI – RDTL. (14) Strategi pengembangan kawasan untuk kepentingan sosial budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf m, meliputi : a. mengembangankan kawasan yang memiliki rumah adat, perkampungan adat dan peninggalan jaman penjajahan berupa benteng. Adapun tempat-tempat tersebut antara lain yaitu: 1. Rumah Adat Matabesi di Kecamatan Atambua Barat; 2. Rumah Adat Loe Gatal di Kecamatan Lamaknen; 3. Rumah Adat Nualain di Kecamatan Lamaknen Selatan; 4. Rumah Adat Loro Dirma di Kecamatan Malaka Timur; 5. Rumah adat Wesey Wehali di Kecamatan Malaka Barat; 6. Ksadan Takirin di Kecamatan Tasifeto Timur; 7. Perkampungan Adat Kamanasa di Kecamatan Malaka Tengah; 8. Perkampungan Adat Bolan di Kecamatan Malaka Tengah; 9. Perkampungan Adat Haitimuk di Kecamatan Weliman; 10. Perkampungan Adat Fatuketi di Kecamatan Kota Atambua; dan 11. Benteng Makes di Kecamatan Lamaknen. b. melakukan pengamanan terhadap kawasan atau melindungi tempat serta ruang di sekitar bangunan bernilai sejarah, situs purbakala dan kawasan dengan geomorfologi tertentu dengan membuat ketentuan-ketentuan yang perlu perhatian. Rencana pengembangan kawasan sosio-budaya sekitar rumah adat dan benteng yaitu berupa zonasi kawasan pengembangan di sekitar rumah adat dan benteng. Pembagian zonasi kawasan bertujuan untuk menjaga nilai historis dan menjaga kelestarian dan kealamian dari benda-benda bersejarah yang ada di dalamnya. (15) Strategi pengembangan kawasan pendayagunaan sumber daya alam dan/ atau teknologi tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf n, meliputi : a. mendukung Kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Au Fuik Desa Dualaus, Kecamatan Kakuluk Mesak dengan luas 30,9 Ha; dan b. mendukung pemenuhan kebutuhan energi listrik yang terus berkembang, khususnya di Nusa Tenggara Timur serta dalam rangka meningkatkan keandalan di bidang ketenagalistrikan Jawa Bali dan Nusa Tenggara. Kawasan strategis ini merupakan kawasan strategis kabupaten yang kewenangannya berada di bawah Pemerintah Kabupaten. (16) Strategi pengembangan kawasan penyelamatan lingkungan hidup di kabupaten adalah hutan lindung, cagar alam dan suaka margasatwa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf o, meliputi : a. memelihara Kawasan hutan lindung yang terletak menyebar hampir di seluruh wilayah kecamatan dalam wilayah administratif Kabupaten terutama di sepanjang daerah perbatasan dengan Timor Leste yaitu yang termasuk dalam Daerah Lini I (pertama) selebar 1 Km, kecuali Kecamatan Rinhat, Kecamatan Sasitamean, Kecamatan Laenmanen, Kecamatan Malaka Tengah, Kecamatan Weliman, Kecamatan Malaka Barat, Kecamatan Wewiku, dan Kecamatan Raihat dimana luasan untuk kawasan lindung tersebut adalah 50.153,78 Ha; b. memelihara Kawasan cagar alam yang terletak di pantai selatan Kabupaten Belu yang terletak dalam wilayah Kecamatan Malaka Tengah, Kecamatan Malaka Barat, Kecamatan Kobalima dan Kecamatan Wewiku dengan luas 3.246 Ha; c. memelihara Kawasan suaka margasatwa terletak di wilayah Kecamatan Malaka Tengah dan dalam wilayah Kecamatan Sasitamean dengan luas 4.669,32 Ha;
10
d. mendukung kebijakan penghentian sementara pengusahaan kayu yang berpotensi merusak lingkungan (moratorium logging) dalam kawasan hutan serta mendorong berlangsungnya investasi bidang kehutanan yang diawali dengan kegiatan penanaman/rehabilitasi hutan; e. mengembangkan produksi hasil hutan kayu dari hasil kegiatan budidaya tanaman hutan dalam kawasan hutan produksi; f. mengembangkan produksi hasil hutan kayu yang berasal dari hutan alam, dari kegiatan penggunaan dan pemanfaatan kawasan hutan dengan izin yang sah; g. mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh) dari luas kawasan perkotaan; h. menyediakan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit antara 15-25 % dalam setiap rencana pengembangan kawasan baru untuk permukiman/ industry; i. mengelola pemanfaatan sumber daya alam agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung kawasan; j. mengelola dampak negatif kegiatan budidaya agar tidak menurunkan kualitas lingkungan hidup dan efisiensi kawasan; k. membatasi perkembangan kawasan terbangun pada kawasan perkotaan dengan mengoptimalkan pemanfaaatan ruang secara vertikal dan tidak sporadis untuk mengefektifkan tingkat pelayanan infrastruktur dan sarana kawasan perkotaan serta mempertahankan fungsi kawasan perdesaan; l. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana untuk menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan; dan m. mengelola sumber daya alam tak terbarukan untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumber daya alam yang terbarukan untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya. BAB III RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH Bagian Kesatu Umum Pasal 5 (1) Rencana struktur ruang wilayah meliputi : a. pusat-pusat kegiatan; b. sistem jaringan prasarana utama; dan c. sistem jaringan prasarana lainnya. (2) Rencana struktur ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Kedua Pusat-Pusat Kegiatan Pasal 6 Pusat-pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a terdiri atas: a. PKWp yaitu Perkotaan Atambua yang meliputi : 1. Kecamatan Kota Atambua; 2. Kecamatan Atambua Barat; dan 3. Kecamatan Atambua Selatan. b. PKSN yaitu Perkotaan Atambua yang meliputi : 1. Kecamatan Kota Atambua; 2. Kecamatan Atambua Barat; dan 3. Kecamatan Atambua Selatan. c. PKLp yaitu Perkotaan Betun ibu kota Kecamatan Malaka Tengah; d. PPK meliputi Haekesak (Kecamatan Raihat), Kimbana (Kecamatan Tasifeto Barat), Eokpuran (Kecamatan Laen Manen) dan Raihenek (Kecamatan Kobalima); dan
11
e.
PPL meliputi Umarese (Kecamatan Kakuluk Mesak), Wedomu (Kecamatan Tasifeto Timur), Halibete (Kecamatan Lasiolat), Piebulak (Kecamatan Lamaknen Selatan), Weluli (Kecamatan Lamaknen), Teteseban (Kecamatan Nanaet Duabesi), Webora (Kecamatan Raimanuk),Maroma Rai (Kecamatan Kobalima Timur), Fatuao (Kecamatan Io Kufeu), Kaputu (Kecamatan Sasitamean), Sarina (Kecamatan Botin Leo Bele), Boas (Malaka Timur), Besikama (Kecamatan Malaka Barat), Biudukfoho (Kecamatan Rinhat), Kmilaran (Kecamatan Weliman), dan Hanamasin (Kecamatan Wewiku).
Bagian Ketiga Sistem Jaringan Prasarana Utama Pasal 7 Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)huruf b meliputi : a. sistem jaringan transportasi darat; b. sistem jaringan transportasi laut; dan c. sistem jaringan transportasi udara. Paragraf 1 Sistem Jaringan Transportasi Darat Pasal 8 (1) Rencana pengembangan sistem transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a terdiri atas : a. jaringan lalu lintas dan angkutan jalan yang terdiri atas jaringan jalan, dan jaringan prasarana lalu lintas; dan b. jaringan transportasi penyeberangan. (2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas : a. rencana pengembangan jalan arteri primer, meliputi : 1. ruas Jalan Atambua/Kecamatan Kota Atambua– Weluli/Kecamatan Lamaknen (P.87) sebagai penghubung antara Perkotaan Atambua sebagai PKSN menuju ke Pintu Lintas Batas RI – RDTL pada Pintu Lintas Batas II Turiskain; 2. ruas Jalan Webua/Kecamatan Malaka Tengah– Motamasin/Kecamatan Kobalima Timur (P.125) sebagai penghubung menuju Pintu Lintas Batas RI–RDTL pada Pintu Lintas Batas III Motamasin; 3. ruas Jalan Atambua/Kecamatan Kota Atambua – Haliwen/Kecamatan Perkotaan Atambua – Salore/Kecamatan Tasifeto Timur (P.85) sebagai penghubung antara Kecamatan Perkotaan Atambua dan akses menuju Pintu Lintas Batas RI–RDTL pada Pintu Lintas Batas I Motaain; dan 4. ruas jalan yang mengalami peningkatan kelas dari kolektor menjadi arteri yaitu ruas jalan yang menghubungkan Kupang–RDTL (Timor Leste), melalui Kupang– TTS–TTU–Sp.Halilulik–Boas–Uarau–Wemasa– Motamasin-Timor Leste; dan ruas jalan Motaain-Atapupu-Anleu–Biboki-Wini–RDTL (Oekusi) sebagai ruas jalan yang menghubungkan Pintu Lintas Batas I dengan RDTL. b. rencana pengembangan jalan kolektor primer meliputi: 1. ruas jalan yang menghubungkan Malaka Tengah–Weliman–Biudukfoho–Nunfutu Boking–Kolbano–Amanuban Selatan–Amarasi–Kupang Barat (Selatan Timor); dan 2. ruas jalan Rainino–Kaputu–Umasakaer sebagai penghubung antara perbatasan Kabupaten Belu dengan Kabupaten TTU menuju PKlp Betun. c. rencana pengembangan jalan lokal primer meliputi: 1. penghubung jalan-jalan dalam Kota Atambua; dan 2. penghubung jalan-jalan yang menghubungkan antar desa dalam kecamatan, antar kecamatan; d. rencana pengembangan jaringan jalan lingkar meliputi: 1. ruas jalan yang mengelilingi Perkotaan Atambua yang terdiri dari lingkar barat yang menghubungkan Naekasa – Tukuneno – Fatuketi - Umanen dan lingkar timur yang menghubungkan Naekasa – Derokfaturene - Manleten; dan
12
2. peningkatan jalan sabuk perbatasan yang menghubungkan 3 Pintu Lintas Batas yaitu Pintu Lintas Batas I Motaain, Pintu Lintas Batas II Turiskain dan Pintu Lintas Batas III Metamauk meliputi ruas jalan Motaain – Silawan – Salore- Haliwen – Sadi–Maneikun –Baudaok – Asumanu; Cbg.Lalu – Haekesak– Turiskain; ruas jalan Haekesak – Rusan – Builalu– Fulur– Kewar; ruas jalan Fulur – Henes; ruas jalan Wedomu – Nualain; ruas jalan Wedomu–Dafala– Lookeu – Fatubesi Laktutus– Fatusakar– Metamauk; (3) Jaringan prasarana lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, yaitu rencana pengembangan terminal, meliputi: a. perbaikan dan peningkatan pelayanan terminal penumpang tipe A di Pintu Lintas Batas Motaain Kecamatan Tasifeto Timur dan Terminal Tipe B di Kecamatan Atambua Selatan; b. pengembangan terminal penumpang tipe B di ibu kota Kecamatan Malaka Tengah dan terminal penumpang tipe C untuk masing – masing ibukota kecamatan lainnya di Kabupaten Belu; c. peningkatan pengelolaan di setiap terminal penumpang yang ada; d. memisahkan lokasi terminal yang tergabung dengan fasilitas perdagangan dan jasa sehingga tidak berdampak terhadap arus masuk dan keluar kendaraan; dan e. pengembangan terminal angkutan barang di Kecamatan Kakuluk Mesak dan Perkotaan Atambua sebagai sarana distribusi barang dalam mendukung kegiatan perdagangan baik skala lokal, regional maupun internasional. (4) Jaringan transportasi penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, yaitu rencana pengembangan prasarana dan sarana penyeberangan dan feri menuju Kisar, Alor, Lembata dan Flores Timur. Paragraf 2 Sistem Jaringan Transportasi Laut Pasal 9 Rencana pengembangan sistem transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b meliputi : a. pelabuhan penyeberangan lintas kabupaten/provinsi berada di Teluk Gurita dengan alur pelayaran meliputi: Teluk Gurita –Kalabahi/Alor, Teluk Gurita –Waibalun/Flores Timur dan Teluk Gurita – Lewoleba/Lembata, Teluk Gurita – Kisar/Provinsi Maluku; b. pelabuhan pengumpul berada di Atapupu dengan alur pelayaran regional meliputi: Jalur Kupang – Naikliu – Wini – Atapupu – Ende – Umbu Haramburu Kapita; c. pelabuhan pengumpul berada di Atapupu dengan alur pelayaran internasional meliputi: Atapupu – Timor Leste (RDTL); d. rencana pengembangan pelabuhan Atapupu dan pelabuhan Teluk Gurita sebagai pelabuhan penyeberangan dan pelabuhan barang; dan e. rencana pengembangan sarana dan prasarana penunjang pelabuhan sesuai dengan standar kebutuhan fasilitas pelabuhan.
(1) (2)
(3) (4)
Paragraf 3 Sistem Jaringan Transportasi Udara Pasal 10 Rencana pengembangan sistem transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c mengacu pada rencana induk Bandar udara Haliwen. Sistem transportasi udara sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. tatanan kebandarudaraan; dan b. ruang udara untuk penerbangan. Tatanan kebandarudaraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a, berupa bandar udara Haliwen sebagai bandar udara pengumpul skala pelayanan tersier. Ketentuan lebih lanjut mengenai ruang udara untuk penerbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diatur dalam Rencana Induk Bandar Udara. Bagian Keempat Sistem Jaringan Prasarana Lainnya Pasal 11 13
Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf c meliputi: a. sistem jaringan energi; b. sistem jaringan telekomunikasi; c. sistem jaringan sumber daya air; dan d. sistem jaringan prasarana lingkungan.
(1)
(2)
(3) (4)
(5)
Paragraf 1 Sistem Jaringan Energi Pasal 12 Rencana pengembangan sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Ayat (1) huruf a meliputi : a. pembangkit Listrik; b. gardu induk; c. jaringan transmisi tenaga listrik; dan d. pengembangan pelayanan energi listrik. Rencana pengembangan sistem jaringan energi melalui pembangkit listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi : a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di Atambua; b. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Au Fuik Desa Dualaus Kecamatan Kakuluk Mesak dengan kapasitas 4 X 6 MW; c. Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di Kecamatan Lamaknen, Kecamatan Lasiolat dan Kecamatan Raihat; d. Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Kecamatan Lamaknen Selatan; dan e. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di seluruh wilayah Kabupaten terutama pada daerah–daerah yang belum terlayani energi listrik. Rencana pengembangan sistem jaringan energi melalui gardu induk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu Gardu Induk (GI) Atambua dan seluruh ibu kota kecamatan dengan kapasitas 20 MW dan tegangan 70/20 KV. Rencana pengembangan sistem jaringan energi melalui jaringan transmisi tenaga listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi : a. jaringan transmisi tenaga listrik nasional berupa saluran udara tegangan tinggi (SUTT) dengan tegangan 150 KV menghubungkan Kota Kupang – Oelmasi – Soe – Kefamenanu – Atambua; b. jaringan transmisi tenaga listrik tegangan 70/20 KV menghubungkan Kefamenanu – Atambua; dan c. jaringan transmisi tenaga listrik tegangan 70/20 KV yang menghubungkan Kota Atambua dengan seluruh ibu kota kecamatan. Pengembangan pelayanan energi listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (4), meliputi: a. peningkatan pemenuhan kebutuhan energi listrik untuk penerangan jalan umum (PJU) pada jaringan-jaringan; dan b. untuk wilayah terisolasi dan tidak layak secara ekonomis untuk dibangun jaringan distribusi tenaga listrik diprioritaskan dibangun sistim pembangkit tenaga listrik Hybrid.
Paragraf 2 Sistem Jaringan Telekomunikasi Pasal 13 (1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b adalah perangkat komunikasi yang diarahkan pada upaya meningkatkan pelayanan telekomunikasi secara memadai dan merata ke seluruh kecamatan di wilayah Kabupaten. (2)Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas : a. jaringan tererterial; b. jaringan satelit; dan c. jaringan telekomunikasi lainnya. (3)Jaringan teresterial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a tersebar di ibu kota Kabupaten yaitu Atambua dan di ibu kota Kecamatan Malaka Tengah yaitu Betun. (4)Jaringan satelit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, meliputi: a. penyediaan infrastruktur telekomunikasi tower BTS (Base Transceiver Station) bagi wilayah di Kabupaten yang belum terlayani; dan
14
b.
kerja sama pengembangan telekomunikasi dengan provider yang khususnya belum melayani wilayah Kabupaten melalui pelayanan menara bersama telekomunikasi. (5)Jaringan telekomunikasi lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, meliputi: a. penyediaan layanan internet; b. rencana pengembangan telekomunikasi untuk penanganan bencana; c. rencana pengembangan jaringan stasiun televisi lokal hingga ke desa – desa; dan d. rencana pengembangan jaringan stasiun radio lokal hingga ke desa – desa. (6)Arahan pengelolaan jaringan telekomunikasi berada di bawah otoritas tersendiri sesuai dengan peraturan perundangan.
(1)
(2)
(3) (4)
(5) (6)
Paragraf 3 Sistem Jaringan Sumber Daya Air Pasal 14 Rencana sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c meliputi : a. wilayah sungai (WS); b. cekungan air tanah (CAT); c. daerah irigasi (DI); d. prasarana air baku untuk air minum; dan e. sistem pengendalian banjir. Sistem jaringan prasarana sumber daya air sebagaimana dimaksud ayat 1 direncanakan melalui pendekatan wilayah sungai dan cekungan air tanah serta keterpaduaanya dengan pola ruang dengan memperhatikan keseimbangan pemanfaatan sumber daya air permukaan dan air tanah. Rencana pengembangan prasarana/jaringan sumber daya air meliputi aspek konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air. Wilayah Sungai (WS) sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a meliputi : a. WS Benenain yang merupakan WS lintas negara yang melintasi wilayah Kabupaten Belu dengan negara Timor Leste (RDTL), dimana kewenangannya menjadi kewenangan pemerintah; dan b. Daerah aliran sungai (DAS) pada WS tersebut yang berada di Kabupaten terdiri atas: 1. DAS Talau; 2. DAS Masin; 3. DAS Babulu; 4. DAS Benain;dan 5. DAS Tomutu; Cekungan air tanah (CAT) sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b meliputi CAT Aroki, CAT Besikama, dan CAT Oemeo. Daerah Irigasi (DI) sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c meliputi : a. DI Malaka (6.700 ha) dan DI Haekesak (3.400 ha) yang menjadi DI kewenangan pemerintah; b. DI Alas (1650 ha), DI Fatubesi (1650 ha), DI Maubusa (1350 ha), DI Obor (1815 ha) yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi NTT; dan c. DI Ainiba (150 ha), DI Bakateu (100 ha), DI Bauatok (100 ha), DI Buitasik (150 ha), DI Derok 9 (100 ha), DI Eturaifou (125 ha), DI Haekesak (600 ha), DI Halileki (450 ha), DI Halilulik (200 ha), DI Haliwen (299 ha), DI Holeki (450 ha), DI Lakekun I & II (250 ha), DI Nobelu (128 ha), DI Raimea (400 ha), DI Raimetan (150 ha), DI Salore (150 ha), DI Seonpasar (100 ha), DI Taeksoruk (150 ha), DI Takirin (120 ha), DI Teun (100 ha), DI Tolok (600 ha), DI Tubaki (300 ha), DI Wemaromak (200 ha), DI Webua (100 ha), DI Webuni (100 ha), DI Wematek (200 ha), DI Weoan (100 ha), DI Kimbana (50 ha), DI Lalosuk (50 ha), DI Wekari Lalosuk (50 ha), DI Weliman (1000 ha), DI Hasimetan (250 ha), DI Lahurus (175 ha), DI Dualasi (200 ha), DI Lawalu (250 ha), DI Webot (250 ha), DI Beabo (235 ha), DI Buburlaran (350 ha), DI Mausaka (450 ha), DI Weharani (230 ha), DI Raiikun (350 ha), DI Halimodok (125 ha), DI Maudemu (100 ha), DI Lelowai (138 ha), DI Halioan (75 ha), DI Daris (60 ha), DI Kala Mesak (65 ha) dan DI Ekin (50 ha) yang merupakan kewenangan pemerintah Kabupaten.
15
(7) Prasarana air baku untuk air minum sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d meliputi : a. pendayagunaan sumber daya air untuk air minum tetap mengutamakan pemanfaatan sumber daya air yang berasal dari air permukaan; b. rencana sistem air minum yang dilayani suatu perusahaan air minum dan non perusahaan air minum (Hippam); c. pemenuhan kebutuhan akan air minum baik dari suatu perusahaan air minum dan irigasi dilakukan dengan peningkatan jaringan sampai ke wilayah yang belum terjangkau, sedangkan irigasi dengan peningkatan saluran dari sistem setengah teknis dan sederhana ditingkatkan menjadi irigasi teknis; d. upaya penanganan untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih yaitu dengan pengembangan sistem jaringan air minum yang dilayani dari Embung Haikrit, Embung Sirani dan embung lainnya serta waduk, dam dan sumber daya air lainnya yang potensial;dan e. upaya penanganan untuk meningkatkan layanan fasilitas air bersih dengan pemanfaatan air tanah dengan mengutamakan pemanfaatan air permukaan di daerah dilakukan dengan cara: 1. perlindungan terhadap sumber-sumber air dan daerah resapan air; 2. perluasan daerah tanggapan air; dan 3. pengadaan program pembinaan daerah tangkapan air dan pelestarian sumber air di dalam pemanfaatan sumber air bawah tanah. (8) Sistem Pengendalian Banjir sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf e meliputi : a. upaya konservasi lahan; b. penetapan zona banjir; dan c. pembangunan sarana dan prasarana banjir. Paragraf 4 Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan Pasal 15 (1) Rencana sistem jaringan prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf d meliputi rencana pengelolaan persampahan dan rencana penanganan limbah. (2) Rencana pengelolaan limbah persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di wilayah perkotaan meliputi pengembangan: a. penetapan lokasi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) di KecamatanTasifeto Barat dan Kecamatan Kakuluk Mesak sebagai TPA untuk penanganan sampah Perkotaan Atambua dan sekitarnya; b. penetapan lokasi TPA di Kecamatan Malaka Tengah sebagai TPA untuk penanganan sampah Perkotaan Betun dan sekitarnya; c. penambahan jumlah Tempat Penampungan Sementara (TPS), dan perluasan jangkauan pelayanan; dan d. sistem pengelolaan TPA yang dikembangkan adalah dengan menggunakan sistem controlled landfill dan sanitary landfill. (3) Rencana penanganan limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. penanganan limbah padat rumah tangga (black water) dilakukan dengan konsep septic tank, dan untuk kawasan permukiman padat digunakan sistem septic tank komunal; b. penanganan limbah untuk kawasan ekonomi, sistem gabungan antara sistem individual dan cara kolektif; dan c. penanganan limbah untuk kawasan Industri dengan sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) terutama untuk kawasan industri terencana dengan proses pengelolaan secara kimia dan biologis (disarankan memakai proses lumpur aktif) BAB IV RENCANA POLA RUANG WILAYAH Bagian Kesatu Umum Pasal 16 Rencana pola ruang wilayah dilaksanakan berdasarkan arahan
(1) perencanaan:
16
a.
rencana pengembangan kawasan lindung dengan luas kurang lebih 74.085,10 Ha dan b. rencana pengembangan kawasan budidaya dengan luas kurang lebih 121.559,65 Ha. (2) Rencana pola ruang wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua Kawasan Lindung Pasal 17 (1)
Rencana pengelolaan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Ayat (1) huruf a meliputi semua upaya perlindungan, konservasi, dan pelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungannya guna mendukung kehidupan secara serasi yang berkelanjutan dan tidak dapat dialihfungsikan menjadi kawasan budidaya. (2) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Ayat (1) huruf a meliputi : a. kawasan hutan lindung; b. kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan bawahannya; c. kawasan perlindungan setempat; d. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya; dan e. kawasan rawan bencana alam. (3) Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah seluas kurang lebih 50.153,78 Ha meliputi: Kawasan hutan lindung persebarannya terletak pada kelompok hutan Selie seluas 853,8 Ha, Tukubesi seluas 268,95 Ha, Bifennasi-Sonmahole seluas 15.591,27 Ha, Lakaan Mandeu seluas 31.166,27 Ha , Fatusakar seluas 2.273,6 Ha. (4) Kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b berupa kawasan bergambut dan kawasan resapan air, yaitu: kawasan resapan air meliputi: seluruh kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi. (5) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi: a. kawasan sempadan sungai, dilakukan pengelolaan sungai yaitu : 1. kegiatan pinggir sungai yang mampu melindungi, memperkuat, dan mengatur aliran air yaitu dengan tanaman keras dan rib pengendali saluran air; 2. daerah sempadan untuk sungai besar sekurang-kurangnya 100 meter (seratus) di kiri dan kanan sungai besar dijadikan kawasan lindung; 3. daerah sempadan untuk sungai kecil masing-masing selebar 50 meter (lima puluh) dijadikan kawasan lindung pada kawasan non pemukiman dan selebar 10 meter (sepuluh) untuk sungai yang melewati pemukiman; dan 4. sungai yang terdapat di tengah pemukiman dapat dilakukan dengan membuat jalan inspeksi dengan lebar jalan 10 meter. b. kawasan sekitar danau atau waduk diarahkan ke sekitar Bendung Benenai di Kecamatan Malaka Tengah, dan Embung Haekrit serta Embung Sirani di Kecamatan Tasifeto Timur; c. kawasan mata air, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya radius 150 m dari mata air dan tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten yaitu di Kecamatan Laenmanen 10 titik, Kecamatan Tasifeto Barat 33 titik, Kecamatan Tasifeto Timur 15 titik, Kecamatan Kakuluk Mesak 3 titik, Kecamatan Atambua Barat 4 titik, Kecamatan Atambua 2 titik, Kecamatan Raihat 16 titik, Kecamatan Sasitamean 7 titik, Kecamatan Lasiolat 22 titik, Kecamatan Raimanuk 7 titik, Kecamatan Weliman 4 titik, Kecamatan Malaka Tengah 5 titik, dan Kecamatan Malaka Timur 3 titik, Kecamatan Kobalima 11 titik, Kecamatan Lamaknen Selatan 2 titik, Kecamatan Botin Leobele 1 titik, Kecamatan Kobalima Timur 12 titik, Kecamatan Rinhat 2 titik, Kecamatan, dan Kecamatan Lamaknen 17 titik;
17
d. sempadan pantai, Kawasan sempadan pantai ditetapkan pada kawasan sepanjang tepian pantai sejauh 100 meter dari pasang tertinggi secara proporsional sesuai dengan bentuk, letak dan kondisi fisik pantai; dan e. ruang terbuka hijau kota, kawasan hutan kota yang berfungsi sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) dikembangkan pada Ibukota Kabupaten dan ibukota kecamatan. (6) Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d meliputi: a. kawasan suaka margasatwa Kateri terletak di Kecamatan Malaka Tengah, Kecamatan Botin Leobele, dan Kecamatan Kobalima dengan luas kurang lebih 4.669,32 Ha; b. kawasan cagar alam (CA) yang berada di wilayah Kabupaten yaitu Cagar Alam Maubesi dengan luas kurang lebih 3.246 Ha; c. kawasan pantai berhutan bakau meliputi kawasan pantai di bagian utara dan selatan yaitu di Kecamatan Malaka Tengah seluas kurang lebih 3.125 Ha, Kecamatan Kobalima seluas kurang lebih 3.246 Ha, Kecamatan Malaka Barat seluas kurang lebih 2.042,3 Ha, Kecamatan Tasifeto Timur seluas kurang lebih 226 Ha, dan Kecamatan Kakuluk Mesak seluas 553,7 Ha; d. kawasan cagar budaya antara lain meliputi : 1. Rumah Adat Matabesi di Kecamatan Atambua Barat; 2. Rumah Adat Loe Gatal di Kecamatan Lamaknen; 3. Rumah Adat Nualain di Kecamatan Lamaknen Selatan; 4. Rumah Adat Loro Dirma di Kecamatan Malaka Timur; 5. Rumah adat Wesey Wehali di Kecamatan Malaka Barat; 6. Ksadan Takirin di Kecamatan Tasifeto Timur; 7. Perkampungan Adat Kamanasa di Kecamatan Malaka Tengah; 8. Perkampungan Adat Bolan di Kecamatan Malaka Tengah; 9. Perkampungan Adat Haitimuk di Kecamatan Weliman; 10. Perkampungan Adat Fatuketi di Kecamatan Kota Atambua; dan 11. Benteng Makes di Kecamatan Lamaknen. (7) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e meliputi: a. kawasan rawan bencana tanah longsor atau zona gerakan tanah kerentanan tinggi meliputi meliputi, Kecamatan Kobalima, Kecamatan Kobalima Timur, Kecamatan Malaka Timur, Kecamatan Raimanuk, Kecamatan Nanaet Duabesi, Kecamatan Tasifeto Barat, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kecamatan Atambua Barat, Kecamatan Tasifeto Timur, Kecamatan Lasiolat, Kecamatan Raihat, Kecamatan Lamaknen, dan Kecamatan Lamaknen Selatan; b. kawasan rawan bencana banjir meliputi Kecamatan Kobalima, Kecamatang Malaka Tengah, Kecamatan Malaka Barat, Kecamatan Wewiku, dan Kecamatan Weliman; dan c. kawasan rawan abrasi pantai di Desa Silawan Kecamatan Tasifeto Timur dan Desa Jenilu Kecamatan Kakuluk Mesak. Bagian Ketiga Kawasan Budidaya Pasal 18 Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b sebagai berikut : a. kawasan peruntukan hutan produksi; b. kawasan peruntukan pertanian; c. kawasan peruntukan perikanan; d. kawasan peruntukan pertambangan; e. kawasan peruntukan permukiman; f. kawasan peruntukan industri; g. kawasan peruntukan pariwisata; dan h. kawasan peruntukan lain. Paragraf 1 Kawasan Peruntukan Hutan Produksi Pasal 19
18
(1)
Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a terdiri atas: a. kawasan hutan produksi terbatas; b. kawasan hutan produksi tetap; dan c. kawasan hutan produksi yang dapat di konversi. (2) kawasan peruntukan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi Kecamatan Sasitamean, Kecamatan Laenmanen, dan Kecamatan Io Kufeu dengan luasan kurang lebih 155,88 Ha. (3) kawasan peruntukan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi Kecamatan Tasifeto Barat dengan luasan kurang lebih 199,51 Ha dan Kecamatan Rinhat dengan luasan kurang lebih 2.241,97 Ha sehingga total luasan kawasan kurang lebih 2.441,48 Ha. (4) Kawasan peruntukan hutan produksi yang dapat di konversi sebagaimana dimaksud pada huruf c meliputi Kecamatan Laenmanen dengan luasan kurang lebih 1.140 Ha.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Paragraf 2 Kawasan Peruntukan Pertanian Pasal 20 Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b meliputi : a. kawasan pertanian tanaman pangan; b. kawasan pertanian hortikultura; c. kawasan perkebunan; dan d. kawasan peternakan. Kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi daerah irigasi malaka, Kecamatan Raimanuk, Kecamatan Malaka Tengah, Kecamatan Malaka Barat, Kecamatan Weliman, Kecamatan Tasifeto Barat, Kecamatan Tasifeto Timur, Kecamatan Raihat, dan Kecamatan Lamaknen dengan luas kurang lebih 31.946 Ha. Kawasan pertanian hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi buah-buahan advokat, belimbing, semangka, jeruk keprok soe, jeruk besar, jambu biji, jambu air, nangka, papaya, nenas, pisang, salak, sawo, markisa, sirsak, sukun, dan sayursayuran kubis, sawi, bawang merah, bawang putih, kentang, wortel, kacang panjang, cabe besar, cabe rawit, tomat, terung, kangkung yang tersebar diseluruh wilayah Kabupaten dengan luas kurang lebih 56.436 Ha. Kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi perkebunan kapuk, kemiri, kelapa, kopi, jambu mente, kakao, pinang, tembakau, vanili, siri, dan nilam yang diarahkan di setiap kecamatan di wilayah Kabupaten disesuaikan dengan ketersediaan lahan kecamatan yang bersangkutan, dengan luas kurang lebih 19.244,59 Ha. Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi : a. kawasan Usaha Peternakan Kapitanmeo berada di Kecamatan Laenmanen meliputi Desa Kapitanmeo, Desa Tesa, Desa Teun dan Desa Tasain seluas 310 Ha; b. kawasan Usaha Peternakan Solis Laloran/Bakustulama seluas 500 Ha berada di Kecamatan Tasifeto Barat meliputi Desa Bakustulama, Desa Derokfaturene, Desa Naekasa; c. kawasan Usaha Peternakan Manumutin Silole seluas 750 Ha berada di Kecamatan Sasitamean meliputi Desa Manumutin Silole, Desa Fatuaruin, Desa Naibone dan Kecamatan Io Kufeu meliputi Desa Ikan Tuanbeis, Desa Bani-Bani , Desa Fatoin dan Desa Kufeu; d. kawasan Usaha Peternakan Wekakoli seluas 1000 Ha berada di Kecamatan Malaka Tengah meliputi Desa Kakaniuk, Desa Barene dan Kecamatan Rinhat meliputi Desa Nanebot, Desa Alala; e. kawasan Usaha Peternakan Laloren seluas 500 Ha berada di Kecamatan Kobalima yaitu Desa Babulu, Kecamatan Malaka Timur yaitu Desa Raiulun dan Kecamatan Raimanuk yaitu Desa Renrua; dan f. kawasan Sadi seluas 300 Ha berada di Kecamatan Tasifeto Timur meliputi Desa Sadi, Desa Sarabau, Desa Bauho dan Desa Manleten.
19
(6) Penetapan kawasan peruntukan lahan pertanian sebagai lahan sawah berkelanjutan diatur dengan Peraturan Daerah.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
Paragraf 2 Kawasan Peruntukan Perikanan Pasal 21 Kawasan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf c meliputi : a. Kawasan peruntukan perikanan tangkap; dan b. Kawasan peruntukan perikanan budidaya. Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas: a. Kawasan perikanan tangkap di laut; dan b. Kawasan perikanan tangkap di perairan umum. Kawasan perikanan tangkap di laut sebagaimana yang dimaksud pada Ayat (2) huruf a diarahkan pada wilayah perairan laut di kawasan pesisir pantai utara, meliputi Kecamatan Kakuluk Mesak dan Kecamatan Tasifeto Timur; dan kawasan pesisir pantai selatan meliputi Kecamatan Malaka Barat, Kecamatan Kobalima, Kecamatan Wewiku, dan Kecamatan Malaka Tengah; dengan pelabuhan pendaratan ikan, pelabuhan perikanan di Atapupu. Kawasan perikanan tangkap di perairan umum sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf b diarahakan di sekitar Bendung Benenai di Kecamatan Malaka Tengah, dan Embung Haekrit serta Embung Sirani di Kecamatan Tasifeto Timur. Kawasan peruntukan perikanan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas: a. Kawasan perikanan budidaya air tawar; b. Kawasan perikanan budidaya air payau; dan c. Kawasan perikanan budidaya air laut. Kawasan perikanan budidaya air tawar sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a diarahkan di: b. Kecamatan Lamaknen seluas 4 Ha; c. Kecamatan Raihat seluas 30,5 Ha; d. Kecamatan Lasiolat seluas 7 Ha; e. Kecamatan Tasifeto Timur seluas 6 Ha; f. Kecamatan Raimanuk seluas 9 Ha; g. Kecamatan Tasifeto Barat seluas 3,5 Ha; h. Kecamatan Laenmanen seluas 5,05 Ha; i. Kecamatan Malaka Timur seluas 3 Ha; j. Kecamatan Sasitamean seluas 2 Ha; k. Kecamatan Malaka Tengah seluas 2,5 Ha; l. Kecamatan Rinhat seluas 2,05 Ha; m. Kecamatan Weliman seluas 0,02 Ha; n. Kecamatan Wewiku seluas 1 Ha; o. Kecamatan Kobalima seluas 21 Ha; p. Kecamatan Kota seluas 3 Ha; q. Kecamatan Atambua Selatan 4 Ha;dan r. Kecamatan Atambua Barat 3 Ha. Kawasan perikanan budidaya air payau sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b diarahkan di Kecamatan Wewiku seluas 393 Ha, Kecamatan Malaka Tengah seluas 1300 Ha, Kecamatan Kobalima seluas 745 Ha dan Kecamatan Kakuluk Mesak seluas 100 Ha. Kawasan perikanan budidaya air laut sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c diarahkan pada wilayah perairan laut di kawasan pesisir pantai utara, meliputi Kecamatan Kakuluk Mesak dan Kecamatan Tasifeto Timur; dan kawasan pesisir pantai selatan meliputi Kecamatan Malaka Barat, Kecamatan Kobalima, Kecamatan Wewiku, dan Kecamatan Malaka Tengah. Jenis komuditas perikanan sebagaimana dimaskud dalam pasal 18 huruf c meliputi tuna, Cakalang, Tongkol, Tenggiri, Alu-Alu, Gergahing,
20
Kakap Merah, Kakap Putih, Kerapu Lumpur, Kerapu Karang, Kerapu Balong, Kerapu Sunu, Kerapu Bebek, Cendro, Bandeng, Tetengkek, Kembung, Terbang, Belanak, Tembang, Tembang Kobi, Tembang Kaleng, Julung-Julung (Nipi), Golok-Golok, Terubuk, Lemuru, Lemadang, Lencam, Biji Nangka, Kurisi, Swanggi, Serinding Tembakau, Layang, Kwee, Talang-Talang, Pinjalo, Jenaka, Bentong, Gerot-Gerot, Selanget, Baronang, Selar, Teri, Paperek, Pari, Manyung, Merah Bambangan, Kakap/Baramundi Bream, Ekor Kuning, Cucut, Layar, Parang-Parang, Madidihang, Karpel, Nila, Lele dan rumput laut. Paragraf 3 Kawasan Peruntukan Pertambangan Pasal 22 (3) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf d meliputi : a. Kawasan peruntukan pertambangan mineral logam nikel tersebar di Kecamatan Kakuluk Mesak (Desa Maudemu), emas sekunder (placer) tersebar di Kecamatan Lamaknen, Kecamatan Raihat, Kecamatan Tasifeto Barat, Kecamatan Tasifeto Timur dan Kecamatan Raimanuk, tembaga (copper) tersebar di Kecamatan Lamaknen dan Kecamatan Kakuluk Mesak; b. Kawasan peruntukan pertambangan mineral bukan logam asbes tersebar di Kecamatan Kakuluk Mesak, gypsum di Kecamatan Tasifeto Timur, Kecamatan Lamaknen, Kecamatan Malaka Timur dan Kecamatan Raimanuk, dan magnesium tersebar di Kecamatan Raimanuk; c. Kawasan peruntukan pertambangan minyak dan gas bumi di Kecamatan Kobalima, Kecamatan Malaka Tengah, Kecamatan Malaka Barat, Kecamatan Tasifeto Barat, Kecamatan Nanaet Duabesi, Kecamatan Raimanuk, Kecamatan Laenmanen, Kecamatan Malaka Timur, Kecamatan Kobalima Timur, Kecamatan Io Kufeu, Kecamatan Sasitamean, Kecamatan Botin Leobele, Kecamatan Rinhat, Kecamatan Weiliman, dan Kecamatan Wewiku; d. Kawasan peruntukan pertambangan mineral logam mangan tersebar di seluruh kecamatan di wilayah Kabupaten kecuali di Kecamatan Malaka Barat; dan e. Kawasan peruntukan pertambangan batu marmer di Kecamatan Malaka Timur, Kecamatan Tasifeto Barat, Kecamatan Kota Atambua, Kecamatan Kakuluk Mesak, Kecamatan Raimanuk, dan Kecamatan Laenmanen, batulempung di Kecamatan Lamaknen, Kecamatan Malaka Timur, Kecamatan Kota Atambua, Kecamatan Tasifeto Timur, Kecamatan Tasifeto Barat dan Kecamatan Weliman, batugamping koral tersebar di Kecamatan Laenmanen, Kecamatan Tasifeto Barat dan Kecamatan Raimanuk, batu setengah permata dan Kristal kuarsa di Desa Sanleo Kecamatan Malaka Timur, Kecamatan Raihat dan Kecamatan Kakuluk Mesak; serta pasir dan batu kali tersebar di seluruh kecamatan. (4) Izin pertambangan yang telah diterbitkan dan masih berlaku, tetap diakui sampai masa berlakunya habis dan perpanjangannya menyesuaikan dengan ketentuan peraturan daerah ini. Paragraf 4 Kawasan Peruntukan Permukiman Pasal 23 Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf e dikembangkan di daerah yang datar sampai bergelombang dengan kelerengan lahan 0%25%, bukan lahan irigasi teknis, bukan kawasan lindung, bukan kawasan rawan bencana, aksesibilitas baik dan tersedia air bersih yang cukup. Paragraf 5 Kawasan Peruntukan Industri Pasal 24 (1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf f adalah industri rumah tangga. (2) Kawasan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
21
a. Kawasan industri kecil hasil pertanian dan kehutanan berupa makanan ringan (snack), perabot rumah tangga dan kayu, ukiran kayu dan kerajinan kayu cendana, pengolahan dan pengawetan daging, industri kopi bubuk, kasur dan bantal, industri tahu dan tempe, dan industri gula aren tersebar di seluruh kecamatan di wilayah Kabupaten kecuali di Kecamatan Weliman, Botin Leobele, Io Kufeu, Kobalima, Kakuluk Mesak, Atambua Selatan, Atambua Barat, dan Kecamatan Lasiolat; b. Industri minyak nilam yaitu di Desa Lakmaras, Desa Henes, Desa Lo’onuna Kecamatan Lamakenen Selatan, Desa Maudemi Kecamatan Lamaknen serta Desa Fafoe Kecamatan Malaka Barat; c. Kawasan industri kecil hasil perikanan diarahkan tersebar di tiap Kecamatan yang termasuk dalam kawasan peruntukkan perikanan/minapolitan yaitu Kecamatan Wewiku, Kecamatan Malaka Tengah, Kecamatan Kobalima dan Kecamatan Kakuluk Mesak; d. Kawasan industri aneka berupa industri tenun, anyaman lontar, anyaman tali gewang, anyaman lidi kelapa, anyaman dari tali sisal, industri kapok, alat musik tradisional, serta industri pakaian jadi dari tekstil tersebar di Kecamatan Botin Leobele, Io Kufeu, Raimanuk, Kobalima Timur, Kakuluk Mesak, Atambua Selatan, Atambua Barat, Tasifeto Timur, dan Kecamatan Lamaknen Selatan; dan e. Kawasan industri logam, mesin, dan kimia berupa sentra gerabah di Kecamatan Wewiku Desa Webriamata dan Kecamatan Malaka Timur Desa Wemeda, Industri Marmer di Desa Sanleo Kecamatan Malaka Timur, Industri Garam Rakyat di Desa Badarai Kecamatan Wewiku, Desa Silawan Kecamatan Tasifeto Timur serta Desa Kenebibi Kecamatan Kakuluk Mesak. (3) Rencana pengelolaan kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Paragraf 6 Kawasan Peruntukan Pariwisata Pasal 25 Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf g diarahkan pada : a. kawasan wisata budaya antara lain meliputi : 1. Rumah Adat Matabesi di Kecamatan Atambua Barat; 2. Rumah Adat Loe Gatal di Kecamatan Lamaknen; 3. Rumah Adat Nualain di Kecamatan Lamaknen Selatan; 4. Rumah Adat Loro Dirma di Kecamatan Malaka Timur; 5. Rumah adat Wesey Wehali di Kecamatan Malaka Barat; 6. Ksadan Takirin di Kecamatan Tasifeto Timur; 7. Perkampungan Adat Kamanasa di Kecamatan Malaka Tengah; 8. Perkampungan Adat Bolan di Kecamatan Malaka Tengah; 9. Perkampungan Adat Haitimuk di Kecamatan Weliman; 10. Perkampungan Adat Fatuketi di Kecamatan Kota Atambua; dan 11. Benteng Makes di Kecamatan Lamaknen. b. kawasan wisata alam meliputi : 1.Masin Lulik, Cagar Alam Maubesi, Hutan Sahulu, dan Kelelawar Hasan Maubesi di Kecamatan Kobalima; 2. Panorama Gunung Mandeu di Kecamatan Raimanuk; 3. Panorama Gunung Lakaan dan Air Terjun Lesutil di Kecamatan Lamaknen; 4. Sumber Air We Bot dan Gua Kelelawar Toheleten di Kecamatan Raihat; 5. Mata Air Weliman dan Pantai Taberek di Kecamatan Weliman; 6. Danau Mantasik di Kecamatan Botin Leobele; 7.Pantai Teluk Gurita, Pantai Aufuik, Pantai Sukaerlaran, Pantai Pasir putih dan Kolam Susuk di Kecamatan Kakuluk Mesak; 8. Pantai Motaain (Perbatasan Timor Leste) di Kecamatan Tasifeto Timur; 9. Pantai Motadikin di Kecamatan Malaka Tengah; 10. Pantai Beirasi dan Pantai Abudenok di Kecamatan Malaka Barat; 11. Obyek Wisata Nanebot di Kecamatan Rinhat; dan 12. Gua Peninggalan Raja Dubesi Nanaet dan Kolam We Babotok/ Halimea di Kecamatan Tasifeto Barat.
22
c. kawasan wisata buatan meliputi : 1. Embung Sirani dan Embung Haekrit di Kecamatan Tasifeto Timur; 2. Gua Maria Ratu Dualilo di Kecamatan Kakuluk Mesak; 3. Gua Lourdes Kamanasa di Kecamatan Malaka Tengah; 4. Gua Maria Loro Haitimuk di Kecamatan Weliman; dan d. Kolam Renang Tirta di Kecamatan Atambua Selatan.
(1)
(2) (3) (4)
(5) (6)
Paragraf 6 Kawasan Peruntukan Lainnya Pasal 26 Kawasan peruntukan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf h terdiri atas: a. kawasan perdagangan dan jasa; b. kawasan pusat pemerintahan; c. kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil; d. kawasan khusus pengembangan sektor informal; dan e. kawasan pertahanan dan keamanan Negara. Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diarahkan di Kecamatan Kota Atambua dan Kawasan perkotaan di setiap kecamatan. Kawasan peruntukan pusat pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terletak pada Kecamatan Kota Atambua & Kecamatan Malaka Tengah; Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi : a. kawasan pesisir pantai utara, meliputi Kecamatan Kakuluk Mesak seluas kurang lebih 47 Ha dan Kecamatan Tasifeto Timur seluas kurang lebih 3 Ha; dan b. kawasan pesisir pantai selatan meliputi Kecamatan Malaka Barat seluas kurang lebih 1.195 Ha, Kecamatan Kobalima seluas kurang lebih 1.000 Ha, Kecamatan Wewiku seluas kurang lebih 700 Ha, dan Kecamatan Malaka Tengah seluas kurang lebih 690 Ha. Kawasan khusus pengembangan sektor informal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diarahkan di Kecamatan Kota Atambua dan Kecamatan Malaka Tengah. Kawasan pertahanan dan keamanan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), huruf e meliputi: a. Kodim 1605 Belu yang berlokasi di Kecamatan Kota Atambua; b. Koramil yang tersebar di seluruh wilayah Kabupaten ; c. Batalyon 744 yang berlokasi di Kecamatan Tasifeto Timur; d. Markas Komando (MAKO) Satuan tugas Pengamanan Perbatasan (Satgas Pamtas) yang berlokasi di Kecamatan Atambua Barat; e. Markas Komando (MAKO) Brimob yang berlokasi di Kecamatan Tasifeto Barat; dan f. Pos–pos pengamanan perbatasan (Pos Pamtas) yang tersebar di sepanjang garis batas pada kawasan perbatasan RI – RDTL.
BAB V PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS Pasal 27 (1) Penetapan Kawasan Strategis ditetapkan sesuai dengan prioritas kebutuhan dan kegunaannya. (2) Penetapan kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. kawasan strategis nasional yang berada di wilayah Kabupaten; b. kawasan strategis provinsi yang berada di wilayah Kabupaten; dan c. kawasan strategis kabupaten. (3) Rencana kawasan strategis digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1:50.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 28 (1) Kawasan strategis nasional yang berada di wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf a adalah kawasan perbatasan darat Republik Indonesia dengan Negara Republik Demokratic of Timor Leste.
23
(2) Kawasan strategis provinsi yang berada di wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf b adalah kawasan strategis kepentingan ekonomi daratan pada Wilayah Pengembangan I yaitu Kawasan Benenain. (3) Kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf c terdiri atas : a. kawasan strategis dengan sudut kepentingan ekonomi; b. Kawasan strategis dengan sudut kepentingan lingkungan hidup; c. Kawasan strategis dengan sudut kepentingan sosial budaya; d. kawasan strategis dengan sudut kepentingan pertahanan dan keamanan; dan e. kawasan strategis dengan sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi. Pasal 29 (1) kawasan strategis dengan sudut kepentingan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) huruf a meliputi : a. kawasan agropolitan yang diarahkan di 2 (dua) kawasan, meliputi : 1. kawasan agropolitan Malaka yang terdiri dari Kecamatan Malaka Tengah, Kecamatan Malaka Barat, Kecamatan Weliman, Kecamatan Wewiku, Kecamatan Kobalima dan Kecamatan Rinhat; dan 2. kawasan agropolitan Haekesak yang terdiri dari Kecamatan Raihat, Kecamatan Tasifeto Timur, Kecamatan Lasiolat, Kecatan Lamaknen, Kecamatan Lamaknen Selatan, Kecamatan Tasifeto Barat dan Kecamatan Raimanuk; b. kawasan pertambangan emas terdapat di Kecamatan Lamaknen, marmer terdapat di Kecamatan Malaka Timur dan Kobalima, magnesium, asbes, nikel terdapat di Kecamatan Kakulukmesak, gipsum terdapat di Kecamatan Tasifeto Timur, cooper terdapat di Kecamatan Raihat, rembesan minyak terdapat di Kecamatan Kobalima (Pantai Selatan, Malaka Tengah dan Malaka Barat), mangan tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Belu, bahan asbes di sepanjang Pantai Utara ( Pantai Atapupu), batu gamping di Kecamatan Malaka Timur dan Malaka Tengah, batu lempung di Kecamatan Tasifeto Timur dan Lamaknen, garam dapur di Pantai Utara Desa Fatuketi, batu setengah permata di Desa Sanleo; c. kawasan minapolitan yang diarahkan di 2 (dua) kawasan, meliputi ; 1. kawasan minapolitan perikanan budidaya yang terdiri dari Kecamatan Wewiku dengan areal budidaya tambak 393 Ha, Kecamatan Malaka Tengah dengan areal budidaya tambak 1300 Ha, Kecamatan Kobalima dengan areal budidaya tambak 745 Ha dan Kecamatan Kakuluk Mesak dengan areal budidaya tambak 100 Ha; dan 2. kawasan minapolitan perikanan tangkap di sepanjang garis pantai utara 32,22 km yang terdiri dari Kecamatan Kakuluk Mesak dan Kecamatan Tasifeto Timur yang berpusat di kawasan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI ) Atapupu. d. kawasan usaha peternakan, meliputi : 1. kawasan usaha peternakan utama yang terdiri dari 2 (dua) pusat pengembangan yaitu : a). Kawasan Usaha Peternakan Kapitan Meo di Kecamatan Laenmanen seluas kurang lebih 310 Ha; b). Kawasan Usaha Peternakan Sonis Laloran/Bakustulama di Kecamatan Tasifeto Barat seluas kurang lebih 500 Ha, yang didukung; 2. kawasan usaha peternakan lainnya yang mendukung 2 (dua) kawasan utama adalah Kawasan Manumutin Silole di Kecamatan Sasitamean dan Kecamatan Io Kufeu seluas kurang lebih 750 Ha, Kawasan Wekakoli di Kecamatan Malaka Tengah dan Rinhat seluas kurang lebih 1.000 Ha, Kawasan Laloren di Kecamatan Kobalima, Kecamatan Malaka Timur, dan Kecamatan Raimanuk seluas kurang lebih 500 Ha, Kawasan Sadi di Kecamatan Tasifeto Timur seluas kurang lebih 300 Ha dengan jenis ternak yang diusahakan meliputi kuda, sapi, kerbau, kambing, babi, ayam kampung, dan itik;dan e. kawasan wisata bahari pantai utara meliputi pantai di Kecamatan Kakuluk Mesak dan Kecamatan Tasifeto Timur serta Kawasan Wisata Bahari Pantai Selatan meliputi pantai di Kecamatan Wewiku, Kecamatan Malaka Barat dan Kobalima; f. kawasan strategis industri dan perdagangan antar Negara RI – RDTL adalah Kawasan yang merupakan pintu perbatasan RI – RDTL yang meliputi :
24
1. Kawasan Pengembangan I yang terdiri atas Kecamatan Raihat, Kecamatan Lasiolat, Kecamatan Lamaknen dan Kecamatan Lamaknen Selatan dengan pusat pengembangan di Haekesak/Kecamatan Raihat; 2. Kawasan Pengembangan II yang terdiri atas Kecamatan Tasifeto Timur dan Kecamatan Kakuluk Mesak dengan pusat pengembangan khusus perdagangan di Lakafehan dan pusat industri di Desa Kenebibi/Kecamatan Kakuluk Mesak; 3. Kawasan Pengembangan III yang terdiri atas Kecamatan Tasifeto Barat dan Kecamatan Nanaet Dubesi dengan pusat pengembangan di Kinbana/Kecamatan Tasifeto Barat; 4. Kawasan Pengembangan IV yang terdiri atas Kecamatan Kobalima dan Kecamatan Kobalima Timur dengan pusat pengembangan di Rainawe/Kecamatan Kobalima sebagai kawasan strategis industri dan perdagangan Antar Negara RI – RDTL; dan 5. PKSN Atambua dan PKLp Betun/Kecamatan Malaka Tengah sebagai pusat distribusi barang dan jasa Antar Negara RI – RDTL. (2) kawasan strategis dengan sudut kepentingan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) huruf b meliputi : a. kawasan hutan lindung di wilayah Kabupaten seluas 50.153,78 Ha yaitu Selie di Kecamatan Kobalima seluas 853.8 Ha, Tukubesi di Kecamatan Tasifeto Timur seluas 268.95 Ha, Bifemnasi – Sonmahole di Kecamatan Kakuluk Mesak, Kecamatan Atambua Barat, Kecamatan Tasifeto Barat, Kecamatan Laenmanen dan Kecamatan Sasitamean seluas 15.591,27 Ha, Lakaan Mandeu di Kecamatan Nanaet Duabesi, Kecamatan Raimanuk, Kecamatan Malaka Timur, Kecamatan Lamaknen, Kecamatan Lasiolat seluas 31.166,27 Ha, dan Fatukasar di Kecamatan Kobalima Timur seluas 2.273,6 Ha; b. kawasan cagar alam di wilayah Kabupaten yaitu kawasan Cagar Alam Maubesi yang terletak di Kecamatan Malaka Tengah, Kecamatan Malaka Barat, Kecamatan Kobalima,Kecamatan Wewiku dengan luas 3.246 Ha; dan c. kawasan suaka margasatwa di wilayah Kabupaten yaitu kawasan Suaka Margasatwa Kateri yang terletak di Wilayah Kecamatan Malaka Tengah, Kecamatan Sasitamean dan Kecamatan Kobalima seluas 4.669,32 Ha. (3) kawasan strategis dengan sudut kepentingan sosial budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) huruf c meliputi: a. Rumah Adat Matabesi di Kecamatan Atambua Barat; b. Rumah Adat Loe Gatal di Kecamatan Lamaknen; c. Rumah Adat Nualain di Kecamatan Lamaknen Selatan; d. Rumah Adat Loro Dirma di Kecamatan Malaka Timur; e. Rumah adat Wesey Wehali di Kecamatan Malaka Barat; f. Ksadan Takirin di Kecamatan Tasifeto Timur; g. Perkampungan Adat Kamanasa di Kecamatan Malaka Tengah; h. Perkampungan Adat Bolan di Kecamatan Malaka Tengah; i. Perkampungan Adat Haitimuk di Kecamatan Weliman; j. Perkampungan Adat Fatuketi di Kecamatan Kota Atambua; dan k. Benteng Makes di Kecamatan Lamaknen. (4) kawasan strategis dengan sudut kepentingan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) huruf d meliputi: a. kawasan perbatasan antara RepubIik Indonesia – Republik Democratic Of Timor Leste (RDTL); b. kawasan perbatasan di wilayah Kabupaten meliputi 2 (dua) kawasan yaitu kawasan Perbatasan Utara Motaain dan Kawasan Perbatasan Selatan Motamasin; dan c. panjang garis batas negara darat RI-RDTL disektor wilayah Kabupaten adalah 149,1 km (seratus empat puluh sembilan koma satu), berada pada 9 (sembilan) wilayah Kecamatan dari utara ke selatan meliputi Kecamatan Kakuluk Mesak, KecamatanTasifeto Timur, Kecamatan Lasiolat, Kecamatan Raihat, Kecamatan Lamaknen, Lamaknen Selatan, Kecamatan Tasifeto Barat, Kecamatan Nanaet Duabesi, Kecamatan Kobalima dan Kecamatan Kobalima Timur. (5) kawasan strategis dengan sudut kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) huruf e meliputi kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Desa Dualaus Kecamatan Kakuluk Mesak.
25
(6) Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur lebih lanjut melalui Rencana rinci dengan Peraturan Daerah. BAB VI ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Pasal 30 (1) Arahan Pemanfaatan ruang meliputi indikasi program utama, indikasi lokasi, indikasi sumber pendanaan, indikasi pelaksana kegiatan dan waktu pelaksanaan. (2) Indikasi program utama pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. indikasi program utama perwujudan struktur ruang;dan b. indikasi program utama perwujudan pola ruang. (3) Indikasi lokasi pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. (4) Indikasi sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas dana Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten. (5) Indikasi pelaksana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kota, BUMN, swasta, dan masyarakat. (6) Indikasi waktu pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas 4 (empat) tahapan jangka lima tahunan, yaitu: a. tahap pertama, lima tahun pertama (2012–2016) yang terbagi atas program tahunan; b. tahap kedua, lima tahun kedua (2017–2021); c. tahap ketiga, lima tahun ketiga (2022–2026); dan d. tahap keempat, lima tahun keempat (2027–2031). (7) Indikasi program utama, indikasi sumber pendanaan, indikasi pelaksana kegiatan, dan waktu pelaksanaan yang lebih rinci diwujudkan dalam Tabel Indikasi Program Utama Tahunan dan Lima Tahunan Periode Tahun 2012 – 2031 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. (8) Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air dan penagunaan sumberdaya alam lain. BAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Bagian Kesatu Umum Pasal 31 (1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang digunakan sebagai pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten. (2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan dengan cara : a. ketentuan umum peraturan zonasi; b. ketentuan perizinan; c. ketentuan umum mengenai insentif dan disinsentif; dan d. ketentuan sanksi.
acuan
dalam
Bagian Kedua Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Pasal 32 (1) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) huruf a, digunakan sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang, serta berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang. (2) Dalam peraturan zonasi sesuai dengan rencana rinci tata ruang dimaksud, meliputi: a. indikasi arahan pengaturan sistem perkotaan dan perdesaan daerah; b. indikasi arahan pengaturan sistem jaringan transportasi daerah; c. indikasi arahan pengaturan sistem jaringan energi daerah; d. indikasi arahan pengaturan sistem jaringan sumber daya air daerah; e. indikasi arahan pengaturan sistem jaringan telekomunikasi daerah;
26
f. indikasi arahan pengaturan sistem prasarana lingkungan daerah; g. indikasi arahan pengaturan kawasan lindung daerah; h. indikasi arahan pengaturan kawasan budi daya; dan i. indikasi arahan pengaturan kawasan strategis. (3) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memuat tentang hal-hal yang harus ada, hal-hal yang boleh dan apa yang tidak boleh. Pasal 33 (1) Indikasi arahan pengaturan zonasi pada sistem perkotaan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf a, meliputi : a. fungsi kawasan; b. kawasan lindung; dan c. kawasan budidaya. (2) Pengaturan zonasi untuk fungsi kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, adalah: a. boleh dilakukan pengembangan secara terbatas, yakni pada zona yang tidak termasuk dalam klasifikasi intensitas tinggi tetapi fungsi utama zona harus tetap, dalam arti perubahan hanya boleh dilakukan sebagian saja, yakni maksimum 25% (dua puluh lima) dari luasan zona yang ditetapkan; b. dalam pengaturan zona tidak boleh dilakukan perubahan secara keseluruhan fungsi dasarnya; dan c. penambahan fungsi tertentu pada suatu zona tidak boleh dilakukan untuk fungsi yang bertentangan, misalnya permukiman digabung dengan industri polutan. (3) Pengaturan zonasi untuk kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, di perkotaan baik kawasan lindung berupa ruang terbuka, misalnya lindung setempat, diarahkan untuk : a. tidak dilakukan alih fungsi lindung tetapi dapat digunakan untuk kepentingan lain selama masih menunjang fungsi lindung seperti wisata alam, jogging treck tepi sungai dengan ditata secara menarik; b. tetap dilakukan upaya konservasi pada kawasan lindung yang berupa bangunan, dan dapat dilakukan nilai tambah misalnya dengan melakukan revitalisasi, rehabilitas, dan sebagainya; c. kawasan yang telah ditetapkan sebagai bagian dari RTH di kawasan perkotaan harus tetap dilindungi sesuai dengan fungsi RTH masing-masing, dan tidak boleh dilakukan alih fungsi; dan d. kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan terbuka hijau tetapi bukan sebagai bagian dari RTH di kawasan perkotaan (misalnya tegalan di tengah kawasan perkotaan) pada dasarnya boleh dilakukan alih fungsi untuk kawasan terbangun dengan catatan komposisi atau perbandingan antara kawasan terbangun dan RTH tidak berubah sesuai RDTR Kawasan Perkotaan masing-masing. (4) Pengaturan zonasi untuk kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, harus mengupayakan untuk: a. mengefisienkan perubahan fungsi ruang untuk kawasan terbangun melalui arahan bangunan vertikal sesuai kondisi masing-masing ibukota kecamatan dengan tetap menjaga harmonisasi intensitas ruang yang ada; b. pada setiap kawasan terbangun yang digunakan untuk kepentingan publik juga harus menyediakan ruang untuk pejalan kaki dengan tidak mengganggu fungsi jalan; c. pada setiap kawasan terbangun untuk berbagai fungsi terutama permukiman padat harus menyediakan ruang evakuasi bencana sesuai dengan kemungkinan timbulnya bencana yang dapat muncul; d. perubahan atau penambahan fungsi ruang tertentu (misalnya pada zona permukiman sebagian digunakan untuk fasilitas umum termasuk ruko) boleh dilakukan sepanjang saling menunjang atau setidaknya tidak menimbulkan efek negatif bagi zona yang telah ditetapkan; e. tidak boleh melakukan kegiatan pembangunan diluar area yang telah ditetapkan sebagai bagian dari ruang milik jalan atau ruang pengawasan jalan, termasuk melebihi ketinggian bangunan seperti yang telah ditetapkan, kecuali diikuti
27
f. g. h. i. j.
ketentuan khusus sesuai dengan kaidah design kawasan, seperti diikuti pemunduran bangunan, atau melakukan kompensasi tertentu yang disepakati oleh stake holder terkait; pada setiap lingkungan permukiman yang dikembangkan harus disediakan sarana dan prasarana lingkungan yang memadai sesuai kebutuhan masingmasing; pada setiap pusat-pusat kegiatan masyarakat harus dialokasikan kawasan khusus pengembangan sektor informal; pada lahan pertanian yang telah ditetapkan sebagai lahan pangan abadi di kawasan perkotaan harus tetap dilindungi dan tidak dilakukan alih fungsi; pada lahan yang telah ditetapkan sebagai bagian dari lahan abadi pangan di kawasan Perkotaan tidak boleh dilakukan alih fungsi lahan; dan pada kawasan yang telah ditetapkan batas ketinggian untuk alat komunikasi dan jaringan pengaman SUTT tidak boleh melakukan kegiatan pembangunan dalam radius keamanan dimaksud.
Pasal 34 Indikasi arahan pengaturan zonasi pada sistem perdesaan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf a, meliputi: a. pengaturan pada rencana kawasan terbangun dengan fungsi: perumahan, perdagangan-jasa, industri, dan berbagai peruntukan lainnya di perdesaan dapat dilakukan penambahan fungsi yang masih saling bersesuaian, tetapi harus ditetapkan besaran dan/atau luasan ruang setiap zona dan fungsi utama zona tersebut; b. pengaturan pada kawasan tidak terbangun atau ruang terbuka untuk pertanian yang produktif harus dilakukan pengamanan khususnya untuk tidak dialihfungsikan non pertanian; c. mengefisienkan ruang yang berfungsi untuk pertanian dan perubahan fungsi ruang untuk kawasan terbangun hanya dilakukan secara infitratif pada permukiman yang ada dan harus menggunakan lahan yang kurang produktif; d. pengembangan permukiman perdesaan harus menyediakan sarana dan prasarana lingkungan permukiman yang memadai sesuai kebutuhan masing-masing; e. pada lahan pertanian yang telah ditetapkan sebagai lahan pangan abadi di kawasan perdesaan harus tetap dilindungi dan tidak dilakukan alih fungsi; f. kawasan yang telah ditetapkan sebagai bagian dari RTH di kawasan perdesaan (misalnya taman lingkungan permukiman) harus tetap dilindungi sesuai dengan fungsi RTH masing-masing, dan tidak boleh dilakukan alih fungsi; g. pada kawasan lindung yang ada di perdesaan diarahkan untuk tidak dilakukan alih fungsi lindung tetapi dapat ditambahkan kegiatan lain selama masih menunjang fungsi lindung seperti wisata alam, penelitian, kegiatan pecinta alam dan yang sejenis; h. pada kawasan lindung berupa bangunan, harus tetap dilakukan upaya konservasi baik berupa situs, bangunan bekas peninggalan belanda, bangunan/monumen perjuangan rakyat, dan sebagainya; i. perubahan atau penambahan fungsi ruang tertentu pada kawasan terbangun di perdesaan (misalnya pada zona permukiman sebagian digunakan untuk fasilitas umum, termasuk kegiatan industri kecil, pasar desa, dsb) boleh dilakukan sepanjang saling menunjang atau setidaknya tidak menimbulkan efek negatif bagi zona yang telah ditetapkan; j. kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan terbuka hijau produktif di perdesaan pada dasarnya boleh dilakukan alih fungsi untuk kawasan terbangun secara terbatas dan hanya dilakukan pada lahan yang produktivitasnya kurang tinggi, dengan catatan komposisi atau perbandingan antara kawasan terbangun dan ruang terbuka hijau tidak berubah sesuai rdtr kawasan perdesaan masing-masing; k. dalam pengaturan zona tidak boleh dilakukan perubahan secara keseluruhan fungsi dasarnya, sesuai rdtr kawasan perdesaan masing-masing; l. penambahan fungsi tertentu pada suatu zona tidak boleh dilakukan untuk fungsi yang bertentangan, misalnya sawah atau permukiman digabung dengan gudang pupuk yang memiliki potensi pencemaran udara; m. pada kawasan terbangun di perdesaan yang lokasinya terpencar dalam jumlah kecil tidak boleh melakukan kegiatan pembangunan dengan intensitas tinggi yang tidak serasi dengan kawasan sekitarnya;
28
n.
pada lahan yang telah ditetapkan sebagai ruang terbuka hijau produktif di perdesaan tidak boleh dilakukan alih fungsi lahan; o. pada lahan yang telah ditetapkan sebagai bagian dari lahan pangan abadi di kawasan perdesaan tidak boleh dilakukan alih fungsi lahan; p. pada kawasan yang telah ditetapkan sebagai kawasan untuk keselamatan penerbangan baik terkait fungsi ruang, intensitas ruang maupun ketinggian bangunan yang telah dietapkan tidak boleh melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam ketentuan zona masing-masing; serta q. pada kawasan yang telah ditetapkan batas ketinggian untuk alat komunikasi dan jaringan pengaman SUTT tidak boleh melakukan kegiatan pembangunan dalam radius keamanan dimaksud. Pasal 35 (1) Indikasi arahan pengaturan zonasi pada sistem jaringan transportasi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf b, yaitu peraturan zonasi untuk jaringan jalan nasional/provinsi/kabupaten. (2) Peraturan zonasi untuk jaringan jalan nasional/provinsi/kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan nasional/provinsi/kabupaten dengan tingkat intensitas menengah hingga tinggi yang kecenderungan pengembangan ruangnya dibatasi sesuai dengan fungsinya dan ketentuan yang berlaku; b. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang sisi jalan nasional; dan c. penetapan garis sempadan bagunan di sisi jalan nasional/provinsi/kabupaten yang memenuhi ketentuan ruang pengawasan jalan. Pasal 36 Indikasi arahan pengaturan zonasi pada sistem jaringan energi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf c, meliputi: a. keberadaan pembangkit listrik disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang di sekitar pembangkit listrik dengan memperhatikan jarak aman dari kegiatan lain; b. ketentuan zonasi untuk jaringan transmisi tenaga listrik disusun dengan memperhatikan ketentuan pelanggaran pemanfaatan ruang bebas di sepanjang jalur transmisi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. di bawah jaringan tegangan tinggi tidak boleh ada fungsi bangunan yang langsung digunakan masyarakat; d. dalam kondisi di bawah jaringan tinggi terdapat bangunan maka harus disediakan jaringan pengamanan; dan e. Stasiun Pengangkutan dan Pengisian Bulk Elpiji tidak diletakkan di kawasan permukiman dan disesuaikan dengan peraturan perundangan yang berlaku. Pasal 37 Indikasi arahan pengaturan zonasi pada sistem jaringan sumber daya air daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf d, meliputi : a. pemanfaatan ruang pada kawasan di sekitar wilayah sungai dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan fungsi lindung kawasan; b. ketentuan pelarangan pendirian bangunan kecuali bangunan yang dimaksud untuk pengelolaan badan air dan/atau pemanfaatan air; c. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang fungsi taman rekreasi; d. penetapan lebar sempadan sungai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan e. pemanfaatan ruang di sekitar wilayah sungai lintas negara dan lintas provinsi secara selaras dengan pemanfaatan ruang pada wilayah sungai di negara /provinsi yang berbatasan. Pasal 38 Arahan pengaturan zonasi untuk sistem jaringan telekomunikasi daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf e, disusun dengan memperhatikan pemanfaatan
29
ruang untuk penempatan menara pemancar telekomunikasi yang memperhitungkan aspek keamanan dan keselamatan aktifitas kawasan disekitarnya. Pasal 39 Indikasi arahan pengaturan zonasi pada sistem prasarana lingkungan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf f, meliputi : a. arahan pengembangan sistem prasarana lingkungan yang digunakan lintas wilayah secara administratif dengan kerjasama antar wilayah dalam hal pengelolaan dan penanggulangan masalah sampah terutama di wilayah perkotaan; b. pengalokasian lokasi pengelolaan akhir sesuai dengan persyaratan teknis; c. pengolahan dilaksanakan dengan teknologi ramah lingkungan sesuai dengan kaidah teknis dan dengan konsep 3R (Reuse, Reduce dan Recycle); d. pemilihan lokasi untuk prasarana lingkungan harus sesuai dengan daya dukung lingkungan; dan e. penyediaan ruang untuk TPS dan/atau TPA terpadu. Pasal 40 (1) Indikasi arahan pengaturan zonasi pada kawasan lindung daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf g, meliputi: a. kawasan hutan lindung; b. kawasan resapan air; c. kawasan sempadan sungai dan kawasan sekitar danau/waduk; d. kawasan sempadan mata air; e. kawasan sempadan pantai; f. ruang terbuka hijau kota; g. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan; h. kawasan rawan tanah longsor; dan i. kawasan rawan banjir; (2) Peraturan zonasi kawasan hutan lindung kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, adalah sebagai berikut : a. pemanfaatan ruang untuk wisata alam tanpa merubah bentang alam; b. pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan hutan dan tutupan vegetasi; dan c. pemanfaatan ruang kawasan untuk kegiatan budidaya hanya diizinkan bagi penduduk asli dengan luasan tetap, tidak mengurangi fungsi lindung kawasan, dan di bawah pengawasan ketat. (3) Peraturan zonasi untuk kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang secara terbatas untuk kegiatan budidaya tidak terbangun yang memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan; b. penyediaan sumur resapan dan/atau waduk pada lahan terbangun yang sudah ada; dan c. penerapan prinsip zero delta Q policy terhadap setiap kegiatan budi daya terbangun yang diajukan izinnya. (4) Peraturan zonasi untuk sempadan sungai dan kawasan sekitar danau/waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau; b. ketentuan pelarangan pendirian bangunan kecuali bangunan yang dimaksudkan untuk pengelolaan badan air dan/atau pemanfaatan air; c. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang fungsi taman rekreasi; dan d. penetapan lebar sempadan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Peraturan zonasi untuk kawasan sempadan mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau; dan b. pelarangan kegiatan yang dapat menimbulkan pencemaran terhadap mata air. (6) Peraturan zonasi untuk kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, disusun dengan memperhatikan:
30
a. pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau; b. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang fungsi taman rekreasi; dan c. penetapan lebar sempadan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (7) Peraturan zonasi untuk RTH kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan rekreasi; b. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk bangunan; c. penunjang kegiatan rekreasi dan fasilitas umum lainnya; dan d. pelarangan pendirian bangunan permanen selain yang dimaksud diatas. (8) Peraturan zonasi untuk kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan untuk penelitian, pendidikan, dan pariwisata; dan b. pelarangan kegiatan dan pendirian bangunan yang tidak sesuai dengan fungsi kawasan. (9) Peraturan zonasi untuk kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h, disusun dengan memperhatikan : a. pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan karakteristik, jenis, dan ancaman bencana; b. penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk; dan c. pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana dan kepentingan umum. (10) Peraturan zonasi untuk kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i, disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang dengan mempertimbangkan karakteristik, jenis, dan ancaman bencana; b. penentuan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk; c. pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana dan kepentingan umum; d. penetapan batas dataran banjir; e. pemanfaatan dataran banjir bagi ruang terbuka hijau dan pembangunan fasilitas umum dengan kepadatan rendah; dan f. ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang bagi kegiatan permukiman dan fasilitas umum penting lainnya. Pasal 41 (1) Indikasi arahan pengaturan zonasi pada kawasan budidaya daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf h, meliputi : a. kawasan hutan produksi; b. kawasan peruntukan pertanian; c. kawasan peruntukan perikanan; d. kawasan peruntukan pertambangan; e. kawasan peruntukan industri; f. kawasan peruntukan pariwisata; dan g. kawasan peruntukan permukiman. (2) Peraturan zonasi untuk kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, disusun dengan memperhatikan: a. pembatasan pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga kestabilan neraca sumber daya kehutanan; dan b. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan pemanfaatan hasil hutan. (3) Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dengan kepadatan rendah; dan b. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan menjadi lahan budi daya non pertanian kecuali untuk pembangunan sistem jaringan prasarana utama. (4) Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dan/atau nelayan dengan kepadatan rendah;
31
b.
(5)
(6)
(7)
(8)
pemanfaatan ruang untuk kawasan pemijahan dan/atau kawasan sabuk hijau; dan c. pemanfaatan sumber daya perikanan agar tidak melebihi potensi lestari. Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, disusun dengan memperhatikan: a. keseimbangan antara biaya dan manfaat serta keseimbangan antara resiko dan manfaat; b. pengaturan bangunan lain disekitar instalasi dan peralatan kegiatan pertambangan yang berpotensi menimbulkan bahaya dengan memperhatikan kepentingan daerah; c. Kewajiban melakukan pengelolaan lingkungan selama dan setelah berakhirnya kegiatan penambangan; d. Kegiatan penambngan harus terlebih dahulu memiliki kajian studi AMDAL yang dilengkapi dengan RPL dan RKL untuk yang berskala besar, atau UKL dan UPL untuk yang berskala kecil (tambang rakyat); e. Tidak diperbolehkan menambang batuan di perbukitan yang di bawahnya terdapat mata air penting atau permukiman; f. Tidak diperbolehkan menambang bongkah-bongkah batu dari dalam sungai yang terletak di bagian hulu dan di dekat jembatan; g. Percampuran kegiatan penambangan dengan fungsi kawasan lain diperbolehkan sejauh mendukung atau tidak merubah fungsi utama kawasan; dan h. Penambangan pasir atau sirtu di dalam badan sungai hanya diperbolehkan pada ruas-ruas tertentu yang dianggap tidak menimbulkan dampak negative terhadap lingkungan. Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan industri baik yang sesuai dengan kemampuan penggunaan teknologi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia di wilayah sekitarnya; dan b. pembatasan pembangunan perumahan baru sekitar kawasan peruntukan industri. Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f, disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan potensi alam dan budaya masyarakat sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan; b. perlindungan terhadap situs peninggalan kebudayaan masa lampau; dan c. pembatasan pendirian bangunan hanya untuk menunjang kegiatan pariwisata. Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g, disusun dengan memperhatikan: a. penetapan tema arsitektur bangunan; b. penetapan kelengkapan bangunan dan lingkungan; dan c. penetapan jenis dan syarat penggunaan bangunan yang diizinkan.
Pasal 42 (1) Indikasi arahan pengaturan zonasi pada kawasan strategis daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf i, meliputi: a. kawasan penunjang ekonomi; b. kawasan sosio-kultural; dan c. kawasan yang memiliki fungsi lingkungan. (2) Arahan peraturan zonasi pada kawasan penunjang ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, adalah sebagai berikut: a. kawasan penunjang ekonomi dalam skala besar umumnya berupa kawasan perkotaan, terutama yang memiliki fungsi: perumahan, perdagangan-jasa, industri, transportasi dan berbagai peruntukan lainnya yang menunjang ekonomi wilayah dan kawasan ini harus ditunjang sarana dan prasarana yang memadai sehingga menimbulkan minat investasi yang besar; b. pada setiap bagian dari kawasan strategis ekonomi ini harus diupayakan untuk mengefisienkan perubahan fungsi ruang untuk kawasan terbangun melalui arahan bangunan vertikal sesuai kondisi kawasan masing-masing;
32
c. pada kawasan strategis ecara ekonomi ini harus dialokasikan ruang atau zona secara khusus untuk industri, perdagangan – jasa dan jasa wisata perkotaan sehingga secara keseluruhan menjadi kawasan yang menarik. pada zonasi ini hendaknya mengalokasikan kawasan khusus pengembangan sektor informal pada pusat-pusat kegiatan masyarakat; d. pada zona dimaksud harus dilengkapi dengan ruang terbuka hijau untuk memberikan kesegaran ditengah kegiatan yang intensitasnya tinggi serta zona tersebut harus tetap dipertahankan; e. pada kawasan strategis ekonomi ini boleh diadakan perubahan ruang pada zona yang bukan zona inti (untuk pergadangan – jasa, dan industri) tetapi harus tetap mendukung fungsi utama kawasan sebagai penggerak ekonomi dan boleh dilakukan tanpa merubah fungsi zona utama yang telah ditetapkan; f. perubahan atau penambahan fungsi ruang tertentu pada ruang terbuka di kawasan ini boleh dilakukan sepanjang masih dalam batas ambang penyediaan ruang terbuka (tetapi tidak boleh untuk rth kawasan perkotaan); g. dalam pengaturan kawasan strategis ekonomi ini zona yang dinilai penting tidak boleh dilakukan perubahan fungsi dasarnya; h. pada kawasan yang telah ditetapkan sebagai permukiman bila didekatnya akan diubah menjadi fungsi lain yang kemungkinan akan mengganggu (misalnya industri) permukiman harus disediakan fungsi penyangga sehingga fungsi zona tidak boleh bertentangan secara langsung pada zona yang berdekatan; dan i. untuk menjaga kenyamanan dan keamanan pergerakan maka pada kawasan terbangun tidak boleh melakukan kegiatan pembangunan diluar area yang telah ditetapkan sebagai bagian dari rumija atau ruwasja, termasuk melebihi ketinggian bangunan seperti yang telah ditetapkan. (3) Peraturan zonasi pada kawasan sosio-kultural sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, adalah sebagai berikut: a. kawasan sosio-kultural terdiri atas kawasan peninggalan sejarah yakni candi, arca, museum. secara umum kawasan ini harus dilindungi dan salah satu fungsi yang ditingkatkan adalah untuk penelitian dan wisata budaya. untuk itu pada radius tertentu harus dilindungi dari perubahan fungsi yang tidak mendukung keberadaan candi atau dari kegiatan yang intensitasnya tinggi sehingga mengganggu estetika dan fungsi monumental; b. bila sekitar kawasan ini sudah terdapat bangunan misalnya perumahan harus dibatasi pengembanganya; c. untuk kepentingan pariwisata boleh ditambahkan fungsi penunjang misalnya shouvenir shop atau atraksi wisata yang saling menunjang tanpa menghilangkan identitas dan karakter kawasan; d. pada zona ini tidak boleh dilakukan perubahan dalam bentuk peningkatan kegiatan atau perubahan ruang disekitarnya yang dimungkinkan dapat mengganggu fungsi dasarnya; e. penambahan fungsi tertentu pada suatu zona ini tidak boleh dilakukan untuk fungsi yang bertentangan, misalnya perdagangan dan jasa yang tidak terkait museum dan pariwisata; dan f. pada sekitar zona ini bangunan tidak boleh melebihi ketinggian duapertiga dari museum dan bangunan bersejarah yang ada. (4) Arahan pengaturan zonasi pada kawasan yang memiliki fungsi lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, adalah sebagai berikut: a. pada kawasan ini yang termasuk dalam katagori zona inti harus dilindungi dan tidak dilakukan perubahan yang dapat mengganggu fungsi lindung; b. pada kawasan yang telah ditetapkan memiliki fungsi lingkungan dan terdapat kerusakan baik pada zona inti maupun zona penunjang harus dilakukan pengembalian ke rona awal sehingga kehidupan satwa langka dan dilindungi dapat lestari; c. untuk menunjang kelestarian dan mencegah kerusakan dalam jangka panjang harus melakukan percepatan rehabilitasi lahan; d. pada zona-zona ini boleh melakukan kegiatan pariwisata alam sekaligus menanamkan gerakan cinta alam; e. pada kawasan yang didalamnya terdapat zona terkait kemampuan tanahnya untuk peresapan air maka boleh dan disarankan untuk pembuatan sumur-sumur resapan;
33
f.
pada kawasan hutan lindung yang memiliki nilai ekonomi tinggi atau fungsi produksi tertentu (misalnya terdapat komoditas durian, manggis, damar, rotan) boleh dimanfaatkan buah atau getahnya tetapi tidak boleh mengambil kayu yang mengakibatkan kerusakan fungsi lindung; g. pada zona ini tidak boleh melakukan alih fungsi lahan yang mengganggu fungsi lindung apalagi bila didalamnya terdapat kehidupan berbagai satwa maupun tanaman langka yang dilindungi; dan h. pada zona inti maupun penunjang bila terlanjur untuk kegiatan budidaya khususnya permukiman dan budidaya tanaman semusim, tidak boleh dikembangkan lebih lanjut atau dibatasi dan secara bertahap dialihfungsikan kembali ke zona lindung.
(1) (2) (3)
(4) (5)
(6)
(7)
Bagian Ketiga Ketentuan Perizinan Pasal 43 Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) huruf b, adalah perizinan yang terkait dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan perundangundangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang. Setiap usaha dan / atau kegiatan yang membutuhkan perizinan hendaknya mengajukan perizinan dan mengacu pada perizinan lingkungan. Kegiatan perizinan mencakup kegiatan : a. izin lokasi/fungsi ruang; b. kualitas ruang; dan c. kawasan pengendalian ketat (high controlled zone). Kegiatan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah. Khusus untuk kawasan pengendalian ketat (High Control Zone) yang merupakan kawasan yang memerlukan pengawasan secara khusus dan dibatasi pemanfaatannya untuk mempertahankan daya dukung, mencegah dampak negatif dan menjamin proses pembangunan yang berkelanjutan. Pemanfaatan ruang yang dibatasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi pemanfaatan ruang di sekitar kawasan perdagangan regional, wilayah aliran sungai, kawasan yang berhubungan dengan aspek pelestarian Iingkungan hidup meliputi kawasan resapan air atau sumber daya air, kawasan konservasi hutan bakau/mangrove, serta transportasi terkait kawasan jaringan jalan, area/lingkup kepentingan pelabuhan, kawasan di sekitar jalan arteri, prasarana wilayah dalam skala regional lainnya seperti area di sekitar jaringan SUTET dan TPA terpadu, kawasan rawan bencana, kawasan Iindung prioritas dan pertambangan skala regional, dan kawasan konservasi alami, budaya yang bersifat unik dan khas. Perizinan untuk pemanfaatan ruang di sekitar kawasan-kawasan khusus dengan skala pelayanan regional sebagaimana dimaksud pada ayat (6), meliputi : a. harus mendapatkan izin dari gubernur; b. permohonan izin sebagaimana dimaksud pada huruf a dilaksanakan sebelum pelaksanaan pembangunan fisik; c. harus dilampiri dengan gambar teknis arsitektural (site plan, denah, tampak, potongan dan situasi); gambar teknis konstruksi sipil; data pendukung berupa penguasaan tanah, lokasi bangunan berupa sertifikat hak milik atau bukti perjanjian sewa; dan d. pemanfaatan ruang yang dimohonkan harus memenuhi syarat zoning yang akan diatur lebih lanjut dengan peraturan tersendiri.
Bagian Keempat Ketentuan Umum Insentif dan Disinsentif Pasal 44 (1) Pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) huruf c, adalah: a. insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang; dan
34
b.
disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang. (2) Pemberian insentif dapat berbentuk: a. keringanan pajak daerah, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan urun saham; b. pembangunan serta pengadaan infrastruktur; c. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau d. pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah. (3) Pemberian disinsentif dapat berbentuk : a. pengenaan pajak daerah yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang; dan/atau b. pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti. Bagian Kelima Ketentuan Sanksi Pasal 45 Ketentuan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) huruf d merupakan acuan dalam pengenaan sanksi terhadap: a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola ruang wilayah kabupaten; b. pelanggaran ketentuan arahan peratuan zonasi; c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten; d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten; e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten; f. pemanfataan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan g. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar. Pasal 46 (1) Setiap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g, dikenakan sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara kegiatan; c. penghentian sementara pelayanan umum; d. penutupan lokasi; e. pencabutan izin; f. pembatalan izin; g. pembongkaran bangunan; h. pemulihan fungsi ruang; dan i. denda administratif. (2) Setiap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf c, dikenakan sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara kegiatan; c. penghentian sementara pelayanan umum; d. penutupan lokasi; e. pembongkaran bangunan; f. pemulihan fungsi ruang; dan g. denda administratif. Pasal 47 Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Pasal 48
35
Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (2), pelanggaran terhadap Peraturan Daerah ini dikenakan sanksi pidana merujuk pada ketentuan perundang - undangan. BAB VIII PERAN MASYARAKAT Bagian kesatu Hak Pasal 49 Dalam kegiatan penataan ruang wilayah, masyarakat berhak : a. berperanserta dalam proses perencanaan dan penyusunan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang; b. mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah Kabupaten Belu; c. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari penataan ruang; d. memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang; dan e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang. Bagian kedua Kewajiban Pasal 50 Setiap orang berkewajiban : a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan; b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang; c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam izin pemanfaatan ruang; d. memberikan akses yang seluas-luasnya ke ruang yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan sebagai milik umum; dan e. menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumber daya alam. BAB IX KELEMBAGAAN Pasal 51 (1) Dalam rangka mengkoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang dan kerjasama antar sektor/antar daerah bidang penataan ruang dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah. (2) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan keputusan bupati. BAB X KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 52 (1) Untuk operasionalisasi RTRW Kabupaten disusun RDTR Kawasan Perkotaan Kabupaten dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten. (2) Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Kabupaten dan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Pasal 53 Rencana tata ruang wilayah Kabupaten menjadi pedoman untuk: a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah; b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah; c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten; 36
d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antar sektor; e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; dan f. penataan ruang kawasan strategis Kabupaten. Pasal 54 (1) Jangka waktu RTRW Kabupaten adalah 20 (dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. (2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial wilayah kabupaten yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, RTRW Kabupaten dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. (3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan apabila terjadi perubahan kebijakan propinsi dan strategi yang mempengaruhi pemanfaatan ruang kabupaten dan/atau dinamika internal kabupaten.
(1)
(2)
BAB XI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 55 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang Daerah yang telah ada dinyatakan berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini. Pada saat Peraturan Daerah ini mulai belaku, maka: a. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini ini tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya; b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan: 1. untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut disesuaikan dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini; 2. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, pemanfaatan ruang dilakukan sampai izin terkait habis masa berlakunya dan dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini; dan 3. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak; dan 4. Ketentuan dan tata cara pemberian penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada angka 3 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. c. pemanfaatan ruang yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai dengan Peraturan Daerah ini dilakukan penyesuaian berdasarkan Peraturan Daerah ini; d. pemanfaatan ruang di Daerah yang diselenggarakan tanpa izin ditentukan sebagai berikut: 1. yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, pemanfaatan ruang yang bersangkutan ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini; dan 2. yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, dipercepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan. BAB XII KETENTUAN PENUTUP
Pasal 56 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Belu.
37
Ditetapkan di Atambua pada tanggal 2 Agustus 2011 BUPATI BELU,
JOACHIM LOPEZ Diundangkan di Atambua pada tanggal 2 Agustus 2011 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BELU,
PETRUS BERE
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BELU TAHUN 2011 NOMOR 06.
38
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELU NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BELU TAHUN 2011-2031 I.
UMUM 1.
Ruang Wilayah Kabupaten Belu sebagai bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada hakikatnya merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus dikembangkan dan dilestarikan pemanfaatannya secara optimal agar dapat menjadi wadah bagi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya secara berkelanjutan demi kelangsungan hidup yang berkualitas. Pancasila merupakan dasar negara dan falsafah negara, yang memberikan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai jika didasarkan atas keselarasan, keserasian dan keseimbangan, baik dalam hubungannya dengan kehidupan pribadi, hubungan manusia dengan manusia lain, hubungan manusia dengan alam sekitarnya maupun hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional mewajibkan agar sumberdaya alam dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kemakmuran tersebut haruslah dapat dinikmati oleh generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. 2. Ruang sebagai sumberdaya alam tidaklah mengenal batas wilayah, karena ruang pada dasarnya merupakan wadah atau tempat bagi manusia dan makhluk hidup lainnya untuk hidup dan melakukan kegiatannya, akan tetapi jika ruang dikaitkan dengan pengaturannya, haruslah mengenal batas dan sistemnya. Dalam kaitan tersebut, ruang wilayah Kabupaten Belu meliputi tiga matra, yakni ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara. Ruang wilayah Kabupaten Belu sebagai unsur lingkungan hidup, terdiri atas berbagai ruang wilayah yang masing-masing sebagai sub sistem yang meliputi aspek alamiah (fisik), ekonomi, sosial budaya dengan corak ragam dan daya dukung yang berbeda satu dengan lainnya. Pengaturan pemanfaatan ruang wilayah yang didasarkan pada corak dan daya dukungnya akan meningkatkan keselarasan, keseimbangan sub sistem, yang berarti juga meningkatkan daya tampungnya. Pengelolaan sub-sistem yang satu akan berpengaruh kepada kepada sub-sistem yang lain, yang pada akhirnya akan mempengaruhi sistem ruang secara keseluruhan. Oleh karena itu, pengaturan ruang menuntut dikembangkan suatu sistem dengan keterpaduan sebagai ciri utamanya. Ada pengaruh timbal balik antara ruang dan kegiatan manusia. Karakteristik ruang menentukan macam dan tingkat kegiatan manusia, sebaliknya kegiatan manusia dapat merubah, membentuk dan mewujudkan ruang dengan segala unsurnya. Kecepatan perkembangan manusia seringkali tidak segera tertampung dalam wujud pemanfaatan ruang, hal ini disebabkan karena hubungan fungsional antar ruang tidak segera terwujud secepat perkembangan manusia. Oleh karena itu, rencana tata ruang wilayah yang disusun, haruslah dapat menampung segala kemungkian perkembangan selama kurun waktu tertentu. 3. Ruang wilayah Kabupaten Belu, mencakup wilayah kecamatan yang merupakan satu kesatuan ruang wilayah yang terdiri atas satuan-satuan ruang yang disebut dengan kawasan. Dalam berbagai kawasan terdapat macam dan budaya manusia yang berbeda, sehingga diantara berbagai kawasan tersebut seringkali terjadi tingkat pemanfaatan dan perkembangan yang berbeda-beda. Perbedaan ini apabila tidak ditata, dapat mendorong terjadinya ketidakseimbangan pembangunan wilayah. Oleh karena itu, rencana tata ruang wilayah, secara teknis harus mempertimbangkan : (i) keseimbangan antara kemampuan ruang dan kegiatan manusia dalam memanfaatkan serta meningkatkan kemampuan ruang ; (ii) keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam pemanfaatan antar kawasan dalam rangka meningkatkan kapasitas produktivitas masyarakat dalam arti luas.
39
4.
5.
6.
7.
8.
Meningkatnya kegiatan pembangunan yang memerlukan lahan, baik tempat untuk memperoleh sumber daya alam mineral atau lahan pertanian maupun lokasi kegiatan ekonomi lainnya, seperti industri, pariwisata, pemukiman dan administrasi pemerintahan, potensial meningkatkan terjadinya kasus-kasus konflik pemanfaatan ruang dan pengaruh buruk dari suatu kegiatan terhadap kegiatan lainnya. Berkenaan dengan hal tersebut, diperlukan perencanaan tata ruang yang baik dan akurat, agar perkembangan tuntutan berbagai kegiatan pemanfaatan ruang dan sumberdaya yang terdapat di dalamnya dapat berfungsi secara optimal, terkendali, selaras dengan arah pembangunan Daerah Kabupaten Belu. Kendatipun perencanaan tata ruang sepenuhnya merupakan tindak pemerintahan atau sikap tindak administrasi negara, dalam proses penyusunan sampai pada penetapannya perlu melibatkan peran serta masyarakat. Peran serta masyarakat dalam perencanaan tata ruang menjadi penting dalam kerangka menjadikan sebuah tata ruang sebagai hal yang responsif (responsive planning), artinya sebuah perencanaan yang tanggap terhadap preferensi serta kebutuhan dari masyarakat yang potensial terkena dampak apabila perencanaan tersebut diimplementasikan. Tegasnya, dalam konteks perencanaan tata ruang, sebenarnya ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama, kewajiban Pemerintah untuk memberikan informasi, Kedua, hak masyarakat untuk di dengar (the right to be heard). Dalam praktek, pada dasarnya dua aspek ini saling berkaitan karena penerapannya menunjukkan adanya jalur komunikasi dua arah. Dengan kewajiban pemerintah untuk memberi informasi yang menyangkut rencana kegiatan/perbuatan administrasi, dan adanya hak bagi yang terkena (langsung maupun tidak langsung) oleh kegiatan/perbuatan pemerintah, mengandung makna bahwa mekanisme itu telah melibatkan masyarakat dalam prosedur administrasi negara, di pihak lain dapat menunjang pemerintahan yang baik dan efektif, karena dengan mekanisme seperti itu pemerintah dapat memperoleh informasi yang layak sebelum mengambil keputusan. Mekanisme seperti itu dapat menumbuhkan suasana saling percaya antara pemerintah dan rakyat sehingga dapat mencegah sengketa yang mungkin terjadi serta memungkinkan terjadinya penyelesaian melalui jalur musyawarah. Secara normatif, perencanaan tata ruang dimaksud perlu diberi status dan bentuk hukum agar dapat ditegakkan, dipertahankan dan ditaati oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Hanya rencana yang memenuhi syarat-syarat hukumlah yang dapat melindungi hak warga masyarakat dan memberi kepastian hukum, baik bagi warga maupun bagi aparatur pemerintah termasuk didalamnya administrasi negara yang bertugas melaksanakan dan mempertahankan rencana, yang sejak perencanaannya sampai penetapannya memenuhi ketentuan hukum yang berlaku. Apabila suatu rencana telah diberi bentuk dan status hukum, maka rencana itu terdiri atas atas susunan peraturan-peraturan yang pragmatis, artinya segala tindakan yang didasarkan kepada rencana itu akan mempunyai akibat hukum. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada Pasal 78 mengamanatkan bahwa Peraturan Daerah Kabupaten tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten disusun atau disesuaikan paling lambat dalam waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan. Dengan demikian maka Pemerintah Daerah Kabupaten Belu harus segara menyusun dan menetapkan peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Belu yang sesuai dengan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu disusun Peraturan Daerah yang akan menjadi acuan dalam pelaksanaan program-program pembangunan di daerah serta mendorong percepatan perkembangan masyarakat secara tertib, teratur dan berencana. Peraturan Daerah sendiri merupakan bagian tak terpisahkan dari kesatuan sistem perundang-undangan secara nasional, oleh karena itu peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang lebih tinggi atau bertentangan dengan kepentingan umum. Kepentingan umum yang harus diperhatikan bukan saja kepentingan rakyat banyak Daerah yang bersangkutan, melainkan kepentingan Daerah lain dan kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Ini berarti, pembuatan peraturan peraturan perundangundangan tingkat daerah, bukan sekedar melihat batas kompetensi formal atau
40
kepentingan Daerah yang bersangkutan, tetapi harus dilihat pula kemungkinan dampaknya terhadap daerah lain atau kepentingan nasional secara keseluruhan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup Jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Cukup jelas Huruf h Cukup jelas Huruf i Cukup jelas Huruf j Cukup jelas Huruf k Cukup jelas Huruf l Cukup jelas Huruf m Cukup jelas Huruf n Cukup jelas Huruf o Cukup jelas Pasal 6 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b
41
Cukup jelas Ayat (3) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Ayat (4) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Ayat (5) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Cukup jelas Huruf h Cukup jelas Huruf i Cukup jelas Huruf j Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Ayat (6) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Ayat (7) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas
42
Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Ayat (8) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Ayat (9) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Ayat (10) Huruf a Cukup jelas Ayat (11) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Ayat (12) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Ayat (13) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Ayat (14) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas
43
Ayat (15) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Moratorium Logging artinya penghentian sementara penebangan hutan Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Huruf g Cukup jelas Huruf h Cukup jelas Huruf i Cukup jelas Huruf j Cukup jelas Huruf k Cukup jelas Huruf l Cukup jelas Huruf m Cukup jelas Pasal 7 Yang dimaksud dengan “rencana struktur ruang” dalam ketentuan ini adalah gambaran struktur ruang yang dikehendaki untuk dicapai pada akhir tahun rencana, yang mencakup struktur ruang yang ada dan yang akan dikembangkan. Rencana struktur ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan sistem perkotaan dalam wilayah kabupaten dan jaringan prasarana wilayah kabupaten yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten selain untuk melayani kegiatan skala kabupaten yang meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, dan sistem jaringan sumberdaya air. Pasal 8 Cukup Jelas Pasal 9 Cukup Jelas Pasal 10 Cukup Jelas Pasal 11 Cukup Jelas Pasal 12 Cukup Jelas Pasal 13 Cukup jelas
44
Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d sistem pengelolaan TPA yang dikembangkan dengan menggunakan sistem controlled landfill dan sanitary landfill adalah merupakan konsep terpadu dengan cara ditimbun atau dibakar yang dilengkapi sarana sistem draenase pembuangan gas dari proses dekomposisi sampah, penyediaan pipa akibat cairan yang ditimbulkan sampe pada pembuangan. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Pasal 16 Cukup Jelas Pasal 17 Cukup Jelas Pasal 18 Cukup Jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup Jelas Pasal 21 Cukup Jelas Pasal 22 Cukup Jelas Pasal 23 Cukup Jelas Pasal 24 Cukup Jelas Pasal 25 Cukup Jelas Pasal 26 Cukup Jelas
45
Pasal 27 Cukup Jelas Pasal 28 Cukup Jelas Pasal 29 Cukup Jelas Pasal 30 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan Indikasi program utama dalam ketentuan ini menggambarkan kegiatan yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan rencana struktur ruang dan pola ruang wilayah provinsi. Selain itu, juga terdapat kegiatan lain, baik yang dilaksanakan sebelumnya, bersamaan dengan, maupun sesudahnya, yang tidak disebutkan dalam Peraturan Daerah ini. Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4) Cukup Jelas Ayat (5) Cukup Jelas Ayat (6) Cukup Jelas Ayat (7) Cukup Jelas Pasal 31 Cukup Jelas Pasal 32 Cukup Jelas Pasal 33 Cukup Jelas Pasal 34 Cukup Jelas Pasal 35 Cukup Jelas Pasal 36 Cukup Jelas Pasal 37 Cukup Jelas Pasal 38 Cukup Jelas
46
Pembangunan menara sesuai dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor: 02/PER/M. KOMINFO/ 3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi, Pembangunan Menara harus sesuai dengan standar baku tertentu untuk menjamin aspek keamanan dan keselamatan aktivitas kawasan di sekitarnya dengan memperhitungkan faktor-faktor yang menentukan kekuatan dan kestabilan konstruksi Menara, antara lain: a. tempat/space penempatan antena dan perangkat telekomunikasi untuk penggunaan bersama; b. ketinggian Menara; c. struktur Menara; d. rangka struktur Menara; e. pondasi Menara; dan f. kekuatan angin. Pasal 39 Cukup Jelas Pasal 40 Cukup Jelas Pasal 41 Cukup Jelas Pasal 42 Cukup Jelas Pasal 43 Cukup Jelas Pasal 44 Yang dimaksud dengan insentif dalam ketentuan ini kemudahan yang diberikan terhadap pemberian izin pemanfaatan ruang untuk mendorong tercapainya perlindungan terhadap kawasan perencanaan. Yang dimaksud dengan disinsentif dalam ketentuan ini adalah pengekangan yang dilakukan terhadap pemberian izin pemanfaatan ruang untuk membatasi kecenderungan perubahan dalam pemanfaatan ruang. Pasal 45 Cukup Jelas Pasal 46 Cukup Jelas Pasal 47 Cukup Jelas Pasal 48 Cukup Jelas Pasal 49 Cukup Jelas Pasal 50 Cukup Jelas Pasal 51 Cukup Jelas Pasal 52
47
Cukup Jelas Pasal 53 Cukup Jelas Pasal 54 Cukup Jelas Pasal 55 Cukup Jelas Pasal 56 Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BELU TAHUN 2011 NOMOR 63.
48
LAMPIRAN I LAMPIRAN I.1 STRUKTUR RUANG I.1.1 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi I.1.1.1 sistem jaringan transportasi darat di kabupaten Belu a. Jalan Nasional
1. Eksisiting
1
No. Ruas/ Link N.065
Batas TTU - Spg.Halilulik
16.500
2
N.066
Spg.Halilulik – Atambua
21.000
3
N.067
Atambua – Motaain
35.500
No
Ruas Jalan
Total
Panjang (km)±
Sistem Jaringan Lintas Utama P. Timor Lintas Utama P. Timor Lintas Utama P. Timor
73.000
2. Rencana Pengembangan Menjadi Jalan Nasional No. Panjang Sistem Ruas/ Ruas Jalan No (km)± Jaringan Link 1 K.12 Boas – Kotabot 21,000 Lintas Utama P. Timor 2 K.13 Wemasa – Uarau 16,000 Lintas Utama P. Timor 3 Lintas Utama K.71 Salore-Silawan-Motaain 13.000 P. Timor 4 P.085 Spg.Halilulik – Besikama 27,000 Lintas Utama (melalui ruas jalan P. Timor Spg.Halilulik - Boas ) 5 P.086 Atambua - Haliwen –Selore 9,400 Lintas Utama P. Timor 6 P.087 Atambua – Weluli 40,800 Lintas Utama P. Timor Total 127,200
49
b.
Jalan Provinsi 1. Eksisting Panjang (km)
1
No. Ruas/ Link P.085
2
P.086
3
P.087
4
P.123
5
P.124
No. 6
No. Ruas/ Link P.125
Webua – Motamasin
23.000
7
P.126
Lakafehan – Kalitin
5.200
No.
Ruas Jalan Spg.Halilulik – Besikama Atambua - Haliwen – Selore Atambua – Weluli
70.800
Spg.Berluli - Teluk Gurita Besikama – Wanibesak
7.000
Ruas Jalan
Total
Status Lintas Utama P. Timor Lintas Utama P. Timor Lintas Utama P. Timor Lintas Utama P. Timor Lintas Utama P. Timor
9.400 40.800
13.400 Panjang (km)
Status Lintas Utama P. Timor Lintas Utama P. Timor
169.600
2. Rencana Pengembangan Menjadi Jalan Propinsi No. 1 2
c.
No. Ruas/ Link K.01 K.44
Ruas Jalan Rainino – Kaputu Umasakaer - Kaputu Total
Panjang (km) 19.800 15.800 35.600
Jalan Kabupaten No 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
No.Ruas/ Link K.01 K.02 K.03 K.04 K.05 K.06 K.07 K.08 K.09 K.10
Ruas Jalan Rainino – Kaputu Kakase – Biudukfoo Fatukbesi - Fatuknutuk Weliman - Biudukfoho Numponi – Uabau Spg.Haitimuk - Webrimata Besikama – Fahiluka Betun – Fahiluka Umakatahan - Besikama Motamauk - Fatusakar
Panjang (Km) 19.800 28.000 12.500 20.000 10.500 10.800 4.000 12.800 8.300 26.000 50
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
K.11 K.12 K.13 K.14 K.15 K.16 K.17 K.18 K.19 K.20 K.21 K.22 K.23 K.26 K.27
No
No.Ruas/ Link K.30 K.33 K.34 K.35 K.36 K.37 K.38 K.39 K.41 K.42 K.43 K.44 K.46 K.47 K.49 K.50 K.51 K.53 K.54 K.55 K.56 K.57 K.58 K.59 K.60 K.61 K.62 K.63 K.64
36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64
Kada - Spg.Kotabot Boas – Kotabot Wemasa – Uarau Motaoe – Dafala Halilulik – Fatubesi Wedomu - Spg.Dafala Wilaen – Rusan Builalu – Fulur Spg.Builalu – Holeki Spg.Fulur – Kewar Weluli – Nuawain Sp.Weluli – Fulur Sp. Fulur – Henes Haliwen – Sadi Sadi - Fulanmonu Ruas Jalan Berluli - Fatuatis Sp.Wedomu - Sadi Fatubenao - Debubot Nenuk – Dafala Webua – Kletek Atambua - Taektoo Nenuk – Tala Tubakioan - Kotafoun Lebur – Uarau Haekesak - Turiskain Nenuk - Kimbana Umasakaer - Kaputu Fatuknuktuk - Koka Koka - Biudukfoho Haitiumuk - Kakaniuk Atambua – Tala Kereana - Kaputu Wilaen - Halileki Wedomu - Nualain Weluli - Holsues Kada - Maubesi Wemasa - Masinlulik Haekesak - Wilaen Fatusakar -- Laktutus Sp. Nenuk - Lookeu Nubelu - Ksadan Takirin Biudukfoho - Tafuli Sp.Liakai-Lewalu-Ekin Dalam Kota Atambua
18.000 21.000 16.000 8.000 21.000 7.600 8.400 7.200 2.000 1.550 4.000 5.600 15.200 5.300 6.000 Panjang (Km) 6.000 11.500 8.000 15.700 6.200 5.000 19.000 7.700 25.000 4.900 12.000 15.800 7.000 13.000 8.000 2.200 15.500 12.400 23.800 5.000 3.000 5.350 5.500 8.000 8.000 5.000 10.500 6.000 36.815
51
65 66 67 68 69 70 71
d.
K.65 K.66 K.67 K.68 K.69 K.70 K.71
Leunklot - Wekmidar Umasakaer - Biudukfehan Wederok-Umaklolok Seon – Kakuun Wanibesak - Alkani Lalu-Rusan-Halileki Salore-Silawan-Motaain Total
9.000 5.000 6.000 8.000 12.000 22.400 13.000 686.815
Jalan Lingkar/Sabuk Perbatasan RI – RDTL Kabupaten Belu No.
Ruas Jalan
1 Motaain – Silawan – Salore Haliwen 2 Haliwen – Sadi 3 Sadi – Maneikun – Baudaok – Asumanu 4 Sarabau – Cbg.Lalu – Haekesak 5 Haekesak – Turiskain 6 Haekesak – Rusan - Builalu 7 Builalu – Fulur 8 Fulur – Kewar 9 Fulur – Henes 10 Wedomu – Nualain 11 Wedomu–Dafala– Lookeu – Fatubesi 12 Fatubesi - Laktutus 13 Laktutus – Fatusakar 14 Fatusakar – Metamauk Total
Status Jalan Saat ini Kab.
Panjang (km) 17,00
Kab. Desa
5,30 35,00
Kab.
30,00
Kab. Kab. Kab. Kab. Kab. Kab. Desa
4,90 12,00 7,20 1,55 15,20 23,80 32,00
Desa Kab. Kab.
11,00 15,00 26,00 235,95
I.1.1.2 Sistem Jaringan Transportasi Laut a. Rincian Pengembangan Pelayaran Lintas Negara No. 1.
b.
Rincian Pengembangan Pelayaran Regional No. 1.
c.
Nama Alur Pelayaran Internasional Atapupu – Timor Leste (RDTL)
Nama Alur Pelayaran Regional Kupang – Naikliu – Wini – Atapupu – Ende – Umbu Haramburu Kapita
Rincian Pengembangan Penyeberangan Lintas Provinsi
52
No. 1.
Nama Lintas Penyeberangan Provinsi Teluk Gurita – Kisar (Provinsi Maluku)
d.
Rincian Pengembangan Penyeberangan Lintas Kabupaten/Kota No. 1.
Nama Lintas Penyeberangan Kabupaten/Kota Teluk Gurita – Kalabahi (Kabupaten Alor);
2.
Teluk Gurita –Waibalun (Kabupaten Flores Timur); dan
3.
Teluk Gurita – Lewoleba (Kabupaten Lembata).
I.1.1.3 Sistem Jaringan Transportasi Udara a. Status/Fungsi Banda Udara No. Nama Bandara 1. Bandara Haliwen
Fungsi/Status Pengumpul Tersier
b. Rute Penerbangan Nasional No.
Nama Rute Penerbangan Nasional (sesuaikan dengan jalur/rute penerbangan dari luar provinsi menuju Bandara Haliwen di Atambua)
c. No.
Rincian Pengembangan Rute Penerbangan Provinsi Nama Rute Penerbangan Provinsi (sesuaikan dengan jalur/rute penerbangan lokal antar kabupaten dalam provinsi)
I.1.2 Rencana Sistem Jaringan Energi Di Kabupaten Belu a. Pembangkit Listrik No I
Jenis Pembangkit
Jumlah Beban Terpasang
Tambahan
PLTD
-
-
PLTU
-
4 X 6 MW
Pembangkit
53
PLTM
No
-
-
Jumlah Beban
Jenis Pembangkit PLTS
Terpasang
Tambahan
-
-
Sub Total II
-
Transmisi (Kms) 70 KV
No. 1.
2. 3. 4.
5.
-
JENIS PEMBANGKIT Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD)
KETERANGAN
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS)
b. Jaringan transmisi No. Jaringan Transmisi 1. Gardu Induk
-
-
PLTD Atambua PLTD Betun PLTD Besikama PLTD Naitimu PLTD Silawan PLTD Lamaknen PLTD Manleten PLTD Kobalima PLTD Boas PLTD Kaputu PLTD Biudukfoho PLTD Haekesak
-
PLTU 4 X 6 MW Au Fuik Desa Dualaus
Lamaknen Selatan Lamaknen, Lasiolat dan Raihat
Seluruh wilayah Kabupaten Belu yang belum terlayani energi listrik.(yang sudah terlayani PLTS Tersebar adalah di 21 Kecamatan yaitu di 104 desa dan PLTS Terpusat di Desa Nualain Kecamatan Lamaknen Selatan)
KETERANGAN
GI Atambua (Kab. Belu) GI di selurah ibu kota kecamatan (Kab. Belu)
c. Rencana Kebutuhan Listrik No 1
Penggunaan Rumah Tangga Kapling
2011 2172882
Kebutuhan (Watt) 2016 2021 2026 2574783 3051022 3615346
2031 4284049
54
No
2
3 4 5 6 7 8 9
Penggunaan Besar Rumah Tangga Kapling Sedang Rumah Tangga Kapling Kecil Jumlah Perumahan Komersial 15% Sosial 15% Daya Hilang 10% Cadangan 10% Penerangan Jalan 1,5% Total
Kebutuhan (Watt) 2021 2026
2011
2016
4512908
5347627
6336737
7508795
8897641
4512908
5347627
6336737
7508795
8897641
11198699 13270037 15724496 18632937
22079330
1679805
2031
1990506
2358674
2794941
3311900
1119870 13270037
1572450
1863294
2207933
1119870
1327004
1572450
1863294
2207933
1119870
1327004 15724496
1863294
2207933
4479480
5308015
7453175
8831732
9518894 23222565 27517868 15837996
18767431
6289798
I.1.3 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Telekomunikasi Tingkat Pelayanan Sambungan Telepon No 1 2 3 4
Penggunaan Telepon Pribadi Telepon Umum Wartel Jumlah
2016
Kebutuhan saluran 2021 2026
2031
9903
11735
13905
16477
99
117
139
165
413 10415
489 12341
579 14624
687 17328
I.1.4 Rencana Sistem Jaringan Sumber Daya Air Kabupaten Belu a. Sistem Jaringan Wilayah Sungai No. Nama Sungai (WS) Panjang (Km) Kecamatan 1. Benenain 100 Malaka Barat 2. Motadelek 15 Wewiku 3. Baen 30 Malaka Tengah 4. Wedik 10 Malaka Tengah 5. Talimetan 8 Malaka Timur 6. Motahoar 7 Malaka Timur 7. Motabuik 41 Tasbar 8. Luradik 10 Tasbar 9. Baukama 45 Tastim 10. Baukoek 10 Tastim 11. Motamoru 15 Tastim 12. Malibaka 50 Raihat 13. Weluli 18 Lamaknen 14. Motabalu 28 Kobalima
55
No. 15.
Nama Sungai (WS) Talau
Panjang (Km) 50
Kecamatan Kota Atambua
b. Rencana Status Daerah Irigasi Yang Menjadi Kewenangan dan Tanggung Jawab Pemerintah, Propinsi serta Kabupaten NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Daerah Irigasi DI Malaka DI Haekesak DI Alas DI Fatubesi DI Maubusa DI Obor DI Ainiba
8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19 20 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54.
DI Bakateu DI Bauatok DI Butasik, DI Derok DI Eturaifou DI Haekesak DI Halileki DI Halilulik DI Haliwen DI Holeki DI Lakekun I & II DI Nobelu DI Raimea DI Raimetan DI Salore DI Seonpasar DI Taeksoruk DI Takirin DI Teun DI Tolok DI Tubaki DI wemaromak DI Webua DI Webuni DI Wematek DI Weon DI Kimbana DI Lalosuk DI Wekari DI Weliman DI Hasimetan DI Lahurus DI Dualasi DI Lawalu DI Webot DI Beabo DI Buburlaran DI Mausaka DI Weharani DI Raiikun DI Halimodok DI Maudemu DI Lelowai DI Halioan DI Daris DI Kala Mesak DI Ekin
Luas (Ha) 6.700 3.400 1650 1650 1350 1815 150
Kewenangan Pusat Pusat Provinsi Provinsi Provinsi Provinsi Kabupaten
100 100 150 100 125 600 450 200 299 450 250 128 400 150 150 100 150 120 100 600 300 200 100 100 200 100 50 50 50 100 250 175 200 250 250 235 350 450 230 350 125 100 138 75 60 65 50
Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten
Keterangan
56
I.1.6 Rencana Sistem Jaringan Prasarana Air Bersih Kabupaten Belu a.Rencana Pengembangan Sumber Air Bersih No. 1. 2. 3.
Jenis Pengembangan Mata Air Sumur Bor Air Sungai
Kecamatan Seluruh Kecamatan yang potensial Seluruh Kecamatan yang potensial Seluruh Kecamatan yang potensial yang lialiri air dari sungai – sungai : Sungai Motadelek, Sungai Baen, Sungai Medik, Sungai Talimetan, Sungai Motahoar, Sungai Motabuik, Sungai Luradik, Sungai Baukama, Sungai Baukoek, Sungai Motamoru, Sungai Welulik, Sungai Malibaka, Sungai Motabulu dan Sungai Talau
a. Rencana Kebutuhan Air Bersih
N o 1 2 3 4
Tahun 2016 2021 2026 2031
Jumlah Penduduk Terlayani (Jiwa) 490.750 562.994 635.239 707.483
Perumahan
Ekonomi
120 58.890.000 67.559.280 76.228.680 84.897.960
60% 294.450 337.796 381.143 424.490
Kebutuhan (Liter/hari) PerkanSosial toran Industri 35% 171.763 197.048 222.334 247.619
15% 73.613 84.449 95.286 106.122
10% 49.075 56.299 63.524 70.748
Kebocoran
Cadangan
2% 9.815 11.260 12.705 14.150
5% 24.538 28.150 31.762 35.374
Total 203.093.779 235.100.449 273.271.516 318.987.274
LAMPIRAN 1.2 POLA RUANG 1.2.1 Rencana Pola Ruang Kawasan Lindung Kabupaten Belu 1.2.1.1 Kawasan Hutan Lindung Kabupaten Belu NO 1 3 4
KAWASAN HUTAN Selie Tukubesi Bifennasi-Sonmahole
5
Lakaan Mandeu
6
Fatusakar
KECAMATAN
Kobalima Tasifeto Timur Kakuluk Mesak, Atambua Barat, Tasifeto Barat, Laenmanen, Sasita Mean Nanaet Dubesi, Raimanuk, Malaka Timur, Lamaknen, Lasiolat Kobalima Timur Total
LUAS (HA) 853.8 268.95 15.591.27 31.166.16 2.273.6 50.153.78
1.2.1.2 Kawasan yang Memberi Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya 1.2.1.3 Kawasan Perlindungan Setempat No Kawasan Lindung Luas (Ha) 1 Hutan Mangrove 9,193 2 Sempadan Sungai 4,520 3 Sempadan Pantai 2,303 57
4 5
Waduk Sempadan Mata Air Jumlah
Belum Terhitung Belum Terhitung 16.016
58
1.2.1.4 Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya No Kawasan Lindung Luas (Ha) 1 Suaka Margasatwa Kateri 4,669.32 2 Cagar Alam Maubesi 3,246 Jumlah 7,915.32
1.2.2 Rencana Pola Ruang Kawasan Budidaya di Kabupaten Belu Luasan Kawasan Budidaya No
Kawasan Budidaya
Luasan (Ha)
1
Kawasan Hutan Produksi
2
Kawasan Pertanian Tanaman Pangan
31,946
3
Kawasan Pertanian Tanaman Holtikultura
56,436
4
Kawasan Peruntukan Perkebunan
19,244.59
5
Kawasan Peruntukan Peternakan
3,360
6
Kawasan Budidaya Perikanan
7
Kawasan Pesisir
1.2.2.1 Luas Hutan Produksi di Kabupaten Belu No Hutan Produksi Kecamatan Hutan Produksi Terbatas
2
Hutan produksi Tetap
3
Hutan produksi Konversi Total
2,609.12 3,635 120,968.07
Total
1
3,737.36
Sasitamean, Laenmanen, Io Kufeu Tasifeto Barat Rinhat Laenmanen, Raimanuk
Luas (Ha) 155,88
199,51 2.241,97 1.140 3.737,36
1.2.2.2 Kawasan Peruntukan Pertanian Pertanian Holtikultura (Buah-buahan) No Jenis Buah Kecamatan 1 Advokat Kec. Malaka Barat, Rinhat, Malaka Tengah, Sasita Mean, Malaka Timur, Laenmanen, Kobalima, Tasifeto Timur, Raihat, Lamaknen, Lamaknen Selatan dan Lasiolat 2 Belimbing Kec. Kobalima, Kota Atambua, Tasifeto Timur, Raihat 3 Jeruk Keprok Soe Henes dan Lakmaras Kecamatan Lamaknen dan Kecamatan Lamaknen Selatan 59
No Jenis Buah 4 Jeruk Besar
5
Jambu Biji
6
Jambu Air
7
Mangga harummanis
8
Nangka/Cempedak
9
Pepaya
10
Nenas
11
Pisang
12
Salak
13 14 15
Sawo Markisa/Konyal Sirsak
16
Sukun
Kecamatan Rinhat, Wewiku, Weliman, Sasita Mean, Malaka Timur, Laenmanen, Raimanuk, Kobalima, Tasifeto Barat, Kota Atambua, Raihat di seluruh wilayah di Kabupaten Belu Malaka Barat, Weliman, Malaka Tengah, Tasifeto Barat, Kota Atambua, Raihat Malaka Barat, Rinhat, Wewiku, Weliman, Malaka Tengah, Sasita Mean, Malaka Timur, Laenmanen, Raimanuk, Kobalima, Tasifeto Barat, Kakuluk Mesak, Kota Atambua, Tasifeto Timur, Raihat, Lamaknen Malaka Barat, Rinhat, Weliman, Malaka Tengah, Sasita Mean, Malaka Timur, Laenmanen, Raimanuk, Kobalima, Tasifeto Barat, Kakuluk Mesak, Kota Atambua, Tasifeto Timur, Raihat, Lasiolat,Lamaknen Malaka Barat, Rinhat, Wewiku, Weliman, Malaka Tengah, Sasita Mean, Malaka Timur, Laenmanen, Raimanuk, Kobalima, Tasifeto Barat, Kakuluk Mesak, Kota Atambua, Tasifeto Timur, Raihat, Lasiolat, Lamaknen Rinhat, Weliman, Malaka Tengah, Sasita Mean, Malaka Timur, Laenmanen, Raimanuk, Kobalima, Kakuluk Mesak, Kota Atambua, Tasifeto Timur, Raihat, Lasiolat, Lamaknen Seluruh kawasan Malaka, Kecamatan Raimanuk, dan Kecamatan Tasifeto Barat di seluruh Kabupaten Belu terutama di daerah irigasi wilayah Kabupaten Belu wilayah Kabupaten Belu Malaka Barat ,Rinhat, Weliman, Malaka Timur, Raimanuk, Kobalima, Kakuluk Mesak, Kota Atambua, Tasifeto Timur, Raihat, Lamaknen wilayah Kabupaten Belu
Tanaman Holtikultura (Sayur-sayuran) No Jenis Sayuran Kecamatan 1 Bawang Merah Malaka Barat, Malaka Tengah, Sasita Mean, Malaka Timur, Laenmanen,
60
No
Jenis Sayuran
2
Bawang Putih
3
Kentang
4 5 6 7 8 9 10 11
Kubis Petsai/Sawi Wortel Kacang Panjang Cabe Besar Cabe Rawit Tomat Terung
12 13
Kangkung Semangka
Kecamatan Raimanuk, Kobalima, Tasifeto Barat, Kakuluk Mesak, Kota Atambua, Tasifeto Timur, Raihat, Lasiolat, Lamaknen dan Lamaknen Selatan Malaka Tengah, Malaka Timur, Raimanuk, Kobalima, Raihat, Lasiolat, Lamaknen dan Lamaknen Selatan Lamaknen dan Lamaknen Selatan Kabupaten Belu Kabupaten Belu Kabupaten Belu Kabupaten Belu Kabupaten Belu Kabupaten Belu Kabupaten Belu Malaka Barat, Rinhat, Weliman, Malaka Tengah, Sasita Mean, Malaka Timur, Laenmanen, Raimanuk, Kobalima, Tasifeto Barat, Kakuluk Mesak, Kota Atambua, Tasifeto Timur, Raihat, Lasiolat Kabupaten Belu Kabupaten Belu
Kawasan Peruntukan Perkebunan No Jenis Perkebunan Kecamatan 1 Kelapa Malaka Barat, Rinhat, Wewiku, Weliman, Malaka Tengah, Sasita Mean, Malaka Timur, Laenmanen, Raimanuk, Kobalima, Tasifeto Barat, Kakuluk Mesak, Kota Atambua, Tasifeto Timur, Raihat, Lasiolat, Lamaknen, Atambua Selatan, Atambua Barat, Io Kufeu, Botin Leobele, Lamaknen Selatan, Kobalima Timur, Dubesi Nanaet 2 Kelapa dalam Wewiku, weliman, Malaka Barat, Malaka Tengah, (Kawasan Besikama), Kecamatan Kobalima, Kecamatan Kobalima Timur (Alkani sampai Alas Selatan) 3 Jambu Mente Rinhat, Sasita Mean (bagian bawah), Malaka Timur, Laenmanen,
61
No
Jenis Perkebunan
4
Kopi
5
Kopi Arabica
6
Kakao
7
Kemiri
8
Kapuk
9
Pinang
Kecamatan Raimanuk, Kobalima, Tasifeto Barat, Kakuluk Mesak, Kota Atambua, Tasifeto Timur, Raihat, Lasiolat, Lamaknen, Atambua Selatan, Atambua Barat, Io Kufeu, Botin Leobele, Lamaknen Selatan, Kobalima Timur, Dubesi Nanaet Rinhat, Weliman, Malaka Tengah, Sasita Mean, Malaka Timur, Raimanuk, Kobalima, Tasifeto Barat, Kota Atambua, Tasifeto Timur, Raihat, Lasiolat, Lamaknen, Atambua Selatan, Atambua Barat, Io Kufeu, Botin Leobele, Lamaknen Selatan, Kobalima Timur, Dubesi Nanaet Lamaknen, Lamaknen Selatan dan Lasiolat Besikama Kecamatan Malaka Barat Rinhat, Weliman, Malaka Tengah, Sasita Mean, Malaka Timur, Laenmanen, Raimanuk, Kobalima, Tasifeto Barat, Kakuluk Mesak, Kota Atambua, Tasifeto Timur, Raihat, Lasiolat, Lamaknen, Atambua Selatan, Atambua Barat, Io Kufeu, Botin Leobele, Lamaknen Selatan, Kobalima Timur, Dubesi Nanaet Malaka Barat, Rinhat, Wewiku, Weliman, Malaka Tengah, Sasita Mean, Malaka Timur, Laenmanen, Raimanuk, Kobalima, Tasifeto Barat, Kakuluk Mesak, Kota Atambua, Tasifeto Timur, Raihat, Lasiolat, Lamaknen, Atambua Selatan, Atambua Barat, Io Kufeu, Botin Leobele, Lamaknen Selatan, Kobalima Timur, Dubesi Nanaet Malaka Barat, Rinhat, Wewiku, Weliman, Malaka Tengah, Sasita Mean, Malaka Timur, Laenmanen, Raimanuk, Kobalima, Tasifeto Barat, Kakuluk 62
No
Jenis Perkebunan
10
Vanili
11
Jarak Pagar
12
Siri Daun/siri buah
13
Tembakau
14
Nilam
Kawasan Peruntukan Peternakan No Jenis Peternakan 1 Ternak hewan besar (Kuda, Sapi, Kerbau) dan kecil (Kambing, Babi)
2
Ternak unggas (Ayam Kampung dan Itik)
Kecamatan Mesak, Kota Atambua, Tasifeto Timur, Raihat, Lasiolat, Lamaknen, Atambua Selatan, Atambua Barat, Io Kufeu, Botin Leobele, Lamaknen Selatan, Kobalima Timur, Dubesi Nanaet Tasifeto Timur, Lasiolat, Sasitamean, Botin Leo Bele, Io Kufeu, Lamaknen, Lamaknen Selatan, Kobalima Timur seluruh Kecamatan di Kabupaten Belu kecuali kawasan Besikama Wewiku, Weliman, Malaka Tengah, Sasita Mean, Laenmanen, Raimanuk, Lasiolat, Io Kufeu, Botin Leobele, Dubesi Nanaet Malaka Barat, Wewiku, Weliman, Sasita Mean, Io Kufeu, Botin Leobele Malaka Barat, Lamaknen, Lamaknen Selatan
Kecamatan Malaka Barat, Rinhat, Wewiku, Weliman, Malaka Tengah, Sasitamean, Malaka Timur, Laenmanen, Raimanuk, Kobalima, Tasifeto Barat, Kakuluk Mesak, Kota Atambua, Tasifeto Timur, Raihat, Lasiolat, Lamaknen Kecamatan Malaka Barat, Rinhat, Wewiku, Weliman, Malaka Tengah, Sasitamean, Malaka Timur, Laenmanen, Raimanuk, Kobalima, Tasifeto Barat, Kakulukmesak, Kota Atambua, Tasifeto Timur, Raihat, Lasiolat, Lamaknen
Kawasan-kawasan Pengembalaan Umum No Kawasan Pengembalaan Kecamatan Umum 1 Kawasan Kapitan Meo Laenmanen 2 Kawasan Sonis Kecamatan Tasifeto Laloren/Bakustulama Barat 3 Kawasan Manumutin Sasitamean dan Io Silole Kufeu 4 Kawasan Wekakoli Malaka Tengah dan Rinhat 5 Kawasan Laloren Kobalima, Malaka Timur dan Raimanuk
Luasa (Ha) 310 500 750 1000 500
63
No 6
Kawasan Pengembalaan Umum Kawasan Sadi
Kecamatan Tasifeto Timur
1.2.2.3 Peruntukan Budidaya Perikanan No Kawasan Budidaya Kecamatan Perikanan 1 Budidaya ikan air tawar Lamaknen Rinhat Lasiolat Tasifeto Timur Tasifeto Barat Raimanuk Laenmanen Malaka Timur Sasita Mean Malaka Tengah Rinhat Weliman Wewiku Kobalima Kota Atambua Atambua Selatan Atambua Barat 2
Luasa (Ha) 300
Luasa (Ha)
4 35 7 6 3,5 9 5,05 3 2 2,5 2,05 0,02 1 21 3,00 4,00 3,00
Budidaya tambak Wewiku Malaka Tengah Kobalima Kakuluk Mesak
393 1300 745 100
1.2.2.4 Potensi Pertambangan di Kabupaten Belu No Jenis Tambang Kecamatan 1 Mineral Logam a. Nikel Kakuluk Mesak dan Lamaknen b. Emas Lamaknen, Raihat, Sekunder (Placer) Tasifeto Barat, Tasifeto Timur dan Raimanuk c. Tembaga Lamaknen dan Kakuluk (Cooper) Mesak 2 Mineral Bukan Logam a. Asbes Kakuluk Mesak b. Gypsum Tasifeto Timur, Lamaknen, Malaka Timur dan Raimanuk 3 Batuan a. Magnesium Raimanuk b. Rembesan Minyak Kobalima (pantai selatankada), Malaka tengah dan Malaka Barat c. Mangan Kabupaten Belu kecuali Kecamatan Malaka Barat d. Batu Marmer Raimanuk, Laenmanen,
64
No
Jenis Tambang
Kecamatan Malaka Timur, Tasifeto Barat, Kota Atambua dan Kakuluk Mesak e. Batu Lempung Kabupaten Belu f. Batu Gamping Koral Tasifeto Barat, Raimanuk dan Laenmanen g. Batu Setengah Malaka Timur, Kakuluk Permata dan Kristal Mesak dan Raihat Kuarsa
1.2.2.5 Obyek-Obyek Wisata di Kabupaten Belu No Kecamatan Potensi Pariwisata 1
Kakuluk Mesak
Kolam Susuk, Pantai Teluk Gurita, Pasir Putih, gua Maria Ratu Dualilo
2
Malaka Tengah
Pantai Motadikin, Kampung Adat Bolan, Kampung Adat Kamanasa, Gua Lourdes Kamanasa
3
Kobalima
Saluhu, Lumpur Dingin Masin Lulik dan Kelelawar Hasan Maubesi
4
Malaka Barat
Pantai Beirasi & Pantai Abudenok
5
Weliman
Kampung Adat Haitimuk & Gua Maria Loro Haitimuk
6
Wewiku
Pantai Taberek
7
Rinhat
Obyek Wisata Nanebot
8
Malaka Timur
Ksadan Loro Dirma
9
Tasifeto Barat
Gua Peninggalan Raja Dubesi Nanaet dan kolam We Babotok/ Halimea
10
Lamaknen
Benteng Makes, Rumah Adat Kewar dan Air Terjun Lesutil
11
Raihat
Gua Kelelawar di Tohe
12
Lamaknen Selatan
Kampung adat Nualain
13
Tasifeto Timur
Ksadan Takirin
14
Kota Atambua
Kampung adat Fatuketi
15
Atambua Selatan
Kolam Renang Tirta
16
Atambua Barat
Ksadan Matabesi
65
LAMPIRAN II
Indikasi Program INDIKASI SUMBER PENDANAAN
INSTANSI PELAKSANA/ KOORDINATOR
4
5
Bandara Haliwen
APBN, APBD Provinsi
Kementerian Perhubungan, Dinas Perhubungan
Perkotaaan Atambua
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab
P
Perkotaaan Atambua
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab.,Swasta
4.
P engembangan fasilitas pendidikan berskala internasional
Perkotaaan Atambua
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab.,Swasta
5.
P
Perkotaaan
APBN, APBD
Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Dinas Perindag Kementerian Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan Kementerian
INDIKASI USULAN PROGRAM UTAMA
NO
1 I. A. A1.
LOKASI
2 PERWUJUDAN STRUKTUR RUANG Perwujudan Pusat Kegiatan PKSN dan PKWp Atambua 1. P engembangan Bandara Haliwen menjadi Bandara pengumpul dan Bandara khusus dengan fungsi pertahanan dan keamanan 2. P engembangan RSUD Atambua menjadi rumah sakit tipe B 3. engembangan fasilitas perdagangan sebagai pusat distribusi barang dan jasa berksala internasional
3
2012 6
V
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN I II III 2017 2022 2013 2014 2015 2016 2021 2026 7 8 9 10 11 12
V
V
V
V
V
V
V
IV 2027 2031 13
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
66
INDIKASI USULAN PROGRAM UTAMA
NO
1
2 engembangan fasilitas perkantoran pelayanan publik 6.
P engembangan fasilitas rekreasi, olahraga dan wisata 7. P eningkatan kualitas pelayanan fungsi terminal tipe B A2.
LOKASI
3 Atambua
INDIKASI SUMBER PENDANAAN 4 Provinsi, APBD Kab
INSTANSI PELAKSANA/ KOORDINATOR
2012
5 Dalam Negeri, Sekretariat Daerah
6
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN I II III 2017 2022 2013 2014 2015 2016 2021 2026 7 8 9 10 11 12
Perkotaaan Atambua Perkotaaan Atambua
PKLp 1. Pengembangan fasilitas perdagangan sebagai pusat distribusi barang dan jasa berskala regional dalam mendukung pengembangan kawasan agropolitan dan minapolitan
Malaka Tengah Perkotaan Betun
2.
Pengembangan fasilitas pendidikan berskala regional
Perkotaan Betun
3.
Pengembangan fasilitas perkantoran pelayanan publik
Perkotaan Betun
4.
Peningkatan kualitas pelayanan fungsi terminal tipe B
Terminal Betun
V
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab
Kementerian Perhubungan, Dinas Perhubungan
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab
Kementerian Pertanian,Kem enterian Kelautan dan Perikanan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan Dinas Pendidikan, Swasta
APBD Provinsi, APBD Kab., Swasta APBD Provinsi, APBD Kab. APBD Provinsi, APBD Kab.
II-67
Sekretariat Daerah
V
V
Dinas Perhubungan
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
IV 2027 2031 13
V
V
V
V
V
V
V
V
INDIKASI USULAN PROGRAM UTAMA
NO
1 5.
A3.
2 Peningkatan pelayanan kesehatan
PPK
1. 2.
Peningkatan kualitas pelayanan fungsi terminal tipe C Pembangunan terminal tipe C
3.
Pengembangan Pasar skala kecamatan
4.
Pengembangan fasilitas perkantoran pelayanan publik skala kecamatan
LOKASI
3 Rumah Sakit Betun
Raihat, Tasifeto Barat, Laenmanen, Malaka Timur, Raimanuk, Kobalima Terminal Naresa Raihat, Laenmanen, Malaka Timur, Raimanuk, Kobalima Raihat, Tasifeto Barat, Laenmanen, Malaka Timur, Raimanuk, Kobalima Raihat, Tasifeto Barat, Laenmanen, Malaka Timur, Raimanuk, Kobalima
INDIKASI SUMBER PENDANAAN
INSTANSI PELAKSANA/ KOORDINATOR
4 APBN,APBD Provinsi, APBD Kab.,Swasta
5 Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan,Sw asta
APBD Kab.
Dinas perhubungan Dinas perhubungan
APBD Kab.
V
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN I II III 2017 2022 2013 2014 2015 2016 2021 2026 7 8 9 10 11 12 V
V
V
2012 6
V
V
V
V
V
V
V
APBD Kab.
Dinas Pendapatan
V
V
V
V
APBD Kab.
Sekretariat Daerah
V
V
V
V
IV 2027 2031 13
V
68
INDIKASI USULAN PROGRAM UTAMA
NO
1
5 Kementerian Kesehatan, Dinas kesehatan
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab.,Swasta
Kementerian Pendidikan, Dinas Pendidikan, swasta
1. Pengembangan Pasar Desa
APBD Kab.
2. Pengembangan fasilitas
APBD Kab.
Dinas Pendapatan Sekretariat
6.
A4.
Pengembangan fasilitas pendidikan skala kecamatan
PPL
3 Raihat, Tasifeto Barat, Laenmanen, Malaka Timur, Raimanuk, Kobalima Raihat, Tasifeto Barat, Laenmanen, Malaka Timur, Raimanuk, Kobalima Kakuluk Mesak, Tasifeto Timur, lasiolat, Lamaknen Selatan, Lamaknen, Nanaet Dubesi, Kobalima Timur,Io Kufeu, Sasita Mean, Botin Leobele, Malaka Barat, Rinhat, Weliman, Wewiku
INSTANSI PELAKSANA/ KOORDINATOR
4 APBN, APBD Provinsi, APBD Kab.
5.
2 Pengembangan fasilitas kesehatan skala kecamatan
LOKASI
INDIKASI SUMBER PENDANAAN
II-69
2012 6
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN I II III 2017 2022 2013 2014 2015 2016 2021 2026 7 8 9 10 11 12 V V V V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
IV 2027 2031 13
NO
1
B. B1.
INDIKASI USULAN PROGRAM UTAMA 2 perkantoran 3. Pengembangan fasilitas dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan (Pustu,Polindes,Poskesdes) 4. Pengembangan fasilitas pendidikan
Perwujudan Prasarana Wilayah Perwujudan Sistem Transportasi: 1. Pengembangan Jaringan Jalan Arteri Primer 2. Pengembangan Jalan Kolektor Primer 3. Pengembangan Jalan Lokal Primer 4. Pengembangan Jaringan Jalan Lingkar 5. Pengembangan Terminal Penumpang di setiap pusat pelayanan 6. Pengembangan Sarana dan Prasarana Penyeberangan
7. Pengembangan Bandar Udara
LOKASI
INDIKASI SUMBER PENDANAAN
3
4 APBN, APBD Provinsi, APBD Kab. APBN, APBD Provinsi, APBD Kab.,swasta
Kabupaten Belu
APBN
Kabupaten Belu
APBD Prov.
Kabupaten Belu Kabupaten Belu
APBD Kab. APBN, APBD Prov.,APBD Kab. APBN,APBD Provinsi, APBD Kab.
Ibu kota Kabupaten & Ibu Kota Kecamatan Pelabuhan Teluk Gurita, Kecamatan Kakuluk Mesak Bandara
APBN,APBD Provinsi
APBN
INSTANSI PELAKSANA/ KOORDINATOR 5 Daerah Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Kementerian Pendidikan, Dinas Pendidikan, Swasta
2012 6
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN I II III 2017 2022 2013 2014 2015 2016 2021 2026 7 8 9 10 11 12
IV 2027 2031 13
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Kementerian PU Dinas PU
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Dinas PU Kementerian PU, Dinas PU
V V
V V
V V
V V
V V
V V
V V
Kementerian Perhubungan, Dinas Perhubungan Kementerian Perhubungan, Dinas Perhubungan, ASDP Kementerian
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
70
INDIKASI USULAN PROGRAM UTAMA
NO
1
B2.
LOKASI
2
8. Pengembangan pelabuhan Atapupu dengan fungsi pengumpul yang melayani pelayaran regional dan internasional Perwujudan Jaringan Energi dan Kelistrikan: 1. Pengembangan sistem jaringan energi pembangkit listrik meliputi : a. Tenag a Diesel b. Tenag a Uap c. Tenag a Mikro Hidro
d.
e.
2. Pengembangan gardu induk 3. Pengembangan Transmisi
V
V
V
V
PLN
PLN
V
V
V
V
V
Kabupaten Belu
PLN
PLN
V
V
V
V
V
Lamaknen
APBN,APBD Provinsi, APBD Kabupaten APBN,APBD Provinsi, APBD Kabupaten APBN,APBD Provinsi, APBD Kabupaten PLN
Kementerian ESDM, Dinas Pertambangan dan Energi Kementerian ESDM, Dinas Pertambangan dan Energi Kementerian ESDM, Dinas Pertambangan dan Energi PLN
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
PLN
PLN
V
V
V
V
V
V
Ibu Kota Kecamatan Ibu Kota
II-71
6
V
Atambua
Seluruh Kabupaten Belu
5 Perhubungan
IV 2027 2031 13
Kementerian Perhubungan
Tenag a Surya
2012
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN I II III 2017 2022 2013 2014 2015 2016 2021 2026 7 8 9 10 11 12
APBN
Lamaknen Selatan
4
INSTANSI PELAKSANA/ KOORDINATOR
3 Haliwen & Uabau Pelabuhan Atapupu, Kecamatan Kakuluk Mesak
Tenag a Bayu
INDIKASI SUMBER PENDANAAN
V
V
NO
1 B3.
INDIKASI USULAN PROGRAM UTAMA 2 Perwujudan Sistem Jaringan Telekomunikasi : 1. Pengembangan jaringan saluran tetap telekomunikasi yang terpasang di pusat ibukota dan ibukota kecamatan 2. Pengembangan infrastruktur telekomunikasi BTS
LOKASI
3 Kecamatan
INDIKASI SUMBER PENDANAAN
INSTANSI PELAKSANA/ KOORDINATOR
4
5
2012 6
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN I II III 2017 2022 2013 2014 2015 2016 2021 2026 7 8 9 10 11 12
Kabupaten Belu
APBN, Swasta,
Kementerian Kominfo, Swasta
V
V
V
V
V
V
Kabupaten Belu
APBN, Swasta,
V
V
V
V
V
V
3. Penyediaan pelayanaan internet
Ibu Kota Kecamatan
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab.,Swasta,
V
V
V
V
V
V
4. Pengembangan telekomunikasi untuk penanganan bencana
Kabupaten Belu
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab.,
V
V
V
V
V
V
5. Pengembangan jaringan stasiun televisi lokal hingga ke desa-desa
Kabupaten Belu
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab., Swasta
V
V
V
V
V
V
6. Pengembangan jaringan stasiun radio lokal hingga ke desa-desa
Kabupaten Belu
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab., Swasta
Kementerian Kominfo, Swasta Kementerian Kominfo, Dinas Perhubungan Kominfo, Swasta Kementerian Kominfo, BNPB, Dinas Perhubungan Kominfo, BDPB Kementerian Kominfo, Dinas Perhubungan Kominfo,TV Belu Kementerian Kominfo, Dinas Perhubungan Kominfo,RPD
V
V
V
V
V
V
IV 2027 2031 13
72
NO
1 B4.
INDIKASI USULAN PROGRAM UTAMA 2 Perwujudan Sistem Jaringan Sumberdaya Air 1. Pengembangan Wilayah Sungai (WS) Lintas Negara 2. Pengembangan Wilayah Sungai (WS) Lintas Kecamatan/Desa
LOKASI
INDIKASI SUMBER PENDANAAN
INSTANSI PELAKSANA/ KOORDINATOR
4
5
3
WS. Benenain
APBN
Kabupaten Belu
APBD Provinsi, APBD Kab. APBN ,APBD Provinsi, APBD Kab.
6
Kementerian PU Dinas PU
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Dinas PU, Kementerian PU
V
V
V
V
V
V
V
APBN ,APBD Provinsi, APBD Kab. APBN ,APBD Provinsi, APBD Kab.
Dinas PU, Kementerian PU Dinas PU, Kementerian PU
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Dinas PU, Kementerian PU, Kementerian ESDM, Dinas Pertambangan dan Energi Dinas PU, Kementerian PU
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
3. Pengembangan Sistem Jaringan Irigasi Kabupaten meliputi Pengembangan Bendungan (Dam/Embung/Cekdam). 4. Pengembangan Daerah Irigasi
Kabupaten Belu
5. Pengembangan Sistem Jaringan Air Bersih Kabupaten meliputi Rencana Pengembangan Jaringan Perpipaan air Minum yang dilayani perusahaan air minum , Saluran perpipaan air baku. 6. Pengembangan Jaringan Air Bersih melalui Bendung/Dam/Embung dan pemanfaatan air tanah
Kabupaten Belu
Kabupaten Belu
APBN ,APBD Provinsi, APBD Kab.
7. Pengembangan system Pengendalian Banjir
Kabupaten Belu
APBN ,APBD Provinsi, APBD Kab.
Kabupaten Belu
2012
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN I II III 2017 2022 2013 2014 2015 2016 2021 2026 7 8 9 10 11 12
II-73
IV 2027 2031 13
NO
1 B5.
INDIKASI USULAN PROGRAM UTAMA 2 Perwujudan Jaringan Prasarana Lingkungan 1. Pengembangan Sistem Pengelolaan Limbah Persampahan a. Penetapan Lokasi TPA
b. Penambahan Jumlah TPS
2. Penanganan Limbah meliputi Limbah Rumah Tangga, Kawasan Ekonomi dan Kawasan Industri II. C C1.
C2.
LOKASI
3
Kecamatan Kakuluk Mesak & Malaka Tengah Ibu Kota Kecamatan Kabupaten Belu
INDIKASI SUMBER PENDANAAN
INSTANSI PELAKSANA/ KOORDINATOR
4
5 V
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN I II III 2017 2022 2013 2014 2015 2016 2021 2026 7 8 9 10 11 12 V V V V V V
2012 6
IV 2027 2031 13
APBN ,APBD Provinsi, APBD Kab.
Dinas PU, Kementerian PU
V
V
V
V
APBN ,APBD Provinsi, APBD Kab. APBN ,APBD Provinsi, APBD Kab.
Dinas PU, Kementerian PU Dinas PU, BLHD, Kementerian PU
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Kementerian PU, BLHD, Dinas Kehutanan Kementerian PU, BLHD, Dinas Kehutanan
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Kementerian
V
V
V
V
V
V
V
V
PERWUJUDAN POLA RUANG Perwujudan Kawasan Lindung Perlindungan dan Rehabilitasi Kawasan Lindung 1. Kawasan Lindung
Kabupaten Belu
APBN ,APBD Provinsi, APBD Kab.
2. Kawasan Resapan Air
Kabupaten Belu
APBN ,APBD Provinsi, APBD Kab.
Perlindungan dan Rehabilitasi Kawasan Perlindungan Setempat 1. Kawasan Sempadan Sungai
Kabupaten Belu
APBN ,APBD
74
NO
1
C3.
INDIKASI USULAN PROGRAM UTAMA
LOKASI
2
3
INDIKASI SUMBER PENDANAAN 4 Provinsi, APBD Kab.
INSTANSI PELAKSANA/ KOORDINATOR 5 PU, BLHD, Dinas Kehutanan Kementerian PU, BLHD, Dinas Kehutanan Kementerian PU, BLHD, Dinas Kehutanan Kementerian PU, BLHD, Dinas Kehutanan Kementerian PU, BLHD, Dinas Kehutanan
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN I II III 2017 2022 2013 2014 2015 2016 2021 2026 7 8 9 10 11 12
IV 2027 2031 13
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
2012 6
2. Kawasan Sempadan Pantai
Kabupaten Belu
APBN ,APBD Provinsi, APBD Kab.
3. Kawasan Sekitar Danau/waduk
Kabupaten Belu
APBN ,APBD Provinsi, APBD Kab.
4. Kawasan Sekitar Mata Air
Kabupaten Belu
APBN ,APBD Provinsi, APBD Kab.
5. Ruang Terbuka Hijau
Kabupaten Belu
APBN ,APBD Provinsi, APBD Kab.
Kecamatan Malaka Barat, Kobalima, Malaka Tengah Kecamatan Malaka Tengah, botin Leobele, Kobalima Wilayah pesisir
APBN
Kementerian Kehutanan
V
V
V
V
V
V
V
V
APBN
Kementerian Kehutanan
V
V
V
V
V
V
V
V
APBN, APBD
Kementerian
V
V
V
V
V
V
V
V
Perlindungan dan Pemantapan Kawasan Konservasi 1. Cagar Alam Maubesi
2. Suaka Margasatwa Kateri
3. Hutan Mangrove (Bakau)
II-75
NO
INDIKASI USULAN PROGRAM UTAMA
1
C4.
D D1.
2
LOKASI
INDIKASI SUMBER PENDANAAN
3 pantai utara & Selatan
4 Provinsi, APBD Kab.
4. Cagar Budaya
Kabupaten Belu
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab.
Pengelolaan Kawasan Rawan Bencana 1. Kawasan Rawan Bencana Longsor
Kabupaten Belu
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab.
2. Kawasan Rawan Bencana Banjir
Kabupaten Belu
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab.
3. Kawasan Rawan Abrasi Pantai
Ds. Silawan ,Ds. Jenilu
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab.
Perwujudan Pengembangan Kawasan Budidaya Pemantapan Kawasan Hutan Produksi
APBN, APBD Provinsi,
INSTANSI PELAKSANA/ KOORDINATOR 5 Kehutanan, Dinas Kehutanan Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan, Dinas Pariwisata
Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Kehutanan
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN I II III 2017 2022 2013 2014 2015 2016 2021 2026 7 8 9 10 11 12
IV 2027 2031 13
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
2012 6
V
Kementerian Kehutanan,
76
NO
1
D2.
INDIKASI USULAN PROGRAM UTAMA
LOKASI
2
3
INDIKASI SUMBER PENDANAAN 4 APBD Kab.
1. Inventarisasi Kawasan Hutan
Kabupaten Belu
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab.
2. Revitalisasi Pemanfaatan Hutan
Kabupaten Belu
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab.
3. Pengamanan Hutan dan Pengendalian Kebakaran Hutan
Kabupaten Belu
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab.
HP Udukama, Oenunu, Uabau Atapupu,Wemat a Kabupaten Belu
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab.
Kabupaten Belu
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab.
Kabupaten Belu
APBN, APBD Provinsi,
Rehabilitasi dan Pengembangan Kawasan Hutan Produksi 1. Rehabilitasi Kawasan Hutan Produksi
2. Pengembangan Pengelolaan Hutan Produksi secara Berkelanjutan (Manajemen Restorasi) 3. Pemberdayaan Masyarakat Sekitar Hutan
4. Penguatan Kelembagaan Kehutanan
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab.
II-77
INSTANSI PELAKSANA/ KOORDINATOR 5 Dinas Kehutanan Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan
Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan Kementerian Kehutanan,
2012 6
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN I II III 2017 2022 2013 2014 2015 2016 2021 2026 7 8 9 10 11 12
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
IV 2027 2031 13
V
V
V
V
V
V
V
V
V
NO
1
D3.
D4.
INDIKASI USULAN PROGRAM UTAMA
LOKASI
2
3
INDIKASI SUMBER PENDANAAN
INSTANSI PELAKSANA/ KOORDINATOR
2012
IV 2027 2031 13
4 APBD Kab.
5 Dinas Kehutanan
Kabupaten Belu
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab.
V
V
V
V
V
V
V
V
2. Pengembangan Kawasan Pertanian Tanaman Holtikultura
Kabupaten Belu
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab.
V
V
V
V
V
V
V
V
3. Rehabilitas dan pengembangan kawasan perkebunan
Kabupaten Belu
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab.
V
V
V
V
V
V
V
V
4. Rehabilitas dan pengembangan kawasan peternakan
Kabupaten Belu
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab.
Kementerian Pertanian, Dinas Pertanian Kementerian Pertanian, Dinas Pertanian Kementerian Pertanian, Dinas Pertanian Kementerian Pertanian, Dinas Pertanian
V
V
V
V
V
V
V
V
Kecamatan Kakuluk Mesak, Wewiku, Malaka Tengah,Kobalim a Kecamatan Kakuluk Mesak, Wewiku, Malaka
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan,
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Pengembangan dan Pengendalian Kawasan Pertanian 1. Pengendalian Kawasan Pertanian Tanaman Pangan
Rehabilitas dan Pengembangan Kawasan Budidaya Perikanan 1. Rehabilitasi kawasan budidaya perikanan
2. Pengembangan kawasan budidaya perikanan
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab
6
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN I II III 2017 2022 2013 2014 2015 2016 2021 2026 7 8 9 10 11 12
78
NO
1
D5.
INDIKASI USULAN PROGRAM UTAMA 2
Rehabilitas dan Pengembangan Kawasan Pertambangan 1. Rehabilitas kawasan pertambangan
2. Konservasi lahan pasca tambang
D6.
Rehabilitas dan Pengembangan Kawasan Industri 1. Pengembangan kawasan industri
2. Penyediaan sarana dan prasarana pendukung
LOKASI
INDIKASI SUMBER PENDANAAN
3 Tengah,Kobalim a, Malaka Barat, Kobalima Timur
4
Kabupaten Belu
APBN, APBD Kab., Swasta
Kabupaten Belu
APBN, APBD Kab., Swasta
Kecamatan Kakuluk Mesak, Kota Atambua, Tasifeto Timur
APBN, APBD Kab., Swasta
Kabupaten Belu
APBN, APBD Kab., Swasta
II-79
INSTANSI PELAKSANA/ KOORDINATOR 5 Dinas Perikanan
2012 6
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN I II III 2017 2022 2013 2014 2015 2016 2021 2026 7 8 9 10 11 12
Kementerian ESDM, Dinas Pertambangan dan Energi, Dinas Kehutanan, BLHD Kementerian ESDM, Dinas Pertambangan dan Energi, Dinas Kehutanan, BLHD
Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Dinas Perindag, Dinas Koperasi Kementerian PU,
IV 2027 2031 13
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
NO
1
D7.
D8.
INDIKASI SUMBER PENDANAAN
INSTANSI PELAKSANA/ KOORDINATOR
INDIKASI USULAN PROGRAM UTAMA
LOKASI
2
3
4
5 Kementerian Perhubungan, Dinas PU, Dinas Perhubungan
Kabupaten Belu
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab, swasta
2. Pengembangan kawasan pariwisata
Kabupaten Belu
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab, swasta
3. Penyediaan sarana dan prasarana pendukung
Kabupaten Belu
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab, swasta
Kementerian Pariwisata, Dinas Pariwisata, swasta Kementerian Pariwisata, Dinas Pariwisata, swasta Kementerian PU, Kementerian Perhubungan, Dinas PU, Dinas Perhubungan
Kabupaten Belu
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab, swasta
Rehabilitas dan Pengembangan Kawasan Pariwisata 1. Rehabilitas kawasan pariwisata
Pengembangan kawasan permukiman 1. Penyediaan lahan siap bangun
Kemeterian PU, Kementerian Sosial, Kementerian
2012 6
V
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN I II III 2017 2022 2013 2014 2015 2016 2021 2026 7 8 9 10 11 12
V
IV 2027 2031 13
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
80
NO
1
INDIKASI USULAN PROGRAM UTAMA
LOKASI
2
3
4
Kabupaten Belu
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab, swasta
Kabupaten Belu
APBN, APBD Kab., Swasta
Kabupaten Belu
APBN, APBD Kab., Swasta
Kabupaten Belu
APBN, APBD
2. Penyediaan sarana dan prasarana pendukung
D9.
Revitalisasi dan Pengembangan Kawasan Perdagangan dan Jasa 1. Revitalisasi kawasan perdagangan dan jasa
2. Pengembangan sarana prasarana pendukung
D10.
INDIKASI SUMBER PENDANAAN
dan
Revitalisasi dan Pengembangan Kawasan Perkantoran 1. Revitalisasi kawasan perkantoran
II-81
INSTANSI PELAKSANA/ KOORDINATOR 5 Nakertrans, Dinas PU, Dinas Sosial Nakertrans Kementerian PU, Kementerian Perhubungan, Dinas PU, Dinas Perhubungan
2012 6
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN I II III 2017 2022 2013 2014 2015 2016 2021 2026 7 8 9 10 11 12
IV 2027 2031 13
V
V
V
V
V
Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Dinas Perindag, Dinas Koperasi Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Dinas Perindag, Dinas Koperasi
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Kementerian
V
V
V
V
V
V
V
V
NO
1
INDIKASI USULAN PROGRAM UTAMA
LOKASI
2
3
INDIKASI SUMBER PENDANAAN 4 Kab
2. Pengembangan kawasan perkantoran
D11.
D12.
Revitalisasi sektor informal (PKL) 1. Penyediaan sarana dan prasarana pendukung
Revitalisasi dan Pengembangan Kawasan Pesisir 1. Revitalisasi kawasan pesisir
2. Pengembangan kawasan pesisir
III. E
INSTANSI PELAKSANA/ KOORDINATOR 5 Dalam Negeri, Sekretariat Daerah Kementerian Dalam Negeri, Sekretariat Daerah
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN I II III 2017 2022 2013 2014 2015 2016 2021 2026 7 8 9 10 11 12
IV 2027 2031 13
V
V
V
V
V
V
V
V
2012 6
Kabupaten Belu
APBN, APBD Kab
Kota Atambua & Betun
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab.
Kementerian Perindustrian, kementerian Perdagangan, kementerian koperasi, dinas Perindag, Dinas Koperasi
V
V
V
V
V
V
V
V
Wilayah pesisir pantai utara & selatan
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab.
V
V
V
V
V
V
V
V
Wilayah pesisir pantai utara & selatan
APBN, APBD Provinsi, APBD Kab.
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian
V
V
V
V
V
V
V
V
PERWUJUDAN PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS Pengembangan Kawasan Strategis dari Kepentingan Ekonomi
82
NO
1 E1.
INDIKASI USULAN PROGRAM UTAMA 2 Pengembangan Kawasan Agropolitan 1. Pemantapan dan pengembangan sentra-sentra produksi
2. Pengembangan penunjang
infrastruktur
3. Peningkatan dan pengembangan produksi, pengolahan dan pemasaran berbasis agro pada sentra-sentra produksi
E2.
LOKASI
3
INDIKASI SUMBER PENDANAAN
INSTANSI PELAKSANA/ KOORDINATOR
4
5
Kecamatan Malaka Tengah, Wewiku, Weliman, Malaka Barat, Kobalima, Rinhat Kecamatan Malaka Tengah, Wewiku, Weliman, Malaka Barat, Kobalima, Rinhat
APBN,APBD Prrovinsi, APBD Kab.
Kecamatan Malaka Tengah, Wewiku, Weliman, Malaka Barat, Kobalima, Rinhat
APBN,APBD Prrovinsi, APBD Kab.
APBN,APBD Prrovinsi, APBD Kab.
Pengembangan Kawasan
II-83
Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi, Dinas Perindag, Dinas Koperasi Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi, Kementerian PU,Dinas Perindag, Dinas Koperasi,Dinas PU Kementerian Perindustrian, Kementerian Koperasi,Kem enterian Pertanian, Dinas Perindag, Dinas Koperasi,Dinas Pertanian
2012 6
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN I II III 2017 2022 2013 2014 2015 2016 2021 2026 7 8 9 10 11 12
IV 2027 2031 13
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
NO
1
INDIKASI USULAN PROGRAM UTAMA
LOKASI
2 Pertambangan 1. Pemantapan lokasi potensi komoditas pertambangan
3
2. Pengelolaan kawasan bekas pertambangan melalui rehabilitasi/reklamasi lahan
E3.
Pengembangan Kawasan Minapolitan 1. Mengembangkan, meningkatkan dan mengoptimalkan kegiatan budidaya perikanan di wilayah pesisir 2. Penyediaan sarana prasarana pendukung
E4.
dan
Pengembangan Kawasan Peternakan 1. Mengembangkan, meningkatkan dan mengoptimalkan kegiatan peternakan pada sentra pengembangan peternakan
INDIKASI SUMBER PENDANAAN
INSTANSI PELAKSANA/ KOORDINATOR
4
5
Kabupaten Belu
APBD Kab
Kabupaten Belu
2012 6
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN I II III 2017 2022 2013 2014 2015 2016 2021 2026 7 8 9 10 11 12
V
APBN,APBD Provinsi, APBD Kab.,swasta
Dinas Pertambamba ngan dan energy Kementerian ESDM,Kement erian Kehutanan, Dinas Pertambangan , Dinas Kehutanan
V
V
Kecamatan Kakuluk Mesak, Wewiku, Malaka Tengah,Kobalim a Kecamatan Kakuluk Mesak, Wewiku, Malaka Tengah,Kobalim a
APBN,APBD Provinsi, APBD Kab.,swasta
Kementerian Kelautan dan Perikanan,Din as Perikanan
V
V
V
APBN,APBD Provinsi, APBD Kab.,swasta
Kementerian Kelautan dan Perikanan,Din as Perikanan Dinas PU
V
V
Kawasan Usaha Peternakan Kapitan Meo, Bakustulama, Manumutin,
APBN,APBD Provinsi, APBD Kab.
Kementerian Pertanian,Dina s Peternakan
V
V
IV 2027 2031 13
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
84
NO
1
INDIKASI USULAN PROGRAM UTAMA
LOKASI
2
3 Wekakoli, Laloren dan Sadi Kawasan Usaha Peternakan Kapitan Meo, Bakustulama, Manumutin, Wekakoli, Laloren dan Sadi
2. Penyediaan sarana dan prasarana pendukung
E5.
Pengembangan Kawasan Wisata Bahari Terpadu 1. Revitalisasi destinasi kawasan wisata bahari terpadu 2. Penyediaan Sarana prasarana pendukung
F
dan
Pengembangan Kawasan Strategis Industri dan Perdagangan Antar Negara 1. Pengembangan pusat-pusat kawasan strategis industri dan perdagangan antar Negara
INDIKASI SUMBER PENDANAAN
INSTANSI PELAKSANA/ KOORDINATOR
4
5
2012 6
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN I II III 2017 2022 2013 2014 2015 2016 2021 2026 7 8 9 10 11 12
IV 2027 2031 13
APBN,APBD Provinsi, APBD Kab.
Kementerian Pertanian, Dinas Peternakan
V
V
V
V
V
V
V
V
Wilayah pesisir pantai utara & selatan Wilayah pesisir pantai utara & selatan
APBN,APBD Provinsi, APBD Kab. APBN,APBD Provinsi, APBD Kab.
Kementerian Pariwisata,Din as Pariwisata Kementerian Pariwisata,Din as Pariwisata
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
Kecamatan Raihat, Lasiolat, Lamaknen, Lamaknen Selatan, Tasifeto Timur, Kakuluk Mesak, Tasifeto Barat,
APBN,APBD Provinsi, APBD Kab.
Kementerian Perindustrian,k ementerian perdagangan, Dinas Perindag
V
V
V
II-85
NO
1
INDIKASI USULAN PROGRAM UTAMA 2
2. Penyediaan sarana prasarana pendukung
G
H
LOKASI
dan
Pengembangan Kawasan Strategis untuk kepentingan Sosial Budaya 1. Revitalisasi obyek-obyek wisata berupa rumah adat, perkampungan adat dan peninggalan bersejarah lainnya 2. Penyediaan Sarana dan prasarana pendukung Pengembangan Kawasan Strategis Pendayagunaan Sumberdaya Alam dan/atau Teknologi tinggi 1. Penyediaan sarana dan prasarana pendukung
3 Nanaet Dubesi dan Kobalima Timur Kecamatan Raihat, Lasiolat, Lamaknen, Lamaknen Selatan, Tasifeto Timur, Kakuluk Mesak, Tasifeto Barat, Nanaet Dubesi dan Kobalima Timur
INDIKASI SUMBER PENDANAAN
INSTANSI PELAKSANA/ KOORDINATOR
4
5
2012 6
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN I II III 2017 2022 2013 2014 2015 2016 2021 2026 7 8 9 10 11 12
APBN,APBD Provinsi, APBD Kab.
Kementerian Perindustrian,k ementerian perdagangan, Dinas Perindag
V
Kabupaten Belu
APBN,APBD Provinsi, APBD Kab
Kementerian Pariwisata,Din as Pariwisata
V
V
V
V
Kabupaten Belu
APBN,APBD Provinsi, APBD Kab
Kementerian Pariwisata,Din as Pariwisata
V
V
V
V
Au Fuik, Ds. Dualaus, Kecamatan Kakuluk Mesak
APBN,BUMN, APBD Provinsi, APBD Kab
Kementerian PU,PLN,Dinas PU
V
IV 2027 2031 13
V
86
NO
1 I
INDIKASI USULAN PROGRAM UTAMA 2 Pengelolaan dan pengembangan Kawasan Strategis dari Kepentingan Lingkungan Hidup 1. Rehabilitas dan pemantapan tata batas kawasan hutan lindung, cagar alam dan suaka margasatwa
2. Mengembangkan RTH minimal 30 % dari luas Kawasan-kawasan perkotaan di Kabupaten Belu
LOKASI
3
Kawasan HL : BifennasiSonmahole, Lakaan Mandeu, Selie, Fatusakar, Tukubesi. Kawasan CA Maubesi dan Kawasan SM Kateri Wilayah Kabupaten Belu
INDIKASI SUMBER PENDANAAN
INSTANSI PELAKSANA/ KOORDINATOR
4
5
APBN,APBD Provinsi, APBD Kab.
Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan
APBN,APBD Provinsi, APBD Kab.
Kementerian Kehutanan, Kementerian PU,Dinas Kehutanan/PU
II-87
2012 6
V
JANGKA WAKTU PELAKSANAAN I II III 2017 2022 2013 2014 2015 2016 2021 2026 7 8 9 10 11 12
IV 2027 2031 13
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
LAMPIRAN III
Lampiran III Peta-Peta