PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BIMA TAHUN 2011-2031
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI BIMA, Menimbang
: a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Kabupaten Bima dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun rencana tata ruang wilayah; b. bahwa dalam mewujudkan keterpaduan pembangunan antar sektor, daerah dan masyarakat, maka rencana tata ruang merupakan arahan dalam pemanfaatan ruang bagi semua kepentingan secara terpadu yang dilaksanakan secara bersama oleh pemerintah daerah, masyarakat dan/atau badan usaha; c. bahwa dengan terbentuknya Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, dan Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009-2029, maka Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 11 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bima Tahun 2007 – 2027 perlu diganti;
1
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bima Tahun 2011-2031; Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II Dalam Wilayah Daerah-daerah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1649); 2. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2013); 3. Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3209); 4. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 5. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 6. Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3470); 7. Undang – Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistim Budi Daya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478); 8. Undang – Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3881); 9. Undang – Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
2
tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412); 10. Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kota Bima Di Wilayah Nusa Tenggara Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 26, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4188 ); 11. Undang – Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 12. Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 13. Undang – Undang Nomor 28 Tahun 1999 yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi,dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 14. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); 15. Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 16. Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 17. Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2004 Sistim Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421 ); 18. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik
3
Indonesia Nomor 4844); 19. Undang – Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444); 20. Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33 , Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 21. Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723); 22. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724); 23. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 24. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4726); 25. Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746); 26. Undang – Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849); 27. Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4851); 28. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4956); 29. Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4959);
4
30. Undang – Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 11, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4966); 31. Undang – Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025); 32. Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5038); 33. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059); 34. Undang – Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068); 35. Undang – Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433); 36. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5188); 37. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3445); 38. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1993 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1993 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3516); 39. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831);
5
40. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Ngara Republik Indonesia Nomor 3838); 41. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3934); 42. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Lahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4385; 43. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4452); 44. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4453); 45. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4490); 46. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 47. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2006 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4624); 48. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655); 49. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4696);
6
50. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Propinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 51. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4761); 52. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4828); 53. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833); 54. Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2008 tentang Pemindahan Ibukota Bima dari Wilayah Raba Kota Bima ke Wilayah Woha Kabupaten Bima (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4841); 55. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4858); 56. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2008 tentang Air Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4859); 57. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5097); 58. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103); 59. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur Sebagai Wakil Pemerintah Di Wilayah Provinsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5107);
7
60. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5110); 61. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111); 62. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Khusus (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 59 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5125); 63. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160); 64. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah; 65. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 28 Tahun 2008 tentang Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Tata Ruang Daerah; 66. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 50 Tahun 2009 tentang Pedoman Koordinasi Penataan Ruang Daerah; 67. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11/PRT/M/2009 tentang Pedoman Persetujuan Substansi dalam Penetapan Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kota, Beserta Rencana Rincinya; 68. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 16/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten; 69. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.50/Menhut-II/2009 tentang Penegasan Status dan Fungsi Kawasan Hutan; 70. Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2009-2029 (Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 Nomor 26, Tambahan Lembaran Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 Nomor 56).
8
71. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pembentukan Kecamatan Ambalawi, Lambu, Madapangga, dan Tambora dalam Wilayah di Kabupaten Bima; 72. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bima (Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun 2008 Nomor 2, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bima Nomor 25); 73. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Bima Tahun 2011-2015 (Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun 2010 Nomor 5, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bima Nomor 35); 74. Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 7 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan, Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Bima (Lembaran Daerah Kabupaten Bima Tahun 2010 Nomor 7, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Bima Nomor 37).
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BIMA dan BUPATI BIMA MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KABUPATEN BIMA TAHUN 2011-2031. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Bima. 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. 3. Bupati adalah Bupati Bima. 4. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia
9
5. 6.
7.
8. 9.
10.
11.
12.
13. 14.
15.
16.
17.
18.
19. 20.
dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkhis memiliki hubungan fungsional. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bima yang selanjutnya disingkat RTRW Kabupaten Bima adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah daerah yang menjadi pedoman bagi penataan wilayah yang merupakan dasar dalam penyusunan program pembangunan. Wilayah Daerah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Wilayah sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan 2.000 km2. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. Pusat Kegiatan Wilayah Promosi yang selanjutnya disebut PKWp adalah kawasan perkotaan yang akan dipromosikan untuk menjadi PKW dengan fungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan. Pusat Kegiatan Lokal Promosi yang selanjutnya disebut PKLp adalah kawasan perkotaan yang akan dipromosikan untuk menjadi PKL dengan fungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan. Pusat Pelayanan Kawasan yang selanjutnya disebut PPK merupakan kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kecamatan atau beberapa desa. Pusat Pelayanan Lingkungan yang selanjutnya disebut PPL adalah pusat permukiman yang berfungsi untuk melayani kegiatan sekala antar desa. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
10
21. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan. 22. Kawasan strategis kabupaten adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya dan atau lingkungan. 23. Ruang Terbuka Hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. 24. Peraturan zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. 25. Daerah otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. 26. Kawasan pesisir adalah kawasan yang merupakan peralihan antara darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. 27. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang, termasuk masyarakat hukum adat dan badan hukum. 28. Peran Masyarakat adalah partisipasi aktif masyarakat dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. 29. Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional yang selanjutnya disebut BKPRN adalah badan yang dibentuk dengan Keputusan Presiden yang bertugas untuk mengkoordinasikan penataan ruang Nasional. 30. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah Propinsi Nusa Tenggara Barat yang selanjutnya disebut BKPRD Provinsi adalah Badan yang dibentuk dengan Keputusan Gubernur yang bertugas untuk mengkoordinasikan penataan ruang wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat. 31. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disebut BKPRD Kabupaten Bima adalah Badan yang dibentuk dengan Keputusan Bupati yang bertugas untuk mengkoordinasikan penataan ruang wilayah Kabupaten Bima. 32. Register Tanah Kehutanan yang selanjutnya disebut RTK adalah sistem penomoran tiap-tiap kelompok hutan menurut fungsi. 33. Kawasan Pertahanan Negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan.
11
BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH Bagian kesatu Tujuan Pasal 2 Tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Bima adalah untuk mewujudkan Kabupaten Bima sebagai kawasan pengembangan agrobisnis berbasis pertanian, peternakan, agroindustri berbasis perikanan, dan wisata bahari. Bagian kedua Kebijakan Pasal 3 Untuk menjadikan tujuan penataan ruang wilayah kabupaten tercapai perlu disusun kebijakan penataan ruang kabupaten. Pasal 4 Kebijakan penataan ruang terdiri atas : a. pengembangan wilayah-wilayah yang berbasis pertanian, perikanan, dan wisata bahari; b. peningkatan pertumbuhan dan pengembangan wilayah dengan konsep agrobisnis dan agroindustri; c. pengembangan kawasan pariwisata yang berbasis potensi alam dan budaya; d. pengendalian pemanfaatan lahan pertanian; e. penataan pusat-pusat pertumbuhan wilayah dan ekonomi perkotaan dan menunjang sistem pemasaran produksi pertanian, perikanan dan pariwisata; f. pengembangan sistem prasarana wilayah yang mendukung pemasaran hasil pertanian, perikanan dan pariwisata; g. pengelolaan pemanfaatan lahan dengan memperhatikan peruntukan lahan, daya tampung lahan dan aspek konservasi; h. pengembangan kawasan budidaya dengan memperhatikan aspek keberlanjutan dan lingkungan hidup yang didahului dengan kajian lingkungan hidup strategis; dan i. peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan kemanan.
12
Bagian Ketiga Strategi Pasal 5 Untuk melaksanakan kebijakan penataan ruang sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ditetapkan strategi penataan ruang wilayah yang terdiri atas : a. Strategi pengembangan wilayah-wilayah yang berbasis pertanian, perikanan, dan wisata bahari; b. Strategi peningkatan Pertumbuhan dan pengembangan wilayah dengan konsep agrobisnis dan agro industri; c. Strategi Pengendalian pemanfaatan lahan pertanian; d. Strategi Penataan pusat pusat pertumbuhan wilayah dan ekonomi perkotaan yang menunjang sistem mpemasaran produksi pertanian, perikanan, pariwisata dan pertambangan; e. Strategi pengembangan sistim prasarana wilayah yang mendukung pemasaran hasil pertanian, perikanan, pariwisata, dan pertambangan; f. Strategi pengelolaan pemanfaatan lahan dengan memperhatikan peruntukan lahan, daya tampung lahan dan aspek konservasi; g. Strategi pengembangan kawasan budidaya dengan memperhatikan aspek keberlanjutan dan lingkungan hidup; h. Strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berbasis pada potensi alam dan budaya; dan i. Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan. Pasal 6 (1) Strategi pengembangan wilayah-wilayah yang berbasis pertanian, perikanan, dan wisata bahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a meliputi : a. mengembangkan wilayah-wilayah dengan potensi unggulan pertanian dan perikanan sebagai daerah produksi; b. mengembangkan objek-objek wisata potensial;dan c. meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana penunjang produksi. (2) Strategi Peningkatan Pertumbuhan dan pengembangan wilayah dengan konsep agrobisnis dan agroindustri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b meliputi : a. menetapkan wilayah agrobisnis di Kecamatan Belo, Bolo, Sape, Tambora,dan Wera; b. menetapkan wilayah agroindustri di Kecamatan Woha; c. meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana dan prasarana penunjang kawasan agrobisnis dan agroindustri; dan d. meningkatkan kelembagaan pengelolaan kawasan agrobisnis dan agroindustri.
13
(3) Strategi Pengendalian pemanfaatan lahan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi: a. menekan pengurangan luasan lahan sawah beririgasi; b. menetapkan lahan sawah abadi atau lahan sawah berkelanjutan dan menekan pengurangan luasan lajan sawah beririgasi; c. mengembangkan sawah baru pada kawasan potensial; dan d. mengoptimalkan pemanfaatan kawasan pertanian lahan kering. (4). Strategi Penataan pusat-pusat pertumbuhan wilayah dan ekonomi perkotaan yang menunjang sistem pemasaran produksi pertanian, perikanan, dan wisata bahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf d meliputi: a. menetapkan hierarki simpul-simpul pertumbuhan ekonomi wilayah; b. memantapkan fungsi simpul-simpul wilayah; c. memantapkan keterkaitan antar simpul-simpul wilayah dan interaksi antara simpul wilayah dengan kawasan perdesaan sebagai hinterlandnya; d. menjaga keterkaitan antar kawasan perkotaan, antara kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan, serta antara kawasan perkotaan dan wilayah di sekitarnya; e. mengembangkan pusat pertumbuhan baru di kawasan yang belum terlayani oleh pusat pertumbuhan; dan f. mendorong kawasan perkotaan dan pusat pertumbuhan agar lebih kompetitif dan lebih efektif dalam pengembangan wilayah di sekitarnya. (5). Strategi pengembangan sistem prasarana wilayah yang mendukung pemasaran hasil pertanian, perikanan, dan wisata bahari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e meliputi: a. mengembangkan sistem jaringan infrastruktur dalam mewujudkan keterpaduan pelayanan transportasi darat, laut, dan udara; b. mengembangkan akses jaringan jalan menuju kawasan pertanian, perikanan, pariwisata, industri dan daerah terisolir; c. mengembangkan dan meningkatkan jalan lingkar perkotaan dan jalan lingkar utara-selatan wilayah Kabupaten Bima; d. mendorong pengembangan jaringan telekomunikasi dan informasi terutama di kawasan terisolir ; dan e. meningkatkan jaringan energi dengan memanfaatkan energi terbarukan dan tak terbarukan secara optimal serta mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan tenaga listrik. (6).Strategi pengelolaan pemanfaatan lahan dengan memperhatikan peruntukan lahan, daya tampung lahan dan aspek konservasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf f meliputi: a. mempertahankan luas kawasan lindung; b. mempertahankan luasan hutan lindung dan mengembangkan luas kawasan hutan minimal 30% dari luasan daerah aliran sungai;
14
c. mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat pengembangan kegiatan budidaya, dalam rangka mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem wilayah; d. menyelenggarakan upaya terpadu untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas fungsi kawasan lindung; e. melestarikan sumber air dan mengembangkan sistem cadangan air untuk musim kemarau; f. memelihara kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya; dan g. mencegah terjadinya tindakan yang dapat secara langsung atau tidak langsung menimbulkan perubahan sifat fisik lingkungan yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak berfungsi dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan. (7) Strategi pengembangan kawasan budidaya dengan memperhatikan aspek keberlanjutan dan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g meliputi: a. mendukung kebijakan moratorium logging dalam kawasan hutan serta mendorong berlangsungnya investasi bidang kehutanan yang diawali dengan kegiatan penanaman/rehabilitasi hutan; b. mengembangkan produksi hasil hutan kayu dari hasil kegiatan budidaya tanaman hutan dalam kawasan hutan produksi; c. mengembangkan produksi hasil hutan kayu yang berasal dari hutan alam, dari kegiatan penggunaan dan pemanfaatan kawasan hutan dengan izin yang sah; d. memelihara kawasan peninggalan sejarah dan situs budaya sebagai objek penelitian dan pariwisata; e. mengembangkan ruang terbuka hijau dengan luas paling sedikit 30% (tiga puluh persen) dari luas kawasan perkotaan; f. mengelola pemanfaatan sumber daya alam agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung kawasan; g. mengelola dampak negatif kegiatan budi daya agar tidak menurunkan kualitas lingkungan hidup dan efisiensi kawasan; h. membatasi perkembangan kawasan terbangun pada kawasan perkotaan dengan mengoptimalkan pemanfaaatan ruang secara vertikal dan tidak sporadis untuk mengefektifkan tingkat pelayanan infrastruktur dan sarana kawasan perkotaan serta mempertahankan fungsi kawasan perdesaan; i. mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana untuk menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan; dan j. mengelola sumber daya alam tak terbarukan untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan sumber daya alam yang terbarukan untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya. (8). Strategi pengembangan kawasan pariwisata yang berbasis potensi alam dan budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf h, meliputi : a. mengembangkan kawasan pariwisata dengan obyek wisata unggulan; b. mengelola, mengembangkan dan melestariukan peninggalan sejarah purbakala; 15
c. merevitalisasi nilai-nilai budaya serta situs/cagar budaya yang bernilai historis; dan d. mengembangkan sarana dan prasarana penunjang kepariwisataan. (9) Strategi peningkatan fungsi kawasan untuk pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf i, meliputi : a. menetapkan kawasan strategis nasional dengan fungsi khusus pertahanan dan keamanan; b. mengembangkan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan strategis nasional untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan; c. mengembangkan kawasan lindung dan/atau kawasan budidaya tak terbangun di sekitar kawasan strategis nasional sebagai zona penyangga yang memisahkan kawasan strategis nasional dengan kawasan budidaya terbangun; dan d. turut serta memelihara dan menjaga aset – aset pertahanan/TNI. BAB III RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH Bagian Kesatu Umum Pasal 7 Rencana Struktur Ruang Wilayah meliputi : a. pusat-pusat kegiatan; b. sistem jaringan prasarana utama; dan c. sistem jaringan prasarana lainnya. Bagian Kedua Pusat-Pusat Kegiatan Pasal 8 Pusat-pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a meliputi : a. PKWp di Kota Woha; b. PKL terdiri atas Kore (Sanggar), O’o (Donggo), Naru (Sape), Sila (Bolo), Tangga (Monta), Maria (Wawo), dan Tawali (Wera); c. PPK terdiri atas Karumbu (Langgudu), Cenggu (Belo), Kananta (Soromandi), Labuan Kananga (Tambora), Sumi (Lambu), Nipa (Amblawi), Kuta (Lambitu), Teke (Palibelo) , Parado Rato (Parado) dan Dena (Madapangga); dan d. PPL terdiri atas Ntonggu Baru, Karampi, Wila Maci, Wadu Kopa, Oi Bura, Nggelu, Lere, Campa.
16
Pasal 9 (1) PKWp sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a berfungsi sebagai : a. simpul transportasi skala wilayah; b. pusat perdagangan, bisnis, keuangan, dan jasa skala regional dan atau nasional; c. pusat pelayanan pemerintahan skala kabupaten; d. pusat pelayanan pendidikan dan kesehatan; dan e. pusat pelayanan umum dan sosial skala regional. (2) PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b berfungsi sebagai : a. simpul transportasi skala lokal; b. pusat perdagangan, bisnis, keuangan, dan jasa skala lokal dan/atau regional; dan c. pusat pelayanan pendidikan dan kesehatan skala lokal dan/atau regional. (3) PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c berfungsi sebagai: a. simpul transportasi skala kawasan; b. pusat perdagangan, bisnis, keuangan, dan jasa skala kawasan dan atau lokal; dan c. pusat pelayanan umum dan sosial skala kawasan. (4) PPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf d berfungsi sebagai: a. simpul transportasi skala lingkungan; b. pusat perdagangan, bisnis, keuangan, dan jasa skala lingkungan dan atau kawasan; dan c. pusat pelayanan umum dan sosial skala lingkungan. Bagian Ketiga Sistem Jaringan Prasarana Utama Pasal 10 (1) Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b meliputi : a. sistem transportasi darat; b. sistem transportasi laut; dan c. sistem transportasi udara. (2) Rencana pengembangan sistem jaringan transportasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran 1 yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
17
Paragraf 1 Sistem Transportasi Darat Pasal 11 (1) Rencana pengembangan Sistem transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a terdiri atas : a. jaringan lalu lintas dan angkutan jalan yang terdiri atas jaringan jalan, jaringan prasarana lalu lintas, dan jaringan layanan lalu lintas; dan b. jaringan transportasi penyeberangan. (2) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi : a. jaringan jalan arteri primer meliputi : jalan penghubung Sila – Talabiu – Bima – melewati Kota Bima; b. jaringan jalan kolektor primer meliputi: 1. jalan penghubung Sila-Donggo; 2. jalan penghubung Talabiu-Tangga-Parado-Wilamaci-Karumbu-Sape; 3. jalan penghubung Bima-Tawali-Sape; 4. jalan penghubung Labuan Kananga – Kawinda To’i – Piong – Sp.Kore – Kiwu – Sampungu – Bajo – Sampungu; 5. jalan penghubung Kore-Labuan Kananga; 6. jalan penghubung Lere-batas Kabupaten Dompu; 7. jalan penghubung simpang Nipa-batas Kota Bima; dan 8. jalan penghubung Kananta-Sampungu-batas Kabupaten Dompu. c. jaringan jalan lokal primer meliputi : 1. jalan penghubung Simpang Laju-Tolouwi-Simpang Paradorato; 2. jalan penghubung Sondo-Rupe- Simpang Tanggabaru-Lere; 3. jalan penghubung Lambu-Sumi-Nggelu; 4. jalan penghubung Wora-Nunggi-Ntoke-batas Kota Bima; 5. jalan penghubung Monggo-Tonda-Keli-Risa; 6. jalan penghubung Ndano-Dena-Mpuri-Tonda; dan 7. jalan penghubung Simpang O’O-Kala-Kananta. d. jaringan jalan arteri sekunder meliputi : simpang Kara Timur (Arteri Primer)-jalan lintas pantai Barat-jalan lintas pantai Timur- simpang Bandara. e. jaringan jalan kolektor sekunder meliputi : 1. jalan penghubung arteri Primer – Panda – Woha – Risa – Tenga- Kolektor Primer; 2. jalan penghubung Donggobolo-Risa; 3. jalan penghubung Kalampa-Samili-Rabakodo-Talabiu; 4. jalan penghubung Panda – Donggo-Penapali; dan 5. jalan penghubung Woha-Kalampa. (3) Jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi : a. jaringan prasarana terdiri atas terminal penumpang Kelas B berada di Kecamatan Woha; dan
18
b. Pembangunan terminal tipe C tersebar di kecamatan Belo, Bolo, Lambu, Wawo, Ambalawi, Monta, Langgudu, Donggo, Tambora, Lambitu, Soromandi . (4) Jaringan pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi : a. jaringan trayek antar kota dalam provinsi (AKDP) meliputi : Woha-Bima, Woha-Dompu, Woha-Sumbawa, Woha – Mataram; dan b. jaringan trayek angkutan perdesaan meliputi : Woha-Belo, Woha-Bolo, WohaSape, Bolo-Kananta, Bolo-O’o, Kore-Labuan Kananga, Naru-Wora, Naru Waworada, Woha-Waworada. (5) Jaringan transportasi penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi : a. pelabuhan penyeberangan lintas provinsi yaitu Pelabuhan Sape di Kecamatan Sape;penyebrangan terdiri atas : Sape – Labuan Bajo, Sape-Waikelo b. lintas penyeberangan antar Kabupaten : 1. Labuan Kananga – Bima (Kota Bima); Labuan Kananga-Moyo (Kab. Sumbawa); 2. Cempi (Kab. Dompu) – Waworada (Kab. Bima); 3. Waworada (Kab.Bima) – Sape (Kab.Bima); dan 4. Bima (Kota Bima) – Sape (Kab. Bima). (6) Rencana pengembangan jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam bentuk peta Rencana Jaringan Jalan Wilayah Kabupaten Bima sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 2 Sistem Transportasi Laut Pasal 12 Rencana Pengembangan Sistem transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b terdiri atas : a. pelabuhan pengumpan lintas provinsi berada di Sape dengan alur pelayaran meliputi: Sape-Labuan Bajo, Sape-Waikelo; b. pelabuhan pengumpan berada di Waworada dengan alur pelayaran meliputi: Waworada-Cempi, Waworada-Sape; dan c. pelabuhan pengumpan berada di Labuan Kananga Kecamatan Tambora dengan alur pelayaran meliputi: Lb. Kananga – Bima (Kota Bima).
19
Paragraf 3 Sistem Transportasi Udara Pasal 13 Rencana Pengembangan Sistem transportasi udara Kabupaten Bima sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf c yaitu bandar udara pusat pengumpul skala tersier berada di Bandar Udara Sultan Muhammad Salahuddin Bima. Bagian Keempat Sistem Jaringan Prasarana Lainnya Pasal 14 (1) Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c meliputi: a. sistem jaringan energi; b. sistem jaringan telekomunikasi; c. sistem jaringan sumber daya air; d. sistem jaringan prasarana air bersih; e. sistem jaringan drainase; f. sistem jaringan pengolahan air limbah; dan g. sistem jaringan prasarana persampahan. (2) Rencana pengembangan sistem jaringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I dan diwujudkan dalam bentuk peta Rencana Jaringan Prasarana Wilayah Kabupaten Bima sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 1 Sistem Jaringan Energi Pasal 15 (1) Rencana pengembangan sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a meliputi : a. gardu induk di Raba Kota Bima; b. gardu pembagi di Woha dan Bolo; dan c. jaringan transmisi tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Bima. (2) Rencana pengembangan sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) direncanakan sebesar 81,5 MW. (3) Rencana pengembangan sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan cara : a. pengembangan Listrik Tenaga Diesel di Bajo Pulau Kecamatan Sape, Nggelu, Pai, Sai, Sampungu, Sape, Monta dan Kore; b. pengembangan Listrik Tenaga Surya di Kecamatan Langgudu, Tambora, Sanggar dan Wera ; c. pengembangan Listrik Tenaga Mikrohidro di Kecamatan Tambora;
20
d. pengembangan Listrik Tenaga Bayu/Angin di Kecamatan Langgudu, dan Wera; dan e. pembangkit Listrik Tenaga Arus Bawah Laut di Kecamatan Soromandi. Paragraf 2 Sistem Jaringan Telekomunikasi Pasal 16 (1) Rencana pengembangan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b meliputi : a. Stasiun Telepon Otomat (STO) tersebar di Kecamatan Woha, Bolo dan Sape; b. Rumah Kabel dan kotak pembagi tersebar di Kecamatan Woha, Bolo dan Sape; c. jaringan kabel sekunder tersebar di Kecamatan Woha, Bolo dan Sape; d. Satuan Sambungan Telepon (SST) tersebar di Kecamatan Woha, Bolo dan Sape; dan e. Tower Telekomunikasi Seluler tersebar di seluruh kecamatan Kabupaten Bima. (2) Rencana Pengembangan sistem Jaringan Telekomunikasi berupa microdigital dan serat optik dilakukan dalam rangka memperlancar arus komunikasi dan mendukung lancarnya kegiatan perekonomian di wilayah Kabupaten Bima. (3) Rencana pengembangan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diwujudkan dalam bentuk peta Rencana Jaringan Prasarana Wilayah Kabupaten Bima sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 3 Sistem Jaringan Sumber Daya Air Pasal 17 (1) Rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf c dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air bersih dan irigasi dengan cara rencana pengembangan wilayah sungai dan sistem jaringan irigasi dalam wilayah. (2) Rencana pengembangan sistem jaringan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf c diwujudkan dalam bentuk peta Rencana Jaringan Prasarana Wilayah Kabupaten Bima sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
21
Pasal 18 (1) Rencana pengembangan Wilayah Sungai (WS) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) meliputi: a. Wilayah Sungai Strategis Nasional yaitu wilayah sungai Sumbawa dan wilayah sungai Bima Dompu yang meliputi wilayah sungai lintas kabupaten dan/atau kota terdiri atas sungai lampe meliputi Sungai Wawo-Sungai Lampe-Sungai Rontu dan Sungai Padolo; dan b. Wilayah Sungai utuh kabupaten terdiri atas ; sungai Sori Campa, Sori Kampasi, Sori Kawuwu Ncera, Sori Sumi, Sori Na,e Sape, Sori Karenggo, Sori Padende, Sori Monca O’o, Sori Raba Ncanga Mbawa, Sori Kala, Sori Na,e Sampungu, Sori Na,e, Sori Sai, Sori Manggi, Sori Boroloka, Sori Roka, Sori Kuta, Sori Ntonggu, Sori Kaleli, Sori Nunggi, Sori Karumbu, Sori Sambu, Sori Diwumoro, Sori Sari, Sori Oi Marai, dan Sori Lere. (2) Pola dan strategi pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) wilayah sungai pulau sumbawa yang merupakan wilayah sungai strategis nasional. (3) Rincian rencana pengelolaan sistem jaringan prasarana sumberdaya air kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 19 (1) Rencana pengembangan sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) meliputi : a. pembangunan bendungan/bendung/embung dan sistem jaringan irigasi yang merupakan kewenangan pemerintah sebanyak 5 unit/buah yang tersebar di Kecamatan Parado, Sape, Tambora, Wawo, dan Wera; b. operasi dan pemeliharaan bendungan/bendung/embung dan sistem jaringan irigasi yang merupakan kewenangan pemerintah sebanyak 6 unit/buah yang tersebar di Kecamatan Monta, Parado, Sape, Tambora, Wawo, dan Wera; c. operasi dan pemeliharaan bendungan/ bendung/ embung dan sistem jaringan irigasi yang merupakan kewenangan Pemerintah Provinsi sebanyak 4 unit/buah yang tersebar di Kecamatan Bolo, Lambu, Madapangga, Parado; dan d. operasi dan pemeliharaan bendungan/ bendung/ embung dan sistem jaringan irigasi yang merupakan kewenangan Pemerintah Kabupaten Bima sebanyak 45 unit/buah tersebar di seluruh kecamatan Kabupaten Bima. (2) Rencana pengembangan sistem jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk : a. membatasi perubahan alih fungsi sawah irigasi teknis dan setengah teknis menjadi kegiatan budidaya lainnya; b. mengembangkan prasarana irigasi; dan c. meningkatkan kualitas jaringan irigasi teknis.
22
(3) Rincian rencana pengelolaan sistem jaringan prasarana sumberdaya air kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 4 Sistem Jaringan Prasarana Air Bersih Pasal 20 (1) Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana air bersih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf d dilakukan dalam rangka peningkatan cakupan pelayanan, peningkatan kualitas air, dan efisiensi pemanfaatan air bersih dengan memperhatikan konservasi sumber–sumber air dan keanekaragaman sumber air baku . (2) Rencana Pengembangan Sistem Jaringan prasarana air bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. pengembangan jaringan perpipaan air baku dan air bersih terdapat di beberapa Kecamatan antara lain Kecamatan Monta, Woha, dan Palibelo; b. saluran perpipaan air baku terdapat di lokasi, antara lain Kecamatan Monta; c. instalasi air bersih terdapat di lokasi, antara lain di Kecamatan Monta; d. sumber air baku terdapat dilokasi, antara lain dari Sungai Parado Kanca; dan e. reservoir sebanyak 1 unit terdapat dilokasi, antara lain Kecamatan Palibelo. Paragraf 5 Sistem Jaringan Prasarana Drainase Pasal 21 Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana drainase sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf e dilakukan dengan cara : a. normalisasi dan perkuatan tebing: Sungai Ambalawi, Sungai Bontokape, Sungai Palibelo, Sungai Parado, dan Sungai Sumi; b. drainase primer adalah saluran pengumpul dari drainase sekunder dan dapat dialirkan ke sungai; c. drainase sekunder dilakukan pembangunan sistem drainase pada daerah permukiman perkotaan dan perdesaan yang rawan bencana banjir dan genangan air limbah menuju drainase primer; dan d. drainase tersier dilakukan pembangunan sistem drainase pada lingkungan permukiman perkotaan dan perdesaan menuju drainase sekunder. Paragraf 6 Sistem Jaringan Prasarana Pengolahan Air Limbah Pasal 22 (1) Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf f bertujuan untuk pengurangan, pemanfaatan kembali, dan pengolahan bagi limbah dari kegiatan 23
permukiman, perkantoran dan kegiatan ekonomi dengan memperhatikan baku mutu limbah yang berlaku. (2) Sistem pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi sistem pembuangan air limbah setempat dan/atau terpusat. (3) Sistem pengelolaan air limbah setempat dilakukan secara individual melalui pengolahan dan pembuangan air limbah setempat pada kawasan-kawasan yang belum memiliki sistem terpusat di Kabupaten Bima. (4) Sistem pengelolaan air limbah terpusat dilakukan secara kolektif melalui jaringan pengumpul dan diolah serta dibuang secara terpusat pada kawasan bandara, kawasan pusat pemerintahan, kawasan pariwisata, kawasan industri, kawasan perdagangan dan jasa, kawasan perumahan dan kawasan permukiman padat di Kabupaten Bima. (5) Lokasi instalasi pengolahan air limbah harus memperhatikan aspek teknis, lingkungan, sosial budaya masyarakat setempat, serta dilengkapi dengan zona penyangga, berlokasi di Kecamatan Woha. Paragraf 7 Sistem Jaringan Prasarana Persampahan Pasal 23 Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana persampahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf g meliputi : a. Tempat Penampungan Sementara (TPS) sebanyak kurang lebih 400 unit tersebar di setiap desa; dan b. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) sebanyak 5 unit tersebar pada setiap kecamatan yaitu Kecamatan Sape, Kecamatan Woha, Kecamatan Bolo, Kecamatan Sanggar, dan Kecamatan Wera; BAB IV RENCANA POLA RUANG WILAYAH Bagian kesatu Umum Pasal 24 (1) Rencana pola ruang wilayah dilaksanakan berdasarkan arahan perencanaan: a. rencana pengembangan kawasan lindung dengan luas kurang lebih 140.790 Ha; dan b. rencana pengembangan kawasan budidaya dengan luas kurang lebih 298.149 Ha.
24
(2) Rencana pola ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam bentuk Peta Rencana Pola Ruang Wilayah Kabupaten Bima Tahun 2011 – 2031 sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Kedua Kawasan Lindung Pasal 25 (1) Rencana pengelolaan kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a meliputi semua upaya perlindungan, konservasi, dan pelestarian fungsi sumber daya alam dan lingkungannya guna mendukung kehidupan secara serasi yang berkelanjutan dan tidak dapat dialihfungsikan menjadi kawasan budidaya. (2) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf a meliputi: a. kawasan hutan lindung; b. kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan bawahannya; c. kawasan perlindungan setempat; d. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya; e. kawasan rawan bencana alam; dan f. kawasan lindung geologi. (3) Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah seluas kurang lebih 83.190 Ha meliputi: Kawasan hutan lindung persebarannya terletak pada kelompok hutan Maria (RTK 25) , Pamali (RTK 52), Tambora (RTK 53), Soromandi (RTK 55), Toffo Rompu (RTK 65), Nipa Pusu (RTK 66), Kota Donggomasa (RTK 67). (4) Kawasan yang memberikan perlindungan bagi kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b berupa Kawasan resapan air meliputi: Kawasan Gunung Tambora dan Kawasan Doro Daria, Kawasan Doro Sando, Kawasan Doro Donggo; (5) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c meliputi: a. kawasan sempadan sungai dilakukan pengelolaan sungai yaitu : 1. kegiatan pinggir sungai mampu melindungi dan memperkuat serta pengaturan aliran air, dengan tanaman keras dan rib pengendali saluran air; 2. daerah sempadan untuk sungai kecil masing-masing selebar 50 meter dijadikan kawasan lindung pada kawasan non pemukiman dan selebar 10 meter untuk sungai yang melewati pemukiman; dan 3. sungai yang terdapat di tengah pemukiman dapat dilakukan dengan membuat jalan inspeksi dengan lebar jalan 10 meter.
25
b. kawasan sekitar danau atau waduk diarahkan ke seluruh kawasan sekitar danau dan waduk yang tersebar di Kabupaten Bima : Pela Parado, Campa, Rababaka, Sumi, lebarnya berimbang dengan bentuk kondisi fisik danau/waduk antara 50-100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat; Rencana kawasan sekitar danau/waduk di Kabupaten Bima yaitu sekitar Danau Vulkanik Gunung Tambora, kawasan Waduk Sumi di Kecamatan Lambu, Bendungan Pela Parado di Kecamatan Parado, Waduk Roka, Waduk Ncera di Kecamatan Belo; c. kawasan mata air, garis sempadan ditetapkan sekurang-kurangnya 200 m disekitar mata air dan tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Bima, yaitu di Kecamatan Tambora 3 titik, Kecamatan Sanggar 2 titik, Kecamatan Donggo 2 titik, Kecamatan Bolo 4 titik, Kecamatan Madapangga 1 titik, Kecamatan Woha 2 titik, Kecamatan Monta 4 titik, Kecamatan Parado 2 titik, Kecamatan Belo 1 titik, Kecamatan Wawo 1 titik, Kecamatan Lambitu 1 titik, Kecamatan Sape 3 titik, dan Kecamatan Wera 2 titik; d. sempadan pantai, Kawasan sempadan pantai ditetapkan pada kawasan sepanjang tepian pantai sejauh 100 meter dari pasang tertinggi secara proporsional sesuai dengan bentuk, letak dan kondisi fisik pantai; dan e. ruang terbuka hijau kota. Kawasan Hutan Kota yang berfungsi sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) dikembangkan pada Ibukota Kabupaten dan Kota Kecamatan. (6) Kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d meliputi: a. kawasan Cagar Alam (CA) di Kabupaten Bima meliputi CA Gunung Tambora Selatan, CA Pulau Sangiang, dan CA Toffo Kota Lambu dengan luas kurang lebih 21.095 Ha; b. kawasan pantai berhutan bakau meliputi kawasan pantai di sekitar pantai Kecamatan Ambalawi, Bolo, Lambu, Monta, Palibelo, Sape, Wera, dan Woha dengan luas kurang lebih 621 Ha; c. kawasan suaka alam laut dan perairan meliputi Karampi Kecamatan Langgudu, Pulau Gilibanta Kecamatan Sape dan Tanjung Mas di Kecamatan Monta; d. kawasan suaka margasatwa di Tambora (RTK 53) dengan luas kurang lebih 17.686 Ha; e. kawasan wisata alam Madapangga di Toffo Rompu (RTK 65) dengan luas kurang lebih 232 Ha; f. kawasan taman buru Tambora (RTK 53) dengan luas kurang lebih 16.586 Ha; g. kawasan cagar budaya meliputi : 1. megalitik Lesung Batu, Wadu Sigi, Kompleks rumah adat, Pesanggarahan Oi Wobo di Kecamatan Wawo; 2. perkampungan Tradisional Sambori di Kecamatan Lambitu, Bekas tapak kaki di Kecamatan Langgudu; 3. sumur tembaga di Kecamatan Lambu, Nakara Perunggu , Makam Rato Wara Bewi, Wadu Nocu, dan Gua Sangiang di Kecamatan Wera;
26
4.
5. 6. 7.
8. 9. 10. 11. 12. 13.
perkampungan tradisional Mbawa, Makam kuno, Wadu Tunti, Uma Leme, Makam La Ncahu, Makam La Hila, Kompleks Dana Mbojo, Wadu Ntori, Pesanggrahan, situs Wadu Kopa, Kecamatan Donggo, ; kompleks Wadu Pa’a di Kecamatan Soromandi; Wadu Tunti, Temba Romba, bekas tapak kaki, Wadu Sura, Makam kuno di Kecamatan Sape; situs Bukit Kaniki, Situs Bukit Henca, Makam Kuno, Situs Lawangkuning, bekas tapak kaki, Situs Gua La Hami, Rasa Mantoi, Wadu Nocu, Makam Raja Sanggar, Gua Abarahi, Sarkopagus di Kecamatan Sanggar; bekas candi di Kecamatan Madapangga; wadu Genda di Kecamatan Bolo; gua Doro Parewa, Makam Kuno di Kecamatan Monta; arca Gajah di Kecamatan Parado; nekara Batu, Sarkofagus, Tapak Kaki di Kecamatan Belo; dan wadu Bara Sila, Temba Ndori di Kecamatan Woha.
(7) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e meliputi: a. kawasan rawan bencana angin topan meliputi Kecamatan Woha dsk, Monta dsk, Poja dsk, Wera dsk; b. kawasan rawan bencana tanah longsor meliputi kecamatan Kawasan sekitar Tambora bagian timur, Karumbu, dan Gunung kuta; c. kawasan rawan bencana kekeringan meliputi kecamatan Bolo; Paradowane, Paradorato, Tawali, Sape, dan P. Sangiang; d. kawasan rawan bencana banjir meliputi Daerah di sepanjang aliran sungai di Sori Wawo Maria, daerah Sape dan sekitarnya, Karumbu, Lambu, NtokeTawali, Wera, Ambalawi, Palibelo, Parado, Campa dan Sori Lante-Bolo, Sori Nae Sampungu-Soromandi dan daerah sekitar aliran sungai lainnya di wilayah Kabupaten Bima; e. kawasan rawan bencana gelombang pasang meliputi Pantai bagian utara dan timur Kabupaten Bima, yakni Soromandi dsk, Sape dan Lambu, Wera, Karumbu, Woha, Bolo, Palibelo dan Parado; f. kawasan rawan tsunami meliputi Kawasan pesisir bagian timur dan selatan Kabupaten Bima, yakni Sape dan Lambu, Karumbu dan daerah sekitarnya; g. kawasan rawan gempa bumi meliputi seluruh wilayah Kabupaten Bima, zonasi kegempaan Kabupaten Bima termasuk gempa sedang dan rendah yakni Kecamatan Tambora, Kecamatan Sanggar, Kecamatan Wera; Kecamatan Langgudu, dan Kecamatan Soromandi; dan h. kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) diwujudkan dalam bentuk peta rawan bencana wilayah Kabupaten Bima sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. (8) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f meliputi: a. kawasan cagar alam geologi, berupa kawasan keunikan bentang alam yaitu kawasan Gunung Tambora; dan b. kawasan rawan bencana alam letusan gunung berapi meliputi wilayah Tambora, Sanggar dan Wera (Gunung Sangiang).
27
Bagian Ketiga Kawasan Budidaya Pasal 26 (1)
Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf b sebagai berikut : a. kawasan peruntukan hutan produksi; b. kawasan peruntukan hutan rakyat; c. kawasan peruntukan pertanian; d. kawasan peruntukan perikanan; e. kawasan peruntukan pertambangan; f. kawasan peruntukan permukiman; g. kawasan peruntukan industri; h. kawasan peruntukan pariwisata; dan i. kawasan peruntukan lain.
(2)
Rencana kawasan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam bentuk Peta Rencana Pola Ruang Wilayah sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 27
(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (1) huruf a terdiri atas: a. kawasan hutan produksi terbatas; dan b. kawasan hutan produksi tetap. (2) Kawasan peruntukan hutan produksi terbatas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi kawasan Tolowata (RTK 23), Tololai (RTK 24), Maria (RTK 25), Tambora (RTK 53), Soromandi (RTK 55), Toffo Rompu (RTK 65), Nipa Pusu (RTK 66), Kota Donggomasa (RTK 67), Nanganae Kapenta (RTK 68), Pulau Sangiang (RTK 86), dan Pulau Gilibanta (RTK 87) dengan luasan kurang lebih 66.867 Ha. (3) Kawasan peruntukan hutan produksi tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi Tololai (RTK 24), Maria (RTK 25), Tambora (RTK 53), Toffo Rompu (RTK 65), Nipa Pusu (RTK 66), Kota Donggomasa (RTK 67), dan Nanganae Kapenta (RTK 68) dengan luasan kurang lebih 44.740 Ha. Pasal 28 Kawasan peruntukan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (1) huruf b seluas 43.088 Ha, tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Bima.
28
Pasal 29 (1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf c meliputi : a. kawasan pertanian tanaman pangan; b. kawasan pertanian hortikultura; c. kawasan perkebunan; dan d. kawasan peternakan. (2) Kawasan pertanian tanaman pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tersebar di seluruh Kabupaten Bima dengan luas kurang lebih 23.336 Ha. (3) Kawasan pertanian hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tersebar diseluruh Kabupaten Bima dengan luas kurang lebih 111.268 Ha. (4) Kawasan perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diprioritaskan dikembangkan di daerah, Soromandi dan Tambora dengan komoditi Jambu Mete; Parado, dan Tambora dengan komoditi Kopi; Wawo, dan Parado dengan komoditi Kakao; Parado, Wawo, Langgudu, dan Lambitu dengan komoditi Kemiri; Lambu, Wera, dan Sanggar dengan komoditi asam dengan luas kurang lebih 15.796 Ha. (5) Kawasan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi : a. sebaran kawasan peruntukan peternakan di Kabupaten Bima antara lain : Ambalawi (kurang lebih 373 Ha), Belo (kurang lebih 352 Ha), Donggo (kurang lebih 620 Ha), Langgudu (kurang lebih 648 Ha), Sanggar (kurang lebih 2.214 Ha), Tambora (kurang lebih 1.100 Ha), Wawo (kurang lebih 250 Ha), Wera (kurang lebih 9.997 Ha), Woha (kurang lebih 35 Ha); b. kawasan peruntukan peternakan diprioritaskan dikembangkan di kecamatan Sanggar, Tambora, dan Wera. dalam rangka mendukung program Bumi Sejuta Sapi (BSS); c. pengembangan dan pengelolaan peternakan dilakukan dengan cara peningkatan jumlah ternak, penggemukan ternak, pembibitan ternak, penyediaan pakan ternak, dan pengembangan industri pengolahan hasil ternak; dan d. pengembangan kawasan agrobisnis dan agroindustri yang berbasis perikanan tersebar dibeberapa Kecamatan yaitu kecamatan Woha, Bolo, Palibelo, Langgudu, dan Sape. (6) Penetapan kawasan peruntukan lahan pertanian sebagai lahan sawah berkelanjutan diatur dengan Peraturan Daerah.
Pasal 30 (1) Kawasan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf d meliputi : kawasan budidaya perikanan.
29
(2) Kawasan budidaya perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan dikembangkan di daerah yang tersedia pasokan air yang cukup dan diarahkan ke Kecamatan Bolo, Lambu, Palibelo,Langgudu, Sape, Woha, Monta, dan Soromandi dengan luas kurang lebih 5.169 Ha.
Pasal 31 (1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf e meliputi : a. Pertambangan mineral logam eksisting emas tersebar di Kecamatan Donggo, Soromandi, Wawo, Lambitu, Sape, Lambu;Tembaga tersebar di Kecamatan Madapangga, Bolo, Parado, Woha, Monta, Sape, Lambu, Langgudu;mangan tersebar di Kecamatan Belo, Bolo, Lambitu, Langgudu, Monta, Palibelo, Parado; dan b. Pertambangan mineral bukan logam dan batuan existing pasir besi tersebar di Kecamatan Amabalawi, Sanggar, Soromandi, Tambora, Wera dan Donggo. (2) Pertambangan mineral logam dan bukan logam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b dan huruf c dilaksanakan setelah ditetapkannya Wilayah Pertambangan berdasarkan usulan penetapan WP. (3) Usulan penetapan WP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan Bupati kepada Pemerintah Propinsi dan berdasarkan pertimbangan BKPRD Kabupaten. (4) Usulan penetapan WP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk mineral logam dan bukan logam disusun melalui kajian dengan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dan harus berada di luar kawasan lindung, kawasan permukiman, kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan, dan kawasan pariwisata sampai batas tidak adanya dampak negatif secara teknis, ekonomi, dan lingkungan yang ditimbulkan akibat usaha pertambangan. (5) Izin pertambangan mineral logam, bukan logam yang telah diterbitkan dan masih berlaku, tetap diakui sampai masa berlakunya habis dan perpanjangannya menyesuaikan dengan ketentuan peraturan daerah Ini; dan (6) Tata cara dan mekanisme penyusunan usulan WP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 32 Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf f dikembangkan di daerah yang datar sampai bergelombang dengan kelerengan lahan 0%-25%, bukan lahan irigasi teknis, bukan kawasan lindung, bukan kawasan rawan bencana, aksesibilitas baik dan tersedia air bersih yang cukup. Pasal 33 (1)
Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf g meliputi : sentra industri sedang, dan industri rumah tangga.
30
(2)
Kawasan sentra industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. sentra industri pengolahan hasil perikanan di Woha; b. sentra industri pengolahan kulit dan tulang sapi di Tambora; dan c. sentra industri maritim di Langgudu dan Sape.
(3)
Rencana pengelolaan kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 34
Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf h diarahkan pada : a. kawasan wisata alam direncanakan di Pantai Toro Wamba, Pantai Mata Mboko, dan kawasan budidaya Sarang Burung Walet Bajo Pulau (Kecamatan Sape), Pantai Papa dan Budidaya Mutiara (Kecamatan Lambu), Pulau Ular dan Karombo Wera (Kecamatan Wera), Oi Wobo (Kecamatan Wawo), Kawasan Wisata Alam Gunung Tambora(Kecamatan Tambora) dan Pantai Kalaki (Kecamatan Palibelo); dan b. kawasan wisata budaya direncanakan pada Taji Tuta, Uma Lengge (Kecamatan Wawo), Pesangrahan Donggo, Rumah Ncuhi, Uma Leme (Kecamatan Donggo), Masjid Pertama di Desa Kalodu (Kecamatan Langgudu), dan Pacuan Kuda (Kecamatan Palibelo). Pasal 35 (1) Kawasan peruntukan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf i terdiri atas: a. kawasan perdagangan dan jasa; b. kawasan pusat pemerintahan; c. kawasan pesisir dan pulau pulau kecil; dan d. kawasan pertahanan dan keamanan. (2) Kawasan peruntukan perdagangan dan jasa termasuk distribusi migas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikembangkan di kecamatan Woha, Bolo, Sape, Wera, Langgudu dan Sanggar dengan luas kurang lebih 257 Ha; (3) Kawasan peruntukan pusat pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terletak pada Desa Dadibou Kecamatan Woha dengan luas kurang lebih 129 Ha. (4) Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi : a. kawasan Teluk Sanggar dan sekitarnya, meliputi Kecamatan Sanggar (Mbuju, Keramat, Malaju, Lasi, Qiwu, Oi Saro, Piong, Boro, dan Kore); b. kawasan Teluk Bima dan sekitarnya, meliputi Kecamatan Bolo (Sanolo, Sondosia, Bontokape, Nggembe), Kecamatan Soromandi (Bajo, Punti,
31
Kananta, Sai, Sampungu), Kecamatan Woha (Pandai, Donggobolo, Dadibou, Talabiu), Kecamatan Palibelo (Belo, Panda); c. kawasan Sape dan sekitarnya, meliputi Kecamatan Sape (Bajopulo, Bugis, Kowo, Buncu, Poja, Lamere, Pulau Gilibanta), Kecamatan Lambu (Mangge, Nggelu, Lambu, Soro, Sumi, Rato, Pulau Burung), Kecamatan Wera (Wora, Tawali, Bala, Hidirasa, Sangiang, Oi Tui, Pai, Pulau Ular), Kecamatan Ambalawi (Nipa, Mawu); d. kawasan Teluk Waworada dan sekitarnya, meliputi Kecamatan Langgudu (Laju, UPT Laju, Doro O’o, UPT Doro O’o, Waworada, UPT Waworada, Karumbu, Rupe, Kangga, Karampi), Kecamatan Parado (Kuta, Paradorato, Paradowane), Kecamatan Monta (Tolotangga, Sondo); dan e. kawasan Pantai Utara Tambora, meliputi Labuan Kananga, Kawinda Na’e, Kawinda To’i (Kecamatan Tambora). (5) Kawasan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi kawasan yang diperuntukan bagi kegiatan pemerintah di bidang pertahanan dan keamanan di wilayah darat, laut dan udara. BAB V PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS Pasal 36 (1)
Penetapan kawasan strategis ditetapkan sesuai dengan prioritas kebutuhan dan kegunaannya.
(2) Penetapan kawasan strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi a. kawasan strategis nasional yang berada di wilayah Kabupaten Bima; b. kawasan strategis provinsi yang berada di wilayah Kabupaten Bima; dan c. kawasan strategis kabupaten. (3)
Kawasan strategis Kabupaten, Provinsi dan Nasional yang ada di wilayah Kabupaten Bima sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diwujudkan dalam bentuk Peta Kawasan Strategis Wilayah Kabupaten Bima, Provinsi dan Nasional sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 37
(1) Kawasan strategis nasional yang berada di wilayah Kabupaten Bima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf a adalah Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Bima. (2) Kawasan strategis provinsi yang berada di wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf b antara lain:
Bima
32
a. kawasan Teluk Bima dan sekitarnya dengan sektor unggulan perikanan, pariwisata dan fungsi transportasi; b. kawasan Waworada-Sape dan sekitarnya yang meliputi wilayah administrasi pemerintahan sebagian Kabupaten Bima (Kecamatan Sape, Lambu, Wawo dan Langgudu) dengan sektor unggulan industri, pertanian, dan perikanan; c. kawasan Ekosistem Gunung Tambora; dan d. kawasan Ekosistem Pulau Sangiang. (3) Kawasan strategis kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf c terdiri atas : a. kawasan strategis dengan sudut kepentingan ekonomi 1. Kawasan Strategis Lewamori meliputi Woha sebagai Ibukota Kabupaten Bima dengan fungsi utama sebagai pusat pemerintahan serta perdagangan dan jasa, Kawasan Minapolitan yang berpusat di Penapali Kecamatan Woha dan kawasan pariwisata di Pantai Kalaki; 2. Kawasan Strategis Kota Terpadu Mandiri (KTM) Tambora dengan sektor unggulan pertanian, peternakan, dan perkebunan; 3. Kawasan Strategis Wera yang meliputi Pai dan Oi Tui dengan sektor unggulan peternakan (sapi), perikanan (rumput laut) dan pariwisata; 4. Kawasan Strategis Monta yang meliputi Wilamaci, Laju, Doro O’o Waworada, Tolo Uwi, dsk dengan sektor unggulan perikanan (rumput laut), perikanan tangkap dan pariwisata (pantai Wane, Pantai Rontu);dan 5. Kawasan Strategis Lambu yang meliputi Sumi dan Nggelu dengan sektor unggulan peternakan (sapi), pertanian (jagung) dan perikanan tangkap. b. kawasan strategis dengan sudut kepentingan lingkungan hidup adalah Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) Gilibanta; c. kawasan strategis dengan sudut kepentingan sosial budaya adalah kawasan Strategis Cagar Budaya yang meliputi : 1. Kompleks rumah adat-Wawo; 2. Perkampungan tradisional Sambori; 3. Perkampungan tradisional Mbawa-Donggo; 4. Kompleks Dana Mbojo-Donggo; dan 5. Situs Wadu Pa’a-Soromandi. d. Kawasan strategis dengan sudut kepentingan pertahanan dan keamanan yang meliputi : 1. kawasan peruntukan bagi kepentingan pemeliharaan keamanan dan pertahanan negara berdasarkan geostrategi nasional; 2. kawasan peruntukan bagi basis militer, daerah uji coba sistem persenjataan dan/atau kawasan industri sistem persenjataan; 3. pembatasan dan penataan antara lahan terbangun disekitar pertahanan dan keamanan; dan 4. penetapan jarak bebas aman kawasan pertahanan dan keamanan. (4) Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut melalui rencana rinci yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. (5) Kawasan strategis Kabupaten, Provinsi dan Nasional yang ada di wilayah Kabupaten Bima sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3)
33
diwujudkan dalam bentuk Peta Kawasan Strategis Wilayah Kabupaten Bima, Provinsi dan Nasional sebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. BAB VI ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH Pasal 38 (1) Arahan pemanfaatan ruang meliputi indikasi program utama, indikasi lokasi, indikasi sumber pendanaan, indikasi pelaksana kegiatan, dan waktu pelaksanaan. (2) Indikasi program utama pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. indikasi program utama perwujudan struktur ruang; dan b. indikasi program utama perwujudan pola ruang. (3) Indikasi sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari dana Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten; (4) Indikasi pelaksana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten, BUMN, swasta, dan masyarakat. (5) Indikasi waktu pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 4 (empat) tahapan jangka lima tahunan, yaitu: a. tahap pertama, lima tahun pertama (2011 – 2016) yang terbagi atas program tahunan; b. tahap kedua, lima tahun kedua (2017 – 2021); c. tahap ketiga, lima tahun ketiga (2022 – 2026); dan d. tahap keempat, lima tahun keempat (2027 – 2031). (6) Indikasi program utama, indikasi sumber pendanaan, indikasi pelaksana kegiatan, dan waktu pelaksanaan yang lebih rinci diwujudkan dalam Tabel Indikasi Program Utama Tahunan dan Lima Tahunan Periode Tahun 2011 – 2031 sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
34
BAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG Bagian Kesatu Umum Pasal 39 (1) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Bima menjadi acuan pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Bima. (2) Ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan dengan cara : a. ketentuan umum peraturan zonasi; b. ketentuan umum perizinan; c. ketentuan umum insentif, disinsentif; dan d. ketentuan sanksi. Bagian kedua Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Paragraf 1 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Perkotaan Pasal 40 (1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem perkotaan meliputi : a. peraturan zonasi untuk Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp); b. peraturan zonasi untuk Pusat Kegiatan Lokal (PKL); c. peraturan zonasi untuk Pusat Pelayanan Kawasan (PPK); dan d. peraturan zonasi untuk Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL). (2) Peraturan zonasi untuk Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp) disusun dengan memperhatikan pemanfaatan untuk kegiatan ekonomi perkotaan berskala propinsi dan fungsi kawasan perkotaan sebagai pusat permukiman dapat di bangun dan di kembangkan di wilayah Woha. (3) Peraturan zonasi untuk Pusat Kegiatan Lokal (PKL) disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang untuk kegiatan ekonomi berskala kabupaten yang didukung dengan pembangunan fasilitas dan infrastruktur perkotaan dilaksanakan di wilayah kecamatan Sape, Wera, Bolo, dan Sanggar. (4) Peraturan zonasi untuk Pusat Pelayanan Kawasan (PPK) disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang untuk melayani kegiatan berskala kecamatan atau beberapa desa yang didukung dengan pembangunan fasilitas dan infrastruktur kecamatan yang di laksanakan di Kecamatan Langgudu, Belo, Monta, Soromandi, dan Tambora. (5) Peraturan zonasi untuk Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang untuk melayani kegiatan berskala desa atau
35
beberapa lingkungan yang didukung dengan pembangunan fasilitas dan infrastruktur lingkungan yang di laksanakan di Kecamatan Lambu, Ambalawi, Lambitu, Palibelo, Parado, Madapangga, Donggo, dan Wawo. Paragraf 2 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Transportasi Darat Pasal 41 (1) Ketentuan umum peraturan zonasi untuk sistem jaringan transportasi darat meliputi : a. peraturan zonasi untuk jaringan jalan arteri primer; b. peraturan zonasi untuk jaringan jalan kolektor primer; dan c. peraturan zonasi untuk jaringan jalan kolektor sekunder dan lokal primer. (2) Peraturan zonasi untuk jaringan jalan arteri primer disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan arteri primer dengan tingkat intensitas menengah hingga tinggi yang kecenderungan pengembangan ruangnya dibatasi; b. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang sisi jalan arteri primer; c. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan arteri primer yang memenuhi ketentuan ruang pengawasan jalan sepanjang 33,00 meter; d. penetapan koofisien dasar bangunan disisi jalan arteri primer sebesar 80%; dan e. penetapan koofisien lantai bangunan disisi jalan arteri primer sebesar 160%. (3) Peraturan zonasi untuk jaringan jalan kolektor primer disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan kolektor primer dengan tingkat intensitas sedang hingga menengah yang kecenderungan pengembangan ruangnya dibatasi; b. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang sisi jalan kolektor primer; c. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan kolektor primer yang memenuhi ketentuan ruang pengawasan jalan sepanjang 22,00 meter; d. penetapan koofisien dasar bangunan disisi jalan kolektor primer sebesar 80%; dan e. penetapan koofisien lantai bangunan disisi jalan kolektor primer sebesar 160%. (4) Peraturan zonasi untuk jaringan jalan kolektor sekunder disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang di sepanjang sisi jalan kolektor sekunder dengan tingkat intensitas rendah hingga sedang yang kecenderungan pengembangan ruangnya dibatasi;
36
b. ketentuan pelarangan alih fungsi lahan yang berfungsi lindung di sepanjang sisi jalan kolektor sekunder; c. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jalan kolektor sekunder yang memenuhi ketentuan ruang pengawasan jalan sepanjang 8,50 meter; d. penetapan koofisien dasar bangunan disisi jalan kolektor sekunder sebesar 60%; dan e. penetapan koofisien lantai bangunan disisi jalan kolektor sekunder sebesar 120%. Paragraf 3 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Transportasi Laut Pasal 42 (1)
Peraturan zonasi untuk pelabuhan laut harus disusun dengan mematuhi ketentuan mengenai: a. pemanfaatan ruang untuk kebutuhan operasional dan pengembangan kawasan pelabuhan; b. ketentuan pelarangan kegiatan di ruang udara bebas di atas badan air yang berdampak pada keberadaan jalur transportasi laut; dan c. pemanfaatan ruang di dalam DLKr/DLKp harus mendapatkan izin sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2)
Peraturan zonasi untuk alur pelayaran harus disusun dengan mematuhi ketentuan mengenai: a. pemanfaatan ruang pada badan air di sepanjang alur pelayaran harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan b. pemanfaatan ruang pada kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di sekitar badan air di sepanjang alur pelayaran dilakukan dengan tidak mengganggu aktivitas pelayaran. Paragraf 4 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Transportasi Udara Pasal 43
Peraturan zonasi untuk bandar udara umum harus disusun dengan mematuhi ketentuan mengenai: a. pemanfaatan ruang untuk kebutuhan operasional bandar udara; b. pemanfaatan ruang di sekitar bandar udara sesuai dengan kebutuhan pengembangan bandar udara berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan; dan c. batas-batas kawasan keselamatan operasi penerbangan dan batas-batas kawasan kebisingan.
37
Paragraf 5 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Energi Pasal 44 (1) Ketentuan peraturan zonasi untuk sistem jaringan energi meliputi : a. peraturan zonasi untuk Gardu induk; b. peraturan zonasi untuk Gardu pembagi; dan c. peraturan zonasi untuk Jaringan transmisi tenaga listrik. (2) Peraturan zonasi untuk sistem jaringan energi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan memperhatikan pemanfaatan ruang di sekitar sistem jaringan energi dan harus memperhatikan jarak aman dari kegiatan lain. Paragraf 6 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Telekomunikasi Pasal 45 (1) Peraturan zonasi untuk sistem jaringan telekomunikasi meliputi: a. peraturan zonasi untuk jaringan tetap dan sentral telekomunikasi; dan b. peraturan zonasi untuk jaringan bergerak selular. (2) Peraturan zonasi untuk jaringan tetap adalah sebagai berikut : a. zonasi jaringan tetap terdiri dari zona ruang manfaat dan zona ruang bebas; b. zona ruang manfaat adalah untuk tiang dan kabel-kabel dan dapat diletakkan pada zona manfaat jalan; dan c. zona ruang bebas dibebaskan dari bangunan dan pohon yang dapat mengganggu fungsi jaringan. (3) Peraturan zonasi untuk sentral telekomunikasi adalah sebagai berikut : a. zonasi sentral telekomunikasi terdiri dari zona fasilitas utama dan zona fasilitas penunjang; b. zona fasilitas utama adalah untuk instalasi peralatan telekomunikasi; c. zona fasilitas penunjang adalah untuk bangunan kantor pegawai, dan pelayanan publik; d. persentase luas lahan terbangun maksimal sebesar 50 % ; dan e. prasarana dan sarana penunjang terdiri dari parkir kendaraan, sarana kesehatan, ibadah gudang peralatan, papan informasi, dan loket pembayaran. (4) Peraturan zonasi untuk jaringan bergerak selular (menara telekomunikasi) diatur sebagai berikut : a. zona menara telekomunikasi terdiri dari zona manfaat dan zona aman; b. zona manfaat adalah untuk instalasi menara baik di atas tanah atau di atas bangunan; c. zona aman dilarang untuk kegiatan yang mengganggu sejauh radius sesuai tinggi menara; d. menara harus dilengkapi dengan sarana pendukung dan identitas hukum yang jelas. sarana pendukung antara lain pentanahan (grounding), penangkal petir,
38
e. f. g.
h. i. j.
catu daya, lampu halangan penerbangan (aviation obstruction light), dan marka halangan penerbangan (aviation obstruction marking), identitas hukum antara lain nama pemilik, lokasi, tinggi, tahun pembuatan / pemasangan, kontraktor, dan beban maksimum menara; dilarang membangun menara telekomunikasi pada bangunan bertingkat yang menyediakan fasilitas helipad; jarak antar menara BTS pada wilayah yang datar minimal 10 km, dan pada wilayah yang bergelombang/berbukit/ pegunungan minimal 5 km; menara telekomunikasi untuk mendukung sistem transmisi radio microwave, apabila merupakan menara rangka yang dibangun diatas permukaan tanah maksimum tingginya 72 m; menara telekomunikasi untuk sistem telekomunikasi yang dibangun diatas permukaan tanah maksimum tingginya 50 m; menara telekomunikasi dilarang dibangun pada lahan dengan topografi lebih dari 800 m dpl dan lereng lebih dari 20%; dan demi efisiensi dan efektifitas penggunaan ruang, maka menara harus digunakan secara bersama dengan tetap memperhatikan kesinambungan pertumbuhan industri telekomunikasi. Paragraf 7 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Sumber Daya Air Pasal 46
Ketentuan Peraturan zonasi untuk sistem jaringan sumber daya air pada wilayah sungai disusun dengan memperhatikan : a. pemanfaatan ruang pada kawasan di sekitar wilayah sungai dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan fungsi lindung kawasan; dan dilarang untuk membuang sampah, limbah padat dan atau cair dan mendirikan bangunan permanen untuk hunian dan tempat usaha; b. pemanfaatan ruang di sekitar wilayah sungai lintas kabupaten secara selaras dengan pemanfaatan ruang pada wilayah sungai di kabupaten yang berbatasan; dan c. pemanfaatan ruang sekitar sungai dapat dilakukan pada jarak 50 meter dari sungai besar dan 10 meter dari sungai kecil. Paragraf 8 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Air Bersih Pasal 47 Peraturan zonasi untuk sistem penyediaan air bersih diatur sebagai berikut: a. zonasi penyediaan air bersih terdiri atas zona unit air baku, zona unit produksi, zona unit distribusi, zona unit pelayanan dan zona unit pengelolaan;
39
b. zona unit air baku adalah untuk bangunan penampungan air, bangunan pengambilan/penyadapan, alat pengukuran dan peralatan pemantauan, sistem pemompaan, dan/atau bangunan sarana pembawa serta perlengkapannya; c. zona unit produksi adalah untuk prasarana dan sarana pengolahan air baku menjadi air bersih; d. zona unit distribusi adalah untuk sistem perpompaan, jaringan distribusi, bangunan penampungan, alat ukur dan peralatan pemantauan; e. zona unit pelayanan adalah untuk sambungan rumah, hidran umum, dan hidran kebakaran; f. zona unit pengelolaan adalah untuk pengelolaan teknis yang meliputi kegiatan operasional, pemeliharaan dan pemantauan dari unit air baku, unit produksi dan unit distribusi dan pengelolaan non teknis yang meliputi administrasi dan pelayanan; g. persentase luas lahan terbangun pada zona unit air baku maksimal sebesar 20 %; h. persentase luas lahan terbangun pada zona unit produksi maksimal sebesar 40 %; i. persentase luas lahan terbangun pada zona unit distribusi maksimal sebesar 20 %; j. unit produksi terdiri dari bangunan pengolahan dan perlengkapannya, perangkat operasional, alat pengukuran dan peralatan pemantauan, serta bangunan penampungan air bersih; k. limbah akhir dari proses pengolahan air baku menjadi air bersih wajib diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke sumber air baku dan daerah terbuka; l. unit distribusi wajib memberikan kepastian kuantitas, kualitas air, dan jaminan kontinuitas pengaliran 24 jam per hari; dan m. untuk mengukur besaran pelayanan pada sambungan rumah dan hidran umum harus dipasang alat ukur berupa meter air yang wajib ditera secara berkala oleh instansi yang berwenang. Paragraf 9 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Jaringan Drainase Pasal 48 Peraturan zonasi untuk sistem jaringan drainase diatur sebagai berikut : a. zona jaringan drainase terdiri dari zona manfaat dan zona bebas; b. zona manfaat adalah untuk penyaluran air dan dapat diletakkan pada zona manfaat jalan; c. zona bebas di sekitar jaringan drainase dibebaskan dari kegiatan yang dapat mengganggu kelancaran penyaluran air; dan d. pemeliharan dan pengembangan jaringan drainase dilakukan selaras dengan pemeliharaan dan pengembangan atas ruang milik jalan.
40
Paragraf 10 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Pengelolaan Limbah Pasal 49 (1) Peraturan zonasi untuk sistem pembuangan air limbah meliputi sistem jaringan limbah domestik, limbah industri, dan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). (2) Peraturan zonasi untuk sistem jaringan limbah diatur sebagai berikut : a. zona limbah domestik terpusat terdiri dari zona ruang manfaat dan zona ruang penyangga; b. zona ruang manfaat adalah untuk bangunan atau instalasi pengolahan limbah; c. zona ruang penyangga dilarang untuk kegiatan yang mengganggu fungsi pengolahan limbah hingga jarak 10 m sekeliling ruang manfaat; d. persentase luas lahan terbangun maksimal sebesar 10 %; e. pelayanan minimal sistem pembuangan air limbah berupa unit pengolahan kotoran manusia/tinja dilakukan dengan menggunakan sistem setempat atau sistem terpusat agar tidak mencemari daerah tangkapan air/ resapan air baku; f. perumahan dengan kepadatan rendah hingga sedang, setiap rumah wajib dilengkapi dengan sistem pembuangan air limbah setempat atau individual yang berjarak minimal 10 m dari sumur; g. perumahan dengan kepadatan tinggi, wajib dilengkapi dengan sistem pembuangan air limbah terpusat atau komunal, dengan skala pelayanan satu lingkungan, hingga satu kelurahan serta memperhatikan kondisi daya dukung lahan dan SPAM serta mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi masyarakat; dan h. sistem pengolahan limbah domestic pada kawasan dapat berupa IPAL sistem konvensional atau alamiah dan pada bangunan tinggi berupa IPAL dengan teknologi modern. Paragraf 11 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Sistem Pengelolaan Sampah Pasal 50 (1) Peraturan zonasi untuk sistem jaringan persampahan terdiri atas Tempat Penampungan Sementara (TPS), Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), dan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). (2) Peraturan zonasi untuk Tempat Penampungan Sementara (TPS) diatur sebagai berikut: a. zona TPS terdiri dari zona ruang manfaat dan zona ruang penyangga; b. zona ruang manfaat adalah untuk penampungan sampah dan tempat peralatan angkutan sampah; c. zona ruang penyanggah dilarang untuk kegiatan yang mengganggu penampungan dan pengangkutan sampah sampai sejarak 10m dari sekeliling zona ruang manfaat; d. persentase luas lahan terbangun sebesar 10 %;
41
e. dilengkapi dengan prasarana dan sarana minimum berupa ruang pemilahan, gudang, tempat pemindah sampah yang dilengkapi dengan landasan container dan pagar tembok keliling; dan f. luas lahan minimal 100 m2 untuk melayani penduduk pendukung 2500 jiwa. (3) Peraturan zonasi untuk Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) diatur sebagai berikut : a. zona TPST terdiri dari zona ruang manfaat dan zona ruang penyangga; b. zona ruang manfaat adalah untuk kegiatan pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah; c. zona ruang penyanggah dilarang untuk kegiatan yang mengganggu pemrosesan sampah sampai sejarak 10 m; d. persentase luas lahan terbangun sebesar 10 %; e. dilengkapi dengan prasarana dan sarana minimum berupa ruang pemilahan (30 m2), pengomposan sampah organik (200 m2), gudang (100 m2), tempat pemindah sampah yang dilengkapi dengan landasan container (60 m2) dan pagar tembok keliling; dan f. luas lahan minimal 300 m2 untuk melayani penduduk pendukung 30.000 jiwa. (4) Peraturan zonasi untuk Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) diatur sebagai berikut: a. zona TPA terdiri dari zona ruang manfaat dan zona ruang penyangga; b. zona ruang manfaat adalah untuk pengurugan dan pemrosesan akhir sampah; c. zona ruang penyanggah dilarang untuk kegiatan yang mengganggu pemrosesan sampah sampai sejarak 300 m untuk perumahan, 3 km untuk penerbangan, dan 90 m untuk sumber air bersih dari sekeliling zona ruang manfaat; d. persentase luas lahan terbangun sebesar 20 %; e. dilengkapi dengan prasarana dan sarana minimum berupa lahan penampungan, sarana dan peralatan pemrosesan sampah, jalan khusus kendaraan sampah, kantor pengelola, tempat parkir kendaraan, tempat ibadah, tempat olahraga dan pagar tembok keliling; f. menggunakan metode lahan urug terkendali; g. tempat pemrosesan akhir adalah tempat untuk mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman; dan h. lokasi dilarang di tengah permukiman. Paragraf 12 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Kawasan Lindung Pasal 51 Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung antara lain : a. peraturan zonasi untuk kawasan lindung terdiri dari : 1. peraturan zonasi untuk kawasan hutan lindung; 2. peraturan zonasi untuk kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; 42
3. 4. 5. 6. 7. 8.
peraturan zonasi untuk kawasan perlindungan setempat; peraturan zonasi untuk ruang terbuka hijau kota; peraturan zonasi untuk kawasan cagar budaya; peraturan zonasi untuk kawasan cagar alam; peraturan zonasi untuk kawasan rawan bencana alam; dan peraturan zonasi untuk kawasan lindung geologi.
b. peraturan zonasi untuk kawasan hutan lindung adalah sebagai berikut : 1. zonasi hutan lindung terdiri dari zona perlindungan, dan zona lainnya; 2. zona perlindungan adalah untuk pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu yang tidak mengurangi fungsi utama kawasan dan tidak merusak lingkungan; 3. zona pemanfaatan adalah untuk pemanfaatan kawasan meliputi usaha budidaya tanaman obat (herbal), usaha budidaya tanaman hias, usaha budidaya jamur, usaha budidaya perlebahan, usaha budidaya penangkaran satwa liar atau usaha budidaya sarang burung walet, pemanfaatan jasa lingkungan, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu; 4. pada kawasan hutan lindung dilarang: a) menyelenggarakan pemanfaatan ruang yang mengganggu bentang alam, mengganggu kesuburan serta keawetan tanah, fungsi hidrologi, kelestarian flora dan fauna, serta kelestarian fungsi lingkungan hidup; dan/atau; dan b) kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan dan perusakan terhadap keutuhan kawasan dan ekosistemnya sehingga mengurangi/ menghilangkan fungsi dan luas kawasan seperti perambahan hutan, pembukaan lahan, penebangan pohon, dan perburuan satwa yang dilindungi. 5. zona lainnya adalah untuk kegiatan budidaya kehutanan; a) luas zona inti perlindungan adalah bagian dari keseluruhan luas hutan yang telah ditetapkan; b) pemanfaatan kawasan adalah bentuk usaha seperti: budidaya jamur, penangkaran satwa, dan budidaya tanaman obat dan tanaman hias; c) pemanfaatan jasa lingkungan adalah bentuk usaha jasa lingkungan seperti: pemanfaatan untuk wisata alam, pemanfaatan air, dan pemanfaatan keindahan dan kenyamanan; dan d) pemungutan hasil hutan bukan kayu bentuk kegiatan seperti: mengambil madu, dan mengambil buah. c. peraturan zonasi untuk kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya meliputi kawasan resapan air adalah sebagai berikut : 1. zona resapan air adalah untuk kegiatan budi daya terbangun secara terbatas yang memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan dan dilarang untuk menyelenggarakan kegiatan yang mengurangi daya serap tanah terhadap air; 2. persentase luas lahan terbangun maksimum 10 %; 3. luas kawasan resapan air adalah bagian dari keseluruhan luas hutan yang telah ditetapkan dengan luas minimum sebesar 30%; dan 4. dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang sumur resapan dan/atau waduk.
43
d. peraturan zonasi untuk kawasan perlindungan setempat meliputi sempadan sungai, sempadan waduk/danau dan mata air adalah sebagai berikut: 1. peraturan zonasi untuk sempadan sungai diarahkan sebagai berikut: a) pemanfaatan ruang yang mengganggu bentang alam,mengganggu kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologi dan hidraulis, kelestarian flora dan fauna, serta kelestarian fungsi lingkungan hidup; b) pemanfaatan hasil tegakan; dan/atau c) kegiatan yang merusak kualitas air sungai, kondisi fisik tepi sungai dan dasar sungai, serta mengganggu aliran air. 2. peraturan zonasi untuk sempadan danau/waduk diarahkan sebagai berikut: a) pemanfaatan ruang yang mengganggu bentang alam, mengganggu kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologi, kelestarian flora dan fauna, serta kelestarian fungsi lingkungan hidup; b) pemanfaatan hasil tegakan; dan/atau c) kegiatan yang merusak kualitas air, kondisi fisik kawasan sekitarnya, dan daerah tangkapan air kawasan yang bersangkutan. 3. peraturan zonasi untuk sempadan sekitar mata air diarahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, dan huruf b. e. peraturan zonasi untuk ruang terbuka hijau untuk kawasan perkotaan adalah sebagai berikut : 1. zona ruang terbuka hijau adalah untuk RTH kawasan perlindungan setempat berupa RTH sempadan sungai, RTH pengamanan sumber air baku/mata air, dan rekreasi, serta dilarang untuk kegiatan yang mengakibatkan terganggunya fungsi ruang terbuka hijau; 2. proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30 % yang terdiri dari 20 % ruang terbuka hijau publik dan 10 % terdiri dari ruang terbuka hijau privat; dan 3. pendirian bangunan dibatasi untuk bangunan penunjang kegiatan rekreasi dan fasilitas umum lainnya, dan bukan bangunan permanen. f. peraturan zonasi kawasan cagar budaya diarahkan sebagai berikut : 1. zona cagar budaya terdiri dari zona mintakat inti, zona mintakat penyangga, dan mintakat pengembang; 2. zona mintakat inti adalah untuk lahan situs; dan dilarang melakukan kegiatan yang mengurangi, menambah, mengubah, memindahkan, dan mencemari benda cagar budaya; 3. zona mintakat penyangga di sekitar situs adalah untuk kegiatan yang mendukung dan sesuai dengan bagi kelestarian situs; serta dilarang untuk kegiatan yang dapat mengganggu fungsi cagar budaya; 4. zona mintakat pengembangan adalah untuk kegiatan untuk sarana sosial, ekonomi, dan budaya, serta dilarang untuk kegiatan yang bertentangan dengan prinsip pelestarian benda cagar budaya dan situsnya; 5. kawasan cagar budaya dilarang untuk menyelenggarakan: a) kegiatan yang merusak kekayaan budaya bangsa yang berupa peninggalan sejarah, bangunan arkeologi;
44
b) pemanfaatan ruang dan kegiatan yang mengubah bentukan geologi tertentu yang mempunyai manfaat tinggi untuk pengembangan ilmu pengetahuan; c) pemanfaatan ruang yang mengganggu kelestarian lingkungan di sekitar peninggalan sejarah, bangunan arkeologi, serta wilayah dengan bentukan geologi tertentu; dan/atau d) pemanfaatan ruang yang mengganggu upaya pelestarian budaya masyarakat setempat. 6. persentase luas lahan terbangun untuk zona mintakat inti dan penyangga maksimum 40 %,dan untuk zona mintakat pengembang maksimum 50 %. g. peraturan zonasi kawasan cagar alam diarahkan sebagai berikut : 1. pemanfaatan jasa lingkungan yang terdapat pada kawasan Taman Wisata Alam di Toffo Rompu (RTK 65) sesuai ketentuan yang berlaku; dan 2. pemanfaatan satwa liar yang dilindungi UU di Taman Buru Tambora (RTK 53) dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku. h. peraturan zonasi kawasan rawan bencana alam tanah longsor diarahkan sebagai berikut : 1. zona kawasan rawan bencana alam tanah longsor terdiri dari zona tingkat kerawanan tinggi, zona tingkat kerawanan menengah/sedang, dan zona tingkat kerawanan rendah; 2. zona tingkat kerawanan tinggi untuk tipologi A (lereng bukit dan gunung) adalah untuk kawasan lindung, untuk tipologi B dan C (kaki bukit dan gunung, tebing/lembah sungai) adalah untuk kegiatan pertanian, kegiatan pariwisata terbatas; dilarang untuk budidaya dan kegiatan yang dapat mengurangi gaya penahan gerakan tanah; 3. zona tingkat kerawanan menengah untuk tipologi A, B, C adalah untuk kegiatan perumahan, transportasi, pariwisata, pertanian, perkebunan, perikanan, hutan kota/rakyat/produksi, dan dilarang untuk kegiatan industri. 4. zona tingkat kerawanan rendah tipologi A, B, dan C adalah untuk kegiatan budidaya, dilarang untuk kegiatan industri; 5. persentase luas lahan terbangun untuk zona tingkat kerawanan tinggi untuk tipologi A maksimum 5 %; dan untuk tipologi B maksimum 10 %; 6. persentase luas lahan terbangun untuk zona tingkat kerawanan menengah untuk tipologi A, B, C maksimum 40 %; dan 7. persentase luas lahan terbangun untuk zona tingkat kerawanan rendah untuk tipologi A, B, C maksimum 60 %. Penerapan prinsip terhadap setiap kegiatan budi daya terbangun yang diajukan izinnya. i. peraturan zonasi kawasan rawan bencana alam tsunami diarahkan sebagai berikut : 1. zona rawan tsunami kegiatan yang diperbolehkan adalah hutan bakau disesuaikan peraturan sempadan pantai; 2. zona penyanggah rawan tsunami kegiatan yang diperbolehkan adalah tambak dan perkebunan; dan 3. peraturan zonasi pemanfaatan ruang pada kawasan rawan bencana tsunami diatur dalam peraturan daerah tentang tata ruang pesisir.
45
j.
peraturan zonasi kawasan lindung geologi meliputi zona kawasan rawan letusan gunung berapi terdiri atas zona A (tingkat resiko rendah), zona B (tingkat resiko sedang) dan zona C (tingkat resiko tinggi): 1. zona A adalah kawasan yang berpotensi terlanda banjir lahar dan tidak menutup kemungkinan dapat terkena perluasan awan panas dan aliran lava. Selama letusan membesar, kawasan ini berpotensi tertimpa material jatuhan berupa hujan abu lebat dan lontaran batu pijar; 2. zona B adalah kawasan yang berpotensi terlanda awan panas, aliran lahar dan lava, lontaran atau guguran batu pijar, hujan abu lebat, hujan lumpur panas, aliran panas dan gas beracun; 3. zona C adalah kawasan yang sering terlanda awan panas, aliran lahar dan lava, lontaran atau guguran batu pijar, hjan abu lebat, hujan lumpur panas, aliran panas dan gas beracun; 4. acuan peraturan zonasi pada zona A diantaranya : a) dapat dikembangkan menjadi kawasan budidaya dan berbagai infrastruktur penunjangnya. b) diizinkan untuk kegiatan perumahan dengan syarat: 1) konstruksi bangunan beton bertulang maupun tidak bertulang; 2) kepadatan bangunan tinggi (>60 unit/ha), sedang (30-60 unit/ha), dan rendah (<30 unit/ha); 3) pola perumahan dapt mengelompok maupun menyebar; 4) diizinkan untuk kegiatan perdagangan dan perkantoran dengan syarat kepadatan bangunan diperbolehkan tinggi (KDB>70, KLB>200) hingga rendah (KDB<50, KLB<100); dan 5) diizinkan untuk kegiatan industri dengan persyaratan, pengawasan dan pengendalian yang ketat, yaitu : Konstruksi bangunan tahan gempa; dan Skala industri (besar, sedang, maupun kecil). c) diizinkan untuk kegiatan lahan usaha pertaian lahan basah, pertanian lahan kering, perikanan, perkebunan dengan syarat pemilihan jenis vegetasi yang sesuai serta mendukung konsep kelestarian lingkungan; d) diizinkan untuk pariwisata dengan jenis wisata sosio-kultural dan wisata agro-kultural; dan e) diizinkan untuk kegiatan pertambangan rakyat, antara lain batu dan pasir. 5. acuan peraturan zonasi pada zona B diantarnya : a) dapat dikembangkan menjadi kawasan budidaya dan berbagai infrastruktur penunjangnya; b) diizinkan untuk kegiatan perumahan dengan persyaratan : 1) konstruksi bangunan beton bertulang; kepadatan bangunan sedang dan rendah; pola perumahan menyebar; 2) konstruksi bangunan semi permanen; kepadatan bangunan tinggi, sedang, dan rendah; pola perumahan mengelompok dan menyebar; dan 3) konstruksi bangunan tradisional; kepadatan bangunan tinggi, sedang dan rendah; pola perumahan mengelompok dan menyebar. c) diizinkan untuk kegiatan perdagangan dan perkantoran dengan syarat kepadatan bangunan sedang (KDB 50-70, KLB 100-200) hingga rendah (KDB<50, KLB<100);
46
d) diizinkan untuk kegiatan industri dengan persyaratan, pengawasan, dan pengendalian yang ketat, yaitu : 1) Konstruksi bangunan tahan gempa; dan 2) Skala industri sedang, maupun kecil. e) diizinkan untuk kegiatan lahan usaha pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, perikanan, perkebunan dengan syarat pemilihan jenis vegetasi yang sesuai serta mendukung konsep kelestarian lingkungan; f) diizinkan untuk pariwisata dengan jenis wisata biotis dan abiotis; g) diizinkan untuk kegiatan pertambangan rakyat, antara lain pertambangan batu dan pasir; dan h) untuk kawasan yang tidak konsisten dalam pemanfaatan, akan dikembalikan pada kondisi dan fungsi semula secara bertahap. 6. acuan zonasi pada zona C diantarnya : a) ditentukan sebagai kawasan lindung; b) masih dapat dimanfaatkan sebagai kawasan budidaya terbatas, antara lain: 1) kehutanan; dan 2) pariwisata dengan jenis wisata geofisik (kawasan puncak gunung berapi). k. penegakan sektor pada pelaku pelanggaran dengan jalan pemberian sanksi.
Paragraf 13 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi Untuk Kawasan Budidaya Pasal 52 (1)
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya meliputi : a. peraturan zonasi kawasan hutan produksi; b. peraturan zonasi kawasan hutan rakyat; c. peraturan zonasi kawasan pertanian; d. peraturan zonasi kawasan perikanan e. peraturan zonasi kawasan pertambangan; f. peraturan zonasi kawasan permukiman; g. peraturan zonasi kawasan industri; h. peraturan zonasi kawasan pariwisata; i. peraturan zonasi kawasan pertahanan dan keamanan; dan j. peraturan zonasi kawasan peruntukan lain terdiri atas : perdagangan dan jasa, kawasan pusat pemerintahan, kawasan pesisir dan pulau pulau kecil.
(2)
Peraturan zonasi untuk kawasan hutan produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi : a. produksi hasil hutan kayu hanya diperkenankan dari hasil kegiatan budidaya tanaman hutan dalam kawasan hutan produksi; b. produksi hutan kayu yang berasal dari hutan alam, hanya dimungkinkan dari kegiatan penggunaan dan pemanfaatan kawasan hutan dengan izin yang sah; dan 47
c. produksi hasil hutan non kayu hanya diperkenankan dari hutan alam, dimungkinkan untuk pemanfaatan dengan izin yang sah. (3)
Peraturan zonasi untuk kawasan hutan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b pada pengembangannya dilakukan dan dibantu oleh masyarakat serta hasil hutan rakyat pada akhirnya akan dimanfaatkan oleh masyarakat dan dikelola bersama Pemerintah.
(4)
Peraturan zonasi untuk kawasan pertanian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan dengan cara : a. pengawasan yang dilakukan agar tidak terjadi perubahan fungsi lahan pada lahan-lahan yang produktif; b. menetapkan lahan sawah berkelanjutan melalui kegiatan delinasi, menyediakan sarana dan prasara pertanian, dan perangkat insentif; c. mengamankan dan memlihara aset nasional dan provinsi; d. diizinkan untuk kegiatan terbangun yang menunjang kegiatan pertanian, dengan syarat tidak lebih dari 15 % luas lahan sawah; dan e. pada lahan kurang produktif dapat dialih fungsi dengan tetap mempertahankan tingkat produktifitas daerah.
(5)
Peraturan zonasi untuk kawasan perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi : a. budidaya ikan laut dilakukan dengan cara; penataan permukiman nelayan dan sandar perahu, penyediaan TPI, serta pengendalian dengan kegiatan lainnya dengan zona pembatas (buffer zone); b. budidaya ikan air payau/tambak dilakukan dengan syarat; tidak mengganggu habitat hutan bakau atau sempadan pantai, tersedianya sistem jaringan air, dan memenuhi ketentuan peraturan yang berlaku; c. budidaya rumput laut dilakukan dengan; penataan dan delinasi zona rumput laut, pembentukan sentra rumput laut, tetap terjaganya hutan bakau, dan tidak berada kawasan permukiman atau jalur pelayaran; dan d. budidaya ikan di kolam/sungai/danau dilakukan dengan; penataan gerambah petani, tidak mengurangi fungsi sungai/danau/air tanah, dapat dikembangkan dengan wisata kuliner, rumah panggung.
(6)
Peraturan zonasi untuk kawasan pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan dengan cara : a. Pemantauan dan pengendalian kegiatan pengusahaan pertambangan agar tidak mengganggufungsi lindung dan fungsi fungsi kawasan lainnya; b. Pengembalian pada fungsi semula/fungsi lain yang telah ditetapkan pada kawasan bekas pertambangan dengan segera; c. Perlu dilakukan analisis resiko dan manfaat serta analisis terhadap lingkungan sesuai dengan peraturan yang berlaku; d. membuat delinasi dan pemagaran atau zona penyanggah (buffer zone) dengan kegiatan permukiman; dan e. pengaturan bangunan lain disekitar instalasi dan peralatan kegiatan pertambangan yang berpotensi menimbulkan bahaya dengan memperhatikan kepentingan daerah.
48
f. Pemantauan peningkatan pendidikan, kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat sekitar kawasan pertambangan. (7)
Peraturan zonasi untuk kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f antara lain : a. zonasi kawasan perumahan terdiri dari zona perumahan dengan kepadatan tinggi; zona perumahan dengan kepadatan sedang; dan zona perumahan dengan kepadatan rendah; b. zona perumahan dengan kepadatan tinggi adalah untuk pembangunan perumahan dengan kepadatan bangunan 51-100 unit per ha; c. zona perumahan dengan kepadatan sedang adalah untuk pembangunan rumah dan perumahan dengan kepadatan bangunan 26-50 unit per ha; d. zona perumahan dengan kepadatan rendah adalah untuk pembangunan rumah dengan tipe rumah taman dengan kepadatan bangunan ≤25 unit per ha; dan e. intensitas ruang zona perumahan diatur berdasarkan : 1. Lingkungan perumahan padat : a) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum sebesar 60 %; b) Koefisien Lantai Bangunan (KLB) sebesar 1.2; c) Koefisien Dasar Hijau (KDH) sebesar 10 %; dan d) garis sempadan bangunan sekitar 5 m sampai 10 m, diatur menurut luas perpetakan. 2. lingkungan perumahan sedang : a) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum sebesar 50 %; b) Koefisien Lantai Bangunan (KLB) sebesar 1.0; c) Koefisien Dasar Hijau (KDH) sebesar 15 %; dan d) garis sempadan bangunan sekitar 5 m sampai 10 m, diatur menurut luas perpetakan. 3. lingkungan perumahan rendah : a) Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum sebesar 40 %; b) Koefisien Lantai Bangunan (KLB) sebesar 0.8; c) Koefisien Dasar Hijau (KDH) sebesar 20 %; dan d) garis sempadan bangunan sekitar 5 m sampai 10 m, diatur menurut luas perpetakan.
(8)
Peraturan zonasi untuk kawasan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g antara lain : a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan industri baik yang sesuai dengan kemampuan penggunaan teknologi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia di wilayah sekitarnya; b. zona industri terdiri dari bangunan pengolahan, gudang, ruang bongkar muat, perkantoran, dan parkir kendaraan, meliputi: 1. setiap zona dan kawasan industri harus dilengkapi dengan instalasi pengolahan limbah; 2. setiap pengembangan industri di dahului oleh kajian lingkungan hidup strategis; 3. industri rumah tangga diarahkan mengelompok membentuk sentra industri kecil; dan
49
4. c.
d.
e. f.
g.
h. i.
(9)
industri rumah tangga yang menyatu dengan tempat tinggal, diwajibkan mendapat persetujuan perumahan disekitarnya. pada kawasan industri diizinkan untuk kegiatan lain yang berupa hunian, rekreasi, serta perdagangan dan jasa dengan luas total tidak melebihi 10% total luas lantai; memiliki akses yang baik dari dan ke semua kawasan yang dikembangkan dalam Wilayah Kabupaten Bima terutama akses ke zona perdagangan dan jasa serta bandara; pengembangan kawasan industri memperhatikan konsep eco industrial park; kegiatan lain yang tidak sesuai dan memiliki izin yang berada pada kawasan industri, harus menyesuaikan pada akhir masa berlaku izin dan kegiatan lain yang tidak memiliki izin direlokasi paling lambat 3 tahun; intensitas ruang zona industri diatur berdasarkan : 1. Kofisien Dasar Bangunan (KDB) antara 40% sampai 50 %, diatur menurut kepadatan lingkungan; 2. Kofisien Lantai Bangunan (KLB) antara 1,6 sampai 3,0,diatur menurut kepadatan lingkungan; 3. Koefisien Dasar Hijau (KDH) antar 20% sampai 35%, diatur menurut kepadatan lingkungan; dan 4. garis sempadan bangunan sebesar 15 meter sampai 17 meter, diatur menurut kepadatan lingkungan. bangunan industri rumah tangga harus bersifat tunggal, kecuali pada industri yang mengelompok diperkenankan bentuk deret; dan pembatasan pembangunan perumahan baru sekitar kawasan peruntukan industri.
Peraturan zonasi untuk kawasan pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h antara lain : a. pengawasan yang perlu dilaksanakan agar kegiatan pariwisata yang dilakukan tidak membahayakan lingkungan dan tidak berada pada lahan produktif; b. zonasi kawasan pariwisata terdiri dari zona usaha jasa pariwisata; zona objek dan daya tarik wisata dan zona usaha sarana pariwisata; c. zona usaha jasa pariwisata adalah untuk jasa biro perjalanan wisata; jasa agen perjalanan wisata; jasa pramuwisata; jasa konvensi, perjalanan insentif, dan pameran; jasa impresariat; jasa konsultan pariwisata, dan jasa informasi pariwisata; d. zona objek dan daya tarik wisata adalah untuk objek dan daya tarik wisata alam; objek dan daya tarik wisata budaya; dan objek dan daya tarik wisata minat khusus; e. zona usaha sarana pariwisata adalah untuk penyediaan akomodasi; makan dan minum; angkutan wisata; sarana wisata tirta; dan kawasan pariwisata; f. persentase KDB pada zona usaha jasa pariwisata maksimal sebesar 60 %, KLB sebesar 3 dan KDH 20%; g. persentase KDB pada zona objek dan daya tarik wisata maksimal sebesar 20 % KLB sebesar 0.4 dan KDH 40 %;
50
h. persentase KDB pada zona usaha sarana pariwisata maksimal sebesar 60 %, KLB sebesar 0,8 dan KDH 20 %; i. prasarana dan sarana minimal meliputi telekomunikasi, listrik, air bersih, drainase, pembuangan limbah dan persampahan; WC umum, parkir, lapangan terbuka, pusat perbelanjaan skala lokal, sarana peribadatan dan sarana kesehatan; persewaan kendaraan, ticketing, money changer; j. perubahan zona pariwisata dimungkinkan untuk tujuan perlindungan lingkungan; k. pembangunan objek dan daya tarik wisata alam hutan dapat memanfaatkan zona hutan lindung dengan memperhatikan arahan peraturan zonasinya; dan l. kegiatan lain yang tidak sesuai dan memiliki izin yang berada pada kawasan pariwisata, harus menyesuaikan pada akhir masa berlaku izin dan kegiatan lain yang tidak memiliki izin direlokasi paling lambat 3 (tiga) tahun. (10) Peraturan zonasi untuk kawasan pertahanan dan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i antara lain : a. penetapan zona penyangga yang memisahkan kawasan strategis dengan kawasan budidaya terbangun; dan b. penetapan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan di sekitar kawasan strategis untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan. (11) Peraturan zonasi untuk kawasan perutukan lain perdagangan dan jasa, kawasan pusat pemerintahan, kawasan pesisir dan pulau - pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j antara lain : a. zonasi kawasan perdagangan dan jasa terdiri dari zona perdagangan dan jasa Regional, serta zona perdagangan dan jasa lokal; b. zona perdagangan dan jasa regional adalah untuk kegiatan perdagangan besar dan eceran, jasa keuangan, jasa perkantoran usaha dan profesional, jasa hiburan dan rekreasi serta jasa kemasyarakatan; c. zona perdagangan dan jasa lokal adalah untuk kegiatan perdagangan eceran, jasa keuangan, jasa perkantoran usaha dan profesional, jasa hiburan dan rekreasi serta jasa kemasyarakatan dan perumahan kepadatan menengah dan tinggi; d. intensitas ruang untuk kawasan perdagangan dan jasa regional adalah maksimal KDB 40 %, KLB 3,5 dan minimal KDH 30 %; e. intensitas ruang untuk kawasan perdagangan dan jasa lokal adalah maksimal KDB 50 %, KLB 3 dan minimal KDH 20 %; f. dilengkapi dengan prasarana dan sarana umum pendukung seperti sarana pejalan kaki yang menerus, sarana peribadatan dan sarana perparkiran, sarana kuliner, sarana transportasi umum, ruang terbuka; serta jaringan utilitas; g. memiliki aksesibilitas bagi penyandang cacat; h. kegiatan hunian kepadatan menengah dan tinggi diizinkan di kawasan ini maksimum 10 % dari total luas lantai; i. wajib menyediakan zona penyangga berupa RTH apabila berbatasan langsung dengan kawasan lindung;
51
j.
sarana media ruang luar komersial harus memperhatikan tata bangunan dan tata lingkungan; kestabilan struktur serta keselamatan; k. kawasan perdagangan dan jasa wajib dilengkapi dengan RTBL; l. kegiatan industri yang memiliki izin dan berada pada kawasan perdagangan dan jasa, harus menyesuaikan pada akhir masa berlaku izin; dan m. jalan arteri primer pada kawasan perkotaan tersebut, harus dilengkapi oleh jalur pemisah. (12) Peraturan zonasi untuk kawasan perutukan lain kawasan pusat pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j antara lain : a. zonasi kawasan pemerintahan terdiri dari zona pemerintahan regional, serta zona pemerintahan lokal; b. zona pemerintahan regional adalah pusat pemerintahan Kabupaten Bima; c. zona pemerintahan lokal adalah pusat pemerintahan kecamatan dan pemerintahan kelurahan atau desa; d. intensitas ruang untuk kawasan pemerintahan regional adalah maksimal KDB 50 %, KLB 3,5 dan minimal KDH 30 %; e. intensitas ruang untuk kawasan pemerintahan lokal adalah maksimal KDB 55 %, KLB 2,5 dan minimal KDH 20 %; f. dilengkapi dengan prasarana dan sarana umum pendukung seperti sarana pedistrian, transportasi umum, sarana perparkiran, sarana kuliner, sarana peribadatan dan sarana ruang terbuka hijau dan non hijau; serta jaringan utilitas; g. wajib menyediakan zona penyangga berupa RTH apabila berbatasan langsung dengan kawasan permukiman, perdagangan dan jasa; h. sarana media ruang luar komersial tidak diperkenankan kecuali media informasi pembangunan; i. kelompok kegiatan yang berada pada kawasan pemerintahan regional yang diperbolehkan seperti perkantoran pemerintahan diatasnya, perwakilan negara, Badan Usaha Milik Negara dan Daerah, perkantoran swasta, dan perkantoran jasa keuangan seperti perbankan; j. kawasan pemerintahan lokal dapat berada di pusat permukiman yang mempunyai lebar milik jalan minimum 10 meter; k. kegiatan yang tidak diperbolehkan di dalam dan atau berbatasan dengan kawasan permintahan adalah industri dan atau kegiatan yang dapat menimbulkan polusi udara, polusi air, polusi tanah; dan l. jalan arteri primer pada kawasan tersebut, harus dilengkapi dengan jalur pemisah atau jalan penghubung. (13) Rencana peraturan zonasi untuk wilayah pesisir dan pulau pulau kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j antara lain : a. rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau pulau kecil meliputi daerah – daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai;
52
b. kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang berada pada zona rawan bencana, cagar alam dan budaya pembangunannya dibatasi dan dikendalikan; c. kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang berada pada zona rawan bencana, harus dipasang alat peringatan dini; d. penetapan kegiatan budidaya secara selektif di dalam kawasan pesisir dan pulau pulau kecil untuk menjaga pelestarian lingkungan hidup; e. penetapan intensitas ruang disekitar kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil adalah maksimal KDB 40 %, KLB 1,2 dan minimal KDH 30 %; dan f. pemanfaatan ruang pada kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di sekitar badan air di sepanjang alur pelayaran dilakukan dengan tidak mengganggu aktivitas pelayaran.
Bagian Ketiga Ketentuan Perizinan Paragraf I Umum Pasal 53 Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf b adalah proses administrasi dan teknis yang harus dipenuhi sebelum kegiatan pemanfaatan ruang dilaksanakan, untuk menjamin kesesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang, mencakup izin prinsip, izin lokasi, Izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah (IPPT), izin mendirikan bangunan, dan izin lainnya. Pasal 54 (1) Segala bentuk kegiatan dan pembangunan prasarana harus memperoleh izin pemanfaatan ruang dengan berpedoman pada Peraturan Daerah tentang RTRW; (2) Setiap orang atau badan hukum yang memerlukan tanah dalam rangka penanaman modal wajib memperoleh izin pemanfaatan ruang dari Bupati. (3) Prosedur izin pemanfaatan ruang dilaksanakan oleh Kantor Pelayanan Terpadu setelah mendapat rekomendasi dari BKPRD Kabupaten. Paragraf 2 Izin Prinsip Pasal 55 (1) Izin prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 adalah persetujuan pendahuluan yang diberikan kepada orang atau badan hukum untuk
53
menanamkan modal atau mengembangkan kegiatan atau pembangunan di wilayah kabupaten, yang sesuai dengan arahan kebijakan dan alokasi penataan ruang wilayah. (2) Izin prinsip dipakai sebagai kelengkapan persyaratan teknis permohonan izin lainnya, yaitu izin lokasi, izin penggunaan pemanfaatan tanah, izin mendirikan bangunan, dan izin lainnya. (3) Ketentuan mengenai izin prinsip diatur dengan peraturan Bupati. Paragraf 3 Izin Lokasi Pasal 56 (1) Izin lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 adalah izin yang diberikan kepada orang atau badan hukum untuk memperoleh tanah/pemindahan hak atas tanah/menggunakan tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal. (2) Izin lokasi diberikan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Untuk luas 1 Ha sampai dengan 25 Ha diberikan izin selama 1 (satu) tahun; b. Untuk luas lebih dari 25 Ha sampai dengan 50 Ha diberikan izin selama 2 (dua) tahun; dan c. Untuk luas lebih dari 50 Ha diberikan izin selama 3 (tiga) tahun
(3) Ketentuan mengenai izin lokasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati. Paragraf 4 Izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah Pasal 57 (1) Izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah (IPPT) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 adalah izin yang diberikan kepada pengusaha untuk kegiatan pemanfaatan ruang dengan kriteria batasan luasan tanah lebih dari 5.000 m2. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin penggunaan pemanfaatan tanah akan ditetapkan dengan peraturan daerah dan p[eraturan Bupati . Paragraf 5 Izin Mendirikan Bangunan Pasal 58 (1) Izin Mendirikan Bangunan Gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 adalah izin yang diberikan kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis.
54
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin mendirikan bangunan akan ditetapkan dengan peraturan daerah dan peraturan Bupati Paragraf 6 Izin Lainnya Pasal 59 (1) Izin lainnya terkait pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 pada ketentuan izin usaha pertambangan, perkebunan, pariwisata, industri, perdagangan dan pengembangan sektoral lainnya, yang disyaratkan sesuai peraturan perundangan. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai izin usaha pengembangan sektoral akan ditetapkan dengan peraturan daerah dan peraturan Bupati. Bagian Keempat Ketentuan Insentif dan Disinsentif Pasal 60 (1) Ketentuan pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 huruf c merupakan acuan bagi Pemerintah Daerah dalam pemberian insentif dan pengenaan disinsentif. (2) Ketentuan insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana struktur ruang, rencana pola ruang, dan ketentuan umum peraturan zonasi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. (3) Ketentuan disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah, dibatasi, atau dikurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 61 (1) Ketentuan pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang wilayah kabupaten dilakukan oleh pemerintah daerah kepada pengembang kawasan dan kepada masyarakat. (2) ketentuan pemberian insentif dan pengenaan disinsentif di kabupaten, dilakukan oleh Bupati yang teknis pelaksanaannya melalui satuan kerja perangkat daerah kabupaten yang membidangi masalah penataan ruang. Pasal 62 (1) Ketentuan insentif pemerintah daerah kepada pengembang kawasan, diberikan dalam bentuk: a. pemberian kompensasi;
55
b. urun saham; c. pembangunan serta pengadaan infrastruktur; dan d. penghargaan. (2) Insentif kepada masyarakat, diberikan dalam bentuk : a. keringanan retribusi; b. pemberian kompensasi; c. imbalan; d. sewa ruang; e. urun saham; f. penyediaan infrastruktur; g. kemudahan prosedur perizinan; dan h. penghargaan. Pasal 63 (1) Ketentuan disinsentif Pemerintah Daerah kepada pengembang kawasan, diberikan dalam bentuk: a. pembatasan penyediaan infrastruktur; b. pengenaan kompensasi; c. penalti; dan d. pembatasan administrasi pertanahan. (2) Disinsentif dari Pemerintah Daerah kepada masyarakat, dikenakan dalam bentuk: a. pengenaan pajak; b. pembatasan penyediaan infrastruktur; c. pengenaan kompensasi; d. penalti; dan e. pembatasan administrasi pertanahan. Pasal 64 (1) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf c dilakukan menurut prosedur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) ketentuan lebih lanjut mengenai tatacara pemberian insentif dan disinsentif diatur dengan Peraturan Bupati. Bagian Kelima Ketentuan Sanksi Pasal 65 Ketentuan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf d merupakan acuan dalam penegenaan sanksi terhadap : a.
pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola ruang wilayah Kabupaten;
b.
pelanggaran ketentuan arahan peraturan zonasi;
56
c.
pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten;
d.
pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW kabupaten;
e.
pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRW kabupaten;
f.
pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan
g.
pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar. Pasal 66
(1) Setiap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 huruf a, huruf b, huruf d,huruf e, huruf f, dan huruf g, dikenakan sanksi administratif berupa: a. Peringatan tertulis; b. Penghentian sementara kegiatan; c. Penghentian sementara pelayanan umum; d. Penutupan lokasi; e. Pencabutan izin; f. Pembatalan izin; g. Pembongkaran bangunan; h. Pemulihan fungsi ruang; dan i. Denda administratif (3) Setiap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf c, dikenakan sanksi administratif berupa : a. Peringatan tertulis; b. Penghentian sementara kegiatan; c. Penghentian sementara pelayanan umum; d. Penutupan lokasi; e. Pembongkaran bangunan; f. Pemulihan fungsi ruang; dan g. Denda administratif Pasal 67 Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 diatur dengan Peraturan Bupati.
57
Pasal 68 Selain sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 pelanggaran terhadap peraturan daerah ini dikenakan sanksi pidana merujuk pada ketentuan perundang undangan. BAB VIII KELEMBAGAAN PERAN MASYARAKAT Bagian kesatu Kelembagaan Pasal 69 (1) Pelaksanaan pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan secara terpadu dan komprehensif melalui suatu koordinasi dan kerjasama anatara Pemerintah Daerah Kabupaten Bima dan/atau Kabupaten/Kota dan pihak-pihak lain yang terkait dengan pemanfaatan ruang, dan pelaksanaan kegiatan pembangunan. (2) Dalam rangka mengkoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang dan kerjasama antar sektor/antar daerah bidang penataan ruang dibentuk Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah. Pasal 70 (1) Pembinaan terhadap penataan ruang dilakukan melalui koordinasi penyelenggaraan penataan ruang; (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk. Bagian Kedua Peran Masyarakat Pasal 71 Dalam kegiatan penataan ruang wilayah, masyarakat berhak : a. berperan serta dalam proses perencanaan dan penyusunan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang; b. mengetahui secara terbuka Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bima; c. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari penataan ruang; d. memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang;dan e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang.
58
Pasal 72 Setiap orang berkewajiban : a. mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan; b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang; c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam izin pemanfaatan ruang; dan d. memberikan akses yang seluas-luasnya ke ruang yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan sebagai milik umum. BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 73 (1) Izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan sesuai dengan ketentuan peraturan daerah ini tetap berlaku sampai habis masa berlakunya; (2) Izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan daerah ini berlaku ketentuan sebagai berikut: a. jika pembangunan belum mulai dilaksanakan, izin yang bersangkutan disesuaikan dengan fungsi peruntukan kawasan berdasarkan peraturan daerah ini; b. untuk yang sudah dilaksanakan pembangunan, pemanfaatan ruang dilakukan sampai izin terkait habis masa berlakunya dan dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan peraturan daerah ini; c. untuk yang sudah dilaksnaakan pembangunannya dan tidak memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan peraturan daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak; dan d. ketentuan dan tata cara pemberian penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada huruf c diatur lebih lanjut dengan peraturan Bupati. (3) Izin pemanfaatan ruang yang masa berlakunya sudah habis dan tidak sesuai dengan peraturan daerah ini dilakukan penyesuaian berdasarkan peraturan daerah ini; (4) Pemanfaatan ruang yang diselenggarakan tanpa izin ditentukan sebagai berikut : a. Yang bertentangan dengan ketentuan peraturan daerah ini, pemanfaatan ruang yang bersangkutan ditertibkan dan disesuaikan dengan peraturan daerah ini; dan b. Yang sesuai dengan ketentuan peraturan daerah ini dipercepat untuk memdapatkan izin yang diperlukan.
59
Pasal 74 (1) Kawasan lindung yang difungsikan untuk kegiatan budidaya secara bertahap dikembalikan fungsinya sebagai kawasan lindung setelah izin kegiatan budidaya habis masa berlakunya. (2) Perubahan status dan/atau fungsi kawasan hutan, kawasan lahan pertanian pangan berkelanjutan harus mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 75 (1) Jangka waktu RTRW Kabupaten Bima adalah 20 (dua puluh) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. (2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial wilayah kabupaten yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, RTRW Kabupaten Bima dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. (3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan apabila terjadi perubahan kebijakan propinsi dan strategi yang mempengaruhi pemanfaatan ruang kabupaten dan/atau dinamika internal kabupaten. Pasal 76 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 11 Tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bima Tahun 2007 - 2027 (Lembaran Daerah Nomor 15 Tahun 2007 dan Tambahan Lembaran Daerah Nomor 24 Tahun 2007), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
60
BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 77 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Bima. Ditetapkan di Raba-Bima pada tanggal 19 November 2011 BUPATI BIMA, Ttd H. FERRY ZULKARNAIN Diundangkan di Raba-Bima pada tanggal 19 November 2011 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BIMA Ttd
H. MASYKUR H.M.S LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BIMA TAHUN 2011 NOMOR 9
61
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BIMA TAHUN 2011-2031
I. UMUM 1. Ruang Wilayah Kabupaten Bima sebagai bagian dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, pada hakikatnya merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus dikembangkan dan dilestarikan pemanfaatannya secara optimal agar dapat menjadi wadah bagi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya secara berkelanjutan demi kelangsungan hidup yang berkualitas. Pancasila merupakan dasar negara dan falsafah negara, yang memberikan keyakinan bahwa kebahagiaan hidup akan tercapai jika didasarkan atas keselarasan, keserasian dan keseimbangan, baik dalam hubungannya dengan kehidupan pribadi, hubungan manusia dengan manusia lain, hubungan manusia dengan alam sekitarnya maupun hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai landasan konstitusional mewajibkan agar sumberdaya alam dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kemakmuran tersebut haruslah dapat dinikmati oleh generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. 2. Ruang sebagai sumberdaya alam tidaklah mengenal batas wilayah, karena ruang pada dasarnya merupakan wadah atau tempat bagi manusia dan makhluk hidup lainnya untuk hidup dan melakukan kegiatannya, akan tetapi jika ruang dikaitkan dengan pengaturannya, haruslah mengenal batas dan sistemnya. Dalam kaitan tersebut, ruang wilayah Kabupaten Bima meliputi tiga matra, yakni ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara. Ruang wilayah Kabupaten Bima sebagai unsur lingkungan hidup, terdiri atas berbagai ruang wilayah yang masing-masing sebagai sub sistem yang meliputi aspek alamiah (fisik), ekonomi, sosial budaya dengan corak ragam dan daya dukung yang berbeda satu dengan lainnya. Pengaturan pemanfaatan ruang wilayah yang didasarkan pada corak dan daya dukungnya akan meningkatkan keselarasan, keseimbangan sub sistem, yang berarti juga meningkatkan daya tampungnya. Pengelolaan sub-sistem yang satu akan berpengaruh kepada kepada sub-sistem yang lain, yang pada akhirnya akan mempengaruhi sistem ruang secara keseluruhan. Oleh karena itu, pengaturan ruang menuntut dikembangkan suatu sistem dengan keterpaduan sebagai ciri utamanya.
62
Ada pengaruh timbal balik antara ruang dan kegiatan manusia. Karakteristik ruang menentukan macam dan tingkat kegiatan manusia, sebaliknya kegiatan manusia dapat merubah, membentuk dan mewujudkan ruang dengan segala unsurnya. Kecepatan perkembangan manusia seringkali tidak segera tertampung dalam wujud pemanfaatan ruang, hal ini disebabkan karena hubungan fungsional antar ruang tidak segera terwujud secepat perkembangan manusia. Oleh karena itu, rencana tata ruang wilayah yang disusun, haruslah dapat menampung segala kemungkian perkembangan selama kurun waktu tertentu. 3. Ruang wilayah Kabupaten Bima, mencakup wilayah kecamatan yang merupakan satu kesatuan ruang wilayah yang terdiri atas satuan-satuan ruang yang disebut dengan kawasan. Dalam berbagai kawasan terdapat macam dan budaya manusia yang berbeda, sehingga diantara berbagai kawasan tersebut seringkali terjadi tingkat pemanfaatan dan perkembangan yang berbedabeda. Perbedaan ini apabila tidak ditata, dapat mendorong terjadinya ketidakseimbangan pembangunan wilayah. Oleh karena itu, rencana tata ruang wilayah, secara teknis harus mempertimbangkan : (i) keseimbangan antara kemampuan ruang dan kegiatan manusia dalam memanfaatkan serta meningkatkan kemampuan ruang ; (ii) keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam pemanfaatan antar kawasan dalam rangka meningkatkan kapasitas produktivitas masyarakat dalam arti luas. 4. Meningkatnya kegiatan pembangunan yang memerlukan lahan, baik tempat untuk memperoleh sumber daya alam mineral atau lahan pertanian maupun lokasi kegiatan ekonomi lainnya, seperti industri, pariwisata, pemukiman dan administrasi pemerintahan, potensial meningkatkan terjadinya kasus-kasus konflik pemanfaatan ruang dan pengaruh buruk dari suatu kegiatan terhadap kegiatan lainnya. Berkenaan dengan hal tersebut, diperlukan perencanaan tata ruang yang baik dan akurat, agar perkembangan tuntutan berbagai kegiatan pemanfaatan ruang dan sumberdaya yang terdapat di dalamnya dapat berfungsi secara optimal, terkendali, selaras dengan arah pembangunan Daerah Kabupaten Bima 5. Kendatipun perencanaan tata ruang sepenuhnya merupakan tindak pemerintahan atau sikap tindak administrasi negara, dalam proses penyusunan sampai pada penetapannya perlu melibatkan peran serta masyarakat. Peran serta masyarakat dalam perencanaan tata ruang menjadi penting dalam kerangka menjadikan sebuah tata ruang sebagai hal yang responsif (responsive planning), artinya sebuah perencanaan yang tanggap terhadap preferensi serta kebutuhan dari masyarakat yang potensial terkena dampak apabila perencanaan tersebut diimplementasikan. Tegasnya, dalam konteks perencanaan tata ruang, sebenarnya ada dua hal yang harus diperhatikan. Pertama, kewajiban Pemerintah untuk memberikan informasi, Kedua, hak masyarakat untuk di dengar (the right to be heard). Dalam praktek, pada dasarnya dua aspek ini saling berkaitan karena penerapannya menunjukkan adanya jalur komunikasi dua arah. Dengan kewajiban pemerintah untuk memberi informasi yang menyangkut rencana kegiatan/perbuatan administrasi, dan adanya hak bagi yang terkena (langsung maupun tidak langsung) oleh kegiatan/perbuatan pemerintah, mengandung
63
makna bahwa mekanisme itu telah melibatkan masyarakat dalam prosedur administrasi negara, di pihak lain dapat menunjang pemerintahan yang baik dan efektif, karena dengan mekanisme seperti itu pemerintah dapat memperoleh informasi yang layak sebelum mengambil keputusan. Mekanisme seperti itu dapat menumbuhkan suasana saling percaya antara pemerintah dan rakyat sehingga dapat mencegah sengketa yang mungkin terjadi serta memungkinkan terjadinya penyelesaian melalui jalur musyawarah. 6. Secara normatif, perencanaan tata ruang dimaksud perlu diberi status dan bentuk hukum agar dapat ditegakkan, dipertahankan dan ditaati oleh pihakpihak yang bersangkutan. Hanya rencana yang memenuhi syarat-syarat hukumlah yang dapat melindungi hak warga masyarakat dan memberi kepastian hukum, baik bagi warga maupun bagi aparatur pemerintah termasuk didalamnya administrasi negara yang bertugas melaksanakan dan mempertahankan rencana, yang sejak perencanaannya sampai penetapannya memenuhi ketentuan hukum yang berlaku. Apabila suatu rencana telah diberi bentuk dan status hukum, maka rencana itu terdiri atas atas susunan peraturan-peraturan yang pragmatis, artinya segala tindakan yang didasarkan kepada rencana itu akan mempunyai akibat hukum. 7. Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada Pasal 78 mengamanatkan bahwa Peraturan Daerah Kabupaten tentang rencana tata ruang wilayah kabupaten disusun atau disesuaikan paling lambat dalam waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak Undang-Undang ini diberlakukan. Dengan demikian maka Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 11 tahun 2007 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bima harus segera diganti dengan Peraturan Daerah baru untuk disesuaikan dengan Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. 8. Berdasarkan uraian di atas, maka perlu disusun Peraturan Daerah baru yang akan menjadi acuan dalam pelaksanaan program-program pembangunan di daerah serta mendorong percepatan perkembangan masyarakat secara tertib, teratur dan berencana. Peraturan Daerah sendiri merupakan bagian tak terpisahkan dari kesatuan sistem perundang-undangan secara nasional, oleh karena itu peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau bertentangan dengan kepentingan umum. Kepentingan umum yang harus diperhatikan bukan saja kepentingan rakyat banyak Daerah yang bersangkutan, melainkan kepentingan Daerah lain dan kepentingan seluruh rakyat Indonesia. Ini berarti, pembuatan peraturan peraturan perundang-undangan tingkat daerah, bukan sekedar melihat batas kompetensi formal atau kepentingan Daerah yang bersangkutan, tetapi harus dilihat pula kemungkinan dampaknya terhadap daerah lain atau kepentingan nasional secara keseluruhan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup Jelas
64
Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup Jelas Pasal 5 Cukup jelas Pasal 6 Cukup Jelas Pasal 7 Yang dimaksud dengan “rencana struktur ruang” dalam ketentuan ini adalah gambaran struktur ruang yang dikehendaki untuk dicapai pada akhir tahun rencana, yang mencakup struktur ruang yang ada dan yang akan dikembangkan. Rencana struktur ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan sistem perkotaan dalam wilayah kabupaten dan jaringan prasarana wilayah kabupaten yang dikembangkan untuk mengintegrasikan wilayah kabupaten selain untuk melayani kegiatan skala kabupaten yang meliputi sistem jaringan transportasi, sistem jaringan energi dan kelistrikan, sistem jaringan telekomunikasi, dan sistem jaringan sumberdaya air. Pasal 8 Cukup Jelas Pasal 9 Cukup Jelas Pasal 10 Cukup Jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Huruf a Cukup Jelas Huruf b Yang dimaksud dengan pelabuhan pengumpan dalam ketentuan ini adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan dalam provinsi.
65
Huruf c Yang dimaksud dengan pelabuhan pengumpul dalam ketentuan ini adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah menengah, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antar provinsi. Pasal 13 Cukup Jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan Microdigital dalam ketentuan ini adalah digunakan untuk menggambarkan proses transfer berkas pemindahan data elektronik antara dua computer atau sistem serupa lainnya. Sedangkan serat optic adalah saluran transmisi atau sejenis kabel yang terbuat dari kaca atau plastic yang sangat halus dan lebih kecil dari sehelai rambut dan dapat digunakan untuk mentransmisikan sinyal cahaya dari suatu tempat ke tempat lain. Sumber cahaya yang digunakan biasanya adalah laser. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 17 Cukup Jelas Pasal 18 Cukup Jelas Pasal 19 Cukup Jelas Pasal 20 Ayat (1) Yang dimaksud dengan efisiensi pemanfaatan air bersih dalam ketentuan ini adalah penggunaan air bersih sesuai dengan keperluan. Yang dimaksud dengan memperhatikan konservasi sumber-sumber air yang tersedia dalam ketentuan ini adalah apakah sumber-sumber air yang tersedia masih memiliki kapasitas produksi yang sama atau mengalami penurunan dalam penyediaan air bersih. 66
Yang dimaksud dengan keanekaragaman sumber air baku adalah sumber penyediaan air bersih yang berasal dari beberapa tempat antara lain mata air, sungai, danau, air bor dan lain-lain. Ayat (2) Cukup Jelas Pasal 21 Cukup Jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup Jelas Pasal 24 Cukup Jelas Pasal 25 Cukup Jelas Pasal 26 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan Penetapan rencana kawasan budidaya dalam ketentuan ini adalah dilakukan berdasarkan hasil analisis dan peraturan perundang-undangan. Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas Pasal 32 Cukup jelas
67
Pasal 33 Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas Pasal 35 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan kawasan peruntukan perdagangan dan jasa dalam ketentuan ini direncanakan dikembangkan di Kecamatan Woha, Bolo, Sape, Wera, Langgudu dan Sanggar adalah skala lokal dan regional Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4) Cukup Jelas Ayat (5) Cukup Jelas Pasal 36 Cukup Jelas Pasal 37 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Huruf a Angka 1 Yang dimaksud dengan Kawasan Minapolitan yang berpusat di Penapali Kecamatan Woha dalam ketentuan ini adalah kawasan dengan daerah pelayanan (hinterland) meliputi Kecamatan Palibelo, Monta, dan Langgudu. Sektor unggulan yang akan dikembangkan adalah perikanan tambak, rumput laut, industri pengolahan perikanan, dan pariwisata. Angka 2 Cukup jelas Angka 3 Cukup jelas Angka 4 Cukup jelas Angka 5 Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas 68
Huruf d Cukup jelas Ayat (4) Cukup Jelas Ayat (5) Cukup Jelas Pasal 38 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan Indikasi program utama dalam ketentuan ini adalah menggambarkan kegiatan yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan rencana struktur ruang dan pola ruang wilayah provinsi. Selain itu, juga terdapat kegiatan lain, baik yang dilaksanakan sebelumnya, bersamaan dengan, maupun sesudahnya, yang tidak disebutkan dalam Peraturan Daerah ini. Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4) Cukup Jelas Ayat (5) Cukup Jelas Ayat (6) Cukup Jelas Pasal 39 Cukup Jelas Pasal 40 Cukup Jelas Pasal 41 Cukup Jelas Pasal 42 Cukup Jelas Pasal 43 Cukup Jelas Pasal 44 Ayat (1) Cukup Jelas
69
Ayat (2) Yang dimaksudkan ”Jarak aman dari kegiatan lain” dalam ketentuan ini adalah radius minimal antara sistem jaringan energi dari aktivitasaktivitas dengan tingkat konsentrasi penduduk yang tinggi dengan ketentuan : - 6 meter untuk gardu induk 10 KV tiang baja dan 5 meter untuk tiang beton - 22 meter untuk jaringan transmisi 150 KV sirkit tunggal dan 17 meter untuk sirkit ganda. Pasal 45 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4) Yang dimaksud dengan Pengaturan pembangunan menara telekomunikasi dalam ketentuan ini adalah diatur sesuai dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor: 02/PER/M. KOMINFO/ 3/2008 tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama Telekomunikasi, yakni sesuai dengan standar baku tertentu untuk menjamin aspek keamanan dan keselamatan aktivitas kawasan di sekitarnya dengan memperhitungkan faktor-faktor yang menentukan kekuatan dan kestabilan konstruksi menara, antara lain: a. tempat/space penempatan antena dan perangkat telekomunikasi untuk penggunaan bersama; b. ketinggian Menara; c. struktur Menara; d. rangka struktur Menara; e. pondasi Menara; dan f. kekuatan angin. Pasal 46 Cukup Jelas Pasal 47 Cukup Jelas Pasal 48 Cukup Jelas Pasal 49 Cukup Jelas Pasal 50 70
Cukup Jelas Pasal 51 Cukup Jelas Pasal 52 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan produksi hasil hutan kayu dari kegiatan budidaya tanaman hutan dalam ketentuan ini adalah dimaksudkan untuk mendukung kebijakan moratorium logging dalam kawasan hutan serta mendorong berlangsungnya investasi bidang kehutanan yang diawali dengan kegiatan penanaman (rehabilitasi hutan). Huruf b Yang dimaksud dengan produksi hutan kayu yang berasal dari hutan alam dalam ketentuan ini adalah dimaksudkan untuk mendukung kebijakan moratorium logging dalam kawasan hutan serta mendorong berlangsungnya investasi bidang kehutanan yang diawali dengan kegiatan penanaman (rehabilitasi hutan). Huruf c Cukup Jelas Ayat (3) Cukup Jelas Ayat (4) Cukup Jelas Ayat (5) Cukup Jelas Ayat (6) Cukup Jelas Ayat (7) Cukup Jelas Ayat (8) Cukup Jelas Ayat (9) Cukup Jelas Ayat (10) Cukup Jelas Ayat (11) Cukup Jelas Ayat (12) Cukup Jelas Ayat (13) Cukup Jelas Pasal 53 Cukup Jelas 71
Pasal 54 Cukup Jelas Pasal 55 Cukup Jelas Pasal 56 Cukup Jelas Pasal 57 Cukup Jelas Pasal 58 Cukup Jelas Pasal 59 Cukup Jelas Pasal 60 Yang dimaksud dengan insentif dalam ketentuan ini kemudahan yang diberikan terhadap pemberian izin pemanfaatan ruang untuk mendorong tercapainya perlindungan terhadap kawasan perencanaan. Yang dimaksud dengan disinsentif dalam ketentuan ini adalah pengekangan yang dilakukan terhadap pemberian izin pemanfaatan ruang untuk membatasi kecenderungan perubahan dalam pemanfaatan ruang. Pasal 61 Cukup Jelas Pasal 62 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud Keringanan retribusi dalam ketentuan ini adalah pemberian keringanan pembayaran pajak dan atau retribusi terhadap pemanfaatan ruang Huruf b Yang dimaksud Pemberian kompensasi dalam ketentuan ini adalah pemberian imbalan pada masyarakat yang tidak merubah pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan kebijakan operasional. Huruf c Yang dimaksud Pemberian imbalan dalam ketentuan ini adalah pemberian balas jasa pada masyarakat yang mematuhi ketentuan pemanfaatan ruang.
72
Huruf d Yang dimaksud Sewa ruang dalam ketentuan ini adalah masyarakat berhak mendapatkan sewa ruang sebagai akibat dari pemanfaatan ruang yang sesuai fungsi dan dilakukan oleh pihak lain, menurut ketentuan-ketentuan yang disepakati bersama Huruf e Yang dimaksud Urun saham dalam ketentuan ini adalah masyarakat berhak mendapatkan bagian saham dari kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai fungsi dan dilakukan oleh pihak lain, menurut ketentuan-ketentuan yang disepakati bersama Huruf f Yang dimaksud Penyediaan sarana dan prasarana dalam ketentuan ini adalah penyediaan sarana dan prasarana untuk mendukung pengembangan fungsi ruang yang telah ditetapkan Huruf g Yang dimaksud Kemudahan prosedur perizinan dalam ketentuan ini adalah kemudahan dalam proses perizinan bagi pemanfaatan ruang yang sesuai dengan fungsinya untuk mendukung pengembangan fungsi ruang yang telah ditetapkan. Huruf h Yang dimaksud Penghargaan dalam ketentuan ini adalah penghargaan yang diberikan kepada masyarakat yang mematuhi ketentuan pemanfaatan ruang. Pasal 63 Cukup Jelas Pasal 64 Cukup Jelas Pasal 65 Cukup Jelas Pasal 66 Cukup Jelas Pasal 67 Cukup jelas Pasal 68 Cukup Jelas Pasal 69 Cukup Jelas Pasal 70 Cukup Jelas
73
Pasal 71 Cukup Jelas Pasal 72 Cukup Jelas Pasal 73 Cukup Jelas Pasal 74 Cukup Jelas Pasal 75 Cukup Jelas Pasal 76 Cukup Jelas Pasal 77 Cukup Jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BIMA TAHUN 2011 NOMOR 47
74
LAMPIRAN I PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR : 9 Tahun 2011 TANGGAL : 19 NOVEMBER 2011 TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BIMA TAHUN 2011-2031
1. STRUKTUR RUANG 1.1 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi 1.1.1 sistem jaringan transportasi darat di kabupaten bima a. Jalan Nasional
1
025
Sila – Talabiu
16.578
Fungsi Arteri K-1 (km) (km) 16.578
2
026
Talabiu – Bima
15.911
15.911
3
032.2.K
Talabiu – Bima (Jl. Pahlawan)
No
No. Ruas
Panjang (km)±
Ruas Jalan
1.06
1.06
Sistem Jaringan Lintas Utama P. Sumbawa Lintas Utama P. Sumbawa Lintas Utama P. Sumbawa
b. Jalan Provinsi Panjang (km)
Fungsi K-2 K-3 22.6
No. 1
No. Ruas 41
Sila – Donggo
2
042.1
Talabiu – Tangga
23.11
23.11
3
042.2
Tangga – Parado
8.65
8.65
4
43
Bima – Tawali
55.06
55.06
5
066.1
Parado – Wilamaci
6
066.2
Wilamaci – Karumbu
7
066.3
Karumbu – Sape
8
066.4
Simpasai – Wilamaci
9
67
Tawali – Sape
45.03
45.03
10
070.4
41.26
41.26
11
070.5
Labuan Kananga – Kawinda To’i Kawinda To’i – Piong
37.57
37.57
12
070.6
Piong – Sp. Kore
14.67
14.67
13
070.7
Sp. Kore – Kiwu
27.9
27.9
14
070.8
Kiwu – Sampungu
15
15
15
070.9
Bajo – Sampungu
41.6
41.6
Ruas Jalan
22.6
4.7
4.7
24.51
24.51
38
38
16.3
16.3
Status Lintas Utama P. Sumbawa Lintas Utama P. Sumbawa Lintas Utama P. Sumbawa Lintas Utama P. Sumbawa Lintas Selatan P. Sumbawa Lintas Selatan P. Sumbawa Lintas Selatan P. Sumbawa Lintas Selatan P. Sumbawa Lintas Utara P. Sumbawa Lintas Utara P. Sumbawa Lintas Utara P. Sumbawa Lintas Utara P. Sumbawa Lintas Utara P. Sumbawa Lintas Utara P. Sumbawa Lintas Utara P. Sumbawa
75
c. Jalan Kabupaten PANJANG BAGIAN Panj. Panj. (Km) (Km)
NO. RUAS
NAMA PANGKAL RUAS
NAMA UJUNG RUAS
PJG. RUAS (Km)
KLASI FIKASI RUAS
KODE STATUS ADM.
TERMASUK KECAMATAN
1
2
3
6
7
8
9
10.1
10.2
1
TAWALI
2
LEBAR RATA RATA (M) 11
PERMUKAAN JALAN TYPE
KONDISI
12.1
12.2
6,40
LU
K
WERA
0,0
6,40
3,50
A
B
TAWALI
SANGIANG NUNGGI – NTOKE
8,60
LU
K
WERA
0,0
8,60
3,50
A
B
3
SP. BELO
NATA
7,30
LU
K
PALIBELO
0,0
7,30
3,50
A
B
4
CAB. TENTE
NCERA
10,90
LU
K
WOHA/BELO
0,0
10,90
3,50
A
B
5
SJ. NCERA
5,60
LU
K
BELO
0,0
5,60
3,50
A
S
6
SP.3 SONDO
SORIMILA PANTAI RONTU
9,80
LU
K
MONTA
0,0
9,80
3,50
A
B
7
BOLO
DENA
3,00
LU
K
MADAPANGGA
0,0
3,00
3,50
A
B
8
DENA
CAMPA
11,20
LU
K
MADAPANGGA
0,0
5,40
3,50
A
B
5,4
11,20
3,50
A
R
9
SP.MONGGO
DENA
3,70
LU
K
MADAPANGGA
0,0
3,70
3,50
A
B
10
PANDAI
RISA
9,70
LU
K
WOHA
0,0
9,70
3,50
A
B
11
SAKURU
NGALI
3,90
LU
K
MONTA
0,0
3,90
3,50
A
B
12
TENGA
KELI
2,80
LU
K
WOHA
0,0
2,80
3,50
T
RB
16
DEA
SUMI
9,85
LU
K
SAPE
0,0
9,85
3,50
A
B
17
LANTA
NDANO
1,50
LU
K
SAPE
0,0
1,50
3,50
K
R
18
JIA
KALEO
3,50
LU
K
SAPE
0,0
3,50
3,50
A
S
22
WANE
5,20
LU
K
MONTA
0,0
5,20
3,50
A
RB
23
TOLOTANGGA SP.JL. NEGARA
TOLONGGERU
2,00
LU
K
MADAPANGGA
0,0
2,00
3,50
A
S
24
LERE
SORO
3,50
LU
K
MONTA
0,0
3,50
3,50
K
R
26
WORO
SO LAMOTI
1,70
LU
K
MADAPANGGA
0,0
1,70
3,50
K
R
27
ROKA
SAMBORI
12,30
LU
K
LAMBITU
0,0
12,30
3,50
A
R
28
DONGGOBOLO
KALAMPA
5,95
LU
K
WOHA
0,0
5,95
3,50
A
B
29
PUCUKE
KELI
7,40
LU
K
WOHA
0,0
7,40
3,50
A
B
31
KARAKU
RORA KECIL
6,00
LU
K
DONGGO
0,0
6,00
3,50
A
B
32
NCERA
LANTAI BARU
6,00
LU
K
LANGUDU
0,0
3,20
3,50
A
R
3,2
6,00
3,50
T
RB
0,0
7,00
3,50
A
B
7,0
9,50
3,00
T
RB
33
KUTA
KADI
9,50
LU
K
WAWO
34
TEKE
NTONGGU
2,70
LU
K
PALIBELO
0,0
2,70
3,50
A
B
35
SUMI
15,80
LU
K
LAMBU
0,0
15,80
3,50
A
B
37
KARAKU
SO LATO NDANO MANGO
2,50
LU
K
DONGGO
0,0
2,50
3,00
A
R
76
PANJANG BAGIAN Panj. Panj. (Km) (Km)
NO. RUAS
NAMA PANGKAL RUAS
NAMA UJUNG RUAS
PJG. RUAS (Km)
KLASI FIKASI RUAS
KODE STATUS ADM.
TERMASUK KECAMATAN
1
2
3
6
7
8
9
10.1
10.2
14,00
LU
K
BOLO
0,0
14,00
4,50
LU
K
DONGGO
0,0
LEBAR RATA RATA (M)
PERMUKAAN JALAN TYPE
KONDISI
12.1
12.2
2,00
T
RB
4,50
3,50
A/K/T
R
11
38
SP.RATO
39
RORA
KAREO NDANO MBECA
40
NANGA RABA
PANTAI
0,70
LU
K
ABALAWI
0,0
0,70
3,00
A
B
41
NUNGGI
BALA
0,75
LU
K
WERA
0,0
0,75
3,50
K
RB
42
WORA LUAR
WORA DALAM
2,50
LU
K
WERA
0,0
2,50
3,50
A
S
43
WORA
TADEWA
7,40
LU
K
WERA
0,0
6,50
3,50
A
S
6,5
7,40
3,50
K
S
0,0
5,00
3,50
A
RB
5,0
7,60
3,00
K
RB
44
KOMBO
TARLAWI
7,60
LU
K
WAWO
45
PAPA
NGGELU
15,50
LU
K
LAMBU
1,5
15,50
3,50
A
RB
46
SOSERA
KANGGUDU
12,00
LU
K
LAMBU
0,0
12,00
2,00
T
RB
47
NTORI
OI MASA
8,00
LU
K
WAWO
0,0
8,00
3,50
K
RB
48
PANDA
PALIBELO
3,30
LU
K
PALIBELO
0,0
3,30
6,00
A
B
49
RUPE
KALODU
7,00
LU
K
LANGGUDU
0,0
7,00
3,00
T
R
50
SAPE
RIAMAU
13,50
LU
K
SAPE
0,0
1,00
3,50
A
B
1,0
13,50
3,50
T
RB
53
TPA
NTONGGU
5,30
LU
K
PALIBELO
0,0
5,30
3,50
A
RB
54
MARIA
RIAMAU
16,00
LU
K
WAWO
0,0
1,50
3,50
A
S
1,5
4,00
3,50
K
RB
4,0
16,00
3,50
T
RB
55
SP. 3 CAB. TELKOM
KADI
3,00
LU
K
WAWO
0,0
3,00
3,50
T
RB
KALA
7,00
LU
K
DONGGO
0,0
7,00
2,00
K
RB
58
SP. BAJO TANJUNG BARU
MPADA TENGA
3,00
LU
K
MONTA
0,0
3,00
3,50
T
R
59
MPADA TENGA
SONCO KARII
3,00
LU
K
MONTA
0,0
3,00
3,50
T
R
60
SONCO KARII
SORO NOCU
2,50
LU
K
MONTA
0,0
2,50
3,50
T
R
61
SORO NOCU
OIMBAI
8,50
LU
K
LANGGUDU
0,0
8,50
3,50
T
R
62
OIMBAI
SORO AFU
3,00
LU
K
LANGGUDU
0,0
3,00
3,50
T
R
63
SPJN.(NDANO)
DORO LUWU
8,00
LU
K
DONGGO
0,0
6,00
3,50
A
R
6,0
8,00
3,50
T
RB
56
64
SORO AFU
SORI MADA
3,00
LU
K
LANGGUDU
0,0
3,00
3,50
T
RB
65
WORO
BATAS DOMPU
28,00
LU
K
MADAPANGGA
0,0
28,00
3,50
A
B
77
PANJANG BAGIAN Panj. Panj. (Km) (Km)
NO. RUAS
NAMA PANGKAL RUAS
NAMA UJUNG RUAS
PJG. RUAS (Km)
KLASI FIKASI RUAS
KODE STATUS ADM.
TERMASUK KECAMATAN
1
2
3
6
7
8
9
10.1
10.2
LEBAR RATA RATA (M) 11
PERMUKAAN JALAN TYPE
KONDISI
12.1
12.2
66
O'O
MANGGE
9,30
LU
K
DONGGO
0,0
9,30
3,50
A
RB
67
RATO
MANGGE
3,20
LU
K
BOLO/DONGGO
0,0
3,20
3,50
A
RB
68
PAI
PAI DALAM
4,60
LU
K
WERA
0,0
4,60
3,50
A
R
70
RATO
KANANGA
2,00
LU
K
BOLO
0,0
2,00
3,50
A
B
71
NANGA RABA
BATAS KOTA
6,20
LU
K
AMBALAWI
0,0
5,50
3,50
K
R
72
SP.JP
LAMERE
1,00
LU
K
SAPE
0,0
1,00
3,50
A
S
73
TANGGA
SIE
4,00
LU
K
MONTA
0,0
1,00
3,00
K
RB
1,0
4,00
3,00
T
RB
74
SP.JL.SIE
75
WANE
76
PARADO RATO
DIHA WARO MARADA KANCA SOMEKU
7,00
LU
K
MONTA
0,0
7,00
1,00
T
RB
5,00
LU
K
MONTA
0,0
5,00
3,50
A
B
6,00
LU
K
PARADO
0,0
1,50
3,00
A
RB
1,5
6,00
3,00
T
RB
77
TANGGA
MONTA
2,00
LU
K
MONTA
0,0
2,00
3,00
T
RB
79
SONDOSIA
PALISONDO
1,50
LU
K
BOLO
0,0
1,50
3,50
A
B
80
SANOLO
3,00
LU
K
BOLO
0,0
3,00
3,50
K
R
81
1,00
LU
K
BOLO
0,0
1,00
3,00
T
RB
83
DARU – GUDA CAMPA MONGGO
SONCO TRS. LEWA MORI
12,00
LU
K
MADAPANGGA
0,0
12,00
3,00
T
RB
85
TAMBE
SP. WUWU NDANO RANGGA
7,00
LU
K
BOLO
0,0
7,00
3,50
K
R
86
MPURI
SD/SAWAH
5,00
LU
K
MADAPANGGA
0,0
5,00
3,50
T
RB
87
WORO I
WORO II
2,00
LU
K
MADAPANGGA
0,0
2,00
3,50
A
B
91
LEU
KARA
2,00
LU
K
BOLO
0,0
2,00
3,50
A
B
92
TIMU
NGGEMBE
3,00
LU
K
BOLO
0,0
3,00
3,50
A
S
93
TIMU
KANANGA
1,00
LU
K
BOLO
0,0
1,00
3,50
A
S
95
PALI KORE
PALI JALA
1,20
LU
K
SANGGAR
0,0
1,20
3,50
K
S
96
TALOKO
RINGI JAWA
5,00
LU
K
SANGGAR
0,0
5,00
3,50
A
S
98
RISA
JN. KM.24 RB
4,00
LU
K
WOHA
0,0
1,50
3,00
A
B
1,5
4,00
3,00
A
S
99
JN.KM.24 RB
GUDANG GARAM
6,00
LU
K
WOHA
0,0
6,00
3,50
T
RB
100
WADU WANE
KALAMPA
1,50
LU
K
WOHA
0,0
1,50
3,50
A
B
101
SORIMILA
SORI NAE
7,60
LU
K
LANGGUDU
0,0
7,60
3,50
A
B
103
NATA
CENGGU
8,10
LU
K
BELO
0,0
8,10
3,50
A
S
78
PANJANG BAGIAN Panj. Panj. (Km) (Km)
NO. RUAS
NAMA PANGKAL RUAS
NAMA UJUNG RUAS
PJG. RUAS (Km)
KLASI FIKASI RUAS
KODE STATUS ADM.
TERMASUK KECAMATAN
1
2
3
6
7
8
9
10.1
10.2
2,50
LU
K
WOHA
0,0
5,00
LU
K
WOHA
0,0
2,50
LU
K
WOHA
0,0
1,00
1,0
105
TENTE
106
KELI JN. RABA KODO
107
SAMILI SO NTANDA NDEU
LEBAR RATA RATA (M)
PERMUKAAN JALAN TYPE
KONDISI
11
12.1
12.2
2,50
3,50
A
RB
5,00
3,50
T
RB
3,50
K
RB
2,50
3,50
T
RB
108
JL. RS. KUSTA
PANDA
0,50
LU
K
BELO
0,0
0,50
3,50
T
RB
109
JN.KM.6 RB
GENDO BOTE
2,00
LU
K
BELO
0,0
2,00
3,50
T
RB
111
DORE I
DORE II
1,50
LU
K
BELO
0,0
1,50
3,50
K
RB
112
JN. BOMBO
ROI
1,00
LU
K
BELO
0,0
1,00
3,50
T
RB
113
CENGGU SP.JL. TENTE NGARI
TENGA SJ.JL.TENTE PARADO
4,00
LU
K
BELO
0,0
4,00
3,50
T
RB
1,00
LU
K
BELO
0,0
1,00
3,50
T
RB
TARLAWI SAMBORI LAMA
5,00
LU
K
WAWO
0,0
5,00
-
T
R
120
TETA SAMBORI BARU
2,50
LU
K
LAMBITU
0,0
3,50
3,00
122
KOWO
BUNCU
5,00
LU
K
SAPE
0,0
5,00
3,50
T
RB
123
KANGGUDU
MANGGE
5,00
LU
K
LAMBU
0,0
5,00
3,00
A
RB
125
DESA BUNCU
DESA LAMERE
1,00
LU
K
SAPE
0,0
1,00
3,50
K
S
126
DS. POJA NAE
DS. POJA TOI
1,00
LU
K
SAPE
0,0
1,00
3,00
T
RB
127
DESA SARI I
DESA SARI
2,00
LU
K
SAPE
0,0
2,00
3,00
T
RB
2,5
5,00
3,00
T
B
114 118
129
TALA
PITI
8,00
LU
K
AMBALAWI
0,0
2,50
3,50
A
B
2,5
8,00
3,00
A
B
130
NTOKE
WANCA
5,00
LU
K
WERA
0,0
5,00
3,00
A
B
132
TAWALI
BALA
7,00
LU
K
WERA
0,0
7,00
3,00
T
RB
133
TAWALI
SMA
1,50
LU
K
WERA
0,0
1,50
3,50
A
R
134
NIPA
MPERA
2,80
LU
K
WERA
0,0
2,80
3,50
T
RB
135
KOLE
SORI KALAI
6,00
LU
K
AMBALAWI
0,0
6,00
3,00
T
RB
136
SORI KELI
DS.BUSU
7,00
LU
K
AMBALAWI
0,0
7,00
3,00
T
RB
137
BALA TONGGA
GILA
3,00
LU
K
WERA
0,0
3,00
3,00
T
RB
138
NIPA
SO MBELU
4,00
LU
K
AMBALAWI
0,0
4,00
3,00
T
RB
139
NUNGGI
DS.SORI
3,00
LU
K
WERA
0,0
1,50
3,50
A
S
1,5
3,00
3,50
K
RB
0,0
2,00
3,00
T
RB
140
TADEWA
LAPA NAE
2,00
LU
K
WERA
79
PANJANG BAGIAN Panj. Panj. (Km) (Km)
NO. RUAS
NAMA PANGKAL RUAS
NAMA UJUNG RUAS
PJG. RUAS (Km)
KLASI FIKASI RUAS
KODE STATUS ADM.
TERMASUK KECAMATAN
1
2
3
6
7
8
9
10.1
10.2
LEBAR RATA RATA (M) 11
PERMUKAAN JALAN TYPE
KONDISI
12.1
12.2
142
DEA
TERMINAL
1,50
LU
K
SAPE
0,0
1,50
3,00
A
R
144
NGGELU
PANTAI
1,00
LU
K
LAMBU
0,0
1,00
3,00
T
RB
145
BUGIS
GUSU
0,52
LU
K
SAPE
0,0
0,52
3,00
K
R
146
KOWO
DS. JATI
5,50
LU
K
SAPE
0,0
5,50
3,00
T
RB
185
SARITA
SP. O ' o
11,45
LU
K
DONGGO
0,0
7,45
3,50
A
B
7,5
11,45
3,50
A
SR
187
NGGEMBE
LEREMPIU
5,00
LU
K
BOLO
0,0
5,00
3,50
T
RB
188
PADENDE
2,50
LU
K
DONGGO
0,0
2,50
3,50
K
RB
189
DORO LUWU
2,50
LU
K
MDPNGGA
0,0
2,50
3,50
K
RB
190
SANGARI
MBAWA NGGERU KOPA MBAWA SALERE
9,00
LU
K
DONGGO
0,0
2,00
3,50
T
R
2,0
9,00
3,50
T
RB
191
DORO MBUMBU
PUNTI
4,00
LU
K
DONGGO
0,0
4,00
3,50
T
RB
192
RASABOU
PEMUKIMAN II
4,00
LU
K
DONGGO
0,0
4,00
3,50
K
B
193
PADENDE
NGGERU PLN
6,00
LU
K
DONGGO
0,0
6,00
3,50
T
RB
194
LAKEKE
MANGGE NAE
6,00
LU
K
DONGGO
0,0
6,00
3,50
T
RB
196
SOWA
NGGERU
4,00
LU
K
DONGGO
0,0
4,00
3,50
T
RB
197
SP.3 SOWA
JL.KABUPATEN
1,00
LU
K
DONGGO
0,0
1,00
3,50
T
RB
198
PIONG
PANTAI
0,70
LU
K
SANGGAR
0,0
0,70
3,50
A
B
203
RASABOU
SANOLO
7,70
LU
K
BOLO
0,0
2,00
3,50
K
RB
2,0
7,70
3,50
K
RB
0,8
5,00
3,50
T
R
204
SP.TALABIU
NISA
7,00
LU
K
WOHA
0,0
7,00
3,50
K
S
205
RISA
KELI DALAM
3,00
LU
K
WOHA
0,0
3,00
2,00
K
S
207
PUNTI
DORO MBUKU
5,00
LU
K
DONGGO
0,0
1,00
3,50
A
S
1,0
5,00
3,00
T
RB
208
TENGGE
TALA
7,00
LU
K
AMBALAWI
0,0
7,00
2,00
T
RB
209
MAWU LUAR
MAWU DALAM
5,00
LU
K
AMBALAWI
0,0
0,80
3,50
K
S
210
OI TUI
SANGIANG
10,90
LU
K
WERA
0,0
10,90
2,00
K
R
211
NTOKE
FO'O MPANGI
2,10
LU
K
WERA
0,0
2,10
2,00
T
RB
213
NTOKE
NDANO NAE
9,00
LU
K
WERA
0,0
9,00
2,00
T
RB
215
DARU JALA
NGGEMBE
3,50
LU
K
BOLO
0,0
2,00
3,00
A
RB
80
PANJANG BAGIAN Panj. Panj. (Km) (Km)
NO. RUAS
NAMA PANGKAL RUAS
NAMA UJUNG RUAS
PJG. RUAS (Km)
KLASI FIKASI RUAS
KODE STATUS ADM.
TERMASUK KECAMATAN
1
2
3
6
7
8
9
10.1
10.2
LEBAR RATA RATA (M) 11
PERMUKAAN JALAN TYPE
KONDISI
12.1
12.2
216
KAMPILA
SP. MONGGO
1,00
LU
K
MADAPANGGA
0,0
1,00
3,50
A
B
217
SP.TALABIU
KALAMPA
3,20
LU
K
WOHA
0,0
3,20
3,00
K
RB
218
TUMPU
MPILI
9,80
LU
K
BOLO/DONGGO
0,0
6,80
3,50
A
B
6,8
9,80
3,50
K
RB
219
NGGEMBE
DORIDUNGGA
9,00
LU
K
BOLO/DONGGO
0,0
9,00
3,00
T
RB
220
POJA
POJA NTONDA
5,00
LU
K
SAPE
0,0
5,00
2,00
T
RB
221
NCERA I
PALI
2,50
LU
K
BELO
0,0
2,50
2,00
T
RB
222
NCERA II
PALI
4,00
LU
K
BELO
0,0
4,00
2,00
T
RB
223
KAMBILO
RIAMAU
7,00
LU
K
WAWO
0,0
1,00
3,00
A
RB
1,0
7,00
3,00
T
RB
3,50
A
B
T
RB
224
RASABOU
KALEO
2,50
LU
K
SAPE
0,0
2,50
229
MBAWA JL.PASAR TENTE
4,50
LU
K
MDPNGGA
0,0
4,50
231
TOLONGGERU JL.PASAR TENTE
0,40
LU
K
WOHA
0,0
-
232
KAWINDA NAE
OI PANIHI
1,00
LU
K
TAMBORA
0,0
0,75
3,50
A
B
0,8
1,00
3,50
K
R
0,0
10,00
3,50
K
RB
0,1
1,00
3,50
K
RB
0,0
3,95
3,50
T
RB
4,0
6,45
3,50
K
RB
233
LAB. KANANGA
234
SP.JP. DONGGO
BANYU AJI
LEWIDEWA
10,00
6,45
LU
LU
K
K
TAMBORA
DONGGO
-
-
-
236
NGGELU
BAKU
11,50
LU
K
LAMBU
0,0
11,50
3,50
T
RB
237
KOMBO
KUBURAN
1,00
LU
K
WAWO
0,0
0,10
3,50
A
RB
238
TALABIU
DORE
3,05
LU
K
WOHA
0,0
3,05
18,00
A
B
239
DUMU
KANGGA
1,50
LANGGUDU
240
SONDO
KARA
2,00
WOHA
JUMLAH . . . . .
792,62
Keterangan : LU : Layanan Umum K : Kabupaten (Kolom 8);Kerikil (Kolom 12.1) A : Aspal T : Tanah B : Baik RB : Rusak Berat S : Sedang SP : Simpang JP : Jalan Propinsi
81
I.1.1.2 Sistem Jaringan Transportasi Laut a. Rincian Pengembangan Lintas Penyeberangan Lintas Provinsi No.
Nama Lintas Penyeberangan
1.
Sape – Waikelo (Provinsi Nusa Tenggara Timur)
2.
Sape – Labuan Bajo (Provinsi Nusa Tenggara Timur)
3.
Sape – Makassar
4.
Sape – Kalimantan
5.
Sape – Maluku
b. Rincian Pengembangan Penyeberangan Lintas Kabupaten/Kota No.
Nama Alur Pelayaran Provinsi
1.
Labuan Kananga (Kab. Bima) – Bima (Kota Bima); Labuan Kananga (Kab. Bima) – Moyo (Kab Sumbawa)
2.
Cempi (Kab. Dompu) – Waworada (Kab. Bima)
3.
Bima (Kota Bima) – Sape (Kab. Bima)
I.1.1.3 Sistem Jaringan Transportasi Udara (5) Status/Fungsi Bandar Udara Bima No. 1.
(6) No.
Nama Bandara Bandara Sultan Muhammad Salahuddin
Fungsi/Status Pusat Pengumpul Tersier
Rute Penerbangan Nasional Nama Rute Penerbangan Nasional
1.
Selaparang/Praya – Sultan Muhammad Salahuddin (Kabupaten Bima)
2.
Sultan Muhammad Salahuddin (Kabupaten Bima) – I Gusti Ngurah Rai (Provinsi Bali)
3.
Sultan Muhammad Salahuddin (Kabupaten Bima) - Labuan Bajo (Prov. NTT)
82
(7) Rincian Pengembangan Rute Penerbangan Provinsi No.
Nama Rute Penerbangan Provinsi
1.
Brangbiji (Kab. Sumbawa) – Sultan Muhammad Salahuddin (Kabupaten Bima)
2.
Sekongkang (Kab. Sumbawa Barat) – Sultan Muhammad Salahuddin (Kabupaten Bima)
I.1.2 Rencana Sistem Jaringan Energi Di Kabupaten Bima a. Pembangkit Listrik No I
Pembangkit PLTA/PLTM PLTD PLTU
II
No. 1.
2. 3. 4.
5.
6
Jenis Pembangkit
-
Sub Total Transmisi (Kms) 70 KV
JENIS PEMBANGKIT Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD)
Jumlah Beban Terpasang Tambahan
29.186 -
15 MW 2 x 7 MW 2 x 10 MW 1
KETERANGAN
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Pembangkit Listrik Tenaga Arus Bawah Laut
-
PLTD Bajo Pulau PLTD Nggelu PLTD Pa’i PLTD Sa’i PLTD Sampungu PLTD Sape PLTD Monta PLTD Kore
-
PLTU
Langgudu, Wera Tambora
Langgudu, Tambora, Sanggar, Wera
Soromandi
b. Jaringan transmisi No. 1.
Jaringan Transmisi Gardu Induk
KETERANGAN
GI Bima (Kab. Bima) GI Woha (Kab. Bima)
83
c. Depo Minyak dan Gas No. 1. 2. 3.
4.
Jenis Depo bahan bakar minyak Depo gas Pengembangan pengolahan migas (kilang) Wilayah penunjang migas
KETERANGAN Wera dan Sape. Woha, Palibelo, Sape, Wera. Sanggar, Wera, dan Langgudu.
Tambora, Donggo, Sanggar, Tolowali, Wera, Sape, dan Langgudu.
d. Rencana Kebutuhan Listrik No
Penduduk
Kecamatan
Total
2016(KK)
Penduduk
Penduduk
Total
2021(KK)
Total
2026(KK)
Penduduk
Total
2031(KK)
1
Ambalawi
4.302.380
2.285.172
1.650.402
7.527.525.840
809.048
930.405.200
404.050
2
Belo
6.010.360
3.192.372
2.305.602
10.515.909.840
1.130.220
1.299.753.000
564.451
464.657.040 649.118.880
3
Bolo
9.713.590
5.159.376
3.726.216
16.995.366.720
1.826.614
2.100.606.100
912.233
1.049.067.720
4
Donggo
3.990.960
2.119.824
1.530.984
6.982.857.280
750.490
863.063.500
374.803
431.023.680
5
Lambitu
1.489.250
790.992
571.272
2.605.586.240
280.048
322.055.200
139.860
160.839.000
6
Lambu
9.509.810
5.051.160
3.648.060
16.638.895.200
1.788.296
2.056.540.400
893.095
1.027.059.480
7
Langgudu
9.681.620
5.142.312
3.713.892
16.939.156.640
1.820.588
2.093.676.200
909.230
1.045.614.960
8
Mada Pangga
7.574.360
4.023.216
2.905.656
13.252.771.520
1.424.344
1.637.995.600
711.331
818.030.880
9
Monta
8.437.780
4.481.676
3.236.766
14.762.972.720
1.586.678
1.824.679.700
792.418
911.280.240
10
Palibelo
5.903.410
3.135.564
2.264.574
10.328.780.080
1.110.118
1.276.635.700
554.407
637.568.280
11
Parado
2.169.360
1.152.252
832.182
3.795.603.440
407.928
469.117.200
203.731
234.290.880
12
Sanggar
2.944.920
1.564.164
1.129.674
5.152.472.080
553.748
636.810.200
276.566
318.051.360
13
Sape
14.066.340
7.471.332
5.395.962
24.611.121.040
2.645.138
3.041.908.700
1.321.013
1.519.164.720
14
Soromandi
2.167.290
1.151.064
831.324
3.791.690.080
407.514
468.641.100
203.537
234.067.320
15
Tambora
3.087.750
1.639.980
1.184.430
5.402.215.600
580.612
667.703.800
289.980
333.477.000
16
Wawo
4.028.450
2.139.696
1.545.336
7.048.317.120
757.528
871.157.200
378.324
435.072.600
17
Wera
7.345.050
3.901.284
2.817.594
12.851.118.480
1.381.196
1.588.375.400
689.796
793.265.400
18
Woha
11.124.870
5.909.004
4.267.614
19.464.696.880
2.092.034
2.405.839.100
1.044.770
1.201.485.960
JUMLAH
92.836
60.310.440
43.557.540
198.667.056.800
21.352.142
24.554.963.300
10.663.596
12.263.135.400
I.1.3 Rencana Pengembangan Sistem Jaringan Telekomunikasi a. Rencana Kebutuhan Fasilitas Kantor Pos NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
KECAMATAN Ambalawi Belo Bolo Donggo Lambitu Lambu Langgudu Madapangga Monta Palibelo
KEBUTUHAN (Unit) 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1
84
11 12 13 14 15 16 17 18
Parado Sanggar Sape Soromandi Tambora Wawo Wera Woha
1 2 2 1 1 1 2 2 22
Jumlah
e. Tingkat Pelayanan Sambungan Telepon No 1 2 3
f.
Wilayah Tente Sila Sape Jumlah
Kapasitas 424 632 388 1.444
Terisi 409 587 193 1.089
Tingkat Pelayanan 96,46 92,88 49,74 75,42
Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi No 1 2 3
Wilayah Tente Sila Sape Jumlah
Stasiun Telepon Otomat (STO) 1 1 1 3
Rumah Kabel dan Kotak Pembagi 1 1 1 3
Jaringan Kabel Sekunder 1 1 1 3
Satuan Sambungan Telepon (SST) 424 632 388 1.444
g. Lokasi BTS di Kabupaten Bima NO 1.
2.
PERUSAHAAN PT. Telkomsel Seluler
PT.Exelcomindo Pratama
LOKASI 1.Desa Kambilo Kec.Wawo 2.Desa O'O Kec.Donggo 3.Desa Kore Kec.Sanggar 4.Desa Rade Kec.Madapangga 5.Desa Labuan Kananga Kec.Tambora 6.Desa Ngali kec.Belo 7.Desa Sumi Kec.Lambu 8.Desa Nipa Kec. Ambalawi 9.Desa Karumbu Kec.Langgudu 10.Desa Rasabou Kec.Sape 11.Desa Rabakodo Kec.Woha 12.Desa Tawali Kec.wera 13.Desa Monta Kec.Monta 14.Desa Raba Kec.Wawo 15.Desa Madawau Kec.Madapangga 16.Desa Bolo Kec.madapangga 17.Desa Panda Kec.Palibelo 18.Desa Tambe Kec.Bolo 19.Desa Kananta Kec.Soromandi 20.Desa Risa Kec.woha 21.Desa Tonggo Ndoa Kec.Palibelo 22.Desa Woro Kec.Madapangga 23.Desa Sangia Kec.Sape 1.Desa Mpili Kec.Donggo 2.Desa Bolo Kec.Madapangga 3.Desa Rompo Kec. Langgudu
85
3.
4.Desa Risa Kec.Woha 5.Desa Sari Kec.Sape 6.Desa Jia Kec.Sape 7.Desa Sondo Kec.Monta 8.Desa Tanggodoa Kec.Palibelo 9.Desa Karumbu Kec. Langgudu 10.Desa Waduruka Kec.Langgudu 11.Desa Kore Kec.Langgudu 12.Desa Nipa Kec.Ambalawi 13.Desa Simpasai Kec.Monta 14.Desa Ngali Kec.Belo 15.Desa Rora Kec.Donggo 16.Desa Nangawera Kec .Wera 17.Desa Hidirasa Kec.Wera 18.Desa Buncu Kec.Sape 19.Desa Tawali Kec.wera 20.Desa Sumi Kec.Lamu 21.Desa Taloko Kec.Sanggar 22.Desa Poja Kec.Sape 23.Desa Tawali Kec Wera 24.Desa Sangiang Kec. Wera 1. Desa Ntori Kec.Wawo 2.Desa Rasabou Kec.Sape 3.Desa Raba Kec.Wawo 4.Desa Monggo Kec.Madapangga
PT.Indosat
h. Rencana Jaringan Mikro Digital di Tiap Kecamatan Kabupaten Bima Tahun 2031 No. 1 2
Jenis Jaringan Jaringan Mikro Digital Perkotaan di Ambalawi Jaringan Mikro Digital Perkotaan di Belo
3
Jaringan Mikro Digital Perkotaan di Donggo
4
Jaringan Mikro Digital Perkotaan di Lambu Jaringan Mikro Digital Perkotaan di Langgudu
5
6 7 8 9 10
11 12
Jaringan Mikro Digital di Madapangga Jaringan Mikro Digital di Monta Jaringan Mikro Digital di Sanggar Jaringan Mikro Digital di Sape Jaringan Mikro Digital di Tambora
Perkotaan Perkotaan
Lokasi Kole (2 km), Mawu (4 km), Rite (6 km) dan Talapati (9 km). Lido (3 km), Ncera (6 km, Panda (4 km), Roka (12 km), Soki (17 km), Leu (21 km), Rada (24 km), Rasabou (19 km), dan Tumpu (29 km). Bajo (2 km), Bumi Pajo (4 km), Doridungga (6 km), Kala (8 km), Kananta (11 km), Mbawa (13 km), Empili (8 km), Punti (11 km), Rora (13 km), dan Sai (18 km). Hidirasa (3 km), Kale’o (5 km), Lambu (3 km), Mangge (4 km) dan Nggelu (7 km). Doro O’o (3,5 km), Dumu (6 km, Kalodu (9 km), Kangga (4 km), Karampi (13 km), Kawuwu (16 km), Rupe (19 km), UPT Doro O’o (23 km), UPT Laju (21 km), UPT Waworada (24 km), dan Waduruka (2 km). Mpuri (4 km), Ndano (11 km), Tonda (3 km) dan Woro (11 km). Pela (3 km) dan Tolouwi (6 km).
Perkotaan
Oi Saro sepanjang 7 km.
Perkotaan
Boke (4 km), Jia (8 km), Kowo (12 km), Sangiang (18 km) dan Tanah Putih (21 km). Kawinda Na’E (9km), Kawinda To’i (12 km), Labuan Kananga (16 km) dan Oi Panihi (19 km).
Perkotaan
Jaringan Mikro Digital Perkotaan di Wawo Jaringan Mikro Digital Perkotaan
Kaboro (4 km), Kawa (6 km), Kuta (7 km), Ntori (8 km), Raba (11 km), Sambori (13 km) dan Tarlawi (19 km). Bala (14 km) dan Oi Tui (17 km).
86
No. 13
Jenis Jaringan di Wera Jaringan Mikro Digital Perkotaan di Woha
Lokasi Rabakodo (8 km) dan Waduwani (17 km).
I.1.4 Rencana Sistem Jaringan Sumber Daya Air Kabupaten Bima a. Sistem Jaringan Wilayah Sungai No. Kode B. 03
SWS / SSWS / DAS SSWS/DAS Parado
B. 04
SSWS/DAS Sari
2
Luas ( Km )
Sungai yang ada
1.396,05
1. 2. 3. 4.
S. S. S. S.
Campa Risa Belo ( Pelaparado ) Ntobo
697,90
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
S. S. S. S. S. S. S.
Nangakanda Kemasi Nunggi (Wera) Luwu Bumbu Pai Sari
b. Sungai-Sungai Yang Mengairi Daerah Irigasi No
Nama Sungai
1
S. Campa
2
S. Madapangga
3 4 5 6 7 8
S. Kerengo S. Pandede S. Mbawa S. Kala S. Manggi S. Boroloka S. Kampasi
9
10
S. Paradokanca
11
S. Kawuwu Ncera
12 13 14 15 16 17 18
S. Roka S. Kuta S. Ntonggu S. Kaleli S. Nunggi/Tawali S. Karumbu S. Sambu
19
S. Sumi
20
S. Diwu Moro
Daerah Irigasi Lebo Ncangakai Brj. Bontokape Madapangga Ori Rade Ncoha Rora Kecil Ndano Rangga Sori Monca Diwu Tangiri Oikawa Taloko Brj. Taloko Pela Parado Sie Tenga Kalate Tongondoa Ngali Embung Roi Leka K. Ntonggu Nggaro Rangga Brj. NaE Wera Diwu Sadundu Sambu Sari Sape Brj. Wuwu Sumi
Kecamatan Bolo Madapangga Bolo Donggo Donggo Donggo Donggo Sanggar
2 2,5 2 2 1,6 1,5 2,5 0,8 0,5 2 0,5
Luas Baku (Ha) 1000 1375 703 454 307 522 601 520 300 500 300
2,6 1 1,5 1,7 2,4
337 181 569 968 750
1,5 1 1,5 2 1,2 0,5 2,4 1,5 1,5 2,5
350 530 150 600 900 100 1000 1000 306 860
Debit (M3)
Sanggar
Monta
Belo Belo Belo Belo Wera Wera Wawo Wawo Sape Sape
87
c. Rencana Status Daerah Irigasi Yang Menjadi Kewenangan dan Tanggung Jawab Pemerintah, Propinsi serta Kabupaten No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59
Daerah Irigasi D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I. D.I.
Pelaparado Sumi Parado Ncangakae Madapangga II Bontokape Dadi Diwu Sadundu Diwu Tangiri E. Oi Toi E. Roi E. Kore E. Kowo E. Ncera E. Waworada E. Wera I E. Wera II E. Woro Kalate Karanu Ntonggu Kecintobo LEKA Lebo Madapangga Mori Rade Na'e Wera Ncoha Ndano Rangga Nggaro Rangga Nungga Oi Kawa Pela Cempaka Raba Ponda Rontu Rora Kecil Salo Sambu Sape Sari Sie Sori Monca Taloko Tolotangga Tonggondoangali Woro Wuwu E. Nggira I E. Nggira II Sangga Satampa Total A DAM Ama Baena Sari DAM Ncai Au Maria Utara DAM Nanga Nae Tambora DAM Sari Kowo Wera DAM Oi Bura Parado DAM Ntanda Ndeu Keli (Woha) DAM Sori Panco Toro Wadu Nae (sampungu - Soromandi) DAM Ompu Sopa Desa Bajo DAM Sori Maneo Total B
Total A + B
Luas Area Yang Diairi (Ha) 3.834 1.977 1.040 1.000 1.000 505 99 900 500 228 803 125 220 329 125 75 200 452 968 566 160 350 623 459 307 600 522 520 150 241 300 337 130 500 601 212 100 686 622 181 300 341 485 750 250 346 25 35 50 50 25.179 10.000 3.800 7.000 3.700 4.325
Kewenangan
Keterangan
Pusat Provinsi Provinsi Provinsi Provinsi Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Kabupaten Pusat Pusat Pusat Pusat Pusat Kabupaten
RENCANA
Kabupaten Kabupaten Kabupaten 28.825
54.004
88
d. Rencana Fungsi Pelayanan Bendungan dan Waduk No
3
Nama Bendungan/ Waduk Waduk Sumi Bendungan Pelaparado Waduk Ncera
4
Waduk Roka
1 2
Rencana Fungsi Pelayanan yang di Kembangkan Pengairan pertanian dan Air Bersih Air Bersih, PLTA , Pengairan Pertanian Air Bersih dan Pengairan Pertanian Air Bersih dan Pengairan Pertanian
Daerah Pelayanan Lambu, Sape Monta, Woha, Belo Belo Belo
I.1.5 Rencana Sistem Jaringan Prasarana Persampahan Kabupaten Bima NO
KECAMATAN
1
Wawo
2 3 8 9 4 10 5 6 7 11 12 13 14 15 16 17 18
Sape Lambu Langgudu Lambitu Monta Parado Woha Belo Palibelo Bolo Madapangga Donggo Soromandi Sanggar Tambora Wera Ambalawi Jumlah
TPS
TPA
17
1
54 21 22 10 22 10 60 22 25 34 20 16 12 12 10 21 12 400
1
1
1 1 5
I.1.6 Rencana Sistem Jaringan Prasarana Air Bersih Kabupaten Bima a.Rencana Pengembangan Sumber Air Bersih No. 1. 2. 3.
Jenis Pengembangan Mata Air Sumur Bor Air Sungai
Kecamatan Seluruh Kecamatan yang potensial Sape, Wawo, Woha, Belo, Monta, Wera, Ambalawi, Lambu, Parado Sungai Parado, Langgudu, Lambu, Madapangga, Sanggar, Tambora
89
Rencana Kebutuhan Air Bersih Kebutuhan Air Bersih (Liter/Perhari) 2016 No
2021
2026
2031
Kecamatan Jumlah Penduduk
Kebutuhan Air Bersih (Liter/Perhari)
Jumlah Penduduk
Kebutuhan Air Bersih (Liter/Perhari)
Jumlah Penduduk
Kebutuhan Air Bersih (Liter/Perhari)
Jumlah Penduduk
Kebutuhan Air Bersih (Liter/Perhari)
5.047.767
18.706
5.368.587
19.895
5.709.797
21.159
6.072.693
1
Ambalawi
17.588
2
Belo
24.570
7.051.673
26.132
7.499.855
27.793
7.976.521
29.559
8.483.483
3
Bolo
39.709
11.396.470
42.233
12.120.793
44.917
12.891.152
47.772
13.710.472
4
Donggo
16.315
4.682.394
17.352
4.979.992
18.455
5.296.504
19.628
5.633.133
5
Lambitu
6.088
1.747.198
6.475
1.858.245
6.886
1.976.349
7.324
2.101.959
6
Lambu
38.876
11.157.467
41.347
11.866.600
43.975
12.620.802
46.770
13.422.940
7
39.578
11.358.926
42.094
12.080.863
44.769
12.848.683
47.614
13.665.304
8
Langgudu Mada Pangga
30.964
8.886.781
32.932
9.451.596
35.025
10.052.309
37.252
10.691.201
9
Monta
34.493
9.899.570
36.686
10.528.754
39.017
11197928.12
41.497
11.909.632
10
Palibelo
24.133
6.926.219
25.667
7.366.427
27.298
7.834.614
29.033
8.332.556
11
Parado
8.868
2.545.098
9.432
2.706.856
10.031
2.878.895
10.669
3.061.868
12
Sanggar
12.038
3.455.021
12.804
3.674.611
13.617
3.908.157
14.483
4.156.547
13
Sape
57.503
16.503.454
61.158
17.552.361
65.045
18.667.932
69.179
19.854.406
14
Soromandi
8.859
2.542.656
9.423
2.704.259
10.021
2.876.133
10.658
3.058.931
15
Tambora
12.622
3.622.598
13.425
3.852.838
14.278
4.097.712
15.185
4.358.150
16
Wawo
16.468
4.726.349
17.515
5.026.740
18.628
5.346.223
19.812
5.686.012
17
Wera
30.026
8.617.558
31.935
9.165.262
33.964
9.747.777
36.123
10.367.314
18
Woha
45.479
JUMLAH
464.180
13.052.402 133.219.599
48.369 493.682
13.881.970 141.686.608
51.443 525.058
14.764.264 150.691.753
54.713 558.429
15.702.633 160.269.237
a. Rencana Pemanfaatan Sumber Air Baku Bendungan Pelaparado No. 1. 2.
Jenis Pengembangan Perpipaan air bersih Perpipaan air baku
Kecamatan Monta,Woha, dan Palibelo Monta
3.
Instalasi pengolahan air
Monta
4.
Sumber Air Baku
5.
Reservoar
Sungai Parado Pelaparado Palibelo (1 Unit)
Kanca/Bendungan
90
LAMPIRAN I.2 POLA RUANG I.2.1 Kawasan Lindung Kabupaten Bima I.2.1.1 Kawasan Hutan Lindung di Kabupaten Bima No
Kel. Hutan
1 2 3 4 5 6 7
Hutan Lindung (Ha) 9.949,40 1.275,00 6.611,20 14.351,36 24.884,67 3.171,88 22.946,40 83.189,91
RTK
Maria Pamali Tambora Soromandi Tofo – Rompu Nipa – Pusu Kota Donggomasa Jumlah
25 52 53 55 65 66 67
a. Kawasan Perlindungan Setempat di Kabupaten Bima No 1 2 3 4 5
Kawasan Lindung Hutan Mangrove Sempadan Sungai Sempadan Pantai Waduk
Luas (Ha) 621.2 2.990.57 1.438.29 14.207
Sempadan Mata Air
1,496
Jumlah
5.065.79
b. Kawasan Cagar Alam, Suaka Margasatwa, Taman Wisata Alam dan Taman Buru di Kabupaten Bima
No
Kel. Hutan
RTK
1
Tambora
53
2
Tofo – Rompu Kota Donggomasa (CA Tofo Kota Lambu) P. Sangiang
65
3 4
Jumlah
Cagar Alam 10.268,47
Hutan Konservasi Taman Suaka Wisata Margasatwa Alam 17.686,08
Taman Buru 16.586,59
232,00
67
3.333,80
86
7.492,75 21.095,02
17.686,08
232,00
16.586,59
91
I.2.2 Kawasan Budidaya Di Kabupaten Bima 1.2.2.1 Rencana Luas Lahan Pertanian di Kabupaten Bima Kecamatan No
1 I 1,1
Sape
Lambu
Wawo
Lambitu
Langgudu
Belo
Palibelo
Woha
Monta
Parado
Bolo
M.Pangga
Wera
Ambalawi
Donggo
Soromandi
Sanggar
Tambo ra
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
1.745
1.599
1.339
237
1.039
1.360
1.883
2.349
1.388
299
1.880
3.264
1.052
505
1.433
719
918
440
23.336
-
-
-
-
-
-
-
-
1.262
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1.262
1.478
1.173
626
-
470
1.007
1.573
1.083
69
299
1.738
898
1.052
505
859
-
636
280
13.746
-
-
-
-
38
-
-
-
57
-
-
-
-
-
574
405
282
155
1.511
267
426
713
237
531
353
310
1.266
-
-
142
2.366
-
-
-
314
-
5
6.930
6.108
2.461
3.855
1.698
8.454
2.227
2.814
1.415
4.159
1.543
2.394
3.976
13.909
13.345
19.224
11.201
8.344
2.513
111.268
e. Tadah Hujan
147
359
436
223
1.020
87
20
293
1.587
576
113
500
654
50
1.547
220
313
-
8.145
a. Tegal/Kebun
1.597
1.856
2.223
506
2.694
694
1.667
1.052
1.865
875
2.281
3.104
7.949
10.581
17.677
10.981
3.005
244
70.851
b. Ladang/Huma h. Sementara tidak diusahakan**)
1.079
-
-
-
36
80
70
70
307
-
-
-
685
2.710
-
-
1.812
2.198
9.047
3.285
246
1.196
969
4.704
1.366
1.057
-
400
92
-
372
4.621
4
-
-
3.214
71
21.597
Jumlah Lahan Pertanian
7.853
4.060
5.194
1.935
9.493
3.587
4.697
3.764
5.547
1.842
4.274
7.240
14.961
13.850
20.657
11.920
9.262
2.953
148.580
2 LAHAN PERTANIAN Tanaman Pangan a. Irigasi Teknis b. Irigasi Setengah Teknis c. Irigasi Sederhana d. Irigasi Desa/Non PU
1,2
TOTAL
Penggunaan Lahan
Hortikultura
92
I.2.2.2 Luas Hutan Produksi di Kabupaten Bima No
Kel. Hutan
RTK
1
Tolowata
23
2
Tololai
3
Maria
4
Hutan Produksi Terbatas
Hutan Konversi
Tetap
497,30
-
24
947,10
25
4.322,50
Tambora
53
5
Soromandi
6
Jumlah Luas -
497,30
2.120,00
-
3.067,10
1.159,40
650
6.131,90
12.401,12
12.799,98
3.500
28.701,10
55
1.848,64
-
2.650
4.498,64
Tofo – Rompu
65
23.459,19
14.339,26
-
37.798,45
7 8
Nipa – Pusu Kota Donggomasa
66 67
6.292,30
4.755,72
-
11.048,02
7.630,00
7.869,47
-
15.499,47
9
NanganaE – Kapenta
68 1.050,00
1.696,20
-
2.746,20
10
P. Sangiang
86
5.128,50
-
-
5.128,50
11
Gilibanta Dsk
87
3.290,14
-
-
3.290,14
66.866,79
44.740,03
6.800,00
111.606,82
Jumlah
I.2.2.3 Pengembangan Kawasan Peruntukan Pesisir dan pulaupulau kecil No.
1.
Kawasan Perikanan Kawasan Teluk Sanggar dan sekitarnya Kec. Sanggar (Soro, Piong, Boro, Kore)
Potensi
a. Terdapat beraneka jenis ikan yang berkualitas eksport, ikan yang dominan antara lain: ikan tongkol, ikan terbang, ikan hias. b. Terdapat beberapa titik yang dapat dikembangkan untuk budidaya rumput laut dan mutiara. c. Potensi batu gamping
Rencana Pemanfaatan
Zona Pemanfaatan Umum
93
1.
2.
3.
4.
1.
2.
3.
Kawasan Teluk Bima dan sekitarnya Kecamatan Soromandi (Bajo, Punti, Kananta, Sai, Sampungu). Kecamatan Bolo (Sanolo, Sondosia, Bontokape, Nggembe). Kecamatan Woha (Pandai, Donggobolo, Dadibou, Talabiu). Kecamatan Palibelo (Belo, Panda). Kawasan Sape dan sekitarnya Kecamatan Sape (Bajopulo, Bugis, Kowo, Buncu, Poja, Lamere, Pulau Gilibanta).
Kecamatan Lambu (Mangge, Nggelu, Lambu, Soro, Sumi, Rato, Pulau Burung). Kecamatan Wera (Wora, Tawali, Bala, Hidirasa, Sangiang, Oi Tui, Pai, Pulau Ular).
Potensi wisata pantai berpasir putih dengan panorama alam teluk yang unik dan menarik.
Zona Pemanfaatan Umum
Potensi perikanan budidaya (tambak)
Zona Pemanfaatan Umum
Potensi perikanan budidaya (tambak)
Zona Pemanfaatan Umum
a. Terdapat Bandar Udara M. Salahuddin b. Potensi perikanan budidaya (tambak)
a. Zona Pemanfaatan Khusus b. Zona Pemanfaatan Umum
a. Terdapat sumber daya alam hayati dan non hayati (perikanan) dengan kualitas eksport. b. Potensi budidaya tambak udang. c. Potensi wisata pantai. d. Potensi alam dan ekosistem perairan. a. Terdapat potensi terumbu karang dan ikan. b. Potensi wisata bahari
a. Zona Pemanfaatan Umum b. Zona Konservasi
a. b. c. d. e.
a. Zona Pemanfaatan Umum b. Zona Konservasi
Potensi wisata bahari Cagar alam Suaka margasatwa Potensi bahan tambang Kapur
a. Zona Pemanfaatan Umum b. Zona Konservasi
94
4.
1.
2.
3.
1.
Kecamatan Ambalawi (Nipa, Mawu). Kawasan Teluk Waworada dan sekitarnya Kecamatan Langgudu (Laju, UPT Laju, Doro O’o, UPT Doro O’o, Waworada, UPT Waworada, Karumbu, Rupe, Kangga, Karampi). Kecamatan Parado (Kuta, Paradorato, Paradowane). Kecamatan Monta (Tolotangga, Sondo). Kawasan Pantai Utara Tambora Kecamatan Tambora (Labuan Kananga, Kawinda Na’e, Kawinda To’i).
a. Potensi wisata bahari b. Potensi bahan tambang pasir besi c. Potensi batu gamping
Zona Pemanfaatan Umum
a. Potensi perikanan, budidaya tambak, dan budidaya mutiara, udang, bandeng, rumput laut, dan lainnya. b. Potensi sumber daya alam hayati dan non hayati yang melimpah. c. Ekosistem mangrove Potensi wisata bahari
a. Zona Pemanfaatan Umum b. Zona Konservasi
Ekosistem mangrove
Zona Konservasi
a. Potensi perikanan tangkap. b. Potensi wisata alam dan budaya. c. Potensi hutan lindung dan hutan cagar alam.
Zona Pemanfaatan Umum
a. Zona Pemanfaatan Umum b. Zona Konservasi
Sumber : Rencana zonasi wilayah pesisir dan laut Provinsi NTB, 2006
95
1.2.2.4. Potensi Pertambangan di Kabupaten Bima No. 1 1
2
Wilayah 2 Kec. Monta, Wawo, Lambitu, Langgudu, Parado, Bolo, Madapangga
Kec. Madapangga, Bolo, Parado, Woha, Monta, Sape, Lambu, Langgudu
Potensi Bahan Galian 3 Mangan dmp
Tembaga dmp
Latitude
Longitude
4
5
118º 33′ 30″ 118º 33′ 30″ 118º 35′ 00″ 118º 35′ 00″ 118º 34′ 30″ 118º 34′ 30″ 118º 37′ 00″ 118º 39′ 00″ 118º 39′ 00″ 118º 37′ 00″ 118º 45′ 30″ 118º 46′ 30″ 118º 46′ 30″ 118º 47′ 30″ 118º 47′ 30″ 118º 45′ 30″ 118º 48′ 30″ 118º 50′ 00″ 118º 50′ 00″ 118º 48′ 30″ 118º 52′ 00″ 118º 54′ 00″ 118º 54′ 00″ 118º 52′ 00″
-8º 34′ 00″ -8º 32′ 30″ -8º 32′ 30″ -8º 34′ 15″ -8º 34′ 15″ -8º 34′ 00″ -8º 39′ 00″ -8º 39′ 00″ -8º 44′ 00″ -8º 44′ 00″ -8º 36′ 00″ -8º 36′ 00″ -8º 37′ 00″ -8º 37′ 00″ -8º 38′ 00″ -8º 38′ 00″ -8º 40′ 30″ -8º 40′ 30″ -8º 42′ 00″ -8º 42′ 00″ -8º 30′ 00″ -8º 30′ 00″ -8º 34′ 00″ -8º 34′ 00″
118º 32′ 00″
8º 39′ 00″
118º 35′ 00″ 118º 35′ 00″ 118º 39′ 00″ 118º 39′ 00″ 118º 35′ 00″ 118º 35′ 00″ 118º 32′ 00″ 118º 33′ 00″ 118º 37′ 00″ 118º 37′ 00″ 118º 42′ 00″ 118º 42′ 00″ 118º 36′ 00″ 118º 36′ 00″
8º 39′ 00″ 8º 36′ 30″ 8º 36′ 30″ 8º 29′ 00″ 8º 29′ 00″ 8º 35′ 00″ 8º 35′ 00″ 8º 50′ 00″ 8º 50′ 00″ 8º 49′ 00″ 8º 49′ 00″ 8º 37′ 30″ 8º 37′ 30″ 8º 39′ 00″
96
1
3
2
Kec. Donggo, Soromandi
3
Emas dmp
4
Kec. Wawo, Lambitu
Emas dmp
5
Kec. Sanggar, Soromandi, Donggo
Pasir Besi
4 118º 39′ 00″ 118º 39′ 00″ 118º 37′ 00″ 118º 37′ 00″ 118º 33′ 00″ 118º 51′ 30″ 118º 56′ 30″ 118º 56′ 30″ 119º 01′ 00″ 119º 01′ 00″ 118º 51′ 30″
5 8º 39′ 00″ 8º 44′ 00″ 8º 44′ 00″ 8º 40′ 00″ 8º 40′ 00″ 8º 40′ 00″ 8º 40′ 00″ 8º 44′ 00″ 8º 44′ 00″ 8º 37′ 30″ 8º 37′ 30″
118º 32′ 00″
-8º 17′ 30″
118º 37′ 00″ 118º 37′ 00″ 118º 32′ 00″
-8º 17′ 30″ -8º 21′ 00″ -8º 21′ 00″
118º 45′ 30″ 118º 51′ 00″ 118º 51′ 30″ 118º 50′ 30″ 118º 50′ 30″ 118º 48′ 30″ 118º 47′ 30″ 118º 45′ 30″ 118º 13′ 00″ 118º 14′ 00″ 118º 14′ 00″ 118º 17′ 30″ 118º 17′ 30″ 118º 18′ 30″ 118º 18′ 30″ 118º 15′ 00″ 118º 15′ 00″ 118º 14′ 00″ 118º 14′ 00″ 118º 13′ 00″ 118º 30′ 30″ 118º 31′ 30″ 118º 31′ 30″ 118º 35′ 30″ 118º 35′ 30″ 118º 37′ 15″ 118º 37′ 15″ 118º 40′ 00″ 118º 40′ 00″
-8º 35′ 45″ -8º 35′ 45″ -8º 32′ 15″ -8º 32′ 15″ -8º 31′ 00″ -8º 31′ 00″ -8º 33′ 00″ -8º 33′ 30″ 8º 18′ 00″ 8º 18′ 00″ 8º 19′ 30″ 8º 19′ 30″ 8º 21′ 30″ 8º 21′ 30″ 8º 22′ 30″ 8º 22′ 30″ 8º 21′ 00″ 8º 21′ 00″ 8º 20′ 30″ 8º 20′ 30″ 8º 15′ 15″ 8º 15′ 15″ 8º 15′ 30″ 8º 15′ 30″ 8º 16′ 15″ 8º 16′ 15″ 8º 17′ 00″ 8º 17′ 00″ 8º 18′ 40″
97
1
2
3
6
Kec. Ambalawi, Wera
Pasir Besi
7
Kec. Wera, Ambalawi
Pasir Besi
4 118º 41′ 45″ 118º 41′ 45″ 118º 40′ 30″ 118º 40′ 30″ 118º 39′ 00″ 118º 39′ 00″ 118º 37′ 00″ 118º 37′ 00″ 118º 33′ 00″ 118º 33′ 00″ 118º 30′ 30″ 118º 48′ 00″ 118º 50′ 30″ 118º 50′ 30″ 118º 51′ 30″ 118º 53′ 30″ 118º 54′ 30″ 118º 57′ 00″ 118º 59′ 00″ 118º 59′ 00″ 119º 00′ 00″ 119º 00′ 00″ 119º 00′ 00″ 119º 00′ 00″ 119º 00′ 00″ 118º 59′ 00″ 118º 57′ 30″ 118º 56′ 30″ 118º 55′ 30″ 118º 55′ 00″ 118º 54′ 00″ 118º 53′ 30″ 118º 52′ 30″ 118º 52′ 00″ 118º 51′ 30″ 118º 48′ 00″ 118º 44′ 45″ 118º 45′ 30″ 118º 45′ 30″ 118º 46′ 16″ 118º 46′ 15″ 118º 47′ 08″ 118º 47′ 08″ 118º 47′ 30″ 118º 47′ 30″ 118º 47′ 00″
5 8º 18′ 40″ 8º 22′ 30″ 8º 22′ 30″ 8º 20′ 00″ 8º 20′ 00″ 8º 18′ 10″ 8º 18′ 10″ 8º 17′ 30″ 8º 17′ 30″ 8º 16′ 30″ 8º 16′ 30″ -8º 17′ 15″ -8º 17′ 15″ -8º 17′ 30″ -8º 18′ 00″ -8º 17′ 30″ -8º 18′ 00″ -8º 18′ 00″ -8º 19′ 00″ -8º 23′ 00″ -8º 23′ 00″ -8º 19′ 30″ -8º 19′ 00″ -8º 18′ 30″ -8º 18′ 30″ -8º 18′ 00″ -8º 18′ 00″ -8º 17′ 30″ -8º 17′ 30″ -8º 17′ 15″ -8º 17′ 15″ -8º 17′ 00″ -8º 17′ 00″ -8º 17′ 07″ -8º 17′ 00″ -8º 17′ 00″ 8º 20′ 00″ 8º 20′ 00″ 8º 19′ 30″ 8º 19′ 30″ 8º 18′ 30″ 8º 18′ 30″ 8º 18′ 52″ 8º 18′ 52″ 8º 17′ 45″ 8º 18′ 15″
98
1
8
2
Kec. Sape, Lambu
3
Emas, Tembaga dmp
4 118º 46′ 30″ 118º 46′ 00″ 118º 45′ 45″ 118º 45′ 15″ 118º 45′ 15″ 118º 44′ 45″ 118º 56′ 30″ 118º 58′ 00″ 118º 58′ 00″ 118º 58′ 15″ 118º 58′ 15″ 118º 58′ 30″ 118º 58′ 30″ 119º 00′ 00″ 119º 00′ 00″ 119º 01′ 30″ 119º 01′ 30″ 118º 58′ 45″ 118º 58′ 45″ 118º 58′ 30″ 118º 58′ 30″ 118º 58′ 00″ 118º 58′ 00″ 118º 56′ 30″ 118º 58′ 31″
5 8º 18′ 15″ 8º 18′ 30″ 8º 19′ 00″ 8º 19′ 30″ 8º 19′ 45″ 8º 19′ 45″ 8º 19′ 30″ 8º 19′ 30″ 8º 20′ 45″ 8º 20′ 45″ 8º 21′ 15″ 8º 21′ 15″ 8º 23′ 30″ 8º 23′ 30″ 8º 24′ 00″ 8º 24′ 00″ 8º 23′ 15″ 8º 23′ 15″ 8º 21′ 00″ 8º 21′ 00″ 8º 19′ 00″ 8º 19′ 00″ 8º 18′ 45″ 8º 18′ 45″ 8º 27′ 00″
119º 02′ 30″
8º 27′ 00″
119º 02′ 30″ 119º 00′ 57″ 119º 00′ 57″ 119º 01′ 58″ 119º 01′ 58″ 119º 06′ 14″ 119º 06′ 14″ 119º 05′ 31″ 119º 05′ 31″ 119º 06′ 10″ 119º 06′ 10″ 119º 05′ 00″ 119º 05′ 00″ 119º 03′ 30″ 119º 03′ 30″ 119º 01′ 00″ 119º 01′ 00″ 118º 54′ 56″ 118º 54′ 56″
8º 31′ 30″ 8º 31′ 30″ 8º 35′ 31″ 8º 35′ 31″ 8º 39′ 07″ 8º 39′ 07″ 8º 40′ 30″ 8º 40′ 30″ 8º 43′ 59″ 8º 43′ 59″ 8º 44′ 59″ 8º 44′ 59″ 8º 44′ 40″ 8º 44′ 40″ 8º 44′ 00″ 8º 44′ 00″ 8º 37′ 32″ 8º 37′ 32″ 8º 36′ 31″
99
1
2
3
9
Kec. Belo
Mangan
10
Kec. Palibelo
Mangan
11
Kec. Langgudu, Monta
Mineral Logam
4 118º 58′ 20″ 118º 58′ 20″ 118º 54′ 18″ 118º 54′ 18″ 118º 57′ 30″ 118º 57′ 30″ 118º 58′ 31″ 118º 43′ 48″ 118º 44′ 49″ 118º 44′ 49″ 118º 45′ 40″ 118º 45′ 40″ 118º 43′ 48″ 118º 42′ 42″ 118º 43′ 25″ 118º 43′ 25″ 118º 43′ 49″ 118º 43′ 49″ 118º 44′ 08″ 118º 44′ 08″ 118º 44′ 26″ 118º 44′ 26″ 118º 44′ 47″ 118º 44′ 47″ 118º 45′ 29″ 118º 45′ 29″ 118º 42′ 20″ 118º 42′ 20″ 118º 41′ 27″ 118º 41′ 27″ 118º 42′ 04″ 118º 42′ 04″ 118º 42′ 20″ 118º 42′ 20″ 118º 42′ 42″
5 8º 38′ 31″ 8º 34′ 15″ 8º 34′ 15″ 8º 32′ 29″ 8º32′ 29″ 8º 31′ 30″ 8º 31′ 30″ 8º 37′ 57″ 8º 37′ 57″ 8º 38′ 33″ 8º 38′ 33″ 8º 39′ 47″ 8º 39′ 47″ 8º 29′ 45″ 8º 29′ 45″ 8º 30′ 06″ 8º 30′ 06″ 8º 30′ 24″ 8º 30′ 24″ 8º 30′ 44″ 8º 30′ 44″ 8º 31′ 08″ 8º 31′ 08″ 8º 31′ 52″ 8º 31′ 52″ 8º 32′ 34″ 8º 32′ 34″ 8º 32′ 01″ 8º 32′ 01″ 8º 31′ 53″ 8º 31′ 53″ 8º 30′ 22″ 8º 30′ 22″ 8º 30′ 00″ 8º 30′ 00″
118º 42′ 31,21″
8º 44′ 53,35″
118º 43′ 57,15″ 118º 43′ 57,15″ 118º 55′ 12,97″ 118º 55′ 12,97″ 118º 57′ 39,47″ 118º 57′ 39,47″ 118º 55′ 55,15″ 118º 55′ 55,15″ 118º 48′ 56,29″
8º 44′ 53,35″ 8º 45′ 37,84″ 8º 45′ 37,84″ 8º 46′ 56,89″ 8º 46′ 56,89″ 8º 50′ 00″ 8º 50′ 00″ 8º 50′ 19,66″ 8º 50′ 19,66″
100
1
2
3
12
Kec. Madapangga
Mangan
13
Kec. Madapangga, Woha
Mangan
14
Kec. Wawo, Sape
Bijih Besi
15
Kec. Tambora
Pasir Besi
16 17
Kec. Parado Kec. Belo
Emas dmp Mangan
18
Kec. Parado
Bijih Besi
4 118º 48′ 56,29″ 118º 51′ 31″ 118º 51′ 31″ 118º 42′ 31,21″ 118º 33′ 30″ 118º 33′ 30″ 118º 34′ 30″ 118º 34′ 30″ 118º 35′ 00″ 118º 35′ 00″ 118º 31′ 30″ 118º 31′ 30″
5 8º 49′ 8,02″ 8º 49′ 8,02″ 8º 48′ 21,73″ 8º 48′ 21,73″ 8º 32′ 30" 8º 34′ 00" 8º 34′ 00" 8º 34′ 15" 8º 34′ 15" 8º 35′ 02" 8º 35′ 02" 8º 32′ 30"
118º 35′ 00″
8º 36′ 30"
118º 37′ 30″ 118º 37′ 30″ 118º 36′ 30″ 118º 36′ 30″ 118º 35′ 00″ 118º 54′ 06″ 118º 58′ 19″ 118º 58′ 19″ 118º 54′ 06″
8º 36′ 30" 8º 37′ 30" 8º 37′ 30" 8º 38′ 30" 8º 38′ 30" 8º 36′ 30" 8º 36′ 30" 8º 34′ 14" 8º 34′ 14"
118º 44′ 47″ 118º 46′ 40″ 118º 46′ 40″ 118º 42′ 00″ 118º 42′ 00″ 118º 43′ 48″ 118º 43′ 48″ 118º 45′ 40″ 118º 45′ 40″ 118º 44′ 47″ 118º 34′ 00″ 118º 35′ 55″ 118º 35′ 55″ 118º 35′ 00″ 118º 35′ 00″ 118º 34′ 00″
8º 37′ 57″ 8º 37′ 57″ 8º 40′ 00″ 8º 40′ 00″ 8º 38′ 59″ 8º 38′ 59″ 8º 39′ 47″ 8º 39′ 47″ 8º 38′ 33″ 8º 38′ 33″ 8º 48′ 00″ 8º 48′ 00″ 8º 50′ 30″ 8º 50′ 30″ 8º 51′ 00″ 8º 51′ 00″
Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bima
101
I.2.2.5 Obyek Wisata di Kabupaten Bima Obyek Wisata Wisata alam Pantai Wane dan Rontu (Kecamatan Parado) Pantai Kalaki (Kecamatan Palibelo) Pantai Lamere (Toro Wamba), Mata mboko, dan Pantai Papa (Kecamatan Sape) Karombo Wera (Kecamatan Wawo) Pulau Ular (Kecamatan Wera)
Kawasan Tambora (Kecamatan Tambora) Oi Tampuro (Kecamatan Sanggar) Wisata budaya Upacara Adat Hanta U’a Pua Kompleks Istana Bima (Museum Asi Mbojo) Komplex Wadu Pa’a I dan II Uma Leme (Rumah Adat) Wadu Tunti (Batu Bertulis) Desa Tradisional Masyarakat Wawo dan Sambori (Lengge) Kuburan Dana Taraha Pacuan kuda dengan joki belia tanpa pelana Kesenian tradisional Tari Soka Sari, Lenggo, Lengsara, Karaenta, Ere/Kanja, Katubu, Toja Permainan rakyat: Mpa’a Manca, Sila, Bango, Lepi Wei, Weha Ani dan Sampari.
Daya Tarik
Peluang Pengembangan
Pasirnya putih, ombaknya besar Pantai yang indah dan nyaman
Pantai yang indah dan nyaman, pasirnya putih, dan airnya yang jernih Gua yang unik Terdapat ribuan ular yang tidak pernah mengganggu pengunjung (ramah dan bersahabat), tetapi akan berubah menjadi sangat ganas dan berbisa jika keluar dari pulau tersebut Air terjun, memiliki kawah terbesar dan unik Mata air yang sangat jernih dengan debit air yang sangat besar
Hotel, restoran, dan akomodasi lainnya Hotel, restoran, taman bermain yang dilengkapi berbagai akomodasi hiburannya Penginapan, rumah makan
Penataan, pengemasan paket acara secara profesional Penataan, pengemasan paket acara secara profesional
Penginapan, rumah makan, dan akomodasi lainnya
Keunikannya karena menjadi warisan sejarah yang tidak ternilai harganya
Unik serta dilengkapi dengan atraksi kesenian adu kepala (Ntumbu) Kompleks pemakaman raja-raja dan Sultan Bima Unik karena berbeda dengan jokijoki pada umumnya
Promosi dan pengemasan paket acara/wisata secara profesional
Keunikannya karena menjadi warisan sejarah yang tidak ternilai harganya
BUPATI BIMA, Ttd H. FERRY ZULKARNAIN
102
LAMPIRAN II PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR : 9 Tahun 2011 TANGGAL : 19 NOVEMBER 2011 TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BIMA TAHUN 2011-2031 II.1. INDIKASI PROGRAM PERWUJUDAN RENCANA STRUKTUR WILAYAH II.1.1 Indikasi program perwujudan pusat-pusat kegiatan
USULAN PROGRAM UTAMA
A A1
LOKASI
SUMBER PENDANAAN
2011
2012
2013
TAHUN PELAKSANAAN II 2014
2015
2016
20172021
III
IV
20222026
20272031
PKWp Wilayah Woha APBN &/ APBDP,APBDK
Pembangunan RSUD
Sondosia
APBN &/ APBDP,APBDK
3
Pembangunan Gedung Perguruan Tinggi (PT)
Sondosia
APBN &/ APBDP,APBDK
2
Pembangunan terminal bis Tipe C
Tente
3
Pengembangan pasar induk regional
Pandai
4
Perbankan internasional dan nasional swasta maupun
Godo
2
I
PERWUJUDAN STRUKTUR RUANG PROVINSI Pengembangan Pusat Kegiatan Wilayah promosi (PKWp)
Pandai
1
INSTANSI PELAKSANA
Pembangunan terminal bis Tipe B
APBDK APBN, APBDP & swasta DN/LN APBN & APBDP
Kementrian PU, Dephub, Dishub, Dinas PU Kementrian PU, Depkes, Diskes, Dinas PU Kementrian PU, Depkes, Diskes, Dinas PU Dep PU, Dephub, Dishub, Dinas PU Kementrian PU, Dis PU Depkeu, Swasta
103
USULAN PROGRAM UTAMA
SUMBER PENDANAAN
INSTANSI PELAKSANA
Penapali
APBDP,APBDK & APBN
Disbudpar, Dis PU
Sungai Sori Parado
APBN, APBDP, APBDK
Dis PU, BLHP, BMG
LOKASI
I 2011
2012
2013
TAHUN PELAKSANAAN II 2014
2015
2016
20172021
III
IV
20222026
20272031
pemerintah 5
Pengembangan kawasan pariwisata Minapolitan
6
Pengembangan sistem mitigasi bencana banjir
7
Pengembangan sumber daya air (air minum dan limbah cair)
8
Industri pengolahan sampah regional
Risa
9
Pengembangan pertumbuhan baru (Ibu kota Kabupaten)
Godo
10
Pengembangan fasilitas peribadatan skala regional
Godo
11
Pembangunan paruga na'e
Talabiu
B
Pengembangan Pusat Kegiatan Lokal (PKL)
B1
PKL Sape
Sistem Woha
APBN &/ APBDP, APBDK, swasta APBN &/ APBDP, APBDK, swasta APBN &/ APBDP, APBDK, swasta APBDP, APBDK & swasta
KSDA,PDAM,Dinas PU Kementrian PU, Dis PU Kementrian PU, Dis PU Kementrian PU, Dis PU, Depag
APBDK
Kementrian PU, Dis PU, Depag
1
Peningkatan kapasitas pelabuhan penyeberangan
Bugis
APBDP &/ APBDK
Dishub, Diskanlut, Dinas PU
2
Peningkatan kapasitas pelabuhan perikanan Sape
Bugis
APBDP &/ APBDK
Dishub, Diskanlut, Dinas PU
104
USULAN PROGRAM UTAMA
LOKASI
3
Pembangunan terminal bis Tipe C
Jia
4
Pengembangan pasar induk regional
Naru
5
Perbankan nasional swasta maupun pemerintah
Naru
6
Pengembangan Puskesmas Plus
Bugis
7
Pengembangan kawasan pariwisata
8
Pengembangan sistem mitigasi bencana alam
Sistem Sape
9
Pengembangan sumber daya energi listrik tenaga terbarukan
Sistem Sape
10
Pengembangan sumber daya air (air minum dan limbah cair)
Sumi
11
Industri pengolahan sampah
Poja
12
Pengembangan pertumbuhan baru
13
Pengembangan Budidaya Pesisir
Gili Banta, Papa
Baku Lambu
Sape
SUMBER PENDANAAN APBN &/ APBDP APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN APBN &/ APBDP APBN &/ APBDP &/ swasta APBDP APBN &/ APBDP &/ swasta APBN &/ APBDP &/ swasta APBN &/ APBDP &/ swasta APBN &/ APBDP &/ swasta APBN &/ APBDP &/ swasta APBN &/ APBDP &/ swasta
INSTANSI PELAKSANA
I 2011
2012
2013
TAHUN PELAKSANAAN II 2014
2015
2016
20172021
III
IV
20222026
20272031
Kementrian PU, Dephub, Dishub, Dinas PU Kementrian PU, Dis PU Depkeu, Swasta Depdiknas, Dikpora Disbudpar, Dis PU Dis PU, BLHP, BMG PLN, Distamben, Dis PU KSDA,PDAM,Dinas PU Kementrian PU, Dis PU Kementrian PU, Dis PU Kementrian PU, Dis PU, Depag
105
USULAN PROGRAM UTAMA
14
Pengembangan fasilitas peribadatan skala regional
B2
Pengembangan PKLp Bolo,
1 2
Peningkatan kualitas pelayanan fungsi terminal tipe B Peningkatan kualitas pasar regional kabupaten
LOKASI
Kementrian PU, Dis PU, Depag
Bolo
APBDK
Dishub, Dis PU
Bolo
APBDK
Dishub, Dis PU
Pengembangan perbankan
Bolo
4
Pengembangan RSU Tipe C
Bolo
6
Pengembangan Pendidikan Menengah/setara Pembangunan sistem bencana alam terutama gempa, banjir & tsunami
Bolo Bolo
7
Pengembangan fasilitas peribadatan skala regional
Bolo
8
Pengembangan fasilitas rekreasi & Olah Raga
Bolo
B3 1 2
INSTANSI PELAKSANA
APBN &/ APBDP &/ swasta
Naru Barat
3
5
SUMBER PENDANAAN
APBDK &/Swasta APBN & APBDK APBDK &/Swasta APBDK &/APBDP APBDP, APBDK & swasta APBDP, APBDK & swasta
I 2011
2012
2013
TAHUN PELAKSANAAN II 2014
2015
2016
20172021
III
IV
20222026
20272031
Pemkab, Swasta Dikes Dikpora, Dis PU Dis PU, BLH, BMG Kementrian PU, Dis PU, Depag Kementrian PU, Dis PU, Depag
Pengembangan PKL Wera, Peningkatan kualitas pelayanan fungsi terminal tipe C Peningkatan kuaitas pasar regional kabupaten
Wera
APBDK
Dishub, Dis PU
Wera
APBDK
Dishub, Dis PU
106
USULAN PROGRAM UTAMA
3 4 5
Pengembangan perbankan Pengembangan Puskesmas Rawat Inap Pengembangan pendidikan Menengah/setara
LOKASI
SUMBER PENDANAAN
INSTANSI PELAKSANA
Wera
APBDK &/Swasta
Swasta
Wera
APBDK
Dikes
Wera
APBDK &/Swasta APBDP, APBDK & swasta
Pengembangan fasilitas peribadatan skala regional
Wera
7
Pembangunan sistem mitigasi bencana alam terutama gempa dan tsunami
Wera
APBDK &/APBDP
Dis PU, BLH, BMG
8
Industri pengolahan sampah
Wera
APBN &/ APBDP &/ swasta
Kementrian PU, Dis PU
Disperindag, Dis PU
Sanggar
APBDK
2
Pengembangan perbankan
Sanggar
APBDP
Sanggar
APBDK
Dikes, Dis PU
Sanggar
APBDK &/Swasta
Dikpora, Dis PU
Sanggar
APBDK
Dis PU, Swasta
Sanggar
APBDK &/Swasta
Pemkab, Swasta
5 6
2013
2014
2015
2016
III
IV
20222026
20272031
Pengembangan PKLp Sanggar Pembangunan sarana perekonomian dan pengembangan kawasan perdagangan
4
2012
20172021
Kementrian PU, Dis PU, Depag
1
3
2011
TAHUN PELAKSANAAN II
Dikpora, Dis PU
6
B4
I
Pengembangan Puskesmas Rawat Inap Pengembangan pendidikan menengah/setara Peningkatan kualitas pasar regional kabupaten Pengembangan perbankan
107
USULAN PROGRAM UTAMA
LOKASI
7
Penataan dan pembangunan kawasan perdagangan
Sanggar
8
Pembangunan pelabuhan pendaratan ikan
Sanggar
9
Pembangunan sistem mitigasi bencana (Tsunami)
Sanggar
10
Pengemb kawasan terpadu pelabuhan, pergud, industri dan perdag bahan pokok
C
Pengembangan Pusat Pelayanan Kawasan (PPK)
C1
Pengembangan PPK Monta
Sanggar
1
Peningkatan kualitas pelayanan fungsi terminal tipe C
Monta
2
Pengembangan pasar desa
Monta
4
Pengembangan Pustu
Monta
5
Pengembangan pendidikan
Monta
C2
SUMBER PENDANAAN APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK
APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP APBN &/ APBDP swasta
INSTANSI PELAKSANA
I 2011
2012
2013
TAHUN PELAKSANAAN II 2014
2015
2016
20172021
III
IV
20222026
20272031
Dis PU, Dis Perikanan & Kelautan, Dishub DKP, Diskanlut, Dis. PU Dis PU, BLH, BMG Dephub, Kementrian PU, Dishub, Disperindag, Dis PU
Dephub, Dishub, Dis PU Depdag, Deperin, Disperindag Dikes, Dis PU Depdiknas, Dikpora, Dis PU
Pengembangan PPK Langgudu
108
USULAN PROGRAM UTAMA
LOKASI
1
Peningkatan kualitas pelayanan fungsi terminal tipe C
Langgudu
2
Peningkatan kualitas pelayanan fungsi Pelabuhan Rompo
Langgudu
3
Pengembangan pasar desa
Langgudu
4
Pengembangan Pustu
Langgudu
5
Pengembangan pendidikan
Langgudu
C3
Pengembangan PPK Belo
1
Peningkatan kualitas pelayanan fungsi terminal tipe C
2
Pengembangan pasar desa
4
Pengembangan Pustu
5
Pengembangan pendidikan
Belo Belo
C4 1
Belo Belo
SUMBER PENDANAAN APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP APBN &/ APBDP swasta
APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP APBN &/ APBDP swasta
INSTANSI PELAKSANA
I 2011
2012
2013
TAHUN PELAKSANAAN II 2014
2015
2016
20172021
III
IV
20222026
20272031
Dephub, Dishub Dephub, Dishub, Dis PU Depdag, Deperin, Disperindag Dikes, Depdiknas, Dikpora,
Dephub, Dishub Depdag, Deperin, Disperindag Dikes Depdiknas, Dikpora
Pengembangan PPK Soromandi Peningkatan kualitas pelayanan fungsi terminal tipe C
Soromandi
APBN &/ APBDP &/ APBDK
Dephub, Dishub
109
USULAN PROGRAM UTAMA
LOKASI Soromandi
2
Pengembangan pasar desa
4
Pengembangan Pustu
5
Pengembangan pendidikan
Soromandi Soromandi
SUMBER PENDANAAN APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP APBN &/ APBDP swasta
INSTANSI PELAKSANA
I 2011
2012
2013
TAHUN PELAKSANAAN II 2014
2015
2016
20172021
III
IV
20222026
20272031
Depdag, Deperin, Disperindag Dikes Depdiknas, Dikpora
110
II.1.2 Indikasi Program Perwujudan Prasarana Wilayah
USULAN PROGRAM UTAMA
D D1
LOKASI
SUMBER PENDANAAN
INSTANSI PELAKSANA
2011
2012
TAHUN PELAKSANAAN I II III 2017- 20222013 2014 2015 2016 2021 2026
PENGEMBANGAN SISTEM JARINGAN PERWUJUDAN SISTEM TRANSPORTASI KAB. BIMA
1
Pengembangan Jaringan Jalan Nasional & Provinsi
Seluruh wilayah Kab. Bima
APBN &/ APBDP
Kementrian. PU, Dinas PU Prov. NTB
2
Pengembangan Jaringan Jalan Kab. Bima
Seluruh wilayah Kab. Bima
APBD Kab.
Dis PU Kab. Bima
3
Pengembangan Jaringan Jalan Lintas Utara dan Lintas Selatan Kab. Bima
Seluruh wilayah Kab. Bima
APBN &/ APBDP &/ APBDK
Kementrian PU, Dinas PU Kementrian PU, Dinas PU, Dep. Hub., Dishubkominfo, Swasta Kementrian PU, Dinas. PU, Dep. Hub., Dishubkominfo
4
Pembangunan jembatan Lewamori
5
Pengembangan Jembatan dan Prasarana Lainnya
Seluruh wilayah Kab. Bima
APBN &/ APBDP &/ APBDK
6
Pengembangan jalur Pelayaran Kabupaten dan Regional
Pelabuhan Penyeberangan Lintas Kecamatan & Desa
APBN &/ APBDP &/ APBDK
Kementrian PU, Dinas PU, Dep. Hub., Dishubkominfo
7
Pengembangan Bandar Udara
M.Salahudin Bima
APBN &/ APBDP &/ APBDK
Kementrian PU, Dinas PU, Dep. Hub.,
Kab. Bima
APBN
111
IV 20272031
USULAN PROGRAM UTAMA
LOKASI
SUMBER PENDANAAN
INSTANSI PELAKSANA
I 2011
2012
2013
TAHUN PELAKSANAAN II III 2017- 20222014 2015 2016 2021 2026
Dishubkominfo, Swasta
D2 1
2
D3 1
2
3
JARINGAN ENERGI DAN KELISTRIKAN Pengembangan pembangkit tenaga listrik tenaga arus bawah laut dan Bayu/Kincir Angin Pengembangan jaringan tenaga listrik dan distribusi minyak dan gas bumi.
JARINGAN TELEKOMUNIKASI Pengembangan Jaringan Saluran Tetap Telekomunikasi Kabupaten yang terpasang di pusat ibukota & Pusat Kota Kecamatan Pengembangan Stasiun Telepon Otomat (STO) Pengembangan Jaringan Telekomunikasi Khusus 1. Jaringan multimedia terpusat di Ibu Kota Kabupaten Bima dengan distribusi Bolo – Panda – Pali Belo – Belo - Madapangga - Langgudu - Sape - Wera - Soromandi -
Soromandi, Wera, Langgudu, Tambora
APBN &/ APBDP &/ APBDK
Dinas PU
Seluruh wilayah Kab. Bima
APBN &/ APBDP &/ APBDK
Kementrian PU, Dinas PU, Dep.Tamben, Distamben
APBN &/ APBDP &/ APBDK
Dep. Kominfo Dishubkominfo, Swasta
APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK
Dep. Kominfo, Dishubkominfo, Swasta Dep. Kominfo, Dishubkominfo, Swasta
APBN &/ APBDP &/ APBDK
Dep. Kominfo, Dishubkominfo, Swasta
Wilayah Kabupaten Bima Wilayah Kabupaten Bima Wilayah Kabupaten Bima Wilayah Kabupaten Bima
112
IV 20272031
USULAN PROGRAM UTAMA
SUMBER PENDANAAN
LOKASI
INSTANSI PELAKSANA
I 2011
2012
2013
TAHUN PELAKSANAAN II III 2017- 20222014 2015 2016 2021 2026
Sanggar - Tambora.
2. Pusat penyebaran masingmasing ibukota kecamatan 3. Pengembangan telekomunikasi untuk penanganan bencana
3
4
D4 1
4. Penanganan telekomunikasi khusus untuk kepentingan instansi pemerintah, swasta dan masyarakat lainnya. Pengembangan Jaringan Stasiun Televisi Lokal adalah Pengembangan jaringan televisi hingga ke desa Pengembangan Jaringan Stasiun Radio Lokal
Wilayah Kabupaten Bima Wilayah Kabupaten Bima Wilayah Kabupaten Bima Wilayah Kabupaten Bima Seluruh pelosok pedesaan Kab Bima.
di
APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK
Dep. Kominfo, Dishubkominfo, Swasta Dep. Kominfo, Dishubkominfo, Swasta
APBN &/ APBDP &/ APBDK
Dep. Kominfo, Dishubkominfo, Swasta
APBN &/ APBDP &/ APBDK
Dep. Kominfo, Dishubkominfo, Swasta
APBN &/ APBDP &/ APBDK
Dep. Kominfo, Dishubkominfo, Swasta
APBN &/ APBDP &/ APBDK
Kementrian PU, Dinas PU
JARINGAN SUMBERDAYA AIR Pengembangan Wilayah Sungai (WS.) Lintas Kecamatan/Desa
WS Parado,Monta, Woha, Sape, Tambora & Sanggar.
113
IV 20272031
USULAN PROGRAM UTAMA 2
3
Pengembangan Sistem Jaringan Irigasi Kabupaten meliputi Rencana Pengembangan Bendungan (Dam/Embung/Cekdam), Rencana Pengembangan Jaringan Saluran Irigasi, Pengembangan Daerah Irigasi. Pengembangan Sistem Jaringan Air Bersih Kabupaten meliputi Rencana Pengembangan Jaringan Perpipaan Air Minum, Saluran Perpipaan Air Baku, dan Instalasi Air Minum.
LOKASI Wilayah Kabupaten Bima
Wilayah Kabupaten Bima
SUMBER PENDANAAN
INSTANSI PELAKSANA
APBN &/ APBDP &/ APBDK
Kementrian PU, Dinas PU
APBN &/ APBDP &/ APBDK
Kementrian PU, Dinas PU PDAM
I 2011
2012
2013
TAHUN PELAKSANAAN II III 2017- 20222014 2015 2016 2021 2026
114
IV 20272031
II.2 Indikasi program perwujudan rencana pola ruang wilayah Kabupaten Bima II.2.1 Indikasi program perwujudan kawasan lindung
TAHUN PELAKSANAAN USULAN PROGRAM UTAMA
LOKASI
SUMBER PENDANAAN
I
INSTANSI PELAKSANA 2011
A A1
2013
2014
2015
2016
PERWUJUDAN POLA RUANG KAB. BIMA Perwujudan Kawasan Lindung di Kab. Bima Perlindungan dan Rehabilitasi Kawasan Lindung
1
Kawasan Hutan Lindung
2
Kawasan Resapan Air
A2
2012
II 2016 2020
Kabupaten Bima Kawasan Gunung Tambora
APBN &/ APBDP &/ APBDK
Kementrian Hut., Dishut
APBN &/ APBDP &/ APBDK
Kementrian Hut., Dishut
Kabupaten Bima
APBN &/ APBDP &/ APBDK
Kabupaten Bima Kabupaten Bima
APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK
Perlindungan dan Rehabilitasi Kawasan Perlindungan Setempat
1
Kawasan Sempadan Sungai
2
Kawasan Sempadan Pantai
3
Sempadan jalan
4
Kawasan sekitar danau atau waduk
Kabupaten Bima
APBN &/ APBDP &/ APBDK
5
Kawasan di Sekitar mata air
Kabupaten Bima
APBN &/ APBDP &/ APBDK
Kementrian Hut., Dishut, Dinas PU, BPDAS Dinas PU, Diskanlut Kementrian PU, Dinas PU Kementrian PU,Dinas PU, Dishut Kementrian PU,Dinas PU,
115
III 2021 2025
IV 2026 2030
TAHUN PELAKSANAAN USULAN PROGRAM UTAMA
LOKASI
SUMBER PENDANAAN
I
INSTANSI PELAKSANA 2011
2012
2013
2014
2015
2016
II 2016 2020
Dishut, BLH
6
A3
Ruang Terbuka Hijau
Pemantapan dan Perlindungan Kawasan Konservasi Cagar Alam Toffo Kota Donggomasa
Kabupaten Bima
APBN &/ APBDP &/ APBDK
Kementrian PU, Kementerian LH., Dinas PU, BLH
2
Cagar Alam Tambora
Tambora, Sanggar
APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK
3
Cagar Alam Pulau Sangiang
Pulau Sangiang
APBN &/ APBDP &/ APBDK
4
Hutan Mangrove (bakau)
Wilayah pesisir
APBN &/ APBDP &/ APBDK
Dep. Kehutanan, Dishut, BKSDA Dep. Kehutanan, Dishut, BKSDA Dep. Kehutanan,Dishu t, BKSDA Dishut, Diskanlut, BKSDA
5
Tanjung Mas dan Karampi
Monta, Langgudu
APBN &/ APBDP &/ APBDK
Dishut, Diskanlut, BKSDA
6
Suaka Margasatwa Tambora Utara
Tambora
APBN &/ APBDP &/ APBDK
Dishut, BKSDA
7
Taman Wisata Alam Toffo Rompo
Madapang ga,Donggo, Parado
APBN &/ APBDP &/ APBDK
Dishut, BKSDA
8
Taman Buru Tambora Selatan
Tambora
9
Cagar Budaya
Tersebar
1
Lambu
APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK
Dishut, BKSDA Dinas Pariwisata
116
III 2021 2025
IV 2026 2030
TAHUN PELAKSANAAN USULAN PROGRAM UTAMA
LOKASI
SUMBER PENDANAAN
I
INSTANSI PELAKSANA 2011
A4
Pengelolaan Kawasan Rawan Bencana
1
Kawasan Rawan Tanah Longsor
2
Kawasan Rawan Gunung Berapi
3
Kawasan Rawan Banjir
4
Kawasan Rawan Tsunami
5
Kawasan Rawan Angin Topan
6
Kawasan Rawan Gelombang Pasang
7
Kawasan Rawan Kekeringan
8
Kawasan Rawan Gempa Bumi
9
Kawasan Rawan Abrasi pantai
Tambora & Lambitu Tambora & Wera Wilayah Kab. Bima Wilayah Kab. Bima Wilayah Kab. Bima Wilayah Kab. Bima Wilayah Kab. Bima Wilayah Kab. Bima Wilayah Kab. Bima
APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK APBN &/ APBDP &/ APBDK
2012
2013
2014
2015
2016
II 2016 2020
BLH, Dinas PU BLH, Dinas PU BLH, Dinas PU BLH, Dinas PU BLH, Dinas PU BLH, Dinas PU BLH, Dinas PU BLH, Dinas PU BLH, Dinas PU
117
III 2021 2025
IV 2026 2030
II.2.2 Indikasi program perwujudan kawasan budidaya TAHUN PELAKSANAAN USULAN PROGRAM UTAMA
LOKASI
SUMBER PENDANAAN
INSTANSI PELAKSANA
I 2011
2012
2013
2014
2015
2016
II 20172021
III 20222026
PERWUJUDAN POLA RUANG B
Perwujudan Pengembangan Kawasan Budidaya
B1
Rehabilitas dan Pengembangan Kawasan Hutan Produksi
1
Rehabilitasi Kawasan hutan produksi
Lihat Peta Pola Ruang
APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta
Swasta, Masy. Dep. Kehutanan, Dinas Kehutanan
2
Pengembangan Pengelolaan Hutan Produksi secara berkelanjutan (Manajemen Restorasi)
Kabupaten Bima
APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta
Swasta, Dep. Kehutanan, Dinas Kehutanan
3
Pengamanan hutan dan pengendalian kebakaran hutan
Kabupaten Bima
4
Revitalisasi pemanfaatan hutan dan industry kehutanan
Kabupaten Bima
Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan hutan
Kabupaten Bima
6
Mitigasi dan adaptasi perubahan iklim sector kehutanan
Kabupaten Bima
7
Penguatan kelembagaan kehutanan
Kabupaten Bima
APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta
Swasta, Dep. Kehutanan, Dinas Kehutanan Swasta, Dep. Kehutanan, Dinas Kehutanan Swasta, Dep. Kehutanan, Dinas Kehutanan Swasta, Dep. Kehutanan, Dinas Kehutanan Swasta, Dep. Kehutanan, Dinas Kehutanan
5
118
IV 20272031
TAHUN PELAKSANAAN USULAN PROGRAM UTAMA
LOKASI
SUMBER PENDANAAN
INSTANSI PELAKSANA
I 2011
8
B2
Pemantapan kawasan hutan
Pengendalian Kawasan pertanian lahan basah
2
Pengembangan Kawasan untuk Pertanian lahan kering
Swasta, Dep. Kehutanan, Dinas Kehutanan
APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta
Dep.Pertanian, Dinas Pertanian,
APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta
Dep. Pertanian, Dinas Pertanian, Dinas Perkebunan
APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta
Dep. Pertanian, Dinas Perkebunan Dep. Pertanian, Dinas Perkebunan
APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta
Dep. Pertanian, Dinas Peternakan Dep. Pertanian, Dinas Peternakan
2014
2015
2016
Kabupaten Bima Kabupaten Bima
Rehabilitas dan Pengembangan Kawasan Perkebunan
1
Rehabilitasi Kawasan Perkebunan
2
Pengembangan Kawasan Perkebunan
B4
APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta
2013
III 20222026
Pengembangan dan Pengendalian Kawasan Pertanian
1
B3
Kabupaten Bima
2012
II 20172021
Kabupaten Bima Kabupaten Bima
Rehabilitas dan Pengembangan Kawasan Peternakan
1
Rehabilitasi Kawasan peternakan
2
Pengembangan Kawasan peternakan
Kabupaten Bima Kabupaten Bima
119
IV 20272031
TAHUN PELAKSANAAN USULAN PROGRAM UTAMA
LOKASI
SUMBER PENDANAAN
INSTANSI PELAKSANA
I 2011
B5
Rehabilitasi Kawasan budidaya perikanan
Kabupaten Bima
2
Pengembangan Kawasan budidaya perikanan
Kabupaten Bima
Rehabilitasi Kawasan Perikanan, Kelautan, dan Pulau-Pulau Kecil
2
Pengembangan Kawasan Perikanan
3
Pengembangan Kawasan Kelautan
4
Pengembangan Kawasan PulauPulau Kecil
1
2014
2015
2016
APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta
DKP, Dis. Kanlut, Swasta DKP, Dis. Kanlut, Swasta
Rehabilitas dan Pengembangan Kawasan Perikanan, Kelautan, dan Pulau-Pulau Kecil
1
B7
2013
III 20222026
Rehabilitas dan Pengembangan Kawasan Budidaya perikanan
1
B6
2012
II 20172021
Lihat Peta Pola Ruang Lihat Peta Pola Ruang Lihat Peta Pola Ruang Lihat Peta Pola Ruang
APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta
Sape, Bolo, Woha, Wera, Langgudu, Sanggar
APBN &/ APBDP &/ APBD KAB/ APBDK &/Swasta
Dinas Perikanan dan Kelautan Dinas Perikanan dan Kelautan Dinas Perikanan dan Kelautan Dinas Perikanan dan Kelautan
Rehabilitas dan Pengembangan Kawasan perdagangan dan jasa Pengembangan kawasan perdagangan
Dept. Perdagangan. Kementrian PU Dinas Perindustrian dan
120
IV 20272031
TAHUN PELAKSANAAN USULAN PROGRAM UTAMA
LOKASI
SUMBER PENDANAAN
INSTANSI PELAKSANA
I 2011
2012
2013
2014
2015
2016
II 20172021
III 20222026
Perdagangan
2
Pengembangan infrastruktur pendukung
B8
Rehabilitas dan Pengembangan Kawasan Pusat Pemerintahan
1
Pembebasan lahan
2
Penyediaan fasilitas pemerintahan dan Penunjang
B9
Rehabilitas dan Konservasi Kawasan Pertambangan
Sape, Bolo, Woha, Wera, Langgudu, Sanggar
Woha
Woha
1
Rehabilitasi Kawasan Pertambangan
Kabupaten Bima
2
Konservasi lahan pasca tambang
Kabupaten Bima
APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta
Dept. Perdagangan. Kementrian PU Dinas Perindustrian dan Perdagangan
APBDK
Setda Kab. Bima
APBN &/ APBDP &/ APBDK &/SWASTA
Bappenas, Depdagri, Kementerian PDT, Kementrian PU, Setda, Bappeda, Swasta, dan Instansi terkait.
APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta
Swasta, BLH, Kehutanan, dan Distamben Swasta, BLH, Kehutanan, dan Distamben
121
IV 20272031
TAHUN PELAKSANAAN USULAN PROGRAM UTAMA
LOKASI
SUMBER PENDANAAN
INSTANSI PELAKSANA
I 2011
B10
2013
2014
2015
2016
III 20222026
IV 20272031
Rehabilitas dan Pengembangan Kawasan Industri
1
Pengembangan Kawasan Industri
Sape, Lambu
APBDK & Swasta
2
Penyediaan sarana dan prasarana pendukung
Sape, Lambu
APBDK & Swasta
Lihat Peta Pola Ruang Lihat Peta Pola Ruang
APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta
B11
2012
II 20172021
Swasta, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Swasta, Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Rehabilitas dan Pengembangan Kawasan Pariwisata
1
Rehabilitasi Kawasan Pariwisata
2
Pengembangan Kawasan Pariwisata
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
II.3 Indikasi program perwujudan kawasan strategis TAHUN PELAKSANAAN USULAN PROGRAM UTAMA
LOKASI
SUMBER PENDANAAN
INSTANSI PELAKSANA
I 2011
C
Perwujudan Pengembangan Kawasan Strategis
C1
Pengelolaan Kawasan Strategis Kabupaten Bima dari Sudut Pandang Kepentingan Ekonomi
2012
2013
2014
2015
2016
II 20172021
III 20222026
122
IV 20272031
TAHUN PELAKSANAAN USULAN PROGRAM UTAMA
LOKASI
SUMBER PENDANAAN
INSTANSI PELAKSANA
I 2011
1
Pengembangan Kawasan strategis lewamori
APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta
Dinas PU,Pariwisata, Diskanlut
Sanggar, Tambora
APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta
Dinas Nakertrans, perkebunan, peternakan, pertanian tanaman pangan, dan Diskanlut
Wilayah Kab. Bima
APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Diskanlut
APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Diskanlut
Bolo, Woha,Belo, Palibelo
2
Pengembangan Kawasan Kota Terpadu Mandiri
3
Pengembangan Kawasan Sentra Produksi Komodi Unggulan Daerah (Termasuk didalamnya komoditi Sapi, Jagung & Rumput Laut)
4
Pengembangan Kawasan pariwisata
Kab. Bima
5
Pengembangan Kawasan perikanan tangkap
Sape, Langgudu, Sanggar, Tambora
C2
1
2012
2013
2014
2015
2016
II 20172021
III 20222026
Diskanlut
Pengelolaan Kawasan Strategis Kabupaten Bima dari Sudut Pandang Kepentingan social budaya Pengembangan Kawasan Cagar Budaya Wadu Pa'a & Rumah Tradisional
Soromandi & Lambitu
APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta
Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata
123
IV 20272031
TAHUN PELAKSANAAN USULAN PROGRAM UTAMA
LOKASI
SUMBER PENDANAAN
INSTANSI PELAKSANA
I 2011
2
C3
Rehabilitasi/revitalisasi kawasan
Soromandi & Lambitu
APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta
2012
2013
2014
2015
2016
II 20172021
III 20222026
Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata
Pengelolaan Kawasan Strategis Kabupaten Bima dari Sudut Pandang Kepentingan Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan
1
Rehabilitasi & Pengelolaan Kawasan Pantai Hutan (Mangrove)
Gilibanta
2
Rehabilitasi & Perlindungan Kawasan Suaka Alam Laut dan Perairan
Gilibanta
3
Perlindungan dan rehabilitasi ekosistem
Gilibanta
APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta APBN &/ APBDP &/ APBDK &/Swasta
Kemenhut, Dishut
Kemenhut, Dishut
Kemenhut, Dinas Kehutanan
BUPATI BIMA, Ttd
H. FERRY ZULKARNAIN
124
IV 20272031
LAMPIRAN III PERATURAN DAERAH KABUPATEN BIMA NOMOR
: 9 Tahun 2011
TANGGAL
: 19 NOVEMBER 2011
TENTANG
: RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BIMA TAHUN 2011 – 2031
125
126