PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANGGAI, Menimbang
:
a. bahwa untuk meningkatkan kemampuan keuangan pemerintah desa dalam penyelenggaraan pemerintahan dan meningkatkan pendapatan masyarakat melalui berbagai kegiatan usaha ekonomi masyarakat perdesaan dapat didirikan badan usaha ekonomi desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa; b. bahwa pembentukan dan pengelolaan Badan Usaha Milik Desa adalah dalam rangka menindak lanjuti ketentuan Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, maka perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pedoman Tata Cara Pembentukan Dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa.
Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Sulawesi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1959 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1822); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389) ; 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844) ; 1
4. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587); 6. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa; 7. Peraturan Daerah Kabupaten Banggai Nomor 9 Tahun 2008 tentang Kewenangan Kabupaten Banggai (Lembaran Daerah Kabupaten Banggai Tahun 2009 Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Banggai Nomor 47);
DENGAN PERSETUJUAN BERSAMA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANGGAI DAN BUPATI BANGGAI MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Banggai. 2. Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah Penyelenggara Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan Prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur Penyelenggaran Pemerintah Daerah. 2
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Banggai sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 5. Bupati adalah Bupati Banggai. 6. Kecamatan adalah wilayah kerja Camat sebagai perangkat daerah Kabupaten. 7. Camat adalah Perangkat Daerah Kabupaten Banggai di wilayah kerjanya. 8. Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 9. Pemerintahan Desa adalah Penyelenggara urusan pemerintahan oleh Pemerintahan Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 10. Pemerintah Desa adalah Kepala Desa dan Perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Desa. 11. Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain selanjutnya disebut BPD adalah lembaga yang merupakan perwujudan demokrasi dalam penyelenggaan Pemerintah Desa sebagai unsure penyelenggara Pemerintahan Desa. 12. Kepala Desa adalah pemimpin penyelenggara pemerintah di Desa yang bersangkutan yang berada di wilayah Kabupaten Banggai. 13. Perangkat Desa adalah unsur staf membantu kepala Desa dan Perangkat Desa lainnya. 14. Peraturan Desa adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibuat oleh BPD bersama Kepala Desa. 15. Badan Usaha Milik Desa yang selanjutnya disingkat BUMDes adalah usaha desa yang dibentuk/didirikan oleh pemerintah desa yang kepemilikan modal dan pengelolaannya dilakukan pemerintah desa dan masyarakat. 16. Musyawarah Desa adalah musyawarah yang dilaksanakan oleh Pemerintah Desa dan terdiri dari oleh kumpulan lapisan seluruh masyarakat Desa untuk menentukan kebijakan Desa mengenai Pemerintahan dan Pembangunan Desa. 17. Usaha Desa adalah jenis usaha yang berupa pelayanan ekonomi desa seperti usaha jasa, penyaluran sembilan bahan pokok, perdagangan hasil pertanian serta industri dan kerajinan rakyat.
BAB II PEMBENTUKAN Pasal 2 Pemerintah Desa membentuk BUMDesa dengan Peraturan Desa berpedoman pada Peraturan Daerah.
3
Pasal 3 (1)
(2)
Syarat pembentukan BUMDes: a. atas inisiatif pemerintah desa dan/atau masyarakat berdasarkan musyawarah warga desa; b. adanya potensi usaha ekonomi masyarakat; c. sesuai dengan kebutuhan masyarakat, terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok; d. tersedianya sumber daya desa yang belum dimanfaatkan secara optimal, terutama kekayaan desa; e. tersedianya sumber daya manusia yang mampu mengelola badan usaha sebagai aset penggerak perekonomian masyarakat desa; f. adanya unit-unit usaha masyarakat yang merupakan kegiatan ekonomi warga masyarakat yang dikelola secara parsial dan kurang terakomodasi; dan g. untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan pendapatan asli desa. Mekanisme pembentukan BUMDes sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahap: a. rembug desa/musyawarah untuk menghasilkan kesepakatan; b. kesepakatan dituangkan dalam AD/ART yang sekurang-kurangnya berisi: organisasi dan tata kerja, penetapan personil, sistem pertanggung jawaban dan pelaporan, bagi hasil dan kepailitan; c. pengusulan materi kesepakatan sebagai draft peraturan desa; dan d. penertiban peraturan desa.
BAB III PENGELOLAAN Bagian Kesatu Organisasi Pengelola Pasal 4 Organisasi pengelola BUMDes terpisah dari organisasi pemerintahan desa. Pasal 5 (1)
(2) (3)
Organisasi pengelola BUMDes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, paling sedikit terdiri atas : a. penasihat atau komisaris; dan b. pelaksana operasional atau direksi. Penasehat atau komisaris sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dijabat oleh Kepala Desa. Pelaksana operasional atau direksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas: a. direktur atau manajer; dan b. kepala unit usaha. 4
Pasal 6 (1)
(2)
(3)
Pengelolaan BUMDes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, berdasarkan pada: a. Anggaran dasar; dan b. Anggaran rumah tangga. Anggaran dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memuat paling sedikit rincian nama, tempat kedudukan, maksud dan tujuan, kepemilikan modal, kegiatan usaha, dan kepengurusan. Anggaran rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memuat paling sedikit hak dan kewajiban pengurus, masa bakti kepengurusan, tata cara pengangkatan dan pemberhentian pengurus, penetapan operasional jenis usaha, dan sumber permodalan.
Bagian Kedua Tugas dan Kewenangan Pasal 7 (1)
(2)
Penasihat atau komisaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, mempunyai tugas melakukan pengawasan dan memberikan nasehat kepada pelaksana operasional atau direksi dalam menjalankan kegiatan pengelolaan usaha desa. Penasihat atau komisaris dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kewenangan meminta penjelasan pelaksana operasional atau direksi mengenai pengelolaan usaha desa. Pasal 8
Pelaksana operasional atau direksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b, bertanggung jawab kepada pemerintahan desa atas pengelolaan usaha desa mewakili BUMDes di dalam dan di luar pengadilan. Pasal 9 (1)
Pengelolaan BUMDes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, dilakukan dengan persyaratan: a. Pengurus yang berpengalaman dan/atau profesional; b. Mendapat pembinaan manajemen; c. Mendapat pengawasan secara internal maupun eksternal; d. Menganut prinsip transparansi, akuntabel, dapat dipercaya, dan rasional; dan e. Melayanai kebutuhan masyarakat dengan baik dan adil.
5
Pasal 10 (1) (2)
(3)
BUMDes sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, terdiri atas jenis-jenis usaha. Jenis-jenis usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. jasa; b. penyaluran Sembilan bahan pokok; c. perdagangan hasil pertanian; dan/atau d. industri kecil dan rumah tangga. Jenis-jenis usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa. Pasal 11
(1)
(2)
(3)
(4)
Usaha jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a, antara lain: a. jasa keuangan mikro; b. jasa transportasi; c. jasa komunikasi; d. jasa konstruksi; dan e. jasa energi. Usaha penyaluran Sembilan bahan pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf b, antara lain: a. beras; b. gula; c. garam; d. minyak goreng; e. kacang kedele; dan f. bahan pangan lainnya yang dikelola melalui warung desa atau lumbung desa. Usaha perdagangan hasil pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf c, antara lain: a. jagung; b. buah-buahan; dan c. sayuran. Usaha industri kecil dan rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf d, anatar lain: a. makanan; b. minuman, kerajinan rakyat; c. bahan bakar alternatif; dan d. bahan bangunan. Pasal 12
Modal BUMDesa berasal dari: a. pemerintahan desa; b. tabungan masyarakat; c. bantuan pemerintah, pemerintah propinsi, dan pemerintah kabupaten; d. pinjaman; dan/atau e. kerjasama usaha dengan pihak lain. 6
Pasal 13 (1) (2) (3)
(4)
(5)
Modal BUMDes yang berasal dari pemerintah desa sebagaiman dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, merupakan kekayaan desa yang dipisahkan. Modal BUMDes yang berasal dari tabungan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf b, merupakan simpanan masyarakat. Modal BUMDes yang berasal dari bantuan pemerintah, pemerintah propinsi, dan pemerintah kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c, dapat berupa dana tugas pembantuan. Modal BUMDes yang berasal dari pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf d, dari pinjaman lembaga keuangan atau pemerintah daerah. Modal BUMDes yang berasal dari kerjasama usaha dengan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf e, dapat diperoleh dari pihak swasta dan/atau masyarakat. Pasal 14
Modal BUMDes selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dapat berasal dari dana bergulir program pemerintah dan pemerintah daerah yang diserahkan kepada desa dan/atau masyarakat melalui pemerintah desa.
Bagian Keempat Bagi Hasil dan Rugi Pasal 15 Bagi hasil usaha desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, dilakukan berdasarkan keuntungan bersih usaha.
Bagian Kelima Kerjasama Pasal 16 (1) (2)
(3)
BUMDes dapat melakukan kerjasama usaha antar 2 (dua) desa atau lebih dan dengan pihak ketiga. Kerjasama usaha antar 2 (dua) desa atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam satu kecamatan atau antar kecamatan dalam satu kabupaten. Kerjasama antar 2 (dua) desa atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dapat mendapat persetujuan masing-masing pemerintah desa.
7
Pasal 17 (1) (2)
Kerjasama usaha desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dibuat dalam naskah perjanjian kerjasama. Naskah perjanjian kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. subjek kerjasama; b. objek kerjasama c. jangka waktu; d. hak dan kewajiban; e. pendanaan; f. keadaan memaksa g. penyelesaian permasalahan; dan h. pengalihan. Pasal 18
(1)
(2)
Naskah perjanjian kerjasama usaha desa antar 2 (dua) desa atau lebih dalam satu kecamatan sebagimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), disampaikan kepada camat paling lambat 14 (empat belas) hari sejak ditandatangani. Naskah perjanjian kerjasama usaha desa antar 2 (dua) desa atau lebih antar kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3), disampaikan kepada bupati melalui camat paling lambat 14 (empat belas) hari sejak ditandatangani.
Bagian Keenam Laporan Pertanggungjawaban Pasal 19 (1) (2)
Pelaksana operasional atau direksi melaporkan pertanggungjawaban pelaksanaan BUMDes kepada Kepala Desa. Kepala Desa melaporkan pertanggungjawaban BUMDes kepada BPD dalam forum musyawarah desa.
BAB IV PEMBINAAN Pasal 20 (1)
(2)
Bupati melakukan pembinaan, monitoring, evaluasi, upaya pengembangan manajemen dan sumber daya manusia serta prakarsa dalam permodalan yang ada di perdesaan. Kepala Desa mengkoordinasikan pelaksanaan pengelolaan BUMDes diwilayah kerjanya. 8
BAB V PENGAWASAN Pasal 21 (1) (2)
BPD dan/atau pengawas internal yang dibentuk melalui musyawarah desa melakukan pengawasan atas pengelolaan BUMDes. Inspektorat Kabupaten melakukan pengawasan atas pengelolaan BUMDes. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 22
BUMDes atau sebutan lain yang telah ada tetap dapat menjalankan kegiatannya dan menyesuaikan dengan Peraturan Daerah Kabupaten tentang Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan BUMDes paling lambat 1 (satu) tahun sejak ditetapkan. BAB VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 23 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengungangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Banggai. Ditetapkan di Luwuk, pada tanggal 1 Pebruari 2011 BUPATI BANGGAI,
MA’MUN AMIR Diundangkan di Luwuk, pada tanggal SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BANGGAI,
MUSIR A. MADJA
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI TAHUN 2011 NOMOR 2 9
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN USAHA MILIK DESA
I. UMUM Dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah menjadi Undang-Undang, maka perlu dilakukan pengaturan tentang Badan Usaha Milik Desa. Pembentukan Badan Usaha Milik Desa tersebut pengaturan lebih rinci diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa. Peraturan Daerah tentang Badan Usaha Milik Desa dibentuk adalah untuk meningkatkan kemampuan keuangan pemerintah dan meningkatkan pendapatan masyarakat dengan melalui berbagai kegiatan usaha ekonomi masyarakat perdesaan sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa, selanjutnya dapat menjadi pedoman bagi desa untuk membentuk Badan Usaha Milik desa sesuai dengan ketentuan Perundang-Undangan berlaku. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas
10
Pasal 5 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 11 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas 11
Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 19 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 20 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 21 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGGAI NOMOR 76 12