5
BUPATI PENAJAM PASER UTARA 9
PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR 25 TAHUN 2013 TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI PENAJAM PASER UTARA,
Menimbang
: a.
bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 239 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dua kali dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011, Kepala Daerah menetapkan Peraturan Kepala Daerah tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintahan;
b. bahwa berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor: 900/079/BAKD perihal Penyusunan Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 900/758/BAKD perihal Modul Teknis Akuntansi dan Ilustrasi Penerapan Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah sebagai penyempurnaan dari Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor: SE.900/316/BAKD dan SE.743/BAKD;
c.
Mengingat
: 1.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 97 Peraturan Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah, dipandang perlu menetapkan kembali Peraturan Bupati tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara; Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851);
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Penajam Paser Utara di Propinsi Kalimantan Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4182);
-2-
3. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); 4. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
5. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah dua kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4090); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4502);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4503); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2005 tentang Pinjaman Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4574);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4575); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2005 tentang Sistem Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4576); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4577);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609);
-3-
17. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614);
18. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana telah diubah dua kali dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011; 19. Peraturan Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara Nomor 8 Tahun 2008 tentang Urusan Yang Menjadi Kewenangan Kabupaten Penajam Paser Utara (Lembaran Daerah Tahun 2008 Seri E Nomor 1, Tambahan Lembaran Daerah Nomor 6);
20. Peraturan Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Daerah Tahun 2009 Nomor 11); MEMUTUSKAN:
Menetapkan
: PERATURAN BUPATI TENTANG KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Penajam Paser Utara. 2. Bupati adalah Bupati Penajam Paser Utara.
3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara.
4. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah Daerah, dalam hal ini adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara yang dapat dinilai dengan uang termasuk di dalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban.
5. Pengelola Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah. 6. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
7. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah perangkat daerah pada Pemerintah Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara selaku pengguna anggaran/pengguna barang.
-4-
8. Pejabat Pengelolaan Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak selaku Bendahara Umum Daerah atau disingkat BUD dalam hal ini Kepala Bagian Keuangan Sekretariat Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara. 9. Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BUD adalah PPKD yang bertindak dalam kapasitas sebagai Bendahara Umum Daerah.
10. Arus Kas adalah arus masuk dan keluar kas dan setara kas pada Bendahara Umum Daerah.
11. Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan darimana manfaat ekonomi dan/atau social di masa depan diharapkan dapat diperoleh oleh Pemerintah Daerah serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya non keuangaan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. 12. Aset tak berwujud adalah aset non keuangan yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya termasuk hak atas kekayaan intelektual.
13. Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah daerah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum.
14. Aktivitas operasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang ditujukan untuk kegiatan operasional pemerintah daerah selama satu periode akuntansi. 15. Aktivitas investasi aset non keuangan adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang ditujukan untuk perolehan dan pelepasan aset tetap dan aset non keuangan lainnya.
16. Aktivitas pembiayaan adalah aktivitas penerimaan kas yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran kasa yang akan diterima kembali yang mengakibatkan perubahan dalam jumlah dan komposisi investasi jangka panjang, piutang jangka panjang dan utang pemerintah sehubungan dengan pendanaan defisit atau penggunaan surplus anggaran. 17. Aktivitas non anggaran adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang tidak mempengaruhi anggaran pendapatan, belanja dan pembiayaan pemerintah daerah.
18. Azas bruto adalah suatu prinsip yang tidak memperkenankan pencatatan secara neto penerimaan setelah dikurangi pengeluaran pada suatu unit organisasi atau tidak memperkenankan pencatatan pengeluaran setelah dilakukan kompensasi antara penerimaan dan pengeluaran. 19. Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) adalah badan yang dibentuk pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan umum, mengelola dana masyarakat yang diterima berkaitan dengan pelayanan yang diberikan dan tidak termasuk kekayaan daerah yang dipisahkan.
20. Basis Akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa memeperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. 21. Basis kas adalah basi akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar.
22. Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancer periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah daerah.
23. Biaya investasi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh entitas investor dalam perolehan suatu investasi misalnya komisi broker, jasa bank, biaya legal dan pungutan lainnya dari pasar modal.
24. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang memerlukan dana relative besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran.
-5-
25. Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah daerah yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban pemerintah daerah.
26. Entitas Akuntansi adalah Satuan Kerja pengguna anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan, yang termasuk ke dalam entitas akuntansi adalah SKPD dan PPKD. 27. Entitas Pelaporan adalah Pemerintah Daerah yang terdiri dari satu atau lebih antitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan pemerintah daerah. 28.
Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi seperti bunga, dividen dan royalti atau manfaat social sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
29. Investasi jangka pendek adalah investasi yang dapat segera dicairkan dan dimaksudkan untuk dimiliki selama 12 (dua belas) bulan atau kurang. 30. Investasi jangka panjang adalah investasi dimaksudkan untuk dimiliki lebih dari 12 (dua belas) bulan.
31. Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan. 32. Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang tidak termasuk dalam investasi permanen.
33. Kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan. 34. Kas Umum Daerah adalah tempat penyimpapan uang daerah yang ditentukan oleh Bendahara Umum Daerah untuk menampung seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah.
35. Kebijakan Akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-konvensi, aturan-aturan dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. 36. Kemitraan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang mempunyai komitmen untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama dengan menggunakan aset dan atau hak usaha yang dimiliki. 37. Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah daerah.
38. Kesalahan adalah penyajian pos-pos yang secara signifikan tidak sesuai dengan yang seharusnya yang mempengaruhi laporan keuangan periode berjalan atau periode sebelumnya. 39. Klaim adalah jumlah yang diminta kontraktor kepada pemberi kerja sebagai penggantian biaya-biaya yang tidak termasuk dalam nilai kontrak.
40. Konsolidasi adalah proses penggabungan antara akun-akun yang diselenggarakan oleh suatu entitas pelaporan dengan entitas pelaporan lainnya dengan mengeliminasi akun-akun timbal balik agar dapat disajikan sebagai satu entitas pelaporan konsolidasian. 41. Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah aset-aset yang sedang dalam proses pembangunan.
42. Kontrak Konstruksi adalah perikatan yang dilakukan secara khusus untuk konstruksi suatu aset atau suatu kombinasi yang berhubungan erat satu sama lain atau saling tergantung dalam hal rancangan, teknologi dan fungsi atau tujuan penggunaan utama.
43. Kontraktor adalah suatu entitas yang mengadakan kontrak untuk membangun aset atau memberikan jasa konstruksi untuk kepentingan entitas lain sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dalam kontrak konstruksi.
44. Koreksi adalah tindakan pembetulan akuntansi agar pos-pos yang tersaji dalam laporan keuangan entitas menjadi sesuai dengan seharusnya.
-6-
45. Laporan keuangan gabungan adalah suat laporan keuangan yang merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas akuntansi sehingga tersaji sebagai satu entitas pelaporan tunggal. 46. Laporan keuangan interim adalah laporan keuangan yang diterbitkan di antara dua laporan keuangan tahunan.
47. Laporan keuangan konsolidasian adalah suatu laporan keuangan yang merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas pelaporan sehingga tersaji sebagai satu entitas tunggal. 48. Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang.
49. Masa Manfaat adalah periode suatu aset diharapkan digunakan untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan public atau jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan dari aset untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pemerintahan public.
50. Mata uang pelaporan adalah mata uang Rupiah yang digunakan dalam menyajikan laporan keuangan. 51. Mata uang asing adalah mata uang selain mata uang Rupiah.
52. Materialitas adalah suatu kondisi jika tidak tersajikannya atau salah saji suatu informasi akan mempengaruhi keputusan atau penilaian pengguna yang dibuat atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung pada hakikat atau besarnya pos atau kesalahan yang dipertimbangkan dari keadaan khusus dimana kekurangan atau salah saji terjadi.
53. Metode biaya adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi berdasarkan harga perolehan. 54. Metode ekuitas adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi awal berdasarkan harga perolehan. Nilai investasi tersebut kemudian disesuaikan dengan perubahan bagian investor atas kekayaan bersih/ekuitas dari badan usaha penerima investasi (investee) yang terjadi sesudah perolehan awal investasi.
55. Nilai historis adalah jumlah kas atau ekuivalen kas yang dibayarkan/dikeluarkan atau nilai wajar berdasarkan pertimbangan tertentu untuk mendapatkan suatu aset investasi pada saat perolehannya. 56. Nilai nominal adalah nilai yang tertera dalam surat berharga seperti nilai yang tertera dalam lembar saham dan obligasi.
57. Nilai pasar adalah jumlah neto yang diharapkan dapat diperoleh dari penjualan suatu investasi dalam pasar yang aktif antara pihak-pihak yang independen. 58. Nilai sisa adalah jumlah neto yang diharapkan dapat diperoleh pada akhir masa manfaat suatu aset setelah dikurangai taksiran biaya pelepasan.
59. Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar.
60. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran pemerintah daerah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. 61. Pemberi kerja adalah entitas yang mengadakan kontrak konstruksi dengan pihak ketiga untuk membangun atau memberikan jasa konstruksi.
62. Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah daerah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah daerah.
63. Pendapatan Transfer adalah penerimaan uang dari entitas pelaporan lain, misalnya penerimaan dana perimbangan dari pemerintah pusat dan dana bagi hasil dari pemerintah provinsi.
-7-
64. Penyusutan adalah penyesuaian nilai sehubungan dengan penurunan kapasitas dan manfaat dari suatu aset.
65. Peristiwa Luar Biasa adalah kejadian atau transaksi yang secara jelas berbeda dari aktivitas normal entitas dan karenanya tidak diharapkan terjadi dan berbeda di luar kendali atau pengaruh entitas sehingga memiliki dampak yang signifikan terhadap realisasi anggaran atau posisi aset/kewajiban.
66. Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah daerah dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. 67. Perusahaan Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. 68. Perusahaan asosiasi adalah suatu perusahaan yang investor mempunyai pengaruh signifikan dan bukan merupakan anak perusahaan maupun joint venture dari investornya.
69. Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh bupati atau kepala daerah untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.
70. Retensi adalah junlah termin (progress billing) yang belum dibayar hingga pemenuhan kondisi yang ditentukan dalam kontrak untuk pembayaran jumlah tersebut.
71. Selisih Kurs adalah selisih yang timbul karena penjabaran mata uang asing ke Rupiah pada kurs yang berbeda. 72.
Setara Kas adalah investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap dijabarkan menjadi kas serta bebas dari resiko perubahan nilai yang signifikan.
73. Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran APBD selama satu periode pelaporan.
74. Surplus/Defisit adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode pelaporan. 75. Tanggal pelaporan adalah tanggal hari terakhir dari suatu periode pelaporan.
76. Termin (progress billing) adalah jumlah yang ditagih untuk pekerjaan yang dilakukan dalam suatu kontrak baik yang telah dibayar ataupun yang belum dibayar oleh pemberi kerja. 77. Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil.
78. Uang Muka Kerja adalah jumlah yang diterima oleh kontraktor sebelum pekerjaan dilakukan dalam rangka kontrak konstruksi.
BAB II KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH Bagian Kesatu Maksud dan Tujuan Pasal 2 Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah ini disusun sebagai acuan bagi Pemerintah Daerah dalam rangka penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang relevan, andal, dapat dibandingkan dan dapat dipahami.
-8-
Bagian Kedua Prinsip Pasal 3 Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah terdiri atas prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensikonvensi, aturan-aturan dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh Pemerintah Daerah dalam rangka penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Pasal 4 Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah dibangun atas dasar Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah yang mengacu pada Kerangka Konseptual Standar Akuntansi Pemerintahan. Pasal 5 Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah mengatur penyajian laporan keuangan untuk tujuan umum dalam rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan baik terhadap anggaran, antar periode maupun antar entitas akuntasi. Pasal 6 Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah mengatur dasar-dasar penyajian Laporan Realisasi Anggaran untuk Pemerintah Daerah dalam rangka memenuhi tujuan akuntabilitas. Pasal 7 Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah mengatur dasar-dasar penyajian Neraca untuk Pemerintah Daerah dalam rangka memenuhi tujuan akuntabilitas. Pasal 8 Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah mengatur dasar-dasar penyajian Laporan Arus Kas yang memberikan informasi histroris mengenai perubahan kas dan setara kas Pemerintah Daerah, dengan mengklasifikasikan arus kas berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset non keuangan, pembiayaan dan non anggaran selama satu periode akuntansi. Pasal 9 Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah mengatur dasar-dasar penyajian dan pengungkapan yang diperlukan pada Catatan atas Laporan Keuangan yang memuat hal-hal yang mempengaruhi anggaran seperti kebijakan fiscal dan moneter, sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara angaran dan realisasinya serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang dianggap perlu untuk dijelaskan.
-9-
Pasal 10 Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah mengatur dasar pengakuan, pengukuran dan pengungkapan dalam akuntansi aset, kewajiban, ekuitas dana, pendapatan, belanja dan pembiayaan serta penyajiannya dalam laporan keuangan. Pasal 11 Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah mengatur perlakuan akuntansi atas koreksi kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi dan peristiwa luar biasa. Pasal 12 Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah mengatur penyusunan laporan keuangan konsolidasian untuk entitas akuntansi meliputi SKPD dan PPKD dalam rangka menyajikan laporan keuangan pemerintah daerah untuk tujuan umum demi meningkatkan kualitas dan kelengkapan laporan keuangan. Pasal 13 Contoh Pengungkapan Kebijakan Akuntansi dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Bagian Ketiga Ruang Lingkup Pasal 14 Ruang lingkup Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah meliputi: 1. Kerangka Konseptual; 2. Penyajian Laporan Keuangan; 3. Laporan Realisasi Anggaran; 4. Neraca; 5. Laporan Arus Kas; 6. Catatan atas Laporan Keuangan; 7. Akuntansi Piutang; 8. Akuntansi Persediaan; 9. Akuntansi Investasi; 10. Akuntansi Investasi Dana Bergulir; 11. Akuntansi Aset Tetap; 12. Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan; 13. Akuntansi Aset Tidak Berwujud; 14. Akuntansi Kewajiban; 15. Akuntansi Ekuitas Dana; 16. Akuntansi Pendapatan; 17. Akuntansi Belanja; 18. Akuntansi Pembiayaan; 19. Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi dan Peristiwa Luar Biasa; dan 20. Laporan Keuangan Konsolidasian.
- 10 -
BAB III KETENTUAN PENUTUP Pasal 15 Pada saat Peraturan Bupati ini mulai berlaku, maka:
1. Peraturan Bupati Penajam Paser Utara Nomor 19 Tahun 2010 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara (Berita Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2009 Nomor 19); 2. Peraturan Bupati Penajam Paser Utara Nomor 28 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Bupati Penajam Paser Utara Nomor 19 Tahun 2010 Tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara (Berita Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2011 Nomor 28); 3. Peraturan Bupati Penajam Paser Utara Nomor 30 Tahun 2011 tentang Pedoman Kapitalisasi Barang Milik/kekayaan Daerah dalam Sistem Akuntansi Pemerintah Kabpten Penajam Paser Utara (Berita Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2011 Nomor 30); dan 4. Peraturan Bupati Penajam Paser Utara Nomor 42 Tahun 2012 tentang Kebijakan Akuntansi Dana Bergulir Pemerintah Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara (Berita Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2012 Nomor 42); dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 16 Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2014.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Penajam Paser Utara. Ditetapkan di Penajam pada tanggal 18 Desember 2013
BUPATI PENAJAM PASER UTARA, Ttd
H. YUSRAN ASPAR Diundangkan di Penajam pada tanggal 18 Desember 2013
Plt. SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA, Ttd
H. ABDUL ZAMAN
BERITA DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA TAHUN 2013 NOMOR 25.
Lampiran
- 11 -
: PERATURAN BUPATI PENAJAM PASER UTARA NOMOR : 25 TAHUN 2013 TANGGAL : 18 DESEMBER 2013
KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA
- 12 -
DAFTAR ISI
LAMPIRAN A LAMPIRAN B
KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH
- KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 01 Penyajian Laporan Keuangan - KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 02 Neraca - KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 03 Laporan Realisasi Anggaran KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 04 Laporan Arus Kas - KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 05 Catatan Atas Laporan Keuangan - KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 06 Akuntansi Piutang - KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 07 Akuntansi Persediaan - KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 08 Akuntansi Investasi - KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 09 Akuntansi Dana Bergulir - KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 10 Akuntansi Aset Tetap - KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 11 Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan - KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 12 Akuntansi Aset Tak Berwujud - KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 13 Akuntansi Kewajiban - KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 14 Akuntansi Ekuitas Dana - KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 15 Akuntansi Pendapatan - KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 16 Akuntansi Belanja - KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 17 Akuntansi Pembiayaan - KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 18 Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, Dan Peristiwa Luar Biasa - KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 19 Laporan Keuangan Konsolidasian
Halaman : 13 - 34 35 - 47 46 - 68 69 - 85 86 - 96
97 - 111
112 - 123 124 - 128 129 - 138 139 - 147 148 - 169 170 - 177 178 - 188 189 - 207 208 - 211 212 - 218 219 - 230 231 - 235 236 - 243 244 - 249
- 13 -
LAMPIRAN A
KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH
Lampiran A. Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah
- 14 -
KERANGKA KONSEPTUAL KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH PENDAHULUAN Tujuan 1.
Kerangka konseptual kebijakan akuntansi pemerintah daerah ini mengacu pada
Kerangka konseptual standar akuntansi pemerintahan untuk merumuskan konsep yang
mendasari penyusunan dan penyajian laporan keuangan Pemerintah Daerah. Diawali dengan penetapan tujuan pelaporan keuangan. Diikuti dengan penjelasan karakteristik kualitatif
informasi akuntansi yang membuat informasi itu bermanfaat. Selanjutnya unsur-unsur laporan keuangan didefinisikan. Berikutnya dijelaskan pedoman operasi yang lebih rinci yaitu
asumsi-asumsi dan prinsip-prinsip. Kerangka konseptual juga mengakui adanya kendala dalam lingkungan pelaporan keuangan. 2.
Tujuan kerangka konseptual kebijakan akuntansi pemerintah daerah adalah
sebagai acuan bagi : (a)
penyusun laporan keuangan
(b)
pemeriksa dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun
(c)
dalam menanggulangi masalah akuntansi yang belum
diatur dalam kebijakan akuntansi;
sesuai dengan kebijakan akuntansi; dan
para pengguna laporan keuangan dalam menafsirkan informasi yang disajikan pada laporan keuangan yang disusun sesuai dengan kebijakan akuntansi. 3.
Kerangka Konseptual ini berfungsi sebagai acuan dalam hal terdapat masalah
akuntansi yang belum dinyatakan dalam kebijakan akuntansi pemerintah daerah. 4.
Dalam hal terjadi pertentangan antara Kerangka Konseptual dan kebijakan
akuntansi, maka ketentuan kebijakan akuntansi diunggulkan relatif terhadap Kerangka
Konseptual ini. Dalam jangka panjang, konflik demikian diharapkan dapat diselesaikan sejalan dengan pengembangan kebijakan akuntansi di masa depan. 5.
Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip akuntansi yang telah dipilih
berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan untuk diterapkan dalam penyusunan dan penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. 6.
Tujuan kebijakan akuntansi adalah mengatur penyusunan dan penyajian laporan
keuangan pemerintah daerah untuk tujuan umum dalam rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan terhadap anggaran dan antar periode.
Lampiran A. Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah
- 15 -
7.
Kebijakan ini berlaku untuk setiap entitas akuntansi/pelaporan pemerintah
daerah, yang memperoleh anggaran berdasarkan APBD, tidak termasuk perusahaan daerah.
Ruang Lingkup 8.
Kerangka Konseptual ini membahas:
(a)
Tujuan Kerangka Konseptual;
(c)
Peranan dan Tujuan Pelaporan Keuangan;
(b) (d) (e) (f)
(g)
(h) (i) (j)
(k) (l)
(m)
Lingkungan Akuntansi Pemerintah Daerah; Pengguna dan Kebutuhan Informasi;
Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan; Komponen Laporan Keuangan;
Defenisi unsur Laporan Keuangan;
Pengakuan Unsur Laporan Keuangan;
Pengukuran Unsur Laporan Keuangan; Asumsi Dasar;
Prinsip-Prinsip;
Kendala Informasi Akuntansi; dan Dasar Hukum. 9.
Kerangka Konseptual ini berlaku bagi pelaporan keuangan pemerintah daerah.
LINGKUNGAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH 10.
Lingkungan operasional organisasi pemerintah daerah berpengaruh terhadap
karakteristik tujuan akuntansi dan pelaporan keuangannya. 11.
Ciri-ciri penting lingkungan pemerintah daerah yang perlu dipertimbangkan
dalam menetapkan tujuan akuntansi dan pelaporan keuangan adalah sebagai berikut: (a)
Ciri utama struktur pemerintah daerah dan pelayanan yang diberikan: (1)
bentuk umum pemerintah daerah dan pemisahan kekuasaan;
(3)
adanya pengaruh proses politik;
(2)
(b)
(4)
sistem pemerintahan otonomi;
hubungan antara pembayaran pajak dengan pelayanan pemerintah daerah.
Ciri keuangan pemerintah daerah yang penting bagi pengendalian : (1)
anggaran sebagai pernyataan kebijakan publik, target fiskal, dan sebagai alat
(2)
investasi dalam aset yang tidak langsung menghasilkan pendapatan.
pengendalian;
Lampiran A. Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah
- 16 -
Bentuk Umum Pemerintah Daerah dan Pemisahan Kekuasaan 12. Dalam bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berazas demokrasi,
kekuasaan ada di tangan rakyat. Rakyat mendelegasikan kekuasaan kepada pejabat publik melalui proses pemilihan. Sejalan dengan pendelegasian kekuasaan ini adalah pemisahan
wewenang di antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Sistem ini dimaksudkan untuk mengawasi dan menjaga keseimbangan terhadap kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan di antara penyelenggaraan pemerintah daerah.
13. Sebagaimana berlaku dalam lingkungan keuangan pemerintah daerah, pihak
eksekutif menyusun anggaran dan menyampaikannya kepada pihak legislatif untuk mendapatkan persetujuan. Pihak eksekutif bertanggung jawab atas penyelenggaraan keuangan tersebut kepada pihak legislatif dan rakyat.
Sistem Pemerintahan Otonomi 14. Secara substansial, terdapat tiga lingkup pemerintahan dalam sistem
pemerintahan Republik Indonesia, yaitu pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota. Pemerintah yang lebih luas cakupannya memberi arahan pada pemerintahan yang cakupannya lebih sempit. Adanya pemerintah yang menghasilkan
pendapatan pajak atau bukan pajak yang lebih besar mengakibatkan diselenggarakannya sistem bagi hasil, alokasi dana umum, hibah, atau subsidi antar entitas pemerintahan.
Pengaruh Proses Politik
15. Salah satu tujuan utama pemerintah daerah adalah meningkatkan kesejahteraan
rakyat. Sehubungan dengan itu, pemerintah daerah berupaya untuk mewujudkan keseimbangan fiskal dengan mempertahankan kemampuan keuangan daerah yang bersumber dari
pendapatan pajak dan sumber-sumber lainnya guna memenuhi keinginan masyarakat. Salah satu ciri yang penting dalam mewujudkan keseimbangan tersebut adalah berlangsungnya proses politik untuk menyelaraskan berbagai kepentingan yang ada di masyarakat.
Hubungan antara Pembayaran Pajak dan Pelayanan Pemerintah Daerah 16. Walaupun dalam keadaan tertentu pemerintah daerah memungut secara langsung
atas pelayanan yang diberikan, pada dasarnya sebagian besar pendapatan pemerintah daerah
bersumber dari pungutan pajak dalam rangka memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Jumlah pajak yang dipungut tidak berhubungan langsung dengan pelayanan yang diberikan pemerintah daerah kepada wajib pajak. Pajak yang dipungut dan pelayanan yang diberikan Lampiran A. Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah
- 17 -
oleh pemerintah daerah mengandung sifat - sifat tertentu yang wajib dipertimbangkan dalam mengembangkan laporan keuangan, antara lain sebagai berikut: (a)
(b)
Pembayaran pajak bukan merupakan sumber pendapatan yang sifatnya suka rela.
Jumlah pajak yang dibayar ditentukan oleh basis pengenaan pajak sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-undangan, seperti penghasilan yang diperoleh,
kekayaan yang dimiliki, aktivitas bernilai tambah ekonomis, atau nilai kenikmatan yang (c)
diperoleh.
Efisiensi pelayanan yang diberikan pemerintah daerah dibandingkan dengan pungutan
yang digunakan untuk pelayanan dimaksud sering sukar diukur sehubungan dengan
monopoli pelayanan oleh pemerintah daerah. Dengan dibukanya kesempatan kepada pihak
lain untuk menyelenggarakan pelayanan yang biasanya dilakukan pemerintah daerah, seperti layanan pendidikan dan kesehatan, pengukuran efisiensi pelayanan oleh (d)
pemerintah daerah menjadi lebih mudah.
Pengukuran kualitas dan kuantitas berbagai pelayanan yang diberikan pemerintah daerah adalah relatif sulit.
Anggaran sebagai Pernyataan Kebijakan Publik, Target Fiskal dan Alat Pengendalian 17. Anggaran pemerintah daerah merupakan dokumen formal hasil kesepakatan
antara eksekutif dan legislatif tentang belanja yang ditetapkan untuk melaksanakan kegiatan pemerintah daerah dan pendapatan yang diharapkan untuk menutup keperluan belanja tersebut atau pembiayaan yang diperlukan bila diperkirakan akan terjadi defisit atau surplus. Dengan
demikian, fungsi anggaran di lingkungan pemerintah daerah mempunyai pengaruh penting dalam akuntansi dan pelaporan keuangan, antara lain karena : (a)
(b) (c)
(d) (e)
Anggaran merupakan pernyataan kebijakan publik.
Anggaran merupakan target fiskal yang menggambarkan keseimbangan antara belanja, pendapatan, dan pembiayaan yang diinginkan.
Anggaran menjadi landasan pengendalian yang memiliki konsekuensi hukum. Anggaran memberi landasan penilaian kinerja pemerintah daerah.
Hasil pelaksanaan anggaran dituangkan dalam laporan keuangan pemerintah daerah sebagai pernyataan pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada publik.
Investasi dalam Aset yang Tidak Menghasilkan Pendapatan Lampiran A. Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah
- 18 -
18. Pemerintah daerah menginvestasikan dana yang besar dalam bentuk aset yang
tidak secara langsung menghasilkan pendapatan bagi pemerintah daerah, seperti gedung perkantoran, jembatan, jalan, taman dan kawasan reservasi. Sebagian besar aset dimaksud
mempunyai masa manfaat yang lama sehingga program pemeliharaan dan rehabilitasi yang memadai diperlukan untuk mempertahankan manfaat yang hendak dicapai. Dengan demikian, fungsi aset dimaksud bagi pemerintah daerah berbeda dengan fungsinya bagi organisasi
komersial. Sebagian besar aset tersebut tidak menghasilkan pendapatan secara langsung bagi
pemerintah daerah, bahkan menimbulkan komitmen pemerintah daerah untuk memeliharanya di masa mendatang.
PERANAN DAN TUJUAN PELAPORAN KEUANGAN Peranan Laporan Keuangan 19. Laporan keuangan Pemerintah Daerah disusun untuk menyediakan informasi yang
relevan mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan Pemerintah Daerah terutama digunakan untuk membandingkan realisasi pendapatan dan belanja dengan anggaran yang
telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan, menilai efektivitas dan efisiensi Pemerintah Daerah, dan membantu menentukan ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan.
20. Pemerintah Daerah mempunyai kewajiban untuk melaporkan upaya-upaya yang
telah dilakukan serta hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan secara sistematis dan terstruktur pada suatu periode pelaporan untuk kepentingan: (a)
Akuntabilitas
Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada Pemerintah Daerah dalam mencapai tujuan yang telah
(b)
ditetapkan secara periodik. Manajemen
Membantu para pengguna laporan keuangan untuk mengevaluasi pelaksanaan kegiatan Pemerintah Daerah dalam periode pelaporan sehingga memudahkan fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset dan ekuitas dana Pemerintah Daerah
(c)
untuk kepentingan masyarakat. Transparansi
Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada masyarakat berdasarkan
Lampiran A. Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah
- 19 -
pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk mengetahui secara terbuka dan
menyeluruh atas pertanggungjawaban Pemerintah Daerah dalam pengelolaan sumber daya (d)
yang dipercayakan kepadanya dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan. Keseimbangan Antargenerasi (Intergenerational equity)
Membantu para pengguna laporan untuk mengetahui apakah penerimaan Pemerintah Daerah pada periode laporan cukup untuk membiayai seluruh pengeluaran yang dialokasikan dan apakah generasi yang akan datang diasumsikan akan ikut menanggung beban pengeluaran tersebut.
Tujuan Pelaporan Keuangan 21.
Pelaporan keuangan Pemerintah Daerah menyajikan informasi yang bermanfaat
bagi para pengguna laporan dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan baik keputusan ekonomi, sosial maupun politik dengan: (a)
menyediakan informasi mengenai apakah penerimaan periode berjalan cukup untuk
(b)
menyediakan informasi mengenai apakah cara memperoleh sumber daya ekonomi dan
(c) (d) (e) (f)
membiayai seluruh pengeluaran. alokasinya
telah
sesuai
perundang-undangan.
dengan
anggaran
yang
ditetapkan
dan
peraturan
menyediakan informasi mengenai jumlah sumber daya ekonomi yang digunakan dalam kegiatan Pemerintah Daerah serta hasil-hasil yang telah dicapai.
menyediakan informasi mengenai bagaimana Pemerintah Daerah mendanai seluruh kegiatannya dan mencukupi kebutuhan kasnya.
Menyediakan informasi mengenai posisi keuangan dan kondisi Pemerintah berkaitan dengan sumber-sumber penerimaannya, baik jangka pendek panjang, termasuk yang berasal dari pungutan pajak dan pinjaman.
Daerah
maupun jangka
menyediakan informasi mengenai perubahan posisi keuangan Pemerintah Daerah,
apakah mengalami kenaikan atau penurunan, sebagai akibat kegiatan yang dilakukan selama periode pelaporan 22.
Untuk memenuhi tujuan-tujuan tersebut, laporan keuangan Pemerintah Daerah
menyediakan informasi mengenai pendapatan, belanja, pembiayaan, aset, kewajiban, ekuitas dana dan arus kas Pemerintah Daerah.
PENGGUNA DAN KEBUTUHAN INFORMASI Lampiran A. Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah
Pengguna Laporan Keuangan
- 20 -
23. Terdapat beberapa kelompok utama pengguna laporan keuangan pemerintah
daerah, namun tidak terbatas pada : (a)
masyarakat;
(c)
pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman; dan
(b) (d)
para wakil rakyat, lembaga pengawas, dan lembaga pemeriksa;
pemerintah yang lebih tinggi (Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat).
Kebutuhan Informasi 24.
Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan bertujuan umum untuk
memenuhi kebutuhan informasi dari semua kelompok pengguna. Dengan demikian laporan keuangan pemerintah daerah tidak dirancang untuk memenuhi kebutuhan
spesifik dari
masing-masing kelompok pengguna. Namun demikian, selain Dana Alokasi Umum,
berhubung pajak merupakan sumber utama pendapatan pemerintah daerah, maka ketentuan laporan keuangan yang memenuhi kebutuhan informasi para pembayar pajak perlu mendapat perhatian.
25.
Meskipun memiliki akses terhadap detail informasi yang tercantum di dalam
laporan keuangan, pemerintah daerah wajib memperhatikan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan untuk keperluan perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan.
KARAKTERISTIK KUALITATIF LAPORAN KEUANGAN
26. Karakteristik kualitatif laporan keuangan adalah ukuran-ukuran normatif yang
perlu diwujudkan dalam informasi akuntansi sehingga dapat memenuhi tujuannya. Keempat
karakteristik berikut ini merupakan prasyarat normatif yang diperlukan agar laporan keuangan Pemerintah Daerah dapat memenuhi kualitas yang dikehendaki: (a)
relevan
(c)
dapat dibandingkan
(b)
andal
(d) dapat dipahami Relevan 27.
Laporan keuangan Pemerintah Daerah dikatakan relevan apabila informasi yang
termuat di dalamnya dapat mempengaruhi keputusan pengguna laporan keuangan dengan Lampiran A. Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah
- 21 -
membantunya dalam mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini, atau masa depan dan menegaskan atau mengoreksi hasil evaluasi pengguna laporan di masa lalu. Dengan demikian,
informasi laporan keuangan yang relevan adalah yang dapat dihubungkan dengan maksud penggunaannya. 28.
(a) (b) (c) (d)
Informasi yang relevan harus:
Memiliki manfaat umpan balik (feedback value), artinya bahwa laporan keuangan Pemerintah Daerah harus memuat informasi yang memungkinkan untuk menegaskan atau mengoreksi ekspektasinya di masa lalu;
pengguna laporan
Memiliki manfaat prediktif (predictive value), artinya bahwa laporan keuangan harus memuat informasi yang dapat membantu pengguna laporan untuk memprediksi masa yang akan datang berdasarkan hasil masa lalu dan kejadian masa kini;
Tepat waktu, artinya bahwa laporan keuangan Pemerintah Daerah harus
disajikan
tepat waktu sehingga dapat berpengaruh dan berguna untuk pembuatan keputusan pengguna laporan keuangan; dan
Lengkap, artinya bahwa penyajian laporan keuangan Pemerintah Daerah harus memuat
informasi yang selengkap mungkin, yaitu mencakup semua informasi akuntansi yang dapat mempengaruhi pembuatan keputusan pengguna laporan. Informasi yang melatar belakangi setiap butir informasi utama yang termuat dalam laporan keuangan harus
diungkapkan dengan jelas agar kekeliruan dalam penggunaan informasi tersebut dapat dicegah.
Andal 29. Informasi dalam laporan keuangan Pemerintah Daerah harus bebas dari
pengertian yang menyesatkan dan kesalahan material, menyajikan setiap kenyataan secara
jujur, serta dapat diverifikasi. Informasi akuntansi yang relevan, tetapi jika hakikat atau
penyajiannya tidak dapat diandalkan maka penggunaan informasi tersebut secara potensial dapat menyesatkan. Informasi yang andal harus memenuhi karakteristik: (a)
(b)
Penyajiannya jujur, artinya bahwa laporan keuangan Pemerintah Daerah harus memuat
informasi yang menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya yang seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan;
Dapat diverifikasi (verifiability), artinya bahwa laporan keuangan Pemerintah Daerah harus memuat informasi yang dapat diuji, dan apabila dari
sekali
oleh
pengujian
dilakukan
lebih
pihak yang berbeda, hasilnya harus tetap menunjukkan simpulan
Lampiran A. Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah
- 22 -
(c)
yang tidak jauh berbeda;
Netralitas, artinya bahwa laporan keuangan Pemerintah Daerah harus memuat informasi yang
diarahkan
untuk memenuhi
kebutuhan umum dan bias pada kebutuhan
pihak tertentu. Tidak boleh ada usaha untuk menyajikan
informasi yang
menguntungkan pihak tertentu, sementara hal tersebut akan merugikan pihak lain.
Dapat Dibandingkan
30. Informasi yang termuat dalam laporan keuangan Pemerintah Daerah akan
lebih berguna jika dapat dibandingkan dengan laporan keuangan periode sebelumnya atau laporan keuangan pemerintah daerah lain pada umumnya. Perbandingan dapat dilakukan secara internal dan eksternal. Perbandingan secara internal dapat dilakukan bila pemerintah daerah
menerapkan kebijakan akuntansi yang sama dari tahun ke tahun. Perbandingan secara eksternal dapat dilakukan bila pemerintah daerah yang diperbandingkan menerapkan
kebijakan akuntansi yang sama. Apabila Pemerintah Daerah akan menerapkan kebijakan akuntansi yang lebih baik daripada kebijakan akuntansi yang sekarang diterapkan, perubahan kebijakan akuntansi harus diungkapkan pada periode terjadinya perubahan tersebut.
Dapat Dipahami 31. Informasi yang disajikan dalam laporan keuangan harus dapat dipahami oleh
pengguna laporan keuangan dan dinyatakan dalam bentuk serta istilah yang disesuaikan dengan batas pemahaman para pengguna laporan. Untuk itu, pengguna laporan diasumsikan
memiliki pengetahuan yang memadai atas kegiatan dan lingkungan operasi Pemerintah Daerah, serta adanya kemauan pengguna laporan untuk mempelajari informasi yang dimaksud.
KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN
(a)
32. Laporan keuangan Pemerintah Daerah terdiri dari:
Laporan Keuangan yang dihasilkan oleh SKPD sebagai entitas akuntansi yang menghasilkan: ï‚· ï‚· ï‚·
(b)
Laporan Realisasi Anggaran SKPD; Neraca SKPD; dan
Catatan Atas Laporan Keuangan SKPD.
Laporan Keuangan yang dihasilkan oleh PPKD sebagai entitas akuntansi yang menghasilkan: ï‚· ï‚·
Laporan Realisasi Anggaran PPKD; Neraca PPKD;
Lampiran A. Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah
ï‚·
Laporan Arus Kas; dan
ï‚· (c)
- 23 -
Catatan Atas Laporan Keuangan PPKD;
Laporan keuangan gabungan yang mencerminkan laporan keuangan Pemda secara utuh yang menghasilkan: ï‚·
Laporan Realisasi Anggaran Pemda;
ï‚·
Neraca Pemda;
ï‚·
Laporan Arus Kas Pemda; dan
ï‚·
Catatan atas Laporan Keuangan Pemda.
UNSUR LAPORAN KEUANGAN
Laporan Realisasi Anggaran 33.
Laporan Realisasi Anggaran SKPD/PPKD/Pemda merupakan laporan yang
menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan pemakaian sumber daya ekonomi yang
dikelola
oleh SKPD/Pemerintah Daerah, yang menggambarkan perbandingan antara realisasi dan anggarannya dalam satu periode pelaporan. Tujuan pelaporan realisasi anggaran adalah
memberikan informasi tentang realisasi dan anggaran SKPD/PPKD/Pemerintah Daerah secara tersanding. Penyandingan antara anggaran dengan realisasinya menunjukkan tingkat ketercapaian target-target yang telah disepakati antara legislatif dengan eksekutif sesuai peraturan perundang-undangan. 34.
Unsur yang dicakup secara langsung oleh Laporan Realisasi Anggaran terdiri dari
pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan. Masing-masing unsur didefinisikan sebagai berikut: (a)
Pendapatan (basis kas) adalah penerimaan oleh Bendahara Umum Daerah atau oleh
entitas pemerintah daerah lainnya yang menambah ekuitas dana lancar dalam
periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah daerah, dan (b) (c) (d) (e) (f)
tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah daerah.
Pendapatan (basis akrual) adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
Belanja (basis kas) adalah semua pengeluaran oleh Bendahara Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran
akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah daerah.
bersangkutan yang tidak
Belanja (basis akrual) adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Transfer
adalah penerimaan/pengeluaran uang
dari
suatu
entitas
pelaporan
dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil.
Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam
Lampiran A. Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah
penganggaran pemerintah
- 24 -
daerah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus (g)
anggaran.
Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman dan hasil divestasi. Pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok
pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah daerah.
Neraca
35.
Neraca SKPD/PPKD/Pemerintah Daerah merupakan laporan yang menggambarkan
posisi keuangan SKPD/PPKD/Pemerintah Daerah mengenai aset, kewajiban dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. 36.
Unsur yang dicakup oleh neraca terdiri dari aset, kewajiban dan ekuitas dana.
Masing-masing unsur didefinisikan sebagai berikut: (a)
Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah daerah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan darimana dan/atau sosial di
manfaat ekonomi
masa depan diharapkan dapat diperoleh oleh pemerintah daerah,
serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang (b) (c)
Aset
dipelihara karena alasan sejarah dan budaya.
Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah daerah.
Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah daerah yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban pemerintah daerah. 37.
Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud dalam aset adalah potensi aset
tersebut untuk memberikan sumbangan, baik langsung maupun tidak langsung, bagi
kegiatan operasional pemerintah daerah, berupa aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi pemerintah daerah.
38. Aset diklasifikasikan ke dalam aset lancar dan nonlancar. Suatu aset
diklasifikasikan sebagai aset lancar jika diharapkan segera untuk dapat direalisasikan atau dimiliki untuk dipakai atau dijual dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan. Aset yang tidak dapat dimasukkan dalam kriteria tersebut diklasifikasikan sebagai aset nonlancar.
39. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, investasi jangka pendek, piutang, dan
persediaan.
Lampiran A. Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah
- 25 -
40. Aset nonlancar mencakup aset yang bersifat jangka panjang, dan aset tak berwujud
yang digunakan baik langsung maupun tidak langsung untuk kegiatan pemerintah daerah atau
yang digunakan masyarakat umum. Aset nonlancar diklasifikasikan menjadi investasi jangka panjang, aset tetap, dana cadangan, dan aset lainnya.
41. Investasi jangka panjang merupakan investasi yang diadakan dengan maksud
untuk mendapatkan manfaat ekonomi dan manfaat sosial dalam jangka waktu lebih dari satu periode akuntansi. Investasi jangka panjang meliputi investasi nonpermanen dan permanen. Investasi nonpermanent antara lain investasi dalam Surat Utang Negara, penyertaan modal dalam proyek pembangunan, dan investasi nonpermanen lainnya. Investasi permanen lain
penyertaan
modal
pemerintah
daerah
dan investasi permanen lainnya.
antara
42. Aset tetap meliputi tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan, irigasi,
dan jaringan, aset tetap lainnya, dan konstruksi dalam pengerjaan.
43. Aset nonlancar lainnya diklasifikasikan sebagai aset lainnya. Termasuk dalam aset
lainnya adalah aset tak berwujud dan aset kerja sama (kemitraan).
Kewajiban
44. Karakteristik esensial kewajiban adalah bahwa pemerintah daerah mempunyai
kewajiban masa kini yang dalam penyelesaiannya mengakibatkan pengorbanan sumber daya ekonomi di masa yang akan datang.
45. Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan tugas atau tanggung
jawab untuk bertindak di masa lalu. Dalam konteks pemerintahan, kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber pembiayaan pinjaman dari entitas pemerintah daerah lain, atau lembaga
masyarakat, lembaga keuangan,
internasional. Kewajiban pemerintah daerah
juga terjadi karena perikatan dengan pegawai yang bekerja pada pemerintah daerah atau dengan pemberi jasa lainnya.
46. Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai konsekuensi dari
kontrakyang mengikatatau peraturan perundang-undangan.
47. Kewajiban dikelompokkan ke dalam kewajiban jangka pendek dan kewajiban
jangka panjang. Kewajiban jangka pendek merupakan kelompok kewajiban yang diselesaikan dalam waktu kurang dari dua belas bulan setelah tanggal pelaporan. Kewajiban jangka panjang
adalah kelompok kewajiban yang penyelesaiannya dilakukan setelah 12 (dua belas) bulan sejak tanggal pelaporan.
Ekuitas Dana
(a)
48. Ekuitas Dana dapat dikelompokkan sebagai berikut:
Ekuitas Dana Lancar adalah selisih antara aset lancar dengan kewajiban jangka pendek.
Lampiran A. Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah
- 26 -
(b)
Ekuitas Dana Investasi mencerminkan kekayaan pemerintah daerah yang tertanam dalam
(c)
Ekuitas Dana Cadangan mencerminkan kekayaan pemerintah daerah yang dicadangkan
aset nonlancar selain dana cadangan, dikurangi dengan kewajiban jangka panjang.
untuk tujuan yang telah ditentukan sebelumnya sesuai peraturan perundang-undangan.
Laporan Arus Kas 49.
Laporan Arus Kas merupakan laporan yang menyajikan informasi mengenai
sumber, penggunaan, dan perubahan kas selama satu periode akuntansi serta saldo kas pada
tanggal pelaporan. Tujuan pelaporan arus kas adalah memberikan informasi mengenai
sumber, penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu periode akuntansi dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. 50.
Unsur yang dicakup dalam Laporan Arus Kas terdiri dari penerimaan dan
pengeluaran kas, yang masing-masing didefinisikan sebagai berikut: (a)
(b)
Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara Umum Daerah.
Pengeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara Umum Daerah.
Catatan atas Laporan Keuangan
51. Catatan Atas Laporan Keuangan menyajikan penjelasan naratif atau rincian dari
angka yang tertera dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Catatan atas Laporan Keuangan juga mencakup informasi tentang kebijakan akuntansi yang
dipergunakan oleh entitas pelaporan dan informasi lain yang diharuskan da n dianjurkan untuk diungkapkan di dalam Standar Akuntansi Pemerintahan serta ungkapan-ungkapan yang diperlukan untuk menghasilkan penyajian laporan keuangan secara wajar. Catatan atas Laporan Keuangan mengungkapkan hal-hal sebagai berikut: (a)
(b) (c)
(d) (e)
Menyajikan informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi regional/ ekonomi makro, pencapaian target peraturan daerah APBD, berikut kendala dan hambatan dihadapi dalam pencapaian target;
yang
Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan;
Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan
kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya;
Mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang timbul
sehubungan
dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas;
Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka (on the face) laporan keuangan.
Lampiran A. Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah
- 27 -
PENGAKUAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN 52.
Pengakuan dalam akuntansi adalah proses penetapan terpenuhinya kriteria
pencatatan suatu kejadian atau peristiwa dalam catatan akuntansi sehingga akan menjadi bagian yang melengkapi unsur aset, kewajiban, ekuitas dana,
pendapatan,
belanja,
dan
pembiayaan sebagaimana akan termuat pada laporan keuangan Pemerintah Daerah. Pengakuan
diwujudkan dalam pencatatan jumlah uang terhadap pos-pos laporan keuangan yang terpengaruh oleh kejadian atau peristiwa terkait. 53.
diakui yaitu: (a)
(b)
Kriteria minimum yang perlu dipenuhi oleh suatu kejadian atau peristiwa untuk
terdapat kemungkinan bahwa manfaat ekonomi yang berkaitan dengan kejadian atau
peristiwa tersebut akan mengalir keluar dari atau masuk ke dalam entitas Pemerintah Daerah.
kejadian atau peristiwa tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur atau dapat diestimasi dengan andal.
54. Dalam menentukan apakah suatu kejadian/peristiwa memenuhi criteria
pengakuan, perlu mempertimbangkan aspek materialitas.
Kemungkinan Besar Manfaat Ekonomi Masa Depan Terjadi 55. Dalam kriteria pengakuan pendapatan, konsep kemungkinan besar manfaat
ekonomi masa depan terjadi digunakan dalam pengertian derajat kepastian tinggi bahwa manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan pos atau kejadian/peristiwa tersebut
akan mengalir dari atau ke entitas pelaporan. Konsep ini diperlukan dalam menghadapi
ketidakpastian lingkungan operasional pemerintah daerah. Pengkajian derajat kepastian yang melekat dalam arus manfaat ekonomi masa depan dilakukan atas dasar bukti yang dapat diperoleh pada saat penyusunan laporan keuangan.
Keandalan Pengukuran 56.
Kriteria pengakuan pada umumnya didasarkan pada nilai uang akibat peristiwa
atau kejadian yang dapat diandalkan pengukurannya. Namun ada kalanya pengakuan didasarkan pada hasil estimasi yang layak. Apabila pengukuran berdasarkan biaya dan estimasi yang layak tidak mungkin dilakukan, maka diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan. 57.
pengakuan transaksi demikian cukup
Penundaan pengakuan suatu pos atau peristiwa dapat terjadi apabila kriteria
pengakuan baru terpenuhi setelah terjadi atau tidak terjadi peristiwa atau keadaan lain di masa mendatang.
Lampiran A. Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah
Pengakuan Aset 58.
- 28 -
Aset diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh oleh
pemerintah daerah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal. 59.
Aset dalam bentuk kas yang diperoleh pemerintah daerah antara lain
bersumber dari pajak, bea masuk, cukai, penerimaan bukan pajak, retribusi, pungutan hasil pemanfaatan kekayaan negara, transfer, dan setoran lain-lain, serta penerimaan pembiayaan,
seperti hasil pinjaman. Proses pemungutan setiap unsur penerimaan tersebut sangat beragam
dan melibatkan banyak pihak atau instansi. Dengan demikian, titik pengakuan penerimaan kas oleh pemerintah daerah untuk mendapatkan pengakuan akuntansi memerlukan pengaturan yang lebih rinci, termasuk pengaturan mengenai batasan waktu sejak uang diterima sampai penyetorannya ke Rekening Kas Umum Daerah. Aset tidak diakui jika pengeluaran telah
terjadi dan manfaat ekonominya dipandang tidak mungkin diperoleh pemerintah daerah setelah periode akuntansi berjalan.
Pengakuan Kewajiban 60.
Kewajiban diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran sumber daya
ekonomi akan dilakukan atau telah dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban yang ada
sekarang, dan perubahan atas kewajiban tersebut mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal. 61.
timbul.
Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima atau pada saat kewajiban
Pengakuan Pendapatan 62.
Pendapatan menurut basis kas diakui pada saat diterima di Rekening Kas Umum
Daerah atau oleh entitas pelaporan. Pendapatan menurut basis akrual diakui pada saat timbulnya hak atas pendapatan tersebut.
Pengakuan Belanja
63. Belanja menurut basis kas diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari Rekening
Kas Umum Daerah atau entitas pelaporan. Khusus pengeluaran melalui
bendahara pengeluaran
pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh
unit yang mempunyai fungsi perbendaharaan. Belanja menurut basis akrual diakui pada saat timbulnya kewajiban atau pada saat diperoleh manfaat.
PENGUKURAN UNSUR LAPORAN KEUANGAN 64.
Pengukuran adalah proses penetapan nilai uang untuk mengakui dan
Lampiran A. Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah
- 29 -
memasukkan setiap pos dalam laporan keuangan Pemerintah Daerah. Pengukuran
pos-pos
dalam laporan keuangan Pemerintah Daerah menggunakan nilai perolehan historis. Aset dicatat sebesar pengeluaran kas dan setara kas atau sebesar nilai wajar dari imbalan yang diberikan untuk memperoleh aset tersebut. Kewajiban dicatat sebesar nilai rupiah.
65. Pengukuran pos-pos laporan keuangan menggunakan mata uang Rupiah. Transaksi
yang menggunakan mata uang asing harus dikonversikan terlebih dahulu (menggunakan kurs tengah Bank Indonesia) dan dinyatakan dalam mata uang Rupiah.
ASUMSI DASAR
66. Asumsi dasar dalam pelaporan keuangan Pemerintah Daerah adalah anggapan
yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan agar kebijakan akuntansi dapat diterapkan, yang terdiri atas: (a)
asumsi kemandirian entitas;
(c)
asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary measurement)
(b)
asumsi kesinambungan entitas; dan
Kemandirian Entitas 67.
Asumsi kemandirian entitas, yang berarti bahwa unit Pemerintah Daerah sebagai
entitas pelaporan dan entitas akuntansi dianggap sebagai unit yang mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan laporan keuangan sehingga tidak terjadi kekacauan antar unit pemerintahan dalam pelaporan keuangan. Salah satu indikasi terpenuhinya asumsi ini adalah
adanya kewenangan entitas untuk menyusun anggaran dan melaksanakannya dengan tanggung jawab penuh. Entitas bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan sumber daya di luar neraca untuk kepentingan yurisdiksi tugas pokoknya, termasuk atas kehilangan atau
kerusakan aset dan sumber daya dimaksud, utang piutang yang terjadi akibat pembuatan keputusan entitas, serta terlaksana tidaknya program dan kegiatan yang telah ditetapkan. 68.
Akuntansi. entitas
Entitas di pemerintah daerah terdiri atas Entitas Pelaporan dan Entitas
69. Entitas Pelaporan adalah Pemerintah Daerah yang terdiri dari satu atau lebih akuntansi
yang menurut
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
menyampaikan laporan pertanggung-jawaban berupa laporan keuangan Pemda.
wajib
70. Entitas Akuntansi adalah Satuan Kerja penguna anggaran/pengguna barang dan
oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk
digabungkan pada entitas pelaporan. Yang termasuk ke dalam entitas akuntansi adalah SKPD dan PPKD.
Lampiran A. Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah
- 30 -
Kesinambungan Entitas
71. Laporan keuangan Pemerintah Daerah disusun dengan asumsi bahwa
Pemerintah Daerah akan berlanjut keberadaannya dan tidak bermaksud untuk melakukan likuidasi.
Keterukuran dalam Satuan Uang (Monetary Measurement) 72. Laporan keuangan Pemerintah Daerah harus menyajikan setiap kegiatan yang
diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang. Hal ini diperlukan agar dilakukannya
analisis
dan
pengukuran
dalam akuntansi.
memungkinkan
PRINSIP AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN
73. Prinsip akuntansi dan pelaporan keuangan dimaksudkan sebagai ketentuan yang
harus dipahami dan ditaati oleh penyelenggara akuntansi dan pelaporan keuangan Pemerintah Daerah dalam melakukan kegiatannya, serta oleh pengguna laporan dalam memahami
laporan keuangan yang disajikan. Berikut ini adalah delapan prinsip yang digunakan dalam akuntansi dan pelaporan keuangan (a)
basis akuntansi;
(c)
prinsip realisasi;
(b) (d) (e) (f)
(g)
(h)
Pemerintah Daerah:
prinsip nilai perolehan; prinsip substansi mengungguli formalitas; prinsip periodisitas; prinsip konsistensi;
prinsip pengungkapan lengkap; dan prinsip penyajian wajar.
Basis Akuntansi 74.
Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan Pemerintah Daerah
adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja dan pembiayaan dalam Laporan
Realisasi Anggaran dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dana dalam Neraca.
75.
Basis kas untuk Laporan Realisasi Anggaran berarti bahwa pendapatan dan
penerimaan pembiayaan diakui pada saat kas diterima oleh kas daerah, serta belanja dan pengeluaran pembiayaan diakui pada saat kas dikeluarkan dari kas daerah. Pemerintah Daerah tidak menggunakan istilah laba, melainkan
menggunakan sisa perhitungan anggaran
(lebih/kurang) untuk setiap tahun anggaran. Sisa perhitungan anggaran tergantung pada selisih realisasi pendapatan dan pembiayaan penerimaan dengan belanja dan pembiayaan pengeluaran. Lampiran A. Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah
76.
- 31 -
Basis akrual untuk Neraca berarti bahwa aset, kewajiban dan ekuitas dana
diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi, atau pada saat kejadian atau kondisi lingkungan berpengaruh pada keuangan Pemerintah Daerah, bukan pada saat kas diterima atau dibayar oleh kas daerah. 77.
Entitas pelaporan yang menyajikan Laporan Kinerja Keuangan menyelenggarakan
akuntansi dan penyajian laporan keuangan dengan menggunakan sepenuhnya basis akrual, baik dalam pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan, maupun dalam pengakuan aset,
kewajiban, dan ekuitas dana. Namun demikian, penyajian Laporan Realisasi Anggaran tetap berdasarkan basis kas.
78. Jika diharuskan oleh ketentuan perundang-undangan, entitas pelaporan yang
menyelenggarakan akuntansi dan menyajikan laporan keuangan berbasis akrual, tetap menyusun
Laporan
Realisasi Anggaran yang berbasis kas.
Prinsip Nilai Perolehan (Historical Cost Principle) 79.
Aset dicatat sebesar jumlah kas yang dibayar atau sebesar nilai wajar dari
imbalan (consideration) untuk memperoleh Aset tersebut pada saat perolehan. Utang dicatat
sebesar jumlah kas yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban di masa yang akan datang dalam pelaksanaan kegiatan Pemerintah Daerah. 80.
Penggunaan nilai perolehan lebih dapat diandalkan daripada nilai yang lain,
karena nilai perolehan lebih obyektif dan dapat diverifikasi.
Prinsip Realisasi (Realization Principle) 81.
Ketersediaan pendapatan daerah yang telah diotorisasi melalui APBD selama
satu tahun anggaran akan digunakan untuk membiayai belanja daerah dalam periode tahun anggaran dimaksud. 82.
Prinsip layak temu biaya pendapatan (matching cost against revenue principle)
tidak ditekankan dalam akuntansi pemerintah daerah, sebagaimana dipraktikkan dalam akuntansi sektor swasta.
Prinsip Substansi Mengungguli Formalitas (Substance Over Form Principle) 83. Informasi akuntansi dimaksudkan untuk menyajikan dengan jujur transaksi serta
peristiwa lain yang seharusnya disajikan, maka transaksi atau peristiwa lain tersebut harus dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi dan realitas
ekonomi, bukan hanya
mengikuti aspek formalitasnya. Apabila substansi transaksi atau peristiwa lain tidak
konsisten/berbeda dengan aspek formalitasnya, maka hal tersebut harus diungkapkan dengan jelas dalam Catatan Atas Laporan Keuangan.
Lampiran A. Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah
- 32 -
Prinsip Periodisitas (Periodicity Principle) 84. Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan Pemerintah Daerah perlu dibagi
menjadi periode-periode pelaporan sehingga kinerja Pemerintah Daerah dapat diukur dan
posisi sumber daya yang dimilikinya dapat ditentukan. Periode utama pelaporan keuangan
yang digunakan adalah tahunan. Namun untuk laporan realisasi anggaran dibuat periode semester.
Prinsip Konsistensi (Consistency Principle) 85.
Perlakuan akuntansi yang sama harus diterapkan pada kejadian yang serupa
dari periode ke periode oleh Pemerintah Daerah (prinsip konsistensi internal). Hal ini tidak
berarti bahwa tidak oleh terjadi perubahan dari satu metode akuntansi ke metode akuntansi yang lain.
86.
Metode akuntansi yang dipakai dapat diubah dengan syarat bahwa metode
yang bam diterapkan harus menunjukkan hasil yang lebih baik dari metode yang lama.
Pengaruh dan pertimbangan atas perubahan penerapan metode ini harus diungkapkan dalam Catatan Atas Laporan Keuangan.
Prinsip Pengungkapan Lengkap (FullDisclosure Principle) 87.
Laporan keuangan Pemerintah Daerah harus menyajikan secara lengkap informasi
yang dibutuhkan oleh pengguna laporan. Informasi yang dibutuhkan oleh pengguna laporan
dapat ditempatkan pada lembar muka (on the face) laporan keuangan atau catatan atas laporan keuangan.
Prinsip Penyajian Wajar (Fair Presentation Principle) 88.
Laporan keuangan Pemerintah Daerah harus menyajikan dengan wajar Laporan
Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan Atas Laporan Keuangan. 89.
Faktor pertimbangan sehat bagi penyusun laporan keuangan Pemerintah Daerah
diperlukan ketika menghadapi ketidakpastian peristiwa dan keadaan tertentu. Ketidakpastian seperti itu diakui dengan mengungkapkan hakikat serta tingkatnya dengan menggunakan
pertimbangan sehat dalam penyusunan laporan keuangan Pemerintah Daerah. Pertimbangan sehat mengandung unsur kehati-hatian pada saat melakukan prakiraan dalam kondisi ketidakpastian sehingga aset atau pendapatan tidak dinyatakan terlalu tinggi serta kewajiban
dan belanja tidak dinyatakan terlalu rendah. Namun demikian, penggunaan pertimbangan
sehat tidak memperkenankan, misalnya pembentukan dana cadangan tersembunyi, sengaja menetapkan aset atau pendapatan yang terlampau rendah atau sengaja mencatat kewajiban dan belanja yang terlampau tinggi, sehingga laporan keuangan tidak netral dan tidak andal. Lampiran A. Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah
- 33 -
KENDALA INFORMASI AKUNTANSI YANG RELEVAN DAN ANDAL 90. Kendala informasi yang relevan dan andal adalah setiap keadaan yang tidak
memungkinkan tercapainya kondisi ideal dalam mewujudkan informasi akuntansi yang relevan
dan andal dalam laporan keuangan Pemerintah Daerah sebagai akibat keterbatasan (limitation) atau karena alasan-alasan tertentu. Tiga hal yang mengakibatkan kendala dalam mewujudkan informasi akuntansi yang relevan dan andal, yaitu: (a)
Materialitas;
(c)
Keseimbangan antar karakteristik kualitatif.
(b)
Pertimbangan biaya dan manfaat; dan
Materialitas
91. Laporan keuangan Pemerintah Daerah walaupun idealnya memuat segala informasi,
tetapi hanya diharuskan memuat informasi yang memenuhi kriteria materialitas. Informasi
dipandang material apabila kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat
informasi tersebut dapat mempengaruhi keputusan pengguna laporan yang dibuat atas dasar informasi dalam laporan keuangan Pemerintah Daerah.
Pertimbangan Biaya dan Manfaat
92. Manfaat yang dihasilkan dari informasi yang dimuat dalam laporan keuangan
Pemerintah Daerah seharusnya melebihi dari biaya yang diperlukan untuk penyusunan laporan tersebut. Oleh karena itu, laporan keuangan Pemerintah Daerah tidak semestinya
menyajikan informasi yang manfaatnya lebih kecil dibandingkan biaya penyusunannya. Namun demikian, evaluasi biaya dan manfaat merupakan proses pertimbangan yang substansial. Biaya dimaksud juga tidak harus dipikul oleh pengguna informasi yang menikmati manfaat.
Keseimbangan antar Karakteristik Kualitatif
93. Keseimbangan antar karakteristik kualitatif diperlukan untuk mencapai suatu
keseimbangan yang tepat di antara berbagai tujuan normatif yang diharapkan dipenuhi oleh laporan keuangan Pemerintah Daerah. Kepentingan relatif antar karakteristik kualitatif dalam berbagai kasus berbeda, terutama antara relevansi dan keandalan. Penentuan tingkat
kepentingan antara dua karakteristik kualitatif tersebut merupakan masalah pertimbangan profesional.
DASAR HUKUM PELAPORAN KEUANGAN 94. Pelaporan keuangan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang mengatur keuangan
daerah, antara lain:
Lampiran A. Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah
- 34 -
(a)
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, khususnya bagian yang mengatur keuangan Negara; (khususnya pasal 23 ayat 1: Anggaran pendapatan dan belanja
negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat) (b)
Undang-undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
(d)
Undang-undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung jawab
(c)
(e) (f)
(g)
(h) (i)
(j) (k) (l)
Undang-undang No. 1 Tahun 2003 tentang Perbendaharaan Negara; Keuangan Negara;
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah;
Undang-undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah;
Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah;
Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah;
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 59 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Dalam Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah;
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 Tahun 2011 tentang Perubahan kedua atas
Peraturan Menteri Dalam Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah; dan
Perda dan aturan-aturan hukum selain yang tersebut di atas, yang mengatur tentang keuangan negara, khususnya keuangan daerah.
TANGGAL EFEKTIF 95. Kebijakan Akuntansi ini berlaku efektif secara bertahap untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara mulai tahun Anggaran 2013.
Lampiran A. Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah
- 35 -
LAMPIRAN B
KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 1
PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN
- 36 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 01
PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah. PENDAHULUAN Tujuan 1.
Tujuan Kebijakan ini adalah mengatur penyajian laporan keuangan untuk tujuan
umum (general purpose financial statements) dalam rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan baik terhadap anggaran, antar periode, maupun antar entitas akuntansi. 2.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Kebijakan
pertimbangan
dalam
rangka
penyajian
laporan
ini
keuangan,
laporan keuangan dan persyaratan minimum isi laporan keuangan. 3.
menetapkan seluruh
pedoman struktur
Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan keuangan yang ditujukan
untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna
laporan. Pengakuan,
pengukuran dan pengungkapan transaksi-transaksi spesifik dan peristiwa-peristiwa yang lain, diatur dalam Kebijakan akuntansi yang khusus.
Ruang Lingkup 4.
Laporan keuangan untuk tujuan umum yang disusun dan disajikan dengan
basis kas untuk
pengakuan pos-pos pendapatan, belanja, dan pembiayaan, serta basis
akrual untuk pengakuan pos-pos aset, kewajiban dan ekuitas dana. 5.
Laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan yang dimaksudkan untuk
memenuhi kebutuhan pengguna. Yang dimaksud dengan pengguna adalah masyarakat, legislatif,
lembaga pemeriksa/pengawas, pihak yang memberi atau berperan dalam proses
donasi, investasi dan pinjaman, serta pemerintah yang lebih tinggi (Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi). Laporan keuangan meliputi laporan terpisah atau
bagian dari
keuangan yang disajikan
laporan keuangan yang disajikan dalam dokumen publik
lainnya seperti laporan tahunan.
6.
Kebijakan ini berlaku untuk entitas pelaporan dan entitas akuntansi
dalam menyusun laporan keuangan. Entitas pelaporan yaitu Pemda, sedangkan entitas akuntansi yaitu SKPD dan PPKD. Tidak termasuk perusahaan daerah.
Lampiran B. Penyajian Laporan
Kebijakan Akuntansi No. 1
- 37 -
Basis Akuntansi 7.
Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah
yaitu basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban dan ekuitas dana. 8.
Entitas pelaporan diperkenankan untuk menyelenggarakan akuntansi dan
penyajian laporan keuangan dengan menggunakan sepenuhnya basis akrual,
baik dalam
pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan, maupun dalam pengakuan aset, kewajiban dan ekuitas dana.
9.
Entitas pelaporan yang menyelenggarakan akuntansi dan menyajikan
laporan keuangan dengan menggunakan basis akrual tetap Realisasi
Anggaran
berdasarkan
basis
menyajikan Laporan
kas.
DEFINISI 10. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam Kebijakan dengan pengertian: Anqqaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Arus Kas adalah arus masuk dan arus keluar kas dan setara kas pada Bendahara Umum Daerah. Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
pemerintah
daerah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh oleh pemerintah daerah, serta dapat diukur dalam satuan uang, yang
termasuk sumber daya
nonkeuangan
diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber
daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Aset tak berwujud adalah aset nonkeuangan yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya termasuk hak atas kekayaan intelektual. Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah daerah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Lampiran B. Penyajian Laporan
Kebijakan Akuntansi No. 1
- 38 -
Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Belania adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah daerah. Dana Cadangan adalah
dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan
memerlukan dana relatif
besar yang
yang
tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun
anggaran. Ekuitas Dana
adalah kekayaan
bersih pemerintah daerah
yang merupakan selisih
antara aset dan kewajiban pemerintah daerah. Entitas Akuntansi adalah Satuan Kerja pengguna anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan. Yang termasuk ke dalam entitas akuntansi adalah SKPD dan PPKD. Entitas Pelaporan adalah Pemerintah Daerah yang terdiri dari satu atau
lebih
entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan Pemda. Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomik seperti bunga, dividen, dan royalti, atau manfaat sosial sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan. Kas Umum Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh Bendaharawan Umum Daerah untuk menampung seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah. Kewaiiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran
keluar sumber daya ekonomi pemerintah daerah.
Laporan keuangan qabunqan adalah suatu laporan keuangan yang merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas akuntansi sehingga tersaji sebagai satu entitas pelaporan tunggal. Laporan keuanqan interim adalah laporan keuangan yang diterbitkan di antara dua laporan keuangan tahunan.
Lampiran B. Penyajian Laporan
Kebijakan Akuntansi No. 1
- 39 -
Mata uanq asinq adalah mata uang selain mata uang Rupiah. Materialitas adalah suatu kondisi jika tidak tersajikannya atau salah saji informasi
akan
mempengaruhi dasar
laporan
keputusan
yang dibuat
atas
keuangan.
hakikat atau
besarnya pos atau kesalahan
atau
suatu
penilaian pengguna
Materialitas tergantung pada
yang dipertimbangkan dari keadaan
khusus di mana kekurangan atau salah saji terjadi. Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak yang memahami dan
berkeinginan
Pembiavaan (financing)
untuk melakukan transaksi wajar.
adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali
dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun bersangkutan
maupun
yang
dalam
penganggaran pemerintah daerah terutama dimaksudkan untuk menutup
defisit
atau memanfaatkan
tahun-tahun
anggaran
berikutnya,
anggaran
surplus anggaran.
Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah daerah dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah daerah. Penvusutan adalah penyesuaian nilai sehubungan dengan penurunan kapasitas dan manfaat dari suatu aset. Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah daerah dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Rekeninq Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang
daerah
yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung
seluruh
penerimaan
daerah
dan
membayar
seluruh pengeluaran daerah pada bank
yang ditetapkan. Selisih kurs adalah selisih yang timbul karena penjabaran mata uang asing ke rupiah pada kurs yang berbeda. Setara kas adalah investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap dijabarkan menjadi kas serta bebas dari risiko perubahan nilai yang signifikan. Sisa lebih/kurana pembiavaan anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran APBD selama satu periode pelaporan. Lampiran B. Penyajian Laporan
Kebijakan Akuntansi No. 1
- 40 -
Surplus/defisit adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode pelaporan. Tanggal pelaporan adalah tanggal hari terakhir dari suatu periode pelaporan.
TUJUAN LAPORAN KEUANGAN 11.
Tujuan umum laporan keuangan adalah menyajikan informasi mengenai posisi
keuangan, realisasi anggaran, arus kas dan kinerja keuangan suatu entitas yang bermanfaat
bagi para pengguna dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya.
12.
Secara spesifik, tujuan pelaporan keuangan pemerintah daerah adalah untuk
menyajikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan dan untuk menunjukkan akuntabilitas entitas pelaporan atas sumber daya yang dipercayakan kepadanya, dengan: (a)
menyediakan informasi mengenai
(b)
menyediakan informasi mengenai
(c) (d) (e) (f) (g) (h)
(i)
(j)
dana pemerintah daerah;
posisi
sumber daya ekonomi, kewajiban dan ekuitas
perubahan posisi sumber daya ekonomi, kewajiban
dan ekuitas dana pemerintah daerah;
menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi, dan penggunaan sumber daya ekonomi;
menyediakan
informasi
mengenai ketaatan
menyediakan informasi mengenai cara entitas pelaporan mendanai aktivitasnya dan memenuhi kebutuhan kasnya;
menyediakan informasi mengenai potensi pemerintah daerah untuk membiayai penyelenggaraan kegiatan pemerintahan; menyediakan
informasi yang berguna untuk mengevaluasi kemampuan entitas
pelaporan dalam mendanai aktivitasnya. Pelaporan
keuangan juga menyajikan
informasi
bagi
pengguna mengenai:
indikasi apakah sumber daya telah diperoleh dan digunakan sesuai dengan anggaran; dan
indikasi apakah sumber daya diperoleh dan digunakan sesuai dengan ketentuan, termasuk batas anggaran yang ditetapkan oleh DPRD. 13. Untuk memenuhi tujuan umum
informasi mengenai entitas dalam hal: (a) (b) (c) (d) (e) (f) (g)
realisasi terhadap anggarannya;
aset; kewajiban; ekuitas dana; pendapatan; belanja; pembiayaan; dan arus kas.
Lampiran B. Penyajian Laporan
ini,
laporan
keuangan
Kebijakan Akuntansi No. 1
menyediakan
- 41 -
14. Informasi dalam laporan keuangan tersebut relevan untuk memenuhi tujuan
sebagaimana yang dinyatakan sebelumnya, namun tidak dapat sepenuhnya memenuhi
tujuan tersebut. Informasi tambahan, termasuk laporan nonkeuangan, dapat dilaporkan
bersama-sama dengan laporan keuangan untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai aktivitas suatu entitas pelaporan selama satu periode.
15. Entitas pelaporan menyajikan informasi tambahan untuk membantu para
pengguna
dalam memperkirakan kinerja keuangan entitas dan pengelolaan aset, seperti
halnya dalam pembuatan dan
evaluasi keputusan mengenai alokasi sumber daya ekonomi.
Informasi tambahan ini termasuk rincian mengenai output entitas dan outcomes dalam
bentuk indikator kinerja keuangan, laporan kinerja keuangan, tinjauan program dan laporan lain mengenai pencapaian kinerja keuangan entitas selama periode pelaporan.
TANGGUNG JAWAB PELAPORAN KEUANGAN
16. Tanggung jawab penyusunan dan penyajian laporan keuangan berada pada pimpinan entitas.
KOMPONEN-KOMPONEN LAPORAN KEUANGAN 17. Komponen-komponen yang terdapat dalam suatu set laporan keuangan pokok adalah: (a) Laporan Realisasi Anggaran; (b) Neraca; (c)
Laporan Arus Kas; dan
(d) Catatan atas Laporan Keuangan.
18. Komponen-komponen laporan keuangan tersebut disajikan oleh setiap entitas, kecuali Laporan Arus Kas yang hanya disajikan oleh entitas pelaporan, dalam hal iniPemda.
STRUKTUR DAN ISI Pendahuluan 19. Pernyataan Kebijakan ini mensyaratkan adanya pengungkapan tertentu pada
lembar muka (on the face) laporan keuangan, mensyaratkan pengungkapan pos-pos lainnya
dalam lembar muka laporan keuangan atau dalam Catatan atas Laporan Keuangan, dan
merekomendasikan format sebagai lampiran Kebijakan ini yang dapat diikuti oleh entitas akuntansi dan entitas pelaporan sesuai dengan situasi masing-masing.
Identifikasi Laporan Keuangan
20. Laporan keuangan diidentifikasi dan dibedakan secara jelas dari informasi lainnya dalam dokumen terbitan yang sama. Lampiran B. Penyajian Laporan
Kebijakan Akuntansi No. 1
- 42 -
21. Kebijakan Akuntansi hanya berlaku untuk laporan keuangan dan tidak untuk informasi lain yang disajikan dalam suatu laporan tahunan dokumen
lainnya. Oleh karena
atau
itu, penting bagi pengguna untuk dapat
membedakan informasi yang disajikan menurut Kebijakan Akuntansi dari informasi lain, namun bukan merupakan subyek yang diatur dalam Kebijakan Akuntansi ini.
22. Setiap komponen laporan keuangan harus diidentifikasi secara jelas. Di samping itu, informasi berikut harus dikemukakan secara jelas dan diulang pada setiap halaman laporan bilamana perlu untuk memperoleh pemahaman
yang
memadai atas informasi yang disajikan: (a) nama SKPD/PPKD/PEMDA; (b) cakupan laporan keuangan, apakah satu entitas tunggal atau gabungan dari beberapa entitas akuntansi; (c)
tanggal pelaporan atau periode yang dicakup oleh laporan keuangan, yang sesuai
dengan
komponen-komponen laporan keuangan;
(d) mata uang pelaporan adalah Rupiah; dan (e)
tingkat ketepatan yang digunakan dalam penyajian angka-angka pada laporan keuangan. 23.
Berbagai pertimbangan digunakan untuk pengaturan tentang penomoran
halaman, referensi, dan susunan lampiran sehingga dapat mempermudah pengguna dalam memahami laporan keuangan. 24.
Laporan keuangan seringkali lebih mudah dimengerti bilamana informasi
disajikan dalam ribuan atau jutaan rupiah. Penyajian demikian ini dapat diterima sepanjang
tingkat ketepatan dalam penyajian angka-angka diungkapkan dan informasi yang relevan tidak hilang.
Periode Pelaporan 25. Laporan keuangan disajikan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.
Dalam situasi tertentu, tanggal laporan suatu entitas berubah dan laporan keuangan tahunan disajikan dengan suatu periode yang lebih panjang atau lebih pendek dari satu tahun, entitas pelaporan mengungkapkan informasi berikut: (a) alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun, (b) fakta bahwa jumlah-jumlah
komparatif untuk laporan tertentu seperti arus kas
dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan. 26. Dalam situasi tertentu suatu entitas pelaporan harus mengubah tanggal pelaporannya,
misalnya sehubungan dengan adanya perubahan tahun anggaran. Pengungkapan atas perubahan tanggal pelaporan adalah penting agar pengguna menyadari kalau jumlah-jumlah yang disajikan untuk periode sekarang dan jumlah-jumlah komparatif tidak dapat diperbandingkan.
Lampiran B. Penyajian Laporan
Kebijakan Akuntansi No. 1
- 43 -
Tepat Waktu
27. Kegunaan laporan keuangan berkurang bilamana laporan tidak tersedia bagi pengguna dalam suatu periode tertentu setelah tanggal pelaporan. Faktor-faktor yang dihadapi seperti kompleksitas operasi suatu entitas pelaporan bukan merupakan alasan yang cukup atas kegagalan pelaporan yang tepat waktu. Batas waktu penyampaian laporan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran.
Laporan Realisasi Anggaran 28. Laporan Realisasi Anggaran mengungkapkan kegiatan keuangan pemerintah daerah yang 29. sumber daya
menunjukkan ketaatan terhadap APBD.
Laporan Realisasi Anggaran menyajikan ikhtisar sumber, alokasi dan penggunaan
ekonomi yang dikelola oleh SKPD/PPKD/ pemerintah daerah dalam satu periode
pelaporan.
30. Laporan Realisasi Anggaran menyajikan sekurang-kurangnya unsur- unsur
sebagai berikut: (a) pendapatan; (b) belanja; (c)
surplus/defisit;
(d)
pembiayaan;
(e)
sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran.
31. Laporan Realisasi Anggaran menggambarkan perbandingan antara anggaran dengan realisasinya 32.
dalam satu periode pelaporan.
Laporan Realisasi Anggaran dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan atas Laporan
Keuangan. Penjelasan tersebut memuat hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan fiskal dan moneter, sebab-sebab terjadinya perbedaan
anggaran seperti
yang material antara anggaran dan
realisasinya, serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang dianggap perlu untuk dijelaskan.
Neraca
33. Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas akuntansi/ entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban dan ekuitas dana pada tanggal tertentu.
Klasifikasi 34. Setiap entitas akuntansi/entitas pelaporan mengklasifikasikan asetnya dalam aset lancar dan nonlancar serta mengklasifikasikan kewajibannya menjadi kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dalam neraca.
35. Setiap entitas akuntansi/entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos aset dan kewajiban yang mencakup jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau Lampiran B. Penyajian Laporan
Kebijakan Akuntansi No. 1
- 44 -
dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan dan jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. 36. akan
Apabila suatu entitas akuntansi/entitas pelaporan menyediakan barang-barang yang
digunakan dalam menjalankan
kegiatan pemerintahan, perlu adanya klasifikasi terpisah
antara aset lancar dan nonlancar dalam neraca untuk memberikan informasi mengenai barang- barang
yang akan digunakan dalam periode akuntansi berikutnya dan yang akan digunakan untuk keperluan jangka panjang. 37.
Informasi tentang tanggal jatuh tempo aset dan kewajiban keuangan bermanfaat untuk
menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas akuntansi/entitas pelaporan. Informasi tentang tanggal
penyelesaian aset nonkeuangan dan kewajiban seperti persediaan dan cadangan juga bermanfaat untuk mengetahui apakah aset diklasifikasikan sebagai aset lancar dan nonlancar dan kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek dan jangka panjang.
38. Neraca mencantumkan sekurang-kurangnya pos-pos berikut:
(a) kas dan setara kas; (b) investasi jangka pendek; (c)
piutang pajak dan bukan pajak;
(d) persediaan; (e)
investasi jangka panjang;
(f)
asset tetap;
(g) kewajiban jangka pendek; (h) kewajiban jangka panjang; (i)
ekuitas dana.
Informasi yang Disajikan dalam Neraca atau dalam Catatan atas Laporan Keuangan 39. Suatu entitas pelaporan mengungkapkan, baik dalam Neraca maupun dalam Catatan atas Laporan Keuangan subklasifikasi pos-pos yang disajikan, diklasifikasikan dengan cara yang sesuai dengan operasi entitas yang bersangkutan. Suatu pos diklasifikasikan lebih lanjut, 40.
bilamana perlu, sesuai dengan sifatnya.
Rincian yang tercakup dalam sub klasifikasi di Neraca atau di Catatan atas Laporan
Keuangan tergantung pada persyaratan dari Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah dan materialitas jumlah pos yang bersangkutan. 41.
Pengungkapan akan bervariasi untuk setiap pos, misalnya :
(a)
piutang dirinci menurut jumlah piutang pajak, retribusi penjualan, pihak terkait, uang muka
(b)
persediaan dirinci lebih lanjut sesuai dengan kebijakan yang mengatur akuntansi untuk
(c)
dan jumlah lainnya; persediaan;
aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kelompok sesuai mengatur tentang aset tetap;
Lampiran B. Penyajian Laporan
dengan kebijakan yang
Kebijakan Akuntansi No. 1
(d) (e)
(f)
- 45 -
dana cadangan diklasifikasikan sesuai dengan peruntukkannya;
komponen ekuitas dana diklasifikasikan menjadi ekuitas dana lancar, ekuitas dana investasi dan ekuitas dana cadangan;
pengungkapan kepentingan pemerintah daerah dalam perusahaan daerah/ lainnya adalah jumlah penyertaan yang diberikan, tingkat pengendalian dan metode penilaian.
Laporan Arus Kas 42.
Laporan Arus Kas menyajikan informasi mengenai sumber, penggunaaan
perubahan kas dan setara kas selama satu periode akuntansi dan saldo kas dan setara kas pada tanggal pelaporan. Laporan arus kas disusun oleh entitas pelaporan.
43. Arus masuk dan keluar kas diklasifikasikan berdasarkan aktivitas
operasi, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan nonanggaran. 44.
Penyajian Laporan Arus Kas dan pengungkapan yang perhubungan dengan arus
kas diatur dalam Kebijakan Akuntansi tentang Laporan Arus Kas.
Catatan atas Laporan Keuangan Struktur
45. Agar dapat digunakan oleh pengguna dalam memahami dan membandingkannya dengan laporan keuangan entitas lainnya, Catatan atas Laporan Keuangan sekurang-kurangnya disajikan dengan susunan sebagai berikut: (a)
informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi regional/ekonomi makro, pencapaian target peraturan daerah APBD, berikut kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target;
(b) ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan; (c)
informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan-kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas kejadian-kejadian
(d)
transaksi-transaksi
dan
penting lainnya;
pengungkapan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan
dan belanja
dan rekonsiliasinya
dengan penerapan basis kas; (e)
informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan.
(f)
daftar dan skedul.
46. Catatan atas Laporan Keuangan disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas harus mempunyai referensi silang dengan informasi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
47. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas. Termasuk pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah Lampiran B. Penyajian Laporan
Kebijakan Akuntansi No. 1
penyajian informasi yang
- 46 -
diharuskan dan dianjurkan oleh Kebijakan Akuntansi
Pemerintah Daerah serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya. 48. Dalam keadaan tertentu masih dimungkinkan untuk mengubah susunan
penyajian atas pos-pos tertentu dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Misalnya informasi
tingkat bunga dan penyesuaian nilai wajar dapat digabungkan dengan informasi jatuh tempo surat-surat berharga.
Penyajian Kebijakan-kebijakan Akuntansi 49. Kebijakan akuntansi pada Catatan atas Laporan Keuangan menjelaskan
hal-hal berikut ini: (a)
basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan;
(b)
sampai sejauh mana kebijakan-kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan ketentuan-ketentuan masa transisi Kebijakan
Akuntansi diterapkan oleh suatu
entitas akuntansi/entitas pelaporan; dan (c)
setiap kebijakan akuntansi tertentu yang diperlukan untuk memahami laporan keuangan. 50. Pengguna laporan keuangan perlu mengetahui basis-basis pengukuran yang
digunakan sebagai landasan dalam penyajian laporan keuangan. Apabila lebih dari satu basis
pengukuran digunakan dalam penyusunan laporan keuangan, maka informasi yang disajikan harus cukup memadai untuk dapat mengindikasikan aset dan kewajiban yang menggunakan basis pengukuran tersebut.
51. Dalam menentukan apakah suatu kebijakan akuntansi perlu diungkapkan,
manajemen harus mempertimbangkan apakah pengungkapan tersebut dapat membantu pengguna untuk memahami setiap transaksi yang tercermin dalam laporan keuangan. Kebijakan-kebijakan akuntansi yang
perlu dipertimbangkan
meliputi, tetapi tidak terbatas pada, hal-hal sebagai berikut: (a)
Pengakuan pendapatan;
(c)
Prinsip-prinsip penyusunan laporan konsolidasian;
(b)
(d) (e) (f)
(g)
(h) (i) (j)
(k) (l)
untuk
Pengakuan belanja; Investasi;
Pengakuan dan penghentian/penghapusan aset berwujud dan tidak berwujud; Kontrak-kontrak konstruksi;
Kebijakan kapitalisasi pengeluaran; Kemitraan dengan fihak ketiga;
Biaya penelitian dan pengembangan;
Persediaan, baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri; Dana cadangan;
Penjabaran mata uang asing dan lindung nilai.
Lampiran B. Penyajian Laporan
Kebijakan Akuntansi No. 1
disajikan
52.
- 47 -
Setiap entitas akuntansi/entitas pelaporan perlu mempertimbangkan sifat
kegiatan-kegiatan dan kebijakan-kebijakan yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Sebagai contoh, pengungkapan informasi untuk pengakuan pajak, retribusi dan
bentuk-bentuk lainnya dari iuran wajib (nonreciprocal revenue), penjabaran mata uang asing dan perlakuan akuntansi terhadap selisih kurs. 53.
Kebijakan akuntansi bisa menjadi signifikan walaupun nilai pos-pos yang
disajikan dalam periode berjalan dan sebelumnya tidak material. Selain itu, perlu pula diungkapkan kebijakan akuntansi yang dipilih dan diterapkan yang tidak diatur dalam Kebijakan ini.
Pengungkapan-Pengungkapan Lainnya 54. Suatu entitas pelaporan mengungkapkan hal-hal berikut ini apabila
belum diinformasikan dalam bagian manapun
dari laporan keuangan, yaitu:
(a) domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta jurisdiksi dimana entitas tersebut beroperasi; (b) penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya; (c)
ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan kegiatan operasionalnya.
TANGGAL EFEKTIF 55. Kebijakan Akuntansi ini berlaku efektif secara bertahap untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran Pemerintah Kota Penajam Paser Utara mulai tahun Anggaran 2013.
Lampiran B. Penyajian Laporan
Kebijakan Akuntansi No. 1
- 48 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 2
NERACA
Lampiran B. Neraca
Kebijakan Akuntansi No. 2
- 49 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 02
NERACA Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah.
PENDAHULUAN Tujuan 1.
Tujuan Kebijakan Neraca adalah menetapkan dasar-dasar penyajian Neraca
untuk Pemerintah Daerah dalam rangka memenuhi tujuan akuntabilitas sebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. 2.
Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas akuntansi/entitas
pelaporan mengenai aset, kewajiban dan ekuitas dana pada tanggal tertentu.
Ruang Lingkup 3.
Kebijakan ini diterapkan dalam penyajian Neraca yang disusun dan disajikan
dengan menggunakan akuntansi berbasis akrual untuk tingkat SKPD, PPKD dan Pemda.
DEFINISI 4.
Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam Pernyataan Standar
dengan pengertian: Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh
pemerintah
sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh pemerintah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Aset tak berwujud adalah aset nonkeuangan yang dapat diidentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya termasuk hak atas kekayaan intelektual.
Lampiran B. Neraca
Kebijakan Akuntansi No. 2
- 50 -
Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran. Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban pemerintah. Entitas Akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/pengguna barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporan keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan. Entitas Pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomik seperti bunga, dividen, dan royalti, atau manfaat sosial sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemerintah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat Kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan. Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan
oleh
Bendaharawan Umum Daerah untuk menampung seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah. Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah. Laporan keuangan konsolidasian adalah suatu laporan keuangan yang
merupakan
gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas pelaporan sehingga tersaji sebagai satu entitas tunggal. Laporan keuangan interim adalah laporan keuangan yang diterbitkan diantara dua laporan keuangan tahunan. Mata uang asing adalah mata uang selain mata uang pelaporan entitas.
Lampiran B. Neraca
Kebijakan Akuntansi No. 2
- 51 -
Mata uang pelaporan adalah mata uang rupiah yang digunakan dalam menyajikan laporan keuangan. Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar fihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. Penyusutan adalah penyesuaian nilai sehubungan dengan penurunan kapasitas dan manfaat dari suatu aset. Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional pemerintah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Piutang transfer adalah hak suatu entitas pelaporan untuk menerima pembayaran dari entitas pelaporan lain sebagai akibat peraturan perundang-undangan. Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh bupati untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan. Selisih kurs adalah selisih yang timbul karena penjabaran mata uang asing ke rupiah pada kurs yang berbeda. Setara kas adalah investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap dijabarkan menjadi kas serta bebas dari risiko perubahan nilai yang signifikan. Tanggal pelaporan adalah tanggal hari terakhir dari suatu periode pelaporan. Utang transfer adalah kewajiban suatu entitas pelaporan untuk melakukan pembayaran kepada entitas lain sebagai akibat ketentuan perundang-undangan.
KLASIFIKASI 5.
Setiap entitas akuntansi/entitas pelaporan mengklasifikasikan asetnya dalam
aset lancar dan nonlancar serta mengklasifikasikan kewajibannya menjadi kewajiban jangka pendek dan jangka panjang dalam neraca. 6.
Setiap entitas akuntansi/entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos aset
dan kewajiban yang mencakup jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan dan jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima atau dibayar dalam waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan. 7.
Apabila suatu entitas akuntansi/entitas pelaporan menyediakan barang - barang
yang akan digunakan dalam menjalankan kegiatan pemerintahan, perlu adanya klasifikasi terpisah antara aset lancar dan nonlancar dalam neraca untuk memberikan informasi Lampiran B. Neraca
Kebijakan Akuntansi No. 2
- 52 -
mengenai barang- barang yang akan digunakan dalam periode akuntansi berikutnya dan yang akan digunakan untuk keperluan jangka panjang. 8.
Informasi tentang tanggal jatuh tempo aset dan kewajiban keuangan bermanfaat
untuk menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas akuntansi/entitas Informasi tentang tanggal
pelaporan.
penyelesaian aset nonkeuangan dan kewajiban seperti
persediaan dan cadangan juga bermanfaat untuk mengetahui apakah aset diklasifikasikan
sebagai asset lancar dan nonlancar dan kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek dan jangka panjang. 9.
Neraca mencantumkan sekurang-kurangnya pos-pos berikut:
(a) kas dan setara kas; (b)
investasi jangka pendek;
(c)
piutang pajak dan bukan pajak;
(d)
persediaan;
(e)
investasi jangka panjang;
(f)
aset tetap;
(g) kewajiban jangka pendek; (h) kewajiban jangka panjang; (i)
ekuitas dana. 10.
Pos-pos selain yang disebutkan di atas disajikan dalam Neraca jika
Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah mensyaratkan, atau jika penyajian demikian perlu untuk menyajikan secara wajar posisi entitas 11.
keuangan
suatu
akuntansi/entitas pelaporan. Pertimbangan disajikannya pos-pos tambahan secara terpisah didasarkan pada
faktor-faktor berikut ini: (a)
Sifat, likuiditas, dan materialitas aset;
(c)
Jumlah, sifat, dan jangka waktu kewajiban.
(b)
Fungsi pos-pos tersebut dalam entitas akuntansi/entitas pelaporan; 12.
Aset dan kewajiban yang berbeda dalam sifat dan fungsi dapat diukur dengan
dasar pengukuran yang berbeda. Sebagai contoh, sekelompok aset tetap tertentu dicatat atas dasar biaya perolehan dan kelompok lainnya dicatat atas dasar nilai wajar yang diestimasikan.
PENYUSUNAN NERACA SKPD SEBELUM KONVERSI 13.
Setelah disusun
LRA SKPD,
kemudian
melakukan jurnal
penutupan,
selanjutnya Satuan Kerja menyusun Neraca SKPD. Neraca ini menyajikan informasi tentang posisi keuangan SKPD mengenai aset, kewajiban, dan ekuitas dana pada tanggal Format neraca Lampiran B. Neraca
SKPD
sebelum konversi adalah sebagai berikut:
Kebijakan Akuntansi No. 2
tertentu.
- 53 -
PEMERINTAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NERACA SKPD ……. Per 31 Desember Tahun n dan Tahun n-1
Uraian
ASET ASET LANCAR Kas dan Setara Kas Kas di Bendahara Penerimaan Kas di Bendahara Pengeluaran Setara Kas Investasi Jangka Pendek Investasi dalam Deposito Investasi dalam Saham Investasi dalam Obligasi Piutang PiutangPajak Piutang Retribusi Piutang Iain-lain Persediaan Persediaan Alat Tulis Kantor Persediaan Alat Listrik Persediaan Matedal/Bahan Persediaan Benda Pos Persediaan Bahan Bakar Persediaan Bahan Makanan Pokok Jumlah ASET TETAP Tanah Tanah Peralatan dan mesin Alat-alat Berat Alat-alat Angkutan Darat Bermotor Alat-alat Angkutan Darat Tidak Bermotor Alat-alat Angkutan di Air Bermotor Alat-alat Angkutan di Air Tidak Bermotor Alat-alat Angkutan Udara Alat-alat Bengkel Alat-alat Pengolahan Pertanian dan Peternakan Peralatan Kantor Perlengkapan Kantor Komputer Meubelair Peralatan Dapur Penghias Ruangan Rumah Tangga Alat-alat Studio
Lampiran B. Neraca
Tahun n
Jumlah
Tahun n-1
Kenaikan (Penurunan) Jumlah %
Kebijakan Akuntansi No. 2
- 54 -
Uraian
Alat-alat Komunikasi Alat-alat Ukur Alat-alat Kedokteran Alat-alat Laboratorium Alat-alat Persenjataan/Keamanan
Tahun n
Jumlah
Tahun n-1
Kenaikan (Penurunan) Jumlah %
Gedung dan bangunan Gedung Kantor Gedung Rumah Jabatan Gedung Rumah Dinas Gedung Gudang Bangunan Bersejarah Bangunan Monumen Tugu Peringatan Jalan, Jaringan, dan Instalasi Jalan Jembatan Jaringan Air Penerangan Jalan, Taman dan Hutan Kota Instalasi Listrik dan Telepon Aset Tetap Lainnya Buku dan Kepustakaan Barang Bercorak Kesenian, Kebudayaan Hewan/Ternak dan Tanaman Konstruksi Dalam Pengerjaan Konstruksi Dalam Pengerjaan Akumulasi Penyusutan Akumulasi Penyusutan Aset Tetap Jumlah ASET LAINNYA Tagihan Piutang Penjualan Angsuran Tagihan Tuntutan Ganti Kerugian Daerah Kemitraan dengan Pihak Ketiga Aset Tidak Berwujud Aset Lain-lain Jumlah JUMLAH ASET KEWAJIBAN KEWAJIBAN JANGKA PENDEK Utang Perhitungan Pihak Ketiga Utang Bunga Utang Pajak Bagian Lancar Utang Jangka Panjang Pendapatan Diterima Di Muka Utang Jangka Pendek Lainnya Jumlah EKUITAS DANA LANCAR
Lampiran B. Neraca
Kebijakan Akuntansi No. 2
- 55 -
Uraian
Tahun n
Jumlah
Tahun n-1
SJLPA Cadangan Piutang Cadangan Persediaan Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek Jumlah EKUITAS DANA INVESTASI Diinvestasikan dalam Aset Tetap Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
Kenaikan (Penurunan) Jumlah %
EKUITAS DANA UNTUK DIKONSOLIDASI Rekening Koran-PPKD
Jumlah JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA
KONVERSI UNTUK NERACA SKPD 14. Ketika akan melakukan konversi Neraca, perlu diteliti lebih dahulu pada klasifikasi mana terjadi perbedaan antara Permendagri No. 13 Tahun 2006 yang diubah oleh Permendagri No. 21 Tahun 2011 dengan PP No. 24 Tahun 2005, kemudian lakukan konversi. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh konversi pada bagan di bawah ini:
Permendagri No. 13 Tahun 2006 ASET LANCAR
Kas 1. Kas di Bendahara Penerimaan 2. Kas di Bendahara Pengeluaran 3. SetaraKas Investasi Jangka Pendek 1. — Investasi dalam Deposito 2. Investasi dalam Saham 3. Investasi dalam Obligasi Piutang 1. Piutang Pajak
2. Piutang Retribusi 3. Piutang lain-lain
Persediaan 1. Persediaan Alat Tulis Kantor 2. Persediaan Alat Listrik
3. Persediaan Material/Bahan 4. Persediaan Benda Pos 5. Persediaan Bahan Bakar 6. Persediaan Bahan Makanan Pokok
Lampiran B. Neraca
PP No. 24 Tahun 2005 tentang SAP ASET LANCAR 1. Kas di Bendahara Penerimaan 2. Kas di Bendahara Pengeluaran 3. Investasi Jangka Pendek
4. Piutang Pajak 5. Piutang Retribusi 6. Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara 7. Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah 8. Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Pusat 9. Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya 10. Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran 11. Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan 12. Bagian Lancar Tuntutan Ganti/Rugi 13. Piutang Lainnya 14. Persediaan
Kebijakan Akuntansi No. 2
- 56 -
15.
Dari bagan di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk SKPD, tidak terdapat
perbedaan pada kelompok Aset Lancar.
Permendagri No. 13 Tahun 2006 ASET TETAP 1. Tanah 2. Peralatan dan Mesin 3. Gedung dan Bangunan 4. Jalan, Jaringan dan Instalasi — 5. Aset Tetap Lainnya 6. Konstruksi Dalam Pengerjaan 7. Akumulasi Penyusutan 16.
PP No. 24 Tahun 2005 tentang SAP ASET TETAP 1. Tanah 2. Peralatan dan Mesin 3. Gedung dan Bangunan 4. Jalan, Irigasi, dan Jaringan 5. Aset Tetap Lainnya 6. Konstruksi dalam Pengerjaan 7. Akumulasi Penyusutan
Perbedaan di dalam Aset Tetap ada pada kelompok Jalan, Jaringan dan Instalasi
berdasarkan akun pada Permendagri No. 13 Tahun 2006, sedangkan berdasarkan format PP No. 24 Tahun 2005 kelompok yang sama adalah Jalan, Irigasi, dan Jaringan. Bila diperhatikan
lebih seksama ke dalam susunan Kode Rekening Permendagri No. 13 Tahun 2006, yang dimaksud dengan jaringan termasuk di dalamnya adalah jaringan irigasi, sehingga sebenarnya tidak ada perbedaan substansi di antara keduanya. Permendagri No. 13 Tahun 2006 ASET LAINNYA 1. Tagihan Piutang Penjualan Angsuran 2. Tagihan Tuntutan Ganti Kerugian Daerah
PP No. 24 Tahun 2005 tentang SAP ASET LAINNYA 1. Tagihan Penjualan Angsuran
4. Aset Tidak Berwujud 5. Aset Lain-Lain
4. Kemitraan dengan Fihak Ketiga 5. Aset Tidak Berwujud 6. Aset Lain-Lain
2. Tuntutan Perbendanaraan 3. Tuntutan Ganti Rugi
3. Kemitraan dengan Pihak Ketiga
17.
Perbedaan pada kelompok Aset Lainnya terlihat bahwa dalam format PP No. 24
Tahun 2005 dibedakan antara Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi, sedangkan di Permendagri No. 13 Tahun 2006 hanya ada Tagihan Tuntutan Ganti Kerugian Daerah dengan tidak memisahkan ke dalam dua kelompok seperti pada PP No. 24 Tahun 2005. Oleh karena itu, dalam konversi, sesuai dengan kejadian transaksinya, perlu dibedakan ke dalam dua kelompok seperti dalam PP No. 24 Tahun 2005. Permendagri No. 13 Tahun 2006 KEWAJIBAN A. Kewajiban Jangka Pendek 1. Utang Perhitungan Pihak Ketiga 2. Uang Muka dari Kas Daerah * Lampiran B. Neraca
PP No. 24 Tahun 2005 tentang SAP KEWAJIBAN A. Kewajiban Jangka Pendek 1. Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) 2. Utang Bunga Kebijakan Akuntansi No. 2
3. Utang Bunga
- 57 -
4. Utang Pajak
5. Bagian Lancar Utang Jangka Panjang 6. Pendapatan diterima di Muka** 7. Utang Jangka Pendek Lainnya 18.
3. Bagian Lancar Utang dalam Negeri 4. Bagian Lancar Utang Jangka Panjang Lainnya 5. Utang Jangka Pendek Lainnya
Perbedaan kelompok Kewajiban :
(*) Dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 (Lampiran E.XII-Format Neraca SKPD) terdapat
Uang Muka dari Kas Daerah. Bila yang dimaksud adalah transfer kas dari BUD, maka diakui/dicatat sebagai RK-PPKD yang menjadi bagian dari akun ekuitas dana di SKPD. (**) Dalam
Permendagri No. 13 Tahun 2006 terdapat Pendapatan Diterima di Muka/Pendapatan yang Ditangguhkan. Hal ini terjadi dari transaksi pendapatan yang diterima oleh Bendahara
Penerimaan yang belum disetorkan ke Kas Daerah. Namun sebenarnya bila transaksi itu
terjadi maka diakui/dicatat ke pendapatan sesuai dengan jenisnya dan bukan sebagai pendapatan yang ditangguhkan. Tetapi bila akun tersebut muncul dari transaksi lainnya
yang menyebabkan pendapatan diterima di muka, maka dapat dikonversikan ke dalam Utang Jangka Pendek Lainnya menurut PP No. 24 Tahun 2005. Permendagri No. 13 Tahun 2006 EKUITAS DANA Ekuitas Dana Lancar 1. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) 2. Cadangan Piutang 3. Cadangan Persediaan 4. Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek * Ekuitas Dana Investasi 1. Diinvestasikan dalam Aset Tetap 2. Diinvestasikan dalam Aset Lainnya (tidak termasuk Dana Cadangan) Ekuitas Dana Untuk Di Konsolidasi
PP No. 24 Tahun 2005 tentang SAP EKUITAS DANA Ekuitas Dana Lancar 1. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) 2. Pendapatan Yang Ditangguhkan 3. Cadangan Piutang 4. Cadangan Persediaan 5. Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek Ekuitas Dana Investasi 1. Diinvestasikan dalam Aset Tetap
2. Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
Rekening Koran PPKD 19.
Dari bagan di atas dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara
Permendagri No. 13 Tahun 2006 yang diubah oleh Permendagri No. 21 Tahun 2011 dengan PP No. 24 Tahun 2005 bagi komponen Ekuitas pada Neraca. Pada Permendagri No. 13 Tahun
2006 yang diubah oleh Permendagri No. 21 Tahun 2011 terdapat Ekuitas Dana Untuk Lampiran B. Neraca
Kebijakan Akuntansi No. 2
- 58 -
Dikonsolidasi yaitu Rekening Koran PPKD. Rekening Koran PPKD merupakan rekening timbal
balik atau reciprocal yang akan dieleminasi pada saat laporan keuangan dikonsolidasi sehingga perbedaan tersebut tidak memerlukan konversi . (*)
Akun Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek contra account dari Ekuitas Dana Lancar
merupakan
NERACA SKPD SETELAH KONVERSI 20.
Setelah melakukan konversi, maka format Neraca SKPD yang berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 adalah sebagai berikut:
PEMERINTAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA ......... NERACA SKPD ............. Per 31 Desember 20X1 DAN 20X0 No.
1
1.1
Uraian
Kas di Kas Daerah
1,1,4
Kas di RSUD
Kas di Bendahara Pengeluaran
1,1,3
Kas di Bendahara Penerimaan
1,1,5
Kas di BLUD
1,1,6
Kas Pengelola Dana Alsintan
1,1,7
Kas pengelola Dana UKM
1,1,8
Investasi Jangka Pendek
1,1,9
Piutang Pajak
1,1,10 1,1,10 a 1,1,11
Piutang Retribusi
Piutang Transfer- Dana Bagi Hasil Pajak Provinsi
Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara
1,1,12
Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah
1,1,13
Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Pusat
1,1,14
Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx
1,1,15
Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran
1,1,16
Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan
1,1,17
Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi
1,1,18
Piutang BLUD
1,1,19
1.2
Kenaikan/ Penurunan
ASET LANCAR
1,1,2
1,1,21
n-1
ASET
1,1,1
1,1,20
n
Piutang Lainnya A
Persediaan
Belanja Dibayar dimuka
Jumlah Aset Lancar
INVESTASI JANGKA PANJANG
1,2,1
1,2,1,1 1,2,1,2 1,2,1,3 1,2,1,4 1,2,1,5 1,2,1,6
Lampiran B. Neraca
INVESTASI NON PERMANEN
Pinjaman Kepada Perusahaan Negara
Pinjaman Kepada Perusahaan Daerah
Pinjaman Kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxxxxxxxx Investasi Dalam Surat Utang Negara
Investasi dalam Proyek Pembangunan Investasi Non Permanen Lainnya
Kebijakan Akuntansi No. 2
%
B
1,2,2,2
1.3
JUMLAH INVESTASI NON PERMANEN INVESTASI PERMANEN
1,2,2
1,2,2,1
- 59 -
C D
Penyertaan Modal Pemerintah Daerah Investasi Permanen Lainnya
JUMLAH INVESTASI PERMANEN
JUMLAH INVESTASI JANGKA PANJANG (B+C)
ASET TETAP
1,3,1
Tanah
1,3,4
Jalan, Irigasi dan Jaringan
1,3,2
Peralatan dan Mesin
1,3,3
Gedung dan Bangunan
1,3,5 1,3,6 1,3,7
Aset Tetap Lainnya E
Konstruksi Dalam Pengerjaan
Akumulasi Penyusutan Aset Tetap Jumlah Aset Tetap
1.4
DANA CADANGAN
1.5
ASET LAINNYA
1,4,1
F
Dana Cadangan
Jumlah Dana Cadangan
1,5,1
Tagihan Penjualan Angsuran
1,5,4
Kemitraan Dengan Pihak Ketiga
1,5,2
Tagihan Tuntutan Perbendaharaan
1,5,3
Tagihan Tuntutan
1,5,5 1,5,6
Aset Tak Berwujud G
Aset Lain-lain
JUMLAH ASET LAINNYA
H 2
Tuntutan Ganti Rugi
JUMLAH ASET (A+D+E+F+G)
KEWAJIBAN KEWAJIBAN JANGKA PENDEK
2.1
2,1,1
Utang kepada Pihak Ketiga (FPK)
2,1,4
Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya
2,1,2
Utang Bunga
2,1,3
Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Pemerintah Pusat
2,1,5
Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Obligasi
2,1,6 2,1,7 2,1,8 2,1,9 2.2
I
Bagian Lancar Utang Jangka Panjang Lainnya Utang Jangka Pendek Lainnya
JUMLAH KEWAJIBAN JANGKA PENDEK
KEWAJIBAN JANGKA PANJANG
2,2,1
Utang Dalam Negeri - Pemerintah Pusat
2,2,4
Utang Dalam Negeri - Lembaga Keuangan bukan Bank
2,2,2
Utang Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya
2,2,3 2,2,5 2,2,6
2.3
Utang Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank
J K
Utang Dalam Negeri - Obligasi
Utang Jangka Panjang Lainnya
Jumlah Kewajiban Jangka Panjang
Jumlah Kewajiban (I+J)
EKUITAS DANA
2,3,1
2,3,1,1 2,3,1,2
Lampiran B. Neraca
EKUITAS DANA LANCAR Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) Pendapatan yang Ditangguhkan
Kebijakan Akuntansi No. 2
2,3,1,3
Cadangan Piutang
2,3,1,4 2,3,1,5
L
Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang
2,3,2,2
Diinvestasikan Dalam Aset Tetap
2,3,2,3
2,3,3
2,3,3,1
Cadangan Persediaan Dana yang Harus Disediakan Untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek JUMLAH EKUITAS DANA LANCAR EKUITAS DANA INVESTASI
2,3,2
2,3,2,1 2,3,2,4
- 60 -
M
Diinvestasikan Dalam Aset Lainnya Dana yang Harus Disediakan Untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang JUMLAH EKUITAS DANA INVESTASI EKUITAS DANA CADANGAN
N O P
Diinvestasikan dalam Dana Cadangan
JUMLAH EKUITAS DANA INVESTASI
JUMLAH EKUITAS DANA (L+M+N)
JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA (K+O)
PENYUSUNAN NERACA PPKD SEBELUM KONVERSI 21.
Setelah disusun LRA PPKD, selanjutnya PPKD menyusun Neraca PPKD. Neraca
ini menyajikan informasi tentang posisi keuangan PPKD mengenai aset, kewajiban, dan
ekuitas dana pada tanggal tertentu. Sebelum menyusun neraca PPKD, terlebih dahulu dibuat
jurnal penyesuaian jika ada). Jurnal penyesuaian ini dimaksudkan agar nilai dari akun - akun neraca sudah menunjukkan nilai wajar pada tanggal pelaporan. Penyesuaian ini meliputi :
penyesuaian untuk nilai piutang pendapatan, jumlah persediaan, nilai aset tetap. Format neraca PPKD sebelum konversi adalah sebagai berikut:
PEMERINTAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NERACA PPKD Per 31 Desember Tahun n dan Tahun n-1
Uraian
Jumlah Tahun n
Tahun n-1
(Dalam Rupiah) Kenaikan (Penurunan) Jumlah
ASET ASET LANCAR Kas Kas di Kas Daerah Investasi Jangka Pendek Investasi dalam Saham Investasi dalam Obligasi Piutang Piutang Pajak Piutang Retribusi Piutang Dana Bagi Hasil Piutang Dana Alokasi Umum Piutang Dana Alokasi Khusus Piutang Lain-Lain Lampiran B. Neraca
Kebijakan Akuntansi No. 2
%
- 61 -
Jumlah
Uraian
Tahun n
Tahun n-1
Kenaikan (Penurunan) Jumlah
Jumlah INVESTASI JANGKA PANJANG Investasi Permanen Pinjaman kepada Perusahaan Negara Pinjaman kepada Perusahaan Daerah Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya Investasi dalam Surat Utang Negara
Investasi Dana Bergulir Investasi Non Permanen Lainnya Investasi Non Permanen Penyertaan Modal Pemerintah Daerah Penyertaan Modal dalam Proyek Pembangunan Penyertaan Modal Perusahaan Patungan Investasi Permanen Lainnya
Jumlah
ASET TETAP Tanah Peralatan dan Mesin Gedung dan Bangunan Jalan, Jaringan dan Instalasi Aset Tetap Lainnya Konstruksi Dalam Pengerjaan Akumulasi Penyusutan Jumlah ASET LAINNYA Tagihan Penjualan Angsuran Tagihan Tuntutan Gaji Kerugian Daerah Kemitraan dengan Pihak Ketiga Aset Tak Berwujud Aset Lain-lain Jumlah ASET UNTUK DIKONSOLIDASI RK-SKPD…………….. RK-SKPD ........................ Jumlah JUMLAH ASET KEWAJIBAN Kewajiban Jangka Pendek Utang Perhitungan Pihak Ketiga Utang Bunga Utang Pajak Bagian Lancar Utang Jangka Panjang Pendapatan Diterima di Muka Kewajiban Jangka Panjang Utang Dalam Negeri Utang Luar Negeri Jumlah EKUITAS DANA Lampiran B. Neraca
Kebijakan Akuntansi No. 2
%
- 62 -
Uraian
Jumlah Tahun n
Tahun n-1
Kenaikan (Penurunan) Jumlah
%
EKUITAS DANA LANCAR SILPA Cadangan Piutang Cadangan Persediaan Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek Jumlah EKUITAS DANA INVESTASI Diinvestasikan dalam Investasi JangkaPanjang Diinvestasikan dalam Aset Tetap Diinvestasikan dalam Aset Lainnya Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang EKUITAS DANA CADANGAN Diinvestasikan dalam Dana Cadangan
Jumlah JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA
KONVERSI UNTUK NERACA PPKD 22.
Ketika akan melakukan konversi Neraca, perlu diteliti lebih dahulu pada
klasifikasi mana terjadi perbedaan antara Permendagri No. 13 Tahun 2006 yang diubah oleh
Permendagri No. 21 Tahun 2011 dengan PP No. 24 Tahun 2005, kemudian lakukan konversi. Untuk lebih jelasnya perhatikan bagan di bawah ini: Permendagri No. 13 Tahun 2006 ASET LANCAR Kas 1. Kas di Kas Daerah Investasi Jangka Pendek Piutang 1. Piutang Pajak 2. Piutang Retribusi 3. Piutang Dana Bagi Hasil
4. Piutang Dana Alokasi Umum
5. Piutang Dana Alokasi Khusus
6. Piutang Lain-Lain
Persediaan Lampiran B. Neraca
PP No. 24 Tahun 2005 tentang SAP ASET LANCAR A. Aset Lancar 1. Kas di Kas Daerah 4. Investasi Jangka Pendek 5. Piutang Pajak 6. Piutang Retribusi 7. Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara 8. Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah 9. Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Pusat 10. Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya 11. Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran 12. Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi 13. Piutang Lainnya 14. Persediaan
Kebijakan Akuntansi No. 2
- 63 -
23.
Perbedaan pada kelompok Aset Lancar terlihat pada akun piutang, selain piutang
pajak dan piutang retribusi dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 terdapat akun Piutang Dana Bagi Hasil, Piutang Dana Alokasi Umum, Piutang Dana Alokasi Khusus yang di dalam format menurut PP No. 24 Tahun 2005 tidak disajikan contohnya, sehingga perlu dikonversikan ke piutang lainnya. 24.
Kemudian dalam format PP No. 24 Tahun 2005 diberikan kelompok akun Bagian
Lancar Pinjaman, yaitu akun Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara, Bagian
Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Pusat, Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya, Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran, dan Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi yang di dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 tidak ada, sehingga dimasukkan ke dalam akun Piutang Lain-lain.
Permendagri No. 13 Tahun 2006 INVESTASI JANGKA PANJANG A. Investasi Non Permanen 1. Pinjaman kepada Perusahaan Negara 2. Pinjaman kepada Perusahaan Daerah 3. Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya 4. Investasi dalam Surat Utang Negara 5. Investasi Dana Bergulir
PP No. 24 Tahun 2005 tentang SAP INVESTASI JANGKA PANJANG A. Investasi Non Permanen 1. Pinjaman kepada Perusahaan Negara
B. Investasi Permanen 1. Penyertaan Modal Pemerintah Daerah 2. /Penyertaan Modal dalam Proyek Pembangunan 3. Penyertaan Modal Perusahaan Patungan 4. Investasi Permanen Lainnya
B. Investasi Permanen 1. Penyertaan Modal Pemerintah Daerah
6
(a)
Investasi Non Permanen Lainnya
25.
2. Pinjaman kepada Perusahaan Daerah 3. Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya 4. Investasi dalam Surat Utang Negara 5. Investasi dalam Proyek Pembangunan 6. Investasi Non Permanen Lainnya 2. Investasi Permanen Lainnya
Perbedaan pada kelompok akun Investasi Jangka Panjang :
Dalam format PP No. 24 Tahun 2005 Investasi dalam Proyek Pembangunan digolongkan
ke
dalam
kelompok
investasi
non
permanen,
sedangkan
dalam
Permendagri No. 13 Tahun 2006 Penyertaan Modal dalam Proyek Pembangunan (b)
digolongkan ke dalam kelompok investasi permanen, Dalam
format
Permendagri No. 13 Tahun 2006 terdapat akun Investasi Dana Bergulir
termasuk ke dalam Investasi Non Permanen, yang di dalam format PP No. 24 Tahun 2005 tidak ada, sehingga perlu dikonversi ke dalam akun Investasi Non Permanen Lainnya,
Lampiran B. Neraca
Kebijakan Akuntansi No. 2
- 64 -
(c)
Dalam
format
Permendagri No. 13 Tahun 2006
terdapat akun Penyertaan Modal
Perusahaan Patungan termasuk ke dalam Investasi Permanen, yang di dalam format PP No.
24 Tahun 2005 tidak ada, sehingga perlu dikonversi ke dalam akun Investasi Non Permanen Lainnya.
Permendagri No. 13 Tahun 2006 ASET TETAP 1. Tanah 2. Peralatan dan Mesin 3. Gedung dan Bangunan 4. Jalan, Jaringan dan Instalasi 5. Aset Tetap Lainnya 6. Konstruksi Dalam Pengerjaan 7. Akumulasi Penyusutan 26.
PP No. 24 Tahun 2005 tentang SAP ASET TETAP 1. Tanah 2. Peralatan dan Mesin 3. Gedung dan Bangunan 4. Jalan, Irigasi, dan Jaringan 5. Aset Tetap Lainnya 6. Konstruksi dalam Pengerjaan 7. Akumulasi Penyusutan
Perbedaan di dalam Aset Tetap ada pada kelompok Jalan, Jaringan dan Instalasi
berdasarkan akun pada Permendagri No. 13 Tahun 2006 yang diubah oleh Permendagri No.
59 Tahun 2007, sedangkan berdasarkan format PP No. 24 Tahun 2005 kelompok yang sama
adalah Jalan, Irigasi, dan Jaringan. Bila diperhatikan lebih seksama ke dalam susunan Kode Rekening Permendagri No. 13 Tahun 2006, yang dimaksud dengan jaringan termasuk di
dalamnya adalah jaringan irigasi, sehingga sebenarnya tidak ada perbedaan substansi di antara keduanya.
Permendagri No. 13 Tahun 2006 ASET LAINNYA 1. Tagihan Piutang Penjualan Angsuran 2. Tagihan Tuntutan Ganti Kerugian Daerah 3. Kemitraan dengan Pihak Ketiga 4. Aset Tidak Berwujud 5. Aset Lain-Lain 27.
PP No. 24 Tahun 2005 tentang SAP ASET LAINNYA 1. Tagihan Penjualan Angsuran 2. Tuntutan Perbendaharaan 3. 4. 5. 6.
Tuntutan Ganti Rugi Kemitraan dengan Fihak Ketiga Aset Tidak Berwujud Aset Lain-Lain
Perbedaan pada kelompok Aset Lainnya terlihat bahwa dalam format PP No. 24
Tahun 2005 dibedakan antara Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi, sedangkan di Permendagri No. 13 Tahun 2006 yang diubah oleh Permendagri No. 59 Tahun 2007, hanya
ada Tagihan Tuntutan Ganti Kerugian Daerah dengan tidak memisahkan ke dalam dua kelompok seperti pada PP No. 24 Tahun 2005. Oleh karena itu, sesuai dengan kejadian transaksinya perlu dibedakan ke dalam dua kelompok seperti dalam PP No. 24 Tahun 2005.
Lampiran B. Neraca
Kebijakan Akuntansi No. 2
Permendagri No. 13 Tahun 2006 KEWAJIBAN
- 65 -
A. Kewajiban Jangka Pendek
1. Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK)
3. Utang Pajak
3. Bagian Lancar Utang dalam Negeri
4. Bagian Lancar Utang Jangka Panjang 5. Pendapatan Diterima di Muka
B. Kewajiban Jangka Panjang 1. Utang Dalam Negeri 2. Utang Luar Negeri
(b) (c)
A. Kewajiban Jangka Pendek
1. Utang Perhitungan Pihak Ketiga 2. Utang Bunga
(a)
PP No. 24 Tahun 2005 tentang SAP KEWAJIBAN
28.
2. Utang Bunga
4. Bagian Lancar Utang Jangka Panjang Lainnya 5. Utang Jangka Pendek Lainnya
B. Kewajiban Jangka Panjang 1. Utang Dalam Negeri
2. Utang Jangka Panjang Lainnya
Perbedaan kelompok Kewajiban
Dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 yang diubah oleh Permendagri No. 59
Tahun
2007 terdapat Utang Pajak yang dimasukkan ke dalam Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) menurut PP No. 24 Tahun 2005,
Dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 yang diubah oleh Permendagri No. 59 Tahun 2007 terdapat Pendapatan Diterima di Muka yang dimasukkan ke dalam Utang Jangka Pendek Lainnya menurut PP No. 24 Tahun 2005,
Dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 yang diubah oleh Permendagri No. 59 Tahun
2007 terdapat Utang Luar Negeri yang dimasukkan ke dalam Utang Jangka Panjang Lainnya menurut PP No. 24 Tahun 2005,
Permendagri No. 13 Tahun 2006 EKUITAS DANA A. Ekuitas Dana Lancar 1. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) 2. Cadangan Piutang 3. Cadangan Persediaan
4. Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek *
B. Ekuitas Dana Investasi 1. Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang 2. Diinvestasikan dalam Aset Tetap
3. Diinvestasikan dalam Aset Lainnya (tidak termasuk Dana Cadangan) 4. Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang **
C. Ekuitas Dana Cadangan 1. Diinvestasikan dalam Dana Cadangan Lampiran B. Neraca
PP No. 24 Tahun 2005 tentang SAP EKUITAS DANA A. Ekuitas Dana Lancar 1. Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) 2. 3. 4. 5.
Pendapatan Yang Ditangguhkan Cadangan Piutang Cadangan Persediaan Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek
B. Ekuitas Dana Investasi 1. Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang 2. Diinvestasikan dalam Aset Tetap
3. Diinvestasikan dalam Aset Lainnya
4. Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang
C. Ekuitas Dana Cadangan 1. Diinvestasikan dalam Dana Cadangan Kebijakan Akuntansi No. 2
- 66 -
29.
Dari bagan di atas dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan antara
Permendagri No. 13 Tahun 2006 yang diubah oleh Permendagri No. 59 Tahun 2007 dengan PP No. 24 Tahun 2005 bagi komponen Ekuitas pada Neraca yaitu pada komponen Ekuitas Dana Lancar. Pada Permendagri No. 13 Tahun 2006 yang diubah oleh Permendagri No. 59 Tahun 2007 dengan PP No. 24 Tahun 2005 komponen Ekuitas Dana Lancar
tidak terdapat
Pendapatan Yang Ditangguhkan sedangkan pada PP No. 24 Tahun 2005 komponen Ekuitas Dana Lancar terdapat Pendapatan Yang Ditangguhkan. (*)
Akun Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek
(**)
Akun Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang merupakan
merupakan contra account dari Ekuitas Dana Lancar contra account dan Ekuitas Dana Investasi
NERACA PPKD SETELAH KONVERSI 30.
Setelah melakukan konversi, maka format Neraca PPKD yang berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 adalah sebagai berikut:
PEMERINTAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NERACA PPKD Per 31 Desember 20X1 dan 20X0
No.
1
1.1
Uraian
Kenaikan/ Penurunan
ASET LANCAR Kas di Kas Daerah
1,1,4
Kas di RSUD
1,1,2
Kas di Bendahara Pengeluaran
1,1,3
Kas di Bendahara Penerimaan
1,1,5
Kas di BLUD
1,1,6
Kas Pengelola Dana Alsintan
1,1,7
Kas pengelola Dana UKM
1,1,8
Investasi Jangka Pendek
1,1,9
Piutang Pajak
1,1,10 1,1,10 a 1,1,11
Piutang Retribusi
Piutang Transfer- Dana Bagi Hasil Pajak Provinsi
Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Negara
1,1,12
Bagian Lancar Pinjaman kepada Perusahaan Daerah
1,1,13
Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Pusat
1,1,14
Bagian Lancar Pinjaman kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxx
1,1,15
Bagian Lancar Tagihan Penjualan Angsuran
1,1,16
Bagian Lancar Tuntutan Perbendaharaan
1,1,17
Bagian Lancar Tuntutan Ganti Rugi
1,1,18
Piutang BLUD
1,1,19 1,1,21
n-1
ASET
1,1,1
1,1,20
n
Piutang Lainnya A
Lampiran B. Neraca
Persediaan
Belanja Dibayar dimuka
Jumlah Aset Lancar
Kebijakan Akuntansi No. 2
%
1.2
INVESTASI JANGKA PANJANG
1,2,1
INVESTASI NON PERMANEN
1,2,1,1
Pinjaman Kepada Perusahaan Negara
1,2,1,2
Pinjaman Kepada Perusahaan Daerah
1,2,1,3
Pinjaman Kepada Pemerintah Daerah Lainnya xxxxxxxxx
1,2,1,4 1,2,1,5 1,2,1,6
Investasi Dalam Surat Utang Negara B
1,2,2,2
1.3
Investasi dalam Proyek Pembangunan Investasi Non Permanen Lainnya
JUMLAH INVESTASI NON PERMANEN
INVESTASI PERMANEN
1,2,2
1,2,2,1
C D
Penyertaan Modal Pemerintah Daerah Investasi Permanen Lainnya
JUMLAH INVESTASI PERMANEN
JUMLAH INVESTASI JANGKA PANJANG (B+C)
ASET TETAP
1,3,1
Tanah
1,3,4
Jalan, Irigasi dan Jaringan
1,3,2
Peralatan dan Mesin
1,3,3
Gedung dan Bangunan
1,3,5 1,3,6 1,3,7
Aset Tetap Lainnya E
Konstruksi Dalam Pengerjaan
Akumulasi Penyusutan Aset Tetap Jumlah Aset Tetap
1.4
DANA CADANGAN
1.5
ASET LAINNYA
1,4,1
F
Dana Cadangan
Jumlah Dana Cadangan
1,5,1
Tagihan Penjualan Angsuran
1,5,4
Kemitraan Dengan Pihak Ketiga
1,5,2
Tagihan Tuntutan Perbendaharaan
1,5,3
Tagihan Tuntutan
1,5,5 1,5,6
Aset Tak Berwujud G
Tuntutan Ganti Rugi
Aset Lain-lain
JUMLAH ASET LAINNYA
H 2
- 67 -
JUMLAH ASET (A+D+E+F+G)
KEWAJIBAN KEWAJIBAN JANGKA PENDEK
2.1
2,1,1
Utang kepada Pihak Ketiga (FPK)
2,1,4
Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya
2,1,2
Utang Bunga
2,1,3
Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Pemerintah Pusat
2,1,5
Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bukan Bank Bagian Lancar Utang Dalam Negeri - Obligasi
2,1,6 2,1,7 2,1,8 2,1,9 2.2
I
Bagian Lancar Utang Jangka Panjang Lainnya Utang Jangka Pendek Lainnya
JUMLAH KEWAJIBAN JANGKA PENDEK
KEWAJIBAN JANGKA PANJANG
2,2,1
Utang Dalam Negeri - Pemerintah Pusat
2,2,4
Utang Dalam Negeri - Lembaga Keuangan bukan Bank
2,2,2 2,2,3 2,2,5
Lampiran B. Neraca
Utang Dalam Negeri - Pemerintah Daerah Lainnya Utang Dalam Negeri - Lembaga Keuangan Bank Utang Dalam Negeri – Obligasi
Kebijakan Akuntansi No. 2
2,2,6
2.3
J K
Utang Jangka Panjang Lainnya
- 68 -
Jumlah Kewajiban Jangka Panjang
Jumlah Kewajiban (I+J)
EKUITAS DANA
2,3,1
EKUITAS DANA LANCAR
2,3,1,3
Cadangan Piutang
2,3,1,1
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA)
2,3,1,4
Cadangan Persediaan Dana yang Harus Disediakan Untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek JUMLAH EKUITAS DANA LANCAR
2,3,1,2 2,3,1,5
Pendapatan yang Ditangguhkan
L
EKUITAS DANA INVESTASI
2,3,2
2,3,2,1
Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang
2,3,2,2
Diinvestasikan Dalam Aset Tetap
2,3,2,3 2,3,2,4 2,3,3
2,3,3,1
M
Diinvestasikan Dalam Aset Lainnya Dana yang Harus Disediakan Untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang JUMLAH EKUITAS DANA INVESTASI EKUITAS DANA CADANGAN
N O P
Diinvestasikan dalam Dana Cadangan
JUMLAH EKUITAS DANA INVESTASI
JUMLAH EKUITAS DANA (L+M+N)
JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA (K+O)
NERACA GABUNGAN PEMDA 31.
Neraca gabungan Pemda disusun pada akhir tahun anggaran. Dalam penyusunan
laporan keuangan gabungan ini, rekening-rekening yang sifatnya reciprocal (timbal balik antar unit dalam satu Pemda) harus dihilangkan terlebih dahulu. Mekanisme penghilangan
akun resiprokal tersebut, yaitu melalui proses eliminasi akun - akun reciprocal. Akun-akun
resiprokal yang terjadi dalam sistem akuntansi keuangan daerah ini adalah akun RK-SKPD dan akun RK-PPKD. Akun RK-SKPD dicatat oleh PPKD, sedangkan akun RK-PPKD dicatat oleh SKPD. Kedua akun tersebut digunakan untuk menggambarkan transaksi yang dilakukan antar unit
tersebut, dan akan berpengaruh terhadap neraca kedua unit tersebut. Hal ini terjadi karena hubungan SKPD dan PPKD adalah hubungan Pusat-Cabang. Dimana PPKD bertindak sebagai
kantor pusat dan PPKD bertindak sebagai kantor cabang, tetapi keduanya adalah satu entitas pelaporan, yaitu entitas pelaporan Pemda yang bersangkutan.
TANGGAL EFEKTIF 32.
Kebijakan Akuntansi ini berlaku efektif secara bertahap untuk laporan
keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara mulai tahun Anggaran 2013.
Lampiran B. Neraca
Kebijakan Akuntansi No. 2
- 69 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 3
LAPORAN REALISASI ANGGARAN
Lampiran B. Laporan Realisasi Anggaran
Kebijakan Akuntansi No. 3
- 70 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 03
LAPORAN REALISASI ANGGARAN Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan akuntansi, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah Daerah
PENDAHULUAN Tujuan 1.
Tujuan kebijakan akuntansi Laporan Realisasi Anggaran adalah menetapkan
dasar-dasar penyajian Laporan Realisasi Anggaran untuk Pemerintah Daerah dalam rangka
memenuhi tujuan akuntabilitas sebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundangundangan. 2.
Tujuan pelaporan realisasi anggaran adalah memberikan informasi tentang
realisasi dan anggaran entitas pelaporan dan entitas akuntansi secara tersanding.
Penyandingan antara anggaran dan realisasinya menunjukkan tingkat ketercapaian target-
target yang telah disepakati antara legislatif dan eksekutif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Ruang Lingkup 3.
Kebijakan akuntansi ini diterapkan dalam penyajian Laporan Realisasi
Anggaran yang disusun dan disajikan dengan menggunakan akuntansi berbasis kas. 4.
Kebijakan akuntansi ini berlaku untuk entitas pelaporan dan entitas
akuntansi yang memperoleh anggaran berdasarkan APBD, tidak termasuk perusahaan daerah.
MANFAAT INFORMASI REALISASI ANGGARAN 5.
Laporan Realisasi Anggaran menyediakan informasi mengenai realisasi
pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan dari entitas pelaporan dan entitas akuntansi yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya. Informasi
tersebut berguna bagi para pengguna laporan dalam mengevaluasi keputusan mengenai Lampiran B. Laporan Realisasi Anggaran
Kebijakan Akuntansi No. 3
- 71 -
alokasi sumber-sumber daya ekonomi, akuntabilitas dan ketaatan entitas pelaporan dan entitas akuntansi terhadap anggaran dengan: (a)
menyediakan informasi mengenai sumber, alokasi dan penggunaan sumber daya
(b)
menyediakan informasi mengenai realisasi anggaran secara menyeluruh yang berguna
ekonomi;
dalam mengevaluasi kinerja Pemerintah Daerah dalam hal efisiensi dan efektivitas penggunaan anggaran. 6.
Laporan Realisasi Anggaran menyediakan informasi yang berguna dalam
memprediksi sumber daya ekonomi yang akan diterima untuk mendanai kegiatan Pemerintah Daerah dalam periode mendatang dengan cara menyajikan laporan secara komparatif.
Laporan Realisasi Anggaran dapat menyediakan informasi kepada para pengguna laporan tentang indikasi perolehan dan penggunaan sumber daya ekonomi: (a)
telah dilaksanakan secara efisien, efektif dan hemat;
(c)
telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(b)
telah dilaksanakan sesuai dengan anggarannya (APBD); dan
DEFINISI 7.
Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam kebijakan akuntansi
dengan pengertian: Anggaran merupakan pedoman tindakan yang akan dilaksanakan pemerintah meliputi rencana pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan yang diukur dalam satuan rupiah, yang disusun menurut klasifikasi tertentu secara sistematis untuk satu periode. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan Pemerintahan Daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Apropriasi merupakan anggaran yang disetujui DPRD yang merupakan mandat yang diberikan kepada bupati untuk melakukan pengeluaran pengeluaran sesuai tujuan yang ditetapkan. Azas Bruto adalah suatu prinsip yang tidak memperkenankan pencatatan secara neto penerimaan setelah dikurangi pengeluaran pada suatu unit organisasi atau tidak memperkenankan pencatatan pengeluaran setelah dilakukan kompensasi antara penerimaan dan pengeluaran. Basis Kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh Pemerintah Daerah.
Lampiran B. Laporan Realisasi Anggaran
Kebijakan Akuntansi No. 3
- 72 -
Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif besar yang tidak dapat dibebankan dalam satu tahun anggaran. Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi
yang
menurut
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
wajib
menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh Bendaharawan Umum Daerah untuk menampung seluruh penerimaan dan pengeluaran Pemerintah Daerah. Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-konvensi, aturanaturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang. Otorisasi Kredit Anggaran (allotment) adalah dokumen pelaksanaan anggaran yang menunjukkan bagian dari apropriasi yang disediakan bagi instansi dan digunakan untuk memperoleh uang dari Rekening Kas Umum Daerah guna membiayai pengeluaran pengeluaran selama periode otorisasi tersebut. Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak Pemerintah Daerah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh Pemerintah Daerah. Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. Perusahaan daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh Walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan. Surplus/defisit adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode pelaporan. Transfer adalah penerimaan/pengeluaran uang dari suatu entitas pelaporan dari/kepada entitas pelaporan lain, termasuk dana perimbangan dan dana bagi hasil.
Lampiran B. Laporan Realisasi Anggaran
Kebijakan Akuntansi No. 3
- 73 -
STRUKTUR LAPORAN REALISASI ANGGARAN 8. belanja,
Laporan Realisasi Anggaran menyajikan informasi realisasi pendapatan, transfer,
surplus/defisit
dan
pembiayaan,
yang
masing-masing
diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode. 9.
Dalam Laporan Realisasi Anggaran harus diidentifikasikan secara jelas,
dan diulang pada setiap halaman laporan, jika dianggap perlu, informasi berikut: (a)
nama entitas pelaporan dan entitas akuntansi atau sarana identifikasi lainnya;
(b)
cakupan entitas pelaporan;
(c)
periode yang dicakup;
(d)
mata uang pelaporan; dan
(e)
satuan angka yang digunakan.
PERIODE PELAPORAN 10. Laporan Realisasi Anggaran disajikan sekurang-kurangnya sekali dalam setahun. Dalam situasi tertentu tanggal laporan suatu entitas berubah dan Laporan Realisasi Anggaran tahunan disajikan dengan suatu periode yang lebih panjang atau pendek dari satu tahun, entitas mengungkapkan informasi sebagai berikut: (a)
alasan penggunaan periode pelaporan tidak satu tahun;
(b)
fakta bahwa jumlah-jumlah komparatif dalam Laporan Realisasi Anggaran dan catatan-catatan terkait tidak dapat diperbandingkan.
TEPAT WAKTU 11.
Manfaat suatu Laporan Realisasi Anggaran berkurang jika laporan tersebut tidak
tersedia tepat pada -waktunya. Faktor-faktor seperti kompleksitas operasi Pemerintah
Daerah tidak dapat dijadikan pembenaran atas ketidakmampuan entitas pelaporan dan entitas akuntansi untuk menyajikan laporan keuangan tepat waktu. 12.
Sebagai bagian dari laporan keuangan tahunan entitas pelaporan menyajikan
Laporan Realisasi Anggaran selambat-lambatnya 6 (enam) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran dan Entitas akuntansi menyajikan Laporan Realisasi Anggaran selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah berakhirnya tahun anggaran
Lampiran B. Laporan Realisasi Anggaran
Kebijakan Akuntansi No. 3
- 74 -
ISI LAPORAN REALISASI ANGGARAN 13.
Laporan Realisasi Anggaran disajikan sedemikian rupa sehingga rnenonjolkan
berbagai unsur pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan pembiayaan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar. Laporan Realisasi Anggaran menyandingkan realisasi
pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit, dan pembiayaan dengan anggarannya. Laporan Realisasi Anggaran dijelaskan lebih lanjut dalam Catatan atas Laporan Keuangan yang
memuat hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan keuangan,
sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan realisasinya, serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang dianggap perlu untuk dijelaskan.
14. Laporan Realisasi Anggaran sekurang-kurangnya mencakup pos-pos sebagai berikut: (a)
Pendapatan
(b)
Belanja
(c)
Transfer
(d)
Surplus atau defisit
(e)
Penerimaan pembiayaan
(f)
Pengeluaran pembiayaan
(g)
Pembiayaan neto; dan
(h)
Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran (SiLPA / SiKPA) 15. Pos, judul dan sub jumlah lainnya disajikan dalam Laporan Realisasi
Anggaran apabila diwajibkan oleh kebijakan akuntansi ini atau apabila penyajian tersebut diperlukan untuk menyajikan Laporan Realisasi Anggaran secara wajar. 16.
Contoh format Laporan Realisasi Anggaran disajikan dalam lampiran III.A, III.B,
dan III.C kebijakan ini yang merupakan ilustrasi dan bukan merupakan bagian dari kebijakan akuntansi. Tujuan lampiran ini adalah mengilustrasikan penerapan kebijakan akuntansi untuk membantu dalam klarifikasi artinya.
INFORMASI YANG DISAJIKAN DALAM LAPORAN REALISASI ANGGARAN ATAU DALAM CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN 17. Entitas pelaporan dan entitas akuntansi menyajikan klasifikasi pendapatan menurut jenis pendapatan dalam Laporan Realisasi Anggaran, dan rincian lebih lanjut jenis pendapatan disajikan pada Catatan atas Laporan Keuangan, 18. Entitas pelaporan dan entitas akuntansi menyajikan klasifikasi belanja menurut jenis belanja dalam Laporan Realisasi Anggaran. Klasifikasi belanja menurut Lampiran B. Laporan Realisasi Anggaran
Kebijakan Akuntansi No. 3
- 75 -
organisasi disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran atau di Catatan atas Laporan Keuangan. Klasifikasi belanja menurut fungsi disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
AKUNTANSI ANGGARAN 19.
Akuntansi anggaran merupakan teknik pertanggungjawaban dan pengendalian
manajemen yang digunakan untuk membantu pengelolaan pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan. 20.
Akuntansi anggaran diselenggarakan sesuai dengan struktur anggaran yang
terdiri dari anggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Anggaran pendapatan meliputi estimasi pendapatan yang dijabarkan menjadi alokasi estimasi pendapatan. Anggaran belanja
terdiri dari apropriasi yang dijabarkan menjadi otorisasi kredit anggaran (allotment). Anggaran pembiayaan terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiayaan. 21.
dialokasikan.
Akuntansi anggaran diselenggarakan pada saat anggaran disahkan dan anggaran
AKUNTANSI PENDAPATAN 22. Pendapatan diakui pada saat diterima pada Rekening Kas Umum Daerah. Untuk transaksi pendapatan yang belum diierima pada tanggal 31 Desember dalam neraca dicatat sebagai piutang daerah dengan rekening lawan cadangan piutang daerah pada ekuitas dana lancar. 23. Pendapatan diklasifikasikan menurut jenis pendapatan. 24. Transfer masuk adalah penerimaan uang dari entitas pelaporan lain, misalnya penerimaan dana perimbangan dari pemerintah pusat dan dana bagi hasil dari pemerintah provinsi. 25.
Akuntansi pendapatan dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan
membukukan penerimaan bruto dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran). 26. Dalam hal badan layanan umum, pendapatan diakui dengan mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan layanan umum. 27.
Pengembalian yang sifatnya normal dan berulang (recurring,) atas
penerimaan pendapatan pada periode penerimaan maupun pada per/ode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang pendapatan.
Lampiran B. Laporan Realisasi Anggaran
Kebijakan Akuntansi No. 3
- 76 -
28. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (nonrecurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode penerimaan pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada periode yang sama. 29. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (nonrecurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang ekuitas dana lancar pada periode ditemukannya koreksi dan pengembalian tersebut. 30.
Akuntansi
pendapatan
disusun
untuk
memenuhi
kebutuhan
pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan dan untuk keperluan pengendalian bagi manajemen Pemerintah Daerah.
AKUNTANSI BELANJA
31. Belanja diakui pada saat terjadinya pengesahan pengeluaran. Untuk keperluan laporan akhir tahun belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah. 32. Dalam hal badan layanan umum, belanja diakui dengan mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan layanan umum 33. Belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja), organisasi, dan fungsi. 34.
Klasifikasi ekonomi adalah pengelompokan belanja yang didasarkan pada jenis
belanja untuk melaksanakan suatu aktivitas. Klasifikasi ekonomi untuk pemerintah daerah
terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial dan belanja tak terduga. 35.
Belanja operasi adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan sehari-hari
pemerintah daerah yang memberi manfaat jangka pendek. Belanja operasi antara lain meliputi belanja pegawai, belanja barang, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial. 36.
Belanja modal adalah pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset
tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan pemerintah. Untuk kepentingan penyusunan laporan keuangan akhir tahun belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal meliputi
antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan, peralatan, dan aset tak berwujud.
Lampiran B. Laporan Realisasi Anggaran
Kebijakan Akuntansi No. 3
- 77 -
37.
Belanja lain-lain/tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang
sifatnya tidak biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan Pemerintah Daerah. 38.
berikut:
Contoh klasifikasi belanja menurut ekonomi (jenis belanja) adalah sebagai
Belanja Operasi: ï€ ï€ ï€ ï€ ï€ ï€
Belanja Pegawai
xxx
Bunga
xxx
Belanja Barang
xxx
Subsidi
xxx
Hibah
xxx
Bantuan Sosial
xxx
Belanja Modal: ï€ ï€
Belanja Aset Tetap
xxx
Belanja Aset Lainnya
xxx
Belanja Lain-lain/Tak Terduga
xxx
39. Transfer keluar adalah pengeluaran uang dari entitas pelaporan ke entitas
pelaporan lain seperti pengeluaran dana perimbangan oleh pemerintah pusat dan dana bagi hasil oleh Pemerintah Daerah. 40.
Klasifikasi menurut organisasi yaitu klasifikasi berdasarkan unit organisasi
pengguna anggaran. Klasifikasi belanja menurut organisasi di pemerintah daerah antara lain
belanja Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Sekretariat Daerah, dinas dan lembaga teknis. 41.
Klasifikasi menurut fungsi adalah klasifikasi yang didasarkan pada fungsi-fungsi
42.
Contoh klasifikasi belanja menurut fungsi adalah sebagai berikut: Belanja :
utama pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. ï€ ï€ ï€ ï€ ï€ ï€ ï€ ï€
Pelayanan Umum
xxx
Ketertiban dan Keamanan
xxx
Pertahanan
xxx
Ekonomi
xxx
Perlindungan Lingkungan Hidup
xxx
Perumahan dan Permukiman
xxx
Kesehatan
xxx
Pariwisata dan Budaya
Lampiran B. Laporan Realisasi Anggaran
xxx Kebijakan Akuntansi No. 3
- 78 -
ï€ ï€ ï€
Agama
xxx
Perlindungan sosial
xxx
Pendidikan
xxx
43. Realisasi anggaran belanja dilaporkan sesuai dengan klasifikasi yang
ditetapkan dalam dokumen anggaran. 44. Koreksi atas pengeluaran belanja (penerimaan kembali belanja) yang terjadi pada periode pengeluaran belanja dibukukan sebagai pengurang belanja pada periode yang sama. Apabila diterima pada periode berikutnya, koreksi atas pengeluaran belanja dibukukan dalam pendapatan lain-lain. 45.
Akuntansi
belanja
disusun
selain
untuk
memenuhi
kebutuhan
pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan, juga dapat dikembangkan untuk keperluan pengendalian bagi manajemen dengan cara yang memungkinkan pengukuran kegiatan belanja tersebut.
AKUNTANSI SURPLUS/DEFISIT 46.
Surplus adalah selisih lebih antara pendapatan dan belanja selama satu periode
47.
Defisit adalah selisih kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode
pelaporan. pelaporan.
48. Selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode
pelaporan dicatat dalam pos Surplus/Defisit.
AKUNTANSI PEMBIAYAAN 49.
Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan Pemerintah Daerah,
baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang
dalam penganggaran Pemerintah Daerah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit dan atau memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman dan hasil divestasi. Sementara, pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan
untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain dan penyertaan modal oleh Pemerintah Daerah.
Akuntansi Penerimaan Pembiayaan 50.
Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Daerah
antara lain berasal dari penerimaan pinjaman, penjualan obligasi pemerintah, hasil privatisasi Lampiran B. Laporan Realisasi Anggaran
Kebijakan Akuntansi No. 3
- 79 -
perusahaan daerah, penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada fihak ketiga, penjualan investasi permanen lainnya, dan pencairan dana cadangan.
51. Penerimaan pembiayaan diakui pada saat diterima pada Rekening Kas
Umum Daerah. 52.
Akuntansi penerimaan pembiayaan dilaksanakan berdasarkan azas bruto,
yaitu dengan membukukan penerimaan bruto dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran) 53.
Pencairan Dana Cadangan mengurangi Dana Cadangan yang bersangkutan.
54.
Pengeluaran pembiayaan adalah semua pengeluaran Rekening Kas Umum
Akuntansi Pengeluaran Pembiayaan
Daerah antara lain pemberian pinjaman kepada pihak ketiga, penyertaan modal Pemerintah
Daerah, pembayaran kembali pokok pinjaman dalam periode tahun anggaran tertentu, dan pembentukan dana cadangan.
55. Pengeluaran pembiayaan diakui pada saat dikeluarkan dari Rekening Kas
Umum Daerah. 56.
Pembentukan Dana Cadangan menambah Dana Cadangan yang bersangkutan.
Hasil-hasil yang diperoleh dari pengelolaan Dana Cadangan Pemerintah Daerah merupakan penambah Dana Cadangan. Hasil tersebut dicatat sebagai pendapatan dalam pos pendapatan asli daerah lainnya.
Akuntansi Pembiayaan Neto 57.
Pembiayaan neto adalah selisih antara penerimaan pembiayaan setelah
dikurangi pengeluaran pembiayaan dalam periode tahun anggaran tertentu.
58. Selisih lebih/kurang antara penerimaan dan pengeluaran pembiayaan
selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos Pembiayaan Neto.
AKUNTANSI SISA (SILPA/SIKPA) 59.
LEBIH/KURANG
PEMBIAYAAN
ANGGARAN
Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran adalah selisih lebih/kurang antara
realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu periode pelaporan.
60. Selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos SiLPA/SiKPA.
Lampiran B. Laporan Realisasi Anggaran
Kebijakan Akuntansi No. 3
- 80 -
LAPORAN REALISASI ANGGARAN SKPD 61.
SKPD menyusun Laporan Realisasi Anggaran secara periodik yaitu minimal
sekali dalam satu semester . Laporan Realisasi Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) disusun dengan mengacu pada Permendagri No. 13 Tahun 2006 yang diubah oleh
Permendagri No. 21 Tahun 2011. Laporan Realisasi Anggaran tersebut harus sesuai dengan PP 24 Tahun 2005. Karena tidak ada perbedaan antara format Laporan Realisasi Anggaran
SKPD yang disusun dengan mengacu pada Permendagri No. 13 Tahun 2006 yang diubah
oleh Permendagri No. 21 Tahun 2011 dengan format yang ditetapkan dalam PP 24 Tahun 2005 maka Laporan Realisasi
Anggaran SKPD yang disusun dengan mengacu pada
Permendagri No. 13 Tahun 2006 yang diubah oleh Permendagri No. 21 Tahun 2011 tersebut tidak memerlukan konversi dengan sehingga sesuai dengan format yang ditetapkan dalam PP 24 Tahun 2005. Format Laporan Realisasi Anggaran SKPD adalah sebagai berikut :
PEMERINTAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA SKPD ...... LAPORAN REALISASI ANGGARAN Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember Tahun n dan n-1
No. Urut
Uraian
Anggaran Setelah Perubahan
Realisasi Tahun n
%
1
2
3
4
5
1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
PENDAPATAN PENDAPATAN ASLI DAERAH Pendapatan Pajak Daerah Pendapatan Retribusi Daerah Pendapatan hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Jumlah Pendapatan Asli Daerah (3 s/d 6) JUMLAH PENDAPATAN (7) BELANJA BELANJA OPERASI Belanja Pegawai Belanja Barang Jumlah Belanja Operasi (13 s/d 14) BELANJA MODAL Belanja Tanah
Lampiran B. Laporan Realisasi Anggaran
Kebijakan Akuntansi No. 3
Realisasi Tahun n-1
- 81 No. Urut 1
19 20 21 22 23 24 25 26
Uraian
Anggaran Setelah Perubahan
Realisasi Tahun n
%
2
3
4
5
Belanja Peralatan dan Mesin Belanja Gedung dan Bangunan Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan Belanja Aset Tetap Lainnya Befanja Aset Lainnya Jumlah Belanja Modal (18 s/d 23) JUMLAH BELANJA (15 + 24) SURPLUS/DEFISIT (8 – 25)
Realisasi Tahun n-1
LAPORAN REALISASI ANGGARAN PPKD 62.
Seperti halnya SKPD, PPKD juga harus menyusun Laporan Realisasi Anggaran
secara periodik yaitu minimal sekali dalam satu semester . Laporan Realisasi Anggaran
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) disusun dengan mengacu pada Permendagri No. 13 Tahun 2006 yang diubah oleh Permendagri No. 21 Tahun 2011. Laporan Realisasi Anggaran tersebut harus sesuai dengan PP 24 Tahun 2005. Karena tidak ada perbedaan antara format Laporan Realisasi
Anggaran SKPD yang disusun dengan mengacu pada
Permendagri No. 13 Tahun 2006 yang diubah oleh Permendagri No. 21 Tahun 2011 dengan format yang ditetapkan dalam PP 24 Tahun 2005 maka Laporan Realisasi Anggaran SKPD
yang disusun dengan mengacu pada Permendagri No. 13 Tahun 2006 yang diubah oleh Permendagri No. 21 Tahun 2011 tersebut tidak memerlukan konversi dengan sehingga sesuai dengan format yang ditetapkan dalam PP 24 Tahun 2005. Format Laporan Realisasi Anggaran SKPD adalah sebagai berikut :
PEMERINTAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA LAPORAN REALISASI ANGGARAN PPKD Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember Tahun n dan n-1
No. Urut
Uraian
Anggaran Setelah Perubahan
Realisasi Tahun n
%
1
2
3
4
5
1 2 3 4 5 6 7 8
9 10 11 12 13 14
PENDAPATAN PENDAPATAN TRANSFER Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Pajak Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (Sumber Daya Alam) Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Jumlah Transfer Pemerintah Pusat Dana Perimbangan (4 s/d 7) Transfer Pemerintah Pusat – Lainnya Dana Otonomi Khusus Dana Penyesuaian Jumlah Transfer Pemerintah Pusat – Lainnya (11 s/d 12)
Lampiran B. Laporan Realisasi Anggaran
Kebijakan Akuntansi No. 3
(dalam rupiah)
Realisasi Tahun n-1
- 82 No. Urut 1 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68
Uraian 2 Transfer Pemerintah Provinsi Pendapatan Bagi Hasil Pajak Pendapatan Bagih Hasil Lainnya Jumlah Transfer Pemerintah Provinsi (16 s/d 17) Total Pendapatan Transfer (8 + 13 + 18) LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH Pendapatan Hibah Pendapatan Dana Darurat Pendapatan Lainnya Jumlah Lain-Lain Pendapatan Yang Sah (21 s/d 23) JUMLAH PENDAPATAN (19 + 24)
Anggaran Setelah Perubahan
Realisasi Tahun n
%
3
4
5
BELANJA BELANJA OPERASI Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan Sosial Belanja Bantuan Keuangan Jumlah Belanja Operasi (29 s/d 33) BELANJA TIDAK TERDUGA Belanja Tidak Terduga Jumlah Belanja Tidak Terduga (37) JUMLAH BELANJA (34 + 38) TRANSFER TRANSFER/BAGI HASIL KE DESA Bagi Hasil Pajak Bagi Hasil Retribusi Bagi Hasil Pendapatan Lainnya JUMLAH TRANSFER/BAGI HASIL KE DESA (43 s/d 45) JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER/ BAGI HASIL KE DESA (39 + 46) SURPLUS/DEFISIT (25 – 47) PEMBIAYAAN PENERIMAAN DAERAH Penggunaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Pencairan Dana Cadangan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Penerimaan Pinjaman Daerah Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Daerah Penerimaan Piutang Daerah Jumlah Penerimaan (52 s/d 58) PENGELUARAN DAERAH Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah Pembayaran Pokok Utang Pemberian Pinjaman Daerah Jumlah Pengeluaran (62 s/d 65) PEMBIAYAAN NETO (59 – 66) Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (48 + 67)
Lampiran B. Laporan Realisasi Anggaran
Kebijakan Akuntansi No. 3
Realisasi Tahun n-1
- 83 -
LAPORAN REALISASI ANGGARAN PEMERINTAH KABUPATEN 63.
Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kabupaetn merupakan gabungan atau
hasil konsolidasi seluruh Laporan Realisasi Anggaran SKPD dan PPKD untuk periode yang
sama. Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kabupaten disusun setiap akhir tahun anggaran oleh Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah atau Entitas Pelaporan. Format Laporan Realisasi Anggaran Pemerintah Kabupaten adalah sebagai berikut :
PEMERINTAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA LAPORAN REALISASI ANGGARAN PPKD Untuk Tahun Yang Berakhir Sampai Dengan 31 Desember Tahun n dan n-1
No. Urut
Uraian
Anggaran Setelah Perubahan
Realisasi Tahun n
%
1
2
3
4
5
1
2 3 4 5 6 7
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
PENDAPATAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH Pendapatan Pajak Daerah Pendapatan Retribusi Daerah Pendapatan hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah Jumlah Pendapatan Asli Daerah (3 s/d 6) PENDAPATAN TRANSFER Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan Dana Bagi Hasil Pajak Dana Bagi Hasil Bukan Pajak (Sumber Daya Alam) Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Jumlah Transfer Pemerintah Pusat - Dana Perimbangan (11 s/d 14) Transfer Pemerintah Pusat – Lainnya Dana Otonomi Khusus Dana Penyesuaian Jumlah Transfer Pemerintah Pusat – Lainnya (18 s/d 19) Transfer Pemerintah Provinsi Pendapatan Bagi Hasil Pajak Pendapatan Bagih Hasil Lainnya Jumlah Transfer Pemerintah Provinsi (23 s/d 24) Total Pendapatan Transfer (15 + 20 + 25) LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH Pendapatan Hibah Pendapatan Dana Darurat Pendapatan Lainnya Jumlah Lain-Lain Pendapatan Yang Sah (28 s/d 30)
Lampiran B. Laporan Realisasi Anggaran
Kebijakan Akuntansi No. 3
(dalam rupiah)
Realisasi Tahun n-1
- 84 No. Urut 1 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85
Uraian 2 JUMLAH PENDAPATAN (7 + 26 + 31)
Anggaran Setelah Perubahan
Realisasi Tahun n
%
3
4
5
BELANJA BELANJA OPERASI Belanja Pegawai Belanja Barang Bunga Subsidi Hibah Bantuan Sosial Jumlah Belanja Operasi (36 s/d 41)
BELANJA MODAL Belanja Tanah Belanja Peralatan dan Mesin Belanja Gedung dan Bangunan Belanja Jalan, Irigasi dan Jaringan Belanja Aset Tetap Lainnya Belanja Aset Lainnya Jumlah Belanja Modal (45 s/d 50) BELANJA TIDAK TERDUGA Belanja Tidak Terduga Jumlah Belanja Tidak Terduga (54) JUMLAH BELANJA (42 + 51 + 55) TRANSFER TRANSFER/BAGI HASIL KE DESA Bagi Hasil Pajak Bagi Hasil Retribusi Bagi Hasil Pendapatan Lainnya JUMLAH TRANSFER/BAGI HASIL KE DESA (60 s/d 62) JUMLAH BELANJA DAN TRANSFER/ BAGI HASIL KE DESA (56 + 63) SURPLUS/DEFISIT (32 – 64) PEMBIAYAAN PENERIMAAN DAERAH Penggunaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Pencairan Dana Cadangan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan Penerimaan Pinjaman Daerah Penerimaan Kembali Pemberian Pinjaman Daerah Penerimaan Piutang Daerah Jumlah Penerimaan (70 s/d 75) PENGELUARAN DAERAH Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah Pembayaran Pokok Utang Pemberian Pinjaman Daerah Jumlah Pengeluaran (79 s/d 82) PEMBIAYAAN NETO (76 – 83) Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran ( 65 + 84)
Lampiran B. Laporan Realisasi Anggaran
Kebijakan Akuntansi No. 3
Realisasi Tahun n-1
- 85 -
TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING 1.
Transaksi dalam mata uang asing harus dibukukan dalam mata uang
rupiah dengan menjabarkan jumlah mata uang asing tersebut menurut kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi.
TRANSAKSI PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN BERBENTUK BARANG DAN JASA 2.
Transaksi pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam bentuk barang dan
jasa harus dilaporkan dalam Laporan Realisasi Anggaran dengan cara menaksir nilai barang dan jasa tersebut pada tanggal transaksi. Di samping itu, transaksi semacam ini juga harus diungkapkan sedemikian rupa pada Catatan atas Laporan Keuangan sehingga dapat memberikan semua informasi yang relevan mengenai bentuk dari pendapatan, belanja dan pembiayaan yang diterima. Contoh transaksi berwujud barang dan jasa adalah hibah dalam wujud barang, barang rampasan dan jasa konsultansi.
TANGGAL EFEKTIF 3.
Kebijakan Akuntansi
ini berlaku
efektif untuk
laporan
keuangan
pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara mulai Tahun Anggaran 2013.
Lampiran B. Laporan Realisasi Anggaran
Kebijakan Akuntansi No. 3
-i- 86 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 4
LAPORAN ARUS KAS
Lampiran B. Laporan Arus Kas
Kebijakan Akuntansi No. 4
- 87 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 04
LAPORAN ARUS KAS
Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan, yang harus dibaca dalam konteks paragraf – paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah.
PENDAHULUAN Tujuan 1.
Tujuan Kebijakan Laporan Arus Kas adalah mengatur penyajian laporan arus
kas yang memberikan informasi historis mengenai perubahan kas dan setara kas suatu entitas pelaporan dengan mengklasifikasikan arus kas berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan, dan non anggaran selama satu periode akuntansi.
2.
Tujuan pelaporan arus kas adalah memberikan informasi mengenai sumber,
penggunaan, perubahan kas dan setara kas selama suatu periode akuntansi dan saldo kas dan
setara
kas
pada
tanggal
pelaporan.
Informasi
ini
disajikan
untuk
pertanggungjawaban dan pengambilan keputusan.
Ruang Lingkup 3.
Pemerintah daerah menyusun laporan arus kas sesuai dengan kebijakan ini
dan menyajikan laporan tersebut sebagai salah satu komponen laporan keuangan pokok untuk setiap periode penyajian laporan keuangan.
Manfaat Informasi Arus Kas 4.
Informasi arus kas berguna sebagai indikator jumlah arus kas di masa yang
akan datang, serta berguna untuk menilai kecermatan atas taksiran arus kas yang telah dibuat sebelumnya. 5.
Laporan arus kas juga
menjadi alat pertanggung-jawaban arus kas masuk
dan arus kas keluar selama periode pelaporan. 6.
Apabila dikaitkan dengan laporan keuangan lainnya, laporan arus kas
Lampiran B. Laporan Arus Kas
Kebijakan Akuntansi No. 4
- 88 -
memberikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna laporan dalam mengevaluasi perubahan kekayaan bersih/ekuitas dana suatu entitas pelaporan dan struktur keuangan pemerintah daerah (termasuk likuiditas dan solvabilitas).
Definisi
7. pengertian:
Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam Kebijakan dengan
Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan atau dimiliki oleh pemerintah daerah sebagai akibat peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh oleh pemerintah daerah, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Anqqaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas dan setara kas pada Bendahara Umum Daerah. Aktivitas operasi adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang ditujukan untuk kegiatan operasional pemerintah daerah selama satu periode akuntansi. Aktivitas investasi aset nonkeuanqan adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang ditujukan untuk perolehan dan pelepasan aset tetap dan aset nonkeuangan lainnya. Aktivitas pembiavaan adalah aktivitas penerimaan kas yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran kas yang akan diterima kembali yang mengakibatkan perubahan dalam jumlah dan komposisi investasi jangka panjang, piutang jangka panjang, dan utang pemerintah sehubungan dengan pendanaan defisit atau penggunaan surplus
anggaran.
Aktivitas nonanqqaran adalah aktivitas penerimaan dan pengeluaran kas yang tidak mempengaruhi anggaran pendapatan, belanja dan pembiayaan pemerintah daerah. Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah daerah. Dana cadanqan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif cukup besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran.
Lampiran B. Laporan Arus Kas
Kebijakan Akuntansi No. 4
- 89 -
Ekuitas dana adalah kekayaan bersih pemerintah daerah yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban pemerintah daerah. Entitas Pelaporan adalah Pemerintah Daerah yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi
yang
menurut
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
wajib
menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan Pemerintah daerah. Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi pemerintah daerah. Kas adalah uang tunai dan saldo simpanan di bank yang setiap saat dapat digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintah daerah. Kas Umum Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh Gubernur untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah. Kemitraan
adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang mempunyai komitmen
untuk melaksanakan kegiatan yang dikendalikan bersama dengan menggunakan aset dan atau hak usaha yang dimiliki. Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang. Mata uanq asing adalah mata uang selain mata uang Rupiah. Mata uanq pelaporan adalah mata uang rupiah yang digunakan dalam menyajikan laporan keuangan. Metode biava adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi berdasarkan harga perolehan. Metode ekuitas adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi awal berdasarkan harga perolehan. Nilai investasi tersebut kemudian disesuaikan dengan perubahan bagian investor atas kekayaan bersih/ekuitas dari penerima
investasi
badan
usaha
(investee) yang terjadi sesudah perolehan awal investasi.
Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang menjadi
bersangkutan yang
hak pemerintah dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah.
Penerimaan kas adalah semua aliran kas yang masuk ke Bendahara Umum Daerah. Penqeluaran kas adalah semua aliran kas yang keluar dari Bendahara Umum Daerah. Periode akuntansi adalah periode pertanggungjawaban keuangan entitas pelaporan yang periodenya sama dengan periode tahun anggaran.
Lampiran B. Laporan Arus Kas
Kebijakan Akuntansi No. 4
- 90 -
Setara kas adalah investasi jangka pendek yang sangat likuid yang siap dijabarkan menjadi kas serta bebas dari risiko perubahan nilai yang signifikan. Tanqqal pelaporan adalah tanggal hari terakhir dari suatu periode pelaporan.
Kas dan Setara Kas 8.
Setara kas pemerintah daerah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan kas jangka
pendek atau untuk tujuan lainnya. Untuk memenuhi persyaratan setara kas, investasi jangka pendek harus segera dapat diubah menjadi kas dalam jumlah yang dapat diketahui tanpa ada
risiko perubahan nilai yang signifikan. Oleh karena itu, suatu investasi disebut setara kas kalau
investasi dimaksud mempunyai masa jatuh tempo 3 (tiga) bulan atau kurang dari tanggal perolehannya. 9.
keuangan
Mutasi antar pos-pos kas dan setara kas tidak diinformasikan dalam laporan
karena
kegiatan tersebut merupakan
bagian dari manajemen kas dan
bukan merupakan bagian aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan dan non anggaran.
ENTITAS PELAPORAN ARUS KAS 10. Entitas Pelaporan adalah Pemerintah Daerah yang terdiri dari satu
atau
lebih
entitas
akuntansi
yang
menurut
ketentuan
peraturan
perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan Pemda.
11. Entitas pelaporan yang wajib menyusun dan menyajikan laporan arus kas adalah unit organisasi yang mempunyai fungsi perbendaharaan
yang
dilakukan oleh fungsi akuntansi PPKD. 12. Unit organisasi yang mempunyai fungsi perbendaharaan adalah unit yang
ditetapkan sebagai bendaharawan umum daerah dan/atau kuasa bendaharawan umum daerah.
PENYAJIAN LAPORAN ARUS KAS
13. Laporan arus kas menyajikan informasi penerimaan dan pengeluaran kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset non keuangan, pembiayaan, dan non anggaran. 14.
Klasifikasi arus kas menurut aktivitas operasi, investasi
aset non keuangan,
pembiayaan, dan non anggaran memberikan informasi yang memungkinkan para pengguna laporan untuk menilai pengaruh dari aktivitas tersebut terhadap posisi kas dan setara kas pemerintah daerah. Informasi tersebut juga dapat digunakan untuk mengevaluasi Lampiran B. Laporan Arus Kas
Kebijakan Akuntansi No. 4
- 91 -
hubungan antar aktivitas operasi, investasi aset non keuangan, pembiayaan, dan non anggaran. 15.
Satu transaksi tertentu dapat mempengaruhi arus kas dari beberapa
aktivitas, misalnya transaksi pelunasan utang yang terdiri dari pelunasan pokok utang dan bunga utang. Pembayaran pokok utang akan dikiasifikasikan ke dalam aktivitas pembiayaan sedangkan pembayaran bunga utang akan dikiasifikasikan ke dalam aktivitas operasi.
Aktivitas Operasi 16.
Arus kas bersih aktivitas operasi merupakan indikator yang menunjukkan
kemampuan operasi pemerintah daerah dalam menghasilkan kas yang cukup untuk
membiayai aktivitas operasionalnya di masa yang akan datang tanpa mengandalkan sumber pendanaan dari luar. 17.
Arus masuk kas dari aktivitas operasi terutama diperoleh dari antara lain
(a) Pendapatan Asli Daerah; (b) Dana Perimbangan; dan
(c) Lain-lain Pendapatan yang Sah.
18. Arus keluar kas untuk aktivitas operasi terutama digunakan untuk pengeluaran,
antara lain :
(a) Belanja Pegawai; (b) Belanja Barang; (c) Bunga;
(d) Subsidi; (e) Hibah; (f)
Bantuan Sosial; dan
(g) Belanja Lain-lain.
19. Jika suatu entitas pelaporan mempunyai surat berharga yang sifatnya sama dengan persediaan, yang dibeli untuk dijual, maka perolehan dan penjualan surat berharga tersebut diklasifikasikan sebagai aktivitas operasi.
20. Jika entitas pelaporan mengotorisasikan dana untuk kegiatan suatu entitas lain, yang peruntukannya belum Jelas apakah sebagai modal kerja, penyertaan modal, atau untuk membiayai aktivitas periode berfalan, maka pemberian dana tersebut harus diklasifikasikan sebagai
aktivitas
operasi. Kejadian ini dijelaskan dalam catatan atas
laporan keuangan.
Lampiran B. Laporan Arus Kas
Kebijakan Akuntansi No. 4
- 92 -
Aktivitas Investasi Aset Nonkeuangan 21. Arus kas dari aktivitas investasi
aset
nonkeuangan mencerminkan penerimaan
dan pengeluaran kas bruto dalam rangka perolehan dan pelepasan sumber daya ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan dan mendukung pelayanan pemerintah daerah kepada masyarakat di masa yang akan datang.
22. Arus masuk kas dari aktivitas investasi aset nonkeuangan terdiri dari:
(a) Penjualan Aset Tetap;
(b) Penjualan Aset Lainnya.
23. Arus keluar kas dari aktivitas investasi aset nonkeuangan terdiri dari :
(a) Perolehan Aset Tetap;
(b) Perolehan Aset Lainnya.
Aktivitas Pembiayaan 24.
Arus kas dari aktivitas pembiayaan mencerminkan
penerimaan
dan
pengeluaran kas bruto sehubungan dengan pendanaan defisit atau penggunaan surplus anggaran, yang bertujuan untuk memprediksi klaim pihak lain terhadap arus kas pemerintah daerah dan klaim pemerintah daerah terhadap pihak lain di masa yang akan datang. 25.
Arus masuk kas dari aktivitas pembiayaan antara lain:
(a)
Penerimaan Pinjaman;
(c)
Hasil Privatisasi Perusahaan Daerah/Divestasi
(b) (d) (e)
Penjualan Surat Utang/Obligasi Pemerintah;
Penjualan Investasi Jangka Panjang Lainnya; dan Pencairan Dana Cadangan.
26. Arus keluar kas dari aktivitas pembiayaan antara lain
(a)
Pembayaran Cicilan Pokok Utang;
(c)
Penyertaan Modal Pemerintah;
(b) (d) (e)
Pembayaran Obligasi Pemerintah; Pemberian Pinjaman Jangka Panjang; dan Pembentukan Dana Cadangan.
Aktivitas Nonanggaran 27.
Arus kas dari aktivitas nonanggaran
mencerminkan penerimaan dan
pengeluaran kas bruto yang tidak mempengaruhi anggaran pendapatan, belanja dan Lampiran B. Laporan Arus Kas
Kebijakan Akuntansi No. 4
- 93 -
pembiayaan pemerintah daerah. Arus kas dari aktivitas nonanggaran antara lain Perhitungan
Fihak Ketiga (PFK) dan kiriman uang. PFK menggambarkan kas yang berasal dari jumlah
dana yang dipotong dari Surat Perintah Membayar atau diterima secara tunai untuk pihak
ketiga misalnya potongan Taspen dan Askes. Kiriman uang menggambarkan mutasi kas antar rekening kas umum daerah. 28.
uang masuk. 29.
uang keluar.
Arus masuk kas dari aktivitas nonanggaran meliputi penerimaan PFK dan kiriman Arus keluar kas dari aktivitas nonanggaran meliputi pengeluaran PFK dan kiriman
PELAPORAN
ARUS
KAS
DARI
AKTIVITAS
OPERASI,
INVESTASI
ASET
NONKEUANGAN, PEMBIAYAAN DAN NONANGGARAN 30. Entitas pelaporan melaporkan secara terpisah kelompok utama penerimaan dan pengeluaran kas bruto dari aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan dan nonanggaran.
31. Entitas pelaporan dapat menyajikan arus kas dari aktivitas operasi dengan
cara
metode
Langsung.
Metode
langsung
ini
mengungkapkan
pengelompokan utama penerimaan dan pengeluaran kas bruto. 32.
Entitas pelaporan pemerintah daerah sebaiknya menggunakan metode langsung
dalam melaporkan arus kas dari aktivitas operasi. Keuntungan penggunaan metode langsung adalah sebagai berikut: (a)
Menyediakan informasi yang lebih baik untuk mengestimasikan arus kas di masa yang
(b)
Lebih mudah dipahami oleh pengguna laporan; dan
(c)
akan datang;
Data tentang kelompok penerimaan dan pengeluaran kas bruto dapat langsung diperoleh dari catatan akuntansi.
PELAPORAN ARUS KAS ATAS DASAR ARUS KAS BERSIH 33. Arus kas yang timbul dari aktivitas operas! dapat dilaporkan atas dasar arus kas bersih dalam hal : (a) Penerimaan dan
pengeluaran kas untuk kepentingan penerima manfaat
(beneficiaries) arus kas tersebut lebih mencerminkan daripada aktivitas pemerintah daerah.
aktivitas pihak lain
Salah satu contohnya adalah
hasil kerjasama operasional.
Lampiran B. Laporan Arus Kas
Kebijakan Akuntansi No. 4
- 94 -
(b) Penerimaan
dan
pengeluaran
kas
untuk
transaksi-transaksi
yang
perputarannya cepat, volume transaksi banyak dan jangka waktunya singkat.
ARUS KAS MATA UANG ASING 34. Arus kas yang timbul dari transaksi mata uang asing harus dibukukan dengan menggunakan mata uang rupiah dengan menjabarkan mata uang asing tersebut ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs pada tanggal transaksi.
35. Arus kas yang timbul dari aktivitas entitas pelaporan di luar negeri harus dijabarkan ke dalam mata uang rupiah berdasarkan kurs pada tanggal transaksi.
36. Keuntungan atau kerugian yang belum direalisasikan akibat perubahan kurs mata uang asing tidak akan mempengaruhi arus kas.
BUNGA DAN BAGIAN LABA 37.
Arus kas dari transaksi penerimaan pendapatan bunga dan
pengeluaran belanja untuk pembayaran bunga pinjaman serta penerimaan pendapatan dari bagian laba perusahaan daerah harus diungkapkan secara terpisah.
Setiap
akun
yang
terkait
dengan
transaksi
tersebut
harus
diklasifikasikan ke dalam aktivitas operasi secara konsisten dari tahun ke tahun. 38.
Jumlah penerimaan pendapatan bunga yang dilaporkan dalam arus kas aktivitas
operasi adalah jumlah
kas yang benar-benar diterima dari pendapatan bunga pada periode
akuntansi yang bersangkutan. 39.
Jumlah pengeluaran belanja pembayaran bunga utang yang dilaporkan dalam arus
kas aktivitas operasi adalah jumlah pengeluaran kas untuk pembayaran bunga dalam periode akuntansi yang bersangkutan. 40.
Jumlah penerimaan pendapatan dari bagian laba perusahaan daerah yang
dilaporkan dalam arus kas aktivitas operasi adalah jumlah kas yang benar-benar diterima dari bagian laba perusahaan daerah dalam periode akuntansi yang bersangkutan.
Lampiran B. Laporan Arus Kas
Kebijakan Akuntansi No. 4
- 95 -
INVESTASI DALAM PERUSAHAAN DAERAH DAN KEMITRAAN 41.
Pencatatan investasi pada perusahaan daerah dan kemitraan dapat dilakukan
dengan menggunakan dua metode yaitu metode ekuitas dan metode biaya.
42. Investasi pemerintah daerah dalam perusahaan daerah dan kemitraan
dicatat dengan menggunakan metode biaya, yaitu sebesar nilai perolehannya.
43. Entitas pelaporan melaporkan pengeluaran investasi jangka panjang dalam perusahaan daerah dan kemitraan dalam
arus kas aktivitas pembiayaan.
PEROLEHAN DAN PELEPASAN PERUSAHAAN DAERAH DAN UNIT OPERASI LAINNYA 44. Arus kas yang berasal dari perolehan dan pelepasan perusahaan daerah harus disajikan secara terpisah dalam aktivitas pembiayaan.
45. Entitas pelaporan mengungkapkan seluruh perolehan dan pelepasan perusahaan daerah dan unit operasi lainnya selama satu periode. Hal-hal yang diungkapkan adalah: (a) Jumlah harga pembelian atau pelepasan; (b) Bagian dari harga pembelian atau pelepasan yang dibayarkan dengan kas dan setara kas; (c)
Jumlah kas dan setara kas pada perusahaan daerah dan unit operasi lainnya yang diperoleh atau dilepas; dan
(d)
Jumlah aset dan utang selain kas dan setara kas yang diakui oleh perusahaan daerah dan unit operasi lainnya yang diperoleh atau dilepas. 46.
sebagai
Penyajian terpisah arus kas dari perusahaan daerah dan unit operasi lainnya
suatu
perkiraan
tersendiri
akan
membantu
untuk membedakan arus kas
tersebut dari arus kas yang berasal dari aktivitas operasi, investasi aset nonkeuangan, pembiayaan dan nonanggaran. Arus kas dengan perolehan investasi lainnya.
masuk dari
pelepasan tersebut tidak dikurangkan
47. Aset dan utang selain kas dan setara kas dari perusahaan daerah dan
unit operasi lainnya yang diperoleh atau dilepaskan perlu diungkapkan hanya jika transaksi tersebut telah diakui sebelumnya sebagai aset atau utang oleh perusahaan daerah.
Lampiran B. Laporan Arus Kas
Kebijakan Akuntansi No. 4
- 96 -
TRANSAKSI BUKAN KAS 48. Transaksi investasi dan pembiayaan yang tidak mengakibatkan penerimaan atau pengeluaran kas dan setara kas tidak dilaporkan dalam Laporan Arus Kas. Transaksi tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 49. Pengecualian transaksi bukan kas dari Laporan Arus Kas konsisten dengan
tujuan laporan arus kas karena transaksi bukan kas tersebut tidak mempengaruhi kas
periode yang bersangkutan. Contoh transaksi bukan kas yang tidak mempengaruhi laporan arus kas adalah perolehan aset melalui pertukaran atau hibah.
KOMPONEN KAS DAN SETARA KAS 50. Entitas pelaporan mengungkapkan komponen kas dan setara kas dalam Laporan Arus Kas yang jumlahnya sama dengan pos terkait di Neraca.
PENGUNGKAPAN LAINNYA 51. Entitas pelaporan mengungkapkan jumlah saldo kas dan setara kas yang signifikan yang tidak boleh digunakan oleh entitas. Hal ini dijelaskan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 52.
Informasi tambahan yang terkait dengan arus kas berguna bagi pengguna
laporan dalam memahami posisi keuangan dan likuiditas suatu entitas pelaporan. 53.
Jika apropriasi atau otorisasi kredit anggaran disusun dengan basis kas, laporan
arus kas dapat membantu pengguna dalam memahami hubungan antar aktivitas pelaporan atau program dan informasi penganggaran pemerintah daerah.
TANGGAL EFEKTIF 54. Kebijakan Akuntansi ini berlaku efektif secara bertahap untuk laporan keuangan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara mulai Tahun Anggaran 2013.
Lampiran B. Laporan Arus Kas
Kebijakan Akuntansi No. 4
- 97 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 5
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN
Lampiran B. Catatan Atas Laporan Keuangan
Kebijakan Akuntansi No. 5
- 98 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 05
CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah.
PENDAHULUAN Tujuan 1.
Tujuan kebijakan ini mengatur penyajian dan pengungkapan yang
diperlukan pada Catatan atas Laporan Keuangan yang memuat hal-hal yang mempengaruhi pelaksanaan anggaran seperti kebijakan fiskal dan moneter, sebab-sebab terjadinya perbedaan yang material antara anggaran dan realisasinya, serta daftar-daftar yang merinci lebih lanjut angka-angka yang dianggap perlu untuk dijelaskan.
Ruang Lingkup 2.
Kebijakan ini harus diterapkan pada laporan keuangan untuk tujuan
umum oleh entitas akuntansi/entitas pelaporan. 3.
Laporan
keuangan
untuk
untuk memenuhi kebutuhan pengguna lazim.
tujuan umum adalah laporan yang dimaksudkan
akan
informasi akuntansi
keuangan yang
Yang dimaksud dengan pengguna adalah masyarakat, legislatif, lembaga pengawas,
pemeriksa, pihak yang memberi atau berperan dalam proses donasi, investasi, dan pinjaman,
serta pemerintah yang lebih tinggi. Laporan keuangan meliputi laporan keuangan yang
disajikan terpisah atau bagian dari laporan keuangan yang disajikan dalam dokumen publik lainnya seperti laporan tahunan. 4.
Kebijakan ini berlaku untuk entitas akuntansi/pelaporan dalam menyusun
laporan keuangan SKPD/PPKD dan laporan keuangan gabungan, tidak termasuk perusahaan daerah.
DEFINISI 5.
pengertian:
Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam kebijakan dengan
Angqaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Lampiran B. Catatan Atas Laporan Keuangan
Kebijakan Akuntansi No. 5
- 99 -
Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh pemerintah daerah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh oleh pemerintah daerah, serta dapat diukur dalam satuan uang,
termasuk sumber daya nonkeuangan yang
diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. Belanja adalah semua pengeluaran Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam
periode
tahun
anggaran bersangkutan yang tidak akan
diperoleh kembali pembayarannya oleh pemerintah daerah. Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah daerah yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban pemerintah daerah. Entitas Pelaporan adalah Pemerintah Daerah yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi
yang
menurut
ketentuan
peraturan
perundang-undangan
wajib
menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan Pemda. Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran
keluar sumber daya
ekonomi pemerintah daerah.
Materialitas adalah suatu kondisi jika tidak tersajikannya atau salah saji suatu informasi akan mempengaruhi keputusan
atau
penilaian pengguna yang dibuat
atas dasar laporan keuangan. Materialitas tergantung besarnya
pada
hakikat
atau
pos atau kesalahan yang dipertimbangkan dari keadaan khusus di mana
kekurangan atau salah saji terjadi. Pembiayaan (financing) adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali, dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali baik pada tahun
anggaran
bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya, yang dalam penganggaran pemerintah daerah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah daerah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah daerah.
Lampiran B. Catatan Atas Laporan Keuangan
Kebijakan Akuntansi No. 5
- 100 -
KETENTUAN UMUM 6.
Setiap entitas pelaporan diharuskan untuk menyajikan Catatan atas
Laporan Keuangan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari laporan keuangan untuk tujuan umum. 7.
Catatan atas Laporan Keuangan dimaksudkan agar laporan keuangan dapat
dipahami oleh pembaca secara luas, tidak terbatas hanya untuk pembaca tertentu ataupun manajemen entitas akuntansi/ pelaporan.Oleh karena itu, Laporan Keuangan mungkin
mengandung informasi yang dapat mempunyai potensi kesalahpahaman di antara pembacanya. Untuk menghindari kesalahpahaman, laporan keuangan harus dibuat Catatan atas Laporan
Keuangan yang berisi informasi untuk memudahkan pengguna dalam memahami Laporan Keuangan. 8.
Kesalahpahaman dapat saja disebabkan oleh persepsi dari pembaca laporan
keuangan. Pembaca yang terbiasa dengan orientasi anggaran mempunyai kesalahpahaman dalam memahami dengan laporan keuangan
potensi
konsep akuntansi akrual. Pembaca yang terbiasa
sektor komersial cenderung melihat laporan keuangan
pemerintah seperti laporan keuangan perusahaan. Untuk itu, diperlukan pembahasan umum dan referensi ke pos-pos laporan keuangan menjadi penting bagi pembaca laporan keuangan. 9.
Selain itu, pengungkapan basis akuntansi dan kebijakan akuntansi yang
diterapkan akan membantu pembaca untuk dapat menghindari kesalahpahaman dalam membaca laporan keuangan.
STRUKTUR DAN ISI
10. Catatan atas Laporan Keuangan harus disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas harus mempunyai referensi silang dengan informasi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 11. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar terinci atau
analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca dan Laporan Arus Kas. Termasuk pula dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah penyajian
informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan
serta pengungkapan-pengungkapan lainnya yang diperlukan untuk penyajian yang wajar atas laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen lainnya. 12.
Catatan atas Laporan Keuangan menyajikan informasi tentang penjelasan
pos-pos laporan (a) Menyajikan
keuangan informasi
dalam rangka pengungkapan yang memadai, antara lain: tentang
kebijakan
fiskal/keuangan,
ekonomi
regional/ekonomi makro, pencapaian target peraturan daerah APBD, berikut
Lampiran B. Catatan Atas Laporan Keuangan
Kebijakan Akuntansi No. 5
- 101 -
kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapaian target; (b)
Menyajikan ikhtisar pencapaian kinerja keuangan selama tahun pelaporan;
(c)
Menyajikan informasi tentang dasar penyusunan laporan keuangan dan kebijakan kebijakan akuntansi yang dipilih untuk diterapkan atas transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian penting lainnya;
(d)
Mengungkapkan informasi yang diharuskan oleh pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka Laporan Keuangan;
(e)
Mengungkapkan informasi untuk pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas;
(f)
Menyediakan informasi tambahan yang diperlukan untuk penyajian yang wajar, yang tidak disajikan dalam lembar muka laporan keuangan. 13. Pengungkapan untuk masing-masing pos pada laporan keuangan mengikuti Kebijakan
berlaku yang mengatur tentang pengungkapan untuk pos-pos yang berhubungan. Misalnya, Kebijakan Akuntansi tentang Persediaan mengharuskan pengungkapan kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan.
14. Untuk memudahkan pembaca laporan, pengungkapan pada Catatan atas Laporan
Keuangan dapat disajikan secara narasi, bagan, grafik, daftar dan skedul atau bentuk lain yang lazim yang mengikhtisarkan secara ringkas dan padat kondisi dan posisi keuangan entitas
pelaporan. Penyajian Informasi tentang Kebijakan Fiskal/Keuangan, Ekonomi Makro,
Pencapaian Target Peraturan Daerah APBD, Berikut Kendala dan Hambatan yang Dihadapi dalam Pencapaian Target
15. Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat membantu pembacanya untuk
dapat memahami kondisi dan posisi keuangan entitas akuntansi/pelaporan secara keseluruhan.
16. Untuk membantu pembaca Laporan Keuangan, Catatan atas Laporan Keuangan
harus menyajikan informasi yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti bagaimana perkembangan posisi dan kondisi keuangan/fiskal entitas akuntansi/pelaporan serta bagaimana hal tersebut tercapai. Untuk dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas, entitas akuntansi/pelaporan harus menyajikan informasi mengenai perbedaan yang penting posisi dan kondisi keuangan/fiskal periode berjalan bila dibandingkan dengan periode
sebelumnya, dibandingkan dengan anggaran, dan dengan rencana lainnya sehubungan dengan realisasi anggaran. Termasuk
dalam penjelasan perbedaan adalah perbedaan asumsi
ekonomi makro yang digunakan dalam penyusunan anggaran dibandingkan dengan realisasinya.
17. Kebijakan fiskal yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan
adalah kebijakan-kebijakan pemerintah daerah dalam peningkatan pendapatan, efisiensi Lampiran B. Catatan Atas Laporan Keuangan
Kebijakan Akuntansi No. 5
- 102 -
belanja dan penentuan sumber atau penggunaan pembiayaan. Misalnya penjabaran rencana
strategis dalam kebijakan penyusunan APBD, sasaran, program dan prioritas anggaran, kebijakan intensifikasi/ekstensifikasi perpajakan.
18. Kondisi ekonomi makro yang pelu diungkapkan dalam Catatan atas Laporan
Keuangan adalah asumsi-asumsi indikator ekonomi makro yang digunakan dalam penyusunan
APBD berikut tingkat capaiannya. Indikator ekonomi makro tersebut antara lain Produk Domestik Regional Bruto, pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar, harga minyak dan tingkat suku bunga.
19. Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat menjelaskan perubahan anggaran
yang penting selama periode berjalan dibandingkan dengan anggaran yang pertama kali disahkan oleh DPRD, hambatan dan kendala yang ada dalam pencapaian target yang telah ditetapkan, serta masalah lainnya yang dianggap perlu oleh manajemen entitas akuntansi/entitas akuntansi/pelaporan untuk diketahui pembaca laporan keuangan.
20. Dalam satu periode pelaporan, dikarenakan alasan dan kondisi tertentu, entitas
pelaporan mungkin melakukan perubahan anggaran dengan persetujuan DPRD. Agar pembaca
laporan keuangan dapat mengikuti kondisi dan perkembangan anggaran, penjelasan atas
perubahan-perubahan yang ada, yang disahkan oleh DPRD, dibandingkan dengan anggaran pertama kali disahkan akan membantu pembaca dalam memahami kondisi anggaran dan keuangan entitas akuntansi/pelaporan.
21. Dalam kondisi tertentu, entitas akuntansi/pelaporan belum dapat mencapai
target yang telah ditetapkan, misalnya jumlah unit pembangunan bangunan sekolah dasar. Penjelasan mengenai hambatan dan kendala yang ada, misalnya kurangnya ketersediaan lahan, perlu dijelaskan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 22. Untuk
membantu
pembaca
laporan
keuangan,
manajemen
entitas
akuntansi/pelaporan mungkin merasa perlu untuk memberikan informasi keuangan lainnya yang dianggap perlu untuk diketahui pembaca, misalnya kewajiban yang memerlukan ketersediaan dana dalam anggaran periode mendatang.
Penyajian Ikhtisar Pencapaian Kinerja Keuangan Selama Tahun Pelaporan 23. Kinerja keuangan entitas akuntansi/pelaporan dalam Laporan Realisasi Anggaran harus mengikhtisarkan indikator dan pencapaian kinerja kegiatan operasional yang berdimensi keuangan dalam suatu periode pelaporan. 24. Kebutuhan pengguna laporan keuangan pemerintah daerah berbeda dengan
pengguna laporan keuangan non pemerintah. Kebutuhan pengguna laporan keuangan
pemerintah daerah tidak hanya melihat entitas pelaporan dari sisi perubahan aset bersih saja, namun lebih dari itu, pengguna laporan keuangan pemerintah daerah sangat tertarik dengan kinerja pemerintah daerah bila dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan.
25. Pencapaian kinerja keuangan yang telah ditetapkan dijelaskan secara obyektif
dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Keberhasilan pencapaian kinerja dapat diketahui Lampiran B. Catatan Atas Laporan Keuangan
Kebijakan Akuntansi No. 5
- 103 -
berdasarkan tingkat efisiensi dan efektivitas suatu program. Efisiensi dapat diukur dengan
membandingkan keluaran (output) dengan masukan (input). Sedangkan efektivitas diukur dengan membandingkan
hasil (outcome) dengan target yang ditetapkan.
26. Pembahasan mengenai kinerja keuangan harus dihubungkan dengan tujuan
dan sasaran dari rencana strategis pemerintah daerah dan indikator sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 27. Ikhtisar pembahasan kinerja keuangan dalam Catatan atas Laporan Keuangan harus: (a) Menguraikan strategi dan sumber daya yang digunakan untuk mencapai tujuan; (b)
Memberikan gambaran yang jelas atas realisasi dan rencana kinerja keuangan dalam satu entitas akuntansi/pelaporan; dan
(c)
Menguraikan prosedur yang telah disusun dan dijalankan oleh manajemen untuk dapat memberikan keyakinan yang beralasan bahwa informasi kinerja keuangan yang dilaporkan adalah relevan dan andal; 28.
Pembahasan mengenai kinerja keuangan harus:
(a) Meliputi baik hasil yang positif maupun negatif; (b)
Menyajikan data historis yang relevan;
(c)
Membandingkan hasil yang dicapai dengan tujuan dan rencana yang telah ditetapkan;
(d)
Menyajikan informasi penjelasan lainnya yang diyakini oleh manajemen akan dibutuhkan oleh pembaca laporan keuangan untuk dapat memahami indikator, hasil, dan perbedaan yang ada dengan tujuan atau rencana. 29. Untuk lebih meningkatkan kegunaan informasi, penjelasan entitas pelaporan harus juga
meliputi penjelasan mengenai apa yang semestinya dilakukan dan rencana untuk meningkatkan kinerja program.
30. Keterbatasan dan kesulitan yang penting sehubungan dengan pengukuran dan pelaporan
kinerja keuangan harus diungkapkan sesuai dengan relevansinya atas indikator kinerja yang diuraikan
pada Catatan atas Laporan Keuangan. Keterbatasan yang relevan akan beragam dari satu program ke program lainnya, namun biasanya faktor yang dibahas termasuk, antara lain: (a)
Kinerja biasanya tidak dapat diungkapkan secara utuh dengan hanya menggunakan satu indikator
(b)
Indikator kinerja tidak dapat memperlihatkan alasan mengapa kinerja berada pada tingkat
(c)
saja;
yang dilaporkan; dan
Melihat indikator kuantitatif secara eksklusif sering kali menghasilkan konsekuensi yang tidak diinginkan.
31. Oleh karena itu, indikator kinerja harus dilengkapi dengan informasi
penjelasan yang sesuai. Informasi penjelasan ini akan membantu pengguna memahami
indikator yang dilaporkan, mendapat gambaran mengenai kinerja keuangan entitas pelaporan Lampiran B. Catatan Atas Laporan Keuangan
Kebijakan Akuntansi No. 5
- 104 -
dan mengevaluasi pentingnya faktor yang mendasari yang mungkin mempengaruhi kinerja keuangan yang dilaporkan.
32. Informasi penjelasan mungkin termasuk, sebagai contoh, informasi mengenai
faktor yang substansial yang berada di luar kendali entitas dan informasi mengenai faktor-faktor yang membuat entitas mempunyai pengaruh penting.
Dasar Penyajian Laporan Keuangan dan Pengungkapan Kebijakan Akuntansi Keuangan 33.
Dalam menyajikan Catatan
atas Laporan Keuangan, entitas
akuntansi/pelaporan harus mengungkapkan dasar penyajian laporan keuangan dan kebijakan akuntansi.
Asumsi Dasar Akuntansi 34. Asumsi dasar atau konsep dasar akuntansi tertentu mendasari penyusunan laporan keuangan, biasanya tidak diungkapkan secara spesifik. Pengungkapan diperlukan jika tidak mengikuti asumsi atau konsep tersebut disertai alasan dan penjelasan. 35. Sesuai dengan Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah,
asumsi dasar dalam pelaporan keuangan dilingkungan pemerintah adalah anggapan yang diterima sebagai suatu kebenaran tanpa perlu dibuktikan agar Kebijakan akuntansi dapat diterapkan, yang terdiri dari: a.
b. c.
Asumsi kemandirian entitas;
Asumsi kesinambungan entitas; dan
Asumsi keterukuran dalam satuan uang (monetary measurement).
36. Asumsi kemandirian entitas berarti bahwa setiap unit organisasi dianggap
sebagai unit yang mandiri dan mempunyai kewajiban untuk menyajikan laporan keuangan
sehingga tidak terjadi kekacauan antar unit instansi pemerintah dalam pelaporan keuangan.
Salah satu indikasi terpenuhinya asumsi ini adalah adanya kewenangan entitas untuk menyusun anggaran dan
melaksanakannya dengan tanggung jawab penuh. Entitas
bertanggung jawab atas pengelolaan aset dan sumber daya di luar neraca untuk kepentingan yurisdiksi tugas pokoknya, termasuk atas kehilangan atau kerusakan aset dan
sumber daya dimaksud, utang-piutang yang terjadi akibat keputusan entitas, serta terlaksana tidaknya program yang telah ditetapkan.
37. Laporan keuangan disusun dengan asumsi
bahwa entitas akuntansi
pelaporan akan berlanjut keberadaannya. Dengan demikian, pemerintah daerah diasumsikan tidak bermaksud melakukan likuidasi atas entitas pelaporan dalam jangka pendek.
38. Laporan keuangan entitas pelaporan harus menyajikan setiap kegiatan yang
diasumsikan dapat dinilai dengan satuan uang. Hal ini diperlukan agar Lampiran B. Catatan Atas Laporan Keuangan
memungkinkan
Kebijakan Akuntansi No. 5
- 105 -
dilakukannya analisis dan pengukuran dalam akuntansi. 39. Setiap
entitas
perlu
mempertimbangkan
jenis
kegiatan-kegiatan
dan
kebijakan-kebijakan yang perlu diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Sebagai contoh, pengungkapan informasi untuk pengakuan pendapatan pajak, retribusi dan bentuk-bentuk lainnya dari iuran wajib,penjabaran mata uang asing, dan perlakuan akuntansi terhadap selisih kurs.
40. Laporan keuangan seharusnya menunjukkan hubungan angka-angka dengan
periode sebelumnya. Jika perubahan kebijakan akuntansi berpengaruh material, perubahan kebijakan dan dampak perubahan secara kuantitatif harus diungkapkan.
41. Perubahan kebijakan akuntansi yang tidak mempunyai pengaruh material
dalam tahun perubahan juga harus diungkapkan jika berpengaruh secara material terhadap tahun- tahun yang akan datang. 42. Catatan atas Laporan Keuangan harus menyajikan informasi yang diharuskan dan dianjurkan oleh Kebijakan Akuntansi Pemerintahan lainnya serta pengungkapan-pengungkapan lain yang diperlukan untuk penyajian wajar atas laporan keuangan seperti kewajiban kontinjensi dan komitmen-komitmen lain. Pengungkapan informasi dalam Catatan atas Laporan Keuangan harus dapat memberikan informasi lain yang belum disajikan dalam bagian lain laporan keuangan. 43. Karena keterbatasan asumsi dan metode pengukuran yang digunakan, beberapa
transaksi atas peristiwa yang diyakini akan mempunyai dampak penting bagi entitas
akuntansi/pelaporan tidak dapat disajikan dalam lembar muka laporan keuangan, seperti kewajiban kontinjensi. Untuk dapat
memberikan gambaran yang lebih lengkap, pembaca laporan perlu
diingatkan kemungkinan akan terjadinya suatu peritiwa yang dapat mempengaruhi kondisi keuangan entitas akuntansi/ pelaporan pada periode yang akan datang.
44. Pengungkapan informasi dalam catatan atas laporan keuangan harus
menyajikan informasi yang tidak mengulang rincian (misalnya rincian persediaan, rincian aset tetap, atau rincian pengeluaran belanja) dari seperti yang telah ditampilkan pada
lembar muka laporan keuangan. Dalam beberapa kasus, pengungkapan kebijakan akuntansi,
untuk dapat meningkatkan pemahaman pembaca, harus merujuk ke rincian yang disajikan pada tempat lain di laporan keuangan. Pengungkapan Informasi untuk Pos-pos aset dan
kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas
45. Entitas pelaporan yang menyusun laporan keuangan berbasis akrual
atas pendapatan dan belanja harus mengungkapkan pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual dan menyajikan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas. 46. Tujuan dari rekonsiliasi adalah untuk menyajikan hubungan antara Laporan
Kinerja Keuangan dengan Laporan Realisasi Anggaran. Lampiran B. Catatan Atas Laporan Keuangan
Kebijakan Akuntansi No. 5
- 106 -
47. Laporan rekonsiliasi dimulai dari penambahan/penurunan ekuitas yang berasal
dari Laporan Kinerja Keuangan yang disusun berdasarkan basis akrual. Nilai tersebut selanjutnya disesuaikan dengan transaksi penambahan dan pengurangan aset bersih dikarenakan penggunaan basis akrual yang kemudian menghasilkan nilai yang sama dengan
nilai akhir pada Laporan Realisasi Anggaran. Untuk memudahkan pengguna daftar rekonsiliasi
dan penjelasan atas kondisi yang ada tertentu, harus disajikan sebagai bagian dari Catatan atas Laporan Keuangan.
Pengungkapan-Pengungkapan Lainnya 48. Catatan
atas
Laporan
Keuangan
juga
harus
mengungkapkan
informasi yang bila tidak diungkapkan akan menyesatkan bagi pembaca laporan. 49. Suatu entitas pelaporan mengungkapkan hal-hal berikut ini apabila belum
diinformasikan dalam bagian manapun dari laporan keuangan, yaitu: (a)
domisili dan bentuk hukum suatu entitas serta jurisdiksi tempat entitas tersebut
(b)
penjelasan mengenai sifat operasi entitas dan kegiatan pokoknya;
(c)
berada;
ketentuan perundang-undangan yang menjadi landasan kegiatan operasionalnya. 50.
Catatan atas Laporan Keuangan harus mengungkapkan kejadian-kejadian
penting selama tahun pelaporan, seperti: (a)
Penggantian manajemen pemerintah daerah selama tahun berjalan;
(c)
Komitmen atau kontinjensi yang tidak dapat disajikan pada Neraca; dan
(b) (d) (e)
Kesalahan manajemen terdahulu yang telah dikoreksi oleh manajemen baru; Penggabungan atau pemekaran entitas tahun berjalan.
Kejadian yang mempunyai dampak sosial, misalnya adanya pemogokan yang harus ditanggulangi pemerintah daerah. 51.
Pengungkapan yang diwajibkan dalam tiap kebijakan berlaku sebagai
pelengkap kebijakan ini.
SUSUNAN
52.
Agar
dapat
digunakan
oleh
pengguna
dalam
memahami
dan
membandingkannya dengan laporan keuangan entitas lainnya, Catatan atas Laporan Keuangan biasanya disajikan dengan susunan sebagai berikut: (a)
Kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, pencapaian target Peraturan daerah tentang
(b)
Ikhtisar pencapaian kinerja keuangan;
(c)
APBD;
Kebijakan akuntansi yang penting: 1)
Entitas pelaporan;
Lampiran B. Catatan Atas Laporan Keuangan
Kebijakan Akuntansi No. 5
2)
Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan;
4)
Kesesuaian kebijakan-kebijakan akuntansi yang diterapkan dengan ketentuan-
3)
5) (d)
(f)
Basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan;
ketentuan Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan oleh suatu entitas akuntansi/pelaporan; Setiap kebijakan
laporan keuangan.
akuntansi
tertentu
yang
diperlukan untuk memahami
Penjelasan pos-pos Laporan Keuangan: 1) 2)
(e)
- 107 -
Rincian dan penjelasan masing-masing pos Laporan Keuangan; Pengungkapan
informasi
yang
diharuskan
oleh
Kebijakan
Akuntansi
Pemerintahan yang belum disajikan dalam lembar muka Laporan Keuangan.
Pengungkapan pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas, untuk entitas akuntansi/pelaporan yang menggunakan basis akrual;
Informasi tambahan lainnya, yang diperlukan seperti gambaran umum daerah.
53. Catatan atas Laporan Keuangan disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam
Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas harus mempunyai referensi silang
dengan informasi terkait dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan atau daftar terinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas.
Lampiran B. Catatan Atas Laporan Keuangan
Kebijakan Akuntansi No. 5
- 108 -
PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA .................... CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN SKPD ........................................... PENDAHULUAN Bab I Pendahuluan 1.1 Maksud dan tujuan penyusunan laporan keuangan SKPD 1.2 Landasan hukum penyusunan laporan keuangan SKPD 1.3 Sistematika penulisan catatan atas laporan keuangan SKPD Bab II Ekonomi makro, kebijakan keuangan dan pencapaian target kinerja APBD SKPD 2.1 Ekonomi Makro/Ekonomi Regional 2.2 Kebijakan keuangan 2.3 Indikator pencapaian target kinerja APBD Bab III Ikhtisar pencapaian kinerja keuangan SKPD 3.1 Ikhtisar realisasi pencapaian target kinerja keuangan SKPD 3.2 Hambatan dan kendala yang ada dalam pencapaian target yang telah ditetapkan Bab IV Kebijakan akuntansi 4.1 Entitas akuntansi/entitas akuntansi/pelaporan keuangan daerah SKPD 4.2 4.3
BabV
Bab VI
Bab VII
Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan SKPD
Basis pengukuran yang mendasari penyusunan laporan keuangan SKPD 4.4 Penerapan kebijakan akuntansi berkaitan dengan ketentuan yang ada dalam SAP pada SKPD Penjelasan pos-pos laporan keuangan SKPD 5.1 Rincian dari penjelasan masing-masing pos-pos pelaporan keuang an SKPD 5.1.1 Pendapatan 5.1.2 Belanja 5.1.3 Aset 5.1.4 Kewajiban 5.1.5 Ekuitas Dana 5.2 Pengungkapan atas pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas, bila menggunakan basis akrual pada SKPD Penjelasan atas informasi-informasi non keuangan SKPD Penutup
Lampiran B. Catatan Atas Laporan Keuangan
Kebijakan Akuntansi No. 5
- 109 -
PEMERINTAH PROVINSI/KABUPATEN/KOTA .................... CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN PPKD PENDAHULUAN Bab I Pendahuluan 1.1 Maksud dan tujuan penyusunan laporan keuangan PPKD 1.2 Landasan hukum penyusunan laporan keuangan PPKD 1.3 Sistematika penulisan catatan atas laporan keuangan PPKD Bab II Ekonomi makro, kebijakan keuangan dan pencapaian target kinerja APBD PPKD 2.1 Ekonomi Makro/Ekonomi Regional 2.2 Kebijakan keuangan 2.3 Indikator pencapaian target kinerja APBD Bab III Ikhtisar pencapaian kinerja keuangan PPKD 3.1 Ikhtisar realisasi pencapaian target kinerja keuangan PPKD 3.2 Hambatan dan kendala yang ada dalam pencapaian target yang telah ditetapkan Bab IV Kebijakan akuntansi 4.1 Entitas akuntansi/entitas akuntansi/pelaporan keuangan daerah PPKD 4.2 4.3
BabV
Bab VI
Bab VII
4.4
Basis akuntansi yang mendasari penyusunan laporan keuangan PPKD
Basis pengukuran
yang mendasari penyusunan laporan keuangan PPKD
Penerapan kebijakan akuntansi berkaitan dengan ketentuan yang ada dalam SAP pada PPKD Penjelasan pos-pos laporan keuangan PPKD 5.1 Rincian dari penjelasan masing-masing pos-pos pelaporan keuangan PPKD 5.1.1 Pendapatan 5.1.2 Belanja 5.1.3 Pembiayaan 5.1.4 Aset 5.1.5 Kewajiban 5.1.6 Ekuitas Dana 5.2 Pengungkapan atas pos-pos aset dan kewajiban yang timbul sehubungan dengan penerapan basis akrual atas pendapatan dan belanja dan rekonsiliasinya dengan penerapan basis kas, bila menggunakan basis akrual pada PPKD Penjelasan atas informasi-informasi non keuangan PPKD Penutup
Lampiran B. Catatan Atas Laporan Keuangan
Kebijakan Akuntansi No. 5
- 110 -
Lampiran B. Catatan Atas Laporan Keuangan
Kebijakan Akuntansi No. 5
- 111 -
TANGGAL EFEKTIF 54. Kebijakan Akuntansi ini berlaku efektif secara bertahap untuk laporan keuangan
pertanggungjawaban
pelaksanaan
anggaran
Pemerintah
Penajam Paser Utara mulai Tahun Anggaran 2013.
Lampiran B. Catatan Atas Laporan Keuangan
Kebijakan Akuntansi No. 5
Kabupaten
- 112 -i-
KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 6
AKUNTANSI PIUTANG
Lampiran B. Akuntansi Piutang
Kebijakan Akuntansi No. 6
- 113 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 06
AKUNTANSI PIUTANG
Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan akuntansi, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah Daerah.
PENDAHULUAN Tujuan 1.
Tujuan Kebijakan Akuntansi ini adalah untuk mengatur perlakuan akuntansi untuk
piutang dan informasi lainnya yang dianggap perlu disajikan dalam laporan keuangan.
Ruang Lingkup 2.
Kebijakan Akuntansi ini diterapkan dalam penyajian seluruh piutang dalam
laporan keuangan untuk tujuan umum yang disusun dan disajikan dengan basis kas untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan pos-pos aset, kewajiban, dan ekuitas. Kebijakan ini diterapkan untuk seluruh entitas pelaporan dan entitas akuntansi tidak termasuk perusahaan daerah. 3.
Kebijakan ini mengatur perlakuan akuntansi piutang pada entitas pelaporan dan
entitas akuntansi yang meliputi: (a)
Definisi;
(c)
Pengukuran; dan
(b) (d)
Pengakuan;
Pengungkapan.
DEFINISI 4.
Berikut adalah
istilah-istilah
yang digunakan
dalam Kebijakan
Akuntansi dengan pengertian: Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh Pemerintah Daerah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya
Lampiran B. Akuntansi Piutang
Kebijakan Akuntansi No. 6
- 114 -
yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Piutang adalah hak suatu entitas untuk menerima pembayaran dimasa akan datang dari seseorang dan/atau korporasi dan/atau entitas lain sebagai akibat transaksi dimasa lalu dan/atau masa kini dan/atau akibat peraturan
perundang-undangan.
Piutang transfer adalah hak suatu entitas untuk menerima
pembayaran dari entitas
pelaporan lain sebagai akibat peraturan perundang-undangan. Penyisihan piutang tak tertagih adalah taksiran nilai piutang yang kemungkinan tidak dapat diterima pembayarannya dimasa akan datang dari seseorang dan/atau korporasi dan/atau entitas lain. Nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value) adalah nilai piutang yang dapat ditagih setelah perkiraan piutang dikurangi perkiraan penyisihan kerugian piutang tidak tertagih.
UMUM 5.
Karakteristik utama piutang adalah pemerintah daerah akan menerima
pembayaran dimasa akan datang sebagai akibat transaksi masa saat ini dan/atau dimasa lalu
atau akibat dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. 6.
(a)
Peristiwa yang menimbulkan piutang adalah :
Pungutan pendapatan daerah. Piutang pendapatan daerah merupakan piutang yang timbul dari tunggakan pungutan pendapatan. Pendapatan pemerintah daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Pendapatan Transfer, dan Lain-lain Pendapatan yang sah. Piutang yang
timbul dari pungutan pendapatan daerah
adalah :
(b)
(1)
Piutang Pajak
(2)
Piutang Retribusi Daerah
(3)
Piutang Pendapatan Daerah Lainnya.
Perikatan. Piutang perikatan merupakan piutang yang timbul dari
berbagai
perikatan antara instansi pemerintah dengan pihak lain yang menimbulkan piutang, seperti pemberian pinjaman, jual beli, pemberian jasa, dan kemitraan. Piutang perikatan timbul karena : (1)
Pemberian Pinjaman
(2)
Jual Beli
(3)
Kemitraan
Lampiran B. Akuntansi Piutang
Kebijakan Akuntansi No. 6
- 115 -
(c)
(4)
Pemberian Fasilitas/Jasa
(5)
Transaksi Dibayar Dimuka
Transfer antar pemerintahan. Piutang transfer antar pemerintahan merupakan piutang yang timbul dalam rangka perimbangan keuangan. Transfer ini dapat berupa transfer dari Pemerintah Pusat ke pemerintah daerah, pemerintah provinsi
ke
pemerintah
kabupaten/kota,
maupun
antar
pemerintah
kabupaten/kota. Piutang transfer antar pemerintah terdiri dari :
(d)
(1)
Piutang Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya Alam
(2)
Piutang Dana Alokasi Umum
(3)
Piutang Dana Alokasi Khusus
(4)
Piutang Dana Otonomi Khusus
(5)
Piutang transfer lainnya
(6)
Piutang Bagi Hasil dari Provinsi
(7)
Piutang Transfer antar Daerah
(8)
Piutang Kelebihan Transfer
Kerugian negara/daerah. Piutang atas kerugian Negara sering disebut sebagai piutang Tuntutan Ganti Rugi (TGR) dan Tuntutan Perbendaharaan (TP). Tuntutan Ganti Rugi dikenakan oleh atasan langsung kepada orang, pegawai negeri ataupun bukan pegawai negeri yang bukan bendaharawan yang karena lalai atau perbuatan melawan hukum mengakibatkan kerugian Negara/daerah. Tuntutan Perbendaharaan ditetapkan oleh BPK kepada bendahara yang karena lalai atau perbuatan melawan hukum mengakibatkan kerugian Negara/daerah.
KLASIFIKASI PIUTANG 7.
Setiap
entitas
mengungkapkan
setiap
pos
piutang
yang
mencakup
jumlah-jumlah yang diharapkan akan diterima pembayarannya dalam waktu 12 (dua belas) bulan dan lebih dari 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. 8.
Informasi tentang tanggal jatuh tempo piutang bermanfaat untuk menilai likuiditas
dan kolektifibilitas suatu entitas. Informasi tentang tanggal penerimaan piutang seperti piutang yang timbul dari pemberian pinjaman dan piutang tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti
rugi juga bermanfaat untuk mengetahui piutang diklasifikasikan sebagai piutang lancar atau piutang jangka panjang. 9.
Suatu piutang diklasifikasikan sebagai piutang lancar jika diharapkan tertagih
dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Semua piutang lainnya diklasifikasikan sebagai piutang jangka panjang yang disajikan pada aset lainnya.
Lampiran B. Akuntansi Piutang
Kebijakan Akuntansi No. 6
- 116 -
10. Piutang lancar dikategorikan dengan cara yang sama seperti aset lancar. Beberapa
piutang lancar, seperti piutang pajak daerah piutang transfer pemerintah atau utang piutang tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi merupakan suatu bagian yang akan menambah kas dalam tahun pelaporan berikutnya.
11. Suatu entitas pelaporan tetap mengklasifikasikan piutang jangka panjangnya,
meskipun kewajiban tersebut jatuh tempo dan akan diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah
tanggal pelaporan jika:
(a)
jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas) bulan; dan
(b)
kreditur bermaksud untuk mendanai kembali (refinance) piutang tersebut atas dasar jangka panjang; dan
(c)
maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian
pendanaan kembali
(refinancing), atau adanya penjadwalan kembali terhadap pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan
keuangan disetujui.
12. Jumlah setiap piutang yang dikeluarkan dari piutang lancar sesuai dengan paragraf
di atas, bersama-sama dengan
Catatan atas Laporan Keuangan.
informasi yang mendukung penyajian ini, diungkapkan dalam
PENGAKUAN 13. Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa piutang yang berasal dari pungutan
pendapatan daerah, secara garis besar terdiri dari piutang pajak, piutang retribusi, piutang pendapatan daerah lainnya.
14. Untuk dapat diakui sebagai piutang yang berasal dari pungutan
pendapatan harus dipenuhi kriteria: (a)
Telah diterbitkan surat ketetapan; dan/atau
(b)
Telah diterbitkan surat penagihan dan telah dilaksanakan penagihan. 15. Pengakuan pendapatan pajak daerah yang menganut sistem self assessment,
setiap wajib pajak wajib membayar pajak yang terutang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan bidang pajak daerah, dengan tidak menggantungkan pada adanya surat ketetapan pajak. Pajak terutang adalah sebesar pajak yang harus dibayar
sesuai ketentuan perundang-undangan pajak daerah dan diberitahukan melalui Surat Pemberitahuan yang wajib disampaikan oleh WP ke instansi terkait.
16. Setelah adanya pengakuan pendapatan, wajib pajak yang bersangkutan wajib
melunasinya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Terhadap pajak yang belum dilunasi sampai dengan batas waktu yang ditentukan akan diterbitkan Surat Tagihan
Lampiran B. Akuntansi Piutang
Kebijakan Akuntansi No. 6
- 117 -
Pajak sebagai dasar penagihan pajak. Besarnya piutang pajak ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB).
17. Suatu pendapatan yang telah memenuhi persyaratan untuk diakui sebagai
pendapatan, namun ketetapan kurang bayar dan penagihan akan ditentukan beberapa waktu kemudian maka pendapatan tersebut dapat diakui sebagai piutang. Penetapan
perhitungan taksiran pendapatan dimaksud harus didukung oleh bukti-bukti yang kuat, dan limit waktu pelunasan tidak melebihi satu periode akuntansi berikutnya. 18. Peristiwa-peristiwa
yang
menimbulkan
hak
tagih
sebagaimana
dikemukakan di atas, yaitu peristiwa yang timbul dari pemberian pinjaman, penjualan, kemitraan, dan pemberian fasilitas/jasa, dapat diakui sebagai piutang dan dicatat sebagai aset di neraca, apabila memenuhi kriteria : (a)
Harus didukung dengan naskah perjanjian yang menyatakan hak dan kewajiban secara jelas;
(b)
Jumlah piutang dapat diukur;
(c)
Telah diterbitkan surat penagihan dan telah dilaksanakan penagihan;
(d)
Belum dilunasi sampai dengan akhir periode
pelaporan;
19. Piutang DBH Pajak dan Sumber Daya Alam dihitung berdasarkan realisasi penerimaan pajak dan penerimaan hasil sumber daya alam yang menjadi hak daerah yang belum ditransfer. Nilai definitif jumlah yang menjadi hak daerah pada umumnya ditetapkan menjelang berakhirnya suatu tahun anggaran. Apabila alokasi definitif menurut Surat Keputusan Menteri Keuangan telah ditetapkan, tetapi masih ada hak daerah yang belum dibayarkan sampai dengan akhir tahun anggaran, maka jumlah tersebut dicatat sebagai piutang DBH oleh pemerintah daerah yang bersangkutan. 20. Piutang Dana Alokasi Umum diakui apabila akhir tahun anggaran masih ada jumlah yang belum ditransfer, yaitu merupakan perbedaaan antara total alokasi DAU menurut Peraturan Presiden dengan realisasi pembayarannya dalam satu tahun anggaran. Perbedaan tersebut dapat dicatat sebagai hak tagih atau piutang oleh Pemda yang bersangkutan, apabila Pemerintah Pusat mengakuinya serta menerbitkan suatu dokumen yang sah untuk itu.
21.
Piutang Dana Alokasi Khusus (DAK) diakui pada saat Pemerintah
Daerah telah mengirim klaim pembayaran yang telah diverifikasi oleh Pemerintah Pusat dan telah ditetapkan jumlah difinitifnya, tetapi Pemerintah Pusat belum melakukan pembayaran. Jumlah piutang yang diakui oleh Pemda adalah sebesar jumlah klaim yang belum ditransfer oleh Pemerintah Pusat.
Lampiran B. Akuntansi Piutang
Kebijakan Akuntansi No. 6
- 118 -
22. Piutang Dana Otonomi Khusus (Otsus) atau hak untuk menagih diakui pada saat pemerintah daerah telah mengirim klaim pembayaran kepada Pemerintah Pusat yang belum melakukan pembayaran. 23. Piutang transfer lainnya diakui apabila : (a)
Dalam hal penyaluran tidak memerlukan persyaratan, apabila sampai dengan akhir tahun Pemerintah Pusat belum menyalurkan seluruh pembayarannya, sisa yang belum ditransfer akan menjadi hak tagih atau piutang bagi daerah penerima.
(b)
Dalam hal pencairan dana diperlukan persyaratan, misalnya tingkat penyelesaian pekerjaan tertentu, maka timbulnya hak tagih pada saat persyaratan sudah dipenuhi, tetapi belum dilaksanakan pembayarannya oleh Pemerintah Pusat. 24.
Piutang Bagi Hasil dari provinsi dihitung berdasarkan hasil realisasi pajak
dan hasil sumber daya alam yang menjadi bagian daerah yang belum dibayar. Nilai definitif jumlah yang menjadi bagian kabupaten/kota pada umumnya ditetapkan menjelang berakhirnya tahun anggaran. Secara normal tidak terjadi piutang apabila seluruh hak bagi hasil telah ditransfer. Apabila alokasi definitif telah ditetapkan dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah, tetapi masih ada hak daerah yang belum dibayar sampai dengan akhir tahun anggaran, maka jumlah yang belum dibayar tersebut dicatat sebagai hak untuk menagih (piutang) bagi pemda yang bersangkutan. 25. Transfer antar daerah dapat terjadi jika terdapat perjanjian antar daerah atau peraturan/ketentuan yang mengakibatkan adanya transfer antar daerah. Piutang transfer antar daerah dihitung berdasarkan hasil realisasi pendapatan yang bersangkutan yang menjadi hak/bagian daerah penerima yang belum dibayar. Apabila jumlah/nilai definitif menurut Surat Keputusan Kepala Daerah yang menjadi hak daerah penerima belum dibayar sampai dengan akhir periode laporan, maka jumlah yang belum dibayar tersebut dapat diakui sebagai hak tagih bagi pemerintah daerah penerima yang bersangkutan. 26. Piutang kelebihan transfer terjadi apabila dalam suatu tahun anggaran ada
kelebihan transfer. Apabila suatu entitas mengalami kelebihan transfer, maka entitas tersebut wajib mengembalikan kelebihan transfer yang telah diterimanya.
27. Sesuai dengan arah transfer, pihak yang mentransfer mempunyai
kewenangan untuk memaksakan dalam menagih kelebihan transfer. Jika tidak/belum dibayar, pihak yang mentransfer dapat memperhitungkan kelebihan dimaksud dengan hak transfer periode berikutnya. 28. Peristiwa yang menimbulkan hak tagih berkaitan dengan TP/TGR, harus didukung dengan bukti Surat Keterangan Tanggung Jawab Mutlak (SKTM), yang menunjukkan bahwa penyelesaian atas TP/TGR dilakukan dengan cara damai (di Lampiran B. Akuntansi Piutang
Kebijakan Akuntansi No. 6
- 119 -
luar pengadilan). SKTM merupakan surat keterangan tentang pengakuan bahwa kerugian tersebut menjadi tanggung jawab seseorang dan bersedia mengganti kerugian tersebut.
Apabila penyelesaian TP/TGR tersebut dilaksanakan melalui jalur
pengadilan, pengakuan piutang baru dilakukan setelah ada surat ketetapan yang telah diterbitkan oleh instansi yang berwenang.
PENGUKURAN 29. Piutang pendapatan diakui setelah diterbitkan surat tagihan dan dicatat sebesar
nilai nominal yang tercantum dalam tagihan. Secara umum unsur utama piutang karena ketentuan perundang-undangan ini adalah potensi pendapatan. Artinya piutang ini terjadi
karena pendapatan yang belum disetor ke kas daerah oleh wajib setor. Oleh karena setiap tagihan oleh pemerintah wajib ada keputusan, maka jumlah piutang yang menjadi hak pemerintah daerah sebesar nilai yang tercantum dalam keputusan atas penagihan yang bersangkutan.
30. Pengukuran piutang pendapatan adalah sebagai berikut:
(a)
Disajikan sebesar nilai yang belum dilunasi sampai dengan tanggal pelaporan dari setiap tagihan yang ditetapkan berdasarkan surat ketetapan kurang bayar yang diterbitkan;
(b)
Disajikan sebesar nilai yang belum dilunasi sampai dengan tanggal pelaporan dari setiap tagihan yang telah ditetapkan terutang oleh Pengadilan Pajak untuk WP yang mengajukan banding;
(c)
Disajikan sebesar nilai yang belum dilunasi sampai dengan tanggal pelaporan dari setiap tagihan yang masih proses banding atas keberatan dan belum ditetapkan oleh majelis tuntutan ganti rugi;
(d)
Disajikan sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value) untuk piutang yang tidak diatur dalam undang-undang tersendiri dan kebijakan penyisihan piutang tidak tertagih telah diatur oleh Pemerintah. 31. Pengukuran atas peristiwa-peristiwa yang menimbulkan piutang yang
berasal dari perikatan, adalah sebagai berikut : (a)
Pemberian pinjaman Piutang pemberian pinjaman dinilai dengan jumlah yang dikeluarkan dari kas daerah dan/atau apabila berupa barang/jasa harus dinilai dengan nilai wajar pada tanggal pelaporan atas barang/jasa tersebut. Apabila dalam naskah perjanjian pinjaman diatur mengenai kewajiban bunga, denda, commitment fee dan atau biaya-biaya pinjaman lainnya, maka pada akhir periode pelaporan harus diakui adanya bunga, denda, commitment fee
Lampiran B. Akuntansi Piutang
Kebijakan Akuntansi No. 6
- 120 -
dan/atau biaya lainnya pada periode berjalan yang terutang (belum dibayar) pada akhir periode pelaporan. (b)
Penjualan Piutang dari penjualan diakui sebesar nilai sesuai naskah perjanjian penjualan yang terutang (belum dibayar) pada akhir periode pelaporan. Apabila dalam perjanjian dipersyaratkan adanya potongan pembayaran, maka nilai piutang harus dicatat sebesar nilai bersihnya.
(c)
Kemitraan Piutang
yang
timbul
diakui
berdasarkan
ketentuan-ketentuan
yang
dipersyaratkan dalam naskah perjanjian kemitraan. (d)
Pemberian fasilitas/jasa Piutang yang timbul diakui berdasarkan fasilitas atau jasa yang telah diberikan oleh pemerintah pada akhir periode pelaporan, dikurangi dengan pembayaran atau uang muka yang telah diterima. 32. Pengukuran piutang transfer adalah sebagai berikut:
(a)
Dana Bagi Hasil disajikan sebesar nilai yang belum diterima sampai dengan tanggal pelaporan dari setiap tagihan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan transfer yang berlaku;
(b)
Dana Alokasi
Umum
sebesar jumlah yang
belum diterima, dalam hal
terdapat kekurangan transfer DAU dari Pemerintah Pusat ke kota; (c)
Dana Alokasi Khusus, disajikan sebesar klaim yang telah diverifikasi dan disetujui oleh Pemerintah Pusat. 33. Pengukuran
dikemukakan di (a)
piutang
ganti
rugi
berdasarkan
pengakuan
yang
atas, dilakukan sebagai berikut:
Disajikan sebagai aset lancar sebesar nilai yang jatuh tempo dalam tahun berjalan dan yang akan ditagih dalam 12 (dua belas) bulan ke depan berdasarkan surat ketentuan penyelesaian yang telah ditetapkan;
(b)
Disajikan sebagai aset lainnya terhadap nilai yang akan dilunasi di atas 12 (dua belas) bulan berikutnya. 34. Terhadap piutang dalam valuta asing disajikan sebagai piutang di neraca
berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia.
PENGUKURAN BERIKUTNYA TERHADAP PENGAKUAN AWAL
(SUBSEQUENT
MEASUREMENT)
35. Piutang disajikan berdasarkan nilai nominal tagihan yang belum dilunasi tersebut
dikurangi penyisihan kerugian piutang tidak tertagih. Apabila terjadi kondisi
yang memungkinkan penghapusan piutang maka maka masing-masing jenis piutang disajikan setelah dikurangi piutang yang dihapuskan. Lampiran B. Akuntansi Piutang
Kebijakan Akuntansi No. 6
- 121 -
Penyisihan Piutang 36. Aset berupa piutang di neraca harus terjaga agar nilainya sama dengan nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value). Alat untuk menyesuaikan adalah dengan melakukan penyisihan piutang tidak tertagih. Penyisihan piutang tak tertagih
bukan
penyisihan
merupakan
penghapusan
piutang.
Dengan
demikian,
nilai
piutang tak tertagih akan selalu dimunculkan dalam laporan keuangan,
paling tidak dalam CaLK, selama piutang pokok masih tercantum atau belum dihapuskan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 37. Penyisihan piutang diperhitungkan dan dibukukan dengan periode yang
sama timbulnya piutang, sehingga dapat menggambarkan nilai yang betul-betul diharapkan dapat ditagih.
Penyisihan piutang yang kemungkinan tidak tertagih dapat
diprediksi berdasarkan pengalaman masa lalu dengan melakukan analisa terhadap
saldo-saldo piutang yang masih outstanding. Berhubung kolektibilitas piutang harus
dipertimbangkan sebagai suatu loss contingency, maka metode penyisihan merupakan suatu hal yang memungkinkan untuk menjaga aset dari kemungkinan kerugian yang dapat diperhitungkan secara rasional.
38. Metode penyisihan terhadap piutang yang tidak tertagih terdiri atas
taksiran kemungkinan tidak tertagih pada setiap akhir periode. Metode ini lebih
meyakinkan terhadap penyajian nilai yang dapat direalisasikan (net realizable value) yang tersaji di neraca.
39. Untuk menentukan besarnya penyisihan piutang tidak tertagih terlebih
dahulu harus dilakukan pengelompokan piutang berdasarkan umur piutang (aging schedule) sebagai dasar perhitungan. Besarnya penyisihan piutang tidak tertagih pada setiap akhir tahun ditentukan sebagai berikut : (a)
Diatas 1 tahun sampai dengan 2 tahun disisihkan sebesar 5%
(b)
Diatas 2 tahun sampai dengan 3 tahun disisihkan sebasar 10%
(c)
Diatas 3 tahun sampai dengan 4 tahun disisihkan sebesar 15%
(d)
Diatas 4 tahun sampai dengan 5 tahun disisihkan sebesar 20%
(e)
Diatas 5 tahun sampai dengan 6 tahun disisihkan sebesar 30%
(f)
Diatas 6 tahun sampai dengan 7 tahun disisihkan sebesar 40%
(g)
Diatas 7 tahun sampai dengan 8 tahun disisihkan sebesar 55%
(h)
Diatas 8 tahun sampai dengan 9 tahun disisihkan sebesar 70%
(i)
Diatas 9 tahun sampai dengan 10 tahun disisihkan sebesar 85%
(j)
Diatas 10 tahun disisihkan sebesar 100% dan dikeluarkan dari pembukuan tetapi masih tetap tercatat secara extra comptabel.
Lampiran B. Akuntansi Piutang
Kebijakan Akuntansi No. 6
- 122 -
Pemberhentian Pengakuan 40. Pemberhentian pengakuan piutang selain pelunasan juga dikenal dengan dua
cara yaitu : penghapustagihan (write-off) dan penghapusbukuan (write down). Hapus tagih
yang berkaitan dengan perdata dan hapus buku yang berkaitan dengan akuntansi untuk piutang, merupakan dua hal yang harus diperlakukan secara terpisah. 41.
Penghapusbukuan piutang adalah kebijakan intern manajemen, merupakan
proses dan keputusan akuntansi untuk pengalihan pencatatan dari intrakomptabel
menjadi ekstrakomptabel agar nilai piutang dapat dipertahankan sesuai dengan net realizable value-nya. Tujuan hapus buku adalah menampilkan aset yang lebih realistis dan ekuitas yang lebih tepat.
kegiatan penagihan piutang.
Penghapusbukuan piutang tidak secara otomatis menghapus
42. Penghapustagihan piutang berkonotasi penghapusan hak tagih atau upaya
tagih secara perdata atas suatu piutang. Substansi hukum penghapustagihan
mempunyai konsekuensi menghapuskan catatan (penghapusbukuan). Aset adalah hak,
maka hapusnya hak tagih berarti menghapus hak/piutang dari neraca. Apabila pemerintah menerbitkan suatu keputusan penghapusan atau pembebasan bayar bagi debitur, tetapi tidak melakukan hapus-buku piutang, berarti akan menyajikan neraca yang lebih saji (overstated), sehingga tidak menyajikan informasi secara andal.
Penerimaan Tunai atas Piutang yang Telah Dihapusbuku
43. Suatu piutang yang telah dihapusbukukan, ada kemungkinan diterima pembayarannya, karena timbulnya kesadaran dan rasa tanggung jawab yang berutang. Terhadap kejadian adanya piutang yang telah dihapusbuku, ternyata di kemudian hari diterima pembayaran/pelunasannya maka penerimaan tersebut dicatat sebagai penerimaan kas pada periode yang bersangkutan dengan lawan perkiraan penerimaan pendapatan atau melalui akun Penerimaan Pembiayaan, tergantung dari jenis piutang.
PENGUNGKAPAN 44. Piutang disajikan dan diungkapkan secara memadai. Informasi mengenai akun piutang diungkapkan secara cukup dalam Catatan Atas Laporan Keuangan. Informasi dimaksud dapat berupa: (a)
Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penilaian, pengakuan dan pengukuran piutang;
(b)
Rincian
jenis-jenis,
saldo
menurut
umur
untuk
mengetahui
kolektibilitasnya;
Lampiran B. Akuntansi Piutang
Kebijakan Akuntansi No. 6
tingkat
- 123 -
(c)
Penjelasan atas penyelesaian piutang;
(d)
Jaminan
atau
sita
jaminan
jika
ada.
Khusus
untuk
Tuntutan
ganti
rugi/perbendaharaan juga harus diungkapkan piutang yang masih dalam proses penyelesaian, baik melalui cara damai maupun pengadilan. 45. Secara spesifik pengungkapan secara khusus diperlukan antara lain: (a)
Piutang Transfer dicatat sebagai piutang lancar. Dengan demikian, seluruh jenis piutang transfer merupakan bagian dari aset lancar. Selanjutnya atas penyajian dimaksud diungkapkan/dijelaskan dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) mengenai rincian dari masing-masing jenis piutang dan nilainya serta dasar pengakuan timbulnya piutang dan apabila ada bagian dari piutang transfer yang telah melebihi dari satu periode akuntansi tetapi belum dilunasi.
(b)
Piutang Kelebihan Transfer terjadi karena kelebihan transfer, piutang yang timbul karena kelebihan transfer tersebut dalam neraca dikelompokkan dalam pos piutang lainnya. 46. Penghapusbukuan piutang harus diungkapkan secara cukup dalam
Catatan atas Laporan Keuangan agar lebih informatif. Informasi yang perlu diungkapkan misalnya jenis piutang, nama debitur, nilai piutang, nomor & tanggal keputusan
penghapusan
piutang,
dasar
pertimbangan
penghapusbukuan
dan
penjelasan lainnya yang dianggap perlu.
TANGGAL EFEKTIF 47. Kebijakan Akuntansi ini berlaku efektif secara bertahap untuk laporan keuangan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara
mulai Tahun Anggaran 2013.
Lampiran B. Akuntansi Piutang
Kebijakan Akuntansi No. 6
- 1-- 124
KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 07
AKUNTANSI PERSEDIAAN
Lampiran B. Akuntansi Persediaan
Kebijakan Akuntansi No. 7
- 125 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 07
AKUNTANSI PERSEDIAAN
Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan akuntansi, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah Daerah.
PENDAHULUAN Tujuan 1.
Tujuan Kebijakan Akuntansi ini adalah untuk mengatur perlakuan akuntansi untuk
persediaan dan informasi lainnya yang dianggap perlu disajikan dalam laporan keuangan.
Ruang Lingkup 2.
Kebijakan Akuntansi ini diterapkan dalam penyajian seluruh persediaan dalam
laporan keuangan untuk tujuan umum yang disusun dan disajikan dengan basis kas untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan pos-pos aset, kewajiban, dan ekuitas. Kebijakan Ini diterapkan untuk seluruh entitas pelaporan dan entitas akuntansi tidak termasuk perusahaan daerah.
3.
Kebijakan ini mengatur perlakuan akuntansi persediaan pada entitas pelaporan dan
entitas akuntansi yang meliputi: (a)
Definisi;
(c)
Pengukuran; dan
(b) (d)
Pengakuan;
Pengungkapan.
DEFINISI 4.
Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam Kebijakan Akuntansi
dengan pengertian: Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh Pemerintah Daerah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan
Lampiran B. Akuntansi Persediaan
Kebijakan Akuntansi No. 7
- 126 -
yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antara pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. Persediaan adalah aset lancar dalam bentuk barang atau perlengkapan yang dimaksudkan untuk mendukung kegiatan operasional Pemerintah Daerah, dan barang-barang yang dimaksudkan untuk dijual dan/atau diserahkan dalam rangka pelayanan kepada masyarakat.
UMUM 5. (a)
Persediaan merupakan aset yang berwujud:
Barang atau perlengkapan (supplies) yang digunakan
dalam rangka kegiatan
operasional Pemerintah Daerah; (b)
Bahan atau perlengkapan (supplies) yang digunakan dalam proses produksi;
(c)
Barang dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat.
(d)
Barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat dalam rangka kegiatan pemerintahan; 6.
Persediaan mencakup barang atau perlengkapan yang dibeli dan disimpan untuk
digunakan, misalnya barang habis pakai seperti alat tulis kantor, barang tak habis pakai seperti komponen peralatan dan pipa dan barang bekas pakai seperti komponen bekas. 7.
Dalam hal Pemerintah Daerah memproduksi sendiri, persediaan juga meliputi
barang yang digunakan dalam proses produksi seperti bahan baku pembuatan alat-alat pertanian. 8.
Barang hasil proses produksi yang belum selesai dicatat sebagai persediaan,
9.
Persediaan dapat meliputi:
contohnya alat-alat pertanian setengah jadi. (a)
Barang konsumsi;
(c)
Barang cetakan;
(b) (d) (e) (f)
(g)
(h) (i)
Barang pakai habis; Perangko dan materai,
Obat-obatan dan bahan farinasi; Amunisi;
Bahan untuk pemeliharaan; Suku cadang;
Persediaan untuk tujuan strategis/berjaga-jaga;
Lampiran B. Akuntansi Persediaan
Kebijakan Akuntansi No. 7
- 127 -
(j)
Pita cukai dan leges;
(l)
Barang dalam proses/setengah jadi;
(k)
Bahan baku;
(m) Tanah/bangunan/barang lainnya untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat. (n)
Hewan dan tanaman, untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat
10. Dalam hal Pemerintah Daerah menyimpan barang untuk tujuan cadangan strategis
seperti cadangan energi (misalnya minyak) atau untuk tujuan berjaga-jaga seperti cadangan pangan (misalnya beras), barang-barang dimaksud diakui sebagai persediaan.
11. Hewan dan tanaman untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat antara lain
berupa sapi, kuda, ikan, benih padi dan bibit tanaman.
12. Persediaan dengan kondisi rusak atau usang tidak dilaporkan dalam neraca, tetapi
diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
PENGAKUAN 13. Persediaan diakui pada saat potensi manfaat ekonomi masa depan diperoleh Pemerintah Daerah dan mempunyai nilai atau biaya yang dapat diukur dengan andal. 14. Persediaan diakui pada saat diterima atau hak kepemilikannya dan/atau kepenguasaannya berpindah. 15. Pada akhir periode akuntansi, persediaan dicatat dengan nilai harga perolehan
terakhir berdasarkan hasil inventarisasi fisik.
16. Persediaan bahan baku dan perlengkapan yang dimiliki proyek swakelola dan
dibebankan ke suatu perkiraan aset untuk kontruksi dalam pengerjaan, tidak dimasukkan sebagai persediaan.
PENGUKURAN
17. Persediaan disajikan sebesar: (a)
Biaya perolehan apabila diperoleh dengan pembelian;
(b)
Biaya standar apabila diperoleh dengan memproduksi sendiri;
(c)
Nilai wajar, apabila diperoleh dengan cara lainnya seperti donasi/rampasan; 18. Biaya perolehan persediaan meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya
penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat dibebankan pada perolehan persediaan. Potongan harga, rabat dan lainnya yang serupa mengurangi biaya perolehan.
19. Harga pembelian yang digunakan adalah biaya perolehan persediaan yang terakhir
diperoleh.
20. Barang persediaan yang memiliki nilai nominal yang dimaksudkan untuk dijual,
seperti pita cukai, dinilai dengan biaya perolehan terakhir. Lampiran B. Akuntansi Persediaan
Kebijakan Akuntansi No. 7
- 128 -
21. Biaya standar persediaan meliputi biaya langsung yang terkait dengan persediaan
yang diproduksi dan biaya tidak langsung yang dialokasikan secara sistematis berdasarkan ukuran-ukuran yang digunakan pada saat penyusunan rencana kerja dan anggaran. 22. Persediaan
menggunakan nilai wajar.
hewan
dan
tanaman
yang
dikembangbiakkan
dinilai
dengan
23. Harga/nilai wajar persediaan meliputi nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban
antar pihak yang memahami dan berkeinginan melakukan transaksi wajar.
VI. PENGUNGKAPAN 24. Laporan keuangan mengungkapkan: (a)
Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan;
(b)
Penjelasan lebih lanjut persediaan seperti barang atau perlengkapan yang digunakan dalam pelayanan masyarakat, barang atau/ perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi, barang yang disimpan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat, dan barang yang masih dalam proses produksi yang dimaksudkan untuk dijual atau diserahkan kepada masyarakat;
(c)
Kondisi persediaan.
TANGGAL EFEKTIF 25. Kebijakan Akuntansi ini berlaku efektif secara bertahap untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara mulai Tahun Anggaran 2013.
Lampiran B. Akuntansi Persediaan
Kebijakan Akuntansi No. 7
- 129 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 08
AKUNTANSI INVESTASI
Lampiran B. Akuntansi Investasi
Kebijakan Akuntansi No. 8
- 130 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 08
AKUNTANSI INVESTASI Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan akuntansi, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah Daerah.
PENDAHULUAN Tujuan 1.
Tujuan Kebijakan Akuntansi ini adalah untuk mengatur perlakuan akuntansi untuk
investasi dan pengungkapan informasi penting lainnya yang harus disajikan dalam laporan keuangan.
Ruang Lingkup 2.
Kebijakan Akuntansi ini harus diterapkan dalam penyajian seluruh investasi
Pemerintah Daerah dalam laporan keuangan untuk tujuan umum yang disusun dan disajikan dengan basis kas untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja, transfer dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan pos-pos aset, kewajiban, dan ekuitas. 3.
Kebijakan Akuntansi ini berlaku untuk entitas pelaporan dalam menyusun laporan
keuangan Pemerintah Daerah dan laporan keuangan konsolidasian, dan entitas akuntansi BUD dalam menyusun laporan keuangan, tidak termasuk perusahaan daerah. 4.
Kebijakan Akuntansi ini mengatur perlakuan akuntansi investasi Pemerintah
Daerah baik investasi jangka pendek maupun investasi jangka panjang yang meliputi saat pengakuan,
klasifikasi,
pengukuran
dan
metode
penilaian
investasi,
pengungkapannya pada laporan keuangan. 5.
Kebijakan Akuntansi ini tidak mengatur:
(a)
Investasi dalam perusahaan asosiasi;
(c)
Investasi dalam properti.
(b)
Kerjasama operasi; dan
Lampiran B. Akuntansi Investasi
Kebijakan Akuntansi No. 8
serta
- 131 -
II. DEFINISI 6.
Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam Kebijakan Akuntansi
dengan pengertian: Biaya investasi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh entitas investor dalam perolehan suatu investasi misalnya komisi broker, jasa bank, biaya legal dan pungutan lainnya dan pasar modal. Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi seperti bunga, dividen dan royalti, atau manfaat sosial, sehingga dapat meningkatkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Investasi jangka pendek adalah investasi yang dapat segera dicairkan dan dimaksudkan untuk dimiliki selama 12 (dua belas) bulan atau kurang. Investasi jangka panjang adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki lebih dari 12 (dua belas) bulan. Investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang tidak termasuk dalam investasi permanen, dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan. Investasi permanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan. Manfaat sosial yang dimaksud dalam kebijakan ini adalah manfaat yang tidak dapat diukur langsung dengan satuan uang namun berpengaruh pada peningkatan pelayanan Pemerintah Daerah pada masyarakat luas maupun golongan masyarakat tertentu. Metode biaya adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi berdasarkan harga perolehan. Metode ekuitas adalah suatu metode akuntansi yang mencatat nilai investasi awal berdasarkan harga perolehan. Nilai investasi tersebut kemudian disesuaikan dengan perubahan bagian investor atas kekayaan bersih/ekuitas dari badan usaha penerima investasi (investee) yang terjadi sesudah perolehan awal investasi. Nilai historis adalah jumlah kas atau ekuivalen kas yang dibayarkan/ dikeluarkan atau nilai wajar berdasarkan pertimbangan tertentu untuk mendapatkan suatu aset investasi pada saat perolehannya. Nilai nominal adalah nilai yang tertera dalam surat berharga seperti nilai yang tertera dalam lembar saham dan obligasi. Nilai pasar adalah jumlah yang dapat diperoleh dari penjualan suatu investasi dalam pasar yang aktif antara pihak-pihak yang independen.
Lampiran B. Akuntansi Investasi
Kebijakan Akuntansi No. 8
- 132 Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. Perusahaan asosiasi adalah suatu perusahaan yang investornya mempunyai pengaruh signifikan dan bukan merupakan anak perusahaan maupun joint venture dari investornya. Perusahaan daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh pemerintah daerah.
UMUM Bentuk Investasi 7.
Pemerintah Daerah melakukan investasi dengan beberapa alasan antara lain
memanfaatkan surplus anggaran untuk memperoleh pendapatan dalam jangka panjang dan memanfaatkan dana yang belum digunakan untuk investasi jangka pendek dalam rangka manajemen kas. 8.
Terdapat beberapa jenis investasi yang dapat dibuktikan dengan sertifikat atau
dokumen lain yang serupa. Hakikat suatu investasi dapat berupa pembelian surat hutang baik jangka pendek maupun jangka panjang, serta instrumen ekuitas.
Klasifikasi Investasi 9.
Investasi Pemerintah Daerah dibagi atas dua yaitu investasi jangka pendek dan
investasi jangka panjang. Investasi jangka pendek merupakan kelompok aset lancar sedangkan investasi jangka panjang merupakan kelompok aset nonlancar.
(a)
(b) (c)
10. Investasi jangka pendek harus memenuhi karakteristik sebagai berikut:
Dapat segera diperjualbelikan/dicairkan;
Investasi tersebut ditujukan dalam rangka manajemen kas, artinya pemerintah dapat menjual investasi tersebut apabila timbul kebutuhan kas; Berisiko rendah.
11. Dengan memperhatikan kriteria tersebut pada paragraf 10, maka pembelian surat-
surat berharga yang berisiko tinggi bagi Pemerintah Daerah karena dipengaruhi oleh fluktuasi
harga pasar surat berharga tidak termasuk dalam investasi jangka pendek. Jenis investasi yang tidak termasuk dalam kelompok investasi jangka pendek antara lain adalah: (a)
Surat berharga yang dibeli Pemerintah Daerah dalam rangka mengendalikan suatu badan usaha, misalnya pembelian surat berharga untuk menambah kepemilikan modal saham pada suatu badan usaha;
Lampiran B. Akuntansi Investasi
Kebijakan Akuntansi No. 8
- 133 -
(b)
Surat berharga yang dibeli Pemerintah Daerah untuk tujuan menjaga hubungan kelembagaan yang baik dengan pihak lain, misalnya pembelian surat berharga yang
dikeluarkan oleh suatu lembaga baik dalam negeri maupun luar negeri untuk menunjukkan (c)
atas:
Partisipasi Pemerintah Daerah; atau
Surat berharga yang tidak dimaksudkan untuk dicairkan dalam memenuhi kebutuhan kas jangka pendek.
12. Investasi yang dapat digolongkan sebagai investasi jangka pendek, antara lain terdiri
(a)
Deposito berjangka waktu tiga sampai dua belas bulan dan atau yang dapat diperpanjang
(b)
Pembelian Surat Utang Negara (SUN) pemerintah jangka pendek oleh pemerintah pusat
secara otomatis (revolving deposits);
maupun daerah dan pembelian Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
13. Investasi jangka panjang dibagi menurut sifat penanaman investasinya, yaitu
permanen dan nonpermanen. Investasi Permanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara berkelanjutan, sedangkan Investasi Nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan. 14. Pengertian berkelanjutan adalah investasi yang dimaksudkan untuk dimiliki terus
menerus tanpa ada niat untuk memperjualbelikan atau menarik kembali. Sedangkan pengertian
tidak berkelanjutan adalah kepemilikan investasi yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan, dimaksudkan untuk tidak dimiliki terus menerus atau ada niat untuk memperjualbelikan atau menarik kembali.
15. Investasi permanen yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah adalah investasi yang
tidak dimaksudkan untuk diperjualbelikan, tetapi untuk mendapatkan dividen dan/atau
pengaruh yang signifikan dalam jangka panjang dan/atau menjaga hubungan kelembagaan. Investasi permanen ini dapat berupa: (a)
Penyertaan Modal Pemerintah Daerah
pada perusahaan negara/daerah, badan
(b)
Investasi permanen lainnya yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah untuk menghasilkan
internasional dan badan usaha lainnya yang bukan milik negara; pendapatan atau meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
16. Investasi nonpermanen yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, antara lain dapat
berupa: (a)
Pembelian obligasi atau surat utang jangka panjang yang dimaksudkan untuk , dimiliki
(b)
Penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan kepada pihak ketiga;
sampai dengan tanggal jatuh temponya oleh Pemerintah Daerah;
Lampiran B. Akuntansi Investasi
Kebijakan Akuntansi No. 8
- 134 -
(c)
Dana yang disisihkan Pemerintah Daerah dalam rangka pelayanan masyarakat seperti
(d)
Investasi nonpermanen lainnya, yang sifatnya tidak dimaksudkan untuk dimiliki
bantuan modal kerja secara bergulir kepada kelompok masyarakat;
Pemerintah Daerah secara berkelanjutan seperti penyertaan modal yang dimaksudkan untuk penyehatan/penyelamatan perekonomian.
17. Penyertaan modal Pemerintah Daerah dapat berupa surat berharga (saham) pada
suatu perseroan terbatas dan non surat berharga yaitu kepemilikan modal bukan dalam bentuk saham pada perusahaan yang bukan perseroan.
18. Investasi permanen lainnya merupakan bentuk investasi yang tidak bisa
dimasukkan ke penyertaan modal, surat obligasi jangka panjang yang dibeli oleh Pemerintah Daerah, dan penanaman modal dalam proyek pembangunan yang dapat dialihkan kepada pihak ketiga, misalnya investasi dalam properti yang tidak tercakup dalam pernyataan ini.
19. Akuntansi untuk investasi Pemerintah Daerah dalam properti dan kerjasama
operasi akan diatur dalam kebijakan akuntansi tersendiri
PENGAKUAN INVESTASI
20. Suatu pengeluaran kas atau aset dapat diakui sebagai investasi apabila memenuhi salah satu kriteria: (a)
Kemungkinan manfaat ekonomik dan manfaat sosial atau jasa pontensial di masa yang akan datang atas suatu investasi tersebut dapat diperoleh Pemerintah Daerah;
(b)
Nilai perolehan atau nilai wajar investasi dapat diukur secara memadai (reliable). 21. Pengeluaran untuk perolehan investasi jangka pendek diakui sebagai
pengeluaran kas Pemerintah Daerah dan tidak dilaporkan sebagai belanja dalam laporan realisasi anggaran, sedangkan pengeluaran untuk memperoleh investasi jangka panjang diakui sebagai pengeluaran pembiayaan. 22. Dalam menentukan apakah suatu pengeluaran kas atau aset memenuhi kriteria
pengakuan investasi yang pertama, entitas perlu mengkaji tingkat kepastian mengalirnya manfaat ekonomi dan manfaat sosial atau jasa potensial dimasa yang akan datang berdasarkan
bukti-bukti yang tersedia pada saat pengakuan yang pertama kali. Eksistensi dari kepastian yang cukup bahwa manfaat ekonomi yang akan datang atau jasa potensial yang akan diperoleh memerlukan suatu jaminan bahwa suatu entitas akan memperoleh manfaat dari aset tersebut dan akan menanggung risiko yang mungkin timbul.
23. Kriteria pengakuan investasi sebagaimana dinyatakan pada paragraf 20 butir (b),
biasanya dapat dipenuhi karena adanya transaksi pertukaran atau pembelian yang didukung
dengan bukti yang menyatakan/mengidentifikasikan biaya perolehannya. Dalam hal tertentu, Lampiran B. Akuntansi Investasi
Kebijakan Akuntansi No. 8
- 135 -
suatu investasi mungkin diperoleh bukan berdasarkan biaya perolehannya atau berdasarkan nilai wajar pada tanggal perolehan. Dalam kasus yang demikian, penggunaan nilai estimasi yang layak dapat digunakan.
PENGUKURAN INVESTASI 24. Untuk beberapa jenis investasi, terdapat pasar aktif yang dapat membentuk nilai
pasar, dalam hal investasi yang demikian nilai pasar dipergunakan sebagai dasar penerapan nilai wajar. Sedangkan untuk investasi yang tidak memiliki pasar yang aktif dapat dipergunakan nilai nominal, nilai tercatat atau nilai wajar lainnya.
25. Investasi jangka pendek dalam bentuk surat berharga, misalnya saham dan
obligasi jangka pendek, dicatat sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan investasi meliputi harga transaksi investasi itu sendiri ditambah komisi perantara jual beli, jasa bank dan biaya lainnya yang timbul dalam rangka perolehan tersebut. 26. Apabila investasi dalam bentuk surat berharga diperoleh tanpa biaya perolehan, maka investasi dinilai berdasar nilai wajar investasi pada tanggal perolehannya yaitu sebesar harga pasar. Apabila tidak ada nilai wajar, biaya perolehan setara kas yang diserahkan atau nilai wajar aset lain yang diserahkan untuk memperoleh investasi tersebut. 27. Investasi jangka pendek dalam bentuk non saham, misalnya dalam bentuk deposito jangka pendek dicatat sebesar nilai nominal deposito tersebut. 28. Investasi jangka panjang yang bersifat permanen misalnya penyertaan modal Pemerintah Daerah, dicatat sebesar biaya perolehannya meliputi harga transaksi investasi itu sendiri ditambah biaya lain yang timbul dalam rangka perolehan investasi tersebut. 29. Investasi nonpermanen misalnya dalam bentuk pembelian obligasi jangka panjang dan investasi yang dimaksudkan tidak untuk dimiliki berkelanjutan, dinilai sebesar nilai perolehannya. Sedangkan investasi dalam bentuk dana talangan untuk penyehatan perbankan yang akan segera dicairkan dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasikan. 30. Investasi nonpermanen dalam bentuk penanaman modal di proyek-proyek pembangunan pemerintah (seperti Proyek PIR) dinilai sebesar biaya pembangunan termasuk biaya yang dikeluarkan untuk perencanaan dan biaya lain yang dikeluarkan dalam rangka penyelesaian proyek sampai proyek tersebut diserahkan ke pihak ketiga. 31. Apabila investasi jangka panjang diperoleh dari pertukaran aset Pemerintah Daerah, maka nilai investasi yang diperoleh pemerintah adalah sebesar biaya perolehan, atau nilai wajar investasi tersebut jika harga perolehannya tidak ada. Lampiran B. Akuntansi Investasi
Kebijakan Akuntansi No. 8
- 136 -
32. Harga perolehan investasi dalam valuta asing harus dinyatakan dalam rupiah dengan menggunakan nilai tukar (kurs tengah bank sentral) yang berlaku pada tanggal transaksi.
METODE PENILAIAN INVESTASI 33. Penilaian investasi Pemerintah Daerah dilakukan dengan tiga metode yaitu: (a)
Metode biaya; Dengan menggunakan metode biaya, investasi dicatat sebesar biaya perolehan. Penghasilan atas investasi tersebut diakui sebesar bagian hasil yang diterima dan tidak mempengaruhi besarnya investasi pada badan usaha/badan hukum yang terkait.
(b)
Metode ekuitas; Dengan menggunakan metode ekuitas Pemerintah Daerah mencatat investasi awal sebesar biaya perolehan dan ditambah atau dikurangi sebesar bagian laba atau rugi pemerintah setelah tanggal perolehan. Bagian laba kecuali dividen dalam bentuk saham yang diterima Pemerintah Daerah akan mengurangi nilai investasi dan tidak dilaporkan sebagai pendapatan. Penyesuaian terhadap nilai investasi juga diperlukan untuk mengubah porsi kepemilikan investasi Pemerintah Daerah, misalnya adanya perubahan yang timbul akibat pengaruh valuta asing serta revaluasi aset tetap.
(c)
Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan; Metode nilai bersih yang dapat direalisasikan digunakan terutama untuk kepemilikan yang akan dilepas/dijual dalam jangka waktu dekat. 34. Penggunaan metode pada paragraf 33 didasarkan pada kriteria sebagai
berikut: (a)
Kepemilikan kurang dari 20% menggunakan metode biaya;
(b)
Kepemilikan 20% sampai 50%, atau kepemilikan kurang dari 20% tetapi memiliki pengaruh yang signifikan menggunakan metode ekuitas;
(c)
Kepemilikan lebih dari 50% menggunakan metode ekuitas;
(d)
Kepemilikan bersifat nonpermanen menggunakan metode nilai bersih yang direalisasikan. 35. Dalam kondisi tertentu. kriteria besarnya prosentase kepemilikan saham bukan
merupakan faktor yang menentukan dalam pemilihan metode penilaian investasi, tetapi yang
lebih menentukan adalah tingkat pengaruh (the degree of influence) atau pengendalian terhadap
perusahaan investee. Ciri-ciri adanya pengaruh atau pengendalian pada perusahaan investee, antara lain: (a)
(b)
Kemampuan mempengaruhi komposisi dewan komisaris;
Kemampuan untuk menunjuk atau menggantikan direksi;
Lampiran B. Akuntansi Investasi
Kebijakan Akuntansi No. 8
- 137 -
(c)
(d)
Kemampuan untuk menetapkan dan mengganti dewan direksi perusahaan investee,
Kemampuan untuk mengendalikan mayoritas suara dalam rapat/pertemuan dewan direksi.
PENGAKUAN HASIL INVESTASI 36. Hasil investasi yang diperoleh dari investasi jangka pendek, antara lain berupa bunga deposito, bunga obligasi dan deviden tunai (cash dividend,) dicatat sebagai pendapatan. 37. Hasil investasi berupa dividen tunai yang diperoleh dari penyertaan modal Pemerintah Daerah yang pencatatannya menggunakan metode biaya, dicatat sebagai pendapatan hasil investasi. Sedangkan apabila menggunakan metode ekuitas, bagian laba yang diperoleh oleh Pemerintah Daerah akan dicatat mengurangi nilai investasi Pemerintah Daerah dan tidak dicacat sebagai pendapatan hasil investasi. Kecuali untuk dividen dalam bentuk saham yang diterima akan menambah nilai investasi Pemerintah Daerah dan ekuitas dana yang diinvestasikan dengan jumlah yang sama.
PELEPASAN DAN PEMINDAHAN INVESTASI 38. Pelepasan investasi Pemerintah Daerah dapat terjadi karena penjualan, dan pelepasan hak karena peraturan pemerintah dan lain sebagainya. 39. Penerimaan dari penjualan investasi jangka pendek diakui sebagai penerimaan kas Pemerintah Daerah dan tidak dilaporkan sebagai pendapatan dalam laporan realisasi anggaran, sedangkan penerimaan dari pelepasan investasi jangka panjang diakui sebagai penerimaan pembiayaan. Pelepasan sebagian dari investasi tertentu yang dimiliki Pemerintah Daerah dinilai dengan menggunakan nilai rata-rata. 40. Nilai rata-rata diperoleh dengan cara membagi total nilai investasi terhadap total jumlah saham yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah. 41. Pemindahan pos investasi dapat berupa reklasifikasi investasi permanen menjadi investasi jangka pendek, Aset Tetap, Aset Lain-lain dan sebaliknya.
PENGUNGKAPAN 42. Hal-hal lain yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan pemerintah berkaitan dengan investasi Pemerintah Daerah, antara lain: (a)
Kebijakan akuntansi untuk penentuan nilai investasi;
(b) Jenis-jenis investasi, investasi permanen dan nonpermanen; (c) Perubahan harga pasar baik investasi jangka pendek maupun investasi jangka panjang; Lampiran B. Akuntansi Investasi
Kebijakan Akuntansi No. 8
- 138 (d) Penurunan nilai investasi yang signifikan dan penyebab penurunan tersebut; (e) Investasi yang dinilai dengan nilai wajar dan alasan penerapannya; (f)
Perubahan pos investasi.
TANGGAL EFEKTIF 43. Kebijakan Akuntansi ini berlaku efektif secara bertahap untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara mulai tahun Anggaran 2013.
Lampiran B. Akuntansi Investasi
Kebijakan Akuntansi No. 8
- 139 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 09
AKUNTANSI DANA BERGULIR
Lampiran B. Akuntansi Dana Bergulir
Kebijakan Akuntansi No. 9
- 140 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 09
AKUNTANSI DANA BERGULIR Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan akuntansi, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah Daerah.
PENDAHULUAN Tujuan 1.
Tujuan Kebijakan Akuntansi ini adalah untuk mengatur perlakuan akuntansi untuk
investasi non permanen-dana bergulir dan pengungkapan informasi penting lainnya yang harus disajikan dalam laporan keuangan.
Ruang Lingkup 2.
Kebijakan Akuntansi ini harus diterapkan dalam penyajian seluruh dana
bergulir Pemerintah Daerah dalam laporan keuangan untuk tujuan umum yang disusun dan disajikan dengan basis kas untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan, serta basis akrual untuk pengakuan pos-pos aset, kewajiban dan ekuitas. 3.
Kebijakan ini mengatur perlakuan akuntansi dana bergulir pada entitas pelaporan
dan entitas akuntansi yang meliputi: (a)
Definisi;
(c)
Pengukuran; dan
(b) (d)
Pengakuan;
Pengungkapan.
II. DEFINISI 4.
Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam Kebijakan Akuntansi
Dana Bergulir dengan pengertian: Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh Pemerintah Daerah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan
Lampiran B. Akuntansi Dana Bergulir
Kebijakan Akuntansi No. 9
- 141 -
yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Investasi adalah aset yang dimaksudkan untuk memperoleh manfaat ekonomi seperti bunga, dividen dan royalti, atau manfaat sosial, sehingga dapat meningkatkan kemampuan Pemerintah Daerah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. Investasi nonpermanen adalah investasi jangka panjang yang tidak termasuk dalam investasi permanen, dimaksudkan untuk dimiliki secara tidak berkelanjutan. Dana bergulir adalah dana yang dipinjamkan untuk dikelola dan digulirkan kepada masyarakat oleh Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran yang bertujuan meningkatkan ekonomi rakyat dan tujuan lainnya. Nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value) adalah nilai dana bergulir yang dicatat berdasarkan harga perolehan dikurangi perkiraan dana bergulir diragukan tertagih. Dana bergulir diragukan tertagih adalah jumlah dana bergulir yang tidak dapat tertagih dan dana bergulir yang diragukan tertagih.
UMUM 5. (a)
Karakteristik utama dana bergulir adalah :
Dana tersebut merupakan bagian dari keuangan daerah. Dana bergulir dapat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan luar Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD misalnya dari masyarakat atau hibah dari luar negeri. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dana bergulir yang berasal dari luar APBD, diakui sebagai kekayaan daerah jika dana itu diberikan dan/atau diterima atas nama pemerintah daerah.
(b)
Dana tersebut dicantumkan dalam APBD dan/atau laporan keuangan. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara menyatakan semua pengeluaran daerah dimasukkan dalam APBD. Oleh sebab itu alokasi anggaran untuk dana bergulir harus dimasukkan ke dalam APBN/APBD. Pencantuman alokasi anggaran untuk dana bergulir dapat dicantumkan dalam APBD awal atau revisi APBD (APBD Perubahan)
(c)
Dana tersebut harus dikuasai, dimiliki dan/atau dikendalikan oleh Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran (PA/KPA). Pengertian dikuasai dan/atau dimiliki mempunyai makna yang luas yaitu
Lampiran B. Akuntansi Dana Bergulir
Kebijakan Akuntansi No. 9
- 142 -
PA/KPA mempunyai hak kepemilikan atau penguasaan atas dana bergulir, sementara dikendalikan maksudnya adalah PA/KPA mempunyai kewenangan dalam melakukan pembinaan, monitoring, pengawasan atau kegiatan lain dalam rangka pemberdayaan dana bergulir. (d)
Dana tersebut merupakan dana yang disalurkan kepada masyarakat ditagih kembali dari masyarakat dengan atau tanpa nilai tambah, selanjutnya dana disalurkan kembali kepada masyarakat/kelompok masyarakat demikian seterusnya (bergulir).
(e)
Pemerintah daerah dapat menarik kembali dana bergulir. Dana yang digulirkan oleh pemerintah daerah dapat ditagih untuk dihentikan pergulirannya atau akan digulirkan kembali kepada masyarakat. 6.
Dana yang disalurkan kepada masyarakat yang harus ditagih dari
masyarakat dan secepatnya disetor ke Rekening Kas Daerah tanpa disalurkan kembali kepada masyarakat atau dana yang disalurkan kepada masyarakat harus ditagih dari masyarakat dan secepatnya disetor ke Rekening Kas Daerah dan hendak disalurkan kembali kepada masyarakat dengan mengalokasikan pengeluaran dana dalam dokumen penganggaran dan dokumen pelaksanaan anggaran tidak memenuhi karakteristik dana bergulir tetapi lebih tepat dikategorikan sebagai Piutang Jangka Pendek atau Piutang Jangka Panjang, sesuai dengan jangka waktu jatuh tempo piutang yang bersangkutan. Karakteristik dana bergulir adalah dana yang dapat ditagih dan langsung digulirkan kembali kepada masyarakat tanpa perlu menyetor ke Rekening Kas Daerah (revolving fund) terlebih dahulu dan tanpa perlu pengalokasian pengeluaran dana dalam dokumen penganggaran dan dokumen pelaksanaan anggaran. 7.
Penyaluran dana bisa dilakukan melalui lembaga keuangan bank (LKB), lembaga
keuangan bukan bank (LKBB), koperasi, modal ventura dan lain-lain. Lembaga-lembaga tersebut dapat berperan sebagai executing agency atau chanelling agency sesuai dengan perjanjian yang dilakukan oleh satuan kerja pemerintah dengan lembaga dimaksud. Jika berfungsi
sebagai
executing
agency,
lembaga
tersebut mempunyai
tanggungjawab
menyeleksi dan menetapkan penerima dana bergulir, menyalurkan dan menagih kembali dana bergulir serta menanggung resiko terhadap ketidaktertagihan dana bergulir. Jika berfungsi sebagai chanelling agency, lembaga tersebut hanya menyalurkan dana bergulir
kepada penerima dana bergulir dan tidak mempunyai tanggungjawab menetapkan penerima dana bergulir.
Akuntansi Dana Bergulir 8.
Pengeluaran dana bergulir dianggarkan pada nomenklatur Pengeluaran Pembiayaan
– Dana Bergulir. Rencana pengeluaran dana bergulir tersebut harus dianggarkan pada satuan Lampiran B. Akuntansi Dana Bergulir
Kebijakan Akuntansi No. 9
- 143 -
kerja pengelola keuangan daerah (SKPKD) meskipun secara teknis akan dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) atau Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). 9.
Realisasi pengeluaran dana bergulir dicatat pada Pengeluaran Pembiayaan – Dana
Bergulir di Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Aliran Kas . Pada saat pengeluaran dana
bergulir terealisasi tersebut , dana bergulir dicatat di neraca sebesar harga perolehan dana bergulir dan tandingannya adalah Ekuitas Dana Investasi - Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang. Tetapi secara periodik, Pemerintah Daerah harus melakukan penyesuaian terhadap
Dana Bergulir sehingga nilai Dana Bergulir yang tercatat di neraca menggambarkan nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value).
10. Rencana penagihan dana bergulir yang tidak akan digulirkan kembali dianggarkan
pada nomenklatur Penerimaan Pembiayaan – Dana Bergulir untuk pokok dana bergulir sedangkan bunga dari dana bergulir atau bagi hasil dari dana bergulir dianggarkan pada
nomenklatur lain-lain pendapatan asli daerah. Realisasi penerimaan pokok dana bergulir yang
diterima di Kas Daerah dicatat pada Penerimaan Pembiayaan – Dana Bergulir sedangkan penerimaan bunga dari dana bergulir atau bagi hasil dari dana bergulir dicatat pada lain-lain pendapatan asli daerah. Realisasi penerimaan pokok dana bergulir dicatat di neraca mengurangi
dana bergulir dan tandingannya Ekuitas Dana Investasi - Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang.
11. Penagihan dana bergulir yang digulirkan kembali oleh Pemerintah Daerah tidak
dilakukan pencatatan karena pengeluaran untuk dana bergulir dan aset dana bergulir
tersebut telah dicatat dan dilaporkan oleh Pemerintah Daerah ketika dana tersebut dikeluarkan dari APBD.
PENGAKUAN DANA BERGULIR 12. Suatu pengeluaran kas atau aset dapat diakui sebagai dana bergulir apabila memenuhi salah satu kriteria: (a)
Kemungkinan manfaat ekonomik dan manfaat sosial atau jasa pontensial di masa yang akan datang dapat diperoleh Pemerintah Daerah;
(b)
Nilai perolehan atau nilai wajar dana bergulir dapat diukur secara memadai (reliable). 13. Dalam menentukan apakah suatu pengeluaran kas atau aset memenuhi kriteria
pengakuan dana bergulir yang pertama, entitas perlu mengkaji tingkat kepastian mengalirnya manfaat ekonomi dan manfaat sosial atau jasa potensial dimasa yang akan datang berdasarkan bukti-bukti yang tersedia pada saat pengakuan yang pertama kali. Eksistensi dari kepastian yang cukup bahwa manfaat ekonomi yang akan datang atau jasa potensial yang akan diperoleh
Lampiran B. Akuntansi Dana Bergulir
Kebijakan Akuntansi No. 9
- 144 -
memerlukan suatu jaminan bahwa suatu entitas akan memperoleh manfaat dari aset tersebut dan akan menanggung risiko yang mungkin timbul.
14. Alokasi anggaran untuk dana bergulir berada di BUD, tetapi pelaksanaan dana
bergulir dapat didelegasikan kepada SKPD. Walaupun pelaksanaan didelegasikan, tetapi transaksi dana bergulir tersebut tetap merupakan transaksi pembiayaan.
15. Realisasi pengeluaran untuk dana bergulir dicatat jika telah terjadi
pengeluaran definitif dari Rekening Kas Umum Daerah yang ditandai dengan dikeluarkannya SP2D-LS atau dokumen lain yang dipersamakan sesuai dengan ketentuan perundangan.
PENGUKURAN DANA BERGULIR 16. Dana Bergulir disajikan di Neraca sebagai Investasi Jangka Panjang-Investasi Non Permanen-Dana Bergulir. Pada saat perolehan dana bergulir, dana bergulir dicatat sebesar harga perolehan dana bergulir. Hal tersebut berarti bahwa pencatatan pertama kali dana bergulir sebesar dana yang digulirkan ke masyarakat ditambah seluruh biaya yang dikeluarkan untuk perolehan dana bergulir.
PENGUKURAN BERIKUTNYA TERHADAP PENGAKUAN AWAL
(SUBSEQUENT
MEASUREMENT)
17. Pengukuran dana bergulir setelah saat perolehan dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan penyesuaian terhadap Dana Bergulir sehingga nilai Dana Bergulir yang tercatat di neraca menggambarkan nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value). Nilai yang dapat direalisasikan ini dapat diperoleh jika pemerintah daerah pengelola dana bergulir melakukan penatausahaan dana bergulir sesuai dengan jatuh temponya (aging scedule). Berdasarkan penatausahaan tersebut, akan diketahui jumlah dana bergulir yang benar-benar tidak dapat ditagih, dana bergulir yang masuk kategori diragukan dapat ditagih dan dana bergulir yang dapat ditagih. 18. Dana bergulir disajikan berdasarkan nilai perolehan yang belum dilunasi tersebut dikurangi dana bergulir diragukan tertagih (dana bergulir yang tidak dapat ditagih ditambah dana bergulir yang masuk kategori diragukan dapat ditagih). Pencatatan dana bergulir diragukan tertagih diikuti dengan pencatatan untuk mengurangi ekuitas dana investasi-diinvestasikan dalam investasi jangka panjang. 19. Harga perolehan dana bergulir dalam valuta asing harus dinyatakan dalam rupiah dengan menggunakan nilai tukar (kurs tengah bank sentral) yang berlaku pada tanggal transaksi.
Lampiran B. Akuntansi Dana Bergulir
Kebijakan Akuntansi No. 9
- 145 -
Dana bergulir diragukan tertagih 20. Dana bergulir di neraca harus disajikan berdasarkan nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value).
Alat untuk menyesuaikan adalah dengan
mengurangkan dana bergulir dengan dana bergulir diragukan tertagih. Dana bergulir diragukan tertagih bukan merupakan penghapusan dana bergulir. Dengan demikian, nilai dana bergulir diragukan tertagih akan selalu dimunculkan dalam laporan keuangan, paling tidak dalam CaLK, selama dana bergulir masih tercantum atau belum dihapuskan. 21. Dana bergulir diragukan tertagih diperhitungkan dan dibukukan pada periode yang
sama dengan dana bergulir, sehingga dapat menggambarkan nilai yang betul-betul diharapkan dapat direalisasi. Dana bergulir diragukan tertagih terdiri dari dana bergulir yang tidak dapat
tertagih ditambah perkiraan dana bergulir yang tidak tertagih (diragukan dapat tertagih) . Dana bergulir yang tidak dapat tertagih harus didukung dengan bukti-bukti bahwa dana bergulir tersebut tidak dapat ditagih dan tetap harus dibukukan sampai dana bergulir tersebut
dihapuskan sesuai ketentuan yang berlaku. Sedangkan dana bergulir diragukan tertagih ditentukan dengan melakukan analisas terhadap saldo dana bergulir yang masih outstanding berdasarkan berdasarkan pengalaman masa lalu pada setiap akhir periode.
22. Untuk menentukan besarnya dana bergulir yang diragukan tertagih
terlebih dahulu harus dilakukan pengelompokan dana bergulir
berdasarkan umur
dana bergulir (aging schedule) sebagai dasar perhitungan. Besarnya dana bergulir yang diragukan tertagih pada setiap akhir tahun ditentukan sebagai berikut : (a)
Diatas 1 tahun sampai dengan 2 tahun disisihkan sebesar 5%
(b)
Diatas 2 tahun sampai dengan 3 tahun disisihkan sebasar 10%
(c)
Diatas 3 tahun sampai dengan 4 tahun disisihkan sebesar 15%
(d)
Diatas 4 tahun sampai dengan 5 tahun disisihkan sebesar 20%
(e)
Diatas 5 tahun sampai dengan 6 tahun disisihkan sebesar 30%
(f)
Diatas 6 tahun sampai dengan 7 tahun disisihkan sebesar 40%
(g)
Diatas 7 tahun sampai dengan 8 tahun disisihkan sebesar 55%
(h)
Diatas 8 tahun sampai dengan 9 tahun disisihkan sebesar 70%
(i)
Diatas 9 tahun sampai dengan 10 tahun disisihkan sebesar 85%
(j)
Diatas 10 tahun disisihkan sebesar 100% dan dikeluarkan dari pembukuan tetapi masih tetap tercatat secara extra comptabel.
METODE PENILAIAN DANA BERGULIR 23. Penilaian dana bergulir Pemerintah Daerah dilakukan dengan metode nilai bersih yang dapat direalisasikan. Nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable
Lampiran B. Akuntansi Dana Bergulir
Kebijakan Akuntansi No. 9
- 146 -
value) adalah nilai dana bergulir yang dicatat berdasarkan harga perolehan dikurangi perkiraan dana bergulir diragukan tertagih.
PENGAKUAN HASIL DARI DANA BERGULIR 24. Hasil investasi non permanen yang diperoleh dari dana bergulir dapat berupa bunga dari dana bergulir atau bagi hasil dari dana bergulir dicatat sebagai pendapatan. Hasil tersebut tidak termasuk pengembalian pokok dana bergulir. Hasil dari dana bergulir apabila tidak dimaksudkan untuk digulirkan diakui sebagai pendapatan pada saat bunga atau bagi hasil telah disetor ke kas daerah. 25. Apabila bunga atau bagi hasil dari dana bergulir digulirkan kepada masyarakat (tidak disetor ke kas daerah) maka bunga atau bagi hasil dari dana bergulir tersebut tetap diakui sebagai pendapatan. Pengakuan pendapatan dari dana bergulir yang digulirkan tersebut pada saat yang bersamaan harus dicatat pengeluaran pembiayaandana bergulir sebagai tandingan pendapatan di Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Aliran Kas sekaligus menambah investasi non-permanen dana bergulir dan ekuitas dana investasi-diinvastasikan dalam investasi jangka panjang di Neraca. 26.
Pendapatan dari dana bergulir berupa
bunga atau bagi hasil
dapat
digunakan secara langsung apabila dana bergulir tersebut dikelola secara teknis oleh Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) untuk membiaya pengeluaran operasional. Apabila bunga atau bagi hasil dari dana bergulir tersebut tidak disetor ke kas daerah melainkan digunakan secara langsung oleh Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) untuk membiayai pengeluaran operasional maka bunga atau bagi hasil dari dana bergulir tersebut tetap diakui sebagai pendapatan. Pengakuan pendapatan dari dana bergulir yang digunakan untuk membiayai pengeluaran operasional pada saat yang bersamaan harus dicatat belanja sebagai tandingan pendapatan di Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Aliran Kas.
PENGUNGKAPAN 27. Hal-hal lain yang harus diungkapkan dalam laporan keuangan pemerintah berkaitan dengan dana bergulir, selain mencantumkan pengeluaran dana bergulir sebagai Pengeluaran Pembiayaan di Laporan Realisasi Anggaran dan Laporan Arus Kas, dan Dana Bergulir di Neraca, perlu diungkapkan informasi lain dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) antara lain: (a)
Dasar Penilaian Dana Bergulir;
(b)
Jumlah dana bergulir yang tidak tertagih dan penyebabnya;
(c)
Besarnya suku bunga yang dikenakan;
Lampiran B. Akuntansi Dana Bergulir
Kebijakan Akuntansi No. 9
- 147 -
(d)
Saldo awal dana bergulir, penambahan/pengurangan dana bergulir dan saldo akhir dana bergulir:
(e)
Informasi tentang jatuh tempo dana bergulir berdasarkan umur dana bergulir. 28. Untuk memudahkan pengguna laporan keuangan, pengungkapan pada CaLK dapat
disajikan dengan narasi, bagan, grafik, daftar, atau bentuk lain yang lazim.
TANGGAL EFEKTIF 29. Kebijakan Akuntansi ini berlaku efektif secara bertahap untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara mulai tahun Anggaran 2013.
Lampiran B. Akuntansi Dana Bergulir
Kebijakan Akuntansi No. 9
- 148 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 10
AKUNTANSI ASET TETAP
Lampiran B. Akuntansi Aset Tetap
Kebijakan Akuntansi No. 10
149
KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 10
AKUNTANSI ASET TETAP
Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan akuntansi, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah Daerah.
PENDAHULUAN Tujuan 1.
Tujuan Kebijakan Akuntansi ini adalah mengatur perlakuan akuntansi untuk aset
tetap. Masalah utama akuntansi untuk aset tetap adalah saat pengakuan aset, penentuan nilai
tercatat, serta penentuan dan perlakuan akuntansi atas penilaian kembali dan penurunan nilai tercatat (carrying value) aset tetap. 2.
Kebijakan Akuntansi ini mensyaratkan bahwa aset tetap dapat diakui sebagai aset
jika memenuhi definisi dan kriteria pengakuan suatu aset dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah Daerah.
Ruang Lingkup 3. Kebijakan Akuntansi ini diterapkan untuk seluruh unit Pemerintah Daerah yang menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum dan mengatur tentang perlakuan akuntansinya, termasuk pengakuan, penilaian, penyajian dan pengungkapan yang diperlukan kecuali bila Kebijakan Akuntansi lainnya mensyaratkan perlakuan akuntansi yang berbeda. 4.
Kebijakan Akuntansi ini tidak diterapkan untuk:
(a) Hutan dan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (regenerative natural resources); dan
(b) Kuasa pertambangan, eksplorasi dan penggalian mineral, minyak, gas alam, dan sumber daya alam serupa yang tidak dapat diperbaharui (non-regenerative natural resources).
Namun demikian, Kebijakan Akuntansi ini berlaku untuk aset tetap yang digunakan untuk mengembangkan atau memelihara aktivitas atau aset yang tercakup dalam (a) dan (b) di atas dan dapat dipisahkan dari aktivitas atau aset tersebut.
DEFINISI 5. Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam Kebijakan Akuntansi dengan pengertian berikut: Lampiran B. Akuntansi Aset Tetap
Kebijakan Akuntansi No. 10
- 150 Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh Pemerintah Daerah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Aset tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan untuk digunakan dalam kegiatan Pemerintah Daerah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang diberikan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau konstruksi sampai dengan aset tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dipergunakan. Masa manfaat adalah: (a)
Periode suatu aset diharapkan digunakan untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik; atau
(b)
Jumlah produksi atau unit serupa yang diharapkan diperoleh dari aset untuk aktivitas pemerintahan dan/atau pelayanan publik.
Nilai sisa (Residu) adalah jumlah neto yang diharapkan dapat diperoleh pada akhir masa manfaat suatu aset setelah dikurangi taksiran biaya pelepasan. Nilai tercatat (carrying amount) aset adalah nilai buku aset, yang dihitung dari biaya perolehan suatu aset setelah dikurangi akumulasi penyusutan. Nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar fihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. Penyusutan adalah penyesuaian nilai sehubungan dengan penurunan kapasitas dan manfaat dari suatu aset.
UMUM 6.
Aset tetap sering merupakan suatu bagian utama aset Pemerintah Daerah, dan
karenanya signifikan dalam penyajian neraca. Termasuk dalam aset tetap Pemerintah Daerah adalah:
(a) Aset tetap yang dimiliki oleh entitas pelaporan atau entitas akuntansi namun dimanfaatkan oleh entitas lainnya, misalnya instansi pemerintah lainnya, universitas, dan kontraktor;
(b) Hak atas tanah. Lampiran B. Akuntansi Aset Tetap
Kebijakan Akuntansi No. 10
- 151 7.
Tidak termasuk dalam definisi aset tetap adalah aset yang dikuasai untuk
dikonsumsi dalam operasi Pemerintah Daerah, seperti bahan (materials) dan perlengkapan (supplies).
KLASIFIKASI ASET TETAP 8.
Aset tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat atau fungsinya
dalam aktivitas operasi entitas. Berikut adalah klasifikasi aset tetap yang digunakan: (a)
Tanah;
(b)
Peralatan dan Mesin;
(c)
Gedung dan Bangunan;
(d)
Jalan, Irigasi, dan Jaringan;
(e)
Aset Tetap Lainnya; dan
(f)
Konstruksi dalam Pengerjaan. 9.
Tanah yang dikelompokkan sebagai aset tetap ialah tanah yang diperoleh dengan
maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional Pemerintah Daerah dan dalam kondisi siap dipakai.
10. Gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang diperoleh
dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional Pemerintah Daerah dan dalam kondisi siap dipakai.
11. Peralatan dan mesin mencakup mesin-mesin dan kendaraan bermotor, alat
elektonik, dan seluruh inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai.
12. Jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan yang dibangun oleh
pemerintah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Daerah dan dalam kondisi siap dipakai.
13. Aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam
kelompok aset tetap di atas, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional Pemerintah Daerah dan dalam kondisi siap dipakai.
14. Konstruksi dalam pengerjaan mencakup aset tetap yang sedang dalam proses
pembangunan namun pada tanggal laporan keuangan belum selesai seluruhnya.
Lampiran B. Akuntansi Aset Tetap
Kebijakan Akuntansi No. 10
- 152 15. Aset tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasional Pemerintah Daerah
tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus disajikan di pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.
PENGAKUAN ASET TETAP 16. Untuk dapat diakui sebagai aset tetap, suatu aset harus berwujud dan memenuhi kriteria: (a)
Mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;
(b)
Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal;
(c)
Tidak dimaksudkan untuk dijual dalam operasi normal entitas;
(d)
Diperoleh atau dibangun dengan maksud untuk digunakan; dan
(e)
Memenuhi nilai satuan minimum kapitalisasi. 17. Nilai satuan minimum kapitalisasi aset tetap dijelaskan lebih lanjut pada Lampiran
XVI Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah No.15 Akuntansi Belanja.
18. Dalam menentukan apakah suatu pos mempunyai manfaat lebih dari 12 (dua belas)
bulan, suatu entitas harus menilai manfaat ekonomik masa depan yang dapat diberikan oleh pos
tersebut, baik langsung maupun tidak langsung, bagi kegiatan operasional Pemerintah Daerah. Manfaat tersebut dapat berupa aliran pendapatan atau penghematan belanja bagi Pemerintah
Daerah. Manfaat ekonomi masa yang akan datang akan mengalir ke suatu entitas dapat dipastikan bila entitas tersebut akan rnenerima manfaat dan menerima risiko terkait. Kepastian ini biasanya hanya tersedia jika manfaat dan risiko telah diterima entitas tersebut. Sebelum hal ini terjadi, perolehan aset tidak dapat diakui.
19. Pengukuran dapat dipertimbangkan andal biasanya dipenuhi bila terdapat transaksi
pertukaran dengan bukti pembelian aset tetap yang mengidentifikasikan biayanya. Dalam
keadaan suatu aset yang dikonstruksi/dibangun sendiri, suatu pengukuran yang dapat
diandalkan atas biaya dapat diperoleh dari transaksi pihak eksternal dengan entitas tersebut untuk perolehan bahan baku, tenaga kerja dan biaya lain yang digunakan dalam proses konstruksi.
20. Tujuan utama dari perolehan aset tetap adalah untuk digunakan oleh Pemerintah
Daerah dalam mendukung kegiatan operasionalnya dan bukan dimaksudkan untuk dijual.
21. Pengakuan aset tetap akan sangat andal bila aset tetap telah diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan atau pada saat penguasaannya berpindah. Aset tetap diakui pada saat tanggal terjadinya transaksi sesuai dengan tanggal transaksi yang tertera pada dokumen bukti pendukung.
Lampiran B. Akuntansi Aset Tetap
Kebijakan Akuntansi No. 10
- 153 22. Saat pengakuan aset akan lebih dapat diandalkan apabila terdapat bukti bahwa telah
terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan secara hukum, misalnya sertifikat tanah dan bukti kepemilikan kendaraan bermotor. Apabila perolehan aset tetap belum didukung dengan bukti secara hukum dikarenakan masih adanya suatu proses administrasi yang
diharuskan, seperti pembelian tanah yang masih harus diselesaikan proses jual beli (akta) dan sertifikat kepemilikannya di instansi berwenang, maka aset tetap tersebut harus diakui pada saat terdapat bukti bahwa penguasaan atas aset tetap tersebut telah berpindah, misalnya telah terjadi pembayaran dan penguasaan atas sertifikat tanah atas nama pemilik sebelumnya.
PENGUKURAN ASET TETAP 23. Aset tetap dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian aset tetap dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. 24. Biaya perolehan aset tetap yang dibangun dengan cara swakelola meliputi biaya
langsung untuk tenaga kerja, bahan baku, dan biaya tidak langsung termasuk biaya perencanaan
dan pengawasan, perlengkapan, tenaga listrik, sewa peralatan, dan semua biaya lainnya yang terjadi berkenaan dengan pembangunan aset tetap tersebut.
PENILAIAN AWAL ASET TETAP
25. Barang berwujud yang memenuhi kualifikasi untuk diakui sebagai suatu aset dan dikelompokkan sebagai aset tetap, pada awalnya harus diukur berdasarkan biaya perolehan. 26. Bila aset tetap diperoleh dengan tanpa nilai, biaya aset tersebut adalah sebesar nilai wajar pada saat aset tersebut diperoleh. 27. Suatu aset tetap mungkin diterima Pemerintah Daerah sebagai hadiah atau donasi.
Sebagai contoh, tanah mungkin dihadiahkan ke Pemerintah Daerah oleh pengembang (developer) dengan tanpa nilai yang memungkinkan Pemerintah Daerah untuk membangun tempat parkir, jalan, ataupun untuk tempat pejalan kaki. Suatu aset juga mungkin diperoleh tanpa nilai melalui
pengimplementasian wewenang yang dimiliki Pemerintah Daerah. Sebagai contoh, dikarenakan wewenang dan peraturan yang ada, Pemerintah Daerah melakukan penyitaan atas sebidang
tanah dan bangunan yang kemudian akan digunakan sebagai tempat operasi pemerintahan.
Untuk kedua hal di atas aset tetap yang diperoleh harus dinilai berdasarkan nilai wajar pada saat aset tetap tersebut diperoleh.
Lampiran B. Akuntansi Aset Tetap
Kebijakan Akuntansi No. 10
- 154 28. Untuk tujuan pernyataan ini, penggunaan nilai wajar pada saat perolehan untuk
kondisi pada paragraf 27 bukan merupakan suatu proses penilaian kembali (revaluasi) dan tetap
konsisten dengan biaya perolehan seperti pada paragraf 26. Penilaian kembali yang dimaksud pada paragraf 72 dan paragraf yang berhubungan lainnya hanya diterapkan pada penilaian untuk periode pelaporan selanjutnya, bukan pada saat perolehan awal.
29. Untuk keperluan penyusunan neraca awal suatu entitas, biaya perolehan aset
tetap yang digunakan adalah nilai wajar pada saat neraca awal tersebut disusun. Untuk periode selanjutnya setelah tanggal neraca awal, atas perolehan aset tetap baru, suatu entitas menggunakan biaya perolehan atau harga wajar bila biaya perolehan tidak ada.
Komponen Biaya 30. Biaya perolehan suatu aset tetap terdiri dari harga belinya atau konstruksinya, termasuk bea impor dan setiap biaya yang dapat diatribusikan secara langsung dalam membawa aset tersebut ke kondisi yang membuat aset tersebut dapat bekerja untuk penggunaan yang dimaksudkan. 31. Contoh biaya yang dapat diatribusikan secara langsung adalah:
(a)
biaya persiapan tempat;
(c)
biaya pemasangan (instalation cost);
(e)
biaya konstruksi.
(b) (d)
biaya pengiriman awal (initial delivery) dan biaya simpan dan bongkar muat (handling cost);
biaya profesional seperti arsitek dan insinyur; dan 32. Tanah diakui pertarna kali sebesar biaya perolehan. Biaya perolehan mencakup
harga pembelian atau biaya pembebasan tanah, biaya yang dikeluarkan dalam rangka
memperoleh hak, biaya pematangan, pengukuran, penimbunan, dan biaya lainnya yang dikeluarkan sampai tanah tersebut siap pakai Nilai tanah juga meliputi nilai bangunan tua yang
terletak pada tanah yang dibeli tersebut jika bangunan tua tersebut dimaksudkan untuk dimusnahkan.
33. Biaya perolehan peralatan dan mesin menggambarkan jumlah pengeluaran yang
telah dilakukan untuk memperoleh peralatan dan mesin tersebut sampai siap pakai. Biaya ini
antara lain meliputi harga pembelian, biaya pengangkutan, biaya instalasi, serta biaya langsung
lainnya untuk memperoleh dan mempersiapkan sampai peralatan dan mesin tersebut siap digunakan.
Lampiran B. Akuntansi Aset Tetap
Kebijakan Akuntansi No. 10
- 155 34. Biaya perolehan gedung dan bangunan menggambarkan seluruh biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh gedung dan bangunan sampai siap pakai. Biaya ini antara lain
meliputi harga pembelian atau biaya konstruksi, termasuk biaya pengurusan IMB, notaris, dan pajak.
35. Biaya perolehan jalan, irigasi, dan jaringan menggambarkan seluruh biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh jalan, irigasi, dan jaringan sampai siap pakai. Biaya ini meliputi
biaya perolehan atau biaya konstruksi dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan sampai jalan, irigasi dan jaringan tersebut siap pakai.
36. Biaya perolehan aset tetap lainnya menggambarkan seluruh biaya yang dikeluarkan
untuk memperoleh aset tersebut sampai siap pakai.
37. Biaya administrasi dan biaya umum lainnya bukan merupakan suatu komponen
biaya aset tetap sepanjang biaya tersebut tidak dapat diatribusikan secara langsung pada biaya
perolehan aset atau membawa aset ke kondisi kerjanya. Demikian pula biaya permulaan (startup cost) dan pra-produksi serupa tidak merupakan bagian biaya suatu aset kecuali biaya tersebut perlu untuk membawa aset ke kondisi kerjanya.
38. Biaya perolehan suatu aset yang dibangun dengan cara swakelola ditentukan
menggunakan prinsip yang sama seperti aset yang dibeli.
39. Setiap potongan dagang dan rabat dikurangkan dari harga pembelian.
Konstruksi dalam Pengerjaan
40. Jika penyelesaian pengerjaan suatu aset tetap melebihi dan atau melewati satu periode tahun anggaran, maka aset tetap yang belum selesai tersebut digolongkan dan dilaporkan sebagai konstruksi dalam pengerjaan sampai dengan aset tersebut selesai dan siap dipakai. 41. Kebijakan Akuntansi mengenai Konstruksi dalam Pengerjaan mengatur secara rinci
mengenai perlakuan aset dalam penyelesaian, termasuk di dalamnya adalah rincian biaya konstruksi aset tetap baik yang dikerjakan secara swakelola maupun yang dikerjakan oleh kontraktor. Apabila tidak disebutkan lain dalam Kebijakan Akuntansi mengenai Aset Tetap ini
maka berlaku prinsip dan rincian yang ada pada Kebijakan Akuntansi mengenai Konstruksi dalam Pengerjaan.
42. Konstruksi dalam Pengerjaan yang sudah selesai dibuat atau dibangun dan telah
siap dipakai harus segera direklasifikasikan ke dalam aset tetap. Lampiran B. Akuntansi Aset Tetap
Kebijakan Akuntansi No. 10
- 156 -
Perolehan Secara Gabungan 43. Biaya perolehan dari masing-masing aset tetap yang diperoleh secara gabungan ditentukan dengan mengalokasikan harga gabungan tersebut berdasarkan perbandingan nilai wajar masing-masing aset yang bersangkutan.
Pertukaran Aset (Exchanges of Assets) 44. Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran atau pertukaran sebagian aset tetap yang lidak serupa atau aset lainnya. Biaya dari pos semacam itu diukur berdasarkan nilai wajar aset yang diperoleh yaitu nilai ekuivalen atas nilai tercatat aset yang dilepas setelah disesuaikan dengan jumlah setiap kas atau setara kas yang ditransfer/diserahkan. 45. Suatu aset tetap dapat diperoleh melalui pertukaran atas suatu aset yang serupa yang memiliki manfaat yang serupa dan memiliki nilai wajar yang serupa. Suatu aset tetap juga dapat dilepas dalam pertukaran dengan kepemilikan aset yang serupa. Dalam keadaan tersebut tidak ada keuntungan dan kerugian yang diakui dalam transaksi ini. Biaya aset yang baru diperoleh dicatat sebesar nijai tercatat (carrying amount,) atas aset yang dilepas. 46. Nilai wajar atas aset yang diterima tersebut dapat memberikan bukti adanya suatu
pengurangan (impairment) nilai atas aset yang dilepas. Dalam kondisi seperti ini, aset yang
dilepas harus diturun-nilai-bukukan (written down) dan nilai setelah diturun-nilai-bukukan (written down) tersebut merupakan nilai aset yang diterima. Contoh dari pertukaran atas aset
yang serupa termasuk pertukaran bangunan, mesin, peralatan khusus, dan kapal terbang.
Apabila terdapat aset lainnya dalam pertukaran, misalnya kas, maka hal ini mengindikasikan bahwa pos yang dipertukarkan tidak mempunyai nilai yang sama.
Aset Donasi
47. Aset tetap yang diperoleh dari sumbangan (donasi) harus dicatat sebesar nilai wajar pada saat perolehan. 48. Sumbangan aset tetap didefinisikan sebagai transfer tanpa persyaratan suatu aset
tetap ke satu entitas, misalnya perusahaan nonpemerintah memberikan bangunan yang
dimilikinya untuk digunakan oleh satu unit Pemerintah Daerah tanpa persyaratan apapun.
Penyerahan aset tetap tersebut akan sangat andal bila didukung dengan bukti perpindahan kepemilikannya secara hukum, seperti adanya akta hibah.
Lampiran B. Akuntansi Aset Tetap
Kebijakan Akuntansi No. 10
- 157 49. Tidak termasuk perolehan aset donasi, apabila penyerahan aset tetap tersebut
dihubungkan dengan kewajiban entitas lain kepada Pemerintah Daerah. Sebagai contoh, satu
perusahaan swasta membangun aset tetap untuk Pemerintah Daerah dengan persyaratan kewajibannya kepada pemerintah telah dianggap selesai. Perolehan aset tetap tersebut harus diperlakukan seperti perolehan aset tetap dengan pertukaran.
50. Apabila perolehan aset tetap memenuhi kriteria perolehan aset donasi, maka
perolehan tersebut diakui sebagai pendapatan Pemerintah Daerah dan jumlah yang sama juga diakui sebagai belanja modal dalam laporan realisasi anggaran.
PENGELUARAN SETELAH PEROLEHAN (SUBSEQUENT EXPENDITURES) 51. Aset tetap diperoleh Pemerintah Daerah dengan maksud untuk digunakan dalam
kegiatan operasional Pemerintahan. Aset tetap bagi Pemerintah Daerah, di satu sisi merupakan
sumber daya ekonomi, di sisi lain merupakan komitmen, artinya di kemudian hari Pemerintah Daerah wajib memelihara atau merehabilitasi aset tetap yang bersangkutan. Pengeluaran belanja
untuk aset tetap setelah perolehannya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu belanja untuk pemeliharaan dan belanja untuk peningkatan.
52. Belanja untuk pemeliharaan dimaksudkan untuk mempertahankan kondisi aset
tetap tersebut sesuai dengan kondisi normal. Sedangkan belanja untuk peningkatan adalah
belanja yang memberi manfaat ekonomi di masa yang akan datang dalam bentuk peningkatan kapasitas, masa manfaat, mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja.
53. Pengeluaran yang dikategorikan sebagai pemeliharaan tidak berpengaruh terhadap
nilai aset tetap yang bersangkutan.
54. Pengeluaran setelah perolehan awal suatu aset tetap yang memperpanjang
masa manfaat atau yang kemungkinan besar memberi manfaat ekonomik di masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu produksi, atau peningkatan standar kinerja, harus ditambahkan pada nilai tercatat aset yang bersangkutan. 55. Kapitalisasi biaya dimaksud pada paragraf 53 ditetapkan dalam kebijakan akuntansi
belanja pemerintah daerah khususnya belanja modal berupa kriteria seperti pada paragraph 53 dan/atau suatu batasan jumlah biaya (capitalization thresholds) tertentu untuk dapat digunakan dalam penentuan apakah suatu pengeluaran harus dikapitalisasi atau tidak.
56. Dikarenakan aset tetap organisasi pemerintah sangatlah beragam, maka suatu
batasan jumlah biaya kapitalisasi (capitalization thresholds) untuk tiap jenis asset tetap tidak
dapat diseragamkan. Masing-masing jenis asset tetap harus ditentukan batasan jumlahnya. Lampiran B. Akuntansi Aset Tetap
Kebijakan Akuntansi No. 10
- 158 Batasan jumlah biaya kapitalisasi (capitalization thresholds) harus diterapkan secara konsisten dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
57. Pengeluaran setelah perolehan awal aset tetap Jalan, Irigasi dan Jaringan yang
berupa pembangunan dan peningkatan/rehabilitasi harus dikapitalisasi pada nilai tercatat aset
yang bersangkutan, sedangkan pengeluaran yang berupa pemeliharaan tidak dikapitalisasi tetapi dicatat sebagai biaya.
PENGUKURAN BERIKUTNYA TERHADAP PENGAKUAN AWAL
(SUBSEQUENT
MEASURE-MENT)
58. Aset tetap disajikan berdasarkan biaya perolehan aset tetap tersebut dikurangi akumulasi penyusutan. Apabila terjadi kondisi yang memungkinkan penilaian kembali, maka aset tetap akan disajikan dengan penyesuaian pada masing-masing akun aset tetap dan akun Diinvestasikan dalam Aset Tetap.
Penyusutan 59. Penyesuaian nilai aset tetap dilakukan dengan berbagai metode yang sistematis
sesuai dengan masa manfaat. Metode penyusutan yang digunakan harus dapat menggambarkan
manfaat ekonomik atau kemungkinan jasa (service potential) yang akan mengalir ke pemerintah. Nilai penyusutan untuk masing-masing periode diakui sebagai pengurang nilai tercatat aset tetap dan Diinvestasikan dalam Aset Tetap.
60. Masa manfaat aset tetap yang dapat disusutkan harus ditinjau secara periodik dan
jika terdapat perbedaan besar dari estimasi sebelumnya, penyusutan periode sekarang dan yang akan datang harus dilakukan penyesuaian. (a)
(b) (c)
61. Metode penyusutan yang dapat dipergunakan antara lain:
Metode garis lurus (straight line method) atau
Metode saldo menurun ganda (double declining balance method) Metode unit produksi (unit of production method).
62. Rumusan perhitungan tiap metode penyusutan tersebut diatas adalah sebagai
berikut : (a)
Metode Garis Lurus
Penyusutan per periode =
Lampiran B. Akuntansi Aset Tetap
Nilai yang dapat disusutkan Masa manfaat
Kebijakan Akuntansi No. 10
- 159 (b)
Metode Saldo Menurun Berganda Penyusutan per periode = (Nilai yang dapat disusutkan - akumulasi penyusutan periode sebelumnya) X Tarif Penyusutan*
*tarif penyusutan dihitung dengan rumus : 1
Masa manfaat (c)
X 100% x 2
Metode Unit Produksi
Penyusutan per periode = Produksi Periode berjalan X Tarif Penyusutan** **tarif penyusutan dihitung dengan =
Nilai yang dapat disusutkan Perkiraan Total Output
63. Dalam hal pemerintah daerah menggunakan Metode garis lurus (straight line method) atau metode saldo menurun ganda (double declining balance method) maka masa manfaat asset tetap diklasifikasikan sebagai berikut : (a)
Bukan Bangunan (1)
Kelompok 1 : Aset yang dapat disusutkan dan tidak termasuk golongan bangunan yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 4 tahun
(2)
Kelompok 2 : Aset yang dapat disusutkan dan tidak termasuk golongan bangunan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 4 dan tidak lebih dari 8 tahun
(3)
Kelompok 3 : Aset yang dapat disusutkan dan tidak termasuk golongan bangunan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 8 dan tidak lebih dari 16 tahun
(4)
Kelompok 4 : Aset yang dapat disusutkan dan tidak termasuk golongan bangunan yang mempunyai masa manfaat lebih dari 16 tahun
(b)
Bangunan (1)
Bangunan Permanen : Bangunan dan harta tak bergerak lainnya termasuk tambahan perbaikan atau perubahan yang dilakukan yang mempunyai manfaat 20 tahun.
(2)
Bangunan semi permanen : Bangunan dan harta tak bergerak lainnya termasuk tambahan perbaikan atau perubahan yang dilakukan yang mempunyai manfaat 10 tahun.
Lampiran B. Akuntansi Aset Tetap
Kebijakan Akuntansi No. 10
- 160 Aset tetap yang bukan bangunan jenisnya untuk setiap kelompok dapat dilihat pada lampiran kebijakan akuntansi aset tetap ini. 64. Waktu yang digunakan dalam perhitungan penyusutan aset tetap adalah pendekatan bulan penggunaan. Dengan pendekatan bulan penggunaan maka waktu penyusutan ditentukan berdasarkan bulan saat aset tersebut digunakan. Misalnya, jika suatu aset diperoleh dan digunakan tanggal bulan Oktober 20x1 maka beban penyusutan tahun yang bersangkutan dihitung 3 bulan yaitu dari tanggal bulan Oktober ke bulan Desember 20x1. Meskipun aset tetap tersebut diperoleh tanggal 30 Oktober maka waktu yang digunakan tetap tiga bulan. 65. Berdasarkan pengelompokan pada paragraf 61 dan waktu yang digunakan dalam perhitungan penyusutan aset tetap adalah pendekatan bulan penggunaan pada paragraf 62 tersebut metode dan tarif penyusutan untuk masing kelompok asset tetap tersebut adalah sebagai berikut :
No 1
2
Kelompok Aset Tetap
Masa Manfaat
Tarif Penyusutan Per Bulan Metode Garis Lurus
Metode Saldo Menurun Ganda
Bukan Bangunan a. Kelompok 1
4 tahun
2,08%
4,17%
b. Kelompok 2
8 tahun
1,04%
2,08%
c. Kelompok 3
16 tahun
0,52%
1,04%
d. Kelompok 4
20 tahun
0,42%
0,83%
a. Permanen
20 tahun
0,42%
0,83%
b. Tidak Permanen
10 tahun
0,83%
1,67%
Bangunan
66. Dalam hal pemerintah daerah menggunakan metode unit produksi maka penyusutan tidak tergantung pada masa manfaat tetapi berdasarkan intensitas pemanfaatan yang diukur dengan unit kapasitas atau produksi yang termanfaatkan. Pada gilirannya, unit kapasitas atau produksi yang termanfaatkan ini akan dibandingkan dengan seluruh potensi kapasitas/produksi yang dikandung oleh suatu aset tetap. 67. Penyusutan dapat dilakukan terhadap aset tetap secara individual. Akan tetapi, penyusutan dapat pula dilakukan terhadap sekelompok aset sekaligus. 68. Aset-aset yang dapat dianggap sebagai aset yang harus disusutkan secara
berkelompok dengan kriteria sebagai berikut: (a)
Aset tersebut diperoleh dalam waktu yang bersamaan dan mempunyai masa manfaat yang sama;
Lampiran B. Akuntansi Aset Tetap
Kebijakan Akuntansi No. 10
- 161 (b)
Manfaat secara teknis suatu aset sangat bergantung pada aset lain (peralatan
(c)
Pembelian aset dilakukan secara berpasangan dan harga belinya merupakan
(d)
kesehatan seperti kamera sinar X dan alat pencetakan film sinar X, dan lain-lain);
keseluruhan harga pasangan (misalnya mesin cetak digital, komputer, dan perangkat lunaknya);
Walaupun pemanfaatannya tidak terlalu bergantung dengan aset lain, tetapi demi
kemudahan dan efisiensi biaya administrasi, berbagai asset dapat dikelompokkan karena kedekatan teknik dan konteks pemanfaatnnya (misalnya peralatan bedah).
69. Selain tanah dan konstruksi dalam pengerjaan, seluruh aset tetap dapat
disusutkan sesuai dengan sifat dan karakteristik aset tersebut. 70. Pelaksanaan penyusutan dilakukan bersamaan dengan penerapan basis akrual. 71. Pencatatan penyusutan pertama kali besar kemungkinan akan menghadapi
permasalahan penetapan sisa masa manfaat dan masa manfaat yang sudah disusutkan, karena
aset-aset tetap sejenis yang akan disusutkan kemungkinan diperoleh pada tahun-tahun yang berbeda satu sama lain. Sebagai contoh, jika penyusutan pertama kali akan dilakukan pada
akhir tahun 2009, besar kemungkinan akan dijumpai adanya jenis aset berupa peralatan
dan mesin, misalnya mobil, yang diperoleh pada tahun-tahun sebelum tahun anggaran 2009
dan yang diperoleh pada tahun 2009. Perhitungan penyusutan aset tersebut untuk pertamakali kalinya dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu: (a)
Aset yang diperoleh pada tahun dimulainya penerapan penyusutan maka aset tersebut sudah disajikan dengan nilai perolehan. Perhitungannya penyusutannya adalah untuk tahun 2009 ( 1 tahun) saja.
(b) Aset yang diperoleh setelah penyusunan neraca awal hingga satu tahun sebelum dimulainya penerapan penyusutan. Aset tersebut sudah disajikan dengan nilai perolehan. Penyusutannya terdiri dari penyusutan tahun berjalan dan koreksi
(c)
penyusutan tahun-tahun sebelumnya.
Aset yang diperoleh sebelum penyusunan neraca awal. Untuk aset-aset yang diperoleh lebih dari 1 tahun sebelum saat penyusunan neraca awal, maka aset tersebut disajikan
dengan nilai wajar pada saat penyusunan neraca awal tersebut. Untuk menghitung
penyusutannya, pertama ditetapkan sisa masa manfaat pada saat penyusunan neraca awal. Selanjutnya dihitung masa antara neraca awal dengan saat penerapan penyusutan.
Penilaian Kembali Aset Tetap (Revaluation) 72. Penilaian
kembali
atau
revaluasi
aset
tetap
pada
umumnya
tidak
diperkenankan karena Standar Akuntansi Pemerintahan menganut penilaian aset
Lampiran B. Akuntansi Aset Tetap
Kebijakan Akuntansi No. 10
- 162 berdasarkan biaya perolehan atau harga pertukaran. Penyimpangan dari ketentuan ini mungkin dilakukan berdasarkan ketentuan pemerintah yang berlaku secara nasional. 73. Dalam hal ini laporan keuangan harus menjelaskan mengenai penyimpangan dari
konsep biaya perolehan di dalam penyajian aset tetap serta pengaruh penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan suatu entitas. Selisih antara nilai revaluasi dengan nilai tercatat aset tetap dibukukan dalam ekuitas dana pada akun Diinvestasikan pada Aset Tetap.
AKUNTANSI TANAH
74. Tanah yang dimiliki dan/atau dikuasai Pemerintah Daerah tidak diperlakukan secara khusus, dan pada prinsipnya mengikuti ketentuan seperti yang diatur pada kebijakan akuntansi tentang akuntansi aset tetap. 75. Tidak seperti institusi nonpemerintah, pemerintah tidak dibatasi satu periode
tertentu untuk kepemilikan dan/atau penguasaan tanah yang dapat berbentuk hak pakai, hak
pengelolaan, dan hak atas tanah lainnya yang dimungkinkan oleh peraturan perundangundangan yang berlaku. Oleh karena itu. setelah perolehan awal tanah, Pemerintah Daerah tidak
memerlukan biaya untuk mempertahankan hak atas tanah tersebut. Tanah memenuhi definisi aset tetap dan harus diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada Kebijakan Akuntansi ini.
76. Pengakuan tanah di luar negeri sebagai aset tetap hanya dimungkinkan
apabila perjanjian penguasaan dan hukum serta perundang-undangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik Indonesia berada mengindikasikan adanya penguasaan yang bersifat permanen. 77. Tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh instansi pemerintah di luar negeri, misalnya
tanah yang digunakan Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri, harus memperhatikan isi
perjanjian penguasaan dan hukum serta perundang-undangan yang berlaku di negara tempat Perwakilan Republik Indonesia berada. Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah
penguasaan atas tanah tersebut bersifat permanen atau sernentara. Penguasaan atas tanah
dianggap permanen apabila hak atas tanah tersebut merupakan hak yang kuat diantara hak-hak atas tanah yang ada di negara tersebut dengan tanpa batas waktu.
ASET BERSEJARAH (HERITAGE ASSETS)
78. Kebijakan Akuntansi ini tidak mengharuskan Pemerintah Daerah untuk menyajikan aset bersejarah (Heritage assets) di neraca namun aset tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Lampiran B. Akuntansi Aset Tetap
Kebijakan Akuntansi No. 10
- 163 79. Beberapa aset tetap dijelaskan sebagai aset bersejarah dikarenakan kepentingan
budaya, lingkungan, dan sejarah. Contoh dari aset bersejarah adalah bangunan bersejarah,
monumen, tempat-tempat purbakala (archaeological sites) seperti candi, dan karya seni (works of art). Karakteristik-karakteristik di bawah ini sering dianggap sebagai ciri khas dari suatu aset bersejarah : (a)
Nilai kultural, lingkungan, pendidikan, dan sejarahnya tidak mungkin secara penuh
(b)
Peraturan dan hukum yang berlaku melarang atau membatasi secara ketat pelepasannya
(c) (d)
dilambangkan dengan nilai keuangan berdasarkan harga pasar; untuk dijual;
Tidak mudah untuk diganti dan nilainya akan terus meningkat selama waktu berjalan walaupun kondisi fisiknya semakin menurun;
Sulit untuk mengestimasikan masa manfaatnya. Untuk beberapa kasus dapat mencapai ratusan tahun.
80. Aset bersejarah biasanya diharapkan untuk dipertahankan dalam waktu yang tak
terbatas. Aset bersejarah biasanya dibuktikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
81. Pemerintah Daerah mungkin mempunyai banyak aset bersejarah yang diperoleh
selama bertahun-tahun dan dengan cara perolehan beragam termasuk pembelian, donasi, warisan, rampasan, ataupun sitaan. Aset ini jarang dikuasai dikarenakan alasan kemampuannya
untuk menghasilkan aliran kas masuk, dan akan mempunyai masalah sosial dan hukum bila memanfaatkannya untuk tujuan tersebut.
82. Aset bersejarah harus disajikan dalam bentuk unit, misalnya jumlah unit koleksi
yang dimiliki atau jumlah unit monumen, dalam Catatan atas Laporan Keuangan dengan tanpa nilai.
83. Biaya untuk perolehan, konstruksi, peningkatan, rekonstruksi harus dibebankan
sebagai belanja tahun terjadinya pengeluaran tersebut. Biaya tersebut termasuk seluruh biaya
yang berlangsung untuk menjadikan aset bersejarah tersebut dalam kondisi dan lokasi yang ada pada periode berjalan.
84. Beberapa aset bersejarah juga memberikan potensi manfaat lainnya kepada Pemerintah Daerah selain nilai sejarahnya, sebagai contoh bangunan bersejarah digunakan untuk ruang perkantoran. Untuk kasus tersebut, aset ini akan diterapkan prinsip-prinsip yang sama seperti aset tetap lainnya.
Lampiran B. Akuntansi Aset Tetap
Kebijakan Akuntansi No. 10
- 164 85. Untuk aset bersejarah lainnya, potensi manfaatnya terbatas pada karakteristik
sejarahnya, sebagai contoh monumen dan reruntuhan (ruins).
ASET INFRASTRUKTUR (INFRASTRUCTURE ASSETS) 86. Beberapa aset biasanya dianggap sebagai aset infrastruktur. Walaupun tidak ada
definisi yang universal digunakan, aset ini biasanya mempunyai karakteristik sebagai berikut: (a)
Merupakan bagian dari satu sistem atau jaringan;
(c)
Tidak dapat dipindah-pindahkan; dan
(b) (d)
Sifatnya khusus dan tidak ada alternatif lain penggunaannya; Terdapat batasan-batasan untuk pelepasannya. 87. Walaupun kepemilikan dari aset infrastruktur tidak hanya oleh Pemerintah
Daerah, aset infrastruktur secara signifikan sering dijumpai sebagai aset Pemerintah Daerah. Aset infrastruktur memenuhi definisi aset tetap dan harus diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada Kebijakan Akuntansi ini. 88. Contoh dari aset infrastruktur adalah jaringan, jalan dan jembatan, sistem
pembuangan, dan jaringan komunikasi.
ASET MILITER (MILITARY ASSETS) 89. Peralatan militer, baik yang umum maupun khusus, memenuhi definisi aset tetap dan harus diperlakukan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ada pada Kebijakan Akuntansi ini.
PENGHENTIAN DAN PELEPASAN (RETIREMENT AND DISPOSAL) 90. Suatu aset tetap dieliminasi dari neraca ketika dilepaskan atau bila aset secara permanen dihentikan penggunaannya dan tidak ada manfaat ekonomik masa yang akan datang. Eliminasi aset tetap tersebut didasarkan pada tanggal transaksi yang tertera pada dokumen bukti pendukung. 91. Aset tetap yang secara permanen dihentikan atau dilepas harus dieliminasi dari Neraca dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 92. Aset tetap yang dihentikan dari penggunaan aktif Pemerintah Daerah tidak memenuhi definisi aset tetap dan harus dipindahkan ke pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.
Lampiran B. Akuntansi Aset Tetap
Kebijakan Akuntansi No. 10
- 165 93. Penghentian dan pelepasan aset tetap didasarkan pada peraturan perundangundangan.
PENGUNGKAPAN 94. Laporan keuangan harus mengungkapkan untuk masing-masing jenis aset tetap sebagai berikut: (a)
Dasar penilaian yang digunakan untuk menentukan nilai tercatat (carrying amount);
(b)
(c)
Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan: (1)
Penambahan;
(2)
Pelepasan;
(3)
Akumulasi penyusutan dan perubahan nilai, jika ada;
(4)
Mutasi aset tetap lainnya.
Informasi penyusutan, meliputi: (1)
Nilai penyusutan;
(2)
Metode penyusutan yang digunakan;
(3)
Masa manfaat atau tarif penyusutan yang digunakan;
(4)
Nilai tercatat bruto dan akumulasi penyusutan pada awal; dan akhir periode.
95. Laporan keuangan juga harus mengungkapkan: (a)
Eksistensi dan batasan hak milik atas aset tetap;
(b)
Kebijakan akuntansi untuk kapitalisasi yang berkaitan dengan aset tetap;
(c)
Jumlah pengeluaran pada pos aset tetap dalam konstruksi; dan
(d)
Jumlah komitmen untuk akuisisi aset tetap. 96. Jika aset tetap dicatat pada jumlah yang dinilai kembali, hal-hal berikut harus
diungkapkan: (a)
Dasar peraturan untuk menilai kembali aset tetap;
(c)
Jika ada, nama penilai independen;
(b) (d) (e)
Tanggal efektif penilaian kembali;
Hakikat setiap petunjuk yang digunakan untuk menentukan biaya pengganti; dan Nilai tercatat setiap jenis aset tetap.
TANGGAL EFEKTIF
97. Kebijakan Akuntansi ini berlaku efektif secara bertahap untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara mulai Tahun Anggaran 2013.
Lampiran B. Akuntansi Aset Tetap
Kebijakan Akuntansi No. 10
- 166 -
LAMPIRAN PENGELOMPOKAN ASET TETAP SELAIN BANGUNAN 1. Jenis aset yang termasuk dalam kelompok I a.
Mebel dan peralatan dari kayu atau rotan termasuk meja, bangku, kursi, almari dan
b.
Mesin kantor seperti mesin tik, mesin hitung, duplikator, mesin photo copy, accounting
c. d. e. f.
g.
h. i. j.
k.
sejenisnya yang bukan bagian dari bangunan. machine dan sejenisnya.
Perlengkapan lainnya seperti amplifier, tape/cassette, video recorder, televisi dan sejenisnya.
Sepeda motor, sepeda dan becak
Alat perlengkapan khusus (tools) bagi industri / jasa yang bersangkutan Alat dapur untuk memasak, makanan dan minuman Dies, jigs, dan mould
Alat Pertanian, perkebunan,kehutanan, perikanan yang digerakkan bukan dengan mesin
Mesin ringan untuk industri makanan dan minuman yang dapat dipindah-pindahkan seperti huller, pemecah kulit, penyosoh, pengering, pallet dan sejenisnya. Mobil taksi, bus dan truk yang digunakan dan sebagai angkutan umum.
Perlatan untuk industri semi konduktor Falsh memory tester, writer machine, biporar test system, elimination (PE8-1), pose checker.
2. Jenis aset yang termasuk dalam kelompok II
a.
Mebel dan peralatan dari logam termasuk meja, bangku, kursi, almari dan sejenisnya
b.
Alat pengatur udara seperti AC, kipas angin, dan sejenisnya.
c.
d. e. f.
g. h. i.
yang bukan merupakan bagian dari bangunan. Komputer, printer, scanner dan sejenisnya.
Mobil, bus, truk, speed boat dan sejenisnya. Container dan sejenisnya.
Pompa air dan sejenisnya.
Mesin pertanian / perkebunan seperti traktor dan mesin bajak, penggaruk, penanaman, penebar benih dan sejenisnya.
Mesin yang mengolah atau menghasilkan atau memproduksi bahan atau barang pertanian, kehutanan, perkebunan dan perikanan.
Mesin untuk industri makanan dan minuman yang mengolah produk asal binatang, unggas dan perikanan, misalnya pabrik susu, pengalengan ikan.
Lampiran B. Akuntansi Aset Tetap
Kebijakan Akuntansi No. 10
- 167 j. k. l. m. n. o.
p. q.
Mesin yang mengolah produk nabati, misalnya mesin minyak kelapa, magarine, penggilingan kopi, kembang gula, mesin pengolah biji-bijian seperti penggilingan beras, gandum, tapioka.
Mesin yang menghasilkan/memproduksi minuman dan bahan-bahan minuman segala jenis.
Mesin yang menghasilkan/memproduksi bahan-bahan makanan dan makanan segala jenis.
Mesin yang menghasilkan/produksi produk ringan (misalnya mesin jahit). Perkayuan Mesin dan peralatan penebangan kayu.
Peralatan Konstruksi yang dipergunakan seperti truk berat, dump truck, crane buldozer dan sejenisnya.
Truck kerja untuk pengangkutan dan dan bongkar muat, truck peron, truck ngangkang, dan sejenisnya;
b. Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat untuk pengangkutan barang
tertentu (misalnya gandum, batu - batuan, biji tambang dan sebagainya) termasuk kapal pendingin, kapal tangki, kapal penangkap ikan dan sejenisnya, yang mempunyai
r. s. t.
u. v.
w.
berat sampai dengan 100 DWT;
Kapal yang dibuat khusus untuk menghela atau mendorong kapal-kapal suar, kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, keran terapung dan sejenisnya, yang mempunyai berat sampai dengan 100 DWT;
Perahu layar pakai atau tanpa motor yang mempunyai berat sampai dengan 250 DWT; Kapal balon.
Perangkat pesawat telepon;
Pesawat telegraf termasuk pesawat pengiriman dan penerimaan radio telegraf dan radio telepon.
Peralatan untuk industri semi konduktor
yang terdiri dari Auto frame loader,
automatic logic handler, baking oven, ball shear tester, bipolar test handler (automatic),
cleaning machine, coating machine, curing oven, cutting press, dambar cut machine, dicer, die bonder, die shear test, dynamic burn-in system oven, dynamic test handler, eliminator (PGE-O1), full automatic handler, full automatic mark, hand maker, individual mark, inserter remover machine, laser marker (FUM A-O1), logic test system, marker (mark), memory test system, molding, mounter, MPS automatic, MPS manual,
0/5 tester manual, pass oven, pose checker, re-form machine, SMD stocker, taping machine, tiebar cut press, trimming/forming machine, wire bonder, wire pull tester 3. Jenis aset yang termasuk dalam kelompok III a.
Mesin-mesin yang dipakai dalam bidang pertambangan, termasuk mesin–mesin yang yang mengolah produk pelikan
Lampiran B. Akuntansi Aset Tetap
Kebijakan Akuntansi No. 10
- 168 b. c. d. e. f.
Mesin yang mengolah / menghasilkan dan produk-produk tekstil (misalnya kain katun,
sutra, serat-serat buatan, wol dan bulu hewan lainnya, lena rami, permadani, kain-kain bulu, rule).
Mesin untuk Pemintalan, pertenunan dan pencelupan yang terdiri dari yarn preparation, bleaching, dyeing, printing, finishing, texturing, packaging dan sejenisnya.
Mesin yang mengolah/menghasilkan produk-produk kayu, barang-barang dari jerami, rumput dan bahan anyaman lainnya.
Mesin dan peralatan penggergajian kayu.
Mesin peralatan industri kimia yang mengolah (menghasilkan produk industri kimia dan yang berhubungan dengan industri kimia ) misalnya bahan kimia anorganis, persenyawaan organis dan anorganis clan logam mulia,elemen radio aktif, isotop,
bahan kimia organis, produk farrnasi, pupuk, obat celup, obat pewama, cat, pernis, minyak eteris clan resinoida-resinonida wangiwangian, obat kecantikan dan obat rias, sa bun, detergent dan bahan organis pembersih lainnya, zat albumina, perekat, bahan
peledak, produk pirotehnik, korek api, alloy piroforis, barang fotografi dan g. h. i.
sinematografi.
Mesin yang mengolah/menghasilkan produk industri lainnya (misalnya damar tiruan, bahan plastik, ester dan eter dari selulosa, karet sintetis, karet tiruan, kulit samak, jangat dan kulit mentah).
Mesin yang menghasilkan/memproduksi mesin menengah dan berat (misalnya mesin mobil, mesin kapal).
Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat untuk pengangkutan barang-
barang tertentu (misalnya gandum, batu-batuan, biji tambang dan sejenisnya)
termasuk kapal pendingin dan kapal tangki, kapal penangkap ikan dan sejenisnya, yang j. k. l.
m.
mempunyai berat di atas 100 DWT sampai dengan 1.000 DWT
Kapal dibuat khusus untuk menghela atau mendorong kapal, kapal suar, kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, keran terapung dan sejenisnya, yang mempunyai berat di atas 100 DWT sampai clengan 1.000 DWT.
Perahu layar pakai atau tanpa motor yang mempunyai berat di atas 250 DWT. Pesawat terbang dan helikopter-helikopter segala jenis.
Perangkat telekomunikasi seperti radio navigasi, radar dan kendali jarak jauh.
4. Jenis aset yang termasuk dalam kelompok IV a. Mesin berat untuk konstruksi. b. c.
d. e.
Lokomotif uap.
Lokomotif listrik atas rel, dijalankan dengan batere atau dengan tenaga listrik dati sumber luar.
Lokomotif alas rel lainnya.
Kereta, gerbong penumpang dan barang, termasuk container khusus dibuat dan diperlengkapi untuk ditarik dengan satu alat atau beberapa alat pengangkutan.
Lampiran B. Akuntansi Aset Tetap
Kebijakan Akuntansi No. 10
- 169 f.
Kapal penumpang, kapal barang, kapal khusus dibuat untuk pengangkutan barang-
barang tertentu (misalnya gandum, batu-batuan, biji tambang dan sejenisnya)
termasuk kapal pendingin dan kapal tangki, kapal penangkap ikan dan sejenisnya, yang g. h.
mempunyai berat di atas 1.000 DWT.
Kapal dibuat khusus untuk menghela atau mendorong kapal, kapaJ suar, kapal pemadam kebakaran, kapal keruk, keran.keran terapung dan mempunyai berat diatas 1.000 DWT.
sebagainya, yang
Dok-dok terapung.
Lampiran B. Akuntansi Aset Tetap
Kebijakan Akuntansi No. 10
- 170 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 11
AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN
Lampiran B. Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan
Kebijakan Akuntansi No. 11
- 171 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 11
AKUNTANSI KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN
Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf
kebijakan akuntansi, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah Daerah.
PENDAHULUAN Tujuan 1.
Tujuan Kebijakan Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah mengatur
perlakuan akuntansi untuk konstruksi dalam pengerjaan dengan metode nilai historis. Masalah utama akuntansi untuk Konstruksi Dalam Pengerjaan adalah jumlah biaya yang diakui sebagai aset yang harus dicatat sampai dengan konstruksi tersebut selesai dikerjakan. 2.
Kebijakan Akuntansi ini memberikan panduan untuk:
(a)
identifikasi pekerjaan yang dapat diklasifikasikan sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan;
(c)
penetapan basis pengakuan dan pengungkapan biaya konstruksi.
(b)
penetapan besarnya biaya yang dikapitalisasi dan disajikan di neraca;
Ruang Lingkup 3.
Suatu entitas akuntansi yang melaksanakan pembangunan aset tetap untuk
dipakai dalam penyelenggaraan kegiatan Pemerintahan Daerah dan/atau masyarakat, dalam suatu jangka waktu tertentu, baik pelaksanaan pembangunannya dilakukan secara swakelola atau oleh pihak ketiga wajib menerapkan kebijakan ini. 4.
Sifat aktivitas yang dilaksanakan untuk konstruksi pada umumnya berjangka
panjang sehingga tanggal mulai pelaksanaan aktivitas dan tanggal selesainya aktivitas tersebut biasanya jatuh pada periode akuntansi yang berlainan.
Lampiran B. Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan
Kebijakan Akuntansi No. 11
- 172 -
DEFINISI 5.
Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam Kebijakan Akuntansi
dengan pengertian: Konstruksi dalam pengerjaan adalah aset-aset yang sedang dalam proses pembangunan. Kontrak konstruksi adalah perikatan yang dilakukan secara khusus untuk konstruksi suatu aset atau suatu kombinasi yang berhubungan erat satu sama lain atau saling tergantung dalam hal rancangan, teknologi, dan fungsi atau tujuan atau penggunaan utama. Kontraktor adalah suatu entitas yang mengadakan kontrak untuk membangun aset atau memberikan jasa konstruksi untuk kepentingan entitas lain sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dalam kontrak konstruksi. Uang muka kerja adalah jumlah yang diterima oleh kontraktor sebelum pekerjaan dilakukan dalam rangka kontrak konstruksi. Klaim adalah jumlah yang diminta kontraktor kepada pemberi kerja sebagai penggantian biaya-biaya yang tidak termasuk dalam nilai kontrak. Pemberi kerja adalah entitas yang mengadakan kontrak konstruksi dengan pihak ketiga untuk membangun atau memberikan jasa konstruksi. Retensi adalah jumlah termin (progress billing) yang belum dibayar hingga pemenuhan kondisi yang ditentukan dalam kontrak untuk pembayaran jumlah tersebut. Termin (progress billing) adalah jumlah yang ditagih untuk pekerjaan yang dilakukan dalam suatu kontrak baik yang telah dibayar ataupun yang belum dibayar oleh pemberi kerja.
KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN 6.
Konstruksi Dalam Pengerjaan mencakup tanah, peralatan dan mesin, gedung dan
bangunan, jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya yang proses perolehannya dan/atau
pembangunannya membutuhkan suatu periode waktu tertentu dan belum selesai. Perolehan Lampiran B. Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan
Kebijakan Akuntansi No. 11
- 173 -
melalui kontrak konstruksi pada umumnya memerlukan suatu periode waktu tertentu. Periode waktu perolehan tersebut bisa kurang atau lebih dari satu periode akuntansi. 7.
Perolehan aset dapat dilakukan dengan membangun sendiri (swakelola) atau
melalui pihak ketiga dengan kontrak konstruksi.
KONTRAK KONSTRUKSI 8.
Kontrak konstruksi dapat berkaitan dengan perolehan sejumlah aset yang
berhubungan erat atau saling tergantung satu sama lain dalam hal rancangan, teknologi, fungsi atau tujuan, dan penggunaan utama. Kontrak seperti ini misalnya konstruksi jaringan irigasi. 9.
Kontrak konstruksi dapat meliputi:
(a)
kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung dengan perencanaan konstruksi
(b)
kontrak untuk perolehan atau konstruksi aset;
(c)
(d)
aset, seperti jasa arsitektur;
kontrak untuk perolehan jasa yang berhubungan langsung pengawasan konstruksi aset yang meliputi manajemen konstruksi dan value engineering;
kontrak untuk membongkar atau merestorasi aset dan restorasi lingkungan.
PENYATUAN DAN SEGMENTASI KONTRAK KONSTRUKSI 10. Ketentuan-ketentuan dalam kebijakan akuntansi ini diterapkan secara terpisah
untuk setiap kontrak konstruksi. Namun, dalam keadaan tertentu, adalah perlu untuk
menerapkan kebijakan akuntansi ini pada suatu komponen kontrak konstruksi tunggal yang dapat diidentifikasi secara terpisah atau suatu kelompok kontrak konstruksi secara bersama agar mencerminkan hakikat suatu kontrak konstruksi atau kelompok kontrak konstruksi.
11. Jika suatu kontrak konstruksi mencakup sejumlah aset, konstruksi dari setiap
aset diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi yang terpisah apabila semua syarat di bawah ini terpenuhi: (a)
Proposal terpisah telah diajukan untuk setiap aset;
(b)
Setiap aset telah dinegosiasikan secara terpisah dan kontraktor serta pemberi kerja dapat menerima atau menolak bagian kontrak yang berhubungan dengan masingmasing aset tersebut;
(c)
Biaya masing-masing aset dapat diidentifikasikan.
Lampiran B. Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan
Kebijakan Akuntansi No. 11
- 174 -
12. Suatu kontrak dapat berisi klausul yang memungkinkan konstruksi aset tambahan atas permintaan pemberi kerja atau dapat diubah sehingga konstruksi aset tambahan dapat dimasukkan ke dalam kontrak tersebut. Konstruksi tambahan diperlakukan sebagai suatu kontrak konstruksi terpisah jika: (a)
aset tambahan tersebut berbeda secara signifikan dalam rancangan, teknologi, atau fungsi dengan aset yang tercakup dalam kontrak semula; atau
(b)
harga aset tambahan tersebut ditetapkan tanpa memperhatikan harga kontrak semula.
PENGAKUAN KONSTRUKSI DALAM PENGERJAAN 13. Suatu benda berwujud harus diakui sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan jika: (a)
besar kemungkinan bahwa manfaat ekonomi masa yang akan datang berkaitan dengan aset tersebut akan diperoleh;
(b)
biaya perolehan tersebut dapat diukur secara andal; dan
(c)
aset tersebut masih dalam proses pengerjaan. 14. Konstruksi Dalam Pengerjaan biasanya merupakan aset yang dimaksudkan
digunakan untuk operasional Pemerintah Daerah atau dimanfaatkan oleh masyarakat dalam jangka panjang dan oleh karenanya diklasifikasikan dalam aset tetap. 15. Konstruksi
Dalam
Pengerjaan
dipindahkan
ke
pos
aset
tetap
yang
bersangkutan jika kriteria berikut ini terpenuhi: (a)
Konstruksi secara substansi telah selesai dikerjakan; dan
(b)
Dapat memberikan manfaat/jasa sesuai dengan tujuan perolehan. 16. Suatu Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke aset tetap yang bersangkutan
setelah pekerjaan konstruksi tersebut dinyatakan selesai dan siap digunakan sesuai dengan tujuan perolehannya.
PENGUKURAN 17. Konstruksi Dalam Pengerjaan dicatat dengan biaya perolehan.
Biaya Konstruksi 18. Nilai konstruksi yang dikerjakan secara swakelola antara lain: (a)
biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan konstruksi;
Lampiran B. Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan
Kebijakan Akuntansi No. 11
- 175 -
(b)
biaya yang dapat diatribusikan pada kegiatan pada umumnya dan dapat dialokasikan ke konstruksi tersebut; dan
(c)
biaya lain yang secara khusus dibayarkan sehubungan konstruksi yang bersangkutan. 19. Biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan suatu kegiatan konstruksi antara
lain rneliputi: (a)
Biaya pekerja lapangan termasuk penyelia;
(c)
Biaya pemindahan sarana, peralatan, dan bahan-bahan dari dan ke lokasi pelaksanaan
(b) (d) (e)
Biaya bahan yang digunakan dalam konstruksi; konstruksi;
Biaya penyewaan sarana dan peralatan;
Biaya rancangan dan bantuan teknis yang secara langsung berhubungan dengan konstruksi.
20. Biaya-biaya yang dapat diatribusikan ke kegiatan konstruksi pada umumnya dan
dapat dialokasikan ke konstruksi tertentu meliputi: (a)
(b) (c)
Asuransi;
Biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung berhubungan dengan konstruksi tertentu;
Biaya-biaya lain yang dapat diidentifikasikan untuk kegiatan konstruksi yang bersangkutan seperti biaya inspeksi.
Biaya semacam itu dialokasikan dengan menggunakan metode yang sistematis dan rasional dan diterapkan secara konsisten pada semua biaya yang mempunyai karakteristik yang sama.
Metode alokasi biaya yang dianjurkan adalah metode rata-rata tertimbang atas dasar proporsi biaya langsung.
21. Nilai konstruksi yang dikerjakan oleh kontraktor melalui kontrak konstruksi
meliputi: (a)
Termin yang telah dibayarkan kepada kontraktor sehubungan dengan tingkat penyelesaian pekerjaan;
(b)
Kewajiban yang masih harus dibayar kepada kontraktor berhubung dengan pekerjaan yang telah diterima tetapi belum dibayar pada tanggal pelaporan;
(c)
Pembayaran klaim kepada kontraktor atau pihak ketiga sehubungan dengan pelaksanaan kontrak konstruksi. 22. Kontraktor meliputi kontraktor utama dan subkontraktor.
Lampiran B. Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan
Kebijakan Akuntansi No. 11
- 176 -
23. Pembayaran atas kontrak konstruksi pada umumnya dilakukan secara bertahap
(termin) berdasarkan tingkat penyelesaian yang ditetapkan dalam kontrak konstruksi. Setiap pembayaran yang dilakukan dicatat sebagai penambah nilai Konstruksi Dalam Pengerjaan.
24. Klaim dapat timbul, umpamanya, dari keterlambatan yang disebabkan oleh pemberi
kerja, kesalahan dalam spesifikasi atau rancangan dan perselisihan penyimpangan dalam pengerjaan kontrak.
25. Jika konstruksi dibiayai dari pinjaman maka biaya pinjaman yang timbul
selama masa konstruksi dikapitalisasi dan menambah biaya konstruksi, sepanjang biaya tersebut dapat diidentifikasikan dan ditetapkan secara andal. 26. Biaya pinjaman mencakup biaya bunga dan biaya lainnya yang timbul sehubungan
dengan pinjaman yang digunakan untuk membiayai konstruksi.
27. Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi tidak boleh melebihi jumlah biaya bunga yang dibayarkan pada periode yang bersangkutan. 28. Apabila pinjaman digunakan untuk membiayai beberapa jenis aset yang diperoleh dalam suatu periode tertentu, biaya pinjaman periode yang bersangkutan dialokasikan ke masing-masing konstruksi dengan metode rata-rata tertimbang atas total pengeluaran biaya konstruksi. 29. Apabila kegiatan pembangunan konstruksi dihentikan sementara tidak disebabkan oleh hal-hal yang bersifat force majeur maka biaya pinjaman yang dibayarkan selama masa pemberhentian sementara pembangunan konstruksi dikapitalisasi. 30. Pemberhentian sementara pekerjaan kontrak konstruksi dapat terjadi karena
beberapa hal seperti kondisi force majeur atau adanya campur tangan dari pemberi kerja atau
pihak yang berwenang karena berbagai hal. Jika pemberhentian tersebut dikarenakan adanya campur tangan dari pemberi kerja atau pihak yang berwenang, biaya pinjaman selama pemberhentian sementara dikapitalisasi. Sebaliknya jika pemberhentian sementara karena
kondisi force majeur, biaya pinjaman tidak dikapitalisasi tetapi dicatat sebagai biaya bunga pada periode yang bersangkutan. 31. Kontrak
konstruksi
yang
mencakup
beberapa
jenis
pekerjaan
yang
penyelesaiannya jatuh pada waktu yang berbeda-beda, maka jenis pekerjaan yang sudah
Lampiran B. Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan
Kebijakan Akuntansi No. 11
- 177 -
selesai tidak diperhitungkan biaya pinjaman. Biaya pinjaman hanya dikapitalisasi untuk jenis pekerjaan yang masih dalam proses pengerjaan. 32. Suatu kontrak konstruksi dapat mencakup beberapa jenis aset yang masing-masing
dapat diidentifikasi sebagaimana dimaksud dalam paragraf 12. Jika jenis-jenis pekerjaan tersebut diselesaikan pada titik waktu yang berlainan maka biaya pinjaman yang dikapitalisasi hanya biaya pinjaman untuk bagian kontrak konstruksi atau jenis pekerjaan yang belum selesai. Bagian pekerjaan yang telah diselesaikan tidak diperhitungkan lagi biaya pinjaman.
PENGUNGKAPAN 33. Suatu entitas harus mengungkapkan informasi mengenai Konstruksi Dalam Pengerjaan pada akhir periode akuntansi: (a)
Rincian kontrak konstruksi dalam pengerjaan berikut tingkat penyelesaian dan jangka waktu penyelesaiannya;
(b)
Nilai kontrak konstruksi dan sumber pembiayaanya;
(c)
Jumlah biaya yang telah dikeluarkan;
(d)
Uang muka kerja yang diberikan; dan
(e)
Retensi. 34. Kontrak konstruksi pada umumnya memuat ketentuan tentang retensi. Misalnya,
termin yang masih ditahan oleh pemberi kerja selama masa pemeliharaan. Jumlah retensi diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
35. Aset dapat dibiayai dari sumber dana tertentu. Pencantuman sumber dana
dimaksudkan memberi gambaran sumber dana dan penyerapannya sampai tanggal tertentu.
TANGGAL EFEKTIF
36. Kebijakan Akuntansi ini berlaku efektif secara bertahap untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara mulai tahun Anggaran 2013.
Lampiran B. Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan
Kebijakan Akuntansi No. 11
- 178 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 12
AKUNTANSI ASET TAK BERWUJUD
- 179 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 12
AKUNTANSI ASET TAK BERWUJUD Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan akuntansi, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah Daerah.
PENDAHULUAN Tujuan 1.
Tujuan Kebijakan Akuntansi Aset Tak Berwujud adalah mengatur perlakuan
akuntansi untuk aset tak berwujud. Masalah utama akuntansi untuk aset tak berwujud adalah saat pengakuan aset, penentuan nilai tercatat, dan pengungkapan yang perlu dilakukan, serta
penentuan dan perlakuan akuntansi atas penilaian kembali dan penurunan nilai tercatat (carrying value) aset tak berwujud. 2.
Kebijakan Akuntansi ini mensyaratkan bahwa aset tak berwujud dapat diakui
sebagai aset jika memenuhi definisi dan kriteria pengakuan suatu aset dalam Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah Daerah.
Ruang Lingkup 3.
Kebijakan Akuntansi ini diterapkan untuk seluruh unit Pemerintah Daerah
yang menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum dan mengatur tentang perlakuan akuntansinya, termasuk pengakuan, penilaian, penyajian, dan pengungkapan yang diperlukan kecuali bila Kebijakan Akuntansi lainnya mensyaratkan perlakuan akuntansi yang berbeda. 4.
Kebijakan Akuntansi ini tidak diterapkan untuk:
(a)
Aset tak berwujud yang diatur oleh kebijakan akuntansi lainnya;
(c)
Hak penambangan dan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka eksplorasi,
(b)
(d)
Aset keuangan (seperti saham, obligasi, dan derivatifnya);
pengembangan dan penambangan mineral, minyak, dan gas alam dan sumber daua lainnya yang tidak dapat diperbarui; dan
Aset tidak berwujud yang terjadi dari kontrak dengan pemegang polis.
Lampiran B. Akuntansi Aset Tak Berwujud
Kebijakan Akuntansi No. 12
- 180 -
DEFINISI 5.
Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam Kebijakan Akuntansi
dengan pengertian: Aset adalah sumber daya ekonomi yang dikuasai dan/atau dimiliki oleh Pemerintah Daerah sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi dan/atau sosial di masa depan diharapkan dapat diperoleh, baik oleh Pemerintah Daerah maupun masyarakat, serta dapat diukur dalam satuan uang, termasuk sumber daya nonkeuangan yang diperlukan untuk penyediaan jasa bagi masyarakat umum dan sumber-sumber daya yang dipelihara karena alasan sejarah dan budaya. Aset tak berwujud adalah aset non keuangan yang dapat diindentifikasi dan tidak mempunyai wujud fisik serta dimiliki untuk digunakan dalam menghasilkan barang atau jasa atau digunakan untuk tujuan lainnya, termasuk hak atas kekayaan intelektual. Aset keuangan adalah kas dan setara kas serta aset yang akan diterima dalam bentuk kas yang jumlahnya pasti atau dapat ditentukan. Amortisasi adalah alokasi sistematis dari nilai aset tak berwujud yang dapat didepresiasi selama masa manfaat aset tersebut. Riset adalah penelitian orisinal dan terencana yang dilaksanakan dengan harapan memperoleh pembaruan pengetahuan dan pemahaman teknis atas ilmu yang baru. Pengembangan adalah penerapan temuan riset atau pengetahuan lainnya pada suatu rencana dan rancangan alat, barang, proses, sistem, atau jasa yang sifatnya baru atau mengalami
perbaikan
yang
substansial,
sebelum
dimulainya
penggunaan
atau
pemanfaatan.
UMUM 6.
Pemerintah sering kali mengeluarkan sumber daya untuk mendapatkan,
mengembangkan, memelihara atau memperkuat sumber daya tidak berwujud, seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, desain dan implementasi sistem atau proses baru, lisensi dan hak kekayaan intelektual. 7.
Beberapa jenis aset tidak berwujud mungkin terkandung dalam bentuk fisik, seperti
dalam compact disk (yang memuat piranti lunak komputer), dokumentasi legal (yang memuat lisensi atau paten), atau film. Untuk itu, penentuan apakah aset tersebut termasuk dalam aset Lampiran B. Akuntansi Aset Tak Berwujud
Kebijakan Akuntansi No. 12
- 181 -
berwujud atau tidak berwujud ditentukan dengan mempertimbangkan atribut yang dominan pada aset tersebut. Misalnya, piranti lunak untuk menjalankan komputer, dimana komputer tersebut tidak dapat beroperasi tanpa piranti lunak tersebut merupakan bagian integral (tidak
terpisahkan) dari piranti kerasnya sehingga diperlakukan sebagai bagian dari aset tetap. Akan
tetapi, bila piranti lunak tersebut bukan merupakan bagian integral dari piranti keras yang terkait, piranti lunak tersebut diperlakukan sebagai aset tidak berwujud.
KLASIFIKASI ASET TAK BERWUJUD 8.
Aset tak berwujud meliputi:
(a)
Piranti lunak (software) komputer;
(b)
Lisensi dan francshise;
(c)
Hak Paten, cipta (copyright,);
(d)
Hasil kajian/pengembangan yang memberikan manfaat jangka panjang;
(e)
ATB yang mempunyai nilai sejarah/budaya; dan
(f)
ATB dalam pengerjaan. 9. Piranti lunak (Software) komputer, yang dapat disimpan dalam berbagai media
penyimpanan seperti flash disk, compact disk, disket, pita, dan media penyimpanan lainnya;
Software computer yang masuk dalam kategori ATB adalah software yang bukan merupakan bagian tak terpisahkan dari hardware komputer tertentu. Jadi software ini dapat digunakan di komputer lain. Oleh karena itu software komputer sepanjang memenuhi definisi dan kriteria pengakuan merupakan ATB.
10. Lisensi dapat diartikan memberi izin. Pemberian lisensi dilakukan jika ada pihak
yang memberi lisensi dan pihak yang menerima lisensi, melalui sebuah perjanjian. Dapat juga
merupakan pemberian izin dari pemilik barang/jasa kepada pihak yang menerima lisensi untuk
menggunakan barang atau jasa yang dilisensikan. Franchise merupakan perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan intelektual
(HAKI) atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan
persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan jasa.
11. Hak Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas
hasil Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri Invensinya
tersebut
atau
memberikan
persetujuannya
kepada
pihak
lain
untuk
melaksanakannya. (UU 14 tahun 2001, ps. 1, ayat 1).Hak cipta adalah hak eksklusif Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan atau informasi Lampiran B. Akuntansi Aset Tak Berwujud
Kebijakan Akuntansi No. 12
- 182 -
tertentu. Hak cipta merupakan "hak untuk menyalin suatu ciptaan". Hak cipta memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Pada umumnya, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang terbatas. Hak cipta berlaku pada
berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau ciptaan. Hak-hak tersebut pada dasarnya diperoleh karena adanya kepemilikan kekayaan intelektual, pengetahuan teknis, suatu cipta
karya yang dapat menghasilkan manfaat bagi entitas. Hak ini dapat mengendalikan pemanfaatan
aset tersebut dan membatasi pihak lain yang tidak berhak untuk memanfaatkannya. Oleh karena itu Hak Paten dan Hak Cipta sepanjang memenuhi definisi dan kriteria pengakuan merupakan ATB.
12. Hasil kajian/pengembangan yang memberikan manfaat jangka panjang adalah suatu
kajian atau pengembangan yang memberikan manfaat ekonomis dan/atau sosial dimasa yang akan datang yang dapat diidentifikasi sebagai aset. Apabila hasil kajian tidak dapat diidentifikasi dan tidak memberikan manfaat ekonomis dan/atau sosial maka tidak dapat diakui sebagai ATB.
13. Film dokumenter, misalkan, dibuat untuk mendapatkan kembali naskah kuno/alur
sejarah/rekaman peristiwa lalu yang pada dasarnya mempunyai manfaat ataupun nilai bagi
pemerintah ataupun masyarakat. Hal ini berarti film tersebut mengandung nilai tertentu yang dapat mempunyai manfaat di masa depan bagi pemerintah. Film/Karya Seni/Budaya dapat dikategorikan dalam heritage ATB.
14. ATB dalam Pengerjaan, suatu kegiatan perolehan ATB dalam pemerintahan,
khususnya yang diperoleh secara internal, sebelum selesai dikerjakan dan menjadi ATB, belum memenuhi salah satu kriteria pengakuan aset yaitu digunakan untuk operasional pemerintah.
Namun dalam hal ini seperti juga aset tetap, aset ini nantinya juga diniatkan untuk digunakan dalam pelaksanaan operasional pemerintahan, sehingga dapat diakui sebagai bagian dari ATB.
PENGAKUAN ASET TAK BERWUJUD
15. Aset tak berwujud diakui jika, dan hanya jika: (a)
Kemungkinan besar aset tersebut akan memberikan manfaat ekonomis dan/atau manfaat sosial di masa depan kepada entitas pelaporan atau entitas akuntansi; dan
(b)
Biaya perolehan aset dapat diukur secara andal. 16. Manfaat ekonomi masa depan yang timbul dari aset tak berwujud dapat mencakup
penerimaan pendapatan daerah, penghematan biaya, atau manfaat lain yang berasal dari penggunaan aset tersebut oleh entitas.
17. Dalam menilai kemungkinan adanya manfaat ekonomis dan/atau sosial masa depan, entitas harus menggunakan pertimbangan yang masuk akal dan dapat
Lampiran B. Akuntansi Aset Tak Berwujud
Kebijakan Akuntansi No. 12
- 183 -
dipertanggungjawabkan, yang merupakan estimasi terbaik manajemen atas kondisi ekonomi dan/atau sosial yang berlaku sepanjang masa manfaat aset tersebut. 18. Dalam menilai tingkat kepastian akan adanya manfaat ekonomi dan/atau sosial
masa depan yang timbul dari penggunaan aset tak berwujud, perusahaan mempertimbangkan
bukti yang tersedia pada saat pengakuan awal aset tak berwujud dengan memberikan penekanan pada bukti eksternal.
19. Pengakuan aset tak berwujud akan sangat andal bila aset tak berwujud telah diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan atau pada saat penguasaannya berpindah. Bila aset tak berwujud diperoleh dengan cara kegiatan swakelola maka pengakuannya dilakukan pada saat kegiatan tersebut dinyatakan telah selesai dilaksanakan. 20. Aset tak berwujud dapat diperoleh entitas melalui pelaksanaan hasil kegiatan yang
dilakukan secara internal (swakelola). Kadang-kadang sulit untuk menentukan apakah aset tak berwujud yang dihasilkan dalam kegiatan Pemerintah Daerah memenuhi kriteria untuk diakui. Kesulitan tersebut antara lain untuk: (a)
Menentukan apakah telah timbul, dan saat timbulnya, aset yang dapat diidentifikasi
(b)
Menentukan biaya perolehan aset tersebut secara andal.
yang akan menghasilkan manfaat ekonomis masa depan; dan
21. Dalam menentukan apakah aset tak berwujud yang dihasilkan secara internal
memenuhi sayarat untuk diakui, entitas menggolongkan proses dihasilkannya aset tak berwujud menjadi dua tahap, yaitu: (a)
(b)
Tahap penelitian atau riset; dan Tahap pengembangan.
22. Jika suatu entitas tidak dapat membedakan antara tahap riset dan tahap
pengembangan suatu kegiatan internal untuk menghasilkan aset tak berwujud, maka entitas memperlakukan kegiatan tersebut seolah-olah sebagai pengeluaran yang dilakukan hanya pada tahap riset saja
23. Suatu entitas tidak boleh mengakui aset tak berwujud yang timbul dari riset (atau dari tahap riset pada suatu kegiatan internal). Pengeluaran untuk riset (atau dari tahap riset pada suatu kegiatan internal) diakui sebagai biaya pada saat terjadinya.
(a)
24. Contoh-contoh kegiatan penelitian atau riset adalah sebagai berikut:
Kegiatan yang ditujukan untuk memperoleh pengetahuan baru;
Lampiran B. Akuntansi Aset Tak Berwujud
Kebijakan Akuntansi No. 12
- 184 -
(b)
Pencarian, evaluasi, dan seleksi penerapan temuan riset atau pengetahuan lainnya;
(d)
Perumusan, perancangan, evaluasi, dan seleksi berbagai alternatif kemungkinan bahan
(c)
Pencarian alternatif bahan baku, peralatan, barang, proses, sistem, atau jasa; dan baku, peralatan, barang, proses, sistem, atau jasa.
25. Suatu aset tidak berwujud yang timbul dari pengembangan (atau dari tahap
pengembangan pada suatu kegiatan internal) diakui jika, dan hanya jika perusahaan dapat menunjukkan semua hal berikut ini: (a)
Kelayakan teknis penyelesaian aset tak berwujud tersebut sehingga aset tersebut dapat
(b)
Niat untuk menyelesaikan aset tak berwujud tersebut dan menggunakannya;
(c)
(d) (e) (f)
digunakan;
Kemampuan untuk menggunakan aset tak berwujud tersebut;
Cara aset tak berwujud menghasilkan kemungkinan manfaat ekonomi dan/atau sosial masa depan, yaitu antara lain entitas harus mampu menunjukkan kegunaan aset tak berwujud tersebut;
Tersedianya sumber daya teknis, keuangan, dan sumber daya lainnya untuk menyelesaikan pengembangan aset tak berwujud dan menggunakan aset tersebut; dan
Kemampuan untuk mengukur secara andal pengeluaran yang terkait dengan aset tak berwujud selama pengembangannya.
Beban Masa Lalu Tidak Diakui sebagai Aset 26. Pengeluaran atas unsur tak berwujud yang awalnya diakui oleh entitas sebagai biaya dalam laporan keuangan periode sebelumnya tidak boleh diakui sebagai bagian dari harga perolehan aset tak berwujud di kemudian hari.
PENGUKURAN ASET TAK BERWUJUD 27. Aset tak berwujud dinilai dengan biaya perolehan. Apabila penilaian aset tak berwujud dengan menggunakan biaya perolehan tidak memungkinkan maka nilai aset tak berwujud didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan.
Perolehan Terpisah 28. Jika suatu aset tak berwujud diperoleh secara terpisah, biaya aset tak berwujud
biasanya dapat diukur secara andal. Hal itu akan tampak jelas jika pembayaran dilakukan dalam bentuk uang tunai atau aset moneter lainnya.
Lampiran B. Akuntansi Aset Tak Berwujud
Kebijakan Akuntansi No. 12
- 185 -
29. Biaya perolehan suatu aset tak berwujud terdiri atas harga beli, termasuk pajak dan
semua pengeluaran yang dapat dikaitkan langsung dalam mempersiapkan aset tersebut sehingga
siap digunakan sesuai dengan tujuannya. Pengeluaran yang dapat dikaitkan langsung, misalnya
imbalan profesional konsultan hukum. Apabila terdapat diskonto atau rabat, maka diskonto atau rabat tersebut mengurangi biaya perolehan aset.
Pertukaran Aset 30. Suatu aset tak berwujud mungkin diperoleh melalui pertukaran atau tukar tambah
aset tak berwujud yang tidak sejenis atau dengan aset lainnya. Biaya perolehan aset tak
berwujud tersebut diukur sebesar nilai wajar aset yang diterima, yang sama dengan nilai wajar aset yang diserahkan, setelah diperhitungkan dengan jumlah uang tunai atau setara kas yang diserahkan.
Aset Tak Berwujud yang Dihasilkan secara Internal (Swakelola) 31. Biaya perolehan aset tak berwujud yang dihasilkan secara internal (swakelola)
terdiri atas semua pengeluaran yang dapat dikaitkan langsung, atau dapat dialokasikan atas
dasar yang rasional dan konsisten, yang dilakukan untuk menghasilkan dan mempersiapkan aset tersebut sehingga siap untuk digunakan sesuai dengan tujuannya. Biaya perolehan aset tak berwujud mencakup, apabila dapat diterapkan: (a)
Pengeluaran untuk bahan baku dan jasa yang digunakan atau dikonsumsi dalam
(b)
Gaji, upah, dan biaya pegawai terkait lainnya dari pegawai yang langsung terlibat dalam
(c)
menghasilkan aset tak berwujud; menghasilkan aset tersebut; dan
Pengeluaran yang langsung terkait dengan dihasilkannya aset tersebut, seperti biaya pendaftaran hak hukum.
32. Pengeluaran pelatihan pegawai untuk mengoperasikan aset tak berwujud bukan
merupakan komponen biaya perolehan aset tak berwujud yang dihasilkan secara internal.
PENGELUARAN SETELAH PEROLEHAN (SUBSEQUENT EXPENDITURES) 33. Pengeluaran setelah aset tak berwujud diperoleh (pengeluaran setelah perolehan) diakui sebagai biaya pada saat terjadinya pengeluaran, kecuali: (a)
Pengeluaran tersebut besar kemungkinannya akan meningkatkan manfaat ekonomi dan/atau sosial masa depan sehingga menjadi lebih besar dahpada standar kinerja yang diperkirakan semula; dan
Lampiran B. Akuntansi Aset Tak Berwujud
Kebijakan Akuntansi No. 12
- 186 -
(b)
Pengeluaran tersebut dapat diukur dan dikaitkan dengan aset secara andal.
Jika persyaratan-persyaratan di atas dipenuhi, maka pengeluaran setelah perolehan harus ditambahkan kepada biaya perolehan aset tak berwujud. 34. Pengeluaran setelah aset tak berwujud diperoleh (pengeluaran setelah perolehan)
diakui sebagai biaya jika pengeluaran tersebut dibutuhkan untuk memelihara agar asset dapat beroperasi pada standar kinerja yang diperkirakan semula. Aset tak berwujud memiliki
karakteristik sedemikian rupa sehingga dalam banyak kasus tidak mungkin ditentukan apakah pengeluaran setelah aset diperoleh akan dapat mempertahankan atau meningkatkan manfaat ekonomis yang diperoleh entitas dari aset tersebut. Di samping itu, sering kali sulit mengaitkan
secara langsung pengeluaran tersebut dengan aset tak berwujud tertentu, tetapi lebih mudah mengaitkan pengeluaran dengan entitas secara keseluruhan. Dengan demikian, jarang terjadi pengeluaran setelah pengakuan awal aset tak berwujud, baik aset yang diperoleh melalui
pembelian maupun yang dihasilkan sendiri, diakui sebagai penambahan biaya perolehan aset tak berwujud.
PENGUKURAN
BERIKUTNYA
(SUBSEQUENT
MEASUREMENT)
TERHADAP PENGAKUAN AWAL 35. Setelah pengakuan awal, aset tak berwujud dinilai sebesar biaya perolehannya dikurangi akumulasi amortisasi.
Periode Amortisasi 36. Jumlah yang dapat diamortisasi dari aset tak berwujud harus dialokasikan secara sistematis berdasarkan perkiraan terbaik dari masa manfaatnya. Pada umumnya masa manfaat suatu aset tak berwujud tidak akan melebihi 20 tahun sejak tanggal aset siap digunakan. Amortisasi harus mulai dihitung saat aset siap untuk digunakan. 37. Manfaat ekonomi dan/atau sosial masa depan yang terkandung dalam suatu aset tak
berwujud dikonsumsi dengan berjalannya waktu. Untuk mencerminkan konsumsi tersebut, nilai tercatat aset tersebut harus diturunkan. Hal tersebut, dilakukan melalui alokasi yang sistematis
atas biaya perolehan dikurangi nilai sisa. Alokasi yang sistematis tersebut diperhitungkan
sebagai amortisasi sepanjang masa manfaat aset tersebut. Banyak faktor yang harus dipertimbangkan dalam menentukan masa manfaat suatu aset tak berwujud, termasuk: (a)
Perkiraan pemakaian aset oleh entitas dan efisiensi pengelolaannya oleh tim manajemen
(b)
Siklus hidup yang lazim bagi aset tersebut dan informasi yang beredar mengenai estimasi
yang lain;
masa manfaat aset sejenis yang digunakan dengan cara yang sama;
Lampiran B. Akuntansi Aset Tak Berwujud
Kebijakan Akuntansi No. 12
- 187 -
(c)
(d) (e) (f)
Keusangan teknis, teknologi;
Tingkat/jumlah pengeluaran untuk pemeliharaan yang dibutuhkan untuk mendapatkan
manfaat ekonomis masa depan dari aset dan kemampuan serta maksud entitas untuk mencapai tingkat tersebut;
Periode pengendalian aset dan pembatasan hukum dan pembatasan lainnya yang dikenakan atas penggunaan aset tersebut; dan
Ketergantungan masa manfaat aset tersebut atas masa manfaat aset lainnya dari entitas. 38. Menilik sejarah pesatnya perkembangan teknologi, piranti lunak (software)
komputer dan banyak aset tak berwujud lainnya rentan terhadap keusangan teknologi. Oleh karena itu, masa manfaat aset tak berwujud cenderung pendek.
39. Jika pengendalian atas manfaat ekonomi dan/atau sosial masa depan dari
suatu aset tak berwujud diperoleh melalui hak hukum yang diberikan selama satu periode tertentu, maka masa manfaat aset tak berwujud tidak boleh melebihi periode hak hukum tersebut, kecuali: (a)
Hak hukum tersebut dapat diperbarui; dan
(b)
Pembaruan tersebut pada dasarnya pasti diperoleh.
Metode Amortisasi 40. Metode amortisasi harus mencerminkan pola konsumsi manfaat ekonomi dan/atau sosial oleh entitas. Jika pola tersebut tidak dapat ditentukan secara andal, maka harus digunakan metode garis lurus. Biaya amortisasi setiap periode harus diakui sebagai beban
kecuali
terdapat
kebijakan
akuntansi
lainnya
yang
mengizinkan
atau
mengharuskannya untuk dimasukan ke dalam nilai tercatat aset lain. 41. Metode amortisasi yang dapat dipergunakan antara lain:
(a)
Metode garis lurus (straight line method);
(c)
Metode unit produksi (unit of production method).
(b)
Metode saldo menurun ganda (double declining balance method); dan 42. Metode amortisasi yang digunakan pada suatu aset tak berwujud harus diterapkan
konsisten dari satu periode ke periode lainnya, kecuali bila terdapat perubahan dalam perkiraan pola konsumsi manfaat ekonomi dan/atau sosial masa depan oleh entitas.
43. Pelaksanaan amortisasi dilakukan bersamaan dengan penerapan basis akrual.
Lampiran B. Akuntansi Aset Tak Berwujud
Kebijakan Akuntansi No. 12
- 188 -
PENGHENTIAN DAN PELEPASAN (RETIREMENT AND DISPOSAL) 44. Suatu aset tak berwujud tidak boleh lagi diakui, dan harus dihilangkan dari neraca, saat aset tersebut dilepas atau ketika tidak ada lagi manfaat masa depan yang diharapkan dari penggunaannya dan pelepasan yang dilakukan sesudahnya. 45. Aset tak berwujud yang secara permanen dihentikan atau dilepas harus dieliminasi dari Neraca dan diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
PENGUNGKAPAN 46. Laporan keuangan harus mengungkapkan hal-hal berikut untuk setiap golongan aset tak berwujud, dengan membedakan antara aset tak berwujud yang dihasilkan secara internal dan aset tak berwujud lainnya: (a)
Masa manfaat aset tak berwujud;
(b)
Rekonsiliasi jumlah tercatat pada awal dan akhir periode yang menunjukkan:
(c)
(1)
Penambahan;
(2)
Penghentian dan pelepasan;
(3)
Akumulasi Amortisasi; dan
(4)
Mutasi lainnya.
Informasi amortisasi, meliputi: (1)
Nilai penyusutan;
(2)
Metode amortisasi yang digunakan;
(3)
Masa manfaat atau tarif amortisasi yang digunakan; dan
(4)
Nilai tercatat bruto dan akumulasi amortisasi pada awal dan akhir periode.
47. Laporan keuangan juga harus mengungkapkan: (a)
Penjelasan, nilai tercatat, dan periode amortisasi yang tersisa dari setiap aset tak berwujud yang meterial bagi laporan keuangan secara keseluruhan;
(b)
Keberadaan dan nilai aset tak berwujud yang hak penggunaannya dibatasi; dan
(c)
Jumlah komitmen untuk memperoleh aset tak berwujud. 48. Entitas dianjurkan,
tetapi tidak diharuskan, untuk mengungkapkan informasi
mengenai gambaran mengenai setiap aset tak berwujud yang sudah sepenuhnya diamortisasikan yang masih digunakan.
TANGGAL EFEKTIF 49. Kebijakan Akuntansi ini berlaku efektif secara bertahap untuk laporan
keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara mulai tahun Anggaran 2013. Lampiran B. Akuntansi Aset Tak Berwujud
Kebijakan Akuntansi No. 12
- 189 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 13
AKUNTANSI KEWAJIBAN
Lampiran B. Akuntansi Kewajiban
Kebijakan Akuntansi No. 13
- 190 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 13
AKUNTANSI KEWAJIBAN
Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan akuntansi, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah Daerah.
PENDAHULUAN Tujuan 1.
Tujuan Kebijakan Akuntansi ini adalah mengatur perlakuan akuntansi kewajiban
meliputi saat pengakuan, penentuan nilai tercatat, amortisasi, dan biaya pinjaman yang dibebankan terhadap kewajiban tersebut.
Ruang Lingkup 2.
Kebijakan Akuntansi ini diterapkan untuk seluruh unit Pemerintahan Daerah
yang menyajikan laporan keuangan untuk tujuan umum dan mengatur tentang perlakuan akuntansinya, termasuk pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan yang diperlukan. 3. (a)
Kebijakan Akuntansi ini mengatur:
Akuntansi Kewajiban Pemerintah Daerah termasuk kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang yang ditimbulkan dari Utang Dalam Negeri dan Utang Luar Negeri.
(b)
Perlakuan akuntansi untuk transaksi pinjaman dalam mata uang asing.
(c)
Perlakuan akuntansi untuk transaksi yang timbul dari restrukturisasi pinjaman.
(d)
Perlakuan akuntansi untuk biaya yang timbul dari utang Pemerintah Daerah.
Huruf (b), (c), dan (d) diatas berlaku sepanjang belum ada pengaturan khusus dalam pernyataan tersendiri mengenai hal-hal tersebut
(a)
(b)
4.
Kebijakan Akuntansi ini tidak mengatur:
Akuntansi Kewajiban Diestimasi dan Kewajiban Kontinjensi. Akuntansi Instrumen Derivatif dan Aktivitas Lindung Nilai.
Lampiran B. Akuntansi Kewajiban
Kebijakan Akuntansi No. 13
- 191 -
(c)
Transaksi dalam mata uang asing yang timbul atas transaksi selain dari transaksi pinjaman yang didenominasi dalam suatu mata uang asing seperti pada paragraf 3(b).
Huruf (a) dan (b) diatur dalam kebijakan akuntansi tersendiri.
DEFINISI 5.
Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam Kebijakan Akuntansi
dengan pengertian: Amortisasi adalah alokasi sistematis dari premium atau diskonto selama umur utang Pemerintah Daerah. Aset Tertentu yang memenuhi syarat (Qualifying Asset), selanjutnya disebut Aset Tertentu adalah aset yang membutuhkan waktu yang cukup lama agar siap untuk dipergunakan atau dijual sesuai dengan tujuannya. Biaya Pinjaman adalah bunga dan biaya lainnya yang harus ditanggung oleh Pemerintah Daerah sehubungan dengan peminjaman dana. Debitur adalah pihak yang menerima utang dari kreditur. Diskonto adalah jumlah selisih kurang antara nilai kini kewajiban (present value,) dengan nilai jatuh tempo kewajiban (maturity value) karena tingkat bunga nominal lebih rendah dari tingkat bunga efektif. Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggung-jawaban berupa laporan keuangan. Kewajiban adalah utang yang timbul dari peristiwa masa lalu yang penyelesaiannya mengakibatkan aliran keluar sumber daya ekonomi Pemerintah Daerah. Kreditur adalah pihak yang memberikan utang kepada debitur. Kewajiban diestimasi adalah kewajiban yang waktu dan jumlahnya belum pasti. Kewajiban kontinjensi adalah: (a)
kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya suatu peristiwa atau lebih pada masa datang yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali suatu entitas; atau
Lampiran B. Akuntansi Kewajiban
Kebijakan Akuntansi No. 13
- 192 -
(b)
kewajiban kini yang timbul sebagai akibat masa lalu, tetapi tidak diakui karena: (1)
tidak terdapat kemungkinan besar (not probable,) suatu entitas mengeluarkan sumber daya yang mengandung manfaat ekonomis untuk menyelesaikan kewajibannya; atau
(2)
jumlah kewajiban tersebut tidak dapat diukur secara andal.
Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang. Metode garis lurus adalah metode alokasi premium atau diskonto dengan jumlah yang sama sepanjang periode sekuritas utang Pemerintah Daerah. Nilai nominal adalah nilai kewajiban Pemerintah Daerah pada saat pertama kali transaksi berlangsung seperti nilai yang tertera pada lembar surat utang Pemerintah Daerah. Aliran ekonomi setelahnya, seperti transaksi pembayaran, perubahan penilaian dikarenakan perubahan kurs valuta asing, dan perubahan lainnya selain perubahan nilai pasar, diperhitungkan dengan menyesuaikan nilai tercatat kewajiban tersebut. Nilai tercatat (carrying amount) kewajiban adalah nilai buku kewajiban yang
dihitung
dari nilai nominal setelah dikurangi atau ditambah diskonto atau premium yang belum diamortisasi. Obligasi Negara adalah Surat Utang Negara yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua betas) bulan dengan kupon dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto. Perhitungan Fihak Ketiga, selanjutnya disebut PFK, merupakan utang Pemerintah Daerah kepada pihak lain yang disebabkan kedudukan Pemerintah Daerah sebagai pemotong pajak atau pungutan lainnya, seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), iuran Askes, Taspen, dan Taperum. Premium adalah jumlah selisih lebih antara nilai kini kewajiban (present value) dengan nilai jatuh tempo kewajiban (maturity value) karena tingkat bunga nominal lebih tinggi dari tingkat bunga efektif. Restrukturisasi Utang adalah kesepakatan antara kreditur dan debitur untuk memodifikasi syarat-syarat perjanjian utang dengan atau tanpa pengurangan jumlah utang, dalam bentuk: (a)
Pembiayaan kembali yaitu mengganti utang lama termasuk tunggakan dengan utang baru; atau
(b)
Penjadwalan ulang atau modifikasi persyaratan utang yaitu mengubah persyaratan dan kondisi kontrak perjanjian yang ada. Penjadwalan utang dapat berbentuk: (1)
Perubahan jadwal pembayaran,
Lampiran B. Akuntansi Kewajiban
Kebijakan Akuntansi No. 13
- 193 -
(2)
Penambahan masa tenggang, atau
(3)
Menjadwalkan kembali rencana pembayaran pokok dan bunga yang jatuh tempo dan/atau tertunggak.
Sekuritas utang pemerintah adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang oleh pemerintah yang dapat diperjualbelikan dan mempunyai nilai jatuh tempo atau nilai pelunasan pada saat diterbitkan, misalnya Surat Utang Negara (SUN). Surat Perbendaharaan Negara adalah Surat Utang Negara yang berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto. Surat Utang Negara adalah surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran pokok utang dan bunganya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya. Tunggakan adalah jumlah kewajiban terutang karena ketidakmampuan entitas membayar pokok utang dan/atau bunganya sesuai jadwal.
UMUM 6.
Karakterisitik utama kewajiban adalah bahwa Pemerintah Daerah mempunyai
kewajiban sampai saat ini yang dalam penyelesaiannya mengakibatkan pengorbanan sumber daya ekonomi di masa yang akan datang. 7.
Kewajiban umumnya timbul karena konsekuensi pelaksanaan tugas atau
tanggungjawab untuk bertindak di masa lalu. Dalam konteks pemerintahan, kewajiban muncul antara lain karena penggunaan sumber pembiayaan pinjaman dari masyarakat, lembaga keuangan, entitas pemerintahan lain, atau lembaga internasional. Kewajiban Pemerintah Daerah
juga terjadi karena perikatan dengan pegawai yang bekerja pada pemerintah, kewajiban kepada
masyarakat luas yaitu kewajiban tunjangan, kompensasi, ganti rugi, kelebihan setoran pajak dari
wajib pajak, alokasi/realokasi pendapatan ke entitas lainnya, atau kewajiban dengan pemberi jasa lainnya. 8.
Setiap kewajiban dapat dipaksakan menurut hukum sebagai konsekuensi dari
kontrak yang mengikat atau peraturan perundang-undangan.
KLASIFIKASI KEWAJIBAN 9.
Setiap entitas pelaporan mengungkapkan setiap pos kewajiban yang mencakup
jumlah-jumlah yang diharapkan akan diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan dan lebih dari 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Lampiran B. Akuntansi Kewajiban
Kebijakan Akuntansi No. 13
- 194 -
10. Informasi tentang tanggal jatuh tempo kewajiban keuangan bermanfaat untuk
menilai likuiditas dan solvabilitas suatu entitas pelaporan. Informasi tentang tanggal penyelesaian kewajiban seperti utang ke pihak ketiga dan utang bunga juga bermanfaat untuk mengetahui kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek atau jangka panjang.
11. Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek jika diharapkan dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Semua kewajiban lainnya diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. 12. Kewajiban jangka pendek dapat dikategorikan dengan cara yang sama seperti aset
lancar. Beberapa kewajiban jangka pendek, seperti utang transfer pemerintah atau utang kepada
pegawai merupakan suatu bagian yang akan menyerap aset lancar dalam tahun pelaporan berikutnya.
13. Kewajiban jangka pendek lainnya adalah kewajiban yang jatuh tempo dalam waktu
12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. Misalnya bunga pinjaman, utang jangka pendek dari pihak ketiga, utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK), dan bagian lancar utang jangka panjang. 14. Suatu
entitas
pelaporan
tetap
mengklasifikasikan
kewajiban
jangka
panjangnya, meskipun kewajiban tersebut jatuh tempo dan akan diselesaikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan jika: (a)
jangka waktu aslinya adalah untuk periode lebih dari 12 (dua belas) bulan; dan
(b)
entitas bermaksud untuk mendanai kembali (refinance,) kewajiban tersebut atas dasar jangka panjang; dan
(c)
maksud tersebut didukung dengan adanya suatu perjanjian pendanaan kembali (refinancing), atau adanya penjadwalan kembali terhadap pembayaran, yang diselesaikan sebelum laporan keuangan disetujui. 15. Jumlah setiap kewajiban yang dikeluarkan dari kewajiban jangka pendek sesuai
dengan paragraf di atas, bersama-sama dengan informasi yang mendukung penyajian ini, diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
16. Beberapa kewajiban yang jatuh tempo untuk dilunasi pada tahun berikutnya
mungkin diharapkan dapat didanai kembali (refinancing) atau digulirkan (roll over) berdasarkan kebijakan entitas pelaporan dan diharapkan tidak akan segera menyerap dana entitas. Kewajiban yang demikian dipertimbangkan untuk menjadi suatu bagian dari pembiayaan jangka panjang
dan diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Namun dalam situasi di mana kebijakan pendanaan kembali tidak berada pada entitas (seperti dalam kasus tidak adanya persetujuan
pendanaan kembali), pendanaan kembali ini tidak dapat dipertimbangkan secara otomatis dan Lampiran B. Akuntansi Kewajiban
Kebijakan Akuntansi No. 13
- 195 -
kewajiban ini diklasifikasikan sebagai pos jangka pendek kecuali penyelesaian atas perjanjian pendanaan kembali sebelum persetujuan laporan keuangan membuktikan bahwa substansi kewajiban pada tanggal pelaporan adalah jangka panjang.
17. Beberapa perjanjian pinjaman menyertakan persyaratan tertentu (covenant)
yang menyebabkan kewajiban jangka panjang menjadi kewajiban jangka pendek (payable on demand) jika persyaratan tertentu yang terkait dengan posisi keuangan peminjam dilanggar.
Dalam keadaan demikian, kewajiban dapat diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang hanya jika: (a)
pemberi pinjaman telah menyetujui untuk tidak meminta pelunasan sebagai konsekuensi
(b)
terdapat jaminan bahwa tidak akan terjadi pelanggaran berikutnya dalam waktu 12 (dua
adanya pelanggaran, dan
belas) bulan setelah tanggal pelaporan.
PENGAKUAN KEWAJIBAN 18. Pelaporan keuangan untuk tujuan umum harus menyajikan kewajiban yang diakui jika besar kemungkinan bahwa pengeluaran sumber daya ekonomi akan dilakukan atau telah dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban yang ada sampai saat ini, dan perubahan atas kewajiban tersebut mempunyai nilai penyelesaian yang dapat diukur dengan andal. 19. Keberadaan peristiwa masa lalu (dalam hal ini meliputi transaksi) sangat penting
dalam pengakuan kewajiban. Suatu peristiwa adalah terjadinya suatu konsekuensi keuangan terhadap suatu entitas. Suatu peristiwa mungkin dapat berupa suatu kejadian internal dalarn
suatu entitas seperti perubahan bahan baku menjadi suatu produk, ataupun dapat berupa
kejadian eksternal yang melibatkan interaksi antara suatu entitas dengan lingkungannya seperti transaksi dengan entitas lain, bencana alam, pencurian, perusakan, kerusakan karena ketidaksengajaan.
20. Suatu transaksi melibatkan transfer sesuatu yang mempunyai nilai. Transaksi
mungkin berupa transaksi dengan pertukaran dan tanpa pertukaran. Pembedaan antara transaksi dengan pertukaran dan tanpa pertukaran sangat penting untuk menentukan titik pengakuan kewajiban.
21. Kewajiban diakui pada saat dana pinjaman diterima dan/atau pada saat kewajiban timbul.
Lampiran B. Akuntansi Kewajiban
Kebijakan Akuntansi No. 13
- 196 -
(a)
(b) (c)
(d)
22. Kewajiban dapat timbul dari:
transaksi dengan pertukaran (exchange transactions);
transaksi tanpa pertukaran (non-exchange transactions), sesuai hukum yang beriaku dan kebijakan yang diterapkan belum lunas dibayar sampai dengan saat tanggal pelaporan; kejadian yang berkaitan dengan pemerintah (government-related events); dan kejadian yang diakui pemerintah (government-acknowledged events).
23. Suatu transaksi dengan pertukaran timbul ketika masing-masing pihak dalam
transaksi tersebut mengorbankan dan menerima suatu nilai sebagai gantinya. Terdapat dua arus timbal balik atas sumber daya atau janji untuk menyediakan sumber daya. Dalam transaksi dengan pertukaran, kewajiban diakui ketika satu pihak menerima barang atau jasa sebagai ganti janji untuk memberikan uang atau sumber daya lain di masa depan. 24. Satu contoh dari transaksi dengan pertukaran adalah saat pegawai Pemerintah
Daerah memberikan jasa sebagai penukar/ganti dari kompensasi yang diperolehnya yang terdiri
dari gaji dan manfaat pegawai lainnya. Suatu transaksi pertukaran timbul karena kedua belah pihak (pemberi kerja dan penerima kerja) menerima dan mengorbankan suatu nilai. Kewajiban kompensasi meliputi gaji yang belum dibayar dan jasa telah diserahkan dan biaya manfaat pegawai lainnya yang berhubungan dengan jasa periode berjalan.
25. Suatu transaksi tanpa pertukaran timbul ketika satu pihak dalam suatu transaksi menerima nilai tanpa secara langsung memberikan atau menjanjikan nilai sebagai gantinya. Hanya ada satu arah arus sumber daya atau janji. Untuk transaksi tanpa pertukaran, suatu kewajiban harus diakui atas jumlah terutang yang belum dibayar pada tanggal pelaporan. 26. Beberapa jenis hibah dan program bantuan umum dan khusus kepada entitas
pelaporan lainnya merupakan transaksi tanpa pertukaran. Ketika pemerintah pusat membuat program pemindahan kepemilikan atau memberikan hibah atau mengalokasikan dananya ke Pemerintah Daerah, persyaratan pembayaran ditentukan oleh peraturan dan hukum yang ada dan bukan melalui transaksi dengan pertukaran.
27. Kejadian yang berkaitan dengan Pemerintah adalah kejadian yang tidak
didasari transaksi namun berdasarkan adanya interaksi antara Pemerintah Daerah dan lingkungannya. Kejadian tersebut mungkin berada di luar kendali Pemerintah Daerah. Secara umum suatu kewajiban diakui, dalam hubungannya dengan kejadian yang berkaitan dengan Pemerintah Daerah, dengan basis yang sama dengan kejadian yang timbul dari transaksi dengan pertukaran. Lampiran B. Akuntansi Kewajiban
Kebijakan Akuntansi No. 13
- 197 -
28. Pada saat Pemerintah Daerah secara tidak sengaja menyebabkan kerusakan pada
kepemilikan pribadi maka kejadian tersebut menciptakan kewajiban saat timbulnya kejadian tersebut sepanjang hukum yang berlaku dan kebijakan yang ada memungkinkan bahwa Pemerintah Daerah akan membayar kerusakan dan sepanjang jumlah pembayarannya dapat
diestimasi dengan andal. Contoh kejadian ini adalah kerusakan tak sengaja terhadap kepemilikan pribadi yang disebabkan pelaksanaan kegiatan yang dilakukan Pemerintah Daerah.
29. Kejadian yang diakui Pemerintah Daerah adalah kejadian-kejadian yang tidak
didasarkan pada transaksi namun kejadian tersebut mempunyai konsekuensi keuangan bagi Pemerintah Daerah karena Pemerintah Daerah memutuskan untuk merespon kejadian tersebut. Pemerintah Daerah mempunyai tanggung jawab luas untuk menyediakan kesejahteraan publik. Untuk itu, Pemerintah Daerah sering diasumsikan bertanggung jawab terhadap satu kejadian yang sebelumnya tidak diatur dalam peraturan formal yang ada. Konsekuensinya, biaya yang timbul dari berbagai kejadian, yang disebabkan oleh entitas nonpemerintah dan bencana alam, pada akhirnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah. Namun biaya biaya tersebut belum dapat memenuhi definisi kewajiban sampai Pemerintah Daerah secara formal mengakuinya sebagai tanggung jawab keuangan Pemerintah Daerah atas biaya yang timbul sehubungan dengan kejadian tersebut dan telah terjadinya transaksi dengan pertukaran atau tanpa pertukaran. 30. Dengan kata lain Pemerintah Daerah seharusnya mengakui kewajiban dan biaya
untuk kondisi pada paragraf 29 ketika keduanya memenuhi dua kriteria berikut: (a)
Badan Legislatif (DPRD) telah menyetujui atau mengotorisasi sumber daya yang akan
(b)
transaksi dengan pertukaran timbul (misalnya saat kontraktor melakukan perbaikan) atau
digunakan,
jumlah transaksi tanpa pertukaran belum dibayar pada tanggal pelaporan (misalnya pembayaran langsung ke korban bencana).
31. Contoh berikut mengilustrasikan pengakuan kewajiban dari kejadian yang diakui
Pemerintah Daerah. Suatu kerusakan akibat bencana alam di suatu kecamatan dan DPRD
mengotorisasi pengeluaran untuk menanggulangi bencana tersebut. Kejadian ini merupakan konsekuensi keuangan dari Pemerintah Daerah karena memutuskan untuk menyediakan
bantuan bencana bagi kota-kota tersebut. Transaksi yang berhubungan dengan hal tersebut,
meliputi sumbangan Pemerintah Daerah ke masing-masing individu dan pekerjaan kontraktor yang dibayar oleh Pemerintah Daerah, diakui sebagai transaksi dengan pertukaran atau tanpa
pertukaran. Dalam kasus transaksi dengan pertukaran, jumlah terutang untuk barang dan jasa
yang disediakan untuk Pemerintah Daerah diakui saat barang diserahkan atau pekerjaan Lampiran B. Akuntansi Kewajiban
Kebijakan Akuntansi No. 13
- 198 -
diselesaikan. Dalam kasus transaksi tanpa pertukaran, suatu kewajiban harus diakui sebesar jumlah terutang yang belum dibayar pada tanggal pelaporan. Kewajiban tersebut meliputi
jumlah tagihan ke Pemerintah Daerah untuk membayar manfaat, barang atau jasa yang telah disediakan sesuai persyaratan program yang ada pada tanggal pelaporan Pemerintah Daerah.
PENGUKURAN KEWAJIBAN 32. Kewajiban dicatat sebesar nilai nominal. Kewajiban dalam mata uang asing dijabarkan dan dinyatakan dalam mata uang rupiah. Penjabaran mata uang asing menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca. 33. Nilai nominal atas kewajiban mencerminkan nilai kewajiban Pemerintah Daerah
pada saat pertama kali transaksi berlangsung seperti nilai yang tertera pada lembar surat utang pemerintah. Aliran ekonomi setelahnya, seperti transaksi pembayaran, perubahan penilaian
dikarenakan perubahan kurs valuta asing, dan perubahan lainnya selain perubahan.nilai pasar, diperhitungkan dengan menyesuaikan nilai tercatat kewajiban tersebut.
34. Penggunaan nilai nominal dalam menilai kewajiban mengikuti karakteristik dari
masing-masing pos. Paragraf berikut menguraikan penerapan nilai nominal untuk masingmasing pos kewajiban pada laporan keuangan.
Utang kepada Pihak Ketiga (Account Payable) 35. Pada saat Pemerintah Daerah menerima hak atas barang, termasuk barang dalam perjalanan yang telah menjadi haknya, Pemerintah Daerah harus mengakui kewajiban atas jumlah yang belum dibayarkan untuk barang tersebut berdasarkan surat perjanjian/kontrak. 36. Bila kontraktor membangun fasilitas atau peralatan sesuai dengan spesifikasi yang
ada pada kontrak perjanjian dengan Pemerintah Daerah, jumlah yang dicatat harus berdasarkan realisasi fisik kemajuan pekerjaan sesuai dengan berita acara kemajuan pekerjaan.
37. Jumlah kewajiban yang disebabkan transaksi antar unit pemerintahan harus
dipisahkan dengan kewajiban kepada unit nonpemerintahan.
Lampiran B. Akuntansi Kewajiban
Kebijakan Akuntansi No. 13
- 199 -
Utang Bunga (Accrued Interest) 38. Utang bunga atas utang Pemerintah Daerah harus dicatat sebesar biaya bunga yang telah terjadi dan belum dibayar. Bunga dimaksud dapat berasal dari utang Pemerintah Daerah balk dari dalam maupun luar negeri. Utang bunga atas utang Pemerintah Daerah yang belum dibayar harus diakui pada setiap akhir periode pelaporan sebagai bagian dari kewajiban yang berkaitan. 39. Pengukuran dan penyajian, utang bunga di atas juga berlaku untuk sekuritas
pemerintah yang diterbitkan oleh pemerintah daerah dalam bentuk dan substansi yang sama dengan Surat Utang Negara (SUN).
Utang Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) 40. Pada akhir periode pelaporan, saldo pungutan/potongan berupa PFK yang belum disetorkan kepada pihak lain harus dicatat pada laporan keuangan sebesar jumlah yang masih harus disetorkan. 41. Jumlah pungutan/potongan PFK yang dilakukan Pemerintah Daerah harus
diserahkan kepada pihak lain sejumlah yang sama dengan jumlah yang dipungut/dipotong. Pada akhir periode pelaporan biasanya masih terdapat saldo pungutan/potongan yang belum
disetorkan kepada pihak lain. Jumlah saldo pungutan/potongan tersebut harus dicatat pada laporan keuangan sebesar jumlah yang masih harus disetorkan.
Bagian Lancar Utang Jangka Panjang 42. Nilai yang dicantumkan dalam laporan keuangan untuk bagian lancar utang jangka panjang adalah jumlah yang akan jatuh tempo dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan. 43. Termasuk dalam kategori Bagian Lancar Utang Jangka Panjang adalah jumlah bagian
utang jangka panjang yang akan jatuh tempo dan harus dibayarkan dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan.
Lampiran B. Akuntansi Kewajiban
Kebijakan Akuntansi No. 13
- 200 -
Kewajiban Lancar Lainnya (Other Current Liabilities) 44. Kewajiban lancar lainnya merupakan kewajiban lancar yang tidak termasuk dalam
kategori yang ada. Termasuk dalam kewajiban lancar lainnya tersebut adalah biaya yang masih
harus dibayar pada saat laporan keuangan disusun. Pengukuran untuk masing-masing item disesuaikan dengan karakteristik masing-masing pos tersebut, misalnya utang pembayaran gaji
kepada pegawai dinilai berdasarkan jumlah gaji yang masih harus dibayarkan atas jasa yang telah diserahkan oleh pegawai tersebut. Contoh lainnya adalah penerimaan pembayaran di muka atas penyerahan barang atau jasa oleh Pemerintah Daerah kepada pihak lain.
Utang Pemerintah Daerah yang tidak Diperjualbelikan dan yang Diperjualbelikan 45. Penilaian utang Pemerintah Daerah disesuaikan dengan karakteristik utang tersebut
yang dapat berbentuk: (a)
(b)
Utang Pemerintah Daerah yang tidak diperjualbelikan (Non-traded Debt) Utang Pemerintah Daerah yang diperjualbelikan (Traded Debt)
Utang Pemerintah Daerah yang tidak Diperjualbelikan (non -Traded Debt) 46. Nilai nominal atas utang Pemerintah Daerah yang tidak diperjualbelikan (nontraded debt) merupakan kewajiban entitas kepada pemberi utang sebesar pokok utang dan bunga sesuai yang diatur dalam kontrak perjanjian dan belum diselesaikan pada tanggal pelaporan. 47. Contoh dari utang Pemerintah Daerah yang tidak dapat diperjualbelikan adalah
pinjaman bilateral, multilateral, dan lembaga keuangan international seperti IMF, World Bank,
ADB dan lainnya. Bentuk hukum dan pinjaman ini biasanya dalam bentuk perjanjian pinjaman (loan agreement).
48. Untuk utang Pemerintah Daerah dengan tarif bunga tetap, penilaian dapat
menggunakan skedul pembayaran (payment schedule) menggunakan tarif bunga tetap. Untuk utang Pemerintah Daerah dengan tarif bunga variabel, misalnya tarif bunga dihubungkan dengan
satu instrumen keuangan atau dengan satu indeks lainnya, penilaian utang Pemerintah Daerah
menggunakan prinsip yang sama dengan tarif bunga tetap, kecuali tarif bunganya diestimasikan Lampiran B. Akuntansi Kewajiban
Kebijakan Akuntansi No. 13
- 201 -
secara wajar berdasarkan data-data sebelumnya dan observasi atas instrumen keuangan yang ada.
Utang Pemerintah Daerah yang Diperjualbelikan (Traded Debt) 49. Akuntansi
untuk
utang
Pemerintah
Daerah
dalam
bentuk
yang
dapat
diperjualbelikan seharusnya dapat mengidentifikasi jumlah sisa kewajiban dari Pemerintah Daerah pada suatu waktu tertentu beserta bunganya untuk setiap periode akuntansi. Hal ini
membutuhkan penilaian awal sekuritas pada harga jual atau hasil penjualan, dan penilaian pada saat jatuh tempo atas jumlah yang akan dibayarkan ke pemegangnya dan pada periode diantaranya untuk menggambarkan secara wajar kewajiban Pemerintah Daerah.
50. Utang Pemerintah Daerah yang dapat diperjualbelikan biasanya dalam bentuk
sekuritas utang pemerintah (government debt securities) yang dapat mernuat ketentuan mengenai nilai utang pada saat jatuh tempo.
51. Jenis sekuritas utang pemerintah harus dinilai sebesar nilai pari (original face
value) dengan mernperhitungkan diskonto atau premium yang belum diamortisasi. Sekuritas utang pemerintah yang dijual sebesar nilai pari (face) tanpa diskonto ataupun premium harus dinilai sebesar nilai pari (face). Sekuritas yang dijual dengan harga diskonto akan bertambah nilainya selama periode penjualan dan jatuh tempo; sedangkan sekuritas yang dijual dengan harga premium nilainya akan berkurang. 52. Sekuritas utang pemerintah daerah yang mempunyai nilai pada saat jatuh tempo
atau pelunasan, misalnya Obligasi Daerah, harus dinilai berdasarkan nilai yang harus dibayarkan
pada saat jatuh tempo (face value) bila dijual dengan nilai pari. Bila pada saat transaksi awal,
instrumen pinjaman Pemerintah Daerah yang dapat diperjualbelikan tersebut dijual di atas atau di bawah pari, maka penilaian selanjutnya memperhitungkan amortisasi atas diskonto atau premium yang ada.
53. Amortisasi atas diskonto atau premium menggunakan metode garis lurus.
Perubahan Valuta Asing 54. Utang
Pemerintah
Daerah
dalam
mata
uang
asing
dicatat
menggunakan kurs tengah bank sentral saat terjadinya transaksi.
Lampiran B. Akuntansi Kewajiban
Kebijakan Akuntansi No. 13
dengan
- 202 -
55. Kurs tunai yang berlaku pada tanggal transaksi sering disebut kurs spot (spot rate).
Untuk alasan praktis, suatu kurs yang mendekati kurs tanggal transaksi sering digunakan, misalnya rata-rata kurs tengah bank sentral selama seminggu atau sebulan digunakan untuk seluruh transaksi pada periode tersebut. Namun, jika kurs berfluktuasi secara signifikan, penggunaan kurs rata-rata untuk suatu periode tidak dapat diandalkan.
56. Pada setiap tanggal neraca pos kewajiban moneter dalam mata uang asing dilaporkan ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs tengah bank sentral pada tanggal neraca. 57. Selisih penjabaran pos kewajiban moneter dalam mata uang asing antara tanggal transaksi dan tanggal neraca dicatat sebagai kenaikan atau penurunan ekuitas dana periode berjalan. 58. Konsekuensi atas pencatatan dan pelaporan kewajiban dalam mata uang asing akan
mempengaruhi pos pada Neraca untuk kewajiban yang berhubungan dan ekuitas dana pada entitas pelaporan.
59. Apabila suatu transaksi dalam mata uang asing timbul dan diselesaikan dalam
periode yang sama, maka seluruh selisih kurs tersebut diakui pada periode tersebut. Namun jika
timbul dan diselesaikannya suatu transaksi berada dalam beberapa periode akuntansi yang berbeda, maka selisih kurs harus diakui untuk setiap periode akuntansi dengan memperhitungkan perubahan kurs untuk masing-masing periode.
PENYELESAIAN KEWAJIBAN SEBELUM JATUH TEMPO 60. Untuk sekuritas utang Pemerintah Daerah yang diselesaikan sebelum jatuh tempo karena adanya fitur untuk ditarik oleh penerbit (call feature,) dari sekuritas tersebut atau karena memenuhi persyaratan untuk penyelesaian oleh permintaan pemegangnya maka perbedaan antara harga perolehan kembali dan nilai tercatat netonya harus diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian dari pos kewajiban yang berkaitan. 61. Apabila harga perolehan kembali adalah sama dengan nilai tercatat (carrying value)
maka penyelesaian kewajiban sebelum jatuh tempo dianggap sebagai penyelesaian utang secara normal, yaitu dengan menyesuaikan jumlah kewajiban dan ekuitas dana yang berhubungan.
Lampiran B. Akuntansi Kewajiban
Kebijakan Akuntansi No. 13
- 203 -
62. Apabila harga perolehan kembali tidak sama dengan nilai tercatat (carrying value)
maka, selain penyesuaian jumlah kewajiban dan ekuitas dana yang terkait, jumlah perbedaan yang ada juga diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan.
TUNGGAKAN 63. Jumlah tunggakan atas pinjaman Pemerintah Daerah harus disajikan dalam bentuk Daftar Umur (aging schedule) Kreditur pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan kewajiban. 64. Tunggakan didefinisikan sebagai jumlah tagihan yang telah jatuh tempo namun
Pemerintah Daerah tidak mampu untuk membayar jumlah pokok dan/atau bunganya sesuai jadwal. Beberapa jenis utang Pemerintah Daerah mungkin mempunyai saat jatuh tempo sesuai
jadwal pada satu tanggal atau serial tanggal saat debitur diwajibkan untuk melakukan pembayaran kepada kreditur.
65. Praktik akuntansi biasanya tidak memisahkan jumlah tunggakan dari jumlah utang
yang terkait dalam lembar muka (face) laporan keuangan. Namun informasi tunggakan Pemerintah Daerah menjadi salah satu informasi yang menarik perhatian pembaca laporan keuangan sebagai bahan analisis kebijakan dan solvabilitas entitas.
66. Untuk keperluan tersebut, informasi tunggakan harus diungkapkan didalam Catatan
atas Laporan Keuangan dalam bentuk Daftar Umur Utang.
RESTRUKTURISASI UTANG
67. Dalam restrukturisasi utang melalui modifikasi persyaratan utang, debitur harus mencatat dampak restrukturisasi secara prospektif sejak saat restrukturisasi dilaksanakan dan tidak boleh mengubah nilai tercatat utang pada saat restrukturisasi kecuali jika nilai tercatat tersebut melebihi jumlah pembayaran kas masa depan yang ditetapkan dengan persyaratan baru. Informasi restrukturisasi ini harus diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos kewajiban yang terkait. 68. Jumlah bunga harus dihitung dengan menggunakan tingkat bunga efektif konstan
dikalikan dengan nilai tercatat utang pada awal setiap periode antara saat restruktunsasi sampai
dengan saat jatuh tempo. Tingkat bunga efektif yang baru adalah sebesar tingkat diskonto yang
dapat menyamakan nilai tunai jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana ditetapkan dalam persyaratan baru (tidak termasuk utang kontinjen) dengan nilai tercatat. Berdasarkan Lampiran B. Akuntansi Kewajiban
Kebijakan Akuntansi No. 13
- 204 -
tingkat bunga efektif yang baru akan dapat menghasilkan jadwal pembayaran yang baru dimulai dari saat restrukturisasi sampai dengan jatuh tempo.
69. Informasi mengenai tingkat bunga efektif yang lama dan yang baru harus disajikan
pada Catatan atas Laporan Keuangan.
70. Jika jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana ditetapkan dalam persyaratan baru utang termasuk pembayaran untuk bunga maupun untuk pokok utang lebih rendah dari nilai tercatat, maka debitur harus mengurangi nilai tercatat utang ke jumlah yang sama dengan jumlah pembayaran kas masa depan sebagaimana yang ditentukan dalam persyaratan baru. Hal tersebut harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian pengungkapan dari pos kewajiban yang berkaitan. 71. Suatu entitas tidak boleh mengubah nilai tercatat utang sebagai akibat dari restrukturisasi utang yang menyangkut pembayaran kas masa depan yang tidak dapat ditentukan, selama pembayaran kas masa depan maksimum tidak melebihi nilai tercatat utang. 72. Jumlah bunga atau pokok utang menurut persyaratan baru dapat merupakan
kontinjen, tergantung: peristiwa atau keadaan tertentu. Sebagai contoh, debitur mungkin dituntut untuk membayar jumlah tertentu jika kondisi keuangannya membaik sampai tingkat tertentu dalam periode tertentu. Untuk menentukan jumlah tersebut maka harus mengikuti
prinsip-prinsip yang diatur pada akuntansi kontinjensi yang tidak diatur dalam pernyataan ini. Prinsip yang sama berlaku untuk pembayaran kas masa depan yang seringkali harus diestimasi.
Penghapusan Utang 73. Penghapusan utang adalah pembatalan secara sukarela tagihan oleh kreditur kepada
debitur, baik sebagian maupun seluruhnya, jumlah utang debitur dalam bentuk perjanjian formal diantara keduanya.
74. Atas penghapusan utang mungkin diselesaikan oleh debitur ke kreditur melalui
penyerahan aset kas maupun nonkas dengan nilai utang di bawah nilai tercatatnya.
75. Jika penyelesaian satu utang yang nilai penyelesaiannya di bawah nilai
tercatatnya dilakukan dengan aset kas, maka ketentuan pada paragraf 70 berlaku. 76. Jika penyelesaian suatu utang yang nilai penyelesaiannya di bawah nilai tercatatnya dilakukan dengan aset nonkas maka entitas sebagai debitur harus melakukan
Lampiran B. Akuntansi Kewajiban
Kebijakan Akuntansi No. 13
- 205 -
penilaian kembali atas aset nonkas dahulu ke nilai wajarnya dan kemudian menerapkan paragraf 70, serta mengungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan sebagai bagian dari pos kewajiban dan aset nonkas yang berhubungan. 77. Informasi dalam Catatan atas Laporan Keuangan harus mengungkapkan jumlah
perbedaan yang timbul sebagai akibat restrukturisasi kewajiban tersebut yang merupakan selisih lebih antara: (a)
(b)
Nilai tercatat utang yang diselesaikan (jumlah nominal dikurangi atau ditambah dengan bunga terutang dan premi, diskonto, biaya keuangan atau biaya penerbitan yang belum diamortisasi), dengan
Nilai wajar aset yang dialihkan ke kreditur. 78. Penilaian kembali aset pada paragraf 76 akan menghasilkan perbedaan antara nilai
wajar dan nilai aset yang dialihkan kepada kreditur untuk penyelesaian utang. Perbedaan tersebut harus diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan.
BIAYA-BIAYA YANG BERHUBUNGAN DENGAN UTANG PEMERINTAH DAERAH 79. Biaya-biaya yang berhubungan dengan utang Pemerintah Daerah adalah biaya
bunga dan biaya lainnya yang timbul dalam kaitan dengan peminjaman dana. Biaya-biaya dimaksud meliputi: (a)
Bunga atas
(b)
Amortisasi diskonto atau premium yang terkait dengan pinjaman;
(c)
(d)
penggunaan
jangka panjang;
dana pinjaman,
baik
pinjaman jangka
pendek maupun
Amortisasi biaya yang terkait dengan perolehan pinjaman seperti biaya konsultan, ahli hukurn, commitment-fee, dan sebagainya;
Perbedaan nilai tukar pada pinjaman dengan mata uang asing sejauh hal tersebut diperlakukan sebagai penyesuaian atas biaya bunga.
80. Biaya pinjaman yang secara langsung dapat diatribusikan dengan perolehan
atau produksi suatu aset tertentu (qualifying asset) harus dikapitalisasl sebagai bagian dari biaya perolehan aset tertentu tersebut. 81. Apabila bunga pinjaman dapat diatribusikan secara langsung dengan aset tertentu,
maka biaya pinjaman tersebut harus dikapitalisasi terhadap aset tertentu tersebut. Apabiia biaya
pinjaman terebut tidak dapat diatribusikan secara langsung dengan aset tertentu, maka kapitalisasi biaya pinjaman ditentukan berdasarkan penjelasan pada paragraf 82.
Lampiran B. Akuntansi Kewajiban
Kebijakan Akuntansi No. 13
- 206 -
82. Dalam keadaan tertentu sulit untuk mengidentifikasikan adanya hubungan langsung
antara pinjaman tertentu dengan perolehan suatu aset tertentu dan untuk menentukan bahwa pinjaman tertentu tidak perlu ada apabila perolehan aset tertentu tidak terjadi. Misalnya, apabila
terjadi sentralisasi pendanaan lebih dari satu kegiatan/proyek Pemerintah Daerah. Kesulitan
juga dapat terjadi bila suatu entitas menggunakan beberapa jenis sumber pembiayaan dengan
tingkat bunga yang berbeda-beda. Dalam hal ini, sulit untuk menentukan jumlah biaya pinjaman
yang dapat secara langsung diatribusikan, sehingga diperlukan pertimbangan profesional (professional judgement) untuk menentukan hal tersebut.
83. Apabila suatu dana dari pinjaman yang tidak secara khusus digunakan untuk
perolehan aset maka biaya pinjaman yang harus dikapitalisasi ke aset tertentu harus dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang (weighted average) atas akumulasi biaya seluruh aset tertentu yang berkaitan selama periode pelaporan.
PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN 84. Utang Pemerintah Daerah harus diungkapkan secara rinci dalam bentuk daftar skedul utang untuk memberikan informasi yang lebih baik kepada pemakainya. 85. Untuk meningkatkan kegunaan analisis, informasi-informasi yang harus disajikan dalam Catatan atas Laporan Keuangan adalah: (a)
Jumlah saldo kewajiban jangka pendek dan jangka panjang yang diklasifikasikan berdasarkan pemberi pinjaman;
(b)
Jumlah saldo kewajiban berupa utang pemerintah berdasarkan jenis sekuritas utang pemerintah dan jatuh temponya;
(c)
Bunga pinjaman yang terutang pada periode berjalan dan tingkat bunga yang berlaku;
(d)
Konsekuensi dilakukannya penyelesaian kewajiban sebelum jatuh tempo;
(e)
Perjanjian restrukturisasi utang meliputi:
(f)
(1)
Pengurangan pinjaman;
(2)
Modifikasi persyaratan utang;
(3)
Pengurangan iingkat bunga pinjaman;
(4)
Pengunduran jatuh tempo pinjaman;
(5)
Pengurangan niiai jatuh tempo pinjaman; dan
(6)
Pengurangan jumlah bunga terutang sampai dengan periode pelaporan.
Jumlah tunggakan pinjaman yang disajikan dalam bentuk daftar umur utang berdasarkan kreditur.
Lampiran B. Akuntansi Kewajiban
Kebijakan Akuntansi No. 13
- 207 -
(g)
Biaya pinjaman: (1)
Perlakuan biaya pinjaman;
(2)
Jumlah biaya pinjaman yang dikapitalisasi pada periode yang bersangkutan; dan
(3)
Tingkat kapitalisasi yang dipergunakan.
TANGGAL EFEKTIF 86. Kebijakan Akuntansi ini berlaku efektif secara bertahap untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara mulai tahun Anggaran 2013.
Lampiran B. Akuntansi Kewajiban
Kebijakan Akuntansi No. 13
- 208 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 14
AKUNTANSI EKUITAS DANA
Lampiran B. Akuntansi Ekuitas Dana
Kebijakan Akuntansi No. 14
- 209 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 14
AKUNTANSI EKUITAS DANA
Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah.
PENDAHULUAN Tujuan 1.
Tujuan kebijakan akuntansi ekuitas dana adalah untuk mengatur perlakuan
akuntansi atas ekuitas dana dalam rangka memenuhi tujuan akuntabilitas sebagaimana ditetapkan
oleh
Ruang Lingkup 2.
peraturan
perundang-undangan.
Kebijakan ini diterapkan dalam akuntansi ekuitas dana yang disusun dan disajikan
dengan menggunakan akuntansi berbasis akrual oleh entitas akuntansi/entitas pelaporan.
DEFINISI 3.
Berikut adalah
istilah-istilah yang digunakan dalam Kebijakan Akuntansi
dengan pengertian: Ekuitas Dana adalah kekayaan bersih pemerintah daerah yang merupakan selisih antara aset dan kewajiban pemerintah daerah. Ekuitas Dana Lancar adalah kekayaan bersih pemerintah daerah yang merupakan selisih antara aset lancar dan kewajiban jangka pendek pemerintah daerah. Ekuitas Dana Investasi adalah kekayaan bersih pemerintah daerah yang terdiri dari investasi jangka panjang, asset tetap, dan asset lainnya dengan kewajiban
lancar setelah dikurangi
jangka panjang pemerintah daerah.
Ekuitas Dana Cadangan adalah kekayaan bersih pemerintah daerah yang berasal dari dana yang dicadangkan oleh pemerintah daerah untuk tujuan tertentu.
Lampiran B. Akuntansi Ekuitas Dana
Kebijakan Akuntansi No. 14
- 210 -
KLASIFIKASI 4.
Ekuitas Dana diklasifikasikan ke dalam :
(a)
Ekuitas Dana Lancar;
(c)
Ekuitas Dana Cadangan.
(b)
Ekuitas Dana Investasi; dan
PENGAKUAN DAN PENGUKURAN EKUITAS DANA 5.
Pengakuan dan Pengukuran Ekuitas Dana telah dijabarkan berkaitan dengan akun
investasi jangka pendek, investasi jangka panjang, aset tetap, aset lainnya, dana cadangan, penerimaan pembiayaan, pengeluaran pembiayaan, dan pengakuan kewajiban.
EKUITAS DANA LANCAR 6.
Ekuitas Dana Lancar adalah selisih antara aset lancar dengan kewajiban jangka
7.
Ekuitas Dana Lancar terdiri dari :
pendek. (a)
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA);
(c)
Cadangan Piutang;
(b) (d) (e)
Pendapatan Yang Ditangguhkan; Cadangan Persediaan;
Dana yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek. 8.
Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) komponennya terdiri dari Kas
di Bendahara
Umum Daerah, Kas di Bendahara Pengeluaran, Piutang Perhitungan Pihak Ketiga (PFK), Investasi Jangka Pendek di kurangi Utang Perhitungan Pihak Ketiga (PFK). 9.
Pendapatan Yang Ditangguhkan komponennya adalah Kas di Bendahara Penerimaan
yang belum disetor ke Rekening Kas Umum Daerah.
10. Cadangan Piutang komponennya terdiri dari keseluruhan Piutang Lancar selain piutang
perhitungan pihak ketiga (PFK) setelah dikurangi dengan penyisihan piutang tak tertagih.
11. Cadangan Persediaan komponennya adalah keseluruhan persediaan yang dimiliki oleh
pemerintah daerah.
12. Dana Yang Harus Disediakan untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek komponennya
adalah keseluruhan kewajiban jangka pendek selain utang perhitungan pihak ketiga (PFK).
EKUITAS DANA INVESTASI
13. Ekuitas Dana Investasi mencerminkan kekayaan pemerintah daerah yang
tertanam dalam aset nonlancar selain dana cadangan, dikurangi dengan kewajiban jangka panjang. (a)
14. Ekuitas Dana Investasi terdiri dari :
Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang;
Lampiran B. Akuntansi Ekuitas Dana
Kebijakan Akuntansi No. 14
- 211 -
(b)
Diinvestasikan dalam Aset Tetap;
(d)
Dana yang Harus disediakan Untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang.
(c)
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya;
15. Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang komponennya terdiri dari seluruh
investasi jangka panjang pemerintah daerah.
16. Diinvestasikan dalam Aset Tetap komponennya terdiri dari seluruh asset tetap yang
dikuasai oleh pemerintah daerah setelah dikurangi dengan akumulasi penyusutan asset tetap.
17. Diinvestasikan dalam Aset Lainnya komponennya terdiri dari seluruh asset tetap lainnya.
18. Dana yang Harus disediakan Untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang
komponennya terdiri dari seluruh kewajiban jangka panjang pemerintah daerah yang harus dibayarkan dimasa yang akan datang.
EKUITAS DANA CADANGAN
19. Ekuitas Dana Cadangan mencerminkan kekayaan pemerintah daerah yang
dicadangkan
untuk
perundang-undangan.
tujuan
yang
telah
ditentukan
sebelumnya
sesuai
peraturan
20. Ekuitas Dana Cadangan terdiri atas Diinvestasikan dalam Dana Cadangan.
TANGGAL EFEKTIF 21. Kebijakan Akuntansi ini berlaku efektif secara bertahap untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara mulai tahun Anggaran 2013.
Lampiran B. Akuntansi Ekuitas Dana
Kebijakan Akuntansi No. 14
- 212 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 15
AKUNTANSI PENDAPATAN
- 213 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 15
AKUNTANSI PENDAPATAN
Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah.
PENDAHULUANTujuan 1.
Tujuan kebijakan akuntansi pendapatan adalah untuk mengatur perlakuan akuntansi
atas pendapatan dan informasi lainnya dalam rangka memenuhi tujuan akuntabilitas sebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan.
2.
Perlakuan akuntansi pendapatan mencakup definisi, pengakuan, pengukuran dan
pengungkapan pendapatan
Ruang Lingkup 3.
Kebijakan ini diterapkan dalam akuntansi pendapatan yang disusun dan disajikan
dengan menggunakan akuntansi berbasis kas oleh entitas akuntansi/pelaporan. 4.
Kebijakan ini berlaku untuk entitas akuntansi/pelaporan pemerintah daerah, yang
memperoleh anggaran berdasarkan APBD, tidak termasuk perusahaan daerah.
Manfaat Informasi Akuntansi Pendapatan. 5.
Akuntansi pendapatan menyediakan informasi mengenai realisasi pendapatan dari
suatu entitas akuntansi/pelaporan. Informasi tersebut berguna bagi para pengguna laporan dalam mengevaluasi keputusan mengenai sumber-sumber daya ekonomi, akuntabilitas dan ketaatan entitas pelaporan dengan : (a)
(b)
Menyediakan informasi mengenai sumber daya ekonomi;
Menyediakan informasi mengenai realisasi anggaran secaramenyeluruh yang berguna
dalam mengevaluasi kinerja pemerintah daerah dalam hal efisiensi dan efektivitas perolehan pendapatan.
Lampiran B. Akuntansi Pendapatan
Kebijakan Akuntansi No. 15
- 214 -
6.
Akuntansi pendapatan menyediakan informasi yang berguna dalam memprediksi
sumber daya ekonomi yang akan digunakan untuk mendanai kegiatan pemerintah daerah dalam
periode berkenaan. Akuntansi pendapatan dapat menyediakan informasi kepada para pengguna laporan tentang indikasi perolehan sumber daya ekonomi : (a)
(b)
telah dilaksanakan sesuai dengan anggarannya (APBD); dan
telah dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
DEFINISI 7.
Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam kebijakan dengan
pengertian: Pendapatan Pemerintah Daerah adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah daerah, dan tidak perlu dibayar kembali oleh pemerintah daerah. Anqqaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Azas Bruto adalah suatu prinsip yang tidak memperkenankan pencatatan secara neto penerimaan setelah dikurangi pengeluaran pada suatu unit organisasi atau tidak memperkenankan
pencatatan
pengeluaran
setelah
dilakukan
kompensasi
antara
penerimaan dan pengeluaran. Basis Kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. Kas Umum Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh Bendaharawan Umum Daerah untuk menampung seluruh penerimaan dan pengeluaran Pemerintah Daerah. Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang. Rekeninq Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan. Pendapatan Transfer adalah penerimaan uang dari entitas pelaporan lain, misalnya penerimaan dana perimbangan dari pemerintah pusat dan dana bagi hasil dari pemerintah provinsi. Lampiran B. Akuntansi Pendapatan
Kebijakan Akuntansi No. 15
- 215 -
KLASIFIKASI PENDAPATAN 8.
Pendapatan daerah diklasifikasikan menurut:
(a)
Urusan pemerintahan daerah;
(b)
Organisasi; dan
(c)
Kelompok.
9.
Klasifikasi kelompok akun keuangan dirinci menurut:
(a) Jenis; (b) Obyek; dan (c)
Rincian obyek pendapatan.
10. Pendapatan daerah diklasifikasikan menurut kelompok pendapatan yang terdiri dari : (a)
Pendapatan Asli Daerah,
(b)
Dana Perimbangan, dan
(c)
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. 11.
Kelompok pendapatan asli daerah dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiri atas
pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. 12.
Jenis pajak daerah dan retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai
dengan undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. 13.
Jenis hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dirinci menurut obyek
pendapatan yang mencakup bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD, bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/BUMN, dan bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. 14.
Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah dirinci menurut obyek
pendapatan yang mencakup hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah, penerimaan komisi,
potongan ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah, penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan, pendapatan
denda pajak, pendapatan denda retribusi, pendapatan hasil eksekusi atas jaminan, pendapatan
dari pengembalian, fasilitas sosial dan fasilitas umum, pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, dan pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan. Lampiran B. Akuntansi Pendapatan
Kebijakan Akuntansi No. 15
- 216 -
15. Kelompok pendapatan dana perimbangan dibagi menurut jenis pendapatan yang terdiriatas: (a)
dana bagi hasil pajak/bagi hasil/bukan pajak;
(b)
dana alokas umum; dan
(c)
dana alokasi khusus. 16.
Jenis dana bagi hasil dirinci menurut obyek pendapatan yang mencakup bagi hasil pajak
dan bagi hasil bukan pajak/sumber daya alam. 17. 18.
Jenis dana alokasi umum hanya terdiri atas obyek pendapatan dana alokasi umum.
Jenis dana alokasi khusus dirinci menurut obyek pendapatan menurut kegiatan yang
ditetapkan oleh pemerintah daerah.
19. Kelompok Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah dibagi menurut jenis
pendapatan yang terdiri atas : (a)
Hibah;
(b)
Dana Darurat;
(c)
Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi dan Pemerintah Daerah lainnya;
(d)
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus/ dan
(e)
Bantuan Keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah lainnya. 20.
Kelompok pendapatan hibah berasal dari pemerintah, pemerintah daerah lainnya,
badan/lembaga/organisasi swasta dalam negeri, kelompok masyarakat/ perorangan, dan lembaga luar negeri yang tidak mengikat. 21.
Kelompok dana darurat berasal dari pemerintah dalam rangka penanggulangan
korban/kerusakan akibat bencana alam. 22.
Kelompok dana bagi hasil pajak dari provinsi dan pemerintah daerah lainnya
terdiri dari dana bagi hasil pajak dari provinsi, dana bagi hasil pajak dari kabupaten, dan dana bagi hasil pajak dari kota. 23.
Kelompok dana penyesuaian dan dana otonomi khusus terdiri dari dana
penyesuaian dan dana otonomi khusus. 24.
Kelompok bantuan keuangan dari provinsi atau pemerintah daerah lainnya terdiri
dari bantuan keuangan dari provinsi, bantuan keuangan dari kabupaten, dan bantuan keuangan dari kota.
Lampiran B. Akuntansi Pendapatan
Kebijakan Akuntansi No. 15
- 217 -
PENGAKUAN 25. Pengakuan pendapatan adalah sebagai berikut:Pendapatan diakui pada saat diterima di Rekening Kas Umum Daerah untuk seluruh transaksi pendapatan. 26.
Dalam kriteria pengakuan pendapatan, konsep keterukuran dan ketersediaan
digunakan dalam pengertian derajat kepastian bahwa manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan dengan pos pendapatan tersebut akan mengalir ke Pemerintah Daerah dalam
periode tahun anggaran yang bersangkutan atau segera dapat digunakan untuk membayar kewajiban pada periode anggaran yang bersangkutan. Konsep ini diperlukan dalam menghadapi
ketidakpastian lingkungan operasional pemerintah daerah. Pengkajian atas keterukuran dan
ketersediaan yang melekat dalam arus manfaat ekonomi masa depan dilakukan atas dasar bukti yang dapat diperoleh pada saat penyusunan laporan keuangan Pemerintah Daerah.
27. Pencatatan dari setiap jenis pendapatan dan masing-masing nilai
pendapatannya dicatat sampai dengan rincian obyek.
28. Pengembalian yang sifatnya normal dan berulang (recurring) atas penerimaan pendapatan pada periode penerimaan maupun pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang pendapatan.
29.
Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (nonrecurring)
atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode penerimaan pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada periode yang sama.
30. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang (non-recurring) atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang ekuitas dana lancar pada akun SILPA pada periode ditemukannya koreksi dan pengembalian tersebut.
31. Dalam hal badan layanan umum daerah, pendapatan diakui dengan mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan layanan umum daerah. 32.
Akuntansi pendapatan disusun untuk memenuhi kebutuhan pertanggungjawaban sesuai
dengan ketentuan dan untuk keperluan pengendalian bagi manajemen pemerintah daerah, baik yang dicatat oleh SKPD maupun PPKD.
TRANSAKSI PENDAPATAN BERBENTUK BARANG DAN JASA 33. Transaksi pendapatan dalam bentuk barang dan jasa harus dilaporkan dalam Lampiran B. Akuntansi Pendapatan
Kebijakan Akuntansi No. 15
- 218 -
Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan. Contoh transaksi berwujud barang dan jasa adalah hibah dalam wujud barang, dan barang rampasan.
34. Biaya-biaya transaksi pendapatan dalam wujud barang dikapitalisasi ke dalam nilai perolehan barang yang diperoleh.
PENGUKURAN 35. Pendapatan diukur dan dicatat berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran).
36. Pendapatan Hibah dalam mata uang asing diukur dan dicatat pada tanggal transaksi menggunakan kurs tengah Bank Indonesia.
PENGUNGKAPAN 37. Hal-hal yang harus diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan terkait
dengan pendapatan adalah: (a)
(b) (c)
(d)
Penerimaan pendapatan tahun berkenaan setelah tanggal berakhirnya tahun anggaran.
Penjelasan mengenai pendapatan yang pada tahun pelaporan yang bersangkutan terjadi hal-hal yang bersifat khusus.
Penjelasan sebab-sebab tidak tercapainya target penerimaan pendapatan daerah.
Konversi yang dilakukan akibat perbedaan klasifikasi pendapatan yang didasarkan pada Permendagri No. 13 tahun 2006 dan Permendagri No. 59 tahun 2007 tentang
perubahan atas Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, (e)
dengan yang didasarkan pada PP No. 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Informasi lainnya yang dianggap perlu.
TANGGAL EFEKTIF 38. Kebijakan Akuntansi ini berlaku efektif secara bertahap untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara mulai tahun Anggaran 2013.
Lampiran B. Akuntansi Pendapatan
Kebijakan Akuntansi No. 15
- 219 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH NOMOR 16
AKUNTANSI BELANJA
Lampiran B. Akuntansi Belanja
Kebijakan Akuntansi No. 16
- 220 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 16
AKUNTANSI BELANJA
Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah.
PENDAHULUANTujuan 1.
Tujuan kebijakan akuntansi belanja adalah untuk mengatur perlakuan
akuntansi atas belanja dan informasi lainnya dalam rangka memenuhi tujuan akuntabilitas sebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundang- undangan. 2.
Perlakuan akuntansi belanja mencakup definisi, pengakuan, pengukuran, dan
pengungkapan belanja.
Ruang Lingkup 3.
Kebijakan ini diterapkan dalam akuntansi belanja yang disusun dan disajikan dengan
menggunakan akuntansi berbasis kas. 4.
Pernyataan kebijakan ini berlaku untuk entitas akuntansi/pelaporan pemerintah
daerah, yang memperoleh anggaran berdasarkan APBD, tidak termasuk perusahaan daerah.
DEFINISI
5.
Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam kebijakan dengan
pengertian: Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah daerah. Anqqaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Basis Kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan.
Lampiran B. Akuntansi Belanja
Kebijakan Akuntansi No. 16
- 221 -
Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh Bendaharawan Umum Daerah untuk menampung seluruh penerimaan dan pengeluaran Pemerintah Daerah. Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang. Rekeninq Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung seluruh penerimaan daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan.
UMUM 6.
Sebagaimana didefenisikan pada paragraf 5, belanja memiliki beberapa
karakteristik yaitu: terjadi pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah; pengeluaran
tersebut mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan; dan pembayaran yang dilakukan tidak akan dikembalikan kepada pemerintah daerah. Pada paragraf selanjutnya akan menjelaskan mengenai beberapa jenis belanja.
Belanja Pegawai 7.
Belanja Pegawai adalah belanja kompensasi, baik dalam bentuk uang
maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
diberikan kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum bers tatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal. 8.
Termasuk dalam belanja pegawai adalah uang representasi dan tunjangan
pimpinan dan anggota DPRD serta gaji dan tunjangan kepala daerah dan wakil kepala daerah
serta penghasilan dan penerimaan lainnya yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan dianggarkan dalam belanja pegawai serta pengeluaran honorarium/upah dalam
melaksanakan program dan kegiatan pemerintahan daerah yang tidak berkaitan dengan pengadaan/penambahan
Belanja Barang 9.
aset tetap.
Belanja Barang adalah pengeluaran untuk menampung pembelian barang
dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun
tidak
dipasarkan,
dan
pengadaan
barang
yang
dimaksudkan
diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan. 10.
Belanja Barang dapat secara umum dapat dikelompokkan dalam tiga
kategori belanja yaitu : (a)
untuk
Belanja Barang dan Jasa merupakan pengeluaran yang antara lain dilakukan untuk
Lampiran B. Akuntansi Belanja
Kebijakan Akuntansi No. 16
- 222 -
membiayai keperluan kantor sehari-hari, pengadaan barang yang habis pakai
seperti alat tulis kantor, pengadaan/ penggantian inventaris kantor, langganan daya dan jasa, lain-lain pengeluaran untuk membiayai pekerjaan yang bersifat non-fisik
dan
secara
langsung
menunjang
tugas
pokok
dan
fungsi
kementerian/ lembaga, pengadaan inventaris kantor yang nilainya tidak
memenuhi syarat nilai kapitalisasi minimum yang diatur oleh pemerintah pusat/daerah dan pengeluaran jasa non-fisik seperti pengeluaran untuk biaya (b) (c)
pelatihan dan penelitian.
Belanja Perjalanan Dinas merupakan pengeluaran yang dilakukan untuk membiayai perjalanan dinas dalam rangka pelaksanaan tugas, fungsi, dan jabatan. Belanja
Pemeliharaan
adalah
pengeluaran
yang
dimaksudkan
untuk
mempertahankan aset tetap atau aset lainnya yang sudah ada ke dalam
kondisi normal tanpa memperhatikan besar kecilnya jumlah belanja. Belanja Pemeliharaan meliputi antara lain pemeliharaan tanah, pemeliharaan gedung dan bangunan kantor, rumah dinas, kendaraan bermotor dinas,
perbaikan
peralatan dan sarana gedung, jalan, jaringan irigasi, peralatan mesin, dan lain-lain sarana yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan. 11. Belanja
mempertahankan
Pemeliharaan
adalan
pengeluaran yang di maksudkan untuk
asset tetap atau asset lainnya yang sudah ada kedalam kondisi normal tanpa
mempernatikan besar kecilnya jumlan belanja. Belanja Pemeliharaan meliputi antara lain pemeliharaan tanah, pemeliharaan gedung dan bangunan kantor, rumah dinas, kendaraan bermotor dinas, perbaikan peralatan dan sarana gedung, jalanan, jaringan irigasi, perlatan mesin, dan lain-lain sarana yang berhubungan dengan penyelenggaraan pemerintahan.
12. Belanja Pemeliharaan yang dikeluarkan setelah perolehan asset tetap yang
menambah dan memperpanjang masa manfaat dan atau kemungkinan besar memberi manfaat
ekonomi di masa yang akan datang dalam bentuk kapasitas, mutu produksi atau peningkatan standar kinerja tidak dapat dikategorikan sebagai belanja barang tetapi harus dikapitalisasi ke dalam Belanja Modal dan masuk kedalam laporan keuangan sebagai penambahan nilai aset tetap.
Belanja Bunga 13.
Belanja Bunga adalah pengeluaran pemerintah untuk pembayaran bunga
(interest) atas kewajiban penggunaan pokok utang (principal outstanding) yang dihitung berdasarkan posisi pinjaman jangka pendek atau jangka panjang. Lampiran B. Akuntansi Belanja
Kebijakan Akuntansi No. 16
- 223 -
Belanja Subsidi 14.
Subsidi
yaitu
alokasi
anggaran
yang
diberikan
kepada
perusahaan/lembaga yang memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor
barang dan jasa untuk memenuhi hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga
harga jualnya dapat dijangkau masyarakat. Belanja ini antara lain digunakan untuk penyaluran subsidi kepada masyarakat melalui BUMD dan perusahaan swasta.
Belanja Hibah
15. Hibah adalah pengeluaran pemerintah dalam bentuk uang/barang atau
jasa kepada pemerintah atau pemerintah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat, dan
organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus.
Belanja Bantuan
16. Bantuan sosial adalah pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang
kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Selain belanja bantuan kepada masyarkat, bantuan sosial juga diberikan kepada partai politik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Belanja Bagi Hasil 17.
Belanja bagi hasil adalah pemberian dana bagi hasil yang bersumber dari
pendapatan kabupaten/kota kepada pemerintah desa atau pendapatan pemerintah daerah tertentu kepada pemerintah daerah lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Belanja Tidak Terduga
18. Belanja tidak terduga adalah belanja untuk kegiatan yang sifatnya tidak biasa atau
tidak diharapkan berulang seperti penanggulangan bencana alam dan bencana sosial yang tidak
diperkirakan sebelumnya, termasuk pengembalian atas kelebihan penerimaan daerah tahun-tahun sebelumnya yang telah ditutup.
Belanja Modal 19.
Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap
dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi yang nilainya
relatif material, termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang
sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas
aset. Nilai aset tetap dalam belanja modal yaitu sebesar harga beli/bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai aset tersebut siap digunakan.
Lampiran B. Akuntansi Belanja
Kebijakan Akuntansi No. 16
- 224 -
20.
Untuk mengetahui apakah suatu belanja dapat dimasukkan sebagai
Belanja Modal atau tidak, maka perlu diketahui definisi aset tetap atau aset lainnya
dan kriteria kapitalisasi aset tetap. Aset tetap mempunyai ciri-ciri/karakteristik sebagai berikut: berwujud, akan m enam bah aset pem eri ntah , mempunyai m asa m anfaat
lebi h
dari
1
tahun,
nilainya
relatif
material.
Sedangkan
ciri-ciri/karakteristik Aset Lainnya adalah: tidak berwujud, akan menambah aset pemerintah, mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun, nilainya relatif material.
21. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa suatu belanja
dapat dikategorikan sebagai Belanja Modal jika: (a)
pengeluaran tersebut mengakibatkan adanya perolehan aset tetap atau aset
(b)
pengeluaran
(c)
lainnya yang dengan demikian menambah aset pemerintah; capitalization)
tersebut
melebihi
batasan
minimal
aset tetap atau aset lainnya;
kapitalisasi
perolehan aset tetap tersebut diniatkan bukan untuk dijual.
22. Batasan minimal kapitalisasi (treshold capitalization)
(treshold
aset tetap atau
aset lainnya didasarkan pada nilai satuan aset tetap atau asset lainnya dan tidak berdasarkan nilai sekelompok aset tetap atau aset lainnya. Batasan minimal kapitalisasi (treshold capitalization) untuk setiap jenis aset atau belanja modal adalah sebagai berikut :
1 2
Belanja Modal Tanah Belanja Modal Alat-alat Berat
Batasan Minimal Kapitalisasi Untuk Per Satuan Aset Tetap Atau Asset Lainnya Rp 10.000.000,00 Rp 20.000.000,00
5
Belanja Modal
Rp
No
3 4 6 7 8 9
Jenis Belanja Modal
Belanja Modal Alat-alat Angkutan Darat Bermotor Belanja Modal Alat-alat Angkutan Darat Tidak Bermotor Alat-alat Angkutan di Air Bermotor
Belanja Modal Alat-alat Angkutan di Air Tidak Bermotor Belanja Modal Alat-alat Angkutan Udara Belanja Modal Alat-alat Bengkel
10 11
Belanja Modal Alat-alat Pengolahan Pertanian dan Peternakan Belanja Modal Peralatan Kantor Belanja Modal Perlengkapan Kantor
14 15
Belanja Modal Peralatan Dapur Belanja Modal Penghias Ruangan Rumah Tangga
12 13 16
Belanja Modal Komputer Belanja Modal Mebeulair
Belanja Modal Alat-alat Studio
Lampiran B. Akuntansi Belanja
Rp Rp
5.000.000,00 500.000,00
Rp
500.000,00
5.000.000,00
Rp
10.000.000,00
Rp
5.000.000,00
Rp Rp
500.000,00 500.000,00
Rp Rp Rp Rp Rp Rp
500.000,00 500.000,00 500.000,00 500.000,00 500.000,00 500.000,00
Kebijakan Akuntansi No. 16
- 225 -
17 18 19 20 21 22 23 24
Belanja Modal Alat-alat Komunikasi Belanja Modal Alat-alat Ukur Belanja Modal Alat-alat Kedokteran Belanja Modal Alat-alat Laboratorium Belanja Modal Konstruksi Jalan Belanja Modal Konstruksi Jembatan Belanja Modal Konstruksi Jaringan Air Belanja Modal Penerangan Jalan, Taman dan Hutan Kota
Batasan Minimal Kapitalisasi Untuk Per Satuan Aset Tetap Atau Asset Lainnya Rp 500.000,00 Rp 500.000,00 Rp 500.000,00 Rp 500.000,00 Rp 50.000.000,00 Rp 50.000.000,00 Rp 10.000.000,00 Rp 500.000,00
26
Belanja Modal Konstruksi/Pembelian*) Bangunan
Rp
10.000.000,00
Rp
500.000,00
No
25 27 28 29 30
Jenis Belanja Modal
Belanja Modal Instalasi Listrik dan Telepon
Belanja Modal Buku/Kepustakaan Belanja Modal Barang bercorak Kesenian, Kebudayaan Belanja Modal Hewan/Ternak dan Tanaman
Belanja Modal Alat-alat Persenjataan/ Keamanan
Batasan minimal kapitalisasi (treshold capitalization)
Rp Rp Rp Rp
500.000,00 500.000,00 500.000,00 500.000,00
aset tetap atau aset lainnya
yang ditetapkan diatas khusus untuk belanja modal tanah , jika belanja modal tersebut menambah bidang dan atau luas tanah maka tetap diperlakukan sebagai belanja modal walaupun biayanya dibawah batasan minimal kapitalisasi (treshold capitalization). lainnya
23. Belanja untuk pengeluaran-pengeluaran sesudah perolehan aset tetap atau aset
yaitu Belanja Pemeliharaan yang dikapitalisasi dimasukkan sebagai Belanja Modal.
Pengeluaran tersebut dapat dikategorikan sebagai Belanja Modal jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:
(a) Pengeluaran tersebut mengakibatkan bertambahnya masa manfaat, kapasitas, kualitas, dan volume aset yang telah dimiliki;
(b) Pengeluaran tersebut memenuhi batasan minimum nilai kapitalisasi aset tetap/aset lainnya. 24.
Pertambahan masa manfaat adalah bertambahnya umur ekonomis yang
diharapkan dari aset tetap yang sudah ada. Misalnya, sebuah gedung semula diperkirakan mempunyai umur ekonomis 10 tahun.
Pada tahun ke-7 pemerintah melakukan
renovasi dengan harapan gedung tersebut masih dapat digunakan 8 tahun lagi. Dengan adanya renovasi tersebut maka umur gedung berubah dari 10 tahun menjadi 15 tahun. 25.
Peningkatan kapasitas adalah bertambahnya kapasitas atau kemampuan aset
tetap yang sudah ada. Misalnya, sebuah generator listrik yang mempunyai output 200 kW dilakukan renovasi sehingga kapasitasnya meningkat menjadi 300 kW. Lampiran B. Akuntansi Belanja
Kebijakan Akuntansi No. 16
- 226 -
26.
Peningkatan kualitas aset adalah bertambahnya kualitas dari aset tetap yang
sudah ada. Misalnya, jalan yang masih berupa tanah ditingkatkan oleh pemerintah menjadi jalan aspal.
27. Pertambahan volume aset adalah bertambahnya jumlah atau satuan ukuran
aset yang sudah ada. Misalnya, penambahan luas bangunan suatu gedung dari 400 m 2 menjadi 500 m2. Contoh: SKPD merencanakan untuk menganggarkan untuk perbaikan kantor dengan
memperbaiki atapnya yang sering bocor, pengecatan, penggantian ban mobil dinas A, ganti
oli dan servis mobil A, serta overhaul mobil B. Rencananya, atap kantor yang terbuat dari seng akan diganti dengan atap yang lebih baik, yaitu menggunakan genteng keramik dengan menelan
biaya Rp20.000.000,-. Pengecatan dengan cat kualitas nomor 1 Dulux Rp15.000.000,-. Ganti empat ban Rp2.000.000,-, servis dan ganti oli Rp750.000,-, dan overhaul
Rp 6.500.000,-.
Sebelum dialokasikan anggaran untuk pengeluaran penggantian atap kantor perlu
dilakukan analisis apakah pengeluaran tersebut dimasukkan sebagai Belanja Modal atau Belanja Operasional. Rencana pengeluaran untuk mengganti atap lama dengan atap baru dapat menambah kualitas atau manfaat dari bangunan. Berarti kriteria pertama terpenuhi yaitu pengeluaran tersebut mengakibatkan bertambahnya masa manfaat, kapasitas, kualitas, dan volume aset yang dimiliki. Demikian juga kriteria kedua, pengeluaran tersebut memenuhi nilai m i nimum kapi talis asi untuk gedung dan bangunan yang ditetapkan s ebes ar
Rp10.000.000,-. Pengecatan tidak akan menambah masa manfaat, umur, dan kapasitas, berapa
pun nilai pengecatan. Ganti ban sama sehingga masuk klasifikasi Belanja Barang. Sedangkan overhaul akan menambah umur mesin mobil, masuk klasifikasi Belanja Modal.
KLASIFIKASI BELANJA 28. Belanja daerah diklasifikasikan menurut: (a) urusan pemerintahan daerah; (b) organisasi; (c)
program dan kegiatan; dan
(d) kelompok.
29.
Klasifikasi kelompok akun keuangan dirinci menurut:
(a) jenis; (b) obyek; dan (c)
rincian obyek belanja.
30. Klasifikasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah terdiri dari belanja urusan wajib dan belanja urusan pilihan.
Lampiran B. Akuntansi Belanja
Kebijakan Akuntansi No. 16
- 227 -
31. Klasifikasi belanja menurut urusan wajib mencakup : (a)
pendidikan;
(b)
kesehatan;
(c)
pekerjaan umum;
(d)
perumahan rakyat;
(e)
penataan ruang;
(f)
perencanaan pembangunan;
(g)
perhubungan;
(h)
lingkungan hid up;
(i)
pertahanan;
(j)
kependudukan dan catatan sipil;
(k)
pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
(l)
keluarga berencana dan keluarga sejahtera;
(m) sosial; (n)
ketenagakerjaan;
(o)
koperasi dan usaha kecildan menengah;
(p)
penanaman modal;
(q)
kebudayaan;
(r)
kepemudaan dan olahraga;
(s)
kesatuan bangsa dan politik dalam negeri;
(t)
otonomi daerah, pemerintahan umum, administrasi keuangan daerah, perangkat daerah, kepegawaian dan persandian;
(u)
ketahanan pangan;
(v)
pemberdayaan masyarakat dan desa;
(w) statistik; (x)
kearsipan;
(y)
komunikasi dan informatika; dan
(z)
perpustakaan.
32. Klasifikasi belanja menurut urusan pilihan mencakup : (a)
pertanian;
(b)
kehutanan;
(c)
energidan sumberday a mineral;
(d)
pariwisata;
(e)
kelautan dan perika nan;
(f)
perdagangan;
(g)
industri; dan
(h)
ketransmigrasian.
Lampiran B. Akuntansi Belanja
Kebijakan Akuntansi No. 16
- 228 -
33. Belanja menurut urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah dan pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan dijabarkan dalam bentuk program dan kegiatan yang diklasifikasikan menurut urusan wajib dan urusan pilihan.
34. Klasifikasi belanja menurut organisasi yaitu klasifikasi berdasarkan unit organisasi pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran.
35. Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah.
36. Klasifikasi belanja menurut kelompok terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung.
37. Kelompok belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan.
38. Kelompok belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. 39. Kelompok belanja tidak langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari : (a)
belanja pegawai;
(b)
belanja bunga;
(c)
belanja subsidi;
(d)
belanja hibah;
(e)
belanja bantuan sosial;
(f)
belanja bagi hasil kepada provinsi/kabupaten/kota dan pemerintahan desa;
(g)
belanja bantuan keuangan kepada provinsi/kabupaten/kota dan pemerintahan desa; dan
(h)
belanja tidak terduga.
40. Kelompok belanja langsung dibagi menurut jenis belanja yang terdiri dari: (a)
belanja pegawai;
(b)
belanja barang dan jasa;
(c)
belanja modal;
PENGAKUAN 41. Belanja diakui pada saat terjadinya pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah untuk seluruh transaksi di SKPD dan PPKD setelah dilakukan pengesahan definitif oleh fungsi BUD untuk masing-masing transaksi yang terjadi di SKPD dan PPKD.
Lampiran B. Akuntansi Belanja
Kebijakan Akuntansi No. 16
- 229 -
42. Khusus pengeluaran melalui bendahara pengeluaran pengakuannya terjadi pada saat pertanggungjawaban atas pengeluaran tersebut disahkan oleh pengguna anggaran melalui PPK-SKPD.
43. Dalam hal badan layanan umum, belanja diakui dengan mengacu pada peraturan perundangan yang mengatur mengenai badan layanan umum.
44. Realisasi anggaran belanja dilaporkan sesuai dengan klasifikasi yang ditetapkan dalam dokumen anggaran.
45. Koreksi atas pengeluaran belanja (penerimaan kembali belanja) yang terjadi pada periode pengeluaran belanja dibukukan sebagai pengurang belanja pada periode yang sama. Apabila diterima pada periode berikutnya, koreksi atas pengeluaran belanja dibukukan dalam lain-lain PAD yang sah. 46.
Akuntansi belanja disusun selain untuk memenuhi kebutuhan pertanggungjawaban sesuai
dengan ketentuan, juga Dapat dikembangkan untuk keperluan pengendalian bagi manajemen dengan cara yang memungkinkan pengukuran kegiatan belanja tersebut.
PENGAKUAN BELANJA MODAL
47. Suatu pengeluaran belanja akan diperlakukan sebagai belanja modal (nantinya akan menjadi aset tetap) jika memenuhi seluruh kriteria sebagai berikut: (a) Manfaat ekonomi barang yang dibeli lebih dari 12 (dua belas) bulan (b) Perolehan barang tersebut untuk operasional dan pelayanan, serta tidak untuk dijual (c)
Nilai rupiah pembelian barang material atau pengeluaran untuk pembelian barang tersebut melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap (capitalization threshold) yang telah ditetapkan.
48. Apabila pemerintah daerah telah memperoleh aset tetap dari pembangunan dan atau pembelian yang dilaksanakan oleh pihak ketiga telah selesai dan pihak ketiga telah melakukan penyerahan yang didukung dengan bukti perpindahan kepemilikan secara hukum disertai tagihan atas penyerahan aset tersebut, tetapi pemerintah daerah belum melakukan pembayaran sampai dengan akhir tahun anggaran, maka pada akhir tahun anggaran perolehan tersebut diakui sebagai penerimaan pembiayaan utang pihak ketiga dan jumlah yang sama juga diakui sebagai belanja modal dalam laporan realisasi anggaran sedangkan dalam neraca diakui dengan jumlah yang sama sebagai penambahan asset tetap, ekuitas dana investasi-diinvestasikan dalam asset tetap, dana yang harus disediakan untuk pembayaran hutang jangka pendek dan utang jangka pendek lainnya.
PERLAKUAN AKUNTANSI BELANJA PEMELIHARAAN Lampiran B. Akuntansi Belanja
Kebijakan Akuntansi No. 16
- 230 -
49. Suatu pengeluaran belanja pemeliharaan akan diperlakukan sebagai belanja modal (dikapitalisasi menjadi aset tetap) jika memenuhi seluruh kriteria sebagai berikut: (a)
(b)
Manfaat ekonomi atas barang/aset tetap yang dipelihara : (1)
bertambah ekonomis/efisien, dan/atau
(2)
bertambah umur ekonomis, dan/atau
(3)
bertambah volume, dan/atau
(4)
bertambah kapasitas produksi.
Nilai rupiah pengeluaran belanja atas pemeliharaan barang/aset tetap tersebut material/melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap yang telah ditetapkan.
PENGUKURAN 50. Belanja diukur dan dicatat berdasarkan nilai bruto perolehan.
PENGUNGKAPAN 51. Hal-hal yang perlu diungkapkan sehubungan dengan belanja, antara lain:
(a)
Pengeluaran belanja tahun berkenaan setelah tanggal berakhirnya tahun anggaran.
(c)
Konversi yang dilakukan akibat perbedaan klasifikasi belanja yang didasarkan pada
(b)
Penjelasan sebab-sebab tidak terserapnya target realisasi belanja daerah.
Permendagri No. 13 tahun 2006 dan Permendagri No. 21 tahun 2011 tentang perubahan kedua atas Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,
dengan yang didasarkan pada PP No. 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi (d)
Pemerintah.
Informasi lainnya yang dianggap perlu.
TANGGAL EFEKTIF 52. Kebijakan Akuntansi ini berlaku efektif secara bertahap untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara mulai tahun Anggaran 2013.
Lampiran B. Akuntansi Belanja
Kebijakan Akuntansi No. 16
- 231 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH
NOMOR 17
AKUNTANSI PEMBIAYAAN
Lampiran B. Akuntansi Pembiayaan
Kebijakan Akuntansi No. 17
- 232 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 17
AKUNTANSI PEMBIAYAAN
Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf standar, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah.
PENDAHULUAN Tujuan 1.
Tujuan kebijakan akuntansi pembiayaan adalah untuk mengatur perlakuan
akuntansi pembiayaan, dalam rangka memenuhi tujuan akuntabilitas sebagaimana ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan. 2.
Perlakuan akuntansi pembiayaan mencakup definisi, pengakuan, pengukuran dan
pengungkapan pembiayaan.
Ruang Lingkup 3.
Kebijakan ini diterapkan dalam penyajian pembiayaan yang disusun dan disajikan
4.
Kebijakan ini berlaku untuk entitas pelaporan pemerintah daerah, yang
dengan menggunakan akuntansi berbasis kas, oleh entitas pelaporan.
memperoleh anggaran berdasarkan APBD, tidak termasuk perusahaan daerah.
DEFINISI 5.
Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah
daerah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah daerah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit atau memanfaatkan surplus anggaran. 6.
Sumber pembiayaan yang berupa penerimaan pembiayaan daerah antara lain sisa
lebih perhitungan anggaran tahun lalu, transfer dari dana cadangan, penerimaan pinjaman, hasil penjualan obligasi, hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan, serta penjualan investasi permanen lainnya. 7.
Sumber pembiayaan yang merupakan pengeluaran pembiayaan daerah antara lain
pembayaran utang pokok, pengisian dana cadangan, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal (investasi) oleh pemerintah daerah. Lampiran B. Akuntansi Pembiayaan
Kebijakan Akuntansi No. 17
- 233 -
8.
Berikut adalah istilah-istilah yang digunakan dalam kebijakan dengan
pengertian: Azas Bruto adalah suatu prinsip yang tidak memperkenankan pencatatan secara neto penerimaan setelah dikurangi pengeluaran pada suatu entitas akuntansi/entitas pelaporan atau tidak memperkenankan pencatatan pengeluaran setelah dilakukan kompensasi antara penerimaan dan pengeluaran. Basis Kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayarkan. Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan
oleh
Bendaharawan Umum Daerah untuk menampung seluruh penerimaan dan pengeluaran Pemerintah Daerah. Kurs adalah rasio pertukaran dua mata uang. Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh gubernur/bupati/walikota untuk menampung
seluruh
penerimaan
daerah dan membayar seluruh pengeluaran daerah pada bank yang ditetapkan. Surplus/Defisit adalah selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode pelaporan.
KLASIFIKASI PEMBIAYAAN 9.
Pembiayaan diklasifikasikan menurut sumber pembiayaan dan pusat
pertanggungjawaban, terdiri atas : (a) Penerimaan Pembiayaan Daerah (b) Pengeluaran Pembiayaan Daerah 10. Penerimaan pembiayaan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Daerah antara
lain berasal dari penerimaan pinjaman, penjualan obligasi pemerintah daerah, hasil privatisasi
perusahaan daerah, penerimaan kembali pinjaman yang diberikan kepada entitas lain, penjualan investasi permanen lainnya, dan pencairan dana cadangan.
11. Pengeluaran pembiayaan adalah semua pengeluaran-pengeluaran Rekening Kas
Umum Daerah antara lain pemberian pinjaman kepada entitas lain, penyertaan modal pemerintah daerah, pembayaran kembali pokok pinjaman dalam periode tahun anggaran tertentu, dan pembentukan dana cadangan.
Lampiran B. Akuntansi Pembiayaan
Kebijakan Akuntansi No. 17
- 234 -
PENGAKUAN 12.
Penerimaan pembiayaan diakui pada saat diterima pada Rekening
Kas Umum Daerah kecuali untuk SiLPA. 13.
Pengeluaran pembiayaan
diakui
pada
saat
dikeluarkan
dari
Rekening Kas Umum Daerah.
PENGUKURAN 14. Akuntansi penerimaan pembiayaan dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah netonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran) 15. Akuntansi pengeluaran pembiayaan dilaksanakan berdasarkan azas bruto.
AKUNTANSI PEMBIAYAAN NETO 16. Pembiayaan neto adalah selisih antara penerimaan pembiayaan setelah dikurangi pengeluaran pembiayaan dalam periode tahun anggaran tertentu. Selisih lebih/kurang antara penerimaan dan pengeluaran pembiayaan selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos Pembiayaan Neto. 17. Sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu periode pelaporan. Selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos SILPA/SIKPA.
PERLAKUAN AKUNTANSI ATAS PEMBIAYAAN DANA BERGULIR 18. diniatkan
Bantuan akan
yang
diberikan
dipungut/ditarik
kepada
kembali
oleh
kelompok
masyarakat yang
pemerintah
daerah
apabila
kegiatannya telah berhasil dan selanjutnya akan digulirkan kembali kepada kelompok masyarakat lainnya sebagai dana bergulir. Rencana pemberian bantuan untuk kelompok masyarakat di atas dicantumkan di APBD dan dikelompokkan pada Pengeluaran Pembiayaan yaitu pengeluaran investasi jangka panjang. Terhadap realisasi penerimaan kembali pembiayaan juga dicatat dan disajikan sebagai Penerimaan Pembiayaan Investasi Jangka Panjang. Dengan demikian, dana bergulir atau bantuan tersebut tidak dimasukkan sebagai Belanja Bantuan Sosial karena pemerintah daerah mempunyai niat untuk menarik kembali dana tersebut dan menggulirkannya kembali kepada kelompok masyarakat lainnya. Pengeluaran dana tersebut mengakibatkan timbulnya investasi jangka panjang yang bersifat non permanen dan disajikan dineraca sebagai Investasi Jangka Panjang.
Lampiran B. Akuntansi Pembiayaan
Kebijakan Akuntansi No. 17
- 235 -
19. Bantuan yang diberikan kepada kelompok masyarakat dengan maksud agar kehidupan kelompok masyarakat tersebut lebih baik tidak dimaksudkan untuk diminta kembali lagi oleh pemerintah daerah maka rencana pemberian bantuan untuk kelompok masyarakat tersebut dianggarkan di APBD sebagai belanja bantuan sosial. Demikian juga realisasi pembayaran dana tersebut kepada kelompok masyarakat tersebut dibukukan dan disajikan sebagai Belanja Bantuan Sosial.
TRANSAKSI DALAM MATA UANG ASING 20.
Transaksi dalam mata uang asing harus dibukukan dalam mata uang
rupiah dengan menjabarkan jumlah mata uang asing tersebut menurut kurs tengah bank sentral pada tanggal transaksi.
PENGUNGKAPAN 21. Hal-hal yang perlu diungkapkan sehubungan dengan pembiayaan antara lain:
(a)
Penerimaan dan pengeluaran pembiayaan tahun berkenaan setelah tanggal berakhirnya
(b)
Penjelasan landasan hukum
(c)
tahun anggaran.
berkenaan
dengan
penerimaan/pemberian pinjaman,
pembentukan/pencairan dana cadangan, penjualan aset daerah yang dipisahkan, penyertaan modal pemerintah daerah.
Konversi yang dilakukan akibat perbedaan klasifikasi pembiayaan yang didasarkan pada Permendagri No. 13 tahun 2006 dan Permendagri No. 59 tahun 2007 tentang perubahan
atas Permendagri No. 13 tahun 2006 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dengan (d)
yang didasarkan pada PP No. 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah. Informasi lainnya yang dianggap perlu.
TANGGAL EFEKTIF 22. Kebijakan Akuntansi ini berlaku efektif secara bertahap untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran Pemerintah Kabupaten penajam Paser Utara mulai tahun Anggaran 2013.
Lampiran B. Akuntansi Pembiayaan
Kebijakan Akuntansi No. 17
- 236 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH
NOMOR 18
KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, DAN PERISTIWA LUAR BIASA
Lampiran B. Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi dan Peristiwa Luas Biasa
Kebijakan Akuntansi No. 18
- 237 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 18
KOREKSI KESALAHAN, PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI, DAN PERISTIWA LUAR BIASA
Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan akuntansi, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah Daerah.
PENDAHULUAN Tujuan 1.
Tujuan Kebijakan Akuntansi ini adalah mengatur perlakuan akuntansi atas koreksi
kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi, dan peristiwa luar biasa.
Ruang Lingkup 2.
Dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan suatu entitas harus
menerapkan Kebijakan Akuntansi ini untuk melaporkan pengaruh kesalahan, perubahan kebijakan akuntansi dan peristiwa luar biasa. 3.
Kebijakan Akuntansi ini berlaku untuk entitas pelaporan dan entitas akuntansi
dalam menyusun laporan keuangan, termasuk badan layanan umum, yang berada di bawah Pemerintah Daerah.
DEFINISI 4.
Berikut istilah-istilah yang digunakan dalam Kebijakan Akuntansi dengan
pengertian: Kebijakan akuntansi adalah prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-konvensi, aturanaturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih oleh suatu entitas pelaporan dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Lampiran B. Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi dan Peristiwa Luas Biasa
Kebijakan Akuntansi No. 18
- 238 -
Kesalahan adalah penyajian pos-pos yang secara signifikan tidak sesuai dengan yang seharusnya yang mempengaruhi laporan keuangan periode berjalan atau periode sebelumnya. Koreksi adalah tindakan pembetulan akuntansi agar pos-pos yang tersaji dalam laporan keuangan entitas menjadi sesuai dengan yang seharusnya. Peristiwa Luar Biasa adalah kejadian atau transaksi yang secara jelas berbeda dari aktivitas normal entitas dan karenanya tidak diharapkan terjadi dan berada diluar kendali atau pengaruh entitas sehingga memiliki dampak yang signifikan terhadap realisasi anggaran atau posisi aset/kewajiban.
KOREKSI KESALAHAN 5.
Kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan pada satu atau beberapa periode
sebelumnya mungkin baru ditemukan pada periode berjalan. Kesalahan mungkin timbul dari
adanya keterlambatan penyampaian bukti transaksi anggaran oleh pengguna anggaran, kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan standar dan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta, kecurangan, atau kelalaian. 6.
Dalam situasi tertentu, suatu kesalahan mempunyai pengaruh signifikan bagi satu
atau lebih laporan keuangan periode sebelumnya sehingga laporan-laporan keuangan tersebut tidak dapat diandalkan lagi. (a)
(b)
7.
Kesalahan ditinjau dari sifat kejadiannya dikelompokkan dalam 2 (dua) jenis:
Kesalahan yang tidak berulang;
Kesalahan yang beruiang dan sistemik; 8.
Kesalahan yang tidak berulang adalah kesalahan yang diharapkan tidak akan terjadi
kembali yang dikelompokkan dalam 2 (dua) jenis: (a)
(b)
Kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode berjalan;
Kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode sebelumnya; 9.
Kesalahan yang berulang dan sistemik adalah kesalahan yang disebabkan oleh sifat
alamiah (normal) dari jenis-jenis transaksi tertentu yang diperkirakan akan terjadi berulang. Contohnya adalah penerimaan pajak dari wajib pajak yang memerlukan koreksi sehingga perlu dilakukan restitusi atau tambahan pembayaran dan wajib pajak.
10. Terhadap setiap kesalahan harus dilakukan koreksi segera setelah diketahui.
Lampiran B. Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi dan Peristiwa Luas Biasa
Kebijakan Akuntansi No. 18
- 239 -
11. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode berjalan, baik yang mempengaruhi posisi kas maupun yang tidak, dilakukan dengan pembetulan pada akun yang bersangkutan dalam periode berjalan. 12. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut belum diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun pendapatan atau akun belanja dari periode yang bersangkutan. 13. Koreksi kesalahan atas pengeluaran belanja (sehingga mengakibatkan penerimaan kembali belanja) yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas, serta mempengaruhi secara material posisi aset selain kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun pendapatan lain-lain, akun aset, serta akun ekuitas dana yang terkait. 14. Koreksi kesalahan atas pengeluaran belanja (sehingga mengakibatkan penerimaan kembali belanja) yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas dan tidak mempengaruhi secara material posisi aset selain kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun pendapatan lain-lain. 15. Koreksi kesalahan atas penerimaan pendapatan yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode sebelumnya dan mempengaruhi posisi kas, apabila laporan keuangan periode tersebut sudah diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pada akun ekuitas dana lancar. 16. Laporan keuangan dianggap sudah diterbitkan apabila sudah ditetapkan dengan
peraturan daerah.
17. Koreksi kesalahan sebagaimana dimaksud pada paragraf 13, 14, dan 15 tidak
dengan sendirinya berpengaruh terhadap pagu anggaran atau belanja entitas yang bersangkutan dalam periode dilakukannya koreksi kesalahan. Akun koreksi pendapatan periode lalu dan akun koreksi belanja periode lalu disajikan secara terpisah dalam Laporan Realisasi Anggaran. Akibat koreksi kesalahan tersebut selanjutnya diungkapkan pada Catatan atas Laporan Keuangan.
18. Koreksi kesalahan belanja sebagaimana dijelaskan pada paragraf 13 dan 14 dapat
dibagi dua yaitu yang menambah saldo kas dan yang mengurangi saldo kas. Contoh koreksi
kesalahan belanja yang menambah saldo kas yaitu pengembalian belanja pegawai karena salah Lampiran B. Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi dan Peristiwa Luas Biasa
Kebijakan Akuntansi No. 18
- 240 -
penghitungan jumlah gaji, dikoreksi menambah saldo kas dan pendapatan lain-lain. Contoh koreksi kesalahan belanja yang mengurangi saldo kas yaitu terdapat transaksi belanja pegawai
tahun lalu yang belum dilaporkan, dikoreksi mengurangi akun ekuitas dana lancar dan mengurangi saldo kas. Terhadap koreksi kesalahan yang berkaitan dengan belanja yang
menghasilkan aset, disamping mengoreksi saldo kas dan pendapatan lain-lain juga perlu dilakukan koreksi terhadap aset yang bersangkutan dan pos ekuitas dana diinvestasikan, Sebagai
contoh, belanja aset tetap yang di mark-up dan setelah dilakukan pemeriksaan, kelebihan belanja tersebut harus dikembalikan, maka koreksi yang harus dilakukan adalah dengan menambah kas dan pendapatan lain-lain, serta mengurangi pos aset tetap dan pos ekuitas dana diinvestasikan.
19. Koreksi kesalahan pendapatan sebagaimana dijelaskan pada paragraf 15 dapat
dibagi dua yaitu yang menambah saldo kas dan yang mengurangi saldo kas. Contoh koreksi.
kesalahan pendapatan yang menambah saldo kas yaitu terdapat transaksi penyetoran bagian
laba perusahaan daerah yang belum dilaporkan. Dalam hal demikian, koreksi yang perlu
dilakukan adalah menambah saldo kas dan ekuitas dana lancar. Contoh koreksi kesalahan pendapatan yang mengurangi saldo kas yaiiu kesalahan pengembalian pendapatan dana alokasi umum karena kelebihan transfer. Dalam hal demikian, koreksi yang perlu dilakukan adalah mengurangi saldo kas dan ekuitas dana lancar.
20. Koreksi kesalahan yang tidak berulang yang terjadi pada periode-periode
sebelumnya dan tidak mempengaruhi posisi kas, baik sebelum maupun setelah laporan keuangan periode tersebut diterbitkan, dilakukan dengan pembetulan pos-pos neraca terkait pada periode ditemukannya kesalahan. 21. Contoh kesalahan yang tidak mempengaruhi posisi kas sebagaimana disebutkan
pada paragraf 20 adalah belanja untuk membeli perabot kantor (aset tetap) dilaporkan sebagai
belanja perjalanan dinas. Dalam hal demikian, koreksi yang perlu dilakukan adalah mendebet pos aset tetap dan mengkredit pos ekuitas dana investasi pada aset tetap.
22. Kesalahan berulang dan sistemik seperti yang dimaksud pada paragraf 9 tidak memerlukan koreksi, melainkan dicatat pada saat terjadi. 23. Akibat kumulatif dari koreksi kesalahan yang berhubungan dengan periodeperiode yang lalu terhadap posisi kas dilaporkan dalam baris tersendiri pada Laporan Arus Kas tahun berjalan.
PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI
Lampiran B. Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi dan Peristiwa Luas Biasa
Kebijakan Akuntansi No. 18
- 241 -
24. Para pengguna perlu membandingkan laporan keuangan dari suatu entitas
pelaporan dan waktu ke waktu untuk mengetahui trend posisi keuangan, kinerja, dan arus kas. Oleh karena itu, kebijakan akuntansi yang digunakan harus diterapkan secara konsisten pada setiap periode.
25. Perubahan di dalam perlakuan, pengakuan, atau pengukuran akuntansi sebagai
akibat dari perubahan atas basis akuntansi, kriteria kapitalisasi, metode, dan estimasi, merupakan contoh perubahan kebijakan akuntansi.
26. Suatu perubahan kebijakan akuntansi harus dilakukan hanya apabila penerapan suatu kebijakan akuntansi yang berbeda diwajibkan oleh peraturan perundangan atau standar akuntansi pemerintahan yang berlaku, atau apabila diperkirakan bahwa perubahan tersebut akan menghasilkan informasi mengenai posisi keuangan, kinerja keuangan, atau arus kas yang lebih relevan dan lebih andal dalam penyajian laporan keuangan entitas. 27. Perubahan kebijakan akuntansi tidak mencakup hal-hal sebagai berikut:
(a) adopsi suatu kebijakan akuntansi pada peristiwa atau kejadian yang secara substansi berbeda dari peristiwa atau kejadian sebelumnya; dan
(b) adopsi suatu kebijakan akuntansi baru untuk kejadian atau transaksi yang sebelumnya tidak ada atau yang tidak material.
28. Timbulnya suatu kebijakan untuk merevaluasi aset merupakan suatu perubahan
kebijakan akuntansi. Namun demikian, perubahan tersebut harus sesuai dengan Standar
Akuntansi Pemerintahan terkait yang telah menerapkan persyaratan-persyaratan sehubungan dengan revaluasi.
29. Perubahan kebijakan akuntansi dan pengaruhnya harus diungkapkan dalam
Catatan atas Laporan Keuangan.
PERISTIWA LUAR BIASA 30. Peristiwa luar biasa menggambarkan suatu kejadian atau transaksi yang secara jelas
berbeda, dari aktivitas biasa. Di dalam aktivitas biasa entitas Pemerintah Daerah termasuk penanggulangan bencana alam atau sosial yang terjadi berulang. Dengan demikian, yang termasuk dalam peristiwa luar biasa hanyalah peristiwa-peristiwa yang belum pernah atau jarang terjadi sebelumnya.
Lampiran B. Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi dan Peristiwa Luas Biasa
Kebijakan Akuntansi No. 18
- 242 -
31. Peristiwa yang berada di luar kendali atau pengaruh entitas adalah kejadian yang
sukar diantisipasi dan oleh karena itu. tidak dicerminkan di dalam anggaran. Suatu kejadian atau transaksi yang berada di luar kendali atau pengaruh entitas merupakan peristiwa luar biasa bagi suatu entitas, tetapi peristiwa yang sama tidak tergolong luar biasa untuk entitas yang lain.
32. Dampak yang signifikan terhadap realisasi anggaran karena peristiwa luar biasa
terpenuhi apabila kejadian dimaksud secara tunggal menyebabkan penyerapan sebagian besar
anggaran belanja tak tersangka atau dana darurat sehingga memerlukan perubahan/pergeseran anggaran secara mendasar.
33. Anggaran belanja tak tersangka atau anggaran belanja lain-lain yang ditujukan
untuk keperluan darurat biasanya ditetapkan besarnya berdasarkan perkiraan dengan memanfaatkan informasi kejadian yang bersifat darurat pada tahun-tahun lalu. Apabila selama tahun anggaran berjalan terjadi peristiwa darurat, bencana, dan sebagainya yang menyebabkan
penyerapan dana dari mata anggaran ini, peristiwa tersebut tidak dengan sendirinya termasuk peristiwa luar biasa, terutama bila peristiwa tersebut tidak sampai menyerap porsi yang signifikan dari anggaran yang tersedia. Tetapi apabila peristiwa tersebut secara tunggal harus
menyerap 50% (lima puluh persen) atau lebih anggaran tahunan, maka peristiwa tersebut layak
digolongkan sebagai peristiwa luar biasa. Sebagai petunjuk, akibat penyerapan dana yang besar itu, entitas memerlukan perubahan atau penggeseran anggaran guna membiayai peristiwa luar
biasa dimaksud atau peristiwa lain yang seharusnya dibiayai dengan mata anggaran belanja tak tersangka atau anggaran lain-lain untuk kebutuhan darurat.
34. Dampak yang signifikan terhadap posisi aset/kewajiban karena peristiwa luar biasa
terpenuhi apabila kejadian atau transaksi dimaksud menyebabkan perubahan yang mendasar dalam keberadaan atau nilai aset/kewajiban entitas
35. Peristiwa luar biasa harus memenuhi seluruh persyaratan berikut:
(a)
Tidak merupakan kegiatan normal dari entitas;
(b)
Tidak diharapkan terjadi dan tidak diharapkan terjadi berulang;
(c)
Berada di luar kendali atau pengaruh entitas;
(d)
Memiliki dampak yang signifikan
terhadap
realisasi anggaran
atau posisi
aset/kewajiban. 36. Hakikat, jumlah dan pengaruh yang diakibatkan oleh peristiwa luar biasa harus diungkapkan secara terpisah dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
Lampiran B. Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi dan Peristiwa Luas Biasa
Kebijakan Akuntansi No. 18
- 243 -
TANGGAL EFEKTIF 37. Kebijakan Akuntansi ini berlaku efektif secara bertahap untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara mulai tahun Anggaran 2013.
Lampiran B. Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi dan Peristiwa Luas Biasa
Kebijakan Akuntansi No. 18
- 244 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI PEMERINTAH DAERAH
NOMOR 19
LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASI
- 245 -
KEBIJAKAN AKUNTANSI NO. 19
LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN Paragraf-paragraf yang ditulis dengan huruf tebal dan miring adalah paragraf kebijakan akuntansi, yang harus dibaca dalam konteks paragraf-paragraf penjelasan yang ditulis dengan huruf biasa dan Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintah Daerah.
PENDAHULUAN Tujuan 1.
Tujuan Kebijakan Akuntansi ini adalah untuk mengatur penyusunan laporan
keuangan konsolidasian pada unit-unit pemerintahan dalam rangka menyajikan laporan
keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial statements) demi meningkatkan kualitas dan kelengkapan laporan keuangan dimaksud. Dalam Kebijakan Akuntansi ini, yang dimaksud dengan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah laporan keuangan untuk memenuhi kebutuhan bersama sebagian besar pengguna laporan termasuk lembaga legislatif sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ruang Lingkup 2.
Laporan keuangan untuk tujuan umum dari unit Pemerintahan
Daerah yang
ditetapkan sebagai entitas pelaporan disajikan secara terkonsolidasi menurut Kebijakan Akuntansi ini agar mencerminkan satu kesatuan entitas. 3.
Laporan keuangan konsolidasian pada Pemerintah Daerah sebagai entitas pelaporan
mencakup laporan keuangan semua entitas akuntansi, termasuk laporan keuangan badan layanan umum. 4.
Kebijakan Akuntansi ini tidak mengatur:
(a)
Laporan keuangan konsolidasian perusahaan daerah;
(c)
Akuntansi untuk investasi dalam usaha patungan (joint venture); dan
(b) (d)
Akuntansi untuk investasi dalam perusahaan asosiasi;
Laporan statistik gabungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Lampiran B. Laporan Keuangan Konsolidasi
Kebijakan Akuntansi No. 19
- 246 -
DEFINISI 5.
Berikut adalah
istilah-istilah yang digunakan dalam Kebijakan Akuntansi
dengan pengertian: Badan Layanan Umum (BLU) adalah instansi di lingkungan Pemerintah Daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Entitas akuntansi adalah unit pemerintahan pengguna anggaran/ pengguna barang dan oleh karenanya wajib menyelenggarakan akuntansi dan menyusun laporsn keuangan untuk digabungkan pada entitas pelaporan. Entitas pelaporan adalah unit pemerintahan yang terdiri dari satu atau lebih entitas akuntansi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban berupa laporan keuangan. Konsolidasi adalah proses penggabungan antara akun-akun yang diselenggarakan oleh suatu entitas pelaporan dengan entitas akuntansi yang berada di bawahnya, dengan mengeliminasi akun-akun timbal balik agar dapat disajlkan sebagai satu entitas pelaporan konsolidasian. Laporan keuangan konsolidasian adalah suatu laporan keuangan yang merupakan gabungan keseluruhan laporan keuangan entitas akuntansi sehingga tersaji sebagai satu entitas pelaporan tunggal.
PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN 6.
Laporan keuangan konsolidasian terdiri dari Laporan Realisasi Anggaran,
Neraca, dan Catatan atas Laporan Keuangan. 7.
Laporan keuangan konsolidasian disajikan untuk periode pelaporan yang sama
dengan periode pelaporan keuangan entitas pelaporan dan berisi jumlah komparatif dengan periode sebelumnya. 8.
Pemerintah Daerah menyampaikan laporan keuangan konsolidasian dari
semua Satuan Kerja Perangkat Daerah kepada DPRD.
Lampiran B. Laporan Keuangan Konsolidasi
Kebijakan Akuntansi No. 19
- 247 -
9.
Dalam kebijakan ini proses konsolidasi diikuti dengan eliminasi akun-akun
timbal balik (reciprocal accounts). Namun demikian, apabila eliminasi dimaksud belum dimungkinkan, maka hal tersebut diungkapkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan. 10. Contoh akun timbal balik (reciprocal accounts) antara lain sisa Uang Yang Harus Dipertanggungjawabkan yang belum dipertanggungjawabkan oleh Bendaharawan Pembayar sampai dengan akhir periode akuntansi.
ENTITAS PELAPORAN 11. Suatu entitas pelaporan ditetapkan di dalam peraturan perundang-undangan, yang
umumnya bercirikan : (a)
Entitas tersebut dibiayai oleh APBN atau dibiayai oleh APBD atau mendapat pemisahan
(b)
Entitas tersebut dibentuk dengan peraturan perundang-undangan;
(c)
(d)
kekayaan dari anggaran;
Pimpinan entitas tersebut adalah pejabat pemerintah yang diangkat atau pejabat negara yang ditunjuk atau yang dipilih oleh rakyat; dan
Entitas tersebut membuat pertanggungjawaban baik langsung maupun tidak langsung kepada wakil rakyat sebagai pihak yang menyetujui anggaran.
ENTITAS AKUNTANSI 12. Pengguna
anggaran/pengguna
barang
sebagai
entitas
akuntansi
menyelenggarakan akuntansi dan menyampaikan laporan keuangan sehubungan dengan anggaran/barang yang dikelolanya yang ditujukan kepada entitas pelaporan. 13. Setiap unit Pemerintahan Daerah yang menerima anggaran belanja atau mengelola
barang adalah entitas akuntansi yang wajib menyelenggarakan akuntansi, dan secara periodik
menyiapkan laporan keuangan menurut Standar Akuntansi Pemerintahan. Laporan keuangan tersebut disampaikan secara intern dan berjenjang kepada unit yang lebih tinggi dalam rangka penggabungan laporan keuangan oleh entitas pelaporan.
14. Perusahaan daerah pada dasarnya adalah suatu entitas akuntansi, namun akuntansi
dan penyajian laporannya tidak menggunakan Standar Akuntansi Pemerintahan. Lampiran B. Laporan Keuangan Konsolidasi
Kebijakan Akuntansi No. 19
- 248 -
15. Dengan penetapan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku suatu
entitas akuntansi tertentu yang dianggap mempunyai pengaruh signifikan dalam pencapaian program Pemerintah Daerah dapat ditetapkan sebagai entitas pelaporan.
BADAN LAYANAN UMUM
16. Badan Layanan Umum (BLU) menyelenggarakan pelayanan umum, memungut dan
menerima serta membelanjakan dana masyarakat yang diterima berkaitan dengan pelayanan yang diberikan, tetapi tidak berbentuk badan hukum sebagaimana kekayaan negara yang dipisahkan. Termasuk dalam BLU antara lain adalah rumah sakit, universitas negeri, dan otorita.
PROSEDUR KONSOLIDASI 17. Konsolidasi yang dimaksud oleh Kebijakan Akuntansi ini dilaksanakan dengan cara menggabungkan dan menjumlahkan akun yang diselenggarakan oleh entitas pelaporan dengan entitas pelaporan lainnya dengan atau tanpa mengeliminasi akun timbal balik. 18. Entitas pelaporan menyusun laporan keuangan dengan menggabungkan laporan
keuangan seluruh entitas akuntansi yang secara organisatoris berada di bawahnya.
19. Konsolidasi dapat dilaksanakan baik dengan mengeliminasi akun-akun yang timbal
balik (reciprocal) maupun tanpa mengeliminasinya.
20. Dalam hal konsolidasi dilakukan tanpa mengeliminasi akun-akun yang timbal-balik,
maka nama-nama akun yang timbal balik, dan estimasi besaran jumlah dalam akun yang timbal balik dicantumkan dalam Catatan atas Laporan Keuangan.
21. Laporan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) digabungkan pada Satuan
Kerja Perangkat Daerah yang secara organisatoris membawahinya dengan ketentuan sebagai berikut: (a)
Laporan Realisasi Anggaran BLU digabungkan secara bruto kepada Laporan Realisasi Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah yang secara organisatoris membawahinya; dan
(b)
Neraca BLU digabungkan kepada neraca Satuan Kerja Perangkat Daerah yang secara organisatoris membawahinya.
Lampiran B. Laporan Keuangan Konsolidasi
Kebijakan Akuntansi No. 19
- 249 -
TANGGAL EFEKTIF 22. Kebijakan Akuntansi ini berlaku efektif secara bertahap untuk laporan keuangan atas pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran Pemerintah Kabupaten Penajam Paser Utara mulai tahun Anggaran 2013.
BUPATI PENAJAM PASER UTARA, Ttd
H. YUSRAN ASPAR
Lampiran B. Laporan Keuangan Konsolidasi
Kebijakan Akuntansi No. 19