Perancangan Rumah Precast Sederhana Satu Lantai Sistim Struktur Open Frame pada Wilayah Gempa Y. Tajunnisa1, E. Wahyuni2, A. Sigit3 and Tavio4 Department of Civil Engineering, Sepuluh Nopember Institute of Technology (ITS) (
[email protected])
Abstrak—Penelitian ini mengenai rumah tinggal sederhana dengan menggunakan sistem beton pracetak. Struktur dianalisa dengan sistim struktur open frame pada wilayah gempa (WG) tinggi (6) yang berdiri di atas tanah keras dan lunak dengan σ ijin tanah masing-masing 1 dan 0,5 kg/cm2. Struktur secara keseluruhan dianalisis dengan SAP2000. Beban gempa dianalisis dengan statik ekivalen. Struktur tersebut juga dianalisis dengan pushover static nonlinier, dimana beban mati, hidup dan pushover dianalisis secara non linier. Ini dilakukan agar dapat diketahui daktilitas struktur. Dimensi pondasi didesain dari hasil joint reaction tidak berfaktor dan penulangan pondasi dari joint reaction berfaktor dari SAP2000, yang kemudian dicek dengan program nonlinier LUSAS untuk mengetahui pondasi aman atau tidak. Dicek juga differential settlement baik dengan perhitungan manual maupun melalui program Plaxis 3D Foundation. Dari analisis statik ekivalen SAP2000, simpangan struktur memenuhi Kinerja Batas Layan dan Kinerja Batas Ultimit. Hasil pushover menunjukkan, struktur memenuhi syarat daktilitas yaitu diatas nilai 4. Pondasi dianalisis nonlinieritasnya dengan LUSAS 13.57 dan hasilnya jauh dari retak, masih aman. Maka, dimensi pondasi telapak bujursangkar beton pracetak yang dihasilkan yaitu 1,2x1,2x0,2 dengan kaki kolom 15x15. Penulangan pelat pondasi D10-200mm. Differential settlement hanya terjadi pada tanah lunak sehingga digunakan cerucuk kayu ataupun mikropile beton di bawah pondasi telapak. Tiap pondasi membutuhkan 4 cerucuk kayu atau 2 mikropile. Kata kunci: rumah tahan gempa, rumah sederhana satu lantai, beton precast, gempa, pondasi telapak setempat.
I.
mengingat elemen precast bisa diproduksi secara massal dan seragam sehingga elemen-elemen dalam jumlah besar bisa langsung dicetak dan dirakit di lapangan untuk membuat suatu perumahan se-tipe dalam jumlah banyak dalam waktu singkat. Karena bisa mempercepat waktu pelaksanaan, maka pasti akan menghemat biaya (Alfred, 2001). II.
METODE
Tahapan meliputi tahap persiapan, tahap penelitian dan penyusunan laporan. Tahap persiapan ini dimulai dengan melakukan studi literatur mengenai gempa, beton precast, perilaku struktur bangunan beton tahan gempa, sistim struktur open frame, perilaku masing-masing elemen (kolom, balok, HBK, dinding dan pelat), desain pondasi telapak, berbagai jurnal tentang penelitian yang telah dilakukan, serta studi pustaka lainnya yang berhubungan dengan penelitian. Tahap penelitian dimulai dengan membuat desain rumah sederhana satu lantai.
PENDAHULUAN
Berangkat dari rentetan peristiwa gempa bumi yang mengguncang beberapa wilayah di Indonesia, menyebabkan pemerintah dan pihak swasta akhir-akhir ini sangat sibuk melakukan perbaikan dan pembangunan kembali bangunan gedung dan rumah tinggal, terutama rumah tinggal sederhana untuk para korban gempa. Sebagai langkah preventif, maka penting dibuat rancangan rumah tinggal untuk permukiman rakyat yang aman dari pengaruh gempa. Sebagai inovasi dari bahan beton, maka diteliti suatu model rumah tahan gempa dari beton precast. Keunggulan menggunakan precast antara lain kekuatannya terjamin (karena dicetak di pabrik), dapat mempercepat waktu pelaksanaan (mudah pemasangannya), dapat memperindah struktur dan dapat diproduksi massal (dalam jumlah besar) sehingga dapat diaplikasikan untuk membangun rumah dalam jumlah banyak (David, Philips & Wiliam, 1978). Pertanyaan yang sering muncul mengenai pemakaian precast adalah bahwa penggunaan elemen precast akan lebih mahal daripada cara konvensional. Hal ini bisa diatasi
Gambar 1. Denah Rumah Tinggal Analisis yang dilakukan adalah static ekivalen dan static pushover analysis. Pushover analysis adalah cara analisis static 2 dimensi atau 3 dimensi linier dan non-linier, dimana pengaruh gempa rencana terhadap struktur gedung dianggap sebagai beban-beban static yang menangkap pada pusat massa masing-masing lantai, yang nilainya ditingkatkan secara berangsur angsur sampai melampaui pembebanan yang menyebabkan terjadinya pelelehan (sendi plastis) pertama di dalam struktur gedung, kemudian dengan peningkatkan beban lebih lanjut mengalami perubahan bentuk elastoplastis yang besar sampai mencapai kondisi di ambang keruntuhan. E-27
Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2011
Pada struktur bawah, direncanakan menggunakan pondasi telapak beton precast. Pondasi yang memikul beban-beban gempa atau yang menyalurkan beban-beban gempa antara struktur dan lapisan tanah di bawahnya harus sesuai SNI 2847 Ps.23.8. Pondasi telapak harus direncanakan sedemikian rupa struktur secara keseluruhan adalah stabil dalam arah vertical, arah mendatar, dan terhadap guling. Metodologi rumah sederhana tahan gempa adalah seperti pada diagram alir berikut:
Gambar 2 b Flow Chart Metodologi Penelitian Saat permodelan di SAP2000, untuk sistim open frame dimodelkan sebagai rangka balok dan kolom seperti pemodelan pada umumnya. Dinding dihitung sebagai beban dan tidak diperhitungkan kekakuannya. Yang berpengaruh terhadap kekuatan struktur yaitu balok dan kolom saja. Dimodelkan dalam SAP2000 seperti pada gambar 3.
Gambar 2 a Flow Chart Metodologi Penelitian
Gambar 3 Permodelan Struktur Open Frame pada SAP2000
E-28
Struktur tersebut berada di atas tanah lunak dan keras. Pertama, tanah Lunak pada permodelan di SAP2000, diasumsikan perletakan sendi, sedangkan pada tanah keras diasumsikan menggunakan perletakan jepit. Berdasarkan literatur, tegangan ijin pada tanah ISBN : 978-979-18342-3-0
lunak adalah 0,5 kg/cm2 dan tanah keras 1 kg/cm2. Dari jurnal dengan judul : A Numerical Investigation of Seismic Response of the Aggregate Pier Foundation System ditulis oleh Cristian Hariady Girsang pada prosiding pertemuan geoteknik VI-2002, didapatkan data tanah, dengan di ganti-ganti beberapa parameter tanah sehingga mempunyai tegangan ijin untuk tanah lunak sekitar 0,5 kg/cm2 dan tanah keras sekitar 1 kg/cm2. Berdasarkan data tanah tersebut dan besar dimensi pondasi yang didapat dari hasil joint reaction pada perletakan sendi dan jepit, didapatkan nilai koefisien pegas. Nilai koefisien pegas untuk vertikal, horisontal dan torsional dimasukkan pada restraint perletakan dengan menganggap pondasi telapak di atas tanah berperilaku seperti pegas. Dari permodelan struktur yang menggunakan perletakan pegas, didapatkan joint reaction. Dari sini, dapat dicari dimensi pondasi, dan dapat dibandingkan hasil yang didapatkan. Pada tanah lunak antara perletakan sendi dan pegas yang menggunakan parameter tanah lunak. Pada tanah dengan tegangan ijin 1 kg/cm2 antara perletakan jepit dan pegas yang menggunakan parameter tanah dengan tegangan ijin tanah sama. III.
Gambar 4 Step 4 hasil running dan terjadi sendi plastis di kolom
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1: Variabel Perancangan Rumah Variabel Mutu beton Mutu baja tulangan utama Mutu tulangan sengkang Jumlah lantai Tinggi kolom Luas bangunan Dimensi Kolom Dimensi Balok Wilayah gempa Jenis Tanah Berat jenis beton Berat jenis beton ringan (untuk dinding)
Open Frame 20 Mpa 320 Mpa 240 Mpa 1 lantai 3,2 m (6 m x 6 m) 15 cm x15 cm 15x15 (balok atap) 15x20 (sloof) zona 4 dan zona 6 Lunak dan keras 2400 kg/m3 1900 kg/m3
Gambar 5 Step 10 hasil running (terakhir) Step 3 belum terjadi sendi plastis di kolom, baru step 4 terjadi sendi plastis di kolom. Pada step akhir (10), terjadi beberapa sendi plastis di kolom dalam criteria LS ke CP. Penentuan performance point dengan fasilitas SAP2000 melalui pushover curve. Sebelumnya harus diubah nilai Ca dan Cv. Karena pada tanah keras WG 6 (lihat gambar 2 SNI 1726 Respon Spektrum), Ca = 0,33 dan Cv = 0,42.
Struktur dihitung dengan program SAP2000. Beban mati, hidup dan gempa diaplikasikan pada struktur. Berikut adalah penjelasan singkat perhitungan struktur rumah sistim open frame pada wilayah gempa: Gambar 4 dan 5 adalah hasil running dari program SAP2000, dimana struktur dikenakan beban gempa pushover analysis.
Gambar 6 Pushover curve setelah parameter disesuaikan
E-29 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2011
Dari kurva pushover dengan tipe plot ATC 40 kapasitas spektrum, maka didapat performance point = 14,562 mm.
Pada step akhir (53) hampir semua balok terjadi sendi plastis. Dan paling buruk masuk criteria E. Tetapi disini belum nampak sendi plastis pada kolom. Dari kurva ATC40 Capacity Spektrum, dengan terlebih dulu merubah Ca, Cv sesuai jenis tanah dan wilayah gempa, maka nilai performance point 67,746 mm. Dari kurva base reaction vs displacement, didapat nilai ∆u = 140 mm (besar displacement ketika gaya geser menurun 20% dari maximum. Dari table pushover, nilai ∆y = ∆ pada saat pertama kali terjadi sendi plastis = 1,89 mm. Maka, syarat daktilitas struktur = 140/1,89 = 74 (memenuhi) Dari joint reaction SAP2000, direncanakan pondasi telapak seperti pada table 2 dan 3:
Gambar 7 Pushover curve tipe plot base shear resultan vs displacement
Tabel 2 Ukuran Pondasi yang Dibutuhkan dan Panjang Cerucuk (l) Aktual pada Tanah Lunak
Didapat nilai ∆y = 5,52884 mm (lihat table 5.67 display pushover) dan ∆u = 35 mm (adalah nilai displacement yang mempunyai gaya geser 80% x gaya geser maximum, lihat gambar 5.67). Maka daktilitas struktur = 35/5,52884 = 6,3 > 5,3 (memenuhi syarat daktilitas struktur). Kemudian dari hasil joint reaction dengan perletakan jepit didapatkan dimensi pondasi telapak. Dari parameter tanah dan dimensi pondasi sementara, maka didapatkan koefisien pegas. Dengan cara sama, perletakan diubah dalam pegas. Setelah proses run, cek desain struktur. Rasio 0,215 (sangat aman).
Wil.
N o
Gempa
1.
WG 4
2.
WG 6
sendi
sendi
Dimensi t (m) (m)
1,3 x 1,3
Tulanga n
l (m)
0,2 D10-200
3
0,2 D10-200
3
1,3 x 1,3
Kaki Kolom
150x15 0 [4D16] 150x15 0 [4D16]
3.
WG 4 pegas
4.
1,2 x 1,2
WG 6 pegas
0,2 D10-200
0,2 => 1,5
0,2 D10-200
0,4 => 1,5
1,2 x 1,2
150x15 0 [4D16] 150x15 0 [4D16]
Keterangan: l = panjang cerucuk dalam meter
Gambar 8 Cek desain struktur struktur dengan perletakan pegas Set rangka (balok dan kolom) akan terjadi terjadi sendi plastis, kemudian di run untuk yang kedua kalinya. Run hanya pushover non linier. Pada step 1, sendi plastis hanya terjadi di balok dan masih dalam criteria B ke IO.
Tabel 3 Ukuran Pondasi yang Dibutuhkan dan Panjang Cerucuk (l) pada Tanah Keras N o 1.
2.
Wil. Gempa WG 4 jepit WG 6 jepit
Dimensi (m)
t (m)
Tulangan
l(m)
Kaki Kolom
1,3 x 1,3
0,2
D10-200
0
150x150 [4D16]
1,3 x 1,3
0,2
D10-200
0
150x150 [4D16]
3.
4.
WG 4 pegas WG 6 pegas
1,2 x 1,2
0,2
D10-200
0
150x150
1,2 x 1,2
0,2
D10-200
0
150x150
[4D16]
[4D16]
Keterangan: l = panjang cerucuk dalam meter
Gambar 9 Step 1
E-30
ISBN : 978-979-18342-3-0
Pemakaian dengan software yang modern dapat digunakan untuk melakukan simulasi perilaku bagian struktur yang hasilnya mendekati hasil penyelidikan dengan cara eksperimental di laboratorium. Kemampuan program yang dapat melakukan analisis non linier dapat digunakan untuk memprediksi perilaku struktur sampai kondisi pasca runtuh dan hasilnya dapat bersaing dengan hasil eksperimen di laboratorium. Sebenarnya untuk mendesain pondasi rumah cukup dengan program SAP2000, hanya saja dalam penelitian ini dibahas juga analisis pondasi dengan menggunakan program non linier Lusas yang kemampuan non liniernya lebih lengkap dibandingkan program SAP2000. Dari hasil running didapatkan nilai kontur tegangan pada pondasi pelat beton, seperti pada gambar 10. Nilai tegangan max = 0,7366 Mpa pada titik 2091 dan min = 0,8678E-2 di titik 194. Bandingkan dengan nilai tegangan pada pondasi dengan perletakan sendi, nilai tegangan maximum = 2,043 Mpa dan tegangan minimum = 0,206E-2 MPa. Tegangan ijin retak beton = 0,7 x √fc = 0,7 x √20 = 3,13 MPa. Tegangan yang terjadi baik untuk perletakan pegas maupun sendi, masih jauh lebih kecil dari tegangan ijin, masih aman.
Gambar 10 Kontur tegangan beton pondasi telapak (tampak atas)
Gambar 11 Kontur tegangan beton pondasi telapak (3D) Dari perhitungan settlement, cerucuk dibutuhkan di pada tanah lunak dimana perletakan struktur rumah tersebut diasumsikan sebagai sendi. Tetapi ketika dihitung dengan perletakan pegas, ternyata dibutuhkan cerucuk dengan kebutuhan panjang cerucuk yang jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan menggunakan asumsi sendi. Karena perletakan pegas mewakili sebenarnya perilaku tanah lunak yang di maksudkan. Pada tanah dengan tegangan ijin < 0,5 kg/cm2 dipakai cerucuk dengan panjang 1,5 m. Sedangkan pada perletakan sendi, cerucuk yang diperlukan lebih panjang, yaitu 3 m.
Pada tanah keras dengan asumsi jepit, dibutuhkan pondasi telapak 1,3x1,3x0,2 m, sedangkan dengan asumsi pegas dibutuhkan 1,2x1,2x0,2 m. Pada tanah lunak dibutuhkan dimensi pondasi yang sama. Tulangan yang dipakai D10-200 mm. Struktur rumah pada tanah keras tidak membutuhkan tambahan cerucuk, baik ketika asumsi perletakan jepit maupun pegas. IV.
KESIMPULAN
1.
Evaluasi daktilitas struktur menunjukkan hasil yang telah memenuhi syarat. Kontrol atau evaluasi yang dilakukan meliputi: - Kontrol kinerja struktur melalui persyaratan kinerja batas layan (KBL) dan kinerja batas ultimate (KBU). - Kontrol daktilitas struktur untuk melihat performa keseluruhannya dilakukan melalui analisa pushover sebagai bentuk aplikasi penerapan performance-based design. Didapatkan nilai daktilitas struktur diatas nilai 4, berarti struktur mampu berdeformasi sesuai aturan SRPMK. 2. Pemodelan struktur rumah open frame berupa rangka kolom dan balok, sedangkan dinding tidak dimodelkan dalam program SAP2000. Dalam hal ini digunakan bata beton ringan yang sekarang ini banyak beredar di pasaran karena selain ringan, tahan kebakaran dan tahan gempa. 3. Struktur pada tanah keras, perletakannya diasumsikan jepit. Sedangkan untuk tanah lunak, perletakan struktur dimodelkan sebagai sendi. Agar pemodelan perletakan mendekati kenyataan, maka digunakan perletakan pegas. Besar koefisienkoefisien pegas ditinjau dalam arah horizontal, vertikal dan rocking berdasarkan data tanah dan dimensi pondasi yang didapat dari asumsi jepit dan sendi. SAP2000 menghasilkan antara perletakan jepit dan pegas (pada tanah keras), dimensi pondasi telapak lebih kecil jika dibandingkan dengan menggunakan ketika memakai asumsi pegas. Begitupula pada tanah lunak, ketika perletakan diasumsikan menggunakan sendi dan pegas, pada perletakan pegas (tanah lunak) menghasilkan dimensi pondasi yang lebih kecil. 4. Pada tanah lunak dengan tegangan ijin antara 0,5-1 kg/cm2, pondasi mengalami differential settlement yang melebihi ijin, sehingga digunakan cerucuk kayu panjang 1,5 m dan untuk tegangan ijin dibawah 0,5 kg/cm2, panjang cerucuk lebih besar yaitu 3 m. Diameter cerucuk kayu 10 cm atau mikropile beton dimensi 20 x 20 cm.
E-31 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2011
DAFTAR PUSTAKA [1]. Applied Technology Council, (1996), ATC 40 Seismic Evaluation and Retrofit of Concrete Buildings, Redwood City, California, U.S.A. [2]. Applied Technology Council, (2004), ATC 58 – Engineering Demand Parameters for Structural Framing Systems , Redwood City, California, U.S.A. [3]. ASCE.2000. FEMA356 : Prestandard and Commentary for The Sismic Rehabilitation of Buildings. [4]. Boen, T. 1983, Manual Bangunan Tahan Gempa (Rumah Tinggal), Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan. [5]. Boen, T. 2000a, Bangunan Rumah Tinggal Sederhana : Belajar dari Kerusakan Akibat Gempa, Prosiding Lokakarya Nasional Bangunan Sederhana Tahan Gempa, UII, Yogyakarta. [6]. Boen, T. 2000b, Gempa Bumi Bengkulu: Fenomena dan Perbaikan Perkuatan Bangunan (Bedasarkan Hasil Pengamatan Bangunan yang Rusak akibat Gempa Bumi Bengkulu 4 Juni 2000, Teddy Boen dan Rekan, Jakarta. [7]. Bowles, J.E, 1984, Analisis dan Desain Pondasi, Erlangga, Jakarta [8]. Braja, Mochtar, E dan Mochtar, I, 1993, Mekanika Tanah Jilid 2, Erlangga, Jakarta [9]. Craig, R.F, 1991, Mekanika Tanah, diterjemahkan oleh Budi Susilo, Penerbit Erlangga, Jakarta [10]. Das, Braja M., 1983, “Advanced Soil Mechanics” McGraw-Hill Book Company, New York, USA. [11]. Das, Braja M., Noor Endah, Indrasurya B Mochtar, 1998, “Mekanika Tanah (PrinsipPrinsip Rekayasa Geoteknis) Jilid 1 dan Jilid 2” Penerbit Erlangga, Jakarta. [12]. Departemen Pekerjaan Umum, 2002, Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Bangunan Gedung (SNI 03-1726-2002), Yayasan LPMB, Bandung. [13]. Departemen Pekerjaan Umum, 1999, Tata Cara Pelaksanaan Pondasi Cerucuk Kayu di Atas Tanah Lembek dan Tanah Gambut No. 029/T/BM/1999, [14]. Diterbitkan Oleh PT. Mediatama Saptakarya (PT. Medisa). [15]. Dewobroto, W. 2005. Evaluasi Kinerja Struktur Baja Tahan Gempa dengan Analisa Pushover. Civil Engineering National Conference Sustainability Construction & Structural Engineering Based on Professionalism – Unika Soegijapranata, Semarang. [16]. Elliot, K.S, 1996, Multy-Storey Precast Concrete Frame Structures, Blackwell Science, London [17]. Fanella, D. A., Munshi J. A., and Rabbat, B. G, 1999, Notes on ACI 318-99 Building Code Requirements for Structural Concrete – with Design Applications, Portland Cement Association, Skokie, IL. E-32
[18]. Girsang, C.H, 2002, A Numerical Investigation of Seismic Response of the Aggregate Pier Foundation System, dalam prosiding pertemuan ilmiah tahunan geoteknik VI-2002, Hatti Komda Jatim [19]. Hardiyatmo, H.C, 2002, Mekanika Tanah 2, Gadjah Mada University Press, Yogjakarta [20]. Hardiyatmo, H.C, 2002, Teknik Pondasi 1, Beta Offset, Yogjakarta [21]. Heinz F dan Suskiyatno, 1999, Dasar-dasar ekoarsitektur, Penerbit Kanisius dan UNIKA Press, Yogyakarta. [22]. Wahyudi, H dan Lastiasih, Y, 2007, Korelasi N SPT dan Berat Volume Tanah untuk Lempung Sangat Lunak, Jurnal Torsi, Jurusan Teknik Sipil ITS Edisi Maret 2007 Tahun ke 27 No.1 [23]. Mochtar. B, Indrasurya. 2000. Teknologi Perbaikan Tanah dan Alternatif Perencanaan Pada Tanah Bermasalah (Problematic Soils). Surabaya: Jurusan Teknik Sipil-FTSP ITS. [24]. Mulyanto, Pedoman Membangun Rumah Sederhana Tahan Gempa, www.mulyanto.wordpress.com., Yogyakarta. UGM. [25]. Murdiati Munandar, 2000, “Bangunan Tahan Gempa di Lokasi Mitigasi, Liwa,Lampung Barat ”, Jurnal Penelitian Puslitbang Permukiman, Bandung [26]. Murdiati Munandar, 2001, “Ketentuan Dinding Tembok di Wilayah Gempa “, Buletin Pengawasan, LIPI [27]. Naeim, F. 2001 . The Seismic Design Handbook – 2nd Edition. Kluwer Academic Publishers, Boston, MA. [28]. Nawy, Edward G, 1998, Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar, diterjemahkan oleh Ir. Bambang Suryoatmono, M.Sc. Bandung : PT. Refika Aditama [29]. Nakazawa dkk, 1980, Mekanika Tanah dan Pondasi, diterjemahkan oleh Suyono Sosrodarsono, PT AKA, Jakarta [30]. Nilson, A. H., Winter, G ,1991, Design of Concrete Structure, McGraw-Hill International Edition, New York. [31]. Park, R. 1990. Precast Concrete in SeismicResisting Building Frames in New Zealand. [32]. Park, R. 1995. A Perspective on the Seismic Design of Precast Concrete Structures in New Zealand. University of Canterbury Christchurch, New Zealand. [33]. Park, R. dan Paulay, T. 1933. Reinforced Concrete Structure. John Wiley &Sons, Inc., New York. [34]. Paulay, T., dan Priestley, M.J.N. 1992 . Seismic Design of Reinforced Concrete and Masonry Buildings. John Wiley & Sons, Inc., New York. [35]. PCI, 2004. PCI Design Handbook - 6th Edition. Precast/Prestressed Concrete Institute, Chicago, IL. [36]. PPIUG 1983, Peraturan Pembebanan Indonesian untuk Gedung, Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung. ISBN : 978-979-18342-3-0
[37]. PT. Ultrajasa Persada Prima. 2008. Laporan Perhitungan Struktur Precast Rusunawa Surabaya. [38]. Pramono, H, Tavio dan Iranata,D. 2010. Perilaku dan Perancangan Pelat Pracetak [39]. Prakash, S, Soil Dinamics, McGraw-Hill Book company. [40]. Puslitbang, Peta Zona Gempa Indonesia Sebagai Acuan Dasar Perencanaan, Pusat Litbang Sumber Daya Air. [41]. Purwono, 2005, Perencanaan Struktur Beton Bertulang Tahan Gempa Sesuai SNI 1726 dan SNI 2847 Terbaru, ITS press, Surabaya [42]. Purwono dkk, 2007, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung (SNI 03-2847-2002) dilengkapi penjelasan [s-2002], ITS press, Surabaya [43]. Rahman, A, (2008). Prinsip dan Gambaran Umum Konstruksi Prefabrikasi. Bahan Kuliah Struktur-Konstruksi 5, Universitas Gunadarma, Depok. [44]. Saleh, Afandi. 1986. Daya Dukung Tanah Diatas Perbaikan Dengan Cerucuk, Laporan Penelitian di Jurusan Teknik Sipil, FTSP-ITS. [45]. Sanglerat, 1972, The Penetrometer and Soil Exploration, Development in Geotechnical Engineering Volume 1, Elsevier Publishing Company, Amsterdam, The Netherlands.
[46]. Sosrodarsono, S dan Nakazawa, K, 1980, Mekanika Tanah dan Teknik Pondasi, PT Pradnya Paramita, Jakarta [47]. Sumeru, Suhartinah dan Halim, 1999, Ketahanan Gempa pada Bangunan NonEngineered, Prosiding Konferensi Nasional Rekayasa Kegempaan, ITB, Bandung. [48]. Suresh, O’Neil .M, dan Pincus.G, Design of Structures and Foundations for Vibrating Machines, Gulf Publishing Company, 1979. [49]. SNI 1726-2002. Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung. Badan Standarisasi Nasional, Bandung. [50]. SNI 2847-2002. Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung. Badan Standarisasi Nasional, Bandung. [51]. Tular R.B (alm), 1984, Perencanaan Bangunan Tahan Gempa, Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Bandung [52]. Wibowo, Nurwadji, Rumah Tumbuh Satu Lantai Memakai Kanal C Ringan, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
E-33 Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah 2011
Halaman ini sengaja dikosongkan
E-34
ISBN : 978-979-18342-3-0