PERANCANGAN MODEL KEMATANGAN SISTEM MANUFAKTUR TERINTEGRASI KOMPUTER (STUDI KASUS : INDUSTRI AIR MINUM DALAM KEMASAN) Yudha Prasetyawan, ST., M.Eng. , Ria Novitasari Jurusan Teknik Industri Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111 Email :
[email protected],
[email protected] ABSTRAK Kematangan adalah tingkat perkembangan kemampuan organisasi yang merepresentasikan tingkat keefektifan dan keefisienan proses kerja organisasi. Selama ini penelitian yang dilakukan terkait kematangan terbatas pada bidang teknologi informasi dan belum ada model kematangan untuk industri manufaktur. Pada penelitian ini dirumuskan model kematangan Sistem Manufaktur Terintegrasi Komputer yang berbasis pada Self Assesment Questionnnaire. Model kematangan ini terdiri dari empat variabel yang akan menilai kinerja tiga sistem penyusun Sistem Manufaktur Terintegrasi Komputer dalam tiga level manajemen. Variabel tersebut adalah kapabilitas sistem, ketenagakerjaan, komputerisasi dan otomasi. Sistem penyusun Sistem Manufaktur Terintegrasi adalah Sistem Pendefinisian dan Perancangan Produk, Sistem Manajemen Produksi dan Sistem Manajemen Material dan Produk. Level manajemen tersebut yakni Top level, Middle level dan First line level. Skala penilaian kematangan yang digunakan adalah skala kematangan CMMI (Capability Manufacturing Maturity Integration). Model diaplikasikan pada dua industri Air Minum Dalam Kemasan. Dengan aplikasi model didapatkan bahwa PT.Erindo Mandiri memiliki tingkat kematangan IV (64.7%) dan PT.Atlantic Biru Raya memiliki tingkat kematangan IV (72.6%). Kata kunci : CMMI (Capability Maturity Model Integration), Kematangan, Self Assessment Questionaire, Sistem Manufaktur Terintegrasi Komputer ABSTRACT Maturity is enhancement’s capability degree of an organization which respect to the effectiveness and efficiency of its process and work practice. Maturity study which have been done limited only on Information Technology field. There were no maturity model in manufacturing field. This research conducted to build maturity model for manufacturing field based on Self Assessment Questionnaire. Maturity model consist of four variabels which will examined three composition systems on Computer Integrated manufacturing on three management levels. The variabels are system capability, workforce, computerization and automation. The systems are product design and definition system, production management system, and also material and product management. The levels Management are Top Level, Middle level, and First Line level. This maturity model used the CMMI (Capability Manufacturing Maturity Integration) as maturity grade. The model was implemented on mineral water industy. Based on model implementation, it is obtained that PT.Erindo Mandiri get the IV maturity grade with 64.7% system compliance. Keywords : Computer Integrated Manufacturing, CMMI (Capability Maturity Model Integration), Maturity Model, Self Assessment Questionnaire
1
I
Pendahuluan Kematangan adalah tingkat perkembangan kemampuan organisasi yang merepresentasikan tingkat keefektifan dan kefisienan proses kerja organisasi (SEI, 2008). Studi tentang kematangan kini telah berkembang sejalan dengan besarnya manfaat studi ini. Saat ini, model kematangan yang ada hanya pada bidang teknologi informasi. Belum ada model kematangan untuk bidang manufakur. Salah satu manfaat mempelajari kematangan adalah untuk mengetahui kondisi internal dan karakteristik sebuah sistem yang selanjutnya bisa digunakan sebagai pedoman untuk merumuskan strategi pengembangan sistem kedepannya. Industri minuman telah berkembang cukup pesat dalam dekade terakhir ini.Hal ini terlihat dengan semakin beragamnya variasi minuman. Variasi tersebut antara lain minuman berkarbonasi, teh siap minum, minuman kesehatan, jus buah/sayur, kopi siap minum, Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) hingga serbuk siap minum. Diantara varian tersebut, AMDK memiliki segmen pasar terbesar yakni sebesar 67,07% kemudian disusul oleh serbuk minuman instan sebesar 11,72% dan minuman berkarbonasi 10,42% (Warta ekonomi, 2009). Keterbatasan sumber mata air bersih di perkotaan membuat masyarakat kota tidak punya pilihan lain selain menggunakan AMDK untuk memenuhi kebutuhan air. Faktor lain yang menyebabkan suburnya industri AMDK adalah rendahnya entry barrier untuk memasuki pasar industri ini. Hal ini terlihat dari kecilnya investasi untuk membangun industri ini, teknologi pengolahan air relatif mudah dan jumlah tenaga kerja dapat ditekan. ASPADIN (Asosiasi Pengusaha Air Minum) memprediksikan bahwa AMDK akan jenuh ketika volume produksi nasional mencapai 20 Milliar liter. Padahal saat ini, volume produksi nasional hanya mencapai 12,5 Milliar liter (Warta ekonomi, 2009). Hal ini memperlihatkan bahwa AMDK saat ini merupakan salah satu investasi yang potensial dan menguntungkan. Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan model kematangan di bidang Sistem Manufaktur Terintegrasi Komputer. Model kematangan yang akan dirumuskan
berupa Self Assessment Questionaire. Model kematangan ini selanjutnya akan diaplikasikan pada industri Air Minum dalam Kemasan, hal ini merupakan tujuan lain dari penelitian ini. Pemilihan industri AMDK sebagai objek penelitian dikarenakan AMDK merupakan salah satu investasi yang potensial terutama di Jawa Timur. Adapun manfaat penyusunan penelitian ini antara lain adalah sebagai sarana evaluasi kinerja perusahaan terkait aplikasi Sistem Manufaktur Terintegrasi yang diterapkan, memberikan rekomendasi perbaikan bagi perusahaan untuk mengembangkan aplikasi Sistem Manufaktur Terintegrasi Komputer, dan sebagai referensi studi tentang kematangan sistem manufaktur bagi dunia pendidikan khususnya bagi Jurusan Teknik Industri ITS. Mengingat luasnya kajian penelitian ini, maka perlu dibuat batasan dan asumsi. Adapun batasan dalam penelitian ini adalah yakni pembatasan kosep sistemmanufaktur dan aplikasi model. Konsep sistem manufaktur yang digunakan yakni konsep Groover yang menyatakan bahwa sistem manufaktur merupakan sebuah sistem dimana didalamnya terjadi interaksi antara tenaga kerja, mesin produksi, sistem kontrol komputer dan material handlingModel hanya dapat diaplikasikan pada industri AMDK. Hal ini dikarenakan penetapan bobot didasarkan pada kondisi industri AMDK. Aplikasi untuk jenis industri lain dapat dilakukan dengan memodifikasi bobot sesuai jenis industri. Raymond Urgo (2008) telah membuat sebuah model kematangan yang berbasiskan Self Assessment Questionnaire. Model kematangan di bidang manajemen tenaga kerja ini ditujukan untuk mengukur kinerja komunikasi antar bagian (Procedures and Program). Urgo mengembangkan model kuesioner (SAQ) yang kemudian hasilnya dipetakan dalam sebuah maturity matriks. Sementara itu Bagus (2008), mengaplikasikan model kematangan CobiT untuk mengukur kinerja proyek pengadaan divisi IT Bank Mandiri. Hasil assessment tersebut kemudian dipetakan dengan skala kematangan CMMI (Capability Maturity Model Integration). Bagus menyatakan bahwa dari hasil assessment Bank Mandiri berada pada level kematangan IV.
2
Hum
Material Processing
Inspection Test
an Res ource s
Mana g
emen t
Design Analysis and Simulation
Information resources management and comunication Documentation Integrated system text architecture
Assembly
Material handling
Quality Process&Facility Planning
Common data
Scheduling
Shop Floor Planing Material Management
Manufacturing Planning and Control ate Str
Gambar 1 Struktur Model Kematangan CIM
II. Model Kematangan Sistem Manufaktur Terintegrasi Komputer Penelitian ini diawali dengan perancangan model kematangan. Setelah model terbentuk kemudian diaplikasi pada industri Air Minum dalam kemasan. Model kematangan yang dipilih yakni Self Assessment Questionnaire (SAQ) dikarenakan saat ini terjadi tren perkembangan perusahaan ke arah World Class Standard sehingga dibutuhkan sebuah tool yang secara nyata dapat digunakan untuk mengetahui kondisi perusahaan terkini. Dengan mengetahui kondisi perusahaan terkini, maka dapat dilakukan perbaikanperbaikan untuk meningkatkan kualitas (tingkat kematangan) perusahaan di masa yang akan datang. Selain itu, eksplorasi/penelitian assessment dengan menggunakan konsep kematangan dibidang manufaktur masih terbatas. Sehingga dengan disusunnya model assessment ini maka diharapkan mampu menjadi salah satu model assessment di bidang CIM. 2.1 Struktur Model Variabel model didapatkan dengan melakukan identifikasi aspek utama yang ada dalam struktur CIM (Computer Integrated Manufacturing) dan skala kematangan CMMI (Capability Maturity Model Integration). Berdasarkan identifikasi yang dilakukan terhadap struktur CIM, didapatkan bahwa ada dua aspek dasar yang harus ada dalam CIM yakni komputerisasi dan otomasi. Oleh karena itu, kedua aspek ini dijadikan variabel dalam penelitian ini. Berdasarkan identifikasi yang dilakukan terhadap tingkat kematangan CMMI maka didapatkan bahwa aspek kemampuan sistem mencapai tujuan dan kondisi tenaga kerja merupakan aspek utama dalam konsep
P gic
g nin lan
Gambar 2. CIM Wheel
kematangan CMMI. Oleh karena itu ditambahkan variabel kapabilitas sistem dan ketenagakerjaan. Berdasarkan hasil identifikasi struktur CIM yang tersaji secara visual pada CIM Wheel, yang dibuat oleh SME (Society Manufacturing Engineering) (Gambar 1), didapatkan sistem manufaktur secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian yakni proses perancangan dan pendefinisian produk, proses produksi dan proses pengaturan material dan produk. Pada gambar 2 disajikan struktur model kematangan yang dirumuskan. Pada penelitian ini tingkat kematangan yang digunakan yakni Capability Maturity Model Integration (CMMI) karena grade ini mempunyai berbagai keunggulan yang tidak dimiliki oleh grade yang lain seperti Crosby QMMG (Quality Management Maturity Grid). CMMI grade mengkombinasikan antara SCMM (Software-Capability Maturity Model) dengan SE-CMM (System Engineering Capability Maturity Model) serta mengintegrasikan keduanya dengan konsep kematangan pengembangan produk (Maier et all, 2006). Sehinggga dengan skala tingkat kematangan ini maka struktur kondisi internal perusahaan yang dapat direpresentasikan oleh model akan lebih kompleks dan akurat karena mencakup berbagai macam aspek, tidak hanya manajemen kualitas seperti yang direpresentasikan oleh Crosby QMMG. CMMI umumnya digunakan untuk mengukur tingkat kematangan dibidang teknologi informasi. Oleh karena itu ada beberapa hal-hal yang ditambahkan pada skala kematangan CMMI original (yang diaplikasikan di bidang Teknologi informasi) sehingga skala ini bisa sesuai untuk diaplikasikan di bidang sistem manufaktur terintegrasi komputer. Adapun penambahan 3
yang dilakukan terhadap skala kematangan CMMI original tersaji dibawah ini. a. Pendeskripsian aplikasi sistem otomasi pada setiap CMMI level. Pendeskripsian sistem otomasi ini diperoleh dengan melihat pendefinisian yang dilakukan oleh CMMI level original kemudian disesuaikan dengan level otomasi yang ada dalam konsep CIM. Misalnya pada CMMI level II dideskripsikan bahwa peralatan yang digunakan memiliki tingkat otomasi pada level machine. b. Pendeskripsian aplikasi sistem komputer pada setiap CMMI level. Pendeskripsian aplikasi sistem komputer ini diperoleh dengan melihat pendefinisian yang dilakukan oleh CMMI level original kemudian disesuaikan dengan jenis aplikasi komputer yang ada dalam konsep CIM. Misalnya pada CMMI level II dideskripsikan bahwa aplikasi sistem komputer masih terbatas dan masih berada pada area Manufacturing Support System saja. c. Penetapan presentasi kematangan untuk masing-masing level. Presentasi kematangan ini merupakan nilai yang menunjukkan pencapaian parameter ideal model SAQ. Besarnya presentase kematangan ini ditetapkan dengan membagi rata 100% pencapaian parameter ideal SAQ kedalam enam level yang tersedia. Pada tabel dibawah ini disajikan presentase pencapaian kematangan SAQ. Pada skala kematangan CMMI original, pendefinisian yang disebutkan bersifat umum sehingga ketika disesuaikan dengan konsep CIM untuk masing-masing level tidak akan mengalami pergeseran/ perubahan pendeskripsian. Pada tabel 1 disajikan deskripsikan level kematangan CMMI yang digunakan. 2.2 Identifikasi Variabel Identifikasi variabel model dilakukan dengan mengidentifikasikan variabel-variabel yang terkait dengan sistem manufaktur dan CIM (Computer Integrated Manufacturing) dari literatur yang telah ada (Rehg, 2002), (Groover, 2000), (Underwood, 2004). Pemenuhan variabel oleh sistem dilakukan dengan mengidentifikasikan pemenuhan parameter validasi (kriteria ideal) variabel terkait oleh sistem. Berikut ini disajikan variabel dan parameter validasi yang berpengaruh terhadap tingkat kematangan sistem manufaktur terotomasi.
a. Kapabilitas sistem Tabel 1. Skala Kematangan CMMI
Kapabilitas sistem adalah kemampuan sistem manufaktur untuk menjalankankan fungsinya dan mencapai tujuan. Berikut ini Level CMMI Level I (Chaotic)
Deskripsi Level inisial, sistem belum terdeskripsi jelas. Aplikasi otomasi terbatas pada support system. Tingkatan otomasi device level. Presentase pencapaian kematangan 11%20%
Level II (Repeatable)
Mengenal in-efisiensi, Manajemen Proyek modern. Hubungan eksternal terjaga. Mampu mengulang kesuksesan masa lampau. Peralatan machine level. Presentase kematangan 21-40%
Level III (Defined)
Interpretasi dan cara kerja berdasarkan instuisi. Concurrent Engineering Penempatan tenaga kerja sesuai kemampuan. Sistem terdeskripsi dengan jelas. Level otomasi cell level. Presentase kematangan 41-60%.
Level IV (Managed)
Dinamis terhadap perubahan. Aplikasi tools statistik. Mampu meramal kinerja proses dengan tools statistik. Otomasi yang diterapkan level plant level. Presentase kematangan 61-80%.
Level V (Optimized)
Sistem Manajemen dan produksi sudah stabil. Pengoptimalisasi dari segala kompetensi. Kemampuan adaptasi cepat. Agile dan lean manufacturing. Fully Automatic. Presentase kematangan 81-100%
disajikan detail masing-masing subvariabelpenyusun kapabilitas sistem. • Kapabilitas Non-Teknis Sistem Kapabilitas non-teknis berkaitan dengan kemampuan sistem manajemen dan filosofi yang diterapkan sistem dalam mecapai tujuan. Kapabilitas non teknis sistem ini bersifat umum. Sehingga untuk masing-masing komponen penyusun sistem manufaktur terotomasi maka parameter validasi yang digunakan sama. • Kapabilitas Teknis Sistem Kapabilitas teknis merupakan kemampuan teknis yang memang harus ada dalam sistem untuk mencapai tujuan. Kapabilitas teknis sistem bersifat spesifik dan unik, sehingga berbeda antara sistem satu dengan yang sistem lainnya. b. Ketenagakerjaan Ketenagakerjaan berkaitan dengan kualitas sumber daya manusia dan manajemennya dalam menjalankan sistem manufaktur terotomasi. Variabel ketenagakerjaan ini bersifat umum. Sehingga untuk masing-masing komponen penyusun sistem manufakur terotomasi maka parameter validasi yang digunakan sama. Dibawah ini disajikan detail masing-masing subvariabel.
4
•
Kapabilitas Tenaga Kerja, Berkaitan dengan kemampuan teknis maupun kemampuan non-teknis yang dimiliki tenaga kerja.
automation untuk sistem perancangan produk. 2.3 Formulasi Model Tabel 3. Bobot Aspek
Table 2. SAQ formulation Kapabilitas Sistem Kapabilitas Non-Teknis Sistem Top Level Pemenu Penila Validator han ian Adanya visi,misi,struktur organisasi, dan pedoman pelaksanaan kerja sebagai 1 C basis interaksi
Variabel Subvariabel Level No Validasi 1
Pendefinisian komponen sistem
… 13
selama ini target produksi/target Kemampuan mengulangi kesuksesan departemen selalu dapat dicapai, sistem dimasa lalu jikapun tidak dapat dicapai, maka gap nya pun kecil Tingkat Pencapaian Subvariabel Kapabilitas Non-Teknis Sistem Subvariabel
1
9
Pengenalan dan pengurangan inefisiensi
in-efisiensi dikenali dengan pembuatan RCA pada setiap departemen
Tingkat Pencapaian Subvariabel Kapabilitas Non-Teknis Sistem Compliance Level
Variabel Variabel Kapabilitas Sistem
ML
0.333
Ketenaga kerjaan
0.25
Sistem manajemen Produksi
0.333
FL
0.167
Komputerisasi
0.25
Sistem Manajemen Material dan Produk
0.333
Otomasi
0.25
Table 4. Perhitungan Kematangan Level
0.92
Compliance Level
LC
Bobot Level
Kontribusi
Variabel TL ML FL TL ML FL TL ML FL 1 0.917 0.962 0.85 0.5 0.333 0.167 0.458 0.321 0.142 2
0.625 0.625 0.917 0.5 0.333 0.167 0.313 0.208 0.153
3
0.429 0.308 0.25 0.5 0.333 0.167 0.214 0.103 0.042
4
0.786 0.896 0.729 0.5 0.333 0.167 0.393 0.299 0.122 Jumlah 2 1.333 0.667 1.378 0.93 0.458 Kematangan Level 0.689 0.698 0.686
1 0.8 0.86
Manajemen Tenaga kerja, Berkaitan dengan pola pengaturan dan pembinaan tenaga kerja/manusia sebagi capital asset perusahaan. c. Komputerisasi Variabel ini berkaitan dengan aplikasi penggunaan komputer sebagai pengolah data untuk menjalankan sistem otomasi serta sistem informasi yang digunakan. Komputerisasi ini bersifat spesifik dan unik, sehingga berbeda antara sistem satu dengan yang sistem lainnya. d. Otomasi Variabel ini berkaitan dengan peralatan fisik yang digunakan untuk mengeksekusi perintah sistem komputer yang bertujuan untuk meminimalisir tenaga manusia. Berdasarkan jenis lapangan pengaplikasiannya, otomasi dibagi menjadi dua subvariabel yang tersaji dibawah ini. • Office Automation Merupakan aplikasi otomasi di lingkungan kantor sebagai pendukung sistem manufaktur. Subvariabel ini bersifat umum untuk masing-masing sistem. Pada tabel dibawah ini disajikan parameter validasi office automation. • Shopfloor automation Merupakan aplikasi sistem otomasi di lingkungan pabrik. Subvariabel ini bersifat unik danspesifik untuk masingmasing jenis sistem. Pada tabel dibawah ini disajikan parameter validasi shopfloor
Bobot
0.5
1
0
Sistem Sistem Sistem Pendefinisian dan 0.25 Perancangan Produk
Bobot
TL
Kapabilitas Teknis Sistem
Sistem kurang dinamis terhadap perubahan lingkungan, hal ini terlihat dari upaya R&D yang rendah dalam Dinamis terhadap perubahan lingkungan pengembangan produk baru dan lebih cenderung memilih strategi bertahan pada produk sebelumnya
•
Level Manajemen Level Bobot
Table 5. Perhitungan Kematangan Variabel V ariab e l
C o m p lia n ce Va r
Bobo t V ariab e l
K e m a tan g a n v a r ia b e l
1
0 .8 8 6
0 .2 5
0 .2 2 2
2
0 .6 7 4
0 .2 5
0 .1 6 8
3
0 .5 7 7
0 .2 5
0 .1 4 4
4
0 .9 1 7
0 .2 5
0 .2 2 9
K e m a ta n g a n S i s t e m
0 .7 6 3
Table 6. Perhitungan Kematangan Sistem
Bobot
Tingkat Kemata ngan
1
Definisi
0.333
0.763
2
produksi
0.333
0.691
3
Material
0.333
0.724
No Jenis sistem
Tk kematangan perusahaan
0.726
Model kematangan yang digunakan dalam penelitian ini berbasiskan Self Assessment Questionaire (SAQ). Adapun detail mekanisme penggunaan SAQ disajikan dibawah ini a. Pengisian SAQ Tahap pertama pengunaan model adalah dengan pengisian SAQ. Responden memetakan kondisi perusahaan yang diamati sesuai dengan format SAQ (lihat tabel 2). Penyusunan SAQ dalam penelitian ini diadaptasi dari format dan penilaian SAQ yang digunakan ISACA untuk menilai tingkat kematangan teknologi informasi. ISACA sendiri adalah lembaga konsultan di bidang teknologi informasi yang memiliki reputasi dunia. b. Penetapan Bobot Tahap kedua penggunaan SAQ adalah penentuan bobot untuk level manajemen, variabel dan sistem yang diamati. Dalam hal 5
0.333
ini, bobot merupakan sesuatu yang bersifat dinamis dan berubah menurut fungsi waktu. Selain itu bobot tergantung dari kondisi perusahaan responden. Ada tiga jenis bobot yang harus ditentukan yakni bobot level manajemen, variabel, dan sistem. Bobot yang disajikan pada tabel 3 merupakan rekomendasi peneliti. Dimana diasumsikan bahwa perusahaan mengeluarkan tingkat investasi yang sama untuk setiap variabel sehingga bobot masing-masing variabel sama. Asumsi lain yang digunakan adalah perusahaan tidak memiliki core competency khusus, sehingga bobot yang diberikan untuk setiap sistem sama yakni 0.33. c. Perhitungan tingkat kematangan level Setelah presentase pemenuhan validasi level untuk setiap variabel dan jenis sistem didapatkan, maka selanjutnya dimasukkan dalam tabel 4 perhitungan kematangan level. d. Perhitungan tingkat kematangan variabel Kematangan variabel didapatkan dari perkalian antara Compliance variabel dengan bobot. Compliance Variabel adalah akumulasi dari kontribusi masing-masinglevel (lihat tabel 5). e. Perhitungan Tingkat Kematangan sistem Tingkat kematangan sistem didapatkan dari akumulasi tingkat kematangan variabel (lihat tabel 5). f. Perhitungan tingkat kematangan perusahaan Tingkat kematangan perusahaan didapatkan dari akumulasi perkalian antara bobot sistem dengan tingkat kematangan sistem (lihat tabel 6). g. Pemetaan dengan grafik kematangan
Gambar 3. Grafik Kematangan Sistem
Grafik Kematangan ini berfungsi sebagai visualisasi hasil assessment model (lihat gambar 3).. Grafik ini terdiri dari sumbu X yang berupa komponen model dan sumbu Y yang berupa perkalian antara nilai kematangan (N) yang didapat dengan bobot (B) yang dimiliki oleh masing-masing komponen (NxB). 2.4 Validasi Model
Setelah model terbentuk, maka selanjutnya dilakukan validasi untuk mengetahui apakah model yang ada sudah merepresentasikan kondisi sistem riil dalam perusahaan manufaktur. Karena format model merupakan sebuah kuesioner, maka validasi model yang digunakan yakni validasi variabel dan subvariabel. Sedangkan formulasi model tidak mengalami validasi. Berikut ini disajikan metode validasi yang digunakan dalam penelitian ini. a. Uji Validitas Uji validitas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kevalidan alat ukur (variabel pertanyaan) yang ada dalam model, selain itu sekaligus berfungsi sebagai pengurang kesubjektifan variabel. Uji validitas dilakukan dengan menyebarkan kuesioner tingkat kepentingan variabel. Responden kuesioner ini adalah pakar sistem manufaktur terintegrasi komputer dan perwakilan pihak perusahaan,. Dari uji validitas, terlihat bahwa semua varibel yang diajukan valid. Sehingga tidak perlu dilakukan perbaikan ataupun penggantian variabel. b. Perbandingan antar obyek amatan Model yang sudah jadi akan diimplementasikan pada dua buah industri AMDK.. Dari hasil aplikasi model ini kemudian dilakukan perbandingan dengan hasil yang didapat dari observasi secara langsung terhadap kondisi sistem manufaktur obyek amatan.. Berdasarkan struktur CIM terlihat bahwa model CIM PT.Atlantic Biru Raya lebih lengkap dibandingkan dengan PT.Erindo Mandiri. Jadi dengan melihat kondisi lapangan dapat dikatakan bahwa dapat dikatakan PT. Atlantic Biru Raya lebih matang dibandingkan PT.Erindo Mandiri karena terdapat adanya sistem informasi yang berkembang. Hasil observasi lapangan ini selanjutnya dibandingkan dengan hasil aplikasi model yang. Secara umum, terlihat bahwa grafik kematangan untuk PT.Atlantic Biru Raya (CHEERS) lebih tinggi dibandingkan dengan PT.Erindo Mandiri (AQUASE). Sehingga dapat disimpulkan bahwa Produsen CHEERS memiliki kematangan yang lebih besar dibandingkan dengan produsen AQUASE. Hasil aplikasi model menunjukkan kondisi yang sama dengan observasi riil dilapangan. Berdasarkan hal ini maka dapat disimpulkan bahwa model valid yakni mampu merepresentasikan kondisi sistem. 2.5 Kinerja Model 6
Model kematangan yang dibangun yakni Self Assessment Questionnaire memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan dalam proses representasi sistem. Adapun kelebihan model kematangan ini antara lain adalah: a. model mampu mencakup semua variabelvariabel yang menyusun sistem manufaktur b. model mampu menangkap dan menggambarkan kondisi riil perusahaan dengan cepat. SAQ yang dibentuk mendefinisikan setiap variabel CIM dengan berbagai parameter validasi yang mendetail. Sehingga penggambaran kondisi objek amatan lebih jelas, akurat dan lengkap. c. model mampu mengambarkan kondisi ideal perusahaan. Kondisi ideal ini dapat diketahui dari pemenuhan validasi secara lengkap. d. model mampu menggambarkan kontribusi masing-masing variabel terhadap kinerja CIM sehingga pengaruh masing-masing variabel dapat diketahui. Selain itu dapat diketahui variabel yang memiliki potensi untuk dikembangkan dan variabel yang masih perlu diperbaiki. e. model mampu diaplikasikan untuk berbagai jenis skala perusahaan. Model tidak mampu melihat ukuran perusahaan (misal: kapasitas produksi perusahaan). Artinya jika ada perusahaan kecil dengan kapasitas produksi rendah namun memiliki sistem otomasi yang bagus maka akan memiliki tingkat kematangan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perusahaan besar yang miliki kapasitas produksi besar namun dengan tingkat otomatisasi rendah. Sehingga hal ini mencerminkan bahwa kematangan itu dimiliki oleh semua skala perusahaan (baik besar/kecil). Adapun kekurangan model kematangan yang berupa Self Assessment Questionnaire ini adalah: a. belum memperhatikan tingkat efisiensi proses. Hal ini merupakan kelemahan umum sebuah model kematangan. Artinya model kematangan yang dibangun menempatkan sebuah variabel yang belum terdefinisikan jelas dan belum terdokumentasikan dengan baik (tidak memenuhi parameter validasi) namun memiliki tingkat efektivitas yang tinggi pada level immature (level 0-2). Sedangkan disisi lain, model ini menempatkan sebuah variabel yang
terdefinisi dan terdokumentasi dengan jelas namun kurang efektif (asalkan parameter validasi terpenuhi) pada level mature (level 3-5) b. parameter validasi yang ada dalam model masih bersifat umu dan kurang mendetail. Hal ini menyebabkan gambaran yang dihasilkan oleh model bersifat “luas” namun kurang “dalam” pada beberapa bagian c. masih adanya unsur subjektivitas responden dalam pengisian SAQ. Untuk menanggulangi hal ini, sebenarnya dalam proses pengambilan data untuk pengisian SAQ dapat dilakukan dengan metode FGD (Focus Group Discussion) yang dihadiri departemen-departemen yang terlibat diperusahaan dengan jumlah perwakilan lebih dari satu d. diperlukannya seorang analis yang memahami CIM dalam menginterpretasikan hasil penilaian. Interpretasi yang dimaksud berupa saran dan rekomendasi peningkatan level kematangan responden. Hal ini membuat responden tidak bisa menggunakan model ini secara sendiri untuk menilai sistemmanufakturnya. III. Studi kasus Model kematangan yang sudah siap kemudian diimplementasikan pada PT.Erindo Mandiri dan PT.Atlantic Biru Raya. 3.1 Aplikasi Model pada PT.Erindo Mandiri Berdasarkan perhitungan yang dilakukan pada Bab V Aplikasi Model dapat diketahui kematangan masing-masing elemen. Ditinjau dari level manajemen, Top level memiliki tingkat kematangan paling besar diantara yang lain yakni 0.657 diikuti oleh first line level dan middle level dengan tingkat kematangan yang sama yakni 0.636. Ditinjau dari variabel, kapabilitas sistem memiliki kematangan paling tinggi yakni 0.871 diikuti oleh variabel tenaga kerja dengan 0.778 dan otomasi dengan 0.747. Variabel komputerisasi pada PT.Erindo Mandiri memiliki tingkat kematangan yang paling rendah yakni 0.191. Tingkat kematangan sistem cenderung seimbang, yakni 0.644 untuk tingkat kematangan sistem pendefinisian dan perancangan produk, 0.653 untuk sistem manajemen produksi dan 0.642 untuk sistem manajemen material dan produk. Sedangkan untuk tingkat kematangan keseluruhan perusahaan sendiri didapatkan yakni 0.647. Sesuai dengan pencapaian parameter ideal yang dikeluarkan oleh CMMI, 7
No Jenis sistem 1 S.Definisi 2 S. Manj. produksi 3 S. Manj Material
PT.Erindo Mandiri berada pada tingkat kematangan 4 dengan pencapaian parameter Gambar 3. Hasil Aplikasi Model PT.Erindo Mandiri
No 1 2 3
No 1 2 3
Jenis sistem Definisi produksi Material
TL 0.640 0.649 0.682
ML 0.633 0.669 0.606
FL 0.677 0.634 0.596
Jumlah
0.657
0.636
0.636
Jenis sistem Definisi produksi Material
1 0.218 0.230 0.205
2 0.194 0.194 0.194
3 0.054 0.034 0.055
4 0.178 0.195 0.188
Jumlah Tingkat Kematangan
0.653 0.871
0.583 0.778
0.143 0.191
0.560 0.747
ideal 64.7%. Berdasarkan tingkat kematangan sistem, maka dapat diketahui kelebihan dan kekurangan sistem. Kelebihan sistem dapat dilihat dari kriteria yang memiliki tingkat kematangan tinggi. Sedangkan kekurangan sistem dapat dilihat dari kriteria yang memiliki kematangan rendah. Adapun kelebihan sistem Grafik Kematangan PT.Erindo Mandiri 0.700 0.600
NxB
0.500 0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 TL
ML
FL
KS
KK
Kom
Oto
PP
MP
MMP Persh
Aquase 0.329 0.212 0.106 0.218 0.195 0.048 0.187 0.213 0.216 0.212 0.647
antara lain adalah: a. Mekanisme kendali dan pengawasan yang dilakukan top level (terutama top level untuk sistem manajemen material dan produk) terhadap kinerja level manajemen lain dibawahnya sangat bagus dan sesuai dengan pencapaian tujuan perusahaan b. First level (terutama first line level untuk sistem manajemen produksi) memiliki kepatuhan dan kedisiplinan dalam menaati segala peraturan dan menjalankan tugas yang dibebankan meskipun dengan tingkat manajemen yang masih kurang baik. c. Kapabilitas perusahaan baik non-teknis maupun teknis memiliki tingkat performansi yang cukup tinggi. Hal ini berarti perusahaan tetap fokus dan beupaya sebaik mungkin agar mampu mencapai tujuan(visi-misi) d. Performansi sistem produksi yang merupakan core-competency perusahaan
Bobot 0.333 0.333 0.333
Tingkat kematangan perusahaan
Tingkat 0.644 0.653 0.642 0.647
cukup tinggi. Sistem produksi berjalan searah dengan tujuan perusahaan. Sistem produksi berjaan dengan minimalisir waste yang terjadi. e. Perusahaan berada pada tingkat kematangan 4 (high maturity). Hal ini disebabkan oleh kematangan variabelvariabel pendukunganya yang relative tinggi. Adapun kekurangan sistem berdasarkan interpretasi dari Self Assessment Questionnaire yang telah dibuat yakni : a. Mekanisme operasional, pengendalian dan pengawasan yang dilakukan oleh middle level kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya fasilitas terhadap pekerja dalam upaya pengembangan minat dan bakatnya serta tim pengembangan produk yang tidak berasal dari multidisiplin ilmu b. Variabel komputerisasi perusahaan sangat lemah. Hal ini disebabkan banyak pekerjaan yang masih dilakukan secara manual dan belum terintegrasi dengan software. Selain itu perusahaan belum memiliki LAN dan Sistem Informasi Manajemen (SIM). SIM adalah mekanisme interface software berbasis jaringan yang nantinya dapat digunakan untuk mengetahui kondisi setiap bagian dan kondisi perusahaan secara keseluruhan dalam jangka waktu yang tetap. c. Aplikasi otomasi pada shopfloor kurang. Otomasi yang ada diterapkan pada aktivitas yang urgent misalnya pada mekanisme pengisian beverages. Beberapa aktivitas ringan yang seharusnya masih bisa dibuat sedemikian rupa dengan sedikit otomasi dilakukan secara manual oleh pekerja misalnya aktivitas pemasangan seal, pemasangan label dan aktivitas loading-unloading. d. Tidak adanya jaringan LAN sebagai media pemindahan data dan konektor antar bagian e. Kurangnya aktivitas pengembangan produk sebagai wujud aplikasi continous improvement. f. Dokumentasi aktivitas perusahaan (termasuk didalamnya adalah Product Data management) masih dalam bentuk paper yang ketika disimpan akan memerlukan ruang penyimpanan yang besar dan rentan mengalami kerusakan seperti kertas menjadi lembab karena suhu, tinta pudar ataupun serangan tikus/kutu buku yang menghancurkan kertas. 8
g. Kurangnya perhatian dan pembinaan manajemen terhadap pengambangan minat, bakat dan kekeluargaan pekerja. Adapun rekomendasi yang dapat diberikan untuk meminimalisir kekurangan yang dimiliki oleh perusahaan dan sebagai salah satu upaya peningkatan level dari level 4 ke level 5, antara lain adalah sebagai berikut: a. Perbaikan kinerja middle level sesuai dengan ranah kerjanya masing-masing. b. Membangun aplikasi SIM. Aplikasi ini dapat dimulai pada tingkat departemen dahulu. SIM dapat menggunakan aplikasi gabungan software sederhana seperti Microsoft Excel, Microsoft Access, dan Microsoft Visual Basic. c. Mengaplikasikan jaringan LAN sebagai konektor antar bagian agar proses produksi bisa berjalan lebih optimal d. Aktivitas loading produk diatur dengan mekanisme miring terhadap kardus dan memanfaatkan gatya gravitasi sehingga tidak perlu dipindahkan secara manual oleh operator e. Meningkatkan aktivitas pengembangan produk dan terus melakukan inovasi agar produk tetap diminati konsumen f. Mengubah perlahan-lahan pola paper menjadi paperless, yakni dengan merekaitulasi data berbetuk paper dengan komputer kemudian menyimpannya dalam bentuk CD/DVD yang memerlukan tempat penyimpanan yang lebih kecil, kualitas lebih bagus dan daya tahan lebih kuat. g. Peningkatan fasilitas pengembangan minat, bakat dan kekeluargaan karyawan. Misalnya dengan mengadakan forum olahraga bersama (sepak bola, voly ataupun permainan tradisional lain), dan mengadakan forum berkumpul dengan antar semua level manajemen. Selain itu juga perlu diadakannnya pelatihan rutin untuk meningkatkan kemampuan pekerja. 3.2 Aplikasi Model pada PT.Atlantic Biru Raya Berdasarkan perhitungan yang dilakukan pada Bab V Aplikasi Model dapat diketahui kematangan masing-masing elemen. Ditinjau dari level manajemen, Top level memiliki tingkat kematangan paling besar diantara yang lain yakni 0.747 diikuti oleh first line level (0.731) dan middle level (0.691). Ditinjau dari variabel, kapabilitas sistem memiliki kematangan paling tinggi yakni 0.922 diikuti oleh variabel tenaga kerja dengan 0.674 dan otomasi dengan 0.828. Variabel komputerisasi pada PT.Atlantic Biru Raya memiliki tingkat
kematangan yang paling rendah yakni 0.480. Tingkat kematangan sistem bervariasi, yakni 0.762 untuk tingkat kematangan sistem pendefinisian dan perancangan produk, 0.691 untuk sistem manajemen produksi dan 0.724 untuk sistem manajemen material dan produk. Sedangkan untuk tingkat kematangan keseluruhan perusahaan sendiri didapatkan yakni 0.726. Sesuai dengan pencapaian parameter ideal yang dikeluarkan oleh CMMI, PT.Atlantic Biru Raya berada pada tingkat kematangan 4 dengan pencapaian parameter ideal 72.6%. Berdasarkan tingkat kematangan sistem, maka dapat diketahui kelebihan dan kekurangan sistem. Kelebihan sistem dapat dilihat dari kriteria yang memiliki tingkat kematangan tinggi. Sedangkan kekurangan sistem dapat dilihat dari kriteria yang memiliki kematangan rendah. Adapun kelebihan sistem antara lain disajikan dibawah ini. a. Mekanisme kendali dan pengawasan yang dilakukan top level (terutama top level untuk sistem manajemen material dan produk) terhadap kinerja level manajemen lain dibawahnya sangat bagus dan sesuai dengan pencapaian tujuan perusahaan. b. Kapabilitas perusahaan baik non-teknis maupun teknis memiliki tingkat performansi yang cukup tinggi. Hal ini berarti perusahaan tetap fokus dan berupaya sebaik mungkin agar mampu mencapai tujuan(visi-misi) c. Performansi sistem produksi yang merupakan core-competency perusahaan cukup tinggi. Sistem produksi berjalan searah dengan tujuan perusahaan. Sistem produksi berjalan dengan minimalisir waste yang terjadi d. Sistem responsif terhadap perubahan lingkungan. Sistem berusaha terus melakukan inovasi dengan melakukan pengembangan produk e. Adanya jaringan LAN dan perhatian perkembangan penggunaan teknologi informasi dalam proses produksi f. Perusahaan berada pada tingkat kematangan 4 (high maturity). Hal ini disebabkan oleh kematangan variabelvariabel pendukunganya yang relative tinggi. Adapun kekurangan sistem berdasarkan interpretasi dari Self Assessment Questionnaire yang telah dibuat yakni : a. Mekanisme operasional, pengendalian dan pengawasan yang dilakukan oleh middle level kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari 9
Pada subbab ini akan disajikan analisis perbandingan aplikasi model pada dua buah perusahaan amatan. analisis ini dilakukan Picture 4. The Assessment Result Of PT.Atlantic Biru Raya No 1 2 3
Jenis sistem Definisi produksi Material
TL 0.798 0.689 0.753 0.747
Jumlah No Jenis sistem 1 Definisi 2 produksi 3 Material Jumlah Tingkat Kematangan
1 0.222 0.230 0.240 0.691 0.922
ML 0.698 0.698 0.679 0.691
2 0.168 0.168 0.168 0.505 0.674
FL 0.782 0.686 0.724 0.731
3 0.144 0.090 0.126 0.360 0.480
4 0.228 0.203 0.190 0.621 0.828
Tingkat Kematangan 0.762 0.691 0.724 0.726
No Jenis sistem Bobot 1 Definisi 0.333 2 produksi 0.333 3 Material 0.333 Tingkat kematangan perusahaan
Grafik Kematangan PT.Atlantic Biru Raya 0.800 0.700 0.600 0.500 NxB
kurangnya fasilitas terhadap pekerja dalam upaya pengembangan minat dan bakatnya serta tim pengembangan produk yang tidak berasal dari multidisiplin ilmu b. Variabel komputerisasi perusahaan perlu diperbaiki. Hal ini disebabkan banyak pekerjaan yang masih dilakukan secara manual dan belum terintegrasi dengan software. Selain itu Sistem Informasi Manajemen (SIM). SIM adalah mekanisme interface software berbasis jaringan yang nantinya dapat digunakan untuk mengetahui kondisi setiap bagian dan kondisi perusahaan secara keseluruhan dalam jangka waktu yang tetap. c. Dokumentasi aktivitas perusahaan (termasuk didalamnya adalah Product Data management) masih dalam bentuk paper yang ketika disimpan akan memerlukan ruang penyimpanan yang besar dan rentan mengalami kerusakan seperti kertas menjadi lembab karena suhu, tinta pudar ataupun serangan tikus/kutu buku yang menghancurkan kertas. d. Kurangnya perhatian dan pembinaan manajemen terhadap pengembangan minat, bakat dan kekeluargaan pekerja Adapun rekomendasi yang dapat diberikan untuk meminimalisir kekurangan yang dimiliki oleh perusahaan dan sebagai salah satu upaya peningkatan level dari level 4 ke level 5, antara lain adalah sebagai berikut: a. Perbaikan kinerja middle level sesuai dengan ranah kerjanya masing-masing. b. Membangun aplikasi SIM. Aplikasi ini dapat dimulai pada tingkat departemen dahulu. SIM dapat menggunakan aplikasi gabungan software sederhana seperti Microsoft Excel, Microsoft Access, dan Microsoft Visual Basic. c. Mengubah perlahan-lahan pola paper menjadi paperless, yakni dengan merekaitulasi data berbetuk paper dengan komputer kemudian menyimpannya dalam bentuk CD/DVD yang memerlukan tempat penyimpanan yang lebih kecil, kualitas lebih bagus dan daya tahan lebih kuat. d. Peningkatan fasilitas pengembangan minat, bakat dan kekeluargaan karyawan. Misalnya dengan mengadakan forum olahraga bersama (sepak bola,voly ataupun permainan tradisional lain), dan mengadakan forum berkumpul dengan antar semua level manajemen. Selain itu juga perlu diadakannnya pelatihan rutin untuk meningkatkan kemampuan pekerja. 3.3 Perbandingan Aplikasi Model
0.400 0.300 0.200 0.100 0.000 TL
ML
FL
KS
KK
Kom
Oto
PP
MP
MMP Persh
Cheers 0.374 0.230 0.122 0.231 0.169 0.120 0.207 0.251 0.228 0.239 0.726
berdasarkan interpretasi dari gambar 5.3. Ditinjau dari kriteria level manajemen, terlihat bahwa PT Atlantic Biru raya lebih unggul baik pada level Top, Level menengah, ataupun first line level. Hal ini disebabkan tingkat kompleksitas tugas pada masing-masing level untuk PT.Atlantic Biru Raya lebih besar jika dibandingkan dengan PT.Erindo Mandiri karena adanya beberapa komponen CIM yang tidak dijumpai pada PT.Erindo Mandiri seperti perkembangan Teknologi Informasi, perkembangan fungsi pengembangan produk serta adanya mesin pencuci otomatis. Ditinjau dari variabel model, kapabilitas sistem PT.Atlantic Biru raya lebih tinggi jika dibandingkan dengan PT.Erindo Mandiri. Hal ini antara lain disebabkan karena kedinamisan sistem PT.Atlantic Biru Raya yang responsive terhadap perubahan keinginan pasar dengan terus melakukan inovasi dan pengembangan produk. Ditinjau dari variabel ketenagakerjaan, PT.Erindo Mandiri lebih unggul dikarenakan keterbukaan penilaian 10
kerja yang diwujudkan dalam bentuk pemberian laporan evaluasi kinerja karyawan setiap periode enam bulan. Ditinjau dari variabel komputerisasi, PT.Atlantic Biru Raya lebih unggul dikarenakan sudah mengembangkan Sistem Informasi jaringan untuk mendukung proses bisnisnya yakni dengan menggunakan aplikasi LAN (intranet) dan internet sekaligus dengan tim yang bertanggungjawab dalam hal tersebut. Ditinjau dari variabel Otomasi, terlihat bahwa PT. PT.Atlantic Biru Raya lebih unggul dikarenakan adanya akses LAN yang merupakan backbone dari subvariabel office automation. Ditinjau dari sistem penyusun sistem manufaktur, PT.Atlantic Biru Raya lebih unggul pada semua jenis sistem. Aktivitas Research and Development yang berkembang membuat perusahaan ini lebih matang dari segi sistem pendefinisian produk. Integrasi proses produksi dengan sistem informasi membuat sistem manajemen produksi lebih matang jika dibandingkan dengan PT.Erindo Mandiri. Sistem Informasi pula yang membuat sistem manajemen pada PT.Atlantic Biru Raya lebih unggul jika dibandingkan dengan PT.Erindo mandiri. Sehingga secara umum, terlihat bahwa PT.Atlantic Biru Raya lebih unggul dengan tingkat kematangan 0.724 jika dibandingkan dengan PT.Erindo mandiri yang memiliki presentase pencapaian kematangan sebesar 0.647. IV. Kesimpulan dan Rekomendasi Penelitian Selanjutnya Dari analisis data yang dilakukan, maka dapat ditarik beberapa simpulan seperti yang tersaji dalam beberapa paragraph dibawah ini. Model kematangan yang berbasis Self Assessment Questionnaire terdiri dari empat variabel yang akan menilai kinerja tiga sistem penyusun sistem manufaktur terintegrasi komputer dalam tiga level manajemen. Variabel tersebut adalah kapabilitas sistem, ketenagakerjaan, komputerisasi dan otomasi. Sistem penyusun Sistem Manufaktur Terintegrasi adalah Sistem Pendefinisian dan Perancangan Produk, Sistem Manajemen Produksi dan Sistem Manajemen Material dan Produk. Level manajemen tersebut yakni Top level, Middle level dan First line level. Formulasi perhitungan model mengadaptasi formulasi ISACA. Dalam hal ini bobot merupakan sesuatu yang dinamis dan menyesuaikan dengan kondisi perusahaan.
Skala penilaian tingkat kematangan yang digunakan adalah skala kematangan CMMI yang terdiri dari lima level yakni level chaotic, repeatable, defined, managed, dan optimized. Validasi dilakukan terhadap variabel model dengan menggunakan uji validitas dan perbandingan obyek amatan secara langsung. Berdasarkan validasi yang dilakukan model dinyatakan valid. Model mampu mencapai tujuan aplikasi model yakni mampu merepresentasikan kondisi sistem manufaktur terintegrasi komputer (CIM), mampu merepresentasikan kondisi ideal CIM, mampu mengetahui kinerja masing-masing komponen CIM, dan mampu memberikan rekomendasi perbaikan aplikasi CIM di perusahaan. Model diaplikasikan pada Perusahaan amatan yakni PT.Atlantic Biru Raya dan PT. Erindo Mandiri. Sesuai dengan pencapaian parameter ideal yang dikeluarkan oleh CMMI, PT.Erindo Mandiri berada pada tingkat kematangan 4 dengan pencapaian parameter ideal 64.7%. Sedangkan, PT.Atlantic Biru Raya berada pada tingkat kematangan 4 dengan pencapaian parameter ideal 72.6%. Berdasarkan analisis data dan kesimpulan yang didapatkan maka dapat diberikan saran dan rekomendasi yang dapat diberikan bagi penelitian selanjutnya yang disajikan dibawah ini. a) Diperlukannya sebuah penelitian lanjutan yang memiliki parameter validasi yang lebih spesifik terkait Sistem Manufaktur Terintegrasi Komputer. Parameter validasi yang ada dalam penelitian ini bersifat umum sehingga penggambaran yang didapat kurang mendetail untuk setiap variabel. b) Diperlukannya sebuah penelitian lanjutan dengan sistem penilaian yang lebih mendetail. Metode pemenuhan validasi sebuah subvariabel menggunakan sistem 1 (terpenuhi) – 0 (tidak terpenuhi). Sehingga aplikasi sebuah parameter validasi yang tidak sempurna pun bisa mendapatkan nilai 1 asalkan aplikasi itu ada. Hal ini tentu akan mengembungkan penilaian obyek amatan. c) Diperlukannya sebuah penelitian lanjutan yang menerapkan metode pengambilan data ataupun formulasi model yang mampu meminimalkan unsur subjektivitas responden. Pengisian dan penilaian Self Assessment Questionnaire ini pada aplikasinya akan dilakukan oleh user/responden secara mandiri, namun 11
masih banyak unsur yang memungkinkan subjektivitas responden. d) Diperlukannya sebuah penelitian lanjutan yang merumuskan model kematangan yang juga mampu menangkap tingkat efisiensi sistem produksi. Jadi model yang dibangun bukan hanya berupa cek kelengkapan variabel, namun juga mampu menangkap tingkat efisiensi proses. e) Untuk mengurangi in-akurasi intangible input hendaknya setelah pengisian SAQ dari satu responden dilakukan crosscheck keterangan yang didapatkan ke bagian lain. Jika hasil crosscheck yang didapatkan sama, maka input akan jadi lebih akurat. Jika hasil yang didapatkan berbeda, maka perlu dilakukan analisis penyebab perbedaan tersebut.
Satria Anugrah, Bagus. 2008. Pengukuran Tingkat Kematangan Bank Mandiri dengan Model Kematangan CobiT. Surabaya : Jurusan Sistem Informasi ITS Maier Anja, Eckert M.Claudia, dan P.Jhon Clarkson. 2006. Identifiying Requirements for Communication Support: A Maturity Grid-Inspired Approach. Elsevier Expert System with Applications: Volume 31 : Page 663-672. Oliver Wright Team. 2000. ABCD Checklist. Washington DC : Oliver Wright Publication Inc SEI Team. 2008. What is CMMI. New York: Software Engineering Istitute
DAFTAR PUSTAKA ISACA Cobit 4.1 Framework. www.itgi.org. Tanggal akses 1 September 2009) Rehg, James. Computer Integrated Manufacturing. 2004. New York: Prentice Hall Lynn Underwood. Intelegent Manufacturing. 2000. London: Adison Wesley Publishing Company Sofyansori Bs, Muhamad. 2008. Laporan Pengamatan PT.Erindo Mandiri. Pasuruan: PT.Erindo Mandiri Urgo, Raymond E. 2008. Assessing the Maturity Grade of Policies & Procedures Programs
Stephen Robbins and Mary Coulter. 2007. Management, 8th Edition. Upper Saddle River, New Jersey: Pearson Education. User Focus : Office Automation-Can it be justified? www.science-direct.com (Diakses tanggal 12 November 2009)
Darma Setiawan, I Dewa Made. 2000. Peranan Sektor Unggulan terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat: Pendekatan Input-Output Multi Regional. Denpasar : Universitas Warmadewa
12