PERANCANGAN MESIN BOR RADIAL VERTIKAL
Skripsi Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar SARJANA TEKNIK Jenjang Pendidikan Strata Satu (S1) TEKNIK MESIN
Disusun oleh: Nama
: Dhona Iwan Aryanto
NIM
: 0130311 - 021
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2007
LEMBAR PENGESAHAN
PERANCANGAN MESIN BOR RADIAL VERTIKAL
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Meraih Gelar Sarjana Teknik (S1) Pada Fakultas Teknologi Industri Jurusan Teknik Mesin Universitas Mercu Buana
Disetujui untuk diuji, Dosen Pembimbing
DR. Abdul Hamid, M.Eng. .
i
ABSTRAK
Dalam tugas akhir ini penulis merancang mesin bor radial vertikal meliputi sistem transmisi daya, lengan, kolom, meja kerja dan landasan. Juga mekanisme penggerak lengan yang meliputi batang ulir / lead screw dan sistem roda gigi penggerak batang ulir.
Sistem transmisi daya mesin bor radial vertikal ini
menggunakan sistem transmisi roda gigi. Perancangan dilakukan dengan metode ”Kesetaraan” yaitu dengan memodifikasi mesin bor yang ada.
Dari studi diatas dapat ditarik hasil-hasil sebagai berikut: 1. Daya potong teoritis sebesar 3,344 kW, 2. Daya potong actual sebesar 3,7 kW, dan 3. Delapan tingkat kecepatan putaran antara 50 rpm – 1200 rpm.
v.
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN
i
HALAMAN PERSETUJUAN
ii
HALAMAN PERNYATAAN
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN
iv
ABSTRAK
v
KATA PENGANTAR
vi
DAFTAR ISI
viii
DAFTAR GAMBAR
x
DAFTAR TABEL
xi
NOMEN KLATUR
xii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Pengertian Umum
1
1.2. Cara Kerja Mesin Bor Radial Vertikal
2
1.3. Dasar Perancangan
2
1.4. Batasan Masalah
2
1.5. Sistematika Penulisan
3
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Transmisi Roda Gigi
4
2.2. Kecepatan Potong
4
2.3. Perhitungan Gaya Potong
5
2.4. Perhitungan Daya Motor Listrik Pada Mesin Bor Radial
7
BAB III SISTEM TRANSMISI 3.1. Merencanakan Range Rasio
9
3.2. Merencanakan Putaran Standar
9
3.3. Merencanakan Diagram Struktur Sistem Transmisi
11
3.4. Merencanakan Diagram Ray dan Speed Chart
12
3.5. Merencanakan Roda Gigi untuk Speed Box
14
viii
3.5.1. Perencanaan Jumlah Gigi dari Roda Gigi
14
3.5.2. Sistem Pengubah Tingkat Kecepatan
19
3.5.3. Analisa Gaya Roda Gigi
19
3.5.3.1. Gaya tangensial, gaya radial dan gaya axial
20
3.5.3.2. Beban dinamis, beban statis dan beban terhadap keausan gigi 3.5.4. Ukuran Roda Gigi
22 27
3.6. Analisa Gaya –Gaya Tumpuan pada Speed Box
28
3.7. Perhitungan Momen Lengkung Maksimum pada Speed Box
43
3.8. Perencanaan Poros pada Speed Box
44
3.9. Pemilihan Bantalan
49
BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR MESIN BOR RADIAL 4.1. Perencanaan Lengan
53
4.2. Perencanaan Meja Kerja
55
4.3. Perencanaan Kolom
56
4.4. Perencanaan Landasan
59
4.5. Perencanaan Batang Ulir
60
4.6. Perencanaan Penggerak Batang Ulir
66
4.6.1. Analisa gaya roda gigi
67
4.6.2. Ukuran roda gigi
71
4.6.3. Analisa gaya-gaya tumpuan
72
4.6.4. Analisa momen lengkung
73
4.6.5. Perencanaan poros
74
4.6.6. Pemilihan bantalan
76
BAB V KESIMPULAN
78
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN GAMBAR
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Diameter Lingkaran Jarak Bagi (D) dan Jarak Poros (a)
18
Tabel 3.2
Gaya-Gaya pada Pasangan Roda Gigi
21
Tabel 3.3
Beban Dinamis pada Pasangan Roda Gigi
23
Tabel 3.4
Beban Statis pada Pasangan Roda Gigi
25
Tabel 3.5
Beban Ketahanan terhadap Keausan pada Roda Gigi
27
Tabel 3.6
Ukuran-ukuran pada Roda Gigi
28
Tabel 3.7
Gaya Reaksi Tumpuan
43
Tabel 3.8
Momen Lengkung
44
Tabel 3.9
Diameter Poros pada Speed Box
45
Tabel 3.10
Diameter Poros Defleksi Puntiran pada Speed Box
46
Tabel 3.11
Alur Pasak Poros pada Speed Box
47
Tabel 3.12
Kecepatan Kritis Poros pada Speed Box
49
Tabel 3.13
Beban Dinamik dan Nomor Bantalan pada Tumpuan
51
Tabel 3.14
Nomor, Tipe dan Ukuran Bantalan
52
Tabel 4.1
Diameter Lingkaran Jarak Bagi (D) dan Jarak Poros (a)
66
Tabel 4.2
Gaya-Gaya pada Pasangan Roda Gigi
68
Tabel 4.3
Beban Dinamis pada Pasangan Roda Gigi
69
Tabel 4.4
Beban Statis pada Pasangan Roda Gigi
70
Tabel 4.5
Beban Ketahanan terhadap Keausan pada Roda Gigi
71
Tabel 4.6
Ukuran-ukuran pada Roda Gigi
72
Tabel 4.7
Diameter Poros
75
Tabel 4.8
Diameter Poros Baru
76
Tabel 4.9
Beban Dinamik dan Nomor Bantalan pada Tumpuan
77
Tabel 4.10
Nomor, Tipe dan Ukuran Bantalan
77
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Gaya Potong pada twist drill
5
Gambar 3.1
Diagram Struktur
12
Gambar 3.2
Diagram Ray
13
Gambar 3.3
Speed Chart
14
Gambar 3.4
Diagram Roda Gigi
15
Gambar 3.5
Konstruksi Tumpuan Roda Gigi
29
Gambar 3.6
Reaksi Tumpuan Poros I Akibat Gaya Tangensial dan Radial.
29
Gambar 3.7
Proyeksi Gaya Tangensial dan Radial.
30
Gambar 3.8
Reaksi Tumpuan Poros II Akibat Gaya Tangensial dan Radial
31
Proyeksi Gaya Tangensial dan Radial.
31
Gambar 3.10 Reaksi Tumpuan Poros III Akibat Gaya Tangensial.
34
Gambar 3.11 Reaksi Tumpuan Poros III Akibat Gaya Radial.
35
Gambar 3.12 Reaksi Tumpuan Poros IV Akibat Gaya Tangensial.
37
Gambar 3.13 Reaksi Tumpuan Poros IV Akibat Gaya Radial.
38
Gambar 3.9
Gambar 3.14 Reaksi Tumpuan Poros V Akibat Gaya Tangensial dan Radial.
40
Gambar 3.15 Reaksi Tumpuan Poros Pembalik Putaran
42
Gambar 3.16 Proyeksi Gaya Tangensial dan Radial.
42
Gambar 4.1
Distribusi Gaya dan Ukuran Lengan
53
Gambar 4.2
Ukuran Meja Kerja
55
Gambar 4.3
Ukuran Kolom
57
Gambar 4.4
Distribusi Gaya dan Ukuran Landasan
59
Gambar 4.5
Diagram Roda Gigi
66
Gambar 4.6
Konstruksi Tumpuan Roda Gigi
72
Gambar 5.1
Mesin Bor Radial Vertikal
78
x
NOMEN KLATUR
-
A
= Luas Penampang Potong
(mm2)
-
Am
= Luas Penampang lead screw
(cm2)
-
b
= Lebar Roda Gigi
(mm)
-
C
= Beban dinamik
(N)
-
C1
= Faktor Koreksi Kecepatan Potong
(m/min)
-
C2
= Faktor Koreksi Jenis Pengerjaan
-
D
= Diameter Alat Potong
(mm)
-
dk
= Diameter Lingkaran Kepala Roda Gigi
(mm)
-
df
= Diameter Lingkaran Kaki Roda Gigi
(mm)
-
E
= Modulus Elastisitas
(N/cm2)
-
fes
= Tegangan Daya Tahan Permukaan
(N/cm2)
-
Fa
= Gaya Aksial
(N)
-
Fc
= Gaya Potong
(N)
-
Fcr
= Beban Kritis
(N)
-
Fd
= Beban Dimanis
(N)
-
Fe
= Beban Ekivalen
(N)
-
Fr
= Gaya Radial
(N)
-
Fs
= Beban Statis
(N)
-
Ft
= Gaya Tangensial
(N)
-
Fw
= Beban Keausan Gigi
(N)
-
G
= Modulus Geser
(N/mm2)
-
h
= Tebal Chip / Tatal
(mm)
-
I
= Momen Inersia
(mm4)
-
k
= Faktor Material Benda Kerja (diperoleh dari tabel)
-
K
= Load Stress Factor
(N/cm2)
-
Kc
= Gaya Potong Spesifik
(N/mm2)
-
L
= Panjang Lengan
(mm)
-
Lh
= Umur pemakaian bantalan
(jam)
-
M
= Momen
(N.mm)
xii
-
m
= Modul Roda Gigi
(mm)
-
N
= Putaran Poros / Spindel
(rpm)
-
Nc
= Putaran Kritis
(rpm)
-
P
= Daya
(kW)
-
p
= Circular Pitch
(π . m)
-
Pm
= Daya pada Motor Penggerak
(kW)
-
Ps
= Daya pada Spindel / Poros
(kW)
-
PE
= Daya Effektif
(kW)
-
Pav
= Tekanan permukaan rata – rata pada batang ulir
(N/cm2)
-
Q
= Faktor Rasio untuk roda gigi luar
-
r
= Range Rasio
-
R
= Resultan Gaya
(N)
-
S
= Kecepatan Suap
(mm/put)
-
T
= Torsi
(N.m)
-
V
= Kecepatan Potong
(m/menit)
-
W
= Berat Benda Kerja
(N)
-
Wkolom = Berat Kolom
(N)
-
Wmeja = Berat Meja
(N)
-
WG
= Berat (Massa)Roda Gigi
(kg)
-
WS
= Berat (Massa) Poros
(kg)
-
y
= Faktor Bentuk Gigi (factor lewis)
-
Z
= Jumlah Gigi Roda Gigi
-
π
= Phi (3,14)
-
β
= Sudut Kemiringan Roda Gigi
(°)
-
α
= Sudut Tekan Roda Gigi
(°)
-
γ
= Berat Jenis Baja
(N/cm2)
-
τ
= Tegangan Geser
(N/cm2)
-
σb
= Kekuatan Tarik
(N/mm2)
-
τijin
= Tegangan Ijin
(N/cm2)
-
∆p
= Kekakuan Lead Screw
(cm)
-
η
= Efesiensi system transmisi
(%)
xiii
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Pengertian Umum Oleh karena kebutuhan akan proses produksi menjadi bertambah, dan juga akibat adanya persaingan, maka Industri dipaksa berusaha untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan sebaik-baiknya, dengan cara memproduksi barang lebih banyak, lebih baik kualitasnya dan harganya yang murah.
Keinginan
manusia untuk berproduksi lebih cepat, lebih baik dan lebih ekonomis, menjadi dasar untuk pengembangan mesin-mesin perkakas beserta peralatannya. Mesin perkakas adalah mesin yang berfungsi untuk membentuk benda kerja sesuai dengan bentuk yang diminta dan mempunyai ukuran akurat, dengan cara penyayatan/pengirisan yang menghasilkan bentuk tatal. Salah satu dari mesin perkakas adalah mesin bor. Mesin ini berfungsi untuk membuat lubang dan selanjutnya memproses lubang tersebut sesuai dengan keinginan misalnya: membuat lubang presisi, lubang bertingkat, lubang bersudut tertentu, dan ulir. Alat-alat yang sering digunakan di mesin bor adalah: mata bor, reamer, counter bor, countersink, dan Tap. Mesin bor dibuat dalam berbagai bentuk dan ukuran, ada yang berukuran kecil seperti mesin bor tangan. Ada juga mesin bor terpasang pada meja yang sering disebut mesin bor meja. Model yang lain adalah mesin bor yang terpasang di lantai, biasanya mesin bor ini berukuran besar. Dilihat dari arah sumbu spindelnya, mesin bor dapat digolongkan menjadi 2 yaitu: •
Mesin bor vertikal
•
Mesin bor horizontal
Mesin bor radial termasuk mesin bor vertikal.
Diantara mesin bor vertikal
lainnya, hanya mesin bor radial yang sumbu spindelnya bisa digeser menjauhi maupun mendekati sumbu kolom. Selain mesin bor radial vertikal, ada pula mesin bor radial universal dimana sumbu spindelnya dapat diubah menjadi 2 arah yaitu
2
vertikal dan horizontal. Pada pembahasan kali ini, rancangan dititikberatkan pada mesin bor radial vertikal.
1.2. Cara Kerja Mesin Bor Radial Vertikal Mesin bor ini digerakkan oleh motor penggerak berdaya 3,7 kW, terpasang sebagai pengatur penggerak transmisi kecepatan. Pengaturan kecepatan putar spindel diatur oleh roda gigi yang terpasang di dalam kotak roda gigi. Pemindahan kecepatan putar dengan cara memindahkan posisi tuas pengatur kecepatan putar. Posisi tuas dan kecepatan putar yang dihasilkan dapat dilihat pada tabel pengatur kecepatan. Tabel ini biasanya ditempel pada bodi mesin. Pengaturan ketinggian dari pencekam pisau bor dengan cara memutar tuas dan konstruksi ini tidak dilengkapi dengan transmisi penggerak suap. Untuk pengaturan ketinggian lengan selain dengan memutar tuas juga dilengkapi dengan transmisi penggerak suap oleh motor penggerak berdaya 1,5 kW.
1.3. Dasar Perancangan Tugas akhir ini berisi tentang perancangan mesin bor radial vertikal dimana dalam perancangan mesin ini berdasarkan pada peraturan yang umum diterapkan dalam desain dan pemilihan elemen mesin perkakas dan berdasarkan batasan teknis dari berbagai macam literatur.
1.4. Batasan Masalah Dalam perancangan ini, perancang ingin memberikan batasan khusus tentang hal-hal yang akan dibahas. Hal ini disebabkan karena bagian dari mesin bor radial vertikal ini jumlahnya sangat banyak, sehingga perancang tidak akan membahas secara keseluruhan komponennya. Berdasarkan uraian diatas, maka perancang membatasi perancangan yang dititikberatkan pada perancangan yang meliputi pembahasan sistem transmisi dan struktur dari mesin bor radial vertikal dengan mengikutsertakan perhitungan mengenai gaya-gaya yang bekerja didalamnya .
3
1.5. Sistematika Penulisan
BAB I
PENDAHULUAN Dalam bab ini dibahas tentang pengertian umum mesin perkakas yang akan dirancang dan cara kerjanya, dasar perancangan dengan batasan masalah yang dibahas dalam perancangan. Pada bab ini dapat dilihat secara garis besar perancangan yang akan dibuat.
BAB II
LANDASAN TEORI Landasan teori dijabarkan dalam bab ini yang dapat digunakan sebagai dasar perhitungan pada perancangan.
Landasan teori
diuraikan dalam bentuk persamaan matematis.
BAB III
PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI Pada bab ini memuat tentang perencanaan transmisi pengatur tingkat kecepatan putar dalam kotak roda gigi, mekanisme pemindahan roda gigi. Sistem transmisi digunakan untuk mengatur putaran dari motor ke spindle utama.
BAB IV
PERECANAAN STRUKTUR MESIN BOR RADIAL VERTIKAL Isi dari bab ini meliputi lengan (arm), meja kerja, rangka/kolom (column), dan landasan. Juga dibahas mekanisme penggerak lengan yang meliputi batang ulir / lead screw dan sistem roda gigi penggerak batang ulir.
BAB V
KESIMPULAN Kesimpulan dari keseluruhan pembahasan dalam tugas akhir ini akan dibahas pada bab ini.
4
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan dijabarkan pembahasan yang dapat digunakan sebagai landasan dan tuntunan dalam penyelesaian permasalahan yang ada pada bab-bab berikutnya.
2.1.
Transmisi Roda Gigi Roda gigi mempunyai fungsi utama yaitu meneruskan daya dalam bentuk
putaran. Putaran yang ditransmisikan besarannya tergantung dari jumlah gigi pada roda gigi yang berpasangan, ditentukan dengan rumus : N 2 = N1 ⋅
z1 (rpm) z2
(2.1)
Dimana : N1 = Putaran poros penggerak (rpm) N2 = Putaran poros yang digerakkan (rpm) Z1 = Jumlah gigi roda gigi penggerak Z2 = Jumlah gigi roda gigi yang digerakkan 2.2.
Kecepatan Potong Kecepatan potong adalah panjang lintasan yang ditempuh selama satu menit
oleh sisi potong yang terjauh dari sumbu center alat potong. Besaran kecepatan potong dipengaruhi oleh jenis material alat potong dan jenis material benda kerja. Biasanya kecepatan potong sudah distandarkan dimana nilai kecepatan potong didapat dari hasil percobaan. Secara matematis, kecepatan potong dapat dirumuskan sebagai berikut : V= Dimana :
π ⋅D⋅N 1000
(m/menit)
D = Diameter alat potong (mm) N = Putaran spindel (rpm)
(2.2)
5
Dalam perhitungan pada bab-bab berikutnya, rumus diatas digunakan sebagai dasar perhitungan dalam mencari besaran putaran pada spindel. Rumus menjadi : N=
1000 ⋅ V π ⋅D
(rpm)
(2.3)
Dimana : V = Kecepatan potong (m/menit) D = Diameter alat potong (mm)
2.3.
Perhitungan Gaya Potong Gaya potong merupakan gaya yang dibutuhkan oleh alat potong agar
mampu melakukan proses pemotongan. Besaran gaya potong ini dipengaruhi oleh jenis material benda kerja, luas penampang potong dan kecepatan potong.
Ø
f/2
θ
Fc/2
h Gambar 2.1 Gaya Potong pada twist drill
Untuk menghitung gaya potong diasumsikan material benda kerja yang dikerjakan adalah baja konstruksi mesin St 50. Alat potong terbuat dari baja kecepatan tinggi mempunyai sudut θ = 118°, dengan kecepatan potong 20 m/min, dmax 50 mm, kecepatan suap (S) = 0,25 mm/put
6
Tebal tatal / chip pada proses tersebut adalah : h = S/2 . sin (θ/2) = 0,25/2 . sin (118°/2) = 0,1 mm
Perhitungan gaya potong adalah sebagai berikut: Fc = A⋅ K c
(2.4)
( Heinzler, M., Tabellenbuch Metall, hal. 207) Dimana : A = Luas penampang potong =
=
D⋅S 2
(mm2)
50 ⋅ 0,25 = 6,25 mm2 2
Kc = Gaya potong spesifik = k . C1 . C2 k = Konstanta gaya potong spesifik, dipengaruhi oleh jenis material dan ketebalan tatal / chip (h). Diperoleh dari tabel. (lihat lampiran) = 299,5 N / mm2 C1 = Faktor koreksi kecepatan potong = 1,3 untuk kecepatan potong 10 s/d 30 m/min C2 = Faktor koreksi jenis pengerjaan = 1,2 untuk jenis pengerjaan bor Kc = 299,5 . 1,3 . 1,2 = 467,22 N / mm2 Diperoleh : Fc = 6,25 ⋅ 467,22
= 2920,125 N
7
2.4.
Perhitungan Daya Motor Listrik Pada Mesin Bor Radial
Untuk dapat melakukan penyayatan pada benda kerja, mesin bor memerlukan daya potong.
Daya potong yang disediakan mesin harus sesuai
dengan kebutuhan agar mesin bekerja dengan optimal. Daya potong tersebut sangat berguna untuk menentukan besar tenaga motor penggeraknya. Tenaga motor penggerak dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
Pm = Ps =
Ps
(2.5)
η 1,25 ⋅ D 2 ⋅ K ⋅ n(0,056 + 1,5S ) 100000
(2.6)
( Machine Tool Design Handbook, hal. 640)
Dimana: Pm = Daya pada motor penggerak (kW) Ps = Daya pada spindel (kW) η = Efisiensi sistem transmisi diambil 80 % D
= Diameter bor (mm)
K = Faktor material benda kerja (Diperoleh dari tabel) n
= Putaran spindel (rpm)
S
= Kecepatan suap (mm/put)
Untuk menghitung daya motor diasumsikan material benda kerja yang dikerjakan adalah baja paduan (St 50) dengan tingkat kekerasan 163 BHN, kecepatan potong 20 m/min, dmax 50 mm kecepatan suap 0,25 mm/put. Mesin menggunakan transmisi roda gigi. berikut: n=
1000 ⋅ V 1000 ⋅ 20 = π ⋅d π ⋅ 50
n = 127,324 rpm
Sehingga diperoleh perhitungan sebagai
8
Didapatkan dari tabel : K = 1,56
Sehingga : Ps =
1,25 ⋅ D 2 ⋅ K ⋅ n(0,056 + 1,5S ) 100000
Ps =
1,25 ⋅ 50 2 ⋅1,56 ⋅ 127,324(0,056 + 1,5 ⋅ 0,25) 100000
= 2,675 kW Pm = =
Ps
η 2,675 0,8
= 3,344 kW (Daya Teoritis)
dan Pm actual setelah pemilihan dari catalog dipilih Pm (actual) = 3,7 kW
9
BAB III PERENCANAAN SISTEM TRANSMISI
Sistem transmisi merupakan suatu bagian yang penting dari mesin perkakas. Transmisi suatu mesin perkakas berfungsi untuk meneruskan daya yang dihasilkan oleh motor penggerak utama ke spindel utama yang pada akhirnya merupakan pemutar alat potong. Untuk meneruskan daya tersebut bisa melalui sabuk, rantai, kopling maupun melalui serangkaian roda gigi.
3.1. Merencanakan Range Rasio Range rasio merupakan parameter awal yang dibutuhkan untuk merancang tingkatan kecepatan. Range rasio dapat dihitung dengan menggunakan angka putaran tertinggi dan angka putaran terendah dari putaran spindle utama. Pada perancangan disini, angka putaran spindle utama tertinggi adalah 1200 rpm dan terendah adalah 50 rpm. Sehingga dapat dihitung range rasio sebagai berikut:
Rn =
n max ( Mehta, N. K., Machine Tool Design, hal. 58) n min
(3.1)
Dimana: Rn = range rasio n = putaran spindle Rn =
1200 rpm = 24 50 rpm
3.2. Merencanakan Putaran Standar Pada perencanaan putaran-putaran standar dari mesin bor radial vertikal ini digunakan sistem deret ukur atau sistem progresi geometri. Sistem ini biasa digunakan dalam merencanakan putaran standar pada perancangan mesin perkakas karena mempunyai banyak keuntungan, yaitu antara lain: 1. Kerugian kecepatan pada setiap tingkat adalah konstan. 2. Kerugian produktivitas pada setiap tingkat adalah konstan. 3. Sistem transmisinya menjadi sangat sederhana dan dapat dipertukarkan.
10
Dengan sistem progresi geometri dapat ditentukan putaran-putaran standar menggunakan persamaan sebagai berikut: 1 /( z −1)
⎛ nz ⎞ ⎟ ⎝ n1 ⎠
φ =⎜
(3.2)
( Mehta, N. K., Machine Tool Design, hal. 59) Dimana:
φ = konstanta progresi geometri n1 = putaran minimal spindel
= 50 rpm
nz = putaran maksimal spindel
= 1200 rpm
z = jumlah tingkat kecepatan
= 8
Dari data diatas φ dapat dihitung yaitu sebesar: 1 /( 8−1)
⎛ 1200 ⎞ φ =⎜ ⎟ ⎝ 50 ⎠
φ = 1,5746 Setelah φ didapatkan, putaran-putaran standar dapat dicari dengan persamaan sebagai berikut: n1 = 50 rpm n2 = n1 x φ = 50 x 1,5746
= 79 rpm
n3 = n1 x φ 2 = 50 x 1, 5746 2 = 124 rpm n4 = n1 x φ 3 = 50 x 1, 5746 3 = 195,2 rpm n5 = n1 x φ 4 = 50 x 1, 5746 4 = 307,37 rpm n6 = n1 x φ 5 = 50 x 1, 5746 5 = 484 rpm n7 = n1 x φ 6 = 50 x 1, 5746 6 = 762,09 rpm n8 = n1 x φ 7 = 50 x 1, 5746 7 = 1200 rpm Setelah didapatkan putaran-putaran hasil perhitungan φ standar diatas, selanjutnya ditentukan putaran-putaran standar yang akan dipergunakan dalam membuat sistem transmisi pada perancancangan mesin bor radial vertikal, yaitu:
11
n1 = 50 rpm
n4 = 200 rpm
n7 = 800 rpm
n2 = 80 rpm
n5 = 315 rpm
n8 = 1200 rpm
n3 = 125 rpm
n6 = 500 rpm
3.3. Merencanakan Diagram Struktur Sistem Transmisi
Diagram struktur berguna untuk memberikan informasi tentang banyaknya poros pada sistem transmisi, jumlah roda gigi pada masing-masing poros tersebut, dan akan diperoleh perbandingan angka transmisi. Mesin bor radial vertikal ini menggunakan motor listrik dengan 1 tingkat kecepatan dan sistem transmisi dengan 8 tingkat kecepatan. Akan didistribusikan pada u buah tingkat kecepatan. Dari data ini dapat dicari kombinasi penyusunan tingkat kecepatan: zu = p1( X 1) p 2( X 2) p 3( X 3)... pu ( Xu )
(3.3)
( Mehta, N. K., Machine Tool Design, hal. 65) Dimana: Zu = jumlah tingkat kecepatan pada u buah transmisi Pu = angka tingkat kecepatan pada group transmisi u Xu = karakteristik group transmisi u X1 = 1 X2 = p 1 X3 = p1.p2 Xu = p1.p2.p3…pu-1 Bila dalam perancangan disini ditentukan jumlah pendistribusian tingkat kecepatan = 3, tingkat kecepatan dapat ditulis menjadi: z = p1 × p 2 × p 3 = 2 × 2 × 2 = 8 Dari rumus
zu = p1( X 1) p 2( X 2) p 3( X 3)... pu ( Xu )
Diperoleh salah satu kemungkinan penyusunan kombinasi dari pendistribusian tingkat kecepatan, dengan X1 = 1, X2 = 2, X3 = 2x2 = 4 sehingga:
z 3 = 2(1)2(2)2(4)
12
Analisa diagram struktur adalah sebagai berikut: Antara poros I dan II =
i max = φ ( p1−1) X 1 = φ ( 2−1)1 = φ 1 i min
Antara poros I dan II =
i max = φ ( p 2−1) X 2 = φ ( 2−1) 2 = φ 2 i min
Antara poros I dan II =
i max = φ ( p 3−1) X 3 = φ ( 2−1) 4 = φ 4 i min
Perbandingan transmisi tertinggi adalah φ
Xmax
=φ 4
Batasan dalam menentukan besarnya imax dan imin yaitu: imax ≤ 2 dan imin ≥ 14 imax = 2 = φ 2 imin =
1 1 = 4 4 φ
Diagram strukturnya adalah sebagai berikut: I
II
2 (1) 2 (2)
III
IV
2 (4)
Gambar 3.1 Diagram Struktur
3.4. Merencanakan Diagram Ray dan Speed Chart
Diagram struktur pada pembahasan diatas hanya menggambarkan perbandingan transmisi group tetapi tidak memberikan informasi yang jelas
13
tentang rasio masing-masing transmisi.
Untuk mengetahui semua rasio pada
transmisi dan angka kecepatan masing-maasing poros diperlukan speed chart. Dalam merencanakan diagram Ray dan speed chart selalu berpedoman pada besarnya imax dan imin yang diijinkan. Berdasarkan diagram struktur yang telah ditentukan diatas, maka dapat ditentukan diagram Ray sebagai berikut: Poros / Shaft I
II
III
IV
V 1400 1200 800 500 315
Rpm
200 125 80 50 Gambar 3.2 Diagram Ray
Diagram Ray berguna untuk menentukan putaran standar terendah pada poros yang terakhir dari sistem transmisi.
Berdasarkan diagram Ray dapat
ditentukan speed chart yang menggambarkan putaran standar seluruhnya yang ada dalam sistem transmisi. Speed chart menggambarkan hubungan antara poros terakhir dengan poros motor listrik, hubungan ini dapat dilihat dari speed chart berikut ini:
14
Poros / Shaft I
II
III
IV
V 1400 1200 800 500 315
Rpm
200 125 80 50 Gambar 3.3 Speed Chart
3.5. Merencanakan Roda Gigi untuk Speed Box
Speed box berfungsi sebagai pengubah kecepatan putar pada sebuah mesin. Didalamnya terdapat serangkaian roda gigi dimana masing-masing roda gigi memiliki ukuran dan bentuk yang berbeda-beda. Mesin bor radial vertikal ini direncanakan memiliki 8 tingkat kecepatan sehingga diperlukan sebuah sistem transmisi yang menggunakan roda gigi untuk mengurangi ataupun meningkatkan putaran spindel utama sesuai tingkat yang dikehendaki.
3.5.1. Perencanaan Jumlah Gigi dari Roda Gigi
Setelah menggambar speed chart, jumlah gigi pada roda gigi dapat direncanakan. Hal yang perlu diperhatikan sebelum merencanakan jumlah gigi adalah jumlah minimum dari gigi-gigi pada roda gigi terkecil sebaiknya sesedikit mungkin, supaya perencanaan dimensi roda gigi lainnya yang lebih besar akan menghasilkan ukuran yang tidak besar sekali. Dengan demikian ukuran speed box juga akan menjadi tidak terlalu besar.
15
Diagram roda gigi pada speed box dapat digambarkan sebagai berikut: V
IV
III
II
nin
I
nout
Gambar 3.4 Diagram Roda Gigi
Dari diagram roda gigi dan speed chart dapat ditentukan besar rasio masingmasing roda gigi. Kemudian dari rasio tersebut akan digunakan untuk mencari jumlah gigi pada roda gigi. Poros I ke poros II: Dari speed chart terlihat bahwa poros II berputar dengan n = 1200 rpm, sehingga: i1 =
nporosII 1200 6 = = nporosI 1400 7
Poros II ke poros III: Dari speed chart terlihat bahwa poros III berputar dengan n = 1200 rpm dan juga bisa berputar dengan n = 500 rpm, sehingga: i2 =
nporosIII 1200 = =1 nporosII 1200
i3 =
nporosIII 500 5 = = nporosII 1200 12
16
Poros III ke poros IV: Dari speed chart terlihat bahwa poros IV berputar dengan n = 800 atau 500 rpm dari putaran 1200 rpm. Selain itu juga dapat berputar n = 315 atau 200 rpm dari putaran 500 rpm. Kita tinjau pada n = 500 rpm menjadi n = 315 atau 200 rpm: i4 =
nporosIV 315 63 = = nporosIII 500 100
i5 =
nporosIV 200 2 = = nporosIII 500 5
Poros IV ke poros V: Dari speed chart terlihat bahwa poros V berputar 8 tingkat putaran.
Untuk
mencari rasio kecepatan pada poros V, kita tinjau n = 200 rpm dari poros IV menjadi n = 50 rpm atau 315 rpm pada poros V: i6 =
nporosV 315 63 = = nporosIV 200 40
i7 =
nporosIV 50 1 = = nporosIII 200 4
Dari rasio diatas dapat dicari jumlah gigi pada roda gigi: 6 z1 = i1 = 7 z2
z4 = i2 = 1 z8
z3 5 = i3 = z5 12
z7 63 = i4 = z9 100
z12 63 = i6 = z13 40
z11 1 = i7 = z14 4
z4 = z8 z6 2 = i5 = z10 5
Dengan ketentuan bahwa: z3 + z5
= z4 + z8
z7 + z9
= z6 + z10
z12 + z13 = z11 + z14 Diperoleh: z1 = 24
z2 = 28
z3 = 20
z4 = 34
z5 = 48
z6 = 28
z7 = 38
z8 = 34
z9 = 60
z10 = 70
z11 = 24
z12 = 73
z13 = 47
z14 = 96
17
Selain roda gigi dengan jumlah gigi seperti diatas, ada juga roda gigi tambahan yang berfungsi untuk membalik putaran spindel utama sekaligus mempercepat putaran saat spindel utama berputar balik.
Putaran balik ini
biasanya digunakan pada saat pembuatan ulir dengan menggunakan tap. Setelah proses penguliran, tap harus diputar balik supaya keluar dari lubang ulir. Pada proses ini tidak terjadi penyayatan. Oleh karena itu putaran balik dirancang lebih cepat agar spindel kembali ke posisi semula secepat mungkin sehingga waktu pemakaian semakin berkurang dan biaya mesin ikut berkurang. Diasumsikan bahwa kecepatan putar balik adalah 1,5 kali putaran normal. Maka: ir = 1,5 ×
1200 6 9 = 1,5 × = 1400 7 7
Dari rasio diatas dapat dicari jumlah gigi pada roda gigi pembalik: zr1 9 = ir = zr 3 7 Untuk menghindari zr1 dan zr3 bertautan saat z1dan z2 berputar, maka dihitung: zr1 + zr3 = 0,8 ( z1 + z2 ) zr1 + zr3 = 0,8 ( 24 + 28 ) ≈ 42 Diperoleh: zr1 = 24 zr3 = 18 Jumlah roda gigi zr2 dapat dipilih secara bebas, karena zr2 berfungsi hanya sebagai pembalik putaran saja. Jumlah roda gigi zr2 dipilih 18. Dari data-data diatas diperoleh putaran baru yaitu: n1 =
24 20 28 24 z1 z 3 z 6 z11 ⋅ ⋅ ⋅ ⋅1400 = ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ 1400 = 50 rpm z 2 z 5 z10 z14 28 48 70 96
n2 =
24 20 38 24 z1 z 3 z 7 z11 ⋅ ⋅ ⋅ ⋅1400 = ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ 1400 = 79 rpm z 2 z 5 z 9 z14 28 48 60 96
n3 =
24 34 28 24 z1 z 4 z 6 z11 ⋅ ⋅ ⋅ ⋅1400 = ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ 1400 = 120 rpm z 2 z 8 z10 z14 28 34 70 96
n4 =
24 34 38 24 z1 z 4 z 7 z11 ⋅ ⋅ ⋅ ⋅1400 = ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ 1400 = 190 rpm z 2 z 8 z 9 z14 28 34 60 96
18
n5 =
24 20 28 73 z1 z 3 z 6 z12 ⋅ ⋅ ⋅ ⋅1400 = ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ 1400 = 311 rpm z 2 z 5 z10 z13 28 48 70 47
n6 =
24 20 38 73 z1 z 3 z 7 z12 ⋅ ⋅ ⋅ ⋅1400 = ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ 1400 = 492 rpm z 2 z 5 z 9 z13 28 48 60 47
n7 =
24 34 28 73 z1 z 4 z 6 z12 ⋅ ⋅ ⋅ ⋅1400 = ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ 1400 = 746 rpm z 2 z 8 z10 z13 28 34 70 47
n8 =
24 34 38 73 z1 z 4 z 7 z12 ⋅ ⋅ ⋅ ⋅1400 = ⋅ ⋅ ⋅ ⋅ 1400 = 1180 rpm z 2 z 8 z 9 z13 28 34 60 47
Kemudian menentukan diameter lingkaran jarak bagi (d) dan jarak poros (a) dihitung dengan rumus: d = m × z (mm)
(3.4a)
a=
dan
( d 1 + d 2) (mm) 2
(3.4b)
Diperoleh hasil perhitungan yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 3.1 Diameter Lingkaran Jarak Bagi (D) dan Jarak Poros (a) Rasio Kecepatan
z1
z2
m
D1
D2
a
i1
24
28
3
72
84
78
i2
34
34
3
102
102
102
i3
20
48
3
60
144
102
i4
38
60
3
114
180
147
i5
28
70
3
84
210
147
i6
73
47
3
219
141
180
i7
24
96
3
72
288
180
24
18
3
72
54
63
18
18
3
54
54
54
ir1 ir2
19
3.5.2. Sistem Pengubah Tingkat Kecepatan
Pada suatu transmisi diperlukan metode untuk mengubah tingkat kecepatan putaran.
Metode yang digunakan adalah metode roda gigi geser
(sliding gear) yaitu metode yang menggunakan beberapa roda gigi yang posisinya dapat digeser untuk dipasangkan pada roda gigi yang mempunyai rasio kecepatan berlainan.
Metode ini sering digunakan dalam perancangan mesin perkakas
karena mempunyai banyak keuntungan, diantaranya: •
Dimensi radial yang relatif kecil.
•
Mampu mentransmisikan daya dan torsi yang besar.
•
Tingkat keausan roda gigi relatif kecil karena roda gigi yang tidak berpasangan pada suatu tingkat transmisi tertentu tidak bergesekan.
Metode ini juga memiliki kelemahan, antara lain: •
Dimensi aksial yang relatif besar.
•
Penggantian kecepatan putar hanya dilakukan pada saat spindel dalam keadaan berhenti.
•
Memerlukan alat pengunci / interlocking supaya roda gigi geser berada posisi yang tepat dan tidak tejadi benturan tingkat kecepatan.
•
Hanya roda gigi geser berbentuk lurus / spur gear yang cocok.
•
Diperlukan gaya yang besar untuk memindahkan roda gigi geser, sehingga penggeseran secara manual tidak bisa digunakan pada mesin beban berat.
3.5.3. Analisa Gaya Roda Gigi
Perhitungan gaya-gaya pada roda gigi berdasarkan pada besar daya yang ditransmisikan dan kecepatan keliling pada roda gigi sehingga dapat ditentukan besar gaya tangensial, gaya radial dan gaya aksial yang terjadi pada pasangan roda gigi. Kemudian dilakukan perhitungan kekuatan pada roda gigi agar mampu menahan beban dinamis, beban statis dan beban terhadap keausan gigi. Contoh penerapan rumus dilakukan pada pasangan roda gigi I. Hasil perhitungan gayagaya pada pasangan roda gigi lainnya ditampilkan pada tabel.
20
3.5.3.1. Gaya tangensial, gaya radial dan gaya axial
Kecepatan keliling: V =
π ⋅ d1 ⋅ n1 1000
=
π ⋅ 72 ⋅ 1400 1000
= 316,7 m/min
Gaya tangensial: Ft =
P ⋅ 4500 ⋅ Cs (N) V
(3.5)
(Khurmi, R.S., A Text Book of Machine Design, hal. 1007) Dimana: Cs = Faktor pemakaian/pelayanan = 1,54 (beban kejut medium, 8 – 10 jam/hari) P = Daya; 1 kW = 1,341 hp V = Kecepatan keliling (m/min) Sehingga: Ft =
⎛⎜ ⎝
3,7 × 1,341⎞⎟⎠ ⋅ 4500 316,7
⋅ 1,54
= 108,58 N Gaya radial:
Fr = Ft ⋅ tan α (N)
(3.6)
Dimana: α = sudut tekan roda gigi = 20° Sehingga: Fr = 108,58 . tan 20° = 39,52 N Gaya aksial: Hanya terjadi pada roda gigi miring (helical gear) dengan helix angle β Fa = Ft ⋅ tan β (N) Dimana: β = sudut kemiringan roda gigi = 0° (roda gigi lurus / spur gear)
(3.7)
21
Sehingga: Fa = 108,58 . tan 0° =0 N
Untuk perhitungan gaya-gaya yang bekerja pada roda gigi lainnya, dilakukan dengan cara yang sama. Tetapi perhitungan kecepatan keliling pada poros lainnya menggunakan putaran paling rendah supaya menghasilkan perhitungan gaya-gaya yang paling besar. Diperoleh hasil perhitungan yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.2 Gaya-Gaya pada Pasangan Roda Gigi Rasio kecepatan i1
i2
i3
i4
i5
i6
i7
ir1
ir2
Pasangan Roda gigi
d (mm) P (kw)
V (m/min)
Ft (N)
Fr (N)
Fa (N)
Z1
72
3.7
316.7
108.58
39.52
0.00
Z2
84
3.7
316.7
108.58
39.52
0.00
Z4
102
3.7
384.5
89.42
32.55
0.00
Z8
102
3.7
384.5
89.42
32.55
0.00
Z3
60
3.7
226.2
152.01
55.33
0.00
Z5
144
3.7
226.2
152.01
55.33
0.00
Z7
114
3.7
179.1
192.02
69.89
0.00
Z9
180
3.7
179.1
192.02
69.89
0.00
Z6
84
3.7
131.9
260.59
94.85
0.00
Z10
210
3.7
131.9
260.59
94.85
0.00
Z12
219
3.7
137.6
249.88
90.95
0.00
Z13
141
3.7
137.6
249.88
90.95
0.00
Z11
72
3.7
45.2
760.07
276.64
0.00
Z14
288
3.7
45.2
760.07
276.64
0.00
Zr 1
72
3.7
316.7
108.58
39.52
0.00
Zr 2
54
3.7
316.7
108.58
39.52
0.00
Zr 2
54
3.7
316.7
108.58
39.52
0.00
Zr 3
54
3.7
316.7
108.58
39.52
0.00
22
3.5.3.2. Beban dinamis, beban statis dan beban terhadap keausan gigi
Roda gigi pada saat berputar tidak hanya menimbulkan gaya tangensial tetapi juga menimbulkan beban dinamis, dimana beban ini timbul akibat adanya kecepatan roda gigi yang besar kecilnya dipengaruhi oleh lebar roda gigi dan material roda gigi.
Perhitungan beban dinamis digunakan untuk mengetahui
kekuatan gigi. Selain itu juga diperhitungkan beban statis maupun beban terhadap keausan gigi. Hal ini untuk menghindari kerusakan pada roda gigi, misalnya: patahnya gigi, permukaan tergores. Dan juga mengurangi cepatnya keausan. Beban dinamis: Fd = Ft +
0,11 ⋅ V ⋅ (b ⋅ C + Ft ) (N) 0,11 ⋅ V + (b ⋅ C + Ft )
(3.8)
(Khurmi, R.S., A Text Book of Machine Design, hal 1009) Dimana : Ft = Gaya tangensial (N) =
P ⋅ 4500 V
(menurut Khurmi, pada perhitungan beban dinamis faktor pemakaian Cs diabaikan) V = Kecepatan keliling (m/min) b = Lebar roda gigi (cm) ; diambil 10 x modul C = Deformasi / faktor dinamis (N/cm) =
K ⋅e 1 1 + E1 E 2
(3.9)
K = Faktor bentuk gigi = 0,111 untuk 20° full depth involute e = Kesalahan maksimum yang diijinkan pada roda gigi (cm) Dari tabel dan interpolasi didapatkan e = 0,058 mm = 0,0058 cm E1 = Modulus elastisitas material roda gigi kecil / pinion = 2 x 106 N/cm2 untuk material baja E2 = Modulus elastisitas material roda gigi besar / gear = 2 x 106 N/cm2 untuk material baja
23
Harga faktor deformasi: C=
0,111 ⋅ 0,0058 = 647,49 N/cm 1 1 + 2 ⋅ 10 6 2 ⋅ 10 6
Sehingga: Fd = 70,51 +
0,11 ⋅ 316,7 ⋅ (3 ⋅ 647,49 + 70,51) 0,11 ⋅ 316,7 + (3 ⋅ 647,49 + 70,51)
= 950,31 N
Untuk beban dinamis yang bekerja pada roda gigi lainnya, diperoleh hasil perhitungan yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 3.3 Beban Dinamis pada Pasangan Roda Gigi Rasio kecepatan i1
i2
i3
i4
i5
i6
i7
ir1
ir2
Beban statis:
Pasangan V (m/min) Roda gigi
Ft (kg)
b (cm) e (mm)
C (N/cm)
Fd (N)
Z1
316.7
70.51
3
0.058
647.49
950.31
Z2
316.7
70.51
3
0.058
647.49
950.31
Z4
384.5
58.06
3
0.052
575.70
951.14
Z8
384.5
58.06
3
0.052
575.70
951.14
Z3
226.2
98.71
3
0.070
775.23
912.56
Z5
226.2
98.71
3
0.070
775.23
912.56
Z7
179.1
124.69
3
0.076
844.98
859.76
Z9
179.1
124.69
3
0.076
844.98
859.76
Z6
131.9
169.22
3
0.083
921.40
789.18
Z10
131.9
169.22
3
0.083
921.40
789.18
Z12
137.6
162.26
3
0.082
910.94
797.87
Z13
137.6
162.26
3
0.082
910.94
797.87
Z11
45.2
493.55
3
0.093
1026.75
768.18
Z14
45.2
493.55
3
0.093
1026.75
768.18
Zr 1
316.7
70.51
3
0.058
647.49
950.31
Zr 2
316.7
70.51
3
0.058
647.49
950.31
Zr 2
316.7
70.51
3
0.058
647.49
950.31
Zr 3
316.8
70.51
3
0.058
647.35
950.37
24
Fs = f e ⋅ b ⋅ p ⋅ y (N)
(3.10)
(Khurmi, R.S., A Text Book of Machine Design, hal 1009) Dimana : fe = Kekuatan tarik ijin (N/mm2) b = Lebar roda gigi (mm) ; diambil 10 x modul (Khurmi, R.S., A Text Book of Machine Design, hal 1009) p = Circular pitch = π.m
(3.10a)
y = Faktor bentuk gigi (faktor lewis) = 0,154 −
0,912 (untuk 20° full depth involute system) z
(3.10b)
Data-data yang digunakan untuk perhitungan roda gigi adalah sebagai berikut: •
Bahan roda gigi dari baja SNC22 dengan kekuatan tarik ijin = 100 N/mm2 dan kekerasan pada permukaannya = 600 HB
•
Circular pitch: p = π . 3 = 9,425
•
Harga faktor bentuk gigi adalah: y = 0,154 −
0,912 = 0,116 24
Sehingga: Fs = 100 ⋅ 30 ⋅ 9,425 ⋅ 0,116 = 3279,82 N
Kekuatan terhadap beban statis harus lebih besar dari kekuatan terhadap beban dinamis supaya tidak terjadi patahnya gigi dan juga untuk keamanan. Untuk memenuhi persyaratan ini, Buckhingham memberikan persamaan seperti di bawah ini: (Khurmi, R.S., A Text Book of Machine Design, hal 1006) Fs ≥ 1,25 Fd
untuk pembebanan teratur
Fs ≥ 1,35 Fd
untuk pembebanan berubah-ubah
Fs ≥ 1,5 Fd
untuk pembebanan kejut
25
Mengacu pada persyaratan tersebut, selanjutnya besar beban statis pada masing-masing roda gigi dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 3.4 Beban Statis pada Pasangan Roda Gigi
fe Rasio Pasangan b 2 kecepatan Roda gigi (N/mm ) (mm) Z1 100 30 i1 Z2 100 30 Z4 100 30 i2 Z8 100 30 Z3 100 30 i3 Z5 100 30 Z7 100 30 i4 Z9 100 30 Z6 100 30 i5 Z10 100 30 Z12 100 30 i6 Z13 100 30 Z11 100 30 i7 Z14 100 30 Zr 1 100 30 ir1 Zr 2 100 30 Zr 2 100 30 ir2 Zr 3 100 30
m
p
y
Fs (N)
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
9.425 9.425 9.425 9.425 9.425 9.425 9.425 9.425 9.425 9.425 9.425 9.425 9.425 9.425 9.425 9.425 9.425 9.425
0.116 0.121 0.127 0.127 0.108 0.135 0.130 0.139 0.121 0.141 0.142 0.135 0.116 0.145 0.116 0.103 0.103 0.103
3279.82 3433.31 3595.83 3595.83 3064.94 3817.04 3675.66 3924.48 3433.31 3985.87 4001.01 3805.61 3279.82 4085.64 3279.82 2921.68 2921.68 2921.68
Beban keausan gigi: Fw = D ⋅ b ⋅ Q ⋅ K (N) (Khurmi, R.S., A Text Book of Machine Design, hal 1009) Dimana : D = Diameter jarak bagi (cm) b = Lebar roda gigi (cm) ; diambil 10 x modul Q = Faktor rasio
(3.11)
26
=
2 ⋅ z2 (untuk roda gigi luar) (z1 + z 2 )
(3.12)
z1 = Jumlah gigi roda gigi penggerak z2 = Jumlah gigi roda gigi yang digerakkan K = Load stress factor f es sin φ 1,4 2
=
⎡1 1 ⎤ ⎥ ⎢ + ⎣ E1 E 2 ⎦
(3.13)
fes = Tegangan daya tahan permukaan (N/cm2) = (28 x BHN) – 700
φ = Sudut tekan = 20° Faktor rasio pada kecepatan 1: Q=
2 ⋅ 28 = 1,0769 (24 + 28)
Tegangan daya tahan permukaan fes = (28 x 600) – 700 = 16100 N/cm2 Load stress factor: K =
16100 2 sin 20° ⎡ 1 1 ⎤ + 6 ⎢ 1,4 2 × 10 6 ⎥⎦ ⎣ 2 × 10
= 63,33 N/cm2 Sehingga: Fw = 7,2 ⋅ 3 ⋅ 1,077 ⋅ 63,33 = 1473,04 N
Kekuatan terhadap beban keausan gigi harus lebih besar dari kekuatan terhadap beban dinamis.
Dengan cara yang sama diperoleh hasil perhitungan ketahanan roda gigi terhadap keausan dalam tabel berikut ini:
27
Tabel 3.5 Beban Ketahanan terhadap Keausan pada Roda Gigi Rasio D (cm) b (cm) kecepatan
2
Q
K (N/cm )
Fw (N)
i1
7.2
3
1.077
63.33
1473.038
i2
10.2
3
1
63.33
1937.746
i3
6
3
1.412
63.33
1609.201
i4
11.4
3
1.224
63.33
2651.897
i5
8.4
3
1.429
63.33
2279.701
i6
21.9
3
0.783
63.33
3259.023
i7
7.2
3
1.600
63.33
2188.513
ir1
7.2
3
0.857
63.33
1172.418
ir2
5.4
3
1
63.33
1025.865
3.5.4. Ukuran Roda Gigi
Roda gigi dibuat sedemikian rupa sehingga pada saat bersinggungan tidak menimbulkan suara berisik ataupun gesekan yang besar. Perhitungan ukuran pada roda gigi adalah sebagai berikut: Kelonggaran kepala / puncak (Ck) : Ukuran ini digunakan untuk menghindari sentuhan antara lingkaran kaki roda gigi penggerak dengan lingkaran kepala roda gigi tergerak. Besarnya kelonggaran kepala standar antara 0,1 s/d 0,3 kali modul. Adapun besarnya kelonggaran kepala yang diutamakan adalah 0,17 x modul; 0,25 x modul; 0,3 x modul. Untuk perencanaan kali ini digunakan Ck = 0,25 x modul. Tinggi kepala gigi (hk) : Tinggi kepala untuk roda gigi normal sama dengan besarnya modul. Tinggi kaki gigi (hf) : Tinggi kaki untuk roda gigi besarnya sama dengan tinggi kepala gigi (hk) ditambah dengan kelonggaran kepala (Ck). Atau dengan kata lain besarnya sama dengan 1,25 x modul pada kelonggaran kepala Ck = 0,25 x modul.
28
Diameter lingkaran kepala (dk) : d k = d + 2hk = (m × z ) + 2m
(3.14)
Diameter lingkaran kaki (df) :
d f = d − 2h f = (m × z ) − 2 ⋅ (1,25m)
(3.15)
Selanjutnya ukuran-ukuran roda gigi tiap tingkat kecepatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.6 Ukuran-ukuran pada Roda Gigi Jenis roda gigi :
Roda gigi lurus
Bahan roda gigi :
SNC22, σ b = 100 N/mm dengan pengerasan kulit
Rasio Pasangan kecepatan Roda gigi i1 i2 i3 i4 i5 i6 i7 ir1 ir2
Z1 Z2 Z4 Z8 Z3 Z5 Z7 Z9 Z6 Z10 Z12 Z13 Z11 Z14 Zr 1 Zr 2 Zr 2 Zr 3
2
Sudut Jumlah Sudut m b kemiringan Gigi tekan ( α ) (mm) (mm) (β) 24 0° 20° 3 30 28 0° 20° 3 30 34 0° 20° 3 30 34 0° 20° 3 30 20 0° 20° 3 30 48 0° 20° 3 30 38 0° 20° 3 30 60 0° 20° 3 30 28 0° 20° 3 30 70 0° 20° 3 30 73 0° 20° 3 30 47 0° 20° 3 30 24 0° 20° 3 30 96 0° 20° 3 30 24 0° 20° 3 30 18 0° 20° 3 30 18 0° 20° 3 30 18 0° 20° 3 30
Ck (mm) 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75 0.75
dk df (mm) (mm) 78 90 108 108 66 150 120 186 90 216 225 147 78 294 78 60 60 60
64.5 76.5 94.5 94.5 52.5 136.5 106.5 172.5 76.5 202.5 211.5 133.5 64.5 280.5 64.5 46.5 46.5 46.5
3.6. Analisa Gaya –Gaya Tumpuan pada Speed Box
Gaya-gaya yang ditimbulkan oleh roda gigi yang berputar menyebabkan timbulnya gaya-gaya reaksi pada tumpuan.
Gaya-gaya reaksi ini besarnya
tergantung pada posisi roda gigi yang bekerja.
Konstruksi roda gigi yang
29
menggunakan roda gigi geser inilah yang menyebabkan perubahan gaya reaksi pada tumpuan.
Gambar konstruksi tumpuan dibawah ini digunakan untuk
menganalisa gaya-gaya reaksi pada tumpuan :
Gambar 3.5 Konstruksi Tumpuan Roda Gigi
Perhitungan analisa gaya-gaya reaksi berikut dilakukan hanya pada gayagaya reaksi yang terbesar.
Gaya-gaya reaksi terbesar terjadi pada gaya-gaya
terbesar yang ditimbulkan oleh roda gigi, seperti pada tabel 3.2.
Analisa
dilakukan pada setiap poros. Poros I : Distribusi beban serta reaksi pada tumpuan dapat dilihat dalam diagram gaya pada bidang datar berikut ini :
Ft cos a
Fr cos a
Gambar 3.6 Reaksi Tumpuan Poros I Akibat Gaya Tangensial dan Radial.
30
Zr3
a
Ft cos a
Zr1 Fr cos a Fr
Zr2 a = 43,43°
Gambar 3.7 Proyeksi Gaya Tangensial dan Radial.
Reaksi akibat adanya gaya tangensial : Σ MA = 0 0 = (- Ftcos a Zr1 × 50) + (Ft Z1 × 135) − (R Bt × 185) RBt =
(-78,85 × 50) + (108,58 × 135) (-Ft cos a Zr1 × 50) + (Ft Z1 × 135) = 185 185
= 57,92 N Σ MB = 0 RAt =
(Ft cos a Zr1 × 135) − (Ft Z1 × 50) (-78,85 × 135) + (108,58 × 50) = 185 185
= 28,19 N Reaksi akibat adanya gaya radial : Σ MA = 0 RBr =
(Fr cos a Zr1 × 50) + (FrZ1 × 135) (28,7 × 50) + (39,52 × 135) = 185 185
= 31,62 N Σ MB = 0 RAr =
(Fr cos a Zr1 × 135) + (FrZ1 × 50) (28,7 × 135) + (39,52 × 50) = 185 185
= 36,60 N Resultan gaya reaksi tumpuan poros I : RA =
R At + R Ar
2
=
28,19 2 + 36,6 2
RB =
RBt + RBr
2
=
57,92 2 + 31,62 2 = 65,994 N
2
2
= 46,196 N
31
Poros II : Ada 2 kemungkinan roda gigi yang bekerja yaitu roda gigi Z3 dan Z5 yang bekerja, atau roda gigi Z4 dan Z8 yang bekerja. Selain itu ada 2 roda gigi tetap yang bekerja yaitu Z1 dan Z2 juga Zr2 dan Zr3. Masing-masing menimbulkan gaya reaksi yang besarnya tidak sama. Distribusi beban serta reaksi pada tumpuan dapat dilihat dalam diagram gaya pada bidang datar berikut ini :
Ft cos a
Ft cos a
Fr cos a
Fr cos a
Ft cos a
Gambar 3.8 Reaksi Tumpuan Poros II Akibat Gaya Tangensial dan Radial.
Ft
Zr2
a
Zr1
Fr
Fr cos a
Zr3 a = 53,33°
Gambar 3.9 Proyeksi Gaya Tangensial dan Radial.
32
Reaksi akibat adanya gaya tangensial Ftz3 : Σ MC = 0 RDt = =
(Ft cos a Zr3 × 50) + (Ft Z2 × 135) + (Ft Z3 × 185) 435 (64,85 × 50) + (108,58 × 135) + (152,01 × 185) = 105,8 N 435
Σ MD = 0 RCt = =
(Ft cos a Zr3 × 385) + (Ft Z2 × 300) + (Ft Z3 × 250) 435
(64,85 × 385) + (108,58 × 300) + (152,01 × 250) = 219,64 N 435
Reaksi akibat adanya gaya radial Frz3 : Σ MC = 0 RDr = =
(Fr cos a Zr3 × 50) + (FrZ2 × 135) − (FrZ3 × 185) 365
(23,6 × 50) + (39,52 × 135) − (55,33 × 185) = -8,55 N 435
Σ MD = 0 RCr = =
(Fr cos a Zr3 × 385) + (FrZ2 × 300) + (FrZ3 × 250) 365
(23,6 × 385) + (39,52 × 300) + (55,33 × 250) = 16,35 N 435
Reaksi akibat adanya gaya tangensial Ftz4 : Σ MC = 0 RDt = =
(Ft cos a Zr3 × 50) + (Ft Z2 × 135) + (Ft Z4 × 395) 435
(64,85 × 50) + (108,58 × 135) + (89,42 × 395) = 122,35 N 435
Σ MD = 0 RCt =
(Ft cos a Zr3 × 385) + (Ft Z2 × 300) + (Ft Z4 × 40) 435
33
=
(64,85 × 385) + (108,58 × 300) + (89,42 × 40) = 140,5 N 435
Reaksi akibat adanya gaya radial Frz4 : Σ MC = 0 RDr = =
(Fr cos a Zr3 × 50) + (FrZ2 × 135) − (FrZ4 × 395) 435
(23,6 × 50) + (39,52 × 135) − (32,55 × 395) = -14,58 N 435
Σ MD = 0 RCr = =
(Fr cos a Zr3 × 385) + (FrZ2 × 300) − (FrZ4 × 40) 435
(23,6 × 385) + (39,52 × 300) − (32,55 × 40) = 45,15 N 435
Resultan gaya reaksi tumpuan poros II akibat gaya Fzr3 , Fz2 dan Fz3 : RC(zr3,z2&z3) =
RCt + RCr
RD(zr3,z2&z3) =
RDt + RDr
2
2
2
2
=
219,64 2 + 16,35 2 = 220,25 N
=
105,8,86 2 + 8,55 2 = 106,15 N
Resultan gaya reaksi tumpuan poros II akibat gaya Fzr3 , Fz2 dan Fz4 : RC(zr3,z2&z4) =
RCt + RCr
RD(zr3,z2&z4) =
RDt + RDr
2
2
2
2
=
140,5 2 + 45,15 2 = 147,58 N
=
122,35 2 + 14,58 2 = 123,21 N
Poros III : Ada 4 kemungkinan roda gigi yang bekerja yaitu roda gigi Z4 dan Z8 dengan Z7 dan Z9 atau Z4 dan Z8 dengan Z6 dan Z10 atau Z3 dan Z5 dengan Z7 dan Z9 atau Z3 dan Z5 dengan Z6 dan Z10 yang bekerja. Masing-masing menimbulkan gaya reaksi yang besarnya tidak sama. Distribusi beban akibat gaya tangensial dan gaya radial yang ditampilkan secara terpisah dapat dilihat dalam diagram gaya pada bidang datar berikut ini :
34
Gambar 3.10 Reaksi Tumpuan Poros III Akibat Gaya Tangensial.
Reaksi akibat adanya gaya tangensial Ftz7 dan Ftz8 : Σ ME = 0 RFt =
(Ft Z7 ×180) + (Ft Z8 × 260) (192,02 ×180) + (89,42 × 260) = = 192,71 N 300 300
Σ MF = 0 REt =
(Ft Z7 ×120) + (Ft Z8 × 40) (192,02 ×120) + (89,42 × 40) = = 88,73 N 300 300
Reaksi akibat adanya gaya tangensial Ftz6 dan Ftz8 : Σ ME = 0 RFt =
(Ft Z6 × 90) + (Ft Z8 × 260) (260,59 × 90) + (89,42 × 260) = = 155,68 N 300 300
Σ MF = 0 REt =
(Ft Z6 × 210) + (Ft Z8 × 40) (260,59 × 210) + (89,42 × 40) = 194,34 N = 300 300
Reaksi akibat adanya gaya tangensial Ftz5 dan Ftz7 : Σ ME = 0 RFt =
(Ft Z5 × 50) + (Ft Z7 × 180) (152,01× 50) + (192,02 × 180) = = 140,55 N 300 300
35
Σ MF = 0 REt =
(Ft Z5 × 250) + (Ft Z7 × 120) (152,01× 250) + (192,02 ×120) = = 203,48 N 300 300
Reaksi akibat adanya gaya tangensial Ftz5 dan Ftz6 : Σ ME = 0 RFt =
(Ft Z5 × 50) + (Ft Z6 × 90) (152,01× 50) + (260,59 × 90) = 103,51 N = 300 300
Σ MF = 0 REt =
(Ft Z5 × 250) + (Ft Z6 × 210) (152,01× 250) + (260,59 × 210) = 309,09 N = 300 300
Gambar 3.11 Reaksi Tumpuan Poros III Akibat Gaya Radial.
Reaksi akibat adanya gaya radial Frz7 dan Frz8 : Σ ME = 0 RFr =
(FrZ7 ×180) − (FrZ8 × 260) (69,89 × 180) − (32,55 × 260) = 13,73 N = 300 300
Σ MF = 0 REr =
(FrZ7 × 120) − (FrZ8 × 40) (69,89 × 120) − (32,55 × 40) = 23,62 N = 300 300
36
Reaksi akibat adanya gaya radial Frz6 dan Frz8 : Σ ME = 0 RFr =
(FrZ6 × 90) − (FrZ8 × 260) (94,85 × 90) − (32,55 × 260) = 0,25 N = 300 300
Σ MF = 0 REr =
(FrZ6 × 210) − (FrZ8 × 40) (94,85 × 210) − (32,55 × 40) = 62,05 N = 300 300
Reaksi akibat adanya gaya radial Frz5 dan Frz7 : Σ ME = 0 RFr =
(-FrZ5 × 50) + (FrZ7 × 180) (-55,33 × 50) + (69,89 ×180) = = 32,71 N 300 300
Σ MF = 0 REr =
(FrZ5 × 250) − (FrZ7 × 120) (55,33 × 250) − (69,89 × 120) = = 18,15 N 300 300
Reaksi akibat adanya gaya radial Frz5 dan Frz6 : Σ ME = 0 RFr =
(FrZ5 × 50) + (FrZ6 × 90) (55,33 × 50) + (94,85 × 90) = = 19,23 N 300 300
Σ MF = 0 REr =
(FrZ5 × 250) + (FrZ6 × 210) (55,33 × 250) + (94,85 × 210) = = 20,29 N 300 300
Resultan gaya reaksi tumpuan poros III akibat gaya Fz7 dan Fz8 : RE(z7&z8) =
REt + REr
2
=
88,732 + 23,62 2 = 91,82 N
RF(z7&z8) =
RFt + RFr
2
=
192,712 + 13,732 = 193,2 N
2
2
Resultan gaya reaksi tumpuan poros III akibat gaya Fz6 dan Fz8 : RE(z6&z8) =
REt + REr
2
=
194,34 2 + 62,05 2 = 204,01 N
RF(z6&z8) =
RFt + RFr
2
=
155,68 2 + 0,25 2 = 155,68 N
2
2
Resultan gaya reaksi tumpuan poros III akibat gaya Fz5 dan Fz7 : RE(z5&z7) =
REt + REr 2
2
=
203,48 2 + 18,15 2 = 204,29 N
37
RF(z5&z7) =
RFt + RFr 2
2
=
140,55 2 + 32,712 = 144,3 N
Resultan gaya reaksi tumpuan poros III akibat gaya Fz5 dan Fz6 : RE(z5&z6) =
REt + REr
2
=
309,09 2 + 20,29 2 = 309,76 N
RF(z5&z6) =
RFt + RFr
2
=
103,512 + 19,232 = 105,29 N
2
2
Poros IV : Seperti terlihat pada gambar 3.5 bahwa ada 4 kemungkinan roda gigi yang bekerja yaitu roda gigi Z7 dan Z9 dengan Z11 dan Z14 atau Z7 dan Z9 dengan Z12 dan Z13 atau Z6 dan Z10 dengan Z11 dan Z14 atau Z6 dan Z10 dengan Z12 dan Z13 yang bekerja. Masing-masing menimbulkan gaya reaksi yang besarnya tidak sama. Distribusi beban akibat gaya tangensial dan gaya radial yang ditampilkan secara terpisah dapat dilihat dalam diagram gaya pada bidang datar berikut ini :
Gambar 3.12 Reaksi Tumpuan Poros IV Akibat Gaya Tangensial.
Reaksi akibat adanya gaya tangensial Ftz9 dan Ftz11 : Σ MG = 0 RHt =
(Ft Z11 × 140) + (Ft Z9 × 315) (760,07 × 140) + (192,02 × 315) = = 383,67 N 435 435
Σ MH = 0 RGt =
(Ft Z11 × 295) + (Ft Z9 × 120) (760,07 × 295) + (192,02 × 120) = = 568,42 N 435 435
38
Reaksi akibat adanya gaya tangensial Ftz9 dan Ftz12 : Σ MG = 0 RHt =
(Ft Z12 × 50) + (Ft Z9 × 315) (249,88 × 50) + (192,02 × 315) = 167,77 N = 435 435
Σ MH = 0 RGt =
(Ft Z12 × 385) + (Ft Z9 × 120) (249,88 × 385) + (192,02 × 120) = 274,13 N = 435 435
Reaksi akibat adanya gaya tangensial Ftz10 dan Ftz11 : Σ MG = 0 RHt =
(Ft Z11 × 140) + (Ft Z10 × 225) (760,07 × 140) + (260,59 × 225) = = 379,41 N 435 435
Σ MH = 0 RGt =
(Ft Z11 × 295) + (Ft Z10 × 210) (760,07 × 295) + (260,59 × 210) = = 641,25 N 435 435
Reaksi akibat adanya gaya tangensial Ftz10 dan Ftz12 : Σ MG = 0 RHt =
(Ft Z12 × 50) + (Ft Z10 × 225) (249,88 × 50) + (260,59 × 225) = 163,51 N = 435 435
Σ MH = 0 RGt =
(Ft Z12 × 385) + (Ft Z10 × 210) (249,88 × 385) + (260,59 × 210) = 346,97 N = 435 435
Gambar 3.13 Reaksi Tumpuan Poros IV Akibat Gaya Radial.
39
Reaksi akibat adanya gaya radial Frz9 dan Frz11 : Σ MG = 0 RHr =
(FrZ11 × 140) − (FrZ9 × 315) (276,64 × 140) − (69,89 × 315) = 38,42 N = 435 435
Σ MH = 0 RGr =
(FrZ11 × 295) − (FrZ9 × 120) (276,64 × 295) − (69,89 × 120) = 168,33 N = 435 435
Reaksi akibat adanya gaya radial Frz9 dan Frz12 : Σ MG = 0 RHr =
(-FrZ12 × 50) + (FrZ9 × 315) (-90,95 × 50) + (69,89 × 315) = = 40,15 N 435 435
Σ MH = 0 RGr =
(FrZ12 × 385) − (FrZ9 × 120) (90,95 × 385) − (69,89 × 120) = = 61,22 N 435 435
Reaksi akibat adanya gaya radial Frz10 dan Frz11 : Σ MG = 0 RHr =
(FrZ11 × 140) − (FrZ10 × 225) (276,64 × 140) − (94,85 × 225) = 39,97 N = 435 435
Σ MH = 0 RGr =
(FrZ11 × 295) − (FrZ10 × 210) (276,64 × 295) − (94,85 × 210) = 141,82 N = 435 435
Reaksi akibat adanya gaya radial Frz10 dan Frz12 : Σ MG = 0 RHr =
(-FrZ12 × 50) + (FrZ10 × 225) (-90,95 × 50) + (94,85 × 225) = = 38,61 N 435 435
Σ MH = 0 RGr =
(FrZ12 × 385) − (FrZ10 × 210) (90,95 × 385) − (94,85 × 210) = = 34,71 N 435 435
Resultan gaya reaksi tumpuan poros IV akibat gaya Fz9 dan Fz11 : RG(z9&z11) =
RGt + RGr 2
2
=
568,42 2 + 168,33 2 = 592,82 N
40
RH(z9&z11) =
RHt + RHr 2
2
=
383,67 2 + 38,43 2 = 385,59 N
Resultan gaya reaksi tumpuan poros IV akibat gaya Fz9 dan Fz12 : RG(z9&z12) =
RGt + RGr
2
=
274,13 2 + 61,22 2 = 280,88 N
RH(z9&z12) =
RHt + RHr
2
=
167,77 2 + 40,15 2 = 172,51 N
2
2
Resultan gaya reaksi tumpuan poros IV akibat gaya Fz10 dan Fz11 : RG(z10&z11) =
RGt + RGr
2
=
641,25 2 + 141,82 2 = 656,75 N
RH(z10&z11) =
RHt + RHr
2
=
379,412 + 39,97 2 = 381,51 N
2
2
Resultan gaya reaksi tumpuan poros IV akibat gaya Fz10 dan Fz12 : RG(z10&z12) =
RGt + RGr
2
=
346,97 2 + 34,712 = 348,7 N
RH(z10&z12) =
RHt + RHr
2
=
163,512 + 38,612 = 168 N
2
2
Poros V : Ada 2 kemungkinan roda gigi yang bekerja yaitu roda gigi Z12 dan Z13 yang bekerja, atau roda gigi Z11 dan Z14 yang bekerja. Masing-masing menimbulkan gaya reaksi yang besarnya tidak sama. Distribusi beban serta reaksi pada tumpuan dapat dilihat dalam diagram gaya pada bidang datar di bawah ini :
Z12 dan Z13 yang bekerja
Z11 dan Z14 yang bekerja
Gambar 3.14 Reaksi Tumpuan Poros V Akibat Gaya Tangensial dan Radial.
41
Reaksi akibat adanya gaya tangensial Ftz13 : Σ MI = 0 RJt =
Ft Z13 × 50 249,88 × 50 = 28,72 N = 435 435
Σ MJ = 0 RIt =
Ft Z13 × 385 249,88 × 385 = 221,16 N = 435 435
Reaksi akibat adanya gaya radial Frz13 : Σ MI = 0 RJr =
FrZ13 × 50 90,95 × 50 = = 10,45 N 435 435
Σ MJ = 0 RIr =
FrZ13 × 385 90,95 × 385 = = 80,5 N 435 435
Reaksi akibat adanya gaya tangensial Ftz14 : Σ MI = 0 RJt =
Ft Z14 × 140 760,07 × 140 = 244,62 N = 435 435
Σ MJ = 0 RIt =
Ft Z14 × 295 760,07 × 295 = 515,45 N = 435 435
Reaksi akibat adanya gaya radial Frz14 : Σ MI = 0 RJr =
FrZ14 × 140 276,64 × 140 = = 89,03 N 435 435
Σ MJ = 0 RIr =
FrZ14 × 295 276,64 × 295 = 187,61 N = 435 435
Resultan gaya reaksi tumpuan poros V akibat gaya Fz13 : RI(z13) =
RIt + RIr 2
2
=
221,16 2 + 80,5 2 = 235,36 N
42
RJ(z13) =
RJt + RJr 2
2
=
28,72 2 + 10,45 2 = 30,57 N
Resultan gaya reaksi tumpuan poros V akibat gaya Fz14 : RI(z14) =
RIt + RIr
RJ(z14) =
RJt + RJr
2
2
2
2
=
515,45 2 + 187,612 = 548,53 N
=
244,62 2 + 89,03 2 = 260,32 N
Poros pembalik putaran : Distribusi beban serta reaksi pada tumpuan dapat dilihat dalam diagram gaya pada bidang datar berikut ini :
Gambar 3.15 Reaksi Tumpuan Poros Pembalik Putaran Ft
Zr3 co
Zr1
sa
Fr
Fr
Fr
Ft
co
sa
Ft
Zr2
a
a = 6,76°
Gambar 3.16 Proyeksi Gaya Tangensial dan Radial.
Dari gambar proyeksi ini terlihat bahwa ada 2 pasangan komponen gaya yang berpengaruh yaitu (Ft2.3 – Fr2.1cos a) dan (Fr2.3 + Ft2.1cos a) sehingga : Reaksi akibat adanya gaya (Ft2.3 – Fr2.1cos a) : RK1 = RL1 =
( Ft 2.3 − Fr2.1 cos a ) (108,58 − 39,52 cos a ) = = 34,67 N 2 2
43
Reaksi akibat adanya gaya (Fr2.3 + Ft2.1cos a) : RK2 = RL2 =
( Fr2.3 + Ft 2.1 cos a ) (39,52 + 108,58 cos a ) = = 73,67 N 2 2
Resultan gaya reaksi tumpuan poros pembalik putaran : RK = RL =
34,67 2 + 73,67 2 = 81,42 N
Tabel 3.7 Gaya Reaksi Tumpuan Resultan Reaksi Tumpuan ( N ) Poros
Tumpuan
I II III IV V Pembalik
A B C D E F G H I J K L
1
2
3
4
Maksimum
46.20 65.99 220.25 106.15 91.82 193.20 592.82 385.58 235.36 30.57 81.42 81.42
147.58 123.21 204.01 155.68 280.88 172.51 548.53 260.32 -
204.29 144.30 656.75 381.51 -
309.76 105.29 348.70 168.01 -
46.20 65.99 220.25 123.21 309.76 193.20 656.75 385.58 548.53 260.32 81.42 81.42
3.7. Perhitungan Momen Lengkung Maksimum pada Speed Box
Perhitungan pada momen lengkung diperoleh dari perkalian gaya reaksi dengan jarak. Perhitungan momen lengkung maksimum ini akan digunakan untuk perhitungan poros pada pembahasan berikutnya.
Sebagai contoh perhitungan
poros I momen lengkung maksimum terletak pada posisi roda gigi Z1 yang besarnya 3299,71 N.mm. Pada poros I besar momen lengkung akibat gaya-gaya dapat ditentukan sebagai berikut : MA = 0 MzR1 = RA x 50 = 81,33 x 50 = 2309,82 N.mm Mz1 = RB x 50 = 113,45 x 50 = 3299,71 N.mm MB = 0
44
Hasil perhitungan momen lengkung pada poros yang lain dengan beberapa kemungkinan posisi roda gigi ditampilkan dalam tabel berikut ini :
Tabel 3.8 Momen Lengkung Momen Lengkung ( N.mm ) Poros
I
II
III IV V Pembalik
1
2
3
4
Maksimum
2309.82
-
-
-
2309.82
3299.71
-
-
-
3299.71
11012.40
7378.80
-
-
11012.40
21017.65
11206.94
-
-
21017.65
26536.40
4928.54
-
-
26536.40
16527.29
18360.49
10214.62
15487.93
18360.49
7727.81
6227.01
17316.26
22109.93
22109.93
82994.43
14044.23
91944.47
17434.90
91944.47
46270.19
20700.90
80116.90
35281.69
80116.90
11767.80
76793.83
-
-
76793.83
11767.80
76793.83
-
-
76793.83
2442.66 2442.66
-
-
-
2442.66 2442.66
3.8. Perencanaan Poros pada Speed Box
Pada poros transmisi yang meneruskan daya melalui roda gigi, poros tersebut selain mendapat momen lengkung juga mendapat momen puntir (torsi). Besar torsi pada poros I adalah:
T=
4500 ⋅ P (N.m) 2 ⋅π ⋅ N
Dimana : P = Daya (kW); dimana 1 kW = 1,341 hp N = Kecepatan putaran (rpm) Sehingga: T =
4500 ⋅ (3,7 × 1,341) = 2,5383 N.m = 253,83 N.cm 2 ⋅ π ⋅1400
(3.16)
45
Besar momen lengkung pada poros I diambil momen lengkung maksimum yaitu 3299,71 N.mm = 329,97 N.cm. Material ditentukan SNCM25 dengan kekuatan tarik 120 N/mm2 , sehingga diameter poros dapat dihitung :
⎛ 16 ds = ⎜⎜ ⎝ π ⋅τ s
⎞ ( K m ⋅ M ) 2 + ( K t ⋅ T ) 2 ⎟⎟ ⎠
1/ 3
(mm)
(3.17)
(Khurmi, R.S., A Text Book of Machine Design, hal 447) Dimana : Km = Faktor koreksi untuk momen lengkung, diambil 1,5 Kt = Faktor koreksi untuk momen punter, diambil 1,5 τs
= σb / (Sf1 . Sf2) Sf1 = Faktor keamanan terhadap kelelahan puntir. Untuk material SNCM25, Sf1 = 6 Sf2 = Faktor keamanan terhadap konsentrasi tegangan, dipilih 2 = 120 / (6 . 2 ) = 10 N /mm2 = 1000 N / cm2
Didapatkan : 1/ 3
⎛ 16 ⎞ ds = ⎜ (1,5 ⋅ 329,97) 2 + (1,5 ⋅ 253,83) 2 ⎟ = 1,471 cm = 14,7 mm ⋅ 1000 π ⎠ ⎝
Untuk perhitungan diameter poros lainnya, dilakukan dengan cara yang sama tetapi putaran poros yang digunakan adalah putaran poros terendah. Hasil dari perhitungan dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.9 Diameter Poros pada Speed Box Poros
P (kW)
N (rpm)
M (N.cm)
T (N.cm)
Diameter poros (mm)
I
3.7
1400
329.97
253.83
14.71
II
3.7
1200
2653.64
296.13
27.32
III
3.7
500
2210.99
710.71
26.08
IV
3.7
200
9194.45
1776.78
41.51
V
3.7
50
7679.38
7107.11
43.08
Pembalik
3.7
1866.67
244.27
190.37
13.32
46
Defleksi puntiran (θ) suatu poros dibatasi sampai dengan 0,25° untuk setiap meter panjang poros. Pemeriksaan θ pada poros menggunakan rumus : dθ T ≤ 0,25 °/meter = 584 4 dL G ⋅ ds
Dimana : T = Momen puntir (N.mm) G = Modulus geser, untuk baja = 8,3 x 103 N / mm2 Sehingga diameter poros agar defleksi puntiran tidak melebihi 0,25° adalah : d s = 4,1 ⋅ 4 T
(mm)
(3.18)
(Sularso, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Eleman Mesin, hal. 18)
Pada poros I didapatkan diameter poros baru sebesar : d s = 4,1 ⋅ 4 2538,3 = 29,1 mm
Dengan memperhitungkan defleksi puntiran, diameter poros yang lainnya dihitung dengan cara yang sama. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.10 Diameter Poros Defleksi Puntiran pada Speed Box Poros
T (N.cm)
ds baru (mm)
ds diambil (mm)
I
253.825
29.102
30
II
296.130
30.245
32
III
710.711
37.645
38
IV
1776.778
47.336
48
V
7107.112
66.943
70
Pembalik
190.369
27.082
30
Poros dengan menggunakan transmisi roda gigi perlu dibuat alur pasak pada poros tersebut. Perencanaan pada poros I dengan ds = 30 mm, dibuat alur pasak dengan ukuran 10 x 5 x radius fillet 0,6. Konsentrasi tegangan pada poros dengan alur pasak memenuhi ketentuan :
47
τs . Sf2 ≥ τ . α
r 0,6 = = 0,02 30 ds
Dimana : α = Faktor konsentrasi tegangan.
sehingga dari diagram R.E. Peterson didapatkan α = 2,65 τ =
=
16
π ⋅ ds
(K m ⋅ M ) 2 + (Kt ⋅ T ) 2
3
(3.19)
16 (1,5 ⋅ 329,97) 2 + (1,5 ⋅ 253,83) 2 = 117,79 N/cm2 3 π ⋅3
Diperoleh 1000 . 2 > 117,79 . 2,65
Ukuran alur pasak pada masing-masing poros ditampilkan pada tabel dibawah ini:
Tabel 3.11 Alur Pasak Poros pada Speed Box
I
Ukuran alur pasak 10 x 5 x 0,6
II III
10 x 5 x 0,6 12 x 5 x 0,6
Poros
Poros IV
Ukuran alur pasak 14 x 5,5 x 1,0
V 20 x 7,5 x 1,0 Pembalik 8 x 4 x 0,4
Hal yang tidak kalah penting dari perancangan sebuah poros adalah kecepatan kritis, khususnya pada poros putaran tinggi. Bila poros berputar pada kecepatan kritisnya maka akan terjadi getaran yang besar. Oleh karena itu diambil pedoman bahwa putaran poros maksimum demi keamanan tidak boleh melebihi 80 % putaran kritisnya. Putaran kritis pada poros I adalah sebagai berikut: 2
d Nc = 52700 s l1 ⋅ l 2
L (rpm) W
(Sularso, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Eleman Mesin, hal. 19) Dimana :
ds
= Diameter poros (mm)
l1 , l2 = Jarak titik beban ke bantalan (mm) L
= Jarak antar bantalan (mm)
W
= Berat beban (N), berat poros dan berat roda gigi
(3.20)
48
Berat poros : Ws =
π 4
d s ⋅ L ⋅ γ (N) 2
(3.21)
Dimana : γ = berat jenis baja = 7,86 . 10-3 (N/cm3) Berat roda gigi : WG = 0,118 . z . b . m2 (N)
(3.22)
(Khurmi, R.S., A Text Book of Machine Design, hal 1020) Dimana : z = jumlah gigi roda gigi b = Lebar roda gigi (cm) m = modul roda gigi (cm) Sehingga diperoleh : Ws =
π 4
32 ⋅18,5 ⋅ 7,86 .10 -3 = 1,028 N
(Setengah dari berat poros ini dianggap sebagai beban terpusat di tengah.) Wzr1 = 0,118 . 24 . 3 . 0,32 = 0,76464 N Wz1 = 0,118 . 24 . 3 . 0,32 = 0,76464 N
Kecepatan kritis dari masing-masing benda yang berputar pada poros I : Nc1 = 52700
30 2 185 = 109296,6 rpm 50 ⋅135 0,765
Nc2 = 52700
30 2 185 = 109296,6 rpm 135 ⋅ 50 0,765
Nc3 = 52700
35 2 185 = 105173,7 rpm 92,5 ⋅ 92,5 0,514
Maka: 1 Nc
2
=
=
1 N c1
2
+
1 N c2
2
+
1 N c3
2
1 1 1 + + 2 2 109296,6 109296,6 105173,7 2
(3.23)
49
Nc2 = 3,88 . 109 Nc
= 62278,15 rpm
Kecepatan kritis ini jauh diatas putaran aktual sehingga putaran kerjanya aman.
Untuk perhitungan kecepatan kritis pada poros lainnya, dilakukan dengan cara yang sama. Hasil dari perhitungan dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 3.12 Kecepatan Kritis Poros pada Speed Box Poros
Nc1
Nc2
Nc3
Nc4
Nc5
Nc
80% Nc
-
-
62278,15
49822,52
I
109296,61 109296,61 105173,71
II
77208,54
29423,77
30486,36
38078,03
20290,88
13462,87
10770,30
III
85267,77
73837,12
53478,07
121770,69 44719,89
28419,91
22735,93
IV
53480,05
70122,79
35889,22
48455,98
30436,32
18782,00
15025,60
V
228638,19
74566,33
44386,30
-
-
37620,62
30096,50
-
-
-
272733,07 218186,46
Pembalik 539047,58 316190,01
3.9. Pemilihan Bantalan
Poros yang berputar disertai pembebanan memerlukan media penumpu yang tepat supaya poros tetap berputar dengan halus dan gesekan yang terjadi tidak terlalu besar. Pemilihan bantalan pada prinsipnya bertujuan agar beban yang timbul dapat ditahan oleh kedua bantalan. Bantalan yang digunakan dalam perancangan disini adalah bantalan gelinding. Jenisnya dipilih bantalan bola radial alur dalam baris tunggal dan bantalan bola kontak sudut baris ganda. Pemilihan bantalan untuk tumpuan A dan B adalah sebagai berikut : • Umur bantalan direncanakan 5 tahun. • Mesin bekerja rata-rata 8 jam per hari. Dengan asumsi bahwa ada 300 hari kerja dalam setahun. • Jika poros berputar pada 1400 rpm, maka :
50
Umur pemakaian bantalan: Lh = 5 x 300 x 8 = 12000 jam L = 60 x N x Lh = 60 x 1400 x 12000 = 1008 x 106 putaran
Beban ekivalen : Fe = (Xr . V . Fr + Yt . Fa) Ks
(N)
(3.24)
(Khurmi, R.S., A Text Book of Machine Design, hal 969) Dimana : Xr = Faktor radial = 1 V = Faktor rotasi = 1 Yt = Faktor aksial = 0 Ks = Faktor pelayanan = 1 Sehingga : Fe = (1 . 1 . Fr + 0 . Fa) 1 = Fr Pada tumpuan A: Fe = 46,196 N Pada tumpuan B: Fe = 65,994 N Besarnya beban dinamik adalah : ⎛ L ⎞ C = Fe ⋅ ⎜ 6 ⎟ ⎝ 10 ⎠
1/ k
(N)
(Khurmi, R.S., A Text Book of Machine Design, hal 975) Dimana : Fe = Beban ekivalen (N) k = 3 = 10/3
untuk bantalan bola untuk bantalan rol
(3.25)
51
Sehingga : ⎛ L ⎞ CA = Fe ⋅ ⎜ 6 ⎟ ⎝ 10 ⎠
1/ 3
1/ 3
⎛ 1008 × 10 6 ⎞ ⎟⎟ = 46,196 ⋅ ⎜⎜ 6 ⎝ 10 ⎠ ⎛ L ⎞ CB = Fe ⋅ ⎜ 6 ⎟ ⎝ 10 ⎠
= 463,19 N
1/ 3
1/ 3
⎛ 1008 × 10 6 ⎞ ⎟⎟ = 65,994 ⋅ ⎜⎜ 6 ⎝ 10 ⎠
= 661,7 N
Dipilih bantalan bola radial alur dalam baris tunggal nomor 6005 pada tumpuan A dengan C = 790 N dan Co = 530 N dan nomor 6005 pada tumpuan B dengan C = 790 N dan Co = 530 N. Besarnya beban dinamik dan pemilihan bantalan ditampilkan pada tabel berikut ini :
Tabel 3.13 Beban Dinamik dan Nomor Bantalan pada Tumpuan Poros I II III IV V Pembalik
-6
Tumpuan
Fmax
nmax
L x 10
C (N)
A
46.196
1400
1008
B
65.994
1400
C
220.248
D
Bantalan Nomor
C (N)
Co (N)
463.19
6005
790
530
1008
661.70
6005
790
530
1200
864
2097.73
6306
2200
1460
123.213
1200
864
1173.53
6206
1530
1000
E
309.759
1200
864
2354.93
6307
2600
1760
F
193.195
1200
864
1468.76
6207
2000
1370
G
656.746
800
576
4421.04
6409
6000
4400
H
385.585
800
576
3208.20
6309
4150
3000
I
548.527
1200
864
5224.40
6313
7200
5500
J
260.318
1200
864
2479.38
6213
4400
3550
K
81.422
1866.667
1344
898.55
6205
1100
710
L
81.422
1866.667
1344
898.55
6205
1100
710
52
Tabel 3.14 Nomor, Tipe dan Ukuran Bantalan Nomor
Tipe bantalan
Diameter d Diameter D (mm) (mm)
Lebar (mm)
25
47
12
6205
25
52
15
30
62
16
30
72
19
35
72
17
35
80
21
45
100
25
45
120
29
6213
65
120
23
6313
65
140
33
6206 6306 6207 6307 6309 6409
Alur dalam baris tunggal
6005
53
BAB IV PERENCANAAN STRUKTUR MESIN BOR RADIAL
Bagian dari mesin bor radial yang termasuk dalam perencanaan struktur kali ini meliputi lengan / arm, meja kerja, kolom dan landasan. Struktur ini berfungsi untuk menahan gaya-gaya yang terjadi selama proses pemotongan, juga menahan gaya berat dari mesin itu sendiri. Oleh karena itu diperlukan pemilihan material yang tepat. Perhitungan gaya-gaya yang ada sangat komplek dan perhitungan matematis secara eksak tidaklah mudah, sehingga analisa dilakukan dengan cara asumsi dan penyederhanaan.
4.1. Perencanaan Lengan Lengan merupakan bagian dari mesin bor radial yang berfungsi sebagai dudukan kotak sistem transmisi.
Dengan adanya lengan maka spindel bisa
bergerak secara horisontal, vertikal maupun berputar (kolom
sebagai sumbu
putarnya). Analisa pada lengan mesin bor radial dilakukan seperti pada batang cantilever dimana kolom sebagai tumpuannya.
W
P
200
y
RAx
x M
A
B
1500
50
RAy Gambar 4.1 Distribusi Gaya dan Ukuran Lengan Data-data yang diperlukan untuk perhitungan adalah sebagai berikut : Gaya pembebanan (P)
= 1000 N
Panjang lengan (L)
= 1500 mm
Luas penampang (b x h)
= 50 mm x 200 mm = 10000 mm2
54
Berat jenis besi tuang ( γ )
= 6,95 x 10-3 N / cm3
Berat lengan (W)
= (150 x 20 x 5 ) x 6,95 x 10-3 = 104,25 N
Keseimbangan Gaya: Σ Fx = 0 RAx + 0 = 0 RAx = 0 Σ Fy = 0 Ray – P – W = 0 Ray = P + W = 1000 + 105,25 = 1104,25 N.
1 Σ MA = M − L ⋅ W − L ⋅ P = 0 2 ⎛ L⎞ M = ⎜ W ⎟ + (P ⋅ L ) ⎝ 2⎠
1500 ⎞ ⎛ M = ⎜104,25 ⎟ + (1000 ⋅1500) = 1578187,5 N.mm 2 ⎠ ⎝ Tegangan yang terjadi akibat momen lengkung di titik A :
σ=
M A ⋅c I
( N / cm2 )
(4.1)
(Spotts, M.F., Machine Elements, hal. 28) Dimana : I
= Momen inersia (mm4) =
bh 3 12
untuk penampang persegi panjang
50 ⋅ 200 3 = 33333333,33 mm4 = 12 MA = Momen lengkung di titik A (N.mm) c
= jarak sisi ke titik netral = h / 2 = 100 mm
(4.2)
55
Sehingga :
σ=
1578187,5 ⋅100 = 4,73456 N / mm2 = 473,456 N / cm2 33333333,33
Tegangan yang terjadi akibat gaya geser pada penampang A :
τ=
RA 1104,25 = = 11,0425 N / cm2 A 100
Tegangan yang terjadi akibat gaya geser pada penampang B :
τ=
RB = A
0
Dari hasil perhitungan diatas dipilih material lengan dari bahan FC26 dengan spesifikasi sebagai berikut : σijin = 530 N / cm2 τijin = 200 N / cm2
4.2. Perencanaan Meja Kerja
Meja kerja merupakan tempat untuk meletakkan benda kerja dan pencekam benda kerja selama proses pengeboran benda kerja. Meja kerja pada mesin bor merupakan asesoris tambahan, dan meja kerja ini dapat dipasang pada landasan menggunakan baut. Data-data yang diperlukan untuk perhitungan adalah sebagai berikut : Gaya aksial (Fa)
= 2920,125 N
Dimensi meja kerja Panjang (L)
= 750 mm
Lebar (K)
= 500 mm
Tinggi (H)
= 400 mm
Gambar 4.2 Ukuran Meja Kerja
56
Bila terdapat 3 buah slot dengan lebar slot 12 mm, maka: Luas bidang permukaan kontak pada luasan K x L : A1
= (500x750) – [3.(12x750)] = 348000 mm2
Luas bidang permukaan kontak pada luasan H x L : A2
= (400x750) – [3.(12x750)] = 273000 mm2
Untuk menghitung gaya berat benda kerja diasumsikan material benda kerja yang dikerjakan adalah baja dengan ukuran 750 x 500 x 500 mm. Berat jenis baja ( γ )
= 7,68 x 10-3 N / cm3
Berat benda kerja (W)
= (75 x 50 x 50 ) x 7,68 x 10-3 = 1440 N
Beban total (F)
= Fa + W = 2920,125 + 1440 = 4360,125 N
Tekanan pada permukaan meja horisontal adalah : σ
=
4360,125 F = 3480 A1
= 1,25 N / cm2
Tegangan geser yang terjadi pada permukaan meja vertikal adalah : τ
=
F 4360,125 = 2730 A2
= 1,597 N / cm2
Dari hasil perhitungan diatas dipilih material meja kerja dari bahan FC26 dengan spesifikasi sebagai berikut :
σijin = 530 N / cm2 τijin = 200 N / cm2
4.3. Perencanaan Kolom Kolom merupakan bagian dari mesin bor radial yang berfungsi sebagai penyangga dari gaya-gaya yang terjadi pada mesin. Dalam perencanaan mesin
57
perkakas, kolom harus mempunyai kekakuan yang tinggi agar supaya kepresisian mesin terjaga dengan baik. Penampang kolom mempunyai penampang berbentuk lingkaran. Data-data yang diperlukan adalah sebagai berikut : Luas penampang melintang (A) = = Beban pada kolom (F)
π 4
π 4
(D
2
− Di
(30
2
− 24 2 = 254,469 cm2
o
2
)
(4.3)
)
= 1104,25 N
F
24 0
30
2000
Ø
Ø 300
Gambar 4.3 Ukuran Kolom Beban kritis yang terjadi adalah :
Fcr =
π 2 ⋅ EI 4 ⋅ L2
(N)
(4.4)
(Spotts, M.F., Machine Elements, hal. 41) Dimana : E = Modulus elastis material = 8 x 105 N/cm2 (untuk besi tuang) I = Momen inersia =
π ( Do 4 − Di 4 ) 64
=
π (30 4 − 24 4 ) 64
=23474,7657 cm4
EI = 8 x 105 x 23474,7657 = 18779812565 N.cm2 L = Panjang kolom (cm)
(4.5)
58
Diperoleh :
π 2 ⋅18779812565
Fcr =
4 ⋅ 200 2
= 1158433,255 N
Beban pada kolom jauh dibawah beban kritisnya, sehingga kolom mampu menahan beban yang terjadi pada kolom.
Kolom juga menerima momen lengkung akibat gaya-gaya pada lengan sebesar:
⎛ L⎞ M = (P ⋅ L ) + ⎜ W ⎟ ⎝ 2⎠ 1500 ⎞ ⎛ = (1000 ⋅1500 ) + ⎜104,25 ⎟ = 1578187,5 N.mm 2 ⎠ ⎝
Tegangan akibat momen lengkung tersebut dapat dihitung menggunakan persamaan 4.1 sebagai berikut :
σ=
M ⋅c I
( N / cm2 )
(Spotts, M.F., Machine Elements, hal. 28) =
157818,75 ⋅15 = 100,844 ( N / cm2 ) 23474,7657
Tekanan bidang pada permukaan kolom : P
=
F 1104,25 = = 4,339 N / cm2 A 254,469
Dari hasil perhitungan diatas dipilih material kolom dari bahan FC26 dengan spesifikasi sebagai berikut : Pijin = 66 N / cm2
σijin = 530 N / cm2 τijin = 200 N / cm2
59
4.4. Perencanaan Landasan Landasan merupakan bagian dari mesin bor radial yang berfungsi sebagai penyangga dari gaya-gaya yang terjadi pada mesin. Landasan menahan gaya potong dari alat potong pada saat proses pengeboran benda kerja, gaya berat dari meja kerja dan benda kerja serta gaya berat dari kolom.
Data-data yang diperlukan adalah sebagai berikut : Berat kolom (Wkolom)
⎡π ⎤ = ⎢ 30 2 − 24 2 x 200⎥ x 6,95 x 10-3 ⎣4 ⎦
(
)
= 353,712 N Beban W1
= Fkolom + Wkolom = 1104,25 + 353,712 = 1457,962 N = (75 x 50 x 40) x 6,95 x 10-3
Berat meja (Wmeja)
= 1042,5 N Beban W2
= Fa + Wmeja + Wbk = 2920,125 + 1042,5 + 1440 = 5402,625 N
Gaya-gaya yang bekerja pada landasan digambarkan sebagai berikut: W2
300
200
W1
1200
900
1000
250
2000
Gambar 4.4 Distribusi Gaya dan Ukuran Landasan
60
Momen lengkung yang terjadi adalah : M = (W1 ⋅ 250 ) + (W2 ⋅1450 ) =
(1457,962 ⋅ 250) + (5402,625
⋅1450 )
= 8198296,75 N.mm
Tegangan yang terjadi akibat momen lengkung :
M ⋅c I
σ=
( N / cm2 )
(Spotts, M.F., Machine Elements, hal. 28) Dimana : = Momen inersia (mm4)
I
bh 3 b1h1 = − 12 12 =
3
untuk penampang persegi panjang
(4.6)
1000 ⋅ 300 3 900 ⋅ 200 3 = 1650000000 mm4 − 12 12
M = Momen lengkung (N.mm) c
= jarak sisi ke titik netral = h / 2 = 150 mm
Sehingga :
σ=
8198296,75 ⋅150 = 0,745 N / mm2 = 74,5 N / cm2 1650000000
Dari hasil perhitungan diatas dipilih material landasan dari bahan FC26 dengan spesifikasi sebagai berikut :
σijin = 530 N / cm2 τijin = 200 N / cm2 Pijin = 66 N / cm2
4.5. Perencanaan Batang Ulir Batang ulir / lead screw mempunyai fungsi sebagai poros penggerak lengan dalam arah vertikal
(naik dan turun).
Batang ulir direncanakan dengan
61
mempertimbangkan ketahanan aus, kekuatan kekakuan dan kekuatan terhadap tekuk / buckling stability. Batang ulir direncanakan menggunakan jenis ulir trapesium standar TR 48 x 8 (DIN 103) dimana : Kisar Ulir / pitch (p)
= 8 mm
Panjang ulir (L)
= 850 mm
Diameter mayor ulir (D)
= 48 mm
Diameter minor ulir (dm)
= 39 mm
Data-data yang diperlukan untuk perhitungan antara lain : Gaya aksial (Fa)
= 1104,25 N
Tekanan permukaan rata-rata pada batang ulir sebesar : Pav = =
2 ⋅ Fa (N / cm2) π ⋅D⋅L
(4.7)
2 ⋅1104,25 = 1,723 N / cm2 π ⋅ 4,8 ⋅ 85
Tegangan normal pada batang ulir sebesar :
σ =
4 ⋅ Fa π ⋅ dm2
(N / cm2)
(4.8)
( Mehta, N. K., Machine Tool Design, hal. 217) =
4 ⋅1104,25 = 92,438 N / cm2 π ⋅ 3,9 2
Momen puntir pada batang ulir sebesar : T =
Fa ⋅ D cos α ⋅ tan λ + µ 2 cos α − µ tan λ
(N.cm)
(4.9)
( Mehta, N. K., Machine Tool Design, hal. 217) Dimana : α = Setengah dari sudut profil = 14,5° λ = Sudut helik ulir = tan −1
p π ⋅D
(4.10)
62
= tan −1
8 = 3,037° π ⋅ 48
µ = Koefisien gesek = 0,1 Diperoleh : T =
1104,25 ⋅ 4,8 cos 14,5 ⋅ tan 3,037 + 0,1 = 416,620 N.cm 2 cos 14,5 − 0,1 tan 3,037
Tegangan geser pada batang ulir sebesar : τ
=
16 ⋅ T (N / cm2) π ⋅ dm3
(4.11)
( Mehta, N. K., Machine Tool Design, hal. 217) =
16 ⋅ 416,620 π ⋅ 3,9 3
= 35,77 N / cm 2
Tegangan geser maksimum pada batang ulir sebesar : τmax
=
σ 2 + 4τ 2 2
(N / cm2)
(4.12)
( Mehta, N. K., Machine Tool Design, hal. 217) =
92,438 2 + 4 ⋅ 35,77 2 = 58,44 (N / cm2) 2
Material batang ulir direncanakan terbuat dari bahan S35C dengan batas mulur 2900 kg/cm2. Tegangan geser ijin pada batang ulir sebesar : τijin =
σy k
(N / cm2)
( Mehta, N. K., Machine Tool Design, hal. 217) Dimana : σy
= Batas mulur material (N / cm2)
k
= koefisien tegangan geser = diambil 7
(4.13)
63
Didapatkan : τijin =
2900 = 414, 2857 N / cm2 7
Dari perhitungan di atas terlihat bahwa τijin > τmax sehingga material tersebut aman untuk digunakan.
Kekakuan dari lead screw dihitung berdasarkan besar deformasi elastisnya terhadap beban arah aksial dengan cara sebagai berikut : ∆p =
Fa ⋅ p (cm) E ⋅ Am
(4.14)
( Mehta, N. K., Machine Tool Design, hal. 218) Dimana : ∆p = Perubahan kisar ulir (cm) Fa = Gaya aksial (N) p
= Kisar ulir (cm)
E
= Modulus elastis material 2 x 106 N / cm2 untuk material baja
Am = Luas penampang lead screw = =
π 4
π 4
⋅ dm
2
(cm2)
(4.15)
⋅ 3,9 2 = 11,95 cm 2
Diperoleh : ∆p =
1104.25 ⋅ 0,8 = 3,6975 x 10-5 cm 2 ⋅10 6 ⋅11,95
Panjang batang ulir lebih dari 10 kali diameter minor ulir, sehingga perlu diperhitungkan kondisi kekuatan terhadap tekuk. Kekuatan terhadap tekuk pada batang ulir adalah : Fcr =
π 2 ⋅ EI ( k ⋅ L) 2
(N)
( Mehta, N. K., Machine Tool Design, hal. 218)
(4.16)
64
Dimana : I = Momen inersia aksial = =
π 64
π 64
⋅ dm
4
(cm4)
(4.17)
⋅ 3,9 4 = 11,356 cm4
k = Koefisien panjang batang ulir untuk tumpuan jepit-sendi = 0,7 L = panjang batang ulir = 85 cm Diperoleh : Fcr =
π 2 ⋅ 2 x10 6 x11,356 (0,7 ⋅ 85) 2
= 63317,555 N
Beban yang diterima oleh batang ulir jauh lebih kecil dari beban kritisnya. Dengan demikian batang ulir aman untuk digunakan.
Pemilihan bantalan untuk tumpuan batang ulir yang menerima beban aksial adalah sebagai berikut : • Umur bantalan direncanakan 5 tahun. • Mesin bekerja rata-rata 8 jam per hari. Dengan asumsi bahwa ada 300 hari kerja dalam setahun. • Jika poros berputar pada 116,67 rpm, maka :
Umur pemakaian bantalan: Lh = 5 x 300 x 8 = 12000 jam L = 60 x N x Lh = 60 x 116,67 x 12000 = 84 x 106 putaran
Beban ekivalen : Fe = (Xr . V . Fr + Yt . Fa) Ks
(N)
(Khurmi, R.S., A Text Book of Machine Design, hal 969)
65
Dimana : Xr = Faktor radial = 0 V = Faktor rotasi = 1 Yt = Faktor aksial = 1 Ks = Faktor pelayanan = 1 Sehingga : Fe = (0 . 1 . Fr + 1 . Fa) 1 = Fa Pada batang ulir yang menerima gaya aksial: Fe = 1104,25 N Besarnya beban dinamik adalah : ⎛ L ⎞ C = Fe ⋅ ⎜ 6 ⎟ ⎝ 10 ⎠
1/ k
(N)
(Khurmi, R.S., A Text Book of Machine Design, hal 975) Dimana : Fe = Beban ekivalen (N) L = Umur pemakaian bantalan (putaran) k = 3 = 10/3
untuk bantalan bola untuk bantalan rol
Sehingga :
⎛ L ⎞ C = Fe ⋅ ⎜ 6 ⎟ ⎝ 10 ⎠
1/ 3
1/ 3
⎛ 84 × 10 6 ⎞ ⎟⎟ = 1104,25 ⋅ ⎜⎜ 6 ⎝ 10 ⎠
= 4836,08 N
Dari perhitungan diatas, maka dipilih bantalan bola aksial nomor 51309 dengan C = 6700 N dan Co = 13700 N.
66
4.6. Perencanaan Penggerak Batang Ulir
Gerakan lengan mesin bor radial oleh batang ulir direncanakan bergerak melalui mekanisme roda gigi dengan menggunakan motor listrik 1,5 kW. Pembahasan berikut ini akan membahas sistem roda gigi sebagai penggerak batang ulir, pemilihan poros dan bantalan.
Diagram roda gigi pada arm lifting dapat digambarkan sebagai berikut:
nin
nout Gambar 4.5 Diagram Roda Gigi
Jumlah gigi roda gigi yang digunakan adalah sebagai berikut : z1 = 20
z3 = 20
z2 = 40
z4 = 60
Diameter lingkaran jarak bagi (d) dan jarak poros (a) dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 4.1 Diameter Lingkaran Jarak Bagi (D) dan Jarak Poros (a) Rasio kecepatan
z1
z2
m
D1
D2
a
i1
20
40
3
60
120
90
i2
20
60
3
60
180
120
Dari data jumlah gigi pada roda gigi maka didapatkan putaran keluaran sebesar : nout =
z1 z 3 20 20 ⋅ ⋅ nin = ⋅ ⋅ 700 = 116,667 rpm 40 60 z2 z4
67
4.6.1. Analisa gaya roda gigi
Analisa gaya-gaya roda gigi dilakukan seperti pada pembahasan sistem transmisi pada bab III. Kecepatan keliling: V =
π ⋅ d1 ⋅ n1 1000
=
π ⋅ 60 ⋅ 700 1000
= 132 m/min
Gaya tangensial: Ft =
P ⋅ 4500 ⋅ Cs (N) V
(Khurmi, R.S., A Text Book of Machine Design, hal. 1007) Dimana: Cs = Faktor pemakaian = 1,54 (beban kejut medium, 8 – 10 jam/hari) P = Daya (kW); dimana 1 kW = 1,341 hp V = Kecepatan keliling (m/min) Sehingga: ⎛⎜ 1,5 ×1,341⎞⎟⎠ ⋅ 4500 Ft = ⎝ ⋅1,54 = 105,6 N 132
Gaya radial: Fr = Ft ⋅ tan α (N) Dimana: α = sudut tekan roda gigi = 20° Sehingga: Fr = 105,6. tan 20° = 38,44 N
Untuk perhitungan gaya-gaya yang bekerja pada roda gigi lainnya, dilakukan dengan cara yang sama. Tetapi perhitungan kecepatan keliling pada
68
poros lainnya menggunakan putaran paling rendah supaya menghasilkan perhitungan gaya-gaya yang paling besar. Diperoleh hasil perhitungan yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.2 Gaya-Gaya pada Pasangan Roda Gigi Rasio kecepatan i1 i2
Pasangan Roda gigi Z1 Z2 Z3 Z4
d (mm)
P (kw)
V (m/min)
Ft (N)
Fr (N)
Fa (N)
60 120 60 180
1.5 1.5 1.5 1.5
132.0 132.0 66.0 66.0
105.60 105.60 211.21 211.21
38.44 38.44 76.87 76.87
0.00 0.00 0.00 0.00
Beban dinamis: Fd = Ft +
0,11 ⋅ V ⋅ (b ⋅ C + Ft ) (N) 0,11⋅ V + (b ⋅ C + Ft )
(Khurmi, R.S., A Text Book of Machine Design, hal 1009) Dimana: Ft = Gaya tangensial =
P ⋅ 4500 (N) V
(menurut Khurmi, pada perhitungan beban dinamis faktor pemakaian Cs diabaikan) V = Kecepatan keliling (m/min) b = Lebar roda gigi (cm) ; diambil 10 x modul C = Deformasi / faktor dinamis =
K ⋅e (cm) 1 1 + E1 E 2
K = Faktor bentuk gigi = 0,111 untuk 20° full depth involute e = Kesalahan maksimum yang diijinkan pada roda gigi (cm) Dari tabel dan interpolasi didapatkan e = 0,083 mm = 0,0083 cm E1 = Modulus elastisitas material roda gigi kecil / pinion = 2 x 106 N/cm2 untuk material baja E2 = Modulus elastisitas material roda gigi besar / gear = 2 x 106 N/cm2 untuk material baja
69
Harga faktor deformasi: C=
0,111⋅ 0,0083 = 921,3 N/cm 1 1 + 2 ⋅ 10 6 2 ⋅ 10 6
Sehingga: Fd = 68,57 +
0,11 ⋅ 316,8 ⋅ (3 ⋅ 921,3 + 68,57) 0,11 ⋅ 316,8 + (3 ⋅ 921,3 + 68,57)
= 675,7 N
Untuk beban dinamis yang bekerja pada roda gigi lainnya, diperoleh hasil perhitungan yang dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.3 Beban Dinamis pada Pasangan Roda Gigi Rasio Pasangan V (m/min) kecepatan Roda gigi
Ft (N)
b (cm)
e (mm)
C (N/cm)
Fd (N)
Z1 Z2 Z3 Z4
68.57 68.57 137.15 137.15
3 3 3 3
0.083 0.083 0.093 0.093
921.30 921.30 1026.75 1026.75
675.70 675.70 502.22 502.22
i1 i2
132.0 132.0 66.0 66.0
Beban statis: Fs = f e ⋅ b ⋅ p ⋅ y (N) (Khurmi, R.S., A Text Book of Machine Design, hal 1009) Dimana: fe = Kekuatan tarik ijin (N/mm2) b = Lebar roda gigi (mm) ; diambil 10 x modul p = Circular pitch = π.m y = Faktor bentuk gigi (faktor lewis) = 0,154 −
0,912 (untuk 20° full depth involute system) z
70
Data-data yang digunakan untuk perhitungan roda gigi adalah sebagai berikut: •
Bahan roda gigi dari baja SNC22 dengan kekuatan tarik ijin = 100 N/mm2 dan kekerasan pada permukaannya = 600 HB
•
Circular pitch: p = π . 3 = 9,429
•
Harga faktor bentuk gigi adalah: y = 0,154 −
0,912 = 0,108 20
Sehingga: Fs = 100 ⋅ 30 ⋅ 9,429 ⋅ 0,108 = 3066,17 N
Selanjutnya besar beban statis pada masing-masing roda gigi dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :
Tabel 4.4 Beban Statis pada Pasangan Roda Gigi fe Rasio Pasangan kecepatan Roda gigi (N/mm2) Z1 Z2 Z3 Z4
i1 i2
100 100 100 100
b (mm)
m
p
y
Fs (N)
30 30 30 30
3 3 3 3
9.429 9.429 9.429 9.429
0.108 0.131 0.108 0.139
3066.17 3711.09 3066.17 3926.06
Beban keausan gigi: Fw = D ⋅ b ⋅ Q ⋅ K (N) (Khurmi, R.S., A Text Book of Machine Design, hal 1009) Dimana : D = Diameter jarak bagi (cm) b = Lebar roda gigi (cm) ; diambil 10 x modul Q = Faktor rasio =
2 ⋅ z2 (untuk roda gigi luar) ( z1 + z 2 )
z1 = Jumlah gigi roda gigi penggerak z2 = Jumlah gigi roda gigi yang digerakkan
71
K = Load stress factor =
2 f es sin φ ⎡ 1 1 ⎤ ⎢ + ⎥ 1,4 ⎣ E1 E 2 ⎦
fes = Tegangan daya tahan permukaan (N/cm2) = (28 x BHN) – 700
φ = Sudut tekan = 20° Faktor rasio pada kecepatan 1: Q=
2 ⋅ 40 = 1,333 (20 + 40)
Tegangan daya tahan permukaan fes = (28 x 600) – 700 = 16100 N/cm2 Load stress factor: K =
16100 2 sin 20° ⎡ 1 1 ⎤ = 63,33 N/cm2 + 6 6 ⎥ ⎢ 1,4 2 × 10 ⎦ ⎣ 2 × 10
Sehingga:
Fw = 6 ⋅ 3 ⋅ 1,333 ⋅ 63,33 = 1519,801 N
Dengan cara yang sama diperoleh hasil perhitungan ketahanan roda gigi terhadap keausan dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.5 Beban Ketahanan terhadap Keausan pada Roda Gigi Rasio kecepatan i1 i2
2
b (cm)
Q
K (N/cm )
Fw (N)
6
3
1.333
63.33
1519.801
6
3
1.5
63.33
1709.776
D (cm)
4.6.2. Ukuran roda gigi
Dari perhitungan diatas, maka dapat diketahui ukuran roda gigi yang digunakan dalam sistem penggerak batang ulir. Ukuran-ukuran roda gigi tiap tingkat kecepatan dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
72
Tabel 4.6 Ukuran-ukuran pada Roda Gigi Jenis roda gigi:
Roda gigi lurus
Bahan roda gigi:
SNC22, σb = 100 N/mm dengan pengerasan kulit 2
Rasio Pasangan kecepatan Roda gigi
Jumlah Gigi
Z1 Z2 Z3 Z4
i1 i2
20 40 20 60
Sudut Sudut dk df m b Ck kemiringan tekan (mm) (mm) (mm) (mm) (mm) (α) (β) 0° 20° 3 30 0.75 66 52.5 0° 20° 3 30 0.75 126 112.5 0° 20° 3 30 0.75 66 52.5 0° 20° 3 30 0.75 186 172.5
4.6.3. Analisa gaya-gaya tumpuan
Analisa gaya reaksi pada tumpuan dilakukan pada setiap poros. Gambar konstruksi tumpuan dibawah ini digunakan untuk menganalisa gaya-gaya reaksi
30
45
30
pada tumpuan :
Gambar 4.6 Konstruksi Tumpuan Roda Gigi
Poros I : Reaksi akibat adanya gaya tangensial : RAt = Ftz1 = 105,6 N Reaksi akibat adanya gaya radial : RAr = Frz1 = 38,44 N Resultan gaya reaksi tumpuan poros I : RA =
R At + R Ar 2
2
=
105,6 2 + 38,44 2 = 112,3812 N
73
Poros II : Reaksi akibat adanya gaya tangensial : Σ MB = 0 RCt =
(Ft Z2 × 30) + (Ft Z3 × 75) (105,6 × 30) + (211,21× 75) = = 181,035 N 105 105
Σ MC = 0 RBt =
(Ft Z2 × 75) + (Ft Z3 × 30) (105,6 × 75) + (211,21× 30) = = 135,776 N 105 105
Reaksi akibat adanya gaya radial : Σ MB = 0 RCr =
(-FrZ2 × 30) + (FrZ3 × 75) (-38,44 × 30) + (76,87 × 75) = = 43,93 N 105 105
Σ MC = 0 RBr =
(FrZ2 × 75) − (FrZ3 × 30) (38,44 × 75) − (76,87 × 30) = = 5,49 N 105 105
Resultan gaya reaksi tumpuan poros II : RB =
RBt + RBr
2
=
135,776 2 + 5,49 2 = 135,887 N
RC =
RCt + RCr
2
=
181,035 2 + 43,932 = 186,29 N
2
2
Poros III : Reaksi akibat adanya gaya tangensial : RDt = Ftz4 = 211,21 N Reaksi akibat adanya gaya radial : RDr = Frz4 = 76,87 N Resultan gaya reaksi tumpuan poros III : RD =
RDt + RDr 2
2
=
211,212 + 76,87 2 = 224,76 N
4.6.4. Analisa momen lengkung
Momen lengkung pada poros I : MA = Fresz1 x 30 = 112,38 x 30 = 3371,435 N.mm
74
Momen lengkung pada poros II : MB = 0 Mz2 = RB x 30 = 135,887 x 30 = 4076,62 N.mm Mz3 = RC x 30 = 186,29 x 30 = 5588,65 N.mm MC = 0 Momen lengkung pada poros III : MD = Fresz4 x 30 = 224,76 x 30 = 6742,87 N.mm 4.6.5. Perencanaan poros
Besar torsi pada poros I adalah: T=
4500 ⋅ P (N.m) 2 ⋅π ⋅ N
Dimana : P = Daya (kW); dimana 1 kW = 1,341 hp N = Kecepatan putaran (rpm) Sehingga: T =
4500 ⋅ (1,5 ×1,341) = 2,058 N.m = 205,8 N.cm 2 ⋅ π ⋅ 700
Besar momen lengkung pada poros I adalah 3371,435 N.mm = 337,14 N.cm. Material ditentukan SNCM25 dengan kekuatan tarik 120 N/mm2 , sehingga diameter poros dapat dihitung : ⎛ 16 ds = ⎜⎜ ⎝ π ⋅τ s
⎞ ( K m ⋅ M ) + ( K t ⋅ T ) ⎟⎟ ⎠ 2
2
1/ 3
(mm)
(Khurmi, R.S., A Text Book of Machine Design, hal 447) Dimana : Km = Faktor koreksi untuk momen lengkung diambil 1,5 Kt = Faktor koreksi untuk momen puntir diambil 1,5
75
τs
= σb / (Sf1 . Sf2) Sf1 = Faktor keamanan terhadap kelelahan puntir. Untuk material SNCM25, Sf1 = 6 Sf2 = Faktor keamanan terhadap konsentrasi tegangan, dipilih 2 = 120 / (6 . 2 ) = 10 N / mm2 = 1000 N / cm2
Didapatkan : 1/ 3
⎛ 16 ⎞ (1,5 ⋅ 337,14) 2 + (1,5 ⋅ 205,8) 2 ⎟ ds = ⎜ ⎝ π ⋅1000 ⎠
= 1,445 cm = 14,45 mm
Hasil dari perhitungan pada poros dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 4.7 Diameter Poros Poros
P (kW)
N (rpm)
M (N.cm)
T (N.cm)
Diameter poros (mm)
I
1.5
700
337.14
205.80
14.45
II
1.5
350
558.86
411.61
17.44
III
1.5
116.6667
674.29
1234.83
22.07
Kemudian dihitung diameter poros agar defleksi puntiran tidak melebihi 0,25° d s = 4,1 ⋅ 4 T
(mm)
Pada poros I didapatkan diameter poros baru sebesar : d s = 4,1 ⋅ 4 2058,044 = 27,62 mm
Dengan memperhitungkan defleksi puntiran, diameter poros yang lainnya dihitung dengan cara yang sama. Hasil perhitungan dapat dilihat pada tabel berikut ini :
76
Tabel 4.8 Diameter Poros Baru Poros
T (N.cm)
ds baru (mm)
ds diambil (mm)
I
377.308
27.62
30
II
440.193
32.84
35
III
1056.463
43.22
45
4.6.6. Pemilihan bantalan
Pemilihan bantalan untuk tumpuan A adalah sebagai berikut : • Umur bantalan direncanakan 5 tahun. • Mesin bekerja rata-rata 8 jam per hari. Dengan asumsi bahwa ada 300 hari kerja dalam setahun. • Jika poros berputar pada 700 rpm, maka : Umur pemakaian bantalan: Lh = 5 x 300 x 8 = 12000 jam L = 60 x N x Lh = 60 x 700 x 12000 = 504 x 106 putaran Beban ekivalen : Fe = (Xr . V . Fr + Yt . Fa) Ks
(N)
(Khurmi, R.S., A Text Book of Machine Design, hal 969) Dimana: Xr = Faktor radial = 1 V = Faktor rotasi = 1 Yt = Faktor aksial = 0 Ks = Faktor pelayanan = 1 Sehingga : Fe = (1 . 1 . Fr + 0 . Fa) 1 = Fr Pada tumpuan A: Fe = 112,381 N
77
Besarnya beban dinamik adalah : ⎛ L ⎞ C = Fe ⋅ ⎜ 6 ⎟ ⎝ 10 ⎠
1/ k
(N)
(Khurmi, R.S., A Text Book of Machine Design, hal 975) Dimana : Fe = Beban ekivalen (N) L = Umur pemakaian bantalan (putaran) k = 3
untuk bantalan bola
= 10/3
untuk bantalan rol
Sehingga : ⎛ L ⎞ CA = Fe ⋅ ⎜ 6 ⎟ ⎝ 10 ⎠
1/ 3
1/ 3
⎛ 504 × 10 6 ⎞ ⎟⎟ = 112,381 ⋅ ⎜⎜ 6 ⎝ 10 ⎠
= 894,34 N
Dipilih bantalan bola radial alur dalam baris tunggal nomor 6006 pada tumpuan A dengan C = 1030 N dan Co = 740 N.
Besarnya beban dinamik dan pemilihan bantalan ditampilkan pada tabel berikut ini :
Tabel 4.9 Beban Dinamik dan Nomor Bantalan pada Tumpuan -6
Poros
Tumpuan
Fmax
nmax
L x 10
C (N)
I
A B C D
112.381 135.887 186.288 224.762
700 350 350 116.6667
504 252 252 84
894.34 858.31 1176.66 984.35
II III
Bantalan Nomor C (N) Co (N) 6006 1030 740 6006 1030 740 6206 1530 1000 6209 2550 1830
Tabel 4.10 Nomor, Tipe dan Ukuran Bantalan Nomor
tipe bantalan
6006 6206 6209
alur dalam baris tunggal
Diameter d (mm) 30 30 45
Diameter D (mm) 55 62 85
Lebar (mm) 13 16 19
78
BAB V KESIMPULAN
Karakteristik dari mesin bor radial vertikal ini, dapat disimpulkan sebagai berikut :
Gambar 5.1. Mesin Bor Radial Vertikal
Mesin Tipe
: Bor radial vertikal
Ukuran kolom Diameter (E)
: 300 mm
Tinggi (F)
: 2000 mm
Ukuran landasan Luas pada lantai (RxS)
: 2000 x 1000 mm
Tinggi (Q)
: 300 mm
Jarak spindel dari kolom Minimum (D)
: 450 mm
Maksimum (D+C)
: 1050 mm
Jarak spindel dari landasan Minimum (B)
: 350 mm
Maksimum (A)
: 950 mm
79
Kepala mesin bor / Drilling Head Motor Listrik
: 3∞ ; 3,7 kW ; 1400 rpm
Tipe transmisi
: Roda gigi
Tingkat kecepatan
: 8
Kecepatan spindel
: 50 rpm – 1200 rpm
Spindel Taper
: MT 5