Perancangan Manajemen Risiko dalam Penerapan Balanced Scorecard pada PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia Mesara Gusdi1, Erlinda Muslim2 Departemen Teknik Industri Fakultas Teknik - Universitas Indonesia, Depok 16424 Tel: (021) 78888805. Fax: (021) 78885656 Email:
1
[email protected] ,
[email protected] Abstrak
PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia adalah perusahaan Indonesia yang bergerak di bidang Maintenance Repair Overhaul. PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia memiliki visi yang ingin dicapai oleh perusahaan yang diterjemahkan ke berbagai strategi. Strategi tersebut dirumuskan ke dalam Balanced Scorecard dan dianalisa pencapaiannya dengan menggunakan Key Performance Indicator. Sayangnya, kerap ditemukan berbagai risiko yang harus dihadapi dalam aktivitasnya. Risiko yang tidak dapat dikelola dengan baik dapat mengancam pencapaian perusahaan. Proses manajemen risiko tingkat korporat pada PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia pada penelitian ini secara garis besar mengacu pada framework COSO. Dengan melewati beberapa penyesuaian, proses perancangan manajemen risiko melewati tahapan identifikasi risiko, penyusunan profil risiko, analisis risiko dan evaluasi risiko. Identifikasi risiko dilakukan dengan dua pendekatan yaitu Top Down berdasarkan KPI perusahaan dan Bottom Up berdasarkan proses bisnisnya. Analisis risiko dilakukan secara kualitatif dengan memperhitungkan dampak dan probabilitas risiko. Penentuan prioritas risiko disusun dengan mempertimbangkan perkalian dampak dan probabilitas risiko tersebut edngan bobot KPI-nya. Bobot KPI ini ditentukan dengan metode Analytical Hierarchy Process. Berdasarkan hasil peneilitan, didapatkan 3 kelas risiko, yaitu kelas risiko tinggi, sedang, dan rendah. Untuk kelas risiko tinggi didapatkan 11 risiko yang menjadi prioritas pengelolaan risiko. Usulan terhadap pengelolaan risiko juga disertakan dalam penelitian ini Kata Kunci: Analytical Hierarchy Proces; Balanced Scorecard; Manajemen Risiko. Abstract PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia is the biggest Maintenance Repair Overhoul company ini Indonesia. PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia has its own vision and mission that the company wants to achieve. Moreover, company’s vision is translated to strategic objectives. Those strategies are formulated with the approach of Balanced Scorecard and uses KPI to analyze the achievements. Obstacles often found several times and these obstacles could hamper the achievments of company’s strategies. Risks that are not taken care of could threaten the company’s objectives. The corporate risk management in PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia which conducted in this research mainly refers to 1
Perancangan manajemen…, Mesara Gusdi, FT UI, 2013
COSO framework generally. With several adaptions, the risk management processes overstep the risk identification, forming of risk profile, risk analysis and risk evaluation. Risk identification was conducted through two approaches, the top-down (based on corporate KPIs) and the bottom-up (based on the business processes of organizational activities). Risk analysis was conducted qualitatively by calculating the consequences and probabilities of risk. The determination of risk priority is arranged by considering the calculation of the consequences and probabilities of risk with KPI-weights. These KPI-weights were determined by Analytical Hierarchy Process method. It is found that are three priority levels of risk management which are, high level risk, medium level risk and low level risk. For high level risk, it was identified that there are 11 risk that will be priority. The recommendation of risk management and mitigation were made for this level of risk. Keywords: Analytical Hierarchy Process; Balanced Scorecard; Risk Management. 1.
Latar Belakang Dalam beberapa tahun terakhir ini, industri penerbangan di Indonesia sedang
berkembang sangat pesat. Dengan jumlah pertumbuhan penerbangan senilai 15-20% per tahunnya seperti yang dikemukakan oleh Dirjen Perhubungan Udara Kementrian Perhubungan Herry Bakti pada sebuah artikel di majalah SWA (2012), industri penerbangan kini menjadi sangat kompetitif. Sejumlah strategi diterapkan oleh masing-masing maskapai untuk mampu menghasilkan keuntungan terbaik dari kesempatan ini. Dengan bertambahnya intensitas penerbangan dan jumlah awak pesawat yang beroperasi di Indonesia menyebabkan naik pula kebutuhan untuk melakukan pemeliharaan terhadap pesawat sebagai aset utama dalam bisnis ini. Dalam sebuah artikel oleh Flight Global (2013) dikatakan bahwa menurut peramalan Garuda Indonesia, jumlah pengeluaran untuk melakukan pemeliharaan pesawat oleh maskapai Indonesia dapat mencapai angka 950 juta dollar AS pada tahun ini Sayangnya dengan potensi sebesar ini untuk industri Maintenance Repair Overhaul (MRO) di Indonesia, pada artikel yang sama dikatakan juga bahwa menurut Presiden dan Chief Executive PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia, Richard Budihadianto, industri MRO milik Indonesia hanya dapat melayani kurang dari 30% kebutuhan pemeliharaan awak pesawat negeri dan sekitar 70% dilakukan oleh perusahaan lain dalam regionalnya. PT GMF AA sendiri hanya mampu memenuhi 70% permintaannya. Salah satu pelaku pelaku penting dalam industri MRO di Indonesia adalah PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia, yang merupakan perusahaan MRO terbesar yang ada di Indonesia saat ini. Salah satu bentuk pengelolaan dari manajemen, PT GMF AA menggunakan konsep Balanced Scorecard (BSC) untuk menghubungkan strategi perusahaan dengan kinerja organisasinya. 2
Perancangan manajemen…, Mesara Gusdi, FT UI, 2013
Pengelolaan perusahaan dengan menggunakan konsep Balanced Scorecard ini sudah dilakukan oleh PT GMF AA sejak tahun 2004 hingga sekarang. Dalam implementasinya, strategi perusahaan yang sudah dipetakan dan dirancang sedemikian rupa tidak dapat dicapai begitu saja. Dunia MRO yang cukup pelik, di mana industri ini bukanlah industri yang mudah dimasuki oleh pemain baru sebenarnya memiliki tantangan tersendiri Dengan penuhnya tantangan di industri MRO, tentu saja banyak faktor yang berisiko menghambat tercapainya target-target yang sudah dirancang oleh pihak manajemen. Faktor-faktor risiko tersebut harus dapat dikendalikan sehingga tidak mengganggu aktivitas perusahaan dan perusahaan dapat mencapai targetnya dengan baik. 2.
Tinjauan Teoritis
2.1. Balanced Scorecard Balanced scorecard (BSC) yang dikembangkan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton memberikan alternatif lain dalam usaha pengukuran kinerja perusahaan. Metode ini menggunakan perspektif keuangan sebagai salah satu tolok ukur dan menambahkan tiga perspektif lain: pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan. Berikut keempat perspektif dijelaskna secara lebih lanjut: 1.
Financial Perspective Perspektif ini menjawab pertanyaan bagaimana stakeholder menjawab kesuksesan organisasi. Dalam penelitian ini, financial perspective diartikan sebagai cara organisasi mengatur keuangannya untuk dapat terus menjalankan aktivitas.
2.
Customer Perspective Perspektif ini menjawab pertanyaan bagaimana organisasi melihat pelanggannya untuk mencapai visi.
3.
Internal Business Process Perspective Perspektif ini menjawab pertanyaan proses bisnis apa yang harus diunggulkan untuk memenuhi keinginan stakeholder
4.
Learning and Growth Perspective Perspektif ini menjawab pertanyaan bagaimana organisasi belajar dan berinovasi untuk mencapai visinya Dalam BSC, setiap komponen yang ada disusun sedemikian rupa sehingga bisa
terintegrasi dan bisa saling mendukung satu sama lain untuk mengindikasikan prospek 3
Perancangan manajemen…, Mesara Gusdi, FT UI, 2013
perusahaan. BSC menekankan bahwa metode ini bukan merupakan suatu cara pengendalian tetapi lebih merupakan bagian dari sebuah sistem informasi bagi seluruh pegawai dalam semua tingkatan. Tujuan pengukuran BSC bukan sekadar penggabungan ukuran-ukuran keuangan dan non-keuangan, tetapi merupakan hasil sebuah proses pelaksanaan visi dan misi perusahaan. 2.1.1. Key Performance Indicator KPI (Key Performance Indicator) adalah sebuah set pengukuran yang biasa digunakan oleh perusahaan untuk mengukur kinerja perusahaan dalam memenuhi tujuan yang ingin dicapai. Menurut Magnus Lind (2007, p126) , KPI adalah metriks finansial dan nonfinansial yang digunakan untuk mengukur tujuan. KPI diukur secara teratur untuk menggambarkan dan mengatur performa strategi dari sebuah organisasi. KPI harus mudah divisualisasikan dan dimengerti, tidak boleh bersifat ambigu dan tidak boleh bertentangan dengan KPI lain. Menurut Magnus Lind (2007), ada beberapa kategori KPI, yaitu : •
Quantitative KPI KPI ini biasa dibuat untuk mencapai target finansial, seperti cadangan kas dan batas resiko keuangan.
•
Qualitative KPI KPI dengan kategori ini didefinisikan untuk mengukur target non- kuantitatif yang akan meningkatkan performa dari organisasi, misalnya bagaimana
departemen keuangan mendukung organisasi dan departement sales.
•
Directional KPI KPI ini digunakan untuk mencapai target yang berbeda dari kategori KPI sebelumnya, jika organisasi mengubah strategi dan tujuan yang ingin dicapai.
•
Actionable KPI KPI ini mendukung perubahan yang cepat dan terfokus yang biasa terjadi dalam selama waktu terbatas, seperti saat implementasi sistem baru atau ketika terjadi penggabungan perusahaan.
Selama beberapa tahun, telah dibangun banyak model untuk menyederhanakan
pembangunan dan pengukuran KPI. Salah satu model yang paling banyak digunakan adalah balanced scorecard yang dikembangkan oleh Robert S. Kaplan dan David P. Norton. 4
Perancangan manajemen…, Mesara Gusdi, FT UI, 2013
Ada beberapa prinsip yang merupakan landasan KPI sendiri menurut Prihartono (2009) prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut: •
Spesifik
•
Dapat diukur
•
Dapat dicapai
•
Relevan
•
Memiliki batasa waktu
•
Dapat dikontrol
2.1.2. Sasaran Strategis Kenneth Andrews mengemukakan bahwa strategi korporat adalah sebuah bentuk keputusan-keputusan yang menentukan dan mengemukakan tujuan perusahaan, yang menghasilkan peraturan mendasar, dan membuat perencanaan untuk meraih tujuan tersebut, dengan mendefinisikan luasnya bisnis perusahaan yang ingin dicapai. Strategi korporat pada dasarnya harus teraplikasikan secara keseluruhan perusahaan, sementasa strategi bisnis hanya mengacu pada suatu bentuk produk atau jasa tertentu. Dengan ini, sasaran strategi merupakan upaya-upaya yang dilakukan oleh organisasi dalam mencapai tujuannya. Tentu pada akhirnya dalah untuk mencapai visi misi yang telah dirumuskan sesuai dengan tahap-tahap tertentu dalam pencapaiannya. 2.2. Manajemen Risiko Dalam kerangka kerja COSO, sebelum membahas lebih jauh tentang proses dari manajemen risiko pada nantinya, perlu diketahui tentang bagaimana sebuah kerangka kerja manajemen risiko dapay bergerak bersama untuk mencapai tujuan suatu entitas, yang dilakukan bertahap melalui kategori-kategori sebagai berikut: •
Strategi – high-level goals, yang setara dan mendukung misinya
•
Operasi – penggunaan yang efektif dan efisien dari sumber dayanya
•
Reporting – kepercayaan dari reporting
•
Compliance – pemenuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku Menurut Djohanputro (2006) siklus dari manajemen risiko dapat dirumuskan dalam
tahapan-tahapan sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi segala risiko yang dihadapi oleh perusahaan 5
Perancangan manajemen…, Mesara Gusdi, FT UI, 2013
2. Melakukan pengukuran risiko 3. Melakukan
pemetaan
risiko
untuk
menetapkan
prioritas
risiko
berdasarkan
kepentingannya bagi perusahaan 4. Mengembangkan model pengelolaan risiko 5. Memonitor dan mengendalikan keberlangsungan pelaksanaan pengelolaan risiko 2.3. Metode Cut-Off Metode cut off (Tam et all 2001) digunakan untuk memastikan derajat kebutuhan kriteria. Kuesioner yang berisi kriteria-kriteria dibagikan ke sejumlah responden yang memiliki pengalaman dan keahlian di bidang yang bersangkutan untuk memberikan penilaian. Peinilaian dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu: 1. very important (sangat penting), yaitu apabila suatu elemen dinilai sangat penting. Elemen tersebut diberikan skor 3 2. somewhat important (cukup penting), yaitu apabila suatu elemen dinilai cukup penting. Elemen tersebut diberikan skor 2 3. not important (tidak penting), yaitu apabila suatu elemen dinilai tidak penting. Elemen tersebut diberikan skor 1. Seluruh penilaian responden dikumpulkan dan dirata-ratakan untuk tiap elemen. Kemudian seluruh kriteria diurutkan dari nilai tertinggi hingga nilai terendah, kemudian dicari nilai cut off dengan rumus: Natural cut-off point = (maximum score + minimum score) / 2 Kriteria yang memiliki nilai di atas cut off point akan diperhitungkan. Sedangkan kriteria yang berada di bawah nilai cut off point akan dibuang dan todak diperhitungkan dalam penelitian selanjutnya. 2.4. Analytical Hierarchy Process Metode AHP pada dasarnya berupa metode perbandingan berpasangan antara kriteriakriteria untuk diukur derajat kecenderungannya, atau biasa juga disebut sebagai pairwise comparison. Dengan metode ini, secara satu persatu para ahli diminta untuk membandingkan deraja kepentingan satu faktor dan yang lain untuk mendapatkan gambaran secara keseluruhan. Perbandingan ini disusun dengan memberikan suatu penilaian terhadap perbandingan menggunakan skala numerik. Skala numerik ini disusun dengan standar skala 1-9, dimana nilai 1 mencerminkan kedudukan “equal importance” dan 9 berarti “extreme 6
Perancangan manajemen…, Mesara Gusdi, FT UI, 2013
importance”. Apabila perbadingan faktor 1 dan faktor 2 telah diketahui, maka pada dasarnya perbandingan faktor 2 terhadap faktor 1 bersifat reciprocal. Penggunaan AHP dalam memecahkan masalah secara garis besar meliputi empat tahap sebagai berikut: 1.
Breakdown Prosesnya berupa menguraikan permasalahan ke dalam kelompok-kelompok kecil dan menyusunnya sesuai hierarki yang sesuai dengan tujuan dari alternatif yang ingin dicari.
Gambar 1 Contoh Hierarki AHP 2.
Membuat serangkaian perbadingan berpasangan (pairwise comparison). Tahap selanjutnya adalah menentukan prioritas dari setiap elemen di masing-masing level. Hal ini dilakukan dengan melakuakn perbandingan berpasangan antar satu persatu elemen hingga keseluruhannya. Penilaian ini diberikan dengan membubuhkan niai numerik dalam skala 1-9 yang dijelaskan di pada Tabel 1 sebagai beikut: Tabel 1. Skala Perbandingan Saaty Intensitas Definisi Kepentinga n 1 Sama Penting 3 Lebih Penting 5 Banyak Lebih Penting 7 Sangat Banyak Lebih Penting 9 Pasti Lebih Penting 2,4,6,8 Nilai Tengah
3.
Menggunakan metode eigen value untuk mengestimasi bobot relatif setiap elemen dan mencari nilai rasio konsistensi 7
Perancangan manajemen…, Mesara Gusdi, FT UI, 2013
4.
Menjumlahkan bobot relative dan menggabungkannya untuk pengukuran akhir dari alternative keputusan
3.
Metode Penelitian Penelitian ini melakukan pengambilan data langusng di PT Garuda Maintenance
Facility Aero Asia. Adapun penelitian pada dasarnya terbagi menjadi beberapa tahapan penting, yaitu: 1.
Mencari indikator penting yang paling mencerminkan kinerja perusahaan
2.
Mengidentifikasi bisnis proses dari indikator penting
3.
Melakukan perancangan manajemen risiko Dalam mencari indikator penting, penelitian memfokuskan pada Key Performance
Indicator yang terdapat pada Balanced Scorecard perusahaan. Dengan metode Cut-Off, KPI yang penting dipilih lalu dilanjutkan dengan pembobotan masing-masing KPI terhadap KPI lainnya. Setelah didapatkan indikator penting, proses bisnis dari setiap KPI yang terpilih diidentifikasi. Proses bisnis ini dikembangkan dengan melakukan barinstorming. Untuk merancang manajemen risiko, pertama tiap bisnis proses diidentifikasi profilnya, lalu dianalisis dampak dan frekuensi dari masing-masing risiko. Setelah itu risiko dibagi ke dalam kelas-kelas dengan metode Cut-Off. Usulan mitigasi dirancang sesuai dengan ranking risiko tersebut. 4.
Hasil Penelitian Untuk mengidentifikasi indikator penting berdasarkan KPI yang terdapat pada
Balanced Scorecard perusahaan, kuesioner disebarkan untuk memberikan penilaian terhadap tingkat kepentingan KPI dalam mencerminkan kinerja perusahaan. Dengan metode cut-off point didapatkan nilai cut off sebagai berikut: Nilai Cut Off Point Paretto = nilai minimum + 80% (nilai maksimum – nilai minimum) Cut Off Point Paretto
= 2 + 80% (3 – 2)
= 2.6 Perhitungan tersebut berarti semua KPI yang memiliki bobot di bawah 2.6 selanjutnya tidak akan dianalisa lebih lanjut dalam desain manajemen risiko yang akan dilakukan.
8
Perancangan manajemen…, Mesara Gusdi, FT UI, 2013
Berikut pada Tabel 2 adalah daftar hasil perhitungan dari KPI dengan menggunakan metode Cut Off Pareto: Tabel 2 Hasil Cut-Off KPI Kode KPI KPI Revenue (USD) K1 Net Profit Margin K4 SLA Customer Index K7 TAT K10 Data Quality and Integrity K13 Capability Enhancement K8
Nilai 3 3 3 2.8 2.8 2.6
Tabel 3 Hasil Cut-Off KPI yang Tereliminasi KPI Kode KPI Nilai ROE K2 2.4 Customer Satisfaction Index K5 2.4 Strategic Partnership K9 2.4 Operating Profit Margin K3 2.4 Total Care Business Growth K6 2.4 PDCA Index K12 2.2 Human Capital Readiness K11 2 Lalu dengan menggunakan metode AHP keenam KPI yang lolos dari metode Cut-Off dianalisis bobot kepentingannya antar satu sama lain, dan menghasilkan kepentingan seperti pada Tabel 4 berikut: Tabel 4 Hasil AHP KPI ID KPI K1 Weight % Revenue K1 0.41 41% Net Profit Margin K4 0.16 16% SLA Customer Index K7 0.07 7% Capability Enhancement K8 0.05 5% TAT K10 0.26 26% Data Quality Integrity K13 0.04 4% Lalu setiap KPI diidentifikasi bisnis prosesnya, dan menghasilkan daftar sebagai bisnis proses seperti pada Tabel 5 sebagai berikut:: Tabel 5 Bisnis Proses pada tiap Sasaran Strategis dan KPI KPI Bisnis Proses Revenue Menetapkan target penjualan 9
Perancangan manajemen…, Mesara Gusdi, FT UI, 2013
Net Profit Margin
SLA Customer Index Capability Enhancement
Melakukan marketing research Menentukan marketing strategy Menyusun customer remittance policy Melakukan profitability analysis Memastikan status billing di SAP Melengkapi dokumen untuk billing Melakukan dokumentasi proses billing dan invoice Mereview sistem pembayaran Melakukan transaksi pembayaran dengan customer Mengatur dan mengontrol piutang-piutang Membuat parameter efisiensi dan ukurannya Membuat anggaran pembelanjaan Mengendalikan pembelian barang dan jasa Mengatur perpajakan dengan baik Meneliti prosedur perpajakan Meneliti dan menyesuaikan nilai kurs Mengatur proses perhutangan Mengontrol proses investasi Memberikan hasil produk dan jasa yang sesuai kualitas Mengirimkan produk tepat pada waktunya Memberikan service yang baik kepada customer Melakukan perencanaan ekspansi kapasitas dan produk Mengajukan dan merancang persiapan pengembangan Meningkatkan utilitas dari asset yang ada
Tabel 5 Bisnis Proses pada tiap Sasaran Strategis dan KPI (lanjutan) TAT Penjadwalan kerja Pemesanan Break Down Parts Penerimaan Break Down Parts Pengadaan Manpower tenaga maintenance Pengadaan Tools untuk maintenance Penerimaan perintah kerja dan proses maintenance Data Quality Integrity Membuat kebijakan tentang IT Menyupport kegiatan organisasi dengan IT Menjaga integritas data yang keluar dan masuk Setelah diidentifikasi, risikonya maka profil risiko dibangun untuk membuat usulan mitigasi, sebelumnya, risiko-risiko dianalisis dampak dan frekuensi terjadinya risiko tersebut dengan skala seperti pada Tabel 6 dan Tabel 7berikut: Tabel 6 Skala Frekuensi Risiko Skala Probability of Occurance Likelihood (per 5 years) 10
Perancangan manajemen…, Mesara Gusdi, FT UI, 2013
1 2 3 4 5
0% - 20% 20% - 40% 40% - 60% 60% - 80% 81% - 100%
Tabel 7 Skala Dampak Risiko Skala Influence to Target Consequence (Percentage of Target) 1 >92.5% 2 90% - 92.5% 3 87.5% - 90% 4 85% - 87.5% 5 < 85% Contoh analisis risiko pada KPI Revenue dengan mempertimbangkan dampak dan frekuensi risiko terlihat pada Tabel 8 berikut:
Risiko
Tabel 8 Rating Risiko Revenue Kode
Target penjualan dari GA tidak tercapai Target penjualan training tidak tercapai
R1 R2
D
F
R
4 2
3 2
12 4
F 3 3 3
R 9 9 12
3 3 3 5
12 15 12 15
3 3
6 6
1
4
3 4
9 16
Tabel 8 Rating Risiko Revenue (lanjutan) Risiko Kode D Adanya pekerjaan yang tidak tertagihkan R3 3 Belum terkesplorasinya pasar secara optimal R4 3 Marketing strategy kurang efektif R5 4 terimplementasikan Adanya kesalahpahaman terhadap policy R6 4 Kesalahan perhitungan pada studi R7 5 Kurang updatenya input data yang diberikan R8 4 Dukungan IT tidak optimal pada proses billing R9 3 dan operasi project Document filling tidak lengkap R10 2 Dokumen-dokumen tidak terkumpul tepat R11 2 waktu Kesalahan pada sistem sebelumnya tidak R12 4 teridentifikasi Pembayaran tertunda dari customer R13 3 Piutang tidak tertagih R14 4
11
Perancangan manajemen…, Mesara Gusdi, FT UI, 2013
Setelah itu tiap rating risiko dikalikan dengan bobot yang telah dihitung sebelumnya dengan metode AHP untuk melihat prioritas risiko seperti pada Tabel 9 berikut: Tabel 9 Total Rating Risiko Revenue KPI
Revenue
Risiko Target penjualan dari GA tidak tercapai Target penjualan training tidak tercapai Adanya pekerjaan yang tidak tertagihkan Belum terkesplorasinya pasar secara optimal Marketing strategy kurang efektif terimplementasikan Adanya kesalahpahaman terhadap policy Kesalahan perhitungan pada studi Kurang updatenya input data yang diberikan Dukungan IT tidak optimal pada proses billing dan operasi project Document filling tidak lengkap
K
D F
R
RKPI
Total Rating
R1
4 3 12
0.41
4.92
R2
2 2
4
0.41
1.64
R3
3 3
9
0.41
3.69
R4
3 3
9
0.41
3.69
R5
4 3 12
0.41
4.92
R6
4 3 12
0.41
4.92
R7
5 3 15
0.41
6.15
R8
4 3 12
0.41
4.92
R9
3 5 15
0.41
6.15
R10
2 3
6
0.41
2.46
Tabel 9 Total Rating Risiko Revenue (lanjutan)
KPI
Risiko
Revenue
Dokumen-dokumen tidak terkumpul tepat waktu Kesalahan pada sistem sebelumnya tidak teridentifikasi Pembayaran tertunda dari customer Piutang tidak tertagih
K
D F
R
RKPI
Total Rating
R11
2 3
6
0.41
2.46
R12
4 1
4
0.41
1.64
R13 R14
3 3 9 4 4 16
0.41 0.41
3.69 6.56
Setelah itu dengan metode cut-off dihitung pembuatan kelas risiko dan didapatkan range penilaian dari total rating sepert pada Tabel 10 berikut: Tabel 10 Kelas Risiko Kelas Risiko Range Risiko Tinggi 3.43 ≤ R ≤ 6.56 Sedang 1.73 ≤ R ≤ 3.43 Rendah R < 1.73 5.
Pembahasan 12
Perancangan manajemen…, Mesara Gusdi, FT UI, 2013
Setelah didapatkan kelopmok kelas-kelas risiko, maka usulan mitugasi dibentuk sesuai dengan kelasnya. Berikut pada Tabel 12 adalah usulan mitigasi risiko kelas tinggi: Tabel 11 Usulan Mitigasi Risiko pada Kelas Risiko Tinggi Risiko
Kode
Sumber Risiko
Dampak Risiko
RO
Mitigasi
Piutang tidak tertagih
R14
Kurangnya pengawasan terhadap customer
TX
Mengimplementasikan kebijakan pembayaran pelanggan
Kesalahan perhitungan pada studi
R7
TA
Dukungan IT tidak optimal pada proses billing dan operasi project
R9
Tidak adanya tindakan inspeksi pada studi IT untuk proses billing belum mendukung prosesnya
Revenue perusahaan turun dan kurangnya pendanaan operasi perusahaan Kegagalan mencapai target penjualan perusahaan Billing terhambat sehingga mendelay pekerjaan berikutnya
Membuat sistem review terhadap perhitungan dan audit pada studi Berkoordinasi dengan dinas TI untuk meningkatkan IT Capability untuk mempercepat proses billing
TP
Tabel 11 Usulan Mitigasi Risiko pada Kelas Risiko Tinggi (lanjutan) Risiko
Kode
Sumber Risiko
Dampak Risiko
RO
Mitigasi
Target penjualan dari GA tidak tercapai
R1
TAT tidak tercapai
Mengurangi pendapatan bagi perusahaan dan mengurangi reliability perusahaan
TP
Marketing strategy kurang efektif terimplementa sikan Adanya kesalahpaham an terhadap policy
R5
Kurang akuratnya pendekatan marketing
Tidak tercapainya target pasar yang diinginkan
TP
Meningkatkan performance TAT dengan meningkatkan efisiensi dan kapasitas dan utilisasi aset Membuat review market research
R6
CRP yang kurang jelas didefinisikan
Kerugian materiil perusahaan
TA
13
Perancangan manajemen…, Mesara Gusdi, FT UI, 2013
Membuat review terhadap CRP
Kurang updatenya input data yang diberikan 6.
R8
Tidak adanya SOP input data
Proses maintenance tidak dapat dimulai
ALL
Membuat SOP input data pada setiap aktivitas
Kesimpulan Pembobotan pada Key Performance Indicator (KPI) dengan menggunakan metode
Analytical Hierarchy Process mampu melakukan perhitungan dengan cukup baik. Sesuai dengan perkembangan perusahaan yang sekarang masih berada dalam tahap growth, indikator nilai kinerja yang lebih diperhatikan oleh perusahaan adalah indikator Revenue dengan bobot sebesar 41%. Bobot yang kedua terbesar ditempati oleh TAT, sebagai KPI yang mencerminkan bisnis utama dari PT Garuda Maintenance Facility Aero Asia dengan nilai 26%, lalu diikuti dengan Net Profit Margin dengan nilai 16%, SLA Customer Index dengan 8%, Capability Enhancement dengan 5%, dan Data Quality Integrity dengan bobot 4%. Selanjutnya KPI dianalisis proses bisnisnya dan dengan cara yang bersamaan analisis identifikasi risiko pada setiap bisnis proses dipetakan sehingga didapatkan profil risiko dari setiap proses bisnis. Kemudian risiko-risiko tersebut diperkirakan derajat kecemasannya dengan melakukan perhitungan rating risiko, sehingga dapat mengetahu risiko mana yang memiliki tingkat kecemasan yang tinggi. Setelah melakukan perhitungan, kemudian setiap risiko dikelompokkan ke dalam 3 kelas sebagai prioritas mitigasinya. Kelas tersebut yaitu kelas risiko tinggi, risiko sedang, dan risiko rendah dengan menggunakan metode Cut-Off pada penelitian ini.
7. Saran Berikut adalah beberapa saran untuk penyempurnaan penelitian lebih jauh di antaramya adalah: 1.
Penelitian dapat mempertimbangkan bobot dari semua KPI. Pada penelitian berikutnya ada baiknya untuk melakukan analisis risiko untuk ekseluruhan proses bisnis melalui seluruh KPI yang ada.
2.
Penelitian dapat pula membahas lebih jauh tentang sistem pemantauan dan perbaikan dari desain manajemen risiko ini karena tentu saja dampak dan frekuensi risiko dpat saja berubah sewaktu-waktu dan profil risiko juga mungkin saja berubah.
14
Perancangan manajemen…, Mesara Gusdi, FT UI, 2013
3.
Penelitian dapat secara lebih jauh menekankan pada konsep balanced scorecard untuk organisasi profit yang memang menekankan performance perusahaan di aspek finansial, dan melakukan penelitian terhadap pengaruhnya dengan manajemen risiko perusahaan.
8. Kepustakaan www.gmf-aeroasia.co.id Arena, Marika et al. 2010. The Organizational Dynamics of Enterprise Risk Management. Milan: ProQuest. Babu, T. K. Suresh dan Sharma K. 2005. Analytical Hierarchy Process of Vendor Evaluation – A Case with Research Institute. South Asian Journal of Management: ProQuest. Brewer, P. 2002 Putting Strategy into the Balanced Scorecard. Strategic Finance Magazine Cooper et al. 2005. Project Risk Management GuideLines Managing Risk in Larg Project and Complex Procurement. New York: John Wiley & Sons Ltd. Djohanputro, B. 2006. Risiko Terintegrasi. Jakarta: PPM. Gordon, Lawrence et al. 2009. Enterprise Risk Management and Firm Performance, AContingency Perspective. Maryland: Elsevier Kaplan, R. S., dan Norton, D.1992. The Balanced Scorecard Measures that Drive Performance. Harvard Business Review. Kaplan, R. S., dan Norton, D.1996. Using the Balanced Scorecard as a Strategic Management system. Harvard Business Review. Kaplan, R. S., dan Norton, D.1996. The Balanced Scorecard: Translating Strategy into Action. Boston: Harvard Business School Press. Kaplan, R. S., dan Norton, D.1996. Link the Balanced Scorecard to Strategy. California: Management Review. Kaplan, R. S., dan Norton, D. 2004. The strategy Map: Guide to Aligning Intangible Assets. Strategy and Leadership. Merna,T., dan Al-Thani,F. 2008. Corporate Management 2nd Edition. England: John Wiley & Sons Ltd. Nagumo, Takehiko. 2005. Aligning Enterprise Risk Management with Strategy Through the BSC: The Bank of Tokyo-Mitsubishi Approach. Tokyo. Niven, P. R. 2003.
Balanced Scorecard Step by Step for Government and Non-Profit
Agencies. New Jersey: John Wiley & Sons Ltd. 15
Perancangan manajemen…, Mesara Gusdi, FT UI, 2013
Prihartono, B. 2009. Pengembangan Perangkat Pengelolaan Risiko Perusahaan pada Unit Kerja BUMN. Saaty, T. L. 1980. Analytical Hierarcy Process. New York: Mc-Graw-Hill Saaty, T. L. 1990. How to Make a Decision: The Analytic Hierarchy Process. European Journal of Operational Research. Yuna,
Dwi. Y. 2011. Perancangan Sistem Manajemen Risiko Observatorium Bosscha.
Bandung:ITB
16
Perancangan manajemen…, Mesara Gusdi, FT UI, 2013
17 Perancangan manajemen…, Mesara Gusdi, FT UI, 2013