perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERANCANGAN KONSTRUKSI TEMPERATURE CONTROL SYSTEM PADA ALIRAN FLUIDA VISCOUS DI DALAM PIPA (Studi Kasus Temperature Control System Tipe II untuk Lini Produksi Kecap PT. Lombok Gandaria)
Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
WAHYU PRABAWATI P.H. I 1307058
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2011
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Wahyu Prabawati P.H, NIM: I1307058. PERANCANGAN KONSTRUKSI TEMPERATURE CONTROL SYSTEM PADA ALIRAN FLUIDA VISCOUS DI DALAM PIPA (Studi Kasus Temperature Control System Tipe II untuk Lini Produksi Kecap PT. Lombok Gandaria). Skripsi. Surakarta : Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Oktober 2011. Penurunan produktivitas sering terjadi akibat dari meningkatnya viskositas bahan pada suatu aliran pipa. Permasalahan ini terjadi pada PT. Lombok Gandaria, tepatnya pada lintasan produksi, ketika mengalirkan kecap dari tangki ke mesin filler. Untuk mengatasi hal tersebut, telah dirancang sebuah Temperature Control System. Hasil observasi menunjukkan Temperature Control System tersebut mampu meningkatkan temperatur output fluida viscous dari temperatur awal 29°C menjadi 34°C. Namun, kinerja Temperature Control System tersebut belum efisien terutama disebabkan oleh desain konstruksi yang belum sempurna. Penelitian ini bertujuan untuk merancang konstruksi Temperature Control System tipe II sebagai perbaikan dari Temperature Control System sebelumnya (yang disebut sebagai tipe I). Penelitian ini merupakan perancangan produk dalam skala laboratorium yang dilengkapi dengan pengujian. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metodologi perancangan produk yang diawali dengan tahap identifikasi dan deskripsi masalah. Setelah itu, dilakukan penentuan konsep rancangan yang merupakan jawaban atas kebutuhan perbaikan desain. Selanjutnya, konsep rancangan yang dihasilkan diwujudkan dalam sebuah prototipe. Pada tahap akhir, dilakukan pengujian terhadap Temperature Control System untuk mengetahui kinerjanya. Konstruksi Temperature Control System tipe II menghasilkan rancangan yang mempunyai kinerja lebih efisien dengan sirip yang terbuat dari tembaga, isolasi panas yang lebih baik dan kebutuhan daya elemen pemanas yang diturunkan dari 1600 watt menjadi 1400 watt dapat menaikkan temperatur mencapai range 33°C-34°C dari kondisi awal 28°C dengan proses pre-heating 20 menit. Kata kunci: heat exchanger, thermodinamika, perpindahan panas, performansi sirip, mekanika fluida, fluida viscous xviii +111 halaman; 82 gambar; 9 tabel; 2 lampiran; daftar pustaka: 14 (1984-2010)
commit to user viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Wahyu Prabawati P.H, NIM: I1307058. TEMPERATURE CONTROL SYSTEM DESIGN CONSTRUCTION OF VISCOUS FLUID FLOW IN PIPES (Temperature Control System Case Study for Type II Production Line Ketchup PT. Lombok Gandaria). Thesis. Surakarta: Department of Industrial Engineering Faculty of Engineering, Sebelas Maret University, October 2011. The productivity oftenly slow down as a result of the increased viscosity of the material in a pipe flow. This problem occur in PT. Lombok Gandaria, exactly on the production line when the ketchup is flowing from the tank to the filler machine. To overcome this situation, a Temperature Control System has been designed. The observation result show the design of Temperature Control System was able to increase the output temperature of the viscous fluid than the initial temperature of 29°C to 34°C. However, the performance of Temperature Control System was not efficient because of the design construction. This research aims to design the construction of Temperature Control System Type II as an improvement from the previous Temperature Control System (referred to as type I). This research is a laboratory scale product design that is equipped with testing. This study used a product design methodology that begins with problem identification and description. After that, there was a determination of design concept which was a response of the needs of the design improvements. The next step, the design concept was realized in a detail design. At the final phase, there was a tests on Temperature Control System to determine its performance. Construction of Temperature Control System Type II result designs that have a more efficient performance with fins that made of copper, the better heat insulator and heater requirement from 1600 watt to 1400 watt can increase the temperature up to range 33°C to 34°C from the initial conditions 28°C with pre-heating process 20 minutes. Key words: heat exchanger, thermodynamics, heat transfer, performance fins, fluid mechanics, viscous fluid xviii +111 pages; 82 pictures; 9 tables; 2 appendixes; references: 14 (1984-2010)
commit to user ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL ....…………………………………….……….............
i
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………….
ii
HALAMAN VALIDASI…………………………………………………….
iii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH…………..
iv
SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH……………….
v
KATA PENGANTAR……………………………………………………….
vi
ABSTRAK…………………………………………………………………… viii ABSTRACT………………………………………………………………….
ix
DAFTAR ISI…………………………………………………………............
x
DAFTAR TABEL…………………………………………………………… xiii DAFTAR GAMBAR…………………………………………………….…..
xiv
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………….……….. xviii
BAB I
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...………………………………..……
I-1
1.2 Perumusan Masalah…………………………………..……......
I-2
1.3 Tujuan Penelitian .………………………………..……...…….
I-3
1.4 Manfaat Penelitian..………………………………..……...…...
I-3
1.5 Batasan Masalah…………………………………………….....
I-3
1.6 Asumsi…………………………………………………….…...
I-4
1.7 Sistematika Penulisan……………………………………..…...
I-4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Heat Exchanger…………………………….………………….. II-1 2.1.1 Heat Exchanger Shell and Tube……………...………..... II-1 2.1.2 Pemilihan Kriteria Heat Exchanger…………...………… II-2 2.2 Thermodinamika…………………………………..….……...... II-2 2.3 Perpindahan Panas…………………………………….………. II-3 commit to user 2.3.1 Konduksi………………………………….……………... II-4
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.3.2 Konveksi……………….….……….…………...............
II-5
2.3.3 Radiasi ……..…………………..……….………….…..
II-5
2.3.4 Perpindahan Panas Pada Sirip…………………….…....
II-6
2.3.5 Performansi Sirip…………………………………….…
II-9
2.4 Mekanika Fluida…………………….……….…………........
II-12
2.4.1 Fluida…………………….……….…………................
II-13
2.4.2 Kerapatan (Density) Fluida…….………….…………...
II-13
2.4.3 Kekentalan (Viskositas) Fluida. …….…………………. II-14 2.4.4 Tekanan Dalam fluida ………………………….……...
II-15
2.4.5 Aliran Fluida Dalam Pipa…….………………………..
II-15
2.5 Kajian Pustaka…….…………………………………………
II-16
2.5.1 Penelitian Terdahulu…………………………………...
II-16
2.5.2 State Of The Art…….……………………………..…..
II-18
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Identitas Penelitian……………………………….……….….
III-1
3.2 Kerangka Pikir………………………………………………..
III-1
3.3 Metodologi Penelitian…………………………………….….
III-3
3.3.1 Tahap Studi Awal...........................................................
III-5
3.3.2 Tahap Pengolahan Data..................................................
III-6
3.3.3 Analisis dan Interpretasi Hasil........................................ III-11 3.3.4 Kesimpulan dan Saran.................................................... III-11
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Identifikasi dan Deskripsi Permasalahan……………………..
IV-1
4.2 Kebutuhan Perbaikan Rancangan………………………….… IV-10 4.3 Spesifikasi Rancangan………………….………………….… IV-13 4.4 Bill of Material………………………………………………. IV-39 4.5 Estimasi Biaya……………………………………………….. IV-40 4.6 Realisasi Perbaikan Desain ………………………………….. IV-41 4.7 Pengujian Hasil Rancangan………………………………….. IV-50 4.8 Penyempurnaan Hasil rancangan………………………….…. IV-58 commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL 5.1 Analisis Hasil Penelitian………………………………….…...
V-1
5.1.1 Analisis Hasil Rancangan………………………………. V-1 5.1.2 Analisis Hasil Pengujian……………………………..…. V-5 5.2 Interpretasi hasil penelitian.......………..…………………….... V-12
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan…………………………………….…………...… VI-1 6.2 Saran……………………………………………………….…. VI-2 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Heat exchanger adalah perangkat yang memberi efek transfer energi antara dua atau lebih fluida pada temperatur yang berbeda (Kuppan, 2000). Salah satu jenis heat exchanger berdasarkan konstruksinya meliputi tipe shell and tube (selubung dibagian luar pipa dan tabung dibagian dalam) yang dalam berbagai modifikasi konstruksinya banyak digunakan dalam proses industri. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Ulaan (2008), yaitu tipe shell and tube mempunyai keuntungan, antara lain dapat dibuat dengan berbagai jenis material yang disesuaikan
dengan
temperatur, mudah
membersihkannya,
konstruksinya
sederhana dan prosedur pengoperasiannya mudah. Sedangkan salah satu aplikasi dari heat exchanger tipe shell and tube adalah rancangan Temperature Control System pada aliran fluida viscous di dalam pipa yang dikerjakan oleh Permatasari (2010). Permatasari (2010) mengembangkan Temperature Control System pada aliran fluida viscous di dalam pipa yang digunakan untuk mengatur temperatur aliran kecap dalam pipa dengan udara panas yang dihembuskan diantara pipa kecap dan selubungnya. Hasil dari rancangan ini adalah Temperature Control System mampu meningkatkan temperatur output fluida viscous dari temperatur awal 29°C hingga temperatur 34°C. Namun, desain konstruksi Temperature Control System yang ada saat ini belum efisien yang diindikasikan dari lamanya proses pre-heating. Pre-heating berguna untuk mempersiapkan alat agar berfungsi dengan baik saat produksi dimulai. Pada observasi awal dan perhitungan perpindahan panas dari Temperature Control System dengan total daya elemen pemanas 1600 watt, seharusnya proses pre-heating memerlukan waktu kurang dari 10 menit untuk mencapai temperatur 33°C-34°C. Tetapi, kondisi aktual dari desain konstruksi Temperature Control System pada aliran fluida viscous di dalam pipa memerlukan waktu hingga 40 menit (Permatasari, 2010). Proses pre-heating alat ini lebih lama dibandingkan dengan kondisi yang dipersyaratkan untuk proses commit to user
I-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pre-heating pada fasilitas produksi di PT. Lombok Gandaria yang berkisar antara 10-20 menit sehingga hal ini dapat berpotensi menimbulkan delay. Setelah dilakukan observasi lebih lanjut, desain konstruksi Temperature Control System ini masih terdapat beberapa kekurangan, khususnya pada bagian case (pembungkus), inlet (saluran masuk udara), throttle pada exhaust (katup saluran buang), isolasi panas, pipa untuk mengalirkan fluida viscous, dan fin (sirip). Bagian-bagian tersebut diduga telah mengalami penurunan dari sisi fungsi jika dibandingkan pada saat pertama kali Temperature Control System ini dibuat. Disamping dilihat dari kinerjanya yang telah menurun, hal ini dapat dilihat secara langsung dari menurunnya tingkat kerapatan pada bagian-bagian yang berpasangan dan telah rusaknya beberapa komponen karena oksidasi. Jika bagianbagian tersebut dikaji kembali dan dilakukan perbaikan, Temperature Control System akan dapat berfungsi seperti sediakala bahkan dapat bekerja lebih efisien serta diperoleh sistem yang lebih reliabel, khususnya jika perbaikan diarahkan pada
aspek
fungsionalitas
(functionality)
dan
kemampurawatannya
(maintainability). Untuk mengukur seberapa besar peningkatan kinerja alat ini tentu saja diperlukan pengujian, baik berupa pengujian kinerja sistem keseluruhan maupun pengujian sistem secara parsial. Berdasarkan uraian tentang permasalahan yang ada, pada dasarnya penelitian ini memandang perlunya perancangan konstruksi Temperature Control System yang baru untuk aliran fluida viscous di dalam pipa tersebut. Perancangan Temperature Control System ini tidak dikerjakan dari awal tetapi lebih diarahkan untuk perbaikan terhadap rancangan yang lama. Selanjutnya perancangan ini akan dinamakan sebagai Temperature Control System tipe II yang merupakan perbaikan dari rancangan Temperature Control System tipe I. 1.2 PERUMUSAN MASALAH Perumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana merancang konstruksi (case, inlet, throttle pada exhaust, dan fin) Temperature Control System tipe II pada aliran fluida viscous di dalam pipa supaya dapat bekerja lebih efisien serta diperoleh sistem yang lebih reliabel, dengan mengacu pada kondisi lini produksi kecap di PT. Lombok Gandaria. commit to user
I-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1.3 TUJUAN PENELITIAN Tujuan yang ingin dicapai oleh penelitian ini, yaitu menghasilkan rancangan Temperature Control System tipe II dalam bentuk prototipe yang dapat bekerja lebih efisien serta mempunyai sistem yang lebih reliabel. 1.4 MANFAAT PENELITIAN Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini, sebagai berikut:
1. Memberi informasi ilmiah berupa hasil pengujian dan analisis untuk pengembangan Temperature Control System.
2. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan untuk PT. Lombok Gandaria dalam menjaga tingkat kestabilan temperatur kecap. 1.5 BATASAN MASALAH Dalam penelitian ini diperlukan pengembangan konsep untuk memperoleh hasil rancangan yang memiliki kinerja lebih tinggi dan tidak mengabaikan konsep dasarnya. Batasan masalah pada penelitian ini, sebagai berikut: 1.
Penelitian ini merupakan perancangan produk dalam skala laboratorium yang dilengkapi dengan pengujian. Sedangkan kasus PT. Lombok Gandaria hanya dijadikan referensi untuk mendapatkan informasi yang berguna untuk menghasilkan spesifikasi rancangan, bukan sebagai tempat pengujian.
2.
Penelitian
ini
dibatasi
dari
sisi
fungsionalitas
(functionality)
dan
kemampurawatan (maintainability) untuk mendapatkan sistem yang lebih reliabel. 3.
Kondisi aliran kecap optimal pada temperatur 33°C -34°C.
4.
Perancangan Temperature Control System mengacu pada pipa fluida viscous yang digunakan untuk mengalirkan kecap menuju filler machine (mesin pengisi) di PT. Lombok Gandaria, yaitu merupakan pipa besi galvanis dengan diameter luar 60 mm, panjang 1600 mm dan tebal 2,5 mm.
5.
Penelitian ini menggunakan larutan Carboxymethyl Cellulose (CMC) sebagai pengganti
kecap
yang
memiliki
beberapa
commit to user viskositasnya mendekati kecap.
I-3
karakteristik,
khususnya
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1.6 ASUMSI PENELITIAN Asumsi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut: 1.
Temperatur kecap pada saat memasuki Temperature Control System bersifat tetap dan merata dan tidak mempengaruhi hasil pengujian ruangan.
2.
Kondisi aliran kecap lancar dan tidak berpotensi menimbulkan gelembung pada kecap saat dikemas.
3.
Sampel distribusi temperatur yang diambil mewakili penyebaran temperatur kecap di sepanjang aliran pipa.
1.7 SISTEMATIKA PENULISAN Sistematika penulisan dibuat agar dapat memudahkan pembahasan penyelesaian masalah dalam penelitian ini. Penjelasan mengenai sistematika penulisan, yaitu: BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini menguraikan berbagai hal mengenai latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi dan sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan teori-teori yang akan dipakai untuk mendukung penelitian, sehingga perhitungan dan analisis dilakukan secara teoritis. Tinjauan pustaka diambil dari berbagai sumber yang berkaitan langsung dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian. BAB III : METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisi identitas penelitian, kerangka pikir, dan metodologi penelitian berupa tahapan yang dilalui dalam penyelesaian masalah secara umum yang berupa gambaran terstruktur dalam bentuk flowchart sesuai dengan permasalahan yang ada mulai dari studi pendahuluan, pengumpulan data sampai dengan pengolahan data dan analisis.
commit to user
I-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV : PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini berisi identifikasi dan deskripsi permasalahan, kebutuhan perbaikan rancangan, spesifikasi rancangan, bill of material, estimasi biaya, realisasi perbaikan desain, pengujian hasil rancangan, dan penyempurnaan hasil rancangan. BAB V : ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Bab ini memuat uraian analisis hasil penelitian yang terdiri dari análisis hasil rancangan dan analisis hasil pengujian serta intepretasi dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan. BAB VI : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini menguraikan target pencapaian dari tujuan penelitian dan kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan masalah. Bab ini juga menguraikan saran dan masukan bagi kelanjutan penelitian.
commit to user
I-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan tentang teori-teori dan kajian pustaka untuk mendukung penelitian, sehingga pelaksanaan penelitian, pengolahan data dan analisis permasalahan dapat dilakukan secara teoritis. Berikut diuraikan mengenai teori yang berkaitan dengan penelitian. 2.1 HEAT EXCHANGER Heat exchanger (alat penukar panas) merupakan perangkat yang memberi efek pertukaran energi antara dua atau lebih fluida pada temperatur yang berbeda (Kuppan, 2000). Dalam heat exchanger, fluida dipisahkan oleh permukaan perpindahan panas, dan idealnya mereka tidak bergabung. Heat exchanger terdiri dari elemen-elemen seperti inti atau matriks yang berisi permukaan heat exchanger dan distribusi cairan elemen-elemen seperti headers atau tangki, pipa saluran masuk dan keluar, nozzle, dan lain sebagainya. Secara umum, heat exchanger diklasifikasikan menurut konstruksi, proses pertukaran panas, derajat kekompakan permukaan, susunan katup, pengaturan aliran, fase dari proses fluida, dan mekanisme pertukaran panas (Kuppan, 2000). 2.1.1 Heat Exchanger Shell and Tube Heat exchanger shell and tube merupakan salah satu tipe penukar panas menurut konstruksi yang paling banyak digunakan (Kuppan, 2000). Hampir tidak ada batasan operasi temperatur dan tekanan pada heat exchanger jenis ini. Gambar 2.1 menunjukkan bentuk spesifik dari shell and tube dengan beberapa tabung satu fase shell and tube dan baffles.
Gambar 2.1 Shell and tubetodengan commit user beberapa tabung Sumber: Incropera dan Dewitt, 1996
II-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.1.2 Pemilihan Kriteria Heat Exchanger Pemilihan heat exchanger adalah proses seorang desainer memilih heat exchanger jenis tertentu untuk diaplikasikan pada berbagai heat exchanger yang ada (Kuppan, 2000). Pemilihan kriteria pada heat exchanger bermacam-macam, namun kriteria utama heat exchanger adalah jenis fluida yang akan ditangani, tekanan operasi dan temperatur, fungsi panas, dan biaya. Fluida yang terlibat dalam perpindahan panas dapat dikarakteristikkan dari temperatur, tekanan, fase, sifat fisik, toksisitas, korosivitas, dan kecenderungan fouling. Ketika memilih heat exchanger maka beberapa hal yang dipertimbangkan (Kuppan, 2000), terdiri dari: bahan konstruksi, arus tarif, skema aliran, kinerja parameter-efektivitas termal dan penurunan tekanan, kecenderungan fouling, jenis dan fase cairan, perawatan, inspeksi, pembersihan, ekstensi dan kemungkinan perbaikan, ekonomi secara keseluruhan, teknik pembuatan, dan permintaan pengawasan. 2.2 THERMODINAMIKA Istilah thermodinamika berasal dari bahasa Yunani yaitu therme (kalor) dan dynamis (gaya), artinya kemampuan benda panas untuk menghasilkan kerja (Moran dan Shapiro, 2006). Thermodinamika menggunakan konsep sistem dan volume kendali. Sistem digunakan apabila terdapat bahan dalam jumlah yang tetap. Volume kendali adalah ruang dimana massa dapat mengalir. Sedangkan segala yang berada diluar sistem dikategorikan sebagai bagian dari lingkungan sistem (Moran, dan Shapiro, 2006). Menurut Moran dan Shapiro (2006) jenis sistem thermodinamika dasar ada 2 yaitu sistem tertutup (closed system) dan volume atur (control volume). Pada sistem tertutup terdapat materi dalam jumlah yang tetap. Sistem tertutup digunakan pada materi dalam jumlah tertentu saja. Sedangkan volume atur adalah ruang dimana massa dapat mengalir (Moran dan Shapiro, 2006). Thermodinamika merupakan fisik cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan hukum yang mengatur aliran energi dari satu bentuk ke bentuk lain (Haddad dkk., 2005). Hukum pertama thermodinamika menjelaskan kesetaraan antara panas dan kerja serta menyatakan bahwa di antara semua sistem commit to user transformasi, sistem energi adalah kekal. Oleh karena itu, energi tidak dapat
II-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
diciptakan dari ketiadaan dan tidak dapat dimusnahkan, melainkan hanya bisa dipindahkan dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Hukum kedua thermodinamika menyatakan bahwa sistem energi adalah kekal (Haddad dkk., 2005). 2.3 PERPINDAHAN PANAS Perpindahan panas adalah energi yang terjadi karena perbedaan temperatur antara benda atau material (Incropera dan Dewitt, 1996). Sedangkan kalor merupakan energi yang berpindah. Kalor berpindah dari satu benda ke benda yang lain sebagai hasil dari perbedaan temperatur. Jika dua benda pada kondisi temperatur yang berbeda disatukan maka kalor berpindah dari benda yang lebih panas ke benda yang lebih dingin. Hal ini menyebabkan temperatur pada benda yang dingin meningkat sedangkan temperatur pada benda yang panas menurun (Incropera dan Dewitt, 1996). Menurut Arisworo dkk (2004), kalor dapat dirumuskan dalam bentuk persamaan: Q= m . c. ∆T………………………………………………...……..…... (2.1) dengan keterangan rumus, sebagai berikut: Q = kalor [J] m = massa zat [kg] c
= kalor jenis [J/kg0C]
∆T = kenaikan suhu [0C] Sedangkan untuk mengetahui jumlah perpindahan kalor yang digunakan pada suatu benda yang mempunyai temperatur berbeda menggunakan rumus: Q= Q1 + Q2 + Q3 …………………..……………………………….… (2.2) Kemampuan untuk menyerap kalor ditentukan oleh sifat dari zat yang disebut kalor jenis. Pengertian dari kalor jenis adalah banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu setiap 1 kilogram zat sebesar 10 celcius. Setiap zat mempunyai nilai kalor jenis yang berbeda. Semakin besar kalor jenis suatu zat, maka kemampuan untuk mengubah suhu zat tersebut semakin sulit (Arisworo dkk., 2004).
commit to user
II-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kalor jenis dirumuskan sebagai berikut: c=
Q ………………………………………...………...……..…… (2.3) m.DT
Satuan dari kalor jenis adalah kalori/gram0C atau dalam sistem SI adalah joule/kilogram0C. Dalam pembagiannya, perpindahan kalor dibagi menjadi tiga mekanisme perpindahan kalor yaitu konduksi, konveksi dan radiasi (Incropera dan Dewitt, 1996).
Gambar 2.2 Konduksi, konveksi, dan radiasi dari jenis perpindahan panas Sumber: Incropera dan Dewitt, 1996
Gambar 2.2 menjelaskan bahwa ketika sebuah gradient temperatur berada dalam medium stasioner pada sebuah zat padat atau fluida maka digunakan syarat konduksi untuk perpindahan panas yang terjadi melewati media. Syarat konveksi digunakan untuk perpindahan panas yang terjadi antara sebuah permukaan dan fluida yang bergerak ketika mereka berada pada temperatur yang berbeda. Jenis ketiga dari perpindahan panas dinamakan radiasi panas dimana semua permukaan panas dari temperatur yang terbatas memancarkan energi pada bentuk gelombang elektromagnetik. Oleh karena itu, ketiadaan dari sebuah medium pada sebuah aliran perpindahan panas menyebabkan radiasi antara dua permukaan pada temperatur yang berbeda (Incropera dan Dewitt, 1996). 2.3.1 Konduksi Konduksi merupakan zat gas sebuah gradient pada temperatur yang pada gradient tersebut tidak terdapat gerakan (Incropera dan Dewitt, 1996). commit to user
II-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.3 menunjukkan zat gas yang menempati ruang antara dua permukaan yang dipertahankan pada temperatur berbeda.
Gambar 2.3 Perpindahan panas konduksi akibat aktivitas molekul Sumber: Incropera dan Dewitt, 1996
2.3.2 Konveksi Jenis konveksi perpindahan panas terdiri dari dua mekanisme. Dalam perpindahan energi ke pergerakan acak molekul atau difusi, energi juga ditransfer oleh bagian besar atau makroskopik, dan pergerakan dari fluida (Incropera dan Dewitt, 1996). Perpindahan panas konveksi terjadi antara fluida yang bergerak dan batas permukaan ketika keduanya berada pada temperatur yang berbeda seperti gambar 2.4.
Gambar 2.4 Perpindahan panas konveksi fluida Sumber: Incropera dan Dewitt, 1996
2.3.3 Radiasi Radiasi panas adalah energi yang dipancarkan oleh suatu zat yang berada commit to user pada temperatur yang terbatas (Incropera dan Dewitt, 1996). Meskipun radiasi
II-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
terjadi dari permukaaan benda padat namun aliran radiasi juga dapat terjadi dari fluida dan zat gas. Perpindahan radiasi terjadi lebih efisien pada kondisi vakum total seperti dalam media tertentu. Gambar 2.5 menunjukkan energi kalor yang yang disebarkan secara radiasi serta radiasi antara permukaan dan lingkungan.
Gambar 2.5 Perpindahan panas radiasi (a) pada permukaan, dan (b) radiasi antara permukaan dan lingkungan Sumber: Incropera dan Dewitt, 1996
2.3.4 Perpindahan Panas Pada Sirip Istilah permukaan yang diperluas (extended surface) biasa digunakan untuk menggambarkan sebuah kasus khusus yang melibatkan perpindahan panas oleh konduksi dan perpindahan panas oleh konveksi (Incropera dan Dewitt, 1996). Kombinasi antara konduksi dan konveksi ditunjukkan pada gambar 2.6 yang menjelaskan bahwa dengan T1 > T2, gradient temperatur pada arah x meneruskan transfer panas oleh konduksi pada elemen panas.
commitdan to user Gambar 2.6 Kombinasi konduksi konveksi pada struktur elemen Sumber: Incropera dan Dewitt, 1996
II-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Meskipun situasi berbeda yang melibatkan pengaruh kombinasi konduksi, penerapan yang paling sering adalah sebuah permukaan yang diperluas. Permukaan yang diperluas digunakan untuk meningkatkan perpindahan panas antara benda padat dan fluida. Seperti sebuah permukaan yang diperlukan dan disebut dengan sirip (Incropera dan Dewitt, 1996). Gambar 2.7 menunjukkan penggunaan sirip untuk meningkatkan perpindahan panas dari sebuah dinding datar.
Gambar 2.7 Penggunaan sirip untuk meningkatkan perpindahan kalor dari sebuah dinding datar (a) permukaan rata/kosong (b) permukaan bersirip Sumber: Incropera dan Dewitt, 1996
Gambar 2.7a menunjukkan bahwa jika Ts dibuat tetap maka laju perpindahan panas dapat ditingkatkan. Koefisien perpindahan kalor konveksi (h) dapat ditingkatkan dengan menaikkan kecepatan fluida, dan temperatur fluida (T∞) dikurangi. Untuk menaikkan h dilakukan dengan menggunakan fan atau blower dengan menaikkan kecepatan gerakan fluida, tetapi memerlukan daya untuk menggerakkannya. Gambar 2.7b menunjukkan bahwa laju perpindahan panas dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan luas permukaan melintang apabila terjadi konveksi. Hal ini dilakukan dengan cara menambahkan sirip pada dinding lingkungan ke fluida. Konduktivitas termal bahan sirip mempunyai pengaruh yang kuat pada distribusi temperatur sepanjang sirip, sehingga commit to user mempengaruhi tingkat laju perpindahan panas yang akan dinaikkan. Idealnya, II-7
perpustakaan.uns.ac.id
bahan
sirip
harus
digilib.uns.ac.id
memiliki
konduktivitas
termal
yang
tinggi
untuk
meminimalisasi variasi temperatur dari dasar sirip ke ujung sirip. Macam-macam konfigurasi sirip ditunjukkan pada gambar 2.8.
Gambar 2.8 Konfigurasi sirip (a) sirip lurus penampang seragam (b) sirip lurus penampang tidak seragam (c) sirip annular (d) sirip pin Sumber: Incropera dan Dewitt, 1996
Kecepatan transfer panas dengan sebuah sirip dapat ditentukan dengan mengetahui distribusi temperatur di sepanjang sirip, yaitu dengan keseimbangan energi pada sebuah permukaan yang diperluas (ditunjukkan pada gambar 2.9) dan mengasumsikan kondisi satu dimensi dalam arah longitudinal (x) meskipun konduksi di dalam sirip sebenarnya dua dimensi (Incropera dan Dewitt, 1996).
Gambar 2.9 Keseimbangan energi pada sebuah permukaan yang diperluas Sumber: Incropera dan Dewitt, 1996
commit to user
II-8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.3.5 Performansi Sirip Efektifitas sirip merupakan perbandingan laju perpindahan kalor dengan adanya sirip dengan laju perpindahan kalor tanpa adanya sirip. Efektifitas sirip dilambangkan dengan e f . Rumus untuk efektifitas sirip, yaitu:
ef =
qf hAc ,b Ob
……………………………………………..…………… (2.4)
dengan keterangan rumus, sebagai berikut:
e f = efektifitas sirip [%] q f = perpindahan panas pada sirip [W]
h
= koefisien konveksi [W/m2]
Ac = luas penampang yang bervariasi terhadap x [m2] Ukuran lain untuk performansi sirip dinyatakan dengan efisiensi sirip (h f ). Potensi penggerak maksimum untuk konveksi adalah perbedaan temperatur antara dasar (x = 0) dan fluida θb = Tb -T∞. Sehingga laju maksimum dimana sirip dapat melepaskan energi adalah laju yang terjadi jika seluruh permukaan sirip berada pada temperatur dasar sirip. Rumus dari efisiensi sirip adalah:
hf =
qf q max
=
qf hA f ?b
………………………………………………..….. (2.5)
A f dirumuskan, sebagai berikut: A f = 2 π (r22c – r21) ………………………..……...………………….... (2.6)
keterangan rumus:
h f = efisiensi sirip [%] q f = perpindahan panas pada sirip [W]
h
= koefisien konfeksi [W/m2]
A f = luas permukaan sirip [m2]
= temperatur [oK] r22c = jari-jari yang bervariasi terhadap x [m] r21 = jari-jari [m] commit to user
II-9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sedangkan langkah-langkah untuk mencari efisiensi sirip segi empat dengan konveksi pada bagian ujungnya, sebagai berikut: 1. Menentukan luas pipa yang tidak tertutup sirip pada sirip segi empat, yaitu: Aw = 2 π r1 (H - Nt) ……………………………………...…………(2.7) keterangan rumus: Aw = pipa yang tidak tertutup sirip [m2] r1
= jari-jari [m]
H
= panjang pipa bagian bersirip [m]
Nt
= panjang penampang sirip yang menempel pada pipa [m]
2. Menentukan luas permukaan total pipa pada sirip segi empat, yaitu: At = NAf + 2 π r1………………..……..…………...………........... (2.8) keterangan rumus: At = luas permukaan total pipa [m2] N
= luas sirip kecil [m2]
Af = luas permukaan sirip [m2] r1
= jari-jari [m]
3. Menentukan luas permukaan extended, yaitu: Ap = Lc x t……………..…..……………..……………................... (2.9) keterangan rumus: Ap = luas permukaan extended [m2] Lc = panjang penampang yang bervariasi terhadap x [m] t
= tebal sirip [m]
Sehingga, efisiensi sirip segi empat dengan konveksi pada bagian ujungnya dinyatakan dengan:
h f = Lc 3 / 2 (h / kAp )1/ 2 ………………………………………............ (2.10) dengan keterangan rumus, sebagai berikut:
h f = efisiensi sirip [%] h
= koefisien konfeksi [W/m2]
Lc = panjang penampang yang bervariasi terhadap x [m] k
= konduktivitas termal [W/m.K]
Ap = luas permukaan extended [m2] commit to user
II-10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Efisiensi fin annular dengan profil segiempat dapat digambarkan secara grafis seperti ditunjukkan pada gambar 2.10.
Gambar 2.10 Efisiensi sirip lurus (profil segiempat, segitiga, dan parabolatik) Sumber: Incropera dan Dewitt, 1996
Sedangkan untuk efisiensi sirip annular dengan profil segiempat ditunjukan dengan gambar 2.11.
Gambar 2.11 Efisiensi sirip lurus to annular commit user dengan profil segiempat Sumber: Incropera dan Dewitt, 1996
II-11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Mencari perpindahan panas menggunakan rumus, sebagai berikut: qt = hAt [1 –
NA f (1- η)] θb………………………………........... (2.11) At
dengan keterangan rumus, sebagai berikut: qt = perpindahan panas keseluruhan [W] h
= koefisien konfeksi [W/m2]
At = luas permukaan total pipa [m2] N = luas sirip kecil [m2] Af = luas permukaan sirip [m2]
h f = efisiensi sirip [%] = temperatur [oK] 5. Perpindahan panas pada permukaan tanpa sirip, dinyatakan dengan rumus: qw = h ( 2 π r1 H ) θb………………………………....................... (2.12) dengan keterangan rumus, sebagai berikut: qw = perpindahan panas pada permukaan tanpa sirip [W] h
= koefisien konfeksi [W/m2]
r1 = jari-jari [m] H = panjang pipa bagian bersirip [m] = temperatur [oK] Sehingga perpindahan panas, dinyatakan dengan rumus: Δq = qt - qw………………………………......................................... (2.13) dengan keterangan rumus, sebagai berikut: Δq = perpindahan panas total qt = perpindahan panas keseluruhan [W] qw = perpindahan panas pada permukaan tanpa sirip [W] 2.4 MEKANIKA FLUIDA Mekanika fluida adalah ilmu yang menggunakan hukum dasar mekanika dan thermodinamika untuk menggambarkan gerakan-gerakan fluida (Durst, 2008). Mekanika fluida mempelajari perilaku dari zat-zat cair dan gas dalam keadaan diam ataupun bergerak (Munson dkk., 2006). Apabila terdapat kompresibilitas
yang
cukupcommit besar, to userprinsip-prinsip
II-12
thermodinamika
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dipertimbangkan. Tekanan uap menjadi penting bila terdapat tekanan, dan tarikan permukaan yang mempengaruhi kondisi statik dan kondisi aliran dalam lubanglubang kecil (Giles, 1984). 2.4.1 Fluida Fluida adalah semua bahan yang cenderung berubah bentuknya walaupun mengalami gaya luar yang sangat kecil (Soenoko dan Gunadiarta, 2009). Bila berada dalam keseimbangan, fluida tidak dapat menahan gaya tangensial atau gaya geser. Semua fluida memiliki suatu derajat kompresibilitas dan memberikan tahanan kecil terhadap perubahan bentuk. Fluida dapat digolongkan ke dalam zat cair atau zat gas. Perbedaan utama antara zat cair dan zat gas (Giles, 1984), yaitu: 1. Zat cair praktis tidak kompresibel, sedangkan zat gas kompresibel dan seringkali harus diperlakukan demikian. 2. Zat cair mengisi volume tertentu dan mempunyai permukaan bebas sedangkan zat gas dengan massa tertentu mengembang sampai mengisi seluruh bagian wadah tempatnya. 2.4.2 Kerapatan (Density) Fluida Kerapatan sebuah fluida didefinisikan sebagai massa fluida per satuan volume. Kerapatan sebuah fluida dilambangkan dengan huruf Yunani ρ (rho) dan digunakan untuk mengkarakteristikkan massa sebuah sistem fluida (Munson dkk., 2006). Nilai kerapatan dapat bervariasi cukup besar diantara fluida yang berbeda namun untuk zat-zat cair, variasi tekanan dan temperatur umumnya hanya memberikan pengaruh kecil terhadap nilai ρ (Munson dkk., 2006). Rapat suatu zat adalah massa dari volume suatu zat tersebut (Giles, 1984). Kerapatan dapat dirumuskan, sebagai berikut: ρ=
m …..……..................................................................................... (2.14) v
dengan keterangan rumus, sebagai berikut: ρ = kerapatan [gram/cm3] m = massa [gram] v = volume [cm3]
commit to user
II-13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Bila kerapatan suatu benda lebih besar dari kerapatan air maka benda tersebut tenggelam dalam air. Tetapi, bila kerapatannya lebih kecil maka benda tersebut mengapung (Tipler, 1998). 2.4.3 Kekentalan (Viskositas) Fluida Kekentalan (viskositas) suatu fluida adalah sifat yang menentukan besar daya tahannya terhadap gaya geser (Giles, 1984). Kekentalan diakibatkan oleh pengaruh antara molekul-molekul fluida. Kekentalan cairan berkurang dengan bertambahnya temperatur tapi tidak dipengaruhi oleh perubahan tekanan. Giles (1984), kekentalan kinematik berubah-ubah bersama tekanan secara berlawanan karena rapat gas berubah bersama perubahan tekanan (temperatur tetap). Nilai viskositas tergantung dari fluida tertentu, dan setiap fluida pula viskositasnya tergantung pada temperatur. Fluida yang tegangan gesernya berhubungan secara linier terhadap laju regangan geser sering disebut sebagai laju deformasi angular dan digolongkan sebagai fluida Newtonian (dari Hukum I Newton). Namun, kebanyakan fluida baik zat cair maupun zat gas adalah fluida Newtonian (Munson dkk., 2003). Fluida yang mengencer akibat geseran, viskositas nyatanya berkurang dengan meningkatnya laju geseran, sehingga fluida tersebut semakin kuat mengalami geseran (viskositasnya berkurang). Sedangkan fluida yang mengental akibat geseran, viskositas nyatanya meningkat dengan peningkatan laju geseran sehingga fluida semakin kuat mengalami geseran yang menyebabkan fluida tersebut semakin kental (Munson dkk., 2003). Viskositas bervariasi dari fluida yang satu ke fluida yang lain dan viskositas bervariasi menurut temperatur untuk suatu jenis fluida tertentu. Viskositas dari zat cair berkurang dengan kenaikan temperatur. Sementara untuk zat gas, peningkatan temperatur menyebabkan peningkatan viskositas. Perbedaan dalam pengaruh temperatur terhadap viskositas pada zat cair dan zat gas diakibatkan dari perbedaan struktur molekulnya (Munson dkk., 2003). Molekul-molekul zat cair jaraknya berdekatan dengan gaya kohesi yang kuat antara molekul dan hambatan yang berhubungan dengan gaya antar molekul. Dengan meningkatnya temperatur, gaya kohesi berkurang dan mengakibatkan commit to userberkurangnya hambatan terhadap
II-14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
gerakan. Viskositas adalah indeks dari hambatan maka viskositas berkurang dengan menaikkan temperatur (Munson dkk., 2003). 2.4.4 Tekanan Dalam Fluida Tekanan adalah suatu karakteristik yang sangat penting dari medan fluida (Munson dkk., 2006). Tekanan fluida dipancarkan dengan kekuatan yang sama ke semua arah dan bekerja tegak lurus pada suatu bidang. Dalam bidang datar yang sama kekuatan tekanan dalam suatu cairan sama. Tekanan dinyatakan dengan gaya dibagi dengan luas (Giles, 1984) seperti persamaan 2.15. p (N/m2 atau Pa) =
dP …………………….……...………………..…... (2.15) dA
2.4.5 Aliran Fluida Dalam Pipa Aliran dari suatu fluida nyata lebih rumit dari aliran suatu fluida ideal. Gaya geser antara partikel fluida dengan dinding batasnya dan antara partikel fluida itu sendiri dihasilkan dari kekentalan fluida nyata. Ada dua jenis aliran mantap dari fluida nyata aliran itu (Giles, 1984), sebagai berikut: 1. Aliran laminer, Dalam aliran laminer partikel fluidanya bergerak di sepanjang lintasanlintasan lurus, sejajar dalam lapisan atau laminae. Besarnya kecepatan dari laminae yang berdekatan tidak sama. Aliran laminer diatur oleh hukum yang menghubungkan tegangan geser ke laju perubahan bentuk sudut, yaitu hasil kali kekentalan fluida dan gradient kecepatan atau τ = µ dv/dy. Kekentalan fluida dominan yang berguna untuk mencegah setiap kecenderungan menuju kondisi-kondisi turbulen. 2. Aliran turbulen, Dalam aliran turbulen partikel bergerak secara serampangan ke semua arah. Tegangan geser untuk aliran turbulen dapat dinyatakan: t = (m + h )
dv ................................................................................... (2.16) dy
h merupakan sebuah faktor yang tergantung pada kerapatan fluida dan gerakan fluida. Faktor pertama (µ) menyatakan efek-efek dari gerakan commit to user kekentalan dan faktor kedua ( h ) menyatakan efek-efek dari gerakan turbulen.
II-15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.5 KAJIAN PUSTAKA Kajian pustaka terdiri dari penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu dan state of the art penelitian yang mendukung adanya penelitian ini. 2.5.1 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian yang mendasari perancangan konstruksi Temperature Control System pada aliran fluida viscous di dalam pipa telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Permatasari (2010) meneliti tentang perancangan Temperature Control System pada internal flow fluida viscous (Studi Kasus pada Perusahaan Kecap dan Saus PT. Lombok Gandaria) yang memiliki masalah pada lintasan produksi ketika mengalirkan kecap kental dari tangki ke filler machine (mesin pengisi). Permasalahan menjadi lebih kompleks ketika temperatur melebihi titik optimal yang menyebabkan timbulnya gelembung pada permukaan kecap. Temperatur optimal tersebut pada kondisi 33°C-34°C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rancangan Temperatur Control System dengan konsep perpindahan panas secara konveksi pada sistem heat exchanger terpilih sebagai alternatif rancangan terbaik. Temperatur Control System dipasang di pipa aliran pada jarak 1,2 m sebelum filler machine (mesin pengisi). Perangkat ini terdiri dari pemanas, fan, fins, dan rangkaian sistem kontrol yang digunakan untuk mencapai stabilitas temperatur fluida viscous yang optimal. Keterkaitan antara penelitian Permatasari (2010) dengan penelitian ini adalah sebagai acuan untuk merancang prototipe Temperatur Control System tipe II. Priscilla (2010) melakukan penelitian mengenai penentuan setting level optimal parameter Temperature Control System (Studi Kasus pada Perusahaan Kecap dan Saus PT. Lombok Gandaria) untuk menjaga kondisi aliran fluida dalam temperatur yang stabil dan optimal. Teknik yang digunakan adalah teknik full factorial experiment yang digunakan untuk mendapatkan lokasi pemasangan sensor LM35 dan konsumsi energi yang optimal dari Temperatur Control System. Hasil eksperimen yang dilakukan terhadap lokasi pemasangan sensor LM35 didapatkan setting level optimal pemasangan sensor pada jarak 3,7 cm yang mampu menghasilkan kestabilan temperatur output pada range 33,5 ± 0,5°C commit to user dengan tingkat keberhasilan 94,44%. Sedangkan optimasi konsumsi energi
II-16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dicapai melalui pengaktifan seluruh pemanas dan pengaturan putaran kipas pada kecepatan tinggi. Mempertimbangkan besarnya rata-rata selisih temperatur output dan target yang dicapai dan hasil eksperimen konfirmasi konsumsi energi, maka setting level optimal yang dihasilkan dapat dijadikan rekomendasi untuk instalasi Temperatur Control System. Keterkaitan antara penelitian Priscilla (2010) dengan penelitian ini adalah sebagai acuan dalam pemasangan sensor LM35. Fuadi dan Harismah (2004) melakukan penelitian tentang pengaruh pemasangan sirip terhadap jumlah panas yang dipindahkan pada alat penukar panas anulus. Studi kasus pada penelitian ini adalah pada industri kimia. Penelitian ini memodifikasi alat penukar panas jenis annulus dengan cara memasang sirip pada permukaan pipa. Penelitian ini dapat meningkatkan transfer panas sehingga mengurangi biaya pemakaian alat penukar panas serta dapat menekan biaya operasi dan perawatan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penambahan sirip yang dipasang pada pipa dapat meningkatkan kemampuan transfer panas sekitar 11,5% setiap satu sirip. Keterkaitan antara penelitian Fuadi dan Harismah (2004) dengan penelitian ini adalah memberikan referensi bahwa penambahan sirip yang dipasang pada pipa dapat meningkatkan kemampuan transfer panas. Sunu
(2008) melakukan
penelitian
tentang
analisis
perbandingan
pemasangan sirip pada pipa bergetar terhadap perpindahan panas. Penelitian ini bertujuan mengetahui perbandingan pemasangan sirip pada pipa bergetar terhadap perpindahan panas dan pipa tanpa sirip dan tanpa bergetar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sirip yang terpasang meningkatkan jumlah luasan panas pada permukaan pipa. Penelitian ini memberikan referensi bahwa kecepatan aliran fluida berpengaruh terhadap perpindahan panas dan pemasangan sirip pada penukar kalor heat exchanger dapat mengefisienkan pemakaian energi.
commit to user
II-17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.5.2 State Of The Art (SOTA) Pada dasarnya, target yang ingin dicapai oleh PT. Lombok Gandaria adalah produk kecap yang diproduksi tanpa cacat dan produktivitas tinggi. Faktor yang perlu diperhatikan untuk mencapai target tersebut adalah kondisi filler machine (mesin pengisi), kualitas bahan baku, proses penyimpanan, proses pengaliran kecap dari pipa ke filler, temperatur optimum dan kondisi botol. Namun, target yang ingin dicapai oleh PT. Lombok Gandaria ini pada kenyataannya belum berhasil. Kondisi produksi pada PT. Lombok Gandaria menggambarkan ketika temperatur keluaran kecap berada dibawah 33°C maka hasil produksi kecap cenderung menurun dan tidak memenuhi target. Kendala dalam sistem aliran fluida viscous di dalam pipa ini berdampak akhir pada penurunan tingkat produktivitas kecap filler (Permatasari, 2010). Oleh sebab itu, Permatasari (2010) merancang suatu alat yang berfungsi untuk menjaga kestabilan Temperatur Control System yang diharapkan dapat menjaga kestabilan temperatur kecap sehingga aliran dalam kecap lancar dengan tetap menjaga kualitas produk kecap. Akan tetapi, desain konstruksi Temperatur Control System yang ada saat ini belum optimum, sehingga dirancang tipe II untuk konstruksi Temperatur Control System. Keterkaitan antara penelitian tipe I dan tipe II akan dijelasakan secara detail dengan menggunakan SOTA pada gambar 2.13. Sedangkan target yang ingin dicapai PT. Lombok Gandaria ditunjukkan pada gambar 2.12.
commit to user
II-18
Gambar 2.12 Target PT. Lombok Gandaria
II-19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
State of the art (SOTA) merupakan pencapaian paling tinggi dari sebuah proses pengembangan. State of the art pada penelitian ini menjelaskan keterkaitan penelitian antara Temperatur Control System tipe I dengan Temperatur Control System tipe II. Gambar 2.13 menunjukkan state of the art penelitian Temperatur Control System, sehingga dapat dilihat keterkaitan antara hubungan penelitian yang sedang diteliti saat ini, yaitu pada Temperatur Control System tipe II dengan penelitian yang sudah diteliti sebelumnya, yaitu pada Temperatur Control System tipe I. Pada tipe I, penelitian dilakukan oleh Permatasari dan Priscilla (2010). Penelitian ini membahas desain konstruksi, uji performansi dan desain kontrol dari Temperatur Control System. Bagian-bagian tersebut saling berkaitan satu sama lain. Penelitian Temperatur Control System tipe II merupakan lanjutan dari penelitian Temperatur Control System tipe I. Seperti halnya dengan penelitian Temperatur Control System tipe I, pada penelitian Temperatur Control System tipe II ini juga membahas tentang desain konstruksi, uji performansi dan desain kontrol. Namun pada penelitian tipe II dibahas pula mengenai simulasi dan desain optimasi yang bertujuan untuk memperoleh rekomendasi perbaikan alat Temperatur Control System tipe III pada penelitian selanjutnya. Fokus dari skripsi mengenai perancangan konstruksi temperature control system pada aliran fluida viscous di dalam pipa adalah pada desain konstruksi dan uji performansi untuk mengukur seberapa besar peningkatan kinerja alat berupa pengujian kinerja sistem keseluruhan maupun pengujian sistem secara parsial. Hal ini bertujuan supaya Temperature Control System dapat bekerja lebih efisien serta diperoleh sistem yang lebih reliabel, khususnya jika perbaikan diarahkan pada aspek fungsionalitas (functionality) dan kemampurawatannya (maintainability).
commit to user
II-20
Sedangkan untuk state of the art penelitian temperature control system internal flow fluida viscous ditunjukkan pada gambar 2.13.
Gambar 2.13 State Of The Art (SOTA) penelitian temperature control system
II-21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini membahas identitas penelitian, kerangka pikir yang mendasari adanya penelitian ini, dan metode yang digunakan dalam penelitian beserta penjelasan setiap tahapannya. 3.1 IDENTITAS PENELITIAN Penelitian yang akan dibahas pada skripsi ini adalah perancangan konstruksi Temperature Control System pada aliran fluida viscous di dalam pipa. Penelitian ini tidak dikerjakan dari awal tetapi lebih diarahkan untuk perbaikan terhadap rancangan penelitian dari Permatasari (2010) yang berjudul perancangan Temperature Control System pada internal flow fluida viscous. Oleh sebab itu, penelitian ini disebut juga dengan penelitian Temperature Control System tipe II. Penelitian ini merupakan perancangan produk dalam skala laboratorium yang dilengkapi dengan pengujian. Fokus dari penelitian Temperature Control System tipe II adalah pada desain konstruksi dan uji performansi. Desain konstruksi membahas perbaikan terhadap rancangan Temperature Control System tipe I yang masih dapat disempurnakan, sedangkan uji performansi membahas pengujian kinerja sistem keseluruhan maupun pengujian sistem secara parsial. Hasil dari penelitian adalah Temperature Control System tipe II diharapkan dapat bekerja lebih efisien serta diperoleh sistem yang lebih reliabel, khususnya dari sisi fungsionalitas (functionality) dan kemampurawatannya (maintainability). 3.2 KERANGKA PIKIR Kerangka pikir yang mendasari penelitian Temperature Control System tipe II karena beberapa faktor yang terkait dengan kondisi rancangan Temperature Control System tipe I, seperti case (pembungkus), inlet (saluran masuk udara), throttle pada exhaust (katup saluran buang), isolasi panas, pipa untuk mengalirkan fluida viscous, dan fin (sirip). Gambar 3.1 adalah model kerangka pikir yang mendasari adanya penelitian ini. commit to user
III-1
Input
Process
Output
Gambar 3.1 Kerangka pikir penelitian
III-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 3.1 disimpulkan bahwa target yang dicapai pada penelitian Temperature Control System tipe II adalah Temperature Control System yang reliabel, khususnya jika perbaikan diarahkan pada aspek fungsionalitas (functionality) dan kemampurawatannya (maintainability) sehingga Temperature Control System dapat berfungsi dengan baik dalam kondisi dan jangka waktu tertentu. 3.3 METODE PENELITIAN Metode penelitian pada perancangan konstruksi Temperature Control System pada aliran fluida viscous di dalam pipa, sebagai berikut:
commit to user Gambar 3.2 Diagram alir metode penelitian III-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 3.2 Diagram alir metode penelitian (lanjutan) Metode penelitian pada gambar 3.2 diuraikan dalam beberapa tahap dan tiap tahapnya dijelaskan melalui langkah-langkah yang dilakukan. Uraian lebih lengkap tiap tahapnya akan dijelaskan berikut ini. commit to user
III-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3.3.1 TAHAP STUDI AWAL Tahap studi awal merupakan tahap identifikasi masalah paling awal yang digunakan dalam penelitian ini karena tahap ini sangat diperlukan untuk mengetahui perlunya sebuah penelitian pada Temperature Control System tipe II. Tahap studi awal dilakukan di Laboratorium Perencanaan dan Perancangan Produk Teknik Industri UNS. Tahap studi awal ini dimulai dengan observasi lapangan dan tinjauan pustaka. Observasi lapangan dilakukan untuk mendapatkan data-data, informasi, dan gambaran lebih lanjut mengenai kondisi rancangan awal Temperature Control System tipe I. Observasi lapangan dilakukan dengan cara melihat secara langsung (observasi langsung) kondisi alat Temperature Control System tipe I. Sedangkan tinjauan pustaka dilakukan untuk memperkuat teori-teori yang berhubungan dengan Temperature Control System tipe II yang didapat dari beberapa buku ataupun jurnal penelitian yang terkait dengan heat exchanger, thermodinamika, perpindahan panas pada sirip, dan mekanika fluida. Alat dan bahan yang digunakan dalam tahap studi awal ini, sebagai berikut: 1. Prototipe Temperature Control System tipe I a. Case (pembungkus) b. Inlet (saluran masuk udara) c. Exhaust (saluran pembuangan udara panas) d. Isolasi panas e. Pipa untuk mengalirkan fluida viscous (kecap) f. Fin (sirip) g. Klem h. Elemen pemanas 2. Drei Langkah-langkah dalam tahap studi awal ini, sebagai berikut: 1. Mengurai komponen yang terdapat pada prototipe Temperature Control System tipe I. 2. Menganalisis komponen dan sistem kerja yang menyusun Temperature Control System tipe I. commit to user
III-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3.3.2 TAHAP PENGOLAHAN DATA Tahap pengolahan data merupakan suatu tahapan untuk mendapatkan hasil rancangan Temperature Control System tipe II pada aliran fluida viscous di dalam pipa.
Tahap
pengolahan
data
dimulai
dengan
melakukan
identifikasi
permasalahan pada Temperature Control System untuk mengetahui masalahmasalah yang ada pada Temperature Control System. Tahap selanjutnya, penentuan konsep rancangan, detail desain, bill of material dan estimasi biaya yang kemudian digunakan untuk realisasi perbaikan desain. A. Identifikasi dan Deskripsi Masalah Identifikasi dan deskripsi masalah bertujuan untuk mengetahui masalahmasalah yang ada pada Temperature Control System tipe I. Identifikasi dan deskripsi masalah pada penelitian ini dilakukan dengan cara perhitungan waktu yang diperlukan untuk melakukan proses pre-heating dan melihat serta mengoperasikan Temperature Control System kemudian mengamati kelemahankelemahan yang ada pada Temperature Control System. Langkah-langkah yang dilakukan dalam tahap identifikasi dan deskripsi masalah ini, sebagai berikut: 1. Mengamati data waktu pre-heating yang digunakan untuk pengujian Temperature Control System tipe I. 2. Melakukan perhitungan waktu teoritis yang seharusnya diperlukan untuk proses pre-heating menggunakan rumus persamaan 2.1 sehingga diperoleh rumus untuk menghitung waktu proses pre-heating, sebagai berikut: tpre-heating =
Qtotal ……………………………………………………………….… (3.1) Px60
3. Menganalisis dan mendeskripsikan permasalahan yang ada pada Temperature Control System tipe I. B. Konsep Rancangan Konsep rancangan pada Temperature Control System tipe II digunakan dengan metode study literatur dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya dan dari beberapa buku yang berkaitan dengan penelitian ini. commit to user
III-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada tahap penentuan konsep rancangan ini dapat diketahui bahwa dalam merancang Temperature Control System tipe II diperlukan spesifikasi rancangan yang diharapkan dapat meningkatkan kinerja dan material-material yang diharapkan dapat meningkatkan perpindahan panas. Langkah-langkah dalam menentukan konsep rancangan, sebagai berikut: 1. Menguraikan kekurangan yang ada pada Temperature Control System tipe I. 2. Menguraikan kebutuhan perbaikan yang digunakan untuk merancang konstruksi Temperature Control System tipe II. 3. Menentukan spesifikasi material sesuai dengan kebutuhan perbaikan rancangan Temperature Control System tipe II. 4. Menentukan dan membuat konsep rancangan untuk Temperature Control System tipe II. C. Detail Desain Apabila konsep rancangan untuk konstruksi Temperature Control System tipe II sudah ditetapkan maka diperlukan detail desain untuk mengetahui gambaran rancangan Temperature Control System tipe II. Detail desain ini berupa gambar rancangan konstruksi Temperature Control System tipe II yang sudah diberi dimensi. Data-data tersebut kemudian digunakan sebagai bahan acuan dalam pembuatan prototipe Temperature Control System tipe II. Alat dan bahan yang digunakan dalam penentuan detail desain ini berupa software solidwork. Sedangkan langkah-langkah dalam penentuan detail desain ini, sebagai berikut: 1. Mencari referensi untuk menentukan dimensi konstruksi yang akan dibuat. 2. Menentukan dimensi untuk konstruksi Temperature Control System tipe II. 3. Membuat gambaran rancangan konstruksi Temperature Control System tipe II menggunakan software solidwork. D. Bill of Material Bill of material digunakan untuk menentukan komponen-komponen penyusun Temperature Control System tipe II. Bill of material ditentukan dengan menyusun komponen penyusun Temperature Control System tipe II berupa commit to user material-material yang digunakan. Dengan adanya bill of material maka diketahui III-7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
komponen utama dan komponen pendukung dari Temperature Control System tipe II. Langkah-langkah dalam penentuan bill of material ini, sebagai berikut: 1. Mengurai material dan jumlah material yang akan digunakan untuk merancang konstruksi Temperature Control System tipe II. 2. Mengelompokkan komponen-komponen penyusun Temperature Control System tipe II berdasakan level sub-assembly (gambar 3.3) dengan keterangan, sebagai berikut: a. Level 0 = digunakan untuk pengisian produk yang akan dirancang. b. Level 1 = digunakan untuk pengisian material yang menyusun produk yang akan dirancang. c. Level 2 = digunakan untuk pengisian komponen dari suatu material yang menyusun produk.
Gambar 3.3 Bagan bill of material E. Estimasi Biaya Estimasi biaya digunakan untuk mengetahui biaya yang dikeluarkan untuk memperbaiki prototipe Temperature Control System tipe II. Estimasi biaya ditentukan dari bill of material Temperature Control System tipe II. Dengan adanya bill of material maka dapat diketahui estimasi biaya yang diperlukan untuk perbaikan Temperature Control System tipe II. Langkah-langkah dalam penentuan estimasi biaya, sebagai berikut: 1. Melakukan survey harga terhadap komponen dari suatu material berdasarkan data bill of material yang digunakan untuk membuat konstruksi Temperature Control System tipe II.
commit to user
III-8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Membuat daftar tabel kebutuhan, jumlah satuan dan harga per unit. 3. Menjumlahkan harga per unit masing-masing kebutuhan yang akan digunakan untuk membuat Temperature Control System tipe II. 4. Setelah kebutuhan dijumlahkan maka total biaya rancangan untuk konstruksi Temperature Control System tipe II dapat diketahui. F. Realisasi Perbaikan Desain Perbaikan rancangan desain Temperature Control System tipe I direalisasikan dalam bentuk prototipe Temperature Control System tipe II pada aliran fluida viscous di dalam pipa. Prototipe dibuat sesuai dengan gambar detail desain yang ada pada Temperature Control System tipe II pada aliran fluida viscous di dalam pipa. Alat dan bahan yang digunakan dalam realisasi perbaikan desain Temperature Control System tipe II, yaitu: 1. Plat tembaga (50 cm x 100 cm) 2. Plat alumunium (120 cm x 100 cm) 3. Elemen pemanas 4. Multiguard 5. Engsel piano stainless 6. Thermal pasta 7. Lem Araldite standart 8. Lem Araldite rapid 9. Serat fiber 10. Gasket RTV Silicone Tipe 650 11. Kertas pack 12. Resin 13. Katalis 14. Lem isarplast 15. Sock 2,5 dim 16. Klem 17. Amplas 150 cw 18. Amplas 400 cw
commit to user
III-9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19. Kuas 20. Perekat Langkah yang dilakukan dalam realisasi perbaikan desain, sebagai berikut: 1. Melakukan perbaikan terhadap case Temperature Control System tipe II berupa pengamplasan, penggantian isolasi panas, dan pemasangan engsel pada case. 2. Meratakan pipa yang digunakan untuk mengalirkan fluida viscous (kecap). 3. Membuat desain throttle pada saluran pembuangan udara panas (exhaust) dan memasang throttle pada case. 4. Membuat desain sirip dan memasang sirip pada pipa besi. 5. Memasang elemen pemanas pada inlet. 6. Memasang pipa besi yang sudah diberi sirip pada case. 7. Menutup case dan memberi gasket supaya case dapat menutup dengan rapat. 8. Memasang klem pada case luar. G. Uji Performansi Uji performansi dilakukan untuk mengetahui performansi dari Temperature Control System tipe II. Uji performansi Temperature Control System tipe II ini terdiri dari dua, yaitu pengujian kinerja sistem keseluruhan maupun pengujian sistem secara parsial. Uji performansi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah membandingkan kinerja Temperature Control System apabila menggunakan sirip dan throttle ditutup dengan menggunakan sirip dan throttle dibuka, serta kinerja Temperature Control System apabila tanpa menggunakan sirip dan throttle dibuka dengan throttle ditutup. Pembacaan output temperatur pada saat pengujian dilakukan setiap 10 detik karena sebelum detik ke 10, temperatur yang dihasilkan belum mengalami perubahan. Alat dan bahan yang digunakan dalam uji performansi Temperature Control System tipe II, yaitu: 1. Prototipe Temperature Control System tipe II 2. Larutan Carboxymethyl Cellulose (CMC) 3. Ember penampung 4. Thermometer infrared
commit to user
III-10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Pompa Langkah-langkah dalam uji performansi ini adalah: 1. Menyiapkan larutan Carboxymethyl Cellulose (CMC) dan air. 2. Mencampur
larutan
Carboxymethyl
Cellulose
(CMC)
dengan
air
menggunakan perbandingan 10,55 gram larutan Carboxymethyl Cellulose (CMC) dengan 1000 ml air untuk mendapatkan viskositas CMC sebesar 8,39 gr/cm s (viskositas kecap 8,555 gr/cm s) dan massa jenis CMC sebesar 1,08 gr/cm3 (massa jenis kecap 1,42 gr/cm3). 3. Memasukkan larutan yang sudah jadi ke dalam ember bak penampung sebelum dialirkan kedalam Temperature Control System tipe II pada kondisi menggunakan sirip dan throttle ditutup. 4. Menset-up controller pada Temperature Control System tipe II. 5. Melakukan proses pre-heating pada Temperature Control System tipe II. 6. Mengalirkan larutan Carboxymethyl Cellulose (CMC) kedalam ember penampung input menggunakan pompa menuju Temperature Control System tipe II. 7. Mengukur larutan Carboxymethyl Cellulose (CMC) pada saat dimasukkan ke dalam Temperature Control System tipe II dan pada saat keluar dari Temperature Control System tipe II dengan menggunakan thermometer infrared. 8. Mencatat hasil pengujian hingga mendapatkan data yang dibutuhkan dengan range waktu 10 detik. 9. Apabila data yang dibutuhkan sudah selesai didapatkan, maka melakukan pengujian untuk mendapatkan data Temperature Control System apabila menggunakan sirip dan throttle dibuka, Temperature Control System tanpa menggunakan sirip dan throttle dibuka serta Temperature Control System tanpa menggunakan sirip throttle ditutup. 3.3.3 ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Analisis data dilakukan dalam memperkuat hasil penelitian. Analisis yang dilakukan meliputi analisis hasil rancangan dan analisis hasil pengujiannya. Sedangkan interpretasi hasil merupakan commitgambaran to user hasil penelitian.
III-11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3.3.4 KESIMPULAN DAN SARAN Langkah terakhir adalah membuat kesimpulan dari hasil proses penelitian, dimana sangat diharapkan bahwa kesimpulan tersebut dapat menjawab semua tujuan dan manfaat yang ingin dicapai oleh peneliti. Selain itu akan diberikan saran-saran yang terkait dengan pengembangan rancangan Temperature Control System.
commit to user
III-12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Pada bab ini akan diuraikan mengenai pengumpulan dan pengolahan data yang digunakan dalam penelitian perancangan prototipe Temperature Control System pada aliran fluida viscous di dalam pipa. Pengumpulan dan pengolahan data ini meliputi identifikasi dan deskripsi permasalahan, kebutuhan perbaikan rancangan, spesifikasi rancangan, bill of material, estimasi biaya, realisasi perbaikan desain, pengujian hasil rancangan, dan penyempurnaan hasil rancangan. Berikut akan diuraikan tahapan pengumpulan dan pengolahan data. 4.1 IDENTIFIKASI DAN DESKRIPSI PERMASALAHAN Perancangan konstruksi merupakan kegiatan awal dari suatu rangkaian kegiatan dalam proses pembuatan produk Temperature Control System pada aliran fluida viscous di dalam pipa. Dalam hal ini, fungsi perancangan memainkan peranan penting agar Temperature Control System yang dirancang diperoleh sistem
yang
lebih
reliabel.
Kegiatan
perancangan
dimulai
dengan
mengidentifikasi dan mendeskripsikan permasalahan yang ada pada Temperature Control System kemudian dijabarkan dan disusun dengan spesifik. Temperature Control System digunakan untuk mengatur temperatur aliran kecap dalam pipa dengan udara panas yang dihembuskan guna menjaga kestabilan temperatur kecap sehingga aliran dalam pipa lancar dengan tetap menjaga kualitas produk kecap itu sendiri. Akan tetapi, desain konstruksi Temperature Control System tipe I ini belum efisien karena dengan efisiensi sebesar 45% dan total daya elemen pemanas 1600 watt masih memerlukan waktu 40 menit untuk proses preheating, padahal kondisi aktual yang diperlukan untuk proses pre-heating di PT. Lombok Gandaria hanya mencapai 10 - 20 menit. Seharusnya dengan total daya elemen pemanas 1600 watt dan efisiensi 45%, waktu yang diperlukan untuk melakukan proses pre-heating adalah 6 menit. Hal ini dapat ditunjukkan dengan perhitungan, sebagai berikut (persamaan 2.2): Q total = Qudara dalam kecap + Qsirip + Qpipa yang digunakan untuk mengalirkan fliuda viscous (kecap) + Qudara dalam pipa + Qisolasi panas + Qklem commit to user sebagai berikut (persamaan 2.1): Dimana perhitungan dari Q akan dijabarkan, total
IV-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Qudara dalam kecap = muc x Cuc x ΔT = (V x ρ) x Cuc x ΔT = ((π x r2 x t) x ρ) x Cuc x ΔT = ((3,14 x (0,03 m)2 x 0,8 m) x 1,225 kg/m3) x 1,012 J/kg K x 75 K = 0,21 J Qsirip
= Msirip x Csirip x ΔT = (V x ρ) x Csirip x ΔT = ((p x l x t) x ρ) x Csirip x ΔT = ((0,2 m x 0,1 m x 0,00015 m) x 2698 kg/m3) x 900 J/kg K x 75 K = 546,34 J
Qpipa
= mpipa x Cpipa x ΔT = (V x ρ) x Cpipa x ΔT = ((π x r2 x t) x ρ) x Cpipa x ΔT = ((3,14 x (0,03 m)2 x 0,8 m) x 7873 kg/m3) x 448 J/kg K x 75 K = 598055,75 J
Qudara dalam pipa = mup x Cup x ΔT = ((Vcase – Vpipa untuk mengalirkan fluida viscous) x ρ) x Cup x ΔT = ((π x r2 x tcase - π x r2 x tpipa) x ρ) x Cup x ΔT = (((3,14 x (0,08 m)2 x 0,8 m) - (3,14 x (0,03 m)2 x 0,8 m)) x 1,225 kg/m3) x 1,012 J/kg K x 75 K = 1,28 J Q isolasi panas
= misolasi panas x Cisolasi panas x ΔT = (V x ρ) x Cisolasi panas x ΔT = ((p x l x t) x ρ) x Cisolasi panas x ΔT = ((0,8 m x 0,132 m x 0,000025 m) x 2698 kg/m3) x 900 J/kg K x 75 K = 480,78 J commit to user
IV-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
= mklem x Cklem x ΔT
Qklem
= (V x ρ) x Cklem x ΔT = ((π x r2 x t) x ρ) x Cklem x ΔT = ((3,14 x (0,03 m)2 x 0,01 m) x 7873 kg/m3) x 448 J/kg K x 75 K = 7475,70 J Sehingga, Q total = Qudara dalam kecap + Qsirip + Qpipa yang digunakan untuk mengalirkan fliuda viscous (kecap) + Qudara dalam pipa + Qisolasi panas + Qklem = 0,21 J + 546,34 J +598055,75 J + 1,28 J + 480,78 J +7475,70 J = 606560,06 J
Jika Q total = 606560,06 J, maka waktu yang diperlukan untuk proses pre-heating adalah: tpre-heating =
Qtotal 606560,06 = = 6menit Px60 1600 x60
Setelah dilakukan observasi dan analisa lebih lanjut Temperature Control System tipe I juga mempunyai beberapa permasalahan pada rancangannya. Bahkan, ketika Temperature Control System dioperasikan, panas masih keluar dari sistem. Gambar 4.1 merupakan Temperature Control System tipe I.
commit to user Gambar 4.1 Temperature control system tipe I
IV-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Permasalahan yang ada pada Temperature Control System tipe I, sebagai berikut: 1. Case (pembungkus), Fungsi dari case adalah sebagai elemen pembungkus. Case pada Temperature Control System tipe I terbuat dari material pipa paralon (PVC) yang dilapisi dengan serat fiber dan aluminium foil. Kekurangan yang terdapat dalam case adalah masih terdapat banyak celah diantara case bagian atas dan case bagian bawah ketika case tersebut ditutup. Selain itu, pada bagian sisi ujung di kedua pipa tidak rapi karena pipa paralon yang dijadikan sebagai tempat untuk meletakkan pipa besi tidak sesuai dengan ukuran diameter pipa besi sehingga banyak diberi perekat untuk menutup celah yang ada pada sisi ujung supaya case rapat. Case yang digunakan untuk elemen pembungkus pada Temperature Control System tipe I ditunjukkan pada gambar 4.2.
Celah pada case Gambar 4.2 Case temperature control system tipe I Case pada Temperature Control System tipe I juga diberi perapat sehingga pada saat ditutup tidak terdapat kebocoran, namun kenyataannya masih terdapat kebocoran pada sistem. Hal ini dikarenakan pemberian perapat yang tidak rata. Selain itu Temperature Control System juga dilengkapi dengan engsel yang berfungsi sebagai pengunci case supaya case tertutup dengan rapat. Tipe engsel yang digunakan untuk pengunci Temperature Control System tipe I adalah engsel kecil yang biasanya dipakai untuk engsel pintu dan hanya dipasang 2 engsel pada commit to user
IV-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sisi ujung sehingga pada bagian tengah sisi case kurang rapat. Hal ini menyebabkan case tidak dapat menutup rapat dan terjadi kebocoran pada sistem. 2. Inlet (saluran masuk udara), Inlet merupakan saluran masuknya udara panas. Pada inlet ini terdapat elemen pemanas dan blower. Elemen pemanas berfungsi untuk mengalirkan panas ke sistem, sedangkan blower berfungsi sebagai pendingin sistem. Kekurangan yang ada pada inlet Temperature Control System tipe I adalah pada bagian inlet dilapisi isolasi panas berupa kertas anti panas yang tipis sehingga pada waktu Temperature Control System dioperasikan, inlet mudah meleleh akibat panas yang dihasilkan dari elemen pemanas tinggi. Selain itu pemasangan kertas anti panas juga tidak rapi karena kertas anti panas tidak direkatkan dengan inlet. Gambar 4.3 merupakan gambar inlet pada Temperature Control System tipe I. Fan
Isolasi panas
Tempat elemen pemanas
Isolasi panas tipis dan tidak rapi Gambar 4.3 Inlet pada temperature control system tipe I 3. Exhaust (saluran pembuangan udara panas), Exhaust (saluran pembuangan udara panas) pada Temperature Control System tipe I telah dimodifikasi dengan throttle (katup lubang pembuangan). Material yang digunakan terbuat dari pipa paralon yang dilapisi dengan aluminium foil. Kekurangan yang ada pada exhaust (saluran pembuangan udara panas) ini adalah throttle belum dapat diatur dengan akurat. Sehingga pada waktu commit to user throttle membuka, throttle tidak dapat membuka sempurna dan pada waktu IV-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
throttle menutup, throttle tidak dapat
menutup dengan rapat. Gambar 4.4
merupakan exhaust (saluran pembuangan udara panas). Throttle belum bisa diatur akurat
Gambar 4.4 Throttle pada exhaust 4. Isolasi panas case, Isolasi panas yang terdapat pada rancangan Temperature Control System tipe I terbuat dari serat fiber dan aluminium foil. Kekurangan yang terdapat pada isolasi panas Temperature Control System tipe I adalah serat fiber yang digunakan untuk pelapis sangat tipis dan pada bagian yang dilapisi dengan aluminium foil banyak permukaan yang robek. Selain itu pemasangan isolasi panas juga tidak rapi. Gambar 4.5 merupakan gambar isolasi panas Temperature Control System tipe I.
Isolasi panas tipis, mudah robek dan tidak rapi Gambar 4.5 Isolasi panas temperature control system tipe I commit to user
IV-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Pipa untuk mengalirkan fluida viscous (kecap), Pipa untuk mengalirkan fluida viscous (kecap) digunakan untuk memasang sirip serta mengalirkan fluida viscous (kecap) dengan udara panas yang dihasilkan dari sirip. Kekurangan yang ada pada pipa untuk mengalirkan fluida viscous (kecap) adalah permukaannya kasar sehingga apabila sirip dipasang pada pipa, kontak yang terjadi antara pipa dengan sirip tidak sempurna. Gambar 4.6 merupakan gambar pipa untuk mengalirkan fluida viscous (kecap) pada Temperature Control System tipe I.
Permukaannya kasar Gambar 4.6 Pipa untuk mengalirkan fluida viscous (kecap) 6. Fin (sirip), Fin (sirip) digunakan untuk menghasilkan udara panas. Sirip yang digunakan pada Temperature Control System tipe I menggunakan sirip tipe annular. Kekurangan yang terdapat pada sirip Temperature Control System tipe I adalah terbuat dari plat aluminium tipis berukuran 0,15 mm yang menyebabkan sirip mudah bengkok dan mudah patah. Selain itu, pada pemasangannya masih terdapat celah antara pipa dengan sirip (kontak yang terjadi tidak sempurna) sehingga belum dapat meningkatkan perpindahan panas secara optimum.
commit to user
IV-7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.7 merupakan sirip Temperature Control System tipe I. Terdapat celah antara sirip dan pipa serta terbuat dari plat aluminium
Gambar 4.7 Sirip temperature control system tipe I 7. Klem pada sirip, Klem digunakan untuk pengunci pada sirip. Desain klem tersebut pada dasarnya sudah sesuai dengan kriteria perancangan yang diinginkan. Namun klem yang digunakan pada Temperatur Control System tipe I mempunyai spesifikasi mudah berkarat (Gambar 4.8). Klem mudah berkarat
Gambar 4.8 Klem temperature control system tipe I 8. Klem yang digunakan untuk case luar, Klem yang digunakan untuk case luar digunakan untuk mengunci case commit to user sistem pada case. Kekurangan dengan rapat sehingga tidak terdapat kebocoran
IV-8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang terdapat pada klem yang digunakan untuk case luar adalah terlalu tebal dan kaku serta tidak fleksibel sehingga apabila digunakan untuk mengunci tidak dapat menutup dengan rapat. Klem yang digunakan untuk case luar tebal dan kaku
Gambar 4.9 Klem pada case luar 9. Elemen pemanas, Kekurangan yang terdapat pada elemen pemanas Temperatur Control System tipe I adalah dengan konsumsi daya 1600 watt yang terdapat pada elemen pemanas ternyata belum dapat mencukupi energi pemanasannya karena panas yang dihasilkan dari elemen pemanas hanya diawal. Gambar 4.10 adalah gambar elemen pemanas yang digunakan pada Temperature Control System tipe I. Lilitan-lilitan kawat dengan daya 1600 watt yang energi pemanasannya belum optimal
Gambar 4.10 Elemen commit to user pemanas
IV-9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.2 KEBUTUHAN PERBAIKAN RANCANGAN Rancangan Temperature Control System pada aliran fluida viscous di dalam pipa tipe I masih terdapat banyak kekurangan, oleh sebab itu perlu adanya perbaikan rancangan dengan harapan sistem pada Temperature Control System lebih reliabel. Berikut adalah tabel kekurangan dan perbaikan rancangan yang ada pada Temperature Control System pada aliran fluida viscous di dalam pipa. Tabel 4.1 Kekurangan dan perbaikan desain temperature control system pada aliran fluida viscous di dalam pipa No Item/komponen Kekurangan 1 Case • Terdapat kebocoran (pembungkus) sistem pada case karena case tidak dapat menutup rapat.
Perbaikan rancangan • Case pada bagian atas dan bagian bawah diamplas supaya rata, serta pada permukaan case diberi kertas pack dan resin dengan tujuan supaya case dapat menutup dengan rapat.
• Pemasangan pipa paralon yang dijadikan sebagai tempat untuk meletakkan pipa besi tidak sesuai dengan ukuran diameter pipa besi. • Perapat yang digunakan untuk merapatkan case tidak rata, kurang rapi dan tidak rapat.
• Mengganti pipa paralon yang dijadikan sebagai tempat untuk meletakkan pipa besi dengan ukuran yang sesuai dengan diameter pipa besi.
• Engsel yang digunakan tidak dapat mengunci case dengan rapat karena hanya berupa 2 engsel pendek yang dipasang pada bagian tepi atau sisi ujung case.
• Mengganti engsel yang digunakan dengan tipe engsel yang mempunyai dimensi panjang sama seperti dimensi panjang case sehingga case tidak bocor.
commit to user
IV-10
• Memberi perapat pada case dengan rata. Selain itu mengganti dari silicone rubber menjadi gasket karena gasket mampu tahan panas hingga mencapai kondisi 3430C.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lanjutan Tabel 4.1 Kekurangan dan perbaikan desain temperature control system pada aliran fluida viscous di dalam pipa No Item/komponen
Kekurangan
Perbaikan rancangan
2
Inlet (saluran masuk udara)
Inlet mudah meleleh pada saat Temperature Control System dioperasikan karena isolasi panas yang terdapat dalam inlet hanya berupa kertas panas yang tipis.
Mengganti isolasi panas pada inlet dengan isolasi panas yang lebih baik, yaitu aluminium 0,3 mm.
3
Exhaust (saluran pembuangan udara panas)
Isolasi panas terbuat dari aluminium foil yang tipis serta throttle yang ada pada exhaust (saluran pembuangan udara panas) tidak dapat menutup sempurna.
Mengganti isolasi panas yang berupa aluminium foil menjadi aluminium dengan ketebalan 1 mm. Selain itu mengganti model throttle yang ada sehingga throttle dapat menutup dengan rapat dan membuka dengan sempurna.
4
Isolasi panas case
• Serat fiber yang digunakan sebagai pelapis tipis. • Pada case dilapisi dengan alumunium foil yang tipis sehingga banyak permukaan isolasi panas pada case yang robek.
• Menambah serat fiber yang digunakan sebagai pelapis case. • Isolasi panas yang terbuat dari aluminium foil diganti dengan isolasi panas yang terbuat dari aluminium 0,3 mm supaya isolasi tidak mudah robek.
5
Pipa yang digunakan untuk untuk mengalirkan fluida viscous (kecap)
Permukaan pipa kasar sehingga apabila sirip dipasang pada pipa, kontak yang terjadi tidak sempurna.
Perlu adanya proses pengamplasan pada pipa supaya kontak yang terjadi sempurna.
6
Fin (sirip)
• Terbuat dari plat alumunium dengan ketebalan 0,15 mm sehingga tipis dan mudah patah.
• Material aluminium dengan ketebalan 0,15 mm diganti menjadi tembaga dengan ketebalan 0,5 mm karena tembaga mempunyai konduktivitas termal yang lebih tinggi daripada aluminium.
commit to user
IV-11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lanjutan Tabel 4.1 Kekurangan dan perbaikan desain temperature control system pada aliran fluida viscous di dalam pipa No Item/komponen
Kekurangan • Pemasangan pada pipa kurang rapat.
Perbaikan rancangan • Sebelum sirip dipasang pada pipa maka sirip diluruskan dahulu supaya pemasangannya pada pipa mudah dan tidak terdapat celah.
7
Klem
Klem mudah berkarat.
Material untuk klem diganti dengan klem yang tidak mudah berkarat yang dilapisi dengan stainless steel.
8
Klem yang digunakan untuk case luar
Klem yang digunakan untuk case luar kurang fleksibel. Selain itu case pada Temperature Control System tidak dapat menutup sempurna.
Klem luar pada case diganti dengan perekat yang lebih fleksibel supaya case pada Temperature Control System dapat menutup dengan rapat.
9
Elemen pemanas
• Panas belum maksimal dengan daya yang digunakan 1600 watt. Terbukti dari adanya proses pre-heating yang mencapai 40 menit untuk mendapatkan temperatur output pada range 33°C34°C.
• Elemen pemanas dengan total daya 1600 watt diganti dengan elemen pemanas yang mempunyai daya lebih kecil tetapi dapat menghasilkan panas yang efisien sehingga proses pre-heating cepat.
Tabel 4.1 mentransformasikan kekurangan yang terdapat pada komponenkomponen Temperature Control System serta kebutuhan yang diperlukan untuk perbaikan perancangan konstruksi Temperature Control System. Dari kekurangankekurangan yang ada maka perlu adanya perancangan konstruksi yang diharapkan dapat meningkatkan efektivitas perpindahan panas dari Temperature Control System. Perancangan ini dinamakan perancangan konstruksi Temperature Control System tipe II pada aliran fluida viscous di dalam pipa. commit to user
IV-12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.3 SPESIFIKASI RANCANGAN Spesifikasi
rancangan
digunakan
untuk
mengetahui
secara
detail
komponen-komponen yang digunakan untuk merancang ulang konstruksi Temperature Control System. Spesifikasi rancangan yang digunakan pada Temperature Control System tipe II, sebagai berikut: 1. Case (pembungkus), Konsep rancangan Konsep rancangan yang terdapat pada case Temperature Control System tipe II pada aliran fluida viscous di dalam pipa adalah mencegah adanya kebocoran sistem pada case akibat potongan yang tidak rapi dan tidak presisi sehingga waktu pemanasan lebih efektif. Hal ini dikarenakan pada rancangan Temperature Control System tipe I masih terdapat kebocoran akibat case bagian atas dan bagian bawah tidak dapat menutup rapat. Oleh sebab itu, case pada Temperature Control System tipe II dirancang supaya bagian atas dan bagian bawah case dapat menutup dengan rapat dan tidak terdapat celah sehingga diharapkan pemanasannya lebih efisien karena tidak ada panas yang keluar dari sistem. Hal ini dilakukan dengan cara penambahan kertas pack pada case bagian atas dan bawah dengan tujuan supaya case bagian atas dan bawah rata, serta penambahan resin dengan tipe Unsaturated Polyester Resin (UPRs) 15 BTQN karena resin jenis ini memiliki ketahanan panas mencapai 110-1400°C. Selain itu, pemasangan pipa paralon yang dijadikan sebagai tempat untuk meletakkan pipa besi diganti dengan ukuran diameter pipa paralon yang sesuai dengan ukuran pipa besi. Penggantian bagian sisi ujung case ini diharapkan supaya panas tidak keluar melalui celah yang ada pada bagian sisi ujung case akibat diameter yang tidak sesuai dengan pipa besi. Namun, rancangan case pada Temperature Control System tipe II pada dasarnya sama dengan case Temperature Control System tipe I jika dilihat dari dimensi, material yang digunakan maupun bentuk desainnya. Dimensi Dimensi yang digunakan untuk perancangan case Temperature Control System tipe II tidak berubah dari penelitian Temperature Control System tipe I, commit to user
IV-13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yaitu mempunyai panjang dimensi 800 mm. Dimensi dari case tidak berubah karena dimensi case yang ada pada Temperature Control System tipe I telah disesuaikan dengan layout produksi kecap filler tempat alat Temperature Control System ini diletakkan. Oleh sebab itu, tidak ada perubahan pada dimensi Temperature Control System tipe II. Menurut Permatasari (2010) dimensi yang terdapat pada Temperature Control System diperoleh dari perhitungan kecepatan aliran kecap dikalikan dengan waktu pemanasan yang tersedia. Perhitungan dimensi Temperature Control System, sebagai berikut: Waktu pengisian kecap ke botol
= 45,09 s
Volume pada setengah fase
= 12 botol
Volume botol kecap
= 0,625 liter
Jari-jari pipa penampang
= 0,30375 dm
Sehingga, a. Rata-rata pengisian setengah fase: 1 ´ 45,09 s = 22,545 s 2
Volume yang dikeluarkan pada setengah fase: 12 x 0,625 liter = 7,5 liter Luas pipa penampang untuk mengalirkan fluida viscous: π x r2 = 3,14 x (0,30375 dm)2 = 0,289 dm2 Debit kecap:
volume setengah fase rata - rata pengisian setengah fase
=
7,5 = 0,3327 liter/s 22,545
Kecepatan aliran kecap: v=
0,3327 = 1,1512 dm/s = 115,12 mm/s 0,289
Sehingga kecepatan alir kecap 115,12 mm/s b. Waktu pemanasan yang tersedia adalah 7,5 s. Diperoleh dari waktu rata-rata yang diperlukan untuk menaikkan temperatur kecap sebesar 10°C adalah 15 s. Waktu rata-rata sebesar 10°C didapat dari eksperimen pengukuran temperatur kecap, yaitu walaupun commitberbeda to user tetapi perlakuan yang diberikan temperatur awal setiap larutan
IV-14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sama-sama dapat menghasilkan perkiraan waktu (s) yang diperlukan untuk meningkatkan temperatur pada 10°C. Sedangkan 15 s didapat dari eksperimen temperatur awal air panas sebesar 90°C pada selisih kenaikan temperatur kecap 10°C. Temperatur output kecap yang diinginkan adalah 34°C dan temperatur awal kecap rata-rata berkisar 29°C. Sehingga kenaikan temperatur yang diperlukan ± 5°C. Jadi, waktu pemanasan yang diperlukan untuk menaikkan kecap sebesar 5°C adalah
5 ´ 15 s = 7,5 s 10
c. Panjang case: = kecepatan aliran x waktu pemanasan yang tersedia = 115,12 mm/s x 7,5 s = 863,4 mm ≈ 800 mm Pembulatan dari bilangan panjang case adalah kebawah karena lantai produksi pada filler produksi yang akan digunakan untuk memasang Temperature Control System sangat sempit sehingga apabila panjang case dibulatkan keatas maka tempat yang digunakan untuk memasang Temperature Control System belum tentu sesuai dengan panjang case yang ada. Gambar 4.11 merupakan gambar teknik dimensi rancangan case pada Temperature Control System tipe II.
(a)
commit to user
IV-15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(b)
(c) Gambar 4.11 Rancangan case temperature control system tipe II (a) tampak atas, (b) tampak depan, dan (c) tampak samping Sedangkan gambar 4.12 menunjukkan gambar teknik case pada Temperature Control System tipe II.
Gambar 4.12 Case temperature control system tipe II Material Material yang digunakan untuk case pada Temperature Control System tipe II commit tountuk user pembuatan Temperature Control sama dengan material yang digunakan
IV-16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
System tipe I yaitu terbuat dari pipa PVC karena tidak ada perubahan terhadap bentuk rancangan case. Hal ini dikarenakan pipa PVC mempunyai isolasi listrik yang baik dan daya rekat yang baik dengan logam. Selain itu pipa PVC mempunyai sifat baik dalam tahanan terhadap panas, air, minyak, bahan kimia dan abrasi, serta sulit terdegradasi dengan meningkatnya temperatur. Selain itu, pipa PVC mempunyai sifat yang ringan, kekuatan tinggi, dan reaktivitas rendah sehingga apabila material yang digunakan untuk case diganti maka biaya yang dikeluarkan mahal. Namun pipa PVC mempunyai kelemahan seperti pemasangannya yang membutuhkan banyak sambungan dan masih rentan bocor. Material yang digunakan untuk pembuatan case dapat ditunjukkan pada gambar 4.13.
Gambar 4.13 Pipa PVC sebagai material case Perapat Perapat yang digunakan untuk case pada Temperature Control System tipe II berbeda dengan yang digunakan pada Temperature Control System tipe I. commit to user Pada tipe I perapat yang digunakan menggunakan silicone rubber, sedangkan IV-17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
untuk tipe II menggunakan gasket RTV silicone tipe 650 karena apabila dibandingkan dengan silicone rubber, gasket tipe ini mampu tahan panas mencapai 343oC. Gambar 4.14 merupakan gambar gasket yang digunakan untuk perapat case pada Temperature Control System tipe II.
Gambar 4.14 Gasket RTV silicone tipe 650 Engsel Tipe engsel yang digunakan pada Temperature Control System tipe I adalah engsel kecil dengan dimensi seperti yang ditunjukkan pada gambar 4.15.
Gambar 4.15 Engsel temperature control system tipe I commit to user
IV-18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Akan tetapi tipe engsel seperti pada gambar 4.15 apabila digunakan untuk pengunci Temperature Control System belum efektif karena terlalu kecil digunakan sebagai pengunci dan pada case yang ada hanya dipasang 2 engsel pada sisi ujung sehingga pada bagian tengah sisi case kurang rapat. Oleh sebab itu, engsel pada Temperature Control System tipe II ini diganti dengan engsel piano stainless yang mempunyai dimensi lebih panjang (Gambar 4.16). Penggantian engsel ini diharapkan case Temperature Control System tipe II dapat menutup dengan rapat karena dimensi engsel yang mempunyai panjang sesuai dengan dimensi panjang case.
Gambar 4.16 Dimensi engsel temperature control system tipe II Sedangkan
gambar
4.17
menunjukkan
gambar teknik
engsel
pada
Temperature Control System tipe II.
Gambar 4.17 Engsel temperature control system tipe II 2. Inlet (saluran masuk udara), Konsep rancangan Konsep rancangan yang terdapat pada inlet Temperature Control System tipe II adalah tidak mudah meleleh ketika sistem dijalankan akibat panas yang commit to user
IV-19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dihasilkan dari elemen pemanas. Jumlah penempatan inlet pada Temperature Control System dibuat empat dengan posisi menyebar karena pada prinsipnya panas yang ada pada heat exchanger tidak terkonsentrasi pada satu titik saja. Rancangan inlet pada Temperature Control System tipe II pada dasarnya sama dengan inlet Temperature Control System tipe I jika dilihat dari material yang digunakan, dimensi maupun bentuk desainnya. Dimensi Dimensi inlet yang digunakan pada Temperature Control System tipe II sama dengan Temperature Control System tipe I. Hal ini terjadi karena dimensi case yang ada pada Temperature Control System tipe I telah disesuaikan dengan layout produksi kecap filler tempat alat Temperature Control System ini diletakkan sehingga dimensi case pada Temperature Control System tipe II sama dengan Temperature Control System tipe I (Gambar 4.18).
Gambar 4.18 Dimensi inlet pada temperature control system tipe II Sedangkan gambar 4.19 menunjukkan gambar teknik inlet pada Temperature Control System tipe II.
commit to user Gambar 4.19 Inlet pada temperature control system tipe II IV-20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Material Seperti halnya dengan case, material yang digunakan untuk inlet pada Temperature Control System tipe II sama dengan Temperature Control System tipe I terbuat dari pipa PVC karena pipa PVC mempunyai sifat baik dalam tahanan terhadap panas, air, minyak, bahan kimia dan abrasi, serta sukar terdegradasi dengan meningkatnya temperatur. Isolasi panas pada inlet Isolasi panas pada inlet Temperature Control System tipe II berbeda dengan isolasi panas inlet yang digunakan pada Temperature Control System tipe I. Hal ini dikarenakan isolasi panas yang digunakan pada Temperature Control System tipe I hanya menggunakan kertas anti panas yang tipis, sehingga inlet yang ada mudah meleleh akibat panas dari sistem pada saat Temperature Control System dijalankan. Oleh karena itu, isolasi panas yang digunakan pada Temperature Control System tipe II diganti dengan menggunakan aluminium 0,3 mm (Gambar 4.20). Pemilihan material isolasi panas berupa aluminium dikarenakan aluminium mempunyai sifat tahan panas yang tinggi atau cenderung melepas panas dari pada kertas anti panas yang tipis. Selain itu, aluminium 0,3 mm lebih tebal jika dibandingkan dengan kertas anti panas. Adanya penggantian material ini diharapkan inlet tidak mudah meleleh akibat panas yang dihasilkan dari sistem.
Gambar 4.20 Aluminium 0,3 mm sebagai isolasi panas pada inlet commit to user temperature control system tipe II
IV-21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pemberian isolasi panas berupa aluminium 0,3 mm ke inlet ini menggunakan lem araldite rapid warna merah karena lem araldite rapid warna merah mempunyai dua epoxy adhesive yang mempunyai performansi tinggi untuk merekatkan dan cepat kering. Selain itu, lem araldite juga mempunyai kualitas tahan air, tahan minyak dan tahan kimia. Waktu pengesetan untuk lem araldite tipe ini adalah 5 menit. Lem araldite rapid ditunjukkan pada gambar 4.21.
Gambar 4.21 Lem araldite rapid 3. Exhaust (saluran pembuangan udara panas), Konsep rancangan Konsep rancangan yang terdapat pada exhaust (saluran pembuangan udara panas) Temperature Control System tipe II adalah sebagai saluran pembuangan udara dari sistem apabila temperatur melebihi kondisi yang dicapai, yaitu antara 33°C-34°C. Saluran pembuangan udara panas (exhaust) berada pada sisi yang berlawanan dengan inlet. Rancangan saluran pembuangan udara panas (exhaust) pada Temperature Control System tipe II dimodifikasi supaya throttle (katup lubang pembuangan) dapat diatur secara akurat, yaitu apabila throttle membuka maka dapat membuka sempurna dan pada waktu throttle menutup maka throttle dapat menutup dengan rapat. commit to user
IV-22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.22 adalah gambar throttle pada Temperature Control System tipe II.
Gambar 4.22 Rancangan throttle Dimensi Dimensi exhaust (saluran pembuangan udara panas) yang digunakan pada Temperature Control System tipe II sama dengan exhaust (saluran pembuangan udara panas) Temperature Control System tipe I. Hal ini karena case yang digunakan untuk Temperature Control System tipe II sama dengan case Temperature Control System tipe II. Namun, pada Temperature Control System tipe II, rancangan saluran pembuangan udara panas (exhaust) terdapat sedikit modifikasi yang digunakan untuk throttle (katup lubang pembuangan). Dimensi throttle pada Temperature Control System tipe II dapat ditunjukkan pada gambar 4.23.
commit user throttle Gambar 4.23 to Dimensi
IV-23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Sedangkan gambar 4.24 menunjukkan gambar teknik throttle yang sudah dirakit dengan Temperature Control System tipe II.
Gambar 4.24 Throttle pada temperature control system tipe II Material Material yang digunakan untuk exhaust (saluran pembuangan udara panas) pada Temperature Control System tipe II sama dengan Temperature Control System tipe I, yaitu terbuat dari pipa PVC. Namun, material yang digunakan untuk throttle (katup lubang pembuangan) berbeda. Pada Temperature Control System tipe I terbuat dari aluminium 0,15 mm, sedangkan pada tipe II terbuat dari aluminium 1 mm. Penggantian ketebalan pada material throttle ini karena semakin tebal ukuran ketebalan maka throttle semakin kuat, tidak mudah rusak dan terbakar akibat panas yang dikeluarkan dari sistem. Isolasi panas pada exhaust Isolasi panas yang digunakan untuk saluran pembuangan udara panas pada Temperature Control System tipe II berbeda dengan Temperature Control System tipe I. Pada Temperature Control System tipe I, saluran pembuangan udara panas hanya dilapisi dengan kertas anti panas. Namun, pada Temperature Control System tipe II ini dilapisi dengan aluminium 0,3 mm (Gambar 4.25). Penggantian material serta ketebalan pada isolasi panas ini karena aluminium 0,3 mm mempunyai sifat tahan panas yang tinggi atau cenderung melepas panas daripada kertas anti panas sehingga diharapkan exhaust tidak mudah meleleh commit akibat panas yang dihasilkan dari sistem. Seperti to user
IV-24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
halnya pada inlet, untuk merekatkan isolasi panas pada exhaust juga digunakan lem araldite warna merah.
Gambar 4.25 Aluminium 0,3 mm sebagai isolasi panas pada exhaust temperature control system tipe II 4. Isolasi panas case, Material Material yang digunakan untuk isolasi panas pada Temperature Control System tipe II berbeda dengan Temperature Control System tipe I. Isolasi panas pada case Temperature Control System tipe I terbuat dari serat fiber dan aluminium foil. Sedangkan pada Temperature Control System tipe II ini, isolasi panas terbuat dari serat fiber dan aluminium dengan ketebalan 0,3 mm. Hal ini terjadi karena serat fiber dan alumunium 0,3 mm mempunyai sifat tahan panas yang tinggi daripada aluminium foil sehingga diharapkan case Temperature Control System tipe II dapat menyerap panas dari sistem yang dihasilkan. Gambar 4.26 adalah isolasi panas yang digunakan pada case Temperature Control System tipe II.
(a) commit to user
IV-25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
(b) Gambar 4.26 Isolasi panas yang digunakan pada temperature control system tipe II (a) serat fiber, (b) aluminium 0,3 mm Pemberian isolasi panas berupa serat fiber dan aluminium 0,3 mm pada case ini menggunakan lem araldite standart warna biru karena lem araldite standart warna biru mempunyai dua epoxy adhesive yang mempunyai performansi tinggi untuk merekatkan. Selain itu lem araldite juga mempunyai kualitas tahan air, tahan minyak dan tahan kimia. Waktu pengesetan untuk lem araldite tipe ini adalah 90 menit. Lem araldite standart ditunjukkan pada gambar 4.27.
Gambar 4.27 Lem araldite standart commit to user
IV-26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Pipa untuk mengalirkan fluida viscous (kecap), Konsep rancangan Konsep rancangan yang terdapat pada pipa adalah mengalirkan fluida viscous (kecap) dengan udara panas yang dihembuskan diantara pipa kecap dan selubungnya. Pipa pada rancangan Temperature Control System tipe I mempunyai permukaan yang kasar sehingga apabila sirip dipasang pada pipa, kontak yang terjadi tidak sempurna. Oleh karena itu, pipa yang berfungsi untuk mengalirkan fluida tersebut perlu diamplas permukaannya hingga benar-benar rata. Amplas yang digunakan untuk meratakan pipa ini menggunakan amril 150 cw dan 400 cw (ditunjukkan pada gambar 4.28). Semakin kecil ukuran amril, maka permukaan amril semakin kasar. Ukuran amril yang digunakan adalah 150 cw terlebih dahulu karena kondisi pipa sangat kasar sehingga untuk meratakannya dipilih amril dengan ukuran yang kasar. Setelah sedikit halus digunakan amril dengan ukuran 400 cw.
(b)
(a)
Gambar 4.28 Amril (a) 150 cw, (b) 400 cw Dimensi Dimensi pipa yang digunakan untuk mengalirkan fluida viscous (kecap) pada Temperature Control System tipe II sama dengan Temperature Control System tipe I. Hal ini dikarenakan case dan pipa yang digunakan untuk mengalirkan fluida viscous (kecap) pada Temperature Control System tipe II sama dengan Temperature Control System tipe I. commit to user
IV-27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Material Material yang digunakan untuk pipa mengalirkan fluida viscous (kecap) tipe II sama dengan Temperature Control System tipe I, yaitu terbuat dari pipa besi. 6. Fin (sirip), Konsep rancangan Konsep rancangan yang terdapat pada sirip Temperature Control System tipe II bertujuan untuk meningkatkan efisiensi panas pada Temperature Control System. Rancangan sirip pada Temperature Control System tipe II pada dasarnya sama dengan sirip Temperature Control System tipe I jika dilihat dari bentuk desainnya, yaitu berbentuk sirip segi empat. Pemilihan desain sirip ini disesuaikan dengan rancangan casenya. Sirip pada Temperature Control System tipe II ini dirancang dengan 10 sirip yang masing-masing memiliki 2 buah sisi sehingga Temperature Control System mempunyai total sirip sebanyak 20 buah. Sirip tersebut direkatkan pada pipa dengan lapisan thermal paste dan klem. Jumlah fase putaran udara dalam satu sirip = 3 fase. Besarnya sudut yang terbentuk pada masing-masing sirip, sebagai berikut: Besar sudut
=
360° ÷ (jumlah fase x jumlah sirip)
=
360° ÷ (3 x 20)
=
360° ÷ 60
=
6°
Sehingga pembentukan sudut oleh sirip pada sumbu vertikal adalah 6°. Fase 3 Fase 1
Fase 2
Gambar 4.29 Tiga fase putaran udara commit to user
IV-28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Perbedaan sirip Temperature Control System tipe II dengan Temperature Control System tipe I terletak pada dimensi dan material yang digunakan. Dimensi Dimensi yang digunakan untuk perancangan sirip pada Temperature Control System tipe II ini berbeda dengan penelitian Temperature Control System tipe I. Pada Temperature Control System tipe II ini tidak diberi allowance pada panjang penampang karena terdapat penambahan dimensi pada case akibat penambahan isolasi panas. Dimensi sirip yang digunakan pada temperature control system tipe II adalah sebagai berikut: Panjang penampang = keliling pipa = π .d = 3,14 . 60,75 mm = 190,755 mm = 190 mm = 0,19 m
Dengan panjang penampang 190 mm maka dapat dibagi dalam 18 sirip kecil dengan lebar masing-masing 10,556 mm. Panjang sirip
= Disesuaikan dengan ketersediaan ruang = Jari-jari dalam case – jari-jari pipa besi = 70 mm – 30,375 mm = 39,625 mm = 39 mm – allowance = 39 mm – 2 mm = 37 mm
Lebar bagian yang menempel pada pipa besi 20 mm disesuaikan dengan lebar klem 12,5 mm. Lebar penampang
= (2 x panjang sirip) + lebar bagian yang = menempel = (2 x 37 mm) + 20 mm commit to user = 74 mm + 20 mm
IV-29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
= 94 mm = 0,094 m Gambar 4.30 menunjukkan gambar penampang dan dimensi dari sirip pada rancangan Temperature Control System tipe II.
Gambar 4.30 Rancangan penampang sirip Sedangkan gambar 4.31 menunjukkan gambar teknik pada sirip Temperature Control System tipe II.
Gambar 4.31 Sirip pada temperature control system tipe II
commit to user
IV-30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Untuk perhitungan efisiensi sirip, sebagai berikut: Panjang pipa bagian bersirip
= 0,8 m
Diameter silinder/pipa
= 0,06 m
Jari-jari silinder
= 0,03 m
Panjang sirip kecil
= 0,037 m
L + t/2
= 0,037 m + 0,00025 m = 0,03725 m
r2
= jari-jari sirip + silinder = 0,03 m + 0,03 m = 0,06 m
Jumlah sirip
= 20 buah
Tebal sirip
= 0,0005 m
r2c
= r2 +t/2 = 0,06 m + 0,00025 m = 0,06025 m
Koefisien konveksi udara
= 50 W/m2
Konduktivitas termal tembaga
= 401 W/m.K pada temperatur 350K
Efisiensi : Luas permukaan sirip (persamaan 2.6): Af
= 2 π (r22c – r21) = 2 π [(0,06025) 2 – (0,03)2] = 2 π (2,730 x 10-3) = 0,017 m2
Pipa yang tidak tertutup sirip (persamaan 2.7): Aw
= 2 π r1 (H - Nt) = 2 π 0,03 (0,8 – (0,02 x 10)) = 0,06 π (0,8 – 0,2) = 0,06 π (0,6) = 0,113 m2 commit to user
IV-31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Luas permukaan total (persamaan 2.8): = NAf + 2 π r1
At
= ((36 x 10) 0,025)) + 2 π 0,03 = (9) + 0,1884 = 9,1884 m2
Luas permukaan extended (persamaan 2.9): Ap
= Lc x t = 0,03725 m x 0,0005 m = 1,8625 x 10-5 m2
Efisiensi (persamaan 2.10): = Lc3/2 (h/kAp)1/2
η
= (0,03725)3/2 (50 / 401 x 1,8625 x 10-5) 1/2 = 7,189 x 10-3 (81,821) = 0,588 à 82 %
Perpindahan panas (persamaan 2.13): qt
=
=
hAt [1 –
NA f (1- η)] θb At (36 x 10) . 0,017 9,1884
50 x 9,1884 [1 –
= 459,42 [0,880] 66 = 26.686,44 W qw
=
h ( 2 π r1 H ) θb
=
50 ( 2 . π . 0,03. 0,8 )(100 K - 34 K)
=
50 x 0,15072 x 66
=
497,376 W
commit to user
IV-32
(1-0,82 )] (100 K - 34 K)
perpustakaan.uns.ac.id
Δq
digilib.uns.ac.id
= qt - qw = 26.686,44 W - 497,376 W = 26.189,06 W
Material Material yang digunakan untuk pembuatan sirip pada Temperature Control System tipe I berbeda dengan Temperature Control System tipe II. Pada Temperature Control System tipe I menggunakan aluminium 0,15 mm. Tetapi, pada Temperature Control System tipe II ini menggunakan material tembaga 0,5 mm. Penggantian material pada Temperature Control System tipe II ini karena tembaga mempunyai konduktivitas termal yang cukup baik dibandingkan dengan aluminium sehingga diharapkan panas yang dihasilkan akan lebih besar jika dibandingkan dengan aluminium. Tembaga mempunyai konduktivitas termal 401 W/m K, sedangkan aluminium mempunyai konduktivitas termal 237 W/m K. Penggantian ukuran ketebalan material sirip adalah karena dengan ketebalan 0,15 mm pada Temperature Control System tipe I mudah patah sehingga pada Temperature Control System tipe II ketebalan sirip diganti dengan ukuran 0,5 mm dengan tujuan supaya sirip tidak mudah patah. 7. Klem, Konsep rancangan Klem pada Temperature Control System berfungsi sebagai pengunci sirip pada saat sirip dipasang dibagian pipa yang digunakan untuk mengalirkan fluida viscous. Konsep rancangan yang terdapat pada klem ini adalah mengunci bagian tengah yang berfungsi sebagai belt pada sirip Temperature Control System tipe II. Dimensi klem Dimensi yang digunakan untuk perancangan klem ini tidak berubah dari penelitian temperature control system tipe I, yaitu mempunyai diameter 60 mm. Dimensi klem tidak berubah karena dimensi pipa yang digunakan untuk mengalirkan fluida viscous (kecap) yang menempel pada case tidak berubah. commit to user
IV-33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Klem ditunjukkan pada gambar 4.32.
Gambar 4.32 Klem pada temperature control system tipe II Material Material yang digunakan pada klem yang ada pada Temperature Control System tipe I adalah terbuat dari besi yang menyebabkan klem mudah berkarat. Oleh sebab itu, pada Temperature Control System tipe II menggunakan material dari stainless steel dengan tujuan supaya klem tidak mudah berkarat. 8. Klem yang digunakan untuk case luar, Konsep rancangan Konsep rancangan klem yang terdapat pada Temperature Control System tipe II berbeda dengan klem pada Temperature Control System tipe I. Pada Temperature Control System tipe I menggunakan klem yang terbuat dari pipa PVC yang besar dan tidak fleksibel (ditunjukkan pada gambar 4.33), sedangkan pada Temperature Control System tipe II menggunakan perekat. Penggantian material ini dikarenakan perekat mempunyai sifat lebih fleksibel, tipis, dan kecil sehingga case dapat tertutup rapat.
commit to user Gambar 4.33 Klem luar pada temperature control system tipe I IV-34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Material Material yang digunakan pada klem yang digunakan untuk case luar Temperature Control System tipe I adalah terbuat dari pipa PVC yang sangat tebal dan tidak fleksibel. Oleh sebab itu, pada Temperature Control System tipe II menggunakan material yang lebih fleksibel yang terbuat dari kain (perekat) dengan tujuan dapat menyesuaikan kondisi case sehingga case dapat tertutup dengan rapat. 9. Elemen pemanas, Konsep rancangan Konsep rancangan yang terdapat pada elemen pemanas adalah mengalirkan panas pada Temperature Control System. Elemen pemanas yang terdapat pada Temperature Control System tipe II berbeda dengan yang terdapat pada Temperature Control System tipe I. Pada Temperature Control System tipe I, panas yang dihasilkan belum maksimal dengan daya yang digunakan 1600 watt sehingga pada Temperature Control System tipe II elemen pemanas diganti dengan elemen pemanas yang mempunyai daya lebih kecil tetapi dapat menghasilkan panas yang efisien. Elemen pemanas Temperature Control System tipe II ditunjukkan dengan gambar 4.34.
Gambar 4.34 Elemen pemanas pada temperature control system tipe II commit to user
IV-35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dimensi elemen pemanas Dimensi yang digunakan untuk elemen pemanas Temperature Control System tipe II ini sama dengan Temperature Control System tipe I. Namun berbeda pada total daya. Hal ini dikarenakan dimensi inlet yang terdapat pada case tidak mengalami perubahan. Untuk menentukan daya pada Temperature Control System tipe II, maka terlebih dahulu menentukan nilai kapasitas kalor fluida total. Berikut adalah uraian perhitungan kapasitor kalor total fluida (persamaan 2.2). Q total = Qudara dalam kecap + Qsirip + Qpipa yang digunakan untuk mengalirkan fliuda viscous (kecap) +
Qudara dalam pipa + Qisolasi panas + Qklem
Perhitungan dari Q total dijabarkan sebagai berikut (persamaan 2.1), Qudara dalam kecap = muc x Cuc x ΔT = (V x ρ) x Cuc x ΔT = ((π x r2 x t) x ρ) x Cuc x ΔT = ((3,14 x (0,03 m)2 x 0,8 m) x 1,225 kg/m3) x 1,012 J/kg K x 75 K = 0,21 J Qsirip
=
Msirip x Csirip x ΔT
=
(V x ρ) x Csirip x ΔT
=
((p x l x t) x ρ) x Csirip x ΔT
=
((0,2 m x 0,1 m x 0,0005 m) x 8933 kg/m3) x 385 J/kg K x 75 K
Qpipa
=
2579, 40 J
=
mpipa x Cpipa x ΔT
=
(V x ρ) x Cpipa x ΔT
=
((π x r2 x t) x ρ) x Cpipa x ΔT
=
((3,14 x (0,03 m)2 x 0,8 m) x 7873 kg/m3) x 448 J/kg K x 75 K
=
598055,75 J commit to user
IV-36
perpustakaan.uns.ac.id
Qudara dalam pipa
digilib.uns.ac.id
= mup x Cup x ΔT = ((Vcase – Vpipa untuk mengalirkan fluida viscous) x ρ) x Cup x ΔT = ((π x r2 x tcase - π x r2 x tpipa) x ρ) x Cup x ΔT = (((3,14 x (0,08 m)2 x 0,8 m) - (3,14 x (0,03 m)2 x 0,8 m)) x 1,225 kg/m3) x 1,012 J/kg K x 75 K = 1,28 J
Q isolasi panas
=
misolasi panas x Cisolasi panas x ΔT
=
(V x ρ) x Cisolasi panas x ΔT
=
((p x l x t) x ρ) x Cisolasi panas x ΔT
=
((0,8 m x 0,132 m x 0,0003 m) x 2698 kg/m3) x 900 J/kg K x 75 K
Qklem
=
5769,40 J
=
mklem x Cklem x ΔT
=
(V x ρ) x Cklem x ΔT
=
((π x r2 x t) x ρ) x Cklem x ΔT
=
((3,14 x (0,03 m)2 x 0,01 m) x 7873 kg/m3) x 448 J/kg K x 75 K
=
7475,70 J
Sehingga, Q total = Qudara dalam kecap + Qsirip + Qpipa yang digunakan untuk mengalirkan fliuda viscous (kecap) + Qudara dalam pipa + Qisolasi panas + Qklem = 0,21 J + 2579, 40 J +598055,75 J + 1,28 J + 5769,40 J + 7475,70 J = 613881,74 J Jika Q total = 613881,74 J dan waktu yang diperlukan untuk proses pre-heating di PT. Lombok Gandaria mencapai 10-20 menit, maka daya elemen pemanas yang digunakan, sebagai berikut: P=
W ,W=Q t
P=
613881,74 J = 511,56 watt ≈ 600 watt 20 x 60 commit to user
IV-37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Dari perhitungan diatas dapat diketahui bahwa sistem sebenarnya hanya membutuhkan daya 600 watt untuk elemen pemanas, apabila terdapat empat titik pemanas pada alat maka dibutuhkan elemen pemanas masing-masing sebesar 150 watt. Namun di pasaran, elemen pemanas yang berhasil ditemukan paling kecil adalah 350 watt. Sehingga jika terdapat empat titik pemanas pada alat, maka dibutuhkan elemen pemanas dengan total daya 1400 watt. Berikut adalah spesifikasi yang terdapat pada elemen pemanas: Daya
= 1400 watt
Tegangan
= 220-240 volt
Dimensi
= panjang 80 mm, diameter 54 mm
Fan Konsep rancangan yang terdapat pada fan adalah berbentuk aksial karena fan dengan bentuk aksial dapat menghasilkan flow yang lebih besar dibanding dengan tipe sentrifugal. Fan yang terdapat pada Temperature Control System tipe II sama dengan yang terdapat pada Temperature Control System tipe I. Hal ini dikarenakan case serta inlet yang digunakan pada Temperature Control System tipe II sama dengan Temperature Control Sistem tipe I. Dimensi yang digunakan untuk fan Temperature Control System tipe II ini memiliki dimensi yang sama dengan Temperature Control System tipe I. Berikut adalah spesifikasi yang terdapat pada fan: Diameter luar elemen pemanas
: 54 mm
Ketebalan dudukan elemen
: 0,015 mm
commit to user Gambar 4.35 Fan yang digunakan temperature control system tipe II IV-38
4.4 BILL OF MATERIAL Bill of material merupakan suatu diagram yang menggambarkan material yang digunakan untuk membuat suatu produk termasuk bahan-bahan pelengkapnya. Bill of material untuk pembuatan prototipe Temperature Control System tipe II, sebagai berikut: Level 0 Level 1
Level 2
Gambar 4.36 Bill of material temperature control system
IV-39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.5 ESTIMASI BIAYA Estimasi biaya yang digunakan untuk pembuatan prototipe temperature control system tipe II, yaitu: Tabel 4.2 Estimasi biaya temperature control system No 1 2
Komponen Biaya Plat tembaga (50 cm x 100 cm) Plat alumunium (120 cm x 100 cm)
Harga/unit
Jumlah
Satuan
Biaya
Rp 250,000.00
1
buah
Rp
250,000.00
Rp 55,000.00
1
buah
Rp
55,000.00
3
Elemen pemanas
Rp 85,000.00
4
buah
Rp
340,000.00
4
Multiguard
Rp 35,000.00
1
buah
Rp
35,000.00
Rp 15,000.00
3.6
meter
Rp
54,000.00
Rp 15,000.00
1
buah
Rp
15,000.00
Rp 15,000.00
4
buah
Rp
60,000.00
5 6 7
Engsel piano stainless Thermal pasta Lem Araldite standart
8
Lem Araldite rapid
Rp 20,000.00
4
buah
Rp
80,000.00
9
Serat fiber
Rp
5,000.00
5
buah
Rp
25,000.00
Rp 20,000.00
1
buah
Rp
20,000.00
10
Gasket RTV Silicone Tipe 650
11
Kertas pack
Rp 15,000.00
1
buah
Rp
15,000.00
12
Resin
Rp 30,000.00
1
kg
Rp
30,000.00
13
Katalis
Rp
5,000.00
1
ons
Rp
5,000.00
14
Lem isarplast
Rp
7,000.00
2
buah
Rp
14,000.00
15
Sock 2,5 dim
Rp
8,000.00
4
buah
Rp
32,000.00
16
Klem
Rp
3,000.00
15
buah
Rp
45,000.00
17
Amplas 150 cw
Rp
3,000.00
1
buah
Rp
3,000.00
18
Amplas 400 cw
Rp
7,000.00
1
buah
Rp
7,000.00
19
Kuas
Rp
5,000.00
3
buah
Rp
15,000.00
20
Perekat
Rp 10,000.00
2
meter
Rp
20,000.00
Total Biaya
commit to user
IV-40
Rp 1,120,000.00
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.6 REALISASI PERBAIKAN DESAIN Realisasi perbaikan desain dalam perancangan konstruksi Temperature Control System pada aliran fluida viscous di dalam pipa tipe II adalah dengan memperbaiki prototipe Temperature Control System tipe I sesuai dengan detail desain yang telah ditentukan. Tahapan dalam melakukan perbaikan prototipe Temperature Control System tipe II, yaitu: 1. Memperbaiki case Temperature Control System, a. Mengamplas case bagian atas dan bawah dengan menggunakan amril yang mempunyai tingkat kekasaran 150 cw dan 400 cw.
Gambar 4.37 Hasil case yang sudah diamplas b. Memberi kertas pack dan resin UPRs 15 BQTN pada case bagian atas dan case bagian bawah dengan tujuan supaya case rata sehingga case dapat menutup rapat.
commit to user Gambar 4.38 Case yang sudah diberi kertas pack dan resin IV-41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Memasang sock berdiameter 2 dim pada sisi ujung (pipa paralon) yang terdapat pada case sebagai tempat penyangga pipa besi untuk mengalirkan fluida viscous.
Gambar 4.39 Sock pada case d. Menambah isolasi panas pada bagian case dengan menggunakan serat fiber.
Gambar 4.40 Serat fiber pada case
commit to user
IV-42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
e. Memberi multiguard pada case yang telah dilapisi serat fiber dengan tujuan supaya serat fiber dapat menyatu dan tidak terdapat celah.
Gambar 4.41 Serat fiber berlapis multiguard pada case f. Memberi isolasi panas berupa aluminium dengan ketebalan 0,3 mm pada case yang sudah diberi serat fiber dan multiguard. Aluminium foil ini direkatkan dengan serat fiber yang sudah diberi multiguard menggunakan lem araldite standart.
Gambar 4.42 Isolasi panas berupa aluminium 0,3 mm pada case
commit to user
IV-43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
g. Memasang isolasi panas berupa aluminium 0,3 mm pada inlet Temperature Control System menggunakan lem araldite rapid.
Gambar 4.43 Isolasi panas berupa aluminium 0,3 mm pada inlet h. Memasang isolasi panas berupa aluminium 0,3 mm pada exhaust Temperature Control System menggunakan lem araldite rapid.
Gambar 4.44 Isolasi panas berupa aluminium 0,3 mm pada exhaust
commit to user
IV-44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
i. Memasang engsel pada case menggunakan lem araldite rapid.
Gambar 4.45 Engsel pada case 2. Meratakan pipa yang digunakan untuk untuk mengalirkan fluida viscous (kecap) menggunakan amril 150 cw dan 450 cw.
Gambar 4.46 Pipa yang sudah diamril
commit to user
IV-45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Memasang throttle pada case.
Gambar 4.47 Case yang sudah dipasang throttle 4. Memasang sirip pada pipa besi, a. Mempersiapkan dan mengukur tembaga sebagai material yang digunakan untuk membuat sirip sesuai dimensi yang telah ditentukan kemudian memotong plat tembaga.
Gambar 4.48 Plat tembaga yang sudah dipotong
commit to user
IV-46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Meratakan/meluruskan tembaga yang sudah dipotong supaya diperoleh permukaan sirip yang lurus.
Gambar 4.49 Plat tembaga yang diluruskan c. Membentuk plat tembaga yang sudah dipotongi menjadi sirip supaya kontak yang terbentuk dengan pipa sempurna dan tidak terdapat celah. Setelah itu melapisi sirip yang menempel pada pipa dengan menggunakan termal paste.
Gambar 4.50 Sirip yang diberi termal paste commit to user
IV-47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Memasang sirip pada pipa besi dan menguncinya dengan menggunakan klem.
Gambar 4.51 Sirip yang dipasang pada pipa e. Membentuk sirip pada sudut 6°.
Gambar 4.52 Sudut 6° pada sirip commit to user
IV-48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Memasang elemen pemanas pada inlet.
Gambar 4.53 Elemen pemanas dimasukkan pada inlet 6. Memasang pipa besi yang sudah diberi sirip pada case.
Gambar 4.54 Pipa besi dimasukkan pada case
commit to user
IV-49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7. Menutup case dan memberi gasket RTV silicone tipe 650 supaya case dapat menutup dengan rapat.
Gambar 4.55 Gasket pada case 8. Memasang klem pada case luar.
Gambar 4.56 Klem pada case luar 4.7 PENGUJIAN HASIL RANCANGAN Pengujian hasil rancangan pada prototipe Temperature Control System dilakukan sesuai dengan simulasi terhadap cara kerja yang disesuaikan dengan commit to user
IV-50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sistem transportasi kecap dari tangki menuju mesin filler. Sedangkan larutan yang digunakan untuk menggantikan posisi kecap dalam eksperimen menggunakan larutan Carboxymethyl Cellulose (CMC) karena larutan Carboxymethyl Cellulose (CMC) memiliki nilai kekentalan mendekati kecap, yaitu sebesar 8,39 gr/cm s. Gambar 4.57 merupakan rangkaian sistem pengujian alat.
Gambar 4.57 Rangkaian sistem pengujian alat Spesifikasi kondisi percobaan, sebagai berikut: a. Temperatur awal larutan CMC adalah 28°C. b. Debit aliran CMC disesuaikan dengan debit kecap di PT. Lombok Gandaria, yaitu 0,3327 liter/s. c. Pre-heating dilakukan selama 20 menit sesuai kondisi di PT. Lombok Gandaria. d. Elemen pemanas di setting pada level pemanasan tinggi. e. Permukaan pipa galvanis yang tidak tertutup Temperature Control System dibungkus dengan lateks sebagai isolator yang berfungsi untuk meminimalkan kalor yang terbuang karena pengaruh faktor lingkungan. Sedangkan cara kerja Temperature Control System, sebagai berikut: a. Fluida dari bak penampung fluida dipompa menuju bak penampung input. b. Fluida mengalir dari bak penampung input menuju ke Temperature Control System melewati pipa besi. c. Fluida di dalam Temperature Control System mendapatkan treatment yang commit to user menyebabkan temperaturnya meningkat.
IV-51
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Fluida keluar dari Temperature Control System melewati kran menuju bak penampung output. Pengujian hasil rancangan pada prototipe Temperature Control System ini terdiri dari pengujian kinerja sistem keseluruhan maupun pengujian sistem secara parsial. Pengujian kinerja sistem keseluruhan berupa pengujian pada prototipe Temperature Control System dimana prototipe dikondisikan pada keadaan sempurna, yaitu terdapat sirip dengan throttle ditutup. Sedangkan pengujian sistem secara parsial terdiri dari 3 pengujian, yaitu: a. Pada kondisi prototipe menggunakan sirip namun throttle dibuka b. Pada kondisi tanpa menggunakan sirip dengan throttle ditutup c. Pada kondisi tanpa menggunakan sirip dengan throttle dibuka Sebelum dilakukan pengujian, maka dilakukan proses pre-heating yang berguna untuk mempersiapkan alat agar berfungsi dengan baik saat produksi dimulai. Pengujian untuk proses pre-heating ada dua, yaitu pre-heating ketika kondisi Temperature Control System menggunakan sirip dengan pre-heating kondisi Temperature Control System tanpa menggunakan sirip. Pre-heating menggunakan
sirip
digunakan
sebelum
melakukan
pengujian
terhadap
Temperature Control System pada kondisi menggunakan sirip dengan throttle ditutup dan pengujian pada kondisi menggunakan sirip dengan throttle dibuka. Sedangkan pre-heating tanpa menggunakan sirip digunakan sebelum melakukan pengujian terhadap Temperature Control System pada kondisi tanpa menggunakan sirip dengan throttle ditutup dan pengujian pada kondisi tanpa menggunakan sirip dengan throttle dibuka. Titik yang menjadi tolak ukur untuk pengukuran proses pre-heating, baik pada kondisi menggunakan sirip maupun pada kondisi tanpa menggunakan sirip terdiri dari 7 titik, yaitu pada input, heater 1, heater 2, heater 3, heater 4, output, dan exhaust.
commit to user
IV-52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Berikut adalah hasil pengujian proses pre-heating: Tabel 4.3 Pre-heating kondisi menggunakan sirip
Pre -heating menggunakan sirip Waktu (menit) 5 10 15 Input 28.3 31.3 31.3 Heater 1 29.4 30.3 30.6 Heater 2 29.9 30.7 30.7 Heater 3 38.5 40.2 45.9 Heater 4 38.3 39.8 46.8 Output 31.9 34.1 41.3 Exhaust 42.3 47.6 50.3
20 32.9 31.6 31.4 49.3 49.6 44.7 54.5
Dari ke-7 titik tolak ukur, maka temperatur tertinggi untuk pre-heating pada kondisi menggunakan sirip adalah pada exhaust. Sedangkan kondisi preheating tanpa menggunakan sirip, yaitu: Tabel 4.4 Pre-heating kondisi tanpa menggunakan sirip
Pre -heating tanpa sirip Waktu (menit) 5 10 15 Input 29.8 31.8 32.6 Heater 1 30.3 32.4 31.6 Heater 2 30.7 32.6 32.3 Heater 3 38.9 41 43.2 Heater 4 39.2 41.3 43.5 Output 30.8 33.5 36.5 Exhaust 40.6 43.4 48.8
20 33 32.6 32.6 43 43.3 37.1 52.2
Temperatur tertinggi pada kondisi tanpa menggunakan sirip adalah pada titik exhaust. Setelah dilakukan proses pre-heating selama 20 menit maka pengujian alat dijalankan dengan menggunakan larutan CMC. Pengujian alat ini berlangsung selama 1 jam, baik dalam kondisi menggunakan sirip ataupun dalam kondisi tanpa menggunakan sirip.
commit to user
IV-53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Data yang diperoleh dari pengujian menggunakan larutan CMC, yaitu: a. Pengujian prototipe Temperature Control System dengan menggunakan sirip dan throttle ditutup, Tabel 4.5 Hasil pengujian Temperature Control System dengan menggunakan sirip dan throttle ditutup Waktu Temperature (⁰C) 0:00:10 32.5 0:00:20 32.4 0:00:30 32.3 0:00:40 32.5 0:00:50 32.7 0:01:00 32.8 0:01:10 33.1 0:01:20 33 0:01:30 33.2 0:01:40 33.1 0:01:50 33 0:02:00 33.2 0:02:10 33 0:02:20 33 0:02:30 33.1 0:02:40 33.2 0:02:50 33.1 0:03:00 33 0:03:10 33 0:03:20 33.1 0:03:30 33 0:03:40 33 0:03:50 33 0:04:00 33.1 0:04:10 33 0:04:20 33 0:04:30 33 0:04:40 33.1 0:04:50 33.3 0:05:00 33.3 0:05:10 33.2 0:05:20 33.1 0:05:30 33 0:05:40 33 0:05:50 33 0:06:00 33.2 0:06:10 33 0:06:20 33 0:06:30 33 0:06:40 33.2 0:06:50 33.1 0:07:00 33.1 0:07:10 33.2 0:07:20 33.1 0:07:30 33.2 0:07:40 33.3 0:07:50 33.3 0:08:00 33.5 0:08:10 33.4 0:08:20 33.5 0:08:30 33.5 0:08:40 33.3 0:08:50 33.3 0:09:00 33.4 0:09:10 33.4 0:09:20 33.4 0:09:30 33.3 0:09:40 33.3 0:09:50 33.3 0:10:00 33.3 0:10:10 33.3
Tabel
4.5
Waktu Temperature (⁰C) 0:10:20 33.3 0:10:30 33.4 0:10:40 33.4 0:10:50 33.3 0:11:00 33.3 0:11:10 33.2 0:11:20 33.1 0:11:30 33.2 0:11:40 33.4 0:11:50 33.1 0:12:00 33.2 0:12:10 33 0:12:20 33.2 0:12:30 33.3 0:12:40 33.4 0:12:50 33.4 0:13:00 33.3 0:13:10 33.3 0:13:20 33.3 0:13:30 33.3 0:13:40 33.4 0:13:50 33.3 0:14:00 33.3 0:14:10 33.4 0:14:20 33.3 0:14:30 33.3 0:14:40 33.3 0:14:50 33.3 0:15:00 33.3 0:15:10 33.3 0:15:20 33.3 0:15:30 33.3 0:15:40 33.3 0:15:50 33.3 0:16:00 33.3 0:16:10 33.3 0:16:20 33.3 0:16:30 33.3 0:16:40 33.4 0:16:50 33.3 0:17:00 33.3 0:17:10 33.3 0:17:20 33.4 0:17:30 33.5 0:17:40 33.3 0:17:50 33.3 0:18:00 33.5 0:18:10 33.3 0:18:20 33.4 0:18:30 33.3 0:18:40 33.3 0:18:50 33.3 0:19:00 33.2 0:19:10 33.3 0:19:20 33.4 0:19:30 33.3 0:19:40 33.3 0:19:50 33.3 0:20:00 33.3 0:20:10 33.3 0:20:20 33.3
menunjukkan
Waktu Temperature (⁰C) 0:20:30 33.3 0:20:40 33.5 0:20:50 33.4 0:21:00 33.4 0:21:10 33.4 0:21:20 33.4 0:21:30 33.4 0:21:40 33.4 0:21:50 33.1 0:22:00 33.1 0:22:10 33.2 0:22:20 33.2 0:22:30 33.2 0:22:40 33.3 0:22:50 33.3 0:23:00 33.3 0:23:10 33.3 0:23:20 33.3 0:23:30 33.4 0:23:40 33.5 0:23:50 33.3 0:24:00 33.3 0:24:10 33.3 0:24:20 33.5 0:24:30 33.3 0:24:40 33.3 0:24:50 33.3 0:25:00 33.4 0:25:10 33.5 0:25:20 33.5 0:25:30 33.5 0:25:40 33.5 0:25:50 33.4 0:26:00 33.3 0:26:10 33.3 0:26:20 33.4 0:26:30 33.3 0:26:40 33.2 0:26:50 33.3 0:27:00 33.3 0:27:10 33.3 0:27:20 33.4 0:27:30 33.4 0:27:40 33.4 0:27:50 33.3 0:28:00 33.3 0:28:10 33.3 0:28:20 33.3 0:28:30 33.3 0:28:40 33.3 0:28:50 33.3 0:29:00 33.2 0:29:10 33.2 0:29:20 33.3 0:29:30 33.3 0:29:40 33.4 0:29:50 33.4 0:30:00 33.5 0:30:10 33.3 0:30:20 33.4 0:30:30 33.4
bahwa
Waktu Temperature (⁰C) 0:30:40 33.4 0:30:50 33.4 0:31:00 33.5 0:31:10 33.7 0:31:20 33.7 0:31:30 33.8 0:31:40 33.8 0:31:50 33.7 0:32:00 33.7 0:32:10 33.6 0:32:20 33.8 0:32:30 33.5 0:32:40 33.5 0:32:50 33.5 0:33:00 33.5 0:33:10 33.5 0:33:20 33.5 0:33:30 33.4 0:33:40 33.4 0:33:50 33.3 0:34:00 33.3 0:34:10 33.3 0:34:20 33.3 0:34:30 33.3 0:34:40 33.3 0:34:50 33.3 0:35:00 33.2 0:35:10 33.2 0:35:20 33.2 0:35:30 33.3 0:35:40 33.2 0:35:50 33.2 0:36:00 33.2 0:36:10 33.2 0:36:20 33.1 0:36:30 33.3 0:36:40 33.3 0:36:50 33.3 0:37:00 33.3 0:37:10 33.3 0:37:20 33.3 0:37:30 33.3 0:37:40 33.3 0:37:50 33.4 0:38:00 33.3 0:38:10 33.3 0:38:20 33.3 0:38:30 33.4 0:38:40 33.4 0:38:50 33.4 0:39:00 33.3 0:39:10 33.3 0:39:20 33.3 0:39:30 33.3 0:39:40 33.4 0:39:50 33.4 0:40:00 33.4 0:40:10 33.4 0:40:20 33.4 0:40:30 33.6 0:40:40 33.3
Temperature
Waktu Temperature (⁰C) 0:40:50 33.3 0:41:00 33.3 0:41:10 33.3 0:41:20 33.4 0:41:30 33.1 0:41:40 33.3 0:41:50 33.2 0:42:00 33.3 0:42:10 33.3 0:42:20 33.3 0:42:30 33.3 0:42:40 33.3 0:42:50 33.3 0:43:00 33.2 0:43:10 33.1 0:43:20 33.1 0:43:30 33.1 0:43:40 33.1 0:43:50 33.1 0:44:00 33.1 0:44:10 33.2 0:44:20 33.2 0:44:30 33.2 0:44:40 33.1 0:44:50 33.3 0:45:00 33.3 0:45:10 33.3 0:45:20 33.3 0:45:30 33.3 0:45:40 33.3 0:45:50 33.4 0:46:00 33.4 0:46:10 33.4 0:46:20 33.3 0:46:30 33.5 0:46:40 33.3 0:46:50 33.3 0:47:00 33.3 0:47:10 33.5 0:47:20 33.3 0:47:30 33.3 0:47:40 33.3 0:47:50 33.3 0:48:00 33.3 0:48:10 33.3 0:48:20 33.3 0:48:30 33.3 0:48:40 33.4 0:48:50 33.4 0:49:00 33.4 0:49:10 33.4 0:49:20 33.4 0:49:30 33.3 0:49:40 33.4 0:49:50 33.4 0:50:00 33.3 0:50:10 33.3 0:50:20 33.3 0:50:30 33.3 0:50:40 33.3 0:50:50 33.3
Control
Waktu Temperature (⁰C) 0:51:00 33.3 0:51:10 33.4 0:51:20 33.3 0:51:30 33.3 0:51:40 33.3 0:51:50 33.3 0:52:00 33.3 0:52:10 33.3 0:52:20 33.2 0:52:30 33.2 0:52:40 33.2 0:52:50 33.2 0:53:00 33.3 0:53:10 33.3 0:53:20 33.2 0:53:30 33.2 0:53:40 33.3 0:53:50 33.3 0:54:00 33.4 0:54:10 33.3 0:54:20 33.3 0:54:30 33.2 0:54:40 33.2 0:54:50 33.2 0:55:00 33.2 0:55:10 33.3 0:55:20 33.3 0:55:30 33.3 0:55:40 33.3 0:55:50 33.3 0:56:00 33.1 0:56:10 33.3 0:56:20 33.4 0:56:30 33.3 0:56:40 33.3 0:56:50 33.2 0:57:00 33.3 0:57:10 33.3 0:57:20 33.3 0:57:30 33.4 0:57:40 33.3 0:57:50 33.3 0:58:00 33.3 0:58:10 33.3 0:58:20 33.3 0:58:30 33.5 0:58:40 33.3 0:58:50 33.2 0:59:00 33.4 0:59:10 33.4 0:59:20 33.4 0:59:30 33.5 0:59:40 33.4 0:59:50 33.4 1:00:00 33.4 1:00:10 33.3 1:00:20 33.3 1:00:30 33.3 1:00:40 33.4 1:00:50 33.4 1:01:00 33.4
System
dengan
menggunakan sirip dan dalam keadaan throttle ditutup dapat meningkatkan temperatur fluida hingga mencapaicommit 33,8°Ctodari userkondisi awal 28°C.
IV-54
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Pengujian prototipe Temperature Control System dengan menggunakan sirip dan throttle dibuka, Tabel 4.6 Hasil pengujian Temperature Control System dengan menggunakan sirip dan throttle dibuka Waktu Temperature (⁰C) 0:00:10 32.3 0:00:20 32.4 0:00:30 32.3 0:00:40 32.1 0:00:50 32.5 0:01:00 32.3 0:01:10 32.4 0:01:20 32.3 0:01:30 32.4 0:01:40 32.4 0:01:50 32.4 0:02:00 32.4 0:02:10 32.3 0:02:20 32.3 0:02:30 32.3 0:02:40 32.3 0:02:50 32.3 0:03:00 32.3 0:03:10 32.4 0:03:20 32.4 0:03:30 32.4 0:03:40 32.5 0:03:50 32.5 0:04:00 32.4 0:04:10 32.3 0:04:20 32.4 0:04:30 32.4 0:04:40 32.3 0:04:50 32.4 0:05:00 32.5 0:05:10 32.5 0:05:20 32.5 0:05:30 32.5 0:05:40 32.4 0:05:50 32.4 0:06:00 32.4 0:06:10 32.5 0:06:20 32.5 0:06:30 32.4 0:06:40 32.4 0:06:50 32.3 0:07:00 32.4 0:07:10 32.4 0:07:20 32.5 0:07:30 32.5 0:07:40 32.5 0:07:50 32.4 0:08:00 32.4 0:08:10 32.4 0:08:20 32.4 0:08:30 32.5 0:08:40 32.5 0:08:50 32.5 0:09:00 32.4 0:09:10 32.3 0:09:20 32.4 0:09:30 32.4 0:09:40 32.3 0:09:50 32.3 0:10:00 32.4
Tabel
4.6
Waktu Temperature (⁰C) 0:10:10 32.4 0:10:20 32.4 0:10:30 32.5 0:10:40 32.4 0:10:50 32.4 0:11:00 32.4 0:11:10 32.3 0:11:20 32.3 0:11:30 32.3 0:11:40 32.4 0:11:50 32.3 0:12:00 32.3 0:12:10 32.4 0:12:20 32.2 0:12:30 32.3 0:12:40 32.3 0:12:50 32.3 0:13:00 32.4 0:13:10 32.3 0:13:20 32.3 0:13:30 32.3 0:13:40 32.4 0:13:50 32.4 0:14:00 32.4 0:14:10 32.5 0:14:20 32.5 0:14:30 32.5 0:14:40 32.5 0:14:50 32.5 0:15:00 32.4 0:15:10 32.5 0:15:20 32.4 0:15:30 32.4 0:15:40 32.4 0:15:50 32.5 0:16:00 32.5 0:16:10 32.5 0:16:20 32.5 0:16:30 32.5 0:16:40 32.4 0:16:50 32.3 0:17:00 32.3 0:17:10 32.4 0:17:20 32.5 0:17:30 32.5 0:17:40 32.5 0:17:50 32.4 0:18:00 32.4 0:18:10 32.5 0:18:20 32.4 0:18:30 32.4 0:18:40 32.4 0:18:50 32.3 0:19:00 32.4 0:19:10 32.4 0:19:20 32.4 0:19:30 32.4 0:19:40 32.4 0:19:50 32.3 0:20:00 32.3
menunjukkan
Waktu Temperature (⁰C) 0:20:10 32.4 0:20:20 32.5 0:20:30 32.3 0:20:40 32.2 0:20:50 32.2 0:21:00 32.4 0:21:10 32.4 0:21:20 32.1 0:21:30 32.3 0:21:40 32.1 0:21:50 32.3 0:22:00 32.4 0:22:10 32.4 0:22:20 32.4 0:22:30 32.4 0:22:40 32.4 0:22:50 32.4 0:23:00 32.4 0:23:10 32.5 0:23:20 32.3 0:23:30 32.3 0:23:40 32.2 0:23:50 32.2 0:24:00 32.4 0:24:10 32.3 0:24:20 32.4 0:24:30 32.2 0:24:40 32.2 0:24:50 32.4 0:25:00 32.4 0:25:10 32.4 0:25:20 32.3 0:25:30 32.3 0:25:40 32.4 0:25:50 32.4 0:26:00 32.3 0:26:10 32.4 0:26:20 32.3 0:26:30 32.3 0:26:40 32.2 0:26:50 32.2 0:27:00 32.2 0:27:10 32.1 0:27:20 32.4 0:27:30 32.4 0:27:40 32.3 0:27:50 32.3 0:28:00 32.4 0:28:10 32.3 0:28:20 32.3 0:28:30 32.3 0:28:40 32.2 0:28:50 32.2 0:29:00 32.1 0:29:10 32.2 0:29:20 32.2 0:29:30 32.2 0:29:40 32.1 0:29:50 32.1 0:30:00 32.2
bahwa
Waktu Temperature (⁰C) 0:30:10 32.3 0:30:20 32.2 0:30:30 32.2 0:30:40 32.3 0:30:50 32.4 0:31:00 32.2 0:31:10 32.2 0:31:20 32.3 0:31:30 32.3 0:31:40 32.2 0:31:50 32.2 0:32:00 32.4 0:32:10 32.4 0:32:20 32.4 0:32:30 32.4 0:32:40 32.3 0:32:50 32.3 0:33:00 32.4 0:33:10 32.4 0:33:20 32.4 0:33:30 32.3 0:33:40 32.3 0:33:50 32.3 0:34:00 32.3 0:34:10 32.2 0:34:20 32.2 0:34:30 32.1 0:34:40 32.1 0:34:50 32.1 0:35:00 32.1 0:35:10 32.1 0:35:20 32.1 0:35:30 32.1 0:35:40 32.1 0:35:50 32.1 0:36:00 32.1 0:36:10 32.1 0:36:20 32.3 0:36:30 32.2 0:36:40 32.2 0:36:50 32.2 0:37:00 32.2 0:37:10 32.2 0:37:20 32.2 0:37:30 32.3 0:37:40 32.3 0:37:50 32.2 0:38:00 32.2 0:38:10 32.2 0:38:20 32.2 0:38:30 32.2 0:38:40 32.2 0:38:50 32.2 0:39:00 32.1 0:39:10 32.3 0:39:20 32.1 0:39:30 32.1 0:39:40 32.2 0:39:50 32.2 0:40:00 32.2
Temperature
Waktu Temperature (⁰C) 0:40:10 32.2 0:40:20 32.3 0:40:30 32.2 0:40:40 32.2 0:40:50 32.2 0:41:00 32.2 0:41:10 32.3 0:41:20 32.2 0:41:30 32.1 0:41:40 32.1 0:41:50 32.1 0:42:00 32.1 0:42:10 32.3 0:42:20 32.1 0:42:30 32.1 0:42:40 32.1 0:42:50 32.1 0:43:00 32.2 0:43:10 32.2 0:43:20 32.1 0:43:30 32.2 0:43:40 32.2 0:43:50 32.2 0:44:00 32.2 0:44:10 32.1 0:44:20 32.3 0:44:30 32.3 0:44:40 32.1 0:44:50 32.2 0:45:00 32.2 0:45:10 32.2 0:45:20 32.2 0:45:30 32.2 0:45:40 32.2 0:45:50 32.1 0:46:00 32.3 0:46:10 32.3 0:46:20 32.2 0:46:30 32.2 0:46:40 32.1 0:46:50 32.2 0:47:00 32.2 0:47:10 32.2 0:47:20 32.2 0:47:30 32.1 0:47:40 32.1 0:47:50 32 0:48:00 32 0:48:10 32.1 0:48:20 32.1 0:48:30 32.2 0:48:40 32.2 0:48:50 32.1 0:49:00 32.1 0:49:10 32.1 0:49:20 32.1 0:49:30 32.1 0:49:40 32.2 0:49:50 32.1 0:50:00 32.3
Control
Waktu Temperature (⁰C) 0:50:10 32.3 0:50:20 32.3 0:50:30 32.3 0:50:40 32.1 0:50:50 32.3 0:51:00 32.4 0:51:10 32.4 0:51:20 32.3 0:51:30 32.1 0:51:40 31.9 0:51:50 32.1 0:52:00 32 0:52:10 31.9 0:52:20 32 0:52:30 32 0:52:40 32.1 0:52:50 31.9 0:53:00 31.9 0:53:10 32 0:53:20 32.1 0:53:30 32.1 0:53:40 32.1 0:53:50 32 0:54:00 32 0:54:10 31.9 0:54:20 31.9 0:54:30 31.9 0:54:40 31.9 0:54:50 32 0:55:00 32.1 0:55:10 32.1 0:55:20 32.1 0:55:30 32 0:55:40 32.1 0:55:50 32.1 0:56:00 32 0:56:10 31.9 0:56:20 31.9 0:56:30 31.8 0:56:40 31.9 0:56:50 32 0:57:00 31.8 0:57:10 31.8 0:57:20 31.7 0:57:30 31.8 0:57:40 31.9 0:57:50 31.9 0:58:00 31.9 0:58:10 31.9 0:58:20 31.9 0:58:30 31.9 0:58:40 31.8 0:58:50 31.8 0:59:00 31.8 0:59:10 31.8 0:59:20 31.7 0:59:30 31.9 0:59:40 31.9 0:59:50 31.9 1:00:00 31.8
System
dengan
menggunakan sirip dan dalam keadaan throttle dibuka tidak dapat meningkatkan temperatur fluida mencapai 33°C dari kondisi awal 28°C. Namun hanya mampu menaikkan temperatur fluida menjadi 32,5°C dan semakin lama terjadi penurunan commit to user temperature menjadi 31,7°C.
IV-55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
c. Pengujian prototipe Temperature Control System tanpa menggunakan sirip dan throttle ditutup, Tabel 4.7 Hasil pengujian Temperature Control System tanpa menggunakan sirip dan throttle ditutup Waktu Temperature (⁰C) 0:00:10 30.9 0:00:20 30.9 0:00:30 30.9 0:00:40 30.8 0:00:50 30.9 0:01:00 30.8 0:01:10 30.8 0:01:20 30.7 0:01:30 30.7 0:01:40 30.8 0:01:50 30.8 0:02:00 30.7 0:02:10 30.5 0:02:20 30.6 0:02:30 30.6 0:02:40 30.6 0:02:50 30.6 0:03:00 30.6 0:03:10 30.6 0:03:20 30.7 0:03:30 30.7 0:03:40 30.7 0:03:50 30.7 0:04:00 30.7 0:04:10 30.6 0:04:20 30.6 0:04:30 30.7 0:04:40 30.4 0:04:50 30.5 0:05:00 30.5 0:05:10 30.6 0:05:20 30.5 0:05:30 30.4 0:05:40 30.6 0:05:50 30.6 0:06:00 30.6 0:06:10 30.6 0:06:20 30.6 0:06:30 30.6 0:06:40 30.6 0:06:50 30.4 0:07:00 30.4 0:07:10 30.4 0:07:20 30.6 0:07:30 30.6 0:07:40 30.6 0:07:50 30.6 0:08:00 30.6 0:08:10 30.6 0:08:20 30.4 0:08:30 30.6 0:08:40 30.6 0:08:50 30.6 0:09:00 30.4 0:09:10 30.6 0:09:20 30.4 0:09:30 30.6 0:09:40 30.6 0:09:50 30.6 0:10:00 30.4
Waktu Temperature (⁰C) 0:10:10 30.6 0:10:20 30.6 0:10:30 30.5 0:10:40 30.6 0:10:50 30.6 0:11:00 30.4 0:11:10 30.6 0:11:20 30.6 0:11:30 30.6 0:11:40 30.6 0:11:50 30.4 0:12:00 30.5 0:12:10 30.6 0:12:20 30.6 0:12:30 30.6 0:12:40 30.6 0:12:50 30.4 0:13:00 30.4 0:13:10 30.4 0:13:20 30.6 0:13:30 30.6 0:13:40 30.6 0:13:50 30.4 0:14:00 30.4 0:14:10 30.6 0:14:20 30.6 0:14:30 30.6 0:14:40 30.4 0:14:50 30.5 0:15:00 30.5 0:15:10 30.6 0:15:20 30.4 0:15:30 30.4 0:15:40 30.5 0:15:50 30.3 0:16:00 30.4 0:16:10 30.4 0:16:20 30.3 0:16:30 30.3 0:16:40 30.3 0:16:50 30.4 0:17:00 30.6 0:17:10 30.6 0:17:20 30.4 0:17:30 30.4 0:17:40 30.4 0:17:50 30.5 0:18:00 30.4 0:18:10 30.5 0:18:20 30.5 0:18:30 30.5 0:18:40 30.4 0:18:50 30.5 0:19:00 30.5 0:19:10 30.5 0:19:20 30.4 0:19:30 30.5 0:19:40 30.4 0:19:50 30.4 0:20:00 30.4
Waktu Temperature (⁰C) 0:20:10 30.4 0:20:20 30.5 0:20:30 30.5 0:20:40 30.5 0:20:50 30.4 0:21:00 30.4 0:21:10 30.4 0:21:20 30.4 0:21:30 30.4 0:21:40 30.4 0:21:50 30.2 0:22:00 30.3 0:22:10 30.4 0:22:20 30.2 0:22:30 30.4 0:22:40 30.4 0:22:50 30.3 0:23:00 30.3 0:23:10 30.1 0:23:20 30.1 0:23:30 30.4 0:23:40 30.4 0:23:50 30.3 0:24:00 30.3 0:24:10 30.3 0:24:20 30.4 0:24:30 30.4 0:24:40 30.5 0:24:50 30.4 0:25:00 30.4 0:25:10 30.4 0:25:20 30.1 0:25:30 30.4 0:25:40 30.3 0:25:50 30.4 0:26:00 30.4 0:26:10 30.4 0:26:20 30.3 0:26:30 30.4 0:26:40 30.4 0:26:50 30.4 0:27:00 30.4 0:27:10 30.4 0:27:20 30.4 0:27:30 30.3 0:27:40 30.3 0:27:50 30.4 0:28:00 30.3 0:28:10 30.3 0:28:20 30.4 0:28:30 30.5 0:28:40 30.4 0:28:50 30.5 0:29:00 30.5 0:29:10 30.5 0:29:20 30.5 0:29:30 30.4 0:29:40 30.3 0:29:50 30.4 0:30:00 30.4
Waktu Temperature (⁰C) 0:30:10 30.5 0:30:20 30.4 0:30:30 30.5 0:30:40 30.5 0:30:50 30.5 0:31:00 30.5 0:31:10 30.3 0:31:20 30.5 0:31:30 30.4 0:31:40 30.5 0:31:50 30.5 0:32:00 30.4 0:32:10 30.4 0:32:20 30.4 0:32:30 30.5 0:32:40 30.6 0:32:50 30.6 0:33:00 30.5 0:33:10 30.5 0:33:20 30.3 0:33:30 30.5 0:33:40 30.5 0:33:50 30.5 0:34:00 30.4 0:34:10 30.4 0:34:20 30.4 0:34:30 30.4 0:34:40 30.5 0:34:50 30.6 0:35:00 30.4 0:35:10 30.5 0:35:20 30.3 0:35:30 30.4 0:35:40 30.6 0:35:50 30.6 0:36:00 30.3 0:36:10 30.4 0:36:20 30.5 0:36:30 30.6 0:36:40 30.6 0:36:50 30.6 0:37:00 30.6 0:37:10 30.6 0:37:20 30.6 0:37:30 30.4 0:37:40 30.6 0:37:50 30.6 0:38:00 30.6 0:38:10 30.4 0:38:20 30.6 0:38:30 30.4 0:38:40 30,3 0:38:50 30.4 0:39:00 30.4 0:39:10 30.6 0:39:20 30.6 0:39:30 30.4 0:39:40 30.4 0:39:50 30.3 0:40:00 30.4
Waktu Temperature (⁰C) 0:40:10 30.4 0:40:20 30.5 0:40:30 30.6 0:40:40 30.6 0:40:50 30.5 0:41:00 30.3 0:41:10 30.4 0:41:20 30.4 0:41:30 30.6 0:41:40 30.3 0:41:50 30 0:42:00 30.4 0:42:10 30.6 0:42:20 30.5 0:42:30 30.3 0:42:40 30.5 0:42:50 30.3 0:43:00 30.2 0:43:10 30.4 0:43:20 30.4 0:43:30 30.4 0:43:40 30.4 0:43:50 30.4 0:44:00 30.4 0:44:10 30.5 0:44:20 30.4 0:44:30 30.4 0:44:40 30.4 0:44:50 30.4 0:45:00 30.4 0:45:10 30.5 0:45:20 30.5 0:45:30 30.5 0:45:40 30.4 0:45:50 30.6 0:46:00 30.6 0:46:10 30.6 0:46:20 30.6 0:46:30 30.4 0:46:40 30.3 0:46:50 30.3 0:47:00 30.4 0:47:10 30.3 0:47:20 30.3 0:47:30 30.3 0:47:40 30.4 0:47:50 30.4 0:48:00 30.3 0:48:10 30.3 0:48:20 30.4 0:48:30 30.5 0:48:40 30.1 0:48:50 30.2 0:49:00 30.4 0:49:10 30.5 0:49:20 30.5 0:49:30 30.5 0:49:40 30.4 0:49:50 30.4 0:50:00 30.4
Waktu Temperature (⁰C) 0:50:10 30.3 0:50:20 30.4 0:50:30 30.4 0:50:40 30.5 0:50:50 30.4 0:51:00 30.3 0:51:10 30.3 0:51:20 30.3 0:51:30 30.3 0:51:40 30.3 0:51:50 30.3 0:52:00 30.4 0:52:10 30.3 0:52:20 30.4 0:52:30 30.3 0:52:40 30.3 0:52:50 30.4 0:53:00 30.3 0:53:10 30.4 0:53:20 30.4 0:53:30 30.3 0:53:40 30.3 0:53:50 30.3 0:54:00 30.3 0:54:10 30.4 0:54:20 30.5 0:54:30 30.4 0:54:40 30.4 0:54:50 30.3 0:55:00 30.3 0:55:10 30.5 0:55:20 30.4 0:55:30 30.4 0:55:40 30.4 0:55:50 30.3 0:56:00 30.4 0:56:10 30.4 0:56:20 30.4 0:56:30 30.4 0:56:40 30.5 0:56:50 30.4 0:57:00 30.5 0:57:10 30.4 0:57:20 30.4 0:57:30 30.4 0:57:40 30.4 0:57:50 30.4 0:58:00 30.5 0:58:10 30.5 0:58:20 30.4 0:58:30 30.3 0:58:40 30.2 0:58:50 30.3 0:59:00 30.2 0:59:10 30.3 0:59:20 30.1 0:59:30 30.4 0:59:40 30.4 0:59:50 30.5 1:00:00 30.3
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa Temperature Control System tanpa menggunakan sirip dan dalam keadaan throttle ditutup tidak dapat meningkatkan temperatur fluida mencapai 33°C dari kondisi awal 28°C. Namun hanya mampu menaikkan temperatur fluida menjadi 30,9°C.commit to user
IV-56
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Pengujian prototipe Temperature Control System tanpa menggunakan sirip dan throttle dibuka, Tabel 4.8 Hasil pengujian Temperature Control System tanpa menggunakan sirip dan throttle dibuka Waktu Temperature (⁰C) 0:00:10 30.9 0:00:20 30.9 0:00:30 30.9 0:00:40 30.9 0:00:50 30.7 0:01:00 30.4 0:01:10 30.4 0:01:20 30.4 0:01:30 30.4 0:01:40 30.4 0:01:50 30.4 0:02:00 30.3 0:02:10 30.3 0:02:20 30.3 0:02:30 30.4 0:02:40 30.4 0:02:50 30.4 0:03:00 30.4 0:03:10 30.3 0:03:20 30.4 0:03:30 30.4 0:03:40 30.4 0:03:50 30.4 0:04:00 30.3 0:04:10 30.4 0:04:20 30.4 0:04:30 30.4 0:04:40 30.4 0:04:50 30.4 0:05:00 30.4 0:05:10 30.4 0:05:20 30.4 0:05:30 30.4 0:05:40 30.4 0:05:50 30.4 0:06:00 30.3 0:06:10 30.3 0:06:20 30.3 0:06:30 30.4 0:06:40 30.4 0:06:50 30.4 0:07:00 30.4 0:07:10 30.4 0:07:20 30.3 0:07:30 30.2 0:07:40 30.2 0:07:50 30.2 0:08:00 30.2 0:08:10 30.2 0:08:20 30.3 0:08:30 30.4 0:08:40 30.4 0:08:50 30.2 0:09:00 30.2 0:09:10 30.2 0:09:20 30.2 0:09:30 30.2 0:09:40 30.2 0:09:50 30.2 0:10:00 30.3
Waktu Temperature (⁰C) 0:10:10 30.4 0:10:20 30.4 0:10:30 30.4 0:10:40 30.4 0:10:50 30.2 0:11:00 30.2 0:11:10 30.3 0:11:20 30.3 0:11:30 30.4 0:11:40 30.4 0:11:50 30.4 0:12:00 30.4 0:12:10 30.4 0:12:20 30.3 0:12:30 30.3 0:12:40 30.3 0:12:50 30.3 0:13:00 30.2 0:13:10 30.3 0:13:20 30.4 0:13:30 30.4 0:13:40 30.4 0:13:50 30.4 0:14:00 30.2 0:14:10 30.2 0:14:20 30.2 0:14:30 30.2 0:14:40 30.2 0:14:50 30.2 0:15:00 30.2 0:15:10 30.1 0:15:20 30.2 0:15:30 30.1 0:15:40 30.1 0:15:50 30.1 0:16:00 30.1 0:16:10 30.1 0:16:20 30.1 0:16:30 30.1 0:16:40 30.1 0:16:50 30.2 0:17:00 30.1 0:17:10 30.1 0:17:20 30.1 0:17:30 30.2 0:17:40 30.2 0:17:50 30.2 0:18:00 30.2 0:18:10 30.2 0:18:20 30.1 0:18:30 30.2 0:18:40 30.3 0:18:50 30.3 0:19:00 30.3 0:19:10 30.3 0:19:20 30.3 0:19:30 30.3 0:19:40 30.3 0:19:50 30.3 0:20:00 30.3
Waktu Temperature (⁰C) 0:20:10 30.2 0:20:20 30.2 0:20:30 30.2 0:20:40 30.2 0:20:50 30 0:21:00 30.2 0:21:10 30.2 0:21:20 30.2 0:21:30 30 0:21:40 30.2 0:21:50 30 0:22:00 30 0:22:10 30.2 0:22:20 30.2 0:22:30 30.2 0:22:40 30.2 0:22:50 30.1 0:23:00 30.2 0:23:10 30.2 0:23:20 30.1 0:23:30 30.1 0:23:40 30 0:23:50 30 0:24:00 30.1 0:24:10 30.1 0:24:20 30.1 0:24:30 30.1 0:24:40 30.1 0:24:50 30 0:25:00 30.1 0:25:10 30.1 0:25:20 30.1 0:25:30 30.1 0:25:40 30.1 0:25:50 30.1 0:26:00 30.1 0:26:10 30 0:26:20 30.1 0:26:30 30.1 0:26:40 30.1 0:26:50 30.1 0:27:00 30.1 0:27:10 30.1 0:27:20 30 0:27:30 30 0:27:40 30 0:27:50 30 0:28:00 30 0:28:10 30 0:28:20 30 0:28:30 30 0:28:40 30 0:28:50 30 0:29:00 30.1 0:29:10 30.1 0:29:20 30.1 0:29:30 30.1 0:29:40 30.1 0:29:50 30.1 0:30:00 30.1
Waktu Temperature (⁰C) 0:30:10 30.1 0:30:20 30.1 0:30:30 30.1 0:30:40 30 0:30:50 30 0:31:00 30.1 0:31:10 30.1 0:31:20 30.1 0:31:30 30.1 0:31:40 30.1 0:31:50 30 0:32:00 30.1 0:32:10 30.1 0:32:20 30.1 0:32:30 30.1 0:32:40 30.2 0:32:50 30.2 0:33:00 30.1 0:33:10 30 0:33:20 30 0:33:30 30.1 0:33:40 30.1 0:33:50 30.1 0:34:00 30.1 0:34:10 30.1 0:34:20 30.1 0:34:30 30.1 0:34:40 30.1 0:34:50 30.1 0:35:00 30.1 0:35:10 30.1 0:35:20 30 0:35:30 30 0:35:40 30.1 0:35:50 30 0:36:00 30.1 0:36:10 30.1 0:36:20 30.1 0:36:30 29.9 0:36:40 30.1 0:36:50 30.1 0:37:00 30.1 0:37:10 30 0:37:20 30.1 0:37:30 30.1 0:37:40 30 0:37:50 30 0:38:00 30.1 0:38:10 30 0:38:20 30 0:38:30 30.1 0:38:40 30.1 0:38:50 30.1 0:39:00 30.1 0:39:10 30.1 0:39:20 30.1 0:39:30 30.1 0:39:40 30.1 0:39:50 30.1 0:40:00 30.1
Waktu Temperature (⁰C) 0:40:10 30.1 0:40:20 30.1 0:40:30 30.1 0:40:40 30.1 0:40:50 30 0:41:00 30.2 0:41:10 30.1 0:41:20 30 0:41:30 30 0:41:40 30 0:41:50 30 0:42:00 30.1 0:42:10 30.1 0:42:20 30.1 0:42:30 30.1 0:42:40 30.1 0:42:50 30.1 0:43:00 30 0:43:10 30 0:43:20 30 0:43:30 30.1 0:43:40 30.1 0:43:50 30.2 0:44:00 30.1 0:44:10 30.1 0:44:20 30.1 0:44:30 30.1 0:44:40 29.9 0:44:50 29.9 0:45:00 29.9 0:45:10 29.9 0:45:20 29.9 0:45:30 30.1 0:45:40 29.8 0:45:50 29.8 0:46:00 29.9 0:46:10 30.1 0:46:20 30.1 0:46:30 30 0:46:40 30 0:46:50 30 0:47:00 30 0:47:10 29.9 0:47:20 29.9 0:47:30 29.9 0:47:40 30 0:47:50 30 0:48:00 30 0:48:10 30 0:48:20 29.9 0:48:30 30.1 0:48:40 30.2 0:48:50 29.9 0:49:00 29.9 0:49:10 29.9 0:49:20 30 0:49:30 29.9 0:49:40 30.1 0:49:50 30.1 0:50:00 29.9
Waktu Temperature (⁰C) 0:50:10 29.9 0:50:20 30.1 0:50:30 30.1 0:50:40 29.9 0:50:50 29.9 0:51:00 29.9 0:51:10 29.7 0:51:20 29.8 0:51:30 29.9 0:51:40 29.9 0:51:50 29.9 0:52:00 29.9 0:52:10 30 0:52:20 30 0:52:30 29.9 0:52:40 29.8 0:52:50 29.8 0:53:00 29.9 0:53:10 29.9 0:53:20 30 0:53:30 30 0:53:40 30 0:53:50 30.1 0:54:00 29.9 0:54:10 30 0:54:20 29.9 0:54:30 29.9 0:54:40 30 0:54:50 29.9 0:55:00 29.9 0:55:10 29.9 0:55:20 29.9 0:55:30 29.9 0:55:40 29.9 0:55:50 29.9 0:56:00 29.9 0:56:10 29.9 0:56:20 29.9 0:56:30 29.9 0:56:40 29.9 0:56:50 29.9 0:57:00 29.9 0:57:10 29.9 0:57:20 30.1 0:57:30 29.9 0:57:40 29.9 0:57:50 30.1 0:58:00 29.8 0:58:10 30.1 0:58:20 29.9 0:58:30 29.9 0:58:40 29.6 0:58:50 29.6 0:59:00 29.4 0:59:10 29.4 0:59:20 29.3 0:59:30 29.3 0:59:40 29 0:59:50 28.8 1:00:00 28.7
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa Temperature Control System tanpa menggunakan sirip dan dalam keadaan throttle dibuka tidak dapat meningkatkan temperatur fluida mencapai 33°C dari kondisi awal 28°C. Namun hanya mampu menaikkan temperatur fluida menjadi 30,9°C dan semakin lama terjadi penurunan commit to user temperature menjadi 28,7°C. IV-57
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4.8 PENYEMPURNAAN HASIL RANCANGAN Pada Temperature Control System tipe II terdapat penyempurnaan hasil rancangan pada isolasi panas case berupa pengecatan pada bagian isolasi panas case. Pengecatan pada isolasi panas case ini berfungsi supaya panas yang dihasilkan dari elemen pemanas tidak seluruhnya diserap oleh isolasi panas case akibat material isolasi panas yang mempunyai sifat penyerapan yang baik sehingga Temperature Control System dapat menaikkan temperatur fluida ketika proses eksperimen berlangsung. Gambar 4.58 menunjukkan hasil pengecatan isolasi panas pada case Temperature Control System tipe II.
Gambar 4.58 Pengecatan pada isolasi panas case Selain pengecatan pada bagian isolasi panas case, penyempurnaan hasil rancangan Temperature Control System tipe II berupa pengecetan case luar. Proses pengecatan terhadap case luar ini tidak dilakukan pada saat realisasi pembuatan prototipe berlangsung namun dilakukan setelah proses eksperimen berlangsung. Hal ini dikarenakan apabila pada saat proses eksperimen, hasil pengujian kinerja sistem keseluruhan belum mencapai temperatur sesuai yang ditargetkan, yaitu pada range 33°C-34°C maka terdapat perbaikan terhadap detail desain hingga mendapatkan temperatur sesuai target sehingga proses pengecatan terhadap case luar dikerjakan pada proses akhir.
commit to user
IV-58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.59 merupakan hasil pengecatan case luar Temperature Control System tipe II.
Gambar 4.59 Pengecatan pada case luar
commit to user
IV-59
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini dilakukan analisis dan interpretasi hasil terhadap hasil olahan data pada bab sebelumnya. Analisis dan interpretasi hasil pada bab ini meliputi analisis terhadap hasil rancangan, analisis terhadap hasil pengujian dan interpretasi hasil terhadap penelitian. 5.1 ANALISIS HASIL PENELITIAN Pada sub bab ini akan diuraikan mengenai analisis terhadap hasil rancangan dan analisis hasil pengujiannya. Analisis hasil perancangan adalah analisis yang dilakukan terhadap konstruksi Temperature Control System sedangkan analisis hasil pengujian digunakan untuk mengetahui performansi konstruksi Temperature Control System dalam menjaga temperatur. 5.1.1 Analisis Hasil Rancangan Temperature Control System tipe II terdiri dari beberapa bagian, diantaranya adalah case (pembungkus), inlet (saluran masuk udara), exhaust (saluran pembuangan udara panas), isolasi panas case, pipa untuk mengalirkan fluida viscous (kecap), fin (sirip), klem pada sirip, klem yang digunakan untuk case luar dan elemen pemanas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Temperature Control System tipe II yang berfungsi untuk mengatur temperatur aliran kecap dalam pipa dapat bekerja lebih efisien dibanding dengan Temperature Control System tipe I. Terbukti dari proses pre-heating yang hanya 20 menit dapat mencapai temperatur 33°C-34°C. Padahal pada Temperature Control System tipe I, untuk mencapai temperatur 33°C-34°C dibutuhkan proses pre-heating selama 40 menit. Tabel 5.1 merupakan tabel perbandingan hasil rancangan antara Temperature Control System tipe I dengan Temperature Control System tipe II.
commit to user V-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 5.1 Perbandingan hasil rancangan pada Temperature Control System tipe I dan Temperature Control System tipe II No. 1
2
Aspek Temperature Control pembanding System tipe I Case Terdapat kebocoran sistem pada case Temperature Control System tipe I karena case tidak dapat menutup rapat serta engsel yang ada pada case kecil dan hanya dipasang pada kedua ujung case yang menyebabkan adanya celah pada bagian case sehingga case banyak diberi perapat. Namun pemberian perapat ini tidak rata. Selain itu, pada bagian sisi ujung di kedua pipa tidak rapi dan masih terdapat celah karena pipa paralon yang dijadikan sebagai tempat untuk meletakkan pipa besi tidak sesuai dengan ukuran diameter pipa besi.
Inlet
Inlet mudah meleleh pada saat Temperature Control System dioperasikan karena isolasi panas yang terdapat dalam inlet hanya berupa kertas panas yang tipis.
commit to user V-2
Temperature Control System tipe II Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara fungsionalitas, case yang berfungsi sebagai pembungkus sistem dapat menjaga kalor yang dihasilkan dari sistem. Hal ini terbukti dari kebocoran sistem akibat case yang tidak dapat menutup rapat, engsel yang terlalu kecil dan adanya celah pada sisi ujung di kedua pipa yang dapat diminimalkan. Selain itu, case mudah untuk perawatannya karena perapat direkatkan hanya pada satu sisi case sehingga case dapat dibuka dan ditutup. Namun terdapat kekurangan berupa pemasangan perapat yang terlalu tebal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara fungsionalitas, inlet yang berfungsi sebagai tempat elemen pemanas dapat menahan panas yang dihasilkan dari elemen pemanas ketika sistem sedang dijalankan. Isolasi panas yang terdapat dalam inlet ini mudah perawatannya, karena materialnya yang tebal dan tidak mudah robek.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lanjutan Tabel 5.1 Perbandingan hasil rancangan pada Temperature Control System tipe I dan Temperature Control System tipe II Aspek pembanding Saluran pembuangan udara panas (exhaust)
Temperature Control System tipe I Isolasi panas terbuat dari aluminium foil yang tipis serta throttle yang ada pada exhaust (saluran pembuangan udara panas) tidak dapat diatur secara akurat.
4
Isolasi panas case
Serat fiber yang digunakan untuk pelapis sangat tipis dan pada bagian yang dilapisi dengan aluminium foil banyak permukaan yang robek.
5
Pipa untuk mengalirkan fluida viscous (kecap)
Permukaannya kasar sehingga apabila sirip dipasang pada pipa, kontak yang terjadi antara pipa dengan sirip tidak sempurna.
No 3
commit to user V-3
Temperature Control System tipe II Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara fungsionalitas, exhaust dapat menjalankan fungsinya sebagai saluran pembuangan udara dari sistem apabila temperatur tinggi. Selain itu, throttle pada exhaust dapat diatur secara akurat, yaitu throttle dapat membuka sempurna dan menutup dengan rapat. Namun masih terdapat kekurangan berupa throttle yang belum dapat membuka dan menutup secara otomatis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara fungsionalitas, isolasi panas yang terdapat pada Temperature Control System tipe II dapat menyerap panas dari sistem yang dihasilkan. Terbukti pada saat sistem dijalankan, permukaan luar case tidak panas. Selain itu isolasi panas yang terdapat pada Temperature Control System tipe II mudah untuk perawatannya karena tidak mudah robek. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pipa untuk mengalirkan fluida viscous (kecap) terdapat kontak yang sempurna dengan sirip, terbukti dari sirip yang dapat menempel sempurna pada pipa.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lanjutan Tabel 5.1 Perbandingan hasil rancangan pada Temperature Control System tipe I dan Temperature Control System tipe II No 6
Aspek Temperature Control pembanding System tipe I Fin (sirip) Terbuat dari plat aluminium tipis berukuran 0,15 mm yang menyebabkan sirip mudah bengkok dan mudah patah.
7
Klem sirip
pada Klem yang terdapat pada Temperatur Control System tipe I mempunyai spesifikasi mudah berkarat.
8
Klem yang digunakan untuk case luar
Terlalu tebal dan kaku serta tidak fleksibel sehingga apabila digunakan untuk mengunci case maka case Temperature Control System tidak dapat menutup dengan rapat.
commit to user V-4
Temperature Control System tipe II Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara fungsionalitas, fin (sirip) yang berfungsi untuk meningkatkan efisiensi panas dapat menaikkan temperatur mencapai 33°C 34°C karena materialnya mempunyai konduktivitas tinggi. Selain itu sudut pada sirip dapat dijaga konsistennya karena materialnya mempunyai dimensi yang tebal. Namun, terdapat kekurangan akibat adanya penggantian material sirip, yaitu Temperature Control System tipe II lebih berat jika dibandingkan dengan Temperature Control System tipe I. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi perkaratan pada klem Temperature Control System tipe II walaupun sudah melalui tahap pengujian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa klem yang digunakan untuk case luar pada Temperatur Control System tipe II dapat mengunci case dengan rapat karena terbuat dari perekat yang tipis dan tidak kaku sehingga dapat menyesuaikan dengan bentuk case.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lanjutan Tabel 5.1 Perbandingan hasil rancangan pada Temperature Control System tipe I dan Temperature Control System tipe II Aspek Temperature Control pembanding System tipe I Elemen Konsumsi daya 1600 watt pemanas yang terdapat pada elemen pemanas belum dapat mencukupi energi pemanasannya karena panas yang dihasilkan dari elemen pemanas hanya diawal.
No 9
Temperature Control System tipe II Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara fungsionalitas, elemen pemanas yang berfungsi untuk menghasilkan panas dapat dicapai, terbukti dengan konsumsi daya yang hanya 1400 watt dan preheating 20 menit sudah dapat menaikkan temperatur hingga mencapai 33°C 34°C. Namun terdapat kekurangan berupa temperatur yang dihasilkan pada saat proses pre-heating belum bisa mencapai panas hingga 90°C.
Tabel 5.1 mentransformasikan perbandingan rancangan Temperature Control System tipe I dan Temperature Control System tipe II setelah dilakukan perbaikan. Namun, masih terdapat beberapa kekurangan pada rancangan Temperatur Control System tipe II, diantaranya pemasangan perapat yang terlalu tebal, throttle pada exhaust yang belum dapat membuka dan menutup secara otomatis, temperatur yang dihasilkan pada saat proses pre-heating belum bisa mencapai panas hingga 90°C dan over weight pada Temperature Control System tipe II. 5.1.2 Analisis Hasil Pengujian Analisis hasil pengujian terdiri dari analisis proses pre-heating, analisis pengujian kinerja sistem keseluruhan dan analisis pengujian sistem secara parsial. Berikut adalah hasil pengujian Temperature Control System tipe II. 1. Analisis proses pre-heating, Proses pre-heating pada penelitian ini terdiri dari pre-heating dengan menggunakan sirip dan pre-heating tanpa to menggunakan sirip. commit user V-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 5.1 menunjukkan grafik pengujian proses pre-heating menggunakan sirip.
Gambar 5.1 Grafik pengujian pre-heating menggunakan sirip Titik pengukuran pengujian pre-heating dengan menggunakan sirip diperoleh hasil bahwa titik yang paling tinggi pada pengujian ini adalah pada exhaust di menit ke-20 yaitu sebesar 54,5°C. Panas yang dihasilkan pada exhaust ini lebih tinggi dibandingkan dengan titik yang lainnya karena mendapat udara dari hembusan elemen pemanas 1, elemen pemanas 2, elemen pemanas 3, maupun elemen pemanas 4. Sedangkan hasil pengujian pre-heating tanpa menggunakan sirip ditunjukkan pada gambar 5.2.
commit to user tanpa menggunakan sirip Gambar 5.2 Grafik pengujian pre-heating V-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pre-heating pada pengujian ini dikondisikan sama dengan pre-heating menggunakan sirip, yaitu throttle sama-sama ditutup. Namun pada pengujian preheating ini, Temperature Control System dikondisikan tanpa menggunakan sirip. Tujuannya adalah untuk mengetahui performansi Temperature Control System jika dalam keadaan tanpa sirip apakah dapat mencapai temperatur optimum pada range 33°C-34°C. Dari ke-7 titik pengukuran pengujian pre-heating tanpa menggunakan sirip diperoleh hasil bahwa titik yang paling tinggi pada pengujian ini adalah pada exhaust pada menit ke-20 yaitu sebesar 52,5°C. Seperti pada pengujian pre-heating dengan menggunakan sirip, panas yang dihasilkan exhaust pada pengujian pre-heating tanpa menggunakan sirip ini lebih tinggi dibandingkan dengan titik yang lainnya karena mendapat udara dari hembusan elemen pemanas 1, elemen pemanas 2, elemen pemanas 3, maupun elemen pemanas 4. Jika dibandingkan antara kondisi menggunakan sirip dengan kondisi tanpa menggunakan sirip, temperatur yang dihasilkan oleh Temperature Control System pada saat proses pre-heating lebih tinggi pada saat menggunakan sirip. Hal ini terjadi karena pada kondisi menggunakan sirip, sistem mendapatkan tambahan kalor dari sirip sedangkan pada kondisi tanpa sirip, sistem hanya mendapat kalor dari elemen pemanas saja. Namun jika dilihat dari temperatur yang dihasilkan pada proses pre-heating, temperatur pada proses pre-heating Temperature Control System tipe I lebih tinggi daripada temperatur yang dihasilkan pada Temperature Control System tipe II. Hal ini karena daya yang digunakan pada Temperature Control System tipe I lebih besar dibandingkan dengan daya yang digunakan untuk Temperature Control System tipe II. Selain itu kalor yang dihasilkan oleh Temperature Control System tipe II diserap oleh isolasi panas akibat material yang mempunyai kecenderungan untuk menyerap panas lebih besar dibandingkan dengan isolasi panas yang ada pada tipe I. 2. Analisis pengujian kinerja sistem keseluruhan, Analisis
pengujian
kinerja
sistem
keseluruhan
berupa
pengujian
Temperature Control System dengan menggunakan sirip dan pada kondisi throttle ditutup. Pengujian dengan kondisi seperti ini telah dilakukan pada penelitian commit to user Temperature Control System tipe I dengan menggunakan larutan CMC. Data V-7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pengujian menggunakan sirip dengan kondisi throttle ditutup pada Temperature Control System tipe I, ditunjukkan pada gambar 5.3.
Gambar 5.3 Grafik pengujian dengan menggunakan sirip dan throttle ditutup pada temperature control system Sedangkan untuk hasil pengujian Temperature Control System tipe II dengan menggunakan sirip dan pada kondisi throttle ditutup ditunjukkan pada gambar 5.4.
Gambar 5.4 Grafik pengujian dengan menggunakan sirip dan throttle ditutup commit to user V-8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 5.3 dan 5.4 hasil pengujian menggunakan sirip dan throttle ditutup pada Temperature Control System tipe I diperoleh hasil bahwa temperatur target optimum pada range 33°C-34°C dapat dicapai pada saat pertama kali CMC masuk ke dalam Temperature Control System (Gambar 5.3). Namun terdapat beberapa titik yang mempunyai temperatur
keluaran di luar area optimal.
Sedangkan pada pengujian Temperature Control System tipe II menunjukkan bahwa pada menit pertama, temperatur target optimum pada range 33°C-34°C belum dapat dicapai (Gambar 5.4). Hal ini dikarenakan larutan CMC yang telah menerima kalor dari Temperature Control System dan mencapai target temperatur kehilangan kalor akibat kalor diserap oleh pipa galvanis yang tidak tertutup Temperature Control System. Pada dasarnya pipa galvanis tersebut sudah diberi lateks sebagai isolator yang berfungsi untuk meminimalkan kalor yang terbuang karena pengaruh faktor lingkungan. Namun kenyataannya pengaruh faktor lingkungan sangat kuat, sehingga pada awal pengujian, sistem kehilangan kalor karena diserap oleh pipa galvanis. Selain itu, daya yang ada pada elemen pemanas Temperature Control System tipe II diganti dengan daya yang lebih kecil dari elemen pemanas Temperature Control System tipe I. Pergeseran range temperatur pada tipe II meningkat pada menit ke-30. Hal ini disebabkan karena perubahan karakteristik larutan fluida. Fluida yang dipompa dan digunakan secara berulang mempengaruhi tingkat kekentalan dan kemampuannya dalam menyerap kalor. Selain itu, exhaust dari konstruksi yang tertutup rapat juga mengakibatkan temperatur terus meningkat. Untuk mencegah kenaikan temperatur yang tinggi maka Temperature Control System dilengkapi dengan fan sebagai pendingin dan throttle yang dapat dibuka hingga temperatur stabil kembali. 3. Analisis pengujian kinerja sistem secara parsial, Analisis pengujian kinerja sistem secara parsial digunakan untuk membandingkan performansi Temperature Control System jika dalam keadaan menggunakan sirip namun throttle dalam keadaan dibuka, tanpa sirip dan throttle dalam keadaan ditutup serta tanpa sirip dan throttle dalam keadaan dibuka. commit to user V-9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
a. Pengujian dengan menggunakan sirip dan throttle dibuka
Gambar 5.5 Grafik pengujian dengan menggunakan sirip dan throttle dibuka Pada
pengujian
dengan
menggunakan
sirip
dan
throttle
dibuka
menunjukkan bahwa temperatur target optimum pada range 33°C-34°C tidak dapat dicapai (Gambar 5.5). Hal ini dikarenakan kondisi sirip yang lebih baik akibat material yang ada pada sirip lebih tebal sehingga sudut bisa dijaga konsistennya yang menyebabkan aliran lebih lancar dan pada waktu exhaust dibuka kalor yang keluar melalui exhaust terbuang dengan lancar. Pada kondisi awal setelah dilakukan proses pre-heating, temperatur yang dihasilkan oleh pengujian menggunakan sirip dengan throttle dibuka ini memiliki output temperatur yang sama dengan pengujian pada kondisi menggunakan sirip dan throttle ditutup. Namun dengan kondisi throttle yang dibuka maka semakin lama temperatur semakin mengalami penurunan karena sistem kehilangan kalor. Pergeseran range temperatur juga menurun pada menit ke-52. Hal ini disebabkan karena kalor yang dihasilkan pada Temperature Control System semakin lama semakin menghilang dengan kondisi throttle yang dibuka karena panas dari elemen pemanas dan sirip langsung keluar menuju throttle.
commit to user V-10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Pengujian tanpa menggunakan sirip dan throttle ditutup
Gambar 5.6 Grafik pengujian tanpa menggunakan sirip dan throttle ditutup Hasil pengujian Temperature Control System tanpa menggunakan sirip dan throttle ditutup menunjukkan bahwa temperatur target optimum pada range 33°C34°C tidak dapat dicapai. Pada menit awal hingga menit ke-5, temperatur yang dihasilkan oleh Temperature Control System mencapai 30,9°C namun pada menit ke-5 hingga menit seterusnya, temperatur semakin mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan sirip yang ada pada Temperature Control System dilepas sehingga larutan CMC hanya menerima kalor dari elemen pemanas saja. c. Pengujian tanpa menggunakan sirip dan throttle dibuka
Gambar 5.7 Grafik pengujian tanpa sirip dan throttle commit to menggunakan user dibuka V-11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Hasil pengujian Temperature Control System tanpa menggunakan sirip dan throttle dibuka menunjukkan bahwa temperatur target optimum pada range 33°C34°C tidak dapat dicapai (Gambar 5.7). Hal ini dikarenakan sistem kehilangan kalor karena sirip yang ada pada Temperature Control System dilepas dan throttle pada exhaust dibuka sehingga kalor yang dikeluarkan dari elemen pemanas hilang dengan kondisi throttle yang dibuka karena panas dari elemen pemanas langsung keluar menuju throttle. 5.2 INTERPRETASI HASIL PENELITIAN Temperature Control System dibuat untuk meningkatkan dan menjaga temperatur fluida hingga mencapai temperatur 33°C-34°C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada rancangan Temperatur Control System tipe II masih terdapat beberapa kekurangan, diantaranya pemasangan perapat yang terlalu tebal, throttle pada exhaust yang belum dapat membuka dan menutup secara otomatis, temperatur yang dihasilkan pada saat proses pre-heating belum bisa mencapai panas hingga 90°C dan over weight pada Temperature Control System tipe II. Pengujian Temperatur Control System tipe II menunjukkan bahwa proses pre-heating dengan waktu 20 menit pada pengujian kinerja sistem keseluruhan, yaitu pada kondisi Temperature Control System menggunakan sirip dan throttle ditutup dapat menaikkan dan menjaga temperatur dari temperatur awal 28°C. Pada kondisi awal Temperature Control System belum dapat menaikkan temperatur karena kalor diserap oleh pipa galvanis yang tidak tertutup oleh Temperature Control System terlalu panjang. Namun pada menit pertama, Temperature Control System dapat meningkatkan temperatur fluida dari temperatur awal 28°C menjadi 33°C. Sedangkan untuk pengujian sistem secara parsial yang berupa pengujian pada kondisi menggunakan sirip dengan throttle dibuka, pengujian tanpa menggunakan sirip dengan throttle ditutup dan pengujian tanpa menggunakan sirip dengan throttle dibuka maka diperoleh hasil bahwa temperatur target optimum pada range 33oC-34oC tidak dapat dicapai karena sistem terlalu banyak kehilangan kalor akibat kondisi throttle yang dibuka dan tidak adanya sirip yang berfungsi untuk meningkatkan efisiensi panas. commit to user V-12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini menjelaskan tentang kesimpulan mengenai hasil perancangan konstruksi Temperature Control System tipe II setelah dilakukan perbaikan. Sedangkan saran berisi tentang hal-hal yang harus dipertimbangkan bagi pengembangan Temperature control system tipe selanjutnya. 6.1 KESIMPULAN Hasil penelitian mengenai Temperature control system tipe II dapat diambil kesimpulan, sebagai berikut: 1. Temperature control system tipe II menghasilkan rancangan yang memiliki sirip yang terbuat dari tembaga, isolasi panas yang terbuat dari aluminium, throttle pada exhaust serta case yang dapat menutup rapat, klem pengunci sirip yang tidak cepat korosi dan kebutuhan daya elemen pemanas yang diturunkan dari 1600 watt menjadi 1400 watt namun dapat menaikkan temperatur. 2. Hasil pengujian Temperatur Control System dengan menggunakan CMC sebagai pengganti kecap dan dengan pre-heating 20 menit dapat menaikkan temperatur pada range 33oC-34oC dari kondisi awal 28oC. 3. Pengujian secara parsial menunjukkan bahwa faktor keberadaan sirip dan bukaan throttle mempengaruhi kinerja Temperature Control System. 6.2 SARAN Saran yang dapat diberikan untuk pengembangan penelitian Temperature Control System tipe selanjutnya, sebagai berikut: 1. Pemberian perapat pada case Temperature Control System tipis dan rata. 2. Pada penelitian selanjutnya dapat dirancang sebuah throttle yang dapat membuka dan menutup secara otomatis sehingga sistem selalu dalam keadaan temperatur optimal pada range 33°C-34°C. 3. Penggantian tipe elemen pemanas yang mempunyai daya lebih kecil namun mempunyai kemampuan untuk memanaskan lebih baik dari elemen pemanas commit to user VI-1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
yang ada saat ini sehingga dapat mencapai panas hingga 90°C pada saat proses pre-heating. 4. Pada penelitian selanjutnya dapat dilakukan penggantian material sirip yang mempunyai berat material lebih ringan, namun konduktivitas termalnya tinggi supaya tidak terjadi over weight pada Temperature Control System.
commit to user VI-2