perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SIMULASI TEMPERATURE CONTROL SYSTEM PADA INTERNAL FLOW FLUIDA VISCOUS DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD (COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS) Studi Kasus Temperature Control System Tipe II untuk Lini Produksi Kecap PT. Lombok Gandaria
Skripsi
YULIA PUTRI DAMAYANTI I 1307060
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2012
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
SIMULASI TEMPERATURE CONTROL SYSTEM PADA INTERNAL FLOW FLUIDA VISCOUS DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD (COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS) Studi Kasus Temperature Control System Tipe II untuk Lini Produksi Kecap PT. Lombok Gandaria
Skripsi Sebagai Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
YULIA PUTRI DAMAYANTI I 1307060
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2012
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah swt. atas berkat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi ini. Shalawat serta salam kepada Rasulullah Muhammad SAW, Al Amin suri tauladan kita. Dalam proses penyusunan laporan ini, Penulis banyak dibantu oleh pihak-pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah memberikan bantuan dan dukungan yang sangat berharga. Oleh karena itu, pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak dan ibu, kedua orang tua tercinta yang selalu memberikan semangat, dukungan, doa, perhatian, kasih sayang, dan nasehat untuk selalu sabar atas setiap persoalan di perjalanan hidupku. 2. Eka Hati Cakra Jaya, satu-satunya kakak laki-lakiku yang selalu memberikan dorongan dalam menyelesaikan skripsi serta Sugesti Sri Linuwih, kakak perempuanku tersayang yang telah memberikan pencerahan ketika galau saat bimbingan, dan si kecil Akila Putri Cakra Jaya yang selalu memberikan keceriaan lewat senyum manisnya. 3. Simbah Uti yang senantiasa memberikan doa-doa terbaiknya untukku. 4. Keluarga besar yang tak henti-hentinya membantu dan mendukung. 5. Bapak Dr. Cucuk Nur Rosyidi, ST, MT selaku Ketua Jurusan Teknik Industri atas segala fasilitas yang diberikan selama masa perkuliahan. 6. Bapak Ilham Priadythama, ST, MT dan Ibu Ari Diana Susanti, ST, MT selaku dosen pembimbing skripsi I dan dosen pembimbing skripsi II yang selalu membimbing, memberikan wawasan dan motivasi selama penyusunan laporan skripsi. 7. Bapak Wakhid Ahmad Jauhari, ST, MT dan Bapak Roni Zakaria, ST, MT selaku dosen penguji skripsi I dan dosen penguji skripsi II yang memberikan kritik dan saran untuk perbaikan laporan skripsi. 8. Bapak Wakhid Ahmad Jauhari, ST, MT selaku Pembimbing Akademis, atas segala bimbingan dan nasehatnya selama ini. 9. Segenap Dosen-Dosen Teknik Industri Universitas Sebelas Maret atas user yang telah banyak membantu. pendidikan yang diberikan dancommit seluruhtostaf-staf
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10. Dian Noor Rahmad, sahabat yang selalu menunjukkan bahwa apapun yang terjadi air harus terus mengalir. Terima kasih atas setiap waktu yang selalu tersedia ketika perlu tempat lain saat kredit masalah memenuhi catatan memori otak kecil. 11. Sahabat-sahabatku
tersayang
Dwi
Tristiyanti
Murdaningsih,
Moch.
Awaluddin Burhani, dan Ida Tri Sabekti, karena semangat dan dukungan kalian kata menyerah itu tak sempat mampir. Kalian sahabat terbaikku. 12. Asnia Ervita, sahabat sekaligus kakak. Thank’s a lot for all my sist!! Arigatou Gozaimashita. 13. Teman seperjuangan dalam menghadapi suka duka skripsi Wahyu Prabawati Putri Handayani dan Yulian Chossa Pratama, terima kasih atas segala dukungannya. 14. Mbak Putri yang selalu menemani dalam galau, resah, dan lemah semangat. Akhirnya skripsiku selesai. 15. Miftahur Rosyad yang memberikan banyak nasehat ketika galau, resah, dan gelisah datang menyapa. 16. Mas Rully, terima kasih untuk segala bantuannya. 17. Sahabat-sahabatku di Teknik Industri, mbak Putri, Miftah, Witjak, Indra, Tiwi, Sally, Ajeng, Zakiah, Yustin, Siwi, Nurul, Sustika, Diah, Ebi, Nanung, Catur, Yopie terimakasih atas kebersamaan dan dukungannya selama ini. I’ll always miss u all..! 18. Teman-teman seperjuangan di periode seminar dan sidang yang sama Warih, Indra, Tiwi, Endah, Winarno, Novi, Hendy, Toto, Catur, Michan, Sally, Miftah, Wulan, Agung, Terima kasih untuk kebersamaan di depan Jurusan, informasi-informasi, dan semua-muanya. 19. Teman-teman Teknik Industri Non Reguler 2007, Beni, Acik, Filina, Witjak, Indra, Yopie, Miftah, Monica, Catur, Rani, Rina, Ajeng, Siwi, Aris, Bayu, Ebi, Bobo, David, Desi, Diah, Mita, Nanung, Novi, Nurul, Sally, Pendi, Slamet, Silmie, Vincent, Sustika, Putri, Yustin, Zakiah atas segala kenangan indah dan kehidupan kampus yang penuh warna. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20. Teman-temanku angkatan 2007 di Teknik Industri, yang telah bersama-sama berjuang dalam menyelesaikan studi Strata 1. Semoga persahabatan kita selalu terjaga dalam ikatan ukhuwah yang indah. 21. Seluruh keluarga besar Teknik Industri, yang tidak dapat disebutkan satu per satu. 22. Saudara-saudaraku di SKI FT, especially PHT 2007 (Rahma, Arum, Wulan, Tiara, Mita, Lisa, Ratna, et.al) terima kasih atas doa dan semangatnya. Semoga ukhuwah kita tetap terjaga dan semakin erat. 23. Keluarga kedua di kos especially Yuli dan Rizky terima kasih atas semangatnya selama ini, dan juga untuk Tira, Mimi, Mbak Nani, Sri, Ika, Santi, Widya, Nana, Dian. 24. Ariani dan Tyas teman yang sangat membantu dalam mencarikan software Fluent yang membuat pusing. Terima kasih atas bantuannya semoga suatu saat nanti dapat kuucapkan terima kasih secara langsung. 25. Semua pihak yang belum tertulis di atas, yang telah banyak membantu dalam proses pengerjaan skripsi ini. Akhir kata Penulis berharap semoga laporan skripsi ini dapat berguna bagi Penulis pribadi, bagi Jurusan Teknik Industri dan untuk siapa saja yang membutuhkan. Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih jauh dari sempurna karena segala keterbatasan yang ada. Oleh sebab itu, dengan segenap kerendahan hati Penulis menerima saran dan kritik untuk perbaikan atas kekurangan yang ada.
Surakarta, Maret 2012
Penulis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Yulia Putri Damayanti, I1307060, SIMULASI TEMPERATURE CONTROL SYSTEM PADA INTERNAL FLOW FLUIDA VISCOUS DENGAN MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK CFD (COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS) STUDI KASUS TEMPERATURE CONTROL SYSTEM TIPE II UNTUK LINI PRODUKSI KECAP PT. LOMBOK GANDARIA. Skripsi. Surakarta: Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Januari 2012. Permasalahan yang terjadi pada sistem yang sangat kompleks biasanya diselesaikan dengan menggunakan simulasi dengan model numerik. Temperature Control System tipe II adalah penyempurnaan rancangan dari Temperature Control System (TCS) sebelumnya. Permasalahan pada Temperature Control System tipe II adalah kondisi kecap yang tidak dapat diprediksi ketika mengalir di sepanjang Temperature Control System dan ketika kecap mengalir keluar dari sistem. Penelitian dilakukan dengan membuat simulasi Temperature Control System tipe II untuk mengetahui performansi TCS sehingga dapat disempurnakan pada pengembangan selanjutnya. Penelitian menggunakan CFD (Computational Fluid Dynamics) dengan aplikasi Fluent 6.3 26. Aplikasi Fluent memiliki tiga tahap. Tahap pertama adalah preprocessing yaitu tahap membuat model. Tahap kedua adalah solving CFD yaitu tahap untuk mencari solusi dan menghitung model. Tahap terakhir adalah postprocessing CFD yaitu tahap untuk menampilkan hasil berupa gambar, kurva, dan animasi. Hasil simulasi menampilkan distribusi temperatur dan kecepatan aliran udara di dalam case dan fluida CMC di dalam pipa. Hasil tersebut ditemukan bahwa temperatur pada permukaan pipa masih belum homogeny dan hanya area kecil yang menyerap panas secara baik. Dari simulasi, juga dapat diketahui bahwa mengurangi diameter case dapat meningkatkan performansi dari Temperature Control System.
Kata Kunci : temperature control, fluida viscous, internal flow, computational fluid dynamics xix + 75 halaman; 2 tabel; 34 gambar Daftar Pustaka: 23 (1984 - 2010)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Yulia Putri Damayanti, I1307060, SIMULATION OF TEMPERATURE CONTROL SYSTEM ON THE INTERNAL FLOW OF VISCOUS FLUID USING CFD (COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS) SOFTWARE CASE STUDY TEMPERATURE CONTROL SYSTEM TYPE II IN KETCHUP PRODUCTION LINE PT. LOMBOK Gandaria. Final Assigment. Surakarta: Industrial Engineering Department, Faculty of Engineering, Sebelas Maret University, March 2012. Problems that happen on a very complex system ususally solve by using simulation with numerical models. Temperature Control System type II is an improvement design of previous Temperature Control System. Problem in the Temperature Control System type II is an uncertain condition of ketchup whether it was flowing through Temperature Control System or when it flowing out of the system. The research done by creating simulation of Temperature Control System type II in order to determine its performance so that it can be improved on the next development. The research used CFD (Computational Fluid Dynamics) with Fluent 6.3 26 application. Fluent application has three steps. The first is preprocessing, in the step is making model. The second is solving CFD, in the step for searching solution and counting model. And the last is postprocessing CFD, in the step to show the result, that is a picture, curve, and animation. The simulations can show temperature distribution and flow velocity of air in the case and CMC fluid in the pipe. It could be found that the temperature on the pipe surface was still not homogeneous and only small area acquired good heating. From the simulation, it also could be found that a reduction of case diameter can improve the overall performance of Temperature Control System.
Keywords : temperature control, fluida viscous, internal flow, computational fluid dynamics xix + 75 pages; 2 tables; 34 images References: 23 (1984 - 2010)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL…………………………………………………………
i
LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………..…
ii
LEMBAR VALIDASI………………………………………………..……
iii
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH………… SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………………
iv v
KATA PENGANTAR………………………………………………..……… ABSTRAK……………………………………………………..………..……
vi ix
ABSTRACT………………………………………………………………… DAFTAR ISI ……………………………………………………..………..
x xi
DAFTAR TABEL………………………………………………..………… DAFTAR GAMBAR..…………………………………………..…….…..…
xiv xv
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN
I
-1
1.1
Latar Belakang Masalah…………………………………..
I
-1
1.2
Perumusan Masalah…………………………………..……
I
-3
1.3
Tujuan Penelitian…………………………………..…….…
I
-3
1.4
Manfaat Penelitian…………………………………..…….
I
-3
1.5
Batasan Masalah…………………………………..…….…
I
-3
1.6
Asumsi…………………………………..…….…..………
I
-4
1.7
Sistematika Penulisan…………………………………..…
I
-4
TINJAUAN PUSTAKA
II
-1
2.1
Simulasi…………………………………..…….…..………
II
-1
2.1.1 Sistem Simulasi…………………………………..…
II
-1
2.1.2 Pemodelan Sistem…………………………………..
II
-2
2.1.3 Sistem Diskret dan Kontinyu…………………………
II
-4
Metode Numeris…………………………………..…….…
II
-5
2.2.1 Tahap-tahap Memecahkan Persoalan Secara Numeris
II
-7
2.2.2 Simulasi Numeris Pada Dinamika Fluida……………
II
-8
Meshing…………………………………..…….…..………
II
-9
2.3.1 Meshing di Bidang 2D………………………………
II
-9
2.3.2 Meshing di Bidang 3D………………………………
II
- 10
Perpindahan Panas…………………………………..……. commit to user
II
- 12
2.2
2.3
2.4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.4.1 Perpindahan Panas Secara Konduksi, Konveksi,
2.5
2.6
2.7
BAB III
Radiasi………..………..………..………..…………
II
- 12
Mekanika Fluida…………………………………..…….…
II
- 13
2.5.1 Definisi Fluida…………………………………..……
II
- 13
2.5.2 Kerapatan Massa (ρ) …………………………………
II
- 14
2.5.3 Kekentalan (Viskositas) suatu Fluida………………… II
- 15
2.5.4 Laju Aliran Fluida…………………………………….
II
- 15
2.5.5 Aliran Fluida dalam Pipa……………………………..
II
- 17
CFD (Computational Fluid Dynamics) ……………………
II
- 18
2.6.1 Proses Simulasi CFD…………………………………
II
- 19
2.6.2 Simulasi Fluent…………………………………..…… II
- 20
Kajian Pustaka…………………………………..…….…..
II
- 20
2.7.1 Penelitian Terdahulu…………………………………
II
- 20
2.7.2 State of The Art (SOTA) ……………………………
II
- 22
METODOLOGI PENELITIAN
III - 1
3.1
Identitas Penelitian…………………………………..…….
III - 1
3.2
Kerangka Pikir…………………………………..…….…..
III - 1
3.3
Metode Penelitian…………………………………..…….… III - 3 3.3.1 Tahap Studi Awal…………………………………..… III - 5
BAB IV
3.3.2 Tahap Pengumpulan dan Pengolahan Data…………
III - 6
3.3.3 Tahap Analisis dan Interpretasi Hasil………………
III - 8
3.3.4 Kesimpulan dan Saran………………………………
III - 8
PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
IV - 1
4.1
Identifikasi dan Deskripsi Permasalahan…………………
IV - 1
4.2
Pembuatan Simulasi CFD (Computational Fluid Dynamics) IV - 6 A. Processing CFD (Computational Fluid Dynamics) …… IV - 6 B. Solving CFD (Computational Fluid Dynamics) ………
IV - 8
C. Postprocessing CFD (Computational Fluid Dynamics)
IV - 11
4.3. Analisis Sistem dan Kinerja TCS (Temperature Control System) …………………………………………………… BAB V
ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL 5.1
Analisis Hasil Penelitian………………………………….. commit to user
IV - 17 V
-1
V
-1
perpustakaan.uns.ac.id
5.2 BAB VI
digilib.uns.ac.id
5.1.1 Analisis Hasil Simulasi………………………………
V
-1
5.1.2 Rekomendasi Perbaikan Rancangan TCS……………
V
-5
Interpretasi Hasil Penelitian………………………………
V
- 14
KESIMPULAN DAN SARAN
VI - 1
6.1
Kesimpulan…………………………………..…….…..…..
VI - 1
6.2
Saran…………………………………..…….…..…………
VI - 1
DAFTAR PUSTAKA
xix
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 4.1 Tabel data hasil pengukuran waktu pengisian udara pada kantung udara……………....……………....…………….... IV - 10 Tabel 5.1 Tabel hasil perlakuan rekomendasi sistem TCS…………… V
commit to user
-7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1
Cara Mempelajari Sistem ………………………………
Gambar 2.2 Gambar 2.3
Bidang Mesh Single Block dan Penggambaran Logika … II Bidang Mesh Double Block dan Penggambaran Logika II
Gambar 2.4 Gambar 2.5
Bidang Mesh Tidak Terstruktur ………………………… II Bidang Mesh dengan Grid yang hanya Memuat Tetrahedra………………………………………………
II
II
Gambar 2.9
Bidang Mesh dengan Grid yang Memuat Heksahedra, Piramid, dan Tetrahedral………………………………… II Mode Perpindahan Panas Konduksi, Konveksi, Radiasi .. II Kecepatan Parabolic di dalam Sebuah Jalan Lintasan Aliran Lingkaran ……………………………………….. II Saluran Terbuka dan Tertutup……………..………..…… II
Gambar 2.10 Gambar 2.11
Gambar Aliran Laminer dan Aliran Turbulen ………… II State of The Art (SOTA) Penelitian Temperature Control
Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8
System..………..……………………………………….. Gambar 3.1
II
-2 - 10 - 11 - 11 - 12 - 12 - 14 - 16 - 17 - 18 - 25
Gambar 3.2
Model Kerangka Pikir Penelitian..……………………… III - 2 Influence Diagram Penelitian………………………….… III - 3
Gambar 3.3
Metodologi Penelitian………………………….………... III - 4
Gambar 3.4
Tahap simulasi CFD Fluent………………………….…
III - 7
Gambar 4.1
Layout tangki, pipa, dan mesin filler (tampak atas) ……
IV - 1
Gambar 4.2
Temperature Control System Tipe I………..………..…
IV - 3
Gambar 4.3
Diagram sistem pemanasan kecap menggunakan Temperature Control System tipe I disesuaikan kondisi di PT. Lombok Gandaria..………..…… ..………..…….. IV - 3
Gambar 4.4
Diagram kerangka pikir pembuatan simulasi CFD pada Temperature Control System..………..…… ..………..… IV - 4
Gambar 4.5
Diagram penyelesaian proses fisik Temperature Control System menggunakan simulasi CFD..………..…… ..….. IV - 5
Gambar 4.6
Gambaran aliran udara pada Temperature Control System pada CAD..………..…… ..…….. ..………..…… IV - 7
Gambar 4.7
Gambar geometri Temperature Control System pada Gambit..………..…… ..…….. ..………..…… ..…….. .. commit to user
IV - 7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.8
Gambar mesh pipa pada Gambit..………..…… ..…….. .. IV - 7
Gambar 4.9
Kontur temperatur pada Temperature Control System..… IV - 12
Gambar 4.10
Kontur temperatur pada sirip di dalam case..………..…
Gambar 4.11
Kontur kecepatan aliran pada Temperature Control System..………..…… ..…….. ..………..…… ..…….. ..
IV - 14 IV - 15
Gambar 4.12
Kontur kecepatan aliran pada sirip ke-9 di dalam case….. IV - 16
Gambar 4.13
Kontur kecepatan aliran fluida di dalam pipa galvanis….. IV - 17
Gambar 5.1
Distribusi temperatur pada TCS..………..…… ..…….. .. V
-2
Gambar 5.2
Aliran kecepatan pada TCS..………..…… ..…….. .. ..… V
-2
Gambar 5.3
Penyebab distribusi temperatur dan kecepatan aliran udara kurang sempurna..………..…… ..…….. .. ..……
Gambar 5.4 Gambar 5.5 Gambar 5.6
V
-3
aliran udara di dalam case kurang sempurna..………..… V
-4
Potensi penyebab distribusi temperatur dan kecepatan Potensi penyebab distribusi temperatur dan kecepatan aliran fluida CMC di dalam pipa kurang sempurna..…… V
-5
Diagram sederhana sistem TCS………………………… V
-7
GAMBAR
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Simulasi merupakan suatu teknik meniru operasi-operasi atau prosesproses yang terjadi dalam suatu sistem dengan bantuan perangkat komputer dan dilandasi oleh beberapa asumsi tertentu sehingga sistem tersebut bisa dipelajari secara ilmiah (Law dan Kelton, 1991). Pada umumnya simulasi digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang sangat sulit diselesaikan dengan cara analisis, memiliki ukuran data dan kompleksitas yang tinggi, dan sangat sulit diimplementasikan secara langsung, karena biaya yang sangat tinggi. Dalam kasus seperti ini model dasar simulasi tersebut biasanya menggunakan model numerik. Menurut Chapra dan Canale (1991) metode numerik dapat digunakan apabila suatu persoalan tidak dapat diselesaikan dengan metode analitik terutama pada sistem yang sangat kompleks. Kasus pengaturan temperatur dari produk kecap menggunakan TCS (Temperature Control System) tipe I yang dilakukan Permatasari (2010) dapat dikategorikan kasus yang kompleks. Kasus ini tergolong tipe internal flow fluida viscous yang mana kecap kental mengalir di dalam pipa sementara pengaturan temperatur menggunakan kalor yang berasal dari luar pipa. Kinerja TCS saat ini masih belum sempurna dengan kemampuan pemanasan yang masih rendah. Rancangan Temperature Control System tipe I menggunakan elemen pemanas dengan daya 1600 watt, namun kalor yang masuk ke dalam sistem masih banyak yang hilang karena sistem isolasi yang belum sempurna. Temperature Control System tipe I menggunakan isolasi panas dari alumunium foil yang kurang dapat menahan kalor yang keluar dari sistem karena bahannya yang tipis. Material yang digunakan untuk sirip yaitu dari alumunium 0,15 mm, akan tetapi kurang dapat menahan kalor yang masuk ke dalam casing. Desain prototipe yang dirancang oleh Permatasari (2010) telah direkonstruksi ulang menjadi Temperature Control System tipe II di laboratorium P3 untuk lebih menyempurnakancommit kinerja toTemperature Control System. Beberapa user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pengembangan dari Temperature Control System tipe II yaitu menggunakan elemen pemanas dengan daya 1400 watt, akan tetapi mengganti isolasi panas yang digunakan pada Temperature Control System tipe I dengan menggunakan alumunium 0,3 mm dan meratakan celah pada case untuk dapat menahan kalor agar tidak keluar dari sistem. Material sirip juga diganti tembaga 0,5 mm untuk dapat lebih menahan kalor yang masuk ke dalam casing. Pada Temperature Control System, semua yang dialami kecap di dalam pipa tidak dapat diketahui secara pasti dan kondisi kecap saat keluar dari sistem juga tidak bisa diprediksi secara akurat. Dengan demikian, usaha perbaikan terhadap alat ini masih sulit dilakukan. Apabila dapat dilakukan, geometri alat tersebut masih mempertahankan desain yang lama. Karena permasalahan inilah maka diperlukan sebuah simulasi sistem yang diharapkan dapat memberikan informasi yang nantinya dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja TCS. Temperature Control System tipe II menjadi data awal untuk membuat simulasi dari Temperature Control System. Simulasi yang dihasilkan nantinya dapat digunakan untuk mengetahui kinerja dari alat tersebut. Informasi ini diperlukan untuk dapat meningkatkan lagi kinerja desain alat yang sudah ada, karena pada desain tersebut diduga masih akan terdapat pola aliran udara yang menyebabkan efektifitas alat ini masih belum optimum. Ada beberapa perangkat lunak simulasi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, diantaranya adalah tipe simulasi yang digunakan untuk keperluan sistem kontrol dengan fitur visualisasi yang sangat baik. Sayangnya, sistem ini mempunyai kelemahan yaitu tidak bisa digunakan untuk menganalisis karakteristik fluida secara detail, misalnya perangkat lunak simulasi Labview. Di samping itu, simulasi yang detail dalam hal menjelaskan informasi karakteristik fluida biasanya memiliki visualisasi yang kurang baik dan cenderung rumit dalam pembuatan modelnya, misalnya simulasi menggunakan Matlab. Atau simulasi yang dibuat sendiri dengan berbasis bahasa pemrograman tertentu. Salah satu tipe simulasi yang handal, baik dalam hal visualisasi dan penjelasan detail informasi karakteristik fluidanya adalah simulasi berbasis CFD (Computational Fluid Dynamics). CFD adalah ilmu yang mempelajari cara memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, dan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
fenomena lainnya dengan menyelesaikan persamaan-persamaan matematika, (Tuakia, 2008). Salah satu penelitian yang berhasil memanfaatkan simulasi berbasis CFD adalah penelitian yang dilakukan oleh Sudibyo, dkk. (2010). Penelitian ini membahas mengenai karakteristik turbin propeler head rendah sekaligus cara untuk meningkatkan aliran fluida pada alat tersebut. Hasil simulasi yang dilakukan menunjukkan karakteristik propeler yaitu kenaikan debit akan menaikkan putaran turbin, karena putaran sebanding dengan nilai daya, maka daya turbin juga akan semakin naik. Berdasarkan uraian yang telah diutarakan sebelumnya, penelitian ini memandang perlunya sebuah simulasi CFD (Computational Fluid Dynamics) untuk mengkaji karakteristik fluida serta memberikan rekomendasi untuk meningkatkan kinerja dari Temperature Control System yang telah dirancang oleh Permatasari (2010). Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk memperoleh rekomendasi perbaikan Temperature Control System pada internal flow fluida viscous.
1.2 PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana simulasi Temperature Control System pada internal flow fluida viscous untuk kecap menggunakan CFD (Computational Fluid Dynamics).
1.3 TUJUAN PENELITIAN Tujuan utama dari penelitian ini yaitu menghasilkan simulasi Temperature Control System pada internal flow fluida viscous untuk mengetahui karakteristik dan kinerja alat tersebut. Untuk mencapai tujuan utama tersebut, perlu dirumuskan tujuan-tujuan khusus sebagai berikut: 1. Memodelkan sistem fisik dari Temperature Control System pada internal flow fluida viscous. 2. Menganalisis sistem dan kinerja Temperature Control System pada internal flow fluida viscous. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1.4 MANFAAT PENELITIAN Manfaat yang yang diharapkan dari penelitian ini yaitu memperoleh rekomendasi untuk perbaikan alat Temperature Control System pada internal flow fluida viscous. Rekomendasi yang diperoleh digunakan untuk meningkatkan kinerja desain alat yang sudah ada (Temperature Control System tipe II) agar pemanasan yang terjadi di dalamnya dapat merata dan menghasilkan kecap sesuai temperatur yang diharapkan yaitu pada temperatur 33oC – 34oC.
1.5 BATASAN MASALAH Batasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Perangkat lunak yang digunakan untuk simulasi Temperature Control System pada internal flow fluida viscous adalah simulasi Fluent 6.3 26. 2. Fluida viscous yang digunakan adalah cairan CMC (Carboxymethyl Cellulosa) sebagai fluida untuk mewakili karakteristik kecap.
1.6 ASUMSI Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Adanya penyimpangan dimensi akibat instalasi penyambungan atau proses manufaktur diabaikan.
1.7 SISTEMATIKA PENULISAN Penulisan penelitian dalam laporan tugas akhir ini mengikuti uraian yang diberikan pada setiap lab yang berurutan untuk mempermudah pembahasannya. Pokok masalah dibagi menjadi enam bab yang dijelaskan di bawah ini. BAB I
: PENDAHULUAN Bab ini berisikan pendahuluan yang meliputi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, pembatasan masalah, dan sistematika penulisan.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka berisi mengenai landasan teori yang mendukung dan terkait langsung dengan penelitian yang akan dilakukan dari buku, jurnal penelitian, dantosumber commit user literature lain.
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III
digilib.uns.ac.id
: METODOLOGI PENELITIAN Pada metodologi penelitian diuraikan langkah penelitian yang merupakan gambaran kerangkan berpikir dalam melakukan penelitian dari awal sampai akhir.
BAB IV
: PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab IV berisi tentang data-data atau informasi yang diperlukan dalam menganalisis permasalahan yang ada, serta pengolahan data dengan menggunakan metode yang ditentukan.
BAB V
: ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Analisis berisi penjelasan dari output yang didapatkan pada tahapan pengumpulan dan pengolahan data, interpretasi hasil merupakan ringkasan singkat dari hasil penelitian.
BAB VI
: KESIMPULAN DAN SARAN Bagian kesimpulan dan saran berisi tentang kesimpulan yang diperoleh dari pengolahan data dan analisis yang telah dilakukan serta rekomendasi yang diberikan untuk perbaikan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan tinjauan pustaka yang memuat teori-teori relevan dan mendukung analisis serta pemecahan masalah yang terdapat pada penelitian ini.
2.1
SIMULASI Simulasi dapat diartikan sebagai suatu sistem yang digunakan untuk
memecahkan atau menguraikan persoalan-persoalan dalam kehidupan nyata yang penuh dengan ketidakpastian dengan tidak atau menggunakan model atau metode tertentu dan lebih ditekankan pada pemakaian komputer untuk mendapatkan solusinya, (Kakiay, 1970). Beberapa model dapat dikembangkan dengan cukup sederhana untuk diselesaikan menggunakan metode matematika. Beberapa solusi dapat dapat diperoleh dengan menggunakan kalkulus diferensial, teori probabilitas, metode aljabar, atau teknik matematika yang lain. Solusi ini biasanya mengandung satu atau lebih parameter numeris yang disebut performansi pengukuran sistem. Namun, banyak sistem di dunia nyata yang sangat kompleks dengan model pada sistem yang tidak mungkin diselesaikan dengan cara analitis. Dalam hal ini, numeris, simulasi berbasis komputer dapat digunakan untuk meniru perilaku sistem setiap waktu. Dari simulasi, data dikumpulkan sebagaimana sistem nyata yang sedang diobservasi. Simulasi ini menghasilkan data yang digunakan untuk memperkirakan ukuran dari performansi sistem (Banks, 2000).
2.1.1
Sistem Simulasi Dalam simulasi tak pernah lepas dari sebuah sistem. Sistem adalah
kumpulan objek yang saling berinteraksi dan bekerja sama untuk mencapai tujuan logis dalam suatu lingkungan yang kompleks, (Kakiay, 1970).. Di dalam mempelajari sistem dari suatu persoalan yang harus diselesaikan, diperlukan metode
ataupun
model
untuk
menguraikan
sistem
tersebut.
Apabila
memungkinkan maka analisis untuk menyelesaikan persoalan tersebut dapat dilakukan sepanjang persoalan itu dapat dievaluasi dan untuk melaksanakannya commit user tidak banyak membutuhkan waktu. Untuktokeperluan yang lebih mendalam, solusi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
analitis mungkin tidak dapat diperoleh, karena itu digunakan sistem simulasi. gambar 2.1 menunjukkan cara mempelajari simulasi.
Gambar 2.1 Cara Mempelajari Sistem Sumber : Law and Kelton, 1991
2.1.2
Pemodelan Sistem Ada
beberapa
cara
untuk
dapat
merancang,
menganalisis
dan
mengoperasikan suatu sistem. Salah satunya adalah dengan melakukan pemodelan. Model adalah alat yang sangat berguna untuk menganalisis maupun merancang sistem, (Kakiay, 1970). Model didefinisikan sebagai suatu deskripsi logis tentang bagaimana sistem bekerja atau komponen-komponen berinteraksi. Dengan membuat model dari suatu sistem maka diharapkan dapat lebih mudah untuk melakukan analisis. Hal ini merupakan prinsip pemodelan, yaitu bahwa pemodelan bertujuan untuk mempermudah analisis dan pengembangannya. Melakukan pemodelan adalah suatu cara untuk mempelajari sistem dan model itu sendiri dan juga bermacam-macam perbedaan perilakunya. 1. Eksperimen dengan sistem aktual dan eksperimen dengan model sistem. Jika suatu sistem secara fisik memungkinkan dan tidak memakan biaya yang besar untuk dioperasikan sesuai dengan kondisi ataupun skenario yang kita inginkan maka cara ini merupakan cara yang terbaik karena hasil dari eksperimen ini benar-benar sesuai dengan sistem yang dikaji. Namun sistem seperti itu jarang sekali ada dan penghentian operasi sistem untuk keperluan eksperimen akan commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
memakan biaya yang sangat besar. Selain itu untuk sistem yang belum ada atau sistem yang masih dalam rancangan maka eksperimen dengan sistem aktual jelas tidak bisa dilakukan sehingga satu-satunya cara adalah dengan menggunakan model sebagi representasi dari sistem aktual. 2. Model Fisik dan Model Matematis. Model fisik mengambil dari sebagian sifat fisik dari hal-hal yang diwakilinya, sehingga menyerupai sistem yang sebenarnya namun dalam skala yang berbeda. Walaupun jarang dipakai, model ini cukup berguna dalam rekayasa sistem. Dalam penelitian, model matematis lebih sering dipakai jika dibandingkan dengan model fisik. Pada model matematis, sistem direpresentasikan sebagai hubungan logika dan hubungan kuantitatif untuk kemudian dimanipulasi supaya dapat dilihat bagaimana sistem bereaksi. 3. Solusi Analitis dan Simulasi. Setelah model matematis berhasil dirumuskan, model tersebut dipelajari kembali apakah model yang telah dikembangkan dapat menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan tujuan mempelajari sistem. Jika model yang dibentuk cukup sederhana, maka relasi-relasi matematisnya dapat digunakan untuk mencari solusi analitis. Jika solusi analitis bisa diperoleh dengan cukup mudah dan efisien, maka sebaiknya diigunakan solusi analitis karena metode ini mampu memberikan solusi yang optimal terhadap masalah yang dihadapi. Tetapi seringkali model terlalu kompleks sehingga sangat sulit untuk diselesaikan dengan metoda-metoda analitis, maka model tersebut dapat dipelajari dengan simulasi. Simulasi tidak menjamin memberikan hasil yang optimal melainkan dijamin bahwa hasilnya mendekati optimal. Pada dasarnya model simulasi dikelompokkan dalam tiga dimensi yaitu (Law and Kelton, 1991) : a. Model Simulasi Statis dengan Model Simulasi Dinamis. Model simulasi statis digunakan untuk mempresentasikan sistem pada saat tertentu atau sistem yang tidak terpengaruh oleh perubahan waktu. Sedangkan model simulasi dinamis digunakan jika sistem yang dikaji dipengaruhi oleh perubahan waktu. b. Model Simulasi Deterministikcommit dengantoModel user Simulasi Stokastik.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Jika model simulasi yang akan dibentuk tidak mengandung variabel yang bersifat random, maka model simulasi tersebut dikatakan sebagi simulasi deterministik. Pada umumnya sistem yang dimodelkan dalam simulasi mengandung beberapa input yang bersifat random, maka pada sistem seperti ini model simulasi yang dibangun disebut model simulasi stokastik. c. Model simulasi Kontinu dengan Model Simulasi Diskrit. Untuk mengelompokkan suatu model simulasi apakah diskrit atau kontinu, sangat ditentukan oleh sistem yang dikaji. Suatu sistem dikatakan diskrit jika variabel sistem yang mencerminkan status sistem berubah pada titik waktu tertentu, sedangkan sistem dikatakan kontinu jika perubahan variabel sistem berlangsung secara berkelanjutan seiring dengan perubahan waktu. Model dapat diklasifikasikan menjadi matematik atau fisik. Model matematik menggunakan notasi simbol dan persamaan matematis untuk merepresentasikan sistem. Model simulasi adalah jenis tertentu dari model matematika pada sistem. Model simulasi dapat diklasifikan menjadi statis atau dinamis, deterministik atau stokastik, dan diskrit atau kontinu (Banks, 2000).
2.1.3
Sistem Diskrit dan Sistem Kontinu Sistem dapat dikategorikan sebagai diskrit dan kontinu (Banks, 2000).
Beberapa sistem dalam praktek sepenuhnya diskrit dan kontinu, tapi sejak satu tipe perubahan mendominasi sebagian besar sistem, ini biasanya akan memungkinkan untuk mengaklasifikasi sebuah sistem sebagai diskrit atau kontinu ( Law dan Kelton, 2000). Model diskrit dan kontinu didefinisikan secara analog. Namun, model simulasi diskrit tidak selalu menggunakan model sistem diskrit, begitu juga model simulasi kontinu tidak selalu menggunakan model sistem kontinu. Tank dan pipa adalah dimodelkan secara diskrit oleh beberapa vendor perangkat lunak, meskipun kita tahu bahwa fluida adalah kontinu. Pada kondisi tertentu, model simulasi bisa digabungkan antara diskrit dan kontinu. Pemilihan antara penggunaan diskrit atau kontinu model simulasi adalah fungsi karakteristik dari sistem dan tujuan penelitian (Banks, 2000).
2.1.4
Diagram pengaruh (Influence commitDiagram) to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Diagram pengaruh menggambarkan hubungan pengaruh antara input yang menuju sistem dan komponennya, antara komponen dari sistem, dan antara komponen dan output dari sistem, termasuk sistem performansi yang terukur. Dalam proyek OR/MS, hubungan pengaruh tersebut biasanya dapat diukur pada batas kuantitatif. Contohnya, kerapatan batas penyaring ozon mempengaruhi sinar uv yang mencapai mesosfer. Diagram pengaruh sama efektifnya dalam menggambarkan hubungan non kuantitatif, seperti keberadaan hutan yang masih perawan menambah kepuasan pengalaman turis yang mengunjungi wilayah hutan, atau parahnya luka yang diderita oleh pasien menyebabkan operasi membutuhkan waktu lebih lama (Daellenbach, 1994). Menurut Daellenbach (1994), diagram pengaruh memiliki beberapa notasi, diantaranya: 1. Tanda panah; mengindikasikan arah dari hubungan pengaruh, akan tetapi tidak menunjukkan kekuatan dari hubungan. 2. Awan; menggambarkan input yang tidak terkontrol atau data input dari lingkungan atau sistem yang lebih luas. Input dengan notasi awan hanya dapat memiliki tanda panah keluar dari input tersebut. 3. Kotak; menggambarkan input terkontrol dan sebagai timbale balik dari mekanisme kontrol. Notasi kotak sebagai input terkontrol hanya akan memiliki tanda panah keluar dari input tersebut sementara notasi kotak untuk mekanisme timbale balik akan memiliki tanda panah masuk dan keluar. 4. Lingkaran; menggambarkan sistem variabel untuk sistem komponen. Notasi lingkaran membutuhkan paling sedikit satu tanda panah masuk dan satu tanda panah keluar. 5. Oval; menggambarkan sistem output dan sistem performansi yang terukur. Notasi oval hanya dapat memiliki tanda panah masuk.
2.2
METODE NUMERIS Metode
numeris
adalah
teknik-teknik
yang
digunakan
untuk
memformulasikan masalah matematis agar mereka dapat dipecahkan dengan operasi perhitungan (Chapra & Canale, 1998). Metode numeris digunakan karena tidak semua permasalahan matematis commit to atau user perhitungan matematis dapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
diselesaikan dengan mudah. Bahkan dalam prinsip matematik, suatu persoalan matematis yang paling pertama dilihat adalah apakah persoalan itu memiliki penyelesaian atau tidak. Dengan metode numeris solusi yang diperoleh selalu mendekati solusi sesungguhnya sehingga dinamakan dengan solusi pendekatan namun solusi ini dapat dibuat seteliti yang diharapkan solusi pendekatan tidak tepat sama dengan solusi sesungguhnya, sehingga ada selisih disebut galat (error) (Chapra & Canale, 1998). Pada saat sebelum perkembangan teknologi informasi belum pesat seperti sekarang ini, ada dua cara pendekatan yang biasa digunakan jika suatu persoalan tidak bisa diselesaikan dengan metode analitis, yaitu : a. Solusi grafik dipakai untuk mencirikan suatu perilaku sistem, teknik ini kurang presisi karena sangat tergantung pada ketelitian penggambaran grafik. b. Metode numeris secara manual. Secara teori pendekatan ini dapat digunakan dengan baik untuk penyelesaian masalah yang rumit, namun pada kenyataannya seringkali menemui masalah. Masalah ini timbul biasanya karena kesalahan kecil dalam perhitungan, (Chapra & Canale, 1998). Komputer dan metode numeris memberikan suatu alternatif pemecahan dari masalah-masalah tersebut. Dengan menggunakan kemampuan komputer untuk mendapatkan solusi langsung, hampir semua persoalan dapat diselesaikan tanpa perlu penyederhanaan asumsi atau penggunaan teknik yang rumit. Selain mempercepat perhitungan numeris, dengan komputer kita dapat mencoba berbagai kemungkinan solusi yang terjadi akibat perubahan beberapa parameter dan kriteria error, (Chapra & Canale, 1998). Metode numeris sangat diperlukan karena beberapa alasan, yaitu: 1. Metode numeris adalah alat pemecahan masalah yang sangat kuat. Metode numeris mampu menangani sistem persamaan yang besar, nonlinier, dan geometri rumit yang tidak lazim dalam praktek keteknikan dan yang sering tidak mungkin dipecahkan secara analitis. 2. Metode numeris sering didasarkan pada pengetahuan tentang teori dasar yang mendasari metode. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Metode numeris membantu untuk dapat membuat program sendiri dalam menyelesaikan masalah tanpa harus membeli atau perangkat lunak dengan harga mahal. 4. Metode numeris merupakan sarana yang efisien untuk belajar menggunakan komputer. Hal ini diketahui bahwa cara yang efektif untuk belajar pemrograman adalah benar-benar menulis program komputer. Karena metode numeris untuk sebagian besar dirancang untuk implementasi pada komputer, maka metode numeris sangat ideal untuk tujuan ini. Lebih lanjut, metode numeris sangat cocok untuk menggambarkan kekuatan dan keterbatasan komputer. Ketika berhasil menerapkan masalah, akan diberikan dengan demonstrasi yang dramatis tentang bagaimana komputer dapat melayani pengembangan professional yang ada. Pada saat yang sama, kita juga akan belajar untuk mengakui dan mengontrol kesalahan pendekatan yang merupakan bagian dan paket dari perhitungan numeris skala besar. 5. Metode numeris menyediakan kendaraan untuk memperkuat pemahaman tentang matematika. Karena salah satu fungsi dari metode numeris adalah untuk mengurangi matematika yang lebih tinggi untuk operasi aritmatika dasar, mereka mendapatkan di "mur dan baut" dari beberapa topik lain yang tidak jelas. Meningkatkan hasil pemahaman dan wawasan dari perspektif alternative (Chapra & Canale, 1998).
2.2.1
Tahap-Tahap Memecahkan Persoalan Secara Numeris Ada enam tahap yang dilakukan dakam pemecahan persoalan dunia nyata
dengan metode numeris, (Chapra & Canale, 1998) yaitu:
1. Pemodelan Ini adalah tahap pertama. Persoalan dunia nyata dimodelkan ke dalam persamaan matematika. 2. Penyederhanaan model Model matematika yang dihasilkan dari tahap 1 mungkin saja terlalu kompleks, yaitu memasukkan banyak peubah (variabel) atau parameter. Semakin kompleks model matematikanya, semakin commit to userrumit penyelesaiannya. Mungkin
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
beberapa andaian dibuat sehingga beberapa parameter dapat diabaikan. Contohnya, faktor gesekan udara diabaikan sehingga koefisian gesekan di dalam model dapat dibuang. Model matematika yang diperoleh dari penyederhanaan menjadi lebih sederhana sehingga solusinya akan lebih mudah diperoleh. 3. Formulasi numeris Setelah model matematika yang sederhana diperoleh, tahap selanjutnya adalah memformulasikannya secara numeris, antara lain: a. Menentukan metode numeris yang akan dipakai bersama-sama dengan analisis galat awal (yaitu taksiran galat, penentuan ukuran langkah, dan sebagainya). Pemilihan metode didasari pada pertimbangan: 1. Apakah metode tersebut teliti? 2. Apakah metode tersebut mudah diprogram dan waktu pelaksanaannya cepat? 3. Apakah metode tersebut tidak peka terhadap perubahan data yang cukup kecil? b. Menyusun algoritma dari metode numeris yang dipilih. 4. Pemrograman Tahap selanjutnya adalah menerjemahkan algoritma ke dalam program komputer dengan menggunakan salah satu bahasa pemrograman yang dikuasai. 5. Operasional Pada tahap ini, program komputer dijalankan dengan data uji coba sebelum data yang sesungguhnya. 6. Evaluasi Bila program sudah selesai dijalankan dengan data yang sesungguhnya, maka hasil yang diperoleh diinterpretasi. Interpretasi meliputi analisis hasil run dan membandingkannya dengan prinsip dasar dan hasil-hasil empirik untuk menaksir kualitas solusi numeris, dan keputusan untuk menjalankan kembali program dengan untuk memperoleh hasil yang lebih baik.
2.2.2
Simulasi Numeris Pada Dinamika commit to Fluida user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Simulasi numeris merupakan karakteristik yang mengikuti prosedur. Dari pengamatan di dunia nyata, para pembuat teori memperoleh persamaan matematika yang valid (dalam jumlah terbatas) dari tempat dan waktu dari semua titik. Persamaan-persamaan tersebut kemudian dipecah hanya terbatas pada angka dari titik yang terpilih. Pada titik tersebut, persamaan dasar lanjut yang digunakan hampir terpecahkan. Hal ini menunjukkan bahwa kenyataan fisik adalah simulasi yang lebih akurat pada pemecahan titik. Melalui pengembangan menggunakan komputer dapat mengolah dan memasukkan ukuran memori yang lebih besar dan menambah eksperimen pada komputer. Modifikasi eksperimen diganti dengan program komputer yang lebih baik, lebih murah dan tidak membutuhkan waktu yang banyak, (Griebel, 1998). Simulasi numeris pada dinamika fluida disimulasikan dalam bentuk sistem aliran yang biasanya dilakukan di suatu media. Sebagai contohnya aplikasi yang menunjukkan
interaksi
antara fluida dan
media padat.
Pengembangan
Computational Fluid Dynamics (CFD) menunjukkan pemecahan masalah dari mekanika fluida yang kemudian menjadi alternatif untuk menyelesaikan masalah yang tidak bisa diselesaikan dengan eksperimen fisik.
2.3
MESHING Meshing
merupakan
tahap
pra
proses
yang
penting
untuk
merepresentasikan permukaan geometri yang kompleks dengan sedikit dasar geometri yang sederhana dan untuk simulasi fenomena fisik dari aliran fluida, benda padat yang membpunyai kemampuan untuk merubah bentuk, dan elektromagnetis serta bidang pemecahan. Meshing adalah bidang pemecahan yang bisa berupa bidang 2D dan bidang 3D, (Deshburn, 2005).
2.3.1
Meshing di Bidang 2D Mesh digambar dengan menggunakan grid. Grid adalah penggambaran
baris atau elemen yang merepresentasikan secara diskrit geometri dari sebuah masalah, (Bakker, 2002). Terdapat beberapa gambar bidang mesh 2D berdasarkan tipe grid, antara lain: a. Mesh single-block
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Single-block adalah tipe grid dengan index i,j,k menempati baris tetangga dan garis grid boleh melewati semua bidang. Mesh digambarkan pada blok tunggal. Mesh single-block memiliki sudut 180o. Geometri single-block diperlihatkan pada gambar 2.2.
(a)
(b)
Gambar 2.2 Bidang Mesh (a) Geometri Single-Block (b) Penggambaran Logika Sumber: Bakker, 2002
b. Mesh multiblock Multiblock menggunakan index i,j,k dalam setiap blok mesh. Grid dapat mengulangi cara pemilihan blok yang terhubung. Multiblock lebih fleksibel dari single block tapi masih terbatas. Struktur ini memberikan kontrol penuh pada tingkat mesh,menggunakan meshing tepi, dengan elemen kualitas tinggi. Gambar 2.3 menunjukkan geometri mesh multi block.
(a)
(b)
Gambar 2.3 Bidang Mesh (a) Geometri Multi Block (b) Penggambaran Logika Sumber: Bakker, 2002
c. Mesh tidak terstruktur Baris mesh tersusun dari gaya yang dipilih. Tidak ada index i,j,k dan tidak ada perintah pada layout baris. Pada bidang yang tidak terstruktur ini, mesh juga tidak mempunyai penggambaran logika. Pada gambar 2.4 ditunjukkan mesh commit to user yang tidak terstruktur.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.4 Bidang Mesh Tidak Terstruktur Sumber: Bakker, 2002
2.3.2 Meshing di Bidang 3D Selain mesh 2D, juga terdapat bidang mesh 3D. Berikut adalah tipe-tipe bidang mesh 3D, yaitu: a. Mesh Tetrahedral Penggambarannya dimulai dari batas mesh 3D yang hanya mengandung permukaan triangular. Menghasilkan mesh yang memuat tetrahedral. Biasanya pada geometri yang kompleks. Contoh mesh dengan grid tetrahedral dapat dilihat pada gambar 2.5.
Gambar 2.5 Bidang Mesh dengan Grid yang hanya Memuat Tetrahedra Sumber: Bakker, 2002
b. Mesh Zonal Hybrid Penggambaran pada bidang ini mengalir mengikuti penjajaran yang didefinisikan dengan baik di dalam wilayah yang spesifik. Dimulai dari batas 3D dan volum mesh yaitu permukaan triangular dan quadrilateral commit to user dan baris heksahedral. Zonal hybrid mesh menggunakan bentuk
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
tetrahedral, heksahedra dan elemen transisi yaitu piramid. Gambar 2.6 memperlihatkan contoh penggambaran mesh dengan grid heksahedra, piramid, dan tetrahedral (prisma).
Gambar 2.6 Bidang Mesh dengan Grid yang memuat heksahedra, piramid, dan tetrahedral (prisma) Sumber: Bakker, 2002
2.4 PERPINDAHAN PANAS Perpindahan panas adalah ilmu yang berusaha memprediksi transfer energi yang mungkin terjadi antara badan-badan material sebagai hasil dari perbedaan temperatur, (Holman, 1986). Perpindahan panas adalah energi yang terjadi karena perbedaan temperatur atau temperatur. Perpindahan panas terjadi pada kondisi kapanpun apabila terdapat perbedaan temperatur dalam sebuah medium atau diantara media, (Incropera, 1996). Tipe perpindahan ada 3 macam, yaitu: konduksi, konveksi, dan radiasi, (Holman, 1986).
2.4.1 Perpindahan Panas Secara Konduksi, Konveksi, dan Radiasi Transfer energi terjadi dari daerah yang bertemperatur tinggi menuju daerah yang bertemperatur rendah. Perpindahan energi seperti ini disebut dengan konduksi dan perpindahan panasnya rata-rata per unit area proporsional dengan temperatur normal, (Holman, 1986). Mekanisme fisik konduksi dapat dijelaskan dengan mudah dengan mempertimbangkan sebuah zat gas. Pertimbangan pada aliran konduksi adalah zat gas dimana sebuah gradient temperatur berada dan berharap tidak ada gerakan pada gradient tersebut. (Incropera, 1996). Zat gas tersebut menepati ruang antara dua permukaan yang dipertahankan pada commit to user temperatur yang berbeda.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Perpindahan panas secara konveksi dapat diartikan sebagai gerakan panas yang mengalir pada suatu benda akan lebih cepat dingin daripada panas di udara (Holman, 1986). Konveksi hanya dapat terjadi melalui zat yang mengalir sehingga bentuk pengangkutan kalor ini hanya terdapat pada fluida dan zat gas. Pada pemanasan zat ini terjadi aliran karena massa yang akan dipanaskan tidak dibawa ke temperatur yang sama tinggi. Oleh karena itu bagian yang paling banyak atau yang pertama dipanaskan memperoleh massa jenis yang lebih kecil daripada bagian massa yang lebih dingin. Akibat dari kejadian ini adalah terjadinya sirkulasi, sehingga kalor tersebar pada seluruh zat. (Masyithah dan Haryanto, B 2006). Perpindahan panas secara konveksi dapat terjadi secara alamiah, pada peristiwa air mendidih, dan pada proses kondensasi peristiwa terjadinya hujan, (Masyithah, Z dan Haryanto, B 2006). Berbeda dengan mekanisme konduksi dan konveksi, dimana perpindahan energi melewati suatu media tertentu, radiasi panas adalah energi yang dipancarkan oleh suatu zat yang berada pada temperatur yang terbatas. Meskipun radiasi terjadi dari permukaaan benda padat namun aliran radiasi juga dapat terjadi dari fluida dan zat gas. Dalam kenyataannya transfer radiasi terjadi lebih efisien pada kondisi vakum total seperti dalam media tertentu, (Incropera, 1996). Radiasi sering terjadi pada perpindahan kalor pada permukaan tanah terhadap sinar matahari. Gambar 2.7 menunjukkan proses konduksi, konveksi, dan radiasi pada permukaan,
Gambar 2.7 Mode Perpindahan Panas Konduksi, Konveksi, Radiasi Sumber : Incropera, 1996
2.5 MEKANIKA FLUIDA
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Mekanika fluida merupakan cabang ilmu mekanika terapan yang berkenaan dengan tingkah laku fluida dalam keadaan diam dan bergerak. Perkembangan prinsip mekanika fluida, sebagian sifat fluida memainkan peranan penting, sebagian lainnya hanya memerankan peran kecil atau tanpa peran sama sekali (Giles, 1986).
2.5.1
Definisi Fluida Fluida adalah zat-zat yang mampu mengalir dan yang menyesuaikan diri
dengan bentuk wadah tempatnya. Bila berada dalam keseimbangan, fluida tidakdapat menahan gaya tangensial atau gaya geser. Semua fluida memiliki suatu derajat kompresibilitas dan memberikan tahanan kecil terhadap perubahan bentuk. Berdasarkan kohesinya, fluida dibagi menjadi benda gas dan benda cair. Pada benda cair, adhesi antar molekul tidak begitu kuat maka letak relatif antar partikel selalu berubah. Jika dibandingkan dengan benda gas, maka adhesi antar molekul pada benda cair masih saling “melekat” sementara pada benda gas tidak. Dengan demikian molekul-molekul benda cair masih mengelompok sehingga batas ruang yang ditempatinya dapat didefinisikan, sedangkan molekul pada benda gas tidak mengelompok sehingga batas ruang yang ditempatinya hanya dapat didefinisikan melalui bentuk wadahnya, (Murniningsih, S, dkk. 2008).
2.5.2
Kerapatan Massa (ρ) Rapat suatu zat adalah massa dari volume satuan zat tersebut. Untuk cairan
rapatnya bisa dianggap tetap untuk perubahan-perubahan tekanan praktis. Rapat air adalah 1000 kg/m3 pada 4oC.Lihat lampiran untuk harga-harga tambahan. Rapat gas-gas bisa dihitung dengan menggunakan persamaa keadaan gas atau 䅐 쎸
= R (Hukum Boyle dan Hukum Charles) ………………………persamaan 2.1
dengan ρ adalah tekanan mutlak dalam pascal, vs volume spesifik per satuan massa m3/kg, temperatur T adalah temperatur mutlak dalam derajat Kelvin (273 + derajat Celcius) dan R merupakan tetapan gas dalam J/kg K. karena ρ = 1/vs persamaan di atas bisa dituliskan 䅐
…………………………………..………………………………persamaan 2.2 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada peristiwa-peristiwa yang berkenaan dengan cairan digunakan hasil kali ρg dengan g merupakan percepatan gravitasi yang besarnya 9.81m/dtk2. Hasil kali ini disebut berat spesifik dan diberi symbol w. dalam satuan S.I. akhiran kata spesifik harus digunakan semata-mata untuk menguraikan sifat-sifat per satuan massa dan istilah berat spesifik tidak lagi digunakan (Giles, 1986). Kerapatan air berubah dengan berubahnya temperatur. Bila kerapatan suatu benda lebih besar dari kerapatan air, maka benda akan tenggelam dalam air. Bila kerapatannya lebih kecil, maka benda akan mengapung (Tipler, 1998).
2.5.3 Kekentalan (Viskositas) suatu Fluida Kekentalan (viskositas) suatu fluida adalah sifat yang menentukan besar daya tahannya terhadap gaya geser. Kekentalan terutama diakibatkan oleh saling pengaruh antara molekul fluida. seperti pada gambar 2.8 dilakukan penyelidikan terhadap dua lempengan besar sejajar, terpisah pada jarak y yang kecil, ruang antara lempengan diisi dengan suatu fluida.
Gambar 2.8 Kecepatan Parabolic di dalam Sebuah Jalan Lintasan Aliran Lingkaran Sumber : Welty, et. al., 2001
Kekentalan ditulis dalam buku-buku pegangan (handbook) dengan satuan poise dan stoke (satuan CGS), dan kadang-kadang dengan Saybolt.detik, dari pengukuran viscosimeter. Kekentalan cairan berkurang dengan bertambahnya temperatur tapi tak cukup banyak dipengaruhi oleh perubahan tekanan. Karena rapat gas-gas berubah bersama perubahan tekanan (temperatur tetap), kekentalan kinematik berubah-ubah bersama tekanan secara berlawanan. Meskipun demikian, dari persamaan di atas disimpulkan bahwa µ=ρν (Giles, 1986).
2.5.4 Laju Aliran Fluida
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Aliran air dalam suatu saluran dapat berupa alisan saluran terbuka (open channel flow) dan aliran saluran tertutup (pipe flow). Aliran pada saluran terbuka harus memiliki permukaan bebas yang dipengaruhi oleh tekanan udara bebas. Aliran pada pipa tidak dipengaruhi oleh tekanan udara secara langsung kecuali oleh tekanan hidrolik. Gambar 2.9 memperlihatkan gambar saluran terbuka dan saluran tertutup.
Gambar 2.9 Saluran Terbuka dan Tertutup Sumber: Nasution, I.R, 2005
Tipe aliran pada saluran terbuka terdiri dari empat tipe yaitu (a) aliran mantap (steady flow) cirinya perubahan volume terhadap waktu tetap dan perubahan kecepatan terhadap waktu tetap (b) aliran tidak mantap (unsteady flow) cirinya perubahan volume terhadap waktu tidak tetap, perubahan kedalaman terhadap waktu tidak tetap, dan perubahan kecepatan terhadap waktu tetap (c) aliran merata (uniform flow) cirinya besar dan arah kecepatan tetap terhadap jarak, aliran pada pipa dengan penampang sama, dan variabel fluida lain juga tetap (d) aliran tidak merata (non uniform flow) cirinya aliran pada pipa dengan tampang tidak merata, pengaruh pembendungan dan variabel fluida lain juga tidak tetap, dan hydraulic jump. Pada umumnya perhitungan saluran terbuka hanya digunakan pada aliran tetap dengan debit Q dinyatakan sebagai: Q
=A.V
……………………………………….persamaan 2.3
A
= Luas penampang melintang saluran (m2)
V
= Kecepatan rata-rata aliran (m/dtk)
Dan debit untuk sepanjang saluran dianggap seragam dengan kata lain aliran bersifat kontinu.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Q = A1 . V1 = A2 . V2
…………………………….…persamaan 2.4
(Nasution, I.R, 2005) Perbandingan gaya-gaya yang disebabkan oleh gaya inersia, gravitasi dan kekentalan dikenal sebagai bilangan Reynolds (Re) ditulis sebagai berikut: Re =
p.
Dimana:
……………………………………………….persamaan 2.5
V
= Kecepatan rata-rata aliran
I
= Panjang karakteristik (m) h untuk aliran terbuka D untuk aliran tertutup = Viskositas kinematik (m2/dtk)
v
Dalam hal ini, jika nilai Re kecil aliran akan meluncur lapisan di atas lapisan lain yang dikenal sebagai Aliran Laminar, sedangkan jika aliran-aliran tadi tidak terdapat garis edar yang dapat dilihat, aliran ini disebut Aliran Turbulen, (Nasution, I.R, 2005). Aliran Laminer dan Aliran Turbulen ditunjukkan pada gambar 2.10.
(a)
(b)
Gambar 2.10 Gambar Aliran (a) Aliran Laminer, Re < 2000 (b) Aliran Turbulen, Re > 4000 Sumber: Nasution, I.R, 2005
2.5.5 Aliran Fluida dalam Pipa Ada dua jenis aliran mantap dari fluida-fluida nyata, yaitu aliran laminar dan aliran turbulen. Kedua jenis aliran tersebut diatur oleh hukum-hukum yang berbeda, (Giles, 1986). a. Aliran Laminer Dalam aliran laminer partikel-partikel fluidanya bergerak di sepanjang lintasan-lintasan lurus, sejajar dalam atau laminae. Besarnya commitlapisan-lapisan to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
kecepatan-kecepatan dari laminae yang berdekatan tidak sama. Aliran diatur oleh hukum yang menghubungkan tegangan geser ke laju perubahan bentuk sudut, yaitu hasil kali kekentalan fluida dan gradient kecepatan atau τ = µdν/dy. Kekentalan
fluida
tersebut
dominan
dan
karenanya
mencegah
setiap
kecenderungan menuju kondisi-kondisi turbulen. b. Aliran Turbulen Dalam aliran turbulen partikel-partikel bergerak secara serampangan ke semua arah. Tidak mungkin untuk menjejaki gerakan sebuah partikel tersendiri. Tegangan geser untuk aliran turbulen dapat dinyatakan sebagai 㱸
τ = ( µ + η ) 㱸 …………………………………..…………………..persamaan 2.6
Dimana η (eta) = sebuah faktor yang tergantung pada kerapatan fluida dan
gerakan fluida. Faktor pertama (µ) menyatakan efek-efek dari gerak kekentalan dan faktor kedua (η) menyatakan efek-efek dari gerak turbulen. Hasil-hasil percobaan memberikan cara-cara dengan jawaban untuk tegangan geser dalam aliran turbulen bisa didapatkan. Prandtl menganjurkan bahwa 㱸
τ = ρl2쾐㱸
…………………………………..……………………...persamaan 2.7
merupakan sebuah persamaan yang berlaku untuk tegangan geser dalam aliran turbulen. Persamaan ini mempunyai kekurangan yaitu panjang campurannya l adalah sebuah fungsi dari y. makin besar jarak y dari dinding pipa makin besar harga l. Kemudian von Karman menganjurkan bahwa τ=
쾐1
= ρk2
㱸 /㱸
㱸
/㱸
…………………………..……...…..persamaan 2.8
Walaupun k tidak betul-betul tetap, bilangan tak berdimensi ini mendekati 0,40.
2.6
CFD (Computational Fluid Dynamics) Computational Fluid Dynamic terdiri dari dua kata yaitu computational
yang berarti segala sesuatu yang berhubungan dengan matematika dan metode numeris atau komputasi dan fluid dynamics yang berarti dinamika dari segala sesuatu yang mengalir. Secara definisi, CFD adalah ilmu yang mempelajari cara memprediksi aliran fluida, perpindahan panas, reaksi kimia, dan fenomena lainnya dengan menyelesaikan persamaan-persamaan matematika (model matematika). commit to user Pada dasarnya, persamaan-persamaan pada fluida dibangun dan dianalisis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berdasarkan persamaan-persamaan diferensial parsial (PDE = Partial Differential Equation) yang merepresentasikan hukum-hukum konservasi massa, momentum, dan energi (Tuakia, 2008).
2.6.1
Proses Simulasi CFD Pada umumnya terdapat tiga tahapan yang harus dilakukan ketika kita
melakukan simulasi CFD, yaitu : preprocessing, solving, dan postprocessing (Tuakia, 2008). a. Preprocessing Preprocessing
merupakan
langkah
pertama
dalam
membangun
dan
menganilisis sebuah model CFD. Teknisnya adalah membuat model dalam paket CAD (Computer Aided Design), membuat mesh yang cocok/ sesuai, kemudian menerapkan kondisi batas dan sifat-sifat fluidanya. b. Solving Solvers (program inti pencari solusi) CFD menghitung kondisi-kondisi yang diterapkan pada saat preprocessing. c. Postprocessing Postprocessing adalah langkah terakhir dalam analisis CFD. Hal yang dilakukan pada langkah ini adalah mengorganisasi dan menginterpretasi data hasil simulasi CFD yang bisa berupa gambar, kurva, dan animasi. Prosedur berikut terdapat pada semua pendekatan program CFD, yaitu (Tuakia, 2008) : 1. Pembuatan geometri dari model/problem 2. Bidang atau volume yang diisi oleh fluida dibagi menjadi sel-sel kecil (meshing) 3. Pendefinisian model fisiknya, misalnya: persamaan-persamaan gerak + entalpi + konservasi species (zat-zat yang kita definisikan, biasanya berupa komponen dari suatu reaktan) 4. Pendefinisian kondisi-kondisi batas, termasuk di dalamnhya sifat-sifat dan perilaku dari batas-batas model/problem. Untuk kasus transient, kondisi awal juga didefinisikan. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Persamaan-persamaan matematika yang membangun CFD diselesaikan secara iteratif, bisa dalam kondisi tunak (steady state) atau transien. 6. Analisis dan visualisasi dari solusi CFD.
2.6.2
Simulasi Fluent Simulasi Fluent merupakan salah satu perangkat lunak simulasi yang
digunakan untuk menganalisis karakteristik suatu alat dengan sistem fluida dan juga dapat digunakan untuk metode numeris pada masalah yang kompleks. Pembuatan simulasi dimulai dengan penggambaran model dari benda atau alat yang akan disimulasikan. Kemudian dilakukan juga model aliran dan perpindahan panas dari fluida pada alt yang disimulasikan. Cara memodelkannya adalah dengan menggambarkan bentuk mesh untuk mensimulasikan secara numeris. Dari hal ini penting untuk mengetahui tipe aliran pada fluida, hal ini digunakan untuk memodelkan aliran pada simulasi yang akan dijalankan. Selain itu perpindahan panas yang digunakan juga harus diketahui apakah radiasi, konveksi, atau konduksi yang dipakai pada alat yang akan disimulasikan. Semua hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam penggambaran mes (meshing) dalam membuat model pada simulasi fluent. Setelah semua penggambaran model selesai dengan konsep kerja alat yang akan disimulasikan, maka simulasi dapat dijalankan, (www.fluent.com, 2005).
2.7
KAJIAN PUSTAKA Kajian pustaka terdiri dari penelitian-penelitian terdahulu dan state of the
art yang mendukung adanya penelitian ini. Berikut akan diuraikan mengenai penelitian terdahulu dan state of the art.
2.7.1
Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian tentang simulasi karakteristik alat dengan sistem
aliran fluida telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Hasil penelitian Henny Sudibyo, dkk (2010) tentang simulasi turbin propeller head sangat rendah untuk mengetahui karakteristiknya dengan menggunakan Fluent 6.2. dari hasil simulasi dengan variasi debit 120 lt/s – 200 lt/s dan variasi putaran 150 rpm – 500 rpm commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
diperoleh daya maksimum pada putaran 400 rpm dan debit 200 lt/s sebesar 718,78 watt. Pada putaran runner 400 rpm, efisiensi runner berkisar 55% - 60% dengan variasi debit antara 120 lt/s – 200 lt/s. hal ini menunjukkan karakteristik propeller yaitu kenaikan debit akan menaikkan putaran turbin, karena putaran sebanding dengan nilai daya, maka daya turbin juga akan semakin naik. K.M. Pandey Member IJJCET and Virendra Kumar (2010) melakukan penelitian tentang analisis CFD aliran jet kembar pada Mach 1.74 dengan menggunakan perangkat lunak Fluent. Analisis Fluent menginvestigasi aliran pada daerah dua jet pada angka Mach 1.74. Penelitian yang dilakukan untuk menguji efek dari angka Mach (Me), rasio tekanan (Pe/Pa) dan jarak (B) antara dua jet pada aliran sepanjang jet dan arah sisinya. Hasil simulasi memperlihatkan bahwa penambahan pada angka Mach jet hasil Me menambah panjang shock cell seperti pergantian aliran cakram Mach dengan bertambahnya Me. Selanjutnya, diameter cakram Mach juga bertambah dengan bertambahnya angka Mach. Hal ini memperlihatkan antara Me dan Pe/Pa mempunyai efek yang sama terhadap lebar jet. Hasil yang lain terlihat bahwa ketika tekanan statis di dalam nozel minimum, terjadi kecepatan aliran maksimum pada jarak dua nozel dan tekanan di dekat
dinding
nozel
maksimum.
Tekanan
dinamis
bertambah
dengan
bertambahnya kecepatan, tekanan dinamis terlihat maksimum hanya ketika sebelum berada pada outlet jet yaitu 2.3x105 Pa. intensitas turbulensi di dalam nozel sebanding dengan aliran yang terjadi. Intensitas turbulensi yang tinggi yaitu mencapai 2.3x105 Pa terjadi pada saat akan keluar nozel. Melur K. Ramasubramanian, dkk (2008) melakukan penelitian mengenai model CFD (Computational Fluid Dynamics) dan studi eksperimental untuk proses pencampuran yang digunakan untuk memisahkan serat sintetis dalam proses wet-lay. Perangkat lunak yang digunakan adalah CFD Fluent dan menggunakan model geometri MIXSIM. Beberapa model kerangka acuan (MRF) dan standar k-e turbulensi standar digunakan untuk model masalah. Setelah mendapat solusi yang konvergen untuk tangki pencampuran dengan air, fase model diskrit dibangun dengan memasukkan partikel berbentuk bola ke dalam aliran. Tangki pencampuran dengan bafel dan terletak di pusat impeller digunakan dalam percobaan. Serat PET (1,5 denier, 6,35, 12,7, dan 38,7 mm) pada commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
konsentrasi 0,01% yang dicampur dalam air. Pada daerah belakang bafel, dimana model prediksi tinggi konsentrasi partikel, hasil eksperimen menunjukkan konsentrasi 34% lebih tinggi dibandingkan dengan daerah di zona turbulensi yang tinggi di dekat pusat. Lembaran segera terbentuk oleh celupan yang cepat dan menghilangkan saringan kawat datar ke tangki pada dua lokasi yang berbeda untuk menilai kondisi pemisahan dalam tangki. Lembaran-lembaran ditransfer ke kertas hisap dan diperiksa menggunakan mikroskop untuk menghitung cacat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah cacat tali adalah 43% lebih tinggi pada lembar yang diambil dari daerah belakang bafel daripada pada lembar yang diambil dari daerah dekat pusat tangki. Mengubah bafel dari sebuah persegi panjang ke penampang segitiga mengurangi jumlah cacat tali, tetapi meningkatkan jumlah cacat sampel lembar di lokasi yang sama. Model CFD dapat digunakan untuk mengoptimalkan desain tangki pencampuran untuk pemisahan serat wet-lay. Model ini memberikan wawasan lebih lanjut ke proses pencampuran dengan memprediksi efek perubahan dalam parameter desain pada kualitas pemisahan. Prita Permatasari (2010) melakukan penelitian tentang perancangan Temperature Control System pada internal flow fluida viscous pada industri pembuatan kecap dengan menggunakan metode Basic Engineering Design Process. Hasil rancangan Temperature Control System dengan konsep perpindahan panas secara konveksi pada sistem heat exchanger terpilih sebagai alternatif rancangan terbaik. Temperature Control System akan dipasang di pipa aliran pada jarak 1,2 m sebelum mesin filler. Perangkat ini terdiri dari pemanas, fan, fins, dan rangkaian sistem kontrol yang digunakan untuk mencapai stabilitas temperatur fluida viscous yang optimal. Pengujian dengan Carboxymethyl Cellulose sebagai pengganti kecap menunjukkan bahwa range temperatur optimal (33oC-34oC) dapat dicapai dalam waktu kurang dari satu menit dengan pemanasan awal 40 menit menggunakan pemanas berdaya 1600 watt. Rancangan Temperature Control System ini mampu meningkatkan temperatur output fluida viscous (dalam hal ini diwakili oleh larutan CMC yang tingkat kekentalannya lebih rendah 0.165 gr/cm.dtk dibandingkan kecap) dari temperatur awal tertentu hingga temperatur 34oC.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Rena Priscilla (2010) melakukan penelitian mengenai penentuan setting level optimal parameter Temperature Control System untuk mendapatkan setting level optimal parameter untuk menghasilkan kestabilan temperatur output fluida pada range 33,5 ± 0,5oC dan mencapai tingkat konsumsi energi yang optimal pada Temperature Control System. Teknik yang digunakan adalah teknik full factorial experiment digunakan untuk mendapatkan lokasi pemasangan sensor LM35 dan konsumsi energi yang optimal dari Temperature Control System. Hasil eksperimen yang dilakukan terhadap lokasi pemasangan sensor LM35 didapatkan setting level optimal pemasangan sensor pada jarak 3,7 cm yang mampu menghasilkan kestabilan temperatur output pada range 33,5 ± 0,5oC dengan tingkat keberhasilan 94,44%. Optimasi konsumsi energi dicapai melalui pengaktifan seluruh pemanas. Pengaturan putaran kipas pada umumnya mempunyai tiga tingkatan, yaitu low, medium, dan high. Penelitian ini menggunakan pengaturan putaran kipas pada kecepatan high. Dengan mempertimbangkan besarnya rata-rata selisih temperatur output dan target yang dicapai dan hasil eksperimen konfirmasi konsumsi energi, maka setting level optimal yang dihasilkan dapat dijadikan rekomendasi untuk instalasi Temperature Control System. 2.7.2 State Of The Art (SOTA) State of the art (SOTA) adalah pencapaian paling tinggi dari sebuah proses pengembangan (Wikipedia, 2009). State of the art pada penelitian ini menjelaskan keterkaitan penelitian antara Temperatur Control System Internal Flow Fluida Viscous tipe I dengan Temperatur Control System Internal Flow Fluida Viscous tipe II. Gambar 2.11 menunjukkan state of the art penelitian Temperatur Control System Internal Flow Fluida Viscous.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 2.11. State Of The Art (SOTA) Penelitian Temperature Control System
Gambar 2.13 menunjukkan state of the art terhadap penelitian Temperature Control System. State of the art ini menunjukkan keterkaitan antara hubungan penelitian yang sedang diteliti saat ini, yaitu pada Temperature Control System tipe II dengan penelitian yang sudah diteliti sebelumnya, yaitu pada Temperature Control System tipe I. Pada tipe I, penelitian dilakukan oleh Prita Permatasari (2010) dan Rena Priscilla (2010). Prita Permatasari (2010) merancang sebuah sistem pengendali temperatur kecap. Sistem ini berfungsi untuk mengatur temperatur kecap sehingga dapat berada pada range temperatur 33oC – 34oC. Setelah perancangan selesai kemudian dilanjutkan dengan melakukan uji performansi untuk mengetahui kinerja sistem. Pada perancangan sistem ini juga dipasang desain kontrol dalam pengendalian temperatur pada sistem. Rena Priscilla (2010) melakukan eksperimen yang mendukung uji performansi sistem yang dirancang. Eksperimen tersebut berfungsi untuk penentuan setting level optimal parameter Temperature Control System untuk mendapatkan setting level optimal parameter untuk menghasilkan kestabilan temperatur output fluida pada range 33,5 ± 0,5oC dan mencapai tingkat konsumsi energi yang optimal pada Temperature Control System. Penelitian yang dilakukan oleh keduanya saling berhubungan karena pada commit to user penelitian yang dilakukan oleh Prita Permatasari (2010) membahas desain
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
konstruksi, uji performansi, dan desain kontrol pada alat Temperatur Control System tipe I. Sedangkan penelitian dari Rena Priscilla membahas tentang uji performansi yang terdapat pada Temperatur Control System tipe I. Penelitian Temperatur Control System tipe II ini merupakan lanjutan dari penelitian Temperatur Control System tipe I yang telah dilakukan oleh Prita Permatasari (2010) dan Rena Priscilla (2010). Wahyu Prabawati P.H. melanjutkan Temperatur Control System tipe I, memperbaiki sistem yang sudah ada berdasarkan kekurangan-kekurangan dan
kendala
yang ditemukan pada
Temperatur Control System tipe I. Untuk mengetahui hasilnya maka dilakukan uji performansi. Uji performansi dengan menggunakan desain kontrol temperatur dengan sistem pemisahan sistem pemanas dan sistem pendingin pada Temperatur Control System secara otomatis. Perancangan desain kontrol dilakukan oleh Yulian Chossa P. Penelitian ini dikendalikan oleh sebuah controller. Untuk melengkapi penelitian ini, ditambah pengendalian membuat simulasi kinerja Temperatur Control System tipe II untuk mendapatkan desain optimasi berdasarkan hasil simulasi. Simulasi menggunakan perangkat lunak CFD (Computational Fluid Dynamics). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan rekomendasi untuk Temperature Control System pada internal flow fluida viscous tipe III agar dapat meningkatkan kinerja sistem.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini membahas identitas penelitian, kerangka pikir yang mendasari adanya penelitian ini, dan metodologi yang digunakan dalam penelitian beserta penjelasan singkat setiap tahapannya. 3.1 IDENTITAS PENELITIAN Penelitian yang akan dibahas pada skripsi ini adalah pembuatan simulasi Temperature Control System tipe II pada aliran fluida viscous di dalam pipa dengan menggunakan perangkat lunak CFD (Computational Fluid Dyanamics). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kinerja alat TCS (Temperature Control System) tipe II yang digambarkan dalam bentuk simulasi. Pengambilan dimensi dilakukan dengan observasi, yaitu mengukur secara langsung dimensi TCS tipe II. Simulasi pada TCS dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak CFD (Computational Fluid Dyanamics) yaitu simulasi Fluent 6.3 26. Simulasi dipilih karena apa yang terjadi di dalam alat khususnya di dalam pipa tidak diketahui secara akurat. Simulasi akan membantu memvisualisasikan kinerja TCS, sehingga dapat menghasilkan beberapa rekomendasi perbaikan TCS. Rekomendasi ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja TCS untuk perancangan selanjutnya. 3.2 KERANGKA PIKIR Kerangka pikir yang mendasari penelitian simulasi Temperature Control System tipe II yaitu pengambilan dimensi yang akan dimasukkan ke dalam simulasi untuk mengetahui kinerja dari Temperature Control System tipe II. Gambar 3.1 adalah model kerangka pikir yang mendasari adanya penelitian ini. Kerangka pikir ini menggambarkan input penelitian yang berupa dimensi dari TCS tipe II, melewati proses simulasi CFD, dan menghasilkan output berupa visualisasi gambar hasil simulasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 3.1 Model kerangka pikir penelitian
Temperature Control System tipe II merupakan sebuah sistem pengendali temperatur dengan sistem kerja yaitu, udara yang masuk melewati elemen pemanas menghasilkan energi kalor. Penelitian yang dilakukan adalah simulasi CFD untuk mengetahui kinerja TCS dilihat dari distribusi temperatur dan aliran kecepatan. Penelitian tersebut digambarkan dalam sebuah influence diagram (diagram pengaruh) seperti yang terlihat pada gambar 3.2. Distribusi temperatur udara di dalam case, aliran kecepatan udara di dalam case, distribusi temperatur fluida CMC di dalam pipa, dan aliran kecepatan fluida CMC dalam pipa menjadi tujuan penelitian. Variabel yang mempengaruhi adalah sifat-sifat dari udara dan fluida CMC, seperti kerapatan, panas jenis, konduktivitas thermal, dan viskositas. Input yang masuk ke dalam sistem adalah udara lingkungan, serta kondisi TCS seperti dimensi dan material yang digunakan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Temperatur udara lingkungan
Temperatur elemen
Dimensi inlet Kalor
Kecepatan aliran masuk
Kecepatan blower Dimensi exhaust
Kerapatan udara
Panas jenis udara
Viskositas udara
Konduktivitas thermal udara
Dimensi fin
Material fin
Jumlah fin
Material case
Distribusi temperatur udara dalam case
Aliran kecepatan udara dalam case
Dimensi case
Kerapatan Panas jenis fluida CMC fluida CMC
Konduktivitas thermal fluida CMC
Viskositas fluida CMC
Keterangan: = Uncontrollable input : Data, Kendala, dsb
A
= Controllable input : Keputusan = Variabel sistem, atribut komponnen, atau nilai variabel B = Hubungan : B dipengaruhi oleh A
Distribusi temperatur fluida CMC dalam pipa
Dimensi pipa
Aliran kecepatan fluida CMC dalam pipa
Material pipa
Gambar 3.2 Influence diagram penelitian
3.3 METODE PENELITIAN Metode penelitian pada simulasi Temperature Control System pada aliran fluida viscous di dalam pipa dengan menggunakan perangkat lunak CFD adalah commit to user sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Mulai TAHAP STUDI AWAL
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Pembatasan Masalah
Studi Literatur
TAHAP PENGUMPULAN PENGOLAHAN DATA
Studi Lapangan
Identifikasi dan Deskripsi Masalah (Mengidentifikasi dan mendeskripsikan masalah yang terdapat pada Temperature Control System tipe I dan II
Pembuatan Simulasi CFD - Tahap Preprocessing CFD - Tahap Solving CFD - Tahap Posprocessing CFD
Analisa Sistem dan Kinerja Temperature Control System (Menganalisa sistem dan kinerja dari Temperature Control System tipe I dan II) TAHAP ANALISIS
TAHAP KASIMPULAN DAN SARAN
Analisis dan Interpretasi Hasil (Analisis hasil simulasi)
Kasimpulan dan Saran
Selesai
commit to user Gambar 3.3 Metodologi Penelitian
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pembuatan simulasi merupakan salah satu bentuk khusus dari alternatif pemecahan masalah yang ada. Di bawah ini dijelaskan mengenai hal yang dilakukan peneliti dalam tahap pendefinisian awal hingga tahapan akhir pembuatan simulasi.
3.3.1 Tahap Studi Awal Tahap studi awal merupakan tahap identifikasi masalah paling awal yang digunakan dalam penelitian ini karena tahap ini sangat diperlukan untuk mengetahui perlunya sebuah penelitian pada Temperature Control System tipe II. Tahap studi awal dilakukan di Laboratorium Perencanaan dan Perancangan Produk Teknik Industri UNS. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian latar belakang, penelitian dilaksanakan atas adanya kebutuhan simulasi Temperature Control System. Simulasi ini berguna untuk lebih meningkatkan kinerja desain dan mengetahui karakteristik kinerja alat. Didasarkan pada alasan tersebut maka perlu dilakukan studi lapangan dan studi literatur terlebih dahulu untuk memperkuat konsep pembuatan simulasi. Hal ini juga dilakukan agar hasil simulasi benar dapat diaplikasikan secara nyata dan sesuai konsep keteknikan yang ada.
1. Studi lapangan Studi lapangan digunakan untuk mendapatkan data-data, informasi, dan gambaran mengenai kondisi aktual pada desain alat yang memerlukan simulasi. studi lapangan dilakukan dengan cara observasi langsung terhadap desain Temperature Control System yang sebelumnya telah dirancang oleh Permatasari (2010). Data kualitatif dan kuantitatif yang didapatkan selanjutnya digunakan dan diolah untuk memperoleh informasi mengenai rancangan simulasi yang akan dibuat. Beberapa hal yang dilakukan pada studi lapangan ini, yaitu: a. Melakukan observasi terhadap dimensi desain alat secara keseluruhan. b. Memahami seluruh rangkaian proses kerja desain alat yang telah ada dari awal hingga selesai. 2. Studi literatur
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Studi literatur mendukung informasi yang sebelumnya didapatkan dari studi lapangan. Informasi dari literatur diperlukan agar pengetahuan tentang konsep pembuatan simulasi yang dimiliki lebih lengkap. Beberapa literatur yang digunakan berhubungan dengan teori simulasi, bahasan mengenai perpindahan panas, mekanika fluida, dan perangkat lunak computational fluid dinamycs. Berdasarkan hasil studi yang telah diperoleh pada tahap awal penelitian ini, dapat dilakukan proses pengumpulan dan pengolahan data yang akan dijelaskan pada sub bab berikutnya.
3.3.2 Tahap Pengumpulan Dan Pengolahan Data Tahap pangumpulan dan pengolahan data merupakan suatu tahapan untuk mendapatkan hasil rancangan Temperature Control System tipe II pada aliran fluida viscous di dalam pipa. Tahap pengolahan data dimulai dengan melakukan identifikasi permasalahan pada Temperature Control System untuk mengetahui masalah-masalah yang ada pada Temperature Control System. Tahap selanjutnya yaitu pembuatan simulasi, penentuan parameter, dan analisa sistem dan kinerja Temperature Control System. A. Identifikasi dan Deskripsi Masalah Tahap identifikasi dan deskripsi masalah dilakukan melalui dua tahap yaitu pengumpulan data dan pengolahan data. Tahap pengumpulan data dilakukan melalui observasi yang dilakukan langsung terhadap desain alat. Observasi ini meliputi observasi kondisi Temperature Control System pada internal flow fluida viscous dan mengukur dimensi komponen-komponen dari Temperature Control System pada internal flow fluida viscous) Pengolahan data di sini berupa penyusunan Konsep Rancangan Simulasi. Simulasi internal flow fluida viscous dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak CFD (Computational Fluid Dynamics). B. Pembuatan Simulasi CFD Terdapat tiga tahapan yang dilakukan dalam simulasi CFD, seperti yang terlihat pada gambar 3.4 berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 3.4 Tahap Simulasi CFD Fluent
1. Preprocessing Processing merupakan langkah awal dalam membangun dan menganalisis sebuah model CFD. Teknisnya adalah membuat model dalam paket exceed gambit yang ada pada Fluent, membuat mesh yang sesuai, kemudian menerapkan kondisi batas dan sifat-sifat fluidanya. Mesh yang telah dibuat kemudian dikalibrasi untuk mengetahui pengaruh meshing terhadap performa alat. Sebelum melakukan kalibrasi meshing, terlebih dahulu melakukan kalibrasi metode numeris. 2. Solving CFD Pada tahapan ini terdapat solvers (program inti pencari solusi). Solvers CFD akan menghitung kondisi-kondisi yang diterapkan pada saat preprocessing. 3. Postprocessing CFD Postprocessing merupakan langkah terakhir dalam analisis CFD. Hal yang dilakukan dalam tahapan ini adalah mengorganisasi dan menginterpretasi data hasil simulasi CFD yang bisa berupa gambar, kurva, dan animasi.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
C. Analisa Sistem dan Kinerja Temperature Control System Pada tahap ini akan dilakukan analisa sistem dan juga kinerja Temperature Control System tipe II dibandingkan dengan hasil simulasi CFD yang telah dilakukan.
3.3.3 Tahap Analisis Dan Interpretasi Hasil Analisis data dilakukan untuk memperkuat hasil penelitian. Analisis yang dilakukan meliputi analisis rancangan simulasi Temperature Control System Internal Flow Fluida Viscous, analisis hasil simulasi dengan Fluent, serta analisis rekomendasi perbaikan pada Temperature Control System Internal Flow Fluida Viscous.
3.3.4 Kesimpulan Dan Saran Langkah terakhir adalah membuat kesimpulan dari hasil proses penelitian. Dimana sangat diharapkan bahwa kesimpulan tersebut dapat menjawab semua tujuan dan manfaat yang ingin dicapai oleh peneliti. Selain itu akan diberikan saran-saran yang terkait dengan pengembangan rancangan Temperature Control System Internal Flow Fluida Viscous.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Pada bab ini akan diuraikan mengenai deskripsi permasalahan, pengumpulan data, dan pengolahan data yang digunakan dalam penelitian perancangan simulasi Temperature Control System untuk internal flow fluida viscous. Berikut adalah langkah-langkah hasil pengumpulan dan pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini. 4.1
IDENTIFIKASI DAN DESKRIPSI PERMASALAHAN Kondisi yang terjadi di PT. Lombok Gandaria menjadi identifikasi awal
dari permasalahan yang ada. Beberapa permasalahan di PT Lombok Gandaria bermula dari kondisi fasilitas pabrik yang mempengaruhi proses produksi kecap. Masalah utama yang terjadi adalah pada temperatur kecap yang diproduksi. Gambar 4.1 menunjukkan layout dari fasilitas produksi di PT. Lombok Gandaria.
Gambar 4.1. Layout tangki, pipa, dan mesin filler (tampak atas) Proses produksi kecap di PT. Lombok Gandaria menggunakan tiga fasilitas utama yaitu tangki penyimpanan kecap, pipa suplai, dan mesin filler. Tangki berada lebih tinggi dari pipa dan mesin filler untuk mengalirkan kecap dengan sistem gravitasi. Karakteristik dari sistem produksi ini yaitu aliran kecap dalam pipa merupakan sistem tertutup (internal flow) dengan aliran laminer. Perpindahan commit to useradalah perpindahan panas secara panas yang terjadi pada kecap yang mengalir
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
konduksi, sedangkan perpindahan panas pada pipa adalah perpindahan panas secara konveksi. Pada proses produksi kecap sering terjadi perubahan temperatur yang berpengaruh terhadap kestabilan produksi. Viskositas zat cair cenderung menurun seiring dengan kenaikan temperatur, hal ini disebabkan oleh gaya kohesi pada zat cair yang bila temperaturnya dinaikkan mengalami penurunan, sehingga menyebabkan turunnya nilai viskositas dari zat cair tersebut. Dengan kata lain pada temperatur yang semakin rendah maka viskositas semakin tinggi, begitu juga sebaliknya (Budianto, 2008). Kondisi produksi pada PT. Lombok Gandaria menggambarkan, ketika temperatur keluaran kecap berada dibawah 33°C maka hasil produksi kecap cenderung menurun dan tidak memenuhi target. Kendala dalam sistem internal flow ini berdampak akhir pada penurunan tingkat produktivitas kecap filler. Kondisi aliran kecap yang tidak lancar banyak dipengaruhi oleh rendahnya temperatur. Penurunan temperatur ini dapat dipengaruhi oleh temperatur lingkungan dan atau panjangnya sistem perpipaan yang digunakan. Selain itu, panjangnya pipa juga berpengaruh terhadap gaya gesek fluida. Kekentalan atau viskositas sendiri dapat dianggap sebagai gesekan dari bagian dalam suatu fluida. Adanya viskositas menimbulkan kebutuhan terhadap gaya untuk menggerakkan salah satu fluida di atas lapisan lainnya, atau supaya satu permukaan dapat meluncur di atas lainnya (Brady, 1999). Jika temperatur pada aliran fluida dalam pipa dapat dikendalikan, maka diharapkan bahwa kelancaran aliran kecap dan produktivitasnya juga dapat dioptimalkan. Berdasarkan kondisi yang terjadi di PT. Lombok Gandaria tersebut maka Permatasari (2010) merancang sebuah sistem untuk mencapai kondisi temperatur optimal berdasarkan karakteristik dari sistem aliran kecap. Sistem tersebut dinamakan Temperature Control System Tipe I. Temperature Control System Tipe I digunakan untuk mengatur temperatur aliran kecap dalam pipa dengan udara panas yang dihembuskan. Sistem yang digunakan pada alat ini diadopsi dari sistem yang ada di PT. Lombok Gandaria. Pada pengujian telah diketahui bahwa Temperature Control System tipe I telah dapat mengatur temperatur kecap sesuai yang diinginkan. Akan tetapi, desain konstruksi yang ada saat ini belumcommit optimum dan masih dapat disempurnakan. to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.2. Temperature Control System Tipe I Pada kasus Temperature Control System tipe I terjadi permasalahan pada proses warming up. Dengan elemen pemanas yang menpunyai daya cukup besar ternyata memakan waktu cukup lama untuk menyelesaikan proses warming up tersebut. Selain itu masih terdapat banyak kekurangan pada desain konstruksi Temperature Control System tipe I yang menyebabkan terbuangnya panas dari sistem pada saat proses pemanasan kecap pada Temperature Control System tipe I diganti
menggunakan
cairan
Carboxymethyl
Cellulose
(CMC)).
Pada
permasalahan desain ini maka dirancang Temperature Control System tipe II oleh Prabawati (2011). Tungku Atas Inlet
Sirip
Exhaust
Tungku Bawah
Mesin Filler Pipa Galvanis Kecap
Udara
Elemen pemanas Fan
Gambar 4.3. Diagram sistem pemanasan kecap menggunakan Temperature Control System tipe I disesuaikan kondisi di PT. Lombok Gandaria
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa Temperature Control System pada dasarnya termasuk kasus yang kompleks. Kasus ini tergolong tipe internal flow commit todiuser fluida viscous. Kecap kental mengalir dalam pipa sementara pengaturan
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
temperatur menggunakan kalor yang berasal dari luar pipa. Desain sistem ini awalnya masih berdasarkan eksperimen yang sangat bersifat heuristik sehingga sulit diketahui apakah desain ini sudah optimum. Di samping itu, semua yang dialami kecap di dalam pipa tidak dapat diketahui secara pasti dan kondisi kecap saat keluar dari sistem juga tidak bisa diprediksi secara akurat. Karena permasalahan inilah maka diperlukan sebuah sistem simulasi yang dapat digunakan untuk lebih mengoptimumkan desain dan mengetahui apa yang terjadi pada kecap di dalam pipa serta hasil luaran dari sistem tersebut.
Gambar 4.4. Diagram pembuatan simulasi CFD pada Temperature Control System Gambar 4.4 menunjukkan urutan pengerjaan kasus Temperature Control System yang diawali dari kasus di PT. Lombok Gandaria, perancangan Temperature Control System tipe I untuk membantu pemanasan di PT. Lombok Gandaria, Temperature Control System tipe II sebagai perbaikan perancangan sebelumnya, dan pembuatan simulasi Temperature Control System untuk membuat sistem tersebut lebih optimum dengan menggunakan simulasi CFD. Proses simulasi menggunakan simulasi Fluent dengan sistem CFD (Computational Fluid Dynamics). Pada pembuatan simulasi memakai asumsiasumsi yang menerangkan bagian-bagian sistem pada pemanasan kecap menggunakan Temperature Control System yang akan disimulasikan. Asumsiasumsi tersebut digunakan untuk mempermudah dalam pembuatan simulasi Temperature Control System. Beberapa asumsi tersebut adalah: 1. Sistem yang disimulasikan bukan pemanasan kecap pada Temperature commit to user Control System secara keseluruhan. Bagian yang disimulasikan hanya pada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
sistem pengontrol temperatur saja. Hal ini dikarenakan simulasi dilakukan berdasarkan pengembangan alat yang terfokus pada sistem pengontrol temperaturnya saja dan bukan keseluruhan dari Temperature Control System. 2. Pada Temperature Control System, sistem yang disimulasikan hanya pada sistem inlet, pipa galvanis, sirip, dan sistem exhaust. Hal ini dilakukan karena sistem-sistem itulah yang menjadi bagian dari Temperature Control System. Pada sistem inlet terdapat elemen pemanas dan fan. Namun, elemen pemanas dan fan tidak disimulasikan. Simulasi hanya akan memperlihatkan adanya sistem inlet pada Temperature Control System. Hal ini disebabkan karena bentuk elemen pemanas yang sangat rumit dan akan menyulitkan penggambaran pada proses simulasi. Secara umum proses penyelesaian simulasi Temperature Control System dengan menggunakan CFD dpat dilihat pada gambar 4.5.
Gambar 4.5. Diagram penyelesaian proses fisik Temperature Control System menggunakan simulasi CFD Pada penyelesaian proses fisik dengan simulasi CFD (Computational Fluid Dynamics), metode yang digunakan adalah metode numeris. CFD dapat mensimulasikan aliran fluida kecap dan perpindahan panas pada Temperature Control System. Sehingga, hasil akhir yang akan diperoleh adalah sebuah analisis yang memperlihatkan apakah Temperature Control System sudah optimum dan CFD dapat memperlihatkan aliran fluida kecap serta aliran panas yang terjadi di dalam Temperature Control System. Asumsi yang digunakan dalam simulasi menggunakan CFD adalah sebagai berikut: 1. Udara bergerak dalam kondisi steady. 2. Aliran udara dianggap laminer dengan nilai Re < 500.000 (Cengel, 2005) dimana Re =
ᕠƼ䅐 ﹀
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
3. Casing merupakan sistem isolasi yang sempurna, tidak ada heat loss (kebocoran), semua panas masuk ke pipa. 4. Tidak ada udara yang keluar kecuali melewati exhaust. 5. Udara lingkungan dianggap konstan selama simulasi. 4.2
PEMBUATAN
SIMULASI
CFD
(COMPUTATIONAL
FLUID
DYNAMICS) Pembuatan simulasi CFD terdiri dari tiga tahap utama, yaitu tahap preprocessing CFD untuk pembuatan geometri dan mesh, tahap solving CFD untuk penerapan kondisi batas dan tahap postprocessing CFD untuk mengorganisasi dan menginterpretasi hasil simulasi. Ketiga tahap simulasi CFD tersebut akan dibahas satu per satu.
A.
Processing CFD (Computational Fluid Dynamics) Tahap processing CFD diawali dengan tahap pembuatan model (geometri)
dalam exceed gambit, membuat mesh yang sesuai dan menerapkan kondisi batas dan sifat-sifat fluida. 1. Pembuatan Geometri Pembuatan model (geometri) menggunakan perangkat lunak yaitu Gambit yang merupakan pemroses awal bagi Fluent. Hal ini dikarenakan alur kerja dari simulasi makanika fluida diawali dengan penentuan variabel-variabel fisik yang dimasukkan dalam bentuk model virtual. Model ini harus dapat merepresentasikan ukuran dan sifat fisik material pada Temperature Control System tipe II yang sebenarnya agar hasil simulasi yang diperoleh dapat divalidasi dengan pengukuran langsung. Model ini kemudian akan menjadi salah satu variabelvariabel yang akan digunakan sebagai masukan dalam penyelesaian simulasi aliran panas tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Outlet Input Gambar 4.6. Gambaran aliran udara pada Temperature Control System pada CAD
Gambar 4.7. Gambar geometri Temperature Control System pada Gambit 2. Pembuatan Mesh Penentuan jumlah grid atau ukuran mesh dapat memberikan gambaran mengenai resolusi perhitungan yang dihasilkan. Semakin besar jumlah grid atau semakin kecil ukuran mesh, maka resolusi perhitungan akan semakin besar atau dengan kata lain semakin akurat hasil perhitungannya. Namun, hal ini akan diikuti dengan kebutuhan memori komputer dan waktu simulasi yang semakin besar sehingga perlu dilakukan optimasi antara resolusi dan waktu yang diperlukan. Grid atau mesh ini merupakan satuan terkecil dari area yang akan dilakukan prediksi atau simulasi oleh komputer. Dalam tahap awal penelitian digunakan ukuran mesh yang relatif besar dengan jumlah yang relatif sedikit karena pada tahap ini hanya akan dilakukan uji terhadap keberhasilan model yang dibuat, bukan pada ketelitian hasil akhir. Mesh dan grid yang digunakan dapat dilihat pada gambar 4.8.
Gambar 4.8. Gambar mesh pipa pada Gambit Pambuatan mesh melalui dua tahap mesh, yaitu mesh face dan mesh volume. Mesh face mmenggunakan dua tipe yaitu quad dan pave. Mesh volume pada gambar berbentuk lingkaran dan tabung seperti pipa menggunakan tipe to userakan membentuk mesh segiempat Hex/wedge-Cooper. Mesh dengancommit tipe tersebut
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
pada bidang lingkaran yang akan memudahkan perhitungan saat iterasi pada Fluent.
B.
Solving CFD (Computational Fluid Dynamics) Tahap solving CFD adalah tahap menghitung kondisi-kondisi yang
diterapkan pada saat preprocessing. Kondisi-kondisi yang diterapkan pada tahap ini dinamakan kondisi batas (boundary condition) Kondisi batas pada Temperature Control System yang digambar pada gambit disesuaikan dengan kondisi yang sebenarnya. Kondisi batas ini diperlukan untuk mendefinisikan gambar geometri yang telah dibuat di Gambit agar dapat dibaca ketika dimasukkan ke dalam Fluent. Kondisi batas yang telah dibuat adalah sebagai berikut: 1. Daerah pipa kiri (inlet) dengan kondisi batas sebagai Velocity Inlet, merupakan daerah input untuk data profil CMC dan temperature. 2. Daerah pipa kanan (outlet) dengan kondisi batas sebagai Pressure Outlet, merupakan daerah keluaran aliran CMC. 3. Daerah 4 pipa depan (inlet) dengan kondisi batas sebagai Velocity Inlet, merupakan daerah input untuk data profil udara. 4. Daerah pipa atas (outlet) dengan kondisi batas sebagai Pressure Outlet, merupakan daerah keluaran aliran udara. 5. Daerah luar (chasing) dan sirip dengan jenis kondisi batas sebagai Wall yaitu daerah batas dalam model dengan karakteristik solid (padat). Casing dari bahan alumunium dan sirip dari bahan tembaga. Setelah tiap-tiap kondisi batas didefiniskan, langkah selanjutnya adalah melakukan pemodelan dengan Fluent. Pada permodelan dengan Fluent terdapat kondisi-kondisi yang perlu diperhatikan untuk dapat menjalankannya. Kondisikondisi tersebut adalah: 1. Mengaktifkan energy equation. 2. Memilih parameter dengan keadaan waktu steady. 3. Pemilihan material. Di dalam Fluent dapat ditentukkan inputan berupa data-data thermophysical (keterangan unsur atau senyawa) yangtoakan commit user digunakan. Pada bagian material
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
type, masukan jenis material yang digunakan meliputi fluida udara dan CMC. Pada bagian density, Cp, µ dan k masukkan semua properti dari masingmasing material yaitu udara dengan density 1,225 kg/m3, Cp 1006,43 J/kgK, µ 1,7894 kg/ms, dan k 0,0242 W/mK. Pada fluida CMC memiliki density 0,691kg/m3, Cp 1713,21 J/kgK, µ 1,967 kg/ms, dan k 0,03607 W/mK. Untuk pemilihan bahan pada sirip menggunakan material tembaga, sehingga parameter yang dimasukkan adalah properti tembaga yaitu density 8.933 kg/m3, Cp 385 J/kgK, dan k 401 W/mK sedang untuk properti alumunium yaitu density 2719 kg/m3, Cp 871 J/kgK, dan k 202,4 W/mK. 4. Pemilihan Kondisi Batas (Boundary Condition) a. Untuk udara masuk: 1. Memasukkan arah aliran menjadi normal to boundary (searah sumbu). 2. Kecepatan aliran CMC yang masuk dari inlet pipa galvanis adalah sebesar 1,06 m/s. Debit aliran diketahui sebesar 3 lt/s sehingga
v=
debit CMC luas penampang pipa galvanis
=
Q CMC pr 2
=
3 lt/s 3,14 . (0,03 m) 2
=
3.10 -3 m / s 2,826 m
= 1,06 m/s Kecepatan aliran udara yang masuk ke case melewati inlet sebesar 1,77 m/s. Nilai ini diperoleh dari perhitungan eksperimen pengukuran kecepatan udara yang masuk ke dalam TCS. Untuk mendekati kondisi di bagian inlet TCS, digunakan perangkat hair dryer dengan tipe kipas yang sama. Alat yang diperlukan yaitu hair dryer dan kantung udara. Eksperimen yang dilakukan diawali dengan mengukur volume kantung udara dan diperoleh nilai sebesar 20 liter. Kemudian memasukkan udara dari hair dryer ke dalam kantung udara hingga penuh lalu diukur waktunya, dan kegiatan inito diulangi sebanyak 30 kali dengan commit user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
menggunakan kecepatan hair dryer yang tinggi. Table 4.1 merupakan data yang diperoleh dari eksperimen pengukuran kecepatan udara. Tabel 4.1 Tabel data hasil pengukuran waktu pengisian udara pada kantung udara No Waktu (detik) 1 3,72 2 4,89 3 3,26 4 3,23 5 4,2 6 4,04 7 3,79 8 3,98 9 3,79 10 4,61
No Waktu (detik) 11 4,1 12 4,68 13 3,75 14 4,98 15 4,27 16 3,83 17 4,23 18 4,31 19 4,16 20 4,1
No Waktu (detik) 21 3,19 22 4 23 3,95 24 3,71 25 3,44 26 3,21 27 4,26 28 3,82 29 4,35 30 3,76
Rata-rata waktu yang diperlukan untuk memenuhi kantung udara dengan udara yaitu 3,99 detik. Sehingga, diperoleh kecepatan udara masuk sebagai berikut: Qudara =
20 lt 3,99 s
= 5,01 lt/s Jadi, kecepatan udara masuk yaitu v=
debit udara luas penampang pipa galvanis
=
Q udara pr 2
=
5,01 lt/s 3,14 . (0,03 m) 2
=
5,01.10 -3 m / s 2,826 m
= 1,77 m/s 3. Memasukkan temperatur CMC 33oC sebagai temperatur awal fluida CMC. commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4. Pada bagian inlet, temperatur udara yang digunakan adalah 97 oC sesuai dengan pengukura langsung terhadap elemen pemanas pada inlet. b. Untuk keluaran 1. Asumsikan jika ada aliran balik (backflow) temperaturnya sama dengan fluida masuk (33oC) 2. Asumsikan jika ada aliran balik tekanannya 0 Pa. 5. Proses Iterasi (running model) Setelah semua inputan dan syarat batas dari model telah ditentukan, selanjutnya dilakukan processing dari model. Pada tahap ini, inisialisasi dari model sangat perlu dilakukan. Inisialisasi adalah menentukkan titik awal dari perhitungan model. Pada penelitian ini penentuan perhitungan model dimulai dari inlet. Selanjutnya merupakan proses iterasi model. Proses iterasi pada Fluent merupakan proses perhitungan model hingga dicapai suatu nilai yang telah ditentukan. Proses iterasi akan berhenti apabila sudah konvergen. 6. Output Tahap terakhir adalah pengolahan hasil dari simulasi dengan menggunakan Fluent.
Pada
Fluent
diberikan
banyak
pilihan
untuk
melakukan
postprocessing, dengan menggunakan contour, vector dan beberapa proses lainnya.
C.
Postprocessing CFD (Computational Fluid Dynamics) Tahap
postprocessing
menginterpretasi
data
hasil
CFD simulasi.
adalah
tahap
Postprocessing
mengorganisasi dilakukan
dan
dengan
menggunakan pola aliran temperatur dan kecepatan udara yang terjadi di sekitar case di luar pipa galvanis dan pada fluida di dalam pipa galvanis. Hasil simulasi untuk kontur temperatur Temperature Control System dapat dilihat pada gambar 4.9, gambar 4.10, berikut ini.
commit to user
Gambar 4.9. Kontur temperatur pada Temperature Control System
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.9 memperlihatkan kontur dari sebaran temperatur pada Temperature Control System. Dari gambar tersebut terlihat bahwa temperatur udara yang masuk ke dalam TCS merata di sepanjang case. Akan tetapi sebaran di sekitar sirip dan di dekat pipa galvanis kurang merata. Pada daerah sebelum memasuki case, temperatur fluida terlihat tetap dan merata. Ketika berada di dalam case, temperatur ini mulai bercampur dengan temperatur udara yang masuk melalui inlet. Temperatur di dalam case juga menjadi tercampur dan mengalami sebaran yang kurang merata. Sebaran udara pada daerah dua inlet di pinggir terlihat adanya temperatur yang mulai bercampur dari temperatur udara yang tinggi masuk melalui inlet membuat temperatur CMC yang berada di dalam pipa galvanis menjadi bertambah. Pada daerah diantara keempat inlet, temperatur terlihat tetap karena panas yang masuk dari inlet sebelumnya mengalir menuju outlet dan masih mempertahankan temperaturnya. Akan tetapi temperatur pada daerah ini sedikit menurun terlihat konturnya yang kurang merata. Pada daerah inlet sebelah kanan terlihat adanya temperatur yang mulai bercampur dari temperatur udara yang tinggi masuk melalui inlet membuat temperatur CMC yang daerah berada di dalam pipa galvanis menjadi bertambah. Pada daerah dekat outlet temperatur terlihat meninggi. Tetapi temperatur pada pipa galvanis di luar case tidak mengalami banyak perubahan karena udara panas yang mempengaruhi temperatur fluida dikeluarkan melalui exhaust. Udara panas yang masuk ke dalam case melalui inlet menyebabkan tingginya temperatur pada fluida di dalam pipa. Temperatur udara yang dikeluarkan melalui exhaust sebesar 47oC dan temperatur udara di dalam case dapat mencapai 97oC. Temperatur udara ini dapat menjaga temperatur fluida untuk tetap berada pada range 33oC – 34oC.
Gambar 4.10 memperlihatkan sebaran temperatur di salah satu sirip pada commit to user
IV - 68
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Temperature Control System. Sebaran temperatur udara di sekitar sirip menyebar dan mengitari sirip yang berbentuk melingkar. Temperatur yang tinggi merata di sekitar sirip mempertahankan temperatur yang menyebar di dalam case.
Gambar 4.10. Kontur temperatur pada sirip di dalam case Hasil simulasi untuk kontur aliran fluida di dalam pipa dan aliran udara di dalam case Temperature Control System dapat dilihat pada gambar 4.11 dan gambar 4.12 berikut ini.
commit to user
IV - 69
Gambar 4.11. Kontur kecepatan aliran pada Temperature Control System
IV - 70
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 4.11 memperlihatkan kontur dari kecepatan aliran fluida yang mengalir di dalam pipa galvanis. Kecepatan fluida yang masuk ke dalam pipa mulai meninggi ketika melewati pipa yang berada di dalam case. Dan terus meninggi sampai mendekati daerah outlet fluida. kecepatan aliran terlihat menurun ketika sampai di tepi outlet. Kecepatan aliran yang meninggi ini disebabkan temperatur fluida yang bertambah. Temperatur yang bertambah menyebabkan viskositas fluida tersebut berkurang, sehingga aliran fluida di dalam pipa menjadi lebih cepat. Terutama fluida yang berada di tengah-tengah pipa, karena temperatur fluida yang berada di dekat pipa tidak setinggi fluida yang berada di tengah pipa. Material pipa galvanis menyerap panas fluida, sehingga temperatur fluida di pinggir pipa menurun menyebabkan viskositas fluida tetap dan alirannya tidak terlalu cepat. Kecepatan aliran fluida yang masuk adalah 1,06 m/s mengalami peningkatan ketika memasuki pipa yang berada di dalam case sebesar 1,48 m/s. Bertambahnya kecepatan pada aliran fluida CMC
sangat
dipengaruhi oleh temperatur udara di dalam case. Kecepatan aliran udara di dalam case dari gambaran kontur terlihat merata di sekitar sirip di dalam case. Kecepatan aliran udara ini tidak mencapai 0,1 m/s. Kecepatan ini hanya sebesar 0,014 m/s. Kecepatan aliran udara terlihat menurun ketika masuk melalui inlet. Udara yang masuk ke dalam case mengalami penurunan temperatur karena temperatur udara diserap oleh pipa galvanis yang mempunyai temperatur lebih rendah untuk memanaskan fluida di dalamnya. Hal ini menyebabkan kecepatan aliran udara di dalam case ikut menurun.
Gambar 4.12. Kontur kecepatan aliran pada sirip ke-9 di dalam case commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kecepatan aliran udara di sekitar sirip dapat terlihat pada gambar 4.12 yang memperlihatkan bahwa udara mengalir di sekitar sirip dan berputar mengitari sirip yang berbentuk melingkar. Temperatur yang tinggi merata di sekitar sirip mempengaruhi kecepatan udara di dalam case. Akan tetapi kecepatannya menurun dari kecepatan udara saat melalui inlet. Hal ini karena temperatur tinggi yang menyebabkan kecepatan udara meninggi diserap oleh pipa galvanis untuk memanaskan fluida CMC, sehingga kecepatan udara menurun. Pergerakan kecepatan aliran fluida pada pipa galvanis dapat dilihat pada gambar 4.13 berikut. Gambar 4.13 memperlihatkan aliran fluida di dalam pipa galvanis yang berada di dalam case yang semakin meninggi mendekati outlet. Aliran terlihat lebih tinggi di tengah pipa karena temperatur di daerah ini tidak terserap oleh pipa yang memiliki temperatur lebih rendah seperti pada fluida di pinggir pipa.
Gambar 4.13. Kontur kecepatan aliran fluida di dalam pipa galvanis
4.3
ANALISA SISTEM DAN KINERJA TEMPERATURE CONTROL SYSTEM Analisa sistem dan kinerja Temperature Control System menggambarkan
kinerja dari Temperature Control System berdasarkan hasil simulasi dan validasi terhadap hasil simulasi.
commit to user a. Analisa kinerja Temperature Control System
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kinerja Temperature Control System merupakan sistem pengendali temperatur dengan memasukkan udara melewati inlet dan masuk ke dalam case dan melewati sirip-sirip. Sirip yang terbuat dari tembaga berfungsi untuk mempertahankan temperatur udara yang masuk agar tetap seperti saat masuk. Case berfungsi untuk menjaga udara panas yang masuk agar tidak keluar dari sistem TCS. Dari gambaran fungsi ini, diharapkan temperatur pada daerah sekitar case akan dapat merata sehingga dapat menjaga temperatur fluida yang mengalir di dalam pipa galvanis. Temperatur yang tinggi menyebabkan kecepatan aliran udara dan kecepatan aliran fluida menjadi lebih cepat karena viskositas CMC menurun akibat temperatur yang tinggi. Hasil simulasi yang telah dijelaskan sebelumnya memperlihatkan persebaran temperatur di sekitar case yang cukup merata dan sirip bisa mempertahankan temperatur yang mengalir di sekitarnya. Pada daerah di dalam pipa galvanis yang berisi fluida mengalir, mengalami perubahan-perubahan temperatur terutama pada daerah di sekitar inlet. Pada daerah ini udara panas masuk ke dalam case mengenai sirip dan pipa galvanis. Udara yang mengenai pipa galvanis mempengaruhi temperatur fluida yang mengalir di dalamnya. Temperatur fluida menjadi bertambah. Akan tetapi setelah melewati inlet, temperatur menjadi sedikit menurun karena tidak terkena udara panas secara langsung. Temperatur ini tidak banyak berkurang karena temperatur udara yang dipertahankan oleh sirip di sepanjang pipa galvanis. Ketika berada pada daerah inlet di tengah, temperatur fluida kembali naik karena udara panas yang masuk dari inlet. Pada daerah setelah melewati keempat inlet dan menuju outlet, temperatur mulai naik kembali. Temperatur fluida meninggi di daerah ini. Pada daerah ini terdapat exhaust (tempat mengeluarkan udara panas ketika temperatur udara itu terlalu tinggi untuk memanaskan fluida di dalam pipa. Fluida yang mengalir di dalam pipa, di luar rangkaian case dan sirip terlihat dapat dipertahankan tetap pada temperatur 33oC - 34oC. Untuk kecepatan aliran fluida di dalam pipa juga terlihat tidak terlalu tinggi saat mulai memasuki daerah input. Kecepatan aliran terlihat mulai lebih cepat ketika memasuki daerah case dan sirip. Hal ini dikarenakan pada daerah commit to user case udara panas yang masuk dipertahankan di dalam case yang terdapat sirip di
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dalamnya dan diserap oleh pipa galvanis. Aliran fluida CMC juga menjadi lebih cepat karena viskositas CMC menurun akibat temperatur yang tinggi yang diperoleh dari udara panas di dalam case. Kecepatan udara di dalam case menurun dibandingkan ketika dilakukan pengukuran kecepatan udara yang masuk. Temperatur pipa galvanis di dalam case membuatnya menyerap temperatur udara di dalam case, sehingga menyebabkan temperatur udara menurun dan kecepatan udara juga ikut menurun.
BAB V commit to user ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Pada bab ini, dilakukan interpretasi dan analisis terhadap hasil olahan data pada bab sebelumnya. Interpretasi merujuk pada proses penafsiran terhadap hasil penelitian, sedangkan analisis yang dilakukan untuk mengetahui perihal penyebab timbulnya suatu hasil tertentu. Analisis dan interpretasi hasil pada bab ini meliputi analisis terhadap hasil simulasi dan rekomendasi perbaikan rancangan Temperature Control System (TCS).
5.1 ANALISIS HASIL PENELITIAN Pada sub bab ini diuraikan mengenai analisis hasil hasil simulasi yang dilakukan, dan rekomendasi. Rekomendasi yang muncul digunakan sebagai masukan untuk perbaikan desain Temperature Control System selanjutnya untuk meningkatkan
kinerja
Temperature
Control
System.
Analisis
dilakukan
berdasarkan hasil dari penelitian yang mengacu pada diagram pengaruh yang sudah dijelaskan pada bab III.
5.1.1
Analisis Hasil Simulasi TCS (Temperature Control System) merupakan kasus yang kompleks. Hal
ini terlihat dari banyaknya variabel yang mempengaruhi variabel yang lain seperti yang terlihat pada influence diagram. Beberapa variabel dan input yang memberikan pengaruh terhadap tujuan penelitian mempunyai efek yang cukup besar terhadap penelitian khususnya pada hasil simulasi. Beberapa pengaruh pada influence diagram terlihat pada hasil simulasi yang memperlihatkan distribusi temperatur udara dan fluida CMC pada TCS. Gambar 5.1 memperlihatkan hasil simulasi dari distribusi temperatur pada TCS. Temperatur udara di sekitar case dan sirip terlihat merata karena temperatur udara yang masuk dari inlet menyebar di sepanjang sirip dan case.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 5.1 Distribusi temperatur pada TCS
Temperatur fluida kurang merata. Pada daerah dekat inlet, fluida cenderung berkumpul karena udara yang dihembuskan melalui inlet tidak terserap sempurna ke dalam pipa. Setelah melewati inlet, terlihat lebih merata karena temperatur udara yang diserap oleh pipa. Aliran kecepatan yang terjadi pada TCS diperlihatkan pada gambar 5.2 berikkut ini.
Gambar 5.2 Aliran kecepatan pada TCS Aliran kecepatan udara yang masuk melalui inlet memiliki kecepatan 1,77 m/s. Kecepatan ini turun menjadi 0,074 m/s hingga memasuki case karena ketika memasuki ruang yang memiliki diameter lebih besar, kecepatan udara menjadi menurun. Aliran kecepatan fluida CMC bertambah setelah melewati inlet 1 dan 2 usermulai dapat diserap oleh pipa dan karena udara yang dihembuskan commit melalui to inlet
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
membuat temperatur fluida CMC bertambah sampai dengan 1,48 m/s. Viskositas fluida berkurang dan kecepatannya bertambah hingga keluar dari case. Kecepatan fluida CMC mengalami kenaikan sebesar 0,02 %. Selanjutnya akan dibahas tiap tahap dari influence diagram yang mempengaruhi TCS (Temperature Control System). Gambar 5.3 memperlihatkan beberapa variabel dan inputan yang mempengaruhi TCS ketika udara mulai masuk ke dalam sistem. Temperatur udara lingkungan
Temperatur elemen
Dimensi inlet Kalor
Kecepatan aliran masuk
Kecepatan blower Dimensi exhaust
Kerapatan udara
Panas jenis udara
Viskositas udara
Konduktivitas thermal udara
Gambar 5.3 Penyebab distribusi temperatur dan kecepatan aliran udara kurang sempurna
Udara yang masuk ke dalam sistem berasal dari lingkungan. Kecepatan udara yang masuk akan dipengaruhi oleh dimensi inlet dan kecepatan blower. Temperatur elemen juga mempengaruhi kalor yang masuk ke dalam sistem. Kecepatan udara dan kalor ini langsung mempengaruhi komponen udara yaitu kerapatan udara, viskositas udara, konduktivitas thermal udara, dan panas jenis udara. Keempat variabel ini yang akan mempengaruhi temperatur dan aliran kecepatan udara di dalam case seperti yang terlihat pada gambar 5.4.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 5.4 Potensi penyebab distribusi temperatur dan kecepatan aliran udara di dalam case kurang sempurna
Kerapatan, viskositas, konduktivitas thermal, dan panas jenis udara mempengaruhi temperatur udara dan aliran kecepatan udara di dalam case. Selain keempat variabel tersebut, dimensi dan material dari TCS seperti fin dan case juga mempengaruhi temperatur dan aliran kecepatan udara di dalam case. Distribusi dan aliran kecepatan udara saling mempengaruhi dan juga mempengaruhi temperatur dan aliran kecepatan fluida CMC di dalam pipa. Hubungan ini diperlihatkan pada gambar 5.5.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gambar 5.5 Potensi penyebab distribusi temperatur dan kecepatan aliran fluida CMC di dalam pipa kurang sempurna
Kerapatan, viskositas, konduktivitas thermal, dan panas jenis fluida CMC mempengaruhi temperatur CMC dan aliran kecepatan CMC di dalam pipa. Dimensi dan material pipa juga mempengaruhi temperatur dan aliran kecepatan udara di dalam case.
5.1.2
Rekomendasi Perbaikan Rancangan TCS (Temperature Control System) Hasil simulasi yang diperoleh memberikan gambaran mengenai kinerja
Temperature Control System saat ini. Oleh karena itu, dari hasil simulasi tersebut dapat diketahui beberapa hal yang menyebabkan distribusi temperatur yang terjadi. Dari visualisasi yang terlihat dapat diperoleh beberapa rekomendasi untuk dapat memperbaiki penelitian Temperature Control System selanjutnya. Rekomendasi ini berguna untuk perancangan desain yang dapat lebih meningkatkan kinerja Temperature Control System. Beberapa rekomendasi yang muncul berdasarkan hasil simulasi yaitu untuk memeratakan distribusi temperatur. Distribusi temperatur yang tinggi pada inlet kemudian menurun setelah melewati inlet menunjukkan bahwa temperatur yang tinggi akan memasuki temperatur yang rendah dan akan menurun dari commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
temperatur sebelumnya untuk menaikkan temperatur pada ruang yang ditempatinya dan mengisi ruang yang temperaturnya lebih rendah. Setelah memasuki ruang pada case yang tidak mendapat aliran udara panas, temperatur yang tadinya cukup tinggi di daerah dekat inlet menjadi sedikit menurun. Selain itu, pipa galvanis juga menyerap temperatur udara pada case yang menyebabkan temperaturnya menurun. Pemasangan sirip pada Temperature Control System mempunyai andil yang cukup besar dalam mempertahankan temperatur di dalamnya. Seperti yang terlihat pada gambar 5.1, temperatur udara di dalam case tetap berada pada temperatur 97oC. Hal ini sangat membantu distribusi temperatur pada Temperature Control System. Rekomendasi yang dapat dimunculkan untuk meningkatkan kinerja Temperature Control System adalah dengan mengubah dimensi pipa untuk case, mengubah temperatur udara yang masuk ke dalam case, dan mengubah flow udara yang masuk ke dalam case. Tabel 5.1 menggambarkan kondisi sistem TCS dengan beberapa perlakuan rekomendasi yang dimunculkan. F2, T21 F1
F1
T10
T11
F2, T20 Gambar 5.6 Diagram sederhana sistem TCS Data Awal: F1
= Flow CMC masuk = 1,06 m/s
F2
= Flow udara masuk = 1,77 m/s
T10
= T CMC masuk = 30oC
T11
= T CMC keluar = 33oC
T20
= T udara masuk = 97oC
T21
= T udara keluar (yang terukur) = 47,6oC commit to user Tabel 5.1. Tabel Hasil Perlakuan Rekomendasi Sistem TCS
perpustakaan.uns.ac.id No
digilib.uns.ac.id
Perlakuan
Hasil
Keterangan
Kesimpulan
T udara keluar 47oC Tekanan CMC pada pipa 32,41 Pa Densitas CMC di pipa 0,691 kg/m3 Viskositas CMC pada pipa 0,000226 kg/ms 1
Validasi
k CMC pada pipa
Selisih 1,26%
Model dapat
Model
0,03607 w/mk
(mewakili sistem
digunakan
Cp CMC pada pipa
nyata)
untuk estimasi
1713,21 J/kgK Tekanan udara di case 44,05 Pa Intensitas Turbulensi udara di case 0,192% k udara di case 0,0242 w/mk Laju alir CMC naik 0,67 %
2
Laju alir udara mulai naik pada posisi sirip ke 5
d case
Tekanan CMC pada
diperkecil
pipa menjadi 76,55Pa
26,7%
Densitas CMC di pipa
d awal = 15
menjadi 0,001 kg/m3
cm
Viskositas CMC pada
Turun 31,85 %,
d akhir = 11
pipa menjadi 0,000154
Viskositas Fluida di
cm
kg/ms
dalam pipa berkurang
k CMC pada pipa menjadi 0,6 w/mk
Naik 136,2%
Turun 99,85%
Naik 15,6%, Fluida menyerap panas lebih banyak
commit to user
Bagus untuk perbaikan Sistem
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 5.1. Tabel Hasil Perlakuan Rekomendasi Sistem TCS (Lanjutan) No
Perlakuan
Hasil
Keterangan
Cp CMC pada pipa
Naik 1,44%, Energi
menjadi 4182 J/kgK
pada fluida bertambah
Kesimpulan
Turun 8,5%, temperatur udara di d case
T udara keluar 43oC
diperkecil
d awal = 15 cm d akhir = 11 cm
naik 0,49% Tekanan udara di case menjadi 3,89 Pa Intensitas Turbulensi udara di case menjadi 0,041%
Turun 91,2%
w/mk Tekanan CMC pada pipa 59,72Pa Densitas CMC di pipa
perbaikan Sistem
Turun 0,088%, Turbulensi berkurang pada titik setelah
Tetap
Naik 45,73%
Turun 98,5
d case
0,01 kg/m3
diperbesar 20
Viskositas CMC pada
%
pipa 0,000176 kg/ms
d awal = 15
k CMC pada pipa
cm
menjadi 0,6 w/mk
d akhir = 18
Cp CMC pada pipa
Naik 1,44%, Energi
cm
4182 J/kgK
pada fluida bertambah
Turun 22,12%
Tekanan udara di case
Tidak berpengaruh
Tetap
terhadap sistem
T udara keluar 47,02oC
20,16 Pa
Bagus untuk
melewati inlet 1
k udara di case 0,0242
3
T tertinggi dari permukaan pipa dalam
26,7% 2
dalam case bertambah
Turun 54,2 %
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 5.1. Tabel Hasil Perlakuan Rekomendasi Sistem TCS (Lanjutan) No
Perlakuan
Hasil
Keterangan
d case
3
Turun 56,25 %,
diperbesar 20
Intensitas Turbulensi
Turbulensi aliran
%
udara di case 0,084%
udara berkurang di
d awal = 15
titik awal masuk case
cm d akhir = 18
k udara di case 0,0242
cm
w/mk Tekanan CMC pada pipa 32,41Pa Densitas CMC di pipa 0,691 kg/m3 Viskositas CMC pada pipa 0,000226 kg/ms k CMC pada pipa menjadi 0,03607 w/mk
4
T udara
Cp CMC pada pipa
masuk
1713,21 J/kgK
Tetap
berpengaruh terhadap sistem
Tetap
Tetap
Tetap Kenaikan Tetap
temperatur udara masuk
Naik 0,19%,
menjadi
Temperatur udara
102oC atau
keluar naik bersamaan
T udara keluar 47,09oC
dengan naiknya temperatur udara masuk
Tekanan udara di case 44,05 Pa Intensitas Turbulensi udara di case 0,129% k udara di case 0,0242 w/mk
Tidak
Tetap
dinaikkan
4,9 %
Kesimpulan
Tetap
Tetap
Tetap
commit to user
tidak berpengaruh terhadap sistem
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 5.1. Tabel Hasil Perlakuan Rekomendasi Sistem TCS (Lanjutan) No
Perlakuan
Hasil
Keterangan
Tekanan CMC pada pipa 32,41Pa Densitas CMC di pipa 0,691 kg/m3 Viskositas CMC pada pipa 0,000226 kg/ms k CMC pada pipa menjadi 0,03607 w/mk Cp CMC pada pipa
T udara
1713,21 J/kgK
masuk 5
Tetap
Tetap
Tetap
Tetap Penurunan Tetap
temperatur udara masuk
Turun 0,21%,
diturunkan
Temperatur udara
o
menjadi 92 C atau 5,15%
Kesimpulan
T udara keluar 46,9oC
keluar turun bersamaan dengan
tidak berpengaruh terhadap sistem
turunnya temperatur udara masuk Tekanan udara di case 44,05 Pa Intensitas Turbulensi udara di case 0,129% k udara di case 0,0242 w/mk Temperatur CMC keluar 33oC
Tetap
Tetap
Tetap Kenaikan laju
Flow udara 6
Tetap
Naik 19,2%, Tekanan
alir udara
dinaikkan
Tekanan CMC pada
fluida naik karena flow tidak
menjadi 3m/s
pipa 38,64 Pa
udara bertambah dan
berpengaruh
temperatur udara naik
terhadap
atau 41 % Densitas CMC di pipa 0,691 kg/m3
Tetap
commit to user
sistem
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 5.1. Tabel Hasil Perlakuan Rekomendasi Sistem TCS (Lanjutan) No
Perlakuan
Hasil Viskositas CMC pada pipa 0,000387 kg/ms k CMC pada pipa menjadi 0,03607 w/mk Cp CMC pada pipa 1713,21 J/kgK
Keterangan
Kesimpulan
Naik 71,2%, Viskositas Fluida di dalam pipa bertambah Tetap
Tetap Naik 0,04%, Flow udara bertambah
Kenaikan laju
membuat temperatur
alir udara
udara keluar naik,
tidak
menjadi 3m/s
panas tidak diserap
berpengaruh
atau 41 %
oleh CMC
terhadap
Naik 6,55%, Tekanan
sistem
Flow udara 6
dinaikkan
T udara keluar 47,02oC
Tekanan udara di case 332,55 Pa
udara naik seiring flow udara yang bertambah Naik 0,186%,
Intensitas Turbulensi
Turbulensi aliran
udara di case 0,315%
udara bertambah di titik inlet 2
k udara di case 0,0242 w/mk
Tetap
Temperatur CMC keluar Flow udara
7
Penurunan
33oC
diturunkan
Turun 110,26%,
menjadi 1
Tekanan fluida turun
m/s atau 43,5%
Tekanan CMC pada pipa 4,52 Pa
karena flow udara berkurang dan temperatur udara turun
laju alir udara tidak berpengaruh terhadap sistem
commit to user Tabel 5.1. Tabel Hasil Perlakuan Rekomendasi Sistem TCS (Lanjutan)
perpustakaan.uns.ac.id No
digilib.uns.ac.id
Perlakuan
Hasil Densitas CMC di pipa 0,691 kg/m3 Viskositas CMC pada pipa 0,000115 kg/ms k CMC pada pipa menjadi 0,03607 w/mk Cp CMC pada pipa
7
Flow udara
1713,21 J/kgK
diturunkan
T udara keluar 47,3oC
menjadi 1
Keterangan
Kesimpulan
Tetap Turun 49,1%, Viskositas Fluida di dalam pipa berkurang Tetap
Tetap Naik 0,63% Turun 50,8%, Tekanan
m/s atau
Tekanan udara di case
udara turun seiring
43,5%
21,65 Pa
flow udara yang
Penurunan laju alir udara tidak berpengaruh terhadap sistem
berkurang Turun 0,037%, Intensitas Turbulensi udara di case 0,092%
Turbulensi aliran udara berkurang di titik ketika memasuki case
k udara di case 0,0242 w/mk
Tetap
Perlakuan pada nomer 1 merupakan validasi model simulasi yang dilakukan untuk mengetahui apakah model yang digunakan dapat mewakili sistem nyata TCS. Hasil validasi menunjukkan bahwa temperatur udara keluar, tekanan CMC di pipa dan udara di case, densitas CMC, viskositas CMC, Cp CMC, dan k CMC di pipa dan udara di case memiliki selisih sebesar 1,26% (tidak mencapai 5%) dengan hasil sistem nyata yang tertulis pada data awal. Berdasarkan selisih tersebut maka dapat disimpulkan bahwa model yang dilakukan dapat mewakili sistem nyata. Perlakuan nomer 2 dan 3 adalah dengan mengubah ukuran atau dimensi to user case. Pada nomer 2 memperkecilcommit diameter case hingga 26,7% dengan diameter
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
awal 15 cm menjadi 11 cm. Hasil dari memperkecil diameter case menunjukkan bahwa laju alir CMC naik pada posisi sirip ke-5 hingga 0,67% dari data awal dan viskositas CMC berkurang yang menunjukkan bahwa penyerapan panas ke dalam pipa lebih besar dan temperatur udara yang keluar dari case lebih sedikit, terlihat dari hasilnya yaitu turun hingga 8,5% atau sebesar 4,6oC. Memperkecil diameter bagus untuk perbaikan sistem, namun hasil yang diperoleh tidak berpengaruh banyak terhadap kinerja sistem dengan tujuan mendapatkan temperatur CMC pada range temperatur 33oC – 34oC. Perlakuan nomer 3 adalah dengan memperbesar diameter case hingga 20% dengan diameter awal 15 cm menjadi 18 cm. Hasil dari memperbesar diameter case menunjukkan bahwa viskositas CMC turun hingga 21,12% yang menunjukkan bahwa penyerapan panas ke dalam pipa kecil dan temperatur udara yang keluar dari case lebih besar terlihat dari hasilnya yaitu naik 0,04% atau sebesar 0,02oC. Memperbesar diameter tidak berpengaruh terhadap kinerja sistem dengan tujuan mendapatkan temperatur CMC pada range temperatur 33oC – 34oC karena hasilnya cenderung tetap. Perlakuan nomer 4 dan 5 adalah dengan mengubah temperatur udara yang masuk ke dalam case. Pada nomer 4 temperatur udara masuk dibuat lebih tinggi mencapai 102oC atau naik 4,9% dari data awal dan pada perlakuan nomer 5 temperatur udara masuk diturunkan mencapai 92oC atau turun 5,15%. Hasil perlakuan nomer 4 menunjukkan bahwa hanya temperatur udara keluar yang mengalami perubahan yaitu menjadi 47,09 atau naik 0,19%. Sedangkan untuk Tekanan CMC dan udara, densitas CMC, viskositas CMC, k CMC dan udara, serta turbulensi udara tidak mengalami perubahan. Hasil yang sama juga terjadi pada perlakuan nomer 5. Hanya temperatur udara keluar saja yang mengalami perubahan yaitu turun menjadi 46,9oC atau turun 0,21% serta tetap pada parameter yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa mengubah temperatur udara masuk tidak berpengaruh pada sistem TCS yang ada. Perlakuan nomer 6 dan 7 adalah dengan mengubah flow atau laju alir udara yang masuk ke dalam case. Pada nomer 6 flow udara dinaikkan menjadi 3 m/s atau naik 41%. Hasilnya menunjukkan beberapa parameter yang berubah berbanding lurus dengan berubahnya flow udara seperti tekanan CMC dan udara, to user viskositas CMC, dan turbulensi commit udara. Sedangkan k CMC dan udara, dan Cp
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
CMC tetap. Temperatur udara yang dibuang malah naik dari temperatur pada data awal menjadi 47,02oC atau naik 0,04% sedangkan temperatur CMC tetap. Hal ini menunjukkan bahwa panas udara tidak diserap oleh CMC dengan baik, sehingga penurunan flow ini tidak berpengaruh terhadap sistem. Perlakuan nomer 7 flow udara masuk diturunkan menjadi 1 m/s atau 43,5%. Hasilnya tak jauh beda dengan perlakuan nomer 6. Terdapat beberapa parameter yaitu tekanan CMC dan udara, viskositas CMC, dan turbulensi udara berubah berbanding lurus dengan berubahnya flow udara masuk. Untuk k CMC dan udara, temperatur CMC keluar dan Cp CMC juga tetap. Hanya temperatur udara keluar yang berubah yaitu naik 0,63% menjadi 47,3oC. Mengubah flow udara yang masuk ternyata tidak berpengaruh terhadap sistem nyata. Dari 7 perlakuan yang sudah dilakukan dapat disimpulkan bahwa mengubah diameter case tidak berpengaruh terhadap performa penyerapan panas oleh CMC. Kalaupun ada pengaruh, hanya sebesar 8,5% saja. Mengubah temperatur dan flow udara masuk juga tidak berpengaruh terhadap sistem nyata. Ketiga perlakuan tersebut adalah mengubah-ubah bagian luar TCS atau pada case dan udara. Untuk rekomendasi yang lain dapat dilakukan perlakuan terhadap bagian dalam atau pada bagian pipa dan CMC yaitu dapat dengan mengubah model aliran CMC atau memberi penghalang di dalam pipa untuk melancarkan aliran CMC dan membuat performa heat exchanger pada CMC menjadi lebih baik.
5.2 INTERPRETASI HASIL PENELITIAN Simulasi Temperature Control System dengan menggunakan perangkat lunak CFD (Computational Fluid Dynamics) Fluent digunakan untuk mengetahui kinerja alat dan memperbaiki rancangan untuk meningkatkan kinerja TCS. Simulasi yang digunakan adalah simulasi berbasis CFD karena dalam penelitian ini ingin mengetahui kinerja alat pengendali temperatur fluida. Simulasi CFD merupakan simulasi khusus untuk fluida yang dapat menggambarkan visualisasi hasil secara baik dan mewakili sistem fisik yang ada. Hasil simulasi menunjukkan terdapat beberapa daerah dengan distribusi temperatur udara di sekitar daerah case yang kurang merata meskipun target commityaitu to user temperatur fluida tetap dapat tercapai pada range 33oC – 34oC. Terdapat
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
daerah dengan udara yang mengalami kenaikan temperatur dan mengalami penurunan. Karena hal ini maka dilakukan beberapa perlakuan dengan mengubah diameter case, mengubah temperatur udara masuk dan flow udara masuk. Namun, hasil dari tiga perlakuan tersebut ternyata tidak berpengaruh terhadap sistem, Kalaupun ada pengaruh, hanya sebesar 8,5% saja. Sehingga muncul sebuah rekomendasi untuk melakukan perlakuan terhadap bagian dalam atau pada bagian pipa dan CMC yaitu dapat dengan mengubah model aliran CMC atau memberi penghalang di dalam pipa untuk melancarkan aliran CMC dan membuat performa heat exchanger pada CMC menjadi lebih baik. Pada penelitian ini, simulasi CFD Fluent yang dilakukan juga masih secara keseluruhan bagian TCS. Karena itu hasil yang diperoleh hanya mewakili kinerja TCS secara keseluruhan dan kurang mengetahui hasil masing-masing bagiannya. Sehingga untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan simulasi TCS untuk tiaptiap bagian dan dibandingkan secara keseluruhan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Pembuatan
simulasi
Temperature Control
System berbasis
CFD
merupakan usaha-usaha penelitian yang dilakukan untuk membantu memecahkan masalah hambatan internal flow fluida viscous. Ikhtisar hasil penelitian terangkum dalam kesimpulan serta masukan perbaikan untuk penelitian selanjutnya tertuang dalam saran penelitian.
6.1 KESIMPULAN Hasil penelitian mengenai pembuatan simulasi Temperature Control System pada internal flow fluida viscous dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Temperature Control System pada internal flow fluida viscous telah dapat disimulasikan menggunakan perangkat lunak CFD (Computational Fluid Dynamics) dengan menunjukkan hasil kinerja alat yang belum optimum. 2. Hasil simulasi memperlihatkan bahwa terjadi penurunan viskositas fluida CMC antara sesudah dan sebelum keluar TCS sehingga diharapkan produktivitas pendistribusian fluida CMC meningkat. 3. Penyebab temperatur yang belum homogen di dalam case adalah karena masuknya udara dari inlet yang membuat temperatur udara naik dan mulai menurun ketika tidak berada di dekat inlet. 4. Mengubah diameter case 26,7% dapat meningkatkan temperatur udara dalam case sebesar 8,5% namun belum berpengaruh signifikan terhadap penyerapan panas oleh CMC di dalam pipa.
6.2 SARAN Saran-saran yang diberikan bertujuan agar hasil rancangan Temperature Control System dapat dikembangkan menjadi fasilitas produksi tambahan yang lebih baik berdasarkan hasil simulasi. Saran-saran yang diberikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Pembuatan simulasi CFD (Computational Fluid Dynamics) Fluent dapat dilakukan simulasi khusus bagian sistem case untuk mempersempit range commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
temperatur agar hasil simulasi lebih akurat dan distribusi temperatur lebih terlihat. 2. Kinerja Temperature Control System dapat ditingkatkan dengan mengubah model aliran CMC atau memberi penghalang di dalam pipa. 3. Rekomendasi perbaikan sebaiknya disimulasikan terlebih dahulu dengan simulasi CFD (Computational Fluid Dynamics) Fluent sebelum diterapkan untuk perancangan TCS (Temperature Control System) selanjutnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA Banks, Jerry, John S. Carson, Barry L. Nelson, David M. Nicol, 2000. DiscreteEvent System Simulation 3th Edition. New Jersey : Prentice Hall.
Bakker, Andre. 2002. Meshing, Applied Compitational Fluid Dynamics (Course). Tersedia di: http://www.bakker.org [19 januari 2011]
Brady E.J., 1999. Kimia Universitas Asas dan Struktur. Jakarta: Binarupa Aksara. Budianto, Anwar. 2008. Metode Penentuan Koefisien Kekentalan Zat Cair dengan Menggunakan Regresi Linear Hukum Stokes. Proceeding Seminar Nasional IV SDM Teknologi Nuklir. Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir, Batan. Chapra, Steven C. Canale, Raymond P. 1998. Numerical Methods for Engineers: With Programming and Software Applications 3th. Singapore : McGrawHill.
Cengel, Y.A., Boles, M.A., 2005. Thermodynamics – An Engineering Approach 5th Edition. New York : McGraw-Hill.
Desburn, Mathicu. 2005. Meshing: A (Biased) Crash Course. Discrete Differential Geometry: An Applied Introduction ACM SIGGRAPH 2005 Course.
Giles, R.V. 1984. Mekanika Fluida dan Hidraulika Terjemahan: Herman W.S. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Griebel, Michael, Thomas Dornseifer, and Tilman Neunhoeffer. 1998. Numerical Simulation in Fluid Dynamics A Practical Introduction. Philadelphia: Siam. to user Holman, J.P. 1986. Heat Transfercommit 6th Edition. Singapore: McGraw-Hill.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Incropera, F. P., David P. D., 1996. Introduction to Heat Transfer Third Edition. USA: John Wiley&Sons, Inc.
Kakiay, Thomas J. Pengantar Sistem Simulasi. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Law, A.M., Kelton, W. David. Simulation Modeling and Analysis. 2000. New York : McGraw-Hill.
Masyithah, Zuhrina, ST., MSc., dan Bode Haryanto ST., MT., 2006. Buku Ajar Perpindahan Panas. Tersedia di: e-course.usu.ac.id [20 januari 2011].
Nasution, Ichwan Ridwan. 2005. Aliran seragam pada saluran terbuka teori dan penyelesaian soal-soal. Tersedia di : repository.usu.ac.id [20 Januari 2011].
Pandey, K.M. and Virendra Kumar. CFD Analysis of Twin Jet Flow At Mach 1.74 with Fluent Software. 2010. International Journal of Environmental Science and Development, Vol.1 No.5. ISSN : 2010-0264.
Permatasari, Prita. 2010. Perancangan Temperature Control System Pada Internal Flow Fluida Viscous (Studi Kasus pada Perusahaan Industri Makanan PT. Lombok Gandaria). Skripsi Sarjana-1, Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Priscilla, Rena. 2010. Perancangan Temperature Control System Pada Internal Flow Fluida Viscous (Studi Kasus pada Perusahaan Industri Makanan PT. Lombok Gandaria). Skripsi Sarjana-1, Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Ramasubramanian, Melur K., Ph.D,. Donald A. Shiffler, Ph.D., Amit Jayachandran. 2008. A Computational Fluid Modeling and experimental commit to user Study of the Mixing Process for the Dispersion of the Synthetic Fibers in
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Wet-Lay Forming. North Carolina State University, Raleigh, North Carolina, USA. Volume 3, Issue 1. Tersedia di : http://www.jeffournal.org [13 Januari 2012]
Sudibyo, Henny, Indarto, Anjar Susatyo, Adha Imam Cahyadi, 2010. Karakteristik Turbin Propeler Head Sangat Rendah Berdasarkan Hasil Simulasi Fluent Dan Pengujian Lapangan. Seminar Nasional Tahunan Teknik Mesin (SNTTM) ke-9. Palembang. ISBN : 978–602–97742– 0-7, 13-15 Oktober 2010.
Tipler, Paul A. 1998. Physic for Scientist and Engineers, Third Edition Terjemahan: Lea Prasetio dan Rahmad W. Adi. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Tuakia, Firman. 2008. Dasar-Dasar Menggunakan CFD Fluent. Bandung: Penerbit Informatika.
Welty, James R. 2004. Dasar-dasar Fenomena Transport Edisi ke-4. Terjemahan: Ir. Gunawan Prasetio. Jakarta: Erlangga.
commit to user