PERANCANGAN FURNITUR DAN AKSESORIS RESTORAN PADA HOTEL RESORT THE SANCHAYA BINTAN ERTIKA PRISKILA Jalan Kresek 2 no. 15K 0821.1426.4326
[email protected] Oktavianus M. Nangoy, S.Sn, M.Ds Sri Rachmayanti, S.Sn, M.Ds ABSTRAK Banyaknya turis mancanegara yang datang untuk menikmati keindahan Pulau Bintan , tanpa pengenalan lebih lanjut mengenai kekayaan kebudayaan Asia khususnya Indonesia membuat penulis memakai konsep bentuk yang berasal dari ragam hias Indonesia yaitu motif Batik Melayu Riau. Transformasi bentuk dari tradisional menjadi modern, dengan tetap memperhatikan faktor ergonomis, sesuai dengan konsep hotel resort yaitu untuk bersantai, menghilangkan kejenuhan, dan mendapatkan suasana tenang. Tujuan dari penyusunan tugas akhir ini adalah untuk menggambarkan secara visual suatu fungsi furnitur dan aksesoris pada restoran sebuah hotel resort sebagai fasilitas yang menjadi nilai tambah pada hotel resort di Pulau Bintan, Riau. Metode yang digunakan adalah (1) Studi literatur melalui media cetak (buku, majalah), media elektronik (internet,televisi) dan lain-lain. (2) Observasi langsung untuk memperoleh data lapangan secara riil. (3) Analisa data. Tema yang diambil pada perancangan ini ialah “reflecting the region’s art”, dimana desain ini mengacu pada perencanaan furnitur aksesoris yang memiliki hubungan dengan kekayaan seni dan keindahan alam Pulau Bintan, serta atmosfer yang ingin dihadirkan pada perancangan interior ini, yaitu suasana yang nyaman dan santai.
Kata kunci : Restoran, Hotel Resort, Pulau Bintan, seni, alam
ABSTRACT The number of foreign tourists who come to enjoy the beauty of the island of Bintan, without awareness of the cultural wealth of Asia, especially Indonesia makes authors use the concept of form derived from the Batik cloth of Riau. The transformation from traditional to modern forms, with due regard to ergonomic factors, in accordance with the concept of the resort hotel to relax, relieve boredom, and a quiet atmosphere. The goal of design is to visually describe a function furniture and accessories at a resort restaurant as a value-added amenities at the hotel resort on the island of Bintan, Riau. The method used is (1) Study of literature through the print media (books, magazines), electronic media (internet, television) and others. (2) direct observation to obtain field data in real terms. (3) Analysis of data. The design concept is “reflecting the region’s art”, which refers to the planning furniture accessories design that have a connection with the natural beauty of Bintan Island, its art, and the atmosphere, which is comfortable and relaxed. Keyword : Restaurant, Resort Hotel, Bintan Island, art, nature
1
PENDAHULUAN Keberadaan rumah makan atau restoran di sebuah hotel resort memiliki peranan yang sangat penting. Wisatawan yang mengunjungi hotel resort biasanya akan menginap lebih lama dibanding hotel bisnis dan lainnya. Tamu hotel resort memiliki kebutuhan yang lebih besar terhadap fasilitas hotel, terutama restoran. Biasanya tamu hotel akan bersantai di restoran sambil menikmati nuansa alam dan fasilitas lain. Menyadari hal ini, maka diperlukan desain restoran yang menyatu dengan alam, furnitur yang ergonomis, dan terkonsep dengan baik. Salah satu hotel resort yang menampilkan keindahan alam yang sangat indah terletak di Pulau Bintan. Pulau Bintan adalah pulau terbesar di Kepulauan Riau, terletak 50 mil sebelah selatan Singapura. Pulau Bintan menyimpan pesona keindahan tiada tara, namun namanya jarang terdengar terutama di kalangan masyarakat Indonesia sendiri. Selama ini Indonesia identik menawarkan Pulau Bali kepada para turisme, namun semua itu kini harus direvisi karena lambat tapi pasti Bintan telah berubah menjadi tujuan utama wisatawan turis, sebagai pintu gerbang mimpi menjadi kenyataan. Bintan dikaruniahi dengan indahnya pantai, teluk, dan daerah penyelaman yang mempesona. Dengan visi "Mengarungi Ombak Besar untuk Kemakmuran, Persaingan dan Kebudayaan 2010", investor internasional berlomba-lomba mengembangkan banyak hotel, resort, dan lapangan golf di Pulau Bintan. Pulau Bintan ini muncul sebagai ikon pariwisata di Indonesia sekitar tahun 1996. Dan secara resmi dibuka dengan nama Bintan Resort. Pulau yang eksotis itu kini menyulap diri menjadi surga wisata dunia. Keindahan pasir yang eksotis dan alami ini menjadi andalan untuk menarik turis mancanegara. Selain penambangan dan perdagangan antar pulau, turisme merupakan kontribusi yang terbesar bagi pendapatan daerah bagian utara pulau bintan yang disebut Lagoi. Lagoi disediakan khusus turisme, khususnya bagi turis-turis asal Malaysia dan Singapura. Penataan lagoi ini seperti nusa dua di Bali dengan beberapa hotel bintang 5, golf courses dan juga spa. Mata uang yang diberlakukan untuk hotel-hotel berbintang adalah Dollar Singapura atau US Dollar. Daerah lagoi ini ditata sangat baik dengan sistem keamanan atau security yang sangat maksimal untuk memastikan keamanan bagi para turis. Pantai nya yang indah dan tertutup dari masyarakat ramai membuat keaslian pantai terjaga. Selain itu keamanan dan privasi pengunjung pun terjaga. Berdekatan dengan Batam dan Singapura, yang menjadi daya tarik tersendiri dari pulau ini. Keindahan alam seperti kemilau pasir putih, kekayaan alam bawah laut, dan rimbunnya pepohonan adalah perpaduan yang membuat pulau ini terlihat sangat cantik dan indah. Selain itu juga terdapat Gunung Bintan, hutan mangrove, dan pesona alam lainnya. Namun sayangnya, Pulau Bintan kurang dikenal oleh masyarakat Indonesia sendiri, bahkan negara Singapura yang lebih gencar memasarkan Pulau Bintan ini sebagai objek wisatanya. Salah satu majalah di Singapura memasarkan Pulau Bintan sebagai bagian dari daerah tujuan wisata Singapura lewat berbagai biro perjalanan utama Singapura. Pulau Bintan yang terletak sebelah selatan Singapura, dipasarkan sebagai daerah tujuan tambahan bagi para wisatawan mancanegara yang berlibur di negara kota tersebut. Pariwisata bahari dan sejarah di pulau terbesar digugusan pulau yang ada di provinsi Kepulauan Riau itu dimasukkan sebagai satu dari 10 tempat atraktif bagi para 2
wisatawan asing yang mengunjungi Singapura. Operator pariwisata di Singapura juga menjual Bintan sebagai tempat berlibur yang tepat bagi para wisatawan yang mengunjungi berbagai daerah wisata Asia dengan kapal pesiar super star. Hal ini menyebabkan kurangnya pengetahuan turis mancanegara mengenai Indonesia yang merupakan negara dari Pulau Bintan. Melalui perancangan restoran The Sanchaya Resort Hotel ini diharapkan mampu menampilkan kebudayaan dan kekayaan asli Indonesia kepada turis mancanegara yang berwisata ke Pulau Bintan. Berdasarkan latar belakang yang telah dibahas, maka ruang lingkup dalam perencanaan ini terbatas pada furnitur dan aksesoris restoran Hotel Resort The Sanchaya yang terletak di Pulau Bintan, Indonesia. Permasalahan yang ditemukan ialah: • Pengguna Bagaimana furnitur pada sebuah restoran dapat menciptakan kenyamanan, dan keamanan pengguna, serta sesuai dengan aktivitas yang ada dalam restoran? Seringkali dimensi furnitur pada restoran tidak sesuai sehingga menyebabkan ketidaknyamanan, dan kurangnya faktor keamanan. •
Lokasi Bagaimana penerapan material yang sesuai dengan keberadaan lokasi, suhu dan kelembaban, sehingga mampu menciptakan keawetan furnitur dan aksesoris?
•
Estetis Bagaimana membuat sebuah furnitur yang ergonomis namun tetap memperhatikan faktor estetis seperti bentuk, dimensi, pemilihan material, warna, dan sebagainya sehingga mampu menciptakan keharmonisan desain?
•
Teknis Bagaimana membuat sebuah furnitur dan aksesoris dengan tetap memperhatikan faktor teknis, seperti kemudahan dan kecepatan dalam proses produksi, mudah dalam perawatan, serta menekan biaya produksi? Faktor teknis seperti keberadaan bahan baku, juga seringkali menghambat proses produksi dan desain sebuah furnitur dan aksesoris.
Hotel resort yang dipakai sebagai penelitian yaitu The Sanchaya, hotel yang akan segera dibangun di Pulau Bintan. Selain itu, akan dilakukan pula penelitian terhadap hotel resort Ayana yang berada di Pulau Bali dan hotel resort The Valley yang berlokasi di Bandung sebagai studi banding terhadap hotel resort The Sanchaya. Tujuan perancangan ini ialah sebagai berikut. a. Membuat perancangan furnitur dan aksesoris yang mendukung konsep hotel resort yaitu sebagai tempat untuk relaks bagi para wisatawan / pengguna. b. Membuat perancangan furnitur dan aksesoris yang memperhatikan faktor lokasi dan teknis. c. Dalam faktor estetis, menampilkan seni kebudayaan Indonesia, khususnya Kepulauan Riau kepada turis mancanegara. 3
Manfaat dari perancangan furnitur and aksesoris restoran di Hotel Resort The Sanchaya ini ialah menciptakan koleksi furnitur dan aksesoris yang memperhatikan faktor pengguna, lokasi, estetis, dan teknis, serta memperkenalkan seni kebudayaan Indonesia, khususnya Kepulauan Riau kepada turis mancanegara sehingga menciptakan keharmonisan desain.
METODE PERANCANGAN
Metode deskriptif kualitatif ialah metode yang akan digunakan dalam Perancangan Furnitur Aksesoris Restoran pada Hotel Resort The Sanchaya, di Pulau Bintan. Adapun metode kualitatif dibagi menjadi 2, yaitu: a. Pengumpulan Data Primer Dalam pengumpulan data primer, hal-hal yang akan dilakukan yaitu berupa survey langsung terhadap tempat yang akan dirancang; yaitu Hotel Resort The Sanchaya, melihat serta merasakan kondisi alam serta obyek-obyek wisata yang berada di sekitar lokasi hotel resort, mempelajari keadaan lingkungan sekitar hotel, menanyakan secara langsung kepada pihak-pihak yang terkait; yaitu pihak hotel terhadap kebutuhan serta berbagai macam permasalahan yang timbul. b. Pengumpulan Data Sekunder Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan pengumpulan buku-buku referensi, studi literatur, serta melalui internet mengenai hal-hal yang berkaitan dengan perancangan furnitur hotel resort di Pulau Bintan. Data-data yang terkumpul ini selanjutnya akan dijadikan acuan untuk melakukan perancangan Furnitur Aksesoris Restoran di Hotel Resort The Sanchaya, Bintan.
HASIL DAN BAHASAN
Ragam hias yang digunakan pada perancangan furnitur aksesoris pada Resort Hotel The Sanchaya ini ialah motif batik Melayu Riau corak dasar bunga kiambang. Konsep “Form Follows Function” yang berawal dari abad 18 oleh Jesuit monk Carlo Lodoli, diterapkan pada perancangan ini. Teori yang awalnya digunakan pada arsitektur ini kemudian mempengaruhi desainer selanjutnya seperti Horatio Greenough dan Louis Sullivan yang menerapkan konsep ini dalam bentuk yang lebih populer. Konsep Form follows function dapat diinterpretasikan sebagai description of beauty or a prescription for beauty, yaitu penggambaran dari sebuah keindahan, atau langkah-langkah untuk menciptakan keindahan. Konsep ini meyakini bahwa keindahan dalam sebuah desain dihasilkan dari kemurnian sebuah fungsi (beauty in design results from purity of function). Sistem operasional furniture yang digunakan pada perancangan Resort Hotel The Sanchaya ini ialah loose furniture yang dapat diletakkan didalam maupun luar ruangan. Namun pada perancangan ini, lebih diprioritaskan untuk diletakkan di dalam ruangan namun menghadap ke pantai, sebagai lounge chair dan foot rest atau meja untuk
4
wisatawan bersantai, membaca buku, minum wine atau cocktail, mendengarkan musik sambil menikmati keindahan alam Pulau Bintan.
Coffee / side table memiliki beberapa fungsi dan style yaitu sebagai meja, dan tempat menaruh buku pada bagian bawah. Selain itu, apabila coffee table ini dibalik atau ditambahkan cushion, dapat digunakan sebagai foot rest yang berpasangan dengan lounge chair. Cushion dipasang menggunakan velcro, tidak menempel permanen, sehingga memudahkan pada saat perawatan. Pada perancangan ini, cushion menggunakan warna merah maroon. Namun pada penggunaan lain, cushion dapat diganti untuk mendapatkan efek yang diinginkan.
Sistem operasional pada tissue box, ialah mengangkat penutupnya saat ingin mengisi tisu. Sementara sistem operasional pada standing/table lamp ialah menggunakan dimmer, dengan tombol on-off yang berada di bagian kaki standing/table lamp. Berdasarkan hasil studi warna kolonial yang merupakan konsep dari The Sanchaya Resort Hotel maka dipilih tiga warna untuk perancangan furnitur dan aksesoris Library and Bar. Warna cokelat tua yang memiliki sifat yang hangat, teduh, dan natural. Secara psikologis, warna cokelat dapat membuat suasana lebih santai, natural, dan eksotis. Warna ini identik dengan kematangan usia dan nilai seni tinggi. Material yang digunakan ialah rotan Manau dengan finishing waterbased yang ramah lingkungan, dengan warna dark brown yang mendukung konsep kolonial dari hotel Resort The Sanchaya. Warna merah maroon digunakan pada cushion furniture.
Selain itu pada aksesoris digunakan material fabric berwarna broken white pada kap lampu dan tissue box dengan aksen motif batik Riau bunga kiambang berwarna gold yang dibordir di sekelilingnya. Warna gold dan maroon termasuk dalam Royal Colour yang dapat membentuk suasana yang tegas dan anggun, serta menunjukkan kemewahan dari resort hotel bintang 5, The Sanchaya. Berdasarkan kebutuhan desain yang telah dijelaskan sebelumnya, dan agar dapat menimbulkan kesan natural dan memperkuat Indonesian Culture, maka material yang digunakan ialah rotan, dengan desain modern. Rotan merupakan bahan baku asli Indonesia yang mudah ditemukan, dan termasuk salah satu material yang mendukung green design karena dapat diolah alam (biodegradable). Konsep natural dan warm dipilih agar pengunjung mendapatkan ketenangan, kesegaran, yang pada akhirnya juga mengenal kebudayaan Asia Tenggara khususnya Indonesia. Furnitur dibuat dengan memperhatikan aspek ergonomis standar internasional.
5
Gambar 1. 3D Library & Bar The Sanchaya Resort Hotel dan Color Scheme
SIMPULAN DAN SARAN
6
Dalam perancangan Tugas Akhir kali ini sangat diperlukan sebuah ketekunan dalam merancang sebuah desain furnitur aksesoris. Lamanya proses studi data, material, finishing, warna, sistem, konstruksi, ergonomi dan akhirnya desain ruangan itu sendiri, dalam waktu yang relatif pendek menjadikan tantangan tersendiri bagi perancang yang sangat memerlukan banyak sumber dalam perancangan ini dan harus diselesaikan dalam waktu yang singkat. Tampilan akhir dari perancangan ini adalah wujud dari studi dan analisa desain serta konsep, yang ditampilkan dalam bentuk gambar kerja, 3D, produksi dan pameran hasil karya.
Simpulan dari perancangan furnitur dan aksesoris hotel resort The Sanchaya ini ialah sebagai berikut.
•
Pengguna Ergonomi pada furnitur dan aksesoris pada perancangan restoran Hotel Resort The Sanchaya ini menggunakan standar ergonomi internasional dengan konsep “form follows function” sehingga tercipta kenyamaan dan keamanan pengguna.
•
Lokasi Melihat lokasi The Sanchaya Resort Hotel yang terletak di tepi pantai, maka material yang dipilih adalah material yang tahan karat. Dengan beberapa pertimbangan yang telah dijabarkan maka digunakan material rotan Manau.
•
Estetis Perancangan tugas akhir ini juga memberi hikmah bagi perancang dalam menampilkan kebudayaan tradisional bangsa sendiri, dan mentransformasikannya dengan sentuhan nature, menciptakan image modern, sehingga dapat diterima dengan baik bagi wisatawan mancanegara. Desain furnitur aksesoris juga dibuat sesuai dengan konsep, fungsi, makro-mikro lingkungan dan estetika dengan memperhatikan beberapa aspek diantaranya target pengguna, layout / pola sirkulasi, ornamen / motif, material, finishing, serta bentuk yang sesuai dengan konsep resort. Pada perancangan Hotel Resort The Sanchaya ini, tema yang diambil ialah ‘reflecting the region’s art’, yang bertujuan memperkenalkan kebudayaan Bintan, Riau dalam hal ini motif batik Riau kepada turis mancanegara dengan tetap memperhatikan aspek keindahan alam / nature yang merupakan tujuan wisatawan yang datang ke resort ini.
•
Teknis Penggunaan material rotan selain memudahkan dalam perawatan juga memperkuat Indonesian Culture. Rotan merupakan bahan baku asli Indonesia yang mudah ditemukan, sehingga menekan biaya pada saat diperlukan penggantian furnitur yang biasanya dilakukan 3-5 tahun sekali. Selain itu rotan termasuk salah satu material ramah lingkungan karena dapat diolah alam (biodegradable). Penggunaan cushion yang tidak dipasang secara permanen,
7
melainkan menggunakan velcro yang dapat dilepas memudahkan pada saat perawatan, gampang untuk dibersihkan. Faktor biaya dalam pengiriman juga dapat ditekan dengan teknik packing lounge chair ditumpuk dengan coffee table / foot rest, sementara cushion dapat diletakkan diantara rongga coffee table. Aspek fungsional diterapkan dalam perancangan lounge chair dan coffee table yang memiliki beberapa fungsi. Coffee table dapat dijadikan sebagai foot rest apabila dibalik atau diletakkan cushion. Selain itu pada bagian bawah coffee table juga dapat menjadi tempat menaruh buku dan lainnya. Pada perancangan ini sudah banyak sekali tantangan yang harus dihadapi oleh perancang, dalam hal pengumpulan data hingga perancangan konsep sangat memerlukan waktu yang tidak sedikit dalam pelaksanaannya.
Sempitnya waktu menjadi sebuah halangan dalam merancang proyek ini, walaupun hal itu sudah menjadi kebiasaan dalam dunia desain, tetapi dengan banyaknya aspek desain yang harus dikerjakan, maka waktu yang lebih banyak dirasa perlu dalam perancangan dengan target scope yang luas. Pada proyek ini pula sangat diperlukan suatu perencanaan yang matang jika ingin membuat suatu desain resort yang menampilkan kekuatan kebudayaan Asia agar mampu menarik wisatawan mancanegara. Dalam perancangan sebuah hotel resort juga diperlukan pola pikir penerapan nuansa natural dan green design yang harus tetap dipegang sebagai acuan setiap penyusunan konsep.
Dengan demikian jasa desainer interior dan furnitur aksesoris sangat menentukan dalam membangun image sebuah hotel resort.
REFERENSI 1. Julius Panero., Martin Zelnik. (1979). Human Dimension. Jakarta: Erlangga. 2. S.C. Reznikoff. (1986). Interior Graphic and Design Standards. New York: Whitney Library of Design. 3. Ernst Neufert. (1996). Data Arsitek. Jakarta: Erlangga. 4. Seth Stem. (1989). Designing Furniture From Concept to Shop Drawing: a Practical Guide. USA: The Taunton Press. 5. Eddy. S. Marizar. (2005). Designing Furniture Teknik Merancang Mebel Kreatif Konsepsi, Solusi, Inovasi, dan Implementasi. Yogyakarta: Media Pressindo. 6. Ngakan, Putu Oka. 2006. Ketergantungan, Persepsi dan Partisipasi Masyarakat terhadap Sumberdaya Hayati Hutan. Center for International Forestry Research. Bogor. 7. Jasni .1999. Sari Hasil Penelitian Rotan. Jurnal Departemen Kehutanan. Indonesia.
8
8. Vemy Suryo Qushayyi.2012. Makalah Rotan. Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Unbraw. Malang. 9. March. 2012. “Proses Pengolahan Rotan Batang.” http://rattanwikipedia.blogspot.com/2012/10/proses-pengolahan-rotan-setengahjadi.html 10. Januminro. 2009. “ 40 Jenis Rotan Terpenting Indonesia.” http://rotantaman.blogspot.com/ 11. The Sanchaya. 2012. “The collection: Colonial elegance meets Asian artistry.” http://www.thesanchaya.com/the-collection 12. Secreat Retreats. 2013. “The Sanchaya.” http://www.secret-retreats.com/en/retreats/the-sanchaya 13. Januminro. 2009. “ Rotan Manau (Calamus Manan Miq).” http://rotantaman.blogspot.com/ 14. Riau Daily Photo. 2012. “Ragam Motif dan Corak Batik Riau.” http://www.riaudailyphoto.com/search/label/BATIK%20RIAU 15. Juli. 2009. “Motif Batik Melayu dan Filosofinya.” http://www.sungaikuantan.com/2009/07/motif-batik-melayu-danfilosofinya.html 16. Januminro. 2009. “ Rotan Taman (Calamus Caesius Blume).” http://rotantaman.blogspot.com/
RIWAYAT PENULIS Ertika Priskila lahir di kota Jakarta pada 10 Oktober 1991. Penulis menamatkan pendidikan S1 di Bina Nusantara University dalam bidang Interior Design pada tahun 2013. Penulis aktif di GKI Kosambi Baru sebagai Bendahara, sie acara, dan mengajar anak-anak.
9