Jurnal Dinamis,Volume.II, No.8,Januari 2011
ISSN 0216-7492
PERANCANGAN DAN PENGUJIAN ALAT PENGERING JAGUNG DENGAN TIPE CABINET DRYER UNTUK KAPASITAS 9 kg PER-SIKLUS Farel H. Napitupulu, Yuda Pratama Atmaja Departemen Teknik Mesin,Fakultas Teknik, USU. Abstract Proses pengeringan yang masih umum dilakukan petani di Indonesia adalah pengeringan dengan mengandalkan matahari sebagai sumber energi utamanya. Sementara, perubahan cuaca yang bisa terjadi sangat tiba-tiba akan mengganggu proses yang diinginkan. Jurnal ini berisikan tentang rancangan alat pengering pertanian dengan menggunakan minyak tanah dan kayu bakar sebagai bahan bakar alternatif, karena ketersediaannya yang cukup di daerah pedesaan dimana para petani tinggal. Alat yang dirancang adalah Tipe Cabinet Dryer yang dapat digunakan secara siklus dan tidak tergantung kepada kondisi cuaca sebagai syarat utama. Sebagai produk yang dikeringkan saya memilih jagung, salah satu produk yang banyak dijumpai di masyarakat dan juga merupakan salah satu sumber kalori yang tinggi sehingga banyak dikonsumsi. Setelah dipanen, umumnya kadar air yang dikandung jagung adalah sekitar 35-40 %. Menurut Standar Nasional Indonesia, jika kadar air dari jagung tersebut diturunkan menjadi 17 %, maka proses perkembangan mikroorganisme akan melambat dan pembusukan akan tertunda atau bahkan terhenti untuk beberapa lama. Alat pengering ini dirancang dengan menggunakan jagung sebagai produk yang dikeringkan dengan kapasitas yang direncanakan sebesar 9 kg per siklus. Setelah dirancang alat ini diuji dengan menggunakan produk dan kapasitas yang sama dengan rancangan. Medium pengering yang digunakan pada pengujian ini adalah uap air sebagai pengganti udara. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pengangkutan energi dari sumber pemanas dibanding jika harus menggunakan udara biasa. Dari uji performance yang dilakukan kesimpulan utama penelitian ini adalah, pertama pengeringan jagung dapat dilakukan pada Cabinet Dryer yang tidak tergantung pada tenaga matahari dengan hasil yang memenuhi standar yang diinginkan, dan kedua pengeringan dengan menggunakan kayu bakar lebih baik dari pada dengan menggunakan minyak tanah. Kata kunci: Cabinet Dryer, Pengeringan jagung, Uap Air
PENDAHULUAN Perubahan cuaca di Indonesia saat ini bisa dikatakan tidak stabil. Dengan adanya perubahan cuaca yang tidak menentu ini dapat mengganggu aktivitas para petani di Indonesia baik di masa pra panen maupun pasca panen. Jagung selain untuk keperluan pangan, juga digunakan untuk bahan baku industri pakan ternak, maupun ekspor. Teknologi produksi jagung sudah banyak dihasilkan oleh lembaga penelitian dan pengkajian lingkup Badan Litbang Pertanian maupun Perguruan Tinggi, namun belum banyak diterapkan di lapangan. Penggunaan pupuk urea misalnya ada yang sampai 600 kg/ha jauh lebih tinggi dari kisaran yang
seharusnya diberikan yaitu 350-400 kg/ha. Teknologi pasca panen yang masih sederhana mengakibatkan kualitas jagung di tingkat petani tergolong rendah sehingga harganya menjadi rendah. hal ini dikarenakan petani pada umumnya menjual jagungnya segera setelah panen. Cara pengeringan yang banyak dilakukan, yaitu pengeringan di pohon sampai kadar air 23-25% baru dipanen dan langsung dipipil yang selanjutnya dijual. Pengeringan merupakan usaha untuk menurunkan kadar air sampai batas tertentu tujuannya agar reaksi biologis terhenti dan mikrorganisme serta serangga tidak bisa hidup di dalamnya.
32
Jurnal Dinamis,Volume.II, No.8,Januari 2011 Pengeringan jagung dapat dibedakan menjadi dua tahapan yaitu: 1. Pengeringan dalam bentuk gelondong. Pada pengeringan jagung gelondong dilakukan sampai kadar air mencapai 18% untuk memudahkan pemipilan. 2. Pengeringan butiran setelah jagung dipipil. Butiran jagung hasil pipilan masih terlalu basah untuk dijual ataupun disimpan, untuk itu diperlukan satu tahapan proses yaitu pengeringan akhir. Umumnya petani melakukan pengeringan biji jagung dengan penjemuran di bawah sinar matahari langsung, sedangkan pengusaha jagung (pabrikan) biasanya menggunakan alat pengering tipe batch dryer dengan kondisi temperatur udara pengering antara 50oC – 60oC dengan kelembaban relatif 40%. TINJAUAN PUSTAKA 1. Proses Pengeringan
ISSN 0216-7492
sebelumnya, memperpanjang umur simpan dan memperbaiki kegagalan produk. Produk kering dapat digunakan sebagai bahan tambahan dalam pembuatan produk baru [1]. Pengeringan dengan sinar matahari menjadikan mutu biji lebih baik yaitu menjadi mengkilap. Caranya adalah biji ditebarkan di lantai penjemuran di bawah terik matahari. Pengeringan ini membutuhkan tenaga kerja lebih banyak dan sangat tergantung dengan cuaca. Pada metode Cadburry, jika cuaca tidak memungkinkan dapat diganti dengan hembusan udara pada pengeringan buatan. Pada tahap awal dengan suhu lingkungan selama 72-80 jam dan diteruskan dengan suhu udara 45oC 60˚C sampai biji kering. Lama pengeringan ini 7-8 jam sehari. Selama penjemuran dilakukan pembalikkan hamparan biji 1-2 jam sekali. Lama penjemuran dapat lebih dari 10 hari, tergantung dengan cuaca dan lingkungan.
1.1. Pengeringan dengan Cara Alami Pengeringan bertujuan untuk memperpanjang umur simpan dengan cara mengurangi kadar air untuk mencegah tidak ditumbuhi oleh mikroorganisme pembusuk. Dalam proses pengeringan dilakukan pengaturan terhadap suhu, kelembaban (humidity) dan aliran udara. Perubahan kadar air dalam bahan pangan disebabkan oleh perubahan energi dalam sistem [1]. Untuk itu, dilakukan perhitungan terhadap neraca massa dan neraca energi untuk mencapai keseimbangan. alasan yang mendukung proses pengeringan dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme adalah untuk mempertahankan mutu produk terhadap perubahan fisik dan kimiawi yang ditentukan oleh perubahan kadar air, mengurangi biaya penyimpanan, pengemasan dan transportasi, untuk mempersiapkan produk kering yang akan dilakukan pada tahap berikutnya, menghilangkan kadar air yang ditambahkan akibat selama proses
Gambar 1. Penjemuran di bawah matahari langsung 1.2. Pengeringan Panas
dengan
Udara
Secara buatan proses pengeringan dapat dilakukan dengan alat pengering untuk menghemat tenaga manusia, terutama pada musim hujan. Terdapat berbagai cara pengeringan buatan, tetapi prinsipnya sama yaitu untuk mengurangi kadar air di dalam biji dengan panas pengeringan sekitar 38oC – 43oC, sehingga kadar air turun menjadi 12% 13 %. Alat pengering dapat digunakan setiap saat dan dapat dilakukan pengaturan suhu sesuai dengan kadar air biji jagung yang diinginkan. Cara ini lebih baik karena tidak tergantung cuaca dan bahan bakar lebih sedikit. Pengeringan buatan dilakukan selama 33
Jurnal Dinamis,Volume.II, No.8,Januari 2011 32 jam dan pembalikkan biji setiap 3 jam. Pengeringan ini dengan menggunakan Barico dryer. Namun, bisa digunakan dengan alat pengering lain, misalnya cabinet dryer. Lama pengeringan tergantung dari jenis alat pengeringnya. Prinsip pengeringannya menggunakan udara pengering sebagai medium panas dalam menurunkan kadar air biji hingga 9% - 11%.
Gambar 2. Skema sistem pengering udara panas 1.3. Pengeringan dengan Uap Air Uap air panas mempunyai sifat pindah panas yang lebih unggul dari pada udara pada suhu yang sama. Karena tidak ada tahanan terhadap difusi uap air dalam uap itu sendiri, laju pengeringan pada periode laju konstan hanya tergantung pada laju pindah panas. Pada prinsipnya, setiap pengering langsung atau tak langsung (kombinasi konduksi dan konveksi) dapat dioperasikan sebagai pengering uap air panas [2]. Salah satu keuntungan nyata dari pengeringan dengan uap air panas adalah bahwa luaran pengering juga uap, meskipun pada enthalpi jenis lebih rendah. Dalam pengeringan dengan udara, panas laten dalam aliran gas luaran biasanya sukar dan mahal untuk digunakan kembali. Jika infiltrasi udara dapat dihindarkan (atau diminimumkan sampai tingkat yang dapat diterima), maka seluruh panas laten yang disuplai ke pengering uap air ini dapat dipulihkan dengan mengembunkan aliran buang atau meningkatkan enthalpi jenisnya secara mekanis atau dengan kompresi panas. Karena pengering ini akan menghasilkan uap yang sama dengan
ISSN 0216-7492
jumlah air yang diuapkan di dalam pengering, maka pabrik perlu memanfaatkan kelebihan uap tersebut. Jika uap ini digunakan ditempat lain, panas laten yang dipulihkan tidak dibebankan pada alat pengering, dan menyebabkan konsumsi energi bersih sebesar 1000-1500 kJ/kg air yang diuapkan untuk alat pengering dibandingkan dengan 4000-6000 kJ/kg air yang diuapkan untuk pengering udara panas. Jadi penurunan konsumsi energi merupakan keuntungan yang jelas dari alat pengering dengan menggunakan uap air panas. Keuntungan lain adalah: a) Tidak ada reaksi oksidasi atau pembakaran dalam alat pengering uap air panas. Hal ini berarti tidak ada bahaya kebakaran atau ledakan dan juga menghasilkan mutu yang lebih baik. b) Massa jenis uap pada temperatur tinggi lebih rendah daripada massa jenis udara pada temperatur yang sama, sehingga secara alami uap akan lebih mudah naik jika dipanaskan hingga pada temperatur tinggi. c) Memungkinkan laju pengeringan yang lebih tinggi, baik dalam periode laju konstan maupun laju menurun, tergantung pada suhu uap. d) Pengeringan dengan uap dapat mencegah bahaya kebakaran atau ledakan pada saat pengeringan produk yang mengandung racun atau cairan organik mahal yang harus dipulihkan, sambil memungkinkan pengembunan aliran buang dalam kondenser kecil. e) Alat pengering uap air panas memungkinkan proses pasteurisasi, sterilisasi dan deodorisasi produk pangan. Uap yang terbentuk dari produk dapat ditarik dari ruang pengering, diembunkan dan panas latennya digunakan kembali. Secara umum, pengeringan uap air dapat dipertimbangkan sebagai pilihan yang baik hanya jika satu atau lebih dari kondisi berikut ini dipenuhi:
34
Jurnal Dinamis,Volume.II, No.8,Januari 2011 a) Biaya energi sangat tinggi, nilai produk rendah atau dapat diabaikan b) Mutu produk lebih unggul jika dikeringkan dalam uap dibandingkan dengan udara. c) Biaya kebakaran, ledakan atau kerusakan oksidatif sangat tinggi. Premi asuransi yang lebih rendah dapat menutupi sebagian tambahan biaya investasi pengering dengan uap. d) Jumlah air yang harus dibuang maupun kapasitas produksi yang diperlukan tinggi. Hal ini dapat memenuhi skala ekonomi. Jelasnya, pengering seperti ini hanya baik dipertimbangkan untuk operasi kontinyu karena masalah yang berkaitan dengan masalah penghidup-matian akibat pengembunan pada produk serta keberadaan zat tak dapat diembunkan (udara). Air yang diuapkan dalam pengering uap, dengan asumsi tidak ada kehilangan, akan menjadi kelebihan uap, dengan enthalpi spesifik yang rendah. Penggunaan uap ini secara ekonomis umumnya merupakan kunci keberhasilan proses pengeringan uap. Uap ini biasanya pada tekanan atmosfer dan berdebu, yang perlu dibersihkan untuk penggunaan ulang.
Gambar 3. Skema sistem pengeringan uap air 2. Cabinet Dryer Cabinet dryer merupakan alat pengering yang menggunakan udara panas dalam ruang tertutup (chamber). Ada dua tipe yaitu tray dryer dan vacuum dryer. Vacuum dryer menggunakan pompa dalam penghembusan udara,
ISSN 0216-7492
sedangkan pada tray dryer tidak menggunakan pompa [3]. Kelemahan cabinet dryer adalah kurangnya pengontrolan aliran udara yang bergerak sehingga bila aliran udara terlalu kencang, menyebabkan aliran turbulen dalam chamber, yang menghambat pengeringan produk bahan pangan. Produk yang sesuai dikeringkan dengan alat ini adalah produk yang memiliki keseragaman yang tinggi, misalnya biji cokelat, biji jagung dan apel. Kelebihannya adalah harga murah, karena membutuhkan daya yang tidak terlalu tinggi [4]. Komponen cabinet dryer adalah tray, heater dan fan. Tray disesuaikan dengan kapasitas jumlah, berat dan ukuran produk pangan. Tray berfungsi sebagai wadah biji dalam proses pengeringan, yang disusun bertingkat. Sedangkan boiler berfungsi sebagai pemanas udara atau pengering udara dan penghembus udara kering yang akan digunakan dalam pengeringan [5]. Boiler memiliki medium pemanas berupa steam. Kualitas steam yang digunakan adalah 90%, agar dapat mengeringkan udara secara optimal yang dapat memenuhi kebutuhan panas udara kering dalam pengeringan. Suhu steam yang digunakan adalah 120˚C [5]. Suhu tersebut mampu menghasilkan kalor untuk mengeringkan udara secara optimal. Pada 1 HP, boiler memiliki heating surface sebesar 10 ft2 [1]. Dalam perhitungan neraca panas, dibutuhkan data-data yaitu panas spesifik, panas latent, RH(%) dan suhu sehingga diperoleh hubungan antara RH(%) udara dengan kadar air dalam bahan pangan pada grafik psychrometric charts [3]. Hubungan tersebut menentukan berapa panas masuk dan keluar yang setimbang. Selain itu, juga menentukan panas yang hilang dalam proses pengeringan. Selain neraca panas, juga dibutuhkan neraca massa untuk mengetahui keseimbangan antara berapa produk yang masuk dengan berapa yang keluar serta berapa uap air yang dilepaskan dalam proses. Ini berpengaruh juga pada perubahan fraksi air dalam bahan pangan [3]. 35
Jurnal Dinamis,Volume.II, No.8,Januari 2011 3. Standar Mutu Jagung a) Syarat Umum 1. Bebas hama dan penyakit. 2. Bebas bau busuk, asam, atau bau asing lainnya. 3. Bebas dari bahan kimia, seperti: insektisida dan fungisida. 4. Memiliki suhu normal. b) Syarat Khusus Syarat khusus jagung disesuaikan dengan Standar yang telah ditentukan dalam SNI.
Tabel 1. Syarat khusus jagung sesuai Standar Nasional Indonesia No Komponen Persyaratan Mutu Utama (%maks) I II III IV 1 Kadar air 14 14 15 17 2 Butir Rusak 2 4 6 8 3 Butir Warna 1 3 7 10 Lain 4 Butir Pecah 1 4 3 5 5 Kotoran 1 1 2 2 4. Analisa Kadar Air Kadar air jagung yang telah dikeringkan dapat dihitung melalui beberapa tahapan berikut ini. - Menghitung kadar air jagung kering yang diperkirakan dengan menggunakan persamaan berikut ini. wf
Wjk Wjo 100%
(1)
Wjk
wf = Kadar air jagung yang diperkirakan (%) Wjk = Berat jagung kering (kg) Wjo = Berat jagung dengan kadar air 0 % (kg) - Nilai total kadar air setelah jagung dikeringkan (wf) Berat air jagung awal (Wi), kg Wi = Wjb wi (2) wi = kadar air awal jagung (%) Wjb= Berat jagung basah hasil panen (kg) Wjb (Wjk Wf ) (3) wi 100% Wjb
ISSN 0216-7492
- Berat kandungan air jagung akhir (Wf), kg Wf 16,66% Wjk (4) 5. Analisa Kebutuhan Energi Selama Proses Pengeringan a) Kebutuhan energi untuk pengeringan jagung (Qd), kkal Qd = Qt + Qw + Ql (5) dimana; Qd = energi pengeringan jagung, kkal Qt = energi pemanasan jagung, kkal Qw = energi pemanasan air jagung, kkal Ql = energi penguapan air jagung, kkal - Energi untuk pemanasan jagung (Qt), kkal Qt = Wjb . cpjagung (Td-Ta) (6) cpjagung = Panas jenis jagung (kkal/kg oC) Ta = Temperatur awal jagung Td = Temperatur rata – rata udara pengering - Energi pemanasan air jagung (Qw), kkal Qw = Wi cpair (Td-Ta) (7) cpair = Panas jenis air, kkal/kg oC - Berat air yang dipindahkan selama proses pengeringan (Wr) Wr = Wi – Wf (8) - Energi penguapan air jagung (Ql), kkal Ql = Wr × hfg (9) hfg = Panas laten air (kkal/kg) b) Energi yang hilang dari dinding dan ventilasi ruang pengering (Qlt ), kkal Qlt = (Qlw N) + Qlv (10) dimana; Qlw = energi yang hilang melalui dinding box pengering, kkal/jam Qlv = energi yang hilang dari ventilasi, kkal/jam N = Lama pengeringan - Kehilangan energi melalui dinding box pengering (Qlw) 1 (11) (2.2) U x1
k1
x 2
k2
Qlw U A Tmenyeluruh
(12)
Dimana :
36
Jurnal Dinamis,Volume.II, No.8,Januari 2011 Qlw = energi yang hilang melalui dinding box pengering (kkal/jam) U = Koefisien perpindahan kalor menyeluruh (kkal/m2.h.oC) A = Luas penampang (m2) T = Td = Temperatur rata – rata udara pengering (oC) k1 = koefisien perpindahan kalor konduksi plat (kkal/mhoC) k2 = koefisien perpindahan kalor konduksi isolasi (kkal/mhoC) x1= tebal plat (m) x2= tebal lapisan isolasi (m) - Kehilangan energi melalui ventilasi (Qlv)
Qlv
V cpw(Td - Ta) N
(13)
dimana; cpw = Panas jenis udara basah (kkal/m3 oC)
Kebutuhan total bahan bakar N
(18)
dimana; N = Lama pengeringan 7. Analisis Titik Impas (Break Even Point) Analisis titik impas digunakan untuk mengetahui keterkaitan antara volume produksi, volume penjualan, harga jual, biaya produksi, serta laba dan rugi. Dengan kata lain analisis titik impas merupakan teknik untuk mengetahui besarnya volume pendapatan dari pengeringan jagung tongkol sehingga produksi jagung kering tidak mengalami kerugian. - Nilai BEP dalam jumlah pengeringan dapat dihitung dengan : Biaya tetap BEP (19) Biaya penerimaan - Biaya variabel
V = Debit udara ventilasi, m3/s
V 1000
ISSN 0216-7492
Wr ar
(14)
- Massa jenis uap air ventilasi (ar), gr/m3 ar sd RHd sa Rha (15)
sa = Massa jenis moisture jenuh pada Ta (gr/m3) sd = Massa jenis moisture jenuh pada Td (gr/m3) c) Total Energi yang Dibutuhkan untuk Mengeringkan Jagung Per Siklus (QT), kkal QT = Qd + Qlt (16) 6. Analisa Kebutuhan Bahan Bakar yang Digunakan - Kebutuhan bahan bakar selama proses pengeringan jagung Kebutuhan bahan bakar QT (17) NKBk
dimana; QT = Total energi yang dibutuhkan untuk mengeringkan jagung per siklus NKBk = Nilai kalor bakar bahan bakar - Kebutuhan bahan bakar tiap jam (liter/jam) Kebutuhan bahan bakar/jam =
Setelah diperoleh nilai BEP dalam jumlah pengeringan, maka dapat dihitung nilai BEP dalam bentuk biaya (Rp) dan nilai BEP dalam bentuk jumlah bahan yang akan dikeringkan (kg). METODOLOGI 1. Perancangan Alat Pengering Perancangan yang akan dilakukan meliputi dimensi atau ukuran – ukuran utama dari alat pengering. Alat pengering ini memiliki ruang bahan pengeringan, ruang bahan bakar, tray atau rak bahan yang akan dikeringkan dan tempat air yang akan dipanaskan. Pada alat pengering ini juga dirancang ruang untuk udara luar masuk ke dalam alat pengering. Alat pengering ini tidak memakai fan atau kipas dalam proses pengeringan. Sehingga kipas tidak dirancang dalam alat pengering ini. Karena tidak memakai kipas atau fan, maka untuk menghasilkan distribusi suhu yang merata pada alat pengering ini dirancanglah bentuk tray atau rak penampungan bahan yang nantinya dapat membentuk pola aliran udara panas yang mampu mendistribusikan suhu sehingga suhu di dalam alat menjadi merata. Untuk menghasilkan bentuk tray yang diinginkan, harus dilakukan terlebih dahulu beberapa 37
Jurnal Dinamis,Volume.II, No.8,Januari 2011 pengujian. Bentuk pengujian yang dilakukan ialah pengujian hampa yaitu alat pengering yang telah jadi dites dengan tidak menggunakan bahan yang akan dikeringkan. Dari beberapa pengujian hampa ini akan didapat bentuk tray yang sesuai dan menghasilkan pola aliran udara panas yang merata tiap tingkatannya. Alat pengering ini dirancang dengan berbahan bakar minyak tanah atau kerosin dan dapat juga dipakai untuk bahan bakar kayu bakar. Prinsip kerja alat pengering yang dirancang adalah pemanasan air terlebih dahulu sehingga menghasilkan uap air. Panas uap air yang dihasilkan ini bertujuan sebagai media pengering. Proses pengeringan yang terjadi pada alat pengering ini adalah konduksi dan konveksi. Karena alat ini tidak memiliki kipas, maka proses pengeringan yang terjadi adalah proses pengeringan alami. Alat pengering ini juga dilengkapi isolasi yang terbuat dari karet dan bertujuan untuk mengurangi kehilangan panas di dalam alat sewaktu proses pengeringan berlangsung. Adapun tebal karet isolasi sebesar 10 mm.
Gambar 4. dirancang
Alat
pengering
ISSN 0216-7492
2. Tray Panjang = 60 cm Lebar = 40 cm Tebal = 0,5 cm Diameter lubang = 3 mm Jumlah = 3 buah Bahan = Kawat aluminium Kapasitas tray = @ 3 kg jagung 3. Ruang bahan pengeringan Panjang = 60 cm Lebar = 40 cm Tinggi = 100 cm Bahan = Pelat baja karbon St 37 4. Tempat air yang akan dipanaskan Panjang = 30 cm Lebar = 30 cm Tinggi = 10 cm Kapasitas = 9 liter Bahan = Pelat baja karbon St 37 5. Ruang bakar Panjang = 60 cm Lebar = 40 cm Tinggi = 50 cm Bahan = Pelat baja karbon St 37 Selain komponen utama dari alat pengering di atas, alat pengering ini juga dilengkapi pintu. Pintu ruang alat pengering dilengkapi kaca dengan maksud untuk mempermudah melakukan pemantauan terhadap kesediaan air dalan heater. Adapun ukuran kaca pada pintu alat pengering adalah sebagai berikut : Lebar = 25 cm Tebal = 5 mm Tinggi = 70 cm Selain itu, untuk meminimalisasi rugi kalor di sepanjang ruang pengering dipasang bahan isolasi berupa karet keras dengan ketebalan 10 mm dan koefisien perpindahan panas konduksi, k2 sebesar 0,013 W/m.oC.
yang
Keterangan (gambar 3), alat pengering yang dirancang: 1. Cabinet Dryer tipe Tray dryer Panjang = 60 cm Lebar = 40 cm Tinggi = 150 cm Bahan = Pelat baja karbon St 37 38
Jurnal Dinamis,Volume.II, No.8,Januari 2011 temperatur tersebut.
ISSN 0216-7492 dalam
ruang
pengering
2. Pengujian Alat Pengering 2.1. Tempat dan Waktu
Gambar 5. Laju aliran pengeringan dengan uap air
panas
Prinsip kerja alat pengering dengan memanfaatkan uap air adalah dengan melakukan pemanasan air terlebih dahulu. Air yang terdapat pada heater dipanaskan hingga menghasilkan uap. Karena pada alat pengering ini tidak digunakan fan sebagai pengontrol aliran udara, maka proses perpindahan panas berlangsung secara alami. Selain itu, karena heater menyatu dengan ruang pemanas dan sekaligus untuk membantu pemanasan udara, sebagian kecil uap air dilepas untuk membawa kalor di sepanjang hamparan jagung. Uap air memiliki massa jenis yang lebih rendah dari udara pada temperatur tinggi sehingga amat membantu proses pemanasan jagung. Dari dinding jagung, terjadi aliran panas konduksi disepanjang plat di dalam ruang pengering sehingga hal ini juga turut membantu pemanasan udara di dalam ruang pengering. Pada alat pengering ini, terdapat saluran air yang terhubung lansung ke heater dan dapat dibuka tutup menggunakan elbow . Tujuan dari pengadaan saluran air ini adalah untuk mengantisipasi kekurangan air selama proses pengeringan berlangsung. Ketersediaan air di dalam heater dapat diamati secara lansung melalui pintu yang sengaja di desain menggunakan kaca. Jika temperatur di dalam ruang pengering telah cukup tinggi (± 100oC), maka saluran pembuangan yang terletak di dinding belakang alat pengering dapat dibuka dengan tujuan mengurangi tekanan dalam ruang pengering. Hal ini secara langsung juga akan menurunkan
Pengujian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Mekanik, gedung Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan. Pengujian ini dilaksanakan dengan menggunakan alat pengering yang telah selesai dirancang dan kemudian dibuat untuk dapat diaplikasikan sesuai fungsinya. Pengujian ini dilaksanakan sejak alat pengering selesai dibuat sampai proses pengeringan bahan. Proses pengujian ini berlangsung selama 2 bulan, yaitu sejak bulan oktober 2009 sampai dengan desember 2009. 2.2. Peralatan yang Digunakan a) Alat Pengering b) Heater c) Thermocouple Thermometer d) Thermo Anemometer e) Relative Humidity Meter f) Thermometer g) Kompor Minyak Tanah h) Timbangan i) Kayu Bakar 2.3. Bahan Dalam pengujian ini, bahan atau produk pertanian yang akan dikeringkan adalah jagung. Jagung ini didapat dari perkebunan jagung di daerah stabat kabupaten langkat yang baru dipanen oleh para petani jagung. Jagung yang akan dikeringkan adalah seberat 9 kg. 2.4. Setting awal Sebelum dilakukan pengujian, terlebih dahulu dicari berat jagung dengan kadar air 0 %. Tujuannya adalah untuk mengetahui berapa berat jagung dengan kadar air yang diinginkan (sesuai Standar Nasional Indonesia). Setelah berat jagung dengan kadar air yang diinginkan diketahui, maka pengujian dapat dilakukan. Untuk mencari berat jagung yang diinginkan adalah dengan cara sebagai berikut : 39
Jurnal Dinamis,Volume.II, No.8,Januari 2011
ISSN 0216-7492
Asumsikan kadar air awal jagung adalah 40 %. Berat jagung basah (Wjb) = 3 kg Berat jagung kering dengan kadar air 0 % = 3 (3 40%) = 1.8 kg Maka berat jagung dengan kadar air 17 % adalah 2,168 kg. Jika pada saat pengujian berat jagung telah mencapai ≤ 2,168 kg, maka kadar air jagung telah sesuai Standar Nasional Indonesia dan pengeringan dapat dihentikan. Data hasil pengujian ini akan dikembangkan atau dihitung untuk mendapatkan berapa besar kebutuhan energi selama proses pengeringan berlangsung. Selain itu dari data tersebut akan diperoleh berapa kadar air jagung setelah dikeringkan sesuai dengan Standar Nasional Indonesia.
bakar selama proses pengeringan lebih tinggi dibandingkan dengan suhu yang terjadi dari pembakaran bahan bakar kerosin. Waktu pengeringan untuk mengeringkan jagung juga lebih cepat dengan menggunakan bahan bakar kayu bakar dari pada menggunakan bahan bakar kerosin. Hal ini dipengaruhi oleh proses pembakaran yang lebih cepat dengan menggunakan kayu bakar dari pada menggunakan bahan bakar kerosin. Sehingga berat akhir jagung yang diinginkan lebih cepat didapat dengan menggunakan bahan bakar kayu bakar dari pada kerosin.
2.5. Variabel yang Diamati
Gambar 7. Grafik kadar air jagung kering tiap tray kerosin vs kayu bakar
Adapun variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah: 1. Temperatur atau suhu tiap ruang/ rak selama pengeringan berlangsung. 2. Temperatur awal jagung (ta). 3. Waktu atau lama pengeringan sampai bahan benar – benar kering. 4. Berat jagung setelah dikeringkan (Wjk). 5. Kadar air awal jagung (wi). 6. Kebutuhan bahan bakar tiap jam. 7. Kebutuhan air tiap jam. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil perhitungan ditampilkan dalam grafik seperti terlihat pada gambar 6 sampai dengan gambar 11 berikut ini.
Dari gambar grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa kadar air jagung kering untuk bahan bakar kayu bakar dan kerosin tiap jam mengalami penurunan kadar air yang hampir sama pada masing – masing tray. Hanya saja untuk bahan bakar kayu bakar, penurunan kadar air tiap jam lebih cepat dari bahan bakar kerosin. Sehingga dengan menggunakan bahan bakar kayu bakar, waktu yang diperlukan untuk mengeringkan jagung membutuhkan waktu selama 5 jam atau 1 jam lebih cepat dari pada menggunakan bahan bakar kerosin. Hal ini dikarenakan distribusi suhu jika menggunakan bahan bakar kayu bakar lebih tinggi dari tiap tray pada alat pengering selama proses pengeringan berlangsung.
Gambar 6. Grafik distribusi suhu tiap tray kerosin vs kayu bakar Dari gambar grafik di atas, bahwa suhu yang terjadi dari bahan bakar kayu 40
Jurnal Dinamis,Volume.II, No.8,Januari 2011
Gambar 8. Grafik Break Even Point pengeringan jagung bahan bakar kayu Keterangan gambar : TR = Total Revenue/ total penerimaan TC = Total Cost Dari gambar grafik di atas, nilai BEP untuk pengeringan jagung dengan menggunakan bahan bakar kayu bakar adalah 492 kali. Dalam bentuk biaya nilai BEP nya adalah Rp. 11.193.000,-. Dan dalam jumlah jagung tongkol nilai BEP nya adalah 4428 kg.
ISSN 0216-7492
Gambar 10. Grafik Analisa Alat Pengering Kerosin vs Kayu Bakar
Gambar 11. Grafik Kebutuhan Energi Kerosin vs Kayu Bakar Dari gambar grafik dan juga keterangan tabel di atas, perbandingan alat pengering untuk mengeringkan jagung per siklus dengan menggunakan bahan bakar kerosin dan kayu untuk saat ini adalah :
Gambar 9. Grafik perbandingan analisa biaya kerosin vs kayu bakar untuk saat ini Dari gambar grafik di atas, bahwa biaya bahan bakar yang dikeluarkan untuk satu siklus pengeringan jagung dengan menggunakan kayu bakar jauh lebih kecil dari pada menggunakan bahan bakar kerosin. Dengan kata lain, pengeringan menggunakan bahan bakar kayu lebih hemat dari pada menggunakan bahan bakar kerosin yaitu sekitar Rp. 26.870,-. Dan biaya variabel untuk bahan bakar kayu bakar juga lebih kecil dari pada bahan bakar kerosin. Sementara untuk biaya penerimaan, menggunakan bahan bakar kayu lebih besar pemasukkannya Rp. 70,- dari pada menggunakan bahan bakar kerosin.
1. Pengeringan menggunakan bahan bakar kerosin lebih efektif dibandingkan dengan pemakaian bahan bakar kayu bakar. Hal ini dikarenakan nilai kalor bakar kerosin (11000 kkal/kg) lebih tinggi daripada nilai kalor bakar kayu (4000 kkal/kg). 2. Ketersediaan bahan bakar kayu pada saat ini lebih banyak daripada bahan bakar kerosin. 3. Saat ini, harga bahan bakar kayu juga lebih murah daripada harga bahan bakar kerosin. Untuk harga kerosin saat ini adalah Rp. 7000/liter, sedangkan untuk harga kayu bakar adalah Rp. 500/kg. 4. Bahan bakar kayu menghasilkan temperatur yang lebih tinggi daripada bahan bakar kerosin. 5. Bahan bakar kayu lebih hemat dari segi energi, karena energi yang 41
Jurnal Dinamis,Volume.II, No.8,Januari 2011 dibutuhkan untuk proses pengeringan lebih kecil daripada kebutuhan energi menggunakan bahan bakar kerosin. 6. Nilai kalor bakar kayu lebih kecil daripada kerosin, tetapi waktu yang diperlukan untuk mengeringkan jagung lebih cepat dengan menggunakan bahan bakar kayu. Hal ini dikarenakan massa bahan bakar kayu yang dipakai selama proses pengeringan lebih banyak daripada massa kerosin. 7. Walaupun massa bahan bakar kayu lebih banyak dari massa bahan bakar kerosin, tetapi dari segi biaya masih lebih menguntungkan pemakaian bahan bakar kayu. Oleh karena itu, pemakaian bahan bakar kayu dengan massa yang lebih banyak daripada massa kerosin tetap dianjurkan untuk proses pengeringan karena dari segi waktu maupun dari segi biaya masih lebih menguntungkan apabila memakai bahan bakar kayu dengan massa yang lebih banyak. KESIMPULAN 1. Dimensi alat pengering yang dirancang antara lain : - Cabinet Dryer tipe Tray dryer Panjang= 60 cm Lebar = 40 cm Tinggi = 150 cm Bahan = Pelat baja karbon St 37 - Tray Panjang= 60 cm Lebar = 40 cm Tebal = 0,5 cm Diameter lubang = 3 mm Jumlah = 3 buah Bahan = Kawat aluminium Kapasitas tray = 3 kg jagung - Ruang bahan pengeringan Panjang= 60 cm Lebar = 40 cm Tinggi = 100 cm Bahan = Pelat baja karbon St 37 - Tempat air yang akan dipanaskan Panjang = 30 cm Lebar = 30 cm Tinggi = 10 cm
ISSN 0216-7492 Kapasitas = 9 liter Bahan = Pelat baja karbon St 37 - Ruang bakar Panjang= 60 cm Lebar = 40 cm Tinggi = 50 cm Bahan = Pelat baja karbon St 37
2. Alat pengering yang dirancang mampu mengeringkan 9 kg jagung basah tiap sekali pengeringan. Alat pengering ini juga menghasilkan kadar air jagung yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia. Kadar air jagung kering yang dihasilkan dari proses pengeringan menggunakan alat pengering ini adalah 16,527 % sampai 16,912 %. 3. Dari pengujian yang telah dilakukan, maka pengeringan jagung tongkol dengan alat pengering menggunakan bahan bakar kayu lebih baik dari pada menggunakan bahan bakar kerosin atau minyak tanah. Hal ini dapat dilihat dari kadar air jagung kering yang dihasilkan, kebutuhan air untuk menghasilkan uap air, kebutuhan energi, kebutuhan bahan bakar dan analisa biaya jelas lebih baik jika alat pengering menggunakan bahan bakar kayu dari pada menggunakan bahan bakar kerosin atau minyak tanah. DAFTAR PUSTAKA [1] Banwatt, George. 1981. Basic Food Microbiology. Connecticut: The Avi Publishing Company, Inc. [2] Abdulillah, Kamaruddin. 2000. Pengeringan Industrial. Penerbit IPB Press. Edisi Terjemahan. Bogor. [3] Singh, Paul. 2001. Introduction to Food Enginering. New Jersey: Academic Press. [4] Fellows, P. 1990. Food Processing Technology Principles and Practice. New York : Ellis Horwood. [5] Severn, W. 1954. Steam, Air and Gas Powder. New York: John Willey and Sons, Inc.
42
Jurnal Dinamis,Volume.II, No.8,Januari 2011
ISSN 0216-7492
[6] Saenong, Sania. 1988. Teknologi Benih Jagung. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor. [7] Holman, Jp. 1998. Perpindahan Kalor. Penerbit Erlangga. Edisi Keenam. Jakarta. [8] Cengel, Yunus A., Boles, Michael A. 2002. Thermodynamics : An Engineering Approach. 4th Edition. McGraw Hill. New York. [9] Moran, Michael J., Shapiro, Howard N. 2004. Termodinamika Teknik Jilid 1. Erlangga. Edisi Keempat. Jakarta. [10] Moran, Michael J., Shapiro, Howard N. 2004. Termodinamika Teknik Jilid 2. Erlangga. Edisi Keempat. Jakarta. [11] Rohsenow, Warren M., Choi, Harry Y. 1961. Heat, Mass, And Momentum Transfer. Prentice-hall, Inc. Englewood, New Jersey. [12] Setianto Wahyu, B. 1996. Analisa Kebutuhan Energi Pada Proses Pengeringan Biji Kakao. Majalah BPP Teknologi, No/LXIX/Mei/96. Hal. 111-115. [13] Prabowo, A., Y, Sinuseng, dan IG. P. Sarasutha. 2000. Evaluasi alat pengering jagung dengan sumber panas sinar matahari dan pembakaran tongkol jagung. Hasil penelitian kelompok peneliti fisiologi hasil. Tahun X-2000. Balai penelitian tanaman jagung dan serealia lain, Maros. [14] Murni, Andarias Makka. 2008. Teknologi Budidaya Jagung. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
43