PENGEMBANGAN DAN EVALUASI TEKNIS ALAT PENGERING KOPRA JENIS TRAY DRYER Sir Anderson (1) (1)
Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Padang ABSTRAK
Untuk menghasilkan kopra petani kelapa salama ini melakukan pengeringan kelapa segar dengan cara konvensional, yaitu dengan cahaya matahari dilapangan dan menggunakan tungku pemanas dengan pemanasan langsung yang bahan bakarnya dari kayu atau batok kelapa. Kendala dari ke dua proses ini dihasilkan kopra yang terkontaminasi dengan debudebu dan microba yang berjamur, temperatur/suhu pemanasan tidak dapat ditentukan dengan pasti. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan suatu model pengering kopra mekanis jenis tray drier dan melakukan evaluasi teknis, menganalisis mutu kopra yang dikeringkan dengan alat pengering jenis tray dryer. Hasil evaluasi teknis terhadap kinerja alat didapatkan suhu rata-rata ruang pengering adalah 65 0C, waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan kelapa dengan kadar air awal 53,18 % menjadi kopra dengan kadar air 6,84 % adalah selama 14 jam, dan kapasitas alat rata-rata untuk mengeringkan kopra adalah 1,06 kg/jam. Dari hasil analisis teknis terhadap kinerja alat pengering terhadap bahan kopra didapatkan laju pengeringan 1,0 kg/jam. Energi yang dibutuhkan untuk memanaskan udara pengering sebesar 2.717,08 kj/jam, energi untuk menguapkan air bahan sebesar 2.346,20 kj/jam, energi yang dihasilkan oleh bahan bakar adalah 12.124 kj/jam. Efisiensi pemanasan diperoleh 22,41 %, efisiensi penguapan 86,28 %, dan efesiensi pengeringan 19,33 %. Dari analisis mutu yang dilakukan diperoleh bahwa mutu kopra yang dihasilkan bewarna putih, bersih, dan berbau enak. Sedangkan bentuk fisiknya tebal dan rata dengan kadar air yang berkisar antara 6 – 7 %. ABSTRACK To produce Kopra, Coconut Farmers dry up the fres coconut convensionally by using the sunlight in an open field. Other way is by using a heating chamber which produces a direct heat from woods or coconut scrap. This process will produce kopra which full of dust and furgus microba. Beside, the heat temperature cannot be adjustedsurely. The aim of this research is to develop a kopra dryer mechanical model,tray dryes,and to conduct a technical evaluation and in addition to analyze the quality of kopra which is dried by this tray dryer. The technical evaluation result of the performance of this equipment is the temperature of the drying chamber is 65 C,the time heeded to dry the coconut with 53,18 % water to be only 6,84 % is 14 hours,and equipment capacity is 1,06 kg/hours. From the technical analysis of the equipment toward kopra,it is known that the drying process is in 1,0 kg/hours.Energy needed to heat up the drying air is 2,717.08 kg/hours. Energi to steam up the water is 2,346.20 kg/hours and energy produces by the heater elemen is 12,124 kg/hours. Healthy efficiency is22.41%, steaming efficiency is 86.28% and drying efficiency is19.33%. From the quality analysis,it is gotten that the quality of kopra resulted is white,clean and mells good. It is also thick and plain with water contain between 6-7% Keywords: drying system I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa (Cocos nucifera, L) merupakan salah satu komoditi perkebunan yang penting bagi Indonesia, ± 97% usaha tanaman kelapa di Indonesia merupakan
perkebunan rakyat yang melibatkan sekitar 3,1 juta keluarga petani. Peluang yang sangat besar untuk industri pengolahan kelapa di daerah Sumatera Barat, terutama sekali industri minyak kelapa (minyak goreng). Salah satu kendala industri rakyat selama ini adalah kalah bersaing dengan minyak produksi
Jurnal Teknik Mesin
Vol. 3, No.1, Juni 2006
industri besar. Kendala ini disebabkan oleh kualitas minyak yang dihasilkan industri rakyat sangat rendah karena kopra sebagai bahan bakunya berkualitas rendah, dan mempunyai kadar air yang tinggi. Hasil pengamatan di lapangan proses pengeringan kopra yang dilakukan oleh industri rakyat selama ini adalah dengan cara konvensional, yaitu dikeringkan dengan cahaya matahari di lapangan dan menggunakan tungku pemanas dengan pemanasan langsung dengan bahan bakarnya dari kayu atau batok kelapa. Kedua proses pengeringan ini mempunyai kelemahan antara lain: (1) pengeringan dengan sinar matahari langsung di lapangan menghasilkan kopra yang terkontaminasi dengan debu–debu dan mikroba sehingga berjamur, disamping itu proses pengeringan yang tidak maksimal mengakibatkan kopra yang dihasilkan mempunyai kadar air yang tinggi, dan (2) dengan menggunakan tungku pemanas mengakibatkan temperatur/suhu pemanasan tidak dapat ditentukan dengan pasti sehingga temperatur tinggi tidak dapat dikontrol dan akibatnya ada bagian sel yang mengeras akibat proses pengeringan kopra yang tidak sempurna (Palungkun, 1993). Untuk mengatasi hal itu, kajian akan dilakukan dengan mengembangkan alat pengering kopra mekanis jenis Tray Dryer, dengan memodifikasi tungku pembakar menggunakan elemen pemanas pipa-pipa tembaga, dan energi bahan bakar menggunakan kompor gas minyak tanah. Bahan tembaga merupakan bahan konduktor yang sangat baik yang banyak digunakan sebagai bahan pemindah panas pada alat-alat pemanas. Sehingga dari penggunaan pipa-pipa tembaga ini hawa panas yang dihasilkan lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi, sehingga proses pengeringan daging kelapa segar dalam waktu yang cepat dengan kapasitas dan temperatur yang dapat ditentukan, agar didapatkan kopra dengan kadar air rendah dan berkualitas baik. Dengan adanya alat pengering ini, diharapkan efisiensi pengeringan dan kualitas kopra dapat ditingkatkan. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Mengembangkan suatu model pengering kopra mekanis jenis Tray Dryer.
2.
Melakukan evaluasi teknis terhadap model untuk mengetahui kecepatan (laju) pengeringan, kebutuhan energi, dan efisiensi pengeringan.
3.
Menganalisis mutu kopra yang dikeringkan dengan alat pengering jenis Tray Dryer.
ISSN 1829-8958
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopra Kopra adalah nama daging buah kelapa kering atau inti, yang terdiri dari 65 % minyak yang dapat diambil dengan diperas atau ditekan. Untuk mendapatkan kualitas minyak yang baik maka kopra yang dihasilkan juga harus berkualitas baik. Untuk memperoleh kopra yang baik, belahan buah kelapa harus sudah dikeringkan dalam waktu empat jam, bila lebih lambat putih lembaga dapat mengalami kerusakan karena gangguan mikroorganisme yang dapat membusukkannya (Suhardiman, 1989). Selanjutnya Palungkun (1992) mengatakan bahwa tahap akhir dalam pengolahan buah kelapa menjadi kopra adalah proses pengeringan, yaitu untuk menurunkan kandungan air putih lembaga 50 % menjadi 5–7 %. Kopra yang tidak terlalu kering sulit terpecah jaringannya, selain itu keadaan ini juga dapat mengakibatkan terjadinya proses hidrolisa yang memudahkan timbulnya asam lemak bebas, sehingga akan menyebabkan kualitas minyak jelek. Dengan demikian proses pengeringan sangat menentukan terhadap kualitas/ mutu dari kopra yang dihasilkan. 2.2 Pengertian Pengeringan Pengeringan didefinisikan sebagai operasi perpindahan panas secara simultan dengan perubahan fase untuk memindahkan sejumlah relatif kecil air dan cairan lainnya dari suatu system yang terdiri dari banyak komponen, sehingga diperoleh bahan padat kering yang masih mengandung sejumlah sisa air yang aman untuk dapat disimpan lama (Taib, Said dan Wiratmaja, 1988). Didalam proses pengeringan akan terjadi beberapa proses : a) proses pemindahan panas dari udara pengering kedalam bahan lembab yang akan dikeringkan, b) proses pemindahan massa air (uap air) dari dalam bahan kepermukaan yang dikeringkan dan kemudian diikuti oleh pemindahan uap air dari permukaan bahan masuk kedalam aliran udara pengering. Kedua proses ini berlangsung secara simultan dan saling mempengaruh, namun demikian dapat dianalisa secara terpisah antara kedua proses tersebut (Muljoharjo, 1987). Berdasarkan laju penguapan air dari bahan selama proses pengeringan, secara garis besarnya dapat dibagi atas dua, yaitu periode dengan laju pengeringan tetap dan periode dengan laju pengeringan menurun. Laju pengeringan tetap terjadi pada bahan atau pada massa yang mengandung air tinggi, hal mana pada permukaan bahan berlangsung penguapan yang lajunya dapat disamakan dengan laju penguapan pada permukaan air bebas. Laju penguapan sebagian besar tergantung pada keadaan sekeliling bahan, sedangkan pengaruh bahannya sendiri relative kecil. Periode ini berakhir pada saat 62
Pengembangan dan Evaluasi Teknis Alat Pengering Kopra Jenis Tray Dryer (Sir Anderson)
laju difusi air dari dalam bahan telah turun, sehingga lebih lambat dari pada laju penguapan. Pada pengeringan hasil pertanian periode ini berlangsung dalam waktu yang singkat (Henderson dan Perry, 1982). 2.3 Teori Pengeringan a. Kadar Air Penentuan kadar air suatu bahan dapat dinyatakan dengan persentase berat, yang berdasarkan berat basah dan berat kering dengan menggunakan rumus di bawah ini. M = 100 Wm / (Wm+Wd)
…(1)
M = 100 ( Wm / Wd )
…(2)
= 100 m / ( 100 – m )
....(3)
dengan : M m Wm Wd
= kadar air bahan (% basis kering) = kadar air bahan (% basis basah) = berat air dalam bahan (gram) = berat bahan kering (gram)
b. Kadar Air Kesetimbangan Menurut Setijahartini (1985), bahan basah dalam alat pengering akan mengalami penguapan pada seluruh permukaannya. Pada suatu saat penguapannya ini akan terhenti kerena molekul–molekul air yang belum diserap dari bahan sama jumlahnya dengan molekul – molekul air yang diserab oleh permukaan bahan basah tersebut. Keadaan ini dikatakan sebagai keadaan kesetimbangan antara penguapan dengan pengembunan. Kadar air dalam kesetimbangan ini disebut dengan kadar air kesetimbangan (equilibrium moisture content). Keseimbangan ini terjadi pada suhu tertentu dan ditentukan oleh kelembaban nisbi tertentu pula. Kadar air kesetimbangan suatu bahan dapat diartikan sebagai kadar air minimum yang dapat dikeringkan di bawah kondisi pengeringan yang tetap atau pada suhu dan kelembaban nisbi tetap. Suatu bahan berada dalam keadaan setimbang dengan kondisi sekelilingnya bila laju kehilangan air dari bahan menuju kondisi sekeliling (atmosfir) adalah sama dengan laju air yang didapat dari udara sekelilingnya. Bila kelembaban nisbi udara sekeliling bahan dalam keadaan setimbang dengan sekitarnya disebut dengan kelembaban nisbi keseimbangan (equilibrun relative huminity). c. Laju Pengeringan Laju pengeringan dapat dihitung dengan persamaan berikut :
dM - k (M – Me) dt
…(4)
dengan : dM/dt = laju pengeringan k = konstanta pengeringan M = kadar air bahan dalam basis kering Me = kadar air kesetimbangan bahan dengan udara pengering dalam basis kering Pada dasarnya faktor–faktor yang mempengaruhi pengeringan ada dua golongan, yaitu faktor yang berhubungan dengan udara pengering dan faktor yang berhubungan dengan udara yang dikeringkan. Faktor yang termasuk kepada golongan yang pertama adalah kecepatan volumetric udara pengering, suhu dan kelembaban udara. Faktor yang termasuk kepada golongan yang kedua adalah ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan (Setijahartini, 1985). d. Kurva Psikrometrik Pada kurva psikrometrik digambarkan hubungan antara kelembaban udara dengan suhu dan entalpi. Kelembaban udara ditentukan oleh suhu dan jumlah uap air yang terdapat di udara. Perubahan suhu dan jumlah kadar air di udara dipengaruhi oleh proses pemanasan atau pendinginan (Earle, 1969). Selanjutnya dikemukakan jika suhu udara ditingkatkan, maka kelembaban nisbi akan menurun. Apabila suhu diturunkan, maka kelembaban nisbi akan meningkat. Jika suhu terus menerus diturunkan maka udara akan jenuh dan selanjutnya air akan mengembun. Suhu pada saat air mulai mengembun pada tekanan dan kelembaban tertentu disebut dengan titik pengembunan . Syarief (1986) juga menjelaskan bahwa kelembaban udara tergantung pada suhu dan jumlah uap air yang terkandung di udara. Perubahan suhu dan jumlah kadar air dipengaruhi oleh proses pendinginan atau pemanasan udara tersebut. 3. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan mulai Januari 2005 sampai Maret 2005. Pembuatan gambar teknik, pembuatan alat pengering dan evaluasi teknis dilakukan di bengkel Mesin Politeknik Negeri Padang. 3.2 Bahan dan Alat Bahan–bahan yang digunakan adalah plat lembaran, plat siku, kayu multiplek, seng, mur, baut, engsel, blower, daging kelapa. Sedangkan alat–alat yang dipakai untuk pembuatan alat pengering ini adalah mesin potong, mesin bending, mesin las, gergaji, 63
Jurnal Teknik Mesin
Vol. 3, No.1, Juni 2006
kunci pas, tang gunting seng, dan alat untuk melakukan pengujian adalah stopwatch, tachometer, thermoanemometer, termometer digital, timbangan digital, dan kompor minyak tanah sebagai sumber energi pemanas. Bahan baku untuk pengujian adalah daging kelapa segar sebanyak 90 kg atau satu kali pengujian sebanyak 30 kg. 3.3 Prosedur Penelitian Dalam sub bab ini akan dijelaskan prosedur penelitian yang terkait dengan (1) pengembangan model pengering kopra mekanis jenis Tray Dryer, (2) evaluasi teknis alat pengering untuk menentukan laju pengeringan, kebutuhan energi dan efisiensi pengeringan.
ISSN 1829-8958
3.3.1 Pengembangan Model Pengering Kopra Jenis Tray Dryer a. Rumah Pengering Rumah pengering akan dibangun dengan ukuran panjang, lebar dan tinggi yaitu 100 cm x 100 cm x 150 cm. Dalam rumah pengering akan ditempatkan rak-rak pengering dengan jumlah rak sebanyak 4 buah. Masing-masing rak akan disusun dengan jarak 32 cm. Dinding luar terbuat dari triplek dengan tebal 0,4 cm, dan lapisan dalam terbuat dari seng plat dengan ketebalan 0,5 mm.
Gambar 1 Alat pengering Kopra Jenis Tray Dryer
64
Pengembangan dan Evaluasi Teknis Alat Pengering Kopra Jenis Tray Dryer (Sir Anderson)
b. Pipa Penyalur Udara Panas Pipa penyalur udara panas berfungsi untuk mengalirkan panas yang berasal dari tungku pemanas dan disalurkan ke ruang pengering. Pipa penyalur udara panas dibuat dengan menggunakan pipa baja berdiameter 12,7 cm. Pipa tersebut masing-masing kedua ujungnya datar dan melengkung. Kedua ujung pipa akan diikatkan ke tungku pemanas dan rumah pengering dengan menggunakan baut.
2.
Melakukan penelitian utama untuk menguji alat pengering ini terhadap pengeringan kopra. Pengeringan ini dilakukan dengan menggunakan bahan baku daging kelapa segar sebanyak 30 kg dengan 3 kali ulangan, dan kemudian dilakukan analisa data dengan metode rataan.
3.
Proses pengeringan kopra dilakukan hingga kadar air bahan mencapai 5 – 7 %. Penurunan kadar air dapat ditentukan dengan penimbangan sampel bahan setiap 1 jam.
c. Tungku Pemanas Tungku pemanas dibuat dengan ukuran 30 cm x 30 cm x 60 cm. Sumber panas yang digunakan adalah kompor gas minyak tanah yang diletakkan pada tempat kedudukan kompor. Elemen pemanas yang digunakan adalah pipa-pipa tembaga dengan diameter 1,9 cm dan panjang 20 cm sebanyak 20 buah. Pipa-pipa ini disusun secara vertikal yang kedua ujungnya dimasukkan ke dalam lubang plat baja, kemudian di las dengan kuningan. Pipa-pipa tembaga ini merupakan elemen pemanas yang sangat penting dalam tungku pemanas. Pipapipa tembaga ini mempunyai konduktivitas yang tinggi yaitu, sebesar 363 W/m.0C pada suhu 400 0C (Holman, 1988). Dengan konduktivitas yang tinggi tersebut pipa tembaga mampu dengan cepat menyerap panas dari pembakaran kompor gas minyak tanah, dan kemudian dengan cepat mengeluarkan hawa panas disekitar dinding luar dari pipa tersebut. d. Blower Blower yang digunakan adalah blower yang digerakkan oleh motor listrik dengan daya 220 V dan 1 A. Blower mempunyai kecepatan putaran rata-rata 2900 rpm. Kecepatan putaran ini diukur dengan menggunakan tachometer. 3.3.2 Evaluasi Teknis Alat Pengering Evaluasi teknis terhadap kinerja alat pengering kopra jenis Tray Dryer akan dilaksanakan dalam dua tahap yaitu prosedur pengujian dan analisis kinerja alat pengering. a. Prosedur Pengujian Prosedur pengujian akan dilakukan dalam beberapa langkah yaitu : 1. Melakukan penelitian pendahuluan terhadap alat pengering jenis Tray Dryer tanpa diisi bahan Pengamatan suhu dilakukan dengan menggunakan termometer untuk menentukan suhu bola basah dan suhu bola kering. Berdasarkan suhu bola basah dan suhu bola kering akan ditentukan kelembaban relatif udara dengan menggunakan Tabel psikrometrik.
Dalam prosedur pengujian ini akan dilakukan pengamatan dan analisis untuk menentukan : Suhu Selama Pengeringan, kadar Air Bahan, waktu dan kapasitas pengeringan b. Analisis Kinerja Alat Pengering 1.
Hubungan antara Suhu dan Waktu
2.
Hubungan antara Lama Pengeringan dengan Kadar Air Bahan .
3.
Hubungan Antara Suhu dengan Kadar Air Bahan
4.
Kebutuhan Energi Untuk Memanaskan Udara
5.
Kebutuhan Energi untuk Menguapkan Air Bahan
6.
Energi yang Terpakai oleh Alat Pengerin
7.
Efisiensi Pengeringan
3.3.3 Analisis Mutu Kopra yang dihasilkan Kopra adalah bahan baku utama untuk pembuatan minyak kelapa, sehingga mutu kopra sangat menentukan mutu minyak. Penilaian mutu kopra umumnya dilakukan berdasarkan factor fisik, kimia, dan nutrisinya. Namun umumnya pabrik pengolahan minyak menentukan kualitas hanya berdasarkan beberapa factor saja yang sesuai dengan pokok kepentingannya.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengembangan Prototipe Pengering Jenis Tray Dryer Rumah pengering mempunyai ukuran 100 cm x 100 cm x 150 cm. Di dalam rumah pengering terdapat rak-rak pengering yang dipasang secara horizontal. Dinding rumah pengering terdiri dari dua lapisan. Lapisan dalam terbuat dari seng plat dengan ketebalan 0,5 mm. Sedangkan dinding bagian luar terbuat dari triplek dengan ketebalan 0,4 cm. Bentuk alat seperti ”gambar (2)”.
65
Jurnal Teknik Mesin
Vol. 3, No.1, Juni 2006
ISSN 1829-8958
90 80 70 Suhu (C)
60 50 40 30 20 10 0 7,00
8,00
9,00
10,00
11,00
12,00
13,00
Waktu (jam)
(a)
(b)
Lingkungan
Rak 1
Rak 2
Rak 3
Rak 4
Outlet
Gambar 2 (a) Rumah Pengering, (b) Susunan Rak dalam Rumah Pengering
Komponen utama alat pengering yang berfungsi sebagai sumber penghasil panas adalah tungku pemanas. Bentuk tungku pemanas seperti terlihat pada ”Gambar (3)”.
Gambar 4 Perubahan Suhu Udara Lingkungan dan Ruang Pengering Tanpa Bahan
4.2.2 Evaluasi Teknis Alat dengan Bahan a. Perubahan Suhu Suhu dalam ruang pengering berkisar antara 51 – 76 o C kurang dari 1 jam. Suhu yang keluar dari alat pengering melalui cerobong (outlet) berkisar antara 68 – 76 oC. Perubahan suhu lingkungan, ruang pengering dan outlet dapat dilihat pada ”Gambar (5)”. 100
Pipa elemen penangkap panas terbuat dari tembaga dengan diameter 1,9 cm dan panjang 20 cm dengan jumlah 20 buah dan disusun secara vertical. Jumlah dan diameter yang digunakan akan mempengaruhi luas permukaan dinding pipa penangkap panas. Semakin besar luas permukaan dinding penangkap panas maka akan semakin besar panas yang dapat dialirkan ke ruang elemen pemanas. Panas dari ruang elemen pemanas akan disalurkan ke ruangan pengering melalui pipa penyalur udara panas.
80 Suhu (C)
Gambar 3 Tungku Pemanas Blower, dan Kompor Minyak Tanah
60 40 20 0 7,
00
0 9,
0 11
0 ,0
, 13
00
,0 15
0
, 17
00
,0 19
0
, 21
00
Waktu (jam) Lingkungan
Rak 1
Rak 2
Rak 3
Rak 4
Outlet
4.2 Evaluasi Teknis Alat Pengering 4.2.1 Evaluasi Teknis Alat Tanpa Bahan Pengujian alat pengering tanpa bahan dilakukan untuk mengetahui kelancaran proses kerja alat. Selain itu juga untuk mengetahui penyebaran suhu di dalam ruang pengering. Pengujian tanpa bahan ini dilakukan selama 6 jam. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa suhu tiap rak dalam ruang pengering relatif sama, yaitu dengan nilai koefisien keragaman sebesar 1,5 %. Penyebaran suhu tiap rak dalam ruang pengering dapat dilihat pada ”Gambar (4)”.
Gambar 5 Perubahan Suhu Udara Lingkungan
Dalam ruang pengering terlihat bahwa suhu pada rak ke 1 lebih tinggi dari rak-rak diatasnya. Semakin ke atas terlihat bahwa suhu relatif lebih rendah. Hal ini dikarenakan rak paling bawah akan terkena panas terlebih dahulu yang berasal dari tungku pemanas. Sebelum mengalir ke atas aliran udara panas ini akan terhalang terlebih dahulu oleh bahan yang dikeringkan. Namun perbedaan suhu antar rak dalam ruang pengering ini tidak terlalu besar sehingga dapat dikatakan relatif sama. 66
Pengembangan dan Evaluasi Teknis Alat Pengering Kopra Jenis Tray Dryer (Sir Anderson)
b. Kelembaban 60 50 Kadar Air (%)
100 80 RH (%)
60 40
30 20 10
20
0 0 7,
0 7,
40
00
9,
00
,0 11
0
, 13
00
, 15
00
17
0 ,0
, 19
00
, 21
0
9,
00
, 11
00
13
0 ,0
00
15
0 ,0
, 17
00
,0 19
0
, 21
00
Waktu (jam)
Waktu (jam) Rak I Lingkungan
Rak 1
Rak 2
Rak 3
Rak 4
Outlet
Rak II
Rak III
Rak IV
Gambar 8 Penurunan Kadar Air Rata-rata Tiap Rak pada Pengeringan Kopra
Gambar 6 Perubahan RH Lingkungan
Pada ”gambar (6)” Kelembaban relatif udara lingkungan berkisar antara 70–90%, dan kelembaban relatif udara ruang pengering berkisar antara 35– 60%. Proses pemanasan udara menyebabkan turunnya kelembaban relatif udara. c. Penurunan Kadar Air Perubahan kadar air kopra dihitung berdasarkan persentase bobot basah (wet basis). Grafik perubahan penurunan kadar air pengeringan kopra secara keseluruhan (global) dapat dilihat pada ”Gambar (7)”.
Selain melihat pengaruh rak juga dilihat pengaruh letak posisi bahan di dalam rak terhadap perubahan kadar air bahan. Pada sebuah rak diambil dua posisi letak sampel yaitu posisi tepi dan posisi tengah. Perubahan kadar air bahan pada tiap posisi dalam rak dapat dilihat pada ”Gambar (9)”.
60 50 40 30
60
20 10
50
Kadar Air (%)
0
40 Waktu (j am)
30 Posi si Tengah
Posi si Tepi
20
Gambar 9 Penurunan Kadar Air Tiap Posisi Bahan dalam Rak pada Pengeringan Kopra
10
21.00
20.00
19.00
18.00
17.00
16.00
15.00
14.00
13.00
12.00
11.00
9.00
10.00
8.00
7.00
0
Waktu (jam)
Gambar 7 Penurunan Kadar Air Rata-Rata pada Pengeringan Kopra
Dari Gambar terlihat bahwa secara umum (global) penurunan kadar air bahan berlangsung konstan. Dari 3 kali ulangan, rata-rata kadar air awal bahan yaitu sebesar 53,18 %. Sedangkan diakhir pengujian diperoleh rata-rata kadar air akhir bahan sebesar 6,84 %. Selanjutnya dilihat penurunan kadar air bahan pada tiap-tiap rak (posisi di bawah, di tengah, dan di atas) dapat dilihat pada ”Gambar (8)”.
Dari Gambar di atas terlihat bahwa posisi bahan pada rak tidak terlalu berpengaruh terhadap kecepatan proses penurunan kadar air. Hal ini disebabkan oleh penyebaran suhu yang merata di dalam rumah pengering. Sehingga setiap titik pada rak mempunyai intensitas panas yang relatif sama. Secara umum penguapan air bahan berlangsung lebih cepat pada saat awal pengeringan. Pada akhir pengeringan, penurunan kadar air berjalan semakin lambat. Hal ini dikarenakan kandungan air yang diuapkan adalah air yang berada antar sel pada bahan. Hasil penelitian ini akan dibandingkan dengan hasil penelitian pengeringan kopra yang telah dilakukan sebelumnya oleh Assidu (1987) yaitu dengan menggunakan beberapa sumber energi yaitu pemanasan langsung dengan tungku pemanas (kiln 67
Jurnal Teknik Mesin
Vol. 3, No.1, Juni 2006
drying), pengeringan dengan energi matahari (sun drying), dan pengeringan dengan hembusan udara panas (forced hot-air drying). Hasil perbandingan ini dapat dilihat pada ”Gambar (10)”. 60
Kiln drying*
Dari Gambar terlihat bahwa pada awal proses pengeringan, laju penguapan air dapat mencapai lebih dari 2 kg/jam.Hal ini dikarenakan bahan masih mengandung kadar air yang cukup tinggi, dimana di permukaan bahan masih berlangsung penguapan air bebas. Pada akhir proses pengeringan, laju pengeringan mencapai kurang dari 0,2 kg/jam.
Sun drying*
50
e. Laju Aliran Udara Pengering
Forced hot-air drying*
Laju aliran udara pengering yang diperoleh adalah sebesar 16,368 kg/jam. Aliran udara yang cepat akan membawa uap air dari permukaan bahan dan mencegah air tersebut menjadi jenuh di udara. Besarnya volume udara yang dialirkan setiap jam menyebabkan semakin banyaknya uap air yang dapat ditampung dan diangkut oleh udara.
Penelitian sekarang
40 Kadar air (%)
ISSN 1829-8958
30
20
10
f. Kapasitas dan Waktu Pengeringan
0 0
16
8
24
32
40
48
56
64
72
80
88
96
Waktu (jam)
* Assidu (1987)
Gambar 10. Kecepatan penurunan kadar air dari beberapa prose pengeringan kopra
Dari ”Gambar (10)”. terlihat bahwa proses pengeringan kopra untuk menghasilkan kadar air 5-7 % dengan pemanasan langsung menggunakan tungku pemanas (kiln drying) membutuhkan waktu 4 hari, pengeringan dengan energi matahari juga membutuhkan waktu 4 hari, pengeringan dengan hembusan udara panas membutuhkan waktu 19 jam, sedangkan pada penelitian sekarang membutuhkan waktu 14 jam. Hasil penelitian pada pengeringan kopra dengan menggunakan model prototipe tray dryer ini, kecepatan penurunan kadar air kopra mendekati dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Assidu (1987) yang menggunakan hembusan udara panas d. Laju Pengeringan
Besarnya kapasitas alat pengering terhadap bahan kopra yang dikeringkan selama satu kali pengeringan yaitu lebih kurang sebesar 30 kg, dimana tiap-tiap rak mampu menampung 7-10 kg bahan. Kapasitas alat pengeringan merupakan jumlah total berat kopra yang dikeringkan selama waktu tertentu. Sedangkan waktu pengeringan yang dibutuhkan untuk mengeringkan kopra hingga mencapai kadar air akhir sebesar 6,84 % adalah selama 14 jam. g. Kebutuhan Energi Tiap Satuan Waktu Energi persatuan waktu yang dapat dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah sebesar 12.990 kJ/jam. Energi persatuan waktu untuk memanaskan udara pengering yang dihasilkan adalah sebesar 2.739,31 kJ/jam. Energi persatuan waktu yang dibutuhkan untuk menguapkan air bahan adalah sebesar 2.510,43 kJ/jam. h. Efisiensi Pengeringan Efisiensi pemanasan yang diperoleh pada alat pengering yaitu sebesar 21,08 %, efisiensi penguapan sebesar 91,64 %, dan efisiensi pengeringan sebesar 19,33 %. 4.3 Analisis Mutu Kopra yang dihasilkan
3,5
Mutu kopra yang dihasilkan cukup baik hal ini terlihat dari hasil penilaian terhadap beberapa karakteristiknya, yaitu (1) warna terlihat coklat pucat, (2) kebersihan bersih sekali, (3) kondisi besar tebal dan rata, (4) Bau enak dan sedikit wangi, (5) Kadar air dibawah 7 %. Menurut standar SNI 01-35551994, kopra yang dihasilkan dengan kadar air kurang dari 7 % dan kadar lemak sekitar 60 % termasuk ke dalam kwalitas B.
2,5 2,0 1,5 1,0 0,5
Waktu (j am ke-)
21,00
20,00
19,00
18,00
17,00
16,00
15,00
14,00
13,00
12,00
11,00
9,00
10,00
8,00
0,0 7,00
Laju Pengeringan (kg/jam)
3,0
Kopra hasil pengeringan dengan menggunakan alat pengering jenis tray dryer dapat dilihat pada ”Gambar (12)”.
Gambar 11 Laju Pengeringan Kopra
68
Pengembangan dan Evaluasi Teknis Alat Pengering Kopra Jenis Tray Dryer (Sir Anderson)
5.2 Saran
jam ke- 0
jam ke- 4
jam ke- 12
jam ke- 8
jam ke- 14
Gambar 12 Kopra yang dihasilkan selama Proses Pengeringan menggunakan Alat Pengering Jenis Tray Dryer
1) Untuk meningkatkan efisiensi pengeringan dapat dilakukan dengan menambahkan bahan isolator antara kedua dinding pada rumah pengering, pipa penyalur panas dan dinding tungku pemanas, agar tidak terjadi kehilangan panas yang besar pada komponen pengering tersebut. 2) Untuk penelitian lebih lanjut dapat dilakukan dengan memodifikasi tungku pemanas. Terutama sekali pipa tembaga dibuat melingkarlingkar dengan beberapa buah, agar asap panas yang dihasilkan oleh pembakaran kompor gas minyak tanah tidak cepat keluar, dan lama berputar – putar didalam pipa, sehingga panas semakin lama bertahan, dan hawa panas yang dihasilkan semakin bertambah. Dari hasil modifikasi tungku ini diharapkan efisiensi panas yang dihasilkan oleh tungku lebih tinggi dari model sebelumnya.
5. PENUTUP 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, beberapa kesimpulan yaitu:
PUSTAKA dapat
diperoleh
1) Dari hasil evaluasi kinerja alat pengering mekanis jenis tray dryer, diperoleh suhu ratarata ruang pengering adalah 65,0 oC. Waktu yang dibutuhkan untuk pengeringan kelapa dengan kadar air awal 53,18 % menjadi kopra dengan kadar air 6,84 % adalah selama 14 jam. Kapasitas rata-rata alat untuk mengeringkan kopra adalah 1,06 kg/jam. 2) Hasil analisis kinerja alat pengering terhadap bahan Kopra menunjukkan bahwa laju penguapan air bahan atau laju pengeringan yang dihasilkan adalah sebesar 1,07 kg/jam. Energi yang dibutuhkan untuk memanaskan udara pengering sebesar 2.739,31 kJ/jam, energi yang dibutuhkan untuk menguapkan air bahan sebesar 2.510,43 kJ/jam. Sedangkan energi yang dihasilkan oleh bahan bakar adalah sebesar 12.990 kJ/jam Efisiensi pemanasan diperoleh 21,08 %, efisiensi penguapan 91,64 %, dan efisiensi pengeringan 19,33 %. Untuk lebih meningkatkan efisiensi pengeringan, dapat diupayakan dengan menambah kapasitas bahan yang dikeringkan. 3) Berdasarkan analisis mutu yang dilakukan diperoleh bahwa mutu kopra yang dihasilkan cukup baik. Kopra yang dihasilkan berwarna putih, bersih, dan berbau enak. Sedangkan bentuk fisiknya tebal dan rata dengan kadar air yang berkisar antara 6 – 7 %.
1.
Assidu. JJ. Processing tropical Crops. A technological Approach,. 1987
2.
Brooker, D.B., F.W. Baker–Akerma and C.W. Hall. Drying Cereal Grains. The AVI Publishing Company, Inc. Westport USA, 1974.
3.
Cooke, F.C... Copra Manufacture (part). The Malayan Agricultural Journal XXIV, 1951
4.
Carl W. Hall, Denny C. Davis. Processing Equipment for Agricultural Products. AVI Publishing Company, INC. Wesrport, Connecticut, 1986.
5.
Hall, C.W. Drying Farm Corps. Agricultural Process Engineering. Jhon Willey and Sons Inc. New York USA, 1957.
6.
Hamdan. Mesin – Mesin Processing decicated coconut, Unand Padang, 1992.
7.
Henderson, SM. And R.L. Perry. Agricultural Processing Engineering. Third Edition, the AVI Publishing Company, INC. Westport. USA, 1983
8.
Holman, J.P. Perpindahan Kalor. Penerbit Airlangga. Jakarta, 1988.
9.
Lay, A dan Barlina Rindengan. Aflotoxin Pada Produk Olahan Kelapa. Buletin Balitka, 1994
10. Meyer, L.H.. Food Chemistry. Reinhold. New York, 1960 11. Palungkun, Rony. Aneka Produk Olahan Kelapa. Penebar Swadaya . Jakarta, 1993 69
Jurnal Teknik Mesin
Vol. 3, No.1, Juni 2006
12. Rizal Syarief, Pengetahuan Bahan Untuk Industri Pertanian. PT. Mediyatama Sarana Perkasa , Jakarta, 1986. 13. Setijahartini, Sri. Pengeringan Agro Industri . Jurusan Teknologi Industri Pertanian . FATETA. IPB. Bogor, 1985
ISSN 1829-8958
Pada Pengolahan Hasil Pertanian. PT Melton Putera. Jakarta, 1988 16. Yasuyuki Sagara, Pengeringan Bahan Olahan dan Hasil Pertanian. JICA-DGHE/IPB Project / adaet: 9a (132), 1996.
14. Statistik Sumatera Barat. Padang Pariaman Dalam Angka. BPS Sumbar. Padang, 2002 15. Taib, Gunarif. Said, Gumbira dan Wiraatmadja, Sutedja. Operasi Pengeringan
70