1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1 (2013) 1-7
Perancangan dan Pembuatan Motor Induksi Fluks Aksial Tiga Fasa Satu Stator-Satu Rotor Untuk Kendaraan LIstrik Samsul Hidayat, Mochamad Ashari, Dedet Candra Riawan Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected],
[email protected] Abstrak - Motor induksi fluks aksial sangat sesuai jika digunakan sebagai penggerak utama pada kendaraan listrik karena berbentuk pipih dan lebih kecil dibandingkan dengan motor induksi pada umumnya. Stator dan rotor pada motor induksi fluks aksial berbentuk 2 buah piringan yang berhadapan. Tugas akhir ini membahas tentang perancangan dan pembuatan motor induksi fluks aksial dengan satu stator dan satu rotor. Perancangan motor fluks aksial hampir sama dengan perancangan pada motor biasa, tetapi arah fluks magnetnya berbeda (aksial). Spesifikasi perancangan motor sebagai berikut, empat kutub, tiga fasa, dengan tegangan antar fasa 100 Volt dan daya target 500 watt. Material core yang digunakan adalah material yang mudah didapatkan di pasaran yaitu baja St.37. Motor fluks aksial dibuat dengan panjang 66 mm dan diameter 200 mm. Pada tegangan 15 Volt mampu berputar 1366 rpm. Dengan menganalisa rangkaian ekuivalen motor, dapat dihasilkan kurva karakteristik torsi vs kecepatan dari motor induksi. Hasil kurva menunjukan torsi maksimum motor sebesar 0,79 Nm. Kata kunciKarakteristik
Fluks
aksial,
Perancangan,
Core,
Kurva
I. PENDAHULUAN erbagai riset telah dilakukan untuk mengembangkan kendaraan elektrik agar dapat memenuhi kebutuhan manusia sebagaimana kendaraan dengan bahan bakar minyak pada umumnya. Salah satu permasalahan yang timbul pada desain kendaraan elektrik adalah tentang Energy and Power Density, permasalahan ini secara tidak langsung juga berkaitan dengan volume serta berat kendaraan. Seiring dengan desain kendaraan yang semakin ringkas dan kompleks, ruangan untuk penempatan motor listrik yang ada di dalam kendaraan sangat terbatas, diperlukan suatu motor listrik yang efisien dalam ukuran. Untuk mengatasi permasalahan di atas muncul ide untuk membuat motor listrik jenis motor induksi dengan metode fluks aksial. Dengan Axial Flux Induction Motor (AFIM) memungkinkan konstruksi motor yang lebih ramping daripada motor listrik pada umumnya (dengan flux radial ) karena berbentuk piringan stator dan rotor yang berhadapan, sedangkan dalam motor induksi konvensional berbentuk tabung memanjang yang relatif memerlukan area yang lebih luas dalam pemasangannya. Dengan memanfaatkan motor listrik fluks aksial pada penggerak mobil maka pemasangan motor akan lebih mudah.
B
II. MOTOR INDUKSI FLUKS AKSIAL - AFIM Axial Flux Induction Motor (AFIM) memiliki prinsip kerja yang sama dengan motor induksi pada umumnya ( Radial Fluks Induction Motor atau sering disingkat RFIM ), namun dari segi desain bentuk sangat berbeda. Perbedaan yang paling mendasar adalah arah fluks magnetnya. Pada sistem RFIM, fluks magnet dihasilkan dengan arah radial terhadap sumbu mesin, sedangan sistem AFIM, fluks magnet yang dihasilkan memiliki arah aksial terhadap sumbu mesin.
Gambar 1. (a) Konstruksi rotor dan arah fluks radial RFIM. (b) Konstruksi stator dan arah fluks aksial
Sejarah mencatat bahwa pada awalnya mesin elektrik adalah menggunakan sistem fluks aksial dengan prinsip induksi elektromagnetik. Pada tahun 1821, Faraday memperkenalkan primitive disc machine yang merupakan cikal bakal mesin fluks aksial ( mesin AF )[5]. Pada tahun 1831 Davenport mengklaim bahwa dia memegang paten mesin radial fluks ( mesin RF). Motor dengan fluks radial selanjutnya mendominasi penggunaan motor di dunia sampai saat ini.
Gambar 2. Jenis-jenis motor AFIM.a) Satu stator-satu rotor. b) satu statordua rotor. c) dua stator-satu rotor
- Satu stator-satu rotor AFIM Desain satu stator dan satu rotor merupakan desain yang paling sederhana dari motor induksi fluks aksial. Bentuknya hanya terdiri dari satu keping stator dan satu keping rotor.
2 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1 (2013) 1-7 Lintasan fluks bergerak mulai dari stator menuju ke rotor kemudian kembali lagi ke stator. Karena terdiri dari satu stator dan satu rotor saja maka torsi yang dihasilkan juga lebih kecil daripada AFIM dengan menggunakan sistem dua stator atau dua rotor. III. PERANCANGAN MOTOR Untuk merancang sebuah motor Induksi fluks aksial, pertama harus ditentukan parameter motor sebagai target yang ingin dicapai. Berikut parameter motor yang akan dibuat : Daya = 500 watt Jumlah phasa (m) =3 Vph-ph = 100 /58 V Y/∆ Pole (p) =4 Frekuensi = 50 Faktor daya (estimasi) = 0,8 Efisiensi (estimasi ) = 0,6 Dari data target di atas kita bisa menghitung kebutuhan kebutuhan spesifikasi pendukungnya, baik secara mekanik maupun elektrik.
B. Karakteristik Material Core . Pada pembahasan kali ini menggunakan jenis material lain yang ada di pasaran serta harganya terjangkau yaitu steel jenis ST37. ST37 memiliki komposisi campuran antara besi (Fe) dengan berbagai jenis logam lainnya sesuai dengan tabel berikut Tabel 1. Komposisi material campuran penyusun ST37 dalam (%)
C Maks 0,17
Material Number 1.0037 - ST37-2/S235JR Si Mn P S Cr Mo Ni Maks Maks Maks Maks 0,30 1,40 0,045 0,045
N Maks 0,009
Untuk sifat kemagnetannya bisa dilihat dari kurva magnetisasi B vs H di bawah ini
A. Inisialisasi Awal Dimensi motor Untuk menyusun sebuah mesin listrik kita harus menentukan perkiraan dimensi/ukuran dari beberapa bagian mesin tersebut sebagai acuan untuk perhitungan selanjutnya. Pada gambar di bawah ini yang menunjukan penampang stator ataupun rotor tanpa slot dari AFIM. Gambar 4. Kurva magnetisasi material St37
Dari kurva di atas terlihat bahwa untuk B pada 0 sampai 1,4 Tesla material memiliki permeabilitas (µ) yang relatif sama,
Gambar 3. Penampang AFIM
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Campbell (1974) disebutkan bahwa untuk motor induksi aksial fluks perbandingan antara De dengan Dse agar torsi yang dihasilkan optimal adalah 0,58. Untuk membatasi luas permukaan maka dalam motor fluks aksial ini ditentukan diameter terluar (Dse) terlebih dahulu adalah 18cm atau 0,18m. Dengan demikian nilai Ds bisa kita dapatkan dari Kd =
𝐷𝑠 𝐷𝑠𝑒
= 0,58
Maka bisa dihitung Rin ( jari jari dalam) = 0,5 x Ds Rout (jari jari luar) = 0,5 x Dse Panjang core (le) = Rout-Rin Rave (jari jari rata rata) = Rout . Rin
(1)
BdA
(7)
A
Pada gambar 5 di bawah ini dijelaskan bahwa perhitungan kepadatan fluks pada AFIM dilakukan pada tiap tingkat diameter, core dibagi menjadi 10 bagian secara melingkar n1.....n10 dengan selisih jari jari 0,4 cm
(2) (3) (4) (5) Gambar 5. Pembagian area stator maupun rotor
Luas permukaan yang menghasilkan gaya/torsi (Sr) Sr = Π (Rout² - Rin²)
C. Pemilihan Beban Magnetik Beban magnetik adalah kepadatan fluks maksimum (B) yang dihasilkan oleh core untuk menghasilkan gaya putar. Kepadatan fluks ini akan mempengaruhi jumlah fluks magnet yang dihasilkan oleh core. Secara sederhana jumlah fluks adalah perkalian antara kepadatan fluks dengan luas area pernghasil fluks tersebut.
(6)
Kemudian kepadatan fluks pada core stator bisa dihitung dengan rumus
3 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1 (2013) 1-7
Bds(1...n )
B .s (1...n)
s (1...n) bs
(8)
Kb =
sin m / 2 m sin / 2
Kp = cos θsp/2
Bds(1...n) = kepadatan fluks pada core Bδ = kepadatan fluks pada celah udara τs = jarak antar slot stator bs = lebar slot stator Pada pembahasan ini kepadatan fluks pada air gap dipilih sebesar 0,6 maka didapatkan kepadatan fluks pada core stator sebagai berikut
(12)
Tegangan yang terinduksi di stator adalah tegangan fasanetral yang dikurangi oleh rugi rugi tembaga (R), secara empirikal Eind adalah 97% dari V ph-n . Kemudian bisa didapatkan N=
𝐸𝑖𝑛𝑑 4,44𝑓Ф𝐾𝑤
(13)
Tabel 2. Hasil perhitungan kepadatan fluks pada core stator
N
Lebar stator slot( m)
Jarak antar slot (m)
B in core (T)
1
0.015
0.027213333
1.336899563
2
0.015
0.029306667
1.229077353
3
0.015
0.0314
1.148780488
4
0.015
0.034016667
1.073269062
5
0.015
0.036633333
1.016024653
6
0.015
0.03925
0.971134021
7
0.015
0.041866667
0.934987593
8
0.015
0.044483333
0.905257207
9
0.015
0.0471
0.880373832
Kepadatan fluks pada core harus berada pada posisi belum saturasi, Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel 2. bila dilihat dari kurva magnetisasi, kepadatan fluks pada core masih bisa di hasilkan oleh material sebelum fase saturasi, sehingga kepadatan fluks pada celah udara (B) = 0,6 bisa diterapkan.
D. Perancangan Stator D.1 Penentuan jumlah slot Pada pembahasan kali ini, motor menggunakan sumber 3 phasa dan 4 kutub oleh karena itu jumlah kutub minimal adalah 3x4 = 12 slot. Dalam perancangan AFIM ini menggunakan 12 slot saja untuk meminimalisir biaya pembuatan motor, mengingat semakin banyak slot maka biaya pembuatan akan semakin mahal dan tingkat kesulitannya semakin tinggi. D.2 Belitan Stator Fluks Ф merupakan hasil perkalian dari kepadatan fluks (B) dengan luas area penghasil fluks. Luas area disini adalah luas permukaan tiap satu kutub (1 pole pitch). Pada rancangan AFIM memiliki 4 kutub sehingga luas area S = Sr/p
(9)
Nilai Kw atau faktor belitan ditentukan oleh faktor distribusi (Kb) dan faktor pitch (Kp). Kw = Kb. Kp
(10) (11)
E. Perhitungan Kebutuhan Arus Secara elektrik kenaikan daya beban akan sebanding dengan kenaikan arus listrik (Tegangan tetap). Perkiraan arus yang dibutuhkan jika dihubung bintang adalah I=
𝑃 3𝑥 𝑉 𝑥 𝐶𝑜𝑠𝜑 𝑥 𝜂
(14)
F. Analisa Kebutuhan Torsi dan Arus beban Daya pada gerak rotasi merupakan hasil perkalian antara torsi dengan kecepatan sudut. P =τω
(15)
Pada motor fluks aksial ini kecepatan sudutnya adalah ns =
120 f p
rpm
(16)
Dengan mengambil perkiraan slip = 6% maka kecepatan putar rotor 1400 rpm. nr = ns – (s x ns) ω = nr x
2п 60
(17)
rad/s
(18)
Torsi merupakan gaya putar yang berbanding lurus dengan panjang lengan, sehingga torsi merupakan perkalian antara gaya yang dihasilkan pada air gap antara rotor dan stator (tangensial stress) dikalikan dengan jari jari rotor kemudian dikali dengan luas permukaan. τ = Sr Rave σFtan Maka σFtan =
Rave Sr
(19) (20)
Kemudian dengan spesifikasi yang sudah diketahui sebelumnya, Jumlah konduktor dalam stator adalah Dengan penurunan rumus tangensial stress σFtan = B A 2
(21)
4 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1 (2013) 1-7 Bisa didapatkan nilai kepadatan arus linier (A) Dari nilai A maka arus pada konduktor stator bisa dihitung sebagai berikut, Z
= 2 x m x N (konduktor total dalam tiga phasa )
Bdr(1...n) = kepadatan fluks pada rotor core Bδ = kepadatan fluks pada celah udara τr = jarak antar slot rotor br = lebar slot rotor
(22) Hasilnya adalah sebagai berikut
D = Diameter rata rata = 2 x Rave
(23)
A=IZ ΠD
(24)
Tabel 3. Hasil perhitungan kepadatan fluks pada core rotor
Dari perhitungan di atas bisa diketahui arus yang mengalir pada stator untuk menghasilkan gaya sesuai nilai torsi beban yang dibutuhkan. Nilai arus tersebut belum termasuk arus untuk magnetisasi, arus untuk torsi untuk rugi rugi mekanik, dan arus untuk rugi rugi besi. Dalam tugas akhir ini arus yang didapatkan adalah 3,48 A
G. Perancangan Rotor Motor fluks aksial ini menggunakan sistem rotor sangkar, bagian rotor memiliki bentuk yang hampir sama dengan stator, yaitu berupa piringan yang juga memiliki slot. Pada rotor terdapat dua jenis material. Yaitu alumunium sebagai rotor bar dan St37 sebagai core. Alumunium dengan campuran memiliki resistifitas antara 2,82 x 10-8 Ωm lebih rendah daripada resistifitas steel yaitu 1,18 x 10-7 Ωm , sedangkan permeabilitas relatif dari alumunium mendekati 1. Permeabilitas ini sangat kecil dibandingkan dengan Permeabilitas relatif bahan steel yang bernilai sekitar 687. Jumlah slot pada rotor harus menyesuaikan jumlah slot stator dengan ketentuan tertentu untuk menghindari terjadinya permasalahan sebagai berikut 1. Rotor lock Dapat dihindari dengan ketentuan Ss ≠ Sr 2. Fenomena Crawling Fenomena crawling adalah ketika medan magnet yang berputar diproduksi di celah udara dan biasanya nonsinusoidal mengandung harmonisa 5 dan 7, Harmonisa 7 akan menghasilkan dip dalam karakteristik torsi dan kecepatan. Fenomena ini bisa dihindari dengan ketentuan Ss –Sr ≠ ±3P, Sr ≠ 6pg, Sr<1,25Ss (Ss = Slot stator, Sr = Slot rotor) 3. Timbul suara saat rotor berputar ( noisy operation ) Hal ini bisa dihindari dengan ketentuan Ss-Sr ≠ ±1, ±2, ±𝑃 ± 1 , (±𝑃 ± 2) Dari beberapa ketentuan di atas maka dengan jumlah slot stator 12 bisa didapatkan nilai yang aman untuk rotor slot yaitu 9. Setelah diketahui desain rotor , perlu dilakukan pengecekan kepadatan fluks pada core rotor. Pengecekan diakukan dengan metode yang sama pada stator, sesuai rumus
Bdr(1...n )
B .r(1...n)
r(1...n) br
(25)
n
Lebar slot rotor (m)
Jarak antar slot
B pada core (T)
1
0.01
0.036284444
0.828271897
2
0.01
0.039075556
0.806358912
3
0.01
0.041866667
0.788284519
4
0.01
0.045355556
0.769704588
5
0.01
0.048844444
0.754462243
6
0.01
0.052333333
0.741732283
7
0.01
0.055822222
0.730940834
8
0.01
0.059311111
0.721676431
9
0.01
0.0628
0.713636364
Dari hasil data diatas maka dipastikan bahwa kepadatan fluks pada rotor core harus di bawah fase saturasi ( B>1,4T). H. Yoke Yoke adalah bagian dari motor yang berfungsi sebagai jalur fluks untuk kembali ke arah awalnya. Berdasarkan posisinya Yoke terbagi menjadi dua jenis yaitu yoke yang dipasang di stator (stator yoke), dan yoke yang dipasang di rotor (rotor yoke). Posisi yoke adalah di belakang bagian stator dan rotor sesuai dengan gambar berikut
(a)
yoke
(b)
Gambar 6. (a) yoke stator,(b) yoke pada rotor
Ketebalan yoke bisa dihitung dengan rumus wy =
Ф 2𝐵 𝐾𝑓 𝑙𝑒
(26)
Kf adalah faktor kerapatan yoke. Kepadatan fluks pada yoke (B) ditentukan sesuai dengan kemampuan material untuk menghasilkan magnet ( kurva magnetisasi ) tanpa terjadi kondisi saturasi, dalam hal ini disamakan dengan kepadatan fluks maksimum pada core stator yaitu 1,4. I. Celah Udara (Air gap) Diantara stator dan rotor AFIM terdapat celah udara, jarak celah udara ini sangat mempengaruhi pada performa motor.
5 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1 (2013) 1-7 Secara empirikal jarak celah udara yang optimal dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut, Lg = 3,06 -
6560
(27)
D+2280
D = Diameter stator dalam milimeter
IV. PENGUJIAN MOTOR Sebagai bahan analisa motor induksi diperlukan rangkaian ekuivalen motor, dengan rangkaian ekuivalen ini kita bisa menganalisa kurva torsi terhadap kecepatan. Untuk mendapatkan rangkaian akuivalen motor induksi, harus dilakukan beberapa tes yaitu tes tegangan DC, tes tanpa beban dan tes block rotor. A Tes tegangan DC DC bertujuan untuk mengukur nilai hambatan pada belitan stator (R1). DC tes dilakukan dengan cara memasukan tegangan DC variabel ke dalam belitan stator untuk tiap 1 fasa, V
R1 = I
Arus sudah mencapai nilai nominalnya sebelum tegangan nominal tercapai, maka untuk tes tanpa beban parameter diambil pada salah satu tegangan tes, Pada motor ini diambil parameter pada nilai tegangan 15 V, arus 5,1A, faktor daya Cosθ = 0,8. Kemudian bisa dihitung bilai rugi rugi besi dan indukstansi magnetisasi I (29) Y = nl Vnl Y = G + jB Rc = Xm =
(30)
1
(31)
G 1
(32)
B
C. Block Rotor Tes Blok rotor tes dilakukan untuk melengkapi kebutuhan parameter pada rangkaian ekuivalen motor induksi. Yaitu nilai X2 maupun R2 yang berada pada hubungan seri dalam rangkaian ekuivalen. Pada tes blok rotor ini didapatkan hasil tegangan 16 V, arus 7A, dan faktor daya = 0,92
(28) Zbr =
B. Tes Tanpa Beban Pengujian tanpa beban bertujuan untuk mengetahui parameter arus magnetisasi, rugi rugi besi serta untuk memastikan bahwa motor bisa berputar.
Vbr I br 3
(33)
Zbr = Rbr + jXbr
(34)
R2’= Rbr – R1
(35)
Xbr = X1 + X2’ Dengan estimasi X1 = X2’
(36) (37)
D. Rangkaian Ekuivalen Motor Setelah semua parameter didapatkan maka rangkaian ekuivalen bisa disusun, berikut ini rangkaian ekuivalen dari motor induksi fluks aksial satu stator-satu rotor yang telah dibuat,
Gambar 7. Tes tanpa beban
Hasil pengujian tanpa beban menunjukan hasil sebagai berikut. Gambar 8. Rangkaian ekuivalen dari motor aksial fluks hasil pengujian.
Tabel 5. Hasil pengujian motor AFIM tanpa beban
Tegangan (V) 10 15 20 24 30
Arus (A) 4,7 5,1 6,6 7,8 9,6
Cos θ 0,9 0,8 0,78 0,8 0,8
Rpm 1254 1406 1433 1443 1450
Slip (%) 16,4 6,2 4,4 3,8 3,3
E. Kurva Karakteristik Torsi Vs Kecepatan Kurva torsi vs kecepatan bisa digunakan untuk mengetahui karakteristik perubahan torsi beban terhadap perubahan kecepatan. Dengan kurva ini kita bisa mengetahui performa motor serta karakteristik daya output motor. Kurva torsi vs kecepatan bisa doiperoleh dari persamaan torsi yang diturunkan dari rangkaian ekuivalen motor.
6 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1 (2013) 1-7
Xm
Vthev
R12 ( X 1 X m ) 2
V1
(38) 3.
Karena Xm >>X1 dan Xm+X1>>R1 sehingga Rthev
Xm R1 X1 X m
2
(39)
Xthev ≈ X1
ind
(40)
3Vthev2 .R2 / s
sync Rthev R2 / s 2 X thev X 2 2
4.
(41) Setelah mendapatkan persamaan torsi maka bisa dibentuk kurva torsi vs kecepatan dengan memasukan nilai slip(s) mulai dari 0 sampai 1, hasil kurva adalah sebagai berikut
DAFTAR PUSTAKA [1] [2]
[3]
[4] [5]
[6] Gambar 9. Kurva karakteristik Torsi vs Kecepatan
[7]
Berdasarkan kurva hasil perhitungan di atas, didapatkan torsi maksimum yaitu 0,79Nm pada slip 0,07 atau 7%. Kurva di atas diperoleh dari pengukuran dengan tegangan nominal fasa-fasa 15Volt, arus maksimum 7A. Sehingga kita bisa membandingkan daya input dengan daya output dari motor ini. Pin = √3. Vph-ph . I . Cosθ (42) Pout = Pmekanik = τ ω (43)
[8]
Sehingga efisiensinya adalah η=
1.
2.
Pout Pin
x 100%
(44)
IV. KESIMPULAN Prototype motor induksi fluks aksial satu stator-satu rotor yang telah dibuat memiliki dimensi panjang total 66 mm, diamater terluar 200mm. Motor dibuat dengan material yang ada di pasaran yaitu baja jenis St 37. Dengan menggunakan sistem fluks aksial ini, motor induksi berbentuk 2 buah piringan yang berhadapan memiliki dimensi lebih kecil daripada motor induksi biasa (fluks radial), sehingga sangat sesuai bila diaplikasikan sebagai penggerak pada kendaraan listrik. Pada pengujian tanpa beban dengan tegangan 15 Volt, motor induksi fluks aksial ini mampu beroperasi pada
kecepatan idealnya yaitu 1366 rpm ( slip 9%), arus yang mengalir yaitu 5,1A. Untuk mendapatkan rangkaian ekuivalen motor dilakukan beberapa pengujian sebagai berikut, Dengan pengujian tegangan DC diperoleh nilai hambatan stator (R1 = 1,14 ohm), pada pengujian tanpa beban menghasilkan parameter rugi rugi inti besi (Rc =2,13 ohm) dan reaktansi magnetisasi (Xm = 2,85 ohm). Pada pengujian block rotor menghasilkan nilai reaktansi bocor , (X1 = 0,26 ohm, X2 = 0,26 ohm), dan resistansi stator (R2 = 0,07 ohm). Berdasarkan analisa kurva torsi vs kecepatan didapatkan bahwa torsi maksimum adalah 0,79 Nm pada kecepatan 146,01 rad/sec, sehingga daya output maksimum adalah 115,34 watt. Torsi start sebesar 0,19 Nm.
[9]
Chapman. J. Stephen, “Electric Machine Fundamentals”, McGrawHill, Fourth Edition Du-Bar Christian,”Design of an axial flux machine for an in-wheel motor application”, Master of Science Thesis, Chalmers University of Technology, Goteborg, Sweden, 2011 Jacobson.Mark Z,”Review of solution to global warming, air pollution, and energy security”,Energy & Environmental Science, www.rsc.org/ees, Desember 2008. MIT Electric Vehicle Team,”Technology, Challenges , and the Future of Electric Drive”,web.mit.edu, April 2008. M. Valtonen, A. Parviainen and J. PyrhOnen, “Influence of the AirGap Length to the Performance of an Axial-Flux Induction Motor”, Proceedings of the 2008 International Conference on Electrical Machines, pp. 1-5, 2008. M. Valtonen, “Performance Characteristics of an Axial-Flux SolidRotor-Core Induction Motor”, Phd thesis, Lappeenranta University of Technology, Lappeenranta, Finland, 2007. NASIRI-GHEIDARI Zahra, LESANI Hamid,” A survey on Axial Flux Induction Motor”, University of Teheran. Pyrhonen.J, Jokinen.T, Hrabovcova.V, ”Design of Rotating Electrical Machines”, Department of Electrical Engineering, Lappeenranta University of Technology Finland, John Wiley & Sons, UK, 2008. VTU Learning, “Design of Induction Motor”, elearning.vtu.ac.in/ELE1525.html
Samsul Hidayat lahir di kota Madiun pada tanggal 17 Oktober 1987. Memulai pendidikan Sekolah Dasar di SDN Kanigoro 03 hingga lulus pada tahun 2000. Kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 01 Madiun pada periode tahun 2000 - 2003. Pada tahun 2003 diterima di SMUN 02Madiun dan lulus pad tahun 2006. Setelah lulus dari bangku SMU, penulis melanjutkan studi di Politeknik Manufaktur Negeri Bandung mengambil jurusan Teknik Otomasi dan Mekatronika (D3) dan lulus diploma 3 pada tahun 2009. Pada tahun 2010 bekerja di sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang manufaktur pipa PVC selama 1 tahun. Kemudian pada tahun 2011 penulis melanjutkan studi program sarjana di Institut Teknologi Sepuluh Nopember jurusan Teknik Elekto
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1 (2013) 1-7
7